studi analisis tentang karakter pendidik dalam al qur`an skripsi

advertisement
STUDI ANALISIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK
DALAM AL QUR’AN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program S.1 Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu
Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
Oleh:
JAYANTI
NIM : 131310000290
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA
2015
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : Eksemplar
Hal
: Naskah Skripsi
A.n. Sdri. Jayanti
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan UNISNU Jepara
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Setelah membaca, mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya,
maka bersama ini saya kirimkan naskah skripsi Saudari:
Nama : Jayanti
NIM
: 131310000290
Judul : STUDI ANALISIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK DALAM
AL QUR’AN
Dengan ini saya mohon agar skripsi saudari tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Atas perhatian Bapak, saya sampaikan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jepara, 18 September 2015
Pembimbing Skripsi
Dr. Sa’dullah Assaidi, M.Ag.
ii
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Jepara,
Oktober 2015
Deklarator,
Jayanti
NIM. 131310000290
iv
MOTTO
(٦ : ‫)اﻻﻧﺸﺮاح‬
    
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
(QS. Al Insyirah / 104 : 6).*
“Orang yang perkasa bukanlah seorang yang mempunyai fisik
dan otot kuat, mampu menaklukkan lawan-lawannya. Tetapi
orang perkasa ialah yang dapat bertindak penuh pertimbangan
dan sabar serta mampu mengendalikan nafsunya ketika
marah”.
“Diantara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan
sedih atas kesempatan beramal yang terlewatkan dan tidak
adanya penyesalan atas kesalahan yang telah dilakukan”.
*
Moh. Rifa’i, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Aksara Indah, 1991), hlm. 573.
v
PERSEMBAHAN
Untaian terima kasih ku ucapkan kepada orang-orang terkasih, berkat motivasi dan
do’anya
karya yang sederhana ini bisa terwujud. Skripsi ini ku persembahkan
kepada :
 Almarhumah Ibuku tercinta (Ibu Munjiyah almarhumah), hanya untaian
do’a dan rasa terima kasihku yang hanya dapat ku panjatkan untukmu.
Beribu-ribu bahkan berjuta-juta ucapan terimaksih tak dapat membalas kasih
sayang nan tulus darimu.
 Bapak (Sumiran) yang telah mencurahkan segala cinta, kasih sayangnya
demi mendidikku kepada jalan hidup yang benar. Terima kasih atas do’a dan
motivasinya mengantarkan menuju pendidikan yang lebih tinggi, semoga ilmu
ini senantiasa tersalurkan dalam kebaikan dan bermanfaat. Mohon maaf
atas semua kesalahan yang telah ku lakukan dari waktu kecil hingga sekarang
masih tetap merepotkan.
 Ustadzah (mbak Afidah) dan ustadz (pak Nurhadi) di rumah yang telah
mengajari saya membaca Al Qur’an dan mendidikku, terima kasih atas
semua jasa-jasa kalian yang telah tulus mendidikku, mohon maaf dari kecil
hingga sekarang masih tetap merepotkan kalian,
vi
 Guru-guruku tercinta yang senantiasa mendo’akan dan memotivasiku,
menjadi sang inspirator dalam hidupku, untaian kata terimakasih belum bisa
membalas semua ketulusan kalian.
 Mbakku (Sri Wahyuni) yang telah tulus menggantikan peran ibu, Kakakkakakku (kak Nur, kak mud, kak met), mbak iparku (mbak kis), kakak ipar
(kak nur) yang telah bersedia membantuku, terimakasih untuk do’a,
pengertian, bantuan, dukungan dan motivasinya.
 Terima kasih untuk adikku tersayang (nang Taqim) , teman kecilku yang
selalu ada untukku, membantuku, dan mendukungku. Semoga engkau segera
mengikuti jejak langkahku menggapai mimpi kecil kita.
 Teman-teman senasib dan seperjuangan UNISNU Jepara Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Prodi PAI ku ucapkan terima kasih atas
dukungan dan semangatnya. Sahabat-sahabat karibku, Tsabbit, Lhda, Laili,
Hamidah, Nailis, Ria, mbak Husna, Sania, Izun, Cus, nang Lukman,
Laila, Hadiah dan lain-lainnya yang tak mungkin ku sebutkan satu persatu.
 Semua pihak yang telah membantu terima kasih atas semua bantuannya.
 Kepada Almamaterku UNISNU Jepaara.
 Pembaca yang budiman.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulilahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur hanya bagi Allah
SWT., Tuhan sekalian alam yang menguasai semua makhluk dengan segala
kebesaranNya yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah serta karuniaNya,
sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi agung
Muhammad saw. penyampai risalah yang membawa rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terealisasikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Rektor UNISNU Jepara Bapak Prof. Dr. KH. Muhtarom, HM yang telah
merestui pembahasan skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara Bapak Drs.
Akhirin, M.Ag.
3. Bapak Drs. Abdul Rozaq Alkam, M.Ag., pembantu Dekan I Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengadakan penulisan skripsi ini.
ix
4. Dosen Pembimbing Bapak Dr. Sa’dullah Assaidi, M.Ag., yang dengan susah
payah meluangkan waktu, pikiran, serta tenaganya demi penyelesaian skripsi
ini.
5. Segenap dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah banyak
memberikan ilmu kepada penulis selama diperkuliahan.
6. Segenap staf UNISNU Jepara.
7. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun
materil.
8. Segenap guru yang telah memberikanku ilmu waktu di bangku sekolah
maupun di luar sekolah.
9. Untuk teman-teman senasib seperjuangan mahasiswa PAI angkatan 2011 yang
telah berjuang dan membantu memberi dukungan moril maupun materil
selama kuliah.
10. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa
disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian.
Jazaakumullahu khoirol jaza’. semoga Allah SWT. memberikan
hidayahNya serta melipat gandakan balasan yang setimpal atas segala
kebaikannya dan menjadikan amal soleh di sisiNya.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran
x
dan kritik yang membangun demi kemajuan penulis. Sekali lagi penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah
memberikan dukungan, dan penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat bagi
semua. Tidak hanya untuk penulis tetapi untuk semua yang membaca skripsi ini.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Jepara, 5 Oktober 2015
Penulis
Jayanti
NIM: 131310000290
xi
ABSTRAK
Jayanti (NIM: 131310000290). Studi Analisi tentang Karakter Pendidik
dalam Al Qur’an. Skripsi. Jepara: Program Strata 1 (S1) Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Nahdlatul
Ulama’ (UNISNU) Jepara.
Al Qur’an sebagai pendidikan yaitu memberikan bimbingan, arahan, dan
pengatur bagi umat manusia. Pendidikan merupakan suatu dasar peningkatan
kualitas peradaban manusia pada umumnya. Diantara peran para aktor yang paling
vital dalam pendidikan adalah peran seorang pendidik. Pendidik merupakan salah
satu komponen yang utama dalam pendidikan diharapkan dapat menjadi sosok
pribadi yang memiliki sejumlah kepribadian yang menempatkannya sebagai
panutan, teladan terhadap anak didiknya. Oleh karenanya penulis menampilkan
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana karakter pendidik yang
terdapat dalam Al Qur’an.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat atau karakter yang
harus dimiliki oleh seorang pendidik yang terkandung di dalam Al Qur’an.
Jenis penelitian dalam permasalahan yang akan diteliti bersifat kualitatif
dimana penelitian kualitataif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah. Pendekatan penelitian yang digunakan berdasarkan
permasalahan yang akan diteliti adalah Grounded Theory atau teori berasal dari
data dasar yakni sejumlah data yang banyak dikumpulkan dan yang saling
berhubungan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Teknik pengumpulan data berdasarkan penenelitian yang akan dilakukan
menggunakan Library Research, yakni membaca dan mengkaji secara mendalam
apa yang ada di dalam buku dan membandingkannya dengan sumber-sumber yang
lain. Metode analisis data yang digunakan adalah metode Mawdhu’i, karena data
primer yang dianalisis adalah ayat Al Qur’an dengan teknik analisisnya
menggunakan deskriptif induktif.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa karakter pendidik dalam Al
Qur’an mencakup bersifat rabbani, lemah lembut, pemaaf, adil, sabar,
komunikatif, dll. Jika dikaitkan secara khusus kepada seorang guru maka akan
dijumpai empat kompetensi yang dimiliki oleh pendidik sebagai karakter utama.
Kompetensi tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional,
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.
Berdasarkan penelitian ini, diharapkan akan menjadi bahan informasi bagi
pendidik baik orangtua, guru maupun orang-orang yang bertanggung jawab dalam
mendidik demi terbentuknya pribadi yang berkualitas.
Akhirnya semoga bermanfaat.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………..........................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBIBING ………………………………...
ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………
iii
HALAMAN PERNYATAAN ………………...........................................
iv
HALAMAN MOTTO …………………………………………………….
v
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………
vi
HALAMAN ABSTRAK ………………………………………………...
viii
HALAMAN KATA PENGANTAR ……………………………………
ix
HALAMAN DAFTAR ISI ……………………………………………...
xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………...
1
B. Penegasan Istilah ……………………………………………
5
C. Rumusan Masalah …………………………………………..
8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………..
8
E. Kajian Pustaka ……………………………………………...
10
F. Metode Penelitian …………………………………………..
12
G. Sistematika ………………………………………………….
19
BAB II : LANDASAN TEORITIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK
A. Pengertian Pendidik dan Unsur-unsur yang diperlukan
bagi Pendidik
1. Pengertian Pendidik …………………………………….
22
2. Pendidik dalam Pandangan Islam ………………………
25
3. Syarat-syarat Pendidik ………………………………….
30
4. Ciri-ciri pendidik ……………………………………….
31
B. Tugas Pendidik ....................................................................
31
C. Karakter Pendidik ………………………………………...
33
xii
BAB III : KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN
A. Pesan Utama Al Qur’an tentang Karakter Pendidik
1.Teks dan Terjemah ……………………………………….
39
2.Asbabun Nuzul …………………………………………...
43
3.Penafsiran …………………………………………………
45
4.Kandungan (Isi) …………………………………………..
64
B. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an …………………….
67
BAB IV : ANALISIS KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN
A. Potensi Manusia ………………………………………….
69
B. Pendidik dan Potensi Manusia ………………………….
71
C. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an …………………...
73
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….
109
B. Saran ………………………………………………………
111
C. Penutup ……………………………………………………
112
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an karim adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada
Rasulullah. Al Qur’an diwahyukan kepada nabi Muhammad dalam bahasa
Arab.1 Al Qur’an merupakan pedoman bagi umat Islam dalam mengatur
segala kehidupannya baik yang menyangkut masalah hablun minallah,
hablun minannas dan hablun minal ‘alam.
Al Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada
nabi Muhammad saw. yang pembacaannya merupakan suatu ibadah. 2 Selain
itu, Al Qur’an merupakan akhlak Nabi saw. memberikan nilai pendidikan
bagi umat manusia. Terdapatnya ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat
mujmal dibutuhkan sebuah penafsiran untuk dapat memberikan gambaran
yang lebih jelas agar mudah untuk dipahami.
Al Qur’an sebagai pendidikan yaitu memberikan bimbingan, arahan,
dan pengatur bagi umat manusia. Sifat pendidikan Al Qur’an disebut
rabbaniy.3 Pendidikan merupakan suatu dasar dari suatu pertumbuhan
bangsa, baik itu dalam pertumbuhan ekonomi, sains dan teknologi dan
mampu mengadakan peningkatan kualitas peradaban manusia pada
1
Muhammad Abdul Halim, Memahami Al Qur’an, (Bandung: Marja’, 2002), hlm. 22.
Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an, Terj. Manna’ Khalil Al Qattan, (Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa, 2013), Cet. 16, hlm. 17.
3
M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, (Bandung: Miza Pustaka, 2007), Cet. 7, hlm.
277.
2
1
2
umumnya. Pendidikan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan
kualitas SDM (Sumber Daya Manusia).4
Peningkatan
SDM
melalui
pendidikan,
maka
harus
segera
memperhatikan para aktor yang melaksanakannya. Letak berhasil tidaknya
suatu proses pendidikan tergantung seberapa jauh kompetensi dan
profesionalitas yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat di dalamnya, serta
komitmen dan kesungguhan mereka untuk menciptakan perubahan dan
perkembangan pada diri peserta didik. Diantara peran para aktor yang paling
vital adalah peran seorang pendidik.
Seorang pendidik atau guru haruslah menjadi model, sekaligus
menjadi mentor dari peserta didik. Tanpa guru atau pendidik sebagai model,
sulit untuk diwujudkan suatu pranata sosial (sekolah) yang dapat
mewujudkan nilai-nilai.5
Pendidik, guru dalam pendidikan formal sebagai pekerja profesional
harus memiliki kepribadian yang baik sebelum ia melaksanakan tugasnya
membentuk kepribadian para siswanya.6 Kepribadian (personality) adalah
sifat dan tingkah laku seseorang yang membedakannya dengan orang lain.
Kepribadian yang sudah matang akhirnya menjadi karakteristik kepribadian.7
Manusia sebagai ciptaan Allah, mempunyai tanggung jawab untuk
melaksanakan proses pendidikan karena ia berperan sebagai pendidik yang
maha agung di muka bumi. Ketika ia berperan sebagai pendidik, tanggung
4
Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pedidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 36.
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), Cet. 11, hlm. 105.
6
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. 4, hlm. 2.
7
Ibid., hlm. 6.
5
3
jawab belajar berada di pundaknya. Tujuan pendidikan ditujunkkan bagi
kepentingan manusia agar mendapat bimbingan dalam melaksanakan proses
kependidikan
untuk
pembentukan
generasi
yang
berkualitas
dan
berkepribadian luhur.8
Mendidik lebih dari sekedar mengajar. Dalam pengertian yang luas
adalah membantu seseorang untuk menangkap makna nilai-nilai hidup dan
kehidupan serta mewartakannya dalam kehidupan sehari-hari.9
Pendidik merupakan salah satu komponen yang utama dalam
pendidikan diharapkan dapat menjadi sosok pribadi yang memiliki sejumlah
kepribadian yang menempatkannya sebagai panutan, teladan terhadap anak
didiknya. Sifat dan pribadinya harus mencerminkan pribadi yang luhur,
sebagaimana halnya Rasulullah saw. yang mampu menunjukkan dengan
sempurna bahwa Al Qur’an sebagai jiwa dan akhlak beliau.
Al Qur’an berbicara tentang pokok-pokok ajaran tentang Tuhan,
Rasul, kejadian dan sikap manusia, alam jagat raya, akhirat, akal dan nafsu,
ilmu pengetahuan, amar ma’ruf nahi munkar, pembinaan generasi muda dan
kerukunan hidup antar umat beragama. Ayat-ayat Al Qur’an mengandung
nilai-nilai pendidikan salah satunya membicarakan tentang bimbingan
orangtua terhadap anaknya berupa nasihat-nasihat yang mendidik dan
memberikan pencerahan bagi pembentukan nilai-nilai kasih sayang,
sebagaimana dalam Al Qur’an surat Luqman ayat 13-14
8
144.
9
Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral, (Badung: Alfabeta, 2012), Cet. 3, hlm.
Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral, (Yogyakarta: Ar Ruzz
Media, 2012), hlm.135.
4
            
           
(١٣-١٤ : ‫)ﻟﻘﻤﺎن‬
       
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman / 31 : 13-14 ).10
Nilai pendidikan dalam ayat tersebut sejalan dengan konsep
pendidikan tarbiyah yang menitik beratkan pada pelaksanaan nilai-nilai
ilahiah yang bersumber dari Allah selaku Rabb al ‘alamin.
Tugas penyampaian nilai-nilai ajaran agama dibebankan kepada orang
tua, sedangkan para pendidik tak lebih hanyalah sebagai tenaga profesional
yang mengemban tugas berdasarkan kepercayaan orangtua. Dengan demikian
berarti tugas pendidikan dibebankan kepada seseorang yang lebih dewasa dan
matang, yaitu orang yang mempunyai integritas kepribadian dan kemampuan
yang profesional.11
Seorang pendidik harus memiliki sifat dan kepribadian yang mulia
sebab ia bukanlah sekedar mentransfer knowledge saja tetapi sekaligus mejadi
654.
10
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terdjemahnya, (Jakarta: Jamunu, 1970), hlm.
11
Muhammad Takdir Ilahi, Op.cit., hlm. 138.
5
teladan. Segala tingkah laku dan gerak-geriknya menjadi sorotan bagi peserta
didiknya. Ia harus bersikap penuh kesabaran dan bersifat pemaaf dalam
mendidik anak didiknya sebagaimana dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat
159
             
