Boks: Kiat Bantul Bangkit Setelah Gempa Kurang lebih satu tahun yang lalu kabupaten ini bisa dikatakan akan lama bangkit, melihat kerusakan dampak gempa yang begitu dasyat dengan jumlah korban material dan immaterial yang terhitung nilainya. Namun dugaan tersebut tidak sepenuhnya terbukti. Peranan masyarakat dan dukungan Pemerintah Daerah ternyata kunci dari semua itu. Bantul: Bencana dan Kebangkitan. Kabupaten Bantul, sebagai daerah dengan sejumlah keterbatasan, tentu juga dihadapkan pada masalah-masalah “umum” yang sama dengan daerah lain, seperti pengangguran dan kemiskinan. Setelah reformasi, Kabupaten Bantul, sesungguhnya telah mulai melakukan penataan ulang terhadap seluruh langkah pembangunan yang dijalankan, dengan mengadopsi cara berpikir (paradigma) baru, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan partisipasi rakyat, tata pemerintahan yang baik, otonomi, dan tentu saja local wisdom. Kepercayaan warga kepada pemerintah yang telah menurun tajam, telah dibangkitkan, karena bagaimana pun proses pembangunan tidak akan mungkin dapat berjalan dengan baik tanpa adanya “kepercayaan” dan juga kerjasama yang konstruktif, dalam koridor hukum yang berlaku. Pada 27 Mei 2006, telah terjadi bencana gempa, yang merupakan suatu “jeda” sejarah, suatu “interupsi” dari alam. Rakyatnya tidak menyangka bahwa gempa dengan kekuatan 5,9 skala richter, selama kurang dari satu menit (57 detik), telah meluluhlantakkan sebagian besar bumi Bantul, atau bahkan seluruh wilayah Kabupaten Bantul. Lebih dari empat ribu jiwa meninggal, ribuan orang luka berat, dan ratusan ribu terkena dampak, baik luka ringan, tekanan psikologis, trauma, dan lain-lain. Puluhan ribu rumah rusak roboh/berat, sebagian besar lainnya masuk dalam kategori rusak sedang dan rusak ringan. Bukan hanya itu, sarana publik, seperti sarana kesehatan, pendidikan, pertanian, pasar, pemerintahan, dan lain-lain, juga mengalami kerusakan, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Paska bencana gempa, terdapat empat masalah dasar yang harus dihadapi rakyat dan pemerintah, yakni: Pertama, menurunnya kualitas hidup dan kehidupan rakyat. Kedua, menurunnya kualitas layanan pelayanan umum, sebagai akibat kerusakan sejumlah sarana dan prasarana. Ketiga, terganggunya perekomian rakyat atau bahkan dapat dikatakan bahwa perekonomian rakyat sempat lumpuh beberapa saat setelah gempa bumi terjadi. Keempat, masalah-masalah lain sebagai akibat dari dinamika dalam pelaksanaan proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Persis di seperti cerita “kesedihan akibat bencana”, terdapat kisah yang menggembirakan dan sekaligus sebagai sebuah “keajaiban’, yakni tingginya semangat hidup rakyat dan besarnya solidaritas yang mengalir, sehingga masalahmasalah yang muncul sedikit demi sedikit dapat diatasi. Gerakan Bantul Bangkit, yang digerakkan oleh seluruh elemen masyarakat dan pemerintah, telah mampu membangkitkan daya juang dan kesediaan untuk bekerja kembali, serta kesadaran bahwa bantuan pada akhirnya akan berakhir; bahwa nasib rakyat Bantul berada pada rakyat Bantul sendiri. Optimisme dalam menyongsong masa depan yang lebih baik, merupakan kekuatan utama Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi 17 yang kini dimiliki oleh Bantul, dan dengan itulah, masyarakat dan PEMDA bersama-sama akan mencoba menggeliat, menata hidup dan mencapai masa depan yang Projotamansari, Sejahtera, Demokratis dan Agamis. Program Pengentasan Kemiskinan. Gambaran kualitatif kondisi paska bencana gempa bumi 27 Mei 2006, tersebut, secara sengaja dihadirkan, dengan maksud memberikan suatu gambaran mengenai “terjadinya perubahan” tantangan pembangunan di Kabupaten Bantul. Jumlah penduduk miskin dan pengangguran telah mengalami peningkatan paska bencana, dimana kini tercatat sebanyak 74.362 KK miskin (35%), dan pengangguran terbuka sebanyak 8,95%. Kondisi ini tentu saja akan mengubah semua rencana awal yang telah disusun sebagai Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah. Tantangan baru yang dihadapkan pada kenyataan keterbatasan kemampuan pemerintah, sebagai akibat peningkatan beban pembangunan, tentu saja menuntut suatu strategi pembangunan yang lebih kontekstual, berwawasan pengurangan resiko bencana dan berorientasi melakukan percepatan perbaikan kualitas kehidupan rakyat, serta menurunkan jumlah mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Bagi pemerintah Kabupaten Bantul, pembangunan dimengerti sebagai upaya sistematis untuk mengurangi atau menghilangkan segala belenggu yang menjadikan kemampuan