Kajian atas Sistem Keuangan Pemerintah dalam - KKJI

advertisement
Kajian atas Sistem Keuangan
Pemerintah dalam Pengelolaan
Hibah Luar Negeri
oleh:
Drajad Sulistyana
Azrin Rasuwin
2013
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
1
Kajian atas Sistem Keuangan Pemerintah dalam Pengelolaan Hibah
Luar Negeri
oleh:
Drajad Sulistyana
Azrin Rasuwin
Penyunting:
Pahala Nainggolan
Rony Megawanto
Handoko Adi Susanto
Dana untuk melakukan kajian dan publikasi ini disediakan oleh Marine Protected Areas Governance – United
States Agency for International Development (MPAG – USAID). Pandangan dan pendapat yang disampaikan
dalam publikasi ini merupakan pandangan dan pendapat pribadi penulis, dan tidak selalu mencerminkan
pandangan dan kebijakan USAID, Pemerintah Amerika Serikat maupun Pemerintah Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISTILAH
RINGKASAN EKSEKUTIF
5
6
9
BAB I: PENDAHULUAN
A. Ruang Lingkup
B. Metodologi
C. Regulasi yang Terkait
13
15
17
17
BAB II: ASPEK PERENCANAAN
A. Hibah-terencana
B. Hibah-langsung
C. Simpulan
21
22
24
25
BAB III: ASPEK PENGANGGARAN
A. Hibah-terencana
B. Hibah-langsung
C. Simpulan
27
30
31
31
BAB IV: ASPEK PELAKSANAAN ANGGARAN/PENCAIRAN DANA
33
BAB V: ASPEK AKUNTANSI DAN PELAPORAN
39
BAB VI: ASPEK AUDIT
43
BAB VII: DESAIN PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI DENGAN MENGGUNAKAN
SISTEM PEMERINTAH
45
A. Penerimaan Hibah Luar Negeri untuk Pemda melalui KemenKP
46
B. Penerimaan Hibah Luar Negeri untuk Pemda melalui Trust Fund50
C. Penerimaan Hibah Luar Negeri untuk LSM melalui KemenKP dengan Mekanisme
Hibah Langsung 52
D. Penerimaan Hibah Luar Negeri untuk LSM melalui Trust Fund dengan Mekanisme
Hibah Langsung
54
E. Mekanisme Audit Pengelolaan Hibah Luar Negeri 56
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
3
4
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
KATA PENGANTAR
Laporan ini merupakan kajian atas sistem keuangan pemerintah (disebut HCS-Host Country
System) dalam pengelolaan dana hibah luar negeri untuk kegiatan konservasi kelautan dan
merupakan salah satu komponen dalam program MPAG di tahun pertama. Kajian ini mencakup
tiga kegiatan utama, yaitu assessment, pengembangan desain, dan pelatihan/lokakarya HCS.
Kajian HCS bertujuan untuk memahami sistem keuangan di Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KemenKP) dalam menyalurkan dana hibah luar negeri bagi Pemerintah Daerah, LSM,
kelompok masyarakat, dll. Kajian ini menjadi penting sebab di tingkat nasional pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Presiden No 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian dan di tingkat
daerah sudah ada inisiasi pengembangan sistem pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD). Namun pada kenyataannya, belum ada Dana Perwalian (Trust Fund) dan BLUD
yang terbentuk untuk dijadikan contoh.
Kajian dilakukan terhadap regulasi-regulasi terkait dengan penyaluran dana hibah luar negeri,
termasuk melalui mekanisme Dana Perwalian dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait seperti
Kementerian Keuangan dan Bappenas. Berdasarkan hasil kajian ini, disusun desain penyaluran
dana hibah luar negeri yang efektif. Selanjutnya kajian regulasi dan desain disosialisasikan pada
KemenKP dengan mengundang unit-unit terkait seperti Direktorat KKJI, Biro Hukum, Sesditjen
KP3K, Inspektorat Jenderal, Balitbang, Biro Keuangan, dan Biro Perencanaan.
Semoga kajian ini bermanfaat.
Penulis
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
5
DAFTAR ISTILAH
A4DES
ADB
APBD
APBN
Bappenas
BAST
BPK
BPKP
BUMN
BUMD
BUN
CALK
Coremap
CSO
CTSP
Daltu
Dalnis
DIPA
Ditjen KP3K
Ditjen P2HP
Dit EAS
Dit KKJI
Dit PA
Dit PKN
DJPb
DJPK
DJPU
DKP
DPA
DPR
DPRD
DRKH
DRPPHLN
6
Sekretariat Bantuan untuk Efektivitas Pembangunan
Bank Pembangunan Asia
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Berita Acara Serah Terima
Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Daerah
Bendahara Umum Negara
Catatan atas Laporan Keuangan
(Satker) Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang
Organisasi Masyarakat Madani
Coral Triangle Support Partnership
Pengendali Mutu (Auditor Utama)
Pengendali Teknis (Auditor Madya)
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian
Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen, Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang, Kementerian Keuangan
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal Kelautan
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Direktorat Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Kementerian Keuangan
Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Kementerian Keuangan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Direkturg Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan
Dinas Kelautan dan Perikanan
Daftar Pelaksanaan Anggaran
Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Daftar Rencana Kegiatan Hibah
Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
GEF
Global Environment Facility
HCS
Host Country System
JC
Komitmen Jakarta
JFPR
Japan Fund for Poverty Reduction
JICA
Japan International Cooperation Agency
KAP
Kantor Akuntan Publik
Kemen KP
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kemeneg PPN Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
K/LKementerian/Lembaga
Keppres
Keputusan Presiden
KKLD
Kawasan Konservasi Laut Daerah
KKP
Kawasan Konservasi Perairan
KKP3K
Kawasan Konservasi Perairan dan Pulau-pulau Kecil
KKPN
Kawasan Konservasi Perairan Nasional
Komnasko Laut Komite Nasional Konservasi Laut
KPA
Kuasa Pengguna Anggaran
KPPN
Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara
KUN
Kas Umum Negara
LAKIP
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
L/C
Letter of Credit
LKPP
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
LRA
Laporan Realisasi Anggaran
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
LWA
Lembaga Wali Amanat
MAK
Mata Anggaran Penerimaan
MAP
Mata Anggaran Pengeluaran
Meneg PPN
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
MPAG
Marine Protected Areas Governance
MPHL-BJS
Memo Pencatatan Hibah-Langsung bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga
MRP
Marine Resources Program
MWA
Majelis Wali Amanat
NTT
Nusa Tenggara Timur
PA
Pengguna Anggaran
PD
Deklarasi Paris
PDA
Pengelola Dana Amanat
Pemda
Pemerintah Daerah
Perpres
Peraturan Presiden
PMK
Peraturan Menteri Keuangan
PP
Peraturan Pemerintah
PPK
Pejabat Pembuat Komitmen
PPN
Perencanaan Pembangunan Nasional
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
7
PP-SPM
RAPBD
RAPBN
Renja
Renstra
RfP
RKA-K/L
RKA-SKPD
RKP
RKUN
RKUD
RPH
RPJM(N)
RPJP
SA-BUN
SAI
Satker
SDM
Setjen
SKPD
SPHL
SPM
SPP
SP2D
SP2HL
SPTJM
SP3HL-BJS
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Rencana Kerja
Rencana Strategis
Permintaan untuk Mengajukan Proposal
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
Rancana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
Rencana Kerja Pemerintah
Rekening Kas Umum Negara
Rekening Kas Umum Daerah
Rencana Pemanfaatan Hibah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (Nasional)
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara
Sistem Akuntansi Instansi
Satuan Kerja
Sumberdaya Manusia
Sekretariat Jenderal
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Surat Pengesahan Hibah-Langsung
Surat Perintah Membayar
Surat Permintaan Pembayaran
Surat Perintah Pencairan Dana
Surat Perintah Pengesahan Hibah-Langsung
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak
Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah-Langsung bentuk Barang/Jasa/
Surat berharga
TNP
Taman Nasional Perairan
ToR
Kerangka Acuan Kerja
UAKPA-BUN
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara
UAP-BUN
Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara
UAPPA/B-E1
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang tingkat Eselon-1
UAPPA/B-W
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang tingkat Wilayah
UNDP
United Nations Development Programme
USAID
United States Agency for International Development
UUUndang-Undang
8
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
RINGKASAN EKSEKUTIF
Marine Protected Areas Governance (MPAG) adalah program bantuan hibah dari United
States Agency for International Development (USAID) yang bertujuan mendukung Pemerintah
Indonesia dalam mencapai komitmen pengembangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) hingga
mencapai luas 20 (dua puluh) juta hektar pada tahun 2020 dan pengelolaan yang efektif serta
berkelanjutan bagi KKP tersebut.
Komitmen Jakarta (Jakarta Commitment-JC) dicanangkan pada tahun 2009 oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) dan sudah disepakati oleh perwakilan dari 22 lembaga/negara
donor, termasuk pemerintah AS. Dengan demikian, USAID dan Pemerintah Indonesia perlu
mengimplementasikan semangat yang terkandung di dalamnya untuk peningkatan efektivitas
pemanfaatan bantuan hibah. Pemanfaatan hibah dilakukan antara lain dengan penggunaan sistem
pemerintah (Government System atau Host Country System/HCS) sepanjang memungkinkan dalam
pengelolaan hibah.
MPAG diminta untuk melakukan kajian atas HCS dalam pengelolaan dana hibah, secara khusus
dalam bidang konservasi perairan. Kajian dilakukan pada unit kerja terkait di Kementerian
Kelautan dan Perikanan (Kemen KP) sebagai representasi lembaga pemerintah yang bertanggung
jawab secara teknis dalam bidang konservasi perairan.
Tujuan kajian ialah untuk: (1) memberikan gambaran mengenai pelbagai perangkat regulasi
keuangan yang berlaku sekarang, termasuk regulasi terbaru yang terkait dengan dana hibah dari
luar negeri, (2) memberikan gambaran mengenai implementasi regulasi di unit kerja terkait, dan
(3) memberikan kesimpulan mengenai regulasi dan implementasi pengelolaan dana hibah.
Simpulan atas keandalan HCS mencakup siklus perencanaan, penganggaran, pencairan dana,
implementasi program, pelaporan keuangan serta audit yang dilakukan atas dana hibah. Kajian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi USAID sebelum memutuskan penggunaan
HCS dalam pengelolaan dana hibah ke Indonesia.
Kajian atas HCS mencakup pengelolaan hibah luar negeri dalam bidang konservasi perairan
yang merupakan: (1) hibah-terencana, (2) hibah-langsung, dan (3) hibah barang/jasa pada siklus
keuangan pemerintah sebagaimana didiskusikan di halaman berikut:
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
9
TAHAP PERENCANAAN:
Untuk hibah-terencana, pada tahap perencanaan kegiatan/program regulasi sudah mengatur
tata cara perencanaan untuk hibah luar negeri. Namun, implementasi regulasi dalam bidang
konservasi perairan masih memerlukan perbaikan karena perencanaan masih belum sepenuhnya
merujuk pada data dasar dan kemajuan capaian indikator kinerja setiap tahun.
Adapun untuk jenis hibah-langsung, termasuk hibah dalam bentuk barang/jasa, meskipun
regulasi sudah mengatur, namun dalam bidang konservasi perairan tidak ditemukan jenis hibah
ini dalam tahap perencanaan sistem keuangan pemerintah. Hal ini disebabkan hibah-langsung
diimplementasikan di luar sistem keuangan pemerintah.
TAHAP PENGANGGARAN
Sebagai lanjutan dari tahap perencanaan, regulasi untuk hibah-terencana sudah ditetapkan oleh
pemerintah. Demikian pula implementasinya, termasuk dalam bidang konservasi perairan.
Untuk hibah-langsung, karena tidak tercakup dalam tahap perencanaan, maka regulasi dan
implementasinya belum ada dalam sistem pemerintah. Hal ini juga terjadi dalam bidang konservasi
perairan, yang kerap diistilahkan sebagai hibah yang off-budget dan off-treasury. Hibah-langsung
menurut regulasi pemerintah dapat masuk ke dalam sistem pemerintah apabila diikuti dengan
revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Dalam revisi ini, anggaran pemerintah ditambah
dengan hibah-langsung.
TAHAP PELAKSANAAN ANGGARAN/PENCAIRAN DANA
Untuk hibah-terencana, mekanisme pelaksanaan/pencairan dana sudah diatur dengan jelas
sebagai lanjutan dari proses perencanaan dan penganggaran pemerintah. Permasalahan yang
ditemui adalah pengelolaan operasional kegiatan yang terlambat dari jadwal.
Untuk hibah-langsung, pencairan dana tidak relevan karena tidak berada dalam sistem pemerintah,
kecuali hibah-langsung yang telah dimasukkan ke dalam revisi DIPA. Pencairan di luar kas negara
masih dianggap sebagai bagian dari sistem pemerintah, sepanjang rekening dan hibah sudah
didaftarkan serta transaksi pencairan dana dilaporkan ke kas negara.
Hibah-langsung dalam bentuk barang/jasa sudah diatur secara memadai. Hibah barang/jasa tidak
memerlukan revisi DIPA. Pengesahan dari Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen, Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang (Dit EAS, DJPU) dan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara
(KPPN) dibutuhkan agar hibah ini dicakup dalam sistem pemerintah.
10
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
TAHAP PELAPORAN
Mekanisme pelaporan keuangan (akuntansi) dan tata cara implementasi hibah terencana maupun
hibah langsung telah ditetapkan. Masalah yang ditemui adalah kurangnya kemampuan para tenaga
pelaksananya, termasuk pemahaman mereka akan aturan-aturan baru yang diterbitkan oleh
Kementerian Keuangan atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Kendala lain untuk hibah-langsung ialah, apabila realisasi keuangannya tidak dilaporkan, maka
hibah ini tidak tercatat pada laporan keuangan kementerian.
TAHAP AUDIT
Walaupun Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemen KP melakukan audit atas hibah luar negeri, audit
ini bukan merupakan audit atas program kerja khusus. Masalah yang ditemui adalah pemahaman
auditor tentang akuntansi, termasuk tentang pelaporan hibah luar negeri, yang masih perlu
ditingkatkan agar proses penelaahan laporan keuangan kementerian lebih efektif.
