25 BAB II KONDISI UMUM DESA WIJIREJO, PANDAK

advertisement
BAB II
KONDISI UMUM DESA WIJIREJO, PANDAK,
KABUPATEN BANTUL
A. Kondisi Desa Wijirejo
Pada masa Sultan Hamengkubuwana V mengadakan kontrak perjanjian
dan kerjasama mengenai beberapa hal. Antara lain pada tanggal 26 dan 31 Maret
1831 di adakan pembagian wilayah administratif baru dalam wilayah kasultanan
Yogyakarta yang di sertai penetapan jabatan kepala wilayah. Untuk wilayah
Kasultanan saat itu di bagi menjadi tiga bagian kabupaten, yaitu kabupaten
Bantulkarang di bagian selatan, kabupaten Denggung
di bagian utara, dan
kabupaten Kalasan di bagian timur.
Tentunya pengesahan penetapan kabupaten Bantulkarang setelah bulan
Maret 1831. Penetapan wilayah kabupaten Bantulkarang dilakukan pada tanggal
20 Juli 1831 atau Sapar tahun Dal 1759. Pada saat itu juga Sultan Yogyakarta
mengangkat Raden Tumenggung Mangun Negoro sebagai Bupati di kabupaten
Bantulkarang. Selanjutnya pemerintahan Republik Indonesia mengeluarkan
Undang-undang No.15 Th 1958, yang di dalamnya termuat bahwa wilayah DIY
terdiri dari Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul,
Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Adikarto. Dengan demikian Kabupaten
Bantul resmi masuk menjadi salah satu wilayah DIY dengan mengganti nama
Bantulkarang menjadi Bantul. Kabupaten Bantul berbatasan dengan Kabupaten
25
26
Sleman di sebelah utara, kabupaten Kulonprogo di sebelah barat, Kabupaten
Gunungkidul di sebelah Timur, dan Samudra Hindia di sisi Selatan.1
Kabupaten Bantul memiliki luas wilayah ± 477,67 km² yang terdiri dari
kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambang Lipuro, Pandak,
Pajangan, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon,
Kasihan, dan Sedayu. Kabupaten Bantul memiliki beberapa sentra pengrajin
kerajinan batik yang cukup terkenal, yakni di daerah Sanden, Imogiri, Pandak dan
Pajangan. Masing-masing dari sentra pengrajin batik tersebut memiliki jenis
maupun teknik ataupun dasar kebiasaan dalam kegiatan pembatikan yang berbeda.
Hal tersebut secara tidak langsung telah membuat suatu simbol tersendiri dan
tentunya menjadi ciri khas dari setiap daerah pembatikan yang terdapat di
Kabupaten Bantul.
Kabupaten Bantul merupakan daerah yang mempunyai iklim sedang
dengan suhu rata-rata minimal berkisar antara
28,8ºC dan suhu rata-rata
maksimal 33,1ºC. Keadaan topografi wilayah kabupaten Bantul sangatlah
berlainan antara kecamatan satu dengan yang lainnya, karena keadaan
geografisnya yang berlainan pula. Wilayah-wilayah tertentu merupakan daerah
perbukitan dan sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah. Keadaan
topografi di kabupaten Bantul di bagi menjadi tiga bagian: (1). Daerah bagian
Timur merupakan daerah pegunungan dan bukit-bukit yang merupakan bagian
1
Hartono. P, “Edisi khusus kenangan Peringatan Hari Jadi Kabupaten
Bantul ke-164”, dalam Manunggal No. 20, Juli 1995, hlm. 5.
27
dari pegunungan seribu (sewu) yang merupakan bagian barat kabupaten Daerah
tingkat II Gunungkidul.
(2). Daerah bagian Utara merupakan daerah dataran rendah yang datar dengan
aliran sungai dari gunung Merapi yang melandai dari Utara ke Selatan.
(3). Daerah bagian barat merupakan daerah pegunungan yang merupakan
perbukitan bagian dari pegunungan Menoreh, dengan memiliki ciri-ciri kondisi
tanah kurang subur krena mengandung kapur.2
Perbedaan kondisi alam di beberapa daerah ini tidak menyebabkan
masyarakat di Bantul merasa kekurangan ataupun kelemahan dari daerah masingmasing, justru perbedaan kondisi alam tersebut mampu membawa setiap daerah
di Kabupaten Bantul mengembangkan kemampuan ataupun keunggulan yang
dimiliki di setiap daerah. Adapun salah satunya daerah yang mampu
mengembangkan potensinya yakni di Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul yang
merupakan daerah pengrajin batik
yang telah lama ada dan cukup terkenal
keberadaanya.
