Daftar Isi LPMGB Agustus 2014.indd - Lemigas

advertisement
Gambar Sampul :
GC for Natural Gas & Sulfur
ISSN : 2089-3396
Volume 48, No. 2, Agustus 2014
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media untuk penyebarluasan informasi kegiatan penelitian,
pengembangan, perekayasaan teknologi dan pengkajian di bidang minyak dan gas bumi
Penanggung Jawab
: Dra. Yanni Kussuryani, M.Si. (Kimia, LEMIGAS)
Pemimpin Redaksi
: Prof. (R) Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia, Scientific Board - LEMIGAS)
Wakil Pemimpin Redaksi
: Ir. Daru Siswanto (Teknik Kimia, LEMIGAS)
Redaktur Pelaksana
: Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. (Geofisika, LEMIGAS)
Dewan Redaksi
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dr. Mudjito (Geologi Minyak, Scientific Board - LEMIGAS)
Prof. (R) M. Udiharto (Biologi, Scientific Board - LEMIGAS)
Prof. (R) Dr. E. Suhardono (Kimia Industri, Scientific Board - LEMIGAS)
Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS)
Dr. Adiwar (Proses Separasi, Scientific Board - LEMIGAS)
Dr. Oberlin Sidjabat (Kimia dan Katalis, LEMIGAS)
Redaksi Ahli
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS)
Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Perminyakan, LEMIGAS)
Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi, LEMIGAS)
Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan, LEMIGAS)
Drs. Chairil Anwar, M.Si. (Kimia Industri, LEMIGAS)
Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia, LEMIGAS)
Ratu Ulfiati, S.Si., M.Eng. (Teknik Kimia, LEMIGAS)
Mitra Bestari
: 1.
2.
3.
4.
Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan, ITB)
Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi, ITB)
Prof. Dr. Wahjudi W. Wisaksono (Energi dan Lingkungan, USAKTI)
Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan, USAKTI/IPB)
Editor Bahasa
: Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro, LIPI)
Sekretaris
: Urusan Publikasi LEMIGAS
Penerbit
: Bidang Afiliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Pencetak
: Grafika LEMIGAS
Alamat Redaksi
Sub Bidang Informasi, Bidang Afiliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos: 6022/
KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT: No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon: 7394422 - ext. 1222, 1223,
1274, Faks: 62 - 21 - 7246150, E-mail: [email protected]
Majalah Lembaran Publikasi LEMIGAS (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970 yang telah berganti nama menjadi Lembaran
Publikasi Minyak dan Gas Bumi (LPMGB), terbit 3 kali setahun pada bulan April, Agustus dan Desember. Redaksi
menerima Karya Tulis Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan
Gas Bumi.
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penanggung Jawab: Dra. Yanni Kussuryani, M.Si., Redaktur: Ir. Daru Siswanto.
i
ii
ISSN : 2089-3396
Volume 48, No. 2, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
iii
PENGANTAR
v
LEMBAR ABSTRAK
vii
PEMANASAN GLOBAL AKIBAT KEGIATAN DI SEKTOR
MINYAK DAN GAS BUMI
R. Desrina
63 - 72
INTEGRASI INVERSI AVO DENGAN MODEL ANALITIK PETROFISIKA
UNTUK MENGHITUNG POROSITAS DAN SATURASI AIR
Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan
73 - 88
IDENTIFIKASI POTENSI MIGAS MELALUI CITRA SATELIT DENGAN
PENDEKATAN ANOMALI TOPOGRAFI (STUDI KASUS DAERAH INDRAMAYU
DAN SEKITARNYA)
Indah Christyana, Tri Mudji Susantoro, dan Taufan Junaedi
KAJIAN EKSPERIMEN METODA INJEKSI AIR BERKARBON UNTUK
PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DAN PEMANFAATAN EMISI CO2
Septi Anggraeni, M. Romli dan Edward Tobing
89 - 102
103 - 110
LUMPUR BERBASIS AIR RENDAH PADATAN DAN TAHAN TEMPERATUR TINGGI
BAGI PEMBORAN DI FORMASI SERPIH
Rachmi Kartini
111 - 118
iii
iv
PENGANTAR
Pembaca yang budiman,
Masalah dampak lingkungan dan penanganannya masih terus di tekankan sesuai dengan komitmen
pemerintah untuk mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Namun ketersediaan
energi nasional juga perlu ditingkatkan melalui penelitian maupun kajian yang dapat diterapkan
dengan berwawasan ramah lingkungan.
Dalam edisi ini di ulas mengenai penanganan pemanasan global yang disebabkan oleh
karbondioksida serta penelitian dan kajian peningkatan cadangan energi nasional dengan Identifikasi
Potensi Migas melalui citra satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi serta Kajian Eksperimen
Metoda Injeksi Air berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfataan Emisi CO2.
Penelitian tentang Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk menghitung
Porositas dan Saturasi air yang sangat berguna dalam pemodelan reservoir statik yang merupakan
bagian dari pengembangan karakteristik reservoir yang menyajikan suatu metoda pendekatan baru
untuk menghitung ϕ dan S dengan mengintegrasikan atribut seismik dan model analitik petrofisika.
Terkait dengan meningkatnya usaha eksplorasi shale gas yang merupakan upaya mencari energy
alternative terdapat penelitian Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan TemperaturTinggi
bagi Pemboran di Formasi Serpih yang mengulas permasalahan dalam pemboran yang banyak terkait
dengan ketidakstabilan lubang sumur di lapisan shale.
Dewan redaksi dan dewan penerbit serta penanggungjawab majalah Lembaran Publikasi Minyak
dan Gas Bumi mengucapkan terimakasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan tulisannya,
penelaah dan penyunting yang telah bekerja keras hingga terbitnya majalah Lembaran Publikasi
Minyak dan Gas Bumi edisi. Semoga terbitan ini bermanfaat bagi para pembaca dan juga bagi ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang Migas.
Jakarta, Agustus 2014
Dewan Redaksi
v
vi
LEMBAR ABSTRAK
ISSN : 2089-3396
Terbit : Agustus 2014
Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya.
UDC No.: 502:665.7
R. Desrina (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”)
Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor
Minyak dan Gas Bumi
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48,
No. 2, Agustus 2014 hal. 63 - 72
ABSTRAK
Pemanasan global adalah peningkatan suhu
rata-rata pada atmosfer, laut, dan daratan Bumi yang
sedang terjadi pada saat ini dan akan terjadi di masamasa mendatang. Pemanasan global ini disebabkan
terutama oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca (GRK) melalui efek rumah kaca. Dari
sekian banyak gas yang dapat memberikan efek
rumah kaca, maka dipercaya gas karbon dioksida
(CO2) merupakan GRK yang memberikan andil
paling besar di dalam pemanasan global. Emisi
gas CO2 ini berasal dari berbagai sumber, namun
sumber terbesar adalah akibat kegiatan manusia dari
hasil pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak
bumi, gas alam, dan batubara untuk keperluan
pada sektor energi, yaitu pembangkit listrik dan
transportasi. Berbagai dampak lingkungan akibat
pemanasan global ini telah dirasakan. Pada kurun
waktu belakangan ini para ilmuwan telah mengamati
terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Ketika
atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan
juga akan menghangat, sehingga volumenya akan
membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut.
Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat
10-25 cm selama abad ke-20. Pemerintah Republik
Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk
mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 26 persen pada
tahun 2020. Di dalam tulisan ini dicoba diuraikan
sejauh mana sektor minyak dan gas bumi (migas)
dalam kontribusinya pada pemanasan global dengan
emisi gas CO 2 nya dan berbagai opsi cara-cara
memperkecil kontribusi tersebut.
Kata Kunci: pemanasan global, perubahan iklim,
minyak dan gas bumi, dampak lingkungan, karbon
dioksida, sekuistrasi.
ABSTRACT
Global warming refers to the recent and ongoing
rise in global average temperature in the atmosphere,
ocean, and Earth’s surface. It is caused mostly by
increasing concentrations of greenhouse gases (GHG)
in the atmosphere through greenhouse effect. Several
gases have the properties of greenhouse effect, but
it is believed that carbon dioxide (CO2) is the GHG
that mostly contributes to the global warming. Many
sources emit CO2 gas, but the main source is human
activity resulting from the combustion of fossil fuels,
i.e., mineral oil, natural gas, and coal for use in energy
sector, i.e. power plant and transportation. Several
environmental impacts due to the global warming are
already occurring. Recently, scientists have observed
some changes. When the atmosphere becomes warm,
so does the sea surface, thus the volume is increasing
and eventually resulting sea level rise. Sea level rise
has been observed to increase 10-25 cm during 20th
century period. The government of the Republic of
Indonesia has committed to reduce CO2 emission
to 26 percent in the year of 2020. In this paper, the
author tries to describe how far the oil and gas sector
activities contribute to the global warming through its
CO2 emission and discuss several optional methods to
reduce its contribution.
Author
Keywords: global warming, climate change, oil
and gas, environmental impacts, carbon dioxide,
sequestration
vii
UDC No.: 553.9+550.8
Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi
Saptono, Humbang Purba dan Ridwan (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi ”LEMIGAS”)
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik
Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan
Saturasi Air
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48,
No. 2, Agustus 2014 hal. 73 - 88
ABSTRAK
Korelasi antara log akustik dengan besaran
petrofisik telah dimanfaatkan untuk menghitung
distribusi volumetrik porositas dari hubungan
linier antara Impedansi Akustik (AI) dengan
porositas (ϕ) reservoar. Namun untuk menghitung
distribusi saturasi air (Sw) mengalami kendala karena
ketidaktersediaan data kecepatan gelombang shear
(Vs). Namun kemajuan teknologi saat ini telah
memungkinkan mengukur data log Vs dan ditunjang
oleh teknik inversi AVO yang dapat menurunkan
atribut seismik Ip(Impedansi gelombang-P), I s
(Impedansi gelombang-S) dan Poisson’s Ratio
(PR) sehingga peluang untuk menghitung Sw dari
atribut seismik semakin terbuka. Didasarkan pada
rumus Gassman, dibangun suatu model analitik
antara besaran petrofisika dengan besaran akustik
batuan sehingga untuk kondisi batuan reservoar
yang spesifik, maka ϕ dan Sw akan dapat disebarkan
pada skala lapangan, dengan bantuan atribut seismik
hasil inversi AVO. Analisa sensitifitas menguji
korelasi antara log akustik dan log ϕ dan Sw di
sumur zona-fasies target, lalu kemudian ditentukan
zona pancung (cut-off). Hasil kalkulasi ϕ dan Sw
divalidasi terhadap data log sumur. Contoh kasus
ini diambil dari lapangan gas di Indonesia Timur
yang memiliki data lengkap. Paper ini merupakan
bagian pengembangan karakrerisasi reservoar yang
menyajikan suatu metode pendekatan baru untuk
menghitung ϕ dan Sw dengan mengintegrasikan
atribut seismik dan model analitik petrofisika. Hasil
pemodelan yang diperoleh dari metode ini sangat
berguna dalam pemodelan reservoar statik.
Kata Kunci: besaran petrofisik, besaran akustik,
model analitik petrofisik, atribut seismik.
viii
ABSTRACT
Correlation between acoustics and petrophysicals
logs can be used to calculate the lateral distribution
of porosity based on the linear relationship between
porosity (ϕ) and acoustic Impedance (AI). However,
to calculate the distribution of water saturation (Sw )
are still experiencing problems due to unavailability of
data shear wave velocity (Vs). But now technological
advances have been able to measure the data log
Vs and supported by techniques inversion AVO has
been able to derivate seismic attribute Ip (impedance
wave-P ), Is (impedance wave-S) and Poisson ‘s ratio
(PR) so that the opportunity to calculate the saturation
- water (Sw ) from seismic attributes more open.
Based on a Gassman formula, has built an analytical
model between petrophysical and elastic entities due
to specific condition of reservoir rocks. Sensitivity
analysis will test the correlation between the acoustic
and petrophysical entities in the well test target zones,
and then determined the cut-off. Porosity and water
saturation will be deployed in the field scale, with
support of AVO seismic attributes as a inversion result.
The results of calculations are validated against the
well log data. These case are taken from the gas field in
East Indonesia which has complete data. These paper
is part of reservoir characterization development that
presents a new approach to calculate the porosity and
water saturation by integrating seismic attributes and
petrophysical analytical model whrere it’s very useful
for static reservoir modelling.
Author
Keywords: petrophysic properties, acoustic properties,
petrophysic analitic model, seismic attributes.
UDC No.: 550.8:622.1
Indah Christiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan
Junaedi (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”)
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit
dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi
Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya)
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48
No. 2 Agustus 2014 hal. 89 - 102
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
karakteristik khusus topografi pada citra satelit
yang dapat mencerminkan daerah potensi penghasil
minyak dan gas bumi. Pendekatan yang digunakan
adalah anomali topografi. Dengan menggunakan citra
penginderaan jauh, yaitu Citra Satelit Landsat TM
yang direkam pada Bulan Juni Tahun 1976. Pada citra
penginderaan jauh karakter khusus topografi dapat
diamati baik dari bentuk tinggian atau antiklinal, pola
aliran sungai, serta kemiringan dan bayangan yang
tampak pada data citra. Lokasi penelitian di Indramayu
pada Cekungan Jawa Barat Utara yang merupakan
daerah yang sudah terbukti (proven) adanya migas.
Penentuan daerah potensi migas didasarkan pada
asumsi 3 (tiga) parameter utama yaitu struktur,
reservoar, dan migrasi. Parameter struktur didasarkan
pada hasil identifikasi dan intepretasi citra satelit yang
menghasilkan Remote sensing Potential Area (RPA).
Parameter reservoir terdiri atas keberadaan sumur
dan lapangan migas. Parameter migrasi didasarkan
pada adanya sesar dan kitchen area. Pembobotan
dilakukan untuk menentukan kelas RPA, yaitu
sangat potensial, potensial dan kurang potensial.
Hasil interpretasi diperoleh 84 RPA. Hasil validasi
menggunakan data bawah permukaan membuktikan
bahwa dari 84 area potensi (RPA) yang diidentifikasi
dengan menggunakan data citra terdapat 37 RPA atau
sekitar 44% berada pada struktur yang sudah terbukti
menghasilkan hidrokarbon. Hasil pembobotan dari 84
RPA memperlihatkan 22 RPA dalam kategori sangat
potensi, 38 RPA dalam kategori potensi, dan 24 RPA
dalam kategori kurang potensi.
Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Landsat TM,
Remote Sensing Potential Area, Pembobotan, Sangat
Potensial, Potensial dan Kurang Potensial
ABSRACT
The purpose of this study is to evaluate specific
character of the topography showing on the satellite
image which possibly indicate potential areas for oil
and gas. This study uses remote sensing approach to
identity anomaly topography. In the images specific
characters of topography are reflected on the altitude
or anticline, drainage patterns, slope and shadows.
Image data used in this study is Landsat TM satellite
imagery recorded in June 1976 . The study area
is located in Indramayu, North West Java Basin.
Which is well known as a proven are for oil and gas.
Determination of an area with oil and gas potential is
based on three main parameters, namely the structure,
reservoir, and migration. The structures are identified
based on the interpretation of remote sensing defining
Remote Sensing Potential Area (RPA). Reservoir
parameter refers to the presence of wells and fields.
The migration parameter is based on the presence
of fault and kitchen area. The potential areas are
weighted to determine the RPA class, which is very
potential, potential and less potential. This research
is able to identify 84 potential area (RPA) . The
validation using subsurface data shows that 37 RPA
(about 44 % from the total 84 RPA) are situated at
the proven structures. Base on weighting methode,
84 RPA is devided into 22 RPA with very potential
category , 38 RPA with potential category and 24
RPA with less potential category.
Author
Keywords: Remote Sensing, Landsat TM, Remote
Sensing Potential Area, Weighting, Very Potential,
Potential and Less Potential
UDC No.: 549.8+543.2
Septi Anggraeni, M. Romli, dan Edward Tobing
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”)
Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon
untuk Peningkatan Produksi Minyak dan
Pemanfaatan Emisi CO2
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48,
No. 2, Agustus 2014 hal. 103 - 110
ABSTRAK
Produksi dan cadangan minyak Indonesia terus
mengalami penurunan, oleh sebab itu diperlukan
usaha-usaha untuk mengatasi masalah ini. Selain itu
penggunaan energi fosil yang belum tergantikan oleh
energy terbarukan menimbulkan kelebihan emisi gas
yang mengakibatkan perubahan iklim. Oleh sebab
itu pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor
61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas
Rumah Kaca, untuk mengurangi emisi gas CO2. Salah
satu metoda EOR yang digunakan untuk menaikan
produksi minyak dan menyimpan gas CO2 adalah
dengan menginjeksikan air yang disaturasikan dengan
gas CO2 kedalam reservoir minyak. Tujuan dari
penelitian ini adalah melakukan investigasi metode
injeksi air berkarbon dengan melakukan eksperimen
pendesakan fluida di laboratorium. Hasil dari
eksperimen di laboratorium memperlihatkan metoda
injeksi air berkarbon dapat menaikkan perolehan
minyak dengan tekanan injeksi yang relatif lebih
rendah dari metode injeksi gas CO2 lainnya. Dengan
demikian metode ini diharapkan dapat menekan biaya
ix
dalam implementasi injeksi gas CO2 di lapangan.
Kata Kunci: emisi gas CO2, metode injeksi air
berkarbon, eksperimen pendesakan fluida, tekanan
injeksi.
ABSTRACT
Indonesia Oil Production and reserved have been
declining constantly now a days. Therefore, a serious
effort such as using Enhanhed Oil Recovery technology
must be needed. Moreover, an excessive used of fosil
energy that have not been replaced with renewable
energy produces CO2 emissions enhancement resulted
climate changed problem. On purposed to handle
this problem, the Indonesia government releases
Perpres no.61, 2011 that’s presidential decree on
plan of national action to reduce CO2 emissions.
Therefore, the method of carbonated water injection
is introduced for enhancing hydrocarbon recovery
and carbon dioxide storage. The objective of this
study is to investigate the carbonated water injection
method by performing fluid displacement test in EOR
laboratorium. The results of the experiments show
that the enhance oil recovery can be achieved by
using the carbonated water injection method with
the lowest pressure injection comparing with others
CO2 injection method. Presummably, the operating
cost in implemented CO2 injection in the oil field
can be decreased by using the carbonated water
injection method.
Author
Keywords: CO2 emissions, the carbonated water
injection method, fluid displacement test, the enhance
oil recovery, pressure injection
UDC No.: 550.4+628.1
Rachmi Kartini (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”)
Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan
Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi
Serpih
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48,
No. 2, Agustus 2014 hal. 111 - 118
ABSTRAK
Tulisan ini membahas mengenai fluida pemboran
untuk formasi shale. Selama ini permasalahan dalam
pemboran banyak terkait dengan ketidak-stabilan
x
lubang sumur di lapisan shale. Hal ini menjadi
perhatian mengingat meningkatnya usaha eksplorasi
shale gas yang merupakan upaya dalam mencari
sumber energy alternative. Tujuan dari penelitian
yang sudah dilakukan adalah untuk mencari formulasi
fluida pemboran berbasis air yang kompatibel dengan
formasi shale, dalam arti tidak mengakibatkan
ketidakstabilan lubang sumur. Untuk itu dilakukan
pengujian terhadap beberapa formulasi lumpur,
dalam interaksinya dengan perconto shale, dengan
menggunakan linear swell tester (LSM). Disamping
itu juga dilakukan analisa terhadap mineralogy
perconto dengan menggunakan metoda x-ray
diffraction (XRD), untuk mempelajari sensitivitas
masing-masing mineral terhadap berbagai formula
fluida pemboran yang dirancang. Hasil dari penelitian
ini adalah formulasi fluida pemboran yang diberi
nama Brine Mud. Dibandingkan dengan lumpur KCl
Polimer yang biasa dipakai, Brine Mud memberikan
hasil LSM yang lebih baik.
Kata Kunci: lumpur pemboran, lumpur densitas
tinggi, shale gas
ABSTRACT
This paper discusses the drilling fluid for shale
formation. Experiences indicate that there have
been a lot of problems in drilling related to wellbore
instability in shale layers. This became a mayor
concern given the increasing activities of shale gas
exploration as an effort in the search for alternative
energy sources. The aim of the research that has been
done is to find formulations of water -based drilling
fluid that are compatible with shale formations, in the
sense not causing wellbore instability. Drilling fluid
compatibility is measured using LSM linear swell
meter (LSM). In order to to study the sensitivity of
each mineral to several type of drilling fluid that have
been formulated, analysis of shale sample mineralogy
have also been conducted by using x-ray diffraction
(XRD). The results of this study are drilling fluid
formulation named “ Brine Mud “. Comparison to
KCl Polymer, known as the most commonly used
drilling fluid for shale formation, Brine Mud gives,
to some degree, better performance.
Author
Keywords: Drilling mud, high density mud, shale
gas
Gambar Sampul
Mobil RIG CBM LEMIGAS
Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi
(R. Desrina)
Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor
Minyak dan Gas Bumi
Contribution of Oil and Gas Sector Activities to Global
Warming
R. Desrina
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
E-mail: [email protected]
Teregistrasi I tanggal 11 Maret 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 28 April 2014
Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014
ABSTRAK
Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata pada atmosfer, laut, dan daratan Bumi yang sedang
terjadi pada saat ini dan akan terjadi di masa-masa mendatang. Pemanasan global ini disebabkan terutama
oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) melalui efek rumah kaca. Dari sekian banyak
gas yang dapat memberikan efek rumah kaca, maka dipercaya gas karbon dioksida (CO2) merupakan GRK
yang memberikan andil paling besar di dalam pemanasan global. Emisi gas CO2 ini berasal dari berbagai
sumber, namun sumber terbesar adalah akibat kegiatan manusia dari hasil pembakaran bahan bakar fosil,
yaitu minyak bumi, gas alam, dan batubara untuk keperluan pada sektor energi, yaitu pembangkit listrik dan
transportasi. Berbagai dampak lingkungan akibat pemanasan global ini telah dirasakan. Pada kurun waktu
belakangan ini para ilmuwan telah mengamati terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Ketika atmosfer
menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama
abad ke-20. Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi
gas CO2 sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Di dalam tulisan ini dicoba diuraikan sejauh mana sektor
minyak dan gas bumi (migas) dalam kontribusinya pada pemanasan global dengan emisi gas CO2-nya dan
berbagai opsi cara-cara memperkecil kontribusi tersebut.
Kata Kunci: pemanasan global, perubahan iklim, minyak dan gas bumi, dampak lingkungan, karbon
dioksida, sekuistrasi.
ABSTRACT
Global warming refers to the recent and ongoing rise in global average temperature in the atmosphere,
ocean, and Earth's surface. It is caused mostly by increasing concentrations of greenhouse gases (GHG)
in the atmosphere through greenhouse effect. Several gases have the properties of greenhouse effect,
but it is believed that carbon dioxide (CO2) is the GHG that mostly contributes to the global warming.
Many sources emit CO2 gas, but the main source is human activity resulting from the combustion of fossil
fuels, i.e., mineral oil, natural gas, and coal for use in energy sector, i.e. power plant and transportation.
Several environmental impacts due to the global warming are already occurring. Recently, scientists have
observed some changes. When the atmosphere becomes warm, so does the sea surface, thus the volume
is increasing and eventually resulting sea level rise. Sea level rise has been observed to increase 10-25
cm during 20th century period. The government of the Republic of Indonesia has committed to reduce
63
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72
CO2 emission to 26 percent in the year of 2020. In this paper, the author tries to describe how far the oil
and gas sector activities contribute to the global warming through its CO2 emission and discuss several
optional methods to reduce its contribution.
Keywords: global warming, climate change, oil and gas, environmental impacts, carbon dioxide,
sequestration
I. PENDAHULUAN
Isu tentang pemanasan global (global warming)
bukanlah isu yang baru. Jauh sebelum di deklarasikannya Kyoto Protocol, seabad silam Arrhenius
dalam suatu karya tulis ilmiahnya yang dimuat di
dalam Philosophical Magazine and Journal pada
tahun 1896 telah mengangkat isu ini. Dalam tulisan
tersebut, dikemukakan adanya indikasi peningkatan
emisi gas karbon dioksida (CO2) dari konsumsi energi
fosil dalam proses industrialiasi (Lesmana 2007).
Pemanasan global adalah peningkatan suhu
rata-rata pada atmosfer, laut, dan daratan Bumi
yang sedang terjadi pada saat ini dan akan terjadi
di masa-masa mendatang. Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa,
sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global
disebabkan terutama oleh meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca (GRK) melalui efek rumah
kaca.
Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal
dari Matahari. Ketika energi ini tiba ke permukaan
bumi, maka energi tersebut akan berubah dari energi
cahaya menjadi energi panas yang menghangatkan
bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian
panas dan memantulkannya kembali sisanya.
Sebagian dari panas ini berbentuk radiasi
infra merah gelombang panjang yang
memantul kembali ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap berada di atmosfer
bumi akibat adanya GRK antara lain uap air,
karbon dioksida, dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi tersebut. Gasgas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi yang dipancarkan bumi dan akibatnya
panas tersebut akan tersimpan di permukaan
bumi (Lihat Gambar 1).
Tanpa efek rumah kaca ini, bumi
akan menjadi sangat dingin. Akan tetapi
sebaliknya, apabila GRK di atmosfer berada
dalam jumlah yang berlebihan, maka akan
mengakibatkan meningkatnya pemanasan
64
global. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan
menyebabkan perubahan-perubahan lain seperti
naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan
jumlah dan pola presipitasi atau hujan.
Berbagai jenis gas yang diemisikan ke udara
dan menyebar ke atmosfir mempunyai sifat GRK.
Di samping gas-gas yang telah disebutkan di atas,
terdapat gas lain yaitu gas Nitrous oksida (N2O) dan
gas-gas yang populer disebut sebagai ODS (Ozone
Dipleting Substances) dan F-gases. Walaupun gasgas ini jumlahnya relatif kecil akan tetapi mempunyai
sifat stabil dan dapat terakumulasi di atmosfir.
Dari sekian banyak gas yang dapat memberikan
efek rumah kaca, maka dipercaya gas CO2 merupakan
GRK yang memberikan andil paling besar di dalam
pemanasan global. Gas CO2 ini berasal dari berbagai
sumber, namun sumber terbesar adalah akibat
kegiatan manusia dari hasil pembakaran bahan bakar
fosil, yaitu minyak dan gas bumi serta batubara.
Hingga saat ini, upaya substansial yang dilakukan
untuk mengatasi permasalahan pemanasan global
ini adalah Kyoto Protocol. Kyoto Protocol pertama
kali diadopsi pada 11 December 1997 di Kyoto,
Gambar 1
Fenomena efek rumah kaca
pada peristiwa pemanasan permukaan bumi
Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi
(R. Desrina)
Jepang, dan mulai diberlakukan sejak 16 Februari
2005. Kesepakatan internasional ini telah diadopsi
dan diratifikasi oleh hampir semua negara, termasuk
Indonesia (Anonymous 2009).
Dalam pidatonya di Copenhagen pada 2009,
Presiden atas nama pemerintah Republik Indonesia
telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi
emisi gas CO 2 sebanyak 26 persen pada tahun
2020. Di dalam tulisan ini dicoba diuraikan sejauh
mana sektor minyak dan gas bumi (migas) dalam
kontribusinya pada pemanasan global dengan emisi
gas CO2-nya dan berbagai opsi cara-cara memperkecil
kontribusi tersebut.
II. DAMPAK LINGKUNGAN DARI
PEMANASAN GLOBAL
Sering kita dibingungkan dengan istilah
"pemanasan global" dan "perubahan iklim" (climate
change). Apa sebenarnya kaitan yang satu dengan
yang lainnya? Perubahan iklim adalah perubahan
yang signifikan pada iklim yang berlangsung pada
periode yang cukup lama. Perubahan iklim ini
meliputi perubahan temperatur, curah hujan, atau pola
pergerakan angin, dan perubahan-perubahan lainnya
yang terjadi pada beberapa dekade atau periode yang
lebih lama.
Sedang pemanasan global adalah kenaikan suhu
rata-rata pada permukaan bumi yang terjadi saat ini
dan pada saat-saat mendatang. Pemanasan global
diakibatkan oleh meningkatnya GRK di dalam
atmosfir bumi dan pemanasan global ini menyebabkan
perubahan pola iklim (Anonymous,2013).
Kontroversi mengenai keterkaitan antara
pemanasan global dengan perubahan iklim serta
dampaknya terhadap lingkungan masih sering kita
dengar. Hal ini dikarenakan dampak dari pemanasan
global ini tidak dirasakan secara merata dan
menyeluruh di semua wilayah di bumi ini. Dampak
lingkungan yang mengenai suatu wilayah sering
berbeda dengan perubahan rata-rata yang terjadi
secara global, baik dalam skala besarannya maupun
kecepatan perubahannya (Anonymous 2013).
Lagi pula, tidak semua ekosistim dan daerah
hunian mempunyai kepekaan yang sama terhadap
perubahan iklim. Beberapa wilayah sangat peka
terhadap perubahan temperatur dan perubahan curah
hujan yang ekstrim. Beberapa wilayah dengan mudah
dapat beradaptasi atau mengatasi adanya perubahan-
perubahan alam tersebut. Namun demikian, telah
terbukti dan tidak dapat disangkal lagi bahwa dampak
pemanasan global ini telah terjadi dan dirasakan
akibatnya.
IPCC dengan menggunakan model telah
meprediksi pemanasan global meningkat 1.1-6.4°C
pada 2100 dibandingkan pada 1990. Dengan model
tersebut diperkirakan permukaan air laut akan
meningkat setinggi 18-59 cm pada 2100. Pada kurun
waktu belakangan ini para ilmuwan telah mengamati
terjadinya perubahan-perubahan tersebut. Ketika
atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan
juga akan menghangat, sehingga volumenya akan
membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut.
Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat
10-25 cm selama abad ke-20.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat
mempengaruhi kehidupan di daerah pantai.
Diperkirakan kenaikan 100 cm akan menenggelamkan
6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah
Bangladesh, dan banyak pulau-pulau di bumi.
Erosi terhadap tebing, pantai, dan bukit pasir akan
meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara
sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di
daratan.
Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang
hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan
dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama
di beberapa tempat. Sebagai contoh, bagian Selatan
Kanada mungkin akan mendapat keuntungan dari
lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa
tanam. Di sisi lain, di daerah tropis di beberapa bagian
Afrika lahan pertanian menjadi kering dan tanaman
tidak dapat tumbuh. Tanaman pangan dan hutan
dapat mengalami serangan serangga dan penyakit
yang lebih hebat.
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup
yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini.
Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk
bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan.
Spesies-spesies yang bermigrasi ke Utara atau
Selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahanlahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe
spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah
menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan
munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur
65
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72
yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen
sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrim dan peningkatan
permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub
utara dapat menyebabkan bencana alam (banjir,
badai dan kebakaran) dan kematian. Timbulnya
bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana
akibatnya sering muncul berbagai penyakit, seperti:
diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak
pada penyebaran penyakit melalui air (waterborne
diseases) maupun penyebaran penyakit melalui
vektor (vector-borne diseases). Dengan adanya
perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor
penyakit (contoh: Aedes Agipty), virus, bakteri, dan
plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat
tertentu. Beberapa spesies secara alamiah akan
terseleksi ataupun punah karena perubahan ekosistem
yang ekstrim. Perubahan iklim juga bisa berdampak
kepada peningkatan kasus penyakit tertentu, misalnya
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan demam
berdarah dinge (DBD) akibat kemarau panjang,
kebakaran hutan, dan musim hujan yang tidak
menentu.
-
atmosfir terutama berasal dari pembakaran bahan
bakar fosil (batu bara, gas alam, dan minyak
bumi). CO2 juga dihasilkan dari pembakaran
limbah padat, tanaman, dan sisa-sisa industri
perkayuan, serta sebagai hasil reaksi-reaksi
kimia, misalnya pada industri semen.
Metana (CH4). Gas metana disebarkan ke udara
selama proses produksi dan pengangkutan batu
bara, gas alam, dan minyak bumi. Gas metana
juga dihasilkan dari kegiatan peternakan dan
pertanian serta dari proses pembusukan limbah
organik.
III. SUMBER EMISI GAS KARBON
DIOKSIDA
Secara alami, uap air, gas CO2 dan gas metana
dihasilkan dari proses kehidupan yang terjadi di bumi.
Namun, dengan meningkatnya kegiatan manusia
maka akan dihasilkan gas-gas tersebut dalam jumlah
yang melebihi dari jumlah gas-gas CO2 dan metana
yang berasal dari proses alami itu. Di samping gas
CO2 dan metana, gas-gas lain dari kegiatan manusia
yang juga memberikan andil dalam pemanasan
global adalah gas Nitrous oksida (N2O) dan Gas-gas
terfluorinasi (F-gases). Dalam Gambar 2 dicantumkan
perbandingan persentase GRK yang dihasilkan dari
kegiatan manusia (Anonymous 2013).
Dari sekian jenis GRK, maka gas CO2 merupakan
GRK yang terbesar dalam kontribusinya pada
pemanasan global. Pada skala global, GRK yang
dihasilkan dari kegiatan manusia dapat dirinci
sebagai berikut:
- Karbon dioksida (CO2). CO2 yang menyebar ke
66
Gambar 2
Emisi gas rumah kaca (GRK) secara global
Gambar 3
Emisi gas CO2 menurut Negara
Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi
(R. Desrina)
-
Nitrous oxide (N 2O). N 2O dihasilkan baik
dari aktifitas pertanian, industri, maupun dari
pembakaran bahan bakar fosil dan limbah
padat.
- Gas-gas terfluorinasi (F-gases). Gas-gas
ini antara lain adalah: hydrofluorocarbons,
perfluorocarbons, dan sulfur hexafluoride yang
dihasilkan dari berbagai proses industri. Gas-gas
terfluorinasi ini merupakan gas-gas pengganti
dari gas pendeplesi ozon (ozone-depleting
substances, ODS, yaitu: chlorofluorocarbons, hydrochlorofluorocarbons, dan halons).
Walaupun gas-gas terfluorinasi ini diemisikan
dalam jumlah yang kecil, akan tetapi gas-gas ini
mempunyai efek rumah kaca yang potensial. Gasgas ini sering disebut dengan istilah gas "GWP"
yang tinggi (High Global Warming Potential
gases, "High GWP gases").
Secara alami, gas CO2 diemisikan dan diserap
melalui proses yang disebut sebagai siklus karbon
(carbon cycle). Sebanyak triliunan ton gas CO2
diserap dari atmosfir ke dalam lautan dan tumbuhtumbuhan (dikenal sebagai carbon sinks), dan
disebarkan kembali ke atmosfir melalui proses
alami yang dikenal sebagai sumber karbon (carbon
sources). Dalam keadaan keseimbangan, total emisi
gas CO2 dan total penyerapannya di dalam siklus
karbon tersebut kurang lebih sama besar.
Sejak terjadinya revolusi industri pada abad ke
17, kegiatan manusia terutama pembakaran minyak
bumi, batubara, dan gas alam, serta penggundulan
hutan, telah mengakibatkan peningkatan konsentrasi
gas CO2 di dalam atmosfir. Saat ini konsentrasi gas
CO2 telah meningkat sebanyak 35% lebih tinggi
daripada sebelum terjadinya revolusi industri.
Gas CO 2 terutama dihasilkan oleh
negara-negara industri, di mana Cina dan
Amerika Serikat merupakan penghasil gas
CO2 terbesar, diikuti oleh negara-negara Uni
Eropa, India, Federasi Rusia, Jepang dan
Kanada (lihat Gambar 3) (Anonymous 2013).
Gas CO2 yang diemisikan ini berasal dari
hasil pembakaran bahan bakar fosil, industri
semen, dan suar bakar (gas flaring).
Masing-masing negara industri meneliti
sumber-sumber GRK yang diemisikannya dan
membuat grafik mengenai persentase emisi
gas CO2 sesuai sumbernya. Misalnya yang
Gambar 4
Kontribusi emisi gas CO2
dari sektor kegiatan ekonomi di USA
Gambar 5
Kontribusi emisi gas CO2
dari sektor kegiatan ekonomi secara global
Gambar 6
Total emisi gas CO2 berdasarkan Negara (Data Tahun 2005)
67
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72
dibuat oleh Amerika Serikat sebagaimana
yang tercantum pada Gambar 4. Emisi
gas CO2 terbesar berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil yang digunakan
untuk pembangkit listrik, pemanas, dan
transportasi (Anonymous 2013).
Secara global kontribusi gas CO2 dapat
dibagi menurut kegiatan ekonomi untuk
menghasilkan produk bagi penggunanya.
Pada Gambar 5 dicantumkan pembagian
emisi gas CO 2 sesuai dengan jenis
kegiatannya.
Gambar 7
Dari dua contoh ini ditunjukkan bahwa
Alur kegiatan sektor minyak dan gas bumi (migas)
sumber terbesar emisi gas CO2 adalah dari
sektor pembangkit listrik, transportasi, dan industri
dengan total sekitar 60%. Sementara dari perumahan
dan gedung-gedung perkantoran serta pengelolaan
limbah sekitar 10%, sisanya dari kegiatan pertanian
dan kehutanan.
IV. PEMBAHASAN
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia
meningkat sebesar 1 persen pertahun. Permasalahan
yang ada pada saat ini adalah mengatasi efek yang
timbul akibat penggunaan bahan bakar fosil itu
dan melakukan langkah-langkah untuk mencegah
semakin berubahnya iklim di masa depan.
Indonesia, Thailand, Filipina, dan Australia
termasuk negara penghasil gas CO2 yang cukup besar
bila dibanding dengan negara-negara di Afrika, yaitu
termasuk dalam kategori emisi gas CO2 sekitar 10100 juta ton karbon (lihat Gambar 6) (Basu 2005).
Pemerintah Indonesia juga telah menyatakan
komitmennya untuk mengurangi emisi gas CO2
ini sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Oleh
karenanya, komitmen ini perlu didukung dengan
tindakan-tindakan nyata, khususnya di sektor migas
dan sektor energi pada umumnya, agar target dapat
tercapai sebagaimana yang dikehendaki.
Berbagai macam usaha dan teknologi telah
dikembangkan oleh berbagai kalangan untuk
mengatasi makin bertambahnya emisi gas CO2.
Konsepsi pengendalian konsentrasi gas CO 2 di
atmosfir dikenal sebagai manajemen karbon (carbon
management). Manajemen karbon adalah suatu
portofolio besar yang berisi berbagai strategi untuk
mengurangi emisi karbon melalui berbagai cara
atau metode, antara lain: penangkapan karbon dan
68
Gambar 8
Persentase suar bakar
dibanding dengan pembakaran
bahan bakar fosil dalam mengemisikan gas CO2
sekuistrasi (sequestration), peningkatan efisiensi
penggunaan dan pembangkit energi, penggunaan
bahan bakar dengan kandungan karbon rendah,
dan penggunaan sumber-sumber energi yang
dapat diperbarui. Carbon sequestration secara
luas merupakan istilah yang digunakan untuk
menghilangkan gas CO2 dari atmosfir baik dengan
cara modifikasi agrikultur dan penghutanan kembali
maupun dengan teknologi mengurangi emisi gas CO2
melalui penangkapan (capture) dan penyimpanan
(storage). Penyimpanan gas CO2 kedalam suatu
reservoar geologis merupakan salah satu cara dari
carbon sequestration (Anonymous 2004, Anonymous
2003).
Kegiatan sektor migas dimulai dari ekplorasi dan
produksi (EP), kemudian diikuti dengan distribusi
dan pengakutan minyak mentah, pengolahan,
Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi
(R. Desrina)
pengangkutan produk migas, sampai kepada
pemasaran dan penggunaannya (lihat Gambar 7)
(Rangkuti 2006). Masing-masing tahap kegiatan
mempunyai andil dalam mengemisikan gas CO2,
namun jumlah gas CO2 yang dikeluarkan dari setiap
tahap kegiatan tersebut akan sangat berbeda.
Dari penelusuran literatur, terlihat bahwa
hampir 90% emisi gas CO2 dikeluarkan oleh sektor
penggunaan bahan bakar migas (y.i., penggunaannya
sebagai pembangkit energi, misalnya pembangkit
listrik dan kendaraan-mobil, kapal, dan pesawat
terbang). Sektor kegiatan pengolahan (refinery)
menyumbang emisi gas CO2 hanya sekitar 5%,
sedang dari kegiatan hulu dan pengangkutan minyak
mentah sekitar 3%, sisanya dari pengangkutan
produk minyak sekitar 2% (Desrina 2010).
Dari 5% emisi CO2 yang berasal dari refinery itu
kebanyakan berasal dari unit-unit proses pemanas
(process heater) yaitu sebanyak sekitar 45-50%.
Terdapat dua unit proses yang mempunyai andil
cukup besar pada emisi gas CO2, yaitu unit proses
perengkahan hidro (hydrocracking) dan unit proses
perengkahan katalitik (fluidized-bed catalytic
cracking, FCC). Emisi gas CO2 dihasilkan terutama
dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM) di
dalam fired heaters (sekitar 50%) dan pada utility
boilers (sekitar 20%).
Pada hakekatnya, suatu kilang minyak mempunyai
sejumlah unit pemanas proses yang tersebar di dalam
area kilang. Penangkapan gas CO2 untuk mengurangi
emisinya ke udara akan sangat sulit, tidak praktis,
dan andaikan dapat dilakukanpun akan sangat mahal.
Namun demikian, ada opsi lain yang dapat dilakukan
untuk mengurangi emisi gas CO2 ini. Salah satu cara
untuk mengurangi emisi gas CO2 adalah dengan
mengganti bahan bakar yang digunakan pada unitunit pemanasnya dengan gas alam. Penggunaan gas
alam ini dapat mengurangi emisi gas CO2 hingga 20
persen (Philips 2002).
Pada proses hidro (hydro-processing) untuk
pemanfaatan (upgrading) residu, serta untuk
penstabilan produk BBM dan penghilangan senyawa
belerang diperlukan gas hidrogen dalam jumlah
cukup banyak. Dalam reaksi hidro ini akan dihasilkan
gas CO2. Dengan sendirinya proses hidro ini akan
menambah jumlah gas CO2 yang diemisikan oleh
suatu kilang minyak. Sekitar 10 ton gas CO2 akan
dihasilkan dari satu ton hidrogen. Oleh karenanya, gas
CO2 ini harus ditangkap atau dikurangi jumlahnya.
Penangkapan gas CO2 dari proses hidro ini relatif
lebih mudah dibandingkan dengan penangkapan
gas CO2 yang berasal dari unit-unit proses pemanas.
Berbagai teknologi cara menangkap gas CO2 ini
sudah banyak tersedia secara komersial (Moore
2005).
Dibandingkan dengan kegiatan hilir, maka pada
sektor kegiatan penambangan minyak atau kegiatan
hulu, emisi gas CO2 jumlahnya relatif jauh lebih
kecil. Sumber emisi gas CO2 dari kegiatan hulu
terutama adalah dari pembangkit listrik dan suar
bakar (gas flaring). Suar bakar merupakan tindakan
yang biasa dilakukan pada kegiatan produksi minyak
bumi terutama untuk tujuan keselamatan. Pada skala
global emisi gas yang berasal dari suar bakar hanya
mempunyai andil sebesar 1% (lihat Gambar 8)
(Desrina & Supriyadi 2008). Walaupun demikian,
untuk menjaga lingkungan terutama kontribusinya
pada pemanasan global, jumlah suar bakar di
lapangan minyak perlu dikurangi.
Dalam kerangka kerja dari GGFR (Global Gas
Flaring Reduction Public Private Partnership)
yang telah dicanangkan pada 2002 di Johannesburg,
Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal
Minyak dan Gas Bumi beberapa tahun yang lalu
telah menyiapkan kebijakan untuk berperan serta
dalam GOGII (Green Oil and Gas Industry Initiative)
agar industri migas di Indonesia melaksanakan
tindakan-tindakan peduli lingkungan. Tindakan ini
antara lain dengan mengimplimentasikan Zero Flare,
Zero Discharge, Clean Air dan program-program
Go Renewable. Tindakan Zero Flare diantaranya
dapat dilakukan dengan menginjeksikan kembali gas
terasosianya ke dalam sumur minyak.
Beberapa lapangan minyak dan gas alam,
misalnya di daerah Bojonegoro dan Laut Cina
Selatan, menghasilkan gas terasosiasi dan gas alam
yang mengandung gas CO2 dalam jumlah yang
cukup banyak. Demikian pula halnya gas CO2 dalam
jumlah yang cukup banyak akan dihasilkan oleh
pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar
fosil. Dengan sendirinya setelah dilakukan prosesproses pemisahan, gas CO2 ini tidak dapat dilepaskan
begitu saja ke udara agar tidak menambah konsentrasi
GRK di atmosfir.
Berbagai cara dapat digunakan untuk menangkap
(capture) dan menyimpan (storage) gas CO2 agar
tidak terlepas kembali ke udara. Penangkapan dan
penyimpanan gas CO2 ini disebut dalam satu istilah
69
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72
Gambar 9
Distribusi batuan kaya magnesium (magnesium-rich ultramafic rocks) di dunia
yaitu CO2 sequestration (sikuestrasi). Berbagai
cara sikuestrasi CO 2 perlu menjadi pemikiran,
misalnya penyimpanan di dalam reservoar minyak
dan gas alam yang telah kosong, coal beds, lautan,
dan sekuestrasi ke dalam lapisan batuan mineral
(mineral sequestration) (Anonymous 2003, Huijgen
& Comans 2003).
Prinsip dasar dari sekuistrasi mineral ini adalah
mereaksikan gas CO2 dengan batuan kalsium dan
magnesium sebagaimana reaksi: (Ca,Mg)O + CO2 →
(Ca,Mg)CO3. Kelebihan dari sekuistrasi mineral ini
adalah kestabilan senyawa karbonat yang terbentuk,
sehingga bersifat aman dan permanen. Indonesia
termasuk wilayah yang kaya akan batuan mineral ini
(lihat Gambar 9) (Anonymous 2003).
Teknik sikuestrasi ini menggunakan teknologi
yang cukup mutakhir. Dalam kerangka kerjasama antar
Negara, maka di bawah Protokol Kyoto dimungkinkan
untuk melaksanakan Mekanisme Pembangunan
Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) bagi
negara-negara yang memerlukannya. Dalam kaitan
ini negara yang membantu melaksanakan CDM
mendapat keuntungan dari carbon trading, sedang
negara yang dibantu mendapatkan keuntungan dari
pencapaian target penurunan emisi gas CO2-nya.
Dari sekian banyak jenis kegiatan yang
70
berkaitan dengan industri migas khususnya,
energi pada umumnya, maka kegiatan transportasi
yang menggunakan bahan bakar fosil merupakan
penyumbang terbesar dari emisi gas CO2. Cara-cara
penangkapan emisi gas CO2 sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya tidak dapat diterapkan pada
sektor transportasi. Salah satu cara yang mungkin
mudah dilakukan adalah dengan mengganti BBM
dengn bahan bakar gas (BBG).
Salah satu usaha pemerintah untuk mengurangi
emisi gas yang telah dilakukan adalah dengan
menggunakan BBG pada kendaraan umum, bus kota,
taksi dan bajai. Usaha ini terutama telah dilaksanakan
di Ibukota DKI Jakarta. Sarana penunjang atau
infrastruktur dari pengalihan BBM ke BBG ini yang
mungkin masih perlu dibenahi.
Secara tidak langsung, cara paling mudah dan
“alami” untuk menghilangkan gas CO2 di udara
adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam
pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang
muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon
dioksida sangat banyak, memecahnya melalui
fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam batang
kayunya.
Di seluruh dunia, termasuk Indonesia, perambahan
Pemanasan Global Akibat Kegiatan di Sektor Minyak dan Gas Bumi
(R. Desrina)
hutan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Di banyak area, tanaman yang dapat tumbuh
kembali sangatlah sedikit sekali karena tanah
kehilangan kesuburannya ketika lahan tersebut
diubah kegunaannya untuk keperluan yang lain,
seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan
rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini
tidak lain adalah dengan penghutanan kembali dan
memperluasa area hijau di kota-kota besar untuk
membantu mengurangi semakin bertambahnya gas
rumah kaca terutama gas CO2.
sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Komitmen
ini perlu didukung dengan tindakan-tindakan nyata,
khususnya di sektor migas dan sektor energi pada
umumnya, agar target dapat tercapai sebagaimana
yang dikehendaki.
Untuk mendukung kebijakan Pemerintah
Republik Indonesia ini, berbagai upaya dan usaha
telah dan akan terus dilakukan khususnya di sektor
industri migas, umumnya di sektor energi, dengan
mengimplementasikan Zero Flare, Zero Discharge,
Clean Air dan program-program Go Renewable.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
B. Saran
A. Kesimpulan
Salah satu usaha pemerintah untuk mengurangi
emisi gas CO2 di sektor transportasi adalah dengan
mengganti bahan bakar minyak (BBM) dengan bahan
bakar gas (BBG). Sarana penunjang atau infrastruktur
dari pengalihan BBM ke BBG yang dirasakan masih
kurang oleh karenanya disarankan perlu dibenahi.
Teknologi sikuestrasi untuk menyimpan gas CO2
di bawah permukaan tanah menggunakan teknologi
yang cukup mutakhir. Dalam kerangka kerjasama
antar negara, disarankan untuk memanfaatkan
program Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean
Development Mechanism, CDM) di bawah Protokol
Kyoto. Dalam kaitan ini negara yang membantu
melaksanakan CDM mendapat keuntungan dari
carbon trading, sedang negara yang dibantu
mendapatkan keuntungkan dari pencapaian target
penurunan emisi gas CO2 nya.
Dari permasalahan yang telah diuraiakan di atas,
baik dari penelusuran pustaka maupun dari ulasan
penulis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
Pemanasan Global bukanlah isu baru, dapat
dikatakan bahwa hal ini terjadi sejak adanya revolusi
industri. Dampaknya terhadap lingkungan hidup
telah terjadi dan terus akan berlanjut pada saat-saat
mendatang.
Pemanasan Global diakibatkan oleh meningkatnya
gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfir melalui efek
rumah kaca. Dari sekian banyak gas-gas yang
mempunyai sifat GRK, CO2 merupakan GRK yang
terbesar dalam kontribusinya pada pemanasan
global.
Gas CO 2 terutama dihasilkan oleh negaranegara industri, di mana Cina dan Amerika Serikat
merupakan penghasil gas CO2 terbesar, diikuti oleh
negara-negara Uni Eropa, India, Federasi Rusia,
Jepang dan Kanada.
Secara global, sumber terbesar emisi gas CO2
berasal dari sektor pembangkit listrik, transportasi,
dan industri dengan total sekitar 60%. Sementara
dari perumahan dan gedung-gedung perkantoran
serta pengelolaan limbah sekitar 10%, sisanya dari
kegiatan pertanian dan kehutanan.
Indonesia, Thailand, Filipina, dan Australia
termasuk negara penghasil gas CO2 yang cukup besar
bila dibanding dengan negara-negara di Afrika, yaitu
termasuk dalam kategori emisi gas CO2 sekitar 10100 juta ton karbon.
Pemerintah Indonesia telah menyatakan
komitmennya untuk mengurangi emisi gas CO2 ini
KEPUSTAKAAN
Anonymous, 2009, Kyoto Protocol, Kyoto Protocol to The
United Nations Framework Convention on Climate
Change, United Nations.
Anonymous, 2013, Climate Change: Basic Information,
United States of Environmental Protection Agency,
http://www.epa.gov/climatechange/
Anonymous, 2013, Climate Change - Health and
Environmental Effects, U.S. Environmental Protection
Agency, http://www.EPA Home/Climate Change/
Health and Environmental Effects/International
Impacts
Anonymous, 2013, Global Greenhouse Gas Emissions
Data, EPA Home, Climate Change, Emissions, Global
Data, Last updated on 06 May 2013; Sumber: IPCC
(2007). Climate Change 2007: Mitigation of Climate
Change. Contribution of Working Group III to the
Fourth Assessment Report of the Intergovernmental
71
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 63 - 72
Panel on Climate Change B. Metz, O.R. Davidson,
P.R. Bosch, R. Dave, L.A. Meyer (eds). Cambridge
University Press, Cambridge, United Kingdom
and New York, NY, USA. http://www.epa.gov/
climatechange/ghgemission/
Anonymous, 2013, Global Greenhouse Gas Emissions
Data, EPA Home, Climate Change, Emissions, Global
Data, Last updated on 06 Mei 2013; Sumber: National
CO2 Emissions from Fossil-Fuel Burning, Cement
Manufacture, and Gas Flaring: 1751-2008. http://
www.epe.gov/climatechange/ghgemission/
Anonymous, 2013, National Green-house Gas Emissions
Data, US Environmental Protection Agency, http://
www.epa.gov/ Home/ Climate Change/ Emissions/
National Data
Anonymous, 2004, Assessment of geologic reservoirs
for carbon dioxide sequestration, CO2 Sequestration
Project Description, USGS, http://energy.er.usgs.gov/
projects/co2_sequestration/co2_definitions.htm
Anonymous, 2003, Energy research Centre of the
Netherlands (ECN), P.O. box 1, 1755 ZG Petten,
ECN /Clean Fossil Fuels/ Research areas/ Climate
neutral energy supply/ Mineral CO2 sequestration/
Background
Anonymous, 2003, CO2 sequestration, Energy research
Centre of the Netherlands (ECN), P.O. box 1, 1755 ZG
Petten. http://www. ECN/Clean Fossil Fuels/Research
areas /Climate neutral energy supply/Mineral CO2
sequestration< CO2 sequestration
Anonymous, 2003, Mineral CO2 sequestration -general,
Energy research Centre of the Netherlands (ECN),
P.O. box 1, 1755 ZG Petten. http://www. ECN/Clean
Fossil Fuels/ Research areas/Climate neutral energy
supply/ Mineral CO2-sequestration – General
Basu, P., 2005, Third World bears brunt of global warming
impacts, University of Wisconsin-Madison, USA.
http://www.news.wisc/edu
72
Desrina, R., 2010, Contribution of Refinery Carbon
Dioxide Emission to Global Warming, Lemigas
Scientific Contributions to Petroleum Science and
Technology, ISSN 0126-3501, Vol. 33, No. 2, pp.
151-154, Lemigas Research and Development Centre
for Oil and Gas Technology, Jakarta.
Desrina, R., and Supriyadi, 2008, Study on Zero
Flare Policy for Oil and Gas Exploration and
Production Industry in Indonesia, Lemigas Scientific
Contributions to Petroleum Science and Technology,
ISSN 0126-3501, Vol. 31, No. 3, pp. 16-20, Lemigas
Research and Development Centre for Oil and Gas
Technology, Jakarta.
Huijgen, W.J.J. and R.N.J. Comans, 2003, Carbon
dioxide sequestration by mineral carbonation,
Literature Review, ECN-C--03-016, ECN-Clean
Fossil Fuels Environmental Risk Assessment, Energy
research Centre of the Netherlands (ECN), P.O. box
1, 1755 ZG Petten.
Moore, I., 2005, Reducing CO2 emissions, AspenTech
UK Ltd, European services organization, http://www.
eptq.com
Lesmana, T., 2007, Pemanasan Global, Energi Alternatif,
dan Kemiskinan, Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, http://
www. republika.co.id/ Cetak_detail.asp?id=310849&
kat_id=16
Phillips, G., 2002, CO2 Manangement in Refineries,
Technology Manager Refining, E. Hemisphere Foster
Wheeler Energy Limited, Reading, UK, Gasification
V, Noordwijk, Holland.
Rangkuti, Z., 2006, Potensi CDM (Clean Development
Mechanism) dalam Penurunan Gas Buang (Flaring
Gas) Sektor Migas (Minyak dan Gas) di Indonesia,
Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702), Program
Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air
(Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan)
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik
Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan
Saturasi Air
Integration AVO inversion with Petrophysical Analytical
Model for Calculating Porosity and Water Saturation
Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected].
go.id; [email protected]
Teregistrasi I tanggal 30 April 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal 11 Juni 2014
Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014
ABSTRAK
Korelasi antara log akustik dengan besaran petrofisik telah dimanfaatkan untuk menghitung distribusi
volumetrik porositas dari hubungan linier antara Impedansi Akustik (AI) dengan porositas (ϕ) reservoir.
Namun untuk menghitung distribusi saturasi air (Sw) mengalami kendala karena ketidaktersediaan data
kecepatan gelombang shear (Vs). Namun kemajuan teknologi saat ini telah memungkinkan mengukur
data log Vs dan ditunjang oleh teknik inversi AVO yang dapat menurunkan atribut seismik Ip(Impedansi
gelombang-P), Is (Impedansi gelombang-S) dan Poisson’s Ratio (PR) sehingga peluang untuk menghitung
Sw dari atribut seismik semakin terbuka. Didasarkan pada rumus Gassman, dibangun suatu model analitik
antara besaran petrofisika dengan besaran akustik batuan sehingga untuk kondisi batuan reservoir yang
spesifik, maka ϕ dan Sw akan dapat disebarkan pada skala lapangan, dengan bantuan atribut seismik
hasil inversi AVO. Analisa sensitifitas menguji korelasi antara log akustik dan log ϕ dan Sw di sumur
zona-fasies target, lalu kemudian ditentukan zona pancung (cut-off). Hasil kalkulasi ϕ dan Sw divalidasi
terhadap data log sumur. Contoh kasus ini diambil dari lapangan gas di Indonesia Timur yang memiliki
data lengkap. Paper ini merupakan bagian pengembangan karakterisasi reservoir yang menyajikan suatu
metode pendekatan baru untuk menghitung ϕ dan Sw dengan mengintegrasikan atribut seismik dan model
analitik petrofisika. Hasil pemodelan yang diperoleh dari metode ini sangat berguna dalam pemodelan
reservoar statik.
Kata kunci: besaran petrofisik, besaran akustik, model analitik petrofisik, atribut seismik.
ABSTRACT
Correlation between acoustics and petrophysicals logs can be used to calculate the lateral distribution
of porosity based on the linear relationship between porosity (ϕ) and acoustic Impedance (AI). However,
to calculate the distribution of water saturation (Sw ) are still experiencing problems due to unavailability
of data shear wave velocity (Vs). But now technological advances have been able to measure the data log
Vs and supported by techniques inversion AVO has been able to derivate seismic attribute Ip (impedance
wave-P ), Is (impedance wave-S) and Poisson 's ratio (PR) so that the opportunity to calculate the saturation
- water (Sw ) from seismic attributes more open. Based on a Gassman formula, has built an analytical
model between petrophysical and elastic entities due to specific condition of reservoir rocks. Sensitivity
analysis will test the correlation between the acoustic and petrophysical entities in the well test target
73
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88
zones, and then determined the cut-off. Porosity and water saturation will be deployed in the field scale,
with support of AVO seismic attributes as a inversion result. The results of calculations are validated
against the well log data. These case are taken from the gas field in East Indonesia which has complete
data. These paper is part of reservoir characterization development that presents a new approach to
calculate the porosity and water saturation by integrating seismic attributes and petrophysical analytical
model whrere it’s very useful for static reservoir modelling.
Keywords: petrophysic properties, acoustic properties, petrophysic analitic model, seismic attributes.
