22 Jurnal Studi Islam dan Sosial Volume 10. No.1 Respon Partai

advertisement
22
Respon Partai Islam Terhadap Organisasi LGBT: Studi Pandangan Elite Partai
Islam di Kota Malang
Akh. Syamsul Muniri, Nur Shofa Ulfiyati
Abstract
The existence of Lesbians, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT) has actually existed
for a long time. But many communities can not accept their existence. Peoples known as
Iesbian, gay or biseksual may be tolerated in the society, but normally their own families
do not want to accept them. Seeing the growing strength of LGBT organization, some
Islamic based parties such as PKS will initiate bill to reject LGBT. So that Indonesia can
anticipate the development of LGBT behavior. This descriptive research aims to find out
the elite views of Islamic party in the Malang city about the existence of LGBT
organization. And the response of the elite Islamic party in the viewing the reality of
families who have LGBT members. This research is located in Malang city. The result
of this research indicates that elite Islamic party worried about the existence of LGBT
organizations. They see that the exixtence of LGBT organization is contrary to many
norms; religius norms, law norms, customary norms, and cultural norms as easten
societies. They perceive that the more existence of LGBT will undermine the the social
structure. While the response of elite Islamic party to members of LGBT who refused by
their families is improve and direct the LGBt members to return to the normal life.
According to them government must act decisively on the issue of LGBT.LGBT
members should be directed to improving conditions, they must given the right to
treatment, especially psychological treatment.
Keyword: elite, partai Islam, organisasi LGBT.
Pendahuluan
Keberadaan kaum Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT) sebenarnya
telah ada sejak lama, akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum dapat menerima
keberadaan kaum LGBT ini. Namun, kaum Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender di
Indonesia layak disebut sebagai sebuah fenomena gunung es karena yang tampak di
permukaan adalah sangat sedikit namun, yang belum terungkap cukup signifikan.
Indikator dari fenomena tersebut adalah dengan munculnya berbagai komunitas dan
organisasi LGBT di setiap daerah di Indonesia.1
Di beberapa negara di dunia, keberadaan kaum LGBT dilarang keras oleh hukum
yang berlaku di negara tersebut. Di Iran dan Afghanistan, hukuman mati dijatuhkan pada
warganya yang didapati terlibat hubungan sesama jenis. Di Zimbabwe, Presiden Robert
Mugabe memberikan pernyataan mengenai keberadaan kaum LGBT di negaranya bahwa
“animals in the jungle are better than these people” (hewan di hutan lebih baik daripada
Khilman Rofi Azmi, “Enam Kontinum Dalam Konseling Transgender Sebagai Alternatif Solusi
Untuk Konseling LGBT, Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, Volume 1 Nomor 1 (Juni 2015),
52.
1
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
23
orang-orang ini) dan “homosexuals are worse than dogs and pigs” (kaum homoseksual
lebih buruk derajatnya daripada anjing dan babi).2
Dalam masyarakat, orang yang dikenal sebagai lesbian, gay atau biseksual
mungkin cenderung dapat "ditoleransi" tetapi belum tentu mereka diterima oleh keluarga
sendiri, bahkan mereka ditolak dan diusir dari keluarga mereka sendiri. Orang dengan
orientasi seksual sejenis atau identitas gender ganda hanya mendapatkan sekedar
toleransi dari pada penerimaan, bahkan mereka hampir mustahil dapat diterima sebagai
anggota keluarga. Di lain pihak, dengan menggunakan wacana HAM, ada pergerakan
yang semakin berkembang terkait keberadaan organisasi LGBT untuk lebih
menunjukkan eksistensinya. Gerakan LGBT ini berkembang lebih besar dan luas dengan
pengorganisasian yang lebih kuat.
Melihat semakin kuatnya gerakan organisasi LGBT, beberapa partai yang
berbasis Islam seperti PKS akan mengusung dan menginisiasi RUU Anti-LGBT agar
Indonesia bisa mengantisipasi berkembangnya perilaku LGBT. Menurut partai yang
berbasis Islam, Indonesia harus mengikuti langkah Rusia yang tegas melarang perilaku
orientasi menyimpang ini. Menurutnya, Rusia saja yang negara dengan ideologi
komunis, berani melarang LGBT dengan UU yang ada. Apalagi, Indonesia yang memiiki
ideologi Ketuhanan yang Maha Esa.3
Partai politik adalah sebuah organisasi politik yang menjadi sarana masyarakat
untuk menyalurkan aspirasi. Setiap warga atau masyarakat dapat menampung dan
menyalurkan aspirasinya melalui partai politik (parpol) ini sehingga bermacam-macam
aspirasi tersebut dapat disampaikan kepada pemerintah sebagai pembuat keputusan.
Dalam negara yang demokratis, negara memberikan kesempatan yang sama setiap
individu dan kelompok untuk membentuk suatu organisasi selama tidak bertentangan
dengan amanat Undang-Undang 1945.
Dede Oetomo, seorang gay yang aktif memperjuangkan hak-hak LGBT di
Indonesia, berprofesi sebagai pendidik dan doktor linguistic dari Cornell University,
Amerika Serikat mengatakan bahwa perlindungan dan pemenuhan hak kaum LGBT
(Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di Indonesia masih jauh dari kata ideal.
Diskriminasi dan problem sosial mereka alami setiap harinya bahkan hingga bertahuntahun lamanya. Pemerintah belum secara resmi mengungkapkan bahwa semua golongan,
termasuk LGBTI (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Interseks) adalah warga
J. S. Taebenu, “Perlindungan Hak-Hak LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) Menurut
Hak Asasi Manusia”, Jurnal Lex et Societatis, Volume. II Nomor 8 (Sep-Nov 2014), 100.
3 http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/02/24/o31ryg394-pks-gagas-ruuantilgbt, diakses tgl 12 Maret 2017.
2 Olivia
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
24
yang harus dilindungi. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia setengah-setengah
kalau bicara tentang persoalan LGBT.4
Sosiolog dari Universitas Airlangga Surabaya itu sudah bertahun-tahun berjuang
untuk menghapus stereotipe kalangan LGBT di tengah masyarakat dengan mengatakan
bahwa mereka belum tentu termasuk kelompok yang disebut transeksual atau populer
juga dengan sebutan transgender. Menurut Dede, bisa jadi mereka sebetulnya tetap lakilaki, hanya lebih suka tampil seperti perempuan dan tak ingin tampil sesuai penampilan
yang pakem pada umumnya laki-laki. Apalagi, ternyata transeksual atau transgender di
beberapa daerah juga merupakan bagian dari budaya tradisi, yang di antaranya dikaitkan
dengan kesaktian, kesucian, dan kehidupan sakral lainnya seperti Bissu (waria) di
Sulawesi Selatan, Srikandi (perempuan yang bergaya kelaki-lakian) dan lain sebagainya.
