Polemik Defenisi Konflik Kepentingan dengan Petahana KPU Republik Indonesia Cegah Mahar Politik, Buka Ruang untuk Kandidat Berkualitas Edisi III | Mei - Juni 2015 K O M I S I P E M I L I H A N U M U www.kpu.go.id @KPURI2015 M E N JAG A H A K R A K YAT B E RS UA R A DA L A M P E M I LU Pilkada Bersih Tanpa Politik Uang M INGAT ! Rabu 9 Desember 2015 Dukung & Sukseskan PILKADA SERENTAK 2015 Marhaban ya... Ramadhan DAFTAR ISI 10 Cegah Mahar Politik, Buka Ruang untuk Kandidat Berkualitas 5 SUARA UTAMA Pilkada Bersih Tanpa Politik Uang UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota membuat aturan tegas. Tidak boleh ada transaksi rupiah dari calon kepala daerah kepada partai politik. Sudah bukan rahasia umum, pilkada yang digelar selama satu dekade makin pragmatis dan transaksional. 32 Agar Kehormatan Pemilu Tetap Terjaga Hidup Jimly Asshiddiqie tak pernah lepas dari urusan hukum. Seluruh hidupnya didedikasikan untuk mengawal konstitusi di Indonesia. 63 Jendela Politik Jambi Sarana Membangun Demokrasi 75 Pilkada Serentak, Efisiensi Demokrasi 29 KPU Gelar Bimtek Aplikasi Pencalonan Pilkada SUARA REDAKSI Ancaman 'Mahar Politik' dalam Pilkada 2015 Tahapan persiapan Pilkada yang akan digelar serentak 9 Desember 2015, mulai dari perencanaan program dan anggaran, penyusunan peraturan penyelenggaraan pemilihan, pembentukan PPK, PPS dan KPPS, Pengolahan DP4 hingga pemutakhiran data dan daftar pemilih telah dirampungkan. Kini selanjutnya tahapan pelaksanaan sedang berjalan. Salah satu tahapan yang cukup membuat suhu perpolitikan di Indonesia meningkat dalam arena Pilkada serentak 2015 ialah pencalonan. Hal itu terkait dengan fenomena dan isu yang mengungkap masih adanya partai yang mensyaratkan 'mahar politik' kepada seorang calon yang meminta dukungan untuk maju sebagai kandidat dalam Pilkada 2015. Istilah 'mahar politik' dalam dunia kepemiluan sering mengacu pada praktik pembebanan kewajiban oleh partai politik/gabungan partai politk kepada seorang bakal calon untuk mengeluarkan sejumlah biaya, sebagai syarat untuk memperoleh dukungan atau syarat untuk dapat maju dalam pemilihan. Istilah lain yang juga sering disamakan 'mahar politik' di antaranya uang perahu, uang gotong royong, uang survei dan sebagainya. Sebagaimana diketahui dalam syarat pencalonan Pilkada 2015, partai politik/gabungan partai politik untuk dapat mengusung calon ialah memperoleh 20% kursi atau 25% suara dari jumlah kursi di DPRD bersangkutan. Sementara itu, bakal calon harus melampirkan persetujuan dari DPP masing-masing partai yang mengusungnya. Pada titik itulah transaksi politik antara bakal calon dengan partai politik/gabungan partai politik rawan terjadi. Mengantisipasi hal itu Undang-Undang (UU) Nomor Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota mengamanatkan dengan tegas bahwa tidak boleh ada K O M I S I P E M I L I H A N U M U transaksi uang dari calon kepala daerah kepada partai politik. Partai politik bakal dikenai sanksi berat jika menerima imbalan atau mahar dari calon yang akan diusung. Jika terbukti, parpol tersebut akan diganjar sanksi larangan mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Selain itu, parpol juga dapat dikenakan denda sepuluh kali lipat dari imbalan yang diterima, setelah melalui proses putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Di samping itu, selain didiskualifikasi, bakal calon juga dapat diproses secara hukum dan dijatuhi kurungan penjara jika terbukti menyerahkan uang Namun, meski aturan larangan mengenai 'mahar politik' sudah jelas, pemberian imbalan ke partai politik masih cukup rawan terutama saat partai politik membangun koalisi. Dalam hal ini, koordinasi antara KPU dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sangat diperlukan. Peran Bawaslu sangat penting dalam mengawasi praktik-praktik yang melanggar hukum tersebut. Di sisi lain, partai politik atau gabungan partai politik juga dituntut kesadarannya, agar dalam Pilkada 2015 tidak mengejar kemenangan semata dengan menghalalkan segala cara. Tak semestinya pula upaya memperoleh pemimpin daerah yang baik dan berkualitas harus dinodai dengan praktik kotor 'mahar politik'. Terlebih saat ini, Indonesia tengah giat menggalakkan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Jika praktik 'mahar politik' ini masih terjadi, sulit kiranya upaya pemberantasan KKN itu dapat terwujud. Karena 'mahar politik' atau biaya besar yang dikeluarkan oleh seorang calon pada saat pemilihan dapat memicu munculnya praktik KKN di kemudian hari saat ia telah terpilih nanti. Mahar politik yang dibayarkan oleh seorang bakal calon juga menyiratkan sebuah sifat 'kemaruk' atau serakah seseorang terhadap hasrat kekuasaan ketimbang berpolitik untuk pengabdian. M PENGARAH: Husni Kamil Manik, Sigit Pamungkas, Ida Budhiati, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar Nafis Gumay, Juri Ardiantoro | PENANGGUNG JAWAB : Arif Rahman Hakim | PEMIMPIN REDAKSI : Robby Leo Agust | WAKIL PIMRED : Wawan K. Setiawan | REDAKTUR PELAKSANA : Sahruni HR | LITBANG: Arif Priyo Santoso | REDAKTUR : Trio Jenifran, Didi Suhardi | REPORTER : Mohammad Ismail, MS Wibowo, Rizky Adi Pamungkas | FOTOGRAFER : Dodi Husain | LAYOUT : Chomar | DESIGN GRAFIS : Satrio Mahadi | DISTRIBUTOR : KPU | ALAMAT REDAKSI : Biro Teknis dan Hupmas Komisi Pemilihan Umum Jalan Imam Bonjol Nomer 29 Jakarta Pusat, Telpon : 021-31937223 | Website : www.kpu.go.id, Twitter : @KPURI2015 | Facebook : KPU Republik Indonesia. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 4 SUARA UTAMA Pilkada Bersih Tanpa Politik Uang UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota membuat aturan tegas. Tidak boleh ada transaksi rupiah dari calon kepala daerah kepada partai politik Ketua KPU Husni Kamil Manik bersama anggota KPU-RI Mahar politik merupakan ancaman serius terhadap demokrasi. Politik transaksional pada tahap pencalonan merupakan “penyakit kronis” yang mesti disingkirkan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Sebab dana mahar ditenggarai menjadi salah satu faktor yang menyuburkan korupsi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dana mahar sering kali disebut uang “sewa perahu” yang harus dibayarkan pasangan calon kepada sejumlah partai politik yang bakal mengusung mereka dalam pilkada. Untuk menghapuskan itu semua, regulasi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak tahun 2015 melarang keras adanya mahar politik dalam pencalonan. Partai politik dan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala yang terbukti menerima dan memberi biaya sewa perahu akan dikenai sanksi yang cukup berat. Upaya pemerintah menutup celah politik uang dalam pencalonan telah dimulai sejak periode ke-2 pelaksanaan pilkada langsung. Hal ini sejalan dengan revisi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 5 SUARA UTAMA Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008. Salah satu poin penting revisi undang undang tersebut adalah mengakomodir calon perseorangan dalam pencalonan pilkada sesuai putusan MK Nomor 5/PUU/V/2007 yang menegaskan bahwa pasal 56 ayat 2 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 bertentangan dengan UUD 1945 karena menutup hak konstitusional calon perseorangan. Tuntutan rakyat agar jalur perseorangan dalam pencalonan pilkada dibuka karena mereka tidak puas dengan ruang demokrasi yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Partai politik dirasa sangat dominan dalam proses rekrutmen kandidat kepala daerah melibatkan elit dengan kandidat dalam penentuan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pada era pilkada serentak yang dimulai tahun ini, para kandidat yang berniat maju sebagai kontestan pilkada mempunyai dua pilihan untuk merealisasikan keinginannya. Pertama dengan melalui partai politik (parpol) dan yang kedua melalui jalur perseorangan. Bagi kandidat yang bukan berasal dari kader parpol, mungkin berasumsi pilihan kedua lebih realistis dan mempunyai peluang. Namun, sejak jalur perseorangan diberlakukan, kurang dari 5 persen kandidat yang menggunakannya. Ketua Perludem Didik Supriyanto (kanan) bersama Politisi Partai Demokrat Saan Mustopa (kiri) dan wakil kepala daerah. Figur-figur yang dinilai potensial untuk memimpin daerah harus rela menjadi penonton karena mekanisme pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dibenarkan undang undang hanya lewat jalur partai politik. Sementara amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 agar parpol dalam menjaring kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah secara demokratis dan transparan tak kunjung direspons. Justru elit-elit parpol menjadikan “hak istimewa” parpol dalam mengusung kandidat sebagai alat untuk bernegosiasi. Ujung-ujungnya terjadi politik transaksional yang Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 6 Persentase tersebut diyakini akan semakin berkurang dengan makin tingginya syarat dukungan yang berkisar 6-10 persen sesuai dengan jumlah penduduk. Belum lagi kerumitan administrasi dan rawan terkena diskualifikasi, hal itu tentu akan membuat jalur perseorangan akan bertambah sepi peminat. Dengan kondisi tersebut, praktis jalur parpol merupakan jalan yang paling realistis ditempuh. Namun, jalur ini juga tidaklah mudah, meski kandidat tersebut seorang kader. Ada kerumitan yang harus dihadapi, salah satunya lantaran sedikit sekali parpol yang bisa mengusung sendiri pasangan calon akibat syarat minimal kursi adalah 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari perolehan suara sah pada pemilu DPRD. Aturan main ini memaksa parpol mencalonkan para “jagoan”nya dengan strategi koalisi. Dengan banyaknya peminat dan terbatasnya kendaraan politik, tentu posisi tawar parpol menjadi sangat dominan. Para kandidat akan berlomba merebut hati para pengurus parpol, sehingga membuka peluang terjadi transaksi uang, atau lebih dikenal dengan istilah “uang mahar”. Jumlahnya relatif berbeda di setiap daerah. Biasanya tergantung jumlah kursi yang dimiliki parpol tersebut. Dana mahar merupakan istilah lain dari uang “sewa perahu” calon kepala daerah kepada partai politik atau gabungan partai agar diusung menjadi calon. Dalam perhelatan pilkada terdahulu, praktik mahar lazim dilakukan oleh seseorang atau lembaga tertentu untuk memuluskan proses pencalonan sang kandidat. Didik Supriyanto, dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, menegaskan bahwa praktik mahar merupakan penyakit lama yang bersumber pada distribusi ekonomi material. “Politik dana mahar bermula dari kemampuan kapital elite lama untuk membeli politik, misalnya dalam membeli kursi calon. Bahkan elite lama mampu memenuhi kebutuhan partai, di situ terjadi mahar,” katanya saat diwawancara Suara KPU (19/6). Bagi Didik, membaca rumitnya persoalan dana mahar, tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan partai terhadap modal dan pemilik modal. Untuk memenangkan pilkada nanti, partai politik bergantung pada ongkos politik yang besar. Masalahnya, tidak semua orang punya modal yang banyak, hanya petahana dan pengusaha yang memiliki keberlimpahan kapital. Karena itu, di daerah, hubungan partai politik, petahana dan pengusaha terbilang kuat. Lantaran kuatnya jalinan hubungan ketiga stakeholders tersebut, membuat praktik dana mahar pada tahapan pencalonan sulit diputus. Di samping siklusnya berkelindan demikian kuat, para aktornya SUARA UTAMA Ayat (4): Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Ketua KPU RI Husni Kamil Manik pun terlampau susah untuk diungkap. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diharapkan bekerja keras agar proses tahapan pencalonan terbebas dari politik uang. Apalagi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang baru saja disahkan, diharapkan mampu menggerus praktik dana mahar tersebut dalam Pilkada 2015. Sebab, pilkada pada prinsipnya memberikan peluang yang sama dengan tingkat kompetisi yang sehat bagi siapapun untuk mencalonkan diri. Selain itu, prosesnya juga bersih dari politik uang. Dana Mahar Bisa Batalkan Pencalonan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota membuat aturan tegas. Tidak boleh ada transaksi sewa perahu dari calon kepala daerah kepada partai politik. Ketentuan tentang larangan adanya "dana mahar" itu, tertuang dalam pasal 47. Berikut bunyinya: Ayat (1): Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Ayat (2): Dalam hal Partai Politik atau Uang mahar yang dipungut oleh partai tersebut dilarang oleh masing-masing parpol karena hal tersebut bagian dari politik uang gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Ayat (3): Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ketua KPU, Husni Kamil Manik, membenarkan bahwa parpol atau gabungan parpol dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan gubernur, bupati, dan walikota. “Selama ini, pemberian sesuatu atau yang biasa disebut sebagai sumbangan kepada parpol, tidak pernah diatur. Tapi, sejak keluarnya undangundang pilkada yang baru, semua telah diatur dengan jelas,” kata Husni, saat kegiatan gowes bersama di Yogyakarta. Husni menambahkan, aturan larangan mengenai mahar politik sudah jelas, tetapi pemberian imbalan ke partai politik masih cukup rawan terutama saat partai politik membangun koalisi. Calon kepala daerah bisa saja membeli sejumlah partai politik. Untuk itu, pihaknya sudah koordinasi dengan Bawaslu, untuk mengawasi praktik-praktik yang melanggar hukum tersebut. “Saya percaya kalau semua parpol sudah mengetahui aturan yang melarang menerima mahar politik dari calon kepala daerah yang ingin mengendarai parpol lainnya,” ungkapnya. Menurut Husni, pihaknya tidak perlu melayangkan surat imbauan ke semua parpol di daerah terkait larangan tersebut. “Sanksinya sudah jelas, panwas akan bekerja sesuai kewenangan. Jika masyarakat menemukan praktik tersebut, tinggal dilaporkan saja ke Bawaslu atau Panwaslu,” ungkapnya. Hal serupa diungkapkan Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkyansyah. Menurutnya parpol bakal dikenai sanksi berat jika menerima imbalan atau mahar dari calon yang akan diusung. Jika terbukti, parpol akan diganjar sanksi larangan mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Selain itu, parpol juga bakal dikenakan denda sepuluh kali lipat dari imbalan yang diterima. Namun, itu semua berlaku Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 7 SUARA UTAMA dipungut oleh partai tersebut dilarang oleh masing-masing parpol karena hal tersebut bagian dari politik uang, oleh karenanya dia mengharap peran masyarakat untuk mengawasi dan melaporkan jika ada penyimpangan. "Tidak ada itu, masing-masing parpol secara umum memang dilarang, karena itu kan bagian dari politik uang, oleh karenanya peran masyarakat dibutuhkan di sini," kata dia. Pengamat politik dari UIN Pangi Syarwi Chaniago mengatakan bahwa mahar diajukan parpol untuk memberikan dukungan kepada pasangan tertentu saat pilkada. Hanya saja mahar tersebut sulit untuk dibuktikan oleh publik, tetapi bisa dirasakan. Mendagri Tjahjo Kumolo setelah melalui proses putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Kalau di PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum-red) tidak melihat sanksi itu, di PKPU hanya pembatalan calon, jika terbukti, parpol dilarang mengajukan calon pada pilkada periode berikutnya,” kata Ferry. Senada dengan itu, Komisioner Bawaslu, Nasrullah menegaskan bahwa mahar politik secara tegas dilarang dalam undang-undang. Jika dalam perjalanannya ditemukan bukti-bukti mengenai pasangan calon kepala daerah yang menyetor sejumlah uang kepada parpol, akan langsung didiskualifikasi dari pilkada bersama dengan partai pengusungnya. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan kontrol partai harus kuat sampai ke tingkat daerah untuk menghindarkan praktik mahar politik dari pencalonan kepala daerah dalam pilkada serentak Desember 2015. "Harusnya fungsi kontrol partai itu kuat sampai daerah untuk menghentikan praktik tersebut di sana," kata Tjahjo di Gedung Kemendagri, Jakarta, Selasa (9/6/2015). Tjahjo juga mengatakan uang mahar yang “Yang membuat tinggi dan mahalnya biaya pilkada itu adalah biaya “sewa perahu” parpol yang bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Inilah sumber masalah politik uang,” katanya. Di samping hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta memantau dengan ketat transaksi para calon kepala daerah dengan elit partai politik jelang pendaftaran pilkada mulai 26 Juli 2015. Karena akan ada ratusan calon kepala daerah yang tengah berjuang mendapatkan partai sebagai kendaraan politik untuk maju pilkada. “Dalam undang-undang juga terdapat pasal yang mengatur hukuman bagi pelanggar politik uang. Tak hanya didiskualifikasi, calon bisa diproses secara hukum dan dijatuhi kurungan penjara jika terbukti menyerahkan uang,” ujarnya. Upaya pengungkapan praktik politik uang di partai politik merupakan salah satu tantangan besar Bawaslu. Meski tidak mustahil, pembuktiannya dianggap cukup sulit. Perlu Kontrol Masyarakat dan Perhatian KPK Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 8 Guru Besar Ilmu Politik Universitas Air Langga, Ramlan Surbakti. SUARA UTAMA efektifitas pemerintahan. Ukurannya adalah eksekutif dan legislatif di daerah dan nasional berjalan kongruen. Kalau pemilu Presiden dan DPR bersamaan dan pemilu kepala daerah dan DPRD bersamaan itu manfaatnya jauh lebih besar. Di tingkat nasional akan menciptakan sistem pemerintahan presidensial yang efektif, sementara di tingkat daerah akan menciptakan pemerintahan lokal yang juga efektif. Ketua Perludem Didik Supriyanto Tak tertutup kemungkinan dalam upaya mendapatkan partai pendukung, para calon kepala daerah saling jegal. Hal tersebut disampaikan peneliti Formappi, Lusius Karus. Menurutnya, di saat-saat terakhir menjelang pendaftaran calon kepala daerah ke KPU, transaksi politik uang diduga semakin marak. Kandidat yang memiliki kekuatan finansial yang besar, akan mudah sekali tergiur untuk membayar dana mahar partai politik untuk memuluskan langkahnya dalam pencalonan. “Sementara calon yang tidak punya duit hanya bisa gigit jari,” kata Lusius. Dia mengatakan, wajah demokrasi Indonesia yang asli terlihat jelas saat ini, yakni demokrasi transaksional. Kandidat yang mempunyai duit akan didukung, sementara yang tidak, dan itu biasanya dialami para kader yang dengan susah payah membesarkan partai, dengan mudahnya tersingkir. Berharap Pemilih Rasional Guru Besar Ilmu Politik Universitas Air Langga, Ramlan Surbakti, mengatakan bahwa goal yang ingin dicapai dari mekanisme pilkada serentak adalah pemilih yang berdaulat. Jika pemilu lokal dan pemilu DPRD dilakukan secara bersamaan pada hari dan tempat TPS (tempat pemungutan suara) yang sama, manfaatnya tidak hanya pada efisiensi penyelenggaraan, tapi juga bagi pemilih dan kepala daerah. ”Makna serentak sebenarnya memperjuangkan kedaulatan pemilih. Pemilih tidak hanya menilai, tapi juga ikut mengambil keputusan. Bahkan dapat menghukum calon terpilih. Kalau kinerjanya bagus akan dipilih lagi, kalau buruk akan ditinggal,” ujarnya. Untuk mendapatkan basis dukungan, calon kepala daerah perlu membaca di mana basis pemilih bagi diri dan partai pengusung, sehingga desain program dan arah kebijakan menjadi pertaruhan penting bagi masing-masing calon kepala daerah pada pilkada nanti. Keduanya menjadi faktor penting untuk menjaring suara konstituen. Sejauh mana program dan kebijakan publik yang ditawarkan mampu menarik perhatian pemilih di tengah kecenderungan politik masyarakat yang tidak menentu. “Pemilih saat ini sedang mengalami 'ketidakpercayaan' terhadap pemimpin politik. Akibatnya, psikologi mereka dalam berpolitik mengalami ketidakpastian, sehingga program dan kebijakan yang dibuat calon harus seperti yang diharapkan masyarakat ,” tegas Ramlan. Ramlan mengatakan bahwa salah satu fungsi dari pilkada serentak adalah “Jadi, suara partai akan mengikuti presiden terpilih. Kalau presidennya menang, maka partai pendukungnya akan mayoritas juga di parlemen. Nah kalau itu terjadi, dua pihak ini visi misinya kan sama, sehingga ketika presiden mengajukan RAPBN maka akan disambut oleh mitra koalisinya di DPR. Dan itu juga akan mempengaruhi politik di daerah.” Hal serupa juga disampaikan Ketua Perludem, Didik Supriyanto. Menurutnya, aturan dalam pilkada serentak memberikan waktu yang panjang bagi partai politik untuk membangun koalisi sebelum pilkada diselenggarakan. Koalisi sejak dini menjadi pilihan rasional bagi partai karena pemilihan eksekutif (presiden atau kepala daerah) dan legislatif (DPR atau DPRD) digelar secara serentak, sehingga untuk berkoalisi tidak perlu menunggu pilkada selesai. “Ini yang disebut sebagai koalisi dini.” Koalisi tersebut membuat kerja sama antar partai lebih jelas. Mitra koalisi dibangun berdasarkan kesamaan ideologi, arah kebijakan publik dan program bersama. “Hitung-hitungannya begini, saat partai mau berkoalisi, pertimbangannya tidak saja pada kursi kekuasaan. Setidaknya kesamaan ideologi dan program kerja juga menjadi pertimbangan koalisi,” kata Didik. Pilkada serentak itu akan berdampak pada hubungan pemerintahan daerah dan nasional yang kongruen. Partai politik pemenang pemilu di level nasional akan diikuti dukungan dari partai politik di daerah. (*) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 9 WAWANCARA KOMISIONER KPU-RI, FERRY KURNIA RIZKYANSYAH : Cegah Mahar Politik, Buka Ruang untuk Kandidat Berkualitas SuaraKPU - Sudah bukan rahasia umum, pilkada yang digelar selama satu dekade makin pragmatis dan transaksional. Pragmatisme politik terjadi di dua ranah yakni ranah parpol dan Ada kecenderungan politik uang makin mengemuka dalam pilkada, bagaimana pendapat Anda? ranah pemilih. Pragmatisme politik di level parpol berwujud “mahar” politik yang harus dibayar oleh bakal calon untuk mendapat “tiket” menjadi calon yang diusung oleh parpol atau gabungan parpol. Sementara pragmatisme politik di level pemilih dapat dilihat dari penggunaan logika-logika sederhana dan bersifat jangka pendek oleh pemilih dalam menentukan pilihan di TPS. Dalam budaya politik yang menganut pragmatisme, pemilih mau terlibat dalam aktivitas pilkada dengan cara harus diberi kompensasi uang maupun barang. Kehadiran Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada membawa spirit untuk menata kualitas demokrasi di aras lokal menjadi lebih baik. Penegasan larangan menerima dan memberi uang pada tahap pencalonan, larangan politik dinasti dan larangan turun kasta membawa secercah harapakan akan lahirnya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang kompeten dan berintegritas. Aturan itulah yang kemudian dituangkan oleh KPU ke dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Sebagai penyelenggara pilkada, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu memastikan bahwa peraturan terkait pencalonan tersebut berjalan dengan efektif. Berikut wawancara Ini memang soal abadi. Setiap ada pemilu selalu ada uang. Untuk kasus ini, faktornya ada dua. Bisa saja pemilih yang memiliki kecenderungan pragmatis. Ditambah lagi calonnya memainkan uang untuk membujuk pemilih. Keduanya menjadi persoalan. Sekarang undang-undang melarangnya. proses hingga akhir seharusnya tidak boleh ada semacam mahar atau biaya politik yang itu berupa interest. Karena diyakini nantinya kalau pasangan calon tersebut jadi gubernur, bupati dan wali kota, sang calon akan berpikir untuk melunasi interest-nya itu. Pada akhirnya melakukan korupsi. Situasi seperti ini yang perlu dihindari. Kalau sejak awal pasangan calon sudah punya komitmen menolak mahar, dan benar-benar berdasarkan kompetensi dan integritas, saya kira tidak perlu mahar. Politik uang juga rentan saat pencalonan, bagaimana mengatasinya? Apa sebenarnya yang menjadi semangat larangan mahar politik harus dituangkan dalam undang undang dan peraturan KPU? Ini bukan rahasia umum lagi. Seperti banyak orang ketahui. Saat tahapan pencalonan sedang dimulai, biasanya banyak laporan yang masuk tentang maraknya politik uang, tentang kondisi pemilih dan partai politik yang semakin pragmatis, tentang praktik mahar politik antara bakal calon dan partai politik, dan menguatnya politik dinasti. Temuan dan evaluasi ini mengharuskan kita bekerja keras agar praktik tersebut tidak terulang di pilkada serentak nanti. Sekalipun belum bisa menghilangkan sepenuhnya, paling tidak menguranginya. Pertama, membuka ruang bagi calon berkualitas untuk ikut berkompetisi tanpa biaya tinggi. Kedua, mendorong transparansi di internal partai politik. Ketiga, menolak mahar berarti berpotensi mengurangi perilaku koruptif bagi calon setelah jadi kepala daerah nanti. Sebenarnya ini komitmen dalam sebuah rekrutmen. Dari awal Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 10 Bagaimana jika ada pasangan calon terbukti memberi mahar kepada parpol? Larangan mahar politik sudah diatur dalam undang-undang kita. Dan kalau ada pasangan calon terbukti melakukan praktik mahar politik, WAWANCARA Komisioner KPU RI, Ferry Kurnia Rizkiyansyah Soal politik dinasti, bagaimana KPU mengaturnya? Ferry Kurnia Rizkiyansyah Tempat Lahir : Bandung, Jawa Barat Tanggal Lahir : Jumat, 21 Februari 1975 Agama : Islam Warga Negara : Indonesia PENDIDIKAN - S1 Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjajaran 1999 - S2 Magister Perencanaan Kebijakan Publik Universitas Indonesia 2003 - S3 Program Study Ilmu Sosial FISIP Universitas Padjajaran peraturan KPU sendiri menegaskan akan membatalkan pencalonanannya. Dan kalau pasangan tersebut terpilih, dan terbukti melakukan mahar, bisa diberhentikan. Jadi aturannya sangat tegas. Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 sudah mengatur bahwa calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Semangatnya jelas untuk memutus politik dinasti yang mulai mencuat pada pilkada periode kedua 20102013. Kita hanya menerjemahkan apa yang ada di dalam undang undang. Sekalipun ada indikasi menghindar dari aturan yang ada. Seberapa kuat aturan itu dapat mencegah politik dinasti? Batasan dalam aturan itu sudah cukup tegas. Saya kira akan mampu mengurangi kekuasaan dari dinasti tertentu. Tujuan lainnya, aturan tersebut membuka peluang bagi siapapun, di luar dinasti tersebut untuk maju sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Bagi mereka yang tidak mengikuti aturan tersebut dapat didiskualifikasi dari bakal calon dan calon. Untuk mempertahankan kekuasaannya, kemungkinan akan ada yang mencari celah dari aturan tersebut, pendapat Anda? Hal semacam itu mungkin saja terjadi. Untuk kepentingan mempertahankan kekuasaannya, bisa saja setiap orang mencari celah dari peraturan KPU itu. Tentu kita tetap berharap tidak pernah terjadi. Karena setiap warga negara seharusnya mentaati aturan yang ada. Dan undang-undang kita melarang itu. Agar aturan pencalonan tersebut berjalan efektif, langkah seperti apa yang sudah disiapkan KPU? Kunci kita adalah pada masa pendaftaran calon. Itu semua harus terbebas dari konflik kepentingan petahana. Itu yang kita atur. Kita juga sudah atur soal defenisi petahana dalam surat edaran nomor 302. Surat Edaran ini menjelaskan bahwa gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan walikota yang masa jabatannya habis, mengundurkan diri atau meninggal dunia sebelum pencalonan tidak termasuk petahana. Kalau misalnya mundur, harus ada surat keputusan pengunduran diri dari instansi berwenang di atasnya. * Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 11 WAWANCARA KOORDINATOR NASIONAL JPPR, MASYKURUDIN HAFIDZ : Partai Politik Kita Masih Tertutup dan Elitis SuaraKPU - Sekalipun pendaftaran pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah baru dibuka pekan terakhir Juli 2015, tarikan politik di daerah-daerah yang akan menggelar pilkada sudah sangat kuat. Bagi para bakal calon, bulan Ramadhan menjadi “panggung” untuk berebut simpati masyarakat dan waktu yang tepat untuk meningkatkan popularitas agar nantinya dilirik parpol menjadi kandidat. Sementara itu elit-elit parpol juga aktif membangun komunikasi dan lobi-lobi politik. Mereka mulai menjajaki kawan untuk berkoalisi demi memenangi kontestasi. Sebab jarang parpol yang memenuhi kuota untuk dapat mengusung sendiri calonnya. Kecuali di daerahdaerah yang menjadi basis politik partai tertentu. Parpol juga terus membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh lokal yang dinilai potensial menjadi kandidat. Tingkat popularitas dan elektabilitas para tokoh dipantau secara terus menerus. Parpol aktif melakukan survei untuk mengetahui tren popularitas kandidat dan tren perilaku pemilih. Daerah-daerah kini sedang “demam” pilkada. Kepada Suara KPU, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz mengatakan pada bulan Juni-Juli merupakan masa “tawar-menawar” partai dengan elit lokal yang potensial untuk maju sebagai kandidat. “Dua bulan ini lobi-lobi gencar dilakukan dalam rangka pencalonan kepala daerah nanti. Juni hingga Juli akhir, menjadi bulan penuh tawar-menawar para elit dan partai politik,” katanya kepada Suara KPU pada Rabu sore, 17 Juni. Pendaftaran pasangan calon sebentar lagi dibuka. Bagaimana Anda melihat dinamika politik di daerah? Dari sisi pencalonan, pilkada saat ini tidak akan banyak berubah dengan tahun-tahun sebelumnya. Pengusaha dan “raja-raja” kecil di daerah masih terlalu kuat untuk dikalahkan. Mereka masih menjadi kekuatan besar yang susah tergantikan. Sedikit mengharapkan akan tampil calon kepala daerah dari kalangan anak muda misalnya, atau calon pemimpin kredibel yang Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 12 integritasnya sudah teruji. Menurut Anda, apa yang membuat politik lokal masih akan didominasi pengusaha dan elit politik lokal? Situasi partai politik kita yang masih tertutup, elitis dan nasional. Partai politik dalam konteks rekrutmen masih jarang mencari calon berkualitas dari kalangan luar partai. Elitis itu, nyatanya rekrutmennya hanya berada di lingkarang orang itu-itu saja. Dan WAWANCARA nasional karena pusat juga masih ikut mengurusi pencalonan. Maksud Anda orang-orang di internal partai tidak kredibel? Selama ini kita mendorong kualitas pemilu yang lebih baik. Sebuah sistem pemerintahan yang program oriented, bersih dan paham betul kebutuhan masyarakat di daerah. Dalam banyak kasus, kita melihat pemimpin yang dari partai sangat sulit melepaskan kepentingan “partai”. Situasi itu membuat kepala daerah yang juga pengurus partai saat mebuat kebijakan harus disinergikan dengan kehendak partai. Kalau begitu, bagaimana seharusnya partai politik menjaring calon gubernur, bupati dan wali kota? Sebaiknya partai politik membuka pintu bagi mereka yang dari luar partai. Dari luar partai bisa jadi akademisi, kalangan profesional, aktivis yang giat melawan korupsi misalnya. Aspek integritas, keterampilan, bersih dari korupsi, toleran mestinya menjadi penilaian tersendiri. Pendapat ini cukup beralasan, karena, selain alasan tadi, partai politik sedikit memiliki stok pemimpin yang berkualitas. Itu harus diakui. Menurut Anda, apakah sistem pilkada serentak mampu melahirkan pemimpin yang program oriented tadi? Ada catatan menarik dengan pilkada serentak. Selama ini kalau seseorang gagal menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah di kabupaten A, maka kalau ada pilkada dua bulan lagi, orang yang gagal itu akan mencalonkan lagi di kabupaten B atau C. Dengan adanya pilkada serentak, itu tidak mungkin bisa dilakukan lagi. Kesempatan untuk mencalonkan diri hanya satu kali. Kalau mau mencalonkan lagi harus nunggu dua tahun lagi. Situasi ini membuka ruang bagi calon- Koordinator Nasional JPPR, Masykurudin Hafidz calon lain untuk berkompetisi. Itu artinya distribusi pencalonan dari partai politik sedikit terbuka. Partai tidak bisa hanya memilih orang partai. Dia harus menyediakan banyak orang yang berkualitas. Sehingga kesempatan menghasilkan pemimpin berkualitas menjadi terbuka. Ini sebenarnya manfaat dari pilkada serentak. Bukankah itu juga berdampak pada percaloan calon semakin lebar? Betul. Percaloan politik masih terus ada. Belum bisa diputus begitu saja. Semakin besar distribusi bakal calonnya, semakin besar juga potensi calo politiknya. Karena kompetitornya banyak. Istilahnya mahar politik. Bagaimana memantau praktik mahar politik? Mahar politik sama sekali tidak bisa dijangkau oleh aturan pemilu. Mekanismenya tidak ada yang mampu memantau praktik itu. Dalam pantauan JPPR, modus mahar politik biasanya seperti apa? Sewa perahu ini seperti orang memberikan setoran diawal dan diakhir. Biasa disebut sistem pra bayar dan pasca bayar. Dan melalui jalur orang lain. Bukan dilakukan partai politik langsung, bukan pula calonnya sendiri. Biasanya lewat orang lain. Mekanisme efektif untuk mengurangi praktik mahar ini kira-kira seperti apa? Tidak ada. Sejauh ini masih belum ada. Harapannya pada partai politik itu sendiri agar menjaring calon tanpa uang. Kalau dari kalangan masyarakat sendiri, apakah mungkin ikut memantau? Bisa saja. Tapi tidak terlalu efektif. Dalam konteks ini, misalnya lembaga-lembaga non pemerintah di daerah memerangi korupsi. Caranya menggali informasi dari bakal calon yang gagal. Siapa saja yang menerima dan memberi mahar. Calon yang kalah biasanya membutuhkan lembaga nonpemerintah untuk mengungkap praktik mahar yang dilakukan lawan politiknya. (ISM) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 13 UU Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 47 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota membuat aturan tegas. Tidak boleh ada transaksi rupiah dari calon kepala daerah kepada partai politik. AYAT 1 Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. AYAT 2 Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. AYAT 3 Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. AYAT 4 Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. SUARA SOSOK Jimly Asshiddiqie : Agar Kehormatan Pemilu Tetap Terjaga Hidup Jimly Asshiddiqie tak pernah lepas dari urusan hukum. Seluruh hidupnya didedikasikan untuk mengawal konstitusi di Indonesia. Sejak 2003 hingga 2008, ia pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Lepas dari MK ia didaulat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2010). Saat ini, kesehariannya disibukkan sebagai ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Suara KPU - Pada tahun 1999 Jimly menerima penghargaan Bintang Maha Putera Utama. Setelah itu, sepuluh tahun kemudian, 2009, negara menganugerahinya Bintang Mahaputera Adipradana. Penghargaan diberikan lantaran jasanya mendirikan dan memimpin Mahkamah Konstitusi serta kontribusi besar dalam melakukan modernisasi hukum di Indonesia, Kecintaannya pada hukum dan ketatanegaraan membuat dirinya dihargai banyak orang. Sehingga wajar jika banyak orang mengenalnya sebagai peletak dasar bagi gagasan modernisasi peradilan di Indonesia. Dalam berfikir, dia tidak melulu berkata sumir pada tata hukum Indonesia yang konon banyak “bolongnya.” Tapi juga menyediakan solusi ketika ketidakpastian hukum sedang terjadi. Sehabis kritik, ia datang dengan tindakan konkrit. Mahkamah Konstitusi dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atawa DKPP adalah kerja nyatanya. Keduanya datang dari pemikirannya selama ini. Tentu ia tidak sendirian. Banyak kawan yang ikut membantu mendirikan kedua lembaga tersebut. Genap 3 tahun Jimly Asshiddiqie memimpin Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atawa DKPP, sejak didirikan pada tanggal 12 Juni 2012. Ia adalah pendiri sekaligus ketua pertama lembaga penegak kode etik penyelenggara Pemilu itu. Kantornya menyatu dengan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang terletak di Jl. MH. Thamrin No 14 Jakarta. Persis diseberang gedung Sarinah. Jimly menempati. Ruangan Jimly berada di lantai 5 di gedung itu. Dari sinilah dia menguraikan berbagai pemikirannya ihwal etika kepemiluan. Selain mengurusi lembaga penyelenggara pemilu, diruangan ini, Jimly juga menghabiskan waktu untuk menulis. Buku “Menegakkan Etika Penyelenggara Pemilu“ salah satunya. Ketua DKPP Jimly Assiddiqie Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 16 Suara KPU berkesempatan mewawancarainya pada Jum'at siang (26/6), usai shalat Jum'at. Jimly bercerita banyak hal tentang hukum, demokrasi dan pemilu. Pikirannya kritis, sistematis dan menjangkau banyak aspek. Menggambarkan keluasan ilmunya dan pengalamnnya dalam mengawal hukum di SUARA SOSOK “Dengan itu semua maka kehormatan pemilu dan penyelenggaranya akan terjaga.” Dengan berpegang pada ketiga prinsip itu, kepercayaan publik terhadap KPU, Bawaslu dan Panwas akan semakin tinggi. Di tengah upaya meningkatkan partisipasi masyarakat setiap pemilu digelar, kepercayaan terhadap penyelenggara adalah modal dasar. Tanpa kepercayaan publik, pemilu tak akan mendapatkan dukungan penuh masyarakat. Bukan saja kehormatan yang akan digapai. Bahkan pemilu damai juga akan sangat mungkin terjadi. Semua orang dari berbagai kelompok juga akan bekerja sama mewujudkan pemilu damai. Sehingga kekhawatiran banyak orang terhadap bayang-bayang konflik dengan kekerasan menjadi tidak perlu. Indonesia. Bagi Jimly Assiddiqie, menjadi ketua DKPP dibutuhkan keteguhan hati dan kejernihan berfikir. Lantaran tugasnya mengawal dasar-dasar etis pemilu dan lembaga penyelenggaranya. “Etika berkaitan dengan kesesuaian sebuah tindakan dengan undang-undang. Karena itu dibutuhkan sebuah keteguhan hati dan kejernihan dalam berfikir,” ujar Jimly. Jimly bercerita tentang ikhtiar lembaganya selama ini dalam menjaga kehormatan pemilu dan penyelenggaranya. Kemandirian, integritas, dan kredibelitas menjadi fokus DKPP dalam melihat kinerja lembaga penyelenggara pemilu. Ketiganya adalah syarat mutlak untuk menjaga kehormatan itu. Dalam berbagai kesempatan, ia selalu mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) agar menjalankan ketiga prinsip tadi. “Menyelenggarakan pemilu dibutuhkan kemandirian, integritas dan kredibelitas dari penyelenggaranya,” kata Jimly. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH Penghargaan Negara : - Bintang Maha Putera Adi Pradana, 2009 - Bintang Maha Putera Utama, 1999 Pendidikan : - S1 Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1977-1982. - S2 Magister Hukum, Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1984-1986. - Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta, 1987-1991 - Van Vollenhoven Institute, serta Rechtsfaculteit, Universiteit Leiden, program doctor by research dalam ilmu hukum (1999). - Post-Graduate Summer Refreshment Course on Legal Theories, Harvard Law School, Cambridge, Massachussett, 1994. Karir : - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum RI, 2012-2017 - Ketua Dewan Penasihat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM), 20132017. - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, 2010. - Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2003-2008. - Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak tahun 1981 (1998 diangkat sbg Guru Besar Hukum Tata Negara). - Asisten Wakil Presiden RI 1998-1999. Buku Tentang Pemilu : - Menegakkan Etika Penyelenggara Pemilu, Rajawali Pers, Jakarta, 2013. - Konstitusi Bernegara, Penerbit Malang, 2015 “Saya yakin, jika integritas lembaga penyelenggara dijaga, tak perlu kawatir pada konflik yang sampaikan banyak orang menjelang dan setelah pilkada.” Saat wawancara berlangsung, Jimly acap kali membuka buku yang ditulisnya ”Menegakkan Etika Penyelenggara Pemilu.” Kepada Suara KPU dia menunjukkan betapa pentingnya menjaga etika penyelenggara pemilu itu. Etika pemilu menjadi segalanya bagi penyelenggaraan pemilu. Mengingat etika berfungsi sebagai sistem kontrol tambahan untuk menopang sistem hukum. Jimly menjelaskan “jika melulu mendekati persoalan hanya dengan hukum, tanpa ditopang sistem etika, keputusan yang diambil jauh dari nilai dan akar kebudayaan masyarakat Indonesia.” Alasan di atas membuat DKPP, dalam bekerja tidak melulu menekankan pada sistem hukum tapi juga aspek moralitas. Tidak saja sebagai lembaga yang hanya memberikan sangsi kepada penyelenggara pemilu. Tapi juga memiliki tanggung jawab moral dalam menjaga kehormatan lembaga Pemilu. (ISM) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 17 SUARA SOSOK SUARA SOSOK Komisioner KPU RI. Ida Budhiati: Menemukan Demokrasi di Lingkup Keluarga Sejak berstatus sebagai mahasiswa, Ida Budhiati sudah malang-melintang merasakan kerasnya perjuangan sebagai aktivis. Komisioner KPU RI Divisi Hukum dan Pegawasan yang pernah aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang ini memiliki segudang pengalaman dan keilmuan di bidang hukum dan politik. Ternyata, apa yang dimiliki Ida tersebut berawal dari pendidikan dari orangtuanya tentang bagaimana berdemokrasi dalam lingkup keluarga. “Orangtua saya itu dalam pandangan saya adalah orangtua yang sangat demokratis. Setiap mau mengambil keputusan dalam lingkup keluarga sangat menghormati hak anak-anak untuk ikut memberikan pendapat. Meskipun usia kami saat itu belum mencapai dewasa, masih SD, SMP, SMA, kami sudah dilibatkan bagaimana dalam proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh orangtua saya,” kisahnya. “Misalnya hal kecil, orangtua akan menempuh kegiatan, membeli sesuatu, kemudian dalam menentukan jenjang pendidikan anak-anaknya, selalu didiskusikan dalam forum keluarga. Jadi saya belajar demokrasi sejak kecil, dalam lingkup keluarga,” kata anak pertama dari tujuh bersaudara ini. Sosok ayah, yang berstatus sebagai tokoh masyarakat dan aktif berkecimpung dalam berbagai kegiatan organisasi, turut mempengaruhi cara mendidik anak-anaknya. “Beliau mempunyai latar belakang aktivis organisasi, sehingga beliau Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 18 mempunyai pengalaman yang cukup untuk mengedukasi anakanaknya mengenal demokrasi sejak dini.” Dari sang ayah pula, Ida Budhiati belajar bagaiamana seorang tokoh berperan dalam masyarakat. Ia sering menyaksikan ketika tetangganya datang ke rumah bertemu dengan orangtuanya untuk meminta pendapat dan solusi. “Tetangga itu sering datang ke rumah saya, ketemu dengan orangtua saya, meminta pendapat bagaimana solusinya. Ada laki-laki ada perempuan datang untuk meminta pandangan dan pendapat solusi, bahkan tidak saran pendapat. Orangtua saya juga tidak segan-segan untuk memberikan bantuan yang berupa materi,” ungkapnya. Ada sebuah peristiwa yang sangat berkesan saat Ida masih duduk di bangku SD. Ketika itu datang seorang ibu menangis sejadi-jadinya. Perempuan tersebut bercerita suaminya terkena SUARA SOSOK SUARA SOSOK dengan laki-laki dalam pendidikan. “Orangtua saya tidak membedakan jenjang pendidikan untuk anak laki-laki dan perempuan, semuanya sama. Dan bapak saya selalu mengatakan, kalian harus belajar sungguh-sungguh dan mencapai jenjang pendidikan yang paling tinggi. Karena seorang perempuan itu pada hakikatnya tidak bergantung kepada laki-laki,” kisah Komisioner KPU yang juga menjabat Komisioner di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini. Atas wejangan orangtuanya itu, Ida mengetahui bahwa pada dasarnya seorang perempuan harus mandiri. “Orang selalu berharap kehidupan rumah tangga itu berjalan dengan baik sampai kakek-kakek nenek-nenek. Tapi orang tidak pernah tahu hidup itu adalah misteri. Kita tidak akan pernah tahu mungkin karena suatu hal kita menghadapi musibah, misalnya kematian, persoalan duniawi, sehingga perempuan harus menjadi tulang punggung keluarga,” ungkapnya. “Itu yang diajarkan oleh orangtua saya sehingga perempuan itu tidak mudah mengalami penindasan kehidupan dalam rumahtangganya,” lanjutnya. satu kasus dan harus meringkuk dalam penjara. Ia kebingungan akan kelangsungan hidupnya serta anakanaknya yang masih kecil. Atas masalah yang mendera perempuan tersebut, orangtua Ida Budhiati memberi bantuan dan mencarikan solusi bagaimana menjamin kelangsungan hidup si perempuan dan anak-anaknya. Beberapa tahun kemudian, ketika Ida Budhiati menapaki jenjang pendidikan SMP, ingatan tentang perempuan tadi kembali muncuat di benak saat sang ayah menyampaikan sebuah wejangan kepadanya, tentang bagaimana seorang perempuan harus diperlakukan sama Ida Budhiati Profesi : Komisioner KPU RI Agama : Islam Tempat Lahir : Semarang, Jawa Tengah Tanggal Lahir : Selasa, 23 November 1971 Zodiac : Sagittarius Warga Negara : Indonesia Pendidikan yang ditanamkan orangtua, membuat Ida Budhiati mengenal emansipasi jauh sebelum ia mempelajarinya di bangku kuliah. Kemudian ketika usianya telah mencapai akil baligh, itulah masa dimana ia menyerap banyak pelajaran hidup dari orangtuanya. “Masa anak-anak ke masa remaja, di situlah saya banyak mendapatakan filosofi hidup dan kehidupan sangat luar biasa. Nilai-nilai yang ditanamkan bapak saya kepada anak-anaknya itu untuk selalu memilih jalan yang lurus, mempunyai integritas. Hakikatnya, manusia itu tidak boleh merampas hak milik orang lain.Yang bukan hak kita itu tidak boleh dimiliki. Kemudian tidak boleh merampas hak anak yatim, dan tidak boleh bersengketa berkaitan dengan hak waris,” papar Ida. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 19 SUARA SOSOK SUARA SOSOK diri dalam kegiatan-kegiatan di ranah publik untuk mengadvokasi hak sipil politik. “Saya turut serta berkecimpung dengan kegiatan isu demokrasi dan pemilu sejak 1994. Waktu itu saya masih jadi mahasiswa saya magang di LBH Semarang. Itu masih era Orde Baru, dimana hak masyarakat untuk berserikat berkumpul terpasung. Sangat terbatas ruang gerak masyarakat untuk bisa menikmati hak konstitusionalnya, menyampaikan pendapatnya secara lisan dan tertulis yang dijamin oleh UUD. Kemudian juga terkait dengan sistem pemilu yang menggunakan sistem perwakilan, dimana masyarakat tidak bisa menyampaikan aspirasinya secara langsung,” ungkap Ida saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (1/7). “Itu menurut saya nilai-nilai dasar kehidupan yang akan membentuk karakter dan kepribadian seseorang. Itu yang mempunyai pengaruh besar untuk membentuk karakter saya seperti sekarang,” lanjutnya. Tertarik Hukum karena Lingkungan Selain lingkup keluarga, Ida Budhiati banyak belajar dari lingkungan tempatnya lahir dan dibesarkan. Ia mempelajari bagaimana karakter dan pilihan jalan hidup seseorang terbentuk. Hidup di tengah masyarakat yang beragam membuatnya menyadari banyaknya masalah hukum. “Lingkungan saya yang beragam, ada etnis Tionghoa, Arab, Jawa. Kemudian secara ekonomi masyarakat di sana kelas menengah ke bawah, pasti sarat masalah di situ. Ada pembunuhan, ada masalah orang yang suaminya terlibat dalam perkelahian kemudian dia masuk penjara. Itu kemudian saya memandang ternyata banyak masalah hukum. Saya tertarik untuk belajar ilmu hukum,” kata Ida Budhiati. Setamat SMA, Ida pun memutuskan untuk mangambil studi jurusan Hukum Pidana di Universitas 17 Agustus 1945 Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 20 “Sebenarnya tujuannya itu memberikan contoh, karena seringkali kritik terhadap aktivis itu hanya bisa omong doang, ini pentingnya perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis, Anda sendiri nggak mau daftar kan begitu. Akhirnya ya okelah kasih contoh, daftar Semarang.Namun ia menyatakan, studi formal ini tidak banyak berpengaruh dalam kehidupannya. "Tidak banyak membantu. Justru dari pengalaman hidup yang banyak membentuk itu adalah lingkungan keluarga dan tempat tinggal. Pendidikan formal itu sebuah pilihan. Sebagai sebuah pilihan itu akan berkorelasi dengan pengalaman hidup,” jelasnya. Karenanya, semasa mahasiswa ia aktif berorganisasi dan sempat memegang Sekretaris Senat Mahasiswa dan Ketua Himpunan Mahaiswa Jurusan Hukum Pidana. Di masa kuliahnya ini pula, secara formal ia mulai masuk dan melibatkan Ida mengaku, menjadi aktivis di masa itu sangat berat. Terlebih kerja di LBH Semarang adalah mengadvokasi hak-hak sipil politik, sementara pendekatan rezim Orde baru kala itu sangat represif. “Ya bekerja sambil dikejar-kejar aparat penegak hukum. Kita melakukan pendidikan kemudian kita dituduh menghasut, dituduh sebagai provokator, tantangannya sangat berat,” kata Ida. Ia menceritakan bahwa ia dan kawankawannya ketika membuat pelatihan dengan kelompok petani dan nelayan pernah pertemuannya dibubarkan karena ada kecurigaan melakukan memprovokasi dan menghasut masyarakat untuk menuntut haknya. Ida tahu pilihan menjadi aktivis penuh risiko. Namun semangatnya tak pernah kendur. Ia selalu kembali pada ingatan masa kecilnya. “Begitu rentan masyarakat kelas bawah itu berhadapan dengan persoalan hukum. Ketika berhadapan dengan persoalan hukum, mereka sebenarnya tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai apa yang harus dilakukan, ada perempuan datang kepada saya itu menangis, bagaimana itu suami saya digebukin oleh aparat hukum dipaksa mengaku dan seterusnya.” SUARA SOSOK SUARA SOSOK “Itu karena saking seringnya saya mendengar dan melihat persoalanpersoalan semacam itu, maka tertanam bahwa sungguh rentan masyarakat marjinal ini untuk diperlakukan sewenang-wenang. Saya terpanggil untuk bekerja di bidang itu. Jadi pilihan saya itu tidak terlepas dari apa yang saya rekam dari masa kanak-kanak itu,” ujar perempuan yang menggemari kegiatan diskusi ini. Di LBH Semarang, Ida mengadvokasi masyarakat yang tertindas, baik secara hukum, politik, maupun ekonomi. “Kasus-kasusnya itu kasus-kasus yang bernuansa mereka mengalami kekerasan yang bersifat struktural. Jadi karena kebijakan penguasa mereka harus mengalami ketidakadilan,” terangnya. Pada tahun 1990-an, gerakan feminisme mulai muncul. Seiring dengan menguatnya tuntutan jaminan perlindungan kepada perempuan yang tentan kekerasan di sektor domestik dan publik, Ida tertarik untuk belajar lebih spesifik penanganan kasus-kasus perempuan, tidak hanya di lingkup rumah tangga tapi juga mengadvokasi hak-hak politik perempuan. pentingnya dan menjamin hak politik perempuan,” kata Ida. Ia mengaku, sebenarnya tidak pernah mimpi untuk menjadi komisioner KPU atau sebagai penyelenggara pemilu. “Sebenarnya tujuannya itu memberikan contoh, karena seringkali kritik terhadap aktivis itu hanya bisa omong doang, ini pentingnya perempuan menduduki jabatan-jabatan strategis, Anda sendiri nggak mau daftar kan begitu. Akhirnya ya okelah kasih contoh, daftar ramai-ramai,” Ida mengisahkan. Ia dan kawan-kawannya pun beramairamai memutuskan untuk mengikuti seleksi Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah tahun 2003.