14 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Adaptasi Definisi adaptasi adalah “Something, such as a device or mechanism, that is changed or changes so as to become suitable to a new or special application or situation.” [1] Bila definisi adaptasi di atas diaplikasikan pada sistem informasi maka definisi kemampuan adaptasi dari sistem informasi adalah kemampuan sistem informasi untuk diubah (dimodifikasi) untuk memenuhi tujuan atau fungsi yang diberikan padanya oleh organisasi yang menggunakannya. II.2 Strategi Bisnis Organisasi II.2.1 Model Bisnis Organisasi Model bisnis adalah kakas konseptual yang terdiri atas sekumpulan obyek, konsep, dan hubungan-hubungan antar obyek dan konsep tersebut yang digunakan untuk menunjukkan logika bisnis sebuah organisasi [22]. Model bisnis berbeda dengan model proses bisnis. Model bisnis menjelaskan logika bagaimana sebuah organisasi membuat dan mengkomersialisasikan value, sedangkan model proses bisnis berorientasi pada bagaimana logika tersebut diimplementasikan pada proses-proses. Model bisnis organisasi terdiri dari sembilan blok pembangun. Sembilan blok pembangun model bisnis ditunjukkan pada tabel II.1. II.2.2 Strategi Bisnis Organisasi Perbedaan definisi antara strategi bisnis dan model bisnis tidak terlalu jelas [22]. Perbedaan praktis yang dapat diambil adalah bahwa bila model bisnis membahas 15 bagaimana komponen-komponen bisnis berjalan bersama-sama (fit together), strategi bisnis juga dihubungkan dengan kompetisi dengan organisasi, atau perusahaan lain. Tabel II.1. Sembilan blok pembangun model bisnis Pillar Product Building Block Value Proposition Customer Interface Target Customer Distribution Channel Relationship Introducing Management Value Configuration Core Competency Partner Network Financial Aspects Cost Structure Revenue Model Description Gives an overall view of a company’s bundle of products and services. Describes the segments of customers a company wants to offer value to. Describes the various means of the company to get in touch with its customers. Explains the kind of links a company establishes between itself and its different customer segments. Describes the arrangement of activities and resources. Outlines the competencies necessary to execute the company’s business model. Portrays the network of cooperative agreements with other companies necessary to efficiently offer and commercialize value. Sums up the monetary consequences of the means employed in the business model. Describes the way a company makes money through a variety of revenue flows. Sumber : Osterwalder, A., Pigneur, Y., Tucci, C. L. (2005), Clarifying Business Models: Origins, Present, and Future of the Concept, dalam Communications of the Association for Information Systems, Volume 16, 10. Perbedaan lainnya antara strategi bisnis dan model bisnis adalah strategi bisnis juga membahas masalah pelaksanaan (execution), dan implementasi, sedangkan model bisnis lebih ke arah bagaimana bisnis bekerja sebagai sebuah sistem. Dengan pemahaman ini maka model bisnis tidak dapat dikatakan berhasil, atau gagal. Model bisnis harus dijalankan lebih dulu dan diimplementasikan ke dalam sebuah organisasi. Proses pelaksanaan, dan implementasi dapat berhasil walaupun model bisnis dikatakan tidak sempurna. Demikian pula sebuah model bisnis yang 16 dirancang dengan baik dapat tidak berhasil karena tidak adanya kemampuan implementasi dan pengelolaan yang baik. Strategi bisnis meliputi implementasi dan pengelolaaan model bisnis termasuk di dalamnya penerjemahan model bisnis sebagai sebuah rencana ke elemen-elemen yang lebih kongkrit. Elemen yang lebih kongkrit tersebut, misalnya struktur bisnis (departemen, unit, sumber daya manusia yang diperlukan), proses-proses bisnis (workflow, dan tanggung jawab), dan insfrastruktur dan sistem (bangunan, sistem informasi). II.2.3 Strategi Sistem Informasi Strategi sistem informasi didefinisikan sebagai rencana pengembangan sistem informasi yang mengarah pada visi masa depan dari peran sistem informasi di organisasi [31]. Strategi sistem informasi