ii ii iii iii LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 16 Februari 2011 M 12 Rabiul Awal 1432 H Penulis iv ABSTRAKSI Heryani Arman. 106046101628, “Relevansi konsep Uang Al-Ghazali Dalam sistem Keuangan Kontemporer”, Program Strata I, Program Studi Muamalah, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Berdasarkan logika kapitalisme uang, definisi uang adalah kekayaan, dan tujuan aktivitas ekonomi adalah bagaimana menciptakan uang sebanyak mungkin. Kapitalisme uang telah memberikan kesempatan kepada orang yang memiliki uang untuk meningkatkan tuntutan mereka terhadap kumpulan kekayaan masyarakat yang sesungguhnya tanpa memberi kontribusi kepada produksinya. Aktivitas seperti itu, menyebabkan sejumlah kecil orang menjadi kaya tapi tidak produktif, dan Sejarah menunjukan manakala sistem financial semakin besar, maka resiko terjadinya gejolak dan krisis juga semakin tinggi. Maka dari itu, sektor financial menjadi transmisi yang paling efektif untuk memunculkan gejolak dan krisis. Kesalahan besar ekonomi konvensional ialah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan daripada digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis hebat dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai sekarang. Sebelum kapitalisme berjaya, Imam al-Ghazali pada abad ke 11-12, telah memperingatkan bahwa memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang. Jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang, dan Ia pun menegaskan bahwa uang tidak mempunyai manfaat pada zatnya sendiri. Menurutnya, uang ibarat cermin, ia tidak mempunyai warna tetapi dapat merefleksikan semua warna, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, melalui penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat normatif, yaitu menelaah dan mengkaji buku-buku, jurnal ilmiah, dan artikel-artikel yan berhubungan dengan pembahasan judul skripsi, serta tulisan-tulisan ilmiah dari koran, majalah, maupun internet yang ada hubungannya dengan pembahasan di atas, kemudian dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Al-Ghazali memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Maka motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demad for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Dan Islam pun tidak mengenal spekulasi (money demand for speculation) karena pada hakikatnya uang adalah milik Allah Swt yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesarbesarnya bagi kepentingan masyarakat. Uang tidak boleh ditimbun (iktinaz); karena akan membuat perekonomian menjadi lesu, Uang juga tidak boleh idle (menganggur), ia harus diproduktifkan dalam bisnis riil. v KATA PENGANTAR Alhamdulillah, tiada kata yang pantas untuk diucapkan selain Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah serta kasih sayang-Nya akhirnya dengan penuh kesabaran penulisan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Shalawat beserta salam tak terupakan kepada baginda kita Muhammad SAW, yang telah berhasil membawa umatnya dari kemiskinan etika, moral, serta norma agama. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum, baik semasa perkuliahan berlangsung, ataupun pada saat penyelesaian tugas akhir. 2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.A., sebagai Ketua Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk selalu giat dalam mengikuti perkuliahan. vi 3. Ibu Dr. Nurhasanah, S.Ag., MA., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah sangat banyak meluangkan waktu dan pikirannya, dan perhatian membantu penulis dalam memberikan pengarahan dan petunjuk tata cara penulisan skripsi. 4. Bapak A Chaerul Hadi MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang juga sangat telah membantu dan meluangkan waktu serta perhatiannya hingga skripsi ini terselesaikan. 5. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH sebagai Pembimbing Akademik yang juga senantiasa mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga akhirnya menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Segenap Staf akademik dan Staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Orang Tua ku Tercinta Bp Warman & Ibu Inah R, yang telah membimbing serta mengarahkan penulis sehingga bisa bertahan dan terus belajar untuk selalu bersyukur dalam menghadapi hidup dan memperbaiki diri. 9. Adik-adikku Ade Irawan & Ridwan Aji, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang serta doa restunya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. vii 10. Untuk teman-teman PS B’06 (Mayang, Arie, Haniah, Aulia, Hilda, Anya, Egrie, Asril, Giska, dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu) teman seperjuangan dari awal hingga akhir dalam perkuliahan dan penulisan skripsi terima kasih atas dukungannya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 11. Untuk semua teman-teman tercinta di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Jurusan Perbankan Syariah angkatan 2006. 12. Untuk Deva, terima kasih atas perhatiannya yang selalu setia diberikan kepada penulis, terutama pada masa penulisan skripsi ini hingga selesai. Semoga segala budi baik dari semua pihak tersebut diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan berbagai keterbatasan kemampuan penulis, baik kemampuan akademik maupun dalam kemampuan teknik penulisan. Sehubungan dengan itu, penulis sangat berharap kritik membangun, saran dan masukan dari pembaca. Jakarta, 16 Februari 2011 M 12 Rabiul Awal 1432 H Penulis viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................ ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH......................... iii LEMBAR PERNYATAAN......................................................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................................... v KATA PENGANTAR.................................................................................................. vi DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................... A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................ 8 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9 E. Kerangka Teori .................................................................................. 9 F. BAB II Metode Penelitian .............................................................................. 11 G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 13 : PROFIL DAN KONSEP UANG AL-GHAZALI .............................. A. Profil Al-Ghazali ................................................................................... 14 14 1. Riwayat Hidup Al-Ghazali……………………………………..... 14 2. Pendidikan Al-Ghazali……………………………………… ....... 17 3. Karya-karya Al-Ghazali……………………………………… ..... 18 B. Konsep Uang menurut Al-Ghazali ...................................................... 20 1. Pengertian Uang……………………………………………… ..... 20 2. Sejarah Uang………………………………………………….. .... 25 ix 3. Fungsi dan Tujuan Uang………………………………….. .......... BAB III 28 : GAMBARAN UMUM SISTEM KEUANGAN KONTEMPORER 40 A. Pasar Uang ............................................................................................. 40 B. Pasar modal............................................................................................ 42 C. Arti dan makna Uang dalam system keuangan Global ...................... 45 1. Jenis-jenis uang……………………………………………… ...... 48 2. Peran Uang dalam Ekonomi Konvensional………………….. ..... 50 D. Masalahnya dalam system Keuangan Global ..................................... 53 : ANALISA RELEVANSI KONSEP UANG AL-GHAZALI DALAM SISTEM KEUANGAN GLOBAL.......................................... A. Kelemahan dalam Sistem Nilai Tukar ............................................... 57 60 1. Pasar Uang ......................................................................................... 60 2. Pasar Modal ....................................................................................... 61 B. Krisis yang Berulang………………………………………… .......... 65 C. Sistem Ekonomi Islam yang berbasis Sektor Real…………... .......... 65 : KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 80 A. Kesimpulan ........................................................................................... 80 B. Saran ...................................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 84 BAB IV BAB V x RELEVANSI KONSEP UANG AL-GHAZALI DALAM SISTEM KEUANGAN KONTEMPORER skripsi Diajukan Sebagai Salah Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah (SE,Sy.) Oleh: HERYANI ARMAN 106046101628 JURUSAN MUAMALAT-PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah “Dunia ekonomi telah memasuki fase ketidakstabilan yang luar biasa dan perjalanan masa depannya benar-benar tidak pasti”. Tulis Helmut Schelmid kira-kira satu dekade lalu ketidakstabilan terus berlangsung dan ketidakpastian berlanjut.1 Sesudah melalui masa-masa inflasi tingkat tinggi yang menyakitkan, perekonomian dunia telah mengalami suatu resesi mendalam dan laju pengangguran yang belum pernah terjadi sebelumnya, dibarengi dengan laju suku bunga riil yang tinggi dan fluktuasi valuta asing yang tidak sehat. Meskipun penyembuhannya kini tengah berlangsung, namun ketidakpastian tetap berlajut. Laju suku bunga riil tetap tinggi dan ini diperkirakan akan terus meningkat, sehingga meningkatkan kecemasan adanya penyembuhan yang gagal. Krisis ini juga diperburuk oleh adanya kemiskinan di tengah orang-orang kaya di semua negara, berbagai bentuk ketidakadilan sosioekonomi, defisit neraca pembayaran yang besar, dan ketidakmampuan sebagian negara-negara berkembang untuk mencicil utang mereka. Para ekonom tentu akan cenderung setuju dangan pandangan bahwa tak ada teori ekonomi terdahulu yang tampaknya mampu menjelaskan krisis ekonomi dunia saat ini. 1 Helmut Schmidt (mantan Kanselir Jerman Barat), “The Structure of the World Product”, (Foreign Affairs: T.pn., 1974), h 437 1 2 Keberkelanjutan persoalan dan dalamnya krisis ini menunjukan bahwa pada dasarnya ada sesuatu yang salah. Tidak akan ada pengobatan yang efektif kecuali hal itu diarahkan kepada arus utama krisis. Sayangnya, kesalahan yang umumnya dilakukan yaitu bahwa akar permasalahan hanya dicari pada simtom (gejala), Akibatnya penyembuhan hanya bersifat sementara, seperti obat-obatan analgesic, mengurangi rasa sakit hanya sementara. Beberapa saat kamudian, krisis muncul kembali, bahkan mendalam dan serius. 2 Badai krisis ekonomi yang dipicu resesi di Amerika (USA) baru dimulai. Ibarat hujan, saat ini masih gerimis. Namun, meski baru gerimis, korban krisis tersebut telah bermunculan hampir di seluruh belahan dunia. Belum dapat dibayangkan bagaimana jika badai tersebut benar-benar telah datang. Era Ekonomi Baru yang lahir setelah runtuhnya kekuasaan Uni Soviet, telah menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa tunggal dan menandai kemenangan ekonomi pasar atas sosialisme. Kondisi pasar yang terjadi pada era ekonomi baru, bukan hanya kapitalisme mengalahkan komunisme, tetapi juga menjadikan kapitalisme versi Amerika yang didasari kegigihan individualisme. Seiring proses globalisasi, maka terjadilah penyebaran kapitalisme gaya Amerika ke seluruh dunia. Semua pihak, pada awal era ekonomi baru seolah memperoleh manfaat dari tatanan Economia Americana. 2 Henry A Kissinger, “Saving The World Economy”,( New sweek: T.pn., 1983), h. 153. 3 Dalam setiap era ekonomi senantiasa terjadi pergeseran perekonomian. Pergeseran yang terjadi pada Era Ekonomi Baru adalah pergeseran produksi "barang" (manufaktur) ke produksi "gagasan". Ekonomi Baru, lebih memerlukan pengolahan informasi dibandingkan persediaan barang. Mulai pertengahan era 1990-an, sektor manufaktur menyusut mendekati 14% dari total output perekonomian. Hal ini berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, alih-alih menciptakan lapangan pekerjaan baru, yang terjadi tingkat pengangguran jauh lebih besar dari era sebelumnya.3 Berubahnya basis perekonomian dari manufaktur ke gagasan, menjadikan perusahaan teknologi menjadi rebutan para investor untuk menginvestasikan dana mereka. Rebutan investor dalam mengiventasikan dananya pada suatu sektor dapat mengakibatkan munculnya "kegairahan irasional" dalam sebuah pasar, dan apabila harga-harga sesungguhnya bersifat acak yang didasari oleh keranjingan irasional spekulator pasar, maka investasi akan kacau balau. Spekulasi muncul akibat terlalu mengandalkan kepercayaan pasar dibandingkan pengetahuan tentang pasar, dan kurang mengindahkan ekonomi riil yang melandasi pemilihan investasi. Hal tersebut memunculkan sebuah "kegairahan irasional", sehingga hargaharga yang terjadi hanya didasari oleh keranjingan semata. Demi mengejar kenaikan harga dan keuntungan, para investor mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan 3 xix. M Umar Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000),. Cet Pertama, h. 4 normal perilaku investasi rasional. Mereka melakukan investasi di dalam pasar yang sebenarnya bercirikan risiko tinggi Perkembangan yang tidak rasional tersebut, menurut Gilpin & Gilpin (2000), merupakan tahap "mania" atau "gelembung" dalam bom. Pada saat tahap ini semakin cepat, maka harga dan laju penambahan uang yang dispekulasikan pun meningkat. Kemudian, pada titik tertentu pasar akan mencapai puncaknya. Beberapa investor dalam mulai mengkonversi investasinya ke bentuk uang atau memindahkan ke investasi lain, untuk mengantisipasi kondisi yang akan terjadi berikutnya. Melihat hal itu, banyak spekulan yang sadar, bahwa "permainan" akan berkahir dan ikut menjual asset-asset investasi mereka. Lomba adu cepat untuk keluar dari asset-asset yang berisiko dan bernilai tinggi menjadi semakin sengit, dan pada akhirnya berubah menjadi gerombolan liar yang mengejar kualitas dan keamanan. Peristiwa tersebut dapat menimbulkan sinyal pasar yang memicu kekacauan dan menyebabkan paniknya dunia keuangan. Kepanikan tersebut dapat berupa kegagalan bank, bangkutnya suatu perusahaan, atau sejumlah peristiwa yang tidak mendukung lainnya Ketika para investor terburu-buru keluar dari pasar, harga-harga pun berjatuhan, kebangkutan meningkat, dan "gelembung" spekulasi akhirnya meletus yang menyebabkan harga ambruk. Kepanikan terjadi setelah para investor dengan putus asa mencoba menyelamatkan diri mereka sedapat mungkin.4 4 A. Prasetyoko, Bencana Financial Stabilitas sebagai Barang Pubik (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008), h .25. 