Desa dapat diartikan sebagai kesatuan komunitas kecil yang berdiri
sendiri secara otonom dan memiliki rekam jejak masing-masing, baik dalam hal
perekonomian maupun dalam hal kondisi kemasyarakatan yang bersifat sosial.
Beberapa karya tulis ilmiah banyak yang mendefinisikan tentang desa. Adapun
salah satu dari pengertiannya secara umum desa adalah permukiman manusia
yang terletak di luar kota dan yang menjadi salah satu ciri khas yakni bersifat
2
Kantor Pemda Daerah Tingkat II Bantul, Monografi Kabupaten Daerah
Tingkat II Bantul jilid I, 1980, hlm. 1- 5.
28
agraris.3 Hal ini ditunjukkan dengan masih terdapat banyaknya areal persawahan
maupun ladang yang ditanami tanaman pangan maupun palawija.
Desa dalam pengertian secara administratif sebagaimana yang di jelaskan
oleh Sutardjo Kartohadhikusumo yakni sebagai suatu kesatuan hukum wilayah
yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.4 Desa merupakan suatu tempat
atau daerah dimana penduduknya berkumpul dan hidup bersama dimana mereka
dapat
menggunakan
lingkungan
setempat
untuk
mempertahankan,
dan
mengembangkan kehidupan mereka.5
Desa Wijirejo merupakan bagian integral dari wilayah kecamatan Pandak
yang meliputi dusun yakni, Gilangharjo, Triharjo, Caturharjo. Desa Wijirejo
memiliki luas wilayah kurang lebih seluas 4.678.330 hektar, yang secara
administratif kewilayahan terbagi menjadi lima puluh dua rukun tetangga (RT),
dan sepuluh pedusunan, yaitu Pijenan, Bajang, Gesikan III, Gesikan IV, Bergah,
Ngeblak, Pedak, Kauman, Gedangsari, dan Kawungan. Desa Wijirejo terletak di
ketinggian 20-40 meter dari permukaan air laut dan suhu rata-rata 29º C.
Topografi atau bentang wilayah berupa perbukitan dan dataran. Sebagian besar
wilayahnya berupa dataran 90 % dari seluruh luas wilayah desa. Dengan tingkat
kesuburan tanah termasuk dalam level dua. Luas wilayah Desa Wijirejo
digunakan untuk kegiatan pertanian, dan keperluan fasilitas pendukung lain
3
N. Daldjoeni, Geografi Kota dan Desa, (Bandung: PT Alumni, 2003),
hlm. 53.
4
Soetardjo Kartohadikusumo, Desa, (Bandung: Sumur Bandung, 1965),
5
N. Daldjoeni. op.cit., hlm. 54.
hlm. 54.
29
seperti Sekolah, Masjid, Kapel.6 Pemerintahan Desa Daerah Istimewa Yogyakarta
diatur berdasarkan Rijksblaad kasultanan Nomor 24 dan 25 tahun 1918. Desa
Wijirejo terdiri dari penggabungan dua kalurahan yakni Kauman dan kalurahan
Gesikan pada hari Sabtu Pon, tanggal 02 Nopember tahun 1946.
Nama Wijirejo sebagai nama daerah kesatuan administratif tingkat
kalurahan terhitung baru, lurah Desa Wijirejo yang pertama adalah R.H. Sumardi.
Kata Wijirejo berasal dari dua suku kata yang memiliki makna yakni “Wijen” dan
“Rejo”. Kata “Wijen” dapat diartikan sebagai “tumbuhan pohon Wijen”,
sedangkan “Rejo” berarti “raharjo”, apabila digabung maknanya
menjadi
“wilayah yang gemah ripah loh jinawi karto raharjo”.
Asal mula penamaan
masa pemerintahan Belanda berbagai dalam
sumber disebutkan bahwa di utara sungai Bedok ada kampung Pijenan, disitu
tumbuh pohon Wijen yang amat banyak. Kegunaan dari pohon Wijen daun dan
batang dapat di gunakan untuk rumah penduduk Desa Wijirejo. Pembentukan
Kalurahan Wijirejo sendiri berdasarkan.7
1. Maklumat nomor 7 tanggal 6 Desember 1945: tentang pembentukan
Dewan Perwakilan Rakyat Kalurahan.
