BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan

advertisement
BAB V
PENUTUP
Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai
hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi
di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang ternyata menunjukkan hubungan
yang saling mempengaruhi antara satu sama lainnya, dimana kebangkitan gerakan
politik Islam di Suriah sangat mempengaruhi persepsi Amerika Serikat, pengaruh
tersebut muncul dalam bentuk persepsi ancaman yang mewujud dalam bentuk
dimasukkannya Jabhat al-Nusra kedalam list organisasi terorisme karena dinilai
oleh Amerika Serikat memiliki afiliasi dengan Al-Qaeda. Fokus penelitian ini,
lebih menekankan pada persepsi Amerika Serikat yang memandang bahwa
kebangkitan gerakan politik Islam khususnya kelompok Jabhat al-Nusra, dalam
pergolakan yang terjadi di Suriah sebagai sebuah ancaman. Oleh sebab itu, penulis
hendak meneliti tentang alasan di balik kemunculan persepsi ancaman tersebut,
dengan menitikberatkan pada sebuah anggapan bahwa persepsi ancaman tersebut
merupakan sebuah proses konstruksi realitas sosial yang diakibatkan oleh
perbedaan antara dua identitas yang saling berlawanan yang pada akhirnya juga
membentuk kepentingan yang berbeda.
Analisa yang dipergunakan dalam penelitian ini didasarkan pada kerangka
dasar berfikir yang bertolak pada konsep tentang gerakan politik Islam yang
dimaknai sebagai gerakan politik yang menggunakan Al-Qur’an dan Hadist sebagai
98
dasar gerakan mereka, dimana mereka berkeinginan untuk menerapkan syariah
Islam dan konsep-konsep politik Islam dalam lingkup negara, menentang
pemisahan antara urusan agama dengan urusan negara yang dianggap sebagai
sekularisme, dan melawan segala bentuk penjajahan serta penindasan kepentingan
Islam, khususnya di negara yang mayoritas beragama Islam. Pengertian tersebut
memberikan pemahaman bahwa gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok militan
yang berusaha mendirikan negara Islam di Suriah dengan identitas Islam yang
mereka miliki merupakan sebuah bagian dari fenomena kebangkitan gerakan
politik Islam di Suriah. Gerakan politik Islam yang cukup menonjol dalam
pergolakan di Suriah adalah kelompok Jabhat al-Nusra yang dimasukkan oleh
Amerika Serikat kedalam daftar kelompok terorisme serta dinilai memiliki afiliasi
dengan Al-Qaeda.
Setelah memahami makna gerakan politik Islam yang penulis maksudkan
dalam penelitian ini, maka selanjutnya penulis menggunakan perspektif
konstruktivisme dalam rangka membangun sebuah konstruksi yang akan
memberikan penjelasan tentang alasan yang menjadi penyebab munculnya persepsi
ancaman Amerika Serikat terhadap kebangkitan gerakan politik Islam dalam
pergolakan yang terjadi di Suriah. Pijakan dasar yang menjadi pemikiran kunci dari
konstruktivisme adalah bahwa dunia sosial, termasuk hubungan internasional,
merupakan suatu konstruksi manusia. Konstruktivisme mengklaim bahwa orang
bertindak di dunia sesuai dengan persepsi mereka tentang dunia itu, dan bahwa
dunia “nyata” atau “obyektif” membentuk persepsi itu. Sementara persepsi
tersebut, muncul dari identitas yang dibentuk oleh pengalaman dan norma-norma
99
sosial yang berubah. Pembentukan identitas tersebut dipandang sebagai proses
penting dan dinamis, demikian pula dengan kepentingan yang dipelajari melalui
pengalaman dan sosialisasi, yang sering disebut dengan mekanisme intersubjektif.
Bagi kaum konstruktivis, identitas dan kepentingan merupakan suatu perkara yang
diciptakan terutama melalui interaksi dengan orang lain. Sementara, ide-ide dan
norma-norma kolektif memainkan peran utama dalam memproduksi identitas dan
kepentingan.