            
(١٥٩ : ‫)ال ﻋﻤﺮان‬
       
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. (QS. Ali Imran / 3 : 159).12
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis berusaha untuk meneliti
lebih lanjut kandungan Al Qur’an dalam kaitannya dengan pendidikan.
Selanjutnya permasalahan ini penulis rumuskan dalam sebuah penelitian yang
berjudul Studi Analisis tentang Karakter Pendidik dalam Al Qur’an.
B. Penegasan Istilah
Agar kajian ini dapat dipahami secara tepat dan benar, serta untuk
menghindari kesalah pahaman, maka penulis memandang perlu untuk
menjelaskan kata-kata yang esensial dalam judul, yaitu sebagai berikut:
12
Departemen Agama RI, Op.cit., hlm. 103.
6
1. Studi Analisis
Studi analisis bersal dari kata “studi” dan “analisis”. Studi dalam
bahasa Inggris study yang berarti belajar, mempelajari.13 Sedangkan
analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
(sebab musabab, duduk perkaranya, dsb).14 Yang dimaksud penulis di sini
bahwa studi analisis yaitu suatu kegiatan untuk memperoleh pengetehuan
dengan disertai segenap serangkaian perbuatan yang menelaah suatu
masalah secara mendalam.
2. Karakter
Pengertian karakter dapat dilihat dari sisi kebahasaan dan istilah.
Menurut bahasa (etimologis) istilah karakter dari bahasa Latin kharakter,
kharassaein dan kharax, dalam bahasa Yunani character dari kata
charassein, yang berarti membuat tajam dan membuat dalam. Dalam
bahasa Inggris character dan dalam bahasa Indonesia lazim digunakan
dengan istilah karakter. Karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. 15
Menurut istilah terdapat beberapa pengertian tentang karakter.
Menurut Hornby dan Parnwell16 mendefinisikan karakter adalah kualitas
mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Sedangkan
13
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
2005), hlm. 563.
14
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indoneia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), hlm. 43.
15
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,
2012), Cet. 2, hlm.1-2.
16
Ibid., hlm. 2.
7
menurut Doni Koesoema bahwa karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat
khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan. Imam Ghozali menganggap bahwa karakter
lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap atau
melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga
ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.17
Karakter diartikan sebagai nilai-nilai universal perilaku manusia
yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan
Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat
istiadat.18
3. Pendidik
Secara etimologi kata pendidik berasal dari kata dasar didik, yang
memiliki arti memelihara, merawat dan memberi latihan agar seseorang
memiliki ilmu pengetahuan seperti sopan santun, akal budi, akhlak dan
sebagainya. Selanjutnya dengan menambah awalan pe- menjadi pendidik
yang berarti orang yang mendidik.19
17
Ibid., hlm. 3.
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), Cet. 2, hlm. 6.
19
Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit., hlm. 263.
18
8
Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak agar si anak
tersebut bisa menuju ke arah kedewasaan.20 Pendidik merupakan orang
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasarannya adalah anak didik.
Pendidik sebagai orang yang bertanggung jawab membimbing
anak untuk mencapai kedewasaan dibedakan kepada dua jenis. Pertama
pendidik karena keharusan atas kewajaran kehidupan, sedangkan yang
kedua adalah pendidik karena diserahi tugas untuk mendidik anak.21
Pendidik pertama ialah pendidik yang disebabkan kewajaran
tanggung jawab untuk membimbing anak yaitu para orang tua (ayah ibu).
Pendidik kedua ialah pendidik yang memperoleh tugas, karena orang tua
untuk sementara tidak mampu melaksanakan pendidikan. Pendidik kedua
ialah pendidik sebagai suatu profesi yang karena jabatannya ia harus
mendidik misalnya guru di sekolah, para pembimbing dan sebagainya.22
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian di atas, maka dapat diambil beberapa pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pendidik dalam Al Qur’an?
2. Bagaimana karakter pendidik yang terdapat dalam Al Qur’an?
D. Tujuan dan Mafaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
128.
20
Uyoh Sadulloh, dkk, Pedagogik: Ilmu Mendidik, (Bandung: Alfabeta, 2011), Cet. 2, hlm.
21
Ibid., hlm. 130.
Ibid.
22
9
1. Untuk mengetahui pendidik dalam Al Qur’an
2. Untuk mengetahui karakter pendidik yang terdapat dalam Al Qur’an.
Adapun manfaat secara teorotis dan praktis adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a.
Bagi peneliti memberikan wawasan mengenai karakter pendidik yang
terdapat dalam Al Qur’an.
b.
Bagi fakultas terutama fakulktas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
memberikan tambahan khasanah ilmu pengetahuan dan menambah
bahan kepustakaan.
c.
Bagi pembaca memberikan pengetahuan tentang karakter pendidik
karena pada dasarnya manusia sebagai makhluk paedagogies yaitu
dapat dididik dan mendidik.
d.
Bagi para pendidik dapat memberikan informasi seputar karakter dari
seorang pedidik yang termuat dalam Al Qur’an.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi peneliti dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk
membentuk pribadi yang mulia.
b.
Bagi pembaca dapat mencontoh karakter pendidik yang ada di dalam
Al Qur’an surat demi menjadikan pribadi yang baik.
c.
Bagi fakultas khususnya fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan lebihlebih Program Pendidikan Agama Islam dapat mengaplikasikan
karakter pendidik dalam penelitian ini untuk menjadi pribadi yang
berkualitas.
10
d.
Bagi para pendidik dapat mengaplikasikan di setiap langkah dalam
mendidik anak didiknya.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan kegiatan yang perlu dilakukan dalam
penelitian untuk mencari dasar pijakan atau informasi untuk memperoleh dan
membangun landasan teori, kerangka berfikir, dan menentukan dugaan
sementara atau sering pula disebut dengan hipotesis penelitian, sehingga
dengan adanya hal itu maka para peneliti dapat mengerti, mengorganisasikan
kemudian menggunakan variasi kepustakaan dalam bidangnya.
Dengan kajian pustaka atau studi kepustakaan peneliti mempunyai
pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah-masalah yang
diteliti.23 Survey kepustakaan yang sudah peneliti lakukan, menunjukkan hasil
bahwasannya ada beberapa literatur buku yang menunjukkan adanya
kesesuaian tema dengan penelitian ini. Diantara karya ilmiah atau buku-buku
yang mendukung kajian ini sebagai berikut:
Pertama, buku yang berjudul “Menjadi Guru yang Berkarakter” karya
Agus Wibowo, M. Pd dan Drs.Hamrin, M. M. Pd. Dalam buku ini memuat
tentang karakter utama guru yang menjelaskan bahwa seorang guru, selain
harus memiliki pemahaman, keterampilan dan kompetensi mengenai karakter,
ia juga dituntut memiliki karakter-karakter mulia dalam dirinya sendiri,
mempraktikkan dalam keseharian.24 Adapun
23
karakter utama dalam buku
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm. 34.
24
Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), hlm. 47.
11
tersebut yang harus dimiliki seorang guru atau pendidik adalah komitmen,
kompeten, kerja keras, kemampuan berinteraksi, ikhlas dll.
Kedua, buku yang berjudul “Ilmu Pendidikan Islam Jilid I” karya Drs.
H. M. Sudiyono. Di dalam buku ini dikemukakan bahwa seorang pendidik
harus memiliki sifat-sifat yang tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik. Salah satu sifat pendidik adalah pemaaf. Seorang pendidik atau
guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya. Ia sanggup menahan diri,
menahan kemarahan, lapang hati dan banyak sabar.25
Ketiga, buku karangan Dr. Ahmad Tafsir yang berjudul “Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam”. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa
ada beberapa sifat guru dalam pandangan Islam. Dalam buku tersebut Al
Abrasyi mengemukakan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memiliki sifatsifat seperti lemah lembut, pemaaf, sabar dan lain sebagainya. 26
Keempat, skripsi mahasiswa Universitas Islam Nahdlatul Ulama
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yang bernama Anisa Rahmanti (NIM.
229.019) tahun 2013 yang berjudul “Pendidik dan Peserta Didik dalam
Perspektif Pendidikan Islam (Telaah Buku Ilmu Pendidikan Islam Karya Prof.
Dr. Abdul Mujib, M. Ag dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. S. i)”. Di dalam skripsi
tersebut membicarakan tentang kode etik pendidik. Kode etik pendidik
dirumuskan menjadi 17 bagian menurut Al Ghazali diantaranya adalah
bersikap lemah lembut terhadap anak didiknya terutama dalam menghadapi
25
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, Jilid I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 129.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000), Cet. 3, hlm. 83.
26
12
peserta didik yang tingkat IQnya rendah. Meningggalkan sifat marah dalam
menghadapi problem peserta didiknya, bersikap santun dan penyayang.
Kelima, buku yang berjudul “Nilai Karakter: Refleksi untuk
Pendidikan” karya Mohamad mustari, Ph.D. Di dalam buku tersebut
dijelaskan nilai-nilai karakter yang dapat diterapkan ke dalam pribadi seorang
pendidik sehingga akan memiliki sifat-sifat yang mulia. Sifat-sifat tersebut di
antaranya bertanggung jawab, santun, cinta ilmu dan lain sebagainya. Adanya
sifat-sifat mulia pada dirinya dapat menjadi teladan bagi peserta didiknya.
F. Metode Penelitian
Karya ilmiah secara umum dalam setiap pembahasan tentunya
menggunakan metode untuk menganalisa dan medeskripsikan suatu masalah.
Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan dalam mengelaborasi suatu
masalah, sehingga suatu masalah dapat diuraikan dan dijelaskan dengan
gamblang dan mudah dipahami. Adapun metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam permasalahan yang akan diteliti bersifat
kualitatif dimana penelitian kualitataif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.27
2. Pendekatan Penelitian
27
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), Cet. 30, hlm. 6.
13
Pendekatan penelitian yang digunakan berdasarkan permasalahan
yang akan diteliti adalah Grounded Theory yang pada mulanya
dikembangkan oleh Glaser dan Strauss pada tahun 1960an. 28 Penelitian
kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif
yang berasal dari data. Jadi, penyusunan teori di sini berasal dari bawah ke
atas, yaitu sejumlah data yang banyak dikumpulkan dan yang saling
berhubungan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Hal mendasar dari pendekatan ini adalah bahwa suatu teori harus
muncul dari data atau dengan kata lain suatu teori harus dari dasar atau
bawah.29
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berdasarkan penenelitian yang akan
dilakukan menggunakan Library Research30 yaitu suatu riset kepustakaan
artinya, permasalahan dan pengumpulan data berasal dari kajian
kepustakaan sebagai penyajian ilmiah yang dilakukan dengan memilih
literatur yang berkaitan dengan penelitian. Oleh karena itu, guna
mendapatkan data-data yang dibutuhkan, peneliti menelaah buku-buku
kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini. Mengadakan survei
terhadap data yang ada merupakan langkah yang penting sekali dalam
metode ilmiah.31
28
Ibid., hlm. 26.
Ibid., hlm. 28.
30
Sutrisno Hadi, Metodologi Research untuk Menulis Paper, Skripsi, Teses dan Desertasi,
Jilid I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1982), hlm. 9.
31
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), Cet. 7, hlm. 93.
29
14
4. Sumber Data
Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata.32 Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan
sebagai data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yag diperoleh langsung dari subjek
penelitian sebagai sumber informasi yang dicari.33 Dalam penelitian
ini yang menjadi data sumbernya adalah ayat-ayat Al Qur’an, di
antaranya surat Ali Imran /3: 79, Ali Imran / 3: 159, Ali Imran / 3:
200, An Nisa / 4: 58, Al Ahzab / 33: 21, Yasin / 36: 21, Al Mujadalah
/ 58: 11, Al Hasyr / 59: 18, As Shaff / 61: ٢ dan At Tahrim / 66: 6.
b. Data Skunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melelui pihak
lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.34
Adapun yang menjadi data skunder dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Tafsir Al Maragi karya Ahmad Mustafa Al Maragi.
2) Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran
karangan M. Quraish shihab.
3) Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar Rifa’i.
32
33
91.
34
Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 157.
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. 10, hm.
Ibid.
15
4) Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al Qur’an karya
Sayyid Quthb.
5) Asbabun Nuzul: Studi pendalaman Al Qur’an Surat Al Baqarah –
An Nas karya A. Mudjab Mahali.
6) Tafsirul wajiz Karya Syeikh Usamah Ar Rifa’i.
5. Analisis Data
Analisis merupakan pekerjaan dengan data, penyusunan dan
pemecahannya ke dalam unit-unit yang dapat ditangani, perangkumannya,
pencarian pola-pola dan penemuan apa yang penting dan apa yang perlu
dipelajari.35
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, menemukan apa yang
dipelajari.36
a. Model Analisis Data
Model yang digunakan untuk menganalisa data dalam
penelitian ini menggunakan model metode perbandingan tetap
(Constant Comparative Method) seperti yang dikemukakan oleh
Glaser dan Strauss37 karena dalam analisis data, secara tetap
membandingkan satu datum dengan datum yang lain, dan secara tetap
membandingkan kategori dengan kategori lainnya.
35
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
Cet. 2, hlm. 85.
36
Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 248.
37
Ibid. hlm. 288.
16
Secara umum proses analisis datanya mencakup:
1) Reduksi data yang meliputi identifikasi satuan (unit) yang
ditemukan dalam data dan membuat koding yaitu memberikan
kode pada setiap satuan agar dapat ditelusuri datanya.
2) Kategorisasi yaitu memilah-milah setiap satuan ke dalam bagianbagian yang memiliki kesamaan.
3) Sintesisasi, mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori
lainnya.
4) Menyusun hipotesis kerja, merumuskan suatu pernyataan yang
proporsional.38
b. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang diteliti berupa ayat Al Qur’an,
maka dalam menganalisisnya menggunakan penafsiran dari pendapat
para mufassir. Terdapat banyak metode dalam penafsiran ayat Al
Qur’an. Dalam hal ini metode yang digunakan adalah metode tafsir
mawdhu’i.
Secara semantik, al-tafsir al-mawdhu’i berarti tafsir tematis.
Metode tafsir mawdhu’i ialah metode tafsir yang membahas tentang
masalah-masalah Al Qur’an yang memiliki kesatuan makna atau
tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya.39 Sesuai dengan
namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah
menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan, sehingga tidak salah
38
39
Ibid., hlm. 289.
Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 146.
17
jika dikatakan bahwa metode ini disebut sebagai metode topikal.40
Metode ini menghimpun semua ayat yang memiliki kesamaan tema.
Ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain.41
Sejalan dengan definisinya di atas, maka ada beberapa
langkah yang harus dilakukan oleh seseorang yang hendak membahas
masalah-masalah tertentu berdasarkan tafsir mawdhu’i. Langkahlangkah yang dipaparkan oleh Abd al Hayy al farmawi dan Musthafa
Muslim42 adalah sebagai berikut:
1) Memilih dan menetapkan topik (obyek) yang akan dibahas
berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an.
2) Menentukan
kata
kunci
mengenai
permasalahan
itu
dan
padanannya dalam Al Qur’an.
3) Mengumpulkan atau menghimpun ayat-ayat Al Qur’an yang
membahas topik atau obyek di atas.
4) Mengurutkan tertib turun ayat-ayat tersebut berdasarkan waktu/
masa penurunannya.
5) Mempelajari penafsiran ayat-ayat yang telah dihimpun dengan
penafsiran yang memadai dengan mengacu kepada kitab-kitab
tafsir yang ada.
6) Memaparkan kesimpulan tentang hakikat jawaban Al Qur’an
terhadap topik yang dibahas.
40
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), Cet. IV, hlm. 152.
41
Abdul Hayy Al Farmawai, Metode Tafsir Maudhu’i, (Bandung: Pustaka Setia, 2002),
hlm. 55.
42
Kadar M. Yusuf, Loc.cit.
18
c. Teknik Analisis Data
Analisis merupakan bagian penting dalam penelitian ini untuk
mendapatkan gambaran yang jelas. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah induktif dan bersifat deskriptif.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta,
sifat-sifat
serta
hubungan
antar
fenomena
yang
diselidiki.43 Dalam analisis deskriptif data yang dikumpulkan berupa
kata-kata. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipankutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
Teknik analisis data secara induktif dimaksudkan untuk
membantu pemahaman tentang pemaknaan dalam data yang rumit
melalui pengembangan tema-tema yang diikhtisarkan dari data
kasar.44 Induktif adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau
hasil-hasil pengamatan yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian
hubungan atau suatu generalisasi.45
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya digunakan
untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif
yang mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak
terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif.46
43
Moh. Nazir, Op.cit., hlm. 54.
Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 298.
45
Saifuddin Azwar, Op.cit., hlm. 40.
46
Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 320.
44
19
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi
sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik dan teori.47
Teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
dalm
penelitian
ini
menggunakan teori. Teori digunakan sebagai pembanding data yang telah
ditemukan. Hal itu dapat dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian
lainnya untuk mengorganisasikan data yang barangkali mengarahkan pada
upaya penemuan penelitian lainnya.
G. Sistematika
Dalam rangka memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif
untuk memudahkan pemahaman kandungan isi skripsi, peneliti akan
menjelaskan sistematika peulisan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari
lima bab yang masing-masing saling terkait berikut penjelasannya:
1. Bagian awal yang terdiri dari: Halaman Judul, Halaman Nota
Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Pernyataan, Halaman Motto,
Halaman Persembahan, Halaman Abstrak, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
2. Bagian isi yang terdiri dari:
BAB I : PENDAHULUAN
47
Ibid., hlm. 330.
20
A. Latar Belakang
B. Penegasan Istilah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
E. Kajian Pustaka
F. Metode Penelitian
G. Sistematika
BAB II: LANDASAN TEORITIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK
A. Pengertian Pendidik dan Unsur-unsur yang diperlukan bagi
Pendidik
1. Pengertian Pendidik
2. Pendidik dalam Pandangan Islam
3. Syarat-syarat Pendidik
4. Ciri-ciri Pendidik
B. Tugas Pendidik
C. Karakter Pendidik
BAB III : KARAKTER PEDIDIK DALAM AL QUR’AN
A. Pesan Utama Al Qur’an tentang Karakter Pendidik
1. Teks dan Terjemah
2. Asbabun Nuzul
3. Penafsiran
4. Kandungan (Isi)
21
B. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an
BAB IV : ANALISIS KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN
A. Potensi Manusia
B. Pendidik dan Potensi Manusia
C. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Penutup
3. Bagian akhir yang terdiri dari: Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.
BAB II
LANDASAN TEOROTIS TENTANG KARAKTER PENDIDIK
A. Pendidik dan Unsur-unsur yang Diperlukan Pendidik
1. Pengertian Pendidik
Secara etimologi kata pendidik berasal dari kata dasar didik, yang
memiliki arti memelihara, merawat dan memberi latihan agar seseorang
memiliki ilmu pengetahuan seperti sopan santun, akal budi, akhlak dan
sebagainya. Selanjutnya dengan menambah awalan pe- menjadi pendidik
yang berarti orang yang mendidik.1
Dalam proses pendidikan, pendidik memegang peranan yang
sangat penting dan menentukan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Pendidik merupakan orang dewasa baik secara kodrati maupun secara
profesi bertanggung jawab dalam menumbuh kembangkan anak didik.2
Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak agar si anak
tersebut bisa menuju ke arah kedewasaan.3 Pendidik merupakan orang
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasarannya adalah anak didik. Dalam mencapai keberhasilan pendidikan,
pendidik memiliki peran yang menentukan, sebab bisa dikatakan pendidik
merupakan kunci utama terhadap kesuksesan pendidikan.
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), hlm. 263.
2
Uyoh Sadulloh, dkk, Pedagogik: Ilmu Mendidik, (Bandung: Alfabeta, 2011), Cet. 2, hlm.
128.
3
Ibid.
22
23
Pendidik harus orang dewasa karena tidak mungkin pendidik
membawa anak sebagai manusia yang belum dewasa dibawa kepada
kedewasaannya oleh manusia yang belum dewasa. Jadi pendidik harus
manusia yang sudah dewasa, sebagaimana menurut Langeveld4 bahwa
pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada
anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
Membawa anak kepada kedewasaannya bukan hanya sekedar
dengan nasihat, anjuran, perintah dan larangan saja, melainkan yang
pertama-tama ialah dengan gambaran kedewasaan yang senantiasa
dibayangkan oleh anak didik dalam diri pendidiknya. Orang dewasa benarbenar sadar akan dirinya sendiri, sadar siapa dirinya, sadar apa yang ia
perbuat, baikkah atau burukkah perbuatan itu.
Pendidik sebagai orang yang bertanggung jawab membimbing
anak untuk mencapai kedewasaan dibedakan kepada dua jenis. Pertama
pendidik karena keharusan atas kewajaran kehidupan, sedangkan yang
kedua adalah pendidik karena diserahi tugas untuk mendidik anak.5
Pendidik pertama ialah pendidik yang disebabkan kewajaran
tanggung jawab untuk membimbing anak yaitu para orang tua (ayah ibu).
Pendidik kedua ialah pendidik yang memperoleh tugas, karena orang tua
untuk sementara tidak mampu melaksanakan pendidikan. Pendidik kedua
ialah pendidik sebagai suatu profesi yang karena jabatannya ia harus
4
5
Ibid.
Ibid., hlm. 130.
24
mendidik anak, misalnya guru di sekolah, para pembimbing dan
sebagainya.6
Pendidik adalah aktor utama yang merancang, merencanakan,
menyiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sebagaimana
diketahui bahwa pendidik yang pertama dan utama adalah orang tua secara
wajar langsung menjadi pendidik karena kenyatannya anak lahir dalam
keadaan tidak berdaya. Ketidak berdayaan anak terutama dalam dua hal,
yaitu tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri dan tidak berdaya
untuk mengembangkan diri sendiri, karena itu mereka memerlukan
bantuan orang lain.
Orangtua secara kodrati langsung memikul tenaga sebagai tenaga
pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, sebagai pembimbing, sebagai
pembina maupun sebagai guru dan pemimpin anak-anaknya.7
Guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul di pundak para orangtua. Orang India dahulu,
menganggap guru itu sebagai orang suci dan sakti. Di Jepang, guru disebut
sensei artinya yang lebih dahulu lahir, yang lebih tua. Di Inggris, guru
dikatakan teacher dan di Jerman adalah der lehrer, keduanya berarti
pengajar. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti
6
7
Ibid.
Ibid., hlm. 189.
25
pengajar melainkan juga pendidik, baik di dalam maupun di luar sekolah
Ia harus menjadi penyuluh masyarakat.8
Masyarakat sebagai para pembimbing turut serta memikul
tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan
sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama.9
Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap
pendidikan anak. Dengan demikian, di pundak mereka terpikul keikut
sertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab
tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggung jawab
moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok sosial.10
Pendidik pada hakikatnya adalah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan
seluruh potensi dan kecenderungan yang ada pada peserta didik.
2. Pendidik dalam Pandangan Islam
Pendidikan merupakan tujuan agama, dan kewajiban itu pertamatama bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab
atas pendidikan dirinya sendiri kemudian meningkat pada dataran sosial
yang berarti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang
lain.
40.
8
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 7, hlm.
9
Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit., hlm. 721.
Zakiah Daradjat, Op.cit., hlm. 45.
10
26
Dalam Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat
penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab menentukan arah
pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati
orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik.
Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi
daripada orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan
pendidik.11
Kedudukan orang alim dalam Islam sangat dihargai tinggi bila
orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara
mengajarkan ilmu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling
dihargai oleh Islam. Dalam Al- Qur’an, Allah SWT berfirman bahwa
Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan, sebagaimana firmanNya dalam surat Al- Mujadalah: 11
         
            
(۱۱ :
)
         
