Pola Penyimpangan Perilaku Penyalahgunaan Napza

advertisement
Pola Penyimpangan Perilaku
Penyalahgunaan Napza Dalam
Konteks Komunikasi Antarpribadi:
Studi Kasus Pelaku Penyalahgunaan
Napza di DKI Jajarta
Nurlina Rahman
([email protected])
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA)
Penelitian ini bertujuan mengetahui pola penyimpangan penyalahgunaan NAPZA
(Narkotika, Psikotropika, Zat Aditif) dalam konteks komunikasi antarpribadi. Metodologi
penelitian berdasarkan pendekatan kualitatif dalam paradigma fenomenologis yang
memusatkan perhatian pada upaya memahami perilaku manusia dari sudut pandang
subyek penelitian. Berdasarkan perspektif teoteris dari George Herbert Mead, Erving
Goffman yang saling melengkapi dengan menggunakan metodologi interaksionisme
simbolik untuk mengkaji pengalaman hidup para pelaku, yang terdiri dari pengamatan
terlibat (participant observation) dan wawancara mendalam (in-deth interview). Informan
berjumlah enam belas (16) orang. Pengambilan sampel quota (quota sampling) dan sampel
bola salju (snow-ball sampling). Hasilnya tidak akan dikuantifikasikan dan tidak akan
digeneralisasikan kepada pemakai napza di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari sudut psikologi pada penyalahgunaan napza maka faktor konsep diri sebagai unsur
psikologi dalam diri manusia merupakan salah satu faktor yang konsisten. Dari sudut
psikososial perilaku menyimpang ini terjadi sebagai akibat negatif dari interaksi faktor
kecenderungan dan faktor pemicu yang tidak kondusif (tidak mendukung ke arah positif);
yaitu aspek lingkungan, keluarga dan diri sendiri serta aspek teman sebaya geng juga
napza itu sendiri. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi masyarakat agar
dapat memahami gejala penyalahgunaan napza bagi anggota keluarga, dan diharapkan
dapat melakukan pencegahan terhadap penyimpangan penggunaan napza melalui
pendekatan agama.
Keywords: penyimpangan perilaku penyalahgunaan napza, komunikasi antarpribadi, studi
kasus
LATAR BELAKANG
Dahulu narkoba dipakai secara terbatas oleh beberapa kalangan atau komunitas di
berbagai negara, tapi sekarang, narkoba tidak hanya dipakai oleh kalangan/golongan
THE 1st UICIHSS | 85
maupun komunitas tertentu tapi juga digunakan oleh masyarakat luas bahkan usia anak2.
Pada era modern dan kapitalis ini, narkoba telah menjadi masalah dan problem bagi
ummat manusia di berbagai Negara. Narkoba tidak hanya merusak akal sehat tetapi
merusak jiwa dan raga penggunanya, tidak hanya merusak fisik tapi juga merusak
perilaku penggunanya.
Problem narkona telah merusak tatanan hidup masyarakat, kekerasan diakibatkan
dari efek penggunaan narkoba serta wabah korupsi di berbagai negara dengan bisnis
narkoba. Masalah narkoba tidak kalah mengkhawatirkan seperti kerusakan lingkungan,
penyakit-penyakit mematikan seperti aids, kanker dan lainnya. Untuk itu telah lama
dilakukan upaya untuk memberantas narkoba melalui kerjasama internasional. Tapi
nampaknya tidak mudah melakukannya karena bisnis narkoba merupakan lahan yang
menggiurkan, bahkan mengalahkan reputasi bisnis di sektor lain. Oleh karena itu sebagai
masyarakat harus senantiasa waspada dalam pencegahan penyelahgunaan napza
khususnya bagi para anggota keluarga.
Meningkatnya jumlah pemakai dan pengedar narkoba bukan lagi dalam deret
hitung, tetapi deret ukur! Diduga kasusnya di masyarakat 10 kali lipat dari jumlah yang
tercatat dan tampak di permukaan, Kualitasnya pun makin mencemaskan, Jika dahulu
penyalahgunaan NARKOBA menimpa golongan “the haves”, sekarang telah merambah
ke semua lapisan masyarakat. Usia pemakainya pun makin muda, bahkan anak Sekolah
Dasar.
