Pilkada Bersih Tanpa Politik Uang

advertisement
Polemik Defenisi
Konflik Kepentingan
dengan Petahana
KPU Republik Indonesia
Cegah Mahar Politik,
Buka Ruang untuk
Kandidat Berkualitas
Edisi III | Mei - Juni 2015
K
O
M
I
S
I
P
E
M
I
L
I
H
A
N
U
M
U
www.kpu.go.id
@KPURI2015
M E N JAG A H A K R A K YAT B E RS UA R A DA L A M P E M I LU
Pilkada Bersih
Tanpa Politik Uang
M
INGAT ! Rabu 9 Desember 2015
Dukung & Sukseskan PILKADA SERENTAK 2015
Marhaban
ya...
Ramadhan
DAFTAR ISI
10
Cegah Mahar Politik,
Buka Ruang untuk
Kandidat Berkualitas
5
SUARA UTAMA
Pilkada Bersih
Tanpa Politik Uang
UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur,
Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota
membuat aturan tegas. Tidak boleh ada transaksi
rupiah dari calon kepala daerah kepada partai politik.
Sudah bukan rahasia umum, pilkada yang
digelar selama satu dekade makin pragmatis
dan transaksional.
32
Agar Kehormatan
Pemilu Tetap Terjaga
Hidup Jimly Asshiddiqie tak pernah lepas dari urusan
hukum. Seluruh hidupnya didedikasikan untuk
mengawal konstitusi di Indonesia.
63
Jendela Politik Jambi
Sarana Membangun
Demokrasi
75
Pilkada Serentak,
Efisiensi Demokrasi
29
KPU Gelar Bimtek
Aplikasi Pencalonan Pilkada
SUARA REDAKSI
Ancaman 'Mahar Politik'
dalam Pilkada 2015
Tahapan persiapan Pilkada yang akan digelar serentak 9
Desember 2015, mulai dari perencanaan program dan anggaran,
penyusunan peraturan penyelenggaraan pemilihan,
pembentukan PPK, PPS dan KPPS, Pengolahan DP4 hingga
pemutakhiran data dan daftar pemilih telah dirampungkan. Kini
selanjutnya tahapan pelaksanaan sedang berjalan.
Salah satu tahapan yang cukup membuat suhu perpolitikan di
Indonesia meningkat dalam arena Pilkada serentak 2015 ialah
pencalonan. Hal itu terkait dengan fenomena dan isu yang
mengungkap masih adanya partai yang mensyaratkan 'mahar
politik' kepada seorang calon yang meminta dukungan untuk
maju sebagai kandidat dalam Pilkada 2015.
Istilah 'mahar politik' dalam dunia kepemiluan sering mengacu
pada praktik pembebanan kewajiban oleh partai
politik/gabungan partai politk kepada seorang bakal calon untuk
mengeluarkan sejumlah biaya, sebagai syarat untuk
memperoleh dukungan atau syarat untuk dapat maju dalam
pemilihan. Istilah lain yang juga sering disamakan 'mahar politik'
di antaranya uang perahu, uang gotong royong, uang survei dan
sebagainya.
Sebagaimana diketahui dalam syarat pencalonan Pilkada 2015,
partai politik/gabungan partai politik untuk dapat mengusung
calon ialah memperoleh 20% kursi atau 25% suara dari jumlah
kursi di DPRD bersangkutan. Sementara itu, bakal calon harus
melampirkan persetujuan dari DPP masing-masing partai yang
mengusungnya. Pada titik itulah transaksi politik antara bakal
calon dengan partai politik/gabungan partai politik rawan
terjadi.
Mengantisipasi hal itu Undang-Undang (UU) Nomor Nomor 8
Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015
tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil
Walikota mengamanatkan dengan tegas bahwa tidak boleh ada
K
O
M
I
S
I
P
E
M
I
L
I
H
A
N
U
M
U
transaksi uang dari calon kepala daerah kepada partai politik.
Partai politik bakal dikenai sanksi berat jika menerima imbalan
atau mahar dari calon yang akan diusung. Jika terbukti, parpol
tersebut akan diganjar sanksi larangan mengajukan calon pada
periode berikutnya di daerah yang sama. Selain itu, parpol juga
dapat dikenakan denda sepuluh kali lipat dari imbalan yang
diterima, setelah melalui proses putusan pengadilan yang
memperoleh kekuatan hukum tetap. Di samping itu, selain
didiskualifikasi, bakal calon juga dapat diproses secara hukum
dan dijatuhi kurungan penjara jika terbukti menyerahkan uang
Namun, meski aturan larangan mengenai 'mahar politik' sudah
jelas, pemberian imbalan ke partai politik masih cukup rawan
terutama saat partai politik membangun koalisi. Dalam hal ini,
koordinasi antara KPU dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
sangat diperlukan. Peran Bawaslu sangat penting dalam
mengawasi praktik-praktik yang melanggar hukum tersebut.
Di sisi lain, partai politik atau gabungan partai politik juga
dituntut kesadarannya, agar dalam Pilkada 2015 tidak mengejar
kemenangan semata dengan menghalalkan segala cara. Tak
semestinya pula upaya memperoleh pemimpin daerah yang baik
dan berkualitas harus dinodai dengan praktik kotor 'mahar
politik'.
Terlebih saat ini, Indonesia tengah giat menggalakkan
pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Jika praktik
'mahar politik' ini masih terjadi, sulit kiranya upaya
pemberantasan KKN itu dapat terwujud. Karena 'mahar politik'
atau biaya besar yang dikeluarkan oleh seorang calon pada saat
pemilihan dapat memicu munculnya praktik KKN di kemudian
hari saat ia telah terpilih nanti. Mahar politik yang dibayarkan
oleh seorang bakal calon juga menyiratkan sebuah sifat
'kemaruk' atau serakah seseorang terhadap hasrat kekuasaan
ketimbang berpolitik untuk pengabdian.
M
PENGARAH: Husni Kamil Manik, Sigit Pamungkas, Ida Budhiati, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar
Nafis Gumay, Juri Ardiantoro | PENANGGUNG JAWAB : Arif Rahman Hakim | PEMIMPIN REDAKSI : Robby Leo
Agust | WAKIL PIMRED : Wawan K. Setiawan | REDAKTUR PELAKSANA : Sahruni HR | LITBANG: Arif Priyo Santoso |
REDAKTUR : Trio Jenifran, Didi Suhardi | REPORTER : Mohammad Ismail, MS Wibowo, Rizky Adi Pamungkas |
FOTOGRAFER : Dodi Husain | LAYOUT : Chomar | DESIGN GRAFIS : Satrio Mahadi | DISTRIBUTOR : KPU | ALAMAT
REDAKSI : Biro Teknis dan Hupmas Komisi Pemilihan Umum Jalan Imam Bonjol Nomer 29 Jakarta Pusat, Telpon :
021-31937223 | Website : www.kpu.go.id, Twitter : @KPURI2015 | Facebook : KPU Republik Indonesia.
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 4
SUARA UTAMA
Pilkada Bersih
Tanpa Politik Uang
UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati,
Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota membuat aturan tegas. Tidak boleh
ada transaksi rupiah dari calon kepala daerah kepada partai politik
Ketua KPU Husni Kamil Manik bersama anggota KPU-RI
Mahar politik merupakan ancaman serius
terhadap demokrasi. Politik transaksional
pada tahap pencalonan merupakan
“penyakit kronis” yang mesti disingkirkan
dalam pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Sebab dana mahar
ditenggarai menjadi salah satu faktor yang
menyuburkan korupsi kepala daerah dan
wakil kepala daerah.
Dana mahar sering kali disebut uang
“sewa perahu” yang harus dibayarkan
pasangan calon kepada sejumlah partai
politik yang bakal mengusung mereka
dalam pilkada. Untuk menghapuskan itu
semua, regulasi pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah serentak tahun
2015 melarang keras adanya mahar politik
dalam pencalonan. Partai politik dan bakal
calon kepala daerah dan wakil kepala yang
terbukti menerima dan memberi biaya
sewa perahu akan dikenai sanksi yang
cukup berat.
Upaya pemerintah menutup celah politik
uang dalam pencalonan telah dimulai
sejak periode ke-2 pelaksanaan pilkada
langsung. Hal ini sejalan dengan revisi
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU
5
SUARA UTAMA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008.
Salah satu poin penting revisi undang
undang tersebut adalah mengakomodir
calon perseorangan dalam pencalonan
pilkada sesuai putusan MK Nomor
5/PUU/V/2007 yang menegaskan bahwa
pasal 56 ayat 2 Undang Undang Nomor 32
Tahun 2004 bertentangan dengan UUD
1945 karena menutup hak konstitusional
calon perseorangan.
Tuntutan rakyat agar jalur perseorangan
dalam pencalonan pilkada dibuka karena
mereka tidak puas dengan ruang
demokrasi yang diberikan oleh Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004. Partai
politik dirasa sangat dominan dalam
proses rekrutmen kandidat kepala daerah
melibatkan elit dengan kandidat dalam
penentuan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah.
Pada era pilkada serentak yang dimulai
tahun ini, para kandidat yang berniat maju
sebagai kontestan pilkada mempunyai dua
pilihan untuk merealisasikan
keinginannya. Pertama dengan melalui
partai politik (parpol) dan yang kedua
melalui jalur perseorangan. Bagi kandidat
yang bukan berasal dari kader parpol,
mungkin berasumsi pilihan kedua lebih
realistis dan mempunyai peluang.
Namun, sejak jalur perseorangan
diberlakukan, kurang dari 5 persen
kandidat yang menggunakannya.
Ketua Perludem Didik Supriyanto (kanan) bersama
Politisi Partai Demokrat Saan Mustopa (kiri)
dan wakil kepala daerah. Figur-figur yang
dinilai potensial untuk memimpin daerah
harus rela menjadi penonton karena
mekanisme pencalonan kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang dibenarkan
undang undang hanya lewat jalur partai
politik.
Sementara amanat UU Nomor 32 Tahun
2004 agar parpol dalam menjaring
kandidat kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara demokratis dan transparan
tak kunjung direspons. Justru elit-elit
parpol menjadikan “hak istimewa” parpol
dalam mengusung kandidat sebagai alat
untuk bernegosiasi. Ujung-ujungnya
terjadi politik transaksional yang
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU
6
Persentase tersebut diyakini akan semakin
berkurang dengan makin tingginya syarat
dukungan yang berkisar 6-10 persen
sesuai dengan jumlah penduduk. Belum
lagi kerumitan administrasi dan rawan
terkena diskualifikasi, hal itu tentu akan
membuat jalur perseorangan akan
bertambah sepi peminat.
Dengan kondisi tersebut, praktis jalur
parpol merupakan jalan yang paling
realistis ditempuh. Namun, jalur ini juga
tidaklah mudah, meski kandidat tersebut
seorang kader. Ada kerumitan yang harus
dihadapi, salah satunya lantaran sedikit
sekali parpol yang bisa mengusung sendiri
pasangan calon akibat syarat minimal kursi
adalah 20 persen dari jumlah kursi DPRD
atau 25 persen dari perolehan suara sah
pada pemilu DPRD. Aturan main ini
memaksa parpol mencalonkan para
“jagoan”nya dengan strategi koalisi.
Dengan banyaknya peminat dan
terbatasnya kendaraan politik, tentu posisi
tawar parpol menjadi sangat dominan.
Para kandidat akan berlomba merebut
hati para pengurus parpol, sehingga
membuka peluang terjadi transaksi uang,
atau lebih dikenal dengan istilah “uang
mahar”. Jumlahnya relatif berbeda di
setiap daerah. Biasanya tergantung jumlah
kursi yang dimiliki parpol tersebut.
Dana mahar merupakan istilah lain dari
uang “sewa perahu” calon kepala daerah
kepada partai politik atau gabungan partai
agar diusung menjadi calon. Dalam
perhelatan pilkada terdahulu, praktik
mahar lazim dilakukan oleh seseorang
atau lembaga tertentu untuk memuluskan
proses pencalonan sang kandidat.
Didik Supriyanto, dari Perkumpulan untuk
Pemilu dan Demokrasi, menegaskan
bahwa praktik mahar merupakan penyakit
lama yang bersumber pada distribusi
ekonomi material. “Politik dana mahar
bermula dari kemampuan kapital elite
lama untuk membeli politik, misalnya
dalam membeli kursi calon. Bahkan elite
lama mampu memenuhi kebutuhan
partai, di situ terjadi mahar,” katanya saat
diwawancara Suara KPU (19/6).
Bagi Didik, membaca rumitnya persoalan
dana mahar, tidak bisa dilepaskan dari
kebutuhan partai terhadap modal dan
pemilik modal. Untuk memenangkan
pilkada nanti, partai politik bergantung
pada ongkos politik yang besar.
Masalahnya, tidak semua orang punya
modal yang banyak, hanya petahana dan
pengusaha yang memiliki keberlimpahan
kapital. Karena itu, di daerah, hubungan
partai politik, petahana dan pengusaha
terbilang kuat.
Lantaran kuatnya jalinan hubungan ketiga
stakeholders tersebut, membuat praktik
dana mahar pada tahapan pencalonan
sulit diputus. Di samping siklusnya
berkelindan demikian kuat, para aktornya
SUARA UTAMA
Ayat (4): Setiap orang atau lembaga
dilarang memberi imbalan kepada Partai
Politik atau gabungan Partai Politik dalam
bentuk apapun dalam proses pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota.
Ketua KPU RI Husni Kamil Manik
pun terlampau susah untuk diungkap.
Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
diharapkan bekerja keras agar proses
tahapan pencalonan terbebas dari politik
uang. Apalagi Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015 tentang Pilkada yang baru saja
disahkan, diharapkan mampu menggerus
praktik dana mahar tersebut dalam
Pilkada 2015. Sebab, pilkada pada
prinsipnya memberikan peluang yang
sama dengan tingkat kompetisi yang sehat
bagi siapapun untuk mencalonkan diri.
Selain itu, prosesnya juga bersih dari
politik uang.
Dana Mahar Bisa Batalkan Pencalonan
UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015
tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota,
dan Wakil Walikota membuat aturan
tegas. Tidak boleh ada transaksi sewa
perahu dari calon kepala daerah kepada
partai politik.
Ketentuan tentang larangan adanya "dana
mahar" itu, tertuang dalam pasal 47.
Berikut bunyinya:
Ayat (1): Partai Politik atau gabungan
Partai Politik dilarang menerima imbalan
dalam bentuk apapun pada proses
pencalonan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota.
Ayat (2): Dalam hal Partai Politik atau
Uang mahar yang
dipungut oleh
partai tersebut
dilarang oleh
masing-masing
parpol karena hal
tersebut bagian
dari politik uang
gabungan Partai Politik terbukti menerima
imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Partai Politik atau gabungan Partai
Politik yang bersangkutan dilarang
mengajukan calon pada periode
berikutnya di daerah yang sama.
Ayat (3): Partai Politik atau gabungan
Partai Politik yang menerima imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dibuktikan dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Ketua KPU, Husni Kamil Manik,
membenarkan bahwa parpol atau
gabungan parpol dilarang menerima
imbalan dalam bentuk apa pun pada
proses pencalonan gubernur, bupati, dan
walikota. “Selama ini, pemberian sesuatu
atau yang biasa disebut sebagai
sumbangan kepada parpol, tidak pernah
diatur. Tapi, sejak keluarnya undangundang pilkada yang baru, semua telah
diatur dengan jelas,” kata Husni, saat
kegiatan gowes bersama di Yogyakarta.
Husni menambahkan, aturan larangan
mengenai mahar politik sudah jelas, tetapi
pemberian imbalan ke partai politik masih
cukup rawan terutama saat partai politik
membangun koalisi. Calon kepala daerah
bisa saja membeli sejumlah partai politik.
Untuk itu, pihaknya sudah koordinasi
dengan Bawaslu, untuk mengawasi
praktik-praktik yang melanggar hukum
tersebut. “Saya percaya kalau semua
parpol sudah mengetahui aturan yang
melarang menerima mahar politik dari
calon kepala daerah yang ingin
mengendarai parpol lainnya,” ungkapnya.
Menurut Husni, pihaknya tidak perlu
melayangkan surat imbauan ke semua
parpol di daerah terkait larangan tersebut.
“Sanksinya sudah jelas, panwas akan
bekerja sesuai kewenangan. Jika
masyarakat menemukan praktik tersebut,
tinggal dilaporkan saja ke Bawaslu atau
Panwaslu,” ungkapnya.
Hal serupa diungkapkan Komisioner KPU,
Ferry Kurnia Rizkyansyah. Menurutnya
parpol bakal dikenai sanksi berat jika
menerima imbalan atau mahar dari calon
yang akan diusung. Jika terbukti, parpol
akan diganjar sanksi larangan mengajukan
calon pada periode berikutnya di daerah
yang sama.
Selain itu, parpol juga bakal dikenakan
denda sepuluh kali lipat dari imbalan yang
diterima. Namun, itu semua berlaku
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU
7
SUARA UTAMA
dipungut oleh partai tersebut dilarang
oleh masing-masing parpol karena hal
tersebut bagian dari politik uang, oleh
karenanya dia mengharap peran
masyarakat untuk mengawasi dan
melaporkan jika ada penyimpangan.
"Tidak ada itu, masing-masing parpol
secara umum memang dilarang, karena itu
kan bagian dari politik uang, oleh
karenanya peran masyarakat dibutuhkan
di sini," kata dia.
Pengamat politik dari UIN Pangi Syarwi
Chaniago mengatakan bahwa mahar
diajukan parpol untuk memberikan
dukungan kepada pasangan tertentu saat
pilkada. Hanya saja mahar tersebut sulit
untuk dibuktikan oleh publik, tetapi bisa
dirasakan.
Mendagri Tjahjo Kumolo
setelah melalui proses putusan pengadilan
yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Kalau di PKPU (Peraturan Komisi
Pemilihan Umum-red) tidak melihat sanksi
itu, di PKPU hanya pembatalan calon, jika
terbukti, parpol dilarang mengajukan
calon pada pilkada periode berikutnya,”
kata Ferry.
Senada dengan itu, Komisioner Bawaslu,
Nasrullah menegaskan bahwa mahar
politik secara tegas dilarang dalam
undang-undang. Jika dalam perjalanannya
ditemukan bukti-bukti mengenai
pasangan calon kepala daerah yang
menyetor sejumlah uang kepada parpol,
akan langsung didiskualifikasi dari pilkada
bersama dengan partai pengusungnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
mengatakan kontrol partai harus kuat
sampai ke tingkat daerah untuk
menghindarkan praktik mahar politik dari
pencalonan kepala daerah dalam pilkada
serentak Desember 2015.
"Harusnya fungsi kontrol partai itu kuat
sampai daerah untuk menghentikan
praktik tersebut di sana," kata Tjahjo di
Gedung Kemendagri, Jakarta, Selasa
(9/6/2015).
Tjahjo juga mengatakan uang mahar yang
“Yang membuat tinggi dan mahalnya
biaya pilkada itu adalah biaya “sewa
perahu” parpol yang bisa mencapai
puluhan miliar rupiah. Inilah sumber
masalah politik uang,” katanya.
Di samping hal itu, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) diminta memantau dengan
ketat transaksi para calon kepala daerah
dengan elit partai politik jelang
pendaftaran pilkada mulai 26 Juli 2015.
Karena akan ada ratusan calon kepala
daerah yang tengah berjuang
mendapatkan partai sebagai kendaraan
politik untuk maju pilkada.
“Dalam undang-undang juga terdapat
pasal yang mengatur hukuman bagi
pelanggar politik uang. Tak hanya
didiskualifikasi, calon bisa diproses secara
hukum dan dijatuhi kurungan penjara jika
terbukti menyerahkan uang,” ujarnya.
Upaya pengungkapan praktik politik uang
di partai politik merupakan salah satu
tantangan besar Bawaslu. Meski tidak
mustahil, pembuktiannya dianggap cukup
sulit.
Perlu Kontrol Masyarakat dan
Perhatian KPK
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU
8
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Air Langga, Ramlan Surbakti.
SUARA UTAMA
efektifitas pemerintahan. Ukurannya
adalah eksekutif dan legislatif di daerah
dan nasional berjalan kongruen. Kalau
pemilu Presiden dan DPR bersamaan dan
pemilu kepala daerah dan DPRD
bersamaan itu manfaatnya jauh lebih
besar. Di tingkat nasional akan
menciptakan sistem pemerintahan
presidensial yang efektif, sementara di
tingkat daerah akan menciptakan
pemerintahan lokal yang juga efektif.
Ketua Perludem Didik Supriyanto
Tak tertutup kemungkinan dalam upaya
mendapatkan partai pendukung, para
calon kepala daerah saling jegal. Hal
tersebut disampaikan peneliti Formappi,
Lusius Karus. Menurutnya, di saat-saat
terakhir menjelang pendaftaran calon
kepala daerah ke KPU, transaksi politik
uang diduga semakin marak. Kandidat
yang memiliki kekuatan finansial yang
besar, akan mudah sekali tergiur untuk
membayar dana mahar partai politik
untuk memuluskan langkahnya dalam
pencalonan. “Sementara calon yang tidak
punya duit hanya bisa gigit jari,” kata
Lusius.
Dia mengatakan, wajah demokrasi
Indonesia yang asli terlihat jelas saat ini,
yakni demokrasi transaksional. Kandidat
yang mempunyai duit akan didukung,
sementara yang tidak, dan itu biasanya
dialami para kader yang dengan susah
payah membesarkan partai, dengan
mudahnya tersingkir.
Berharap Pemilih Rasional
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Air
Langga, Ramlan Surbakti, mengatakan
bahwa goal yang ingin dicapai dari
mekanisme pilkada serentak adalah
pemilih yang berdaulat. Jika pemilu lokal
dan pemilu DPRD dilakukan secara
bersamaan pada hari dan tempat TPS
(tempat pemungutan suara) yang sama,
manfaatnya tidak hanya pada efisiensi
penyelenggaraan, tapi juga bagi pemilih
dan kepala daerah.
”Makna serentak sebenarnya
memperjuangkan kedaulatan pemilih.
Pemilih tidak hanya menilai, tapi juga ikut
mengambil keputusan. Bahkan dapat
menghukum calon terpilih. Kalau
kinerjanya bagus akan dipilih lagi, kalau
buruk akan ditinggal,” ujarnya.
Untuk mendapatkan basis dukungan,
calon kepala daerah perlu membaca di
mana basis pemilih bagi diri dan partai
pengusung, sehingga desain program dan
arah kebijakan menjadi pertaruhan
penting bagi masing-masing calon kepala
daerah pada pilkada nanti. Keduanya
menjadi faktor penting untuk menjaring
suara konstituen.
Sejauh mana program dan kebijakan
publik yang ditawarkan mampu menarik
perhatian pemilih di tengah
kecenderungan politik masyarakat yang
tidak menentu. “Pemilih saat ini sedang
mengalami 'ketidakpercayaan' terhadap
pemimpin politik. Akibatnya, psikologi
mereka dalam berpolitik mengalami
ketidakpastian, sehingga program dan
kebijakan yang dibuat calon harus seperti
yang diharapkan masyarakat ,” tegas
Ramlan.
Ramlan mengatakan bahwa salah satu
fungsi dari pilkada serentak adalah
“Jadi, suara partai akan mengikuti
presiden terpilih. Kalau presidennya
menang, maka partai pendukungnya akan
mayoritas juga di parlemen. Nah kalau itu
terjadi, dua pihak ini visi misinya kan
sama, sehingga ketika presiden
mengajukan RAPBN maka akan disambut
oleh mitra koalisinya di DPR. Dan itu juga
akan mempengaruhi politik di daerah.”
Hal serupa juga disampaikan Ketua
Perludem, Didik Supriyanto. Menurutnya,
aturan dalam pilkada serentak
memberikan waktu yang panjang bagi
partai politik untuk membangun koalisi
sebelum pilkada diselenggarakan.
Koalisi sejak dini menjadi pilihan rasional
bagi partai karena pemilihan eksekutif
(presiden atau kepala daerah) dan
legislatif (DPR atau DPRD) digelar secara
serentak, sehingga untuk berkoalisi tidak
perlu menunggu pilkada selesai. “Ini yang
disebut sebagai koalisi dini.”
Koalisi tersebut membuat kerja sama
antar partai lebih jelas. Mitra koalisi
dibangun berdasarkan kesamaan ideologi,
arah kebijakan publik dan program
bersama. “Hitung-hitungannya begini, saat
partai mau berkoalisi, pertimbangannya
tidak saja pada kursi kekuasaan.
Setidaknya kesamaan ideologi dan
program kerja juga menjadi pertimbangan
koalisi,” kata Didik.
Pilkada serentak itu akan berdampak pada
hubungan pemerintahan daerah dan
nasional yang kongruen. Partai politik
pemenang pemilu di level nasional akan
diikuti dukungan dari partai politik di
daerah.
(*)
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU
9
WAWANCARA
KOMISIONER KPU-RI, FERRY KURNIA RIZKYANSYAH :
Cegah Mahar Politik,
Buka Ruang untuk Kandidat Berkualitas
SuaraKPU - Sudah bukan rahasia umum, pilkada yang digelar
selama satu dekade makin pragmatis dan transaksional.
Pragmatisme politik terjadi di dua ranah yakni ranah parpol dan
Ada kecenderungan politik uang makin mengemuka dalam
pilkada, bagaimana pendapat Anda?
ranah pemilih. Pragmatisme politik di level parpol berwujud
“mahar” politik yang harus dibayar oleh bakal calon untuk
mendapat “tiket” menjadi calon yang diusung oleh parpol atau
gabungan parpol.
Sementara pragmatisme politik di level pemilih dapat dilihat
dari penggunaan logika-logika sederhana dan bersifat jangka
pendek oleh pemilih dalam menentukan pilihan di TPS. Dalam
budaya politik yang menganut pragmatisme, pemilih mau terlibat
dalam aktivitas pilkada dengan cara harus diberi kompensasi uang
maupun barang.
Kehadiran Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Pilkada membawa spirit untuk menata kualitas demokrasi di aras
lokal menjadi lebih baik. Penegasan larangan menerima dan
memberi uang pada tahap pencalonan, larangan politik dinasti dan
larangan turun kasta membawa secercah harapakan akan lahirnya
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang kompeten dan
berintegritas.
Aturan itulah yang kemudian dituangkan oleh KPU ke dalam
Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota
dan Wakil Wali Kota. Sebagai penyelenggara pilkada, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) perlu memastikan bahwa peraturan terkait
pencalonan tersebut berjalan dengan efektif. Berikut wawancara
Ini memang soal abadi. Setiap ada pemilu selalu ada uang.
Untuk kasus ini, faktornya ada dua. Bisa saja pemilih yang
memiliki kecenderungan pragmatis. Ditambah lagi calonnya
memainkan uang untuk membujuk pemilih. Keduanya menjadi
persoalan. Sekarang undang-undang melarangnya.
proses hingga akhir seharusnya tidak boleh ada semacam mahar
atau biaya politik yang itu berupa interest. Karena diyakini nantinya
kalau pasangan calon tersebut jadi gubernur, bupati dan wali kota,
sang calon akan berpikir untuk melunasi interest-nya itu. Pada
akhirnya melakukan korupsi. Situasi seperti ini yang perlu dihindari.
Kalau sejak awal pasangan calon sudah punya komitmen menolak
mahar, dan benar-benar berdasarkan kompetensi dan integritas,
saya kira tidak perlu mahar.
Politik uang juga rentan saat pencalonan, bagaimana
mengatasinya?
Apa sebenarnya yang menjadi semangat larangan mahar politik
harus dituangkan dalam undang undang dan peraturan KPU?
Ini bukan rahasia umum lagi. Seperti banyak orang ketahui. Saat
tahapan pencalonan sedang dimulai, biasanya banyak laporan
yang masuk tentang maraknya politik uang, tentang kondisi
pemilih dan partai politik yang semakin pragmatis, tentang
praktik mahar politik antara bakal calon dan partai politik, dan
menguatnya politik dinasti. Temuan dan evaluasi ini
mengharuskan kita bekerja keras agar praktik tersebut tidak
terulang di pilkada serentak nanti. Sekalipun belum bisa
menghilangkan sepenuhnya, paling tidak menguranginya.
Pertama, membuka ruang bagi calon berkualitas untuk ikut
berkompetisi tanpa biaya tinggi. Kedua, mendorong transparansi di
internal partai politik. Ketiga, menolak mahar berarti berpotensi
mengurangi perilaku koruptif bagi calon setelah jadi kepala daerah
nanti.
Sebenarnya ini komitmen dalam sebuah rekrutmen. Dari awal
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 10
Bagaimana jika ada pasangan calon terbukti memberi mahar
kepada parpol?
Larangan mahar politik sudah diatur dalam undang-undang kita. Dan
kalau ada pasangan calon terbukti melakukan praktik mahar politik,
WAWANCARA
Komisioner KPU RI, Ferry Kurnia Rizkiyansyah
Soal politik dinasti, bagaimana KPU
mengaturnya?
Ferry Kurnia
Rizkiyansyah
Tempat Lahir :
Bandung, Jawa Barat
Tanggal Lahir :
Jumat, 21 Februari 1975
Agama :
Islam
Warga Negara :
Indonesia
PENDIDIKAN
- S1 Ilmu Pemerintahan
FISIP Universitas
Padjajaran 1999
- S2 Magister Perencanaan
Kebijakan Publik
Universitas Indonesia
2003
- S3 Program Study Ilmu
Sosial FISIP Universitas
Padjajaran
peraturan KPU sendiri menegaskan akan
membatalkan pencalonanannya. Dan kalau
pasangan tersebut terpilih, dan terbukti
melakukan mahar, bisa diberhentikan. Jadi
aturannya sangat tegas.
Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015
sudah mengatur bahwa calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah dilarang
memiliki konflik kepentingan dengan
petahana. Semangatnya jelas untuk
memutus politik dinasti yang mulai
mencuat pada pilkada periode kedua 20102013. Kita hanya menerjemahkan apa yang
ada di dalam undang undang. Sekalipun
ada indikasi menghindar dari aturan yang
ada.