5 Menurut Stiglitz, selama bertahun-tahun, semakin banyak bukti bahwa pasar sering tidak berjalan dengan baik. Walaupun, hubungan antar harga saham dengan informasi masuk akal, tetapi seringkali naik turunnya harga tidak demikian. Fluktuasi pasar benar-benar acak. Sifat pasar yang acak dan tidak efisien mempunyai biaya yang mahal dan menyebabkan suatu perusahaan mendapatkan investasi berlebih, sementara sebagian perusahaan lain mendapatkan investasi telalu sedikit bahkan mungkin tidak dapat sama sekali. Mereka menggantungkan hidup dari pendapatan yang diperoleh dari kepemilikan uang dan mengharapkan tabungan yang diinvestasikan semakin menumpuk, namun kondisi tersebut menyimpang dari realitas ekonomi yang mendasarinya. Kapitalisme uang telah memberikan kesempatan kepada orang yang memiliki uang untuk meningkatkan tuntutan mereka terhadap kumpulan kekayaan masyarakat yang sesungguhnya tanpa memberi kontribusi kepada produksinya. Aktivitas seperti itu, menyebabkan sejumlah kecil orang menjadi kaya tapi tidak produktif. Menurut Korten, ketidakmampuan kapitalisme uang untuk membedakan antara investasi yang produktif dan yang ektraktif merupakan salah satu sifat yang menjadi ciri khasnya. Berdasarkan logika kapitalisme uang, definisi uang adalah kekayaan, dan tujuan aktivitas ekonomi adalah bagaimana menciptakan uang sebanyak mungkin.5 5 “Fungsi Uang” kabarindonesia.blogspot.com artikel diakses pada 21-Maret-2010 dari www.pewarta- 6 Sebelum kapitalisme berjaya, Imam al-Ghazali pada abad ke 11-12, telah memperingatkan bahwa memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang. Jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.6 Dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai menjadi komoditi dapat kita rasakan sekarang. Pada tahun 1997, mukjizat keuangan Asia yang sering digembar-gemborkan sebelumnya, tiba-tiba berubah menjadi kehancuran keuangan Asia akibat terlena pada sebuah era di mana milyaran dolar dalam bentuk investasi baru mengalir amat deras ke pasar saham dan menaikkan harga-harga dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kehancuran tersebut dimulai dari Thailand, dan kemudian dengan cepat menjalar, sebagaimana deretan kartu domino yang berjatuhan, ke Malaysia, Indonesia, Korea Selatan, dan Hong Kong. Kejadian yang hampir sama berulang saat ini dan menimpah super power Amerika yang menimbulkan getar bagai tsunami ke seluruh dunia. Namun sebenarnya, dampak tersebut sudah diingatkan oleh Ibnu Tamiyah yang lahir di zaman pemerintahan Bani Mamluk tahun 1263. Ibnu Tamiyah dalam 6 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer (Jakarta: Granada Press 2007), h. 128. 7 kitabnya Majmu' Fatwa Syaikhul Islam menyampaikan lima butir peringatan penting mengenai uang sebagai komoditi, yakni : 1. Perdagangan uang akan memicu inflasi; 2. Hilangnya kepercayaan orang terhadap stabilitas nilai mata uang akan mengurungkan niat orang untuk melakukan kontrak jangka panjang, dan menzalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai/ karyawan; 3. Perdagangan dalam negeri akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang; 4. Perdagangan internasional akan menurun; 5. Logam berharga (emas dan perak) yang sebelumnya menjadi nilai intrinstik mata uang akan mengalir keluar negeri.7 Jumlah uang yang tidak sesuai dengan nilai produksi yang dihasilkan suatu negara dikenal menyebabkan terjadinya inflasi dan bubble gum economics, yang pada akhirnya menyebabkan multi function crisis. Penggerak pembangunan suatu negara adalah sektor produksi, bukan sektor moneter, karena sektor produksi akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan (pasar) terhadap produksi lainnya. Untuk itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, memberikan gambaran konsep uang imam al-Ghazali dalam menghadapi kondisi perekonomian 7 “Uang dan Agama”artikel diakses pada http://hermaninbismillah.blogspot.com/2009/01/uang-dan-agama.html 02-Maret-2010, dari 8 saat ini. sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul “RELEVANSI KONSEP UANG AL-GHAZALI DALAM SISTEM KEUANGAN KONTEMPORER” B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berdasarkan uraian pada masalah diatas maka dalam hal ini penulis membatasi permasalahan pada konsep uang imam al-Ghazali dan relevansinya dalam sistem keuangan kontemporer. 2. Rumusan Masalah Dalam rangka memfokuskan pembahasan, penulis merumuskan beberapa hal yang perlu dikemukakan dalam skripsi ini, diantaranya : a. Bagaimana konsep uang al-Ghazali? b. Bagaimana kesesuaian konsep uang al-Ghazali dalam sistem keuangan kontemporer (pasar uang dan pasar Modal)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari adanya pembatasan dan perumusan masalah diatas, diharapkan penelitian ini mempunyai tujuan yang bermanfaat untuk pribadi sediri atau untuk orang lain. Di antara tujuan yang diharapkan adalah : a. Untuk mengetahui tentang bagaimana pendekatan yang dilakukan Al-Ghazali dalam menilai sifat, fungsi, dan peranan uang dalam perekonomian. 9 b. Untuk mengetahui konsep uang menurut Al-Ghazali c. Dan untuk mengetahui relevansinya terhadap system keuangan kontemporer. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang bisa ditimbulkan dari penelitian ini baik secara praktis dan teoritis, penulis ingin agar penelitian ini bisa memberikan manfaat: a. Secara teoritis penelitian ini merupakan kontribusi besar terhadap pengembangan ekonomi di masa yang akan datang. b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bersifat emansipatoris terutama dalam hal kepedulian pada upaya pembebasan manusia dari penindasan dan ketidakadilan ekonomi D. Kerangka Teori Dr. Muhammad Zaki Syafi’i mendifinisikan uang sebagai “segala sesuatu yang diterima khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban.”8 Sedangkan Imam al-Ghazali berpendapat bahwa uang dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu barang, sekalipun dalam perekonomian barter. Dengan keberadaan uang sebagai ukuran nilai (unit of account), uang akan berfungsi pula sebagai media pertukaran (medium of exchange) untuk melancarkan pertukaran dan penetapan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut. Imam al-Ghazali mencontohkan, orang yang mempunyai baju dan tidak mempunyai uang tidak bisa membeli makanan karena 8 Ahmad Hasan, Mata Uang Islami (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) h.10. 10 mungkin makanan tidak dapat ditukar dengan baju. Hal ini hanya dapat diukur dengan uang. Karena baju tersebut harus dijual terlebih dahulu untuk menghasilkan uang. Dengan uang inilah, ia baru bisa memperoleh makanan. Selanjutnya, Imam al-Ghazali menegaskan bahwa uang tidak mempunyai manfaat pada zatnya sendiri. Menurutnya, uang ibarat cermin, ia tidak mempunyai warna tetapi dapat merefleksikan semua warna. Dengan kata lain, uang tidak mempunyai harga tetapi dapat merefleksikan semua harga barang. Uang diciptakan untuk beredar dari tangan ke tangan, sehingga menjadi perantara diantara manusia. Dalam istilah ekonomi klasik, keberadaan uang tersebut disebut direct utility function, uang akan memberikan kegunanan hanya bila digunakan untuk membeli suatu barang. Teori Ekonomi Neo klasik menyatakan bahwa keguanaan uang timbul dari daya belinya. Jadi, uang memberikan kegunaan tidak lansung (indirect utility function). Dengan demikian, dalam pandangan Imam al-Ghazali, uang hanya berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) dan alat tukar (medium of exchange). Ia menyatakan bahwa zat uang itu sendiri tidak dapat memberikan manfaat dan ini berarti bahwa uang bukan merupakan alat penyimpan kekayaan (store of value). Bahkan Imam al-Ghazali menganggapnya sebagai perbuatan zalim kerena menimbun harta (kanz al-mal) yang dapat mengakibatkan terjadinya pengangguran yang meluas, kelesuan ekonomi dan instabilitas ekonomi.9 9 Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa Klasik hingga Kontemporer, h.128. 11 E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, melalui penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat normatif, yaitu menelaah dan mengkaji buku-buku, jurnal ilmiah, dan artikel-artikel yan berhubungan dengan pembahasan juduul skripsi, serta tulisan-tulisan ilmiah dari koran, majalah, maupun internet yang ada hubungannya dengan pembahasan di atas, kemudian dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis 2. Sifat Data Data pada penelitian ini bersifat kualitatif dan historis. Data kualitatif berdasarkan pada isi atau mutu suatu fakta, sedangkan data historis didasarkan pada pengalaman masa lalu yang menggambarkan secara seluruh kebenaran kejadian atau fakta yang bertumpu pada kegiatan mengevaluasi suatu objek, seperti peristiwa atau tokoh masa lampau di pandang dari sudut standar dan kebudayaan dewasa saat ini.10 3. Teknik Pengumpulan Data Karena model penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara Penelitian Kepustakaan (library research) 10 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003), h.22. 12 Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari dan memahami data atau bahan yang diperoleh dari berbagai literature, serta mencatat teori-teori yang didapat dari buku-buku, majalah, artikel, atau karya ilmiah yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini. 4. Teknik Penulisan Skripsi Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007”. 13 F. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, yang meliputi Latar belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori dan Metode Penelitian. BAB II Pada bab ini akan dibahas mengenai Profil dan Konsep Uang alGhazali yang meliput tentang riwayat hidup dan riwayat akademik beliau serta karya-karyanya di berbagai bidang, serta mengungkapkan konsep uang menurut al-Ghazali yang meliputi sejarah dan asal usul uang, definisi uang menurut para pakar ekonomi dan para ulama, serta fungsi dan peranannya dalam perekonomian BAB III Gambaran Umum Sistem Keuangan kontemporer yang meliputi pengertian sistem keuangan kontemporer dalam pasar uang dan pasar modal, arti dan makna uang dalam sistem keuangan kontemporer, dan masalahnya dalam sistem keuangan kontemporer. BAB IV Menganalisis tentang kesesuaian pemikiran al-Ghazali dengan sistem keuangan kontemporer BAB V Penutup, pada bab terakhir ini menjelaskan pokok-pokok kajian dalam penelitian yang memuat kesimpulan dan saran. 14 BAB II PROFIL DAN KONSEP UANG AL-GHAZALI A. PROFIL AL-GHAZALI 1. Riwayat Hidup Al-Ghazali Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 / 450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan. Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.11 11 “Al-Ghazali” diakses pada 02-Maret-2010, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazal 14 15 Sejak muda, al-Ghazali sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Ia pertama-tama belajar bahasa arab dan Fiqih di kota Tus, kemudian pergi ke kota Jurjan untuk belajar dasar-dasar Ushul Fiqh. Setelah kembali ke kota Tus selama beberapa waktu, ia pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiyahnya. Di kota ini, al-Ghazali belajar kepada al-Haramain. Setelah itu ia berkunjung ke kota Bagdad, ibu kota daulah Abbasiyah, dan bertemu dengan wajir Nizham al-Mulk. Darinya alGhazali mendapaat penghormatan dan penghargaan yang besar. Pada tahun 483 H (1090 M), ia diangkat menjadi guru dimadrasah Nizhamiyah. Pekerjaannya ini dilaksanakan dengan sangat berhasil, sehingga para ilmuwan pada masa itu menjadikannya sebagai referensi utama.12 Selain mengajar, al-Ghazali juga melakukan bantahan-bantahan terhadap berbagai pemikiran Bathiniyah, Ismailiyah, Filosof, dan lain-lain. Pada masa ini sekalipun telah menjadi guru besar, ia masih merasakan kehampaan dan keresahan dalam dirinya. Akhirnya, setelah merasakan bahwa hanya kehidupan sufistik yang mampu memenuhi kebutuhan ruhaninya, al-Ghazali memutuskan untuk menempuh tasawuf sebagai jalan hidupnya. Oleh karena itu, pada tahun 488 H (1095 M), al-Ghazali meninggalkan Baghdad dan pergi menuju Syiria untuk merenung, membaca, dan menulis selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian ia pindah ke Palestina untuk melakukan aktivitas yang dengan mengambil tempat di baitul maqdis. Setelah melakukan ibadah haji dan 12 121-122. Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer. H. 16 menetap beberapa waktu di kota Iskandariyah, al-Ghazali kembali ke tempat kelahirannya di Tus pada tahun 499 H (1105 M) untuk, malanjutkan aktivitasnya, berkhalwat, dan beribadah. Proses pengasingannya tersebut berlangsung selama 12 tahun dan pada masa ini ia banyak menghasilkan berbagai karyanya yang terkenal, seperti kitab Ihya Ulumuddin.13 Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempattempat suci di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi beliau telah dididik dengan ahlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat 13 Adi Warman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: PT Persada, 2006) Edisi Ketiga, h. 315-316. Raja Grafindo 17 beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT 2. Pendidikan al-Ghazali Pada tingkat dasar, beliau mendapat pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan beliau menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, beliau mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih, filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, beliau melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, beliau telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad pada tahun 484 Hijrah. Kemudian beliau dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana. Ia telah mengembara ke beberapa tempat seperti Mekkah, Madinah, Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, beliau menulis kitab Ihya 18 Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.14 3. Karya-karya al-Ghazali Al-Ghazali merupakan sosok ilmuwan dan penulis yang sangat produktif. Berbagai tulisanya telah banyak menarik perhatian dunia, baik dari kalangan muslim atau non muslim. Para pemikir Barat abad pertengahan, seperti Raymond Martin, Thomas Aquinas, dan Pascal ditengarai banyak dipengaruhi oleh pemikiran alGhazali. Pasca periode sang Hjattullah ini, berbagai hasil karyanya telah banyak diterjemahkan kedalam berbagai bahasa seperti Latin, Spanyol, Yahudi, Prancis, Jerman dan Inggris, dijadikan referensi oleh kurang lebih 44 pemikir Barat. AlGhazali diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tulis yang meliputi berbagai disiplin ilmu seperti logika, filsafat, moral, tafsir, fiqh, ilmu-ilmu al-Qur’an, tasawuf, politik, administrasi, dan perilaku Ekonomi. Namun yang ada hingga kini hanya 84 buah diantaranya :15 Teologi • Al-Munqidh min adh-Dhalal • Al-Iqtishad fi al-I`tiqad • Al-Risalah al-Qudsiyyah • Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din 14 “Al-Ghazali” diakses 01-Maret-2010, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali. 15 Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.316. 