HUBUNGAN KEBUTUHAN MASLOW DENGAN KEPUASAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG Lidwina Triastuti L.*, Elizabeth Ari Setyarini**, Yustina Nay*** ABSTRAK Kebutuhan Maslow merupakan kebutuhan dasar yang pemenuhannya secara berjenjang terdiri dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosialisasi, harga diri dan aktualisasi diri. Kepuasan merupakan perasaan senang, lega, gembira, kenyang karena sudah terpenuhi hasrat hatinya. Latar belakang pada penelitian ini adalah peneliti mewawancarai 13 perawat dan 13 perawat mengatakan lembar asuhan keperawatan yang disediakan rumah sakit terlalu banyak yang harus dilengkapi, tidak ada pelatihan pendokumentasian asuhan keperawatan, tidak diberi penghargaan apabila mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan lengkap, 5 perawat mengatakan takut ditegur kepala bagian apabila tidak melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan lengkap. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi dan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 109 perawat dan teknik yang digunakan adalah non probability sampling dengan menggunakan sampling jenuh. Instrumen penelitian berupa kuesioner sebanyak 35 pernyataan. Hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan, dengan nilai p = 0,105 (> 0,05). Disarankan kepada Rumah Sakit Santo Yusup Bandung untuk mengadakan program pelatihan pendokumentasian asuhan keperawatan secara berkala. Kata kunci: kebutuhan Maslow, kepuasan PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang. Upaya pemerintah untuk mendukung hal tersebut adalah dengan menyediakan instansi kesehatan yaitu rumah sakit (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit). WHO (World Health Organization) mengartikan rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit adalah institusi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009). Pelayanan rawat inap merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara komprehensif untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien (Nursalam, 2011), sedangkan menurut Muninjaya (2011), rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan, keperawatan dan rehabilitasi medik. Pelayanan kesehatan di ruang rawat inap merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim 13 multi disiplin, salah satunya adalah perawat (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2005). Perawat adalah seseorang yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan asuhan keperawatan (Sumijatun, 2010). Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan salah satunya adalah memperhatikan kebutuhan dasar manusia menggunakan proses keperawatan untuk menentukan diagnosa keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembanganannya (Hidayat, 2009). Setiap perawat yang melakukan proses keperawatan harus mendokumentasikannya pada format yang disediakan rumah sakit (Hidayat, 2011). Pencatatan atau pendokumentasian merupakan suatu tindakan legal. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) mengartikan legal adalah sesuatu yang dianggap sah oleh hukum atau undangundang. Pendokumentasian keperawatan berkaitan dengan hukum karena mengandung informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat, mulai dari pengkajian hingga evaluasi yang nantinya dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadilan (Dinarti, 2009). Perawat berkewajiban mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai standar menurut Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2014 Pasal 37. Standar dokumentasi keperawatan dibuat untuk mengukur kualitas dan kuantitas dokumentasi yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan tindakan keperawatan (Nursalam, 2011). Kualitas dan kuantitas dokumentasi dilihat berdasarkan kelengkapan dan keakuratan data kesehatan klien serta dapat digunakan sebagai alat komunikasi antar perawat, sebagai pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Selain itu, dokumentasi keperawatan digunakan sebagai acuan pertimbangan dalam pembiayaan bagi klien, referensi pembelajaran bagi peserta didik dan sebagai bahan atau objek penelitian (Nursalam, 2011). Dokumentasi juga memiliki peran sebagai tempat informasi mengenai tindakan-tindakan yang telah diberikan perawat kepada klien (Asmadi, 2008). Pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan belum optimal, penyebabnya adalah tidak cukupnya waktu untuk melakukan pendokumentasian, faktor staf keperawatan yang malas mencatat dan tingginya aktivitas perawat (Dawn dalam Deswani, 2009). Hasil