Perkembang Kebijakan (15-22)

advertisement
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005
3. Perkembangan dan Kebijakan
Moneter Triwulan IV-2005
Laju inflasi IHK pada triwulan IV-2005 mengalami peningkatan yang tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingginya inflasi tersebut terutama disebabkan
oleh tingginya kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005 serta masih meningkatnya
harga volatile foods karena gangguan pasokan dan distribusi barang dan jasa akibat
kelangkakan BBM di berbagai daerah. Peningkatan ekspektasi inflasi yang
disebabkan oleh penerapan kebijakan menaikkan harga BBM menjadi penyebab
utama terjadinya peningkat pada inflasi inti di triwulan IV-2005. Sementara itu,
nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2005 bergerak cukup stabil dengan
kecenderungan menguat pada bulan terakhir. Beberapa faktor positif yang
menyebabkan penguatan nilai tukar tersebut antara lain membaiknya kinerja neraca
pembayaran, masuknya aliran dana portofoio asing serta masih tingginya
perbedaaan suku bunga (interest rate differential) antara suku bunga dalam negeri
terhadap luar negeri dan adanya »honeymoon effect» dari pengumuman reshuffle
kabinet.
Dalam upaya mengendalikan sekaligus merespons tekanan inflasi dan
mempertimbangkan faktor risiko yang dihadapi dalam jangka pendek, strategi
kebijakan moneter cenderung ketat terus dilanjutkan pada triwulan IV-2005. Dalam
triwulan laporan, BI Rate telah dinaikkan sebanyak 3 kali (kumulatif sebesar 275
bps) dan diperkuat dengan langkah optimalisasi pengelolaan likuiditas rupiah jangka
pendek, yang pada gilirannya mendukung upaya stabilisasi nilai tukar. Sementara
itu dari sisi operasional moneter, beberapa upaya penyempurnaan pengelolaan
likuiditas rupiah pada triwulan IV-2005 telah dilakukan melalui dinaikkannya
remunerasi GWM, penataan berbagai suku bunga instrumen moneter agar selaras
dengan BI Rate, penggunaan instrumen fine tune ekspansi (FTE) dan standing deposit
facilities melalui pengaktifan kembali instrumen FASBI O/N. Dengan upaya-upaya
tersebut pengelolan likuiditas selama triwulan IV-2005 secara umum membaik
seperti tercermin dari tetap konvergennya penawaran perbankan dalam lelang SBI
1 bulan pada level BI Rate.
Kenaikan BI Rate pada periode laporan telah diikuti oleh kenaikan suku bunga
maksimum penjaminan deposito yang kemudian ditransmisikan melalui naiknya
suku bunga deposito perbankan dan suku bunga kredit, meski masih dalam skala
yang sangat terbatas. Kenaikan suku bunga deposito tersebut telah mendorong
semakin meningkatnya volume deposito, baik yang bersumber dari pengalihan
portofolio dalam bentuk surat berharga seperti SUN dan reksa dana, maupun antar
komponen simpanan seperti tabungan. Sementara itu kenaikan suku bunga kredit
belum cukup kuat mempengaruhi perkembangan volume kredit. Di pasar keuangan,
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV 2005
kenaikan suku bunga turut berkontribusi pada pelemahan kinerja pasar modal dan
pasar utang.
INFLASI
Inflasi IHK selama triwulan IV-2005 meningkat tajam dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Inflasi IHK pada akhir triwulan IV-2005 mencapai 17,11% (y-o-y),
jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi pada akhir triwulan sebelumnya sebesar 9,06%
(y-o-y). Berdasarkan kelompok barang, tingginya inflasi IHK terutama terjadi pada
kelompok transportasi dan komunikasi (sebesar 44,75%), kelompok perumahan
(13,94%), kelompok bahan makanan (13,91%)1 , serta kelompok makanan jadi,
minuman dan rokok (13,71%). Dilihat dari faktor penyebabnya, tingginya tekanan
inflasi terutama disebabkan faktor non-fundamental berupa kenaikan inflasi
kelompok administered prices hingga mencapai 42,01% (yoy) akibat kenaikan harga
BBM bulan Oktober 2005, serta meningkatnya inflasi volatile foods sebesar 15,18%
(yoy) karena terjadi gangguan pasokan serta distribusi barang dan jasa akibat
dampak kelangkaan BBM di berbagai daerah. Sementara itu, inflasi inti (core
inflation) pada akhir triwulan IV-2005 tercatat sebesar 9,41% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,7% (yoy).