Seberapa kuat aturan itu dapat
mencegah politik dinasti?
Batasan dalam aturan itu sudah cukup
tegas. Saya kira akan mampu mengurangi
kekuasaan dari dinasti tertentu. Tujuan
lainnya, aturan tersebut membuka peluang
bagi siapapun, di luar dinasti tersebut
untuk maju sebagai calon kepala daerah
dan wakil kepala daerah. Bagi mereka yang
tidak mengikuti aturan tersebut dapat
didiskualifikasi dari bakal calon dan calon.
Untuk mempertahankan kekuasaannya,
kemungkinan akan ada yang mencari celah dari aturan tersebut, pendapat Anda?
Hal semacam itu mungkin saja terjadi.
Untuk kepentingan mempertahankan
kekuasaannya, bisa saja setiap orang
mencari celah dari peraturan KPU itu.
Tentu kita tetap berharap tidak pernah
terjadi. Karena setiap warga negara
seharusnya mentaati aturan yang ada. Dan
undang-undang kita melarang itu.
Agar aturan pencalonan tersebut berjalan
efektif, langkah seperti apa yang sudah
disiapkan KPU?
Kunci kita adalah pada masa pendaftaran
calon. Itu semua harus terbebas dari
konflik kepentingan petahana. Itu yang
kita atur. Kita juga sudah atur soal
defenisi petahana dalam surat edaran
nomor 302. Surat Edaran ini menjelaskan
bahwa gubernur, wakil gubernur, bupati,
wakil bupati, walikota, dan walikota yang
masa jabatannya habis, mengundurkan
diri atau meninggal dunia sebelum
pencalonan tidak termasuk petahana.
Kalau misalnya mundur, harus ada surat
keputusan pengunduran diri dari instansi
berwenang di atasnya.
*
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 11
WAWANCARA
KOORDINATOR NASIONAL JPPR, MASYKURUDIN HAFIDZ :
Partai Politik Kita Masih Tertutup dan Elitis
SuaraKPU - Sekalipun pendaftaran pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah baru dibuka pekan terakhir Juli 2015, tarikan
politik di daerah-daerah yang akan menggelar pilkada sudah sangat kuat. Bagi para bakal calon, bulan Ramadhan menjadi “panggung”
untuk berebut simpati masyarakat dan waktu yang tepat untuk meningkatkan popularitas agar nantinya dilirik parpol menjadi kandidat.
Sementara itu elit-elit parpol juga aktif membangun komunikasi dan lobi-lobi politik. Mereka mulai menjajaki kawan untuk berkoalisi
demi memenangi kontestasi. Sebab jarang parpol yang memenuhi kuota untuk dapat mengusung sendiri calonnya. Kecuali di daerahdaerah yang menjadi basis politik partai tertentu.
Parpol juga terus membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh lokal yang dinilai potensial menjadi kandidat. Tingkat popularitas dan
elektabilitas para tokoh dipantau secara terus menerus. Parpol aktif melakukan survei untuk mengetahui tren popularitas kandidat dan
tren perilaku pemilih. Daerah-daerah kini sedang “demam” pilkada.
Kepada Suara KPU, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz mengatakan pada bulan
Juni-Juli merupakan masa “tawar-menawar” partai dengan elit lokal yang potensial untuk maju sebagai kandidat. “Dua bulan ini lobi-lobi
gencar dilakukan dalam rangka pencalonan kepala daerah nanti. Juni hingga Juli akhir, menjadi bulan penuh tawar-menawar para elit
dan partai politik,” katanya kepada Suara KPU pada Rabu sore, 17 Juni.
Pendaftaran pasangan calon sebentar lagi dibuka. Bagaimana
Anda melihat dinamika politik di daerah?
Dari sisi pencalonan, pilkada saat ini tidak akan banyak berubah
dengan tahun-tahun sebelumnya. Pengusaha dan “raja-raja”
kecil di daerah masih terlalu kuat untuk dikalahkan. Mereka
masih menjadi kekuatan besar yang susah tergantikan. Sedikit
mengharapkan akan tampil calon kepala daerah dari kalangan
anak muda misalnya, atau calon pemimpin kredibel yang
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 12
integritasnya sudah teruji.
Menurut Anda, apa yang membuat politik lokal masih akan
didominasi pengusaha dan elit politik lokal?
Situasi partai politik kita yang masih tertutup, elitis dan nasional.
Partai politik dalam konteks rekrutmen masih jarang mencari calon
berkualitas dari kalangan luar partai. Elitis itu, nyatanya
rekrutmennya hanya berada di lingkarang orang itu-itu saja. Dan
WAWANCARA
nasional karena pusat juga masih ikut
mengurusi pencalonan.
Maksud Anda orang-orang di internal
partai tidak kredibel?
Selama ini kita mendorong kualitas
pemilu yang lebih baik. Sebuah sistem
pemerintahan yang program oriented,
bersih dan paham betul kebutuhan
masyarakat di daerah. Dalam banyak
kasus, kita melihat pemimpin yang dari
partai sangat sulit melepaskan
kepentingan “partai”. Situasi itu
membuat kepala daerah yang juga
pengurus partai saat mebuat kebijakan
harus disinergikan dengan kehendak
partai.
Kalau begitu, bagaimana seharusnya
partai politik menjaring calon gubernur,
bupati dan wali kota?
Sebaiknya partai politik membuka pintu
bagi mereka yang dari luar partai. Dari
luar partai bisa jadi akademisi, kalangan
profesional, aktivis yang giat melawan
korupsi misalnya. Aspek integritas,
keterampilan, bersih dari korupsi, toleran
mestinya menjadi penilaian tersendiri.
Pendapat ini cukup beralasan, karena,
selain alasan tadi, partai politik sedikit
memiliki stok pemimpin yang berkualitas.
Itu harus diakui.
Menurut Anda, apakah sistem pilkada
serentak mampu melahirkan pemimpin
yang program oriented tadi?
Ada catatan menarik dengan pilkada
serentak. Selama ini kalau seseorang
gagal menjadi kepala daerah dan wakil
kepala daerah di kabupaten A, maka
kalau ada pilkada dua bulan lagi, orang
yang gagal itu akan mencalonkan lagi di
kabupaten B atau C. Dengan adanya
pilkada serentak, itu tidak mungkin bisa
dilakukan lagi. Kesempatan untuk
mencalonkan diri hanya satu kali. Kalau
mau mencalonkan lagi harus nunggu dua
tahun lagi.
Situasi ini membuka ruang bagi calon-
Koordinator Nasional JPPR, Masykurudin Hafidz
calon lain untuk berkompetisi. Itu artinya
distribusi pencalonan dari partai politik
sedikit terbuka. Partai tidak bisa hanya
memilih orang partai. Dia harus
menyediakan banyak orang yang
berkualitas. Sehingga kesempatan
menghasilkan pemimpin berkualitas
menjadi terbuka. Ini sebenarnya manfaat
dari pilkada serentak.
Bukankah itu juga berdampak pada
percaloan calon semakin lebar?
Betul. Percaloan politik masih terus ada.
Belum bisa diputus begitu saja. Semakin
besar distribusi bakal calonnya, semakin
besar juga potensi calo politiknya. Karena
kompetitornya banyak. Istilahnya mahar
politik.
Bagaimana memantau praktik mahar
politik?
Mahar politik sama sekali tidak bisa
dijangkau oleh aturan pemilu.
Mekanismenya tidak ada yang mampu
memantau praktik itu.
Dalam pantauan JPPR, modus mahar
politik biasanya seperti apa?
Sewa perahu ini seperti orang
memberikan setoran diawal dan diakhir.
Biasa disebut sistem pra bayar dan pasca
bayar. Dan melalui jalur orang lain.
Bukan dilakukan partai politik langsung,
bukan pula calonnya sendiri. Biasanya
lewat orang lain.
Mekanisme efektif untuk mengurangi
praktik mahar ini kira-kira seperti apa?
Tidak ada. Sejauh ini masih belum ada.
Harapannya pada partai politik itu sendiri
agar menjaring calon tanpa uang.
Kalau dari kalangan masyarakat sendiri,
apakah mungkin ikut memantau?
Bisa saja. Tapi tidak terlalu efektif. Dalam
konteks ini, misalnya lembaga-lembaga
non pemerintah di daerah memerangi
korupsi. Caranya menggali informasi dari
bakal calon yang gagal. Siapa saja yang
menerima dan memberi mahar. Calon
yang kalah biasanya membutuhkan
lembaga nonpemerintah untuk
mengungkap praktik mahar yang
dilakukan lawan politiknya.
(ISM)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 13
UU Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 47
tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota
membuat aturan tegas. Tidak boleh ada transaksi rupiah dari calon kepala daerah kepada
partai politik.
AYAT 1
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan
dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
AYAT 2
Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima
imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon
pada periode berikutnya di daerah yang sama.
AYAT 3
Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
AYAT 4
Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik
atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses
pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota.
SUARA SOSOK
Jimly Asshiddiqie :
Agar Kehormatan
Pemilu Tetap Terjaga
Hidup Jimly Asshiddiqie tak pernah lepas dari urusan hukum. Seluruh
hidupnya didedikasikan untuk mengawal konstitusi di Indonesia. Sejak
2003 hingga 2008, ia pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Lepas dari MK ia didaulat sebagai anggota Dewan Pertimbangan
Presiden (2010). Saat ini, kesehariannya disibukkan sebagai ketua
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Suara KPU - Pada tahun 1999 Jimly
menerima penghargaan Bintang Maha
Putera Utama. Setelah itu, sepuluh tahun
kemudian, 2009, negara
menganugerahinya Bintang Mahaputera
Adipradana. Penghargaan diberikan
lantaran jasanya mendirikan dan
memimpin Mahkamah Konstitusi serta
kontribusi besar dalam melakukan
modernisasi hukum di Indonesia,
Kecintaannya pada hukum dan
ketatanegaraan membuat dirinya dihargai
banyak orang. Sehingga wajar jika banyak
orang mengenalnya sebagai peletak dasar
bagi gagasan modernisasi peradilan di
Indonesia.
Dalam berfikir, dia tidak melulu berkata
sumir pada tata hukum Indonesia yang
konon banyak “bolongnya.” Tapi juga
menyediakan solusi ketika ketidakpastian
hukum sedang terjadi. Sehabis kritik, ia
datang dengan tindakan konkrit.
Mahkamah Konstitusi dan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu atawa
DKPP adalah kerja nyatanya. Keduanya
datang dari pemikirannya selama ini.
Tentu ia tidak sendirian. Banyak kawan
yang ikut membantu mendirikan kedua
lembaga tersebut.
Genap 3 tahun Jimly Asshiddiqie
memimpin Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu atawa DKPP, sejak
didirikan pada tanggal 12 Juni 2012. Ia
adalah pendiri sekaligus ketua pertama
lembaga penegak kode etik penyelenggara
Pemilu itu.
Kantornya menyatu dengan gedung Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang terletak
di Jl. MH. Thamrin No 14 Jakarta. Persis
diseberang gedung Sarinah. Jimly
menempati.
Ruangan Jimly berada di lantai 5 di gedung
itu. Dari sinilah dia menguraikan berbagai
pemikirannya ihwal etika kepemiluan.
Selain mengurusi lembaga penyelenggara
pemilu, diruangan ini, Jimly juga
menghabiskan waktu untuk menulis. Buku
“Menegakkan Etika Penyelenggara
Pemilu“ salah satunya.
Ketua DKPP Jimly Assiddiqie
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 16
Suara KPU berkesempatan
mewawancarainya pada Jum'at siang
(26/6), usai shalat Jum'at. Jimly bercerita
banyak hal tentang hukum, demokrasi dan
pemilu. Pikirannya kritis, sistematis dan
menjangkau banyak aspek.
Menggambarkan keluasan ilmunya dan
pengalamnnya dalam mengawal hukum di
SUARA SOSOK
“Dengan itu semua maka kehormatan
pemilu dan penyelenggaranya akan
terjaga.”
Dengan berpegang pada ketiga prinsip itu,
kepercayaan publik terhadap KPU,
Bawaslu dan Panwas akan semakin tinggi.
Di tengah upaya meningkatkan partisipasi
masyarakat setiap pemilu digelar,
kepercayaan terhadap penyelenggara
adalah modal dasar. Tanpa kepercayaan
publik, pemilu tak akan mendapatkan
dukungan penuh masyarakat.
Bukan saja kehormatan yang akan digapai.
Bahkan pemilu damai juga akan sangat
mungkin terjadi. Semua orang dari
berbagai kelompok juga akan bekerja
sama mewujudkan pemilu damai.
Sehingga kekhawatiran banyak orang
terhadap bayang-bayang konflik dengan
kekerasan menjadi tidak perlu.
Indonesia.
Bagi Jimly Assiddiqie, menjadi ketua DKPP
dibutuhkan keteguhan hati dan kejernihan
berfikir. Lantaran tugasnya mengawal
dasar-dasar etis pemilu dan lembaga
penyelenggaranya. “Etika berkaitan
dengan kesesuaian sebuah tindakan
dengan undang-undang. Karena itu
dibutuhkan sebuah keteguhan hati dan
kejernihan dalam berfikir,” ujar Jimly.
Jimly bercerita tentang ikhtiar lembaganya
selama ini dalam menjaga kehormatan
pemilu dan penyelenggaranya.
Kemandirian, integritas, dan kredibelitas
menjadi fokus DKPP dalam melihat kinerja
lembaga penyelenggara pemilu. Ketiganya
adalah syarat mutlak untuk menjaga
kehormatan itu. Dalam berbagai
kesempatan, ia selalu mengingatkan
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu) agar
menjalankan ketiga prinsip tadi.
“Menyelenggarakan pemilu dibutuhkan
kemandirian, integritas dan kredibelitas
dari penyelenggaranya,” kata Jimly.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH
Penghargaan Negara :
- Bintang Maha Putera Adi Pradana, 2009
- Bintang Maha Putera Utama, 1999
Pendidikan :
- S1 Sarjana Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 1977-1982.
- S2 Magister Hukum, Fakultas Pasca Sarjana
Universitas Indonesia, Jakarta, 1984-1986.
- Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia
Jakarta, 1987-1991
- Van Vollenhoven Institute, serta Rechtsfaculteit, Universiteit Leiden, program
doctor by research dalam ilmu hukum
(1999).
- Post-Graduate Summer Refreshment
Course on Legal Theories, Harvard Law
School, Cambridge, Massachussett, 1994.
Karir :
- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan Umum RI, 2012-2017
- Ketua Dewan Penasihat Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM), 20132017.
- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI,
2010.
- Ketua Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia, 2003-2008.
- Pengajar Fakultas Hukum Universitas
Indonesia sejak tahun 1981 (1998 diangkat
sbg Guru Besar Hukum Tata Negara).
- Asisten Wakil Presiden RI 1998-1999.
Buku Tentang Pemilu :
- Menegakkan Etika Penyelenggara Pemilu,
Rajawali Pers, Jakarta, 2013.
- Konstitusi Bernegara, Penerbit Malang, 2015
“Saya yakin, jika integritas lembaga
penyelenggara dijaga, tak perlu kawatir
pada konflik yang sampaikan banyak orang
menjelang dan setelah pilkada.”
Saat wawancara berlangsung, Jimly acap
kali membuka buku yang ditulisnya
”Menegakkan Etika Penyelenggara
Pemilu.” Kepada Suara KPU dia
menunjukkan betapa pentingnya menjaga
etika penyelenggara pemilu itu. Etika
pemilu menjadi segalanya bagi
penyelenggaraan pemilu. Mengingat etika
berfungsi sebagai sistem kontrol
tambahan untuk menopang sistem
hukum.
Jimly menjelaskan “jika melulu mendekati
persoalan hanya dengan hukum, tanpa
ditopang sistem etika, keputusan yang
diambil jauh dari nilai dan akar
kebudayaan masyarakat Indonesia.”
Alasan di atas membuat DKPP, dalam
bekerja tidak melulu menekankan pada
sistem hukum tapi juga aspek moralitas.
Tidak saja sebagai lembaga yang hanya
memberikan sangsi kepada penyelenggara
pemilu. Tapi juga memiliki tanggung jawab
moral dalam menjaga kehormatan
lembaga Pemilu.
(ISM)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 17
SUARA SOSOK
SUARA SOSOK
Komisioner KPU RI. Ida Budhiati:
Menemukan
Demokrasi
di Lingkup
Keluarga
Sejak berstatus sebagai mahasiswa, Ida
Budhiati sudah malang-melintang
merasakan kerasnya perjuangan
sebagai aktivis. Komisioner KPU RI
Divisi Hukum dan Pegawasan yang
pernah aktif di Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Semarang ini memiliki
segudang pengalaman dan keilmuan di
bidang hukum dan politik. Ternyata, apa
yang dimiliki Ida tersebut berawal dari
pendidikan dari orangtuanya tentang
bagaimana berdemokrasi dalam lingkup
keluarga.
“Orangtua saya itu dalam pandangan saya adalah orangtua yang
sangat demokratis. Setiap mau mengambil keputusan dalam
lingkup keluarga sangat menghormati hak anak-anak untuk ikut
memberikan pendapat. Meskipun usia kami saat itu belum
mencapai dewasa, masih SD, SMP, SMA, kami sudah dilibatkan
bagaimana dalam proses pengambilan keputusan yang akan
dilakukan oleh orangtua saya,” kisahnya.
“Misalnya hal kecil, orangtua akan menempuh kegiatan,
membeli sesuatu, kemudian dalam menentukan jenjang
pendidikan anak-anaknya, selalu didiskusikan dalam forum
keluarga. Jadi saya belajar demokrasi sejak kecil, dalam lingkup
keluarga,” kata anak pertama dari tujuh bersaudara ini.
Sosok ayah, yang berstatus sebagai tokoh masyarakat dan aktif
berkecimpung dalam berbagai kegiatan organisasi, turut
mempengaruhi cara mendidik anak-anaknya. “Beliau
mempunyai latar belakang aktivis organisasi, sehingga beliau
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 18
mempunyai pengalaman yang cukup untuk mengedukasi anakanaknya mengenal demokrasi sejak dini.”
Dari sang ayah pula, Ida Budhiati belajar bagaiamana seorang
tokoh berperan dalam masyarakat. Ia sering menyaksikan ketika
tetangganya datang ke rumah bertemu dengan orangtuanya
untuk meminta pendapat dan solusi.
“Tetangga itu sering datang ke rumah saya, ketemu dengan
orangtua saya, meminta pendapat bagaimana solusinya. Ada
laki-laki ada perempuan datang untuk meminta pandangan dan
pendapat solusi, bahkan tidak saran pendapat. Orangtua saya
juga tidak segan-segan untuk memberikan bantuan yang berupa
materi,” ungkapnya.
Ada sebuah peristiwa yang sangat berkesan saat Ida masih
duduk di bangku SD. Ketika itu datang seorang ibu menangis
sejadi-jadinya. Perempuan tersebut bercerita suaminya terkena
SUARA SOSOK
SUARA SOSOK
dengan laki-laki dalam pendidikan.
“Orangtua saya tidak membedakan
jenjang pendidikan untuk anak laki-laki
dan perempuan, semuanya sama. Dan
bapak saya selalu mengatakan, kalian
harus belajar sungguh-sungguh dan
mencapai jenjang pendidikan yang paling
tinggi. Karena seorang perempuan itu
pada hakikatnya tidak bergantung kepada
laki-laki,” kisah Komisioner KPU yang juga
menjabat Komisioner di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini.
Atas wejangan orangtuanya itu, Ida
mengetahui bahwa pada dasarnya
seorang perempuan harus mandiri.
“Orang selalu berharap kehidupan rumah
tangga itu berjalan dengan baik sampai
kakek-kakek nenek-nenek. Tapi orang
tidak pernah tahu hidup itu adalah
misteri. Kita tidak akan pernah tahu
mungkin karena suatu hal kita menghadapi musibah, misalnya kematian,
persoalan duniawi, sehingga perempuan
harus menjadi tulang punggung keluarga,”
ungkapnya.
“Itu yang diajarkan oleh orangtua saya
sehingga perempuan itu tidak mudah
mengalami penindasan kehidupan dalam
rumahtangganya,” lanjutnya.
satu kasus dan harus meringkuk dalam
penjara. Ia kebingungan akan
kelangsungan hidupnya serta anakanaknya yang masih kecil.
Atas masalah yang mendera perempuan
tersebut, orangtua Ida Budhiati memberi
bantuan dan mencarikan solusi
bagaimana menjamin kelangsungan hidup
si perempuan dan anak-anaknya.
Beberapa tahun kemudian, ketika Ida
Budhiati menapaki jenjang pendidikan
SMP, ingatan tentang perempuan tadi
kembali muncuat di benak saat sang ayah
menyampaikan sebuah wejangan
kepadanya, tentang bagaimana seorang
perempuan harus diperlakukan sama
Ida Budhiati
Profesi :
Komisioner KPU RI
Agama :
Islam
Tempat Lahir :
Semarang, Jawa Tengah
Tanggal Lahir :
Selasa, 23 November 1971
Zodiac :
Sagittarius
Warga Negara :
Indonesia
Pendidikan yang ditanamkan orangtua,
membuat Ida Budhiati mengenal
emansipasi jauh sebelum ia
mempelajarinya di bangku kuliah.
Kemudian ketika usianya telah mencapai
akil baligh, itulah masa dimana ia
menyerap banyak pelajaran hidup dari
orangtuanya.
“Masa anak-anak ke masa remaja, di
situlah saya banyak mendapatakan filosofi
hidup dan kehidupan sangat luar biasa.
Nilai-nilai yang ditanamkan bapak saya
kepada anak-anaknya itu untuk selalu
memilih jalan yang lurus, mempunyai
integritas. Hakikatnya, manusia itu tidak
boleh merampas hak milik orang lain.Yang
bukan hak kita itu tidak boleh dimiliki.
Kemudian tidak boleh merampas hak anak
yatim, dan tidak boleh bersengketa
berkaitan dengan hak waris,” papar Ida.
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 19
SUARA SOSOK
SUARA SOSOK
diri dalam kegiatan-kegiatan di ranah
publik untuk mengadvokasi hak sipil
politik.
“Saya turut serta berkecimpung dengan
kegiatan isu demokrasi dan pemilu sejak
1994. Waktu itu saya masih jadi
mahasiswa saya magang di LBH
Semarang. Itu masih era Orde Baru,
dimana hak masyarakat untuk berserikat
berkumpul terpasung. Sangat terbatas
ruang gerak masyarakat untuk bisa
menikmati hak konstitusionalnya,
menyampaikan pendapatnya secara lisan
dan tertulis yang dijamin oleh UUD.
Kemudian juga terkait dengan sistem
pemilu yang menggunakan sistem
perwakilan, dimana masyarakat tidak
bisa menyampaikan aspirasinya secara
langsung,” ungkap Ida saat ditemui di
ruang kerjanya, Rabu (1/7).
“Itu menurut saya nilai-nilai dasar
kehidupan yang akan membentuk
karakter dan kepribadian seseorang. Itu
yang mempunyai pengaruh besar untuk
membentuk karakter saya seperti
sekarang,” lanjutnya.
Tertarik Hukum karena Lingkungan
Selain lingkup keluarga, Ida Budhiati
banyak belajar dari lingkungan
tempatnya lahir dan dibesarkan. Ia
mempelajari bagaimana karakter dan
pilihan jalan hidup seseorang terbentuk.
Hidup di tengah masyarakat yang
beragam membuatnya menyadari
banyaknya masalah hukum.
“Lingkungan saya yang beragam, ada
etnis Tionghoa, Arab, Jawa. Kemudian
secara ekonomi masyarakat di sana kelas
menengah ke bawah, pasti sarat masalah
di situ. Ada pembunuhan, ada masalah
orang yang suaminya terlibat dalam
perkelahian kemudian dia masuk penjara.
Itu kemudian saya memandang ternyata
banyak masalah hukum. Saya tertarik
untuk belajar ilmu hukum,” kata Ida
Budhiati.
Setamat SMA, Ida pun memutuskan
untuk mangambil studi jurusan Hukum
Pidana di Universitas 17 Agustus 1945
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 20
“Sebenarnya tujuannya itu
memberikan contoh, karena
seringkali kritik terhadap
aktivis itu hanya bisa omong
doang, ini pentingnya
perempuan menduduki
jabatan-jabatan strategis,
Anda sendiri nggak mau
daftar kan begitu. Akhirnya ya
okelah kasih contoh, daftar
Semarang.Namun ia menyatakan, studi
formal ini tidak banyak berpengaruh
dalam kehidupannya.
"Tidak banyak membantu. Justru dari
pengalaman hidup yang banyak
membentuk itu adalah lingkungan
keluarga dan tempat tinggal. Pendidikan
formal itu sebuah pilihan. Sebagai sebuah
pilihan itu akan berkorelasi dengan
pengalaman hidup,” jelasnya.
Karenanya, semasa mahasiswa ia aktif
berorganisasi dan sempat memegang
Sekretaris Senat Mahasiswa dan Ketua
Himpunan Mahaiswa Jurusan Hukum
Pidana. Di masa kuliahnya ini pula, secara
formal ia mulai masuk dan melibatkan
Ida mengaku, menjadi aktivis di masa itu
sangat berat. Terlebih kerja di LBH
Semarang adalah mengadvokasi hak-hak
sipil politik, sementara pendekatan rezim
Orde baru kala itu sangat represif. “Ya
bekerja sambil dikejar-kejar aparat
penegak hukum. Kita melakukan
pendidikan kemudian kita dituduh
menghasut, dituduh sebagai provokator,
tantangannya sangat berat,” kata Ida.
Ia menceritakan bahwa ia dan kawankawannya ketika membuat pelatihan
dengan kelompok petani dan nelayan
pernah pertemuannya dibubarkan karena
ada kecurigaan melakukan
memprovokasi dan menghasut
masyarakat untuk menuntut haknya.
Ida tahu pilihan menjadi aktivis penuh
risiko. Namun semangatnya tak pernah
kendur. Ia selalu kembali pada ingatan
masa kecilnya. “Begitu rentan masyarakat
kelas bawah itu berhadapan dengan
persoalan hukum. Ketika berhadapan
dengan persoalan hukum, mereka
sebenarnya tidak memiliki pengetahuan
yang cukup memadai apa yang harus
dilakukan, ada perempuan datang
kepada saya itu menangis, bagaimana itu
suami saya digebukin oleh aparat hukum
dipaksa mengaku dan seterusnya.”
SUARA SOSOK
SUARA SOSOK
“Itu karena saking seringnya saya
mendengar dan melihat persoalanpersoalan semacam itu, maka tertanam
bahwa sungguh rentan masyarakat
marjinal ini untuk diperlakukan
sewenang-wenang. Saya terpanggil untuk
bekerja di bidang itu. Jadi pilihan saya itu
tidak terlepas dari apa yang saya rekam
dari masa kanak-kanak itu,” ujar
perempuan yang menggemari kegiatan
diskusi ini.
Di LBH Semarang, Ida mengadvokasi
masyarakat yang tertindas, baik secara
hukum, politik, maupun ekonomi.
“Kasus-kasusnya itu kasus-kasus yang
bernuansa mereka mengalami kekerasan
yang bersifat struktural. Jadi karena
kebijakan penguasa mereka harus
mengalami ketidakadilan,” terangnya.
Pada tahun 1990-an, gerakan feminisme
mulai muncul. Seiring dengan
menguatnya tuntutan jaminan
perlindungan kepada perempuan yang
tentan kekerasan di sektor domestik dan
publik, Ida tertarik untuk belajar lebih
spesifik penanganan kasus-kasus
perempuan, tidak hanya di lingkup
rumah tangga tapi juga mengadvokasi
hak-hak politik perempuan.
pentingnya dan menjamin hak politik
perempuan,” kata Ida.
Ia mengaku, sebenarnya tidak pernah
mimpi untuk menjadi komisioner KPU
atau sebagai penyelenggara pemilu.
“Sebenarnya tujuannya itu memberikan
contoh, karena seringkali kritik terhadap
aktivis itu hanya bisa omong doang, ini
pentingnya perempuan menduduki
jabatan-jabatan strategis, Anda sendiri
nggak mau daftar kan begitu. Akhirnya ya
okelah kasih contoh, daftar ramai-ramai,”
Ida mengisahkan.
Ia dan kawan-kawannya pun beramairamai memutuskan untuk mengikuti
seleksi Anggota KPU Provinsi Jawa
Tengah tahun 2003.“Dan nggak disangka
dan dinyana lolos seleksi. Setelah selesai,
teman-teman meminta saya untuk lanjut
di periode yang kedua, saya menjadi
penyelenggara pemilu ini pun berlanjut
hingga ia menjadi Komisioner KPU RI
hingga saat ini.
Tantangan Penyelenggara Pemilu
Ida menuturkan, yang menjadi tantangan
penyelanggara pemilu ialah bagaimana
mampu menjaga independensi dan
integritas. “Karena di setiap proses
perhelatan pergantian kepemimpinan itu
selalu ada tantangan. Ada tekanan,
ancaman. Bagaimana kita mampu
menjaga diri kita tetap istiqamah,
mandiri, dan berintegritas,” kata Istri dari
seorang desainer program bilingual
bernama Wahyudi ini.
Menurutnya, di antara hal terberat yang
dihadapi penyelenggara pemilu adalah
ekspektasi publik terhadap KPU yang
sangat besar. “Bagaimana KPU
memberikan satu solusi terhadap
Oleh karena itu, pada 1997, ia hijrah ke
Jakartauntukbergabung dengan LBH Apik
Jakarta. Ketika terjadi pergolakan
mahasiswa 1998, Ida pun turut terlibat
dalam gerakan menuntut reformasi.
“Turut terlibat dalam gerakan 98. Saya
ikut gerakan untuk menuntut reformasi.
Kemudian setelah tiga tahun di Jakarta,
saya memutuskan kembali ke Semarang.”