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah
11
hlm. 91.
Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),
27
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadalah /
58: 11).12
Menurut Nur Uhbiyati,13 pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik
dalam
perkembangan
jasmani
dan
rohaninya
agar
mencapai
kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah,
kholifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu
yang sanggup berdiri sendiri. Sejalan dengan hal tersebut Ramayulis14
mendefinisikan pendidik dengan istilah murobbi, muallim dan muaddib.
Istilah murobbi, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya
lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani.
Sedangkan untuk istilah muallim pada umumnya dipakai dalam
membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau
pemindahan ilmu pengetahuan dari orang yang tahu kepada orang yang
tidak tahu. Adapun istilah muaddib menurut Al- Attas lebih relevan
dengan konsep pendidikan Islam, yakni lebih mengarah pada pembentukan
insan yang beradab.15
Di dalam Islam selain istilah murobbi, muallim dan muaddib juga
terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada pengertian pendidik.
Istilah tersebut ialah:
12
Moh. Rifai, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Wicaksana, 1991), hlm. 490.
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2013), hlm. 113.
14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cet. 9, hlm. 56.
15
Ibid., hlm. 57.
13
28
a. Al- muzakki, diartikan sebagai orang yang melakukan pembinaan
mental dan karakter yang mulia, dengan cara membersihkan si anak
dari pengaruh akhlak yang buruk, terampil dalam mengendalikan hawa
nafsu.
b. Al- ulama, diartikan sebagai orang yang paling takut (bertakwa)
kepada Allah dan mendalami ilmu agama, sebagai seorang peneliti dan
scientist. Pengertian yang umum digunakan mengenai al-ulama ini
yaitu seseorang yang luas dan mendalami ilmu agama, memiliki
kharisma, akhlak mulia dan kepribadian saleh.
c. Al- rasikun fi al-ilm, diartikan sebagai orang yang tidak hanya dapat
memahami sesuatu yang bersifat empiris, melainkan juga dapat
memahami makna, pesan ajaran, spirit, jiwa, kandungan, hakikat,
substansi, inti dan esensi dari segala sesuatu.
d. Ahl al- dzikr, yaitu orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan
keahlian yang benar-benar diakui para ahli lainnya. Pendapatpendapatnya layak untuk dijadikan rujukan.
e. Ulul al- bab, diartikan sebagai orang yang memiliki daya pikir dan
daya nalar sekaligus memiliki daya zikir dan spiritual, yaitu memiliki
keseimbangan penguasaan ilmu pengetahuan dan penguasaan terhadap
ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai spiritualitas seperti keimanan,
ketakwaan, ketulusan, kesabaran, ketawakalan dan sebagainya.
29
f. Al- muwa’idz, diartikan sebagai pemberi pelajaran yang bersifat
nasihat spiritual kepada manusia, agar manusia tersebut tidak
menyekutukan Tuhan.
g. Al- faqih, diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama
yang mendalam. Istilah ini lazim digunakan untuk orang-orang yang
mendalami ilmu agama di berbagai pondok pesantren.
h. Mursyid, adalah orang yang yarsyudun, yakni selalu berdo’a kepada
Allah
SWT.
dan
senantiasa
melaksanakan
dan
memenuhi
panggilanNya. Selain itu, ia juga senantiasa mengutamakan dan
menjunjung moralitas dan patuh kepada Tuhan. Ia juga orang yang
cerdas serta mampu memanfaatkan kecerdasannya untuk tujuan-tujuan
yang mulia.16
Adanya berbagai istilah sebagaimana tersebut di atas menunjukkan
bahwa seorang pendidik dalam ajaran Islam memiliki peran dan fungsi
yang sangat luas.
Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik
yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia
dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu pendidik
mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Andaikan dunia tanpa
pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab pendidikan adalah
16
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 161-164.
30
upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat
insaniyah dan ilahiyah.17
Pendidik dalam Islam yaitu siapa saja yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik.
3. Syarat-syarat Pendidik
Setiap pekerjaan memerlukan syarat-syarat tertentu agar seseorang
yang memiliki pekerjaan tersebut dapat berperan secara efektif dan efisien,
apalagi bagi seorang pendidik yang bergaul dengan makhluk yang
beraneka ragam karakter dan harus berubah ke arah yang lebih baik.
Edi Suardi18 mengungkapkan bahwa seorang pendidik harus
memenuhi beberapa persyaratan:
a.
Mengetahui tujuan pendidikan. Seorang pendidik harus banyak
mempunyai pengetahuan tentang apa yang disebut manusia dewasa.
b.
Seorang pendidik harus mengenal anak didiknya.
c.
Seorang pendidik harus tahu prinsip dan penggunaan alat pendidikan.
Memilih mana yang cocok untuk anak pada situasi tertentu,
menentukan jalan atau prosedur mendidik yang harus digunakan.
d.
Memiliki sikap bersedia membantu anak didik. Tanpa itu ia
merupakan orang yang bertindak mekanis, seperti robot, atau kadangkadang berlaku kurang sabar.
e.
Dapat bergaul dengan anak didiknya atau menyatu padukan dengan
anak didiknya. Itu tidak berarti bahwa ia luluh dalam kehidupan anak
17
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet.
2, hlm. 89.
18
Uyoh Sadulloh, dkk, Op.cit., hlm. 134.
31
didiknya sehingga ia lupa akan dirinya dan berlaku seperti anak
didiknya.
4. Ciri-ciri Pendidik
Ciri utama seorang pendidik adalah adanya kewibawaan yang
terpancar dari dirinya terhadap anak didik. Kewibawaan merupakan suatu
pancaran batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untuk
mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh pengertian atas pengaruh
tersebut. Ciri yang kedua adalah mengenal anak didik. Anak didik
merupakan seseorang yang berkembang dan memiliki potensi tertentu. Ciri
yang ketiga adalah membantu anak didik.19
B. Tugas Pendidik
Mendidik adalah tugas yang sangat luas, sebagian dilakukan dalam
bentuk mengajar dan sebagian lainnya dalam bentuk memberikan dorongan,
memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain. Mengajar
hanyalah sebagian dari tugas mendidik.
Menurut
Al-
Ghazali,
tugas
pendidik
yang
utama
adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawakan hati
manusia untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.20 karena
tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri
kepaNya.
Pendidik belum bisa membiasakan diri dalam peribadatan pada peserta
didiknya maka ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta
19
20
Ibid.
Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati, Op.cit., hlm. 72.
32
didiknya memiliki prestasi akademis yang tinggi. Oleh karena itu tugas
pendidik dalam pendidikan adalah:
1. Sebagai pengajar (instructional), yang bertugas merencanakan program
pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta
mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2. Sebagai Pendidik (educator), yang mengarahakan peserta didik pada
tingkat kedewasaan dan kpribadian kamil (sempurna) seiring dengan
tujuan Allah SWT. menciptakannya.
3. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan terhadap
berbagai masalah yang menyangkut pendidikan.
4. Membimbing si terdidik yakni memberikan arahan kepada peserta didik.
5. Menciptakan
situasi
untuk
pendidikan
dimana
tindakan-tindakan
pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang
memuaskan.21
Menurut Ag. Soejono merinci tugas pendidik (termasuk guru) sebagai
berikut:
1. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan
berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan
sebagainya.
2. Menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan
menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
21
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op.cit, hlm. 91.
33
3. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara
memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik
memilihnya dengan tepat.
4. Mengadakan
evaluasi
setiap
waktu
untuk
megetahui
apakah
perkembangan anak didik berjalan dengan baik.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui
kesulitan dalam mengembangkan potensinya.22
Tugas pendidik amat sangat berat, tidak hanya melibatkan kemampuan
kognitif, tetapi juga kemampuan afektif dan psikomotorik. Pendidik adalah
manusia biasa dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh karena itu,
maka menjadi tugas pula bagi si pendidik untuk selalu meninjau dirinya
sendiri.
C. Karakter Pendidik
Akar kata karakter berasal dari bahasa Latin yaitu kharakter,
kharassein dan kharax yang bermakana tools for making, to engrave dan
pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan dalam bahasa Perancis
sebagai caractere. Dalam bahasa Inggris character. Selanjutnya, dalam bahasa
Indonesia menjadi “karakter”23
Menurut kamus Poerwadarminta, secara ringkas karakter diartikan
sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
22
M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 113.
Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), hlm. 41.
23
34
membedakan seseorang dengan yang lain.24 Di dalam kamus ilmiah populer,
karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.25
Menurut Thomas Lickona,26 karakter merupakan sifat alami seseorang
dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan
dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung
jawab, menghormati dan menghargai orang lain, dan karakter-karakter mulia
lainnya.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, 27 memandang karakter sebagai watak
atau budi pekerti. Karakter sebagai sifatnya jiwa manusia mulai dari anganangan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi pekerti, manusia
akan menjadi pribadi yang merdeka sekaligus berkepribadian, dan dapat
mengendalikan diri sendiri. Setiap orang menurutnya memiliki karakter yang
berbeda-beda, sebagaimana mereka memiliki roman muka yang berbeda-beda
pula. Antara manusia satu dengan yang lain tidak ada kesamaan karakternya,
karakter menjadi penanda seseorang apakah orang tersebut berkarakter baik
atau berkarakter buruk.
Takdiroton Musfiroh menguraikan apa yang dimaksud dengan
karakter. Menurutnya karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations) dan keterampilan (skills).28
24
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2011), Cet.
10, hlm. 521.
25
Ahmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2011), Cet. VII,
hlm. 202.
26
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 42.
27
Ibid.
28
Ibid.
35
Dari beberapa definisi karakter yang telah diuraikan, terdapat
perbedaan sudut pandang sehingga menyebabkan perbedaan definisinya.
Kendati demikian, jika dilihat esensi dari berbagai definisi tersebut terdapat
kesamaan bahwa karakter itu mengenai sesuatu yang ada dalam diri seseorang,
yang menyebabkan orang tersebut disifati.29
Pendidik menjadi roh utama pendidikan, maka segenap karakter baik
dan luhur harus dimilikinya. Pendidik adalah manusia biasa yang bisa salah,
lupa dan tidak lepas dari karakter-karakter buruk lainnya. Namun demikian,
sudah selayaknya karakter luhur dan mulia lebih dominan dimiliki dan tampak
menonjol dari pribadi seorang pendidik.
Adapun karakter yang hars dimiliki oleh seorang pendidik atau guru
adalah sebagai berikut:
1. Komitmen
Yaitu sebuah tekad yang mengikat dan melekat pada diri seseorang untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik.
2. Kompeten
Kompeten artinya kemampuan guru atau pendidik melaksanakan
pembelajaran dan memecahkan aneka masalah guna mencapai tujuan
pendidikan, memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan
profesional.
29
Ibid., hlm. 45.
36
3. Kerja keras
Kerja keras adalah kemampuan mencurahkan seluruh usaha dan
kesungguhan potensi yang dimiliki hingga tujuan tercapai.
4. Konsisten
Konsisten adalah kemampuan melakukan sesuatu dengan istiqomah, ajeg,
fokus, sabar dan ulet, serta perbaikan yang terus menerus.
5. Sederhana
Kesederhanaan terpancar dalam perilaku diantaranya bersahaja, tidak
bermewah-mewah baik penampilan maupun model hidup, tidak berlebihan
dan tepat guna.
6. Kemampuan berinteraksi
Yaitu kemampuan beinteraksi secara dinamis dalam jalinan emosional
antara guru atau pendidik dan anak didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
7. Melayani secara maksimal
Dalam hal ini pendidik harus membantu, melayani dan memenuhi
kebutuhan anak didik agar potensinya dapat diberdayakan secara optimal.
8. Cerdas
Seorang pendidik harus memiliki kecerdasan, baik kecerdasan akal,
emosional, maupun spiritual.30
30
Ibid., hlm. 48-52.
37
Seorang pendidik Islam harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapun sifat-sifat tersebut menurut Prof.
Dr. Moh. Athiyah Al- Abrasyi,31 ialah:
1. Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena
mencari keridaan Allah semata.
2. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat ria’,
dengki, permusuhan, perselisihan dan lain-lain sifat yang tercela.
3. Ikhlas dalam pekerjaan. Keikhlasan dan kejujuran seorang guru dalam
pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas
dan suksesnya murid-murid.
4. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya.
5. Harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran
anak didiknya.
6. Mencintai murid-muridnya.
7. Menguasai mata pelajaran yang diberikannya serta memperdalam
pengetahuan tentang itu.
Menurut Muhaimin,32 seorang guru harus memiliki sifat mulia sebagai
kode etik atas profesi mereka. Beberapa sifat mulia yang harus dimiliki guru
diantaranya:
1. Ikhlas dalam bekerja
2. Menjaga diri dan Kehormatan
31
M. Athiyah Al- Abrasyi, “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, dalam M. Sudiyono,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 129.
32
Agus Wibowo dan Hamrin, Loc.cit., hlm. 52.
38
3. Menjadi teladan bagi anak didiknya
4. Satu kata antara ilmu dengan perbuatan sehari-hari
5. Sabar dalam mengajarkan ilmunya kepada anak didik
6. Tidak meremehkan mata Pelajaran lainnya.
Pendidik pada hakikatnya adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh
potensinya. Pendidik adalah manusia yang memiliki kualitas dalam hal ilmu
pengetahuan, moral, cinta, serta ketaatan kepada agama. Gerak-gerik seorang
pendidik harus ditata sedemikian rupa karena segenap tindakannya akan
dipantau oleh anak didiknya.
BAB III
KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN
A. Pesan Utama Al Qur’an tentang Karakter Pendidik
1. Teks dan Terjemah
a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79
           
           
(۷۹ : ‫ ) ال ﻋﻤﺮان‬    
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata
kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembahpenyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani,
karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinya. (QS. Ali Imran / 3 : 79).1
b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159
             
           
(۱٥۹ : ‫) ال ﻋﻤﺮان‬
1
        
Mahmud Junus, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Al Ma’arif, 1984), hlm. 55.
39
40
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali
Imran / 3 : 159).2
c. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200
        
(٢٠٠ : ‫) ال ﻋﻤﺮان‬
 
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung. (QS. Ali Imran / 3 : 200).3
d. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58
           
              
(٥٨ : ‫ ) اﻟﻨﺴﺎء‬
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
2
3
Ibid., hlm. 64.
Ibid., hlm. 70.
41
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha melihat. (QS. An
Nisa / 4 : 58).4
e. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21
            
(٢۱ : ‫ ) اﻻﺣﺰاب‬    
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah. (QS. Al Ahzab / 33 : 21).5
f. Qur’an Surat Yasin / 36: 21
(٢۱ : ‫)ﻳﺲ‬
       
Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Yasin / 36 :
21).6
g. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11
         
            
(۱۱ :
4
Ibid., hlm. 79.
Ibid., hlm. 380.
6
Ibid., hlm. 398.
5
)
         
42
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al
Mujadalah / 58 : 11).7
h. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18
           
(۱٨ : ‫)اﳊﺸﺮ‬
       
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al Hasyr / 59 : 18).8
i. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2
(٢ : ‫)اﻟﺼﻒ‬
        
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. (QS. As Shaff
/ 61 : 2).9
7
Ibid., hlm. 490.
Ibid., hlm. 494.
9
Ibid., hlm. 497.
8
43
j. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6
         
          
(٦ : ‫)اﻟﺘﺤﺮﱘ‬
 
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan. (QS. At Tahrim / 66 : 6).10
2. Asbabun Nuzul
a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79
Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang datang menghadap
Rasulullah saw. seraya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah memberi
salam kepadamu itu seperti memberi salam kepada kami saja, ataukah
lebih baik dengan sujud?”. Jawab Rasulullah: “Jangan bersujud. Cukup
kamu menghormati Nabimu dan sampaikanlah perkara yang benar
kepada siapa saja yang layak diberi tahu. Sebab seseorang tidak
dibenarkan sujud kepada sesamanya. Hanya dibenarkan bersujud
kepada Allah saja”. Sehubungan dengan itu Allah SWT. menurunkan
10
Ibid., hlm. 506.
44
ayat ke- 79 sebagai ketegasan bahwa apa yang disabdakan Nabi adalah
benar. (HR. Abdul Razak dari Al Hasan).11
b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159
Pada waktu kaum muslim mendapatkan kemenangan dalam
peperangan Badar, banyak kaum musyrikin yang menjadi tawanan.
Untuk menyelesaikan masalah mengenai tawanan perang itu
Rasulullah saw. mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar As
Shiddiq dan Umar Bin Khatab. Dalam musyawarah tersebut ada
perbedaan pendapat anatara Abu Bakar dan Umar. Rasulullah sangat
kesulitan untuk menentukan keputusan. Akhirnya Allah SWT.
menurunkan ayat ke- 159 yang menegaskan agar Rasulullah berbuat
lemah lembut. (HR. Kalabi dari Abi Shalih dari Ibnu Abbas).12
c. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58
Ayat ke- 58 diturunkan sehubungan dengan Utsman Bin
Thalhah, yaitu ketika kaum muslimin mendapat kemenangan atas kota
Makkah. Pada waktu itu Rasulullah saw. meminta kunci Ka’bah
kepadanya, kemudian beliau masuk ke dalam Ka’bah, sesaat kemudian
keluar untuk melakukan tawaf di Baitullah. Ketika beliau keluar dari
Ka’bah turunlah ayat ini, sehingga Rasulullah segera memanggil
Utsman Bin Thalhah dan menyerahkan kembali kunci Ka’bah. (HR.
Syu’ban dalam kitab tafsirnya dari Hajjaj dari Ibnu Juraij).13
11
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 160.
12
Ibid., hlm. 184.
13
Ibid., hlm. 234.
45
d. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa apabila ada orang
yang baru datang ke majlis Rasulullah, para sahabat tidak mau
memberikan tempat duduk di sisi Rasulullah, maka turunlah ayat 11 ini
sebagai perintah untuk memberikan tempat kepada orang yang baru
datang. (HR. Ibnu Jarir dari Qatadah).14
e. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2
Dalam suatu riwayat telah dikemukakan bahwa ketika para
sahabat Rasulullah duduk-duduk bermudzakarah, di antara mereka ada
yang berkata, “Sekiranya kami mengetahui amal yang lebih dicintai
Allah, pasti kami akan mengerjakannya”.15
3. Penafsiran
a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79
Sekelompok pemuka agama Yahudi dan Nasrani menemui
Rasul saw. mereka bertanya: “Wahai Muhammad, apakah engkau
ingin menyembahmu? Salah seorang mereka bernama Ar Rais
mempertegas, “Apakah untuk itu engkau mengajak kami?” Nabi
Muhammad saw. menjawab: “ Aku berlindung kepada Allah dari
penyembahan kepada selain Allah atau menyuruh yang demikian.
Allah sama sekali tidak menyuruh demikian, tidak pula megutus untuk
itu”.16
14
Ibid., hlm. 796.
Ibid., hlm. 814.
16
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume
2, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 132.
15
46
Tidak wajar dan tidak dapat tergambar dalam benak betapapun
keadaannya bagi seseorang manusia siapapun dia dan betapapun tinggi
kedudukannya, dan selain mereka yang Allah berikan kepadanya alkitab dan hikmah yang digunakan menetapkan hukum putusan dan
kenabian, yakni informasi yang diyakini bersumber dari Allah yang
disampaikan
kepada
orang-orang
tertentu
pilihanNya
yang
mengandung ajakan untuk mengesakanNya. Tidak wajar bagi
seseorang yang memperoleh anugerah itu kemudian dia berkata
bohong kepada manusia “Hendaklah kamu menjadi penyembahpenyembahku bukan penyembah Allah”.17
Tidak! Tetapi akan mengajak dan akan berkata,”Hendaklah
kamu menjadi orang-orang rabbani yang berpegang teguh serta
mengamalkan nilai-nilai Ilahi karena kamu selalu mengerjakan alkitab dan disebabkan kamu terus menerus mempelajarinya”.18 Jadilah
kamu orang-orang rabbani sesuai dengan pengetahuanmu terhadap alkitab dan karena kamu mempelajarinya. Ini sudah menjadi
konsekuensi logis bagi orang yang mengerti dan mempelajari kitab.19
Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan
kitab dan karena kamu mempelajarinya.20
Kata (‫ )ﺛ ﱠﻢ‬tsumma, yakni kemudian yang diletakkan antara
uraian tentang anugerah-anugerahNya dan pernyataan bahwa mereka
17
Ibid.
Ibid., hlm. 133.
19
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: di bawah Naungan Al Qur’an Surah, Jilid 2,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 97.
20
Syeikh Usamah ar-Rifa’i, Tafsirul Wajiz, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 61.
18
47
menyuruh orang untuk menyembah manusia, bukan bermakna adanya
jarak waktu, tetapi untuk mengisyaratkan betapa jauh ucapan demikian
dari sifat-sifat mereka, dan betapa ucapan tersebut tidak masuk akal.
Kata (‫ )رﺑﱠﺎﻧﻲ‬rabbani, terambil dari kata ( ّ‫ )رب‬rabb yang memiliki
makna pendidik dan pelindung. Apabila ingin menekankan sifat pada
kata tersebut maka sebelum huruf ya’ ditambah huruf alif dan nun,
sehingga kata rabb menjadi (‫ )رﺑﱠﺎﻧﻲ‬rabbani.21
Kata (‫ )ﺗﺪرﺳﻮن‬tadrusun digunakan untuk meneliti sesuatu guna
diambil manfaatnya, membahas, mendiskusikan untuk menarik
informasi dan pesan-pesan yang dikandungnya.22
b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159
      
Sesungguhnya telah ada di antara para sahabatmu orang-orang
yang berhak mendapatkan celaan dan perlakuan keras. Sebab mereka
telah melakukan kesalahan yang berakibat kekalahan dalam perang
Uhud. Tetapi sekalipun demikian, engkau (Muhammad) tetap bersikap
lembut terhadap mereka, dan Allah mengkhususkan hal itu hanya
untukmu. Karena Allah telah membekalimu dengan akhlak-akhlak
yang luhur, di samping hikmah-hikmahNya yang agung.23 Maka
disebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap
21
M. Quraish Shihab, Loc.cit.
Ibid., hlm. 134.
23
Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, Juz IV, (Semarang: Toha Putra, 1993), Cet.
2, hlm. 195.
22
48
mereka dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah SWT. sendiri yang
mendidik dan membentuk kepribadian Nabi Muhammad saw.24
           

