RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI DIARE PADA

advertisement
RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI DIARE
PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD
Dr. MOEWARDI TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
IDA AYU PEBRINA
K 100100162
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2015
1
RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI DIARE PADA PASIEN
DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD “X” SURAKARTA TAHUN 2014
RATIONALITY TREATMENT OF ANTIBIOTICS FOR TREATMENT OF
DIARRHEA IN ADULT PATIENTS IN THE INSTALLATION INPATIENT
HOSPITAL “X” SURAKARTA 2014
Ida Ayu Pebrina*, Suharsono dan Suprapto
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl.Ahmad Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102
Email : [email protected]
ABSTRAK
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Terapi antibiotik
untuk diare yang tepat agar dapat memperpendek durasi penyakit dan mengurangi morbiditas di
beberapa bakteri (kolera, enterotoksigenik E. coli, shigellosis, campilobakteriosis, yersiniosis)
infeksi dan dapat menyelamatkan nyawa dalam serangan infeksi (C. difficile, salmonellosis).
Penelitian dilakukan secara non eksperimental, dengan rancangan deskriptif. Penelitian dilakukan
dengan mengambil data rekam medis sebanyak 46 pasien dengan teknik purposive sampling. Alat
yang digunakan yaitu lembar pengumpulan data dan bahan diambil dari data rekam medik yang
berisi data-data pasien diare. Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriptif non
analitik, karena penelitian ini menggambarkan keadaan yang sebenarnya dalam suatu komunitas
th
kemudian dibandingkan dengan Pathophysiologic Approach 7 tahun 2009, World
Gastroenterology Organization (WGO) 2012 dan Journal of Pediatric Gastroenterology
and Nutrition volume 59, No 1, juli. Analisis data menggunakan metode retrospektif dan
penggunaan antibiotik dievaluasi dengan parameter tepat obat dan tepat dosis. Dari data yang
sudah diambil dan diolah, rasionalitas terapi antibiotik untuk terapi diare meliputi:
persentase tepat obat sebanyak 86,95%, dan tepat dosis meliputi besaran dosis, frekuensi
dan durasi pemberian obat sebanyak 67,39 %.
Kata Kunci : Antibiotik, Diare, RSUD Moewardi, Pasien Dewasa
ABSTRACT
Diarrheal disease is still a public health problem in developing countries such as
Indonesia, due to its morbidity and mortality are still high. Antibiotic therapy for diarrhea that
right in order to shorten the duration of the disease and reduce morbidity in some bacteria
(cholera, enterotoxigenic E. coli, shigellosis, campilobakteriosis, yersiniosis) infection and could
save lives in the attack infection (C. difficile, salmonellosis). The study was conducted in nonexperimental, with descriptive design. The study was conducted by is 46 medical records of patients with
purposive sampling technique. The tools used are pieces of data collection and material taken from medical
records containing patient data diarrhea. Data were analyzed using descriptive non analytic then compared
with Pharmacotherapy a pathophysiologic Approach 7th 2009. Data were analyzed using retrospective
method and the use of antibiotics is evaluated with the appropriate parameters and appropriate drug doses.
Approach pathophysiologic 7th 2009, the World Gastroenterology Organization (WGO) in 2012 and the
Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition volume 59 , No. 1 , july . Using retrospective data
analysis and the use of antibiotics is evaluated with the appropriate parameters and appropriate drug doses.
From the data that has been captured and processed , the rationality of antibiotic therapy for the treatment
of diarrhea include: the exact percentage of the drug is 86.95 % , and the right dose include the frequency
and duration of drug administration is 67.39 % .
Keywords : Antibiotics , diarrhea , Moewardi Hospital , Adult Patients
1
PENDAHULUAN
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi.
Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d
2010 terlihat kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 IR (Insidensi Ratio) penyakit
diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik
menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk, kejadian luar
biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR (Case Fatality Rate) yang masih
tinggi. Di Indonesia tahun 2008 terjadi KLB di 69 kecamatan dengan jumlah kasus 8133
orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan
tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan
kematian 73 orang (1,74%) (Kemenkes, 2011a).