Secara umum, sistem keuangan pemerintah tentang hibah sudah didukung dengan regulasi yang
lebih baik dan selalu diperbarui, namun implementasinya mengalami keterlambatan karena adanya
beberapa pengaturan baru yang menyertai regulasi pendukung tersebut tadi.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
11
12
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
BAB I.
PENDAHULUAN
Melalui program Marine Protected Areas Governance (MPAG), USAID memberikan hibah kepada
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anggota konsorsium dengan mekanisme yang tergolong
sebagai Off budget dan Off treasury. Pengertian mekanisme Off budget adalah dana hibah yang
diterima oleh lembaga di Indonesia, namun besarannya tidak tercatat dalam sistem keuangan
pemerintah karena tidak tercantum dalam anggaran Kementerian/Lembaga. Istilah Off treasury
merujuk pada pengelolaan dana hibah yang tidak dilakukan melalui kas negara, baik penerimaan
dana maupun pengeluaran dana untuk kegiatan. Dana hibah diberikan kepada penerima melalui
rekening yang dibuka untuk tujuan tertentu dan rekening ini tidak didaftarkan sebagai bagian dari
rekening bank milik pemerintah.
Secara umum, hibah yang diberikan oleh USAID kepada pemerintah Indonesia disalurkan melalui
kontraktor berbentuk perusahaan atau lembaga nirlaba seperti perguruan tinggi atau Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) atau bentuk lembaga lainnya. Dana hibah ini diberikan kepada
pelaksana untuk kemudian, berdasarkan rencana kerja yang sudah disetujui, diimplementasikan,
baik pada tingkat kementerian ataupun pada tingkat Pemerintah Daerah (kabupaten/kota) atau
bahkan pada tingkat komunitas.
Sejak tahapan perencanaan hingga audit atas pelaksanaannya, hibah ini tidak tercantum dalam sistem
keuangan pemerintah meskipun dalam pelaksanaannya sudah ada upaya untuk mensinkronisasikan
kegiatan hibah dengan kegiatan atau program pemerintah. Namun, sinkronisasi tersebut hanya
dilakukan secara informal sehingga sifatnya lebih pada koordinasi kegiatan hibah dengan kegiatan
pemerintah. Demikian halnya dengan pengelolaan dana. Baik dalam proses penerimaan maupun
pengeluaran, dana hibah ini belum melalui sistem perbendaharaan yang dikoordinasikan oleh
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb).
Sementara itu, Deklarasi Paris (Paris Declaration--PD) pada tahun 2005 telah menumbuhkan
semangat kuat untuk mengubah cara negara berkembang dan mitra pembangunannya dalam
berkomunikasi satu sama lain untuk memaksimalkan manfaat bantuan luar negeri demi
terwujudnya tujuan pembangunan nasional negara tuan rumah. Indonesia memiliki sejarah panjang
dalam hal bantuan luar negeri, baik pinjaman maupun hibah. Dalam APBN 2012, bantuan luar
negeri menyumbang kurang dari lima persen anggaran pendapatan tahunan Pemerintah Indonesia
dimana satu persen diantaranya disumbang oleh hibah luar negeri. Hibah luar negeri digunakan
terutama untuk memudahkan pertukaran informasi dan pembelajaran guna memperkuat dan
memperbaiki kemampuan nasional. Guna menjaga keterikatan dengan Deklarasi Paris beserta
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
13
asas pemilikan dan kepatuhannya selaku negara tuan rumah, Indonesia mengumumkan Komitmen
Jakarta (Jakarta Commitment--JC) pada tanggal 12 Januari 2009. Dengan ditandatangani oleh 26
perwakilan mitra pembangunan, Komitmen Jakarta bertujuan mewujudkan asas Deklarasi Paris
ke dalam bentuk tindakan. Pengumuman mengenai Komitmen Jakarta tersebut diikuti dengan
pembentukan Sekretariat Bantuan untuk Efektivitas Pembangunan (A4DES) oleh Bappenas, yang
bertujuan memperlancar dan memantau pelaksanaan Arahan dari Komitmen Jakarta, termasuk
keterlibatan Organisasi Masyarakat Madani (Civil Society Organization--CSO) dalam proses
pembangunan.
Prakarsa USAID FORWARD pada tahun 2010 dirancang untuk mengubah cara USAID dalam
menjalankan kegiatannya, yaitu dengan kemitraan baru, penegasan pada inovasi, dan pusat
perhatian yang selalu pada hasil. Prakarsa tersebut memberi kesempatan kepada USAID untuk
melakukan perubahan pada lembaganya dan mencurahkan segenap potensinya untuk mewujudkan
pembangunan yang berdampak besar.
Salah satu dari bidang pokok USAID FORWARD ialah Reformasi Pelaksanaan dan Pengadaan:
USAID akan mengubah proses kegiatannya – dengan mengontrak dan memberi hibah kepada
mitra setempat yang lebih banyak dan beragam, dan membina kemitraan secara tepat sehingga
selanjutnya, bantuan tidak lagi diperlukan di negara tempat kegiatan lembaga tersebut. Untuk
mewujudkannya, USAID menekankan pada proses, menambah keterlibatan usaha kecil,
menetapkan sasaran peningkatan kemampuan secara terukur dalam perjanjian pelaksanaannya,
dan menerapkan sistem negara tuan rumah apabila memungkinkan.
Sistem Negara Tuan Rumah (HCS) yang ideal memungkinkan hibah luar negeri “Masuk dalam
Perencanaan, Masuk dalam Anggaran, Masuk dalam Kas Negara, dan Masuk dalam Audit” (“On
Plan, On Budget, On Treasury, and On Audit”). Masuk dalam Perencanaan berarti hibah luar negeri
semestinya menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana
Kerja (Renja) tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP) dan/atau Pemerintah
Daerah dan memiliki sasaran terukur untuk dicapai. Hibah tersebut tertata untuk mendukung
pencapaian hasil program nasional. Masuk dalam Perencanaan berarti bahwa hibah luar negeri
telah diprakirakan dan dimasukkan ke dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Renja tahunan
instansi-instansi tersebut.
Masuk dalam Anggaran berarti hibah luar negeri dicakup dalam laporan keuangan Kemen
KP dan/atau Pemerintah Daerah, yang menunjukkan semua sumberdaya yang tersedia untuk
pemerintah dalam mencapai sasaran programnya. Masuk dalam Kas Negara berarti hibah luar
negeri semestinya disalurkan ke dalam sistem kas pemerintah. Terakhir, Masuk dalam Audit ialah
keadaan dimana kegiatan yang dibiayai oleh hibah luar negeri merupakan bagian dari sistem audit
pemerintah.
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk memungkinkan keadaan yang
dibutuhkan melalui serangkaian upaya seperti penyempurnaan peraturan, penegakan peraturan
yang ada, dan pengembangan alat bantu dalam upaya mendekati keadaan yang diinginkan.
14
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
Serangkaian peraturan keuangan publik yang diterbitkan pada awal 2000 mengganti sistem
keuangan pemerintah Indonesia.Yang perlu diperhatikan ialah terpisahnya anggaran kementerian
dan Pemerintah Daerah sebagai konsekuensi dari pelaksanaan desentralisasi. Perubahan lain ialah
diperkenalkannya saluran pembiayaan baru yang disebut hibah atau bantuan sosial. Dana tersebut
dapat diberikan kepada LSM sebagai bagian dari keterlibatan masyarakat dalam mencapai
indikator kinerja kementerian atau Pemerintah Daerah berdasarkan proposal yang diajukan.
Dalam hal ini menteri atau kepala daerah memiliki diskresi untuk menentukan penerima hibah
tersebut. Akan tetapi, saluran pembiayaan seperti ini bermasalah karena kurangnya keterbukaan
dan pertanggungjawaban yang telah menyebabkan penyalahgunaannya.
Dengan menerapkan USAID FORWARD dalam pelaksanaan Komitmen Jakarta, USAID - melalui
komponen 3 dalam MPAG - melakukan kajian terhadap sistem keuangan pemerintah pada
umumnya dan dalam bidang kelautan atau konservasi perairan pada khususnya dalam menerima
dan mengelola dana hibah luar negeri.
A. RUANG LINGKUP
Kajian mencakup tahap yang tergolong hulu, yaitu proses penyusunan Rencana Strategis
(Renstra) konservasi laut di Indonesia dan Renja tahunan sebagai turunannya. Kajian ini bertujuan
memastikan peran pemerintah dan para pemangku kepentingan lain dalam mencapai sasaran
atau indikator kinerja yang telah ditetapkan, yang kemudian memperkirakan jumlah dana atau
sumberdaya yang dibutuhkan. Kemudian, kajian atas tahap hilir, yaitu proses anggaran tahunan
pemerintah. Kajian ini bertujuan untuk memastikan bahwa anggaran tahunan pemerintah selaras
dengan Renja tahunan, yang diturunkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Dalam proses ini, boleh jadi ditemukan ketidakajekan antara perencanaan dan sumberdaya yang
dicadangkan untuk program atau kegiatan.
Kajian diharapkan juga dapat mengidentifikasi kekurangan yang harus dipenuhi antara pendanaan
yang tersedia dalam anggaran pemerintah pusat dan daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD) dengan dana yang
seharusnya tersedia untuk bidang konservasi laut di Indonesia.
Tahap perencanaan merupakan kunci bagi proses selanjutnya. Apabila hibah luar negeri yang
diterima tercantum dalam proses perencanaan, maka hibah tersebut akan tercermin dalam
pelbagai dokumen penganggaran dan pencairan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Proses
penganggaran dan pencairan dana serta pelaporan keuangan sesungguhnya tergantung pada
proses perencanaan sehingga apabila hibah tidak masuk ke dalam perencanaan pemerintah, maka
hibah tersebut tidak akan ada pada tahap selanjutnya.
Sumber: Lister, 2008, Risks and Rewards in Using Country Systems (Risiko dan Manfaat dalam Menggunakan Sistem
1.
Negara). Seminar Mokoro, Oxford sebagaimana dikutip dari Laporan Tahunan 2010, Komitmen Jakarta, Aid for
Development Effectiveness (Bantuan untuk Efektivitas Pembangunan).
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
15
Kajian proses penganggaran mencakup penyaluran dana untuk digunakan oleh pihak-pihak lain
seperti LSM, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Penyaluran dana mencakup cara pemberian
dana kepada penerima-akhir, pengelola dana, dan pengadaan barang/jasa yang menggunakan dana
ini. Efektivitas anggaran merupakan hal terpenting dalam kajian guna memastikan bahwa usulan
anggaran diperlukan guna mencapai indikator kinerja; ini merupakan prioritas program pemerintah.
Pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah akan ditinjau untuk memberikan informasi mengenai
keterbukaan dan pertanggungjawaban prosesnya. Kajian juga mencakup pemantauan dan
pengawasan atas penggunaannya. Kajian pengadaan dalam sistem pemerintah bertujuan untuk
memastikan keandalan dan kelengkapannya dan memadai tidaknya peraturan untuk diterapkan
pada hibah luar negeri.
Pengendalian atas pencairan uang dalam sistem pemerintah akan ditinjau, yang dimulai dari usulan
pembayaran hingga penyerapan dana untuk pihak ketiga. Pengendalian tersebut telah diterapkan
oleh satuan kerja pemerintah selama bertahun-tahun dan proses ini perlu ditinjau kembali untuk
mengkaji lama waktu dan perkiraan kesulitan dalam prosesnya.
Mekanisme laporan keuangan dari satuan kerja terendah atau LSM akan dikaji dan dibandingkan
antara peraturan dan keadaan senyatanya. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui lama waktu
tepatnya dan isi laporan yang dibutuhkan dalam sistem pelaporan berkala pemerintah. Sampel
akan diambil untuk memastikan memadai tidaknya informasi yang disampaikan.
Pemantauan dan evaluasi kegiatan yang dibiayai dengan APBN akan dikaji untuk menjamin
efektivitasnya sebagaimana ditunjukkan dalam laporan atau dokumen, termasuk tindak-lanjut
atas kegiatan pemantauan dan evaluasinya. Metodologi dan alat bantu pemantauan dan penilaian
kegiatan akan ditinjau untuk melihat perlu tidaknya tambahan metodologi atau alat bantu.
Audit dan pengawasan atas audit internal dan eksternal untuk kegiatan yang dibiayai dengan
APBN dilakukan, termasuk untuk kegiatan yang dilaksanakan di kabupaten. Sistem dan penerapan
audit keuangan akan ditinjau untuk menjamin bahwa sistem audit yang ada memadai secara
teknis. Sampel laporan audit akan ditelaah, kompetensi auditor yang ditugaskan dan cara kerja
pengawasan juga merupakan bagian yang dikaji.
Audit kinerja semestinya dilakukan terhadap kegiatan yang dibiayai APBN. Yang juga ditelaah
adalah laporan dan program audit untuk melihat apakah secara teknis keduanya memadai.
Tindak-lanjut atas hasil audit akan dijadikan hal terpenting dalam audit tersebut. Pada akhirnya,
akan ditetapkan apakah audit keuangan dan audit kinerja pemerintah yang ada sudah memadai
dan apakah audit tambahan dibutuhkan.
16
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
B. METODOLOGI
Kajian diawali dengan telaah pustaka. Kemudian dilakukan serangkaian wawancara terstruktur
dengan para pejabat yang terkait dengan pokok kajian, dan terakhir dilakukan konfirmasi atas
informasi yang diterima berdasarkan rujukan kegiatan sejenis.
Kajian melibatkan personel/pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan: Direktorat KKJI,
Sekretariat Ditjen KP3K, Biro Keuangan, dan Inspektorat Jenderal. Juga terlibat adalah personel/
pejabat Kementerian Keuangan: Direktorat Sistem Penganggaran dan Direktorat Pinjaman dan
Hibah. Selain itu kajian ini juga melibatkan pejabat BPKP: Direktorat Pengawasan Pinjaman dan
Hibah Luar Negeri.