Andaikata engkau (Muhammad) bersikap kasar dan galak
dalam muamalah dengan mereka (kaum muslimin), niscaya mereka
akan bercerai meninggalkan engkau dan tidak menyenangimu.
Sehingga engkau tidak bisa menyampaikan hidayah dan bimbingan
kepada mereka ke jalan yang lurus. Hal itu karena maksud dan tujuan
utama diutusnya para rasul ialah untuk menyampaikan syari’at-syari’at
Allah kepada manusia. Semua itu akan terwujud jika sang rasul
bersikap pemurah dan mulia, melupakan semua dosa yang dilakukan
seseorang serta memaafkan kesalahan-kesalahannya. Rasul haruslah
bersifat
lemah
lembut
terhadap
orang
yang
berbuat
dosa,
membimbingnya ke arah kebaikan dan bersikap belas kasih lantaran ia
sangat membutuhkan bimbingan dan hidayah.25
Berlaku keras lagi berhati kasar, menggambarkan sisi dalam
dan sisi luar manusia. Kedua hal itu dinafikan dari Rasul saw. memang
keduanya perlu dinafikan secara bersamaan. Karena yang terbaik
adalah yang menggabung keindahan sisi luar dalam perilaku yang
24
25
M. Quraish Shihab, Op.cit., hlm. 256.
Ahmad Mustafa Al Maragi, Loc.cit.
49
sopan, kata-kata yang indah, sekaligus hati yang luhur dan penuh kasih
sayang.26
Salah satu yang menjadi penekanan pokok ayat ini adalah
perintah melakukan musyawarah. (‫ )وﺷﺎورھﻢ ﻓﻰ اﻻﻣﺮ‬Tempuhlah jalan
musyawarah dengan mereka, yang seperti biasanya engkau lakukan
dalam kejadian-kejadian seperti ini, dan berpegang teguhlah padanya.
Sebab mereka meski berpendapat salah dalam musyawarah, memang
hal itu merupakan suatu konsekuensi untuk mendidik mereka, jangan
sampai hanya menuruti pendapat seorang pemimpin saja, meski
pendapat pemimpin itu benar dan bermanfaat. Selagi mereka mau
berpegang pada sistem musyawarah itu Insya Allah akan selamat dan
membawa kemaslahatan bagi semuanya.27
Kata musyawarah terambil dari kata (‫ )ﺷﻮر‬yang pada mulanya
bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian
berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil
atau dikeluarkan dari yang lain. Jika demikian yang bermusyawarah
bagaikan lebah, makhluk yang sangat disiplin, kerjasamanya
mengagumkan, makanannya sari kembang, hasilnya madu, di manapun
ia hinggap tidak pernah merusak, tidak mengganggu kecuali diganggu,
sengatannya pun obat. Itulah permusyawaratan dan demikian itu sifat
yang melakukannya.28
26
M. Quraish Shihab, Op.cit., hlm. 257.
Ahmad Mustafa Al Maragi, Loc.cit.
28
M. Quraish Shihab, Op.cit., hlm. 258.
27
50
     
Apabila hatimu telah bulat dalam mengerjakan sesuatu, setelah
dimusyawarahkan, serta dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya,
maka bertawakallah kepada Allah. Serahkanlah segala sesuatu
kepadaNya.29
Tawakkal kepada Allah dan mengembalikan segala urusan
kepadaNya pada akhirnya adalah garis perimbangan terakhir dalam
tashawwur islami dan dalam kehidupan islami. Ini adalah hubungan
dengan hakikat yang besar, yaitu hakikat bahwa kembali segala urusan
adalah kepada Allah dan bahwa Allah berbuat terhadap apa yang
dikehendakiNya.
   
Hanya kepada Allah mereka mempercayakan segala urusannya.
Maka Allah menolong dan membimbing mereka kepada yang lebih
baik, sesuai dengan pengertian cinta ini. Dalam ayat itu terkandung
bimbingan terhadap kaum mukallaf.30
Inilah rahmat Allah yang meliputi Rasulullah dan meliputi
mereka, yang menjadikan beliau saw. begitu penyayang dan lemah
lembut kepada mereka.31
29
Ahmad Mustafa Al Maragi, Op.cit., hlm. 198.
Ibid., hlm. 199.
31
Sayyid Quthb, Op.cit., hlm. 193.
30
51
c. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya,
bersabarlah dalam melaksanakan tugas-tugas, berjuang di jalan Allah,
serta memikul petaka kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, saat
menghadapi lawan yang sabar dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan
negerimu, dengan kekuatan yang dapat menggetarkan musuh untuk
menyerang kamu dan bertakwalah kepada Allah dalam seluruh
aktifitas kamu supaya kamu terus menerus beruntung, yakni
memperoleh seluruh apa yang engkau harapakan.32
Kata (‫ )ﺻﺒﺮ‬shabr maknanya berkisar pada tiga hal, menahan,
ketinggian sesuatu dan sejenis batu. Menahan bermakna konsisten atau
bertahan, karena yang bertahan menahan pandangannya pada satu
sikap. Seseorang yang menahan gejolak hatinya dinamai bersabar. Dari
makna kedua lahir kata (‫ )ﺻﺒﺮ‬Shubr, yang berarti puncak sesuatu dan
dari makna yang ketiga muncul kata (‫ )اﻟﺼﺒﺮة‬ash-shubrah, yakni batu
yang kukuh lagi kasar atau potongan besi. Ketiga makna tersebut dapat
berkaitan, apalagi bila pelakunya manusia. Seorang yang sabar akan
menahan diri, dan untuk itu dia memerlukan kekukuhan jiwa, dan
mental baja agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya.33
Ayat
memerintahkan
ini
disamping
(‫)ﺻﺎﺑﺮوا‬
memerintahkan
shabiru,
yakni
bersabar,
bersabar
juga
menghadapi
kesabaran orang lain. Siapa yang lebih kuat kesabarannya dan lebih
32
33
M. Quraish Shihab, Op.ct., hlm. 322.
Ibid.
52
dapat bertahan dalam kesulitan, dialah yang akan memperoleh
kemenangan.
Wa shabiru artinya bertahanlah kalian dalam menghadapi halhal yang tidak kalian sukai, yang datang dari orang-orang selain kalian,
yakni menahan derita akibat disakiti serta tidak mau membalas
dendam.34
Dikatakan bahwa yang dimaksud murabathah ialah teguh
dalam melakukan perang terhadap musuh, menjaga kehormatan Islam
dan memeliharanya agar musuh-musuh tidak menerobos ke berbagai
negara kaum muslim.35
d. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58
Allah menyuruh kamu, supaya kamu membayarkan amanah
kepada yang empunya. Yang dimaksud dengan amanah itu ialah
barang amanat (kepercayaan) pada seseorang untuk diberikannya
kepada yang berhak mengambilnya, seperti petaruh barang wajib
diberikan kepada yang empunya, utang wajib dibayar kepada yang
berpiutang.36
Inilah tugas kaum muslimin sekaligus akhlak mereka, yaitu
menunaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya dan
memutuskan hukum dengan adil di antara manusia sesuai dengan
manhaj dan ajaran Allah. Amanat-manat itu sudah tentu dimulai
34
Ahmad Mustafa Al Maragi, Op.cit., hlm. 307.
Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Rigkasan Tafsir Ibnu Katsir Surah
Al fatihah-An Nisa, Jilid I, (Jakarata: Gema Insani, 1999), hlm. 643.
36
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2004), hlm. 118.
35
53
dengan amanat yang terbesar. Yaitu amanat yang dihubungkan Allah
dengan fitrah manusia, amanat yang bumi dan langit tidak memikulnya
dan takut memikulnya, akan tetapi manusialah yang memikulnya.
Yang dimaksud adalah amanat hidayah, makrifah dan iman kepada
Allah dengan niat, kehendak hati, kesungguhan dan arahan.37
Dari amanat terbesar ini muncullah amanat-amanat lain yang
diperintahkan Allah untuk ditunaikan. Di antara amanat-amanat ini
adalah amanat syahadat terhadap agama Islam di dalam jiwa, amanat
dakwah, tabligh dan bayan. Amanat yang lain adalah amanat dalam
bermuamalah sesama manusia dan memikulkan amanat kepada mereka
salah satunya amanat untuk memelihara anak-anak kecil.
       
Alllah SWT. memerintahkan supaya menegakkan keadilan,
kaum muslimin telah diperintahkan supaya menegakkan keadilan
dalam hukum, perkataan, perbuatan dan akhlak.38
     
Sebaik-baik sesuatu yang dinasihatkan kepada kalian adalah
menyampaikan amanat dan memutuskan perkara dengan adil di antara
37
38
Sayyid Quthb, Op.cit., hlm. 396.
Ahmad Mustafa Al Maragi, Op.cit., Juz V, hlm. 115.
54
manusia, sebab Dia tidak menasihatkan kecuali yang mengandung
kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.39
Perintah agar memutuskan hukum dengan adil diantara
manusia, nash ini bersifat mutlak dalam menunaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya. Dan perintah memutuskan hukum dengan
adil ini diiringi dengan peringatan bahwa yang demikian itu
merupakan pengajaran dan pengarahan yang sangat baik dari Allah
SWT.
    