Gebrakan untuk diakui juga telah sering dilakukan oleh kelompok-kelompok ini yaitu
tuntutan pembebasan kaum transgender dengan konstruksi Hak Asasi Manusia. Artinya
mereka berhak memilih untuk berkelamin apapun sesuai keinginan mereka karena itu
merupakan hak asasi manusia. Di samping itu gebrakan lain yaitu membentuk peraturan
bagi kaum transgender sebagai perlindungan atas ketidakadilan, seperti yang dilakukan
di Thailand di mana negara ini merupakan negara terbesar dengan penduduk berkelamin
transgender menyusul Iran sebagai negara ke dua terbanyak, dengan melegalkan operasi
penggantian kelamin. Kelompok-kelompok yang pro dan mendukung kaum LGBT di
Indonesia juga terbilang banyak seperti Dorce Gamalama, GAY (Jakarta), Arus Pelangi
(Surabaya), Kongres International Lesbian & Gay Association (ILGA)-Surabaya, Rumah
Mode Komunitas Transseksual Surabaya, Pesantren LGBT Yogjakarta, QFF (LGBTQ)
dan lain sebagainya.5
Sebenarnya keluarga merupakan sumber pengaruh terbesar dalam kehidupan
kelompok LGBT, namun realitanya penerimaan oleh pihak keluarga dibatasi oleh
tekanan budaya dan agama yang kuat sehingga mereka seringkali dipaksa untuk menikah
secara heteroseksual dan mendirikan keluarga. Banyak para waria yang harus lari dari
rumah untuk menghindari perlakuan kasar yang dilakukan oleh anggota keluarga mereka
sendiri. Kebanyakan seorang LGBT mengalami penolakan dari keluarga setelah mereka
mengaku atau ketahuan sebagai LGBT. Biasanya yang dilakukan oleh keluarga dapat
berupa ancaman untuk menyembunyikan orientasi seksualnya, pergaulannya dibatasi,
dipaksa untuk berobat, penolakan, bahkan pengusiran.
Perkawinan sesama jenis (lesbian dan gay) secara normatif berdasarkan peraturan
perundang-undangan di Indonesia tidak dapat dilakukan, karena dalam Undang-Undang
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150501160000-20-50534/pemerintah-dinilaitak-dukung-lgbt-karena-enggan-rugi/, diakses tgl 13 Maret 2016.
5 Christiany Juditha, Realitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) Dalam Majalah, Jurnal
Komunikasi Univeritas Tarumanagara, Vol. VI (Maret 2014), 27.
4
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
25
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah disebutkan bahwa perkawinan adalah
jalinan batin dan biologis antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Namun
perspektif hak asasi manusia atau HAM, menyebutkan bahwa tidak ada seorangpun yang
menghendaki dilahirkan di dunia dengan keadaan yang menyimpang dan juga tidak
dibenarkan adanya suatu kaidah hukum apapun yang membedakan orang yang satu
dengan yang lain. Artinya, hubungan seksual yang menyimpang seperti perkawinan
sejenis tidak dapat dianggap perbuatan dosa dan aib.6
Menurut Prof. Bambang Cipto yang mengutip pernyataan resmi dari Menlu AS
John Kerry dalam pengumuman Special Envoy for the Human Rights of LGBT reasons,
sebagai berikut; “Kita harus membatalkan Undang-undang yang melarang perkawinan
sejenis di seluruh dunia. Kita bekerja dengan pemerintahan, masyarakat sipil, dan sektor
swasta melalui global equity fund di seluruh dunia. Masih ada 75 Negara yang menolak
LGBT. Kita harus berjuang dan tetap aktif membela persamaan hak semua orang, tak
peduli apapun orientasi sexual mereka.”7
A. Pandangan Islam Terhadap Kaum LGBT
Homoseksual dianggap merupakan penyimpangan seksual karena kelainan
pada objek. Dalam hal ini perlu dijelaskan tentang pengertian homoseksual sebagai
orientasi seksual sejenis dan perbedaannya dengan orientasi seksual terhadap lawan
jenis (heteroksesual). Homoseksual istilah ini muncul pertama kali dalam bahasa
Inggris pada tahun 1890 dalam tulisan karya Charles Gilbert Chaddock yang
menerjemahkan Psychopathia Sexualis karya R. Von Krafft-Ebing.8 Dalam hal ini,
homo berasal dari bahasa Yunani yang berarti sama.9 Sedangkan seksual
mempunyai dua pengertian, pertama: seks sebagai jenis kelamin. Kedua: seks
adalah hal ihwal yang berhubungan dengan alat kelamin, misalnya persetubuhan
atau senggama.10
Menurut Djalinus Syah, homoseksual adalah dalam keadaan tertarik
terhadap orang dari jenis kelamin yang sama.11 Dan heteroseksual adalah tertarik
pada hubungan seks dengan lawan jenis. Dengan demikian maka dapat dilihat
perbedaan antara homoseksual dan heteroseksual dari keterkaitannya secara seksual.
Nur Chasanah, Studi Komparatif Hukum Positif Dan Hukum Islam Di Indonesia Mengenai
Perkawinan Sejenis, Jurnal Cendekia Vol 12 No 3 (Sept 2014), 70.
7 http://suaramuhammadiyah.com/berita/2016/02/28/prof-bambang-cipto-lgbt-bagian-daripolitik-ham-amerika-serikat/, diakses tgl 13 Maret 2016.
8 Colin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), Vii.
9 Kartasapoetra dan Hartini, Kamus Sosiologi dan Kependudukan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992),
185.
10 J.S. Badudu dan Suthan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1994), 1245.
11 Djalinus Syah, Kamus Pelajar Kata Serapan Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993),
72.
6
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
26
Heteroseksual cenderung tertarik kepada lawan jenisnya, sedangkan ketertarikan
secara seksual dengan sesama jenis disebut homoseksual.
Dari berbagai pengertian tentang homoseksual ini maka dapat disimpulkan
bahwa homoseksual adalah keadaan tertarik secara seksual terhadap sesama jenis
kelamin, baik laki-laki dengan laki-laki, maupun perempuan dengan perempuan.
Ketertarikan seksual terhadap sesama jenis bagi kaum laki-laki disebut homoseks,
sedangkan bagi perempuan disebut lesbian.
Sedangkan biseksual mempunyai dua pengertian. Pertama, mempunyai sifat
kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). Kedua, tertarik kepada kedua jenis
kelamin (baik kepada laki-laki maupun kepada perempuan).12 Adapun biseksual
menurut Kartini dan Dali Gulo ialah seseorang yang melakukan hubunganhubungan heteroseksual dan relasi-relasi homoseksual.13 Perbedaan antara
homoseksual dan biseksual adalah letak ketertarikan seksual yang berbeda, yaitu
kecenderungan homoseksual untuk tertarik kepada sejenisnya sedangkan biseksual
mempunyai ketertarikan kepada jenis kelamin yang sama maupun dengan jenis
kelamin yang berbeda dengannya.
Dalam ajaran Islam peraturan yang mengatur setiap individu tentu bertujuan
untuk menata kehidupan manusia dan tidak bertentangan dengan fitrah manusia,
sehingga setiap manusia memiliki kesadaran untuk mengamalkan setiap perintah
dan menjauhi larangan yang ada dalam al-Quran maupun hadis. Oleh karenanya,
Hukum Islam merupakan sistem hukum yang mengatur manusia secara total dan
segalanya. Hukum Islam sangat memperhatikan kemaslahatan manusia dalam
berbagai aspek. Seperti halnya perkawinan, dalam Islam perkawinan laki-laki dan
perempuan tidak hanya dipandang dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
biologis saja namun juga sebagai upaya untuk mempertahankan kesucian fitrahnya.
Kendati Islam telah mengatur hubungan biologis yang halal dan sah, namun
penyimpangan-penyimpangan tetap bisa terjadi, baik berupa delik perzinaan,
lesbian maupun homoseks. Ini terjadi karena dorongan biologis yang tidak
terkontrol dengan baik, yang disebabkan oleh kurangnya memahami serta
menjalankan ajaran agama. Naluri seks itu sendiri merupakan naluri yang paling
kuat, yang menuntut penyaluran. Jika penyaluran tidak dapat memuaskan, maka
orang akan mengalami kegoncangan dan kehilangan kontrol untuk mengendalikan
Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka), 157.
