BAB I PENDAHULUAN Penyakit Grave adalah penyakit autoimun

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Grave adalah penyakit autoimun yang menyebabkan kelenjar tiroid
membengkak dan memproduksi hormon secara berlebih atau disebut penyakit
kelenjar gondok dan disebut juga hipertiroidisme primer. Gangguan autoimun itu
sendiri adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan
menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa
yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Penyakit Graves merupakan
bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam praktek seharihari. Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik, dengan kurang
lebih 50% dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam sirkulasi darah.
Angka kejadian pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-laki dengan usia
bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan: laki-laki dari kejadian 5:01-10:01). Tanda
dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma
(hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/
hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati atau dermopati sebanyak 30-50% dari
penderita penyakit Graves. Salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan pada
penderita penyakit Graves adalah hiperglikemia atau kadar gula darah tinggi atau
dikenal dengan istilah Diabetes Meliltus (Sjahriar,2008).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes
Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004).
Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa
proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.
Diabetes tipe 2 atau disebut juga dengan obesity related diabetes atau Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dapat menyerang siapa pun tanpa
memandang usia. Umumnya gejala awal diabetes tipe 2 tidak dapat dideteksi.
Bahkan, satu dari tiga orang pengidap diabetes tipe 2 tidak mengetahui jika dia
mengidap penyakit tersebut. Diabetes adalah suatu kondisi kronis yang menurunkan
kemampuan tubuh untuk mengubah makanan menjadi energi. Kondisi ini membuat
kadar gula dalam darah meningkat yang kemudian meningkatkan risiko penyakit
jantung, kebutaan, dan komplikasi serius lainnya. Dalam kasus diabetes, sel-sel tidak
dapat menyerap glukosa dengan baik. Hal ini berakibat pada meningkatnya kadar
glukosa dalam darah. Resistensi insulin ini membuat kadar insulin dalam tubuh
menjadi berlebihan. Akan tetapi, kelebihan insulin ini tidak digunakan oleh otot,
liver, dan sel-sel lemak (Gustaviani, R 2006).
BAB II
KASUS
1.1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. K
Usia
: 49 tahun
Alamat
: Karang Sari RT 03/01 Kec. Pulosari Pemalang
Jenis kelamin
: Perempuan
Status
: Sudah Menikah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk
: 27 April 2013
Tanggal periksa
: 30 April 2013
Ruang Rawat
: Bangsal Mawar
No. CM
: 76-08-06
1.2. Anamnesis
1.
Keluhan utama :
Sesak nafas
2.
Keluhan tambahan :
Mual, mata berbayang, nyeri ulu hati, keringat dingin saat malam, dada
berdebar, sering BAK, kesemutan, BB turun, mudah marah, gelisah, BAB
6-7x dalam sehari tetapi tidak cair, tidak berdarah, tidak berlendir.
3.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien, Ny. K datang ke IGD RS Prof. Dr. Margono Soekardjo dengan
keluhan sesak nafas yang bertambah berat sejak pagi hari atau sebelum
masuk IGD. Sesak berlangsung terus menerus dan sangat mengganggu
aktifitas sehari-hari pasien. Sesak bertambah berat bila pasien sedang
berbaring dan dirasakan berkurang jika pasien dalam posisi duduk.
Selain sesak nafas, pasien juga mengeluhkan mual, mata berbayang,
nyeri ulu hati, keringat dingin saat malam, dada berdebar, sering BAK,
kesemutan, BB turun, mudah marah, gelisah, BAB 6-7x dalam sehari
tetapi tidak cair, tidak berdarah, tidak berlendir.
4.
Riwayat penyakit dahulu
a.
Riwayat keluhan yang sama
: diakui, sejak 5 tahun yang lalu
b.
Riwayat hipertensi
: diakui, sejak sekitar 5 tahun yang
lalu dan terkontrol
c.
Riwayat DM
: diakui, sejak sekitar 5 tahun yang
lalu dan terkontrol
d.
