LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS MELON (Cucumis melo L.) Oleh: Wulan Dian P 125040100111226 Adilla Arifiana 125040100111227 Stephanie Yoenitha I 125040100111237 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS MELON (Cucumis melo L.) BAB 1 – BAB 3 Disetujui oleh: Asisten Lapang, Asisten Kelas, (Luthfy Ditya Cahyanti, SP.) (Mochtar Effendi) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melon (Cucumis melo L.) merupakan termasuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Buahnya biasanya dimakan segar sebagai buah meja atau diiris-iris sebagai campuran es buah. Bagian yang dimakan adalah daging buah (mesokarp). Teksturnya lunak, berwarna putih sampai merah, tergantung kultivarnya. Melon merupakan tanaman buah semusim yang berasal dari lembah panas Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat, Eropa dan Afrika. Kemudian tanaman ini tersebar ke timur tengah dan ke Eropa. Budidaya melon (CucumismeloL.) padaawalnyaditemukan di Cisarua, Bogor danKaliandaLampung, tetapisaatinitelahmenyebarkesetiapkabupaten di Indonesia.Para produsenutamabuah melon di PulauJawaadalahJawaTimur (Malang, Ngawi, Pacitan, Madiun) danJawa Tengah (Sukoharjo, Surakarta, KarangAnyar, Klaten).Terutama di Banten, budidaya melon barudimulaipadatahun 2005, namunresponmasyarakatcukuptinggikarenapermintaanbesarcukuptinggidanhargar elatifmahal, sehinggamembawakeuntunganbesarbagipetani (Anonymousa,2013). Untuk memenuhi tugas praktikum Teknologi Produksi Tanaman yang dilakukan di kebun Kepuharjo Malang, telah dilakukan berbagai budidaya tanaman salah satunya adalah budidaya tanaman melon. Dengan ini maka disusunlah laporan tentang perkembangan tanaman melon dan sejauh mana usaha yang telah dilakukan untuk budidaya tanaman melon. 1.2 Tujuan Praktikum Teknologi produksi tanaman ini bertujuan : a. Untuk mengetahuicara/praktik budidaya tanaman melon dengan benar agar memperoleh hasil produksi yang maksimal. b. Untuk dapat mengatasi masalah didalam usaha budidaya tanaman melon dengan teknik yang benar dan tepat sasaran serta pengaruh kedua tanam pada tanaman melon. c. Untuk mengetahui teknik/teknologi produksi yang benar untuk tanaman melon. d. Untuk dapat mengaplikasikan teknik produksi tanaman melon dengan benar di kehidupan sehari-hari dan dapat membagi pengetahuan tersebut kepada para petani melon. 1.3 Manfaat Praktikum Teknologi produksi tanaman ini bertujuan : a. Praktikan dapat mengetahuicara/praktik budidaya tanaman melon dengan benar agar memperoleh hasil produksi yang maksimal. b. Praktikan dapat mengatasi masalah didalam usaha budidaya tanaman melon dengan teknik yang benar dan tepat sasaran serta mengetahui pengaruh kedua tanam pada tanaman melon. c. Praktikan dapat mengetahui teknik/teknologi produksi yang benar untuk tanaman melon. d. Praktikan dapat mengaplikasikan teknik produksi tanaman melon dengan benar di kehidupan sehari-hari dan dapat membagi pengetahuan tersebut kepada para petani melon. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi (disertai gambar literatur) 2.1.1 KlasifikasiMelon Menurut Rukmana (1996) menjelaskan bahwa klasifikasi pada tanaman melon adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis Spesies : Cucumis melo 2.1.2 Morfologi Melon a. Morfologi Akar Tanaman melon ini mempunyai akar berupa perakaran tunggang terdiri atas akar utama (primer) dan akar literal (sekunder). Akar melon juga di penuhi akar-akar serabut pada ujungnya. (Anonymousa,2013) b. Morfologi Batang Batang tanaman melon berwarna hijau muda, berbentuk segi lima, memiliki duri-duri kecil yang apabila tersentuh akan membuat gatal-gatal pada kulit, memiliki ruas-ruas sebagai tempat munculnya tunas dan daun, serta batang melon tidak berkayu. Tanaman melon yang tumbuh liar biasanya memiliki percabangan yang sangat banyak. Namun, untuk tanaman yang dibudidayakan jumlah batangnya dibatasi. Jumlah batang yang terlalu banyak akan mengurangi kuantitas buah yang dihasilkan. (Anonymousb, 2013) c. Morfologi Bunga Bunga melon memiliki mahkota bunga berwarna kuning dengan jumlah lima helai, kelopak bunga berwarna hijau pada bunga jantan tidak terdapat benjolan pada kelopak bunga, sedangkan pada bunga betina terdapat benjolan besar pada kelopak bunga. Bunga melon biasa tumbuh pada ketiak daun, pada kelopak bunga juga terdapat duri-duri kecil yang dapat membuat kulit gatal-gatal. Bunga melon berbentuk seperti lonceng dan berwarna kuning. Bunga ini muncul di setiap ketiak daun. Umumnya, bunga melon berkelamin tunggal, kelamin jantan dan betina tidak dalam satu bunga. Bunga betina biasanya terletak di ketiak daun pertama dan kedua dalam setiap ruas percabangan. Sementara itu, bunga jantan terbentuk secara berkelompok dan terdapat di setiap ketiak daun. (Anonymousc, 2013) d. Morfologi Buah Buah melon berbentuk bulat, beberapa jenis melon memiliki net/jaring di sekitar buah seperti jenis melon Japanise, warna buah berwarna kuning, putih, hijau tergantung jenis melon, daging buah kenyal namun ada juga yang renyah, berwarna orange, kuning, putih, hingga hijau tergantung varietas, rasa buah manis danbaunya harum. Buah melon mempunyai kandungan vitamin C yang dapat mencegah terjadinya sariawan dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit. Buah melon berbentuk bulat sampai lonjong. Bagian tengah buah terdapat massa berlendir yang dipenuhi biji-biji kecil yang jumlahnya banyak. Berat buah melon masak 0,5-2,5 kg. Melon hibrida bahkan ada yang beratnya mencapai 4kg, yakni varietas Ten Me dan Action 434. Varietas melon yang ukurannya paling kecil adalah Silver Light. Melon ini hanya berukuran sebesar buah apel dengan bobot 400 gram. Meskipun demikian, buah melon jenis ini tetap disukai karena rasanya yang manis dan renyah. Ukurannya yang kecil dianggap unik oleh sebagian besar konsumennya. (Anonymousd, 2013) e. Morfologi Daun Daun melon menjari dengan lima sudut, warnanya hijau, dan permukaannya berbulu. Tangkai daun panjang dengan ukuran besar, hampir seukuran batang tanaman. Daun ini tersusun berselang-seling menempel di ruas-ruas batang. Di setip ketiak daun akan tumbuh sulursulur yang akan membantu tanaman untuk merambat(Agromedia, 2007). (Anonymouse, 2013) 2.2 Syarat Tumbuh Menurut Nuryanto (2007), syarat tumbuh tanaman melon meliputi: a. Iklim Suhu yang sesuai dengan tanaman melon antara 25-30 C. Tanaman melontidak dapat tumbuh optimal apabila kurang dari 18 C, kecuali jenis melon Apel. Kelembapan yang tinggi menyebabkan melon mudah terserang penyakitoleh karena itu melon menghendaki kondisi kelembapan yang rendah. Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah dan juga akanmengurangi kadar gula dalam buah. b. Media Tanam Tanah yang sesuai dengan tanaman melon adalah tanah liat berpasir untukmemudahkan akar melon berkembang. PH yang sesuai 5,8-7,2 c. Ketinggian Tempat Tanaman melon dapat tumbuh pada ketinggian 300-900 meter dpl. Apabila ketinggian lebih dari 900 meter dpl melon tidak tumbuh optimal, kecuali jenis melon Apel yang dapat tumbuh pada ketinggian 100-1500 meter dpl. 2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman Fase awal pertumbuhan melon membutuhkan kelembaban tinggi untuk proses perkecambahan. Pada fase perumbuhan dewasa dan fase pembentukan buah dibutuhkan sinar matahari tinggi untuk proses fotosintesis dan menghasilakn buah yang manis (Nuryanto, 2007). Pada fase vegetatif yaitu pada saat tanaman belum berbunga maka dibutuhkan pemupukan yang mengandung paling banyak unsur nitrogen. Sedangkan pada fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga, tanaman memerlukan banyak unsur phospat untuk memperkuat akar dan membentuk biji pada buah (Sutedjo,2002). 2.4 Teknik Budidaya 2.4.1 Pengolahan tanah a. Pembajakan Akar tanaman melon menghendaki struktur tanah yang sangat gembur untuk memaksimalkan pertumbuhan akar. Sehingga untuk lahan di dataran menengah tinggi yang memiliki struktur tanah yang sangat remah pembajakan cukup dilakukan satu kali bajak. Sementara untuk kondisi lahan dengan kondisi struktur tanah yang sedang-berat pembajakan perlu dilakukan dengan membalik tanah, kedalaman kurang lebih 30 cm atau dapat pula dengan membajak ulang lahan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki aerasi dan struktur tanah(Nuryanto, 2007). . b. Pengairan Pengairan lahan dilakukan sebelum pembentukan bedengan, pengairan ini dilakukan dengan cara menggenangi lahan menggunakan disel untuk menaikkan air apabila ketinggian air lebih rendah dari pada lahan. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus hama dan penyakit serta menekan pertumbuhan gulma(Nuryanto, 2007). c. Pembentukan Bedengan Cara Pembuatan Sebelum dibentuk bedengan lahan dibiarkan dulu selama 7 hari setelah pembajakan. Pada tahap ini tanah akan mengalami pengeringan matahari dan penganginan. Selama proses tersebut senyawa-senyawa kimia dan beracun yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman akan perlahan lahan hilang. Setelah kondisi lahan kering barulah bedengan mulai di bentuk. Pada proses ini pembentukan bedengan dapat dilakukan dengan bantuan cangkul untuk menaikkan tanah dan seutas benang agar bedengan lurus tidak berkelok kelok. Saat musim hujan tinggi bedengan dibuat lebih tinggi agar perakaran tanaman tidak tergenang air hujan, sedangkan pada musim kemarau bedengan dibuat lebih rendah tujuannya agar memudahkan dalam perawatan saat bedengan digenangi. Setelah bedengan telah selesai dibuat bedengan ditambahkan dolomit pemberian dolomit bertujuan menambah unsur hara kalsium yang diperlukan untuk pertumbuhan dinding sel tanaman. Penggunaan dolomit per 1000 m3 pada pH 4-5 diperlukan 150-200 kg dolomit, untuk pH antara 5-6 dibutuhkan 75-150 kg dolomit dan pH kurang dari 6 dibutuhkan dolomit sebanyak 50 kg(Rukmana, 1996). Pemasangan mulsa waktu yang tepat dalam pemasangan mulsa adalah saat siang hari ketika matahari sedang terik agar mulsa dapat mudah ditarik dan menutupi rapat bedengan dengan warna perak berada di atas. Untuk membuat plastik tetap kencang di sekeliling bedengan dipasang pasak yang terbuat dari bambu(Rukmana, 1996). 2.4.2 Persemaian a. Pembuatan Media Semai Melon termasuk tanaman yang tidak terlalu menuntun media semai yang khusus untuk pembibitannya. Media yang digunakan dalam persemaian adalah arang sekam, cocopeat,kompos sapi. Cara pembuatannya dengan mencampur arang sekam ,cocopeat, dan kompos sapi dengan perbandingan 0,5:2:1. Untuk mendapatkan hasil bibit melon yang kekar dan sehat perlu di tambahkan nutrisi dengan memberikan NPK 500 gr/1 m3 atau pupuk kandang yang telah matang denngan perbandingan media semai : pupuk kandang (2:1)(Rukmana, 1996). b. Cara persemaian Benih melon yang akan di semaikan di rendam dulu di air hamat dengan suhu 20-25 C selama 1-2 jam. Setelah di rendam benih di letakkan di atas kestas merang yang telah di basahi sebelumnya , kemudian dilipat segi empat serta di bungkus handung basah untuk menjaga kelembapannya. Semai yang telah di isi sebelumnya dengan posisi calon akar menghadap kebawah. Bibit melon yang telah berdaun 4-5 helai atau telah berusia 10-12 hari telah siap di pindah ke lahan. Persemaian diletakan berderet agar terkena sinar matahari penuh sejak terbit hingga tenggelam matahari(Rukmana, 1996). 2.4.3 Penamanan Bibit melon yang akan di tanam perlu di sortir/seleksi berdasarkan ukuran/vigor, tanaman yang vigornya lebih bagus ditanam, hal ini bertujuan memudahkan dalam perawatan dan perlakuan terhadap tanaman setelah tanaman besar. Bibit telah siap di pindah ke lahan apabila sudah berumur 8-10 hari dan memiliki daun anatara 4-5 helai.untuk penanaman posisi bibit tidak boleh terlalu dalam kemudian lubang di bumbun dengan tanah hingga menutupi seluruh lubang tanam agar udara panas yang berada di bawah mulsa tidak keluar melalui lubang tanam. Apabila udara panas itu keluar akan mengenai batang melon yang menyebabkan luka pada batang. Sebelum bibit melon ditanam lubang tanam diberi wing grand (Rukmana, 1996). 2.4.4 Penyulaman Menyulaman merupakan kegiatan penanaman kembali bagian bagian yang kosong bekas tanaman yang mati/diduga akan mati atau rusak segingga perlu di gantikan dengan tanaman yang baru agar jumlah tanaman terpenuhi dalam satu luasan tertentu sesuai jarak tanamnya. Penyulaman dilakukan dilakukan apabila jumlah tanaman dilahan kurang dari 80%. Ini dilakukan 1-2 minggu setelah bibit menunjukakan pertumbuhan yang tidak normal. Tanaman yang ingin digantikan dicabut sampai akar akarnya dan dibuatkan lubang tanam baru. Tujuan dari penyulaman , yaitu : 1. meningkatkan persen jadi tanaman dalam satu kesauan luasan tertentu 2. memenuhi jumlah tanaman perhektar sesuai jarak tanamnya. 3. menggantikan tanamnan yang mati di lahan(Rukmana, 1996). 2.4.5 Pengairan Tanaman melon menggendaki udara yang kering untuk pertumbuhannya, tetapi tanah harus lembab, pengairan harus dilakukan bila hari tidak hujan. Pada minggu awal setelah tanam membutuhkan air yang cukup untuk memulihkan / adaptasi tanaman dengan lingkungan, kemudian pada minggu ke dua akan menurun seiring pertumbuhan akar tanaman. Kebutuhan air terus meningkat hingga sampai puncaknya pada minggu ke 7-8 atau pada masa pembentukan net dan kembali menurit saat menjelang panen.Saat pembentukan buah ( minggu 5 ) kebutuhan air akan meningkat dan pucaknya pada saat pembentukan net yaitu pada mingguke 8 , kemudian kebutuhan air akan menurun menjelang pemasakan buah hingga dilakukan dengan panen(Rukmana, 1996). 2.4.6 Pewiwilan Teknik pewiwilan seperti skema berikut: a. Wiwil atau pangkas pada fase vegetatif Memangkascabang pada ruaske 1-5 kemudian dilanjutkan pada fase generatif. b. Pada fase generatif pemangkasan dilakukan pada cabang ke 6-8, cabangdiruas ke9,10,11,12 tidak di pangkas ( pada ketinggian 40-50 cm ) c. Cabang 9-12 dibuahkan untuk nantinya di pilih yang terbaik sedangkancabang 13 sampaikeatas dipangkas. d. Topping di lakukan setelah tunas tanaman melebihi ketinggian ajir/lanjaran atau sekitarcabang ke 22(Rukmana, 1996). 2.4.7 Pemupukan Pemupukan diberikan sebanyak 4 kali, 2 kali fase vegetatif dan 2 kali fase generatif. Berikut adalah dosis dan jenis pupuk yang di anjurkan: a. pemupukan I (10 hst) =NPK +ZA, 10 g/tan b. Pemupukan ke II (20-25 hst) =NPK 20 g/tan c. Pemupukan ke III (30-30 hst) =NPK 20 g/tan d. Pemupukan ke IV (45-50 hst) = NPK + Grand K, 20 g/tan(Rukmana, 1996). 2.4.8 Panen Dalam pertanian, panen adalah kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya. Istilah ini paling umum dipakai dalam kegiatan bercocok tanam dan menandai berakhirnya kegiatan di lahan.Namun demikian, istilah ini memiliki arti yang lebih luas, karena dapat dipakai pula dalam budidaya ikan atau berbagai jenis objek usaha tani lainnya, seperti sayur, padi, serta melon dan produk pertanian lainnya. Ciri-ciri buah siap panen: a. ukuran buah sesuai dengan ukuran normal / telah mencapai maksimal b. umur buah sudah 30-35 hari dari berbunga / 60-70 hari dari hari tanam c. warna buah mulai berubah, tangkai buah retak d. net pada permukaan kulit lebih jelas, atau net sudah terbentuk sempurna e. daun dekat buah sudah mengering f. aroma buah mulai muncul(Rukmana, 1996). 2.5 Hubungan Perlakuan dengan Komoditas Pada perlakuan yang diterapkan untuk tanaman melon menggunakan media tanama tanah. Menurut beberapa sumber didapatkan pernyataan tentang media tanam tanah yang baik untuk tanaman melon adalah sebagai berikut : Jenis tanah yang paling ideal untuk melon adalah tanah geluh berpasir yang lapisan olahnya dalam, tidak mudah becek (menggenang), subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, dan pHnya antara 6,0-6,8 meskipun masih toleran pada pH antara 5,8-7,2 (Rukmana, 1994). Media Tanam yang baik untuk menanam tanaman melon (Cucumis melo L) ialah tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan organik, kekurangan dari sifat-sifat tanah tersebut dapat dimanipulasi dengan cara pengapuran, penambahan bahan organik, maupun pemupukan. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah, yang ber pH tanah 5,8-7,2 (Soedarya, 2010). BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu : Hari Kamis Jam : 14.00 WIB Tempat : Ngijo, Karangploso. Malang, Jawa Timur. 