SURVEI PENDAHULUAN: DALAM USAHA MENANGGULANGI KERUSAKAN LAHAN AKIBAT LETUSAN GUNUNG KELUD Syekhfani RINGKASAN Ditinjau dari aspek tanah, letusan gunung Kelud di suatu pihak dapat menyebabkan kerusakan karena sifat kesuburan tanah meliputi fisik, kimia, maupun biologi mengalami perubahan. Suhu bahan letusan tinggi akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan jazad mikro tanah; atau bisa pula menyebabkan penimbunan bahan-bahan meracun yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman. Tetapi, di lain pihak akibat letusan dapat menguntungkan segi-segi kesuburan tanah yaitu berupa penambahan bahan debu atau pasir yang kaya akan unsur hara. Analisis contoh-contoh bahan letusan dan tanah yang diambil menunjukkan bahwa pasir dan debu memberikan kontribusi unsur P dan S; sedang kadar unsur-unsur dalam tanah yang tertimbun material pada saat survei belum dipengaruhi. Agar bahan berupa pasir atau debu tidak hilang melalui pengangkutan oleh air dan/atau angin, maka diperlukan tindakan-tindakan konservasi. Di samping itu, diperlukan pula penelitian-penelitian dari berbagai aspek meliputi studi status perharaan, biologi tanah, dan konservasi tanah dan air untuk tujuan reklamasi jangka pendek. Sejauh mana dampak negatif dan positif akibat letusan perlu diteliti. Untuk maksud tersebut maka Team Survei Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya telah melaksanakan survei pendahuluan ke lokasi-lokasi yang terkena musibah. ------------------------------------------------------------------------Disajikan dalam seminar penaggulangan akibat1letusan G. Kelud, yang diselenggarakan atas kerjasama Balittan Malang dan Universitas Brawijaya, Juli 1991 Staf Jurusan Tanah, Ketua Team Survei Pendahuluan G. Kelud, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 1 I. PENDAHULUAN Letusan gunung Kelud di suatu pihak memberikan dampak negatif yang sangat merugikan penduduk di sekitarnya, terutama pada kawasan yang terkena langsung penimbunan material baik berupa debu, pasir, batu, atau aliran lahar. Areal pertanian yang pada saat sebelum terjadi letusan merupakan kawasan yang subur tiba-tiba berubah menjadi gundul akibat penimbunan material dan hancurnya tanaman. Keadaan ini tentu saja merupakan pukulan berat bagi petani maupun pekebun yang mengandalkan pendapatannya dari usaha pertanian di kawasan tersebut. Dalam waktuwaktu mdekat para petani dan pekebun yang terkenamusibah ini terpaksa belum dapat mengusahakan kembali lahan pertaniannya secara normal. Hal ini disebabkan penimbunan permukaan tanah oleh material sehingga sulit untuk diusahakan seperti semula. Pada dasarnya potensi kesuburan tanah meningkat akibat penimbunan bahan letusan. Bahan-bahan vulkan mengandung berbagai jenis unsur dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga merupakan cadangan unsur bagi tanahtanah pertanian. Permasalahannya adalah bahwa unsur-unsur tersebut masih berada dalam bentuk mineral-mineral primer yang membutuhkan proses pelapukan jangka lama agar dapat tersedia bagi tanaman. Di segi lain, material yang tertimbun merupakan bahan kasar atau agak kasar berupa pasir atau debu yang mempunyai sifat mudah hanyut oleh aliran air, tidak mempunyai kemampuan memegang air maupun unsur hara. Dengan demikian, maka kawasan yang mengalami penimbunan material debu atau pasir akan menghadapi masalah erosi, kekeringan dan pencucian hara, terutama pada lapisan bahan timbunan tersebut. Suhu material yang tinggi saat letusan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman maupun kehidupan biologi