Riwayat penyakit jantung
: diakui, sejak sekitar 5 tahun yang
lalu
5.
6.
e.
Riwayat penyakit ginjal
: disangkal
f.
Riwayat penyakit liver
: disangkal
g.
Riwayat asma
: disangkal
h.
Riwayat alergi
: disangkal
i.
Riwayat keganasan
: disangkal
Riwayat penyakit keluarga
a.
Riwayat keluhan yang sama
: disangkal
b.
Riwayat hipertensi
: disangkal
c.
Riwayat DM
: disangkal
d.
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
e.
Riwayat penyakit ginjal
: disangkal
f.
Riwayat penyakit liver
: disangkal
g.
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat sosial dan lingkungan
a.
Keluarga
Pasien merupakan seorang ibu yang memiliki 4 orang anak. Anak
pertama, kedua dan ketiga pasien telah menikah dan hidup terpisah
dari pasien, hanya anak keempat yang tinggal bersama karena masih
sekolah. Pasien selalu menjaga hubungan yang baik dengan suami dan
anak-anaknya serta anggota keluarga yang lain. Keluarga pasien
berstatus sosial dan ekonomi menengah ke bawah. Biaya kesehatan
pasien ditanggung dengan menggunakan Jamkesmas.
b.
Keadaan lingkungan
Pasien tinggal bersama suami dan anak terakhirnya dalam satu rumah
sehingga rumah dihuni oleh 3 orang.
c.
Pekerjaan
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Di mana kebutuhan seharihari pasien dan suaminya dapat tercukupi dari kedua anaknya yang
sudah bekerja.
d.
Kebiasaan personal
Pasien mengaku kurang menjaga pola hidup sehat yaitu pasien jarang
berolah raga. Pasien juga mengaku 2 tahun terakhir ini mudah marah,
pencemas.
e.
Diet dan obat
Menu makan pasien sehari-hari terdiri dari sepiring nasi beserta lauk
pauk tahu, tempe dan sayur serta mengaku sering mengkonsumsi buahbuahan dan susu. Pasien mengaku senang mengkonsumsi makanan
yang asin, manis dan berlemak.
1.3. Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan umum
: tampak sakit sedang dan sesak
2.
Kesadaran
: compos mentis
3.
Vital sign
a.
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
b.
Nadi
: 88
kali/menit
reguler-reguler,
isi
dan
tekanan cukup
c.
Pernapasan
: 28 kali/menit
d.
Suhu
: 36,1 °C
4.
Tinggi badan
: 155 cm
5.
Berat badan
: 38 kg
6.
Status gizi (IMT)
: 15,83 kg/m2 (sangat kurus)
7.
Status generalis
a.
Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam keputihan dan mudah dicabut
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3 mm,
eksoftalmus (+ 2,6 cm / + 2,9)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir kering (+), bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b.
Pemeriksaan leher
•
Deviasi trakea (-) di garis tengah, pembesaran kelenjar tiroid (+),
bernodul ,mobile, nyeri tekan (+), bruit (+)
•
Tekanan Vena Jugularis : 5 + 3 cm
c.
Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
: Dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri,
kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis (-).
Palpasi
: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi
: Perkusi orientasi lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi
: Suara dasar vesikuler +/+ Ronki basah halus di basal
paru -/- Ronki basah kasar -/- Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi
:
Ictus cordis tampak di SIV V 2 jari medial LMCS
Palpasi
:
Ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS
dan kuat angkat (-)
Perkusi
:
Batas atas kanan
: SIC II LPSD
Batas atas kiri
: SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri
Auskultasi
d.
:
: SIC V 2 jari medial LMCS
S1 > S2 reguler; Gallop (-); Murmur (-)
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi `
: Sedikit cembung
Auskultasi
: Bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal)
Perkusi
: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-),
nyeri ketok angulus costo vertebrae (-/-)
e.