riset Uduk (2008) menunjukkan bahwa mutu asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat di ruang rawat inap RSUD Atambua belum mencapai standar asuhan keperawatan Depkes RI, rata-rata pencapaian baru 48,22%. Hasil penelitian Waruna (2003) menyatakan bahwa masih ditemukan 31,8% perawat tidak mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan baik dan benar. Penelitian yang dilakukan oleh Berthiana (2012) juga menunjukan bahwa ketepatan pengisian dokumentasi keperawatan belum optimal. Hal ini dikarenakan hanya 30% kategori baik, 53,3% kategori cukup baik dan 16,7% kurang baik. Akibatnya dapat memberikan dampak yang merugikan. Mutu pendokumentasian menurun dan mengundang permasalahan hukum terutama tenaga perawat apabila 14 melakukan kelalaian atau kesalahan yang memberikan kerugian bagi pasien (Dinarti, 2009). Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan sangat dipengaruhi oleh adanya motivasi dari perawat. Motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan (Saydan dalam Sayuti, 2007). Maslow mengembangkan teori hierarki kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosialisasi, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Maslow menyatakan bahwa kelima kebutuhan tersebut berlaku secara hierarkis, artinya pemenuhan berawal dari tingkatan yang paling bawah, yaitu kebutuhan fisiologis hingga kebutuhan yang paling tinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri (Sule dan Saefullah, 2010). Kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya, semakin besar kebutuhan karyawan terpenuhi semakin puas pula karyawan tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi karyawan itu merasa tidak puas (Mangkunegara, 2005). Pernyataan ini didukung oleh penelitian Hamsyah (2004), menyatakan bahwa suasana kerja perawat mempengaruhi kepuasan kerja perawat. Faktor suasana kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor standar pelaksanaan pekerjaan, faktor penghargaan dan faktor keterbukaan. Model pemberian asuhan keperawatan yang digunakan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup adalah Metode TIM di mana semua perawat berhak mendokumentasikan asuhan keperawatan. Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan salah satu dimensi penilaian KPI, jika perawat mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan lengkap sesuai target yang ditentukan di setiap ruangan maka nilai KPI perawat meningkat sehingga mempengaruhi pemberian insentif yang diberikan setiap 6 bulan. Pemberian insentif dapat memacu perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hal ini didukung oleh penelitian Rahman (2013), bahwa pemberian insentif memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Alur pergantian format asuhan keperawatan dimulai dari Tim Akreditasi yang memberikan masukan ke Tim Format mengenai format yang harus dibuat kemudian Tim Format membuat dan memperbanyak format tersebut, setelah itu disosialisasikan ke setiap ruang rawat inap dan diuji coba, apabila ada kekurangan dari format tersebut setiap perawat berhak memberikan masukan yang nantinya dianalisa oleh TIM Format dan mencetak format yang baku. Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Ruang Lukas, Fatima, Maria, Yasinta dan Cosmas pada tanggal 24 dan 26 Januari 2015, mengatakan fungsi supervisi sudah dijalankan dengan cara saat briefing kepala bagian selalu mengingatkan perawat untuk melengkapi asuhan keperawatan, tidak ada pelatihan khusus untuk pendokumentasian asuhan keperawatan tetapi hanya dilakukan sosialisasi jika ada perubahan format asuhan keperawatan. Pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan belum dilakukan dalam waktu 1x24 jam, pendokumentasian belum lengkap yaitu PQRST pada keluhan utama belum dijabarkan dan evaluasi SOAP belum dilakukan, respon pasien setelah dilakukan 15 tindakan keperawatan tidak didokumentasikan dan rentang waktu antara satu tindakan dengan tindakan lain terlalu panjang. Hasil observasi peneliti terhadap rekam medis pasien pulang Ruang Lukas, Fatima, Maria, Yasinta dan Cosmas peneliti mendapatkan 3 rekam medis bagian pengkajian, diagnosa dan intervensi tidak terisi, 1 rekam medis tidak terisi pola kebiasaan, 2 rekam medis bagian PQRST tidak dijabarkan, 1 rekam medis tanggal dan jam pengkajian tidak ditulis, 1 rekam medis bagian riwayat kesehatan masa lalu tidak terisi dan 12 rekam medis terisi dengan lengkap. Hasil Audit Komite Keperawatan 6 Oktober 2014 diperoleh data yaitu pendokumentasian tindakan di Ruang Lukas masih 36,3% dan pendokumentasian pengkajian