ANALISIS CEMARAN BAKTERI Escherichia coli (E. coli) O157:H7 PADA DAGING SAPI DI KOTA MAKASSAR SKRIPSI OLEH: RAHAYU ANGGREINI O 111 10 109 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 ANALISIS CEMARAN BAKTERI Escherichia coli (E. coli) O157:H7 PADA DAGING SAPI DI KOTA MAKASSAR RAHAYU ANGGREINI O11110109 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis memilih judul “Analisis Batas Cemaran Bakteri Escherichia coli (E. coli) O157:H7 Pada Daging Sapi di Kota Makassar” untuk dijadikan sebagai pedoman dalam higienitas konsumsi daging oleh masyarakat khususnya yang dipasarkan di Makassar. Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan dukungan serta saran yang sangat membantu penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Prof. Dr.drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran Hewan dan sebagai Pembimbing Akademik sekaligus sebagai Pembimbing I dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Drh. Andi Magfirah Satya Apada selaku Pembimbing II dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Drh. Farida Nur Yuliati, M.Si dan Drh. Djaffar BSc sebagai pembahas seminar proposal dan seminar hasil penelitian ini. Seluruh Panitia Seminar Proposal, Panitia Seminar Hasil, dan Panitia Ujian Akhir Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin atas dukungan moral dan memberikan informasi kepada penulis. Kedua orang tua Rahmadi Ras dan Misna Herawaty serta keluarga yang selalu memberikan dukungan doa kepada penulis. Teman seperjuangan Meyby Eka Putri Lempang, Rozana Pratiwi Salamena, Fatmasari, Dzul Haerah, Sri Rahayu, Ita Masita Arifin, Pratiwi Riso Dengen, dan Andi Aswan Salam yang selalu bersedia membantu di Lab. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Serta Teman-teman Geng “The Laletologi dan Geng “The Camangers”. Rekan-rekan mahasiswa kedokteran hewan angkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan motivasi yang sangat besar selama pendidikan di Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin. Pak Marcus Lembong sebagai salah satu staf ahli di Lab. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dalam penyusunan skripsi ini mungkin masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan kedepannya. Demikian proposal ini disusun, semoga bermanfaat dan dapat berguna bagi masyarakat serta dalam bidang ilmu kedokteran hewan. Makassar, 15 Agustus 2015 Penulis PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Rahayu Anggreini NIM : O111 10 109 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya. Makassar, 15 Agustus 2015 Rahayu Anggreini DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Keaslian Penelitian 1.6 Hipotesis Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daging 2.1.1 Mikrobiologi Daging 2.2 Escherichia Coli (E. coli) 2.2.1 Klasifikasi 2.2.2 Morfologi 2.2.3 Sitologi . 2.2.4 Kontaminasi 2.2.5 Patogenitas 2.3 Enterohaemorrhagic Escherichia coli O157:H7 (EHEC O157:H7) 2.3.1 Kejadian Enterohaemorrhagic Escherichia coli O157:H7 (EHEC O157:H7) 2.3.2 Pencegahan dan Pengendalian Escherichia coli O157:H7 2.4 Identikasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 2.4.1 Uji Biokimia 2.4.2 Media Selektif E. coli O157:H7 2.4.3 ATCC:35150 E. coli O157:H7 2.5 Analisa Total Plate Count (TPC)/Hitungan Cawan Total 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Pengambilan Sampel 3.3 Materi Penelitian 3.3.1 Alat dan Bahan 3.3.2 Langkah Kerja 3.4 Analisa Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Total Plate Count/Hitungan Cawan Total (TPC) 4.2 Identifikasi Escherichia coli (E. coli) 4.3 Identifikasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 2 2 3 3 3 4 4 5 6 6 7 8 8 8 9 10 10 10 12 12 13 14 14 15 15 15 19 19 22 27 32 33 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Pengujian Biokimia Escherichia coli Koloni positif pada SMAC ATCC Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi Menurut SNI 7388:2009 Uraian Jadwal Kegiatan Penelitian Hasil uji perhitungan Total Plate Count Hasil Pengujian Cemaran Baktei E. coli Hasil identifikasi E. coli O157:H7 11 13 14 15 21 24 30 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Morfologi E. coli 6 Koloni E. coli O157:H7 pada media TC-SMAC, 12 Rainbow®Agar O157 and R&F® E. coli O157:H7 Kontrol koloni positif pada ATCC 35150 13 Media NA control 23 NA yang ditumbuhi bakteri 23 Media EMB kontrol 26 E. coli positif (hijau metalik) 26 Koloni E. coli 26 Streak E. coli 26 Bakteri gram negatif dengan pembesaran 100x 27 Uji biokimia (urutan dari kiri ke kanan berurutan): TSIA, SIM, MR, VP, Citrat, Urease, Glukosa, Sorbitol, Laktosa, Sukrosa, Maltosa, dan Manitol. Isolat colorless E. coli O157:H7 pada media SMAC 31 Biakan E. coli O157:H7 standard ATCC 35150 31 E. coli O157:H7 standard ATCC 35150 pada media SMAC 32 Positif E. coli O157:H7 32 Negatif E. coli O157:H7 32 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Identifikasi di Laboratorium 37 ABSTRAK RAHAYU ANGGREINI (O 111 10 109). Analisis Cemaran Bakteri Escherichia coli (E. coli) O157:H7 Pada Daging Sapi di Kota Makassar. Dibimbing oleh PROF. DR. DRH. LUCIA MUSLIMIN, M.SC sebagai pembimbing utama dan DRH. ANDI MAGFIRA SATYA APADA sebagai pembimbing anggota. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi cemaran bakteri E. coli O157:H7 pada daging sapi di kota Makassar. Sampel pada penelitian ini sebanyak 72 sampel (24 sampel daging sapi, 24 sampel air proses pengadaan daging, dan 24 sampel alas pemotong daging/talenan). Pengambilan sampel dilakukan pada 6 pasar tradisional di kota Makassar yaitu Pasar Mandai, Pasar Daya, Pasar Terong, Pasar Pabaeng-baeng, Pasar Sentral, dan Pasar Panakukang. Pengujian dilakukan melalui isolasi dan identifikasi di laboratorium dengan metode hitungan cawan total/Total Plate Count (TPC), identifikasi E. coli menggunakan media selektif Eosin Methylen Blue Agar, uji konfirmasi dengan pewarnaan Gram dan uji biokimia antara lain Sulfur Indol Motility (SIM), Methyl Red (MR), Voges Proskauer (VP), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), sitrat, urea, glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, dan manitol. Identifikasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 menggunakan media Sorbitol Mac Concey Agar dan dibandingkan dengan E. coli O157:H7 standar ATCC:35150. Hasil pengujian dari 72 sampel didapatkan 2 sampel yang positif terkontaminasi E. coli O157:H7 (2,8%). Kedua sampel positif tersebut berasal dari sampel air proses pengadaan daging dan sampel alas pemotong daging/talenan. Kata Kunci : Daging sapi, pasar tradisional, E. coli, E. coli O157:H7, kontaminasi bakteri, identifikasi E. coli O157:H7. ABSTRACT RAHAYU ANGGREINI (O 111 109). Analysis the Contamination Escherichia coli (E. coli) O157:H7 in beef in the city of Makassar Suvervised by PROF. DR. DRH. LUCIA MUSLIMIN as the main supervisor and DRH. ANDI MAGFIRA SATYA APADA as member supervisor. The aim of this research was to analysis bacterial contamination of E. coli O157: H7 on beef in Makassar. Total samples of this research is 72 samples (24 samples of beef, 24 samples of meat-water, and 24 samples of chopping board). Sampling this study were 6 traditional Markets in Makassar, examples in Mandai Market, Daya Market, Terong Market, Pabaeng-Baeng Market, Sentral Market, and Panakukang Market. Isolation and identification in the laboratory with the total plate count method, identification of E. coli using selective media (Eosin Methylen Blue Agar), a confirmation test with Gram stain and biochemical tests including Sulfur Indol Motility (SIM), Methyl Red (MR), Voges Proskauer (VP), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), citrate, urea, glucose, lactose, sucrose, maltose, and mannitol. Identification of E. coli O157: H7 using the media Sorbitol Mac Concey and compared with ATCC: 35150 standard of E. coli O157:H7. The test results of 72 samples were obtained 2 positive samples contaminated with E. coli O157: H7 (2.8%) only from water sample and chopping board sample. Keywords : Beef, traditional market, E. coli, E. coli O157:H7, bacterial contamination, identification of E. coli O157:H7. 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Daging sapi adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Kecepatan kerusakan daging tergantung pada jumlah mikroba awal. Semakin banyak jumlah mikroba awal dalam daging, maka semakin cepat pula kerusakannya (Nursiani, 2003). Daging terkontaminasi bakteri berpotensi menimbulkan penyakit yang berbahaya apabila dikonsumsi manusia. Kontaminasi bakteri yang terjadi pada makanan dan minuman ini dapat menyebabkan perubahan makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit, atau yang lebih dikenal dengan foodborne diseases. Istilah foodborne diseases adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari pencernaan atau penyerapan makanan yang mengandung mikroba oleh tubuh manusia. Salah satu bakteri penyebab foodborne disease adalah bakteri Gram negatif Escherichia coli (E. coli). Bakteri Escherichia coli (E. coli) merupakan suatu bakteri Gram (-) berbentuk batang, bersifat anaerobik fakultatif, dan mempunyai flagella peritrikat. (Fardiaz,1992). Pencemaran E. coli perlu diwaspadai karena jenis bakteri ini dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia (Hubbert and Hagstad, 1991). E. coli dapat hidup secara normal di saluran pencernaan. E. coli menjadi patogen jika jumlahnya meningkat dalam saluran pencernaan atau berada di luar usus, sehingga perlu diwaspadai karena menyebabkan diare dan gastroenteritis. Berdasarkan sifat virulensi, bakteri E. coli dapat dibedakan menjadi beberapa grup dan salah satunya merupakan Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC). Kasus EHEC terutama disebabkan oleh E. coli O157:H. E. coli O157:H7 merupakan serotype E. coli yang bersifat patogen. Manusia dan ternak sapi adalah reservoir utama E. coli O157:H7. Ternak yang terinfeksi biasanya tidak menunjukkan sakit, tetapi carier. Patogenitas dari bakteri ini ditentukan oleh kemampuan untuk menghasilkan satu atau lebih sitotoksin yang sangat potensial yang dikenal dengan nama Shiga like toxin atau verotoxin. (Krauss et al, 2003; Barlow et al, 2006). Kontaminasi E. coli O157:H7 dapat melalui oral yaitu mengonsumsi daging yang tidak dimasak dengan benar. Menurut Chabra et al (1999) dan Drastini Y (2002) kontaminasi E. coli O157:H7 dapat terjadi pada proses pemotongan, kontaminasi langsung dengan tanah (lantai), proses pengolahan daging yang belum matang dan proses distribusi daging di pasar. Kondisi pasar yang terbuka dan transportasi yang dilakukan dengan tidak layak akan mengakibatkan jumlah total mikroba yang tinggi pada daging. Infeksi E. coli O157:H7 ditandai dengan manifestasi klinis yang luas dimulai tanpa menunjukkan gejala klinis/asimtomatis sampai terlihat adanya diare berdarah atau tanpa berdarah serta yang lebih parah berupa hemorrhagic colitis dan Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) (Dutta et al, 2011; Peter et al, 2011). Kasus haemorrhagic colitis ditandai dengan sakit perut disertai kejang, demam 2 atau tanpa demam diare yang cair, serta pendarahan, muntah dan mual. Kasus haemolytic uremic syndrome dapat mengakibatkan gagal ginjal bahkan kematian. Infeksi E. coli O157:H7 pada manusia yang bersifat verotoksigenik telah menyebabkan 16.000 kasus penyakit melalui makanan (food borne diseases) dan 900 orang meninggal per tahun di Amerika Serikat. Kejadian besar wabah Hemorrhagic Colitis (HC) dan Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) dilaporkan dari Washington, Idaho, California dan Nevada antara 15 Nopember 1992 dan 28 Februari 1993. Serotipe Escherichia coli dari Washington merupakan Escherichia coli O157:H7 yang telah diisolasi dari 447 kasus, dan diketahui menyebabkan 3 orang anak meninggal. Escherichia coli O157:H7 diketahui telah menginfeksi 14 orang di Idaho, dan menyebakan 1 orang meninggal. (Sartika RAD, et al, 2005). Kontaminasi Escherichia coli O157:H7 pernah dilaporkan menjadi outbreak keracunan makanan dari sayuran pada anak–anak di Jepang tahun 1999 dengan gejala sakit perut, diare, demam, muntah atau mual (Michino, et al. 1999). Kasus infeksi E. coli O157:H7 di Indonesia tidak sebanyak kasus yang terjadi di negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Jepang. Penelitian tentang isolasi bakteri E. coli O157:H7 pernah dilakukan di Indonesia. Isolat bakteri yang diteliti berasal dari sampel feses, susu, daging, produk olahan dari hewan, dan sayuran. Kusmiyati dan Supar (1998) dapat mengisolasi E. coli O157:H7 dari feses anak sapi yang menderita diare berdarah. Penelitian Suwito (2009) menyebutkan telah berhasil mengisolasi bakteri E. coli O157:H7 dari sampel susu yang berasal dari peternakan di wilayah Bogor dan Sukabumi. Sartika et al (2005) melaporkan bahwa sampel daging yang berasal dari RPH, pasar tradisional, susu segar, susu pasteurisasi, air dari peternakan di wilayah Bogor telah terkontaminasi bakteri E. coli O157:H7. Berdasarkan hal tersebut, penting mengetahui adanya bakteri E. coli O157:H7 pada daging sapi yang di pasarkan di Kota Makassar dengan cara pengujian mikrobiologis sehingga dapat digunakan sebagai indikator higienitas konsumsi masyarakat dan keamanan pangan dalam kesehatan masyarakat veteriner. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah 1.Apakah terdapat cemaran bakteri E. coli pada daging sapi di Kota Makassar yang melebihi batas cemaran mikroba sesuai standar SNI 7388:2009? 2.Apakah bakteri E. coli tersebut merupakan E. coli O157:H7? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui adanya cemaran bakteri E. coli pada daging sapi di Kota Makassar serta mengetahui apakah bakteri E. coli tersebut merupakan E. coli O157:H7 3 1.3.2. Tujuan Khusus Mengetahui apakah cemaran bakteri E. coli tersebut tidak melebihi batas cemaran mikroba sesuai standar SNI 7388:2009. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu Dari penelitian ini diharapkan manfaat sebagai berikut : 1.Mengetahui adanya cemaran bakteri E. coli pada daging sapi di Kota Makassar. Mengetahui cemaran bakteri tersebut tidak melebihi batas cemaran mikroba sesuai standar SNI 7388:2009. Mengetahui bakteri E. coli tersebut adalah E. coli O157:H7. 2.Untuk dijadikan sebagai literatur atau bahan acuan untuk perkembangan penelitian berikutnya. 1.4.2 Manfaat Aplikasi Memberikan informasi tentang adanya cemaran E. coli yang melebihi batas cemaran mikroba sesuai standar SNI 7388:2009 dan merupakan E. coli O157 : H7 pada daging sapi yang ada di pasar tradisional Makassar, sehingga meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang higienitas konsumsi dalam jaminan keamanan pangan kesehatan masyarakat veteriner. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Analisis Batas Cemaran Bakteri E. coli O157 : H7 Pada Daging Sapi di Kota Makassar belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai cemaran bakteri E. coli O157 : H7 pada daging sapi pernah dilakukan namun pada daerah yang berbeda. Seperti, Suardana et al. (2007) pernah meneliti tentang “Isolasi dan Identifikasi E. coli O157 : H7 pada Daging Sapi di Kabupaten Badung Provinsi Bali”. 1.6 Hipotesis Didapatkan cemaran bakteri E. coli pada daging sapi di Kota Makassar yang melebihi batas cemaran mikroba sesuai standar SNI 7388:2009 dan merupakan E. coli O157:H7. 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daging Daging adalah bagian tubuh ternak yang tersusun dari satu atau sekelompok otot, dimana otot tersebut telah mengalami perubahan-perubahan biokimiawi dan biofisik setelah ternak tersebut disembelih. Perubahan-perubahan pasca mortem ternak ini mengakibatkan otot yang semasa ternak masih hidup merupakan energi mekanis untuk pergerakan menjadi energi kimiawi sebagai pangan hewani untuk konsumsi manusia. Seekor ternak sapi, di dalam tubuhnya terdapat lebih dari 100 pasang otot yang mempunyai berat yang berbeda antara otot, berayun dari beberapa gram sampai lebih dari 100 Kg (Legras dan Schmitt, 1973). Komposisi kimiawi daging bervariasi menurut spesies, bangsa, umur, makanan, lokasi otot, jenis kelamin. Komposisi ini dipengaruhi oleh faktor genetic dan lingkungan serta kemungkinan interaksi antara kedua faktor tersebut. Daging mamalia terdiri dari : air (65–80%), protein (16-22%), lemak (1,5-13%), substansi non nitrogen (0,5-1,5%), karbohidrat, mineral (Na, Ca, Fe, K, Cl, Co, Zn, Ni, Mn, Mg), dan vitamin (A, B1/thiamin, B2/riboflavin, B6/piridoksin, B12/kobalamin, C, D, E, dan K) (Soeparno, 1998). Berdasarkan keadaan fisiknya, daging dapat dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu : 1).Daging segar yang dilayukan/tanpa pelayuan 2).Daging dingin yaitu daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan 3).Daging beku yaitu daging segar yang dilayukan lalu didinginkan dan kemudian dibekukan 4).Daging masak 5).Daging asap 6).Daging olahan, baik yang masih dalam bentuk daging maupun yang sudah dalam bentuk lain seperti : bakso, sosis, nugget, dan lain-lain. 2.1.1 Mikrobiologi Daging Daging merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, termasuk organisme pembusuk, karena memiliki kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan nitrogen dan mineral, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, serta mempunyai pH yang menguntungkan bagi perkembangan sejumlah mikroorganisme (5,3-6,5). Adanya mikrorganisme pada daging berakibat menurunnya volume daging, nilai gizi, mengubah bentuk dan susunan senyawa, menimbulkan perubahan pada bau, rasa, dan warna daging, serta menghasilkan toksin, baik berupa endotoksin atau eksotoksin (Soeparno, 1998). Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit yang disebut 5 dengan foodborne disease. Istilah foodborne disease merupakan penyakit yang ditularkan lewat makanan, yang berupa gangguan pada saluran pencernaan makanan dengan gejala umum sakit perut, diare dan/atau muntah. Sumber kontaminasi pada daging dapat berasal dari hewan (contoh : rambut, bulu (unggas), kulit, kotoran, isi saluran, pencernaan); air yang digunakan selama proses pemotongan; pekerja RPH/A, jagal, atau orang yang menangani daging; udara, tanah atau lantai RPH; peralatan pemotongan, peralatan penanganan daging; transportasi; dan tempat pemasaran beserta peralatan dan penjualnya (Doyle and Beuchat, 2007). Bakteri yang umum ditemukan pada daging ada yang bersifat Gram (+) dan Gram (–). Contoh bakteri Gram (+) antara lain : Micrococcus sp, Staphlycoccus aureus, Streptococcus sp, Lactobacillus sp, Leuconostoc sp, Clostridium sp, Corynebacterium sp, dan Mycobacterium sp. Dan untuk bakteri Gram (–) diantaranya: Pseudomonas sp, Flavobacteium sp, Escherichia coli, Alcaligenes sp, Klebsiella sp, dan Achromobacter sp (Gracey, et al, 1999). Menurut Doyle and Beuchat (2007), pada daging segar sering dijumpai bakteri Acinetobacter Sp, Salmonella sp, Aeromonas sp, Enterococcus sp, Moraxella sp, dan Pseudomonas sp, sedangkan Lactobacillus sp, banyak ditemukan pada daging olahan. Produk kalengan sering ditemukan bakteri Bacillus sp, Enterococcus sp, dan Lactobacillus sp. 2.2. Escherichia coli (E. coli) 2.2.1 Klasifikasi Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari family Enterobacteriaceae. Bakteri E. coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885 (Carter & Wise 2004). Nama Escherichia diberikan diberikan pada tahun 1920 sebagai penghargaan terhadap Theodor Escherich (Berg, 2004). Klasifikasi dari Escherichia coli adalah sebagai berikut : Kerajaan : Bacteria Filum : Proteobakteria Kelas : Gamma Proteobakteria Ordo : Enterobakteriales Famili : Enterobakteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli (Sumber: Songer dan Post, 2005) 6 2.2.2 Morfologi E. coli memiliki ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm serta berat sel E. coli 2 x 10-12 gram. Bakteri ini berbentuk batang, lurus, tunggal, berpasangan atau rantai pendek, termasuk Gram (-) dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob (Carter dan Wise 2004). Morfologi sel E. coli dapat dilihat pada (Gambar 1) berikut ini : Gambar 1. Morfologi E. coli (Sumber: Kunkel 2009) E. coli tidak memiliki nukleus, organel terbungkus membran maupun sitoskeleton. E. coli memiliki organel eksternal yaitu vili yang merupakan filament tipis untuk menangkap substrat spesifik dan flagella yang merupakan filament tipis dan lebih panjang untuk berenang (Berg, 2004). E. coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling banyak di bawah keadaan anaerob. Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 37ºC pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen. E. coli berbentuk circular, konveks dan koloni tidak berpigmen pada media darah (Anonim, 2012). E. coli tidak tahan terhadap keadaan kering atau desinfektan biasa dan bakteri ini dapat mati pada suhu 60ºC selama 30 menit. 2.2.3 Sitologi Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein. Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan fili E. coli menjulur dari permukaan sel (Tizard 2004). Menurut Quinn et al. (2002) tiga struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk membedakan serotipe golongan E. coli adalah dinding sel, kapsul dan flagella. E. coli mempunyai dinding sel yang kaku, berpori dan memberikan bentuk serta proteksi. Permukaan luar terdiri dari lipopolisakarida. Tiga dinding sel berupa polisakarida yang bersifat pirogen dan menghasilkan endotoksin serta diklasifikasikan sebagai antigen O dan mengandung peptida kecil yang tersusun saling berhubungan. Berdasarkan komposisi dinding sel dan pewarnaannya itulah E. coli termasuk golongan bakteri Gram (–). Bakteri Gram (–) lebih tahan terhadap 7 penisilin dan antibiotik lainnya seperti streptomisin, tetapi bakteri Gram (–) tidak tahan pada perlakuan fisik (Bakteri ini akan mati pada suhu 60ºC selama 30 menit) (Fardiaz, 1992). 2.2.4 Kontaminasi E. coli berasal dari kotoran hewan dan manusia serta kontaminasi pada proses yang kotor. E. coli dapat mencemari daging pada saat pemotongan maupun proses pengolahan daging. Salah satu faktor pencemaran E. coli adalah peralatan pemotongan daging serta air pencucian daging (sanitasi pengolahan). Daging saat dipotong pada saat panas mengeluarkan energi yang menjadi sumber kontaminan yang baik bagi E. coli. Penyebab akibat adanya perubahan energi yang memicu kinerja daripada enzim yang dibakar pada autolisis dan memberikan peluang bakteri berkembang lebih cepat pada kondisi autolisis. E. coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan manusia maupun hewan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Faktor predisposisi pembentukan koloni ini adalah mikroflora dalam tubuh masih sedikit, rendah kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan infeksi agen patogen lain. Kebanyakan E. coli memiliki virulensi yang rendah dan bersifat oportunis (Songer dan Post 2005). Ditjenak (1982) melaporkan bahwa E. coli keluar dari tubuh bersama tinja dalam jumlah besar serta mampu bertahan sampai beberapa minggu. 2.2.5 Patogenitas Menurut Brooks et al. (2005), bakteri E. coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E. coli yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah Enteropathogenic E. coli (EPEC), Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC), dan Enteroaggregative E. coli (EAEC). a). Enteropathogenic E. coli (EPEC) Golongan EPEC merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare yang cair, biasanya susah diatasi namun tidak kronis. ETEC merupakan penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi negara yang standar higienitas makanan dan air minum lebih rendah dari negara asalnya. Selain itu juga merupakan penyebab penting diare pada bayi di negara berkembang (Brooks et al. 2005). b). Enterotoxigenic E. coli (ETEC) Galur ETEC merupakan penyebab diare enterotoksigenik pada mamalia, seperti anak sapi, anak babi, dan anak domba. Gejala klinis yang terjadi antara lain diare, dehidrasi, asidosis, bahkan kematian (Hanif et al. 2003). Faktor virulensi yang digunakan untuk identifikasi ETEC adalah enterotoksin dan antigen pili (fimbriae). Enterotoksin ETEC berupa toksin labil panas (heat-labile toxins/LT) dan toksin stabil panas (heat-stabile toxins/ST). ETEC dapat menghasilkan satu atau dua enterotoksin tergantung pada plasmid (massa DNA ekstra kromosom) (Salyers dan Whitt 1994). 