PENGARUH KOMBINASI MEDIA TANAM KOMPOS DAN SUBSOIL

advertisement
PENGARUH KOMBINASI MEDIA TANAM KOMPOS
DAN SUBSOIL TERHADAP PERTAMBAHAN TINGGI
ANAKAN AKASIA (Acacia mangium WILLD)
DI PERSEMAIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGRI
SAMARINDA
Oleh :
SABRI
Nim : 080 500 022
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2011
2
PENGARUH KOMBINASI MEDIA TANAM KOMPOS DAN SUBSOIL
TERHADAP PERTAMBAHAN TINGGI ANAKAN AKASIA (Acacia
mangium WILLD) DI PERSEMAIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGRI
SAMARINDA
Oleh:
SABRI
NIM: 080 500 022
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Sebutan Ahli Madya Kehutanan Pada
Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2011
3
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
:PENGARUH KOMBINASI MEDIA TANAM
KOMPOS
DAN
SUBSOIL
TRHADAP
PERTAMBAHAN TINGGI ANAKAN AKASIA
(Acacia mangium WILLD) DI PERSEMAIAN
POLITEKNIK
PERTANIAN
NEGRI
SAMARINDA
Nama Mahasiswa
Nomor Induk Mahasiswa
Program Studi
Jurusan
: SABRI
: 080 500 022
: Manajemen Hutan
: Manajemen Pertanian
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Penguji I
Ir. Hasanudin, MP.
Nip. 19630805 198903 1 005
Ir. M. Yusri, MP
Nip. 19630328 198903 1 005
Penguji II
Ir. Fathiah, MP
Nip. 19590820 199203 2 001
Mengesahkan,
Direktur
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Ir. WARTOMO, MP
NIP. 19631028 198803 1003
4
ABSTRAK
SABRI. Pengaruh Kombinasi Pemberian Media Kompos dan Subsoil Terhadap
Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium Willd) di Persemaian
Politeknik Pertanian Samarinda dibawah bimbingan Hasanudin
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dengan
kombinasi media kompos dan subsoil terhadap
pertambaha n tinggi anakan
Akasia (Acacia mangium Willd) yang dilaksanakan pada Persemaian Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 40 anakan
Akasia dengan 4 perlakuan yaitu tanpa pemberian kompos (C0), campuran sub
soil dengan kompos yaitu dengan perbandingan 25 % kompos : 75 % sub soil
(C1), 50% kompos : 50 % sub soil (C2) dan 75 % kompos : 25 % Sub soil (C3)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kompos dengan kombinasi subsoil
50% : 50% memberikan respon positif terhadap pertambahan tinggi anakan
Akasia (Acacia mangium Willd).
Pemberian kompos pada media tumbuh dengan komposisi 50 % subsoil :
50% kompos untuk anakan
Akasia (Acacia mangium Willd) menunjukan
pertambahan tinggi yang lebih baik di bandingkan dengan subsoil murni, subsoil
25% : kompos 75%, dan subsoil 75% kompos 25%.
5
RIWAYAT HIDUP
SABRI. Lahir pada tanggal 16 September 1989 di Samboja
Kabupaten Kutai Kartanegara
Provinsi Kalimantan Timur.
Merupakan Anak ke Dua dari Lima bersaudara pasangan
SAINA dan SUWARDI.
Pendidikan Dasar di mulai pada Tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri
022 Samboja Kabupaten Kutai Kertanegara dan lulus pada tahun 2002 .
Kemudian pada tahun yang sama melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama
di SLTP Merdeka Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara dan lulus pada tahun
2005. Kemudian melanjutkan pada SMA Negeri 1 Samboja Kabupaten Kutai
Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur Jurusan IPS dan berijazah pada tahun
2008.
Selanjutnya memulai Pendidikan Tinggi di Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda Program Studi Manajemen Hutan Jurusan Pengelolaan Hutan tahun
2008.
Pada Tanggal 3 Maret – 3 April 2011 mengikuti Program PKL (Praktek
Kerja Lapang) di Perum Perhutani KPH Banyumas Timur BKPH Gunung
Slamet Barat Kecamatan Banyumas Kabupaten Purwokerto sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Kehutanan pada Program Diploma
III Politeknik Pertanian Negri Samarinda Bidang Studi Manajemen Hutan.
6
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Ilmiah ini tepat
pada waktunya.
Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan hasil dari penelitian di areal
Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Orangtua tercinta serta keluarga yang selalu mendoakan dan memberi
dukungan moril maupun spiritual.
2. Bapak Ir. Hasanudin, MP, selaku dosen Pembimbing dan Ketua Jurusan
Pengelolaan Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
3. Bapak Ir. M. Yusri, MP dan Ibu Ir. Fathiah, MP selaku dosen penguji yang
telah memberikan masukan untuk kesempurnaan Karya Ilmiah ini.
4. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP selaku Ketua Program studi Manajemen Hutan.
5. Teman-teman yang telah banyak memberikan bantuan baik material maupun
spiritual hingga terselesaikan Karya Ilmiah ini.
Akhir kata penulis menyatakan dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi
mereka yang membutuhkan.
Kampus Sei Keledang, 2011
Penulis.
7
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................i
ABSTRAK ……………………………………………………………………ii
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………….iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………… iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… viii
I. PENDAHULUAN……………………………………………………….1
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………4
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Tegakan
…………………………4
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
…………………6
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar..................................................8
D. Tinjauan Umum Kompos
………………………………………..10
E. Risalah Jenis Acacia mangium Willd ………………………………..18
III. METODE PENELITIAN
………………………………………..26
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………..26
B. Bahan dan Peralatan Penelitian
C. Prosedur Kerja
………………………………..26
……………………………………………………..27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………30
A. Hasil ………………………………………………………………..30
B. Pembahasan ………………………………………………………..33
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………36
A. Kesimpulan
………………………………………………………..36
B. Saran ………………………………………………………………...37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 38
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................ 40
8
DAFTAR TABEL
No
Tubuh Utama
Halaman
1
Data hasil pengukuran ………………………………………………….
28
2
Tabel Analisis Ragam dengan RAL……………………………….........
29
3
Rata-rata Hasil Pengukuran Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium
Willd) dengan 4 (empat) Perlakuan……………………………………..
4
Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium Willd) dengan
Media Tumbuh yang Berbeda……………………………………….….
5
31
Analisis Keragaman Pengaruh Media Pertumbuhan Terhadap
Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium Willd) ….……..
6
30
32
Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Perlakuan Media Tumbuh
Terhadap Pertambahan Tinggi……………………………………..........