Sebagaimana diketahui bahwa Suriah merupakan salah satu negara di
kawasan Timur Tengah yang terkena hempasan Arab Spring sejak penghujung
tahun 2010 hingga tahun 2013, namun meskipun demikian hingga saat ini
terkhusus bagi Suriah proses pergolakan masih terus berlangsung. Harus diakui,
revolusi yang berlangsung di Suriah mempunyai keunikannya sendiri. Dari segi
korban, jumlahnya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan revolusi lainnya yang
terjadi di negara-negara Arab. Dari segi waktu, apa yang terjadi di Suriah
membutuhkan waktu yang relatif lama. Setidaknya hingga saat ini, Bashar al-Assad
masih berhasil mempertahankan kekuasaannya sejak digoyang oleh pihak oposisi
pada Februari 2011. Begitu halnya, secara geopolitik, krisis politik di Suriah
menimbulkan friksi di negara-negara yang mempunyai hak veto di Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Pada awalnya konflik yang terjadi di Suriah hanyalah dalam
bentuk demonstrasi publik yang berlangsung secara massif oleh publik Suriah
untuk menuntut turunnya Bashar al-Assad dari kursi kekuasaannya, namun
selanjutnya berkembang menjadi pemberontakan nasional yang berujung pada
konflik bersenjata internal akibat dari sikap represif yang dilakukan oleh penguasa
100
Suriah dengan menggunakan kekuatan militer yang mereka miliki. Selain itu,
fenomena yang tak kalah menarik bagi penulis adalah fakta kebangkitan gerakan
politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dalam bentuk
bermunculannya kelompok-kelompok militan Islam yang menyebut diri mereka
sebagai mujahidin, dengan agenda untuk menegakkan pemerintahan dan negara
Islam, salah satu diantara mereka yang paling solid dan kuat adalah kelompok
Jabhat al-Nusra.
Para mujahidin yang berada di Suriah mencanangkan untuk mendirikan
negara Islam dalam bentuk kekhilafahan Islam, mereka mendapat bantuan dari
mujahidin dari berbagai macam bangsa. Tidak hanya yang berasal dari kawasan
jazirah Arab, melainkan juga dari Kaukasus dan Eropa. Hal itu terbukti dari
deklarasi yang dipimpin oleh kelompok Jabhat al-Nusrah bersama dengan sejumlah
kelompok mujahidin lainnya yang mendeklarasikan Brigade Koalisi Pendukung
Khilafah. Selanjutnya, Amerika Serikat memasukkan kelompok Jabhat al-Nusra ini
kedalam daftar kelompok terorisme.
Dengan memakai perspektif konstruktivisme penulis menyimpulkan bahwa
persepsi ancaman yang berasal dari Amerika Serikat terhadap kebangkitan gerakan
politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah merupakan konstruksi
realitas sosial yang disebabkan karena tabrakan antara dua identitas yang
berlawanan dan benturan kepentingan yang berbeda. Identitas konstruksi Amerika
adalah identitas sebagai masyarakat demokratis yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kebebasan dan hak azasi manusia dan negara adidaya global dengan tanggung
jawab untuk melindungi pemerintahan-pemerintahan yang bersahabat, sekaligus
101
menjaga kawasan Timur Tengah dari ancaman kaum ekstrimis yang semakin
meningkat dengan bermunculannya berbagai macam gerakan politik Islam yang
berujung pada terorisme Internasional maupun domestik. Sementara itu, fenomena
gerakan politik Islam di Suriah menunjukkan adanya sebuah tuntutan yang aktif
dan dukungan terhadap keyakinan, preskripsi, hukum-hukum yang berasal dari
karakter dan identitas Islam. Gerakan politik Islam ini diwakili oleh Jabhat al-Nusra
sebagai sebuah gerakan yang berkeinginan untuk menegakkan negara Islam.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diurai sebuah pemahaman yang pada
awalnya bertitik tolak dari gambaran umum persepsi Amerika Serikat terhadap
gerakan politik Islam yang sangat dipengaruhi oleh proses interaksi yang terjadi di
antara keduanya. Hubungan antara Amerika Serikat dengan Islam berlangsung
dalam suatu konteks yang cukup panjang, pada awal interaksinya Amerika Serikat
tidak menganggap Islam sebagai sebuah ancaman, bahkan Amerika Serikat
berusaha untuk merangkul negara-negara Muslim Timur Tengah dalam upayanya
untuk membendung pengaruh Komunisme pasca berakhirnya Perang Dingin.
Sikap dan persepsi Amerika Serikat terhadap Islam mengalami suatu
perubahan yang radikal ketika memasuki tahun 1970-an yang ditandai dengan
berbagai macam ketegangan yang melibatkan antara Amerika Serikat dan Islam.
Berbagai macam peristiwa regional yang terjadi di kawasan Timur Tengah dalam
konteks interaksi Amerika Serikat dan Islam menimbulkan berbagai macam
ketegangan-ketegangan, di mulai dari perang Arab-Israel pada tahun 1973, akibat
dari embargo minyak Arab, revolusi Iran di tahun 1978-79 yang diikuti dengan
krisis penyanderaan, keseluruhan peristiwa tersebut mengejutkan banyak pejabat
102
Amerika Serikat sehingga mereka memandang Islam sebagai ancaman terhadap
kepentingan-kepentingan Barat. Selain itu, peristiwa yang paling mutakhir adalah
peristiwa pengeboman gedung WTC di Amerika Serikat pada tanggal 9 September
2001 yang mengantarkan pada seruan “perang melawan terorisme”, sejak saat itu
muncul sebuah kewaspadaan Amerika Serikat terhadap kelompok yang mereka
labeli sebagai ekstremisme Islam yang banyak berkembang di wilayah Timur
Tengah. Oleh sebab itulah, Amerika Serikat juga menaruh kekhawatiran terhadap
perkembangan gerakan politik Islam yang semakin meningkat di Suriah.