I. PENDAHULUAN
Untuk memahami karakterisasi reservoir suatu
lapangan migas dibutuhkan integrasi beberapa bidang
keilmuan seperti seismik, petrofisika dan geologi
untuk dapat mengkalkulasi distribusi volumetrik
besaran petrofisika seperti porositas, permeabilitas
dan saturasi air. Log akustik dan log petrofisika
dapat diukur dengan resolusi yang tinggi dalam arah
vertikal, namun resolusi lateral bergantung pada jarak
antar sumur. Penambahan sumur untuk memperoleh
data tambahan memerlukan biaya besar dan tidak
efisien, sehingga muncul ide untuk mengoptimalkan
informasi data seismik yang telah tersedia. Selain
karena biayanya relatif murah, sebaran lateral data
seismik kontinu dan meliput hampir seluruh area
lapangan migas. Namun resolusi vertikal data seismik
ini rendah jika dibandingkan dengan log. Inversi
AVO akan menghasilkan beberapa atribut seismik
yaitu Ip (Impedansi gelombang-P), Is (Impedansi
gelombang-S) dan PR (Poisson Ratio). Ketiga atribut
seismik ini dapat digunakan untuk menghitung nilainilai ϕ, Sw dan litologi yang terdistribusi secara lateral
dalam suatu zona reservoir. Hal ini memungkinkan
untuk dilakukan karena tersedianya data Vs (shear
wave velocity) dari beberapa sumur di lapangan
penelitian (lihat skema Gambar 1).
Dalam suatu reservoir migas terdapat
pola hubungan tertentu antara log akustik
seperti kecepatan gelombang primer (Vp) dan
Vs, PR, impedansi akustik (AI), densitas (ρ)
dan modulus bulk dengan log petrofisika. Jika
hubungan antara besaran petrofisik dengan
log akustik dapat dimodelkan secara analitik
(ataupun secara empirik) maka besaran
petrofisika (ϕ, Sw) dalam satu lapangan
migas dapat diprediksi. Berdasarkan rumus
Gassman dapat dibuat suatu pemodelan
analitik antara besaran-akustik dengan
besaran petrofisik suatu model reservoir
untuk kondisi spesifik misalnya fasies
74
tertentu. Jika log akustik sumuran seperti densitas,
ϕ dan Sw dengan atribut seismik seperti AI dan PR
pada zona-zona reservoar yang berkorelasi secara
analitik maka distribusi besaran petrofisik seperti
ϕ, Sw akan dapat dihitung untuk seluasan lapangan
migas. Artinya nilai-nilai log akustik di sumur, dapat
didekati atau digantikan dengan nilai-nilai atributatribut seismik yang diperoleh dari proses inversi
seismik AVO. Sekedar untuk menyegarkan ingatan
kita, bahwa sebaran data seismik, baik 2D terutama
data 3D, meliputi hampir seluruh area lapangan
migas.
Paper ini membahas pendekatan metode untuk
memetakan penyebaran besaran petrofisik dalam
suatu lapangan migas berdasarkan data seismik.
Dimulai dari analisa sensitifitas antar log akustik
dengan log ϕ dan log Sw. Secara simultan dilakukan
analisa pemodelan analitik antara besaran akustik
dengan besaran petrofisika batuan reservoir. Hasil
analisa sensitifitas menentukan zona-zona interes
yang menjadi target dalam proses inversi AVO
dan langkah berikutnya. Dari proses inversi AVO
diturunkan atribut-atribut seismik yaitu Ip, Is dan
PR.
Metode yang dikembangkan diaplikasikan pada
suatu lapangan gas di Indonesia Timur yang memiliki
data seismic gather dan log yang lengkap. Target
Gambar 1
Hubungan atribut seismik,
properti akustik dan properti reservoar
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air
(Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan)
studi pada reservoir batupasir, dari Formasi Plover
yang berumur Middle Jurassic, yang berada pada
kedalaman 3.725m dengan kedalaman perairan/laut
antara 500 hingga 650m.
II. LATAR BELAKANG TEORI
Analisis AVO dilakukan dengan beberapa
pendekatan mulai dari klasifikasi tipe-tipe batuan
reservoir menurut cara Rutherford dan William
(1989) kemudian dimodifikasi oleh Ross dan Kinman
(1995). Kemudian Castagna et al., (1997) melanjutkan
membuat persamaan Mud-Rock lalu membuat
crossplot antara Intercept dan Gradient bersama
Vern-Hilterman hingga berhasil mengidentifikasi
anomali AVO.
Klasifikasi menurut Castagna et al., adalah
sebagai berikut (Gambar 2):
- Kelas 1: Jenis reservoar batupasir dengan kontas
AI yang tinggi
- Kelas 2 : Jenis reservoar batupasir dengan kontras
AI mendekati nol
- Kelas 2p: Sama dengan kelas 2 tetapi berbeda
polaritasnya.
- Kelas 3 : Jenis reservoar batupasir dengan kontras
AI yang rendah.
- Kelas 4 : Jenis reservoar batupasir dengan kontras
AI yang sangat rendah.
Cara lain pengklasifikasian batuan reservoir yaitu
berdasarkan hubungan dua atribut seismik AVO
yaitu gradient (G) dan sudut datang (I) diusulkan
oleh Simmon dkk. (2000). Ada banyak peneliti yang
tertarik mempelajari perilaku atribut AVO
terhadap gelombang P dan S, diantaranya
Aki-Richards(1984) menurunkan hubungan
R p (reflektivitas gelombang P) dan R s
(reflektivitas gelombang S) dengan asumsi
bahwa V p=2V s. Shuey (1985) membuat
persamaan untuk mengestimasi nilai PR
berdasarkan nilai-nilai intercept dan gradient.
Demikian juga dengan Hilterman (1997)
yang mencari hubungan PR dengan intercept
dan gradient dengan asumsi bahwa nilai PR
adalah 1/3. Klasifikasi batuan reservoar dapat
juga dilakukan dengan cara membuat garis
batuan lumpur (mudrock line) yaitu suatu
garis linier yang menggambarkan hubungan
antara Vp dan Vs diturunkan oleh Castagna
(1985) sebagai berikut:
Vp
(1.16Vs 1360) m / det
Rp dan Rs adalah hasil ekstraksi proses analisis
AVO. Kemudian dilanjutkan untuk menurunkan
atribut I p dan I s. Hasil inversi I p dan I s dapat
ditampilkan masing-masing atau dalam bentuk crossplot. Dengan menggunakan persamaan gelombang Vp
dan Vs yang didasarkan hubungan antara konstanta
Lame (λ), dan modulus geser (μ), dan densitas maka
dapat diturunkan atribut AVO Lamda-Mu-Rho (LMR)
dan Mu-Rho (MR) dari Ip dan Is sebagai berikut:
PU
Is
2
OU I U 2 2 I s 2
Data yang diperlukan adalah data 3D Seismic
Gather 3D dan data log akustik sonik, densitas, shear
wave dan log petrofisik ϕ, Sw, serta data log penunjang
GR, V-shale, resistivity sumur LMG-1 dan LMG-3.
III. ANALISIS DATA
Pertama-tama yang diverifikasi adalah data 3D
seismic gather yang digunakan, apakah tergolong
preserve amplitude. Persyaratan ini diperlukan
mengingat data seismik ini akan digunakan untuk
karakterisasi reservoar. Selain preserve amplitude,
diharapkan juga mempunyai ratio S/N yang tinggi
agar kandungan informasi data seismik tidak banyak
yang hilang, sehingga dapat di rekonstruksi kembali.
Hal ini dapat terlihat dari bentang frekuensi dominan
data seismik digunakan. Gambar 3 menunjukkan
potongan data 3D seismic prestack setelah dilakukan
koreksi NMO (normal move out).
Gambar 2
Klasifikasi batupasir reservoar
menurut sifat anomali AVO (Castagna, 1997)
75
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88
Distribusi frekuensi data 3D seismic prestack
ini ditunjukkan pada Gambar 4. Kurva distribusi
frekuensi menunjukkan bahwa posisi dominan
frekuensi data seismik berada diangka 24 herzt.
Artinya, jika diasumsikan kecepatan rambat rata-rata
gelombang pada batuan bawah permukaan adalah
2600m/det maka panjang satu gelombang seismik
adalah 110meter. Sebagaimana kita ketahui, resolusi
data seismik adalah ¼ panjang gelombang, (λ/4)
maka resolusi data seismik yang kita miliki adalah
27 meter.
Dengan melakukan proses inversi AVO maka
resolusi data seismik dapat ditingkatkan hingga 300%
karena adanya tambahan komponen frekuensi tinggi
dari yang diadopsi data log. Sehingga resolusi data
seismik setelah proses inversi menjadi 9 meter.
Langkah selanjutnya, setelah melakukan koreksi
NMO untuk meluruskan reflektor akibat pengaruh
sudut pantul, kemudian data 3D seismic prestack
disusun ulang dengan format angle gather untuk
meningkatkan nilai S/N. Agar pengelompokan data
disusun menurut near, mid, dan far offset maka
lebih tepat jika pemisahan data 3D seismic prestack
menggunakan susunan berdasarkan angle gather.
Langkah terakhir dalam tahapan penyiapan data
adalah menyusun data seismik 3D seismic prestack
dalam format super-gather untuk mengoptimalkan
kualitas data dan menekan noise. Gambar 5 dibawah
ini ditampilkan sayatan data 3D seismic prestack
setelah distacking dengan sudut datang 0 hingga 30
derajat (full stacked). Data seismik stacking ini sudah
siap diinterpretasi.
Seperti kita ketahui data log dan data seismik
berbeda domain, yang pertama dalam satuan
panjang dan yang kedua dalam satuan waktu
sehingga perlu disinkronkan yaitu dengan
suatu pengikatan yang disebut dengan
well seismic tie. Sebelum well seismic tie
terlebih dahulu dilakukan koreksi chekshot
terhadap semua data-log di sumur LMG-1
dan LMG-3. Horizon Top Jameison dan
Top LMG-4000 adalah dua event paling
mudah dikenali karena amplitudonya relatif
besar dan muncul di semua tempat sehingga
keduannya digunakan sebagai marker untuk
membantu well seismic tie.
Well seismic tie dilakukan pada data
seismik yang telah distacking. Gambar 6
menunjukkan hasil well seismic tie di sumur
76
LMG-01 pada zona target reservoir. Tingkat korelasi
antara sintetik seismogram dengan data seismik
sebesar 66%. Gambar 7 adalah hasil well seismik tie
di sumur LMG-03 di zona reservoar target. Tingkat
korelasi di sumur LMG-03 lebih baik yaitu 76%.
Well seismic tie pada sumur LMG-01 dan LMG03 menunjukkan bahwa pemilihan dan ekstraksi
wavelet untuk data seismik full-stacking lebih tinggi
dari pada data seismik partial offset stacking hal ini
disebabkan oleh karena data seismik full-stacking
merupakan hasil penjumlahan dan perata-rataan
dari near-offset, mid-offset dan far-offset sehingga
nilai S/N nya lebih meningkat dan sebagian noise
tereliminasi dalam proses tersebut.
Tujuan analisis AVO dilakukan adalah untuk
mengetahui adanya anomali amplitudo terhadap
jarak (offset) pada data seismik yang diakibatkan oleh
keberadaan fluida gas dalam batuan reservoir.
Berikutnya pada Gambar 8, ditunjukkan suatu
gambar sayatan data seismik supergather pada zona
target. Analisis AVO dilakukan dengan membuat
kurva amplitudo terhadap offset. Hasil analisis AVO
menunjukkan bahwa semakin besar offset amplitudo
semakin besar. Hal Ini mengindikasikan ada anomali
AVO didalam data seismik. Untuk menguji respon
AVO dapat juga dilakukan dengan menggunakan
data angle gather.
Analisa AVO yang dilakukan dalam studi ini
adalah membuat crossplot amplitudo terhadap sudut
datang. Gambar 9 dan Gambar 10 adalah crossplot
antara kurva amplitude terhadap sudut datang di
zona reservoir target pada sumur LMG-01 dan di
LMG-03.
Tampak jelas adanya anomali AVO di kedua
sumur pada zona reservoar target yaitu dengan
Gambar 3
Data seismik 3D Prestack after NMO
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air
(Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan)
membesarnya amplitudo terhadap pertambahan
sudut datang atau offset. Berdasarkan analisisa kurva
anomali AVO ini dapat dilakukan pemisahkan antara
near offset, mid offset dan far offset yaitu sebagai
berikut:
near offset: (0-8 )derajat.
mid offset : (8-15) derajat
setiap nilai tertentu akan diwakili oleh satu kurva
yang menyatakan perubahan saturasi-air terhadap
variabel AI dan PR, sehingga jika digambarkan untuk
setiap nilai maka akan sangat banyak kurva dalam
nomogram Gambar 11. Untuk distribusi lateral ϕ
dan Sw maka nilai-nilai AI dan PR akan diwakili oleh
atribut seismik AI dan PR yang diturunkan dari proses
inversi AVO. Nomogram ini juga digunakan untuk
memisahkan zona-zona yang termasuk dalam bagian
target reservoar dan yang bukan. Berdasarkan kurvakurva pada nomogram Model hubungan analitik
far offset : (15-30) derajat
Analisa kesensitifan dilakukan untuk mengetahui
pola korelasi antara besaran akustik dengan besaran
petrofisika seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1. Untuk melakukan analisa ini,
dibuat crossplot antara besaran-besaran
yang terkait pada data log sumur. Dari
pola penyebaran yang ditampilkan pada
crossplot akan terlihat besaran apa saja
yang berkorelasi dan bagaimana hubungan
kesensitifan antara besaran satu dengan
besaran lainnya. Pengujian kesensitifan
dibatasi pada zona target karena hubungan
korelasi akan bervariasi terhadap zona
dan fasies. Selain berfungsi untuk melihat
korelasi antara besaran akustik dan
besaran petrofisika, analisa kesensitifan ini
digunakan untuk membantu menentukan
zona cut off (batas nilai) yaitu kisaran nilai
besaran akustik dan besaran petrofisik yang
berpasangan pada zona target. Batasan
cut off ini digunakan sebagai batasan
nilai atau filter. Model analitik antara
besaran akustik Rp dan PR dengan besaran
petrofisik yaitu ϕ dan Sw, diturunkan dari
persamaan teoritik Gassman. Untuk setiap
Gambar 4
batuan tertentu, terdapat nilai parameter
Distribusi frekuensi dominan data seismik 3D Prestack
K d (imkompressibilitas batuan-kering)
dan Gd (shear modulus batuan-kering)
yang tertentu. Jika nilai Kd dan Gd sudah
ditentukan, maka diturunkan hubungan
model analitik besaran akustik dengan
besaran petrofisik, seperti pada nomogram
Gambar 11. Monogram ini memperlihatkan
model kurva analitik antara besaran
petrofisik (ϕ dan Sw) terhadap besaran
akustik (AI dan PR). Setiap nilai tertentu
dari ϕ akan diwakili oleh satu buah
kurva yang menyatakan perubahan nilai
Gambar 5
ϕ terhadap perubahan nilai AI dan PR.
Data seismik 3D setelah di stacking
Demikian halnya dengan saturasi-air,
77
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88
ini dapat dikembangkan untuk berbagai
karakter reservoar yang berbeda, dengan
cara membuat nomogram yang sesuai
dengan nilai-nilai pasangan parameter Kd
dan Gd yang ditentukan terlebih dahulu.
Hubungan matematis antara ϕ dengan
AI dan PR digambarkan dalam Gambar
11a yaitu untuk srtiap kurva ϕ; 1%,,4%,
8% dan 12%. Dan hubungan matematis
antara Sw dengan AI dan PR digambarkan
pada Gambar 11b untuk masing-masing
kurva Sw 30%, 50%, 80% dan 100%. Untuk
menghitung distribusi lateral ϕ dan S w
dalam skala lapangan, maka besaran akustik
AI dan PR diganti dengan atribut seismik
pseudo AI dan PR. Atribut-atribut seismik
ini diturunkan dari proses inversi AVO.
Gambar 12 menunjukkan crossplot Ip
terhadap PR di sumur LMG-01. Pada zona
target, tampak pola hubungan Ip dengan
PR tidak sederhana. Zona reservoar adalah
kurva dan plot yang warna kuning. Karena
tidak ada pola hubungan yang sederhana
maka dibuat batasan bentang nilai (cut-off
range) pada zona target sebagai berikut:
Gambar 6
Well Seismic Tie di sumur LMG-1
Ip : (11100-11800) m/s.g/cc
PR : (0,10-0,18)
Crossplot I p terhadap ϕ di sumur
LMG-01 (Gambar 13) menunjukkan pola
yang sama dengan crossplot Gambar 12,
kedua variabel di zona target mempunyai
pola hubungan yang acak. Zona reservoar
adalah kurva dan plot yang warna kuning.
Karena pola hubungan yang tidak sederhana
maka dibuat batasan nilai pada zona target
sebagai berikut:
Ip : (11100-11800) m/s g/cc
ϕ : (6-10)%
Gambar 14 adalah crossplot antara Ip
terhadap PR di sumur LMG-03 di zona
target. Hubungan antara kedua variabel,
acak tidak berpola. Zona reservoar adalah
kurva dan plot yang warna kuning. Karena
pola hubungan yang rumit maka dibuat
batasan nilai (cut-off) pada zona target
sebagai berikut:
78
Gambar 7
Well Seismic Tie di sumur LMG-3
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air
(Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan)
Ip
: (11100-11900) m/s g/cc
PR : (0,17-0,22)
Gambar 15 adalah crossplot antara
Ip terhadap ϕ di sumur LMG-03. Sama
dengan crossplot sebelumnya, antara Ip
dan Φ pada zona target mempunyai pola
hubungan yang acak. Zona reservoar
adalah kurva dan plot yang berwarna
kuning. Batasan nilai pada zona target yang
hasilnya adalah sebagai berikut:
Ip : (11100-11900) m/s g/cc
ϕ : (5-9)%
Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh
dari analisis kesensitifan di sumur LMG-01
dan LMG-03 pada zona reservoar target
berdasarkan crossplot, maka hubungan
besaran akustik dengan besaran petrofisik
untuk zona target, diperoleh batasan nilai
(cut-off) sebagai berikut:
Gambar 8
Anomali AVO pada Super Gather Seismic 3D
Ip : 11100–11800 (m/s*gr/cc)
ϕ : (6 – 9) %
PR : (0.17-0.18)
IV. PEMBAHASAN
Jika inversi konvensional seismic
post-stack menghasilkan atribut AI, maka
inversi terhadap data seismik pre-stack
atau yang dikenal dengan inversi AVO
dapat menurunkan atribut AVO yaitu EI
dan PR. Aplikasi dari atribut AI terbatas
pada estimasi nilai nilai ϕ dan litologi
batuan reservoar, sedangkan aplikasi dari
atribut-atribut AVO ini dapat digunakan
untuk mengestimasi Sw dalam batuan selain
litologi dan ϕ.
Inversi AVO ini menurunkan lebih
banyak atribut-atribut seismik, dimana
secara simultan dapat mengestimasi Vp, Vs
dan densitas (ρ). Analisis dan inversi AVO
sering digunakan sebagai DHI (direct
hydrocarbon indicator) dan sebagai alat
prediksi isi kandungan reservoar karena
dalam reservoar pada umumnya terjadi
anomali ratio Vp/Vs yang menyebabkan
anomali AVO. Dalam analisis AVO bentang batas
sudut datang telah dibagi dalam 3 bagian, near-stack,
mid-stack dan far-stack. Bentang batas bisa dibuat
Gambar 9
Kurva anomali AVO Top Zona-2 di LMG-1
Gambar 10
Kurva anomali AVO Top Zona-2 di LMG-3
dalam satuan jarak yang tetap atau dalam satuan
sudut yang tetap. Untuk mengidentifikasi keberadaan
fluida hidrokarbon pada suatu reservoar akan lebih
79
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88
sensitif jika menggunakan data seismik faroffset-stacking karena pada bentang batas
ini terjadi sudut kritis refleksi dan anomali
amplitudo mencapai maksimum. Hal ini
dijelaskan sebagai pengaruh sudut datang
terhadap perubahan AI/EI terhadap Sw.
Baik AI maupun EI akan mengecil
nilainya jika fluida semakin tersaturasi.
Namun perubahan nilai EI lebih besar
(sensitif) dibanding perubahan nilai AI.
Perubahan ini lebih terlihat pada batuan
reservoar dibandingkan shale.
Validasi setelah proses inversi perlu
Gambar 11
dilakukan untuk memastikan hasil yang
Model analitik antara AI dan PR
dengan besaran petrofisik φ dan Sw
diperoleh terukur dan dapat dipercaya,
paling tidak pada sumur-sumur sebagai titik
kontrol. Gambar 16 menunjukkan validasi
terhadap hasil inversi yang sudah dilakukan
dalam bentuk korelasi antara AI sintetik
inversi dengan AI di sumur LMG-01.
Pada Gambar 17 ditunjukkan
penampang Ip yang melalui sumur LMG01. Korelasi antara hasil inversi (Ip) dengan
log Impedansi tampak fit di sumur LMG-01.
Artinya kalibrasi serta memvalidasi proses
inversi AVO dengan data log impedansi di
Gambar 11
sumur LMG-01 (dalam skala warna) baik
(a) Hubungan analitik φ dengan AI
dan PR. (b) Hubungan analitik Sw dengan AI dan PR
hasilnya.
Bentang batasan nilai (cut-off range)
dari reservoar target untuk atribut Ip adalah
(11.100-11.900) m/s.gr/cc (dalam Gambar
17; warna biru hingga coklat). Untuk
menghitung distribusi secara lateral dari
I p, yang dihasilkan dari proses inversi,
digunakan teknik multiatribut analisis
untuk meningkatkan korelasi. Distribusi Ip
secara lateral pada zona reservoar target
ditampilkan pada Gambar 18. Berpedoman
pada bentang batas nilai yang telah dianalisa
kesensitifannya pada tahap sebelumnya, maka
lokasi yang diharapkan berisi hidrokarbon
adalah bentang batasan nilai (11.100-11.800)
m/s.gr/cc. Lokasi zona target dalam peta Ip
adalah berwarna merah hingga biru muda.
Gambar 12
Dalam Gambar 19 ditunjukkan irisan
Crossplot IP terhadap PR di LMG-01
penampang ϕ hasil dari proses inversi AVO
yang melewati sumur LMG-01. Untuk
menghitung distribusi ϕ secara lateral digunakan
(Gambar 11a) sebagai fungsi AI dan PR, untuk
bentang batas nilai (6-8) %. Dari hasil kalkulasi
rumus analitik yang diturunkan dari rumus Gasman
80
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air
(Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan)
Gambar 13
Crossplot IP terhadap φ di LMG-01
Gambar 14
Crossplot IP terhadap PR di LMG-03
81
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88
Gambar 15
Crossplot IP terhadap φ di LMG-03
Gambar 16
Korelasi hasil inversi (AI sintetik) vs EI di sumur LMG-01 = 92,2%
Korelasi hasil inversi (AI sintetik) vs EI di sumur LMG-03 = 96,0%
ini diperoleh peta distribusi ϕ zona reservoir pada
Gambar 20. Lokasi-lokasi target dalam peta ϕ adalah
warna merah hingga ungu.
82
Gambar 21 menunjukkan penampang PR yang
melalui sumur LMG-01. Bentang batasan nilai untuk
atribut PR pada zona target adalah (0.17-0.18).
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air
(Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan)
Gambar 17
Penampang IP melalui sumur LMG-01. bentang cut off (11.100-11.800)m/s.gr/cc
Gambar 18
Peta distribusi IP. bentang cut off (11.100-11.800)m/s.gr/cc
83
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88
Gambar 19
Penampang φ melalui sumur LMG-01. bentang cut off (6-9)%
Gambar 19
Peta distribusi φ . bentang cut off (6-9)%
84
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air
(Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan)
Gambar 21
Penampang PR melalui sumur LMG-01. bentang cut off (0.17-0.18)
Gambar 22
Peta PR. bentang cut off (0.17-0.18)
85
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88
Gambar 23
Penampang SW melalui sumur LMG-01. bentang cut off (30-50)%
Gambar 24
Penampang distribusi SW. bentang cut off (30-50)%
86
Integrasi Inversi AVO dengan Model Analitik Petrofisika untuk Menghitung Porositas dan Saturasi Air
(Paul Hutabarat, Bambang Widarsono, Fakhriadi Saptono, Humbang Purba, dan Ridwan)
Dalam gambar ini tampak atribut PR hasil inversi
AVO yang melalui di sumur LMG-01, terkalibrasi
dan tervalidasi baik dengan log PR di sumur LMG01. PR merupakan salah satu variabel paling penting
unutk menghitung nilai ϕ dan Sw. Distribusi PR secara
lateral di zona reservoar ditunjukkan pada Gambar
24 sebagai peta PR. Lokasi yang meruapakan target
reservoar adalah warna kuning-hijau yang diprediksi
sebagai lokasi-lokasi keberadaan hidrokarbon gas.
Properti petrofisik terakhir yang akan diestimasi
adalah Sw Penampang Sw ditampilkan pada Gambar
23 yang melalui sumur LMG-01. Sama seperti atribut
seismik sebelumnya, pada Gambar 23 ini adalah
cara kalibrasi dan validasi nilai nilai Sw hasil proses
inversi AVO terhadap nilai-nilai Sw disumur LMG01. Untuk menghitung distribusi Sw secara lateral
di zona reservoar maka digunakan rumus analitik
yang telah diturunkan pada Gambar 11b sebagai
fungsi AI dan PR. Karena bentang batas nilai Sw pada
reservoar target adalah (30-50)% maka dipilih rumus
perhitungan analitik Sw dari nomogram Gambar 11b
antara Sw 30% hingga 50%.
Hasil perhitungan Sw adalah distribusi nilai
Sw secara lateral di zona reservoar seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 24. Berdasarkan peta
S w ini, maka lokasi-lokasi yang diperkirakan
mengandung hidrokarbon gas adalah yang peta Sw
yang berwana biru. Hasil-hasil perhitungan Ip, PR,
ϕ dan Sw telah dikalibrasi dan divalidasi terhadap
nilai-nilai log di sumur LMG-01 dan LMG-03.
Peta ϕ (Gambar 22) dan peta Sw (Gambar 24)
tampak mempunyai kemiripan pola penyebaran satu
dengan lainnya. Artinya antara zona porous dan
zona saturasi air berada pada area yang sama.
V. KESIMPULAN
Studi terintegrasi inversi AVO, fisika batuan
petrofisika dan geologi adalah suatu kajian
karakterisasi reservoar, untuk mengestimasi
penyebaran lateral saturasi air di zona reservoar
dengan memanfaatkan atribut AVO. Studi kasus
di suatu lapangan gas, pada reservoar batupasir
berumur Pratersier. Kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ini adalah:
Studi menawarkan suatu metoda pendekatan
untuk membuat peta distribusi nilai-nilai ϕ dan Sw
seluas lapangan migas melalui pemodelan analitik
petrofisik dan inversi AVO.
Analisis sensitifitas menunjukkan bahwa antara
properti petrofisik ϕ dan Sw dengan atribut seismik
AVO Ip dan PR, tidak menunjukkan pola hubungan
matematis yang sederhana sehingga diperlukan
bantuan pemodelan analitik berdasarkan persamaan
Gassman untuk mencari pola hubungan antara kedua
properti ini.
Pemodelan analitik dilakukan untuk fasies
tertentu yang dipilih berdasarkan hasil analisa
geologi, sehingga diperoleh pola hubungan antara
besaran petrofisik ϕ dan Sw dan besaran akustik
yang diwakili oleh atribut seismik Ip dan PR dalam
bentuk nomogram seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 11.
Peta sebaran Ip dan PR (Gambar 18 dan Gambar
22) dan peta sebaran ϕ dan Sw (Gambar-20 dan
Gambar 24) di zona reservoar untuk fasies tertentu,
masing-masing telah dikalibrasi dan divalidasi
terhadap besaran-besaran log yang sama di sumur
LMG-1.
Dalam studi kasus ini digunakan data seismik
yang mempunyai frekuensi dominannya 25 herzt
sehingga memberikan resolusi data seismik sebesar
27m. Untuk studi kasus karakterisasi reservoar
kualitas data seismik ini kurang memadai, terutama
untuk resevoir yang tebalnya kurang dari 25meter.
Faktor kedalaman reservoar diperkirakan menjadi
salah satu penyebab hilangnya sebagaian informasi
data seismik.
KEPUSTAKAAN
Castagna, J.P., Swan, H.W., (1997), Principles of AVO
crossplotting, The Leading Edge.
Gan, Li-deng, Dai, Xiao-feng, Li, Ling-gao, (2008),
Application of Petrophysics-based Prestack Inversion
to Volcanic Gas Reservoar Prediction in Singliao
basin”, Research Institute and Development,
PetroChina Company Limited.
Hu, R.Y., Holden, T., Broussard, M., (2011), Petrophysics
and Rock Physics Modeling to Improve Seismic
Reservoar Charcterization -Case study of Haclberry
Sandstone, Search and Discovery Article #40774.
Nugroho, P., Mishar, G., Gunawan, H., (2013), Thin
Basal Sand Reservoar Distribution Using Elastic
Properties Approach, Case Study: Aryani Field, Asri
Basin,Southeast Sumatra, PIT HAGI-IAGI, Medan.
Quijada, M.F., Srewart, R.R., (2008), Petrophysical
and seismic signature of a heavy oil sand reservoar:
Manitou Lake, Saskatchewan, Cewes, University of
Calgary.
87
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 73 - 88
Russell, B.H., Hedlin, K., Hilterman, F.J., Lines,L.R.,
(2003), Fuid property discrimination with AVO:
A Biot-Gasmann perspective, Geophysics, Vol 68,
No.1, P.29-39.
Savic, Milos, Ver West, Bruce, Gingrich,Dean, (2005),
Elastic Impedance Inversion in Practice, ARCO
British Ltd.