tanah yang terkena langsung bahan tersebut. Berbagai usaha perlu dilakukan apabila kita ingin mengembalikan fungsi lahan untuk pertanian seperti semula. Pengalaman dari letusan gunung Agung atau Galungggung misalnya dapat memberi gambaran berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pemulihan agar lahan kembali dapat dibudidayakan. Untuk mendapatkan informasi awal tentang kerusakan lahan, maka team survei Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, melakukan survei pendahuluan ke lokasi yang terkena letusan. Hasil survei diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar dan Kediri yang terkena musibah, dalam usaha penanggulangan awal serta rencana penanggulangan jangka panjang. II. METODOLOGI 1. Pelaksanaan Survei Survei pendahuluan ini bersifat peninjauan lapang untuk penjajagan sampai sejauh mana lahan yang terkena musibah dapat dipulihkan melalui 2 usaha-usaha perbaikan sifat-sifat tanah atau sistem pertanaman. Suatu peta vulkanologi yang memberikan informasi tentang batas-batas areal yang tertimbun material dibutuhkan sebagai peta dasar; dibedakan atas dasar tingkat bahaya yaitu: Lokasi Bahaya I, II, III dan IV serta daerah aliran lahar (Lampiran 1). Pada peta ditentukan jalan pengamatan yaitu memotong kawasan menuju puncak gunung Kelud. Diambil dua jalur arah Blitar menuju Kecamatan Nglegok, Penataran, Candi Sewu dan Darungan, serta arah dari Pupus, Candi Rejo dan Gambar (lihat peta pada Lampiran 1). Untuk setiap lokasi bahaya dilakukan pengamatan secara visual maupun pengukuranpengukuran berbagai parameter tanah. Pengamatan visual meliputi keadaan vegetasi, iklim, topografi tanah, sumber air, dan sebagainya, sedang parameter tanah yang diamati meliputi ketebalan timbunan material, dan sebagainya. Sampel tanah/materi dibawa ke laboratorium untuk dianalisis beberapa sifat fisik maupun kimianya. • 2. Waktu Pelaksanaan Survei lapang dilakukan pada tanggal 12 hingga 17 Maret 1990. III. HASIL SURVEI 1. Pengamatan Secara Visual di Lapang: Lokasi Bahaya I Secara visual tampak bahwa areal diseputar puncak menunjukkan tingkat kerusakan paling besar. Vegetasi hutan dan juga perkebunan (kopi,cengkeh) disini rusak total, tanpa daun dan hanya tinggal batang serta cabang cabang besar. Kerusakan mencapai 85-100 % daun terbakar. Timbunan material mencapai 40 cm dengan bahan pasir kasar disertai batubatu koral yang bertebaran dibagian permukaan tanah. Pada lokasi datar, di permukaan tanah masih dijumpai lapisan berdebu yang cukup tebal (kurang lebih 2 cm), meskipun dari informasi yang diterima telah terjadi hujan lebat beberapa kali. Tampaknya tanaman berdaun lebar mempunyai kepekaan yang tinggi, seperti misalnya: pohon kopi yang sama sekali gundul. Tanaman pelindung dari jenis lamtoro (Leucaena leucephala) glirisidia (Gliricidia sepium) relatif tahan dan masih menunjukkan pertumbuhan normal meskipun menun jukkan kelainan warna daun yang menampakkan gejala difisiensi nitrogen. Jenis tanaman lain yantahan adalah Flemingia congesta yang masih tumbuh dengan segar tanpa perubahan warna. Ketebalan materi yang mencapai 40 cm ini sudah barang tentu merupakan kendala utama dalam usaha pemulihan dan perlu di teliti lebih detail. Ketika materi digali, maka terlihat banyak akar yang tumbuh menembus keatas, namun busuk dan mati. Kemungkinan hal ini akibat panasnya bahan material tersebut ataupun akibat adanya zat meracun pada saat letusan terjadi. Pada saat survai dilakukan, tanaman kopi telah menunjukkan pemunculan tunas-tunas baru. 3 Lokasi Bahaya II Pada kawasan ini