“Dan nggak disangka dan dinyana lolos seleksi. Setelah selesai, teman-teman meminta saya untuk lanjut di periode yang kedua, saya menjadi penyelenggara pemilu ini pun berlanjut hingga ia menjadi Komisioner KPU RI hingga saat ini. Tantangan Penyelenggara Pemilu Ida menuturkan, yang menjadi tantangan penyelanggara pemilu ialah bagaimana mampu menjaga independensi dan integritas. “Karena di setiap proses perhelatan pergantian kepemimpinan itu selalu ada tantangan. Ada tekanan, ancaman. Bagaimana kita mampu menjaga diri kita tetap istiqamah, mandiri, dan berintegritas,” kata Istri dari seorang desainer program bilingual bernama Wahyudi ini. Menurutnya, di antara hal terberat yang dihadapi penyelenggara pemilu adalah ekspektasi publik terhadap KPU yang sangat besar. “Bagaimana KPU memberikan satu solusi terhadap Oleh karena itu, pada 1997, ia hijrah ke Jakartauntukbergabung dengan LBH Apik Jakarta. Ketika terjadi pergolakan mahasiswa 1998, Ida pun turut terlibat dalam gerakan menuntut reformasi. “Turut terlibat dalam gerakan 98. Saya ikut gerakan untuk menuntut reformasi. Kemudian setelah tiga tahun di Jakarta, saya memutuskan kembali ke Semarang.” Aktivis Tak Sekadar Bisa Bicara Sekembalinya di kampung halaman, jiwa aktivis Ida tetap menyala. “Karena saya dibesarkan di lingkungan dunia aktivis, ketika saya memilih profesi untuk berkarir sebagai lawyer juga tidak bisa meninggalkan kegiatan untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap kelompok rentan kekerasan. Kemudian saya tetap berorganisasi, saya gabung di Koalisi Perempuan Indonesia, mengadvokasi ketua KPU Jawa Tengah pada tahun 2008,”ungkap Ibu dua anak ini. Sejak lolos menjadi Komisionor KPU Provinisi Jawa Tengah, Ida atas kesadaran diri saya memilih untuk tidak sebagai lawyer. Langkah Ida Budhiati di lembaga kebuntuan hukum, yang dimaksud kebuntuan hukum adalah belum diwadahi dalam UU. Atau setidaknya ada dalam UU tapi norma UU-nya itu multitafsir atau belum ada pengaturannya, atau conflicting antar pasalnya. Ini yang menjadi PR KPU untuk Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 21 SUARA SOSOK SUARA SOSOK “Kadang-kadang semangat bekerja itu lupa untuk tertib administrasi, yang kemudian membawa kesulitan kepada penyelenggara untuk bisa mempertanggungjawabkan proses kerja dan hasilnya” memberikan tafsir tunggal, mengisi ketidaklengkapan, dan memberikan kepastian hukum pemilu. Ini tugas berat KPU yang boleh jadi belum tentu bisa diterima oleh banyak pihak, selalu ada potensi ada risiko untuk mempertanggungjawabkan kebijakan yang ditempuh,” terang Ida. Begitu pula sewaktu ia harus menghadapi rekan-rekan dari KPU yang harus menjalani sidang di DKPP. “Saya menghadapi tugas-tugas di KPU dan DKPP secara profesional. Tidak perlu dimasukan ke relung hati yang paling dalam. Menghadapi temanteman yang di-DKPP-kan, ya secara proporsional saja,” ungkapnya. Ia melanjutkan bahwa KPU dari sisi kelembagaan perlu diperkuat. Tidak hanya bisa dilihat dari aspek teknis dari pelatihan-pelatihan, tapi sangat terkait dengan politik hukum negara ini mau dibawa kemana penataan jadwal pemilunya. “Apakah akan ada setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, kalau seperti itu KPU tidak punya waktu untuk melakukan konsolidasi dalam pemilu. Parpol juga capai dengan konsolidasi. Masyarakat punhampir setiap hari dipertontonkan dengan berita Pemilu,” ujarnya. isi kelembagaan perlu diperkuat. Tidak hanya bisa dilihat dari aspek teknis dari pelatihan-pelatihan, tapi sangat terkait dengan politik hukum negara ini mau dibawa kemana penataan jadwal pemilunya. “Apakah akan ada setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, kalau seperti itu KPU tidak punya waktu untuk melakukan konsolidasi dalam pemilu. Parpol juga capai dengan konsolidasi. Masyarakat pun hampir setiap hari dipertontonkan dengan berita Pemilu,” ujarnya. Kemudian, lanjutnya, politik hukum berkaitan dengan sistem pemilu. Berat atau ringan tugas KPU sangat ditentukan dari sistem pemilu. Sistem pemilu proporsional daftar terbuka sangat rumit pada aspek teknisnya. Ini juga membawa Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 22 beban berat terhadap penyelenggara. Hal ini mesti ada good will untuk memperkuat KPU yang tidak hanya berkaitan dengan aspek internal KPU tapi juga pada aspek eksternal, yakni bagaimana arah kerangka hukum pemilu ini mempengarhui kerja kelembagaan dan bagaimana memperkuat supporting system KPU. Antara DKPP dan KPU Selain sebagai Komisioner KPU, Ida Budhiati juga duduk di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun ia menyatakan tidak merasa terbebani dengan pembagian waktu. “Itu hanya hal teknis saja. Tinggal mengatur waktu. Fungsi saya di DKPP itu kan mengadvokasi teman-teman KPU secara objektif dan proporsional. Nggak ada masalah.” Ia mengatakan, sistem dan kerangka hukum pemilu saat ini mengadopsi sistem keadilan pemilu yang terdapat ruang yang disediakan untuk meminta pertanggungjawaban kepada penyelenggara pemilu. “Ketika saya menghadapi teman-teman yang diDKPP-kan ya profesional. Bahkan tidak hanya teman, kami sendiri kan tidak hanya sebagai hakim, bahkan pernah menjadi pihak yang diadukan, kadang jadi saksi, semua lengkap semua sudah kita alami. Tidak perlu dimasukan hati. Ya hadapi saja secara profesional. Memang kerangka hukumnya seperti itu,” terangnya. Merumuskan Kebijakan KPU Dalam pelaksanaan Pilkada serentak yang gelombang pertama akan digelar pada 9 Desember 2015 mendatang, Ida Budhiati selaku komisioner KPU divisi Hukum mengatakan, dalam merumuskan kebijakan KPU telah mempertimbangkan potensi konflik yang akan muncul sehingga dapat diketahui meminimalisir potensi sengketanya. KPU, kata Ida, sudah mempunyai banyak referensi dan pengalaman agar bagaimana tidak mengulang problem yang sama. KPU sudah mengantisipasi sejak aspek regulasinya supaya konflik yang terjadi tidak terlalu banyak. SUARA SOSOK SUARA SOSOK Ia mengungkapkan, sengketa pada pilkada serentak ini, jika dibandingkan dengan Pemilu Legislatif (Pileg), Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), bahkan pilkada yang terakhir ini, jauh lebih kecil dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. “Sengketa tentang dukungan calon perseorangan saja kalau dibandingkan dengan pilkada yang lalu lebih besar pilkada lalu,” ungkap Ida. Kemudian, dari sisi paradigma penyelenggara pemilunya harus diubah,yang semula menggungakan cara pandang positivistik, saat ini harus melayani dan menyelesaikan masalah tanpa masalah. “Yang sudah mulai dibangun penyelenggara pemilu itu sejak pileg yang lalu, pilpres, dan sekarang pilkada.” “Saya cukup mengapresiasi pekerjaan teman-teman di provinsi dan kabupaten, angka sengketanya sampai saat ini tidak sebanyak yang lalu,” kata Ida. Ia menegaskan, spirit regulasi yang ada ialah meningkatkan derajat transparansi dan akuntabilitas. Jika hal itu sudah terwujud, prosesnya transparan, penyelenggara akuntabel, maka tidak ada lagi alasan untuk mencurigai penyelenggara. Sebab esensi pemilu itu kepercayaan peserta kepada penyelenggara. “Kalau dia sudah percaya pada prosesnya dia akan terima hasilnya.” Meski demikian, Ida mengatakan, potensi sengketa di tiap tahapan pasti ada. Tinggal bagaimana penyelenggara meminimalisir potensi sengketa yakni semangat transparansi dan akuntabel harus tercermin dalam tiap tahapan. Oleh sebab itu, untuk mengantisiapsi sengketa, KPU RI memberikan arahan KPU di daerah untuk tertib admisistrasi pemilu dan memperkuat aspek dokumentasi. “Kadang-kadang semangat bekerja itu lupa untuk tertib administrasi, yang kemudian membawa kesulitan kepada penyelenggara untuk bisa mempertanggungjawabkan proses kerja dan hasilnya,” pesan Ida. (MS Wibowo) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 23 SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL KPU Menerima Penghargaan dari PPUA PENCA Ketua KPU, Husni Kamil Manik menerima penghargaan dari PPUA PENCA SuaraKPU - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Husni Kamil Manik dalam acara hari jadi Pusat Pemilihan Umum Penyandang Cacat (PPUA PENCA) yang ke13 mengucapkan terima kasih atas aktivitas selama ini yang menjadi inspirasi bagi KPU untuk lebih mematangkan penyelenggaraan demokrasi di Indonesia, Selasa (5/5/2015). “Aktivitas yang dilakukan organisasi ini menjadi suatu energi positif bagi KPU khususnya, serta bagi pemerhati dan pengerak demokrasi di Indonesia untuk terus berjuang melakukan pematangan yang hari ke hari semakin kuat,” ujarnya. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 24 Husni menambahkan, KPU membuka peluang terhadap ide-ide, pendapat dan gerakan-gerakan yang mengarah terhadap peningkatan kualitas penyelenggara pemilu. “KPU merupakan lembaga yang diperintahkan oleh konstitusi untuk menyelenggarakan pemilu yang luber dan jurdil, sehingga KPU membuka diri kepada ide-ide yang baik, gerakan-gerakan dalam upaya peningkatan kualitas penyelenggara pemilu,” tutur Husni. menerima penghargaan sebagai lembaga pemerintah yang berkomitmen dan berkontribusi secara positif dalam penyelenggaraan pemilu serta meningkatkan tingkat partisipasi penyandang disabilitas. Selain itu, PPUA PENCA juga memberikan penghargaan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta, KPU Provinsi DI Yogyakarta serta Komisioner KPU yang memiliki komitmen dan pemajuan hak politik penyandang disabilitas dalam Pemilu 2014. (ola/ajg/red) Dalam kesempatan tersebut, KPU SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL Sosialisasi Dan Pendidikan Pemilih Harus Tertata Dan Sistematis Sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk meningkatkan partisipasi masyarakat pada pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) harus tertata dan sistematis. Tahun 2015 juga akan memasuki tahapan pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, selanjutnya akan ada pemilu serentak. Untuk itu, KPU harus mempunyai strategi yang lebih baik dalam hal sosialisasi dan pendidikan pemilih. Diharapkan, target tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu itu harus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga pemilu nasional lima tahun ke depan mempunyai target 80 persen. Hal tersebut, disampaikan Komisioner KPU RI, Arief Budiman dalam sambutan pembukaan acara Konsolidasi Program Sosialisasi dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu di aula kantor KPU Kota Surabaya, Selasa (12/5/2015). Kegiatan yang diselenggarakan selama tiga hari tersebut diikuti oleh Anggota KPU Provinsi Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih, serta Kabag/Kasubbag dari Sekretariat KPU Provinsi yang juga membidangi sosialisasi dan pendidikan pemilih dari 34 provinsi seluruh Indonesia. "Target yang dibebankan kepada penyelenggaraan pilkada 2017 itu akan lebih tinggi dari pilkada 2015, sehingga diharapkan ada progresifitas peningkatan dari tahun ke tahun. Harapannya juga dukungan anggaran bisa memadai, karena sosialisasi sekarang ditempatkan cukup penting," ujar Arief yang didampingi Komisioner KPU RI Sigit Pamungkas dan Juri Ardiantoro, serta Kepala Biro Teknis dan Hupmas KPU RI Sigit Joyowardono. kegiatan peningkatan partisipasi sebagai sebuah siklus, sehingga tidak hanya pada saat penyelenggaraan pemilu, tetapi juga di pasca pemilu,” jelas Sigit. juga harus optimal dalam upaya memberikan informasi kegiatan KPU dan penyelenggaraan pemilu," papar Anggota KPU Ferry Kurnia Riskiyansyah. Pemilu Kreatif Selain itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik menegaskan partisipasi masyarakat tidak hanya pada saat pemungutan suara, tetapi dari proses awal sampai akhir tahapan pemilu dibutuhkan partisipasi masyarakat. “Mengukur partisipasi masyarakat pada saat pemungutan suara memang lebih mudah menghitungnya, tetapi sulit mengukur partisipasi masyarakat dalam pemutakhiran data pemilih, seperti mengecek DPS, DPSHP, dan DPT, serta keikutsertaan masyarakat dalam kampanye,” ungkap Husni Berkaca pada Pemilu Tahun 2014, KPU berpengalaman bekerja ditengah keterbatasan anggaran. Untuk itu, KPU harus bisa bekerja lebih kreatif, karena penyelenggaraan pemilu jangan sampai ada kesan menyeramkan atau stigma negatif di masyarakat. Kegiatan yang telah diselenggarakan oleh KPU, antara lain duta pemilu, lomba jingle, maskot pemilu, dan aktivitas penting lainnya. Kegiatan tersebut bisa disinergikan dengan pusat pendidikan pemilih untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Jadi, sosialisasi aktif itu tidak hanya menempelkan baliho, poster, dan flyer, tetapi harus ada desain khusus yang efektif, sehingga penting adanya riset pemilu. "Kita (KPU-red) juga harus menyiapkan berbagai perangkat untuk mendukung akses data bagi publik, kemudian merekrut jaringan kehumasan. Selanjutnya, media relation juga penting untuk dilakukan, antara lain media visit, press release, press tour, dan coffee morning, serta pemanfaatan media sosial "Pada semua tahapan, partisipasi masyarakat sangat penting, karena pada masa orde baru itu dimanipulasi, karena cenderung dimobilisasi oleh kekuatan kekuasaan pada waktu itu. Untuk itu, jika ingin meneruskan kualitas penyelenggaraan pemilu yang demokratis, istilah mobilisasi itu tadi dirubah arahnya menjadi partisipasi. Meskipun masih saja ada upaya mobilisasi, kalau dulu oleh kekuasaan, sekarang bergeser ke politik uang," pungkasnya. (arf/ook/red.) Pada kesempatan tersebut, Komisioner KPU RI Sigit Pamungkas juga mengungkapkan hal paling mudah melihat sukses atau tidaknya pemilu itu dilihat dari tingkat partisipasinya. “Sosialisasi itu sebuah siklus, maka ke depan sosialisasi harus dibuat konsep Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI beri penjelasan dalam kegiatan Konsolidasi Program Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat di Surabaya, (13/5) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 25 SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL Jangan Sia-Siakan Suara Yang Kita Transfer Kedalam Surat Suara Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay beri penjelasan kepada Mahasiswa Jurusan Keprotokolan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bumi Siliwangi, Bandung tentang hak pilih dalam pilkada, Jumat (8/5). Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hadar Nafis Gumay mengajak mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bumi Siliwangi, Bandung yang berkunjung ke Kantor KPU RI untuk tidak menyia-nyiakan pilihannya dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak, Jumat (8/5/2015). “Pemilihan kepala daerah adalah momen lima tahunan yang penting, dimana kita bisa menentukan siapa pemimpin kita. Oleh karena itu, saya mengingatkan sekaligus mengajak, jangan sia-siakan suara yang kita transfer kedalam surat suara itu,” tegas Hadar. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 26 Hal tersebut perlu diperhatikan dengan sungguh karena pilihan tiap orang akan menentukan program pemerintah yang akan dijalankan oleh kepala daerah dan wakil kepala daerah. “Suara itu sangat bermakna, karena program calon kepala daerah yang kita pilih adalah program yang kita inginkan dalam menentukan arah pemerintahan dimana kita tinggal,” sambungnya. Untuk itu ia meminta mahasiswa jurusan keprotokolan yang pernah mendampingi para delegasi asing dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 tersebut untuk proaktif menghimpun informasi mengenai calon pemimpin di masing-masing daerah yang akan menggelar pemilihan. “Adik-adik sekalian perlu mempersiapkan diri. Nanti coba dipelajari calon kepala daerahnya, ikuti pemberitaannya, diskusikan dengan teman, keluarga dan tetangga perlukah kita pilih yang ini daripada yang itu, sehingga kita bisa memilih yang terbaik dari pilihan yang ada,” ujar Hadar. (rap/red) SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL KPU - Kemenkeu Tandatangani MoU Kewajiban Pajak Balon Kepala Daerah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melalui Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI tentang pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon (balon) gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau walikota dan wakil walikota, Rabu (20/5/2015). Dalam acara yang berlangsung di Istana Negara, Jl. Veteran, Jakarta, Presiden RI, Joko Widodo mengatakan bahwa Kemenkeu perlu melakukan perjanjian dengan KPU mengenai informasi perpajakan yang dilakukan oleh bakal calon kepala dan wakil kepala daerah. Karena sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU memiliki seluruh data tersebut. berapa ada semuanya di KPU. Kalau Dirjen Pajak tidak melakukan kerjasama dengan KPU itu keliru,” tuturnya. Selain tandatangani nota kesepahaman dengan Kemenkeu, KPU juga menerima penghargaan sebagai lembaga negara yang berperan serta dalam memberikan data dan informasi perpajakan serta “Kami harapkan lembaga, media, dan asosiasi dapat mengajak memberi contoh masyarakat untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sebagai warga negara yang baik, serta mempublikasikan hal-hal positif untuk pencapaian penerimaan negara Tahun 2015, sehingga muncul kebangkitan nasional dalam kemandirian pembiayaan pembangunan nasional” “Jadi calon-calon kepala daerah, baik dan pihak terkait lainnya yang telah memberikan kontribusinya, Menteri Keuangan RI, Bambang Brojonegoro mengucapkan terima kasih. “Kami mengucapkan terima kasih kepada para pihak terkait yang telah berkontribusi dan bekerjasama menunjang tugas dan fungsi Dirjen Pajak, khususnya dalam hal pemberian dan pemanfaatan data serta penegakan dan perlindungan hukum,” ujar Bambang. Kepada instansi dan lembaga yang belum memberikan kontribusi informasi perpajakan, Ia menghimbau lembaga tersebut untuk dapat berkontribusi aktif. “Bagi lembaga lain yang belum memberikan informasi perpajakan, kami menghimbau agar turut bekerjasama. Selanjutnya kepada lembaga penerima penghargaan, kami usul kepada presiden dan DPR agar sesuai dengan kondisi keuangan negara, agar dapat merealisasi 100% tunjangan kinerja dan tunjangan kinerja lainnya, sehingga sinergitas antar lembaga semakin baik terjalin,” lanjut dia. Untuk meningkatkan tax rate Negara Indonesia, Bambang meminta kepada lembaga negara, asosiasi, media, dan pihak lainnya agar mensosialisasikan halhal positif, sehingga bisa membangkitkan, mengajak, dan memberi contoh masyarakat untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik berjabat tangan dengan Menteri Keuangan RI, Bambang Brojonegoro disaksikan oleh Presiden RI, Joko Widodo usai terima penghargaan sebagai lembaga negara yang berperan serta dalam memberikan data dan informasi perpajakan. bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota, gubernur, wakil gubernur, dan tentu saja presiden pada saat pilpres itu data-datanya komplit di KPU, kekayaannya membantu dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Dirjen Pajak. Kepada instansi negara, lembaga, asosiasi “kami harapkan lembaga, media, dan asosiasi dapat mengajak memberi contoh masyarakat untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sebagai warga negara yang baik, serta mempublikasikan hal-hal positif untuk pencapaian penerimaan negara Tahun 2015, sehingga muncul kebangkitan nasional dalam kemandirian pembiayaan pembangunan nasional,” kata dia. (ris/red) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 27 SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL Sekjen KPU Lantik Tiga Sekretaris KPU Jatim Sekretaris Jenderal KPU membacakan naskah sumpah/janji jabatan pada saat pelantikan Tiga Sekretaris KPU Jawa Timur, Selasa (13/5). SuaraKPU - Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI, Arif Rahman Hakim, Rabu (13/5/2015) bertempat di Gedung KPU Provinsi Jawa Timur Jl. Raya Tenggilis No. 1 Surabaya, melantik Sekretaris KPU Provinsi Jawa Timur (Jatim), Sekretaris KPU Kota Pasuruan dan KPU Kabupaten Blitar. Pelantikan tersebut berdasarkan Keputusan Sekjen KPU Nomor: 298/Kpts/Setjen/TAHUN 2015 Tanggal 12 Mei 2015, Arif melantik Sekretaris KPU Provinsi Jawa Timur, Eberta Kawima, SH, M.Si. Keputusan Sekjen KPU Nomor: 286/Kpts/Setjen/TAHUN 2015 Tanggal 5 Mei 2015 melantik Sekretaris KPU Kota Pasuruan, Herman Suyanto, SE, MM. dan Keputusan Sekjen KPU Nomor: 285/Kpts/Setjen/TAHUN 2015, tanggal 5 Mei 2015 melantik Sekretaris KPU Kabupaten Blitar, Zaenal Mu'min, AP, MM. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 28 Pada pidatonya, Arif mengatakan, kedepannya KPU mempunyai tekad untuk menyelenggarakan pemilu secara berkualitas. Untuk mewujudkan tekad tersebut, dukungan dari sekretariat mempunyai posisi yang sangat strategis, mengingat sekretariat berperan dalam memberikan dukungan teknis dan administrasi. Kepada sekretaris yang baru dilantik, Arif berpesan agar menjalankan tugas dengan cermat karena tahun ini KPU akan melaksanakan pemilihan kepala daerah. Khusus untuk Provinsi Jatim terdapat 19 wilayah yang menggelar Pilkada serentak. "Kami mengharapkan kepada Sekretaris KPU Provinsi Jawa Timur untuk mempersiapkan jajarannya agar organisasi kesekretariatan bisa menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya," tegas Arif. Selain itu, Arif juga menegaskan agar melakukan konsolidasi organisasi dan menata barisan, karena Jatim adalah provinsi yang sangat besar satuan kerjanya berjumlah 38, dan akan berdampak pada kinerja KPU secara nasional. “Dalam waktu lima tahun kedepan perlu dilaksanakan mewujudkan kerja bersama di KPU, untuk itu dukungan Sumber daya manusia di sekretariat KPU Provinsi maupun Kabupaten/Kota sangat penting peranannya,” pungkasnya. Hadir dalam pelantikan tersebut anggota KPU Provinsi Jawa Timur, KPU Kota Pasuruan dan KPU Kabupaten Blitar, serta jajaran sekretariat KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. (dosen/red) SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL KPU Gelar Bimtek Aplikasi Pencalonan Pilkada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Rabu (20/5), menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Aplikasi Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015, bertempat di Hotel Novotel, Jl. Gunung Sahari, Jakarta. Kepala Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat, Sekretariat Jenderal KPU RI, Sigit Joyowardono dalam sambutannya menjelaskan bahwa acara ini merupakan bimtek perdana tentang aplikasi pencalonan yang sebelumnya belum pernah dilakukan. “Kegiatan bimbingan teknis terkait aplikasi pencalonan ini baru pertama kali dilaksanaan, dimana pada pemilu-pemilu yang lalu pola proses aplikasi pencalonan belum pernah dilakukan atau disaranai,” kata Sigit. menyelenggarakan pemilihan bupati atau walikota. “Daerah yang diundang KPU Provinsi, baik yang melaksanakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, dan KPU Provinsi yang tidak melaksanakan pemilihan, tapi di lingkup wilayahnya ada Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan pemilihan bupati atau walikota yang jumlahnya sekitar 292. 260 KPU Kabupaten/Kota, dan 32 KPU Provinsi,” urainya. Hingga Jumat (22/5) bimtek tersebut masih akan mengulas aplikasi pencalonan mula dari penyerahan syarat dukungan calon independen, verifikasi dukungan calon, hingga tata cara pengisian formulir pencalonan. Selain mengundang 292 KPU daerah, KPU juga mengundang 12 perwakilan partai politik tingkat pusat. “Selain itu KPU juga mengundang 12 perwakilan dari partai politik ditingkat pusat. Masing-masing perwakilan partai politik jumlahnya 3 orang,” tutur Sigit. Dengan diundangnya 12 perwakilan parpol tingkat pusat, Ia berharap perwakilan tersebut bisa mensosialisasikan materi bimtek kepada DPW dan DPC tingkat Kabupaten/Kota untuk memberikan pemahaman yang sama. “Harapan dengan mengundang 12 perwakilan partai politik tingkat pusat ini, agar bisa mensosialisasikan, menyampaikan apa yang kita pahami kepada DPW maupun DPC tingkat Kabupaten/Kota sehingga tidak ada misskomunikasi,” ujarnya. (dosen/red) Kegiatan itu merupakan amanat UndangUndang yang dilakukan oleh KPU untuk menunjang pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota serentak. “Aktivitas bimtek terkait aplikasi ini merupakan penunjang dalam tahapan pencalonan pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diamalkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang merupakan perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan,” lanjut dia. Untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai aplikasi penunjang dalam tahapan pencalonan, KPU mengundang KPU Provinsi yang melaksanakan pilgub sekaligus KPU Provinsi yang tidak melaksanakan pilgub namun di lingkup wilayahnya terdapat Kabupaten dan Kotanya yang Kepala Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat, Sekretariat Jenderal KPU RI, Sigit Joyowardono sampaikan laporan saat acara Bimtek Aplikasi Pencalonan, Rabu (20/5) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 29 SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL KPU Dukung Penyederhanaan Aturan Pemilu dengan kelompok masyarakat sipil lainnya akan bersinergi untuk dapat lebih fokus memberi masukan dan membahas penyederhanaan rancangan UndangUndang Pemilu. “Karena untuk tahun ini, KPU sedang konsen dengan hal yang sangat teknis yakni pilkada Tahun 2015. Sementara kegiatan yang sifatnya ke akademis, kami perlu waktu. Walaupun tahun depan agendanya juga padat, untuk menyiapkan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2017.” ujar Husni. Hal itu dikatakan Husni dalam diskusi yang diselenggarakan oleh lembaga Kemitraan dengan Penyelenggara Pemilu dan Kelompok Masyarakat Sipil Pegiat Pemilu dan Demokrasi, digelar di Ruang Cemara, Hotel Grand Cemara, Jl. Wahid Hasyim No.69, Jakarta. Husni juga berharap, pengalaman KPU dalam menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden maupun Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dapat menjadi masukan yang positif di dalam rancangan kitab Undang-Undang Pemilu. Sehingga nantinya, menyelelaraskan peraturan kepemiluan. Ketua KPU Husni Kamil Manik, dalam diskusi dengan Kemitraan terkait Penyederhanaan Aturan Pemilu. SuaraKPU - Perkembangan demokrasi dan pemilu di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat dan memerlukan pengaturan hukum yang tidak tumpang tindih. Untuk itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mendukung adanya penyederhanaan terhadap aturan hukum yang menyangkut pemilu dan mengintegrasikan seluruh aturan aspek kepemiluan, Kamis (28/5). Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 30 “Karena ini merupakan tanggung jawab dan komitmen kita untuk penguatan demokrasi, KPU ikut mendukung berpartisipasi dalam gerakan ini. Dan kami merencanakan akan secara intensif pada Tahun 2016, termasuk menyiapkan program dan anggaran,” kata Husni. Untuk itu, lanjut Husni, KPU bersama “Kami berharap apa yang menjadi pengalaman kami sebagai penyelenggara pemilu, semua bisa dicatat dan dimasukkan dalam satu naskah yang membantu penyempurnaan kodifikasi ataupun penyempurnaan rancangan aturan pemilu ini,” Pungkasnya. Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad, Ramlan Surbakti, Mada Sukmajati, Hasyim Asyari, Ahsanul Minan, serta kelompok masyarakat sipil pegiat pemilu dan demokrasi.(ook/red) SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL Total DP4 Pilkada 2015 Sebanyak 102.068.130 Jumlah Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2015 yang diserahkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, Yuswandi A. Temenggung kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Husni Kamil Manik berjumlah 102.068.130 jiwa, Rabu (03/6). “Jumlah data berdasarkan catatan yang diberikan kepada kami, jumlah DP4 nya adalah 102.068.130 jiwa,” tutur Husni saat beri sambutan pada Serah Terima DP4 antara Kemendagri kepada KPU di Gedung Sasana Bhakti (kiri-kanan) Komisioner Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas, Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, Sekjen Kemendagri, Yuswandi A. Temenggung, Praja, Kemendagri, Jalan Medan dan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman saat serah terima DP4 Pilkada 2015, Rabu (03/6). Merdeka Utara No. 7 Jakarta. jumlah sesuai dengan kondisi nyata Temenggung yang membacakan sambutan lapangan. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo DP4 itu akan digunakan KPU untuk Kumolo, berharap fasilitasi pemerintah menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) “Setelah kami terima DP4, kami akan dan KPU dapat dimanfaatkan secara pada 224 kabupaten yang akan penuh oleh pemilih. melaksanakan pemilihan bupati dan wakil mengolah dan mengelolanya, bagi yang sudah akurat tidak akan dikurangi, tapi bupati (pilbup), 36 Kota yang akan kalau yang belum akurat akan “Dalam kesempatan ini kita (pemerintah) melaksanakan pemilihan walikota dan ditindaklanjuti agar akurat,” kata Husni. sangat berharap semua penduduk yang wakil walikota (pilwakot), dan 48 berhak memilih dapat menggunakan hak kabupaten/kota yang tidak melaksanakan “Misal petugas kami didaerah pilihnya,” kata Yuswandi. pilbup dan pilwakot tetapi mengikuti pemilihan gubernur dan wakil gubernur di menemukan orang yang bersangkutan tidak lagi tercatat sesuai domisilinya maka Ia mengimbau kepada penyelenggara 9 provinsi. Total DP4 itu akan digunakan akan dikonfirmasi. Apakah dia pindah pemilihan agar dapat menggelar untuk menyusun DPT di 308 permanen atau tidak permanen. Kalau pemilihan sesuai asas langsung, umum, kabupaten/kota yang menggelar permanen dikeluarkan dari data, tapi bebas dan rahasia, sehingga dapat pemilihan. kalau tidak permanen dan yang menghasilkan pemimpin yang berkualitas, bersangkutan ada di domisilinya pada hari dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Setelah diterima, KPU akan melakukan sinkronisasi DP4 Pilkada 2015 dengan DPT pemungutan suara, maka tidak dikeluarkan dari daftar pemilih,” lanjutnya. “Kepada penyelenggara, semoga dapat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil melaksanakan Pilkada serentak Tahun Presiden (Pilpres) 2014 lalu. Kemudian Hasil pemutakhiran itu akan diproses lebih 2015 ini secara langsung, umum, bebas, akan diteruskan ke KPU provinsi dan KPU lanjut menjadi Daftar Pemilih Sementara rahasia, jujur dan adil. Kita berharap kabupaten/kota hingga ke Panitia (DPS). Selanjutnya KPU akan forum ini (pemilihan umum) dapat Pemungutan Suara (PPS) di masingmengumumkannya untuk menghimpun menghasilkan kepala daerah yang betulmasing daerah. respon masyarakat. jika telah akurat dan betul berkualitas, berkompetensi, diterima oleh publik DPS itu akan disusun integritas dan punya kapabilitas serta Selanjutnya PPS bersama Petugas menjadi DPT Pilkada serentak Tahun 2015. memenuhi unsur akseptabilitasnya,” Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) akan imbuh Yuswandi. melakukan proses pemutakhiran data Sekjen Kemendagri, Yuswandi A. (ris/red.) pemilih, penambahan dan pengurangan Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 31 SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL KPU, Bawaslu dan DKPP Gelar Pertemuan Triparti Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), mengadakan pertemuan rutin bulanan membahas persoalan persiapan penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun 2015, Jumat (5/6/2015). panwas-nya sudah selesai dan ini bisa dikelola oleh provinsi, sehingga boleh dikatakan bahwa persiapan pilkada serentak ini sudah memadai dan tetap berjalan sebagaimana agenda yang dijadwalkan berdasarkan peraturan KPU nomor 2 Tahun 2015. Pertemuan yang dihadiri oleh ketua dan komisioner (KPU) RI, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, Endang Wihdatiningtyas, Nelson Simanjuntak (Bawaslu), Sekretaris Jenderal KPU, Arif Rahman Hakim dan Bawaslu. Sementara itu, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie, mengatakan, rapat rutin sebulan sekali yang melibatkan tiga institusi itu untuk lebih memperat koordinasi satu sama lain. Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik mengatakan pertemuan tersebut membahas persiapan penyelenggaraan pilkada, dimana dari perkembangan yang ada, KPU telah sampai pada proses fasilitasi anggaran daerah yang memadai. “Namun masih ada 14 (empat belas) Kabupaten/ Kota yang anggaran belum cair, selebihnya sudah cair,” ungkap Ketua KPU. Selain itu, dibahas pula bagaimana agar pengawasan yang dilakukan pengawas pemilu di kabupaten/kota dan provinsi dapat berjalan efektif. Pada intinya pembahasan ini bersepakat bahwa pengawasan tidak boleh berhenti, karena ditingkat provinsi, Bawaslu bersifat permanen dan ditingkat kabupaten/kota proses rekrutmen anggota Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 32 “KPU, Bawaslu dan DKPP adalah tiga institusi yang berada dalam satu kesatuan sistem kelembagaan penyelenggaraan pemilu, tentu yang menyelenggarakan pemilu yakni hanya dua, KPU dan Bawaslu, DKKP pendukung saja, tetapi DKPP bertugas mengawasi integritas keterpercayaan dari pelaksana-pelaksana, mulai dari KPU dan jajaran maupun Bawaslu dan jajaran,” urai Jimly. Jimly juga berharap kepada penyelenggara pemilu seluruh Indonesia untuk belajar dari kasus pilpres dan kasus pileg nasional bahkan pemilihan kepala daerah sejak 2012 ketika DKPP dibentuk. Selain itu, menjaga kepercayaan masyarakat, bersikap jujur dan adil, menjaga prinsipprinsip kode etik. “Penyelenggara pemilu seluruh Indonesia harus berhati-hati menjaga kepercayaan masyarakat, bersikap jujur dan adil, menjaga prinsip-prinsip kode etik yang sudah tertulis, maupun sense of ethics yang ada dalam hati masing-masing, kita ingin pemilihan kepala daerah ini berjalan lebih baik dari masa-masa yang lalu dan kita ingin menghasilkan kepala daerah yang betul-betul bisa dipercaya oleh rakyat,” lanjut Jimly. (dosen/red.) (FOTO KPU/dosen/Hupmas) (ris/red.) SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL Penyelenggara Pemilu Jangan Jadi Sumber Konflik Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, mengimbau penyelenggara pemilu didaerah agar tidak menjadi aktor pemicu konflik dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada). Senin (01/6). “Menyangkut pengelolaan konflik, kami menekankan kepada seluruh penyelenggara pemilu didaerah agar Selain bertanggung jawab kepada tugas dan fungsi, koordinasi menjadi fokus lain yang perlu diperhatikan oleh KPU dan KPU daerah. Dengan koordinasi, menurutnya pendistribusian tanggung jawab dapat berjalan dengan baik. “Bagi kami yang paling penting adalah Konstitusi. Kami berupaya mempublikasi dokumen penting secara luas, sehingga masyarakat bisa mengambil dan membandingkan antara dokumen yang ada, dengan yang mereka saksikan dilapangan,” kata Husni. Hal itu diutarakanya saat menjadi narasumber dalam talkshow Realitas Politik TVRI di lobi Gedung Penunjang Operasional (GPO) TVRI, Jalan Gerbang Pemuda No. 8 Jakarta yang turut mengundang Gubernur Provinsi Maluku, Said Assagaff, dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Heru Sudjatmoko via teleconference. Narasumber lainnya, Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo berkeyakinan bahwa pilkada 2015 dapat berjalan sukses, meskipun potensi konflik tetap ada. “Saya kira potensi akan muncul, tetapi dengan deteksi dini, ini bisa di antisipasi. Sekarang dengan aturan undang-undang dan Peraturan KPU yang ada bisa Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik beri penjelasan terkait persiapan Pilkada serentak mempersempit gerakan yang menjurus kearah-arah anarkis,” ujar Tjahyo. Tahun 2015 dalam talkshow Realitas Politik di Lobi Gedung GPO TVRI Jakarta, disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Senin (01/6). mereka tidak menjadi sumber konfik. Ini kata kuncinya. Kenapa? Karena pada dasarnya tanpa pilkada pun masyarkat punya potensi konflik setempat. Apakah faktor ekonomi, sosial, atau faktor politik,” ujarnya. Ia percaya semua proses pemilihan kepala daerah dapat berlangsung lancar jika penyelenggara pemilu didaerah dapat menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. “Bagi saya, kami bertanggung jawab untuk menekankan kepada penyelenggara pemilu agar tidak menjadi sumber konflik. Kalau itu terjadi, Insya Allah semua proses ini (pilkada-red) bisa dipercaya,” jelas Husni. koordinasi antar lini. Di pusat bisa jalan, daerah juga bisa jalan. Kalau itu bisa berjalan, pembebanan tanggung jawab ini bisa terdistribusi. Semua berjalan sesuai dengan amanat undang-undang. Itu sudah sangat meringankan kami (KPU),” lanjutnya. Dengan sikap disiplin dan akuntabel KPU sebagai penyelenggara pemilu, mantan Komisioner KPU Provinsi Sumatera Barat itu berharap potensi konflik dan pengajuan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di pilkada menjadi minim. “Mudah-mudahan dengan kedisiplinan (KPU), dan dukungan masyarakat luas, tidak banyak sengketa ke Mahamah Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Heru Sudjatmoko menambahkan, selain meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi, Ia menilai bahwa masyarakat sudah dewasa dalam menyikapi isu-isu negatif dalam pilkada yang dilakukan oleh pihak tertentu. “Saya melihat bahwa kewaspadaan dan langkah-langkah antisipasi itu penting. Tetapi sisi lain saya lihat pendewasaan masyarakat sudah nampak sekali. Saya kira udah terbiasa lah ya, semakin cerdas, semakin tenang. Jadi misalnya ada yang mau main-main pun harus hati-hati, karena belum tentu dipilih. Saya kira ini positif dalam pendewasaan demokrasi kita,” paparnya. (ris/red.) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 33 SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL Raih WDP, BPK Apresiasi Tindak Lanjut KPU terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan SuaraKPU - Anggota I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Agung Firman Sampurna memberikan apresiasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang berkomitmen untuk meningkatkan akuntabilitas Laporan Keuangan KPU tahun 2014, Rabu (03/6). “Kami (BPK RI) mengapresiasi semangat KPU yang ikut berpartisipasi dalam acara hari ini, kami percaya partisipasi KPU dalam kegiatan ini merupakan indikasi Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 34 komitmen untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan Negara,” ungkap Agung. Agung Firman Sampurna menyatakan, tujuan pemeriksaan ini untuk memberikan opini atau pendapat pemeriksa atas kewajaran informasi yang diberikan lembaga pemerintah (KPU) dalam bentuk laporan keuangan. Hal itu diterangkanya saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) KPU RI Tahun 2014. Laporan berupa buku itu diterima oleh Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik di Ruang Sidang Utama Gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat dihadapan ketua KPU se-Indonesia. Agung menambahkan, posisi KPU sebagai salah satu entitas pengelola keuangan negara memiliki kompleksitas yang besar, terutama mengenai jumlah satuan kerja SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL “Perlu dukungan yang kuat dari pucuk pimpinan agar mendapatkan akuntabilitas laporan keuangan. Sebab perubahan opini terhadap laporan keuangan dapat terpengaruh dari perilaku serta komitmen dari lembaga tersebut.” Imbuh Agung. Ia pun menyadari keterbatasan yang dimiliki oleh KPU, terutama faktor personil dan kompetensi yang dimiliki oleh KPU. Hal itu dirasakanya saat menjadi Kepala Sub Bagian Program KPU Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2004 silam. meski demikian ia berharap KPU lebih bekerja keras untuk mewujudkan laporan keuangan yang akuntabel. Pemeriksaan terhadap laporan keuangan KPU tahun 2014 dilakukan dengan uji sampling faktual ke 4 Provinsi dan beberapa kabupaten yang ada didalamnya. Dari hasil pemeriksaan keuangan tersebut KPU meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). opini itu telah dipertahankan KPU selama 4 tahun terakhir. 28 Personil untuk Pengawasan 531 Satuan Kerja Ketua KPU RI, Husni Kami Manik dalam acara penyerahan Laporan Hasil Keuangan menyatakan siap untuk segera menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh BPK terhadap Laporan Keuangan tahun 2014. Bentuk kesiapan itu ditunjukan dengan mengundang seluruh Ketua dan Sekretaris Provinsi serta 114 sekretaris maupun ketua dari kabupaten/kota untuk mengikuti acara itu. “Hari ini KPU mencatat sejarah baru lagi, yakni dengan mengundang seluruh provinsi dan perwakilan beberapa kabupaten/kota dalam acara penerimaan LHP atas hasil audit BPK RI kepada KPU. Perlu kami sampaikan kepada pak Agung, bahwa apapun hasil yang kami terima akan langsung kami respon, sebagai bentuk proaktif kami dalam menindak lanjuti hasil LHP. ” Terang Husni. Husni menambahkan, KPU telah menindaklanjuti catatan yang diberikan atas hasil pemeriksaan Pemilu 2014 lalu, meskipun dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh KPU. “Dalam kurun waktu 4 bulan ini (JanuariApril 2015) kami telah menugaskan inspektorat KPU untuk menelusuri unit satuan kerja yang disebut dalam LHP ini, dengan segala keterbatasan personil kami.” Ungkap Husni. Untuk diketahui, bahwa KPU dalam menindaklanjuti atau pun saat melakukan pengawasan hanya memiliki KPU Optimis Pilkada Serentak 9 Desember 2015 Ketua KPU RI Husni Kamil Manik, menyatakan, sebagai penyelenggara pemilu, KPU optimis dengan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 mendatang, Selasa (16/6/2015). “Walaupun Pilkada serentak ini merupakan pengalaman yang pertama, KPU sebagai penyelenggara pemilu harus optimis karena dalam lingkup yang lebih kecil, KPU pernah menyelenggarakannya Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Walikota di Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Aceh.” ujar Husni Hal itu diungkapkannya pada talkshow bertajuk “Menuju Pilkada Serentak di Indonesia”, di aula Widya Graha gedung Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Penelitian (P2P-LIPI) yang dihadiri pula oleh Ikrar Nusa Bakti dan Siti Zuhro. Sebagai dasar pelaksanaan pilkada serentak, ikrar Nusa Bakti mengkritisi Perubahan Undang-Undang yang mengatur penyelenggaraan pilkada, menurut Ikrar perubahan undang-undang yang terburuburu menunjukan bahwa para legislator belum bisa merefleksikan kepentingan nasional. satu unit satuan kerja saja yakni inspektorat yang ada di pusat, KPU sendiri memiliki 531 Satuan kerja dari Pusat hingga kabupaten/kota (2014) dan akan bertambah 48 seiring dengan adanya daerah otonom baru yang harus diawasi, sedangkan personil inspektorat hanya berjumlah 28 orang yang di pimpin oleh seorang pejabat eselon II. Husni berharap dengan adanya kendala personil tersebut dapat menjadi catatan khusus yang dapat disampaikan kepada pemerintah untuk segera dapat di tindak lanjuti. (dam/red. FOTO KPU /dosen/Hupmas) “Para legislator dalam membuat UndangUndang harus berjangka waktu lama dan sesuai dengan kepentingan Nasional. Sedangkan yang terjadi sekarang ini adalah para legislator lebih mementingkan kepentingan kelompok dan partai,” tutur Ikrar. Selain itu, Siti Zuhro menambahkan, untuk mengedepankan kepentingan nasional, partai politik (parpol) perlu memperbaiki dan diberikan pemahaman mengenai etika dan filosofi berpolitik, sehingga tidak ada lagi politik transaksional dalam pemilihan umum. “Nilai-nilai pemahaman yang harus ditransfer kepada politisi ialah parpol merupakan rumah dari para kader-kader calon pemimpin. Jika parpol tidak membekali etika secara substantif kepada kader-kader tersebut, apa yang bisa mereka promosikan oleh partai dalam pemilihan nantinya?,” urainya. Siti Zuhro menghimbau kepada masyarakat dan peneliti yang hadir untuk dapat menyuarakan, bahwa dalam berdemokrasi tidak cukup dengan pancasila, tetapi juga dengan etika, sehingga suara masyarakat mencerminkan sistem demokrasi yang berintegritas. “Menurut saya, bahwa sudah saatnya kita berdemokrasi tidak hanya dengan pancasila agar demokrasi kita bisa terukur. Kita malu jika menggunakan uang terus-terusan membeli suara masyarakat. Ini kan pelecehan terhadap dignity kita sebagai rakyat dan warga negara Indonesia. ini tolong disampaikan, jangan hanya lembaga survey saja yang melakukannya, kita semua perlu menyuarakannya,” tegas Siti. (ajg/red.) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 35 SUARA IMAM BONJOL SUARA IMAM BONJOL Bimbingan Teknis Sistem Pemutakhiran Data Pemilih Ketua KPU, Husni Kamil Manik membuka Bimbingan Teknis Aplikasi Sidalih. SuaraKPU - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Husni Kamil Manik menyatakan agar KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota agar mencermati isi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terutama yang terkait dengan pemutakhiran data dan daftar pemilih pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan walikota, Senin (8/6/2015). “Saya hendak menekankan agar saudara sekalian mencermati betul isi dari PKPU itu, karena ada sejumlah istilah baru dalam penyebutan daftar pemilih yang belum pernah ada di dalam peraturan kita sebelumnya,” ujar Husni Hal tersebut disampaikannya dalam Pembukaan Bimbingan Teknis Sistem Pemutakhiran Data Pemilih (Sidalih) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2015, di Novotel Hotel, Jakarta. Pekerjaan pemutakhiran pemilih diawali dengan penyerahan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 36 diserahkan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 3 Juni 2015 silam. Selanjutnya KPU melakukan analisis dan sinkronisasi DP4 dengan data pada Pilpres 2014 lalu. Selain itu, Husni juga berharap, setelah analisis dan sinkronisasi, KPU Kabupaten/ Kota menyusun data pemilih dengan membagi pemilih untuk tiap TPS paling banyak 800 orang. Data pemilih tersebut oleh Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP) akan dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit) di lapangan. “Coklit akan dilakukan pada rentang waktu tanggal 15 Juli - 19 Agustus 2015. Dari hasil coklit, PPS melakukan Penyusunan daftar pemilih hasil pemutakhiran. Daftar Pemilih hasil pemutakhiran akan direkapitulasi secara berjenjang dari PPS, PPK, hingga KPU Kabupaten/Kota,” jelas Husni. Penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dilaksanakan pada tingkat KPU kabupaten/Kota pada tanggal 1 - 2 September 2015. DPS ini akan terus diperbaiki menjadi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) hingga akhirnya menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kemudian, DPT akan ditetapkan di tingkat Kabupaten/Kota pada tanggal 1 - 2 Oktober 2015, dan diharapkan telah dapat ditetapkan di tingkat Provinsi pada tanggal 3 - 4 Oktober 2015. Aplikasi Sidalih yang digunakan untuk Pilkada serentak, lanjut Husni, merupakan hasil pengembangan dari Aplikasi Sidalih yang digunakan pada Pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilihan Presiden tahun 2014. Bimbingan Teknis Sistem Pemutakhiran Data Pemilih (Sidalih) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015 yang berlangsung selama 3 (tiga) hari, mengundang Komisioner KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota serta operator yang melaksanakan Pilkada serentak. (ajg/red.) KAMUS PEMILU 1. 2. 3. 4. Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) adalah petugas rukun tetangga atau rukun warga yang membantu panitia pemungutan suara (PPS) dalam melakukan pemutakhiran data pemilih. Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) adalah data yang disediakan oleh pemerintah berisikan data penduduk yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada saat pemilihan diselenggarakan. pemilu atau pemilihan terakhir dengan cara melakukan verifikasi faktual data pemilih dan selanjutnya digunakan sebagai bahan penyusunan DPS. 5. 6. Daftar Pemilih Sementara (DPS) adalah daftar pemilih hasil pemutakhiran DP4 dan daftar pemilih pada pemilu atau pemilihan terakhir. Pemutakhiran Data Pemilih adalah kegiatan untuk memperbaharui data pemilih berdasarkan DP4 dan berdasarkan data pemilih Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 38 7. Sistem Informasi Data Pemilih adalah seperangkat sistem dan teknologi informasi untuk mendukung kerja penyelenggara pemilu atau pemilihan dalam menyusun, mengordinasikan, mengumumkan dan memelihara data pemilih. Aktivitas Pencocolan dan Penelitian (coklit) adalah kegiatan yang dilakukan oleh PPDP dalam pemutakhiran data pemilih dengan mendatangi pemilih secara langsung. Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah daftar pemilih hasil pemutakhiran daftar pemilih sementara. 8. Daftar Pemilih Tetap Tambahan 1 (DPTb-1) adalah daftar pemilih yang tidak terdaftar terdaftar sebagai pemilih dalam DPT, tetapi memenuhi syarat dan didaftarkan paling lambat tujuh hari setelah pengumuman DPT. 9. Daftar Pemilih Tetap Tambahan 2 (DPTb-2) adalah daftar pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih dalam DPT dan DPTb-1, memenuhi syarat sebagai pemilih yang dilayani penggunaan hak pilihnya pada hari pemungutan suara dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP), paspor atau identitas lain. 10. Daftar Pemilih Pindahan (DPPh) adalah daftar yang berisi pemilih yang telah terdaftar dalam DPT dan DPTb-1 yang menggunakan hak pilihnya di TPS lain. SUARA IMAM BONJOL SUARA GALERI PUSAT SUARA PILKADA MOU KPU ke Dirjen Pajak : Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dan Menteri Keuangan RI, Bambang Brodjonegoro, menandatangani memorandum of understanding (MoU) antara KPU dengan Kemenkeu yang disaksikan Presiden Joko Widodo. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 40 SUARA IMAM BONJOL SUARA GALERI PUSAT SUARA PILKADA KPU - BPK : Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, yang diterima Ketua KPU Husni Kamil Manik bersama seluruh komisioner di Ruang Sidang Utama Gedung, KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/6). Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 41 SUARA IMAM BONJOL SUARA GALERI PUSAT SUARA PILKADA KPU-RI: Ketua KPU Husni Kamil Manik memberikan pengarahan pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Aplikasi Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015, di Hotel Novotel, Jl. Gunung Sahari, Jakarta. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 42 SUARA IMAM BONJOL SUARA GALERI DAERAH SUARA PILKADA KPU-RI - KPUD Sumsel : Ketua KPU RI beserta rombongan dalam rangka kunjungan kerja dan penandatanganan prasasti hibah tanah dan bangunan milik pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 43 SUARA PAKAR SUARA REGULASI Ulasan Peraturan Kpu No. 9 Tahun 2015 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/atau Walikota Dan Wakil Walikota Proses demokrasi di Indonesia memasuki babak baru. Undang – Undang (UU) No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU dan Undang – Undang No.8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU telah mengamanatkan pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dilakukan secara serentak mulai Tahun 2015 ini. Komisi Pemilihan Umum (KPU) di seluruh Indonesia sebagai lembaga negara yang berdasarkan UU No. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 44 15 Tahun 2011 diamanatkan sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum berkomitmen penuh untuk melaksanakan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara serentak. Salah satu wujud komitmen tersebut adalah melalui langkah cepat KPU dalam menyusun dan mengsahkan beberapa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember 2015. Setelah pada edisi sebelumnya, Majalah Suara KPU telah mengulas dua PKPU, yaitu PKPU No. 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015 dan PKPU No. 4 Tahun 2015 tentang Pemutakhiran Data Pemilih dan Daftar Pemilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, pada edisi ini Majalah Suara KPU akan secara khusus mengulas PKPU No. 