PENGGUNAAN SUBSTRAT JAMUR PASCA BUDIDAYA DAN KOMPOS SEBAGAI MEDIA TUMBUH ANAKAN Acacia mangium WILLD Oleh : ALWI Nim : 080 500 033 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2011 2 PENGGUNAAN SUBSTRAT JAMUR PASCA BUDIDAYA DAN KOMPOS SEBAGAI MEDIA TUMBUH ANAKAN Acacia mangium WILLD Oleh : ALWI Nim : 080 500 033 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2011 3 HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah : PENGGUNAAN SUBSTRAT JAMUR PASCA BUDIDAYA DAN KOMPOS SEBAGAI MEDIA TUMBUH Acacia mangium WILLD : ALWI : 080 500 033 : Manajemen Hutan : Manajemen Pertanian Nama Mahasiswa Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Jurusan Menyetujui, Dosen Pembimbing, Penguji I Ir. Hasanudin, MP. Nip. 19630805 198903 1 005 Ir. Suparjo, MP Nip. 19620817 198903 1 003 Penguji II Ilyas Teba, S.Hut, MP Nip. 19681119 199802 1 001 Mengesahkan, Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Ir. Wartomo, MP. Nip. 19631028 198803 1 003 4 ABSTRAK Alwi, Penggunaan Substrat Jamur Pasca Budidaya dan Kompos Sebagai Media Tumbuh Anakan Acacia mangium Willd. (di bawah bimbingan Hasanudin). Penelitian ini dilaksanakan di Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Waktu penelitian selama 4 (empat) bulan mulai tanggal 15 Juli 2010 sampai tanggal 28 Oktober 2010 yang meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data dan pelaporan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan substrat jamur pasca budidaya dan kompos terhadap pertumbuhan tinggi anakan A. mangium Willd. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 60 anakan A. mangium Willd dengan 4 perlakuan yaitu : substrat tanpa pemberian kompos (P0), campuran substrat dengan kompos yaitu dengan perbandingan 25 % kompos : 75 % substrat (P1), 50 % kompos : 50 % substrat (P2) dan 75 % kompos : 25 % substrat (P3). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, semua media tumbuh secara umum memberikan respon positif terhadap rata-rata pertumbuhan tinggi anakan A. mangium Willd. Meskipun demikian jika dibandingkan antara anakan yang tumbuh pada media tanaman yang diberi campuran kompos dan yang tumbuh pada substrat murni akan tampak berbeda responnya terutama untuk respon pertumbuhan tingginya. Pemberian kompos pada media tumbuh dengan komposisi 75% kompos : 25% substrat menunjukan Pertumbuhan tinggi anakan A. mangium Willd yang lebih baik. 5 RIWAYAT HIDUP Alwi lahir pada tanggal 15 September 1983 di Desa Binalawan Kecamatan sebatik Barat Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak H. Mahmud K (Alm) dan Ibu Nurtan. Tahun 1991 Penulis memulai pendidikan pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 023 Binalawan di Desa Binalwan Kecamatan Sebatik dan melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 02 Sampang (Kabupaten Sampang Jawa Timur) pada tahun 1997 Serta memperoleh ijazah tahun 2000. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Negeri 02 Sampang (Kabupaten Sampang Jawa Timur) dan memperoleh ijazah pada tahun 2003. Di tahun 2008 memulai pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Manajemen Hutan Jurusan Pengelolaan Hutan. Pada tanggal 1 April 2011 sampai tanggal 7 Mei 2011 Penulis mengikuti Program Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Sylvia Ery Timber Sungai Linuang Kayam Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. 6 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil dari pengamatan Penulis di areal Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ibunda tercinta serta keluarga yang selalu mendoakan dan memberi dukungan moril maupun spiritual. 2. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian dan selaku Dosen Pembimbing 3. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP selaku Ketua Program Studi Manajemen Hutan. 4. Bapak Ir. Suparjo, MP dan Bapak Ilyas Teba, S. Hut, MP selaku Dosen Penguji yang banyak memberikan masukan untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. 5. Seluruh Dosen dan Staf PS Majanemen Hutan yang telah memberi dukungan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 6. Teman-teman yang selalu membantu dalam bentuk tenaga maupun pemikiran. Penulis menyadari bahwa pada Karya Ilmiah ini terdapat beberapa kekurangan dengan demikian penulis mengharapkan kritikan yang bersifat membangun agar penulisan ini lebih sempurna, dan berharap semoga apa yang telah tertulis didalam Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang memerlukannya ke depan. Penulis Alwi Kampus Sei Keledang 2011 7 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... i ABSTRAK …………………………………………………………………...ii RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………iii KATA PENGANTAR……………………………………………………....iv DAFTAR ISI…………………………………………………………………v DAFTAR TABEL…………………………………………………………...vi DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….vii I. PENDAHULUAN ………................................................................1 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................4 A. Tinjauan Umum Acacia mangium WILLD ........................................4 B. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar ........................................7 C. Pengukuran Tinggi ..........................................................................10 D. Tinjauan Umum Kompos ...............................................................12 E. Pertumbuhan dan Perkembangan Tegakan .......................................17 F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan…………………....18 G. SubstratJamurPascaBudidaya………………………………………..20 III. METODE PENELITIAN ..............................................................22 A. Waktu dan Tempat Penelitian..............................................................22 B. Bahan dan Peralatan Penelitian ..................................................22 C. Rancangan Percobaan ..........................................................................23 D. Prosedur Penelitian ..........................................................................23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................26 A. Hasil ..................................................................................................26 B. Pembahasan ......................................................................................30 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................32 A. Kesimpulan ......................................................................................32 B. Saran ..................................................................................................32 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 33 LAMPIRAN ................................................................................................... 35 8 DAFTAR TABEL No TubuhUtama Halaman 1 Tabel Analisis Ragam dengan RAL (Rancangan Acak Percobaan)……. 25 2 Rata-rata Hasil Pengukuran Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium) dengan 4 (empat) Perlakuan……………………………………………. 26 Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium) dengan Media Tumbuh yang Berbeda………………………………………………….. 27 Analisis Keragaman Pengaruh Media Pertumbuhan Terhadap Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium) ……………… 28 Uji Beda NyataTerkecil (BNT) Pengaruh Perlakuan Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi…………………………………….......... 29 3 4 5 LAMPIRAN 6. Data hasil Pengukuran Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium) dengan 4 (empat) Perlakuan Untuk Media Tanam………………….... 36 DAFTAR GAMBAR No TubuhUtama Halaman 1 Rata-rata Pertumbuhan Tinggi anakan Akasia (Acacia mangium) Dengan Media yang Berbeda …………………………………………... 27 2 Pertumbuhan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium) Selama Delapan Minggu ………………………………………………………... 28 9 I. PENDAHULUAN Budidaya jamur tiram putih yang bernama latin Pleurotus ostreatus ini masih tergolong baru. Di Indonesia budidaya jamur tiram mulai dirintis dan diperkenalkan kepada para petani terutama di Cisarua, Lembang, Jawa Barat pada tahun 1981. Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Jamur tiram merupakan salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang sederhana, Seiring dengan meningkatnya budidaya jamur, limbah substrat pasca budidaya juga semakin meningkat. Dengan meningkatnya limbah substrat tersebut maka diperlukan pemikiran bagaimana memanfaatkan limbah tersebut. Salah satu alternatif pemanfaatkan substrat tersebut yaitu akan dicoba sebagai media tanam. Sehubungan limbah substrat dalam pembuataanya diseterilkan, maka unsur-unsur haranya relatif sedikit atau tidak ada. Penambahan unsur hara pada limbah tersebut sangat dibutuhkan agar dapat digunakan sebagai media tanam. Penambahan unsur hara dilakukan dengan menggunakan kompos. Menurut ANONIM (2009) Kompos ibarat multi- vitamin untuk tanah pertanian. Karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat, memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Penambahan kompos akan meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman, diantaranya membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan 10 menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman serta dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya dari pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Penentuan jenis tumbuhan kayu yang akan dibudidayakan merupakan langkah awal yang penting karena akan berpengaruh besar bahkan bersifat menentukan terhadap segi teknis dan ekonomis untuk jangka waktu yang panjang. Kriteria jenis kayu tersebut melip uti antara lain kayu yang bernilai tinggi dengan prospek pemasaran yang baik, kesesuaian tempat tumbuh, kualitas kayu dan bentuk batang yang sesuai dengan persyaratan bahan baku untuk jenis industri yang bersangkutan (ANONIM, 1999). Salah satu jenis yang memiliki kriteria tersebut di atas dalam jangka pemilihan bahan baku adalah Acacia mangium Willd Diameter A. mangium Willd dapat mencapai >90 cm dan tingginya mencapai 30 meter. Tumbuh pada ketinggian antara 30 – 130 di atas permukaan laut, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahun (ANONIM 1994). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan substrat jamur pasca budidaya dengan kompos sebagai media tanam anakan A. mangium Willd di Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 11 Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai penggunaan substrat jamur pasca budidaya dan kompos sebagai media tumbuh anakan A.mangium Willd. 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Umum Acacia Mangium Willd Acacia mangium Willd., merupakan anggota dari suku Fabaceae dan termasuk anak suku Mimosoidae. Pengetahuan mengenai jenis ini masih sangat terbatas walaupun A. manguim Willd merupakan jenis asli yang tumbuh di Indonesia. Di daerah asalnya di kepulauan Maluku, jenis ini tumbuh secara alamiah di daerah dimana tumbuh tanaman Kayu Putih (Melleleuca leucadendron) ; (SINDUSUWARNO dan UTOMO, 1979). Di Negara bagian Sabah, Malaysia sejak tahun 1960 sudah mulai ditanam dengan mendatangkan benih dari North Queensland yang dikumpulkan hanya dari satu pohon. Dewasa ini Sabah mempunyai tanaman A. mangium Willd seluas lebih kurang 1500 hektar (KEONG, 1982). Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa pada mulanya jenis ini ditanam sebagai jalur penyekat bakar terutama pada daerah bekas perladangan yang ditumbuhi oleh alang–alang. A. mangium Willd memenuhi syarat tumbuh untuk sekat bakar, yaitu cepat menutup tanah, tetap hijau (daun tebal) di samping itu bentuk batang lurus dan baik. 1) Daerah penyebaran. Menurut SUNDUSUWARNO dan UTOMO (1979), informasi daerah penyebaran A. mangium Willd dapat disampaikan sebagai berikut : a. Australia Timur bagian Utara 180 Lintang Selatan. b. Irian Jaya bagian Selatan, yaitu Fak-fak Agunda (Babo) dan Tomage (Kokas), tumbuh di dataran rendah dengan lahan kurus. 13 c. Kepulauan Maluku Selatan di Aru dan Seram Barat. Herbarium yang pernah dikumpulkan oleh lembaga penelitian hutan (LPH) dilakukan pada tahun 1922 dan terakhir tahun 1939 dari Kepulauan Maluku. Dalam bulan Juni 1979 telah ditemukan A. mangium Willd di Kalimantan Timur di Desa Bentuas, dan bulan Agustus 1979 di Pulau Seram bagian Barat. 2) Syarat tumbuh/habitat ANONIMOUS (1982) mengemukakan, bahwa A. mangium Willd seperti halnya tanaman pionir lainnya tidak menuntut persyaratan tumbuh yang tinggi, dan dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang miskin dan tidak subur, pada padang alang-alang bekas tebangan dan cepat beradaptasi. A. mangium Willd mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian 30 meter sampai 130 meter dari permukaan laut. Jenis tanah dimana A. mangium Willd ditemukan tumbuh baik, yaitu di Seram Barat adalah podsolik merah kuning di dataran rendah dan tanah komplek di pegunungan. Selain itu dapat tumbuh di tengah alang–alang yang rapat dengan ketinggian 0,5 meter dan tanah sarang serta berbatu koral. 3) Perakaran. A. mangium Willd merupakan jenis tumbuhan yang mempunyai perakaran yang relatif dalam, dengan banyak akar lateral yang bercabangcabang tumbuh menyebar di sekitar akar tunggangnya (ANONYMOUS, 1982). Dinyatakan pula A. mangium Willd sebagaimana suku Fabaceae lainnya, padanya terjadi simbiosis mutualisme dengan bakteri tanah dari genus 14 Rhizobium. Bakteri ini menembus akar–akar muda di dalam lapisan permukaan tanah yang berudara dan menggandakan diri untuk membentuk bintil akar yang membengkak pada permukaan tanah. Lebih lanjut BUCKMAN dan BRADY (1982) menjelaskan, bahwa organisme bintil akar itu hidup dalam bintil akar mengambil N bebas dari udara tanah dan disentesa menjadi bentuk kompleks. Bintil itu jelas hasil dari rangsangan (iritation) permukaan akar, seperti bisul pada daun atau cabang pohon yang disebabkan oleh serangga. Masuknya organisme itu biasanya melalui bagian dalam serabut akar. Akhirnya mereka setelah menempuh jalan sepanjang serabut akar memasuki kulit sel akar halus, dimana pertumbuhan bintil dimulai dan di tempat itu fiksasi nitrogen terjadi. 4) Pembungaan dan Pembuahan. Pada umur 2 tahun A. mangium Willd sudah mulai berbunga dan berbuah, serta mampu menghasilkan viable seed. Pohon berbunga dan berbuah sepanjang tahun dalam jumlah yang melimpah. Lebih lanjut dikatakan bahwa benih pohon ini disusun secara longitudinal di dalam polong. Suatu pita orange terang, diketahui sebagai tali pusat (aryllus) yang selalu menempel disetiap bijinya didalam buah polong (ANONYMOUS, 1982). Pemanenan dapat dilakukan dua kali dalam setahun. Di Fak–fak, Irian Jaya, berdasarkan informasi yang diperoleh panen dapat dilakukan pada bulan Juni/Juli dan Januari/Februari, sedangkan di Seram Barat buah dapat dipanen pada bulan Agustus/September dan Februari/Maret (SINDUSUWARNO dan UTOMO, 1979). 15 5) Pembiakan A. mangium Willd dapat langsung ditanam dilapangan dengan menggunakan benih dengan cara tugal (direct seed) tetapi penanaman melelui persemaian terlebih dahulu akan menghasilkan yang lebih baik. A. mangium Willd dapat disilangkan dengan A. auriculiformis baik secara alami maupun buatan. Hasil keturunannya akan lebih baik dan lebih tinggi dari pada kedua induknya (KEONG ,1982). 6) Produksi. Pada tempat tumbuh yang baik, pada umur Sembilan tahun A. mangium Willd dapat mencapai tinggi 23 meter dengan diameter 23 sentimeter dan rata-rata mampu menghasilkan kayu 41,5 m3 perhektar. Pada lahan yang terganggu dan gersang bekas perladangan liar, pada tanah lempung yang sudah kurus dengan dasar batu vulkanis, A. mangium Wild dapat tumbuh baik dan mampu memproduksi kayu rata-rata 20 m3 per hektar pertahunnya. Kayu gelondongannya dalam ukuran besar dapat digergaji atau dikupas, kayunya tebal dan keras, berwarna coklat muda, dengan kayu gubal yang tipis keras dan padat. Kayunya baik untuk particle board, pulp dan peralatan rumah tangga (ANONYMOUS, 1982). B. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar Sifat sistim perakaran suatu tumbuhan dan penyebarannya baik secara vertikal maupun secara horizontal dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, kelembaban tanah, udara (TJITROSOMO, S., 1984). dan suhu tanah, serta sifat fisik tanah 16 COSTER (1979), menyatakan lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih mendalam pada perkembangan akar dari pada tajuk ; barangkali bukan karena perakaran akan lebih plastis dari pada tajuk, tetapi karena tanah lebih banyak variasinya dari pada udara dan bekerja lebih intensip pada akar. Akar tersebut pada umumnya tumbuh kearah lapisan mineral dengan ketempat dengan zat asam yang baik. Telah diketahui, bahwa kesarangan tanah (kadar zat asam) mempunyai pengaruh yang amat besar pada bentuk perakaran, tanah yang tidak sarang atau selalu basah menyebabkan perakaran tinggal dipermukaan, dalam keadaan tersebut biasanya penyebaran horizontal akar bertambah. Makin sarang keadaan tanah, makin dalam akar menembus ke dalam. Tanah-tanah kering disatu pihak dapat merangsang pertumbuhan perakaran yang amat mendalam, tetapi dipihak la in akar tertarik oleh lapisan- lapisan basah, sehingga suatu lapisan kering di bawah suatu lapisan yang basah menghambat pertumbuhan akar lebih lanjut. KVARAZCHELIA (1927) yang dikutip COSTER (1979), menyatakan faktor yang utama di dalam tanah yang menunjang pertumbuhan yang membentuk perakaran adalah kadar zat asam. Tetapi faktor ini amat berhubungan dengan kelembapan dengan kesarangan tanah. Pada tanah kaya mineral, akar–akar bercabang lebih banyak dari pada tanah miskin, tetapi jumlah panjang akar tetap lebih sedikit. Tipe lapar suatu perkaran memperlihatkan akar–akar amat panjang, sedikit bercabang menyebar. 