BAB I PENDAHULUAN Penyakit Grave adalah penyakit autoimun yang menyebabkan kelenjar tiroid membengkak dan memproduksi hormon secara berlebih atau disebut penyakit kelenjar gondok dan disebut juga hipertiroidisme primer. Gangguan autoimun itu sendiri adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam praktek seharihari. Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik, dengan kurang lebih 50% dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Angka kejadian pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan: laki-laki dari kejadian 5:01-10:01). Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati atau dermopati sebanyak 30-50% dari penderita penyakit Graves. Salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan pada penderita penyakit Graves adalah hiperglikemia atau kadar gula darah tinggi atau dikenal dengan istilah Diabetes Meliltus (Sjahriar,2008). Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Diabetes tipe 2 atau disebut juga dengan obesity related diabetes atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dapat menyerang siapa pun tanpa memandang usia. Umumnya gejala awal diabetes tipe 2 tidak dapat dideteksi. Bahkan, satu dari tiga orang pengidap diabetes tipe 2 tidak mengetahui jika dia mengidap penyakit tersebut. Diabetes adalah suatu kondisi kronis yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengubah makanan menjadi energi. Kondisi ini membuat kadar gula dalam darah meningkat yang kemudian meningkatkan risiko penyakit jantung, kebutaan, dan komplikasi serius lainnya. Dalam kasus diabetes, sel-sel tidak dapat menyerap glukosa dengan baik. Hal ini berakibat pada meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Resistensi insulin ini membuat kadar insulin dalam tubuh menjadi berlebihan. Akan tetapi, kelebihan insulin ini tidak digunakan oleh otot, liver, dan sel-sel lemak (Gustaviani, R 2006). BAB II KASUS 1.1. Identitas Pasien Nama : Ny. K Usia : 49 tahun Alamat : Karang Sari RT 03/01 Kec. Pulosari Pemalang Jenis kelamin : Perempuan Status : Sudah Menikah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tanggal masuk : 27 April 2013 Tanggal periksa : 30 April 2013 Ruang Rawat : Bangsal Mawar No. CM : 76-08-06 1.2. Anamnesis 1. Keluhan utama : Sesak nafas 2. Keluhan tambahan : Mual, mata berbayang, nyeri ulu hati, keringat dingin saat malam, dada berdebar, sering BAK, kesemutan, BB turun, mudah marah, gelisah, BAB 6-7x dalam sehari tetapi tidak cair, tidak berdarah, tidak berlendir. 3. Riwayat penyakit sekarang Pasien, Ny. K datang ke IGD RS Prof. Dr. Margono Soekardjo dengan keluhan sesak nafas yang bertambah berat sejak pagi hari atau sebelum masuk IGD. Sesak berlangsung terus menerus dan sangat mengganggu aktifitas sehari-hari pasien. Sesak bertambah berat bila pasien sedang berbaring dan dirasakan berkurang jika pasien dalam posisi duduk. Selain sesak nafas, pasien juga mengeluhkan mual, mata berbayang, nyeri ulu hati, keringat dingin saat malam, dada berdebar, sering BAK, kesemutan, BB turun, mudah marah, gelisah, BAB 6-7x dalam sehari tetapi tidak cair, tidak berdarah, tidak berlendir. 4. Riwayat penyakit dahulu a. Riwayat keluhan yang sama : diakui, sejak 5 tahun yang lalu b. Riwayat hipertensi : diakui, sejak sekitar 5 tahun yang lalu dan terkontrol c. Riwayat DM : diakui, sejak sekitar 5 tahun yang lalu dan terkontrol d. Riwayat penyakit jantung : diakui, sejak sekitar 5 tahun yang lalu 5. 