Gambar Sampul : GC for Natural Gas & Sulfur ISSN : 2089-3396 Volume 48, No. 2, Agustus 2014 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media untuk penyebarluasan informasi kegiatan penelitian, pengembangan, perekayasaan teknologi dan pengkajian di bidang minyak dan gas bumi Penanggung Jawab : Dra. Yanni Kussuryani, M.Si. (Kimia, LEMIGAS) Pemimpin Redaksi : Prof. (R) Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia, Scientific Board - LEMIGAS) Wakil Pemimpin Redaksi : Ir. Daru Siswanto (Teknik Kimia, LEMIGAS) Redaktur Pelaksana : Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. (Geofisika, LEMIGAS) Dewan Redaksi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Dr. Mudjito (Geologi Minyak, Scientific Board - LEMIGAS) Prof. (R) M. Udiharto (Biologi, Scientific Board - LEMIGAS) Prof. (R) Dr. E. Suhardono (Kimia Industri, Scientific Board - LEMIGAS) Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS) Dr. Adiwar (Proses Separasi, Scientific Board - LEMIGAS) Dr. Oberlin Sidjabat (Kimia dan Katalis, LEMIGAS) Redaksi Ahli : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS) Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS) Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi, LEMIGAS) Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan, LEMIGAS) Drs. Chairil Anwar, M.Si. (Kimia Industri, LEMIGAS) Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia, LEMIGAS) Ratu Ulfiati, S.Si., M.Eng. (Teknik Kimia, LEMIGAS) Mitra Bestari : 1. 2. 3. 4. Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan, ITB) Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi, ITB) Prof. Dr. Wahjudi W. Wisaksono (Energi dan Lingkungan, USAKTI) Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan, USAKTI/IPB) Editor Bahasa : Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro, LIPI) Sekretaris : Urusan Publikasi LEMIGAS Penerbit : Bidang Afiliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Pencetak : Grafika LEMIGAS Alamat Redaksi Sub Bidang Informasi, Bidang Afiliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos: 6022/ KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT: No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon: 7394422 - ext. 1222, 1223, 1274, Faks: 62 - 21 - 7246150, E-mail: [email protected] Majalah Lembaran Publikasi LEMIGAS (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970 yang telah berganti nama menjadi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi (LPMGB), terbit 3 kali setahun pada bulan April, Agustus dan Desember. Redaksi menerima Karya Tulis Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penanggung Jawab: Dra. Yanni Kussuryani, M.Si., Redaktur: Ir. Daru Siswanto. i ii ISSN : 2089-3396 Volume 48, No. 2, Agustus 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI iii PENGANTAR v LEMBAR ABSTRAK vii PEMANASAN GLOBAL AKIBAT KEGIATAN DI SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI R. Desrina 63 - 72 INTEGRASI INVERSI AVO DENGAN MODEL ANALITIK PETROFISIKA UNTUK MENGHITUNG POROSITAS DAN SATURASI AIR Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan 73 - 88 IDENTIFIKASI POTENSI MIGAS MELALUI CITRA SATELIT DENGAN PENDEKATAN ANOMALI TOPOGRAFI (STUDI KASUS DAERAH INDRAMAYU DAN SEKITARNYA) Indah Christyana, Tri Mudji Susantoro, dan Taufan Junaedi KAJIAN EKSPERIMEN METODA INJEKSI AIR BERKARBON UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DAN PEMANFAATAN EMISI CO2 Septi Anggraeni, M. Romli dan Edward Tobing 89 - 102 103 - 110 LUMPUR BERBASIS AIR RENDAH PADATAN DAN TAHAN TEMPERATUR TINGGI BAGI PEMBORAN DI FORMASI SERPIH Rachmi Kartini 111 - 118 iii iv PENGANTAR Pembaca yang budiman, Masalah dampak lingkungan dan penanganannya masih terus di tekankan sesuai dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Namun ketersediaan energi nasional juga perlu ditingkatkan melalui penelitian maupun kajian yang dapat diterapkan dengan berwawasan ramah lingkungan. Dalam edisi ini di ulas mengenai penanganan pemanasan global yang disebabkan oleh karbondioksida serta penelitian dan kajian peningkatan cadangan energi nasional dengan Identifikasi Potensi Migas melalui citra satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi serta Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfataan Emisi CO2. Penelitian tentang Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk menghitung Porositas dan Saturasi air yang sangat berguna dalam pemodelan reservoir statik yang merupakan bagian dari pengembangan karakteristik reservoir yang menyajikan suatu metoda pendekatan baru untuk menghitung ϕ dan S dengan mengintegrasikan atribut seismik dan model analitik petrofisika. Terkait dengan meningkatnya usaha eksplorasi shale gas yang merupakan upaya mencari energy alternative terdapat penelitian Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan TemperaturTinggi bagi Pemboran di Formasi Serpih yang mengulas permasalahan dalam pemboran yang banyak terkait dengan ketidakstabilan lubang sumur di lapisan shale. Dewan redaksi dan dewan penerbit serta penanggungjawab majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi mengucapkan terimakasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan tulisannya, penelaah dan penyunting yang telah bekerja keras hingga terbitnya majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi edisi. Semoga terbitan ini bermanfaat bagi para pembaca dan juga bagi ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang Migas. Jakarta, Agustus 2014 Dewan Redaksi v vi LEMBAR ABSTRAK ISSN : 2089-3396 Terbit : Agustus 2014 Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya. UDC No.: 502:665.7 R. Desrina (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 2, Agustus 2014 hal. 63 - 72 ABSTRAK Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata pada atmosfer, laut, dan daratan Bumi yang sedang terjadi pada saat ini dan akan terjadi di masamasa mendatang. Pemanasan global ini disebabkan terutama oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) melalui efek rumah kaca. Dari sekian banyak gas yang dapat memberikan efek rumah kaca, maka dipercaya gas karbon dioksida (CO2) merupakan GRK yang memberikan andil paling besar di dalam pemanasan global. Emisi gas CO2 ini berasal dari berbagai sumber, namun sumber terbesar adalah akibat kegiatan manusia dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak bumi, gas alam, dan batubara untuk keperluan pada sektor energi, yaitu pembangkit listrik dan transportasi. Berbagai dampak lingkungan akibat pemanasan global ini telah dirasakan. Pada kurun waktu belakangan ini para ilmuwan telah mengamati terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke-20. Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Di dalam tulisan ini dicoba diuraikan sejauh mana sektor minyak dan gas bumi (migas) dalam kontribusinya pada pemanasan global dengan emisi gas CO 2 nya dan berbagai opsi cara-cara memperkecil kontribusi tersebut. Kata Kunci: pemanasan global, perubahan iklim, minyak dan gas bumi, dampak lingkungan, karbon dioksida, sekuistrasi. ABSTRACT Global warming refers to the recent and ongoing rise in global average temperature in the atmosphere, ocean, and Earth’s surface. It is caused mostly by increasing concentrations of greenhouse gases (GHG) in the atmosphere through greenhouse effect. Several gases have the properties of greenhouse effect, but it is believed that carbon dioxide (CO2) is the GHG that mostly contributes to the global warming. Many sources emit CO2 gas, but the main source is human activity resulting from the combustion of fossil fuels, i.e., mineral oil, natural gas, and coal for use in energy sector, i.e. power plant and transportation. Several environmental impacts due to the global warming are already occurring. Recently, scientists have observed some changes. When the atmosphere becomes warm, so does the sea surface, thus the volume is increasing and eventually resulting sea level rise. Sea level rise has been observed to increase 10-25 cm during 20th century period. The government of the Republic of Indonesia has committed to reduce CO2 emission to 26 percent in the year of 2020. In this paper, the author tries to describe how far the oil and gas sector activities contribute to the global warming through its CO2 emission and discuss several optional methods to reduce its contribution. Author Keywords: global warming, climate change, oil and gas, environmental impacts, carbon dioxide, sequestration vii UDC No.: 553.9+550.8 Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba dan Ridwan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 2, Agustus 2014 hal. 73 - 88 ABSTRAK Korelasi antara log akustik dengan besaran petrofisik telah dimanfaatkan untuk menghitung distribusi volumetrik porositas dari hubungan linier antara Impedansi Akustik (AI) dengan porositas (ϕ) reservoar. Namun untuk menghitung distribusi saturasi air (Sw) mengalami kendala karena ketidaktersediaan data kecepatan gelombang shear (Vs). Namun kemajuan teknologi saat ini telah memungkinkan mengukur data log Vs dan ditunjang oleh teknik inversi AVO yang dapat menurunkan atribut seismik Ip(Impedansi gelombang-P), I s (Impedansi gelombang-S) dan Poisson’s Ratio (PR) sehingga peluang untuk menghitung Sw dari atribut seismik semakin terbuka. Didasarkan pada rumus Gassman, dibangun suatu model analitik antara besaran petrofisika dengan besaran akustik batuan sehingga untuk kondisi batuan reservoar yang spesifik, maka ϕ dan Sw akan dapat disebarkan pada skala lapangan, dengan bantuan atribut seismik hasil inversi AVO. Analisa sensitifitas menguji korelasi antara log akustik dan log ϕ dan Sw di sumur zona-fasies target, lalu kemudian ditentukan zona pancung (cut-off). Hasil kalkulasi ϕ dan Sw divalidasi terhadap data log sumur. Contoh kasus ini diambil dari lapangan gas di Indonesia Timur yang memiliki data lengkap. Paper ini merupakan bagian pengembangan karakrerisasi reservoar yang menyajikan suatu metode pendekatan baru untuk menghitung ϕ dan Sw dengan mengintegrasikan atribut seismik dan model analitik petrofisika. Hasil pemodelan yang diperoleh dari metode ini sangat berguna dalam pemodelan reservoar statik. Kata Kunci: besaran petrofisik, besaran akustik, model analitik petrofisik, atribut seismik. viii ABSTRACT Correlation between acoustics and petrophysicals logs can be used to calculate the lateral distribution of porosity based on the linear relationship between porosity (ϕ) and acoustic Impedance (AI). However, to calculate the distribution of water saturation (Sw ) are still experiencing problems due to unavailability of data shear wave velocity (Vs). But now technological advances have been able to measure the data log Vs and supported by techniques inversion AVO has been able to derivate seismic attribute Ip (impedance wave-P ), Is (impedance wave-S) and Poisson ‘s ratio (PR) so that the opportunity to calculate the saturation - water (Sw ) from seismic attributes more open. Based on a Gassman formula, has built an analytical model between petrophysical and elastic entities due to specific condition of reservoir rocks. Sensitivity analysis will test the correlation between the acoustic and petrophysical entities in the well test target zones, and then determined the cut-off. Porosity and water saturation will be deployed in the field scale, with support of AVO seismic attributes as a inversion result. The results of calculations are validated against the well log data. These case are taken from the gas field in East Indonesia which has complete data. These paper is part of reservoir characterization development that presents a new approach to calculate the porosity and water saturation by integrating seismic attributes and petrophysical analytical model whrere it’s very useful for static reservoir modelling. Author Keywords: petrophysic properties, acoustic properties, petrophysic analitic model, seismic attributes. UDC No.: 550.8:622.1 Indah Christiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2 Agustus 2014 hal. 89 - 102 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik khusus topografi pada citra satelit yang dapat mencerminkan daerah potensi penghasil minyak dan gas bumi. Pendekatan yang digunakan adalah anomali topografi. Dengan menggunakan citra penginderaan jauh, yaitu Citra Satelit Landsat TM yang direkam pada Bulan Juni Tahun 1976. Pada citra penginderaan jauh karakter khusus topografi dapat diamati baik dari bentuk tinggian atau antiklinal, pola aliran sungai, serta kemiringan dan bayangan yang tampak pada data citra. Lokasi penelitian di Indramayu pada Cekungan Jawa Barat Utara yang merupakan daerah yang sudah terbukti (proven) adanya migas. Penentuan daerah potensi migas didasarkan pada asumsi 3 (tiga) parameter utama yaitu struktur, reservoar, dan migrasi. Parameter struktur didasarkan pada hasil identifikasi dan intepretasi citra satelit yang menghasilkan Remote sensing Potential Area (RPA). Parameter reservoir terdiri atas keberadaan sumur dan lapangan migas. Parameter migrasi didasarkan pada adanya sesar dan kitchen area. Pembobotan dilakukan untuk menentukan kelas RPA, yaitu sangat potensial, potensial dan kurang potensial. Hasil interpretasi diperoleh 84 RPA. Hasil validasi menggunakan data bawah permukaan membuktikan bahwa dari 84 area potensi (RPA) yang diidentifikasi dengan menggunakan data citra terdapat 37 RPA atau sekitar 44% berada pada struktur yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon. Hasil pembobotan dari 84 RPA memperlihatkan 22 RPA dalam kategori sangat potensi, 38 RPA dalam kategori potensi, dan 24 RPA dalam kategori kurang potensi. Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Landsat TM, Remote Sensing Potential Area, Pembobotan, Sangat Potensial, Potensial dan Kurang Potensial ABSRACT The purpose of this study is to evaluate specific character of the topography showing on the satellite image which possibly indicate potential areas for oil and gas. This study uses remote sensing approach to identity anomaly topography. In the images specific characters of topography are reflected on the altitude or anticline, drainage patterns, slope and shadows. Image data used in this study is Landsat TM satellite imagery recorded in June 1976 . The study area is located in Indramayu, North West Java Basin. Which is well known as a proven are for oil and gas. Determination of an area with oil and gas potential is based on three main parameters, namely the structure, reservoir, and migration. The structures are identified based on the interpretation of remote sensing defining Remote Sensing Potential Area (RPA). Reservoir parameter refers to the presence of wells and fields. The migration parameter is based on the presence of fault and kitchen area. The potential areas are weighted to determine the RPA class, which is very potential, potential and less potential. This research is able to identify 84 potential area (RPA) . The validation using subsurface data shows that 37 RPA (about 44 % from the total 84 RPA) are situated at the proven structures. Base on weighting methode, 84 RPA is devided into 22 RPA with very potential category , 38 RPA with potential category and 24 RPA with less potential category. Author Keywords: Remote Sensing, Landsat TM, Remote Sensing Potential Area, Weighting, Very Potential, Potential and Less Potential UDC No.: 549.8+543.2 Septi Anggraeni, M. Romli, dan Edward Tobing (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”) Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 2, Agustus 2014 hal. 103 - 110 ABSTRAK Produksi dan cadangan minyak Indonesia terus mengalami penurunan, oleh sebab itu diperlukan usaha-usaha untuk mengatasi masalah ini. Selain itu penggunaan energi fosil yang belum tergantikan oleh energy terbarukan menimbulkan kelebihan emisi gas yang mengakibatkan perubahan iklim. Oleh sebab itu pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca, untuk mengurangi emisi gas CO2. Salah satu metoda EOR yang digunakan untuk menaikan produksi minyak dan menyimpan gas CO2 adalah dengan menginjeksikan air yang disaturasikan dengan gas CO2 kedalam reservoir minyak. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan investigasi metode injeksi air berkarbon dengan melakukan eksperimen pendesakan fluida di laboratorium. Hasil dari eksperimen di laboratorium memperlihatkan metoda injeksi air berkarbon dapat menaikkan perolehan minyak dengan tekanan injeksi yang relatif lebih rendah dari metode injeksi gas CO2 lainnya. Dengan demikian metode ini diharapkan dapat menekan biaya ix dalam implementasi injeksi gas CO2 di lapangan. Kata Kunci: emisi gas CO2, metode injeksi air berkarbon, eksperimen pendesakan fluida, tekanan injeksi. ABSTRACT Indonesia Oil Production and reserved have been declining constantly now a days. Therefore, a serious effort such as using Enhanhed Oil Recovery technology must be needed. Moreover, an excessive used of fosil energy that have not been replaced with renewable energy produces CO2 emissions enhancement resulted climate changed problem. On purposed to handle this problem, the Indonesia government releases Perpres no.61, 2011 that’s presidential decree on plan of national action to reduce CO2 emissions. Therefore, the method of carbonated water injection is introduced for enhancing hydrocarbon recovery and carbon dioxide storage. The objective of this study is to investigate the carbonated water injection method by performing fluid displacement test in EOR laboratorium. The results of the experiments show that the enhance oil recovery can be achieved by using the carbonated water injection method with the lowest pressure injection comparing with others CO2 injection method. Presummably, the operating cost in implemented CO2 injection in the oil field can be decreased by using the carbonated water injection method. Author Keywords: CO2 emissions, the carbonated water injection method, fluid displacement test, the enhance oil recovery, pressure injection UDC No.: 550.4+628.1 Rachmi Kartini (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”) Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Serpih Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48, No. 2, Agustus 2014 hal. 111 - 118 ABSTRAK Tulisan ini membahas mengenai fluida pemboran untuk formasi shale. Selama ini permasalahan dalam pemboran banyak terkait dengan ketidak-stabilan x lubang sumur di lapisan shale. Hal ini menjadi perhatian mengingat meningkatnya usaha eksplorasi shale gas yang merupakan upaya dalam mencari sumber energy alternative. Tujuan dari penelitian yang sudah dilakukan adalah untuk mencari formulasi fluida pemboran berbasis air yang kompatibel dengan formasi shale, dalam arti tidak mengakibatkan ketidakstabilan lubang sumur. Untuk itu dilakukan pengujian terhadap beberapa formulasi lumpur, dalam interaksinya dengan perconto shale, dengan menggunakan linear swell tester (LSM). Disamping itu juga dilakukan analisa terhadap mineralogy perconto dengan menggunakan metoda x-ray diffraction (XRD), untuk mempelajari sensitivitas masing-masing mineral terhadap berbagai formula fluida pemboran yang dirancang. Hasil dari penelitian ini adalah formulasi fluida pemboran yang diberi nama Brine Mud. Dibandingkan dengan lumpur KCl Polimer yang biasa dipakai, Brine Mud memberikan hasil LSM yang lebih baik. Kata Kunci: lumpur pemboran, lumpur densitas tinggi, shale gas ABSTRACT This paper discusses the drilling fluid for shale formation. Experiences indicate that there have been a lot of problems in drilling related to wellbore instability in shale layers. This became a mayor concern given the increasing activities of shale gas exploration as an effort in the search for alternative energy sources. The aim of the research that has been done is to find formulations of water -based drilling fluid that are compatible with shale formations, in the sense not causing wellbore instability. Drilling fluid compatibility is measured using LSM linear swell meter (LSM). In order to to study the sensitivity of each mineral to several type of drilling fluid that have been formulated, analysis of shale sample mineralogy have also been conducted by using x-ray diffraction (XRD). The results of this study are drilling fluid formulation named “ Brine Mud “. Comparison to KCl Polymer, known as the most commonly used drilling fluid for shale formation, Brine Mud gives, to some degree, better performance. Author Keywords: Drilling mud, high density mud, shale gas Gambar Sampul Mobil RIG CBM LEMIGAS Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi (R. Desrina) Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi Contribution of Oil and Gas Sector Activities to Global Warming R. Desrina Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail: [email protected] Teregistrasi I tanggal 11 Maret 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 28 April 2014 Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014 ABSTRAK Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata pada atmosfer, laut, dan daratan Bumi yang sedang terjadi pada saat ini dan akan terjadi di masa-masa mendatang. Pemanasan global ini disebabkan terutama oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) melalui efek rumah kaca. Dari sekian banyak gas yang dapat memberikan efek rumah kaca, maka dipercaya gas karbon dioksida (CO2) merupakan GRK yang memberikan andil paling besar di dalam pemanasan global. Emisi gas CO2 ini berasal dari berbagai sumber, namun sumber terbesar adalah akibat kegiatan manusia dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak bumi, gas alam, dan batubara untuk keperluan pada sektor energi, yaitu pembangkit listrik dan transportasi. Berbagai dampak lingkungan akibat pemanasan global ini telah dirasakan. Pada kurun waktu belakangan ini para ilmuwan telah mengamati terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke-20. Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Di dalam tulisan ini dicoba diuraikan sejauh mana sektor minyak dan gas bumi (migas) dalam kontribusinya pada pemanasan global dengan emisi gas CO2-nya dan berbagai opsi cara-cara memperkecil kontribusi tersebut. Kata Kunci: pemanasan global, perubahan iklim, minyak dan gas bumi, dampak lingkungan, karbon dioksida, sekuistrasi. ABSTRACT Global warming refers to the recent and ongoing rise in global average temperature in the atmosphere, ocean, and Earth's surface. It is caused mostly by increasing concentrations of greenhouse gases (GHG) in the atmosphere through greenhouse effect. Several gases have the properties of greenhouse effect, but it is believed that carbon dioxide (CO2) is the GHG that mostly contributes to the global warming. Many sources emit CO2 gas, but the main source is human activity resulting from the combustion of fossil fuels, i.e., mineral oil, natural gas, and coal for use in energy sector, i.e. power plant and transportation. Several environmental impacts due to the global warming are already occurring. Recently, scientists have observed some changes. When the atmosphere becomes warm, so does the sea surface, thus the volume is increasing and eventually resulting sea level rise. Sea level rise has been observed to increase 10-25 cm during 20th century period. The government of the Republic of Indonesia has committed to reduce 63 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72 CO2 emission to 26 percent in the year of 2020. In this paper, the author tries to describe how far the oil and gas sector activities contribute to the global warming through its CO2 emission and discuss several optional methods to reduce its contribution. Keywords: global warming, climate change, oil and gas, environmental impacts, carbon dioxide, sequestration I. PENDAHULUAN Isu tentang pemanasan global (global warming) bukanlah isu yang baru. Jauh sebelum di deklarasikannya Kyoto Protocol, seabad silam Arrhenius dalam suatu karya tulis ilmiahnya yang dimuat di dalam Philosophical Magazine and Journal pada tahun 1896 telah mengangkat isu ini. Dalam tulisan tersebut, dikemukakan adanya indikasi peningkatan emisi gas karbon dioksida (CO2) dari konsumsi energi fosil dalam proses industrialiasi (Lesmana 2007). Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata pada atmosfer, laut, dan daratan Bumi yang sedang terjadi pada saat ini dan akan terjadi di masa-masa mendatang. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global disebabkan terutama oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) melalui efek rumah kaca. Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari Matahari. Ketika energi ini tiba ke permukaan bumi, maka energi tersebut akan berubah dari energi cahaya menjadi energi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkannya kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berbentuk radiasi infra merah gelombang panjang yang memantul kembali ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap berada di atmosfer bumi akibat adanya GRK antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi tersebut. Gasgas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi (Lihat Gambar 1). Tanpa efek rumah kaca ini, bumi akan menjadi sangat dingin. Akan tetapi sebaliknya, apabila GRK di atmosfer berada dalam jumlah yang berlebihan, maka akan mengakibatkan meningkatnya pemanasan 64 global. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi atau hujan. Berbagai jenis gas yang diemisikan ke udara dan menyebar ke atmosfir mempunyai sifat GRK. Di samping gas-gas yang telah disebutkan di atas, terdapat gas lain yaitu gas Nitrous oksida (N2O) dan gas-gas yang populer disebut sebagai ODS (Ozone Dipleting Substances) dan F-gases. Walaupun gasgas ini jumlahnya relatif kecil akan tetapi mempunyai sifat stabil dan dapat terakumulasi di atmosfir. Dari sekian banyak gas yang dapat memberikan efek rumah kaca, maka dipercaya gas CO2 merupakan GRK yang memberikan andil paling besar di dalam pemanasan global. Gas CO2 ini berasal dari berbagai sumber, namun sumber terbesar adalah akibat kegiatan manusia dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak dan gas bumi serta batubara. Hingga saat ini, upaya substansial yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan pemanasan global ini adalah Kyoto Protocol. Kyoto Protocol pertama kali diadopsi pada 11 December 1997 di Kyoto, Gambar 1 Fenomena efek rumah kaca pada peristiwa pemanasan permukaan bumi Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi (R. Desrina) Jepang, dan mulai diberlakukan sejak 16 Februari 2005. Kesepakatan internasional ini telah diadopsi dan diratifikasi oleh hampir semua negara, termasuk Indonesia (Anonymous 2009). Dalam pidatonya di Copenhagen pada 2009, Presiden atas nama pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi gas CO 2 sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Di dalam tulisan ini dicoba diuraikan sejauh mana sektor minyak dan gas bumi (migas) dalam kontribusinya pada pemanasan global dengan emisi gas CO2-nya dan berbagai opsi cara-cara memperkecil kontribusi tersebut. II. DAMPAK LINGKUNGAN DARI PEMANASAN GLOBAL Sering kita dibingungkan dengan istilah "pemanasan global" dan "perubahan iklim" (climate change). Apa sebenarnya kaitan yang satu dengan yang lainnya? Perubahan iklim adalah perubahan yang signifikan pada iklim yang berlangsung pada periode yang cukup lama. Perubahan iklim ini meliputi perubahan temperatur, curah hujan, atau pola pergerakan angin, dan perubahan-perubahan lainnya yang terjadi pada beberapa dekade atau periode yang lebih lama. Sedang pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata pada permukaan bumi yang terjadi saat ini dan pada saat-saat mendatang. Pemanasan global diakibatkan oleh meningkatnya GRK di dalam atmosfir bumi dan pemanasan global ini menyebabkan perubahan pola iklim (Anonymous,2013). Kontroversi mengenai keterkaitan antara pemanasan global dengan perubahan iklim serta dampaknya terhadap lingkungan masih sering kita dengar. Hal ini dikarenakan dampak dari pemanasan global ini tidak dirasakan secara merata dan menyeluruh di semua wilayah di bumi ini. Dampak lingkungan yang mengenai suatu wilayah sering berbeda dengan perubahan rata-rata yang terjadi secara global, baik dalam skala besarannya maupun kecepatan perubahannya (Anonymous 2013). Lagi pula, tidak semua ekosistim dan daerah hunian mempunyai kepekaan yang sama terhadap perubahan iklim. Beberapa wilayah sangat peka terhadap perubahan temperatur dan perubahan curah hujan yang ekstrim. Beberapa wilayah dengan mudah dapat beradaptasi atau mengatasi adanya perubahan- perubahan alam tersebut. Namun demikian, telah terbukti dan tidak dapat disangkal lagi bahwa dampak pemanasan global ini telah terjadi dan dirasakan akibatnya. IPCC dengan menggunakan model telah meprediksi pemanasan global meningkat 1.1-6.4°C pada 2100 dibandingkan pada 1990. Dengan model tersebut diperkirakan permukaan air laut akan meningkat setinggi 18-59 cm pada 2100. Pada kurun waktu belakangan ini para ilmuwan telah mengamati terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke-20. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Diperkirakan kenaikan 100 cm akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau di bumi. Erosi terhadap tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Sebagai contoh, bagian Selatan Kanada mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di sisi lain, di daerah tropis di beberapa bagian Afrika lahan pertanian menjadi kering dan tanaman tidak dapat tumbuh. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat. Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Spesies-spesies yang bermigrasi ke Utara atau Selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahanlahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah. Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur 65 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72 yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrim dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana akibatnya sering muncul berbagai penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Dengan adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (contoh: Aedes Agipty), virus, bakteri, dan plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu. Beberapa spesies secara alamiah akan terseleksi ataupun punah karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Perubahan iklim juga bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu, misalnya infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan demam berdarah dinge (DBD) akibat kemarau panjang, kebakaran hutan, dan musim hujan yang tidak menentu. - atmosfir terutama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, gas alam, dan minyak bumi). CO2 juga dihasilkan dari pembakaran limbah padat, tanaman, dan sisa-sisa industri perkayuan, serta sebagai hasil reaksi-reaksi kimia, misalnya pada industri semen. Metana (CH4). Gas metana disebarkan ke udara selama proses produksi dan pengangkutan batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Gas metana juga dihasilkan dari kegiatan peternakan dan pertanian serta dari proses pembusukan limbah organik. III. SUMBER EMISI GAS KARBON DIOKSIDA Secara alami, uap air, gas CO2 dan gas metana dihasilkan dari proses kehidupan yang terjadi di bumi. Namun, dengan meningkatnya kegiatan manusia maka akan dihasilkan gas-gas tersebut dalam jumlah yang melebihi dari jumlah gas-gas CO2 dan metana yang berasal dari proses alami itu. Di samping gas CO2 dan metana, gas-gas lain dari kegiatan manusia yang juga memberikan andil dalam pemanasan global adalah gas Nitrous oksida (N2O) dan Gas-gas terfluorinasi (F-gases). Dalam Gambar 2 dicantumkan perbandingan persentase GRK yang dihasilkan dari kegiatan manusia (Anonymous 2013). Dari sekian jenis GRK, maka gas CO2 merupakan GRK yang terbesar dalam kontribusinya pada pemanasan global. Pada skala global, GRK yang dihasilkan dari kegiatan manusia dapat dirinci sebagai berikut: - Karbon dioksida (CO2). CO2 yang menyebar ke 66 Gambar 2 Emisi gas rumah kaca (GRK) secara global Gambar 3 Emisi gas CO2 menurut Negara Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi (R. Desrina) - Nitrous oxide (N 2O). N 2O dihasilkan baik dari aktifitas pertanian, industri, maupun dari pembakaran bahan bakar fosil dan limbah padat. - Gas-gas terfluorinasi (F-gases). Gas-gas ini antara lain adalah: hydrofluorocarbons, perfluorocarbons, dan sulfur hexafluoride yang dihasilkan dari berbagai proses industri. Gas-gas terfluorinasi ini merupakan gas-gas pengganti dari gas pendeplesi ozon (ozone-depleting substances, ODS, yaitu: chlorofluorocarbons, hydrochlorofluorocarbons, dan halons). Walaupun gas-gas terfluorinasi ini diemisikan dalam jumlah yang kecil, akan tetapi gas-gas ini mempunyai efek rumah kaca yang potensial. Gasgas ini sering disebut dengan istilah gas "GWP" yang tinggi (High Global Warming Potential gases, "High GWP gases"). Secara alami, gas CO2 diemisikan dan diserap melalui proses yang disebut sebagai siklus karbon (carbon cycle). Sebanyak triliunan ton gas CO2 diserap dari atmosfir ke dalam lautan dan tumbuhtumbuhan (dikenal sebagai carbon sinks), dan disebarkan kembali ke atmosfir melalui proses alami yang dikenal sebagai sumber karbon (carbon sources). Dalam keadaan keseimbangan, total emisi gas CO2 dan total penyerapannya di dalam siklus karbon tersebut kurang lebih sama besar. Sejak terjadinya revolusi industri pada abad ke 17, kegiatan manusia terutama pembakaran minyak bumi, batubara, dan gas alam, serta penggundulan hutan, telah mengakibatkan peningkatan konsentrasi gas CO2 di dalam atmosfir. Saat ini konsentrasi gas CO2 telah meningkat sebanyak 35% lebih tinggi daripada sebelum terjadinya revolusi industri. Gas CO 2 terutama dihasilkan oleh negara-negara industri, di mana Cina dan Amerika Serikat merupakan penghasil gas CO2 terbesar, diikuti oleh negara-negara Uni Eropa, India, Federasi Rusia, Jepang dan Kanada (lihat Gambar 3) (Anonymous 2013). Gas CO2 yang diemisikan ini berasal dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, industri semen, dan suar bakar (gas flaring). Masing-masing negara industri meneliti sumber-sumber GRK yang diemisikannya dan membuat grafik mengenai persentase emisi gas CO2 sesuai sumbernya. Misalnya yang Gambar 4 Kontribusi emisi gas CO2 dari sektor kegiatan ekonomi di USA Gambar 5 Kontribusi emisi gas CO2 dari sektor kegiatan ekonomi secara global Gambar 6 Total emisi gas CO2 berdasarkan Negara (Data Tahun 2005) 67 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72 dibuat oleh Amerika Serikat sebagaimana yang tercantum pada Gambar 4. Emisi gas CO2 terbesar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang digunakan untuk pembangkit listrik, pemanas, dan transportasi (Anonymous 2013). Secara global kontribusi gas CO2 dapat dibagi menurut kegiatan ekonomi untuk menghasilkan produk bagi penggunanya. Pada Gambar 5 dicantumkan pembagian emisi gas CO 2 sesuai dengan jenis kegiatannya. Gambar 7 Dari dua contoh ini ditunjukkan bahwa Alur kegiatan sektor minyak dan gas bumi (migas) sumber terbesar emisi gas CO2 adalah dari sektor pembangkit listrik, transportasi, dan industri dengan total sekitar 60%. Sementara dari perumahan dan gedung-gedung perkantoran serta pengelolaan limbah sekitar 10%, sisanya dari kegiatan pertanian dan kehutanan. IV. PEMBAHASAN Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen pertahun. Permasalahan yang ada pada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul akibat penggunaan bahan bakar fosil itu dan melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan. Indonesia, Thailand, Filipina, dan Australia termasuk negara penghasil gas CO2 yang cukup besar bila dibanding dengan negara-negara di Afrika, yaitu termasuk dalam kategori emisi gas CO2 sekitar 10100 juta ton karbon (lihat Gambar 6) (Basu 2005). Pemerintah Indonesia juga telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi gas CO2 ini sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Oleh karenanya, komitmen ini perlu didukung dengan tindakan-tindakan nyata, khususnya di sektor migas dan sektor energi pada umumnya, agar target dapat tercapai sebagaimana yang dikehendaki. Berbagai macam usaha dan teknologi telah dikembangkan oleh berbagai kalangan untuk mengatasi makin bertambahnya emisi gas CO2. Konsepsi pengendalian konsentrasi gas CO 2 di atmosfir dikenal sebagai manajemen karbon (carbon management). Manajemen karbon adalah suatu portofolio besar yang berisi berbagai strategi untuk mengurangi emisi karbon melalui berbagai cara atau metode, antara lain: penangkapan karbon dan 68 Gambar 8 Persentase suar bakar dibanding dengan pembakaran bahan bakar fosil dalam mengemisikan gas CO2 sekuistrasi (sequestration), peningkatan efisiensi penggunaan dan pembangkit energi, penggunaan bahan bakar dengan kandungan karbon rendah, dan penggunaan sumber-sumber energi yang dapat diperbarui. Carbon sequestration secara luas merupakan istilah yang digunakan untuk menghilangkan gas CO2 dari atmosfir baik dengan cara modifikasi agrikultur dan penghutanan kembali maupun dengan teknologi mengurangi emisi gas CO2 melalui penangkapan (capture) dan penyimpanan (storage). Penyimpanan gas CO2 kedalam suatu reservoar geologis merupakan salah satu cara dari carbon sequestration (Anonymous 2004, Anonymous 2003). Kegiatan sektor migas dimulai dari ekplorasi dan produksi (EP), kemudian diikuti dengan distribusi dan pengakutan minyak mentah, pengolahan, Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi (R. Desrina) pengangkutan produk migas, sampai kepada pemasaran dan penggunaannya (lihat Gambar 7) (Rangkuti 2006). Masing-masing tahap kegiatan mempunyai andil dalam mengemisikan gas CO2, namun jumlah gas CO2 yang dikeluarkan dari setiap tahap kegiatan tersebut akan sangat berbeda. Dari penelusuran literatur, terlihat bahwa hampir 90% emisi gas CO2 dikeluarkan oleh sektor penggunaan bahan bakar migas (y.i., penggunaannya sebagai pembangkit energi, misalnya pembangkit listrik dan kendaraan-mobil, kapal, dan pesawat terbang). Sektor kegiatan pengolahan (refinery) menyumbang emisi gas CO2 hanya sekitar 5%, sedang dari kegiatan hulu dan pengangkutan minyak mentah sekitar 3%, sisanya dari pengangkutan produk minyak sekitar 2% (Desrina 2010). Dari 5% emisi CO2 yang berasal dari refinery itu kebanyakan berasal dari unit-unit proses pemanas (process heater) yaitu sebanyak sekitar 45-50%. Terdapat dua unit proses yang mempunyai andil cukup besar pada emisi gas CO2, yaitu unit proses perengkahan hidro (hydrocracking) dan unit proses perengkahan katalitik (fluidized-bed catalytic cracking, FCC). Emisi gas CO2 dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM) di dalam fired heaters (sekitar 50%) dan pada utility boilers (sekitar 20%). Pada hakekatnya, suatu kilang minyak mempunyai sejumlah unit pemanas proses yang tersebar di dalam area kilang. Penangkapan gas CO2 untuk mengurangi emisinya ke udara akan sangat sulit, tidak praktis, dan andaikan dapat dilakukanpun akan sangat mahal. Namun demikian, ada opsi lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas CO2 ini. Salah satu cara untuk mengurangi emisi gas CO2 adalah dengan mengganti bahan bakar yang digunakan pada unitunit pemanasnya dengan gas alam. Penggunaan gas alam ini dapat mengurangi emisi gas CO2 hingga 20 persen (Philips 2002). Pada proses hidro (hydro-processing) untuk pemanfaatan (upgrading) residu, serta untuk penstabilan produk BBM dan penghilangan senyawa belerang diperlukan gas hidrogen dalam jumlah cukup banyak. Dalam reaksi hidro ini akan dihasilkan gas CO2. Dengan sendirinya proses hidro ini akan menambah jumlah gas CO2 yang diemisikan oleh suatu kilang minyak. Sekitar 10 ton gas CO2 akan dihasilkan dari satu ton hidrogen. Oleh karenanya, gas CO2 ini harus ditangkap atau dikurangi jumlahnya. Penangkapan gas CO2 dari proses hidro ini relatif lebih mudah dibandingkan dengan penangkapan gas CO2 yang berasal dari unit-unit proses pemanas. Berbagai teknologi cara menangkap gas CO2 ini sudah banyak tersedia secara komersial (Moore 2005). Dibandingkan dengan kegiatan hilir, maka pada sektor kegiatan penambangan minyak atau kegiatan hulu, emisi gas CO2 jumlahnya relatif jauh lebih kecil. Sumber emisi gas CO2 dari kegiatan hulu terutama adalah dari pembangkit listrik dan suar bakar (gas flaring). Suar bakar merupakan tindakan yang biasa dilakukan pada kegiatan produksi minyak bumi terutama untuk tujuan keselamatan. Pada skala global emisi gas yang berasal dari suar bakar hanya mempunyai andil sebesar 1% (lihat Gambar 8) (Desrina & Supriyadi 2008). Walaupun demikian, untuk menjaga lingkungan terutama kontribusinya pada pemanasan global, jumlah suar bakar di lapangan minyak perlu dikurangi. Dalam kerangka kerja dari GGFR (Global Gas Flaring Reduction Public Private Partnership) yang telah dicanangkan pada 2002 di Johannesburg, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi beberapa tahun yang lalu telah menyiapkan kebijakan untuk berperan serta dalam GOGII (Green Oil and Gas Industry Initiative) agar industri migas di Indonesia melaksanakan tindakan-tindakan peduli lingkungan. Tindakan ini antara lain dengan mengimplimentasikan Zero Flare, Zero Discharge, Clean Air dan program-program Go Renewable. Tindakan Zero Flare diantaranya dapat dilakukan dengan menginjeksikan kembali gas terasosianya ke dalam sumur minyak. Beberapa lapangan minyak dan gas alam, misalnya di daerah Bojonegoro dan Laut Cina Selatan, menghasilkan gas terasosiasi dan gas alam yang mengandung gas CO2 dalam jumlah yang cukup banyak. Demikian pula halnya gas CO2 dalam jumlah yang cukup banyak akan dihasilkan oleh pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil. Dengan sendirinya setelah dilakukan prosesproses pemisahan, gas CO2 ini tidak dapat dilepaskan begitu saja ke udara agar tidak menambah konsentrasi GRK di atmosfir. Berbagai cara dapat digunakan untuk menangkap (capture) dan menyimpan (storage) gas CO2 agar tidak terlepas kembali ke udara. Penangkapan dan penyimpanan gas CO2 ini disebut dalam satu istilah 69 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72 Gambar 9 Distribusi batuan kaya magnesium (magnesium-rich ultramafic rocks) di dunia yaitu CO2 sequestration (sikuestrasi). Berbagai cara sikuestrasi CO 2 perlu menjadi pemikiran, misalnya penyimpanan di dalam reservoar minyak dan gas alam yang telah kosong, coal beds, lautan, dan sekuestrasi ke dalam lapisan batuan mineral (mineral sequestration) (Anonymous 2003, Huijgen & Comans 2003). Prinsip dasar dari sekuistrasi mineral ini adalah mereaksikan gas CO2 dengan batuan kalsium dan magnesium sebagaimana reaksi: (Ca,Mg)O + CO2 → (Ca,Mg)CO3. Kelebihan dari sekuistrasi mineral ini adalah kestabilan senyawa karbonat yang terbentuk, sehingga bersifat aman dan permanen. Indonesia termasuk wilayah yang kaya akan batuan mineral ini (lihat Gambar 9) (Anonymous 2003). Teknik sikuestrasi ini menggunakan teknologi yang cukup mutakhir. Dalam kerangka kerjasama antar Negara, maka di bawah Protokol Kyoto dimungkinkan untuk melaksanakan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) bagi negara-negara yang memerlukannya. Dalam kaitan ini negara yang membantu melaksanakan CDM mendapat keuntungan dari carbon trading, sedang negara yang dibantu mendapatkan keuntungan dari pencapaian target penurunan emisi gas CO2-nya. Dari sekian banyak jenis kegiatan yang 70 berkaitan dengan industri migas khususnya, energi pada umumnya, maka kegiatan transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil merupakan penyumbang terbesar dari emisi gas CO2. Cara-cara penangkapan emisi gas CO2 sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya tidak dapat diterapkan pada sektor transportasi. Salah satu cara yang mungkin mudah dilakukan adalah dengan mengganti BBM dengn bahan bakar gas (BBG). Salah satu usaha pemerintah untuk mengurangi emisi gas yang telah dilakukan adalah dengan menggunakan BBG pada kendaraan umum, bus kota, taksi dan bajai. Usaha ini terutama telah dilaksanakan di Ibukota DKI Jakarta. Sarana penunjang atau infrastruktur dari pengalihan BBM ke BBG ini yang mungkin masih perlu dibenahi. Secara tidak langsung, cara paling mudah dan “alami” untuk menghilangkan gas CO2 di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam batang kayunya. Di seluruh dunia, termasuk Indonesia, perambahan Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi (R. Desrina) hutan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang dapat tumbuh kembali sangatlah sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika lahan tersebut diubah kegunaannya untuk keperluan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini tidak lain adalah dengan penghutanan kembali dan memperluasa area hijau di kota-kota besar untuk membantu mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca terutama gas CO2. sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Komitmen ini perlu didukung dengan tindakan-tindakan nyata, khususnya di sektor migas dan sektor energi pada umumnya, agar target dapat tercapai sebagaimana yang dikehendaki. Untuk mendukung kebijakan Pemerintah Republik Indonesia ini, berbagai upaya dan usaha telah dan akan terus dilakukan khususnya di sektor industri migas, umumnya di sektor energi, dengan mengimplementasikan Zero Flare, Zero Discharge, Clean Air dan program-program Go Renewable. V. KESIMPULAN DAN SARAN B. Saran A. Kesimpulan Salah satu usaha pemerintah untuk mengurangi emisi gas CO2 di sektor transportasi adalah dengan mengganti bahan bakar minyak (BBM) dengan bahan bakar gas (BBG). Sarana penunjang atau infrastruktur dari pengalihan BBM ke BBG yang dirasakan masih kurang oleh karenanya disarankan perlu dibenahi. Teknologi sikuestrasi untuk menyimpan gas CO2 di bawah permukaan tanah menggunakan teknologi yang cukup mutakhir. Dalam kerangka kerjasama antar negara, disarankan untuk memanfaatkan program Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) di bawah Protokol Kyoto. Dalam kaitan ini negara yang membantu melaksanakan CDM mendapat keuntungan dari carbon trading, sedang negara yang dibantu mendapatkan keuntungkan dari pencapaian target penurunan emisi gas CO2 nya. Dari permasalahan yang telah diuraiakan di atas, baik dari penelusuran pustaka maupun dari ulasan penulis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Pemanasan Global bukanlah isu baru, dapat dikatakan bahwa hal ini terjadi sejak adanya revolusi industri. Dampaknya terhadap lingkungan hidup telah terjadi dan terus akan berlanjut pada saat-saat mendatang. Pemanasan Global diakibatkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfir melalui efek rumah kaca. Dari sekian banyak gas-gas yang mempunyai sifat GRK, CO2 merupakan GRK yang terbesar dalam kontribusinya pada pemanasan global. Gas CO 2 terutama dihasilkan oleh negaranegara industri, di mana Cina dan Amerika Serikat merupakan penghasil gas CO2 terbesar, diikuti oleh negara-negara Uni Eropa, India, Federasi Rusia, Jepang dan Kanada. Secara global, sumber terbesar emisi gas CO2 berasal dari sektor pembangkit listrik, transportasi, dan industri dengan total sekitar 60%. Sementara dari perumahan dan gedung-gedung perkantoran serta pengelolaan limbah sekitar 10%, sisanya dari kegiatan pertanian dan kehutanan. Indonesia, Thailand, Filipina, dan Australia termasuk negara penghasil gas CO2 yang cukup besar bila dibanding dengan negara-negara di Afrika, yaitu termasuk dalam kategori emisi gas CO2 sekitar 10100 juta ton karbon. Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi gas CO2 ini KEPUSTAKAAN Anonymous, 2009, Kyoto Protocol, Kyoto Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate Change, United Nations. Anonymous, 2013, Climate Change: Basic Information, United States of Environmental Protection Agency, http://www.epa.gov/climatechange/ Anonymous, 2013, Climate Change - Health and Environmental Effects, U.S. Environmental Protection Agency, http://www.EPA Home/Climate Change/ Health and Environmental Effects/International Impacts Anonymous, 2013, Global Greenhouse Gas Emissions Data, EPA Home, Climate Change, Emissions, Global Data, Last updated on 06 May 2013; Sumber: IPCC (2007). Climate Change 2007: Mitigation of Climate Change. Contribution of Working Group III to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental 71 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72 Panel on Climate Change B. Metz, O.R. Davidson, P.R. Bosch, R. Dave, L.A. Meyer (eds). Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA. http://www.epa.gov/ climatechange/ghgemission/ Anonymous, 2013, Global Greenhouse Gas Emissions Data, EPA Home, Climate Change, Emissions, Global Data, Last updated on 06 Mei 2013; Sumber: National CO2 Emissions from Fossil-Fuel Burning, Cement Manufacture, and Gas Flaring: 1751-2008. http:// www.epe.gov/climatechange/ghgemission/ Anonymous, 2013, National Green-house Gas Emissions Data, US Environmental Protection Agency, http:// www.epa.gov/ Home/ Climate Change/ Emissions/ National Data Anonymous, 2004, Assessment of geologic reservoirs for carbon dioxide sequestration, CO2 Sequestration Project Description, USGS, http://energy.er.usgs.gov/ projects/co2_sequestration/co2_definitions.htm Anonymous, 2003, Energy research Centre of the Netherlands (ECN), P.O. box 1, 1755 ZG Petten, ECN /Clean Fossil Fuels/ Research areas/ Climate neutral energy supply/ Mineral CO2 sequestration/ Background Anonymous, 2003, CO2 sequestration, Energy research Centre of the Netherlands (ECN), P.O. box 1, 1755 ZG Petten. http://www. ECN/Clean Fossil Fuels/Research areas /Climate neutral energy supply/Mineral CO2 sequestration< CO2 sequestration Anonymous, 2003, Mineral CO2 sequestration -general, Energy research Centre of the Netherlands (ECN), P.O. box 1, 1755 ZG Petten. http://www. ECN/Clean Fossil Fuels/ Research areas/Climate neutral energy supply/ Mineral CO2-sequestration – General Basu, P., 2005, Third World bears brunt of global warming impacts, University of Wisconsin-Madison, USA. http://www.news.wisc/edu 72 Desrina, R., 2010, Contribution of Refinery Carbon Dioxide Emission to Global Warming, Lemigas Scientific Contributions to Petroleum Science and Technology, ISSN 0126-3501, Vol. 33, No. 2, pp. 151-154, Lemigas Research and Development Centre for Oil and Gas Technology, Jakarta. Desrina, R., and Supriyadi, 2008, Study on Zero Flare Policy for Oil and Gas Exploration and Production Industry in Indonesia, Lemigas Scientific Contributions to Petroleum Science and Technology, ISSN 0126-3501, Vol. 31, No. 3, pp. 16-20, Lemigas Research and Development Centre for Oil and Gas Technology, Jakarta. Huijgen, W.J.J. and R.N.J. Comans, 2003, Carbon dioxide sequestration by mineral carbonation, Literature Review, ECN-C--03-016, ECN-Clean Fossil Fuels Environmental Risk Assessment, Energy research Centre of the Netherlands (ECN), P.O. box 1, 1755 ZG Petten. Moore, I., 2005, Reducing CO2 emissions, AspenTech UK Ltd, European services organization, http://www. eptq.com Lesmana, T., 2007, Pemanasan Global, Energi Alternatif, dan Kemiskinan, Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, http:// www. republika.co.id/ Cetak_detail.asp?id=310849& kat_id=16 Phillips, G., 2002, CO2 Manangement in Refineries, Technology Manager Refining, E. Hemisphere Foster Wheeler Energy Limited, Reading, UK, Gasification V, Noordwijk, Holland. Rangkuti, Z., 2006, Potensi CDM (Clean Development Mechanism) dalam Penurunan Gas Buang (Flaring Gas) Sektor Migas (Minyak dan Gas) di Indonesia, Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan) Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air Integration AVO inversion with Petrophysical Analytical Model for Calculating Porosity and Water Saturation Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]. go.id; [email protected] Teregistrasi I tanggal 30 April 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal 11 Juni 2014 Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014 ABSTRAK Korelasi antara log akustik dengan besaran petrofisik telah dimanfaatkan untuk menghitung distribusi volumetrik porositas dari hubungan linier antara Impedansi Akustik (AI) dengan porositas (ϕ) reservoir. Namun untuk menghitung distribusi saturasi air (Sw) mengalami kendala karena ketidaktersediaan data kecepatan gelombang shear (Vs). Namun kemajuan teknologi saat ini telah memungkinkan mengukur data log Vs dan ditunjang oleh teknik inversi AVO yang dapat menurunkan atribut seismik Ip(Impedansi gelombang-P), Is (Impedansi gelombang-S) dan Poisson’s Ratio (PR) sehingga peluang untuk menghitung Sw dari atribut seismik semakin terbuka. Didasarkan pada rumus Gassman, dibangun suatu model analitik antara besaran petrofisika dengan besaran akustik batuan sehingga untuk kondisi batuan reservoir yang spesifik, maka ϕ dan Sw akan dapat disebarkan pada skala lapangan, dengan bantuan atribut seismik hasil inversi AVO. Analisa sensitifitas menguji korelasi antara log akustik dan log ϕ dan Sw di sumur zona-fasies target, lalu kemudian ditentukan zona pancung (cut-off). Hasil kalkulasi ϕ dan Sw divalidasi terhadap data log sumur. Contoh kasus ini diambil dari lapangan gas di Indonesia Timur yang memiliki data lengkap. Paper ini merupakan bagian pengembangan karakterisasi reservoir yang menyajikan suatu metode pendekatan baru untuk menghitung ϕ dan Sw dengan mengintegrasikan atribut seismik dan model analitik petrofisika. Hasil pemodelan yang diperoleh dari metode ini sangat berguna dalam pemodelan reservoar statik. Kata kunci: besaran petrofisik, besaran akustik, model analitik petrofisik, atribut seismik. ABSTRACT Correlation between acoustics and petrophysicals logs can be used to calculate the lateral distribution of porosity based on the linear relationship between porosity (ϕ) and acoustic Impedance (AI). However, to calculate the distribution of water saturation (Sw ) are still experiencing problems due to unavailability of data shear wave velocity (Vs). But now technological advances have been able to measure the data log Vs and supported by techniques inversion AVO has been able to derivate seismic attribute Ip (impedance wave-P ), Is (impedance wave-S) and Poisson 's ratio (PR) so that the opportunity to calculate the saturation - water (Sw ) from seismic attributes more open. Based on a Gassman formula, has built an analytical model between petrophysical and elastic entities due to specific condition of reservoir rocks. Sensitivity analysis will test the correlation between the acoustic and petrophysical entities in the well test target 73 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88 zones, and then determined the cut-off. Porosity and water saturation will be deployed in the field scale, with support of AVO seismic attributes as a inversion result. The results of calculations are validated against the well log data. These case are taken from the gas field in East Indonesia which has complete data. These paper is part of reservoir characterization development that presents a new approach to calculate the porosity and water saturation by integrating seismic attributes and petrophysical analytical model whrere it’s very useful for static reservoir modelling. Keywords: petrophysic properties, acoustic properties, petrophysic analitic model, seismic attributes. I. PENDAHULUAN Untuk memahami karakterisasi reservoir suatu lapangan migas dibutuhkan integrasi beberapa bidang keilmuan seperti seismik, petrofisika dan geologi untuk dapat mengkalkulasi distribusi volumetrik besaran petrofisika seperti porositas, permeabilitas dan saturasi air. Log akustik dan log petrofisika dapat diukur dengan resolusi yang tinggi dalam arah vertikal, namun resolusi lateral bergantung pada jarak antar sumur. Penambahan sumur untuk memperoleh data tambahan memerlukan biaya besar dan tidak efisien, sehingga muncul ide untuk mengoptimalkan informasi data seismik yang telah tersedia. Selain karena biayanya relatif murah, sebaran lateral data seismik kontinu dan meliput hampir seluruh area lapangan migas. Namun resolusi vertikal data seismik ini rendah jika dibandingkan dengan log. Inversi AVO akan menghasilkan beberapa atribut seismik yaitu Ip (Impedansi gelombang-P), Is (Impedansi gelombang-S) dan PR (Poisson Ratio). Ketiga atribut seismik ini dapat digunakan untuk menghitung nilainilai ϕ, Sw dan litologi yang terdistribusi secara lateral dalam suatu zona reservoir. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan karena tersedianya data Vs (shear wave velocity) dari beberapa sumur di lapangan penelitian (lihat skema Gambar 1). Dalam suatu reservoir migas terdapat pola hubungan tertentu antara log akustik seperti kecepatan gelombang primer (Vp) dan Vs, PR, impedansi akustik (AI), densitas (ρ) dan modulus bulk dengan log petrofisika. Jika hubungan antara besaran petrofisik dengan log akustik dapat dimodelkan secara analitik (ataupun secara empirik) maka besaran petrofisika (ϕ, Sw) dalam satu lapangan migas dapat diprediksi. Berdasarkan rumus Gassman dapat dibuat suatu pemodelan analitik antara besaran-akustik dengan besaran petrofisik suatu model reservoir untuk kondisi spesifik misalnya fasies 74 tertentu. Jika log akustik sumuran seperti densitas, ϕ dan Sw dengan atribut seismik seperti AI dan PR pada zona-zona reservoar yang berkorelasi secara analitik maka distribusi besaran petrofisik seperti ϕ, Sw akan dapat dihitung untuk seluasan lapangan migas. Artinya nilai-nilai log akustik di sumur, dapat didekati atau digantikan dengan nilai-nilai atributatribut seismik yang diperoleh dari proses inversi seismik AVO. Sekedar untuk menyegarkan ingatan kita, bahwa sebaran data seismik, baik 2D terutama data 3D, meliputi hampir seluruh area lapangan migas. Paper ini membahas pendekatan metode untuk memetakan penyebaran besaran petrofisik dalam suatu lapangan migas berdasarkan data seismik. Dimulai dari analisa sensitifitas antar log akustik dengan log ϕ dan log Sw. Secara simultan dilakukan analisa pemodelan analitik antara besaran akustik dengan besaran petrofisika batuan reservoir. Hasil analisa sensitifitas menentukan zona-zona interes yang menjadi target dalam proses inversi AVO dan langkah berikutnya. Dari proses inversi AVO diturunkan atribut-atribut seismik yaitu Ip, Is dan PR. Metode yang dikembangkan diaplikasikan pada suatu lapangan gas di Indonesia Timur yang memiliki data seismic gather dan log yang lengkap. Target Gambar 1 Hubungan atribut seismik, properti akustik dan properti reservoar Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan) studi pada reservoir batupasir, dari Formasi Plover yang berumur Middle Jurassic, yang berada pada kedalaman 3.725m dengan kedalaman perairan/laut antara 500 hingga 650m. II. LATAR BELAKANG TEORI Analisis AVO dilakukan dengan beberapa pendekatan mulai dari klasifikasi tipe-tipe batuan reservoir menurut cara Rutherford dan William (1989) kemudian dimodifikasi oleh Ross dan Kinman (1995). Kemudian Castagna et al., (1997) melanjutkan membuat persamaan Mud-Rock lalu membuat crossplot antara Intercept dan Gradient bersama Vern-Hilterman hingga berhasil mengidentifikasi anomali AVO. Klasifikasi menurut Castagna et al., adalah sebagai berikut (Gambar 2): - Kelas 1: Jenis reservoar batupasir dengan kontas AI yang tinggi - Kelas 2 : Jenis reservoar batupasir dengan kontras AI mendekati nol - Kelas 2p: Sama dengan kelas 2 tetapi berbeda polaritasnya. - Kelas 3 : Jenis reservoar batupasir dengan kontras AI yang rendah. - Kelas 4 : Jenis reservoar batupasir dengan kontras AI yang sangat rendah. Cara lain pengklasifikasian batuan reservoir yaitu berdasarkan hubungan dua atribut seismik AVO yaitu gradient (G) dan sudut datang (I) diusulkan oleh Simmon dkk. (2000). Ada banyak peneliti yang tertarik mempelajari perilaku atribut AVO terhadap gelombang P dan S, diantaranya Aki-Richards(1984) menurunkan hubungan R p (reflektivitas gelombang P) dan R s (reflektivitas gelombang S) dengan asumsi bahwa V p=2V s. Shuey (1985) membuat persamaan untuk mengestimasi nilai PR berdasarkan nilai-nilai intercept dan gradient. Demikian juga dengan Hilterman (1997) yang mencari hubungan PR dengan intercept dan gradient dengan asumsi bahwa nilai PR adalah 1/3. Klasifikasi batuan reservoar dapat juga dilakukan dengan cara membuat garis batuan lumpur (mudrock line) yaitu suatu garis linier yang menggambarkan hubungan antara Vp dan Vs diturunkan oleh Castagna (1985) sebagai berikut: Vp (1.16Vs 1360) m / det Rp dan Rs adalah hasil ekstraksi proses analisis AVO. Kemudian dilanjutkan untuk menurunkan atribut I p dan I s. Hasil inversi I p dan I s dapat ditampilkan masing-masing atau dalam bentuk crossplot. Dengan menggunakan persamaan gelombang Vp dan Vs yang didasarkan hubungan antara konstanta Lame (λ), dan modulus geser (μ), dan densitas maka dapat diturunkan atribut AVO Lamda-Mu-Rho (LMR) dan Mu-Rho (MR) dari Ip dan Is sebagai berikut: PU Is 2 OU I U 2 2 I s 2 Data yang diperlukan adalah data 3D Seismic Gather 3D dan data log akustik sonik, densitas, shear wave dan log petrofisik ϕ, Sw, serta data log penunjang GR, V-shale, resistivity sumur LMG-1 dan LMG-3. III. ANALISIS DATA Pertama-tama yang diverifikasi adalah data 3D seismic gather yang digunakan, apakah tergolong preserve amplitude. Persyaratan ini diperlukan mengingat data seismik ini akan digunakan untuk karakterisasi reservoar. Selain preserve amplitude, diharapkan juga mempunyai ratio S/N yang tinggi agar kandungan informasi data seismik tidak banyak yang hilang, sehingga dapat di rekonstruksi kembali. Hal ini dapat terlihat dari bentang frekuensi dominan data seismik digunakan. Gambar 3 menunjukkan potongan data 3D seismic prestack setelah dilakukan koreksi NMO (normal move out). Gambar 2 Klasifikasi batupasir reservoar menurut sifat anomali AVO (Castagna, 1997) 75 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88 Distribusi frekuensi data 3D seismic prestack ini ditunjukkan pada Gambar 4. Kurva distribusi frekuensi menunjukkan bahwa posisi dominan frekuensi data seismik berada diangka 24 herzt. Artinya, jika diasumsikan kecepatan rambat rata-rata gelombang pada batuan bawah permukaan adalah 2600m/det maka panjang satu gelombang seismik adalah 110meter. Sebagaimana kita ketahui, resolusi data seismik adalah ¼ panjang gelombang, (λ/4) maka resolusi data seismik yang kita miliki adalah 27 meter. Dengan melakukan proses inversi AVO maka resolusi data seismik dapat ditingkatkan hingga 300% karena adanya tambahan komponen frekuensi tinggi dari yang diadopsi data log. Sehingga resolusi data seismik setelah proses inversi menjadi 9 meter. Langkah selanjutnya, setelah melakukan koreksi NMO untuk meluruskan reflektor akibat pengaruh sudut pantul, kemudian data 3D seismic prestack disusun ulang dengan format angle gather untuk meningkatkan nilai S/N. Agar pengelompokan data disusun menurut near, mid, dan far offset maka lebih tepat jika pemisahan data 3D seismic prestack menggunakan susunan berdasarkan angle gather. Langkah terakhir dalam tahapan penyiapan data adalah menyusun data seismik 3D seismic prestack dalam format super-gather untuk mengoptimalkan kualitas data dan menekan noise. Gambar 5 dibawah ini ditampilkan sayatan data 3D seismic prestack setelah distacking dengan sudut datang 0 hingga 30 derajat (full stacked). Data seismik stacking ini sudah siap diinterpretasi. Seperti kita ketahui data log dan data seismik berbeda domain, yang pertama dalam satuan panjang dan yang kedua dalam satuan waktu sehingga perlu disinkronkan yaitu dengan suatu pengikatan yang disebut dengan well seismic tie. Sebelum well seismic tie terlebih dahulu dilakukan koreksi chekshot terhadap semua data-log di sumur LMG-1 dan LMG-3. Horizon Top Jameison dan Top LMG-4000 adalah dua event paling mudah dikenali karena amplitudonya relatif besar dan muncul di semua tempat sehingga keduannya digunakan sebagai marker untuk membantu well seismic tie. Well seismic tie dilakukan pada data seismik yang telah distacking. Gambar 6 menunjukkan hasil well seismic tie di sumur 76 LMG-01 pada zona target reservoir. Tingkat korelasi antara sintetik seismogram dengan data seismik sebesar 66%. Gambar 7 adalah hasil well seismik tie di sumur LMG-03 di zona reservoar target. Tingkat korelasi di sumur LMG-03 lebih baik yaitu 76%. Well seismic tie pada sumur LMG-01 dan LMG03 menunjukkan bahwa pemilihan dan ekstraksi wavelet untuk data seismik full-stacking lebih tinggi dari pada data seismik partial offset stacking hal ini disebabkan oleh karena data seismik full-stacking merupakan hasil penjumlahan dan perata-rataan dari near-offset, mid-offset dan far-offset sehingga nilai S/N nya lebih meningkat dan sebagian noise tereliminasi dalam proses tersebut. Tujuan analisis AVO dilakukan adalah untuk mengetahui adanya anomali amplitudo terhadap jarak (offset) pada data seismik yang diakibatkan oleh keberadaan fluida gas dalam batuan reservoir. Berikutnya pada Gambar 8, ditunjukkan suatu gambar sayatan data seismik supergather pada zona target. Analisis AVO dilakukan dengan membuat kurva amplitudo terhadap offset. Hasil analisis AVO menunjukkan bahwa semakin besar offset amplitudo semakin besar. Hal Ini mengindikasikan ada anomali AVO didalam data seismik. Untuk menguji respon AVO dapat juga dilakukan dengan menggunakan data angle gather. Analisa AVO yang dilakukan dalam studi ini adalah membuat crossplot amplitudo terhadap sudut datang. Gambar 9 dan Gambar 10 adalah crossplot antara kurva amplitude terhadap sudut datang di zona reservoir target pada sumur LMG-01 dan di LMG-03. Tampak jelas adanya anomali AVO di kedua sumur pada zona reservoar target yaitu dengan Gambar 3 Data seismik 3D Prestack after NMO Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan) membesarnya amplitudo terhadap pertambahan sudut datang atau offset. Berdasarkan analisisa kurva anomali AVO ini dapat dilakukan pemisahkan antara near offset, mid offset dan far offset yaitu sebagai berikut: near offset: (0-8 )derajat. mid offset : (8-15) derajat setiap nilai tertentu akan diwakili oleh satu kurva yang menyatakan perubahan saturasi-air terhadap variabel AI dan PR, sehingga jika digambarkan untuk setiap nilai maka akan sangat banyak kurva dalam nomogram Gambar 11. Untuk distribusi lateral ϕ dan Sw maka nilai-nilai AI dan PR akan diwakili oleh atribut seismik AI dan PR yang diturunkan dari proses inversi AVO. Nomogram ini juga digunakan untuk memisahkan zona-zona yang termasuk dalam bagian target reservoar dan yang bukan. Berdasarkan kurvakurva pada nomogram Model hubungan analitik far offset : (15-30) derajat Analisa kesensitifan dilakukan untuk mengetahui pola korelasi antara besaran akustik dengan besaran petrofisika seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Untuk melakukan analisa ini, dibuat crossplot antara besaran-besaran yang terkait pada data log sumur. Dari pola penyebaran yang ditampilkan pada crossplot akan terlihat besaran apa saja yang berkorelasi dan bagaimana hubungan kesensitifan antara besaran satu dengan besaran lainnya. Pengujian kesensitifan dibatasi pada zona target karena hubungan korelasi akan bervariasi terhadap zona dan fasies. Selain berfungsi untuk melihat korelasi antara besaran akustik dan besaran petrofisika, analisa kesensitifan ini digunakan untuk membantu menentukan zona cut off (batas nilai) yaitu kisaran nilai besaran akustik dan besaran petrofisik yang berpasangan pada zona target. Batasan cut off ini digunakan sebagai batasan nilai atau filter. Model analitik antara besaran akustik Rp dan PR dengan besaran petrofisik yaitu ϕ dan Sw, diturunkan dari persamaan teoritik Gassman. Untuk setiap Gambar 4 batuan tertentu, terdapat nilai parameter Distribusi frekuensi dominan data seismik 3D Prestack K d (imkompressibilitas batuan-kering) dan Gd (shear modulus batuan-kering) yang tertentu. Jika nilai Kd dan Gd sudah ditentukan, maka diturunkan hubungan model analitik besaran akustik dengan besaran petrofisik, seperti pada nomogram Gambar 11. Monogram ini memperlihatkan model kurva analitik antara besaran petrofisik (ϕ dan Sw) terhadap besaran akustik (AI dan PR). Setiap nilai tertentu dari ϕ akan diwakili oleh satu buah kurva yang menyatakan perubahan nilai Gambar 5 ϕ terhadap perubahan nilai AI dan PR. Data seismik 3D setelah di stacking Demikian halnya dengan saturasi-air, 77 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88 ini dapat dikembangkan untuk berbagai karakter reservoar yang berbeda, dengan cara membuat nomogram yang sesuai dengan nilai-nilai pasangan parameter Kd dan Gd yang ditentukan terlebih dahulu. Hubungan matematis antara ϕ dengan AI dan PR digambarkan dalam Gambar 11a yaitu untuk srtiap kurva ϕ; 1%,,4%, 8% dan 12%. Dan hubungan matematis antara Sw dengan AI dan PR digambarkan pada Gambar 11b untuk masing-masing kurva Sw 30%, 50%, 80% dan 100%. Untuk menghitung distribusi lateral ϕ dan S w dalam skala lapangan, maka besaran akustik AI dan PR diganti dengan atribut seismik pseudo AI dan PR. Atribut-atribut seismik ini diturunkan dari proses inversi AVO. Gambar 12 menunjukkan crossplot Ip terhadap PR di sumur LMG-01. Pada zona target, tampak pola hubungan Ip dengan PR tidak sederhana. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang warna kuning. Karena tidak ada pola hubungan yang sederhana maka dibuat batasan bentang nilai (cut-off range) pada zona target sebagai berikut: Gambar 6 Well Seismic Tie di sumur LMG-1 Ip : (11100-11800) m/s.g/cc PR : (0,10-0,18) Crossplot I p terhadap ϕ di sumur LMG-01 (Gambar 13) menunjukkan pola yang sama dengan crossplot Gambar 12, kedua variabel di zona target mempunyai pola hubungan yang acak. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang warna kuning. Karena pola hubungan yang tidak sederhana maka dibuat batasan nilai pada zona target sebagai berikut: Ip : (11100-11800) m/s g/cc ϕ : (6-10)% Gambar 14 adalah crossplot antara Ip terhadap PR di sumur LMG-03 di zona target. Hubungan antara kedua variabel, acak tidak berpola. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang warna kuning. Karena pola hubungan yang rumit maka dibuat batasan nilai (cut-off) pada zona target sebagai berikut: 78 Gambar 7 Well Seismic Tie di sumur LMG-3 Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan) Ip : (11100-11900) m/s g/cc PR : (0,17-0,22) Gambar 15 adalah crossplot antara Ip terhadap ϕ di sumur LMG-03. Sama dengan crossplot sebelumnya, antara Ip dan Φ pada zona target mempunyai pola hubungan yang acak. Zona reservoar adalah kurva dan plot yang berwarna kuning. Batasan nilai pada zona target yang hasilnya adalah sebagai berikut: Ip : (11100-11900) m/s g/cc ϕ : (5-9)% Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari analisis kesensitifan di sumur LMG-01 dan LMG-03 pada zona reservoar target berdasarkan crossplot, maka hubungan besaran akustik dengan besaran petrofisik untuk zona target, diperoleh batasan nilai (cut-off) sebagai berikut: Gambar 8 Anomali AVO pada Super Gather Seismic 3D Ip : 11100–11800 (m/s*gr/cc) ϕ : (6 – 9) % PR : (0.17-0.18) IV. PEMBAHASAN Jika inversi konvensional seismic post-stack menghasilkan atribut AI, maka inversi terhadap data seismik pre-stack atau yang dikenal dengan inversi AVO dapat menurunkan atribut AVO yaitu EI dan PR. Aplikasi dari atribut AI terbatas pada estimasi nilai nilai ϕ dan litologi batuan reservoar, sedangkan aplikasi dari atribut-atribut AVO ini dapat digunakan untuk mengestimasi Sw dalam batuan selain litologi dan ϕ. Inversi AVO ini menurunkan lebih banyak atribut-atribut seismik, dimana secara simultan dapat mengestimasi Vp, Vs dan densitas (ρ). Analisis dan inversi AVO sering digunakan sebagai DHI (direct hydrocarbon indicator) dan sebagai alat prediksi isi kandungan reservoar karena dalam reservoar pada umumnya terjadi anomali ratio Vp/Vs yang menyebabkan anomali AVO. Dalam analisis AVO bentang batas sudut datang telah dibagi dalam 3 bagian, near-stack, mid-stack dan far-stack. Bentang batas bisa dibuat Gambar 9 Kurva anomali AVO Top Zona-2 di LMG-1 Gambar 10 Kurva anomali AVO Top Zona-2 di LMG-3 dalam satuan jarak yang tetap atau dalam satuan sudut yang tetap. Untuk mengidentifikasi keberadaan fluida hidrokarbon pada suatu reservoar akan lebih 79 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88 sensitif jika menggunakan data seismik faroffset-stacking karena pada bentang batas ini terjadi sudut kritis refleksi dan anomali amplitudo mencapai maksimum. Hal ini dijelaskan sebagai pengaruh sudut datang terhadap perubahan AI/EI terhadap Sw. Baik AI maupun EI akan mengecil nilainya jika fluida semakin tersaturasi. Namun perubahan nilai EI lebih besar (sensitif) dibanding perubahan nilai AI. Perubahan ini lebih terlihat pada batuan reservoar dibandingkan shale. Validasi setelah proses inversi perlu Gambar 11 dilakukan untuk memastikan hasil yang Model analitik antara AI dan PR dengan besaran petrofisik φ dan Sw diperoleh terukur dan dapat dipercaya, paling tidak pada sumur-sumur sebagai titik kontrol. Gambar 16 menunjukkan validasi terhadap hasil inversi yang sudah dilakukan dalam bentuk korelasi antara AI sintetik inversi dengan AI di sumur LMG-01. Pada Gambar 17 ditunjukkan penampang Ip yang melalui sumur LMG01. Korelasi antara hasil inversi (Ip) dengan log Impedansi tampak fit di sumur LMG-01. Artinya kalibrasi serta memvalidasi proses inversi AVO dengan data log impedansi di Gambar 11 sumur LMG-01 (dalam skala warna) baik (a) Hubungan analitik φ dengan AI dan PR. (b) Hubungan analitik Sw dengan AI dan PR hasilnya. Bentang batasan nilai (cut-off range) dari reservoar target untuk atribut Ip adalah (11.100-11.900) m/s.gr/cc (dalam Gambar 17; warna biru hingga coklat). Untuk menghitung distribusi secara lateral dari I p, yang dihasilkan dari proses inversi, digunakan teknik multiatribut analisis untuk meningkatkan korelasi. Distribusi Ip secara lateral pada zona reservoar target ditampilkan pada Gambar 18. Berpedoman pada bentang batas nilai yang telah dianalisa kesensitifannya pada tahap sebelumnya, maka lokasi yang diharapkan berisi hidrokarbon adalah bentang batasan nilai (11.100-11.800) m/s.gr/cc. Lokasi zona target dalam peta Ip adalah berwarna merah hingga biru muda. Gambar 12 Dalam Gambar 19 ditunjukkan irisan Crossplot IP terhadap PR di LMG-01 penampang ϕ hasil dari proses inversi AVO yang melewati sumur LMG-01. Untuk menghitung distribusi ϕ secara lateral digunakan (Gambar 11a) sebagai fungsi AI dan PR, untuk bentang batas nilai (6-8) %. Dari hasil kalkulasi rumus analitik yang diturunkan dari rumus Gasman 80 Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan) Gambar 13 Crossplot IP terhadap φ di LMG-01 Gambar 14 Crossplot IP terhadap PR di LMG-03 81 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88 Gambar 15 Crossplot IP terhadap φ di LMG-03 Gambar 16 Korelasi hasil inversi (AI sintetik) vs EI di sumur LMG-01 = 92,2% Korelasi hasil inversi (AI sintetik) vs EI di sumur LMG-03 = 96,0% ini diperoleh peta distribusi ϕ zona reservoir pada Gambar 20. Lokasi-lokasi target dalam peta ϕ adalah warna merah hingga ungu. 82 Gambar 21 menunjukkan penampang PR yang melalui sumur LMG-01. Bentang batasan nilai untuk atribut PR pada zona target adalah (0.17-0.18). Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan) Gambar 17 Penampang IP melalui sumur LMG-01. bentang cut off (11.100-11.800)m/s.gr/cc Gambar 18 Peta distribusi IP. bentang cut off (11.100-11.800)m/s.gr/cc 83 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88 Gambar 19 Penampang φ melalui sumur LMG-01. bentang cut off (6-9)% Gambar 19 Peta distribusi φ . bentang cut off (6-9)% 84 Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan) Gambar 21 Penampang PR melalui sumur LMG-01. bentang cut off (0.17-0.18) Gambar 22 Peta PR. bentang cut off (0.17-0.18) 85 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88 Gambar 23 Penampang SW melalui sumur LMG-01. bentang cut off (30-50)% Gambar 24 Penampang distribusi SW. bentang cut off (30-50)% 86 Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air (Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan) Dalam gambar ini tampak atribut PR hasil inversi AVO yang melalui di sumur LMG-01, terkalibrasi dan tervalidasi baik dengan log PR di sumur LMG01. PR merupakan salah satu variabel paling penting unutk menghitung nilai ϕ dan Sw. Distribusi PR secara lateral di zona reservoar ditunjukkan pada Gambar 24 sebagai peta PR. Lokasi yang meruapakan target reservoar adalah warna kuning-hijau yang diprediksi sebagai lokasi-lokasi keberadaan hidrokarbon gas. Properti petrofisik terakhir yang akan diestimasi adalah Sw Penampang Sw ditampilkan pada Gambar 23 yang melalui sumur LMG-01. Sama seperti atribut seismik sebelumnya, pada Gambar 23 ini adalah cara kalibrasi dan validasi nilai nilai Sw hasil proses inversi AVO terhadap nilai-nilai Sw disumur LMG01. Untuk menghitung distribusi Sw secara lateral di zona reservoar maka digunakan rumus analitik yang telah diturunkan pada Gambar 11b sebagai fungsi AI dan PR. Karena bentang batas nilai Sw pada reservoar target adalah (30-50)% maka dipilih rumus perhitungan analitik Sw dari nomogram Gambar 11b antara Sw 30% hingga 50%. Hasil perhitungan Sw adalah distribusi nilai Sw secara lateral di zona reservoar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 24. Berdasarkan peta S w ini, maka lokasi-lokasi yang diperkirakan mengandung hidrokarbon gas adalah yang peta Sw yang berwana biru. Hasil-hasil perhitungan Ip, PR, ϕ dan Sw telah dikalibrasi dan divalidasi terhadap nilai-nilai log di sumur LMG-01 dan LMG-03. Peta ϕ (Gambar 22) dan peta Sw (Gambar 24) tampak mempunyai kemiripan pola penyebaran satu dengan lainnya. Artinya antara zona porous dan zona saturasi air berada pada area yang sama. V. KESIMPULAN Studi terintegrasi inversi AVO, fisika batuan petrofisika dan geologi adalah suatu kajian karakterisasi reservoar, untuk mengestimasi penyebaran lateral saturasi air di zona reservoar dengan memanfaatkan atribut AVO. Studi kasus di suatu lapangan gas, pada reservoar batupasir berumur Pratersier. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Studi menawarkan suatu metoda pendekatan untuk membuat peta distribusi nilai-nilai ϕ dan Sw seluas lapangan migas melalui pemodelan analitik petrofisik dan inversi AVO. Analisis sensitifitas menunjukkan bahwa antara properti petrofisik ϕ dan Sw dengan atribut seismik AVO Ip dan PR, tidak menunjukkan pola hubungan matematis yang sederhana sehingga diperlukan bantuan pemodelan analitik berdasarkan persamaan Gassman untuk mencari pola hubungan antara kedua properti ini. Pemodelan analitik dilakukan untuk fasies tertentu yang dipilih berdasarkan hasil analisa geologi, sehingga diperoleh pola hubungan antara besaran petrofisik ϕ dan Sw dan besaran akustik yang diwakili oleh atribut seismik Ip dan PR dalam bentuk nomogram seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Peta sebaran Ip dan PR (Gambar 18 dan Gambar 22) dan peta sebaran ϕ dan Sw (Gambar-20 dan Gambar 24) di zona reservoar untuk fasies tertentu, masing-masing telah dikalibrasi dan divalidasi terhadap besaran-besaran log yang sama di sumur LMG-1. Dalam studi kasus ini digunakan data seismik yang mempunyai frekuensi dominannya 25 herzt sehingga memberikan resolusi data seismik sebesar 27m. Untuk studi kasus karakterisasi reservoar kualitas data seismik ini kurang memadai, terutama untuk resevoir yang tebalnya kurang dari 25meter. Faktor kedalaman reservoar diperkirakan menjadi salah satu penyebab hilangnya sebagaian informasi data seismik. KEPUSTAKAAN Castagna, J.P., Swan, H.W., (1997), Principles of AVO crossplotting, The Leading Edge. Gan, Li-deng, Dai, Xiao-feng, Li, Ling-gao, (2008), Application of Petrophysics-based Prestack Inversion to Volcanic Gas Reservoar Prediction in Singliao basin”, Research Institute and Development, PetroChina Company Limited. Hu, R.Y., Holden, T., Broussard, M., (2011), Petrophysics and Rock Physics Modeling to Improve Seismic Reservoar Charcterization -Case study of Haclberry Sandstone, Search and Discovery Article #40774. Nugroho, P., Mishar, G., Gunawan, H., (2013), Thin Basal Sand Reservoar Distribution Using Elastic Properties Approach, Case Study: Aryani Field, Asri Basin,Southeast Sumatra, PIT HAGI-IAGI, Medan. Quijada, M.F., Srewart, R.R., (2008), Petrophysical and seismic signature of a heavy oil sand reservoar: Manitou Lake, Saskatchewan, Cewes, University of Calgary. 87 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88 Russell, B.H., Hedlin, K., Hilterman, F.J., Lines,L.R., (2003), Fuid property discrimination with AVO: A Biot-Gasmann perspective, Geophysics, Vol 68, No.1, P.29-39. Savic, Milos, Ver West, Bruce, Gingrich,Dean, (2005), Elastic Impedance Inversion in Practice, ARCO British Ltd. Veeken, P., Rauch-Davies, M., Peb. 2006, AVO attribute 88 analysis and seismic reservoar characterization, First break, vol. 24. Walls, J., Dvorkin,J.,Carr,M., 2009, Well Logs and Rock Physics in Seismic ReservoarCharacterization, Rock Solid Images. Zhou, Zhengyun, Hilterman, F.J., Kumar, M., (2005), Water Saturation estimation from seismic and rockproperty trends”, Center for Applied Geosciences and Energy, Houston. Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi) Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) Identification of Hydrocarbon Potential Area Using Sattelite Imagery Base on Topographic Anomaly Approach (Case Study Indramayu and Its Surrounding) Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected] Teregistrasi I tanggal 14 April 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal 2 Juni 2014 Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik khusus topografi pada citra satelit yang dapat mencerminkan daerah potensi penghasil minyak dan gas bumi. Pendekatan yang digunakan adalah anomali topografi. Dengan menggunakan citra penginderaan jauh, yaitu Citra Satelit Landsat TM yang direkam pada Bulan Juni Tahun 1976. Pada citra penginderaan jauh karakter khusus topografi dapat diamati baik dari bentuk tinggian atau antiklinal, pola aliran sungai, serta kemiringan dan bayangan yang tampak pada data citra. Lokasi penelitian di Indramayu pada Cekungan Jawa Barat Utara yang merupakan daerah yang sudah terbukti (proven) adanya migas. Penentuan daerah potensi migas didasarkan pada asumsi 3 (tiga) parameter utama yaitu struktur, reservoir, dan migrasi. Parameter struktur didasarkan pada hasil identifikasi dan intepretasi citra satelit yang menghasilkan Remote sensing Potential Area (RPA). Parameter reservoir terdiri atas keberadaan sumur dan lapangan migas. Parameter migrasi didasarkan pada adanya sesar dan kitchen area. Pembobotan dilakukan untuk menentukan kelas RPA, yaitu sangat potensial, potensial dan kurang potensial. Hasil interpretasi diperoleh 84 RPA. Hasil validasi menggunakan data bawah permukaan membuktikan bahwa dari 84 area potensi (RPA) yang diidentifikasi dengan menggunakan data citra terdapat 37 RPA atau sekitar 44% berada pada struktur yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon. Hasil pembobotan dari 84 RPA memperlihatkan 22 RPA dalam kategori sangat potensi, 38 RPA dalam kategori potensi, dan 24 RPA dalam kategori kurang potensi. Kata kunci: Penginderaan Jauh, Landsat TM, Remote Sensing Potential Area, Pembobotan, Sangat Potensial, Potensial dan Kurang Potensial ABSRACT The purpose of this study is to evaluate specific character of the topography showing on the satellite image which possibly indicate potential areas for oil and gas. This study uses remote sensing approach to identity anomaly topography. In the images specific characters of topography are reflected on the altitude or anticline, drainage patterns, slope and shadows. Image data used in this study is Landsat TM satellite imagery recorded in June 1976 . The study area is located in Indramayu, North West Java Basin. Which is well known as a proven are for oil and gas. Determination of an area with oil and gas potential 89 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102 is based on three main parameters, namely the structure, reservoir, and migration. The structures are identified based on the interpretation of remote sensing defining Remote Sensing Potential Area (RPA). Reservoir parameter refers to the presence of wells and fields. The migration parameter is based on the presence of fault and kitchen area. The potential areas are weighted to determine the RPA class, which is very potential, potential and less potential. This research is able to identify 84 potential area (RPA) . The validation using subsurface data shows that 37 RPA (about 44 % from the total 84 RPA) are situated at the proven structures. Base on weighting methode, 84 RPA is devided into 22 RPA with very potential category , 38 RPA with potential category and 24 RPA with less potential category. Keywords: Remote Sensing, Landsat TM, Remote Sensing Potential Area, Weighting, Very Potential, Potential and Less Potential I. PENDAHULUAN Energi migas masih menjadi andalan utama perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri, sehingga hal tersebut mengakibatkan kebutuhan energi migas cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu pembangunan prasarana dan industri yang sedang giat-giatnya dilakukan di Indonesia, semakin membuat pertumbuhan konsumsi energi meningkat cukup tinggi. Kondisi tersebut mengharuskan Indonesia untuk segera menemukan cadangan migas baru, baik di Indonesia maupun ekspansi ke luar negeri. Selain itu juga harus melakukan pengembangan ilmu dan teknologi guna percepatan penemuan cadangan baru. Salah satu teknologi yang dapat dikembangkan adalah teknolgi penginderaan jauh. Hal tersebut karena teknologi penginderaan jauh telah terbukti mampu merekam permukaan bumi dengan cakupan luas. Selain itu analisa data penginderaan jauh dapat memberikan informasi mengenai kondisi topografi dan relief suatu daerah (Lili Somantri,2009). Dengan kemampuan teknologi penginderaan jauh tersebut maka potensi migas terutama hasil bentukan struktural dapat diidentifikasi. Identifikasi dan interpretasi dari citra satelit tersebut didasarkan pada karakter-karakter khusus yang berupa bentukan-bentukan berbeda dengan bentukan umum disekitarnya. Karakterkarakter khusus tersebutlah yang dimaksud dengan anomali topografi dalam istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Pembuktian konsep analisis anomali topografi untuk mengetahui adanya kandungan minyak dan gas bumi dilakukan di daerah-daerah yang sudah terbukti terdapat cadangan migasnya sehingga kedepannya dapat diterapkan di daerah-daerah frontier. Pemilihan Cekungan Jawa Barat Utara khususnya pada wilayah 90 onshore Indramayu sebagai daerah peneltian karena cekungan tersebut merupakan penghasil migas dengan jebakan struktural. Selain itu daerah tersebut merupakan daerah yang sangat landai, karena pada penelitian-penelitian sebelumnya pada umumnya dilakukan pada daerah dengan topografi struktural yang tegas. Dengan menggunakan pendekatan anomali topografi diharapkan daerah tersebut dapat diidentifikasi, sehingga konsep ini dapat digunakan untuk menemukan cadangan-cadangan migas baru pada daerah-daerah dengan karakter yang hampir sama dan yang belum tereksplorasi sepenuhnya karena keterbatasan kondisi alam dan data. Penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan kemampuan Teknologi Penginderaan Jauh dengan pendekatan karakteristik topografi dalam upaya menemukan cadangan migas baru. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik khusus topografi suatu daerah pada citra satelit yang dapat mencerminkan daerah potensi penghasil minyak dan gas bumi. II. METODOLOGI A. Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, atau fenomena yang dikaji (Lillesand et al., 2007). Pada penelitian ini data penginderaan jauh yang digunakan adalah citra Land Satelit, atau biasa dikenal dengan sebutan Landsat. Landsat merupakan program tertua dalam perangkat observasi bumi. Landsat dimulai tahun 1972 dengan nama Earth Resources Technology Satellite (ERTS-1). Satelit ini merupakan satelit sumberdaya alam yang pertama. Satelit Landsat terdiri atas beberapa seri yaitu: Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi) Landsat-1, Landsat-2, diteruskan 3, 4, 5, 6 dan terakhir adalah Landsat 7 dan merupakan bentuk baru dari Landsat 6 yang gagal mengorbit. Lebar sapuan (scanning) dari sistem Landsat sebesar 185 km, yang direkam pada tujuh saluran panjang gelombang dengan rincian; 3 saluran panjang gelombang tampak, 3 saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan 1 saluran panjang gelombang termal (panas). (Ananda dan Retnadi). Citra optik satelit seperti citra Landsat TM adalah merupakan alat yang terbukti murah dengan cakupan yang luas dalam mendiskripsikan litologi suatu daerah yaitu dengan berdasarkan sifat spektralnya tersebut. Pada lingkungan yang kering, tutupan vegetasi kurang dan tebal tanah yang terbuka memungkinkan dapat mengamati urutan batuan secara jelas. Informasi tentang satuan batuan, kondisi geologi umum, bentang alam, fitur struktural, pelapukan dan vegetasi dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik peningkatan citra satelit multispektral. Teknik yang paling umum digunakan untuk meningkatkan kualitas citra Landsat dengan enhancement. (Chiara Del Ventisette et al. 2012) Penggunaan data penginderaan jauh dalam bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal dan memetakan obyek dan parameter kebumian yang spesifik, menafsirkan proses pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain. Untuk melakukan hal tersebut menggunakan dua metoda yang umum dilakukan. Metoda visual/manual yaitu mengenal obyek geomorfologi seperti perbukitan, dataran, gunungapi, delta dan gejala geologi spesifik seperti perbedaan jenis batuan, bidang perlapisan, struktur sesar (Djauhari Noor, 2010). Selain itu interpretasi visual citra Landsat dibantu dengan data sekunder dan cek lapangan dapat diperoleh satuan bentuk lahan, penutup/penggunaan lahan, dan estimasi simpanan air yang diperhitungkan dari kerapatan aliran. Kerapatan aliran atau pola aliran tersebut yang dapat dideteksi atau diidentifikasi dari data citra satelit. (Nurfaika dan Nurlina 2009) Kenampakan linear di permukaan bumi telah sering digunakan untuk mencari tambahan cadangan di lapangan migas. Tumpang susun kelurusan pada permukaan dan bawah permukaan pada lapangan migas dan rembesan dapat diamati bahwa lapangan minyak yang dibatasi oleh kenampakan linear permukaan membentuk batas sub graben dan sub cekungan. Lineament permukaan paralel dengan sesar bawah permukaan. Dengan demikian lineament dapat digunakan sebagai panduan untuk pembuatan kontur struktur, pemetaan fasies, dan delineasi permeabilitas rekahan. Berdasarkan hal tersebut adalah cukup penting melakukan pengamatan kelurusan untuk ekplorasi migas, karena dari hasil penelitian ini terlihat adanya kecenderungan adanya hubungan kenampakan linear di permukaan dan dibawah permukaan, dan adanya potensi migas baru. Lineament permukaan atau kemampakan linear permukaan tersebut dapat didelineasi menggunakan Landsat ETM (Mohammed et al. 2010). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kenampakan linear dipermukaan bumi adalah hasil dari adanya kelemahan zona atau perpindahan strultural dalam kerak bumi. Kelurusan merupakan mappable linear atau sedikit melengkung yang dimungkinkan merupakan ekspresi sesar atau jalur lemah. Kenampakan geomorfologi permukaan yang membentuk kelurusan yaitu berupa relief atau tonal, dan perbedaan kontras. Ekspresi geomorfologi kelurusan yang khas ditunjukan oleh aliran lembah yang lurus dan segmen lembah yang selaras. Adanya perbedaan vegetasi, kadar air, dan tanah atau komposisi batuan menunjukkan kontras relief (O'Leary et al.1976 dalam Hung et al. 2005). Di bumi, kelurusan dapat berupa 1) aliran lurus dan lembah, 2) keselarasan depresi permukaan, 3) perubahan relief tanah, 4) perbedaan vegetasi, 5) jenis vegetasi dan perbedaan tinggi, atau 6) perubahan topografi mendadak. Semua fenomena tersebut dimungkinkan sebagai hasil dari fenomena struktural seperti fault, joint set, lipatan , retak atau fracture. (Richards 2000 dalam Hung et al. 2005). Fault memiliki hubungan yang erat terhadap proses mineralisasi, karena proses mineralisasi terjadi pada persilangan fault dan dari citra satelit Landsat ETM fault dapat dengan baik teridentifikasi. Selain fault, citra Landsat ETM juga sangat baik dalam pengenalan adanya alterasi dan unit batuan.(Babai dan Khakzad 2011). Lebih lanjut dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa citra satelit dapat digunakan untuk interpretasi pola-pola kelurusan. Analisis kelurusan dapat digunakan sebagai acuan dalam analisis struktur geologi pada suatu daerah. Kelurusan diidentifikasi berdasarkan adanya kesamaan pola pada kelurusan atau kemenerusan dari morfologi berupa lembah, punggungan, dan lereng. Penarikan kelurusan yang kemudian diinterpretasikan sebagai suatu struktur 91 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102 geologi didasarkan pada adanya pola kelurusan pada suatu lereng atau lembah yang memanjang dan memperlihatkan suatu offset atau gawir. Selain kelurusan struktur tampak dari perbedaan morfologi antara tinggian dan rendahan yang terlihat dari perubahan rona dan tekstur. Keberadaan litologi penyusun pada daerah penelitian tidak dapat dipisahkan dengan kelurusan struktur geologi. Terbentuknya kelurusan-kelurusan tidak lepas dari pengaruh tektonik dan sifat-sifat litologi tersebut. Batas satuan litologi dipakai sebagai pembeda dalam analisis kelurusan pada daerah penelitian. Maka dari itu, pada tiap satuan batuan terdapat kelurusankelurusan yang dianggap kelurusan struktur yang terjadi akibat gaya tektonik yang bekerja pada saat pembentukan satuan litologi tersebut. Pola kelurusan tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan fase tektonik pada daerah penelitian. Fase tektonik didapat dengan membandingkan analisis kelurusan basis panjang dengan basis frekuensi pada tiap-tiap satuan batuan dan dibantu dengan data regional. (Aryawan dkk.) Dalam interpretasi pola aliran dapat dilakukan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh baik citra foto ataupun non foto. Pengaruh geologi terhadap bentuk sungai dan jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif serta macam batuannya. Kontrol dinamika struktur diantaranya pensesaran, pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif. Jenis batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi. (Morisawa (1985) dalam Puguh 2010) B. Geologi Regional Secara geologi daerah Indramayu dan sekitarnya termasuk kedalam tatanan tektonik Cekungan Jawa Barat Utara. Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah relatif UtaraSelatan. Sistem sesar yang berarah Utara-Selatan membagi cekungan Jawa Barat Utara menjadi graben atau beberapa sub-cekungan dari barat ke timur, yaitu Sub-Cekungan Ciputat, Sub-Cekungan Pasir Putih dan Sub-Cekungan Jatibarang yang dipisahkan oleh tinggian. Tinggian Rengasdengklok memisahkan Sub-Cekungan Ciputat dengan Sub-Cekungan 92 Pasir Putih. Tinggian Pamanukan dan Tinggian Kandanghaur memisahkan Sub-Cekungan Pasir Putih dengan Sub-Cekungan Jatibarang. Konfigurasi ini sangat mempengaruhi penyebaran batuan sedimen Tersier dan sistem petroleum di kawasan ini. Sistem sesar blok terbentuk selama orogenesa Kapur Tengah hingga awal Paleosen dan diperkirakan mengontrol struktur Tersier di Cekungan Jawa Barat Utara (Daly et al. 1987 dalam Sudarmono dkk. 1997). Secara tektonik, sejarah cekungan Jawa Barat Utara tidak terlepas dari tektonik global Indonesia Bagian Barat dengan tatanan tektoniknya berupa sistem active margin, antara Lempeng Hindia dengan Lempeng Asia. Sistem ini dicirikan dengan adanya zona subduksi (penunjaman) dan busur magmatik (Gambar 1). Sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara terjadi dalam beberapa fase berkaitan dengan fase tektonik yang terjadi di Indonesia bagian barat. Periode awal sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara dimulai pada kala Eosen Tengah-Oligosen Awal (fase transgresi) yang menghasilkan sedimen vulkanik darat-laut dangkal dari Formasi Jatibarang. Pada saat itu aktifitas vulkanisme meningkat. Hal ini berhubungan dengan interaksi antar lempeng di sebelah selatan Pulau Jawa, akibatnya daerah-daerah yang masih labil sering mengalami aktivitas tektonik. Material-material vulkanik dari arah timur mulai diendapkan. Selanjutnya merupakan fase transgresi yang berlangsung pada kala Oligosen Akhir-Miosen Awal yang menghasilkan sedimen transisi-deltaik hingga laut dangkal yang setara dengan Formasi Talang Akar. Pada fase ini terbentuk dua lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan paralik pada bagian barat dan laut dangkal dibagian timur. Selanjutnya aktifitas vulkanik semakin berkurang sehingga daerah-daerah menjadi agak stabil, tetapi subCekungan Ciputat masih aktif. Kemudian air laut menggenangi daratan yang berlangsung pada kala Miosen Awal mulai dari bagian barat laut terus ke arah tenggara menggenangi beberapa tinggian kecuali tinggian Tangerang (Gambar 2). Pada Akhir Miosen Awal daerah cekungan ini relatif stabil, dan daerah Pamanukan sebelah barat merupakan platform yang dangkal, cekungan endapan karbonat berkembang baik yang setara dengan Formasi Baturaja, sedangkan bagian timur merupakan daerah yang lebih dalam. Selanjutnya Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi) Gambar 1 Kerangka struktur batuan dasar cekungan-cekungan di disekitar Jawa Barat Utara (Pertamina, 1992) pada pada kala Miosen Tengah merupakan fase regresi yang ditandai dengan adanya pengendapan sedimen laut dangkal dari Formasi Cibulakan Atas. Sumber sedimen yang utama dari Formasi Cibulakan Atas diperkirakan berasal dari Paparan Sunda yang berada disebelah utara-barat laut. Akhir Miosen Tengah kembali menjadi kawasan yang stabil, batugamping berkembang dengan baik. Perkembangan yang baik ini dikarenakan aktivitas tektonik yang lemah dan lingkungan berupa laut dangkal. Pada Kala Miosen Akhir-Pliosen (fase regresi) merupakan fase pembentukan Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi di kawasan ini mengalami sedikit perubahan kondisi laut semakin berkurang masuk ke dalam lingkungan paralik. Kemudian diakhiri pada Kala Pleistosen-Resen yang ditandai dengan adanya pengangkatan sumbu utama Jawa. Pengangkatan ini juga diikuti oleh aktivitas vulkanisme yang meningkat dan juga diikuti pembentukan struktur utama Pulau Jawa. Pengangkatan Gambar 2 Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Barat Utara (Pertamina, 1992) 93 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102 sumbu utama Jawa tersebut berakhir secara tiba-tiba sehingga mempengaruhi kondisi laut. Butiran-butiran sedimen kasar diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Cisubuh. Cekungan ini merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon yang telah terbukti dengan adanya penemuan-penemuan migas terutama pada struktur-struktur antiklin. Lapisan-lapisan utama yang terbukti menjadi lapisan produksi adalah batupasir dari Formasi Talang Akar dan Formasi Cibulakan, disamping itu batugamping dari Formasi Baturaja dan Formasi Parigi yang juga memproduksi minyak dan gas bumi. Suatu hal yang menarik ialah bahwa di kawasan daratan juga telah diproduksi minyak bumi dari batuan tuffa volkanik dan breksi Formasi Jatibarang. Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk, yaitu lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coals dan shales (oil dan gas prone) dan marine claystone (bacterial gas) (Noble, et al., 1997). Hidrokarbon dikawasan ini ditemukan pada beberapa lapisan reservoar yaitu batupasir tufa-volkanikan dari Formasi Jatibarang, Batupasir delta pada anggota Cibulakan Bawah atau Formasi Talangakar, dan batupasir delta-laut dangkal pada Anggota Cibulakan Atas. Pada Anggota Cibulakan bagian atas terdapat lapisan batugamping yang dikenal dengan lapisan Z-14 dan Z-16. Lapisan ini merupakan salah satu target reservoir pada lapangan migas di daerah Indramayu dan sekitarnya. Reservoar lain yang berkembang di kawasan ini adalah batugamping Formasi Parigi. Pada cekungan ini formasi yang bertindak sebagai lapisan penutup utama (sealing) adalah Formasi Cisubuh, karena formasi ini memiliki litologi impermeabel yang cocok sebagai penghalang bagi hidrokarbon untuk bermigrasi lebih lanjut. Tipe pemerangkapan hidrokarbon di Jawa Barat Utara hampir sama. Hal ini disebabkan evolusi tektonik dari semua cekungan sedimen sepanjang batas selatan dari Paparan Sunda relatif sama sehingga akan menghasilkan tipe struktur geologi dan mekanisme cebakan yang hampir sama. Bentuk utama struktur geologi adalah dome anticlinal yang lebar dan cebakan dari blok sesar yang miring. Pada beberapa daerah dengan reservoar reefal build-up, perangkap stratigrafi juga berperan. Perangkap stratigrafi yang berkembang umumnya dikarenakan terbatasnya penyebaran batugamping dan perbedaan 94 fasies. Jalur untuk perpindahan hidrokarbon mungkin terjadi dari jalur keluar yang lateral dan atau vertikal dari cekungan awal. Migrasi lateral mengambil tempat di dalam unit-unit lapisan dengan permeabilitas horizontal yang baik, sedangkan migrasi vertikal terjadi ketika migrasi yang utama dan langsung yang tegak. Jalur migrasi lateral berciri tetap dari unit-unit permeable. Pada Cekungan Jawa Barat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral lebih banyak berupa celah batupasir yang mempunyai arah utara-selatan dari Anggota Main maupun Massive (Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran utama untuk migrasi vertical dengan transportasi yang cepat dari cairan yang bersamaan dengan waktu periode tektonik aktif dan pergerakan sesar (Noble et al. 1997). Pada Gambar 3 ditunjukkan kolom stratigrafi regional beserta petroleum system elemen Cekungan Jawa Barat Utara. C. Pemeringkatan Penelitian ini adalah kegiatan guna mengembangkan eksplorasi migas melalui pendekatan data-data permukaan khususnya beberapa parameter topografi. Dan dalam penelitian ini, batasan Anomali Topografi yang dimaksud adalah kekhususan karakter topografi yang terlihat secara visual dan merupakan representasi lapisan batuan dari zona tektonik terakhir. Karakter khusus topografi dapat diamati baik dari citra maupun di lapangan dari bentuk tinggian atau antiklinal, pola aliran sungai, serta kemiringan dan bayangan yang tampak pada data citra. Kondisi topografi yang akan diamati merupakan topografi yang dapat terlihat pada skala tertentu pada citra yang dapat diamati di lapangan. Penggunaan citra sebagai media untuk analisis membatasi studi eksplorasi migas ini hanya mencakup daerah-daerah onshore dengan prospek migas pada lapisan hasil tektonik terakhir. Indramayu yang berada pada Cekungan Jawa Barat Utara (onshore) dipilih sebagai lokasi studi dengan pertimbangan banyaknya lokasi sumur migas yang sudah terbukti (proven) di cekungan ini. Pengamatan dan analisis data citra dilakukan pada daerah Indramayu sampai dengan Kerawang, sedangkan untuk perconto pembuktian di lapangan ditentukan berdasarkan lokasi-lokasi yang memiliki anomali topografi. Teknologi Penginderaan Jauh dalam studi ini digunakan untuk membantu menganalisis karakter Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi) topografi dari data citra. Pada penelitian ini data citra yang digunakan adalah Citra Satelit Landsat TM yang direkam pada Bulan Juni Tahun 1976. Agar diperoleh citra satelit yang letak geografis seperti di lapangan dilakukan dengan metode rektifikasi. Rektifikasi adalah suatu proses pekerjaan untuk memproyeksikan citra yang ada ke bidang datar dan menjadikan bentuk sebangun dengan sistem proyeksi peta yang digunakan, juga terkadang mengorientasikan citra sehingga mempunyai arah yang benar (Erdas 1991 dalam Hartoyo dkk. 2010). Interpretasi geologi dan struktur geologi dengan menggunakan pendekatan morfologi dan pola aliran yang digambarkan oleh citra satelit. Hasil dari kegiatan ini adalah diperoleh identifikasi karakteristik khusus medan atau topografi yang berpotensi sebagai daerah penghasil migas dan dalam penelitian ini disebut dengan remote sensing potential area (RPA). Hasil interpretasi kemudian dilakukan validasi terhadap hasil interpretasi. Validasi dilakukan dengan melakukan validasi kondisi permukaan dan kondisi bawah permukaan, dengan metode analisis akurasi data. Validasi kondisi permukaan dilakukan dengan langsung melakukan pengukuran di lapangan dengan menggunakan differential GPS. Metode differential GPS atau juga dinamakan metode penentuan posisi relatif pada prinsipnya adalah untuk memastikan kondisi topografi RPA hasil interpretasi, yaitu mengetahui beda tinggi dan posisi. Pengukuran dilapangan masing-masing karakter dan lapangan migas diambil satu perconto. Hal tersebut dengan asumsi bahwa kenampakan yang sama di citra dipastikan mempunyai karakter yang sama di lapangan/medan. Validasi pola kelurusan dilakukan dengan menumpangsusunkan dan mencocokan dengan pola struktur geologi regional studi yang telah ada. Sedangkan validasi kondisi bawah permukaan dilakukan dengan melakukan tumpang susun dengan data seismik, data lapangan, dan data sumuran. Parameter-parameter yang telah tervalidasi tersebut selanjutnya ditumpangsusunkan untuk mendapatkan daerah yang berpotensi migas. Parameter yang dibangun untuk analisis dalam penelitian ini, sebanyak 3 parameter utama yaitu struktur, reservoar, dan migrasi. Parameter struktur yang berupa RPA, parameter reservoir yang terdiri dari jumlah formasi batuan pada satu tempat dan kedekatan dengan sumur produksi/pengembangan, dan parameter migrasi yang berupa posisi kelurusan/ lineament dan kedekatan dengan kitchen area. Parameter-parameter tersebut kemudian dilakukan penilaian dan perangkingan. Dalam penelitian ini parameter struktur didasarkan pada hasil identifikasi dan intepretasi citra satelit yang menghasilkan RPA. Parameter reservoir terdiri atas keberadaan sumur dan lapangan migas. Sumur dan lapangan migas ini dihasilkan dari data pendukung/ peta yang telah didigitalkan. Parameter migrasi didasarkan pada adanya sesar dan kitchen area. Sesar Gambar 3 Kolom stratigrafi regional dan petroleum system elemen Cekungan Jawa Barat Utara (Noble et al. 1997) 95 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102 diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit yang digunakan dan kitchen area didasarkan pada data pendukung peta geologi regional daerah peneltian yang telah didigitalkan. Selain dilakukan tumpang susun, metode yang digunakan untuk penentuan daerah potensi migas juga dilakukan buffer dan pembobotan pada masingmasing parameter yang digunakan. Kecuali parameter struktur dilakukan pembobotan (Tabel 1) Untuk menghasilkan daerah potensi migas, RPA yang telah diberi bobot dan penghitungan, hasil dari penjumlahan masing-masing parameter kemudian dilakukan pemeringkatan. Pemeringkatan untuk penentuan daerah potensi migas (Tabel 2). C. HASIL DAN PEMBAHASAN dikenal dengan RPA. Hasil delineasi menunjukkan, beberapa daerah yang didelineasi merupakan lapangan migas dan atau berada di dekat lapangan migas. Dengan kondisi tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa karakter-karakter yang ditunjukkan pada citra mencerminkan adanya potensi migas. Selain RPA, pada hasil interpretasi citra dapat pula diidentikasi pola struktur geologi. Pada daerah penelitian teridentifikasi adanya dua pola umum struktur geologi yang dalam citra ditunjukkan dengan adanya pola kelurusan (lineament), yaitu pola kelurusan yang berarah relatif NE-SW dan pola yang berarah relatif B-T (Gambar 5). Pola struktur hasil intepretasi tersebut tampak sesuai dengan pola struktur geologi regional berdasarkan studi yang telah ada. Pola kelurusan yang berarah relatif NE-SW atau NW-SE diinterpretasikan merupakan struktur yang terbentuk pada fase tektonik awal tersier atau yang dikenal dengan pola Sunda. Pola struktur ini Interpretasi struktur geologi dilakukan dengan menggunakan citra satelit Landsat TM tahun 1976, dengan skala 1:100.000-250.000. Interpertasi citra dilakukan pada daerah Indramayu dan sekitarnya dengan kondisi tutupan awan kurang dari 5%. Tabel 1 Pembobotan parameter reservoir dan parameter migrasi Dalam interpretasi struktur geologi tersebut digunakan citra Landsat Parameter Reservoir TM dengan kombinasi false color Deskripsi Pembobotan (R:G:B=4:5:7, interpetasi skala 1:250.000). Hasil interpretasi citra memuat struktur 1 Formasi 1 geologi yang diidentifikasi sebagai RPA 2 Formasi 2 Lapangan Migas (jumlah dan kelurusan (lineament) dengan skala formasi dalam satu struktur) 3 Formasi 3 1:100.000-1:250.000 (Gambar 4). Terdapat 4 Formasi 4 84 RPA yang teridentifikasi pada peneltian < 1 Km 4 ini. 1 – 5 Km 3 Jarak Terhadap Sumur Interpretasi struktur geologi dengan Produksi/ Pengembangan 5 – 10 Km 2 menggunakan data citra agak mengalami 10 – 15 Km 1 kesulitan terutama pada bagian utara daerah peneltian. Hal ini disebabkan pada bagian Parameter Migrasi utara didominasi oleh endapan resen/aluvial Deskripsi Pembobotan sehingga struktur geologi dan litologi yang ada tertutup dan sulit untuk diamati. Lineament Tidak ada lineament 1 Kondisi tersebut melalui pengamatn visual Lineament dekat dengan 2 dari citra satelit dengan berdasarkan analisis struktur Lineament memotong topografi dapat diidentifikasikan sebagai 3 struktur daerah yang menunjukkan adanya anomali Lineament berada 4 dibatas struktur topografi, yaitu tampak adanya daerah yang Kitchen Area < 1 Km 4 relatif tinggi atau berbeda dengan daerah disekelilingnya. Data tersebut semakin 1 – 5 Km 3 dipertegas dengan bentukan pola aliran 5 – 10 Km 2 yang berkembang pada daerah peneltian. 10 – 15 Km 1 Pada peneltian ini, hasil delineasi tersebut 96 Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi) berlaku pada semua RPA hasil identifikasi, dimana yang membentuk sesar-sesar bongkah (half graben saat dilakukan pengamatan langsung dilapangan system) yang selanjutnya pada bagian rendahan akan kondisi permukaan tampak agak bergelombang. terbentuk endapan danau dan vulkanik dari Formasi Pada Gambar 6 ditunjukkan kenampakan citra yang Jatibarang yang menutup rendahan-rendahan yang diinterpreasi sebagai RPA dan hasil pengukuran di ada. Proses sedimentasi ini terus berlangsung dengan lapangan dengan menggunakan differential GPS. dijumpainya endapan transisi Formasi Talangakar. Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya Sedangkan data bawah permukaan juga digunakan lingkungan karbonat Formasi Baturaja. untuk melakukan validasi hasil interpretasi citra yang sudah dilakukan. Data bawah permukaan yang Pola kelurusan yang berarah relatif B-T dipergunakan untuk melakukan validasi adalah data diinterpretasikan merupakan struktur yang terbentuk seismik, data sumur dan data lapangan migas yang ada pada fase tektonik Miosen Awal atau yang dikenal di daerah peneltian. Dari data seismik yang melintasi sebagai pola Jawa. Pola struktur ini teraktifkan area potensi (RPA) terlihat hasil interpretasi dari kembali pada fase tektonik Pliosen-Pleistosen, dana data citra menunjukkan bahwa di bawah permukaan terjadi proses kompresi kembali dan membentuk juga dijumpai adanya struktur yang kemungkinan perangkap-perangkap sruktur berupa sesar-sesar naik mengandung hidrokarbon. Walaupun demikian di jalur selatan Cekungan Jawa Barat Utara. Sesarpola kelurusan dari area prospek (RPA) tidak selalu sesar naik yang terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi dan sesar naik Subang, sedangkan di bagian Tabel 2 utara terbentuk sesar turun berupa sesar Pemeringkatan daerah potensi migas turun Pamanukan. Adapun hasil validasi kondisi Total Pembobotan Klasifikasi Peringkat permukaan dengan metode pengukuran 6–8 Kurang Potensi 3 differensial GPS tersebut tampak jelas 9 – 11 Potensi 2 bahwa adanya beda tinggi walaupun tidak 12 Sangat Potensi 1 terlalu besar. Kondisi tersebut ternyata juga Gambar 4 Hasil interpretasi citra 97 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102 Gambar 5 Pola kelurusan hasil interpretasi citra Landsat TM yang berarah relatif NE-SW dan B-T sama dengan pola kelurusan struktur yang berada dibawah permukaan, terutama di bagian utara dari daerah peneltian. Hal ini kemungkinan disebabkan kenampakan di permukaan yang terekam pada data citra tertutup oleh endapan aluvial sehingga pola struktur yang sebenarnya tidak seluruhnya nampak pada data citra. Disamping itu pengendapan sedimen setelah Formasi Cisubuh atau Parigi cukup tebal dan relatif datar sementara fase tektonik setelah Plio-Pleistosen tidak cukup kuat sehingga struktur yang ada tidak terlalu berpengaruh pada lapisan yang berada diatasnya (Gambar 7). Data sumur produksi/pengembangan dan lapangan migas juga digunakan untuk melakukan validasi bawah permukaan karena dengan data sumur dan lapangan migas membuktikan adanya akumulasi hidrokarbon pada struktur dibawahnya. 98 Gambar 6 Validasi hasil interpretasi citra dengan menggunakan Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi) Gambar 7 Validasi hasil interpretasi citra dengan menggunakan data seismik Gambar 8 Daerah potensi migas 99 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102 Tabel 3 Hasil perangkingan RPA RPA 100 Revervoar Migrasi Toatal Penilaian Rangking Lapangan Migas Sumur Lineament Kitchen Area 5 4 4 2 2 12 1 12 3 4 2 3 12 1 28 2 4 3 4 13 1 37 2 3 3 4 12 1 38 2 4 3 3 12 1 39 3 4 1 4 12 1 40 2 3 4 4 13 1 41 4 4 2 3 13 1 43 2 4 2 4 12 1 44 2 4 4 4 14 1 45 2 4 4 3 13 1 46 3 4 4 3 14 1 48 2 4 3 3 12 1 60 4 4 3 4 15 1 66 4 3 2 4 13 1 68 4 4 2 3 13 1 70 4 4 3 3 14 1 71 4 4 2 2 12 1 72 4 4 2 2 12 1 79 2 3 3 4 12 1 83 1 4 4 4 13 1 84 1 4 4 4 13 1 1 1 3 2 3 9 2 6 3 3 1 3 10 2 7 3 2 2 2 9 2 8 2 3 4 1 10 2 11 3 4 1 3 11 2 13 3 3 3 2 11 2 14 2 4 2 1 9 2 15 2 4 4 1 11 2 16 3 3 3 1 10 2 18 2 4 2 1 9 2 23 2 3 4 1 10 2 26 2 3 3 1 9 2 27 2 4 3 1 10 2 29 2 3 2 3 10 2 30 3 4 1 2 10 2 31 3 4 2 2 11 2 32 1 3 4 3 11 2 33 1 3 4 3 11 2 34 1 4 1 3 9 2 35 2 4 1 3 10 2 36 2 4 2 2 10 2 42 2 3 2 4 11 2 47 3 3 1 2 9 2 49 1 4 2 4 11 2 50 2 4 2 1 54 1 3 2 3 9 2 58 4 3 2 2 11 2 59 1 1 4 4 10 2 63 1 3 3 2 9 2 64 2 2 3 3 10 2 65 4 2 1 4 11 2 67 4 3 1 3 11 2 73 1 2 4 2 9 2 75 4 3 2 2 11 2 76 2 2 1 4 77 2 2 1 4 9 2 80 4 2 1 4 11 2 81 4 2 1 4 11 2 2 1 2 2 1 6 3 3 1 2 4 1 8 3 4 1 2 4 1 8 3 9 1 3 2 1 7 3 10 1 4 1 1 7 3 17 1 4 2 1 8 3 19 2 3 2 1 8 3 20 1 4 2 1 8 3 21 1 3 1 1 6 3 22 2 2 2 1 7 3 24 1 1 3 1 6 3 25 1 1 4 1 7 3 51 1 2 3 1 7 3 52 1 2 2 1 6 3 53 1 3 2 2 8 3 55 2 2 1 1 6 3 57 2 2 1 1 6 3 61 1 2 2 2 7 3 62 1 1 2 2 6 3 69 1 1 2 2 6 3 74 1 1 2 4 8 3 78 2 3 2 1 8 3 82 2 2 1 3 8 3 9 9 2 2 Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi) Hasil interpretasi data citra menunjukkan bahwa area potensi (RPA) yang ada di daerah penelitian yang berada pada sekitar lokasi sumur adalah 8 RPA, di bagian tepi struktur pada lapangan migas sebanyak 14 RPA dan di struktur lapangan migas sebanyak 15 RPA. Hasil validasi menggunakan data bawah permukaan membuktikan bahwa dari 84 area potensi (RPA) yang diidentifikasi dengan menggunakan data citra terdapat 37 RPA atau sekitar 44% berada pada struktur yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon. Sementara itu area potensi (RPA) yang tidak berada pada struktur yang sudah terbukti merupakan peluang untuk bisa menambah sumberdaya migas, tentunya dengan terlebih dahulu dibuktikan dengan menggunakan data bawah permukaan yang lebih akurat. Setelah dilakukan penilaian terhadap 84 RPA kemudian dilanjutkan dengan melakukan perangkingan. Hasil perangkingan menunjukkan 22 RPA dalam kategori sangat potensi, 38 RPA dalam kategori potensi, dan 24 RPA dalam kategori kurang potensi. Adapun hasil penilaian dan perangkingan pada masing-masing RPA ditunjukan pada Tabel 3 dan Gambar 8. IV. KESIMPULAN Interpretasi struktur geologi dengan menggunakan citra satelit Landsat TM di Indramayu dan sekitarnya. Hasil interpretasi citra satelit Landsat TM menunjukkan ada dua pola umum struktur geologi, yaitu pola kelurusan yang berarah relatif NE-SW dan pola yang berarah relatif B-T. Pola struktur hasil intepretasi tersebut tampak sesuai dengan pola struktur geologi regional berdasarkan studi yang telah ada. Hasil analisis topografi menunjukkan adanya anomali topografi pada lokasi kajian. Anomali tersebut dipertegas dengan bentukan pola aliran yang berkembang di lokasi tersebut. Anomali topografi tersebut merupakan Remote Sensing Potential Area (RPA) yang mengindikasikan adanya prospek migas. Validasi lokasi RPA dilakukan melalui survey lapangan, pengukuran differential GPS dan data bawah permukaan. Hasil survey lapangan menunjukkan lokasi RPA yang berada pada sekitar lokasi sumur adalah 8 RPA, di bagian tepi struktur pada lapangan migas sebanyak 14 RPA dan di struktur lapangan migas sebanyak 15 RPA. Validasi lainnya melalui pengukuran differensial GPS memperkuat adanya anomali topografi dari RPA dengan adanya beda tinggi. Validasi menggunakan data bawah permukaan/seismik pada RPA menunjukkan bahwa di bawah permukaan juga dijumpai adanya struktur yang kemungkinan mengandung hidrokarbon. Hasil validasi menggunakan data bawah permukaan membuktikan bahwa dari 84 RPA yang diidentifikasi dengan menggunakan data citra terdapat 37 RPA atau sekitar 44% berada pada struktur yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon. Potensi RPA yang tidak berada pada struktur yang sudah terbukti merupakan peluang untuk bisa menambah sumberdaya migas. Penilaian lanjutan melalui pembuatan rangking menunjukkan 22 RPA dalam kategori sangat potensi, 38 RPA dalam kategori potensi, dan 24 RPA dalam kategori kurang potensi. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada PPPTMGB LEMIGAS yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian ini dan LAPAN yang telah memberikan data SRTM 30 meter. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Bambang Widarsono, Dr Mujito dan Prof (Riset) Suprajitno Munadi, selaku tim Scientific Board yang telah memberikan saran dan masukannya pada penelitian ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Prof. Dr. Hartono, DEA., DESS; Drs. Prodjo Danoedoro, M.Sc, Ph.D; Ir. Suliantara; Dodi Kurniawan S.T.; Abdul Gaffar; Dian Nur yang telah memberikan masukan dan sarannya serta membantu dalam survey lapangan. KEPUSTAKAAN A. Noble dkk., 1997. Petroleum Systems Of Northwest Java Indonesia. Proceedings of the Petroleum Systems of SE Asia and Australasia Conference, May 1997. IPA. Ananda P.A & Retnadi H.J. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Identifiksi Sebaran Batubara Permukaan Di Kabupaten Muara Eneim Sumatera Selatan. http:// lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/viewFile /2/2 Arafat Mohammed dkk., 2010. Significance of Surface Lineaments for Gas and Oil Exploration in Part of Sabatayn Basin-Yemen., Journal of Geography and Geology, Vol. 2, No. 1; September 2010. Palanivel K & C.J.Kumanan. Canadian Center of Science and Education. 101 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102 Banafsheh Ali Babai, Dr.Ahmad Khakzad. 2011. Mahabad Investigation On Geology And Exploration Via Remote Sensing. International Conference on Asia Agriculture and Animal, IPCBEE vol.13 (2011). IACSIT Press, Singapoore. Chiara Del Ventisette dkk., 2012. Remote sensing techniques to map geologic unit in arid environment: theexample of southern flank of the Tindouf Basin (Western Sahara). 4 th EARSeL Workshop on Remote Sensing and Geology. 24 st – 25th May, 2012. Mykonos, Greece. Djauhari Noor. Geomorfologi. Program Studi Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Pakuan. 2010. Bogor Hartoyo G.M.E, Nugroho Y, dkk. 2010. Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografi (SIG) Tingkat Dasar. Tropenbos International Indonesia Programme. Balikpapan. Hung L.Q. dkk, 2005. Lineament extraction and analysis, comparison of LANDSAT ETM and ASTER imagery. Case study: Suoimuoi tropical karst catchment, Vietnam. Remote Sensing for Environmental Monitoring, GIS Applications, and Geology V, Proc. of SPIE Vol. 5983, 59830T, (2005). I Gede Indra Aryawan, dkk. Analisis dan Interpretasi Struktur Geologi Menggunakan Digital Elevation Model (DEM) Ater Daerah Kecamatan Marawola, Dolo, Dan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah. 102 Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Lillesand T.M., Kiefer, R.W., 2007. Remote Sensing And Image Interpretation, 6th Edition, Jhon Wiley & Sons Inc, New York. Lilli Soemantri. 2009. Teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Jurusan Pendidikan Geografi . UPI Nurfaika & Nurlina. 2009. Pemanfaatan Citra Landsat ETM+ dan Sistem Informasi Geografis untuk Pendugaan Limpasan Permukaan di DAS Jene’berang Hulu Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Fisika FLUX, Vol.6 No.1,Pebruari 2009 (26-39) PERTAMINA & BEICIP FRANLAB, 1992, Global Geodynamics, Basin Classification and Exploration Play-types in Indonesia, Volume I, PERTAMINA, Jakarta. Puguh D.R. 2010. Ekstraksi Informasi Hidrologi dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh. Remote Sensing & GIS For Hydrology. Maret 2010. http:// puguhdraharjo.wordpress.com/2010/03/18/ektraksihidrologi-dengan-penginderaan-jau/ Sudarmono, Suheman T., dkk. 1997. Paleogene Basin Development In Sundaland And It’s Role To The Petroleum Systems In Western Indonesia. Proceedings of the Petroleum Systems of SE Asia and Australasia Conference, May 1997. IPA Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2 (Septi Anggraeni, M Romli, dan Edward Tobing) Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2 Experimental Study of Carbonated Water Injection Method for Enhanced Oil Recovery and CO2 Utilization Septi Anggraeni, M.Romli dan Edward Tobing Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected] Teregistrasi I tanggal 14 Mei 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 22 Juli 2014 Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014 ABSTRAK Produksi dan cadangan minyak Indonesia terus mengalami penurunan, oleh sebab itu diperlukan usaha-usaha untuk mengatasi masalah ini. Selain itu penggunaan energi fosil yang belum tergantikan oleh energy terbarukan menimbulkan kelebihan emisi gas yang mengakibatkan perubahan iklim. Oleh sebab itu pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca, untuk mengurangi emisi gas CO2. Salah satu metoda EOR yang digunakan untuk menaikan produksi minyak dan menyimpan gas CO2 adalah dengan menginjeksikan air yang disaturasikan dengan gas CO2 kedalam reservoir minyak. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan investigasi metoda injeksi air berkarbon dengan melakukan eksperimen pendesakan fluida di laboratorium. Hasil dari eksperimen di laboratorium memperlihatkan metoda injeksi air berkarbon dapat menaikkan perolehan minyak dengan tekanan injeksi yang relatif lebih rendah dari metoda injeksi gas CO2 lainnya. Dengan demikian metoda ini diharapkan dapat menekan biaya dalam implementasi injeksi gas CO2 di lapangan. Kata Kunci: emisi gas CO2, metoda injeksi air berkarbon, eksperimen pendesakan fluida, tekanan injeksi. ABSTRACT Indonesia Oil Production and reserved have been declining constantly now a days. Therefore, a serious effort such as using Enhanhed Oil Recovery technology must be needed. Moreover, an excessive used of fosil energy that have not been replaced with renewable energy produces CO2 emissions enhancement resulted climate changed problem. On purposed to handle this problem, the Indonesia government releases Perpres no.61, 2011 that’s presidential decree on plan of national action to reduce CO2 emissions. Therefore, the method of carbonated water injection is introduced for enhancing hydrocarbon recovery and carbon dioxide storage. The objective of this study is to investigate the carbonated water injection method by performing fluid displacement test in EOR laboratorium. The results of the experiments show that the enhance oil recovery can be achieved by using the carbonated water injection method with the lowest pressure injection comparing with others CO2 injection method. Presummably, the operating cost in implemented CO2 injection in the oil field can be decreased by using the carbonated water injection method. Keywords: CO2 emissions, the carbonated water injection method, fluid displacement test, the enhance oil recovery, pressure injection 103 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 103 - 110 I. PENDAHULUAN Saat ini minyak bumi masih menjadi sumber energi utama di Indonesia, walaupun Pemerintah berusaha untuk menggunakan energi-energi alternatip lain seperti: batubara, gas bumi, dan energi terbarukan seperti: matahari, air, angin. Akan tetapi tetap saja minyak bumi saat ini masih menjadi primadona untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia. Produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan dalam 4 tahun terakhir ini, dan selalu dibawah target yang ditetapkan, pada saat ini produksi minyak Indonesia adalah: 830 ribu barel perhari dan ini masih dibawah target pemerintah Indonesia yang ditetapkan rata-rata pertahun adalah: 900 ribu barel perhari (Pradnyana2014). Cadangan minyak terbukti Indonesia juga sudah mengalami penurunan hingga awal tahun 2013 menjadi: 4 milyard barrel (Pradnyana 2014). Oleh karena itu harus dilakukan usaha-usaha untuk menaikan cadangan dan produksi minyak seperti melakukan eksplorasi untuk menemukan lapangan minyak baru. Usaha untuk meningkatkan produksi minyak di lapangan-lapangan tua digunakan metoda peningkatan pengurasan cadangan atau lebih dikenal dengan metoda Enhanced Oil Recovery (EOR). Saat ini konsumsi energi dunia masih didominasi oleh sumber energi fosil. Sumber energi fosil, berupa minyak bumi, gas dan batubara, secara alamiah jumlahnya terbatas. Namun penggunaannya, terutama di sektor transportasi masih belum dapat tergantikan oleh sumber energi lain, seperti energi terbarukan. Mengingat kecenderungan penggunaan energi fosil yang terbatas ini akan terus meningkat di masa-masa yang akan datang dan akhir-akhir ini terkait dengan isu perubahan iklim global. Kegiatan di sektor energi, baik kegiatan penyediaan maupun penggunaan energi, menghasilkan gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan perubahan iklim. Sejauh ini Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan Bali Action Plan pada The Conferences of Parties (COP) ke-13 United Nations Frameworks Convention on Climate Change (UNFCCC) dan hasil COP-15 di Copenhagen dan COP-16 di Cancun disamping itu untuk memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburg untuk menurunkan 104 emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020. Oleh karena itu perlu disusun langkah-langkah untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca tersebut (Indonesia CCS Study Working Group, November 2009). Banyak cara yang tersedia untuk mereduksi emisi CO2 diantaranya, salah satunya adalah dengan menginjeksikan emisi CO2 kedalam depleted reservoir sehingga minyak yang tersisa didalam reservoir akan terproduksi kembali. Hal ini merupakan salah satu metoda peningkatan pengurasan cadangan minyak yang telah dikenal dengan nama CO2 Flooding. Ada beberapa cara dalam penginjeksian CO2, yaitu: injeksi gas CO2 kontinyu, injeksi gas CO2 bergantian dengan air atau Water Alternate Gas (WAG), dan injeksi air berkarbonasi (Willhite 1998). Gas CO2 apabila tersaturasi kedalam minyak, maka akan mengakibatkan volume minyak menjadi bertambah (swelling), akibatnya viskositas minyak menjadi berkurang. Holm dan Yosendal (1974) menerangkan bahwa gas CO2 efektif untuk menyapu minyak dalam media berpori karena: mengakibatkan volume minyak bertambah (swelling) sehingga mengurangi viskositas dan menaikkan densitas minyak. Dengan sifat-sifat ini maka injeksi gas CO2 didalam reservoir akan menaikkan perolehan minyak. Selain itu gas CO2 juga mempunyai sifat mudah terlarut dalam air dan mengurangi densitas air. Sehingga gas CO2 mengurangi beda densitas antara minyak dan air, akibatnya akan mengurangi efek gravity segregation. Penelitian tentang Injeksi air berkarbonasi sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Implementasi di lapangan dalam bentuk pilot project juga sudah dilakukan, seperti Proyek K&S yang dilaksanakan di Bartlesfield, Oklahoma, US dan proyek Dome Unit, Bartlesfield, Oklahoma, US tahun 1965 (Dong dkk. 2011). Akan tetapi, akhir-akhir ini mulai banyak dilakukan penelitian tentang injeksi air berkarbon seiring dengan adanya issue pemanasan global, dimana metoda ini