Permasalahan penyalahgunaan narkotika yang terjadi di hampir sepanjang negeri
ini sebenarnya ingin menegaskan kembali bahwa narkotika merupakan persoalan yang
sangat serius. Dalam arti, perlu ada penanganan yang sifatnya mendasar mengingat
permasalahannya yang sudah mengakar, karena dari berbagai tindak pidana yang
ditimbulkan tidak hanya melibatkan pribadi saja tetapi hubungan dengan antarpribadi.
Sekurang-kurangnya 3 orang dalam sehari, pemakai narkoba meninggal dunia,
17,8 % meninggal karena kelebihan dosis. Bila jumlah pecandu narkoba di Indonesia saat
ini 4 juta orang (GloriaNet, Gerakan Anti Narkoba) dan seumpama satu orang pemakai
narkoba ini setiap harinya minimal mengeluarkan Rp 100.000,- sampai Rp. 300.000,untuk membeli narkoba, maka uang yang hilang dengan sia-sia setiap harinya mencapai
Rp 400 miliar atau 1,2 triliun setiap bulan dan atau Rp. 280 triliun sampai Rp 300 triliun
setiap tahunnya. 1
Secara teoretik, dari berbagai peristiwa tindak pidana yang terjadi, analisis
terhadap diri (self) atau personal dalam masyarakat harus dilakukan secara holistik, oleh
karena ia merupakan sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan.
Sepanjang sejarah manusia mereka mendefinisikan diri mereka sesuai dengan tempat dan
tingkatan dalam masyarakat.
Dari semua komponen tindak komunikasi, yang paling penting adalah diri (Self).
Siapa anda dan bagaimana anda mempersepsikan diri sendiri dan orang lain akan
mempengaruhi komunikasi anda dan tanggapan anda terhadap komunikasi orang lain.
1
. GloriaNet, 2002, Gerakan Anti Narkoba
86 | THE 1st UICIHSS
Dalam unit ini, kita mendalami dua aspek dari diri (self). Pertama, kita menelaah
kesadaran-diri dan mengamati beberapa dari diri (self) kita. Kedua, kita membahas
Pengungkapan-diri, bentuk komunikasi di mana kita mengungkapkan sesuatu tentang
siapa diri kita (Johari Window, Joseph Luft). Kesadaran diri merupakan landasan bagi
semua bentuk dan fungsi komunikasi (Kleinke, 1978). Ini dapat dijelaskan dengan baik
melalui Jendela (Johari Window), yang membagi empat daerah atau kuadran pokok:
daerah terbuka, daerah buta, daerah tertutup, dan daerah gelap.
TEORI/PENDEKATAN
Studi penelitian ini menganggap komunikasi antarpribadi dapat berperan untuk
menjelaskan secara ilmiah tentang konsep diri pemakai narkoba pada saat pemakai
narkoba melakukan interaksi sosial dengan sesama pemakai narkoba maupun dengan non
pemakai narkoba, oleh sebab itu dalam melaksanakan studi ini digunakan komunikasi
antarpribadi yang pada dasarnya merupakan salah satu kajian dalam Ilmu Komunikasi.
Interpretasi terhadap perilaku subyek penelitian dilakukan dengan mengetahui apa
yang ada dibenak seseorang mencakup perasaan, motif dan pemikiran yang ada di balik
perilaku seseorang, yang diperoleh berdasarkan wawancara mendalam sehingga
memungkinkan peneliti memahami subyek penelitian dalam situasi alamiah secara
menyeluruh.
Penelitian ini menggunakan metodologi interaksionisme simbolik yang termasuk
ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa
penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah alih-alih
lingkungan yang artifisial seperti eksperimen. Varian-variannya mencakup teori dan
prosedur yang dikenal sebagai etnografi, fenomenologi, etnometodologi, interaksionisme
simbolik, psikologi lingkungan, analisis semiotik, dan studi kasus (Lindlof & Meyer,
dalam Mulyana:148).
Dalam penelitian ini digunakan kerangka konseptual interaksionis simbolik untuk
mengkaji pengalaman hidup para informan. Pendekatan penelitian kualitatif dengan
konseptual interaksionisme simbolik, menurut Weber (dikutib dari Sanapiah Faisal dalam
Bungin: 2007 : 11) teori ini memiliki tiga premis utama yaitu: Pertama, manusia
bertindak terhadap sesuatu (benda, orang, atau ide) atas dasar makna yang diberikan
kepada sesuatu itu. Kedua, makna tentang sesuatu itu diperoleh, dibentuk, termasuk
direvisi melalui proses interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, pemaknaan
terhadap sesuatu dalam bertindak atau berinteraksi tidaklah berlangsung mekanisme,
melainkan melibatkan proses interpretasi. Itu menunjukkan bahwa tindakan dan
pemaknaan manusia terhadap sesuatu kental bersifat situasional, yaitu bergantung pada
definisi situasi yang dihadapi di tingkat interaksi itu sendiri.