Kalian wajib menjalankan segala apa yang diperintahkan dan
dinasihatkan Allah, karena Dia lebih mengetahui daripada kalian
tentang segala apa yang terdengar dan terlihat.40
Keserasian antara tugas-tugas yang diperintahkan yaitu
menunaikan amanat-amanat dan memutuskan hukum dengan adil
diantara manusia dengan keberadaan Allah SWT. sebagai Zat Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat memiliki relevansi yang jelas dan
halus. Allah senantiasa mendengar dan melihat masalah-masalah
keadilan dan amanat. Keadilan itu juga memerlukan pendengaran dan
penglihatan
serta
pengaturan
yang
baik.
Juga
memerlukan
pemeliharaan semua hal yang melingkupi dan semua gejala dan perlu
memperhatikan dan memikirkan secara mendalam apa yang ada
39
40
Ibid.
Ahmad Mustafa Al Maragi, Loc.cit., Juz V.
55
dibalik fenomena-fenomena luar yang melingkupi. Dan terakhir,
perintah terhadap kedua hal ini bersumber dari Zat Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat segala urusan.
e. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21
Ayat tersebut mengarahkan kepada orang-orang beriman,
memuji sikap mereka yang meneladani Nabi saw. Ayat diatas
menyatakan: Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah
yakni Nabi Muhammmad saw. suri teladan yang baik bagi kamu yakni
bagi orang yang senantiasa mengharap rahmat kasih sayang Allah dan
kebahagiaan hari kiamat serta teladan bagi mereka yang berzikir
mengingat kepada Allah dan menyebut-nyebut namaNya dengan
banyak dalam suasana susah maupun senang.41
Kalimat ‫ﻟﻤﻦ ﻛﺎن ﯾﺮﺟﻮﷲ واﻟﯿﻮم اﻻﺧﺮ‬, berfungsi menjelaskan sifat
orang-orang yang mestinya meneladani Rasulullah saw. Memang
untuk meneladani rasul saw. secara sempurna diperlukan kedua hal
yang disebut ayat di atas. Demikian juga dengan zikir kepada Allah
dan selalu megingatNya. Kata (‫ )اﺳﻮة‬uswah atau iswah berarti teladan
atau keteladanan. Kata (‫ )ﻓﻰ‬fi dalam firmanNya (‫ )ﻓﻰ رﺳﻮل ﷲ‬berfungsi
“mengangkat” dari diri Rasul atau sifat yang hendaknya diteladani,
tetapi ternyata yang diangkatnya adalah Rasul saw. sendiri dengan
seluruh totalitas beliau.42
41
42
M. Quraish shihab, Op.cit., Volume 11, hlm. 242.
Ibid., hlm. 243.
56
Beliau adalah Nabi dan rasul, juga mufti dan hakim. Disamping
itu sebagai pemimpin masyarakat dan sebagai pribadi. Selaku pribadi
beliau dalam hal keteladanan terdapat kekhususan-kekhususan beliau
yang tidak boleh dan atau tidak harus diteladani, karena kekhususan
tersebut berkaitan dengan fungsi sebagai Rasul, misalnya kebolehan
menghimpun lebih dari empat orang istri dalam saat yang sama atau
kewajiban shalat malam, atau larangan menerima zakat, dll.
Rasulullah menjadi ikutan dan tiru teladan yang baik bagi
orang-orang beriman yang mengharapakan pahala Allah dan balasan
akhirat. Nabi menyampaikan petunjuk Allah dalam Al Qur’an kepada
umat manusia, bukan semata-mata perkataan saja, melainkan juga
memperlihatkan tiru teladan yang baik untuk jadi ikutan bagi mereka.
Hal ini patut dicontoh bagi pemimpin-pemimpin Islam dan ulamaulama.43
Walaupun
menghadapi
kegoncangan
yang
luar
biasa
menakutkan dan tekanan yang menegangkan, namun Rasulullah tetap
menjadi pelindung yang menenangkan. Juga sebagai sumber
kepercayaan, harapan dan kedamaian.44
f. Qur’an Surat Yasin / 36: 21
Ikutilah dengan tekun dan sungguh-sungguh siapa walau
seorang rasul apalagi mereka bertiga yang tidak seorang pun di antara
mereka yang meminta dari kamu walau sedikit imbalan, sedang
43
44
Mahmud Yunus, Op.cit., hlm. 617.
Sayyid Quthb., Op.cit., Jilid 9, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 240.
57
mereka adalah orang-orang yang benar-benar mendapat petunjuk
Allah SWT.45
Maksud dari ayat ini dalam Tafsirul Wajiz yaitu ikutilah orang
yang tidak meminta imbalan kepadamu, dan mereka adalah orangorang yang mendapat petunjuk.46
Thabathaba’i menilai ayat 21 sebagai penjelasan mengapa para
rasul itu diikuti dan tidak wajar untuk diabaikan. Seseorang tidak wajar
diikuti disebabkan oleh salah satu dari dua sebab. Pertama, karena
ucapan dan tindakannya merupakan kesesatan, kedua karena ia
mempunyai maksud-maksud buruk. Adapun para rasul tidak memiliki
maksud buruk, tidak meminta upah atau imbalan duniawi, mereka
bukan orang sesat tetapi mubtadin yakni orang-orang yang sangat
mantap dalam perolehan hidayat.47
Ikutilah rasul-rasul Allah yang tidak meminta kepada kalian
upah atas penyampaian mereka dan tidak mengharapkan kedudukan
tinggi di muka bumi maupun kehancuran. Sedang mereka menempuh
jalan petunjuk yang akan menyampaikan kepada kebahagiaan dunia
akhirat.
g. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11
Ayat ini memberi tuntunan bagimana menjalin hubungan
harmonis dalam suatu majlis. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapapun berlapang45
M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 11, hlm. 11.
Syeikh Usamah Ar Rifa’i, Op.cit., hlm. 442.
47
M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 11, hlm. 526.
46
58
lapanglah yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan
mamaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlismajlis, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka
lapangkanlah tempat itu untuk orang lain dengan suka rela niscaya
Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini.
Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu ke tempat yang lain, maka
berdiri dan bangkitlah, Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman diantara kamu wahai yang memeperkenankan tuntunan ini
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
kemuliaan di dunia dan akhirat. Dan Allah terhadap apa yang kamu
kerjakan sekarang dan masa datang Maha Mengetahui.48
Kata (‫ )ﺗﻔﺴﺤﻮا‬tafassahu dan (‫ )اﻓﺴﺤﻮا‬ifsahu terambil dari kata
(‫ )ﻓﺴﺢ‬fasaha yakni lapang.49 Diantara peradaban duduk dalam majlis
ialah melapangkan tempat duduk untuk tamu-tamu yang baru datang.
Jika pemimpin menyuruh mereka berdiri atau pindah ke tempat yang
lain, hendaklah dituruti. Allah meninggikan derajat orang-orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan tidak hanya di akhirat saja
melainkan juga di dunia. Yang dimaksud dengan ilmu bukan saja ilmu
yang bersangkut dengan ibadah akan tetapi semua ilmu pengetahuan
yang berfaedah untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.50
Ayat ini menganjurkan supaya memberi tempat kepada orangorang yang datang. Juga menganjurkan agar menaati perintah, yaitu
48
M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 14, hlm. 79.
Ibid.
50
Mahmud Yunus, Op.cit., hlm. 73.
49
59
perintah yang datang dari pemimpin yang bertanggung jawab dalam
mengatur jamaah. Tujuan anjuran ialah untuk menciptakan kelapangan
hati sebelum kelapangan tempat. Jika kalbu telah terbuka orang pun
akan murah hati, toleran dan menyambut saudaranya yang datang
dengan cinta dan toleransi. Ayat ini menggambarkan kemurahan dan
keteraturan dalam Islam serta keharusan menjaga etika dalam segala
hal.51
h. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18
Ayat ini mengajak kaum muslimin untuk berhati-hati. Allah
berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
yakni hindarilah siksa yang dapat dijatuhkan Allah dalam kehidupan
dunia dan akhirat dengan jalan melaksanakan perintahNya sekuat
kemampuan kamu dan menjauhi laranganNya. Dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah dikedepankannya yakni amal salih
yang telah diperbuatnya untuk hari esok yakni hari akhirat.
Setelah memerintahkan bertakwa didorong oleh rasa takut,
perintah tersebut diulangi lagi. Allah berfirman: Dan sekali lagi kami
pesankan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyangkut
apa yang senantiasa dan dari saat ke saat kamu kerjakan Maha
Mengetahui sampai sekecil apapun.52
Kata (‫ )ﺗﻘﺪﻣﻮا‬tuqaddimu atau dikedepankan digunakan dalam
arti amal-amal yang dilakukan untuk meraih manfaat di masa datang.
51
52
Sayyid Quthb, Op.cit., Jilid 11, hlm. 194.
M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 14, hlm. 129.
60
Perintah untuk memperhatikan apa yang dilakukan untuk hari esok
dipahami oleh Thabathaba’i sebagai perintah untuk melakukan
evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan. Seperti seorang
tukang yang telah menyelesaikan pekerjaannya dituntut untuk
memperhatikannya kembali.53
Takwa merupakan kondisi dalam hati yang diisyaratkan oleh
nuansa lafadznya. Takwa merupakan kondisi yang menjadikan hati
selalu waspada, menghadirkan dan merasakan pengawasan Allah
dalam setiap keadaan. Pengawasan atas setiap hati selalu terjadi setiap
waktu dan setiap saat.
Ungkapan “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” memiliki nuansa dan
sentuhan yang lebih luas. Kalimat ini hanya dengan sekedar terlintas
dalam hati saja, terbukalah dihadapan manusia lembaran amal-amalnya
bahkan lembaran seluruh kehidupannya. Manusia pasti akan
mengarahkan pandangannya kepada segala kata-katanya untuk
merenungkan dan membayangkan hisab amalnya beserta perincianperinciannya, guna melihat dan mengecek apakah yang telah dia
persiapkan untuk menghadapi hari esok.54
Renungan itu pasti menyadarkannya tentang tempat-tempat
kelemahannya, kekurangannya dan kelengahannya, walau dia sudah
berbuat maksimal dan mengeluarkan banyak tenaga dan usaha.
53
54
Ibid., hlm. 130.
Sayyid Quthb, Op.cit., Jilid 11, hlm. 221.
61
Sesungguhnya ia merupakan sentuhan yang membuat hati tidak lagi
merasakan tidur yang nyenyak.
Ayat ini tidak berhenti di situ saja. Lagi-lagi pengaruh dan
sentuhan itu ditambah dengan isyarat yang tertuju kepada hati orangorang beriman. Maka hati pun semakin bertambah sensitif, takut dan
malu karena Allah mengetahui atas segala yang dikerjakannya.55
i. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2
Mereka yang tidak menyucikan Allah SWT. menyimpang dari
sistem yang berlaku padahal semua menyucikannya, sungguh sikap
mereka itu harus diluruskan. Kaum beriman telah menyadari hal
tersebut, bahkan ada yang menyatakan siap untuk berjuang dalam
rangka menyucikan Allah, tetapi ketika tiba saatnya, mereka
mengingkari janji. Ayat ini mengecam mereka dengan memanggil
mereka dengan panggilan keimanan sambil menyindir bahwa dengan
keimanan itu mestinya tidak berlaku demikian. Allah berfirman: Hai
orang-orang yang mengaku beriman, kenapa kamu mengatakan yakni
berjanji akan berjihad atau mengapa kamu mengucapkan apa yang
tidak kamu perbuat yakni tidak sesuai dengan kenyataan.56
Firman Allah SWT., “Hai orang-orang beriman, mengapa
kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” merupakan
55
56
Ibid.
M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 14, hlm. 189.
62
pengingkaran Allah terhadap orang yang menetapkan suatu janji atau
mengatakan suatu ucapan, namun ia tidak memenuhinya.57
j. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6
Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi
saw. ayat di atas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain dengan
meneladani Nabi dan pelihara juga keluarga kamu yakni istri, anakanak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan
membimbing dan mendidik mereka agar terhindar dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga
batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-berhala. Diatasnya yakni
yang menangani neraka dan bertugas menyiksa penghuni-penghuninya
adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasar hati dan perlakuannya,
yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas penyiksaan,
yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan
kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan sesuai dengan
dosa dan kesalahan masing-masing penghuni neraka dan mereka juga
senantiasa dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang
diperintahkan Allah kepada mereka.58
Teranglah apa yang terdapat dalam ayat ini, bahwa tiap-tiap
orang Islam wajib memelihara dirinya dari api neraka, begitu juga
keluarganya (anak-anaknya dan istrinya). Oleh sebab itu wajib tiap57
58
Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Op.cit., Jilid 4, hlm. 686.
M. Quraish Shihab, Op.cit., Volume 14, hlm. 326.
63
tiap orangtua mendidik anaknya supaya beriman teguh, beramal salih
dan berakhlak mulia. Kalau mereka tidak sanggup mendidiknya
dengan didikan dan ajaran Islam, wajib menyerahkannya kepada guru.
Kalau ibu-bapak tidak menyelenggarakan pendidikan anaknya lalu
anak itu berbuat dosa maka ibu-bapak ikut bertanggung jawab di
hadapan Allah atas kesalahan anaknya. Sebaliknya kalau ibu-bapak
telah mendidik anaknya sehingga menjadi anak yang salih, maka
mendapat pahala dari amalan anaknya.59
Sesungguhnya beban dan tanggung jawab seorang mukmin
dalam dirinya dan keluarganya merupakan beban yang sangat berat
dan menakutkan. Sebab, neraka telah menantinya di sana, dan dia
beserta
keluarganya
terancam
dengannya.
Maka,
merupakan
kewajibannya membentengi dirinya dan keluarganya dari neraka yang
selalu mengintai dan menaati.
Manusia di dalam neraka itu sama persis dengan batu, dalam
kehinaan batu, dalam nilai batu yang rendah. Alangkah sadis dan
panasnya api neraka yang digunakan bersama dengan batu-batu.
Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. Tabiat
malaikat itu sesuai dengan tabiat azab yang diperintahkan dan
diserahkan kepada mereka untuk menimpakannya. Diantara karakter
mereka adalah ketaatan mutlak terhadap perintah Allah atas mereka,
59
Mahmud Yunus, Op.cit., hlm. 839.
64
mampu melaksanakan segala yang diperintahkan Allah kepada
Mereka.60
4. Kandungan (Isi)
a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79
Seorang Nabi tidak mungkin memerintahkan umatnya untuk
menyembah dirinya, tetapi pasti dia akan mengajak mereka menjadi
rabbaniyyin, yakni menjadikan semua aktifitas, gerak dan langkah, niat
dan ucapan mereka semuanya sejalan dengan nilai-nilai yang
dipesankan oleh Allah SWT. ini disebabkan karena umat nabi-nabi itu
memahami dan mengajarkan al kitab dan terus menerus belajar.61
b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159
Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang penuh kasih
sayang. Allah SWT. yang mendidik dan membentuk kepribadian
beliau.
Bermusyawarah adalah sesuatu yang terpuji, tidak merugi,
tidak juga menyesal. Musyawarah hanya dilakukan dalam hal-hal yang
berkaitan dengan urusan pribadi atau masyarakat, tidak meyangkut
ibadah murni atau apapun yang menjadi wewenang mutlak Allah
SWT., persoalan-persoalan yang telah ada petunjuk tegas dan jelas.
Dalam bermusyawarah harus memiliki sikap lemah lembut, pemaaf
dan tawakkal.62
60
Sayyid Quthb, Op.cit., Jilid 11, hlm. 338.
M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah, Jilid 1,
(Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 119.
62
Ibid., hlm. 145.
61
65
Berserah diri atau tawakal dilakukan setelah usaha maksimal
dan ini adalah sikap orang-orang beriman. Yang tidak berusaha lalu
berserah diri atau yang berusaha tapi tanpa berserah diri memiliki
kekurangan dalam imannya.
c. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200
Perlunya sabar dan tabah menghadapi tugas dan kewajiban
serta cobaan dan ujian. Bahkan harus meningkatkan kesabaran
sehingga mampu mengalahkan lawan-lawan
yang mempunyai
kesabaran. Selalu siap menghadapi bahaya dan ancaman bukan untuk
melakukan agresi tetapi untuk mencegahnya.63
d. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58
Amanat, apapun ragam dan bentuknya harus ditunaikan kepada
yang menyerahkan, siapapun dia. Demikian juga keadilan harus
ditegakkan terhadap siapapun tanpa mempertimbangkan agama,
keturunan, ras atau status sosial.64
e. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21
Nabi Muhammad saw. dan kepribadian beliau merupakan
teladan bagi umat Islam. Dalam soal agama keteladanan itu merupakan
kewajiban. Dalam diri Nabi Muhammad saw. terhimpun secara
sempurna segala sifat terpuji. Apapun tipe kepribadian seseorang maka
63
64
Ibid., hlm. 162.
Ibid., hlm. 191.
66
dia dapat menemukan teladan yang baik dari sosok Nabi agung
Muhammad.65
f. Qur’an Surat Yasin / 36: 21
Allah SWT. pencipta manusia pertama kali. Allah juga tempat
kembalinya yang terakhir. Hendaknya manusia menjadikan seluruh
hidupnya ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. sejak awal
kelahiran hingga wafatnya.66
g. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11
Berbagi dengan orang lain baik menyangkut tempat duduk,
maupun selainnya merupakan salah satu pertanda akhlak mulia dan
pendorong lahirnya hubungan harmonis. Memberi tempat-tempat
istimewa bagi yang berjasa atau yang amat dihormati, seperti orangtua
dan guru merupakan cara yang terpuji.
Orang yang beriman dan berilmu mempunyai derajat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang sekadar beriman atau berilmu
saja. Ketinggian bukan karena ilmu yang dimilikinya tetapi juga
karena amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan,
atau tulisan maupun keteladanan.67
h. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18
Setiap
orang
hendaknya
terus
menerus
meningkatkan
ketakwaannya kepada Allah SWT. dan menganeka ragamkan motivasi
amal salihnya dengan didorong rasa takut, atau malu berdosa karena
65
Ibid., Jilid 3, hlm. 219.
Ibid., hlm. 322.
67
Ibid., Jilid 4, hlm. 204.
66
67
begitu banyak anugerah Allah SWT. dan juga didorong oleh rasa
syukur dan terima kasih kepadaNya.
Setiap orang hendaknya melakukan evaluasi terhadap amalamal yang telah dilakukannya. Di samping itu, hendaknya juga
melakukan perhitungan tentang bekal buat perjalanan hidupnya di
masa datang.68
i. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2
Orang yang berucap atau mengucapkan suatu hal berkewajiban
menyesuaikan tindakannya dengan ucapannya.69
j. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6
Orang tua atau ibu-bapak berkewajiban mendidik anak-anak
dan anggota keluarganya. Pendidikan dan dakwah harus bermula dari
rumah.70
B. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an
1. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh
pendidik yaitu rabbani yang senantiasa mengajarkan al kitab dan terus
menerus mempelajarinya (‫)رﺑﺎﻧﻴﲔ ﲟﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮن اﻟﻜﺘﺎب وﲟﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﺪرﺳﻮن‬.
2. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh
seorang pendidik yaitu lemah lembut (‫)ﻟﻨﺖ ﳍﻢ‬, pemaaf (‫)ﻓﺎﻋﻒ ﻋﻨﻬﻢ‬
bermusyawarah (‫)وﺷﺎورﻫﻢ ﰱ اﻻﻣﺮ‬.
68
Ibid., hlm. 227.
Ibid., hlm. 251.
70
Ibid., hlm. 325.
69
dan
68
3. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh
seorang pendidik yaitu sabar dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
(‫)اﺻﱪوا‬.
4. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang
pendidik yaitu adil dalam menetapkan hukum (‫)ان ﲢﻜﻤﻮا ﺑﺎﻟﻌﺪل‬.
5. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh
seorang pendidik yaitu menjadi teladan atau panutan yang baik (‫)اﺳﻮة ﺣﺴﻨﻪ‬.
6. Qur’an Surat Yasin / 36: 21 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang
pendidik yaitu sifat ikhlas karena Allah (‫)ﻣﻦ ﻻﻳﺴﺌﻠﻜﻢ اﺟﺮا‬.
7. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh
seorang pendidik yaitu lapang hati atau toleransi (‫)اﻓﺴﺤﻮا‬.
8. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh
seorang pendidik yaitu self evaluation (‫)وﻟﺘﻨﻈﺮ ﻧﻔﺲ ﻣﺎﻗﺪﻣﺖ ﻟﻐﺪ‬.
9. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh seorang
pendidik yaitu satu kata antara perkataan dan perbuatan (‫)ﱂ ﺗﻘﻮﻟﻮن ﻣﺎﻻﺗﻔﻌﻠﻮن‬.
10. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6 berisi sifat yang dapat dicontoh oleh
seorang pendidik yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarga
atau yang berada di bawah tanggungannya (‫)ﻗﻮااﻧﻔﺴﻜﻢ واﻫﻠﻴﻜﻢ ﻧﺎرا‬.
BAB IV
ANALISIS KARAKTER PENDIDIK DALAM AL QUR’AN
A. Potensi Manusia
Dalam hal penciptaan umat manusia seluruhnya Allah SWT.
berfirman dalam Al Qur’an surat al Hijr / 15: 29
(٢۹: ‫ )اﳊﺠﺮ‬         
Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud. (QS. Al Hijr / 15 : 29).1
Ini bermakna antara lain bahwa Tuhan memberi manusia itu beberapa
potensi atau kebolehan sesuai dengan sifat-sifat Tuhan. sifat-sifat Tuhan ini
disebut dalam Al Qur’an dengan nama-nama yang indah (Al Asmaul Husna)
yang menggambarkan Tuhan sebagai “Yang Maha Pengasih” (Al Rahman),
“Yang Maha Penyayang” (Al Rahim), “Yang Maha Suci” (Al Quddus), “Yang
Maha Hidup” (Al Hayy), “Yang Maha Memberi Hidup” (Al Muhyi), “Yang
Maha Tahu” (Al Alim), “Yang Maha Berkuasa” (Al Qadir), “Yang Maha
mencipta” (Al Khaliq), dan lain-lain lagi. Pendeknya ada 99 semuanya.2
Menyembah
dalam
pengertiannya
yang
umum
bermakna
mengembangkan sifat-sifat tersebut pada manusia menurut perintah dan
petunjuk Tuhan. Misalnya Tuhan memerintah manusia menjalankan upacara
sembahyang kepadaNya. Dengan berbuat demikian, manusia menjadi lebih
suci, jadi ia telah meniru sifat Tuhan dalam kesucian, yaitu Al Quddus. Juga
1
2
hlm. 5.
Moh. Rifa’i, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Wicaksana, 1991), hlm. 238.
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004),
69
70
Tuhan adalah Maha Pengasih (Al Rahman) tetapi ia memerintah manusia
supaya bersifat pengasih jika ia mengharapkan Tuhan bersifat pengasih
terhadapnya.
Menyembah dalam pengertiannya yang luas adalah mengembangkan
sifat Tuhan yang diberikan kepada manusia, dan itu jugalah tujuan kejadian
manusia. Ini bermakna mengembangkan potensi-potensi yang berasal dari
sifat Tuhan itu adalah ibadah dalam pengertian yang luas.3
Dalam falsafah Islam, sifat-sifat Tuhan hanya dapat diberikan kepada
manusia dalam bentuk dan cara yang terbatas, sebab kalau tidak demikian
manusia akan mengaku diri sebagai Tuhan. Tetapi yang paling penting
diterangkan di sini adalah bahwa sifat-sifat yang diberikan kepada manusia
itu harus dianggap sebagai amanah, yaitu tanggung jawab yang besar.
Amanah
ada
dua
macam,
yang
pertama
kesanggupan
manusia
mengembangkan sifat-sifat Tuhan pada dirinya. Dan yang kedua berkenaan
dengan cara pengurusan sumber-sumber yang ada di bumi.4
Manusia memiliki posisi yang unik diantara ciptaan-ciptaan Tuhan, ia
diberi kebebasan berkehendak agar ia dapat menyempurnakan misinya
sebagai khalifah Allah di atas bumi. Misi inilah perjuangan untuk
menciptakan sebuah tata sosial yang bermoral di atas dunia yang dikatakan Al
Qur’an sebagai “amanah”. Allah telah menawarkan amanat ini kepada langit
3
Ibid.
Ibid.
4
71
dan bumi, tetapi mereka menolak karena takut menanggung bebannya.
amanah ini diterima oleh manusia.5
B. Pendidik dan Potensi Manusia
Tujuan pendidikan adalah serupa tujuan hidup manusia. Sebab
pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk
memelihara kelanjutan hidupnya sebagai individu dan sebagai masyarakat.
Keterangan tentang tujuan pendidikan memustikan berbincang tentang sifatsifat asal manusia menurut pandangan Islam, sebab pada manusia itulah dicitacitakan sesuatu yang akan ditanamkan oleh pendidikan.
Dalam Al Qur’an manusia menempati kedudukan istimewa dalam
alam semesta ini. Dia adalah khalifah di atas bumi ini. Manusia yang dianggap
khalifah Allah tidak dapat memegang tanggung jawab sebagai khalifah kecuali
ia diperlengkapi potensi-potensi yang membolehkannya demikian, merupakan
ciri pertama manusia.6
Al Qur’an mengakui kebutuhan-kebutuhan biologikal yang menuntut
pemuasan. Badan dimana kebutuhan-kebutuhan ini melekat tidaklah dengan
sendirinya membentuk manusia. Badan hanyalah satu unsur ke mana
ditambahkan sesuatu yang lain, yaitu roh. Interaksi antara badan dan roh
menghasilkan khalifah. Inilah ciri-ciri kedua yang membedakan khalifah itu
dan makhluk-makhluk yang lain.7
5
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al qur’an, (Bandung: Pustaka, 1996), Cet. 2, hlm. 28.
Hasan Langgulung, Op.cit., hlm. 50.
7
Ibid.
6
72
Ciri-ciri ketiga yaitu kebebasan kemauan, kebebasan untuk memilih
tingkah lakunya sendiri. Kemauan yamg bebaslah menyebabkan ia memilih
ini dan itu yang berinteraksi dengan fitrahnya. Ada lagi ciri keempat manusia
yang perlu disentuh yaitu ‘aql yang membolehkan manusia membuat pilihan
antara yang betul dan salah.8
Keempat ciri tersebut yang membedakan manusia yang disebut
khalifah dari makhluk-makhluk lain, dan tujuan tertinggi pendidikan adalah
membina individu-individu yang akan bertindak sebagai khalifah, atau
sekurang-sekurangnya menempatkannya di suatu jalan menuju ke arah tujuan
tersebut.
Peranan pendidikan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh
peserta didik sangat bergantung pada tenaga kependidikan. Diantara peran
yang paling utama adalah peran dari seorang pendidik. Dalam perspektif
pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
upaya pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani peserta didik agar
dapat menunaikan tugas-tugas kemanusiaan yang sesuai dengan ajaran-ajaran
Islam. Pendidik dalam konteks ini tidak hanya terbatas pada orang-orang yang
bertugas di sekolah saja tetapi semua orang yang terlibat dalam proses
pendidikan anak mulai dari alam kandungan sampai ia dewasa bahkan sampai
meninggal dunia.9
Pendidik merupakan salah satu komponen yang paling menentukan.
Andaikan komponen pendidikan lainnya belum tersedia, namun komponen
8
9
Ibid.
Ramayulis, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 138.
73
pendidik sudah ada maka pendidikan masih tetap berjalan. Maka segenap
sifat-sifat atau karakter mulia harus melekat dalam pribadi pendidik, karena ia
adalah panutan bagi peserta didiknya.
C. Karakter Pendidik dalam Al Qur’an
Pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan
pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha
untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga
tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan.
Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan
kehidupan yang akan datang, tetapi untuk kehidupan anak sekarang yang
sedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaannya. Yang
dimaksud dengan dewasa ialah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri
baik secara biologis, psikologis, pedagogis dan sosiologis.10
Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban
mendidik. Secara Umum mendidik ialah membantu anak didik di dalam
perkembangan dari daya-dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai. bantuan
atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik
10
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka cipta, 2008), hlm. 6.
74
dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga,
sekolah maupun masyarakat.11
Ada enam faktor pendidikan dalam aktifitas pendidikan yang dapat
membentuk pola inetraksi atau saling mempengaruhi, yaitu faktor tujuan,
pendidik, peserta didik, materi, metode dan situasi lingkungan, namun yang
menjadi faktor terutama terletak pada pendidik dengan segala kemampuan
dan keterbatasannya.
Pendidik dibedakan menjadi dua kategori yaitu pendidik menurut
kodrat dan pendidik menurut jabatan. Orangtua sebagai pendidik menurut
kodratnya adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrati anak
manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Guru sebagai pendidik
menurut jabatan menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orangtua,
masyarakat dan negara. Tanggung jawab dari orangtua diterima guru atas
dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan
pengajaran sesuai dengan perkembangan peserta didik dan diharapkan pula
dari pribadi guru dapat memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normatif
baik sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat orangtua pada umumnya.
Keberhasilan tugas seorang guru terletak pada diri sendiri. ia
seharusnya mendidik dirinya sendiri sebelum mendidik orang lain. Di Jawa
Tengah guru diartikan digugu lan ditiru. Digugu diartikan dipercaya
omongannya, ditiru diartikan diambil contoh segala
perbuatannya. Guru
yang baik adalah jika omongannya didengar dan dipercayai, demikian pula
11
34.
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 7, hlm.
75
segala tindak lakunya dijadikan panutan oleh murid-muridnya. kewibawaan
guru terletak pada tutur katanya dan perbuatannya sendiri.12
Kewajiban seorang guru adalah mendidik murid-muridnya. arti
mendidik mencakup tiga perkara. Mendidik jasmani murid-murid agar
mereka memiliki tubuh yang sehat, ringan kaki, cekatan dan riang gembira.
Mendidik otak murid-murid agar mereka memilki kecerdasan berpikir dan
mempunyai ilmu pengetahuan sesuai tingkat usianya. Dan pendidikan rohani
murid-murid agar mereka memiliki perangai atau akhlak yang mulia, benar
kata-katanya, jujur perbuatannya, mengabdi kepada Allah SWT. dan berbakti
kepada orangtua dan bangsanya.13
Manusia memiliki posisi yang unik di antara ciptaan-ciptaan Tuhan. Ia
diberi kebebasan berkehendak agar ia dapat menyempurnakan misinya
sebagai khalifah Allah di atas bumi. Misi inilah perjuangan untuk
menciptakan sebuah tata sosial yang bermoral di atas dunia yang dikatakan
Al Qur’an sebagai “amanah”. Amanah yaitu kesanggupan manusia
mengembangkan
sifat-sifat
Tuhan
pada
dirinya
dan
kepengurusan
sumber-sumber yang ada di bumi.
Seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik. Pendidik berkarakter itu penting, hal ini
mengingat yang bersangkutan bukan sekedar mentransfer pengetahuan tetapi
juga menanamkan nilai-nilai yang diperlukan untuk anak didik guna
mengarungi kehidupan di masa yang akan datang.
12
Saifuddin Zuhri, Guruku Orang-orang dari Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Sastra,
2012), Cet. 3, hlm. 169.
13
Ibid.
76
Al Abrasyi14 menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya
memilki sifat-sifat seperti zuhud, bersih tubuhnya, bersih jiwanya, tidak ria’,
tidak memendam rasa dengki dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan,
ikhlas dalam melaksanakan tugas, sesuai dengan perbuatan dan perkataan,
tidak malu mengakui ketidak tahuan, bijaksana, rendah hati, lemah lembut,
pemaaf, sabar, bersifat kebapakan, tidak merasa rendah diri dan mengetahui
karakter murid yang mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan dan
pemikiran.
Adapun sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh pendidik di
dalam Al Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Surat Ali Imran / 3: 79
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Ali
Imran ayat 79 adalah sebagai berikut:
a. Bersifat rabbani
Tingkah laku dan pola pikir seorang pendidik harus bersifat
Rabbani,
yakni
hendaklah
bersandar
kepada
Rabb
dengan
menaatiNya, mengabdi kepadaNya, mengikuti syari’atNya dan
mengenal sifat-sifatNya. Jika pendidik telah memiliki sifat rabbani
maka dalam segala hal mendidiknya akan bertujuan menjadikan
peserta didiknya sebagai orang-orang rabbani juga, yaitu orang-orang
yang melihat dampak dan dalil-dalil atas keagungan Allah, khusyuk
14
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001), Cet. 4, hlm. 82-83.
77
kepadaNya, dan merasakan keagunganNya pada setiap peristiwa
sejarah, sunnah kehidupan, sunnah alam atau hukum alam.15
b. Mengajarkan ilmu
Seorang pendidik senantiasa mengajarkan pengetahuan kepada
anak didik, ia tidak merasa keberatan menyampaiakan apa yang
diketahui. Seorang guru atau pendidik harus mengamalkan ilmunya.16
Dalam sebuah hadits:
‫َﲏ اﻟﻠﱠﻪُ ﺑِﻪ ِﻣ َﻦ اﳍُْﺪَى وَاﻟْﻌِْﻠ ِﻢ‬
َِ ‫ َﻣﺜَ ُﻞ ﻣَﺎ ﺑـَ َﻌﺜ‬:‫ﻋﻦ اﰉ ﻣﻮﺳﻰ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل‬
َ‫َﺖ اﻟْ َﻜﻸ‬
ِ ‫ب ا َْرﺿًﺎ ﻓَﻜَﺎ َن ِﻣﻨْﻬﺎ ﻧَِﻘﻴﱠﺔٌ ﻗَﺒِﻠَ ِﺔ اﳌﺎَءَ ﻓَﺎَﻧْـﺒَﺘ‬
َ ‫ِﲑ اَﺻَﺎ‬
ِْ ‫ْﺚ اﻟْ َﻜﺜ‬
ِ ‫َﻛ َﻤﺜ َِﻞ اﻟْﻐَﻴ‬
َ‫َﺖ اﳌﺎ‬
ِ ‫ِب اَْﻣ َﺴﻜ‬
ُ ‫َﺖ ِﻣْﻨـﻬَﺎ اَﺟﺎد‬
ْ ‫ْﺐ اﻟْ َﻜﺜِْﻴـَﺮ َوﻛَﺎﻧ‬
َ ‫وَاﻟﻌُﺸ‬
‫ِﻚ‬
ُ ‫َﺐ ِﻣْﻨـﻬَﺎ ﻃَﺎ ﺋَِﻔﺔً اُ ْﺧﺮَى اِﳕﱠَﺎ ِﻫ َﻲ ﻗِْﻴـﻌَﺎ ٌن ﻻَﺗُ ْﺴﻤ‬
َ ‫ﻓَ َﺸ ِﺮﺑُﻮا َو َﺳ َﻘﻮْا َوَزَرﻋُﻮا َواَﺻ‬
‫َﻦ ﻓَـ ُﻘﻪَ ِﰱ ِدﻳْ ِﻦ اﻟﻠﱠ ِﻪ َوﻧـَ َﻔ َﻌﻪُ ﻣَﺎ ﺑـَﻌ َِﲏ اﻟﻠﱠﻪُ ﺑِِﻪ‬
ْ ‫ِﻚ َﻣﺜَ ُﻞ ﻣ‬
َ ‫ِﺖ َﻛﻸَ ﻓﺬاﻟ‬
ُ ‫ﻣَﺎء َوﻻَ ﺗـُْﻨﺒ‬
‫ْﺖ‬
ُ ‫ْﺳﻠ‬
ِ‫ِﻚ َرأْﺳًﺎ وَﱂْ ﻳـَ ْﻘﺒَ ْﻞ ُﻫﺪَى اﻟﻠﱠ ِﻪ اﻟﱠﺬِى اُر‬
َ ‫ﻓَـ َﻌﻠِ َﻢ َو َﻋﻠﱠ َﻢ وﻣﺜ ُﻞ َﻣ ْﻦ َﱂْ ﻳـ َْﺮﻓَ ْﻊ ﺑِﺬَاﻟ‬
(‫ﺑِِﻪ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬
Diriwayatkan dari Abu Musa ra., dia berkata, Nabi saw.
pernah bersabda: “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang
diberikan oleh Allah kepadaku adalah seperti hujan lebat yang
turun ke bumi, lalu ada tanah yang subur yang menyerap air
hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengan subur,
dan ada pula tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan
yang Allah menjadikannya bermanfaat bagi umat manusia
sebagai air minum dan untuk mengairi tanaman, serta ada pula
tanah yang tandus yang tidak bisa menyimpan air, juga tidak
15
16
M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 131.
Ibid., hlm. 130.
78
bisa menumbuhkan rerumputan. Itulah (contoh pertama dan
kedua) perumpamaan orang yang memahami Islam yang
memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah
kepadaku, kemudian dia mempelajari dan mengajarkannya
kepada orang lain, sedangkan contoh (ketiga) adalah
perumpamaan orang yang tidak mau memperhatikan ajaran
dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR.
Bukhari).17
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti
pengetahuan atau makna denotatifnya adalah bekas sesuatu yang
dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya. Dalam dunia
Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang
terkandung dalam Al Qur’an dan bimbingan Nabi saw. Al ‘ilm itu
sendiri dikenal sebagai sifat utama Allah SWT. yaitu al ‘alim yang
artinya Yang Maha Mengetahui.18
Mengajarkan ilmu bearti memberikan pengetahuan kepada
orang lain yang dapat memberikan kemaslahatan kepada anak didik
sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum
lebih-lebih mengenai hukum agama yang harus diketahui oleh orang
yang beriman. Dalam ilmu pengetahuan itulah akan dijumpai berbagai
informasi, teori, rumus, konsep-konsep dan sebagainya yang
diperlukan bagi mereka.
c. Mempelajari ilmu
Pendidik senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan
untuk terus mengkajinya. Guru sebagai seorang pendidik di sekolah
17
hlm. 41.
18
155.
Imam Az Zabidi, Ringkasan Hadits Shahih Al Bukhari, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002),
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm.
79
diharuskan menguasai mata pelajaran yang diberikan kepada anak
didik serta memperdalam pengetahuan tentang itu sehingga mata
pelajaran itu tidak bersifat dangkal.19 Mempelajari ilmu dan senantiasa
mengkaji merupakan hal yang harus dilakukan oleh pendidik agar
menjadikannya berilmu.
Dalam pandangan Islam, diantara yang tidak diperselisihkan
oleh semua orang adalah bahwa seorang pendidik harus
memilki pengetahuan tentang asas-asas pendidikan yang
dibawa oleh syari’at Islam. Dia juga harus menguasai
permasalahan halal dan haram, mengetahui dasar-dasar akhlak
dan memahami peraturan-peraturan Islam serta dasar-dasar
Syari’at. Karena ilmu-ilmu tersebut akan menjadikan seorang
pengajar menjadi seorang ulama yang bijaksana,
menempatkan sesuatu pada tempatnya, mendidik anak di atas
landasan dan tuntunannya, serta berjalan di atas jalan
pembinaan dan pendidikan dengan landasan yang kuat dari
ajaran Al Qur’an, petunjuk Rasulullah, teladan yang mulia
dari para sahabat Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti
mereka.20
2. Surat Ali Imran / 3: 159
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Ali
Imran ayat 159 adalah sebagai berikut:
a. Lemah lembut atau kasih sayang
Kasih sayang merupakan pancaran cinta seseorang kepada
orang lain. Dalam kondisi mencintai pada subyek yang mencintai
terkandung lima hal terarah pada subyek atau obyek yang dicintai
yaitu memiliki perasaan positif terhadap pihak yang dicintai, berusaha
memenuhi kebutuhan pihak yang dicintai, berusaha membuat perasaan
19
M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 129.
Ummu Mahmud Al Asyumi, dkk, Panduan Etika Muslimah Sehari-hari, (Surabaya:
Pustaka Elba, 2009), hlm. 298.
20
80
senang bagi pihak yang dicintai, memberikan kebebasan pribadi
kepada pihak yang dicintai dan mengendalikan diri terhadap pihak
yang dicintai.21
Kasih sayang dibagi dua. Pertama, kasih sayang dalam
pergaulan berarti pendidik ataupun guru harus lemah lembut tatkala
menasihati anak didik yang melakukan kesalahan. Hendaknya
menegur dengan cara memberikan penjelasan bukan dengan cara
mencelanya karena celaan akan melukai prestisenya. Kedua, kasih
sayang yang diterapkan dalam mengajar. Ini berarti pendidik tidak
boleh memaksa anak didik mempelajari sesuatu yang belum dapat
dijangkaunya. Pengajaran harus dirasakan mudah oleh anak didik.
Dalam kasih sayang yang kedua ini terkandung pengertian bahwa
pendidik harus mengetahui perkembangan kemampuan anak didiknya.
Bila penidik telah memilki kasih sayang tinggi kepada anak didik,
maka akan berusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya
karena ia ingin memberikan yang terbaik bagi yang disayanginya.22
Kasih sayang yang merupakan pancaran cinta pertama-tama
ditampilkan oleh pendidik. Dengan tampilan pendidik seperti itu,
peserta didik dipenuhi limpahan kasih sayang dalam pengembangan
dirinya secara menyeluruh.
Kasih sayang merupakan tumpuan dan warna dalam seluruh
dinamika hubungan antar pendidik dan peserta didik. tanpa kasih
21
22
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 118.
Ahmad Tafsir, Op.cit., hlm. 85.
81
sayang dari pendidik maka arah internalisasi yang penuh dengan
kebebasan dan kemandirian pribadi akan mudah goyah, hubungan
akan mudah patah, pijakan dan isi situasi pendidikan akan runtuh atau
tidak tentu arah. Pendidik yang penuh cinta kasih adalah pendidik
yang humanis.
Diantara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah di
dalam hati kedua orangtua adalah perasaan kasih sayang terhadap
anak-anak. perasaan ini merupakan kemuliaan baginya di dalam
mendidik, mempersiapkan dan membina anak-anak untuk mencapai
keberhasilan dan kesuksesan paling besar.23
Orang yang hatinya kosong dari perasaan kasih sayang akan
bersifat keras dan kasar. Tidak diragukan lagi di dalam sifat-sifat yang
buruk akan terdapat interaksi terhadap kelainan anak-anak dan akan
membawa anak-anak ke dalam penyimpangan, kebodohan dan
kesusahan.
Syari’at Islam telah menanamkan tabiat kasih sayang di dalam
hati dan menganjurkan kepada orangtua, para pendidik dan orangorang yang bertanggung jawab atas pendidikan untuk memiliki sifat
itu.
Apabila kasih sayang telah tertanam di dalam hati mereka,
mereka akan melaksanakan kewajibannya dan melindungi hak serta
23
Abdullah Nasih Al Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam Terj. Tarbiyatul Aulad fil
Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Cet. 3, hlm. 33.
82
bertanggung jawab terhadap anak-anak, sebagai kewajiban yang
dipikulkan Allah kepada mereka.24
Kasih sayang merupakan anugerah Allah kepada umat
manusia. Di samping itu, kasih sayang juga sebagai kesempurnaan
watak dari semua manusia. Kasih sayang adalah suatu sikap toleransi
yang didasari atas kelembutan hati tanpa memandang keberadaan
seseorang. Tanpa kasih sayang manusia akan bersikap seperti
layaknya hewan.25
Seorang muslim yang memelihara hukum-hukum agamanya
selalu bersikap toleran terhadap ilmunya, menyebarkan kasih sayang
dan memancarkan sumber kasih sayang dari hatinya. Ia sadar bahwa
kasih sayang seorang hamba di bumi menjadi sebab datangnya
rahmat. Seorang muslim bahkan dituntut menyebarkan kasih sayang
terhadap kelompok yang lebih luas. Tidak terbatas kepada keluarga,
anak cucu, karib kerabat atau kawan-kawannya saja, bahkan
mencakup segenap umat manusia.
Rahmat bersifat menyeluruh, berlaku bagi seluruh umat
manusia. Ia telah bersemayam, memancar di dalam dan dari hati setiap
muslim. Ia adalah bekal hidup bermasyarakat untuk saling mengasihi,
bersahabat dengan penuh cinta kasih, menasihati secara ikhlas, lemah
lembut secara mendalam.
24
Ibid., hlm. 37.
Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Akhlak Anak: Tuntunan Lengkap Anak dalam
Berakhlak, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010), hlm. 32.
25
83
Guru sebagai pendidik harus menaruh rasa kasih sayang
kepada
anak
didik
dan
memeperlakukan
mereka
seperti
memperlakukan anaknya sendiri, mencintai murid-muridnya seperti
cintanya terhadap anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan
mereka seperti memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri.26
Kasih sayang dan kelembutan sebenarnyalah berada dalam
satu paket yang seharusnya mendasari dan mewarnai seluruh aspek
situasi pendidikan. paket kasih sayang dan kelembutan itu dikehendaki
untuk muncul dalam perlakuan pendidik terhadap peserta didik.
Perlakuan itu teraktualisasi dalam sapaan, respon positif, penampilan
simpati dan empati, tutur kata, ajakan dan dorongan.27
Menghadapi setiap permasalahan sepatutnya dengan sifat
lemah lembut. Sifat lemah lembut merupakan akhlak yang terpuji
yang harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya lemah
lembut terhadap hak-hak Allah, yaitu dengan cara melaksankan semua
perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Lemah lembut
dengan sesama manusia, yaitu dengan cara saling tolong menolong,
sopan santun dalam bergaul. Lemah lembut terhadap alam dan
lingkungan
hidup
yaitu
dengan
cara
memelihara,
keselamatan dan mempergunakannya dengan benar.
26
27
Ahmad Tafsir, Op.cit., hlm. 129.
Prayitno, Op.cit., hlm. 125.
menjaga
84
Muslim yang benar selalu halus perangai, lemah lembut
terhadap sesama manusia. Disaat sifat halus perangai itu muncul maka
tumbuhlah cinta pada kelemah lembutan dan sifat sabar yang terpuji.
Lemah
dikaruniakan
lembut
Allah
merupakan
kepada
akhlak
orang-orang
yang
agung,
mukmin
yang
yang
rela
dipimpinnya. Tidak diberikan kepada manusia selainnya, apalagi
makhluk selain manusia. Meresapnya ajaran Nabi saw. ke dalam kalbu
kaum muslimin pun dengan kelemah lembutan. Sikap lemah lembut
dan ramah selalu menyertai Rasulullah di dalam setiap urusan.
Pesan dari surat Ali Imran ayat 159 tersebut bersifat abadi,
merupakan undang-undang yang memiliki kedudukan kokoh. Setiap
juru dakwah yang bertanggung jawab menyeru manusia kepada
petunjuk Allah, harus mengetuk pintu hati manusia dengan cara yang
baik, meniti jalan yang ramah tamah dan lemah lembut. Walaupun
terhadap golongan yang dianggap telah melampaui batas lagi zalim.28
Ramah menurut bahasa adalah baik hati, manis tutur kata,
simpati budi bahasa dan sopan sikapnya. Sedangkan menurut istilah
akhlak, ramah adalah sikap lemah lembut yang terdapat pada diri
seseorang.29
Ramah merupakan akhlak terpuji yang harus dimiliki oleh
setiap individu. Seseorang yang memiliki sikap ramah biasanya
28
Muhammad Al Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim?, (Jakarta: Gema Insani
Press, 206), Cet. 15, hlm. 33.
29
Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Op.cit., hlm. 19.
85
mempunyai perasaan kalem, tenang, sopan santun, rasa belas kasihan
dalam hati, dan tidak tergesa-gesa dalam segala hal.
Orang yang memilki sikap ramah pasti akan dicintai Allah,
dicintai sesama teman, menumbuhkan jiwa besar dan memperoleh
kebaikan. Sikap ramah sangat penting dalam pergaulan, karena
dengan bersikap ramah kepada orang lain, orang lain pun akan
membalasnya dengan keramahan pula. Sebaliknya, jika bersikap kasar
dan kuarng sopan kepada orang lain, orang lain pun akan melayaninya
dengan setimpal, kadang-kadang dilimpahi kata-kata yang tidak
menyenangkan.
Keramahan pendidik terhadap anak didik memberikan
pengaruh besar dalam upaya pendidikan. Anak-anak akan merasa
lebih dekat dengan orang dewasa, lebih aman, lebih terjamin akan
perhatian individu. Begitu juga kepentingan diri mereka akan
membawa mereka pada hubungan-hubungan yang positif dengan
otoritas alamiah orang dewasa dan ini lebih diinginkan. 30 Dengan
kelembutan dan keramahan akan menciptakan hubungan persahabatan
terhadap anak didik. Bersahabatlah dengan anak didik secara tulus,
maka sepanjang hidup anak didik akan tulus kepada pendidik yang
merupakan sahabat sejati sekaligus gurunya.31
30
Mohamad Mustari, Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers
Persada, 2014), hlm. 136.
31
Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter: Strategi Membangun Kompetensi
dan Karakter Guru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 168.
86
Santun merupakan bagian dari sikap lemah lembut. Termasuk
kesuksesan seorang pendidik dalam menjalankan tugas mengajarnya
dan tanggung jawab pembinaannya adalah sifat santun. Dengan sifat
ini anak akan tertarik kepadanya, dengannya anak akan melaksanakan
perintahnya. Dengan sifat santun dan lembut ini seseorang akan
memperindah dirinya dengan akhlak yang mulia dan terhindar dari
akhlak tercela. Dia akan menjadi seperti malaikat yang berjalan di atas
bumi dan bagikan purnama yang muncul ke tengah manusia.32
Santun adalah sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata
bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. Esensi dari perilaku
santun itu sebetulnya hati juga. karena perilaku adalah cerminan hati.
Jika perilaku itu bermacam-macam, seperti ada yang terpuji dan ada
yang tercela, maka hati pun bermacam-macam pula. Ada yang lembut
dan ada pula yang keras.
Kesantunan adalah hal yang memang sewajarnya dalam
kehidupan
ini.
Menurut
Durkheim33
inti
pendidikan
adalah
kesantunan. Kelembutan dan kasih sayang dari pendidik akan diterima
oleh peserta didik sebagai air penyejuk yang dapat menggairahkan
kehidupan mereka, khususnya dalam kegiatan pendidikan. Perlakuan
seperti itu akan secara suka rela mendorong peserta didik memberikan
32
33
Ummu Mahmud Al Asyumi, dkk, Op.cit., hlm. 298.
Mohamad Mustari, Op.cit., hlm. 135.
87
pengakuan dan penghormatan yang wajar dan tinggi kepada
pendidik.34
Dalam Al qur’an disebutkan bahwa orang yang beriman adalah
orang yang saling berpesan untuk berkasih sayang. Sebagaimana
firmanNya dalam surat Al Balad/ 90: 17-18.
         