13 Kartini dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: CV. Pionir Jaya, 1987), 52.
12
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
27
nafsu berahinya, dan timbullah hubungan seks di luar ketentuan hukum, seperti,
salah satunya homoseks.14
Dalam Al-Quran sudah jelas ada larangan segala hubungan seks selain
hubungan seks di dalam ikatan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita.
Dengan demikian meskipun ada sebagian besar penikmat homoseksualitas yang
mengklaim bahwa mereka terlahir dengan kecenderungan seks sesama jenis dan
mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai pilihan, “sudah dari sananya”
walaupun asumsi ini masih bisa diperdebatkan di dunia medis dan bahkan kalaupun
asumsi ini memang benar, Al-Quran dengan tegas menolak menjadikannya sebagai
pembenaran bagi pecinta sesama jenis atau LGBT.15
Islam melarang hubungan seksual yang tidak bermoral, bahkan hubungan
seksual dengan lawan jenis (suami-istri) jika dilakukan tanpa etika yang sesuai
dengan syariat Islam juga dilarang. Hubungan seksual yang menyimpang
(homoseksual) bukan saja merugikan kesehatan jiwa, namun juga merugikan
kesehatan jasmani sebab dari segi kesehatan, perilaku homoseksual menyebabkan
timbulnya penyakit AIDS. Mengumbar hawa nafsu dan melakukan perbuatan yang
tidak sehat, baik jasmani dan rohani oleh Islam dianggap haram.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas umat Islam masih sangat menjunjung
hukum Islam dan adat (norma) oleh karenanya kaum LGBT di Indonesia masih
belum ada keinginan (individu gay atau lesbian) untuk berpasangan dan membentuk
keluarga melalui perkawinan. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan belum
adanya keinginan kaum LGBT (gay dan lesbian) di Indonesia untuk melakukan
perkawinan sejenis namun mereka masih melakukan hubungan seksual dan batin
layaknya sebuah keluarga.16
Dari aspek hukum Islam, larangan homoseksual disamakan dengan
perbuatan zina. Perbuatan homoseksual disamakan dengan perbuatan zina dalam
ajaran Islam sebab perbuatan tersebut tidak hanya merusak kemuliaan dan martabat
kemanusiaan tetapi resikonya lebih berat lagi yaitu dapat menimbulkan penyakit
kanker kelamin, AIDS dan sebagainya. Tentu saja, perkawinan waria yang telah
menjalani operasi penggantian kelamin tetap dikategorikan sebagai praktek
homoseksual karena tabiat kelaki-lakiannya tetap tidak bisa diubah oleh dokter
meskipun ia sudah memiliki kelamin perempuan buatan.17
Rangkuti, Homoseksual Dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal Asy-Syirah, Vol. 46
No. I (Juni 2012), 194.
15 Abu Ameenah Bilal Philips, Islam dan Homoseksual, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), 44.
16 Muhammad Makhfudz, Berbagai Permasalahan Perkawianan dalam Masyarakat Ditinjau dari Ilmu
Sosial dan Persamaan Kesempatan (EOC) Hukum, Jurnal Hukum UNDIP, 38.
17 Mahjudin, Masailul Fiqhiyah (berbagai kasus yang dihadapi “Hukum islam” Masa Kini), (Jakarta:
Kalam Mulia, 2008), 36.
14 Ramlan Yusuf
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
28
Dalam ajaran Islam, wajib hukumnya bagi manusia untuk menjaga
kesehatan, baik secara jasmani maupun rohani, Islam telah melarang kaum LGBT
sebab dianggap merugikan atau membahayakan tubuh maupun jiwa. Perbuatan
kelompok LGBT (homoseksual) dinilai dapat membahayakan kesehatan tubuh dan
jiwa pada masyarakat lingkungan sekitarnya dan selain itu juga dapat
membahayakan diri sendiri. Menurut Islam LGBT hukumnya haram sebab dari
sudut pandang ilmu kesehatan dapat membahayakan tubuh dan hal ini tentunya
demi kepentingan menjamin kesehatan tubuh.
Dalam hukum Islam ada beberapa dalil baik dalam Al-Qur‟an maupun
hadits yang berbicara tentang larangan homoseksual. Masalah homoseksual dalam
Al-Qur‟an telah disebutkan sebagaimana yang terdapat dalam Surah Al A‟raaf (7):
80-84, Al ankabut (29): 28-35, Al Anbiya (21): 74-75, Al Qamar (54): 33-39, Al
Hijr (15): 57-77, An Naml (27): 54-58, Asy Syu‟ara (26): 160-175 dan Ash Shaffat
(37): 133-138. Sedangkan dalil hadits yang berbicara tentang larangan homoseksual
yaitu Hadits yang Riwayat Imam Ahmad bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
“Semoga Allah SWT melaknat seseorang yang berani melakukan perbuatan kaum
luth, kata-kata ini diulang sebanyak tiga kali.
DI Indonesia sebagian besar agama telah melarang dan mengharamkan
homoseksual (LGBT) sebab dianggap sebagai penyimpangan, terlaknat, pendosa
dan bahkan penyakit sosial. Namun menurut Siti Musdah Mulia, kaum LGBT
adalah manusia yang sama dan setara dihadapan Tuhan dan merupakan sunnatullah
(alamiah) sebagai ketentuan murni dari Tuhan, sehingga bukan konstruksi sosial.
Menurutnya, bukankah Islam itu rahmatan lilalamin (mengasihi seluruh penghuni
semesta), jadi kalau kita sepakat menyatakan bahwa Islam adalah agama rahmatan
lilalamin maka rahmat bagi komunitas LGBT pun menjadi niscaya.18
Secara umum, sebagian besar muslim Indonesia menolak atau tidak
menyetujui seks sesama jenis. Bahkan, dari kalangan pemuka lintas agama yang
terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Konferensi Waligereja Indonesia
(KWI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan Majelis Tinggi Agama
Konghucu Indonesia (Matakin), menyatakan penolakan perilaku LGBT karena
menyimpang dari ajaran agama dan/atau hukum alam. Di sisi lain, mereka
menganggap kaum LGBT perlu dilindungi karena mereka adalah warga negara yang
punya hak sama dengan siapapun.19
Islam Ramah Terhadap Lesbian, dalam Pengantar, Cet. I Pelangi Perempuan,
(Jakarta: Institut Pelangi Perempuan, 2008), Viii.
19 Sulis Winurini, Memaknai Perilaku LGBT Di Indonesia (Tinjauan Psikologi Abnormal), Info
Singkat: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. VIII, No. 05/I/P3DI/(Maret 2016), 11.
