STUDI ANALISIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program S.1 Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Oleh: JAYANTI NIM : 131310000290 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA 2015 NOTA PEMBIMBING Lamp. : Eksemplar Hal : Naskah Skripsi A.n. Sdri. Jayanti Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara Assalamu’alaikum Wr. Wb Setelah membaca, mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan naskah skripsi Saudari: Nama : Jayanti NIM : 131310000290 Judul : STUDI ANALISIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN Dengan ini saya mohon agar skripsi saudari tersebut dapat segera dimunaqosahkan. Atas perhatian Bapak, saya sampaikan terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Jepara, 18 September 2015 Pembimbing Skripsi Dr. Sa’dullah Assaidi, M.Ag. ii PERNYATAAN Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Jepara, Oktober 2015 Deklarator, Jayanti NIM. 131310000290 iv MOTTO (٦ : )اﻻﻧﺸﺮاح Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah / 104 : 6).* “Orang yang perkasa bukanlah seorang yang mempunyai fisik dan otot kuat, mampu menaklukkan lawan-lawannya. Tetapi orang perkasa ialah yang dapat bertindak penuh pertimbangan dan sabar serta mampu mengendalikan nafsunya ketika marah”. “Diantara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas kesempatan beramal yang terlewatkan dan tidak adanya penyesalan atas kesalahan yang telah dilakukan”. * Moh. Rifa’i, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Aksara Indah, 1991), hlm. 573. v PERSEMBAHAN Untaian terima kasih ku ucapkan kepada orang-orang terkasih, berkat motivasi dan do’anya karya yang sederhana ini bisa terwujud. Skripsi ini ku persembahkan kepada : Almarhumah Ibuku tercinta (Ibu Munjiyah almarhumah), hanya untaian do’a dan rasa terima kasihku yang hanya dapat ku panjatkan untukmu. Beribu-ribu bahkan berjuta-juta ucapan terimaksih tak dapat membalas kasih sayang nan tulus darimu. Bapak (Sumiran) yang telah mencurahkan segala cinta, kasih sayangnya demi mendidikku kepada jalan hidup yang benar. Terima kasih atas do’a dan motivasinya mengantarkan menuju pendidikan yang lebih tinggi, semoga ilmu ini senantiasa tersalurkan dalam kebaikan dan bermanfaat. Mohon maaf atas semua kesalahan yang telah ku lakukan dari waktu kecil hingga sekarang masih tetap merepotkan. Ustadzah (mbak Afidah) dan ustadz (pak Nurhadi) di rumah yang telah mengajari saya membaca Al Qur’an dan mendidikku, terima kasih atas semua jasa-jasa kalian yang telah tulus mendidikku, mohon maaf dari kecil hingga sekarang masih tetap merepotkan kalian, vi Guru-guruku tercinta yang senantiasa mendo’akan dan memotivasiku, menjadi sang inspirator dalam hidupku, untaian kata terimakasih belum bisa membalas semua ketulusan kalian. Mbakku (Sri Wahyuni) yang telah tulus menggantikan peran ibu, Kakakkakakku (kak Nur, kak mud, kak met), mbak iparku (mbak kis), kakak ipar (kak nur) yang telah bersedia membantuku, terimakasih untuk do’a, pengertian, bantuan, dukungan dan motivasinya. Terima kasih untuk adikku tersayang (nang Taqim) , teman kecilku yang selalu ada untukku, membantuku, dan mendukungku. Semoga engkau segera mengikuti jejak langkahku menggapai mimpi kecil kita. Teman-teman senasib dan seperjuangan UNISNU Jepara Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Prodi PAI ku ucapkan terima kasih atas dukungan dan semangatnya. Sahabat-sahabat karibku, Tsabbit, Lhda, Laili, Hamidah, Nailis, Ria, mbak Husna, Sania, Izun, Cus, nang Lukman, Laila, Hadiah dan lain-lainnya yang tak mungkin ku sebutkan satu persatu. Semua pihak yang telah membantu terima kasih atas semua bantuannya. Kepada Almamaterku UNISNU Jepaara. Pembaca yang budiman. vii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh Bismillahirrohmanirrohim Alhamdulilahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT., Tuhan sekalian alam yang menguasai semua makhluk dengan segala kebesaranNya yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah serta karuniaNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi agung Muhammad saw. penyampai risalah yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terealisasikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Rektor UNISNU Jepara Bapak Prof. Dr. KH. Muhtarom, HM yang telah merestui pembahasan skripsi ini. 2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara Bapak Drs. Akhirin, M.Ag. 3. Bapak Drs. Abdul Rozaq Alkam, M.Ag., pembantu Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penulisan skripsi ini. ix 4. Dosen Pembimbing Bapak Dr. Sa’dullah Assaidi, M.Ag., yang dengan susah payah meluangkan waktu, pikiran, serta tenaganya demi penyelesaian skripsi ini. 5. Segenap dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama diperkuliahan. 6. Segenap staf UNISNU Jepara. 7. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil. 8. Segenap guru yang telah memberikanku ilmu waktu di bangku sekolah maupun di luar sekolah. 9. Untuk teman-teman senasib seperjuangan mahasiswa PAI angkatan 2011 yang telah berjuang dan membantu memberi dukungan moril maupun materil selama kuliah. 10. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Jazaakumullahu khoirol jaza’. semoga Allah SWT. memberikan hidayahNya serta melipat gandakan balasan yang setimpal atas segala kebaikannya dan menjadikan amal soleh di sisiNya. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran x dan kritik yang membangun demi kemajuan penulis. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah memberikan dukungan, dan penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat bagi semua. Tidak hanya untuk penulis tetapi untuk semua yang membaca skripsi ini. Wabillahi taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh. Jepara, 5 Oktober 2015 Penulis Jayanti NIM: 131310000290 xi ABSTRAK Jayanti (NIM: 131310000290). Studi Analisi tentang Karakter Pendidik dalam Al Qur’an. Skripsi. Jepara: Program Strata 1 (S1) Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara. Al Qur’an sebagai pendidikan yaitu memberikan bimbingan, arahan, dan pengatur bagi umat manusia. Pendidikan merupakan suatu dasar peningkatan kualitas peradaban manusia pada umumnya. Diantara peran para aktor yang paling vital dalam pendidikan adalah peran seorang pendidik. Pendidik merupakan salah satu komponen yang utama dalam pendidikan diharapkan dapat menjadi sosok pribadi yang memiliki sejumlah kepribadian yang menempatkannya sebagai panutan, teladan terhadap anak didiknya. Oleh karenanya penulis menampilkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana karakter pendidik yang terdapat dalam Al Qur’an. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang terkandung di dalam Al Qur’an. Jenis penelitian dalam permasalahan yang akan diteliti bersifat kualitatif dimana penelitian kualitataif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pendekatan penelitian yang digunakan berdasarkan permasalahan yang akan diteliti adalah Grounded Theory atau teori berasal dari data dasar yakni sejumlah data yang banyak dikumpulkan dan yang saling berhubungan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Teknik pengumpulan data berdasarkan penenelitian yang akan dilakukan menggunakan Library Research, yakni membaca dan mengkaji secara mendalam apa yang ada di dalam buku dan membandingkannya dengan sumber-sumber yang lain. Metode analisis data yang digunakan adalah metode Mawdhu’i, karena data primer yang dianalisis adalah ayat Al Qur’an dengan teknik analisisnya menggunakan deskriptif induktif. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa karakter pendidik dalam Al Qur’an mencakup bersifat rabbani, lemah lembut, pemaaf, adil, sabar, komunikatif, dll. Jika dikaitkan secara khusus kepada seorang guru maka akan dijumpai empat kompetensi yang dimiliki oleh pendidik sebagai karakter utama. Kompetensi tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Berdasarkan penelitian ini, diharapkan akan menjadi bahan informasi bagi pendidik baik orangtua, guru maupun orang-orang yang bertanggung jawab dalam mendidik demi terbentuknya pribadi yang berkualitas. Akhirnya semoga bermanfaat. viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………….......................... i HALAMAN NOTA PEMBIMBIBING ………………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… iii HALAMAN PERNYATAAN ………………........................................... iv HALAMAN MOTTO ……………………………………………………. v HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………… vi HALAMAN ABSTRAK ………………………………………………... viii HALAMAN KATA PENGANTAR …………………………………… ix HALAMAN DAFTAR ISI ……………………………………………... xii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……………………………………………... 1 B. Penegasan Istilah …………………………………………… 5 C. Rumusan Masalah ………………………………………….. 8 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………….. 8 E. Kajian Pustaka ……………………………………………... 10 F. Metode Penelitian ………………………………………….. 12 G. Sistematika …………………………………………………. 19 BAB II : LANDASAN TEORITIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK A. Pengertian Pendidik dan Unsur-unsur yang diperlukan bagi Pendidik 1. Pengertian Pendidik ……………………………………. 22 2. Pendidik dalam Pandangan Islam ……………………… 25 3. Syarat-syarat Pendidik …………………………………. 30 4. Ciri-ciri pendidik ………………………………………. 31 B. Tugas Pendidik .................................................................... 31 C. Karakter Pendidik ………………………………………... 33 xii BAB III : KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN A. Pesan Utama Al Qur’an tentang Karakter Pendidik 1.Teks dan Terjemah ………………………………………. 39 2.Asbabun Nuzul …………………………………………... 43 3.Penafsiran ………………………………………………… 45 4.Kandungan (Isi) ………………………………………….. 64 B. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an ……………………. 67 BAB IV : ANALISIS KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN A. Potensi Manusia …………………………………………. 69 B. Pendidik dan Potensi Manusia …………………………. 71 C. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an …………………... 73 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………. 109 B. Saran ……………………………………………………… 111 C. Penutup …………………………………………………… 112 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al Qur’an karim adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah. Al Qur’an diwahyukan kepada nabi Muhammad dalam bahasa Arab.1 Al Qur’an merupakan pedoman bagi umat Islam dalam mengatur segala kehidupannya baik yang menyangkut masalah hablun minallah, hablun minannas dan hablun minal ‘alam. Al Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. yang pembacaannya merupakan suatu ibadah. 2 Selain itu, Al Qur’an merupakan akhlak Nabi saw. memberikan nilai pendidikan bagi umat manusia. Terdapatnya ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat mujmal dibutuhkan sebuah penafsiran untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas agar mudah untuk dipahami. Al Qur’an sebagai pendidikan yaitu memberikan bimbingan, arahan, dan pengatur bagi umat manusia. Sifat pendidikan Al Qur’an disebut rabbaniy.3 Pendidikan merupakan suatu dasar dari suatu pertumbuhan bangsa, baik itu dalam pertumbuhan ekonomi, sains dan teknologi dan mampu mengadakan peningkatan kualitas peradaban manusia pada 1 Muhammad Abdul Halim, Memahami Al Qur’an, (Bandung: Marja’, 2002), hlm. 22. Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an, Terj. Manna’ Khalil Al Qattan, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), Cet. 16, hlm. 17. 3 M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, (Bandung: Miza Pustaka, 2007), Cet. 7, hlm. 277. 2 1 2 umumnya. Pendidikan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia).4 Peningkatan SDM melalui pendidikan, maka harus segera memperhatikan para aktor yang melaksanakannya. Letak berhasil tidaknya suatu proses pendidikan tergantung seberapa jauh kompetensi dan profesionalitas yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat di dalamnya, serta komitmen dan kesungguhan mereka untuk menciptakan perubahan dan perkembangan pada diri peserta didik. Diantara peran para aktor yang paling vital adalah peran seorang pendidik. Seorang pendidik atau guru haruslah menjadi model, sekaligus menjadi mentor dari peserta didik. Tanpa guru atau pendidik sebagai model, sulit untuk diwujudkan suatu pranata sosial (sekolah) yang dapat mewujudkan nilai-nilai.5 Pendidik, guru dalam pendidikan formal sebagai pekerja profesional harus memiliki kepribadian yang baik sebelum ia melaksanakan tugasnya membentuk kepribadian para siswanya.6 Kepribadian (personality) adalah sifat dan tingkah laku seseorang yang membedakannya dengan orang lain. Kepribadian yang sudah matang akhirnya menjadi karakteristik kepribadian.7 Manusia sebagai ciptaan Allah, mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan proses pendidikan karena ia berperan sebagai pendidik yang maha agung di muka bumi. Ketika ia berperan sebagai pendidik, tanggung 4 Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pedidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 36. Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. 11, hlm. 105. 6 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. 4, hlm. 2. 7 Ibid., hlm. 6. 5 3 jawab belajar berada di pundaknya. Tujuan pendidikan ditujunkkan bagi kepentingan manusia agar mendapat bimbingan dalam melaksanakan proses kependidikan untuk pembentukan generasi yang berkualitas dan berkepribadian luhur.8 Mendidik lebih dari sekedar mengajar. Dalam pengertian yang luas adalah membantu seseorang untuk menangkap makna nilai-nilai hidup dan kehidupan serta mewartakannya dalam kehidupan sehari-hari.9 Pendidik merupakan salah satu komponen yang utama dalam pendidikan diharapkan dapat menjadi sosok pribadi yang memiliki sejumlah kepribadian yang menempatkannya sebagai panutan, teladan terhadap anak didiknya. Sifat dan pribadinya harus mencerminkan pribadi yang luhur, sebagaimana halnya Rasulullah saw. yang mampu menunjukkan dengan sempurna bahwa Al Qur’an sebagai jiwa dan akhlak beliau. Al Qur’an berbicara tentang pokok-pokok ajaran tentang Tuhan, Rasul, kejadian dan sikap manusia, alam jagat raya, akhirat, akal dan nafsu, ilmu pengetahuan, amar ma’ruf nahi munkar, pembinaan generasi muda dan kerukunan hidup antar umat beragama. Ayat-ayat Al Qur’an mengandung nilai-nilai pendidikan salah satunya membicarakan tentang bimbingan orangtua terhadap anaknya berupa nasihat-nasihat yang mendidik dan memberikan pencerahan bagi pembentukan nilai-nilai kasih sayang, sebagaimana dalam Al Qur’an surat Luqman ayat 13-14 8 144. 9 Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral, (Badung: Alfabeta, 2012), Cet. 3, hlm. Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2012), hlm.135. 4 (١٣-١٤ : )ﻟﻘﻤﺎن Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman / 31 : 13-14 ).10 Nilai pendidikan dalam ayat tersebut sejalan dengan konsep pendidikan tarbiyah yang menitik beratkan pada pelaksanaan nilai-nilai ilahiah yang bersumber dari Allah selaku Rabb al ‘alamin. Tugas penyampaian nilai-nilai ajaran agama dibebankan kepada orang tua, sedangkan para pendidik tak lebih hanyalah sebagai tenaga profesional yang mengemban tugas berdasarkan kepercayaan orangtua. Dengan demikian berarti tugas pendidikan dibebankan kepada seseorang yang lebih dewasa dan matang, yaitu orang yang mempunyai integritas kepribadian dan kemampuan yang profesional.11 Seorang pendidik harus memiliki sifat dan kepribadian yang mulia sebab ia bukanlah sekedar mentransfer knowledge saja tetapi sekaligus mejadi 654. 10 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terdjemahnya, (Jakarta: Jamunu, 1970), hlm. 11 Muhammad Takdir Ilahi, Op.cit., hlm. 138. 5 teladan. Segala tingkah laku dan gerak-geriknya menjadi sorotan bagi peserta didiknya. Ia harus bersikap penuh kesabaran dan bersifat pemaaf dalam mendidik anak didiknya sebagaimana dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 159 (١٥٩ : )ال ﻋﻤﺮان Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran / 3 : 159).12 Berdasarkan permasalahan di atas, penulis berusaha untuk meneliti lebih lanjut kandungan Al Qur’an dalam kaitannya dengan pendidikan. Selanjutnya permasalahan ini penulis rumuskan dalam sebuah penelitian yang berjudul Studi Analisis tentang Karakter Pendidik dalam Al Qur’an. B. Penegasan Istilah Agar kajian ini dapat dipahami secara tepat dan benar, serta untuk menghindari kesalah pahaman, maka penulis memandang perlu untuk menjelaskan kata-kata yang esensial dalam judul, yaitu sebagai berikut: 12 Departemen Agama RI, Op.cit., hlm. 103. 6 1. Studi Analisis Studi analisis bersal dari kata “studi” dan “analisis”. Studi dalam bahasa Inggris study yang berarti belajar, mempelajari.13 Sedangkan analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dsb).14 Yang dimaksud penulis di sini bahwa studi analisis yaitu suatu kegiatan untuk memperoleh pengetehuan dengan disertai segenap serangkaian perbuatan yang menelaah suatu masalah secara mendalam. 2. Karakter Pengertian karakter dapat dilihat dari sisi kebahasaan dan istilah. Menurut bahasa (etimologis) istilah karakter dari bahasa Latin kharakter, kharassaein dan kharax, dalam bahasa Yunani character dari kata charassein, yang berarti membuat tajam dan membuat dalam. Dalam bahasa Inggris character dan dalam bahasa Indonesia lazim digunakan dengan istilah karakter. Karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. 15 Menurut istilah terdapat beberapa pengertian tentang karakter. Menurut Hornby dan Parnwell16 mendefinisikan karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Sedangkan 13 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 563. 14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indoneia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 43. 15 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), Cet. 2, hlm.1-2. 16 Ibid., hlm. 2. 7 menurut Doni Koesoema bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.17 Karakter diartikan sebagai nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.18 3. Pendidik Secara etimologi kata pendidik berasal dari kata dasar didik, yang memiliki arti memelihara, merawat dan memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti sopan santun, akal budi, akhlak dan sebagainya. Selanjutnya dengan menambah awalan pe- menjadi pendidik yang berarti orang yang mendidik.19 17 Ibid., hlm. 3. Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 2, hlm. 6. 19 Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit., hlm. 263. 