C. REGULASI YANG TERKAIT
Sistem keuangan pemerintah dalam hal hibah diatur dalam berbagai peraturan yang terkait, yaitu:
1. Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Dalam UU ini, diatur tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana pembangunan jangka panjang, menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU ini mengatur batasan
keuangan Negara, penegasan Presiden sebagai pemegang kuasa pengelolaan keuangan negara,
penyusunan dan penetapan APBN/APBD, hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
Pemerintah Daerah (Pemda), pelaksanaan APBN/APBD, dan pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan negara.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. PP ini antara lain mengatur tentang penerimaan hibah
melalui dua alternatif, yaitu terencana dan langsung, dan melalui dana perwalian serta hibah
yang bersumber dari luar negeri dapat dipinjamkan atau diterushibahkan kepada Pemerintah
Daerah atau dipinjamkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. PP ini antara lain
menegaskan bahwa hibah kepada Pemda yang berasal dari luar negeri harus melalui
pemerintah dengan mekanisme penerusan hibah.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L). PP ini antara lain mengatur proses serta
jangka waktu penyusunan RKA-K/L dalam rangka penyusunan rancangan APBN.
6. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian. Peraturan
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
17
Presiden ini mengatur mekanisme penyaluran dana hibah melalui lembaga wali amanat yang
dibentuk oleh kementerian teknis sebagai satuan kerja kementerian.
7. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengajuan
Usulan, Penilaian, Pemantauan, dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri
dan Hibah.
Peraturan ini mencakup mekanisme perencanaan, pengajuan usulan dan penilaian, pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari hibah dan pinjaman
luar negeri.
8.Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme
Pengelolaan Hibah. PMK ini mengatur tata cara pengesahan hibah-langsung dalam bentuk
uang dan barang/jasa yang diterima oleh pemerintah.
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah.
PMK ini mengatur akuntansi pendapatan dan belanja hibah. Melalui PMK ini, Menteri Keuangan
menetapkan Ditjen Pengelolaan Utang sebagai Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum
Negara (UAP-BUN) Pengelola Hibah, Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen selaku
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA-BUN) untuk
transaksi pendapatan dan belanja hibah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku
UAKPA-BUN untuk transaksi belanja hibah kepada Pemda.
10.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.05/2011 tentang Tata Cara Penarikan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. PMK ini antara lain mengatur tata cara penarikan
hibah luar negeri untuk hibah terencana, yang dapat dilaksanakan dengan lima cara.
11.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.05/2011 tentang Tata Cara Penyaluran Hibah
kepada Pemerintah Daerah. PMK ini mengatur penetapan Dirjen Perimbangan Keuangan
(DJPK) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Hibah kepada Pemda, penyusunan dan
pengesahan DIPA serta penyaluran hibah kepada Pemda.
12.Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 81/Pb/2011 tentang Tata Cara Pengesahan Hibah
Langsung Bentuk Uang dan Penyampaian Memo Pencatatan Hibah-Langsung Bentuk Barang/
Jasa/Surat berharga. Peraturan ini mengatur format formulir yang dipergunakan dalam hibah
langsung berbentuk uang, barang/jasa, dan surat berharga.
Berdasarkan beberapa peraturan di atas, hibah didefinisikan sebagai penerimaan pemerintah
dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang
tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri. Atas pendapatan
hibah tersebut, pemerintah mendapat manfaat secara langsung, yang digunakan untuk mendukung
tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga (K/L) atau diteruskan kepada Pemda, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
18
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
Secara garis besar, hibah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:
• Hibah-terencana
• Hibah-langsung.
Hibah-terencana adalah hibah yang diperoleh dengan mekanisme yang direncanakan, mulai dari
pengajuan kegiatan yang didanai dari hibah, pencantuman dalam Daftar Rincian Kegiatan Hibah
(DRKH) dari Bappenas, penandatanganan hibah, pencantuman dalam APBN dan Dokumen
Anggaran (termasuk registrasi hibah) serta pencairan dananya melalui Kantor Pelayanan dan
Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Bendahara Umum Negara (BUN) di daerah, dan untuk
selanjutnya dipertanggungjawabkan.
Hibah-terencana mencakup sebagai berikut (Penjelasan Pasal 48, Ayat 2, PP No. 10 Tahun 2011):
1. Hibah yang diberikan untuk mempersiapkan dan/atau mendampingi pinjaman;
2. Hibah yang telah masuk dalam dokumen perencanaan yang disepakati bersama antara
pemerintah dan pemberi hibah;
3. Hibah yang memerlukan dana pendamping;
4. Hibah yang dilaksanakan oleh LSM melalui pemerintah;
5. Hibah dalam rangka kerjasama antarinstansi dengan pemberi hibah di luar negeri seperti
sister city.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa hibah-terencana sudah masuk dalam sistem keuangan
pemerintah. Namun untuk jenis hibah ini, USAID tidak dapat memberikan hibah kepada
pemerintah secara langsung sehingga dalam implementasinya USAID menunjuk kontraktor, baik
perusahaan maupun lembaga-lembaga nirlaba.
Dalam bidang konservasi laut, proyek Coremap merupakan salah satu contoh hibah-terencana
yang sudah menjadi bagian dari sistem keuangan pemerintah, termasuk proses pengadaan barang
dan jasanya pun merujuk pada sistem pemerintah.
Sedangkan hibah-langsung adalah hibah yang diterima tanpa melalui tahap perencanaan atau
tidak mengikuti tahap APBN. Hibah dapat diserahkan oleh pemberi hibah kepada K/L kapan
pun dan pencairan dananya tidak melalui KPPN. Hibah yang melalui proses perencanaan, namun
pencairannya tidak melalui KPPN, juga dikelompokkan sebagai hibah-langsung. Agar mekanisme
penerimaan dan penggunaan hibah oleh K/L sesuai dengan mekanisme APBN, maka K/L wajib
melakukan registrasi, izin pembukaan rekening, revisi DIPA, dan pengesahan.
Hibah-langsung mencakup sebagai berikut (Penjelasan Pasal 48, Ayat 3, PP No. 10 Tahun 2011):
1. Hibah untuk penanggulangan bencana alam, bencana bukan-alam, dan bencana sosial;
2. Hibah dalam rangka kerjasama teknik antara K/L dengan pemberi hibah luar negeri seperti
lokakarya, pelatihan, seminar;
3. Hibah diserahkan langsung kepada K/L atas permintaan donor.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
19
Kedua macam hibah tersebut sekarang dilaksanakan dalam sistem keuangan pemerintah.
Perbedaan antara hibah-terencana dan hibah-langsung dijelaskan pada tabel di bawah ini:
NoUraian
Hibah-terencana
Hibah-langsung
1.
Penandatangan Perjanjian
Menteri Keuangan atau Hibah pejabat yang ditunjuk
Menteri/pimpinan lembaga
penerima hibah atau pejabat
yang ditunjuk
2.
Bentuk hibah
Uang
Uang, barang/jasa, surat
berharga
3.
Pencairan dana hibah
• Melalui KPPN (On Treasury)
• Tidak dapat dicairkan sebelum
DIPA atau RKA-K/L disahkan
• Dapat dicairkan setelah ada persetujuan pembukaan rekening
• Tidak melalui KPPN
(Off Treasury)
• Dapat dicairkan sebelum
DIPA atau RKA-K/L disahkan
• Dapat dicairkan sebelum
ada persetujuan pembukaan
rekening
4.
Mengikuti mekanisme
Ya
perencanaan
Tidak
Untuk hibah yang mengikuti
mekanisme perencanaan, tetapi
pencairan dananya tidak melalui
KPPN dikelompokkan dalam
hibah ini.
5
Pelaksana pengadaan
barang/jasa Kementerian/lembaga penerima Kementerian/lembaga penerima
hibah dengan menggunakan hibah dan/atau pemberi hibah
aturan pengadaan pemerintah
6
Waktu yang dibutuhkan sejak inisiasi hingga
pelaksanaannya
Lebih lama
7
Akuntabilitas
Lebih tinggi, dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sesuai dengan standar harga pemerintah
Lebih singkat
Lebih rendah, dicatat dalam
LKPP, dapat menggunakan
standar harga pemerintah atau
lembaga donor
Tabel 1: Perbedaan antara Hibah-terencana dan Hibah-langsung
20
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
BAB II.
ASPEK PERENCANAAN
Perencanaan pembangunan telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Perencanaan pembangunan menghasilkan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang/RPJP (20 tahun), Rencana Pembangunan Jangka Menengah/
RPJM (5 tahun), dan Rencana Kerja Pemerintah/RKP (tahunan). Perencanaan pembangunan
nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/
lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah (Pemda).
RPJM dan RKP selanjutnya dirujuk untuk penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana
Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga (K/L). Demikian juga, Pemerintah Daerah merujuknya untuk
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
RPJM II mengarah pada pemantapan/penataan kembali segala bidang dengan menekankan pada
upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), termasuk pengembangan kemampuan
ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.
dijabarkan
RENJA
-K/L
dirujuk
RPJP
NASIONAL
dipedomani
dirujuk
dijabarkan
RKP
note
dipedomani
RPJM
DAERAH
catatan
dijabarkan
RKP
DAERAH
dirujuk
RENSTRA
-SKPD
dipedomani
RENJA
-SKPD
Pemerintah
Daerah
RPJP
DAERAH
RPJM
NASIONAL
Pemerintah
Pusat
RENSTRA
-K/L
PERENCANAAN
Gambar 1: Mekanisme perencanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Terdapat sebelas prioritas nasional dalam RPJM II yaitu: 1) Reformasi birokrasi dan tata kelola, 2)
Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan kemiskinan, 5) Ketahanan pangan, 6) Infrastruktur,
7) Iklim investasi dan usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan hidup dan bencana, 10) Daerah tertinggal,
terdepan, terluar, dan pascakonflik, dan 11) Kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
21
Kemen KP berfokus pada lima prioritas, yaitu: 1) Reformasi birokrasi dan tata kelola, 2)
Penanggulangan Kemiskinan, 3) Ketahanan pangan, 4) Lingkungan hidup dan bencana, dan 5)
Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik.
Program kerja Direktorat KKJI tergolong dalam prioritas kesembilan, yaitu program aksi
bidang lingkungan hidup dan pengelolaan bencana. Adapun kegiatannya adalah pengelolaan dan
pengembangan konservasi kawasan dan jenis biota perairan.
Indikator capaian pertama adalah terkelolanya dua puluh persen kawasan ekosistem
terumbu karang, lamun, mangrove, dan lima belas jenis biota perairan yang terancam punah.
Indikatornya ada dua, yaitu kawasan konservasi laut dan kawasan konservasi perairan tawar dan
payau yang dikelola secara berkelanjutan seluas 4,5 (empat setengah) juta hektar.
Kawasan seluas 4,5 (empat setengah) juta ha tersebut dikembangkan dalam lima tahun, mulai
tahun 2010 hingga 2014, dengan perincian (setelah direvisi) setiap tahunnya ialah: 900.000 ha,
2.542.300 ha, 3.225.100 ha, 3.647.500 ha, dan 4.500.000 ha.
Indikator capaian kedua adalah jumlah kawasan konservasi dan jenis biota perairan dilindungi
yang diidentifikasi dan dipetakan secara akurat. Luas keseluruhan kawasan konservasi (setelah
direvisi) 2 juta hektar mulai tahun 2011 hingga 2014, dengan perincian setiap tahunnya sebagai
berikut: 700 ribu ha, 500 ribu ha, 500 ribu ha, dan 300 ribu ha. Jenis biota perairan dilindungi mulai
tahun 2010 hingga 2014, setelah revisi, ialah tiga jenis dan bertambah sebanyak tiga jenis setiap
tahunnya.
Jumlah kawasan konservasi perairan sampai dengan Juni 2012 adalah 108 kawasan, dengan luas
15,7 juta hektar. Adapun sasaran pemerintah pada tahun 2020 adalah kawasan seluas 20 juta
hektar. Dari luas seluruh kawasan yang ada sekarang, 30% dikelola oleh Kementerian Kehutanan,
35% oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan 35% selebihnya oleh Pemerintah Daerah.
Pengelolaan kawasan secara berkelanjutan mengacu pada strategi pengelolaan sebagai bagian dari
Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (Management Plan) yang wajib disusun oleh satuan
organisasi pengelola kawasan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan Nomor PER.30/MEN/2010
tanggal 30 Desember 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.
Strategi pengelolaan meliputi penguatan kelembagaan, penguatan pengelolaan sumberdaya
kawasan dan/atau penguatan sosial, ekonomi, dan budaya. Selanjutnya, strategi tersebut dijabarkan
dalam dua puluh program.
A. HIBAH-TERENCANA
Perencanaan dimulai dari pengajuan usulan kegiatan yang akan dibiayai hibah kepada Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Meneg PPN). Selanjutnya Meneg PPN menilai
kelayakan usulan kegiatan tersebut dengan memperhatikan kelayakan teknis dan keselarasan
22
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
perencanaan kegiatan. Berdasarkan hasil penilaian kelayakan, Meneg PPN menetapkan Daftar
Rencana Kegiatan Hibah (DRKH). DRKH adalah daftar rencana kegiatan tahunan yang layak
dibiayai dengan hibah dan telah mendapatkan kepastian akan didanai oleh calon pemberi hibah.
DRKH disusun dengan berpedoman pada RPJMN dan memperhatikan Rencana Pemanfaatan
Hibah (RPH). RPH adalah dokumen yang memuat arah kebijakan, strategi, dan pemanfaatan hibah
jangka menengah (lima tahunan) sesuai dengan prioritas pembangunan nasional. RPH disusun
dengan berpedoman pada RPJMN.