17 Pengaruh merugikan dari aerasi yang kurang sempurna pada perkembangan akar sering dijumpai. Bentuk akar yang tidak normal biasa dijumpai pada tanah yang aerasinya buruk. Pada tanah yang lapisan kedap pertumbuhan akar dibatasi, terutama akar kecil (BUCKMAN dan BRADY, 1982). TJITROSOMO, S. (1984), menyatakan pentingnya udara untuk akar tumbuhan pada umum diremehkan. Akar-akar melakukan respirasi sebagai mana bagian–bagian yang lain dari tumbuhan, dan oksigen sama–sama diperlukan untuk respirasi organ-organ tersebut dan untuk respirasi batang, daun, bunga dan buah. Akar, bersama-sama dengan kehidupan tumbuhan dan hewan dalam tanah, menghabiskan oksigen dan meningkatkan konsentrasi karbon dioksida di dalam udara tana h. Bagaimanapun selagi proses-proses hayati berlangsung didalam tanah, difusi terjadi ; karbon dioksida berdifusi keluar dari tanah dan oksigen berdifusi masuk, dengan demikia n memungkinkan respirasi aerobik berlangsung. Respirasi semacam ini lazim terdapat dalam tanah yang berdrainase baik sepanjang musim tumbuh. Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa konsentrasi oksigen mencapai suatu minimum pada tanah-tanah yang kurang cukup drainasenya atau pada tanahtanah tergenang. Tanaman tumbuh merana atau mati pada tanah seperti itu karena keadaanya yang tidak menguntungkan bagi respirasi akar dan bagi pertumbuhan. Aerasi yang tidak mencukupi mengurangi pertumbuhan akar itu sendiri, membatasi penyerapan mineral dan air, dan mempengaruhi aktivitas 18 organisme tanah. Tumbuhan dataran tinggi sangat beragam dalam kemampuan bertahan pada keadaan persediaan oksigen yang kurang bagi akar-akarnya. Selain faktor- faktor di atas juga syarat-syarat mekanik, yang diminta oleh bagian-bagian di atas tanah dan eksposisinya terhadap dengan angin, kepada perakaran dapat mempengaruhi pertumbuhan perakaran. Hal ini terjadi terutama dengan memperkuat pertumbuhan eksentrik, ya itu dengan pembentukan bingkai-bingkai akar. Karena bentuk anatomi akar-akar juga dipengaruhi. Penbentukan unsur-unsur sklerenkim (jaringan mekanik) amat dimajukan di dalam bagian-bagian yang harus dapat menahan tekanan-tekanan mekanik yang kuat. Persaingan diantara sesama akar (kerapatan) juga menghambat pertumbuhan dan perkembangan perakaran, akhirnya adanya lapisan yang sukar atau tidak dapat ditembus (karang, lapisan tebal) amat mempengaruhi bentuk perakaran (COSTER, 1979). C. Pengukuran Tinggi Ada dua cara yang perlu diperhatikan dalam konteks pengukuran tinggi yaitu tinggi dan panjang (SUHARLAN, A dan J. SOEDIONO, 1973) untuk dapat membedakanya, maka di coba memberikan pengertian secara definisi sebagai berikut: a. Tinggi adalah jarak terpendek antara satu titik dengan peroyeksinya, bidang datar dan horizontal. b. Panjang adalah jarak antara dua titik yang diukur menurut atau tidak menurut garis lurus. 19 Sebagai komponen untuk menetukan volume kayu, tinggi pohon di bedakan atas beberapa macam notasi : a. Tinggi pohon sebenarnya, yaitu jarak antara titik puncak pohon yang proyeksinya pada bidang horizontal. b. Tinggi lepas dahan atau lepas cabang atau sampai permukaan tajuk, yaitu jarak antara titik lepas cabang atau permukaan tajuk dengan proyeksinya pada bidang datar atau horizontal. c. Tinggi batang komersil, yaitu tinggi batang yang saat itu laku dijual dalam perdagangan . d. Tinggi tunggak, yaitu tinggi pangkal pohon yang ditinggalkan pada waktu penebangan, tinggi tunggak ini berkisar antara 30-80 cm, tergantung nilai kayu, biaya transportasi dan permintaan. Tinggi pohon dapat diukur jika masih berdiri. Tapi sering ditentukan sesudah ditebang (ini lebih sukar, karena sukar menentukan puncaknya dan pangkalnya pun tidak bisa lurus karena percabangan). Dalam hal ini pengukuran tinggi pohon yang telah ditebang harus diingat bahwa ini hanya benar jika pohon tersebut tadinya berdiri tegak lurus. Menurut SUHARLAN, A dan J. SUDIONO (1973) kesalahan dalam pengukuran tinggi pohon berdasarkan sumber penyebabnya dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu: a. Kesalahan alat, sumber utamanya yaitu pembagian skala alat, tingkat ketelitian alat dan kedudukan alat pada waktu mengukur b. Kesalahan sipengukur dalam menggunakan alat pada waktu mengukur. 20 c. Faktor lingkungan, misalnya pada kondisi fisik lapangan, topografi, cuaca dan lain- lain. d. Kesalahan karena keadaan pohonnya, misal tajuk pohon terlalu lebar serta pohon dalam keadaan miring. D. Tinjauan Umum Kompos Menurut ANONIM (2009), Pengertian Kompos, Teknologi Pengomposan dan Manfaat kompos adalah sebagai berikut : Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik, sedangkan Pengomposan adalah : proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba- mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos pada prinsipnya adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk 21 mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologiteknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan. Teknologi pengomposan : Teknologi Pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganisme) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. 