dapat memecahkan solusi pemanfaatan emisi CO2 yang berasal dari misalkan pembangkit listrik, pabrik pupuk, dan lain-lain untuk ditangkap (Captured) kemudian diimjeksikan ke lapangan minyak yang sudah depleted untuk menaikkan recovery minyak. Walaupun sudah banyak dilakukan penelitian tentang metoda ini Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2 (Septi Anggraeni, M Romli, dan Edward Tobing) Seperti disebutkan dalam alinea sebelumnya metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen pendesakan fluida di laboratorium. Untuk menunjang eksperimen ini perlu juga diketahui mekanisme pendesakan fluida, serta sifat karakteristik fluida dan batuan. sudah dijenuhi oleh gas CO2 diin-jeksikan kedalam reservoir sebagai fluida pendorong minyak. CO2 berada didalam phasa air kemudian masuk kedalam phasa minyak. Transfer masa dari CO2 di dalam air ke dalam minyak terjadi berdasarkan fakta bahwa CO2 lebih mudah larut dalam minyak daripada dalam air pada temperatur dan tekanan yang sama. Dengan larutnya CO 2 ke dalam minyak akan membuat viskositas minyak menjadi berkurang, menjadikan ratio mobilitas antara minyak dan air menjadi lebih baik di daerah zone kontak, dan volume minyak membesar (swelling effect) sehingga menaikkan relative permeability minyak. Hal ini mengakibatkan kenaikan perolehan minyak daripada dengan injeksi air (Riazi dkk. 2009). Di dalam injeksi CO2 secara berkesinambungan, salah satu problemnya adalah sweep efficiency yang terkadang tidak begitu baik, yang disebabkan oleh viskositas CO2 yang tinggi. Dengan adanya faktor air dalam injeksi air berkarbon akan mengurangi viskositas fluida injeksi, sehingga diharapkan memperbaiki sweep effisiensi. Dengan injeksi air berkarbon akan lebih banyak porsi CO2 yang tersimpan dalam reservoir. Injeksi air berkarbon tidak memerlukan gas CO2 yang sebesar injeksi CO2 secara menerus (Kechut dkk. 2011). B. Mekanisme Injeksi Air Berkarbon C. Sifat-Sifat Gas CO2 Mekanisme dasar injeksi CO2 adalah bercampurnya CO2 dengan minyak dan membentuk fluida baru yang lebih mudah didesak dengan minyak pada kondisi awal reservoir. CO2 sebagai fluida pendesak akan mencapai keadaan tercampur dengan baik pada kondisi tertentu dengan sifat-sifat CO2 sebagai fluida pendesak akan mencapai keadaan tercampur dengan baik pada kondisi tertentu dengan sifat-sifat CO2 sebagai fluida pendesak. Pada dasarnya mekanisme pendesakan minyak dengan injeksi gas CO2 disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Willhite dkk. 1998): - Pengembangan volume minyak. - Penurunan viskositas minyak. - Ekstraksi Sebagian Komponen Minyak. Pada awalnya injeksi air berkarbon digunakan untuk memperbaiki perolehan minyak yang didapat dari injeksi air dengan menambahkan komponen gas CO2 kedalam air yang diinjeksikan. Air injeksi yang Pada tekanan dan temperature ruang CO2 yang berwujud gas, jika ditekan sampai diatas 300 psia pada temperature 0 deg.F akan berwujud fasa cair, CO2 akan berbentuk padatan (dry ice) jika temperature sangat rendah. Adapun sifat phisik dan kimia dari CO2 dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini. Sifat atau karakter yang sangat penting untuk dibahas didalam penelitian ini adalah kelarutan CO2 dilingkup internasional, belum ada satupun penelitian tentang metoda injeksi air berkarbon yang dilakukan di Indonesia dengan sampel fluida yang berasal dari Indonesia. Mengingat pentingnya usaha untuk meningkatkan produksi minyak dan pengurangan emisi gas CO2, maka dalam studi ini dilakukan investigasi tentang metoda injeksi air berkarbon, dengan metoda eksperimen pendesakan fluida di laboratorium. Dalam eksperimen pendesakan fluida sampel fluida di ambil dari sumur lapangan Jatibarang Pertamina, Cirebon. Sebelum eksperimen pendesakan fluida disiapkan air untuk injeksi dengan mesaturasikan gas CO2 kedalam air hingga jenuh. Kemudian air berkarbon tersebut diinjeksikan dengan tekanan injeksi 1500 psig kedalam sampel Clashach yang berisi fluida reservoir yaitu: air, minyak dan gas, hingga fluida tersebut terproduksikan. II. METODE A. Umum Tabel 1 Sifat phisik dan kimia gas CO2 (Tim Pelaksana kegiatan DIPA PPPTMGB “LEMIGAS”, 2008) Berat Molekul 44.01 g/mole Tekanan Kritis 1073 psia Temperatur Kritis Volume Kritis Densitas (0°F, 300 psi) 87.8° F 0.0237 cu-ft/lb 8.5 lb/gal Volume spesifik (14.7 psia, 60°F) 8.659 cu-ft/lb Panas spesifik (liquid) pada 300 psi 0.5 Btu/lb-°F 105 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 103 - 110 didalam air dan percampuran CO2 dengan minyak yang terjadi pada tekanan tercampur minimum (minimum miscible pressure, MMP). D. Kelarutan Gas CO2 di Dalam Air Gas CO 2 mempunyai sifat mudah larut di dalam air, tidak seperti air dengan hidrokarbon yang tidak mudah dilarutkan. Sedangkan dengan minyak gas CO2 lebih mudah lagi terlarut. Dalam hal ini kelarutan CO2 di dalam air sangat lah besar dibandingkan hydrocarbon dengan air. Sifat ini sangatlah penting diperhatikan dalam proses injeksi CO2 dengan air yang berfungsi sebagai pengkontrol faktor mobilitas. Kelarutan gas CO2 didalam air adalah fungsi temperature, tekanan, dan salinitas air. Pada umumnya kelarutan CO2 didalam air bertambah dengan naik-nya tekanan dan turunnya temperature. Kenaikan salinitas air akan mengakibatkan turunnya kelarutan CO2 didalam air. Penurunan kelarutan CO2 didalam brine ini terjadi berkorelasi langsung dengan prosentase berat partikel yang terkandung dalam brine atau air (Chang dkk. 1998). E. Tekanan Tercampur Minimum Tekanan tercampur minimum (minimum miscible pressure; MMP) gas CO2 terhadap minyak adalah harga tekanan yang paling rendah karena proses pencampuran CO2 dengan minyak telah berlangsung. Harga tekanan tercampur minimum CO2 tersebut didapat dari hasil percobaan di laboratorium menggunakan peralatan Slim Tube. Yellig dan Metcalfe (1980) menggunakan dua parameter dalam percobaan menggunakan Slim Tube, yaitu temperatur dan komposisi minyak. Hasil percobaan menunjukkan bahwa 1.2 volume pori (1.2 PV) untuk CO2 yang diinjeksikan sudah dapat menjamin percampuran antara CO2 dan minyak. Pencampuran yang terjadi ditandai dengan adanya perubahan warna fluida yang keluar secara berangsur-angsur dari warna gelap menjadi warna terang sejalan dengan penambahan tekanan pendesakan. Pencampuran secara sempurna terjadi apabila warna sudah tidak berubah lagi dan menjadi kuning terang. Hasil percobaan yang didapat adalah berupa kurva korelasi antara tekanan pendesakan dan perolehan minyak (oil recovery). Harga tekanan tercampur minimum CO2 ditunjukan dari perpotongan (intersection) garis saat percampuran belum terjadi dengan garis 106 saat percampuran telah terjadi. Yellig dan Metcalfe (1980) juga menyimpulkan bahwa temperature mempunyai pengaruh yang besar terhadap harga tekanan tercampur minimum CO 2. Perubahan tersebut berkisar 15 psi/°F pada rentang temperature 95-192°F. Analisis Holm dan Josendal (1980) yang menggunakan metoda yang sama dengan Yellig dan Metcalfe (1988) menggunakan minyak yang mempunyai berat molekul C5+ yang berbedabeda. Hasil percobaannya berupa korelasi antara temperature terhadap tekanan tercampur minimum CO2 sebagai fungsi dari berat molekul C5+. Holm dan Josendal (1980) juga menyatakan bahwa korelasi Yellig dan Metcalfe (1980) hanya dapat digunakan untuk minyak yang mempunyai berat molekul C5+ dibawah 180 sedangkan untuk minyak dengan C5+ diatas 200, korelasi tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Dari korelasi tersebut juga dapat ditarik kesimpulan bahwa pada harga temperatur tetap dengan makin besarnya berat molekul C5+ maka tekanan tercampur minimum CO2 juga akan makin besar. Demikian pula untuk temperature yang makin tinggi, tekanan tercampur minimum CO2 akan semakin besar baik untuk setiap berat molekul C5+ maupun untuk berat molekul C5+ yang semakin besar. Gambar 1 Skema peralatan Flooding System (Kechut dkk. 2011) Tabel 2 Hasil pengukuran swelling test Reservoir System Original Reservoil Oil CO2 Injection SCF/STB Saturation Pressure Solubility of CO2 SCF/BBL Swelling Factor Psig Fraction **) Reservoir*) 0.00 410 0.00 1.00 CO2/Oil System I 104.61 700 130.35 1.1215 CO2/Oil System II 219.39 1200 253.22 1.1755 CO2/Oil System III 556.74 1700 615.22 1.3446 CO2/Oil System IV 763.83 2200 836.77 1.4421 *) Pada kondisi reservoir **) Rasio volume pada tekanan saturasi Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2 (Septi Anggraeni, M Romli, dan Edward Tobing) F. Eksperimen Laboratorium Sebelum dilakukan test pendesakan fluida dengan injeksi air berkarbonasi pertama-tama dilakukan Pengambilan sample pada Lapangan A dari Sumur X. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperoleh percontoh (minyak, gas dan air formasi) yang dianggap paling mewakili terhadap performa sumur X. Sampel diambil pada interval kedalaman: 4183.3-4189.8 feet; 4196.4-4203.0 feet; 4225.94235.8 feet; 3845.3-3858.5 feet; 3861.7-3868.3 feet. Selain itu juga dikumpulkan data penunjang lainnya seperti, tekanan awal reservoir: 1752.6 psig, tekanan reservoir sekarang adalah: 546 psig, dan temperatur reservoir: 192 deg.F. Setelah itu dari sampel tersebut dilakukan test untuk mengetahui sifat-sifat fluida antara lain: salinitas air formasi, viskositas minyak, sifat minyak untuk bertambah volumenya (swelling) jika tersaturasi gas CO2, tekanan tercampur minimum. Test pendesakan fluida dilakukan sesuai dengan prosedur menurut Dong, (2011) dan Kechut (2011) pada sampel Clashach yang merupakan sampel batupasir homogen dipotong dalam bentuk silender dengan dimensi panjang 30cm dan diameter: 3.749 cm, sehingga didapatkan bulk volume: 331.30 cm3. Kemudian sampel dibersihkan dan dikeringkan dengan oven, selanjutnya disaturasikan dengan 100% air formasi. Setelah itu sampel dimasukan kedalam core holder pada unit flooding seperti pada Gambar 1. Peralatan diatur pada kondisi temperatur reservoir yaitu pada: 192 deg.F. Setelah itu live oil dipompa masuk kedalam sampel, hingga sampel berisikan minyak dan air awal (Swi). Kemudian air diinjeksikan dengan rate: 20 cc/jam dan tekanan injeksi: 1500 psig hingga tidak ada minyak yang keluar. Jumlah minyak yang diproduksikan dicatat dan saturasi minyak yang tertinggal dihitung. Diambil sampel kedua karena homogen maka sampel ini mempunyai sifat petrofisik yang sama dengan sampel pertama. Dilakukan proses yang sama seperti pada sampel pertama yaitu sampel dibersihkan dan dikeringkan. Kemudian sampel disaturasi dengan 100% air formasi, kemudian dimasukan pada core holder pada flooding unit yang diatur pada kondisi reservoir kemudian dimasukkan minyak hingga air tidak keluar lagi. Setelah itu pada kondisi saturasi air awal (Swi) diinjeksikan air berkarbonasi dengan kecepatan alir: 20 cc/jam dan tekanan injeksi: 1500 psig, hingga tidak ada lagi minyak yang keluar. Minyak yang terproduksi diukur volumenya dan kemudian saturasi minyak yang tertinggal dihitung. III. ANALISA Hasil test laboratorium menunjukan sifat-sifat karakteristik fluida reservoir antara lain, minyak memiliki spesifik gravity: 39.19 API, sedangkan air fomasi memiliki salinitas: 27.805,9 mg/liter total NaCL. Pada eksperimen selanjutnya digunakan brine atau air formasi buatan yang memiliki salinitas yang sama dengan air formasi. Sifat minyak jika disaturasi dengan gas CO2 menunjukkan penambahan volume (swelling) sebagai berikut: Penentuan Tekanan Tercampur Minimum (TTM) dengan Slim Tube dilakukan pada beberapa tekanan yaitu sekitar: 1450 psig, 2660 psig, 2950 psig, dan 3665 psig. Ringkasan hasil percobaan disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 2. Dari grafik dapat dilihat bahwa harga TTM tercapai pada tekanan 2800 psig. Test Pendesakan Fluida dengan Injeksi Berkarbon secara Secondary Mode, pertama-tama dilakukan test pendesakan fluida dengan injeksi air. Test Pendesakan Fluida dengan Injeksi Air dilakukan pada sampel #1 dari batuan Clashack. Mula-mula sampel dibersihkan dari fluida yang terkandung didalamnya kemudian dikeringkan dalam oven. Setelah itu ditimbang dan didapatkan berat kering: Tabel 3 Hasil test tekanan tercampur minimum Recovery Oil Injection Pressure Psig GB* 1.2 PV % % 2659.52 80.26 92.95 2947.55 96.61 98.46 3364.98 97.03 99.4 2451.02 GB : Gas Break Through 1.2 PV : Pada injeksi 1.2 Pore Volume Gambar 2 Grafik hasil test tekanan tercampur minimum 107 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 103 - 110 730.77 gram. Sampel kemudian disaturasi dengan brine yang telah disiapkan hingga 100%, sampel kemudian ditimbang diperoleh berat basah sebesar: 787.38 gram. Berdasarkan data ini didapatkan harga Pore Volume: 56.23 cc, dengan demikian didapatkan harga porositas: 16.87%. Selanjutnya sampel yang sudah disaturasi dengan brine kemudian dimasukkan dalam flooding unit yang diatur dalam kondisi reservoir yaitu pada temperature: 192 der.F dan tekanan: 1700 psi. Setelah itu live oil yang berasal dari sumur X di lapangan A diinjeksikan ke dalam sampel, brine yang terkandung di dalam sampel keluar dan ditampung didalam tabung serta diukur volumenya didapatkan harga: 35.03cc, diasumsikan sama dengan volume minyak yang terkandung di dalam sampel, sehingga didapatkan harga Saturasi Minyak awal (Soi): 62.30%. Sedangkan air yang terkandung di dalam sampel adalah sebesar: 21.20cc, dengan demikian harga Saturasi air awal (S wc): 37.70%. Pada percobaan ini juga diukur kecepatan alir minyak yang terproduksi didapatkan harga: 0.067 cc/detik, kemudian Permeabilitas air diukur dengan menggunakan persamaan Darcy didapatkan harga: 656 mD. Tahap selanjutnya adalah tahap injeksi air berkarbon, sampel diinjeksi air berkarbon dengan tekanan injeksi sebesar: 1500 psig, hingga tidak ada minyak yang terproduksi. Minyak yang terproduksi ditampung di dalam tabung untuk diukur volumenya. Jumlah minyak yang diproduksikan tercatat sebesar: 16.30cc, atau setara dengan RF: 46.53%. Adapun minyak yang tersisa dalam sampel sebesar: 18.73cc, dengan demikian saturasi minyak sisa (Sor) adalah: 33.31%. Minyak yang terproduksi diukur kecepatan alir produksinya dan dengan persamaan Darcy diukur permeabilitas minyak, didapatkan harga: 284 mD. Gambar 3 menunjukkan grafik dari ulah injeksi air dan perolehan minyak yang didapatkan. Sedangkan ringkasan hasil test pendesakan fluida dapat dilihat pada Tabel 4. 727.29 gram. Sampel kemudian disaturasi dengan brine yang telah disiapkan hingga 100%, sampel kemudian ditimbang diperoleh berat basah sebesar: 782.19 gram. Berdasarkan data ini didapatkan harga Pore Volume: 54.53cc, dengan demikian didapatkan harga porositas: 16.46%. Sampel yang sudah disaturasi dengan brine kemudian dimasukkan dalam flooding unit yang diatur dalam kondisi reservoir yaitu pada temperature: 192 der.F dan tekanan: 1700 psi. Setelah itu live oil yang berasal dari sumur X di lapangan A diinjeksikan dengan kecepatan alir: 5 cc/menit, brine yang terkandung didalam sampel keluar dan ditampung didalam tabung serta diukur volumenya didapatkan harga: 38cc, diasumsikan sama dengan volume minyak yang terkandung didalam sampel, sehingga didapatkan harga Saturasi Minyak awal (Soi): 69.27%. Air yang terkandung didalam sampel adalah sebesar: 16.86cc, dengan demikian harga Saturasi air awal (S wc): 30.73%. Pada percobaan ini juga diukur kecepatan alir minyak yang terproduksi didapatkan harga: 0.067cc/detik, kemudian Permeabilitas air diukur dengan menggunakan persamaan Darcy didapatkan harga: 690 mD. Kemudian dimulai injeksi air, hingga tidak ada minyak yang terproduksi. Minyak yang terproduksi ditampung didalam tabung untuk diukur volumenya. Jumlah minyak yang diproduksikan tercatat sebesar: 15.50 cc, atau setara dengan RF: 40.79 %. Adapun minyak yang tersisa dalam sampel sebesar: 22.50 cc, dengan demikian saturasi minyak sisa (Sor) adalah: 41.26 %. Gambar 4 menunjukkan grafik dari ulah injeksi air dan perolehan minyak yang didapatkan. Minyak yang terproduksi diukur kecepatan alir produksinya dan dengan persamaan Darcy diukur permeabilitasnya, didapatkan harga: 265 mD. Proses selanjutnya dilakukan injeksi air berkarbon. Untuk melakukan proses ini dilakukan tahap persiapan yaitu diambil sampel #2 Clashack. Batuan Clashack sehingga sampel #2 mempunyai sifat batuan yang sama dengan sampel #1. Mengikuti proses yang sama dengan injeksi air, sampel dipotong dalam bentuk silinder dengan dimensi panjang: 30 cm dan diameter: 3.76 cm, sehingga didapatkan bulk volume: 333.24 cm 3. Mula-mula sampel dibersihkan dari fluida yang terkandung didalamnya kemudian dikeringkan dalam oven. Setelah itu ditimbang dan didapatkan berat kering: 108 Tabel 4 Hasil test pendesakan fluida No. Sampel Core PV (cc) Soi (cc) Sor (cc) Perolehan Minyak (cc) Soi (%PV) SOR (%PV) Faktor Perolehan Minyak (RF) %Soi Injeksi Air 1 Clashach 54.53 38 22.5 15.50 69.27 41.26 40.79 62.30 33.31 46.53 Injeksi Air Berkarbon 2 Clashach Keterangan PV : Pore Volume Soi : Saturasi Minyak Awal Sor : Saturasi Minyak Sisa 56.23 35.03 18.73 16.30 Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2 (Septi Anggraeni, M Romli, dan Edward Tobing) Sebagai data pembanding, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya untuk metoda injeksi CO2 secara kontinyu dan injeksi gas CO2 bergantian dengan air (WAG) didapatkan hasil seperti pada Tabel 5. IV. DISKUSI Berdasarkan data karakteristik sumur didapatkan bahwa reservoir telah mengalami penurunan tekanan yang sangat banyak yaitu dari tekanan semula yaitu: 1752.6 psig menjadi hanya: 546 psig untuk kondisi sekarang. Padahal untuk operasi injeksi CO2 membutuhkan tekanan yang tinggi. Oleh sebab itu supaya memenuhi syarat untuk operasi injeksi CO2 maka direncanakan untuk menaikan tekanan reservoir sehingga mendekati tekanan semula yaitu: 1752.6 psig. Adapun cara yang digunakan adalah dengan menginjeksikan air pada aquifer sehingga tekanan reservoir menjadi naik. Dari percobaan tekanan tercampur minimum didapatkan harga: 2800 psig, dengan demikian untuk lapangan A ini apabila akan dilakukan injeksi CO2 hasil maksimal akan diperoleh jika tekanan injeksi sekitar tekanan tercampur minimum. Dimana terlihat pada injeksi gas CO2 secara kontinyu penambahan recovery sebesar: 12.6% baru terjadi pada tekanan injeksi 1900 psig. Dengan injeksi air berkarbonasi pada tekanan injeksi 1500 psig sudah terjadi penambahan recovery sebesar: 6%. Problem yang terjadi pada penelitian ini ketika mau dicoba pada tekanan injeksi yang lebih tinggi, pompa sudah tidak mampu lagi. Dibandingkan dengan metoda injeksi gas CO 2 secara kontinyu terlihat bahwa adanya air pada metoda injeksi air berkarbon yang bersifat mengkontrol mobilitas dari gas CO2. Pada metoda injeksi gas CO2 secara kontinyu, gas CO2 mempunyai viskositas yang tinggi, sedangkan proses swelling dari gas CO2 belum banyak berpengaruh pada viskositas minyak, sehingga gas CO2 belum dapat menyapu secara optimal. Pada metoda injeksi air berkarbon adanya gas CO2 didalam air menyebabkan mobilitas fluida pendorong menjadi tidak terlalu tinggi, adanya gas CO 2 juga berfungsi mengurangi viskositas minyak, sehingga dalam tekanan injeksi yang rendah sudah terjadi penambahan perolehan minyak. Walaupun demikian pada tekanan injeksi yang lebih tinggi diestimasikan tidak terdapat perolehan minyak yang sebesar dengan metoda injeksi gas CO2 secara kontinyu. Tabel 5 Hasil test pendesakan fluida dengan metoda injeksi CO2 secara kontinyu dan WAG No.Sampel Tekanan Injeksi (psig) RF dr Inj.Air (PoreVol.) RF dr Inj. Gas CO2 (PoreVol.) 1 1500 41.20 19.22 2 1700 30.95 28.26 3 1900 20.70 33.30 4 3000 28.32 55.28 5 1700 + WAG 41.68 23.20 Gambar 3 Hasil test pendesakan fluida dengan injeksi air berkarbon Didalam melakukan studi ini ditemukan kendalakendala yang sifatnya non teknis, oleh sebab itu untuk melengkapi penelitian ini, rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah: - Melakukan eksperimen pendesakan fluida dengan injeksi air berkarbon untuk tekanan injeksi yang lebih tinggi seperti: 2000 psia. - Perlu dibuat simulasi model eksperimen pendesakan fluida dengan injeksi air berkarbon untuk melakukan uji sensitivitas misalnya pengaruh tekanan injeksi, rate, viskositas fluida terhadap hasil perolehan minyak. Juga bisa diketahui banyaknya gas CO2 yang bisa disimpan, yang dikarenakan kendala peralatan tidak bisa diukur dalam eksperimen ini. Dari simulasi model skala laboratorium bisa dilakukan scale up untuk simulasi pendesakan fluida skala lapangan. V. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Produksi Minyak Indonesia terus mengalami penurunan, sedangkan penemuan lapangan baru tidak terlalu banyak. Diperlukan penerapan teknologi EOR 109 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 103 - 110 terhadap lapangan lapangan tua yang jumlahnya banyak sekali untuk meningkatkan perolehan minyak. Penggunaan Energi Fosil mengakibatkan peningkatan emisi gas CO 2 diatmosfir yang mengakibatkan perubahan iklim karena efek rumah kaca. Beberapa negara termasuk Indonesia menanda tangani protokol Kyoto yang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas CO2. Injeksi gas CO 2 menjadi suatu teknologi yang berfungsi untuk menyimpan emisi gas CO2 di reservoir sekaligus meningkatkan perolehan minyak. Hasil dari test pendesakan fluida dengan injeksi air berkarbon pada tekanan injeksi 1500 psig didapatkan perolehan minyak (RF) sebesar: 46.53%, lebih tinggi sebesar: 5.74% daripada perolehan minyak dengan injeksi air (RF:40.79%). Adapun saturasi minyak sisa berkurang dari 41.26% dengan injeksi air menjadi: 33.31% dengan injeksi air berkarbon. Hasil test pendesakan fluida dengan injeksi gas CO 2 secara kontinyu maupun WAG, pada tekanan injeksi: 1500 psig belum menampakan hasil penambahan perolehan minyak. Penambahan perolehan minyak baru terjadi pada tekanan injeksi yang tinggi pada tekanan injeksi: 1900 psig, yaitu sebesar: 12.60%. Penambahan perolehan minyak mencapai maksimum pada tekanan injeksi: 3000 psig, yang melebihi tekanan tercampur minimum, dan perolehan minyaknya: 55.28% Diestimasikan pada tekanan injeksi yang tinggi perolehan minyak pada injeksi air berkarbon tidak setinggi perolehan minyak pada injeksi gas CO2 secara kontinyu. Dapat disimpulkan bahwa salah satu keunggulan dari metoda injeksi air berkarbon adalah tidak memerlukan tekanan injeksi setinggi injeksi gas CO2 secara kontinyu atau berselingan air dengan gas CO2 (WAG). Pencapaian tekanan injeksi yang tinggi memerlukan biaya yang lebih tinggi dan bisa menimbulkan keretakan pada formasi batuan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih pada pihakpihak yang telah membantu terlaksa-nanya penelitian ini yaitu: ibu Sunting dan ibu Nurkamelia dari 110 laboratorium PVT, ibu Rosidelly dan bapak alm. Heru Atmoko dari laboratorium Core serta ibu Letty Brioletti dari laboratorium EOR, semua dari PPPTMGB “LEMIGAS”. KEPUSTAKAAN Chang, Y.B., Coats, B.K., Nolen,J.S., April, 1998, ”A Compositional Model for CO2 Floods Including CO2 Solubility in Water”,SPE Reservoir Evaluation & Engineering. Dong, Y., Dindoruk, B., Ishizawa, C., Lewis, E., Kubicek,T., 2011,”An Experimental Investigation of Carbonated Water Flooding”, SPE 145380. Holm, L.W., Josendal, V.A., Des 1974, “Mechanism of Oil Displacement by Carbon Dioxide”, JPT, hal 1427-36. Holm, L.W, & Josendal, V.A., Mei 1980, ”Discussion of Determination and Prediction of CO2 Minimum Miscibility Pressures”, JPT, 870-71 Indonesia CCS Studi Working Group, November 2009 “Understanding Carbon Capture and Storage Potential in Indonesia”, Report. Kechut, NI., Sohrabi, M., Jamiolahmady, M., 2011,”Experimental and Numerical Evaluation of Carbonated Water Injection (CWI) for Improved Oil Recovery and CO2 Storage, SPE143005. Pradnyana, G., Februari 2014, “RI Masih Punya Potensi Cadangan Minyak Baru 43.7 M Barel”, SKK MigasDetik Finance. Riazi, M., Sohrabi, M., Jamiolahmady, M., Irland, S., & Brown, C., , 8-11 June 2009,:”Oil Recovery Improvement Using CO2-Enriched Water Injection”, SPE 121170, Proceeding of the 2009 SPE EUROPEC/ EAGE Annual Conference and Exhibition, Amsterdam, the Netherland. Riazi, M., Sohrabi, M., Jamiolahmady, M., Irland, S., & Brown, C. , 2008 :”Carbonated Water Injection (CWI) Studies”, 29th Annual Workshop & Symposium, IEA Collaborative Project on Enhanched Oil Recovery. Tim Pelaksana Kegiatan DIPA, 2008 “ Penelitian Kajian Laboratorium dan Studi Pemodelan Simulasi Injeksi CO2 Pada Depleted Reservoir Untuk Meningkatkan Perolehan Minyak”, Laporan Kegiatan DIPA 2008, PPPTMGB Lemigas. Willhite, PG., Green, DW. , 2003,”Enhanched Oil Recovery”, SPE Text Book Series vol.6. Yellig, W.F. & Metcalfe, R.S., Jan. 1980, “Determination and Prediction of CO2 Minimum Miscibility Pressures”, JPT, page 160-68. Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Shale (Rachmi Kartini) Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi Bagi Pemboran di Formasi Serpih High Temperature Water-Base Mud with Low Solid Content for Drilling in Shale Formation Rachmi Kartini Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 E-mail: [email protected] Teregistrasi I tanggal 14 Mei 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 14 Juli 2014 Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014 ABSTRAK Tulisan ini membahas mengenai fluida pemboran untuk formasi serpih. Selama ini permasalahan dalam pemboran banyak terkait dengan ketidakstabilan lubang sumur di lapisan serpih. Hal ini menjadi perhatian mengingat meningkatnya usaha eksplorasi serpih gas yang merupakan upaya dalam mencari sumber energy alternative. Tujuan dari penelitian yang sudah dilakukan adalah untuk mencari formulasi fluida pemboran berbasis air yang kompatibel dengan formasi serpih, dalam arti tidak mengakibatkan ketidakstabilan lubang sumur. Untuk itu dilakukan pengujian terhadap beberapa formulasi lumpur, dalam interaksinya dengan perconto shale, dengan menggunakan linear swell tester (LSM). Disamping itu juga dilakukan analisa terhadap mineralogy perconto dengan menggunakan metoda x-ray diffraction (XRD), untuk mempelajari sensitivitas masing-masing mineral terhadap berbagai formula fluida pemboran yang dirancang. Hasil dari penelitian ini adalah formulasi fluida pemboran yang diberi nama Brine Mud. Dibandingkan dengan lumpur KCl Polimer yang biasa dipakai, Brine Mud memberikan hasil LSM yang lebih baik. Kata Kunci: Lumpur pemboran, lumpur densitas tinggi, shale gas ABSTRACT This paper discusses the drilling fluid for shale formation. Experiences indicate that there have been a lot of problems in drilling related to wellbore instability in shale layers. This became a mayor concern given the increasing activities of shale gas exploration as an effort in the search for alternative energy sources. The aim of the research that has been done is to find formulations of water-based drilling fluid that are compatible with shale formations, in the sense not causing wellbore instability. Drilling fluid compatibility is measured using LSM linear swell meter (LSM). In order to to study the sensitivity of each mineral to several type of drilling fluid that have been formulated, analysis of shale sample mineralogy have also been conducted by using x-ray diffraction (XRD). The results of this study are drilling fluid formulation named " Brine Mud ". Comparison to KCl Polymer, known as the most commonly used drilling fluid for shale formation, Brine Mud gives, to some degree, better performance. Keywords: Drilling mud, high density mud, shale gas I. PENDAHULUAN Menurunnya jumlah cadangan migas dan semakin besarnya konsumsi bahan bakar minyak di negara kita, telah membuat Indonesia menjadi negara net importir. Untuk memenuhi kebutuhan energi nasional berbagai usaha diversifikasi energi 111 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 111 - 118 dilakukan. Untuk Indonesia, serpih Gas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang layak untuk dieksplorasi. Indonesia memiliki potensi serpih gas yang tersebar hampir di seluruh cekungan tanah air. Gas alam yang berada di formasi batuan sedimen itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan data dari Badan Geologi Indonesia cadangan serpih gas Indonesia mencapai 574 TCF (KESDM 2013). Pengalaman dalam pemboran minyak dan gas bumi selama ini menunjukkan bahwa pemboran pada formasi serpih, seringkali menghadapi masalah yaitu yang berkaitan dengan ketidak stabilan lubang sumur. Pada pemboran konvensional, permasalahan ini relative lebih mudah diatasi, karena bukan merupakan target, akan tetapi sekedar terlewati oleh lintasan pemboran. Persoalan akan menjadi lebih berat manakala lapisan serpih itu sendiri merupakan lapisan target, sehingga adakalanya diperlukan pemboran horizontal pada lapisan tersebut. Lebih dari 75% formasi yang ditembus oleh sumur minyak dan gas adalah formasi serpih dan lebih dari 90% masalah ketidakstabilan lubang sumur berkaitan dengan formasi serpih. ( Lal 1999, Osisanya & Chenevert 1996 ). Dibandingkan dengan jumlah biaya keseluruhan sebuah sumur, biaya lumpur hanyalah berkisar sekitar 8-10%. Biaya-biaya lain diantaranya: sewa menara bor, pemakaian pahat (bit cost), pemakaian pipa serubumbung (casing and tubing cost), biaya semen (cementing cost), biaya logging dsb. Namun demikian lumpur dapat memberikan pengaruh sampai 60%-70% terhadap jumlah biaya tersebut. Formulasi dan penanganan lumpur yang tidak benar dapat mengakibatkan biaya keseluruhan membengkak. Problema pemboran yang terkait dengan ketidakstabilan serpih ini diantaranya adalah : - Pembesaran lubang sumur - Pipa pemboran terjepit - Torque dan drag tinggi - Bit balling - Lubang sumur terbelokan/bergeser (Side Tracking) Penyebab utamanya adalah terjadinya ketidak seimbangan antara stress pada batuan dengan kekuatan dari batuan tersebut. Ini terjadi akibat hilangnya sebagian dari batuan dan digantikan atau diisi oleh fluida pemboran. Ketidakseimbangan ini 112 juga terjadi akibat adanya interaksi antara batuan dengan fluida pemboran (Ewy & Morton 2009, Lal 2000). Makalah ini mendiskusikan formulasi lumpur pemboran berbasis air, yang kompatibel atau sesuai untuk pemboran pada formasi serpih sehingga tidak mengakibatkan lubang bor menjadi tidak stabil yang dapat mengganggu proses pemboran. Lumpur pemboran berbasis air dipandang lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan lumpur berbasis minyak, dimana selama ini lumpur berbasis minyak dinilai paling sesuai untuk mengatasi masalah pemboran yang berkaitan dengan serpih. Perkembangan teknologi menunjukkan bahwa lumpur berbasis air dapat digunakan untuk menembus formasi serpih. Berbagai penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan untuk meneliti penggunaan lumpur berbasis air pada pemboran di formasi serpih (Brady dkk. 1998; Breden dkk. 2011; Khodja dkk. 2010; Meng dkk. 1996; Mody & Hale 1993; Tare & Mody 2000; Rojas dkk. 2006). A. Mineralogi serpih Faktor yang membedakan serpih dengan batuan lain adalah sensitivitas dan reaktivitas dari serpih terhadap komponen fluida pemboran khususnya air. Sifat fisik serpih ini berkaitan erat dengan mineraloginya, dimana sangat didominasi oleh mineral lempung serta sedikit mineral non lempung seperti quartz, feldspar and calcite. Lempung terdiri dari lapisan kristal kecil yang disebut platelet. Platelet mempunyai dua struktur dasar yaitu tetrahedral dan oktahedral. Struktur tetrahedral terdiri dari atom silikon yang dikelilingi oleh atom-atom oksigen atau gugus hidroksil. Di sisi lain, struktur oktahedral terdiri dari atom-atom aluminium atau magnesium yang berikatan dengan atom-atom oksigen atau gugus hidroksil. Struktur mineral lempung yang paling sederhana adalah unit-unit 2 lapis terbentuk dari lapisanlapisan tetrahedral dan oktahedral. Struktur 3 lapisan memiliki dua lapisan tetrahedral dan oktahedral dengan sebuah oktahedral tersusun di antaranya. Susunan struktural dari ion-ion oksigen adalah sifat utama di dalam mana netralisasi elektrikal oleh kation-kation yang tersedia harus menyesuaikan diri sedapat mungkin. Jika ‘lem kationik’ tersebut tidak memberikan cukup muatan positif untuk netralisasi dengan struktur mineral, sebagaimana pada Si4+ Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Shale (Rachmi Kartini) oleh Al3+ atau pada Al3+ oleh Mg2+, maka muatanmuatan negatif berlebih dari struktur oksigen harus dinetralisir pada permukaan mineral oleh adsorpsi ion-ion positif termasuk H+ dari lingkungan. Adapun jenis mineral lempung yang utama ialah : - Kaolinit Al2 (Si2O5 (H2O)) - Illit KAl2 (AlSi3O10 (OH)2) - Smektit (AlMg)4 Si8 O20 (OH)10) - Klorit (MgFe)6-x (AlFe)x Si4-x Alx (OH)10 (Blatt dkk. 1972) II. METODOLOGI Kandungan mineralogy batuan perconto diuji dan dipelajari dengan metoda cation exchange capacity (CEC), x-ray difraction (XRD) dan scanning electron microscope (SEM). Sedangkan sifat fisika batuan yang berkaitan dengan interaksinya dengan fluida pemboran, diuji dengan capillary suction time (CST) dan linear swell meter (LSM). Untuk memperoleh gambaran kasar mengenai mineralogi shale, digunakan metoda CEC. Untuk mendapatkan lumpur yang cocok pada formasi shale, dibuat dua formulasi lumpur berbasis air yaitu lumpur KCl polimer dan brine mud. Pada keduanya dilakukan pengujian spesifikasi lumpur pada temperatur 325oF dan 350oF. Selanjutnya pada lumpur yang dapat memenuhi spesifikasi dilakukan uji kompatibilitas dengan mengkontakkan dengan perconto serpih formasi Baong dan formasi Bampo yang diperoleh dari singkapan. pada pembahasan selanjutnya. Hasil Pengujian diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. 1. Formulasi Lumpur Lumpur pemboran merupakan unsur yang vital dalam suatu operasi pemboran. Lumpur yang tidak sesuai dapat mengakibatkan biaya pemboran menjadi mahal, dan secara tidak langsung dapat menghambat pemboran misalnya manakala pipa pemboran terjepit dan tidak dapat diangkat lagi. Kesesuaian lumpur berbasis air diukur mengacu pada metode standard API 13B1. Jadi selain memperhatikan interaksi sumur dengan perconto, sifat fisika dan kimia lumpur juga haruslah memenuhi spesifikasi dari API 13B-1. (American Petroleum Institute 2010). Lumpur pemboran yang biasa dipakai saat ini untuk menembus formasi serpih adalah type lumpur Tabel 1 Hasil pengukuran CEC perconto formasi Baong dan Bampo Jenis mineral Clay WP 4#1 25 5 Kaolinite WP 4#4 15 3 Kaolinite WP 4#7 30 6 Kaolinite WP 4#9 8 1,6 Kaolinite WP 4#11 5 1 Kaolinite K6- 1A 70 14 Illite/Kaolinite/Chlorite K6 - 1B 85 17 Illite/Chlorite K6- 1C 50 10 Illite/Kaolinite/Chlorite Tabel 2 Hasil pengujian XRD perconto formasi Bampo Tabel of X-Ray Diffraction Analysis Results for WP-4 (OC Samples) No Perconto Calcite Dolomite Siderite Quartz K-Feldsfar Plagioclase Pyrite Gypsum Clay Carbonate Other Total (%) Chlorite Other Minerals (%) Illite Carbonate Minerals (%) Kaolinite Clay Minerals (%) Smectite A. Pengujian dan Hasil 1 WP #4-1 - 20 - 26 - - - 48 3 3 - - 46 - 54 2 WP #4-4 - 30 - 30 - - - 36 2 2 - - 60 - 40 3 WP #4-7 - 24 - 22 - - - 46 2 6 - - 46 - 54 4 WP #4-9 - 30 - 28 - - - 33 3 6 - - 58 - 42 5 WP #4-11 - 20 - 26 - - - 44 3 7 - - 46 - 54 Tabel 3 Hasil pengujian XRD perconto formasi Baong Tabel of X-Ray Diffraction Analysis Results for Medan-Bahorok (OC Samples) No Perconto Calcite Dolomite Siderite Quartz K-Feldsfar Plagioclase Pyrite Clay Carbonate Other Total (%) Chlorite Other Minerals (%) Kaolinite Carbonate Minerals (%) Illite Clay Minerals (%) Smectite Langkah awal untuk mendapatkan informasi mengenai kandungan mineralogy secara detail, dilakukan pengukuran dengan metoda XRD. Hasil pengujian dengan menggunakan XRD menunjukkan bahwa serpih dari perconto formasi Baong dan formasi Bampo memiliki kandungan mineralogi yang sangat berbeda. Kandungan lempung pada formasi Baong berkisar antara 33%-37% sedangkan kandungan lempung dari perconto formasi Bampo berkisar antara 46%-60%. meskipun demikian kandungan smectite dari perconto dari formasi Baong lebih besar yaitu sebesar 10% sementara pada perconto dari formasi Bampo tidak mengandung smektite. Kandungan smektit mempunyai peranan yang sangat penting dalam kaitannya dengan sensitivitas terhadap air, yang akan diperlihatkan Jumlah Titrasi CEC (me/100gr) (cc) Sample 1 KG-1A 10 10 12 5 20 - - 38 - - 5 37 20 43 2 KG-1B 13 6 8 65 22 - - 40 - 1 4 33 22 45 3 KG-1C 15 6 10 22 30 - - 30 - 2 2 36 30 34 113 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 111 - 118 KCl Polimer. lumpur KCl Polimer pada penelitian ini di rancang untuk Sg 1,5 dan tahan pada temperatur 325oF. Pada penelitian melakukan 10 formulasi lumpur KCl Polimer, lihat tabel L-1, akan tetapi hanya ada 1 formulasi yang bisa memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4. Beberapa formulasi lumpur KCl Polimer yang digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel L-2. Pada system KCl Polimer tidak dilakukan formulasi pada suhu 350oF, Dikarenakan material yang digunakan tidak tahan sampai suhu 350oF. 2. Formulasi ‘Brine Mud’ Formula ‘Brine Mud’ dirancang untuk mampu bekerja hingga suhu 350 o F. Proses formulasi dilakukan berulang-ulang secara ‘trial and error’ hingga diperoleh lumpur yang memenuhi spesifikasi. Dari beberapa percobaan formulasi yang dilakukan akhirnya diperoleh 11 formulasi untuk suhu 325oF, lihat tabel L-2 dan 5 formula untuk suhu 350oF, yang dapat memenuhi sebagian dari persyaratan lihat tabel L-3 dan 1 formulasi dapat memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, lihat tabel 4. B. Interaksi Serpih dengan Fluida Pemboran Reaksi antara batuan serpih dengan air dari fluida pemboran dapat menimbulkan ketidakstabilan lubang sumur. O’Brien dan Chenevert mengklasifikasikan permasalahan serpih berdasarkan kandungan lempungnya serta karakteristik pemborannya, diperlihatkan pada Tabel 5. Pengelompokan ini membantu dalam memprediksi ketidak stabilan lubang sumur serta pemilihan fluida pemboran yang sesuai. Akan tetapi interaksi antara serpih dengan fluida pemboran dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga sulit untuk dikelompokkan secara sederhana. Gambaran lebih rinci mengenai interaksi serpih dengan air diperoleh dengan menggunakan metoda CST, yang dapat memberikan informasi yang lebih bersifat kuantitatif. CST adalah waktu yang dibutuhkan air bebas diantara dua electrode melalui kertas saring yang mengindikasikan permeabilitas filter-cake dan untuk mengetahui seberapa jauh serpih dan clay bereaksi atau bisa diartikan kemampuan batuan untuk menyerap dan melepaskan kembali air 114 disekitarnya. Secara umum CST mencerminkan kecenderungan terjadinya swelling. Semakin besar nilai CST kecenderungan untuk terjadinya swelling akan semakin besar. Metoda CST, dapat digunakan untuk memperkirakan zona pemboran yang akan menimbulkan persoalan ketidakstabilan lubang sumur. Berdasarkan hasil pengukuran CST terhadap perconto, kemungkinan untuk terjadi swelling terbesar adalah pada perconto KG-1C dan WP4#7, akan tetapi secara umum, kecenderungan untuk terjadi swelling pada formasi Baong lebih besar bila dibandingkan dengan formasi Bampo Lihat Table 6. Tabel 4 Sifat fisik Brine Mud dan KCl Polimer Mud Brine o Mud@325 F KCl Polimer@325oF Brine Mud @350oF Mud Weight 1.53 1,51 1.51 ș 600 161 94 128 ș 300 108 61 80 ș 200 95 49 61 ș 100 87 33 38 ș6 8 7 8 ș3 6 5 6 PV 53 33 48 32 Yp 55 27 Gel Strength 10 detik 4 6 7 Gel Strength 10 menit 6 11 16 API Filter Press 2,8 3 6.6 HTHP Filtrate Loss 16 11 14.4 PH 10,8 9 11.5 Tabel 5 Karakteristik pemboran berdasarkan kandungan Lempung (O’Brien and Chenevert, 1973) Kandungan Lempung Montmorillonite tinggi, dengan sedikit Ilite Karakteristik Pemboran Lunak, dispersi tinggi Montmorillonite agak tinggi, dan Ilite tinggi Lunak, dispersi agak tinggi Lempung berlapis-lapis, Illite dan chlorite tinggi Agak keras, dispersi sedang, cenderung pecah (sloughing) Illite dan Chlorite sedang Keras, sedikit terdispersi, cenderung pecah Illite tinggi dan chlorite sedang Sangat keras, getas, dispersi sangat kecil, cenderung caving Tabel 6 Hasil Pengukuran CST Terhadap Perconto SAMPEL CST WP 4 #1 39,55 WP 4 #4 38,2 WP 4#7 56 WP 4#9 29,5 WP 4#11 34,3 KG - 1A 50,6 KG - 1B 39,45 KG - 1C 61,55 Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Shale (Rachmi Kartini) Tingginya kecenderungan swelling pada formasi Baong berkaitan erat kaitannya dengan kandungan lempung pada formasi tersebut, sebagaimana diperlihatkan pada hasil XRD (Tabel 2 dan Tabel 3). Lempung pada perconto dari Formasi Baong mengandung lempung type Smectite. Ikatan antar lapisan pada struktur molekul smectite merupakan gaya van der wall yang lemah, dan mudah diisi oleh molekul air. hal yang menyebabkan terjadinya swelling pada perconto. Tabel 7 Hasil pengujian kompatibilitas dengan menggunakan LSM PERBANDINGAN LSM SAMPLE DISTILATE% III. PEMBAHASAN BRINE% KCL POLIMER% WP 4-1 6 0.2 0.3 WP 4-4 7.4 0.2 3.3 WP 4-7 7.4 5.2 0.1 WP 4-9 5.1 0.2 1.2 WP 4-11 3.3 6.9 0.1 KG-IA 7.5 6.6 5.2 KG-IB 8.2 5.8 1.7 KG-IC 10.6 3.2 6.2 Tabel 8 Data XRD sample Shale KG dan WP setelah dikontakkan dengan fluida pemboran A. Uji Kompatibilitas Data menunjukkan pengembangan dari 8 perconto shale yang dikontakkan dengan distilat water, lumpur KCl Polimer dan Brine Mud. dapat dilihat bahwa pengembangan yang terbesar terjadi pada shale KG-1C dengan kandungan smectite 15%, sedangkan terkecil pengembangan terjadi pada sample serpih WP# 4-11 dengan tidak ada smectite didalamnya. Ketika sample serpih WP 4#11 dikontakkan dengan lumpur KCl Polimer dapat dilihat bahwa lumpur KCl Polimer dapat menekan pengembangan sampai 0.1%. Sedangkan dengan Brine Mud dapat mengurangi pengembangan clay sampai 0.2% . Pada perconto serpih WP#4-11 dan WP#4-1 dengan kandungan illite 20% dan quarts 44% dan 48% terlihat ada pengembangan serpih sebesar 3.3 % dan 6%, Pada perconto serpih WP 4-4 dan WP 4-9 dengan kandungan illite 30% dan Chloride 28% dan 30% persentase pengembangan clay sekitar 7.4% dan 5.1% Clay Carbonate 5 20 - - 50 - 1 6 23 20 57 14 20 4 - - 40 - 4 - 52 4 44 3 KG-1B KCl-Pol - 20 6 12 - - - 57 3 2 - 38 - 62 4 KG-1B Brine Mud - 6 8 6 22 - - 53 - 1 4 20 22 58 5 KG-1C Brine Mud - 12 6 8 22 - - 45 1 4 2 26 22 52 6 WP 4#1 Brine - 16 - 14 - - - 65 3 2 - 30 - 70 7 WP 4#4 Brine - 30 - 16 - - - 50 2 2 - 46 - 54 8 WP 4#4 KCl Pol - 22 - 16 - - - 58 2 2 - 38 - 62 9 WP 4#7 KCl Pol - 20 - 3 - - - 70 2 5 - 23 - 77 10 WP 4#9 Brine Mud - 26 - 20 - - - 46 2 6 - 46 - 54 11 WP 4#11 KCl Pol - 20 - 25 - - - 44 4 7 - 45 - 55 Quartz Other Pyrite 10 18 K-Feldsfar 8 - Siderite - KG-1A KCl-Pol Dolomite KG-1A Brine 2 Perconto Illite 1 No Kaolinite Plagioclase Total (%) Calcite Carbonate Other Minerals (%) Minerals (%) Chlorite Clay Minerals (%) Smectite Tabel of X-Ray Diffraction Analysis Results for Medan-Bahorok (After Test) (OC Samples) Untuk mengetahui secara pasti akan kecenderungan terjadinya swelling, digunakan alat LSM. Dengan alat ini dapat diukur pertambahan volume shale manakala dikontakkan dengan fluida pemboran. Keluaran dari alat ini adalah persentase penambahan volume sebagai fungsi dari waktu. Fluida pemboran dikatakan kompatibel bila persentasi pengembangan atau penambahan volume tidaklah terlalu besar. Semakin kecil penambahan volume shale, maka fluida pemboran semakin kompatibel dengan formasi serpih yang ditembus. Tabel L-1 Formula lumpur KCL Polimer pada suhu 325oF Material SG Konsentrasi (lbs/bbl) Aqua 1,00 272,54 268,52 268,33 268,41 268,41 268,48 268,44 268,47 268,60 268,47 Bentonite 2,50 7 6 5 3,60 3,60 3,60 3,60 3,60 3,60 KOH 2,13 2 2,5 3 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Xanthan Gum 1,50 4 4,5 4,3 2,60 2,60 2,50 2,55 2,60 2,60 2,60 PAC-R 1,55 1,5 1 1 0,40 0,40 0,40 0,40 0,30 0,30 0,30 PAC-L 1,55 3,5 6,5 6,5 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,80 1,00 23,50 3,60 KCL 1,98 20 20 20 23,50 23,50 23,50 23,50 23,50 23,50 Shale Stab 1,20 4 4 6 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 Polyrex 1,20 7 8 8 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 Barite 4,25 180 180 180 Wellstab 1,15 7 32 32 180,00 180,00 180,00 180,00 180,00 180,00 180,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 Wellcore 1,15 0,5 0,5 0,5 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 Wellside 1,15 0,5 0,5 0,5 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 5,00 HASIL PENGUKURAN Mud Properties Unit Requirement Mud Weight SG 1.5 1,52 1,5 1,51 1,5 1,53 1,5 1,52 1,53 1,5 1,51 Reading @120oF: 600 rpm - - 205 145 104 96 91 92 93 92 87 94 300 rpm - - 130 99 60 61 61 62 63 64 59 61 200 rpm - - 102 79 42 49 47 48 49 51 44 49 100 rpm - - 64 54 32 35 31 32 33 35 29 33 6 rpm - 7 - 12 7 8 2 11 8 7 8 9 6 7 3 rpm - - 4 5 1 10 4 4 6 7 5 5 Plastic viscosity, PV cps 25 - 30 75 46 52 35 30 30 30 28 28 33 Yield Point, YP lbs/100ft2 22 - 30 55 53 8 25 30 31 32 35 30 27 6 - 12 5 4 2 10 5 5 5 7 5 6 8 - 15 6 4 5 33 12 10 13 17 12 11 9 Gel strength, 10" Gel strength, 10' lbs/100ft4 9 - 10 9 9 9 9 9 9 9 9 9 API Filtrate pH cc/30min 5 3 5 4 4 3 3 3 3 3 3 HTHP Filtrate @325oF, 500psi cc/30min 18 27 25 20 12 6 11 10 10 11 11 115 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 111 - 118 . Sedangkan pada perconto KG 1B dan KG 1C terlihat pengembangan clay 8.2% dan 10.6%. Terlihat bahwa dengan kandungan clay smectite diatas 10%, ilite dan quartz yang cukup tinggi mengakibatkan besarnya persentase pengembangan clay ketika dikontakkan dengan air, hal ini dikarenakan smectite yang punya sifat mengembang. Dari data diatas dapat kita lihat bahwa shale dengan kandungan smecite dapat diturunkan pengembangannya oleh kedua jenis lumpur tersebut. Akan tetapi padatan dari mud brine lebih sedikit dibanding padatan lumpur KCl polimer. Dengan sedikitnya jumlah padatan penurunan permeabilitas dapat dikurangi Jika KCl Polimer Padatan banyak didapat dari barit, sementara Brine Mud sedikit padatannya karena tidak menggunakan barite sebagai pemberat sehingga dapat menghindari kerusakan formasi akibat pemakaian barit pada lumpur densitas tinggi. Tabel L-2 Formula Brine Mud pada suhu 325oF Komposisi Brine 1 Brine 2 Brine 3 Brine 4 Brine 5 Brine 6 Brine 7 Brine 8 Brine 9 Brine 10 Brine 11 Brine (cc) 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 Xcd (gr) 3 3.5 3 3.5 3.25 3.25 3.25 3.25 3 Pac R (cc) 3 3.5 3 3 3 3 3 3 1 1 3 Pac L (cc) 4 4 4 6.5 4.5 4 4 4 3 3 4 filtration control (gr) 4 4 3 3 3 3 4 5 7 7 7 1.52 Asam semut (cc) 3 10 xcd ht 3 PH control 10 7 HASIL PENGUKURAN 1.51 Mud Weight Rheology 1.50 1.51 1.50 1.52 1.50 1.51 1.50 59 88 280 103 205 123 147 154 70 161 ș 300 28 30 52 250 55 155 71 90 110 60 108 ș 200 19 20 34 165 40 122 52 67 93 60 95 ș 100 10 11 19 125 20 91 30 41 82 40 87 ș6 1 1 2 60 3 40 4 10 33 80 8 ș3 1 1 1 54 2 35 3 8 28 1 6 25 29 36 80 48 50 52 57 44 10 53 PV Yp 3 1 16 20 7 105 19 33 66 50 55 Gel Strength 10 detik 1 1 2 49 2 46 50 9 23 38 4 Gel Strength 10 menit 1 1 5 64 5 49 60 7 34 210 6 API Filters Press 2.8 3.7 10.8 4.4 0.3 4.6 1.8 2 9 2.8 10.91 10.8 HTHP Filtrate Loss (cc) 14.8 20 20 PH (cc) 12.37 11.94 12.27 B. Perubahan Mineralogi Selama ini jenis lumpur yang banyak dipakai untuk menembus lapisan shale adalah lumpur KCl Polimer. Secara teoritis, lumpur KCl Polimer dapat mengeliminir clay yang didominasi smektite dengan gugus dioktahedral, yang kandungannya adalah Na dan Ca. Lumpur dengan kandungan Potassium dapat berfungsi mengusir Ca. Tare dan Mody menjelaskan Potasium efektif mengurangi pengembangan clay pada tipe clay monmorilonit, namun tidak efektif pada tipe clay ilit, dan bahkan menaikkan swelling pressure pada kaolinit. (Tare dan Mody, 2000) Perconto yang sudah dikontakkan dengan fluid pemboran selanjutnya diuji kembali mineraloginya dengan menggunakan metoda XRD. Ini dimaksudkan untuk untuk melihat perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah penambahan KCl polimer dan Brine Mud. Lumpur KCl polimer yang ditambahkan pada sampel KG-1B, dengan komposisi total kandungan clay (33%), terdiri dari smektite (10%), ilite (6%), kaolinite (8%), dan chlorite (6%), kalsit (22%), kuarsa (40%) dan sedikit pirit (4%) dan plagioklas (1%), terbukti dapat mengusir kandungan Ca pada 116 1.52 63 ș 600 9.73 26 7.3 12 14 18 12.12 10.71 12.14 12.25 10.85 16 Tabel L-3 Formula Brine Mud pada suhu 350oF Komposisi Brine 1 Brine 2 Brine 3 Brine 4 Brine 5 Brine Xcd (gr) 350 350 350 350 350 6 3,75 5 7 4 6 6 6 Pac R (gr) 2,5 Pac L (gr) 6 5 Xcd HT (gr) 3 Ph Control (gr) 10 HASIL PENGUKURAN Mud Properties Brine 1 Brine 2 Brine 3 Brine 4 Brine 5 Mud Weight 1.52 1,53 1,51 1.50 1.51 123 60 137 185 128 ș 300 87 28 81 111 80 ș 200 67 18 60 82 61 ș 100 44 12 37 50 38 ș6 12 3 9 11 8 ș3 10 3 7 8 6 36 32 56 74 48 32 Rheology ș 600 PV Yp 51 -4 25 37 Gel Strength 10 detik 11 4 9 9 7 Gel Strength 10 menit 19 5 14 17 16 API Filters Press 2,8 9 2,8 2 6,6 HTHP Filtrate Loss 40 36 24 28 14,4 PH 11,98 12,15 12,15 11,89 10,8 mineral karbonat dan menjadikan nilai ilite dan klorit secara signifikan naik. Kandungan karbonat menjadi nil pada sample KG-1B setelah penambahan KCl Polimer (Tabel 8). Total clay tipe smektit juga Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Shale (Rachmi Kartini) menjadi nil Kaolinit menunjukkan sedikit penurunan dari 8% menjadi 6%. Demikian pula pada sampel shale KG-1C dengan komposisi total kandungan clay (36%), terdiri dari smektit (15%), ilit (6%), kaolinit (10%), klorit (5%), kalsit (30%), kuarsa (30%) dan sedikit pirit (2%) dan plagioklas (2%) , menunjukkan bahwa pengembangan clay menjadi lebih kecil dengan penambahan lumpur KCl Polimer. (Tabel 8) Penambahan Brine yang selama ini dipakai sebagai fluida komplesi kemungkinan dapat berfungsi juga sebagai lumpur yang dapat berfungsi untuk mengatasi clay swelling karena menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penambahan KCl polimer. Terlihat pada sampel KG-1A, KG-1B dan KG-1C penambahan Brine Mud dapat menghilangkan clay type smektit atau monmorilonit. Brine Mud tidak mempengaruhi atau mengurangi kehadiran type clay lainnya seperti ilite, kaolinite dan chlorite, juga mineral karbonat tipe kalsit (Tabel 8). Sampel serpih WP4#1, WP4#4, WP4#7, WP#9 dan WP4#11 sebelum penambahan lumpur memiliki total kandungan clay bervariasi 46%, 60%, 46%, 58% dan 46% secara berurutan terdiri diri ilite (20%, 30%, 24%, 30% dan 20%) dan klorite (26%, 30%, 22%, 28% dan 26%), kuarsa (48%, 36%, 46%, 33% dan 44%), dan sedikit Potassium feldspar ( 3%, 2%, 2%, 3% dan 3%) dan plagioklas (3%, 2%, 6%, 6% dan 7%). Clay tipe smektite atau monmorilonit absen pada semua sampel tersebut, seperti terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Kemudian pada masing-masing sampel tersebut ditambahkan lumpur KCl Polimer dan Brine Mud secara bergantian untuk melihat perubahan yang terjadi. Terlihat penambahan lumpur KCl Polimer dan Brine Mud dapat mengurangi pengembangan clay baik tipe illite maupun chlorite dengan jumlah bervariasi dari kecil hingga signifikan, yaitu pengurangan berkisar antara kurang dari 1% hingga 85% (Tabel 8). Dari hasil analisis XRD dapat disimpulkan Brine Mud dapat mengurangi swelling clay problem pada shale. Untuk shale dengan kandungan mineral clay tipe smektit dan tipe clay lainnya seperti illite, kaolinit dan klorit, baik KCl polimer maupun brine mud dapat menghilangkan kehadiran clay tipe smektit hingga nil. KCl Polimer unggul dari Brine Mud dalam hal menghilangkan mineral karbonat khususnya tipe kalsit, sesuai dengan teori pemboran konvensional selama ini. Gambar L-1 SEM Sampel WP #4-4 sebelum dan sesudah dikontakkan dengan fluida pemboran Gambar L-2 SEM Sampel KG-1C sebelum dan sesudah dikontakkan dengan fluida pemboran Dari analisis SEM terlihat penambahan Brine Mud pada sampel shale memperlihatkan sifat fisik berubah lebih signifikan dibandingkan dengan penambahan KCl polimer. Secara visual di bawah pengamatan SEM gambar sample serpih sebelum dan sesudah dikontakkan dengan kedua type lumpur tersebut menunjukkan bahwa setelah penambahan Brine Mud terlihat ada pembesaran pori-pori. Lihat gambar L-1 Dan L-2. Hasil studi ini sedikit mengungkap kemampuan Brine Mud untuk mengatasi masalah serpih. Kesimpulan ini terbatasi oleh minimnya jumlah sampel dan kurangnya pengamatan untuk masingmasing sampel. Komposisi serpih yang heterogen memerlukan pengamatan yang lebih rinci. Dari hasil studi awal ini dapat disimpulkan untuk dilakukan studi lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan dengan pengelompokkan jenis serpih. 