Aktivis Tak Sekadar Bisa Bicara
Sekembalinya di kampung halaman, jiwa
aktivis Ida tetap menyala. “Karena saya
dibesarkan di lingkungan dunia aktivis,
ketika saya memilih profesi untuk
berkarir sebagai lawyer juga tidak bisa
meninggalkan kegiatan untuk melakukan
kegiatan pembelaan terhadap kelompok
rentan kekerasan. Kemudian saya tetap
berorganisasi, saya gabung di Koalisi
Perempuan Indonesia, mengadvokasi
ketua KPU Jawa Tengah pada tahun
2008,”ungkap Ibu dua anak ini.
Sejak lolos menjadi Komisionor KPU
Provinisi Jawa Tengah, Ida atas kesadaran
diri saya memilih untuk tidak sebagai
lawyer. Langkah Ida Budhiati di lembaga
kebuntuan hukum, yang dimaksud
kebuntuan hukum adalah belum
diwadahi dalam UU. Atau setidaknya ada
dalam UU tapi norma UU-nya itu
multitafsir atau belum ada
pengaturannya, atau conflicting antar
pasalnya. Ini yang menjadi PR KPU untuk
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 21
SUARA SOSOK
SUARA SOSOK
“Kadang-kadang semangat bekerja itu lupa untuk tertib administrasi, yang
kemudian membawa kesulitan kepada penyelenggara untuk bisa
mempertanggungjawabkan proses kerja dan hasilnya”
memberikan tafsir tunggal, mengisi
ketidaklengkapan, dan memberikan
kepastian hukum pemilu. Ini tugas
berat KPU yang boleh jadi belum tentu
bisa diterima oleh banyak pihak, selalu
ada potensi ada risiko untuk
mempertanggungjawabkan kebijakan
yang ditempuh,” terang Ida.
Begitu pula sewaktu ia harus
menghadapi rekan-rekan dari KPU
yang harus menjalani sidang di DKPP.
“Saya menghadapi tugas-tugas di KPU
dan DKPP secara profesional. Tidak
perlu dimasukan ke relung hati yang
paling dalam. Menghadapi temanteman yang di-DKPP-kan, ya secara
proporsional saja,” ungkapnya.
Ia melanjutkan bahwa KPU dari sisi
kelembagaan perlu diperkuat. Tidak
hanya bisa dilihat dari aspek teknis dari
pelatihan-pelatihan, tapi sangat terkait
dengan politik hukum negara ini mau
dibawa kemana penataan jadwal
pemilunya. “Apakah akan ada setiap
hari, setiap minggu, setiap bulan, kalau
seperti itu KPU tidak punya waktu
untuk melakukan konsolidasi dalam
pemilu.
Parpol juga capai dengan konsolidasi.
Masyarakat punhampir setiap hari
dipertontonkan dengan berita Pemilu,”
ujarnya.
isi kelembagaan perlu diperkuat. Tidak
hanya bisa dilihat dari aspek teknis dari
pelatihan-pelatihan, tapi sangat terkait
dengan politik hukum negara ini mau
dibawa kemana penataan jadwal
pemilunya. “Apakah akan ada setiap hari,
setiap minggu, setiap bulan, kalau seperti
itu KPU tidak punya waktu untuk
melakukan konsolidasi dalam pemilu.
Parpol juga capai dengan konsolidasi.
Masyarakat pun hampir setiap hari
dipertontonkan dengan berita Pemilu,”
ujarnya.
Kemudian, lanjutnya, politik hukum
berkaitan dengan sistem pemilu. Berat
atau ringan tugas KPU sangat ditentukan
dari sistem pemilu. Sistem pemilu
proporsional daftar terbuka sangat rumit
pada aspek teknisnya. Ini juga membawa
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 22
beban berat terhadap penyelenggara. Hal
ini mesti ada good will untuk
memperkuat KPU yang tidak hanya
berkaitan dengan aspek internal KPU tapi
juga pada aspek eksternal, yakni
bagaimana arah kerangka hukum pemilu
ini mempengarhui kerja kelembagaan
dan bagaimana memperkuat supporting
system KPU.
Antara DKPP dan KPU
Selain sebagai Komisioner KPU, Ida
Budhiati juga duduk di Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP). Namun ia menyatakan tidak
merasa terbebani dengan pembagian
waktu. “Itu hanya hal teknis saja. Tinggal
mengatur waktu. Fungsi saya di DKPP itu
kan mengadvokasi teman-teman KPU
secara objektif dan proporsional. Nggak
ada masalah.”
Ia mengatakan, sistem dan kerangka
hukum pemilu saat ini mengadopsi
sistem keadilan pemilu yang terdapat
ruang yang disediakan untuk meminta
pertanggungjawaban kepada
penyelenggara pemilu. “Ketika saya
menghadapi teman-teman yang diDKPP-kan ya profesional. Bahkan tidak
hanya teman, kami sendiri kan tidak
hanya sebagai hakim, bahkan pernah
menjadi pihak yang diadukan, kadang
jadi saksi, semua lengkap semua sudah
kita alami. Tidak perlu dimasukan hati.
Ya hadapi saja secara profesional.
Memang kerangka hukumnya seperti
itu,” terangnya.
Merumuskan Kebijakan KPU
Dalam pelaksanaan Pilkada serentak yang
gelombang pertama akan digelar pada 9
Desember 2015 mendatang, Ida Budhiati
selaku komisioner KPU divisi Hukum
mengatakan, dalam merumuskan
kebijakan KPU telah mempertimbangkan
potensi konflik yang akan muncul
sehingga dapat diketahui meminimalisir
potensi sengketanya.
KPU, kata Ida, sudah mempunyai banyak
referensi dan pengalaman agar
bagaimana tidak mengulang problem
yang sama. KPU sudah mengantisipasi
sejak aspek regulasinya supaya konflik
yang terjadi tidak terlalu banyak.
SUARA SOSOK
SUARA SOSOK
Ia mengungkapkan, sengketa pada
pilkada serentak ini, jika dibandingkan
dengan Pemilu Legislatif (Pileg), Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres),
bahkan pilkada yang terakhir ini, jauh
lebih kecil dilihat dari aspek kualitatif dan
kuantitatif. “Sengketa tentang dukungan
calon perseorangan saja kalau
dibandingkan dengan pilkada yang lalu
lebih besar pilkada lalu,” ungkap Ida.
Kemudian, dari sisi paradigma
penyelenggara pemilunya harus
diubah,yang semula menggungakan cara
pandang positivistik, saat ini harus
melayani dan menyelesaikan masalah
tanpa masalah. “Yang sudah mulai
dibangun penyelenggara pemilu itu sejak
pileg yang lalu, pilpres, dan sekarang
pilkada.”
“Saya cukup mengapresiasi pekerjaan
teman-teman di provinsi dan kabupaten,
angka sengketanya sampai saat ini tidak
sebanyak yang lalu,” kata Ida.
Ia menegaskan, spirit regulasi yang ada
ialah meningkatkan derajat transparansi
dan akuntabilitas. Jika hal itu sudah
terwujud, prosesnya transparan,
penyelenggara akuntabel, maka tidak ada
lagi alasan untuk mencurigai
penyelenggara. Sebab esensi pemilu itu
kepercayaan peserta kepada
penyelenggara.
“Kalau dia sudah percaya pada prosesnya
dia akan terima hasilnya.”
Meski demikian, Ida mengatakan, potensi
sengketa di tiap tahapan pasti ada.
Tinggal bagaimana penyelenggara
meminimalisir potensi sengketa yakni
semangat transparansi dan akuntabel
harus tercermin dalam tiap tahapan.
Oleh sebab itu, untuk mengantisiapsi
sengketa, KPU RI memberikan arahan
KPU di daerah untuk tertib admisistrasi
pemilu dan memperkuat aspek
dokumentasi.
“Kadang-kadang semangat bekerja itu
lupa untuk tertib administrasi, yang
kemudian membawa kesulitan kepada
penyelenggara untuk bisa
mempertanggungjawabkan proses kerja
dan hasilnya,” pesan Ida.
(MS Wibowo)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 23
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
KPU Menerima
Penghargaan dari PPUA PENCA
Ketua KPU, Husni Kamil Manik menerima penghargaan dari PPUA PENCA
SuaraKPU - Ketua Komisi Pemilihan Umum
(KPU) RI Husni Kamil Manik dalam acara
hari jadi Pusat Pemilihan Umum
Penyandang Cacat (PPUA PENCA) yang ke13 mengucapkan terima kasih atas
aktivitas selama ini yang menjadi inspirasi
bagi KPU untuk lebih mematangkan
penyelenggaraan demokrasi di Indonesia,
Selasa (5/5/2015).
“Aktivitas yang dilakukan organisasi ini
menjadi suatu energi positif bagi KPU
khususnya, serta bagi pemerhati dan
pengerak demokrasi di Indonesia untuk
terus berjuang melakukan pematangan
yang hari ke hari semakin kuat,” ujarnya.
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 24
Husni menambahkan, KPU membuka
peluang terhadap ide-ide, pendapat dan
gerakan-gerakan yang mengarah terhadap
peningkatan kualitas penyelenggara
pemilu.
“KPU merupakan lembaga yang
diperintahkan oleh konstitusi untuk
menyelenggarakan pemilu yang luber dan
jurdil, sehingga KPU membuka diri kepada
ide-ide yang baik, gerakan-gerakan dalam
upaya peningkatan kualitas penyelenggara
pemilu,” tutur Husni.
menerima penghargaan sebagai lembaga
pemerintah yang berkomitmen dan
berkontribusi secara positif dalam
penyelenggaraan pemilu serta
meningkatkan tingkat partisipasi
penyandang disabilitas.
Selain itu, PPUA PENCA juga memberikan
penghargaan kepada KPU Provinsi DKI
Jakarta, KPU Provinsi DI Yogyakarta serta
Komisioner KPU yang memiliki komitmen
dan pemajuan hak politik penyandang
disabilitas dalam Pemilu 2014.
(ola/ajg/red)
Dalam kesempatan tersebut, KPU
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
Sosialisasi Dan Pendidikan
Pemilih Harus Tertata Dan Sistematis
Sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat pada
pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan
kepala daerah (pilkada) harus tertata dan
sistematis. Tahun 2015 juga akan
memasuki tahapan pemilu di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota, selanjutnya
akan ada pemilu serentak. Untuk itu, KPU
harus mempunyai strategi yang lebih baik
dalam hal sosialisasi dan pendidikan
pemilih. Diharapkan, target tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemilu itu
harus meningkat dari tahun ke tahun,
sehingga pemilu nasional lima tahun ke
depan mempunyai target 80 persen.
Hal tersebut, disampaikan Komisioner KPU
RI, Arief Budiman dalam sambutan
pembukaan acara Konsolidasi Program
Sosialisasi dan Peningkatan Partisipasi
Masyarakat dalam Pemilu di aula kantor
KPU Kota Surabaya, Selasa (12/5/2015).
Kegiatan yang diselenggarakan selama tiga
hari tersebut diikuti oleh Anggota KPU
Provinsi Divisi Sosialisasi dan Pendidikan
Pemilih, serta Kabag/Kasubbag dari
Sekretariat KPU Provinsi yang juga
membidangi sosialisasi dan pendidikan
pemilih dari 34 provinsi seluruh Indonesia.
"Target yang dibebankan kepada
penyelenggaraan pilkada 2017 itu akan
lebih tinggi dari pilkada 2015, sehingga
diharapkan ada progresifitas peningkatan
dari tahun ke tahun. Harapannya juga
dukungan anggaran bisa memadai, karena
sosialisasi sekarang ditempatkan cukup
penting," ujar Arief yang didampingi
Komisioner KPU RI Sigit Pamungkas dan
Juri Ardiantoro, serta Kepala Biro Teknis
dan Hupmas KPU RI Sigit Joyowardono.
kegiatan peningkatan partisipasi sebagai
sebuah siklus, sehingga tidak hanya pada
saat penyelenggaraan pemilu, tetapi juga
di pasca pemilu,” jelas Sigit.
juga harus optimal dalam upaya
memberikan informasi kegiatan KPU dan
penyelenggaraan pemilu," papar Anggota
KPU Ferry Kurnia Riskiyansyah.
Pemilu Kreatif
Selain itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik
menegaskan partisipasi masyarakat tidak
hanya pada saat pemungutan suara, tetapi
dari proses awal sampai akhir tahapan
pemilu dibutuhkan partisipasi masyarakat.
“Mengukur partisipasi masyarakat pada
saat pemungutan suara memang lebih
mudah menghitungnya, tetapi sulit
mengukur partisipasi masyarakat dalam
pemutakhiran data pemilih, seperti
mengecek DPS, DPSHP, dan DPT, serta
keikutsertaan masyarakat dalam
kampanye,” ungkap Husni
Berkaca pada Pemilu Tahun 2014, KPU
berpengalaman bekerja ditengah
keterbatasan anggaran. Untuk itu, KPU
harus bisa bekerja lebih kreatif, karena
penyelenggaraan pemilu jangan sampai
ada kesan menyeramkan atau stigma
negatif di masyarakat.
Kegiatan yang telah diselenggarakan oleh
KPU, antara lain duta pemilu, lomba jingle,
maskot pemilu, dan aktivitas penting
lainnya. Kegiatan tersebut bisa disinergikan dengan pusat pendidikan pemilih
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Jadi, sosialisasi aktif itu tidak hanya
menempelkan baliho, poster, dan flyer,
tetapi harus ada desain khusus yang efektif, sehingga penting adanya riset pemilu.
"Kita (KPU-red) juga harus menyiapkan
berbagai perangkat untuk mendukung
akses data bagi publik, kemudian
merekrut jaringan kehumasan.
Selanjutnya, media relation juga penting
untuk dilakukan, antara lain media visit,
press release, press tour, dan coffee
morning, serta pemanfaatan media sosial
"Pada semua tahapan, partisipasi
masyarakat sangat penting, karena pada
masa orde baru itu dimanipulasi, karena
cenderung dimobilisasi oleh kekuatan
kekuasaan pada waktu itu. Untuk itu, jika
ingin meneruskan kualitas
penyelenggaraan pemilu yang demokratis,
istilah mobilisasi itu tadi dirubah arahnya
menjadi partisipasi. Meskipun masih saja
ada upaya mobilisasi, kalau dulu oleh
kekuasaan, sekarang bergeser ke politik
uang," pungkasnya.
(arf/ook/red.)
Pada kesempatan tersebut, Komisioner
KPU RI Sigit Pamungkas juga
mengungkapkan hal paling mudah melihat
sukses atau tidaknya pemilu itu dilihat dari
tingkat partisipasinya.
“Sosialisasi itu sebuah siklus, maka ke
depan sosialisasi harus dibuat konsep
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
beri penjelasan dalam kegiatan Konsolidasi
Program Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat di Surabaya, (13/5)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 25
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
Jangan Sia-Siakan Suara Yang
Kita Transfer Kedalam Surat Suara
Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay beri penjelasan
kepada Mahasiswa Jurusan Keprotokolan Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bumi Siliwangi, Bandung
tentang hak pilih dalam pilkada, Jumat (8/5).
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU)
RI, Hadar Nafis Gumay mengajak
mahasiswa Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bumi Siliwangi, Bandung
yang berkunjung ke Kantor KPU RI untuk
tidak menyia-nyiakan pilihannya dalam
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah serentak, Jumat (8/5/2015).
“Pemilihan kepala daerah adalah momen
lima tahunan yang penting, dimana kita
bisa menentukan siapa pemimpin kita.
Oleh karena itu, saya mengingatkan
sekaligus mengajak, jangan sia-siakan
suara yang kita transfer kedalam surat
suara itu,” tegas Hadar.
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 26
Hal tersebut perlu diperhatikan dengan
sungguh karena pilihan tiap orang akan
menentukan program pemerintah yang
akan dijalankan oleh kepala daerah dan
wakil kepala daerah.
“Suara itu sangat bermakna, karena
program calon kepala daerah yang kita
pilih adalah program yang kita inginkan
dalam menentukan arah pemerintahan
dimana kita tinggal,” sambungnya.
Untuk itu ia meminta mahasiswa jurusan
keprotokolan yang pernah mendampingi
para delegasi asing dalam Konferensi Asia
Afrika (KAA) ke-60 tersebut untuk proaktif
menghimpun informasi mengenai calon
pemimpin di masing-masing daerah yang
akan menggelar pemilihan.
“Adik-adik sekalian perlu mempersiapkan
diri. Nanti coba dipelajari calon kepala
daerahnya, ikuti pemberitaannya,
diskusikan dengan teman, keluarga dan
tetangga perlukah kita pilih yang ini
daripada yang itu, sehingga kita bisa
memilih yang terbaik dari pilihan yang
ada,” ujar Hadar.
(rap/red)
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
KPU - Kemenkeu Tandatangani MoU
Kewajiban Pajak Balon Kepala Daerah
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melalui
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik
menandatangani Nota Kesepahaman
(MoU) dengan Direktorat Jenderal (Dirjen)
Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
RI tentang pemenuhan kewajiban
perpajakan bakal calon (balon) gubernur
dan wakil gubernur, bupati dan wakil
bupati, dan/atau walikota dan wakil
walikota, Rabu (20/5/2015).
Dalam acara yang berlangsung di Istana
Negara, Jl. Veteran, Jakarta, Presiden RI,
Joko Widodo mengatakan bahwa
Kemenkeu perlu melakukan perjanjian
dengan KPU mengenai informasi
perpajakan yang dilakukan oleh bakal
calon kepala dan wakil kepala daerah.
Karena sebagai lembaga penyelenggara
pemilu, KPU memiliki seluruh data
tersebut.
berapa ada semuanya di KPU. Kalau Dirjen
Pajak tidak melakukan kerjasama dengan
KPU itu keliru,” tuturnya.
Selain tandatangani nota kesepahaman
dengan Kemenkeu, KPU juga menerima
penghargaan sebagai lembaga negara
yang berperan serta dalam memberikan
data dan informasi perpajakan serta
“Kami harapkan lembaga, media,
dan asosiasi dapat mengajak
memberi contoh masyarakat untuk
melaksanakan kewajiban perpajakan
sebagai warga negara yang baik,
serta mempublikasikan hal-hal
positif untuk pencapaian penerimaan
negara Tahun 2015, sehingga muncul
kebangkitan nasional dalam
kemandirian pembiayaan
pembangunan nasional”
“Jadi calon-calon kepala daerah, baik
dan pihak terkait lainnya yang telah
memberikan kontribusinya, Menteri
Keuangan RI, Bambang Brojonegoro
mengucapkan terima kasih.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada
para pihak terkait yang telah berkontribusi
dan bekerjasama menunjang tugas dan
fungsi Dirjen Pajak, khususnya dalam hal
pemberian dan pemanfaatan data serta
penegakan dan perlindungan hukum,” ujar
Bambang.
Kepada instansi dan lembaga yang belum
memberikan kontribusi informasi
perpajakan, Ia menghimbau lembaga
tersebut untuk dapat berkontribusi aktif.
“Bagi lembaga lain yang belum
memberikan informasi perpajakan, kami
menghimbau agar turut bekerjasama.
Selanjutnya kepada lembaga penerima
penghargaan, kami usul kepada presiden
dan DPR agar sesuai dengan kondisi
keuangan negara, agar dapat merealisasi
100% tunjangan kinerja dan tunjangan
kinerja lainnya, sehingga sinergitas antar
lembaga semakin baik terjalin,” lanjut dia.
Untuk meningkatkan tax rate Negara
Indonesia, Bambang meminta kepada
lembaga negara, asosiasi, media, dan
pihak lainnya agar mensosialisasikan halhal positif, sehingga bisa membangkitkan,
mengajak, dan memberi contoh
masyarakat untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan.
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik berjabat tangan dengan Menteri Keuangan RI,
Bambang Brojonegoro disaksikan oleh Presiden RI, Joko Widodo usai terima
penghargaan sebagai lembaga negara yang berperan serta dalam memberikan
data dan informasi perpajakan.
bupati, wakil bupati, walikota, wakil
walikota, gubernur, wakil gubernur, dan
tentu saja presiden pada saat pilpres itu
data-datanya komplit di KPU, kekayaannya
membantu dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi Dirjen Pajak.
Kepada instansi negara, lembaga, asosiasi
“kami harapkan lembaga, media, dan
asosiasi dapat mengajak memberi contoh
masyarakat untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan sebagai warga
negara yang baik, serta mempublikasikan
hal-hal positif untuk pencapaian
penerimaan negara Tahun 2015, sehingga
muncul kebangkitan nasional dalam
kemandirian pembiayaan pembangunan
nasional,” kata dia.
(ris/red)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 27
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
Sekjen KPU Lantik
Tiga Sekretaris KPU Jatim
Sekretaris Jenderal KPU membacakan naskah sumpah/janji jabatan
pada saat pelantikan Tiga Sekretaris KPU Jawa Timur, Selasa (13/5).
SuaraKPU - Sekretaris Jenderal (Sekjen)
KPU RI, Arif Rahman Hakim, Rabu
(13/5/2015) bertempat di Gedung KPU
Provinsi Jawa Timur Jl. Raya Tenggilis No. 1
Surabaya, melantik Sekretaris KPU Provinsi
Jawa Timur (Jatim), Sekretaris KPU Kota
Pasuruan dan KPU Kabupaten Blitar.
Pelantikan tersebut berdasarkan
Keputusan Sekjen KPU Nomor:
298/Kpts/Setjen/TAHUN 2015 Tanggal 12
Mei 2015, Arif melantik Sekretaris KPU
Provinsi Jawa Timur, Eberta Kawima, SH,
M.Si. Keputusan Sekjen KPU Nomor:
286/Kpts/Setjen/TAHUN 2015 Tanggal 5
Mei 2015 melantik Sekretaris KPU Kota
Pasuruan, Herman Suyanto, SE, MM.
dan Keputusan Sekjen KPU Nomor:
285/Kpts/Setjen/TAHUN 2015,
tanggal 5 Mei 2015 melantik Sekretaris
KPU Kabupaten Blitar, Zaenal Mu'min, AP,
MM.
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 28
Pada pidatonya, Arif mengatakan,
kedepannya KPU mempunyai tekad untuk
menyelenggarakan pemilu secara
berkualitas. Untuk mewujudkan tekad
tersebut, dukungan dari sekretariat
mempunyai posisi yang sangat strategis,
mengingat sekretariat berperan dalam
memberikan dukungan teknis dan
administrasi.
Kepada sekretaris yang baru dilantik, Arif
berpesan agar menjalankan tugas dengan
cermat karena tahun ini KPU akan
melaksanakan pemilihan kepala daerah.
Khusus untuk Provinsi Jatim terdapat 19
wilayah yang menggelar Pilkada serentak.
"Kami mengharapkan kepada Sekretaris
KPU Provinsi Jawa Timur untuk
mempersiapkan jajarannya agar organisasi
kesekretariatan bisa menjalankan
perannya dengan sebaik-baiknya," tegas
Arif.
Selain itu, Arif juga menegaskan agar
melakukan konsolidasi organisasi dan
menata barisan, karena Jatim adalah
provinsi yang sangat besar satuan kerjanya
berjumlah 38, dan akan berdampak pada
kinerja KPU secara nasional.
“Dalam waktu lima tahun kedepan perlu
dilaksanakan mewujudkan kerja bersama
di KPU, untuk itu dukungan Sumber daya
manusia di sekretariat KPU Provinsi
maupun Kabupaten/Kota sangat penting
peranannya,” pungkasnya.
Hadir dalam pelantikan tersebut anggota
KPU Provinsi Jawa Timur, KPU Kota
Pasuruan dan KPU Kabupaten Blitar, serta
jajaran sekretariat KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota. (dosen/red)
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
KPU Gelar Bimtek
Aplikasi Pencalonan Pilkada
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Rabu
(20/5), menggelar Bimbingan Teknis
(Bimtek) Aplikasi Pencalonan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota Tahun 2015, bertempat di Hotel
Novotel, Jl. Gunung Sahari, Jakarta.
Kepala Biro Teknis dan Hubungan
Partisipasi Masyarakat, Sekretariat
Jenderal KPU RI, Sigit Joyowardono dalam
sambutannya menjelaskan bahwa acara
ini merupakan bimtek perdana tentang
aplikasi pencalonan yang sebelumnya
belum pernah dilakukan.
“Kegiatan bimbingan teknis terkait aplikasi
pencalonan ini baru pertama kali
dilaksanaan, dimana pada pemilu-pemilu
yang lalu pola proses aplikasi pencalonan
belum pernah dilakukan atau disaranai,”
kata Sigit.
menyelenggarakan pemilihan bupati atau
walikota.
“Daerah yang diundang KPU Provinsi, baik
yang melaksanakan pemilihan gubernur
dan wakil gubernur, dan KPU Provinsi yang
tidak melaksanakan pemilihan, tapi di
lingkup wilayahnya ada Kabupaten/Kota
yang menyelenggarakan pemilihan bupati
atau walikota yang jumlahnya sekitar 292.
260 KPU Kabupaten/Kota, dan 32 KPU
Provinsi,” urainya.
Hingga Jumat (22/5) bimtek tersebut
masih akan mengulas aplikasi pencalonan
mula dari penyerahan syarat dukungan
calon independen, verifikasi dukungan
calon, hingga tata cara pengisian formulir
pencalonan.
Selain mengundang 292 KPU daerah, KPU
juga mengundang 12 perwakilan partai
politik tingkat pusat. “Selain itu KPU juga
mengundang 12 perwakilan dari partai
politik ditingkat pusat. Masing-masing
perwakilan partai politik jumlahnya 3
orang,” tutur Sigit.
Dengan diundangnya 12 perwakilan
parpol tingkat pusat, Ia berharap
perwakilan tersebut bisa
mensosialisasikan materi bimtek kepada
DPW dan DPC tingkat Kabupaten/Kota
untuk memberikan pemahaman yang
sama.
“Harapan dengan mengundang 12
perwakilan partai politik tingkat pusat ini,
agar bisa mensosialisasikan,
menyampaikan apa yang kita pahami
kepada DPW maupun DPC tingkat
Kabupaten/Kota sehingga tidak ada misskomunikasi,” ujarnya.
(dosen/red)
Kegiatan itu merupakan amanat UndangUndang yang dilakukan oleh KPU untuk
menunjang pelaksanaan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota serentak.
“Aktivitas bimtek terkait aplikasi ini
merupakan penunjang dalam tahapan
pencalonan pada pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah yang diamalkan
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015 yang merupakan perubahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan
Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun
2015 tentang Pencalonan,” lanjut dia.
Untuk memberikan pemahaman yang
menyeluruh mengenai aplikasi penunjang
dalam tahapan pencalonan, KPU
mengundang KPU Provinsi yang
melaksanakan pilgub sekaligus KPU
Provinsi yang tidak melaksanakan pilgub
namun di lingkup wilayahnya terdapat
Kabupaten dan Kotanya yang
Kepala Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat, Sekretariat Jenderal
KPU RI, Sigit Joyowardono sampaikan laporan saat acara Bimtek Aplikasi
Pencalonan, Rabu (20/5)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 29
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
KPU Dukung
Penyederhanaan Aturan Pemilu
dengan kelompok masyarakat sipil lainnya
akan bersinergi untuk dapat lebih fokus
memberi masukan dan membahas
penyederhanaan rancangan UndangUndang Pemilu.
“Karena untuk tahun ini, KPU sedang
konsen dengan hal yang sangat teknis
yakni pilkada Tahun 2015. Sementara
kegiatan yang sifatnya ke akademis, kami
perlu waktu. Walaupun tahun depan
agendanya juga padat, untuk menyiapkan
Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2017.”
ujar Husni.
Hal itu dikatakan Husni dalam diskusi yang
diselenggarakan oleh lembaga Kemitraan
dengan Penyelenggara Pemilu dan
Kelompok Masyarakat Sipil Pegiat Pemilu
dan Demokrasi, digelar di Ruang Cemara,
Hotel Grand Cemara, Jl. Wahid Hasyim
No.69, Jakarta.
Husni juga berharap, pengalaman KPU
dalam menyelenggarakan pemilihan
umum (Pemilu) Anggota DPR, DPD dan
DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden maupun Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota dapat menjadi
masukan yang positif di dalam rancangan
kitab Undang-Undang Pemilu. Sehingga
nantinya, menyelelaraskan peraturan
kepemiluan.
Ketua KPU Husni Kamil Manik, dalam diskusi dengan Kemitraan terkait
Penyederhanaan Aturan Pemilu.
SuaraKPU - Perkembangan demokrasi dan
pemilu di Indonesia saat ini berkembang
dengan pesat dan memerlukan
pengaturan hukum yang tidak tumpang
tindih. Untuk itu, Ketua Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Husni Kamil Manik
mendukung adanya penyederhanaan
terhadap aturan hukum yang menyangkut
pemilu dan mengintegrasikan seluruh
aturan aspek kepemiluan, Kamis (28/5).
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 30
“Karena ini merupakan tanggung jawab
dan komitmen kita untuk penguatan
demokrasi, KPU ikut mendukung
berpartisipasi dalam gerakan ini. Dan kami
merencanakan akan secara intensif pada
Tahun 2016, termasuk menyiapkan
program dan anggaran,” kata Husni.
Untuk itu, lanjut Husni, KPU bersama
“Kami berharap apa yang menjadi
pengalaman kami sebagai penyelenggara
pemilu, semua bisa dicatat dan
dimasukkan dalam satu naskah yang
membantu penyempurnaan kodifikasi
ataupun penyempurnaan rancangan
aturan pemilu ini,” Pungkasnya.
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad,
Ramlan Surbakti, Mada Sukmajati, Hasyim
Asyari, Ahsanul Minan, serta kelompok
masyarakat sipil pegiat pemilu dan
demokrasi.(ook/red)
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
Total DP4 Pilkada 2015
Sebanyak 102.068.130
Jumlah Daftar Penduduk Pemilih
Potensial Pemilihan (DP4) Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(Pilkada) tahun 2015 yang
diserahkan oleh Sekretaris Jenderal
(Sekjen) Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) RI, Yuswandi A.