Veeken, P., Rauch-Davies, M., Peb. 2006, AVO attribute
88
analysis and seismic reservoar characterization,
First break, vol. 24.
Walls, J., Dvorkin,J.,Carr,M., 2009, Well Logs and Rock
Physics in Seismic ReservoarCharacterization, Rock
Solid Images.
Zhou, Zhengyun, Hilterman, F.J., Kumar, M., (2005),
Water Saturation estimation from seismic and rockproperty trends”, Center for Applied Geosciences
and Energy, Houston.
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi
(Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi)
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit
dengan Pendekatan Anomali Topografi
(Studi Kasus Daerah Indramayu dan
Sekitarnya)
Identification of Hydrocarbon Potential Area Using
Sattelite Imagery Base on Topographic Anomaly
Approach (Case Study Indramayu and Its Surrounding)
Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]
Teregistrasi I tanggal 14 April 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal 2 Juni 2014
Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik khusus topografi pada citra satelit yang dapat
mencerminkan daerah potensi penghasil minyak dan gas bumi. Pendekatan yang digunakan adalah anomali
topografi. Dengan menggunakan citra penginderaan jauh, yaitu Citra Satelit Landsat TM yang direkam
pada Bulan Juni Tahun 1976. Pada citra penginderaan jauh karakter khusus topografi dapat diamati baik
dari bentuk tinggian atau antiklinal, pola aliran sungai, serta kemiringan dan bayangan yang tampak pada
data citra. Lokasi penelitian di Indramayu pada Cekungan Jawa Barat Utara yang merupakan daerah yang
sudah terbukti (proven) adanya migas. Penentuan daerah potensi migas didasarkan pada asumsi 3 (tiga)
parameter utama yaitu struktur, reservoir, dan migrasi. Parameter struktur didasarkan pada hasil identifikasi
dan intepretasi citra satelit yang menghasilkan Remote sensing Potential Area (RPA). Parameter reservoir
terdiri atas keberadaan sumur dan lapangan migas. Parameter migrasi didasarkan pada adanya sesar dan
kitchen area. Pembobotan dilakukan untuk menentukan kelas RPA, yaitu sangat potensial, potensial dan
kurang potensial. Hasil interpretasi diperoleh 84 RPA. Hasil validasi menggunakan data bawah permukaan
membuktikan bahwa dari 84 area potensi (RPA) yang diidentifikasi dengan menggunakan data citra
terdapat 37 RPA atau sekitar 44% berada pada struktur yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon.
Hasil pembobotan dari 84 RPA memperlihatkan 22 RPA dalam kategori sangat potensi, 38 RPA dalam
kategori potensi, dan 24 RPA dalam kategori kurang potensi.
Kata kunci: Penginderaan Jauh, Landsat TM, Remote Sensing Potential Area, Pembobotan, Sangat
Potensial, Potensial dan Kurang Potensial
ABSRACT
The purpose of this study is to evaluate specific character of the topography showing on the satellite
image which possibly indicate potential areas for oil and gas. This study uses remote sensing approach
to identity anomaly topography. In the images specific characters of topography are reflected on the
altitude or anticline, drainage patterns, slope and shadows. Image data used in this study is Landsat TM
satellite imagery recorded in June 1976 . The study area is located in Indramayu, North West Java Basin.
Which is well known as a proven are for oil and gas. Determination of an area with oil and gas potential
89
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102
is based on three main parameters, namely the structure, reservoir, and migration. The structures are
identified based on the interpretation of remote sensing defining Remote Sensing Potential Area (RPA).
Reservoir parameter refers to the presence of wells and fields. The migration parameter is based on the
presence of fault and kitchen area. The potential areas are weighted to determine the RPA class, which
is very potential, potential and less potential. This research is able to identify 84 potential area (RPA) .
The validation using subsurface data shows that 37 RPA (about 44 % from the total 84 RPA) are situated
at the proven structures. Base on weighting methode, 84 RPA is devided into 22 RPA with very potential
category , 38 RPA with potential category and 24 RPA with less potential category.
Keywords: Remote Sensing, Landsat TM, Remote Sensing Potential Area, Weighting, Very Potential,
Potential and Less Potential
I. PENDAHULUAN
Energi migas masih menjadi andalan utama
perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil
devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam
negeri, sehingga hal tersebut mengakibatkan
kebutuhan energi migas cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Selain itu pembangunan prasarana
dan industri yang sedang giat-giatnya dilakukan di
Indonesia, semakin membuat pertumbuhan konsumsi
energi meningkat cukup tinggi. Kondisi tersebut
mengharuskan Indonesia untuk segera menemukan
cadangan migas baru, baik di Indonesia maupun
ekspansi ke luar negeri. Selain itu juga harus
melakukan pengembangan ilmu dan teknologi guna
percepatan penemuan cadangan baru.
Salah satu teknologi yang dapat dikembangkan
adalah teknolgi penginderaan jauh. Hal tersebut
karena teknologi penginderaan jauh telah terbukti
mampu merekam permukaan bumi dengan cakupan
luas. Selain itu analisa data penginderaan jauh dapat
memberikan informasi mengenai kondisi topografi
dan relief suatu daerah (Lili Somantri,2009). Dengan
kemampuan teknologi penginderaan jauh tersebut
maka potensi migas terutama hasil bentukan struktural
dapat diidentifikasi. Identifikasi dan interpretasi dari
citra satelit tersebut didasarkan pada karakter-karakter
khusus yang berupa bentukan-bentukan berbeda
dengan bentukan umum disekitarnya. Karakterkarakter khusus tersebutlah yang dimaksud dengan
anomali topografi dalam istilah yang digunakan
dalam penelitian ini.
Pembuktian konsep analisis anomali topografi
untuk mengetahui adanya kandungan minyak dan gas
bumi dilakukan di daerah-daerah yang sudah terbukti
terdapat cadangan migasnya sehingga kedepannya
dapat diterapkan di daerah-daerah frontier. Pemilihan
Cekungan Jawa Barat Utara khususnya pada wilayah
90
onshore Indramayu sebagai daerah peneltian karena
cekungan tersebut merupakan penghasil migas
dengan jebakan struktural. Selain itu daerah tersebut
merupakan daerah yang sangat landai, karena pada
penelitian-penelitian sebelumnya pada umumnya
dilakukan pada daerah dengan topografi struktural
yang tegas. Dengan menggunakan pendekatan
anomali topografi diharapkan daerah tersebut dapat
diidentifikasi, sehingga konsep ini dapat digunakan
untuk menemukan cadangan-cadangan migas baru
pada daerah-daerah dengan karakter yang hampir
sama dan yang belum tereksplorasi sepenuhnya
karena keterbatasan kondisi alam dan data.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan
kemampuan Teknologi Penginderaan Jauh dengan
pendekatan karakteristik topografi dalam upaya
menemukan cadangan migas baru.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji karakteristik khusus topografi suatu daerah
pada citra satelit yang dapat mencerminkan daerah
potensi penghasil minyak dan gas bumi.
II. METODOLOGI
A. Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
obyek, atau fenomena yang dikaji (Lillesand et al.,
2007). Pada penelitian ini data penginderaan jauh
yang digunakan adalah citra Land Satelit, atau biasa
dikenal dengan sebutan Landsat. Landsat merupakan
program tertua dalam perangkat observasi bumi.
Landsat dimulai tahun 1972 dengan nama Earth
Resources Technology Satellite (ERTS-1). Satelit ini
merupakan satelit sumberdaya alam yang pertama.
Satelit Landsat terdiri atas beberapa seri yaitu:
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi
(Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi)
Landsat-1, Landsat-2, diteruskan 3, 4, 5, 6 dan
terakhir adalah Landsat 7 dan merupakan bentuk baru
dari Landsat 6 yang gagal mengorbit. Lebar sapuan
(scanning) dari sistem Landsat sebesar 185 km,
yang direkam pada tujuh saluran panjang gelombang
dengan rincian; 3 saluran panjang gelombang tampak,
3 saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan 1
saluran panjang gelombang termal (panas). (Ananda
dan Retnadi).
Citra optik satelit seperti citra Landsat TM adalah
merupakan alat yang terbukti murah dengan cakupan
yang luas dalam mendiskripsikan litologi suatu daerah
yaitu dengan berdasarkan sifat spektralnya tersebut.
Pada lingkungan yang kering, tutupan vegetasi kurang
dan tebal tanah yang terbuka memungkinkan dapat
mengamati urutan batuan secara jelas. Informasi
tentang satuan batuan, kondisi geologi umum,
bentang alam, fitur struktural, pelapukan dan vegetasi
dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa
teknik peningkatan citra satelit multispektral. Teknik
yang paling umum digunakan untuk meningkatkan
kualitas citra Landsat dengan enhancement. (Chiara
Del Ventisette et al. 2012)
Penggunaan data penginderaan jauh dalam
bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal
dan memetakan obyek dan parameter kebumian
yang spesifik, menafsirkan proses pembentukannya
dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain. Untuk
melakukan hal tersebut menggunakan dua metoda
yang umum dilakukan. Metoda visual/manual yaitu
mengenal obyek geomorfologi seperti perbukitan,
dataran, gunungapi, delta dan gejala geologi spesifik
seperti perbedaan jenis batuan, bidang perlapisan,
struktur sesar (Djauhari Noor, 2010). Selain itu
interpretasi visual citra Landsat dibantu dengan
data sekunder dan cek lapangan dapat diperoleh
satuan bentuk lahan, penutup/penggunaan lahan,
dan estimasi simpanan air yang diperhitungkan dari
kerapatan aliran. Kerapatan aliran atau pola aliran
tersebut yang dapat dideteksi atau diidentifikasi dari
data citra satelit. (Nurfaika dan Nurlina 2009)
Kenampakan linear di permukaan bumi telah
sering digunakan untuk mencari tambahan cadangan
di lapangan migas. Tumpang susun kelurusan pada
permukaan dan bawah permukaan pada lapangan
migas dan rembesan dapat diamati bahwa lapangan
minyak yang dibatasi oleh kenampakan linear
permukaan membentuk batas sub graben dan sub
cekungan. Lineament permukaan paralel dengan
sesar bawah permukaan. Dengan demikian lineament
dapat digunakan sebagai panduan untuk pembuatan
kontur struktur, pemetaan fasies, dan delineasi
permeabilitas rekahan. Berdasarkan hal tersebut
adalah cukup penting melakukan pengamatan
kelurusan untuk ekplorasi migas, karena dari hasil
penelitian ini terlihat adanya kecenderungan adanya
hubungan kenampakan linear di permukaan dan
dibawah permukaan, dan adanya potensi migas
baru. Lineament permukaan atau kemampakan linear
permukaan tersebut dapat didelineasi menggunakan
Landsat ETM (Mohammed et al. 2010). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa kenampakan linear dipermukaan
bumi adalah hasil dari adanya kelemahan zona atau
perpindahan strultural dalam kerak bumi. Kelurusan
merupakan mappable linear atau sedikit melengkung
yang dimungkinkan merupakan ekspresi sesar atau
jalur lemah. Kenampakan geomorfologi permukaan
yang membentuk kelurusan yaitu berupa relief atau
tonal, dan perbedaan kontras. Ekspresi geomorfologi
kelurusan yang khas ditunjukan oleh aliran lembah
yang lurus dan segmen lembah yang selaras.
Adanya perbedaan vegetasi, kadar air, dan tanah
atau komposisi batuan menunjukkan kontras relief
(O'Leary et al.1976 dalam Hung et al. 2005). Di bumi,
kelurusan dapat berupa 1) aliran lurus dan lembah,
2) keselarasan depresi permukaan, 3) perubahan
relief tanah, 4) perbedaan vegetasi, 5) jenis vegetasi
dan perbedaan tinggi, atau 6) perubahan topografi
mendadak. Semua fenomena tersebut dimungkinkan
sebagai hasil dari fenomena struktural seperti fault,
joint set, lipatan , retak atau fracture. (Richards 2000
dalam Hung et al. 2005). Fault memiliki hubungan
yang erat terhadap proses mineralisasi, karena proses
mineralisasi terjadi pada persilangan fault dan dari
citra satelit Landsat ETM fault dapat dengan baik
teridentifikasi. Selain fault, citra Landsat ETM juga
sangat baik dalam pengenalan adanya alterasi dan
unit batuan.(Babai dan Khakzad 2011).
Lebih lanjut dalam penelitian lain juga disebutkan
bahwa citra satelit dapat digunakan untuk interpretasi
pola-pola kelurusan. Analisis kelurusan dapat
digunakan sebagai acuan dalam analisis struktur
geologi pada suatu daerah. Kelurusan diidentifikasi
berdasarkan adanya kesamaan pola pada kelurusan
atau kemenerusan dari morfologi berupa lembah,
punggungan, dan lereng. Penarikan kelurusan yang
kemudian diinterpretasikan sebagai suatu struktur
91
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102
geologi didasarkan pada adanya pola kelurusan
pada suatu lereng atau lembah yang memanjang
dan memperlihatkan suatu offset atau gawir. Selain
kelurusan struktur tampak dari perbedaan morfologi
antara tinggian dan rendahan yang terlihat dari
perubahan rona dan tekstur. Keberadaan litologi
penyusun pada daerah penelitian tidak dapat
dipisahkan dengan kelurusan struktur geologi.
Terbentuknya kelurusan-kelurusan tidak lepas dari
pengaruh tektonik dan sifat-sifat litologi tersebut.
Batas satuan litologi dipakai sebagai pembeda dalam
analisis kelurusan pada daerah penelitian. Maka
dari itu, pada tiap satuan batuan terdapat kelurusankelurusan yang dianggap kelurusan struktur yang
terjadi akibat gaya tektonik yang bekerja pada saat
pembentukan satuan litologi tersebut. Pola kelurusan
tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan
fase tektonik pada daerah penelitian. Fase tektonik
didapat dengan membandingkan analisis kelurusan
basis panjang dengan basis frekuensi pada tiap-tiap
satuan batuan dan dibantu dengan data regional.
(Aryawan dkk.)
Dalam interpretasi pola aliran dapat dilakukan
dengan pemanfaatan data penginderaan jauh baik
citra foto ataupun non foto. Pengaruh geologi terhadap
bentuk sungai dan jaringannya adalah dinamika
struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif
serta macam batuannya. Kontrol dinamika struktur
diantaranya pensesaran, pengangkatan (perlipatan)
dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi
sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi arah
dari sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif.
Jenis batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai
dan jaringan topologi yang memudahkan terjadinya
pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi.
(Morisawa (1985) dalam Puguh 2010)
B. Geologi Regional
Secara geologi daerah Indramayu dan sekitarnya
termasuk kedalam tatanan tektonik Cekungan Jawa
Barat Utara. Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi
oleh sistem block faulting yang berarah relatif UtaraSelatan. Sistem sesar yang berarah Utara-Selatan
membagi cekungan Jawa Barat Utara menjadi graben
atau beberapa sub-cekungan dari barat ke timur, yaitu
Sub-Cekungan Ciputat, Sub-Cekungan Pasir Putih
dan Sub-Cekungan Jatibarang yang dipisahkan oleh
tinggian. Tinggian Rengasdengklok memisahkan
Sub-Cekungan Ciputat dengan Sub-Cekungan
92
Pasir Putih. Tinggian Pamanukan dan Tinggian
Kandanghaur memisahkan Sub-Cekungan Pasir Putih
dengan Sub-Cekungan Jatibarang. Konfigurasi ini
sangat mempengaruhi penyebaran batuan sedimen
Tersier dan sistem petroleum di kawasan ini. Sistem
sesar blok terbentuk selama orogenesa Kapur Tengah
hingga awal Paleosen dan diperkirakan mengontrol
struktur Tersier di Cekungan Jawa Barat Utara
(Daly et al. 1987 dalam Sudarmono dkk. 1997).
Secara tektonik, sejarah cekungan Jawa Barat Utara
tidak terlepas dari tektonik global Indonesia Bagian
Barat dengan tatanan tektoniknya berupa sistem
active margin, antara Lempeng Hindia dengan
Lempeng Asia. Sistem ini dicirikan dengan adanya
zona subduksi (penunjaman) dan busur magmatik
(Gambar 1).
Sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara
terjadi dalam beberapa fase berkaitan dengan fase
tektonik yang terjadi di Indonesia bagian barat.
Periode awal sedimentasi di Cekungan Jawa Barat
Utara dimulai pada kala Eosen Tengah-Oligosen
Awal (fase transgresi) yang menghasilkan sedimen
vulkanik darat-laut dangkal dari Formasi Jatibarang.
Pada saat itu aktifitas vulkanisme meningkat. Hal
ini berhubungan dengan interaksi antar lempeng di
sebelah selatan Pulau Jawa, akibatnya daerah-daerah
yang masih labil sering mengalami aktivitas tektonik.
Material-material vulkanik dari arah timur mulai
diendapkan. Selanjutnya merupakan fase transgresi
yang berlangsung pada kala Oligosen Akhir-Miosen
Awal yang menghasilkan sedimen transisi-deltaik
hingga laut dangkal yang setara dengan Formasi
Talang Akar. Pada fase ini terbentuk dua lingkungan
yang berbeda yaitu lingkungan paralik pada bagian
barat dan laut dangkal dibagian timur. Selanjutnya
aktifitas vulkanik semakin berkurang sehingga
daerah-daerah menjadi agak stabil, tetapi subCekungan Ciputat masih aktif. Kemudian air laut
menggenangi daratan yang berlangsung pada kala
Miosen Awal mulai dari bagian barat laut terus
ke arah tenggara menggenangi beberapa tinggian
kecuali tinggian Tangerang (Gambar 2).
Pada Akhir Miosen Awal daerah cekungan
ini relatif stabil, dan daerah Pamanukan sebelah
barat merupakan platform yang dangkal, cekungan
endapan karbonat berkembang baik yang setara
dengan Formasi Baturaja, sedangkan bagian timur
merupakan daerah yang lebih dalam. Selanjutnya
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi
(Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi)
Gambar 1
Kerangka struktur batuan dasar cekungan-cekungan di disekitar Jawa Barat Utara (Pertamina, 1992)
pada pada kala Miosen Tengah merupakan
fase regresi yang ditandai dengan adanya
pengendapan sedimen laut dangkal dari
Formasi Cibulakan Atas. Sumber sedimen
yang utama dari Formasi Cibulakan Atas
diperkirakan berasal dari Paparan Sunda
yang berada disebelah utara-barat laut. Akhir
Miosen Tengah kembali menjadi kawasan
yang stabil, batugamping berkembang
dengan baik. Perkembangan yang baik ini
dikarenakan aktivitas tektonik yang lemah
dan lingkungan berupa laut dangkal.
Pada Kala Miosen Akhir-Pliosen (fase
regresi) merupakan fase pembentukan
Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi di
kawasan ini mengalami sedikit perubahan
kondisi laut semakin berkurang masuk
ke dalam lingkungan paralik. Kemudian
diakhiri pada Kala Pleistosen-Resen yang
ditandai dengan adanya pengangkatan
sumbu utama Jawa. Pengangkatan ini juga
diikuti oleh aktivitas vulkanisme yang
meningkat dan juga diikuti pembentukan
struktur utama Pulau Jawa. Pengangkatan
Gambar 2
Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Barat Utara
(Pertamina, 1992)
93
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102
sumbu utama Jawa tersebut berakhir secara tiba-tiba
sehingga mempengaruhi kondisi laut. Butiran-butiran
sedimen kasar diendapkan secara tidak selaras diatas
Formasi Cisubuh.
Cekungan ini merupakan salah satu cekungan
penghasil hidrokarbon yang telah terbukti dengan
adanya penemuan-penemuan migas terutama pada
struktur-struktur antiklin. Lapisan-lapisan utama
yang terbukti menjadi lapisan produksi adalah
batupasir dari Formasi Talang Akar dan Formasi
Cibulakan, disamping itu batugamping dari Formasi
Baturaja dan Formasi Parigi yang juga memproduksi
minyak dan gas bumi. Suatu hal yang menarik ialah
bahwa di kawasan daratan juga telah diproduksi
minyak bumi dari batuan tuffa volkanik dan breksi
Formasi Jatibarang.
Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga
tipe utama batuan induk, yaitu lacustrine shale (oil
prone), fluvio deltaic coals dan shales (oil dan gas
prone) dan marine claystone (bacterial gas) (Noble,
et al., 1997). Hidrokarbon dikawasan ini ditemukan
pada beberapa lapisan reservoar yaitu batupasir
tufa-volkanikan dari Formasi Jatibarang, Batupasir
delta pada anggota Cibulakan Bawah atau Formasi
Talangakar, dan batupasir delta-laut dangkal pada
Anggota Cibulakan Atas. Pada Anggota Cibulakan
bagian atas terdapat lapisan batugamping yang
dikenal dengan lapisan Z-14 dan Z-16. Lapisan
ini merupakan salah satu target reservoir pada
lapangan migas di daerah Indramayu dan sekitarnya.
Reservoar lain yang berkembang di kawasan ini
adalah batugamping Formasi Parigi. Pada cekungan
ini formasi yang bertindak sebagai lapisan penutup
utama (sealing) adalah Formasi Cisubuh, karena
formasi ini memiliki litologi impermeabel yang
cocok sebagai penghalang bagi hidrokarbon untuk
bermigrasi lebih lanjut.
Tipe pemerangkapan hidrokarbon di Jawa Barat
Utara hampir sama. Hal ini disebabkan evolusi
tektonik dari semua cekungan sedimen sepanjang
batas selatan dari Paparan Sunda relatif sama
sehingga akan menghasilkan tipe struktur geologi
dan mekanisme cebakan yang hampir sama. Bentuk
utama struktur geologi adalah dome anticlinal yang
lebar dan cebakan dari blok sesar yang miring. Pada
beberapa daerah dengan reservoar reefal build-up,
perangkap stratigrafi juga berperan. Perangkap
stratigrafi yang berkembang umumnya dikarenakan
terbatasnya penyebaran batugamping dan perbedaan
94
fasies. Jalur untuk perpindahan hidrokarbon
mungkin terjadi dari jalur keluar yang lateral dan
atau vertikal dari cekungan awal. Migrasi lateral
mengambil tempat di dalam unit-unit lapisan dengan
permeabilitas horizontal yang baik, sedangkan
migrasi vertikal terjadi ketika migrasi yang utama
dan langsung yang tegak. Jalur migrasi lateral berciri
tetap dari unit-unit permeable. Pada Cekungan Jawa
Barat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral lebih
banyak berupa celah batupasir yang mempunyai arah
utara-selatan dari Anggota Main maupun Massive
(Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran
utama untuk migrasi vertical dengan transportasi
yang cepat dari cairan yang bersamaan dengan waktu
periode tektonik aktif dan pergerakan sesar (Noble
et al. 1997). Pada Gambar 3 ditunjukkan kolom
stratigrafi regional beserta petroleum system elemen
Cekungan Jawa Barat Utara.
C. Pemeringkatan
Penelitian ini adalah kegiatan guna
mengembangkan eksplorasi migas melalui pendekatan
data-data permukaan khususnya beberapa parameter
topografi. Dan dalam penelitian ini, batasan Anomali
Topografi yang dimaksud adalah kekhususan karakter
topografi yang terlihat secara visual dan merupakan
representasi lapisan batuan dari zona tektonik
terakhir. Karakter khusus topografi dapat diamati baik
dari citra maupun di lapangan dari bentuk tinggian
atau antiklinal, pola aliran sungai, serta kemiringan
dan bayangan yang tampak pada data citra. Kondisi
topografi yang akan diamati merupakan topografi
yang dapat terlihat pada skala tertentu pada citra yang
dapat diamati di lapangan. Penggunaan citra sebagai
media untuk analisis membatasi studi eksplorasi
migas ini hanya mencakup daerah-daerah onshore
dengan prospek migas pada lapisan hasil tektonik
terakhir.
Indramayu yang berada pada Cekungan Jawa
Barat Utara (onshore) dipilih sebagai lokasi studi
dengan pertimbangan banyaknya lokasi sumur
migas yang sudah terbukti (proven) di cekungan
ini. Pengamatan dan analisis data citra dilakukan
pada daerah Indramayu sampai dengan Kerawang,
sedangkan untuk perconto pembuktian di lapangan
ditentukan berdasarkan lokasi-lokasi yang memiliki
anomali topografi.
Teknologi Penginderaan Jauh dalam studi ini
digunakan untuk membantu menganalisis karakter
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi
(Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi)
topografi dari data citra. Pada penelitian ini data citra
yang digunakan adalah Citra Satelit Landsat TM yang
direkam pada Bulan Juni Tahun 1976. Agar diperoleh
citra satelit yang letak geografis seperti di lapangan
dilakukan dengan metode rektifikasi. Rektifikasi
adalah suatu proses pekerjaan untuk memproyeksikan
citra yang ada ke bidang datar dan menjadikan
bentuk sebangun dengan sistem proyeksi peta yang
digunakan, juga terkadang mengorientasikan citra
sehingga mempunyai arah yang benar (Erdas 1991
dalam Hartoyo dkk. 2010). Interpretasi geologi dan
struktur geologi dengan menggunakan pendekatan
morfologi dan pola aliran yang digambarkan oleh
citra satelit. Hasil dari kegiatan ini adalah diperoleh
identifikasi karakteristik khusus medan atau topografi
yang berpotensi sebagai daerah penghasil migas dan
dalam penelitian ini disebut dengan remote sensing
potential area (RPA). Hasil interpretasi kemudian
dilakukan validasi terhadap hasil interpretasi.
Validasi dilakukan dengan melakukan validasi
kondisi permukaan dan kondisi bawah permukaan,
dengan metode analisis akurasi data.
Validasi kondisi permukaan dilakukan dengan
langsung melakukan pengukuran di lapangan dengan
menggunakan differential GPS. Metode differential
GPS atau juga dinamakan metode penentuan posisi
relatif pada prinsipnya adalah untuk memastikan
kondisi topografi RPA hasil interpretasi, yaitu
mengetahui beda tinggi dan posisi. Pengukuran
dilapangan masing-masing karakter dan lapangan
migas diambil satu perconto. Hal tersebut dengan
asumsi bahwa kenampakan yang sama di citra
dipastikan mempunyai karakter yang sama di
lapangan/medan.
Validasi pola kelurusan dilakukan dengan
menumpangsusunkan dan mencocokan dengan
pola struktur geologi regional studi yang telah ada.
Sedangkan validasi kondisi bawah permukaan
dilakukan dengan melakukan tumpang susun dengan
data seismik, data lapangan, dan data sumuran.
Parameter-parameter yang telah tervalidasi
tersebut selanjutnya ditumpangsusunkan untuk
mendapatkan daerah yang berpotensi migas.
Parameter yang dibangun untuk analisis dalam
penelitian ini, sebanyak 3 parameter utama yaitu
struktur, reservoar, dan migrasi. Parameter struktur
yang berupa RPA, parameter reservoir yang terdiri
dari jumlah formasi batuan pada satu tempat dan
kedekatan dengan sumur produksi/pengembangan,
dan parameter migrasi yang berupa posisi kelurusan/
lineament dan kedekatan dengan kitchen area.
Parameter-parameter tersebut kemudian dilakukan
penilaian dan perangkingan.
Dalam penelitian ini parameter struktur didasarkan
pada hasil identifikasi dan intepretasi citra satelit yang
menghasilkan RPA. Parameter reservoir terdiri atas
keberadaan sumur dan lapangan migas. Sumur dan
lapangan migas ini dihasilkan dari data pendukung/
peta yang telah didigitalkan. Parameter migrasi
didasarkan pada adanya sesar dan kitchen area. Sesar
Gambar 3
Kolom stratigrafi regional dan petroleum system elemen Cekungan Jawa Barat Utara (Noble et al. 1997)
95
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102
diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit yang
digunakan dan kitchen area didasarkan pada data
pendukung peta geologi regional daerah peneltian
yang telah didigitalkan.
Selain dilakukan tumpang susun, metode yang
digunakan untuk penentuan daerah potensi migas
juga dilakukan buffer dan pembobotan pada masingmasing parameter yang digunakan. Kecuali parameter
struktur dilakukan pembobotan (Tabel 1)
Untuk menghasilkan daerah potensi migas, RPA
yang telah diberi bobot dan penghitungan, hasil dari
penjumlahan masing-masing parameter kemudian
dilakukan pemeringkatan. Pemeringkatan untuk
penentuan daerah potensi migas (Tabel 2).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
dikenal dengan RPA. Hasil delineasi menunjukkan,
beberapa daerah yang didelineasi merupakan
lapangan migas dan atau berada di dekat lapangan
migas. Dengan kondisi tersebut semakin memperkuat
dugaan bahwa karakter-karakter yang ditunjukkan
pada citra mencerminkan adanya potensi migas.
Selain RPA, pada hasil interpretasi citra dapat
pula diidentikasi pola struktur geologi. Pada daerah
penelitian teridentifikasi adanya dua pola umum
struktur geologi yang dalam citra ditunjukkan
dengan adanya pola kelurusan (lineament), yaitu
pola kelurusan yang berarah relatif NE-SW dan pola
yang berarah relatif B-T (Gambar 5). Pola struktur
hasil intepretasi tersebut tampak sesuai dengan pola
struktur geologi regional berdasarkan studi yang
telah ada.
Pola kelurusan yang berarah relatif NE-SW
atau NW-SE diinterpretasikan merupakan struktur
yang terbentuk pada fase tektonik awal tersier atau
yang dikenal dengan pola Sunda. Pola struktur ini
Interpretasi struktur geologi dilakukan dengan
menggunakan citra satelit Landsat TM tahun 1976,
dengan skala 1:100.000-250.000. Interpertasi citra
dilakukan pada daerah Indramayu dan sekitarnya
dengan kondisi tutupan awan kurang dari
5%.
