BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman modern saat ini semua informasi tidak tertutup oleh ruang
dan waktu, karena saat ini telah terjadi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga memudahkan individu melakukan segala aktivitas dalam
segala bidang kehidupan. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi ini juga mengakibatkan adanya penyerapan budaya asing yang
tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Salah satu bentuk penyerapan
budaya asing yaitu seks bebas yang dipandang negatif bagi budaya
Indonesia namun kini dianggap sebagai trend bahkan ada yang
menyebutkan sebagai lifestyle (Rosiana, 2008, Pendidikan Seks Harus
Diberikan Sejak Dini, para. 5).
Hal ini didukung juga oleh data yang diperoleh dari internet yang
menyebutkan bahwa 1,5 juta aborsi dilakukan oleh para remaja (dari total
data 2,4 juta per tahun), lebih dari 500 video porno buatan remaja dibuat
pada kurun waktu 2004-2007. Setiap hari, 2 video porno terbaru buatan
remaja Indonesia tersebar lewat internet dan handphone, angka hamil di luar
nikah yang berujung pada pernikahan dini.
Kelompok masyarakat yang biasanya menjadi korban dari
kemudahan informasi ini adalah kaum remaja dan dewasa awal. Hal ini
disebabkan karena arus informasi yang semakin mudah didapatkan tanpa
batas. Informasi yang mudah didapatkan tanpa batas ini bisa melalui
internet, majalah, TV, dan HP. Kaum remaja dapat mengakses informasi
apapun melalui internet sehingga tidak menutup kemungkinan untuk
mereka bisa mengakses gambar-gambar ataupun film-film porno melalui
internet. Hal ini dikarenakan keinginan kuat remaja terhadap hal-hal seksual
1
2
dan remaja berada dalam potensi seksual yang aktif (mu’tadin, 2002,
Pendidikan Seksual Pada Remaja, para. 3). Berdasarkan teori, adanya
keinginan kuat untuk melakukan sesuatu disebut dengan intensi. Menurut
Fishbein & Ajzen (1975:288)
intensi adalah kemauan atau niat untuk
melakukan suatu tindakan atau perilaku, sehingga kekuatan intensi dilihat
dari besarnya kemauan individu untuk melakukan perilaku tersebut.
Adapun faktor-faktor intensi yang mempengaruhi seseorang
berperilaku tertentu yaitu sikap terhadap suatu perilaku, norma-norma
subjektif dan kontrol perilaku (dalam Dayakisni & Hudaniah 2006:149).
Sikap remaja terhadap hubungan seksual sebelum menikah akan
mempengaruhi individu tersebut untuk melakukan hubungan seksual
sebelum menikah atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum
menikah. Jika remaja memiliki sikap yang negatif akan perilaku hubungan
seksual sebelum menikah dan dia juga memiliki norma-norma dalam
kehidupannya maka dia tidak akan melakukan hubungan seksual sebelum
menikah.
Remaja pada umumnya mempunyai intensi yang kuat untuk
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Menurut Mu’tadin (2002,
Pendidikan Seksual Pada Remaja, para. 3) dengan meningkatnya minat
remaja terhadap masalah-masalah seksual dan remaja berada dalam potensi
seksual yang aktif yaitu adanya dorongan seksual yang dipengaruhi oleh
hormon, maka remaja memiliki intensi untuk melakukan hubungan seksual
sebelum menikah tanpa mengetahui akibat-akibat dari melakukan hubungan
seksual tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, minimal dalam setiap
tahunnya, di setiap Sekolah Menengah Umum seluruh Indonesia terdapat 1
kasus kehamilan yang dialami para siswanya.(2008, JBDK Stop Violence
Dating, para. 3).
3
Hal ini sesuai dengan hasil survei awal yang dilakukan oleh
peneliti pada lima puluh siswa di sebuah sekolah SMA di Surabaya. Dari
survei awal tersebut diperoleh hasil bahwa sebagian besar anak SMA yang
berada di sekolah tersebut pernah mendengar ada temannya yang
melakukan hubungan seksualitas sebelum menikah dan kebanyakan yang
melakukan hubungan seksualitas sebelum menikah tidak tinggal dengan
orang tua (tinggal di kost-kostan). Berdasarkan hasil survey awal juga
didapatkan bahwa di sekolah ini belum ada pendidikan seksualitas. Para
siswa mendapatkan pendidikan seksualitas pada pelajaran biologi saja. Pada
sekolah ini juga terdapat seminar pendidikan seksualitas yang diadakan
setahun sekali dan seminar ini hanya diberikan pada kelas XI.