3.2 Alat, Bahan dan Fungsi 3.2.1 Alat Gembor : untuk menyiram tanaman Ajir : untuk menegakkan batang tanaman melon Kamera : untuk dokumentasi tanaman melon Penggaris / meteran : untuk mengukur tanaman melon Tali : untuk menali batang tanaman dengan ajir Alat tulis : untuk mencatat hasil pengamatan 3.2.2 Bahan Bibit melon : Sebagai bahan tanam Pupuk KCl : Sebagai penambah unsur hara K2O Pupuk SP36 : Sebagai penambah unsur hara P2O5 Pupuk urea : Sebagai penambah unsur hara N Air : Sebagai menyirami tanaman Tanah : Sebagai media tanam Polibag ukuran 10 kg : Sebagai tempat penamanan 3.3 Cara Kerja Persiapan media tanam Mengambil dan meletakkan tanah kedalam polibag kira-kira ¾ dari tinggi polibag Penanaman bibit Meyiapkan alat tanam dan bibit melon. Kemudian bibit melon dipindahkan kedalam polibag dengan berisi tanah yang lembab atau telah dibasahi terlebih dahulu Perawatan Dilakukan penyiraman setiap hari,pemupukan dilakukan 1MST dan 4MST (KCL=10,3g, SP36=37g, Urea=19,67g) dan penyulaman pada tanaman melon. Selain itu juga dilakukan pemotongan pada daun yang terserang penyakit. Pengamatan Setiap seminggu sekali ( 2MST-6MST) setelah dilakukan perawatan Pencatatan hasil (data tinggi tanaman, jumlah daun,dan intensitas penyakit) 3.4 Parameter Pengamatan Dalam pengamatan yang dilakukan 2 MST dengan parameter pengamatan yang berupa tingggi tanaman dan jumlah daun. Tinggi tanaman yang diukur dimulai dari batang yang ada diatas permukaan tanah hingga batang yang paling pucuk. Sedangkan untuk jumlah daun yang dihitung adalah jumlah daun yang tumbuh pada batang tanaman melon. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Data Pengamatan Panjang Tanaman Tabel 1. Tinggi Tanaman Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok (Tanah 2 : Serbuk Gergaji 1) Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Tanaman Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam (14 hst) (21 hst) (28 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) 1 13 29,3 71 69 65 73 2 - - 2,5 7 13,5 23 3 - - 2,5 6 11 24,5 4 5,5 - 2,5 8 9,6 14 5 7 - 3 8 9,4 19 6 11 19,5 51 52 49 67 7 - - 2,5 5 8 12 8 - - 2,5 8 7 - 9 15 24 58 72 75 57 10 - - 3 6 8 19,5 Rata - Rata 10,3 24,27 19,85 24,1 25,55 34,33 Sampel Tabel 2. Tinggi Tanaman (Kelas F) Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok (Tanah 2 : Sekam 1) Tanaman Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam (14 hst) (21 hst) (28 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) 1 10 26 51 61 57 60 2 8,5 22 66 126 178 197 3 13 37 62 71 73 73 Sampel 4 5 5 6 14 16 - 5 11,5 24 37 43 45 46 6 10 17 58 94 90 91 7 12 28 62 102 144 151 8 8 14 39 78 125 171 9 12 23 49 68 89 95 10 17 52 91 107 110 111 10,7 24,8 52,1 76,4 92,7 110,56 Rata Rata Tabel 3. Tinggi Tanaman Melon Kelas G Data Hasil Pengamatan Panjang Tanaman (cm) Kelompok Melon Perlakuan Tanah (Kamis,13.20) Tanaman Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Pengamatan Pertama (14 hst) Pengamatan Kedua (21 hst) Pengamtan Ketiga (28 hst) Pengamtan Keempat (35 hst) Pengamtan Kelima (42 hst) Pengamtan Keenam (49 hst) 13 11 - 19 40 17 50,5 24 55 15 15,5 14 17,5 30 18,5 58,5 74,5 79,5 20,5 16,5 19,8 79,5 25 60,3 123,5 109 134,5 15,5 66,5 132 121 140 10,5 15,5 13,9 89 85 105 10 83 61,6 73,8 90,8 44,5 73 Grafik 1. Grafik Rata – Rata Tinggi Tanaman 120 100 80 Tanaman kelas E 60 Tanaman Kelas F Tanaman Kelas G 40 20 0 0 hst 7 hst 14 hst 21 hst 28 hst 35 hst 42 hst 49 hst Keterangan : Tanaman Kelas E : Perlakuan (Tanah 2 : Serbuk gergaji 1) Tanaman Kelas F : Perlakuan (Tanah 2 : Sekam 1) Tanaman Kelas G : Perlakuan (Tanah) 4.1.2 Data Pengamatan Jumlah Daun Tabel 4. Data Jumlah Daun Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Helai) Kelompok (Tanah 2 : Serbuk Gergaji 1) Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam (14 hst) (21 hst) (28 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) 1 4 7 15 18 28 26 2 - - 2 3 5 8 3 - - 2 3 5 5 4 3 - 2 3 2 4 5 4 - 2 3 5 6 6 6 8 13 14 27 38 Tanaman Sampel 7 - - 2 3 5 5 8 - - 2 3 - - 9 4 10 19 22 27 25 10 - - 2 2 4 6 4,2 8,33 6,1 7,4 12 13,67 Rata – Rata Tabel 5. Data Jumlah Daun (Kelas F) Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Helai) Kelompok (Tanah 2 : Sekam 1) Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam (14 hst) (21 hst) (28 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) 1 6 11 30 38 51 48 2 8 14 23 33 44 52 3 8 16 23 27 27 33 4 6 3 3 3 1 - 5 8 14 14 15 15 14 6 6 11 19 32 37 45 7 8 14 23 31 36 36 8 6 4 8 14 23 31 9 7 13 17 24 37 38 10 7 12 21 23 20 26 7 11,2 18,1 24 29,1 35,89 Tanaman Sampel Rata – Rata Tabel 6. Data Jumlah Daun (Kelas G) Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (cm) Tanaman Sampel Kelompok Melon Perlakuan Tanah (Kamis,13.20) Pengamatan Pengamatan Pengamtan Pengamtan Pengamtan Pengamtan Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam (14 hst) (21 hst) (28 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) 1 - - - - - - 2 - - - 3 2 4 3 4 4 6 13 29 34 4 - - - - - - 5 5 7 10 14 19 26 6 6 15 25 26 27 30 7 5 12 20 21 27 33 8 - - - 3 4 - 9 4 6 12 12 21 26 10 6 5 7 - - - 5 8,2 13,3 13,1 18,4 25,5 Rata-rata Grafik 2. Grafik Rata – Rata Jumlah Daun 40 35 30 25 Tanaman Kelas E 20 Tanaman Kelas F 15 Tanaman Kelas G 10 5 0 0 hst 7 hst 14 hst 21 hst 28 hst 35 hst 42 hst 49 hst Keterangan : Tanaman Kelas E : Perlakuan (Tanah 2 : Serbuk gergaji 1) Tanaman Kelas F : Perlakuan (Tanah 2 : Sekam 1) Tanaman Kelas G : Perlakuan (Tanah) 4.1.3 Data Pengamatan Umur Awal Berbunga Tabel 11. Tabel Umur Awal Berbunga Data Hasil Pengamatan Umur Awal Berbunga (hst) Kelompok Tanaman Kelas E Sampel (Tanah 2 : Serbuk gergaji 1) Kelompok Kelompok Kelas F Kelas G (Tanah) (Tanah 2 : Sekam 1) 1 35 21 0 2 0 21 0 3 0 21 0 4 0 0 0 5 0 21 21 6 35 21 21 7 0 21 0 8 0 21 0 9 35 21 0 10 0 21 0 Rata – Rata 35 21 21 Grafik 3. Histogram Rata – Rata Umur Awal Berbunga Umur Awal Berbunga 40 35 35 30 25 20 21 21 Perlakuan 2 Perlakuan 3 15 Umur Awal Berbunga 10 5 0 Perlakuan 1 Keterangan : Perlakuan 1 : Tanaman Kelas E (Tanah 2 : Serbuk gergaji 1) Perlakuan 2 : Tanaman Kelas F (Tanah 2 : Sekam 1) Perlakuan 3 : Tanaman Kelas G (Tanah) 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pembahasan Parameter Tinngi Tanaman Pada tanggal 24 Oktober 2013 tepatnya 14 hst, untuk tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan ada beberapa tanaman yang mati yaitu, tanaman 1, tanaman 2, tanaman 4, dan tanaman 8. Untuk tanaman yang tertinggi adalah tanaman 6 dan tanaman 10 dengan tinggi sebesar 15,5 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 9 dengan tinggi sebesar 13 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 13.92 cm. Pada tanggal 30 0ktober 2013 yaitu 21 hst, tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 6 dengan tinggi sebesar 30 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 3 dengan tinggi sebesar 11 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 19,83 cm. Pada tanggal 7 November 2013 atau pada 28 hst, tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 7 dan tanaman 9 dengan tinggi tanaman sebesar 79,5 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 10 dengan tinggi sebesar 25 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 60,25 cm. Pada tanggal 14 November 2013 atau pada 35 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 7 dengan tinggi tanaman sebesar 105 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 8 dengan tinggi sebesar 10 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 61,57 cm. Pada tanggal 21 November 2013 atau pada 42 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 7 dengan tinggi tanaman sebesar 134,5 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 2 dengan tinggi sebesar 17 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 73,78 cm.Pada tanggal 28 November 2013 atau pada 49 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 7 dengan tinggi tanaman sebesar 140 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 2 dengan tinggi sebesar 24 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 90,8 cm. Pada perbandingan tinggi tanaman melon dengan ketiga perlakuan yaitu kelas E menggunakan perlakuan tanah + serbuk gergaji, kelas F dengan perlakuan tanah + sekam, dan G dengan peralakuan tanah yaitu didapatakan hasil tinggi sebesar 34,33 cm, 110,56 cm, dan 90,8 cm. Jadi perbandingan tanaman melon yang paling tinggi dengan melihat rata-ratanya adalah kelas F dengan perlakuan tanah + sekam dan tinggi tanaman yang rendah adalah kelas E dengan perlakuan tanah + serbuk gergaji. Berdasarkan jurnal “Pengaruh Naungan Dan Pemberian Mulsa Terhadap Produksi Buah Melon” membahas bahwasannya untuk perlakuan media tanah kemampuan menahan airnya lebih baik daripada tanah + sekam, tanah + serbuk gergaji maupun tanah campuran lainnya. Apalagi dengan pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat membuat lingkungan fisik tanah semakin membaik. Tanah dengan struktur tanah yang baik akan mempertinggi kemampuan tanah dalam menyimpan air yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman melon itu sendiri (Sudaryono,2005). Dengan membadingkan pernyataan pada jurnal tersebut dengan hasil pengamatan di lapang hasilnya sedikt berbeda. Perlakuan tanah + sekam yang telah diterapkan di lapang menunjukkan hasil tinggi tanaman yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan media tanah dan tanah + serbuk gergaji. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan oleh pemakaian media tanam yang cocok untuk tanaman melon, cara perlakuan perawatan yang berbeda seperti pemberian takaran pupuk yang takarannya tidak sama rata, cara penyiraman yang bisa jadi kelebihan atau kekurangan, intensitas penyinaran terhadap tanaman yang tergantung pada posisi peletakkan tanaman, penyakit yang menyerang, dan lain sebagainya. Pada jurnal “Pengaruh Kompos Limbah Talas Terhadap Pertumbahan Dan Hasil Tanaman Melon Pada Tanah Alluvial”, pada jurnal ini dibahas bahwasannya tanah alluvial sangat cocok pada tanaman melon apalagi ditambahkan kompos limbah talas yang berfungsi menambah volume akar, berat kering bagian atas tanaman, berat buah, dan diameter buah. Struktur tanah yang kurang baik dapat menyebabkan memadatnya tanah apabila dilakukan penyiraman. Tanah yang padat maka pori-pori tanah akan menyempit. Keadaan ini dapat mengakibatkan akar akan mengalami kesulitan dalam menembus kedalam tanah sehingga mengurangi penyerapan unsur hara dan air serta kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi akar, dengan demikian perkembangan akar tanaman menjadi terhambat, sehingga berpengaruh juga terhadap bagian-bagian tanaman yang lainnya, seperti contohnya adalah tinggi tanaman melon (Lestari,dkk,2007). Pada pembahasan jurnal kedua dapat mendukung dari hasil perlakuan di lapang yaitu tanah yang digunakan kurang begitu baik sehingga hsil yang didapatkan masih lebih baik perlakuan tanah sekam. Pembahasan dengan jurnal “Pengaruh Abu Serbuk Gergaji Dan Pupuk Bio Organik Terhadap Hasil Melon Pada Tanah Gambut” bahwa perlakuan tanah + serbuk gergaji itu akan lebih efektif bila ada penambahan bahan lain seperti pupuk bio organik. Penambahan abu serbuk gergaji selain dapat meningkatkan pH tanah juga dapat memberikan ketersediaan unsur K, Ca, Mg dan sedikit P pada tanah(Windarto,dkk,2012). Dari jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemakaian perlakuan tanah + serbuk gergaji di lapang akan menunjukkan hasil yang lebih baik lagi jika dapat ditambahkan dengan pupuk bio organik tersebut. 4.2.2 Pembahasan Parameter Jumlah Daun Pada tanggal 24 Oktober 2013 atau pada 14 hst, untuk tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan ada beberapa tanaman yang mati yaitu, tanaman 1, tanaman 2, tanaman 4, dan tanaman 8. Jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 dan 10 yaitu 6. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 3 dan 9 yaitu 4. Pada tanggal 30 0ktober 2013 atau pada 21 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 yaitu 15. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 3 yaitu 4. Pada tanggal 7 November 2013 atau pada 28 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 yaitu 25. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 3 yaitu 6. Pada tanggal 14 November 2013 atau pada 35 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 yaitu 26. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 2 dan 8 yaitu 3. Pada tanggal 21 November 2013 atau pada 42 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 dan 7 yaitu 27. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 2 yaitu 2. Pada tanggal 28 November 2013 atau pada 49 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 7 yaitu 33. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 2 yaitu 4. Sama halnya dengan tinggi tanaman, hasil jumlah daun yang tumbuh pada tanaman melon dengan ketiga perlakuan tersebut paling banyak jumlah daun terdapat pada perlakuan tanah + sekam dan daun yang paling rendah adalah yanh + serbuk gergaji. Dari hasil tersebut juga diperkuat dengan adanya buku yang berjudul “Penangkaran Benih Kentang”, penggunaan media tanam yang berupa arang sekam lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan tanam halus karena dapat menghasilkan umbi kentang lebih banyak (Pitojo, 2004). Pembahasan jurnal “Pengaruh Jumlah Buah Dan Pangkas Pucuk(Toping) Terhadap Kualitas Buah Pada Budidaya Melon (Cucumis Melo L.) Dengan Sistem Hidroponik” menyatakan bahwa arang sekam memiliki sifat kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, ringan dengan berat jenis sekitar 0,2g/cm3, kapasitas menahan air tinggi dan dapat menghilangkan pengaruh penyakit karena telah melalui tahap sterilisasi, sehingga relatif bersih dari hama, bakteridan gulma(Sari, 2009). Pada jurnal “Pengaruh Kompos Limbah Talas Terhadap Pertumbahan Dan Hasil Tanaman Melon Pada Tanah Alluvial”, menyatakan bahwa Struktur tanah yang kurang baik dapat menyebabkan memadatnya tanah apabila dilakukan penyiraman. Tanah yang padat maka pori-pori tanah akan menyempit. Keadaan ini dapat mengakibatkan akar akan mengalami kesulitan dalam menembus kedalam tanah sehingga mengurangi penyerapan unsur hara dan air serta kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi akar, dengan demikian perkembangan akar tanaman menjadi terhambat, sehingga berpengaruh juga terhadap bagian-bagian tanaman yang lainnya (Lestari,dkk,2007). 4.2.3 Pembahasan Parameter Umur Awal Berbunga Pada pengamatan yang telah dilakukan terhadap awal pertumbuhan bunga pada tiap perlakuan didapatkan hasil yang rata-rata berbunga pada tanaman dengan perakuan tanah + sekam dan tanah pada 21 hst. Akan tetapi terdapat hasil tumbuhnya bunga pada perlakuan tanah + serbuk gergaji yang tumbuh pada 35 hst. Hal tersebut juga dikarenakan penggunaan media tanam yang dapat mempengaruhi tumbuhnya bunga. Pada jurnal “Pengaruh Kompos Limbah Talas Terhadap Pertumbahan Dan Hasil Tanaman Melon Pada Tanah Alluvial”, menyatakan bahwa Struktur tanah yang kurang baik dapat menyebabkan memadatnya tanah apabila dilakukan penyiraman. Tanah yang padat maka pori-pori tanah akan menyempit. Keadaan ini dapat mengakibatkan akar akan mengalami kesulitan dalam menembus kedalam tanah sehingga mengurangi penyerapan unsur hara dan air serta kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi akar, dengan demikian perkembangan akar tanaman menjadi terhambat, sehingga berpengaruh juga terhadap bagian-bagian tanaman yang lainnya (Lestari,dkk,2007). Dari jurnal tersebut menyatakan bahwa pemakaian media tanam tanah yang kurang baik maka dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman termasuk tumbuhnya bunga. Akan tetapi dalam hal ini pemakaian media tanah dapat menumbuhkan bunga pada 21 hst sama dengan pertumbuhan bunga pada perlakuan tanah+ sekam yang jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan penggunaan media tanah + serbuk gergaji. Pembahasan dengan jurnal “Pengaruh Abu Serbuk Gergaji Dan Pupuk Bio Organik Terhadap Hasil Melon Pada Tanah Gambut” bahwa perlakuan tanah + serbuk gergaji itu akan lebih efektif bila ada penambahan bahan lain seperti pupuk bio organik. Penambahan abu serbuk gergaji selain dapat meningkatkan pH tanah juga dapat memberikan ketersediaan unsur K, Ca, Mg dan sedikit P pada tanah (Windarto,dkk,2012). Dari jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemakaian perlakuan tanah + serbuk gergaji menunjukkan hasil perumbuhan awal bunga yang lambat karena kuranngya persediaan unsur hara yang ada pada media tanam tersebut. Sehingga pertumbuhan bunga pada tanaman tersebut lambat. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pada perbandingan tinggi tanaman melon dengan ketiga perlakuan yaitu kelas E menggunakan perlakuan tanah + serbuk gergaji, kelas F dengan perlakuan tanah + sekam, dan G dengan peralakuan tanah yaitu didapatakan hasil tinggi sebesar 34,33 cm, 110,56 cm, dan 90,8 cm. Jadi perbandingan tanaman melon yang paling tinggi dengan melihat rata-ratanya adalah kelas F dengan perlakuan tanah + sekam dan tinggi tanaman yang rendah adalah kelas E dengan perlakuan tanah + serbuk gergaji. Sama halnya dengan tinggi tanaman, hasil jumlah daun yang tumbuh pada tanaman melon dengan ketiga perlakuan tersebut paling banyak jumlah daun terdapat pada perlakuan tanah + sekam dan daun yang paling rendah adalah yanh + serbuk gergaji. Pada pengamatan yang telah dilakukan terhadap awal pertumbuhan bunga pada tiap perlakuan didapatkan hasil yang rata-rata berbunga pada tanaman dengan perakuan tanah + sekam dan tanah pada 21 hst. Akan tetapi terdapat hasil tumbuhnya bunga pada perlakuan tanah + serbuk gergaji yang tumbuh pada 35 hst. 5.2 Saran Pada saat praktikum di kelas, suasananya kurang kondusif. Sebaiknya asisten bisa lebih mengatur suasana kelas supaya lebih kondusif dan seluruh praktikan bisa dengan baik dan efektif dalam menerima materi. Asisten pada saat menerangkan materi masih kurang jelas. Pelafalan harus lebih baik, penguasaan materi juga harus lebih baik lagi kedepannya. Praktikum lapang seharusnya bisa punya banyak asisten, supaya asisten lapang tersebut bisa lebih konsisten pada satu komoditas saja. Apabila dibutuhkan oleh praktikan bisa langsung membantu praktikan. Semoga praktikum ke depannya sarana dan prasarana yang ada di lapang lebih baik lagi. Para asisten lapang maupun kelas harus lebih kompak lagi agar tidak timbul kerancuan dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan maeri. DAFTAR PUSTAKA Agromedia, Redaksi. 2007.Budidaya Melon. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan. Anonymousa2013. Morfologi Tanaman Melon. http://eddym78.wordpress.com/2011/04/03/morfologi-tanaman-melon/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 Anonymousb2013. Pertumbuhan Tanaman Melon. http://hjjikn8.wordpress.com/2011/04/03/pertumbuhan-tanaman-melon/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 Anonymousc2013. Budidaya Tanaman Melon. http://8i98jr.google.com/2011/04/03/budidaya-tanaman-melon/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 Anonymousd2013. Taksonomi dan morfologi Tanaman Melon. http://eddym78.wordpress.com/2011/04/03/taksonomi-dan-morfologitanaman-melon/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 Anonymouse2013. Taksonomi dan morfologi Tanaman Melon. http://eddym78.wordpress.com/2011/04/03/taksonomi-dan-morfologitanaman-melon/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 Lestari, dkk. 2007. Pengaruh Kompos Limbah Talas Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Melon Pada Tanah Alluvial.Jurusan Agronomi. Fakultas Pertanian. Universitas Tanjungpura Nuryanto, Heri. 2007. Budidaya Melon. Jakarta : Azkapress. Pitojo, Setijo. 2004. Penangkaran Benih Kentang. Kanisius. Yogyakarta. Rukmana, Rahmat. 1996. Melon Hibrida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sari, Anna Yuda Norma. 2009. Pengaruh Jumlah Buah Dan Pangkas Pucuk(Toping) Terhadap Kualitas Buah Pada BudidayaMelon (Cucumis Melo L.) Dengan Sistem Hidroponik. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soedarya, A. 2010. Agribisnis Melon. Pustaka Grafika. Bandung. Sudaryono. 2005. Pengaruh Naungan Dan Pemberian Mulsa Terhadap Produksi Buah Melon (Studi Kasus di Pantai Bugel, Kabupaten Kulen Progo). Peneliti Di Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Lingkunan Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Sutedjo, M.M. 2002 Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Windarto,dkk. 2012. Pengaruh Abu Serbuk Gergaji Dan Pupuk Bio Organik Terhadap Hasil Melon Pada Tanah Gambut. Fakultas Pertanian. Universitas Tanjungpura. LAMPIRAN Dokumentasi kelas E peralakuan tanah + serbuk gergaji Tanaman ke 1 pada 14 hst Tanaman ke 4 pada 14 hst Tanaman ke 5 pada 14 hst Tanaman ke 6 pada 14 hst Tanaman ke 9 pada 14 hst Tanaman ke 1 pada 21 hst Tanaman ke 2 dan 3 pada 21 hst Tanaman ke 4 dan 5 pada 21 hst Tanaman ke 6 pada 21 hst Tanaman ke 9 pada 21 hst Tanaman ke , 2, dan 3 pada 28 Tanaman ke 4 pada 21 hst hst Tanaman ke 5 pada 21 hst Tanaman ke 6 pada 21 hst Tanaman ke 7 pada 21 hst Tanaman ke 8 pada 21 hst Tanaman ke 9 pada 21 hst Tanaman ke 10 pada 21 hst Tanaman ke 1 pada 28 hst Tanaman ke 2 pada 28 hst Tanaman ke 3 pada 28 hst Tanaman ke 4 pada 28 hst Tanaman ke 5 pada 28 hst Tanaman ke 6 pada 28 hst Tanaman ke 7 pada 28 hst Tanaman ke 8 pada 28 hst Tanaman ke 9 pada 28 hst Tanaman ke 10 pada 28 hst Tanaman ke 1 pada 35 hst Tanaman ke 2 pada 35 hst Tanaman ke 3 dan 4 pada 35 hst Tanaman 5 pada 35 hst Tanaman ke 6 pada 35 hst Tanaman 7 pada 35 hst Tanaman ke 8 pada 35 hst Tanaman ke 9 pada 35 hst Tanaman ke 10 pada 35 hst Tanaman ke 1 pada 42 hst Tanaman ke 2 pada 42 hst Tanaman ke 3 dan 4 pada 42 hst Tanaman ke 5 pada 42 hst Tanaman ke 6 pada 42 hst Tanaman ke 7 pada 42 hst Tanaman ke 9 pada 42 hst Tanaman ke 10 pada 42 hst Dokumentasi kelas G perlakuan tanah Tanaman pada 21 hst Tanaman 3 pada 28 hst Tanaman ke 3 pada 28 hst Tanaman ke 5 pada 28 hst Tanaman ke 6 pda 28 hst Tanaman ke 3 pada 35 hst Tanaamn ke 9 pada 28 hst Tanaman ke 5 pada 35 hst Tanaman ke 6 pada 35 hst Tanaman ke 7 pada 35 hst Tanaman ke 9 pada 35 hst Tanaman Ke 3 pada 49 hst Tanaman Ke 5 pada 49 hst Tanaman Ke 6 pada 49 hst Tanaman Ke 9 pada 49 hst Tanaman Ke 7 pada 49 hst LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS MELON (Cucumis melo L.) Oleh: Wulan Dian P 125040100111226 Adilla Arifiana 125040100111227 Stephanie Yoenitha I 125040100111237 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian yang merupakan salah satu sasaran sector pembangunan perekonomian Indonesia ternyata belum bisa sepenuhnya membantu pemerintah. Salah satu yang menjadi faktor tersebut adalah gagalnya masa panen para petani. Salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah serangan hama dan penyakit pada tanaman. kejadian penyakit dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan dan juga ketidaknormalan pada tanaman sehingga dapat menyebabkan kehilangan hasil tanaman (Siswati,2012). Tanaman yang terkena penyakit dapat diduga dengan cara mengamati tingkat penyakit yang menyerang pada tanaman tersebut. pengamatan yang dilakukan dapat berupa mengamati bagian tanaman yang sakit seperti daun, buah, batang dan juga pada bagian akar. Pengukuran yang dilakukan yaitu untuk mengukur perkembangan epidermik penyakit dalam suatu tempat/wilayah. Dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit diperlukan penentuan kejadian penyakit/insiden yang dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah atau persentase tanaman sakit yang terserang penyakit (Siswati,2012). Selama penghitungan tanaman sakit yang berada di lapangan yang perlu diperhatikan yaitu dalam penghitungan tanaman yang sakit dalam menggambarkan tingkat keparahan panyakit yang berbeda pada tiap bagian tanaman berbeda. 1.2 Tujuan Praktikum teknologi produksi tanaman berkaitan dengan aspek HPT ini bertujuan: a. Untuk mengetahui seberapa besar keterjadian dan keparahan tanaman melon yang terserang penyakit atau hama b. Untuk mengetahui cara menghitung tingkat keterjadian dan keparahan penyakit tanaman melon BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi IP + Perhitungan IP Intensitas serangan adalah tingkat serangan atau tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dinyatakan secara kuantitatif atau kualitatif (Anonymousa, 2013). Intensitas serangan adalah besarnya serangan penyakit pada suatu area pertanaman yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Anonymous b, 2013). Menghitung Intensitas penyakit dapat digunakan rumus : I= x 100% Keterangan : I= Intensitas penyakit (%) n= Jumlah daun yang menunjukkan skor tertentu N= Jumlah daun yang diamati z= scoring terbesar v=skor untuk kategori serangan terberat keparahan (Faria,2011) 2.2 Definisi Musuh Alami Musuh alami adalah organisme yang ditemukan di alam yang dapat membunuh serangga sekaligus, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga (Djafaruddin, 2007). Musuh alami adalah suatu mahluk hidup (organisme yaitu Predator, Parasitoid, dan Patogen) yang dapat mengendalikan hama penyakit dan gulma (OPT) (Triharso, 2010). Macam-macam serangga yang bertindak sebagai musuh alami adalah sebagai berikut : a. Predator Predator adalah organisme yang memangsa organisme lainnya untuk kebutuhan makannya. Karakteristik umum dari predator adalah : 1. Membunuh dan memakan mangsanya lebih dari satu hingga mencapai stadia dewasa. 2. Ukuran tubuhnya relatif lebih besar dibanding mangsanya. 3. Sifat predasi terdapat pada stadia pra dewasa dan dewasa. 