117 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 111 - 118 IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dengan metoda XRD diketahui kandungan lempung dari sampel formasi Bampo relatif lebih besar dari kandungan lempung formasi Baong yaitu sebesar 45-60% untuk formasi Bampo dan 33-37% pada formasi Baong. Pengujian dengan LSM memperlihatkan bahwa pengembangan (swelling) sampel dari Baong lebih besar dibandingkan dengan sampel dari formasi Bampo. Terjadi anomali pada sampel KG1A dari formasi Baong, dimana lempung lebih mengembang manakala dikontakkan dengan brine dibandingkan dengan bila dikontakkan dengan air. Selama ini diketahui bahwa Brine dapat mengurangi pengembangan lempung bila dibandingkan dengan air, hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Mud Brine dapat digunakan sampai temperature 350°F. Lumpur KCl Polimer hanya mampu sampai suhu 325°F. Dari data LSM dan XRD terlihat bahwa Kedua type lumpur dapat mengurangi pengembangan clay terutama clay yang mengandung smectite. Brine Mud memberikan kandungan solid yang lebih rendah dibanding lumpur KCl Polimer pada densitas yang sama karena tidak menggunakan pemberat barit. Dari data SEM secara visual dapat dilihat bahwa Brine Mud dapat memperlebar pori menjadi lebih besar dibanding lumpur KCl Polimer. Telah diketahui pemberat yang berupa padatan tak terlarut, bisa mengalami settling dan terjadi sagging. Hal ini dapat berdampak negatif pada permeabilitas batuan. Brine Mud yang mampu pada berdensitas tinggi tanpa tambahan pemberat barit menjadikannya layak untuk dijadikan salah satu pilihan sebagai lumpur pada formasi shale. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui korosifitas dan toksisitas Brine Mud. KEPUSTAKAAN American Petroleum Institute (2010) ”API Petroleum And Natural gas Industries Field Testing Of Drilling Fluids ”, Specification 13-B1. Brady, M.E. & Craster, B. J, (1988) “Highly Inhibitive, Low-Salinity Glycol Water-Base Drilling Fluid for Shale Drilling”, SPE Paper #46618. 118 Breden, D., Dougan, C., Shank, D., & Summers, S., (2011) “Newpark Drilling Fluid”, LLC, AADE-11NTCE-39, Haynesville Performance Review: Unique Clay Free Water Base Mud Polimer Drilling. Blatt, H , Middleton, H & Murray, R.C (1972). Origin of sedimentary rocks. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, N.J Chenevert, M.E. (1970) “Shale Control with Balanced Activity Oil Muds”, JPT Trans AIME, Vol. 249, pp 1309-1316, October. Ewy, R.T. & Morton, E.K. (2009) “Wellbore Stability Performance of Water Based Mud Additives”, SPE 116139 was prepared for presentation at the 2008 SPE Annual Technical Conference and Exhibition held in Denver, Colorado, USA, September 21-24. KESDM (2013) “Unconvensional oil and gas potential in Indonesia with special attention to shale gas and coal bed methane”, Badan Geologi. Khodja, M., Canselier, J.P., Bergaya, F., Fourar, K. dan Khodja, M.Colaut N, & Benmounah A. (2010) “ Shale Problems And Water-Based Drilling Fluid Optimisation in The Hassi Messaoud”. Lal, M.,(1999) :”Shale Stability: Drilling Fluid Interaction and Shale Strength”, SPE54356 paper presented at SPE Latin American and Caribbean Petroleum Engineering Conference, Caracas, Venezuela, 21–23 April 1999. Meng, Y.F., Jiao, D. &Wu, SR. (1996) “Affection of Shale Hydration for Stress Sensitive Gas Reservoir Production”, SPE Paper #35602. Mody, F.K. & Hale, A.H. (1993) “Borehole-Stability Model to Couple the Mechanics and Chemistry of Drilling-Fluid/Shale Interactions”, J. Pet. Tech., Vol. 45, pp 1093-1101. O’Brien, D.E. & Chenevert, M.E. (1973), “Stabilizing Sensitive Shales with Inhibited, Potassium-Based Drilling Fluids”, J. Pet. Tech. Vol. 25, pp: 10891100. Osisanya, S.O. & Chenevert M.E. (1996) “PhysicoChemical Modelling of Wellbore Stability in Shale Formations”, The Journal of Canadian Petroleum Technology, Vol.35(2), pp 53-63, February. Rojas, J.C., Clark, D.E.,; Greene B, & Zhang J.,(2006); AADE-06-DF-HO-11, Optimized Salinity Delivers Improved Drilling Performance, Tare, U. & Mody, F. (2000) “Stabilizing boreholes while drilling reactive shale formations with silicate base drilling fluid”. Journal of Drilling Contractor, May/ June 2000 INDEKS SUBYEK A L Acoustic properties 74 Landsat TM 89, 90, 91, 95, 96, 98, 101 Less potential 90 B Lumpur pemboran 111, 112, 113 Besaran petrofisik 73, 74, 77, 79, 80, 87 Lumpur densitas tinggi 111, 116 Besaran akustik 73, 74, 77, 78, 79, 87 M C CO2 emission 103 Climate change 63, 64, 65, 71, 72 Carbon dioxide 63, 64, 72 D Dampak lingkungan 63, 65 Drilling mud 111 E Emisi gas CO2 103, 105, 110 Eksperimen pendesakan fluida 103, 105, 109 Environmental impacts 63, 64 F Fluid replacement test 103 H High density mud 111 G Global warming 63, 64, 67, 72 K Kurang potensial 89 Metode injeksi air berkarbon 103, 105, 109, 110 Minyak dan gas bumi 63, 64, 65, 68, 69 Model analitik 73, 74, 75, 77, 78, 79, 87 O Oil and gas 63, 64, 69, 72 P Penginderaan jauh 89, 90, 91, 92, 101, 102 Pembobotan 89, 96 Potensial 89 Potential 89, 90, 95, 101 Pressure injection 103 Pemanasan global 63, 64, 65, 66, 69, 71, 72 Perubahan iklim 63, 65, 66 Petrophysic properties 73, 74 Petrophysic analytic model 74 R Remote Sensing Potential Area 89, 90, 95, 101 Remote Sensing 89, 90, 95, 101, 102 S Sangat potensial 89 Sekuestrasi 63, 70 1 Sequestration 63, 64, 68, 70, 72 The enhanced oil recovery 103 Seismic atributes 73, 74 Shale gas 111, 118 V Very potential 90 T Tekanan injeksi 103, 105, 107, 108, 109,110 The carbonated water injection method 103 2 W Weighting 90 PERATURAN DAN PEDOMAN PENULISAN LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK DAN GAS BUMI Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah resmi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penulisan dalam bahasa Inggris diterima dari para penyelidik/peneliti di institusi-institusi seluruh Indonesia dan luar negeri. PERATURAN KONDISI PENERIMAAN Penulisan yang diterima oleh Lembaran Pulbikasi Minyak dan Gas Bumi dengan pemahaman bahwa: 1. Semua penulis telah menyetujui pengajuan 2. Hasil-hasil atau ide-ide yang terdapat dalam penulisan adalah yang asli 3. Penulisan belum pernah dipublikasikan sebelumnya 4. Penulisan tidak sedang dalam proses publikasi di tempat lain dan tidak akan diajukan ditempat lain, kecuali setelah ditolak oleh Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi atau diambil kembali dengan pemberitahuan tertulis kepada editor Lembar Publikasi Minyak dan Gas Bumi 5. Jika diterima untuk dicetak dan dipublikasikan, artikel, atau sebagian darinya, tidak akan dipublikasikan ditempat lain kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari editor Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi 6. Reproduksi dan penggunaan artikel pada Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diperbolehkan jika sesuai dengan ketentuan hukum hak cipta di Indonesia, asalkan tujuan penggunaannya untuk tujuan pendidikan nirlaba. Semua penggunaan mewajibkan persetujuan dan biaya mana yang sesuai. PENGEMBALIAN BAHAN Tulisan yang ditolak: Ketika telah diputuskan untuk tidak mempublikasikan sebuah tulisan, naskah dan ilustrasi asli dikembalikan kepada penulis dengan kopian review dan halaman depan surat. Tulisan dikembalikan untuk perbaikan: Bahan diperlukan untuk referensi atau untuk diperbaiki dikembalikan kepada penulis pada saat perbaikan dibutuhkan. Jika perbaikan tidak dikembalikan dalam waktu 1 bulan atau jika tidak membuat janji dengan editor, maka naskah dinyatakan telah ditarik. FORMULIR PUBLIKASI Artikel: Jurnal mempublikasikan artikel laporan penelitian yang asli, di bidang teknologi minyak dan gas bumi. Artikel Review: Hanya review ilmiah yang dipublikasikan. Review yang tidak berbobot sebaiknya tidak perlu dimasukan, tapi topic dapat diusulkan oleh editor atau anggota dewan editor. Komentar yang mengkritik: Komentar yang mengkritik adalah untuk memperbaiki kesalahan fakta yang dipublikasikan, menyediakan alternative pengartian dari data yang terpublikasikan, atau memberikan teori baru berdasarkan pada informasi yang terpublikasikan. PENYERAHAN HARD COPY Seluruh naskah harus disiapkan dan dimasukan sesuai dengan pedoman pada seksi ini dan bagian berikutnya sesuai untuk kategori naskah karya tulis ilmiah. Karya Tulis Ilmiah: Naskah diketik pada satu sisi yang berkualitas saja, kertas putih, ukuran A4. Pengetikan: Semua bagian dari naskah asli diketik satu setengah spasi. Diketik dengan ukuran 12 (Times New Roman). Pengurangan ukuran, walau hanya dalam table, tidak diperbolehkan. Spasi dan pemberian tanda yang proposional tidak perlu digunakan, i,e., jangan menyesuaikan marjin tangan kanan. Tidak boleh meninggalkan spasi antara paragraph dalam tulisan. Hanya satu huruf yang boleh digunakan. Penyerahan: Untuk sebuah naskah baru, masukan yang asli dan 3 kopi disiapkan sesuai dengan Peraturan dan Pedoman yang terkandung di dalamnya. Ketika naskah sudah diterima oleh editor untuk dipublikasikan, instruksi khusus untuk persiapan perbaikan akan diberikan. Ini akan menjadi tanggung jawab penulis untuk memberikan kopian dari naskah untuk referensi dan untuk melindungi dari kehilangan. Naskah sebaiknya dialamatkan kepada: Ketua Editor Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. ARTIKEL Naskah akan diatur dalam format dan ketentuan sebagai berikut, dengan semua halaman, pembukaan dengan apa yang digunakan untuk judul utama. Judul Utama: Menyebutkan nama penulis (gunakan et al., untuk lebih dari dua) dan gelar yang dipersingkat. Seluruh lembar judul utama tidak melebihi 60 karakter dan spasi. 1 Judul: Segera setelah running head berikan judul artikel, nama penulis dan alamat dari penulis pertama. Termasuk alamat email, dengan tulisan miring, hanya penulis yang menjawab. Judul dan nama penulis diketik dalam tulisan tebal, dengan ukuran hurus yang sama seperti naskah. Semua informasi lain diketik dengan Times New Roman. Judul sebaiknya singkat dan diskriptif. Abstrak: Mengikuti langsung setelah alamat penulis dengan tidak ada penambahan spasi antara keduanya. Anda sebaiknya menyediakan abstrak dari tulisan yang tidak melebihi 200 kata. Abstrak berisikan fakta (memberikan indikasi) dan memberikan outline kepada tujuan, mengunakan metode, penutupan dan studi yang signifikan. Abstrak berjudul Abstrak, dan diketik dalam tulisan besar semua dan tebal, diakhiri dengan sebuah tanda ktip diketik tebal. Teks ditulis setelah tanda kutip, tidak bagibagi, dan tidak mengandung kutipan literatur. Pendahuluan: Pengenalan harus mengikuti abstrak dan tidak berjudul. Pengenalan akan menentukan koteks dari penulisan dengan mengungkapkan bidang umum dari kepentingan, memberikan penemuan dari yang lain yang akan ditantang atau dikembangkan, dan memspesifikasikan spesifik pertanyaan yang diberikan. Akun pekerjaan yang sebelumnyaakan dibatasi minimal pada informasi penting untuk memberikan sebuah pandangan yang sesuai. Pengenalan tidak diperbolehkan pada sesi ini atau seluruh penulisan untuk dibagi dan memberikan spasi lebih antara dua paragrap. Bahan dan Metode: Pada seksi ini memberikan informasi yang cukup untuk memperbolehkan melakukan pengulangan studi oleh orang lain. Penggunaan metode dan aparatur seharusnya mengindikasikan, tetapi nama merek khusus dan model perlu disebutkan jika signifikan. Sumber, e.g., kota dan negara, keduanya dieja secara penuh, dari peralatan atau kimia tertentu semestinya tertulis. Judul utama dari seksi ini semestinya diketik dalam huruh cetak tebal dan dimulai pada marjin sebelah kiri halaman. Judul tidak dinomor dan berakhir tanpa tanda baca. Judul pada barisan kedua diketik tebal pada barisan terpisah dimulai pada marjin kiri. Huruf inisial dari kata pertama hanya huruf besar kecuali huruf besar diperlukan untuk kata benda yang tepat. Judul-judul ini tidak diberi nomor dan berakhir dengan tanpa tanda baca. Judul pada barisan ketiga diidentikan untuk sebuah paragraph, berhuruf miring, dan berakhir dengan sebuah tanda kutip juga dimiringkan. Huruf inisial kata pertama hanya ditulis dengan huruf cetak, kecuali untuk kata benda yang sesuai. Penulisan dibuat mengikuti judulnya. Selanjutnya, subdivisi tidak dibutuhkan. Jika seksi bahan dan metoda dibuat pendek, sebaiknya tidak dibuat subdivisi, tidak perlu disubdivisikan; tidak diperlukan untuk memberikan judul, melebihi judul utama, untuk sebuah seri pada subseksi yang terdiri dari satu paragraph. Hasil: Bagian ini harus berisikan ringkasan informasi baru. Tabel dan gambar digunakan dengan sebaik-baiknya, tetapi informasi yang tersedia di dalamnya sebaiknya tidak mengulang yang terdapat pada teks. Menghindari perincian metode dan pengartian hasil pada bagian ini. Bagian hasil boleh dibagi dan diberi judul seperti bagian bahan dan metode. Diskusi: Sebuah pengartian dan penjelasan hubungan dari hasil hingga ilmu yang telah ada harus ditampilkan dalam bagian diskusi. Penekanan harus ditempatkan pada penemuan baru yang penting, and hipotesa baru harus teridentifikasikan secara jelas. Judul utama dan subdivisi, jika dibutuhkan, pada bagian ini seperti yang telah dideskribsikan untuk bagian bahan dan metode. Kesimpulan: Harus didukung dengan fakta dan data. Penutupan menyajikan penjelasan singkat tentang topik artikel, tujuan dan objek. Harus disajikan pada bagian ini. Ucapan Terima Kasih: Harus singkat. Etika-etika membutuhkan kolega-kolega dikonsultasikan sebelum diakui bantuannya dalam studi tersebut. Judul dari bagian ini adalah sebagai judul utama yang didiskribsikan untuk bagian bahan dan metode. Subdivisi tidak digunakan pada bagian ini. Tabel: Tabel hanya digunakan untuk menyajikan data yang tidak dapat disampaikan melalui teks. Nilai dari pengujian statistik tidak dipublikasikan seperti table, pengujian yang dilakukan dan kemungkinan yang didapat untuk sebuah hubungan dapat diutarakan dalam bagian bahan dan metode dengan perbedaan yang signifikan diindikasikan dalam tabel dengan catatan di bawah atau dalam tulisan dengan sebuah pernyataan. Tabel harus dirancang untuk muat dalam 1 atau 2 kolom. Jarang sekali tabel dirancang untuk disesuaikan dengan tinggi halaman yang dicetak. Pada umumnya, jika lebar tidak sesuai dengan tinggi halaman, maka tabel terlalu lebar. Tabel dapat dilanjutkan pada halaman berikut dengan mengakomodasikan panjang, tetapi halaman-halaman tersebut tidak daapt diketik secara bersama-sama, pengurangan ukuran, satu spasi melebihi ukuran atau dimodifikasi untuk memuat lebih banyak tulisan. Tabel berupa nomor dengan angka roman dalam seri yang berkelanjutan dan sehingga direferensikan, dalam urutan, dalam tulisan. Keterangan diketik diatas data pada halaman yang sama. Semua kolom dalam satu table harus punya judul, dengan huruf pertama dari kata pertama dan kata benda yang tepat dikapitalisasi, e.g., Contoh angka, % Didapat. Garis horizontal sebaiknya dihindarkan dalam badan tabel; garis vertical tidak diperbolehkan. Jika symbol dibutuhkan, table harus disiapkan seperti membuat garis dan diperlakukan sebagai gambar. Penggunaan huruf dan angka seperti yang ditulis diatas dan yang ditulis di bawah tidak diperbolehkan. Perancangan table harus digunakan dalam urutan wajib menarik. Gambar: Semua gambar tampil dengan teratur, menarik, secara langsung setelah tulisan. Jangan menempatkan keterangan 2 gambar pada halaman yang sama dengan gambar. Setiap gambar atau piringan gambar harus punya keterangan. Keterangan ditulis dalam paragrap, awali dengan kata “FIGURE”. Keterangan diketik dalam huruf roman. Untuk lembarannya, sebuah ringkasan pernyataan akan pra-menyerahkan penjelasan pesifikasi dari setiap angka. Hindari pengulangan informasi pada setiap gambar yang terpasang di pernyataan ringkasan. Nama-nama spesies dieja lengkap setiap digunakan pada keterangan. Keterangan harus berisikan penjelasan dari sebemua singkatan yang digunakan dalam gambar dan mengindikasikan nilai garis dan baru untuk menunjukan ukuran (paling tidak nilai yang ditunjukan secara langsung pada gambar). Ukuran sebaiknya tidak diindikasikan dengan pembesaran keterangan karena gambar mungkin tidak tercetak dengan ukuran yang perhitungkan. Gambar diberi nomor urut dalam urutan yang disebutkan dalam teks. Referensi yang tidak dikurung untuk angka dalam teks tidak disingkat, i.e., Gambar 1: Gambar 1, 2; Gambar 1-3; referensi untuk gambar dalam kurung pada teks boleh disingkat, i.e., Fig. 1, Figs, 1,2; Fig, 1-3. Semua symbol yang digunakan pada gambar harus didefinisikan jika memungkinkan dengan kunci dalam badan gambar. Gaya, termasuk bentuk singkatan, harus digunakan dalam jurnal. Gambar dapat digunakan sediri atau dalam grup in lembaran. Pada kasus lain, aslinya harus dipasang dalam lembaran ilustrasi dengan marjin paling kecil 25 mm pada semua sisi. Foto dan gambar tidak boleh dikombinasi pada satu lembar. Jika dibutuhkan kombinasi, tambahan pengeluaran ditagihkan kepada penulis. Semua gambar diidentifikasikan pada belakang nama penulis dan gambar nomor dengan bagian atas diindikasikan. Gambar-gambar satuan tidak diberi nomor di depan, tapi setian gambar pada sebuah lembaraan harus memasukan nomor dan huruf, digunakan pada gambar, jika memungkinkan, tanpa tambahan latar belakang. Gambar diatur untuk membentuk lembaran menyatu tanpa spasi atau tengah-tengah diantaranya. Literatur dikutip: Semua literatur yang digunakan sebagai referensi harus dikutip di dalam teks, dan sebaliknya semua literature yang dikutip di dalam teks harus tertulis sebagai referensi. Referensi seharusnya terdapat paling sedikit 10 sumber yang berhubungan dengan topik dengan mengikuti beberapa persyaratan seperti: - 80% dari referensi harus sudah terpublikasikan dalam 10 tahun terakhir - 80% dari referensi harus termasuk dalam kategori sumber utama (i.e. jurnal, terbitan berkelanjutan, thesis, disertasi) - publikasi berganda untuk penulis yang sama a. Penulis yang sama; beda tahun konvensi normal (penulis, tahun, judul, dll) b. Penulis yang sama; tahun yang sama lebih dari satu referensi oleh seorang penulis di tahun yang sama: hal ini dibedakan dengan menggunakan abjad yang dikecilkan setelah tahun publikasi (eg. 1988a, 1988b, 1988c, dll). Akhiran sama digunakan untuk mengetahui referensi tersebut untuk kutipan di dalam teks. - Daftar referensi disusun berdasarkan huruf dengan menggunakan penulis utama a. penulis berganda. Gunakan urutan nama-nama keluarga sesuai dengan yang dipublikasikan. Penulis utama, i.e., kontributor utama, di urutan pertama setelah penerbit. b. Penulis yang sama: Tahun yang beda: susun referensi penulis sesuai dengan kronologi, dimulai dengan tanggal terdahulu. Tahun yang sama: gunakan akhiran abjad (e.g. 1983a, 1983b) Contoh 1. Buku Tipe Buku Penulis tunggal Pengutipan di Teks Pada akhir kalimat: (Holt 2010) Penulisan Referensi Holt, D.H., 1997, Prinsip dan Praktek Manajemen, Prentice-Hall, Sydney. Pada awal kalimat: Holt (2010) seperti itu Dua penulis (Laudon & Laudon 2003) Laudon, K.C. & Laudon, J.P., 2003, Esensial dari Sistem Informasi : Mengatur Prusahaan Digital, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Tiga penulis Dalam Teks: awalnya (Coveney, Ganster & King 2003) Coveney, M., Ganster, S. & King, D., 2003, Kekurangan Strategy: Teknologi Leveraging untuk Strategi Kemenanggan , Wiley, Hoboken, New Jersey. Dalam teks: kemudian (Coveney et al. 2003) Bond, W.R., Smith, J.T., Brown, K.L. & George, M., 2011, Manajemen Perusahaan Kecil, McGraw-Hill, Sydney. Lebih dari tiga Penulis (Bond et al. 2011) Penulis korporasi Dalam teks: Awalnya (Department of Foreign Affairs Departemen Luar Negeri dan, 2002, Connecting with Asia's Tech Future: and Trade 2002) Kesempatan Ekspor ICT , Unit Analisa Ekonomi, Pemerintah Persemakmuran, Canberra. Dalam teks: Kemudian (DFAT 2002) 3 2. Jurnal, Pemeriksaan Perkara, Tesis, dan Disertasi: mengutip jurnal, pemeriksanaan perkara, tesis, disertasi di dalam teks harus ditulis dengan cara yang sama seperti mengutip sebuah buku Tipe Sumber Pengutipan dalam Teks Artikel Jurnal: Jurnal yang dicetak Pada tengah atau di akhir kalimat: (Conley & Galeson 1998) Penulisan Referensi Conley, T.G. & Galeson, D.W., 1998, 'Kelahiran dan Kemakmuran di Pertengahan Abad 19', Jurnal Sejarah Ekonomi, vol. 58, no. 2, pp. 468-493. Pada Awal kalimat: Conley & Galeson (1998) menyatakan bahwa… Artikel jurnal: Database Elektronik (Liveris 2011) Liveris, A., 2011, 'Etika sebagai Strategi', Kepemimpinan Sempurna, vol. 28, no. 2, pp.17-18. Terdapat pada: Proquest [23 Juni 2011]. Lanjutan Konverensi: Cetak (Eidenberger, Breiteneder & Hitz 2002) Eidenberger, H., Breiteneder, C. & Hitz, M., 2002, 'Kerangka Kerja untuk Informasi Visual Pengambilan', in S-K. Chang, Z. Chen & S-Y.Lee (eds.), Kemajuan Terkini pada Sistem Informasi Visual: Konferensi Internasional ke-5, VISUAL 2002 Kelanjutan, Hsin Chu, Taiwan, 11-13 Maret 2002, pp. 105-116. Konferensi melanjutkan: Electronik (Fan, Gordon & Pathak 2000) Fan, W, Gordon, MD & Pathak, R 2000, 'Personalisasi Pelayanan Alat Pencarian untuk Pengambilan and Manajemen Pengetahuan yang Efektif ', Kelanjutan Konferensi Internasional yg ke-21 tentang Sistem Informasi , pp. 20-34. Available from: ACM Portal: ACM Perputakaan Digital. [24 June 2004]. Koferensi melanjutkan: Tidak Diterbitkan (Brown & Caste 2009) Brown, S & Caste, V 2009, 'Kerangka Kerja Pendeteksi Hambatan yang Terintegrasi '. Karya tulis pada IEEE Simposium Kendaraan , IEEE, Detroit MI. Tesis atau Disertasi: Tidak diterbitkan (Hos 2005) Hos, J.P., 2005, Nanomaterials Sintetis secara Mecanokimia untuk Tingkat Tengah Temperatur Bahan Bakar. Ph.D. disertasi, Universitas Australia Bagian Barat. Tesis atau Disertasi: Diterbitkan (May 2007) May, B., 2007, Survei Velositas Radial pada Awan Debu. Bristol UK, Penerbit Canopu. Tesis atau Disertasi: Diambil dari Database (Baril 2006) Baril, M., 2006, Distribusi Model Konseptual untuk Aliran Proses Salinity Generasi: Pendekatan Sistematik Data . WU2006.0058. terdapat di: Program Tesis Digital. [12 Augustus 2008]. 3. World Wide Web (Website Internet) Tipe Sumber Pengutipan di Dalam Teks Penulisan Referensi Dokumen di WWW (penuliis/sponsor diberikan tapi tidak tertanggal) Menurut Greenpeace (n.d), modifikasi makanan secara genetikal adalah …. Terindikasikan, Penulis personal Greenpeace (n.d.:1) merekomendasikan bahwa lebih sedikit secara genetikal .. (Arch & Letourneau 2002) E-book (Eck 2002) E-jurnal (Mueller , Heckathorn & Fernando 2003) Peta: Online (maps.com 1999) Greenpeace n.d., The Future Is GE Free , dilihat 28 September 2005, dari http://www.greenpeace.org.au/ge/farming/canola.html . Catatan: Judul pada website digunakan seperti judul buku. Ditulis dengan huruf italik Arch, A. & Letourneau, C., 2002, ‘Tambahan Manfaat dari Design Website yang Mudah diakses ', dalam W3C Web Accessibility Initiative , di lihat pada 26 Februari 2004, dari http://www.w3.org/WAI/bcase/benefits.html . Eck, D.J., 2002, Pengenalan pada Pengprograman Menggunakan Java, edisi ke-3, OOPWeb.com, dilihat pada 26 Februari 2004, dari http://www.oopweb.com/Java/Documents/IntroToProgrammingUsingJava/VolumeFr ames.html . Mueller, J.K., Heckathorn, S.A. & Fernando, D., 2003, 'Identifikasi Kloroplas Dehidrin pada Daun tanaman Dewasa’ , Jurnal Internasional Ilmu Tumbuh-Tumbuhan vol. 164, no. 4, pp. 535-542, dilihat pada 10 September 2003, dari http://www.journals.uchicago.edu/IJPS/journal/no.s/v164n4/164053/164053.html . maps.com, 1999, Bhutan , dilihat pada 11 September 2003, dari http://www.maps.com/cgibin/search/hyperseek.cgi?search=CAT&Category=Asia%3ABhutanP&Qualifier = 4. Sumber Lain Tipe Sumber Pengutipan di Dalam Teks Peta: Cetak (Viking O'Neil 1991:32-33) Publikasi Pemerintah (Department of Education, Science & Training 2000) Penulisan Referensi Viking O'Neil, 1991, Atlas Jalan-Jalan Australia , Edisi ke-10., Penguin Books Australia, Melbourne, pp. 32-33. Departemen Pendidikan, Science & Training, 2000, Annual Report 1999-2000 , AGPS, Canberra. Departemen Imigrasi dan Urusan Multikultural 2001, Immigration: Federation to Century's End 1901-2000 , Bab Statistik, Cabang Bisnis, Departemen Imigrasi dan Urusan Multikultural, Canberra. Regulasi Pemerintah dan Legislasi (Keputusan Presiden Republik Indonesia No 55 Tahun 2012) Keputusan Presiden No 55 Tahun 2012 tentang Tambahan Strategi Nasional pada Pencegahan dan Pemberantasn Korupsi 2012-2014 dan 2012-2025 Regulasi Presiden Republik Indonesia No 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Bisnis Dekat dengan Investasi dan Bisnis Lahan Terbuka, dengan Persyaratan untuk Berinvestasi Standarisasi Menurut Standarisasi Australia (1997), … Paten Tan and Arnold (1993) memformalisasikan dan menjaga ide-ide mereka… Atau Tan and Arnold (1993, n.p.) melindung ide-ide mereka dengan ‘…’ 4 Assosiasi Standarisasi Australia, 1997, Standar: Australia tentang Peralatan Tekanan-Manufaktur , (AS4458-1997), Standard Australia, Sydney Utara. Tan, I.S. & Arnold, F.F., (Angkatan Udara USA) 1993, Komposisi Molekul di Tempat Semula Berdasarkan Rigid-rod Polyamides , paten USA 5 247 057.