18 8 Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak agar si anak tersebut bisa menuju ke arah kedewasaan.20 Pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasarannya adalah anak didik. Pendidik sebagai orang yang bertanggung jawab membimbing anak untuk mencapai kedewasaan dibedakan kepada dua jenis. Pertama pendidik karena keharusan atas kewajaran kehidupan, sedangkan yang kedua adalah pendidik karena diserahi tugas untuk mendidik anak.21 Pendidik pertama ialah pendidik yang disebabkan kewajaran tanggung jawab untuk membimbing anak yaitu para orang tua (ayah ibu). Pendidik kedua ialah pendidik yang memperoleh tugas, karena orang tua untuk sementara tidak mampu melaksanakan pendidikan. Pendidik kedua ialah pendidik sebagai suatu profesi yang karena jabatannya ia harus mendidik misalnya guru di sekolah, para pembimbing dan sebagainya.22 C. Rumusan Masalah Berdasarkan uaraian di atas, maka dapat diambil beberapa pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pendidik dalam Al Qur’an? 2. Bagaimana karakter pendidik yang terdapat dalam Al Qur’an? D. Tujuan dan Mafaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 128. 20 Uyoh Sadulloh, dkk, Pedagogik: Ilmu Mendidik, (Bandung: Alfabeta, 2011), Cet. 2, hlm. 21 Ibid., hlm. 130. Ibid. 22 9 1. Untuk mengetahui pendidik dalam Al Qur’an 2. Untuk mengetahui karakter pendidik yang terdapat dalam Al Qur’an. Adapun manfaat secara teorotis dan praktis adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Bagi peneliti memberikan wawasan mengenai karakter pendidik yang terdapat dalam Al Qur’an. b. Bagi fakultas terutama fakulktas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan memberikan tambahan khasanah ilmu pengetahuan dan menambah bahan kepustakaan. c. Bagi pembaca memberikan pengetahuan tentang karakter pendidik karena pada dasarnya manusia sebagai makhluk paedagogies yaitu dapat dididik dan mendidik. d. Bagi para pendidik dapat memberikan informasi seputar karakter dari seorang pedidik yang termuat dalam Al Qur’an. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk membentuk pribadi yang mulia. b. Bagi pembaca dapat mencontoh karakter pendidik yang ada di dalam Al Qur’an surat demi menjadikan pribadi yang baik. c. Bagi fakultas khususnya fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan lebihlebih Program Pendidikan Agama Islam dapat mengaplikasikan karakter pendidik dalam penelitian ini untuk menjadi pribadi yang berkualitas. 10 d. Bagi para pendidik dapat mengaplikasikan di setiap langkah dalam mendidik anak didiknya. E. Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan kegiatan yang perlu dilakukan dalam penelitian untuk mencari dasar pijakan atau informasi untuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berfikir, dan menentukan dugaan sementara atau sering pula disebut dengan hipotesis penelitian, sehingga dengan adanya hal itu maka para peneliti dapat mengerti, mengorganisasikan kemudian menggunakan variasi kepustakaan dalam bidangnya. Dengan kajian pustaka atau studi kepustakaan peneliti mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah-masalah yang diteliti.23 Survey kepustakaan yang sudah peneliti lakukan, menunjukkan hasil bahwasannya ada beberapa literatur buku yang menunjukkan adanya kesesuaian tema dengan penelitian ini. Diantara karya ilmiah atau buku-buku yang mendukung kajian ini sebagai berikut: Pertama, buku yang berjudul “Menjadi Guru yang Berkarakter” karya Agus Wibowo, M. Pd dan Drs.Hamrin, M. M. Pd. Dalam buku ini memuat tentang karakter utama guru yang menjelaskan bahwa seorang guru, selain harus memiliki pemahaman, keterampilan dan kompetensi mengenai karakter, ia juga dituntut memiliki karakter-karakter mulia dalam dirinya sendiri, mempraktikkan dalam keseharian.24 Adapun 23 karakter utama dalam buku Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 34. 24 Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 47. 11 tersebut yang harus dimiliki seorang guru atau pendidik adalah komitmen, kompeten, kerja keras, kemampuan berinteraksi, ikhlas dll. Kedua, buku yang berjudul “Ilmu Pendidikan Islam Jilid I” karya Drs. H. M. Sudiyono. Di dalam buku ini dikemukakan bahwa seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat yang tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Salah satu sifat pendidik adalah pemaaf. Seorang pendidik atau guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya. Ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati dan banyak sabar.25 Ketiga, buku karangan Dr. Ahmad Tafsir yang berjudul “Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam”. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa ada beberapa sifat guru dalam pandangan Islam. Dalam buku tersebut Al Abrasyi mengemukakan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memiliki sifatsifat seperti lemah lembut, pemaaf, sabar dan lain sebagainya. 26 Keempat, skripsi mahasiswa Universitas Islam Nahdlatul Ulama Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yang bernama Anisa Rahmanti (NIM. 229.019) tahun 2013 yang berjudul “Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam (Telaah Buku Ilmu Pendidikan Islam Karya Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. S. i)”. Di dalam skripsi tersebut membicarakan tentang kode etik pendidik. Kode etik pendidik dirumuskan menjadi 17 bagian menurut Al Ghazali diantaranya adalah bersikap lemah lembut terhadap anak didiknya terutama dalam menghadapi 25 Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, Jilid I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 129. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. 3, hlm. 83. 26 12 peserta didik yang tingkat IQnya rendah. Meningggalkan sifat marah dalam menghadapi problem peserta didiknya, bersikap santun dan penyayang. Kelima, buku yang berjudul “Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan” karya Mohamad mustari, Ph.D. Di dalam buku tersebut dijelaskan nilai-nilai karakter yang dapat diterapkan ke dalam pribadi seorang pendidik sehingga akan memiliki sifat-sifat yang mulia. Sifat-sifat tersebut di antaranya bertanggung jawab, santun, cinta ilmu dan lain sebagainya. Adanya sifat-sifat mulia pada dirinya dapat menjadi teladan bagi peserta didiknya. F. Metode Penelitian Karya ilmiah secara umum dalam setiap pembahasan tentunya menggunakan metode untuk menganalisa dan medeskripsikan suatu masalah. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan dalam mengelaborasi suatu masalah, sehingga suatu masalah dapat diuraikan dan dijelaskan dengan gamblang dan mudah dipahami. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam permasalahan yang akan diteliti bersifat kualitatif dimana penelitian kualitataif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.27 2. Pendekatan Penelitian 27 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. 30, hlm. 6. 13 Pendekatan penelitian yang digunakan berdasarkan permasalahan yang akan diteliti adalah Grounded Theory yang pada mulanya dikembangkan oleh Glaser dan Strauss pada tahun 1960an. 28 Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data. Jadi, penyusunan teori di sini berasal dari bawah ke atas, yaitu sejumlah data yang banyak dikumpulkan dan yang saling berhubungan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Hal mendasar dari pendekatan ini adalah bahwa suatu teori harus muncul dari data atau dengan kata lain suatu teori harus dari dasar atau bawah.29 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data berdasarkan penenelitian yang akan dilakukan menggunakan Library Research30 yaitu suatu riset kepustakaan artinya, permasalahan dan pengumpulan data berasal dari kajian kepustakaan sebagai penyajian ilmiah yang dilakukan dengan memilih literatur yang berkaitan dengan penelitian. Oleh karena itu, guna mendapatkan data-data yang dibutuhkan, peneliti menelaah buku-buku kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini. Mengadakan survei terhadap data yang ada merupakan langkah yang penting sekali dalam metode ilmiah.31 28 Ibid., hlm. 26. Ibid., hlm. 28. 30 Sutrisno Hadi, Metodologi Research untuk Menulis Paper, Skripsi, Teses dan Desertasi, Jilid I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1982), hlm. 9. 31 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), Cet. 7, hlm. 93. 29 14 4. Sumber Data Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata.32 Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer adalah data yag diperoleh langsung dari subjek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari.33 Dalam penelitian ini yang menjadi data sumbernya adalah ayat-ayat Al Qur’an, di antaranya surat Ali Imran /3: 79, Ali Imran / 3: 159, Ali Imran / 3: 200, An Nisa / 4: 58, Al Ahzab / 33: 21, Yasin / 36: 21, Al Mujadalah / 58: 11, Al Hasyr / 59: 18, As Shaff / 61: ٢ dan At Tahrim / 66: 6. b. Data Skunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh melelui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.34 Adapun yang menjadi data skunder dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tafsir Al Maragi karya Ahmad Mustafa Al Maragi. 2) Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran karangan M. Quraish shihab. 3) Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar Rifa’i. 32 33 91. 34 Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 157. Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. 10, hm. Ibid. 15 4) Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al Qur’an karya Sayyid Quthb. 5) Asbabun Nuzul: Studi pendalaman Al Qur’an Surat Al Baqarah – An Nas karya A. Mudjab Mahali. 6) Tafsirul wajiz Karya Syeikh Usamah Ar Rifa’i. 5. Analisis Data Analisis merupakan pekerjaan dengan data, penyusunan dan pemecahannya ke dalam unit-unit yang dapat ditangani, perangkumannya, pencarian pola-pola dan penemuan apa yang penting dan apa yang perlu dipelajari.35 Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, menemukan apa yang dipelajari.36 a. Model Analisis Data Model yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian ini menggunakan model metode perbandingan tetap (Constant Comparative Method) seperti yang dikemukakan oleh Glaser dan Strauss37 karena dalam analisis data, secara tetap membandingkan satu datum dengan datum yang lain, dan secara tetap membandingkan kategori dengan kategori lainnya. 35 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Cet. 2, hlm. 85. 36 Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 248. 37 Ibid. hlm. 288. 16 Secara umum proses analisis datanya mencakup: 1) Reduksi data yang meliputi identifikasi satuan (unit) yang ditemukan dalam data dan membuat koding yaitu memberikan kode pada setiap satuan agar dapat ditelusuri datanya. 2) Kategorisasi yaitu memilah-milah setiap satuan ke dalam bagianbagian yang memiliki kesamaan. 3) Sintesisasi, mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya. 4) Menyusun hipotesis kerja, merumuskan suatu pernyataan yang proporsional.38 b. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini data yang diteliti berupa ayat Al Qur’an, maka dalam menganalisisnya menggunakan penafsiran dari pendapat para mufassir. Terdapat banyak metode dalam penafsiran ayat Al Qur’an. Dalam hal ini metode yang digunakan adalah metode tafsir mawdhu’i. Secara semantik, al-tafsir al-mawdhu’i berarti tafsir tematis. Metode tafsir mawdhu’i ialah metode tafsir yang membahas tentang masalah-masalah Al Qur’an yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya.39 Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan, sehingga tidak salah 38 39 Ibid., hlm. 289. Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 146. 17 jika dikatakan bahwa metode ini disebut sebagai metode topikal.40 Metode ini menghimpun semua ayat yang memiliki kesamaan tema. Ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain.41 Sejalan dengan definisinya di atas, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh seseorang yang hendak membahas masalah-masalah tertentu berdasarkan tafsir mawdhu’i. Langkahlangkah yang dipaparkan oleh Abd al Hayy al farmawi dan Musthafa Muslim42 adalah sebagai berikut: 1) Memilih dan menetapkan topik (obyek) yang akan dibahas berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an. 2) Menentukan kata kunci mengenai permasalahan itu dan padanannya dalam Al Qur’an. 3) Mengumpulkan atau menghimpun ayat-ayat Al Qur’an yang membahas topik atau obyek di atas. 4) Mengurutkan tertib turun ayat-ayat tersebut berdasarkan waktu/ masa penurunannya. 5) Mempelajari penafsiran ayat-ayat yang telah dihimpun dengan penafsiran yang memadai dengan mengacu kepada kitab-kitab tafsir yang ada. 6) Memaparkan kesimpulan tentang hakikat jawaban Al Qur’an terhadap topik yang dibahas. 40 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Cet. IV, hlm. 152. 41 Abdul Hayy Al Farmawai, Metode Tafsir Maudhu’i, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 55. 42 Kadar M. Yusuf, Loc.cit. 18 c. Teknik Analisis Data Analisis merupakan bagian penting dalam penelitian ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah induktif dan bersifat deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.43 Dalam analisis deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipankutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Teknik analisis data secara induktif dimaksudkan untuk membantu pemahaman tentang pemaknaan dalam data yang rumit melalui pengembangan tema-tema yang diikhtisarkan dari data kasar.44 Induktif adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil pengamatan yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi.45 6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya digunakan untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif.46 43 Moh. Nazir, Op.cit., hlm. 54. Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 298. 45 Saifuddin Azwar, Op.cit., hlm. 40. 46 Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 320. 44 19 Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.47 Teknik pemeriksaan keabsahan data dalm penelitian ini menggunakan teori. Teori digunakan sebagai pembanding data yang telah ditemukan. Hal itu dapat dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian lainnya untuk mengorganisasikan data yang barangkali mengarahkan pada upaya penemuan penelitian lainnya. G. Sistematika Dalam rangka memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif untuk memudahkan pemahaman kandungan isi skripsi, peneliti akan menjelaskan sistematika peulisan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling terkait berikut penjelasannya: 1. Bagian awal yang terdiri dari: Halaman Judul, Halaman Nota Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Pernyataan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Halaman Abstrak, Kata Pengantar dan Daftar Isi. 2. Bagian isi yang terdiri dari: BAB I : PENDAHULUAN 47 Ibid., hlm. 330. 20 A. Latar Belakang B. Penegasan Istilah C. Rumusan Masalah D. Tujuan dan Manfaat Penelitian E. Kajian Pustaka F. Metode Penelitian G. Sistematika BAB II: LANDASAN TEORITIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK A. Pengertian Pendidik dan Unsur-unsur yang diperlukan bagi Pendidik 1. Pengertian Pendidik 2. Pendidik dalam Pandangan Islam 3. Syarat-syarat Pendidik 4. Ciri-ciri Pendidik B. Tugas Pendidik C. Karakter Pendidik BAB III : KARAKTER PEDIDIK DALAM AL QUR’AN A. Pesan Utama Al Qur’an tentang Karakter Pendidik 1. Teks dan Terjemah 2. Asbabun Nuzul 3. Penafsiran 4. Kandungan (Isi) 21 B. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an BAB IV : ANALISIS KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN A. Potensi Manusia B. Pendidik dan Potensi Manusia C. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran C. Penutup 3. Bagian akhir yang terdiri dari: Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran. BAB II LANDASAN TEOROTIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK A. Pendidik dan Unsur-unsur yang Diperlukan Pendidik 1. Pengertian Pendidik Secara etimologi kata pendidik berasal dari kata dasar didik, yang memiliki arti memelihara, merawat dan memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti sopan santun, akal budi, akhlak dan sebagainya. Selanjutnya dengan menambah awalan pe- menjadi pendidik yang berarti orang yang mendidik.1 Dalam proses pendidikan, pendidik memegang peranan yang sangat penting dan menentukan dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidik merupakan orang dewasa baik secara kodrati maupun secara profesi bertanggung jawab dalam menumbuh kembangkan anak didik.2 Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak agar si anak tersebut bisa menuju ke arah kedewasaan.3 Pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasarannya adalah anak didik. Dalam mencapai keberhasilan pendidikan, pendidik memiliki peran yang menentukan, sebab bisa dikatakan pendidik merupakan kunci utama terhadap kesuksesan pendidikan. 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 263. 2 Uyoh Sadulloh, dkk, Pedagogik: Ilmu Mendidik, (Bandung: Alfabeta, 2011), Cet. 2, hlm. 128. 3 Ibid. 22 23 Pendidik harus orang dewasa karena tidak mungkin pendidik membawa anak sebagai manusia yang belum dewasa dibawa kepada kedewasaannya oleh manusia yang belum dewasa. Jadi pendidik harus manusia yang sudah dewasa, sebagaimana menurut Langeveld4 bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Membawa anak kepada kedewasaannya bukan hanya sekedar dengan nasihat, anjuran, perintah dan larangan saja, melainkan yang pertama-tama ialah dengan gambaran kedewasaan yang senantiasa dibayangkan oleh anak didik dalam diri pendidiknya. Orang dewasa benarbenar sadar akan dirinya sendiri, sadar siapa dirinya, sadar apa yang ia perbuat, baikkah atau burukkah perbuatan itu. Pendidik sebagai orang yang bertanggung jawab membimbing anak untuk mencapai kedewasaan dibedakan kepada dua jenis. Pertama pendidik karena keharusan atas kewajaran kehidupan, sedangkan yang kedua adalah pendidik karena diserahi tugas untuk mendidik anak.5 Pendidik pertama ialah pendidik yang disebabkan kewajaran tanggung jawab untuk membimbing anak yaitu para orang tua (ayah ibu). Pendidik kedua ialah pendidik yang memperoleh tugas, karena orang tua untuk sementara tidak mampu melaksanakan pendidikan. Pendidik kedua ialah pendidik sebagai suatu profesi yang karena jabatannya ia harus 4 5 Ibid. Ibid., hlm. 130. 24 mendidik anak, misalnya guru di sekolah, para pembimbing dan sebagainya.6 Pendidik adalah aktor utama yang merancang, merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sebagaimana diketahui bahwa pendidik yang pertama dan utama adalah orang tua secara wajar langsung menjadi pendidik karena kenyatannya anak lahir dalam keadaan tidak berdaya. Ketidak berdayaan anak terutama dalam dua hal, yaitu tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri dan tidak berdaya untuk mengembangkan diri sendiri, karena itu mereka memerlukan bantuan orang lain. Orangtua secara kodrati langsung memikul tenaga sebagai tenaga pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, sebagai pembimbing, sebagai pembina maupun sebagai guru dan pemimpin anak-anaknya.7 Guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orangtua. Orang India dahulu, menganggap guru itu sebagai orang suci dan sakti. Di Jepang, guru disebut sensei artinya yang lebih dahulu lahir, yang lebih tua. Di Inggris, guru dikatakan teacher dan di Jerman adalah der lehrer, keduanya berarti pengajar. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti 6 7 Ibid. Ibid., hlm. 189. 25 pengajar melainkan juga pendidik, baik di dalam maupun di luar sekolah Ia harus menjadi penyuluh masyarakat.8 Masyarakat sebagai para pembimbing turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.9 Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak. Dengan demikian, di pundak mereka terpikul keikut sertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok sosial.10 Pendidik pada hakikatnya adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi dan kecenderungan yang ada pada peserta didik. 2. Pendidik dalam Pandangan Islam Pendidikan merupakan tujuan agama, dan kewajiban itu pertamatama bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan dirinya sendiri kemudian meningkat pada dataran sosial yang berarti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain. 40. 8 Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 7, hlm. 9 Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit., hlm. 721. Zakiah Daradjat, Op.cit., hlm. 45. 10 26 Dalam Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi daripada orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik.11 Kedudukan orang alim dalam Islam sangat dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling dihargai oleh Islam. Dalam Al- Qur’an, Allah SWT berfirman bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan, sebagaimana firmanNya dalam surat Al- Mujadalah: 11 (۱۱ : ) Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah 11 hlm. 91. Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 27 Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadalah / 58: 11).12 Menurut Nur Uhbiyati,13 pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, kholifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. Sejalan dengan hal tersebut Ramayulis14 mendefinisikan pendidik dengan istilah murobbi, muallim dan muaddib. Istilah murobbi, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Sedangkan untuk istilah muallim pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari orang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah muaddib menurut Al- Attas lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam, yakni lebih mengarah pada pembentukan insan yang beradab.15 Di dalam Islam selain istilah murobbi, muallim dan muaddib juga terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada pengertian pendidik. Istilah tersebut ialah: 12 Moh. Rifai, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Wicaksana, 1991), hlm. 490. Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 113. 14 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cet. 9, hlm. 56. 15 Ibid., hlm. 57. 13 28 a. Al- muzakki, diartikan sebagai orang yang melakukan pembinaan mental dan karakter yang mulia, dengan cara membersihkan si anak dari pengaruh akhlak yang buruk, terampil dalam mengendalikan hawa nafsu. b. Al- ulama, diartikan sebagai orang yang paling takut (bertakwa) kepada Allah dan mendalami ilmu agama, sebagai seorang peneliti dan scientist. Pengertian yang umum digunakan mengenai al-ulama ini yaitu seseorang yang luas dan mendalami ilmu agama, memiliki kharisma, akhlak mulia dan kepribadian saleh. c. Al- rasikun fi al-ilm, diartikan sebagai orang yang tidak hanya dapat memahami sesuatu yang bersifat empiris, melainkan juga dapat memahami makna, pesan ajaran, spirit, jiwa, kandungan, hakikat, substansi, inti dan esensi dari segala sesuatu. d. Ahl al- dzikr, yaitu orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan keahlian yang benar-benar diakui para ahli lainnya. Pendapatpendapatnya layak untuk dijadikan rujukan. e. Ulul al- bab, diartikan sebagai orang yang memiliki daya pikir dan daya nalar sekaligus memiliki daya zikir dan spiritual, yaitu memiliki keseimbangan penguasaan ilmu pengetahuan dan penguasaan terhadap ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai spiritualitas seperti keimanan, ketakwaan, ketulusan, kesabaran, ketawakalan dan sebagainya. 29 f. Al- muwa’idz, diartikan sebagai pemberi pelajaran yang bersifat nasihat spiritual kepada manusia, agar manusia tersebut tidak menyekutukan Tuhan. g. Al- faqih, diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam. Istilah ini lazim digunakan untuk orang-orang yang mendalami ilmu agama di berbagai pondok pesantren. h. Mursyid, adalah orang yang yarsyudun, yakni selalu berdo’a kepada Allah SWT. dan senantiasa melaksanakan dan memenuhi panggilanNya. Selain itu, ia juga senantiasa mengutamakan dan menjunjung moralitas dan patuh kepada Tuhan. Ia juga orang yang cerdas serta mampu memanfaatkan kecerdasannya untuk tujuan-tujuan yang mulia.16 Adanya berbagai istilah sebagaimana tersebut di atas menunjukkan bahwa seorang pendidik dalam ajaran Islam memiliki peran dan fungsi yang sangat luas. Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Andaikan dunia tanpa pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab pendidikan adalah 16 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 161-164. 30 upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.17 Pendidik dalam Islam yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. 3. Syarat-syarat Pendidik Setiap pekerjaan memerlukan syarat-syarat tertentu agar seseorang yang memiliki pekerjaan tersebut dapat berperan secara efektif dan efisien, apalagi bagi seorang pendidik yang bergaul dengan makhluk yang beraneka ragam karakter dan harus berubah ke arah yang lebih baik. Edi Suardi18 mengungkapkan bahwa seorang pendidik harus memenuhi beberapa persyaratan: a. Mengetahui tujuan pendidikan. Seorang pendidik harus banyak mempunyai pengetahuan tentang apa yang disebut manusia dewasa. b. Seorang pendidik harus mengenal anak didiknya. c. Seorang pendidik harus tahu prinsip dan penggunaan alat pendidikan. Memilih mana yang cocok untuk anak pada situasi tertentu, menentukan jalan atau prosedur mendidik yang harus digunakan. d. Memiliki sikap bersedia membantu anak didik. Tanpa itu ia merupakan orang yang bertindak mekanis, seperti robot, atau kadangkadang berlaku kurang sabar. e. Dapat bergaul dengan anak didiknya atau menyatu padukan dengan anak didiknya. Itu tidak berarti bahwa ia luluh dalam kehidupan anak 17 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. 2, hlm. 89. 18 Uyoh Sadulloh, dkk, Op.cit., hlm. 134. 31 didiknya sehingga ia lupa akan dirinya dan berlaku seperti anak didiknya. 4. Ciri-ciri Pendidik Ciri utama seorang pendidik adalah adanya kewibawaan yang terpancar dari dirinya terhadap anak didik. Kewibawaan merupakan suatu pancaran batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh pengertian atas pengaruh tersebut. Ciri yang kedua adalah mengenal anak didik. Anak didik merupakan seseorang yang berkembang dan memiliki potensi tertentu. Ciri yang ketiga adalah membantu anak didik.19 B. Tugas Pendidik Mendidik adalah tugas yang sangat luas, sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar dan sebagian lainnya dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain. Mengajar hanyalah sebagian dari tugas mendidik. Menurut Al- Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawakan hati manusia untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.20 karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepaNya. Pendidik belum bisa membiasakan diri dalam peribadatan pada peserta didiknya maka ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta 19 20 Ibid. Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati, Op.cit., hlm. 72. 32 didiknya memiliki prestasi akademis yang tinggi. Oleh karena itu tugas pendidik dalam pendidikan adalah: 1. Sebagai pengajar (instructional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan. 2. Sebagai Pendidik (educator), yang mengarahakan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan kpribadian kamil (sempurna) seiring dengan tujuan Allah SWT. menciptakannya. 3. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan terhadap berbagai masalah yang menyangkut pendidikan. 4. Membimbing si terdidik yakni memberikan arahan kepada peserta didik. 5. Menciptakan situasi untuk pendidikan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.21 Menurut Ag. Soejono merinci tugas pendidik (termasuk guru) sebagai berikut: 1. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya. 2. Menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang. 21 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.cit, hlm. 91. 33 3. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat. 4. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk megetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik. 5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.22 Tugas pendidik amat sangat berat, tidak hanya melibatkan kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan afektif dan psikomotorik. Pendidik adalah manusia biasa dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh karena itu, maka menjadi tugas pula bagi si pendidik untuk selalu meninjau dirinya sendiri. C. Karakter Pendidik Akar kata karakter berasal dari bahasa Latin yaitu kharakter, kharassein dan kharax yang bermakana tools for making, to engrave dan pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan dalam bahasa Perancis sebagai caractere. Dalam bahasa Inggris character. Selanjutnya, dalam bahasa Indonesia menjadi “karakter”23 Menurut kamus Poerwadarminta, secara ringkas karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang 22 M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 113. Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 41. 23 34 membedakan seseorang dengan yang lain.24 Di dalam kamus ilmiah populer, karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.25 Menurut Thomas Lickona,26 karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati dan menghargai orang lain, dan karakter-karakter mulia lainnya. Menurut Ki Hadjar Dewantara, 27 memandang karakter sebagai watak atau budi pekerti. Karakter sebagai sifatnya jiwa manusia mulai dari anganangan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi pekerti, manusia akan menjadi pribadi yang merdeka sekaligus berkepribadian, dan dapat mengendalikan diri sendiri. Setiap orang menurutnya memiliki karakter yang berbeda-beda, sebagaimana mereka memiliki roman muka yang berbeda-beda pula. Antara manusia satu dengan yang lain tidak ada kesamaan karakternya, karakter menjadi penanda seseorang apakah orang tersebut berkarakter baik atau berkarakter buruk. Takdiroton Musfiroh menguraikan apa yang dimaksud dengan karakter. Menurutnya karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations) dan keterampilan (skills).28 24 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2011), Cet. 10, hlm. 521. 25 Ahmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2011), Cet. VII, hlm. 202. 26 Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 42. 27 Ibid. 28 Ibid. 35 Dari beberapa definisi karakter yang telah diuraikan, terdapat perbedaan sudut pandang sehingga menyebabkan perbedaan definisinya. Kendati demikian, jika dilihat esensi dari berbagai definisi tersebut terdapat kesamaan bahwa karakter itu mengenai sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang menyebabkan orang tersebut disifati.29 Pendidik menjadi roh utama pendidikan, maka segenap karakter baik dan luhur harus dimilikinya. Pendidik adalah manusia biasa yang bisa salah, lupa dan tidak lepas dari karakter-karakter buruk lainnya. Namun demikian, sudah selayaknya karakter luhur dan mulia lebih dominan dimiliki dan tampak menonjol dari pribadi seorang pendidik. Adapun karakter yang hars dimiliki oleh seorang pendidik atau guru adalah sebagai berikut: 1. Komitmen Yaitu sebuah tekad yang mengikat dan melekat pada diri seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik. 2. Kompeten Kompeten artinya kemampuan guru atau pendidik melaksanakan pembelajaran dan memecahkan aneka masalah guna mencapai tujuan pendidikan, memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. 29 Ibid., hlm. 45. 36 3. Kerja keras Kerja keras adalah kemampuan mencurahkan seluruh usaha dan kesungguhan potensi yang dimiliki hingga tujuan tercapai. 4. Konsisten Konsisten adalah kemampuan melakukan sesuatu dengan istiqomah, ajeg, fokus, sabar dan ulet, serta perbaikan yang terus menerus. 5. Sederhana Kesederhanaan terpancar dalam perilaku diantaranya bersahaja, tidak bermewah-mewah baik penampilan maupun model hidup, tidak berlebihan dan tepat guna. 6. Kemampuan berinteraksi Yaitu kemampuan beinteraksi secara dinamis dalam jalinan emosional antara guru atau pendidik dan anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. 7. Melayani secara maksimal Dalam hal ini pendidik harus membantu, melayani dan memenuhi kebutuhan anak didik agar potensinya dapat diberdayakan secara optimal. 8. Cerdas Seorang pendidik harus memiliki kecerdasan, baik kecerdasan akal, emosional, maupun spiritual.30 30 Ibid., hlm. 48-52. 37 Seorang pendidik Islam harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapun sifat-sifat tersebut menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah Al- Abrasyi,31 ialah: 1. Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridaan Allah semata. 2. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat ria’, dengki, permusuhan, perselisihan dan lain-lain sifat yang tercela. 3. Ikhlas dalam pekerjaan. Keikhlasan dan kejujuran seorang guru dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan suksesnya murid-murid. 4. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya. 5. Harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran anak didiknya. 6. Mencintai murid-muridnya. 7. Menguasai mata pelajaran yang diberikannya serta memperdalam pengetahuan tentang itu. Menurut Muhaimin,32 seorang guru harus memiliki sifat mulia sebagai kode etik atas profesi mereka. Beberapa sifat mulia yang harus dimiliki guru diantaranya: 1. Ikhlas dalam bekerja 2. Menjaga diri dan Kehormatan 31 M. Athiyah Al- Abrasyi, “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, dalam M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 129. 32 Agus Wibowo dan Hamrin, Loc.cit., hlm. 52. 38 3. Menjadi teladan bagi anak didiknya 4. Satu kata antara ilmu dengan perbuatan sehari-hari 5. Sabar dalam mengajarkan ilmunya kepada anak didik 6. Tidak meremehkan mata Pelajaran lainnya. Pendidik pada hakikatnya adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensinya. Pendidik adalah manusia yang memiliki kualitas dalam hal ilmu pengetahuan, moral, cinta, serta ketaatan kepada agama. Gerak-gerik seorang pendidik harus ditata sedemikian rupa karena segenap tindakannya akan dipantau oleh anak didiknya. BAB III KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN A. Pesan Utama Al Qur’an tentang Karakter Pendidik 1. Teks dan Terjemah a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79 (۷۹ : ) ال ﻋﻤﺮان Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembahpenyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS. Ali Imran / 3 : 79).1 b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159 (۱٥۹ : ) ال ﻋﻤﺮان 1 Mahmud Junus, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Al Ma’arif, 1984), hlm. 55. 39 40 Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran / 3 : 159).2 c. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200 (٢٠٠ : ) ال ﻋﻤﺮان Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS. Ali Imran / 3 : 200).3 d. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58 (٥٨ : ) اﻟﻨﺴﺎء Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi 2 3 Ibid., hlm. 64. Ibid., hlm. 70. 41 pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha melihat. (QS. An Nisa / 4 : 58).4 e. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21 (٢۱ : ) اﻻﺣﺰاب Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab / 33 : 21).5 f. Qur’an Surat Yasin / 36: 21 (٢۱ : )ﻳﺲ Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Yasin / 36 : 21).6 g. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11 (۱۱ : 4 Ibid., hlm. 79. Ibid., hlm. 380. 6 Ibid., hlm. 398. 5 ) 42 Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadalah / 58 : 11).7 h. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18 (۱٨ : )اﳊﺸﺮ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr / 59 : 18).8 i. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2 (٢ : )اﻟﺼﻒ Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. (QS. As Shaff / 61 : 2).9 7 Ibid., hlm. 490. Ibid., hlm. 494. 9 Ibid., hlm. 497. 8 43 j. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6 (٦ : )اﻟﺘﺤﺮﱘ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim / 66 : 6).10 2. Asbabun Nuzul a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79 Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang datang menghadap Rasulullah saw. seraya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah memberi salam kepadamu itu seperti memberi salam kepada kami saja, ataukah lebih baik dengan sujud?”. Jawab Rasulullah: “Jangan bersujud. Cukup kamu menghormati Nabimu dan sampaikanlah perkara yang benar kepada siapa saja yang layak diberi tahu. Sebab seseorang tidak dibenarkan sujud kepada sesamanya. Hanya dibenarkan bersujud kepada Allah saja”. Sehubungan dengan itu Allah SWT. menurunkan 10 Ibid., hlm. 506. 44 ayat ke- 79 sebagai ketegasan bahwa apa yang disabdakan Nabi adalah benar. (HR. Abdul Razak dari Al Hasan).11 b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159 Pada waktu kaum muslim mendapatkan kemenangan dalam peperangan Badar, banyak kaum musyrikin yang menjadi tawanan. Untuk menyelesaikan masalah mengenai tawanan perang itu Rasulullah saw. mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar As Shiddiq dan Umar Bin Khatab. Dalam musyawarah tersebut ada perbedaan pendapat anatara Abu Bakar dan Umar. Rasulullah sangat kesulitan untuk menentukan keputusan. Akhirnya Allah SWT. menurunkan ayat ke- 159 yang menegaskan agar Rasulullah berbuat lemah lembut. (HR. Kalabi dari Abi Shalih dari Ibnu Abbas).12 c. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58 Ayat ke- 58 diturunkan sehubungan dengan Utsman Bin Thalhah, yaitu ketika kaum muslimin mendapat kemenangan atas kota Makkah. Pada waktu itu Rasulullah saw. meminta kunci Ka’bah kepadanya, kemudian beliau masuk ke dalam Ka’bah, sesaat kemudian keluar untuk melakukan tawaf di Baitullah. Ketika beliau keluar dari Ka’bah turunlah ayat ini, sehingga Rasulullah segera memanggil Utsman Bin Thalhah dan menyerahkan kembali kunci Ka’bah. (HR. Syu’ban dalam kitab tafsirnya dari Hajjaj dari Ibnu Juraij).13 11 A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 160. 12 Ibid., hlm. 184. 13 Ibid., hlm. 234. 45 d. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa apabila ada orang yang baru datang ke majlis Rasulullah, para sahabat tidak mau memberikan tempat duduk di sisi Rasulullah, maka turunlah ayat 11 ini sebagai perintah untuk memberikan tempat kepada orang yang baru datang. (HR. Ibnu Jarir dari Qatadah).14 e. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2 Dalam suatu riwayat telah dikemukakan bahwa ketika para sahabat Rasulullah duduk-duduk bermudzakarah, di antara mereka ada yang berkata, “Sekiranya kami mengetahui amal yang lebih dicintai Allah, pasti kami akan mengerjakannya”.15 3. Penafsiran a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79 Sekelompok pemuka agama Yahudi dan Nasrani menemui Rasul saw. mereka bertanya: “Wahai Muhammad, apakah engkau ingin menyembahmu? Salah seorang mereka bernama Ar Rais mempertegas, “Apakah untuk itu engkau mengajak kami?” Nabi Muhammad saw. menjawab: “ Aku berlindung kepada Allah dari penyembahan kepada selain Allah atau menyuruh yang demikian. Allah sama sekali tidak menyuruh demikian, tidak pula megutus untuk itu”.16 14 Ibid., hlm. 796. Ibid., hlm. 814. 16 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 132. 15 46 Tidak wajar dan tidak dapat tergambar dalam benak betapapun keadaannya bagi seseorang manusia siapapun dia dan betapapun tinggi kedudukannya, dan selain mereka yang Allah berikan kepadanya alkitab dan hikmah yang digunakan menetapkan hukum putusan dan kenabian, yakni informasi yang diyakini bersumber dari Allah yang disampaikan kepada orang-orang tertentu pilihanNya yang mengandung ajakan untuk mengesakanNya. Tidak wajar bagi seseorang yang memperoleh anugerah itu kemudian dia berkata bohong kepada manusia “Hendaklah kamu menjadi penyembahpenyembahku bukan penyembah Allah”.17 Tidak! Tetapi akan mengajak dan akan berkata,”Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani yang berpegang teguh serta mengamalkan nilai-nilai Ilahi karena kamu selalu mengerjakan alkitab dan disebabkan kamu terus menerus mempelajarinya”.18 Jadilah kamu orang-orang rabbani sesuai dengan pengetahuanmu terhadap alkitab dan karena kamu mempelajarinya. Ini sudah menjadi konsekuensi logis bagi orang yang mengerti dan mempelajari kitab.19 Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya.20 Kata ( )ﺛ ﱠﻢtsumma, yakni kemudian yang diletakkan antara uraian tentang anugerah-anugerahNya dan pernyataan bahwa mereka 17 Ibid. Ibid., hlm. 133. 19 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: di bawah Naungan Al Qur’an Surah, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 97. 20 Syeikh Usamah ar-Rifa’i, Tafsirul Wajiz, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 61. 18 47 menyuruh orang untuk menyembah manusia, bukan bermakna adanya jarak waktu, tetapi untuk mengisyaratkan betapa jauh ucapan demikian dari sifat-sifat mereka, dan betapa ucapan tersebut tidak masuk akal. Kata ( )رﺑﱠﺎﻧﻲrabbani, terambil dari kata ( ّ )ربrabb yang memiliki makna pendidik dan pelindung. Apabila ingin menekankan sifat pada kata tersebut maka sebelum huruf ya’ ditambah huruf alif dan nun, sehingga kata rabb menjadi ( )رﺑﱠﺎﻧﻲrabbani.21 Kata ( )ﺗﺪرﺳﻮنtadrusun digunakan untuk meneliti sesuatu guna diambil manfaatnya, membahas, mendiskusikan untuk menarik informasi dan pesan-pesan yang dikandungnya.22 b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159 Sesungguhnya telah ada di antara para sahabatmu orang-orang yang berhak mendapatkan celaan dan perlakuan keras. Sebab mereka telah melakukan kesalahan yang berakibat kekalahan dalam perang Uhud. Tetapi sekalipun demikian, engkau (Muhammad) tetap bersikap lembut terhadap mereka, dan Allah mengkhususkan hal itu hanya untukmu. Karena Allah telah membekalimu dengan akhlak-akhlak yang luhur, di samping hikmah-hikmahNya yang agung.23 Maka disebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap 21 M. Quraish Shihab, Loc.cit. Ibid., hlm. 134. 23 Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, Juz IV, (Semarang: Toha Putra, 1993), Cet. 2, hlm. 195. 22 48 mereka dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah SWT. sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi Muhammad saw.24 Andaikata engkau (Muhammad) bersikap kasar dan galak dalam muamalah dengan mereka (kaum muslimin), niscaya mereka akan bercerai meninggalkan engkau dan tidak menyenangimu. Sehingga engkau tidak bisa menyampaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang lurus. Hal itu karena maksud dan tujuan utama diutusnya para rasul ialah untuk menyampaikan syari’at-syari’at Allah kepada manusia. Semua itu akan terwujud jika sang rasul bersikap pemurah dan mulia, melupakan semua dosa yang dilakukan seseorang serta memaafkan kesalahan-kesalahannya. Rasul haruslah bersifat lemah lembut terhadap orang yang berbuat dosa, membimbingnya ke arah kebaikan dan bersikap belas kasih lantaran ia sangat membutuhkan bimbingan dan hidayah.25 Berlaku keras lagi berhati kasar, menggambarkan sisi dalam dan sisi luar manusia. Kedua hal itu dinafikan dari Rasul saw. memang keduanya perlu dinafikan secara bersamaan. Karena yang terbaik adalah yang menggabung keindahan sisi luar dalam perilaku yang 24 25 M. Quraish Shihab, Op.cit., hlm. 256. Ahmad Mustafa Al Maragi, Loc.cit. 49 sopan, kata-kata yang indah, sekaligus hati yang luhur dan penuh kasih sayang.26 Salah satu yang menjadi penekanan pokok ayat ini adalah perintah melakukan musyawarah. ( )وﺷﺎورھﻢ ﻓﻰ اﻻﻣﺮTempuhlah jalan musyawarah dengan mereka, yang seperti biasanya engkau lakukan dalam kejadian-kejadian seperti ini, dan berpegang teguhlah padanya. Sebab mereka meski berpendapat salah dalam musyawarah, memang hal itu merupakan suatu konsekuensi untuk mendidik mereka, jangan sampai hanya menuruti pendapat seorang pemimpin saja, meski pendapat pemimpin itu benar dan bermanfaat. Selagi mereka mau berpegang pada sistem musyawarah itu Insya Allah akan selamat dan membawa kemaslahatan bagi semuanya.27 Kata musyawarah terambil dari kata ( )ﺷﻮرyang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain. Jika demikian yang bermusyawarah bagaikan lebah, makhluk yang sangat disiplin, kerjasamanya mengagumkan, makanannya sari kembang, hasilnya madu, di manapun ia hinggap tidak pernah merusak, tidak mengganggu kecuali diganggu, sengatannya pun obat. Itulah permusyawaratan dan demikian itu sifat yang melakukannya.28 26 M. Quraish Shihab, Op.cit., hlm. 257. Ahmad Mustafa Al Maragi, Loc.cit. 28 M. Quraish Shihab, Op.cit., hlm. 258. 27 50 Apabila hatimu telah bulat dalam mengerjakan sesuatu, setelah dimusyawarahkan, serta dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka bertawakallah kepada Allah. Serahkanlah segala sesuatu kepadaNya.29 Tawakkal kepada Allah dan mengembalikan segala urusan kepadaNya pada akhirnya adalah garis perimbangan terakhir dalam tashawwur islami dan dalam kehidupan islami. Ini adalah hubungan dengan hakikat yang besar, yaitu hakikat bahwa kembali segala urusan adalah kepada Allah dan bahwa Allah berbuat terhadap apa yang dikehendakiNya. Hanya kepada Allah mereka mempercayakan segala urusannya. Maka Allah menolong dan membimbing mereka kepada yang lebih baik, sesuai dengan pengertian cinta ini. Dalam ayat itu terkandung bimbingan terhadap kaum mukallaf.30 Inilah rahmat Allah yang meliputi Rasulullah dan meliputi mereka, yang menjadikan beliau saw. begitu penyayang dan lemah lembut kepada mereka.31 29 Ahmad Mustafa Al Maragi, Op.cit., hlm. 198. Ibid., hlm. 199. 31 Sayyid Quthb, Op.cit., hlm. 193. 30 51 c. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200 Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya, bersabarlah dalam melaksanakan tugas-tugas, berjuang di jalan Allah, serta memikul petaka kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, saat menghadapi lawan yang sabar dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan negerimu, dengan kekuatan yang dapat menggetarkan musuh untuk menyerang kamu dan bertakwalah kepada Allah dalam seluruh aktifitas kamu supaya kamu terus menerus beruntung, yakni memperoleh seluruh apa yang engkau harapakan.32 Kata ( )ﺻﺒﺮshabr maknanya berkisar pada tiga hal, menahan, ketinggian sesuatu dan sejenis batu. Menahan bermakna konsisten atau bertahan, karena yang bertahan menahan pandangannya pada satu sikap. Seseorang yang menahan gejolak hatinya dinamai bersabar. Dari makna kedua lahir kata ( )ﺻﺒﺮShubr, yang berarti puncak sesuatu dan dari makna yang ketiga muncul kata ( )اﻟﺼﺒﺮةash-shubrah, yakni batu yang kukuh lagi kasar atau potongan besi. Ketiga makna tersebut dapat berkaitan, apalagi bila pelakunya manusia. Seorang yang sabar akan menahan diri, dan untuk itu dia memerlukan kekukuhan jiwa, dan mental baja agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya.33 Ayat memerintahkan ini disamping ()ﺻﺎﺑﺮوا memerintahkan shabiru, yakni bersabar, bersabar juga menghadapi kesabaran orang lain. Siapa yang lebih kuat kesabarannya dan lebih 32 33 M. Quraish Shihab, Op.ct., hlm. 322. Ibid. 52 dapat bertahan dalam kesulitan, dialah yang akan memperoleh kemenangan. Wa shabiru artinya bertahanlah kalian dalam menghadapi halhal yang tidak kalian sukai, yang datang dari orang-orang selain kalian, yakni menahan derita akibat disakiti serta tidak mau membalas dendam.34 Dikatakan bahwa yang dimaksud murabathah ialah teguh dalam melakukan perang terhadap musuh, menjaga kehormatan Islam dan memeliharanya agar musuh-musuh tidak menerobos ke berbagai negara kaum muslim.35 d. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58 Allah menyuruh kamu, supaya kamu membayarkan amanah kepada yang empunya. Yang dimaksud dengan amanah itu ialah barang amanat (kepercayaan) pada seseorang untuk diberikannya kepada yang berhak mengambilnya, seperti petaruh barang wajib diberikan kepada yang empunya, utang wajib dibayar kepada yang berpiutang.36 Inilah tugas kaum muslimin sekaligus akhlak mereka, yaitu menunaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya dan memutuskan hukum dengan adil di antara manusia sesuai dengan manhaj dan ajaran Allah. Amanat-manat itu sudah tentu dimulai 34 Ahmad Mustafa Al Maragi, Op.cit., hlm. 307. Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Rigkasan Tafsir Ibnu Katsir Surah Al fatihah-An Nisa, Jilid I, (Jakarata: Gema Insani, 1999), hlm. 643. 36 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2004), hlm. 118. 35 53 dengan amanat yang terbesar. Yaitu amanat yang dihubungkan Allah dengan fitrah manusia, amanat yang bumi dan langit tidak memikulnya dan takut memikulnya, akan tetapi manusialah yang memikulnya. Yang dimaksud adalah amanat hidayah, makrifah dan iman kepada Allah dengan niat, kehendak hati, kesungguhan dan arahan.37 Dari amanat terbesar ini muncullah amanat-amanat lain yang diperintahkan Allah untuk ditunaikan. Di antara amanat-amanat ini adalah amanat syahadat terhadap agama Islam di dalam jiwa, amanat dakwah, tabligh dan bayan. Amanat yang lain adalah amanat dalam bermuamalah sesama manusia dan memikulkan amanat kepada mereka salah satunya amanat untuk memelihara anak-anak kecil. Alllah SWT. memerintahkan supaya menegakkan keadilan, kaum muslimin telah diperintahkan supaya menegakkan keadilan dalam hukum, perkataan, perbuatan dan akhlak.38 Sebaik-baik sesuatu yang dinasihatkan kepada kalian adalah menyampaikan amanat dan memutuskan perkara dengan adil di antara 37 38 Sayyid Quthb, Op.cit., hlm. 396. Ahmad Mustafa Al Maragi, Op.cit., Juz V, hlm. 115. 54 manusia, sebab Dia tidak menasihatkan kecuali yang mengandung kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.39 Perintah agar memutuskan hukum dengan adil diantara manusia, nash ini bersifat mutlak dalam menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Dan perintah memutuskan hukum dengan adil ini diiringi dengan peringatan bahwa yang demikian itu merupakan pengajaran dan pengarahan yang sangat baik dari Allah SWT. Kalian wajib menjalankan segala apa yang diperintahkan dan dinasihatkan Allah, karena Dia lebih mengetahui daripada kalian tentang segala apa yang terdengar dan terlihat.40 Keserasian antara tugas-tugas yang diperintahkan yaitu menunaikan amanat-amanat dan memutuskan hukum dengan adil diantara manusia dengan keberadaan Allah SWT. sebagai Zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat memiliki relevansi yang jelas dan halus. Allah senantiasa mendengar dan melihat masalah-masalah keadilan dan amanat. Keadilan itu juga memerlukan pendengaran dan penglihatan serta pengaturan yang baik. Juga memerlukan pemeliharaan semua hal yang melingkupi dan semua gejala dan perlu memperhatikan dan memikirkan secara mendalam apa yang ada 39 40 Ibid. Ahmad Mustafa Al Maragi, Loc.cit., Juz V. 55 dibalik fenomena-fenomena luar yang melingkupi. Dan terakhir, perintah terhadap kedua hal ini bersumber dari Zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat segala urusan. e. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21 Ayat tersebut mengarahkan kepada orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi saw. Ayat diatas menyatakan: Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah yakni Nabi Muhammmad saw. suri teladan yang baik bagi kamu yakni bagi orang yang senantiasa mengharap rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat serta teladan bagi mereka yang berzikir mengingat kepada Allah dan menyebut-nyebut namaNya dengan banyak dalam suasana susah maupun senang.41 Kalimat ﻟﻤﻦ ﻛﺎن ﯾﺮﺟﻮﷲ واﻟﯿﻮم اﻻﺧﺮ, berfungsi menjelaskan sifat orang-orang yang mestinya meneladani Rasulullah saw. Memang untuk meneladani rasul saw. secara sempurna diperlukan kedua hal yang disebut ayat di atas. Demikian juga dengan zikir kepada Allah dan selalu megingatNya. Kata ( )اﺳﻮةuswah atau iswah berarti teladan atau keteladanan. Kata ( )ﻓﻰfi dalam firmanNya ( )ﻓﻰ رﺳﻮل ﷲberfungsi “mengangkat” dari diri Rasul atau sifat yang hendaknya diteladani, tetapi ternyata yang diangkatnya adalah Rasul saw. sendiri dengan seluruh totalitas beliau.42 41 42 M. Quraish shihab, Op.cit., Volume 11, hlm. 242. Ibid., hlm. 243. 56 Beliau adalah Nabi dan rasul, juga mufti dan hakim. Disamping itu sebagai pemimpin masyarakat dan sebagai pribadi. Selaku pribadi beliau dalam hal keteladanan terdapat kekhususan-kekhususan beliau yang tidak boleh dan atau tidak harus diteladani, karena kekhususan tersebut berkaitan dengan fungsi sebagai Rasul, misalnya kebolehan menghimpun lebih dari empat orang istri dalam saat yang sama atau kewajiban shalat malam, atau larangan menerima zakat, dll. Rasulullah menjadi ikutan dan tiru teladan yang baik bagi orang-orang beriman yang mengharapakan pahala Allah dan balasan akhirat. Nabi menyampaikan petunjuk Allah dalam Al Qur’an kepada umat manusia, bukan semata-mata perkataan saja, melainkan juga memperlihatkan tiru teladan yang baik untuk jadi ikutan bagi mereka. Hal ini patut dicontoh bagi pemimpin-pemimpin Islam dan ulamaulama.43 Walaupun menghadapi kegoncangan yang luar biasa menakutkan dan tekanan yang menegangkan, namun Rasulullah tetap menjadi pelindung yang menenangkan. Juga sebagai sumber kepercayaan, harapan dan kedamaian.44 f. Qur’an Surat Yasin / 36: 21 Ikutilah dengan tekun dan sungguh-sungguh siapa walau seorang rasul apalagi mereka bertiga yang tidak seorang pun di antara mereka yang meminta dari kamu walau sedikit imbalan, sedang 43 44 Mahmud Yunus, Op.cit., hlm. 617. Sayyid Quthb., Op.cit., Jilid 9, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 240. 57 mereka adalah orang-orang yang benar-benar mendapat petunjuk Allah SWT.45 Maksud dari ayat ini dalam Tafsirul Wajiz yaitu ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu, dan mereka adalah orangorang yang mendapat petunjuk.46 Thabathaba’i menilai ayat 21 sebagai penjelasan mengapa para rasul itu diikuti dan tidak wajar untuk diabaikan. Seseorang tidak wajar diikuti disebabkan oleh salah satu dari dua sebab. Pertama, karena ucapan dan tindakannya merupakan kesesatan, kedua karena ia mempunyai maksud-maksud buruk. Adapun para rasul tidak memiliki maksud buruk, tidak meminta upah atau imbalan duniawi, mereka bukan orang sesat tetapi mubtadin yakni orang-orang yang sangat mantap dalam perolehan hidayat.47 Ikutilah rasul-rasul Allah yang tidak meminta kepada kalian upah atas penyampaian mereka dan tidak mengharapkan kedudukan tinggi di muka bumi maupun kehancuran. Sedang mereka menempuh jalan petunjuk yang akan menyampaikan kepada kebahagiaan dunia akhirat. g. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11 Ayat ini memberi tuntunan bagimana menjalin hubungan harmonis dalam suatu majlis. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapapun berlapang45 M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 11, hlm. 11. Syeikh Usamah Ar Rifa’i, Op.cit., hlm. 442. 47 M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 11, hlm. 526. 46 58 lapanglah yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan mamaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlismajlis, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain dengan suka rela niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu ke tempat yang lain, maka berdiri dan bangkitlah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu wahai yang memeperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan akhirat. Dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha Mengetahui.48 Kata ( )ﺗﻔﺴﺤﻮاtafassahu dan ( )اﻓﺴﺤﻮاifsahu terambil dari kata ( )ﻓﺴﺢfasaha yakni lapang.49 Diantara peradaban duduk dalam majlis ialah melapangkan tempat duduk untuk tamu-tamu yang baru datang. Jika pemimpin menyuruh mereka berdiri atau pindah ke tempat yang lain, hendaklah dituruti. Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan tidak hanya di akhirat saja melainkan juga di dunia. Yang dimaksud dengan ilmu bukan saja ilmu yang bersangkut dengan ibadah akan tetapi semua ilmu pengetahuan yang berfaedah untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.50 Ayat ini menganjurkan supaya memberi tempat kepada orangorang yang datang. Juga menganjurkan agar menaati perintah, yaitu 48 M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 14, hlm. 79. Ibid. 50 Mahmud Yunus, Op.cit., hlm. 73. 49 59 perintah yang datang dari pemimpin yang bertanggung jawab dalam mengatur jamaah. Tujuan anjuran ialah untuk menciptakan kelapangan hati sebelum kelapangan tempat. Jika kalbu telah terbuka orang pun akan murah hati, toleran dan menyambut saudaranya yang datang dengan cinta dan toleransi. Ayat ini menggambarkan kemurahan dan keteraturan dalam Islam serta keharusan menjaga etika dalam segala hal.51 h. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18 Ayat ini mengajak kaum muslimin untuk berhati-hati. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah yakni hindarilah siksa yang dapat dijatuhkan Allah dalam kehidupan dunia dan akhirat dengan jalan melaksanakan perintahNya sekuat kemampuan kamu dan menjauhi laranganNya. Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dikedepankannya yakni amal salih yang telah diperbuatnya untuk hari esok yakni hari akhirat. Setelah memerintahkan bertakwa didorong oleh rasa takut, perintah tersebut diulangi lagi. Allah berfirman: Dan sekali lagi kami pesankan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyangkut apa yang senantiasa dan dari saat ke saat kamu kerjakan Maha Mengetahui sampai sekecil apapun.52 Kata ( )ﺗﻘﺪﻣﻮاtuqaddimu atau dikedepankan digunakan dalam arti amal-amal yang dilakukan untuk meraih manfaat di masa datang. 51 52 Sayyid Quthb, Op.cit., Jilid 11, hlm. 194. M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 14, hlm. 129. 60 Perintah untuk memperhatikan apa yang dilakukan untuk hari esok dipahami oleh Thabathaba’i sebagai perintah untuk melakukan evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan. Seperti seorang tukang yang telah menyelesaikan pekerjaannya dituntut untuk memperhatikannya kembali.53 Takwa merupakan kondisi dalam hati yang diisyaratkan oleh nuansa lafadznya. Takwa merupakan kondisi yang menjadikan hati selalu waspada, menghadirkan dan merasakan pengawasan Allah dalam setiap keadaan. Pengawasan atas setiap hati selalu terjadi setiap waktu dan setiap saat. Ungkapan “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” memiliki nuansa dan sentuhan yang lebih luas. Kalimat ini hanya dengan sekedar terlintas dalam hati saja, terbukalah dihadapan manusia lembaran amal-amalnya bahkan lembaran seluruh kehidupannya. Manusia pasti akan mengarahkan pandangannya kepada segala kata-katanya untuk merenungkan dan membayangkan hisab amalnya beserta perincianperinciannya, guna melihat dan mengecek apakah yang telah dia persiapkan untuk menghadapi hari esok.54 Renungan itu pasti menyadarkannya tentang tempat-tempat kelemahannya, kekurangannya dan kelengahannya, walau dia sudah berbuat maksimal dan mengeluarkan banyak tenaga dan usaha. 53 54 Ibid., hlm. 130. Sayyid Quthb, Op.cit., Jilid 11, hlm. 221. 61 Sesungguhnya ia merupakan sentuhan yang membuat hati tidak lagi merasakan tidur yang nyenyak. Ayat ini tidak berhenti di situ saja. Lagi-lagi pengaruh dan sentuhan itu ditambah dengan isyarat yang tertuju kepada hati orangorang beriman. Maka hati pun semakin bertambah sensitif, takut dan malu karena Allah mengetahui atas segala yang dikerjakannya.55 i. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2 Mereka yang tidak menyucikan Allah SWT. menyimpang dari sistem yang berlaku padahal semua menyucikannya, sungguh sikap mereka itu harus diluruskan. Kaum beriman telah menyadari hal tersebut, bahkan ada yang menyatakan siap untuk berjuang dalam rangka menyucikan Allah, tetapi ketika tiba saatnya, mereka mengingkari janji. Ayat ini mengecam mereka dengan memanggil mereka dengan panggilan keimanan sambil menyindir bahwa dengan keimanan itu mestinya tidak berlaku demikian. Allah berfirman: Hai orang-orang yang mengaku beriman, kenapa kamu mengatakan yakni berjanji akan berjihad atau mengapa kamu mengucapkan apa yang tidak kamu perbuat yakni tidak sesuai dengan kenyataan.56 Firman Allah SWT., “Hai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” merupakan 55 56 Ibid. M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 14, hlm. 189. 62 pengingkaran Allah terhadap orang yang menetapkan suatu janji atau mengatakan suatu ucapan, namun ia tidak memenuhinya.57 j. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6 Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi saw. ayat di atas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain dengan meneladani Nabi dan pelihara juga keluarga kamu yakni istri, anakanak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-berhala. Diatasnya yakni yang menangani neraka dan bertugas menyiksa penghuni-penghuninya adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasar hati dan perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing penghuni neraka dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.58 Teranglah apa yang terdapat dalam ayat ini, bahwa tiap-tiap orang Islam wajib memelihara dirinya dari api neraka, begitu juga keluarganya (anak-anaknya dan istrinya). Oleh sebab itu wajib tiap57 58 Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Op.cit., Jilid 4, hlm. 686. M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 14, hlm. 326. 63 tiap orangtua mendidik anaknya supaya beriman teguh, beramal salih dan berakhlak mulia. Kalau mereka tidak sanggup mendidiknya dengan didikan dan ajaran Islam, wajib menyerahkannya kepada guru. Kalau ibu-bapak tidak menyelenggarakan pendidikan anaknya lalu anak itu berbuat dosa maka ibu-bapak ikut bertanggung jawab di hadapan Allah atas kesalahan anaknya. Sebaliknya kalau ibu-bapak telah mendidik anaknya sehingga menjadi anak yang salih, maka mendapat pahala dari amalan anaknya.59 Sesungguhnya beban dan tanggung jawab seorang mukmin dalam dirinya dan keluarganya merupakan beban yang sangat berat dan menakutkan. Sebab, neraka telah menantinya di sana, dan dia beserta keluarganya terancam dengannya. Maka, merupakan kewajibannya membentengi dirinya dan keluarganya dari neraka yang selalu mengintai dan menaati. Manusia di dalam neraka itu sama persis dengan batu, dalam kehinaan batu, dalam nilai batu yang rendah. Alangkah sadis dan panasnya api neraka yang digunakan bersama dengan batu-batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. Tabiat malaikat itu sesuai dengan tabiat azab yang diperintahkan dan diserahkan kepada mereka untuk menimpakannya. Diantara karakter mereka adalah ketaatan mutlak terhadap perintah Allah atas mereka, 59 Mahmud Yunus, Op.cit., hlm. 839. 64 mampu melaksanakan segala yang diperintahkan Allah kepada Mereka.60 4. Kandungan (Isi) a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79 Seorang Nabi tidak mungkin memerintahkan umatnya untuk menyembah dirinya, tetapi pasti dia akan mengajak mereka menjadi rabbaniyyin, yakni menjadikan semua aktifitas, gerak dan langkah, niat dan ucapan mereka semuanya sejalan dengan nilai-nilai yang dipesankan oleh Allah SWT. ini disebabkan karena umat nabi-nabi itu memahami dan mengajarkan al kitab dan terus menerus belajar.61 b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159 Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang penuh kasih sayang. Allah SWT. yang mendidik dan membentuk kepribadian beliau. Bermusyawarah adalah sesuatu yang terpuji, tidak merugi, tidak juga menyesal. Musyawarah hanya dilakukan dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan pribadi atau masyarakat, tidak meyangkut ibadah murni atau apapun yang menjadi wewenang mutlak Allah SWT., persoalan-persoalan yang telah ada petunjuk tegas dan jelas. Dalam bermusyawarah harus memiliki sikap lemah lembut, pemaaf dan tawakkal.62 60 Sayyid Quthb, Op.cit., Jilid 11, hlm. 338. M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah, Jilid 1, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 119. 62 Ibid., hlm. 145. 61 65 Berserah diri atau tawakal dilakukan setelah usaha maksimal dan ini adalah sikap orang-orang beriman. Yang tidak berusaha lalu berserah diri atau yang berusaha tapi tanpa berserah diri memiliki kekurangan dalam imannya. c. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200 Perlunya sabar dan tabah menghadapi tugas dan kewajiban serta cobaan dan ujian. Bahkan harus meningkatkan kesabaran sehingga mampu mengalahkan lawan-lawan yang mempunyai kesabaran. Selalu siap menghadapi bahaya dan ancaman bukan untuk melakukan agresi tetapi untuk mencegahnya.63 d. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58 Amanat, apapun ragam dan bentuknya harus ditunaikan kepada yang menyerahkan, siapapun dia. Demikian juga keadilan harus ditegakkan terhadap siapapun tanpa mempertimbangkan agama, keturunan, ras atau status sosial.64 e. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21 Nabi Muhammad saw. dan kepribadian beliau merupakan teladan bagi umat Islam. Dalam soal agama keteladanan itu merupakan kewajiban. Dalam diri Nabi Muhammad saw. terhimpun secara sempurna segala sifat terpuji. Apapun tipe kepribadian seseorang maka 63 64 Ibid., hlm. 162. Ibid., hlm. 191. 66 dia dapat menemukan teladan yang baik dari sosok Nabi agung Muhammad.65 f. Qur’an Surat Yasin / 36: 21 Allah SWT. pencipta manusia pertama kali. Allah juga tempat kembalinya yang terakhir. Hendaknya manusia menjadikan seluruh hidupnya ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. sejak awal kelahiran hingga wafatnya.66 g. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11 Berbagi dengan orang lain baik menyangkut tempat duduk, maupun selainnya merupakan salah satu pertanda akhlak mulia dan pendorong lahirnya hubungan harmonis. Memberi tempat-tempat istimewa bagi yang berjasa atau yang amat dihormati, seperti orangtua dan guru merupakan cara yang terpuji. Orang yang beriman dan berilmu mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sekadar beriman atau berilmu saja. Ketinggian bukan karena ilmu yang dimilikinya tetapi juga karena amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan, atau tulisan maupun keteladanan.67 h. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18 Setiap orang hendaknya terus menerus meningkatkan ketakwaannya kepada Allah SWT. dan menganeka ragamkan motivasi amal salihnya dengan didorong rasa takut, atau malu berdosa karena 65 Ibid., Jilid 3, hlm. 219. Ibid., hlm. 322. 67 Ibid., Jilid 4, hlm. 204. 66 67 begitu banyak anugerah Allah SWT. dan juga didorong oleh rasa syukur dan terima kasih kepadaNya. Setiap orang hendaknya melakukan evaluasi terhadap amalamal yang telah dilakukannya. Di samping itu, hendaknya juga melakukan perhitungan tentang bekal buat perjalanan hidupnya di masa datang.68 i. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2 Orang yang berucap atau mengucapkan suatu hal berkewajiban menyesuaikan tindakannya dengan ucapannya.69 j. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6 Orang tua atau ibu-bapak berkewajiban mendidik anak-anak dan anggota keluarganya. Pendidikan dan dakwah harus bermula dari rumah.70 B. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an 1. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh pendidik yaitu rabbani yang senantiasa mengajarkan al kitab dan terus menerus mempelajarinya ()رﺑﺎﻧﻴﲔ ﲟﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮن اﻟﻜﺘﺎب وﲟﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﺪرﺳﻮن. 2. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu lemah lembut ()ﻟﻨﺖ ﳍﻢ, pemaaf ()ﻓﺎﻋﻒ ﻋﻨﻬﻢ bermusyawarah ()وﺷﺎورﻫﻢ ﰱ اﻻﻣﺮ. 68 Ibid., hlm. 227. Ibid., hlm. 251. 70 Ibid., hlm. 325. 69 dan 68 3. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu sabar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban ()اﺻﱪوا. 4. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu adil dalam menetapkan hukum ()ان ﲢﻜﻤﻮا ﺑﺎﻟﻌﺪل. 5. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu menjadi teladan atau panutan yang baik ()اﺳﻮة ﺣﺴﻨﻪ. 6. Qur’an Surat Yasin / 36: 21 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu sifat ikhlas karena Allah ()ﻣﻦ ﻻﻳﺴﺌﻠﻜﻢ اﺟﺮا. 7. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu lapang hati atau toleransi ()اﻓﺴﺤﻮا. 8. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu self evaluation ()وﻟﺘﻨﻈﺮ ﻧﻔﺲ ﻣﺎﻗﺪﻣﺖ ﻟﻐﺪ. 9. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu satu kata antara perkataan dan perbuatan ()ﱂ ﺗﻘﻮﻟﻮن ﻣﺎﻻﺗﻔﻌﻠﻮن. 10. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang pendidik yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarga atau yang berada di bawah tanggungannya ()ﻗﻮااﻧﻔﺴﻜﻢ واﻫﻠﻴﻜﻢ ﻧﺎرا. BAB IV ANALISIS KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN A. Potensi Manusia Dalam hal penciptaan umat manusia seluruhnya Allah SWT. berfirman dalam Al Qur’an surat al Hijr / 15: 29 (٢۹: )اﳊﺠﺮ Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Al Hijr / 15 : 29).1 Ini bermakna antara lain bahwa Tuhan memberi manusia itu beberapa potensi atau kebolehan sesuai dengan sifat-sifat Tuhan. sifat-sifat Tuhan ini disebut dalam Al Qur’an dengan nama-nama yang indah (Al Asmaul Husna) yang menggambarkan Tuhan sebagai “Yang Maha Pengasih” (Al Rahman), “Yang Maha Penyayang” (Al Rahim), “Yang Maha Suci” (Al Quddus), “Yang Maha Hidup” (Al Hayy), “Yang Maha Memberi Hidup” (Al Muhyi), “Yang Maha Tahu” (Al Alim), “Yang Maha Berkuasa” (Al Qadir), “Yang Maha mencipta” (Al Khaliq), dan lain-lain lagi. Pendeknya ada 99 semuanya.2 Menyembah dalam pengertiannya yang umum bermakna mengembangkan sifat-sifat tersebut pada manusia menurut perintah dan petunjuk Tuhan. Misalnya Tuhan memerintah manusia menjalankan upacara sembahyang kepadaNya. Dengan berbuat demikian, manusia menjadi lebih suci, jadi ia telah meniru sifat Tuhan dalam kesucian, yaitu Al Quddus. Juga 1 2 hlm. 5. Moh. Rifa’i, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Wicaksana, 1991), hlm. 238. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004), 69 70 Tuhan adalah Maha Pengasih (Al Rahman) tetapi ia memerintah manusia supaya bersifat pengasih jika ia mengharapkan Tuhan bersifat pengasih terhadapnya. Menyembah dalam pengertiannya yang luas adalah mengembangkan sifat Tuhan yang diberikan kepada manusia, dan itu jugalah tujuan kejadian manusia. Ini bermakna mengembangkan potensi-potensi yang berasal dari sifat Tuhan itu adalah ibadah dalam pengertian yang luas.3 Dalam falsafah Islam, sifat-sifat Tuhan hanya dapat diberikan kepada manusia dalam bentuk dan cara yang terbatas, sebab kalau tidak demikian manusia akan mengaku diri sebagai Tuhan. Tetapi yang paling penting diterangkan di sini adalah bahwa sifat-sifat yang diberikan kepada manusia itu harus dianggap sebagai amanah, yaitu tanggung jawab yang besar. Amanah ada dua macam, yang pertama kesanggupan manusia mengembangkan sifat-sifat Tuhan pada dirinya. Dan yang kedua berkenaan dengan cara pengurusan sumber-sumber yang ada di bumi.4 Manusia memiliki posisi yang unik diantara ciptaan-ciptaan Tuhan, ia diberi kebebasan berkehendak agar ia dapat menyempurnakan misinya sebagai khalifah Allah di atas bumi. Misi inilah perjuangan untuk menciptakan sebuah tata sosial yang bermoral di atas dunia yang dikatakan Al Qur’an sebagai “amanah”. Allah telah menawarkan amanat ini kepada langit 3 Ibid. Ibid. 4 71 dan bumi, tetapi mereka menolak karena takut menanggung bebannya. amanah ini diterima oleh manusia.5 B. Pendidik dan Potensi Manusia Tujuan pendidikan adalah serupa tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya sebagai individu dan sebagai masyarakat. Keterangan tentang tujuan pendidikan memustikan berbincang tentang sifatsifat asal manusia menurut pandangan Islam, sebab pada manusia itulah dicitacitakan sesuatu yang akan ditanamkan oleh pendidikan. Dalam Al Qur’an manusia menempati kedudukan istimewa dalam alam semesta ini. Dia adalah khalifah di atas bumi ini. Manusia yang dianggap khalifah Allah tidak dapat memegang tanggung jawab sebagai khalifah kecuali ia diperlengkapi potensi-potensi yang membolehkannya demikian, merupakan ciri pertama manusia.6 Al Qur’an mengakui kebutuhan-kebutuhan biologikal yang menuntut pemuasan. Badan dimana kebutuhan-kebutuhan ini melekat tidaklah dengan sendirinya membentuk manusia. Badan hanyalah satu unsur ke mana ditambahkan sesuatu yang lain, yaitu roh. Interaksi antara badan dan roh menghasilkan khalifah. Inilah ciri-ciri kedua yang membedakan khalifah itu dan makhluk-makhluk yang lain.7 5 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al qur’an, (Bandung: Pustaka, 1996), Cet. 2, hlm. 28. Hasan Langgulung, Op.cit., hlm. 50. 7 Ibid. 6 72 Ciri-ciri ketiga yaitu kebebasan kemauan, kebebasan untuk memilih tingkah lakunya sendiri. Kemauan yamg bebaslah menyebabkan ia memilih ini dan itu yang berinteraksi dengan fitrahnya. Ada lagi ciri keempat manusia yang perlu disentuh yaitu ‘aql yang membolehkan manusia membuat pilihan antara yang betul dan salah.8 Keempat ciri tersebut yang membedakan manusia yang disebut khalifah dari makhluk-makhluk lain, dan tujuan tertinggi pendidikan adalah membina individu-individu yang akan bertindak sebagai khalifah, atau sekurang-sekurangnya menempatkannya di suatu jalan menuju ke arah tujuan tersebut. Peranan pendidikan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik sangat bergantung pada tenaga kependidikan. Diantara peran yang paling utama adalah peran dari seorang pendidik. Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani peserta didik agar dapat menunaikan tugas-tugas kemanusiaan yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Pendidik dalam konteks ini tidak hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah saja tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai dari alam kandungan sampai ia dewasa bahkan sampai meninggal dunia.9 Pendidik merupakan salah satu komponen yang paling menentukan. Andaikan komponen pendidikan lainnya belum tersedia, namun komponen 8 9 Ibid. Ramayulis, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 138. 73 pendidik sudah ada maka pendidikan masih tetap berjalan. Maka segenap sifat-sifat atau karakter mulia harus melekat dalam pribadi pendidik, karena ia adalah panutan bagi peserta didiknya. C. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an Pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaannya. Yang dimaksud dengan dewasa ialah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri baik secara biologis, psikologis, pedagogis dan sosiologis.10 Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara Umum mendidik ialah membantu anak didik di dalam perkembangan dari daya-dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai. bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik 10 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka cipta, 2008), hlm. 6. 74 dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.11 Ada enam faktor pendidikan dalam aktifitas pendidikan yang dapat membentuk pola inetraksi atau saling mempengaruhi, yaitu faktor tujuan, pendidik, peserta didik, materi, metode dan situasi lingkungan, namun yang menjadi faktor terutama terletak pada pendidik dengan segala kemampuan dan keterbatasannya. Pendidik dibedakan menjadi dua kategori yaitu pendidik menurut kodrat dan pendidik menurut jabatan. Orangtua sebagai pendidik menurut kodratnya adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrati anak manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orangtua, masyarakat dan negara. Tanggung jawab dari orangtua diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan peserta didik dan diharapkan pula dari pribadi guru dapat memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat orangtua pada umumnya. Keberhasilan tugas seorang guru terletak pada diri sendiri. ia seharusnya mendidik dirinya sendiri sebelum mendidik orang lain. Di Jawa Tengah guru diartikan digugu lan ditiru. Digugu diartikan dipercaya omongannya, ditiru diartikan diambil contoh segala perbuatannya. Guru yang baik adalah jika omongannya didengar dan dipercayai, demikian pula 11 34. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 7, hlm. 75 segala tindak lakunya dijadikan panutan oleh murid-muridnya. kewibawaan guru terletak pada tutur katanya dan perbuatannya sendiri.12 Kewajiban seorang guru adalah mendidik murid-muridnya. arti mendidik mencakup tiga perkara. Mendidik jasmani murid-murid agar mereka memiliki tubuh yang sehat, ringan kaki, cekatan dan riang gembira. Mendidik otak murid-murid agar mereka memilki kecerdasan berpikir dan mempunyai ilmu pengetahuan sesuai tingkat usianya. Dan pendidikan rohani murid-murid agar mereka memiliki perangai atau akhlak yang mulia, benar kata-katanya, jujur perbuatannya, mengabdi kepada Allah SWT. dan berbakti kepada orangtua dan bangsanya.13 Manusia memiliki posisi yang unik di antara ciptaan-ciptaan Tuhan. Ia diberi kebebasan berkehendak agar ia dapat menyempurnakan misinya sebagai khalifah Allah di atas bumi. Misi inilah perjuangan untuk menciptakan sebuah tata sosial yang bermoral di atas dunia yang dikatakan Al Qur’an sebagai “amanah”. Amanah yaitu kesanggupan manusia mengembangkan sifat-sifat Tuhan pada dirinya dan kepengurusan sumber-sumber yang ada di bumi. Seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Pendidik berkarakter itu penting, hal ini mengingat yang bersangkutan bukan sekedar mentransfer pengetahuan tetapi juga menanamkan nilai-nilai yang diperlukan untuk anak didik guna mengarungi kehidupan di masa yang akan datang. 12 Saifuddin Zuhri, Guruku Orang-orang dari Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Sastra, 2012), Cet. 3, hlm. 169. 13 Ibid. 76 Al Abrasyi14 menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memilki sifat-sifat seperti zuhud, bersih tubuhnya, bersih jiwanya, tidak ria’, tidak memendam rasa dengki dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan, ikhlas dalam melaksanakan tugas, sesuai dengan perbuatan dan perkataan, tidak malu mengakui ketidak tahuan, bijaksana, rendah hati, lemah lembut, pemaaf, sabar, bersifat kebapakan, tidak merasa rendah diri dan mengetahui karakter murid yang mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan dan pemikiran. Adapun sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh pendidik di dalam Al Qur’an adalah sebagai berikut: 1. Surat Ali Imran / 3: 79 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 79 adalah sebagai berikut: a. Bersifat rabbani Tingkah laku dan pola pikir seorang pendidik harus bersifat Rabbani, yakni hendaklah bersandar kepada Rabb dengan menaatiNya, mengabdi kepadaNya, mengikuti syari’atNya dan mengenal sifat-sifatNya. Jika pendidik telah memiliki sifat rabbani maka dalam segala hal mendidiknya akan bertujuan menjadikan peserta didiknya sebagai orang-orang rabbani juga, yaitu orang-orang yang melihat dampak dan dalil-dalil atas keagungan Allah, khusyuk 14 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. 4, hlm. 82-83. 77 kepadaNya, dan merasakan keagunganNya pada setiap peristiwa sejarah, sunnah kehidupan, sunnah alam atau hukum alam.15 b. Mengajarkan ilmu Seorang pendidik senantiasa mengajarkan pengetahuan kepada anak didik, ia tidak merasa keberatan menyampaiakan apa yang diketahui. Seorang guru atau pendidik harus mengamalkan ilmunya.16 Dalam sebuah hadits: َﲏ اﻟﻠﱠﻪُ ﺑِﻪ ِﻣ َﻦ اﳍُْﺪَى وَاﻟْﻌِْﻠ ِﻢ َِ َﻣﺜَ ُﻞ ﻣَﺎ ﺑـَ َﻌﺜ:ﻋﻦ اﰉ ﻣﻮﺳﻰ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ََﺖ اﻟْ َﻜﻸ ِ ب ا َْرﺿًﺎ ﻓَﻜَﺎ َن ِﻣﻨْﻬﺎ ﻧَِﻘﻴﱠﺔٌ ﻗَﺒِﻠَ ِﺔ اﳌﺎَءَ ﻓَﺎَﻧْـﺒَﺘ َ ِﲑ اَﺻَﺎ ِْ ْﺚ اﻟْ َﻜﺜ ِ َﻛ َﻤﺜ َِﻞ اﻟْﻐَﻴ ََﺖ اﳌﺎ ِ ِب اَْﻣ َﺴﻜ ُ َﺖ ِﻣْﻨـﻬَﺎ اَﺟﺎد ْ ْﺐ اﻟْ َﻜﺜِْﻴـَﺮ َوﻛَﺎﻧ َ وَاﻟﻌُﺸ ِﻚ ُ َﺐ ِﻣْﻨـﻬَﺎ ﻃَﺎ ﺋَِﻔﺔً اُ ْﺧﺮَى اِﳕﱠَﺎ ِﻫ َﻲ ﻗِْﻴـﻌَﺎ ٌن ﻻَﺗُ ْﺴﻤ َ ﻓَ َﺸ ِﺮﺑُﻮا َو َﺳ َﻘﻮْا َوَزَرﻋُﻮا َواَﺻ َﻦ ﻓَـ ُﻘﻪَ ِﰱ ِدﻳْ ِﻦ اﻟﻠﱠ ِﻪ َوﻧـَ َﻔ َﻌﻪُ ﻣَﺎ ﺑـَﻌ َِﲏ اﻟﻠﱠﻪُ ﺑِِﻪ ْ ِﻚ َﻣﺜَ ُﻞ ﻣ َ ِﺖ َﻛﻸَ ﻓﺬاﻟ ُ ﻣَﺎء َوﻻَ ﺗـُْﻨﺒ ْﺖ ُ ْﺳﻠ ِِﻚ َرأْﺳًﺎ وَﱂْ ﻳـَ ْﻘﺒَ ْﻞ ُﻫﺪَى اﻟﻠﱠ ِﻪ اﻟﱠﺬِى اُر َ ﻓَـ َﻌﻠِ َﻢ َو َﻋﻠﱠ َﻢ وﻣﺜ ُﻞ َﻣ ْﻦ َﱂْ ﻳـ َْﺮﻓَ ْﻊ ﺑِﺬَاﻟ (ﺑِِﻪ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى Diriwayatkan dari Abu Musa ra., dia berkata, Nabi saw. pernah bersabda: “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepadaku adalah seperti hujan lebat yang turun ke bumi, lalu ada tanah yang subur yang menyerap air hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengan subur, dan ada pula tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan yang Allah menjadikannya bermanfaat bagi umat manusia sebagai air minum dan untuk mengairi tanaman, serta ada pula tanah yang tandus yang tidak bisa menyimpan air, juga tidak 15 16 M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 131. Ibid., hlm. 130. 78 bisa menumbuhkan rerumputan. Itulah (contoh pertama dan kedua) perumpamaan orang yang memahami Islam yang memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah kepadaku, kemudian dia mempelajari dan mengajarkannya kepada orang lain, sedangkan contoh (ketiga) adalah perumpamaan orang yang tidak mau memperhatikan ajaran dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR. Bukhari).17 Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti pengetahuan atau makna denotatifnya adalah bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya. Dalam dunia Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung dalam Al Qur’an dan bimbingan Nabi saw. Al ‘ilm itu sendiri dikenal sebagai sifat utama Allah SWT. yaitu al ‘alim yang artinya Yang Maha Mengetahui.18 Mengajarkan ilmu bearti memberikan pengetahuan kepada orang lain yang dapat memberikan kemaslahatan kepada anak didik sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum lebih-lebih mengenai hukum agama yang harus diketahui oleh orang yang beriman. Dalam ilmu pengetahuan itulah akan dijumpai berbagai informasi, teori, rumus, konsep-konsep dan sebagainya yang diperlukan bagi mereka. c. Mempelajari ilmu Pendidik senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan untuk terus mengkajinya. Guru sebagai seorang pendidik di sekolah 17 hlm. 41. 18 155. Imam Az Zabidi, Ringkasan Hadits Shahih Al Bukhari, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 79 diharuskan menguasai mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik serta memperdalam pengetahuan tentang itu sehingga mata pelajaran itu tidak bersifat dangkal.19 Mempelajari ilmu dan senantiasa mengkaji merupakan hal yang harus dilakukan oleh pendidik agar menjadikannya berilmu. Dalam pandangan Islam, diantara yang tidak diperselisihkan oleh semua orang adalah bahwa seorang pendidik harus memilki pengetahuan tentang asas-asas pendidikan yang dibawa oleh syari’at Islam. Dia juga harus menguasai permasalahan halal dan haram, mengetahui dasar-dasar akhlak dan memahami peraturan-peraturan Islam serta dasar-dasar Syari’at. Karena ilmu-ilmu tersebut akan menjadikan seorang pengajar menjadi seorang ulama yang bijaksana, menempatkan sesuatu pada tempatnya, mendidik anak di atas landasan dan tuntunannya, serta berjalan di atas jalan pembinaan dan pendidikan dengan landasan yang kuat dari ajaran Al Qur’an, petunjuk Rasulullah, teladan yang mulia dari para sahabat Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti mereka.20 2. Surat Ali Imran / 3: 159 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 159 adalah sebagai berikut: a. Lemah lembut atau kasih sayang Kasih sayang merupakan pancaran cinta seseorang kepada orang lain. Dalam kondisi mencintai pada subyek yang mencintai terkandung lima hal terarah pada subyek atau obyek yang dicintai yaitu memiliki perasaan positif terhadap pihak yang dicintai, berusaha memenuhi kebutuhan pihak yang dicintai, berusaha membuat perasaan 19 M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 129. Ummu Mahmud Al Asyumi, dkk, Panduan Etika Muslimah Sehari-hari, (Surabaya: Pustaka Elba, 2009), hlm. 298. 20 80 senang bagi pihak yang dicintai, memberikan kebebasan pribadi kepada pihak yang dicintai dan mengendalikan diri terhadap pihak yang dicintai.21 Kasih sayang dibagi dua. Pertama, kasih sayang dalam pergaulan berarti pendidik ataupun guru harus lemah lembut tatkala menasihati anak didik yang melakukan kesalahan. Hendaknya menegur dengan cara memberikan penjelasan bukan dengan cara mencelanya karena celaan akan melukai prestisenya. Kedua, kasih sayang yang diterapkan dalam mengajar. Ini berarti pendidik tidak boleh memaksa anak didik mempelajari sesuatu yang belum dapat dijangkaunya. Pengajaran harus dirasakan mudah oleh anak didik. Dalam kasih sayang yang kedua ini terkandung pengertian bahwa pendidik harus mengetahui perkembangan kemampuan anak didiknya. Bila penidik telah memilki kasih sayang tinggi kepada anak didik, maka akan berusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya karena ia ingin memberikan yang terbaik bagi yang disayanginya.22 Kasih sayang yang merupakan pancaran cinta pertama-tama ditampilkan oleh pendidik. Dengan tampilan pendidik seperti itu, peserta didik dipenuhi limpahan kasih sayang dalam pengembangan dirinya secara menyeluruh. Kasih sayang merupakan tumpuan dan warna dalam seluruh dinamika hubungan antar pendidik dan peserta didik. tanpa kasih 21 22 Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 118. Ahmad Tafsir, Op.cit., hlm. 85. 81 sayang dari pendidik maka arah internalisasi yang penuh dengan kebebasan dan kemandirian pribadi akan mudah goyah, hubungan akan mudah patah, pijakan dan isi situasi pendidikan akan runtuh atau tidak tentu arah. Pendidik yang penuh cinta kasih adalah pendidik yang humanis. Diantara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah di dalam hati kedua orangtua adalah perasaan kasih sayang terhadap anak-anak. perasaan ini merupakan kemuliaan baginya di dalam mendidik, mempersiapkan dan membina anak-anak untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan paling besar.23 Orang yang hatinya kosong dari perasaan kasih sayang akan bersifat keras dan kasar. Tidak diragukan lagi di dalam sifat-sifat yang buruk akan terdapat interaksi terhadap kelainan anak-anak dan akan membawa anak-anak ke dalam penyimpangan, kebodohan dan kesusahan. Syari’at Islam telah menanamkan tabiat kasih sayang di dalam hati dan menganjurkan kepada orangtua, para pendidik dan orangorang yang bertanggung jawab atas pendidikan untuk memiliki sifat itu. Apabila kasih sayang telah tertanam di dalam hati mereka, mereka akan melaksanakan kewajibannya dan melindungi hak serta 23 Abdullah Nasih Al Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam Terj. Tarbiyatul Aulad fil Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Cet. 3, hlm. 33. 82 bertanggung jawab terhadap anak-anak, sebagai kewajiban yang dipikulkan Allah kepada mereka.24 Kasih sayang merupakan anugerah Allah kepada umat manusia. Di samping itu, kasih sayang juga sebagai kesempurnaan watak dari semua manusia. Kasih sayang adalah suatu sikap toleransi yang didasari atas kelembutan hati tanpa memandang keberadaan seseorang. Tanpa kasih sayang manusia akan bersikap seperti layaknya hewan.25 Seorang muslim yang memelihara hukum-hukum agamanya selalu bersikap toleran terhadap ilmunya, menyebarkan kasih sayang dan memancarkan sumber kasih sayang dari hatinya. Ia sadar bahwa kasih sayang seorang hamba di bumi menjadi sebab datangnya rahmat. Seorang muslim bahkan dituntut menyebarkan kasih sayang terhadap kelompok yang lebih luas. Tidak terbatas kepada keluarga, anak cucu, karib kerabat atau kawan-kawannya saja, bahkan mencakup segenap umat manusia. Rahmat bersifat menyeluruh, berlaku bagi seluruh umat manusia. Ia telah bersemayam, memancar di dalam dan dari hati setiap muslim. Ia adalah bekal hidup bermasyarakat untuk saling mengasihi, bersahabat dengan penuh cinta kasih, menasihati secara ikhlas, lemah lembut secara mendalam. 24 Ibid., hlm. 37. Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Akhlak Anak: Tuntunan Lengkap Anak dalam Berakhlak, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010), hlm. 32. 25 83 Guru sebagai pendidik harus menaruh rasa kasih sayang kepada anak didik dan memeperlakukan mereka seperti memperlakukan anaknya sendiri, mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri.26 Kasih sayang dan kelembutan sebenarnyalah berada dalam satu paket yang seharusnya mendasari dan mewarnai seluruh aspek situasi pendidikan. paket kasih sayang dan kelembutan itu dikehendaki untuk muncul dalam perlakuan pendidik terhadap peserta didik. Perlakuan itu teraktualisasi dalam sapaan, respon positif, penampilan simpati dan empati, tutur kata, ajakan dan dorongan.27 Menghadapi setiap permasalahan sepatutnya dengan sifat lemah lembut. Sifat lemah lembut merupakan akhlak yang terpuji yang harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya lemah lembut terhadap hak-hak Allah, yaitu dengan cara melaksankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Lemah lembut dengan sesama manusia, yaitu dengan cara saling tolong menolong, sopan santun dalam bergaul. Lemah lembut terhadap alam dan lingkungan hidup yaitu dengan cara memelihara, keselamatan dan mempergunakannya dengan benar. 26 27 Ahmad Tafsir, Op.cit., hlm. 129. Prayitno, Op.cit., hlm. 125. menjaga 84 Muslim yang benar selalu halus perangai, lemah lembut terhadap sesama manusia. Disaat sifat halus perangai itu muncul maka tumbuhlah cinta pada kelemah lembutan dan sifat sabar yang terpuji. Lemah dikaruniakan lembut Allah merupakan kepada akhlak orang-orang yang agung, mukmin yang yang rela dipimpinnya. Tidak diberikan kepada manusia selainnya, apalagi makhluk selain manusia. Meresapnya ajaran Nabi saw. ke dalam kalbu kaum muslimin pun dengan kelemah lembutan. Sikap lemah lembut dan ramah selalu menyertai Rasulullah di dalam setiap urusan. Pesan dari surat Ali Imran ayat 159 tersebut bersifat abadi, merupakan undang-undang yang memiliki kedudukan kokoh. Setiap juru dakwah yang bertanggung jawab menyeru manusia kepada petunjuk Allah, harus mengetuk pintu hati manusia dengan cara yang baik, meniti jalan yang ramah tamah dan lemah lembut. Walaupun terhadap golongan yang dianggap telah melampaui batas lagi zalim.28 Ramah menurut bahasa adalah baik hati, manis tutur kata, simpati budi bahasa dan sopan sikapnya. Sedangkan menurut istilah akhlak, ramah adalah sikap lemah lembut yang terdapat pada diri seseorang.29 Ramah merupakan akhlak terpuji yang harus dimiliki oleh setiap individu. Seseorang yang memiliki sikap ramah biasanya 28 Muhammad Al Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim?, (Jakarta: Gema Insani Press, 206), Cet. 15, hlm. 33. 29 Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Op.cit., hlm. 19. 85 mempunyai perasaan kalem, tenang, sopan santun, rasa belas kasihan dalam hati, dan tidak tergesa-gesa dalam segala hal. Orang yang memilki sikap ramah pasti akan dicintai Allah, dicintai sesama teman, menumbuhkan jiwa besar dan memperoleh kebaikan. Sikap ramah sangat penting dalam pergaulan, karena dengan bersikap ramah kepada orang lain, orang lain pun akan membalasnya dengan keramahan pula. Sebaliknya, jika bersikap kasar dan kuarng sopan kepada orang lain, orang lain pun akan melayaninya dengan setimpal, kadang-kadang dilimpahi kata-kata yang tidak menyenangkan. Keramahan pendidik terhadap anak didik memberikan pengaruh besar dalam upaya pendidikan. Anak-anak akan merasa lebih dekat dengan orang dewasa, lebih aman, lebih terjamin akan perhatian individu. Begitu juga kepentingan diri mereka akan membawa mereka pada hubungan-hubungan yang positif dengan otoritas alamiah orang dewasa dan ini lebih diinginkan. 30 Dengan kelembutan dan keramahan akan menciptakan hubungan persahabatan terhadap anak didik. Bersahabatlah dengan anak didik secara tulus, maka sepanjang hidup anak didik akan tulus kepada pendidik yang merupakan sahabat sejati sekaligus gurunya.31 30 Mohamad Mustari, Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers Persada, 2014), hlm. 136. 31 Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter: Strategi Membangun Kompetensi dan Karakter Guru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 168. 86 Santun merupakan bagian dari sikap lemah lembut. Termasuk kesuksesan seorang pendidik dalam menjalankan tugas mengajarnya dan tanggung jawab pembinaannya adalah sifat santun. Dengan sifat ini anak akan tertarik kepadanya, dengannya anak akan melaksanakan perintahnya. Dengan sifat santun dan lembut ini seseorang akan memperindah dirinya dengan akhlak yang mulia dan terhindar dari akhlak tercela. Dia akan menjadi seperti malaikat yang berjalan di atas bumi dan bagikan purnama yang muncul ke tengah manusia.32 Santun adalah sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. Esensi dari perilaku santun itu sebetulnya hati juga. karena perilaku adalah cerminan hati. Jika perilaku itu bermacam-macam, seperti ada yang terpuji dan ada yang tercela, maka hati pun bermacam-macam pula. Ada yang lembut dan ada pula yang keras. Kesantunan adalah hal yang memang sewajarnya dalam kehidupan ini. Menurut Durkheim33 inti pendidikan adalah kesantunan. Kelembutan dan kasih sayang dari pendidik akan diterima oleh peserta didik sebagai air penyejuk yang dapat menggairahkan kehidupan mereka, khususnya dalam kegiatan pendidikan. Perlakuan seperti itu akan secara suka rela mendorong peserta didik memberikan 32 33 Ummu Mahmud Al Asyumi, dkk, Op.cit., hlm. 298. Mohamad Mustari, Op.cit., hlm. 135. 87 pengakuan dan penghormatan yang wajar dan tinggi kepada pendidik.34 Dalam Al qur’an disebutkan bahwa orang yang beriman adalah orang yang saling berpesan untuk berkasih sayang. Sebagaimana firmanNya dalam surat Al Balad/ 90: 17-18. (١۷-۱٨ : )اﻟﺒﻠﺪ Dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.35 Orang yang menyayangi sesamanya maka Allah juga akan menyayanginya. Sebagaimana dalam Hadits. ﻳﺎ ﻋﺎ:َﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ ان رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ُِﺐ اﻟﱢﺮﻓْ َﻖ َوﻳـُ ْﻌﻄِﻰ َﻋﻠَﻰ اﻟﱢﺮﻓ ِْﻖ ﻣَﺎﻻَ ﻳـُ ْﻌﻄِﻰ َﻋﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺋﺸﺔ ! اِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َرﻓِﻴ ٌﻖ ﳛ ﱡ (ِﺳﻮَاﻩ )اﺧﺮﺟﻪ اﳌﺴﻠﻢ Diriwayatkan dari Aisyah, istri Nabi saw. bahwa Rasulullah saw. penah bersabda: Hai Aisyah, sesungguhnya Allah Maha Belas Kasih, Dia mencintai sikap belas kasih / lemah lembut. Pada sikap belas kasih itu Allah memberikan sesuatu yang 34 35 Prayitno, Loc.cit. Mahmud Junus, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Al Ma’arif, 1984), hlm. 535. 