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (+) epigastrik, undulasi (-)
Hepar-Lien
: Tidak teraba
Pemeriksaan ekstremitas
Tabel 1. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan
Edema
Sianosis
Kuku kuning (ikterik)
Akral dingin
Reflek fisiologis
Bicep/tricep
Patela
Reflek patologis
Sensoris
Ekstremitas superior
Dextra
Sinistra
-
Ekstremitas inferior
Dextra
Sinistra
-
+
+
+
+
+
D=S
+
D=S
+
D=S
+
D=S
1.4. Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
SGOT
SGPT
Ureum darah
Kreatinin darah
Glukosa sewaktu
Natrium
Kalium
Klorida
Kalsium
Glukosa Puasa
Glukosa 2 jam pp
HBA1C
Hasil
Nilai Normal
Hematologi (28/04/13)
13,5 g/dl
12-16 g/dl
7.190 /µl
4800-10800/ µl
40 %
37-47 %
4,7 juta/ µl
4,2-5,4 juta/ µl
245.000/ µl
150.000-450.000 /µl
Hitung Jenis
0,4 %
0-1 %
5,4 % (↑)
2-4 %
0,00 % (↓)
2-5 %
38,6 % (↓)
40-70 %
43,1 % (↑)
25-40 %
12,5 % (↑)
2-8 %
Kimia Klinik
47 U/L (↑)
15-37 U/L
101 U/L (↑)
30-65 U/L
60,7 mg/dl (↑)
14,98-38,52 mg/dl
0,77 mg/dl
0.6-1.00 mg/dl
327 mg/dl (↑)
≤ 200 mg/dl
Elektrolit
139 mmol/l
136-145 mmol/l
3,6 mmol/l
3,5-5,1 mmol/l
102 mmol/l
98-107 mmol/l
9,0 mg/dL
8,4-10,2 mg/dL
Kimia Klinik
(29/04/13)
252 mg/dL (↑)
74-106 mg/dL
438 mg/dL (↑)
<=126 mg/dL
8,3 % (↑)
4,7-7,0 %
Sero Imunologi
4,79 ng/dL (↑)
12,9 pg/nL (↑)
< 0,005 uIu/ml (↓)
Free T4
Free T3
TSH
(29/04/13)
0, 93-1,70 ng/dL
2,0-4,4 pg/nL
0,270-4,20uIu/ml
2. Pemeriksaan USG thyroid
Kesan :
a. Struma multinodosa thyroid kanan dan kiri dengan degenerasi kistik
didalamnya serta penebalan isthmus dan hipervaskularisasi peri dab
intralobus.
b. Multipel reactive lymphadenopati pada level 1-5 colli kanan (ukuran terbesar
1,29x0.44 cm pada level 2) dan pada level 1-5 colli kiri (ukuran terbesar
1,15x0,54 cm pada level 1).
1.5. Resume
1.
Anamnesis
•
Pasien, datang dengan keluhan sesak nafas yang bertambah berat
sejak pagi hari atau sebelum masuk IGD. Sesak berlangsung terus
menerus dan sangat mengganggu aktifitas sehari-hari pasien. Sesak
bertambah berat bila pasien sedang berbaring dan dirasakan
berkurang jika pasien dalam posisi duduk.
•
Selain sesak nafas, pasien juga mengeluhkan mual, mata berbayang,
nyeri ulu hati, keringat dingin saat malam, dada berdebar, sering
BAK, kesemutan, BB turun, mudah
marah, gelisah, BAB 6-7x
dalam sehari tetapi tidak cair, tidak berdarah, tidak berlendir.
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
KU/Kes
: Tampak sakit sedang dan sesak / Compos Mentis
Vital Sign
: TD : 140/90 mmHg
N
: 88 kali/menit
RR : 28 kali/menit
S
: 36,1 0C
b.
Pemeriksaan leher
•
Deviasi trakea (-) di garis tengah, pembesaran kelenjar tiroid (+),
bernodul ,mobile, nyeri tekan (+), bruit (+)
•
c.