Temenggung kepada Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) RI, Husni
Kamil Manik berjumlah 102.068.130
jiwa, Rabu (03/6).
“Jumlah data berdasarkan catatan
yang diberikan kepada kami, jumlah
DP4 nya adalah 102.068.130 jiwa,”
tutur Husni saat beri sambutan pada
Serah Terima DP4 antara Kemendagri
kepada KPU di Gedung Sasana Bhakti (kiri-kanan) Komisioner Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas,
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, Sekjen Kemendagri, Yuswandi A. Temenggung,
Praja, Kemendagri, Jalan Medan
dan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman saat serah terima DP4 Pilkada 2015, Rabu (03/6).
Merdeka Utara No. 7 Jakarta.
jumlah sesuai dengan kondisi nyata
Temenggung yang membacakan sambutan
lapangan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo
DP4 itu akan digunakan KPU untuk
Kumolo, berharap fasilitasi pemerintah
menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT)
“Setelah kami terima DP4, kami akan
dan KPU dapat dimanfaatkan secara
pada 224 kabupaten yang akan
penuh oleh pemilih.
melaksanakan pemilihan bupati dan wakil mengolah dan mengelolanya, bagi yang
sudah akurat tidak akan dikurangi, tapi
bupati (pilbup), 36 Kota yang akan
kalau yang belum akurat akan
“Dalam kesempatan ini kita (pemerintah)
melaksanakan pemilihan walikota dan
ditindaklanjuti agar akurat,” kata Husni.
sangat berharap semua penduduk yang
wakil walikota (pilwakot), dan 48
berhak memilih dapat menggunakan hak
kabupaten/kota yang tidak melaksanakan
“Misal petugas kami didaerah
pilihnya,” kata Yuswandi.
pilbup dan pilwakot tetapi mengikuti
pemilihan gubernur dan wakil gubernur di menemukan orang yang bersangkutan
tidak lagi tercatat sesuai domisilinya maka Ia mengimbau kepada penyelenggara
9 provinsi. Total DP4 itu akan digunakan
akan dikonfirmasi. Apakah dia pindah
pemilihan agar dapat menggelar
untuk menyusun DPT di 308
permanen atau tidak permanen. Kalau
pemilihan sesuai asas langsung, umum,
kabupaten/kota yang menggelar
permanen dikeluarkan dari data, tapi
bebas dan rahasia, sehingga dapat
pemilihan.
kalau tidak permanen dan yang
menghasilkan pemimpin yang berkualitas,
bersangkutan ada di domisilinya pada hari dan dapat diterima oleh masyarakat luas.
Setelah diterima, KPU akan melakukan
sinkronisasi DP4 Pilkada 2015 dengan DPT pemungutan suara, maka tidak
dikeluarkan dari daftar pemilih,” lanjutnya. “Kepada penyelenggara, semoga dapat
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
melaksanakan Pilkada serentak Tahun
Presiden (Pilpres) 2014 lalu. Kemudian
Hasil pemutakhiran itu akan diproses lebih 2015 ini secara langsung, umum, bebas,
akan diteruskan ke KPU provinsi dan KPU
lanjut menjadi Daftar Pemilih Sementara
rahasia, jujur dan adil. Kita berharap
kabupaten/kota hingga ke Panitia
(DPS). Selanjutnya KPU akan
forum ini (pemilihan umum) dapat
Pemungutan Suara (PPS) di masingmengumumkannya untuk menghimpun
menghasilkan kepala daerah yang betulmasing daerah.
respon masyarakat. jika telah akurat dan
betul berkualitas, berkompetensi,
diterima oleh publik DPS itu akan disusun
integritas dan punya kapabilitas serta
Selanjutnya PPS bersama Petugas
menjadi DPT Pilkada serentak Tahun 2015. memenuhi unsur akseptabilitasnya,”
Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) akan
imbuh Yuswandi.
melakukan proses pemutakhiran data
Sekjen Kemendagri, Yuswandi A.
(ris/red.)
pemilih, penambahan dan pengurangan
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 31
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
KPU, Bawaslu dan
DKPP Gelar Pertemuan Triparti
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bersama
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP), mengadakan pertemuan rutin
bulanan membahas persoalan persiapan
penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun
2015, Jumat (5/6/2015).
panwas-nya sudah selesai dan ini bisa
dikelola oleh provinsi, sehingga boleh
dikatakan bahwa persiapan pilkada
serentak ini sudah memadai dan tetap
berjalan sebagaimana agenda yang
dijadwalkan berdasarkan peraturan KPU
nomor 2 Tahun 2015.
Pertemuan yang dihadiri oleh ketua dan
komisioner (KPU) RI, Ketua Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Jimly Asshiddiqie, Endang
Wihdatiningtyas, Nelson Simanjuntak
(Bawaslu), Sekretaris Jenderal KPU, Arif
Rahman Hakim dan Bawaslu.
Sementara itu, Ketua DKPP Jimly
Asshiddiqie, mengatakan, rapat rutin
sebulan sekali yang melibatkan tiga
institusi itu untuk lebih memperat
koordinasi satu sama lain.
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik
mengatakan pertemuan tersebut
membahas persiapan penyelenggaraan
pilkada, dimana dari perkembangan yang
ada, KPU telah sampai pada proses
fasilitasi anggaran daerah yang memadai.
“Namun masih ada 14 (empat belas)
Kabupaten/ Kota yang
anggaran belum cair,
selebihnya sudah cair,”
ungkap Ketua KPU.
Selain itu, dibahas pula
bagaimana agar
pengawasan yang
dilakukan pengawas
pemilu di
kabupaten/kota dan
provinsi dapat berjalan
efektif.
Pada intinya
pembahasan ini
bersepakat bahwa
pengawasan tidak boleh
berhenti, karena
ditingkat provinsi,
Bawaslu bersifat
permanen dan ditingkat
kabupaten/kota proses
rekrutmen anggota
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 32
“KPU, Bawaslu dan DKPP adalah tiga
institusi yang berada dalam satu kesatuan
sistem kelembagaan penyelenggaraan
pemilu, tentu yang menyelenggarakan
pemilu yakni hanya dua, KPU dan
Bawaslu, DKKP pendukung saja, tetapi
DKPP bertugas mengawasi integritas
keterpercayaan dari pelaksana-pelaksana,
mulai dari KPU dan jajaran maupun
Bawaslu dan jajaran,” urai Jimly.
Jimly juga berharap kepada penyelenggara
pemilu seluruh Indonesia untuk belajar
dari kasus pilpres dan kasus pileg nasional
bahkan pemilihan kepala daerah sejak
2012 ketika DKPP dibentuk. Selain itu,
menjaga kepercayaan masyarakat,
bersikap jujur dan adil, menjaga prinsipprinsip kode etik.
“Penyelenggara pemilu seluruh Indonesia
harus berhati-hati menjaga kepercayaan
masyarakat, bersikap jujur dan adil,
menjaga prinsip-prinsip kode etik yang
sudah tertulis, maupun sense of ethics
yang ada dalam hati masing-masing, kita
ingin pemilihan kepala daerah ini berjalan
lebih baik dari masa-masa yang lalu dan
kita ingin menghasilkan kepala daerah
yang betul-betul bisa dipercaya oleh
rakyat,” lanjut Jimly. (dosen/red.) (FOTO
KPU/dosen/Hupmas)
(ris/red.)
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
Penyelenggara Pemilu
Jangan Jadi Sumber Konflik
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik,
mengimbau penyelenggara pemilu
didaerah agar tidak menjadi aktor pemicu
konflik dalam penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah (pilkada). Senin (01/6).
“Menyangkut pengelolaan konflik, kami
menekankan kepada seluruh
penyelenggara pemilu didaerah agar
Selain bertanggung jawab kepada tugas
dan fungsi, koordinasi menjadi fokus lain
yang perlu diperhatikan oleh KPU dan KPU
daerah. Dengan koordinasi, menurutnya
pendistribusian tanggung jawab dapat
berjalan dengan baik.
“Bagi kami yang paling penting adalah
Konstitusi. Kami berupaya mempublikasi
dokumen penting secara luas, sehingga
masyarakat bisa mengambil dan
membandingkan antara dokumen yang
ada, dengan yang mereka saksikan
dilapangan,” kata Husni.
Hal itu diutarakanya saat menjadi
narasumber dalam talkshow Realitas
Politik TVRI di lobi Gedung Penunjang
Operasional (GPO) TVRI, Jalan Gerbang
Pemuda No. 8 Jakarta yang turut
mengundang Gubernur Provinsi Maluku,
Said Assagaff, dan Wakil Gubernur Provinsi
Jawa Tengah, Heru Sudjatmoko via
teleconference.
Narasumber lainnya, Menteri Dalam
Negeri, Tjahyo Kumolo berkeyakinan
bahwa pilkada 2015 dapat berjalan
sukses, meskipun potensi konflik tetap
ada.
“Saya kira potensi akan muncul, tetapi
dengan deteksi dini, ini bisa di antisipasi.
Sekarang dengan aturan undang-undang
dan Peraturan KPU yang ada bisa
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik beri penjelasan terkait persiapan Pilkada serentak mempersempit gerakan yang menjurus
kearah-arah anarkis,” ujar Tjahyo.
Tahun 2015 dalam talkshow Realitas Politik di Lobi Gedung GPO TVRI Jakarta,
disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Senin (01/6).
mereka tidak menjadi sumber konfik. Ini
kata kuncinya. Kenapa? Karena pada dasarnya tanpa pilkada pun masyarkat punya
potensi konflik setempat. Apakah faktor
ekonomi, sosial, atau faktor politik,”
ujarnya.
Ia percaya semua proses pemilihan kepala
daerah dapat berlangsung lancar jika penyelenggara pemilu didaerah dapat
menjalankan tugasnya dengan penuh
tanggung jawab.
“Bagi saya, kami bertanggung jawab untuk
menekankan kepada penyelenggara pemilu agar tidak menjadi sumber konflik. Kalau itu terjadi, Insya Allah semua proses ini
(pilkada-red) bisa dipercaya,” jelas Husni.
koordinasi antar lini. Di pusat bisa jalan,
daerah juga bisa jalan. Kalau itu bisa berjalan, pembebanan tanggung jawab ini bisa terdistribusi. Semua berjalan sesuai dengan amanat undang-undang. Itu sudah
sangat meringankan kami (KPU),”
lanjutnya.
Dengan sikap disiplin dan akuntabel KPU
sebagai penyelenggara pemilu, mantan
Komisioner KPU Provinsi Sumatera Barat
itu berharap potensi konflik dan pengajuan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan
Umum (PHPU) di pilkada menjadi minim.
“Mudah-mudahan dengan kedisiplinan
(KPU), dan dukungan masyarakat luas,
tidak banyak sengketa ke Mahamah
Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah,
Heru Sudjatmoko menambahkan, selain
meningkatkan kewaspadaan dan
antisipasi, Ia menilai bahwa masyarakat
sudah dewasa dalam menyikapi isu-isu
negatif dalam pilkada yang dilakukan oleh
pihak tertentu.
“Saya melihat bahwa kewaspadaan dan
langkah-langkah antisipasi itu penting.
Tetapi sisi lain saya lihat pendewasaan
masyarakat sudah nampak sekali. Saya
kira udah terbiasa lah ya, semakin cerdas,
semakin tenang. Jadi misalnya ada yang
mau main-main pun harus hati-hati,
karena belum tentu dipilih. Saya kira ini
positif dalam pendewasaan demokrasi
kita,” paparnya.
(ris/red.)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 33
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
Raih WDP, BPK Apresiasi
Tindak Lanjut KPU terhadap
Laporan Hasil Pemeriksaan
SuaraKPU - Anggota I Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) RI, Agung Firman
Sampurna memberikan apresiasi kepada
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang
berkomitmen untuk meningkatkan
akuntabilitas Laporan Keuangan KPU
tahun 2014, Rabu (03/6).
“Kami (BPK RI) mengapresiasi semangat
KPU yang ikut berpartisipasi dalam acara
hari ini, kami percaya partisipasi KPU
dalam kegiatan ini merupakan indikasi
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 34
komitmen untuk meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan keuangan Negara,” ungkap
Agung.
Agung Firman Sampurna menyatakan,
tujuan pemeriksaan ini untuk memberikan
opini atau pendapat pemeriksa atas
kewajaran informasi yang diberikan
lembaga pemerintah (KPU) dalam bentuk
laporan keuangan.
Hal itu diterangkanya saat penyerahan
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) KPU RI
Tahun 2014. Laporan berupa buku itu
diterima oleh Ketua KPU RI, Husni Kamil
Manik di Ruang Sidang Utama Gedung
KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat dihadapan
ketua KPU se-Indonesia.
Agung menambahkan, posisi KPU sebagai
salah satu entitas pengelola keuangan
negara memiliki kompleksitas yang besar,
terutama mengenai jumlah satuan kerja
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
“Perlu dukungan yang kuat dari pucuk
pimpinan agar mendapatkan
akuntabilitas laporan keuangan. Sebab
perubahan opini terhadap laporan
keuangan dapat terpengaruh dari
perilaku serta komitmen dari lembaga
tersebut.” Imbuh Agung.
Ia pun menyadari keterbatasan yang
dimiliki oleh KPU, terutama faktor
personil dan kompetensi yang dimiliki
oleh KPU. Hal itu dirasakanya saat
menjadi Kepala Sub Bagian Program
KPU Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2004 silam. meski demikian ia berharap
KPU lebih bekerja keras untuk
mewujudkan laporan keuangan yang
akuntabel.
Pemeriksaan terhadap laporan
keuangan KPU tahun 2014 dilakukan
dengan uji sampling faktual ke 4
Provinsi dan beberapa kabupaten yang
ada didalamnya. Dari hasil pemeriksaan
keuangan tersebut KPU meraih opini
Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
opini itu telah dipertahankan KPU
selama 4 tahun terakhir.
28 Personil untuk Pengawasan 531
Satuan Kerja
Ketua KPU RI, Husni Kami Manik dalam
acara penyerahan Laporan Hasil
Keuangan menyatakan siap untuk
segera menindaklanjuti rekomendasi
yang diberikan oleh BPK terhadap
Laporan Keuangan tahun 2014. Bentuk
kesiapan itu ditunjukan dengan
mengundang seluruh Ketua dan
Sekretaris Provinsi serta 114 sekretaris
maupun ketua dari kabupaten/kota
untuk mengikuti acara itu.
“Hari ini KPU mencatat sejarah baru
lagi, yakni dengan mengundang seluruh
provinsi dan perwakilan beberapa
kabupaten/kota dalam acara
penerimaan LHP atas hasil audit BPK RI
kepada KPU. Perlu kami sampaikan
kepada pak Agung, bahwa apapun hasil
yang kami terima akan langsung kami
respon, sebagai bentuk proaktif kami
dalam menindak lanjuti hasil LHP. ”
Terang Husni.
Husni menambahkan, KPU telah
menindaklanjuti catatan yang diberikan
atas hasil pemeriksaan Pemilu 2014 lalu,
meskipun dengan segala keterbatasan
yang dimiliki oleh KPU.
“Dalam kurun waktu 4 bulan ini (JanuariApril 2015) kami telah menugaskan
inspektorat KPU untuk menelusuri unit
satuan kerja yang disebut dalam LHP ini,
dengan segala keterbatasan personil
kami.” Ungkap Husni.
Untuk diketahui, bahwa KPU dalam
menindaklanjuti atau pun saat
melakukan pengawasan hanya memiliki
KPU Optimis
Pilkada Serentak
9 Desember 2015
Ketua KPU RI Husni Kamil Manik,
menyatakan, sebagai penyelenggara pemilu,
KPU optimis dengan penyelenggaraan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak
yang akan dilaksanakan pada tanggal 9
Desember 2015 mendatang, Selasa
(16/6/2015).
“Walaupun Pilkada serentak ini merupakan
pengalaman yang pertama, KPU sebagai
penyelenggara pemilu harus optimis karena
dalam lingkup yang lebih kecil, KPU pernah
menyelenggarakannya Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Walikota di Provinsi
Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan
Aceh.” ujar Husni
Hal itu diungkapkannya pada talkshow
bertajuk “Menuju Pilkada Serentak di
Indonesia”, di aula Widya Graha gedung
Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga
Penelitian (P2P-LIPI) yang dihadiri pula oleh
Ikrar Nusa Bakti dan Siti Zuhro.
Sebagai dasar pelaksanaan pilkada serentak,
ikrar Nusa Bakti mengkritisi Perubahan
Undang-Undang yang mengatur
penyelenggaraan pilkada, menurut Ikrar
perubahan undang-undang yang terburuburu menunjukan bahwa para legislator
belum bisa merefleksikan kepentingan
nasional.
satu unit satuan kerja saja yakni
inspektorat yang ada di pusat, KPU
sendiri memiliki 531 Satuan kerja dari
Pusat hingga kabupaten/kota (2014) dan
akan bertambah 48 seiring dengan
adanya daerah otonom baru yang harus
diawasi, sedangkan personil inspektorat
hanya berjumlah 28 orang yang di pimpin
oleh seorang pejabat eselon II.
Husni berharap dengan adanya kendala
personil tersebut dapat menjadi catatan
khusus yang dapat disampaikan kepada
pemerintah untuk segera dapat di tindak
lanjuti.
(dam/red. FOTO KPU
/dosen/Hupmas)
“Para legislator dalam membuat UndangUndang harus berjangka waktu lama dan sesuai
dengan kepentingan Nasional. Sedangkan yang
terjadi sekarang ini adalah para legislator lebih
mementingkan kepentingan kelompok dan
partai,” tutur Ikrar.
Selain itu, Siti Zuhro menambahkan, untuk
mengedepankan kepentingan nasional, partai
politik (parpol) perlu memperbaiki dan
diberikan pemahaman mengenai etika dan
filosofi berpolitik, sehingga tidak ada lagi politik
transaksional dalam pemilihan umum.
“Nilai-nilai pemahaman yang harus ditransfer
kepada politisi ialah parpol merupakan rumah
dari para kader-kader calon pemimpin. Jika
parpol tidak membekali etika secara substantif
kepada kader-kader tersebut, apa yang bisa
mereka promosikan oleh partai dalam
pemilihan nantinya?,” urainya.
Siti Zuhro menghimbau kepada masyarakat dan
peneliti yang hadir untuk dapat menyuarakan,
bahwa dalam berdemokrasi tidak cukup
dengan pancasila, tetapi juga dengan etika,
sehingga suara masyarakat mencerminkan
sistem demokrasi yang berintegritas.
“Menurut saya, bahwa sudah saatnya kita
berdemokrasi tidak hanya dengan pancasila
agar demokrasi kita bisa terukur. Kita malu jika
menggunakan uang terus-terusan membeli
suara masyarakat. Ini kan pelecehan terhadap
dignity kita sebagai rakyat dan warga negara
Indonesia. ini tolong disampaikan, jangan hanya
lembaga survey saja yang melakukannya, kita
semua perlu menyuarakannya,” tegas Siti.
(ajg/red.)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 35
SUARA IMAM BONJOL
SUARA IMAM BONJOL
Bimbingan Teknis
Sistem Pemutakhiran Data Pemilih
Ketua KPU, Husni Kamil Manik membuka Bimbingan Teknis Aplikasi Sidalih.
SuaraKPU - Ketua Komisi Pemilihan Umum
(KPU) RI Husni Kamil Manik menyatakan
agar KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota agar mencermati isi
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
terutama yang terkait dengan
pemutakhiran data dan daftar pemilih
pemilihan gubernur dan wakil gubernur,
bupati dan wakil bupati, serta walikota
dan walikota, Senin (8/6/2015).
“Saya hendak menekankan agar saudara
sekalian mencermati betul isi dari PKPU
itu, karena ada sejumlah istilah baru
dalam penyebutan daftar pemilih yang
belum pernah ada di dalam peraturan kita
sebelumnya,” ujar Husni
Hal tersebut disampaikannya dalam
Pembukaan Bimbingan Teknis Sistem
Pemutakhiran Data Pemilih (Sidalih)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun
2015, di Novotel Hotel, Jakarta.
Pekerjaan pemutakhiran pemilih diawali
dengan penyerahan Daftar Penduduk
Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 36
diserahkan oleh Menteri Dalam Negeri
tanggal 3 Juni 2015 silam. Selanjutnya KPU
melakukan analisis dan sinkronisasi DP4
dengan data pada Pilpres 2014 lalu.
Selain itu, Husni juga berharap, setelah
analisis dan sinkronisasi, KPU Kabupaten/
Kota menyusun data pemilih dengan
membagi pemilih untuk tiap TPS paling
banyak 800 orang. Data pemilih tersebut
oleh Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih
(PPDP) akan dilakukan pencocokan dan
penelitian (coklit) di lapangan.
“Coklit akan dilakukan pada rentang
waktu tanggal 15 Juli - 19 Agustus 2015.
Dari hasil coklit, PPS melakukan
Penyusunan daftar pemilih hasil
pemutakhiran. Daftar Pemilih hasil
pemutakhiran akan direkapitulasi secara
berjenjang dari PPS, PPK, hingga KPU
Kabupaten/Kota,” jelas Husni.
Penetapan Daftar Pemilih Sementara
(DPS) dilaksanakan pada tingkat KPU
kabupaten/Kota pada tanggal 1 - 2
September 2015. DPS ini akan terus
diperbaiki menjadi Daftar Pemilih
Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) hingga
akhirnya menjadi Daftar Pemilih Tetap
(DPT). Kemudian, DPT akan ditetapkan di
tingkat Kabupaten/Kota pada tanggal 1 - 2
Oktober 2015, dan diharapkan telah dapat
ditetapkan di tingkat Provinsi pada tanggal
3 - 4 Oktober 2015.
Aplikasi Sidalih yang digunakan untuk
Pilkada serentak, lanjut Husni, merupakan
hasil pengembangan dari Aplikasi Sidalih
yang digunakan pada Pemilihan Anggota
DPR, DPD dan DPRD serta Pemilihan
Presiden tahun 2014.
Bimbingan Teknis Sistem Pemutakhiran
Data Pemilih (Sidalih) Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
Tahun 2015 yang berlangsung selama 3
(tiga) hari, mengundang Komisioner KPU
Provinsi dan Kabupaten/Kota serta
operator yang melaksanakan Pilkada
serentak.
(ajg/red.)
KAMUS PEMILU
1.
2.
3.
4.
Petugas Pemutakhiran Data
Pemilih (PPDP) adalah petugas
rukun tetangga atau rukun
warga yang membantu panitia
pemungutan suara (PPS) dalam
melakukan pemutakhiran data
pemilih.
Daftar Penduduk Potensial
Pemilih Pemilihan (DP4) adalah
data yang disediakan oleh
pemerintah berisikan data
penduduk yang memenuhi
persyaratan sebagai pemilih
pada saat pemilihan
diselenggarakan.
pemilu atau pemilihan terakhir
dengan cara melakukan
verifikasi faktual data pemilih
dan selanjutnya digunakan
sebagai bahan penyusunan DPS.
5.
6.
Daftar Pemilih Sementara
(DPS) adalah daftar pemilih
hasil pemutakhiran DP4 dan
daftar pemilih pada pemilu atau
pemilihan terakhir.
Pemutakhiran Data Pemilih
adalah kegiatan untuk
memperbaharui data pemilih
berdasarkan DP4 dan
berdasarkan data pemilih
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 38
7.
Sistem Informasi Data Pemilih
adalah seperangkat sistem dan
teknologi informasi untuk
mendukung kerja
penyelenggara pemilu atau
pemilihan dalam menyusun,
mengordinasikan,
mengumumkan dan
memelihara data pemilih.
Aktivitas Pencocolan dan
Penelitian (coklit) adalah
kegiatan yang dilakukan oleh
PPDP dalam pemutakhiran data
pemilih dengan mendatangi
pemilih secara langsung.
Daftar Pemilih Tetap (DPT)
adalah daftar pemilih hasil
pemutakhiran daftar pemilih
sementara.
8.
Daftar Pemilih Tetap Tambahan
1 (DPTb-1) adalah daftar
pemilih yang tidak terdaftar
terdaftar sebagai pemilih dalam
DPT, tetapi memenuhi syarat
dan didaftarkan paling lambat
tujuh hari setelah pengumuman
DPT.
9.
Daftar Pemilih Tetap Tambahan
2 (DPTb-2) adalah daftar
pemilih yang tidak terdaftar
sebagai pemilih dalam DPT dan
DPTb-1, memenuhi syarat
sebagai pemilih yang dilayani
penggunaan hak pilihnya pada
hari pemungutan suara dengan
menggunakan kartu tanda
penduduk (KTP), paspor atau
identitas lain.
10. Daftar Pemilih Pindahan
(DPPh) adalah daftar yang berisi
pemilih yang telah terdaftar
dalam DPT dan DPTb-1 yang
menggunakan hak pilihnya di
TPS lain.
SUARA IMAM BONJOL
SUARA GALERI PUSAT
SUARA PILKADA
MOU KPU ke Dirjen Pajak :
Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dan Menteri Keuangan RI, Bambang Brodjonegoro, menandatangani
memorandum of understanding (MoU) antara KPU dengan Kemenkeu yang disaksikan Presiden Joko
Widodo.
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 40
SUARA IMAM BONJOL
SUARA GALERI PUSAT
SUARA PILKADA
KPU - BPK :
Badan
Pemeriksa
Keuangan
(BPK) RI
menyerahkan
Laporan Hasil
Pemeriksaan
(LHP) kepada
Komisi
Pemilihan
Umum (KPU)
RI, yang
diterima Ketua
KPU Husni
Kamil Manik
bersama seluruh
komisioner di
Ruang Sidang
Utama Gedung,
KPU RI,
Menteng,
Jakarta Pusat,
Rabu (3/6).
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 41
SUARA IMAM BONJOL
SUARA GALERI PUSAT
SUARA PILKADA
KPU-RI:
Ketua KPU Husni Kamil Manik memberikan pengarahan pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Aplikasi Pencalonan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015, di
Hotel Novotel, Jl. Gunung Sahari, Jakarta.
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 42
SUARA IMAM BONJOL
SUARA GALERI DAERAH
SUARA PILKADA
KPU-RI - KPUD Sumsel :
Ketua KPU RI beserta rombongan dalam rangka kunjungan kerja dan penandatanganan prasasti
hibah tanah dan bangunan milik pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) kepada Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia.
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 43
SUARA PAKAR
SUARA REGULASI
Ulasan Peraturan Kpu No. 9 Tahun 2015 Tentang
Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur,
Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/atau Walikota Dan Wakil Walikota
Proses demokrasi di Indonesia memasuki
babak baru. Undang – Undang (UU) No. 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota menjadi UU dan Undang –
Undang No.8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi UU telah mengamanatkan
pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati,
dan walikota dilakukan secara serentak
mulai Tahun 2015 ini. Komisi Pemilihan
Umum (KPU) di seluruh Indonesia sebagai
lembaga negara yang berdasarkan UU No.
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 44
15 Tahun 2011 diamanatkan sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum berkomitmen penuh untuk melaksanakan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota
secara serentak.
Salah satu wujud komitmen tersebut
adalah melalui langkah cepat KPU dalam
menyusun dan mengsahkan beberapa
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemilihan gubernur, bupati, dan walikota
yang akan dilaksanakan secara serentak
pada 9 Desember 2015.
Setelah pada edisi sebelumnya, Majalah
Suara KPU telah mengulas dua PKPU, yaitu
PKPU No. 2 Tahun 2015 tentang Tahapan,
Program, dan Jadwal Penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota Tahun 2015 dan PKPU
No. 4 Tahun 2015 tentang Pemutakhiran
Data Pemilih dan Daftar Pemilih dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota, pada edisi ini
Majalah Suara KPU akan secara khusus
mengulas PKPU No. 9 Tahun 2015
tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil
Walikota.
Dalam ulasan ini, akan dibahas beberapa
SUARA PAKAR
SUARA
WAWANCARA
REGULASI
poin penting dalam PKPU No. 9 Tahun
2015.
Khusus pada poin ketujuh belas, PKPU
No. 9 Tahun 2015 menjelaskan lebih
lanjut mengenai definisi petahana, yaitu
gubernur atau wakil gubernur, bupati
atau wakil bupati, dan walikota atau wakil
walikota yang sedang menjabat (atau
pernah menjabat paling kurang 1 (satu)
kali masa jabatan). Sedangkan hubungan
kekerabatan dengan petahana
didefinisikan sebagai, yaitu 1) tidak
memiliki ikatan perkawinan dengan
petahana, yaitu suami atau istri dengan
petahana; 2) tidak memiliki hubungan
darah/garis keturunan 1 (satu) tingkat
lurus ke atas, yaitu bapak/ibu atau bapak
mertua/ibu mertua dengan petahana; 3)
tidak memiliki hubungan darah/garis
keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke
bawah, yaitu anak atau menantu dengan
petahana; atau 4) tidak memiliki
hubungan darah/garis keturunan ke
samping, yaitu kakak/adik kandung, ipar,
paman, atau bibi dengan petahana.
Masih berkaitan dengan petahana, untuk
mempertegas ketentuan PKPU No. 9
Tahun 2015, KPU juga telah
mengeluarkan Surat Edaran No.