berusaha mencapai sasaran bisnis dari organisasi, memiliki pemahaman tentang informasi yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran tersebut, dan implementasi sistem komputer untuk menyediakan informasi tersebut. II.3 Sistem Informasi Sistem informasi adalah sistem yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisa, dan menyebarluaskan informasi untuk tujuan tertentu. Setiap sistem informasi meliputi input (data, instruksi), dan output (laporan, kalkulasi). Sistem juga memproses input untuk menghasilkan output. Juga terdapat feedback mechanism yang mengontrol operasi. Dan sistem tersebut beroperasi di dalam sebuah lingkungan (environment) [30]. Sistem informasi berbasis komputer adalah sistem informasi yang menggunakan teknologi komputer untuk melakukan sebagian atau keseluruhan tugas-tugas yang diperlukan. Komponen dari sistem informasi adalah: 1. Hardware. Sekumpulan alat seperti processor, monitor, keyboard, dan printer. 17 2. Software. Sekumpulan program yang memungkinkan hardware memproses data. 3. Database. Sekumpulan file, tabel, dan relations yang saling berhubungan yang menyimpan data. 4. Network. Adalah sistem koneksi yang memungkinkan adanya pertukaran data antara komputer-komputer yang berbeda. 5. Procedures. Sekumpulan instruksi mengenai bagaimana mengkombinasikan komponen-komponen di atas untuk mengolah informasi dan menghasilkan output yang diinginkan. 6. People. Adalah individu-individu yang menggunakan sistem, atau output dari sistem. II.4 System Development Life Cycle System Development Life Cycle (SDLC) menjelaskan kategori-kategori umum yang menunjukkan tahapan-tahapan besar (major steps) dari proyek pengembangan sistem informasi [30]. Tidak seluruh proyek pengembangan memerlukan seluruh tahapan ini. Proyek yang lebih kecil mungkin tidak memerlukan tahapan sebanyak proyek yang lebih besar. Juga tidak ada versi SDLC yang universal, dan terstandarisasi. Setiap organisasi, atau bahkan divisi dalam organisasi, dapat membentuk SDLC yang sesuai dengan kebutuhannya. Eight-Stage SDLC menunjukkan delapan tahapan besar untuk mengembangkan sistem informasi. Eight-Stage SDLC ditunjukkan pada gambar II.1. Tahap 1: Project Initiation. Adanya inisiatif untuk memulai proyek. Inisiatif ini dapat bermula dari adanya masalah yang teridentifikasi, atau peluang yang ingin dimanfaatkan. Inisiatif juga dapat bermula dari adanya proses perencanaan formal yang mengidentifikasi sistem baru yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya. Tahap 2: System Analysis and Feasibility Studies. Terdiri dari dua fase analisis, yaitu system analysis, dan feasibility studies. System analysis melakukan proses 18 investigasi terhadap kondisi saat ini. Analisa ini dapat menunjukkan status dari masalah yang dihadapi. System analysis bertujuan memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap pengelolaan saat ini, pengoperasian, situasi yang relevan dengan sistem yang akan dibangun. System analysis dapat meliputi proses observasi, review terhadap dokumen, dan pengukuran kinerja. Feasibility Studies bertujuan menentukan tingkat kemungkinan keberhasilan dan solusi yang diusulkan. Studi ini dapat dilakukan beberapa kali selama daur hidup pengembangan sistem. Investigasi dalam feasibility study biasanya dilakukan terhadap masalah teknologi, ekonomi, faktor-faktor organisasi, masalah atau batasan hukum, etis dan batasan lainnya. Gambar II.1. Eight-Stage system development life cycle Sumber: Turban, E., McLean, E., Wetherbe, J. (2001), Information Technology for Management, 3rd Edition, John Wiley & Sons Inc., 610 Tahap 3: Analysis and Design. Analisa ini bertujuan menentukan desain logis (logical design) yang akan menjawab apa yang perlu sistem ini kerjakan, dan 19 bagaimana sistem mengerjakan fungsi-fungsi tersebut. Pada tahap ini ditentukan information requirements sekaligus fungsi-fungsi sistem. Kakas pemodelan seperti entity-relationship diagram (ERD), dan data flow diagram (DFD) dapat digunakan untuk menampilkan proses-proses logis, dan hubungan antar data (data relationships). Tahap 4: Actual