Menteri/Pimp Lembaga
START
Mengusulkan kegiatan yang
akan dibiayai dengan hibah
Usulan
DRKH
Meneg PPN
Menteri Keuangan
a. Melakukan penilaian
usulan kegiatan,
berpedoman pada RPJM
dan memerhatikan
Rencana Pemanfaatan
Hibah (RPH)
b. Hasil penilaian ditetapkan
dengan DRKH
c. Menyampaikan DRKH ke
Kementerian dan Menteri
Keuangan
DRKH
a. Mengusulkan kegiatan
yang akan dibiayai
dengan hibah kepada
Calon Pemberi Hibah
b. Melakukan negosiasi
dan penandatanganan
perjanjian
c.Menyampaikan
perjanjian ke K/L
Usulan
Perjanjian
Perjanjian
STOP
Gambar 2: Hibah-terencana
Selanjutnya, DRKH disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk digunakan sebagai bahan pengusulan
kepada calon pemberi hibah. DRKH juga disampaikan kepada instansi pengusul hibah sebagai bahan
penyusunan Renja kementerian/lembaga/Pemda/BUMN. Pengaturan perencanaan tersebut sesuai
dengan Peraturan Menteri Negara PPN Nomor 4 Tahun 2011 tanggal 24 Oktober 2011.
Hibah-terencana untuk kegiatan konservasi yang dilaksanakan oleh Direktorat KKJI akan melalui
penilaian sebagai berikut:
1. Harus memenuhi enam prinsip penerimaan hibah, yaitu: terbuka, dapat dipertanggungjawabkan,
efisien dan efektif, kehati-hatian, tidak disertai ikatan politik, dan tidak memiliki muatan yang
dapat mengganggu stabilitas keamanan negara (Pasal 2, PP No. 10 Tahun 2011).
2. Hibah untuk kegiatan konservasi selaras dengan RPJM dan/atau Renstra Kemen KP serta
RPH lima tahunan, khususnya Direktorat KKJI.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
23
Hibah diarahkan pada pencapaian indikator kinerja Direktorat KKJI, yaitu pengelolaan secara
berkelanjutan atas 21 kawasan terpilih hingga tahun 2014 dengan tingkat pengelolaan hijau dan
biru untuk 12 kawasan dan 9 kawasan lainnya serendah-rendahnya kuning. Kecukupan dana
pengelolaan dan pengembangan konservasi dapat dilakukan dengan membandingkan anggaran
yang dikelola oleh Direktorat KKJI secara keseluruhan, yaitu dana yang dikelola langsung oleh
Direktorat KKJI, dana daerah, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dana hibah lain yang
ada, dan dana yang diperkirakan ada menurut Renstra.
Menurut Renstra, dana yang dibutuhkan untuk kegiatan pengelolaan dan pengembangan
konservasi kawasan dan jenis biota perairan pada tahun 2013 adalah sebesar Rp190,2 miliar dan
pada tahun 2014 sebesar Rp220,7 miliar. Kebutuhan dana yang selalu meningkat sejak tahun 2010
sejalan dengan luas kawasan yang terus bertambah.
Pada tahun 2010, luas kawasan yang dikelola 900.000 ha dan luasan ini kemudian bertambah
menjadi 2.542.300 ha pada tahun 2011. Berikutnya, pada tahun 2012 menjadi 3.225.100 ha, pada
tahun 2013 seluas 3.647.500 ha, dan akhirnya pada tahun 2014 menjadi 4,5 juta ha. Pada tahun
2011, anggaran yang dialokasikan untuk Direktorat KKKJI adalah Rp136 miliar.
Direktorat KKJI menerima hibah-terencana melalui Satker Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu
Karang, yaitu untuk kegiatan proyek Coremap II sejak tahun 2005 hingga 2011. Perencanaan
diwujudkan dengan pencantuman kegiatan pada Buku Biru Kementerian Negara PPN dan pada
Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN) tahun 2011.
Komponen hibah pada proyek Coremap II merupakan bagian integral dengan pinjaman luar
negeri. Oleh karena itu, mekanisme perencanaannya merupakan bagian dari perencanaan
pemerintah sebagaimana pendanaan dari anggaran pemerintah. Indikator capaian direncanakan
dan ditetapkan secara khusus untuk proyek Coremap II.
B. HIBAH-LANGSUNG
Hibah-langsung tidak melalui tahap perencanaan dan dapat diterima sewaktu-waktu sepanjang
tahun anggaran. K/L wajib mengkaji maksud dan tujuan hibah serta bertanggung jawab terhadap
hibah yang akan diterima dan mengkonsultasikan rencana penerimaan hibah-langsung pada tahun
berjalan kepada Menteri Keuangan, Meneg PPN, dan menteri/pimpinan lembaga terkait lainnya
sebelum dilakukan penandatanganan perjanjian hibah.
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen KP3K) menerima hibahlangsung pada tahun 2011 melalui Satker Direktorat Pesisir dan Lautan sebesar Rp435.600.000.
Proyek Coral Triangle Support Partnership (CTSP)/Marine Protected Areas Governance (MPAG)
merupakan salah satu contoh hibah yang tidak melalui mekanisme keuangan pemerintah, tidak
melalui mekanisme perencanaan, penganggaran, pelaksanaan/pencairan dana dan, pencatatan (Off
budget dan Off treasury).
24
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
Pemberi Hibah
START
Bermaksud memberikan
hibah kepada Pemerintah
Perjanjian
Menteri/Pimp Lembaga
Menteri Keuangan
a. Mengkaji maksud/
tujuan hibah dengan
memperhatikan prinsip
penerimaan hibah
b.Mengkonsultasikan
kepada Menteri Kuangan,
Menteri Perencanaan,
menteri terkait
c. Melakukan
penandatanganan
perjanjian
Perjanjian
Perjanjian
STOP
Gambar 3. Hibah langsung
Satker Coremap II juga menerima hibah tanpa melalui mekanisme keuangan pemerintah sejumlah
USD1,7 juta. Hibah dari Japan Fund for Poverty Reduction (JFPR) melalui Bank Pembangunan
Asia (ADB) selama 3 tahun dan telah selesai pada tahun 2008 ini tidak tercatat dalam LKPP.
Aset tersisa berupa kendaraan roda 4 dan roda 2, laptop, dan sisa dana pada akhir periode hibah
menjadi tidak bertuan.
C. SIMPULAN
• Proses perencanaan pada satuan kerja pemerintah masih belum terpadu dengan pemantauan
hasil pada tahun sebelumnya atau pemantauan kemajuan program. Hal ini disebabkan oleh
tidak ditetapkannya indikator awal (baseline) pada setiap program sehingga kemajuan setiap
tahun anggaran dapat dipantau sebagai bahan perencanaan untuk masa berikutnya.
•Desentralisasi kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota menyulitkan proses
perencanaan dalam hal capaian sasaran konservasi. Kemen KP tidak dapat memerintahkan
kabupaten/kota untuk membentuk suatu kawasan konservasi perairan (KKP) atau mendorong
pengelolaan yang lebih efektif. Akibatnya mekanisme perencanaan untuk pencapaian sasaran
nasional menjadi lebih sulit karena sebagian kegiatan berada di kabupaten/kota, yang di luar
kewenangannya. Dalam beberapa hal, perencanaan kabupaten/kota tidak selaras dengan
perencanaan di kementerian dan upaya penyelarasannya terhambat atau tidak mudah karena
otonomi daerah tersebut.
• Peran dana hibah-terencana dalam pelaksanaan selaras dengan mekanisme perencanaan
karena sudah masuk dalam sistem keuangan pemerintah dan karena umumnya terkait dengan
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
25
penerimaan pinjaman luar negeri.
• Dana hibah-terencana yang terkait dengan pinjaman ini akan berjalan sepanjang masa pinjaman/
hibah. Setelahnya, tidak ada kesinambungan kegiatan, dalam artian anggaran yang dibiayai penuh
oleh pemerintah akan menurun drastis sehingga mengganggu proses pencapaian sasaran
kegiatan atau program karena hilangnya komponen hibah luar negeri.
• Hibah-langsung mencakup hibah dalam bentuk barang/jasa. Pada sistem keuangan di Kemen
KP, tidak ditemukan hibah langsung jenis ini dalam proses perencanaannya sehingga pada
akhirnya berpengaruh pada proses penganggaran, pencairan, dan seterusnya.
26
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
BAB III.
ASPEK PENGANGGARAN
dipedomani
dipedomani
RKP
RKA-K/L
RINCIAN
APBN
RAPBN
APBN
DIPA
Pemerintah
Pusat
RENJA-K/L
diselaraskan melalui “Musrenbang”
RENJA
-SKPD
dipedomani
dipedomani
RAPBD
APBD
RKA-SKPD
RINCIAN
APBD
Pemerintah
Daerah
RKP
DAERAH
DIPA
Gambar 4. Mekanisme penganggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Setelah perencanaan tahunan ditetapkan, dilanjutkan dengan proses penganggaran. Peraturan
terkait untuk itu adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian/Lembaga, yang diperuntukkan bagi pemerintah pusat; dan
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, yang diperuntukkan bagi Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Renja-K/L dan RKP, Kementerian/Lembaga menyusun RKA-K/L. Sebelum ditetapkan,
RKA-K/L dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan ditelaah oleh Kementerian
Keuangan. Atas dasar RKA-K/L tersebut, disusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN). Apabila disetujui, maka RAPBN ditetapkan menjadi APBN dengan UndangUndang. APBN terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan.
Adapun perincian lebih lanjut dari APBN ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Dengan demikian, proses penyusunan dan pengusulan anggaran kegiatan atau program dimulai sejak
proses perencanaan. Kegiatan atau program tidak akan dianggarkan apabila tidak termasuk dalam
perencanaan kegiatan sebelumnya. Demikian juga, apabila tidak termasuk dalam usulan kegiatan untuk
dianggarkan, maka selanjutnya tidak ada proses pencairan dana, pelaporan keuangan, dan audit.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
27
Satker Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan/KKJI (kode Satker 465167) menyusun
dokumen RKA-K/L. Terdapat dua kegiatan yang merupakan indikator pada Renstra dengan
anggaran sebesar Rp11,8 miliar, yaitu:
1. Kawasan konservasi laut dan kawasan konservasi perairan tawar dan payau yang dikelola
secara berkelanjutan seluas 4,5 juta ha; dan
2. Jumlah kawasan konservasi dan jenis biota perairan dilindungi yang diidentifikasi dan dipetakan
secara akurat (2 juta ha dan 6 jenis).
Selanjutnya, indikator diperinci dalam 7 output (keluaran). Ketujuh keluaran tersebut merupakan
tanggung jawab dari lima subdirektorat pada Direktorat KKJI.Adapun kaitannya dengan indikator
pada Renstra sebagai berikut:
No. Ouput
1.
Subdirektorat/
Sub Bagian Terkait
Poin Renstra Terkait
Kawasan konservasi perairan yang dirancang, Konservasi Kawasan
diidentifikasi dan dipetakan secara akurat
2
2. Kawasan konservasi yang dilindungi dan
dilestarikan
Konservasi Kawasan
1
3.
Jenis ikan yang diidentifikasi, dimanfaatkan,
dilindungi, dan dipetakan secara akurat
Konservasi Jenis Ikan
2
4.
Kawasan yang dimanfaatkan secara berkelanjutan
Pemanfaatan Kawasan
dan Jenis Ikan
1
5.
Jejaring konservasi yang dikembangkan dan
dikelola secara berkelanjutan
Jejaring, data dan informasi konservasi
1 dan 2
6.
Data dan informasi konservasi yang
dikembangkan dan dikelola
Jejaring, data dan
informasi konservasi
1 dan 2
7. Layanan perkantoran
Tata Usaha (TU)
Kegiatan pendukung
Renstra, Tupoksi
Sub bagian TU
No. Poin Renstra
1.
Kawasan konservasi laut dan kawasan konservasi perairan tawar dan payau yang dikelola secara
berkelanjutan seluas 4,5 juta Ha.
2.
Jumlah kawasan konservasi dan jenis biota perairan dilindungi yang diidentifikasi dan
dipetakan secara akurat (2 juta Ha dan 6 jenis)
Tabel 2: Tujuh keluaran tanggung jawab lima subdirektorat pada Direktorat KKJI
Dari tabel di atas, terlihat bahwa dua poin (indikator) Renstra dilaksanakan oleh empat subdirektorat, yaitu (1) Sub-direktorat Konservasi Kawasan, (2) Sub-direktorat Konservasi Jenis
Ikan, (3) Sub-direktorat Pemanfaatan Kawasan dan Jenis Ikan, dan (4) Sub-direktorat Jejaring,
Data dan Informasi Konservasi. Adapun Sub-bagian Tata Usaha menjadi pendukung kegiatan atau
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sendiri.
Enam keluaran dihasilkan untuk mendukung capaian Renstra (dua poin), yaitu: (1) Kawasan
konservasi perairan yang dirancang, diidentifikasi dan dipetakan secara akurat; (2) Kawasan
konservasi yang dilindungi dan dilestarikan; (3) Kawasan yang dimanfaatkan secara berkelanjutan;
(4) Jenis ikan yang diidentifikasi, dimanfaatkan, dilindungi dan dipetakan secara akurat; (5) Jejaring
konservasi yang dikembangkan dan dikelola secara berkelanjutan dan; (6) Data dan informasi
konservasi yang dikembangkan dan dikelola.
28
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
1. Kawasan konservasi perairan yang dirancang, diidentifikasi dan dipetakan secara akurat meliputi
komponen: (a) Identifikasi potensi KKP, (b) Fasilitasi pemantapan calon KKP, dan (c) Fasilitasi
evaluasi penetapan KKP. Hal ini terkait penambahan kawasan seluas 700 ribu ha pada tahun 2011.
2. Kawasan konservasi yang dilindungi dan dilestarikan meliputi komponen: (a) Pelaksanaan
lokakarya dan asistensi, (b) Simulasi pengelolaan KKP, dan (c) Pembinaan KKP berbasis penyu.
Hal ini terkait dengan kawasan konservasi laut yang dikelola secara berkelanjutan.
3. Kawasan yang dimanfaatkan secara berkelanjutan meliputi komponen: (a) Fasilitasi pembinaan
Kawasan Konservasi Perairan (KKP), (b) Penyusunan Standar Prosedur pemanfaatan KKP, (c)
Percontohan pemanfaatan KKP, (d) Pelatihan, lokakarya, dan pengelolaan habitat penyu. Hal
ini terkait dengan kawasan konservasi laut yang dikelola secara berkelanjutan.