302/KPU/VI/2015 yang menjelaskan
gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil
bupati, walikota, dan walikota yang
mengundurkan diri sebelum pencalonan
tidak termasuk dalam pengertian
petahana pada ketentuan pasal 1 angka
19 PKPU No. 9 Tahun 2015.
Pendaftaran Pasangan Calon
Dalam hal pendaftaran pasangan calon,
Pasal 34 sampai dengan 36 secara
gamblang menegaskan KPU harus
Bagi calon yang diusung oleh Partai politik, pada Pasal 5 sampai dengan 7 secara garis besar menegaskan 3
(tiga) persyaratan pencalonan, antara lain:
Persyaratan
pencalonan partai politik atau
gabungan partai politik, yaitu partai
politik atau gabungan partai politik
memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah alokasi DPRD atau 25%
(dua puluh lima persen) dari akumulasi
perolehan suara sah dalam Pemilihan
Umum Anggota DPRD
Pendaftaran pasangan
calon gubernur dan calon wakil
gubernur, calon bupati dan calon wakil
bupati, serta pasangan calon walikota dan
calon wakil walikota oleh partai politik
ditandatangani oleh Ketua Partai Politik dan
Sekretaris Partai Politik disertai Surat
Keputusan Kepengurusan dari Pengurus
Partai Politik Tingkat Pusat
Keputusan partai politik tingkat
pusat tentang persetujuan
pasangan calon
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 45
SUARA PAKAR
SUARA
WAWANCARA
REGULASI
Calon yang maju sebagai calon perseorangan, diatur syarat dukungan calon perseorangan
Kabupaten/kota
dengan jumlah
penduduk sampai
dengan 250.000
(dua ratus lima
puluh ribu) jiwa
harus didukung
paling sedikit 10%
(sepuluh persen)
Kabupaten/Kota
dengan jumlah
penduduk lebih dari
250.000 (dua ratus
lima puluh ribu)
sampai dengan
500.000 (lima ratus
ribu) jiwa harus
didukung paling
sedikit 8,5%
berkoordinasi dengan Kementerian
Hukum dan HAM untuk mendapatkan
salinan keputusan terakhir tentang
penetapan kepengurusan partai politik
tingkat pusat sebelum masa pendaftaran
pasangan calon berakhir. Keputusan
inilah yang menjadi pedoman bagi KPU
Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota dalam menerima
pendaftaran pasangan calon.
Sedangkan, apabila keputusan terakhir
dari Kementerian Hukum dan HAM
tentang kepengurusan partai politik
tingkat pusat masih dalam proses
penyelesaian sengketa di peradilan,
KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP
Kabupaten/Kota menerima
pendaftaran pasangan calon
berdasarkan keputusan terakhir
dari Menteri tentang penetapan
kepengurusan partai politik.
Selanjutnya, apabila dalam proses
penyelesaian sengketa terdapat
penetapan pengadilan mengenai
penundaan pemberlakukan keputusan
Kementerian Hukum dan HAM, KPU
Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP
Kabupaten/Kota tidak dapat menerima
pendaftaran pasangan calon sampai
dengan adanya putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan
dapat ditindaklanjuti dengan penerbitan
keputusan Kementerian Hukum dan
HAM tentang penetapan kepengurusan
partai politik.
Penelitian Dokumen Syarat Calon
dan Syarat Pencalonan
KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 46
Kabupaten/kota
dengan jumlah
penduduk lebih dari
500.000 (lima ratus
ribu) sampai
dengan 1.000.000
(satu juta) jiwa
harus didukung
paling sedikit 7.5%
(tujuh setengah
persen)
Kabupaten/kota
dengan jumlah
penduduk lebih dari
1.000.000 (satu
juta) jiwa harus
didukung paling
sedikit 6,5% (enam
setengah persen)
Kabupaten/Kota melakukan penelitian
persyaratan adminitrasi terhadap
kelengkapan dan keabsahan dokumen
persyaratan pencalonan dan persyaratan
calon serta menuangkannya dalam berita
acara. Dalam proses penelitian
administrasi, KPU Provinsi/KIP Aceh
“Apabila calon dan/atau
pasangan calon berhalangan
hadir dalam pengundian
nomor urut menyampaikan
alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan
secara tertulis dan
pengundian nomor urut
pasangan calon dapat
dilakukan oleh perwakilan
Tim Kampanye.”
menggunakan lembar kerja penelitian
serta mengumumkan lembar kerja hasil
penelitian yang telah diisi sebagai hasil
penelitian administrasi di laman KPU
Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP
Kabupaten/Kota.
KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP
Kabupaten/Kota menyampaikan hasil
penelitian kepada pasangan calon dan
partai politik atau gabungan partai politik
Jumlah dukungan
sebagaimana
dimaksud pada
huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d
tersebar di lebih
dari 50% (lima
puluh persen)
jumlah kecamatan
di kabupaten/kota
dimaksud
yang menerangkan bahwa dokumen
persyaratan calon:
1. Lengkap atau belum lengkap;
dan/atau
2. Belum memenuhi syarat; dan/atau
3. Tidak memenuhi syarat.
Apabila terdapat dokumen yang belum
lengkap dan/atau belum memenuhi
syarat dan/atau tidak memenuhi syarat
dapat diperbaik, kecuali apabila salah
satu calon atau pasangan calon
dinyatakan tidak memenuhi syarat
kesehatan jasmani dan rohani dan/atau
bebas narkoba, calon atau pasangan
calon yang bersangkutan dapat
diganti dengan calon atau pasangan
calon baru.
Perihal perbaikan dokumen syarat
calin dan syarat pencalonan diatur
dalam Pasal 54 sampai dengan 55,
dengan ketentuan masa perbaikan
selama 3 (tiga) hari setelah
pemberitahuan hasil penelitian diterima
serta dilakukan hanya terhadap dokumen
yang dinyatakan belum lengkap dan/atau
belum memenuhi syarat dan/atau tidak
memenuhi syarat pada penelitian
administrasi. Selain itu, partai politik atau
gabungan partai politik tidak dapat
memindahkan dukungannya kepada
pasangan calon lain yang diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik
yang telah dinyatakan memenuhi
persyaratan pasangan calon.
Penetapan dan Pengumuman
Peserta Pemilu
Penetapan dan pengumuman peserta
SUARA PAKAR
SUARA
WAWANCARA
REGULASI
pemilu diatur melalui Pasal 67 sampai
dengan 76. KPU Provinsi/KIP Aceh dan
KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan
paling sedikit 2 (dua) pasangan calon
dengan Keputusan KPU Provinsi/KIP
Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota.
Penetapan pasangan calon diumumkan
secara luas paling lama 1 (satu) hari
sejak penetapan nama pasangan calon
lalu untuk pasangan calon yang telah
ditetapkan dilakukan pengundian secara
terbuka untuk menetapkan nomor urut
pasangan calon.
Pengundian nomor urut dilakukan dalam
rapat pleno terbuka KPU Provinsi/KIP
Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota yang
dihadiri oleh pasangan calon, wakil
partai politik atau gabungan partai
politik yang mengajukan pasangan calon,
pasangan calon perseorangan, Bawaslu
Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota,
media massa, dan tokoh masyarakat.
Apabila calon dan/atau pasangan calon
berhalangan hadir dalam pengundian
nomor urut menyampaikan alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara
tertulis dan pengundian nomor urut
pasangan calon dapat dilakukan oleh
perwakilan Tim Kampanye. Pasangan
calon yang menghadiri pengundian
nomor urut membubuhkan tanda tangan
pada rancangan daftar pasangan calon
sebagai bukti pasangan calon telah
menyetujui penulisan nama lengkap dan
foto pasangan calon yang diserahkan.
Selanjutnya nomor urut dan nama
pasangan calon disusun dalam daftar
pasangan calon yang ditetapkan oleh
KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP
Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam
Berita Acara Penetapan Pasangan Calon.
Melalui PKPU ini, KPU juga membuka
peluang bagi masyarakat untuk
memberikan tanggapan terhadap daftar
pasangan calon. Daftar pasangan calon
beserta dokumen pendaftarannya akan
diumumkan dan masyarakat dapat
memberikan masukan dan tanggapan
secara tertulis dengan melampirkan
identitas yang jelas dan fotokopi Kartu
Tanda Penduduk (KTP).
*
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 47
SUARA DAERAH
KPU Terima Hibah Kantor dari Pemprov Sumsel
SuaraKPU - Palembang - Komisi Pemilihan
Umum (KPU) RI menerima hibah tanah
dan bangunan dari Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan untuk kantor KPU provinsi. Penandatanganan hibah tersebut
dilakukan Ketua KPU RI Husni Kamil Manik
dan Gubernur Provinsi Sumsel Alex
Noerdin, di Griya Agung istana,
Palembang, Selasa (9/6).
Kali ini KPU mendapat hibah untuk
kantor di tingkat provinsi. Bangunan yang
dihibahkan berupa bangunan tiga lantai
dengan luas area mencapai 3.000 meter
persegi ditambah lahan seluas 15.000 m2.
Dengan spesifikasi tersebut, bangunan
hibah ini menjadi kantor KPU terluas dan
terbesar di daerahnya. Bahkan, lahannya
lebih luas dari kantor KPU pusat.
Husni mengapresiasi langkah Pemprov
Sumsel tersebut yang telah memberikan
perhatiannya kepada penyelenggara
pemilu. “Kami sangat berterimakasih atas
pemberian ini. Selanjutnya tanggungjawab
ini akan kami tindak lanjuti, semoga
dengan anggaran yang ada kami dapat
melengkapi fasilitas yang dibutuhkan di
kantor KPU Provinsi Sumsel,” kata dia.
Ia berharap, hal tersebut bisa menjadi
inspirasi bagi daerah-daerah lain untuk
membangun kantor yang representatif.
“Bagi KPU di daerah jadikanlah ini inspirasi, yakni tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan pemerintah daerahnya
masing-masing agar dapat dibangun
kantor yang representatif. Minimal dapat
menerima hibah tanah,” harap Husni.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie,
menghargai apa yang telah dilakukan oleh
Gubernur Sumsel dan berharap ini dapat
menjadi contoh bagi daerah lain.
“Saya harap seluruh pemerintah daerah di Indonesia bisa membantu sesuai
dengan tanggungjawabnya, menyediakan
fasilitas yang diperlukan oleh penyelenggra pemilu,” ujarnya.
Jimly juga menghimbau, KPU dan
Bawaslu jangan hanya diingat ketika ada
pilkada dan pemilu saja. KPU merupakan
lembaga konstitusional yang akan terus
ada dalam sistem ketatanegaraan dan
selama demokrasi di Indonesia
dipraktikan, karena KPU adalah lembaga
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 48
yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
“Maka itu, KPU perlu fasilitas kantor
dan tanah yang cukup memadai serta luas,
agar penyelenggara pemilu dapat lebih
independen. Pasalnya, kalau kantornya
kekecilan, tidak akan maksimal dalam
melayani peserta pemilu,” pungkasnya.
(ook/wwn/bow)
Benahi Layanan Informasi,
KPU Kepri Bentuk PPID
SuaraKPU - Tanjung Pinang Pembenahan pengelolaan informasi dan
dokumentasi menjadi salah satu hal
utama yang dilakukan Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Provinsi Kepulauan Riau,
jelang pelaksanaan pemilihan kepala
daerah (pilkada) serentak 9 Desember
2015 mendatang.
"Berkaca pada Pemilu 2014, kita
sempat kesulitan dengan tidak adanya
PPID (pejabat pengelolaan informasi
dan dokumentasi) dalam hal pelayanan
informasi dan pengelolaan dokumentasi
data. Padahal, hampir semua informasi
itu wajib kita berikan, dan harus kita
siapkan, kecuali informasi yang memang
dikecualikan," ujar Komisioner KPU
Kepri, Marsudi, Rabu (6/5).
Karena itulah, sejak launching Pilkada
serentak 2015 dilakukan secara nasional
pada 17 April 2015, pihaknya kemudian
menggelar pelatihan pengelolaan dan
pelayanan informasi publik. Pelatihan
dengan model motivasi tersebut
diharapkan mampu meningkatkan
wawasan dan kemampuan
penyelenggara dalam melaksanakan
tahapan-tahapan pilkada.
“Keberadaan PPID mempunyai peran
yang penting dalam menyongsong
tahapan pilkada. Sebab mereka yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan
dan pendokumentasian informasi publik
di lingkungan KPU. Untuk itu, kita segera
membentuknya untuk mendukung
pelayanan informasi publik, terutama
dalam tahapan pilkada tersebut,”
terangnya.
Menurut Marsudi, dalam tahapan
pilkada, PPID harus menyiapkan semua
informasi, agar semua pihak bisa dengan
mudah mengakses informasi di KPU.
“Informasi itu harus ter-update, sehingga
setiap tahapan pilkada di KPU provinsi
dan kabupaten/kota dapat
tersosialisasikan dengan baik,” kata dia.
(Arf/Bow/red)
SUARA DAERAH
Ketua dan Sekjen KPU
Hadiri Peluncuran Pilkada OKU Timur dan PALI
Martapura - Ketua Komisi Pemilihan
Umum (KPU) RI, Husni Kamil Manik
bersama Sekretaris Jenderal KPU RI, Arif
Rahman Hakim melakukan kunjungan
kerja (Kunker) ke Kabupaten yang berada
di Sumatera Selatan (Sumsel), yakni
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU)
Timur dan Penukal Abab Lematang Ilir
(PALI), Rabu (10/6). Kunker tersebut dalam
rangka peluncuran Pilkada Tahun 2015.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Husni Kamil Manik bersama Sekretaris
Jendral KPU RI, Arif Rahman Hakim
melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke
Kabupaten di Sumatera Selatan, Ogan
Komering Ulu (OKU) Timur dan Penukal
Abang Lematang Ilir (PALI).
Selain melakukan Kunjungan Kerja,
kegiatan ini juga sebagai bentuk
peluncuran Pemilihan Kepala Dareah
(Pilkada) 2015.
Seusai melakukan penandatangan hibah
Kantor KPU Provinsi Sumsel, pada malam
harinya, Ketua dan Sekjen KPU yang
didampingi oleh KPU Provinsi Sumsel
langsung bertolak menuju kabupaten OKU
Timur yang merupakan pecahan dari OKU
Raya yang memerlukan waktu tempuh
kurang lebih 6,5 jam dari pusat Kota
Palembang.
Ketua KPU dalam pidatonya pada
peluncuran pilkada di Kabupaten OKU
Timur mengungkapkan, hal yang penting
diingat dalam momen ini ialah, KPU harus
menyebarkan informasi bahwa tanggal 9
Desember 2015 adalah hari pemungutan
suara bukan hanya untuk Pemilihan Bupati
dan Wakil Bupari OKU Timur, tetapi juga
pemilihan kepala daerah (Pilkada)
serentak di Indonesia.
“Kalau dulu yang di sosialisasikan hanya
terbatas, pada tiap kabupaten saja, tapi
tanggal yang akan kita launching
(luncurkan) ini akan berlaku di 308
kabupaten/kota, lebih dari setengah
kabupaten yang ada di Indonesia,” jelas
Husni di acara peluncuran yang digelar di
Balai Rakyat, Martapura.
Komisi Pemilihan Umum RI bersama
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),
menurut Husni, mempunyai misi
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 49
SUARA DAERAH
“membumikan” Pemilihan Umum
(Pemilu) dan Pilkada sama seperti lagu
Indonesia Raya di sosialisasikan. Dari sejak
kecil diberi tahu bahwa proses pergantian
kepemimpinan di Indonesia akan
dilakukan secara demokratis dari mulai
kepala desa sampai kepala negara.
“Pemilu akan menjadi pakaian, adat
istiadat dan budaya masyarakat dalam
memilih pemimpin. Hingga dengan
demikian kita tidak akan merasa asing lagi
dalam melakukan pemilihan apapun,
mulai dari memilih kepala desa sampai
pemimpin negara. Sehingga kita tidak
saling sikut karena perbedaan, tidak lagi
jamannya seperti itu,” tegas Husni yang
juga mendapatkan gelar kehormatan
Putra Prawira Negara dari masyarakat adat
OKU Timur.
Tidak mau ketinggalan dengan daerah
lain, KPU Kabupaten OKU Timur juga
mempunyai maskot dan mars pilkada.
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 50
Maskot pilkada bernama Bawong yang
mempunyai makna Buang Apapun Wujud
Politik Uang. Maskot ini menyerupai
bentuk seperti ikan Bawong yang
merupakan salah satu ikon kabupaten ini.
Karena maskot dan mars pilkada ini
merupakan salah satu cara
mensosialisasikan pilkada, agar
keterlibatan masyarakat luas dirasakan,
maka keduanya (maskot dan mars) ini
diperoleh melalui kompetisi yang
pesertanya berasal dari masyarakat
umum.
Tidak beda dengan Kabupaten OKU Timur,
di salah satu daerah otonom baru (DOB),
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
(PALI) yang merupakan DOB dari
Kabupaten Muara Enim, Ketua KPU yang
didampingi Sekjen KPU juga menjadi tamu
kehormatan dalam peluncuran Pilkada
tersebut.
Peluncuran yang digelar di Gelora
Nopember Komperta, Pendopo, dihadiri
oleh Wakil Gubernur Sumsel, Penjabat
Bupati PALI, Forum Muspida, Anggota
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan
Panitia Pemungutan Suara (PPS) seKabupaten PALI serta seluruh elemen
masyarakat berlangsung secara meriah.
Ketua KPU berharap, kepada seluruh PPK
dan PPS dapat menjalankan amanah yang
diemban dalam menjalankan tugas
menyelenggarakan Pilkada Tahun 2015
yang pertama kali digelar di Kabupaten
itu. “Apakah Saudara-saudara siap
menjalankan tugas ini?”, Tanya Husni.
“Siappp…,” dijawab dengan penuh
semangat oleh Anggota PPK dan PPS.
Secara simbolis Ketua KPU meresmikan
peluncuran dengan memotong pita pada
balon sebagai tanda dimulainya tahapan
Pilkada Tahun 2015.
(ook/wwn/bow)
SUARA DAERAH
Pendidikan Pemilu Lewat Gowes Bersama
Ketua KPU Husni Kamil Manik bersama Ketua KPU Daerah Istimewa Yogyakarta, Hamdan Kurniawan.
Yogyakarta – Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
menggelar kegiatan bersepeda atau
gowes bersama, Jumat (2/6) pagi. Acara
ini merupakan bentuk kreativitas KPU DIY
dalam rangka sosialiasi dan
penyebarluasan pendidikan demokrasi
dan pemilu yang rutin diikuti oleh lima
KPU Kabupaten/Kota di Yogyakarta dan
melibatkan masyarakat.
Kamil Manik.
Secara simbolis, Husni melepas gowesers
(pesepeda) dengan doa. “Dengan berdoa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya buka
kegiatan gowes pagi ini,” tuturnya.
Saat melepas gowesers, Husni sempat
menghimbau untuk tetap berhati-hati
bersepeda dan berharap agar kegiatan
seperti gowes terus dilakukan. “Disamping
berolahraga, gowes juga dapat
mempererat silaturrahim," ujar Husni
disela-sela acara.
Ketua KPU kemudian juga memilih ikut
ngegowes bersama peserta lainnya dari
start hingga titik pemberhentian terakhir
di KM, 12.
“Gowes hanyalah sebuah cara kreatif
dalam menyebarkan pendidikan
kepemiluan kepada masyarakat.
Disamping berolahraga, ada makna lain
yang ingin disampaikan; yakni
menyebarkan pendiidikan kepemiluan
kepada masyarakat,” kata Ketua KPU DIY,
Hamdan Kurniawan.
Antusiasme peserta gowes yang diawali di
bilangan Jalan Ipda Tut Harsono No. 47
kota Yogyakarta dan berakhir di Jalan Solo,
KM. 12 Kalasan Yogyakarta cukup tinggi.
Setidaknya ratusan orang ikut menggowes
sepedanya bersama Ketua KPU RI, Husni
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 51
SUARA DAERAH
Bermula dari Internal KPU Provinsi
KPU Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar gowes bersama untuk mensosialisasikan
pilkada langsung dan serentak 2015, Jumat (2/6).
“Poin kedua, kita mempersiapkan pilkada. Catatan yang lalu harus jadi pengalaman untuk Pilkada
serentak nanti. Bagaimana Pikada di Kabupaten/Kota di DIY berjalan sukses, melampaui capaian
yang lalu”
Sudah setahun lebih kegiatan gowes
dilakukan. Pada awalnya hanya dilakukan
di internal KPU Provinsi. Lalu diikuti oleh
KPU Kabupaten dan meluas hingga
melibatkan masyarakat sekitar.
“Goes ini rutin dilakukan 3 bulan sekali.
Tujuannya kalau untuk internal KPU agar
guyub (bersinergi) sekaligus koordinasi
dan evaluasi. Kalau untuk masyarakat,
bagian dari penyebaran informasi seputar
pemilu," kata panitia acara.
Di garis finis, peserta tidak langsung
membubarkan diri, kegiatan dilanjutkan
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 52
dengan pemberian pengarahan oleh Ketua
KPU RI, Husni Kamil Manik terkait Pilkada
serentak 2015.
penyelenggaraan. Saya berharap KPU DIY
dan KPU Kabupaten sudah membuat
laporan,” kata Husni.
Setidaknya, dua hal penting yang
disampaikan oleh Husni. Pertama terkait
laporan pertanggungjawaban
penyelenggaraan Pemilu legislatif dan
Pemilu Presiden 2014.
Husni juga mengajak berbagai pihak
bekerjasama menyukseskan Pilkada
serentak 9 Desember 2015.
“Menyelesaikan hal-hal yang tersisa dari
proses penyelenggaraan Pemilu Legislatif
dan Pemilu Presiden 2014 yang lalu,
dimana kita punya kewajiban
mempertanggungjawabkan proses
“Poin kedua, kita mempersiapkan pilkada.
Catatan yang lalu harus jadi pengalaman
untuk Pilkada serentak nanti. Bagaimana
Pikada di Kabupaten/Kota di DIY berjalan
sukses, melampaui capaian yang lalu,”
tutup Husni. (ism/bow)
SUARA DAERAH
KPU Tangsel
Resmikan Pilwakot 2015
walikota di Tangsel tahun
2015,” ungkap Subhan.
Walikota Tangsel Airin
Rachmi Diany yang hadir
mengutarakan, “kita semua
elemen yang ada di daerah
memiliki keterkaitan dan
kepentingan dengan Pilkada,
oleh karena itu mari kita
tunjukan dan buktikan
bahwa kita semua yang ada
di Kota Tangsel memiliki
kapasitas dan kapabilitas
untuk mewujudkan untuk
sebuah pesta demokrasi
yang jauh dari kegaduhan,
keributan dan dinamikadinamika yang cendrung
kontraproduktif,” imbau
Airin.
Harapan walikota Tangsel,
gelaran pesta demokrasi
Pemilihan Walikota dan
Wakil Walikota Tangsel
KPU Tangsel meluncurkan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota 2015, Selasa (16/6).
tahun 2015, berjalan dengan
aman, lancar tanpa ada
Pondok Cabe - Komisi Pemilihan Umum
bertujuan untuk memperkenalkan
kendala yang berarti, sukses pelaksanaan,
kemasyarakat. Besar harapan kami kepada sukses penyelenggaraan dan sukses hasil
(KPU) Kota Tangerang Selatanmelakukan
masyarakat Kota Tangsel agar
launching Pemilihan Walikota dan Wakil
dan sukses pertanggunjawabannya.
berpartisipasi
dan menyukseskan
Walikota (Pilwakot) Tahun 2015 Kota
Tangerang Selatan (Tangsel) Selasa (16/6). Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota
Anggota KPU RI, Juri Ardiantoro dalam
Tahun 2015,” ujar Subhan.
sambutannya mengatakan, “Saya menitiAcara yang dilaksanakan digedung Universitas Terbuka Convetion Center (UTCC),
Pondok Cabe, Banten itu dihadiri Anggota
KPU (RI), Juri Ardiantoro, Walikota Tangsel, Airin Rachmi Diany, anggota KPU Provinsi Banten, anggota DPRD Kota Tangsel,
perwakilan partai politik serta anggota
PPK dan PPS seluruh Kota Tangsel.
“Dengan slogan Gerakan Optimisme
Pilwakot Tangsel ini mari jadikan
Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota
Tahun 2015 Kota Tengerang Selatan
menjadi aktif, partisipatif, berintegritas
dan Asyik,” tutur Ketua KPU Kota Tangsel,
Muhammad Subhan.
Dalam pidatonya, Muhammad Subhan
mengutarakan, acara launching ini
Selain launching pilwakot Tangsel, KPU
Kota Tangsel juga melakukan beberapa
kegiatan dalam rangka memaksimalkan
peran penyelenggara pemilihan walikota
dan wakil walikota mulai dari KPU Kota
Tangsel sampai dengan jajaran struktur
paling bawahnya serta panwas siap
melaksanakan Pilwakot Tangsel Tahun
2015.
“Semua elemen masyarakat harus
berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan,
mulai dari pasangan calon yang diusung
oleh partai politik maupun calon
perseorangan. Untuk pendaftaran
tahapannya penyerahannya sudah habis
dan tidak ada pasangan perseorangan
untuk pemilihan walikota dan wakil
pkan pesan kepada teman-teman penyelenggara pemilu untuk mengingatkan
bahwa pada 9 Desember 2015 masyarakat
luas kota Tangerang Selatan untuk datang
menggunakan hak pilihnya dalam
pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
tahun 2015,” ujar Juri.
“Mudah-mudahan tidak ada lagi
masyarakat yang punya hak pilih, tetapi
tidak tahu kapan hari pemungutan suara
Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota
Tahun 2015. Acara ini adalah salah satu
momen saja, tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana pesan ini sampai
kepada seluruh masyarakat kota Tangsel,”
lanjutnya.
(dosen/ujg)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 53
SUARA DAERAH
KPU Launching Pilgub Kalsel 2015
“Salah satu masalah yang diharapkan tidak terjadi lagi adalah rendahnya
pertisipasi pemilih, dan ini menjadi tantangan bagi KPU dan semua
stakeholders, bagaimana menjadikan Kalimantan Selatan pertisipasi
pemilihnya bias berada jauh di atas rata-rata nasional yang juga secara
langsung meningkatkan angka partisipasi pemilih nasional,”
berikutnya.
“Terdapat 9 pemilihan gubernur dan 260
pemilihan bupati/walikota, dengan
melibatkan sebanyak 308 kabupaten/kota.
Di mana salah satu tujuan digelarnya
pemilihan secara serentak, adalah
menyederhanakan jadwal dan agenda
pemilu,” jelas Husni.
Berbekal pengalaman Pilkada sebelumsebelumnya, pada Pemilihan Gubernur
tahun 2015 ini Kalimantan Selatan dapat
melaksanakannya dengan lebih matang
dalam segala hal.
Selain itu, perlu juga diantisasi dan dicari
solusi terhadap persoalan-persoalan yang
akan muncul. “Salah satu masalah yang
diharapkan tidak terjadi lagi adalah
rendahnya pertisipasi pemilih, dan ini
menjadi tantangan bagi KPU dan semua
stakeholders, bagaimana menjadikan
Kalimantan Selatan pertisipasi pemilihnya
bias berada jauh di atas rata-rata nasional
yang juga secara langsung meningkatkan
angka partisipasi pemilih nasional,”
ungkap Husni.
KPU Kalimantan Selatan me-launching
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2015, Sabtu (23/5).
Banjarmasin - Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Provinsi Kalimantan Selatan, Sabtu
(23/5), meluncurkan Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur Kalimantan Selantan
Tahun 2015. Acara ini dihadiri Ketua KPU
RI, Husni Kamil Manik dan Gubernur
Kalimantan Selatan, Rudy Ariffin.
Dalam launching tersebut, Ketua KPU
Provinsi Kalimantan Selatan Samahuddin
secara simbolis membuka tirai kain berisi
gambar logo dan maskot Pemilihan
Gubernur Kalimantan Selatan. Sementara
itu, pemukulan gong dilakukan Rudy
Ariffin, sebagai tanda dimulainya tahapan
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 54
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Kalimantan Selatan Tahun 2015.
Dalam sambutannya, Husni Kamil Manik
menyatakan, acara ini memberi arti
tersendiri bagi KPU dan masyarakat
karena inilah launching pemilihan
gubernur dan wakil gubernur pertama di
Indonesia.
Ia juga menyampaikan, pemilihan yang
digelar secara serentak di tahun 2015 ini
merupakan pemilihan terbesar dalam 10
tahun terakhir dan empat tahun
Sementara itu, Rudy Ariffin, berharap
peristiwa kerusuhan pada Pemilu tahun
1997 agar tidak terulang lagi. Namun
diganti dengan pilkada yang aman, damai
dan dan tetap menjaga silaturahmi antar
kandidat.
Ia berpesan bahwa momentum Pilkada
tahun 2015 agar menjadi pembelajaran
untuk berdemokrasi yang baik, dan KPU
sebagai penyelenggara mendapatkan
kepercayaan penuh dari masyarakat
pemilih.
Untuk itu langkah-langkah yang harus
ditempuh oleh KPU adalah dengan
memperbaiki banyak hal ataupun
kekurangan-kekurangan yang ditemui
pada pemilu-pemilu sebelumnya, dan
tetap dalam posisi netral, tidak memihak,
profesional dan terbuka/transparan.
(BOW)
SUARA DAERAH
Tes Kesehatan Pasangan Calon Pilkada 2015,
KPU Sumbar Koordinasi dengan IDI
nanti,” ujarnya.
Ketua KPU RI Husni Kamil Manik memberi arahan dalam bimbingan teknis
pejabat pengelola informasi dan dokumentasi di KPU Sumbar, Minggu (10/5).
SuaraKPU - Padang – Sesuai Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 2
Tahun 2015 tentang Tahapan, Program
dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota, jadwal
pemeriksaan kesehatan bagi pasangan
calon yang mendaftar ke KPU
dilaksanakan pada 26 Juli - 1 Agustus
2015. Terkait hal tersebut, KPU Sumatera
Barat (Sumbar) menggelar pertemuan
dengan pengurus Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) wilayah Sumbar, Jumat (12/6).
Pertemuan ini dalam rangka membahas
kerjasama fasilitasi pemeriksaan
kesehatan bagi Pasangan Calon.Menurut
Ketua KPU Sumbar Amnasmen, tugas KPU
berkoordinasi dengan IDI adalah untuk
menentukan standar pemeriksaan
kesehatan bagi pasangan calon yang
mendaftar nanti.
“Jadi, melalui IDI Sumbar dapat diketahui
dan ditetapkan biaya serta standar
pemeriksaan kesehatan bagi pasangan
calon, baik pada pemilihan gubernur dan
wakil gubernur maupun pemilihan bupati
dan wakil bupati serta walikota dan wakil
walikota di 13 kabupaten/kota di Sumbar,”
ujar Amnasmen dalam sambutan
pembukanya di pertemuan itu.