di Ruang Cosmas masih 52,5%. Hasil observasi 20 rekam medis yang seharusnya dikembalikan 1 hari setelah pasien pulang masih ditemukan 3 rekam medis Ruang Maria, 5 rekam medis Ruang Cosmas, 5 rekam medis Ruang Fatima dan 5 rekam medis Ruang Lukas yang dikembalikan lebih dari 1 hari setelah pasien pulang. Hasil wawancara dengan 13 perawat di Ruang Lukas, Fatima, Maria, Yasinta dan Cosmas diperoleh data bahwa 13 perawat mengatakan saat breafing kepala bagian selalu mengingatkan perawat untuk melengkapi asuhan keperawatan, pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan belum dilakukan secara optimal di mana kesibukan di ruangan menjadi salah satu kendala membuat perawat tidak mendokumentasikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam, lembar asuhan keperawatan yang disediakan rumah sakit terlalu banyak yang harus dilengkapi sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan pendokumentasian, tidak ada pelatihan pendokumentasian asuhan keperawatan, tidak diberi pengahargaan apabila mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan lengkap, 5 perawat mengatakan takut ditegur kepala bagian apabila tidak melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan lengkap. Hasil dari data di atas membuat peneliti tertarik untuk mengetahui mengenai hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. TUJUAN Mengidentifikasi hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. METODE Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasional melalui pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Non Probability Sampling yaitu sampling jenuh dengan sampel sebanyak 116 perawat. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner untuk mengumpulkan data kebutuhan Maslow dan kepuasan perawat. Analisa data yaitu analisa univariat dan bivariat. HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian didapatkan hasil sebagai berikut: Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia pada perawat di Ruang 16 Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109) Usia 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun Total Frekuensi 61 41 5 2 109 % 56 37,6 4,6 1,8 100 Tabel 4.1 menunjukan hasil bahwa sebagian perawat (56%), yaitu 61 perawat berusia 21-30 tahun. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109) Jenis Frekuensi % Kelamin Laki-laki 10 9,2 Perempuan 99 90,8 Total 109 100 Tabel 4.2 menunjukan hasil bahwa hampir seluruh perawat (90,8%), yaitu 99 perawat berjenis kelamin perempuan. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109) Pendidikan SPK/SPR/SPKC DIII Sarjana (S1/S2) Total Frekuensi 7 101 1 109 % 6,4 92,7 0,9 100 Tabel 4.3 menunjukan hasil bahwa hampir seluruh perawat (92,7%), yaitu 101 perawat lulusan DIII. Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama kerja pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109) Lama kerja < 6 tahun 6-10 tahun >10 tahun Total Frekuensi 47 27 35 109 % 43,1 24,8 32,1 100 Tabel 4.4 menunjukan hasil bahwa sebagian perawat (43,1%), yaitu 47 perawat memiliki lama kerja < 6 tahun. Hasil Univariat Kebutuhan Maslow Distribusi frekuensi kebutuhan Maslow pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109) Kabutuhan Maslow Tidak terpenuhi Terpenuhi Total Frekuensi % 48 61 109 44 56 100 Tabel 4.5 menunjukan hasil bahwa sebagian perawat (56%), yaitu 61 perawat mengatakan kebutuhan Maslow dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan terpenuhi. Kepuasan Distribusi frekuensi kepuasan pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109) 17 Kepuasan Frekuensi % Tidak puas 44 40,4 Puas 65 59,6 Total 109 100 Tabel 4.6 menunjukan hasil bahwa sebagian perawat (59,6%), yaitu 65 perawat merasa puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil Bivariat Hubungan Kebutuhan Maslow dengan Kepuasan Perawat dalam Melaksanakan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109) Kepuasan Perawat Kebutuhan Maslow Tidak puas Puas Total Nilai p n (%) n (%) N (%) Tidak terpenuhi 24 50 24 50 48 100 Terpenuhi 20 32,8 41 67,2 61 100 Total 44 40,4 65 59,6 109 100 0,105 Tabel 4.7 menunjukan hasil bahwa terdapat sebagian perawat (50%), yaitu 24 perawat yang kebutuhan Maslownya tidak terpenuhi merasa puas dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan. Terdapat sebagian besar perawat (67,2%), yaitu 41 perawat yang kebutuhan Maslownya terpenuhi merasa puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0,105 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. PEMBAHASAN Analisa Univarit Kebutuhan