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Dalam ulasan ini, akan dibahas beberapa SUARA PAKAR SUARA WAWANCARA REGULASI poin penting dalam PKPU No. 9 Tahun 2015. Khusus pada poin ketujuh belas, PKPU No. 9 Tahun 2015 menjelaskan lebih lanjut mengenai definisi petahana, yaitu gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota yang sedang menjabat (atau pernah menjabat paling kurang 1 (satu) kali masa jabatan). Sedangkan hubungan kekerabatan dengan petahana didefinisikan sebagai, yaitu 1) tidak memiliki ikatan perkawinan dengan petahana, yaitu suami atau istri dengan petahana; 2) tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, yaitu bapak/ibu atau bapak mertua/ibu mertua dengan petahana; 3) tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke bawah, yaitu anak atau menantu dengan petahana; atau 4) tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan ke samping, yaitu kakak/adik kandung, ipar, paman, atau bibi dengan petahana. Masih berkaitan dengan petahana, untuk mempertegas ketentuan PKPU No. 9 Tahun 2015, KPU juga telah mengeluarkan Surat Edaran No. 302/KPU/VI/2015 yang menjelaskan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan walikota yang mengundurkan diri sebelum pencalonan tidak termasuk dalam pengertian petahana pada ketentuan pasal 1 angka 19 PKPU No. 9 Tahun 2015. Pendaftaran Pasangan Calon Dalam hal pendaftaran pasangan calon, Pasal 34 sampai dengan 36 secara gamblang menegaskan KPU harus Bagi calon yang diusung oleh Partai politik, pada Pasal 5 sampai dengan 7 secara garis besar menegaskan 3 (tiga) persyaratan pencalonan, antara lain: Persyaratan pencalonan partai politik atau gabungan partai politik, yaitu partai politik atau gabungan partai politik memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah alokasi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Pendaftaran pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta pasangan calon walikota dan calon wakil walikota oleh partai politik ditandatangani oleh Ketua Partai Politik dan Sekretaris Partai Politik disertai Surat Keputusan Kepengurusan dari Pengurus Partai Politik Tingkat Pusat Keputusan partai politik tingkat pusat tentang persetujuan pasangan calon Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 45 SUARA PAKAR SUARA WAWANCARA REGULASI Calon yang maju sebagai calon perseorangan, diatur syarat dukungan calon perseorangan Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen) Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan salinan keputusan terakhir tentang penetapan kepengurusan partai politik tingkat pusat sebelum masa pendaftaran pasangan calon berakhir. Keputusan inilah yang menjadi pedoman bagi KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota dalam menerima pendaftaran pasangan calon. Sedangkan, apabila keputusan terakhir dari Kementerian Hukum dan HAM tentang kepengurusan partai politik tingkat pusat masih dalam proses penyelesaian sengketa di peradilan, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota menerima pendaftaran pasangan calon berdasarkan keputusan terakhir dari Menteri tentang penetapan kepengurusan partai politik. Selanjutnya, apabila dalam proses penyelesaian sengketa terdapat penetapan pengadilan mengenai penundaan pemberlakukan keputusan Kementerian Hukum dan HAM, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota tidak dapat menerima pendaftaran pasangan calon sampai dengan adanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat ditindaklanjuti dengan penerbitan keputusan Kementerian Hukum dan HAM tentang penetapan kepengurusan partai politik. Penelitian Dokumen Syarat Calon dan Syarat Pencalonan KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 46 Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7.5% (tujuh setengah persen) Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) Kabupaten/Kota melakukan penelitian persyaratan adminitrasi terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen persyaratan pencalonan dan persyaratan calon serta menuangkannya dalam berita acara. Dalam proses penelitian administrasi, KPU Provinsi/KIP Aceh “Apabila calon dan/atau pasangan calon berhalangan hadir dalam pengundian nomor urut menyampaikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara tertulis dan pengundian nomor urut pasangan calon dapat dilakukan oleh perwakilan Tim Kampanye.” menggunakan lembar kerja penelitian serta mengumumkan lembar kerja hasil penelitian yang telah diisi sebagai hasil penelitian administrasi di laman KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota. KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota menyampaikan hasil penelitian kepada pasangan calon dan partai politik atau gabungan partai politik Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud yang menerangkan bahwa dokumen persyaratan calon: 1. Lengkap atau belum lengkap; dan/atau 2. Belum memenuhi syarat; dan/atau 3. Tidak memenuhi syarat. Apabila terdapat dokumen yang belum lengkap dan/atau belum memenuhi syarat dan/atau tidak memenuhi syarat dapat diperbaik, kecuali apabila salah satu calon atau pasangan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani dan/atau bebas narkoba, calon atau pasangan calon yang bersangkutan dapat diganti dengan calon atau pasangan calon baru. Perihal perbaikan dokumen syarat calin dan syarat pencalonan diatur dalam Pasal 54 sampai dengan 55, dengan ketentuan masa perbaikan selama 3 (tiga) hari setelah pemberitahuan hasil penelitian diterima serta dilakukan hanya terhadap dokumen yang dinyatakan belum lengkap dan/atau belum memenuhi syarat dan/atau tidak memenuhi syarat pada penelitian administrasi. Selain itu, partai politik atau gabungan partai politik tidak dapat memindahkan dukungannya kepada pasangan calon lain yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan pasangan calon. Penetapan dan Pengumuman Peserta Pemilu Penetapan dan pengumuman peserta SUARA PAKAR SUARA WAWANCARA REGULASI pemilu diatur melalui Pasal 67 sampai dengan 76. KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan calon dengan Keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota. Penetapan pasangan calon diumumkan secara luas paling lama 1 (satu) hari sejak penetapan nama pasangan calon lalu untuk pasangan calon yang telah ditetapkan dilakukan pengundian secara terbuka untuk menetapkan nomor urut pasangan calon. Pengundian nomor urut dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota yang dihadiri oleh pasangan calon, wakil partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon, pasangan calon perseorangan, Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota, media massa, dan tokoh masyarakat. Apabila calon dan/atau pasangan calon berhalangan hadir dalam pengundian nomor urut menyampaikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara tertulis dan pengundian nomor urut pasangan calon dapat dilakukan oleh perwakilan Tim Kampanye. Pasangan calon yang menghadiri pengundian nomor urut membubuhkan tanda tangan pada rancangan daftar pasangan calon sebagai bukti pasangan calon telah menyetujui penulisan nama lengkap dan foto pasangan calon yang diserahkan. Selanjutnya nomor urut dan nama pasangan calon disusun dalam daftar pasangan calon yang ditetapkan oleh KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam Berita Acara Penetapan Pasangan Calon. Melalui PKPU ini, KPU juga membuka peluang bagi masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap daftar pasangan calon. Daftar pasangan calon beserta dokumen pendaftarannya akan diumumkan dan masyarakat dapat memberikan masukan dan tanggapan secara tertulis dengan melampirkan identitas yang jelas dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP). * Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 47 SUARA DAERAH KPU Terima Hibah Kantor dari Pemprov Sumsel SuaraKPU - Palembang - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menerima hibah tanah dan bangunan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk kantor KPU provinsi. Penandatanganan hibah tersebut dilakukan Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dan Gubernur Provinsi Sumsel Alex Noerdin, di Griya Agung istana, Palembang, Selasa (9/6). Kali ini KPU mendapat hibah untuk kantor di tingkat provinsi. Bangunan yang dihibahkan berupa bangunan tiga lantai dengan luas area mencapai 3.000 meter persegi ditambah lahan seluas 15.000 m2. Dengan spesifikasi tersebut, bangunan hibah ini menjadi kantor KPU terluas dan terbesar di daerahnya. Bahkan, lahannya lebih luas dari kantor KPU pusat. Husni mengapresiasi langkah Pemprov Sumsel tersebut yang telah memberikan perhatiannya kepada penyelenggara pemilu. “Kami sangat berterimakasih atas pemberian ini. Selanjutnya tanggungjawab ini akan kami tindak lanjuti, semoga dengan anggaran yang ada kami dapat melengkapi fasilitas yang dibutuhkan di kantor KPU Provinsi Sumsel,” kata dia. Ia berharap, hal tersebut bisa menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain untuk membangun kantor yang representatif. “Bagi KPU di daerah jadikanlah ini inspirasi, yakni tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan pemerintah daerahnya masing-masing agar dapat dibangun kantor yang representatif. Minimal dapat menerima hibah tanah,” harap Husni. Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, menghargai apa yang telah dilakukan oleh Gubernur Sumsel dan berharap ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain. “Saya harap seluruh pemerintah daerah di Indonesia bisa membantu sesuai dengan tanggungjawabnya, menyediakan fasilitas yang diperlukan oleh penyelenggra pemilu,” ujarnya. Jimly juga menghimbau, KPU dan Bawaslu jangan hanya diingat ketika ada pilkada dan pemilu saja. KPU merupakan lembaga konstitusional yang akan terus ada dalam sistem ketatanegaraan dan selama demokrasi di Indonesia dipraktikan, karena KPU adalah lembaga Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 48 yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. “Maka itu, KPU perlu fasilitas kantor dan tanah yang cukup memadai serta luas, agar penyelenggara pemilu dapat lebih independen. Pasalnya, kalau kantornya kekecilan, tidak akan maksimal dalam melayani peserta pemilu,” pungkasnya. (ook/wwn/bow) Benahi Layanan Informasi, KPU Kepri Bentuk PPID SuaraKPU - Tanjung Pinang Pembenahan pengelolaan informasi dan dokumentasi menjadi salah satu hal utama yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kepulauan Riau, jelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 9 Desember 2015 mendatang. "Berkaca pada Pemilu 2014, kita sempat kesulitan dengan tidak adanya PPID (pejabat pengelolaan informasi dan dokumentasi) dalam hal pelayanan informasi dan pengelolaan dokumentasi data. Padahal, hampir semua informasi itu wajib kita berikan, dan harus kita siapkan, kecuali informasi yang memang dikecualikan," ujar Komisioner KPU Kepri, Marsudi, Rabu (6/5). Karena itulah, sejak launching Pilkada serentak 2015 dilakukan secara nasional pada 17 April 2015, pihaknya kemudian menggelar pelatihan pengelolaan dan pelayanan informasi publik. Pelatihan dengan model motivasi tersebut diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan kemampuan penyelenggara dalam melaksanakan tahapan-tahapan pilkada. “Keberadaan PPID mempunyai peran yang penting dalam menyongsong tahapan pilkada. Sebab mereka yang bertanggungjawab dalam pengelolaan dan pendokumentasian informasi publik di lingkungan KPU. Untuk itu, kita segera membentuknya untuk mendukung pelayanan informasi publik, terutama dalam tahapan pilkada tersebut,” terangnya. Menurut Marsudi, dalam tahapan pilkada, PPID harus menyiapkan semua informasi, agar semua pihak bisa dengan mudah mengakses informasi di KPU. “Informasi itu harus ter-update, sehingga setiap tahapan pilkada di KPU provinsi dan kabupaten/kota dapat tersosialisasikan dengan baik,” kata dia. (Arf/Bow/red) SUARA DAERAH Ketua dan Sekjen KPU Hadiri Peluncuran Pilkada OKU Timur dan PALI Martapura - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Husni Kamil Manik bersama Sekretaris Jenderal KPU RI, Arif Rahman Hakim melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Kabupaten yang berada di Sumatera Selatan (Sumsel), yakni Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Rabu (10/6). Kunker tersebut dalam rangka peluncuran Pilkada Tahun 2015. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik bersama Sekretaris Jendral KPU RI, Arif Rahman Hakim melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Kabupaten di Sumatera Selatan, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur dan Penukal Abang Lematang Ilir (PALI). Selain melakukan Kunjungan Kerja, kegiatan ini juga sebagai bentuk peluncuran Pemilihan Kepala Dareah (Pilkada) 2015. Seusai melakukan penandatangan hibah Kantor KPU Provinsi Sumsel, pada malam harinya, Ketua dan Sekjen KPU yang didampingi oleh KPU Provinsi Sumsel langsung bertolak menuju kabupaten OKU Timur yang merupakan pecahan dari OKU Raya yang memerlukan waktu tempuh kurang lebih 6,5 jam dari pusat Kota Palembang. Ketua KPU dalam pidatonya pada peluncuran pilkada di Kabupaten OKU Timur mengungkapkan, hal yang penting diingat dalam momen ini ialah, KPU harus menyebarkan informasi bahwa tanggal 9 Desember 2015 adalah hari pemungutan suara bukan hanya untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupari OKU Timur, tetapi juga pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di Indonesia. “Kalau dulu yang di sosialisasikan hanya terbatas, pada tiap kabupaten saja, tapi tanggal yang akan kita launching (luncurkan) ini akan berlaku di 308 kabupaten/kota, lebih dari setengah kabupaten yang ada di Indonesia,” jelas Husni di acara peluncuran yang digelar di Balai Rakyat, Martapura. Komisi Pemilihan Umum RI bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menurut Husni, mempunyai misi Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 49 SUARA DAERAH “membumikan” Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilkada sama seperti lagu Indonesia Raya di sosialisasikan. Dari sejak kecil diberi tahu bahwa proses pergantian kepemimpinan di Indonesia akan dilakukan secara demokratis dari mulai kepala desa sampai kepala negara. “Pemilu akan menjadi pakaian, adat istiadat dan budaya masyarakat dalam memilih pemimpin. Hingga dengan demikian kita tidak akan merasa asing lagi dalam melakukan pemilihan apapun, mulai dari memilih kepala desa sampai pemimpin negara. Sehingga kita tidak saling sikut karena perbedaan, tidak lagi jamannya seperti itu,” tegas Husni yang juga mendapatkan gelar kehormatan Putra Prawira Negara dari masyarakat adat OKU Timur. Tidak mau ketinggalan dengan daerah lain, KPU Kabupaten OKU Timur juga mempunyai maskot dan mars pilkada. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 50 Maskot pilkada bernama Bawong yang mempunyai makna Buang Apapun Wujud Politik Uang. Maskot ini menyerupai bentuk seperti ikan Bawong yang merupakan salah satu ikon kabupaten ini. Karena maskot dan mars pilkada ini merupakan salah satu cara mensosialisasikan pilkada, agar keterlibatan masyarakat luas dirasakan, maka keduanya (maskot dan mars) ini diperoleh melalui kompetisi yang pesertanya berasal dari masyarakat umum. Tidak beda dengan Kabupaten OKU Timur, di salah satu daerah otonom baru (DOB), Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) yang merupakan DOB dari Kabupaten Muara Enim, Ketua KPU yang didampingi Sekjen KPU juga menjadi tamu kehormatan dalam peluncuran Pilkada tersebut. Peluncuran yang digelar di Gelora Nopember Komperta, Pendopo, dihadiri oleh Wakil Gubernur Sumsel, Penjabat Bupati PALI, Forum Muspida, Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) seKabupaten PALI serta seluruh elemen masyarakat berlangsung secara meriah. Ketua KPU berharap, kepada seluruh PPK dan PPS dapat menjalankan amanah yang diemban dalam menjalankan tugas menyelenggarakan Pilkada Tahun 2015 yang pertama kali digelar di Kabupaten itu. “Apakah Saudara-saudara siap menjalankan tugas ini?”, Tanya Husni. “Siappp…,” dijawab dengan penuh semangat oleh Anggota PPK dan PPS. Secara simbolis Ketua KPU meresmikan peluncuran dengan memotong pita pada balon sebagai tanda dimulainya tahapan Pilkada Tahun 2015. (ook/wwn/bow) SUARA DAERAH Pendidikan Pemilu Lewat Gowes Bersama Ketua KPU Husni Kamil Manik bersama Ketua KPU Daerah Istimewa Yogyakarta, Hamdan Kurniawan. Yogyakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar kegiatan bersepeda atau gowes bersama, Jumat (2/6) pagi. Acara ini merupakan bentuk kreativitas KPU DIY dalam rangka sosialiasi dan penyebarluasan pendidikan demokrasi dan pemilu yang rutin diikuti oleh lima KPU Kabupaten/Kota di Yogyakarta dan melibatkan masyarakat. Kamil Manik. Secara simbolis, Husni melepas gowesers (pesepeda) dengan doa. “Dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya buka kegiatan gowes pagi ini,” tuturnya. Saat melepas gowesers, Husni sempat menghimbau untuk tetap berhati-hati bersepeda dan berharap agar kegiatan seperti gowes terus dilakukan. “Disamping berolahraga, gowes juga dapat mempererat silaturrahim," ujar Husni disela-sela acara. Ketua KPU kemudian juga memilih ikut ngegowes bersama peserta lainnya dari start hingga titik pemberhentian terakhir di KM, 12. “Gowes hanyalah sebuah cara kreatif dalam menyebarkan pendidikan kepemiluan kepada masyarakat. Disamping berolahraga, ada makna lain yang ingin disampaikan; yakni menyebarkan pendiidikan kepemiluan kepada masyarakat,” kata Ketua KPU DIY, Hamdan Kurniawan. Antusiasme peserta gowes yang diawali di bilangan Jalan Ipda Tut Harsono No. 47 kota Yogyakarta dan berakhir di Jalan Solo, KM. 12 Kalasan Yogyakarta cukup tinggi. Setidaknya ratusan orang ikut menggowes sepedanya bersama Ketua KPU RI, Husni Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 51 SUARA DAERAH Bermula dari Internal KPU Provinsi KPU Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar gowes bersama untuk mensosialisasikan pilkada langsung dan serentak 2015, Jumat (2/6). “Poin kedua, kita mempersiapkan pilkada. Catatan yang lalu harus jadi pengalaman untuk Pilkada serentak nanti. Bagaimana Pikada di Kabupaten/Kota di DIY berjalan sukses, melampaui capaian yang lalu” Sudah setahun lebih kegiatan gowes dilakukan. Pada awalnya hanya dilakukan di internal KPU Provinsi. Lalu diikuti oleh KPU Kabupaten dan meluas hingga melibatkan masyarakat sekitar. “Goes ini rutin dilakukan 3 bulan sekali. Tujuannya kalau untuk internal KPU agar guyub (bersinergi) sekaligus koordinasi dan evaluasi. Kalau untuk masyarakat, bagian dari penyebaran informasi seputar pemilu," kata panitia acara. Di garis finis, peserta tidak langsung membubarkan diri, kegiatan dilanjutkan Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 52 dengan pemberian pengarahan oleh Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik terkait Pilkada serentak 2015. penyelenggaraan. Saya berharap KPU DIY dan KPU Kabupaten sudah membuat laporan,” kata Husni. Setidaknya, dua hal penting yang disampaikan oleh Husni. Pertama terkait laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden 2014. Husni juga mengajak berbagai pihak bekerjasama menyukseskan Pilkada serentak 9 Desember 2015. “Menyelesaikan hal-hal yang tersisa dari proses penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 yang lalu, dimana kita punya kewajiban mempertanggungjawabkan proses “Poin kedua, kita mempersiapkan pilkada. Catatan yang lalu harus jadi pengalaman untuk Pilkada serentak nanti. Bagaimana Pikada di Kabupaten/Kota di DIY berjalan sukses, melampaui capaian yang lalu,” tutup Husni. (ism/bow) SUARA DAERAH KPU Tangsel Resmikan Pilwakot 2015 walikota di Tangsel tahun 2015,” ungkap Subhan. Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany yang hadir mengutarakan, “kita semua elemen yang ada di daerah memiliki keterkaitan dan kepentingan dengan Pilkada, oleh karena itu mari kita tunjukan dan buktikan bahwa kita semua yang ada di Kota Tangsel memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mewujudkan untuk sebuah pesta demokrasi yang jauh dari kegaduhan, keributan dan dinamikadinamika yang cendrung kontraproduktif,” imbau Airin. Harapan walikota Tangsel, gelaran pesta demokrasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangsel KPU Tangsel meluncurkan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota 2015, Selasa (16/6). tahun 2015, berjalan dengan aman, lancar tanpa ada Pondok Cabe - Komisi Pemilihan Umum bertujuan untuk memperkenalkan kendala yang berarti, sukses pelaksanaan, kemasyarakat. Besar harapan kami kepada sukses penyelenggaraan dan sukses hasil (KPU) Kota Tangerang Selatanmelakukan masyarakat Kota Tangsel agar launching Pemilihan Walikota dan Wakil dan sukses pertanggunjawabannya. berpartisipasi dan menyukseskan Walikota (Pilwakot) Tahun 2015 Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Selasa (16/6). Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota Anggota KPU RI, Juri Ardiantoro dalam Tahun 2015,” ujar Subhan. sambutannya mengatakan, “Saya menitiAcara yang dilaksanakan digedung Universitas Terbuka Convetion Center (UTCC), Pondok Cabe, Banten itu dihadiri Anggota KPU (RI), Juri Ardiantoro, Walikota Tangsel, Airin Rachmi Diany, anggota KPU Provinsi Banten, anggota DPRD Kota Tangsel, perwakilan partai politik serta anggota PPK dan PPS seluruh Kota Tangsel. “Dengan slogan Gerakan Optimisme Pilwakot Tangsel ini mari jadikan Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota Tahun 2015 Kota Tengerang Selatan menjadi aktif, partisipatif, berintegritas dan Asyik,” tutur Ketua KPU Kota Tangsel, Muhammad Subhan. Dalam pidatonya, Muhammad Subhan mengutarakan, acara launching ini Selain launching pilwakot Tangsel, KPU Kota Tangsel juga melakukan beberapa kegiatan dalam rangka memaksimalkan peran penyelenggara pemilihan walikota dan wakil walikota mulai dari KPU Kota Tangsel sampai dengan jajaran struktur paling bawahnya serta panwas siap melaksanakan Pilwakot Tangsel Tahun 2015. “Semua elemen masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan, mulai dari pasangan calon yang diusung oleh partai politik maupun calon perseorangan. Untuk pendaftaran tahapannya penyerahannya sudah habis dan tidak ada pasangan perseorangan untuk pemilihan walikota dan wakil pkan pesan kepada teman-teman penyelenggara pemilu untuk mengingatkan bahwa pada 9 Desember 2015 masyarakat luas kota Tangerang Selatan untuk datang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2015,” ujar Juri. “Mudah-mudahan tidak ada lagi masyarakat yang punya hak pilih, tetapi tidak tahu kapan hari pemungutan suara Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota Tahun 2015. Acara ini adalah salah satu momen saja, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pesan ini sampai kepada seluruh masyarakat kota Tangsel,” lanjutnya. (dosen/ujg) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 53 SUARA DAERAH KPU Launching Pilgub Kalsel 2015 “Salah satu masalah yang diharapkan tidak terjadi lagi adalah rendahnya pertisipasi pemilih, dan ini menjadi tantangan bagi KPU dan semua stakeholders, bagaimana menjadikan Kalimantan Selatan pertisipasi pemilihnya bias berada jauh di atas rata-rata nasional yang juga secara langsung meningkatkan angka partisipasi pemilih nasional,” berikutnya. “Terdapat 9 pemilihan gubernur dan 260 pemilihan bupati/walikota, dengan melibatkan sebanyak 308 kabupaten/kota. Di mana salah satu tujuan digelarnya pemilihan secara serentak, adalah menyederhanakan jadwal dan agenda pemilu,” jelas Husni. Berbekal pengalaman Pilkada sebelumsebelumnya, pada Pemilihan Gubernur tahun 2015 ini Kalimantan Selatan dapat melaksanakannya dengan lebih matang dalam segala hal. Selain itu, perlu juga diantisasi dan dicari solusi terhadap persoalan-persoalan yang akan muncul. “Salah satu masalah yang diharapkan tidak terjadi lagi adalah rendahnya pertisipasi pemilih, dan ini menjadi tantangan bagi KPU dan semua stakeholders, bagaimana menjadikan Kalimantan Selatan pertisipasi pemilihnya bias berada jauh di atas rata-rata nasional yang juga secara langsung meningkatkan angka partisipasi pemilih nasional,” ungkap Husni. KPU Kalimantan Selatan me-launching Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2015, Sabtu (23/5). Banjarmasin - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan, Sabtu (23/5), meluncurkan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selantan Tahun 2015. Acara ini dihadiri Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik dan Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Ariffin. Dalam launching tersebut, Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan Samahuddin secara simbolis membuka tirai kain berisi gambar logo dan maskot Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan. Sementara itu, pemukulan gong dilakukan Rudy Ariffin, sebagai tanda dimulainya tahapan Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 54 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Tahun 2015. Dalam sambutannya, Husni Kamil Manik menyatakan, acara ini memberi arti tersendiri bagi KPU dan masyarakat karena inilah launching pemilihan gubernur dan wakil gubernur pertama di Indonesia. Ia juga menyampaikan, pemilihan yang digelar secara serentak di tahun 2015 ini merupakan pemilihan terbesar dalam 10 tahun terakhir dan empat tahun Sementara itu, Rudy Ariffin, berharap peristiwa kerusuhan pada Pemilu tahun 1997 agar tidak terulang lagi. Namun diganti dengan pilkada yang aman, damai dan dan tetap menjaga silaturahmi antar kandidat. Ia berpesan bahwa momentum Pilkada tahun 2015 agar menjadi pembelajaran untuk berdemokrasi yang baik, dan KPU sebagai penyelenggara mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat pemilih. Untuk itu langkah-langkah yang harus ditempuh oleh KPU adalah dengan memperbaiki banyak hal ataupun kekurangan-kekurangan yang ditemui pada pemilu-pemilu sebelumnya, dan tetap dalam posisi netral, tidak memihak, profesional dan terbuka/transparan. (BOW) SUARA DAERAH Tes Kesehatan Pasangan Calon Pilkada 2015, KPU Sumbar Koordinasi dengan IDI nanti,” ujarnya. Ketua KPU RI Husni Kamil Manik memberi arahan dalam bimbingan teknis pejabat pengelola informasi dan dokumentasi