timbunan material mencapai ketebalan 20 - 30 cm. Vegetasi kebanyakan masih tanaman perkebunan dan sedikit tanaman pekarangan (kelapa, rambutan, pisang). Kerusakan tanaman kopi dan coklat yang berdaun lebar masih cukup parah meskipun tidak sampai gundul. Daun daun tua masih bertahan tetapi daun muda rusak dan gugur. Besar kerusakan antara 50-75 %. Kondisi perakaran tanaman seperti pada lokasi bahaya I, tanaman kopi, coklat dan cengkeh mulai tumbuh tunas-tunas baru. Kawasan perkebunan di Lokasi Bahaya II ini masih hijau, namun untuk pemulihan secara maksimal dibutuhkan cara-cara yang tepat dalam hal perbaikan kondisi tanah dan air. Lokasi Bahaya III Di sini timbunan material mencapai ketebalan 10-20 cm. Kawasan relatif datar dan didominansi oleh areal tanaman pangan, terutama sawah. Vegetasi lain meliputi kopi, coklat dan tanaman pekarangan (kelapa, rambutan dan lain-lain). Besarnya kerusakan meliputi 30-40 %. Permasalahan utama selain timbul materi yang masih cukup tebal, juga tersumbatnya saluran-saluran irigasi sehingga air tidak dapat dialirkan ke sawah. Menurut informasi dari pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan, tanaman padi sawah yang pada saat letusan berada pada ke fase berbunga, tidak mengalami hambatan untuk pengisian biji dan tampaknya panen masih bisa dilaksanakan, asalkan turun hujan. Akan tetapi tanaman padi yang pada saat letusan masih berada pada fase vegetatif sangat menderita akibat kekurangan air dan tampaknya panen sama sekali tidak dapat diharapkan. Pihak Perkebunan Penataran (coklat) tampaknya berusaha untuk mengatasi masalah timbunan materi dengan jalan membuka timbunan di seputar tajuk pohon. Pekerjaan ini membutuhkan tambahan biaya yang tidak kecil. Tujuan membuka permukaan tanah ini antara lain dikatakan untuk pemberian pupuk (ZA, KCl, TSP, Kieserit). Lokasi Bahaya IV Timbunan materi hanya berkisar antara 5-10 cm. Vegetasi terutama tanaman semusim (padi dan lain-lain) dan tanaman pekarangan. Padi sawah pada kawasan ini tidak banyak terpengaruh oleh letusan; tetapi tanaman berdaun lebar seperti pisang, kelapa, masih dipengaruhi. Saluran-saluran irigasi masih mudah untuk difungsikan dan air dapat mengalir ke petak-petak sawah. Tanaman padi sawah yang pada saat letusan berada pada fase vegetatif dapat terus tumbuh ke fase generatif dan panen tampaknya masih tetap dapat di peroleh secara normal. Lokasi di Daerah Aliran Lahar Lokasi yang terkena aliran lahar, terutama untuk lahan sawah cukup menderita karena sebagian tanaman padi hanyut terbawa arus. Tanaman padi yang tidak hanyut memperoleh timbunan bahan-bahan material pasir,debu dan batu-batu kerikil sampai koral yang cukup tebal. Di 4 samping itu tampak pula adanya timbunan bahan-bahan organik berupa sisa-sisa cabang dan ranting pohon yang ikut hanyut. Petak sawah yang tidak tertimbun memperoleh limpahan materi halus berupa debu atau lempung. Diduga pengikisan permukaan tanah sepanjang aliran lahar menyebabkan ikut terkikisnya liat yang kemudian bercampur dengan debu. Hal menarik di jumpai pada lokasi sawah yang mendapat timbunan ini adalah bahwa akar tanaman padi dijumpai dalam jumlah banyak di lapisan material. Diduga akar tanaman tumbuh ke atas karena terdapat rangsangan tertentu di lapisan material tersebut. Analisis Material dan Tanah: Hasil analisis unsur tersedia dalam bahan material tanah disajikan pada Tabel 1. Contoh mewakili lokasi bahaya I, II, III, dan IV serta dibedakan antara Vegetasi sawah, kebun kopi/coklat dan daerah aliran lahar. IV. PEMBAHASAN Kerusakan areal pertanian