8 c). Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC) EHEC memproduksi verotoksin. Nama toksin didasarkan pada efek sitotoksik pada sel vero, yang merupakan biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika. EHEC banyak dihubungkan dengan hemorrhagic colitis, sebuah diare yang parah dengan sindroma uremic hemolytic, yang merupakan penyakit akibat kegagalan ginjal akut, microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocopenia. E. coli O157:H7 akhir-akhir ini diketahui merupakan bakteri patogen penyebab foodborne disease. d). Enteroinvasive E. coli (EIEC) EIEC merupakan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit ini sering terjadi pada anak–anak di Negara berkembang dan para wisatawan yang menuju ke Negara tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan hanya pada manusia (Pelczar , 1988). e). Enteroaggregative E. coli (EAEC) EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini. Transmisi dapat melalui food-borne maupun water-borne. Patogenitas EAEC terjadi karena bakteri melekat pada bagian mukosa intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi diperkirakan menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya diare. Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC menyebabkan diare berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi diare persisten (Pelczar,1988). 2.3 Enterohaemorrhagic Escherichia coli O157 : H7 (EHEC O157:H7) EHEC O157:H7 menyebabkan haemorrhagic colitis dan haemolytic uremic syndrome. Penyakit ini terjadi akibat adanya verotoxin atau shiga like toxin yang dihasilkan E. coli O157:H7. Serotipe ini sering disebut verotoxigenic E. coli (VTEC) yang bersifat ekstraseluler, neurotoksik, dan imunogenik (Ball, et al.,1994). E. coli O157:H7 memiliki patogenitas yang ditentukan oleh kemampuannya untuk menghasilkan satu atau lebih sitotoksin yang sangat potensial yang dikenal dengan nama shiga like toxin atau verotoxin, di samping kemampuan bakteri ini untuk melakukan penempelan dan perlekatan terutama pada sekum dan kolon (Krauss et al, 2003; Barlow et al, 2006). Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu basa adenin dari unit 28S rRNA, sehingga menghentikan sintesis protein. Menurut Perna NT et al (2001), E. coli O157:H7 merupakan jenis E. coli yang patogen terhadap manusia dan banyak menyebabkan penyakit pada manusia. E. coli O157:H7 memiliki ciri-ciri dengan kondisi lingkungan yang berbeda dengan E. coli lainnya, E. coli tersebut dapat bertahan hidup pada kondisi suhu yang rendah dan dalam kondisi asam. Hal ini tidak terjadi pada E. coli lain yang tidak dapat bertahan hidup pada kondisi suhu rendah dan dalam kondisi pH asam (Madigan et al, 2009). Penyakit E. coli O157:H7 pada manusia yaitu hemorrhagic colitis (HC), hemolytic uremic syndrome (HUS), dan thrombotic thrombocytopenic purpura. 9 Haemorrhagic colitis memiliki gejala diare berdarah, kram perut, gagal ginjal, dan menyebabkan kematian mikroflora dalam usus dan berlanjut menjadi haemolytic uraemic syndrome yang dapat menyebabkan kerusakan sel darah merah, dan gagal ginjal, serta diare dengan feses yang mengeluarkan darah (pendarahan yang dapat berakibat fatal, bahkan menyebabkan kematian, khususnya pada anak-anak). Penyakit thrombotic thrombocytopenic purpura dapat menyebabkan thrombocytopenia, anemia, demam, kerusakan pencernaan, dan kerusakan saraf. Penyakit - penyakit ini umumnya disebakan oleh konsumsi daging maupun sayuran yang tidak masak. Daging maupun sayuran yang tidak masak ini merupakan habitat dari E. coli patogen ini (Perna et al, 2001) (Su dan Brand, 1995). 2.3.1 Kejadian Enterohaemorrhagic Escherichia coli O157 : H7 (EHEC O157:H7) Daging sapi/burger dan susu yang tidak dipasteurisasi dilaporkan menyebabkan kejadian diare berdarah atau Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) pada masyarakat yang mengkonsumsi di Amerika tahun 1995. E. coli O157:H7 dinyatakan telah mengontaminasi makanan tersebut. Penularan pada manusia dapat disebabkan oleh makanan yang terinfeksi E. coli O157:H7 baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama bersumber dari hewan sapi melalui teknologi industri yang mengolah makanan serta sumber lain yang telah tercemar oleh bakteri ini, misalnya di RPH (Rumah Pemotongan Hewan), pada saat proses pengolahan, distribusi dan penyimpanan daging karkas, pada saat persiapan di dapur dan saat penyajian makanan. Kejadian besar wabah Hemorrhagic Colitis (HC) dan Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) yang disebabkan oleh E. coli, dilaporkan dari Washington, Idaho, California dan Nevada antara 15 November 1992 dan 28 Februari 1993. Serotipe Escherichia coli dari Washington sendiri adalah O157 : H7 yang berhasil diisolasi dari 447 kasus, dan diketahui 3 anak meninggal (Sartika RAD, et al, 2005). Kontaminasi Escherichia coli O157:H7 pernah dilaporkan menjadi outbreak keracunan makanan dari sayuran pada anak - anak di Jepang tahun 1999 dengan gejala sakit perut, diare, demam, muntah atau mual (Michino, et al. 1999). E. coli O157:H7 diketahui telah menginfeksi seorang anak laki-laki usia 6 tahun yang lahir di Taiwan tetapi tinggal di USA pada tahun 2001. Gejala yang dialami meliputi diare berdarah, gagal ginjal akut, diduga mengalami HUS. Kejadian ini adalah kasus pada manusia yang pertama dilaporkan di Taiwan (Fang-Tzy Wu, et al. 2005). Kasus serupa belum ditemukan menjadi wabah di Indonesia. Kejadian cemaran E. coli O157:H7 belum ada di Indonesia. Namun pernah ditemukan dalam daging mentah yang belum menginfeksi manusia. “Ada beberapa kasus emerging patogen, misalnya pada daging cincang tahun 2000 di temukan E. coli O157:H7, tahun 2008 Chronobacter ditemukan oleh BPOM. Sebelum tahun 2008 mikroba ini belum di daftarkan oleh WHO sebagai indikator keamanan pangan pada produk berbasis powder” (Lilis 2014: Seminar On Microbiological Food Safety Issues). Tingkat kejadian di Indonesia belum pernah dilaporkan, tetapi telah banyak dilakukan penelitian tentang E. coli O157:H7. Suardana et al (2007) meneliti tingkat cemaran pada coliform, E. coli, dan E. coli O157:H7 pada daging sapi di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Bakteri pertama ditumbuhkan pada media EMBA, selanjutnya dipupuk pada media SMAC dan diakhiri dengan uji 10 aglutinasi lateks untuk memastikan keberadaan bakteri E. coli O157 dan uji antiserum H7 untuk memastikan isolat yang diisolasi merupakan isolat E. coli O157:H7. Hasil isolasi dan identifikasi terhadap 89 sampel daging sapi diperoleh hasil rata-rata tingkat cemaran coliform dan E. coli sebesar 93,01+ 2,64x103 cfu/g. 2.3.2 Pencegahan dan Pengendalian Escherichia coli O157:H7 Secara umum kejadian infeksi Escherichia coli O157:H7 akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini. Berbagai makanan pangan asal ternak sapi seperti daging, susu, serta produk olahannya seperti barbeque, hamburger, sosis, keju dapat tercemar Escherichia coli O157:H7 (Padhye and Doyle, 1991). Pencegahan dengan mengurangi penyebaran infeksi Escherichia coli O157:H7 dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan mulai dari peternakan, penyembelihan, pengolahan sampai dengan ke konsumen. Kesehatan ternak selalu dimonitoring dengan efektif serta dilakukan tata laksana peternakan yang baik (Murdiati dan Sendow, 2006). Penanganan makanan yang aman, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1). Menjaga kebersihan, seperti mencuci tangan sebelum mengolah makanan, mencuci tangan setelah dari toilet, cuci dan sanitasi tempat untuk mengolah makan. 2). Memisahkan antara makanan mentah dan matang, seperti memisahkan daging sapi, daging unggas dan seafood dari makanan lain, menggunakan peralatan yang terpisah dan penyimpanan makanan dalam wadah yang terpisah. 3). Memasak dengan benar, seperti memasak daging sampai matang dengan suhu mencapai 70ºC dan memanaskan kembali makanan dengan benar. 4). Menjaga makanan pada suhu yang aman, seperti tidak membiarkan makanan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, penyimpanan makanan yang cepat rusak pada suhu 5ºC, mempertahankan makanan pada suhu 60ºC sebelum penyajian dan tidak menyimpan makanan terlalu lama di lemari pendingin serta membiarkan makanan beku mencair pada suhu ruang. 5). Menggunakan air dan bahan baku yang aman (WHO, 2006). 2.4 Identifikasi Escherichia coli O157:H7 2.4.1 Uji Biokimia Identifikasi E. coli dapat dilakukan dengan penggunaan media Eosin Methylen Blue (EMB). Eosin Methylen Blue (EMB) mengandung laktosa dan berfungsi untuk membedakan bakteri yang memfermentasikan laktosa. Karakteristik koloni yaitu hijau metalik dan berinti berwarna gelap. Identifikasi penunjang selanjutnya yaitu pewarnaan gram dan tes biokimia. Tes biokimia antara lain IMVIC (Indole, Methyl Red, Voges-Proskauer and Simmons Citrate) dan tes gula-gula (maltose, lactose, glucose, sorbitol, sucrose and mannitol) (Quinn et al, 1994; Timoney, 1988). Pengujian biokimia dari Escherichia coli dapat dilihat pada Tabel 1. 11 Tabel 1. Pengujian Biokimia Escherichia coli * Pengujian Indol Urease Citrate H₂S Methyl red Voges-Proskauer D-Glukosa Laktosa Maltosa Sukrosa + = reaksi positif, - = reaksi negatif *Sumber : Vetbact, 2012 Reaksi + + + + + Hasil positif pada uji biokimia ditanam pada media selektif Sorbitol Mac Conkey Agar (SMAC). Media Sorbitol MacConkey (SMAC) mengandung laktosa yang dapat digantikan oleh sorbitol. Strain E. coli non-patogen dapat memfermentasi sorbitol untuk menghasilkan asam, sedangkan E. coli patogen tidak dapat memfermentasi sorbitol, sehingga bakteri ini menggunakan pepton untuk tumbuh (Novicky TJ et al. 2000). Koloni pada media SMAC yang dicirikan dengan ciri koloni jernih, tidak berwarna (colourless) atau bersifat sorbitol negatif diidentifikasi sebagai E. coli O157:H7 seperti halnya kontrol positif ATCC 43894 (Anonim, 1998). 2.4.2 Media Selektif E. coli O157: H7 Menurut FDA (2011) identifiasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 tidak seperti khas E. coli lainnya. Escherichia coli (E. coli) O157:H7 juga dapat di identifikasi melalui media selektif yaitu Rainbow® Agar O157 dan R&F® E. coli O157:H7. Gambar 2. Koloni E. coli O157:H7 pada media TC-SMAC, Rainbow® Agar O157 and R&F® E. coli O157:H7 (FDA, 2011). 12 Koloni pada media SMAC tidak berwarna atau netral/abu-abu dengan pusat berasap dan 1 - 2 mm merupakan E. coli O157:H7 sedangkan E. coli non-patogen berwarna merah muda. Pada media Rainbow® Agar O157 atau R & F® E. coli O157:H7, koloni E. coli O157:H7 berwarna hitam (koloni biru-hitam) (FDA, 2011). E. coli O157:H7 tidak dapat memfermentasi sorbitol. Media MacConkey Agar mengandung sorbitol yang bukan laktosa sebagai media diferensial untuk mendeteksi E. coli O157:H7. Penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan E. coli O157:H7 pada MacConkey Agar dengan Sorbitol yang tebal dapat terjadi pada kultur dengan ciri tanpa warna (colourless) atau sorbitol-nonfermenting. (March dan Ratnam. 1986) (Centers for Disease Control. 1991). Colourless atau merah muda pada koloni merah diproduksi untuk mengetahui kemampuan isolat untuk memfermentasi karbohidrat sorbitol. SMAC-CT dimodifikasi MacConkey Agar II menggunakan sorbitol sebagai pengganti laktosa dan di tambah dengan cefixime (0,05 mg / L) dan kalium tellurite (2,5 mg / L). Cefixime menghambat Proteus spp dan tellurite menghambat non-O157 E. coli dan organisme lain, sehingga meningkatkan selektivitas SMAC-CT untuk E. coli O157:H7 (Bopp et al. 1999). 