rakyat berkurang, seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan kesenjangan. Dengan demikian, inti pembangunan adalah upaya memberikan ruang seluas-luasnya bagi rakyat atau mereka yang paling “tertindas”, sehingga mereka mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Untuk mencapai maksud tersebut, 18 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi dibutuhkan suatu proses identifikasi yang akurat (partisipatif) mengenai: (1) persoalan pokok; (2) potensi yang dimiliki; dan (3) kelompok masyarakat yang paling marjinal, paling “tertindas” atau yang paling membutuhkan bantuan. “Melakukan identifikasi yang cermat dan akurat menyangkut persoalan, potensi dan aspirasi, bukanlah pekerjaan mudah, sebab data mengenai daerah seringkali bukan merupakan data yang dapat dijamin validitasnya. Selama ini PEMDA Bantul masih bergantung pada data salah satu intansi resmi penyedia data, padahal banyak pengalaman di daerah yang menunjukkan bahwa data dari instansi tersebut masih bermasalah. Kasus penyaluran dana BLT atau SLT adalah contoh yang paling kongkrit”. Demikian yang diungkapkan Bupati Bantul. Dengan informasi (database) yang tepat inilah diharapkan akan dapat disusun suatu rencana kerja (pembangunan) yang lebih tepat, langsung kepada target groups yang akan menjadi fokus pemberdayaan. Pengalaman Kabupaten Bantul, menemukan ada lima target groups, yakni: (1) buruh tani dan petani miskin; (2) nelayan kecil; (3) pengrajin; (4) pedagang pasar tradisional; dan (5) pengangguran. Untuk kelompok masyarakat yang sama sekali tidak memiliki kemampuan, maka yang dilakukan adalah mengembangkan bantuan karitatif. Namun untuk kelompok masyarakat yang memiliki sedikit kemampuan untuk berusaha, dikembangkan program yang memungkinkan mereka melakukan usaha produktif, sehingga memberi penghasilan. Pengetahuan yang komprehensif mengenai persoalan dan harapanharapan rakyat, merupakan faktor kunci dalam perencanaan pembangunan. Pertama, masalah-masalah yang ada dapat diidentifikasi dengan baik sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk merumuskan upaya-upaya/tindakantindakan sebagai tindak lanjut mengatasinya. Kedua, berdasarkan pada masalah-masalah yang diidentifikasi tersebut, dapat dirumuskan tujuan perencanaan dengan baik sehingga memperjelas apa yang perlu dilakukan, siapa yang menjadi target groups, dan apa yang ingin dicapai. Ketiga, rencana dan program dapat dirumuskan sesuai dengan kebutuhan dan direalisasi sesuai dengan waktu yang ditetapkan (Riyadi-Dedi S. Bratakusumah, 2003:203). PEMDA Bantul berpandangan bahwa kemiskinan merupakan problem yang kompleks, multi dimensi, dan banyak faktor penyebabnya. Jika membuat suatu yang ekstrem, maka dapat dikatakan terdapat dua sumber yang layak menjadi pusat perhatian PEMDA, yakni warga miskin dan lingkungan dimana mereka tinggal. Yang pertama menunjuk pada kemampuan internal warga miskin, dalam memberikan respon terhadap kebutuhan dasarnya, sedangkan yang kedua lebih menunjukan situasi eksternal, lingkungan tempat dimana warga miskin hidup. Kadangkala seseorang memiliki kemampuan, namun lingkungan tidak mendukung, atau sebaliknya. Dengan dasar ini, maka segala upaya mengatasi, menanggulangi, atau apapun istilahnya, seharusnya menyentuh dua sumber tersebut. Pada satu sisi membantu orang untuk mengatasi situasi sulit yang dihadapi, dan di sisi yang lain membantu melalui intervensi, sehingga tercipta suatu lingkungan yang lebih ramah pada warga miskin. Dalam kaitan itulah, Bantul memperkenalkan tiga jalan, yang mungkin bukan suatu jalan baru, yakni: · Pertama, berupa upaya untuk mengurangi sejauh mungkin pengeluaran keluarga miskin. Pada sisi ini, program penanggulangan kemiskinan harus mampu menyediakan kebutuhan dasar, atau setidak-tidaknya memberikan subsidi sehingga akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar, seperti konsumsi sehat, kesehatan, pendidikan, kesenian, energi · · dan mobilitas, dapat dipenuhi dengan biaya murah. Contoh kongkret yang dilakukan oleh Pemda Bantul khususnya paska gempa adalah memberi pembebasan biaya IMB Korban gempa. Pembebasan ini dianggarkan sebesar Rp2,7 miliar. Kedua, berupa upaya untuk meningkatkan pendapatan, sehingga daya beli atau kemampuan keluarga miskin meningkat. Pada sisi ini, program penanggulangan kemiskinan harus mampu mengembangkan dan memberi akses keluarga miskin pada usaha produktif, serta memberikan fasilitasi, agar produk yang dihasilkan diserap pasar dengan harga yang memadai. Salah satu upaya kongkret yang dilakukan oleh Pemda Bantul mencari pasar terhadap komoditi bawang merah yang ketika itu mengalami panen raya dan harganya turun. Agar harga tersebut tidak terus menurun, Pemda (dalam hal ini Bupati Bantul) melakukan kontak ke Bupati-Bupati di daerah lain terutama yang membutuhkan bawang merah. Hal serupa juga dilakukan ketika terjadi panen raya komoditas padi. Ketiga, berupa upaya meningkatkan keberdayaan keluarga miskin, bukan sekedar dari sisi ekonomi, melainkan juga secara politiksosial-budaya. Peningkatan keberdayaan masyarakat, mencerminkan bahwa program bukan sekedar berangkat dari pendekatan ekonomi, melainkan berangkat pendekatan yang menyeluruh. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan, sesungguhnya merupakan tiga langkah utama, yakni: (1) Melakukan perencanaan yang matang berbasis pada data yang akurat dan database yang tunggal, yang menjadi dasar dari seluruh program yang dikembangkan; (2) Melakukan upaya-upaya sedemikian rupa sehingga Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi 19 keluarga miskin berkurang beban hidupnya, melalui berbagai bantuan yang bertujuan untuk meringankan, -mengurangi, membebaskan bebanbeban (biaya) yang harus dikeluarkan keluarga; dan (3) Melakukan upaya-upaya pemberdayaan. Data yang dimaksud, bukan saja menyangkut jumlah, melainkan juga berkaitan dengan kondisi dan posisi keluarga miskin tersebut. Data ini diproyeksikan dapat menampilkan profil dari keluarga miskin, termasuk masalah-masalah yang dihadapi. Dalam konteks pemberdayaan ekonomi rakyat (UKM, UMKM, sektor informal), dari hasil identifikasi, masalah-masalah yang dihadapi adalah: (1) belum optimalnya penataan kelembagaan; (2) keterbatasan modal (usaha); (3) lemahnya kemampuan teknis; (4) belum optimalnya kemitraan; dan (5) masalah-masalah baru yang muncul paska bencana, termasuk rusaknya sebagian sarana produksi, khususnya di kalangan pengrajin. Dengan pemahaman tersebut, upaya pemberdayaan diarahkan pada: Pertama, menyederhanakan perijinan dan memperluas akses kepada sumber permodalan. Kedua, memperluas dan meningkatkan kualitas intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi. Ketiga, melakukan pendampingan dan terus menumbuhkan semangat usaha baru, serta dorongan untuk meningkatkan usaha (perbaikan kinerja produksi). 20 dan sisanya dari pembiayaan rutin itulah yang digunakan sebagai energi untuk proses pemberdayaan. Komitmen yang besar, namun didukung kapasitas yang memadai, tentu saja tidak cukup. Oleh sebab itulah, Pemerintah senantiasa terbuka bagi kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari perguruan tinggi sampai dengan dunia perbankan, terutama berkait dengan dukungan perluasan akses permodalan bagi ekonomi rakyat. Pemerintah Kab. Bantul senantiasa terbuka untuk bentuk-bentuk kerjasama yang menguntungkan rakyat dan mempercepat proses pengurangan jumlah mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Komitmen, kesungguhan dalam kerja dan sinergi, akan menjadi kata kunci dalam pengentasan kemiskinan. Disamping itu, role model seorang pemimpin yang empati terhadap rakyat sangat diperlukan seperti yang ditunjukkan oleh para pimpinan PEMDA Bantul dalam aktifitas kesehariannya. Dalam waktu yang dapat dikatakan cukup singkat, secara umum ekonomi Bantul telah menunjukkan tanda-tanda kembali normal (seperti sebelum terjadinya gempa). Spanduk-spanduk penyemangat yang jumlahnya ratusan dan terpampang disetiap pelosok wilayah Bantul juga merupakan salah satu poin penting kebangkitan mental masyarakatnya setelah gempa. Pemerintah Kabupaten Bantul menyadari sepenuhnya bahwa upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, dalam konteks pengentasan kemiskinan, tentu saja tidak akan mungkin dapat dilakukan (Sumber : Makalah H.M. Idham Samawi yang disampaikan dalam Seminar Nasional “Peningkatan Peran Lembaga Keuangan Daerah sebagai Sumber Pembiayaan Sektor Usaha Informal dalam Mendukung Pengentasan Kemiskinan”, diselenggarakan Pusat Pendidikan dan Studi secara eksklusif, melainkan membutuhkan dukungan dan kerjasama yang luas. Kesadaran ini didasarkan pada kenyataan bahwa kemampuan yang dimiliki pemerintah, terutama bila dilihat dari perspektif pembiayaan (APBD), mengingat sebagian besar dari dana APBD diserap untuk keperluan rutin, Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia dan Universitas Gadjah Mada, di Auditorium MM UGM Jalan Teknika Utara Barek, Senin 3 September 2007, Yogyakarta. Dan hasil spot-check di lapangan dan wawancara kepada beberapa tokoh masyarakat Bantul) Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi