BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Hadirnya

advertisement
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Hadirnya perumahan modern di tengah-tengah kehidupan masyarakat asli
Sleman mempertemukan dua kharakteristik masyarakat yang berbeda yaitu
masyarakat modern dan masyarakat tradisional. Masyarakat modern yang
heterogen, cenderung independen, dan dikenal individualis bertemu dalam satu
ruang yang sama dengan masyarakat tradisional yang memiliki kharakteristik
homogen, cenderung dependen terhadap orang lain, bersifat terbuka, dan
kekeluargaan. Bertemunya dua kharakteristik masyarakat ini melahirkan berbagai
permasalahan publik baru di masyarakat, meliputi permasalahan ekonomi, sosial
budaya, dan lingkungan.
Sayangnya munculnya berbagai permasalahan tersebut gagal disikapi
secara tepat oleh masing-masing stakeholders baik dari masyarakat asli,
masyarakat perumahan/ pengembang, serta dari Pemkab Sleman. Kedua
masyarakat tidak memiliki mekanisme dalam menyelesaikan permasalahan publik
baru. Baik masyarakat asli di perdesaan, semi perkotaan, maupun perkotaan
cenderung manerapkan sikap contending/ perlawanan daripada menempuh jalur
formal seperti negosiasi dan mediasi. Tindakan perlawanan masyarakat asli di
perdesaan dan semi perkotaan lebih bersifat terbuka, sedangkan pada masyarakat
asli perkotaan tindakan perlawanannya lebih bersifat transaksional. Di sisi lain,
pengembang/ masyarakat perumahan memiliki respon yang sama buruknya.
Masyarakat perumahan/ pengembang yang berada di wilayah perdesaan dan semi
perkotaan sama-sama menerapkan sikap contending dengan tidak memenuhi
tuntutan warga, melanggar kesepakatan, dan menutup diri terhadap komunikasi
dengan masyarakat asli. Sedangkan masyarakat perumahan di wilayah perkotaan
lebih memilih mengalah terhadap tindakan transaksional masyarakat asli.
Perbedaan respon masyarakat perumahan/ pengembang di ketiga wilayah ini
memberikan dua situasi konflik yang berbeda, yaitu di wilayah perdesaan dan
semi perkotaan konflik cenderung bersifat terbuka sedangkan pada masyarakat
perkotaan konflik cenderung bersifat laten. Namun, tindakan penyelesaian konflik
yang dipilih kedua masyarakat ini realitanya sama-sama tidak mampu
menyelesaikan akar permasalahan penyebab konflik sosial masyarakat, sebaliknya
telah memperburuk situasi konflik yang ada yaitu dari potensi konflik menuju
konflik yang lebih terbuka.
Situasi konflik diperburuk dengan gagalnya Pemkab Sleman, selaku
pemilik kewenangan mengatur dan mengendalikan keberadaan perumahan
modern, dalam merespon permasalahan publik perumahan modern. Permasalahan
public lama yang sebenarnya telah diatur Pemkab Sleman muncul kembali dan
menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Begitupula mucul berbagai
permasalahan public baru yang tidak disadari Pemkab Sleman yang juga berakibat
pada timbulnya konflik sosial di masyarakat. Pemkab Sleman diliputi berbagai
permasalahan internal yang berdampak pada gagalnya penanganan berbagai
permasalahan publik perumahan modern. Diantara permasalahan internal tersebut
diantaranya yaitu lemahnya regulasi, buruknya pola koordinasi dan komunikasi
antar dinas terkait, lemahnya kapasitas institusi, vested interest pejabat pemilik
kewenangan, dan lemahnya penegakan hukum. Adapun munculnya permasalahan
public lama tersebut disebabkan karena negara/ pemerintah merupakan bagian
dari permasalahan publik itu sendiri. Negara, yang diharapkan menyelesaikan
permasalahan
public,
melakukan
pembiaran,
bahkan
menjadi
sumber
permasalahan publik itu sendiri melalui tindakan koruptifnya. Akibatnya muncul
kembali permasalahan publik di masyarakat meskipun telah diintervensi oleh
negara. Sedangkan munculnya permasalahan publik baru yang berimplikasi pada
konflik sosial di masyarakat dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu negara
gagal menemukenali permasalahan publik baru, negara merupakan bagian dari
permasalahan publik itu sendiri, negara melakukan pembiaran terhadap potensipotensi yang dapat melahirkan permasalahan publik baru, negara beranggapan
bahwa permasalahan yang ada bukanlah permasalahan yang perlu untuk
diintervensi, dan karena masyarakat tidak ikut bertindak pro aktif menyelesaikan
permasalahan publik melalui jalur formal dalam menyelesaikan permasalahan
publik baru yang muncul di lingkungan mereka.