19 • Mizan al-Amal • Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah Tasawuf • Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama), merupakan karyanya yang terkenal • Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan) • Misykah al-Anwar (The Niche of Lights) Filsafat • Maqasid al-Falasifah • Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence). Fiqih • Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul Logika • Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge) • al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance) • Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic) 16 16 “Riwayat Hidup Al-Ghazali” http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali diakses pada 01-Maret-2010, dari 20 B. KONSEP UANG MENURUT AL-GHAZALI 1. Pengertian Uang Dalam khazanah hukum Islam, terdapat beberapa istilah untuk menyebut uang; Dawud dan Syabir menyebutkan antara lain nuqud (bentuk jamak dari naqd), atsman (bentuk jamak dari tsaman). Dilihat dari sudut bahasa, menurut al-Ashfahani atsman memiliki beberapa arti; antara lain qimah, yakni nilai sesuatu, dan “harga pembayaran barang yang dijual” yakni sesuatu dalam bentuk apa pun yang diterima oleh pihak penjual sebagai imbalan dari barang yang dijualnya; sedangkan dalam tataran fiqih, kata itu digunakan untuk menunjukkan uang emas dan perak; demikian juga fulus (bentuk jamak fals). Fulus digunakan untuk pengertian logam bukan emas dan perak yang dibuat dan berlaku di tengah-tengah masyarakat sebagai uang dan pembayaran. Sikkah (bentuk jamaknya adalah sukak) dipakai untuk dua pengertian; pertama, stempel besi untuk mencap (mentera) mata uang, dan kedua, mata uang dinar dan dirham yang telah dicetak dan distempel, dan umlah yang memiliki dua pengertian; pertama, satuan mata uang yang berlaku di negara atau wilayah tertentu, misalnya ‘umlah yang berlaku di Yordania adalah Dinar dan di Indonesia adalah Rupiah; kedua, mata uang dalam arti umum sama dengan nuqud. Namun demikian, ulama fiqih pada umumnya lebih banyak menggunakan istilah nuqud dan tsaman dari pada istilah lainnya.17 17 “Sejarah Penggunaan Uang di Dunia Islam”, artiikel diakses pada 01-Maret-2010 dari http://www.dakwatuna.com/2009/sejarah-penggunaan-uang-di-dunia-islam/.diakses 21 Walaupun di kalangan ulama cukup populer istilah nuqud untuk pengertian uang, ternyata kata itu tidak ditemukan di dalam al-Qur’an. Untuk menunjukkan uang atau fungsinya, al-Qur’an menggunakan beberapa istilah, antara lain “dirham”, “dinar”, “emas”, dan “perak”. Kata dirham hanya disebutkan satu kali, yaitu dalam QS. Yusuf (12) ayat 20: ÇËÉÈ ...;oyŠr߉÷ètB zNÏdºu‘yŠ <§øƒr2 ¤ÆyJsVÎ/ çn÷ruŽŸ°ur Artinya : “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja . Dalam ayat ini selain dikemukakan dirham sebagai mata uang dan fungsinya sebagai alat pertukaran, disinggung juga bahwa penggunaan dirham di kalangan masyarakat saat itu berpatokan pada jumlah atau bilangan, bukan pada nilainya.18 Sebagaimana Dirham, kata dinar hanya disebutkan satu kali, yaitu dalam QS. Ali ‘Imran (3) ayat 75: y7ø‹s9Î) ÿ¾ÍnÏjŠxsムžw 9‘$oYƒÏ‰Î/ çm÷ZtBù's? bÎ) ô`¨B Oßg÷YÏBur y7ø‹s9Î) ÿ¾ÍnÏjŠxsム9‘$sÜZÉ)Î/ çm÷ZtBù's? bÎ) ô`tB É=»tGÅ3ø9$# È@÷dr& ô`ÏBur * ÇÐÎÈ ... $VJͬ!$s% Ïmø‹n=tã |MøBߊ $tB žwÎ) Artinya : Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya 18 M. Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Sehat Ekonomi dan Keuangan Islam (Jakarta, Kholam Publishing 2008), h. 236. 22 Ayat ini, selain menyebutkan dinar sebagai satuan mata uang tertentu untuk pengukur nilai, mengisyaratkan pula bahwa uang adalah alat penyimpan nilai. Mengenai kata emas dan perak cukup banyak ditemukan dalam al-Qur’an. Hal ini nampaknya disebabkan ketika al-Qur’an diturunkan masyarakat banyak menggunakan emas dan perak dalam melakukan kegiatan transaksi. Emas disebutkan pada delapan tempat; di antaranya QS. al-Taubah (9) ayat 34: ÇÌÍÈ 5OŠÏ9r& A>#x‹yèÎ/ Nèd÷ŽÅe³t7sù «!$# È@‹Î6y™ ’Îû $pktXqà)ÏÿZムŸwur spžÒÏÿø9$#ur |=yd©%!$# šcrã”É\õ3tƒ šúïÏ%©!$#ur … Artinya : Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Selain mengandung isyarat bahwa emas dan perak adalah satuan mata uang, alat pembayaran dan penyimpan nilai, ayat ini mengandung larangan penimbunan uang karena akan berakibat “mematikan” fungsinya sebagai sarana kegiatan ekonomi. Ayat lain yang menyebutkan emas sebagai mata uang dan alat pertukaran adalah QS. Ali ‘Imran (3) ayat 91: … ¾ÏmÎ/ 3“y‰tGøù$# Èqs9ur $Y6ydsŒ Äßö‘F{$# âäö@ÏiB NÏdωymr& ô`ÏB Ÿ@t6ø)ム`n=sù Ö‘$¤ÿä. öNèdur (#qè?$tBur (#rã•xÿx. tûïÏ%©!$# ¨bÎ) Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu . 23 Sementara itu, kata perak disebutkan enam kali dalam al-Qur’an. Di antaranya adalah QS. Ali ‘Imran (3) ayat 14: ... ÏpžÒÏÿø9$#ur É=yd©%!$# šÆÏB Íot•sÜZs)ßJø9$# ÎŽ•ÏÜ»oYs)ø9$#ur tûüÏZt6ø9$#ur Ïä!$|¡ÏiY9$# šÆÏB ÏNºuqyg¤±9$# •=ãm Ĩ$¨Z=Ï9 z`Îiƒã— Artinya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak QS. al-Kahf (18) ayat 19: ÇÊÒÈ ...ÏpoYƒÏ‰yJø ’n<Î) ÿ¾ÍnÉ‹»yd öNä3Ï%Í‘uqÎ/ Nà2y‰ymr& (#þqèWyèö/$$sù óOçFø[Î6s9 $yJÎ/ ÞOn=ôãr& öNä3š/u‘ (#qä9$s% … Artinya : Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini . Begitupun dengan para ahli ekonomi, banyak para ahli ekonomi yang mendefinisikan arti uang. Mereka memiliki cara pandangan tersendiri terhadap hakekat uang. Sehingga masih belum ada kata sepakat tentang arti uang yang spesifik. 1. Menurut Muhammad Zaki Syafi’i mendefinisikan uang sebagai: “Segala sesuatu yang diterima oleh khalayak untuk menunaikan kewajibankewajiban.”19 19 Muhammad Zaki Syafii, Muqaddimah fi an-Nuqud wa al-Bunuk, (Dar al-Nahdhah alArabiya: T.pn., 1982), h. 32. 24 2. J. P Coraward mendefinisikan uang sebagai: “Segala sesuatu yang diterima secara luas sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan media penyimpan kekayaan.”20 3. Boumoul dan Gandlre berkata: “Uang mencakup seluruh sesuatu yang diterima secara luas sebagai alat pembayaran, diakui secara luas sebagai alat pembayaran utang-utang dan pembayaran harga barang dan jasa.”21 4. Nazhim al-Syamry berkata: “Setiap sesuatu yang diterima semua pihak dengan legalitas tradisi urf atau undang-undang, atau nilai sesuatu itu sendiri, dam mampu berfungsi sebagai media dalam proses transaksi pertukaran yang beragam terhadap komoditi dan jasa, juga cocok untuk menyelesaikan utangpiutang dan tanggungan, adalah termasuk dalam lingkup uang.”22 5. Sahir Hasan berkata: “Uang adalah pengganti materi terhadap segala aktivitas ekonomi, yaitu media atau alat yang memberikan kepada pemiliknya daya beli untuk memenuhi kebutuhannya, juga dari segi peraturan perundangan menjadi alat bagi pemiliknya untuk memenuhi segala kewajibannya.”23 20 J.P. Croward,Almujaz fi iqtishadiyat al-Nuqud, terjemah Mustafa kamal farid, (Cairo: Dar al-Fikri, T.t), h. 24. 21 Boumoul and Gandlre, ilmu al-Iqtishad (al-amaliyat wa al-siyasat al-iqtishadiyah) terjemahan Sai’id al-sam’ari dkk, (T.tp: As;ad Bagdad, 1964), h. 344. 22 Nazhim Mhammad Nori al-Syamri, al-Nuqud wa al-Masharif, (Mosoul: Dar kutub Lil atThaba’ah wa al-nasyir,1987), h. 29. 23 Sahir hasan, an-Nuqud wa at-twazun al-iqtishadi, (T.tp: Muassasah Syabab al-Jamiah li al- Thiba’ah, 1980), h. 50. 25 Berdasarkan definisi-definisi yang telah diutarakan di atas, maka kita bisa membedakan definisi uang dalam tiga segi: § Definisi uang dari segi fungsi-fungsi ekonomi sebagai standar ukuran nilai, media pertukaran, dan sebagai alat pembayaran yang tertunda deferred payment. § Definisi uang dengan melihat karakteristinya, yaitu segala sesuatu yang diterima secara luas oleh tiap-tiap individu. § Definisi uang dari segi peraturan perundangan sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan hukum dalam menyelesaikan tanggungan kewajiban. 2. Sejarah Uang Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri, mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan berbagai buah-buahan. Karena jenis kebutuhannya masih sedarhana, mereka belum membutuhkan orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makanannya secara mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini, manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau dikenal dengan istilaah jual-beli.24 Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju, kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun meningkat. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia, juga semakin beragam. Ketika itulah, masing-masing individu 24 240. Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana 2007),h. 26 mulai tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Bisa dipahami kerana ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian untuk bercocok tanam, pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh ikan atau garam, menenung pakaian sendiri atau kebutuhan lainnya. Satu sama lain mulai membutuhkan, Karena tidak ada individu yang secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sejak saat itulah, manusia mulai menggunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter.25 Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulai timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted), benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat 25 Suma, Menggali Akar Mengurai Sehat Ekonomi dan Keuangan Islam, h. 225. 27 tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam. Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama. Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam. Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang 28 logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar. 3. Fungsi dan Tujuan Uang a. Fungsi dan Tujuan Uang dalam Islam 1) Uang sebagai Standar Ukuran Harga dan Unit Hitungan Uang adalah standar ukuran harga, yaitu sebagai media pengukur nilai harga komoditas dan jasa, dan perbandingan harga komoditas dengan komoditas lainnya. Pada sistem barter, sangat sulit untuk mengetahui harga komoditas dengan harga komodias yang lainnya. Demikian pula dengan harga sebuah jasa terhadap jasa-jasa lainnya.26 Uang dalam fungsinya sebagai standar ukuran umum harga berlaku untuk ukuran nilai dan harga dalam ekonomi, seperti berlakunya standar meter untuk ukuran jarak, atau ampere untuk mengukur tegangan listrik, atau kilogram sebagai 26 Subhi Tadris Qharishah dan Medhat Muhammad al-Aqqad,al-nuqudwa al- bunukwa alAlaqat iqtishadiyah al-Dauliyah,(Dar al-Nadhah, Beirut, 1983),h. 17. 29 standar timbangan. Demikianlah uang sebagai alat yang mesti diperlukan untuk setiap perhitungan dalam ekonomi baik oleh produsen maupun konsumen. Tanpa hal itu, tidak mumgkin baginya untuk melakukan perhitungan keuntungan atau biaya-biaya.27 2) Uang Sebagai Media Pertukaran Uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk pertukaran barang dan jasa. Misalnya ada seseorang yang memiliki tomat dan ia membutukan beras, kalau dalam sistem barter orang yang memiliki tomat akan pergi ke pasar dan mencari orang yang memiliki beras dan membutuhkan tomat sehingga bisa terjadi pertukaran di antara keduanya. Fungsi ini menjadi sangat penting dalam ekonomi maju, di mana pertukaran terjadi oleh banyak pihak. Setiap orang tidak memproduksi setiap apa yang ia butuhkan, tetapi terbatas pada barang tertentu, atau bagian dari barang atau jasa tertentu, yang dijual kepada orang-orang untuk selanjutnya ia gunakan untuk mendapatkan barang atau jasa yang ia butuhkan. Ketika seseorang memproduksi barang dan kemudian menjualnya dengan mendapatkan uang, selanjutnya ia gunakan untuk membeli kebutuhannya. Dengan demikian, uang membagi pertukaran kedalam dua macam: Ø Proses penjualan barang atau jasa dengan pembayaran uang; Ø Proses pembelian barang atau jasa dengan menggunakan uang.28 27 Fuad Dahman, al-Iqtishad al-Siyasi,(T.tp: T.pn., T.t), h. 8. 30 3) Uang sebagai Media Penyimpan Nilai Maksud para ahli ekonomi dalam ungkapan mereka, “uang sebagai media penyimpan nilai” adalah bahwa orang yang mendapatkan uang, terkadang tidak mengeluarkannya sekaligus,akan tetapi ia sisihkan sebagian untuk membeli kebutuhan pada waktu tertentu, atau ia menyimpan untuk hal-hal yang tidak terduga seperti sakit atau mendapatkan kerugian. b. Fungsi Uang Menurut Imam Al-Ghazali Uang dinar dan dirham ibarat cermin dari kepemilikan dan kekayaan. Ia berfungsi sebagai alat tukar. Jika Uang dijadikan komodity sebagaimana barang, maka hancurlah system perekonomian masyarakat (Imam Al-Ghazali). 29 Tujuh ratus tahun sebelum Adam Smith menulis buku The Wealth of Nation, seorang tokoh islam bernama Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111 M), telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Secara panjang lebar ia membahas fungsi uang dalam Bab Syukur dalam kitab Ihya Ulumuddin. Dalam Bab itu beliau mengatakan : “Di antara nikmat Allah ialah berlakunya Dinar dan Dirham. Dengan dinar dan dirham kehidupan dunia bisa diatur, padahal keduanya tak lebih dari logam, yakni barang yang pada asalnya tidak berguna apa-apa. Tetapi semua orang tertarik pada kedua mata uang itu, sebab setiap orang membutuhkan bermacammacam barang untuk makan, berpakaian, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya”.30 1) Evolusi Uang dan Fungsi Uang Imam Al-Ghazali 28 Abdu Hadi Ali al-Najjar, al-Islam wa al-Iqtisha, (Kuwait Alam: al-Ma’rifah, 1983), h. 145. 29 Mohammad Hidayat, an Introduction to the Sharia Economic (Jakarta: Dzikrul hakim 2010), h. 144. 30 Ibid,h. 151. 31 Pembahasan beliau tentang uang nampak cukup komprehensif, yang dimulai dari evolusi uang hingga fungsi uang. Beliau menjelaskan bagaimana uang mengatasi permasalahan yang timbul dari suatu perdagangan barter. Dibahas juga berbagai akibat negatif dari pemalsuan dan penurunan nilai mata uang. Berikut sejumlah pernyataan beliau tentang uang : “Kemudian disebabkan jual beli muncul kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, dari mana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan hakim yang adil sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan yang terus menerus. Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak, dan logam .31 Perdagangan barter mengandung banyak kelemahan di antaranya (1) kurang memiliki angka penyebut yang sama (lack of common denominator), (2) barang yang diperdagangkan sulit untuk dibagi-bagi (indivisibility of goods), (3) keharusan adanya dua keinginan yang sama antara penjual dan pembeli (double coincidence of wants).32 Dengan berbagai keterbatasan barter tesebut, maka diperlukan suatu alat yang mampu berperan lebih baik dalam transaksi jual beli. Itulah yang menurutnya mendasari munculnya kebutuhan akan uang di masyarakat. Dalam ekonomi barter sekalipun, uang dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu barang, karena transaksi barter hanya terjadi ketika kedua belah pihak sama-sama membutuhkan barang atau jasa masing31 Al- Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Dar al-Khair: T.pn.,1993) Cet ke-2, h. 4. 32 Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 335. 