2.4.3 ATCC 35150 E. coli O157: H7 Strain ATCC 35150 E. coli O157:H7 merupakan strain yang menghasilkan Stx1 dan Stx2 dan diperoleh dari American Type Culture Collection (ATCC). Strain ini merupakan penghasil O157:H7 yang dapat diisolasi pada media selektif E. coli O157:H7 (SMAC agar). Escherichia coli O157:H7 ATCC™ 35150 Escherichia coli ATCC™ 25922 Gambar 3. Kontrol koloni positif pada ATCC (FDA, 2011) 13 Pertumbuhan koloni postif pada SMAC ATCC dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Koloni positif pada SMAC ATCC Bakteri E. coli ATCC 25922 CFU 10³ - 104 E. coli O157:H7 35150 103 – 104 Warna koloni Merah muda kemerahan Tidak berwarna Ket + - 2.5 Analisa TPC (Total Plate Count)/Hitungan Cawan Total Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Jumlah mikroba pada suatu bahan dapat dihitung dengan berbagai macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikrobanya. Terdapat dua macam cara perhitungan jumlah bakteri, yaitu perhitungan secara langsung dan tidak langsung. Perhitungan jumlah bakteri secara langsung yaitu dihitung secara keseluruhan, baik yang mati atau yang hidup sedangkan perhitungan jumlah bakteri secara tidak langsung yaitu menentukan jumlah bakteri yang hidup, tergantung cara-cara yang digunakan. Menentukan jumlah bakteri yang hidup dapat dilakukan setelah larutan bahan atau biakan bakteri diencerkan dengan faktor pengenceran tertentu dan ditumbuhkan dalam media dengan cara-cara tertentu tergantung dari macam dan sifat-sifat mikroba. (SNI 2897:2008) Pengujian ini sebagai parameter untuk daging sapi dengan kandungan bakteri tidak melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) sangat diharapkan dalam memenuhi persyaratan untuk mendapatkan daging sapi yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Produk makanan asal hewani terutama daging sapi dapat dikategorikan aman jika total koloni bakteri (Total Plate Count/TPC) tidak melebihi 1 x 106 Coloni Forming Unit per gram (CFU/gram). Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging sapi menurut SNI 01/6366/2000 ditunjukkan Tabel 3. Tabel 3. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi Menurut SNI 7388:2009* Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) Jenis Cemaran Mikroba a) Angka Lempeng Total (ALT) 30ºC, 72 Jam Daging Segar/Beku Daging Tanpa Tulang 1 x 106 koloni/g 1 x 106 koloni/g b) Coliform 1 x 10 koloni/g 1 x 102 koloni/g c) Eschericia Coli 1 x 101 koloni/g 1 x 101 koloni/g d) Enterococci 1 x 102 koloni/g 1 x 102 koloni/g e) Staphylopcoccus aureus 1 x 102 koloni/g 1 x 102 koloni/g f) Clostridium sp 0 0 g) Salmonella sp Negatif/25 g Negatif/25 g h) Camphylobacter sp Negatif/25 g Negatif/25 g 0 0 i) Listeria sp *Sumber : SNI 7388:2009 2 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di pasar - pasar tradisional yang dianggap mewakili Kota Makassar yaitu Pasar Mandai, Pasar Daya, Pasar Terong, Pasar Pabaeng-baeng, Pasar Sentral, dan Pasar Panakukang. Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap dari masing-masing pasar. Sampel yang diambil yaitu daging sapi sekitar 100 gram, air proses pengadaan daging sapi (air yang digunakan oleh penjual untuk mencuci tangan, mencuci peralatan pemotongan daging, dll) sebanyak 10 ml, ulas alas pemotong daging dengan kapas (sampel swab). Sampel kemudian di uji di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015. Uraian jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Uraian Jadwal Kegiatan Penelitian URAIAN KEGIATAN Persiapan Pengambilan sampel, pengamatan, penelitian, dan pengujian Pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis Penyusunan laporan Laporan akhir I MARET II III IV I APRIL II III IV 3.2 Pengambilan Sampel Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah dengan cara simple random sampling. Sampel di ambil secara acak pada 6 pasar tradisional berbeda di Makassar. Pengambilan sampel yaitu daging sapi, air proses pengadaan daging sapi dan ulas alas pemotong daging dengan kapas (swab sampel). Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis dan menggunakan alat-alat steril seperti pinset, tabung vakutainer, dan media Triptose Soya Broth (TSB). Pengambilan sampel daging sapi sebanyak 100 gram dengan menggunakan pinset kemudian dimasukkan kedalam ice box. Pengambilan air proses pengadaan daging sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung vakutainer. Pengambilan sampel ulas alat pemotongan daging menggunakan kapas swab kemudian dimasukkan kedalam media enrichment Triptose Soya Broth (TSB). Penelitian dilakukan di Laboratorium dengan metode analisa bakteri Escherichia coli (E. coli) melalui metode hitungan cawan total/Total Plate Count (TPC) menggunakan media pertumbuhan mikrobiologi Nutrient Agar (NA). Untuk identifikasi Escherichia coli (E. coli) menggunakan media selektif Escherichia coli (E. coli) yaitu EMBA (Eosin Methylen Blue Agar). Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram dan 15 pemeriksaan mikroskopis untuk mengamati ukuran dan bentuk bakteri yang teridentifikasi. Selanjutnya isolasi-identifikasi melalui uji biokimia dan untuk identifikasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 menggunakan media SMAC (Sorbitol Mac Concey Agar) dan isolasi-identifikasi dengan reagen sobitol. Selanjutnya dibandingkan dengan Escherichia coli (E. coli) O157:H7 standard ATCC:35150. Pengambilan sampel dilakukan dengan berdasarkan rumus (Federer, 1963) yaitu : metode random sampling (T-1) (n-1) ≥ 15 (6-1) (n-1) ≥ 15 5n-5 ≥ 15 5n ≥ 20 5n ≥ 20 n ≥ 20/5 =4 Ket : T merupakan perlakuan atau sama dengan banyaknya lokasi penelitian. Sedangkan n adalah total sampel yang akan diambil. Jadi total sampel yang diambil dari tiap pasar sebanyak 4 sampel dari 6 lokasi. Jadi jumlah keseluruhan sampel yang akan diambil dari semua pasar adalah 24 sampel daging sapi, 24 sampel air proses pengadaan daging, dan 24 swab alas pemotong daging. 3.3 Materi Penelitian 3.3.1 Alat dan Bahan 1. Alat Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, gelas ukur, cawan petri, rak tabung, tabung reaksi, pinset steril, tabung erlenmeyer, kantong plastik, ice box, pipet ukuran 1ml, 2ml, 5ml,10ml, tabung vakutainer, jarum inokulase (ose), beaker, pembakar bunsen, vortex, inkubator, autoclave, kaca objek, mikroskop, dan kamera digital. 2. Bahan Sampel yang digunakan adalah daging sapi, air pencucian daging, dan swab alat pemotongan daging. Bahan – bahan yang digunakan yaitu aquades, Triptose Soya Broth , Nutrient Agar, Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) , IMVIC (Indole, Methyl Red, Voges Proskauer, Citrat), Urease, TSIA, Reagen Methyl red, Reagen Voges-Proskauer (VP), Reagen Kovac, Crystal violet, Lugol/Iodine, Alkohol 96%, Safranin, oil emersi, Sorbitol, SMAC (Sorbitol Mac Conkey Agar). 16 3.3.2 Langkah Kerja 3.3.2.1 Analisa koloni bakteri melalui Metode Hitungan Cawan Total/Total Plate Count (TPC) Dan Identifikasi Escherichia coli (E. coli) A. Sampel daging sapi Daging sapi sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam plastik steril. Daging digerus dalam plastik hingga halus. Penambahan 9 ml aquades steril ke dalam plastik kemudian dihomogenkan selanjutnya dilakukan pengenceran 10-1 - 10-5. Suspensi pengenceran 10ˉ³ dan 10-4 dimasukkan pada masing – masing cawan petri steril dan ditambahkan 20 ml Nutrient agar (NA) sebagai media general untuk perhitungan jumlah bakteri dan 20 ml Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) sengagai media spesifik E. coli. Penambahan media agar dilakukan disamping bunsen untuk menghindari kontaminasi bakteri lainnya. Pemutaran cawan membentuk angka delapan agar larutan tercampur dan didiamkan sampai menjadi padat. Diinkubasikan pada temperatur 37ºC selama 24 jam sampai dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Menghitung dan mencatat pertumbuhan koloni pada masing-masing cawan (yang mengandung 25 – 250 koloni bakteri (SNI 2897:2008). B. Sampel air proses pengadaan daging sapi Pengambilan air pencucian daging dengan pipet tetes sebanyak 1 ml. Kemudian dimasukkan dalam tabung yang berisi 9 ml aquades steril. Suspensi pengenceran dihomogenkan menggunakan vortex, selanjutnya dilakukan pengenceran 10ˉ¹ - 10-5. Suspensi pengenceran 10ˉ² dan 10ˉ³ dimasukkan pada masing - masing cawan petri steril dan ditambahkan 20 ml Nutrient agar dan 20 ml Eosin Methylen Blue Agar (EMBA). Penambahan media agar dilakukan di samping bunsen untuk menghindari kontaminasi bakteri lainnya. Pemutaran cawan membentuk angka delapan agar larutan tercampur dan didiamkan sampai menjadi padat. Diinkubasikan pada temperatur 37ºC selama 24 jam sampai dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Menghitung dan mencatat pertumbuhan koloni pada masing-masing cawan yang mengandung 25 – 250 koloni bakteri (SNI 2897:2008) C. Sampel swab (ulas alas pemotong daging sapi) Swab alas pemotong daging sapi yang telah disimpan dalam media enrichment Triptose Soya Broth (TSB) dimasukkan dalam inkubator pada temperatur 37 ºC selama 30 menit. Sebanyak 1 ml air swab dari media TSB dimasukkan dalam tabung yang berisi 9 ml aquades steril kemudian dilakukan pengenceran 10ˉ¹ - 10-5. Pengujian dilakukan seperti sampel air pencucian daging yang menggunakan suspensi pengenceran 10ˉ² dan 10ˉ³. 17 3.3.2.2 Pewarnaan Gram dan Uji Biokimia Escherichia coli (E. coli) A. Perwanaan Gram Koloni yang diduga E. coli diinokulasikan ke kaca objek. Pewarnaan Gram menggunakan empat reagensia yaitu crystal violet, lugol atau gram’s iodine, alhokol 96%, dan safranin atau larutan fuchsin. Koloni di kaca objek diteteskan crystal violet sebanyak 3 - 4 tetes, didiamkan selama 1 – 2 menit dan dibilas aquades. Diteteskan iodine 2 – 3 tetes, lalu didiamkan selama 1 menit dan dibilas dengan alkohol. Diteteskan safranin 2 – 3 tetes selama 10 - 30 detik dan dibilas aquades. Pemeriksaan dan pengamatan koloni Escherichia coli (E. coli) di mikroskop dengan pembesaran 100x. Morfologi bakteri selanjutnya difoto menggunakan kamera digital. B. Uji Biokimia Indole Koloni yang diduga Escherichia coli (E. coli) dari media EMBA diinokulasikan menggunakan ose dan diinkubasikan pada temperatur 37 ºC selama 24 jam. Penambahan 0,2 ml sampai dengan 0,3 ml reagen Kovac. Hasil reaksi positif ditandai dengan adanya bentuk cincin merah pada lapisan atas media, sedangkan hasil reaksi negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning. Methyl Red (MR) dan Voges-Proskauer (VP) Koloni yang diduga E. coli dari media EMBA dimasukkan ke dalam tabung yang berisi sekitar 10 ml media MR-VP dan diinkubasikan pada temperatur 37ºC selama 24 jam. Media MR dan VP dipisahkan ke dalam tabung reaksi masingmasing 5 ml. Media MR tambahkan 2 tetes sampai dengan 5 tetes indikator Methyl red pada tabung. Hasil uji positif ditandai adanya warna merah dan hasil reaksi negatif ditandai adanya warna kuning. Penambahan media VP dengan 0.6 ml larutan α-naphthol dan 0.2 ml KOH 40 %. Hasil reaksi positif ditandai adanya warna merah muda eosin dalam waktu 2 jam. Uji Citrate Koloni pada media citrate d inkubasikan pada temperatur 35 ºC selama 96 jam. Hasil uji positif ditandai dengan terbentuknya kekeruhan pada media. Uji Gula – gula Koloni yang diduga E. coli diinokulasikan kedalam media glukosa, laktosa, sukrosa, maltose, dan manitol. Diinkubasikan pada temperatur 37ºC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari merah menjadi kuning. 18 Triple Sugar Iron (TSIA) Koloni yang diduga E. coli diinokulasikan kedalam media TSIA. Diinkubasikan pada temperatur 37ºC selama 24 jam. 3.3.2.3 Identifikasi strain Escherichia coli (E. coli) O157:H7 Identifikasi Escherichia coli (E. coli) O157 : H7 menggunakan media SMAC (Sorbitol Mac Concey Agar). Selanjutnya dibandingkan dengan Escherichia coli (E. coli) O157 : H7 standar ATCC : 35150. Koloni E. coli positif dari media EMBA murni (tidak terdapat koloni bakteri lain) diinokulasikan menggunakan ose. Digoreskan ke media SMAC (Sorbitol Mac Concey Agar) dan setiap memulai goresan, ose distrerilkan dengan bunsen. Diinkubasikan pada temperatur 37ºC selama 18 jam sampai dengan 24 jam. Hasil positif pada media SMAC akan terlihat koloni tidak berwarna atau netral / abu-abu dengan pusat berasap dan 1-2 mm. Koloni warna merah dengan zona jernih atau colourless disekitarnya menunjukkan bahwa positif E. coli O157 : H7 (FDA 2011). Hasil positif E. coli O157 : H7 dibandingkan dengan kontrol E. coli O157 : H7 ATCC : 35150. 3.4 Analisis Data Data hasil pengujian metode cemaran bakteri Escherichia coli (E. coli) pada daging, air proses pengadaan daging, swab alas pemotong daging/talenan melalui metode hitungan cawan total/Total Plate Count (TPC), pengujian mikrobiologis, dan identifikasi Escherichia coli (E. coli) O157 : H7 adalah secara deskriptif. 