BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri atas proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m2/ hari pada anak), hipoalbuminemia (<2,5 g/ dL), edema dan hiperlipidemia (Alldredge dkk., 2012; Behrman dkk., 2004). Pasien dengan sindrom nefrotik terjadi suatu gangguan pada membran basal glomerulus yang mengakibatkan timbulnya kebocoran protein plasma ke urin. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya hipoproteinemia, penurunan serum protein dan albumin, adanya edema serta hiperlipidemia (Okada dan Takemura, 2009). Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering ditemukan pada anak dari pada dewasa (Behrman dkk., 2004; Handayani dkk., 2007). Menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) clinical practice guideline (2012), 1–3 anak dari 100,000 anak dibawah 16 tahun menderita sindrom nefrotik. Lima dari 100.000 anak per tahun di Jepang mengalami sindrom nefrotik idiopatik (Okada dan Takemura, 2009). Prevalensi sindrom nefrotik di Indonesia yaitu 6 dari 100.000 anak dibawah 14 tahun (Handayani dkk., 2007). Berdasarkan etiologinya sindrom nefrotik dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: sindrom nefrotik kongenital, sindrom nefrotik idiopatik atau primer (tanpa diketahui pasti penyebabnya) dan sindrom nefrotik sekunder (sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik seperti Systemic Lupus Erythemathosus). Dari 1 keseluruhan pasien anak dengan sindrom nefrotik, kurang lebih 90% diantaranya mengalami sindrom nefrotik idiopatik (Behrman dkk., 2004; Okada dan Takemura, 2009). Secara morfologis sindrom nefrotik idiopatik dapat dibagi menjadi 3 yaitu: penyakit kelainan minimal, proliferasi mesangium dan glomerulosklerosis segmental fokal. Sebanyak 95% pasien dengan penyakit kelainan minimal masih merespon baik terhadap terapi kortikosteroid. Berbeda dengan kelainan minimal, hanya 50% dari pasien dengan proliferasi mesangium yang merespon terhadap kortikosteroid. Hanya 20% morfologi glomerulosklerosis segmental fokal yang merespon terhadap terapi kortikosteroid. Respon pasien terhadap terapi kortikosteroid berbeda (Behrman dkk., 2004; Eddy dan Symons, 2008). Terapi sindrom nefrotik idiopatik tidak hanya dilakukan dalam hitungan hari, tetapi merupakan terapi jangka panjang dan dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. Sindrom ini juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental anak serta orang tua. Sebanyak 60-90% pasien anak dengan sindrom nefrotik idiopatik mengalami kekambuhan/ relaps (Handayani dkk., 2007; Teeninga dkk., 2013). Kekambuhan/ relaps dapat terjadi karena berbagai faktor, misalnya karena sudah tidak merespon terhadap terapi sebelumnya. Besarnya tingkat relaps bukan menjadi satu satunya masalah bagi terapi sindrom nefrotik idiopatik akan tetapi adanya efek samping dari obat- obat yang digunakan jangka panjang juga dapat menurunkan kualitas hidup pasien (Dewi, 2006). Mayoritas pasien dengan sindrom nefrotik idiopatik kurang lebih 80-90% merespon terhadap terapi kortikosteroid oral dan memiliki prognosis jangka 2 panjang yang baik (Hari dkk., 2004). Tingginya efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menurunkan kualitas hidup pasien anak. Beberapa contoh efek samping penggunaan kortikosteroid yaitu hipertensi, instabilitas emosional, kegagalan penyembuhan luka, intoleransi karbohidrat, Cushing syndrome, diabetes mellitus, retensi air, terhambatnya pertumbuhan (pada anak), hipokalemia alkalosis, hipotiroid, gangguan menstruasi, retensi natrium, pancreatitis, tukak peptic, ulcerative esophagitis, peningkatan enzim hati, osteoporosis, fraktur, miopati steroid, peningkatan tekanan intraokular, glaukoma, exophthalmos (Lacy dkk., 2011). Sekitar 80-90% pasien anak merespon terhadap terapi inisial kortikosteroid, tetapi 60-90% pasien menunjukkan kekambuhan ( Tune dan Mendoza, 1997; Teeninga dkk., 2013). Kekambuhan mengakibatkan perlunya terapi berulang dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu kurang lebih 2 bulan penggunaan prednison pada kasus kekambuhan (Trihono dkk., 2012). Menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) clinical practice guideline (2012), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keefektifan terapi kortikosteroid yaitu usia, jenis kelamin, ras dan faktor genetik. Melihat pertimbangan diatas maka perlu dilakukan evaluasi efek terapi inisial kortikosteroid dan efek sampingnya pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik serta pengaruh faktor usia, jenis kelamin, penggunaan albumin, jenis kortikosteroid dan penggunaan obat lain (captopril dan furosemid) terhadap efek terapi kortikosteroid. 