Penanganan diare rawat inap terjadi apabila sebelumnya dengan swamedikasi tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda kesembuhan. Kebanyakan pasien dengan diare akut
mengalami gejala ringan sampai berat, dengan ada / tidaknya dehidrasi sedang hingga
berat, disertai demam tinggi, dan terdapat darah atau lendir dalam tinja, penyakit ini
biasanya sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu 3 – 7 hari. Biasanya pasien hanya
rawat jalan dengan diberi rehidrasi oral, dengan mengobati simptomatiknya. Dalam kondisi
yang buruk, pemulihan status kesehatan pasien adalah hasil yang paling penting. Pasien
diare yang disertai demam, dehidrasi, BAB disertai darah, atau hipotensi memerlukan
rawat inap, untuk mendapatkan terapi fluida intravena dan elektrolit, dan terapi antibiotik
empiris sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas. Dengan manajemen yang tepat
waktu, pasien ini biasanya sembuh dalam beberapa hari (Dipiro et al., 2005).
Penelitian dilakukan pada subjek pasien dewasa yang mendapatkan terapi
antibiotik. Dipilih pasien dewasa karena pada orang dewasa lebih banyak melakukan
aktivitas diluar sehingga daya tahan tubuh cepat turun sehingga mudah terkena diare
biasanya dipengaruhi juga oleh faktor personal higienis, dan lingkungannya.
Peneliti akan mengevaluasi rasionalitas terapi antibiotik untuk pasien dewasa
penderita diare karena sepeti yang diketahui apabila seseorang menderita diare itu
menunjukkan bahwa adanya infeksi pada usus yang disebabkan oleh bakteri, parasit, dan
virus. Orang yang mengalami infeksi pada usus sebagian besar akan terkena diare sehingga
untuk pengobatannya diperlukan terapi antibiotik sesuai dengan bakteri patogen yang
sudah diketahui.
2
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta,
karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit pendidikan dan salah satu rumah sakit
terbesar di surakarta. Berdasarkan rekapitulasi rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014 kasus diare menempati peringkat 10 besar terutama di
Instalasi rawat inap.
Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus
dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah terapi yang : 1) tepat
indikasi, 2) tepat dosis, 3) tepat penderita, 4) tepat obat, 5) waspada terhadap efek samping
(Kemenkes, 2011b).
Menurut Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th tahun 2009 tentang
pemberian antibiotik untuk penderita diare.
Tabel 1. Antibiotik yang digunakan untuk mengobati diare karena infeksi
Patogen
Vibrio cholera
O1 atau O139
Enteroxigenic
E. Coli
C. difficile
Shigella
Salmonella
1. Nontyphoidal
2. Enteric fever
3. Campylobact
er
4. Yersinia
Prophylaxis
Treatment
Obat Pilihan Pertama
Obat Alternatif
Enteroxigenic (seperti: Cholera) Diare
Doxycline 300 mg p.o 1x sehari, tetracycline 500 mg p.o 4 Cloramphenicol 50 mg/kg i.v setiap 6 jam sekali,
jam sekali selama 3 hari, atau trimethoprim-sulfamethoxazole erythromycin 250-500 mg p.o setiap 6-8 jam dan
DS (double strenght) tablet 2x sehari selama 3 hari, furazolidone
norfloxacin 400 mg p.o 2x sehari selama 3 hari, atau
ciprofloxacin 500 mg p.0 2x sehari selama 3 hari atau 1 g p.o
1x sehari
Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg 3x sehari Trimethoprim-sulfametoxazole
DS
(double
selama 10 hari
strenght) methoxazole tablet setiap 12 jam
Metronidazole 250 mg 4x sehari dan 500 mg 3x sehari selama Voncomycin 125 mg p.o 4x sehari selama 10 hari,
10 hari
bacitracin 20.000-25.000 unit untuk 4x sehari selama
7-10 hari
Invasive (seperti: Disentri) Diare
Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) 2x sehari Ofloxacin 300 mg, norfloxacin 400 mg atau
selama 3-5 hari
ciprofloxacin 500 mg 2x sehari selama 3 hari, atau
nalidixic acid 1 g/hari selama 5 hari, azithromycin
500 mg p.o 1x sehari, kemudian 250 mg 1x sehari
selama 4 hari p.o
Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) 2x,
ofloxacin 300mg, norfloxacin 400 mg, or ciprofloxacin 500
mg 2x sehari selama 5 hari, atau ceftriaxone 2 g i.v sehari atau
cefotazime 2 g 3x sehari selama 5 hari i.v ofloxacin 300mg,
norfloxacin 400 mg, or ciprofloxacin 500 mg 2x sehari selama
5 hari, atau ceftriaxone 2 g i.v sehari atau ofloxacin 300mg
Ciprofloxacin 500 mg
Erythromycin 500 mg oral 2x sehari selama 5 hari,
azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari dilanjutkan dengan 500
mg/hari atau clarithromycin 500 mg p.o 2x sehari
Terapi kombinasi dengan doxycycline, aminoglycosides,
trimethoprim-sulfomethoxazole DS (double strenght) atau
floroquinolone
Treveller Diare
Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg p.o/hari (di
Asia, Afrika, dan Amerika Selatan) trimethoprimsulfamethoxazole DS (double strenght) tablet p.o 1x sehari
(Mexico)
Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg p.o 2x sehari
selama 3 hari atau trimethoprim-sulfamethoxazole DS (double
strenght) tablet oral 2x sehari selama 3 hari (Mexico) atau
azithromicin 500 mg oral 1x sehari selama 3 hari (hanya untuk
area yang memiliki pravalensi tinggi terhadap resisten
quinolone-campylobacter, seperti di Thailand
Azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari, dilanjutkan
dengan 500 mg oral 1x sehari selama 6 hari
Azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari, dilanjutkan
dengan 500 mg 1x sehari selama 5 hari, atau
cefixime, cefotaxime, dan Cefuroxime, atau
chloramphenicol 500 mg 4x sehari p.o atau i.v
selama 14 hari
Ciprofloxacin 500 mg atau norfloxacin 400 mg/hari
2x sehari selama 5 hari
(Dipiro et al, 2009)
3
Menurut WGO 2012, pedoman pemilihan antibiotik untuk pengobatan penyebab
spesifik dari diare.