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Total Plate Count/Hitungan Cawan Total (TPC) Pengujian Total Plate Count/Hitungan Cawan Total pada 72 sampel pada daging sapi, swab pengalas pemotong daging (talenan) dan air proses pengadaan daging yang merupakan air yang digunakan penjual untuk mencuci tangan, peralatan pemotongan, dan lain-lain (masing-masing 24 sampel). Pengambilan sampel dilakukan di enam pasar tradisional di kota Makassar yaitu Pasar Mandai, Pasar Daya, Pasar Terong, Pasar Pabaeng - baeng, Pasar Sentral, dan Pasar Panakukang. Pasar tersebut dipilih karena menjadi tempat distribusi yang luas pada daging sapi di Kota Makassar. Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap dari masing-masing pasar. Sampel yang diambil yaitu daging sapi, sampel air, dan ulas pengalas pemotongan daging/talenan (sampel swab). Pengambilan sampel menggunakan coolbox steril untuk meminimalisir pertumbuhan bakteri sebelum dibawa ke laboratorium dan dilakukan pada waktu pagi hari. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan metode hitungan cawan total/Total Plate Count (TPC) menggunakan media pertumbuhan mikrobiologi Nutrient Agar (NA). Pemilihan cawan NA dengan pengenceran sampel yang mengandung jumlah koloni antara 25 sampai 250 (Lukman DW et al. 2007). Jumlah bakteri per ml tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Hasil uji di laboratorium menunjukkan terdapat banyak sampel yang melebihi ambang Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) pada daging sapi menurut SNI 01/6366/2000 yaitu 1 x 106 Coloni Forming Unit per gram (CFU/gram). Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 5. Hasil uji perhitungan Total Plate Count/Hitungan Cawan Total 1). Sampel Daging Sapi No 1. 2. Kode Sampel D1M D2M D3M D4M D1D D2D D3D D4D TPC (cfu/g) 6,2 x 105 3,4 x 106 2,8 x 105 1,6 x 106 1,2 x 106 1,7 x 106 1,4 x 106 2,5 x 106 BMCM (cfu/g) Keterangan > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM 20 3. 4. 5. 6. D1T D2T D3T D4T D1Pb D2Pb D3Pb D4Pb D1S D2S D3S D4S D1Pk D2Pk D3Pk D4Pk 8,2 x 105 3,7 x 105 2,5 x 106 2,2 x 106 1,6 x 105 9,4 x 105 3,6 x 105 8,4 x 105 3,1 x 106 9,3 x 105 1,9 x 106 7,2 x 105 1,0 x 106 1,2 x 106 7,2 x 105 1,3 x 106 1 x 106 > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM Berdasarkan penampilan fisik berbagai sampel daging terlihat adanya lendir dan terdapat perubahan warna. Menurut Usmiati (2010) daging mudah mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan daging ditandai oleh adanya perubahan bau dan timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan daging. Kerusakan oleh mikroba pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Hal ini diketahui akibat adanya kerusakan mikrobiologi pada daging tersebut. Adapun ciri – ciri kerusakan mikrobiologi tersebut sebagai berikut: 1).Pembentukan lender 2).Perubahan warna 3).Perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, dan senyawa lain-lain. 4).Perubahan rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam. 5).Ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging. Pengujian Total Plate Count/Hitungan Cawan Total berdasarkan pada (Tabel 4) menunjukkan bahwa terdapat 13 sampel daging yang melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba dari 24 jumlah total sampel daging (54%). Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi daging yang dijual secara terbuka sehingga menyebabkan konsumen dapat memilih daging dengan cara memegang dan pada akhirnya akan menyebabkan kualitas daging berkurang karena tekstur daging berubah dan mengalami pembusukan. Daging juga diletakkan di meja jualan tanpa menggunakan alas plastik sehingga bersentuhan langsung dengan meja yang kotor. Daging diletakkan dengan cara ditumpuk sehingga mempermudah pencemaran bakteri satu sama lain. Sumber kontaminasi lain juga bisa didapatkan pada saat pengangkutan daging dari RPH ke pasar-pasar tradisional. Kondisi pasar tradisional dengan suhu ruangan yang lembab juga mengakibatkan bakteri mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan daging. Daging mudah mengalami pencemaran karena memilki kandungan gizi dan kadar air tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh bakteri (Fardiaz, 1992). 21 Hal ini sesuai dengan pendapat Hedrick (1994) daging dan olahannya dapat dengan mudah menjadi rusak atau busuk, oleh karena itu penanganan yang baik harus dilakukan selama proses produksi berlangsung. Sampel swab dan sampel air belum memilki nilai Batas Maksimum Cemaran Mikroba menurut SNI 01/6366/2000, tetapi dapat diketahui bahwa kedua hal ini merupakan faktor yang dapat menambah cemaran bakteri pada daging. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada sampel swab pengalas pemotongan daging/talenan didapatkan banyak cemaran bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa peralatan pemotongan daging yang seharusnya bersih telah tercemar bakteri. Adanya proses penyediaan daging di pasar tradisional yang kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene sangat beresiko terjadi kontaminasi. Pengalas pemotong daging tercemar akibat kurang kesadaran penjual untuk menjaga higienitas peralatan daging. Peralatan yang digunakan dalam penjualan tidak dibersihkan sehabis pakai. Pengalas pemotongan/talenan terlihat adanya sisa-sisa potongan daging yang menempel, kemungkinan telah tercemar tetapi masih digunakan oleh penjual untuk memotong daging lainnya. Kondisi demikian memperburuk sanitasi penjualan daging yang ada di pasar tradisional. Sampel air yang diambil merupakan air yang digunakan oleh penjual untuk mencuci tangan, mencuci peralatan daging, serta untuk dipercikan ke daging dengan tujuan agar daging terlihat segar. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sampel air juga tercemar bakteri. Kontaminasi bakteri dalam air proses pengadaan daging diduga karena air diambil dari sumber yang tidak jelas. Sumber air yang tidak jelas asalnya digunakan penjual walaupun belum tentu bebas dari pencemaran. Beberapa penjual berulang kali mencuci tangan tanpa memperhatikan kebersihan air. Penjual juga memercikan daging tersebut dengan air yang dimaksudkan agar daging terlihat masih segar. Hal ini yang menyebabkan bakteri berkembang biak bila terdapat tempat yang memungkinkan untuk melakukan perkembangbiakan dalam air. Air bukan merupakan medium yang ideal untuk pertumbuhan bakteri, tetapi apabila didapatkan koloni bakteri yang banyak dan bahkan terdapat bakteri patogen sangat membahayakan. Berikut ini hasil pengujian Total Plate Count/TPC pada media NA control (Gambar 4) dan yang ditumbuhi bakteri dapat dilihat pada (Gambar 5). Gambar 4. NA Kontrol 22 Gambar 5. NA yang ditumbuhi bakteri 4.2 Identifikasi Escherichia coli (E. coli) Identifikasi E. coli dapat dilakukan dengan menggunakan media Eosin Methylen Blue (EMB). Eosin Methlen Blue (EMB) mengandung laktosa dan berfungsi untuk membedakan bakteri yang memfermentasikan laktosa. Media EMB merupakan media inokulasi E. coli yang menunjukkan pertumbuhan koloni hitam kebiruan dengan endapan pigmen hijau metalik. Hasil penumbuhan E. coli pada media EMB yang berasal dari 24 sampel daging didapatkan 9 sampel yang mengandung bakteri E. coli yang melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) pada daging sapi menurut SNI 7388:2009 yaitu 1 x 10 1 Coloni Forming Unit per gram (CFU/gram). Berikut ini Hasil Penelitian Cemaran Baktei E. coli pada Daging Sapi. Tabel 6. Hasil Pengujian Cemaran Baktei E. coli pada Daging Sapi. No 1. 2. 3. 4. 5. Kode Sampel D1M D2M D3M D4M D1D D2D D3D D4D D1T D2T D3T D4T D1Pb D2Pb D3Pb D4Pb D1S Jumlah E. coli Bakteri BMCM E. coli Keterangan (cfu/g) 0 0 1,0 x 101 2,0 x 101 18 x 101 14 x 101 0 0 2,0 x 101 0 0 0 0 0 0 0 0 > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM 1 x 101 23 6. D2S D3S D4S D1Pk D2Pk D3Pk D4Pk 0 0 4,0 x 101 0 2,0 x 101 1,0 x 101 6,0 x 101 > BMCM > BMCM > BMCM > BMCM Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 37,5% persen daging tercemar bakteri E. coli. Hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan dengan penelitian Ngabito (2013) terhadap daging sapi yang dijual di 6 pasar tradisional Kota Gorontalo yang terdiri dari 13 sampel dan 9 sampel (69%) telah melebihi batas maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan oleh badan standar nasional Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 (Batas maksimum E. coli 1 x 101 koloni/gram). Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahimma (2012) terhadap sampel daging sapi yang diambil disepanjang rantai distribusi di Kota Padang bahkan menunujukkan 100% dari 12 sampel daging terkontaminasi bakteri E. coli dan melebihi BMCM. Tingkat kontaminasi bakteri E. coli pada sampel daging sapi dari pasar tradisional adalah sebesar 2,7 x 104 CFU/gr. Hal ini menunjukkan tingkat pencemaran E. coli pada daging di kota Makassar masih terbilang aman dibandingkan penelitian tentang cemaran E. coli pada daerah yang berbeda. Adanya kontaminasi pada daging sapi ini harus tetap diwaspadai. Kontaminasi kemungkinan dapat berasal dari peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Mukartini et al. 1995), serta sumber air dan lingkungan tempat pengolahan daging tersebut sebelum sampai kepada konsumen. Menurut Jiunkpe (2006) kontak langsung terjadi ketika permukaan daging bersentuhan dengan tangan yang tidak menggunakan sarung tangan sehingga resiko daging terkontaminasi lebih besar. Sampel positif koloni E. coli pada media EMBA menunjukkan koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata. Koloni E. coli berbentuk lebih halus dan berwarna kehijau hijauan yang mengkilap tidak seperti koloni bakteri lainnya. Memilki diameter 23 mm, dengan titik hitam di bagian tengah koloni dengan lebar 0,4-0,7µm (SmithKeary, 1988 ; Jawetz et al, 1995). Sampel swab dan air ditemukan adanya sampel yang dicurigai E. coli, meskipun sampel swab dan air belum memiliki nilai Batas Maksimum Cemaran Mikroba E. coli menurut SNI 7388:2009, namun dari 24 sampel swab dan 24 sampel air didapatkan 15 sampel swab dan 11 sampel air tercemar E. coli. Hasil penelitian menunjukkan persentase pertumbuhan E. coli pada swab yaitu 62% dan sampel air yaitu 46%. Pencemaran bakteri E. coli terjadi karena proses penyiapan daging tidak memperhatikan aspek higienitas dan sanitasi yang baik di pasar - pasar tradisional. Pencemaran E. coli didapatkan pada berbagai tempat termasuk dari peralatan pemotongan daging dan air yang digunakan. Bakteri E. coli relatif dapat dianalisis keberadaannya di dalam air yang bukan merupakan medium yang ideal untuk pertumbuhan bakteri. Keberadaan E. coli dalam air atau pada peralatan daging dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya E. coli patogen. Bakteri E. coli dapat hidup dalam jumlah normal di dalam air, tanah, maupun lingkungan. 24 Pencemaran E. coli dapat muncul dalam kondisi lingkungan yang lembab dan terbuka. Kondisi pasar yang ramai dan dipadati masyarakat mengakibatkan pertukaran udara menjadi tidak sehat di sekitar pasar. Faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri, karena setiap bakteri mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. E. coli merupakan bakteri yang dapat tumbuh baik pada suhu antara 46oC- 80oC, dengan suhu optimum dibawah temperatur 37oC. E. coli dalam kondisi istirahat dan tidak langsung mati pada suhu minimum atau diatas suhu maksimum (Dwidjoseputro, 1978; Gani, 2003). Soeparno (1998) menyatakan bahwa selain faktor nutrisi, pertumbuhan mikroorganisme dalam daging juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan khususnya temperatur. Berikut ini hasil identifikasi E. coli pada media EMB kontrol (Gambar 6) dan koloni E.coli positif yang berwarna hijau metalik dapat dilihat pada (Gambar 7). Hasil identifikasi sampel media EMB berdasarkan nilai Batas Maksimum Cemaran Mikroba dapat dilihat pada lampiran. Gambar 6. Media EMB kontrol Gambar 7. E. coli positif (hijau metalik) Koloni E. coli positif selanjutnya digoreskan ke media EMB murni. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan koloni E. coli yang terpisah dari koloni lainnya (koloni tunggal). Goresan koloni dilakukan sebanyak 3-4 kali membentuk goresan horisontal di satu cawan, dan setiap memulai goresan, ose distrerilkan dengan bunsen. Diinkubasikan pada temperatur 37ºC selama 18 jam sampai dengan 24 jam. Koloni E. coli terlihat dengan bentuk koloni bundar, permukaan kasar, berbentuk cembung, bentuk tepinya seperti terkikis. Koloni E. coli dapat dilihat pada (Gambar 8) dan (Gambar 9). 