18 Siti Musdah Mulia,
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
29
Ketika tokoh-tokoh Islam membicarakan homoseksualitas, ia selalu
diucapkan dengan nada penolakan mutlak: “Homoseksualitas jelas merupakan
penyakit sosial, kecenderungan moral jahat yang mesti dilenyapkan, bukan hak asasi
manusia yang harus dilindungi sebagaimana yang diklaim oleh orang-orang gay
(Barat) saat ini. Homoseksualitas laki-laki tidak terbagi menjadi dua cabang,
berdosa dan berpahala: ia tidak dapat dipahami sebagai sebuah bentuk kedirian
seksual, dan ketidakterbandingan ini merupakan perbedaan mendasar antara
bagaimana orang Indonesia Muslim gay dan orang Indonesia Muslim heteroseksual
mengalami seksualitas mereka. Ketidakterbandingan ini selanjutnya diperkokoh
oleh fakta bahwa sungguh pun homoseksualitas maupun heteroseksualitas di
Indonesia dewasa ini beroperasi dalam skala nasional dan global, tidak ada tradisi
lokal atau adat yang merestui subjektifitas gay kontemporer,di mana hal ini sangat
berbeda dengan praktik transvestite (waria).20
Al-Quran tidak menyebutkan tentang waria namun hanya tentang gay sebab
tidak ditemukan ayat-ayat yang secara khusus berbicara tentang waria
(mukhannats), kecuali bagian yang secara eksplisit menyinggung tentang proses
penciptaan manusia, jika ayat tersebut dianggap sebagai mewakili ayat yang
berbicara tentang waria. Zunly Nadia mengutip Ibn Hajar Al-Asqalani dalam Fath
Al-Bari bahwa menurut Ibn Hajar Al-Asqalani kata al-mutasyabbihin min al-rijal bi
al-nisa wa al-mutasyabbihat yang ada di dalam hadits maksudnya adalah laki-laki
yang menyerupai perempuan, dan perempuan yang menyerupai laki-laki, baik dalam
berpakaian, perhiasan, perkataan dan perbuatan. Hadits tersebut ditemukan dalam
Shahih Al-Bukhari Kitab Libas (5435), yaitu: “Diceritakan oleh Muhammad bin
Basyar diceritakan oleh Gundar diceritakan oleh qatadah dari Ikrimah dari Ibn
„Abbas RA berkata, Rasulullah SAW. Melaknat seseorang yang menyerupai
perempuan dari seorang laki-laki (Al-Mukhannathiin/Al-Mutasybbihiin bi al-nisa)
dan seseorang menyerupai laki-laki dari seorang perempuan (Al-Mutarajjilaat/AlMutasyabbihat bi al-rijaal)” Diikuti oleh Amr diceritakan dari Syu‟bah. (Hadits
Riwayat Al-Bukhari)”.21
Perbuatan homoseksual ini pertama kali dilakukan oleh kaum Nabi Luth.
Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dengan firman-Nya : “Dan (kami juga telah
mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya:
“Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”“Sesungguhnya kamu
Tom Boellstorff, Antara Agama dan Hasrat: Muslim yang Gay di Indonesia, Terj.Tonny, Jurnal
Gandrung Vol. 1 No. 1 (Juni 2010), 70.
21 Zunly Nadia, Waria, Laknat atau Kodrat, (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2005), 105.
20
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
30
mendatangi laki-laki untuk melepas nafsumu (kepada mereka), bukan kepada
wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.”
“Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth
dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orangorang yang berpura-pura menyucikan diri”.”
“Kemudian kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya;
dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” “Dan Kami turunkan
kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang berdosa itu”.22
Perbuatan kaum Nabi Luth telah melampaui batas kemanusiaan, yang hanya
bersyawat kepada sesama laki-laki, dan tidak berminat kepada wanita sebagaimana
yang ditawarkan oleh Luth. Perbuatan semacam ini membawa akibat yang sangat
fatal, karena dapat merusak akal dan jiwa, menimbulkan kehancuran akhlak dan
tindak kejahatan yang akan menghilangkan ketenteraman masyarakat. Kejahatan
kaum Nabi Luth yang bertentangan dengan fitrah dan syari‟at itu mendapat
hukuman dari Allah dengan memutarbalikkan negeri mereka, sehingga penduduk
Sadum, termasuk istri Nabi Luth sendiri, terbenam bersamaan dengan terbaliknya
negeri itu. Yang tidak terkena azab hanyalah Nabi Luth beserta para pengikutnya
yang saleh, taat menjalankan perintah Allah dan menjauhkan diri dari homoseks.23
B. Pandangan Elite Partai Islam di Kota Malang Terhadap Eksistensi Organisasi
LGBT
Dalam melihat dan memahami fenomena, baik yang terjadi di dalam
masyarakat maupun di media sosial, setiap elite partai Islam masing-masing
memiliki pemahaman dan pemaknaan dalam mensikapi fenomena tersebut.
Pemahaman dan pemaknaan mereka tentu dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan, pengetahuan (knowledge), dan pengalaman yang beragam yang mereka
hadapi. Dalam hal ini elite partai Islam merupakan suatu individu yang mempunyai
posisi utama dalam struktur masyarakat atau kelompok dan memainkan peranan
penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Partai Islam sebagai partai politik yang mengusung nilai-nilai Islam berusaha
terus melakukan sosialisasi serta penanaman nilai-nilai Islam melalui berbagai
kegiatan di masyarakat. Para elite partai Islam memiliki idealisme dalam
memperjuangkan apa yang menjadi keinginan masyarakat, baik masyarakat Muslim
maupun secara umum masyarakat luas. Masyarakat Kota Malang yang mayoritas
pemeluk Islam merupakan masyarakat yang agamis sehingga di Kota Malang ini
22
23
QS. Al-A’raaf: 80-84.
Ramlan Yusuf Rangkuti, Homoseksual.... 196-197.
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
31
terdapat macam-macam agama yang hidup bersama-sama dalam masyarakat seperti,
kristen, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu mereka bisa hidup berdampingan dengan
damai.
Bagi Elite partai Islam keberadaan kaum atau organisasi LGBT merupakan
fenomena sosial yang terus terjadi dan berkembang baik secara Nasional maupun
Internasional. Para elite partai Islam berpandangan bahwa organisasi LGBT sangat
mengkhawatirkan dan dapat merusak peradaban, sebab dengan semakin gencarnya
gerakan organisasi LGBT dan semakin eksisnya kaum LGBT dianggap akan dapat
merusak tatanan struktur sosial. Ketika penulis melakukan wawancara terhadap elite
PPP yaitu saudara Moh. Abu Tazid, S.Sos, M.Si ia mengatakan bahwa:
“Kalau menurut saya, sebagai rakyat Indonesia, sebagai masyarakat sipil
tentu sangat mengkhawatirkan karena itu berkaitan bukan hanya proses hari
ini tapi proses regenerasi kedepan, bagaimana generasi kedepan, umpama,
melihat gerakan ini semakin berkembang semakin masif saya punya
kekhawatiran kok akan ada peradaban yang menabrak banyak norma, norma
agama, norma hukum, norma adat, norma budaya kita sebagai masyarakat
Timur. Apalagi dalam Islam, zamannya Nabi Luth itukan sangat
dikhawatirkan merusak peradaban, jadi saya sangat khawatir dengan
berkembangnya gerakan-gerakan LGBT ini”.24
Abu Tazid sebagai seorang akademisi dan aktivis PPP ini sangat prihatin
terhadap fenomena LGBT dan sangat setuju terhadap RUU anti LGBT, sebab
menurutnya undang-undang menurutnya salah satu alat Negara yang dapat
digunakan untuk melindungi masyarakat, melindungi generasi kedepan terutama
anak-anak muda sehingga mereka dapat terlindungi dan terproteksi oleh Negara.
Dengan demikian maka peran negara harus dapat menjaga dan mengendalikan
perubahan sosial yang mengarah negatif, selain itu masyarakat juga harus dipastikan
bahwa dapat menerapkan norma agama, norma sosial dan adat mereka sendiri.