Maslow Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk mencapai kesejahteraan. Kebutuhan dasar manusia merupakan hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Potter dan Perry, 2005). Kebutuhan menurut Abraham Maslow merupakan bentuk kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya secara berjenjang dimulai dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosialisasi, harga diri dan aktualisasi diri (Notoatmodjo, 2010). Kebutuhan fisiologis akan terpenuhi dalam sebuah perusahaan manakala tenaga kerja atau individu mendapatkan upah minimum yang mereka kehendaki, lingkungan pekerjaan yang nyaman, dan lokasi yang bersih dari polusi. Kebutuhan keamanan bukan hanya sekedar untuk merasa aman dari berbagai gangguan fisik maupun mental, tetapi juga perasaan aman akan ketidakpastian di masa yang akan datang yaitu rencana pasca pensiun dari pekerjaan, tunjangan di hari tua. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersosialisasi dengan orang lain dapat diwujudkan melalui keikutsertaan seseorang dalam suatu organisasi atau perkumpulan-perkumpulan tertentu. Kebutuhan harga diri adalah kebutuhan untuk dianggap berharga oleh diri sendiri dan orang lain (Sule dan Saefullah, 2010). Kebutuhan aktualisasi diri muncul setelah semua kebutuhan dasar terpenuhi, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu mampu mewujudkannya secara maksimal 18 seluruh bakat-kemampuan, potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu (Notoatmodjo, 2010). Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 109 perawat yang menjadi responden penelitian, berdasarkan analisis kuesioner sebagian perawat (56%), yaitu 61 perawat menyatakan kebutuhan Maslownya dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan terpenuhi dalam hal kebutuhan aktualisasi diri di mana perawat mampu menyelesaikan semua tugas pendokumentasian dan pelayanan keperawatan langsung kepada pasien secara bersamaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) serta perawat tetap mendokumentasikan asuhan keperawatan dalam kondisi apapun. Selaras dengan pernyataan Potter dan Perry (2005) bahwa manusia yang teraktualisasi dirinya memiliki kepribadian multidimensi yang matang. Mereka sering mampu menyelesaikan tugas yang banyak dan mereka mencapai pemenuhan kepuasan dengan baik. Mereka tidak bergantung secara penuh pada opini orang lain mengenai penampilan, kualitas kerja dan penyelesaian masalah, walaupun mereka mengalami kegagalan dan keraguan, mereka secara umum menghadapi secara realisitis. Hal ini dipertegas oleh jurnal yang ditulis oleh Oktaful Ghofur (2006) yang berjudul “Konsep Aktualisasi Diri Abraham H. Maslow dan Korelasinya dalam Membentuk Kepribadian”, mengatakan bahwa orang yang mengaktualisasikan diri berorientasi pada masalah-masalah yang melampui kebutuhan mereka. Mereka hidup untuk bekerja dan bukan bekerja untuk hidup. Segala perilaku, pikiran, gagasan terpusat pada persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, bukan persoalan yang bersifat egois. Sebagian perawat (56%), yaitu 61 perawat juga menyatakan kebutuhan Maslownya dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan terpenuhi dalam hal kebutuhan sosialisasi di mana perawat merasa dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi pendokumentasian asuhan keperawatan dan diikutsertakan memberikan pendapat dalam proses perbaikan format asuhan keperawatan. Setiap karyawan merasa senang jika diikutsertakan dalam berbagai kegiatan perusahaan dan organisasi. Keikutsertaan mereka mencapai tujuan-tujuan organisasi bukan hanya dalam bentuk fisik atau kegiatan saja, tetapi juga dalam bentuk pendapat, ide atau saran-saran. Pengikutsertaan seseorang dalam proses pengambilan keputusan terutama yang menyangkut pekerjaannya mempunyai dampak psikologis. Artinya apabila seseorang dilibatkan dalam menentukan hal-hal yang menyangkut dirinya, ia merasa bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan sendiri sehingga ia mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan yang diambil (Siagian, 2010). Sebagian perawat (44%), yaitu 48 perawat menyatakan kebutuhan Maslow dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan tidak terpenuhi. Hal 19 ini dikarenakan masih ada perawat yang belum menyadari bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan tanggung jawab mereka dan menyatakan pendokumnetasian asuhan keperawatan yang lengkap tidak mempengaruhi insentif yang diterima. Hal ini dinyatakan juga dalam penelitian Nuraeni, dkk (2014) bahwa sebagian besar (70%), yaitu 21 perawat