32
DAFTAR GAMBAR
No
Tubuh Utama
Halaman
1
Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium
willd) Dengan Media yang Berbeda …………………………………. 30
2
Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium willd)………..
31
9
I. PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah unsur
hara.
Jenis-jenis tanaman yang mempunyai sifat cepat tumbuh akan
membutuhkan banyak unsur hara dan media yang baik. Acacia mangium Willd
termasuk salah satu jenis tanaman yang mempunyai sifat cepat tumbuh. Salah
satu cara untuk menambah unsur hara dengan memberikan kompos. Selain itu,
media yang digunakan diharapkan dapat menunjang pertumbuhan semai.
Kompos sangat potensial untuk dijadikan pupuk organik yang dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti pupuk kimia.
Hasil pengomposan
berbahan baku sampah dinyatakan aman untuk digunakan ketika sampah organik
telah dikomposkan dengan sempurna, jika secara kimia adalah terjadinya
perubahan kandungan hara (C/N 10-20) dan tingkat fitotoksisitas rendah
(Djuarnani, dkk., 2006).
Kompos ibarat multi- vitamin untuk tanah pertanian. Karena dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat,
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Penambahan kompos akan meningkatkan aktivitas mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman, diantaranya membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat
merangsang pertumbuhan tanaman serta dapat membantu tanaman menghadapi
serangan penyakit (Anonim, 2009).
10
Tanaman yang diberi perlakuan dengan kompos cenderung lebih baik
kualitasnya dari pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Penentuan jenis kayu yang akan dibudidayakan merupakan langkah awal
yang penting karena akan berpengaruh besar bahkan bersifat menentukan terhadap
segi teknis dan ekonomis untuk jangka waktu yang panjang. Kriteria jenis kayu
tersebut meliputi antara lain kayu yang bernilai tinggi dengan prospek pemasaran
yang baik, kesesuaian tempat tumbuh, kualitas kayu dan bentuk batang yang
sesuai dengan persyaratan bahan baku untuk jenis industri yang bersangkutan
(Anonim, 1980).
Salah satu jenis yang memiliki kriteria tersebut di atas dalam jangka
pemilihan bahan baku adalah Acacia mangium Willd
Acacia mangium willd termasuk jenis Legum yang tumbuh cepat, tidak
memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh
jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik
untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan
jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman A. mangium Willd yang berumur
tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan
partikel yang baik. Faktor yang lain yang mendorong pengembangan jenis ini
adalah sifat pertumbuhan yang cepat. Pada lahan yang baik, umur 9 tahun telah
mencapai tinggi 23 meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2 – 3 meter dengan
hasil produksi 415 m3/ha atau rata-rata 46 m3/ha/tahun. Pada areal yang
ditumbuhi alang-alang umur 13 tahun mencapai tinggi 25 meter dengan diameter
11
rata-rata 27 cm serta hasil produksi rata-rata 20m3/ha/tahun. Kayu A. mangium
Willd termasuk dalam kelas kuat III-IV, berat 0,56 – 0,60 dengan nilai kalori ratarata antara 4800 – 4900 k.cal/kg (Anonim, 1994)
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini diuji
penggunaan kompos sebagai media tumbuh dengan mencampur tanah subsoil
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh campuran subsoil
dengan kompos terhadap
pertambahan
tinggi anakan A. mangium Willd di
Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah dapat memberikan
gambaran tentang pengaruh kombinasi subsoil dengan kompos
pertambahan tinggi anakan A.mangium Willd.
terhadap
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Tegakan
Pengertian pertumbuhan pohon adalah suatu perkembangan yang
menunjukkan pertambahan dari suatu sistem organ hidup yang terdapat didalam
pohon selama hidupnya (Soekotjo, 1976).
Menurut Baker (1950), yang dimaksud dengan pertumbuhan pohon adalah
pertambahan tumbuh membesar dan terbentuknya jaringan-jaringan baru.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pertumbuhan pohon meliputi pertumbuhan
bawah dan pertumbuhan atas.
Dalam bidang kehutanan, pertumbuhan pohon sangatlah penting untuk
dipelajari sebagai suatu pedoman atau cara untuk mengetahui pertambahan riap,
sehingga dapat diketahui hasil tegakan (volume). Riap merupakan pertambahan
tumbuh pohon dalam jangka waktu tertentu, dimana pertumbuhan dan riap ini
merupakan dua istilah yang dikenal dari sudut pandang Autekologi (ekologi suatu
jenis pohon) (Soekotjo, 1976).
Pertumbuhan dan perkembangan dari masing- masing pohon atau tegakan
berbeda, seperti tinggi dan diameter dan bidang dasar tidak sama dalam
pertumbuhan pohon (Soekotjo, 1976).
Menurut
Dipodiningrat
(1985),
kerapatan
tegakan
memperlambat
pertumbuhan diameter, tetapi dapat merangsang pertumbuhan tinggi. Hal ini
disebabkan karena pohon mengkonsentrasikan energi untuk tajuknya.
13
1. Pertumbuhan Tinggi
Tinggi adalah jarak terpendek antara satu titik dengan titik proyeksinya
pada bidang horizontal atau bidang datar. Sedangkan yang dimaksud dengan
panjang adalah jarak yang menghubungkan antara dua titik yang diukur menurut
atau tidak menurut garis lurus (Endang, 1990 ).
Ada dua cara yang perlu diperhatikan dalam konteks pengukuran tinggi
yaitu tinggi dan panjang (Suharlan dan Soediono, 1973), untuk dapat
membedakannya, maka dicoba memberikan pengertian secara definisi sebagai
berikut:
a.
Tinggi adalah jarak terpendek antara satu titik dengan peroyeksinya, bidang
datar dan horizontal.
b.
Panjang adalah jarak antara dua titik yang di ukur menurut atau tidak menurut
garis lurus.
Beberapa alat ukur tinggi pohon menurut Pariadi (1979), di bedakan atas
dua golongan yaitu :
a. Alat yang memerlukan pengukuran jarak antara lain abney level, forest service
hysometer, fausmen, weise, spigel relascope biterlinch dan lain- lain.
b. Alat yang tidak memerlukan jarak yang antara lain christen hypsometer,
walking stick dan lain- lain.