Ungkapan senada tentang semakin meningkatnya gerakan LGBT ini juga
disampaikan oleh elite PKS, menurutnya perilaku LGBT yang marak terjadi di
berbagai daerah di Indonesia harus betul-betul disikapi secara prinsip bahwa prilaku
LGBT ini apakah sesuai dengan norma atau tidak, sebab kalau dalam pandangan
agama Islam secara prinsip, secara norma dan akidah jelas perilaku LGBT ini
dilarang. Dalam hasil wawancara dengan bapak Bambang Triyoso, SE, MM sebagai
elite PKS, penulis menanyakan pandangannya terhadap eksistensi organisasi LGBT
dan mengatakan bahwa:
“Sebenarnya LGBT itu harus kita sikapi secara prinsip ya prilaku LGBT itu
sebenarnya prilaku seperti apa, nanti baru kita ketahui terkait dengan prilaku
itu apakah sesuai dengan norma atau tidak sesuai dengan norma, kalau di
pandangan kita sebagai seorang muslim apakah ini sesuai dengan arahan
24
Moh. Abutazid, wawancara (Bareng Kartini, tgl 15 November 2016)
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
32
agama kita, jelas kalau kita kesana akhirnya LGBT ini hal yang
menyimpang yang tidak sesuai dengan fitrah manusia dan kita lihat
fenomena ini pernah terjadi dimasa Nabi Luth ya, jadi artinya apa, secara
prinsip, secara akidah atau secara norma keislaman ini sebenarnya di
larang”.25
Prilaku LGBT tetap dianggap berbeda oleh sebagian besar masyarakat yang
masih melihat tabu terhadap hubungan sesama jenis maupun biseksual ini sebab
sebagian besar masyarakat Kota malang masih menyandarkan nilai dan norma
agama, kemudian agama Islam merupakan salah satu agama yang melarang
hubungan sesama jenis atau prilaku LGBT ini. Hal ini tidak hanya Islam yang
melarang tetapi dari beberapa kelompok agama lain juga melarang pernikahan
sesama jenis.
Bagi bapak Bambang Triyoso, SE, MM, prilaku LGBT adalah suatu
penyimpangan sehingga harus ditegaskan dalam undang-undang bahwa LGBT
dilarang. Terkait fenomena sosial yang saat ini terjadi di belahan dunia, menurutnya
memang ada orang-orang yang justru memanfaatkan fenomena LGBT ini untuk di
organisir, untuk diarahkan kepada legitiminasi oleh sebuah Negara seperti yang
mungkin terjadi di negara-negara barat meskipun sudah ada revisi undang-undang
yang mulai melarang prilaku LGBT. Bagi Indonesia sendiri, karena mayoritas Islam
menurut bapak Bambang Triyoso harus dilarang secara tegas termasuk penyebab
dan proses yang mungkin terjadi yang mengarahkan pada legitimasi LGBT.
Elite partai Islam di Kota Malang telah menyatakan ketidaksetujuannya
terhadap keberadaan organisasi LGBT di Indonesia. Sekala nasional, penolakan
tersebut sebenarnya dapat dilihat secara konkret apa yang telah dilakukan oleh
Kemenkominfo yang telah mengeluarkan suatu kebijakan dalam membatasi kontenkonten negatif yang dianggap bahaya dan tidak layak di berbagai situs atau media
sosial, Kemenkominfo telah melakukan pemblokiran terhadap kurang lebih 450-an
situs berkonten negatif, termasuk dalam hal ini terkait LGBT. Menurut Bambang
Triyoso, partai PKS Kota malang sangat merespon positif apabila RUU anti LGBT
disahkan oleh badan legislatif untuk membentengi masyarakat Islam supaya tidak
lebih banyak yang menyimpang lagi dan mengarahkan kepada yang menyimpang
untuk memperbaiki kembali. Bagi Bambang Triyoso, gerakan organisasi LGBT ini
harusnya dilarang sebab menyalahi norma, jadi kalau di Indonesia ibaratnya
organisasi politik, organisasi LGBT ini sama seperti PKI jadi harus dilarang.
Selain elite partai PKS yang memang partainya berasaskan Islam, elite
dari partai PKB yaitu bapak Moch. Syahrowi Yazid juga memandang bahwa
organisasi LGBT harus diantisipasi. Menurut elite PKB yang partainya
25
Bambang Triyoso, wawancara (Griya Sejahtera, tgl 18 November 2016)
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
33
berasazkan pancasila ini mengatakan terkait semakin kuatnya organisasi LGBT
bahwa:
“Tentu itu harus diantisipasi ya, karena jangan sampai LGBT ini menjadi
legalitas formal, kalau memang ada yang sifatnya kesana inikan perlu
dirubah sehingga tidak terjadi LGBT, karena menurut saya secara sosial juga
tidak baik, harus ada undang-undang pelarangan terhadap organisasi LGBT
di Indonesia dan saya rasa bagus itu”.26
Dalam hal perkawinan sesama jenis di Indonesia undang-undang No. 1
Tahun 1974 Tentang perkawinan tentu tidak memperbolehkan pasangan sejenis
untuk menikah atau melangsungkan perkawinan. Pada dasarnya, nilai-nilai
Pancasila sebagai hukum dasar tentu telah menjiwai UU perkawinan tersebut.
Dalam Undang-undang perkawinan telah menjelaskan bahwa perilaku seksual
hanya melalui ikatan perkawinan yang merupakan ikatan lahir batin antara pria dan
wanita sebagai suami isteri yang bertujuan membentuk keluarga berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Para elite partai Islam memang mengakui bahwa ada beberapa Negara yang
memandang fenomena LGBT ini sesuatu yang wajar dan bahkan hukum Negara
tersebut melegalkan secara formal tentang kehidupan homoseksual atau prilaku
LGBT meskipun ditolak oleh sistem sosial atau sebaliknya. Kebanyakan Negara
yang memandang fenomena LGBT merupakan prilaku yang menyimpang dan
illegal ternyata dari kultul yang dominan masyarakatnya adalah Islam. Hal tersebut
karena nilai-nilai agama dan moral yang dianut oleh masyarakat Indonesia sangat
menentang keras perilaku LGBT.
Eksistensi organisasi LGBT membutuhkan perlindungan atas hak-hak
mereka demi terwujudnya persamaan, keadilan dan kebebasan. Sehingga, Negara
sebagai pemegang kedaulatan dari rakyat perannya sangat penting dalam
melindungi warga Negaranya dalam berbagai aspek kehidupan, apalagi hak-hak
asasinya sebagai manusia. Seharusnya berdasarkan hal tersebut maka setiap
individu maupun kelompok LGBT dalam konteks hak asasi Manusia (HAM) berhak
mendapatkan perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan dari berbagai aspek.