(%) y-o-y
25
23
21
19
17
15
13
11
9
7
5
3
1
-1
-3
-5
-7
-9
-11
-13
Tingginya inflasi IHK dari kelompok harga yang diatur Pemerintah
(%) y-o-y
45
IHK
Inti (exclusion)
Volatile Food
Administered (kanan)
40
35
dampak kenaikan harga BBM. Membengkaknya subsidi BBM
30
sebagai akibat peningkatan harga minyak internasional di tengah
25
kondisi terbatasnya kemampuan keuangan negara serta adanya
20
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2000
2001
2002
2003
2004
(administered prices) pada triwulan IV-2005 tidak terlepas dari
keinginan pemerintah untuk mengalokasikan subsidi BBM agar
10
lebih tepat sasaran, memaksa Pemerintah untuk menaikkan
5
harga BBM dengan rata-rata kenaikan sekitar 100% pada tanggal
0
1 Oktober 2005. Kenaikan harga BBM tersebut disamping
2005
berdampak langsung (first round) pada inflasi sebesar 3,47%,
Grafik 3.1
Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods
juga memberikan dampak lanjutan (second round) berupa
kenaikan tarif angkutan sebesar 2,07% sehingga secara
Volatile
Administered
keseluruhan meningkatkan inflasi sebesar 5,54%.
Sumbangan
triwulan III-2005 menjadi 15,18% (yoy) pada triwulan IV-2005
IV-2005.
Inflasi
Sumbangan
Sementara itu, inflasi volatile foods meningkat dari 12,5% (yoy) pada
8,45
1,09
42,01
5,42
3,06
1,32
Tingginya inflasi kelompok volatile foods didorong oleh peningkatan
Desember 2005(Inflasi IHK 17,11%, yoy)
Desember 2004(Inflasi IHK 6,4%, yoy)
harga bahan makanan, terutama beras dan bumbu-bumbuan, yang
15,18
Inflasi
disebabkan oleh gangguan pasokan dan distribusi di berbagai
6,54
daerah, maupun kenaikan biaya transportasi yang terkait dengan
5,62
4,00
Inti
Sumbangan
-2
penyesuaian harga BBM Oktober 2005. Selain gangguan di sisi suplai,
9,41
Inflasi
6,69
3
8
%(yoy)
13
18
23
28
33
Grafik 3.2
Sumbangan Disagregasi Inflasi
16
38
43
peningkatan harga bumbu-bumbuan terutama komoditas cabe
merah juga diakibatkan oleh peningkatan permintaan di tengah
1
Walaupun bahan makanan tercatat mengalami deflasi 1.34% (mtm) pada bulan Desember 2005,
namun secara year-on-year mengalami inflasi cukup tinggi.
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005
pasokan yang terbatas akibat perubahan cuaca.
%(yoy)
Indeks
4
200
Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar
12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi inflasi 1 bln yad)
12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi Inflasi 3 bln yad)
12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi Inflasi 6 bln yad)
12 per. Mov. Avg. (Inflasi Administered Prices (RHS))
180
160
Inflasi inti pada triwulan IV-2005 mengalami peningkatan yang
3
2
140
1
9,41%(yoy). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh
meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat akibat kenaikan
administered prices, khususnya harga BBM, oleh Pemerintah. Hal
120
0
100
80
cukup tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yakni mencapai
101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2000
2001
2002
2003
2004
-1
ini tidak terlepas dari perilaku pembentukan ekspektasi di
masyarakat yang lebih melihat pada realisasi inflasi IHK yang telah
terjadi (adaptive inflation expectation) daripada sasaran inflasi yang
2005
Grafik 3.3
ditetapkan Pemerintah (forward looking expectation). Hasil survei
Ekspektasi Inflasi Pedagang
konsumen dan dan survei pedagang (grafik 3.3 dan grafik 3.4)
mengindikasikan terjadinya kenaikan ekspektasi inflasi tersebut.