2. Maklumat nomor 14 tanggal 11 April 1946: tentang Dewan Perwakilan
Rakyat Kalurahan dan Majilis.
6
I. Sangat subur, II. Subur, III. Sedang, dan IV. Tidak subur atau kritis,
Monografi Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 1990, hlm. 1- 4.
7
Jawadi, dkk, “Hari jadi Desa Wijirejo Kecamatan Pandak, Kabupaten
Bantul, DIY ”, Laporan Penelitian, Desa Wijirejo, 2008.
30
3. Maklumat nomor 15 tanggal 11 April 1946: tentang Pemilihan Pamong
Kalurahan.
4. Maklumat 16 tanggal 11 April 1946: tentang Susunan Pamong Kalurahan,
yang terdiri dari 8 pasal 16 ayat.
5. Maklumat nomor 17 tanggal 11 April 1946: tentang perubahan Maklumat
nomor 7 tentang pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Kalurahan.
6. Maklumat nomor 5 tanggal 19 April 1948: tentang hal perubahan daerahdareah Kalurahan dan nama-namanya, sebgaimana tersebut pasal 1 huruf
b, berbunyi Kabupaten Bantul dulu dibagi menjadi 195 Kalurahan,
sekarang menjadi 60 Kalurahan.
7. Daftar adanya lurah-lurah Desa yang diberhentikan akibat penggabungan
Kalurahan di Kabupaten Bantul ada 15 Kapanewonan Pandak digabung
yang saat ini menjadi Kalurahan/Desa Wijirejo.
8. Perkembangan pada tahun 1975 di Kabupaten Bantul diadakan lagi
penggabungan dan pemekaran Kecamatan dan Kalurahan menjadi 17
Kecamatan dan 75 Desa dan khusus untuk Kalurahan Wijirejo tetap tidak
ada perubahan.
9. Sumber Regering Almanak 1868-1975, disini tampak pembagian wilayah
distrik dan perkembangannya di Kabupaten Bantul.
10. Dari berbagai sumber yang ada pasca 17 Agustus 1945 masih ada
persitiwa dimana tanggal 19 Desember 1948 tentara kerajaan Belanda
agressienya yang ke II hingga kota Yogyakarta dan beberapa tempat diluar
kota diduduki sampai tanggal 30 Juli 1949. Atas dasar hal tersebut untuk
31
kantor Kalurahan sebelum gabungan maupun sesudah Lurah Pamong
Kalurahan kantor di rumah yang bersangkutan, khusus untuk Kalurahan
Wijirejo dulunya di dusun Pandak rumah Bapak R. Sumardi Lurah Desa
Wijirejo.
Kalurahan Wijirejo bedasarkan sumber-sumber yang ada, adalah sebagai
gabungan dua kalurahan yakni kalurahan Kauman dan kalurahan Gesikan dengan
mendasarkan maklumat nomor 16, tanggal 11 April 1946 tersebut pasal 7 ayat 1,
2 dan 3 yang berbunyi sebagai berikut:
Ayat 1: Tiap kalurahan harus dapat mencukupi kebutuhan sendiri.
Ayat 2: Jika ternyata ada kalurahan tak dapat mencukupi kebutuhanya sendiri
maka, harus digabungkan dengan kalurahan lain
Ayat 3: Atas kehendak rakyat dapat diadakan gabungan beberapa kalurahan
walaupun masing-masing telah dapat mencukupi kebutuhannya sendirisendiri.
Penentuan
pembentukan
Kalurahan
Wijirejo
berdasarkan
pada
pertimbangan-pertimbangan diatas. Keberadaan Kalurahan Wijirejo terbentuk
secara utuh sehingga memunculkan rasa kesatuan, persatuan dan jiwa gotongroyong serta peran partisipasi masyarakat tumbuh dan berkembang. 8 Diantara
dusun tersebut yang menjadi pusat pemerintahan Desa adalah Gesikan. Dua
Dusun Wijirejo yang dinyatakan sebagai daerah potensial yaitu dusun Ngeblak,
Pijenan. Kedua Dusun tersebut memiliki peran penting dalam hal kegiatan
8
Ibid., Jawadi, Laporan Penelitian, Desa Wijirejo, 2008.