(١۷-۱٨ : ‫)اﻟﺒﻠﺪ‬
   
Dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan
saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk
berkasih sayang.
Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu)
adalah golongan kanan.35
Orang yang menyayangi sesamanya maka Allah juga akan
menyayanginya. Sebagaimana dalam Hadits.
‫ ﻳﺎ ﻋﺎ‬:‫َﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ ان رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬
‫ُِﺐ اﻟﱢﺮﻓْ َﻖ َوﻳـُ ْﻌﻄِﻰ َﻋﻠَﻰ اﻟﱢﺮﻓ ِْﻖ ﻣَﺎﻻَ ﻳـُ ْﻌﻄِﻰ َﻋﻠَﻰ ﻣَﺎ‬
‫ﺋﺸﺔ ! اِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َرﻓِﻴ ٌﻖ ﳛ ﱡ‬
(‫ِﺳﻮَاﻩ )اﺧﺮﺟﻪ اﳌﺴﻠﻢ‬
Diriwayatkan dari Aisyah, istri Nabi saw. bahwa Rasulullah
saw. penah bersabda: Hai Aisyah, sesungguhnya Allah Maha
Belas Kasih, Dia mencintai sikap belas kasih / lemah lembut.
Pada sikap belas kasih itu Allah memberikan sesuatu yang
34
35
Prayitno, Loc.cit.
Mahmud Junus, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Al Ma’arif, 1984), hlm. 535.
88
tidak dia berikan pada sikap keras dan sikap lainnya. (HR.
Muslim).36
b. Pemaaf
Pemaaf adalah sifat terpuji yang berkaitan dengan orang lain.
Selalu bersikap pemaaf dan senang memaafkan kesalahan orang lain
maka akan disenangi oleh banyak orang. Rasa senang itu muncul dari
hati yang tulus. Allah telah menjadikan sikap pemaaf sebagai “jalan
tol” yang mengatarkan pemiliknya menuju surga.37
Sikap pemaaf merupakan bagian akhlak yang luhur, yang
harus menyertai seorang muslim yang takwa. Sifat pemaaf merupakan
sifat utama orang-orang muhsin yang dekat dengan cinta dan keridaan
Allah. Orang-orang muhsin bisa menahan amarahnya dan tidak
dendam. bahkan hatinya telah bebas dari perasaan dendam
digantikannya pemaaf, suka mengampuni, bersahabat dan penuh
toleransi. Mereka memperoleh kebahagiaan dengan kebersihan jiwa
berikut kesucian dan keharumannya. Lebih dari itu mereka menikmati
kemenangan besar berupa cinta dan rida Allah.
Suka memaafkan dan toleran merupakan bukti ketinggian budi
yang tidak dapat dicapai oleh siapapun kecuali mereka yang telah
mampu membuka selimut kegelapan dari hati mereka untuk menerima
hidayah Islam. Pada jiwa mereka membekas karunia dari sisi Allah,
berupa pahala dan kemuliaan. Itu semua dicapai karena apa yang
36
Imam Al Mundziri, Ringkasan Hadits Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003),
hlm. 1052.
37
Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Op.cit., hlm. 37.
89
terlintas dalam jiwa mereka berupa suka menolong, teguh dan disiplin.
Firman Allah SWT. dalam Al Qur’an :
(١۹٩ : ‫ )اﻻﻋﺮاف‬       
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh
(QS. Al A’raf/ 7: 199).38
        