Tabel 1
Pembobotan parameter reservoir dan parameter migrasi
Dalam interpretasi struktur geologi
tersebut digunakan citra Landsat
Parameter Reservoir
TM dengan kombinasi false color
Deskripsi
Pembobotan
(R:G:B=4:5:7, interpetasi skala 1:250.000).
Hasil interpretasi citra memuat struktur
1 Formasi
1
geologi yang diidentifikasi sebagai RPA
2
Formasi
2
Lapangan Migas (jumlah
dan kelurusan (lineament) dengan skala
formasi dalam satu struktur)
3 Formasi
3
1:100.000-1:250.000 (Gambar 4). Terdapat
4 Formasi
4
84 RPA yang teridentifikasi pada peneltian
< 1 Km
4
ini.
1 – 5 Km
3
Jarak Terhadap Sumur
Interpretasi struktur geologi dengan
Produksi/ Pengembangan
5 – 10 Km
2
menggunakan data citra agak mengalami
10 – 15 Km
1
kesulitan terutama pada bagian utara daerah
peneltian. Hal ini disebabkan pada bagian
Parameter Migrasi
utara didominasi oleh endapan resen/aluvial
Deskripsi
Pembobotan
sehingga struktur geologi dan litologi
yang ada tertutup dan sulit untuk diamati.
Lineament
Tidak ada lineament
1
Kondisi tersebut melalui pengamatn visual
Lineament dekat dengan
2
dari citra satelit dengan berdasarkan analisis
struktur
Lineament
memotong
topografi dapat diidentifikasikan sebagai
3
struktur
daerah yang menunjukkan adanya anomali
Lineament berada
4
dibatas struktur
topografi, yaitu tampak adanya daerah yang
Kitchen Area
< 1 Km
4
relatif tinggi atau berbeda dengan daerah
disekelilingnya. Data tersebut semakin
1 – 5 Km
3
dipertegas dengan bentukan pola aliran
5 – 10 Km
2
yang berkembang pada daerah peneltian.
10 – 15 Km
1
Pada peneltian ini, hasil delineasi tersebut
96
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi
(Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi)
berlaku pada semua RPA hasil identifikasi, dimana
yang membentuk sesar-sesar bongkah (half graben
saat dilakukan pengamatan langsung dilapangan
system) yang selanjutnya pada bagian rendahan akan
kondisi permukaan tampak agak bergelombang.
terbentuk endapan danau dan vulkanik dari Formasi
Pada Gambar 6 ditunjukkan kenampakan citra yang
Jatibarang yang menutup rendahan-rendahan yang
diinterpreasi sebagai RPA dan hasil pengukuran di
ada. Proses sedimentasi ini terus berlangsung dengan
lapangan dengan menggunakan differential GPS.
dijumpainya endapan transisi Formasi Talangakar.
Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya
Sedangkan data bawah permukaan juga digunakan
lingkungan karbonat Formasi Baturaja.
untuk melakukan validasi hasil interpretasi citra yang
sudah dilakukan. Data bawah permukaan yang
Pola kelurusan yang berarah relatif B-T
dipergunakan untuk melakukan validasi adalah data
diinterpretasikan merupakan struktur yang terbentuk
seismik, data sumur dan data lapangan migas yang ada
pada fase tektonik Miosen Awal atau yang dikenal
di daerah peneltian. Dari data seismik yang melintasi
sebagai pola Jawa. Pola struktur ini teraktifkan
area potensi (RPA) terlihat hasil interpretasi dari
kembali pada fase tektonik Pliosen-Pleistosen, dana
data citra menunjukkan bahwa di bawah permukaan
terjadi proses kompresi kembali dan membentuk
juga dijumpai adanya struktur yang kemungkinan
perangkap-perangkap sruktur berupa sesar-sesar naik
mengandung hidrokarbon. Walaupun demikian
di jalur selatan Cekungan Jawa Barat Utara. Sesarpola kelurusan dari area prospek (RPA) tidak selalu
sesar naik yang terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi
dan sesar naik Subang, sedangkan di bagian
Tabel 2
utara terbentuk sesar turun berupa sesar
Pemeringkatan
daerah potensi migas
turun Pamanukan.
Adapun hasil validasi kondisi
Total Pembobotan
Klasifikasi
Peringkat
permukaan dengan metode pengukuran
6–8
Kurang Potensi
3
differensial GPS tersebut tampak jelas
9 – 11
Potensi
2
bahwa adanya beda tinggi walaupun tidak
• 12
Sangat Potensi
1
terlalu besar. Kondisi tersebut ternyata juga
Gambar 4
Hasil interpretasi citra
97
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102
Gambar 5
Pola kelurusan hasil interpretasi citra Landsat TM yang berarah relatif NE-SW dan B-T
sama dengan pola kelurusan struktur yang
berada dibawah permukaan, terutama di
bagian utara dari daerah peneltian. Hal ini
kemungkinan disebabkan kenampakan di
permukaan yang terekam pada data citra
tertutup oleh endapan aluvial sehingga pola
struktur yang sebenarnya tidak seluruhnya
nampak pada data citra. Disamping itu
pengendapan sedimen setelah Formasi
Cisubuh atau Parigi cukup tebal dan
relatif datar sementara fase tektonik
setelah Plio-Pleistosen tidak cukup kuat
sehingga struktur yang ada tidak terlalu
berpengaruh pada lapisan yang berada
diatasnya (Gambar 7).
Data sumur produksi/pengembangan
dan lapangan migas juga digunakan untuk
melakukan validasi bawah permukaan
karena dengan data sumur dan lapangan
migas membuktikan adanya akumulasi
hidrokarbon pada struktur dibawahnya.
98
Gambar 6
Validasi hasil interpretasi citra
dengan menggunakan
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi
(Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi)
Gambar 7
Validasi hasil interpretasi citra dengan menggunakan data seismik
Gambar 8
Daerah potensi migas
99
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102
Tabel 3
Hasil perangkingan RPA
RPA
100
Revervoar
Migrasi
Toatal Penilaian
Rangking
Lapangan Migas
Sumur
Lineament
Kitchen Area
5
4
4
2
2
12
1
12
3
4
2
3
12
1
28
2
4
3
4
13
1
37
2
3
3
4
12
1
38
2
4
3
3
12
1
39
3
4
1
4
12
1
40
2
3
4
4
13
1
41
4
4
2
3
13
1
43
2
4
2
4
12
1
44
2
4
4
4
14
1
45
2
4
4
3
13
1
46
3
4
4
3
14
1
48
2
4
3
3
12
1
60
4
4
3
4
15
1
66
4
3
2
4
13
1
68
4
4
2
3
13
1
70
4
4
3
3
14
1
71
4
4
2
2
12
1
72
4
4
2
2
12
1
79
2
3
3
4
12
1
83
1
4
4
4
13
1
84
1
4
4
4
13
1
1
1
3
2
3
9
2
6
3
3
1
3
10
2
7
3
2
2
2
9
2
8
2
3
4
1
10
2
11
3
4
1
3
11
2
13
3
3
3
2
11
2
14
2
4
2
1
9
2
15
2
4
4
1
11
2
16
3
3
3
1
10
2
18
2
4
2
1
9
2
23
2
3
4
1
10
2
26
2
3
3
1
9
2
27
2
4
3
1
10
2
29
2
3
2
3
10
2
30
3
4
1
2
10
2
31
3
4
2
2
11
2
32
1
3
4
3
11
2
33
1
3
4
3
11
2
34
1
4
1
3
9
2
35
2
4
1
3
10
2
36
2
4
2
2
10
2
42
2
3
2
4
11
2
47
3
3
1
2
9
2
49
1
4
2
4
11
2
50
2
4
2
1
54
1
3
2
3
9
2
58
4
3
2
2
11
2
59
1
1
4
4
10
2
63
1
3
3
2
9
2
64
2
2
3
3
10
2
65
4
2
1
4
11
2
67
4
3
1
3
11
2
73
1
2
4
2
9
2
75
4
3
2
2
11
2
76
2
2
1
4
77
2
2
1
4
9
2
80
4
2
1
4
11
2
81
4
2
1
4
11
2
2
1
2
2
1
6
3
3
1
2
4
1
8
3
4
1
2
4
1
8
3
9
1
3
2
1
7
3
10
1
4
1
1
7
3
17
1
4
2
1
8
3
19
2
3
2
1
8
3
20
1
4
2
1
8
3
21
1
3
1
1
6
3
22
2
2
2
1
7
3
24
1
1
3
1
6
3
25
1
1
4
1
7
3
51
1
2
3
1
7
3
52
1
2
2
1
6
3
53
1
3
2
2
8
3
55
2
2
1
1
6
3
57
2
2
1
1
6
3
61
1
2
2
2
7
3
62
1
1
2
2
6
3
69
1
1
2
2
6
3
74
1
1
2
4
8
3
78
2
3
2
1
8
3
82
2
2
1
3
8
3
9
9
2
2
Identifikasi Potensi Migas Melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi
(Studi Kasus Daerah Indramayu dan Sekitarnya) (Indah Crystiana, Tri Muji Susantoro, dan Taufan Junaedi)
Hasil interpretasi data citra menunjukkan bahwa area
potensi (RPA) yang ada di daerah penelitian yang
berada pada sekitar lokasi sumur adalah 8 RPA, di
bagian tepi struktur pada lapangan migas sebanyak
14 RPA dan di struktur lapangan migas sebanyak
15 RPA.
Hasil validasi menggunakan data bawah
permukaan membuktikan bahwa dari 84 area potensi
(RPA) yang diidentifikasi dengan menggunakan
data citra terdapat 37 RPA atau sekitar 44% berada
pada struktur yang sudah terbukti menghasilkan
hidrokarbon. Sementara itu area potensi (RPA)
yang tidak berada pada struktur yang sudah
terbukti merupakan peluang untuk bisa menambah
sumberdaya migas, tentunya dengan terlebih dahulu
dibuktikan dengan menggunakan data bawah
permukaan yang lebih akurat.
Setelah dilakukan penilaian terhadap 84
RPA kemudian dilanjutkan dengan melakukan
perangkingan. Hasil perangkingan menunjukkan 22
RPA dalam kategori sangat potensi, 38 RPA dalam
kategori potensi, dan 24 RPA dalam kategori kurang
potensi. Adapun hasil penilaian dan perangkingan
pada masing-masing RPA ditunjukan pada Tabel 3
dan Gambar 8.
IV. KESIMPULAN
Interpretasi struktur geologi dengan menggunakan
citra satelit Landsat TM di Indramayu dan
sekitarnya. Hasil interpretasi citra satelit Landsat TM
menunjukkan ada dua pola umum struktur geologi,
yaitu pola kelurusan yang berarah relatif NE-SW
dan pola yang berarah relatif B-T. Pola struktur
hasil intepretasi tersebut tampak sesuai dengan pola
struktur geologi regional berdasarkan studi yang
telah ada. Hasil analisis topografi menunjukkan
adanya anomali topografi pada lokasi kajian. Anomali
tersebut dipertegas dengan bentukan pola aliran yang
berkembang di lokasi tersebut. Anomali topografi
tersebut merupakan Remote Sensing Potential
Area (RPA) yang mengindikasikan adanya prospek
migas. Validasi lokasi RPA dilakukan melalui
survey lapangan, pengukuran differential GPS dan
data bawah permukaan. Hasil survey lapangan
menunjukkan lokasi RPA yang berada pada sekitar
lokasi sumur adalah 8 RPA, di bagian tepi struktur
pada lapangan migas sebanyak 14 RPA dan di struktur
lapangan migas sebanyak 15 RPA. Validasi lainnya
melalui pengukuran differensial GPS memperkuat
adanya anomali topografi dari RPA dengan adanya
beda tinggi. Validasi menggunakan data bawah
permukaan/seismik pada RPA menunjukkan bahwa
di bawah permukaan juga dijumpai adanya struktur
yang kemungkinan mengandung hidrokarbon.
Hasil validasi menggunakan data bawah permukaan
membuktikan bahwa dari 84 RPA yang diidentifikasi
dengan menggunakan data citra terdapat 37 RPA atau
sekitar 44% berada pada struktur yang sudah terbukti
menghasilkan hidrokarbon. Potensi RPA yang tidak
berada pada struktur yang sudah terbukti merupakan
peluang untuk bisa menambah sumberdaya migas.
Penilaian lanjutan melalui pembuatan rangking
menunjukkan 22 RPA dalam kategori sangat potensi,
38 RPA dalam kategori potensi, dan 24 RPA dalam
kategori kurang potensi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada
PPPTMGB LEMIGAS yang telah memberi
kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian
ini dan LAPAN yang telah memberikan data SRTM 30
meter. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan
terima kasih kepada Dr. Bambang Widarsono, Dr
Mujito dan Prof (Riset) Suprajitno Munadi, selaku
tim Scientific Board yang telah memberikan saran
dan masukannya pada penelitian ini. Terima kasih
juga kami ucapkan kepada Prof. Dr. Hartono, DEA.,
DESS; Drs. Prodjo Danoedoro, M.Sc, Ph.D; Ir.
Suliantara; Dodi Kurniawan S.T.; Abdul Gaffar; Dian
Nur yang telah memberikan masukan dan sarannya
serta membantu dalam survey lapangan.
KEPUSTAKAAN
A. Noble dkk., 1997. Petroleum Systems Of Northwest
Java Indonesia. Proceedings of the Petroleum Systems
of SE Asia and Australasia Conference, May 1997.
IPA.
Ananda P.A & Retnadi H.J. Aplikasi Penginderaan Jauh
Untuk Identifiksi Sebaran Batubara Permukaan Di
Kabupaten Muara Eneim Sumatera Selatan. http://
lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/viewFile
/2/2
Arafat Mohammed dkk., 2010. Significance of Surface
Lineaments for Gas and Oil Exploration in Part of
Sabatayn Basin-Yemen., Journal of Geography and
Geology, Vol. 2, No. 1; September 2010. Palanivel
K & C.J.Kumanan. Canadian Center of Science and
Education.
101
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 89 - 102
Banafsheh Ali Babai, Dr.Ahmad Khakzad. 2011.
Mahabad Investigation On Geology And Exploration
Via Remote Sensing. International Conference on
Asia Agriculture and Animal, IPCBEE vol.13 (2011).
IACSIT Press, Singapoore.
Chiara Del Ventisette dkk., 2012. Remote sensing
techniques to map geologic unit in arid environment:
theexample of southern flank of the Tindouf Basin
(Western Sahara). 4 th EARSeL Workshop on
Remote Sensing and Geology. 24 st – 25th May, 2012.
Mykonos, Greece.
Djauhari Noor. Geomorfologi. Program Studi Teknik
Geologi. Fakultas Teknik Universitas Pakuan. 2010.
Bogor
Hartoyo G.M.E, Nugroho Y, dkk. 2010. Modul Pelatihan
Sistem Informasi Geografi (SIG) Tingkat Dasar.
Tropenbos International Indonesia Programme.
Balikpapan.
Hung L.Q. dkk, 2005. Lineament extraction and analysis,
comparison of LANDSAT ETM and ASTER imagery.
Case study: Suoimuoi tropical karst catchment,
Vietnam. Remote Sensing for Environmental
Monitoring, GIS Applications, and Geology V, Proc.
of SPIE Vol. 5983, 59830T, (2005).
I Gede Indra Aryawan, dkk. Analisis dan Interpretasi
Struktur Geologi Menggunakan Digital Elevation
Model (DEM) Ater Daerah Kecamatan Marawola,
Dolo, Dan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
102
Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Indonesia
Lillesand T.M., Kiefer, R.W., 2007. Remote Sensing And
Image Interpretation, 6th Edition, Jhon Wiley & Sons
Inc, New York.
Lilli Soemantri. 2009. Teknologi Penginderaan Jauh
(Remote Sensing) Jurusan Pendidikan Geografi .
UPI
Nurfaika & Nurlina. 2009. Pemanfaatan Citra Landsat
ETM+ dan Sistem Informasi Geografis untuk
Pendugaan Limpasan Permukaan di DAS Jene’berang
Hulu Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Fisika FLUX,
Vol.6 No.1,Pebruari 2009 (26-39)
PERTAMINA & BEICIP FRANLAB, 1992, Global
Geodynamics, Basin Classification and Exploration
Play-types in Indonesia, Volume I, PERTAMINA,
Jakarta.
Puguh D.R. 2010. Ekstraksi Informasi Hidrologi dengan
Menggunakan Data Penginderaan Jauh. Remote
Sensing & GIS For Hydrology. Maret 2010. http://
puguhdraharjo.wordpress.com/2010/03/18/ektraksihidrologi-dengan-penginderaan-jau/
Sudarmono, Suheman T., dkk. 1997. Paleogene Basin
Development In Sundaland And It’s Role To The
Petroleum Systems In Western Indonesia. Proceedings
of the Petroleum Systems of SE Asia and Australasia
Conference, May 1997. IPA
Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2
(Septi Anggraeni, M Romli, dan Edward Tobing)
Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air
Berkarbon untuk Peningkatan Produksi
Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2
Experimental Study of Carbonated Water Injection
Method for Enhanced Oil Recovery and CO2 Utilization
Septi Anggraeni, M.Romli dan Edward Tobing
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]
Teregistrasi I tanggal 14 Mei 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 22 Juli 2014
Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014
ABSTRAK
Produksi dan cadangan minyak Indonesia terus mengalami penurunan, oleh sebab itu diperlukan
usaha-usaha untuk mengatasi masalah ini. Selain itu penggunaan energi fosil yang belum tergantikan oleh
energy terbarukan menimbulkan kelebihan emisi gas yang mengakibatkan perubahan iklim. Oleh sebab
itu pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas
Rumah Kaca, untuk mengurangi emisi gas CO2. Salah satu metoda EOR yang digunakan untuk menaikan
produksi minyak dan menyimpan gas CO2 adalah dengan menginjeksikan air yang disaturasikan dengan
gas CO2 kedalam reservoir minyak. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan investigasi metoda injeksi
air berkarbon dengan melakukan eksperimen pendesakan fluida di laboratorium. Hasil dari eksperimen
di laboratorium memperlihatkan metoda injeksi air berkarbon dapat menaikkan perolehan minyak dengan
tekanan injeksi yang relatif lebih rendah dari metoda injeksi gas CO2 lainnya. Dengan demikian metoda
ini diharapkan dapat menekan biaya dalam implementasi injeksi gas CO2 di lapangan.
Kata Kunci: emisi gas CO2, metoda injeksi air berkarbon, eksperimen pendesakan fluida, tekanan
injeksi.
ABSTRACT
Indonesia Oil Production and reserved have been declining constantly now a days. Therefore, a serious
effort such as using Enhanhed Oil Recovery technology must be needed. Moreover, an excessive used of
fosil energy that have not been replaced with renewable energy produces CO2 emissions enhancement
resulted climate changed problem. On purposed to handle this problem, the Indonesia government
releases Perpres no.61, 2011 that’s presidential decree on plan of national action to reduce CO2 emissions.
Therefore, the method of carbonated water injection is introduced for enhancing hydrocarbon recovery
and carbon dioxide storage. The objective of this study is to investigate the carbonated water injection
method by performing fluid displacement test in EOR laboratorium. The results of the experiments show
that the enhance oil recovery can be achieved by using the carbonated water injection method with the
lowest pressure injection comparing with others CO2 injection method. Presummably, the operating cost
in implemented CO2 injection in the oil field can be decreased by using the carbonated water injection
method.
Keywords: CO2 emissions, the carbonated water injection method, fluid displacement test, the enhance
oil recovery, pressure injection
103
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 103 - 110
I. PENDAHULUAN
Saat ini minyak bumi masih menjadi sumber
energi utama di Indonesia, walaupun Pemerintah
berusaha untuk menggunakan energi-energi alternatip
lain seperti: batubara, gas bumi, dan energi terbarukan
seperti: matahari, air, angin. Akan tetapi tetap saja
minyak bumi saat ini masih menjadi primadona untuk
memenuhi kebutuhan energi di Indonesia. Produksi
minyak Indonesia terus mengalami penurunan dalam
4 tahun terakhir ini, dan selalu dibawah target yang
ditetapkan, pada saat ini produksi minyak Indonesia
adalah: 830 ribu barel perhari dan ini masih dibawah
target pemerintah Indonesia yang ditetapkan
rata-rata pertahun adalah: 900 ribu barel perhari
(Pradnyana2014).
Cadangan minyak terbukti Indonesia juga
sudah mengalami penurunan hingga awal tahun
2013 menjadi: 4 milyard barrel (Pradnyana 2014).
Oleh karena itu harus dilakukan usaha-usaha untuk
menaikan cadangan dan produksi minyak seperti
melakukan eksplorasi untuk menemukan lapangan
minyak baru. Usaha untuk meningkatkan produksi
minyak di lapangan-lapangan tua digunakan metoda
peningkatan pengurasan cadangan atau lebih dikenal
dengan metoda Enhanced Oil Recovery (EOR).
Saat ini konsumsi energi dunia masih didominasi
oleh sumber energi fosil. Sumber energi fosil,
berupa minyak bumi, gas dan batubara, secara
alamiah jumlahnya terbatas. Namun penggunaannya,
terutama di sektor transportasi masih belum dapat
tergantikan oleh sumber energi lain, seperti energi
terbarukan. Mengingat kecenderungan penggunaan
energi fosil yang terbatas ini akan terus meningkat
di masa-masa yang akan datang dan akhir-akhir ini
terkait dengan isu perubahan iklim global. Kegiatan
di sektor energi, baik kegiatan penyediaan maupun
penggunaan energi, menghasilkan gas rumah kaca
(GRK) yang menyebabkan perubahan iklim.
Sejauh ini Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun
2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah
Kaca dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan Bali
Action Plan pada The Conferences of Parties (COP)
ke-13 United Nations Frameworks Convention on
Climate Change (UNFCCC) dan hasil COP-15 di
Copenhagen dan COP-16 di Cancun disamping itu
untuk memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia
dalam pertemuan G-20 di Pittsburg untuk menurunkan
104
emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha
sendiri dan mencapai 41% jika mendapat bantuan
internasional pada tahun 2020. Oleh karena itu perlu
disusun langkah-langkah untuk menurunkan emisi
Gas Rumah Kaca tersebut (Indonesia CCS Study
Working Group, November 2009).
Banyak cara yang tersedia untuk mereduksi
emisi CO2 diantaranya, salah satunya adalah dengan
menginjeksikan emisi CO2 kedalam depleted reservoir
sehingga minyak yang tersisa didalam reservoir akan
terproduksi kembali. Hal ini merupakan salah satu
metoda peningkatan pengurasan cadangan minyak
yang telah dikenal dengan nama CO2 Flooding.
Ada beberapa cara dalam penginjeksian CO2, yaitu:
injeksi gas CO2 kontinyu, injeksi gas CO2 bergantian
dengan air atau Water Alternate Gas (WAG), dan
injeksi air berkarbonasi (Willhite 1998).
Gas CO2 apabila tersaturasi kedalam minyak,
maka akan mengakibatkan volume minyak menjadi
bertambah (swelling), akibatnya viskositas minyak
menjadi berkurang. Holm dan Yosendal (1974)
menerangkan bahwa gas CO2 efektif untuk menyapu
minyak dalam media berpori karena: mengakibatkan
volume minyak bertambah (swelling) sehingga
mengurangi viskositas dan menaikkan densitas
minyak. Dengan sifat-sifat ini maka injeksi gas
CO2 didalam reservoir akan menaikkan perolehan
minyak. Selain itu gas CO2 juga mempunyai sifat
mudah terlarut dalam air dan mengurangi densitas
air. Sehingga gas CO2 mengurangi beda densitas
antara minyak dan air, akibatnya akan mengurangi
efek gravity segregation.
Penelitian tentang Injeksi air berkarbonasi
sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Implementasi
di lapangan dalam bentuk pilot project juga sudah
dilakukan, seperti Proyek K&S yang dilaksanakan
di Bartlesfield, Oklahoma, US dan proyek Dome
Unit, Bartlesfield, Oklahoma, US tahun 1965 (Dong
dkk. 2011). Akan tetapi, akhir-akhir ini mulai banyak
dilakukan penelitian tentang injeksi air berkarbon
seiring dengan adanya issue pemanasan global,
dimana metoda ini dapat memecahkan solusi
pemanfaatan emisi CO2 yang berasal dari misalkan
pembangkit listrik, pabrik pupuk, dan lain-lain
untuk ditangkap (Captured) kemudian diimjeksikan
ke lapangan minyak yang sudah depleted untuk
menaikkan recovery minyak. Walaupun sudah
banyak dilakukan penelitian tentang metoda ini
Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2
(Septi Anggraeni, M Romli, dan Edward Tobing)
Seperti disebutkan dalam alinea sebelumnya
metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimen pendesakan fluida di laboratorium. Untuk
menunjang eksperimen ini perlu juga diketahui
mekanisme pendesakan fluida, serta sifat karakteristik
fluida dan batuan.
sudah dijenuhi oleh gas CO2 diin-jeksikan kedalam
reservoir sebagai fluida pendorong minyak. CO2
berada didalam phasa air kemudian masuk kedalam
phasa minyak.
Transfer masa dari CO2 di dalam air ke dalam
minyak terjadi berdasarkan fakta bahwa CO2 lebih
mudah larut dalam minyak daripada dalam air
pada temperatur dan tekanan yang sama. Dengan
larutnya CO 2 ke dalam minyak akan membuat
viskositas minyak menjadi berkurang, menjadikan
ratio mobilitas antara minyak dan air menjadi lebih
baik di daerah zone kontak, dan volume minyak
membesar (swelling effect) sehingga menaikkan
relative permeability minyak. Hal ini mengakibatkan
kenaikan perolehan minyak daripada dengan injeksi
air (Riazi dkk. 2009).
Di dalam injeksi CO2 secara berkesinambungan,
salah satu problemnya adalah sweep efficiency yang
terkadang tidak begitu baik, yang disebabkan oleh
viskositas CO2 yang tinggi. Dengan adanya faktor
air dalam injeksi air berkarbon akan mengurangi
viskositas fluida injeksi, sehingga diharapkan
memperbaiki sweep effisiensi. Dengan injeksi
air berkarbon akan lebih banyak porsi CO2 yang
tersimpan dalam reservoir. Injeksi air berkarbon tidak
memerlukan gas CO2 yang sebesar injeksi CO2 secara
menerus (Kechut dkk. 2011).
B. Mekanisme Injeksi Air Berkarbon
C. Sifat-Sifat Gas CO2
Mekanisme dasar injeksi CO2 adalah
bercampurnya CO2 dengan minyak dan membentuk
fluida baru yang lebih mudah didesak dengan
minyak pada kondisi awal reservoir. CO2 sebagai
fluida pendesak akan mencapai keadaan tercampur
dengan baik pada kondisi tertentu dengan sifat-sifat
CO2 sebagai fluida pendesak akan mencapai keadaan
tercampur dengan baik pada kondisi tertentu dengan
sifat-sifat CO2 sebagai fluida pendesak.
Pada dasarnya mekanisme pendesakan minyak
dengan injeksi gas CO2 disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut (Willhite dkk. 1998):
- Pengembangan volume minyak.
- Penurunan viskositas minyak.
- Ekstraksi Sebagian Komponen Minyak.
Pada awalnya injeksi air berkarbon digunakan
untuk memperbaiki perolehan minyak yang didapat
dari injeksi air dengan menambahkan komponen gas
CO2 kedalam air yang diinjeksikan. Air injeksi yang
Pada tekanan dan temperature ruang CO2 yang
berwujud gas, jika ditekan sampai diatas 300 psia
pada temperature 0 deg.F akan berwujud fasa
cair, CO2 akan berbentuk padatan (dry ice) jika
temperature sangat rendah. Adapun sifat phisik dan
kimia dari CO2 dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut
ini.
Sifat atau karakter yang sangat penting untuk
dibahas didalam penelitian ini adalah kelarutan CO2
dilingkup internasional, belum ada satupun penelitian
tentang metoda injeksi air berkarbon yang dilakukan
di Indonesia dengan sampel fluida yang berasal dari
Indonesia.
Mengingat pentingnya usaha untuk meningkatkan
produksi minyak dan pengurangan emisi gas CO2,
maka dalam studi ini dilakukan investigasi tentang
metoda injeksi air berkarbon, dengan metoda
eksperimen pendesakan fluida di laboratorium.
Dalam eksperimen pendesakan fluida sampel fluida
di ambil dari sumur lapangan Jatibarang Pertamina,
Cirebon. Sebelum eksperimen pendesakan fluida
disiapkan air untuk injeksi dengan mesaturasikan
gas CO2 kedalam air hingga jenuh. Kemudian air
berkarbon tersebut diinjeksikan dengan tekanan
injeksi 1500 psig kedalam sampel Clashach yang
berisi fluida reservoir yaitu: air, minyak dan gas,
hingga fluida tersebut terproduksikan.
II. METODE
A. Umum
Tabel 1
Sifat phisik dan kimia gas CO2
(Tim Pelaksana
kegiatan DIPA PPPTMGB “LEMIGAS”, 2008)
Berat Molekul
44.01 g/mole
Tekanan Kritis
1073 psia
Temperatur Kritis
Volume Kritis
Densitas (0°F, 300 psi)
87.8° F
0.0237 cu-ft/lb
8.5 lb/gal
Volume spesifik (14.7 psia, 60°F)
8.659 cu-ft/lb
Panas spesifik (liquid) pada 300 psi
0.5 Btu/lb-°F
105
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 103 - 110
didalam air dan percampuran CO2 dengan minyak
yang terjadi pada tekanan tercampur minimum
(minimum miscible pressure, MMP).
D. Kelarutan Gas CO2 di Dalam Air
Gas CO 2 mempunyai sifat mudah larut di
dalam air, tidak seperti air dengan hidrokarbon
yang tidak mudah dilarutkan. Sedangkan dengan
minyak gas CO2 lebih mudah lagi terlarut. Dalam
hal ini kelarutan CO2 di dalam air sangat lah besar
dibandingkan hydrocarbon dengan air. Sifat ini
sangatlah penting diperhatikan dalam proses injeksi
CO2 dengan air yang berfungsi sebagai pengkontrol
faktor mobilitas.