akibat letusan Gunung Kelud ini perlu mendapat perhatian khusus, bila ingin memperbaiki kembali fungsi lahan. Meskipun setelah terjadi hujan, dan tanaman telah mulai menunjukkan pertumbuhan tunas-tunas, namun kita belum dapat memastikan apakah nanti tunas-tunas ini dapat tumbuh normal serta dapatberproduksi kembali. Permasalahan jangka pendek bila ditinjau dari segi kesuburan tanah adalah: (1) keseimbangan perharaan, (2) kekurangan air terutama pada bulan-bulan kering, (3) erosi dari bahan materi halus yang tertimbun, dan (4) longsor pada tanah-tanah miring dan memperolehbeban materi yang cukup berat. Dari hasil analisis tanah (Tabel 1) dapat diketahui bahwa: (1) Material (pasir, debu) mempunyai pH agak masam, kandungan C, N, K, dan Mg rendah, dan KTK tidak terukur. Hal ini berarti bahwa di samping ke empat unsur hara tersebut termasuk rendah, unsur-unsur lain yang berupa ion tidak dapat di ikat oleh material. Dengan perkataan lain, unsur-unsur larut dalam air akan segera hilang tercuci atau masuk kedalam lapisan tanah di bawahnya. Unsur P, S, dan Ca larut cukup tinggi sehingga dari material terdapat sumbangan ketiga unsur ini bagi kesuburan tanah. (2) Analisis contoh perlapisan tanah tidak menunjukkan adanya akumulasi atau lonjakan konsentrasi unsur yangtinggi,demikian pula tidak ada perubahan dalam hal sifatfisik dan kimia tanah. Hal ini berarti bahwa 5 penimbunan materi letusan tidak menimbulkan efek negatif terhadap tanaman. Bila, ada maka efek tersebut disebabkan perubahan kondisi fisik tanah, misalnya kondisi aerasi. (3) Informasi Tanaman Pangan lokasi bahaya dingin tercium yang diperoleh dari salah seorang staf Dinas Pertanian diketahui bahwa pada saat letusan terjadi udara sekitar I menunjukkan adanya bau belerang; sedangkan dari lahar bau Fosfor. (4) Hasil analisis kimia pasir/debu (Tabel 1),menunjukkan keadaan unsur terutama P dan S berturut-turut berkisar antara 12-138 kg P/ha dan 12-120 kg SO4/ha. Jumlah tersebut setara dengan 60-690 kg TSP/ha dan 176-480 kg ZA/ha. Sedang kontribusi unsur K dan Ca dapat dikatakan kecil dan bahkan unsur N dan Mg tidak terukur. Contoh perhitungan disajikan dalam Lampiran 1. Pola penyebaran material pada masing-masing lokasi berbeda, demikian pula halnya dengan nilai pH dan kadar unsur P, S, K, Na, dan Ca dalam material tersebut (Gambar 1, 2, 3, 4, 5, dan 6). Dalam Gambar 7, 8, 9, dan 10 disajikan jumlah unsur P, S, K dan Ca setara TSP, ZA, KCl, dan Kalsit. Secara umum dapat dikatakan bahwa masalah utama yang dihadapi petani/pekebun akibat letusan Gunung Kelud pada saat ini adalah: (1) Saluran irigasi tertutup sehingga pengaliran air irigasi ke petakpetak sawah terhambat. Bahan material menghambat pengerjaan tanah sawah untuk persiapan tanaman. (2) Pada lahan perkebunan, sulit untuk dilakukan tindakan pemupukan karena tanah dibawah tajuk tertimbun material. Pembukaan permukaan tanah akan membutuhkan tambahan biaya. Sedangkan masalah-masalah yang mungkin akan dihadapi petani/pekebun pada waktu-waktu mendatang antara lain adalah: (1) Kekeringan, akibat sumber air mati ataupun daya menjadi rendah akibat penimbunan material. oleh pemegang air tanah (2) Penimbunan daerah-daerah cekungan akibat penghanyutan bahan material. (3) Suhu terlalu tinggi dipermukaan tanah terutamabila material tidak diangkut ataupun dicampurkan dengan tanah. (4) Pemulihan pertumbuhan tanaman yang maksimal sulit tercapai ataupun bila dapat tercapai kemungkinan pengaruh negatif terhadap produksi tanaman bisa terjadi. (5) Kemungkinan timbulnya hama atau penyakit tertentu secara akibat terjadi perubahan kondisi lingkungan. 