Acquisition or Development. Desain logis yang ditentukan pada tahap sebelumnya menjadi panduan dari proses pengadaan atau pengembangan sistem. Staf sistem informasi menggunakan desain tersebut untuk melakukan pembelian terhadap perangkat keras, atau perangkat lunak yang dibutuhkan. Programmer juga menggunakan panduan yang ada dalam melakukan proses pengkodean terhadap bagian sistem dimana alternatif komersial tidak tersedia. Proses pengujian terhadap sistem juga dilakukan untuk mengetahui masalah (bug) yang dimiliki sistem, dan membandingkan kinerja sistem terhadap spesifikasi yang disebutkan dalam panduan. Tahap 5: Implementation. Proses implementasi adalah implementasi seluruh sistem yang telah dibeli dan dibangun pada operasional sehari-hari. Bila sebelumnya telah ada sistem yang lama, maka dibutuhkan proses konversi ke sistem yang baru. Proses konversi memiliki beberapa pendekatan, yaitu: 1. Parallel conversion. Sistem lama dan baru beroperasi bersama-sama selama masa pengujian. Bila sistem baru dianggap telah mampu menggantikan sistem lama, maka sistem lama dihentikan. 2. Direct cutover. Sistem lama dihentikan dan sistem baru langsung diberlakukan. Pendekatan ini paling cepat, tetapi juga memiliki resiko paling besar. 3. Pilot conversion. Sistem baru diberlakukan pada sebagian lokasi saja, misalnya pada sebuah cabang. Pendekatan ini mirip dengan direct cutover pada cabang tertentu, tetapi secara keseluruhan adalah parallel conversion. 4. Phased (or modular) conversion. Sebuah sistem besar dapat terdiri dari beberapa modul terpisah. Sebagian modul dapat diganti dengan sistem baru, sedangkan modul-modul lain masih menggunakan sistem lama. 20 Pendekatan ini mungkin dilakukan bila sistem lama terbagi menjadi beberapa modul independen. Tahapan 6: Operation. Setelah proses konversi berhasil dilakukan, sistem akan beroperasi selama waktu tertentu hingga sistem tidak lagi memadai, diperlukan, atau efektif secara biaya. Tahapan 7: Post-Audit Evaluation. Tahap ini melakukan audit untuk keseluruhan sistem setelah penyelesaian seluruh proyek. Audit dilaksanakan setelah sistem menjadi stabil bila sistem berhasil, dan sesegera mungkin dilaksanakan bila terjadi kegagalan. Audit ini sangat penting bagi analis untuk membuat prediksi yang lebih baik di masa depan. Tahapan 8: Maintenance. Setiap sistem membutuhkan dua jenis perawatan, yaitu perbaikan kesalahan, dan mengakomodasi perubahan dari lingkungan ke dalam sistem. Bentuk perawatan lainnya adalah menambahkan fasilitas baru ke dalam sistem. Penambahan fasilitas baru ini lebih sulit bila dibandingkan pada masa pengembangan karena pada tahap ini sistem sudah diimplementasikan. II.5 Manajemen Proyek Proyek adalah sebuah upaya sesaat untuk menghasilkan produk, layanan, atau sebuah hasil [26]. Setiap proyek memiliki beberapa karakter, yaitu: 1. Setiap proyek memiliki tujuan yang unik (unique purpose). 2. Setiap proyek bersifat sementara (temporary). 3. Setiap proyek dikerjakan menggunakan prinsip pemahaman yang berkembang (progressive elaboration). 4. Setiap proyek memerlukan sumber daya, seringkali dari berbagai sumber. 5. Setiap proyek harus memiliki pelanggan, atau sponsor utama 6. Setiap proyek melibatkan ketidakpastian. Setiap proyek memiliki tiga batasan, yaitu scope (apa yang menjadi bagian dari proyek, apa yang diharapkan dihasilkan dari proyek?), time (berapa lama proyek 21 seharusnya diselesaikan, apa jadwal dari proyek?), cost (seberapa banyak biaya yang dibutuhkan, apa anggaran dari proyek?). Manajemen proyek adalah upaya menerapkan pengetahuan, kemampuan, kakas, dan teknologi pada aktifitas-aktifitas proyek untuk memenuhi tuntutan pada proyek. Kerangka kerja dari manajemen proyek ditunjukkan pada gambar II.2. Gambar II.2. Kerangka kerja manajemen proyek Sumber: Schwalbe, K. (2006), Information Technology Project Management, 4th Ed., Thomson Course Technology, 9 Stakeholder adalah pihak-pihak yang terlibat dalam, atau terpengaruh oleh aktifitas proyek. Stakeholder meliputi sponsor proyek, tim pelaksana proyek, staf pendukung, pengguna, suplier, dan bahkan orang yang tidak setuju terhadap proyek. Project management knowledge areas menunjukkan kompetensi kunci yang harus dimiliki oleh manajer proyek. Empat area pengetahuan inti (core knowledge area) meliputi manajemen ruang lingkup (scope), waktu, biaya, dan kualitas. 