pengelolaan pembelajaran sikap demokratis di smp - journal-ums

advertisement
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN SIKAP DEMOKRATIS
DI SMP MUHAMMADIYAH 1 KARTASURA
Nur Chayati *, Eko Supriyanto**, dan M. Yahya ***
*
Alumnus Prodi MMP Pascasarjana UMS
**
Dosen Tetap FKIP UMS
***
Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl.A.Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta
[email protected]
ABSTRACT
he purpose of this study were to determine: 1) Democratic values that the
students developed in junior high school Muhammadiyah 1 of Kartasura
students; 2) Learning strategy of democratic attitude in junior high school
Muhammadiyah 1 of Kartasura; 3) Factors to be an obstacle in the
learning of democratic attitudes in junior high school Muhammadiyah 1 of
Kartasura.
The study was conducted in junior high school Muhammadiyah 1 of Kartasura, with the
kind of qualitative research. Data obtained by the method of interviewing, observation
methods, and documentation. Data analysis methods used in this study is an interactive
data analysis by using three main components, namely data reduction, presentation of
data and drawing conclusions and also verification. While the data used to test the
validity of the triangulation method.
From interviews combined with observation and documentation of results, obtained
results that: 1) The attitude of the developed democracies are attitudes based on values of
openness, equality and the value of cooperation based on mutual respect; 2) Learning
strategy of democratic attitude implemented by creating a democratic learning situation,
get creative and open thinking and courage found. Implementation of learning strategies
in developing the values of openness, equality and the value of cooperation through
contextual learning strategies, inquiry and cooperative learning strategies. Evaluations
democratic attitude of learning carried out after the learning process by looking at
changes in behavior illustrates the extent to which the values that have been developed
can be accepted and applied by the students. Evaluation conducted by the guidance
counselor and teacher of all subjects, with an intensive observation and through direct
inquiries to the responses of students on a case. Assessment results in the form of
presentation in the form of quantitative assessment (score or number) and a qualitative
assessment of verbal statements that are descriptive; 3) constraint in democratic attitude
of learning is the unpreparedness of principals and teachers in implementing the changes
to learning in developing democratic values, there is limited infrastructure and also lack
of family support and people to introduce democratic values.
T
Keywords: learning, attitude, democracy
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
20
PENDAHULUAN
Permasalahan
di
bidang
pendidikan yang dialami bangsa
Indonesia pada saat ini adalah
berlangsungnya pendidikan yang
kurang bermakna bagi pembentukan
watak kepribadian siswa, hal itu
mengakibatkan kemerosotan kualitas
kepribadian serta kesadaran sebagai
warga negara yang baik.
Sikap
demokratis
sangat
diperlukan dalam pemerintahan
Indonesia
yang
demokratis.
Perkembangan baru menunjukkan
bahwa demokrasi tidak hanya
dipahami
sebagai
bentuk
pemerintahan dan sistem politik,
tetapi demokrasi dipahami sebagai
sikap hidup atau pandangan hidup
demokratis. Demokrasi membutuh
kan usaha nyata dari setiap warga
maupun penyelenggara negara untuk
berperilaku
sedemikian
rupa
sehingga mendukung pemerintahan
atau sistem politik demokratis
(Winarno, 2007: 97).
Dalam
kaitannya
dengan
pembentukan warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab,
guru memiliki peranan yang strategis
dan penting, yaitu membentuk sikap
siswa dalam berperilaku keseharian,
bersifat idealis, legislatif dan
normatif. Penyebab lainnya yaitu
guru dalam proses belajar mengajar
di kelas bersifat indokrinatif dan
kurang melibatkan partisipasi siswa.
Hal ini disebabkan materi yang lebih
teoritis daripada praktis, sehingga
menimbulkan kesenjangan antara
teori yang diajarkan di kelas dengan
realitas yang terjadi di luar kelas.
Proses pembelajaran yang
mampu
menumbuhkan
dan
mengembangkan
nilai-nilai
demokratis
masih
mengalami
berbagai kendala sehingga kualitas
lulusan yang diharapkan memiliki
sehingga diharapkan setiap individu
mampu menjadi pribadi yang baik.
Tugas guru bukan sekedar transfer of
knowledge tetapi juga transfer of
value. Nilai-nilai yang ditanamkan
guru kepada para siswa bertujuan
untuk memberi pencerahan jiwa
dalam berbagai aspek seperti
memupuk
jiwa
demokrasi
kemanusiaan, mengembangkan sikap
jujur, adil dan lain-lain.