22 Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah pertamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, reklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. 1. Manfaat Kompos : Manfaat kompos, identik dengan multi- vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya dari pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya : hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. 23 Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek: Aspek Ekonomi : a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah b. Mengurangi volume/ukuran limbah c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya Aspek Lingkungan : a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah b. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman: a. Meningkatkan kesuburan tanah b. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah c. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah d. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah e. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) f. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman g. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman h. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah 2. Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah- limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa 24 sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain : tulang, tanduk, dan rambut. 3. Proses Pengomposan Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70oC. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba- mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2 , uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan. 25 E. Pertumbuhan dan Perkembangan Tegakan Pengertian pertumbuhan adalah suatu perkembangan yang menunjukkan pertambahan dan suatu sistem organ hidup selama hidupnya (ANONIM, 1993). Menurut BAKER (1950), yang dimaksud dengan pertumbuhan anakan adalah pertambahan tumbuh membesar dan terbentuknya jaringan-jaringan baru. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pertumbuhan pohon meliputi pertumbuhan bawah dan pertumbuhan atas. Dalam bidang kehutanan, pertumbuhan pohon sangatlah penting untuk dipelajari sebagai suatu pedoman atau cara untuk mengetahui pertambahan riap, sehingga dapat diketahui hasil tegakan (volume). Riap merupakan pertambahan tumbuh pohon dalam jangka waktu tertentu, dimana pertumbuhan dan riap ini merupakan dua istilah yang dikenal dari sudut pandang Autekologi (ekologi suatu jenis pohon). Pertumbuhan dan perkembangan dari masing- masing pohon atau tegakan berbeda, seperti tinggi dan diameter dan bidang dasar tidak sama dalam pertumbuhan pohon (SOEKOTJO, 1976). Menurut DIPODININGRAT (1985) kerapatan tegakan memperlambat pertumbuhan diameter, tetapi dapat merangsang pertumbuhan tinggi. Hal ini disebabkan karena pengkonsentrasian energi untuk tajuknya. 26 F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan SOEKOTJO (1979), menyatakan bahwa tempat tumbuh hanya berbeda dengan alam vegetasi, yang dihasilkan namun berbeda juga dalam faktor iklim, tanah dan faktor lainnya. Semua faktor ini menyebabkan perbedaan-perbedaan di dalam vegetasi yang tumbuh pada bermacam- macam tempat tumbuh. Tumbuhan untuk dapat tumbuh secara optimal memerlukan hal- hal yang menunjang, menurut DANAATMADJA (1989), hal yang menunjang tersebut yaitu: a. Faktor genetik (internal) Faktor genetik ini adalah gen atau sifat bawaan yang diturunkan dari induknya seperti kecepatan tumbuh, bentuk tajuk, banyaknya cabang dan lainlain, di sini termaksud juga kematangan biji atau buah, sebagai sifat bawaan hal ini bersifat internal. b. Faktor lingkungan (eksternal) Tumbuhan-tumbuhan tumbuh teratur di bawah pengaruh lingkungan hidup yang terutama ditentukan oleh faktor iklim, tempat tumbuh dan bentuk serta letak lapangan (relief). Menurut ABIDIN (1984) yang dikutip SUSANTI (1996), faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan antara lain : 1. Air, adalah faktor penting yang sangat diperlukan dalam tumbuhan, kehadiran air di sini sangat penting untuk aktifitas enzim serta penguraiannya, traslokasi serta kebutuhan lainnya. 27 2. Udara juga merupakan faktor luar yang penting untuk pernafasan atau transpirasi pada pertumbuhan organ tumbuhan. 3. Tempat tumbuh Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan menurut SOETRISNO (1996), menyatakan adalah sebagai berik ut : a. Faktor klimatis Cahaya matahari, kelembaban dan temperatur merupakan elemen-elemen dari faktor klimatis. Cahaya sangat berperan dalam menentukan pertumbuhan suatu tumbuhan demikian pula dengan kelembaban serta temperatur. Faktor klimatis ini sangat menentukan iklim suatu daerah yang berperan penting dalam pertumbuhan terutama proses metabolisme yang terjadi pada tumbuhan. b. Faktor fisiografis Menggambarkan bentuk permukaan tanah dan sejarah bentuk geologi (Ketinggian tempat, kelerengan dan aspek konfigurasi bumi). Faktorfaktor ini sangatlah menentukan pertumbuhan suatu tanaman. c. Faktor edafis Faktor edafis menggambarkan sifat fisik tanah, kimia tanah dan biologi tanah. Tanah merupakan campuran yang heterogen dan beragam dari partikel mineral anorganik, hasil rombakan bahan organik dan berbagai jenis mikro organisme, bersama-sama dengan udara dan air yang di dalamnya terlarut berbagai garam- garam anorganik dan