4. Jejaring konservasi yang dikembangkan dan dikelola secara berkelanjutan meliputi komponen/
sub-keluaran: (a) Kegiatan Sulu Sulawesi Marine Ecoregion (SSME) dan Coral Triangle Initiative
(CTI), (b) Pertemuan dalam rangka konvensi internasional mendukung pengelolaan jejaring
konservasi kawasan dan jenis, dan (c) Fasilitasi pertemuan Komite Nasional Konservasi
(Komnasko) Laut. Hal ini terkait dengan kedua poin Renstra.
5. Data dan informasi konservasi yang dikembangkan dan dikelola, yang komponennya yaitu
pemutakhiran data dan informasi konservasi. Hal ini terkait dengan kedua poin Renstra.
Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan urusan pemerintahan,
pengelolaan pembangunan, dan pelayanan umum dalam bidang kelautan dan perikanan di daerah,
telah dilaksanakan program dan kegiatan bidang kelautan dan perikanan berdasarkan asas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. PER.25/MEN/2010 tanggal 31 Desember 2010, telah ditetapkan lingkup urusan pemerintah
bidang kelautan dan perikanan pada tahun 2011 yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai
wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi dan kepada pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota dalam rangka tugas pembantuan. Dana dekonsentrasi bersifat non-fisik sedangkan
tugas pembantuan bersifat fisik. Permen KP tidak memerinci menurut masing-masing direktorat,
tetapi Ditjen KP3K secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, pada tahun 2011, Direktorat KKJI mengelola anggaran sebesar Rp136
miliar meliputi anggaran untuk Satker KKJI, Satker Daerah, Satker Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan, dan proyek Coremap II (dengan anggaran sejumlah Rp83,8 miliar). Anggaran KKJI
yang berkaitan dengan konservasi secara langsung dan tidak langsung mencakup belanja modal,
barang, dan bantuan sosial.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
29
Menteri/Pimp lembaga
START
a. Menyusun RKA-K/L
berdasarkan Renja, RKP,
DRKH
b. Pembahasan dengan DPR
c. Meminta penelaahan
kepada Menteri Keuangan
Menteri Keuangan
a. Melakukan penelaahan
b. Menyusun RAPBN
c. Menyampaikan RAPBN
dan RKA-K/L ke DPR
RKA
-K/L
RKA-K/L
DPR
a. Pembahasan RAPBN
b. Penetapan RAPBN
menjadi UU APBN
RAPBN
KP Rincian
APBN
UU APBN
a. Menyusun DIPA
berdasarkan RKA-K/L,
Keppres Rincian APBN
b. Meminta pengesahan BUN
DIPA
a. Mengesahkan DIPA
b. Menyampaikan ke K/L
STOP
Gambar 5. Hibah Terencana
A. HIBAH-TERENCANA
Berdasarkan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L) dan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP), Kementerian/Lembaga (K/L) menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/
Lembaga (RKA-K/L). Daftar Rencana Kegiatan Hibah (DRKH) menjadi salah satu bahan
penyusunan RKA-K/L. Sebelum ditetapkan, RKA-K/L dibahas dengan DPR dan ditelaah oleh
Kementerian Keuangan. Atas dasar RKA-K/L tersebut, disusun Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN).
30
RAPBN dan RKA-K/L disampaikan oleh pemerintah kepada DPR paling lambat pertengahan
bulan Agustus setiap tahunnya. Apabila disetujui, maka RAPBN ditetapkan menjadi APBN
dengan Undang-Undang selambat-lambatnya pada akhir bulan Oktober. Adapun perincian lebih
lanjut atas APBN ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Selanjutnya, dilakukan penyusunan
dan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran. Dokumen yang selanjutnya disebut sebagai
Daftar Isian Pelaksanaan Kegiatan (DIPA) disusun oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) berdasarkan RKA-KL yang telah disetujui oleh DPR dan Keppres mengenai
Perincian
dan
disahkan
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN)
K A J I A N ATA
S S I S T E APBN
M KEUA
NGA
N P E M E oleh
R I N T Menteri
AH
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
selambat-lambatnya 31 Desember sebelum tahun anggaran berjalan.
Jumlah anggaran pada RKA-K/L yang disetujui pada umumnya lebih rendah daripada usulannya,
yang mengakibatkan berkurangnya kegiatan yang telah direncanakan tanpa mengurangi keluaran.
Dana hibah untuk kegiatan yang belum selesai dilaksanakan ditampung dalam dokumen
pelaksanaan anggaran dan menambah pagu anggaran pada tahun berikutnya. Pagu hibah Satker
Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coremap II) menurut laporan keuangan Kemen
KP tahun 2011 sebesar Rp21,6 miliar. Jumlah hibah tersebut merupakan bagian dari anggaran
proyek Coremap II secara keseluruhan yang berjumlah Rp83,8 miliar. Selisihnya berasal dari
pinjaman.
B. HIBAH-LANGSUNG
Hibah-langsung yang tanpa melalui proses perencanaan tidak melalui proses penganggaran
pemerintah. Agar tercatat dalam sistem keuangan pemerintah, hibah-langsung harus tercatat
dalam DIPA. Hal itu dilakukan melalui revisi DIPA selama tahun berjalan. Revisi DIPA dapat
dilakukan hingga batas akhir pencairan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Apabila tidak
dilakukan revisi, maka hibah tidak akan tercatat dalam sistem keuangan pemerintah (Off budget
dan Off treasury), sebagaimana halnya dengan CTSP/MPAG dan JFPR.
C. SIMPULAN
Penganggaran merupakan cerminan dari perencanaan kegiatan atau program. Agar dapat dibiayai
dengan hibah-terencana, kegiatan atau program harus sudah tercakup dalam proses perencanaan
sehingga selanjutnya juga tercakup dalam proses penganggaran. Penganggaran hibah-terencana
tersebut didasarkan pada kesepakatan hibah-terencana, yang biasanya merupakan bagian tidak
terpisahkan dari pagu pinjaman luar negeri. Penganggaran terikat pada perjanjian hibah/pinjaman
sebagaimana kegiatan atau program yang akan dilakukan.
Dalam hal hibah-langsung, karena tidak tercakup dalam proses perencanaan, maka pada tahap
penganggaran tidak ditemui kegiatan atau program yang dibiayai dengan hibah-langsung. Dalam
hal beberapa jenis hibah-langsung, dapat diusulkan dokumen penganggaran susulan yang diajukan
sebagai revisi atas penganggaran sebelumnya. Proses revisi ini diperlukan untuk memastikan
agar sewaktu pelaporan realisasi anggaran, hibah-langsung sudah tercakup dalam besar anggaran
yang dikelola. Namun dalam kenyataannya mekanisme ini tidak ditemui di lingkup Kemen KP
(Direktorat KKJI).
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
31
32
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
BAB IV.
ASPEK PELAKSANAAN
ANGGARAN/PENCAIRAN DANA
Proses pelaksanaan anggaran atau pencairan dana merupakan lanjutan dari proses perencanaan
kegiatan/program, yang termaktub dalam anggaran tahunan dan dokumen anggaran. Selanjutnya
ketika dokumen anggaran sudah disahkan untuk tahun anggaran yang bersangkutan, kegiatan/
program dijalankan berdasarkan dokumen anggaran dan jumlah anggaran yang tersedia.
Mekanisme penarikan dana dilaksanakan berdasarkan besar dana dan jenis kegiatan sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen anggaran (DIPA).
Satker
KPPN
START
a. Melalui pengujian
b. Menerbitkan SP2D
Bank Operasional
Melakukan pembayaran
sesuai SP2D
PP-SPM membuat SPM
atas permintaan PPK
melalui SPP setelah melalui
pengujian
STOP
SP2D
SPM
Gambar 6. Hibah Terencana
Hibah-terencana merupakan bagian dari proses perencanaan sehingga proses pencairan dana
berlangsung sebagaimana halnya dengan kegiatan/program yang didanai oleh APBN Rupiah Murni.
Selanjutnya, pencairan dananya ialah melalui penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) oleh KPA
kepada Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN), kemudian KPPN menerbitkan
SP2D. Baik KPA maupun KPPN menerbitkan SPM dan SP2D setelah melalui pengujian substantif
dan formal. Pengujian substantif antara lain dilakukan untuk menguji/memeriksa ketersediaan
dana pada kegiatan/sub-kegiatan/MAP/MAK dalam DIPA dan menguji dokumen sebagai dasar
penagihan (misalnya Ringkasan Kontrak). MAP ialah Mata Anggaran Penerimaan sedangkan MAK
ialah Mata Anggaran Pengeluaran.
Tata cara penarikan hibah dilakukan dengan salah satu dari lima cara berikut:
• Transfer ke Rekening Kas Umum Negara (KUN),
• Pembayaran Langsung,
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
33
• Rekening Khusus,
• Letter of Credit (L/C), dan
• Pembiayaan Pendahuluan.
Satker Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coremap II) telah merealisasikan hibah
selama tahun 2011 sebesar Rp21.522.181.512 dari anggarannya sebesar Rp21.658.150.000 atau
sebesar 99,37%.
Hibah dari Global Environment Facility (GEF),TF053350-IND, dengan Nomor Register 70528801,
berlangsung secara efektif sejak tanggal 28 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2011, yang
pelaksanaannya melalui Bank Dunia.
HIBAH-LANGSUNG
DJPUDit EAS
K/L,
PA,
KPA
• Permintaan nomor
register
DJPb,
Dit PKN
DJPbDit PA
• Permintaan izin
pembukaan
rekening
•Usulan
pengesahan revisi
DIPA
Gambar 7. Hibah Langsung
HIBAH-LANGSUNG OFF-BUDGET DAN OFF-TREASURY
Pemberi Hibah atau K/L
melakukan pembayaran
Tidak ada pengesahan
ke KPPN
Gambar 8. Hibah Langsung
Dalam hal hibah-langsung off-budget dan off-treasury, tidak ada pengesahan atas realisasi
pembayaran atas kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian, tidak ada pencatatan dalam laporan
keuangan K/L.
34
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
HIBAH-LANGSUNG ON-BUDGET DAN OFF-TREASURY
KPA meminta pengesahan ke
KPPN melakui SP2HL (Uang)
dan MPHL-BJS (Barang)
Pemberi Hibah atau K/L
melakukan pembayaran
Gambar 9. Hibah Langsung
Mekanisme pencairan hibah-langsung dapat dilakukan langsung oleh pemberi hibah atau
kontraktor yang ditunjuk atau K/L yang bersangkutan. Selanjutnya, KPA meminta pengesahan
kepada KPPN melalui sarana Surat Perintah Pengesahan Hibah-Langsung (SP2HL) dan Memo
Pencatatan Hibah-Langsung bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga (MPHL-BJS).
Sebelum melakukan pencairan, terdapat prosedur yang harus dilalui untuk hibah-langsung bentuk
uang yang diterima langsung oleh K/L, yaitu:
• Registrasi hibah ke DJPU;
• Mengajukan izin pembukaan rekening kepada DJPb c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara
(Dit PKN);
• Mengajukan penyesuaian pagu belanja yang bersumber dari hibah dalam DIPA kepada DJPb
c.q. Direktorat Pelaksanaan Anggaran (Dit PA).
DJPUDit EAS
K/L,
PA,
KPA
• Permintaan nomor
register
DJPb,
Dit PKN
DJPbDit PA
• Permintaan izin
pembukaan
rekening
•Usulan
pengesahan revisi
DIPA
Gambar10. Hibah Langsung
Adapun prosedur yang dilalui untuk hibah-langsung bentuk barang/jasa/surat berharga yang
diterima langsung oleh K/L sebagai berikut:
• Satker/KPA bersama-sama dengan pemberi hibah membuat Berita Acara Serah Terima (BAST)
Barang/Jasa/Surat Berharga;
• PA/KPA mengajukan permohonan registrasi hibah kepada DJPU berdasarkan perjanjian hibah
atau dokumen yang dipersamakan;
• Satker/KPA mengajukan pengesahan kepada DJPU c.q. Direktorat Evaluasi Akuntansi dan
Setelmen (Dit EAS) melalui sarana Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah-Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga (SP3HL-BJS).
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
35
Kementerian/lembaga dapat membelanjakan dana hibah sebelum revisi DIPA ditetapkan atau
menggunakan uang sebelum menerima persetujuan pembukaan rekening.
Hibah-langsung dapat diterima hingga batas akhir pencairan yang diperkenankan di KPPN dalam
tahun anggaran berjalan.
Pemberi
Hibah
PA, KPA
• Membuat BAST
DJPUDit EAS
DJPUDit EAS
• Permintaan nomor
register
•Pengesahan
pendapatan melalui
SP2HL-BJS
Gambar 11. Hibah Langsung
Satker Direktorat Pesisir dan Lautan menerima hibah-langsung dalam bentuk uang pada tahun
2011 sebesar Rp435 Juta dari anggaran sebesar Rp1,4 miliar. Satker melakukan registrasi di
DJPU, melakukan izin pembukaan rekening, dan melakukan revisi DIPA. Uang dari pemberi
hibah masuk ke dalam rekening yang telah mendapatkan izin dari Direktorat Pengelolaan Kas
Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Dit PKN, DJPb). Satker melaksanakan kegiatan dan
melakukan pembayaran. Selanjutnya, Satker melakukan pengesahan di KPPN.
Hibah-langsung saat ini dapat dilakukan melalui mekanisme Dana Perwalian sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2011 sebagai pelaksanaan ketentuan pada Pasal 47,
Ayat 2, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Yang dimaksud Dana Perwalian adalah dana hibah yang
diberikan oleh beberapa pemberi hibah dan dikelola oleh Lembaga Wali Amanat (LWA) untuk
tujuan penggunaan tertentu. Lembaga Wali Amanat dibentuk oleh menteri setelah mendapat
pertimbangan dari Meneg PPN dan Menteri Keuangan. Lembaga Wali Amanat terdiri dari Majelis
Wali Amanat (WMA) dan Pengelola Dana Amanat (PDA). Majelis Wali Amanat dipersamakan
dengan Satuan Kerja (Satker).