Studi ini dapat dianggap sebagai studi emik untuk menelaah latar belakang
pemakai/pelaku penguna NAPZA dari “dalam”; analisisnya bersifat idiografik yang
bertujuan memformulasikan proposisi-prosisi yang sesuai dengan kasus-kasus yang
THE 1st UICIHSS | 87
dipelajari. Jadi hasilnya tidak akan dikuantifikasikan dan tidak akan digenaralisasikan
kepada pemakai NAPZA di Jakarta.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut
pandang subjek yang diteliti. Teori ini menekankan bahwa perilaku manusia dilihat
sebagai suatu proses yang melibatkan individu-individu untuk membentuk perilaku
mereka dengan mempertimbangkan ekspetasi orang-orang yang berinteraksi dengan
mereka (dikutib dari Dedi Mulyana, Becker et.al., 1961:19). Definisi yang mereka
berikan kepada orang lain, situasi, objek, bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan
perilaku mereka.
Secara ringkas, interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis berikut (Mead,
1934; Rose, 1962; Blumer, 1969: Felson, 1981, dikutib dari Dedi Mulyana). Pertama,
individu merespons situasi simbolik. Mereka merespons lingkungan berdasarkan makna
yang dimiliki komponen-komponen lingkungan bagi mereka sebagai individu. Ketika
mereka menghadapi suatu situasi, respons mereka tidak mekanis, atau ditentukan oleh
faktor-faktor eksternal, melainkan bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan
situasi yang mereka masuki dalam interaksi sosial. Jadi individu sangat menentukan
lingkungan mereka sendiri.
Kedua, individu membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka
lakukan. Mereka membayangkan bagaimana orang lain akan merespons tindakan mereka
sebelum mereka sendiri bertindak. Proses pengambilan peran (taking the role of the
other) tersembunyi ini penting, meskipun tidak dapat diamati. Jadi interaksi simbolik
mengakui tindakan dalam dan tindakan luar, menganggap tindakan luar sebagai lanjutan
tindakan dalam. Namun, tindakan luar tidak otomatis menunjukkan tindakan dalam,
karena tindakan luar mungkin hanya merupakan pengelolaan kesan (impression
management) (dalam Dedi Mulyana, Goffman, 1959) untuk menyenangkan khalayak
tertentu, atau untuk memenuhi tuntunan tertentu yang bersifat sosial, politis, ekonomi,
dan sebagainya.
Ketiga, karena makna adalah produk interaksi sosial, makna ini mungkin berubah
lewat interpretasi individu ketika situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial juga
berubah. Konsekuensinya, perilaku berubah, karena makna, sebagai basis perilaku juga
berubah.
Dalam konteks komunikasi antarpribadi, Charles H. Cooley berpendapat bahwa
manusia tidak hanya menanggapi atau membuat persepsi tentang orang lain, tetapi juga
mempersepsikan dirinya sendiri. Setiap manusia menjadi subjek dan objek persepsi
sekaligus. Manusia dapat melakukan hal tersebut karena membayangkan diri kita sebagai
orang lain. Gejala ini disebutnya looking-glass self, yakni seakan-akan kita menaruh
cermin di depan kita dan melalui cermin itu kita tampak pada orang lain dan kemudian
kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Dengan mengamati
diri, kita akan memiliki gambaran dan penilaian tentang diri sendiri. Ini disebut konsep
diri (self concept). Konsep diri memiliki dua komponen: komponen kognitif dan
komponen afektif (evaluasi) tentang diri sendiri. Konsep diri meliputi apa yang kita
pikirkan dan yang kita rasakan tentang diri kita. Dalam kaitan ini, konsep diri juga suatu
88 | THE 1st UICIHSS
proses. Ia terbentuk lewat interpretasi realistis fisik dan sosial sebagai memiliki atributatribut diri. Konsep diri terbentuk dari bagaimana penilaian orang lain tentang kita di
mana proses ini juga melibatkan internalisasi aspek-aspek orang yang dianggap penting
ke dalam diri sendiri (significant others) dan juga sebagai kelompok acuan yang membuat
orang mengarahkan perilakunya sesuai norma dan nilai yang dianut kelompok tersebut.