Menurut Suharlan dan Sudiono (1973), kesalahan dalam pengukuran
tinggi pohon berdasarkan sumber penyebabnya dapat dibedakan menjadi empat
macam yaitu:
14
a. Kesalahan alat, sumber utamanya yaitu pembagian skala alat, tingkat
ketelitian alat dan kedudukan alat pada waktu mengukur
b. Kesalahan sipengukur dalam menggunakan alat pada waktu mengukur.
c. Faktor lingkungan, misalnya pada kondisi fisik lapangan, topografi, cuaca dan
lain- lain.
d. Kesalahan karena keadaan pohonnya, misal tajuk pohon terlalu lebar serta
pohon dalam keadaan miring.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Soekotjo (1976), menyatakan bahwa tempat tumbuh hanya berbeda
dengan alam vegetasi, yang dihasilkan namun berbeda juga dalam faktor iklim,
tanah dan faktor lainnya. Semua faktor ini menyebabkan perbedaan-perbedaan di
dalam vegetasi yang tumbuh pada bermacam- macam tempat tumbuh.
Tumbuhan untuk dapat tumbuh secara optimal memerlukan hal-hal yang
menunjang, menurut Danaatmadja (1989), hal yang menunjang tersebut ya itu:
a. Faktor genetik (internal)
Faktor genetik ini adalah gen atau sifat bawaan yang diturunkan dari induknya
seperti kecepatan tumbuh, bentuk tajuk, banyaknya cabang dan lain- lain, di sini
termaksud juga kematangan biji atau buah, sebagai sifat bawaan hal ini bersifat
internal.
b. Faktor lingkungan (eksternal)
Tumbuhan-tumbuhan tumbuh teratur di bawah pengaruh lingkungan hidup
yang terutama ditentukan oleh faktor iklim, tempat tumbuh dan bentuk serta
letak lapangan (relief).
15
Menurut Susanti (1996), faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan antara lain :
1.
Air, adalah faktor penting yang sangat diperlukan dalam tumbuhan, kehadiran
air di sini sangat penting untuk aktifitas enzim serta penguraiannya, traslokasi
serta kebutuhan lainnya.
2.
Udara juga merupakan faktor luar yang penting untuk pernafasan atau
transpirasi pada pertumbuhan organ anakan mahoni.
3.
Tempat tumbuh
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan menurut Soetrisno (1996),
menyatakan adalah sebagai berik ut :
a.
Faktor klimatis
Cahaya matahari, kelembaban dan temperatur merupakan elemen-elemen dari
faktor klimatis. Cahaya sangat berperan dalam menentukan pertumbuhan
suatu tumbuhan demikian pula dengan kelembaban serta temperatur. Faktor
klimatis ini sangat menentukan iklim suatu daerah yang berperan penting
dalam pertumbuhan terutama proses metabolisme yang terjadi pada
tumbuhan.
b.
Faktor fisiografis
Menggambarkan bentuk permukaan tanah dan sejarah bentuk geologi
(Ketinggian tempat, kelerengan dan aspek konfigurasi bumi). Faktor-faktor
ini sangatlah menentukan pertumbuhan suatu tanaman.
16
c.
Faktor edafis
Faktor edafis menggambarkan sifat fisik tanah, kimia tanah dan biologi tanah.
Tanah merupakan campuran yang heterogen dan beragam dari partikel
mineral anorganik, hasil rombakan bahwa organik dan berbagai jenis mikro
organisme, bersama-sama dengan udara dan air yang di dalamnya terlarut
berbagai garam- garam anorganik dan senyawa anorganik. Tanah juga
merupakan tempat tumbuh dengan sendirinya dan berkembang biak.
d.
Faktor biotis
Manusia, hewan dan tumbuhan (lingkungan biotik) merupakan elemenelemen yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kegiatan penebangan,
pembakaran hutan serta aktifitas lainnya seperti pengelolaan tanah,
pencemaran udara dan air, yang merupakan aspek-aspek biotik yang
berpengaruh terhadap penyerbukan, penyebaran biji dan buah juga persaingan
antara parasit dan simbiosis dengan tumbuhan lainnya. Hal ini akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan.
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar
Sifat sistim perakaran suatu tumbuhan dan penyebarannya baik secara
vertikal maupun secara horizontal dipengaruhi oleh faktor – faktor luar,
kelembaban tanah, udara dan suhu tanah, serta sifat fisik tanah (Tjitrosomo.
1984).
Coster (1979), menyatakan lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih
mendalam pada perkembangan akar dari pada tajuk; barangkali bukan karena
perakaran akan lebih plastis dari pada tajuk, tetapi karena tanah lebih banyak
17
variasinya dari pada udara dan bekerja lebih intensif pada akar. Akar tersebut
pada umumnya tumbuh kearah lapisan mineral dengan ketempat dengan zat asam
yang baik.
Tjitrosomo, S. (1984), menyatakan pentingnya udara untuk akar tumbuhan
pada umum diremehkan. Akar – akar melakukan respirasi sebagai mana bagian –
bagian yang lain dari tumbuhan, dan oksigen sama – sama diperlukan untuk
respirasi organ – organ tersebut dan untuk respirasi batang, daun, bunga dan buah.
Akar, bersama – sama dengan kehidupan tumbuha n dan hewan dalam tanah,
menghabiskan oksigen dan meningkatkan konsentrasi karbon dioksida didalam
udara tanah. Bagaimanapun selagi proses – proses hayati berlangsung didalam
tanah, difusi terjadi ; karbon dioksida berdifusi keluar dari tanah dan oksigen
berdifusi masuk, dengan demikian memungkinkan respirasi aerobic berlangsung.
Respirasi semacam ini lazim terdapat dalam tanah yang berdrainase baik
sepanjang musim tumbuh. Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa konsentrasi
oksigen mencapai suatu minimum pada tanah – tanah yang kurang cukup
drainasenya atau pada tanah – tanah tergenang. Tanaman tumbuh merana atau
mati pada tanah seperti itu karena keadaanya yang tidak menguntungkan bagi
respirasi akar dan bagi pertumbuhan. Aerasi yang tidak mencukupi mengurangi
pertumbuhan akar itu sendiri, membatasi penyerapan mineral dan air, dan
mempengaruhi aktivitas organism tanah. Tumbuhan dataran tinggi sangat
beragam dalam kemampuan bertahan pada keadaan persediaan oksigen yang
kurang bagi akar – akarnya.
18
Selain faktor – faktor di atas juga syarat – syarat mekanik, yang diminta
oleh bagian - bagian di atas tanah dan eksposisinya terhadap dengan angin, kepada
perakaran dapat mempengaruhi pertumbuhan perakaran. Hal ini terjadi terutama
dengan memperkuat pertumbuhan eksentrik, yaitu dengan pembentukan bingkaibingkai akar. Karena bentuk anatomi akar – akar juga dipengaruhi. Pembentukan
unsur – unsur sklerenkim (jaringan mekanik) amat dimajukan didalam bagian –
bagian yang harus dapat menahan tekanan – tekanan mekanik yang kuat.