Kelarutan gas CO2 didalam air adalah fungsi
temperature, tekanan, dan salinitas air. Pada
umumnya kelarutan CO2 didalam air bertambah
dengan naik-nya tekanan dan turunnya temperature.
Kenaikan salinitas air akan mengakibatkan turunnya
kelarutan CO2 didalam air. Penurunan kelarutan CO2
didalam brine ini terjadi berkorelasi langsung dengan
prosentase berat partikel yang terkandung dalam
brine atau air (Chang dkk. 1998).
E. Tekanan Tercampur Minimum
Tekanan tercampur minimum (minimum miscible
pressure; MMP) gas CO2 terhadap minyak adalah
harga tekanan yang paling rendah karena proses
pencampuran CO2 dengan minyak telah berlangsung.
Harga tekanan tercampur minimum CO2 tersebut
didapat dari hasil percobaan di laboratorium
menggunakan peralatan Slim Tube. Yellig dan
Metcalfe (1980) menggunakan dua parameter
dalam percobaan menggunakan Slim Tube, yaitu
temperatur dan komposisi minyak. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa 1.2 volume pori (1.2 PV)
untuk CO2 yang diinjeksikan sudah dapat menjamin
percampuran antara CO2 dan minyak. Pencampuran
yang terjadi ditandai dengan adanya perubahan warna
fluida yang keluar secara berangsur-angsur dari
warna gelap menjadi warna terang sejalan dengan
penambahan tekanan pendesakan. Pencampuran
secara sempurna terjadi apabila warna sudah tidak
berubah lagi dan menjadi kuning terang. Hasil
percobaan yang didapat adalah berupa kurva korelasi
antara tekanan pendesakan dan perolehan minyak
(oil recovery). Harga tekanan tercampur minimum
CO2 ditunjukan dari perpotongan (intersection)
garis saat percampuran belum terjadi dengan garis
106
saat percampuran telah terjadi. Yellig dan Metcalfe
(1980) juga menyimpulkan bahwa temperature
mempunyai pengaruh yang besar terhadap harga
tekanan tercampur minimum CO 2. Perubahan
tersebut berkisar 15 psi/°F pada rentang temperature
95-192°F.
Analisis Holm dan Josendal (1980) yang
menggunakan metoda yang sama dengan Yellig
dan Metcalfe (1988) menggunakan minyak yang
mempunyai berat molekul C5+ yang berbedabeda. Hasil percobaannya berupa korelasi antara
temperature terhadap tekanan tercampur minimum
CO2 sebagai fungsi dari berat molekul C5+. Holm
dan Josendal (1980) juga menyatakan bahwa korelasi
Yellig dan Metcalfe (1980) hanya dapat digunakan
untuk minyak yang mempunyai berat molekul C5+
dibawah 180 sedangkan untuk minyak dengan
C5+ diatas 200, korelasi tersebut sudah tidak dapat
digunakan lagi. Dari korelasi tersebut juga dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada harga temperatur
tetap dengan makin besarnya berat molekul C5+
maka tekanan tercampur minimum CO2 juga akan
makin besar. Demikian pula untuk temperature yang
makin tinggi, tekanan tercampur minimum CO2 akan
semakin besar baik untuk setiap berat molekul C5+
maupun untuk berat molekul C5+ yang semakin
besar.
Gambar 1
Skema peralatan Flooding System
(Kechut dkk. 2011)
Tabel 2
Hasil pengukuran swelling test
Reservoir System
Original Reservoil Oil
CO2 Injection
SCF/STB
Saturation Pressure Solubility of CO2 SCF/BBL Swelling Factor
Psig
Fraction **)
Reservoir*)
0.00
410
0.00
1.00
CO2/Oil System I
104.61
700
130.35
1.1215
CO2/Oil System II
219.39
1200
253.22
1.1755
CO2/Oil System III
556.74
1700
615.22
1.3446
CO2/Oil System IV
763.83
2200
836.77
1.4421
*) Pada kondisi reservoir
**) Rasio volume pada tekanan saturasi
Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2
(Septi Anggraeni, M Romli, dan Edward Tobing)
F. Eksperimen Laboratorium
Sebelum dilakukan test pendesakan fluida
dengan injeksi air berkarbonasi pertama-tama
dilakukan Pengambilan sample pada Lapangan A
dari Sumur X. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
memperoleh percontoh (minyak, gas dan air formasi)
yang dianggap paling mewakili terhadap performa
sumur X. Sampel diambil pada interval kedalaman:
4183.3-4189.8 feet; 4196.4-4203.0 feet; 4225.94235.8 feet; 3845.3-3858.5 feet; 3861.7-3868.3 feet.
Selain itu juga dikumpulkan data penunjang lainnya
seperti, tekanan awal reservoir: 1752.6 psig, tekanan
reservoir sekarang adalah: 546 psig, dan temperatur
reservoir: 192 deg.F.
Setelah itu dari sampel tersebut dilakukan
test untuk mengetahui sifat-sifat fluida antara
lain: salinitas air formasi, viskositas minyak, sifat
minyak untuk bertambah volumenya (swelling) jika
tersaturasi gas CO2, tekanan tercampur minimum.
Test pendesakan fluida dilakukan sesuai dengan
prosedur menurut Dong, (2011) dan Kechut (2011)
pada sampel Clashach yang merupakan sampel
batupasir homogen dipotong dalam bentuk silender
dengan dimensi panjang 30cm dan diameter: 3.749
cm, sehingga didapatkan bulk volume: 331.30 cm3.
Kemudian sampel dibersihkan dan dikeringkan
dengan oven, selanjutnya disaturasikan dengan
100% air formasi. Setelah itu sampel dimasukan
kedalam core holder pada unit flooding seperti pada
Gambar 1.
Peralatan diatur pada kondisi temperatur reservoir
yaitu pada: 192 deg.F. Setelah itu live oil dipompa
masuk kedalam sampel, hingga sampel berisikan
minyak dan air awal (Swi). Kemudian air diinjeksikan
dengan rate: 20 cc/jam dan tekanan injeksi: 1500 psig
hingga tidak ada minyak yang keluar. Jumlah minyak
yang diproduksikan dicatat dan saturasi minyak yang
tertinggal dihitung.
Diambil sampel kedua karena homogen maka
sampel ini mempunyai sifat petrofisik yang sama
dengan sampel pertama. Dilakukan proses yang sama
seperti pada sampel pertama yaitu sampel dibersihkan
dan dikeringkan. Kemudian sampel disaturasi dengan
100% air formasi, kemudian dimasukan pada core
holder pada flooding unit yang diatur pada kondisi
reservoir kemudian dimasukkan minyak hingga air
tidak keluar lagi. Setelah itu pada kondisi saturasi
air awal (Swi) diinjeksikan air berkarbonasi dengan
kecepatan alir: 20 cc/jam dan tekanan injeksi: 1500
psig, hingga tidak ada lagi minyak yang keluar.
Minyak yang terproduksi diukur volumenya dan
kemudian saturasi minyak yang tertinggal dihitung.
III. ANALISA
Hasil test laboratorium menunjukan sifat-sifat
karakteristik fluida reservoir antara lain, minyak
memiliki spesifik gravity: 39.19 API, sedangkan air
fomasi memiliki salinitas: 27.805,9 mg/liter total
NaCL. Pada eksperimen selanjutnya digunakan brine
atau air formasi buatan yang memiliki salinitas yang
sama dengan air formasi. Sifat minyak jika disaturasi
dengan gas CO2 menunjukkan penambahan volume
(swelling) sebagai berikut:
Penentuan Tekanan Tercampur Minimum (TTM)
dengan Slim Tube dilakukan pada beberapa tekanan
yaitu sekitar: 1450 psig, 2660 psig, 2950 psig, dan
3665 psig. Ringkasan hasil percobaan disajikan pada
Tabel 3 dan Gambar 2. Dari grafik dapat dilihat bahwa
harga TTM tercapai pada tekanan 2800 psig.
Test Pendesakan Fluida dengan Injeksi Berkarbon
secara Secondary Mode, pertama-tama dilakukan
test pendesakan fluida dengan injeksi air. Test
Pendesakan Fluida dengan Injeksi Air dilakukan
pada sampel #1 dari batuan Clashack. Mula-mula
sampel dibersihkan dari fluida yang terkandung
didalamnya kemudian dikeringkan dalam oven.
Setelah itu ditimbang dan didapatkan berat kering:
Tabel 3
Hasil test tekanan tercampur minimum
Recovery Oil
Injection Pressure Psig
GB*
1.2 PV
%
%
2659.52
80.26
92.95
2947.55
96.61
98.46
3364.98
97.03
99.4
2451.02
GB : Gas Break Through
1.2 PV : Pada injeksi 1.2 Pore Volume
Gambar 2
Grafik hasil test tekanan tercampur minimum
107
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 103 - 110
730.77 gram. Sampel kemudian disaturasi dengan
brine yang telah disiapkan hingga 100%, sampel
kemudian ditimbang diperoleh berat basah sebesar:
787.38 gram. Berdasarkan data ini didapatkan harga
Pore Volume: 56.23 cc, dengan demikian didapatkan
harga porositas: 16.87%.
Selanjutnya sampel yang sudah disaturasi dengan
brine kemudian dimasukkan dalam flooding unit yang
diatur dalam kondisi reservoir yaitu pada temperature:
192 der.F dan tekanan: 1700 psi. Setelah itu live oil
yang berasal dari sumur X di lapangan A diinjeksikan
ke dalam sampel, brine yang terkandung di dalam
sampel keluar dan ditampung didalam tabung serta
diukur volumenya didapatkan harga: 35.03cc,
diasumsikan sama dengan volume minyak yang
terkandung di dalam sampel, sehingga didapatkan
harga Saturasi Minyak awal (Soi): 62.30%. Sedangkan
air yang terkandung di dalam sampel adalah sebesar:
21.20cc, dengan demikian harga Saturasi air awal
(S wc): 37.70%. Pada percobaan ini juga diukur
kecepatan alir minyak yang terproduksi didapatkan
harga: 0.067 cc/detik, kemudian Permeabilitas air
diukur dengan menggunakan persamaan Darcy
didapatkan harga: 656 mD.
Tahap selanjutnya adalah tahap injeksi air
berkarbon, sampel diinjeksi air berkarbon dengan
tekanan injeksi sebesar: 1500 psig, hingga tidak ada
minyak yang terproduksi. Minyak yang terproduksi
ditampung di dalam tabung untuk diukur volumenya.
Jumlah minyak yang diproduksikan tercatat sebesar:
16.30cc, atau setara dengan RF: 46.53%. Adapun
minyak yang tersisa dalam sampel sebesar: 18.73cc,
dengan demikian saturasi minyak sisa (Sor) adalah:
33.31%. Minyak yang terproduksi diukur kecepatan
alir produksinya dan dengan persamaan Darcy diukur
permeabilitas minyak, didapatkan harga: 284 mD.
Gambar 3 menunjukkan grafik dari ulah injeksi air
dan perolehan minyak yang didapatkan. Sedangkan
ringkasan hasil test pendesakan fluida dapat dilihat
pada Tabel 4.
727.29 gram. Sampel kemudian disaturasi dengan
brine yang telah disiapkan hingga 100%, sampel
kemudian ditimbang diperoleh berat basah sebesar:
782.19 gram. Berdasarkan data ini didapatkan harga
Pore Volume: 54.53cc, dengan demikian didapatkan
harga porositas: 16.46%.
Sampel yang sudah disaturasi dengan brine
kemudian dimasukkan dalam flooding unit yang
diatur dalam kondisi reservoir yaitu pada temperature:
192 der.F dan tekanan: 1700 psi. Setelah itu live oil
yang berasal dari sumur X di lapangan A diinjeksikan
dengan kecepatan alir: 5 cc/menit, brine yang
terkandung didalam sampel keluar dan ditampung
didalam tabung serta diukur volumenya didapatkan
harga: 38cc, diasumsikan sama dengan volume
minyak yang terkandung didalam sampel, sehingga
didapatkan harga Saturasi Minyak awal (Soi): 69.27%.
Air yang terkandung didalam sampel adalah sebesar:
16.86cc, dengan demikian harga Saturasi air awal
(S wc): 30.73%. Pada percobaan ini juga diukur
kecepatan alir minyak yang terproduksi didapatkan
harga: 0.067cc/detik, kemudian Permeabilitas air
diukur dengan menggunakan persamaan Darcy
didapatkan harga: 690 mD.
Kemudian dimulai injeksi air, hingga tidak ada
minyak yang terproduksi. Minyak yang terproduksi
ditampung didalam tabung untuk diukur volumenya.
Jumlah minyak yang diproduksikan tercatat sebesar:
15.50 cc, atau setara dengan RF: 40.79 %. Adapun
minyak yang tersisa dalam sampel sebesar: 22.50 cc,
dengan demikian saturasi minyak sisa (Sor) adalah:
41.26 %. Gambar 4 menunjukkan grafik dari ulah
injeksi air dan perolehan minyak yang didapatkan.
Minyak yang terproduksi diukur kecepatan alir
produksinya dan dengan persamaan Darcy diukur
permeabilitasnya, didapatkan harga: 265 mD.
Proses selanjutnya dilakukan injeksi air berkarbon.
Untuk melakukan proses ini dilakukan tahap persiapan
yaitu diambil sampel #2 Clashack. Batuan Clashack
sehingga sampel #2 mempunyai sifat batuan yang
sama dengan sampel #1. Mengikuti proses yang sama
dengan injeksi air, sampel dipotong dalam
bentuk silinder dengan dimensi panjang:
30 cm dan diameter: 3.76 cm, sehingga
didapatkan bulk volume: 333.24 cm 3.
Mula-mula sampel dibersihkan dari fluida
yang terkandung didalamnya kemudian
dikeringkan dalam oven. Setelah itu
ditimbang dan didapatkan berat kering:
108
Tabel 4
Hasil test pendesakan fluida
No. Sampel
Core
PV (cc)
Soi (cc)
Sor (cc)
Perolehan Minyak
(cc)
Soi (%PV) SOR (%PV)
Faktor Perolehan Minyak (RF)
%Soi
Injeksi Air
1
Clashach
54.53
38
22.5
15.50
69.27
41.26
40.79
62.30
33.31
46.53
Injeksi Air Berkarbon
2
Clashach
Keterangan
PV : Pore Volume
Soi : Saturasi Minyak Awal
Sor : Saturasi Minyak Sisa
56.23
35.03
18.73
16.30
Kajian Eksperimen Metoda Injeksi Air Berkarbon untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Pemanfaatan Emisi CO2
(Septi Anggraeni, M Romli, dan Edward Tobing)
Sebagai data pembanding, berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya untuk metoda injeksi CO2
secara kontinyu dan injeksi gas CO2 bergantian
dengan air (WAG) didapatkan hasil seperti pada
Tabel 5.
IV. DISKUSI
Berdasarkan data karakteristik sumur didapatkan
bahwa reservoir telah mengalami penurunan tekanan
yang sangat banyak yaitu dari tekanan semula
yaitu: 1752.6 psig menjadi hanya: 546 psig untuk
kondisi sekarang. Padahal untuk operasi injeksi
CO2 membutuhkan tekanan yang tinggi. Oleh sebab
itu supaya memenuhi syarat untuk operasi injeksi
CO2 maka direncanakan untuk menaikan tekanan
reservoir sehingga mendekati tekanan semula yaitu:
1752.6 psig. Adapun cara yang digunakan adalah
dengan menginjeksikan air pada aquifer sehingga
tekanan reservoir menjadi naik. Dari percobaan
tekanan tercampur minimum didapatkan harga:
2800 psig, dengan demikian untuk lapangan A ini
apabila akan dilakukan injeksi CO2 hasil maksimal
akan diperoleh jika tekanan injeksi sekitar tekanan
tercampur minimum. Dimana terlihat pada injeksi
gas CO2 secara kontinyu penambahan recovery
sebesar: 12.6% baru terjadi pada tekanan injeksi 1900
psig. Dengan injeksi air berkarbonasi pada tekanan
injeksi 1500 psig sudah terjadi penambahan recovery
sebesar: 6%. Problem yang terjadi pada penelitian ini
ketika mau dicoba pada tekanan injeksi yang lebih
tinggi, pompa sudah tidak mampu lagi.
Dibandingkan dengan metoda injeksi gas
CO 2 secara kontinyu terlihat bahwa adanya air
pada metoda injeksi air berkarbon yang bersifat
mengkontrol mobilitas dari gas CO2. Pada metoda
injeksi gas CO2 secara kontinyu, gas CO2 mempunyai
viskositas yang tinggi, sedangkan proses swelling dari
gas CO2 belum banyak berpengaruh pada viskositas
minyak, sehingga gas CO2 belum dapat menyapu
secara optimal. Pada metoda injeksi air berkarbon
adanya gas CO2 didalam air menyebabkan mobilitas
fluida pendorong menjadi tidak terlalu tinggi, adanya
gas CO 2 juga berfungsi mengurangi viskositas
minyak, sehingga dalam tekanan injeksi yang
rendah sudah terjadi penambahan perolehan minyak.
Walaupun demikian pada tekanan injeksi yang lebih
tinggi diestimasikan tidak terdapat perolehan minyak
yang sebesar dengan metoda injeksi gas CO2 secara
kontinyu.
Tabel 5
Hasil test pendesakan fluida dengan metoda
injeksi CO2 secara kontinyu dan WAG
No.Sampel
Tekanan Injeksi
(psig)
RF dr Inj.Air
(PoreVol.)
RF dr Inj. Gas CO2
(PoreVol.)
1
1500
41.20
19.22
2
1700
30.95
28.26
3
1900
20.70
33.30
4
3000
28.32
55.28
5
1700 + WAG
41.68
23.20
Gambar 3
Hasil test pendesakan fluida
dengan injeksi air berkarbon
Didalam melakukan studi ini ditemukan kendalakendala yang sifatnya non teknis, oleh sebab itu
untuk melengkapi penelitian ini, rekomendasi untuk
penelitian selanjutnya adalah:
- Melakukan eksperimen pendesakan fluida dengan
injeksi air berkarbon untuk tekanan injeksi yang
lebih tinggi seperti: 2000 psia.
- Perlu dibuat simulasi model eksperimen
pendesakan fluida dengan injeksi air berkarbon
untuk melakukan uji sensitivitas misalnya
pengaruh tekanan injeksi, rate, viskositas
fluida terhadap hasil perolehan minyak. Juga
bisa diketahui banyaknya gas CO2 yang bisa
disimpan, yang dikarenakan kendala peralatan
tidak bisa diukur dalam eksperimen ini. Dari
simulasi model skala laboratorium bisa dilakukan
scale up untuk simulasi pendesakan fluida skala
lapangan.
V. KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
Produksi Minyak Indonesia terus mengalami
penurunan, sedangkan penemuan lapangan baru tidak
terlalu banyak. Diperlukan penerapan teknologi EOR
109
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 103 - 110
terhadap lapangan lapangan tua yang jumlahnya
banyak sekali untuk meningkatkan perolehan
minyak.
Penggunaan Energi Fosil mengakibatkan
peningkatan emisi gas CO 2 diatmosfir yang
mengakibatkan perubahan iklim karena efek rumah
kaca. Beberapa negara termasuk Indonesia menanda
tangani protokol Kyoto yang berkomitmen untuk
mengurangi emisi gas CO2.
Injeksi gas CO 2 menjadi suatu teknologi
yang berfungsi untuk menyimpan emisi gas CO2
di reservoir sekaligus meningkatkan perolehan
minyak.
Hasil dari test pendesakan fluida dengan injeksi air
berkarbon pada tekanan injeksi 1500 psig didapatkan
perolehan minyak (RF) sebesar: 46.53%, lebih tinggi
sebesar: 5.74% daripada perolehan minyak dengan
injeksi air (RF:40.79%). Adapun saturasi minyak sisa
berkurang dari 41.26% dengan injeksi air menjadi:
33.31% dengan injeksi air berkarbon.
Hasil test pendesakan fluida dengan injeksi
gas CO 2 secara kontinyu maupun WAG, pada
tekanan injeksi: 1500 psig belum menampakan
hasil penambahan perolehan minyak. Penambahan
perolehan minyak baru terjadi pada tekanan injeksi
yang tinggi pada tekanan injeksi: 1900 psig, yaitu
sebesar: 12.60%. Penambahan perolehan minyak
mencapai maksimum pada tekanan injeksi: 3000
psig, yang melebihi tekanan tercampur minimum,
dan perolehan minyaknya: 55.28%
Diestimasikan pada tekanan injeksi yang tinggi
perolehan minyak pada injeksi air berkarbon tidak
setinggi perolehan minyak pada injeksi gas CO2
secara kontinyu.
Dapat disimpulkan bahwa salah satu keunggulan
dari metoda injeksi air berkarbon adalah tidak
memerlukan tekanan injeksi setinggi injeksi gas
CO2 secara kontinyu atau berselingan air dengan
gas CO2 (WAG). Pencapaian tekanan injeksi yang
tinggi memerlukan biaya yang lebih tinggi dan bisa
menimbulkan keretakan pada formasi batuan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih pada pihakpihak yang telah membantu terlaksa-nanya penelitian
ini yaitu: ibu Sunting dan ibu Nurkamelia dari
110
laboratorium PVT, ibu Rosidelly dan bapak alm.
Heru Atmoko dari laboratorium Core serta ibu
Letty Brioletti dari laboratorium EOR, semua dari
PPPTMGB “LEMIGAS”.
KEPUSTAKAAN
Chang, Y.B., Coats, B.K., Nolen,J.S., April, 1998, ”A
Compositional Model for CO2 Floods Including CO2
Solubility in Water”,SPE Reservoir Evaluation &
Engineering.
Dong, Y., Dindoruk, B., Ishizawa, C., Lewis, E.,
Kubicek,T., 2011,”An Experimental Investigation of
Carbonated Water Flooding”, SPE 145380.
Holm, L.W., Josendal, V.A., Des 1974, “Mechanism
of Oil Displacement by Carbon Dioxide”, JPT, hal
1427-36.
Holm, L.W, & Josendal, V.A., Mei 1980, ”Discussion
of Determination and Prediction of CO2 Minimum
Miscibility Pressures”, JPT, 870-71
Indonesia CCS Studi Working Group, November
2009 “Understanding Carbon Capture and Storage
Potential in Indonesia”, Report.
Kechut, NI., Sohrabi, M., Jamiolahmady, M.,
2011,”Experimental and Numerical Evaluation of
Carbonated Water Injection (CWI) for Improved Oil
Recovery and CO2 Storage, SPE143005.
Pradnyana, G., Februari 2014, “RI Masih Punya Potensi
Cadangan Minyak Baru 43.7 M Barel”, SKK MigasDetik Finance.
Riazi, M., Sohrabi, M., Jamiolahmady, M., Irland,
S., & Brown, C., , 8-11 June 2009,:”Oil Recovery
Improvement Using CO2-Enriched Water Injection”,
SPE 121170, Proceeding of the 2009 SPE EUROPEC/
EAGE Annual Conference and Exhibition, Amsterdam,
the Netherland.
Riazi, M., Sohrabi, M., Jamiolahmady, M., Irland, S., &
Brown, C. , 2008 :”Carbonated Water Injection (CWI)
Studies”, 29th Annual Workshop & Symposium, IEA
Collaborative Project on Enhanched Oil Recovery.
Tim Pelaksana Kegiatan DIPA, 2008 “ Penelitian Kajian
Laboratorium dan Studi Pemodelan Simulasi Injeksi
CO2 Pada Depleted Reservoir Untuk Meningkatkan
Perolehan Minyak”, Laporan Kegiatan DIPA 2008,
PPPTMGB Lemigas.
Willhite, PG., Green, DW. , 2003,”Enhanched Oil
Recovery”, SPE Text Book Series vol.6.
Yellig, W.F. & Metcalfe, R.S., Jan. 1980, “Determination
and Prediction of CO2 Minimum Miscibility Pressures”,
JPT, page 160-68.
Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Shale
(Rachmi Kartini)
Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan
Tahan Temperatur Tinggi Bagi Pemboran di
Formasi Serpih
High Temperature Water-Base Mud with Low Solid
Content for Drilling in Shale Formation
Rachmi Kartini
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
E-mail: [email protected]
Teregistrasi I tanggal 14 Mei 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal 14 Juli 2014
Disetujui terbit tanggal: 29 Agustus 2014
ABSTRAK
Tulisan ini membahas mengenai fluida pemboran untuk formasi serpih. Selama ini permasalahan dalam
pemboran banyak terkait dengan ketidakstabilan lubang sumur di lapisan serpih. Hal ini menjadi perhatian
mengingat meningkatnya usaha eksplorasi serpih gas yang merupakan upaya dalam mencari sumber energy
alternative. Tujuan dari penelitian yang sudah dilakukan adalah untuk mencari formulasi fluida pemboran
berbasis air yang kompatibel dengan formasi serpih, dalam arti tidak mengakibatkan ketidakstabilan lubang
sumur. Untuk itu dilakukan pengujian terhadap beberapa formulasi lumpur, dalam interaksinya dengan
perconto shale, dengan menggunakan linear swell tester (LSM). Disamping itu juga dilakukan analisa
terhadap mineralogy perconto dengan menggunakan metoda x-ray diffraction (XRD), untuk mempelajari
sensitivitas masing-masing mineral terhadap berbagai formula fluida pemboran yang dirancang. Hasil
dari penelitian ini adalah formulasi fluida pemboran yang diberi nama Brine Mud. Dibandingkan dengan
lumpur KCl Polimer yang biasa dipakai, Brine Mud memberikan hasil LSM yang lebih baik.
Kata Kunci: Lumpur pemboran, lumpur densitas tinggi, shale gas
ABSTRACT
This paper discusses the drilling fluid for shale formation. Experiences indicate that there have been
a lot of problems in drilling related to wellbore instability in shale layers. This became a mayor concern
given the increasing activities of shale gas exploration as an effort in the search for alternative energy
sources. The aim of the research that has been done is to find formulations of water-based drilling fluid
that are compatible with shale formations, in the sense not causing wellbore instability. Drilling fluid
compatibility is measured using LSM linear swell meter (LSM). In order to to study the sensitivity of each
mineral to several type of drilling fluid that have been formulated, analysis of shale sample mineralogy
have also been conducted by using x-ray diffraction (XRD). The results of this study are drilling fluid
formulation named " Brine Mud ". Comparison to KCl Polymer, known as the most commonly used drilling
fluid for shale formation, Brine Mud gives, to some degree, better performance.
Keywords: Drilling mud, high density mud, shale gas
I. PENDAHULUAN
Menurunnya jumlah cadangan migas dan
semakin besarnya konsumsi bahan bakar minyak
di negara kita, telah membuat Indonesia menjadi
negara net importir. Untuk memenuhi kebutuhan
energi nasional berbagai usaha diversifikasi energi
111
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 111 - 118
dilakukan. Untuk Indonesia, serpih Gas merupakan
salah satu sumber energi alternatif yang layak untuk
dieksplorasi. Indonesia memiliki potensi serpih gas
yang tersebar hampir di seluruh cekungan tanah air.
Gas alam yang berada di formasi batuan sedimen itu
belum dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan
data dari Badan Geologi Indonesia cadangan serpih
gas Indonesia mencapai 574 TCF (KESDM 2013).
Pengalaman dalam pemboran minyak dan gas
bumi selama ini menunjukkan bahwa pemboran
pada formasi serpih, seringkali menghadapi masalah
yaitu yang berkaitan dengan ketidak stabilan lubang
sumur. Pada pemboran konvensional, permasalahan
ini relative lebih mudah diatasi, karena bukan
merupakan target, akan tetapi sekedar terlewati oleh
lintasan pemboran. Persoalan akan menjadi lebih
berat manakala lapisan serpih itu sendiri merupakan
lapisan target, sehingga adakalanya diperlukan
pemboran horizontal pada lapisan tersebut.
Lebih dari 75% formasi yang ditembus oleh
sumur minyak dan gas adalah formasi serpih dan
lebih dari 90% masalah ketidakstabilan lubang sumur
berkaitan dengan formasi serpih. ( Lal 1999, Osisanya
& Chenevert 1996 ). Dibandingkan dengan jumlah
biaya keseluruhan sebuah sumur, biaya lumpur
hanyalah berkisar sekitar 8-10%. Biaya-biaya lain
diantaranya: sewa menara bor, pemakaian pahat
(bit cost), pemakaian pipa serubumbung (casing
and tubing cost), biaya semen (cementing cost),
biaya logging dsb. Namun demikian lumpur dapat
memberikan pengaruh sampai 60%-70% terhadap
jumlah biaya tersebut. Formulasi dan penanganan
lumpur yang tidak benar dapat mengakibatkan biaya
keseluruhan membengkak.
Problema pemboran yang terkait dengan
ketidakstabilan serpih ini diantaranya adalah :
- Pembesaran lubang sumur
- Pipa pemboran terjepit
- Torque dan drag tinggi
- Bit balling
- Lubang sumur terbelokan/bergeser (Side
Tracking)
Penyebab utamanya adalah terjadinya ketidak
seimbangan antara stress pada batuan dengan
kekuatan dari batuan tersebut. Ini terjadi akibat
hilangnya sebagian dari batuan dan digantikan atau
diisi oleh fluida pemboran. Ketidakseimbangan ini
112
juga terjadi akibat adanya interaksi antara batuan
dengan fluida pemboran (Ewy & Morton 2009, Lal
2000).
Makalah ini mendiskusikan formulasi lumpur
pemboran berbasis air, yang kompatibel atau sesuai
untuk pemboran pada formasi serpih sehingga
tidak mengakibatkan lubang bor menjadi tidak
stabil yang dapat mengganggu proses pemboran.