Dengan demikian jelas kiranya yang menjadi akar penyebab munculnya
konflik sosial dari hadirnya perumahan modern Kabupaten Sleman. Bertemunya
tiga situasi yaitu munculnya berbagai permasalahan public dari hadirnya
perumahan modern, disertai dengan tindakan perlawanan masyarakat dalam
menghadapi permasalahan-permasahan public tersebut, dan gagalnya intervensi
negara dalam menanganinya, telah melahirkan konflik sosial atas hadirnya
perumahan modern di Kabupaten Sleman.
7.2 Saran
Apabila merujuk pada pendapat Kriesberg dan Mulkhan bahwa konflik
merupakan manifestasi dari perbedaan, maka hanya dengan sebuah perbedaan saja
konflik dapat mudah muncul. Hakikatnya masyarakat asli dengan masyarakat
modern adalah dua jenis masyarakat yang berbeda sehingga ketika keduanya
bertemu maka muncullah potensi konflik. Artinya, perbedaan itu sendiri tidak
dapat dihapuskan namun upaya pengelolaan perbedaan menjadi hal penting dalam
mencegah munculnya konflik sosial di masyarakat. Terdapat tiga actor penting
dalam permasalahan publik perumahan modern di Sleman yaitu masyarakat asli,
masyarakat perumahan dan/ pengembang, dan Pemkab Sleman. Masing-masing
actor menjadi penentu situasi konflik yang terjadi. Oleh karenanya pemberian
saran ditujukan kepada tiga actor sebagai upaya pengelolaan dan penyelesaian
konflik sosial karena hadirnya perumahan modern di Kabupaten Sleman.
Pertama, saran kepada masyarakat asli. Terdapat dua saran yang
diberikan kepada masyarakat asli dalam menghadapi konflik sosial karena
hadirnya perumahan modern. Pertama, hendaknya masyarakat asli mengutamakan
jalur formal daripada melakukan tindakan perlawanan. Keterbatasan kapasitas
pengawasan dan pengendalian Pemda Sleman perlu diimbangi dengan tindakan
pro aktif masyarakat dalam menyampaikan aduan sekaligus mengawalnya hingga
mendapatkan penyelesaian dari Pemerintah Kabupaten Sleman. Harapannya
melalui mekanisme ini, permasalahan publik yang terjadi dapat diketahui dan
ditindak oleh Pemkab Sleman dan tindakan frontal masyarakat yang dapat
memecahkan konflik sosial dapat dicegah. Kedua, perlunya masing-masing
perdukuhan menyusun dan mensosialisasikan peraturan perdusunan yang
mengatur hak dan tanggung jawab masyarakat pendatang termasuk masyarakat
perumahan sebagai bentuk kesepakatan bersama. Peraturan dusun menjadi alat
kendali bersama untuk menciptakan kerukunan diantara dua masyarakat yang
berbeda.
Kedua,
saran
kepada
pengembang
dan
masyarakat
perumahan.