Indeks
Sementara itu, tekanan inflasi inti dari kesenjangan permintaan
yoy(%)
170
19
dan penawaran (output gap) diperkirakan masih relatif minimal.
17
160
15
150
13
140
11
130
9
120
7
NILAI TUKAR RUPIAH
Nilai tukar rupiah di triwulan IV-2005 bergerak cukup stabil
dengan kecenderungan terapresiasi terutama di bulan terakhir.
5
110
Ekspektasi harga 6 bl ke depan
IHK (yoy)
Survei Konsumen - BI
100
3
Secara rata-rata nilai tukar di triwulan IV-2005 mencapai Rp9.991/
1
USD atau terapresiasi sebesar 2,2 % dibandingkan dengan
90 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 -1
2002
2003
2004
2005
triwulan III-2005. Rupiah ditutup di level Rp9.831/USD atau
Grafik 3.4
terapresiasi 4,5% dibanding akhir triwulan sebelumnya. Dengan
Ekspektasi Inflasi Konsumen
demikian, untuk keseluruhan tahun 2005 rata-rata rupiah telah
mencapai Rp9.713/USD (terdepresiasi 8,6% dibanding rata-rata
2004). Sementara itu, cukup stabilnya rupiah dengan
%, yoy
-15
20
-10
Depresiasi
15
kecenderungan apresiasi ini tercermin dari tingkat volatilitas yang
cenderung menurun di triwulan IV menjadi 1,19% Kestabilan
nilai tukar rupiah tersebut tidak terlepas dari membaiknya kembali
-5
10
0
5
5
Depresiasi / Apresiasi Rp/USD (LHS)
Inflasi IHK
IHPB Impor (yoy)
10
0
Apresiasi
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003
2004
2005
-5
kepercayaan pasar menyusul kebijakan moneter dan fiskal yang
telah ditempuh Bank Indonesia 2 dan Pemerintah dalam upaya
memelihara stabilitas makro.3
Kestabilan nilai tukar rupiah pada triwulan ini terutama
dipengaruhi oleh kondisi internal yang membaik. Di sisi internal,
Grafik 3.5
kestabilan nilai tukar rupiah ditopang oleh membaiknya kinerja
Inflasi IHK, IHPB Impor dan Nilai Tukar
neraca pembayaran, imbal hasil rupiah yang masih cukup tinggi
serta membaiknya kepercayaan pasar terhadap stabilitas
makroekonomi. Tingginya imbal hasil penanaman dana dalam
rupiah tercermin dari perbandingan nominal suku bunga domestik dengan luar
2
3
Ketentuan swap hedging.
Bank Indonesia menempuh kebijakan di bidang moneter (kenaikan suku bunga guna meredam inflasi dan pengelolaan likuiditas
rupiah yang optimal) yang dilengkapi dengan penyempurnaan ketentuan transaksi devisa (swap hedging). Sementara itu, pemerintah
melakukan kebijakan fiskal melalui pengurangan subsidi BBM guna menjaga sustainabilitas fiscal yang disertai dengan kebijakan
resuffle kabinet.