6 eksplosif V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Dari hasil survei pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa lahan bekas letusan Gunung Kelud perlu diperbaiki baik dari segi tanah maupun tanaman, sesuai dengan tingkat kerusakannya agar fungsi lahan dapat dipulihkan. Bahan timbunan berupa pasir dan debu memberikan kontribusi terutama unsur P dan S. Agar bahan masukan ini tidak hilang melalui erosi, maka diperlukan tindakan konservasi. 2. Saran Perbaikan Sementara Berdasarkan pada pembahasan dimuka penanggulangan dikemukakan sebagai berikut: maka beberapa saran A. Bidang Tanah Bagi lahan perkebunan yang mengalami kerusakan disarankan: (a) Bila ketebalan timbunan materi > 20 Cm; maka bahan timbunan disekitar pohon perlu dikurangi hingga ketebalan mencapai 20 Cm agar pertumbuhan akar tidak terganggu dan tindakan pemupukan dan lain-lain mudah dilakukan. Tetapi,pada prinsipnya materi tidak boleh diangkut keluar lahan; terutama materi halus. (b) Untuk menjaga bahan timbunan hilang karena erosi, diperlukan tindakan konservasi. Pada lahan-lahan miring perlu ditanam tanaman pagar secara strip (Strip Cropping). Jenis yang dianjurkan adalah Flemingia congesta karena tampaknya tanaman ini tidak banyak terpengaruh akibat timbunan materi. (c) Di samping itu dianjurkan pula untuk memasukkan bahan organik. Sumber utama adalah dari tanaman pelindung seperti Gliricidia sepium dan Leucaena leucephala. Kedua jenis tanaman ini juga masih tetap bertahan terhadap pengaruh letusan. Bahan berupa pangkasan ditutupkan kepermukaan tanah sebagai mulsa dan bila jumlahnya banyak dapat dicampur dengan material pasir. (d) Pemupukan dilakukan pada bagian diseputar pohon yang telah dibuka dari bahan timbunan. Jenis pupuk terutama N, K dan Mg (Urea, KCl atau Dolomit), dengan dosis seperti anjuran Dinas Perkebunan dan diberikan pada awal dan akhir musim hujan. Sedang unsur P dan S (TSP ataupun ZA/ZK) untuk sementara tidak perlu di berikan. Cara memupuk yaitu sistem "band placement" (jalur seputar tanaman). 7 Bagi Lahan Sawah yang Memperoleh Timbunan: Dianjurkan agar segera memperbaiki saluran irigasi dan bila dapat mengalirkan air irigasi ke petak sawah pada saat pengolahan tanah. Bahan timbunan dibajak dan diaduk rata dengan tanah asli sehinga memperoleh kondisi tanah sawah seperti semula . Bila mungkin dimasukkan bahan organik dari pupuk kandang. Diperlukan pemberian pupuk N, K dan Mg dengan dosis dan cara seperti dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan sebelumnya. Cara pemberian yaitu sistem tugal/lubang ("hole"). Bila lahan sawah tidak dapat memperoleh air irigasi, maka dianjurkan agar tanah dipersiapkan untuk palawija (jagung, kacang tanah, kedelai). Dianjurkan agar membuat larikan sesuai dengan jarak tanam dan bila mungkin pada larikan tersebut diberi pupuk kandang. Pupuk N, K dan Mg (berupa Urea, KCl atau Dolomit) perlu pula diberikan sepanjang larikan tersebut. Dosis pupuk seperti dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan sebelumnya, disesuaikan dengan jenis palawija yang akan ditanam. Bagi lahan sawah yang terkena aliran lahar: a. Sementara waktu, lahan dianjurkan untuk ditanami palawija (jagung, kacang tanah, kedelai). b. Cara persiapan tanah sama seperti butir (b) di atas. Program Perbaikan Jangka Panjang Studi status perharaan tanah akibat penimbunan materi letusan serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pangan maupun pekebunan. Studi terhadap penggunaan teknik-teknik konservasi