Tabel 2. Pedoman pemilihan antibiotik menurut WGO
Penyebab
Antibiotik pilihan utama
Alternatif (s)
Doxycycline
Dewasa: 300 mg sekali
Anak: 2 mg/kg (tidak disarankan)
Cholera
Azythromycin
Dewasa : 1 g dosis tunggal, 1 x sehari
Anak: 20 mg/kg dosis tunggal
Ciprofloxacin
Dewasa: 500 mg 2xsehari selama 3 hari atau 2 g dosis tunggal 1 x sehari
Anak(usia > 18 tahun): 15 mg/kg 2 xsehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
Dewasa: 500 mg 2xsehari selama 3 hari
Anak: 15 mg/kg setiap 12 jam selama 3 hari
Shigellosis*
Pivmecillinam
Dewasa: 400 mg 4x sehari selama 5 hari
Anak: 20 mg/kg 4xsehari selama 5 hari
Amebiasis-invasive intestinal
Giardia
Campylobacter
Ceftriaxon
Dewasa: 2-4 g 1 x sehari (dosis sehari) selama 2-5 hari
Anak: 50-100 mg/kg 1 x sehari i.m selama 2-5 hari
Metronidazole
Dewasa: 750 mg 3x sehari
Anak: 10 mg/kg 3xsehari selama 5 hari
* 10 hari untuk kasus berat
Metronidazole
Dewasa: 250 mg 3x sehari selama 5 hari
Anak: 5 mg/kg 3xsehari selama 5 hari
Tinidazole
Dapat juga diberikan dalam dosis tunggal 50 mg/kg – 2 g p.o
Omidazole
Dapat digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrikan, dosis tunggal 2 g.
Secnidazole
Untuk dewasa (Tidak disediakan di USA)
Azythromycin
Dewasa : 1 g dosis tunggal, 1 x sehari
Anak: 20 mg/kg dosis tunggal
Fluoroquinolon seperti ciprofloxacin
Dewasa: 500 mg 1 x sehari selama 3 hari
(WGO, 2012)
Tabel 3. Terapi Antibiotik Untuk Bakteri Gastroenteritis
Patogen
Shigella spp
Indikasi Untuk Terapi Antibiotik
Terbukti atau diduga shiggellosis
Salmonella spp
(Nontyphoidal)
Terapi antibiotik diindikasikan
hanya untuk anak-anak∞ berisiko
tinggi untuk mengurangi risiko
bakteremia dan infeksi fokal
ekstraintestinal
Campylobacter spp
Terapi antibiotik yang
direkomendasikan utamanya
untuk gastroenteritis disentri
Campylobacter dan penggunaan
paling efektif dimulai dalam
waktu 3 hari setelah onset
penyakit
Terapi antibiotik tidak
direkomendasikan
Shiga toxin-producing
Escherichia coli
Obat Pilihan*
Oral: Azithromycin
(12 mg/kg sehari,
dilanjutkan dengan 6
mg/kg selama 4 hari);
parenteral, IV, IM:
ceftriaxone (50 mg/kg
selama 2-5 hari)
ceftriaxone (50-100
mg/kg selama 2-5
hari)
Obat Alternatif
Cefixime (8 mg/kg/hari); ciprofloxacin PO
(20-30 mg.kg/hari). Untuk strain rentan
diketahui: TMP/SMX§ (8 mg/kg/hari dari
TMP) atau ampicillin (100 mg/kg/hari) atau
asam nalidiksat (55 mg/kg/hari)
Azithromycin (10
mg/kg sehari selama 3
hari atau dosis tunggal
30 mg/kg)
Doxycycline (>8 tahun) atau ciprofloxacin
(>17 tahun ketika rentan)
-
-
Azithromycin (10 mg/kg sehari);
ciprofloxacin‡PO (20-30 mg.kg/hari); Untuk
strain rentan diketahui: TMP/SMX∞ (8
mg/kg/hari dari TMP)
4
Lanjutan Tabel 3
Patogen
Enterotocigenic;
Escherichia coli
Indikasi Untuk Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik yang
direkomendasikan terutama untuk
traveller diare
Obat Pilihan*
Azithromycin (10
mg/kg sehari selama 3
hari)
Vibrio Cholerae
Terapi antibiotik dianjurkan
untuk konfirmasi atau dugaan
terhadap kasus dilihat dari
riwayat perjalanan penyakit
Azithromycin (10
mg/kg sehari selama 3
hari atau dosis tunggal
20 mg/kg)
Clostridium difficile
