MODUL PERKULIAHAN PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI Pokok Bahasan : Fungsi-fungsi Komunikasi Fakultas Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi Broadcasting Tatap Muka 02 Kode MK Disusun Oleh 85001 Drs. Riswandi, M.Si Abstract Kompetensi Materi yang dibahas adalah fungsi komunikasi social, ekspresif, ritual, dan fungsi komunikasi instrumental. Mahasiswa mampu memahami empat fungsi komunikasi yang mencakup fungsi komunikasi social, eksprtesif, ritual, dan fungsi komunikasi instrumental. Pembahasan Fungsi Komunikasi I. Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson komunikasi mempunyai dua fungsi umum, sebagai berikut : 1. Untuk kelangsungan hidup manusia, yang meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesdaran pribadi, menampilkan didi sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. 2. Untuk kelangsungan hidup masyarakat, yaitu untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat. Menurut William I. Gordon, ada empat fungsi komunikasi, yaitu fungsi komunikasi sosial, ekspresif, ritual, dan fungsi komunikasi instrumental. Keempat fungsi komunikasi ini akan dijelaskan lebih detil sebagai berikut : I. Fungsi komunikasi sosial Fungsi komunikasi sosial menunjukkan bahwa komunikasi penting untuk : 1. membangun konsep diri 2. eksistensi dan aktualisasi diri 3. kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan mencapai kebahagiaan. 1) Konsep diri ialah pandangan kita tentang siapa diri kita yang diperoleh dari informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak mungkin mempunyai kesadaran bahwa dirinya adalah manusia. Kita sadar bahwa kita manusia karena orang-orang di sekeliling kita menunjukkan kepada kita lewat perilaku verbal dan nonverbal mereka bahwa kita mnusia. Bahkan kita tidak pernah menyadari nama kita adalah “Si Iwan” atai “Si Rini”, bahwa kita pandai, atau pemarah, bila tidak ada orang-orang di sekitar kita yang menyebut kita demikian. Melalui komunikasi dengan orang lain, baik verbal maupun non-verbal, kita menjadi mengetahui bahwa diri kita bernama Iwan, bahwa kita pandai, sombong, kaya, dan sebagainnya. Konsep diri yang paling dini terbentuk melalui keluarga, dan orang-orang lain yang dekat dengan kita seperti ayah, ibu, dan orang-orang yang sekerabat dengan kita. Mereka itulah yang disebut significant others. Orang tua kita, atau siapapun yang 2012 2 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id memelihara kita ketika kita kecil, mengatakan kepada kita lewat ucapan dan tindakan mereka bahwa kita baik, nakal, rajin, cantik, sopan, dan sebagainya. Merekalah yang mengajari kita tentang kata-kata dan bahasa untuk pertama kali. Aspek-aspek konsep diri seperti jenis kelamin, usia, agama, suku, pendidikan, pengalaman, bentuk muka, hobby, dan sebagainya kita internalisasikan lewat pernyataan (umpan balik) orang lain yang menegaskan aspek-aspek tersebut kepada kita, dan pada gilirannya menuntut kita berperilaku sebagaimana orang lain memandang kita. Menurut para ahli, konsep diri berupa identitas etnik merupakan unsur konsep diri yang penting, yang diartikan sebagai “perasaan kontinuitaas dengan masa lalu, perasaan yang dipupuk sebagai bagian penting definisi diri”. Dalam konteks ini, identitas etnik seseorang berkembang melalui internalisasi atas “kekkasan” (typication) diri oleh orang lain, khususnya orang-orang dekat di sekitarnya, mengenai siapa orang itu dan siapa orang lain berdasarkan latar belakang etnik. Internalisasi simbol, tanda, dan perilaku etnik ini terjadi tidak hanya pada masa kanakkanak, namun juga dalam lingkungan yang lebih luas hingga tahap-tahap kehidupan selanjutnya. Charles H. Cooley menyebut konsep diri itu sebagai the looking glass-self yang secara signifikan ditentukan oleh apa yang seseorang pikirkan mengenai pikiran orang lain terhadapnya. Jadi menekankan respon orang lain yang diinterpretasikan secara subjektif sebagai