menyatakan bahwa reward yang dirasakan kurang mendukung terhadap pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan. Berdasarkan format Key Performance Indicators (KPI) yang dibuat oleh bagian SDM atas permintaan Kepala Bagian sistem pemberian insentif di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung tidak hanya dipengaruhi oleh pendokumentasian asuhan keperawatan yang lengkap tetapi juga dipengaruhi oleh kepuasan keluarga dan pasien dilihat melalui komplain yang ditujukan kepada perawat, kepuasan rekan dinas terhadap yang bersangkutan, kesediaan dinas, kerjasama dalam tim, penampilan, aktif dan mendukung kegiatan rumah sakit serta bagian. Kepuasan Kolter, 1994 dalam Tjiptono (2007) mengungkapkan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dengan harapannya sehingga dapat dinyatakan bahwa setiap harapan dan kinerja yang dirasakan merupakan komponen pokok kepuasan konsumen atau pelanggan. Faktor kepuasan diukur melalui 5 dimensi yaitu responsiveness (ketanggapan), reliability (kehandalan), empathy (empati), assurance (jaminan) dan tangible (bukti langsung) (Rangkuti, 2006). Anjaryani (2009), mengatakan responsiveness (ketanggapan) merupakan keinginan dari petugas dalam menolong semua pelanggan serta berkeinginan melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap. Reliability (kehandalan) adalah kemampuan memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan. Dimensi emphaty (empati) merefleksikan kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaan pelanggan sebagaimana jika seseorang itu mengalaminya. Dimensi assurance (jaminan) mencakup pengetahuan, kesopanan dan kemampuan untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi tangible (bukti langsung) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan dan sarana komunikasi, kebersihan (kesehatan), ruangan teratur dan rapi, berpakaian rapi dan harmonis serta penampilan karyawan (Rangkuti, 2006). Pelayanan keperawatan merupakan kunci pokok keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit karena tenaga perawat secara langsung berhadapan dan memberikan pelayanan kepada pasien. Ketika perawat memperoleh kepuasan dalam bekerja maka perawat berusaha semaksimal mungkin dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugastugasnya (Azis, 2001). Apabila perawat banyak yang mengalami ketidakpuasan kerja maka berdampak kepada buruknya pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, dalam Permana (2005) menyatakan bahwa manajemen harus memberikan dukungan serta memperhatikan kepuasan perawat agar bisa meningkatkan kinerjanya dalam melayani pasien. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 109 perawat yang menjadi responden penelitian, berdasarkan analisis kuesioner sebagian perawat (59,6%), yaitu 20 65 perawat menyatakan merasa puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan terutama dimensi assurance (jaminan) di mana perawat puas dengan adanya Standar Prosedur Operasional sehingga membantu mereka dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilihat dari rata-rata kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu >80%. Dimensi ini dapat dilihat melalui keamanan bahwa seseorang terbebas dari bahaya risiko dan keragu-raguan. Keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktivitasnya yang dapat mengurangi stres (Rangkuti, 2006). Sebagian perawat (40,4%), yaitu 44 perawat menyatakan tidak puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hal ini dikarenakan masih ada Tim format yang sulit dihubungi jika perawat mengalami kesulitan mengenai kejelasan format asuhan keperawatan, perawat juga mengatakan tidak puas dengan sosialisasi format asuhan keperawatan yang baru karena tidak disampaikan dengan jelas. Penyebab ketidakjelasan sosialisasi tersebut adalah Tim Format hanya mensosialisasikan format asuhan keperawatan yang baru di sebagian ruangan sisanya disosialisasikan oleh Kepala Bagian masing-masing dan sosialisasi hanya dilakukan saat dinas pagi sehingga tidak semua mendapatkan informasi yang jelas. Analisa Bivariat Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 109 perawat yang menjadi responden terdapat sebagian kecil perawat (32,8%), yaitu 20 perawat yang kebutuhan Maslownya terpenuhi merasa tidak puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0,105 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. Didukung oleh penelitian yang dilakukan Limonu (2014) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara reward, psikologi dan sosial dengan pelaksanaan pendokumentasian proses asuhan keperawatan yang dilihat berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,519 (p > 0,05). Penelitian Almira (2008) juga mengatakan tidak terdapat hubungan antara iklim kerja (dimensi reward) dengan kepuasan kerja di mana berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,619 (p > 0,05). Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian perawat (56%), yaitu 61 perawat berusia 21-30 tahun di mana pada usia muda ini seseorang mempunyai fisik yang kuat, dinamis, kreatif dan cepat. Setiawan (2007) dalam penelitiannnya menyatakan bahwa terdapat 12 perawat (66,7%) berusia 21-30 tahun merasa puas terhadap pekerjaannya. Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,017 (p < 0,05) sehingga Ha diterima yaitu ada hubungan antara umur perawat pelaksana dengan kepuasan kerja. Sesuai dengan pendapat Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan seseorang puas dalam bekerja adalah usia saat bekerja. Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir seluruh perawat (90,8%), yaitu 99 perawat berjenis kelamin perempuan. Hal ini didukung oleh 21 penelitian Gatot dan Adisasmito (2005) di mana distribusi frekuensi karakteristik perawat berdasarkan jenis kelamin diperoleh hasil sebagian besar responden adalah perempuan yaitu 73,6% dan lakilaki sebanyak 26,4%. Rasio perempuan lebih banyak dari laki-laki. Dalam mengelola sumber daya manusia khususnya karyawan wanita, perlu diperhatikan aspek psikologis maupun biologisnya. Karyawan wanita cenderung lebih mudah puas dalam pekerjaan dibandingkan dengan karyawan laki-laki. Selain itu, pria mempunyai beban tanggungan lebih besar dibandingkan dengan wanita, sehingga pria menuntut kondisi kerja yang lebih baik seperti gaji yang memadai dan tunjangan karyawan (Rizal, 2005). Berdasarkan hasil analisa data di atas disimpulkan bahwa kepuasan seseorang dalam bekerja tidak hanya dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain. Mangkunegara (2009) mengatakan kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan, kepribadian, usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan masa kerja. SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian perawat mengatakan kebutuhan Maslow dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan terpenuhi dan merasa puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Tidak terdapat hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,105 dibandingkan dengan nilai koefisien α 0,05. SARAN Bagi Rumah Sakit Santo Yusup Bandung diadakan program pelatihan pendokumentasian asuhan keperawatan secara berkala, Tim Format sebaiknya mensosialisasikan format asuhan keperawatan secara berkala jika ada pembaharuan format, mensosialisasikan isi KPI kepada perawat, dan mengevaluasi kembali tugas dan peran perawat khususnya dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. DAFTAR PUSTAKA Anjaryani, Diah. (2009). Hubungan Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit dengan Kepuasan Pasien. Dalam http://skripsistikes.com Diunduh 20 Mei 2015. Almira, Amalia (2008). Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Kepuasan Kerja pada Karyawan Divisi Editor PT Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV). Dalam http://elibrary.unisba.ac.id/files2/08 .6594.pdf Diunduh 5 Juli 2015. Arianto, I. 2009. Hubungan Antara Efikasi Diri dan Dukungan Sosial dengan Kecemasan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Skripsi Fakultas Psikologi UMS Surakarta: tidak diterbitkan. Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi 6. Jakarta: Rineka Cipta. . 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. 22 Berthiana. (2012). Hubungan Motivasi Kerja Perawat dengan Ketepatan Pengisian Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Buntok. Dalam http://jurnal.unimus.ac.id/index.php /JMK/article/view/950/1002 Diunduh 17 Januari 2015. Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. Bandung: Refika Aditama. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka. Dharma, Kusuma Kelana. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media. Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika. Dinarti. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media. Ferani, Nurul Ariska. (2013). Apa Itu Key Performance Indicator (KPI). Dalam keuanganlsm.com/apa-ituperformance-indicator-kpi/ Diunduh 20 Mei 2015. Gatot dan Adisasmito. (2005). Hubungan Karakteristik Perawat, Isi Pekerjaan dan Lingkungan Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Gunung Jati Cirebon. Dalam https://staff.blog.ui.ac.id/wikua/file s/2009/10/hubungan-karekteristikperawat-isi-pekerjaan.pdf Dinduh 6 Juli 2015. Hasibuan, Malayu S. P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. . 