4. Stadia larva/nimfa yang aktif sebagai predator dibantu oleh organ sensorik dan lokomotorik. 5. Perkecualian hanya pada tabuhan predator yang menyimpan mangsanya untuk progeninya. (Purnomo, 2010) b. Parasitoid Parasitoid serangga adalah serangga yang stadia pra dewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nectar dan embun madu sebagai makanannya. Perbedaan definisi atara parasitoid dan parasita dalah : 1. Parasitoid selalu menghabiskan inangnya didalam perkembangannya, sedangkan parasit tidak. 2. Inang parasitoid adalah serangga juga, sedangkan parasit tidak. 3. Ukuran tubuh parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya, sedangkan parasit pasti lebih kecil dari inangnya. 4. Parasitoid dewasa tidak lagi melakukan aktivitas parasitasi, akan tetapi hanya disaat masih pada stadia pra dewasa, sementara parasit dalam seluruh stadia hidupnya melakukan parasitasi. 5. Parasitoid hanya berkembang pada satu inang dalam siklus hidupnya, sedangkan parasit tidak. (Purnomo, 2010) c. Entomopatogen Entomopatogen adalah organisme heterotrof yang hidup sebagai parasit pada serangga. Cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman. Cendawan entomopatogen termasuk dalam enam kelompok mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus, nematoda, protozoa dan ricketsia. (Anonymousc, 2013) d. Patogen Serangga Patogen serangga adalah mikroorganisme (cendawan, bakteri, virus, protozoa, nematode, dan mikroba lainnya) yang dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit pada serangga hama. (Anonymousd, 2013) e. Mikroorganisme Antagonis Penyakit Penggunaan Agen Pengendali Hayati (APH) dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah: 1. Aman bagi manusia, musuh alami; 2. Dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; 3. Produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida; 4. Terdapat disekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan 5. Menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu musim panen. Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan dievaluasi keefektifannya sebagai APH tanaman. Beberapa APH yang telah diteliti diuraikan berikut ini: 1. Bakteri Kelompok bakteri yang telah banyak diteliti dan digunakan untuk APH adalah genus Bacillus. Diantaranya B. polimyxa, B. subtilis, dan B. thuringiensis. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan rumah kaca, B. subtilis nomor isolate BHN 13 yang disolasi dari perakaran tanaman amarilis di Cibadak, Sukabumi, dapat mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R. solani pada tanaman krisan. Diduga antibiotik yang dikeluarkan bakteri tersebut dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan R. solani. Pada genus Pseudomonas, yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman antara lain adalah Pf. APH ini kebanyakan berada pada permukaan akar berbagai jenis tanaman. Bakteri ini dapat mengendalikan penyakit bercak daun akibat infeksi P. phaseicola pada buncis, penyakit layu Fusarium oxysporum pada gladiol, serta penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada cabai, tomat, dan jahe. Selain itu, Pf nomor isolate 9 yang ditumbuhkan pada media King’B yang mengandung FeCl3 dan disuspensikan kedalam larutan 0,1 M MgSO4 dapat menekan serangan penyakit akar bengkak yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae pada tanaman caisin hingga 72,51% dan mempertahankan hasil panen sebanyak 84,15%. Pf mengeluarkan antibiotik, siderofor, dan metabolit sekunder lainnya yang sifatnya dapat menghambat aktivitas mikroorganisme lain. Siderofor, seperti pyoverdin atau pseudobacin diproduksi pada kondisi lingkungan tumbuh yang miskin ion Fe. Senyawa ini menghelat ion Fe sehingga tidak tersedia bagi mikroorganisme lain. Ion Fe sangat diperlukan oleh spora F. oxysporum untuk berkecambah. Dengan tidak tersedianya ion Fe maka infeksi F. oxysporum ke tanaman berkurang. Beberapa jenis antibiotik yang diproduksi oleh Pf adalah pyuloteorin, oomycin, phenazine-1-carbo-xylic acid atau 2,4-diphloroglucinol. Antibiotik ini efektif menghambat perkembangan populasi dan penyakit yang ditimbulkan oleh cendawan Gaeumannomyces tritici, Thielaiopsis basicola, dan R. solanacearum. Di samping menekan perkembangan populasi dan aktivitas patogen tanaman, Pf dapat memacu ketahanan tanaman terhadap penyakit. Pf strain G32r dapat memacu aktivitas enzim fenilalanin amoliase, suatu enzim yang terlibat dalam pembentukan gen ketahanan tanaman tembakau. Selain itu, bakteri P. gladioli, P. putida, dan P. aeruginosa serta Xanthomonas malthophillia (Xm) dapat digunakan sebagai APH penyakit tanaman. 2. Cendawan/Jamur Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. Pada tahun 2002 telah berhasil diproduksi secara massal biofungisida berbahan aktif T. harzianum dalam bentuk butiran dan tepung yang bernama Naturalindo. Biaya produksinya berkisar Rp12.000/kg. Cendawan lain yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman adalah F. oxysporum nonpatogenik (Fo NP). Beberapa peneliti melaporkan, Fo NP efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium pada ubi jalar dan strawberi. Fo NP strain 10-AM dapat memacu pembentukan gen ketahanan pada setek panili terhadap infeksi penyakit busuk batang panili (BBP) dan lebih efektif dibanding fungisida yang biasa digunakan oleh petani. Dengan demikian, untuk memperoleh setek panili bebas penyakit BBP, Fo NP sangat berpotensi menggantikan fungisida sintetis atau teknologi lainnya yang biasa digunakan untuk itu. 3. Actinomycetes Salah satu kelompok actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Streptomycetes. Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik, efektif mengendalikan cendawan R. solani dan F. oxysporum pada kapas, dan sebagai perlakuan benih pada tomat untuk mengendalikan penyakit layu bakteri R. solanacearum. Biakan Streptomyces spp. nomor isolat A 20 efektif menekan serangan Sclerotium rolfsii pada tanaman paprika. 4. Virus Penggunaan virus sebagai APH penyakit tanaman biasanya dengan strain virus yang dilemahkan, kemudian diinokulasikan pada tanaman. Metode ini sering disebut dengan inokulasi silang (cross protection) atau imunisasi sehingga tanaman menjadi kebal. Di Indonesia, virus yang dilemahkan, yang dikenal dengan nama Carna-5, terbukti efektif mengendalikan penyakit virus mozaik yang disebabkan oleh cucumber mozaic virus (CMV) pada tanaman tomat dan cabai hingga 96,17%. Produk ini telah dipasarkan dengan nama dagang BiaRiv-3. (Annadiah, 2009) 2.3 Mekanisme Peranan Musuh Alami dalam Menjaga Stabilitas Produksi Menurut Aminatun (2009), pelestarian musuh alami berhubungan dengan cara pengelolaan lahan pertanian yang berpengaruh terhadap agroekosistem didalamnya. Modifikasi faktor lingkungan dapat mengoptimalkan efektivitas musuh alami. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1. Mengurangi frekuensi aplikasi pestisida. 2. Menggunakan pestisida yang lunak seperti mikrobia, sabun atau pestisida botani. 3. Menanam bunga atau kultivar yang menjadi sumber nectar. 4. Pemberian air gula atau penyemprotan protein untuk menarik musuh alami. 5. Menyediakan tempat bersarang atau menghindari merusak sarang lebah. 6. Menanam tanaman yang dapat menjadi alternatif tempat bersembunyi/berlabuh/tempat hidup bagi musuh alami serangga seperti predator dan parasitoid. 7. Menganekaragamkan tanaman budidaya dengan intercropping (tumpangsari), relay cropping (tumpang gilir), dan lainnya. 8. Mengubah cara panen dan/atau cara penanaman untuk menjaga hilangnya tempat berlindung bagi musuh alami. 