Dengan melalui Lembaga Wali Amanat tersebut, seluruh dana dicatat dan mengikuti mekanisme
APBN. Majelis Wali Amanat antara lain bertugas untuk menetapkan program pengelolaan,
memerintahkan pembayaran, melakukan penarikan dana hibah, dan menetapkan pengelola dana
amanat. Pengelola Dana Amanat bertugas untuk menangani administrasi dan keuangan dan
melakukan pembayaran atas perintah Majelis Wali Amanat. Keanggotaan Majelis Wali Amanat
terdiri dari personel yang berasal dari kementerian/lembaga pembentuk, dan dapat berasal dari
kementerian/lembaga terkait, pihak lain yang terkait dengan pemanfaatan dana perwalian, dan
yang ditunjuk oleh pemberi hibah. Majelis Wali Amanat dapat menunjuk pihak tertentu sesuai
36
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
dengan perjanjian hibah untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Pengelola Dana Amanat dapat
berupa kementerian/lembaga, lembaga multilateral, LSM, badan usaha nasional dan/atau lembaga
keuangan asing .
SIMPULAN
Dalam hal hibah-terencana, mekanisme pelaksanaan anggaran/pencairan dana sudah mencakup
hibah ini dengan telah ditetapkannya tata-cara pelaksanaannya. Permasalahan yang muncul
lebih pada pengelolaan operasional kegiatan oleh pelaksana kegiatan yang kurang mendukung
berjalannya kegiatan secara lebih tepat waktu dan tepat sasaran.
Adapun untuk hibah-langsung dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan, belum ada
mekanisme pelaksanaan anggaran/pencairan dana, kecuali pengesahan atas realisasi pelaksanaan
hibah. Apabila hibah-langsung tidak diikuti dengan revisi DIPA, maka akan terbuka kemungkinan
hibah tidak tercatat dalam sistem keuangan pemerintah atau menjadi off budget dan off treasury
seperti halnya CTSP/MPAG dan JFPR.
Adapun hibah-langsung dalam bentuk barang/jasa, kemungkinan kecil untuk tidak masuk ke
dalam sistem keuangan pemerintah dibandingkan dengan hibah-langsung dalam bentuk uang
karena tidak diharuskannya melakukan revisi DIPA. Sebagai gantinya cukup dengan mengajukan
pengesahan pendapatan kepada DJPU, Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen (Dit EAS). K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
37
38
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
BAB V.
ASPEK AKUNTANSI DAN PELAPORAN
Kementerian/Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Aset
Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
SP2D
LAPORAN
AKHIR -K/L
POKJA
PROVINSI
ESELON
1
K/L
POKJA
BLU
KPPN/
PKN
Pinjaman &
Hibah
KANWIL
DJPBN
Investasi
Pemerintah
Pinjaman
Terusan
LAPORAN
AKHIR
PEMERINTAH
PUSAT
- LRA
- NERACA
- CALK
KONSO
LIDASI
DJPBN
DAPK
Transfer
Lokal
Subsidi &
Belanja Lain
Institusi
Lain
- LRA
- NERACA
- ARUS KAS
- CALK
BUN
LAPORAN AKHIR
BUN
- LRA
- NERACA
- ARUS KAS
- CALK
Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara
Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara
Gambar 12. Akuntansi dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan pelaksanaan anggaran mengacu pada peraturan yang ada, yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sebagai tindak lanjut
dari Undang-Undang tersebut, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Adapun peraturan yang lebih terperinci
adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari dua sub-sistem, yaitu:
Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
SA-BUN dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN)
sedangkan SAI oleh Kementerian/Lembaga.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
39
Satuan kerja merupakan entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun
laporan keuangan untuk digabungkan dengan entitas pelaporan. Dokumen sumber pencatatan
adalah SPM, SP2D, dan dokumen lain sebagai hasil pelaksanaan anggaran. Laporan keuangan yang
dihasilkan terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan
Keuangan (CALK). Satker mengirimkan laporan kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna
Anggaran/Barang Tingkat Wilayah (UAPPA/B-W). UAPPA/B-W menghimpun dari seluruh Satker
dan diserahkan kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang tingkat Eselon
1 (UAPPA/B-E1). Hasil penghimpunan dari UAPPA/B–E1 tersebut diserahkan kepada Unit
Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang tingkat Kementerian/Lembaga.
Penggabungan dari pelaporan SA-BUN dan SAI menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP). LKPP terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan. Proses pencatatan mulai Satker hingga Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat menggunakan perangkat lunak tertentu yang telah ditetapkan.
Baik hibah-terencana maupun hibah-langsung dicatat dalam laporan keuangan satker, kementerian/
lembaga maupun laporan keuangan pemerintah pusat dengan sarana atau dokumen sumber
yang berbeda. Hibah-terencana menggunakan sarana Surat Perintah Membayar (SPM) dari KPA
dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dari KPPN. Sementara hibah-langsung menggunakan
sarana Surat Pengesahan Hibah-Langsung (SPHL) dalam hal hibah bentuk uang dan persetujuan
Memo Pencatatan Hibah-Langsung bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga (MPHL-BJS), yang
keduanya dari KPPN.
Kementerian/lembaga sebagai entitas akuntansi mencatat hibah dalam Sistem Akuntansi Instansi
(SAI), yaitu dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) atas realisasi belanja barang
(rekening 52), belanja modal (rekening 53), dan/atau belanja bantuan sosial (rekening 57). Juga
dicatat dalam neraca atas persediaan, aset tetap, dan aset lainnya yang dihasilkan. Satker mencatat
belanja hibah setelah mencocokkannya dengan KPPN. K/L mencocokkan setiap triwulan belanja
yang bersumber dari hibah-langsung bentuk uang, barang, dan jasa dengan pendapatan hibah yang
dicatat oleh DJPU.
Adapun pendapatan hibah dicatat oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN)
dan secara struktural dilaksanakan oleh DJPU sebagai entitas pelaporan untuk hibah atau sebagai
Unit Akuntansi Pembantu-Bendahara Umum Negara (UAP-BUN). DJPU menggabungkan seluruh
transaksi pendapatan hibah dan belanja hibah (pengeluaran pemerintah pusat dalam bentuk uang/
barang/jasa/surat berharga kepada Pemerintah Daerah, pemerintah lainnya, atau perusahaan daerah)
setiap UAKPA-BUN. Laporan keuangan UAP-BUN pengelola hibah selanjutnya digabungkan dengan
UAP-BUN yang lain oleh Unit Akuntansi BUN yang dilaksanakan oleh DJPb.
K/L sebagai entitas akuntansi dan pelaporan, khususnya atas pelaksanaan belanja yang sumber
dananya dari hibah melaporkan belanja dalam LRA. Terhadap hibah dalam bentuk barang,
K/L melaporkannya dalam neraca, LRA, dan CALK. Adapun hibah dalam bentuk jasa, K/L
melaporkannya dalam LRA dan CALK.
40
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
Pelaksanaan akuntansi dan pelaporan di Biro Keuangan yang perlu mendapat perhatian ialah
sebagai berikut:
1. Biro Keuangan tidak mencatat hibah dalam bentuk barang/jasa dan hanya mencatat transaksi
hibah uang. Dalam kenyataannya, KemenKP telah menerima hibah barang/jasa selama tahun
2011 sebesar Rp16 miliar dan hanya dicatat dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
Perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Pemberi hibah: Wageningen UR Rp1.260.821.638 — Kemen KP (Setjen).
b. Pemberi hibah: UNDP senilai Rp2.753.000.000 — Kemen KP (Setjen).
c. Pemberi hibah: JICA -- Kemen KP (Ditjen P2HP)
2. Pencatatan jumlah hibah-langsung dalam bentuk uang dalam LRA tidak sesuai dengan
perinciannya. Jumlah hibah-langsung bentuk uang menurut LRA dan perinciannya berbeda
sebesar Rp823 juta dari Rp 13 miliar yang tercantum.
Hal ini disebabkan Satker dan Biro Keuangan tidak pernah mencocokkan data hibah secara
khusus. Akibatnya, perincian hibah menurut SAI (menurut Satker) dan menurut pemberi hibah
belum dapat dibandingkan. Untuk mengetahui data menurut pemberi hibah, sebenarnya dapat
diketahui dari catatan pengelola hibah yang dilaksanakan oleh DJPU selaku UAKPA-BUN.
Pemantauan dan evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan dan keuangan dilakukan oleh K/L dan
dilaporkan kepada Meneg PPN dan Menteri Keuangan per triwulan. Pemantauan dan evaluasi
mencakup perkembangan realisasi penyerapan dana, perkembangan pencapaian pelaksanaan fisik,
perkembangan proses pengadaan barang dan jasa, permasalahan yang dihadapi, dan tindak lanjut
yang diperlukan. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi tersebut, Meneg PPN menerbitkan
Laporan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah.
SIMPULAN
Baik hibah-terencana maupun hibah-langsung telah memiliki mekanisme akuntansi/pelaporan
dengan telah ditetapkannya tata cara pelaksanaannya oleh Kementerian Keuangan. Kendala
yang ditemui adalah kemampuan personel pada Biro Keuangan dan Satker yang terkait dalam
melaksanakan akuntansi/pelaporan, terutama yang berhubungan dengan peraturan yang belum
lama diterbitkan.
Dalam hal hibah-langsung, masih terbuka kemungkinan bagi pengelola kegiatan untuk tidak
melaporkan realisasi keuangannya kepada Biro Keuangan Kemen KP karena tidak tercantum
dalam proses penganggaran awal dan tidak melakukan revisi atas dokumen anggaran ketika
hibah-langsung dimulai. Oleh karenanya, pada akhir tahun anggaran hibah-langsung ini tetap tidak
ada dalam laporan keuangan Kemen KP, termasuk realisasinya.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
41
42
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
BAB VI.
ASPEK AUDIT
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemen KP tidak secara khusus melaksanakan audit atas dana hibah,
baik itu hibah langsung maupun tidak langsung. Sekalipun demikian, Itjen menelaah laporan
keuangan KemenKP sebelum dilakukannya audit oleh auditor dari instansi lain, yaitu Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam telaah tersebut, pencatatan atas hibah dan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI) terbaru tidak secara khusus dinilai. Disamping telaah atas laporan keuangan dan
audit kinerja, Itjen melaksanakan kegiatan lain berupa: (1) Audit dengan tujuan tertentu, (2)
Inspeksi Pimpinan, (3) Pemantauan tindak lanjut, (4) Pembinaan pengelolaan keuangan dan barang
milik negara, (5) Pembinaan sistem pengendalian internal, (6) Evaluasi perencanaan program/
kegiatan mitra, (7) Evaluasi Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip) mitra, (8) Pemantauan
dan evaluasi program KP, (9) Penanganan pengaduan masyarakat, (10) Pendampingan program
pembangunan KP, (11) Pengawalan pengadaan barang dan jasa, dan (12) Bimbingan teknis
pengawasan.
Itjen memiliki 217 orang personel dengan jenjang kepangkatan sebagai berikut: S-3 ada 1 orang,
S-2 ada 53 orang, S-1 ada 109 orang, D-4 ada 14 orang, D-3 ada 17 orang, dan SLTA/SLTP/SD
sebanyak 23 orang. Dari 217 orang personel tersebut sebanyak 97 orang personel merupakan
auditor, yang tersebar di lima inspektorat. Berdasarkan jenjang auditor, terdapat 2 orang auditor
utama (Daltu), 21 orang auditor madya (Dalnis), 21 orang auditor muda (Ketua Tim), dan 52
orang auditor pratama/penyelia (anggota tim).
Dari gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa jenjang kependidikan personel Itjen sudah
memadai.
Di KemenKP, terdapat 743 Satker, yang terdiri dari 56 Satker Pusat, 127 Satker Daerah, 198
Satker Dekonsentrasi, dan 362 Satker Tugas Pembantuan. Berdasarkan sasaran strategis cakupan
pengawasan 100%, 21 tim dapat dibentuk dari personel Itjen yang ada. Satu tim harus dapat
melaksanakan audit di lebih dari 35 Satker per tahun, dengan waktu audit selama lima hingga
tujuh hari per Satker. Waktu pelaksanaan audit cukup singkat padahal sasaran sangat luas.
Diterapkannya rekomendasi atas hasil pengawasan dalam perbaikan kinerja dan sistem
pengendalian memiliki sasaran sebesar 70% dan realisasinya sebesar 48% (atau 69% dari sasaran).
Sementara itu, tindak lanjut atas temuan keuangan melebihi sasaran, yaitu dari sasaran 70%, yang
terealisasi 89% (atau 127% dari sasaran), dengan nilai temuan Rp175 juta.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
43
Karena Itjen tidak melaksanakan audit hibah secara khusus, audit yang dilakukan adalah audit
kinerja atas Satker dan menelaah laporan keuangan Kemen KP. Dalam telaah atas laporan
keuangan dimana di dalamnya termasuk pencatatan atas hibah, disimpulkan mengenai perlunya
peningkatan kemampuan personel Itjen dalam memahami pencatatan/akuntansi dan pelaporan
yang terkait dengan hibah yang terbaru, baik hibah-terencana maupun hibah-langsung.
SIMPULAN
Itjen Kemen KP menelaah laporan keuangan Kemen KP sebelum difinalisasi sebagai laporan
keuangan resmi. Dalam hal komponen hibah, telaah tersebut tidak efektif karena kemampuan
personel Itjen dalam penguasaan materi peraturan terbaru tentang hibah-langsung dan hibahterrencana masih belum merata.
Itjen tidak secara khusus merencanakan serta melakukan audit atas hibah. Pemeriksaan dilakukan
pada seluruh Satker asalkan waktu dan jumlah tenaga pemeriksa memungkinkan. Demikian juga,
teknik serta tata cara pemeriksaan untuk kegiatan yang bersumber dari hibah tidak secara
khusus dikembangkan bersamaan dengan pengembangan SDM-nya.
44
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
BAB VII.
DESAIN HIBAH LUAR NEGERI DENGAN
MENGGUNAKAN SISTEM PEMERINTAH
Desain penerimaan hibah yang bersumber dari luar negeri yang dibahas berikut ini merupakan
desain untuk hibah yang ditujukan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Adapun hibahnya hanya berbentuk uang untuk membiayai kegiatan.