Tipe penelitian merupakan pilihan model penelitian yang memberikan gambaran
menyeluruh tentang tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan tipe penelitian deskriptif, yaitu bertujuan memberikan gambaran mengenai pola
penyimpangan perilaku penyalahgunaan napza dalam konteks komunikasi antarpribadi,
yang merupakam latar belakang pelaku napza mulai menggunakan naza
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
Dalam penelitian ini data diperoleh dengan mendatangi pusat rehabilitasi dan
ketergantungan narkoba di Jakarta untuk mendapatkan responden terutama para pemakai
yang ada di pusat rehabilitasi dalam masa penyembuhan dan pemulihan. Selain itu
peneliti akan mendatangi tempat-tempat yang memungkinkan pemakai narkoba seperti
café-café atau pada anak jalanan di wilayah Jakarta guna mendapatkan responden dan
melakukan teknik wawancara mendalam (in depth interview). Untuk mencapai tingkat
pemahaman tentunya memerlikan cara penggalian data yang handal. Di sisnilah letak
relevansi metode dan teknik wawancara mendalam. Dengan wawancara mendalam, bisa
digali apa yang tersembunyi disanubari seseorang, apakah menyangkut masa lampau,
masa kini, maupun masa depan.
Penelitian dilakukan dengan mewawancari secara mendalam dan mengamati enam
belas (16) orang informan yang dipilih melalui purposive sampling, pengambilan sampel
quota (quota sampling) dan sampel bola-salju (snow-ball sampling). Sebelum peneliti
melakukan wawancara mendalam terlebih dahulu melakukan pra-penelitian selama
kurang lebih dua bulan. Wawancara dan pengamatan itu berlangsung delapan bulan
(September 2003 –April 2004). Mereka umumnya adalah orang-orang yang tinggal di
Jakarta atau dalam masa pemulihan di panti rehabilitasi Jakarta.
Waktu penelitian pada panti rehabilitasi dan penyembuhan pengguna narkoba,
peneliti akan memilih waktu di mana informan tidak dalam jadwal kegiatan panti akan
tetapi bila diperlukan peneliti akan meminta izin untuk dapat mengamati informan.
Peneliti mencoba menggali dan menemukan informan pada lingkungan atau
tempat-tempat yang mempunyai indikator pemakaian narkoba seperti Diskotek, Bar, Café
atau Club yang memungkinkan para informan melakukan kegiatan pemakaian narkoba,
dilakukan pada waktu malam hari antara jam 22.00 - 24.00 dan berakhir pada jam 02.00 –
03.00.
Selain itu lingkungan anak-anak jalanan juga tidak luput dari area penelitian.
Karena indikasi pemakaian narkoba pada kelompok ini memungkinkan penelitian
dilakukan. Peneliti melakukan wawancara ketika para informan istirahat di rumah
singgah. Untuk dapat mengamati perilaku pemakai narkoba, maka peneliti memilih waktu
THE 1st UICIHSS | 89
dengan menyesuaikan jadwal para informan yang telah ditentukan, agar dapat melakukan
pengamatan pada interaksi sosial pemakai narkoba.
Data yang telah diperoleh dari lapangan dalam penelitian ini diharapkan dapat
menangkap kategori-kategori dan ciri-cirinya dalam setiap kejadian atau peristiwa yang
muncul dan sekaligus peneliti dapat menganalisanya. Kemudian untuk dalam membantu
dari hasil analisa tersebut peneliti membuat statistik semu (shadow statistic) sebagai
pedoman dalam pengkategorian dan mengklasifikasikan ciri-ciri khusus dari setiap
informan.
Rentang statistik semu diklasifikasikan berdasarkan jumlah informan yang
temukan di lapangan yaitu 16 orang informan. Pengklasifikasian dimaksudkan untuk
membantu pengelompokan jumlah informan ke dalam ketagori-kategori khusus dari
penelitian ini.