9. Penggunaan tanaman penutup untuk menambah daya tahan hidup musuh alami. Berdasarkan Barbosa (1998) dalam Aminatun (2009) menegaskan bahwa diperlukan pengetahuan tentang biologi, perilaku, dan ekologi dari hama dan musuh alami dalam menerapkan strategi konservasi musuh alami. Untuk melaksanakan pelestarian musuh alami sangat diperlukan adanya pengetahuan tentang biologi, perilaku, dan ekologi musuh alami yang akan dilestarikan, karena hal tersebut akan mempengaruhi populasi dan kemampuanya untuk mengendalikan serangga hama. Peningkatan populasi musuh alami perlu dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan agar sesuai dengan habitatnya, sehingga perlu diketahui faktor pembatasnya. Pelestarian musuh alami dapat dilakukan cara: 1. Pelestarian dengan aplikasi pestisida selektif Musuh alami lebih rentan terhadap pestisida, sehingga aplikasi pestisida spektrum luas lebih berakibat negatif terhadap populasi musuh alami bila dibandingkan dengan hama. Hal ini dikarenakan: a. Musuh alami mengambil lebih banyak pestisida. Kebanyakan musuh alami, terutama parasitoid adalah serangga yang kecil bila dibandingkan dengan inangnya. Organisme yang lebih kecil mempunyai rasio volume tubuh dan luas permukaannya lebih besar bila dibandingkan dengan organisme yang besar. b. Musuh alami mengambil pestisida lebih cepat dibandingkan dengan hama. Umumnya hama menghabiskan siklus hidupnya tidak bergerak kemana-mana, akan tetapi musuh alami terutama parasitoid banyak menghabiskan waktunya terbang mencari nectar pada permukaan tanaman, sehingga kemungkinan terkontaminasi pestisida lebih besar. c. Musuh alami tidak dapat mendetoksifikasi dengan baik bila dibandingan dengan hama karena hama atau herbivora mempunyai enzim yang mampu mendetoksifikasi senyawa beracun yang ada pada tanaman yang dimakannya. Karnivora tidak mempunyai kemampuan detoksifikasi seperti herbivor. Dengan alasan-alasan diatas, maka aplikasi pestisida harus dikurangi atau bahkan dihindari. 2. Pelestarian dengan sistem pertanian Cara ini dilakukan dengan membuat atau meningkatkan peran lingkungan untuk meningkatkan jumlah musuh alami. Ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu: a. Mengubah lingkungan pertanaman Habitat musuh alami mempunyai tingkat keragaman hayati yang tinggi baik tanaman maupun populasi serangga yang ada. Sistem pertanian monokultur tidak sesuai untuk pelestarian musuh alami, bahkan sangat mendukung percepatan populasi hama. Oleh karena itu, sistem pertanian harus diubah dari monokultur menjadi polikutur. Sistem polikultur akan mengubah lingkungan pertanaman, dalam hal ini berarti dapat menyediakan sumber makanan (nektar dan pollen) bagi musuh alami, menyediakan mangsa atau inang alternatif bagi musuh alami untuk menjaga agar populasinya stabil ketika populasi hamanya menurun, menyediakan habitat yang sesuai, shelter (tempat berlindung) untuk musuh alami dan mikroklimat yang sesuai. b. Mengubah praktek budidaya Langkah pertama sebelum mengubah praktek budidaya adalah mengecek apakah praktek budidaya yang diterapkan sekarang menguntungkan bagi musuh alami, dan jika dimodifikasi apakah dapat meningkatkan dampak positif bagi musuh alami. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah pengubahan praktek budidaya tersebut juga menguntungkan dari segi hasil akhir atau panen. Sebagai contoh, pertanaman yang banyak ditumbuhi gulma akan berdampak positif bagi musuh alami karena gulma dapat menyediakan banyak nektar, tempat berlindung dan sumber makanan alternatif, akan tetapi hal ini akan mengurangi hasil panen karena adanya kompetisi gulma dengan tanaman budidaya. Contoh lain adalah, pembajakan tanah dapat menurunkan tingkat survival pupa hama yang hidup di tanah, akan tetapi hal ini akan menurunkan tingkat survival musuh alami yang hidup di tanah juga. Oleh karena itu, harus diperhatikan sifat spesifik tanaman, hama dan musuh alaminya, serta komunitas pertanian lokal di mana pendekatan ini akan digunakan. Dengan melihat dampak negatif dari pengendalian OPT menggunakan bahan kimia berupa pestisida yang diaplikasikan secara tidak tepat terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Maka pengendalian hayati dengan menggunakan musuh alami yang terdiri dari predator, parasitoid, patogen dan agens antagonis dapat menjadi alternatif dalam menekan populasi hama pada lahan pertanian. Oleh karena itu, pelestarian musuh alami menjadi hal penting yang harus dilakukan. (Anonymouse, 2013) BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengamatan yang dilakukan di Lahan untuk IP Siapkan peralatan tulis dan kamera Amati jumlah daun dan berapa yang terserang pada tanaman contoh Ukur dan nilai intensitas kerusakan tanaman Dokumentasikan Hitung intensitas kerusakan menggunakan rumus 3.2 Metode Pengamatan Sampel Arthropoda Siapkan plastik, kapas, alkohol, sweap net dan kamera Amati tanaman seperti pada daun, batang, dan sekitar tanaman tentang keberadaan serangga Gunakan sweap net untuk menangkap serangga disekitar tanaman, apabila ada di daun dan di batang cukup diamati saja Gunakan plastik, kapas, dan alkohol untuk disimpan dan diidentifikasi lebih lanjut dengan buku KDS jika tidak diketahui spesies serangganya Dokumentasikan serangga yang berada di bagian tanaman BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Penyakit yang Ditemukan Nama Penyakit Keterangan Gambar Penyakit Ciri –ciri : adanya tepung putih pada Gambar literatur mildew / Embun Tepung daun terbawah dari tanaman, dimana daun yang terserang Nama Ilmiah : warnanya berubah menjadi Podosphaera fusca kuning, coklat dan mengering. Lalu menular pada daun lainnya Klasifikasi : sehingga menyebabkan kematian. Kingdom : Fungi (anonymousg,2013) Phylum : Gejala : Lapisan tepung putih pada Ascomycota bagian atas daun, yang dapat Class : menyebabkan daun malformasi (mengering akan tetapi tidak Leotiomycetes gugur). Lapisan tepung putih ini (anonymousg,2013) Subclass : adalah masa konidia jamur. Fase kritis serangan adalah periode Leotiomycetidae pertunasan dan daun muda yang Gambar Pengamatan Order : sedang tumbuh, buah muda yang terserang mudah gugur. Erysiphales Perkembangan penyakit Family : dipengaruhi oleh tinggi tempat. Pada dataran rendah relatif lebih Erysiphaceae sedikit. Penyebaran dan Genus : Podosphaera perkembangan penyakit terutama pada hari dan cuaca yang cukup Species : P. fusca lembab, yang diikuti dengan (Anonymousf,2013) matahari bersinar selama beberapa jam pada musim penghujan. (CABI,2000) Nama Umum : Powdery 4.2 Data Intensitas Penyakit Tabel Pengamatan Intensitas Penyakit pada Minggu ke-1 (24-10-13) Kategori Skala Kerusakan 0 1 2 3 4 Total daun TC3 TC5 TC6 TC7 TC9 TC10 1 1 1 5 4 2 4 1 4 6 3 5 6 5 4 6 Tabel Pengamatan Intensitas Penyakit pada Minggu ke-2 (30-10-13) Kategori Skala TC3 TC5 TC6 TC7 TC9 Kerusakan 0 2 5 11 9 4 1 1 1 3 2 2 2 1 1 1 1 3 4 Total daun 4 7 15 12 6 Tabel Pengamatan Intensitas Penyakit pada Minggu ke-3 (7-11-13) Kategori Skala TC3 TC5 TC6 TC7 TC9 Kerusakan 0 6 TC10 4 1 5 TC10 8 18 14 9 4 2 2 4 1 2 2 3 2 2 1 3 2 20 12 7 1 4 Total daun 6 10 25 Tabel Pengamatan Intensitas Penyakit pada Minggu ke-4 (14-11-13) Kategori Skala TC3 TC5 TC6 TC7 TC9 Kerusakan 0 11 1 2 10 17 13 9 3 4 5 1 3 2 1 1 2 21 12 2 3 1 4 Total daun 1 13 14 26 4.3 Perhitungan IP a. Cara Perhitungan Intensitas Penyakit (IP) pada Minggu ke-1 (24-10-13) : IP pada tanaman 3 = x 100% x 100% = = 3,75 % IP pada tanaman 5 = = x 100% x 100% =0% IP pada tanaman 6 = = x 100% x 100% = 8,35 % IP pada tanaman 7 = = =5% x 100% x 100% x 100% IP pada tanaman 9 = = x 100% =0% x 100% IP pada tanaman 10 = = x 100% =0% b. Cara Perhitungan Intensitas Penyakit (IP) pada Minggu ke-2 (30-10-13) : IP pada tanaman 3 = x 100% x 100% = = 18,75 % IP pada tanaman 5 = x 100% x 100% = = 10,72 % IP pada tanaman 6 = x 100% x 100% = = 8,33 % IP pada tanaman 7 = = x 100% x 100% = 8,33 % IP pada tanaman 9 = = 8,33% x 100% IP pada tanaman 10 = = x 100% x 100% =5% c. Cara Perhitungan Intensitas Penyakit (IP) pada Minggu ke-3 (7-11-13) IP pada tanaman 3 = = x 100% x 100% =0% IP pada tanaman 5 = = x 100% x 100% =5% IP pada tanaman 6 = x 100% x 100% = = 14 % IP pada tanaman 7 = x 100% x 100% = = 10 % IP pada tanaman 9 = = x 100% x 100% = 10,4 % IP pada tanaman 10 = = 14,3 % x 100% d. Cara Perhitungan Intensitas Penyakit (IP) pada Minggu ke-4 (14-11-13) IP pada tanaman 3 = = x 100% x 100% = 7,7 % IP pada tanaman 5 = x 100% x 100% = = 10,7 % IP pada tanaman 6 = x 100% x 100% = = 16,35 % IP pada tanaman 7 = x 100% x 100% = = 14,3 % IP pada tanaman 9 = = = 14,6 % x 100% x 100% 4.4 Grafik Persentase Penyakit a. Kerusakan tiap tanaman sampel Intensitas penyakit tanaman contoh ke 3 (%) Tanaman Contoh ke 3 20 15 10 Tanaman Contoh ke 3 5 0 Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Intensitas penyakit tanaman contoh ke 5 (%) Tanaman Contoh ke 5 12 10 8 6 4 2 0 Tanaman Contoh ke 5 Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Intensitas penyakit tanaman contoh ke 6 (%) Tanaman Contoh ke 6 20 15 10 Tanaman Contoh ke 6 5 0 Minggu Minggu Minggu Minggu ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 