2550-0546 Prosiding Supermat Pendidikan

advertisement
Vol.1, No.1, Maret 2017
ISSN: 2550-0546
ANALISIS KESULITAN SISWA KELAS I SEKOLAH DASAR DALAM
MENGUBAH SOAL CERITA KE DALAM KALIMAT MATEMATIKA
PADA MATERI OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN
BILANGAN SAMPAI DENGAN 50
(Studi Kasus Pada Siswa Kelas I SD di Kabupaten Blora)
Arnasari Merdekawati Hadi
Dosen STKIP Bima
Abstrak
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat siswa yang mengalami kesulitan mengubah soal
cerita dalam kalimat matematika sehingga soal-soal perlu diberikan kepada dalam bentuk
kalimat matematika dengan menuliskan lambang bilangannya langsung. Agar pembelajaran
lebih efektif, maka kalimat dalam soal cerita menggunakan kalimat yang lebih singkat, jelas dan
di buat bersusun tidak dalam bentuk kalimat panjang. Karena kelas I SD masih pembelajaran
tematik maka soal ceritapun harus bertema dan di mulai dari hal-hal konkret, bercerita tentang
barang/benda yang ada di lingkungan siswa. Penyelesaian soal cerita mengharuskan guru
menekankan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita seperti: siswa terlebih dahulu
membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal,
menuliskan kalimat matematika, menyelesaikan kalimat matematika, dan menggunakan
penyelesaian untuk menjawab pertanyaan.
Kata Kunci: Soal cerita, kalimat matematika, operasi hitung
Matematika merupakan salah satu komponen penting dalam kurikulum sekolah dasar.
Pembelajaran matematika dipelajari dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan
bernalar melalui penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah
melalui pola pikir yang kritis. Salah satu bagian dari materi matematika yang menjadi dasar
dari konsep operasi hitung adalah penjumlahan dan pengurangan. Materi penjumlahan dan
pengurangan di Sekolah Dasar (SD) diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai kelas I sampai
dengan kelas VI secara berkesinambungan. Pada kurikulum KTSP, salah satu materi operasi
hitung di kelas I SD semester genap adalah penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai
dengan 50.
Pada umumnya siswa kelas I sudah bisa melakukan operasi penjumlahan dan
pengurangan dengan baik jika diberikan soal dalam bentuk angka, tetapi apabila siswa diberi
soal cerita maka siswa mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan Hasil
Monitoring dan Evaluasi (ME) Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PPPPTK) Matematika pada 2007 dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Guru (PPPG) Matematika tahun-tahun sebelumnya menunjukkan lebih dari 50% guru
menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal
cerita. Penyebabnya adalah kurangnya keterampilan siswa dalam menterjemahkan kalimat
sehari-hari ke dalam kalimat matematika.
Kesulitan siswa tersebut diduga karena siswa belum cukup memiliki gambaran yang jelas
khususnya cara mengaitkan antara keadaan real/nyata yang mereka temukan sehari-hari
dengan kalimat matematika yang sesuai. Mungkin pula hal itu terjadi karena praktek
pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh guru cenderung masih menggunakan
pembelajaran konvensional. Pada umumnya sebagian besar guru di sekolah dasar lebih
menekankan pada strategi pembelajaran teacher centred yaitu strategi yang menekankan
pembelajaran berpusat pada guru, sehingga hal ini menyebabkan tidak teraktifkannya potensi
dan kemampuan siswa secara maksimal, siswa hanya sebagai pendengar dan kurang terlibat
aktif secara mental dalam pemecahan masalah.
Prosiding Supermat Pendidikan Matematika | STKIP Bima
1
Vol.1, No.1, Maret 2017
ISSN: 2550-0546
Jika keadaan tersebut dibiarkan tentu akan semakin membuat matematika menjadi mata
pelajaran yang menakutkan dan tidak menyenangkan bagi siswa. Berdasarkan masalah
tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih jauh kesulitan belajar siswa terkait
dengan menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 50
dan mencoba mencari alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat menjadi salah satu
pilihan dalam mengatasi permasalahan pembelajaran matematika di kelas I SD tersebut.
Alternatif pembelajaran yang dimaksud peneliti adalah pembelajaran dengan teori
konstruktivisme.
Pengertian Belajar
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan
acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implicit (tersembunyi). Menurut Oemar
Hamalik (2005: 23), belajar adalah usaha melatih daya berpikir, daya mengingat perasaan,
daya mengenal, daya kemauan agar berkembang sehingga kita dapat berpikir, mengingat,
mengenal, berkembang. Sementara itu Winkel (2009 : 59) mengemukakan bahwa belajar
adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
ketrampilan dan nilai sikap.