di KPU Sumbar, Minggu (10/5). SuaraKPU - Padang – Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, jadwal pemeriksaan kesehatan bagi pasangan calon yang mendaftar ke KPU dilaksanakan pada 26 Juli - 1 Agustus 2015. Terkait hal tersebut, KPU Sumatera Barat (Sumbar) menggelar pertemuan dengan pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Sumbar, Jumat (12/6). Pertemuan ini dalam rangka membahas kerjasama fasilitasi pemeriksaan kesehatan bagi Pasangan Calon.Menurut Ketua KPU Sumbar Amnasmen, tugas KPU berkoordinasi dengan IDI adalah untuk menentukan standar pemeriksaan kesehatan bagi pasangan calon yang mendaftar nanti. “Jadi, melalui IDI Sumbar dapat diketahui dan ditetapkan biaya serta standar pemeriksaan kesehatan bagi pasangan calon, baik pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur maupun pemilihan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota di 13 kabupaten/kota di Sumbar,” ujar Amnasmen dalam sambutan pembukanya di pertemuan itu. Sementara itu, Divisi Sosialisasi dan Hubungan Antar Lembaga, Nova Indra mengatakan bahwa IDI Sumbar dapat mempresentasikan item-item pemeriksaan dan standar pemeriksaan kesehatan bagi pasangan calon nanti, sehingga dapat diketahui bersama dan ditetapkan melalui pleno. “KPU hanya sebatas menerima hasil pemeriksaan kesehatan pasangan calon, kemudian akan kami tetapkan melalui pleno,” ujarnya. Di pihak lain, Sekretaris IDI wilayah Sumbar, dr. Syafruddin Alim, mengungkapkan, pengurus IDI Sumbar merupakan lembaga independen dan Pengurus Besar IDI (PB IDI) sudah mendelegasikan pemeriksaan kesehatan Pasangan Calon kepada IDI Wilayah Sumbar. “Kita tidak ingin melanggar peraturan perundang-undangan, kapasitas IDI hanya memeriksa dan mengeluarkan hasil pemeriksaan untuk diserahkan kepada KPU Sumbar,” ungkapnya. Syafruddin Alim menambahkan, IDI Sumbar sudah membuat buku panduan pemeriksaaan kesehatan yang mengacu kepada panduan PB IDI Pusat. “Didalam buku panduan ini sudah ada mekanisme dan prosedur pemeriksaan kesehatan bagi pasangan calon untuk pilkada serentak Bimtek Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di lingkungan KPU Sumbar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menggelar Bimbingan Teknis Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) bagi jajaran KPU Sumbar, KPU Kabupaten Sijunjung, KPU Kabupaten Padang Pariaman dan KPU Kota Bukittinggi, Minggu-Selasa (10-12/5). Kegiatan yang berlangsung di Gedung Balai Diklat Kementrian Sosial, Padang, ini dilaksanakan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di lingkungan Komisi Pemilihan Umum. Bimtek PPID KPU Sumbar ini dihadiri Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik. Dalam arahannya, Husni mengatakan, dalam pelaksanaan pemilihan serentak nanti, para pihak menginginkan informasi yang berimbang antara satu peserta dan peserta lainnya. Begitu juga para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemilihan itu. “Bukan hanya untuk kalangan elit politik, masyarakat awam membutuhkan informasi pemilihan, karena mereka sangat peduli dan perhatian dengan pelaksanaan pemilihan serentak nanti,” ujarnya. Ia menambahkan bahwasetiap pelaksanaan pemilu, KPU sering disalahkan karena angka partisipasi yang rendah. Salah satupenyebab dari rendahnya partisipasi masyarakat itu ialah pemerataan informasi kepada masyarakat. Menurut Husni, adanya fenomena seperti partisipasi rendah dalam pilkada di Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 55 SUARA DAERAH wilayah perkotaan dan partisipasi tinggi di pelosok pedesaan, perlu ditinjau dari segi akses perolehan informasi. “Keterbukaan informasi inilah yang menjadi peluang mengurangi beban psikologis dan beban politis dari KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Tuduhantuduhan beragam itu bisa dijawab dengan data-data yang didukung dan dipublikasikan secara cepat,” terangnya. Untuk mewujudkan sikap transparansi penyediaan informasi yang diberikan KPU kepada publik, Husni menekankan bila ditentukan dengan kuatnya posisi PPID dalam memberikan pelayanan informasi secara tepat, cepat dan akurat. “Untuk menyongsong pilkada serentak nanti, saya meminta jajaran KPU dalam setiap tahapan menerapkan asas transparansi dan aksesibilitas informasi yang mudah dan dapat diterima dengan baik oleh publik,” tegasnya. Sementara itu, Ketua KPU Sumbar, yang diwakili oleh Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Nova Indra, dalam sambutannya menjelaskan, KPU sebagai badan publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses dan menyediakan informasi pemilu yang akurat, benar dan tidak menyesatkan kepada pemohon informasi. Melalui mekanisme penyediaan informasi Pemilu yang didasarkan pada prinsip cepat dan tepat waktu dalam pelaksanaan prinsip Keterbukaan Informasi Publik (KIP), akan tercipta penyelenggaraan Pemilu yang baik, transparan, akuntabel dan berkualitas, serta peran serta masyarakat yang tinggi sebagai salah satu prasyarat demokrasi yang hakiki. “Dengan membuka akses publik terhadap informasi kepemiluan diharapkan KPU termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi kepada pelayanan publik yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu, melalui pembentukan struktur PPID di lingkungan KPU Provinsi Sumatera Barat, diharapkan penyediaan informasi Pemilu dapat disampaikan secara akurat, cepat, tepat waktu dan sederhana,” papar Nova Indra. Selain menghadirkan fasilitator dari Bagian Hubungan Partisipasi Masyarakat (Hupmas) Sekretariat Jendral KPU RI, Bimtek PPID inijuga mendatangkan narasumber dari Ketua Komisi Informasi Sumbar, Syamsu Rizal. Dalam pemaparannya, Syamsu Rizal mengatakan, adanya nota kesepahaman antara KPU dengan Komisi Informasimenjadi landasan bagi terbangunnya kerjasama yang lebih baik menghadapi pemilihan serentak, dalam rangka mengantisipasi terjadinya sengketa informasi di Komisi Informasi. “Jika KPU dapat menjalankan perannya dalam pengelolaan dan pelayanan informasi dengan baik, dapat pastikan tidak akan ada sengketa sidang beracara di Komisi Informasi,” katanya. Dia juga menyebutkan bahwa KPU harus mengklasifikasikan apa saja informasi yang dimiliki dan menempatkan informasi yang dipublikasikan serta informasi yang dikecualikan. Terkait kewajiban melayani informasi yang disampaikan ke publik, Syamsu Rizal menjelaskan sesuai ketentuan undang-undang, setiap badan publik wajib menyampaikan laporan minimal satu sekali setahun, selambatlambatnya 3 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Laporan yang disampaikan adalah berapa permohonan informasi yang masuk ke badan publik setahun terakhir, informasi apa saja yang diminta, sarana dan prasarana yang tersedia serta berapa anggaran yang dialokasikan untuk kebutuhan PPID di setiap badan publik. “Untuk itu, kami mohon kepada KPU kabupaten/kota dapat mengalokasikan dana pembentukan PPID dalam menghadapi pemilihan serentak di Sumbar tahun 2015 ini,” pintanya. Pada acara penutupan, Ketua KPU Sumbar, yang diwakili oleh Divisi Perencanaan Teknis dan Penyelenggaraan Pemilu, M. Mufti Syarfie menyampaikan bahwa hasil dari kegiatan Bimtek PPID ini akan kita implementasikan dan kembangkan ke KPU kabupaten/kota yang belum dapat mengikuti bimtek ini. “Kita optimis dengan adanya PPID KPU Sumbar menjadi ikon tersendiri bagi Sumatera Barat yang telah sukses melaksanakan Pilkada serentak dari tahun 2005. Kita berharap dengan pilkada serentak nanti harus lebih baik dari pilkada sebelumnya, antara lain semangat dan keterbukaan informasi,” ujarnya. Mufti menambahkan, masyarakat Sumbar sudah terbiasa dengan keterbukaan informasi dalam hubungan sosial di tengah-tengah masyarakat.” Orang Minang sudah terbiasa dengan keterbukaan, setiap bertemu dan bertegur sapa dengan orang lain pasti akan bertanya “baa kaba” (apa kabar). Artinya kita tidak bisa melepaskan diri dari informasi apa saja yang ditanya masyarakat,” tuturnya. (bow) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 56 SUARA DAERAH Perkuat Kesiapan Pilkada, KPU Provinsi NTB Selenggarakan Rakor rakor ini juga diberikan materi oleh pihak luar. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Provinsi NTB, Pengawasan Dana Hibah APBD disampaikan oleh Kepala BPKP Provinsi NTB, Pelaksanaan, Penatausahaan, dan Pertanggungjawaban Dana Hibah disampaikan oleh Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi NTB. materi tentang Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota disampaikan oleh Ketua KPU Provinsi Lalu Aksar Ansori. KPU Nusa Tenggara Barat menggelar rapat koordinasi jelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah di tujuh kabupaten/kota di NTB, Selasa (21/4). Mataram - Dengan telah ditetapkannya tiga Peraturan KPU RI terkait teknis penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai pedoman teknis untuk KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. KPU Provinsi NTB, Selasa (21/4), mengundang Komisioner, Sekretaris, dan Kasubag Hukum dari tujuh kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pemilihan Bupati/Walikota tahun 2015. Tujuh KPU Kabupaten/Kota itu adalah Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, dan Kabupaten Bima. Rapat koordinasi ini dimaksudkan untuk memberi keterampilan dan pemahaman yang sama kepada semua KPU Kabupaten/Kota yang akan menyelenggarakan pemilihan Bupati/Walikota. Dengan kesamaan keterampilan dan pemahaman itu, maka dipastikan tidak ada cara pelaksanaan pemilihan yang berbeda antara satu Kabupaten/Kota dengan Kabupaten/Kota yang lain. “Maka nanti disamping pemaparan materi secara normatif, kami harapkan ada simulasi,” ujar Ketua KPU Provinsi NTB Lalu Aksar Ansori, ketika membuka acara. Kegiatan rakor ini diisi oleh para narasumber yang menyampaikan berbagai materi, antara lain, materi penyusunan tentang Keputusan KPU Kabupaten/Kota dan Berita Acara Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, disampaikan oleh Divisi Hukum dan Pengawaan Yan Marli. Kemudian, Selanjutnya materi Peraturan KPU tentang Pemutakhiran Data Pemilih Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota disampaikan oleh Divisi Teknis Penyelenggaraan Suhardi Soud. Dan, materi Peraturan KPU tentang Tata Kerja disampaikan oleh Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Pengembangan SDM Agus. Disamping materi oleh Komisioner KPU Provinsi, rakor ini juga diberikan materi oleh pihak luar. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Provinsi NTB, Pengawasan Dana Hibah APBD disampaikan oleh Kepala BPKP Provinsi NTB, Pelaksanaan, Penatausahaan, dan Pertanggungjawaban Dana Hibah disampaikan oleh Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi NTB. Dengan bekal materi-materi dalam rakor yang berlangsung dua hari, Selasa-Rabu (21-22/4), ini diharapkan KPU Kabupaten/Kota memiliki dalam melaksanakan tugasnya. (Bow) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 57 SUARA DAERAH Awali Launching Pilkada Serentak, KPU Jambi Gelar Doa Bersama Ketua KPU Prov. Jambi H.M. Subhan Gelar doa bersama. Jambi - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jambi menggelar doa bersama di halaman Sekretariat KPU Jambi, Sabtu (6/6) malam. Kegiatan ini diikuti seluruh Ketua dan Komisioner KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota beserta jajaran sekretariatnya hingga anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) se-Provinsi Jambi. Hadir pula para Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Provinsi) Provinsi Jambi beserta Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota, perwakilan dari partai politik (parpol), para akademisi, dan undangan lainnya. Ketua KPU Provinsi Jambi, H.M. Subhan, dalam sambutannya mengungkapkan, selain memperingati Isra' Mi'raj Nabi Muhammad saw dan menyambut datangnya bulan suci Ramadan 1436 H, doa bersama ini juga dalam rangkaian acara launching Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di Provinsi Jambi yang akan digelar serentak 9 Desember 2015. Subhan juga menyatakan kesiapan KPU Provinisi Jambi untuk melaksankan Pilkada serentak tahun 2015 ini. “KPU Provinisi Jambi sudah siap melaksanakan Pilkada yang akan digelar serentak 9 Desember 2015 mendatang. Ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, yang merupakan perubahan dari UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang,” terang H.M. Subhan. Ia menambahkan bahwa kesiapan KPU Provinsi Jambi ini harus didukung oleh semua pihak. “Untuk itu, mari kita sukseskan pelaksanaan pilkada serentak ini secara bersama-sama, karena pilkada serentak ini merupakan hal yang pertama kali kita lakukan,” imbaunya. Acara doa bersama ini akan disambung dengan launching Pilkada serentak Provinsi Jambi pada keesokan harinya, Minggu (7/6), yang dihadiri oleh Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay dan Arief Budiman. (bow/rap) Rapat Konsultasi Pilkada Mahakam Ulu, KPU Provinsi Kaltim Dengan Camat Se-Kabupaten Mahakam Ulu Samarinda – Sehubungan dengan Pilkada 2015 di Kabupaten Mahakam Ulu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimatan Timur (Kaltim) menggelar rapat konsultasi dengan camat se-Kabupaten Mahakam Ulu. Hadir dalam rapat tersebut Kasubbag Teknis Pemilu dan Hupmas KPU Kabupaten Mahakam Ulu Tanis Tekwan Bit dan Anggota KPU Provinsi Kaltim Viko Januardhy. “Hari ini adalah acara penyerahan surat pemberitahuan dan pengumuman rekrutmen Panitia Pemilihan Kecamatan. Kami KPU Provinsi Kaltim mengambil alih sementara pelaksanaan Pilkada di Mahakam Ulu hingga nanti sampai terbentuknya Komisioner KPU Kabupaten Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 58 Mahakam Ulu yang baru diperkirakan sekitar bulan Agustus 2015,” ujar Vico. “Sesuai Tahapan Pilkada Serentak 2015 yang pertama kita lakukan adalah melakukan rekrutmen Anggota PPK dan Anggota PPS, untuk pendaftaran PPK dimulai tanggal 23 April hingga tanggal 2 Mei 2015. Berdasarkan Peraturan Perundang –undangan dan Peraturan KPU pengumuan pendaftaran di mulai tanggal 19 April 2015 sehingga untuk Mahakam Ulu kita terlambat 5 hari, yang pertama faktor terlambatnya adalah KPU Kabupaten Mahakam Ulu belum mempunyai Komisioner, kedua Karena faktor geografis sehingga untuk mengirim surat kepada Kabupaten Mahulu perlu waktu dua sampai tiga hari,” tegas Viko. Pengumuman akan diumumkan di Kantor Camat, termasuk di kantor-kantor Kepala Kampung. Karena nanti yang boleh mendaftar menjadi Anggota PPK adalah warga yang berdomisi di wilayah tersebut. Hal ini berdasarkan PKPU Nomor 3 Tahun 2015 tentang tata Kerja Rekrutmen PPK dan PPS Pasal 18 ayat 1. “Saya sangat berharap Kecamatan dapat mensuporting personil staf satu atau dua orang khusus untuk menerima berkas seleksi pendaftaran PPK,” kata Vico. (Bow) SUARA BILIK Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Iqbal Latief : Menghapus Stigmatisasi Daerah Rawan Konflik SuaraKPU - Provinsi Sulawesi Selatan acapkali terstigma sebagai daerah rawan konflik politik. Dalam pemetaan daerah rawan konflik yang dirilis oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjelang pemilu 2014 lalu, Provinsi Sulawesi Selatan termasuk daerah yang mendapat sorotan. Stigmatisasi itulah yang memotivasi Ketua KPU Sulawesi Selatan, Iqbal Latief untuk membuktikan Sulawesi Selatan adalah daerah aman. Iqbal Latief masuk menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkat dorongan teman-temannya di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Mereka berkeinginan akademisi dari Unhas tetap berkontribusi untuk memperkuat lembaga penyelenggara pemilu. Bekal pengetahuan ilmu politik di Unhas dan Universitas Indonesia, segudang pengalaman organisasi di kampus serta garis tangan yang baik akhirnya mengantarkan Iqbal menjadi anggota sekaligus Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan periode 2013-2018. Iqbal menyadari problem mendasar penyelenggara pemilu adalah persepsi masyarakat bahwa KPU belum sepenuhnya mandiri dan independen. “Publik masih berpandangan bahwa KPU bisa diatur oleh orang luar. Ini yang kita jawab dengan ketaatan penyelenggara pada regulasi dan etika. Sepanjang kita taat akan dua hal itu, maka kita akan selamat dalam menyelenggarakan pemilu,” ujarnya ketika berbincang dengan Suara KPU, Jumat (12/6). Peneguhan asas pemilu yang luber dan jurdil kepada semua jajaran penyelenggara baik komisioner maupun sekretariat menjadi target utama Iqbal Latief ketika dipercaya menjadi Ketua KPU Sulawesi Selatan. Iqbal percaya dengan menerapkan prinsip itu maka KPU tidak akan dapat digoyang oleh pihak manapun. “Kita bisa berdiri dan berjalan tegak dihadapan siapapun ketika kita taat asas, bekerja berdasarkan regulasi dan etika,” ujarnya. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unhas Makassar itu mengatakan tantangan pertama yang dia hadapi ketika menjadi ketua KPU Sulawesi Selatan adalah rekrutmen anggota KPU Kabupaten/Kota yang sempat mendapat protes dari sejumlah kelompok masyarakat. “Ternyata setelah kita cermati, lebih pada faktor komunikasi dan keterbukaan. Setelah prosesnya kita jelaskan semua, akhirnya masyarakat dapat memahami,” ujarnya. Masyarakat, kata Iqbal, seringkali mendapatkan informasi yang salah terkait aktivitas yang dilakukan penyelenggara pemilu. Untuk itu, KPU Sulawesi Selatan di bawah kepemimpinan Iqbal berupaya Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 59 SUARA BILIK menata keterbukaan dan akses informasi kepada publik. “Kami berupaya membuka diri dengan publik. Jajaran sekretariat kami minta untuk meningkatkan fungsi pelayanan. Informasi kepemiluan dibuka seluas-luasnya diminta atau tidak diminta oleh publik,” ujarnya. dicurangi. “Setelah bertanding mereka dapat menerima ke-kalahan asalkan pertadingannya digelar secara fair. Kalau kita sebagai penyeleng-gara tidak fair, mereka akan terus mencari celah sekecil apapun itu,” ujarnya. Iqbal juga selalu menekankan pentingnya Dengan adanya keterbukaan , semua menjaga integritas kepada semua jajaran stakeholders pemilu, terutama partai penyelenggara. Dia mengingatkan bahwa politik dan calon anggota legislatif “bermain-main” dengan peserta pemilu mendapatkan informasi yang benar terkait itu tidak ada untungnya. “Kalau kita mainaktivitas penyelenggaraan setiap tahapan main dengan calon, dia menang ataupun pemilu. “Alhamdulillah dengan kalah, kita dalam posisi yang tidak keterbukaan itu muncul kepercayaan diuntungkan. Dia menang dia cerita kalau publik terhadap KPU dan sepanjang kita sudah bayar. Dia kalah apalagi, akan pemilu DPR, DPD dan DPRD serta pemilu ngomong sana sini,” ujarnya. Presiden dan Wakil Presiden tidak ada gesekan dan benturan yang berarti di Menjelang Pilkada di 11 kabupaten/kota lapangan,” ujarnya. di Sulawesi Selatan, Iqbal mengatakan persiapannya terus dimantapkan baik dari Kondisi politik di Sulawesi Selatan yang sisi anggaran maupun lembaga tergolong aman dan kondusif selama penyelenggara adhoc (sementara). “KPU penyelenggaraan pemilu legislatif 2014, Kabupaten/Kota kita kita minta untuk akhirnya mengubah paradigma aparat selektif dalam merekrut PPK dan PPS. Saat keamanan dan masyarakat secara umum ini 70 persen anggota PPK dan PPS itu dalam memandang Sulawesi Selatan. orang baru. Kita berharap mereka punya “Ketika Pilpres dalam rapat-rapat motivasi dan komitmen untuk koordinasi dengan aparat keamanan, kita menghadirkan pilkada yang berkualitas tidak disebut-sebut lagi seba-gai daerah dan berintegritas,” ujarnya. zona merah dan daerah rawan konflik,” ujar Iqbal. Salah satu yang menjadi perhatian serius KPU adalah menata rekrutmen Iqbal yang pernah menjabat penyelenggara adhoc untuk mencegah sebagai Wakil Bendahara DPD KNPI masuknya personal parpol atau tim sukses Provinsi Sulawesi kandidat ke dalam tubuh penyelenggara Selatan tahun adhoc. Untuk itu, kepala desa yang hanya 1991-1994 dan mengirim tiga nama kandidat PPS bukan pengurus DPP enam nama seperti yang diamanatkan KNPI periode peraturan KPU, maka KPU 2002-2005 itu Kabupaten/Kota akan melakukan seleksi menjelaskan untuk mengukur kelayakan tiga nama prinsip orang tersebut. Sulawesi Selatan itu tidak “Meski kepala desa hanya mengirim tiga ingin nama dan itu tidak sejalan dengan peraturan KPU, kita tidak menolaknya untuk menjaga hubungan baik dengan mereka. Tetapi kita lakukan seleksi untuk menguji kelayakan tiga nama yang mereka kirim. Kalau ternyata hasil seleksi menujukkan tidak ada dari tiga nama itu yang layak untuk menjadi anggota PPS, maka kita minta lagi ke kepala desa untuk mengirim nama yang lain sampai proses itu menghasilkan PPS yang kompeten dan Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 60 berintegritas,” ujarnya. Iqbal mengatakan tensi politik pilkada jelas berbeda dengan pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Untuk itu perlu diwaspadai potensipotensi yang akan mengganggu penyelenggaraan pilkada. Mobilisasi pemilih dari daerah yang tidak menggelar pilkada ke daerah yang pilkada adalah salah satu potensi masalah yang harus diantisipasi. “Sekarang kan masih saja terdapat KTP ganda di beberapa daerah. Misalnya Pilkada di Gowa bisa saja terjadi mobilisasi pemilih dari Kota Makassar. Untuk itu, KPU Kabupaten/Kota harus menekankan kepada petugas pemutakhiran data pemilih untuk melakukan pencocokan dan penelitian dengan ketat,” ujarnya. Selain itu faktor geografis seperti daerah Pangkep, Selayar, Luwu Utara harus disiasati untuk dapat mendistribusikan logistik tepat waktu. Apalagi pemungutan suara digelar 9 Desember 2015, di mana cuaca pada bulan Oktober dan November secara umum berada dalam titik ekstrim. Ini catatan kita yang senantiasa kita minta KPU Kabupaten/Kota memperhatikannya dan menyiapkan antisipasinya,” ujarnya. Fasilitas kampanye seperti bahan kampanye dan alat peraga kampanye, kata Iqbal mesti dilakukan dengan hati-hati. “Kadang masalah kecil bisa menjadi besar. Misalnya ketika pemasangan alat peraga di tempat yang sudah ditentukan, bisa saja karena lokasinya terbatas ada yang penempatannya di atas dan ada yang di bawah. Itu bisa jadi masalah kalau komunikasi kita dengan peserta tidak baik,” ujarnya. Bagaimanapun kata Iqbal, KPU juga punya sisi kelemahan. Untuk itu harus dibangun komunikasi yang lebih persuasif dengan para kandidat dan partai politik pengusungnya. “Berkomunikasi dengan peserta pemilu tidak cukup dengan surat menyurat saja. Kita harus bangun dialog dan komunikasi yang persuasif agar mereka mematuhi semua regulasi pilkada,” ujarnya. (*) SUARA BILIK Ketua KPU Kabupaten Gowa, Zainal Ruma : Memimpin KPU Gowa dengan Manajemen Terbuka SuaraKPU - Menjadi pimpinan komisioner di level kabupaten memiliki tantangan tersendiri. Kedekatannya secara fisik dan emosional dengan pemilih dan kandidat di lapangan membuat mereka rentan di intervensi dan dicurigai sebagai sumber manipulasi. Untuk itu, sejak dipercaya sebagai Ketua KPU Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, Zainal Rumi menerapkan manajemen terbuka dalam mengelola lembaga. Zainal Rumi awalnya adalah dosen Ekonomi Manajemen di Universitas Negeri Makassar (UMN). Perspektif masyarakat yang acapkali negatif terhadap penyelenggara pemilu membuat dirinya terdorong menjadi komisioner KPU. Zainal Rumi menjadi anggota KPU Kabupaten Gowa untuk pertama kalinya pada periode 2008-2013 dan periode berikutnya 2013-2018 dipercaya menjadi ketua. “Awalnya saya ingin tahu saja apa memang ada permainan di KPU. Apakah benar hasil pemilu dan pilkada itu produk rekayasa. 