Terapi antibiotik dianjurkan
untuk kasus sedang dan berat
Metronidazole (30
mg/kg/hari selama 10
hari)
Obat Alternatif
Cefixime (8 mg/kg/hari); TMP/SMX∞ (8
mg/kg/hari dari TMP); ciprofloxacin∞ PO
(20-30 mg.kg/hari); rifaximin (>12 tahun,
600 mg/hari selama 3 hari)
Doxycycline (>8 tahun) atau ciprofloxacin
(>17 tahun), atau TMP/SMX (ketika rentan)
Vancomycin PO (40 mg/kg/hari)
Catatan:
PO= per os
*Tergantung pada kerentanan profile lokal antibiotik yang harus dipantau .
§TMP/SMX, trimethoprim-sulfamethoxazole
‡Ciprofloxacin biasanya tidak direkomendasikan untuk kelompok usia pediatrik, tapi dapat digunakan untuk anak-anak
usia >17 tahun ketika obat alternatif tidak layak.
∞Lihat teks
(Guarino et al, 2014)
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian
Penelitian dilakukan secara non-eksperimental (observasional), yaitu penelitian
dengan melakukan observasi terhadap data-data yang sudah tersedia dengan rancangan
metode deskriptif. Data diperoleh dari penelusuran data kartu rekam medik secara
retrospektif dengan menelusuri catatan pengobatan yang diberikan pada pasien dewasa
yang menderita diare di instalasi rawat inap RSUD “X” Surakarta tahun 2014
Populasi dan sampel : Populasi terdiri dari pasien dewasa (20-65 tahun) yang didiagnosis
diare (diare akut, diare kronis, disentri dan kolera) dan sampel terdiri dari populasi terpilih
untuk dijadikan sampel.
Metode pengambilan sampel : Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling.
Alat dan bahan : Alat yang digunakan yaitu lembar pengumpulan data. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medik yang berisi data-data pasien
penderita diare.
Analisis data : Hanya terdapat 46 pasien yang memiliki rekam medik dengan data yang
lengkap sehingga dapat digunakan untuk evaluasi. Data dikelompokkan dan dianalisa
dengan metode deskriptif secara retrospektif meliputi diagnosis penyakit, umur, jenis
kelamin, lama perawatan, kondisi pulang, jenis antibiotik, jenis bakteri penyebab, cara
pemberian, tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis (meliputi frekuensi dan durasi
pemberian obat).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelusuran data menggunakan data pasien dewasa diare yang menggunakan
antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUD “X” Surakarta tahun 2014. Sampel diambil
dengan metode purposive sampling dengan kriteria pasien dewasa (20-65 tahun) menderita
diare yang menggunakan antibiotik. Data diperoleh dari hasil rekam medik. Pasien dewasa
yang menderita diare pada tahun 2014 sebanyak 135 pasien. Dari populasi 135 pasien,
hanya 46 sampel pasien yang dapat diambil, sehingga hanya sampel 46 pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sehingga sebanyak 46 pasien itu dapat dievaluasi
berdasarkan jenis kelamin, diagnosis, penggunaan antibiotik, cara pemberian obat, lama
perawatan, dan kondisi pulang pasien agar dapat digunakalan untuk mengevaluasi tingkat
kerasionalan anibiotik berdasarkan ketepatan pemberian antibiotik, yaitu dapat dilihat dari
tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis (meliputi frekuensi dan durasi pemberian obat).