Pengembang perumahan modern memiliki peran yang menentukan dalam
menciptakan situasi konflik di masyarakat. Ketika usahanya menciptakan masalah
baru bagi masyarakat asli maka potensi konflik dapat muncul di masyarakat. Oleh
karenanya
pengembang
sangat
diharapkan
mematuhi
peraturan-peraturan
perijinan yang berlaku agar perumahan modern yang didirikannya tidak
memunculkan masalah-masalah publik baru yang menjadi sumber munculnya
konflik sosial di masyarakat. Besar harapan bahwa selain berorientasi kepada
profit, pengembang perumahan juga memperhatikan nilai-nilai yang dimiliki
masyarakat. Salah satu mekanisme penting yang perlu diperhatikan adalah
keberhasilan pelaksanaan proses sosialisasi sebagai sarana komunikasi untuk
mendengar keinginan masyarakat asli dengan harapan tidak akan lahir
permasalahan-permasalahan publik baru dikemudian hari. Dengan demikian, citra
pengembang dan perumahan modern sebagai sumber permasalahan di masyarakat
dapat berubah menjadi actor pembangunan perekonomian negara yang bersinergi
dengan
nilai-nilai
masyarakat.
Kepada
masyarakat
perumahan,
sebagai
masyarakat pendatang, hendaknya mematuhi peraturan yang berlaku di wilayah
setempat, berinteraksi dengan masyarakat asli, serta ikut serta dalam aktivitas
kemasyarakatan dengan harapan kesenjangan sosial sebagai pembentuk konflik
diantara kedua masyarakat dapat dicegah.
Ketiga, saran kepada Pemerintah Kabupaten Sleman sebagai pemilik
kewenangan menegakkan peraturan dan pengendalian perumahan modern di
Sleman. Setidaknya terdapat empat aspek yang semestinya memperoleh perhatian
Pemkab Sleman yaitu penguatan peraturan, perbaikan pola koordinasi dan
komunikasi, penguatan institusi, dan penegakan hukum.
a. Aspek
pertama,
penguatan
peraturan.
Berdasarakan
pembahasan
sebelumnya, seringkali pengembang memanfaatkan celah-celah peraturan
untuk mendirikan perumahan di Kabupaten Sleman. Akibatnya tidak jarang
ditemui masalah-masalah pendirian perumahan modern di masyarakat.
Beberapa penguatan peraturan yang perlu dilakukan adalah pertama, perlunya
pembentukan peraturan yang menekankan dan memperhatikan aspek nilainilai yang dimiliki masyarakat, diantaranya nilai ekonomi, sosial budaya, dan
lingkungan. Kedua, perbaikan substansi peraturan yang telah ada misalnya
dokumen lingkungan. Selama ini dokumen lingkungan barulah berisi janjijanji pengembang yang akan dilakukan dalam mengelola lingkungan,
sedangkan di sisi lain peninjauan lapangan tidak dilakukan sebelum ijin
diberikan namun hanya setelah pembangunan selesai dilakukan. Artinya, KLH
tidak mengetahui kondisi existing di lapangan sehingga tidak benar-benar
mengetahui kesesuaian dokumen lingkungan yang disusun. Sistem perijinan
yang seperti ini berpotensi pada terjadinya penyalahgunaan perijinan tanpa
diketahui KLH. Oleh karenanya proses peninjauan ke lapangan perlu
dilakukan KLH tidak saja setelah dokumen lingkungan diberikan namun juga
sebelum pemberian izin diberikan. Dengan demikian
dampak lingkungan
dapat diperhitungkan dan menjadi salah satu pertimbangan mendasar dalam
pemberian izin lingkungan. Substansi lainnya yang juga penting untuk di
revisi adalah substansi dari SPPL KLH yang terlalu sederhana. Meskipun
luasan perumahan yang dibangun kurang dari 1 ha, bukan berarti pasti tidak
membawa dampak lingkungan yang besar sehingga hanya mensyaratkan
dokumen lingkungan yang sangat sederhana. Sendari dapat menjadi contoh
bagaimana sebuah perumahan skala kecil membawa dampak lingkungan yang
besar bagi lingkungan pertanian sekitarnya. Oleh karenanya, perlu adanya
revisi substansi persyaratan dokumen SPPL KLH. Tidak hanya memuat
penyataan kesediaan pengelolaan lingkungan namun juga memuat aspekaspek teknis sebagaimana UKL UPL dan Amdal.
b. Aspek kedua perbaikan pola koordinasi dan komunikasi. Sebagaimana
disebutkan dalam pembahasan sebelumnya. Proses pemberian izin dilakukan
dalam koordinasi bersama diantara beberapa dinas terkait. Hanya saja, ketika
terjadi permasalahan-permasalahan di masyarakat beberapa dinas saling
melempar tanggungjawab dan tidak saling berkoordinasi untuk menyelesaikan
permasalahan. Siuasi ini menunjukkan tidak adanya komunikasi dan
koordinasi antar dinas terkait dalam menangani permasalahan-permasalahan
yang muncul di masyarakat. Oleh karenanya, dalam hal ini penulis
memberikan saran agar dibentuk suatu tim khusus yang merupakan gabungan
dari beberapa dinas terkait seperti DPPD, KLH, maupun DPUP sehingga
dapat bekerja secara sinergis dan terkoordinasi dengan baik dalam melakukan
pengawasan dan penyelesaian permasalahan publik perumahan modern.
Dengan demikian, setiap aduan masyarakat terkait permasalahan publik
perumahan modern diharapkan menemui kejelasan penyelesaiannya.
c. Aspek ketiga, penguatan instituisi. Mengingat pentingnya proses
pengawasan dan pengendalian keberadaan perumahan-perumahan di Sleman
serta luasnya wilayah Sleman dan banyaknya bidang yang perlu mendapat
pengawasan maka perlu dilakukannya penguatan institusi terhadap bidang/
seksi pengawasan pada dinas-dinas DPPD, KLH, maupun DPUP. Diantara
penguatan institusi tersebut yaitu penambahan personil sehingga memiliki
kapasitas pengawasan yang lebih baik. Buruknya aspek pengawasan tidak saja
terkait dengan sedikitnya jumlah personil namun juga karena diberlakukannya
sistem pengaduan bertingkat yang seringkali berakibat pada terputusnya
informasi aduan di tingkat bawah, oleh karenanya diperlukan tindakan pro
aktif bidang pengawsan perumahan Pemda Sleman untuk menemukan
permasalahan dilapangan dengan turun langsung kepada daerah-daerah
dimana terdapat pendirian perumahan tanpa menunggu aduan masyarakat
sampai pada meja kerja tim pengawasan. Program-program inovasi seperti
sms center juga perlu diimplementasikan kembali untuk menjaring aduan
langsung dari masyarakat. Dengan demikian permasalahan-permasalahan di
lapangan dapat dikenali sedini mungkin sehingga tidak merubah potensi
konflik yang sudah ada menjadi konflik terbuka di masyarakat.
d. Aspek keempat, penegakan hukum. Terdapat dua kelemahan penegakan
hukum dalam permasalahan publik perumahan modern yaitu lemahnya
penegakan hukum bagi perumahan-perumahan bermasalah dan lemahnya
penegakan hukum kepada pejabat-pejabat yang memiliki vested interest
terhadap
perumahan-perumahan
yang
bermasalah.
Sumber
dari
dua
permasalahan ini adalah adanya dugaan tindakan koruptif oknum dinas-dinas
terkait dan oknum penegak hukum. Oleh karenanya perlu dilakukan
penyelidikan lebih lanjut dan upaya penegakan hukum yang lebih serius
kepada dugaan-dugaan koruptif di dalam tubuh Pemkab Sleman. Peran pihak
ketiga seperti Ombudsman Daerah juga sangat penting dalam mengawasi
berjalannya penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran pendirian
perumahan modern dan tindakan-tindakan koruptif pejabat-pejabat terkait.
Download