Intensitas penyakit tanaman contoh ke 7 (%) Tanaman Contoh ke 7 20 15 10 Tanaman Contoh ke 7 5 0 Minggu Minggu Minggu Minggu ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 Intensitas penyakit tanaman contoh ke 9 (%) Tanaman Contoh ke 9 20 15 10 Tanaman Contoh ke 9 5 0 Minggu Minggu Minggu Minggu ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 Intensitas penyakit tanaman contoh ke 9 (%) Tanaman Contoh ke 10 16 14 12 10 8 Tanaman Contoh ke 9 6 4 2 0 Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 b. Kerusakan pada total tanaman selama pengamatan 20 18 16 14 TC 3 12 TC 5 10 TC 6 8 TC 7 TC 9 6 TC 10 4 2 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 4.5 Pembahasan IP Pengamatan yang telah dilakukan terhadap intensitas penyakit embun tepung Powdery mildew yang menyerang tanaman melon dari 1 MST sampai 4 MST didapatkan hasil yang signifikan. Dalam hal pengamatan ini, seluruh tanaman melon dijadikan objek pengamatan yang berjumlah 6 tanaman. Hal itu dikarenakan 4 tanaman melon lainnya tidak dapat tumbuh atau mati. Tanaman contoh ke 3 didapatkan hasil perhitungan intensitas penyakit yang nilainya naik turun yaitu pada 1 MST dan 2 MST nilai intensitasnya mengalami kenaikan dari 3,75% menjadi 18,75%. Pada 3 MST intensitas penyakit yang menyerang tanaman melon mulai menurun yaitu 0% yang berarti tanaman ini tidak terserang penyakit. Akan tetapi pada 4 MST, dari data tersebut menunjukkan adanya kenaikan nilai intensitas penyakit sebesar 7,7%. Pada tanaman contoh ke 5 juga menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan intensitas penyakit yang menyerang. Penurunan terjadi pada 3 MST yaitu sebesar 5 % yang semula atau pada 2 MST sebesar 10,72 %. Intensitas penyakit tanaman ini mengalami kenaikan pada 4 MST sebesar 10,7 %. Berbeda dengan tanaman contoh ke 3 dan tanaman contoh ke 5, tanaman contoh ke 6, 7, 9, dan 10 mengalami kenaikan intensitas penyakit yang cukup signifikan. Dari ke empat tanaman contoh tersebut semua nilai intensitas yang tertinggi terdapat pada 4 MST dan terendah pada 1 MST. Tanaman contoh ke 6 nilai tertinggi sebesar 16,35 % dan terendah 8,35 %. Tanaman contoh ke 7 nilai tertinggi sebesar 14,3 % dan terendah 5 %. Tanaman contoh ke 9 nilai tertinggi sebesar 14,6% dan terendah 0 %. Dan tanaman contoh ke 10 nilai terendah 0% dan tertinggi 14,3 %. Pengamatan intensitas penyakit yang dilakukan hanya sampai pada minggu ke 4 setelah tanam saja. Hal tersebut dikarenakan pada 5 MST intensitas penyakit semakin banyak menyerang, sehingga dengan segera dilakukan pemotongan daun-daun yang terkena penyakit embun tepung supaya penyakit ini tidak menyebar semakin banyak lagi ke daun-daun yang masih sehat. Maka dari itu tidak dilakukan pengambilan data untuk intensitas penyakit karena sisa daun yang tumbuh sehat semua dan yang terkena penyakit telah dipotong begitu juga pada minggu berikutnya. Menurut Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Perkembangan penyakit embun tepung Powdery mildew dipengaruhi oleh tinggi tempat. Pada dataran rendah relatif lebih sedikit. Penyebaran dan perkembangan penyakit terutama pada hari dan cuaca yang cukup lembab, yang diikuti dengan matahari bersinar selama beberapa jam pada musim penghujan (CABI,2000). 4.6 Klasifikasi Arthropoda Nama Serangga Nama umum : Kutu kebul/ kutu putih Nama Ilmiah : (bemisia tabaci) Klasifikasi Ordo : Homoptera Peranan : Hama Jumlah spesies : 1 serangga Keterangan Gambar Ciri-ciri : Hama ini berwarna putih, bersayap dan tubuhnya diselimuti serbuk putih seperti lilin. Kutu kebul menyerangdan menghisap cairan sel daun sehingga sel-sel dan jaringan daun (anonymousg,2013) rusak. (Rukmana ,2007) 4.7 Pembahasan Arthropoda Dari hasil pengamatan selama praktikum hanya ditemukan satu arthropoda yang berada pada tanaman melon yaitu kutu kebul. Kutu kebul disini tidak bertindak sebagai hama, karena kutu ini tidak berada lama di daun dengan maksud lain kutu ini terbang ke lain tempat. Selama beberapa minggu pengataman yang dilakukan tidak ditemukan serangga selain kutu kebul tersebut. Hal ini dikarenakan seluruh tanaman yang berada di green house telah diberi penyemprotan pestisida yang diberikan oleh pihak penjaga green house. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap tanaman melon dapat disimpulkan bahwa tanaman ini sangat rentan terhadap penyakit embun tepung. Hal ini disebabkan karena kondisi cuaca yang mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit embun tepung dari satu tanaman melon ke tanaman melon yang lainnya. Sedangkan untuk hama tidak ditemukan pada tanaman melon karena telah dilakukan penyemprotan pestisida. Dengan adanya suatu ilmu tentang hama penyakit tanaman (HPT), dapat dengan mudah mengetahui hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman yang sedang dibudidayakan. Karena hama dan penyakit tanaman tersebut pada dasarnya adalah salah satu hambatan yang dapat menggagalkan usahatani yang sedang diusahakan oleh para petani. Sehingga diharapkan dapat melakukan pencegahan secara dini terhadap masalah tersebut dengan cara yang sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan dan yang paling penting harus mempertimbangkan untuk tetap menjaga keseimbangan ekosistem agar tidak terjadi ketimpangan dan kerusakan. 4.2 Saran Semoga praktikum ke depannya sarana dan prasarana yang ada di lapang lebih baik lagi. Para asisten lapang maupun kelas harus lebih kompak lagi agar tidak timbul kerancuan dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan materi. DAFTAR PUSTAKA Aldila. 2010. Kejadian dan Keparahan Penyakit di Kebun Percobaan. Diunduh dari http://aldila.r08.student.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 7 Desember 2013. Annadiah. 2009. Mikroba Antagonis sebagai Agensia Hayati Pengendali Penyakit Tanaman. Diunduh dari http://qurrotaayunbloganna.blogspot.com/2009 /06mikroba-antagonis-sebagai-agensia.html. Pada 7 Desember 2013. Anonymousa. 2013. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Diunduh dari http://rhee7.wordpress.com/2009/04/05/hama-dan-penyakit-tumbuhan/. Diakses pada tanggal 7 Desember 2013. Anonymousb. 2013. Intensitas Serangan. Diunduh dari http://www.infoopt.com Diakses pada tanggal 7 Desember 2013. Anonymousc. 2013. Intensitas Serangan. Diunduh dari http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/pengertian-intensitas/. Pada 7 Desember 2013. Anonymousd. 2013. Patogen Hama. Diunduh dari http://new.pangkalandataopt.net/?q=berita&p=isiberita&o=isiberita_lihat&id=5. Pada 7 Desember 2013. Anonymouse. 2013. Pentingnya Melestarikan Musuh Alami. Diunduh dari http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpambon/berita-249-pentingnyamelestarikan-musuh-alami-.html. Diakses pada tanggal 7 Desember 2013. Anonymousf. 2013. OPT Kacang Hijau. http://fapertaundanaoptkacanghijau. blogspot.com/2013/04/penyakit-embun-tepung-kacang-hijau.html. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013 Anonymousg. 2013. Penyakit dan Hama Pada Tanaman. http://sarananiagaplastik .com/penyakit-dan-hama-pada-tanaman.html/.Diakses pada tanggal 1 Desember 2013 CABI. 2000. Crop Protection Compendium. Global Module 2nd Edition. ISSN: 1365-9065. ISBN: 0 85199 482 2. Wallingford. Oxon OX10 8DE. United Kingdom. CD-ROM. Djafaruddin, 2007. Dasar Perlindungan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. Faria, Siti. 2011. Penghitungan Intensitas Penyakit Bercak Cercospora spp pada Kacang Tanah ( Arachis hypogea). Laporan Praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman. Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2011. Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. CV. Andi Offset. Yogyakarta. 195 Hlm Rukmana, Rahmat. 2007. Tomat dan Cherry. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Siswati, Lenih. 2012. Laporan Praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman Pengukuran Penyakit Penghitungan Intensitas Penyakit. http://lenis11s. student.ipb.ac.id/2012/12/18/laporan-praktikum-dasar-dasar-proteksi-tanan an-pengukuran-penyakit-penghitungan-intensitas-penyakit/. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013 Triharso, 2010. Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Zadoks, C. J. and R. D. Schein. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management. New York: Oxford University Press. 427 pp.