A. Karakteristik Pasien
Karakteristik pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, diagnosis, lama perawatan, dan
keadaan pulang.
Tabel 4. Karakteristik Pasien Diare di Instalasi Rawat Inap RSUD “X” Surakarta Tahun 2014
Keterangan
Usia
20 – 30 tahun
31 - 40 tahun
41 – 50 tahun
51 – 60 tahun
≥ 61 tahun
Total
Jumlah Pasien
Persentase (%)
9
12
11
10
4
46
20
25
24
22
9
100
Tabel 4, menunjukkan pada usia dewasa lebih banyak terkena diare akut, diare
kronis, disentri, kolera.
Tabel 5. Karakteristik Pasien Diare di Instalasi Rawat Inap RSUD “X” Tahun 2014
Keterangan
Jumlah Pasien
Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
24
52
Perempuan
22
48
Total
46
100
Pada penelitian karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin untuk kasus Diare
yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014
didapatkan hasil bahwa angka kejadian diare pada laki-laki sebanyak 24 kasus (52 %)
hampir sama dengan perempuan sebanyak 22 kasus (48%). Aktifitas fisik yang banyak
pada laki-laki remaja dan dewasa dapat membuat kondisi fisik tubuh cepat mengalami
penurunan termasuk penurunan sistem kekebalan tubuh, sehingga lebih beresiko terkena
penyakit termasuk diare akut (Pudjiadi, 2010).
6
B. Diagnosis Pasien
Pada penelitian menunjukkan karakteristik pasien berdasarkan diagnosis pasien
meliputi diare akut, diare kronis, disentri dan kolera.
Tabel 6. Presentasi Diagnosis Pasien Diare di Instalasi Rawat inap RSUD “X” Surakarta tahun 2014
Diagnosis
Jumlah pasien
Persentase (%)
Diare Akut
29
57
Diare Kronis
6
15
Disentri
8
17
Kolera
3
11
Total
46
100
Persentase diagnosis pada pasien diare yang dirawat di RSUD “X” tahun 2014
menunjukkan bahwa diagnosa terbesar pada pasien Diare yang di rawat inap di RSUD “X”
tahun 2014 adalah diare akut sebanyak 29 pasien (63%), diare kronis sebanyak 6 pasien
(13%), disentri sebanyak 8 pasien (17%) dan kolera sebanyak 3 pasien (7%).Berdasarkan
hal penelitian korompis dkk (2012) menunjukkan penderita diare akut merupakan
penderita terbanyak yang dirawat di rumah sakit tersebut sebanyak 59,52% (50 penderita).
Penderita dengan diare akut merupakan penderita terbanyak yang dirawat inap di rumah
sakit karena kemungkinan pasien tersebut menjadi lebih parah cukup besar sehingga
perlunya penanganan medis secepatnya (Pramitha, dkk, 2005).
Tabel 7. Distribusi Pasien Diare Berdasarkan Lama Perawatan dan Keadaan Pulang di Instalasi
Rawat Inap RSUD “X” Surakarta tahun 2014
Lama Perawatan (hari)
1-5
6-10
> 10 hari
Total
Jumlah Pasien
Persentase (%)
23
16
7
46
50
35
15
100
Pasien
Sembuh
39 (85%)
Pasien
Membaik
7 (15%)
Lama perawatan pada kasus ini dapat dilihat dari pasien diare yang dirawat inap di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta mulai dari pasien dirawat sampai diizinkan pulang. Data
yang diperoleh adalah lama perawatan 1-5 hari sebanyak 23 pasien (50%), lama perawatan
6-10 hari sebanyak 16 pasien (35%), dan lama perawatan >10 hari sebanyak 7 pasien
(15%). Lama tidaknya pasien dirawat dirumah sakit tergantung dengan tingkat dehidrasi
dari pasien.
Persentase kondisi pulang sembuh sebanyak 39 pasien dan keadaan pulang
membaik sebanyak 7 pasien. Kondisi pulang sembuh yang dimaksudkan adalah pasien
sudah diizinkan pulang oleh dokter dengan keadaan yang dinyatakan sudah sembuh tanpa
pasien meminta pulang, sedangkan kondisi pulang membaik adalah pasien menginginkan
pulang karena merasa kondisi sudah membaik sehingga diizinkan pulang oleh dokter
(Sadikin, 2011).