Sementara itu, Divisi Sosialisasi dan
Hubungan Antar Lembaga, Nova Indra
mengatakan bahwa IDI Sumbar dapat
mempresentasikan item-item
pemeriksaan dan standar pemeriksaan
kesehatan bagi pasangan calon nanti,
sehingga dapat diketahui bersama dan
ditetapkan melalui pleno. “KPU hanya
sebatas menerima hasil pemeriksaan
kesehatan pasangan calon, kemudian akan
kami tetapkan melalui pleno,” ujarnya.
Di pihak lain, Sekretaris IDI wilayah
Sumbar, dr. Syafruddin Alim,
mengungkapkan, pengurus IDI Sumbar
merupakan lembaga independen dan
Pengurus Besar IDI (PB IDI) sudah
mendelegasikan pemeriksaan kesehatan
Pasangan Calon kepada IDI Wilayah
Sumbar. “Kita tidak ingin melanggar
peraturan perundang-undangan, kapasitas
IDI hanya memeriksa dan mengeluarkan
hasil pemeriksaan untuk diserahkan
kepada KPU Sumbar,” ungkapnya.
Syafruddin Alim menambahkan, IDI
Sumbar sudah membuat buku panduan
pemeriksaaan kesehatan yang mengacu
kepada panduan PB IDI Pusat. “Didalam
buku panduan ini sudah ada mekanisme
dan prosedur pemeriksaan kesehatan bagi
pasangan calon untuk pilkada serentak
Bimtek Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi di lingkungan KPU Sumbar
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi
Sumatera Barat (Sumbar) menggelar
Bimbingan Teknis Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) bagi
jajaran KPU Sumbar, KPU Kabupaten
Sijunjung, KPU Kabupaten Padang
Pariaman dan KPU Kota Bukittinggi,
Minggu-Selasa (10-12/5). Kegiatan yang
berlangsung di Gedung Balai Diklat
Kementrian Sosial, Padang, ini
dilaksanakan sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik
serta Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2015
tentang Pengelolaan dan Pelayanan
Informasi Publik di lingkungan Komisi
Pemilihan Umum.
Bimtek PPID KPU Sumbar ini dihadiri
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik. Dalam
arahannya, Husni mengatakan, dalam
pelaksanaan pemilihan serentak nanti,
para pihak menginginkan informasi yang
berimbang antara satu peserta dan
peserta lainnya. Begitu juga para
pemangku kepentingan yang terlibat
dalam pemilihan itu. “Bukan hanya untuk
kalangan elit politik, masyarakat awam
membutuhkan informasi pemilihan,
karena mereka sangat peduli dan
perhatian dengan pelaksanaan pemilihan
serentak nanti,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwasetiap
pelaksanaan pemilu, KPU sering
disalahkan karena angka partisipasi yang
rendah. Salah satupenyebab dari
rendahnya partisipasi masyarakat itu ialah
pemerataan informasi kepada masyarakat.
Menurut Husni, adanya fenomena seperti
partisipasi rendah dalam pilkada di
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 55
SUARA DAERAH
wilayah perkotaan dan partisipasi tinggi di
pelosok pedesaan, perlu ditinjau dari segi
akses perolehan informasi.
“Keterbukaan informasi inilah yang
menjadi peluang mengurangi beban
psikologis dan beban politis dari KPU
sebagai penyelenggara Pemilu. Tuduhantuduhan beragam itu bisa dijawab dengan
data-data yang didukung dan
dipublikasikan secara cepat,” terangnya.
Untuk mewujudkan sikap transparansi
penyediaan informasi yang diberikan KPU
kepada publik, Husni menekankan bila
ditentukan dengan kuatnya posisi PPID
dalam memberikan pelayanan informasi
secara tepat, cepat dan akurat.
“Untuk menyongsong pilkada serentak
nanti, saya meminta jajaran KPU dalam
setiap tahapan menerapkan asas
transparansi dan aksesibilitas informasi
yang mudah dan dapat diterima dengan
baik oleh publik,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua KPU Sumbar, yang
diwakili oleh Divisi Sosialisasi dan
Pendidikan Pemilih Nova Indra, dalam
sambutannya menjelaskan, KPU sebagai
badan publik mempunyai kewajiban untuk
membuka akses dan menyediakan
informasi pemilu yang akurat, benar dan
tidak menyesatkan kepada pemohon
informasi. Melalui mekanisme penyediaan
informasi Pemilu yang didasarkan pada
prinsip cepat dan tepat waktu dalam
pelaksanaan prinsip Keterbukaan
Informasi Publik (KIP), akan tercipta
penyelenggaraan Pemilu yang baik,
transparan, akuntabel dan berkualitas,
serta peran serta masyarakat yang tinggi
sebagai salah satu prasyarat demokrasi
yang hakiki.
“Dengan membuka akses publik terhadap
informasi kepemiluan diharapkan KPU
termotivasi untuk bertanggung jawab dan
berorientasi kepada pelayanan publik
yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu,
melalui pembentukan struktur PPID di
lingkungan KPU Provinsi Sumatera Barat,
diharapkan penyediaan informasi Pemilu
dapat disampaikan secara akurat, cepat,
tepat waktu dan sederhana,” papar Nova
Indra.
Selain menghadirkan fasilitator dari
Bagian Hubungan Partisipasi Masyarakat
(Hupmas) Sekretariat Jendral KPU RI,
Bimtek PPID inijuga mendatangkan
narasumber dari Ketua Komisi Informasi
Sumbar, Syamsu Rizal.
Dalam pemaparannya, Syamsu Rizal
mengatakan, adanya nota kesepahaman
antara KPU dengan Komisi
Informasimenjadi landasan bagi
terbangunnya kerjasama yang lebih baik
menghadapi pemilihan serentak, dalam
rangka mengantisipasi terjadinya sengketa
informasi di Komisi Informasi.
“Jika KPU dapat menjalankan perannya
dalam pengelolaan dan pelayanan
informasi dengan baik, dapat pastikan
tidak akan ada sengketa sidang beracara
di Komisi Informasi,” katanya.
Dia juga menyebutkan bahwa KPU harus
mengklasifikasikan apa saja informasi
yang dimiliki dan menempatkan informasi
yang dipublikasikan serta informasi yang
dikecualikan. Terkait kewajiban melayani
informasi yang disampaikan ke publik,
Syamsu Rizal menjelaskan sesuai
ketentuan undang-undang, setiap badan
publik wajib menyampaikan laporan
minimal satu sekali setahun, selambatlambatnya 3 bulan setelah berakhirnya
tahun anggaran. Laporan yang
disampaikan adalah berapa permohonan
informasi yang masuk ke badan publik
setahun terakhir, informasi apa saja yang
diminta, sarana dan prasarana yang
tersedia serta berapa anggaran yang
dialokasikan untuk kebutuhan PPID di
setiap badan publik.
“Untuk itu, kami mohon kepada KPU
kabupaten/kota dapat mengalokasikan
dana pembentukan PPID dalam
menghadapi pemilihan serentak di
Sumbar tahun 2015 ini,” pintanya.
Pada acara penutupan, Ketua KPU
Sumbar, yang diwakili oleh Divisi
Perencanaan Teknis dan Penyelenggaraan
Pemilu, M. Mufti Syarfie menyampaikan
bahwa hasil dari kegiatan Bimtek PPID ini
akan kita implementasikan dan
kembangkan ke KPU kabupaten/kota yang
belum dapat mengikuti bimtek ini.
“Kita optimis dengan adanya PPID KPU
Sumbar menjadi ikon tersendiri bagi
Sumatera Barat yang telah sukses
melaksanakan Pilkada serentak dari tahun
2005. Kita berharap dengan pilkada
serentak nanti harus lebih baik dari
pilkada sebelumnya, antara lain semangat
dan keterbukaan informasi,” ujarnya.
Mufti menambahkan, masyarakat Sumbar
sudah terbiasa dengan keterbukaan
informasi dalam hubungan sosial di
tengah-tengah masyarakat.” Orang
Minang sudah terbiasa dengan
keterbukaan, setiap bertemu dan bertegur
sapa dengan orang lain pasti akan
bertanya “baa kaba” (apa kabar). Artinya
kita tidak bisa melepaskan diri dari
informasi apa saja yang ditanya
masyarakat,” tuturnya. (bow)
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 56
SUARA DAERAH
Perkuat Kesiapan Pilkada, KPU
Provinsi NTB Selenggarakan Rakor
rakor ini juga diberikan materi oleh pihak luar. Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda
Provinsi NTB, Pengawasan Dana Hibah APBD disampaikan oleh Kepala BPKP
Provinsi NTB, Pelaksanaan, Penatausahaan, dan Pertanggungjawaban Dana
Hibah disampaikan oleh Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi NTB.
materi tentang Peraturan KPU tentang
Tahapan, Program, dan Jadwal
Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota disampaikan oleh
Ketua KPU Provinsi Lalu Aksar Ansori.
KPU Nusa Tenggara Barat menggelar rapat koordinasi jelang pelaksanaan
pemilihan kepala daerah di tujuh kabupaten/kota di NTB, Selasa (21/4).
Mataram - Dengan telah ditetapkannya
tiga Peraturan KPU RI terkait teknis
penyelenggaraan pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota sebagai pedoman
teknis untuk KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota. KPU Provinsi NTB, Selasa
(21/4), mengundang Komisioner,
Sekretaris, dan Kasubag Hukum dari tujuh
kabupaten/kota yang akan
menyelenggarakan Pemilihan
Bupati/Walikota tahun 2015.
Tujuh KPU Kabupaten/Kota itu adalah
Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram,
Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten
Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa,
Kabupaten Dompu, dan Kabupaten Bima.
Rapat koordinasi ini dimaksudkan untuk
memberi keterampilan dan pemahaman
yang sama kepada semua KPU
Kabupaten/Kota yang akan menyelenggarakan pemilihan Bupati/Walikota.
Dengan kesamaan keterampilan dan
pemahaman itu, maka dipastikan tidak
ada cara pelaksanaan pemilihan yang
berbeda antara satu Kabupaten/Kota
dengan Kabupaten/Kota yang lain.
“Maka nanti disamping pemaparan materi
secara normatif, kami harapkan ada
simulasi,” ujar Ketua KPU Provinsi NTB
Lalu Aksar Ansori, ketika membuka acara.
Kegiatan rakor ini diisi oleh para
narasumber yang menyampaikan berbagai
materi, antara lain, materi penyusunan
tentang Keputusan KPU Kabupaten/Kota
dan Berita Acara Dalam Pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota, disampaikan oleh Divisi Hukum
dan Pengawaan Yan Marli. Kemudian,
Selanjutnya materi Peraturan KPU tentang
Pemutakhiran Data Pemilih Dalam
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
disampaikan oleh Divisi Teknis
Penyelenggaraan Suhardi Soud. Dan,
materi Peraturan KPU tentang Tata Kerja
disampaikan oleh Divisi Sosialisasi,
Pendidikan Pemilih dan Pengembangan
SDM Agus.
Disamping materi oleh Komisioner KPU
Provinsi, rakor ini juga diberikan materi
oleh pihak luar. Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah disampaikan oleh Kepala
Biro Administrasi Pembangunan Setda
Provinsi NTB, Pengawasan Dana Hibah
APBD disampaikan oleh Kepala BPKP
Provinsi NTB, Pelaksanaan,
Penatausahaan, dan Pertanggungjawaban
Dana Hibah disampaikan oleh Kepala Biro
Keuangan Setda Provinsi NTB.
Dengan bekal materi-materi dalam rakor
yang berlangsung dua hari, Selasa-Rabu
(21-22/4), ini diharapkan KPU
Kabupaten/Kota memiliki dalam
melaksanakan tugasnya.
(Bow)
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 57
SUARA DAERAH
Awali Launching Pilkada Serentak,
KPU Jambi Gelar Doa Bersama
Ketua KPU Prov. Jambi H.M. Subhan Gelar doa bersama.
Jambi - Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi Jambi menggelar doa bersama di
halaman Sekretariat KPU Jambi, Sabtu
(6/6) malam. Kegiatan ini diikuti seluruh
Ketua dan Komisioner KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota beserta jajaran
sekretariatnya hingga anggota Panitia
Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia
Pemungutan Suara (PPS) se-Provinsi
Jambi. Hadir pula para Komisioner Badan
Pengawas Pemilu (Provinsi) Provinsi Jambi
beserta Panitia Pengawas Pemilu
(Panwaslu) Kabupaten/Kota, perwakilan
dari partai politik (parpol), para akademisi,
dan undangan lainnya.
Ketua KPU Provinsi Jambi, H.M. Subhan,
dalam sambutannya mengungkapkan,
selain memperingati Isra' Mi'raj Nabi
Muhammad saw dan menyambut
datangnya bulan suci Ramadan 1436 H,
doa bersama ini juga dalam rangkaian
acara launching Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota di
Provinsi Jambi yang akan digelar serentak
9 Desember 2015.
Subhan juga menyatakan kesiapan KPU
Provinisi Jambi untuk melaksankan Pilkada
serentak tahun 2015 ini. “KPU Provinisi
Jambi sudah siap melaksanakan Pilkada
yang akan digelar serentak 9 Desember
2015 mendatang. Ini sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015, yang merupakan perubahan dari UU
Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang,” terang H.M. Subhan.
Ia menambahkan bahwa kesiapan KPU
Provinsi Jambi ini harus didukung oleh
semua pihak. “Untuk itu, mari kita
sukseskan pelaksanaan pilkada serentak
ini secara bersama-sama, karena pilkada
serentak ini merupakan hal yang pertama
kali kita lakukan,” imbaunya.
Acara doa bersama ini akan disambung
dengan launching Pilkada serentak
Provinsi Jambi pada keesokan harinya,
Minggu (7/6), yang dihadiri oleh
Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay
dan Arief Budiman.
(bow/rap)
Rapat Konsultasi Pilkada Mahakam Ulu, KPU Provinsi
Kaltim Dengan Camat Se-Kabupaten Mahakam Ulu
Samarinda – Sehubungan dengan Pilkada
2015 di Kabupaten Mahakam Ulu, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kalimatan Timur
(Kaltim) menggelar rapat konsultasi dengan camat se-Kabupaten Mahakam Ulu.
Hadir dalam rapat tersebut Kasubbag
Teknis Pemilu dan Hupmas KPU Kabupaten Mahakam Ulu Tanis Tekwan Bit dan
Anggota KPU Provinsi Kaltim Viko
Januardhy.
“Hari ini adalah acara penyerahan surat
pemberitahuan dan pengumuman rekrutmen Panitia Pemilihan Kecamatan.
Kami KPU Provinsi Kaltim mengambil alih
sementara pelaksanaan Pilkada di
Mahakam Ulu hingga nanti sampai
terbentuknya Komisioner KPU Kabupaten
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 58
Mahakam Ulu yang baru diperkirakan
sekitar bulan Agustus 2015,” ujar Vico.
“Sesuai Tahapan Pilkada Serentak 2015
yang pertama kita lakukan adalah melakukan rekrutmen Anggota PPK dan Anggota PPS, untuk pendaftaran PPK dimulai
tanggal 23 April hingga tanggal 2 Mei
2015.
Berdasarkan Peraturan Perundang
–undangan dan Peraturan KPU
pengumuan pendaftaran di mulai tanggal
19 April 2015 sehingga untuk Mahakam
Ulu kita terlambat 5 hari, yang pertama
faktor terlambatnya adalah KPU
Kabupaten Mahakam Ulu belum
mempunyai Komisioner, kedua Karena
faktor geografis sehingga untuk mengirim
surat kepada Kabupaten Mahulu perlu
waktu dua sampai tiga hari,” tegas Viko.
Pengumuman akan diumumkan di Kantor
Camat, termasuk di kantor-kantor Kepala
Kampung. Karena nanti yang boleh
mendaftar menjadi Anggota PPK adalah
warga yang berdomisi di wilayah
tersebut. Hal ini berdasarkan PKPU
Nomor 3 Tahun 2015 tentang tata Kerja
Rekrutmen PPK dan PPS Pasal 18 ayat 1.
“Saya sangat berharap Kecamatan dapat
mensuporting personil staf satu atau dua
orang khusus untuk menerima berkas
seleksi pendaftaran PPK,” kata Vico.
(Bow)
SUARA BILIK
Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Iqbal Latief :
Menghapus
Stigmatisasi Daerah Rawan Konflik
SuaraKPU - Provinsi Sulawesi Selatan
acapkali terstigma sebagai daerah rawan
konflik politik. Dalam pemetaan daerah
rawan konflik yang dirilis oleh Tentara
Nasional Indonesia (TNI) maupun
Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
menjelang pemilu 2014 lalu, Provinsi
Sulawesi Selatan termasuk daerah yang
mendapat sorotan. Stigmatisasi itulah
yang memotivasi Ketua KPU Sulawesi
Selatan, Iqbal Latief untuk membuktikan
Sulawesi Selatan adalah daerah aman.
Iqbal Latief masuk menjadi anggota
Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkat
dorongan teman-temannya di Universitas
Hasanuddin (Unhas) Makassar. Mereka
berkeinginan akademisi dari Unhas tetap
berkontribusi untuk memperkuat
lembaga penyelenggara pemilu. Bekal
pengetahuan ilmu politik di Unhas dan
Universitas Indonesia, segudang
pengalaman organisasi di kampus serta
garis tangan yang baik akhirnya
mengantarkan Iqbal menjadi anggota
sekaligus Ketua KPU Provinsi Sulawesi
Selatan periode 2013-2018.
Iqbal menyadari problem mendasar
penyelenggara pemilu adalah persepsi
masyarakat bahwa KPU belum
sepenuhnya mandiri dan independen.
“Publik masih berpandangan bahwa KPU
bisa diatur oleh orang luar. Ini yang kita
jawab dengan ketaatan penyelenggara
pada regulasi dan etika. Sepanjang kita
taat akan dua hal itu, maka kita akan
selamat dalam menyelenggarakan
pemilu,” ujarnya ketika berbincang
dengan Suara KPU, Jumat (12/6).
Peneguhan asas pemilu yang luber dan
jurdil kepada semua jajaran
penyelenggara baik komisioner maupun
sekretariat menjadi target utama Iqbal
Latief ketika dipercaya menjadi Ketua KPU
Sulawesi Selatan. Iqbal percaya dengan
menerapkan prinsip itu maka KPU tidak
akan dapat digoyang oleh pihak
manapun. “Kita bisa berdiri dan berjalan
tegak dihadapan siapapun ketika kita taat
asas, bekerja berdasarkan regulasi dan
etika,” ujarnya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Unhas Makassar itu mengatakan
tantangan pertama yang dia hadapi ketika
menjadi ketua KPU Sulawesi Selatan
adalah rekrutmen anggota KPU
Kabupaten/Kota yang sempat mendapat
protes dari sejumlah kelompok
masyarakat. “Ternyata setelah kita
cermati, lebih pada faktor komunikasi dan
keterbukaan. Setelah prosesnya kita
jelaskan semua, akhirnya masyarakat
dapat memahami,” ujarnya.
Masyarakat, kata Iqbal, seringkali
mendapatkan informasi yang salah terkait
aktivitas yang dilakukan penyelenggara
pemilu. Untuk itu, KPU Sulawesi Selatan
di bawah kepemimpinan Iqbal berupaya
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 59
SUARA BILIK
menata keterbukaan dan akses informasi
kepada publik. “Kami berupaya membuka
diri dengan publik. Jajaran sekretariat
kami minta untuk meningkatkan fungsi
pelayanan. Informasi kepemiluan dibuka
seluas-luasnya diminta atau tidak diminta
oleh publik,” ujarnya.
dicurangi. “Setelah bertanding mereka
dapat menerima ke-kalahan asalkan
pertadingannya digelar secara fair. Kalau
kita sebagai penyeleng-gara tidak fair,
mereka akan terus mencari celah sekecil
apapun itu,” ujarnya.
Iqbal juga selalu menekankan pentingnya
Dengan adanya keterbukaan , semua
menjaga integritas kepada semua jajaran
stakeholders pemilu, terutama partai
penyelenggara. Dia mengingatkan bahwa
politik dan calon anggota legislatif
“bermain-main” dengan peserta pemilu
mendapatkan informasi yang benar terkait itu tidak ada untungnya. “Kalau kita mainaktivitas penyelenggaraan setiap tahapan main dengan calon, dia menang ataupun
pemilu. “Alhamdulillah dengan
kalah, kita dalam posisi yang tidak
keterbukaan itu muncul kepercayaan
diuntungkan. Dia menang dia cerita kalau
publik terhadap KPU dan sepanjang
kita sudah bayar. Dia kalah apalagi, akan
pemilu DPR, DPD dan DPRD serta pemilu
ngomong sana sini,” ujarnya.
Presiden dan Wakil Presiden tidak ada
gesekan dan benturan yang berarti di
Menjelang Pilkada di 11 kabupaten/kota
lapangan,” ujarnya.
di Sulawesi Selatan, Iqbal mengatakan
persiapannya terus dimantapkan baik dari
Kondisi politik di Sulawesi Selatan yang
sisi anggaran maupun lembaga
tergolong aman dan kondusif selama
penyelenggara adhoc (sementara). “KPU
penyelenggaraan pemilu legislatif 2014,
Kabupaten/Kota kita kita minta untuk
akhirnya mengubah paradigma aparat
selektif dalam merekrut PPK dan PPS. Saat
keamanan dan masyarakat secara umum
ini 70 persen anggota PPK dan PPS itu
dalam memandang Sulawesi Selatan.
orang baru. Kita berharap mereka punya
“Ketika Pilpres dalam rapat-rapat
motivasi dan komitmen untuk
koordinasi dengan aparat keamanan, kita
menghadirkan pilkada yang berkualitas
tidak disebut-sebut lagi seba-gai daerah
dan berintegritas,” ujarnya.
zona merah dan daerah rawan konflik,”
ujar Iqbal.
Salah satu yang menjadi perhatian serius
KPU adalah menata rekrutmen
Iqbal yang pernah menjabat
penyelenggara adhoc untuk mencegah
sebagai Wakil Bendahara DPD KNPI
masuknya personal parpol atau tim sukses
Provinsi Sulawesi
kandidat ke dalam tubuh penyelenggara
Selatan tahun
adhoc. Untuk itu, kepala desa yang hanya
1991-1994 dan
mengirim tiga nama kandidat PPS bukan
pengurus DPP
enam nama seperti yang diamanatkan
KNPI periode
peraturan KPU, maka KPU
2002-2005 itu
Kabupaten/Kota akan melakukan seleksi
menjelaskan
untuk mengukur kelayakan tiga nama
prinsip orang
tersebut.
Sulawesi Selatan
itu tidak
“Meski kepala desa hanya mengirim tiga
ingin
nama dan itu tidak sejalan dengan
peraturan KPU, kita tidak menolaknya
untuk menjaga hubungan baik dengan
mereka. Tetapi kita lakukan seleksi untuk
menguji kelayakan tiga nama yang mereka
kirim. Kalau ternyata hasil seleksi
menujukkan tidak ada dari tiga nama itu
yang layak untuk menjadi anggota PPS,
maka kita minta lagi ke kepala desa untuk
mengirim nama yang lain sampai proses
itu menghasilkan PPS yang kompeten dan
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 60
berintegritas,” ujarnya.
Iqbal mengatakan tensi politik pilkada
jelas berbeda dengan pemilu legislatif dan
pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk itu perlu diwaspadai potensipotensi yang akan mengganggu
penyelenggaraan pilkada. Mobilisasi
pemilih dari daerah yang tidak menggelar
pilkada ke daerah yang pilkada adalah
salah satu potensi masalah yang harus
diantisipasi.
“Sekarang kan masih saja terdapat KTP
ganda di beberapa daerah. Misalnya
Pilkada di Gowa bisa saja terjadi mobilisasi
pemilih dari Kota Makassar. Untuk itu,
KPU Kabupaten/Kota harus menekankan
kepada petugas pemutakhiran data
pemilih untuk melakukan pencocokan dan
penelitian dengan ketat,” ujarnya.
Selain itu faktor geografis seperti daerah
Pangkep, Selayar, Luwu Utara harus
disiasati untuk dapat mendistribusikan
logistik tepat waktu. Apalagi pemungutan
suara digelar 9 Desember 2015, di mana
cuaca pada bulan Oktober dan November
secara umum berada dalam titik ekstrim.
Ini catatan kita yang senantiasa kita minta
KPU Kabupaten/Kota memperhatikannya
dan menyiapkan antisipasinya,” ujarnya.
Fasilitas kampanye seperti bahan
kampanye dan alat peraga kampanye, kata
Iqbal mesti dilakukan dengan hati-hati.
“Kadang masalah kecil bisa menjadi besar.
Misalnya ketika pemasangan alat peraga
di tempat yang sudah ditentukan, bisa
saja karena lokasinya terbatas ada yang
penempatannya di atas dan ada yang di
bawah. Itu bisa jadi masalah kalau
komunikasi kita dengan peserta tidak
baik,” ujarnya.
Bagaimanapun kata Iqbal, KPU juga punya
sisi kelemahan. Untuk itu harus dibangun
komunikasi yang lebih persuasif dengan
para kandidat dan partai politik
pengusungnya. “Berkomunikasi dengan
peserta pemilu tidak cukup dengan surat
menyurat saja. Kita harus bangun dialog
dan komunikasi yang persuasif agar
mereka mematuhi semua regulasi
pilkada,” ujarnya.
(*)
SUARA BILIK
Ketua KPU Kabupaten Gowa, Zainal Ruma :
Memimpin KPU
Gowa dengan Manajemen Terbuka
SuaraKPU - Menjadi pimpinan komisioner
di level kabupaten memiliki tantangan
tersendiri. Kedekatannya secara fisik dan
emosional dengan pemilih dan kandidat
di lapangan membuat mereka rentan di
intervensi dan dicurigai sebagai sumber
manipulasi. Untuk itu, sejak dipercaya
sebagai Ketua KPU Kabupaten Gowa,
Provinsi Sulawesi Selatan, Zainal Rumi
menerapkan manajemen terbuka dalam
mengelola lembaga.
Zainal Rumi awalnya adalah dosen
Ekonomi Manajemen di Universitas
Negeri Makassar (UMN). Perspektif
masyarakat yang acapkali negatif
terhadap penyelenggara pemilu
membuat dirinya terdorong menjadi
komisioner KPU. Zainal Rumi menjadi
anggota KPU Kabupaten Gowa untuk
pertama kalinya pada periode 2008-2013
dan periode berikutnya 2013-2018
dipercaya menjadi ketua.
“Awalnya saya ingin tahu saja apa
memang ada permainan di KPU. Apakah
benar hasil pemilu dan pilkada itu produk
rekayasa. 1001 pertanyaan itu yang
membuat saya bertekad untuk masuk dan
ingin mengetahui kondisi yang
sebenarnya di tubuh penyelenggara
pemilu. Ternyata dugaan itu tidak benar.
Semua berjalan sesuai dengan aturan,”
ujarnya kepada Suara KPU, Minggu lalu
(14/6).
Setelah dipercaya menjadi anggota
dan ketua KPU di periode kedua, Zainal
Rumi tak lagi sekadar ingin menguji tesis
yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat bahwa penyelenggara pemilu
mudah diatur dan dintervensi oleh pihak
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 61
SUARA BILIK
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 62
Namun setelah keluar rekomendasi
Panwaslu Kabupaten Gowa, akhirnya
KPU bersedia membuka kotak suara.
Zainal Rumi juga tidak ingin KPU yang
dipimpinnya selalu menjadi pihak yang
dicurigai oleh peserta pemilu, kandidat
dan publik sebagai sumber kecurangan
dan manipulasi. “Kami ingin buktikan
kepada peserta dan masyarakat bahwa
kami siap buka-bukaan,” ujarnya.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah
“
Kami tidak ingin
ada celah kecuangan
sedikitpun. Kepercayaan
terhadap KPU Gowa yang
muncul setelah aksi buka
kotak suara dan hitung
ulang saat pileg harus
kami jaga.
“
luar. Justru dia ingin memberikan
kontribusi dalam tata kelola
manajemen pemilu di mana ujung
tombaknya adalah KPU
Kabupaten/Kota.
Zainal Rumi selama menjadi
penyelenggara berupaya menyakinkan
para pemangku kepentingan bahwa
potensi terjadinya kecurangan pemilu
dapat dihilangkan. Asalkan semua
pemangku kepentingan ikut mengawal
proses pemilu yang sedang berjalan.
“Kalau masih ada kecurangan berarti
ada pemangku kepentingan yang tidak
bekerja,” ujarnya. Pemangku
kepentingan dia dimaksud adalah KPU,
pengawas pemilu, peserta pemilu dan
masyarakat.
Demi mewujudkan pemilu yang
berintegritas di Kabupaten Gowa,
Zainal Rumi selalu meminta agar para
pemangku kepentingan mengikuti
dengan baik semua tahapan pemilu.
Menurutnya regulasi telah memberikan
ruang dan mekanisme komplain yang
cukup dalam setiap tahapan. “Ada
ruang untuk mengajukan protes
terhadap setiap tahapan. Kita selalu
sampaikan kepada publik untuk
memanfaatkan itu,” ujarnya.
Namun upaya menyadarkan para
pemangku kepentingan tak semudah
membalikkan telapak tangan. Dua
periode Zainal Rumi menjalani aktivitas
sebagai penyelenggara, ternyata protes
peserta pemilu terhadap kinerja
penyelenggara selalu datang
belakangan. “Dalam proses
penghitungan dan rekapitulasi
misalnya. Protes itu umumnya baru
mencuat saat rekap di kabupaten,
sementara di PPK dan PPS aman-aman
saja,” ujarnya.