Namun disisi lain jika keberadaan organisasi LGBT ini dapat meresahkan
masyarakat dan mengganggu struktur sosial masyarakat maka harus dicegah dan
diamputasi melalui koridor undang-undang. Dalam pandangan Abu Tazid sebagai
elite PPP mengatakan bahwa:
“Keberadaan organisasi LGBT ini seperti yang tadi ya jadi harus diamputasi,
ya tetap melalui koridor undang-undang, ya jangan sampai menabrak
undang-undang, sesuai dengan tuntunan agama yang dibijakkan dengan
undang-undang, karena eksistensi organisasi LGBT ini kan akan merusak
26
Moch. Syahrowi Yazid, wawancara (Jl. Danau Bratan Timur, tgl 16 November 2016)
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
34
tatanan struktur sosial kita yang sekarang ini yang lama sudah pakem di
Indonesia, sudah sangat normatif, sudah sangat baik, sudah sangat arif,
sudah sangat melihat pluralitas dan lain sebagainya”.27
Adanya sikap penolakan terhadap organisasi LGBT karena para elite partai
melihat bahwa prilaku LGBT akan menyebabkan penyakit menular seperti penyakit
Aids. Oleh karenanya atas dasar demi menciptakan suatu kemaslahatan bagi
masyarakat maka perlu ada pencegahan terhadap eksistensi kaum LGBT supaya
mereka bisa kembali pada fitrahnya sebagai manusia yang normal. Menurut elite
partai Islam, penolakan terhadap organisasi LGBT bukan merupakan suatu
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bahkan justru keberadaan organisasi LGBT
ini bagi elite partai Islam dianggap suatu pelanggaran HAM sehingga pemerintah
wajib melakukan pencegahan. Bambang Triyoso sebagai elite PKS mengatakan
bahwa:
“Ya hak LGBT itu klo dia sendirian tidak masalah, cuman dia (organisasi
LGBT) kan mesti melibatkan orang lain, otomatis dia kan melanggar
wilayah orang lain, jadi disini yang gak boleh, misalnya kita hak makan ya
tapi kemudian kita mencuri mengambil milik orang lain inikan juga tidak
bener, jadi LGBT ini sebenarnya bagian dari Hak Asasi Manusia yang tidak
boleh melanggar hak orang lain, artinya, sebagai umat muslim di Negara ini
itukan juga punya undang-undang, pembangunan manusia seutuhnya dan
masyarakat Indonesia seluruhnya, ya klo LGBT inikan bagian dari
pengrusakan bukan bagian dari pembangunan ya harusnya gak bisa, artinya
organisasi atau LGBT ini bagian dari pelanggaran Hak Asasi Manusia, jadi
bukan malah ini bagian dari Hak asasi Manusia, ini justru pelanggaran Hak
Asasi Manusia karena Hak Asasi Manusia dikita itu dilindungi undangundang yang memang tidak boleh keluar dari ruang lingkup norma agama
dan norma undang-undang”.28
Hak Asasi Manusia yang diatur di Indonesia pada dasarnya sebenarnya tidak
boleh bertentangan dengan peraturan lokal atau norma agama. Hubungan HAM di
Indonesia dan Islam sebenarnya memiliki hubungan yang sangat baik namun
terkadang HAM oleh sebagian orang yang mendukung LGBT, dijadikan dasar atas
kebolehan organisasi LGBT dan terkadang timbul stigma negatif terhadap Islam
yang seringkali dituduh melanggar HAM. Dalam hal ini tentu perlu ada dialog yang
terus menerus antara HAM dan Islam di Indonesia sehingga dapat membuka
pemahaman bersama yang lebih baik.
Fenomena LGBT ini jika dipandang dalam perspektif pancasila ada dua hal
yang perlu menjadi perhatian yaitu disatu sisi ada aspek HAM dan disisi lain ada
aspek sosial-budaya yang menjadi tantangan besar bagi eksistensi organisasi LGBT.
Dengan demikian maka HAM di Indonesia ini tidak lepas dari norma agama
27
28
Moh. Abutazid, wawancara (Bareng Kartini, tgl 19 November 2016)
Bambang Triyoso, wawancara (Griya Sejahtera, tgl 19 November 2016)
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
35
sehingga dikatakan HAM yang berketuhanan. HAM di Indonesia juga tidak boleh
lepas dari semangat demokrasi dan semangat persatuan sehingga pengakuan dan
pengaturan terkait organisasi LGBT harus berdasarkan pada pancasila. Dalam
undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengakuan dan
pengaturan secara kelompok/organisasi kaum LGBT secara eksplisit tidak
ditemukan, namun pengakuan kedudukan kaum LGBT pada dasarnya secara
individu sebagai warga Negara Indonesia diatur dalam bunyi pasal 3 yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang
sama di depan hukum.
C. Peran dan Respon Elite Partai Islam dalam Memandang Keluarga Yang
Memiliki Anggota LGBT
Bagaimanapun perilaku LGBT harus dicegah supaya tidak menyebar dan
meluas di dalam masyarakat. Dalam hal ini elite partai Islam memainkan peran dan
pengaruhnya dalam usaha mencegah dan menghentikan perilaku LGBT di
masyarakat, sebab perilaku LGBT dianggap sebagai penyakit, perilaku yang amoral
dan dilarang. Upaya pengendalian secara sosial ini dan sikap masyarakat terhadap
organisasi LGBT lebih kepada kepentingan umum sehingga muncul berbagai sikap
dan wujud penolakan terhadap organisasi LGBT. Namun, dalam hal ada keluarga
yang salah satu anggota keluarganya telah berperilaku sebagai LGBT maka perlu
mendapatkan perhatian khusus dan penanganan secara maksimal, bukan dengan
dikucilkan di dalam masyarakat.
Seksualitas dan gender pada dasarnya merupakan suatu atribut identitas yang
esensial, sehingga identitas seseorang harus jelas dan hal tersebut tidak bisa ditawar
lagi sebab seseorang tidak boleh memiliki identitas ganda. Bagi elite partai Islam di
Kota Malang seseorang yang memiliki identitas ganda ini harus mendapat perhatian
khusus dari berbagai lingkungan, keluarga, pemerintah dan masyarakat sekitarnya.
Menurut elite PPP mengatakan bahwa:
“Kalau menurut saya kan LGBT ini dia sintesis, dia buatan, buatan itu
karena lingkungan dan sebagainya, jadi menurut saya keluarga yang
memiliki LGBT berarti secara umum, secara khusus proteksi terhadap
dirinya sendiri itu mengalami depresi entah permasalahan-permasalahan,
mungkin psikologi yang menurut saya juga tidak boleh disalahkan tapi harus
segera ditangani, oleh siapa? Ya oleh berbagai lingkungan, pemerintah,
lingkungan adat, lingkungan sosial dan mungkin keluarga-keluarga yang
lain yang sangat perhatian terhadap masa depan, menurut saya tidak boleh
dibiarkan”.29
29
Moh. Abutazid, wawancara (Bareng Kartini, tgl 19 November 2016)
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
36
Kebanyakan kaum LGBT menurut elite partai Islam hampir tidak pernah
menemukan lingkungan di mana mereka dapat menjadi terbuka dan menemukan
solusi serta tempat yang aman bagi mereka. Kaum LGBT sangat membutuhkan
diskusi terkait persoalan-persoalan agama di antara mereka sendiri, meskipun hal
tersebut tidak terjadi dalam tempat-tempat formal. Mungkin kebanyakan dari kaum
LGBT khususnya yang muslim belum memahami bahwa Islam sangat menekankan
pernikahan heteroseksual yaitu pernikahan laki-laki dan perempuan sebagai satusatunya landasan dalam hidup yang saleh. Oleh karena itu maka perlu ada
penanaman pemahaman terhadap mereka yang berperilaku LGBT.
Pemberian label atau stigma seperti terhadap kaum LGBT dengan sebutan
penyimpangan, abnormal, sakit, dan dosa yang ada dalam masyarakat menyebabkan
kaum LGBT memilih untuk menutup diri (In the Closet) dan hidup dengan identitas
yang bukan sesungguhnya. Kaum LGBT cenderung hanya membuka jati diri
diantara kalangan mereka sendiri. Akan tetapi tidak sedikit pula kaum LGBT ini
yang mempromosikan hak-haknya melalui media seperti koran, majalah, radio dan
televisi. Bahkan, kaum LGBT ini sudah mulai mempromosikan hak-hak seksual
mereka di kalangan akademisi dengan menerbitkan beberapa buku dan novel puisi.