tanah dan air dalam mencegah kehilangan material dari bahan-bahan vulkanik.8•2‚8(3) Studi sistem pola tanam terhadap sifat kesuburan tanah dan konservasi tanah dan air. Studi terhadap berbagai cara pemulihan pertumbuhan dan produksi tanaman. Studi terhadap sifat dan perilaku hama/penyakit tanaman dan cara pencegahan dini. Judul Penelitian: "Inventarisasi dan Reklamasi Tanah dan Tanaman di Wilayah letusan Gunung Kelud" B. Bidang Agronomi a. Untuk tanaman perkebunan (kopi, coklat) terutama yang menunjukkan kerusakan berat pada akar (lokasi bahaya I) dianjurkan tanaman agar dibongkar dan ditanami dengan tanaman yang baru, atau kalau masih memungkinkan dapat dilakukan dengan pemangkasan berat. b. Tanaman perkebunan (kopi, coklat) di lokasi bahaya I atau II di mana perakaran masih baik, maka dianjurkan untuk direjuvinasi atau apabila 8 masih memungkinkan dipangkas berat sampai ringan tergantung tingkat kerusakan pohon. c. Tanaman kopi, coklat, dan lain-lain pada lokasi bahaya III cukup dipangkas ringan. Tanah sawah dapat terus diolah dan ditanami palawija untuk tanaman berikutnya. d. Untuk tanaman pekarangan yang daun-daunnya rusak (kelapa, pisang, dan lain-lain) sebaiknya dipotong atau ditanaman tanaman baru. C. Bidang Hama dan Penyakit Pelaksanaan sistem peringatan dini (early warning system)dalam perlindungan tanaman dari serangga “Helopeltis antonii” perlu ditingkatkan. Namun, secara umum belum tampak adanya peledakan populasi hama maupun penyakit. Program Perbaikan Jangka Panjang (1) Studi status perharaan tanah akibat penimbunan materi letusan serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pangan maupun pekebunan. (2) Studi terhadap penggunaan teknik-teknik konservasi tanah dan air dalam mencegah kehilangan material dari bahan-bahan vulkanik. (3) Studi sistem pola tanam terhadap sifat kesuburan tanah dan konservasi tanah dan air. (4) Studi terhadap berbagai cara pemulihan pertumbuhan dan produksi tanaman. (5) Studi terhadap sifat dan perilaku hama/penyakit tanaman dan cara pencegahan dini. Judul Penelitian: "Inventarisasi dan Reklamasi Tanah dan Tanaman di Wilayah letusan Gunung Kelud" VI. Ucapan Terima Kasih Terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Pemerintah Daerah TK II Blitar dan Kediri, Dinas Pertanian TK II Blitar, dan Perkebunan Gambar, atas bantuannya sehingga survei dapat dilaksanakan dengan baik. 9 TEAM SURVEI Pelindung : Rektor Universitas Brawijaya Malang Penanggung Jawab : Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang Pengarah : Dr.Ir. Slamet Setijono, MSc (Kesuburan Tanah) Dr.Ir. Wani Hadi Utomo (Fisika Tanah) Ketua team : Dr.Ir. Syekhfani, MS. (Kesuburan Tanah) Wakil Ketua : Dr.Ir. Nur Basuki (Agronomi) Anggota team : Dr.Ir. Gatot Mudjiono, MS (Hama Penyakit) Ir. A. Mukri Prabowo, M. Agr.Sc(Pedologi) Ir. EkoHandayanto, MSc.(Biologi Tanah) Ir. Sumeru Ashari, M.Agr.Sc. (Agronomi) Ir. Zaenal Kusuma, SU (Pengawetan Tanah) Ir. Heru (HMIT) Ir. Beny Imam Safii (HMIT) Rudi Eko Subandiono (HMIT) Judiantoro (HMIT) LAMPIRAN CONTOH PERHITUNGAN TAFSIRAN UNSUR YANG DAPAT DIHARAPKAN Dasar: - Analisis unsur dari pasir/debu - Ketebalan pasir/debu - BJ. pasir/debu Bobot = Luas x BJ x Tebal Unsur = Bobot x Kadar Unsur Contoh: Kebun Gambar - Kadar P tersedia = - Kadar SO4 tersedia = - BJ pasir/debu = - Ketebalan = = 2.3 x 22 x 106 x 17 mg = 8.6 x 107 mg = 86 kg P/ha == 17 ppm 17 ppm 2.3 22 Cm2‚ P tersedia/ha: 86 kg P/ha setara 420 kg TSP/ha == === 2‚10S tersedia/ha: = 2.3 x 22 x 106 x 17 mg = 86 kg SO4/ha 86 kg SO4/ha setara 344 kg ZA/ha == == 10