1. Manajemen ruang lingkup (scope) meliputi pendefinisian, dan pengelolaan seluruh pekerjaan yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan dari proyek. 22 2. Manajemen waktu meliputi membuat estimasi berapa lama wajty yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek, membangun jadwal proyek yang memadai, dan memastikan penyelesaian tepat waktu dari proyek. 3. Manajemen biaya mempersiapkan dan mengelola anggaran proyek. 4. Manajemen kualitas memastikan bahwa proyek akan memenuhi kebutuhan proyek yang ditetapkan. Empat area pengetahuan pemfasilitas (facilitating knowledge area) adalah manajemen sumber daya manusia, komunikasi, resiko, dan procurement. 1. Manajemen sumber daya manusia berupaya membuat penggunaan yang efektif dari setiap orang yang terlibat dalam proyek. 2. Manajemen komunikasi meliputi membuat, mengumpulkan, menyebarluaskan, dan menyimpan informasi proyek. 3. Manajemen resiko meliputi identifikasi, analisis, dan merespon resikoresiko dari proyek. 4. Procurement management berhubungan dengan mendapatkan barang dan jasa untuk proyek dari pihak ketiga. II.6 Manajemen Proses Dalam menentukan strategi bisnis setiap organisasi perlu memperhatikan seluruh prinsip manajemen proses yang diajukan Roger T. Burlton [10], yaitu: 1. Business change must be performance driven. Menurut prinsip ini seluruh perubahan harus didasarkan pada pengukuran kinerja bisnis. Setiap perubahan proses harus didasarkan pada sebuah alasan, dan pengukuran akan membantu organisasi bertindak konsisten terhadap alasan tersebut. Masalahnya adalah pengukuran biasanya bersifat masa lalu (apa yang sudah terjadi). Pengukuran masa lalu belum optimal untuk menentukan apa yang organisasi harus lakukan di masa depan. Selain pengukuran yang bersifat masa lalu, juga diperlukan pengukuran yang bersifat prediktif (predictive measurement). 2. Business change must be stakeholder driven. 23 Stakeholder adalah individu, atau kelompok yang dipengaruhi oleh, memiliki kepentingan, atau dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Beberapa stakeholder lebih penting daripada yang lain ketika dihubungkan pada kesuksesan organisasi. Stakeholder adalah pihak yang memberikan konteks pada sebuah bisnis. Stakeholder untuk sebuah organisasi dapat berbeda dengan organisasi lain. Untuk memperjelas definisi stakeholder maka setiap organisasi perlu membuat segmentasi stakeholder. Misalnya menentukan segmentasi konsumen dan respon apa yang perlu diberikan pada konsumen yang berbeda. Demikian juga segmentasi untuk staf, suplier, dan stakeholder lain. Setelah segmentasi stakeholder dibuat, maka ditentukan relationship yang diinginkan terhadap setiap stakeholder, key performance indicator, dan pengukuran sejarah maupun prediktif atas hubungan terhadap stakeholder. 3. Business change decisions must be traceable to the stakeholder criteria. Untuk menghindari adanya agenda pribadi, atau divisi dalam proses perencanaan bisnis, maka seluruh keputusan bisnis harus dapat dilacak alasan perubahan tersebut. Alasan perubahan haruslah ditentukan sejak awal, dan menjadi komitmen bagi seluruh staf dalam organisasi. 4. The business must be segmented along business process lines to synchronize change. Seringkali proses perubahan proses bisnis dilakukan berdasarkan struktur organisasi, yaitu berdasarkan unit-unit tertentu. Masalah yang muncul adalah layanan pada konsumen tidak dilakukan per unit, melainkan beberapa unit berbeda melakukan serangkaian aktifitas untuk melayani konsumen tersebut, masing-masing sesuai fungsinya. Untuk itu maka proses perubahan proses bisnis juga tidak boleh didasarkan pada struktur organisasi. Perubahan proses bisnis harus dilakukan berdasarkan core processes, yaitu pasangan proses yang saling berinteraksi mulai dari interaksi pertama hingga interaksi terakhir yang secara keseluruhan menghasilkan value bagi konsumen. 