7
C. Karakteristik Obat
Rasionalitas terhadap penggunaan antibiotik pada penyakit diare di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta tahun 2014 terdapat 46 pasien dengan data rekam medik yang lengkap
untuk dijadikan bahan evaluasi terhadap tingkat kerasionalan obat dan 89 pasien tidak
mempunyai data rekam medik yang lengkap karena pada data rekam medik tidak
tercantum jenis bakteri penyebab sehingga tidak dapat dijadikan bahan evaluasi pasien
untuk mengukur tingkat kerasionalan obat.
Penggunaan
antibiotik
pada
kasus-kasus
diare
sangat
tergantung
pada
mekanismedan faktor etiologinya. Pada keadaan tertentu, berdasarkan pada pola
mekanisme penyakit yang dihadapi dan anamnesis relatif sudah cukup untuk mendeteksi
faktor penyebabnya (etiologi) sehingga pemilihan obat telah dapat diperkirakan.
Tabel 8. Karakteristik Obat pada Pasien Diare di Instalasi Rawat Inap RSUD “X” tahun 2014
Kelas Terapi
Antibiotik
Mual–muntah
Analgetik-antipiretik
Infus
Anti diare
Vitamin
Gastritis
Lain-Lain
Nama Obat
Ceftriaxone
Metronidazole
Cotrimoxazole
Cefixime
Cefotaxime
Ondansetron
Metoklopramide
Domperidone
Paracetamol
Novalgin
RL 20
RL 30
Nacl 0,9%
Asering
New Diatab
Neo diaform
B-Complex
Cernevit
Neurobion
Antasid
Omeprazole
Ranitidin
Curcuma
Jumlah
33
8
3
1
1
7
12
2
22
3
20
3
25
1
41
1
12
1
2
11
16
25
1
Persentase (%)
72
18
7
2
2
15
26
4
48
7
43
7
54
2
89
2
26
2
4
24
35
54
2
Catatan :
Sesuai dengan tabel 8, uraian kandungan zat yang terkandung dalam obat yang memakai merk dagang.
a) Novalgin: mengandung Metamizol natrium atau antalgin atau metampiron.
b) Asering:Setiap 1000 ml mengandung Calcium chloride 2H2O 20 g; Potassium chloride 0,30 g; Sodium chloride 6,00 g; Sodium
acetate 3H2O 3,80 g.
c) New diatab: mengandung Attapulgit aktif
d) Neo-diaform:mengandung kaolin, pectin.
e) Cernevit: mengandung Retinol, colecalciferol, Tokoferol, Nicotinamide, pantotenic acid, pyridoxine, riboflavin, thiamin, asam folat,
D-biotin, cyanocobalamin, dan bahan lainnya seperti: glisin, asam glikokolat, soybean lecithin, sodium hydroxide.
f) Neurobion: mengandung vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12
Pengobatan menggunakan antibiotik dapat mempersingkat durasi penyakit dan
mengeluarkan organisme penyebab penyakit (Dipiro et al, 2005). Tabel 8 menunjukkan
penggunaan antibiotik cefotaxime sebanyak 1 pasien (2%), cefotaxime merupakan
antibiotik sefalosporin generasi ketiga; Cotrimoxazole
sebanyak 3 pasien (7%),
8
cotrimoxazole merupakan kombinasi antibiotik trimetoprim dan sulfametoxazole. Untuk
antibiotik yang lain adalah antibiotik ceftriaxone sebanyak 31 pasien (67%), Metronidazole
sebanyak 8 pasien ( 18%), dan cefixime sebanyak 1 pasien (2%).
Penelitian yang dilakukan di Polandia tahun 2009 diperoleh bahwa hasil efektifitas
(sefalosporin) dalam terapi terhadap infeksi Shigella Sp mencapai 98%. Kasus
kekambuhan berkurang jika dibandingkan dengan yang mendapat terapi golongan
penicillin (Haczynski, 2009).
Muntah pada saat diare menjadi penyebab dehidrasi sehingga pemberian obat
antiemetik selain menghentikan rasa mual juga membantu dalam mengurangi kehilangan
cairan pada saat diare.
Tabel 9. Cara Pemberian Antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun
2014
Cara pemberian
Intavena
Oral
Total
Jumlah
34
12
46
Persentase (%)
74
26
100
Dari hasil penelitian, pasien yang menderita diare lebih banyak mendapatkan obat
dengan pemberian secara intravena yaitu sebanyak 34 pasien (74%), dan pasien yang
mendapatkan obat secara oral sebanyak 12 pasien (26%).