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV 2005
negeri (uncovered interest rate differential) yang mencapai
Rp/USD
10.500
TW II-2005
9.556
Rata-rata Nilai tukar 1 bulan
Rata-rata harian selama 1 triwulan
10.000
10085
10003
TW I-2005
9.279
TW IV-2004
9.120
TW IV-2005
9.991
TW III-2005
10.013 10218
9,21%, jauh di atas negara-negara regional lainnya. Sementara
itu, kembali membaiknya kepercayaan pasar tercermin dari
10042
9852
9810
perbaikan indikator risiko yaitu cenderung menurunnya kembali
9.500
premi swap seluruh tenor serta menyempitnya yield sperad
(Global bond Indonesia dengan US. T Note). Faktor-faktor
9.000
domestik tersebut merupakan faktor penarik berlanjutnya aliran
8.500
8.000
dana asing ke Indonesia.. Dengan tambahan pasokan valas dari
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
2004
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2005
aliran dana asing tersebut, secara umum kondisi pasokan dan
permintaan valas relatif membaik ditengah masih tetap tingginya
Grafik 3.6
permintaan valas pelaku domestik.
Rata-rata Nilai Tukar Rupiah
Sisi permintaan valas didominasi oleh permintaan pelaku
domestik terutama sektor korporasi
korporasi. Secara total, permintaan
Persen
valas korporasi mengalami peningkatan dibanding triwulan
30
Volatilitas IDR (MA 260)
Rata2 Volatilitas Tahunan
25
sebelumnya. Kebijakan pemberian subsidi valas secara langsung
guna keperluan impor minyak di triwulan sebelumnya berdampak
10,83
20
6,11
4,24
15
3,30
pada relatif rendahnya permintaan valas di pasar dibanding
kebutuhan aktualnya. Sementara di triwulan ini, kebutuhan
3,97
10
impor minyak kembali dipenuhi oleh pasar sehingga cenderung
5
meningkatkan permintaan valas. Sementara itu, permintaan
0
korporasi lainnya relatif tidak mengalami perubahan berarti
2001
2002
2003
2004
2005
Grafik 3.7
sejalan dengan melambatnya pertumbuhan impor dan kegiatan
ekonomi yang mengalami perlambatan di triwulan terakhir.
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Beberapa kelompok korporasi yang menunjukkan penurunan
pembelian valasnya adalah industri otomotif dan industri logam.
Di sisi lain, sesuai dengan polanya kebutuhan valas guna keperluan pembayaran
ULN swasta di triwulan IV-2005 cenderung lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya.
Sementara itu, sisi pasokan valas masih tetap banyak ditopang oleh aliran dana
asing likuid (investasi portofolio). Pasokan valas tersebut telah
berperan dalam mengimbangi permintaan valas domestik. Dalam
Persen
8,0
triwulan terakhir, transaksi spot bank domestik dengan pihak
Global Bond R '14 (jatuh tempo 2014)
7,5
7,0
asing mengindikasikan adanya aliran dana bersih (net capital
6,5
infllow) yang cukup tinggi setelah mengalami pembalikan yang
6,0
5,5
Spread =
236 bps
Yield Spread (2014)
5,0
pasar. Imbal hasil rupiah yang masih cukup tinggi merupakan
4,0
US T. Note (jatuh tempo 2014)
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember Desember
2005
Grafik 3.8
Yield Spread Global Bond RI14
Dengan US T-Notes Jatuh Waktu 2014
18
terutama masuk ke pasar uang dan pasar modal yang cukup
likuid, dan sangat sensitif terhadap berbagai faktor sentimen
4,5
3,5
cukup besar di pertengahan tahun. Aliran dana asing tersebut
salah satu faktor penarik aliran dana asing. Kendati beberapa
negara regional lainnya juga melakukan kebijakan moneter ketat
dalam rangka menekan laju inflasi, level uncovered interest rate
differential Indonesia masih jauh lebih tinggi bila dibanding
negara-negara regional tersebut.
