Sindroma Nefrotik Definisi : • Dikenal dg istilah nephrosis, yakni suatu kondisi yg ditandai adanya proteinuria dgn nilai dlm kisaran nefrotik, hiperlipidemia & hipoalbuminuria. • Pada orang dewasa, proteinuria dlm nilai kisaran nefrotik, ditandai eksresi protein sebesar 3,5 gram atau lebih per hari. • Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif. • Karenanya SN bukan penyakit, tapi manifestasi berbagai penyakit glomerular berbeda. Penyakit-penyakit ini bisa bersifat akut & menetap, seperti glomerulonefritis pasca infeksi /penyakit kronis dan progresif, seperti focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) • Proteinuria pada anak-anak adalah eksresi protein lebih dari 40 mg/m2/jam. Karena pengumpulan urin 24 jam tidak bisa diandalkan & menjadi beban, terutama pd anak-anak yg berusia sangat muda. • Untuk menghitung eksresi protein dgn rasio protein/kreatinin. Rasio protein/kreatinin lebih dari 2-3 mg/m2 mengindikasikan proteinuria kisaran nefrotik dan disetarakan dgn hasil pengumpulan urin 24 jam. Etiologi • Menurut Ngastiyah (2005) : sebab penyakit sindrom nefrotik yg pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sbg suatu penyakit autoimun yaitu merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Macam SN berdasarkan etiologi 1. SN bawaan 2. SN sekunder 3. SN primer/ Idiopatik 1. SN bawaan • Diturunkan sbg resesif autosomal/ krn reaksi maternofetal. • Gejalanya : edema pd masa neonatus. • SN jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. • Salah satu cara yg bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pd masa neonatus namun tdk berhasil. Prognosis buruk & biasanya penderita meninggal dlm bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. SN sekunder • Muncul sbg akibat dari suatu penyakit sistemik/sbg akibat dari berbagai sebab yg nyata seperti misalnya efek samping obat. • Penyebab yg sering dijumpai adalah: – Malaria kuartana atau parasit lain. – Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid. – Glumeronefritis akut /glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis. – Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa, logam berat(Hg) – Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik. 3. SN Primer/ Idiopatik • Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom ini secara primer terjadi akibat kelainan pd glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pd anak (wirya, 2002). Klinis : • Edema sering ditemukan dimulai dari wajah dan kelopak mata pada pagi hari • kemudian menghilang, digantikan oleh edema di daerah pretibial pd sore hari. • Seiring waktu, edema semakin meluas, dgn pembentukan asites, efusi pleura, & edema genital. Anorexia, irirabilitas, nyeri perut,& diare sering terjadi. Klinis • Hipertensi & hematuria jarang ditemukan. • Differensial dx utk anak dgn edema adalah penyakit hati, penyakit jantung congenital, glomerulonefritis akut /kronis, dan malnutrisi protein. • Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. • Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuris, azotemia dan hipertensi ringan. • Sering timbul efusi serosa (transudat) & asites kadang-kadang muncul tanpa edema menyeluruh, terutama terjadi pada anak kecil & bayi karena jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema intersisial. • Kadang disertai dg diare yg diduga akibat edema pada usus. Nafsu makan akan sangat menurun dan sangat erat hubungannya dg beratnya edema. Pada abdomen yg mengalami distensi akan mengganggu pernapasan anak, terutama bila disertai dg efusi pleura. • Tekanan darah sangat bervariasi bergantung pada penyakit primernya (Ngastiyah,2005). Pemeriksaan laboratorium • Produksi urin berkurang, berat jenis urine meninggi, adanya proteinuria terutama albumin, diperkirakan sekitar > 50 mg/kg/hari. • Hematuria yg dpt timbul intermiten. Urin mengandung torak hialin, epitel sel tubulus, torak granuler dan titik-titik lemak. • Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal/ meninggi. • Hiperkolestrolemia & kadar fibrinogen meninggi. • Pada pemeriksaan darah rutin kadang dijumpai anemia normositik normokromik tetapi jumlah sel darah merah umumnya normal. Pemeriksaan laboratorium • Kadar protein total menurun dibawah normal (<7 g/dl), terutama albumin akan menurun < 3 mg/dl. Konsentrasi kolesterol plasma total, LDL dan VLDL akan meningkat dengan HDL normal. • Konsentrasi ureum & kreatinin plasma biasanya normal tetapi dpt mengalami sedikit peningkatan krn adanya hipovolemia. • Kadar elektrolit plasma dpt normal meski kadang dijumpai hiponatremia. Pada 10% kasus terdapat defisiensi factor IX. • Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium darah sering rendah pada keadaan lanjut, g terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia (Ngastiyah,2005). Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium 1. Urin 2. darah 2. Biopsi ginjal Penatalaksanaan medis • Istirahat sampai edema tinggal sedikit, aktivitas disesuaikan dgn kemampuan pasien. • Diet protein normal sesuai dgn RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2 g/kg BB/hari. • Mencegah infeksi, harus diperiksa kemungkinan anak menderita TBC. • Diuretik • Kortikosteroid. Penatalaksanaan medis • Antibiotic hanya diberikan bila ada infeksi • Pungsi asites, pungsi hidrototaks dilakukan bila ada indikasi vital. • Jika ada gagal jantung diberikan digitalis. • Pasien rawat jalan pemeriksaan fisik dilakukan dgn menimbang BB, mengukur TB, TD, dan pemeriksaan tanda-tanda lainnya • Pemeriksaan penunjang yg harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi, kadar urin serta kreatinin datah 3-6 bulan sekali tergantung situasi. Penatalaksanaan keperawatan Edema yang berat 1. 2. 3. 4. Pasien SN dg edema anasarka perlu istirahat di tempat tidur karena keadaan edema yg berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya utk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di dlm rongga toraks akan menyebabkan pasien sesak napas. Berikan alas bantal pd kedua kakinya sampai pd tumit (bantal diletakkan memanjang; karena jika bantal melintang bagian ujung kaki akan lebih rendah & menyebabkan edema lebih berat). Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal di bawah skrotum utk mencegah pembengkakan skrotum. Diet • Protein 1,2-2,0 g/kgBB/hari & cukup kalori yaitu 35 kcal/kg/hari serta rendah garam (1 g/hari). • Bentuk makanan disesuaikan dgn keadaan penderita, dpt makanan biasa/ lunak. Jangan diberikan makanan yg keras karena penderita malas makan. Komplikasi 1. Infeksi 2. Hiperlipidemia pd SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol LDL dan VLDL, triliserida, dan lipoprotein kadar kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik. Pada sindrom nefrotik sensitive steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak Komplikasi 3. Hipokalsemia terjadi karena: penggunaan steroid jangka panjang yg menimbulkan osteoporosis dan osteopenia & kebocoran metabolit vitamin D oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering & sindrom nefrotik resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. bila telah terjadi tetani, diobati dg kalsium glukonas 50mg/kgBB intravena 4. Hipovolemia krn pemberian diuretic yg berlebihan/ dlm keadaan SN relaps dgn gejala hipotensi, takikardia, ekstrimitas dingin & sering disertai sakit perut. Nursing Problem • Penurunan volume intravascular (syok hipovolemik) • Kemampuan koagulasi yg berlebihan (thrombosis vena) • Gangguan pernafasan (yg berhubungan dgn retensi cairan & distensi abdomen) • Kerusakan kulit (dari edema berat, penyembuhan buruk) • Efek samping terapi steroid yg tidak diinginkan • Gagal tumbuh & keletihan otot (jangka panjang; defisiensi factor koagulasi IX, XI, dan XII dan penurunan kadar vitamin D serum