25 Gambar 8. Koloni E. coli Gambar 9. Hasil goresan E. coli Hasil kultur yang menunjukkan ciri-ciri E. coli kemudian dilanjutkan ke pewarnaan Gram untuk melihat sifat Gram dan morfologi bakteri tersebut di Mikroskop. E. coli merupakan bakteri Gram negatif. Koloni ini berbentuk batang (basil), lurus, tunggal, berpasangan, rantai pendek atau batang pendek (cocobasil) dengan panjang 1-3 µm dan lebar 0,4-0,7 µm, tidak berspora, tidak berkapsul dan bergerak aktif. Hasil pewarnaan Gram negatif menunjukkan koloni tersusun rantai memanjang. Bakteri ini menunjukkan warna merah dengan koloni berbentuk basil (batang pendek) maupun rantai memanjang. Peneguhan koloni E. coli selanjutnya dikonfirmasi dengan uji biokimia. Hasil pewarnaan gram dengan pembesaran 100x dapat dilihat pada (Gambar 10). Gambar 10. Bakteri Gram negatif dengan pembesaran 100x Uji biokimia merupakan uji konfirmasi (peneguhan) untuk menentukan koloni E. coli positif. Uji biokimia antara lain Sulfur Indol Motility (SIM), Methyl Red (MR), Voges Proskauer (VP), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), sitrat, urea, dan uji gula – gula (glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, dan manitol). Hasil uji biokimia dapat dilihat (Gambar 11). 26 Gambar 11. Uji biokimia (urutan dari kiri ke kanan) : TSIA, SIM, MR, VP, Citrat, Urease, Glukosa, Sorbitol, Laktosa, Sukrosa, Maltosa, dan Manitol. Pengujian biokimia dengan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) didapatkan 9 positif mengalami perubahan pada sampel daging, 15 sampel swab dan 11 sampel air. Sampel positif ditandai dengan perubahan warna perubahan warna menjadi kuning (suasana asam). Daerah miring (slant) sampai dasar (butt) menjadi kuning. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri E. coli dapat memfermentasi glukosa. Daerah medium pada sampel positif tidak memperlihatkan adanya endapan hitam (negatif H2S). Hal tersebut terjadi karena E. coli tidak mampu mendesulfurasi asam amino dan methion yang menghasilkan H2S (Anonim, 2008). Sampel positif berdasarkan penelitian pada 9 sampel daging, 15 sampel swab dan 11 sampel air pada Media Sulfur Indol Motility (SIM) diperoleh hasil positif pada indol dan motilitas sedangkan pada sulfur negatif karena tidak terjadi perubahan warna menjadi hitam. Indol positif karena perekasi berubah menjadi merah (adanya cincin merah) di permukaan medium. Hal tersebut terjadi karena E. coli dapat menghasilkan tryptophase dapat menghidrolisis tryptophan, yang dapat diketahui dengan menambahkan larutan kovaks seperti Ehrlich yang mengandung para-dimetil-aminobenzaldehida. Motilitas positif juga ditunjukkan karena ditemukan adanya gelembung disekitar daerah inokulasi, yang berarti bahwa E. coli memiliki flagella dan dapat hidup pada kondisi anaerob. Pengujian media Methyl Red (MR) didapatkan terjadi perubahan warna merah ketika ditambahkan indikator methyl red pada 9 sampel daging, 15 sampel swab, dan 11 sampel air. Methyl red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran. Bakteri E. coli dapat memfermentasi glukosa dan menghasilkan produk yang bersifat asam sehingga akan terjadi perubahan warna merah ketika ditambahkan indikator methyl red (Anonim, 2008). Media Voges Proskauer (VP) diperoleh hasil negatif pada sampel daging, air, dan swab dengan ciri dengan koloni metalik. sampel daging berjumlah 9 ditetesi larutan α-naphtholsebanyak 3 kali dan larutan KOH dan tidak menunujkkan reaksi perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri E. coli tidak dapat melakukan penguraian media dan hasil akhir fermentasi bakteri ini bukan asetil metil karbinol (asetolin) (Anonim, 2008). E. coli juga tidak memiliki enzim sitrat permiase yang membawa sitrat kedalam sel. Pengujian uji gula-gula yang terdiri dari media glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, dan manitol diperoleh 9 sampel daging, 15 sampel swab, dan 11 sampel 27 air mengalami perubahan warna dari merah menjadi kuning. Media glukosa didapatkan positif yang ditandai dengan adanya perubahan warna pada media tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa E. coli dapat mengurai glukosa dan memiliki enzim beta galaktisidase. Pada media glukosa juga terbentuk gelembung pada tabung durham yang diletakan terbalik didalam tabung media dan menunjukkan hasil fermentasi berbentuk gas (Oktarina, 2010). Hasil uji laktosa juga didapatkan hasil positif. Hal ini terjadi karena media laktosa mengandung gula, air pepton dan fenol red, sehingga E. coli dapat mengurai media laktosa karena memiilki enzim beta-galaktosidase. Pengujian dengan media sukrosa juga mengalami perubahan warna dari merah menjadi kuning karena E. coli memiliki enzim sukrase yang dapat memecah sukrosa. Hasil uji dengan media maltosa juga mengalami perubahan warna Perubahan warna yang terjadi menandakan bahwa bakteri ini membentuk asam dari fermentasi glukosa. Selain itu, bakteri E. coli juga memiliki enzim beta-galaktosidase yang dapat memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Serta memiliki enzim sukrase yang dapat memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa ( Pelczar dan Chan, 1988). Reagen sorbitol digunakan untuk melihat bakteri E. coli O157:H7. Adanya bakteri E. coli O157:H7 ditandai dengan hasil negatif pada sorbitol. Sorbitol tidak mengalami perubahan warna karena E. coli O157 : H7 tidak dapat memfermentasikan sorbitol. Berdasarkan penelitian hanya 1 sampel swab dan 1 sampel air yang tidak mengalami perubahan warna dan menunjukkan reaksi negatif sorbitol. Sedangkan 9 sampel daging sapi, 14 sampel daging swab, dan 10 sampel air mengalami perubahan warna dari merah menjadi kuning. Hal ini mengindikasikan sampel tersebut mampu memfermentasi sorbitol dan tidak tergolong sebagai E. coli patogen. 4.3 Identifikasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 Berdasarkan hasil pengujian dari 72 sampel didapatkan 2 sampel yang positif terkontaminasi E. coli O157:H7 (2,8%). Kedua sampel positif tersebut berasal dari sampel air proses pengadaan daging dan sampel swab, sedangkan sampel daging tidak didapatkan positif E. coli O157:H. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sartika (2005) yang menguji sampel daging sapi yang berasal dari RPH Cibinong dan RPH Kota Bogor menunjukkan hasil positif 100 % (12 sampel dari 12 sampel) terinfeksi E. coli O157:H7, baik yang berasal dari RPH maupun yang sudah didistribusikan di pasar Citereup, pasar Cibinong, pasar Kebon Kembang dan pasar Bogor. Hal ini menunjukkan jika dalam penelitian ini ada beberapa hal yang menjadi faktor tidak ditemukannya E. coli O157:H7 pada daging sapi. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam pengujian yaitu pengambilan sampel anaerob yaitu pengambilan daging bagian dalam dan diusahakan tidak terpapar oksigen. Sampel daging yang berasal dari pasar pada saat diuji dipotong sampai bagian dalam bukan daging yang dipermukaan. Proses pengerjaan sampel juga dilakukan secara aseptis dan sebisa mungkin dalam kondisi steril, sehingga lebih meminimalisir kontaminasi dari lingkungan pada sampel daging (Soeryanto, 2005). Selama proses kultur bakteri juga dilakukan di dekat bunsen dan proses pengerjaan mikro yang lebih cepat sehingga diusahakan tidak ada kontaminan yang ikut tumbuh dalam kultur bakteri. Kontaminan bisa berasal dari diri, alat dan lingkungan, oleh karena itu alat yang digunakan, diri dan lingkungan harus aseptis. Apabila sudah 28 terkontaminasi, maka percobaan yang dilakukan menggunakan sampel tersebut akan gagal (Saparianti, 2014). Sampel daging juga dalam kondisi segar, karena pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari dan daging benar-benar dalam kondisi segar dan belum mengalami pencemaran. Sampel swab dan sampel air didapatkan masing-masing satu sampel positif E. coli O157:H7 (2,8%). Hasil penelitian ini jauh lebih kecil dibandingkan penelitian Sartika (2005) pada pemeriksaan air yang berasal dari lantai RPH Cibinong, air sumur RPH Kota Bogor, air sumur dari PSP Batutulis menunjukkan positif tercemar E. coli O157:H7 sebesar 60% (3 dari 5 sampel air), sedangkan pemeriksaan mikroba hapusan tangan/swab tangan diambil dari pekerja di RPH Cibinong, RPH Kota Bogor maupun penjual daging yang berasal dari kedua RPH tersebut, yaitu penjual daging sapi yang ada di pasar Cibinong, Citeureup, Kebon Kembang dan pasar Bogor menunjukkan tercemar E. coli O157:H7 sebanyak 41.7% (5 dari 12 sampel). Kontaminasi E. coli O157:H7 pada sampel air kemungkinan disebabkan karena bakteri berkembang biak bila terdapat tempat yang memungkinkan untuk melakukan perkembangbiakan dalam air. Air bukan merupakan medium yang ideal untuk pertumbuhan bakteri, tetapi apabila didapatkan koloni bakteri yang banyak dan bahkan terdapat bakteri patogen sangat membahayakan. Keberadaan E. coli O157:H7 sebisa mungkin tidak terdeteksi < 1 cfu/g dalam pangan (FDA, 2011). Keadaan kualitas air yang buruk juga kemungkinan dipengaruhi oleh manajemen pengaturan limbah di sekitar pasar yang kurang memadai sehingga dapat menyebabkan pencemaran terhadap air yang diambil oleh penjual (Sartika, 2005). Menurut Chabra et al. (1999) dan Drastini Y (2002) kontaminasi E. coli O157:H7 dapat terjadi pada saat proses pemotongan daging. Kondisi pasar yang hampir semuanya terbuka dengan sirkulasi udara yang tidak sehat dapat menyebabkan munculnya bakteri patogen di pasar - pasar tradisional di Kota Makassar. Kontaminasi E. coli O157:H7 pada sampel swab kemungkinan disebabkan karena kondisi talenan yang digunakan dalam jangka waktu yang lama. Kondisi pasar yang hampir semuanya terbuka dengan sirkulasi udara yang tidak sehat juga dapat menyebabkan kontaminasi bakteri patogen di pasar - pasar tradisional di Kota Makassar. Menurut Raynam (1988) dalam proses metabolisme E.coli O157 : H7 dapat menggunakan rafinosa dan dulcitol sehingga dapat bertahan hidup pada kondisi suhu yang rendah dan dalam kondisi pH asam (Madigan, 2009). Hal ini yang kemungkinan menjadi penyebab berkembang biak E.coli O157:H7 pada pengalas pemotong daging/talenan karena kondisi talenan yang berhari-hari tidak dibersihkan menciptakan kondisi asam yang memungkinkan bakteri patogen bisa berkembang biak. Hasil identifikasi E. coli O157:H7 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 7. Hasil identifikasi E. coli O157:H7 Kode Pewarnaan No Koloni EMB Koloni SMAC Sampel* Gram 1. S1S - 13 koloni metalik, Basil - Colourless cembung dengan (Gram -) dengan pusat warna hitam pusat - 9 koloni hitam berasap mukoid - Pinggiran - 20 koloni hitam gerigi Ket. > BMCM E. coli 29 kecil ukuran 2-3 mm - 3 koloni putih - Diameter 1-2 mm - Colourless > BMCM dengan pusat E. coli berasap - Pinggiran gerigi - Diameter 2-4 mm Ket : S1S merupakan sampel swab dari Pasar S; A2D merupakan sampel air dari Pasar D 2. A2D - 14 koloni metalik, bundar, cembung, diameter ± 2-3 mm - 40 koloni merah muda - 20 koloni putih Basil (Gram -) Koloni positif pada media memperlihatkan koloni yang tidak berwarna (colourless) sebagai bukti bahwa koloni E. coli O157:H7 hasil isolasi tidak memfermentasikan sorbitol. Media MacConkey Agar mengandung sorbitol yang bukan laktosa sebagai media diferensial untuk mendeteksi E. coli O157:H7. Penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan E. coli O157:H7 pada MacConkey Agar dengan sorbitol yang tebal dengan ciri tanpa warna (colourless) atau sorbitol-nonfermenting (March dan Ratnam. 1986) (Centers for Disease Control. 1991). Colourless atau merah muda pada koloni merah diproduksi untuk mengetahui kemampuan isolat untuk memfermentasi karbohidrat sorbitol. Isolat colourless pada media SMAC E. coli O157:H7 ditunjukkan pada (Gambar 12). Gambar 12. Isolat colourless E. coli O157:H7 pada media SMAC Isolat colourless yang didapatkan selanjutnya diuji keakuratannya dengan pengujian pada media sorbitol. Reagen sorbitol digunakan untuk menentukan kemampuan E. coli O157: H7 yang tidak dapat memfermentasi sorbitol. Sehingga didapatkan sorbitol positif atau tidak terjadi perubahan warna untuk menentukan E. coli O157:H7. Isolat E. coli O157:H7 standar ATCC:35150 digunakan untuk mengetahui hasil reaksi positif pada E. coli O157:H7. Kultur atau biakan E. coli O157:H7 standar ATCC:35150 dapat dilihat pada (Gambar 13). 