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005
KEBIJAKAN MONETER
Persen
16,0
Strategi Kebijakan
14,0
12,0
Premi 1 M
Premi 3 M
Premi 6 M
Premi 12 M
Dalam upaya mengendalikan sekaligus merespons tekanan inflasi
kedepan dan mempertimbangkan faktor risiko yang dihadapi,
10,0
8,0
strategi kebijakan moneter cenderung ketat terus dilanjutkan
6,0
pada triwulan IV-2005
IV-2005. Langkah ini telah ditempuh dengan
4,0
kenaikan suku bunga SBI rate secara bertahap dan terukur,
2,0
khususnya untuk mengendalikan tekanan inflasi yang berasal
dari meningkatnya ekspektasi inflasi. Dalam kaitan ini, pada
0,0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
2004
4
5
6
7
8
9
10 11
12
2005
triwulan laporan Bank Indonesia terus memperkuat sinyal
Grafik 3.9
kebijakan moneternya melalui peningkatan suku bunga BI Rate
Perkembangan Berbagai Premi Swap
sebanyak 3 kali (kumulatif sebesar 275 bps) menjadi 12,75%
dan diperkuat dengan langkah optimalisasi pengelolaan likuiditas
Juta USD
(Total , BUMN )
4.000
3.500
3.000
2.500
2.000
rupiah jangka pendek. Sementara itu dari sisi operasional
Juta USD
(Baja, Otomotif ,Migas, Makanan, Telekomunikasi)
TOTAL KORPORASI
Telekomunikasi (IT)
Migas (Excl. Pertamnia)
Makanan
BUMN
Baja/Logam
Otomotif
GRAFIK BELUM ADA
600
moneter, kebijakan moneter tersebut diperkuat dengan upaya
500
penyempurnaan pengelolaan likuiditas rupiah. kebijakan dalam
400
bentuk kenaikan renumerasi GWM, penataan berbagai suku
300
bunga instrumen moneter agar selaras dengan BI Rate,
peluncuran instrumen fine tune ekspansi (FTE), dan melalui
1.500
200
1.000
500
0
deposit facilities, selaras dengan paradigma baru operasi moneter.
0
Pengendalian inflasi juga dibarengi dengan penguatan koordinasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003
2004
2005
Nilai Bersih
(juta USD)
Nilai Tukar
Rp/USD
1.400
1.261
1.200
997
936
1.000 Inflows
758 746
800
712
618
583
490
600 463
472
361
293
400
259 292
176
164
160 155
200
24
24
9
0
-26
-32
-80
-166
-101
-115
-200
-225
-400
Outflows
-504
-505
-600
-548
-575 -526
-800
Aliran Dana Asing (Net) dari Transaksi Spot
Nilai
Tukar
Rp/USD
(rata-rata
bulanan)
-1.000
-857
-1.200
-1.298
-1.400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003
2004
2005
Grafik 3.10
pengaktifan kembali instrumen FASBI O/N sebagai standing
100
dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi yang
8.000
8.400
beranggotakan BI dan departemen teknis untuk merumuskan
beberapa langkah kebijakan yang diperlukan untuk
mengendalikan dampak lanjutan (second round effect) kenaikan
8.800
administered prices.
9.200
Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus
9.600
dilanjutkan untuk mengurangi tekanan inflasi ke depan yang
10.000
bersumber dari pelemahan nilai tukar. Beberapa langkah
10.400
kebijakan yang ditempuh BI dan Pemerintah dalam upaya
untuk memelihara kestabilan makroekonomi berdampak
signifikan terhadap kestabilan nilai tukar Rupiah dalam triwulan
Permintaan dan Penawaran Valas
Berdasarkan Transaksi Spot
IV-2005. Dari sisi kebijakan moneter, dalam rangka menjaga
kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia mengeluarkan
ketentuan penyempurnaan transaksi devisa melalui ketentuan
swap hedging , serta melakukan sterilisasi valas guna
mengurangi volatilitas nilai tukar di pasar dan perbaikan manajemen permintaan
valas BUMN termasuk permintaan valas dari Pertamina. Sementara itu, disisi
kebijakan fiskal, Pemerintah melakukan beberapa upaya untuk memelihara
kestabilan dan kesinambungan fiskal sebagai respon tingginya harga minyak
dunia.