senyawa 28 anorganik. Tanah juga merupakan tempat tumbuh dengan sendirinya dan berkembang biak. d. Faktor biotis Manusia, hewan dan tumbuhan (lingkungan biotik) merupakan elemenelemen yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kegiatan penebangan, pembakaran hutan serta aktifitas lainnya seperti pengelolaan tanah, pencemaran udara dan air, yang merupakan aspek-aspek biotik yang berpengaruh terhadap penyerbukan, penyebaran biji dan buah juga persaingan antara parasit dan simbiosis dengan tumbuhan lainnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan. G. Substrat Jamur Pasca Budidaya Substrat jamur pasca budidaya adalah media tanam budidaya jamur (jamur tiram putih) yang sudah tidak produktif lagi yang kemudian dimanfaatkan sebagai media tanam. Adapun proses pembuatan media tanam (baglog) adalah sebagai berikut : 1. Proses storage Untuk penyimpanan serbuk gergajian, pada proses ini, serbuk gergajian kami campur dengan kapur sejumlah 1%, selanjutnya kami biarkan selama minimal 2-3 pekan agar sedikit melapuk. 2. Proses mencampur media. Pada proses ini serbuk gergaji dicampur dengan bahan-bahan lain seperti kalsium 1%, bekatul 15%, molase sekitar 1% dan juga penambahan kadar airnya. 29 3. Pemisahan gradasi Pengayakan agar terpisah dengan gradasi yang terlalu besar 4. Proses logging dan pemadatan. Pada proses ini media dimasukkan ke dalam plastik baglog yang ukuran umumnya adalah plastik 18x35 cm. Berat media rata-rata yang ingin dicapai adalah sekitar 1,35kg. Untuk itu agar volume media yang masuk ke dalam baglog bisa agak banyak, perlu dilakukan proses pemadatan. 5. Proses sterilisasi pada steamer. Proses ini adalah proses utama yang sangat penting untuk dicapainya sebuah keberhasilan. Pada proses ini hendaknya dicapai suhu media hingga 100o C agar bisa mematikan bakteri yang ada di dalamnya. Jika ingin memproduksi baglog dalam jumlah yang cukup banyak dalam sekali proses sterilisasi, harus digunakan peralatan yang memadai. 6. Proses inokulasi Proses inokulasi yaitu memasukkan bibit F2 ke dalam media baglog yang telah disterilisasi tadi, pada proses ini hendaknya dilakukan di ruang tertutup dan steril. 30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, meliputi kegiatan: Persiapan penelitian, pengadaan anakan, pengambilan data dan pelaporan. Tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah : Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. B. 1. Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan yang dipergunakan dalam Penelitian ini adalah : a. Anakan A. mangium sebanyak 60. b. Bak media sapih sebanyak 5 buah. c. Substrat jamur pasca budidaya d. Kompos produk Jurusan PH : 50 Kg e. Fungisida 1 Kaleng f. Sarlon 3 meter g. Polybag Tebal 0.5 mm ,lebar 15 cm dan tinggi 20 cm sebanyak 60 buah. 2. Peralatan yang dipergunakan dalam Penelitian ini adalah : a. Cangkul dan sekop untuk membersihkan lokasi penelitian b. Meteran untuk mengukur tinggi anakan A. mangium c. Alat tulis untuk mencatat hasil penelitian d. Ayakan untuk membersihkan serbuk dari kotoran-kotoran e. Ember plastik untuk mengukur perbandingan volume media penelitian 31 C. Rancangan Percobaan : Penelitian ini dirancang dengan pola acak lengkap, dengan 4 macam perlakuan pada media sapih dan 15 kali ulangan. Perlakuan : Ke-1 : Substrat murni (P0) ke-2 : Substrat + Kompos : 75 % : 25 %, (P1) ke-3 : Substrat + Kompos : 50 % : 50 % (P2) ke-4 : Substrat + Kompos : 25 % : 75 %. (P3) D. Prosedur Penelitian : 1. Menyiapkan Anakan A. mangium A. mangium yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Bukit Soeharto. Dan disiapkan sesuai dengan tujuan penelitian, anakan diperoleh secara cabutan. 2. Pengisian media sapih Media sapih diisi dengan media berupa tanah 3. Penanaman anakan A. mangium Anakan A. mangium yang sudah disiapkan ditanam dalam bak sapih dengan cara membena mkan akar A. mangium ke dalam tanah, selanjutnya dilakukan penyiraman secukupnya pagi dan sore sampai selama satu bulan. 4. Pembuatan media tumbuh. Pencampuran media tumbuh antara substrat dengan kompos sesuai dengan rancangan percobaan. Ukuran perbandingan didasarkan pada ukuran volume media yaitu menggunakan takaran ember plastik. 32 5. Penyapihan semai A. mangium A. mangium yang telah ditanam selama satu bulan disapih dalam polybag dengan media substrat dicampur kompos yang dibuat bervariasi dalam setiap ulangannya. Selanjutnya dilakukan penyiraman secukupnya pagi dan sore selama 2 bulan. 5. Pengamatan dan pengambilan data : Mengamati kondisi tanaman yang disapih , mengukur tinggi dan menghitung jumlah daun setiap minggu selama delapan minggu. 6. Pengolahan Data Sesuai dengan tujuan Penelitian, maka untuk mengetahui hasil dari percobaan penelitian digunakan pola acak lengkap (completely randomized design) dengan model matematika sebagai berikut: Yij ? ? ? ? i ? ? ij dimana : Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke- i pada ulangan ke-j ? ? = rata-rata harapan di taksir oleh ? ? Y .. ? = pengaruh (effect) perlakuan ke- i, ditaksir oleh ?ˆi ? Yi. ? Y .. ? ij = kesalahan percobaan karena adanya acak perlakuan ke-i pada ulangan ke-j ditaksir oleh ?