Munculnya berbagai fenomena
merosotnya komitmen masyarakat
terhadap etika berdemokrasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara,
perilaku
kekerasan,
pemaksaan
kehendak
dan
menurunnya
penghormatan terhadap pemerintah
menjadi keprihatinan kita semua. Di
kalangan remaja dan pelajar,
merosotnya nilai-nilai demokrasi
terlihat dari beberapa kejadian dan
perilaku yang sering dijumpai di
media massa. Fenomena seperti itu
dapat
dilihat
dengan
adanya
perkelahian antar pelajar, demokrasi
yang anarkis dan sikap otoriter dari
para pemimpin.
Kegagalan dalam penanaman
sikap demokratis disebabkan materi
pelajaran khususnya pendidikan
kewarganegaraan
yang
masih
nilai-nilai luhur masih belum
memuaskan. Hal ini terjadi karena
masih minimnya pemahaman guru
dan pihak sekolah dalam meng
integrasikan nilai-nilai demokrasi ke
dalam setiap mata pelajaran,
hambatan-hambatan guru dan kepala
sekolah dalam upaya pembinaan
nilai-nilai tersebut dan penerapan
sangsi
terhadap
siswa
yang
melanggar belum optimal.
Peran media massa, televisi,
internet, video dan media lain juga
sangat berpengaruh dalam perilaku
siswa. Siswa dihadapkan pada
tontonan yang menayangkan serta
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
21
mengenalkan nilai-nilai yang sangat
bertolak belakang dengan nilai
demokrasi di kelas. Misalkan di
sekolah diajarkan tentang kesadaran
berdemokrasi, bagaimana meng
hormati hak orang lain, musyawarah
mufakat, tetapi media massa justru
mengekspos hal yang sebaliknya
seperti tindakan kekerasan, main
hakim sendiri, unjuk rasa yang
brutal, wakil rakyat yang saling
memukul didalam sidang dan lainlain.
Suatu
hal
yang
harus
diciptakan
di
sekolah
dalam
penanaman sikap demokrasi salah
satunya adalah dengan membangun
suasana demokratis yaitu menghargai
hak-hak
orang
lain
dalam
menyampaikan pendapat dan saran,
berekspresi, berkreasi. Suasana di
sekolah haruslah suasana yang
menunjukkan adanya kebebasan
mengeluarkan pendapat sesuai sopan
santun demokrasi. Adanya suasana
demokratis di lingkungan sekolah
akan memberi pengaruh pada
perkembangan sikap demokratis
terutama sikap saling menghargai
dan saling memaafkan.
Untuk
mengembangkan
demokrasi maka perlu masyarakat
belajar hidup berdemokrasi, proses
belajar berdemokrasi akan lebih
lancar dan terarah bila dimulai sejak
masa taman kanak-kanak selama di
sekolah. Lebih lanjut dikatakan
bahwa pembelajaran demokrasi di
sekolah hanya akan berjalan dengan
baik dan lancar bila guru atau
pendidik
yang
mengajarkan
demokrasi, hidup dan bersikap
demokratis dalam tugas mereka.
Dengan demikian penanaman
sikap demokratis perlu dilaksanakan
baik di sekolah maupun di luar
sekolah
yang
membutuhkan
kemampuan dan partisipasi keluarga,
sekolah dan masyarakat. Di sekolah
pembelajaran sikap demokrasi dapat
diaktualisasikan melalui organisasiorganisasi yang ada di sekolah,
sebagai wahana mengembangkan
budaya demokrasi yang dapat
diwujudkan dalam bentuk perilaku
siswa sehari-hari.
Menurut Henry E. Garret
(Sagala, 2010:13) belajar merupakan
proses yang berlangsung dalam
jangka waktu lama melalui latihan
dan pengalaman yang membawa
kepada perubahan diri dan perubahan
cara mereaksi terhadap suatu
perangsang tertentu. Proses belajar
terjadi apabila tanpa tanda-tanda
bahwa perilaku manusia berubah
sebagai akibat terjadinya proses
pembelajaran.
Dalam teori behaviorisme
proses belajar dapat terjadi dengan
baik apabila siswa ikut terlibat secara
aktif di dalamnya. Belajar yang
hanya
mengandalkan
indera
pendengaran mempunyai beberapa
kelemahan, seperti kata mutiara yang
diberikan filosofi kenamaan dari
Cina, Konfisius (dalam Zaini, dkk,
2004:xvii), yaitu:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham
Pembelajaran selalu meng
hasilkan suatu perubahan pada
seseorang yang belajar. Perubahan
mungkin menuju lebih baik atau juga
menuju lebih buruk, sengaja atau
tidak sengaja. Untuk memiliki
klasifikasi pembelajaran, perubahan
ini
harus
dihasilkan
oleh
pengalaman, oleh interaksi seseorang
dengan
lingkungannya.