sumber primer data mengenai diri sendiri. Etnik atau kesukuan, di samping agama, secara tradisional merupakan aspek terpenting dari konsep diri kita. Begitu pentingnya asal-usul kita itu, sehingga tanpa kepastian asal-usul itu, kit akan melakukan apa saja untuk memastikan bahwa kita memiliki dimensi terpenting identitas kita tersebut. Konsep diri kita itu tidak pernah terisolasi, melainkan bergantung pada reaksi dan respon orang lain. Dalam masa pembentukan konsep diri itu, kita sering mengujinya, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam permainan peran ini, keinginan kita untuk menciptakan konsep diri kita mungkin memproleh dukungan, berubah, atau mendapatkan penolakan. Dengan cara ini, interpretasi orang lain mengenai bagaimana kita seharusnya membantu untuk menentukan akan menjadi apa kita nanti. Bisa jadi, kita mungkin akan menjadi seperti apa yang diharapkan orang lain pada kita. 2012 3 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kesan orang lain pada diri kita dan cara mereka bereaksi terhadap kita sangat bergantung pada cara kita berkomunikasi dengan mereka, termasuk cara kita berbicara dan kita berpakaian. Proses umpan balik ini dapat berubah arah. Ketika kita melihat orang lain bereaksi terhadap kita dan kesan yang mereka miliki tentang diri kita, boleh jadi kita akan mengubah cara kita berkomunikasi karena reaksi orang lain itu tidak sesuai dengan cara kita memandang diri kita. Jadi citra yang anada miliki tentang diri anda dan citra yang orang lain miliki tentang diri anda berkaitan dalam komunikasi. 2) Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi menunjukkan bahwa dirinya eksis. Ketika kita berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain, baik verbal maupun non-verbal, ini menunjukkan bahwa diri kita eksis atau ada. Dengan dasar ucapan filosof Perancis Rene Descartes mengatakan “Cogito Ergo Sum” (Saya berpikir, maka Saya ada”) kita juga dpat mengatakan bahwa “Saya berbicara, maka Saya ada”. Bila kita diam saja dalam suatu acara rapat atau seminar, maka orang lain akan memperlakukan kita seolah-olah kita tidak ada. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas ketika orang mendominasi pembicaraan dalam dialog, seminar, atau rapat. 3) Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan dan mencapai kebahagiaan. Sejak manusia lahir, ia tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidupnya. Manusia perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan, minum, dan mencapai kebahagiaan. Menurut para psikolog, kebutuhan utama kita sebagai manusia yang sehat secara rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan social yang ramah, dan ini hanya bias dicapai dengan membina hubungan social yang baik dengan orang lain. Abraham Maslow mengemukakan 5 kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan social, penghargaan diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. 2012 4 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Komunikasi, dalam konteks apapun adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Rene Spitz mengatakan, komunikasi atau ucapan adalah jembatan yang menghubungkan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian manusia. Dalam hal ini, mulut adalah rongga utama yang menajdi penghubung antara persepsi dalam dan persepsi luar. Ia adalah tempat transisi bagi perkembangan aktivitas intensional dan bagi munculnya karsa manusia. Melalui komuniksi kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. Kita belajar cinta kasih, keakraban, rasa hormat, simpati, bangga, rasa cemburu, dan rasa benci. Melalui komunikasi, kita dapat mengalami berbagai kualitas perasaan tersebut dan membandingkan perasaan yang satu dengan perasaan lainnya. Melalui umpan balik orang lain kita memperoleh informasi bahwa kita termasuk kategori sopan, baik hati, pemarah, pandai, atau ramah. Penegasan orang lain atas diri kita membuat kita merasa