Persaingan diantara sesama akar (kerapatan) juga menghambat pertumbuhan dan
perkembangan perakaran, akhirnya adanya lapisan yang sukar atau tidak dapat
ditembus (karang, lapisan tebal) amat mempengaruhi bentuk perakaran (Coster,
1979).
D. Tinjauan Umum kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di
dalamnya (Murbandono, 2000).
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik , sedangkan Pengomposan adalah :proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khusus nya oleh mikroba- mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos pada
prinsifnya adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos
dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
19
seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan
anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ± 80%, sehingga
pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai (Anonim, 2009)
Kompos dapat dibuat dari bahan yang mudah ditemukan di sekeliling
lingkungan kita, bahkan bahan yang kadang-kadang tidak terpakai, seperti sampah
rumah tangga, dedaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, sekam batang jagung
dan kotoran hewan (Murbandono, 2000).
Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis
terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik (terdapat oksigen) atau
anaerobik (tanpa oksigen). Bahan organik akan diubah hingga menye rupai tanah.
Kondisi terkendali tersebut mencakup rasio karbon dan nitrogen (C/N),
kelembapan, pH dan kebutuhan oksigen (Murbandono, 2000).
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologiteknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang,
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami.
Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi
sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik,
20
seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik
industry, serta limbah pertanian dan perkebunan (Anonim, 2009).
Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik
menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan
antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung dalam suatu bahan. Nilai rasio
C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan
tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Djuarnani, dkk.,
2006).
Teknologi Pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator
pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting
Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic
Decomposer
dan
SUPERFARM
(Effective
Microorganism)atau
menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap
aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Pengomposan secara aerobik
paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan
oleh mikroorganisme dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara.
Pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik (Murbandono, 2000).
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya
untuk memperbaiki sifat kimia fisika dan biologi tanah, sehingga produksi
21
tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah
dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali
tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah pertamanan, sebagai bahan
penutup sampah di TPA, reklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media
tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia (Anonim, 2009).
2. Manfaat Kompos
Menurut Djuarnani, dkk. (2006), beberapa manfaat kompos yang dapat
diperoleh antara lain adalah:
? Memperbaiki produktivitas tanah
? Mengurangi pencemaran lingkungan
? Meningkatkan Kesuburan Tanah
Menurut Anonim (2009), kompos memiliki banyak ma nfaat yang ditinjau
dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
a.
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
b.
Mengurangi volume/ukuran limbah
c.
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
b. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
a.
Meningkatkan kesuburan tanah
b.
Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
22
c.
Meningkatkan kapasitas serap air tanah
d.
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
e.
Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
f.
Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
g.
Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
h.
Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
3. Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan
Menurut
Isroi
(2008),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
proses
pengomposan antara lain adalah:
? Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40
mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. (Djuarnani, dkk., 2006).
? Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan
dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan
luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan
tersebut.
23
? Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu
yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk
ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan
air bahan (kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses
anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos.
? Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume
total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay
Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka
pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan
terganggu.
? Kelembapan (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay
oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%,
aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
24
kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun
dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
? Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60ºC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60ºC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap
bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba- mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma.
? pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH
kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan
sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu
sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal,
akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia
dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
pada fase- fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral.
25
? Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
?
Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya
bagi kehidupan mikroba. Logam- logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr
adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam- logam berat akan
mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
?
Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau
tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos
benar-benar matang.
4. Mutu kompos
Isroi (2008), menyatakan bahwa mutu kompos dapat diketahui dengan
mengamati beberapa hal, antara lain:
a. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan
sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan
tanaman.
26
b. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya
persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah
yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
c. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
?
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
?
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk
suspensi,
?
Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasinya,
?
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
?
Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
?
Tidak berbau.
E. Risalah Jenis Acacia Mangium Willd
Acacia mangium Willd., merupakan jenis asli yang tumbuh di Indonesia.
Didaerah asalnya di kepulauan Maluku, jenis ini tumbuh secara alamiah di daerah
dimana tumbuh tanaman Kayu Putih (Melleleuca leucadendron) ; (Sindusuwarno
dan Utomo, 1979).
Pada mulanya jenis ini ditana m sebagai jalur penyekat bakar terutama pada
daerah bekas perladangan yang ditumbuhi oleh alang – alang. A. mangium Willd
memenuhi syarat tumbuh untuk sekat bakar, yaitu cepat menutup tanah, tetap
hijau (daun tebal) di samping itu bentuk batang lurus dan baik.
1) Sistematik Acacia mangium Willd
27
Acacia mangium Willd termasuk jenis Legum yang tumbuh cepat, tidak
memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh
jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik
untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan
jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanama A. mangium Willd yang berumur
tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan
partikel yang baik (Anonim, 2011e)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi:
Magnoliophyta
Kelas:
Ordo:
Magnoliopsida
Fabales
Famili:
Fabaceae
Upafamili: Mimosoideae
Bangsa: Acacieae
Genus:
Spesies:
Acacia
A. mangium Willd
2) Daerah penyebaran.
Menurut Sindusuwarno dan Utomo, (1979), informasi daerah penyebaran
A. mangium Willd dapat disampaikan sebagai berikut :
a.
Australia Timur bagian Utara 180 Lintang Selatan.
b.
Irian Jaya bagian Selatan, yaitu Fak- fak Agunda (Babo) dan
Tomage (Kokas), tumbuh didataran rendah dengan lahan kurus.
c.
Kepulauan Maluku Selatan di Aru dan Seram Barat.
28
3) Syarat tumbuh/ habitat
Anonim (1982), mengemukakan, bahwa A. mangium Willd seperti halnya
tanaman pionir lainnya tidak menuntuk persyaratan tumbuh yang tinggi, dan dapat
tumbuh dengan baik pada lahan yang miskin dan tidak subur, pada padang alang alang bekas tebangan dan cepat beradaptasi.
A, mangium Willd. mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian 30 meter
sampai 130 meter dari permukaan laut. Jenis tanah dimana A. mangium Willd
ditemukan tumbuh baik, yaitu di Seram Barat adalah podsolik merah kuning di
dataran rendah dan tanah komplek dipegunungan. Selain itu dapat tumbuh di
tengah alang – alang yang rapat dengan ketinggian 0,5 meter dan tanah sarang
serta berbatu koral.
4) Perakaran.