D. Evaluasi Penggunaan Antibiotik
1. Tepat Obat
Ketepatan obat yang digunakan harus sesuai diagnosis diare dengan acuan standar
yang digunakan adalah Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th tahun 2009
(Dipiro et al, 2009), WGO 2012 (WGO, 2012), dan Journal of Pediatric Gastroenterology
and Nutrition volume 59, No 1, juli 2014 (Guarino et al, 2014). Pemilihan obat merupakan
upaya terapi yang dipilih apabila diagnosis telah ditegakkan dengan benar, agar obat yang
dipilih adalah benar obat pilihan utama.
Dari data tabel 10, hasil penelititan pada 46 pasien, sebanyak 40 pasien (86,95%)
tepat obat dan 6 pasien (13,04%) tidak tepat obat. Pilihan obat yang digunakan adalah
ceftriaxone, cotrimoxazole, cefotaxime, metronidazole. Berdasarkan data tabel 10 dapat
disimpulkan antibiotik yang digunakan merupakan obat pilihan utama dalam pengobatan
pasien diare karena pada 46 pasien yang menderita diare sudah diketahui secara jelas
bakteri patogennya.
9
Tabel 10. Ketepatan obat pada pasien diare yang dirawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Tahun 2014
Diagnosa
Diare akut
Diare kronis
Disentri
Kolera
Bakteri
Penyebab
Salmonella
(Nontyphoidal)
E. coli
E. coli
Shigella*
Shigella
Shigella*
E. coli
Salmonella
(Nontyphoidal)
Salmonella
(Nontyphoidal)
C. difficile
C. difficile
E. coli§
Shigella*
Shigella
C. difficile
E. coli
Shigella
Antibiotik
Ceftriaxon
No. Responden
1,2,4,5,6,15,16,18,22,28,29,35,38-44
Cotrimoksazole
Metronidazole
Ceftriaxone*
Metronidazole
Ceftriaxone*
Metronidazole
Ceftriaxone
36
7,25
3,13,17,26,30,31
10
21,23,37
27
20,46
1
6
3
2
2
1
1
-
12
1
-
Cefotaxim
Metronidazole
Ceftriaxone
Cefixime§
Ceftriaxone*
Cotrimoksazole
Metronidazole
Metronidazole
Cotrimoksazole
Ketepatan Obat
Tepat
Tidak tepat
19
-
8,14
34
45
9,24
33
19
11
32
2
1
2
1
1
1
40
86,95
Total
Persentase
(%)
Keterangan:
*Menurut WGO 2012 untuk bakteri Shigellosis, antibiotik yang menjadi drug of choice nya adalah ceftriaxon.
§
Menurut jurnal JPGN vol. 59, no 1, july 2014 untuk bakteri E.coli dengan terapi antibiotik cefixime dibenarkan
1
‐
1
‐
6
13,04
2. Tepat Dosis, frekuensi dan durasi pemberian obat
Ketepatan dosis merupakan ketepatan penggunaan dosis obat meliputi frekuensi dan
durasi pemberian obat
yang digunakan harus sesuai diagnosis diare dengan acuan
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th tahun 2009 (Dipiro et al, 2009), WGO
2012 (WGO, 2012), dan Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition volume 59,
No 1, july 2014 (Guarino et al, 2014).. Ketepatan dosis merupakan suatu hal yang mutlak
diperlukan dalam terapi. Pemberian antibiotik harus sesuai dengan standart pengobatan
agar tercapai hasil akhir yaitu kesembuhan dan peningkatan kualitas hidup dari pasien
tersebut.
Tabel 11. Evaluasi Tepat Dosis pemberian meliputi Tepat frekuensi dan durasi pemberian obat pada pasien diare
yang dirawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014
Jenis Antibiotik
Diare
Dosis Sehari
Pemberian Obat (mg)
Standar
Cefotaxime
2000, 2 x 1, 3 hari
Dosis Standar (hari)
3 x 1 g, 5 hari
Ceftriaxone
2000, 2 x 1, 2-5 hari
2 x 1 g, 2-5 hari
1000, 1 x 1, 5 hari
No. Responden
12
Besaran dosis,
frekuensi, durasi
Tepat Tidak tepat
1
24
-
2 x 1 g, 2-5 hari
4,6,9,13,15-17,
20,21,23,24,26,28,29,30,31,3
5,37,38-42,46
1,2,3,5,18,22,34,43,44
-
9
1500, 3 x 1, 10 hari
3 x 500 mg, 10 hari
8,14,25,27
4
-
1000, 2 x 1, 7 hari
3 x 500 mg, 10 hari
7,10,11,19
-
4
Cotrimoxazole
1920, 2 x 1, 5 hari
2x960 mg, 3-5 hari
32,33,36
3
-
Cefixime
600, 2 x 1, 3 hari
1x 520 mg, selama 5
hari
45
-
1
Metronidazole
Jumlah
Persentase (%)
31
67,39
Keterangan
Dosis, frekuensi dan
durasi kurang
Dosis, frekuensi dan
durasi tepat
Dosis kurang,
frekuensi kurang,
dan durasi tepat
Dosis, frekuensi dan
durasi tepat
Dosis, frekuensi dan
durasi kurang
Dosis, frekuensi dan
durasi tepat
Dosis lebih,
frekuensi lebih, dan
durasi kurang
15
32,60
10
Berdasarkan jurnal JPGN volume 59, No 1, Juli 2014, dosis cefixim adalah 8
mg/kg/BB. Berat badan (BB) pasien yang menggunakan cefixim adalah 65 kg. Jadi, dosis
standar untuk pasien tersebut adalah (dosis standar x Berat badan= 8 x 65= 520 mg),
selama 5 hari.