Secara umum, pelabelan terhadap kaum LGBT ini merupakan karakteristik
masyarakat dalam suatu hubungan yang sering dianggap sebagai refleksi dari
hubungan heteroseksual, sehingga perilaku yang tidak sesuai dengan pola hubungan
heteroseksual yang dilakukan kaum LGBT dianggap sebagai hal yang aneh,
dampaknya sanksi sosial pada komunitasnya sendiri seperti bullying (cemoohan,
mencibir, mengolok-ngolok, bersikap sinis) bahkan sampai konflik.
Organisasi LGBT yang terjadi di beberapa daerah dan wilayah pada dasarnya
muncul dari berbagai latar belakang. Menurut elite partai Islam, pada saat ini
kemajuan teknologi telah menyediakan ragam informasi yang mendukung sehingga
menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi meningkatnya berbagai pasangan,
komunitas, dan organisasi LGBT di Indonesia. Organisasi yang berkecimpung
dalam isu LGBT di Indonesia seperti Gaya Nusantara di Surabaya, Institut Pelangi
Perempuan di Jakarta yang berfokus pada isu-isu lesbian muda, dan Us Comunity di
Surabaya yang berfokus pada pemberdayaan Lesbian dan Gay di Surabaya
merupakan organisasi yang memfasilitasi kaum LGBT untuk mendapatkan hak
yang sama dengan masyarakat lainnya.
Peran dan respon elite partai Islam terhadap keluarga yang memiliki anggota
LGBT adalah memperbaiki dan mengarahkan supaya kaum LGBT bisa kembali
kepada hidup normal. Penyakit yang ada dalam masyarakat ini adalah tantangan
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
37
yang berat bagi elite partai Islam dalam memperbaiki kaum LGBT. Menurut bapak
Bambang Triyoso dalam hal ini mengatakan bahwa:
“Ya diarahkan untuk dikembalikan karena ini penyakit, ada terapi psikologis
yang memang diharuskan bagi mereka, karena ibarat sakit ini kalau tidak
diobati ini akan semakin parah kan dan kalau semakin parah bisa menular
kan, jadi mereka pasti nanti mengajak lingkungannya untuk menjadi bagian
LGBT, jadi ini harus diarahkan kepada perbaikan kondisi, hak-haknya untuk
berobat, mendapatkan pengobatan secara psikologi”.30
Dengan anggapan bahwa LGBT dapat menular serta dengan sengaja dapat
menularkan kepada orang lain maka harus ada pencegahan terhadap hal tersebut.
Oleh karena itu penolakan terhadap eksistensi organisasi LGBT bagi elite partai
Islam bukan merupakan sikap diskriminasi terhadap kaum LGBT sebab jika
dibiarkan terjadi semakin luas perkembangan organisasi berarti Negara, masyarakat
dan keluarga akan mengalami ketidak tentraman sehingga dalam hal ini Negara
harus benar-benar hadir dalam permasalahan yang dapat meresahkan masyarakat
seperti fenomena LGBT ini.
Menurut elite partai Islam, dengan semakin maraknya organisasi LGBT di
Indonesia maka Negara harus bersikap tegas terhadap hal tersebut, sebab intervensi
Negara dibutuhkan untuk perlindungan terhadap hak-hak orang lain yang
merupakan salah satu prinsip HAM. Kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang
dibatasi oleh kepentingan umum, artinya seseorang tidak dapat melakukan semua
yang dikehendaki karena adanya kewajiban bagi seseorang tersebut untuk tidak
melanggar hak-hak dan kepentingan orang lain.
Tugas dan peran elite partai Islam yang juga sebagai tokoh agama adalah
memfasilitasi dan memberikan pemahaman lewat pendidikan kepada keluarga yang
memiliki anggota LGBT supaya mereka menemukan jati diri mereka yang seharusnya
normal. Tugas elite partai Islam memberikan perlakuan dan pengetahuan tentang
bahaya LGBT serta resiko dan konsekuensi dari lingkungan dan nilai-nilai moral
yang menyertainya. Menurut Moch. Syahrowi Yazid mengatakan bahwa:
“ Ya keluarga ini perannya sangat penting dalam mengarahkan, memang kita
tidak bisa menyalahi kodrat tapi disatu sisi kan Tuhan pun menyampaikan
bahwa kalau ingin merubah ya rubahlah, nah konsep inilah menurut saya
sangat tepat sehingga nanti ketika anak kita dewasa itu jelas statusnya, jelas
tidak mengambang, sehingga sedini mungkin kalau sudah ada gejala ini
apakah laki-laki atau perempuan ngak jelas, itu sifatnya ke kanak-kanakan
atau gimana ini segera diantisipasi dan diarahkan ke pendidikan yang pas, jadi
harus ada arahan dan pendidikan terkait dengan itu”.31
30
31
Bambang Triyoso, wawancara (Griya Sejahtera, tgl 19 November 2016)
Moch. Syahrowi Yazid, wawancara (Jl. Danau Bratan Timur, tgl 19 November 2016)
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
38
Sehubungan dengan hal di atas, maka tindakan yang dilakukan oleh elite
partai Islam terhadap fenomena LGBT adalah didasari oleh pandangan yang cukup
kuat bahwa perilaku LGBT sebenarnya dapat dirubah. Hampir setiap hari elite partai
Islam tersebut menyaksikan berbagai perilaku LGBT yang muncul di tengah
masyarakat. Dan, perilaku tersebut nyaris selalu berhubungan dengan norma sosial,
agama dan hukum, padahal Indonesia ini terkenal menjungjung tinggi norma-norma
tersebut, bahkan secara sosiologis mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam
yang tentu menjungjung tinggi norma agama.
Bagi elite partai Islam, permasalahan sosial dewasa ini sangat
mengkhawatirkan, sedangkan regulasi yang dibuat Negara sangat lamban dan
cenderung kurang efektif dalam menjawab berbagai masalah sosial yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat. Masalah yang utama adalah masalah dekadensi moral
atau krisis moral yang terjadi dalam masyarakat, seperti pergaulan bebas, prostitusi,
narkoba, minuman keras dan homoseksual, lesbian atau LGBT. Hal tersebut tentu
melahirkan penyimpangan-penyimpangan massif terhadap norma hukum, agama, dan
kesusilaan.
Melihat fenomena LGBT yang dianggap mengkhawatirkan maka elite partai
Islam menawarkan suatu solusi yaitu mengusulkan RUU anti LGBT. Selama ini
regulasi yang dibuat Negara dalam penyelesaian problematika sosial yang dihadapi
masyarakat masih belum dimaksimalkan sehingga sangat menarik dan progresif jika
RUU anti LGBT ini disetujui oleh sang pengambil keputusan di masa mendatang.
Gerakan umat Islam yang menolak terhadap LGBT trus bergulir disejumlah daerah di
Indonesia sehingga perlu dikeluarkan peraturan perundang-undangan sebagai produk
legislasi yang bermuatan nilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum agama.
Perilaku LGBT ini bukan hanya sebagai perbuatan dosa, tetapi juga
pelanggaran hukum karena termasuk penyimpangan sosial. Para elite partai Islam
berkomitmen untuk selalu melakukan tindakan preventif bagi individu maupun
kelompok dengan kecenderungan LGBT. Selain tindakan preventif, elite partai
Islam juga berusaha untuk membujuk individu maupun kelompok LGBT untuk
kembali pada kehidupan yang normal kemudian disisi lain elite partai Islam sangat
menentang segala bentuk eksploitasi dan tidak membenarkan keberadaan organisasi
maupun komunitas yang mendukung LGBT sebab sangat bertentangan dengan
budaya bangsa, norma sosial, agama serta dapat merusak tatanan kehidupan
bermasyarakat.