ˆ ij ? y ij ? Yi. Data hasil penga matan dihitung dan ditabulasikan kedalam tabel berikut : 33 Tabel 1. Tabel Analisis Ragam dengan RAL (Rancangan Acak Lengkap) Sumber Variasi DF SS MS Perlakuan Galat Total t-1 t(r-1) tr-1 SSp SSe SSt MSp = SSp/(t-1) Mse = SSe/t(r-1) - Keterangan : DF : Degree of Freedom (Derajat Bebas) SS : Sum Square (Jumlah Kuadrat) MS : Mean Square (Rata-rata Kuadrat) t : Jumlah Perlakuan r ; Jumlah ulangan F-hitung MSp/Mse 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengukuran dilakukan terhadap tinggi anakan Akasia (A. mangium) dengan perlakuan media tumbuh yang berbeda yaitu media substrat tanpa kompos (P0), media tanam dengan perbandingan substrat dan kompos berbanding 75% : 25% (P1), media tanam dengan perbandingan substrat dan Kompos 50% : 50% (P2) dan media tanam dengan perbandingan antara substrat dan kompos 25% : 75% (P3). Substrat yang digunakan adalah substrat jamur pasca budidaya. Hasil pengukuran dari 4 (empat) perlakuan tersebut dengan menggunakan 15 ulangan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Hasil pengukuran tinggi anakan Akasia (A. mangium) dengan 4 (empat) Perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rata-rata Tinggi (cm) 1 2 3 6,00 6,73 7,27 6,93 6,47 7,67 8,47 7,93 7,67 8,60 9,33 9,07 4 9,87 10,80 11,47 12,00 5 11,13 11,87 12,53 12,93 6 13,13 13,53 14,47 14,87 7 14,33 15,07 15,93 16,47 8 15,07 15,73 16,80 17,40 Data pengukuran tinggi anakan Akasia dengan menggunakan 4 (empat) media yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk lebih jelasnya hasil pertumbuhan tinggi anakan Akasia yang diukur setiap minggu selama 8 (delapan) kali dengan menggunakan komposisi media tanam yang berbeda dituangkan dalam gambar seperti terlihat pada Gambar 1. 35 Gambar 1. Rata-rata Pertumbuhan tinggi anakan Akasia (A. mangium) dengan media yang berbeda Sedangkan pertumbuhan anakan Akasia setelah diukur selama 8 (delapan) minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pertambahan tinggi anakan Akasia (A. mangium) dengan media tumbuh yang berbeda Perlakuan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jumlah Rataan P0 P1 P2 P3 II II-I I II II-I I II II-I I II II-I 17 9 7 14 7 6 17 11 8 16 8 15 8 5 13 8 9 16 7 7 15 8 16 11 6 15 9 6 16 10 7 17 10 15 8 8 18 10 8 18 10 6 21 15 16 8 9 19 10 6 17 11 5 17 12 15 8 7 16 9 6 17 11 7 16 9 16 10 6 16 10 7 17 10 7 17 10 13 7 4 15 11 7 17 10 7 21 14 15 10 7 15 8 8 17 9 9 18 9 16 10 6 14 8 9 17 8 6 18 12 16 12 9 17 8 10 18 8 8 19 11 13 9 8 17 9 8 17 9 6 16 10 15 10 5 14 9 6 15 9 7 18 11 12 8 6 15 9 5 15 10 5 14 9 16 8 8 18 10 8 18 10 9 18 9 90 226 136 101 236 135 109 252 143 104 261 157 6,00 15,07 9,07 6,73 15,73 9,00 7,27 16,80 9,53 6,93 17,40 10,47 I 8 7 5 7 8 7 6 6 5 6 4 4 5 4 8 keterangan : I- pengukuran pertama II- pengukuran terakhir (II-I) pertambahan tinggi 36 Untuk lebih jelasnya hasil pertambahan tinggi anakan Akasia yang diukur setelah 8 (delapan) minggu dengan menggunakan media tanam yang berbeda dituangkan dalam gambar seperti terlihat pada gambar berikut dibawah ini. Gambar 2. Pertumbuhan tinggi anakan Akasia (Acacia mangium) (delapan) minggu selama 8 Untuk mengetahui adanya pengaruh kompos terhadap pertumbuhan anakan Akasia baik untuk pertumbuhan tinggi dan jumlah daun dilakukan analisis secara statistik dengan menggunakan uji F. Hasilnya seperti Tabel 4. Tabel 4. Analisis Keragaman pengaruh media pertumbuhan terhadap pertambahan tinggi anakan Akasia (A. mangium) Sumber Variasi SS df MS F F crit Perlakuan 20,58 3 6,86 3,14** 2,77 Eror 122,40 56 2,19 Total 142,98 59 ** berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 % Hasil uji F menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95%, untuk menjelaskan hasil uji tersebut dilakukan uji lanjut dengan menggunakan beda nyata terkecil seperti pada tabel berikut: 37 Tabel 5. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pengaruh Perlakuan Media tumbuh terhadap Pertambahan tinggi No. Perlakuan Rata-rata 1 P1 9,00 2 P0 9,07 3 P2 9,53 4 P3 10,47 Nilai BNT = 1,0829 (level 95 %) Notasi Keterangan abc bca cba dc Keterangan : Notasi yang sama menunjukan tidak ada perbedaan. 38 B. Pembahasan Pada Tabel 2. menunjukan bahwa Pengukuran tinggi anakan Akasia (A. mangium) dengan media tumbuh yang berbeda yaitu media substrat (substrat jamur pasca budidaya) tanpa kompos (P0), media tanam dengan perbandingan substrat dan kompos berbanding 75% : 25% (P1), media tanam dengan perbandingan substrat dan Kompos 50% : 50% (P2) dan media tanam dengan perbandingan antara substrat dan kompos 25% : 75% (P3), memberikan respon positif terhadap pertumbuhan tinggi anakan Akasia (A. mangium) sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Pertumbuhan anakan yang tumbuh pada media bercampur kompos P2 dan P3 terlihat kenaikan grafiknya cenderung naik tajam, tetapi untuk media P0 (substrat murni) dan P1 kenaikan grafiknya agak lebih rendah. Pertambahan tingggi anakan Akasia (A. mangium) setelah 8 minggu pertumbuhannya dipengaruhi oleh media tumbuh, untuk media tumbuh yang diberi campuran kompos (P2 dan P3) rata–rata pertambahan tingginya lebih besar dibandingkan yang tanpa diberi kompos (P0) dan yang diberi kompos dengan perbandingan 75 % subtrat dan 25% kompos (P1) sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Pengaruh keragaman itu semakin nampak apabila diperhatikan pada Gambar 2. Pertumbuhan tinggi anakan Akasia (A. mangium) selama 8 (delapan) minggu terlihat bahwa pada media P3 anakan Akasia memiliki pertambahan tinggi yang lebih tinggi dibandingkan denga n P0, P1,dan P2. Berdasarkan Analisis keragaman pengaruh media pertumbuhan terhadap pertambahan tinggi anakan Akasia (A. mangium) sebagaimana tertera Tabel 4, 39 menunjukan pengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 % dan berdasarkan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada Tabel 5. terlihat bahwa pengaruh perlakuan media tumbuh terhadap pertambahan tinggi jika dibandingkan antar perlakuan responnya tidak sama, P0 jika dibandingkan dengan P1 dan P2 tidak berbeda nyata sedangkan bila dibandingkan dengan P3 menunjukan perbedaan