3 B. Perumusan Masalah Berdasarkan informasi yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah efek terapi inisial kortikosteroid pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta? 2. Apakah faktor usia, jenis kelamin, penggunaan albumin, jenis kortikosteroid dan penggunaan obat lain (captopril dan furosemid) berpengaruh terhadap efek terapi inisial kortikosteroid pada sindrom nefrotik idiopatik anak di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta? 3. Bagaimanakah efek samping terapi inisial kortikosteroid pada sindrom nefrotik idiopatik anak di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang terapi sindrom nefrotik pada anak telah banyak dilakukan, terutama mengenai terapi imunosupresan pada anak. Beberapa penelitian mengenai sindrom nefrotik pada anak dapat dilihat pada tabel 1. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan terletak pada metode penelitian, dimana pada penelitian ini digunakan metode cross sectional analitik. Perbedaan lainnya yaitu pada evaluasi yang dilakukan, pada penelitian ini evaluasi yang dilakukan yaitu pada terapi inisial kortikosteroid (prednison dan metilprednisolon) dengan membandingkan hasil laboratorium dan kondisi klinis sebelum dan sesudah terapi. Evaluasi juga dilakukan pada efek samping yang muncul serta dilakukan juga pengamatan mengenai pengaruh faktor usia, jenis 4 kelamin, penggunaan albumin, jenis kortikosteroid dan penggunaan obat lain (captopril dan furosemid) terhadap hasil terapi inisial kortikosteroid akan tetapi penelitian ini tidak mengevaluasi jumlah relaps/tahun. Subjek dalam penelitian ini adalah pasien anak dengan sindrom nefrotik idiopatik. Tabel 1. Penelitian Sindrom Nefrotik pada Anak Peneliti (Dewi, 2006) (Muliani , 2010) (Hiraoka dkk., 2000) Judul Karakteristik dan Evaluasi Terapi Imunosupresan pada Pasien Sindrom Nefrotik Anak di Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta. Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Sindrom Nefrotik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2007- 2009 Older Boys Benefit From Higher Initial Prednisolone Therapy for Nephrotic Syndrome Perbedaan 1. Metode penelitian observasional deskriptif. 2. Evaluasi dilakukan terhadap terapi imunosupresan bukan hanya terapi kortikosteroid. 3. Subjek penelitian adalah sindrom nefrotik secara umun baik idiopatik, sekunder maupun kongenital. 1. Metode penelitian berupa observasional deskriptif. 2. Evaluasi dilakukan terhadap terapi kortikosteroid dan terapi suportif. Evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi ketepatan pemilihan obat, tepat indikasi dan tepat dosis. 3. Subjek penelitian adalah sindrom nefrotik secara umun baik idiopatik, sekunder maupun kongenital. 1. Evaluasi terapi yang dilakukan yaitu evaluasi terapi prednisolon 2. Metode penelitian berupa quasi eksperimental yang membandingkan terapi inisial dengan prednisolon dosis 60mg/m2 dengan 40mg/m2 3. Evaluasi yang dilakukan berupa respon remisi terhadap penggunaan prednisolon dan jumlah relaps/tahun D. Kepentingan Penelitian Terapi sindrom nefrotik idiopatik pada anak bersifat jangka panjang mengakibatnya adanya peningkatan risiko terjadinya efek samping. Tingginya efek samping dan adanya kekambuhan dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Sehingga perlu dilakukan evaluasi terapi sindrom nefrotik pada anak. Pada 5 akhirnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek terapi inisial kortikosteroid dan efek samping yang timbul pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik serta dapat memberikan tambahan informasi mengenai faktor- faktor yang mungkin dapat mempengaruhi hasil terapi seperti usia, jenis kelamin, penggunaan albumin, jenis kortikosteroid dan penggunaan obat lain (captopril dan furosemid). E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui bagaimanakah efek terapi inisial kortikosteroid pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Mengetahui pengaruh faktor usia, jenis kelamin, penggunaan albumin, jenis kortikosteroid dan penggunaan obat lain (captopril dan furosemid) terhadap efek terapi inisial kortikosteroid pada sindrom nefrotik idiopatik anak di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta? 3. Mengetahui efek samping yang muncul akibat terapi inisial kortikosteroid pada sindrom nefrotik idiopatik anak di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. 6