Hal ini berhubungan dengan tugas perkembangan pada remaja.
Menurut Hurlock (1980:10) tugas perkembangan yang akan dijalani pada
masa remaja yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan
teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan
wanita, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara
efektif. Berdasarkan tugas perkembangan pada masa remaja bisa dibilang
secara biologis, remaja sudah siap untuk melakukan hubungan seksualitas,
tetapi secara sosial remaja masih belum siap untuk menjadi seorang ayah
dan ibu.
Masa remaja merupakan masa yang sangat penting karena
merupakan tahun kehidupan yang penuh dengan kejadian sepanjang
pertumbuhan dan perkembangannya. Masa remaja juga merupakan masa
peralihan di mana mereka akan meninggalkan segala sesuatu yang bersifat
kekanak-kanakan dan mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk
menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock,
1980:207). Hal ini membuat para remaja menjadi gelisah dalam
meninggalkan stereotip tersebut sehingga mereka akan memberikan kesan
4
bahwa mereka sudah dewasa dengan berpakaian, bertindak seperti orang
dewasa dan berperilaku seperti orang dewasa termasuk melakukan
hubungan seksual sebelum menikah.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi remaja melakukan
hubungan seksual sebelum menikah, yaitu meningkatnya libido seksualitas,
pergaulan yang semakin bebas dan kurangnya informasi tentang seks
(dalam Sarwono, 2007:154-165). Pada umumnya remaja yang memasuki
usia remaja memiliki pengetahuan yang tidak memadai tentang seks, dan
selama hubungan pacaran berlangsung pengetahuan itu bukan saja tidak
bertambah. Sebaliknya, malah bertambah dengan informasi-informasi yang
salah. Hal ini disebabkan karena orangtua masih tabu untuk membicarakan
masalah seksualitas pada anak-anaknya (dalam Sarwono, 2007:154-165).
Orangtua merasa khawatir jika anaknya mengetahui lebih banyak
tentang seksualitas maka mereka akan semakin penasaran dan berani untuk
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Dalam kenyataannya,
pendidikan seksualitas sejak dini dari orangtua sangat dibutuhkan karena
dengan sikap menabukan seksualitas hanya akan mengurangi pembicaraan
tentang seksualitas secara terbuka, tetapi tidak menghambat hubungan
seksual itu sendiri.
cenderung
Orang tua, sistem pendidikan, dan masyarakat
mengabaikan
kebutuhan
untuk
memberikan
pendidikan
seksualitas pada remaja. Pendidikan seksualitas pada saat ini hanya berkisar
mengenai masalah anatomi dan fisiologis (Wuryani, 2008:1). Pendidikan
seksualitas hanya menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki, dan
fungsi-fungsi dari alat reproduksi perempuan dan laki-laki saja.
Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
beberapa
orangtua
didapatkan bahwa orangtua tidak pernah membicarakan tentang masalah
seksualitas. Para orangtua hanya membicarakan tentang masalah sekolah
dan tugas-tugas rumah. Alasan mereka tidak pernah membicarakan masalah
5
seksualitas karena anak-anak selama ini tidak pernah bertanya tentang hal
tersebut, walaupun mereka tahu bahwa pendidikan seksualitas itu sangat
penting diberikan kepada anak-anak mereka. Dari hasil wawancara tersebut
dapat disimpulkan bahwa orangtua tidak pernah membicarakan pendidikan
seksualitas
dengan
anak-anaknya.
Padahal
pemberian
pendidikan
seksualitas sangat bagus jika diberikan sendiri oleh orangtua. Hal ini
menunjukkan bahwa komunikasi mengenai seksualitas antara orangtua dan
anak masih sangat kurang.
Menurut Effendi (1993:28) komunikasi adalah proses pernyataan
pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa sebagai alat penyalurnya. Terdapat banyak faktor yang dapat
menghambat komunikasi orangtua mengenai pendidikan seksualitas, yaitu :
rasa percaya antar keluarga, perilaku suportif antar keluarga dan sikap
terbuka antar anggota keluarga (dalam Gunarsa, 2000:106).
Wibowo mengemukakan bahwa peranan keluarga sangat dibutuhkan
terutama bimbingan keluarga dan kontrol dalam memberikan pendidikan
seksualitas sejak dini pada anak, dimana anak lebih banyak menghabiskan
waktunya di rumah dengan keluarga mereka (2004, Kurikulum Pendidikan
Seks, para. 10). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Laily dan Matulessy (2004:204) menunjukkan bahwa pola komunikasi yang
baik dapat menumbuhkan sikap dan tingkah laku seksual yang sehat,
terhindar dari hal-hal yang menjurus ke arah penyimpangan seksual.