32
perekonomia Desa Wijirejo khususnya pengrajin batik, berperan sebagai daerah
pendukung.
Wilayah Desa Wijirejo merupakan daerah pemerintahan Desa paling
utara di Kecamatan Pandak selain Desa Gilangharjo. Batas kewilayahan yang ada
secara admisnistratif sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan
Pajangan, timur dan selatan dengan Gilangharjo Kecamatan Pandak, sebelah Barat
dengan desa Triharjo kecamatan Pandak. Jarak Desa Wijirejo dari Kecamatan
sekitar 1 Km, sedangkan jarak ke kota Kabupaten Bantul sekitar kurang lebih 5
Km. Akan tetapi jarak menuju pusat kota Yogyakarta cukup jauh yakni kurang
lebih sekitar 17 Km.9
Tanah bagi penduduk desa merupakan aset yang sangat penting.
Kepemilikan tanah, bentuk keadaan rumah, serta faktor keturunaan di pedesaan
dapat dijadikan sebagai ukuran status sosial seseorang secara tradisional. Tanah
menduduki faktor penting dalam kehidupan agraris, karena hanya dengan tanahlah
terjadi kelangsungan kehidupan. Selain itu, sebagaimana lazimnya dalam
kehidupan feodal tanah menumbuhkan kekayaan dan kekuasaan. Dari sinilah
mengapa tanah menjadi aset penting dalam kehidupan agararis. Siapa menguasai
tanah luas berarti menguasai faktor-faktor produksi lain yang menciptakan
kekayaan dan kekuasaan.10
9
Monografi Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 1990, op.cit., hlm.
3.
10
Suhartono W. Pranoto, Serpihan Budaya Feodal, (Yogyakarta: Agastya
Media, 2001), hlm. 89.
33
Desa Wijirejo merupakan salah satu dari kegiatan agraris/pertanian.
Tingkat kesuburan tanah di Wijirejo bagus merupakan faktor utama dalam
kegiatan pertanian, jenis tanaman pertanian yang dapat tumbuh dan menjadi
primadona petani yakni tanaman padi, palawija (jagung, kacang, ketela) dan juga
sayuran.
Adapun yang dimaksud petani disini adalah orang, baik yang mempunyai
maupun tidak mempunyai tanah sendiri dan mata pencaharian pokok adalah
mengusahakan tanah untuk pertanian. Hal ini berbeda dengan penggarap yakni
orang yang secara sah mengerjakan atau mengusahakan secara aktif tanah yang
bukan miliknya, dengan memikul seluruh atau sebagian dari resiko produksinya.
Sedangkan buruh tani diartikan sebagai petani yang mengerjakan atau
mengusahakan secara terus menerus tanah orang lain dengan mendapatkan upah.11
Kegiatan pertanian di Desa Wijirejo cukup potensial sebagai sektor
pendapatan ekonomi selain pengrajin. Dalam sektor pertanian menunjukkan
adanya stratifikasi, yakni dengan adanya buruh tani, penggarap, dan penyewa.
Stratifikasi merupakan hasil kebiasaan hubungan antar manusia secara teratur dan
tersusun sehingga setiap orang, mempunyai situasi yang menentukan hubungan
dengan orang lain secara vertikal maupun horizontal dalam masyarakat.
Tahun 1960-an pemerintah melakukan sejumlah kebijakan yang
menyangkut kegiatan produktifitas pangan khususnya beras. Program ini dikenal
sebagai
Revolusi
hijau.
Revolusi
hijau
merupakan
suatu
program
pengintensifikasian pertanian. Program ini mengenalkan dan meluaskan
11
Noer Fauzi, Petani dan Penguasa: Dinamika perjalanan politik agraria
Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 107.
34
penggunaan teknologi baru dalam teknik bercocok tanam atau bertani. Adapun
kemudahan untuk memperlancar kegiatan pertanian pemerintah melakukan
subsidi antara lain:
a. Subsidi terhadap pupuk.
b. Pemberian kredit pertanian melalui program Bimas dan Inmas. Kredit ini
berbunga rendah, bahkan bila gagal mengembalikan ada toleransinya terhadap
para penunggak.
c. Pembelian padi oleh pemerintah melalui penetapan harga dasar gabah, yang di
tujukan untuk membangun stok cadangan gabah nasional.
d. Pengadaan dan perbaikan sarana irigasi yang di biayai melalui dana-dana
pinjaman luar negri.