2011. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hamsyah, Arir. 2004. Analisis Pengaruh Suasana Kerja terhadap Tingkat Kepuasan Kerja Perawat di Bangsal Rawat Inap RSU Ungaran. Tesis Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit Universitas Diponegoro Semarang. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, Dede Rahmat. 2009. Ilmu Perilaku Manusia Pengantar Psikologi untuk Tenaga Kesehatan Medis. Jakarta: TIM. Irawan. 2006. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty. Khairani, Laila. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Rawat Jalan RSUD Pasamaan Barat. Dalam http//pascaa.hunand.ac.id/wpconten t/uploads/2011/09/JURNALLILA.pdf(tesis) Diunduh 22 Mei 2015. Kotler, P. 2005. Manajamen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia. . 2005. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation and Control. New Jersey: Prentice Hall. Limonu, Febriani. 2014. Hubungan Reward, Psikologi dan Sosial dengan Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Bedah RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Dalam 23 http://eprints.ung.ac.id Diunduh 6 Juli 2015. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Ros Dakarya. Muninjaya. 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: EGC. Nasution, M. N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Bogor: Ghalia Indonesia. Nuraeni, dkk. (2014). Determinan Faktor yang Berhubungan dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2014. Dalam mhttp://poltekesjakarta1.ac.id/readel-ls Diunduh 22 Mei 2015. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. . 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. . 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Permana, H. S. 2005. Kepemimpinan dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: Andi Offset. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2005). Standar Praktik Keperawatan Indonesia Tahun 2005. Dalam http://www.innappni.or.id Diunduh 29 Juli 2015. Pohan, Imbalo S. 2007. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan: DasarDasar Pengertian dan Penerapan. Jakarta: EGC. Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC. Rahman, Peny Yulia. 2013. Pengaruh Insentif terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Di PT. Sinkona Indonesia Lestari (SIL) CiaterSubang. Sripsi Program Studi Manajemen Perkantoran Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia. Rangkuti, Freddy. 2006. Measuring Customer Satisfaction. Jakarta: Gramedia. Robbins, S dan Coulter, M. 2007. Manajemen . Jakarta: PT Indeks. Rojikin, Muhammad. (2014). Menyusun “Key Performance Indicators” Organisasi. Dalam Ensiklo.com/2014/menyusun-keyperformance-indicators-organisasi/ Diunduh 20 Mei 2015. Sayuti. 2007. Motivasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Setiadi. 2013. Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiawan, Teguh. 2007. Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Kepuasan Perawat Pelaksana di RS Banyumanik. Skripsi Universitas Negeri Malang. 24 Siagian, Sondang P. 2010. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sopyan, Asep. (2010). Teori Aktualisasi Diri Abraham Maslow. Dalam http://asepsopyan.com/2010/05/26/t eori-aktualisasi-diri-abrahammaslow/ Diunduh 20 April 2015. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif dan R & D. Jakarta: Alfabeta. Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah. 2010. Pengantar Manajeman. Jakarta: Kencana. Sumijatun. 2010. Konsep Dasar menuju Keperawatan Profesional. Jakarta: Trans Info Media. Suryani, Nunuk. (2010). Hubungan antara Sikap dan Perilaku dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap RSU Anwar Medika Sidoarjo. Dalam http//pasca.uns.ac.id/ Diunduh 22 Mei 2015. Tjiptono, Fandy. 2007 Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2005. Service, Quality, and Satisfaction. Yogyakarta: Andi. Uduk, Emerentiana. 2008. Quality Assurance/Menjaga Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Atambua Kabupaten Belu. Tesis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: tidak diterbitkan. Waruna, SM. 2003. Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Pencatatan Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Tesis. Program Magister Administrasi pada Rumah Sakit USU Medan: tidak diterbitkan. Winardi, J. 2006. Motivasi Dan Permotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 25