A. mangium Willd. Merupakan jenis tumbuhan yang mempunyai
perakaran yang relative dalam, dengan banyak akar lateral yang bercabang –
cabang tumbuh menyear di sekitar akar tunggangnya (Anonim, 1982). Dinyatakan
pula A. mangium Willd sebagaimana suku Fabaceae lainnya, padanya terjadi
simbiosis mutualisme yang menguntungkan dengan bakteri tanah dari genus
Rhizobium. Bakteri ini menembus akar – akar muda didalam lapisan permukaan
tanah yang berudara dan menggandakan diri untuk membentuk bintil akar yang
membengkak pada permukaan tanah.
Lebih lanjut Bukman dan Brady (1982), menjelaskan bahwa organisme
bintil akar itu hidup dalam bintil akar mengambil N bebas dari udara tanah dan
disentesa menjadi bentuk kopleks. Bintil itu jelas hasil dari rangsangan (iritation)
29
permukaan akar, seperti bisul pada daun atau cabang pohon yang disebabkan oleh
serangga. Masuknya organism itu biasanya melalui bagian dalam serabut akar.
Akhirnya mereka setelah menempuh jalan sepanjang serabut akar memasuki kulit
sel akar halus, dimana pertumbuhan bintil dimulai dan di tempat itu fiksasi
nitrogen terjadi.
5) Pembungaan dan Pembuahan
Pada umur 2 tahun A. mangium Willd sudah milai berbunga dan berbuah,
serta mampu menghasilkan viable seed. Pohon berbunga dan berbuah sepanjang
tahun dalam jumlah yang melimpah. Lebih lanjut dikatakan bahwa benih pohon
ini disusun secara longitudinal di dalam polong. Suatu pita orange terang,
diketahui sebagai tali pusat (aryllus) yang selalu menempel disetiap bijinya
didalam buah polong (Sindusuwarno dan Utomo, 1979).
Panenan dapat dilakukan dua kali dalam setahun. Di Fak – fak, Irian Jaya,
berdasarkan informasi yang diperoleh panen dapat dilakukan pada bulan Juni/ Juli
dan Januari/ Februari, sedangkan di Seram Barat buag dapat dipanen pada bulan
Agustus/ September dan Februari/ Maret (Sindusuwarno dan Utomo, 1979).
6) Pembiakan
A.
mangium
Willd
dapat
langsung
ditanam
dilapangan
dengan
menggunakan benih dengan cara tungal (direct seed) tetapi pena naman melelui
persemaian terlebih dahulu akan menghasilkan yang lebih baik. A. mangium Willd
dapat disilangkan dengan A. auriculiformis baik secara alami maupun buatan.
Hasil keturunannya akan lebih baik dan lebih tinggi dari pada kedua induknya
(Keong, T.C ,1982).
30
7) Produksi
Pada tempat tumbuh yang baik, pada umur Sembilan tahun A. mangium
Willd dapat mencapai tinggi 23 meter dengan diameter 23 centimeter dan rata –
rata mampu menghasilkan kayu 41,5 m3 perhektar. Pada lahan yang terganggu
dan gersang bekas perladangan liar, pada tanah lempung yang sudah kurus dengan
dasar batu vulkanis, A. mangium Willd dapat tumbuh baik dan mampu
memproduksi kayu rata – rata 20 m3 per hektar pertahunnya. Kayu
gelondongannya dalam ukuran besar dapat di gergaji atau dikupas, kayunya tebal
dank keras , berwarna coklat muda,dengan kayu gubal yang tipis keras dan padat.
Kayunya baik untuk particle board, pulp dan peralatan rumah tangga
(Sindusuwarno dan Utomo, 1979).
8) Penanaman dan pemeliharaan.
a. Pengangkutan bibit.
Pengangkutan bibit dari persemaian ke lokasi penanaman harus dilakukan
dengan hati- hati agar bibit tidak mengalami kerusakan selama dalam
perjalanan. Bibit yang telah diseleksi dimasukan kedalam peti atau
keranjang dan disarankan agar bibit tidak ditumpuk. Bibit disusun rapat
hingga tidak bergerak jika dibawa. Jumlah bibit yang diangkut ke lapangan
hendaknya disesuaikan dengan kemampuan menanam. Bibit yang diangkut
diusahakan bibit yang sehat dan segar. Hindarkan bibit dari panas matahari
dan supaya disimpan di tempat teduh dan terlindung.
31
b. Waktu penanaman.
Penanaman dilakukan setelah hujan lebat pada musim hujan, yaitu dalam
bulan Oktober sampai Januari. Pengamatan mulainya hujan lebat sangat
perlu, karena bib it yang baru ditanam menghendaki banyak air dan udara
lembab. Bibit yang ditanam ke lapangan adalah bibit yang telah berumur
3-4 bulan di bedeng sapih dengan ukuran tinggi 25-30cm.
c. Teknik penanaman.
Bibit ditanam tegak sedalam leher akar. Apabila terdapat akar cabang yang
menerobos keluar dari tanah dalam kantong plastik, dipotong aga tidak
tertanam terlipat dalam lubang tanaman. Sebelum ditanam, tanah dalam
kantong plastik dipadatkan lalu kantong plastik dibuka perlahan- lahan,
tanah serta bibit di keluarkan baru ditanam. Bibit ditanam berdiri tegak
pada lubang yang telah dibuat pada setiap ajir, kemudian diisi dengan
tanah gembur sampai leher akar. Tanah yang ada di sekelilingnya ditekan
agar menjadi padat.
d. Pemeliharaan.
Meliputi kegiatan penyiangan, penyulaman, pendangiran dan pemupukan,
kegiatan pemeliharaan dilakukan tiga bulan sekali selama 2tahun stelah
penanaman di lapangan.
1.
Penyiangan.
Kegiatan ini bertujuan untuk membebaskan tanaman pokok dan
belukar
dan
tumbuhan
pengganggu
lainnya.
Oleh
karena
itu penyiangan dilakukan terutama pada tahun pertama dan
32
kedua. Penyiangan dikerjakan sepanjang kiri-kanan larikan tanaman
selebar 50 cm.
2.
Penyulaman.
Penyulaman dilakukan pada tahun pertama selama musim hujan.
Tanaman yang mati atau merana disulam denga n bibit dari
persemaian dan diulang selama hujan masih cukup. Apabila lahan di
sekitar tanaman sangat terbuka maka dapat diberi mulsa.
3.
Pendangiran.
Kegiatan ini dilaksanakan bersama dengan penyiangan dimana tanah
di sekitar tanaman akan digemburkan lebih kurang seluas lubang
tanam
4.
Pemupukan.