Lumpur pemboran berbasis air dipandang lebih
ramah lingkungan bila dibandingkan dengan lumpur
berbasis minyak, dimana selama ini lumpur berbasis
minyak dinilai paling sesuai untuk mengatasi
masalah pemboran yang berkaitan dengan serpih.
Perkembangan teknologi menunjukkan bahwa
lumpur berbasis air dapat digunakan untuk menembus
formasi serpih. Berbagai penelitian sebelumnya telah
banyak dilakukan untuk meneliti penggunaan lumpur
berbasis air pada pemboran di formasi serpih (Brady
dkk. 1998; Breden dkk. 2011; Khodja dkk. 2010;
Meng dkk. 1996; Mody & Hale 1993; Tare & Mody
2000; Rojas dkk. 2006).
A. Mineralogi serpih
Faktor yang membedakan serpih dengan batuan
lain adalah sensitivitas dan reaktivitas dari serpih
terhadap komponen fluida pemboran khususnya
air. Sifat fisik serpih ini berkaitan erat dengan
mineraloginya, dimana sangat didominasi oleh
mineral lempung serta sedikit mineral non lempung
seperti quartz, feldspar and calcite. Lempung terdiri
dari lapisan kristal kecil yang disebut platelet. Platelet
mempunyai dua struktur dasar yaitu tetrahedral dan
oktahedral. Struktur tetrahedral terdiri dari atom
silikon yang dikelilingi oleh atom-atom oksigen
atau gugus hidroksil. Di sisi lain, struktur oktahedral
terdiri dari atom-atom aluminium atau magnesium
yang berikatan dengan atom-atom oksigen atau
gugus hidroksil.
Struktur mineral lempung yang paling sederhana
adalah unit-unit 2 lapis terbentuk dari lapisanlapisan tetrahedral dan oktahedral. Struktur 3 lapisan
memiliki dua lapisan tetrahedral dan oktahedral
dengan sebuah oktahedral tersusun di antaranya.
Susunan struktural dari ion-ion oksigen adalah sifat
utama di dalam mana netralisasi elektrikal oleh
kation-kation yang tersedia harus menyesuaikan diri
sedapat mungkin. Jika ‘lem kationik’ tersebut tidak
memberikan cukup muatan positif untuk netralisasi
dengan struktur mineral, sebagaimana pada Si4+
Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Shale
(Rachmi Kartini)
oleh Al3+ atau pada Al3+ oleh Mg2+, maka muatanmuatan negatif berlebih dari struktur oksigen harus
dinetralisir pada permukaan mineral oleh adsorpsi
ion-ion positif termasuk H+ dari lingkungan. Adapun
jenis mineral lempung yang utama ialah :
- Kaolinit
Al2 (Si2O5 (H2O))
- Illit
KAl2 (AlSi3O10 (OH)2)
- Smektit
(AlMg)4 Si8 O20 (OH)10)
- Klorit
(MgFe)6-x (AlFe)x Si4-x Alx (OH)10
(Blatt dkk. 1972)
II. METODOLOGI
Kandungan mineralogy batuan perconto diuji dan
dipelajari dengan metoda cation exchange capacity
(CEC), x-ray difraction (XRD) dan scanning
electron microscope (SEM). Sedangkan sifat fisika
batuan yang berkaitan dengan interaksinya dengan
fluida pemboran, diuji dengan capillary suction
time (CST) dan linear swell meter (LSM). Untuk
memperoleh gambaran kasar mengenai mineralogi
shale, digunakan metoda CEC.
Untuk mendapatkan lumpur yang cocok pada
formasi shale, dibuat dua formulasi lumpur berbasis
air yaitu lumpur KCl polimer dan brine mud. Pada
keduanya dilakukan pengujian spesifikasi lumpur
pada temperatur 325oF dan 350oF. Selanjutnya pada
lumpur yang dapat memenuhi spesifikasi dilakukan
uji kompatibilitas dengan mengkontakkan dengan
perconto serpih formasi Baong dan formasi Bampo
yang diperoleh dari singkapan.
pada pembahasan selanjutnya. Hasil Pengujian
diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
1. Formulasi Lumpur
Lumpur pemboran merupakan unsur yang vital
dalam suatu operasi pemboran. Lumpur yang tidak
sesuai dapat mengakibatkan biaya pemboran menjadi
mahal, dan secara tidak langsung dapat menghambat
pemboran misalnya manakala pipa pemboran terjepit
dan tidak dapat diangkat lagi. Kesesuaian lumpur
berbasis air diukur mengacu pada metode standard
API 13B1. Jadi selain memperhatikan interaksi
sumur dengan perconto, sifat fisika dan kimia lumpur
juga haruslah memenuhi spesifikasi dari API 13B-1.
(American Petroleum Institute 2010).
Lumpur pemboran yang biasa dipakai saat ini
untuk menembus formasi serpih adalah type lumpur
Tabel 1
Hasil pengukuran CEC perconto
formasi Baong dan Bampo
Jenis mineral Clay
WP 4#1
25
5
Kaolinite
WP 4#4
15
3
Kaolinite
WP 4#7
30
6
Kaolinite
WP 4#9
8
1,6
Kaolinite
WP 4#11
5
1
Kaolinite
K6- 1A
70
14
Illite/Kaolinite/Chlorite
K6 - 1B
85
17
Illite/Chlorite
K6- 1C
50
10
Illite/Kaolinite/Chlorite
Tabel 2
Hasil pengujian XRD perconto formasi Bampo
Tabel of X-Ray Diffraction Analysis Results for WP-4 (OC Samples)
No
Perconto
Calcite
Dolomite
Siderite
Quartz
K-Feldsfar
Plagioclase
Pyrite
Gypsum
Clay
Carbonate
Other
Total (%)
Chlorite
Other Minerals (%)
Illite
Carbonate
Minerals (%)
Kaolinite
Clay Minerals (%)
Smectite
A. Pengujian dan Hasil
1
WP #4-1
-
20
-
26
-
-
-
48
3
3
-
-
46
-
54
2
WP #4-4
-
30
-
30
-
-
-
36
2
2
-
-
60
-
40
3
WP #4-7
-
24
-
22
-
-
-
46
2
6
-
-
46
-
54
4
WP #4-9
-
30
-
28
-
-
-
33
3
6
-
-
58
-
42
5
WP #4-11
-
20
-
26
-
-
-
44
3
7
-
-
46
-
54
Tabel 3
Hasil pengujian XRD perconto formasi Baong
Tabel of X-Ray Diffraction Analysis Results for Medan-Bahorok (OC Samples)
No
Perconto
Calcite
Dolomite
Siderite
Quartz
K-Feldsfar
Plagioclase
Pyrite
Clay
Carbonate
Other
Total (%)
Chlorite
Other Minerals (%)
Kaolinite
Carbonate
Minerals (%)
Illite
Clay Minerals (%)
Smectite
Langkah awal untuk mendapatkan informasi
mengenai kandungan mineralogy secara detail,
dilakukan pengukuran dengan metoda XRD. Hasil
pengujian dengan menggunakan XRD menunjukkan
bahwa serpih dari perconto formasi Baong dan
formasi Bampo memiliki kandungan mineralogi
yang sangat berbeda. Kandungan lempung pada
formasi Baong berkisar antara 33%-37% sedangkan
kandungan lempung dari perconto formasi Bampo
berkisar antara 46%-60%. meskipun demikian
kandungan smectite dari perconto dari formasi
Baong lebih besar yaitu sebesar 10% sementara pada
perconto dari formasi Bampo tidak mengandung
smektite. Kandungan smektit mempunyai peranan
yang sangat penting dalam kaitannya dengan
sensitivitas terhadap air, yang akan diperlihatkan
Jumlah Titrasi
CEC (me/100gr)
(cc)
Sample
1
KG-1A
10
10
12
5
20
-
-
38
-
-
5
37
20
43
2
KG-1B
13
6
8
65
22
-
-
40
-
1
4
33
22
45
3
KG-1C
15
6
10
22
30
-
-
30
-
2
2
36
30
34
113
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 111 - 118
KCl Polimer. lumpur KCl Polimer pada penelitian
ini di rancang untuk Sg 1,5 dan tahan pada temperatur
325oF. Pada penelitian melakukan 10 formulasi
lumpur KCl Polimer, lihat tabel L-1, akan tetapi hanya
ada 1 formulasi yang bisa memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel
4. Beberapa formulasi lumpur KCl Polimer yang
digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan pada
Tabel L-2.
Pada system KCl Polimer tidak dilakukan
formulasi pada suhu 350oF, Dikarenakan material
yang digunakan tidak tahan sampai suhu 350oF.
2. Formulasi ‘Brine Mud’
Formula ‘Brine Mud’ dirancang untuk mampu
bekerja hingga suhu 350 o F. Proses formulasi
dilakukan berulang-ulang secara ‘trial and error’
hingga diperoleh lumpur yang memenuhi spesifikasi.
Dari beberapa percobaan formulasi yang dilakukan
akhirnya diperoleh 11 formulasi untuk suhu 325oF,
lihat tabel L-2 dan 5 formula untuk suhu 350oF,
yang dapat memenuhi sebagian dari persyaratan
lihat tabel L-3 dan 1 formulasi dapat memenuhi
seluruh persyaratan sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan, lihat tabel 4.
B. Interaksi Serpih dengan Fluida Pemboran
Reaksi antara batuan serpih dengan air dari fluida
pemboran dapat menimbulkan ketidakstabilan lubang
sumur. O’Brien dan Chenevert mengklasifikasikan
permasalahan serpih berdasarkan kandungan
lempungnya serta karakteristik pemborannya,
diperlihatkan pada Tabel 5. Pengelompokan ini
membantu dalam memprediksi ketidak stabilan
lubang sumur serta pemilihan fluida pemboran
yang sesuai. Akan tetapi interaksi antara serpih
dengan fluida pemboran dipengaruhi oleh banyak
faktor sehingga sulit untuk dikelompokkan secara
sederhana.
Gambaran lebih rinci mengenai interaksi serpih
dengan air diperoleh dengan menggunakan metoda
CST, yang dapat memberikan informasi yang lebih
bersifat kuantitatif.
CST adalah waktu yang dibutuhkan air bebas
diantara dua electrode melalui kertas saring yang
mengindikasikan permeabilitas filter-cake dan
untuk mengetahui seberapa jauh serpih dan clay
bereaksi atau bisa diartikan kemampuan batuan
untuk menyerap dan melepaskan kembali air
114
disekitarnya. Secara umum CST mencerminkan
kecenderungan terjadinya swelling. Semakin besar
nilai CST kecenderungan untuk terjadinya swelling
akan semakin besar. Metoda CST, dapat digunakan
untuk memperkirakan zona pemboran yang akan
menimbulkan persoalan ketidakstabilan lubang
sumur. Berdasarkan hasil pengukuran CST terhadap
perconto, kemungkinan untuk terjadi swelling terbesar
adalah pada perconto KG-1C dan WP4#7, akan tetapi
secara umum, kecenderungan untuk terjadi swelling
pada formasi Baong lebih besar bila dibandingkan
dengan formasi Bampo Lihat Table 6.
Tabel 4
Sifat fisik Brine Mud dan KCl Polimer
Mud
Brine
o
Mud@325 F
KCl Polimer@325oF
Brine Mud
@350oF
Mud Weight
1.53
1,51
1.51
ș 600
161
94
128
ș 300
108
61
80
ș 200
95
49
61
ș 100
87
33
38
ș6
8
7
8
ș3
6
5
6
PV
53
33
48
32
Yp
55
27
Gel Strength 10 detik
4
6
7
Gel Strength 10 menit
6
11
16
API Filter Press
2,8
3
6.6
HTHP Filtrate Loss
16
11
14.4
PH
10,8
9
11.5
Tabel 5
Karakteristik pemboran berdasarkan kandungan
Lempung (O’Brien and Chenevert, 1973)
Kandungan Lempung
Montmorillonite tinggi, dengan sedikit Ilite
Karakteristik Pemboran
Lunak, dispersi tinggi
Montmorillonite agak tinggi, dan Ilite tinggi
Lunak, dispersi agak tinggi
Lempung berlapis-lapis, Illite dan chlorite tinggi
Agak keras, dispersi sedang, cenderung pecah (sloughing)
Illite dan Chlorite sedang
Keras, sedikit terdispersi, cenderung pecah
Illite tinggi dan chlorite sedang
Sangat keras, getas, dispersi sangat kecil, cenderung caving
Tabel 6
Hasil Pengukuran CST Terhadap Perconto
SAMPEL
CST
WP 4 #1
39,55
WP 4 #4
38,2
WP 4#7
56
WP 4#9
29,5
WP 4#11
34,3
KG - 1A
50,6
KG - 1B
39,45
KG - 1C
61,55
Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Shale
(Rachmi Kartini)
Tingginya kecenderungan swelling pada formasi
Baong berkaitan erat kaitannya dengan kandungan
lempung pada formasi tersebut, sebagaimana
diperlihatkan pada hasil XRD (Tabel 2 dan Tabel
3). Lempung pada perconto dari Formasi Baong
mengandung lempung type Smectite. Ikatan antar
lapisan pada struktur molekul smectite merupakan
gaya van der wall yang lemah, dan mudah diisi
oleh molekul air. hal yang menyebabkan terjadinya
swelling pada perconto.
Tabel 7
Hasil pengujian kompatibilitas dengan
menggunakan LSM
PERBANDINGAN LSM
SAMPLE
DISTILATE%
III. PEMBAHASAN
BRINE%
KCL POLIMER%
WP 4-1
6
0.2
0.3
WP 4-4
7.4
0.2
3.3
WP 4-7
7.4
5.2
0.1
WP 4-9
5.1
0.2
1.2
WP 4-11
3.3
6.9
0.1
KG-IA
7.5
6.6
5.2
KG-IB
8.2
5.8
1.7
KG-IC
10.6
3.2
6.2
Tabel 8
Data XRD sample Shale KG dan WP
setelah dikontakkan dengan fluida pemboran
A. Uji Kompatibilitas
Data menunjukkan pengembangan
dari 8 perconto shale yang dikontakkan
dengan distilat water, lumpur KCl Polimer
dan Brine Mud. dapat dilihat bahwa
pengembangan yang terbesar terjadi pada
shale KG-1C dengan kandungan smectite
15%, sedangkan terkecil pengembangan
terjadi pada sample serpih WP# 4-11
dengan tidak ada smectite didalamnya.
Ketika sample serpih WP 4#11 dikontakkan
dengan lumpur KCl Polimer dapat dilihat
bahwa lumpur KCl Polimer dapat menekan
pengembangan sampai 0.1%. Sedangkan
dengan Brine Mud dapat mengurangi
pengembangan clay sampai 0.2% .
Pada perconto serpih WP#4-11 dan
WP#4-1 dengan kandungan illite 20%
dan quarts 44% dan 48% terlihat ada
pengembangan serpih sebesar 3.3 % dan
6%, Pada perconto serpih WP 4-4 dan
WP 4-9 dengan kandungan illite 30%
dan Chloride 28% dan 30% persentase
pengembangan clay sekitar 7.4% dan 5.1%
Clay
Carbonate
5
20
-
-
50
-
1
6
23
20
57
14
20
4
-
-
40
-
4
-
52
4
44
3
KG-1B KCl-Pol
-
20
6
12
-
-
-
57
3
2
-
38
-
62
4
KG-1B Brine Mud
-
6
8
6
22
-
-
53
-
1
4
20
22
58
5
KG-1C Brine Mud
-
12
6
8
22
-
-
45
1
4
2
26
22
52
6
WP 4#1 Brine
-
16
-
14
-
-
-
65
3
2
-
30
-
70
7
WP 4#4 Brine
-
30
-
16
-
-
-
50
2
2
-
46
-
54
8
WP 4#4 KCl Pol
-
22
-
16
-
-
-
58
2
2
-
38
-
62
9
WP 4#7 KCl Pol
-
20
-
3
-
-
-
70
2
5
-
23
-
77
10
WP 4#9 Brine Mud
-
26
-
20
-
-
-
46
2
6
-
46
-
54
11
WP 4#11 KCl Pol
-
20
-
25
-
-
-
44
4
7
-
45
-
55
Quartz
Other
Pyrite
10
18
K-Feldsfar
8
-
Siderite
-
KG-1A KCl-Pol
Dolomite
KG-1A Brine
2
Perconto
Illite
1
No
Kaolinite
Plagioclase
Total (%)
Calcite
Carbonate
Other Minerals (%)
Minerals (%)
Chlorite
Clay Minerals (%)
Smectite
Tabel of X-Ray Diffraction Analysis Results for Medan-Bahorok (After Test) (OC Samples)
Untuk mengetahui secara pasti akan kecenderungan
terjadinya swelling, digunakan alat LSM. Dengan
alat ini dapat diukur pertambahan volume shale
manakala dikontakkan dengan fluida pemboran.
Keluaran dari alat ini adalah persentase penambahan
volume sebagai fungsi dari waktu. Fluida pemboran
dikatakan kompatibel bila persentasi pengembangan
atau penambahan volume tidaklah terlalu besar.
Semakin kecil penambahan volume shale, maka
fluida pemboran semakin kompatibel dengan formasi
serpih yang ditembus.
Tabel L-1
Formula lumpur KCL Polimer pada suhu 325oF
Material
SG
Konsentrasi (lbs/bbl)
Aqua
1,00
272,54 268,52 268,33 268,41 268,41 268,48 268,44 268,47 268,60 268,47
Bentonite
2,50
7
6
5
3,60
3,60
3,60
3,60
3,60
3,60
KOH
2,13
2
2,5
3
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
Xanthan Gum
1,50
4
4,5
4,3
2,60
2,60
2,50
2,55
2,60
2,60
2,60
PAC-R
1,55
1,5
1
1
0,40
0,40
0,40
0,40
0,30
0,30
0,30
PAC-L
1,55
3,5
6,5
6,5
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,80
1,00
23,50
3,60
KCL
1,98
20
20
20
23,50
23,50
23,50
23,50
23,50
23,50
Shale Stab
1,20
4
4
6
8,00
8,00
8,00
8,00
8,00
8,00
8,00
Polyrex
1,20
7
8
8
12,00
12,00
12,00
12,00
12,00
12,00
12,00
Barite
4,25
180
180
180
Wellstab
1,15
7
32
32
180,00 180,00 180,00 180,00 180,00 180,00 180,00
5,00
5,00
5,00
5,00
5,00
5,00
Wellcore
1,15
0,5
0,5
0,5
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
Wellside
1,15
0,5
0,5
0,5
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
5,00
HASIL
PENGUKURAN
Mud Properties
Unit
Requirement
Mud Weight
SG
” 1.5
1,52
1,5
1,51
1,5
1,53
1,5
1,52
1,53
1,5
1,51
Reading @120oF: 600
rpm
-
-
205
145
104
96
91
92
93
92
87
94
300 rpm
-
-
130
99
60
61
61
62
63
64
59
61
200 rpm
-
-
102
79
42
49
47
48
49
51
44
49
100 rpm
-
-
64
54
32
35
31
32
33
35
29
33
6 rpm
-
7 - 12
7
8
2
11
8
7
8
9
6
7
3 rpm
-
-
4
5
1
10
4
4
6
7
5
5
Plastic viscosity, PV
cps
25 - 30
75
46
52
35
30
30
30
28
28
33
Yield Point, YP
lbs/100ft2
22 - 30
55
53
8
25
30
31
32
35
30
27
6 - 12
5
4
2
10
5
5
5
7
5
6
8 - 15
6
4
5
33
12
10
13
17
12
11
9
Gel strength, 10"
Gel strength, 10'
lbs/100ft4
9 - 10
9
9
9
9
9
9
9
9
9
API Filtrate
pH
cc/30min
”5
3
5
4
4
3
3
3
3
3
3
HTHP Filtrate
@325oF, 500psi
cc/30min
” 18
27
25
20
12
6
11
10
10
11
11
115
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 111 - 118
. Sedangkan pada perconto KG 1B dan
KG 1C terlihat pengembangan clay 8.2%
dan 10.6%.
Terlihat bahwa dengan kandungan clay
smectite diatas 10%, ilite dan quartz yang
cukup tinggi mengakibatkan besarnya
persentase pengembangan clay ketika
dikontakkan dengan air, hal ini dikarenakan
smectite yang punya sifat mengembang.
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa
shale dengan kandungan smecite dapat
diturunkan pengembangannya oleh kedua
jenis lumpur tersebut. Akan tetapi padatan
dari mud brine lebih sedikit dibanding
padatan lumpur KCl polimer. Dengan
sedikitnya jumlah padatan penurunan
permeabilitas dapat dikurangi Jika KCl
Polimer Padatan banyak didapat dari barit,
sementara Brine Mud sedikit padatannya
karena tidak menggunakan barite sebagai
pemberat sehingga dapat menghindari kerusakan
formasi akibat pemakaian barit pada lumpur densitas
tinggi.
Tabel L-2
Formula Brine Mud pada suhu 325oF
Komposisi
Brine 1
Brine 2
Brine 3
Brine 4
Brine 5
Brine 6
Brine 7
Brine 8
Brine 9
Brine 10
Brine 11
Brine (cc)
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
Xcd (gr)
3
3.5
3
3.5
3.25
3.25
3.25
3.25
3
Pac R (cc)
3
3.5
3
3
3
3
3
3
1
1
3
Pac L (cc)
4
4
4
6.5
4.5
4
4
4
3
3
4
filtration control (gr)
4
4
3
3
3
3
4
5
7
7
7
1.52
Asam semut (cc)
3
10
xcd ht
3
PH control
10
7
HASIL PENGUKURAN
1.51
Mud Weight
Rheology
1.50
1.51
1.50
1.52
1.50
1.51
1.50
59
88
280
103
205
123
147
154
70
161
ș 300
28
30
52
250
55
155
71
90
110
60
108
ș 200
19
20
34
165
40
122
52
67
93
60
95
ș 100
10
11
19
125
20
91
30
41
82
40
87
ș6
1
1
2
60
3
40
4
10
33
80
8
ș3
1
1
1
54
2
35
3
8
28
1
6
25
29
36
80
48
50
52
57
44
10
53
PV
Yp
3
1
16
20
7
105
19
33
66
50
55
Gel Strength 10 detik
1
1
2
49
2
46
50
9
23
38
4
Gel Strength 10 menit
1
1
5
64
5
49
60
7
34
210
6
API Filters Press
2.8
3.7
10.8
4.4
0.3
4.6
1.8
2
9
2.8
10.91
10.8
HTHP Filtrate Loss (cc)
14.8
20
20
PH (cc)
12.37
11.94
12.27
B. Perubahan Mineralogi
Selama ini jenis lumpur yang banyak dipakai
untuk menembus lapisan shale adalah lumpur KCl
Polimer. Secara teoritis, lumpur KCl Polimer dapat
mengeliminir clay yang didominasi smektite dengan
gugus dioktahedral, yang kandungannya adalah Na
dan Ca. Lumpur dengan kandungan Potassium dapat
berfungsi mengusir Ca. Tare dan Mody menjelaskan
Potasium efektif mengurangi pengembangan clay
pada tipe clay monmorilonit, namun tidak efektif
pada tipe clay ilit, dan bahkan menaikkan swelling
pressure pada kaolinit. (Tare dan Mody, 2000)
Perconto yang sudah dikontakkan dengan fluid
pemboran selanjutnya diuji kembali mineraloginya
dengan menggunakan metoda XRD. Ini dimaksudkan
untuk untuk melihat perubahan yang terjadi sebelum
dan sesudah penambahan KCl polimer dan Brine
Mud.
Lumpur KCl polimer yang ditambahkan pada
sampel KG-1B, dengan komposisi total kandungan
clay (33%), terdiri dari smektite (10%), ilite (6%),
kaolinite (8%), dan chlorite (6%), kalsit (22%),
kuarsa (40%) dan sedikit pirit (4%) dan plagioklas
(1%), terbukti dapat mengusir kandungan Ca pada
116
1.52
63
ș 600
9.73
26
7.3
12
14
18
12.12
10.71
12.14
12.25
10.85
16
Tabel L-3
Formula Brine Mud pada suhu 350oF
Komposisi
Brine 1
Brine 2
Brine 3
Brine 4
Brine 5
Brine
Xcd (gr)
350
350
350
350
350
6
3,75
5
7
4
6
6
6
Pac R (gr)
2,5
Pac L (gr)
6
5
Xcd HT (gr)
3
Ph Control (gr)
10
HASIL PENGUKURAN
Mud Properties
Brine 1
Brine 2
Brine 3
Brine 4
Brine 5
Mud Weight
1.52
1,53
1,51
1.50
1.51
123
60
137
185
128
ș 300
87
28
81
111
80
ș 200
67
18
60
82
61
ș 100
44
12
37
50
38
ș6
12
3
9
11
8
ș3
10
3
7
8
6
36
32
56
74
48
32
Rheology
ș 600
PV
Yp
51
-4
25
37
Gel Strength 10 detik
11
4
9
9
7
Gel Strength 10 menit
19
5
14
17
16
API Filters Press
2,8
9
2,8
2
6,6
HTHP Filtrate Loss
40
36
24
28
14,4
PH
11,98
12,15
12,15
11,89
10,8
mineral karbonat dan menjadikan nilai ilite dan
klorit secara signifikan naik. Kandungan karbonat
menjadi nil pada sample KG-1B setelah penambahan
KCl Polimer (Tabel 8). Total clay tipe smektit juga
Lumpur Berbasis Air Rendah Padatan dan Tahan Temperatur Tinggi bagi Pemboran di Formasi Shale
(Rachmi Kartini)
menjadi nil Kaolinit menunjukkan sedikit penurunan
dari 8% menjadi 6%. Demikian pula pada sampel
shale KG-1C dengan komposisi total kandungan
clay (36%), terdiri dari smektit (15%), ilit (6%),
kaolinit (10%), klorit (5%), kalsit (30%), kuarsa
(30%) dan sedikit pirit (2%) dan plagioklas (2%) ,
menunjukkan bahwa pengembangan clay menjadi
lebih kecil dengan penambahan lumpur KCl Polimer.
(Tabel 8)
Penambahan Brine yang selama ini dipakai
sebagai fluida komplesi kemungkinan dapat berfungsi
juga sebagai lumpur yang dapat berfungsi untuk
mengatasi clay swelling karena menunjukkan hasil
yang tidak jauh berbeda dengan penambahan KCl
polimer. Terlihat pada sampel KG-1A, KG-1B dan
KG-1C penambahan Brine Mud dapat menghilangkan
clay type smektit atau monmorilonit. Brine Mud tidak
mempengaruhi atau mengurangi kehadiran type clay
lainnya seperti ilite, kaolinite dan chlorite, juga
mineral karbonat tipe kalsit (Tabel 8).
Sampel serpih WP4#1, WP4#4, WP4#7, WP#9
dan WP4#11 sebelum penambahan lumpur memiliki
total kandungan clay bervariasi 46%, 60%, 46%,
58% dan 46% secara berurutan terdiri diri ilite (20%,
30%, 24%, 30% dan 20%) dan klorite (26%, 30%,
22%, 28% dan 26%), kuarsa (48%, 36%, 46%, 33%
dan 44%), dan sedikit Potassium feldspar ( 3%, 2%,
2%, 3% dan 3%) dan plagioklas (3%, 2%, 6%, 6%
dan 7%). Clay tipe smektite atau monmorilonit absen
pada semua sampel tersebut, seperti terlihat pada
Tabel 2 dan Tabel 3. Kemudian pada masing-masing
sampel tersebut ditambahkan lumpur KCl Polimer
dan Brine Mud secara bergantian untuk melihat
perubahan yang terjadi. Terlihat penambahan lumpur
KCl Polimer dan Brine Mud dapat mengurangi
pengembangan clay baik tipe illite maupun chlorite
dengan jumlah bervariasi dari kecil hingga signifikan,
yaitu pengurangan berkisar antara kurang dari 1%
hingga 85% (Tabel 8).
Dari hasil analisis XRD dapat disimpulkan
Brine Mud dapat mengurangi swelling clay problem
pada shale. Untuk shale dengan kandungan mineral
clay tipe smektit dan tipe clay lainnya seperti illite,
kaolinit dan klorit, baik KCl polimer maupun brine
mud dapat menghilangkan kehadiran clay tipe smektit
hingga nil. KCl Polimer unggul dari Brine Mud dalam
hal menghilangkan mineral karbonat khususnya tipe
kalsit, sesuai dengan teori pemboran konvensional
selama ini.
Gambar L-1
SEM Sampel WP #4-4 sebelum dan sesudah
dikontakkan dengan fluida pemboran
Gambar L-2
SEM Sampel KG-1C sebelum dan sesudah
dikontakkan dengan fluida pemboran
Dari analisis SEM terlihat penambahan Brine
Mud pada sampel shale memperlihatkan sifat fisik
berubah lebih signifikan dibandingkan dengan
penambahan KCl polimer. Secara visual di bawah
pengamatan SEM gambar sample serpih sebelum
dan sesudah dikontakkan dengan kedua type lumpur
tersebut menunjukkan bahwa setelah penambahan
Brine Mud terlihat ada pembesaran pori-pori. Lihat
gambar L-1 Dan L-2.
Hasil studi ini sedikit mengungkap kemampuan
Brine Mud untuk mengatasi masalah serpih.
Kesimpulan ini terbatasi oleh minimnya jumlah
sampel dan kurangnya pengamatan untuk masingmasing sampel. Komposisi serpih yang heterogen
memerlukan pengamatan yang lebih rinci. Dari hasil
studi awal ini dapat disimpulkan untuk dilakukan
studi lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak dan dengan pengelompokkan jenis serpih.
117
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 48 No. 2, Agustus 2014: 111 - 118
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan metoda XRD diketahui kandungan
lempung dari sampel formasi Bampo relatif lebih
besar dari kandungan lempung formasi Baong yaitu
sebesar 45-60% untuk formasi Bampo dan 33-37%
pada formasi Baong.