Penyaluran hibah dapat dilakukan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KemenKP)
langsung atau melalui Lembaga Wali Amanat (LWA) yang dibentuk oleh Kemen KP. Selanjutnya,
penerimaan hibah luar negeri untuk LSM melalui LWA dilaksanakan dengan mekanisme hibahlangsung. Dengan demikian, desain yang disajikan di bawah ini terdiri dari empat desain, yaitu:
1. Penerimaan hibah luar negeri untuk Pemda melalui KemenKP,
2. Penerimaan hibah luar negeri untuk Pemda melalui LWA,
3. Penerimaan hibah luar negeri untuk LSM melalui KemenKP dengan mekanisme hibahlangsung,
4. Penerimaan hibah luar negeri untuk LSM melalui LWA dengan mekanisme hibah- langsung.
Diagram mengenai keempat desain tersebut berikut penjelasannya disajikan di halaman 46 - 55.
Bagian akhir bab ini membahas mekanisme audit atas pengelolaan hibah luar negeri sesuai dengan
keempat desain tersebut di atas.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
45
A. PENERIMAAN HIBAH LUAR NEGERI UNTUK PEMDA MELALUI
KEMENKP
Menteri KP
Menteri
Perencanaan
MenKeu,
DJPU
Penilaian;
DRKH
Alokasi
Pemberi
Hibah
MenKeu,
DJKP
Pemda
START
Usulan
Perundingan/negosiasi/
penandatanganan Perjanjian
Hibah
Alokasi
Membuat dan menandatangani
Perjanjian Penerusan Hibah
MenKeu,
DJPb/RKUN
DIPA
Dana hibah
masuk
Rencana
Komprehensif
Rencana
Tahunan
Transfer
dana hibah
SPPH
Verifikasi
SPM
MenKeu,
DJPb/KPPN
Transfer dana
ke RKUD
SP2D
Pencatatan di
SA-BUN
STOP
Gambar 13. Penerimaan hibah luar negeri untuk Pemda melalui KemenKP
Hibah yang bersumber dari luar negeri untuk Pemda harus melalui pemerintah pusat (Pasal
5, PP No. 2 Tahun 2012). Untuk itu, usulan kegiatan yang akan didanai dari hibah luar negeri
harus melalui Kemen KP. Perjanjiannya dilakukan antara pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri
Keuangan, dan pemberi hibah. Selanjutnya, dilakukan penerusan hibah kepada Pemda dengan
perjanjian antara Menteri Keuangan dan Gubernur/Bupati/Walikota.
Desain ini mengacu pada peraturan terbaru dan petunjuk pelaksanaannya, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 2011 tentang Tata cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah,
2. PP No. 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah,
46
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
3. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Meneg PPN/Kepala Bappenas) No. 4 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai
dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah dan,
4. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 188/PMK.07/2012 tentang Hibah dari Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Berikut desain penerimaan hibah luar negeri oleh Pemda:
1. Menteri KP mengusulkan kegiatan yang akan dibiayai hibah luar negeri kepada Meneg PPN
atas usulan yang diajukannya sendiri maupun usulan yang berasal dari Pemda.
2. Meneg PPN melakukan sebagai berikut:
a. menilai usulan kegiatan dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Nasional dan memperhatikan Rencana Pemanfaatan Hibah (RPH);
b. menetapkan hasil penilaian usulan kegiatan dalam Daftar Rencana Kegiatan Hibah (DRKH);
c. menyampaikan DRKH kepada Kemen KP dan Menteri Keuangan;
d. Usulan kegiatan yang belum tercantum pada DRKH -asalkan telah memenuhi kelayakan
dan kesiapan- dapat diajukan kepada calon pemberi hibah. Usulan kegiatan itu dicantumkan
pada DRKH tahun berikutnya.
3. Atas DRKH yang diterima atau usulan kegiatan yang telah memenuhi kelayakan dan kesiapan
menurut Meneg PPN, Menteri KP mengajukan usulan pembiayaan kegiatan kepada Menteri
Keuangan c.q. DJPU.
4. Atas usulan pembiayaan kegiatan dari Menteri KP dan DRKH yang diterima atau usulan
kegiatan yang telah memenuhi kelayakan dan kesiapan menurut Menteri PPN, selanjutnya
Kementerian Keuangan melakukan sebagai berikut:
a. menetapkan alokasi peruntukan hibah luar negeri yang diterushibahkan berdasarkan
usulan pembiayaan kegiatan dari Menteri KP,
b. mengusulkan kegiatan yang akan dibiayai dengan hibah dan melakukan perundingan dan
negosiasi,
c. apabila dicapai kesepakatan, dilakukan penandatanganan perjanjian hibah dengan calon
pemberi hibah luar negeri,
d. menyampaikan perjanjian hibah kepada Kemen KP.
5. Atas perjanjian hibah yang diterima dan ketetapan alokasi peruntukan hibah luar negeri yang
diterushibahkan, selanjutnya Menteri KP mengusulkan besar hibah dan daftar nama Pemda
penerima hibah kepada Kementerian Keuangan c.q. DJPK.
6. Atas usulan dari Menteri KP, Menteri Keuangan c.q. DJPK menerbitkan surat persetujuan
penerusan hibah kepada masing-masing Pemda setelah perjanjian hibah ditandatangani.
7. Berdasarkan surat persetujuan penerusan hibah dilakukan penandatanganan perjanjian
penerusan hibah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur/
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa. Registrasi perjanjian hibah akan secara
otomatis dilakukan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen
(Dit EAS)
8. Berdasarkan perjanjian penerusan hibah,
a.Gubernur/Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyusun Rencana
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
47
Komprehensif dan/atau Rencana Tahunan.
b. KPA Hibah (DJPK) menyusun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan meminta
pengesahan kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 20, PP No. 2
Tahun 2012 dan Pasal 8, PMK No. 188/PMK.07/2012).
- Dalam hal hibah luar negeri diterima setelah penetapan APBN, penerushibahan
kepada Pemda dapat dilaksanakan setelah pengesahan DIPA hibah untuk kemudian
dianggarkan dalam Perubahan APBN.
- Dalam hal hibah luar negeri diterima setelah Perubahan APBN, penerushibahan
kepada Pemda dapat dilaksanakan setelah pengesahan DIPA hibah untuk kemudian
dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (Pasal 9, Ayat 1 dan 2, PMK
188/PMK.07/2012).
c. Pemda menganggarkan penerimaan dan penggunaan hibah dalam APBD berdasarkan
Rencana Tahunan dan mencantumkannya dalam Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA).
- Dalam hal hibah diterima setelah penetapan APBD, penggunaan dana hibah dapat
dilaksanakan setelah Gubernur/Bupati/Walikota melakukan perubahan atas Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota mengenai penjabaran APBD dan memberitahukan
kepada Pimpinan DPRD. Perubahan tersebut dituangkan dalam DPA untuk kemudian
dianggarkan dalam Perubahan APBD.
- Dalam hal hibah diterima setelah Perubahan APBD, penggunaan dana hibah dapat
dilaksanakan setelah Gubernur/Bupati/Walikota melakukan perubahan atas Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota mengenai penjabaran APBD dan memberitahukan
kepada Pimpinan DPRD. Perubahan tersebut dituangkan dalam DPA untuk kemudian
dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Pasal 11 dan 13, PMK 188/
PMK.07/2012).
9. Penyaluran hibah yang bersumber dari luar negeri dapat dilaksanakan melalui lima cara, yaitu:
a. pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum
Daerah (RKUD),
b. pembayaran langsung,
c. rekening khusus,
d. letter of credit (L/C), dan/atau
e. pembiayaan pendahuluan.
Cara yang dipilih tergantung dari sistem yang ada/dikehendaki oleh pemberi hibah. Kali ini,
diusulkan melalui cara pemindahbukuan atau transfer dana dari RKUN ke RKUD (Pasal 16,
PMK 188/PMK.07/2012) dengan pertimbangan bahwa cara tersebut sudah biasa digunakan,
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pemberi hibah menyalurkan dana hibah ke RKUN atas permintaan Menteri Keuangan.
b. Gubernur/Bupati/Walikota mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah (SP2H)
kepada KPA Hibah berdasarkan permintaan pembayaran dari penyedia barang/jasa dan/
atau SP2D yang diterbitkan oleh Bendahara Umum Daerah dengan melengkapi dokumen
pendukung:
1) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM)
2) Surat Pertimbangan Penyaluran Hibah dari Kemen KP. Dalam hal ini, Kemen KP
melakukan verifikasi atas bukti yang menjadi dasar permintaan penyaluran hibah yang
48
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
disampaikan oleh Pemda,
3) Dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian penerusan hibah,
c. KPA Hibah (DJPK) menerbitkan dan menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM)
kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN),
d. KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sebagai dasar transfer dana
dari RKUN ke RKUD.
10.KPA Hibah menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan atas pelaksanaan penyaluran hibah
berdasarkan SP2D yang diterbitkan oleh KPPN dan menyusun laporan keuangan, yang terdiri
dari: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CALK).
11.Gubernur/Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyampaikan laporan triwulanan
pelaksanaan kegiatan kepada KPA Hibah dan Menteri KP (Pasal 25, Ayat 2, PMK 188/
PMK.07/2012).
Penjelasan tambahan:
1. Keunggulan dari opsi penerimaan hibah ini sebagai berikut:
a. Dapat dipastikan bahwa penerimaan hibah bertujuan untuk mendukung prioritas
pembangunan nasional karena sejak perencanaan telah dilakukan penilaian tentang
kesesuaian kegiatan dengan RPJM Nasional oleh Kemeneg PPN.
b. Dapat dipastikan bahwa penerimaan hibah tercatat dalam sistem keuangan pemerintah
karena penerimaan dan penyaluran hibah menggunakan mekanisme APBN.
2. Kelemahan dari opsi penerimaan hibah ini adalah proses perencanaannya memakan waktu
yang relatif panjang karena melalui proses penilaian dari Meneg PPN dan Kementerian
Keuangan (DJPU dan DJPK). Untuk memperkecil kelemahan ini, proses penilaian di Bappenas
dan proses yang dilakukan di Kementerian Keuangan (DJPU dan DJPK) harus dilaksanakan
secara serentak.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
49
B. PENERIMAAN HIBAH LUAR NEGERI UNTUK PEMDA MELALUI TRUST
FUND
Proses perencanaan penerusan hibah kepada Pemda melalui Lembaga Wali Amanat (LWA)
MWA
Menteri
KP
Menteri
Perencanaan
MenKeu,
DJPU
Usulan
Penilaian;
DRKH
Alokasi
Pemberi
Hibah
MenKeu,
DJPK
Pemda
START
Usulan
Perundingan/negosiasi/
penandatanganan Perjanjian
Hibah
Surat
Persetujuan
Membuat dan menandatangani
Perjanjian Penerusan Hibah
MenKeu,
DJPb/RKUN
DIPA
Dana hibah
masuk
Transfer
dana hibah
Rencana
Komprehensif
Rencana
Tahunan
SPPH
Verifikasi
SPM
MenKeu,
DJPb/KPPN
Transfer dana
ke RKUD
SP2D
Pencatatan di
SA-BUN
STOP
Gambar 14. Penerimaan hibah luar negeri untuk Pemda melalui Lembaga Wali Amanat
hampir sama dengan yang melalui Kemen KP. Perbedaannya ialah usulan kegiatan dan usulan
Pemda penerima hibah dilaksanakan oleh MWA.
Desain ini mengacu pada peraturan terbaru dan petunjuk pelaksanaannya, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
dan Penerimaan Hibah,
2. PP No. 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah,
3. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Meneg PPN/Kepala Bappenas) No. 4 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai
dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah,
4. Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian, dan
50
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
5. Peraturan Menteri Keuangan No. 188/PMK.07/2012 tentang Hibah dari Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah.
Berikut desain penerimaan hibah luar negeri kepada Pemda melalui LWA:
1. Adanya keinginan dari pemberi hibah untuk menyalurkan hibah bagi kegiatan yang dilakukan
oleh Pemda tertentu melalui jalur dana perwalian atau Lembaga Wali Amanat (LWA) yang
telah terbentuk. Proses pembentukan LWA dapat dilihat pada desain penerimaan hibah ke-4,
yaitu penerimaan hibah-langsung kepada LSM melalui LWA.
2. Prosedur berikutnya mengikuti penerimaan hibah luar negeri melalui Kemen KP sebagaimana
diuraikan di atas dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Usulan kegiatan yang berasal dari Pemda telah melalui penilaian dari Majelis Wali Amanat
(MWA).
b. Usulan pembiayaan kegiatan yang diajukan oleh Menteri KP merupakan penerusan usulan
dari MWA,
c. Menteri Keuangan melakukan usulan kegiatan langsung kepada pemberi hibah atau tidak
melalui MWA. Dengan demikian, perjanjian hibah dibuat antara Menteri Keuangan dan
pemberi hibah,
d. Usulan besar hibah dan Pemda penerima yang diajukan oleh Menteri KP merupakan
penerusan usulan yang diajuan oleh MWA,
e. Penyaluran hibah diusulkan dengan cara transfer dana dari RKUN ke RKUD sebagaimana
dijelaskan pada desain sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
i. Penyaluran dana hibah ke RKUN dilaksanakan oleh MWA melalui perintah penyaluran
kepada Pengelola Dana Amanat (PDA),
ii. Kemen KP melakukan verifikasi atas bukti yang disampaikan oleh Pemda.