Tekanan Vena Jugularis : 5 + 3 cm
Abdomen
Inspeksi
: Sedikit cembung
Auskultasi
: Bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal)
Perkusi
: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
angulus costo vertebrae (-/-)
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (+) epigastrik, undulasi (-)
Hepar-Lien
: Tidak teraba
3. Pemeriksaan penunjang
a.
b.
Laboratorium :
Hemoglobin
: 13,5 g/dl
Hematokrit
: 40 %
Ureum darah
: 60,7 mg/dl
Kreatinin darah
: 0,77 mg/dl
SGOT
: 47 U/L
(↑)
SGPT
: 101 U/L
(↑)
(↑)
Glukosa sewaktu : 327 mg/dL
(↑)
Glukosa puasa
: 252 mg/dL
(↑)
HBA1C
: 8,3 %
(↑)
Free T4
: 4,79 ng/dL
(↑)
Free T3
: 12,9 pg/nL
(↑)
TSH
: <9,995 uIu/ml (↓)
Pemeriksaan USG thyroid
Kesan :
1) Struma multinodosa thyroid kanan dan kiri dengan degenerasi
kistik didalamnya serta penebalan isthmus dan hipervaskularisasi
peri dab intralobus.
2) Multipel reactive lymphadenopati pada level 1-5 colli kanan
(ukuran terbesar 1,29x0.44 cm pada level 2) dan pada level 1-5
colli kiri (ukuran terbesar 1,15x0,54 cm pada level 1).
1.6. Diagnosa Klinis
1.7.
•
Graves Disease
•
DM tipe 2
•
Hipertensi Grade I
Usulan Pemeriksaaan Penunjang
1.
Pemeriksaan EKG
1.8. Penatalaksanaan
1.
2.
Farmakologi :
a.
O2 nassal kanul 4-6 liter/menit
b.
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
c.
Inj. Ketorolac /8 jm IV
d.
PO Sukralfat syr 3x1 C
e.
PO Amlodipin 1x10
f.
PO PTU 3x100
g.
PO Novorapid 3x8 U
h.
PO propanolol 2x10
i.
PO leuemir 0-0-1
Non farmakologi :
a.
Elevasi kepala 30º
b.
Istirahat
c.
Menghindari faktor risiko
d.
Edukasi penyakit kepada pasien dan keluarga meliputi faktor resiko,
terapi, komplikasi penyakit, prognosis penyakit dan cara pencegahan
perburukan penyakit.
1.9. Rencana Monitoring
1
Keadaan umum dan vital sign
2
Tingkat kesembuhan terhadap efek terapi yang diberikan
3
Efek samping obat
1.10. Prognosis
Ad fungsional
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
Ad vitam
: dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
Penyakit Graves merupakan suatu penyakit otoimun yang berasal dari
nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, yaitu penyakit autoimun yang
ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari kelenjar tiroid)
yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Penderita penyakit Graves memiliki
gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu
pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata
menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.
Graves disease lazim juga disebut penyakit Basedow. Struma adalah
istilah lain untuk pembesaran kelenjar gondok. Gondok atau goiter adalah
suatu pembengkakan atau pembesaran kelenjar tiroid yang abnormal yang
penyebabnya bisa bermacam-macam. Penyakit ini lebih sering ditemukan
pada orang muda usia 20 –40 tahun terutama wanita, tetapi penyakit ini dapat
terjadi pada segala umur . Kelenjar tiroid dalam keadaan normal tidak tampak,
merupakan suatu kelanjar yang terletak di leher bagian depan, di bawah jakun.
Kelenjar tiroid ini berfungsi untuk memproduksi hormon tiroid yang
berfungsi
untuk
mengontrol
metabolisme
tubuh
sehingga
pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Sjahriar,2008).
tercapai
II.
ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSIS
Penyebabnya penyakit Graves belum diketahui secara pasti karena
merupakan penyakit autoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang
menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini
dapat timbul tiba-tiba. Tidak diketahui mekanismenya secara pasti,
kebanyakan dijumpai pada wanita. Reaksi silang tubuh terhadap penyakit
virus mungkin merupakan salah satu penyebabnya. Obat-obatan tertentu yang
digunakan untuk menekan produksi hormon kelenjar tiroid dan kekurangan
yodium dalam diet dan air minum yang berlangsung dalam kurun waktu yang
cukup lama mungkin dapat menyebabkan penyakit ini. Walaupun etiologi
penyakit Graves tidak diketahui, tampaknya terdapat peran antibody terhadap
reseptor TSH, yang menyebabkan peningkatan produksi tiroid. Penyakit ini
ditandai dengan peninggian penyerapan yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.
(Sjahriar,2008).
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating
antibodies pada penderita Graves hipertiroidisme yang berikatan dan
mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan
pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.
Terdapat beberapa faktor predisposisi :
1. Genetik
Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum
untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6
(6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini.
Molekul HLA terutama kelas II yang berada pada sel T di timus memodulasi
respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR)
selama terdapat antigen. Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit
untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak
spesifik (IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit
autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang
disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan sel
induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun.
2.
Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun
oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog
dengan fragmen pada reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor
FSH.
3.
Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan
prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi tiroid.
4. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat
jalur neuroendokrin.
5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.
6. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang
mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR
pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya
penyakit Graves’ terutama pada penderita yang mempunyai faktor genetik.
Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan struktur
reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi atau
biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab
timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit ini.
7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.
8. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis
tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan
penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.
III.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel
yang memproduksi hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan
mengkonsentrasikan iodin yang digunakan untuk sintesis hormon tiroid.
Hormon yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3).
Kelenjar paratiroid menempel pada tiroid dan memproduksi hormon
paratiroid (Parathormon ; PTH). PTH penting dalam pengontrolan
metabolisme kalsium dan fosfat. Sel-Sel parafolikuler terletak dalam tiroid
tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini memproduksi kalsitonin yang
menghambat resorpsi kalsium tulang.
Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau
sel C yang mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan,
diferensiasi, dan metabolisme. T3 selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga
merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4 disimpan
terikat pada 3 protein yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin di dalam
koloid dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya
sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah.
Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroidstimulating hormone) dan adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya
dirangsang oleh TRH (Thyrotropin-releasing hormone) dari hipothalamus.
TSH disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar
tiroid. TSH mengontrol produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH
dimodifikasi oleh T3, peningkatan konsentrasi hormon tiroid, misalnya,
mengurangi respons adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor
TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai akibatnya kadar T3 dan
T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga dapat dimodifikasi tidak
hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga melalui pengaruh
persarafan.
IV.
PATOGENESIS
Hipertiroidisme pada penyakit Graves’ disebabkan oleh aktivasi
reseptor tiroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan
sumsum tulang) atau disebabkan proses imunologi yang menyebabkan
penurunan dari sel T suppressor sehingga sel T helper akan meningkat
(multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk memproduksi TSH receptor
antibodies. TSH receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada
kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epithel
folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan triiodotironin (T4
dan T3) serta merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi kelenjar tiroid.
Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan
merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi
(sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor a (TNF-a) dan interferon-γ yang
akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40
dan HLA class II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi. Mekanisme
ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan receptor
tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti.
Ada 3 jenis autoantibodi terhadap reseptor TSH saat ini diakui:
a. TSI,
Thyroid-stimulating
imunoglobulin:
antibodi
ini
(terutama
Imunoglobulin G) bertindak sebagai LATS (Long-Acting Stimulan Tiroid),
mengaktifkan sel-sel dengan cara yang lebih lama dan lebih lambat dari
hormon thyroid-stimulating normal (TSH), yang menyebabkan produksi
tinggi hormon tiroid.
b. TGI, Tiroid imunoglobulin pertumbuhan: antibodi ini mengikat langsung
ke reseptor TSH dan telah terlibat dalam pertumbuhan folikel tiroid.
c. TBII, Thyrotropin Binding-Menghambat Imunoglobulin: antibodi ini
menghambat serikat normal TSH dengan reseptornya. Beberapa benar-benar
akan bertindak sebagai jika TSH sendiri adalah mengikat reseptornya, dengan
demikian menyebabkan fungsi thyroid. Jenis lain tidak dapat merangsang
kelenjar tiroid, tetapi akan mencegah TSI dan TSH dari mengikat dan
merangsang reseptor.