Strategi dan kebijakan luar negeri yang diupayakan oleh Amerika Serikat
dalam menghadapi pergolakan yang terjadi di Suriah adalah dengan upaya
diplomasi dan kemanusiaan, mengingat Obama melihat adanya tanda-tanda
kemajuan. Amerika Serikat mengupayakan terlaksananya konferensi Jenewa dalam
rangka untuk mencari solusi politik bersama atas pergolakan yang terjadi di Suriah.
Amerika Serikat memberikan dukungan kepada kelompok oposisi dengan bantuan
dana dan senjata melalui Qatar dan Arab Saudi, tetapi setelah mengetahui bahwa
terdapat kelompok ekstremisme Islam di tengah-tengah kelompok oposisi Suriah,
maka Amerika Serikat berusaha menghentikan dukungannya baik berupa dana dan
senjata, karena ada sebuah kekhawatiran bahwa dukungan dana dan senjata tersebut
jatuh kepada ekstremisme Islam. Proses ini berlangsung sebagai sebuah states of
mind ketika Amerika Serikat mempersepsikan keamanan dan ancaman yang
berasal dari kelompok-kelompok Islamis di Suriah berdasarkan ide dan gagasan
kolektif yang mereka emban ketika mereka berinteraksi dalam konteks sosial.
103
Langkah yang ditempuh oleh Amerika Serikat berupa dimasukkannya
Jabhat al-Nusrah kedalam list organisasi terorisme yang merupakan langkah dari
Amerika Serikat untuk membentuk batas-batas pemisah antara dirinya dengan
pihak yang lain. Pembentukan batas-batas ini semacam proses pengidentifikasian
diri untuk memisahkan identitasnya dengan pihak lain yang mereka sebut sebagai
ekstremisme Islam atau terorisme. Dalam pandangan Amerika Serikat keberadaan
ekstremisme Islam tersebut mengancam stabilitas keamanan Timur Tengah.
Amerika Serikat mengidentifikasi dirinya sebagai negara yang masyarakatnya
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, kebebasan, dan hak azasi manusia. Selain
itu, Amerika Serikat juga merupakan negara yang mempunyai perhatian untuk
menjaga keamanan kawasan Timur Tengah dari kelompok ekstremisme Islam yang
dapat mewujud menjadi gerakan-gerakan teroris baik berskala global maupun
regional.
Secara umum, point-point penting yang dapat penulis kemukakan untuk
memahami secara lebih mendalam tentang persepsi ancaman Amerika Serikat
terhadap kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di
Suriah menurut perspektif konstruktivisme antara lain meliputi : ancaman terorisme
merupakan proses konstruksi Amerika Serikat terhadap gerakan politik Islam di
Suriah, selanjutnya adalah identitas Amerika Serikat memiliki peran dalam
membentuk persepsi dan kepentingan Amerika Serikat terhadap gerakan politik
Islam di Suriah.
Keseluruhannya dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu ancaman terorisme
merupakan states of mind yang merupakan hasil dari konstruksi realitas sosial oleh
104
Amerika Serikat ketika mempersepsikan keamanan dan ancaman dari kelompokkelompok pergerakan politik Islam di Suriah, proses konstruksi ancaman terorisme
tersebut berlangsung dalam konteks sosial yang lahir dari identitas Amerika Serikat
dalam konteks hubungannya dengan kelompok-kelompok Islamis selama ini yang
selanjutnya menciptakan batas-batas yang masing-masing mendefenisikan
kepentingannya. Identitas dan kepentingan yang dibentuk oleh Amerika Serikat
adalah sebagai negara yang masyarakatnya menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi, kebebasan, dan penghormatan terhadap hak-hak azasi manusia, serta
negara adidaya global dengan tanggung jawab untuk melindungi pemerintahpemerintah bersahabat dan menjaga stabilitas keamanan kawasan Timur Tengah
dari ekstremisme Islam yang kian meningkat. Sedangkan, identitas dan
kepentingan dari kelompok gerakan politik Islam mengarah pada sebuah agenda
penegakan negara Islam dengan konsep Khilafah Islam, yang selanjutnya
memberikan tantangan terhadap nilai, norma dan peradaban Barat.
105
Download