88 tidak dia berikan pada sikap keras dan sikap lainnya. (HR. Muslim).36 b. Pemaaf Pemaaf adalah sifat terpuji yang berkaitan dengan orang lain. Selalu bersikap pemaaf dan senang memaafkan kesalahan orang lain maka akan disenangi oleh banyak orang. Rasa senang itu muncul dari hati yang tulus. Allah telah menjadikan sikap pemaaf sebagai “jalan tol” yang mengatarkan pemiliknya menuju surga.37 Sikap pemaaf merupakan bagian akhlak yang luhur, yang harus menyertai seorang muslim yang takwa. Sifat pemaaf merupakan sifat utama orang-orang muhsin yang dekat dengan cinta dan keridaan Allah. Orang-orang muhsin bisa menahan amarahnya dan tidak dendam. bahkan hatinya telah bebas dari perasaan dendam digantikannya pemaaf, suka mengampuni, bersahabat dan penuh toleransi. Mereka memperoleh kebahagiaan dengan kebersihan jiwa berikut kesucian dan keharumannya. Lebih dari itu mereka menikmati kemenangan besar berupa cinta dan rida Allah. Suka memaafkan dan toleran merupakan bukti ketinggian budi yang tidak dapat dicapai oleh siapapun kecuali mereka yang telah mampu membuka selimut kegelapan dari hati mereka untuk menerima hidayah Islam. Pada jiwa mereka membekas karunia dari sisi Allah, berupa pahala dan kemuliaan. Itu semua dicapai karena apa yang 36 Imam Al Mundziri, Ringkasan Hadits Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), hlm. 1052. 37 Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Op.cit., hlm. 37. 89 terlintas dalam jiwa mereka berupa suka menolong, teguh dan disiplin. Firman Allah SWT. dalam Al Qur’an : (١۹٩ : )اﻻﻋﺮاف Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh (QS. Al A’raf/ 7: 199).38 (١٣٤ : )ال ﻋﻤﺮان (yaitu) Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran/ 3: 134).39 Keharusan mewujudkan perangai manusia yang terpuji, pemaaf dan toleran, merupakan ciri asli dari orang-orang mukmin dan merupakan sifat Rasulullah saw. yang menjadi qudwah (pemimpin, teladan, panutan) sekaligus pendidik kaum mukmin. Memaafkan orang yang ada di bawah pengaruhya adalah bersikap mendidik, namun demikian seorang muslim dituntut juga untuk menampakkan keberaniaannya dan kekuatannya, agar disegani atau ditakuti oleh orang-orang 38 39 yang hendak Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 159. Ibid., hlm. 61. menjatuhkan martabatnya. Dalam 90 kedudukannya yang tinggi, ia diberi hak untuk memaafkan dengan tujuan semata-mata untuk mendidik para pelanggarnya. Pendidik harus bersifat pemaaf terhadap anak didiknya. Dia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-sebab yang kecil. Memaafkan adalah kemauan untuk menerima kesalahan orang lain yang pernah dilakukan. Memaafkan jika dikaitkan dengan konteks pendidik yaitu keikhlasan memberi maaf tanpa diminta sekalipun ketika anak didik berbuat salah atau melukai hatinya. Dengan cinta seorang guru ataupun pendidik akan sangat ringan memaafkan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat anak didiknya.40 proses memberikan maaf ternyata luar biasa, dan tidak semua orang mampu melakukannya. Memberi maaf itu tidak saja melibatkan kekuatan spiritual dan emosional tetapi juga kekuatan fisik dan mental. Memaafkan itu melibatkan kekuatan spiritual, sehingga hanya mereka dengan tingkat spiritual tinggi, yang mau dengan mudah memaafkan. karena secara manusiawi, orang akan senantiasa mempertahankan egonya. Memaafkan melibatkan kekuatan emosi. Artinya, orang yang mau memaafkan harus mampu menahan segenap emosi negatif yang pernah diterimanya akibat perbuatan orang lain. Ketika dia mau memaafkan orang lain, maka dia harus mampu menundukkan semua emosinya sendiri. Dan yang terakhir, memafkan itu melibatkan kekuatan fisik. Artinya, seseorang harus mampu menunjukkan sikap legowo untuk menerima kesalahan orang lain.41 40 41 Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 159. Ibid. 91 Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap anak-anaknya. Guru yang pemaaf ini sanggup menahan diri, menahan amarah dari sebab-sebab yang kecil, berlapang hati, menampakkan kesabaran, lemah lembut, kasih sayang dan taat dalam mencapai suatu keinginan. c. Musyawarah atau komunikasi Komunikatif yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul atau bersahabat dan bekerja sama dengan orang lain. Musyawarah merupakan salah satu keterampilan berkomunikasi yang mencerminkan kompetensi sosial seorang pendidik. Keterampilan berkomunikasi menjadi penting, mengingat hari-hari guru adalah berinteraksi dengan anak didik. Jika guru tidak memilki keterampilan berkomunikasi, maka bisa dipastikan tugas guru tidak dapat dilaksanakan secara efektif. bahkan, tidak menutup kemungkinan guru tersebut akan gagal.42 komunikasi adalah sebuah poses penyampaian atau penerimaan pesan dari satu orang kepada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, secara tetulis, lisan, maupun bahasa non verbal atau isyarat. Keterampilan berkomunikasi sangat penting dimiliki oleh pendidik. Komunikasi mencerminkan kompetensi sosial yang telah dimiliki oleh pendidik. Seorang guru sudah selayaknya 42 Ibid., hlm. 215. 92 mampu berinteraksi secara baik dan efektif dalam jalinan emosional dengan peserta didik.43 3. Surat Ali Imran / 3 : 200 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 200 adalah sabar. Sabar merupakan akhlak terpuji bagi diri sendiri. Sabar artinya tabah dan sanggup menderita dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan. Orang sabar tidak pernah mengeluh dan putus asa, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah. Sabar merupakan salah satu kunci meraih kesuksesan dan kebahagiaan.44 Islam mengajarakan bahwa seorang muslim yang terpimpin jiwanya oleh hidayah Islam senantiasa melatih dirinya untuk mencapai tingkat kesabaran yang tinggi dan menahan amarahnya. Menurut kacamata Islam, orang yang perkasa bukanlah seseorang yang mempunyai fisik dan otot yang kuat, mampu menaklukkan dan melemahkan lawanlawannya, tetapi orang yang perkasa adalah ia yang dapat bertindak penuh pertimbangan dan sabar, serta mampu mengendalikan nafsunya ketika marah.45 Sebagaimana dalam hadits: 43 Ibid., hlm. 51. Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Op.cit., hlm. 9. 45 Muhammad Al hasyimi, Op.cit., hlm. 53. 44 93 ﺼَﺮ َﻋ ِﺔ اِﳕﱠَﺎ اﻟ ﱠﺸ ِﺪﻳْ ُﺪ اﻟﱠﺬِى ْﺲ اﻟّ َﺸ ِﺪﻳْ ُﺪ ﺑِﺎ ﻟ ﱡ َ ﻟَﻴ:ﻋﻦ اﰉ ﻫﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ (اﻟﺒﺨﺎرى )رواﻩ َﺐ ِ اﻟْﻐَﻀ ِﻋْﻨ َﺪ ُﻧـَ ْﻔ َﺴﻪ ِﻚ ُ ﳝَْﻠ Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah.”46 Sesungguhnya memelihara diri ketika marah merupakan tanda kekuatan kalau seseorang itu dapat menaklukkan nafsunya, mampu menyatakan sikapnya sendiri, mengendalikan pikirannya, menguasai diri dalam posisi sulit sekalipun, menghadapi dengan tenang segala fitnah (ujian) dan menghindari perdebatan yang tanpa kendali. Dia tetap teguh berusaha mencapai sasaran dengan sebaik-baiknya, memenangkan rida Allah dan kepuasan batin. (١٥٣ : )اﻟﺒﻘﺮة Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al Baqarah/ 2: 153).47 46 47 Imam Az Zabidi, Op.cit., hlm. 989. Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 22. 94 (٩٦ : )اﻟﻨﺤﻞ Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. An Nahl/ 16: 96).48 Pendidik harus bersabar dalam mengajarkan pengetahuan kepada anak didiknya. Hal itu memerlukan latihan dan ulangan, bervariasi dalam menggunakan metode serta melatih jiwa dalam memikul kesusahan. Di samping itu, karena manusia tidak sama dalam kemampuan belajarnya, guru atau pendidik tidak boleh menuruti hawa nafsunya, ingin segera melihat hasil kerjanya sebelum pengajarannya itu terserap dalam jiwa anak, yang melahirkan hasrat untuk menerapkannya dalam perbuatan.49 Seseorang tidak mungkin bisa mendidik kecuali dengan kesabaran, yaitu menanggung beban kesulitan yang dihadapi dengan rida dan menjaga diri dari marah dan emosi. Kesabaran termasuk akhlak yang bisa didapatkan dengan latihan dan mujahadah. Tidak selamanya anak didik menjadi sosok yang manis, penurut dan pendengar yang baik. Anak didik adalah mereka yang secara psikologis tengah mencari jati dirinya, sehingga tidak jarang menjadi sosok yang memberontak dan membantah. 48 49 Ibid, hlm. 251. M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 132. 95 Menghadapi aneka macam kecerdasan anak didik, maka para guru itu kata Ki Hadjar Dewantara,50 harus sabar hatinya atau “jembar atine kadyo samudro”. Kesabaran akan membuahkan ketenangan bagi guru. Dengan ketenangan tersebut guru mampu menemukan banyak strategi dan metode guna menghadapi aneka perilaku anak didiknya. Guru yang sabar juga akan mempengaruhi kondisi psikologi anak didiknya, sehingga tidak mungkin anak didik menjadi sabar pula. ketika dia harus memberikan latihan yang berulang-ulang kepada anak didiknya, dia memiliki kesadaran bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda. 4. Surat An Nisa / 4 : 58 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat An Nisa ayat 58 adalah adil. Seorang muslim yang rela diatur oleh Islam, ia akan bertindak adil di dalam menentukan hukum, tidak curang dan aniaya dalam menentukan sikap benar atau tidaknya suatu hukuman, walau bagaimanapun situasi dan kondisi yang memepengaruhinya. Sikap adil dalam menjauhi kezaliman merupakan kebesaran dinul Islam. Sebab hal itu merupakan tuntunan Al Qur’an yang merupakan perintah yang tidak dapat ditawar. 50 Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 60. 96 (٨ : )اﳌﺎﺋﺪة Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al Maidah/ 5: 8).51 Adil yang dikenal individu muslim dan masyarakat Islam adalah benar-benar suatu keadilan hakiki penuh ketulusan, tidak berat sebelah meskipun terhadap musuh yang sangat dibenci. Harus ditegakkan keadilan yang tidak pandang bulu, sekalipun menghadapi sanak saudara atau keluarga atau orang-orang yang disegani. Seorang muslim dituntut untuk selalu berbuat adil, baik dalam ucapan maupun tindakan, sebab kebenaran itu tidak pernah usang dan sikap itu merupakan akar yang kuat di dalam masyarakat dan melambangkan kesucian akidah.52 Pendidik dalam mendidik anak didiknya harus bersikap adil. Guru juga harus bersikap adil terhadap pelajarnya, tidak cenderung hanya kepada salah satu golongan di antara mereka dan tidak pula melebihkan seseorang dari yang lain. Segala kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh 51 52 Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 99. Muhammad Al Hasyimi, Op.cit., hlm. 149. 97 dengan jalan yang benar dan dengan memperhatikan setiap pelajar sesuai dengan perbuatan dan kemampuannya.53 Dampak edukatif dari sikap adil pada anak didik adalah dapat memunculkan sikap tawadhu’, memunculkan sikap kreatif, membuka dialog konstruktif antara pendidik dengan anak didik dan memunculkan rasa cinta belajar pada anak didik.54 5. Surat Al Ahzab / 33 : 21 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Al Ahzab ayat 21 adalah menjadi teladan bagi anak didiknya. Guru atau pendidik merupakan sosok yang menjadi idola bagi peserta didiknya. keberadaannya sebagai jantung pendidikan tidak bisa dipungkiri baik atau buruknya pendidikan sangat bergantung pada sosok yang satu ini. Dalam konteks pendidikan karakter, peran pendidik sangat vital sebagai sosok yang diidolakan, serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi peserta didik. Sikap dan perilakunya seorang pendidik sangat membekas dalam diri seorang peserta didik, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian pendidik menjadi cerminan anak didik.55 Mewujudkan pendidik yang professional dapat mengacu pada tuntunan Nabi saw. karena beliau satu-satunya pendidik yang paling 53 M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 134. http://www.education-mantap.blogspot.com/2012/07/guru-bersikap-terhadap-murid.html/, diakses pada Rabu, 10 September 2015, 10:00 WIB. 55 Annisa Rahmanti, “Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam (Telaah Buku Ilmu Pendidikan Islam Karya Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. S. i)”, Skripsi UNISNU Jepara, (Jepara: Perpustakaan UNISNU Jepara, 2013), hlm. 101, t.d. 54 98 berhasil. Keberhasilan nabi saw. sebagai pendidik didahului bekal kepribadian yang berkualitas unggul. Kata Ki Hadjar Dewantara,56 guru itu digugu dan ditiru. Itu artinya segenap tindak-tanduknya akan senantiasa menjadi panutan bagi anak didik maupun bagi orang-orang disekelilingnya. Guru harus tampil sebagai tauladan dengan pancaran kemuliaan dan keluhuran. Tingkah laku guru harus mencerminkan kebaikan, sementara kata-katannya jauh dari hal-hal yang sia-sia, kotor apalagi jorok. Teladan sesungguhnya memiliki makna sebagi sesuatu dari proses mengajar, hubungan dan interaksi selama proes pendidikan, yang kemudian pada hari ini atau masa depan anak didik menjadi contoh yang selalu ditiru dan digugu. Dalam proses belajar, sadar atau tidak perilaku seorang guru akan menjadi komunikasi (penyampaian pesan) paling efektif dan pengaruhnya sangat besar terhadap anak didik. Secara psikologis pengaruh perilaku tersebut adalah pengaruh bawah sadar anak didik, yang akan muncul kembali saat ia melakukan aktifitas dalam bersikap, bertindak atau menilai sesuatu pada dirinya maupun orang lain. Proses memindahkan segala keteladanan diri, pengetahuan diri, dan perilaku profesional seorang guru kepada anak didik dibutuhkan teknik yang oleh Ki Hadjar Dewantara57 disebut “among” yaitu mendidik dengan sikap asih, asah dan asuh. Teknik among ini membutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar, tetapi juga mampu mendidik. 56 57 Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 55. Ibid., hlm. 56. 99 Guru harus menjadi contoh teladan bagi anak didiknya baik dalam perkataan, perbuatan dan akhlaknya. Ia menjadi contoh dalam penunaian kewajiban kepada Rabbnya, kepada rasulnya, lalu kepada masyarakatnya. keteladanan dan tingkah laku yang mulia dari seorang guru adalah faktor penentu yang sangat kuat pengaruhnya dalam memperbaiki dan membentuk akhlak seseorang. Benar guru itu manusia biasa yang rentan dengan kesalahan. namun seyogyanya, tampilan kebaikan dan keluhuran lebih dominan pada diri guru. Jika guru tidak bisa tampil sebagai suri tauladan, maka jangan diharapkan anak didiknya akan menuruti apalagi melaksanakan nasihat yang bersangkutan.58 6. Surat Yasin / 36 : 21 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Yasin ayat 21 adalah pendidk bersifat ikhlas. Ikhlas artinya tulus hati atau hati yang bersih. Ikhlas merupakan sifat terpuji terhadap diri sendiri. Sifat ikhlas harus muncul dari keinginan sendiri dan bukan atas perintah atau paksaan orang lain. Mengerjakan sesuatu dengan ikhlas akan terasa ringan. Ikhlas atau tidaknya melakukan sesuatu pekerjaan sangat tergantung kepada niatnya, seperti melaksanakan ibadah, niat melaksanakannya menjadi penentu. Biasanya jika niatnya baik maka hasilnya akan baik, sebaliknya jika niatnya jelek hasilnya pun akan jelek.59 58 59 Ibid., hlm. 57. Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Op.cit., hlm. 24. 100 Keikhlasan seorang pendidik dalam pekerjaanya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan suksesnya anak didik. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih tetapi dengan mengajar ia bermaksud mencari keridaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.60 Pendidik adalah orang yang ikhlas. Sifat ini termasuk kesempurnaan sifat Rabbaniyah. Dengan kata lain, hendaknya dengan profesinya sebagai pendidik dan keluasan ilmunya, pendidik hanya bermaksud mendapatkan keridhaan Allah, mencapai dan menegakkan kebenaran, yakni menyebarkan ke dalam akal anak-anak dan membimbing mereka sebagai para pengikutnya. Jika keikhlasan telah hilang maka akan muncullah sifat saling mendengki di antara para guru serta sifat pembenaran pendapat dengan caranya sendiri tanpa mau menghiraukan pandangan orang lain. Dalam keadaan seperti itu sifat egoistis yang didukung hawa nafsu akan menggantikan pola hidup di atas kebenaran.61 Secara kebahasaan ikhlas adalah melakukan amal perbuatan syari’at yang ditujukan hanya kepada Allah secara murni atau tidak mengharapkan imbalan dari orang lain. Perbuatan ikhlas dibarengi pula dengan keyakinan atas perbuatannya dan tidak memiliki keinginan untuk menarik kembali apa yang telah ia lakukan. 60 61 M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 129. Ibid., hlm. 132. 101 (٢ : )اﻟﺰﻣﺮ Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (QS. Az Zumar/ 39: 2).62 (٥ : )اﻟﺒﻴﻨﺔ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus (QS. Al Bayyinah/ 98: 5).63 Menurut pakar pendidikan Islam, Ibnu Sahnun64 membolehkan dan dihalalkan bagi guru mengambil upah atau bayaran dari orang tua anak didik atas pengajaran Al Qur’an dengan tanpa mengurangi keikhlasan dan kesungguhan dalam mengajar. Dengan demikian guru akan rela mengorbankan waktu, tenaga dan perhatiannya jauh dengan ukuran yang diminta, bahkan guru akan berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan dirinya menambah ilmu pengetahuan dalam rangka menyumbangkan pikiran dan keahliannya untuk anak didik. 7. Surat Al Mujadalah / 58 : 11 62 Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 414. Ibid., hlm. 538. 64 Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 53. 63 102 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Al Mujadalah ayat 11 adalah sikap lapang yang akan menumbuhkan sikap toleransi. Toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Dalam Islam sikap toleran akan mampu menembus hati manusia dan menimbulkan rasa cinta. Ia juga dekat dengan rida Allah, ampunan dan rahmatNya. Seorang muslim yang benar-benar memgang teguh ajaran Islam selalu bersikap toleran di dalam bermuamalah. Toleran merupakan perwujudan dari sikap demokratis. Pendidik yang demokratis akan memiliki hati nurani yang tajam, berusaha mengajar dengan hati, dengan wawasan yang dimilikinya. Berusaha memberikan ketenangan hati dan tanpa lelah memotivasi anak didik, memberi ruang pada anak didik untuk memaksimalkan berkembangnya potensi positif pada dirinya. Figur-figur seperti ini akan selalu dikenang oleh anak didik sepanjang masa.65 8. Surat Al Hasyr / 59 : 18 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Al Hasyr ayat 18 adalah self evaluation. Guru senantiasa mengevaluasi diri dan tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berpikir angkatan muda. Di samping itu hendaknya memahami pula berbagai problema kehidupan 65 http://www.aufamaudy0408.blogspot.com./2011/12/menjadi-guru-yang-demokratis.html, diakses pada Rabu, 10 September 2015, 10:00 WIB 103 modern serta cara bagaimana menghadapi dan mengatasinya. Hal ini dapat diupayakan dengan disertai wawasan serta keterampilan bertindak, sambil mengikuti dan memahami gejolak serta suara remaja, mengkaji berbagai informasi dan keluhan mereka yang mungkin menimbulkan keresahan. Dengan kata lain guru hendaknya meneliti sebab-sebab keresahan pelajar dan menganalisisnya dengan bijaksana dan memuaskan.66 9. Surat As Shaff / 61 : 3 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat As Shaff ayat 3 adalah satu kata antara perkataan dan perbuatan. Kata-kata yang diucapkan guru merupakan cerminan dari ilmunya. kata-kata itu harus merupakan satu kesatuan. Guru tidak boleh munafik, atau beda kata dengan perbuatan. Ketika berkata-kata, guru juga tidak boleh berbohong dan ngawur. konsistensi bagi guru menunjukkan kadar kualitas yang dimiliki.67 Jujur merujuk pada suatu karakter moral yang mempunyai sifatsifat positif dan mulia seperti integritas, penuh kebenaran, lurus sekaligus tiadanya bohong. Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau berita sesuai dengan kenyataan yang ada. Kejujuran itu ada pada ucapan dan ada pada perbuatan, sebagaimana 66 67 M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 133. Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 59. 104 seseorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya.68 Pendidik yang jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya dengan menerapkan anjurannya pertama-tama pada dirinya sendiri. Jika ilmu dan amalnya telah sejalan maka anak didik akan mudah meniru dan mengikutinya dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Tetapi jika perbuatannya bertentangan dengan seruannya, maka pada anak didik timbul keengganan mengamalkan apa yang diucapkannya atau setidaktidaknya merasa bahwa perkataannya itu tidak sungguh-sungguh.69 Ajaran Islam yang telah menjadi bagian hidup seorang muslim mengajarkan bahwa kejujuran merupakan puncak segala keutamaan dan asas kemuliaan akhlak. Kejujuran pada gilirannya akan membimbing manusia ke arah kebaikan, mengantarkan manusia ke surga. Sebaliknya dusta mengantarkan manusia menuju kezaliman dan kejahatan, menyeret ke dalam api neraka dan siksa.70 Seorang muslim yang benar akan selalu menghias dirinya dengan kejujuran di dalam setiap ucapan dan amalan. Yang demikian itu merupakan martabat tinggi dan mulia. 10. Surat At Tahrim / 66 : 6 Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat At Tahrim ayat 6 adalah tanggung jawab. Tanggung jawab yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang 68 Mohamad Mustari, Op.cit., hlm. 13. M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 132. 70 Muhammad Al Hasyimi, Op.cit., hlm. 11. 69 105 seharusnya dilakukan. Seorang pendidik harus bertanggung jawab kepada anak didiknya dan takut kepada Allah dengan tanggung jawab tersebut. (۹ : )اﻟﻨﺴﺎء Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar (QS. An Nisa/ 4: 9).71 Bertanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan. Kebiasaan bertanggung jawab di lingkungan keluarga akan sangat berpengaruh pada kehidupan anak-anak ketika mereka dewasa. Apabila orangtua bisa mencontohkan dirinya sebagai orang yang bertanggung jawab, anak-anak pun akan meniru dan mereka tidak akan ada masalah dalam menjalani tanggung jawab mereka.72 Surat at Tahrim ayat 6 menggambarkan bahwa pendidikan harus bermula dari rumah. Ini berarti kedua orangtua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana 71 72 Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 71. Mohamad Mustari, Op.cit., hlm. 25. 106 masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya.73 Sebagaimana Hadits berikut: ُﻮل َﻋ ْﻦ ٌ َاع وﱡﻛﻠﱡ ُﻜ ْﻢ َﻣ ْﺴﺌ ٍ اﻧﱠﻪُ ﻗَﺎ ل أَﻻَ ُﻛﻠﱡ ُﻜ ْﻢ ر:ﺣﺪﻳﺚ اﺑ ِﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ْﻞ ِ َاع َﻋﻠَﻰ اَﻫ ٍ ُﻮل َﻋ ْﻦ َر ﱢﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ وَاﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ر ٌ ا ٍع وﻫﻮ َﻣ ْﺴﺌ ﻓﺎﻷَِﻣْﻴـ ُﺮ اﻟﱠ ِﺬ ْ َر ﱢﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ ْﺖ ﺑـَ ْﻌﻠِﻬَﺎ ووَﻟ ِﺪﻩِ وﻫﻲ ﻣَﺴﺌ ُﻮﻟَﺔٌ َﻋْﻨـ ُﻬ ْﻢ ِ ُﻮل َﻋْﻨـ ُﻬ ْﻢ وَاﻟْﻤ َْﺮءَةُ َرا ِﻋﻴَﺔٌ َﻋﻠَﻰ ﺑـَﻴ ٌ ﺑـَْﻴﺘِ ِﻪ وﻫﻮ َﻣ ْﺴﺌ ُﻮل َﻋ ْﻦ ٌ َاع وُﻛﻠﱡ ُﻜ ْﻢ َﻣ ْﺴﺌ ٍ ُﻮل ﻋﻨﻪ اﻻَ ﻓَ ُﻜﻠﱡ ُﻜ ْﻢ ر ٌ ﻣﺎل َﺳﻴﱢ ِﺪﻩِ وﻫﻮ َﻣ ْﺴﺌ ِ َاع َﻋﻠَﻰ ٍ واﻟ َﻌْﺒ ُﺪ ر (ﻋﻠﻴﻪ )ﻣﺘﻔﻖ َر ﱢﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ Hadits dari Ibnu Umar ra., Sesungguhnya Rasulullah bersabda: “Ingatlah kamu semua adalah pemimpin dan pemimpin harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang amir adalah pemimpin dan harus bertanggung jawab atas kepemimpinanannya. Seorang suami adalah pemimpin terhadap keluarganya dan pemimpin harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah tangga dan anak-anaknya dan harus bertanggung jawab atas kepemimpinanannya. Pembantu adalah pemelihara harta tuannya dan dia harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Dan kamu semua adalah pemimpin dan harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).74 Sifat-sifat yang terdapat dalam ayat-ayat di atas jika secara khusus dikaitkan dengan sosok guru sebagai pengajar maka akan dijumpai bahwa sifat-sifat tersebut berkaitan dengan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai pendidik. Kompetensi adalah kecakapan, kemampuan dan 73 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, Volume 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 327. 74 Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis-hadis Muttafaq ‘Alaih, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 254. 107 kesanggupan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk mencapai hasil kerja yang nyata.75 Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mengelola pembelajaran.76 Kompetensi ini terdapat dalam surat Ali Imran ayat 79 yaitu mengajarakan ilmu. Sebelum mengajarakan ilmu kepada anak didik seorang guru harus memiliki pemahaman terhadap anak didik, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan anak didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Mengajarkan ilmu berarti sebelum mengajarkan telah menguasai ilmu tersebut kemudian membuat perencanaan pembelajaran. Kompetensi pedagogik mencakup konsep kesiapan mengajar yang ditunjukkan oleh penguasaan pengetahuan dan keterampilan mengajar.77 Kompetensi kepribadian dari seorang guru merupakan modal dasar bagi yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Tidak seorang pun yang dapat menjadi guru yang sejati kecuali bila dia menjadikan dirinya sebagai bagian dari anak didik yang berusaha untuk memahami semua anak didik dan kata-katanya. Kepribadian mempunyai pengaruh langsung terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan belajar para anak didik. Yang dimaksud kepribadian adalah keseluruhan individu yang terdiri dari unsur fisik dan psikis dengan 75 Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 105. Ibid., hlm. 110. 77 Ibid. 76 108 kata lain seluruh sikap dan perbuatannya.78 Banyak sekali yang dipelajari oleh anak didik dari gurunya. Anak didik menyerap sikap-sikap, merefleksikan perasaan-perasaannya, menyerap keyakinan-keyakinannya, meniru tingkah lakunya dan mengutip pernyataan-peryataan dari gurunya. Kompetensi kepribadian meliputi kewibawaan sebagai pribadi pendidik, kearifan dalam mengambil keputusan, menjadi contoh dalam bersikap dan berperilaku, satunya kata dan perbuatan, kemampuan mengendalikan diri dalam berbagai situasi dan kondisi serta adil dalam memperlakukan teman sejawat.79 Kompetensi kepribadian berdasarkan ayat-ayat di atas diantaranya adil, satu kata antara ucapan dan perbuatan, menjadi teladan, ikhlas, sabar, sikap lapang terhadap anak didik, penuh kelembutan, kasih sayang dan bertanggung jawab. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi, menjalin kerja sama, dan berinteraksi secara efektif dan efisien, baik itu dengan anak didik, sesama pendidik, orangtua maupun dengan masyarakat sekitar.80 Kompetensi sosial meliputi kemampuan menyampaikan pendapat, kemampuan menerima kritik, saran dan pendapat orang lain, mudah bergaul dengan kalangan sejawat, karyawan dan peserta didik, serta toleran terhadap keragaman di masyarakat.81 Kompetensi sosial tergambarakan dalam surat Ali Imran ayat 159 yaitu bermusyawarah dengan anak didik dalam suatu urusan, bisa dalam ilmu pengetahuan maupun yang lainnya. Musyawarah menandakan adanya jalinan 78 Ibid., hlm. 114. Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 167. 80 Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 124. 81 Abudin Nata, Loc.cit. 79 109 komunikatif dengan pendidik dan peserta didik. Dalam musyawarah adanya kemampuan menyatakan pendapat, menerima kritik dan saran, dan mengggambarkan interaksi aktif dalam pergaulan. Kompetensi profesional adalah penguasaan guru atas materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Dengan menguasai materi guru dapat menjelaskan materi ajar dengan baik dan dengan ilustrasi yang jelas.82 Kompetensi profesional seorang guru digambarkan dalam surat Ali Imran ayat 79 yakni terus menerus mempelajari pengetahuan sekalipun terhadap pengetahuan yang sama. 82 Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 118. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pendidik merupakan orang dewasa yang bertanggung jabaw membimbing, memelihara dan mengarahkan anak didik menuju kedewasaannya. Setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan bagi dirinya sendiri kemudian merambah ke tataran sosial. Dalam Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman, berilmu serta mengamalkan ilmunya, ini berarti pendidik memiliki kedudukan yang tinggi. 2. Karakter pendidik yang terdapat dalam Al Qur’an adalah sebagai berikut: a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79 yaitu sifat rabbani yakni seorang yang terus menerus mengajarkan dan mempelajarai ilmu pengetahuan. b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159 berisi sifat lemah lembut yakni yang bersifat kasih sayang, santun, ramah dan pemurah, bersifat pemaaf dan komunikatif. c. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200 berisi sifat sabar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban. d. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58, berisi tentang sifat adil. 109 110 e. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21, sifat yang dapat dicontoh oleh pendidik adalah menjadi teladan yang baik. Segala sifat, sikap dan perilakunya menjadi teladan. f. Qur’an Surat Yasin / 36: 21 berisi tentang keikhlasan dalam beribadah. Sebagai seorang pendidik harus memiliki sifat tulus ikhlas sehingga dengan ikhlas pendidik akan berusaha semaksimal mungkin dalam menunaikan tugas-tugas dan kewajibannya. g. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11, pelajaran yang dapat dipetik oleh pendidik adalah sikap lapang hati. Dengan sikap lapang pendidik akan bersikap toleran terhadap anak didiknya. h. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18, pelajaran yang dapat diambil oleh pendidik dari ayat tersebut adalah pendidik senantiasa mengevaluasi dirinya sendiri, mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dalam upaya persiapan di masa yang akan datang. i. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2 , hikmah yang dapat dipetik dari ayat ini adalah pendidik harus satu kata antara perkataan dan perbuatan, menegakkan kejujuran di semua situasi dan kondisi. j. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6, pelajaran yang dapat diambil oleh pendidik dari ayat ini adalah pendidik harus memiliki sikap tanggung jawab terhadap anak didiknya. Jika karakter-karakter tersebut dikaitkan dengan seorang guru secara khusus maka akan dijumpai bahwa karakter-karakter tersebut terdapat dalam empat kompetensi yang harus dimilikinya. Yaitu 111 kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. B. Saran-saran 1. Bagi Pendidik Pendidik pada hakikatnya adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensi dan kecenderungan yang ada pada anak didiknya. Pendidik merupakan sosok yang menjadi idola bagi anak didik, keberadaannya sebagai jantung pendidikan tidak dapat dipungkiri. Baik buruknya pendidikan sangat bergantung pada pendidik. Pendidik baik orangtua, guru, atau orang-orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan sejatinya sebagai seorang teladan hendaknya dapat mencontoh dan mengaplikasikan sifat-sifat dan sikap-sikap yang telah diuraikan di skripsi ini dalam setiap langkah dan kepribadiannya. 2. Bagi Penulis Skripsi hasil dari analisis tentang karakter pendidik dalam Al Qur’an belum bisa dikatakan final sebab tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan di dalamnya sebagai akibat dari keterbatasan pengetahuan dan ketajaman analisis penulis, waktu, sumber rujukan dan metode. Saran untuk penulis hendaknya dapat mencontoh sifat-sifat dan sikap-sikap yang telah tertulis dalam penelitiannya dalam kehidupan. 112 Sebab penulis sendiri merupakan pendidik untuk dirinya sendiri dan untuk yang lainnya kelak jika Allah SWT. memberi kesempatan. C. Kata Penutup Pendidik merupakan salah satu komponen yang paling menentukan. Andaikan komponen pendidikan lainnya belum tersedia, namun komponen pendidik sudah ada, maka pendidikan masih akan tetap berjalan. Atas kesempatan belajar dan mendapat banyak hal dari penulisan ini, penulis memuji syukur alhamdulillahirabbil’alamin kepada Allah SWT. yang senantiasa melimpahkan rahmat dan segala kebaikannya sehingga proses penulisan skripsi ini berjalan lancar. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat dan kehidupan luas. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Maka dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak demi kelebih baikan skripsi ini. Wallahu a’lam bish-showab. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997. Al Asyumi, Ummu Mahmud, dkk, Panduan Etika Muslimah Sehari-hari, Surabaya: Pustaka Elba, 2009. Al Farmawai, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, Bandung: Pustaka Setia. 2002. Al Hasyimi, Muhammad, Apakah Anda Berkepribadian Muslim?, Jakarta: Gema Insani Press, 206, Cet. 15. Al Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al Maragi, Juz IV, Semarang: Toha Putra, 1993, Cet. 2. , Juz V. Al Mundziri, Imam, Ringkasan Hadits Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka Amani, 2003. Al Ulwan, Abdullah Nasih, Pendidikan Anak dalam Islam Terj. Tarbiyatul Aulad fil Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, Cet. 3. Ar Rifa’i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah: Rigkasan Tafsir Ibnu Katsir Surah Al fatihah-An Nisa, Jilid I, Jakarata: Gema Insani, 1999. , Jilid 4. Ar Rifa’i, Syeikh Usamah, Tafsirul Wajiz, Jakarta: Gema Insani, 2008. Az Zabidi, Imam, Ringkasan Hadits Shahih Al Bukhari, Jakarta: Pustaka Amani, 2002. Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cet. 10. Baidan, Nashiruddin, Metodologi Penafsiran Al Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, Cet. IV. Daradjat, Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 7. Darmadi, Hamid, Dasar Konsep Pendidikan Moral, Badung: Alfabeta, 2012, Cet. 3. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indoneia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Echols, John M dan Shadily, Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2005. Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, Cet. 2. Gunawan, Heri, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012, Cet. 2. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research untuk Menulis Paper, Skripsi, Teses dan Desertasi, Jilid I, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1982. Halim, Muhammad Abdul, Memahami Al Qur’an, Bandung: Marja’, 2002. Hikmatillah, Asep dan Zakky, Ahmad, Akhlak Anak: Tuntunan Lengkap Anak dalam Berakhlak, Jakarta: Zikrul Hakim, 2010. Ihsan, Fuad, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka cipta, 2008. Ilahi, Muhammad Takdir, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2012. Junus, Mahmud, Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Ma’arif, 1984. Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004. Mahali, A. Mudjab, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al qur’an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Mahalli, Ahmad Mudjab dan Hasbullah, Ahmad Rodli, Hadis-hadis Muttafaq ‘Alaih, Jakarta: Kencana, 2004. Maulana, Ahmad, dkk, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta: Absolut, 2011, Cet. VII. Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, Cet. 30. Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013, Cet. 16. Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Jusuf, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008, Cet. 2. Mustari, Mohamad, Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers Persada, 2014. Ma’arif, Syamsul, Revitalisasi Pedidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007. Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010. , Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009. Nazir, Moh, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011, Cet. 7. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2011, Cet. 10. Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2009. Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: di bawah Naungan Al Qur’an, Jilid 2, Jakarta: Gema Insani Press, 2001. , Jilid 9. , Jilid 11. Ramayulis, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011, Cet. 9. Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al qur’an, Bandung: Pustaka, 1996, Cet. 2. Rifai, Moh, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Wicaksana, 1991. Sadulloh, Uyoh, dkk, Pedagogik: Ilmu Mendidik, Bandung: Alfabeta, 2011, Cet. 2. Shihab, M. Quraish, Membumikan Al Qur’an, Bandung: Miza Pustaka, 2007, Cet. 7. , Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002. , Volume 11. , Volume 14. , Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah, Jilid 1, Tangerang: Lentera Hati, 2012. , Jilid 3. , Jilid 4. Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, Cet. 4. Sudiyono, M, Ilmu Pendidikan Islam, Jilid I, Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan karakter, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013, Cet. 2. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Uhbiyati, Nur, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2013. Wibowo, Agus dan Hamrin, M, Menjadi Guru Berkarakter, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Yunus, Mahmud Tafsir Qur’an Karim, Jakarta: Hidakarya Agung, 2004. Yusuf, Kadar M, Studi Al Qur’an, Jakarta: Amzah, 2010. Zuhri, Saifuddin, Guruku Orang-orang dari Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Sastra, 2012, Cet. 3. Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, Cet. 1. Annisa Rahmanti, “Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam (Telaah Buku Ilmu Pendidikan Islam Karya Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. S. i)”, Skripsi UNISNU Jepara, Jepara: Perpustakaan UNISNU Jepara, 2013. http://www.education-mantap.blogspot.com/2012/07/guru-bersikap-terhadapmurid.html/, diakses pada Rabu, 10 September 2015, 10:00 WIB. http://www.aufamaudy0408.blogspot.com./2011/12/menjadi-guru-yangdemokratis.html., diakses pada Rabu, 10 September 2015, 10:00 WIB. LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Jayanti Tempat, Tanggal Lahir : Jepara, 20 Juli 1992 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Nomor Handphone : 082326484617 Alamat : Teluk Wetan RT 12 / RW 02 Welahan Jepara Jenjang Pendidikan : 1. SD Kampus Teluk Wetan 02 lulus Tahun 2003/2004 2. Mts. Nurul Islam Kriyan lulus Tahun 2006/2007 3. MA. Nurul Islam Kriyan lulus Tahun 2009/2010 4. Sarjana Strata 1 (S.1) UNISNU Jepara Demikian daftar riwayat pendidikan yang dibuat dengan data yang sebenarnya dan semoga menjadi keterangan yang lebih jelas. Jepara, 5 Oktober 2015 Penulis Jayanti NIM: 131310000290