Menurut Fulla (2007, Komunikasi Orangtua Terhadap Anak Dalam
Menyampaikan Pendidikan Seks Secara Islam, para. 3), komunikasi yang
dapat membimbing anak dalam memberikan pendidikan seksualitas pada
usia remaja yaitu orangtua bisa menjadikan anak sebagai teman dan
bersikap proaktif tidak menunggu anak bertanya, karena orangtua
merupakan sumber informasi bagi anak. Orangtua juga jangan menghindar
6
ketika anak menanyakan tentang seksualitas, karena ketika anak bertanya
dan orangtua menghindar maka anak akan mencari jawaban di luar yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan, anak juga tidak akan bertanya lagi
kepada orangtua. Ketika anak dengan orangtua memiliki hubungan seperti
teman tentunya anak akan merasa nyaman untuk bercerita dengan orangtua
dan tentunya anak juga harus tetap menyadari adanya sopan santun dalam
berbicara dengan orangtua.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin melihat komunikasi
orangtua dalam memberikan pendidikan seksualitas kepada anak dan intensi
remaja melakukan premarital seksual. Semakin sering komunikasi orangtua
dalam memberikan pendidikan seksual kepada anak, maka intensi remaja
melakukan premarital seksual semakin rendah. Sebaliknya, bila semakin
jarang komunikasi orangtua dalam memberikan pendidikan seksual kepada
anak, maka intensi remaja melakukan premarital seksual semakin tinggi.
1.2 Batasan Masalah
a.
Banyak faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan
seks sebelum menikah, seperti meningkatnya libido seksualitas,
penundaan usia perkawinan, tabu (larangan), kurangnya informasi
tentang seksualitas, dan pergaulan yang makin bebas. Dari
beberapa faktor yang ada, peneliti membatasi permasalahan pada
komunikasi tentang seksualitas, khususnya komunikasi orang tua
dengan anak dalam memberikan pendidikan seksualitas
b.
Komunikasi orangtua dalam memberikan pendidikan seksualitas
pada anak yang dilihat oleh peneliti yaitu persepsi dari anak
tentang seberapa intensifnya komunikasi antara orangtua dengan
anak dalam pendidikan seksualitas
7
c.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hubungan yang
dilakukan untuk mengetahui hubungan komunikasi orangtua
dengan anak dalam memberikan pendidikan seksualitas kepada
anak dengan intensi melakukan premarital seksual
d.
Subjek penelitian yang digunakan ialah siswa SMA pada sebuah
sekolah di Surabaya baik wanita maupun pria yang berada pada
usia 16 – 18 tahun
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka rumusan
permasalahan dari penelitian ini adalah:
”apakah ada hubungan antara komunikasi orangtua dalam memberikan
pendidikan seksualitas kepada anak dengan intensi melakukan premarital
seksual?
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara
komunikasi orangtua dalam memberikan pendidikan seksualitas kepada
anak dengan intensi melakukan premarital seksual.
1.5 Manfaat
1. Manfaat Teoritik
Memperkaya bidang psikologi perkembangan dan psikologi
pendidikan, khususnya untuk pengembangan teori-teori pendidikan
seksualitas yang terkait dengan komunikasi orang tua dalam
memberikan pengetahuan tentang seksualitas kepada anak dengan
intensi melakukan premarital seksual.
8
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Orangtua
Dengan
mengacu
pada
komunikasi
informasi
khususnya
keterbukaan dari orang tua, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
gambaran bagi orangtua mengenai hubungan antara komunikasi
orangtua dalam memberikan pendidikan seksualitas dengan intensi
melakukan premarital seksual. Diharapkan orangtua dapat lebih terbuka
dalam berkomunikasi mengenai masalah seksualitas kepada anak-anak
mereka.
b. Bagi Remaja
Dengan mengacu pada perilaku seksual, diharapkan penelitian ini
dapat memberikan gambaran bagi remaja mengenai hubungan antara
komunikasi orangtua dalam memberikan pendidikan seksualitas dengan
intensi melakukan premarital seksual. Diharapkan remaja tidak ragu
mengkomunikasikan masalah seksualitas dengan orangtua mereka.
c. Bagi Sekolah
Penelitian ini akan memberikan wawasan baru bagi sekolah perihal
pentingnya pemberian pendidikan seksualitas oleh orangtua yang tidak
hanya diberikan oleh sekolah saja.
Download