HASIL PENELITIAN
Penyimpangan Perilaku Pemakaian NAPZA Dari sudut psikologi pada
penyalahgunaan napza maka faktor konsep diri sebagai unsur psikologi dalam diri
manusia merupakan salah satu faktor yang konsisten. Pentingnya proses psikologis ini
hendaknya dipahami apa yang terjadi di dalam diri individu bukan komunikasi
antarpribadi, melainkan proses psikologis. Meskipun demikian proses psikologis dari tiap
individu pasti mempengaruhi komunikasi antarpribadi yang pada gilirannya juga akan
mempengaruhi hubungan antarpribadi. Proses psikologis dapat berpengaruh pada
komunikasi dan hubungan antarpribadi karena individu menggunakannya sebagai
pedoman untuk bertindak atau berperilaku.
Konsep diri merupakan faktor kecenderungan
predisposisi atau tendensi
seseorang memutuskan untuk memakai napza. Kepribadian sebagai unsur psikologi
dalam diri manusia merupakan sekumpulan sifat yang diyakini menjadi ciri khas
seseorang (karakter) dan gambaran kualitas dirinya, tapi ada pula yang memandang
kepribadian sebagai sekumpulan sifat yang relatif dapat dibentuk, inti dan ciri-cirinya
dapat berubah sesuai kebutuhan dan keadaan. Peran kepribadian manusia yang
berpengaruh terhadap komunikasi antarpribadinya sangat ditentukan oleh konsep dirinya.
Hal ini juga dikemukakan oleh Hurlock (1986) yang menyebutkan konsep diri sebagai
“core atau “center of gravity”-nya yang mempengaruhi pengarahan energi manusia.
(Liliweri, 2015: 2).
Penyalahgunaan dan pemakaian NAPZA adalah salah satu bentuk perilaku
menyimpang. Dari sudut psikososial perilaku menyimpang ini terjadi sebagai akibat
negatif dari interaksi faktor kecenderungan dan faktor pemicu yang tidak kondusif (tidak
mendukung ke arah positif); yaitu aspek lingkungan, keluarga dan diri sendiri serta aspek
teman sebaya geng juga NAPZA itu sendiri. Secara sistematis terjadinya perilaku
menyimpang yang berakibat pada pemakaian dan penyalahgunanaan NAPZA sebagai
berikut:
90 | THE 1st UICIHSS
Model 2.
Penyimpangan Perilaku
(Pemakai Penyalahgunaan NAPZA)
Lingkungan
Kelompok/
Masyarakat
Geng
Individu
Keluarga
Model di atas terilhami oleh model Perilaku
Menyimpang Penyalahgunaan NAZA
(Hawari: 1990)
Penyalahgunaan NAPZA adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang. Dari
sudut psikososial perilaku menyimpang ini terjadi akibat reaksi negatif dari tiga kubu
sosial yang tidak kondusif (tidak mendukung ke arah positif); yaitu kubu lingkungan,
kubu keluarga dan kubu kelompok (geng, teman sekolah). Dalam kehidupan sehari-hari
seseorang hidup diantara tiga (3) kubu ini dan berinteraksi saling berhubungan.
Secara sistematis terjadinya perilaku menyimpang yang berakibat pada
penyalahgunaan dan ketergantungan pada seseorang, bila kubu lingkungan sosial
masyarakat tidak kondusif seperti beberapa kasus yang telah digambarkan oleh pelaku
membawa pengaruh terhadap menyimpangan perilaku penyalahgunaan NAPZA.
Demikian pula jika kondisi keluarga yang tidak kondusif, dari beberapa kasus yang
ditemukan kondisi keluarga yang tidak kondusif secara psikologis mempengaruhi
kehidupan pelaku. Ketidakharmonisan dalam keluarga membuat pelaku cenderung untuk
menutup diri sehingga komunikasi antarpribadi tidak terjalin. Selain itu mengakibatkan
pelaku mencari lingkungan yang dapat memberi kenyamanan bagi dirinya di mana ia bisa
THE 1st UICIHSS | 91
mendapatkan penghargaan dari teman-teman kelompoknya sehingga membawa kepada
konsep diri negatif.