(١٣٤ : ‫)ال ﻋﻤﺮان‬
     
(yaitu) Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran/ 3: 134).39
Keharusan mewujudkan perangai manusia yang terpuji,
pemaaf dan toleran, merupakan ciri asli dari orang-orang mukmin dan
merupakan sifat Rasulullah saw. yang menjadi qudwah (pemimpin,
teladan, panutan) sekaligus pendidik kaum mukmin. Memaafkan
orang yang ada di bawah pengaruhya adalah bersikap mendidik,
namun demikian seorang muslim dituntut juga untuk menampakkan
keberaniaannya dan kekuatannya, agar disegani atau ditakuti oleh
orang-orang
38
39
yang
hendak
Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 159.
Ibid., hlm. 61.
menjatuhkan
martabatnya.
Dalam
90
kedudukannya yang tinggi, ia diberi hak untuk memaafkan dengan
tujuan semata-mata untuk mendidik para pelanggarnya.
Pendidik harus bersifat pemaaf terhadap anak didiknya. Dia
sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar
dan jangan pemarah karena sebab-sebab yang kecil.
Memaafkan adalah kemauan untuk menerima kesalahan orang
lain yang pernah dilakukan. Memaafkan jika dikaitkan dengan konteks
pendidik yaitu keikhlasan memberi maaf tanpa diminta sekalipun
ketika anak didik berbuat salah atau melukai hatinya. Dengan cinta
seorang guru ataupun pendidik akan sangat ringan memaafkan
kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat anak didiknya.40 proses
memberikan maaf ternyata luar biasa, dan tidak semua orang mampu
melakukannya. Memberi maaf itu tidak saja melibatkan kekuatan
spiritual dan emosional tetapi juga kekuatan fisik dan mental.
Memaafkan itu melibatkan kekuatan spiritual, sehingga hanya
mereka dengan tingkat spiritual tinggi, yang mau dengan
mudah memaafkan. karena secara manusiawi, orang akan
senantiasa mempertahankan egonya. Memaafkan melibatkan
kekuatan emosi. Artinya, orang yang mau memaafkan harus
mampu menahan segenap emosi negatif yang pernah
diterimanya akibat perbuatan orang lain. Ketika dia mau
memaafkan orang lain, maka dia harus mampu menundukkan
semua emosinya sendiri. Dan yang terakhir, memafkan itu
melibatkan kekuatan fisik. Artinya, seseorang harus mampu
menunjukkan sikap legowo untuk menerima kesalahan orang
lain.41
40
41
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 159.
Ibid.
91
Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap anak-anaknya.
Guru yang pemaaf ini sanggup menahan diri, menahan amarah dari
sebab-sebab yang kecil, berlapang hati, menampakkan kesabaran,
lemah lembut, kasih sayang dan taat dalam mencapai suatu keinginan.
c. Musyawarah atau komunikasi
Komunikatif yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul atau bersahabat dan bekerja sama dengan orang
lain.
Musyawarah
merupakan
salah
satu
keterampilan
berkomunikasi yang mencerminkan kompetensi sosial seorang
pendidik. Keterampilan berkomunikasi menjadi penting, mengingat
hari-hari guru adalah berinteraksi dengan anak didik. Jika guru tidak
memilki keterampilan berkomunikasi, maka bisa dipastikan tugas guru
tidak dapat dilaksanakan secara efektif. bahkan, tidak menutup
kemungkinan guru tersebut akan gagal.42
komunikasi
adalah
sebuah
poses
penyampaian
atau
penerimaan pesan dari satu orang kepada orang lain, baik langsung
maupun tidak langsung, secara tetulis, lisan, maupun bahasa non
verbal atau isyarat. Keterampilan berkomunikasi sangat penting
dimiliki oleh pendidik. Komunikasi mencerminkan kompetensi sosial
yang telah dimiliki oleh pendidik. Seorang guru sudah selayaknya
42
Ibid., hlm. 215.
92
mampu berinteraksi secara baik dan efektif dalam jalinan emosional
dengan peserta didik.43
3. Surat Ali Imran / 3 : 200
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Ali
Imran ayat 200 adalah sabar. Sabar merupakan akhlak terpuji bagi diri
sendiri. Sabar artinya tabah dan sanggup menderita dalam menghadapi
berbagai ujian dan cobaan. Orang sabar tidak pernah mengeluh dan putus
asa, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah. Sabar
merupakan salah satu kunci meraih kesuksesan dan kebahagiaan.44
Islam mengajarakan bahwa seorang muslim yang terpimpin
jiwanya oleh hidayah Islam senantiasa melatih dirinya untuk mencapai
tingkat kesabaran yang tinggi dan menahan amarahnya. Menurut
kacamata Islam, orang yang perkasa bukanlah seseorang yang mempunyai
fisik dan otot yang kuat, mampu menaklukkan dan melemahkan lawanlawannya, tetapi orang yang perkasa adalah ia yang dapat bertindak penuh
pertimbangan dan sabar, serta mampu mengendalikan nafsunya ketika
marah.45 Sebagaimana dalam hadits:
43
Ibid., hlm. 51.
Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Op.cit., hlm. 9.
45
Muhammad Al hasyimi, Op.cit., hlm. 53.
44
93
‫ﺼَﺮ َﻋ ِﺔ اِﳕﱠَﺎ اﻟ ﱠﺸ ِﺪﻳْ ُﺪ اﻟﱠﺬِى‬
‫ْﺲ اﻟّ َﺸ ِﺪﻳْ ُﺪ ﺑِﺎ ﻟ ﱡ‬
َ ‫ ﻟَﻴ‬:‫ﻋﻦ اﰉ ﻫﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ‬
(‫اﻟﺒﺨﺎرى‬
‫)رواﻩ‬
‫َﺐ‬
ِ ‫اﻟْﻐَﻀ‬
‫ِﻋْﻨ َﺪ‬
ُ‫ﻧـَ ْﻔ َﺴﻪ‬
‫ِﻚ‬
ُ ‫ﳝَْﻠ‬
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. pernah
bersabda: “Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang
dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang
mengendalikan dirinya ketika marah.”46
Sesungguhnya memelihara diri ketika marah merupakan tanda
kekuatan kalau seseorang itu dapat menaklukkan nafsunya, mampu
menyatakan sikapnya sendiri, mengendalikan pikirannya, menguasai diri
dalam posisi sulit sekalipun, menghadapi dengan tenang segala fitnah
(ujian) dan menghindari perdebatan yang tanpa kendali. Dia tetap teguh
berusaha mencapai sasaran dengan sebaik-baiknya, memenangkan rida
Allah dan kepuasan batin.
           
(١٥٣ : ‫)اﻟﺒﻘﺮة‬
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar
(QS. Al Baqarah/ 2: 153).47
46
47
Imam Az Zabidi, Op.cit., hlm. 989.
Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 22.
94
            
(٩٦ : ‫)اﻟﻨﺤﻞ‬
    
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah
adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan
kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan (QS. An Nahl/ 16: 96).48
Pendidik harus bersabar dalam mengajarkan pengetahuan kepada
anak didiknya. Hal itu memerlukan latihan dan ulangan, bervariasi dalam
menggunakan metode serta melatih jiwa dalam memikul kesusahan. Di
samping itu, karena manusia tidak sama dalam kemampuan belajarnya,
guru atau pendidik tidak boleh menuruti hawa nafsunya, ingin segera
melihat hasil kerjanya sebelum pengajarannya itu terserap dalam jiwa
anak, yang melahirkan hasrat untuk menerapkannya dalam perbuatan.49
Seseorang tidak mungkin bisa mendidik kecuali dengan kesabaran,
yaitu menanggung beban kesulitan yang dihadapi dengan rida dan
menjaga diri dari marah dan emosi. Kesabaran termasuk akhlak yang bisa
didapatkan dengan latihan dan mujahadah.
Tidak selamanya anak didik menjadi sosok yang manis, penurut
dan pendengar yang baik. Anak didik adalah mereka yang secara
psikologis tengah mencari jati dirinya, sehingga tidak jarang menjadi
sosok yang memberontak dan membantah.
48
49
Ibid, hlm. 251.
M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 132.
95
Menghadapi aneka macam kecerdasan anak didik, maka para guru
itu kata Ki Hadjar Dewantara,50 harus sabar hatinya atau “jembar atine
kadyo samudro”. Kesabaran akan membuahkan ketenangan bagi guru.
Dengan ketenangan tersebut guru mampu menemukan banyak strategi dan
metode guna menghadapi aneka perilaku anak didiknya. Guru yang sabar
juga akan mempengaruhi kondisi psikologi anak didiknya, sehingga tidak
mungkin anak didik menjadi sabar pula. ketika dia harus memberikan
latihan yang berulang-ulang kepada anak didiknya, dia memiliki
kesadaran bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda.
4. Surat An Nisa / 4 : 58
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat An
Nisa ayat 58 adalah adil. Seorang muslim yang rela diatur oleh Islam, ia
akan bertindak adil di dalam menentukan hukum, tidak curang dan aniaya
dalam menentukan sikap benar atau tidaknya suatu hukuman, walau
bagaimanapun situasi dan kondisi yang memepengaruhinya.
Sikap adil dalam menjauhi kezaliman merupakan kebesaran dinul
Islam. Sebab hal itu merupakan tuntunan Al Qur’an yang merupakan
perintah yang tidak dapat ditawar.
50
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 60.
96
         
           
(٨ : ‫)اﳌﺎﺋﺪة‬
        
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan (QS. Al Maidah/ 5: 8).51
Adil yang dikenal individu muslim dan masyarakat Islam adalah
benar-benar suatu keadilan hakiki penuh ketulusan, tidak berat sebelah
meskipun terhadap musuh yang sangat dibenci. Harus ditegakkan
keadilan yang tidak pandang bulu, sekalipun menghadapi sanak saudara
atau keluarga atau orang-orang yang disegani. Seorang muslim dituntut
untuk selalu berbuat adil, baik dalam ucapan maupun tindakan, sebab
kebenaran itu tidak pernah usang dan sikap itu merupakan akar yang kuat
di dalam masyarakat dan melambangkan kesucian akidah.52
Pendidik dalam mendidik anak didiknya harus bersikap adil. Guru
juga harus bersikap adil terhadap pelajarnya, tidak cenderung hanya
kepada salah satu golongan di antara mereka dan tidak pula melebihkan
seseorang dari yang lain. Segala kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh
51
52
Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 99.
Muhammad Al Hasyimi, Op.cit., hlm. 149.
97
dengan jalan yang benar dan dengan memperhatikan setiap pelajar sesuai
dengan perbuatan dan kemampuannya.53
Dampak edukatif dari sikap adil pada anak didik adalah dapat
memunculkan sikap tawadhu’, memunculkan sikap kreatif, membuka
dialog konstruktif antara pendidik dengan anak didik dan memunculkan
rasa cinta belajar pada anak didik.54
5. Surat Al Ahzab / 33 : 21
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Al
Ahzab ayat 21 adalah menjadi teladan bagi anak didiknya. Guru atau
pendidik merupakan sosok yang menjadi idola bagi peserta didiknya.
keberadaannya sebagai jantung pendidikan tidak bisa dipungkiri baik atau
buruknya pendidikan sangat bergantung pada sosok yang satu ini. Dalam
konteks pendidikan karakter, peran pendidik sangat vital sebagai sosok
yang diidolakan, serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi peserta
didik. Sikap dan perilakunya seorang pendidik sangat membekas dalam
diri seorang peserta didik, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian
pendidik menjadi cerminan anak didik.55
Mewujudkan pendidik yang professional dapat mengacu pada
tuntunan Nabi saw. karena beliau satu-satunya pendidik yang paling
53
M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 134.
http://www.education-mantap.blogspot.com/2012/07/guru-bersikap-terhadap-murid.html/,
diakses pada Rabu, 10 September 2015, 10:00 WIB.
55
Annisa Rahmanti, “Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam
(Telaah Buku Ilmu Pendidikan Islam Karya Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., dan Dr. Jusuf
Mudzakkir, M. S. i)”, Skripsi UNISNU Jepara, (Jepara: Perpustakaan UNISNU Jepara, 2013),
hlm. 101, t.d.
54
98
berhasil. Keberhasilan nabi saw. sebagai pendidik didahului bekal
kepribadian yang berkualitas unggul.
Kata Ki Hadjar Dewantara,56 guru itu digugu dan ditiru. Itu artinya
segenap tindak-tanduknya akan senantiasa menjadi panutan bagi anak
didik maupun bagi orang-orang disekelilingnya. Guru harus tampil
sebagai tauladan dengan pancaran kemuliaan dan keluhuran. Tingkah laku
guru harus mencerminkan kebaikan, sementara kata-katannya jauh dari
hal-hal yang sia-sia, kotor apalagi jorok.
Teladan sesungguhnya memiliki makna sebagi sesuatu dari proses
mengajar, hubungan dan interaksi selama proes pendidikan, yang
kemudian pada hari ini atau masa depan anak didik menjadi contoh yang
selalu ditiru dan digugu. Dalam proses belajar, sadar atau tidak perilaku
seorang guru akan menjadi komunikasi (penyampaian pesan) paling
efektif dan pengaruhnya sangat besar terhadap anak didik. Secara
psikologis pengaruh perilaku tersebut adalah pengaruh bawah sadar anak
didik, yang akan muncul kembali saat ia melakukan aktifitas dalam
bersikap, bertindak atau menilai sesuatu pada dirinya maupun orang lain.
Proses memindahkan segala keteladanan diri, pengetahuan diri, dan
perilaku profesional seorang guru kepada anak didik dibutuhkan teknik
yang oleh Ki Hadjar Dewantara57 disebut “among” yaitu mendidik dengan
sikap asih, asah dan asuh. Teknik among ini membutuhkan guru yang
tidak hanya mampu mengajar, tetapi juga mampu mendidik.
56
57
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 55.
Ibid., hlm. 56.
99
Guru harus menjadi contoh teladan bagi anak didiknya baik dalam
perkataan, perbuatan dan akhlaknya. Ia menjadi contoh dalam penunaian
kewajiban kepada Rabbnya, kepada rasulnya, lalu kepada masyarakatnya.
keteladanan dan tingkah laku yang mulia dari seorang guru adalah faktor
penentu yang sangat kuat pengaruhnya dalam memperbaiki dan
membentuk akhlak seseorang. Benar guru itu manusia biasa yang rentan
dengan kesalahan. namun seyogyanya, tampilan kebaikan dan keluhuran
lebih dominan pada diri guru. Jika guru tidak bisa tampil sebagai suri
tauladan, maka jangan diharapkan anak didiknya akan menuruti apalagi
melaksanakan nasihat yang bersangkutan.58
6. Surat Yasin / 36 : 21
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Yasin
ayat 21 adalah pendidk bersifat ikhlas. Ikhlas artinya tulus hati atau hati
yang bersih. Ikhlas merupakan sifat terpuji terhadap diri sendiri. Sifat
ikhlas harus muncul dari keinginan sendiri dan bukan atas perintah atau
paksaan orang lain. Mengerjakan sesuatu dengan ikhlas akan terasa
ringan. Ikhlas atau tidaknya melakukan sesuatu pekerjaan sangat
tergantung
kepada
niatnya,
seperti
melaksanakan
ibadah,
niat
melaksanakannya menjadi penentu. Biasanya jika niatnya baik maka
hasilnya akan baik, sebaliknya jika niatnya jelek hasilnya pun akan
jelek.59
58
59
Ibid., hlm. 57.
Asep Hikmatillah dan Ahmad Zakky, Op.cit., hlm. 24.
100
Keikhlasan seorang pendidik dalam pekerjaanya merupakan jalan
terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan suksesnya anak didik. Tidak
mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih tetapi dengan
mengajar ia bermaksud mencari keridaan Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya.60
Pendidik
adalah
orang
yang
ikhlas.
Sifat
ini
termasuk
kesempurnaan sifat Rabbaniyah. Dengan kata lain, hendaknya dengan
profesinya sebagai pendidik dan keluasan ilmunya, pendidik hanya
bermaksud mendapatkan keridhaan Allah, mencapai dan menegakkan
kebenaran,
yakni
menyebarkan
ke
dalam
akal
anak-anak
dan
membimbing mereka sebagai para pengikutnya. Jika keikhlasan telah
hilang maka akan muncullah sifat saling mendengki di antara para guru
serta sifat pembenaran pendapat dengan caranya sendiri tanpa mau
menghiraukan pandangan orang lain. Dalam keadaan seperti itu sifat
egoistis yang didukung hawa nafsu akan menggantikan pola hidup di atas
kebenaran.61
Secara kebahasaan ikhlas adalah melakukan amal perbuatan
syari’at yang ditujukan hanya kepada Allah secara murni atau tidak
mengharapkan imbalan dari orang lain. Perbuatan ikhlas dibarengi pula
dengan keyakinan atas perbuatannya dan tidak memiliki keinginan untuk
menarik kembali apa yang telah ia lakukan.
60
61
M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 129.
Ibid., hlm. 132.
101
          
(٢ : ‫)اﻟﺰﻣﺮ‬
Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran)
dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya (QS. Az Zumar/ 39: 2).62
           
(٥ : ‫)اﻟﺒﻴﻨﺔ‬
     
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus
(QS. Al Bayyinah/ 98: 5).63
Menurut pakar pendidikan Islam, Ibnu Sahnun64 membolehkan dan
dihalalkan bagi guru mengambil upah atau bayaran dari orang tua anak
didik atas pengajaran Al Qur’an dengan tanpa mengurangi keikhlasan dan
kesungguhan dalam mengajar. Dengan demikian guru akan rela
mengorbankan waktu, tenaga dan perhatiannya jauh dengan ukuran yang
diminta, bahkan guru akan berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan
dirinya menambah ilmu pengetahuan dalam rangka menyumbangkan
pikiran dan keahliannya untuk anak didik.
7. Surat Al Mujadalah / 58 : 11
62
Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 414.
Ibid., hlm. 538.
64
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 53.
63
102
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Al
Mujadalah ayat 11 adalah sikap lapang yang akan menumbuhkan sikap
toleransi. Toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda
dari dirinya. Dalam Islam sikap toleran akan mampu menembus hati
manusia dan menimbulkan rasa cinta. Ia juga dekat dengan rida Allah,
ampunan dan rahmatNya. Seorang muslim yang benar-benar memgang
teguh ajaran Islam selalu bersikap toleran di dalam bermuamalah.
Toleran merupakan perwujudan dari sikap demokratis. Pendidik
yang demokratis akan memiliki hati nurani yang tajam, berusaha
mengajar dengan hati, dengan wawasan yang dimilikinya. Berusaha
memberikan ketenangan hati dan tanpa lelah memotivasi anak didik,
memberi ruang pada anak didik untuk memaksimalkan berkembangnya
potensi positif pada dirinya. Figur-figur seperti ini akan selalu dikenang
oleh anak didik sepanjang masa.65
8. Surat Al Hasyr / 59 : 18
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat Al
Hasyr ayat 18 adalah self evaluation. Guru senantiasa mengevaluasi diri
dan tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang
mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berpikir angkatan muda. Di
samping itu hendaknya memahami pula berbagai problema kehidupan
65
http://www.aufamaudy0408.blogspot.com./2011/12/menjadi-guru-yang-demokratis.html,
diakses pada Rabu, 10 September 2015, 10:00 WIB
103
modern serta cara bagaimana menghadapi dan mengatasinya. Hal ini
dapat diupayakan dengan disertai wawasan serta keterampilan bertindak,
sambil mengikuti dan memahami gejolak serta suara remaja, mengkaji
berbagai informasi dan keluhan mereka yang mungkin menimbulkan
keresahan. Dengan kata lain guru hendaknya meneliti sebab-sebab
keresahan
pelajar
dan
menganalisisnya
dengan
bijaksana
dan
memuaskan.66
9. Surat As Shaff / 61 : 3
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat As
Shaff ayat 3 adalah satu kata antara perkataan dan perbuatan. Kata-kata
yang diucapkan guru merupakan cerminan dari ilmunya. kata-kata itu
harus merupakan satu kesatuan. Guru tidak boleh munafik, atau beda kata
dengan perbuatan. Ketika berkata-kata, guru juga tidak boleh berbohong
dan ngawur. konsistensi bagi guru menunjukkan kadar kualitas yang
dimiliki.67
Jujur merujuk pada suatu karakter moral yang mempunyai sifatsifat positif dan mulia seperti integritas, penuh kebenaran, lurus sekaligus
tiadanya bohong. Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi, kalau berita sesuai dengan kenyataan yang ada.
Kejujuran itu ada pada ucapan dan ada pada perbuatan, sebagaimana
66
67
M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 133.
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 59.
104
seseorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada
pada batinnya.68
Pendidik yang jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya
dengan menerapkan anjurannya pertama-tama pada dirinya sendiri. Jika
ilmu dan amalnya telah sejalan maka anak didik akan mudah meniru dan
mengikutinya dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Tetapi jika
perbuatannya bertentangan dengan seruannya, maka pada anak didik
timbul keengganan mengamalkan apa yang diucapkannya atau setidaktidaknya merasa bahwa perkataannya itu tidak sungguh-sungguh.69
Ajaran Islam yang telah menjadi bagian hidup seorang muslim
mengajarkan bahwa kejujuran merupakan puncak segala keutamaan dan
asas kemuliaan akhlak. Kejujuran pada gilirannya akan membimbing
manusia ke arah kebaikan, mengantarkan manusia ke surga. Sebaliknya
dusta mengantarkan manusia menuju kezaliman dan kejahatan, menyeret
ke dalam api neraka dan siksa.70 Seorang muslim yang benar akan selalu
menghias dirinya dengan kejujuran di dalam setiap ucapan dan amalan.
Yang demikian itu merupakan martabat tinggi dan mulia.
10. Surat At Tahrim / 66 : 6
Karakter atau sifat-sifat pendidik yang terdapat dalam surat At
Tahrim ayat 6 adalah tanggung jawab. Tanggung jawab yaitu sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang
68
Mohamad Mustari, Op.cit., hlm. 13.
M. Sudiyono, Op.cit., hlm. 132.
70
Muhammad Al Hasyimi, Op.cit., hlm. 11.
69
105
seharusnya dilakukan. Seorang pendidik harus bertanggung jawab kepada
anak didiknya dan takut kepada Allah dengan tanggung jawab tersebut.
          