nyaman dengan diri sendiri dan percaya diri. Bila kita suatu ketika berkunjung ke tengah kumpulan orang-orang dan eksistensi kita tidak dianggap oleh mereka, maka kita merasa tidak nyaman dibuatnya. Ini menggambarkan bahwa pengakuan orang lain atas eksistensi kita sangat berarti bagi kita. Untuk memperoleh kesehatan emosional, kita harus memupuk perasaan-perasaan positif dan menetralisasikan perasaan-perasaan negatif. Orang yang tidak pernah memperoleh kasih sayang dari orang lain akan mengalami kesulitan untuk melakukan hal yang sama pada orang lain, karena ia sendiri tidak pernah mengenal dan merasakan perasaan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, secara sadr dan tidk sadar kita sering mengucapkan kata-kata seperti “Apa kabar”, “Selamat pagi”, dan sejenisnya untuk menanyakan keadan keluarga, pekerjaan, melambaikan tangan, menganggukkan kepala, bersalaman, atau menepuk bahu, untuk menunjukkan bahwa kita ramah, peduli dengan orang lain, dan untuk menumbuhkan atau memupuk kehangatan dan keakraban dengan orang lain. Komunikasi seperti ini disebut komunikasi fatik (phatic communication). Komuniaksi social mengisyaratkan bahwa komunikasi dilakukan untuk pemenuhan diri, untuk menghibur diri, merasa nyaman dan tentram dengan diri sendiri dan orang lain. Mungkin pembicraan antara dua orang sahabat bias berlangsung lama dan mengenai halhal yang sepele, akan tetapi pembicaraan kedua orang itu membuat mereka senang. Penelitian para psikolog membuktikan bahwa banyak perilaku manusia dimotivasi oleh 2012 5 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kebutuhan untuk menjaga keseimbangan emosional atau mengurangi ketegangan internal dan rasa frustasi. Itulah sebabnya kita bisa memahami mengapa seseorang yang mengemukakan persoalan pribadinya kepada orang lain yang dipercayainya mersa beban emosionalnya menjadi bekurang. Komunikasi fatik semacam ini sekaligus dapat befungsi sebagai mekanisme untuk menunjukkan ikatan ocial dengan orang yang bersangkutan, apakah sebagai sahabat, kerabat, mantan bos, dan sebagainya. II. Fungsi Komunikasi Ekspresif Erat kaitannya dengan komunikasi social adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakukan secara sendiri dan kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan non-verbal. Misalnya perasaan sayang, marah, benci, takut, sedih, atau simpati, dapat dikomunikasikan melalui perilaku non-verbal. Seorang ibu memperlihatkan kasih sayangnya dengan cara memeluk dan mencium anaknya. Seorang atasan menunjukkan simpatinya kepada bawahannya yang sedang berduka dengan cara menepuk bahunya. Orang-orang dapat mengekspresikan kemarahan dan kekecewaannya dengan cara berteriak, demostrasi, bertolak pinggang, dan melempar, atau memelototkan matanya kepada pejabat atau penguasa. Kita dapat menyatakan rasa kasih atau ucapan selamat pada seseorang yang berulang tahun dan lulus sarjana dengan mengirimkan bunga. Komunikasi ekspresif dapat pula dikomunikasikan melalui karya seni seperti puisi, novel, lukisan, tarian, musik, dan seni patung. Musik juga dapat mengekspresikan perasaan, kesadaran, bahkan pandangan hidup atau ideologi manusia. Itulah sebabnya pertunjukan musik dari beebrapa artis penyanyi seperti Kelompok musik Ungu, peterpan, atau penyanyi solo seperti Gombloh dan Iwan Fals membawakan lirik-liriknya yang bermuatan cinta, penderitaan orang, atau kritik terhadap pengauasa. Lukisan juga sering mengekspresikan perasaan pelukisnya, seperti lukisan Affandi, Dede Eri Kurnia, atau Soedjojono memprelihatkan nuansa jiwanya yang terdalam yang tergambar dari penggunaan warna dn bentuk-bentuk garis dalam lukisannya. 2012 6 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id III. Fungsi Komunikasi Ritual Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacra-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara tujuah bulanan, kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, pernikahan, naik haji ke Mekkah, dan sebagianya. Dalam upacara-upacara tersebut orang-orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lainnya adalah seperti sholat, upacara bendera, wisuda, Natal, dan Lebaran. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau komitmen pada agama mereka. Komunikasi ritual seringkali juga bersifat ekspresif, artinya menyatakan perasaan terdalam seseorang, misalnya seorang anggota Paskibraka berlinang air mata ketika mencium bendera pusaka merah putih. Kegiatan komunikasi ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi keterpaduan mereka. Yang menjadi esensi bukanlah kegiatan ritualnya, akan tetapi adanya perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, artinya adanya perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar dari diri kita, dan bahwa diri kita diakui dan diterima oleh kelompok kita. Sebagian respon kita terhadap lambang dalam beberapa konsep atau istilah seperti cinta, suku, bangsa, negara, agama, atau apa saja yang ada dalam hidup dan kehidupan kita, mungkin saja tidak kita sadari. Trespon manusia dalam menanggapi lambang-lambang ini tidak jarang bersifat ekstrem dan tidk masuk akal bagi kebanyakan orang. Misalnya sepasang muda mudi bunuh diri karena tidak direstui oleh orang tua, atau para mujahid dan militan yang melakukan bunih diri dengan meledakkan dirinya di tengah-tengah kerumunan orang. Bahkan dahulu para prajurit Jepang melakukan bunuh diri secara terencana dan melalui suatu upacara ritual. 2012 7 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kesatuan kelompok, dan merupakan pengabdian bagi kelompok di mana individu tersebut menjadi anggotanya. Yang menjadi perhatian dan hal yang terpenting bukanlah substansi kegiatan ritual itu sendiri, melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, yaitu perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar daripada diri kita sendiri, dan kita bersedia berkorban untuknya. Komunikasi ritual adakalanya bersifat mistik dan seringkali perilaku orang-orang dalam komunitas tersebut sulit dimengerti dan dipahami oleh orang-orang yang ada di luar komunitas. Contoh yang dapat dikemukakan adalah upacara-upacara ritual di beberapa suku pedalaman di Indonesia seperti suku Asmat, suku Badui, Dayak, dan beberapa suku lainnya yang mata pencahariannya adalah bertani, menangkap ikan di sungai atau laut, atau berburu binatang. Komunikasi ritual ini bisa jadi akan tetap ada sepanjang zaman, karena ia merupakan kebutuhan manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah demi pemenuhan kebutuhan dirinya sebagai mahluk individu, anggota komunitas tertentu, mahluk sosial, dan sebagai salah satu bagian dari alam semesta. Kata kunci untuk memahami komunikasi ritual ialah bahwa kegiatan itu dilakukan secara berurutan, ada pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal, ada makna yang dapat dipahami oleh para peserta atau oleh komunikan atau khalayak. Jadi pengertian komunikasi ritual tidaklah diartikan secara sempit, hanya yang berhubungan dengan mistik, predukunan, atau hal-hal yang sejenis. IV. Fungsi Komunikasi Instrumental Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu a. menginformasikan b. mengajar c. mendorong d. mengubah sikap, keyakinan, dan perilaku e. menggerakkan tindakan f. 2012 menghibur 8 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Jika diringkas, maka kesemua tujuan tersebut di atas dapat dikelompokkan membujuk atau bersifat persuasif. Komunikasi yang berfugnsi memberitahukan atau menerangkan mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya memprcayai bahwa informasi yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui. Misalnya ketika seorang ibu berkata pada anak perempuannya bahwa lantai rumah kotor, yang dimaksud olehnya adalah agar anaknya tersebut segera membersihkan lantai rumah yang kotor tersebut. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, akan tetapi juga sekaligus untuk merusak dan menghancurkan hubungan tersebut. Itulah sebabnya, dalam ilmu komunikasi dikenal studi tentang strategi komunikasi, yang antara lain dapat digunakan agar kita dapat berkomunikasi secra efektif dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dn pekerjaan, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menimbulkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, dn keuntungan ekonomi melalui taktisk-taktik verbal dan nobverbal seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakan pakaian necis. Taktik seperti ini biasanya digunakan oleh orang yang sedang kampanye politik. Tujuan jangka panjang dapat diraih melalui ketrampilan komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berrunding, ataupun keahlian menulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan meningkatkan manfaat komunikasi antarpribadi merupakan suatu keahlian istimewa, tidk hanya bagi pengembangan pribadi dan keluarga, akan tetapi juga bagi peningkatan karir. Komunikasi internal harus diakui sebagai alat yang penting bagi manajemen. Ada kebutuhan khusu bagi setiap manajer untuk memahami bahwa komunikasi yang baik adalah cara untuk mencapai tujuan perusahaan. Disamping itu, komunikasi adalah cara untuk membangun kerja sama tim yang lebih baik, bshksn komunikasi adalah cara untuk memperoleh uang. Jadi jelaslah bahwa, melalui komunikasi par pemimpin politik harus mengemukakan pandangan di tengah-tengah masyarakat, penguasa, atau di hadapan komuniatas tertentu. Pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan mereka ini pada gilirannya akan membangun kredibilitas mereka sebagai pemimpin. Hal seperti ini, misalnya telah dilakukan 2012 9 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id oleh orang-orang seprti Amin Rais, Soekarno, Herman Kertajaya, Wimar Witoelar, K.H. Zainuddin MZ., John F. Kennedy, Fidel Castro, dan beberapa pemimpin lainnya. Mengapa keahlian berkomunikasi memberikan kontribusi bagi kesuksesan karir? Jawabannya adalah bahwa pekerjaan atau profesi seperti dosen, guru, manajer, politisi, Public Relation Officer (PRO), salesman, wartawan, atau pengacara menuntut ketrampilan dan kemampuan berbicara, berpidato, keahlian bergaul dan meyakinkan orang lain, berunding, dan memimpin rapat. Kesimpulan : Meskipun kita dapat membedakan fungsi-fungsi komunikasi seperti tersebut di atas, suatu peristiwa komunikasi sesungguhnya seringkali mempunyai fungsi-fungsi yang tumpang tindih/overlapping, meskipun salah satu fungsinya sangat menonjol atau mendominasi. Perayaan Idul Fitri atau Natal mempunyai keempat fungsi di atas sekaligus, yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. Fungsi suatu acara televisi juga dapat overlapping, menerangkan, mendidik, menghibur, atau bahkan membujuk kita. Dalam hidup dan kehidupan manusia selalu terjadi kegiatan yang sifatnya ritual, beberapa di antaranya adalah : a. Sarapan b. Berangkat sekolah atau kerja c. Proses jual beli di pasar d. Transaksi keuangan di bank e. Ngunduh mantu (Bahsa Jawa) f. Proses lamaran perkawinan g. Melamar pekerjaan dan test wawancara h. Pertandingan sepak bola Pertanyaan : Mengapa menusia harus melakukan ritual ???? 2012 10 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Cangara, Hafied, , 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, Grafindo Persada, Jakarta. Effendi, Onong Uchjana, 2004, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Rosda Karya, Bandung Littlejohn, Stephen W, Theories of Human Communication, 2007, Fifth edition, Wadsworth Publishing Company, Washington. McQuail, Denis, 1994, Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedua, Erlangga,Jakarta. Mulyana, Dedy, 2007, Komunikasi Suatu Pengantar, Rosda Karya, Bandung. Sendjaja, Sasa Djuarsa, 2001, Pengantar Komunikasi, Universitas Indonesia, Jakarta 2012 11 Drs. Riswandi, M.Si Drs. Riswandi, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id