5. Business processes must be managed hollistically. Salah satu masalah utama yang dihubungkan dengan perubahan bisnis adalah 24 ketidakmampuan untuk menghasilkan dan mempertahankan keunggulan. Dalam perubahan yang berorientasi proses seperti pada kerangka kerja di atas, masalah yang muncul adalah bila tidak ada upaya menyatukan semua proses ke dalam satu upaya perubahan proses bersama. Setiap manajer divisi tentunya akan cenderung untuk memikirkan perubahan proses bisnis dalam lingkup divisi mereka sendiri. Di sini diperlukan orang, atau sistem yang memastikan bahwa seluruh perubahan proses dilakukan dalam satu upaya bersama. 6. Process renewal initiatives must inspire shared insights. Perubahan proses pada sebuah organisasi bergantung pada pengumpulan informasi, mendapatkan pemahaman atas kondisi yang terjadi, dan pendekatan perancangan yang inovatif. Hal yang pasti dipertukarkan dalam proses perancangan adalah pengetahuan (knowledge), dan dalam perencanaan strategis pasti mempertukarkan banyak pengetahuan dan pertimbangan yang sangat penting bagi kelangsungan organisasi. Masalah yang muncul kemudian adalah pengetahuan tersebut biasanya tidak banyak diketahui oleh orang yang tidak terlibat dalam perancangan. Masalah yang lain adalah bahwa karena kondisi bisnis adalah dinamis, maka perencanaan strategis biasanya akan dilakukan kembali di masa depan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi bisnis saat itu. Kedua hal ini harus dapat diatasi (dimanfaatkan) agar masalah kesinambungan organisasi (sustainability) dapat dicapai. Perencanaan sistem informasi strategis harus dapat menangkap setiap pengetahuan yang beredar, menyimpannya, dan dapat dijadikan bahan bagi perencanaan strategis di masa depan sehingga tidak perlu lagi mengulang pemikiran sejak awal. 7. Process renewal initiatives must be conducted from the outside in. Perubahan proses harus dilakukan menggunakan pendekatan “blackbox”. Dalam proses perencanaan, perhatian pada awalnya harus diberikan pada bagaimana organisasi tersebut berinteraksi dengan external stakeholder sebelum mulai menganalisa proses dalam organisasi. Setelah interaksi diketahui, kemudian mengidentifikasi setiap proses dalam organisasi, dan memilih proses yang diprioritaskan untuk dianalisa lebih 25 lanjut. Proses-proses inilah yang disebut sebagai proses kunci. Setiap proses dianalisa untuk melihat bagaimana proses itu berinteraksi dengan external stakeholder, dan diturunkan menjadi level aktifitas, dan setiap aktifitas juga ikut diperiksa. 8. Process renewal initiatives must be conducted in an iterative, time-boxed approach. Prinsip yang selalu harus dipegang dalam jenis perencanaan apapun adalah bahwa orang tidak memahami semuanya pada langkah pertama, dan dengan demikian dibutuhkan sebuah lingkungan yang memberi kesempatan setiap orang memahami permasalahan dan membuat keputusan secara bertahap (incremental). 9. Business change is all about people. Upaya perubahan proses bisnis biasanya dipandang sebagai cara untuk membuat dokumen – spesifikasi untuk sebuah sistem. Prinsip ini mengusulkan agar dokumen-dokumen tersebut juga dipandang sebagai kendaraan untuk membuat transformasi menyeluruh. Melalui dokumen yang sama, perubahan tidak hanya meliputi teknologi, data, prosedur, atau organisasi. Perubahan terutama harus meliputi setiap orang dan partisipan yang akan memberi keunggulan kompetitif dibanding organiasi lain. Perubahan prosedur tidak akan efektif bila tidak didukung oleh perubahan personil, baik kemampuan, komitmen, pemberdayaan, tanggung jawab, dan recognition. 10. Business change is a journey not a destination. Prinsip ini sesungguhnya untuk menjawab masalah yang dihadapi oleh Business Process Reengineering (BPR). BPR terlalu menekankan pada perubahan besar seketika yang sering justru membuat organisasi kehilangan daya saing akibat besarnya perubahan yang harus dilakukan dan diawasi. Prinsip yang dapat diambil adalah perubahan perlu dilakukan secara bertahap, dan lebih berupa evolusi daripada revolusi.