Pemupukan
diberikan
setelah
dilakukan
penyiangan
dan pendangiran, pupuk ditaburkan di sekeliling tanaman Akasia
mengikuti alur lubang tanaman dan ditimbun tanah. Pupuk yang
digunakan dapat merupakan campuran yang membentuk kandungan
NPK dapat pula digunakan urea; TSP; KCL dengan perbandingan 1 :
2 : 1. Pemberian pupuk disesuaikan dengan pengalaman dalam
pemberian pupuk.
9) Hama dan penyakit.
Adanya semut (Componotus sp) dan rayap (Coptotermes sp) yang membuat
sarang pada bagian dalam kayu A.mangium Willd, mengakibatkan menurunnya
kualitas kayu. Dari hasil pengamatan didapatkan A. mangium Willd terserang oleh
33
Xystrocera sp. famili Cerambicidae yang biasa menggerek kayu Paraserianthes
falcataria, selain itu sejenis ulat belum diketahui jenisnya telah menyebabkan
gugurnya daun A. mangium Willd.
Beberapa jenis serangga A. mangium Willd :
a. Ropica grisepsparsa, menyerang bagian batang
b. Platypus sp, menyerang bagian batang
c. Xylosandrus semipacus, menyerang bagian batang
d. Pterotama plagiopheles, menyerang daun.
e. Ulat pelipat daun, menyerang daun.
34
III. METODA PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 (lima) bulan, meliputi kegiatan :
persiapan pene litian,
persiapan
pengambilan
anakan
(penyapihan),
pengambilan data dan penyusunan laporan. Penelitian dilaksanakan di :
Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
B. Bahan dan Peralatan Penelitian
1. Bahan yang dipergunakan dalam Penelitian ini adalah :
a. Anakan A. mangium Willd, berasal dari cabutan, dari lokasi TAHURA
(B. Sueharto).
b. Tanah Subsoil, berasal dari Tanah kerukan bangunan.
c. Kompos produk Jurusan PH : 50 Kg
d. Fungisida 1 Kaleng, sebagai pencegah agar tanaman tidak terserang
jamur/hama.
e. Polybag Tebal 0.5 mm ,lebar 15 cm dan tinggi 20 cm : 40 buah.
2. Peralatan yang dipergunakan dalam Penelitian ini adalah :
a. Cangkul dan sekop untuk membersihkan lokasi penelitian
b. Meteran untuk mengukur tinggi anakan A. mangium Willd
c. Alat tulis untuk mencatat hasil penelitian
d. Ayakan untuk membersihkan subsoil dari kotoran-kotoran.
e. Ember dan Gayung untuk menyiram tanaman
35
3. Rancangan Percobaan :
Penelitian ini dirancang dengan pola acak lengkap, dengan 4 macam
perlakuan pada media sapih dan 10 kali ulangan.
Perlakuan :
- Subsoil murni (C0)
- Subsoil + Kompos : 75 % : 25 %, (C1)
- Subsoil + Kompos : 50 % : 50 %
(C2)
- Subsoil + Kompos : 25 % : 75 %. (C3)
C. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan Anakan A. mangium Willd
A. mangium Willd disiapkan sesuai dengan tujuan penelitian
2.
Penyiapan Media Tanam
Penyiapan media tanam dengan perlakuan yang berbeda yaitu media tanam
tanpa kompos (C0), media tanam dengan perbandingan tanah dan kompos
berbanding 75% : 25% (C1), media tanam dengan perbandingan tanah dan
kompos 50% : 50% (C2) dan media tanam dengan perbandingan antara tanah
dan kompos 25% : 75% (C3). Tanah yang digunakan adalah tanah sub soil.
Masing-masing perlakuan sebanyak 10 polibag.
3.
Penanaman Anakan A. mangium Willd
Anakan A. mangium Willd yang sudah disiapkan di tanam dalam
Polibag dengan perlakuan yang berbeda
dengan cara membenamkan
akar A. mangium Willd ke dalam tanah, selanjutnya dilakukan
penyiraman secukupnya pagi dan sore.
36
4.
Pengamatan dan pengambilan data :
Mengamati kondisi tanaman yang disapih, mengukur tinggi setiap 2
(dua) minggu sebanyak 6 (enam) kali.
5. Pengolahan Data
Sesuai dengan tujuan Penelitian, maka untuk mengetahui hasil dari
percobaan penelitian digunakan pola acak lengkap (completely
randomized design) dengan model matematika sebagai berikut:
Yij ? ? ? ? i ? ? ij
dimana :
Yij
= nilai pengamatan dari perlakuan ke-I pada ulangan ke-j
?
?
= rata-rata harapan di taksir oleh ? ? Y ..
?
= pengaruh (effect) perlakuan ke-I, ditaksir oleh ?ˆi ? Yi. ? Y ..
? ij
= kesalahan percobaan karena adanya acak perlakuan ke- i
pada ulangan ke-j ditaksir oleh ?ˆ ij ? y ij ? Yi.
Data hasil pengamatan ditabulasikan kedalam tabel berikut :
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran
Ulangan
Perlakuan
1
2
…j
A
B
C
D
y11
y21
y31
y41
y12
y22
y32
y42
…y1j
…y2j
…y3j
…y4j
Dari Tabel 1. datanya diolah
…r
…y1r
…y2r
…y3r
…y4r
Total
Total
Y1.
Y2.
Y3.
Y4.
Y..
Rata-rata
Y
Y
Y
Y
Y
1.
2.
3.
4.
..
dengan menggunakan analisis
keragaman seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. berikut ini
37
Tabel 2. Tabel Analisis Ragam dengan RAL.
Sumber Variasi
DB
SS
MS
Perlakuan
Galat
Total
t-1
t(r-1)
tr-1
SSp
SSe
SSt
MSp = SSp/(t-1)
Mse = SSe/t(r-1)
-
F-hitung
MSp/Mse
38
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Rata-rata hasil pengukuran tinggi
anakan A. mangium Willd dari 4
(empat) perlakuan 10 ulangan dengan 6 kali pengukuran dapat dilihat tabel berikut
ini.
Tabel 3. Rata-rata Hasil pengukuran tinggi anakan Akasia (A. mangium Willd)
dengan 4 (empat) Perlakuan
Rata-rata Tinggi (cm)
Perlakuan
1
2
3
4
5
6
C0
8,50
10,40
12,30
13,50
15,20
17,50
C1
8,50
10,90
13,00
14,80
17,10
19,50
C2
8,20
10,00
12,90
15,80
18,50
22,30
C3
8,60
10,10
12,80
15,20
17,80
20,20
Untuk lebih jelasnya hasil pertambahan tinggi anakan Akasia yang diukur
setiap 2 (dua) minggu selama 6 (enam) kali dengan menggunakan perlakuan
media tanam yang berbeda dituangkan dalam gambar berikut ini.
25.00
Tinggi (cm)
20.00
C0
15.00
C1
10.00
C2
5.00
C3
0.00
1
2
3
4
5
6
Gambar 1. Rata-rata Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (A. mangium Willd)
dengan Media Tumbuh yang Berbeda
39
Sedangkan data pertambahan tinggi anakan Akasia setelah diukur selama 6
(enam) kali dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pertambahan tinggi anakan Akasia (A. mangium Willd) dengan media
tumbuh yang berbeda
Perlakuan
No.
C0
C1
C2
C3
I
II
II-I
I
II
II-I
I
II
II-I
I
II
II-I
1
8
18
10
8
21
13
8
23
15
8
18
10
2
11
22
11
11
22
11
7
21
14
9
22
13
3
10
19
9
8
18
10
7
20
13
8
19
11
4
6
14
8
9
22
13
9
25
16
9
22
13
5
7
15
8
8
18
10
8
22
14
7
21
14
6
8
15
7
7
20
13
9
22
13
9
19
10
7
9
17
8
7
18
11
9
23
14
8
20
12
8
8
16
8
9
17
8
7
19
12
7
19
12
9
9
20
11
10
20
10
8
24
16
11
22
11
10
9
19
10
8
19
11
10
24
14
10
20
10
Jumlah
85
175
90
85
195
110
82
223
141
86
202
116
Rataan 8,50 17,50 9,00 8,50 19,50 11,00 8,20 22,30 14,10 8,60 20,20 11,60
Untuk lebih jelasnya hasil pertambahan tinggi anakan Akasia dengan
menggunakan media tanam yang berbeda dituangkan dalam gambar seperti
terlihat dibawah ini.
Gambar 2. Pertambahan Tinggi anakan Akasia (Acacia mangium Willd)
40
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan media tanam yang berbeda
terhadap pertambahan
tinggi dilakukan analisis secara statistik dengan
menggunakan uji F. Hasilnya seperti Tabel 5.
Tabel 5.
Analisis Keragaman Pengaruh Media Pertumbuhan Terhadap
Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (A. mangium Willd)
SUMBER VARIASI
SS
Perlakuan
df
MS
132,475
3
44,16
Error
75,3
36
2,09
Total
207,775
39
F
F crit
21,11**
2,87
** berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %
Hasil uji F menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan
95%, untuk menjelaskan hasil uji tersebut dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan beda nyata terkecil seperti pada tabel berikut:
Tabel 6. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pengaruh Perlakuan Media tumbuh
terhadap Pertambahan tinggi
No.
Perlakuan
Rata-rata
Notasi
1
C0
9,00
a
2
C1
11,00
b
3
C3
11,60
cb
4
C2
14,10
d
Nilai BNT = 1,2956 (level 95 %)
Keterangan
41
B. Pembahasan
Berdasarkan data hasil pengukuran tinggi terakhir anakan Akasia (A.
mangium Willd) dengan menggunakan 10 anakan diketahui bahwa perlakuan
media tanam tanpa kompos (C0) tingginya berada diantara 6 cm - 22 cm, media
tanam dengan perbandingan tanah dan kompos berbanding 75% : 25% (C1)
tingginya berada antara 17 cm - 22 cm, media tanam dengan perbandingan tanah
dan kompos 50% : 50% (C2) tingginya berada antara 19 cm - 25 cm sedangkan
media tanam dengan perbandingan tanah dan kompos 25% : 75% (C3) diketahui
tinggi anakan berada diantara 18 cm - 22 cm. Untuk lebih jelasnya dapat dilhat
pada Lampiran 1.
Pada Tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata pengukuran tinggi anakan
Akasia (A. mangium Willd) dengan media tumbuh yang dicampur dengan kompos
memberikan respon positif
terhadap pertumbuhan tinggi anakan Akasia (A.
mangium Willd). Hal ini juga terlihat pada Gambar 1 yaitu pertumbuhan anakan
yang tumbuh pada perlakuan C2, C3 dan C1 (media tanam dengan dicampur
kompos) terlihat kenaikan grafiknya cenderung naik tajam, tetapi untuk media C0
(tanpa dicampur kompos) kenaikan grafiknya agak lebih rendah.
Media tumbuh sangat mempengaruhi pertambahan pertumbuhan tinggi
anakan Akasia (A. mangium Willd). Hasil perhitungan pertambahan tinggi setelah
12 minggu diketahui bahwa perlakuan media tumbuh yang diberi campuran
kompos rata–rata pertambahan tingginya lebih besar dibandingkan yang tanpa
diberi kompos seperti terlihat pada Tabel 4. Pengaruh keragaman itu semakin
nampak apabila diperhatikan pada Gambar 2. Pertambahan tinggi anakan Akasia
42
(A. mangium Willd) selama 12 (dua belas) minggu terlihat bahwa pada media C2
memberikan respon pertambahan tinggi anakan Akasia yang lebih baik
dibandingkan dengan C3, C1 dan C0.
Berdasarkan Analisis keragaman
pengaruh media tanam terhadap
pertambahan tinggi anakan Akasia (A. mangium Willd) sebagaimana tertera Tabel
4, menunjukan pengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 % dan berdasarkan
Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada Tabel 6. terlihat bahwa pengaruh perlakuan
media tumbuh terhadap pertambahan tinggi jika dibandingkan antar perlakuan
responnya tidak sama, C0 jika dibandingkan dengan C1, C2 dan C3 menunjukan
perbedaan nyata sedangkan respon C1 terhadap pertambahan tinggi bila
dibandingkan bila dibandingkan dengan C3 menunjukan perbedaan tidak nyata.
Ini berarti perlakuan C1 secara analisis varian memberikan respon pertambahan
tinggi yang tidak berbeda. Perlakuan C2 adalah perlakuan yang memiliki rata-rata
respon tertinggi, hal
ini didukung pula secara
analisa statistik dengan
menggunakan rancangan acak lengkap.
Hal ini sesuai pendapat
Anonim (2009), bahwa penambahan kompos
kedalam media tumbuh akan menghasilkan respon positif terhadap tanaman
karena kompos identik dengan multi- vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu
43
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui
dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
1.
Penggunaan media
tumbuh
Kesimpulan
berupa
campuran
kompos
dan
subsoil
memberikan respon positif terhadap pertambahan tinggi anakan Akasia
(Acacia mangium Willd)
2.