Pada penyakit Graves, kelenjar tiroid tidak lagi dibawah kontrol TSH
hipothalamus tapi secara terus-menerus distimulasi oleh antibodi TSH-like
activity yang kebanyakan ditemukan dalam subklas IgG1. Antibodi yang
terikat pada reseptor TSH dibagi menjadi 2, antibodi yang mengawali proses
transduksi sinyal intraseluler disebut sebagai TSH receptor-stimulating
antibodies, sedangkan yang tidak disebut sebagai TSH receptor-blocking
antibodies. TSH receptor-stimulating antibodies hanya terdeteksi pada
penderita Graves’.
Gambar 1. A: Fisiologis Thyroid Normal ; B: Patogenesis Graves’ Disease
V.
PATOFISIOLOGI
Pada hipertiroidisme, metabolisme dan produksi panas akan
meningkat. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya. Pasien yang
terkena lebih menyukai suhu lingkungan yang dingin, pada lingkungan yang
panas pasien cenderung berkeringat lebih banyak (intoleransi panas).
Kebutuhan O2 yang meningkat membutuhkan hiperventilasi dan merangsang
eritropoiesis. Pada satu sisi, peningkatan lipolisis menyebabkan penurunan
berat badan, dan pada sisi yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia. Dapat
terjadi hiperglikemia yang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus
(reversibel), yang disebabkan karena peningkatan perangsangan glikogenolisis
dan
glukoneogenesis. Meskipun hormone tiroid meningkatkan sintesis
protein, hipertiroidisme akan meningkatkan enzim proteolitik sehingga
menyebabkan proteolisis yang berlebihan yang menyebabkan pula penurunan
massa otot dan kelemahan otot. Akibat kerja perangsangan jantung, curah
jantung (CO) dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Fibrilasi atrium
kadang terjadi. Perangsangan otot di usus halus akan menyebabkan diare.
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia,
tremor, kelmahan otot dan insomnia. Gejala yang khas pada penyakit Graves
adalah adanya eksoftalmus. Penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata
yang berlebihan dan peningkatan fotofobia juga terjadi. Penyebabnya terletak
pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan
resptor TSH. Akibatnya terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan
otot mata, infiltrasi limfosit, akmulasi asam mukopolisakarida dan
peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
Inflamasi
retrobulbar
Perangsangan
glikogenolisis,
glukoneogenesis
Eksoftalmus
Hipersekresi
Diplopia
Peka terhadap
cahaya
Perangsang
an usus
Diare
Hiperglikemia
Metabolisme energi mngkt
Penggunaan O2
metbolisme
Mngkt
panas mngkt
Lipolisis
Hiperventilasi
Hipertermi
Perangsangan jantung
Graves
Disease
Kontraktilitas
jantung mngkt
volume sekuncup mgkt
CO mngkt
Berkeringat
Penurunan BB
Penurunan massa
Gambar 2. Patofisiologi Gejala pada Grave Disease
otot
Kelemahan otot
VI.
Takikardi
KOMPLIKASI
Krisis tiroid (Thyroid storm) merupakan eksaserbasi akut dari semua
gejala tirotoksikosis yang berat sehingga dapat mengancam kehidupan
penderita. Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis
antara lain :
•
Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain
•
Terapi yodium radioaktif
•
Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati
secara adekuat.
•
Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma,
infeksi akut, alergi obat yang berat atau infark miokard.
Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat berupa tanda-tanda
hipermetabolisme berat dan respons adrenergik yang hebat, yaitu
meliputi:
•
Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38°C sampai mencapai 41°C
disertai dengan flushing dan hiperhidrosis.
•
Takhikardi hebat , atrial fibrilasi sampai payah jantung.
•
Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma.
•
Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus.
Terjadinya krisis tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari
simpanan hormon tiroid didalam kelenjar tiroid. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kadar T4 dan T3 didalam serum penderita dengan krisis
tiroid tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada penderita
tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Juga tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis
tiroid terjadi akibat peningkatan produksi triiodothyronine yang hebat. Dari
beberapa studi terbukti bahwa pada krisis tiroid terjadi peningkatan jumlah
reseptor terhadap katekolamin, sehingga jantung dan jaringan syaraf lebih
sensitif terhadap katekolamin yang ada didalam sirkulasi.
Hipertiroidisme dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari seluruh
kehamilan dan jika tidak terkontrol dengan baik dapat memicu terjadinya
krisis tirotoksikosis, kelahiran prematur atau kematian intrauterin. Selain itu
hipertiroidisme dapat juga menimbulkan preeklampsi pada kehamilan, gagal
tumbuh janin, kegagalan jantung kongestif, tirotoksikosis pada neonatus dan
bayi dengan berat badan lahir rendah serta peningkatan angka kematian
perinatal.
Komplikasi Operasi :
Operasi pengangkatan tumor kelenjar gondok memang ada resiko terjadi
komplikasi. Namun dengan persiapan yang baik disertai tehnik operasi yang
baik dan doa, Insya allah
resiko itu dapat dihindarkan, walaupun tidak mutlak.
Sebelum operasi biasanya dilakukan serangkaian pemeriksaan, khusunya pada
kadar hormon tiroid, dimana kadar hormon tiroid ini harus berada dalam
ambang batas normal , tidak boleh kekurangan atau kelebihan dari batas yang
sudah ditentukan.
Bila kadarnya lebih tinggi atau lebih rendah dari batas yang ditentukan, maka
harus
diobati
dulu
sampai
mencapai
batas
ambang
normal.
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi antara lain, perdarahan, cedera saraf
yang mengurus pita suara yaitu saraf atau nervus Recurrent laryngeus,
obstruksi
jalan
nafas,
dan
lainnya.
Pada keadaan normal, kelenjar gondok besarnya sekitar 2x2,5x0,75 inchi.
Namun bila sudah menjadi tumor, ukurannya bisa beberapa kali lipat.
Diantara bagian bawah kelenjar gondok dan saluran nafas (trakea), berjalan
suatu saraf yang disebut Nervus Reccurens Laryngeus, yang tugasnya adalah
memberi persarafan pada pita suara. Ukurannya sangat kecil, dan terdapat
beberapa variasi letak dan perjalanan saraf ini. Pada saat operasi saraf tersebut
bisa saja terpotong atau terikat atau karena hal lainnya. Bila salah satu saraf
ini cedera apakah di bagian kanan atau bagian kiri ,maka dapat
mengakibatkan perbahan pada suara , dimana suara dapat berubah menjadi
serak atau hilang. Bila kedua saraf ini cedera, maka dapat mengakibatkan
sumbatan
jalan
nafas.
Jadi pada operasi tumor kelenjar gondok , memang ada resiko saraf recurrent
laryngeus cedera yang dapat mengakibatkan suara menjadi serak atau hilang,
jadi bukan pita suaranya yang cedera melainkan saraf yang mengatur
pergerakan
pita
suara
tersebut.
Apa resikonya bila tidak dioperasi ? Resikonya adalah tumor tetap ada dan
semakin membesar, yang dapat menyebabkan gangguan menelan atau
pernafasan. Selain itu juga ada resiko terjadinya keganasan, terutama bila
tumor kelenjar gondoknya berbentuk noduler atau benjolan tunggal pada
wanita diatas 50 tahun atau laki-laki diatas usia 40 tahun.
VII.
PROGNOSIS
Download