Tepat dosis meliputi: tepat besaran dosis, frekuensi dan durasi pemberian obat.
Data dari tabel 11, menunjukkan bahwa pasien yang tepat dosis sebanyak 31 pasien
(67,39%) dan pasien yang tidak tepat dosis sebanyak 15 pasien (32,60%).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik yang telah diberikan sudah
tepat dosis pemberiannya sesuai dengan dosis standart terapihanya saja ada beberapa jenis
obat yang belum tepat dalam pemberian dosis dan frekuensinya, salah satu contohnya
seperti ceftriaxon yang harusnya diberikan dengan dosis 2x1 g seharimenjadi 1x1 g sehari
sehingga pemberian dosisnya kurang. Berdasarkan penelitian di RSUD Dr. Mansyoer
Mohamad Dunda Limboto tahun 2012, menunjukkan ketepatan dosis untuk penyakit diare
yaitu sebesar 100%.
Penyebab ketidaksesuaian dosis terapi mungkin disebabkan karena pembulatan
dosis baik melebihi maupun dibawah dosis lazim. Penyebab ketidaksesuaian dosis lainnya
bisa berupa ketidaksesuaian dosis berdasarkan berat badan terjadinya pengelompokkan
dosis berdasarkan kelompok usis tertentu,ataupun dapat disebabkan karena perbedaan
referensi yang digunakan antara peneliti dengan praktisi medis dilapangan.
Lama pemakaian antibiotika paling sering adalah 1-5 hari (55,0%). Durasi terapi
antibiotika spektrum luas adalah 2-3 hari (Kemenkes RI, 2011).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari data yang sudah diambil dan diolah, rasionalitas terapi antibiotik untuk terapi
diare meliputi: persentase tepat obat sebanyak 86,95%, dan tepat dosis meliputi besaran
dosis, frekuensi dan durasi pemberian obat sebanyak 67,39 %.
Saran
Perlu penelitian yang lebih lanjut untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada
pasien dewasa yang diagnosis utamanya diare akut, diare kronis, kolera dan disentri.
11
DAFTAR ACUAN
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, A.G., Posey, L.M. 2005,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approac, 6th Ed, New York: The McGraw-Hill
Companies, Section 16, Chapter 122.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, A.G., Posey, L.M. 2009,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approac, 7th Ed, New York: The McGraw-Hill
Companies, Section 16, Chapter 122.
Guariano, Alfredo., Ashkenazi, Shai., Gendrel, Dominique., Lo Vecchio, Andrea., Shamir,
Raanan., Szajewska., 2014. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology, and Nutrition/European society for Pediatric InfectiousDisease
Evidence-Based Guidelines for the Management of Acute Gastroenteritis in Children
in Europe: Update 2014, volume 59, No I, july 2014. JPGN, p:132-152.
Kemenkes RI, 2011a. Buletin data dan Kesehatan: Situasi Diare di Indonesia, Jakarta:
Kemenkes.
Kemenkes RI, 2011b. Modul penggunaan obat rasional, Jakarta: Kemenkes.
Sadikin, Z., D., J. (2011). Penggunaan Obat Rasional, J Indo Med Assoe (4th ed., Vol. 61).
Jakarta: Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
WGO, 2008. WGO practice guidelines : Acute Diarrhea, WGO.
WGO. 2012. Acute Diarrhea in Adults and Children : A Global Perspective .World
Gastroenterology Organisation.
WHO, 2005. The Treatment Of Diarrhea, A manual for physicians and other senior health
workers, USA: WHO.
12
Download