Rata-rata pertambahan tinggi anakan Akasia dengan media tumbuh C0
sebesar 9,0 cm, C1 sebesar 11,0 cm dan C2 sebesar 14,1 cm serta C3 sebesar
11,6 cm
3.
Berdasarkan hasil uji F dengan menggunakan rancangan pola acak lengkap
sederhana dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) diketahui
media tumbuh dengan campuran kompos dan subsoil ( 50% : 50%) atau C2
memberikan respon pertambahan tinggi anakan Akasia yang lebih baik,
kemudian C3 (media tumbuh campuran perbandingan 25% subsoil dengan
75% kompos), C1 (media tumbuh campuran perbandingan 75% subsoil
dengan 25% kompos) dan respon pertambahan yang terendah adalah C0
(media tumbuh subsoil murni).
B. Saran-saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan antara lain aplikasi penggunaan kompos
untuk penanaman akasia di lapangan.
2.
Penelitian yang serupa dipandang perlu dikembangkan untuk jenis pohonpohon komersil lainnya.
45
3.
Untuk mendapatkan pertambahan tinggi yang besar, media tumbuh yang
digunakan utnuk anakan Akasia adalah
media tumbuh dengan campuran
kompos (buatan Laboratorium Persemaian Jurusan Pengelolaan Hutan) dan
subsoil ( 50% : 50%)
46
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/kompos”
Anonim, 1982. Potensi dan Penyebaran Kayu Komersial di Indonesia Meranti
merah. Buku 7 Departemen Kehutanan.
Anonim, 2011e. The Family papilionidae. (terhubung berkala).
http://en.wikipedia.org/wiki/Swallowtail Acacia mangium Willd (07 April 2011)
Anonim, 1980. Pedoman Pertumbuhan Tanaman. Direktorat Jendral Kehutanan
Jakarta.
Anonim, 1994. Penanaman Jenis – Jenis Kayu Komersial. Badan LITBANG
Departemen Kehutanan
Baker, 1950. Principle of silviculture. Mc. Graw Hill Book Company Inc,
NewYork.
Bukman dan Brady, 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Prof. Dr. Soegiman. PT.
Baratara Karya Aksara, Jakarta
Coster, CH. 1979. Perkembangan Muda Perakaran Tujuh Puluh Pohondan Pupuk
Hijau. Terjemahan Soedarwono Hardjosoediro. Yayasan Pembinan Fakultas
Kehutanan Universitas Gajahmada. Yogjakarta.
Danaatmaja, 1989. Buku Pegangan Mahasiswa Politeknik Pertanian Tanaman
Hutan Semester II dan III, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Universitas Padjadjaran, Bandung.
Dipodiningrat, B.S. 1985. manajemen Hutan. Organisasi dan Tata Laksana
Pengusahaan. Yayasan Pembinaan Fakultas Kehutanan Unuversitas Gajah
mada.
Djuarnani, N., Kristian dan B. S. Setiawan. 2006. Cara Cepat Membuat Kompos.
Agromedia Pustaka Jendela Komunitas Pertanian, Jakarta.
Endang, 1990. Manajemen Hutan. Departemen Pendidikan dan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Universitas Padjajaran Bandung.
Isroi,
2008. Makalah Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, Bogor. (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos.
Keong, TC. 1982. Introduction to Plantation Species Acacia mangium Willd.
Sabah.
47
Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos (edisi Revisi) Penerbit PT.Penebar
Swadaya Jakarta.
Sindusuwarno dan Utomo, 1979. Acacia mangium WILLD Jenis Pohon yang
Belum Banyak Dikenal. Duta Rimba. Jakarta.
Soekotjo, 1976. Diktat Silvika. Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi IPB.
Bogor.
Soetrisno, 1996. Diktat Kuliah Silvika. Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda.
Suharlan dan Soediono, 1973. Ilmu Ukur Kayu. Lembaga Penelitian Hutan
Bogor, Bogor. Obor Jakarta.
Susanti, 1996. Stud i Tentang Tinggi dan Diameter Tanaman Acacia mangium
Willd Umur Tahun di Arboretum POLITANI Unmul Samarinda Karya
Ilmiah Samarinda Mahasiswa (Tidak diterbitkan).
Tjitrosomo, S. 1984. Botani 1 dan 2. Masalah akar dan Tanah. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
.
48
Lampiran 1. Data hasil Pengukuran tinggi anakan Akasia (Acacia mangium
Willd) dengan 4 (empat) perlakuan untuk media tanam
Perlakuan
C0
C1
C2
C3
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
8
11
10
6
7
8
9
8
9
9
8
11
8
9
8
7
7
9
10
8
8
7
7
9
8
9
9
7
8
10
8
9
8
9
7
9
8
7
11
10
2
10
14
12
8
9
8
10
10
12
11
10
12
10
12
10
10
10
11
13
11
9
9
8
11
10
11
11
9
10
12
9
10
10
10
9
11
10
8
12
12
Tinggi (cm)
3
4
12
14
16
18
13
15
10
11
11
12
10
11
12
12
12
13
14
15
13
14
13
15
15
17
11
13
13
15
13
15
13
14
12
13
12
14
15
16
13
16
13
16
11
13
11
15
14
16
13
17
14
17
13
16
11
14
13
16
16
18
12
14
12
16
13
15
14
16
12
16
13
14
12
14
12
14
14
17
14
16
5
16
19
17
13
14
13
14
14
16
16
19
19
15
18
16
17
16
15
19
17
19
17
18
19
19
19
19
16
19
20
16
19
17
19
18
17
18
17
19
18
6
18
22
19
14
15
15
17
16
20
19
21
22
18
22
18
20
18
17
20
19
23
21
20
25
22
22
23
19
24
24
18
22
19
22
21
19
20
19
22
20
49
Lampiran 2. Uji F Pertambahan Tinggi Anakan Akasia (Acacia mangium
Willd)
Perlakukan
No.
C0
C1
C2
C3
1
10
13
15
10
2
11
11
14
13
3
9
10
13
11
4
8
13
16
13
5
8
10
14
14
6
7
13
13
10
7
8
11
14
12
8
8
8
12
12
9
11
10
16
11
10
10
11
14
10
90
110
141
116
Jumlah
9,00
11,00
14,10
11,60
Rataan
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups
C0
C1
C2
C3
ANOVA
Source of
Variation
Count
10
10
10
10
SS
Sum
90
110
141
116
df
Average Variance
9
2
11 2,666667
14,1 1,655556
11,6 2,044444
MS
F
Between Groups
Within Groups
132,475
75,3
3 44,15833 21,11155
36 2,091667
Total
207,775
39
Pvalue
F crit
4,61E08 2,866266
Download