32 masing. Uang berfungsi memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dalam pertukaran tersebut. Beliau mengisyaratkan bahwa uang sebagai unit hitungan yang digunakan untuk mengukur nilai harga komoditas dan jasa. Kemudian uang juga sebagai alat yang berfungsi sebagai penengah antara kepentingan penjual dan pembeli, yang membantu kelancaran proses pertukaran komoditas dan jasa. Selain itu diisyaratkan juga bahwa uang sebagai alat simpanan, karena itu dibuat dari jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan akan keberlanjutan sehingga benar-benar bersifat cair mudah diuangkan kembali, dapat digunakan pada waktu yang dibutuhkan, dan cenderung mempunyai nilai harga yang stabil. Berbagai permasalahan perdagangan barter dibahas dengan baik. Meskipun perdagangan barter dapat dilakukan namun sangat tidak efisien, karena adanya perbedaan karakteristik barang, baik bentuk, ukuran maupun kualitasnya. Ia menegaskan bahwa evolusi uang terjadi karena kesepakatan dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat, yakni tidak akan ada masyarakat tanpa pertukaran barang dan tidak ada pertukaran yang efektif tanpa ekuivalensi, dan ekuivalensi demikian hanya dapat ditentukan dengan tepat bila terdapat ukuran yang sama. Hal tersebut dapat kita simak dari paparan beliau di bawah ini: Termasuk nikmat Allah Swt. Diciptakan dirham dan dinar. Dengan keduanya kehidupan menjadi lurus. Keduanya hanyalah dua barang tambang yang tidak ada manfaat pada bendanya, tapi makhluk perlu kepadanya sekiranya setiap manusia membutuhkan banyak barang yang berkaitan dengan makanan, pakaian, seluruh kebutuhannya. Terkadang dia tidak mempunyai apa yang tidak ia butuhkan. Seperti orang yang memiliki za faran misalnya, dan ia membuuhkan unta untuk tunggangannya. Dan orang yang memiliki unta dapat saja tidak membutuhkannya dan membutuhkan za faran sehingga terjadi pertukaran antar keduanya. Dan mau tidak mau dibutuhkan suatu ukuran untuk mengukur 33 pertukaran karena pemilik unta tidak menyerahkan untanya dengan seluruh ukuran za faran. Dan tidak ada kesesuaian antara za faran dan unta sehingga dapat dikatakan dia menyerahkan misalnya, dalam berat dan bentuk. Tidak tahu seberapa banyak za faran yang menyamai seekor unta, sehingga transaksi mengalami kesulitan. Barang-barang yang beragam dan sangat berbeda ini membutuhkan penengah yang bertindak seperti pemutus yang adil sehingga setiap sesuatu dapat diketahui tingkat dan nilainya. Transaksi barter seperti ini sangat sulit. Barang-barang seperti ini memerlukan media yang dapat menentukan nilai tukarnya secara adil. Bila tempat dan kelasnya dapat diketahui dengan pasti, menjadi mungkin untuk menentukan mana barang yang memiliki nilai yang sama dan mana yang tidak. Maka Allah ciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah di antara seluruh harta sehingga dengan keduanya semua harta dapat diukur. Sesuatu (seperti uang) dapat dengan pasti dikaitkan dengan sesuatu yang lain jika sesuatu itu tidak memiliki bentuk atau fitur khususnya sendiri contohnya cermin tidak memiliki warna tetapi dapat memantulkan semua warna. 33 Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah di antara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za faran ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran maka keduanya bernilai sama. Namun, dinar dan dirham itu tidak dibutuhkan semata-mata karena logamnya . Dinar dan Dirham diciptakan untuk dipertukarkan dan untuk membuat aturan pertukaran yang adil dan untuk membeli barang-barang yang memiliki kegunaan. 34 Uang tidak mempunyai harga, namun dapat merefleksikan harga semua barang atau jasa. Semua barang dan jasa akan dapat dinilai atau diukur masingmasing dengan uang. Ibarat cermin, semua jenis benda yang dihadapkan pada sebuah cermin, maka cermin tersebut akan dapat memantulkan gambar benda yang ada di depannya. Demikian juga dengan uang, semua benda atau produk yang dihadapkan dengannya akan dapat dinilai berapa masing-masing harganya. Dengan demikian uang dapat digunakan sebagai satuan unit penilai semua barang dan jasa. Namun, 33 Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. h. 335. 34 Ahmad Hasan, Mata Uang Islami,(Jakarta: PT. Raja Grafindo 2005), h. 27. 34 beliau menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri. Artinya, uang dibutuhkan masyarakat bukan karena masyarakat menginginkan mempunyai emas dan perak yang merupakan bahan uang tersebut, tetapi kebutuhan tersebut lebih pada menggunakan uang sebagi alat tukar. Uang baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Tujuan utama dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang. Uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. 2) Menimbun dan Melebur Uang Merujuk pada al-Qur’an, beliau mengecam para penimbun uang yang dianggapnya sebagai penjahat. Uang yang ditimbun tidak akan memberi manfaat bagi masyarakat luas. Uang yang seharusnya berputar menjadi mandek pada sekelompok orang. Para produsen, pedagang, distributor akan kesulitan meningkatkan modal usahanya, karena uang menjadi langka akibat ditimbun atau hanya berputar pada kalangan tertentu. Penimbunan uang akan mengurangi produktifitas dan inefisiensi usaha. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur Dinar dan Dirham menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka adalah orang yang tidak bersyukur kepada Sang Pencipta, dan kedudukannya lebih rendah daripada penimbun uang. Berikut petikan pernyataan beliau tentang ini : “Jika seseorang menimbun dirham dan dinar, ia berdosa. Dinar dan dirham tidak memiliki gunas langsung pada dirinya. Dinar dan dirham diciptakan supaya beredar dari tangan ke tangan, untuk mengatur dan memfasilitasi pertukaran (sebagai) simbol untuk mengetahui nilai dan kelas barang. Siapapun yang mengubahnya menjadi peralatan-peralatan emas dan perak berarti ia tidak bersyukur kepada penciptanya, dan lebih buruk daripada penimbun uang, karena orang yang seperti itu adalah seperti orang yang memaksa penguasa untuk melakukan fungsi-fungsi yang tidak cocok seperti menenun kain, mengumpulkan pajak, dan lain-lain. Menimbun koin masih lebih baik dibandingkan 35 mengubahnya, karena ada logam dan material lainnya seperti tembaga, peruggu, besi, tanah liat yang dapat digunakan untuk membuat peralatan. Namun tanah liat tidak dapat digunakan untuk mengganti fungsi yang dijalankan oleh dirham dan dinar.”35 Kegiatan menimbun uang berarti menarik uang dari peredaran untuk sementara, artinya uang yang ditimbun tersebut masih berwujud uang dan suatu ketika dimungkinkan masih dapat beredar kembali ke masyarakat berfungsi sebagai uang. Sedangkan melebur uang berarti menarik uang dari peredaran untuk selamanya, karena wujud uang telah berubah bentuk, sehingga tidak lagi dapat berfungsi sebagai uang. Didasarkan pada teori moneter modern, menimbun uang akan dapat memperlambat perputaran uang, dan sekaligus memperkecil jumlah transaksi sehingga akan membuat perekonomian menjadi lesu. Dampak selanjutnya pertumbuhan ekonomi akan menurun, kesejahteraan masyarakat juga akhirnya menurun karena pendapatan yang menurun. Sementara itu, melebur uang sama artinya dengan mengurangi jumlah penawaran uang sebagai alat transaksi untuk selamanya. Dengan demikian dampak negatifnya akan lebih besar dibandingkan kalau menimbun uang.36 3) Pemalsuan Uang Peredaran uang palsu, yaitu dengan kandungan emas atau perak yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah, beliau kecam keras. Menurutnya mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri 1.000 Dirham. Perbuatan 35 Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,h. 336. 36 Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, h. 129. 36 mencuri adalah satu dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu adalah dosa yang terus berlipat setiap kali uang itu dipergunakan. Dengan beredarnya uang palsu maka tidak hanya satu pihak yang dirugikan, tetapi banyak pihak dan terus bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan terus bergulirnya uang palsu tersebut pindah dari satu tangan ke tangan berikutnya. Seseorang yang mendapatkan uang palsu akan mencoba untuk membelanjakan lagi uang tersebut ke orang lain dengan sembunyi-sembunyi atau menipu, karena dia tidak mau menanggung rugi, dan begitu seterusnya. Dengan demikian nilai mudharatnya bisa jadi akan lebih besar daripada uang senilai 1.000 Dirham. Implikasi makro beredarnya uang palsu ini juga akan dapat mendorong tingkat inflasi, karena akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat di luar uang resmi yang dikeluarkan pemerintah. Berikut ini kutipan pernyataan beliau : Memalsukkan uang palsu dalam peredaran merupakan suatu kezaliman yang besar. Semua yang memegangnya dirugikan peredaran suatu dirham palsu lebih buruk daripada mencuri seribu dirham, karena tindakan mencuri merupakan sebuah dosa, yang langsung berakhir setelah dosa itu diperbuat; tetapi pemalsuan uang merupakan sesuatu yang berdampak pada banyak orang yang menggunakannya dalam transaksi selama jangka waktu yang lama.”37 Selanjutnya, beliau membolehkan peredaran uang yang tidak mengandung emas dan perak, asalkan pemerintah menyatakan uang tersebut sebagai alat bayar yang resmi. Bila terjadi penurunan nilai uang akibat dari kecurangan, maka pelakunya harus dihukum. Namun apabila pencampuran logam dalam koin merupakan tindakan resmi pemerintah dan diketahui oleh semua penggunanya, maka hal tersebut dapat 37 Al-Ghazali, juz 2 h. 73. 37 diterima. Kemudian, secara tidak langsung beliau membolehkan kemungkinan penggunaan uang representatif (token money). Hal tersebut dapat disimak dari pernyataan beliau berikut ini : Zaif (suasa, logam campuran), maksudnya adalah unit uang yang sama sekali tidak mengandung perak; hanya polesan; atau dinar yang tidak mengandung emas. Jika sekeping koin mengandung sejumlah perak tertentu, tetapi dicampur dengan tembaga, dan itu merupakan koin resmi dalam Negara tersebut, maka hal ini dapat diterima, baik muatan peraknya diketahui ataupun tidak. Namun, jika koin itu tidak resmi, koin itu dapat diterima hanya jika muatan peraknya diketahui.”38 4) Perdagangan Uang Beliau berpendapat bahwa aktifitas memperdagangkan Dinar dengan Dinar sama halnya dengan memenjarakan uang, sehingga tidak lagi dapat berfungsi. Semakin banyak uang diperdagangkan, maka semakin sedikit yang dapat berfungsi sebagai alat tukar. Bila semua uang dipergunakan untuk membeli uang, maka tidak ada lagi uang yang dapat berfungsi sebagai alat tukar. Uang tidak dapat menghasilkan apa-apa. Uang hanya akan berkembang apabila diinvestasikan pada kegiatan ekonomi riil (tangible economic activity). Secara lengkap pernyataan beliau dapat disimak pada kutipan berikut : Jika seseorang memperdagangkan dinar dan dirham untuk mendapatkan dinar dan dirham lagi, ia menjadikan dinar dan dirham sebagai tujuannya. Hal ini berlawanan dengan fungsi dinar dan dirham. Uang tidak diciptakan untuk menghasilkan uang. Melakukan hal ini merupakan pelanggaran. Dinar dan 38 Al-Ghazali, juz 2 h. 74. 38 dirham adalah alat untuk mendapatkan barang-barang lainnya. Mereka tidak dimaksudkan bagi mereka sendiri. Dalam hubungannya dengan barang lainnya, dinar dan dirham adalah seperti preposisi dalam kalimat digunakan untuk memberikan arti yang tepat atas kata-kata. Atau seperti cermin yang memantulkan warna, tetapi tidak memiliki warna sendiri. Bila orang diperbolehkan untuk menjual (atau mempertukarkan) uang dengan uang (untuk mendapatkan laba), transaksi seperti ini akan menjadi tujunnya, sehingga uang akan tertahan dan ditimbun. Menahan penguasa atau tukang pos adalah pelanggaran, karena dengan demikian mereka dicegah dari menjalankan fungsinya; demikian pula halnya dengan uang. Aktifitas mencari pendapatan dari hasil berdagang uang (keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual) akan membuat orang menjadi malas bekerja pada sektor riil, dan akan semakin sedikit uang yang berputar pada sektor riil, karena makin banyaknya uang diperdagangkan. Perdagangan uang yang mengandung spekulasi itu sangat mudah dilakukan, proses untuk sampai pada hasil sangat cepat tanpa harus bekerja keras, membanting tulang sebagaimana halnya bekerja di sektor pertanian, perdagangan, industri, peternakan, perkebunan, perikanan dan sebagainya. Dapat dibayangkan apabila kemudian lebih banyak orang yang tidak bersedia bekerja di sektor riil karena prosesnya lama dan perlu kerja keras, dan kemudian lebih menyukai berdagang uang, maka sektor riil akan terganggu. Kemampuan sektor riil untuk berproduksi semakin menurun karena pelakunya sedikit dan sulitnya mendapatkan tambahan modal dari investor. Jumlah produksi turun berarti pasokan barang ke pasar akan berkurang. Akibatnya jumlah permintaan barang di satu sisi tetap atau bahkan meningkat, sementara di sisi lain terjadi penurunan penawaran barang. Hukum permintaan dan penawaran akan berlaku di sini, yaitu harga-harga produk akan melambung ketika lebih besar permintaan daripada penawaran. 39 Harga-harga produk yang tinggi dan tidak diikuti kenaikan pendapatan masyarakat, maka kemampuan daya beli masyarakat akan turun, yang berarti tingkat kesejahteraan masyarakat juga menurun. Daya beli masyarakat yang turun akan menyebabkan permintaan produk pada skala nasional juga akan turun. Dari kacamata produsen di sektor riil keadaan seperti itu akan menyebabkan penurunan volume penjualan, sekaligus jumlah pendapatan/keuntungan, dan ada kemungkinan untuk menurunkan jumlah produksi dalam rangka untuk dapat mempertahankan harga jual produknya. Sektor riil akibatnya menjadi semakin tidak menarik, semakin banyak ditinggalkan oleh pelakunya. Akhirnya akan semakin memperparah kondisi perekonomian, karena akan terjadi inflasi yang berlipat. Kondisi seperti inilah yang sekarang ini terjadi di Indonesia, di mana jumlah uang yang masuk ke sektor riil jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah uang yang ditransaksikan di pasar uang. 40 BAB III GAMBARAN UMUM SISTEM KEUANGAN KONTEMPORER A. Pasar Uang Pasar uang adalah suatu tempat pertemuan abstrak dimana para pemilik dana jangka pendek dapat menawarkan kepada calon pemakai yang membutuhkannya, baik secara langsung maupun melalui perantara. Sedangkan yang dimaksud dengan dana jangka pendek adalah dana-dana yang dihimpun dari perusahaan maupun perorangan dengan batasan waktu dari satu hari sampai satu tahun, yang dapat diperjualbelikan didalam pasar uang.Pandji Anoraga dan Piji Pakarti (2001:20). Perwujudan dari pasar semacam ini berupa institusi dimana individu atau organisasi yang mempunyai kelebihan dana jangka pendek bertemu dengan individu yang memerlukan dana. Pasar Uang menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti (2001:19) mempunyai ciri:jangka waktu dana yang pendek, tidak terikat pada tempat tertentu, pada umumnya supply dan demand bertemu secara langsung dan tidak perlu guarantor underwriter. Pasar uang dan pasar modal sebetulnya merupakan sarana investasi dan moblisasi dana. Pasar uang mempunyai fungsi yaitu sebagai sarana alternatif bagi lembaga-lembaga keuangan, perusahaan non keuangan dan peserta-peserta lainnya baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek maupun dalam rangka memijamkan dana atas kelebihan likuiditasnya. Pasar uang juga berfungsi sebagai sarana pengendali moneter dalam melaksanakan operasi pasar terbuka. SBI 40 41 (Serrifikat Bank Indonesia) sebagai instrumen dalam melakukan operasi pasar terbuka digunakan untuk kontraksi moneter. Lembaga-lembaga yang aktif di pasar uang adalah bank komersial, bank dagang, penyalur uang, dan bank sentral pemerintah.Pandji Anorga dan Piji Pakarti (2001:19). Instrumen Pasar Uang di Indonesia: Instrumen atau surat-surat berharga yang diperjualbelikan dalam pasar uang jenisnya cukup bervariasi termasuk surat-surat berharga yang diterbitkan oleh badanbadan usaha swasta dan negara serta lembaga-lembaga pemerintah. Instrumen pasar uang yang ada di Indonesia. Dahlan Siamat (2001:208) 1. Sertfikat Bank Indonesia (SBI) Instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank sentral atas unjuk dengan jumlah tertentu yang akan dibayarkan kepada pemegang pada tanggal yang telah ditetapkan. Instrumen ini berjangka waktu jaruh tempo satu tahun atau kurang. 2. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Surat-surat berharga berjangka pendek yang dapat diperjualbelikan secara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga diskonto yang ditunjuk oleh BI 3. Sertifikat Deposito Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh suatu bank atas unjuk dan dinyatakan dalam suatu jumlah, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu. Sertifikat Deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan. Ciri pokok yang membedakaimya dengan deposito berjangka terletak pada sifat yang 42 dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan sebelum jangka waktu jatuli temponya melalui lembaga - lembaga keuangan lainnya. 4. Commerecial Paper Promes yang tidak disertai dengan jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana jangka pendek dan dijual kepada investor dalam pasar uang. 5. Call Money Kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya untuk jangka waktu pendek. 6. Repurchase Agreement Transaksijual odi surat-surat berharga disertai dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli kcmbali surat-surat berharga yang dijual tersebut pada tanggal dan dengan harga yang telah ditetapkan lebih dahulu 7. Banker's Acceptence Suatu instrumen pasar uang yang digunakan untuk memberikan kredit pada eksportir atau importir untuk membayar sejumlah barang atau untuk membeli valuta asing.39 B. Pasar Modal Menurut Sofyan S. Harahap kegiatan pasar modal berhubungan dengan perdagangan surat berharga yang telah ditawarkan kepada umum, yang akan atau 39 “Pasar Uang ; Definisi, Instrumen dan Indikator Pasar Uang”, diakses Juni 2009 dari http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/pasar-uang-definisi-instrumen-dan.html 43 telah diterbitkan oleh emiten sehubungan dengan penanaman modal atau pinjaman uang dalam jangka panjang, menengah termasuk instrumen derivatifnya. 40 Sedangkan secara yuridis pengertian pasar modal dapat ditemukan pada Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasal 1 butir 13 adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal berada dalam pengawasan Bapepam yang bertanggung jawab terhadap Menteri Keuangan. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa penyelenggaraan bursa efek dilakukan atas dasar izin usaha dari Bapepam yang bertugas untuk membina, mengatur dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal. Pengawasan bursa efek oleh Bapepam yang bertanggung jawab langsung terhadap Menteri Keuangan. Kewenangan Bapepam untuk memberikan persetujuan terhadap peraturan bursa efek beserta perubahannya. Instrument yang diperdagangkan di pasar modal meliputi surat pengakuan hutang dan surat berharga komersial seperti saham, obligasi, right, warrant, option dll. Berikut dibawah ini dijelaskan pengertian instrument perdagangan di atas : 1. Saham adalah selembar catatan yang berisi pernyataan kepemilikan sejumlah modal kepada perusahaan yang menerbitkan. 40 Sofyan Harahap, Pasar Modal Syari ah (Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam), Jakarta, Pustaka Quantum, 2001. 44 2. Obligasi adalah tanda pengakuan hutang atas pinjaman oleh emiten untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan imbalan bunga serta pembayarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Option merupakan produk turunan derivatif dari efek saham dan obligasi. Ada dua istilah dalam option yaitu call option dan put option. Call option memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli saham pada harga yang telah ditentukan, sedangkan put option pemegang saham mempunyai hak untuk menjual saham pada saat yang telah ditentukan. 4. Warrant juga merupakan produk derivatif dari saham biasa yang bersifat jangka panjang dan memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli saham atas nama dan dengan harga tertentu. 5. Right adalah hak yang diberikan kepada pemilik saham biasa untuk membeli tambahan penerbitan saham baru. Hak tersebut biasanya dicantumkan dalam anggaran dasar perusahaan dengan tujuan pemilik saham yang lama dapat mempertahankan mengendalikan perusahaan serta mencegah penurunan nilai kekayaan pemilik saham lama. Klasifikasi transaksi di pasar modal dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : a. Transaksi spot. Transaksi ini adalah pembelian secara langsung di mana pembeli membayar dengan harga tunai dan menerima surat berharga dari penjual sesuai dengan prosedur dalam bursa. Transaksi spot atau surat berharga dikeluarkan oleh perusahaan, proyek, lembaga atau pemerintah. 45 b. Transaksi margin on trading. Transaksi ini adalah pembeli membayar sebagian harga secara tunai, kemudian perantara mencari pinjaman kepada bank untuk melunasi sisa harga dengan syarat surat berharga tersebut dijadikan jaminan bagi pialang untuk melunasi harga pinjaman. Transaksi ini biasanya terjadi di pasar sekunder. c. Transaksi short selling. Transaksi ini merupakan suatu bentuk transaksi jual beli di mana penjualan terhadap surat berharga yang belum dimiliki pada waktu transaksi. Perdagangan saham di pasar perdana merupakan transaksi antara emiten dan investor sebelum saham-saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder, dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Bapepam. Harga saham merupakan harga pasti yang tidak bisa ditawar dan merupakan kesepakatan antara perusahaan penjamin emisi dan emiten. Jenis perdagangan yang pertama adalah perdagangan saham yang dilakukan pada pasar primer, sedangkan jenis perdagangan yang kedua dan ketiga dilakukan di pasar sekunder C. Arti dan Makna Uang dalam System Keuangan Global Secara teoritis, sesungguhnya ada beberapa batasan atau pengertian tentang uang serta komponen-komponen yang termasuk ke dalamnya. Batasan yang secara umum diterima adalah M1 dan M2. Secara sempit yang disebut sebagai M1 adalah uang logam, uang kertas, dan M2 adalah simpanan giro atau uang giral. Uang logam dan uang kertas disebut sebagai uang kartal yang merupakan utang pemerintah ataupun bank sentral tanpa bunga. Uang giral merupakan utang bank komersial. 46 Uang kertas merupakan bagian yang besar dari uang kartal, semua uang kertas beredar merupakan uang kertas yang diedarkan atau dikeluarkan oleh bank sentral yaitu Bank Indonesia dengan otoritas pemerintah yaitu Departemen Keuangan. Uang kertas bersama-sama dengan uang logam disebut uang kartal. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang sangat pesat, masyarakat memerlukan alat pertukaran yang lebih praktis dibandingkan dengan uang yang dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, selain uang kartal (uang ketas dan logam) yang diciptakan oleh pemerintah, dalam kegiatan pertukaran terdapat alat pertukaran lain yang lebih fleksible seperti kartu kredit, cek, giro bilyet dan lain-lain. Namun alat pembayaran ini belum bisa diterima oleh masyarakat secara umum. Pemikir arus utama (neoklasik) menganggap uang sebagai pelumas dari mesin ekonomi.41 Pandangan tentang uang sebagai media intermediasi untuk melancarkan perdagangan dan pertukaran dikemukakan oleh David Hume (1752). Berbeda dengan pandangan neoklasik tentang uang, Keynes menganggap bahwa uang berperan penting mempengaruhi motif dan keputusan yang pada gilirannya akan berdampak pada situasi ketidakpastian. Pemikiran Keynes tentang uang sama dengan Schumpeter, mengatakan bahwa uang memiliki sifat tidak netral. Dia juga turut mempengaruhi tentang bagaimana kondisi masyarakat secara umum akan terjadi. Bagi Keynes uang adalah penghubung antara masa lampau dengan masa sekarang, serta masa sekarang dengan masa depan. 41 Federic S. Mishkin, The Economic Of Money,Banking, and Financial Markets,(T.tp., T.pn., 1998), h. 198 47 Masa lalu adalah mutlak dan tidak bisa dipengaruhi, sementara masa depan penuh dengan ketidakpastian. Dalam hal ini, uang hanya bisa dipahami dalam konteks historis (terutama berhubungan dengan faktor-faktor masa lalu) serta konteks institusionalnya untuk memahami dengan baik faktor-faktor yang berpotensi berpengaruh di masa depan.42 Pada mulanya manusia menggunakan uang komoditas sebagai alat tukar menukar. Yang dapat berfungsi sebagai uang komoditas adalah barang yang mempunyai karakteristik tertentu yaitu dapat diterima atau dihargai oleh semua orang (mempunyai nilai intrinsik), kualitasnya tidak berubah, jumlahnya terbatas dan mudah dibawa-bawa. Emas dan perak merupakan komoditas yang menjadi mata uang global di segala abad. Karena perkembangan perekonomian yang begitu pesat lambat laun emas mulai ditinggalkan sebagai alat perantara tukar menukar. Jumlah emas yang terbatas dirasakan sudah tidak bisa mengatasi pertumbuhan jumlah dan transaksi barang dan jasa produksi dunia yang begitu pesat; ini merupakan alasan utama mengapa emas ‘dicopot’ dari jabatannya sebagai alat tukar. Walaupun mendapat tentangan dari sebagian mazhab ekonom tertentu, kini hampir semua negara di dunia sudah meninggalkan emas sebagai alat tukar, atau paling tidak emas bukan lagi satu-satunya alat tukar. 42 A. Prasentyantoko, Bencana Finansial Stabilitas Sebagi Barang Publik (Jakarta; PT.Kompas Media Nusantara 2008), h. 70 48 Kini dunia menggunakan uang fiat. Yaitu alat tukar yang tidak mempunyai nilai intrinsik; nilai intrinsik adalah nilai yang berasal dari karakteristik fisik yang dimilikinya, sebagaimana halnya dengan uang komoditas. Nilai nominal uang fiat ditetapkan oleh produsennya yaitu pemerintah dan bank sentral. Sedangkan nilai riilnya tergantung dari total jumlah nominal uang yang tersedia untuk bertransaksi dan nilai riil total barang dan jasa yang tersedia ditransaksikan dengan uang tersebut. Uang fiat biasanya berupa uang kertas dan uang koin logam. Tetapi ada uang fiat yang tidak mempunyai bentuk fisik, yaitu uang giral atau uang yang diciptakan oleh bank sentral (uang primer) dan bank umum (uang sekunder, UBU=Uang Bank Umum). Uang giral antara lain berupa rekening giro atau tabungan yang dapat ditukarkan dengan uang fisik sewaktu-waktu dengan menuliskan cek; atau dengan melalui slip pengambilan untuk buku tabungan; atau melalui ATM (Automatic Teller Machine).43 1. Jenis-Jenis Uang a. Uang Kartal Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Lembaga yang bertugas dan mengawasi peredaran uang rupiah adalah Bank Indonesia, sedangkan perusahaan yang mencetak uang rupiah adalah Perum Peruri (Percetakan Uang Republik Indonesia). 43 “Uang Komoditas dan Uang Fiat” artikel diakses pada 03-November-2010, dari http://ekonomi.kompasiana.com/group/bisnis/2010/03/17/uang-komoditas-dan-uang-fiat/ 49 1) Uang logam Berbagai jenis logam yang digunakan sebagai uang terdiri dari emas, perak ataupun perungu. Dalam hal ini ada kesatuan hitung yang dipergunakan sebagai standar di mana ada standar baku emas, baku perak dan standar kembar.44 2) Uang kertas (Fiat Money) b. Uang Giral Dalam perkembangan perekonomian dan kemajuan masyarakat terutama sekali dalam perkembangan perdagangan masyarakat, uang kertas dirasakan mempunyai kelemahan dalam menyelesaikan transaksi-transaksinya terutama untuk transaksi dalam jumlah yang besar di mana sejumlah uang kertas harus dibawa-bawa sehingga menimbulkan resiko tertentu dan keadaan yang tidak praktis. Timbullah kemudian gagasan dari masyarakat dan sejalan juga perkembangan dari perbankan yaitu untuk mengunakan uang giral (giro, rekening koran ataupun cek) dalam menyelesaikan transaksi-transaksi perdagangan. Hal ini dilakukan oleh karena dengan cek tersebut sejumlah uang yang diperlukan dalam penyelesaian transaksi dapat dengan mudah dituliskan dan diberikan kepada orang yang berkepentingan dan untuk menukarkan sejumlah yang tertera dalam cek tersebut yang bersangkutan dapat menukarkannya dengan uang kartal di Bank.45 44 Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank (Jakarta: Rineka Cipta, 1989), h.11 Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank, h. 17 45 50 Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang giral adalah bank umum selain Bank Indonesia. Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktuwaktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer. Uang giral adalah surat berharga yang dapat diuangkan di bank atau dikantor pos. Contoh uang giral, cek, giro pos, wesel dan surat berharga.Uang giral biasanya digunakan untuk transaksi dengan nilai uang yang sangat besar. Uang giral merupakan simpanan uang pada suatu bank dan dapat diambil sewaktu-waktu dengan menulis cek yang merupakan perintah oleh pemilik simpanan giro tersebut kepada bank untuk membayar kepadanya atau kepada orang lain atau pihak lain yang ditunjuk dan dituliskan pada cek tersebut. Cek dapat diigunakan untuk pembayaran transaksi jual-beli atau transaksi keuangan lainnya. Ia lebih disenangi daripada uang kartal dalam penggunaan untuk meyelesaikan atau melaksanakan transaksi pembayaran karena ia lebih aman, lebih mudah, dan praktis tanpa harus menghitung seperti pembayaran dengan uang kartal.46 2. Peran Uang dalam Ekonomi Konvensional Uang dalam perekonomian merupakan materi yang sangat berharga dan sangat ‘diagungkan’ di dunia. Perekonomian modern tidak dapat dipisahkan dengan pentingnya uang. Uang ibarat darah dalam tubuh manusia. Tanpa uang perekonomian 46 Eko suparayitno, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, (Jogjakarta; Graha ilmu, 2005), h. 188 51 tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana uang didefinisikan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar. Fungsi utama uang dalam teori ekonomi konvensional adalah: a. Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran. b. Sebagai alat kesatuan hitung (unit of account) untuk menentukan nilai/ harga sejenis barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain. c. Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (store of value) dapat dalam bentuk uang atau barang. Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan prilaku uang dalam ekonomi konvensional, antara lain: 1. Teori Moneter Klasik. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang (MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tetapi ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut. 2. Teori Keynes. Menurut Keynes,47 motif seseorang untuk memegang uang ada tiga tujuan yaitu: transaction motive, precautionary motive (keperluan 47 Ibid, h. 191 52 berjaga-jaga) dan speculative motive. Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga. 3. Konsep Time Value of Money. Hadirnya uang dalam sistem perekonoian akan mempengaruhi perekonomian suatu negara, yang biasanya berkaiatan dengan kebijakan-kebijakan moneter. Pada umumnya analisis ekonomi suatu negara ditentukan oleh analisis atas ukuran uang yang beredar.48 Menurut teori ekonomi konvensional, uang dapat dilihat dari sisi hukum dan sisi fungsi. Secara hukum uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang- undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagi alat tukar. Sementara secara fungsi, yang dikatakan uang adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan sebagai alat tukar menukar (medium of exchange) dan penyimpan nilai (store of value). Ini adalah pendapat irving fisher dan Cambridge. Sementara Keynes mengatakan, uang berfungsi sebagai alat untuk transaksi, spekulasi dan jaga-jaga. Di dalam ekonomi ini juga, uang dipandang sebagai sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Konsep ini disebut time value of money adalah nilai waktu dari uang bisa bertambah dan berkurang sebagai 48 Ibid, h. 188 53 akibat perjalanan waktu. Dengan memegang uang orang dapat dihadapkan pada resiko menurunnya daya beli dan kekayaan sebagai akibat inflasi. Sedangkan memilih menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, pemilik akan memperoleh bunga yang diperkirakan di atas inflasi yang terjadi. Dengan demikian, nilai uang saat sekarang nilai substitusinya terhadap barang akan lebih tinggi dibandingkan nilai di masa yang akan datang. D. Masalah dalam System Keuangan Kontemporer (Instabilitas dan Krisis) Instabilitas financial, resesi, dan krisis Ekonomi adalah beberapa istilah yang sering digunakan secara bergantian karena kedekatan makna serta ketidakjelasan definisi. Secara sederhana kita bisa mengatakan bahwa fluktuasi yang terlalu besar bisa menimbulkan gejala ketidakstabilan (instabilitas), yang apabila terjadi secara terus menerus dalam waktu cukup lama dapat mengganggu kesinambungan sectorsektor ekonomi lainnya. Sedangkan krisis adalah suatu kondisi di mana berbagai langkah pengendalian sudah tidak mampu lagi menahan gejolak pada sektor financial, yang akan segera diikuti dengan kontraksi ekonomi secara menyeluruh. Sejarah menunjukan manakala sistem financial semakin besar, maka resiko terjadinya gejolak dan krisis juga semakin tinggi. Maka dari itu, sektor financial menjadi transmisi yang paling efektif untuk memunculkan gejolak dan dan krisis. Meskipun sumber dari krisis tidak selalu harus dimulai dari suatu masalah di pasar financial itu sendiri. Jika krisis masih terisolasi pada sektor financial saja, maka boleh dikatakan situasi belum sampai menjalar pada krisis ekonomi. Tetapi. Manakala 54 gejolak di sektor financial telah mengganggu kinerja makro ekonomi, seperti inflasi yang parah, pertumbuhan yang melambat, dan lain sebagainya, maka kondisi ini boleh dikatakan telah merembet pada situasi krisis ekonomi. Krisis financial umumnya ditandai dengan terjadinya depresi nilai tukar yang tajam. Berbagai kriteria dan metode digunakan untuk menilai, kapan sebuah depresiasi nilai tukar sudah melewati ambang yang bisa ditoleransi, sehingga memunculkan krisis49 Kesalahan besar ekonomi konvensional ialah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan daripada digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang sebagai komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen yang digunakan adalah bunga (interest). Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi empuk bagi banyak orang di muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis hebat dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai sekarang. Ekonomi berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari terpaan krisis dan ancaman krisis berikutnya pasti akan terjadi lagi.50 Ternyata sistem ekonomi kapitalis tak sekuat yang kita bayangkan. Doktrin sejarah yang dicetuskan oleh Francis Fukuyama, yang menyatakan bahwa kapitalisme 49 50 Prasetyantoko, Bencana Financial Stabilitas sebagai Barang Public, h. 11 Agustianto,” Konsep Uang dalam Ekonomi Islam” artiel Diakses pada 02-Maret-2010, dari http://agustianto.niriah.com/2008/04/11/konsep-uang-dalam-ekonomi-islam/ 55 adalah akhir dari sejarah dunia ternyata tidak benar. Beberapa fakta yang terjadi justru membuktikan sistem ekonomi ini begitu rapuh dan kosong. Misalnya pada minggu terakhir Oktober tahun 1997, harga saham di bursa efek jatuh secara drastis. Fenomena ini bermula dari Hongkong kemudian merembet ke Jepang dan Eropa sampai akhirnya menerpa Amerika. Peristiwa ini merupakan ulangan dari peristiwa yang terjadi pada tahun 1987, tatkala harga saham New York turun 22 persen dalam sehari. Menariknya peristiwa ini pun adalah ulangan dari peristiwa pada tahun 1929 ketika jatuhnya nilai saham Amerika yang menimbulkan depresi ekonomi yang sangat berat, yang dalam beberapa buku sejarah disebut sebagai The Great Depression. Rentetan sejarah kelam kapitalisme yang seolah membentuk siklus ini kembali terulang pada tahun 2008. Terpaan krisis moneter yang begitu hebat mampu membuat negara adidaya sekaliber Amerika akhirnya tersungkur tak berdaya. Krisis ini menimbulkan efek domino yang terasa sampai di tanah air. Bursa Efek Indonesia (BEI) terpaksa ditutup dengan catatan jumlah transaksi yang irasional (di bawah satu triliun). Sebenarnya sistem ekonomi kapitalis yang saat ini diadopsi oleh sebagian besar negara di dunia, yang memiliki sifat khas yang disebut self destruction. Karena sistem ekonomi ini menginisiasikan berbagai metode yang justru menghancurkan dirinya sendiri. Berbagai metode yang digagas oleh para pengusung sistem ini, semakin memperlihatkan begitu rapuhnya konstruksi sistem kapitalis. 56 Sistem ekonomi kapitalis dibangun dengan monetery based economy (ekonomi berbasis sektor moneter). Implikasinya sistem ekonomi kapitalis banyak bermain pada sektor-sektor non real yang dicirikan dengan adanya bursa saham dan pasar modal yang di dalamnya diwarnai dengan aktivitas jual beli saham, obligasi dan berbagai komoditi tanpa adanya syarat serah terima komoditi yang diperjualbelikan. Bahkan komoditi tersebut dapat diperjualbelikan berkali-kali tanpa harus mengalihkannya dari pemilik asli. Model transaksi semacam ini adalah batil dalam pandangan Islam dan mampu menimbulkan banyaknya spekulasi yang berujung pada goncangan pasar.51 51 Agustianto “Konsep Uang dalam Ekonomi Islam”, artikel diakses pada 03-Okober-2010, dari http://agustianto.com/2008/04/11/konsep-uang-dalam-ekonomi-islam 57 BAB IV ANALISA RELEVANSI KONSEP UANG AL-GHAZALI DALAM SISTEM KEUANGAN KONTEMPORER Sebagai perbandingan dengan teori ekonomi konvensional kapitalisme, Islam membicarakan uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, tetapi uang bukanlah barang dagangan. Uang menjadi berguna hanya jika ditukar dengan barang yang nyata atau digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu, uang tidak bisa di jual dan dibeli secara kredit. Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah Saw, bahwa tidak hanya mengumumkan bunga atas pinjaman sebagai sesuatu yang tidak sah tetapi juga melarang pertukaran uang dan beberapa benda bernilai lainnya untuk pertukaran yang tidak sama jumlahnya, serta menunda pembayaran jika barang dagangan atau mata uangnya adalah sama. Efeknya adalah mencegah bunga yang masuk ke system ekonomi melalui cara yang tidak diketahui. Jika uang adalah flow concept maka modal adalah stock concept. Di dalam ekonomi Islam, konsep time value of money tentunya tidak akan terjadi. Untuk menganalisa ini, ada ajaran kuat dalam Islam, yaitu terdapat di dalam QS.Al Ashr:1-3 : Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#qè=ÏJtãur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# žwÎ) ÇËÈ AŽô£äz ’Å"s9 z`»|¡SM}$# ¨bÎ) ÇÊÈ ÎŽóÇyèø9$#ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur 57 58 Artinya : 1. demi masa,.2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S.al-Ashr : 1-3). Dari Surah al Ashr ini menunjukan bahwa waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam/hari, 7 hari/minggu. Namun nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang lainnya. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksakannya. Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama dan ras, secara sunatullah ia akan mendapatkan keuntungan di dunia. Di dalam Islam keuntungan bukan saja di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efisien dan efektif, namun juga harus di dasari keimanan. Hampir semua praktisi dan akademisi ekonomi syariah pun menolak teori Time value of Money dalam pengertian dan penerapan sesuai aslinya pada ekonomi konvensional. Oleh karenanya dimunculkan istilah baru yang lebih sesuai dengan ajaran Islam yaitu Economics Value of Time atau nilai Ekonomi dari waktu.52 Uang pada dasarnya berfungsi sebagai alat transaksi yang berguna sebagai refleksi dari nilai sebuah barang atau jasa. Karena karakternya yang dapat dipecah- 52 Muhaimin Iqbal, Dinar solution, (Jakarta: Gema insane Press, 2008) Cet Pertama, h. 49. 59 pecah (berdasarkan nominal yang melekat pada uang tersebut) membuat uang menjadi cukup praktis dijadikan alat tukar yang memperlancar transaksi perekonomian. Namun seiring dengan perkembangan aktivitas ekonomi, baik kompleksitas aktivitas maupun lingkungan, bentuk uang pun kemudian berkembang pada bentuk-bentuk yang lebih canggih. Dalam Islam, urgensi kehadiran uang dipertegas oleh pendapat Rasulullah Saw yang menyebutkan perdagangan yang lebih baik (adil) itu perdagangan yang menggunakan uang (Dinar dan Dirham). Dan akibat kehadiran uang inilah hakikat ekonomi (dalam perspektif Islam) dapat berlangsung dengan lebih baik, yaitu terpelihara dan meningkatnya perputaran harta diantara pelaku ekonomi. Dengan uang aktifitas zakat, infaq, shadaqah, wakaf, kharaj, jjizyah, dan lain-lain dapat lancar terselenggara. Dengan hadirnya uang juga membuat aktifitas sektor swasta, publik, dan sosial dapat terakselerasi dengan lebih cepat.53 Secara garis besar, perekonomian terbagi menjadi dua sektor besar; sektor riil (jual-beli barang dan jasa) dan sektor moneter (jual-beli keuangan seperti yang ada pada pasar uang, modal, obligasi dan derivative). Dengan kehadiran bunga ini, motif seseorang tidak lagi hanya atas alasan transaksi dan berjaga-jaga, tetapi juga berdasarkan motif spekulasi. Motif spekulasi ini terbentuk akibat bunga mendorong uang menjadi komoditi, dimana sejumlah uang memiliki harganya sendiri yaitu bunga. Dan mau tidak mau terbentuklah pasar bagi komoditi uang ini, tempat di mana 53 Ali sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, (Jakarta: Paradigma dan Aqsa Pulishing, 2007), h. 276-278. 60 pemilik-pemilik uang dapat berspekulasi menggunakan uangnya untuk memperoleh keuntungan tanpa harus beraktivitas riil. Sementara dalam Islam, motif seseorang memegang uang terbatas pada motif transaksi dan berjaga-jaga. Motif spekulasi tidak dibenarkan secara syariah, dan memang dalam perekonomian bunga yang membuat kecenderungan itu tidak dibenarkan. Jadi pengambilan keuntungan dalam Islam harus benar-benar bersinggungan dengan aktivitas riil (produktif), Disamping itu, jika seseorang yang memiliki uang sejumlah tertentu diatas batas nisab zakat, maka ia akan dihadapkan oleh resiko zakat atas uang yang dipegang. A. Kelemahan Dalam Sistem Nilai Tukar Ada beberapa faktor yang menjelaskan tentang Rapuhnya Penopang Sistem Keuangan Kapitalisme (Pasar Modal & Pasar Uang): 1. Pasar Modal (Stock Exchange) 54 Sesungguhnya, skandal keuangan yang terjadi pada beberapa perusahaan besar Amerika merupakan pemicu keterpurukan bursa saham Amerika atas keroposnya sistem keuangan kapitalisme. Pertumbuhan keuangan ala kapitalisme (yang bertumpu pada transaksi spekulatif di sektor non-real) memang dapat meningkatkan pertumbuhan sektor non real dengan sangat pesat. Akan tetapi, ia akan 54 “Analisis Krisis Keuangan Global; Indicator sudah berakhirnya Kejayaan Kapitalisme” artikel diakses pada 23-Oktober-2010, dari http://syabab.com/index.php?view=article&catid=79:analisis&id=458:krisis-keuangan-globalindikator-sudah-berakhirnya-kejayaan-kapitalisme-bag-2-&option=com_content&Itemid=179, 61 menghadapi bahaya pertumbuhan itu sendiri, yakni bahaya ‘gelembung ekonomi’ (bubble economy). Ini ditandai dengan meningkatnya harga saham-saham dengan pesat hingga akhirnya harga saham kelewat mahal serta melebihi kapasitas dan kemampuannya berproduksi. Pada saat yang sama, para analis saham pun terus memberikan rekomendasi beli sehingga saham diburu dan harga terus menggelembung. Pada satu saat, penggelembungan itu akan mencapai titik jenuh. Ibarat balon yang terus ditiup sampai besar, ia akhirnya meletus. 2. Pasar Uang (Money Market) Krisis yang terjadi di bursa saham di atas, telah cukup menggambarkan bahwa sistem keuangan ekonomi yang ditopang kuat oleh sektor non-real yang sangat kental dengan bisnis spekulatif sama sekali tidak mendukung terhadap pertumbuhan ekonomi di sektor real. Sebagaimana diketahui, sistem Pasar Modal tidak akan berfungsi dan berkembang tanpa adanya dukungan sistem-sistem pokok perekonomian lainnya seperti Perseroan terbatas (PT), sistem perbankan ribawi, dan sistem uang kertas inconvertible. Ketiga sistem tersebut secara sinergis membagi perekonomian kapitalisme menjadi dua sektor: (1) sektor real, yang diadalamnya terdapat aspek produksi serta pemasaran barang dan jasa secara real; (2) sektor ekonomi modal/kapital, yang oleh kebanyakan orang disebut sektor non-real, yang di dalamnya terdapat aspek penerbitan dan jual beli surat-surat berharga yang beraneka ragam. 