Keberhasilan-keberhasilan revolusi hijau dalam meningkatkan produksi
beras tidak perlu diragukan lagi. Ditinjau dari produksi rangkaian subsidi tersebut
menunjukan hasil yang luar biasa. Para petani di Jawa menghasilkan padi dua kali
lipat dan menjadi swa sembaada beras pada tahun 1980.12 Hal tersebut juga
berpengaruh di Yogyakarta, khusunya di Desa Wijirejo. Peningkatan kegiatan
pertanian gencar di lakukan telah meningkatkan jumlah panen yang melimpah.
Menurut data monografi Desa Wijirejo pada tahun-tahun ini produktifitas panen
padi memang melimpah.
Pada tahun 1960 areal persawahan yang terdapat di Desa Wijirejo seluas
2.683.455 Ha, namun pada tahun 1980 areal persawahan mengalami penyempitan
akibat dari adanya pertambahan penduduk yang memerlukan pemukiman. Oleh
12
Ibid., hlm. 167.
35
karena pada tahun tersebut areal persawahan atau pertanian berkurang menjadi
2.292.955 Ha.13
Tabel 1
Luas Lahan Persawahan di Desa Wijirejo
Tahun 1960-1990
No
Tahun
Luas lahan persawahan
1
1960
2.683.455 Ha
2
1970
2.334.160 Ha
3
1980
2.292.955 Ha
4
1990
1.643.559 Ha
Sumber: Laporan pertanggung Jawaban Desa Wijirejo, Tahun 1960-1990.
Hal inilah yang menjadikan salah satu faktor penyebab dari adanya
kegiatan pekerjaan dengan adanya kemunculan sentra pengrajin batik di Desa
Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul. Pendirian sejumlah bangunan baik yang
bertujuan komersial maupun nonkomersial, apa bila ditilik dari segi infrasturktur
menambah jumlah angka penyusutan lahan di wilayah Desa Wijirejo
Kebutuhan debit air Desa Wijirejo yang digunakan untuk keperluan
pertanian cukup tersedia melimpah meskipun di musim kemarau. Meskipun
demikian penggunaan air untuk kegiatan pertanian diatur sesuai jadwal, biasanya
menurut penanggalan Jawa. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi perebutan
dalam hal pengairan lahan persawahan. Selain pengaturan pengairan di desa
Wijirejo juga terdapat pengaturan penanaman.
13
Kantor Biro Pusat Statistik Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 1960, dan Laporan Desa Wijirejo, Tahun 1960-1990.
36
Daerah persawahan dibagi menjadi dua blok yakni ada lahan yang
ditanami tanaman yang cocok untuk lahan kering seperti kacang, jagung dan
sebagian lagi lahan di tanami tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah
banyak, seperti padi. Hal tersebut juga dilakukan untuk membagi air agar tidak
terjadi kekurangan apabila semua menanam tanaman yang jenisnya sama.
Kegiatan pemanenan tanaman pertanian dilakukan dengan tenaga sekitar. Warga
atau buruh tani yang tidak memiliki lahan persawahan cukup membantu kegiatan
pemanenan. Hal ini terlihat ketika terjadi pemanenan padi, baik dalam tahap
pemotongan, perontokan dan penggilingan. Tengkulak akan datang kepada
pemilik padi yang sudah siap di panen untuk membeli padi. Harga padi tidak ada
patokan standar, tengkulak cukup melihat apakah tanaman tersebut tumbuh baik
dan menghasilkan padi bagus maka harga tanaman padi tersebut bisa mencapai
mahal dan merujuk pada harga pasar.14
Penggunaan lahan milik Pemerintah Desa Wijirejo digunakan untuk
sarana olah raga seperti lapangan sepak bola, sekolahan, puskesmas. Indikator dari
daerah yang dapat dikatakan maju bisa dilihat dari lengkapnya beberapa aspek
seperti, aspek pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Sarana atau fasilitas desa
yang digunakan untuk kesejahteraan termasuk sarana pendidikan dirasa kurang
memenuhi karena hanya terdapat sepuluh gedung sarana untuk pendidikan. Lahan
milik Pemerintahan Desa Wijirejo memang belum secara optimal digunakan.