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV 2005
Suku Bunga
Persen
12,0
10,0
8,0
Indonesia
Thailand
Philipina
Korea
Malaysia
Singapura
Australia
New Zealand
Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diperkuat
9,21
dengan upaya untuk memperbaiki struktur suku bunga. Seiring
dengan langkah menaikkan BI Rate sebanyak 3 kali (kumulatif
6,0
3,43
4,0
3,22
2,0
sebesar 275 bps) menjadi 12,75%, suku bunga FASBI 7 hari
juga telah dinaikkan sebanyak 2 kali dengan kumulatif sebesar
0,0
175 bps menjadi 10,75%. Sementara itu, suku bunga
-2,0
penjaminan simpanan pihak ketiga rupiah yang di tetapkan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak September 2005 naik
-4,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003
2004
2005
hingga menjadi 13,00% untuk deposito Rupiah 1 bulan
sedangkan untuk deposito valas 1 bulan tetap 4,25%Ω.
Grafik 3.11
Suku Bunga Uncovered dan Covered
Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diikuti pula
dengan langkah mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas.
Terkait dengan hal tersebut Bank Indonesia telah menaikkan renumerasi GWM
menjadi 6,5%4 ; menyesuaikan suku bunga FASBI 7 hari dan mengaitkannya dengan
BI Rate dengan formula BI Rate √ 200 bps5 ; memperluas peran FASBI O/N sebagai
standing deposit facilities 6 dengan formula BI Rate √ 500 bps, sekaligus
mengembalikan peran FTK sebagai instrumen liquidity adjustment non reguler;
dan melakukan eksekusi perdana instrumen FTE dengan mekanisme fixed rate tender
(BI Rate + 200 bps) pada 18 Oktober. Sementara itu instrumen FASBI O/N yang
mulai diaktifkan kembali sejak 11 Oktober tercatat mengalami 2 kali peningkatan
(kumulatif sebesar 325 bps dari akhir triwulan sebelumnya) sehingga mencapai
7,75%. Apabila sebelumnya, mekanisme penentuan suku bunga FASBI O/N
ditentukan sebesar 50% dari suku bunga FASBI 7 hari, maka kemudian diubah
menjadi predetermined rate yang mengacu pada BI Rate. Upaya yang telah ditempuh
tersebut menjadikan pengelolaan likuiditas rupiah semakin membaik sebagaimana
tercermin dari konvergennya suku bunga penawaran perbankan dalam lelang SBI
1 bulan pada level BI Rate. Perbaikan tersebut pada gilirannya memperkuat langkah
stabilisasi nilai tukar dan meningkatkan efektivitas kebijakan moneter.
Kenaikan BI Rate pada periode laporan yang telah diikuti oleh kenaikan suku bunga
maksimum penjaminan deposito kemudian ditransmisikan melalui naiknya suku
bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan suku bunga deposito perbankan
perbankan. Seiring
dengan kenaikan BI Rate dan suku bunga penjaminan, rata-rata tertimbang (RRT)
suku bunga PUAB O/N pagi dan sore pada triwulan IV-2005 tercatat masing-masing
sebesar 8,3% dan 7,4%, atau meningkat dari triwulan sebelumnya (6,9% dan
5,2%). Suku bunga deposito perbankan juga mengalami peningkatan. Pada bulan
NovemberΩ, rata-rata suku bunga deposito 1 dan 3 bulan tercatat sebesar 10,43%
dan 11,46% atau masing-masing meningkat 230 dan 221 bps dari akhir September.
Kenaikan biaya dana mulai ditransmisikan ke suku bunga kredit meskipun dengan
laju yang terbatas. Setelah cenderung menurun sejak 2003, suku bunga kredit
4
5
6
20
Pada September ditetapkan sebesar 5,5%. Sejak November dinaikkan 100 bps menjadi 6,5%.
Sejak 12 Oktober 2005.
Sejak 1 November 2005 suku bunga FASBI O/N dikaitkan dengan BI Rate (predetermined), window yang diperpanjang, dan
otomatis (sejak 11 Oktober 2005).