62 Saat ini, perdagangan di sektor non-real ini telah sedemikian jauhnya, sehingga nilai transaksinya berlipat ganda melebihi nilai sektor real. Hampir semua negara di dunia ini terjangkit bisnis spekulatif seperti perdagangan surat berharga/utang di bursa saham (stock exchange) berupa saham, obligasi (bonds), commercial paper, promissory notes dsb; perdagangan uang di pasar uang (money market); serta perdagangan derivatif di bursa berjangka. Mengapa sektor non-real ini bergerak dengan sangat cepat bisa ditelusuri sejak awal tahun 1980. Dalam rangka meningkatkan kapasitas permodalan, perusahaan-perusahaan multinasional di Amerika mulai memanfaatkan dana-dana menganggur yang berada di lembaga-lembaga dana pensiun, asuransi, dan sebagainya, juga memburu dana murah di pasar modal atau bermain valuta asing di pasar uang. Cara ini kemudian menjalar ke negara-negera industri lainnya di Eropa dan Jepang, kemudian ke negara-negara industri baru seperti Singapura, Hongkong, hingga terus bergulir ke semua negara sampai ke level perusahaan. Tindakan tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan arus moneter yang luar biasa dahsyatnya tanpa diimbangi oleh peningkatan arus barang dan jasa. Data menunjukkan bahwa realitas perdagangan uang (sektor non-real) dunia telah berlipat sekitar 80 kali dibandingkan dengan sektor real. Hal ini merupakan fenomena “keterkaitan” antara sebagian besar perputaran uang dengan arus barang dan jasa. Ini berarti telah terjadi secara global apa yang disebut bubble economy (gelembung balon ekonomi), karena kegiatan ekonomi dunia didominasi oleh kegiatan sektor non real yang spekulatif. Dalam satu hari saja sudah sekitar 1-2 triliun 63 dollar AS dana spekulasi tersebut gentayangan mencari tempat yang paling menguntungkan di dunia. Dalam hitungan setahun, arus uang berjumlah sekitar 700 triliun dollar AS dalam bentuk stock of financial assets seperti company stocks, derifatives, dan government bonds, commercial paper, dan sebagainya. Sementara itu, hanya sekitar 7 triliun saja nilai arus barang dan jasa yang diperdagangkan atau hanya seperseratusnya. Sektor non real berlipat kali lebih besar daripada nilai total barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh aktifitas ekonomi negeri-negeri kapitalis maju. Ini kemudian melahirkan raksasa-raksasa financial Amerika sebagai transnational company seperti the Rockefellers, Mellons, Morgans, DuPonts, Whitneys, Warbrugs, Vanderbilts, Goldman Sach, Lehman Brothers, dan masih banyak lagi. Mereka bukan saja menguasai bank-bank dan perusahaan-perusahaan asuransi, namun juga perusahaan-perusahaan industri; tidak saja di Amerika, tetapi juga di dunia. Dari sini sekaligus kita dapat mengetahui betapa timpangnya perbandingan sektor non-real dan sektor real, jauh dari harapan ekspektasi pertumbuhan ekonomi; betapa pula pertumbuhan ekonomi versi kapitalisme hanya merupakan pertumbuhan semu, bukan pertumbuhan sebenarnya. Lebih runyam lagi, dengan desakan globalisasi dan liberalisasi yang kita terima secara taken for granted itu, pemanfaatan dana-dana untuk spekulasi dalam kegiatan pasar modal dan uang semakin intensif. Dengan begitu, semakin terbuka sektor moneternya (pasar uang dan pasar modal) suatu negara, akan semakin tinggi resiko perekonomiannya terhadap segala gejolak ekonomi eksternal. Inilah yang 64 terjadi di Indonesia. Dampak yang tidak menguntungkan dari kondisi tersbut adalah ketergantungan ekonomi negara-negara berkembang terhadap permainan pihak asing. Kondisi ini diperparah oleh ketentuan-ketentuan WTO yang telah menjerumuskan negara-negara berkembang ke dalam situasi ketergantungan pada kekuatan ekonomi asing. Bersamaan dengan itu, maraknya fenomena kegiatan ekonomi dan bisnis spekulatif (terutama di dunia pasar modal, pasar valuta asing) membuat dunia dibayangi hantu bubble economy, yaitu gelembung ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor real, bahkan sektor real amat jauh ketinggalan, sehingga sewaktu-waktu akan meletus. Dengan demikian, kita dapat membayangkan rapuhnya jaringan keuangan dan perdagangan sistem kapitalisme yang saat ini telah menggurita di seluruh dunia. Dasar-dasar sistem keuangan dan perdagangannya lebih banyak dipenuhi oleh anganangan dan khayalan. Ini terbukti dengan makin menggelembungnya sektor non-real ratusan kali lipat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor real. Jaringan keuangan dan perdagangan mereka bagaikan jaring laba-laba, sangat rapuh dan kehancurannya adalah sesuatu yang niscaya tinggal menunggu waktu. Ambruknya sistem keuangan global yang kesekian kalinya ini, akan menjadi salah satu catatan sejarah dalam peristiwa peralihan pemegang peradaban dunia, dari kapitalisme ke Islam 65 B. Krisis yang Berulang Perlu juga dicatat, krisis yang terjadi sekarang merupakan krisis yang berulang. Pada minggu terakhir Oktober 1997, harga-harga saham di bursa-bursa saham utama dunia jatuh berguguran; berawal di Hongkong, lalu merembet ke Jepang, Eropa, dan akhirnya mendarat di Amerika. Anjloknya harga saham tersebut terjadi secara berurutan dari satu negeri ke negeri lainnya. Tragedi serupa terjadi pada bulan dan tahun yang sama, yakni ketika indeks harga saham di New York turun 22% dalam sehari. Indeks utama saham-saham industri Dow Jones jatuh ke titik terendah setelah Worldcom –perusahaan telekomunikasi kedua terbesar di AS– mengajukan proteksi kepailitan ke pengadilan. Disusul kebangkrutan perusahaan energi, Enron, Desember 2001. Lebih ke belakang lagi, peristiwa serupa pernah terjadi pula pada tahun 1929. ketika itu, jatuhnya nilai saham di Amerika telah menimbulkan depresi ekonomi yang sangat parah sehingga menimbulkan kemelaratan, kelaparan, dan kesengsaraan yang berkelanjutan. Akhirnya, Presiden Roosevelt memutuskan untuk melibatkan Amerika dalam kancah Perang Dunia II dalam rangka membangkitkan Amerika dengan cara memproduksi kebutuhan-kebutuhan perang yang sangat besar. C. Sistem Ekonomi Islam yang Berbasis Sektor Real Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut di atas, sebagian besarnya 66 tergolong aktifitas-aktifitas non-real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non-real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen-instumen ekonomi berikut: a. Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang tersebut. b. Islam telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknat/mencela para pelakunya. Allah Swt berfirman: tûüÏZÏB÷s•B OçFZä. bÎ) (##qt/Ìh•9$# z`ÏB u’Å+t/ $tB (#râ‘sŒur ©!$# (#qà)®?$# (#qãZtB#uä šúïÏ%©!$# $yg •ƒr'¯»tƒ Artinya “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman” (QS Al Baqarah 278) 67 Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba. Ada beberapa jenis transaksi yang dilarang oleh Allah Swt dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non-real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Diantaranya adalah : a. Transaksi spekulatif, dan kotor diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: öNä3ª=yès9 çnqç7Ï^tGô_$$sù Ç`»sÜø‹¤±9$# È@yJtã ô`ÏiB Ó§ô_Í‘ ãN»s9ø—F{$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur çŽÅ£øŠyJø9$#ur ã•ôJsƒø:$# $yJ¯RÎ) (#þqãYtB#uä tûïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ .. tbqßsÎ=øÿè? Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS Al maidah 90). b. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh. 68 c. Islam melarang al-ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi. d. Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negaranegara Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup. Namun, para penguasa negeri-negeri Muslim saat ini lebih suka mengekor di belakang sistem kapitalis Barat yang terbukti mengengsarakan dan rusak. Karena itu, sistem ekonomi Islam yang berbasis pada sektor real hanya mampu dilakukan oleh negara yang berani menghadapi sistem ekonomi kapitalis. Tak sekedar menjalankan sistem ekonomi, namun ditopang juga oleh sistem politik yang kuat. Hal itu dapat dijalankan hanya dengan mewujudkan terlebih dulu Negara Khilafah Islamiyah.55 Kesalahan besar ekonomi konvensional ialah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan daripada digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang sebagai komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen 55 “Analisis krisis Keuangan Global” artikel diakses pada 01-Oktober-2010, dari http://syabab.com/index.php?view=article&catid=79:analisis&id=458:krisis-keuanganlobalindikator-sudah-berakhirnya-kejayaan-kapitalisme-bag-2 &option=com_content&Itemid=179. 69 yang digunakan adalah bunga (interest). Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi empuk bagi banyak orang di muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis hebat dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai sekarang. Ekonomi berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari terpaan krisis dan ancaman krisis berikutnya pasti akan terjadi lagi. Dalam ekonomi konvensional bunga dianggap sebagai harga dari uang atau modal yang digunakan untuk kegiatan investasi. Padahal investasi belum tentu mendapatkan keuntungan dan bahwa setiap usaha pasti menghadapi kemungkinan untung rugi atau kemungkinan resiko kegagalan itu ada, sehingga pengembalian terhadap uang modal bisa saja berupa positive return atau zero return atau negative return,56 sementara bunga bersifat positive return. Hal ini terjadi karena konsep ekonomi konvensional yang menganggap peran dan fungsi uang sebagi alat penyimpan kekayaan dan sebagai alat standar pembayaran di masa depan yang tentu saja memperhitungkan bunga. Dan dalam ekonomi konvensional uang adalah identik dengan modal yang apabila digunakan harus memperhitungkan rate of return dari penggunaan tersebut. Dalam pandangan ekonomi Islam fungsi dan peran uang hanya sebagai alat pertukaran dan sebagai alat pengukur nilai, karena itu dalam ekonomi Islam uang 56 M. Nejatullah Siddiqi, “Teaching Economics in an Islamic Perspective.” Dalam Reading in Macroeconomics, an Islami Perspective. Ed. Sayyid Tahir et. al. (Selangor: Longman Malaysia Sdn., Bhd., 1992), h.13. 70 tidak boleh dijadikan sebagai penyimpan kekayaan apalagi ditimbun dan diendapkan. Pada suatu tingkat teoritis ekonomi Islam memberikan remedi mengenai hal ini dengan cara penghapusan system bunga dan dikenakannya zakat pada uang yang tidak digunakan, sehingga diharapkan dapat mengurangi nafsu pemegangan uang secara spekulatif. Penyelesaiannya bukan saja hanya dengan menghapuskan bunga dalam system perekonomian dan menerapkan system bagi hasil misalnya dengan prinsip Mudarabah atau yang lainnya, tetapi yang lebih penting adalah rule of the game dari pada Islam secara kaffah harus dilaksanakan oleh semua pihak dan terutama oleh pelaku ekonomi. Islam telah memberikan peraturan dasar yang menurut Mahmud Abu Saud adalah sebagai berikut:57 1) Work and Reward. Artinya, setiap orang harus bekerja untuk memperoleh pendapatan. Tidak ada pendapatan tanpa bekerja dan tidak ada jaminan memperoleh keuntungan tanpa menghadapi resiko kerugian. 2) Hoarding and Monopoly. Artinya, tidak boleh seorangpun dalam kehidupan bermasyarakat untuk melakukan penimbunan terhadap barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau memonopolinya, tetapi hendaknya disirkulasikannya diantara masyarakat. 3) Depreciation. 57 Mahmud Abu Saud, Studies in Islami, (T.tp: T.pn., t.t),h. 76-78. 71 Setiap komoditas harus depresiasi termasuk uang. Untuk menghindari penimbunan uang sebagai asset atau kekayaan harus didepresiasi dengan pembebanan pajak atau zakat 2,5%. 4) Money as a Means of Exchange. Artinya, uang hanyalah sebagai alat tukar dan bukan yang lainnya, sehingga uang tidak boleh diperjualbelikan, meskipun terbuat dari emas atau perak. 5) Interest is Riba. Artinya, dalam ekonomi Islam bunga adalah riba dan tidak diperbolehkan. 6) Social Solidarity. Artinya, solidaritas dan saling menolong harus ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kebutuhan hidup dapat dipenuhi oleh semua pihak dan menjunjung tinggi moral dan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin. Uang merupakan produk dari konvensi sosial yang mempunyai daya beli atau purchasing power hanya karena masyarakat percaya uang itu berlaku dan mempunyai nilai dan di back up oleh kekuasaan dibandingkan dengan komoditas lainnya. Ketentuan uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange), bukan sebagai barang dagangan (komoditas) yang diperjualbelikan seperti sekarang ini telah banyak dibahas ulama seperi Ibnu Taymiyah, Al-Ghazali, Al-Maqrizi, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Hal dipertegas lagi Choudhury dalam bukunya “Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy , bahwa konsep uang tidak diperkenankan untuk 72 diaplikasikan pada komoditi, sebab dapat merusak kestabilan moneter sebuah negara.58 Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai al muqayyadah), di mana barang saling dipertukarkan. Menurut Afzalur Rahman, Rasulullah Saw menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan – kelemahan akan sistim pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka. Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri. Dari Abu Said r.a, katanya : “Pada suatu ketika, Bilal datang kepada Rasulullah saw membawa kurma Barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, Kurma dari mana ini ? Jawab Bilal, Kurma kita rendah mutunya. Karena itu kutukar dua gantang dengan satu gantang kurma ini untuk pangan Nabi SAW. Maka bersabda Rasulullah SAW, lnilah yang disebut riba. Jangan sekali-kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma (yang bagus), jual lebih dahulu kurmamu (yang kurang bagus) itu, kemudian dengan uang penjualan itu beli kurma yang lebih bagus.” (H.R Bukhari Muslim). 58 Choudhury, Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy, (London: The Macmillan Press,1996), h. 24. 73 Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa Nabi Saw memerintahkan agar menjual kurma (yang kurang bagus) terlebih dahulu, kemudian uang penjualan itu digunakan untuk membeli kurma yang berkualitas bagus tadi. Jadi Nabi saw melarang menukar secara langsung 2 sha’ kurma kurang bagus dengan 1 sha’ kurma yang berkualitas bagus. Rasulullah Saw tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan sistim barter, karena itu beliau menganjurkan penggunaan uang sebagai alat tukar. Sementara itu, menurut Dr. Rif at al-‘Audi, dalam bukunya Min al-Turats alIqtishad li al-Muslimin, bahwa uang merupakan konsep aliran (flow concept) yaitu yang tidak bisa dijadikan komoditas59, sedangkan capital bersifat konsep persediaan (stock concept). Dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian seperti yang diungkapkan oleh Frederick Mishkin dalam bukunya Economiss of Money, Banking and Financial Institutionas. Islam tidak mengenal konsep time value of money (yang popular dengan istilah”time is money), tetapi Islam mengenal konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktunya itu sendiri. Adapun motif permintaan akan uang “dalam Islam” adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction). Dalam konsep Islam, tidak dikenal money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperkenankan. Lain halnya dengan sistem konvensional yang 59 Rif at al-‘Audi, Min al-Turats al-Iqtishad li al-Muslimin (T.tp: T.pn., t.t), h. 19 . 74 tentunya membuka peluang lebar-lebar dengan kebolehan dalam memberikan bunga atas harta. Islam malah menjadikan uang (harta) sebagai objek zakat, uang adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang di bawah bantal atau dibiarkan tidak produktif dilarang, karena hal itu mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” yang ditulis pada awal abad ke-11 telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, bahwa ada kalanya seseorang mempunyai sesuatu yang tidak dibutuhkannya dan membutuhkan sesuatu yang tidak dimilikinya. Dalam ekonomi barter, transaksi hanya terjadi jika kedua pihak mempunyai dua kebutuhan sekaligus, yakni pihak pertama membutuhkan barang pihak kedua dan sebaliknya pihak kedua membutuhkan barang pihak pertama, misalnya seseorang mempunyai onta dan membutuhkan kain. Menurut al-Ghazali, walaupun dalam ekonomi barter, dibutuhkan suatu alat pengukur nilai yang disebut sebagai “uang”. Sebagaimana contoh di atas, misalnya nilai onta adalah 100 dinar dan kain senilai 1 dinar. Dengan adanya uang sebagai alat pengukur nilai, maka uang akan berfungsi sebagai media penukaran. Namun demikian, uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri, artinya uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna, yang maksudnya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang, atau dalam 75 istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan. Pembahasan mengenai uang juga terdapat dalam kitab “Muqaddimah” yang ditulis oleh Ibnu Khaldun pada abad ke-14. Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Apabila suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sector produksi, maka uang yang melimpah tersebut tidak ada nilainya. Sektor produksi merupakan motor penggerak pembangunan suatu negara karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan (pasar) terhadap produksi lainnya. Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai uang tidak diubah melalui kebijaksanaan pemerintah, maka kenaikan atau penurunan harga barang semata-mata akan ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga setiap barang akan memiliki harga keseimbangan. Misalnya, jika di suatu kota makanan yang tersedia lebih banyak daripada kebutuhan, maka harga makanan akan murah, demikian pula sebaliknya. Inflasi (kenaikan) harga semua atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan mencari harga keseimbangan setiap jenis barang, karena jika satu barang harganya naik, namun karena tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali. 76 Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham, karena mencuri adalah suatu perbuatan dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu yang lebih panjang. Menurut konsep ekonomi Syariah, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas, misalnya dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian, sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods, sedangkan capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good). Islam telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak membicarakan masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin 77 dalam sabda Rasulullah SAW, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api, dan rumput.” Persamaan fungsi uang dalam sistem ekonomi Syariah dan konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account), sedangkan perbedaannya ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi “motif money demand for speculation” yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.” Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang, yang dikenal dengan teori “Bubble Gum Economic”.60 Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan uang merupakan alat-tukar yang meringankan beban manusia dalam pelaksanaan tukar-menukar, sebab uang itu 60 Muhaimin khair, “Fungsi uang dalam persfektif ekonomi islam”, artikel diakses pada 04November-2010 dari http://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/fungsi-uang-dalam-perspektifekonomi-islam/ 78 berguna bagi umum dan dapat digunakan oleh umum. Dengan redaksi lain bahwa uang merupakan segala sesuatu yang diterima umum diterima sebagai alat penukar. Dalam ekonomi konvensional uang ‘seolah-olah’ dijadikan manusia sebagai, “tuhan”, Dimana masyarakat memandang uang adalah segalanya, sebagai alat yang penting dan diletakkan sebagai nomor wahid. Manusia kian berpacu dalam mencari uang. Kekayaan diukur dengan banyak sedikitnya uang. Bahkan kesenangan seolah-olah dilukiskan dengan memiliki uang. Hal ini yang memacu ekonomi konvensional sebab memandang uang sebagai medium of exchange juga sebagai store of value / wealth. Lain halnya dimensi ekonomi Islam bahwa uang merupakan segala sesuatu yang umum diterima dan dinilai hanya sebagai alat penukar (medium of exchange) bukan sebagai alat penimbun kekayaan (store of wealth / value). Banyak lagi perbedaan yang prinsipil di antara kedua konsep ekonomi tersebut, antara lain : bahwa menurut Islam uang adalah public good, sedangkan dalam ekonomi konvensional adalah private goods. Uang sebagai public good, berarti bahwa uang pada dasarnya secara fungsional adalah milik umum, karena itu uang harus beredar di dalam perekonomian. Uang tidak boleh ditimbun (iktinaz); uang tidak boleh idle (menganggur), ia harus diproduktifkan dalam bisnis riil, seperti melalui investasi mudharabah atau musyarakah. Uang yang ditimbun akan membuat perekonomian lesu darah. Karena itu Imam Ghazali melarang menjadikan uang dinar dan dirham menjadi perhiasaan, karena menjadikannya sebagai perhiasaan berarti menarik uang dari peredaran dan memenjarakan uang. Bila uang terpenjara, itu 79 berakibat buruk bagi perekonomian. Jadi, menurut ekonomi Islam, uang adalah flow concept, bukan stock concept sebagaimana dalam ekonomi konvensional. Dalam Islam, uang bagaikan air yang mengalir. Air yang tidak mengalir akan menimbulkan penyakit. Untuk itulah uang harus senantiasa terus berputar secara alami dalam perekonomian, semakin cepat uang berputar dalam perekonomian maka akan semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka akan semakin baik perekonomian. Bagi mereka yang tidap dapat mengaktifkan hartanya, ‘lagi-lagi’ Islam sangat menganjurkan untuk melakukan investasi dengan perinsip mudharabah atau musyarakah. Dalam hal ini Nabi bersabda, Ketahuilah, Siapa saja di antara kamu yang memelihara harta anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki uang (dinardirham), maka bisniskanlah, jangan dibiarkan idle, sehingga nanti uang itu habis dimakan sedeqah/zakat 80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Indonesia yang kita pahami sebagai sebuah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sampai saat ini tampaknya belum bisa keluar dari kemelut krisis ekonomi. Di sisi lain bayang-bayang sistem ekonomi global makin mendekati kenyataan. Sebagai penduduk mayoritas, paling tidak, kita memiliki tanggung jawab moral yang tidak ringan untuk bisa mengubah kondisi buruk ini. Kita harus berbuat maksimal untuk bisa menjadi agen perubahan, paling tidak, untuk lingkungan di sekitar kita. Islam sebagai satu-satunya al-Dien yang Allah Swt ridhoi dan pilih bagi umat manusia sejak era Nabi Adam As dan disempurnakan para era kerasulan Muhammad Saw dimaksudkan untuk meregulasi tatanan kehidupan manusia agar selamat baik di dunia maupun akhirat. Sebagai sebuah sistem, Dienul Islam yang mencakup aqidah, akhlaq dan syari’at merupakan undang-undang ilahiyah berisi berbagai aturan kehidupan. Di antara keagungan sistem Islam adalah sistem perekonomian yang sering kita sebut dengan ekonomi syari ah. Jika instrumen ekonomi syari’ah diimplementasikan, maka beberapa masalah krusial perekonomian bisa diantisipasi sehingga tidak menimbulkan krisis ekonomi maupun finansial sebagaimana yang saat ini tengah terjadi. 80 81 Dalam ekonomi Islam, sektor finansial selalu mengikuti pertumbuhan sektor riil. Inilah perbedaan konsep ekonomi dalam Islam dengan konsep ekonomi konvensional yang kapitalistik, di mana dalam ekonomi kapital pemisahan antara sektor finansial dengan sektor riil merupakan keniscayaan. Implikasi dari adanya pemisahan itu, maka ekonomi dunia sangat rawan terhadap gonjang-ganjing krisis. Hal ini disebabkan pelaku ekonomi menggunakan uang tidak untuk kepentingan sektor riil, tetapi untuk kepentingan spekulasi mata uang semata. Akibat adanya spekulasi tersebut, maka jumlah uang yang beredar sangat tidak seimbang dengan jumlah barang pada sektor riil. Sehingga Penulis menyimpulkan : 1. Al-Ghazali memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Maka motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demad for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. 2. Islam tidak mengenal spekulasi (money demand for speculation) karena pada hakikatnya uang adalah milik Allah Swt yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat. 3. Dalam pandangan Islam uang adalah flow concept dan public good, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian, sebab semakin cepat uang itu berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian. 82 4. Uang tidak boleh ditimbun (iktinaz); karena akan membuat perekonomian menjadi lesu, Uang juga tidak boleh idle (menganggur), ia harus diproduktifkan dalam bisnis riil. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan uang merupakan alat-tukar yang meringankan beban manusia dalam pelaksanaan tukar-menukar, sebab uang itu berguna bagi umum dan dapat digunakan oleh umum. Dengan redaksi lain bahwa uang merupakan segala sesuatu yang diterima umum diterima sebagai alat penukar. Dalam ekonomi konvensional uang seolah-olah dijadikan manusia sebagai kebutuhan, Dimana masyarakat memandang uang adalah segalanya, sebagai alat yang penting dan diletakkan sebagai nomor wahid. Manusia kian berpacu dalam mencari uang. Kekayaan diukur dengan banyak sedikitnya uang. Bahkan kesenangan seolaholah dilukiskan dengan memiliki uang. Hal ini yang memacu ekonomi konvensional sebab memandang uang sebagai medium of exchange juga sebagai store of value/wealth. Perdagangan uang adalah salah satu bentuk riba yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Untuk itu, marilah kita kembali kepada fungsi uang yang sebenarnya yang telah dijalankan dalam konsep Islam, yakni sebagai alat pertukaran dan satuan nilai, bukan sebagai salah satu komoditi, dan menyadari bahwa sesungguhnya uang itu hanyalah sebagai perantara untuk menjadikan suatu barang kepada barang yang lain. 83 B. Saran Penulis sesungguhnya menemukan sedikit kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, mengingat metode penelitian yang digunakan adalah library reseach (study kepustakaan). 1. Penulis jarang menemukan referensi berupa buku yang berkaitan langsung dengan Objek study sistem keuangan global, baik dalam perputakaan umum maupun perpustakaan fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk itu penulis berharap ke depan agar lebih banyak disediakan beberapa referensi yang berkaitan dengan sistem keuangan Global tersebut. 2. Sehubungan dengan tema yang penulis angkat, Relevansi Konsep uang alGhazali belum pernah diangkat dalam karya ilmiah sebelumnya, Penulis berharap ke depan ada yang secara serius membahas tentang tema tersebut di atas. 84 DAFTAR PUSTAKA Hasan, Ahmad. Mata uang Islami telaah Komprehansif system Keuangan Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005 Chapra, M Umar. System Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2000 Karim, A Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.\ Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Eonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 Prasetyoko A, Bencana Finansial stabilitas sebagai Barang Public. Jakarta: PT kompas Media Nusantara, 2008. Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer. Jakarta: Granada Press, 2007. Chapra, M. Umer. Reformasi Ekonomi sebuah solusi perspektif Islam, cet.I. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008 Rohaety Eti, Tresnati Ratih. dkk. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana media, 2009. Sinungan, Muhdarsyah. Uang dan Bank. Jakarta: Rineka Cipta, 1989 Suprayitno, Eko. Ekonomi Islam pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005 Miskhin, S Federic. The Economics of Money, Banking, and Financial markets. Edisi.8. Jakarta: Salemba Empat, 2008. Iqbal, Muhaimin. Dinar Solution-Dinar sebagai Solusi. Cet.I. Jakarta: Gema Insani, 2008. Joesoef, Jose Rizal. Pasar Uang dan valuta Asing. Jakarta: Salemba Empat, 2008 Schmidt, Helmut . The Structure of the World Produc, Foreign Affairs: T.pn., 1974. Henry A Kissinger, Saving The World Economy, New sweek: T.pn., 1983. 84 85 “Fungsi Uang” artikel diakses pada 21-Maret-2010 dari www.pewartakabarindonesia.blogspot.com Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003 “Al-Ghazali” diakses pada 02-Maret-2010, dari http://id.wikipedia.org/wiki/AlGhazal “Riwayat Hidup Al-Ghazali” diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali pada 01-Maret-2010, dari “Sejarah Penggunaan Uang di Dunia Islam”, artiikel diakses pada 01-Maret-2010 dari http://www.dakwatuna.com/2009/sejarah-penggunaan-uang-di-duniaislam/.diakses Suma, Muhammad Amin. Menggali Akar Mengurai Sehat Ekonomi dan Keuangan Islam Jakarta : Kholam Publishing, 2008. Syafi’i, Muhammad Zaki. Muqaddimah fi an-Nuqud wa al-Bunuk, Dar al-Nahdhah al-Arabiya: T.pn., 1982. Croward, J.P. Almujaz fi iqtishadiyat al-Nuqud. Penerjemah Mustafa kamal farid. Cairo: Dar al-Fikri, T.t. Boumoul dan Gandlre. “Ilmu al-Iqtishad, (al-amaliyat wa al-siyasat al-iqtishadiyah)” Terjemahan Sai’id al-sam’ari dkk. T.tp: As;ad Bagdad, 1964. Nazhim Mhammad Nori al-Syamri, al-Nuqud wa al-Masharif, Mosoul: Dar kutub Lil at-Thaba’ah wa al-nasyir,1987 Hasan, Sahir. an-Nuqud wa at-twazun al-iqtishadi, T.tp: Muassasah Syabab alJamiah li al-Thiba’ah, 1980. Nasution Mustafa Edwin. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana 2007 Subhi Tadris Qharishah dan Medhat Muhammad. al-Aqqad,al-nuqudwa al- bunukwa al-Alaqat iqtishadiyah al-Dauliyah, Beirut : Dar al-Nadhah, 1983. Ali al-Najjar, Abdul Hadi, al-Islam wa al-Iqtisha, Kuwait: Alam al-Ma’rifah, 1983. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulumuddin. Juz 2. Beirut: Daar al-Naddwah, T.t. 86 Hidayat, Mohammad. an Introduction to the Sharia Economic. Jakarta: Dzikrul hakim 2010. Al- Ghazali, Ihya Ulumuddin, cet.II. Dar al-Khair: T.pn.,1993 Devania Annesya, “Gold Standar hingga System Bretton Wood: Institualisasi Ekonomi Politik Internasional” artikel diakses pada 05-November-2010, dari http://frenndw.wordpress.com/2010/06/26/gold-standar-hingga-sistembretton-wood-institualisasi-ekonomi-politik-internasional/ “Bretton Woods system”, artikel diakses pada 04-November-2010, http://en.wikipedia.org/wiki/Bretton_Woods_system#Origins dari “Uang Komoditas dan Uang Fiat” artikel diakses pada 03-November-2010, dari http://ekonomi.kompasiana.com/group/bisnis/2010/03/17/uang-komoditasdan-uang-fiat/ Agustianto,” Konsep Uang dalam Ekonomi Islam” artiel Diakses pada 02-Maret2010, dari http://agustianto.niriah.com/2008/04/11/konsep-uang-dalamekonomi-islam/ Sakti, Ali. Analisis Teoritis Ekonomi Islam jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, Jakarta: Paradigma dan Aqsa Pulishing, 2007. Iqbal, Muhaimin. Dinar solution.cet.I. Jakarta: Gema insane Press, 2008. “Analisis Krisis Keuangan Global; Indicator sudah berakhirnya Kejayaan Kapitalisme” artikel diakses pada 23-Oktober-2010, dari http://syabab.com/index.php?view=article&catid=79:analisis&id=458:krisis -keuangan-global-indikator-sudah-berakhirnya-kejayaan-kapitalisme-bag-2&option=com_content&Itemid=179 M. Nejatullah Siddiqi, “Teaching Economics in an Islamic Perspective.” Dalam Sayyid Tahir, ed. Reading in Macroeconomics, an Islami Perspective. Selangor: Longman Malaysia Sdn Bhd, 1992. Choudhury, Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy. London: The Macmillan Press,1996. Khair, Muhaimin. “Fungsi uang dalam persfektif Ekonomi Islam”, artikel diakses pada 04-November-2010 dari http://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/fungsi-uang-dalamperspektif-ekonomi-islam/ 87 “Pasar Uang ; Definisi, Instrumen dan Indikator Pasar Uang”, diakses Juni 2009 dari http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/pasar-uang-definisi-instrumendan.html Sofyan Harahap, Pasar Modal Syari ah (Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam), Jakarta, Pustaka Quantum, 2001.