Zainal Rumi punya pengalaman
menarik saat pemilu anggota DPR, DPD
dan DPRD tahun 2014 lalu. Sejumlah
saksi partai politik meminta
pembukaan kotak suara di sejumlah
tempat pemungutan suara (TPS)
dengan alasan penghitungan dan
rekapitulasi di level adhoc penuh
dengan manipulasi. Awalnya KPU
bersikeras untuk tidak membuka kotak
karena dikhawatirkan proses rekap
berjalan lambat. Selain itu bukti yang
diajukan saksi parpol dinilai tidak kuat.
pemilu di Kabupaten Gowa, kotak suara
dibuka dan dihitung ulang untuk satu
kecamatan. Terdapat 944 kotak suara
yang dibuka, dihitung dan direkap ulang.
“Saya kira rekap di Kabupaten Gowa
pada pemilu 2014 lalu merupakan
rekapitulasi terlama di Indonesia.
Suasana di sekitar Kantor KPU Gowa
sudah seperti pasar malam.
Penghitungan ulang berlangsung selama
dua minggu,” kenang Zainal Rumi.
Meski KPU harus mengeluarkan
energi ekstra untuk melakukan
penghitungan dan rekapitulasi suara
ulang, Zainal Rumi merasa puas. “Kami
lega, ternyata tuduhan yang seringkali
dialamatkan kepada penyelenggaran
sebagai sumber manipulasi tidak
terbukti. Hasil buka kotak suara tidak
mengubah perolehan kursi masingmasing parpol,” bebernya.
Dalam proses buka kotak suara, KPU
Kabupaten Gowa meminta partai politik
menyediakan saksi dalam jumlah yang
cukup agar dapat mengawasi proses
pembukaan kotak dan penghitungan
ulang secara maksimal. “Sebelum semua
saksi parpol hadir, kita tidak buka kotak.
Kita ingin memastikan bahwa prosesnya
dilakukan secara transparan,” ujarnya.
Rumi mengakui bahwa tidak semua
penyelenggara itu benar-benar terbebas
dari praktik kecurangan. Pada saat buka
kotak dan rekap ulang masih saja
terdapat sejumlah kecil penyelenggara
yang berupaya memindahkan suara
kepada kandidat lain. Caranya saat
pembacaan surat suara, mereka
membaca nama yang berbeda dengan
nama yang tercoblos dalam surat suara.
“Beruntung gelagat itu dapat segera
kami identifikasi. Penyelenggara yang
demikian langsung kami berhentikan
saat itu juga,” ujarnya. Selama pemilu
anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun
2014, terdapat satu orang anggota
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan
dua orang anggota Panitia Pemungutan
Suara (PPS) yang diberhentikan karena
kedapatan melakukan manipulasi hasil
rekapitulasi.
Zainal Rumi bertekad gelagat-gelagat
tidak baik penyelenggara adhoc dalam
pilkada tahun ini tidak akan muncul lagi.
Dirinya telah memberikan shock terapi
kepada sejumlah anggota PPK dan PPS
yang tidak serius menjalankan tugas.
“Beberapa anggota PPK dan PPS untuk
pilkada yang baru dilantik saja sudah ada
yang kami berhentikan. Mereka
diberhentikan karena tidak hadir dalam
rapat-rapat konsolidasi di internalnya. Ini
peringatan buat yang lainnya,” ujar
Rumi.
Tantangan pilkada menurut Zainal
Rumi jauh lebih berat dibanding pemilu
DPR, DPD dan DPRD serta pemilu
Presiden dan Wakil Presiden. Apalagi di
Kabupaten Gowa, di mana petahana
sudah tidak mungkin maju lagi karena
sudah menjabat selama dua periode.
Dinamika politik di Gowa tahun 2015
akan lebih keras karena semua bakal
calon merasa punya peluang yang sama
untuk memenangi pertarungan.
“Kami tidak ingin ada celah
kecuangan sedikitpun. Kepercayaan
terhadap KPU Gowa yang muncul
setelah aksi buka kotak suara dan hitung
ulang saat pileg harus kami jaga.
Memang tidak mudah menumbuhkan
integritas dan etika kepada semua
penyelenggara, tetapi sudah menjadi
tugas kami untuk terus
mengupayakannya. Salah satunya tentu
lewat keteladanan,” ujarnya. (*)
SUARA IMAM BONJOL
SUARA PILKADA
SUARA PILKADA
Jendela Politik
Jambi, Sarana
Membangun
Demokrasi
Pemilihan kepala daerah yang yang akan
digelar secara langsung dan serentak
tahun 2015 mendapat sambutan baik
dari banyak kalangan, sebab pilkada ini
adalah bagian dari proses demokrasi,
yang merupakan salah satu bentuk
perwujudan dari kedaulatan rakyat.
Dosen Fisipol Universitas Jambi,
Muhammad Farisyi mengungkapkan,
melalui pilkada ini, masyarakat dapat
memilih secara langsung sosok yang
akan menjadi pemimpin mereka lima
tahun ke depan. Sedangkan
pelaksanaannya yang serentak memiliki
tujuan antara lain penghematan
anggaran serta efisiensi kerja KPU
dalam proses berdemokrasi.
Sebagai akademisi, Farisyi mengaku
turut aktif mengikuti dinamika yang
berkembang seputar pilkada. “Tentunya
kita tidak dalam proses, kita di luar
bukan bagian dari penyelenggara. Kita
berperan sebagai supporting,
membantu sosialisasi, dan memberikan
pendidikan politik kepada masyarakat
pemula dan masyarakat pada
umumnya,” ungkapnya, saat ditemui di
ruang kerja Anggota KPU Jambi Desy
Arianto.
Dalam rangka merealisasikan peran dan
dukungan tersebut, serta dalam rangka
membangun demokrasi, Farisyi
memotori Fisipol UNJA untuk
bekerjasama dengan KPU Jambi
membuat acara program dialog
bernama “Jendela Politik Jambi” di
stasiun televisi lokal, Jambi Expres TV.
Ia mengungkapkan tujuan acara ini
untuk memberikan
pendidikan dan
sosialisasi politik
kepada seluruh
masyarakat Jambi.
“Karena itulah kita
menggandeng salah
satu televisi lokal,
supaya masyarakat luas
bisa menyaksikannya,” kata
Farisyi.
Sementara itu, Desy Arianto
menegaskan, program yang tayang
setiap Selasa malam pukul 21.00 WIB ini
murni non profit. “Program Jendela
Politik Jambi ini sudah berlangsung
sejak Februari 2015 dan tidak
menayangkan iklan sama sekali, karena
memang bukan target komersil yang
kita inginkan. Tapi KPU juga melihat
media TV termasuk yang paling cepat
menyampaikan Informasi ke
masyarakat,” kata dia.
Dalam pelaksanaannya, Farisyi, selaku
moderator pada dialog mingguan
tersebut, mengundang berbagai pihak
yang terkait dengan pelaksanaan
pilkada sebagai narasumber. “Kita
undang dari KPU, Bawaslu, pengamat
politik, parpol, juga calon. Jadi
masyarakat tahu sejak dinamika proses
pemilihan pilkada, yang saat itu masih
langsung tidak langsung, kemudian
apakah digelar tahun 2015 atau 2016,
lalu tentang seperti apa dan bagaimana
kerja KPU, Bawaslu, bagaimana proses
sosialisasi dan seterusnya. Terakhir
kemarin, yang hangat dua bakal calon,
dua-duanya sudah kita hadirkan. Nanti
masyarakat juga bisa menilai, ” terang
Farisyi.
Tema yang menjadi pembahasan dalam
dialog tersebut tidak hanya seputar
tahapan pilkada yang sedang dijalankan
KPU, tapi secara umum juga membahas
isu-isu politik.
“Kami (akademisi) berperan di situ,
memberi pendidikan politik termasuk
misalnya mengenai apa itu money
politic, tentang black campaign,
negative campign. Kemudian jika nanti
terjadi seperti itu, cara melaporkannya
seperti apa dan bagaimana, sehingga
masyarakat luas tahu, akhirnya nanti
juga, saya yakin kalau masif
menginformasikannya, masyarakat juga
akan lebih paham,” kata Farisy.
Ia berharap, langkah yang ia kerjakan
bersama KPU ini dapat menjadikan
demokrasi di Jambi menjadi lebih hidup.
Di samping itu juga mampu memberi
penyadaran pemilih agar dalam
menentukan pilihan bukan berdasarkan
alasan tradisional, seperti ketampanan,
kegagahan, dan sebagainya, melainkan
menjadi pemilih cerdas, yang memilih
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 63
SUARA IMAM BONJOL
SUARA PILKADA
SUARA PILKADA
“
Ya, memang penyadaran politik ini tidak
semudah membalikkan telapak tangan, tapi
saya berusaha menanamkan pada para
mahasiswa sebagai kader-kader penerus
bangsa untuk menyampaikan pendidikan politik
atau menyampaikan sosialisasi pilkada ke
masyarakatnya, bahwa ada pesta demokrasi,
pesta kita
“
calon pemimpinnya berdasarkan visi
misi.
Peran Mahasiswa dalam Pilkada
Farisyi mengatakan, program Jendela
Politik Jambi ini juga disambut baik
oleh kalangan mahasiswa. Hal ini
tampak dari antusiasme mereka
mengikuti acara tersebut. “Dalam
setiap acara kita selalu mengajak
mahasiswa, bukan hanya dari Fisipol
tapi seluruh mahasiswa di perguruan
tinggi yang ada di Jambi.”
Pelibatan mahasiswa ini juga menjadi
salah satu cara untuk menyasar
pemilih pemula, yang banyak juga
berasal dari mahasiswa. “Dengan
pendidikan politik seperti ini
diharapkan masyarakat, termasuk
mahasiswa dan pemilih pemula
memahami apa dan bagaimana itu
politik dan seterusnya. Setelah paham
lalu meningkat kepada kesadaran
bahwa suara mereka penting dan
berperan. Maka dengan begitu akan
tergerak hati mereka untuk ikut
memilih,” ungkap Farisyi.
Alumni Universitas Gajah Mada (UGM)
Yogyakarta tersebut mengungkapkan,
secara umum kesadaran mahasiswa di
Jambi terhadap politik sangat bagus.
“Kemarin kita bikin Rock the Vote, itu
penggeraknya salah satunya
mahasiswa. Mereka turun ke
masyarakat, mengumpulkan
tandatangan mendukung pilkada.
Cukup semangat. Harapannya cukup
tinggi,” ujarnya.
Meski demikian, Farisyi mengatakan
bahwa yang menjadi tantangan adalah
sikap pragmatisme mahasiswa.
“Bagaimana supaya mereka tidak
terjebak kepada kepentingan sesaat,
M Farisyi bersama Komisioner KPU Jambi Desi Arianto
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 64
karena merekalah yang nantinya akan
menjadi kader-kader penerus. Oleh
karena itu, KPU Provinsi jambi
bekerjasama dengan kampus, serta
melalui Jendela Demokrasi Jambi
berusaha menggiring mahasiswa agar
tidak mengarah ke pragmatisme.”
Ia juga sering mengajak mahasiswa
untuk terlibat dalam kegiatan KPU.
Sebagaimana yang ia lakukan pada
acara doa bersama pada Sabtu (6/6)
malam di halaman KPU dalam rangka
menyongsong Pilkada Serentak Jambi
2015.
Selaku dosen, Farisyi selalu berpesan
kepada para mahasiswanya, agar
ketika menjalani kuliah kerja nyata
atau pulang ke kampung halaman tidak
sekadar bersantai dan liburan belaka,
tapi mengaplikasikan ilmu yang mereka
dapatkan dari kampus termasuk
pemahaman politik. “Libur kemarin,
ada beberapa mahasiswa saya yang
punya teman-teman dari komunitas
radio di daerahnya. Sewaktu pulang
kampung, mereka ikut siaran
ngomongin pilkada di radio itu,” kata
Farisyi.
“Ya, memang penyadaran politik ini
tidak semudah membalikkan telapak
tangan, tapi saya berusaha
menanamkan pada para mahasiswa
sebagai kader-kader penerus bangsa
untuk menyampaikan pendidikan
politik atau menyampaikan sosialisasi
pilkada ke masyarakatnya, bahwa ada
pesta demokrasi, pesta kita,”
imbuhnya.
Farisyi mengungkapkan, pihaknya saat
ini tengah membentuk tim, khususnya
terdiri dari mahasiswa fisipol yang
bekerjasama dengan KPU, Kesbangpol,
RRI, dan para steakholder yang
merupakan The Guardian of
Democrasy (slogan KPU Jambi), yang
akan turun ke daerah menyasar
pelosok-pelosok, di antaranya dalam
rangka sosialisasi yang rencananya
akan dilaksanakan pada Agustus
mendatang.
(bow)
SUARA IMAM BONJOL
SUARA PILKADA
SUARA PILKADA
Momok
“Mahar Politik” Hantui
Pilkada Serentak Jambi
Pengamat Politik Jambi, Azhar Mulia.
SuaraKPU - Persoalan “mahar politik”
merupakan masalah klasik yang kerap
terjadi di setiap pemilihan kepala
daerah, sehingga hal itu turut menjadi
momok dalam pergelaran Pilkada
Serentak pada 9 Desember 2015. Meski
secara tegas UU Nomor 8 Tahun 2015
melarang adanya mahar antara
kandidat kepala daerah dan partai
politik karena dikategorikan termasuk
praktik politik uang, namun tak sedikit
pihak meragukan komitmen para pelaku
politik terhadap aturan tersebut. Hal ini
mengingat sulitnya publik memantau
dan mengawasinya.
Salah satu hal yang memicu tumbuhnya
persoalan tersebut adalah banyaknya
bakal calon yang ingin maju dalam
pemilihan. Sementara jumlah partai
politik atau gabungan partai politik yang
bisa mengusung calon sangat terbatas.
Kondisi tersebut membuat persaingan
bakal calon semakin ketat untuk
berebut simpati parpol sebagai
kendaraan politik, sehingga membuka
peluang untuk terjadinya “mahar
politik.”
Menanggapi itu, Dosen Fisipol
Universitas Jambi (UNJA) Muhammad
Farisyi menggantungkan harapan yang
besar kepada partai-partai politik dalam
menentukan calonnya untuk
berkontestasi dalam pilkada. “Kita dari
masyarakat atau akademisi tidak bisa
terlalu masuk karena itu ranahnya ada
di parpol. Paling tidak posisi kami ada di
luar. Kalau memang calon mereka
buruk, ya mereka yang rugi,” ujar
Farisyi.
Ia meyakini bahwa partai politik saat ini
sudah cukup cerdas menentukan calon
yang bakal diusung, sehingga tidak akan
bergantung kepada mahar politk.
“Sepengetahuan saya, masing-masing
kandidat dan partai politik banyak yang
menggunakan jasa survei. Dengan
menggunakan tiga atau empat lembaga
survei, mereka bisa menghasilkan sosok
yang benar-benar disukai masyarakat.
Jadi saya yakin tidak sembarangan,”
kata moderator program Jendela Politik
Jambi, sebuah acara yang terselenggara
berkat kerjasama antara Fisipol UNJA,
KPU Jambi dan salah satu stasiun
televisi swasta di Jambi.
Namun, pandangan berbeda
dilontarkan pengamat politik Jambi,
Azhar Mulia. Menurutnya, politik
transaksional itu masih akan terjadi
dalam pilkada tahun ini. “Saya pikir itu
masih terjadi. Yang namanya partai
politik mau bergerak, itu macammacam istilahnya. Beli perahu lah atau
apa. Ya saya pikir di partai politik itu
masih terjadi politik transaksional,”
ujarnya ketika di temui di sela-sela acara
doa bersama menyambut Pilkada
Serentak 2015, di Kantor KPU Provinsi
Jambi.
Kepala Biro Pemerintahan Provinsi
Jambi Yazirman, yang juga hadir dalam
acara tersebut, turut mengomentari
soal “mahar politik” ini dengan
menyerahkannya pada mekanisme
aturan yang ada. “Kan sudah ada
regulasi. Mungkin masih ada celahcelah yang masih bolong atau yang
belum mengatur tentang segala
sesuatu, atau semacamnya. Tapi
mungkin itu bukan ranah saya untuk
berpendapat di situ,” ujarnya.
Jambi Kondusif
Seperti diketahui, Jambi merupakan
salah satu provinsi yang akan menggelar
Pilkada serentak pada 9 Desember 2015
mendatang. Sebagai ajang kontestasi
politik, pilkada serentak ini juga
memiliki potensi munculnya konflik di
masyarakat. Namun selama ini, Jambi
merupakan salah satu daerah yang
cukup kondusif dan aman dalam
penyelenggaraan pilkada.
“Terkait eskalasi konflik dalam pilkada,
Jambi itu terkenal dengan daerah paling
aman. Dalam arti, pada pemilihan
bupati, gubernur, sampai presiden
belum pernah terjadi konflik-konflik
seperti di daerah lain. Misalnya
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 65
SUARA IMAM BONJOL
SUARA PILKADA
SUARA PILKADA
pembakaran segala macam. Beberapa
pemilhan gubernur, sampai ke MK pun
tidak. Ya, jadi kita yang sejak dulu
terkenal adem ayem, kemungkinan
pada pilkada serentak ini juga seperti
itu,” harap Azhar Mulia.
Meski demikian, ia menyatakan bahwa
konflik juga tapi tetap masih mudah
dikendalikan. Jambi aman. Kalaupun
ada konflik itu elit,” jelasnya.
Dari sisi partisipasi masyarakat, Jambi
terbilang cukup bagus. Yazirman
mengatakan, rata-rata angka partisipasi
masyarakat dalam pemilu sebesar 70%.
“Itu harus valid dan benar-benar
dikoordinasikan dengan data Dukcapil masingmasing kababupaten/kota dan provinsi.
Kemudian kalau aturan, harus secara masif
disosialisasikan kepada partai dan calon.”
potensi konflik tetap saja ada, baik di
tingkat provinsi maupun kabupaten.
“Tapi menurut prediksi saya, konflik
yang paling besar di tingkat kabupaten
antara calon bupati dan wakil bupati
karena rentang antara calon dengan
pemilih itu kan lebih dekat. Artinya,
hubungan kekerabatannya masih kuat.
Tapi kalau di daerah lain, sampai ada
demo bakar-bakar, tapi kalau di Jambi
tidak pernah. Ya kalau sekadar demo
wajar. Yang penting sepanjang
penyelenggaraannya berlangsung adil
sesuai aturan, konflik bisa dieliminasi,”
paparnya.
“Karena memang kalau kita katakan
ada yang golput itu bukan golput dalam
bahasa resminya. Itu karena jarak
tempat tinggal.”
Ia mencontohkan, berpedoman dari
KTP elektronik, masyarakat Jambi yang
terdata baru sekitar 80%. “Itu karena
yang 20% lagi tempat tinggalnya jauh,
seperti di kebun atau di hutan. Selain
itu ada pula yang berdomisili di luar
daerah, seperti di Kerinci itu ada sekitar
3 ribu hingga 5 ribu penduduk yang
tinggal di Malaysia menjadi TKI. Jadi
kalau kita ukur dari jumlah mata pilih
atau DPT, ya 70% menurut saya itu
mendekati 100% dari yang masuk
dalam kriteria, bukan saja yang berhak
tapi menyadari,” kata dia.
Hal senada diungkapkan Yazirman.
Menurutnya, dari sisi stabilitas, di
Jambi khususnya tidak ada masalah.
“Kondusif. Masyarakat di daerah sini
pada dasarnya nerimo. Termasuk hasil
putusan pemilu dan sebagainya. Kalau
ada keributan itu masalah elit. Di
Indonesia, Jambi teraman nomor 4.
Kalau se-Sumatra teraman nomor
satu,” ungkapnya.
“Ada faktor lain, seperti penduduk yang
bergantung kebetuhan harinya pada
hari itu, seperti penyadap karet. Angka
belum ada penelitian itu, tapi dari
pengamatan dari informasi lapangan
hal itu ada,” imbuhnya.
Faktor alam, menurut Yazirman turut
mendukung iklim kondusif masyarakat
Jambi. “Jambi itu agraris. Alamnya
tenang, lalu ada rongga ada jarak
ruang, itu membuat prilaku jadi damai.
Memang ada di sini yang penduduknya
kritis, yakni daerah Kerinci karena
alamnya terlalu ganas. Dia pertanian
sejuk, luas secara volume, tapi sempit
potensinya.Cuma itu saja, gampang
Anggaran Pilkada
Mengenai besarnya anggaran pilkada
karena sebagian tahapan kampanye
calon dibiayai oleh KPU, menurut
Yazirman pendekatan yang digunakan
sudah tepat. “Efisiensi itu dalam ilmu
ekonomi dihitung dari setiap satuan
biaya yang dikeluarkan, baik itu
pengurangan maupun penambahan,
kalaupun biaya itu bertambah satu
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 66
satuan tapi masih dapat memberi
manfaat, minimal sama dengan ukuran
besaran/tambahan biaya itu maka itu
efisien,” jelasnya.
“Dari segi efesiensi penyelenggaraan,
bukan efisiensi penyelenggaraan
pemilu, bukan efisiensi biaya pilkada,
tapi efesiensi biaya politik.Kalau
penyelenggaraan pilkada memang
meningkat,” terangnya.
Yazirman mengatakan, yang terjadi
dalam pilkada ini ialah pergeseran
biaya yang sebelumnya merupakan
biaya yang ditanggung calon, sekarang
menjadi biaya pemerintah. Negara
mengambil sebagaian biaya politik,
agar mempunyai dampak positif
terhadap keadilan.
“Kalau itu kita uangkan, kalau kita
menggunakan metode parametriks
statistik saja, itu bisa ketemu, kalau
diuangkan mungkin manfaatnya lebih
besar daripada tambahan biaya yang
diberikan kepada KPU,” papar
Yazirman.
Mengenai hal yang perlu mendapat
perhatian khusus dalam pelaksanaan
Pilkada 2015 ini, Yaziman menitik
tekankan pada proses rekapitulasi. Hal
itu karena rekapitulasi sudah bukan lagi
bicara proses melainkan hasil.
Sementara Farisyi lebih
menggarisbawahi soal DPT.
“Itu harus valid dan benar-benar
dikoordinasikan dengan data Dukcapil
masing-masing kababupaten/kota dan
provinsi. Kemudian kalau aturan, harus
secara masif disosialisasikan kepada
partai dan calon. Selanjutnya masalah
sengketa hasil pemilu. Karena ini
serentak, masalah waktu ini harus
diperhitungkan oleh KPU dan Bawaslu
agar hasilnya jangan sampai molor,
karena kita belum tahu, kalau semua
daerah bermasalah, mudah-mudahan
tidak bermasalah,” kata Farisyi.
(Bow)
Pemilu On Twitter
Edisi Mei-Juni 2015 SUARA KPU
67
SUARA PAKAR
KPU MENJAWAB
Yang terhormat Ketua KPU RI di Jakarta.
Terkait ketentuan Pasal 7 (huruf g) UU RI Nomor 8 Tahun 2015
tentang perubahan UU No 1 tahun 2015 tentang pemilihan
gubernur, bupati dan walikota.
Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
Apabila seseorang dipidana 4 tahun penjara (artinya tidak
lebih dari 5 tahun) dan telah memenuhi hukuman 2/3 sekaligus
telah membayar semua tuntutan ganti rugi dan telah
mendapatkan bebas bersyarat sebagai hak terpidana, apa yang
bersangkutan dapat ikut serta sebagai calon gubernur,
bupati/walikota atau tidak?
Jika kita bersandar pada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.”
Mohon penjelasannya, atas perhatian dan tanggapannya
dihaturkan banyak terimah kasih.
JAWAB:
Yang terhormat Saudara Mohamad Zein, atas pertanyaannya
dapat kami sampaikan beberapa hal berikut: Dalam PKPU Nomor
9 tentang Pencalonan dalam Pemilihan Gubernur, dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan
Walikota, Pasal 4 ayat (3) dijelaskan
“Syarat calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf f, untuk tindak pidana yang
mengatur ketentuan pidana penjara minimal dan pidana penjara
maksimal, ancaman pidananya didasarkan pada pidana penjara
maksimal.”
Contoh kasus:
1.
Ada seseorang yang hendak maju sebagai kepala daerah
pada Pilkada 2015 tetapi pada tahun 2013 pernah diancam
hukuman pidana dengan ancaman kurungan 8 tahun penjara, dan
oleh majelis hakim dijatuhi hukuman 4 tahun kurungan penjara.
2.
Ada seseorang yang hendak maju sebagai kepala daerah
pada Pilkada 2015 tetapi pada tahun 2013 pernah diancam
hukuman pidana dengan ancaman kurungan 4 tahun 9 bulan
penjara, dan oleh majelis hakim dijatuhi hukuman 4 tahun 9 bulan
kurungan penjara.
Dari dua contoh kasus di atas, yang bisa ikut dalam pemilihan
adalah calon dari contoh kasus kedua. Karena yang bersangkutan
tidak diancam dengan hukuman 5 tahun ke atas dan dijatuhi
hukuman kurang dari 5 tahun. Mengapa calon dari contoh kasus
pertama tidak dapat ikut pemilihan? Karena, meskipun yang
bersangkutan dijatuhi hukuman 4 tahun, tetapi yang bersangkutan
sebelumnya diancam dengan hukuman 8 tahun penjara.
Semoga dengan sedikit penjelasan di atas, dapat memberi
gambaran bagi saudara. Terima kasih atas pertanyaan saudara,
salam..
Mohamad Zein Sether
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 68
Menjadikan hak kebebasan memilih oleh masyarakat/
demokrasi. Memilih pemimpin adalah yang kita anggap mampu
membawa rakyatnya menuju sejahtra. Jangan golput.
Pesan:
Jangan istirahat di tengah jalan dengan hujan yang lebat.
Jawab :
Terima kasih atas dukungan yang saudara sampaikan, KPU
berkomitmen menyelenggarakan pemilu dengan independen,
akuntabel, transparan dan berintegritas, dengan dukungan
segenap bangsa dan negara tentunya.
Kami setuju dengan pernyataan saudara untuk memilih
pemimpin yang dapat menyejahterakan rakyat. KPU berharap
pemilih dapat jeli memilih calon kepala daerah dengan latar
belakang yang baik. Jadi? Jangan berhenti menjadi bagian dari
proses demokrasi Indonesia yang lebih baik.
Halim Mujtaba Addakhil
Secara aturan KPU sudah bagus, tetapi bagaimana dengan
penyelenggaranya, seperti anggota KPU yang ditangkap berjudi
dengan anggota DPR dan sudah divonis penjara oleh pengadilan?
Ini menyangkut kredibilitas KPU jika anggotanya yg sudah
terbukti melakukan perbuatan tercelah terus dibiarkan.
Jawab :
Terima kasih atas apresiasi dan perhatian saudara kepada KPU.
Kepada Bapak Djufri, untuk menjaga kemandirian integritas
dan kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu maka dibentuklah
lembaga untuk mengimbangi dan mengawasi penyelenggara
pemilu (KPU dan Bawaslu), yaitu Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Tugas DKPP adalah untuk: (1) menerima pengaduan/laporan
dugaan pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; (2)
melakukan penyelidikan, verifikasi, dan pemeriksaan
pengaduan/laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh
Penyelenggara Pemilu; (3) menetapkan Putusan; dan (4)
menyampaikan Putusan kepada pihak terkait untuk
ditindaklanjuti.
Selama 2 tahun sejak dibentuknya (2013-2014) DKPP sudah
memberhentikan 207 penyelenggara pemilu yang secara kode etik
telah melanggar tugas dan kewenangan penyelenggara pemilu.
Bahkan Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik pernah mendapatkan
peringatan keras karena berhalanggan hadir saat acara Penetapan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilu 2014.
Itu secara kode etik, jika secara hukum pidana dan perbuatan
yang dilarang dalam peraturan perundang-undangan yang lain
tentu KPU akan bersikap lebih tegas. Untuk itu jika masyarakat
mengetahui atau mengindikasikan ada aparatur kami yang
melanggar hukum, silahkan laporkan kejadian tersebut kepada
pihak yang berwajib.
KPU tidak mentolerir setiap penyelenggara pemilu yang secara
pribadi dan secara kelembagaan melakukan perbuatan yang
dilarang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
M Djufri Rachim
SERBA-SERBI
SERBA-SERBI
Ayo, Lakukan MCU Sejak Dini
Jangan Menunggu Sakitmu Semakin Parah..!
SuaraKPU - Medical Chec-Up (MCU)
belum menjadi budaya kesehatan di
masyarakat Indonesia. Bahkan, tidak
sedikit yang meremehkannya. Padahal,
MCU atau pemeriksaan medis sangat
penting untuk mendeteksi penyakit
lebih dini. Tapi sebaliknya, fakta yang
terjadi di negara ini, masyarakat baru
dating ke puskesmas, rumah sakit atau
klinik kesehatan setelah dalam kondisi
sakit.
Ironisnya, sering pasien datang
setelah penyakitnya dalam level stadium
akut atau parah sehingga terlambat
untuk diobati atau disembuhkan. “MCU
itu termasuk dalam konsep Preventif
Health Management (PHM) atau
pencegahan jauh lebih mudah dan
murah dari pada mengobati. Ini yang
belum sepenuhnya disadari
masyarakat,” kata dr. Rudi Firmansyah,
dokter rumah Sakit Harapan Kita,
kepada Suara KPU beberapa waktu lalu.
Ia mengakui saat ini memang ada
peningkatan jumlah pasien yang dating
untuk melakukan MCU. Namun, jika
dibandingkan dengan negara-negara di
kawasan ASEAN seperti Singapura dan
Malaysia masih jauh.
“Ditengah-tengah masyarakat masih
muncul stigma takut mengetahui
penyakit-penyakit yang ada di dalam
tubuh kita. Sehingga kalau melakukan
pemeriksaan medis secara psikologis
ada rasa ngeri begitu tahu penyakit yang
dideritanya tergolong penyakit yang
sangat membahayakan kelangsungan
hidup manusia. Selain itu banyak juga
yang menganggap biaya pemeriksaan
itu mahal. Sebenarnya kalau ditelaah
lebih jauh lebih mahal mana mengobati
penyakit yang belum parah dengan yang
sudah terlanjur parah,” ungkap Rudi.