14
Dirjo Sugito, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul,
16 November 2013.
37
B. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Desa Wijirejo
1. Penduduk
Penduduk Desa Wijirejo, Pandak Kabupaten Bantul setiap tahunnya
selalu mengalami pertambahan. Hal ini dikarenakan tingkat kelahiran yang cukup
tinggi dengan didukung tingat persediaan pangan yang memenuhi serta adanya
mobilitas penduduk. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik kabupaten Bantul,
dalam kurun waktu sepuluh tahun peningkatan pertumbuhan penduduk cukup
pesat terjadi. Pada tahun 1960 berjumlah kurang lebih sekitar 6.809 jiwa.
Penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 3.291 jiwa sedangkan perempuan
berjumlah 3.518 jiwa. Pada tahun 1970 jumlah total penduduk di Desa Wijirejo
mengalami peningkatan yakni berubah menjadi 7.282 jiwa. Penduduk perempuan
berjumlah 3.721 dan laki-laki berjumlah 3.561 jiwa.15
Tabel 2
Jumlah Penduduk Desa Wijirejo
Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun
Laki – laki
Perempuan
Jumlah
1960
3.291
3.518
6.809
1970
3.561
3.721
7.282
1980
4.261
4.416
8.777
1997
4.913
5.167
10.080
Sumber: Biro Pusat Statistik, Sensus penduduk Kabupaten Bantul Tahun 1960,
1970, 1980, 1997.
Berdasarkan data tersebut di atas dapat diketahui bahwa jumlah
penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak begitu jauh terpaut
15
Registrasi Penduduk Laporan Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul,
Sensus penduduk Kabupaten Bantul, Tahun 1950 dan 1960.
38
jumlahnya. Setiap tahunnya di Desa Wijirejo mengalami penambahan dan
pengurangan penduduk, baik yang disebabkan oleh kelahiran, kematian dan
mobilitas. Begitu pesatnya tingkat pertumbuhan yang terjadi berpengaruh pula
dalam hal persaingan lapangan pekerjaan baik dilingkungan Desa maupun tingkat
Kecamatan. Jumlah penduduk di Kecamatan Pandak sendiri pada tahun 1960
berjumlah 36.550 jiwa. Pada tahun 1970 jumlah penduduk berjumlah 39.958
jiwa, tahun 1980 berjumlah 42.350 jiwa.16
Tabel 3
Jumlah Penduduk Kecamatan Pandak,
Bantul Berdasarkan Jenis Kelamin
No
Tahun
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
1960
17.750
18.800
36.550 jiwa
2
1970
19.506
20.452
39.958 jiwa
3
1980
20.740
21.610
42.350 jiwa
4
1990
22.423
23.282
45.705 jiwa
Sumber: Biro Pusat Statistik, Kabupaten Bantul Tahun 1960, 1970, 1980, 1990.
Oleh karena itu penduduk di wilayah Desa Wijirejo melakukan kegiatan
pekerjaan, salah satunya yakni dengan pengembangan di sektor pengrajin, selain
berkecimpung dalam bidang pertanian, dan bidang lainnya yakni dalam pengrajin
kain batik.
Pada tahun 1960 jumlah unit produksi kain batik di Desa Wijirejo
berjumlah 20 unit pengrajin. Kesemua unit pengrajin tersebut hanya mengerjakan
pekerjaan reng-rengan, nerusi dan nembok. Jumlah unit pengrajin pada tahun
16
Biro Pusat Statistik, Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun
1970, hlm. 17.
39
1970 mengalami penambahan menjadi 28 unit pengrajin kain batik, dengan daya
serap tenaga kerja mencapai 530 orang tenaga kerja. Pada tahun 1980 jumlah unit
pengrajin kain batik mengalami peningkatan menjadi 34 unit pengrajin dengan
daya serap tenaga kerja berjumlah sekitar 620 orang.17
Tabel 4
Jumlah Pengrajin Batik
di Desa Wijirejo Pada Tahun 1960, 1970, 1980, 1997.
