BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon Fax. E-mail Website : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi) : +62 21 3452489 : [email protected] : http://www.bi.go.id LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA LAPORAN KEBIJAKAN MONETER OKTOBER 2005 Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Dewan Gubernur Burhanuddin Abdullah Gubernur Miranda S. Goeltom Deputi Gubernur Senior Maulana Ibrahim Deputi Gubernur Maman H. Soemantri Deputi Gubernur Bun Bunan E.J. Hutapea Deputi Gubernur Aslim Tadjuddin Deputi Gubernur Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur i LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA ii LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Frameworks) Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Strategi Kebijakan Moneter Prinsip Dasar • Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan. • Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang. Sasaran Inflasi • Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2005, 2006, and 2007 masing-masing sebesar 6%±1%, 5.5%±1%, dan 5.0%±1%. Sasaran inflasi dimaksud sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%. Instrumen dan Operasi Moneter • Suku bunga BI Rate dipergunakan sebagai sinyal (stance) respon kebijakan moneter dan sasaran operasi moneter. BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu. • BI Rate diimplementasikan melalui operasi pasar terbuka (OPT) untuk SBI tenor 1 bulan. Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuditas di pasar, operasi moneter harian melalui instrumen Fine Tune Operations (FTO) dilakukan dengan underlying instruments SBI dan SUN. Proses Perumusan Kebijakan • BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) secara triwulanan setiap bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Dalam kondisi tertentu, jika dipandang perlu, BI Rate dapat disesuaikan dalam RDG pada bulan-bulan yang lain. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respon kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Transparansi • Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Koordinasi dengan Pemerintah • Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan. iii LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA iv LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA Kata Pengantar Gubernur Bank Indonesia Memasuki triwulan III-2005, perekonomian Indonesia kembali menghadapi berbagai tantangan dan cobaan. Pertumbuhan ekonomi yang semula diperkirakan mencapai 5,5%-6,0%, mengalami revisi ke bawah dan diperkirakan hanya tumbuh sebesar 5,2%-5,7% (yoy). Berbagai indikator seperti investasi, ekspor, maupun konsumsi swasta menunjukkan perlambatan yang signifikan dalam dua bulan terakhir. Di lain sisi, neraca transaksi berjalan masih terus mengalami defisit dan neraca modal belum menunjukkan perbaikan. Hal ini pada akhirnya menekan kondisi neraca pembayaran Indonesia yang mengalami peningkatan defisit sebesar USD2,3 miliar, atau lebih besar dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar USD1,1 miliar. Kondisi neraca pembayaran tersebut memberikan tekanan secara fundamental terhadap nilai tukar rupiah. Kurs rupiah mengalami pelemahan yang tajam, dari rata-rata dari Rp9.556 per USD selama triwulan II2005 menjadi Rp10.013 per USD selama triwulan III-2005 atau terdepresiasi 4,8%. Tekanan nilai tukar bersumber pada kelebihan permintaan valas untuk menopang kegiatan ekonomi cukup besar dan bersifat persisten. Dorongan permintaan valas tersebut semakin kuat dengan adanya lonjakan harga minyak dan defisit neraca migas, serta kondisi perbankan yang terus mengalami ekses likuiditas. Di samping itu, faktor lainnya adalah penguatan dolar sejalan dengan masih berlanjutnya siklus pengetatan moneter di AS. Tekanan ini kemudian memicu perilaku ikutan (bandwagon effect) pada kelompok korporasi domestik dan nasabah individu sehingga menimbulkan tekanan pada rupiah yang semakin besar. Di tengah pelemahan kurs rupiah tersebut, inflasi IHK meningkat tajam mencapai 9,06% (yoy). Sehingga secara keseluruhan, inflasi IHK masih lebih tinggi dari sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk tahun 2005 sebesar 6% +/- 1%. Menghadapi kondisi tersebut, Bank Indonesia memprioritaskan kebijakannya pada upaya menjaga kestabilan makroekonomi secara luas, khususnya dalam menjaga inflasi. Hal ini tentu dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dengan diterapkannya kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF), kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan pada upaya membawa laju inflasi ke depan sesuai dengan sasaran inflasi jangka menengah yang sudah ditetapkan. Terkait dengan itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia telah memutuskan untuk secara bertahap meningkatkan BI Rate sebesar 150bps hingga mencapai 10% pada akhir triwulan III2005. Masih tingginya ekspektasi inflasi dan peningkatan tekanan depresiasi rupiah menjadi dasar pertimbangan untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter. Selain itu penyerapan kelebihan likuiditas v LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA rupiah juga ditempuh melalui instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan sejumlah langkah seperti mengaktifkan kembali instrumen Fine Tune Kontraksi (FTK) dengan variable rate tender, menaikkan GWM berdasarkan tingkat LDR, dan menaikkan imbalan jasa giro dari semula 3% menjadi 5,5% untuk seluruh tambahan GWM rupiah di atas 5%. Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga FASBI 7 hari sebesar 100bps menjadi 8,5% dan menaikkan suku bunga penjaminan baik rupiah maupun valas. Di bidang valuta asing, Bank Indonesia menerapkan paket kebijakan yang pada prinsipnya mencakup pengelolaan permintaan valas, meminimalkan ekses likuiditas di sektor perbankan, membatasi transaksi valas yang tidak disertai kegiatan ekonomi, menyediakan fasilitas swap untuk kepentingan investor, pemberlakuan intervensi swap valas sebagai insturmen OPT dan penyempurnaan Posisi Devisa Neto. Kami menyadari bahwa kebijakan yang kami tempuh di atas membawa biaya yang tidak kecil, terutama dirasakan di sektor keuangan. Namun secara umum dapat kami sampaikan bahwa sampai dengan Triwulan III-2005 ini, stabilitas sistem perbankan masih terjaga. Data terakhir menunjukkan bahwa NPL perbankan mencapai angka 5,0%(net) atau 8,9% (gross), sementara CAR perbankan sebesar 18,9%. Intermediasi perbankan juga secara konsisten menunjukkan kenaikan, yaitu mencapai 54,5%. Namun demikian, berbagai perkembangan makroekonomi seperti kenaikan harga BBM, meningkatnya suku bunga, dan melemahnya nilai tukar mengharuskan perbankan untuk dapat mengantisipasi kinerjanya terutama kualitas kredit dan kondisi likuiditas. Di pasar saham, obligasi dan reksadana, kenaikan suku bunga BI Rate juga berpengaruh pada perilaku pemain pasar saham, obligasi, dan reksadana yang juga diwarnai sentimen negatif berkaitan dengan tingginya harga minyak, prospek kesinambungan fiskal, dan rencana kenaikan BBM. Kondisi pasar yang kurang menguntungkan ini mengakibatkan rendahnya upaya korporasi melakukan penambahan modal melalui pasar-pasar tersebut. Ke depan, untuk keseluruhan tahun 2005, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 5,7%, atau tetap pada kisaran 5,5-6,0%, sedikit lebih rendah dibandingkan perkiraan pada triwulan sebelumnya, 5,9%. Sementara itu, di bidang harga, kenaikan harga BBM akan menjadi sumber tekanan inflasi khususnya di tahun 2005. Tingkat inflasi IHK dalam beberapa bulan ke depan diperkirakan meningkat cukup signifikan. Tekanan inflasi juga diperkuat oleh faktor musiman terkait dengan hari besar keagamaan. Dengan mempertimbangkan perkembangan tersebut dan prospek ekonomi moneter ke depan, kebijakan moneter yang cenderung ketat tetap dilanjutkan. Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal 4 Oktober 2005 telah memutuskan untuk menaikan BI Rate sebesar 100 basis poin menjadi 11,0%. Demikianlah sekilas gambaran kebijakan moneter Bank Indonesia untuk Triwulan III-2005. Laporan ini dibuat sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter Bank Indonesia. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita dalam bekerja. Amin. Jakarta, Oktober 2005 Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah vi