Itu sebabnya, sambung dia, kepada
para pasien, dokter selalu memberikan
edukasi atau pengertian bahwa
pencegahan jauh lebih murah dan
mudah dari pada menyembuhkan.
Mahal diawalnya, tetapi nanti lebih
ringan karena nanti tak perlu
mengeluarkan biaya untuk mengobati
penyakit.
Jenis pemeriksaan MCU terdiri dari
berbagai kategori. Misalnya, MNC
standar pemeriksaannya mencakup fisik,
asam urat, jantung, rontgen, kolesterol,
dan gula darah. MCU yang lebih mahal
ada paket tambahan untuk diperiksa
seperti prostat dan cek gejala kanker.
Memang, kata Rudi, banyak pertanyaan
dari calon pasien apakah ada perbedaan
antara pemeriksaan medis untuk
manusia muda dengan lanjut usia
(lansia). “Sebenarnya tak ada perbedaan
yang signifikan antara pemeriksaan
medis untuk manusia muda dengan
lanjut usia,” terang Rudi.
Namun, pasien muda atau yang baru
pertama kali melakukan MCU
dianjurkan mengambil paket
pemeriksaan standar. Gaya hidup
perkotaan, begitu juga makanannya,
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 69
SUARA PAKAR
SERBA-SERBI
SERBA-SERBI
yang serba instan sangat berpotensi
menimbulkan penyakit yang berbahaya
bagi tubuh. Untuk mereka yang berusia
lanjut, lebih baik mengambil paket
lengkap. Sebab, lansia rentan terhadap
banyak penyakit seperti kelainan darah,
infeksi saluran cerna, gangguan fungsi
hati dan ginjal, gangguan fungsi tiroid,
penyakit kardiovaskuler, demensia
(pikun), dan osteoporosis.
“Orang muda tak berarti aman dari
penyakit berbahaya. Kita sudah sering
mendengar ada remaja terkena stroke
atau meninggal dunia karena serangan
jantung atau penyakit dalam lainnya,”
ujar Rudi. Taraf ekonomi yang makin
mapan membuat peluang hidup
manusia bertambah panjang.
Itu sebabnya, populasi lansia di
Indonesia makin meningkat.
Seharusnya makin mapan kehidupan
ekonomi, makin sehat masyarakatnya.
Namun, faktanya di Indonesia belum
seperti itu,” imbuhnya. Sebab,
kebanyakan orang muda yang
melakukan MCU secara kolektif
biayanya ditanggung sepenuhnya oleh
kantor tempatnya bekerja.
Bagi mereka yang terdeteksi
1
Inspeksi
Melihat
keadaan pasien
5
2
berpotensi menderita penyakit parah
Prosedur Standar
akan dirujuk ke rumah sakit untuk
Pemeriksaan Medis
pemeriksaan lebih lanjut. Untuk waktu
1.
Konsultasi antara klien (pasien) dan
pemeriksaan medis, idealnya dilakukan
dokter.
rutin setiap enam bulan hingga satu
2.
Pemeriksaan
fisik sederhana
tahun sekali. “Sebab , direntang waktu
diantaranya
mencakup
: Pengukuran
itu beberapa kelainan dan penyakit
tekanan
darah,
denyut
nadi,
suhu
berpotensi muncul,” ujarnya.
tubuh,
pernapasan,
keadaan
kulit
Di samping itu, pemeriksaan MCU
dan
gigi,
kesehatan
mata,
kesehatan
juga dapat mengukur kondisi jantung
hidung, telinga, tenggorokan,
pasien. Itu bias dilakukan dengan
keadaan
jantung dan paru, keadaan
beberapa metode. “Tentu biayanya
perut
(menilai
ada atau tidaknya
berbeda tergantung dari tingkat akurasi
pembesaran
hati,
limpa, dan ginjal),
yang dihasilkan. Bisa menggunakan
gangguan
ambeien,
hernia.
treadmill yang paling murah, tetapi
3.
Pemeriksaan
di
laboratorium
yang
dengan tingkat akurasi hanya 50
memeriksa
sampel
darah
dan
urine
persen. Dengan Computerized
untuk mengetahui beberapa kondisi
Tomography (CT) scan, akurasi
dari
: darah (kadar hemoglobin,
pemeriksaannya mencapai 80 persen
leukosit),
faal (fungsi hati) : GOT, GPT,
dan biayanya pun lebih mahal dari
protein
tubuh.
Keadaan lemak tubuh
treadmill. Yang termahal adalah metode
(kolesterol
total,
kolesterol LDL dan
kateterisasi karena tingkat akurasi
HDL,
trigliserid).
Faal
ginjal (ureum
pemeriksaan mencapai 100 persen,”
dan
keratinin).
Kadar
gula darah
ucapnya lagi.
(puasa dan dua jam setelah makan).
Infeksi virus hepatitis dalam tubuh
dan kekebalan yang dimiliki, indikasi
tumor.
4. Kesimpulan dalam bentuk rekam
Proses Pemerikasaan
medis.
Palpasi
Meraba bagian
tubuh pasien
3
Perkusi
Mengetuk
tubuh pasien.
4
Auskultasi
Mendengar
suara dalam
tubuh pasien
Menggunakan alat bantu untuk pemeriksaan saraf (palu reflek, kapas, air
dingin, jarum untuk mendeteksi kelainan pada saraf otak)
Periode Usia Pemeriksaan Medis :
Usia 1-18 Tahun : Untuk mengetahui kelainan atau penyakit secara dini agar dapat segera diatasi dengan cepat, serta
memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung dengan baik
Usia 18-30 Tahun : Untuk menjaga kelangsungan dan kualitas hidup karena adanya perubahan gaya hidup orang muda,
khususnya di perkotaan yang serba instan, kurang gerak, penuh persaingan, stress dan super sibuk menyebabkan banyak
kasus serangan sakit mendadak pada usia muda.
Usia di Atas 30 Tahun : Untuk mengetahui kualitas kesehatan secara umum, mendeteksi gangguan kesehatan sedini
mungkin, dan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk tindakan lanjutan, serta mengetahui resiko terjadinya
gangguan kesehatan pada kemudian hari.
Usia di Atas 55 Tahun : Untuk mendeteksi penyakit degenerative (penyakit yang menyertai proses penuaan), gangguan
atau penyakit yang sering dialami pada usia lanjut seperti kelainan atau penyakit darah, gangguan atau infeksi saluran cerna,
gangguan fungsi hati dan ginjal, gangguan fungsi tiroid, penyakit kardiovaskuler, demensia (pikun), dan osteoporosis.
(Berbagai sumber)
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 70
SUARA SELEBRITY
Anindya Kusuma Putri :
Media Sosial,
Sarana Ampuh
dalam Berkampanye
SuaraKPU - Pada 9 Desember mendatang, pemilihan kepala
daerah (pilkada) bakal digelar serentak. Peranan pemilih
pemula akan cukup menentukan hasil pilkada tersebut.
Namun, banyak generasi muda yang enggan dan bingung
dalam memberikan suaranya dalam pilkada. Salah satu
penyebabnya adalah kurangnya pemahaman dan
pengalaman dalam berpolitik.
Hal yang sama juga pernah dirasakan Anindya Kusuma Putri.
Gadis kelahiran Semarang 23 tahun silam yang menjadi Putri
Indonesia 2015 tersebut juga bingung ketika memberikan
hak suaranya pada pemilihan legislatif dan presiden yang
lalu.
"Jujur, waktu itu bingung, karena begitu banyaknya kandidat
yang kurang saya kenal, tapi saya harus bisa kasih
kepercayaan kepada salah satu dari mereka untuk
memimpin," ujar Anindya menceritakan pengalamannya ikut
mencoblos pada Pemilu Gubernur Jawa Tengah pada 26 mei
2013 silam.
Menurut Anindya, sebagai generasi muda, mencari tahu
rekam jejak calon-calon pemimpin daerah merupakan
sebuah keharusan. Tapi, calon kepala daerah, juga harus
mampu menawarkan program-program yang konkrit,
menyesuaikan karakteristik dan kebutuhan masyarakat di
tiap-tiap daerah.
Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai sumber termasuk
media sosial. Pemanfaatan media baru penting untuk
merangkul dukungan masyarakat lebih luas, utamanya dari
kalangan pemilih muda.
"Bentuk promosi calon pemimpin rakyat tidak harus berupa
spanduk atau baliho. Hal itu justru hanya akan merusak
pemandangan dan kebersihan kota. Dengan menggunakan
media sosial, justru lebih efektif dan efisien. Promosi bisa
diakses dalam waktu cepat dengan biaya terjangkau," terang
dia.
Anindya berharap pelaksanaan pemilu kepala daerah
serentak untuk pertama kalinya itu dapat berjalan dengan
lancar, jujur dan adil.
“Proses penyelenggaraan pemilu selama ini sudah berjalan
baik dan tertib, semoga pada pilkada nanti KPU dapat
meningkatkannya, termasuk upaya sosialisasi dan edukasi
tata cara memilih di setiap daerah, untuk Indonesia yang
lebih baik, semoga ya,” harap Anindya.
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 72
SUARA SELEBRITY
Cinta Laura :
m
a
i
d
Diam
u
a
t
n
Ma
SuaraKPU - Pesinetron cantik Cinta Laura memberikan
apresiasi tertinggi untuk pimpinan dan jajaran KPU yang
telah berhasil menjalankan proses demokrasi pemilihan
legislatif dan presiden beberapa waktu lalu. Pertarungan
sengit antara partai dan kandidat calon presiden
ternyata diam-diam juga menjadi titik perhatian Cinta
Laura.
Meski sedang merampungkan studinya di Columbia
University, Amerika Serikat, gadis tinggi semampai itu
juga aktif memantau dan mengikuti perkembangan
politik yang terjadi di tanah air. “Aku rajin browsing di
internet. Termasuk politik dan persiapan pemilihan
legislatif juga sempat aku baca. Biar gak dibilang kuper,”
kata Cita Laura tertawa lepas.
Cinta mengaku sempat menyesal gak bias merasakan
suasana pemilihan legislatif di Indonesia. “Pengen
banget ngerasain tapi kan waktu itu aku lagi kuliah.
Mamah bilang pentingin pendidikan dulu. Nanti kalau
sudah selesai kan bisa ikut di pemilihan presiden,”
bebernya. Ternyata, apa yang diinginkan Laura tercapai
juga. Dalam pelilihan presdien 2014 lalu, Cinta Laura
menggunakan hak pilihnya di TPS 04, Kramat Jati,
Jakarta Timur.
Ia sempat meceritakan pengalamannya yang tak akan
bisa ia lupakan. “Waktu itu pas mau ke TPS aku mau
nangis. Takut yang aku pilih nanti kalah. Tapi aku gak
mau berpikir negatif dulu. Kan sebelumnya aku banyak
browsing di internet, aku liat programnya. Yang mampu
membuat rakyat Indonesia bisa lebih cepat sejahtera
dari sebelumnya maka itulah yang kupilih,” pungkas
Laura sembari merahasiakan Capres pilihannya itu.
Begitu pulang dari Amerika, Cinta Laura memang
langsung mengasah wawasannya untuk menemukan
Calon presiden (Capres) pilihan hatinya. “Dari situ,
akhirnya aku tahu, mana yang seharusnya dipiih,”
tambahnya lagi.
*
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 73
SUARA PUSTAKA
Sistem Politik Indonesia
Kestabilan, Peta Kekuatan
Politik, dan Pembangunan
Perubahan sistem politik di
suatu negara adalah hal yang
wajar, begitupun yang terjadi
di Indonesia. Arbi Sanit
menggambarkan
perkembangan politik di
Indonesia kedalam 5 (lima)
Bab dimulai dari bab pertama
Arbi menggambarkan makna
kestabilan politik, dimana arbi
menyederhanakan bahwa
kestabilan politik dalam
jangka pendek (1-2 masa
periode pemilihan umum)
bergantung pada kewibawaan
pemerintah, kemampuan
berkompromi dan
kemampuan memimpin
birokrasi.
Judul Buku
:
Sistem Politik Indonesia
Kestabilan, Peta Kekuatan Politik,
dan Pembangunan
Penulis :
Arbi Sanit
Penerbit
:
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Tebal
:
113 halaman
Edisi Mei - Juni 2015
SUARA KPU 74
Permusyawaratan Rakyat
(MPR) menyepakati
bahwasanya hanya ada 3
fraksi yakni Persatuan
Pembangunan, Demokrasi
Pembangunan dan Karya
Pembangunan.
Arbi, juga memaparkan
tentang peran serta Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) yang setelah reformasi
berubah menjadi Tentara
Nasional Indonesia (TNI)
dalam perpolitikan Indonesia,
seperti dihadapkan pada
waktu Soekarno dan PKI
mengalami krisis di dalam
mempertahankan dan
memperluas kekuasaan
Ia juga menggambarkan
politiknya, ABRI muncul
bagaimana organisasi sebagai satu-satunya kekuatan
organisasi pergerakan
politik utama. Ia juga
kemerdekaan berubah
menambahkan selain ABRI,
menjadi partai politik di tahun Mahasiswa sebagai kalangan
1955, hingga di tahun 1961
elite kaum terpelajar ikut
melalui keputusan Presiden
berperan aktif dalam
Nomor 128, 129 dan 440
berpolitik karena didorong
jumlah partai politik dikurangi oleh idealism mereka.
dari 28 partai yang mengikuti
pemilihan pada tahun 1955
Di bab kelima Arbi
dikurangi menjadi 14 partai
menjelaskan kehidupan politik
dan menjelang pemilihan
dan ekonomi di negara
umum 1971 berkurang lagi
berkembang, khususnya di
menjadi 9 partai. Dari hasil
Indonesia, bahwasanya
pemilihan umum 1971,
kehidupan politik dan
Dewan Perwakilan Rakyat
ekonomi berkaitan satu
(DPR) dan Majelis
dengan yang lainnya. (AJENG)
SUARA PAKAR
SUARA PAKAR
Anggota KPURI 2007-2012, Dra. Endang Sulastri., M. Si :
Pilkada Serentak,
Efisiensi Demokrasi
Mantan Komisioner KPU, Endang Sulastri
SuaraKPU - Sesuai dengan putusan
Mahkamah Konstitusi, pemilihan umum
anggota legislatif (pileg) dan pemilihan
presiden (pilpres) pada tahun 2019, akan
dilakukan secara serentak. Timbul
pertanyaan, apakah skema pemilihan
calon anggota lembaga perwakilan rakyat
nantinya akan tetap seperti sekarang,
yaitu mencakup calon anggota DPR, DPD,
dan DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten
dan Kota? Kalau demikian, mengapa para
kepala daerah, yaitu Gubernur, Bupati,
dan Walikota tidak sekaligus dipilih saja
secara bersamaan juga dengan pemilihan
umum nasional tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut, sebagai salah satu pilihan,
mungkin saja dikembangkan pandangan
bahwa pemilihan umum itu benar-benar
dilakukan serentak untuk semua pejabat
yang hendak dipilih secara langsung agar
agenda pemilihan umum benar-benar
dapat diselenggarakan sekali dalam lima
tahun. Dengan demikian, mulai dari
Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota
serta Anggota DPR, DPD, dan DPRD
seluruh Indonesia dipilih secara serentak
melalui satu waktu pemilihan umum
nasional. Jika pemilihan nasional yang
bersifat total itu dipandang tidak realistis,
maka tersedia pilihan kedua, yaitu dapat
diusulkan dilakukannya pemilihan yang
bertingkat.
Pemilihan umum dilakukan dalam tiga
tingkatan yang masing-masing
dimaksudkan untuk memilih pejabat
eksekutif dan legislatif setempat, yaitu (i)
pemilihan umum pusat untuk memilih
Presiden/Wakil Presiden, Anggota DPR,
dan anggota DPD; (ii) pemilihan umum
provinsi untuk memilih Gubernur dan
anggota DPRD Provinsi; dan (iii)
pemilihan umum kabupaten/kota untuk
memilih Bupati dan anggota DPRD
Kabupaten serta Walikota dan anggota
DPRD Kota, yang dilakukan serentak di
tingkat pemerintahan masing-masing
sesuai dengan jadwal kenegaraan yang
ditetapkan.
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 75
SUARA
PAKAR
SUARA
SUARA PAKAR
PAKAR
SUARA PAKAR
Dengan mekanisme pemilihan pimpinan
eksekutif dan anggota lembaga legislatif
secara serentak ini, banyak sekali manfaat
yang dapat diperoleh dalam memperkuat
sistem pemerintahan. Beberapa di antara
manfaat strategisnya adalah (i) sistem
pemerintah diperkuat melalui 'political
separation' (decoupled) antara fungsi
eksekutif dan legislatif yang memang
sudah seharusnya saling imbang
mengimbangi. Para pejabat di kedua
cabang kekuasaan ini dibentuk secara
sendiri-sendiri dalam waktu yang
bersamaan, sehingga tidak terjadi konflik
kepentingan ataupun potensi sandera
menyandera yang menyuburkan politik
transaksional; (ii) Salah satu kelemahan
sistem 'decoupling' ini potensi terjadinya
gejala 'divided government' atau 'splitgovernment' sebagai akibat kepala
pemerintahan tidak menguasai dukungan
suara mayoritas di parlemen.
Namun hal ini haruslah diterima sebagai
kenyataan yang tentunya harus diimbangi
dengan penerapan prinsip tidak dapat
saling menjatuhkan antara parlemen dan
pemerintah; (iii) Sistem 'impeachment'
hanya dapat diterapkan dengan
persyaratan ketat, yaitu adanya alasan
tindak pidana, bukan alasan politik; (iv)
untuk menjaga iklim dan dinamika “public
policy debate” di parlemen. Harus
dimungkinkan anggota partai politik
berbeda pendapat dengan partainya
dalam memperjuangkan kepentingan
rakyat, dan kebijakan “party recall' harus
ditiadakan dan diganti dengan kebijakan
“constituent recall”.
Dengan cara demikian, maka keputusan
untuk diterapkannya sistem pemilu
serentak mulai tahun 2019 dapat
dijadikan momentum untuk penguatan
sistem pemerintahan. Ini harus dijadikan
agenda utama pasca terbentuknya
pemerintahan hasil pemilu 2014, sehingga
periode 2014-2019 benar dimanfaatkan
untuk konsolidasi demokrasi yang lebih
produktif dan efisien serta penguatan
sistem pemerintahan presidentil.
Penguatan Kelembagaan Partai Politik
Periode 2014-2019 juga perlu
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 76
“Agar partai politik secara moral absah untuk
hidup dalam sistem demokrasi dalam tataran
bernegara, maka iklim dan sistem demokrasi
internal partai politik juga harus ditumbuhkan
dengan paksaan undang-undang.”
dimanfaatkan untuk memperkuat
pelembagaan partai politik dalam jangka
panjang. Dengan kemajemukan yang
bersifat 'segmented' dan bahkan
'fragmented' (segmented and
fragmaneted pluralism), apapun kebijakan
'treshold' yang diterapkan untuk maksud
penyerdehanaan jumlah partai politik
secara alamiah, dalam jangka panjang
jumlah partai politik di Indonesia tidak
akan pernah berhasil diciutkan menjadi 2
partai politik dominan seperti di Amerika
Serikat. Karena itu, kita harus siap untuk
menerima kenyataan hidup dengan
jumlah partai politik yang banyak dan
tidak ada yang dominan seperti yang
tercermin dalam hasil pemilu legislatif
2014 sekarang.
Paradigma berpikir kita jangan lagi
mempermasalahan soal kuantitas jumlah
partai politik. Yang harus dipikirkan justru
persoalan kualitas partai politik, meskipun
jumlahnya banyak. Karena itu, pelembagaan dan penguatan kelembagaan partai
politik harus dijadikan tujuan utama, meskipun – sekali lagi – dengan tidak berasumsi bahwa soal kuantitas itu merupakan masalah. Di atas sudah saya usulkan,
pertama, pada tingkat puncaknya,
struktur DPRnya yang kita sederhana
menjadi terdiri atas 2 barisan partai
pemerintah dan partai non-pemerintah.
Kedua, agar partai politik secara moral
absah untuk hidup dalam sistem demokrasi dalam tataran bernegara, maka iklim
dan sistem demokrasi internal partai politik juga harus ditumbuhkan dengan paksaan undang-undang. Harus ada pengaturan mengenai pembatasan terhadap
orang yang mempunyai pertalian darah
untuk duduk dalam kepengurusan pada
periode yang sama dan di tingkatan
kepengurusan yang sama.
Orang yang mempunyai pertalian darah
dengan Presiden/Wakil Presiden,
Gubernur, Bupati, atau Walikota juga
sebaiknya dibatasi atau dilarang untuk
mencalonkan diri atau diusulkan menjadi
calon Presiden/Wakil Presiden, Gubernur,
Bupati, atau Walikota periode berikutnya,
sehingga tidak terjadi peralihan jabatan
dari antara orang yang bertalian darah.
Demikian pula orang yang mempunyai
hubungan darah itu sudah semestinya
dibatasi tidak boleh mencalonkan diri atau
dicalonkan untuk menduduki jabatan
pemerintahan daerah selama kerabatnya
masih menduduki jabatan pada tingkat
atasan. Misalnya, kerabat Gubernur tidak
diperbolehkan menjadi calon Bupati atau
Walikota selama Gubernur masih
menduduki jabatannya. Anak Presiden
tidak boleh menjadi calon Gubernur
selama Presiden masih menduduki
jabatannya.
Untuk menjamin kaderisasi dan
pembinaan kader untuk regenerasi
kepemimpinan partai politik, sebaiknya
ada pengaturan mengenai persyaratan
menjadi pengurus pada tingkat atas
pengalaman minimal 5 tahun sebagai
pengurus pada tingkat bawahan. Jika
struktur kepengurusan partai politik
terdiri atas 4 tingkat, maka seorang calon
Ketua Umum dipersyaratkan minimal
sudah 20 tahun menjadi pengurus partai
politik yang bersangkutan. Dengan
demikian pembinaan partai politik dalam
jangka panjang akan tumbuh dan
berkembang secara sehat, terhindar dari
'kutuloncat' yang menumbuhsuburkan
budaya politik transaksional dan
pragmatis.
SUARA PUSTAKA
SUARA PUBLIK
Kesiapan Parpol Menempatkan
Calon Pimpinan di Pilkada 2015
Semoga pemilukada serentak ini
dapat melahirkan pemimpin
pemimpin yang adil dan bijaksana
yang merupakan tonggak awal
kemajuan bangsa Indonesia.
SuaraKPU - Pemilukada seyogyanya akan
dilaksanakan serentak bertahap mulai
bulan Desember 2015, praktis baik dari
calon pemimpin, pemerintah
kabupaten/kota, partai politik, dan
masyarakat maupun juga penyelenggara
KPU baik tingkat Nasional sampai dengan
Kabupaten/Kota harus segera membuat
batasan peraturan dan aturan main yang
tegas dan jelas agar Pemilukada serentak
yang pertama ini akan berjalan sukses.
pimpinan yang menjadi pilihan
masyarakat, masyarakat yang cerdas saat
ini sudah bisa menilai kinerja para wakil
dan para calon pemimpinnya. Yang tak
kalah penting adalah menekan biaya dan
juga menghemat waktu yang pada
akhirnya para calon pemimpin yang
terpilih bisa langsung tune in dengan
jalannya roda pemerintahan saat ini.
Semoga pemilukada serentak ini dapat
melahirkan pemimpin pemimpin yang
adil dan bijaksana yang merupakan
tonggak awal kemajuan bangsa
Indonesia.
David Arvan Moies
Pengusaha Muda
Dari sisi pemerintah mungkin hal ini bisa
dianggap sebagai efisiensi anggaran
mengingat anggaran yang digunakan tidak
saja bersumber dari APBD tapi juga
melalui bantuan APBN. Seperti diketahui
setiap pemilukada di Indonesiaa selalu
rawan dengan masalah keamanan dan
juga money politics serta kesiapan dari
berbagai pihak dan juga dari partai politik
yang akan memasang jagoannya sebagai
pemimpin dalam waktu yang relatif
singkat.
Namun saya sebagai masyarakat
berpandangan dengan pemilukada
serentak ada bebrapa kelebihan yang akan
diperoleh, diantaranya kesiapan partai
politik untuk menempatkan calon
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 77
SUARA REFLEKSI
Polemik Defenisi Konflik
Kepentingan dengan Petahana
Sejak KPU melaksanakan pemilihan
langsung, terdapat beberapa perubahan
ketentuan. Salah satunya, terkait aturan
persyaratan calon dan persyaratan
pencalonannya.
Kini, saat memasuki tahapan
pencalonan dalam Pilkada serentak 2015,
masalah definisi petahana atau yang
selama ini dikenal dengan istilah incumbent
menjadi salah satu isu hangat di
masyarakat. Tidak hanya itu, istilah
petahana juga dimaknai berbeda di
lembaga negara seperti KPU dan DPR. Hal
itu berdampak pada pemaknaan berbeda
mengenai hubungan konflik kepentingan
antara calon dengan petahana.
Berdasarkan pilkada-pilkada
sebelumnya, hal tersebut tidak menjadi
persoalan. Berdasarkan UU Nomor 32
Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan
UU Nomor 12 Tahun 2008, tidak dibahas
istilah tentang adanya calon yang memiliki
hubungan konflik dengan petahana.
Pada pemilu sebelumnya, istilah
petahana memang sudah dikenal, tetapi
incumbent didefiniskan sebagai kepala
daerah atau wakil kepala daerah yang
sedang menjabat dan akan mencalonkan
diri kembali untuk periode berikutnya.
Sebelumnya, tidak ada batasan berapa
kali seorang kepala daerah atau wakil
kepala daerah menjabat. Namun,dalam UU
Pilkada, jumlah periodesasi jabatan kepala
daerah dibatasi hanya dua kali periode.
Satu kali periode secara normal adalah lima
tahun.
Namun dalam putusan Mahkamah
Konstitusi (MK), meski belum sampai lima
tahun, misalnya dua setengah tahun sejak
dia dilantik sampai akhir jabatan, hal itu
dianggap sebagai satu periode. Batasan ini
sampai sekarang masih berjalan.
Selain itu, dalam UU Nomor 8 Tahun
2015 tentang Pilkada terdapat istilah
persyaratan baru bahwa seorang calon itu
tidak boleh memiliki konflik kepentingan
dengan petahana. Ada dua hal yang perlu
dibedakan, yakni definisi petahana dan
Edisi Mei - Juni 2015 SUARA KPU 78
Sigit Joyowardono
Kepala Biro Teknis dan
Hubungan Partisipasi Masyarakat
definisi konflik kepentingan dengan
petahana.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2015,
petahana didefinisikan sebagai seorang
kepala daerah yang sedang menjabat dan
bisa mencalonkan diri sepanjang tidak
melebihi dua kali periodeisasi. Sementara
itu,yang dimaksud dengan konflik
kepentingan dengan petahana adalah calon
tidak boleh memiliki hubungan darah, garis
keturunan atau hubungan perkawinan
dengan petahana.
Baik satu tingkat ke atas, ke bawah
maupun satu tingkat menyamping.
Misalnya, adik, kakak, ayah dan ibu dari
petahana. Dalam hal ini, seorang calon yang
dalam kategori menantu, ipar, atau paman
juga tidak boleh mencalonkan diri dalam
pilkada. Semangat dari aturan tersebut ialah
supaya proses demokrasi pilkada tidak
hanya diikuti oleh orang-orang yang
mempunyai kedekatan dan kekerabatan
saja.
Namun masih kerancuan tentang
petahana dari penjelasan UU Nomor 8
Tahun 2015 tersebut. Misalnya seorang
calon ketika melihat petahana itu seorang
paman, maka dia tidak boleh mencalonkan
diri. Sementara, karena dipahami dalam UU
itu tidak ada istilah keponakan, maka boleh
mencalonkan diri.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan
KPU Daerah tersebut, KPU RI menerbitkan
Surat Edaran Nomor 302 Tahun 2015
tentang Penjelasan Peraturan KPU Nomor 9
Tahun 2015. Surat Edaran ini menerangkan
bahwa petahana adalah kepala daerah yang
jabatannya berakhir sebelum masa
pendaftaran, atau mengundurkan diri
sebelum masa pendafaran, atau
berhalangan tetap sebelum masa jabatan
berakhir dan terjadi sebelum masa
pendaftaran.
Berkaitan dengan ini, muncul
perbedaan cara pandang antara KPU
dengan DPR. Terlebih atas munculnya
kecenderungan dari beberapa kepala
daerah yang mengundurkan diri sebelum
masa jabatannya berakhir dan dilakukan
sebelum masa pendaftaran calon dengan
tujuannya memuluskan kerabatnya maju
dalam Pilkada. DPR juga menyatakan,
penjelasan petahana itu tidak boleh hanya
dikemas dalam surat edaran.
Tidak hanya itu, perbedaan cara
pandang antara KPU dan DPR juga terjadi
pada istilah petahana. Salah satu contoh,
DPR berpandangan kepala daerah yang
mengundurkan diri atau AMJ-nya di bulan
Juli tapi sebelum pendaftaran calon yakni
tanggal 26 Juli 2015 tetap disebut petahana.
Termasuk juga orang yang meninggal tetapi
AMJ-nya masih panjang, dan meninggal
sebelum masa pendaftaran calon, masih
dianggap petahana. DPR menilai KPU terlalu
jauh menjabarkan istilah petahana dengan
menerbitkan Surat Edaran Nomor 302.
Pada dasarnya, KPU tidak ingin proses
demokrasi pilkada ini banyak melibatkan
orang-orang yang mempunyai konflik
kepentingan. Namun, KPU tidak boleh
melihat dari aspek politik di lapangan. KPU
harus menggunakan hukum dan
aturanbahwa petahana adalah orang yang
sedang menjabat. Harus dipahami, KPU
menyelenggarakan fungsi tugasnya berdiri
di atas aturan.
Selamat
Hari Raya
Idul Fitri
1 Syawal 1436 H
minal aidin walfaidin
mohon maaf lahir batin
Download