Penutup
Dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dalam penelitian ini,
khususnya yang terkait deskripsi tentang pandangan, peran dan respon elite partai Islam
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
39
di Kota Malang terhadap eksistensi organisasi LGBT maka dari hasil penelitian tersebut
penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
Elite partai Islam berpandangan bahwa organisasi LGBT sangat
mengkhawatirkan akan ada peradaban yang menabrak banyak norma, norma agama,
norma hukum, norma adat, norma budaya sebagai masyarakat Timur, sebab dengan
semakin gencarnya gerakan organisasi LGBT dan semakin eksisnya kaum LGBT
dianggap akan dapat merusak tatanan struktur sosial. Adanya sikap penolakan terhadap
organisasi LGBT karena para elite partai melihat bahwa prilaku LGBT akan
menyebabkan penyakit menular seperti penyakit Aids. Oleh karenanya atas dasar demi
menciptakan suatu kemaslahatan bagi masyarakat maka perlu ada pencegahan terhadap
eksistensi kaum LGBT supaya mereka bisa kembali pada fitrahnya sebagai manusia yang
normal.
Peran dan respon elite partai Islam dalam memandang keluarga yang memiliki
anggota LGBT adalah memperbaiki dan mengarahkan supaya kaum LGBT bisa kembali
kepada hidup normal dan Negara harus bersikap tegas terhadap masalah LGBT, harus
diarahkan kepada perbaikan kondisi, hak-haknya untuk berobat, dan mendapatkan
pengobatan secara psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Ach, M. Kholil Adib Dkk., Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan
Perlindungan Hukum Kaum Homoseksual, Semarang: eLSA, 2005.
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006.
Amir, Syafruddin. Transformasi Energi PPP, Konsolidasi Menuju Partai Sejat.
Bandung: Idea Publishing, 2007.
Anggraeni, Fitria Dyah. Homoseksualitas, Masyarakat dan Negara. Skripsi Jurusan
Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada tahun
2005.
Arikunto, Suharsimi. Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2006.
Ariyanto dan Rido Triawan, Jadi, Kau Tak Merasa Bersalah!? (Studi kasus
Diskriminasi dan Kekerasan terhadap LGBTI), Jakarta : Citra Grafika, 2008.
Azmi, Khilman Rofi “Enam Kontinum Dalam Konseling Transgender Sebagai
Alternatif Solusi Untuk Konseli LGBT”, Jurnal Psikologi Pendidikan &
Konseling, Volume 1 Nomor 1 (Juni 2015).
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
40
Badudu, J.S. dan Suthan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Boellstorff, Tom Antara Agama dan Hasrat: Muslim yang Gay di Indonesia,
Terj.Tonny, Jurnal Gandrung Vol. 1 No. 1 (Juni 2010).
Chasanah, Nur “Studi Komparatif Hukum Positif Dan Hukum Islam Di Indonesia
Mengenai Perkawinan Sejenis”, Jurnal Cendekia Vol 12 No 3 (Sept 2014).
Dese, Tobias A. Representasi Pesan LGBT Dalam Video Musik Popular (Born This
Way dan If I Had You), Jurnal E-Komunikasi, Vol I. NO.1 (2013).
Emzir, Analisis Data Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010.
Febriandi, Pattar Dari Waria Untuk Waria, Skripsi Jurusan Antropologi Budaya,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada tahun 2012.
Firmanzah, Mengelola Partai, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era
Demokrasi Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Forsythe, David P. 2000. Human Rights and International Relations. Cambridge:
Cambridge University Press.
Juditha, Christiany. Realitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Dalam
Majalah, Jurnal Komunikasi Univeritas Tarumanagara, Vol. VI (Maret 2014).
Kartasapoetra dan Hartini. Kamus Sosiologi dan Kependudukan. Jakarta: Bumi Aksara,
1992).
Kartini dan Dali Gulo. Kamus Psikologi. Bandung: CV. Pionir Jaya, 1987.
Maarif, Ahmad Syafii. Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita. Jakarta:
Yayasan Abad Demokrasi, 2012.
Mahjudin. Masailul Fiqhiyah (Berbagai kasus yang dihadapi “Hukum Islam” Masa
Kini). Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
Makhfudz, Muhammad. Berbagai Permasalahan Perkawianan dalam Masyarakat
Ditinjau dari Ilmu Sosial dan Persamaan Kesempatan (EOC) Hukum. Jurnal
Hukum UNDIP.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005.
Mutahhari, Murtadha. Manusia dan Agama. Bandung: Mizan, 1984.
Mulia, Siti Musdah. Islam Ramah Terhadap Lesbian. dalam Pengantar, Cet. I Pelangi
Perempuan, Jakarta: Institut Pelangi Perempuan, 2008.
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
41
Nadia, Zunly. Waria, Laknat atau Kodrat. Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2005.
Pusat Pembinaan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, Jakarta:
Penerbit Balai Pustaka.
Putri, Sukma Ari Ragil “Minoritisasi LGBT Di Indonesia: Cyber Bullying Pada Akun
Instagram @denarachman”, Jurnal Interaksi. Vol. 4 No. 1, (Januari 2015.
Philips, Abu Ameenah Bilal. Islam dan Homoseksual. Jakarta: Pustaka Zahra, 2003.
Rakhmahappin, Yogestri dan Adhyatman Prabowo. “Kecemasan Sosial Kaum
Homoseksual Gay Dan Lesbian”. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol. 02,
No.02, (Januari 2014).
Rangkuti, Ramlan Yusuf. Homoseksual Dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal AsySyirah, Vol. 46 No. I (Juni 2012).
Rosyada, Dede. Dkk. Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. edisi revisi Jakarta:
TIM ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Prenada Media, 2003.
Sadarjoen, Sawitri Supardi. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung:
PT. Refika Aditama, 2005.
Spencer, Colin. Sejarah Homoseksualitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004.
Syah, Djalinus Kamus. Pelajar Kata Serapan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1993.
Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2006.
Siahaan, Jokie MS. Perilaku Menyimpang: Pendekatan Sosiologis. Jakarta: PT Indeks,
2009.
Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama, 2009.
Sumbulah, Umi. Islam dan Ahl Kitab perspektif Hadis: Kajian Living Sunnah. Malang:
UIN Press, 2012.
Taebenu, Olivia J. S. “Perlindungan Hak-Hak LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual,
Transgender) Menurut Hak Asasi Manusia”. Jurnal Lex et Societatis, Volume.
II Nomor 8 (Sep-Nov2014).
Winurini, Sulis. Memaknai Perilaku LGBT Di Indonesia (Tinjauan Psikologi
Abnormal). Info Singkat: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. VIII,
No. 05/I/P3DI/(Maret 2016).
Yumitro, Gonda .“Partai Islam dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia”. Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Volume 17, Nomor 1, (Juli 2013).
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
42
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/02/24/o31ryg394-pks-gagasruu-antilgbt, diakses tgl 12 Maret 2016.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150501160000-20-50534/pemerintah-dinilaitak-dukung-lgbt-karena-enggan-rugi/, diakses tgl 13 Maret 2016.
http://suaramuhammadiyah.com/berita/2016/02/28/prof-bambang-cipto-lgbt-bagiandari-politik-ham-amerika-serikat/, diakses tgl 13 Maret 2016.
Laporan
LGBT Nasional Indonesia - Hidup Sebagai LGBT di Asia,
http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/docs/LGBT/Indonesia%20
report,%2027%20May%2014_ID_FINAL_Bahasa.pdf, diakses tgl 18 Oktober
2016.
Jurnal Studi Islam dan Sosial
Volume 10. No.1
Download