30 Gambar 13. Biakan E. coli O157 : H7 standar ATCC : 35150 Biakan isolat E. coli O157:H7 standar ATCC:35150 selanjutnya dikultur di media SMAC untuk dibandingkan dengan hasil isolat positif dari sampel yang didapatkan pada (Gambar 14) Gambar 14. E. coli O157 : H7 standar ATCC:35150 pada media SMAC Hasil kultur isolat E. coli O157:H7 standar ATCC:35150 yang dikultur di media SMAC dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil isolat ini sangat jelas terlihat koloni yang colourless. Koloni colourless selanjutnya dibandingkan dengan Isolat postitif E. coli O157:H7 dari sampel swab (Gambar 15) dan pada sampel swab lainnya yang negatif E. coli O157:H7 (Gambar 16). 31 Gambar 15. Positif E. coli O157:H7 Gambar 16. Negatif E. coli O157:H7 Hasil kultur pada (Gambar 15) menunjukkan bahwa isolat ini tidak memperlihatkan adanya warna seperti yang ditunjukkan isolat kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa isolat tersebut tidak memfermentasikan sorbitol sehingga menghasilkan warna koloni yang tidak berwarna. Koloni E. coli O157:H7 yang benar - benar positif akan memperlihatkan tidak terdapat warna/colourless. Hasil positif media SMAC akan terlihat koloni tidak berwarna. Koloni warna merah dengan zona jernih atau colourless disekitarnya menunjukkan bahwa positif E. coli O157:H7 (FDA 2011). Di sisi lain, sebagian besar E. coli memfermentasikan sorbitol sehingga memberikan warna koloni merah muda seperti pada (Gambar 16) yang memperlihatkan koloni merah muda dengan tidak terlihat adanya zona seperti pada isolat positif. Reagen sorbitol juga menunjukkan adanya kemampuan fermentasi sehingga terjadi perubahan warna dari merah menjadi kuning. Bakteri E.coli tersebut bukan merupakan E. coli O157:H7 karena memiliki kemampuan fermentasi sorbitol, sedangkan E.coli O157:H7 tidak memiliki kemampuan tersebut. 32 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan dari 72 sampel (24 sampel daging sapi, 24 sampel swab alas pemotong daging sapi, dan 24 sampel air proses pengadaan daging sapi) didapatkan 9 sampel daging positif E. coli dan melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) 1x101 cfu/gram (37%). Sampel swab didapatkan 15 sampel positif E. coli (62%), dan sampel air didapatkan 11 positif E. coli (46%). 2. Dari 72 sampel (24 sampel daging sapi, 24 sampel swab alas pemotong daging sapi, dan 24 sampel air proses pengadaan daging sapi) yang dilanjutkan dengan identifikasi E. coli O157:H7 diperoleh 1 sampel swab positif E. coli O157:H7 dan 1 sampel air positif E. coli O157:H7 (2,8%). 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu identifikasi E. coli O157:H7 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) pada daging sapi. 2. Perlu adanya kesadaran penjual dan konsumen tentang cemaran bakteri patogen agar meningkatkan kewaspadaan tentang higienitas konsumsi dalam jaminan keamanan pangan. 33 DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 1998. The oxoid manual. 8th Ed. Complied by E.Y.Bridson (former Technical director of oxoid). Anonim,2008. [Internet] [diunduh tanggal 18 Mei 2015] http://hafizluengdaneun.multiply.com/journal/item/1/Laporan_Koasistensi_ Mikrobiologi_ [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu, serta Hasil Olahannya. Barlow, R.S., K.S. Gobius, and P.M. Desmarchelier. 2006. Shiga toxin-producing E. coli in ground beef. Int. J. Food Microbiol. 111:1-5. Berg, Howard C. 2004. E. coli in Motion, Biological, and Medical Physics Biomedical Engineering. New York:Springer Verlag AIP Press. Bopp, Brenner, Wells and Stockbine. 1999. In Murray, Baron, Pfaller, Tenover and Yolken (ed.), Manual of clinical microbiology, 7th ed. American Society for Microbiology, Washington, D.C. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa. Mudihardi E, Kuntaman,Wasito EB et al. Jakarta: Salemba Medika, 2005: 317-27 Brooks, Geo F, Butel., Janel S., dan Morse, Stephen A. 2007. Mikrobiologi Kedokteran, Jawetz, Melnick & Adelberg. Terjemahan Staf Pengajar Mikrobiologi FK UNAIR dari Medical Microbiology. Jakarta:EGC. Carter, G., D.J. Wise (2004). Esentials of Veterinary Bacteriology and Mycology. Iowa Atate Press. 137-139. Centers for Disease Control. 1991. Morbid. Mortal. Weekly Rep. 40:265. Chabra, Fratamico PM, Schultz FJ, Cooke,. Factors influenching attachment of Escherichia coli O157:H7 to beef tissues and removal usingselected sanitizing rinses. J Protect. 1999;59:453-9. [Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan. 1982. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular Jilid 4. Jakarta: Dirjen Peternakan. Doyle, M.P., and L.R. Beuchat, 2007. Food Microbiology: Fundamental and Frontiers 3rd edition. ASM Press: Washington D.C. 493-495. Drastini, Y, Budiharta S, dan Asmara W. 2002. Isolation of VT1 and/or VT2 Gene Bearing Escherichia coli From Cattle, Swine and Sheep and Goat. J.Sain Vet XX(2) : 28 – 35. 34 Dutta, T.K., P. Roychoudhury, S. Bandyopadhyay, S.A.Wani, and I. Hussain. 2011. Detection and characterization of Shiga toxin producing Escherichia coli (STEC) & enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) in poultry birds with diarrhoea. Indian J. Med. Res. 133:541-545. Dwidjoseputro. D. 1978. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta:Djambatan Fardiaz Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka. [FDA] Food And Drug Administration. 2011. Diarrheagenic Escherichia coli. [Internet][diunduh tanggal 15 Desember 2014]. http://www.fda.gov/Food/ FoodScienceResearch/ Laboratory Methods/ ucm070080.htm Federer, WT.1963. Experimental design, theory and application. New York : The Macmillan Company Gracey, J., Collins, D.S., and Huey, R., 1999. Meat Hygiene. 10th ed. London: W.B. Saunders Co, 674. Hedrick, H.B, et al. Principles of meat science, 3.ed. Dubuque: Kendall/Hunt Publishing, 1994, 354p. Heuvelink, A.E., J.T.M. Zwartkruis Nahuis, R.R. Beumer, and E.D.Boer. 1999. Occurrence and survival of verocytotoxin producing Escherichia coli O157 in meats obtained from retail outlets in the Netherlands. J. Food Protect. 62(10):1115-1121. Hideshi Michino et al. 1999. Massive Outbreak of Escherichia coli O157:H7 Infection in Schoolchildren in Sakai City, Japan, Associated with Consumption of White Radish Sprouts Environmental Health Bureau. Ministry of Health and Welfare, Tokyo, Japan. Hubbert W.T., dan H.V. Hagstad. 1991. Food Safety and Quality Assurance. Food of Animal Original. Iowa State University Press, Ames Iowa 50010. Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel dan L. N. Ornston, 1995, Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San Francisco. Karakteristik Morfologi Escherichia coli. [Internet] [diunduh tanggal 1 Juli 2014]. http://repository.ipb.ac.id/ bitstream/handle/123456789/27232/B10fwa _BAB%20II.%20 Tinjauan%20 Pustaka.pdf?sequence=8, Krauss, H., A. Weber, M. Appel, B. Enders, H.D. Isenberg, H.G. Schiefer, W. Slenczka, A.V. Graevenitz, and H. Zahner. 2003. Zoonoses. Infectious Diseases Transmissible from Animals to Humans. 3rd ed. ASM Press. USA Kunkel D. 2009. Escherichia coli. http:// www.astrograpich.com. [Internet] [diunduh tanggal 1 Juli 2014]. Legras, P., and O.Schmitt. 1973. La Viande Bovine.ITEB, Paris 35 Lilis. “Isu Terbaru Mikrobiologi Keamanan Pangan,” Foodreview Indonesia. Desember 2015. Hal 3. Madigan MT, et.al. 2009. Brock Biology of Microorganisms 12 Ed. San Fransisco: Pearson Education, Inc. Hal. 171-179. March and Ratnam. 1986. J. Clin. Microbiol. 23:869. Matuwo, almuqhni. 2012. Kualitas Mikrobiologis Daging Ayam Pada Pasar Modern Dan Tradisional Di Makassar (Skripsi). Fakultas Peternakan (Teknologi Hasil Ternak) Universitas Hasanuddin. Mukartini S, Jehne C, Shay B, dan Harper CML. 1995. Microbiological status of beef carcass meat in Indonesia. J. Food Safety 15: 291−303. Murdiati, Tri Budhi dan Indrawati Sendow. 2006. Zoonosis yang Ditularkan Melalui Pangan. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Samsul Ngabito. 2013. Studi Cemaran Bakteri Escherichia Coli Pada Daging Sapi Yang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Gorontalo. Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Novicki TJ, Daly JA, Mottice SL, Carroll KC (February 2000). "Comparison of sorbitol MacConkey agar and a two-step method which utilizes enzymelinked immunosorbent assay toxin testing and a chromogenic agar to detect and isolate enterohemorrhagic Escherichia coli". J. Clin. Microbiol. 38 (2): 547–51. PMC 86145. PMID 10655343 Nursiani, 2003. Kondisi Bakteriologis Angka Kuman Pada Daging Sapi di Pasar Karombasan. Manado : Politeknik Kesehatan Oktarina, T. 2010. Pengujian Metabolisme Mikroba. [Internet] [diunduh tanggal 15 Mei 2015] http://www.try4know.co.cc Rahimma, Siti. 2012. Kontaminasi bakteri Escherichia coli pada daging sapi Sepanjang rantai distribusi di kota padang. [Internet] [diunduh tanggal 15 Mei 2015] http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2011/09/KONTAMINASI-BAKTERI ESCHERICHIACOLI-PADA-DAGING-SAPI-SEPANJANG-RANTAI-DISTRIBUSI-DIKOTA-PADANG.pdf Padhye NV, Doyle MP. Production and characterization of a monoclonal antibody specific for enterohemorrhagic Escherichia coli of serotypes O157:H7 and O26:H11. J Clin Microbiol. 1991 Jan;29(1):99–103 Pelczar, Michael, J., E.C.S Chan. 1988. Dasar – Dasar Mikrobiologi, Jakarta : UI Press. Perna NT, Ill GP, Burland V, Mau B, Glasner JD, Rose DJ, Mayhew GF, Evans PS, Gregor J, Kirkpatrick HA. 2001. Genome sequence of enterohaemorrhagic Escherichia coli O157:H7. Nature 409:529-31. 36 Peter, C.H., F.T. Councell, C. Keys, and S.R. Monday. 2011. Virulence characterization of Shiga-toxigenic Escherichia coli isolates from wholesale produce. Appl. Environ. Microbiol. 77(1):343-345. Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Iowa: Blackwell Publishing. Ratnam S, March SB, Ahmed R, Bezanson GF, Kasatiya S. 1988. Characterization of Escherichia coli serotype 0157:H7. J Clinic Microbiol 26(10): 2006-12. Salyers AA, Whitt DD. 1994. Bacterial Pathogenesis a Molecular Approach. USA: ASM Press. Saparianti, E. 2014. Comparative Study Production of Exopolysaccharide (EPS) by Lactic Acid Bacteria (L. casei and L. plantarum) in Different Media (Dates and Mulberry juice). Indonesian Society of Agroindustrial Technology Sartika RAD, Indrawati YM, Sudiarti T. Analisis Mikrobiologi Escherichia coli O157:H7 Pada Hasil Olahan Hewan Sapi dalam Proses Produksinya. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2005. Scott PR, Hall GA, Jones PW, Morgan JH. 2004. Calf Diarrhoea. 10th Ed. Andrew AH, Biowey RW, Boyd H, Eddy RG, editor. USA: Blackwell Publishing. Siagian Albiner. 2002. Keracunan Pangan oleh Mikroba. Universitas Sumatera Utara. Smith-Keary P. F., 1988, Genetic Elements in Escherichia coli, macmillan Molecular biology series, London, p. 1-9, 49-54. Soeparno. 1998. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soeryanto, D. 2003, Biodegradasi Aerobik Senyawa Hidrokarbon Aromatik Monosiklis oleh Bakteri, Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiologi. Bacterial and Fungal Agent of Animal Disease. USA: Elsevier Saunders. Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Suardana IW, B Sumiarto B dan DW Lukman. 2007. Isolasi dan Identifikasi Escherichia coli O157:H7 pada Daging Sapi di Kabupaten Badung Provinsi Bali. J Vet. 2007;8:1:16-23. 37 Suardana, I.W. dan I.B.N Swacita. 2009. Higiene Makanan. Penerbit Udayana University Press, Denpasar. Suardana, I wayan, Wayan Tunas Artama, Widya Asmara, dan Budi Setiadi Dryono. 2011. Studi Epidemiologi Agen Zoonosis Escherichia coli O157:H7 melalui Analisis Random Amplification of Polymorphic DNA (RAPD). Su C, Brandt LJ. 1995. Escherichia coli O157: H7 infection in humans. Annals Internal Med 123(9):698-707. Supar, Kusmiyati, Poerwadikarta MB. 1998. Aplikasi Toksin Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) K99, F41 Polivalen pada Induk Sapi Perah Bunting dalam Upaya Pengendalian Kolibasilosis dan Kematian Pedet Neonatal. JITV 3:27-33. Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduction. 7th Ed. USA: Saunders. Usmiati, Sri. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus Penelitian Pertanian. Jl. Tentara Pelajar 12 Cimanggu, Bogor Vetbact. 2012. Escherichia coli. [Internet] [diunduh 15 Desember 2014] http://www.vetbact. org/vetbact/?artid=68 World Health Organization. Implementing the new recommendation on the clinical management of diarrhea : guidelines for policy makers and programme managesr. Geneva : WHO Press 2006 38 LAMPIRAN Lampiran 1 : Hasil Identifikasi di Laboratorium 1). Sampel ulas pengalas pemotongan daging/talenan (swab sampel) berdasarkan Hitungan Cawan Total/Total Plate Count (TPC) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Kode Sampel S1M S2M S3M S4M S1D S2D S3D S4D S1T S2T S3T S4T 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. S1Pb S2Pb S3Pb S4Pb S1S S2S S3S S4S S1Pk S2Pk S3Pk S4Pk TPC 9,0 x 104 1,6 x 104 3,4 x 104 4,2 x 104 1,2 x 105 4,5 x 104 5,6 x 104 1,7 x 105 2,2 x 104 1,2 x 104 1,6 x 104 2,3 x 104 6,0 x 101 4,0 x 101 9,0 x 101 11 x 101 13 x 101 2,0 x 101 8,0 x 101 11 x 101 1,0 X 101 0 2,0 x 101 10 x 101 Keterangan Belum memiliki nilai Batas Maksimum Cemaran Mikroba 39 2). Sampel air proses pengadaan daging sapi ( air pencucian tangan, daging, dan peralatan pemotong daging) berdasarkan Hitungan Cawan Total/Total Plate Count (TPC) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Kode Sampel A1M A2M A3M A4M A1D A2D A3D A4D A1T A2T A3T A4T 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. A1Pb A2Pb A3Pb A4Pb A1S A2S A3S A4S A1Pk A2Pk A3Pk A4Pk TPC Keterangan 1,9 x 105 3,4 x 105 2,2 x 105 9,8 x 104 2,2 x 105 1,8 x 105 2,7 x 105 4,5 x 105 2,1 x 105 1,2 x 105 1,6 x 105 7,8 x 104 8,6 x 104 1,3 x 105 1,2 x 105 3,2 x 105 1,9 x 105 2,2 x 105 4,3 x 105 5,6 x 105 3,0 x 104 5,4 x 104 1,1 x 104 1,7 x 105 Belum memiliki nilai Batas Maksimum Cemaran Mikroba 40 3. Hasil Pengujian Jumlah Cemaran Baktei E. coli pada Sampel Swab No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Kode Sampel S1M S2M S3M S4M S1D S2D S3D S4D S1T S2T S3T S4T 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. S1Pb S2Pb S3Pb S4Pb S1S S2S S3S S4S S1Pk S2Pk S3Pk S4Pk Jumlah Bakteri E. coli 0 3,0 x 101 5,0 x 101 0 0 0 2,0 x 101 0 0 0 3,0 x 101 0 4,4 x 105 3,5 x 105 8,0 x 104 4,2 x 105 1,9 x 105 2,2 x 105 4,3 x 105 5,6 x 105 2,2 X 105 2,3 X 105 5,4 x 104 4,2 x 105 Keterangan Belum memiliki nilai Batas Maksimum Cemaran Mikroba 41 4). Hasil Pengujian Jumlah Cemaran Baktei E. coli pada Sampel Proses Pengadaan Daging No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Kode Sampel A1M A2M A3M A4M A1D A2D A3D A4D A1T A2T A3T A4T 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. A1Pb A2Pb A3Pb A4Pb A1S A2S A3S A4S A1Pk A2Pk A3Pk A4Pk Jumlah Koloni Bakteri E. coli 0 1,0 x 101 3,0 x 101 1,0 x 101 7,0 x 101 14 x 101 3,0 x 101 0 0 10 3,0 x 101 0 0 1,0 x 101 0 2,0 x 101 1,0 x 101 1,0 x 101 0 0 0 0 0 0 Keterangan Belum memiliki nilai Batas Maksimum Cemaran Mikroba 42 5). Hasil Iidentifikasi sampel daging sapi No. Sampel BMCM 1x101 CFU/ gram 1. D1M 2. D2M 3. D3M > BMCM 4. D4M > BMCM 5. D1D > BMCM Ciri koloni EMB G TSIA SIM r Indol a dan m Motiliti - 1 merah muda mukoid - 1 putih - 1 merah muda bundar 2 mm - 1 hitam ≠ metalik - 4 putih kecil - 9 putih, - Acid - ±16 ≠ H2S merah muda 2 mm - 1 metalik bundar - 3 mm - 5 putih 3-4 mm - 2 kol. - Acid Metalik ≠ H2S - cembung 2 mm - 13 koloni merah muda mukoid - 18 - Acid metalik, ≠ H2S bundar, ± 2-4 mm, bergerigi, U C M V G S r i R P u o e t l r a a 2 SMAC Ket. -≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik -≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik hanya koloni warna hitam saja. E. coli Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli 43 6. D2D 7. D3D 8. D4D 9. D1T 10. D2T 11. D3T 12. D4T 13. D1Pb > BMCM > BMCM cembun - 8 hitam ≠ metalik - 14 - Acid metalik ≠ H2S bundar kecil ± 2 mm - 2 putih - 6 merah muda - 24 koloni Putih - 12 hitam ≠ metalik - 20 kol. Putih - 26 kol. Merah muda - 1 kol. Hitam ≠ metalik - 2 hitam - Acid metalik ≠ H2S ukuran 2 mm - 1 putih - 2 putih - 4 koloni merah muda mukoid - 2 putih - 1 merah muda mukoid - 33 hitam ≠ metalik - 31 kol putih bundar - 1 hitam ≠ Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli -≠ lanjut koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli -≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik -≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut, 44 metalik bundar 14. D2Pb - 4 hitam ≠ metalik - 2 putih bundar, bergerigi 3 mm 15. D3Pb 16. D4Pb - 9 hitam bundar kecil 1-2 mm - 4 merah muda - 2 putih - 8 koloni hitam - 9 koloni putih 17. D1S - 1 hitam ≠ metalik bundar - 2 putih - 1 merah muda, ±3mm 18. D2S - 2 hitam cembung ≠ metalik ± 2 - 3 mm 19. D3S - 20 hitam ≠ metalik ± 2-4 mm - 1 putih 4 koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik 45 mm 20. D4S > BMCM 21. D1Pk 22. D2Pk > BMCM 23. D3Pk > BMCM 24. D4Pk > BMCM seperti E. coli E. coli - 3 hitam - Acid metalik, ≠ H2S bundar kecil, ± 2-3 mm - 3 putih bundar 4 mm - 1 hitam ≠metalik Indol + Motil + - 2 metalik - Acid ukuran 2 ≠ H2S mm - 10 putih - 1 merah muda mukoid ± 5 mm - 2 putih - Acid - 1metalik ≠ H2S bundar, cembung ,ukuran 2,5 mm - 6 koloni - Acid metalik, ≠ H2S cembung ,bundar kecil ukuran 2 mm - 14 koloni merah muda - 2 koloni putih mukoid ukuran 4 mm Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - - + - + + Koloni Merah Muda - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli E. coli 46 6). Hasil identifikasi sampel swab alas pemotong daging sapi/talenan No. Sampel 1. S1M 2. S2M 3. S3M 4. S4M 5. S1D BMCM 1x101 CFU/gra m Ciri koloni EMB G TSIA r a m - 20 koloni putih - 20 koloni hitam kecil ukuran 12 mm - 2 koloni merah muda mukoid > BMCM - 3 koloni - Acid metalik ≠ H2S -30 koloni putih - 8 koloni merah muda mukoid > BMCM - 5 koloni - Acid metalik ≠ H2S bundar 2 mm -35 koloni putih kecil - 10 koloni hitam - 34 koloni putih -29 koloni merah muda -52 koloni hitam tdk metalik SIM Indol dan Motiliti U C M V G S r i R P u o e t l r a a 2 SMAC Ket. Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik hanya koloni warna hitam saja. - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik hanya koloni warna hitam saja - ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik 47 6. S2D - 2 koloni putih -15 koloni merah muda -40 koloni hitan tdk metalik 7. S3D 8. S4D > BMCM - 2 koloni - Acid metalik ≠ H2S -36 koloni hitam -40 koloni merah muda -16 koloni hitam 9. S1T -12 koloni hitam -6 koloni putih 10. S2T -20 koloni hitam -6 koloni merah muda 11. S3T > BMCM -3 koloni - Acid bundar ≠ H2S metalik - 3 putih - 34 merah muda kecil 1-2 mm Indol + Motil + Indol + Motil + - - + - - + - + + - + + Koloni Merah Muda Koloni Merah Muda seperti E. coli ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli E. coli ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik hanya koloni warna hitam saja. ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik E. coli 48 12. S4T 13. S1Pb 14. S2Pb 15. S3Pb 16. S4Pb 17. S1S 18. 19. - 24 hitam - 45 putih kecil 1-2 mm -3 merah muda -≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli E. coli > BMCM - 6 kol. Metalik,bu ndar,2 mm, -2 koloni hitam tdk metalik > BMCM - 4 koloni metalik, bundar, diamtr 2-3 mm - 5 hitam - 37 putih > BMCM - 9 metalik bundar, cembun -40 koloni hitam > BMCM -11 koloni metalik, ukuran 1-3 mm -2koloni putih > BMCM -13 metalik - 9 hitam mukoid - 20 hitam kecil 2-3 mm - 3 putih - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + - E. coli O157:H7 S2S > BMCM - 2 metalik - 2 putih - 6 hitam - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Colores ss Dengan pusat berasap pinggir an gerigi, 1-2 mm Koloni Merah Muda S3S > BMCM - 8 koloni - Acid metalik ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah E. coli E. coli 49 - 10 hitam - 5 putih 20. S4S 21. S1Pk 22. S2Pk 23. S3Pk 24. S4Pk > BMCM - 11 koloni metalik ±3 mm - 6 koloni merah muda mukoid > BMCM - 1koloni metalik -2 merah muda - 23 putih kecil -3 koloni merah muda -30 putih kecil 1-2 mm -1 hitam tdk metalik > BMCM - 2 koloni metalik, 2 mm, - 4 hitam, 6 merah muda > BMCM -10 metalik -13 merah Muda - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah ≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli E. coli E. coli 7). Hasil identifikasi sampel air proses pengadaan daging sapi No. 1. Sampel A1M BMCM 1x101 CFU/gra m Ciri koloni EMB -10 koloni putih kecil ukuran 12 mm - 3 koloni putih G TSIA r a m SIM Indol dan Motiliti U C M V G S SMAC r i R P u o e t l r a a 2 Ket. - - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik. 50 2. A2M > BMCM 3. A3M > BMCM 4. A4M > BMCM 5. A1D > BMCM 6. A2D > BMCM 7. A3D > BMCM 8. A4D mukoid 4 mm - 1 koloni metalik -20 koloni putih 3 mm - 3 koloni metalik besar ± 3mm dengan tepi cembung - 1 koloni metalik - 50 koloni putih kecil 1-2 mm - 6 koloni hitam - 7 koloni metalik - 41koloni putih - 24koloni merah muda -14 koloni metalik bundar, cembung, diameter ±2-3 mm - 40 kol. merah muda -20 koloni putih - 3 koloni metalik, bundar, -36 koloni hitam - 4 koloni merah muda -12 koloni - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + - Coloress E. coli Dengan O157:H7 pusat berasap pinggiran gerigi, 2-4 mm - Acid ≠ H2S Indol + Motil + - - + - + + E. coli Koloni Merah Muda - ≠ 51 hitam -36 koloni merah muda mukoid 23 mm 9. A1T - 6 koloni hitam -16 koloni putih 10. A2T 11. A3T 12. A4T - 21 hitam -3koloni merah muda mukoid besar dengan tepi berGerigi - 3 koloni - Acid metalik ≠ H2S - 12 koloni hitam - 5 koloni merah muda -30 koloni putih 1-2 mm 13. A1Pb 14. A2Pb > BMCM > BMCM - 2 koloni hitam 2-3 mm - 2 koloni merah muda - 1 koloni - Acid metalik ≠ H2S -10 koloni hitam Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik hanya koloni warna hitam - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik hanya koloni warna hitam E. coli - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli 52 15. A3Pb 16. A4Pb > BMCM 17. A1S > BMCM 18. A2S > BMCM 19. A3S 20. A4S -16 koloni merah muda - 6 koloni putih - 5 koloni merah muda - 2 koloni - Acid metalik ≠ H2S kecil ukuran 1-2 mm - 3 koloni merah muda -12 koloni putih - 1 koloni - Acid metalik ≠ H2S -10 koloni putih - 2 koloni merah muda - 1 koloni - Acid metalik ≠ H2S - 1 hitam mukoid - 1 koloni merah muda - 2 koloni merah muda, - 2 koloni hitam mukoid - 4 koloni putih besar 4 mm - 5 koloni hitam - 6 koloni putih mukoid - 2 koloni - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik E. coli Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli Indol + Motil + - - + - + + Koloni Merah Muda E. coli - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik -≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik 53 21. A1Pk 22. A2Pk 23. A3Pk 24. A4Pk merah muda - 6 koloni putih - 3 koloni merah muda mukoid - 12 koloni putih 2-3 mm - 6 koloni merah muda mukoid - 2 koloni merah muda besar berdempetan - 4 koloni putih - 2 koloni putih besar 34 mm - 10 koloni hitam seperti E. coli - ≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik -≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik -≠ lanjut karena ≠ ada koloni metalik -≠ lanjut, koloni berwarna hitam tidak metalik seperti E. coli 54 RIWAYAT HIDUP pada tahun 2010. Penulis dilahirkan pada tanggal ; 15 Oktober 1992 di Rantepao dari ayahanda Rahmadi Ras dan ibunda Misna Herawaty. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di Madrasah Ibtidayyah Rantepao dan lulus pada tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 02 Rantepao dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 01 Rantepao. Penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Selama perkuliahan penulis aktif dalam Badan Perwakilan MahasiswaHimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (BPM-HIMAKAHA FKUH) sebagai Pengawas Keuangan, sebagai anggota Ikatan Mahasiswa kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) dan sebagai anggota Organisation Wildlife (OWL) PSKH FKUH.