1001 pertanyaan itu yang membuat saya bertekad untuk masuk dan ingin mengetahui kondisi yang sebenarnya di tubuh penyelenggara pemilu. Ternyata dugaan itu tidak benar. Semua berjalan sesuai dengan aturan,” ujarnya kepada Suara KPU, Minggu lalu (14/6). Setelah dipercaya menjadi anggota dan ketua KPU di periode kedua, Zainal Rumi tak lagi sekadar ingin menguji tesis yang berkembang di tengah-tengah masyarakat bahwa penyelenggara pemilu mudah diatur dan dintervensi oleh pihak Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 61 SUARA BILIK Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 62 Namun setelah keluar rekomendasi Panwaslu Kabupaten Gowa, akhirnya KPU bersedia membuka kotak suara. Zainal Rumi juga tidak ingin KPU yang dipimpinnya selalu menjadi pihak yang dicurigai oleh peserta pemilu, kandidat dan publik sebagai sumber kecurangan dan manipulasi. “Kami ingin buktikan kepada peserta dan masyarakat bahwa kami siap buka-bukaan,” ujarnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah “ Kami tidak ingin ada celah kecuangan sedikitpun. Kepercayaan terhadap KPU Gowa yang muncul setelah aksi buka kotak suara dan hitung ulang saat pileg harus kami jaga. “ luar. Justru dia ingin memberikan kontribusi dalam tata kelola manajemen pemilu di mana ujung tombaknya adalah KPU Kabupaten/Kota. Zainal Rumi selama menjadi penyelenggara berupaya menyakinkan para pemangku kepentingan bahwa potensi terjadinya kecurangan pemilu dapat dihilangkan. Asalkan semua pemangku kepentingan ikut mengawal proses pemilu yang sedang berjalan. “Kalau masih ada kecurangan berarti ada pemangku kepentingan yang tidak bekerja,” ujarnya. Pemangku kepentingan dia dimaksud adalah KPU, pengawas pemilu, peserta pemilu dan masyarakat. Demi mewujudkan pemilu yang berintegritas di Kabupaten Gowa, Zainal Rumi selalu meminta agar para pemangku kepentingan mengikuti dengan baik semua tahapan pemilu. Menurutnya regulasi telah memberikan ruang dan mekanisme komplain yang cukup dalam setiap tahapan. “Ada ruang untuk mengajukan protes terhadap setiap tahapan. Kita selalu sampaikan kepada publik untuk memanfaatkan itu,” ujarnya. Namun upaya menyadarkan para pemangku kepentingan tak semudah membalikkan telapak tangan. Dua periode Zainal Rumi menjalani aktivitas sebagai penyelenggara, ternyata protes peserta pemilu terhadap kinerja penyelenggara selalu datang belakangan. “Dalam proses penghitungan dan rekapitulasi misalnya. Protes itu umumnya baru mencuat saat rekap di kabupaten, sementara di PPK dan PPS aman-aman saja,” ujarnya. Zainal Rumi punya pengalaman menarik saat pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 lalu. Sejumlah saksi partai politik meminta pembukaan kotak suara di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) dengan alasan penghitungan dan rekapitulasi di level adhoc penuh dengan manipulasi. Awalnya KPU bersikeras untuk tidak membuka kotak karena dikhawatirkan proses rekap berjalan lambat. Selain itu bukti yang diajukan saksi parpol dinilai tidak kuat. pemilu di Kabupaten Gowa, kotak suara dibuka dan dihitung ulang untuk satu kecamatan. Terdapat 944 kotak suara yang dibuka, dihitung dan direkap ulang. “Saya kira rekap di Kabupaten Gowa pada pemilu 2014 lalu merupakan rekapitulasi terlama di Indonesia. Suasana di sekitar Kantor KPU Gowa sudah seperti pasar malam. Penghitungan ulang berlangsung selama dua minggu,” kenang Zainal Rumi. Meski KPU harus mengeluarkan energi ekstra untuk melakukan penghitungan dan rekapitulasi suara ulang, Zainal Rumi merasa puas. “Kami lega, ternyata tuduhan yang seringkali dialamatkan kepada penyelenggaran sebagai sumber manipulasi tidak terbukti. Hasil buka kotak suara tidak mengubah perolehan kursi masingmasing parpol,” bebernya. Dalam proses buka kotak suara, KPU Kabupaten Gowa meminta partai politik menyediakan saksi dalam jumlah yang cukup agar dapat mengawasi proses pembukaan kotak dan penghitungan ulang secara maksimal. “Sebelum semua saksi parpol hadir, kita tidak buka kotak. Kita ingin memastikan bahwa prosesnya dilakukan secara transparan,” ujarnya. Rumi mengakui bahwa tidak semua penyelenggara itu benar-benar terbebas dari praktik kecurangan. Pada saat buka kotak dan rekap ulang masih saja terdapat sejumlah kecil penyelenggara yang berupaya memindahkan suara kepada kandidat lain. Caranya saat pembacaan surat suara, mereka membaca nama yang berbeda dengan nama yang tercoblos dalam surat suara. “Beruntung gelagat itu dapat segera kami identifikasi. Penyelenggara yang demikian langsung kami berhentikan saat itu juga,” ujarnya. Selama pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014, terdapat satu orang anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan dua orang anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang diberhentikan karena kedapatan melakukan manipulasi hasil rekapitulasi. Zainal Rumi bertekad gelagat-gelagat tidak baik penyelenggara adhoc dalam pilkada tahun ini tidak akan muncul lagi. Dirinya telah memberikan shock terapi kepada sejumlah anggota PPK dan PPS yang tidak serius menjalankan tugas. “Beberapa anggota PPK dan PPS untuk pilkada yang baru dilantik saja sudah ada yang kami berhentikan. Mereka diberhentikan karena tidak hadir dalam rapat-rapat konsolidasi di internalnya. Ini peringatan buat yang lainnya,” ujar Rumi. Tantangan pilkada menurut Zainal Rumi jauh lebih berat dibanding pemilu DPR, DPD dan DPRD serta pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Apalagi di Kabupaten Gowa, di mana petahana sudah tidak mungkin maju lagi karena sudah menjabat selama dua periode. Dinamika politik di Gowa tahun 2015 akan lebih keras karena semua bakal calon merasa punya peluang yang sama untuk memenangi pertarungan. “Kami tidak ingin ada celah kecuangan sedikitpun. Kepercayaan terhadap KPU Gowa yang muncul setelah aksi buka kotak suara dan hitung ulang saat pileg harus kami jaga. Memang tidak mudah menumbuhkan integritas dan etika kepada semua penyelenggara, tetapi sudah menjadi tugas kami untuk terus mengupayakannya. Salah satunya tentu lewat keteladanan,” ujarnya. (*) SUARA IMAM BONJOL SUARA PILKADA SUARA PILKADA Jendela Politik Jambi, Sarana Membangun Demokrasi Pemilihan kepala daerah yang yang akan digelar secara langsung dan serentak tahun 2015 mendapat sambutan baik dari banyak kalangan, sebab pilkada ini adalah bagian dari proses demokrasi, yang merupakan salah satu bentuk perwujudan dari kedaulatan rakyat. Dosen Fisipol Universitas Jambi, Muhammad Farisyi mengungkapkan, melalui pilkada ini, masyarakat dapat memilih secara langsung sosok yang akan menjadi pemimpin mereka lima tahun ke depan. Sedangkan pelaksanaannya yang serentak memiliki tujuan antara lain penghematan anggaran serta efisiensi kerja KPU dalam proses berdemokrasi. Sebagai akademisi, Farisyi mengaku turut aktif mengikuti dinamika yang berkembang seputar pilkada. “Tentunya kita tidak dalam proses, kita di luar bukan bagian dari penyelenggara. Kita berperan sebagai supporting, membantu sosialisasi, dan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat pemula dan masyarakat pada umumnya,” ungkapnya, saat ditemui di ruang kerja Anggota KPU Jambi Desy Arianto. Dalam rangka merealisasikan peran dan dukungan tersebut, serta dalam rangka membangun demokrasi, Farisyi memotori Fisipol UNJA untuk bekerjasama dengan KPU Jambi membuat acara program dialog bernama “Jendela Politik Jambi” di stasiun televisi lokal, Jambi Expres TV. Ia mengungkapkan tujuan acara ini untuk memberikan pendidikan dan sosialisasi politik kepada seluruh masyarakat Jambi. “Karena itulah kita menggandeng salah satu televisi lokal, supaya masyarakat luas bisa menyaksikannya,” kata Farisyi. Sementara itu, Desy Arianto menegaskan, program yang tayang setiap Selasa malam pukul 21.00 WIB ini murni non profit. “Program Jendela Politik Jambi ini sudah berlangsung sejak Februari 2015 dan tidak menayangkan iklan sama sekali, karena memang bukan target komersil yang kita inginkan. Tapi KPU juga melihat media TV termasuk yang paling cepat menyampaikan Informasi ke masyarakat,” kata dia. Dalam pelaksanaannya, Farisyi, selaku moderator pada dialog mingguan tersebut, mengundang berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan pilkada sebagai narasumber. “Kita undang dari KPU, Bawaslu, pengamat politik, parpol, juga calon. Jadi masyarakat tahu sejak dinamika proses pemilihan pilkada, yang saat itu masih langsung tidak langsung, kemudian apakah digelar tahun 2015 atau 2016, lalu tentang seperti apa dan bagaimana kerja KPU, Bawaslu, bagaimana proses sosialisasi dan seterusnya. Terakhir kemarin, yang hangat dua bakal calon, dua-duanya sudah kita hadirkan. Nanti masyarakat juga bisa menilai, ” terang Farisyi. Tema yang menjadi pembahasan dalam dialog tersebut tidak hanya seputar tahapan pilkada yang sedang dijalankan KPU, tapi secara umum juga membahas isu-isu politik. “Kami (akademisi) berperan di situ, memberi pendidikan politik termasuk misalnya mengenai apa itu money politic, tentang black campaign, negative campign. Kemudian jika nanti terjadi seperti itu, cara melaporkannya seperti apa dan bagaimana, sehingga masyarakat luas tahu, akhirnya nanti juga, saya yakin kalau masif menginformasikannya, masyarakat juga akan lebih paham,” kata Farisy. Ia berharap, langkah yang ia kerjakan bersama KPU ini dapat menjadikan demokrasi di Jambi menjadi lebih hidup. Di samping itu juga mampu memberi penyadaran pemilih agar dalam menentukan pilihan bukan berdasarkan alasan tradisional, seperti ketampanan, kegagahan, dan sebagainya, melainkan menjadi pemilih cerdas, yang memilih Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 63 SUARA IMAM BONJOL SUARA PILKADA SUARA PILKADA “ Ya, memang penyadaran politik ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi saya berusaha menanamkan pada para mahasiswa sebagai kader-kader penerus bangsa untuk menyampaikan pendidikan politik atau menyampaikan sosialisasi pilkada ke masyarakatnya, bahwa ada pesta demokrasi, pesta kita “ calon pemimpinnya berdasarkan visi misi. Peran Mahasiswa dalam Pilkada Farisyi mengatakan, program Jendela Politik Jambi ini juga disambut baik oleh kalangan mahasiswa. Hal ini tampak dari antusiasme mereka mengikuti acara tersebut. “Dalam setiap acara kita selalu mengajak mahasiswa, bukan hanya dari Fisipol tapi seluruh mahasiswa di perguruan tinggi yang ada di Jambi.” Pelibatan mahasiswa ini juga menjadi salah satu cara untuk menyasar pemilih pemula, yang banyak juga berasal dari mahasiswa. “Dengan pendidikan politik seperti ini diharapkan masyarakat, termasuk mahasiswa dan pemilih pemula memahami apa dan bagaimana itu politik dan seterusnya. Setelah paham lalu meningkat kepada kesadaran bahwa suara mereka penting dan berperan. Maka dengan begitu akan tergerak hati mereka untuk ikut memilih,” ungkap Farisyi. Alumni Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut mengungkapkan, secara umum kesadaran mahasiswa di Jambi terhadap politik sangat bagus. “Kemarin kita bikin Rock the Vote, itu penggeraknya salah satunya mahasiswa. Mereka turun ke masyarakat, mengumpulkan tandatangan mendukung pilkada. Cukup semangat. Harapannya cukup tinggi,” ujarnya. Meski demikian, Farisyi mengatakan bahwa yang menjadi tantangan adalah sikap pragmatisme mahasiswa. “Bagaimana supaya mereka tidak terjebak kepada kepentingan sesaat, M Farisyi bersama Komisioner KPU Jambi Desi Arianto Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 64 karena merekalah yang nantinya akan menjadi kader-kader penerus. Oleh karena itu, KPU Provinsi jambi bekerjasama dengan kampus, serta melalui Jendela Demokrasi Jambi berusaha menggiring mahasiswa agar tidak mengarah ke pragmatisme.” Ia juga sering mengajak mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan KPU. Sebagaimana yang ia lakukan pada acara doa bersama pada Sabtu (6/6) malam di halaman KPU dalam rangka menyongsong Pilkada Serentak Jambi 2015. Selaku dosen, Farisyi selalu berpesan kepada para mahasiswanya, agar ketika menjalani kuliah kerja nyata atau pulang ke kampung halaman tidak sekadar bersantai dan liburan belaka, tapi mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan dari kampus termasuk pemahaman politik. “Libur kemarin, ada beberapa mahasiswa saya yang punya teman-teman dari komunitas radio di daerahnya. Sewaktu pulang kampung, mereka ikut siaran ngomongin pilkada di radio itu,” kata Farisyi. “Ya, memang penyadaran politik ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi saya berusaha menanamkan pada para mahasiswa sebagai kader-kader penerus bangsa untuk menyampaikan pendidikan politik atau menyampaikan sosialisasi pilkada ke masyarakatnya, bahwa ada pesta demokrasi, pesta kita,” imbuhnya. Farisyi mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah membentuk tim, khususnya terdiri dari mahasiswa fisipol yang bekerjasama dengan KPU, Kesbangpol, RRI, dan para steakholder yang merupakan The Guardian of Democrasy (slogan KPU Jambi), yang akan turun ke daerah menyasar pelosok-pelosok, di antaranya dalam rangka sosialisasi yang rencananya akan dilaksanakan pada Agustus mendatang. (bow) SUARA IMAM BONJOL SUARA PILKADA SUARA PILKADA Momok “Mahar Politik” Hantui Pilkada Serentak Jambi Pengamat Politik Jambi, Azhar Mulia. SuaraKPU - Persoalan “mahar politik” merupakan masalah klasik yang kerap terjadi di setiap pemilihan kepala daerah, sehingga hal itu turut menjadi momok dalam pergelaran Pilkada Serentak pada 9 Desember 2015. Meski secara tegas UU Nomor 8 Tahun 2015 melarang adanya mahar antara kandidat kepala daerah dan partai politik karena dikategorikan termasuk praktik politik uang, namun tak sedikit pihak meragukan komitmen para pelaku politik terhadap aturan tersebut. Hal ini mengingat sulitnya publik memantau dan mengawasinya. Salah satu hal yang memicu tumbuhnya persoalan tersebut adalah banyaknya bakal calon yang ingin maju dalam pemilihan. Sementara jumlah partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mengusung calon sangat terbatas. Kondisi tersebut membuat persaingan bakal calon semakin ketat untuk berebut simpati parpol sebagai kendaraan politik, sehingga membuka peluang untuk terjadinya “mahar politik.” Menanggapi itu, Dosen Fisipol Universitas Jambi (UNJA) Muhammad Farisyi menggantungkan harapan yang besar kepada partai-partai politik dalam menentukan calonnya untuk berkontestasi dalam pilkada. “Kita dari masyarakat atau akademisi tidak bisa terlalu masuk karena itu ranahnya ada di parpol. Paling tidak posisi kami ada di luar. Kalau memang calon mereka buruk, ya mereka yang rugi,” ujar Farisyi. Ia meyakini bahwa partai politik saat ini sudah cukup cerdas menentukan calon yang bakal diusung, sehingga tidak akan bergantung kepada mahar politk. “Sepengetahuan saya, masing-masing kandidat dan partai politik banyak yang menggunakan jasa survei. Dengan menggunakan tiga atau empat lembaga survei, mereka bisa menghasilkan sosok yang benar-benar disukai masyarakat. Jadi saya yakin tidak sembarangan,” kata moderator program Jendela Politik Jambi, sebuah acara yang terselenggara berkat kerjasama antara Fisipol UNJA, KPU Jambi dan salah satu stasiun televisi swasta di Jambi. Namun, pandangan berbeda dilontarkan pengamat politik Jambi, Azhar Mulia. Menurutnya, politik transaksional itu masih akan terjadi dalam pilkada tahun ini. “Saya pikir itu masih terjadi. Yang namanya partai politik mau bergerak, itu macammacam istilahnya. Beli perahu lah atau apa. Ya saya pikir di partai politik itu masih terjadi politik transaksional,” ujarnya ketika di temui di sela-sela acara doa bersama menyambut Pilkada Serentak 2015, di Kantor KPU Provinsi Jambi. Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Jambi Yazirman, yang juga hadir dalam acara tersebut, turut mengomentari soal “mahar politik” ini dengan menyerahkannya pada mekanisme aturan yang ada. “Kan sudah ada regulasi. Mungkin masih ada celahcelah yang masih bolong atau yang belum mengatur tentang segala sesuatu, atau semacamnya. Tapi mungkin itu bukan ranah saya untuk berpendapat di situ,” ujarnya. Jambi Kondusif Seperti diketahui, Jambi merupakan salah satu provinsi yang akan menggelar Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 mendatang. Sebagai ajang kontestasi politik, pilkada serentak ini juga memiliki potensi munculnya konflik di masyarakat. Namun selama ini, Jambi merupakan salah satu daerah yang cukup kondusif dan aman dalam penyelenggaraan pilkada. “Terkait eskalasi konflik dalam pilkada, Jambi itu terkenal dengan daerah paling aman. Dalam arti, pada pemilihan bupati, gubernur, sampai presiden belum pernah terjadi konflik-konflik seperti di daerah lain. Misalnya Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 65 SUARA IMAM BONJOL SUARA PILKADA SUARA PILKADA pembakaran segala macam. Beberapa pemilhan gubernur, sampai ke MK pun tidak. Ya, jadi kita yang sejak dulu terkenal adem ayem, kemungkinan pada pilkada serentak ini juga seperti itu,” harap Azhar Mulia. Meski demikian, ia menyatakan bahwa konflik juga tapi tetap masih mudah dikendalikan. Jambi aman. Kalaupun ada konflik itu elit,” jelasnya. Dari sisi partisipasi masyarakat, Jambi terbilang cukup bagus. Yazirman mengatakan, rata-rata angka partisipasi masyarakat dalam pemilu sebesar 70%. “Itu harus valid dan benar-benar dikoordinasikan dengan data Dukcapil masingmasing kababupaten/kota dan provinsi. Kemudian kalau aturan, harus secara masif disosialisasikan kepada partai dan calon.” potensi konflik tetap saja ada, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. “Tapi menurut prediksi saya, konflik yang paling besar di tingkat kabupaten antara calon bupati dan wakil bupati karena rentang antara calon dengan pemilih itu kan lebih dekat. Artinya, hubungan kekerabatannya masih kuat. Tapi kalau di daerah lain, sampai ada demo bakar-bakar, tapi kalau di Jambi tidak pernah. Ya kalau sekadar demo wajar. Yang penting sepanjang penyelenggaraannya berlangsung adil sesuai aturan, konflik bisa dieliminasi,” paparnya. “Karena memang kalau kita katakan ada yang golput itu bukan golput dalam bahasa resminya. Itu karena jarak tempat tinggal.” Ia mencontohkan, berpedoman dari KTP elektronik, masyarakat Jambi yang terdata baru sekitar 80%. “Itu karena yang 20% lagi tempat tinggalnya jauh, seperti di kebun atau di hutan. Selain itu ada pula yang berdomisili di luar daerah, seperti di Kerinci itu ada sekitar 3 ribu hingga 5 ribu penduduk yang tinggal di Malaysia menjadi TKI. Jadi kalau kita ukur dari jumlah mata pilih atau DPT, ya 70% menurut saya itu mendekati 100% dari yang masuk dalam kriteria, bukan saja yang berhak tapi menyadari,” kata dia. Hal senada diungkapkan Yazirman. Menurutnya, dari sisi stabilitas, di Jambi khususnya tidak ada masalah. “Kondusif. Masyarakat di daerah sini pada dasarnya nerimo. Termasuk hasil putusan pemilu dan sebagainya. Kalau ada keributan itu masalah elit. Di Indonesia, Jambi teraman nomor 4. Kalau se-Sumatra teraman nomor satu,” ungkapnya. “Ada faktor lain, seperti penduduk yang bergantung kebetuhan harinya pada hari itu, seperti penyadap karet. Angka belum ada penelitian itu, tapi dari pengamatan dari informasi lapangan hal itu ada,” imbuhnya. Faktor alam, menurut Yazirman turut mendukung iklim kondusif masyarakat Jambi. “Jambi itu agraris. Alamnya tenang, lalu ada rongga ada jarak ruang, itu membuat prilaku jadi damai. Memang ada di sini yang penduduknya kritis, yakni daerah Kerinci karena alamnya terlalu ganas. Dia pertanian sejuk, luas secara volume, tapi sempit potensinya.Cuma itu saja, gampang Anggaran Pilkada Mengenai besarnya anggaran pilkada karena sebagian tahapan kampanye calon dibiayai oleh KPU, menurut Yazirman pendekatan yang digunakan sudah tepat. “Efisiensi itu dalam ilmu ekonomi dihitung dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan, baik itu pengurangan maupun penambahan, kalaupun biaya itu bertambah satu Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 66 satuan tapi masih dapat memberi manfaat, minimal sama dengan ukuran besaran/tambahan biaya itu maka itu efisien,” jelasnya. “Dari segi efesiensi penyelenggaraan, bukan efisiensi penyelenggaraan pemilu, bukan efisiensi biaya pilkada, tapi efesiensi biaya politik.Kalau penyelenggaraan pilkada memang meningkat,” terangnya. Yazirman mengatakan, yang terjadi dalam pilkada ini ialah pergeseran biaya yang sebelumnya merupakan biaya yang ditanggung calon, sekarang menjadi biaya pemerintah. Negara mengambil sebagaian biaya politik, agar mempunyai dampak positif terhadap keadilan. “Kalau itu kita uangkan, kalau kita menggunakan metode parametriks statistik saja, itu bisa ketemu, kalau diuangkan mungkin manfaatnya lebih besar daripada tambahan biaya yang diberikan kepada KPU,” papar Yazirman. Mengenai hal yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pelaksanaan Pilkada 2015 ini, Yaziman menitik tekankan pada proses rekapitulasi. Hal itu karena rekapitulasi sudah bukan lagi bicara proses melainkan hasil. Sementara Farisyi lebih menggarisbawahi soal DPT. “Itu harus valid dan benar-benar dikoordinasikan dengan data Dukcapil masing-masing kababupaten/kota dan provinsi. Kemudian kalau aturan, harus secara masif disosialisasikan kepada partai dan calon. Selanjutnya masalah sengketa hasil pemilu. Karena ini serentak, masalah waktu ini harus diperhitungkan oleh KPU dan Bawaslu agar hasilnya jangan sampai molor, karena kita belum tahu, kalau semua daerah bermasalah, mudah-mudahan tidak bermasalah,” kata Farisyi. (Bow) Pemilu On Twitter Edisi Mei-Juni 2015 SUARA KPU 67 SUARA PAKAR KPU MENJAWAB Yang terhormat Ketua KPU RI di Jakarta. Terkait ketentuan Pasal 7 (huruf g) UU RI Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan UU No 1 tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; Apabila seseorang dipidana 4 tahun penjara (artinya tidak lebih dari 5 tahun) dan telah memenuhi hukuman 2/3 sekaligus telah membayar semua tuntutan ganti rugi dan telah mendapatkan bebas bersyarat sebagai hak terpidana, apa yang bersangkutan dapat ikut serta sebagai calon gubernur, bupati/walikota atau tidak? Jika kita bersandar pada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.” Mohon penjelasannya, atas perhatian dan tanggapannya dihaturkan banyak terimah kasih. JAWAB: Yang terhormat Saudara Mohamad Zein, atas pertanyaannya dapat kami sampaikan beberapa hal berikut: Dalam PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan dalam Pemilihan Gubernur, dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Walikota, Pasal 4 ayat (3) dijelaskan “Syarat calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf f, untuk tindak pidana yang mengatur ketentuan pidana penjara minimal dan pidana penjara maksimal, ancaman pidananya didasarkan pada pidana penjara maksimal.” Contoh kasus: 1. Ada seseorang yang hendak maju sebagai kepala daerah pada Pilkada 2015 tetapi pada tahun 2013 pernah diancam hukuman pidana dengan ancaman kurungan 8 tahun penjara, dan oleh majelis hakim dijatuhi hukuman 4 tahun kurungan penjara. 2. Ada seseorang yang hendak maju sebagai kepala daerah pada Pilkada 2015 tetapi pada tahun 2013 pernah diancam hukuman pidana dengan ancaman kurungan 4 tahun 9 bulan penjara, dan oleh majelis hakim dijatuhi hukuman 4 tahun 9 bulan kurungan penjara. Dari dua contoh kasus di atas, yang bisa ikut dalam pemilihan adalah calon dari contoh kasus kedua. Karena yang bersangkutan tidak diancam dengan hukuman 5 tahun ke atas dan dijatuhi hukuman kurang dari 5 tahun. Mengapa calon dari contoh kasus pertama tidak dapat ikut pemilihan? Karena, meskipun yang bersangkutan dijatuhi hukuman 4 tahun, tetapi yang bersangkutan sebelumnya diancam dengan hukuman 8 tahun penjara. Semoga dengan sedikit penjelasan di atas, dapat memberi gambaran bagi saudara. Terima kasih atas pertanyaan saudara, salam.. Mohamad Zein Sether Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 68 Menjadikan hak kebebasan memilih oleh masyarakat/ demokrasi. Memilih pemimpin adalah yang kita anggap mampu membawa rakyatnya menuju sejahtra. Jangan golput. Pesan: Jangan istirahat di tengah jalan dengan hujan yang lebat. Jawab : Terima kasih atas dukungan yang saudara sampaikan, KPU berkomitmen menyelenggarakan pemilu dengan independen, akuntabel, transparan dan berintegritas, dengan dukungan segenap bangsa dan negara tentunya. Kami setuju dengan pernyataan saudara untuk memilih pemimpin yang dapat menyejahterakan rakyat. KPU berharap pemilih dapat jeli memilih calon kepala daerah dengan latar belakang yang baik. Jadi? Jangan berhenti menjadi bagian dari proses demokrasi Indonesia yang lebih baik. Halim Mujtaba Addakhil Secara aturan KPU sudah bagus, tetapi bagaimana dengan penyelenggaranya, seperti anggota KPU yang ditangkap berjudi dengan anggota DPR dan sudah divonis penjara oleh pengadilan? Ini menyangkut kredibilitas KPU jika anggotanya yg sudah terbukti melakukan perbuatan tercelah terus dibiarkan. Jawab : Terima kasih atas apresiasi dan perhatian saudara kepada KPU. Kepada Bapak Djufri, untuk menjaga kemandirian integritas dan kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu maka dibentuklah lembaga untuk mengimbangi dan mengawasi penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), yaitu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tugas DKPP adalah untuk: (1) menerima pengaduan/laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; (2) melakukan penyelidikan, verifikasi, dan pemeriksaan pengaduan/laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; (3) menetapkan Putusan; dan (4) menyampaikan Putusan kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti. Selama 2 tahun sejak dibentuknya (2013-2014) DKPP sudah memberhentikan 207 penyelenggara pemilu yang secara kode etik telah melanggar tugas dan kewenangan penyelenggara pemilu. Bahkan Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik pernah mendapatkan peringatan keras karena berhalanggan hadir saat acara Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilu 2014. Itu secara kode etik, jika secara hukum pidana dan perbuatan yang dilarang dalam peraturan perundang-undangan yang lain tentu KPU akan bersikap lebih tegas. Untuk itu jika masyarakat mengetahui atau mengindikasikan ada aparatur kami yang melanggar hukum, silahkan laporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib. KPU tidak mentolerir setiap penyelenggara pemilu yang secara pribadi dan secara kelembagaan melakukan perbuatan yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. M Djufri Rachim SERBA-SERBI SERBA-SERBI Ayo, Lakukan MCU Sejak Dini Jangan Menunggu Sakitmu Semakin Parah..! SuaraKPU - Medical Chec-Up (MCU) belum menjadi budaya kesehatan di masyarakat Indonesia. Bahkan, tidak sedikit yang meremehkannya. Padahal, MCU atau pemeriksaan medis sangat penting untuk mendeteksi penyakit lebih dini. Tapi sebaliknya, fakta yang terjadi di negara ini, masyarakat baru dating ke puskesmas, rumah sakit atau klinik kesehatan setelah dalam kondisi sakit. Ironisnya, sering pasien datang setelah penyakitnya dalam level stadium akut atau parah sehingga terlambat untuk diobati atau disembuhkan. “MCU itu termasuk dalam konsep Preventif Health Management (PHM) atau pencegahan jauh lebih mudah dan murah dari pada mengobati. Ini yang belum sepenuhnya disadari masyarakat,” kata dr. Rudi Firmansyah, dokter rumah Sakit Harapan Kita, kepada Suara KPU beberapa waktu lalu. Ia mengakui saat ini memang ada peningkatan jumlah pasien yang dating untuk melakukan MCU. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN seperti Singapura dan Malaysia masih jauh. “Ditengah-tengah masyarakat masih muncul stigma takut mengetahui penyakit-penyakit yang ada di dalam tubuh kita. Sehingga kalau melakukan pemeriksaan medis secara psikologis ada rasa ngeri begitu tahu penyakit yang dideritanya tergolong penyakit yang sangat membahayakan kelangsungan hidup manusia. Selain itu banyak juga yang menganggap biaya pemeriksaan itu mahal. Sebenarnya kalau ditelaah lebih jauh lebih mahal mana mengobati penyakit yang belum parah dengan yang sudah terlanjur parah,” ungkap Rudi. Itu sebabnya, sambung dia, kepada para pasien, dokter selalu memberikan edukasi atau pengertian bahwa pencegahan jauh lebih murah dan mudah dari pada menyembuhkan. Mahal diawalnya, tetapi nanti lebih ringan karena nanti tak perlu mengeluarkan biaya untuk mengobati penyakit. Jenis pemeriksaan MCU terdiri dari berbagai kategori. Misalnya, MNC standar pemeriksaannya mencakup fisik, asam urat, jantung, rontgen, kolesterol, dan gula darah. MCU yang lebih mahal ada paket tambahan untuk diperiksa seperti prostat dan cek gejala kanker. Memang, kata Rudi, banyak pertanyaan dari calon pasien apakah ada perbedaan antara pemeriksaan medis untuk manusia muda dengan lanjut usia (lansia). “Sebenarnya tak ada perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan medis untuk manusia muda dengan lanjut usia,” terang Rudi. Namun, pasien muda atau yang baru pertama kali melakukan MCU dianjurkan mengambil paket pemeriksaan standar. Gaya hidup perkotaan, begitu juga makanannya, Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 69 SUARA PAKAR SERBA-SERBI SERBA-SERBI yang serba instan sangat berpotensi menimbulkan penyakit yang berbahaya bagi tubuh. Untuk mereka yang berusia lanjut, lebih baik mengambil paket lengkap. Sebab, lansia rentan terhadap banyak penyakit seperti kelainan darah, infeksi saluran cerna, gangguan fungsi hati dan ginjal, gangguan fungsi tiroid, penyakit kardiovaskuler, demensia (pikun), dan osteoporosis. “Orang muda tak berarti aman dari penyakit berbahaya. Kita sudah sering mendengar ada remaja terkena stroke atau meninggal dunia karena serangan jantung atau penyakit dalam lainnya,” ujar Rudi. Taraf ekonomi yang makin mapan membuat peluang hidup manusia bertambah panjang. Itu sebabnya, populasi lansia di Indonesia makin meningkat. Seharusnya makin mapan kehidupan ekonomi, makin sehat masyarakatnya. Namun, faktanya di Indonesia belum seperti itu,” imbuhnya. Sebab, kebanyakan orang muda yang melakukan MCU secara kolektif biayanya ditanggung sepenuhnya oleh kantor tempatnya bekerja. Bagi mereka yang terdeteksi 1 Inspeksi Melihat keadaan pasien 5 2 berpotensi menderita penyakit parah Prosedur Standar akan dirujuk ke rumah sakit untuk Pemeriksaan Medis pemeriksaan lebih lanjut. Untuk waktu 1. Konsultasi antara klien (pasien) dan pemeriksaan medis, idealnya dilakukan dokter. rutin setiap enam bulan hingga satu 2. Pemeriksaan fisik sederhana tahun sekali. “Sebab , direntang waktu diantaranya mencakup : Pengukuran itu beberapa kelainan dan penyakit tekanan darah, denyut nadi, suhu berpotensi muncul,” ujarnya. tubuh, pernapasan, keadaan kulit Di samping itu, pemeriksaan MCU dan gigi, kesehatan mata, kesehatan juga dapat mengukur kondisi jantung hidung, telinga, tenggorokan, pasien. Itu bias dilakukan dengan keadaan jantung dan paru, keadaan beberapa metode. “Tentu biayanya perut (menilai ada atau tidaknya berbeda tergantung dari tingkat akurasi pembesaran hati, limpa, dan ginjal), yang dihasilkan. Bisa menggunakan gangguan ambeien, hernia. treadmill yang paling murah, tetapi 3. Pemeriksaan di laboratorium yang dengan tingkat akurasi hanya 50 memeriksa sampel darah dan urine persen. Dengan Computerized untuk mengetahui beberapa kondisi Tomography (CT) scan, akurasi dari : darah (kadar hemoglobin, pemeriksaannya mencapai 80 persen leukosit), faal (fungsi hati) : GOT, GPT, dan biayanya pun lebih mahal dari protein tubuh. Keadaan lemak tubuh treadmill. Yang termahal adalah metode (kolesterol total, kolesterol LDL dan kateterisasi karena tingkat akurasi HDL, trigliserid). Faal ginjal (ureum pemeriksaan mencapai 100 persen,” dan keratinin). Kadar gula darah ucapnya lagi. (puasa dan dua jam setelah makan). Infeksi virus hepatitis dalam tubuh dan kekebalan yang dimiliki, indikasi tumor. 4. Kesimpulan dalam bentuk rekam Proses Pemerikasaan medis. Palpasi Meraba bagian tubuh pasien 3 Perkusi Mengetuk tubuh pasien. 4 Auskultasi Mendengar suara dalam tubuh pasien Menggunakan alat bantu untuk pemeriksaan saraf (palu reflek, kapas, air dingin, jarum untuk mendeteksi kelainan pada saraf otak) Periode Usia Pemeriksaan Medis : Usia 1-18 Tahun : Untuk mengetahui kelainan atau penyakit secara dini agar dapat segera diatasi dengan cepat, serta memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung dengan baik Usia 18-30 Tahun : Untuk menjaga kelangsungan dan kualitas hidup karena adanya perubahan gaya hidup orang muda, khususnya di perkotaan yang serba instan, kurang gerak, penuh persaingan, stress dan super sibuk menyebabkan banyak kasus serangan sakit mendadak pada usia muda. Usia di Atas 30 Tahun : Untuk mengetahui kualitas kesehatan secara umum, mendeteksi gangguan kesehatan sedini mungkin, dan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk tindakan lanjutan, serta mengetahui resiko terjadinya gangguan kesehatan pada kemudian hari. Usia di Atas 55 Tahun : Untuk mendeteksi penyakit degenerative (penyakit yang menyertai proses penuaan), gangguan atau penyakit yang sering dialami pada usia lanjut seperti kelainan atau penyakit darah, gangguan atau infeksi saluran cerna, gangguan fungsi hati dan ginjal, gangguan fungsi tiroid, penyakit kardiovaskuler, demensia (pikun), dan osteoporosis. (Berbagai sumber) Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 70 SUARA SELEBRITY Anindya Kusuma Putri : Media Sosial, Sarana Ampuh dalam Berkampanye SuaraKPU - Pada 9 Desember mendatang, pemilihan kepala daerah (pilkada) bakal digelar serentak. Peranan pemilih pemula akan cukup menentukan hasil pilkada tersebut. Namun, banyak generasi muda yang enggan dan bingung dalam memberikan suaranya dalam pilkada. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman dan pengalaman dalam berpolitik. Hal yang sama juga pernah dirasakan Anindya Kusuma Putri. Gadis kelahiran Semarang 23 tahun silam yang menjadi Putri Indonesia 2015 tersebut juga bingung ketika memberikan hak suaranya pada pemilihan legislatif dan presiden yang lalu. "Jujur, waktu itu bingung, karena begitu banyaknya kandidat yang kurang saya kenal, tapi saya harus bisa kasih kepercayaan kepada salah satu dari mereka untuk memimpin," ujar Anindya menceritakan pengalamannya ikut mencoblos pada Pemilu Gubernur Jawa Tengah pada 26 mei 2013 silam. Menurut Anindya, sebagai generasi muda, mencari tahu rekam jejak calon-calon pemimpin daerah merupakan sebuah keharusan. Tapi, calon kepala daerah, juga harus mampu menawarkan program-program yang konkrit, menyesuaikan karakteristik dan kebutuhan masyarakat di tiap-tiap daerah. Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai sumber termasuk media sosial. Pemanfaatan media baru penting untuk merangkul dukungan masyarakat lebih luas, utamanya dari kalangan pemilih muda. "Bentuk promosi calon pemimpin rakyat tidak harus berupa spanduk atau baliho. Hal itu justru hanya akan merusak pemandangan dan kebersihan kota. Dengan menggunakan media sosial, justru lebih efektif dan efisien. Promosi bisa diakses dalam waktu cepat dengan biaya terjangkau," terang dia. Anindya berharap pelaksanaan pemilu kepala daerah serentak untuk pertama kalinya itu dapat berjalan dengan lancar, jujur dan adil. “Proses penyelenggaraan pemilu selama ini sudah berjalan baik dan tertib, semoga pada pilkada nanti KPU dapat meningkatkannya, termasuk upaya sosialisasi dan edukasi tata cara memilih di setiap daerah, untuk Indonesia yang lebih baik, semoga ya,” harap Anindya. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 72 SUARA SELEBRITY Cinta Laura : m a i d Diam u a t n Ma SuaraKPU - Pesinetron cantik Cinta Laura memberikan apresiasi tertinggi untuk pimpinan dan jajaran KPU yang telah berhasil menjalankan proses demokrasi pemilihan legislatif dan presiden beberapa waktu lalu. Pertarungan sengit antara partai dan kandidat calon presiden ternyata diam-diam juga menjadi titik perhatian Cinta Laura. Meski sedang merampungkan studinya di Columbia University, Amerika Serikat, gadis tinggi semampai itu juga aktif memantau dan mengikuti perkembangan politik yang terjadi di tanah air. “Aku rajin browsing di internet. Termasuk politik dan persiapan pemilihan legislatif juga sempat aku baca. Biar gak dibilang kuper,” kata Cita Laura tertawa lepas. Cinta mengaku sempat menyesal gak bias merasakan suasana pemilihan legislatif di Indonesia. “Pengen banget ngerasain tapi kan waktu itu aku lagi kuliah. Mamah bilang pentingin pendidikan dulu. Nanti kalau sudah selesai kan bisa ikut di pemilihan presiden,” bebernya. Ternyata, apa yang diinginkan Laura tercapai juga. Dalam pelilihan presdien 2014 lalu, Cinta Laura menggunakan hak pilihnya di TPS 04, Kramat Jati, Jakarta Timur. Ia sempat meceritakan pengalamannya yang tak akan bisa ia lupakan. “Waktu itu pas mau ke TPS aku mau nangis. Takut yang aku pilih nanti kalah. Tapi aku gak mau berpikir negatif dulu. Kan sebelumnya aku banyak browsing di internet, aku liat programnya. Yang mampu membuat rakyat Indonesia bisa lebih cepat sejahtera dari sebelumnya maka itulah yang kupilih,” pungkas Laura sembari merahasiakan Capres pilihannya itu. Begitu pulang dari Amerika, Cinta Laura memang langsung mengasah wawasannya untuk menemukan Calon presiden (Capres) pilihan hatinya. “Dari situ, akhirnya aku tahu, mana yang seharusnya dipiih,” tambahnya lagi. * Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 73 SUARA PUSTAKA Sistem Politik Indonesia Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan Pembangunan Perubahan sistem politik di suatu negara adalah hal yang wajar, begitupun yang terjadi di Indonesia. Arbi Sanit menggambarkan perkembangan politik di Indonesia kedalam 5 (lima) Bab dimulai dari bab pertama Arbi menggambarkan makna kestabilan politik, dimana arbi menyederhanakan bahwa kestabilan politik dalam jangka pendek (1-2 masa periode pemilihan umum) bergantung pada kewibawaan pemerintah, kemampuan berkompromi dan kemampuan memimpin birokrasi. Judul Buku : Sistem Politik Indonesia Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan Pembangunan Penulis : Arbi Sanit Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Tebal : 113 halaman Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 74 Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyepakati bahwasanya hanya ada 3 fraksi yakni Persatuan Pembangunan, Demokrasi Pembangunan dan Karya Pembangunan. Arbi, juga memaparkan tentang peran serta Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang setelah reformasi berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam perpolitikan Indonesia, seperti dihadapkan pada waktu Soekarno dan PKI mengalami krisis di dalam mempertahankan dan memperluas kekuasaan Ia juga menggambarkan politiknya, ABRI muncul bagaimana organisasi sebagai satu-satunya kekuatan organisasi pergerakan politik utama. Ia juga kemerdekaan berubah menambahkan selain ABRI, menjadi partai politik di tahun Mahasiswa sebagai kalangan 1955, hingga di tahun 1961 elite kaum terpelajar ikut melalui keputusan Presiden berperan aktif dalam Nomor 128, 129 dan 440 berpolitik karena didorong jumlah partai politik dikurangi oleh idealism mereka. dari 28 partai yang mengikuti pemilihan pada tahun 1955 Di bab kelima Arbi dikurangi menjadi 14 partai menjelaskan kehidupan politik dan menjelang pemilihan dan ekonomi di negara umum 1971 berkurang lagi berkembang, khususnya di menjadi 9 partai. Dari hasil Indonesia, bahwasanya pemilihan umum 1971, kehidupan politik dan Dewan Perwakilan Rakyat ekonomi berkaitan satu (DPR) dan Majelis dengan yang lainnya. (AJENG) SUARA PAKAR SUARA PAKAR Anggota KPURI 2007-2012, Dra. Endang Sulastri., M. Si : Pilkada Serentak, Efisiensi Demokrasi Mantan Komisioner KPU, Endang Sulastri SuaraKPU - Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, pemilihan umum anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) pada tahun 2019, akan dilakukan secara serentak. Timbul pertanyaan, apakah skema pemilihan calon anggota lembaga perwakilan rakyat nantinya akan tetap seperti sekarang, yaitu mencakup calon anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten dan Kota? Kalau demikian, mengapa para kepala daerah, yaitu Gubernur, Bupati, dan Walikota tidak sekaligus dipilih saja secara bersamaan juga dengan pemilihan umum nasional tersebut? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sebagai salah satu pilihan, mungkin saja dikembangkan pandangan bahwa pemilihan umum itu benar-benar dilakukan serentak untuk semua pejabat yang hendak dipilih secara langsung agar agenda pemilihan umum benar-benar dapat diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Dengan demikian, mulai dari Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota serta Anggota DPR, DPD, dan DPRD seluruh Indonesia dipilih secara serentak melalui satu waktu pemilihan umum nasional. Jika pemilihan nasional yang bersifat total itu dipandang tidak realistis, maka tersedia pilihan kedua, yaitu dapat diusulkan dilakukannya pemilihan yang bertingkat. Pemilihan umum dilakukan dalam tiga tingkatan yang masing-masing dimaksudkan untuk memilih pejabat eksekutif dan legislatif setempat, yaitu (i) pemilihan umum pusat untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, Anggota DPR, dan anggota DPD; (ii) pemilihan umum provinsi untuk memilih Gubernur dan anggota DPRD Provinsi; dan (iii) pemilihan umum kabupaten/kota untuk memilih Bupati dan anggota DPRD Kabupaten serta Walikota dan anggota DPRD Kota, yang dilakukan serentak di tingkat pemerintahan masing-masing sesuai dengan jadwal kenegaraan yang ditetapkan. Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 75 SUARA PAKAR SUARA SUARA PAKAR PAKAR SUARA PAKAR Dengan mekanisme pemilihan pimpinan eksekutif dan anggota lembaga legislatif secara serentak ini, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dalam memperkuat sistem pemerintahan. Beberapa di antara manfaat strategisnya adalah (i) sistem pemerintah diperkuat melalui 'political separation' (decoupled) antara fungsi eksekutif dan legislatif yang memang sudah seharusnya saling imbang mengimbangi. Para pejabat di kedua cabang kekuasaan ini dibentuk secara sendiri-sendiri dalam waktu yang bersamaan, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan ataupun potensi sandera menyandera yang menyuburkan politik transaksional; (ii) Salah satu kelemahan sistem 'decoupling' ini potensi terjadinya gejala 'divided government' atau 'splitgovernment' sebagai akibat kepala pemerintahan tidak menguasai dukungan suara mayoritas di parlemen. Namun hal ini haruslah diterima sebagai kenyataan yang tentunya harus diimbangi dengan penerapan prinsip tidak dapat saling menjatuhkan antara parlemen dan pemerintah; (iii) Sistem 'impeachment' hanya dapat diterapkan dengan persyaratan ketat, yaitu adanya alasan tindak pidana, bukan alasan politik; (iv) untuk menjaga iklim dan dinamika “public policy debate” di parlemen. Harus dimungkinkan anggota partai politik berbeda pendapat dengan partainya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, dan kebijakan “party recall' harus ditiadakan dan diganti dengan kebijakan “constituent recall”. Dengan cara demikian, maka keputusan untuk diterapkannya sistem pemilu serentak mulai tahun 2019 dapat dijadikan momentum untuk penguatan sistem pemerintahan. Ini harus dijadikan agenda utama pasca terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2014, sehingga periode 2014-2019 benar dimanfaatkan untuk konsolidasi demokrasi yang lebih produktif dan efisien serta penguatan sistem pemerintahan presidentil. Penguatan Kelembagaan Partai Politik Periode 2014-2019 juga perlu Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 76 “Agar partai politik secara moral absah untuk hidup dalam sistem demokrasi dalam tataran bernegara, maka iklim dan sistem demokrasi internal partai politik juga harus ditumbuhkan dengan paksaan undang-undang.” dimanfaatkan untuk memperkuat pelembagaan partai politik dalam jangka panjang. Dengan kemajemukan yang bersifat 'segmented' dan bahkan 'fragmented' (segmented and fragmaneted pluralism), apapun kebijakan 'treshold' yang diterapkan untuk maksud penyerdehanaan jumlah partai politik secara alamiah, dalam jangka panjang jumlah partai politik di Indonesia tidak akan pernah berhasil diciutkan menjadi 2 partai politik dominan seperti di Amerika Serikat. Karena itu, kita harus siap untuk menerima kenyataan hidup dengan jumlah partai politik yang banyak dan tidak ada yang dominan seperti yang tercermin dalam hasil pemilu legislatif 2014 sekarang. Paradigma berpikir kita jangan lagi mempermasalahan soal kuantitas jumlah partai politik. Yang harus dipikirkan justru persoalan kualitas partai politik, meskipun jumlahnya banyak. Karena itu, pelembagaan dan penguatan kelembagaan partai politik harus dijadikan tujuan utama, meskipun – sekali lagi – dengan tidak berasumsi bahwa soal kuantitas itu merupakan masalah. Di atas sudah saya usulkan, pertama, pada tingkat puncaknya, struktur DPRnya yang kita sederhana menjadi terdiri atas 2 barisan partai pemerintah dan partai non-pemerintah. Kedua, agar partai politik secara moral absah untuk hidup dalam sistem demokrasi dalam tataran bernegara, maka iklim dan sistem demokrasi internal partai politik juga harus ditumbuhkan dengan paksaan undang-undang. Harus ada pengaturan mengenai pembatasan terhadap orang yang mempunyai pertalian darah untuk duduk dalam kepengurusan pada periode yang sama dan di tingkatan kepengurusan yang sama. Orang yang mempunyai pertalian darah dengan Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, Bupati, atau Walikota juga sebaiknya dibatasi atau dilarang untuk mencalonkan diri atau diusulkan menjadi calon Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, Bupati, atau Walikota periode berikutnya, sehingga tidak terjadi peralihan jabatan dari antara orang yang bertalian darah. Demikian pula orang yang mempunyai hubungan darah itu sudah semestinya dibatasi tidak boleh mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan pemerintahan daerah selama kerabatnya masih menduduki jabatan pada tingkat atasan. Misalnya, kerabat Gubernur tidak diperbolehkan menjadi calon Bupati atau Walikota selama Gubernur masih menduduki jabatannya. Anak Presiden tidak boleh menjadi calon Gubernur selama Presiden masih menduduki jabatannya. Untuk menjamin kaderisasi dan pembinaan kader untuk regenerasi kepemimpinan partai politik, sebaiknya ada pengaturan mengenai persyaratan menjadi pengurus pada tingkat atas pengalaman minimal 5 tahun sebagai pengurus pada tingkat bawahan. Jika struktur kepengurusan partai politik terdiri atas 4 tingkat, maka seorang calon Ketua Umum dipersyaratkan minimal sudah 20 tahun menjadi pengurus partai politik yang bersangkutan. Dengan demikian pembinaan partai politik dalam jangka panjang akan tumbuh dan berkembang secara sehat, terhindar dari 'kutuloncat' yang menumbuhsuburkan budaya politik transaksional dan pragmatis. SUARA PUSTAKA SUARA PUBLIK Kesiapan Parpol Menempatkan Calon Pimpinan di Pilkada 2015 Semoga pemilukada serentak ini dapat melahirkan pemimpin pemimpin yang adil dan bijaksana yang merupakan tonggak awal kemajuan bangsa Indonesia. SuaraKPU - Pemilukada seyogyanya akan dilaksanakan serentak bertahap mulai bulan Desember 2015, praktis baik dari calon pemimpin, pemerintah kabupaten/kota, partai politik, dan masyarakat maupun juga penyelenggara KPU baik tingkat Nasional sampai dengan Kabupaten/Kota harus segera membuat batasan peraturan dan aturan main yang tegas dan jelas agar Pemilukada serentak yang pertama ini akan berjalan sukses. pimpinan yang menjadi pilihan masyarakat, masyarakat yang cerdas saat ini sudah bisa menilai kinerja para wakil dan para calon pemimpinnya. Yang tak kalah penting adalah menekan biaya dan juga menghemat waktu yang pada akhirnya para calon pemimpin yang terpilih bisa langsung tune in dengan jalannya roda pemerintahan saat ini. Semoga pemilukada serentak ini dapat melahirkan pemimpin pemimpin yang adil dan bijaksana yang merupakan tonggak awal kemajuan bangsa Indonesia. David Arvan Moies Pengusaha Muda Dari sisi pemerintah mungkin hal ini bisa dianggap sebagai efisiensi anggaran mengingat anggaran yang digunakan tidak saja bersumber dari APBD tapi juga melalui bantuan APBN. Seperti diketahui setiap pemilukada di Indonesiaa selalu rawan dengan masalah keamanan dan juga money politics serta kesiapan dari berbagai pihak dan juga dari partai politik yang akan memasang jagoannya sebagai pemimpin dalam waktu yang relatif singkat. Namun saya sebagai masyarakat berpandangan dengan pemilukada serentak ada bebrapa kelebihan yang akan diperoleh, diantaranya kesiapan partai politik untuk menempatkan calon Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 77 SUARA REFLEKSI Polemik Defenisi Konflik Kepentingan dengan Petahana Sejak KPU melaksanakan pemilihan langsung, terdapat beberapa perubahan ketentuan. Salah satunya, terkait aturan persyaratan calon dan persyaratan pencalonannya. Kini, saat memasuki tahapan pencalonan dalam Pilkada serentak 2015, masalah definisi petahana atau yang selama ini dikenal dengan istilah incumbent menjadi salah satu isu hangat di masyarakat. Tidak hanya itu, istilah petahana juga dimaknai berbeda di lembaga negara seperti KPU dan DPR. Hal itu berdampak pada pemaknaan berbeda mengenai hubungan konflik kepentingan antara calon dengan petahana. Berdasarkan pilkada-pilkada sebelumnya, hal tersebut tidak menjadi persoalan. Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, tidak dibahas istilah tentang adanya calon yang memiliki hubungan konflik dengan petahana. Pada pemilu sebelumnya, istilah petahana memang sudah dikenal, tetapi incumbent didefiniskan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah yang sedang menjabat dan akan mencalonkan diri kembali untuk periode berikutnya. Sebelumnya, tidak ada batasan berapa kali seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah menjabat. Namun,dalam UU Pilkada, jumlah periodesasi jabatan kepala daerah dibatasi hanya dua kali periode. Satu kali periode secara normal adalah lima tahun. Namun dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK), meski belum sampai lima tahun, misalnya dua setengah tahun sejak dia dilantik sampai akhir jabatan, hal itu dianggap sebagai satu periode. Batasan ini sampai sekarang masih berjalan. Selain itu, dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada terdapat istilah persyaratan baru bahwa seorang calon itu tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Ada dua hal yang perlu dibedakan, yakni definisi petahana dan Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 78 Sigit Joyowardono Kepala Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat definisi konflik kepentingan dengan petahana. Dalam UU Nomor 8 Tahun 2015, petahana didefinisikan sebagai seorang kepala daerah yang sedang menjabat dan bisa mencalonkan diri sepanjang tidak melebihi dua kali periodeisasi. Sementara itu,yang dimaksud dengan konflik kepentingan dengan petahana adalah calon tidak boleh memiliki hubungan darah, garis keturunan atau hubungan perkawinan dengan petahana. Baik satu tingkat ke atas, ke bawah maupun satu tingkat menyamping. Misalnya, adik, kakak, ayah dan ibu dari petahana. Dalam hal ini, seorang calon yang dalam kategori menantu, ipar, atau paman juga tidak boleh mencalonkan diri dalam pilkada. Semangat dari aturan tersebut ialah supaya proses demokrasi pilkada tidak hanya diikuti oleh orang-orang yang mempunyai kedekatan dan kekerabatan saja. Namun masih kerancuan tentang petahana dari penjelasan UU Nomor 8 Tahun 2015 tersebut. Misalnya seorang calon ketika melihat petahana itu seorang paman, maka dia tidak boleh mencalonkan diri. Sementara, karena dipahami dalam UU itu tidak ada istilah keponakan, maka boleh mencalonkan diri. Menanggapi pertanyaan-pertanyaan KPU Daerah tersebut, KPU RI menerbitkan Surat Edaran Nomor 302 Tahun 2015 tentang Penjelasan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015. Surat Edaran ini menerangkan bahwa petahana adalah kepala daerah yang jabatannya berakhir sebelum masa pendaftaran, atau mengundurkan diri sebelum masa pendafaran, atau berhalangan tetap sebelum masa jabatan berakhir dan terjadi sebelum masa pendaftaran. Berkaitan dengan ini, muncul perbedaan cara pandang antara KPU dengan DPR. Terlebih atas munculnya kecenderungan dari beberapa kepala daerah yang mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir dan dilakukan sebelum masa pendaftaran calon dengan tujuannya memuluskan kerabatnya maju dalam Pilkada. DPR juga menyatakan, penjelasan petahana itu tidak boleh hanya dikemas dalam surat edaran. Tidak hanya itu, perbedaan cara pandang antara KPU dan DPR juga terjadi pada istilah petahana. Salah satu contoh, DPR berpandangan kepala daerah yang mengundurkan diri atau AMJ-nya di bulan Juli tapi sebelum pendaftaran calon yakni tanggal 26 Juli 2015 tetap disebut petahana. Termasuk juga orang yang meninggal tetapi AMJ-nya masih panjang, dan meninggal sebelum masa pendaftaran calon, masih dianggap petahana. DPR menilai KPU terlalu jauh menjabarkan istilah petahana dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor 302. Pada dasarnya, KPU tidak ingin proses demokrasi pilkada ini banyak melibatkan orang-orang yang mempunyai konflik kepentingan. Namun, KPU tidak boleh melihat dari aspek politik di lapangan. KPU harus menggunakan hukum dan aturanbahwa petahana adalah orang yang sedang menjabat. Harus dipahami, KPU menyelenggarakan fungsi tugasnya berdiri di atas aturan. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1436 H minal aidin walfaidin mohon maaf lahir batin