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005
perlahan naik mulai Juni (KMK) dan suku bunga dasar kredit
Persen
13,4
13,0
12,6
12,2
11,8
11,4
11,0
10,6
10,2
9,8
9,4
9,0
8,6
8,2
7,8
7,4
7,0
6,6
6,2
5,8
5,4
(base lending rate) mulai Oktober mengalami akselerasi kenaikan
SBI 1 bln/BI Rate*
Dep 1 WA
untuk seluruh jenis kredit. Pada akhir Desember, suku bunga
Jam,Dep,1
SBI 3 bln
SBI3 < SBI1
KMK, KI dan KK tercatat masing-masing mencapai 16,23%,
15,66%, dan 16,83%, atau masing-masing meningkat 282 bps,
realignment
161 bps dan 26 bps dari akhir tahun sebelumnya. Sementara
itu, posisi base lending rate pada akhir Desember tercatat sebesar
Depo1 < SBI1
16,15 persen meningkat dibandingkan bulan sebelumnya
(15,86%).
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003
2004
2005
Grafik 3.12
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Perkembangan Suku Bunga SBI dan Deposito
Kenaikan BI Rate yang diikuti dengan kenaikan suku bunga dana
Rupiah dan Valas, selanjutnya berpengaruh pada kenaikan
volume dana masyarakat. Setelah tumbuh negatif sepanjang
Persen
2003-2004, pertumbuhan deposito sejak awal 2005
21,0
20,5
20,0
19,5
19,0
18,5
18,0
17,5
17,0
16,5
16,0
15,5
15,0
14,5
14,0
13,5
13,0
12,5
12,0
menunjukkan perkembangan yang positif. Kondisi tersebut
mendorong peningkatan yang signifikan pada pertumbuhan
dana pihak ketiga (DPK) secara agregat. Secara year to date,
sampai dengan akhir 2005, DPK mengalami pertumbuhan sekitar
17,1%, atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun
sebelumnya (8,4%). Di luar faktor suku bunga, hal lain seperti
KMK
KI
KK
BLR
mulai pahamnya pemilik dana akan risiko investasi pada
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003
2004
2005
instrumen invenstasi keuangan seperti reksadana terutama paska
Grafik 3.13
berbagai gejolak di pasar SUN yang terjadi pada triwulan II dan
Perkembangan Berbagai Suku Bunga Kredit
awal triwulan III tampaknya cukup berperan dalam mendorong
berpindahnya dana-dana perorangan yang sebelumnya
ditanamkan di reksa dana tersebut untuk kembali kepada jenis simpanan yang
lebih bersifat konvensional, yaitu deposito di perbankan.
Kenaikan suku bunga kredit belum ditransmisikan ke dalam perlambatan
pertumbuhan kredit. Secara year to date, sampai dengan akhir
(%, y-o-y)
2005, kredit secara total mengalami pertumbuhan 22,7%, lebih
35
30
Total DPK
Giro
Tabungan
Deposito
rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya (24,7%).
25
Berdasarkan jenis kredit, pertumbuhan kredit tersebut terutama
20
15
didominasi oleh pertumbuhan kredit konsumsi. Sementara secara
10
sektoral, kredit tersebut didominasi oleh kredit kepada sektor
5
konstruksi dan pembiayaan konsumen. Dengan perkembangan
-
tersebut, kredit perbankan pada 2005 tumbuh sebesar 22,7%
(5)
masih berada dalam kisaran proyeksi pertumbuhan penyaluran
(10)
(15)
Feb
Mei
Ags
2002
Nov Feb
Mei
Ags
2003
Nov Feb
Mei
Ags
Nov Feb
2004
Mei
Ags
Sep
kredit di awal tahun (20-25%).