No
Tahun
Jumlah Pengrajin
Tenaga Kerja
1
1960
20 Unit Pengrajin
180 Pekerja
2
1970
28 Unit Pengrajin
530pekerja
3
1980
34 Unit Pengrajin
620 pekerja
4
1997
10 Unit Pengrajin
90 pekerja
Sumber: Laporan Pertanggung Jawaban Desa Wijirejo dan Dinas Perindustrian,
Perdagangan Tahun 1960, 1970, 1980, 1997.
Berdasar data BPS selain bekerja di sektor kerajinan/sebagai pengrajin
(kisaran 12,59%), masyarakat di Desa Wijirejo sekitar tahun 1988 hingga 1993
tidak banyak mengalami perubahan dalam orientasi bekerja antara lain sebagai:
Petani sejumlah
: 39,05%
ABRI
: 0,97%
Transportasi
: 5,73%
Pedagang
: 11,19%
Pensiunan sipil
: 2,70%
Pensiunan ABRI
: 0,97%
17
Laporan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten
Bantul Tahun 1980-1990.
40
Lembaga Keuangan/ Bank
: 0,05%
Pemerintahan
: 8,78%
Jasa Konstruksi
: 7,0%
Penggalian
: 0,21%
Lainnya
: 10,7%.18
Penduduk Desa Wijirejo mayoritas adalah suku Jawa dan beragama
Islam. Kondisi keagamaan di desa Wijirejo tidak banyak mengalami kendala dan
permasalahan. Rasa toleransi dan keberagaman beragama selalu bisa terjalin
dengan baik, hal ini dibuktikan bahwa masyarakat desa Wijirejo tidak terpengaruh
isu-isu SARA (suku, ras dan agama) yang bersifat nasional maupun lokal. Kondisi
semacam ini juga dibuktikan dengan tempat peribadatan antar agama yang
berlainan bangunannya berdampingan (jarak tak begitu jauh). Dalam kegiatan
kemasyarakatan antar pemeluk agama yang berlainan tidak ada kesan agama yang
minoritas maupun mayoritas dalam kehidupan masyarakat di Desa Wijirejo.
Tempat ibadah yang terdapat di Desa Wijirejo meliputi, Masjid berjumlah 13
buah, Gereja berjumlah 1 buah, Kapel berjumlah 1 buah. Untuk Pura, Wihara,
maupun Klentheng di desa Wijirejo tidak ada karena pemeluk agamanya
jumlahnya sedikit bahkan tidak ada.19
18
19
Biro Pusat Statistik, Kecamatan Pandak dalam Angka,1988-1993.
Laporan Monografi Desa Wijirejo, Tahun 1980, hlm. 9.
41
2. Keadaan Sosial dan Pemukiman
Manusia diciptakan bukan sebagai makhluk individu melainkan sebagai
makhluk sosial yang membutuhkan orang lain atau memerlukan bantuan guna
keberlangsungan hidup. Hal tersebut tentunya akan memunculkan suatu yang
disebut sebagai proses sosial. Proses sosial dapat dijabarkan sebagai perubahanperubahan dalam struktur masyarakat sebagai hasil dari komunikasi dan usaha
saling mempengaruhi para individu dalam kelompok Desa.20
Disamping itu, karena individu secara tidak sadar sambil menyesuaikan
diri juga mengubah secara tidak langsung bersama dengan individu lain dan
masyarakatnya, dapat dikatakan bahwa setiap individu maupun kelompok
mempunyai peranan atau fungsi masing-masing dalam masyarakat. Adapun
beberapa ciri utama dari masyarakat adalah :
a. Tinggal dalam suatu daerah atau adanya ikatan geografi.
b. Adanya hubungan yang tetap dan teratur.
c. Memiliki kepentingan bersama.
d. Memiliki norma-norma.21
Masyarakat Desa Wijirejo dapat dikelompokan sebagai masyarakat
berbentuk Gemeinschaft hal tersebut dapat dicirikan sebagai suatu masyarakat
yang lebih spontan, ikatan manusia yang lebih sederhana yakni berdasarkan pada
ikatan ekologi, ikatan berdasarkan keadaan biologi, dan geografi. Hal ini
20
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Jakarta:
Putra A Bardin, 1999), hlm. 13.
21
Ibid., hlm. 14.
42
dibuktikan dengan eksisnya keberadaan gotong-royong di kalangan masyarakat
Desa Wijirejo.22 Kegotong-royongan dan kebersamaan menjadi kebiasaan hidup
masyarakat pedesaan. Adanya gotong-royong merupakan salah satu bukti bahwa
masyarakat masih memegang norma-norma dan nilai kemasyarakatan, karena
dalam gotong-royong seseorang merelakan bekerja tanpa digaji atau diupah.