(۹ : ‫)اﻟﻨﺴﺎء‬
    
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Perkataan yang benar (QS. An Nisa/ 4: 9).71
Bertanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia
lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan
budaya), negara dan Tuhan.
Kebiasaan bertanggung jawab di lingkungan keluarga akan sangat
berpengaruh pada kehidupan anak-anak ketika mereka dewasa. Apabila
orangtua bisa mencontohkan dirinya sebagai orang yang bertanggung
jawab, anak-anak pun akan meniru dan mereka tidak akan ada masalah
dalam menjalani tanggung jawab mereka.72
Surat at Tahrim ayat 6 menggambarkan bahwa pendidikan harus
bermula dari rumah. Ini berarti kedua orangtua bertanggung jawab
terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana
71
72
Mahmud Junus, Op.cit., hlm. 71.
Mohamad Mustari, Op.cit., hlm. 25.
106
masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya.73 Sebagaimana
Hadits berikut:
‫ُﻮل َﻋ ْﻦ‬
ٌ ‫َاع وﱡﻛﻠﱡ ُﻜ ْﻢ َﻣ ْﺴﺌ‬
ٍ ‫ اﻧﱠﻪُ ﻗَﺎ ل أَﻻَ ُﻛﻠﱡ ُﻜ ْﻢ ر‬:‫ﺣﺪﻳﺚ اﺑ ِﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ‬
‫ْﻞ‬
ِ ‫َاع َﻋﻠَﻰ اَﻫ‬
ٍ ‫ُﻮل َﻋ ْﻦ َر ﱢﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ وَاﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ر‬
ٌ ‫ا ٍع وﻫﻮ َﻣ ْﺴﺌ‬
‫ﻓﺎﻷَِﻣْﻴـ ُﺮ اﻟﱠ ِﺬ‬
ْ ‫َر ﱢﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ‬
‫ْﺖ ﺑـَ ْﻌﻠِﻬَﺎ ووَﻟ ِﺪﻩِ وﻫﻲ ﻣَﺴﺌ ُﻮﻟَﺔٌ َﻋْﻨـ ُﻬ ْﻢ‬
ِ ‫ُﻮل َﻋْﻨـ ُﻬ ْﻢ وَاﻟْﻤ َْﺮءَةُ َرا ِﻋﻴَﺔٌ َﻋﻠَﻰ ﺑـَﻴ‬
ٌ ‫ﺑـَْﻴﺘِ ِﻪ وﻫﻮ َﻣ ْﺴﺌ‬
‫ُﻮل َﻋ ْﻦ‬
ٌ ‫َاع وُﻛﻠﱡ ُﻜ ْﻢ َﻣ ْﺴﺌ‬
ٍ ‫ُﻮل ﻋﻨﻪ اﻻَ ﻓَ ُﻜﻠﱡ ُﻜ ْﻢ ر‬
ٌ ‫ﻣﺎل َﺳﻴﱢ ِﺪﻩِ وﻫﻮ َﻣ ْﺴﺌ‬
ِ ‫َاع َﻋﻠَﻰ‬
ٍ ‫واﻟ َﻌْﺒ ُﺪ ر‬
(‫ﻋﻠﻴﻪ‬
‫)ﻣﺘﻔﻖ‬
‫َر ﱢﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ‬
Hadits dari Ibnu Umar ra., Sesungguhnya Rasulullah bersabda:
“Ingatlah kamu semua adalah pemimpin dan pemimpin harus
bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang amir adalah
pemimpin dan harus bertanggung jawab atas kepemimpinanannya.
Seorang suami adalah pemimpin terhadap keluarganya dan pemimpin
harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah
pemimpin dalam rumah tangga dan anak-anaknya dan harus
bertanggung jawab atas kepemimpinanannya. Pembantu adalah
pemelihara harta tuannya dan dia harus bertanggung jawab atas
kepemimpinannya. Dan kamu semua adalah pemimpin dan harus
bertanggung jawab atas kepemimpinannya”. (HR. Bukhari dan
Muslim).74
Sifat-sifat yang terdapat dalam ayat-ayat di atas jika secara khusus
dikaitkan dengan sosok guru sebagai pengajar maka akan dijumpai bahwa
sifat-sifat tersebut berkaitan dengan empat kompetensi yang harus dimiliki
oleh guru sebagai pendidik. Kompetensi adalah kecakapan, kemampuan dan
73
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an, Volume
14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 327.
74
Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis-hadis Muttafaq ‘Alaih,
(Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 254.
107
kesanggupan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk
mencapai hasil kerja yang nyata.75 Keempat kompetensi itu adalah
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
Kompetensi
pedagogik
merupakan
kemampuan
mengelola
pembelajaran.76 Kompetensi ini terdapat dalam surat Ali Imran ayat 79 yaitu
mengajarakan ilmu. Sebelum mengajarakan ilmu kepada anak didik seorang
guru harus memiliki pemahaman terhadap anak didik, perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan
pengembangan
anak
didik
untuk
mengaktualisasikan
potensi
yang
dimilikinya. Mengajarkan ilmu berarti sebelum mengajarkan telah menguasai
ilmu tersebut kemudian membuat perencanaan pembelajaran.
Kompetensi pedagogik mencakup konsep kesiapan mengajar yang
ditunjukkan oleh penguasaan pengetahuan dan keterampilan mengajar.77
Kompetensi kepribadian dari seorang guru merupakan modal dasar
bagi yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya secara profesional.
Tidak seorang pun yang dapat menjadi guru yang sejati kecuali bila dia
menjadikan dirinya sebagai bagian dari anak didik yang berusaha untuk
memahami semua anak didik dan kata-katanya.
Kepribadian mempunyai pengaruh langsung terhadap hidup dan
kebiasaan-kebiasaan belajar para anak didik. Yang dimaksud kepribadian
adalah keseluruhan individu yang terdiri dari unsur fisik dan psikis dengan
75
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 105.
Ibid., hlm. 110.
77
Ibid.
76
108
kata lain seluruh sikap dan perbuatannya.78 Banyak sekali yang dipelajari
oleh anak didik dari gurunya. Anak didik menyerap sikap-sikap,
merefleksikan perasaan-perasaannya, menyerap keyakinan-keyakinannya,
meniru tingkah lakunya dan mengutip pernyataan-peryataan dari gurunya.
Kompetensi kepribadian meliputi kewibawaan sebagai pribadi
pendidik, kearifan dalam mengambil keputusan, menjadi contoh
dalam bersikap dan berperilaku, satunya kata dan perbuatan,
kemampuan mengendalikan diri dalam berbagai situasi dan kondisi
serta adil dalam memperlakukan teman sejawat.79
Kompetensi kepribadian berdasarkan ayat-ayat di atas diantaranya
adil, satu kata antara ucapan dan perbuatan, menjadi teladan, ikhlas, sabar,
sikap lapang terhadap anak didik, penuh kelembutan, kasih sayang dan
bertanggung jawab.
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi,
menjalin kerja sama, dan berinteraksi secara efektif dan efisien, baik itu
dengan anak didik, sesama pendidik, orangtua maupun dengan masyarakat
sekitar.80
Kompetensi sosial meliputi kemampuan menyampaikan pendapat,
kemampuan menerima kritik, saran dan pendapat orang lain, mudah
bergaul dengan kalangan sejawat, karyawan dan peserta didik, serta
toleran terhadap keragaman di masyarakat.81
Kompetensi sosial tergambarakan dalam surat Ali Imran ayat 159
yaitu bermusyawarah dengan anak didik dalam suatu urusan, bisa dalam ilmu
pengetahuan maupun yang lainnya. Musyawarah menandakan adanya jalinan
78
Ibid., hlm. 114.
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
hlm. 167.
80
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 124.
81
Abudin Nata, Loc.cit.
79
109
komunikatif dengan pendidik dan peserta didik. Dalam musyawarah adanya
kemampuan menyatakan pendapat, menerima kritik dan saran, dan
mengggambarkan interaksi aktif dalam pergaulan.
Kompetensi profesional adalah penguasaan guru atas materi
pembelajaran secara luas dan mendalam. Dengan menguasai materi guru
dapat menjelaskan materi ajar dengan baik dan dengan ilustrasi yang jelas.82
Kompetensi profesional seorang guru digambarkan dalam surat Ali Imran
ayat 79 yakni terus menerus mempelajari pengetahuan sekalipun terhadap
pengetahuan yang sama.
82
Agus Wibowo dan Hamrin, Op.cit., hlm. 118.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidik merupakan orang dewasa yang bertanggung jabaw membimbing,
memelihara dan mengarahkan anak didik menuju kedewasaannya. Setiap
orang bertanggung jawab atas pendidikan bagi dirinya sendiri kemudian
merambah ke tataran sosial. Dalam Islam, pendidik memiliki arti dan
peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung
jawab menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat
menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan
bertugas sebagai pendidik. Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah
akan mengangkat derajat orang yang beriman, berilmu serta mengamalkan
ilmunya, ini berarti pendidik memiliki kedudukan yang tinggi.
2. Karakter pendidik yang terdapat dalam Al Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 79 yaitu sifat rabbani yakni seorang yang
terus menerus mengajarkan dan mempelajarai ilmu pengetahuan.
b. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 159 berisi sifat lemah lembut yakni yang
bersifat kasih sayang, santun, ramah dan pemurah, bersifat pemaaf dan
komunikatif.
c. Qur’an Surat Ali Imran / 3: 200 berisi sifat sabar dalam melaksanakan
tugas dan kewajiban.
d. Qur’an Surat An Nisa / 4: 58, berisi tentang sifat adil.
109
110
e. Qur’an Surat Al Ahzab / 33: 21, sifat yang dapat dicontoh oleh
pendidik adalah menjadi teladan yang baik. Segala sifat, sikap dan
perilakunya menjadi teladan.
f. Qur’an Surat Yasin / 36: 21 berisi tentang keikhlasan dalam beribadah.
Sebagai seorang pendidik harus memiliki sifat tulus ikhlas sehingga
dengan ikhlas pendidik akan berusaha semaksimal mungkin dalam
menunaikan tugas-tugas dan kewajibannya.
g. Qur’an Surat Al Mujadalah / 58: 11, pelajaran yang dapat dipetik oleh
pendidik adalah sikap lapang hati. Dengan sikap lapang pendidik akan
bersikap toleran terhadap anak didiknya.
h. Qur’an Surat Al Hasyr / 59: 18, pelajaran yang dapat diambil oleh
pendidik dari ayat tersebut adalah pendidik senantiasa mengevaluasi
dirinya sendiri, mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan dalam upaya persiapan di masa yang akan datang.
i. Qur’an Surat As Shaff / 61: 2 , hikmah yang dapat dipetik dari ayat ini
adalah pendidik harus satu kata antara perkataan dan perbuatan,
menegakkan kejujuran di semua situasi dan kondisi.
j. Qur’an Surat At Tahrim / 66: 6, pelajaran yang dapat diambil oleh
pendidik dari ayat ini adalah pendidik harus memiliki sikap tanggung
jawab terhadap anak didiknya.
Jika karakter-karakter tersebut dikaitkan dengan seorang guru
secara khusus maka akan dijumpai bahwa karakter-karakter tersebut
terdapat dalam empat kompetensi yang harus dimilikinya. Yaitu
111
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi professional.
B. Saran-saran
1. Bagi Pendidik
Pendidik pada hakikatnya adalah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh
potensi dan kecenderungan yang ada pada anak didiknya.
Pendidik merupakan sosok yang menjadi idola bagi anak didik,
keberadaannya sebagai jantung pendidikan tidak dapat dipungkiri. Baik
buruknya pendidikan sangat bergantung pada pendidik.
Pendidik baik orangtua, guru, atau orang-orang dewasa yang
bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan sejatinya sebagai seorang
teladan hendaknya dapat mencontoh dan mengaplikasikan sifat-sifat dan
sikap-sikap yang telah diuraikan di skripsi ini dalam setiap langkah dan
kepribadiannya.
2. Bagi Penulis
Skripsi hasil dari analisis tentang karakter pendidik dalam Al
Qur’an belum bisa dikatakan final sebab tidak menutup kemungkinan
masih banyak kekurangan di dalamnya sebagai akibat dari keterbatasan
pengetahuan dan ketajaman analisis penulis, waktu, sumber rujukan dan
metode.
Saran untuk penulis hendaknya dapat mencontoh sifat-sifat dan
sikap-sikap yang telah tertulis dalam penelitiannya dalam kehidupan.
112
Sebab penulis sendiri merupakan pendidik untuk dirinya sendiri dan untuk
yang lainnya kelak jika Allah SWT. memberi kesempatan.
C. Kata Penutup
Pendidik merupakan salah satu komponen yang paling menentukan.
Andaikan komponen pendidikan lainnya belum tersedia, namun komponen
pendidik sudah ada, maka pendidikan masih akan tetap berjalan.
Atas kesempatan belajar dan mendapat banyak hal dari penulisan ini,
penulis memuji syukur alhamdulillahirabbil’alamin kepada Allah SWT. yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan segala kebaikannya sehingga proses
penulisan skripsi ini berjalan lancar. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat
bagi masyarakat dan kehidupan luas.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Maka dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang
konstruktif dari berbagai pihak demi kelebih baikan skripsi ini.
Wallahu a’lam bish-showab.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia,
1997.
Al Asyumi, Ummu Mahmud, dkk, Panduan Etika Muslimah Sehari-hari,
Surabaya: Pustaka Elba, 2009.
Al Farmawai, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, Bandung: Pustaka Setia.
2002.
Al Hasyimi, Muhammad, Apakah Anda Berkepribadian Muslim?, Jakarta: Gema
Insani Press, 206, Cet. 15.
Al Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al Maragi, Juz IV, Semarang: Toha Putra,
1993, Cet. 2.
, Juz V.
Al Mundziri, Imam, Ringkasan Hadits Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka Amani,
2003.
Al Ulwan, Abdullah Nasih, Pendidikan Anak dalam Islam Terj. Tarbiyatul Aulad
fil Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, Cet. 3.
Ar Rifa’i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah: Rigkasan Tafsir Ibnu Katsir
Surah Al fatihah-An Nisa, Jilid I, Jakarata: Gema Insani, 1999.
, Jilid 4.
Ar Rifa’i, Syeikh Usamah, Tafsirul Wajiz, Jakarta: Gema Insani, 2008.
Az Zabidi, Imam, Ringkasan Hadits Shahih Al Bukhari, Jakarta: Pustaka Amani,
2002.
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cet. 10.
Baidan, Nashiruddin, Metodologi Penafsiran Al Qur’an, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012, Cet. IV.
Daradjat, Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet.
7.
Darmadi, Hamid, Dasar Konsep Pendidikan Moral, Badung: Alfabeta, 2012, Cet.
3.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indoneia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2007.
Echols, John M dan Shadily, Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:
Gramedia, 2005.
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta: Rajawali Pers,
2011, Cet. 2.
Gunawan, Heri, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, Bandung:
Alfabeta, 2012, Cet. 2.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research untuk Menulis Paper, Skripsi, Teses dan
Desertasi, Jilid I, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM,
1982.
Halim, Muhammad Abdul, Memahami Al Qur’an, Bandung: Marja’, 2002.
Hikmatillah, Asep dan Zakky, Ahmad, Akhlak Anak: Tuntunan Lengkap Anak
dalam Berakhlak, Jakarta: Zikrul Hakim, 2010.
Ihsan, Fuad, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka cipta, 2008.
Ilahi, Muhammad Takdir, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral, Yogyakarta:
Ar Ruzz Media, 2012.
Junus, Mahmud, Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Ma’arif, 1984.
Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru,
2004.
Mahali, A. Mudjab, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al qur’an, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002.
Mahalli, Ahmad Mudjab dan Hasbullah, Ahmad Rodli, Hadis-hadis Muttafaq
‘Alaih, Jakarta: Kencana, 2004.
Maulana, Ahmad, dkk, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta: Absolut, 2011, Cet.
VII.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005, Cet. 30.
Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013,
Cet. 16.
Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Jusuf, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana,
2008, Cet. 2.
Mustari, Mohamad, Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan, Jakarta: Rajawali
Pers Persada, 2014.
Ma’arif, Syamsul, Revitalisasi Pedidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010.
, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
Nazir, Moh, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011, Cet. 7.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2011,
Cet. 10.
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2009.
Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: di bawah Naungan Al Qur’an, Jilid 2,
Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
, Jilid 9.
, Jilid 11.
Ramayulis, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011, Cet. 9.
Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al qur’an, Bandung: Pustaka, 1996, Cet. 2.
Rifai, Moh, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Wicaksana, 1991.
Sadulloh, Uyoh, dkk, Pedagogik: Ilmu Mendidik, Bandung: Alfabeta, 2011, Cet.
2.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al Qur’an, Bandung: Miza Pustaka, 2007, Cet.
7.
, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume
2, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
, Volume 11.
, Volume 14.
, Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah, Jilid 1,
Tangerang: Lentera Hati, 2012.
, Jilid 3.
, Jilid 4.
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, Cet. 4.
Sudiyono, M, Ilmu Pendidikan Islam, Jilid I, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta:
Bumi Aksara, 2007.
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan karakter, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013, Cet. 2.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000.
Uhbiyati, Nur, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2013.
Wibowo, Agus dan Hamrin, M, Menjadi Guru Berkarakter, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012.
Yunus, Mahmud Tafsir Qur’an Karim, Jakarta: Hidakarya Agung, 2004.
Yusuf, Kadar M, Studi Al Qur’an, Jakarta: Amzah, 2010.
Zuhri, Saifuddin, Guruku Orang-orang dari Pesantren, Yogyakarta: Pustaka
Sastra, 2012, Cet. 3.
Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,
Jakarta: Bumi Aksara, 2011, Cet. 1.
Annisa Rahmanti, “Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam
(Telaah Buku Ilmu Pendidikan Islam Karya Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag.,
dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. S. i)”, Skripsi UNISNU Jepara, Jepara:
Perpustakaan UNISNU Jepara, 2013.
http://www.education-mantap.blogspot.com/2012/07/guru-bersikap-terhadapmurid.html/, diakses pada Rabu, 10 September 2015, 10:00 WIB.
http://www.aufamaudy0408.blogspot.com./2011/12/menjadi-guru-yangdemokratis.html., diakses pada Rabu, 10 September 2015, 10:00 WIB.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Jayanti
Tempat, Tanggal Lahir
: Jepara, 20 Juli 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Nomor Handphone
: 082326484617
Alamat
: Teluk Wetan RT 12 / RW 02 Welahan Jepara
Jenjang Pendidikan
:
1. SD Kampus Teluk Wetan 02 lulus Tahun 2003/2004
2. Mts. Nurul Islam Kriyan lulus Tahun 2006/2007
3. MA. Nurul Islam Kriyan lulus Tahun 2009/2010
4. Sarjana Strata 1 (S.1) UNISNU Jepara
Demikian daftar riwayat pendidikan yang dibuat dengan data yang sebenarnya dan semoga
menjadi keterangan yang lebih jelas.
Jepara, 5 Oktober 2015
Penulis
Jayanti
NIM: 131310000290
Download