yang nyata. Perlakuan P3 berbeda nyata dengan P0 dan P1 tetapi tidak berbeda nyata dengan P2. Meskipun dalam Rata-rata Pertambahan tinggi yang diukur selama delapan (8) minggu seperti yang tertera pada Tabel 3. P3 adalah perlakuan yang memiliki rata-rata respon tertinggi, hal didukung pula secara analisa statistik yaitu dengan menggunakan rancangan acak lengkap menunjukan bahwa media P3 adalah media yang dianjurkan untuk digunakan dalam upaya memperbesar rata-rata pertambahan tinggi anakan Akasia. Hal ini sesuai pendapat ANONIM (2009), bahwa Penambahan kompos kedalam media tumbuh akan menghasilkan respon positif terhadap tanaman (anakan Akasia), karena dapat meningkatkan aktivitas mikroba substrat yang bermanfaat bagi tanaman, diantaranya membantu tanama n untuk menyerap unsur hara dari substrat dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman serta dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. 40 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemakaian media tumbuh berupa campuran kompos dan substrat secara umum memberikan respon positif terhadap pertambahan tinggi anakan Acacia mangium Willd. 2. Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) maka media tumbuh dengan campuran kompos dan substrat (75% : 25%) atau P3 memberikan respon pertambahan tinggi yang paling baik. 3. Pertumbuhan anakan A. mangium Willd pada perlakuan yang berbeda memberikan pertumbuhan yang berbeda pula. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan antara lain penanaman langsung anakan anakan A. Mangium Willd dengan penggunaan kompos. 2. Penelitian yang serupa dipandang perlu dikembangkan untuk jenis pohonpohon komersil lainnya. 41 DAFTAR PUSTAKA Abidin. Z, 1987. Dasar pengetahuan Ilmu Tanaman. Angkasa Bandung. Anonim, 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/kompos” Anonim, 1999 Panduan Kehutanan Indonesia, Depatemen Kehutanan Dan Perkebunan Republik Indonesia. Jakarta. Anonim, 1994. Penanaman Jenis-Jenis Kayu Komersial. Badan LITBANG Departemen Kehutanan. Anonymous . 1982. Pengenalan Jenis Tanaman Reboisasi. Proyek Pendidikan dan Latihan Petugas Lapangan. Program Bantuan dan Penhijauan dan Reboisasi. Departemen Pertanian. Jakarta. Buckman, H.O dan N.C. BRADY. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Prof. Dr. Soegiman. PT. Bharatara Karya Aksara. Jakarta. Baker, 1950. Principle of silviculture. Mc. Graw Hill Book Company Inc. NewYork. Coster, CH. 1979. Perkembangan Muda Perakaran Tujuh Puluh Pohon dan Pupuk Hijau. Terjemahan Prof.Ir. Soedarwono Hardjosoediro. Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Danaatmaja, 1989. Buku Pegangan Mahasiswa Politeknik Pertanian Tanaman Hutan Semester II dan III, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Universitas Padjadjaran, Bandung. Dipodiningrat, B.S. 1985. manajemen Hutan. Organisasi dan Tata Laksana Pengusahaan. Yayasan Pembinaan Fakultas Kehutanan Unuversitas Gajah mada. Herawati, E. dkk. 2010. Penggunaan Substrat Jamur Pasca Budidaya dan Kompos Serasah Hutan Sebagai Media Cincau Minyak (Stephania hermandifolia) Haeruman, H. 1972. Rancangan Percobaan, Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Keong, T.C. 1982. Introduction To Plantation Species Acacia mangium Wild. Sabah. 42 Murbandono, L. 1994. Membuat Kompos. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwowidodo, 1982. Gatra Tanah Dalam Pembangunan Hutan Tanaman di Indonesia Purwowidodo,1982. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta. Sindusuwarno dan Utomo. 1979. Acacia mangium Willd. Jenis pohon yang belum banyak dikenal. Duta Rimba, No II Tahun VI. Jakarta. Soekotjo, 1976. Diktat Silvika. Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi IPB. Bogor. Soetrisno, 1996. Diktat Kuliah Silvika. Fakultas Kehutanan UNMUL. Samarinda. Suharlan, A. dan J. Soediono, 1973. Ilmu Ukur Kayu. Lembaga Penelitian Hutan Bogor. Tjitrosomo, S. 1984. Botani 1 dan 2. Masalah akar dan tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 43 LAMPIRAN 44 Lampiran 1. Data hasil Pengukuran tinggi anakan Akasia (Acacia mangium) dengan 4 (empat) perlakuan untuk media tanam PERLAKUAN P0 P1 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 8 7 5 7 8 7 6 6 5 6 4 4 5 4 8 7 5 6 8 9 7 6 4 7 6 9 8 5 6 8 2 9 7 6 8 8 7 6 6 5 7 5 5 6 4 8 7 6 8 9 10 8 7 9 7 7 9 8 5 6 9 3 11 8 8 8 9 8 7 8 7 8 7 7 6 5 8 8 6 8 10 12 8 8 9 8 8 10 10 6 8 10 TINGGI ( cm ) 4 5 13 14 11 12 10 12 10 11 11 12 10 12 10 11 9 10 9 10 10 11 10 11 9 10 9 11 7 9 10 11 10 11 9 10 10 11 12 13 14 15 11 12 10 12 11 12 10 11 10 11 12 13 12 13 9 10 10 11 12 13 6 15 14 14 13 14 14 14 11 12 14 14 12 12 10 14 12 11 13 16 17 13 13 13 12 13 15 15 13 12 15 7 16 15 15 14 15 15 15 13 14 15 15 13 14 11 15 14 13 14 17 18 15 16 14 14 14 16 16 14 14 17 8 17 15 16 15 16 15 16 13 15 16 16 13 15 12 16 14 13 15 18 19 16 16 15 15 14 17 17 14 15 18 45 Lanjutan Lampiran 1 PERLAKUAN P2 P3 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 6 9 6 8 6 6 7 7 8 9 10 8 6 5 8 8 7 7 6 5 7 7 7 9 6 8 6 7 5 9 2 9 7 8 9 10 7 7 8 10 9 11 9 8 6 9 8 8 9 7 6 8 9 8 9 7 9 7 8 6 10 3 9 9 9 10 10 8 9 9 10 10 12 10 8 7 10 9 9 10 8 6 9 9 9 11 9 11 8 10 7 11 TINGGI (cm) 4 5 11 13 11 12 11 12 12 13 12 13 11 12 11 12 12 13 12 13 12 13 14 15 12 13 10 11 9 10 12 13 11 12 11 12 12 12 14 15 11 12 11 12 11 12 15 16 13 14 12 13 15 16 10 11 12 13 9 10 13 14 6 14 14 14 15 15 14 14 15 15 15 17 15 13 12 15 13 13 15 19 14 13 15 19 15 15 16 14 16 11 15 7 16 15 15 17 16 16 16 17 16 16 18 16 14 14 17 15 15 16 20 16 15 16 20 17 17 18 15 17 13 17 8 17 16 16 18 17 17 17 17 17 17 18 17 15 15 18 16 15 17 21 17 16 17 21 18 18 19 16 18 14 18