Dalam kehidupan setiap orang sebagai anggota masyarakat menjadi anggota
kelompok. Setiap kelompok memiliki norma-norma sendiri. Begitu pula pemakai
NAPZA, di antara kelompok-kelompok ini adalah kelompok acuan atau geng yang
membuat pelaku mengarahkan perilakunya sesuai norma dan nilai yang dianut kelompok
pemakai NAPZA. Kelompok Geng ini yang mempengaruhi konsep diri pelaku terhadap
penyalahgunaan NAPZA atau memakai NAPZA. Jika kelompok geng memberi pengaruh
positif maka interaksi tersebut memperkecil resiko penyimpangan perilaku tetapi jika
kelompok geng memberi pengaruh negatif maka resiko perilaku menyimpang menjadi
lebih besar yang pada gilirannya berakibat pada penyalahgunaan dan ketergantungan
NAPZA.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, C. (2007). Pokoknya Kualitatif, Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan
Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Adler, R. B., & Towne, N. (1987). Looking out Looking in: Interpersonal
Communication. Hilt Rinchart and Wiston, New York,
Budyatna M., & Mutmainah, N. (2007). Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Blake, R., & Edwin, O. H. (1979). A Taxonomy of Concepts in Communication. New
York, Hastings House Publishers.
Blummer, ed. Spradley. J. (1972). Simbolic Interaction, Culture and Cognition.
Borden, G., & John D. S. (1975). Human Communication: The Process of Relating.
Menlo Park, California, Cummings Publishing Company.
Brannen, J. (2007). Memadu Metoda Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Bungin, B. (2007). Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Caulhoun, J. F., & Joan, R. A. (2005). “Psikologi Tentang Penyesuasian dan Hubungan
Kemanusiaan”. Alih Bahasa R.S. Satmoko, IKIP Semarang Press.
Devito, J. A. (2015). Komunikasi Antarmanusia, Kuliah Dasar. Hunter College of the
City University of New York.
Elvinaro, A., & Bambang, Q. (2007). Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Judistira, G. (2007). Metoda Penelitian Pendekatan Kualitatif, Bandung: Primaco
Akademika.
92 | THE 1st UICIHSS
Hawari, D. (2001). Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Hawari, D. (2012). Terapi (Detoksifikasi) dan Rehabilitasi (Pesantren) Mutakhir (Sistem
Terpadu) Pasien NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lain). Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Hawari, D. (2012). Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan
Zat Adiktif Lain). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Gaya Baru, Jakarta.
Hafied, C. (2013). Perencanaan & Strategi Komunikasi. Depok: RajaGrafindo Persada.
Hidayat, N. D. (2013). Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik – Klasik.
Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial – Universitas Indonesia.
Hurlock, E. B. (2011). “Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kuswarno, E. (2011). Metode Penelitian Komunikasi Etnografi Komunikasi, Suatu
Pengantar dan Contoh Penelitiannnya. Bandung: Widya Padjadjaran.
Judistira, G. (2007). Metoda Penelitian Pendekatan Kualitatif. Bandung: Primaco
Akademika.
Liliweri, A. (2015). Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Liliweri, A. (2015). Perspektif Teoritis Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Mar’at. (2011). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Fakultas Psikologi
Unpad, Bandung: Ghalia Indonesia.
McConnell, J. (1988). Understanding Human Behavior. Saunders College Publishing,
The University of Michigan
Miller, G., & Mark, R. S. (1975). Between People, New Analysis of Interpersonal
Communication. Science Research Association Inc.
Mulyana, D. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Cetakan kedua Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhadjir, N. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif (4th Ed). Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Jalaluddin, R. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kriyantono, R. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana.
Severin, J. W., & Tankard, J. W (2007).
Teori Komunikasi, Sejarah, Metode, dan
Terapandi Dalam Media Massa, Jakarta, Kencana.
THE 1st UICIHSS | 93
Sendjaja, Djuarsa, dkk. (2004). Teori Komunikasi. Universitas Terbuka, Jakarta.
Soeprapto, R. (2002). Interaksionisme Simbolik, Perkspektif Sosiologi Modern,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trauss, A., & Juliet, C. (2003) Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Tata Langkah dan
Teknik-teknik Teoritisasi Data.
Trenholm, S., & Arthur, J. Interpersonal Communication, Third Edition,
Tubbs, S. L., & Moss, S. (2006). Human Communication, Konteks-Konteks Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosdakatya.
Walsh, G., & Lehnert, F. (1972). The Phenomenology of The Social World, London:
Heinemann Educational Books.
West, R., & Turner, L. H. (2010). Buku 1. Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan
Aplikasi, edisi ke-3. Jakarta. Salemba Humanika.
Wirawan, S. (2005). Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wood, J. T. (1997). Communication in Our Lives. The University of not Carolina at
Capel Hill, Word Publishing Company, ITP an International Thomson, Publishing
Company, Printed in the USA.
94 | THE 1st UICIHSS
Download