Kegiatan gotong-royong dilakukan dalam berbagai hal, misalkan dalam kegiatan
pertanian, dan membantu tetangga yang mengalami kesusahan. Sebagai contoh
ketika ada salah satu warga yang meninggal dunia (adanya peringatan kematian
berdasar siklus tanggal, seperti 7 hari, 40 hari, 100 hari, 2 tahun, dan 1000 hari)
maka dengan tangan terbuka dan hati yang tulus akan membantu sebisa mungkin.
Seperti setiap perempuan membawa sebaki beras, yang telah diambil
sejumput oleh orang yang sedang berduka cita untuk disebarkan ke luar pintu,
sebagian lagi ditanak untuk slametan. Orang laki-laki membawa alat pembuat
nisan, usungan untuk membawa mayat ke makam (Bandhoso), dan lembaran
papan untuk di letakkan di liang lahat.23 Dalam bidang lain gotong-royong juga
dilakukan seperti membangun fasilitas umum seperti pembangunan jalan, pos
keamanan demi kepentingan warga masyarakat terutama dalam hal pemukiman.
Pola pemukiaman penduduk di Desa Wijirejo seperti halnya pola
pemukiman penduduk di Kabupaten Bantul pada umumnya. Pola pemukiman
Desa Wijirejo membentuk pola menggerombol, yakni saling berdekatan satu sama
22
Waritno, wawancara di Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul, 21
November 2013.
23
Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa,
terj. Aswab Mahasin, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1989), hlm. 92.
43
lain. Unit pemukiman terbagi menjadi kedalam petak-petak tanah merupakan
kesatuan tempat tinggal. Bentuk bangunan rumah juga mencerminkan status
seseorang. Material bangunan rumah yang dipakai di Desa Wijirejo dapat
dikategorikan dalam bentuk rumah yang berdindidng tembok ( 1231 rumah ),
dinding setengah tembok ( 88 rumah ) dan jenis lainnya ( 311 rumah ). Sedangkan
atap bangunan rumah dapat dikelompokkan kedalam dua jenis yakni atap rumah
yang menggunakan material genting ( 1630 rumah ) dan sejenisnya. Rumah di
Desa yang beralas ubin sejumlah ( 1319 rumah ) dan yang masih beralas tanah
sejumlah 311.24
Bangunan rumah pemilik pengrajin kain batik akan berbeda dengan
rumah seorang buruh tani atau pegawai. Bangunan rumah seorang pemilik
pengrajin batik memiliki satu ruangan besar dimana tempat tersebut digunakan
untuk menampung para pekerja yang sedang membatik. Selain itu halaman rumah
juga cukup luas, hal ini dikarenakan untuk tempat proses penjemuran kain batik
setelah dicelupkan ke air pewarnaan. Bangunan rumah besar yang berkeramik dan
memiliki ruang yang luas dan lapang mampu menunjukkan status yang
berpengaruh dalam sosial kemasyarakatan. Di tengah-tengah pemukiman desa
terdapat jalan baik dusun maupun person. Penduduk di Desa Wijirejo dalam
pembuatan rumah selalu menghadap ke arah jalan. Hal tersebut dilakukan karena
akan memudahkan dalam melakukan mobilitas dan kegiatan.
Bentuk pola pemukiman di Desa Wijirejo yang cukup rapat seperti itu
apabila dilihat secara sosio kultural akan membentuk pola perilaku masyarakat
24
BPS, Kecamatan Pandak dalam angka 1970-1900
44
yang lebih kolektif (kebersamaan) kegotong royongan dan kekeluargaan. Interaksi
antar satu dengan lainnya terjalin sebagai bentuk kehidupan bersosial di
lingkungan masyarakat. Hubungan sosial tersebut dapat terjadi karena adanya
kontak sosial dan komunikasi. Interaksi sosial ini terjadi dalam keluarga, tetangga,
dan masyarakat luas. Wijirejo merupakan daerah pedesaan, seperti masyarakat
pedesaan pada umumnya, masyarakat secara kolektif atau gotong- royong yang
berjalan secara baik dalam hal suka maupun duka.
Download