Pengujian dengan LSM memperlihatkan bahwa
pengembangan (swelling) sampel dari Baong lebih
besar dibandingkan dengan sampel dari formasi
Bampo.
Terjadi anomali pada sampel KG1A dari formasi
Baong, dimana lempung lebih mengembang manakala
dikontakkan dengan brine dibandingkan dengan bila
dikontakkan dengan air. Selama ini diketahui bahwa
Brine dapat mengurangi pengembangan lempung
bila dibandingkan dengan air, hal ini perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut.
Mud Brine dapat digunakan sampai temperature
350°F. Lumpur KCl Polimer hanya mampu sampai
suhu 325°F.
Dari data LSM dan XRD terlihat bahwa Kedua
type lumpur dapat mengurangi pengembangan clay
terutama clay yang mengandung smectite.
Brine Mud memberikan kandungan solid yang
lebih rendah dibanding lumpur KCl Polimer pada
densitas yang sama karena tidak menggunakan
pemberat barit.
Dari data SEM secara visual dapat dilihat bahwa
Brine Mud dapat memperlebar pori menjadi lebih
besar dibanding lumpur KCl Polimer.
Telah diketahui pemberat yang berupa padatan
tak terlarut, bisa mengalami settling dan terjadi
sagging. Hal ini dapat berdampak negatif pada
permeabilitas batuan. Brine Mud yang mampu pada
berdensitas tinggi tanpa tambahan pemberat barit
menjadikannya layak untuk dijadikan salah satu
pilihan sebagai lumpur pada formasi shale.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui korosifitas dan toksisitas Brine Mud.
KEPUSTAKAAN
American Petroleum Institute (2010) ”API Petroleum
And Natural gas Industries Field Testing Of Drilling
Fluids ”, Specification 13-B1.
Brady, M.E. & Craster, B. J, (1988) “Highly Inhibitive,
Low-Salinity Glycol Water-Base Drilling Fluid for
Shale Drilling”, SPE Paper #46618.
118
Breden, D., Dougan, C., Shank, D., & Summers, S.,
(2011) “Newpark Drilling Fluid”, LLC, AADE-11NTCE-39, Haynesville Performance Review: Unique
Clay Free Water Base Mud Polimer Drilling.
Blatt, H , Middleton, H & Murray, R.C (1972). Origin
of sedimentary rocks. Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, N.J
Chenevert, M.E. (1970) “Shale Control with Balanced
Activity Oil Muds”, JPT Trans AIME, Vol. 249, pp
1309-1316, October.
Ewy, R.T. & Morton, E.K. (2009) “Wellbore Stability
Performance of Water Based Mud Additives”, SPE
116139 was prepared for presentation at the 2008 SPE
Annual Technical Conference and Exhibition held in
Denver, Colorado, USA, September 21-24.
KESDM (2013) “Unconvensional oil and gas potential in
Indonesia with special attention to shale gas and coal
bed methane”, Badan Geologi.
Khodja, M., Canselier, J.P., Bergaya, F., Fourar, K.
dan Khodja, M.Colaut N, & Benmounah A. (2010)
“ Shale Problems And Water-Based Drilling Fluid
Optimisation in The Hassi Messaoud”.
Lal, M.,(1999) :”Shale Stability: Drilling Fluid Interaction
and Shale Strength”, SPE54356 paper presented
at SPE Latin American and Caribbean Petroleum
Engineering Conference, Caracas, Venezuela, 21–23
April 1999.
Meng, Y.F., Jiao, D. &Wu, SR. (1996) “Affection of
Shale Hydration for Stress Sensitive Gas Reservoir
Production”, SPE Paper #35602.
Mody, F.K. & Hale, A.H. (1993) “Borehole-Stability
Model to Couple the Mechanics and Chemistry of
Drilling-Fluid/Shale Interactions”, J. Pet. Tech., Vol.
45, pp 1093-1101.
O’Brien, D.E. & Chenevert, M.E. (1973), “Stabilizing
Sensitive Shales with Inhibited, Potassium-Based
Drilling Fluids”, J. Pet. Tech. Vol. 25, pp: 10891100.
Osisanya, S.O. & Chenevert M.E. (1996) “PhysicoChemical Modelling of Wellbore Stability in Shale
Formations”, The Journal of Canadian Petroleum
Technology, Vol.35(2), pp 53-63, February.
Rojas, J.C., Clark, D.E.,; Greene B, & Zhang J.,(2006);
AADE-06-DF-HO-11, Optimized Salinity Delivers
Improved Drilling Performance,
Tare, U. & Mody, F. (2000) “Stabilizing boreholes while
drilling reactive shale formations with silicate base
drilling fluid”. Journal of Drilling Contractor, May/
June 2000
INDEKS SUBYEK
A
L
Acoustic properties 74
Landsat TM 89, 90, 91, 95, 96, 98, 101
Less potential 90
B
Lumpur pemboran 111, 112, 113
Besaran petrofisik 73, 74, 77, 79, 80, 87
Lumpur densitas tinggi 111, 116
Besaran akustik 73, 74, 77, 78, 79, 87
M
C
CO2 emission 103
Climate change 63, 64, 65, 71, 72
Carbon dioxide 63, 64, 72
D
Dampak lingkungan 63, 65
Drilling mud 111
E
Emisi gas CO2 103, 105, 110
Eksperimen pendesakan fluida 103, 105,
109
Environmental impacts 63, 64
F
Fluid replacement test 103
H
High density mud 111
G
Global warming 63, 64, 67, 72
K
Kurang potensial 89
Metode injeksi air berkarbon 103, 105, 109,
110
Minyak dan gas bumi 63, 64, 65, 68, 69
Model analitik 73, 74, 75, 77, 78, 79, 87
O
Oil and gas 63, 64, 69, 72
P
Penginderaan jauh 89, 90, 91, 92, 101, 102
Pembobotan 89, 96
Potensial 89
Potential 89, 90, 95, 101
Pressure injection 103
Pemanasan global 63, 64, 65, 66, 69, 71, 72
Perubahan iklim 63, 65, 66
Petrophysic properties 73, 74
Petrophysic analytic model 74
R
Remote Sensing Potential Area 89, 90, 95,
101
Remote Sensing 89, 90, 95, 101, 102
S
Sangat potensial 89
Sekuestrasi 63, 70
1
Sequestration 63, 64, 68, 70, 72
The enhanced oil recovery 103
Seismic atributes 73, 74
Shale gas 111, 118
V
Very potential 90
T
Tekanan injeksi 103, 105, 107, 108,
109,110
The carbonated water injection method
103
2
W
Weighting 90
PERATURAN DAN PEDOMAN PENULISAN LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK DAN GAS BUMI
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah resmi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Penulisan dalam bahasa Inggris diterima dari para penyelidik/peneliti di institusi-institusi seluruh
Indonesia dan luar negeri.
PERATURAN
KONDISI PENERIMAAN
Penulisan yang diterima oleh Lembaran Pulbikasi Minyak dan Gas Bumi dengan pemahaman bahwa:
1.
Semua penulis telah menyetujui pengajuan
2.
Hasil-hasil atau ide-ide yang terdapat dalam penulisan adalah yang asli
3.
Penulisan belum pernah dipublikasikan sebelumnya
4.
Penulisan tidak sedang dalam proses publikasi di tempat lain dan tidak akan diajukan ditempat lain, kecuali setelah
ditolak oleh Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi atau diambil kembali dengan pemberitahuan tertulis kepada
editor Lembar Publikasi Minyak dan Gas Bumi
5.
Jika diterima untuk dicetak dan dipublikasikan, artikel, atau sebagian darinya, tidak akan dipublikasikan ditempat lain
kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari editor Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi
6.
Reproduksi dan penggunaan artikel pada Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diperbolehkan jika sesuai dengan
ketentuan hukum hak cipta di Indonesia, asalkan tujuan penggunaannya untuk tujuan pendidikan nirlaba. Semua
penggunaan mewajibkan persetujuan dan biaya mana yang sesuai.
PENGEMBALIAN BAHAN
Tulisan yang ditolak: Ketika telah diputuskan untuk tidak mempublikasikan sebuah tulisan, naskah dan ilustrasi asli
dikembalikan kepada penulis dengan kopian review dan halaman depan surat.
Tulisan dikembalikan untuk perbaikan: Bahan diperlukan untuk referensi atau untuk diperbaiki dikembalikan kepada
penulis pada saat perbaikan dibutuhkan. Jika perbaikan tidak dikembalikan dalam waktu 1 bulan atau jika tidak membuat
janji dengan editor, maka naskah dinyatakan telah ditarik.
FORMULIR PUBLIKASI
Artikel: Jurnal mempublikasikan artikel laporan penelitian yang asli, di bidang teknologi minyak dan gas bumi.
Artikel Review: Hanya review ilmiah yang dipublikasikan. Review yang tidak berbobot sebaiknya tidak perlu dimasukan,
tapi topic dapat diusulkan oleh editor atau anggota dewan editor.
Komentar yang mengkritik: Komentar yang mengkritik adalah untuk memperbaiki kesalahan fakta yang dipublikasikan,
menyediakan alternative pengartian dari data yang terpublikasikan, atau memberikan teori baru berdasarkan pada informasi
yang terpublikasikan.
PENYERAHAN HARD COPY
Seluruh naskah harus disiapkan dan dimasukan sesuai dengan pedoman pada seksi ini dan bagian berikutnya sesuai
untuk kategori naskah karya tulis ilmiah.
Karya Tulis Ilmiah: Naskah diketik pada satu sisi yang berkualitas saja, kertas putih, ukuran A4.
Pengetikan: Semua bagian dari naskah asli diketik satu setengah spasi. Diketik dengan ukuran 12 (Times New Roman).
Pengurangan ukuran, walau hanya dalam table, tidak diperbolehkan. Spasi dan pemberian tanda yang proposional tidak
perlu digunakan, i,e., jangan menyesuaikan marjin tangan kanan. Tidak boleh meninggalkan spasi antara paragraph dalam
tulisan. Hanya satu huruf yang boleh digunakan.
Penyerahan: Untuk sebuah naskah baru, masukan yang asli dan 3 kopi disiapkan sesuai dengan Peraturan dan Pedoman
yang terkandung di dalamnya. Ketika naskah sudah diterima oleh editor untuk dipublikasikan, instruksi khusus untuk
persiapan perbaikan akan diberikan. Ini akan menjadi tanggung jawab penulis untuk memberikan kopian dari naskah untuk
referensi dan untuk melindungi dari kehilangan. Naskah sebaiknya dialamatkan kepada: Ketua Editor Lembaran Publikasi
Minyak dan Gas Bumi.
ARTIKEL
Naskah akan diatur dalam format dan ketentuan sebagai berikut, dengan semua halaman, pembukaan dengan apa yang
digunakan untuk judul utama.
Judul Utama: Menyebutkan nama penulis (gunakan et al., untuk lebih dari dua) dan gelar yang dipersingkat. Seluruh
lembar judul utama tidak melebihi 60 karakter dan spasi.
1
Judul: Segera setelah running head berikan judul artikel, nama penulis dan alamat dari penulis pertama. Termasuk alamat
email, dengan tulisan miring, hanya penulis yang menjawab. Judul dan nama penulis diketik dalam tulisan tebal, dengan
ukuran hurus yang sama seperti naskah. Semua informasi lain diketik dengan Times New Roman. Judul sebaiknya singkat
dan diskriptif.
Abstrak: Mengikuti langsung setelah alamat penulis dengan tidak ada penambahan spasi antara keduanya. Anda sebaiknya
menyediakan abstrak dari tulisan yang tidak melebihi 200 kata. Abstrak berisikan fakta (memberikan indikasi) dan memberikan
outline kepada tujuan, mengunakan metode, penutupan dan studi yang signifikan. Abstrak berjudul Abstrak, dan diketik
dalam tulisan besar semua dan tebal, diakhiri dengan sebuah tanda ktip diketik tebal. Teks ditulis setelah tanda kutip, tidak
bagibagi, dan tidak mengandung kutipan literatur.
Pendahuluan: Pengenalan harus mengikuti abstrak dan tidak berjudul. Pengenalan akan menentukan koteks dari penulisan
dengan mengungkapkan bidang umum dari kepentingan, memberikan penemuan dari yang lain yang akan ditantang atau
dikembangkan, dan memspesifikasikan spesifik pertanyaan yang diberikan. Akun pekerjaan yang sebelumnyaakan dibatasi
minimal pada informasi penting untuk memberikan sebuah pandangan yang sesuai. Pengenalan tidak diperbolehkan pada
sesi ini atau seluruh penulisan untuk dibagi dan memberikan spasi lebih antara dua paragrap.
Bahan dan Metode: Pada seksi ini memberikan informasi yang cukup untuk memperbolehkan melakukan pengulangan
studi oleh orang lain. Penggunaan metode dan aparatur seharusnya mengindikasikan, tetapi nama merek khusus dan
model perlu disebutkan jika signifikan. Sumber, e.g., kota dan negara, keduanya dieja secara penuh, dari peralatan atau
kimia tertentu semestinya tertulis.
Judul utama dari seksi ini semestinya diketik dalam huruh cetak tebal dan dimulai pada marjin sebelah kiri halaman. Judul
tidak dinomor dan berakhir tanpa tanda baca. Judul pada barisan kedua diketik tebal pada barisan terpisah dimulai pada
marjin kiri. Huruf inisial dari kata pertama hanya huruf besar kecuali huruf besar diperlukan untuk kata benda yang tepat.
Judul-judul ini tidak diberi nomor dan berakhir dengan tanpa tanda baca. Judul pada barisan ketiga diidentikan untuk sebuah
paragraph, berhuruf miring, dan berakhir dengan sebuah tanda kutip juga dimiringkan. Huruf inisial kata pertama hanya
ditulis dengan huruf cetak, kecuali untuk kata benda yang sesuai. Penulisan dibuat mengikuti judulnya. Selanjutnya, subdivisi
tidak dibutuhkan. Jika seksi bahan dan metoda dibuat pendek, sebaiknya tidak dibuat subdivisi, tidak perlu disubdivisikan;
tidak diperlukan untuk memberikan judul, melebihi judul utama, untuk sebuah seri pada subseksi yang terdiri dari satu
paragraph.
Hasil: Bagian ini harus berisikan ringkasan informasi baru. Tabel dan gambar digunakan dengan sebaik-baiknya, tetapi
informasi yang tersedia di dalamnya sebaiknya tidak mengulang yang terdapat pada teks. Menghindari perincian metode
dan pengartian hasil pada bagian ini. Bagian hasil boleh dibagi dan diberi judul seperti bagian bahan dan metode.
Diskusi: Sebuah pengartian dan penjelasan hubungan dari hasil hingga ilmu yang telah ada harus ditampilkan dalam
bagian diskusi. Penekanan harus ditempatkan pada penemuan baru yang penting, and hipotesa baru harus teridentifikasikan
secara jelas. Judul utama dan subdivisi, jika dibutuhkan, pada bagian ini seperti yang telah dideskribsikan untuk bagian
bahan dan metode.
Kesimpulan: Harus didukung dengan fakta dan data. Penutupan menyajikan penjelasan singkat tentang topik artikel, tujuan
dan objek. Harus disajikan pada bagian ini.
Ucapan Terima Kasih: Harus singkat. Etika-etika membutuhkan kolega-kolega dikonsultasikan sebelum diakui bantuannya
dalam studi tersebut. Judul dari bagian ini adalah sebagai judul utama yang didiskribsikan untuk bagian bahan dan metode.
Subdivisi tidak digunakan pada bagian ini.
Tabel: Tabel hanya digunakan untuk menyajikan data yang tidak dapat disampaikan melalui teks. Nilai dari pengujian statistik
tidak dipublikasikan seperti table, pengujian yang dilakukan dan kemungkinan yang didapat untuk sebuah hubungan dapat
diutarakan dalam bagian bahan dan metode dengan perbedaan yang signifikan diindikasikan dalam tabel dengan catatan
di bawah atau dalam tulisan dengan sebuah pernyataan.
Tabel harus dirancang untuk muat dalam 1 atau 2 kolom. Jarang sekali tabel dirancang untuk disesuaikan dengan tinggi
halaman yang dicetak. Pada umumnya, jika lebar tidak sesuai dengan tinggi halaman, maka tabel terlalu lebar. Tabel dapat
dilanjutkan pada halaman berikut dengan mengakomodasikan panjang, tetapi halaman-halaman tersebut tidak daapt diketik
secara bersama-sama, pengurangan ukuran, satu spasi melebihi ukuran atau dimodifikasi untuk memuat lebih banyak
tulisan.
Tabel berupa nomor dengan angka roman dalam seri yang berkelanjutan dan sehingga direferensikan, dalam urutan, dalam
tulisan. Keterangan diketik diatas data pada halaman yang sama. Semua kolom dalam satu table harus punya judul, dengan
huruf pertama dari kata pertama dan kata benda yang tepat dikapitalisasi, e.g., Contoh angka, % Didapat.
Garis horizontal sebaiknya dihindarkan dalam badan tabel; garis vertical tidak diperbolehkan. Jika symbol dibutuhkan, table
harus disiapkan seperti membuat garis dan diperlakukan sebagai gambar. Penggunaan huruf dan angka seperti yang ditulis
diatas dan yang ditulis di bawah tidak diperbolehkan. Perancangan table harus digunakan dalam urutan wajib menarik.
Gambar: Semua gambar tampil dengan teratur, menarik, secara langsung setelah tulisan. Jangan menempatkan keterangan
2
gambar pada halaman yang sama dengan gambar. Setiap gambar atau piringan gambar harus punya keterangan. Keterangan
ditulis dalam paragrap, awali dengan kata “FIGURE”. Keterangan diketik dalam huruf roman. Untuk lembarannya, sebuah
ringkasan pernyataan akan pra-menyerahkan penjelasan pesifikasi dari setiap angka. Hindari pengulangan informasi
pada setiap gambar yang terpasang di pernyataan ringkasan. Nama-nama spesies dieja lengkap setiap digunakan
pada keterangan. Keterangan harus berisikan penjelasan dari sebemua singkatan yang digunakan dalam gambar dan
mengindikasikan nilai garis dan baru untuk menunjukan ukuran (paling tidak nilai yang ditunjukan secara langsung pada
gambar). Ukuran sebaiknya tidak diindikasikan dengan pembesaran keterangan karena gambar mungkin tidak tercetak
dengan ukuran yang perhitungkan.
Gambar diberi nomor urut dalam urutan yang disebutkan dalam teks. Referensi yang tidak dikurung untuk angka dalam teks
tidak disingkat, i.e., Gambar 1: Gambar 1, 2; Gambar 1-3; referensi untuk gambar dalam kurung pada teks boleh disingkat,
i.e., Fig. 1, Figs, 1,2; Fig, 1-3. Semua symbol yang digunakan pada gambar harus didefinisikan jika memungkinkan dengan
kunci dalam badan gambar. Gaya, termasuk bentuk singkatan, harus digunakan dalam jurnal.
Gambar dapat digunakan sediri atau dalam grup in lembaran. Pada kasus lain, aslinya harus dipasang dalam lembaran
ilustrasi dengan marjin paling kecil 25 mm pada semua sisi. Foto dan gambar tidak boleh dikombinasi pada satu lembar.
Jika dibutuhkan kombinasi, tambahan pengeluaran ditagihkan kepada penulis. Semua gambar diidentifikasikan pada
belakang nama penulis dan gambar nomor dengan bagian atas diindikasikan. Gambar-gambar satuan tidak diberi nomor
di depan, tapi setian gambar pada sebuah lembaraan harus memasukan nomor dan huruf, digunakan pada gambar, jika
memungkinkan, tanpa tambahan latar belakang. Gambar diatur untuk membentuk lembaran menyatu tanpa spasi atau
tengah-tengah diantaranya.
Literatur dikutip: Semua literatur yang digunakan sebagai referensi harus dikutip di dalam teks, dan sebaliknya semua
literature yang dikutip di dalam teks harus tertulis sebagai referensi. Referensi seharusnya terdapat paling sedikit 10 sumber
yang berhubungan dengan topik dengan mengikuti beberapa persyaratan seperti:
- 80% dari referensi harus sudah terpublikasikan dalam 10 tahun terakhir
- 80% dari referensi harus termasuk dalam kategori sumber utama (i.e. jurnal, terbitan berkelanjutan, thesis, disertasi)
- publikasi berganda untuk penulis yang sama
a. Penulis yang sama; beda tahun konvensi normal (penulis, tahun, judul, dll)
b. Penulis yang sama; tahun yang sama lebih dari satu referensi oleh seorang penulis di tahun yang sama: hal ini dibedakan dengan menggunakan abjad yang dikecilkan setelah tahun publikasi (eg. 1988a, 1988b, 1988c, dll). Akhiran sama
digunakan untuk mengetahui referensi tersebut untuk kutipan di dalam teks.
- Daftar referensi disusun berdasarkan huruf dengan menggunakan penulis utama
a. penulis berganda. Gunakan urutan nama-nama keluarga sesuai dengan yang dipublikasikan. Penulis utama, i.e., kontributor utama, di urutan pertama setelah penerbit.
b. Penulis yang sama: Tahun yang beda: susun referensi penulis sesuai dengan kronologi, dimulai dengan tanggal terdahulu. Tahun yang sama: gunakan akhiran abjad (e.g. 1983a, 1983b)
Contoh
1. Buku
Tipe Buku
Penulis tunggal
Pengutipan di Teks
Pada akhir kalimat: (Holt 2010)
Penulisan Referensi
Holt, D.H., 1997, Prinsip dan Praktek Manajemen, Prentice-Hall, Sydney.
Pada awal kalimat: Holt (2010) seperti itu
Dua penulis
(Laudon & Laudon 2003)
Laudon, K.C. & Laudon, J.P., 2003, Esensial dari Sistem Informasi : Mengatur
Prusahaan Digital, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
Tiga penulis
Dalam Teks: awalnya (Coveney, Ganster & King
2003)
Coveney, M., Ganster, S. & King, D., 2003, Kekurangan Strategy: Teknologi
Leveraging untuk Strategi Kemenanggan , Wiley, Hoboken, New Jersey.
Dalam teks: kemudian (Coveney et al. 2003)
Bond, W.R., Smith, J.T., Brown, K.L. & George, M., 2011, Manajemen Perusahaan
Kecil, McGraw-Hill, Sydney.
Lebih dari tiga Penulis
(Bond et al. 2011)
Penulis korporasi
Dalam teks: Awalnya (Department of Foreign Affairs Departemen Luar Negeri dan, 2002, Connecting with Asia's Tech Future:
and Trade 2002)
Kesempatan Ekspor ICT , Unit Analisa Ekonomi, Pemerintah Persemakmuran,
Canberra.
Dalam teks: Kemudian (DFAT 2002)
3
2. Jurnal, Pemeriksaan Perkara, Tesis, dan Disertasi: mengutip jurnal, pemeriksanaan perkara, tesis, disertasi di dalam
teks harus ditulis dengan cara yang sama seperti mengutip sebuah buku
Tipe Sumber
Pengutipan dalam Teks
Artikel Jurnal: Jurnal yang dicetak
Pada tengah atau di akhir kalimat:
(Conley & Galeson 1998)
Penulisan Referensi
Conley, T.G. & Galeson, D.W., 1998, 'Kelahiran dan Kemakmuran di Pertengahan Abad 19',
Jurnal Sejarah Ekonomi, vol. 58, no. 2, pp. 468-493.
Pada Awal kalimat: Conley &
Galeson (1998) menyatakan bahwa…
Artikel jurnal: Database Elektronik
(Liveris 2011)
Liveris, A., 2011, 'Etika sebagai Strategi', Kepemimpinan Sempurna, vol. 28, no. 2, pp.17-18.
Terdapat pada: Proquest [23 Juni 2011].
Lanjutan Konverensi: Cetak
(Eidenberger, Breiteneder & Hitz
2002)
Eidenberger, H., Breiteneder, C. & Hitz, M., 2002, 'Kerangka Kerja untuk Informasi Visual
Pengambilan', in S-K. Chang, Z. Chen & S-Y.Lee (eds.), Kemajuan Terkini pada Sistem
Informasi Visual: Konferensi Internasional ke-5, VISUAL 2002 Kelanjutan, Hsin Chu, Taiwan,
11-13 Maret 2002, pp. 105-116.
Konferensi melanjutkan: Electronik
(Fan, Gordon & Pathak 2000)
Fan, W, Gordon, MD & Pathak, R 2000, 'Personalisasi Pelayanan Alat Pencarian untuk
Pengambilan and Manajemen Pengetahuan yang Efektif ', Kelanjutan Konferensi
Internasional yg ke-21 tentang Sistem Informasi , pp. 20-34. Available from: ACM Portal: ACM
Perputakaan Digital. [24 June 2004].
Koferensi melanjutkan: Tidak
Diterbitkan
(Brown & Caste 2009)
Brown, S & Caste, V 2009, 'Kerangka Kerja Pendeteksi Hambatan yang Terintegrasi '. Karya
tulis pada IEEE Simposium Kendaraan , IEEE, Detroit MI.
Tesis atau Disertasi: Tidak
diterbitkan
(Hos 2005)
Hos, J.P., 2005, Nanomaterials Sintetis secara Mecanokimia untuk Tingkat Tengah
Temperatur Bahan Bakar. Ph.D. disertasi, Universitas Australia Bagian Barat.
Tesis atau Disertasi: Diterbitkan
(May 2007)
May, B., 2007, Survei Velositas Radial pada Awan Debu. Bristol UK, Penerbit Canopu.
Tesis atau Disertasi: Diambil dari
Database
(Baril 2006)
Baril, M., 2006, Distribusi Model Konseptual untuk Aliran Proses Salinity Generasi:
Pendekatan Sistematik Data . WU2006.0058. terdapat di: Program Tesis Digital. [12 Augustus
2008].
3. World Wide Web (Website Internet)
Tipe Sumber
Pengutipan di Dalam Teks
Penulisan Referensi
Dokumen di WWW (penuliis/sponsor
diberikan tapi tidak tertanggal)
Menurut Greenpeace (n.d), modifikasi makanan secara
genetikal adalah ….
Terindikasikan, Penulis personal
Greenpeace (n.d.:1) merekomendasikan bahwa lebih
sedikit secara genetikal ..
(Arch & Letourneau 2002)
E-book
(Eck 2002)
E-jurnal
(Mueller , Heckathorn & Fernando 2003)
Peta: Online
(maps.com 1999)
Greenpeace n.d., The Future Is GE Free , dilihat 28 September 2005, dari
http://www.greenpeace.org.au/ge/farming/canola.html .
Catatan: Judul pada website digunakan seperti judul buku. Ditulis dengan huruf italik
Arch, A. & Letourneau, C., 2002, ‘Tambahan Manfaat dari Design Website yang Mudah diakses
', dalam W3C Web Accessibility Initiative , di lihat pada 26 Februari 2004, dari
http://www.w3.org/WAI/bcase/benefits.html .
Eck, D.J., 2002, Pengenalan pada Pengprograman Menggunakan Java, edisi ke-3,
OOPWeb.com, dilihat pada 26 Februari 2004, dari
http://www.oopweb.com/Java/Documents/IntroToProgrammingUsingJava/VolumeFr ames.html .
Mueller, J.K., Heckathorn, S.A. & Fernando, D., 2003, 'Identifikasi Kloroplas Dehidrin pada Daun
tanaman Dewasa’ , Jurnal Internasional Ilmu Tumbuh-Tumbuhan vol. 164, no. 4, pp. 535-542,
dilihat pada 10 September 2003, dari
http://www.journals.uchicago.edu/IJPS/journal/no.s/v164n4/164053/164053.html .
maps.com, 1999, Bhutan , dilihat pada 11 September 2003, dari http://www.maps.com/cgibin/search/hyperseek.cgi?search=CAT&Category=Asia%3ABhutanP&Qualifier =
4. Sumber Lain
Tipe Sumber
Pengutipan di Dalam Teks
Peta: Cetak
(Viking O'Neil 1991:32-33)
Publikasi Pemerintah
(Department of Education, Science & Training
2000)
Penulisan Referensi
Viking O'Neil, 1991, Atlas Jalan-Jalan Australia , Edisi ke-10., Penguin Books Australia,
Melbourne, pp. 32-33.
Departemen Pendidikan, Science & Training, 2000, Annual Report 1999-2000 , AGPS, Canberra.
Departemen Imigrasi dan Urusan Multikultural 2001, Immigration: Federation to Century's End
1901-2000 , Bab Statistik, Cabang Bisnis, Departemen Imigrasi dan Urusan Multikultural,
Canberra.
Regulasi Pemerintah dan
Legislasi
(Keputusan Presiden Republik Indonesia No 55
Tahun 2012)
Keputusan Presiden No 55 Tahun 2012 tentang Tambahan Strategi Nasional pada Pencegahan
dan Pemberantasn Korupsi 2012-2014 dan 2012-2025
Regulasi Presiden Republik Indonesia No 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Bisnis Dekat
dengan Investasi dan Bisnis Lahan Terbuka, dengan Persyaratan untuk Berinvestasi
Standarisasi
Menurut Standarisasi Australia (1997), …
Paten
Tan and Arnold (1993) memformalisasikan dan
menjaga ide-ide mereka…
Atau
Tan and Arnold (1993, n.p.) melindung ide-ide
mereka dengan ‘…’
4
Assosiasi Standarisasi Australia, 1997, Standar: Australia tentang Peralatan Tekanan-Manufaktur ,
(AS4458-1997), Standard Australia, Sydney Utara.
Tan, I.S. & Arnold, F.F., (Angkatan Udara USA) 1993, Komposisi Molekul di Tempat Semula
Berdasarkan Rigid-rod Polyamides , paten USA 5 247 057.
Download