Penjelasan tambahan:
1. Keunggulan dari opsi penerimaan hibah ini sama dengan opsi penerimaan hibah sebelumnya.
2. Kelemahan dari opsi penerimaan hibah ini sebagai berikut:
a. Proses perencanaannya memakan waktu yang relatif panjang karena melalui proses
penilaian dari Meneg PPN dan Kementerian Keuangan (DJPU dan DJPK). Bahkan waktu
yang dibutuhkan lebih panjang dibandingkan dengan opsi-1 karena harus melalui proses
penilaian atas kelayakan kegiatan oleh MWA. Untuk memperkecil kelemahan ini, proses
penilaian di Bappenas dan proses yang dilakukan di Kementerian Keuangan (DJPU dan
DJPK) harus dilaksanakan secara serentak. Proses perencanaannya memakan waktu yang
lama. Bahkan lebih lama dari opsi-1 karena usulan kegiatan dimulai dari MWA selanjutnya
ke Kemen KP. Berbeda dengan opsi-1 yang langsung kepada KemenKP.
b. Saat ini belum ada LWA di KemenKP sebagai pengelola dana perwalian. Untuk memperkecil
kelemahan ini, proses pembentukan LWA yang sedang dilaksanakan harus dipercepat,
dengan memberikan dukungan seperlunya.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
51
C. PENERIMAAN HIBAH LUAR NEGERI UNTUK LSM MELALUI KEMEN KP
DENGAN MEKANISME HIBAH LANGSUNG
Pemberi
Hibah
START
Bermaksud
memberikan
hibah kepada
Pemerintah
Menteri KP
KaSatker/KPA
LSM
a.Mengkaji maksud/tujuan hibah
dengan memperhatikan prinsip
penerimaan hibah
b.Mengkonsultasikan kepada
Menteri Keuangan, Menteri
Perencanaan, menteri terkait
c.Penandatanganan Perjanjian
Menteri KKP dan Pemberi Hibah
Perjanjian
Hibah
Transfer dana
hibah
Dana hibah masuk ke
Rekening Satker
• Proses perjanjian KPA dan LSM
• Proses pelaksanaan perjanjian KPA dan LSM
Verifikasi; Transfer dana
ke Rekening LSM
STOP
Permintaan
penyaluran dana
• Registrasi Perjanjian Hibah
• Ijin pembukaan rekening
• Revisi DIPA
• Pengesahan penyaluran hibah
Gambar 15. Penerimaan hibah luar negeri untuk LSM melalui KemenKP
dengan mekanisme hibah langsung
Desain ini mengacu pada peraturan terbaru dan petunjuk pelaksanaannya, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
dan Penerimaan Hibah,
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah,
3. Peraturan Menteri Keuangan No. 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah,
4. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-81/PB/2011 tentang Tata Cara Pengesahan HibahLangsung Bentuk Uang dan Penyampaian Memo Pencatatan Hibah-Langsung Bentuk Barang/
Jasa/Surat Berharga.
Proses penerimaan hibah luar negeri untuk LSM melalui Kemen KP dengan mekanisme hibahlangsung sebagai berikut:
1. Adanya keinginan dari pemberi hibah untuk menyalurkan hibah bagi kegiatan yang dilakukan
oleh LSM tertentu melalui jalur Kemen KP.
2. Menteri KP melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. mengkaji maksud/tujuan hibah dengan memperhatikan prinsip penerimaan hibah (Pasal
56, Ayat 2, PP No. 10 Tahun 2011),
52
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
b. mengkonsultasikan penerimaan hibah kepada Menteri Keuangan, Meneg PPN, dan menteri
terkait (Pasal 56, Ayat 3, PP No. 10 Tahun 2011).
3. Penandatanganan perjanjian hibah antara pemberi hibah dan Menteri KP (Pasal 63, PP No. 10
Tahun 2011).
4. Pemberi hibah menyalurkan dana hibah ke rekening yang ditunjuk, sesuai dengan permintaan
Ka Satker KP penerima hibah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
5. Ka Satker KP penerima hibah -sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)- menyusun Kerangka
Acuan Kerja (ToR) kegiatan dan Permintaan untuk Mengajukan Proposal (Request for Proposal-RfP), yang untuk selanjutnya disampaikan kepada LSM.
6. LSM menyampaikan usulan kegiatan kepada Satker KP.
7. Satker KP melakukan penilaian atas usulan yang disampaikan oleh LSM.
8. Apabila disetujui, dibuat perjanjian antara KPA KP dan LSM.
9. LSM melakukan kegiatan sesuai dengan perjanjian.
10.Atas realisasi pekerjaan yang telah dilakukan, LSM meminta dana kepada KPA KP. LSM dapat
diberikan uang muka, yang dituangkan dalam perjanjian.
11.KPA KP menyalurkan dana kepada LSM setelah melalui verifikasi atas bukti yang disampaikan
oleh LSM.
12.Selanjutnya, KPA KP memasukkan proses penerimaan hibah ke dalam sistem keuangan
pemerintah, yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan registrasi penerimaan hibah kepada DJPU, Dit EAS,
b. Melakukan revisi DIPA dan meminta pengesahan kepada DJPb, Dit Pelaksanaan Anggaran,
c. Melakukan izin pembukaan rekening kepada DJPb, Dit Pengelolaan Kas Negara,
d. Meminta pengesahan realisasi penyaluran hibah kepada KPPN dengan menggunakan
SP2HL,
e. Menerima SPHL dari KPPN, untuk selanjutnya membukukannya dalam SAI.
Penjelasan tambahan:
1. Keunggulan dari opsi penerimaan hibah ini sebagai berikut:
a. Dapat segera dilaksanakan karena perundingan/negosiasi dan penandatanganan perjanjian
hibah dilakukan oleh Menteri KP atau pejabat yang diberi kuasa dan pemberi hibah.
b. Penyaluran hibah dapat segera dilaksanakan tanpa harus menunggu penyusunan dan
pengesahan DIPA dan persetujuan pembukaan rekening dari Kementerian Keuangan.
c. Pengakuan realisasi penerimaan hibah cukup dengan pengesahan di KPPN.
2. Kelemahan dari opsi penerimaan hibah ini sebagai berikut:
a. Penerimaan hibah bisa menjadi tidak sesuai dengan prioritas pembangunan nasional
apabila perjanjian hibah dibuat tanpa melalui konsultasi dengan Meneg PPN dan Menteri
Keuangan. Untuk memperkecil kelemahan ini, diperlukan bukti tertulis, baik dari Meneg
PPN maupun Menteri Keuangan, yang menyebutkan bahwa kegiatan yang akan dibiayai
oleh Pemberi Hibah ini telah sesuai dengan prioritas pembangunan nasional sebelum
perjanjian hibah ditandatangani.
b. Penerimaan hibah dapat saja tidak tercatat/diakui sebagai penerimaan hibah apabila
Satker lalai melakukan mekanisme hibah melalui APBN (melakukan registrasi, revisi DIPA,
izin pembukaan rekening, dan pengesahan atas penyaluran hibah). Untuk memperkecil
kelemahan ini, dapat ditempuh cara memasukkan tugas tersebut ke dalam prosedur
operasional standar Satker.
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
53
Penerimaan hibah luar negeri berbentuk uang untuk membiayai kegiatan dapat dilakukan melalui dana
perwalian sesuai dengan Pasal 47, PP No. 10 Tahun 2011, yang pengaturannya mengikuti Peraturan
Presiden No. 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian. Yang dimaksud Dana Perwalian adalah dana
hibah yang yang diberikan oleh satu atau beberapa pemberi hibah yang dikelola oleh suatu lembaga
sebagai wali amanat untuk tujuan penggunaan tertentu. Lembaga tersebut adalah Lembaga Wali
Amanat yang dibentuk oleh kementerian untuk mengelola dana perwalian sesuai dengan kewenangan
yang disepakati dalam perjanjian hibah. Lembaga Wali Amanat terdiri dari Majelis Wali Amanat (MWA)
dan Pengelola Dana Amanat (PDA). MWA bertanggung jawab atas pengelolaan dana perwalian
dan dipersamakan sebagai satuan kerja. PDA bertugas menangani administrasi dan keuangan dana
perwalian dan melakukan pembayaran kepada pihak-pihak terkait atas perintah MWA.
D. PENERIMAAN HIBAH LUAR NEGERI UNTUK LSM MELALUI TRUST FUND
DENGAN MEKANISME HIBAH LANGSUNG
Pemberi
Hibah
START
Bermaksud
memberikan
hibah kepada
Pemerintah
Menteri KP
PDA
MWA
LSM
a.Mengkaji maksud/tujuan hibah
dengan memperhatikan prinsip
penerimaan hibah
b.Mengkonsultasikan kepada
Menteri Keuangan, Menteri
Perencanaan, menteri terkait
c.Penandatanganan Perjanjian
Menteri KKP dan Pemberi Hibah
Perjanjian
Hibah
Transfer dana
hibah
Dana hibah masuk
ke Rekening PDA
• Proses perjanjian MWA dan LSM
• Proses pelaksanaan perjanjian MWA
dan LSM
Transfer dana ke
rekening MWA
Verifikasi; Perintah
pembayaran kepada
PDA
Permintaan
penyaluran
dana
Transfer dana ke
rekening LSM
STOP
• Registrasi Perjanjian Hibah
• Ijin pembukaan rekening
• Revisi DIPA
• Pengesahan penyaluran hibah
Gambar 16. Penerimaan hibah luar negeri untuk LSM melalui Trust Fund
dengan mekanisme langsung
54
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
Desain ini mengacu pada peraturan terbaru dan petunjuk pelaksanaannya, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
dan Penerimaan Hibah,
2. Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian,
3. Peraturan Menteri Keuangan No. 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah,
4. Peraturan Menteri Keuangan No. 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah,
5. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-81/PB/2011 tentang Tata Cara Pengesahan HibahLangsung Bentuk Uang dan Penyampaian Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/
Jasa/Surat Berharga.
Proses hibah-langsung untuk LSM melalui LWA sebagai berikut:
1. Adanya keinginan dari pemberi hibah untuk menyalurkan hibah bagi kegiatan yang dilakukan
oleh LSM tertentu melalui jalur dana perwalian,
2. Menteri KP membentuk Lembaga Wali Amanat (LWA) untuk mengelola dana perwalian setelah
mendapat pertimbangan dari Meneg PPN dan Menteri Keuangan (Pasal 5, Ayat 2, Perpres No.
80 Tahun 2011). Pembiayaan untuk pembentukan dan pengelolaan LWA dibebankan ke dana
perwalian dan/atau sumber lain sesuai perjanjian hibah (Pasal 13, Perpres No. 80 Tahun 2011).
3. Penandatanganan perjanjian hibah antara pemberi hibah dan Menteri KP.
4. Pemberi hibah menyalurkan dana hibah ke rekening Pengelola Dana Amanat (PDA) sesuai
dengan permintaan Majelis Wali Amanat (MWA).
5. Majelis Wali Amanat (MWA) menyusun ToR kegiatan dan RfP, untuk selanjutnya disampaikan
kepada LSM.
6. LSM menyampaikan usulan kegiatannya kepada MWA.
7. MWA melakukan penilaian atas usulan yang disampaikan oleh LSM berdasarkan:
a. kriteria umum yaitu berpedoman pada RPJM Nasional dan memperhatikan prinsip
penerimaan hibah, yaitu: transparan, akuntabel, efisien dan efektif, kehati-hatian, tidak
disertai ikatan politik, dan tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas
keamanan negara (Pasal 2, PP No. 10 Tahun 2011),
b. tujuan penggunaan hibah sesuai perjanjian hibah antara pemberi hibah dan Menteri KP,
c. sasaran tematik dana perwalian dan kriteria, yang ditetapkan sendiri oleh MWA.
8. Hasil penilaian MWA dituangkan dalam Berita Acara Penilaian selanjutnya MWA memberikan
persetujuan atau penolakan. Apabila disetujui, dibuat Perjanjian antara MWA dan LSM.
9. LSM melakukan kegiatan sesuai dengan perjanjian.
10.Atas realisasi pekerjaan yang telah dilakukan, LSM meminta dana kepada MWA.
11.MWA memerintahkan PDA menyalurkan dana kepada LSM melalui Satker MWA setelah
MWA melakukan verifikasi atas bukti yang disampaikan oleh LSM.
12.PDA menyalurkan dana kepada LSM sesuai perintah MWA.
13.Selanjutnya, MWA memasukkan proses penerimaan hibah ke dalam sistem keuangan
pemerintah, yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan registrasi penerimaan hibah pada DJPU, Dit EAS atas perjanjian antara MWA
dan LSM,
b. Melakukan revisi DIPA dan meminta pengesahan kepada DJPb, Dit Pelaksanaan Anggaran,
c. Melakukan izin pembukaan rekening kepada DJPb, Dit Pengelolaan Kas Negara, untuk
rekening penampung dana yang akan disalurkan kepada LSM,
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
55
d. Meminta pengesahan realisasi penyaluran hibah kepada KPPN dengan menggunakan SP2HL,
e. Menerima SPHL dari KPPN dan untuk selanjutnya membukukannya dalam SAI.
Penjelasan tambahan:
1. Keunggulan dari opsi penerimaan hibah ini sama dengan opsi-3.
2. Kelemahan dari opsi penerimaan hibah ini sama dengan opsi-3 dan pembentukan LWA
memerlukan usaha tersendiri. Untuk mendirikan LWA, proses pembentukan LWA yang
sekarang sedang dilaksanakan oleh Kemen KP perlu dipercepat, dengan memberikan
dukungan seperlunya.
E. MEKANISME AUDIT PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
BIRO KEUANGAN
KEMEN KP
• LRA
• NERACA
• CALK
LAP KEU
ITJEN KEMEN KP
Melakukan audit kinerja
dan review atas laporan
keuangan
SATKER/LWA KKP
Pengelola Hibah
LAP KEU
BPK
Melakukan audit atas
laporan keuangan
BPK RI
Perjanjian hibah dapat
menentukan instansi/pihak
ketiga mengaudit Laporan
Keuangan Hibah
BPKP
BPPK
KAP
Gambar 17. Mekanisme audit
Itjen Kemen KP melaksanakan audit kinerja dan telaah atas laporan keuangan dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) melaksanakan audit atas laporan keuangan. Audit atas laporan keuangan hibah
dapat juga dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai dengan
perjanjian hibah atau atas permintaan pemberi hibah, misalnya Kantor Akuntan Publik (KAP).
56
K A J I A N ATA S S I S T E M K E U A N G A N P E M E R I N TA H
DALAM PENGELOLAAN HIBAH LUAR NEGERI
Download