Menurut paham konstruktivis belajar bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan
yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses dan
menginterpresentasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya
dalam format yang baru. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengerttian yang sudah
dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut bercirikan
sebagai berikut:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka
lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi pengetahuan itu dipengaruhi oleh
pengetahuan yang telah dipunyai.
2. Konstruksi pengetahuan tersebut adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi baik
secara kuat maupun lemah.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu pengembangan
pemkiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan,
melainkan perkembangan itu sendiri yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali
pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keragu-raguan
yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar, konsepkonsep, tujuan, motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari
(Paul Suparno, 1997:61).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalamannya.
Pembelajaran Konstruktivisme
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil
dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
Prosiding Supermat Pendidikan Matematika | STKIP Bima
2
Vol.1, No.1, Maret 2017
ISSN: 2550-0546
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu
pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba (Syaiful, 2003:88). Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi
manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahakn masalah, menemukan sesuatu yang breguna
bagi dirinya, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Dalam pandangan konatruktivisme, strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.
Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan kepada siswa
menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi
mereka sendiri dalam belajar.
Untuk dapat menyelesaikan soal cerita, siswa harus menguasai hal-hal yang dipelajari
sebelumnya, misalnya pemahaman tentang satuan ukuran luas, satuan ukuran panjang dan
lebar, satuan berat, satuan isi, nilai tukar mata uang, satuan waktu, dan sebagainya. Di
samping itu, siswa juga harus menguasai materi prasyarat, seperti rumus, teorema, dan
aturan/hukum yang berlaku dalam matematika. Pemahaman terhadap hal-hal tersebut akan
membantu siswa memahami maksud yang terkandung dalam soal-soal cerita tersebut.
Di samping hal-hal di atas, seorang siswa yang dihadapkan dengan soal cerita harus
memahami langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan soal cerita matematika
sebagaimana dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar (1983) yaitu: (1)
membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal, (2)
menuliskan kalimat matematika, (3) menyelesaikan kalimat matematika, dan (4) menggunakan
penyelesaian untuk menjawab pertanyaan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Blora pada tanggal 17 sampai dengan 18 Januari
2012. Subyek penelitian adalah seorang siswa kelas I Sekolah Dasar. Berdasarkan
permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini dapat digolongkan ke dalam penelitian
kualitatif. Anselm & Juliet Corbin (2009: 5) menyatakan bahwa metode kualitatif dapat
digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun
belum diketahui. Dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan
jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Pada saat pengumpulan data, peneliti melakukan kontak langsung dengan subyek
penelitian agar dapat mengamati sikap, perilaku, dan pendapat subyek secara
langsung.Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode tes. Metode
tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau
suruhan-suruhan kepada subyek penelitian. (Budiyono,2003:54).
Pada penelitian ini metode tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta sebelum
dan setelah diterapkan teori pembelajaran konstruktivisme dalam menyelesaikan soal cerita
penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 50.Aktivitas analisis data dalam
penelitian ini, yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/verification.
1. Data reduction (reduksi data)
Reduksi data merupakan proses proses seleksi, pemfokuskan, penyederhanaan dan
abtraksi data dari fieldnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian.
Sebagai langkah awal, data yang merupakan hasil amatan saat siswa mengerjakan soal
Prosiding Supermat Pendidikan Matematika | STKIP Bima
3
Vol.1, No.1, Maret 2017
2.
3.
ISSN: 2550-0546
cerita di pilih dan masalah yang terkandung didalamnya dengan terus mencari data-data
baru.
Data display (sajian data)
Setelah data terkumpul atau data yang baru diperoleh setelah pelaksanaan
pengumpulan data, maka dianalisis dengan cara membandingkannya dengan data yang
terdahulu. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data dalam penelitian kualitatif ini
adalah dengan teks yang bersifat naratif terkait dengan proses siswa menyelesaikan soal
cerita yang diberikan.
Conclusion drawing/verification
Setelah diperoleh data maka dibuat kesimpulan yang bersifat sementara yang dapat
berubah bila ditemukan bukti-bukti kuat yang tidak mendukung dalam pengumpulan
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.
Hasil dan Pembahasan
Materi yang peneliti berikan sudah diajarkan oleh guru bidang studi di sekolah
subjek pada semester genap ini. Peneliti memberikan Lembar Kerja Siswa 1 (LKS 1) yang
terdiri dari 5 soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dengan 50, soal-soal
pada LKS 1 dikembangkan dari soal-soal yang ada di buku catatan subjek. (lampiran 1)
Pada saat siswa mengerjakan LKS 1 peneliti hanya mengamati bagaimana siswa
menyelesaikan soal yang diberikan. Siswa selesai mengerjakan 5 soal cerita tersebut selama 25
menit. Selama siswa mengerjakan LKS 1 diperoleh beberapa temuan, antara lain:
(1) siswa belum bisa mengubah soal cerita dalam kalimat matematika,
(2) siswa masih belum lancar membaca,
(3) siswa masih belum bisa memahami soal cerita,
(4) siswa menghitung menggunakan jari,
(5) siswa cenderung tidak membaca soal,
(6) dari 5 soal cerita yang diberikan, siswa mampu menjawab benar 2 soal,
(7) soal pada LKS 1 terlalu panjang sehingga menyulitkan siswa,
(8) soal pada LKS 1 tidak bertema.
Berdasarkan beberapa temuan di atas peneliti mencoba mengkomu-nikasikan kepada
siswa dimana letak kesalahannya. Peneliti bersama siswa membahas soal LKS 1 tadi. Agar
siswa merasa nyaman dan tidak tegang dalam sesi bahas soal peneliti merangkul siswa,
memegang tangannya, sekali-kali mengelus kepala dan juga memberikan semangat agar siswa
percaya diri bisa menyelesaikan soal. Kemudian peneliti bersama-sama siswa membaca soal
dengan cara memenggal kata. Misalnya: berapa ekor / itik yang masih hidup? dan menjelaskan
arti kata “membeli lagi, datang lagi, mati, dan lain-lain”. Peneliti juga menekankan agar dalam
menyelesaikan soal cerita siswa terlebih dahulu membaca soal dan memikirkan hubungan
antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal, menuliskan kalimat matematika,
menyelesaikan kalimat matematika, dan menggunakan penyelesaian untuk menjawab
pertanyaan.
Berdasarkan amatan yang peneliti lakukan, siswa mengerjakan soal yang diberikan
menggunakan jari. Untuk soal penjumlahan dan pengurangan bilangan kurang dari 20, siswa
menjawab dengan tepat tetapi untuk menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan
bilangan di atas 20 cara yang digunakan siswa ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan
hasil penjumlahannya pun kurang tepat. Melihat hal ini, peneliti menunjukkan cara menyusun
bilangan dengan cara bersusun pendek untuk menyelesaikan soal penjumlahan dan
Prosiding Supermat Pendidikan Matematika | STKIP Bima
4
Vol.1, No.1, Maret 2017
ISSN: 2550-0546
pengurangan untuk bilangan lebih dari 50, tanpa diberitahukan cara mengoperasikan dengan
bersusun, siswa tahu bilangan mana yang lebih dahulu dioperasikan. Hal ini berarti siswa
membangun konsepnya menggunakan pengetahuan yang dimilikinya tentang konsep
penjumlahan dan pengurangan dan nilai tempat. Siswa terlihat antusias karena dia merasa
lebih mudah dan bisa menyelesaikan soal tersebut. Selanjutnya peneliti meyadari bahwa soal
cerita dalam LKS 1 terlalu panjang dan tidak bertema, padahal untuk kelas rendah masih
pembelajaran tematik. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam tindakan pertama
diperbaiki pada tindakan ke dua dengan memberikan LKS 2. (lampiran 2).
Hari berikutnya pada tanggal 18 Januari 2012, peneliti memberikan LKS 2 dengan jumlah
soal sama dengan LKS 1, tetapi soal cerita dalam LKS 2 dibuat lebih singkat, soal cerita tidak
dibuat memanjang tetapi dibuat bersusun ke bawah agar memudahkan siswa, kalimat dalam
soalpun lebih sederhana dan bertema binatang yang ada di lingkungan sekitar siswa.
Peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk menuliskan namanya, karena siswa
belum lancar membaca maka peneliti membaca soal bersama-sama siswa dengan cara
memenggal kata dalam membaca soal. Kemudian membiarkan siswa mengerjakan sendiri soal
yang diberikan. Berdasarkan hasil amatan pada tindakan ke dua ini, setelah siswa memahami
soal kemudian siswa menuliskan terlebih dahulu bilangan-bilangan yang diketahui dan
langsung disusun dengan cara bersusun pendek, setelah memperoleh hasil perhitungan
kemudian siswa menggunakan penyelesaian untuk menjawab pertanyaan. Siswa terlihat
sudah memahami arti kata “hilang dan mati” yang peneliti gunakan dalam soal cerita
pengurangan.
Siswa membutuhkan waktu 15 menit untuk menyelesaikan LKS 2, 10 menit lebih cepat
dibandingkan dengan saat mengerjakan LKS 1. Kemudian peneliti memeriksa hasil pekerjaan
siswa, ditemukan bahwa dari 5 soal yang diberikan, 4 nomor dapat dijawab dengan tepat oleh
siswa dan 1 nomor jawabannya kurang tepat. Hal ini dimungkinkan karena siswa terlalu buruburu dan karena dia merasa telah menguasai teknik mengerjakannya. Peneliti dan siswa
membahas bersama-sama LKS 2 untuk soal nomor 4 karena siswa kurang tepat menjawab,
peneliti meminta siswa untuk melihat kembali jawabannya apakah sudah tepat atau belum.
Beberapa saat dia mencoba membaca dan memahami soal nomor 4 dan mulai menghitung di
lembar lain, dia tersenyum dan berkata kalau pekerjaan awalnya tadi salah yang benar adalah
34, maka peneliti memberi nasehat agar dalam mengerjakan soal harus teliti dan jangan
terburu-buru.
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka kesimpulan yang
dapat ditarik adalah sebagai berikut:
1. Siswa masih kesulitan mengubah soal cerita dalam kalimat matematika, hal ini bukan
karena siswa tidak dapat mengerjakan tetapi anak tidak dapat memahami bahasa dalam
soal. Namun, apabila diberikan dalam bentuk kalimat matematika dengan menuliskan
lambang bilangannya langsung, siswa bisa menyelesaikannya. Agar pembelajaran lebih
efektif, maka kalimat dalam soal cerita menggunakan kalimat yang lebih singkat, jelas dan
di buat bersusun tidak dalam bentuk kalimat panjang. Karena kelas I SD masih
pembelajaran tematik maka soal ceritapun harus bertema dan di mulai dari hal-hal
konkret, bercerita tentang barang/benda yang ada di lingkungan siswa.
2. Dalam menyelesaikan soal cerita, seharusnya guru menekankan langkah-langkah dalam
menyelesaikan soal cerita seperti: siswa terlebih dahulu membaca soal dan memikirkan
hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal, menuliskan kalimat matematika,
menyelesaikan kalimat matematika, dan menggunakan penyelesaian untuk menjawab
pertanyaan. Terkait dengan pembelajaran konstruktivisme yang menekankan anak untuk
membangun sendiri pengetahuannya berdasar pada pengetahuan yang telah dimilikinya
Prosiding Supermat Pendidikan Matematika | STKIP Bima
5
Vol.1, No.1, Maret 2017
ISSN: 2550-0546
terdahulu. Siswa masih menghitung menggunakan jari meskipun untuk bilangan yang
besar, sehingga anak membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dan jawabannya pun
kurang tepat, karena siswa kebingungan menjumlahkan. Perhitungan bilangan sampai
dengan 50 lebih mudah diselesaikan oleh anak menggunakan cara bersusun pendek. Siswa
dapat menyelesaikan soal menggunakan cara bersusun pendek berdasarkan
pengetahuannya tentang nilai tempat.
Saran
Dalam menyusun soal cerita, guru SD hendaknya:
1. Memberikan soal cerita dengan objek-objek yang konkret yang dekat dengan kehidupan
siswa sehingga menolong anak untuk lebih mudah memahami soal cerita. Soal cerita yang
guru berikan sebaiknya bertema, lebih singkat, jelas dan tidak dalam bentuk kalimat
panjang. Untuk siswa yang belum lancar membaca, guru bersama-sama siswa membaca
soal dengan cara memenggal kata dalam soal.
2. Untuk memudahkan siswa menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan bilangan
sampai dengan 50, disarankan agar guru mengenalkan cara bersusun pendek dan
membiarkan siswa mencoba menyelesaikan sendiri soal yang diberikan menggunakan
konsep nilai tempat dan konsep penjumlahan dan pengurangan yang telah dimilikinya
sesuai dengan pembelajaran konstruktivisme.
3. Agar siswa dan guru mengetahui di mana letak kesalahan siswa dan mengetahui di mana
posisi belajar siswa, apa yang harus dilakukan selanjutnya agar pembelajaran lebih baik,
maka guru dan siswa sebaiknya bersama-sama membahas kembali soal-soal yang telah
dikerjakan dan guru memberikan umpan balik (feedback).
Daftar Pustaka
Anselm Strauss & Juliet Corbin. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Budiyono. 2003. Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
OemarHamalik. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika
Belajar dan Mengajar. Bandung. Alfabeta.
Winkel, WS. 2009. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
Prosiding Supermat Pendidikan Matematika | STKIP Bima
6
Download