6. e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal f. Riwayat penyakit liver : disangkal g. Riwayat asma : disangkal h. Riwayat alergi : disangkal i. Riwayat keganasan : disangkal Riwayat penyakit keluarga a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal b. Riwayat hipertensi : disangkal c. Riwayat DM : disangkal d. Riwayat penyakit jantung : disangkal e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal f. Riwayat penyakit liver : disangkal g. Riwayat alergi : disangkal Riwayat sosial dan lingkungan a. Keluarga Pasien merupakan seorang ibu yang memiliki 4 orang anak. Anak pertama, kedua dan ketiga pasien telah menikah dan hidup terpisah dari pasien, hanya anak keempat yang tinggal bersama karena masih sekolah. Pasien selalu menjaga hubungan yang baik dengan suami dan anak-anaknya serta anggota keluarga yang lain. Keluarga pasien berstatus sosial dan ekonomi menengah ke bawah. Biaya kesehatan pasien ditanggung dengan menggunakan Jamkesmas. b. Keadaan lingkungan Pasien tinggal bersama suami dan anak terakhirnya dalam satu rumah sehingga rumah dihuni oleh 3 orang. c. Pekerjaan Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Di mana kebutuhan seharihari pasien dan suaminya dapat tercukupi dari kedua anaknya yang sudah bekerja. d. Kebiasaan personal Pasien mengaku kurang menjaga pola hidup sehat yaitu pasien jarang berolah raga. Pasien juga mengaku 2 tahun terakhir ini mudah marah, pencemas. e. Diet dan obat Menu makan pasien sehari-hari terdiri dari sepiring nasi beserta lauk pauk tahu, tempe dan sayur serta mengaku sering mengkonsumsi buahbuahan dan susu. Pasien mengaku senang mengkonsumsi makanan yang asin, manis dan berlemak. 1.3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum : tampak sakit sedang dan sesak 2. Kesadaran : compos mentis 3. Vital sign a. Tekanan darah : 140/90 mmHg b. Nadi : 88 kali/menit reguler-reguler, isi dan tekanan cukup c. Pernapasan : 28 kali/menit d. Suhu : 36,1 °C 4. Tinggi badan : 155 cm 5. Berat badan : 38 kg 6. Status gizi (IMT) : 15,83 kg/m2 (sangat kurus) 7. Status generalis a. Pemeriksaan kepala 1) Bentuk kepala Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-) 2) Rambut Warna rambut hitam keputihan dan mudah dicabut 3) Mata Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3 mm, eksoftalmus (+ 2,6 cm / + 2,9) 4) Telinga Discharge (-), deformitas (-) 5) Hidung Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-) 6) Mulut Bibir kering (+), bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-) b. Pemeriksaan leher • Deviasi trakea (-) di garis tengah, pembesaran kelenjar tiroid (+), bernodul ,mobile, nyeri tekan (+), bruit (+) • Tekanan Vena Jugularis : 5 + 3 cm c. Pemeriksaan thoraks Paru Inspeksi : Dinding dada tampak simetris dan tidak tampak ketinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri, kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis (-). Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri Perkusi : Perkusi orientasi lapang paru sonor Batas paru-hepar SIC V LMCD Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ Ronki basah halus di basal paru -/- Ronki basah kasar -/- Wheezing -/- Jantung Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIV V 2 jari medial LMCS Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS dan kuat angkat (-) Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD Batas atas kiri : SIC II LPSS Batas bawah kanan : SIC IV LPSD Batas bawah kiri Auskultasi d. : : SIC V 2 jari medial LMCS S1 > S2 reguler; Gallop (-); Murmur (-) Pemeriksaan abdomen Inspeksi ` : Sedikit cembung Auskultasi : Bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal) Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok angulus costo vertebrae (-/-) e. Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) epigastrik, undulasi (-) Hepar-Lien : Tidak teraba Pemeriksaan ekstremitas Tabel 1. Pemeriksaan ekstremitas Pemeriksaan Edema Sianosis Kuku kuning (ikterik) Akral dingin Reflek fisiologis Bicep/tricep Patela Reflek patologis Sensoris Ekstremitas superior Dextra Sinistra - Ekstremitas inferior Dextra Sinistra - + + + + + D=S + D=S + D=S + D=S 1.4. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit SGOT SGPT Ureum darah Kreatinin darah Glukosa sewaktu Natrium Kalium Klorida Kalsium Glukosa Puasa Glukosa 2 jam pp HBA1C Hasil Nilai Normal Hematologi (28/04/13) 13,5 g/dl 12-16 g/dl 7.190 /µl 4800-10800/ µl 40 % 37-47 % 4,7 juta/ µl 4,2-5,4 juta/ µl 245.000/ µl 150.000-450.000 /µl Hitung Jenis 0,4 % 0-1 % 5,4 % (↑) 2-4 % 0,00 % (↓) 2-5 % 38,6 % (↓) 40-70 % 43,1 % (↑) 25-40 % 12,5 % (↑) 2-8 % Kimia Klinik 47 U/L (↑) 15-37 U/L 101 U/L (↑) 30-65 U/L 60,7 mg/dl (↑) 14,98-38,52 mg/dl 0,77 mg/dl 0.6-1.00 mg/dl 327 mg/dl (↑) ≤ 200 mg/dl Elektrolit 139 mmol/l 136-145 mmol/l 3,6 mmol/l 3,5-5,1 mmol/l 102 mmol/l 98-107 mmol/l 9,0 mg/dL 8,4-10,2 mg/dL Kimia Klinik (29/04/13) 252 mg/dL (↑) 74-106 mg/dL 438 mg/dL (↑) <=126 mg/dL 8,3 % (↑) 4,7-7,0 % Sero Imunologi 4,79 ng/dL (↑) 12,9 pg/nL (↑) < 0,005 uIu/ml (↓) Free T4 Free T3 TSH (29/04/13) 0, 93-1,70 ng/dL 2,0-4,4 pg/nL 0,270-4,20uIu/ml 2. Pemeriksaan USG thyroid Kesan : a. Struma multinodosa thyroid kanan dan kiri dengan degenerasi kistik didalamnya serta penebalan isthmus dan hipervaskularisasi peri dab intralobus. b. Multipel reactive lymphadenopati pada level 1-5 colli kanan (ukuran terbesar 1,29x0.44 cm pada level 2) dan pada level 1-5 colli kiri (ukuran terbesar 1,15x0,54 cm pada level 1). 1.5. Resume 1. Anamnesis • Pasien, datang dengan keluhan sesak nafas yang bertambah berat sejak pagi hari atau sebelum masuk IGD. Sesak berlangsung terus menerus dan sangat mengganggu aktifitas sehari-hari pasien. Sesak bertambah berat bila pasien sedang berbaring dan dirasakan berkurang jika pasien dalam posisi duduk. • Selain sesak nafas, pasien juga mengeluhkan mual, mata berbayang, nyeri ulu hati, keringat dingin saat malam, dada berdebar, sering BAK, kesemutan, BB turun, mudah marah, gelisah, BAB 6-7x dalam sehari tetapi tidak cair, tidak berdarah, tidak berlendir. 2. Pemeriksaan Fisik a. KU/Kes : Tampak sakit sedang dan sesak / Compos Mentis Vital Sign : TD : 140/90 mmHg N : 88 kali/menit RR : 28 kali/menit S : 36,1 0C b. Pemeriksaan leher • Deviasi trakea (-) di garis tengah, pembesaran kelenjar tiroid (+), bernodul ,mobile, nyeri tekan (+), bruit (+) • c. Tekanan Vena Jugularis : 5 + 3 cm Abdomen Inspeksi : Sedikit cembung Auskultasi : Bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal) Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok angulus costo vertebrae (-/-) Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) epigastrik, undulasi (-) Hepar-Lien : Tidak teraba 3. Pemeriksaan penunjang a. b. Laboratorium : Hemoglobin : 13,5 g/dl Hematokrit : 40 % Ureum darah : 60,7 mg/dl Kreatinin darah : 0,77 mg/dl SGOT : 47 U/L (↑) SGPT : 101 U/L (↑) (↑) Glukosa sewaktu : 327 mg/dL (↑) Glukosa puasa : 252 mg/dL (↑) HBA1C : 8,3 % (↑) Free T4 : 4,79 ng/dL (↑) Free T3 : 12,9 pg/nL (↑) TSH : <9,995 uIu/ml (↓) Pemeriksaan USG thyroid Kesan : 1) Struma multinodosa thyroid kanan dan kiri dengan degenerasi kistik didalamnya serta penebalan isthmus dan hipervaskularisasi peri dab intralobus. 2) Multipel reactive lymphadenopati pada level 1-5 colli kanan (ukuran terbesar 1,29x0.44 cm pada level 2) dan pada level 1-5 colli kiri (ukuran terbesar 1,15x0,54 cm pada level 1). 1.6. Diagnosa Klinis 1.7. • Graves Disease • DM tipe 2 • Hipertensi Grade I Usulan Pemeriksaaan Penunjang 1. Pemeriksaan EKG 1.8. Penatalaksanaan 1. 2. Farmakologi : a. O2 nassal kanul 4-6 liter/menit b. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm c. Inj. Ketorolac /8 jm IV d. PO Sukralfat syr 3x1 C e. PO Amlodipin 1x10 f. PO PTU 3x100 g. PO Novorapid 3x8 U h. PO propanolol 2x10 i. PO leuemir 0-0-1 Non farmakologi : a. Elevasi kepala 30º b. Istirahat c. Menghindari faktor risiko d. Edukasi penyakit kepada pasien dan keluarga meliputi faktor resiko, terapi, komplikasi penyakit, prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit. 1.9. Rencana Monitoring 1 Keadaan umum dan vital sign 2 Tingkat kesembuhan terhadap efek terapi yang diberikan 3 Efek samping obat 1.10. Prognosis Ad fungsional : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad vitam : dubia ad malam BAB III TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Penyakit Graves merupakan suatu penyakit otoimun yang berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, yaitu penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati. Graves disease lazim juga disebut penyakit Basedow. Struma adalah istilah lain untuk pembesaran kelenjar gondok. Gondok atau goiter adalah suatu pembengkakan atau pembesaran kelenjar tiroid yang abnormal yang penyebabnya bisa bermacam-macam. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda usia 20 –40 tahun terutama wanita, tetapi penyakit ini dapat terjadi pada segala umur . Kelenjar tiroid dalam keadaan normal tidak tampak, merupakan suatu kelanjar yang terletak di leher bagian depan, di bawah jakun. Kelenjar tiroid ini berfungsi untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi untuk mengontrol metabolisme tubuh sehingga pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Sjahriar,2008). tercapai II. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSIS Penyebabnya penyakit Graves belum diketahui secara pasti karena merupakan penyakit autoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul tiba-tiba. Tidak diketahui mekanismenya secara pasti, kebanyakan dijumpai pada wanita. Reaksi silang tubuh terhadap penyakit virus mungkin merupakan salah satu penyebabnya. Obat-obatan tertentu yang digunakan untuk menekan produksi hormon kelenjar tiroid dan kekurangan yodium dalam diet dan air minum yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama mungkin dapat menyebabkan penyakit ini. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui, tampaknya terdapat peran antibody terhadap reseptor TSH, yang menyebabkan peningkatan produksi tiroid. Penyakit ini ditandai dengan peninggian penyerapan yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid. (Sjahriar,2008). Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan. Terdapat beberapa faktor predisposisi : 1. Genetik Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama kelas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun. 2. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH. 3. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi tiroid. 4. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur neuroendokrin. 5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium. 6. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves’ terutama pada penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit ini. 7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid. 8. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T. III. ANATOMI DAN FISIOLOGI Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang memproduksi hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan mengkonsentrasikan iodin yang digunakan untuk sintesis hormon tiroid. Hormon yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid menempel pada tiroid dan memproduksi hormon paratiroid (Parathormon ; PTH). PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan fosfat. Sel-Sel parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang. Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C yang mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. T3 selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin di dalam koloid dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah. Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroidstimulating hormone) dan adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH (Thyrotropin-releasing hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar tiroid. TSH mengontrol produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh T3, peningkatan konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respons adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga melalui pengaruh persarafan. IV. PATOGENESIS Hipertiroidisme pada penyakit Graves’ disebabkan oleh aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau disebabkan proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T suppressor sehingga sel T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk memproduksi TSH receptor antibodies. TSH receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi kelenjar tiroid. Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor a (TNF-a) dan interferon-γ yang akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40 dan HLA class II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi. Mekanisme ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan receptor tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti. Ada 3 jenis autoantibodi terhadap reseptor TSH saat ini diakui: a. TSI, Thyroid-stimulating imunoglobulin: antibodi ini (terutama Imunoglobulin G) bertindak sebagai LATS (Long-Acting Stimulan Tiroid), mengaktifkan sel-sel dengan cara yang lebih lama dan lebih lambat dari hormon thyroid-stimulating normal (TSH), yang menyebabkan produksi tinggi hormon tiroid. b. TGI, Tiroid imunoglobulin pertumbuhan: antibodi ini mengikat langsung ke reseptor TSH dan telah terlibat dalam pertumbuhan folikel tiroid. c. TBII, Thyrotropin Binding-Menghambat Imunoglobulin: antibodi ini menghambat serikat normal TSH dengan reseptornya. Beberapa benar-benar akan bertindak sebagai jika TSH sendiri adalah mengikat reseptornya, dengan demikian menyebabkan fungsi thyroid. Jenis lain tidak dapat merangsang kelenjar tiroid, tetapi akan mencegah TSI dan TSH dari mengikat dan merangsang reseptor. Pada penyakit Graves, kelenjar tiroid tidak lagi dibawah kontrol TSH hipothalamus tapi secara terus-menerus distimulasi oleh antibodi TSH-like activity yang kebanyakan ditemukan dalam subklas IgG1. Antibodi yang terikat pada reseptor TSH dibagi menjadi 2, antibodi yang mengawali proses transduksi sinyal intraseluler disebut sebagai TSH receptor-stimulating antibodies, sedangkan yang tidak disebut sebagai TSH receptor-blocking antibodies. TSH receptor-stimulating antibodies hanya terdeteksi pada penderita Graves’. Gambar 1. A: Fisiologis Thyroid Normal ; B: Patogenesis Graves’ Disease V. PATOFISIOLOGI Pada hipertiroidisme, metabolisme dan produksi panas akan meningkat. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya. Pasien yang terkena lebih menyukai suhu lingkungan yang dingin, pada lingkungan yang panas pasien cenderung berkeringat lebih banyak (intoleransi panas). Kebutuhan O2 yang meningkat membutuhkan hiperventilasi dan merangsang eritropoiesis. Pada satu sisi, peningkatan lipolisis menyebabkan penurunan berat badan, dan pada sisi yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia. Dapat terjadi hiperglikemia yang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus (reversibel), yang disebabkan karena peningkatan perangsangan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Meskipun hormone tiroid meningkatkan sintesis protein, hipertiroidisme akan meningkatkan enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan yang menyebabkan pula penurunan massa otot dan kelemahan otot. Akibat kerja perangsangan jantung, curah jantung (CO) dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Fibrilasi atrium kadang terjadi. Perangsangan otot di usus halus akan menyebabkan diare. Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia, tremor, kelmahan otot dan insomnia. Gejala yang khas pada penyakit Graves adalah adanya eksoftalmus. Penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan dan peningkatan fotofobia juga terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan resptor TSH. Akibatnya terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan otot mata, infiltrasi limfosit, akmulasi asam mukopolisakarida dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar. Inflamasi retrobulbar Perangsangan glikogenolisis, glukoneogenesis Eksoftalmus Hipersekresi Diplopia Peka terhadap cahaya Perangsang an usus Diare Hiperglikemia Metabolisme energi mngkt Penggunaan O2 metbolisme Mngkt panas mngkt Lipolisis Hiperventilasi Hipertermi Perangsangan jantung Graves Disease Kontraktilitas jantung mngkt volume sekuncup mgkt CO mngkt Berkeringat Penurunan BB Penurunan massa Gambar 2. Patofisiologi Gejala pada Grave Disease otot Kelemahan otot VI. Takikardi KOMPLIKASI Krisis tiroid (Thyroid storm) merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang berat sehingga dapat mengancam kehidupan penderita. Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain : • Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain • Terapi yodium radioaktif • Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara adekuat. • Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut, alergi obat yang berat atau infark miokard. Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat berupa tanda-tanda hipermetabolisme berat dan respons adrenergik yang hebat, yaitu meliputi: • Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38°C sampai mencapai 41°C disertai dengan flushing dan hiperhidrosis. • Takhikardi hebat , atrial fibrilasi sampai payah jantung. • Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma. • Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus. Terjadinya krisis tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari simpanan hormon tiroid didalam kelenjar tiroid. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar T4 dan T3 didalam serum penderita dengan krisis tiroid tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Juga tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis tiroid terjadi akibat peningkatan produksi triiodothyronine yang hebat. Dari beberapa studi terbukti bahwa pada krisis tiroid terjadi peningkatan jumlah reseptor terhadap katekolamin, sehingga jantung dan jaringan syaraf lebih sensitif terhadap katekolamin yang ada didalam sirkulasi. Hipertiroidisme dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari seluruh kehamilan dan jika tidak terkontrol dengan baik dapat memicu terjadinya krisis tirotoksikosis, kelahiran prematur atau kematian intrauterin. Selain itu hipertiroidisme dapat juga menimbulkan preeklampsi pada kehamilan, gagal tumbuh janin, kegagalan jantung kongestif, tirotoksikosis pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahir rendah serta peningkatan angka kematian perinatal. Komplikasi Operasi : Operasi pengangkatan tumor kelenjar gondok memang ada resiko terjadi komplikasi. Namun dengan persiapan yang baik disertai tehnik operasi yang baik dan doa, Insya allah resiko itu dapat dihindarkan, walaupun tidak mutlak. Sebelum operasi biasanya dilakukan serangkaian pemeriksaan, khusunya pada kadar hormon tiroid, dimana kadar hormon tiroid ini harus berada dalam ambang batas normal , tidak boleh kekurangan atau kelebihan dari batas yang sudah ditentukan. Bila kadarnya lebih tinggi atau lebih rendah dari batas yang ditentukan, maka harus diobati dulu sampai mencapai batas ambang normal. Resiko komplikasi yang mungkin terjadi antara lain, perdarahan, cedera saraf yang mengurus pita suara yaitu saraf atau nervus Recurrent laryngeus, obstruksi jalan nafas, dan lainnya. Pada keadaan normal, kelenjar gondok besarnya sekitar 2x2,5x0,75 inchi. Namun bila sudah menjadi tumor, ukurannya bisa beberapa kali lipat. Diantara bagian bawah kelenjar gondok dan saluran nafas (trakea), berjalan suatu saraf yang disebut Nervus Reccurens Laryngeus, yang tugasnya adalah memberi persarafan pada pita suara. Ukurannya sangat kecil, dan terdapat beberapa variasi letak dan perjalanan saraf ini. Pada saat operasi saraf tersebut bisa saja terpotong atau terikat atau karena hal lainnya. Bila salah satu saraf ini cedera apakah di bagian kanan atau bagian kiri ,maka dapat mengakibatkan perbahan pada suara , dimana suara dapat berubah menjadi serak atau hilang. Bila kedua saraf ini cedera, maka dapat mengakibatkan sumbatan jalan nafas. Jadi pada operasi tumor kelenjar gondok , memang ada resiko saraf recurrent laryngeus cedera yang dapat mengakibatkan suara menjadi serak atau hilang, jadi bukan pita suaranya yang cedera melainkan saraf yang mengatur pergerakan pita suara tersebut. Apa resikonya bila tidak dioperasi ? Resikonya adalah tumor tetap ada dan semakin membesar, yang dapat menyebabkan gangguan menelan atau pernafasan. Selain itu juga ada resiko terjadinya keganasan, terutama bila tumor kelenjar gondoknya berbentuk noduler atau benjolan tunggal pada wanita diatas 50 tahun atau laki-laki diatas usia 40 tahun. VII. PROGNOSIS