2005
Grafik 3.14
Kondisi likuiditas dalam perekonomian terus meningkat seperti
Pertumbuhan Dana Perbankan
tercermin dari peningkatan uang beredar secara nominal. Hingga
akhir 2005, pertumbuhan tahunan M2 secara nominal tercatat
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV 2005
mencapai 16,4%, sehingga menjadi Rp1.203,3 triliun atau
Persen
51
48
45
42
39
36
33
30
27
24
21
18
15
12
9
6
3
0
Triliun Rp
800
meningkat Rp169,7 triliun dari akhir tahun sebelumnya, jauh
700
lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi komponen
600
peningkatan tersebut terutama disumbang oleh kenaikan
500
komponen M1 baik uang kartal maupun uang giral, dan kuasi
400
300
Rupiah dalam bentuk deposito, serta simpanan valas.
Meningkatnya simpanan berjangka selain karena kapitalisasi
200
1
Total KREDIT (RHS)
gKMK (%)
gKK (%)
g Total KREDIT (%)
3
5
7
9
11
1
3
5
2003
gKI (%)
7
9
100
bunga juga diperkirakan terjadi pergeseran dari simpanan giro
dan tabungan terkait dengan semakin kompetitifnya bunga
11
1
3
2004
5
7
9
11
simpanan berjangka yang ditawarkan oleh perbankan. Dari sisi
2005
Grafik 3.15
faktor, peningkatan M2 terutama disumbang oleh masih terus
Pertumbuhan Kredit
berlangsungnya pemberian kredit Rupiah yang terutama
digunakan untuk modal kerja dan konsumsi. Sementara kredit
dalam valuta asing dengan menggunakan kurs tetap relatif stabil.
8
Secara sektoral, kredit tersebut dimanfaatkan utamanya oleh
Persen
sektor lainnya, perdagangan, perindustrian, dan jasa dunia usaha.
6
4
2
0
Pasar Modal
-2
Kebijakan moneter ketat yang tetap dilakukan selama triwulan
-4
IV √ 2005 telah mempengaruhi perilaku para investor pasar
-6
saham. Kondisi ini tercermin dari pergerakan IHSG yang
-8
PDB
-10
I
II
III
2001
IV
M2 Riil
I
II
III
2002
IV
I
II
III
IV
2003
I
II
2004
III
IV
I
II
III
IV
2005
terkoreksi ketika level BI Rate dinaikkan sebesar 100 bps menjadi
11% dan kemudian naik kembali menjadi 12,75% terkait dengan
Grafik 3.16
pengendalian tekanan inflasi akibat kenaikan harga. Sementara
Pertumbuhan Ekonomi dan Likuiditas Perekonomian
itu, penurunan indeks yang terjadi pada pertengahan triwulan
IV lebih dipengaruhi oleh perilaku investor yang menahan
aktivitasnya terkait dengan libur panjang hari raya. Menguatnya
nilai tukar rupiah pada akhir periode triwulan dan pergantian menteri bidang
perekonomian memberikan sentimen positif bagi perdagangan saham sehingga
dalam perkembangannya indeks komposit mengalami peningkatan sebesar 118,579
poin menjadi 1162,635.
Selama Oktober √ Desember, aktivitas perdagangan Surat Utang Negara terlihat
mengalami penurunan. Kondisi pasar yang belum normal akibat penurunan harga
SUN terkait dengan redemption reksa dana menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan tersebut. Selain itu, keterbatasan volume penawaran
karena pemegang SUN cenderung menahan portofolionya sekalipun menghadapi
tingginya holding cost, di tengah permintaan yang cukup besar (namun dengan
harga yang rendah), mengakibatkan minimnya transaksi yang terjadi. Sementara
itu, semakin pahamnya investor terhadap arah kebijakan peningkatan policy rate
dalam rangka pengendalian inflasi serta kondisi terbatasnya investor yang ingin
menjual SUN-nya dengan harga saat ini mengakibatkan harga SUN secara gradual
mulai meningkat sehingga yield beberapa seri SUN pada periode triwulan IV-2005
cenderung mengalami penurunan.
22
Download