Jadi
pembelajaran merupakan perubahan
oleh pengalaman, dan merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
merespon suatu situasi tertentu.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
22
Mengajar bukan hanya sebagai
proses
penyampaian
ilmu
pengetahuan kepada peserta didik,
yang hanya menempatkan peserta
didik sebagai obyek belajar dan guru
sebagai subyek, tetapi mengajar
diartikan lebih dalam sebagai proses
pengaturan lingkungan agar peserta
didik belajar. Makna belajar dalam
konteks di atas bukan sekedar
menumpuk pengetahuan tapi lebih
merupakan proses perubahan tingkah
laku melalui pengalaman belajar.
Demi
mewujudkan
peng
elolaan kegiatan belajar mengajar di
kelas, guru tidak hanya dituntut
dalam pengaturan belajar, fasilitas
fisik dan rutinitas, tetapi juga
menyiapkan kondisi kelas dan
lingkungan sekolah agar tercipta
kenyamanan dan suasana belajar
yang efektif. Pengaturan metode,
strategi dan kelengkapan dalam
pengajaran adalah bagian dari
kegiatan pengelolaan pembelajaran
(Tim
Dosen
Administrasi
Pendidikan, 2010:103).
Dalam pengembangan nilainilai
demokrasi,
guru
perlu
melaksanakan strategi pembelajaran
yang mampu mendorong emosi atau
perasaan peserta didik agar menjadi
seimbang, stabil dan matang. Strategi
yang dapat dilaksanakan untuk
pengembangan aspek afektif peserta
didik
antara
lain
strategi
pembelajaran kontekstual, strategi
pembelajaran
inkuiri,
strategi
pembelajaran berbasis masalah,
strategi
pembelajaran
berbasis
masalah,
strategi
pembelajaran
kooperatif,
serta
strategi
pembelajaran ekspositori (Adisusilo,
2012:90).
Nilai
demokrasi
perlu
ditanamkan
melalui
kegiatan
menghargai perbedaan yang tahap
demi
tahap
diarahkan
pada
pertanggungjawaban yang benar dan
sesuai dengan nalar. Melalui bidang
studi sosial dapat ditanamkan jiwa
dan
nilai
demokrasi,
dalam
pembelajaran siswa diajak untuk
menerima perbedaan pendapat secara
wajar, jujur dan terbuka serta dididik
untuk
membuat
kesepahaman
bersama secara terbuka dan saling
menghormati.
Pembelajaran sikap demokratis
berarti siswa ditanamkan sikap untuk
menghargai
keberagaman
dan
perbedaan satu sama lain. Dalam
pembelajaran itu anak diajak untuk
terbuka dan berani mengakui dan
menerima bahwa pendapatnya belum
tentu atau tidak dapat digunakan
pada saat itu, atau dengan kata lain
anak didik dalam forum demokrasi
tidak dapat memaksakan kehendak
satu sama lain. (Zuriah, 2008:49).
Pembelajaran sikap
dapat
dikembangkan dengan optimal di
sekolah dengan mengajak peserta
didik memahami natural settings
dari
masalah-masalah
ke
masyarakatan dan menempat kan
dalam proporsinya, serta merumus
kan
teknik-teknik
pemecahan
masalah yang dapat memunculkan
ketrampilan sosial siswa seperti
keterampilan
berkomunikasi,
bernegosiasi, berkompromi dan lainlain. Guru dapat melatih anak didik
agar mampu mengembangkan nilainilai demokrasi melalui berbagai
model pembelajaran antara lain: 1)
Students
Teams
Achievement
(STAD)
akan
efektif
untuk
memotivasi
siswa
untuk
mengembangkan
ketrampilanketrampilan afektif antara lain
kerjasama, saling membantu, saling
menghargai dan tanggung jawab; 2)
Teams-Games-Tournament (TGT)
akan efektif untuk mengembangkan
sikap afektif siswa antara lain
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
23
tanggung
jawab
individual,
berdasarkan akan persamaan hak dan
kerjasama; 3) Jigsaw II, sikap afektif
yang dapat dikembangkan dalam
model Jigsaw II ini antara lain:
kemandirian,
keberanian
mengeluarkan pendapat, tanggung
jawab bersama; 4) Team Accelerated
Instruction (TAI), model pemberian
TAI akan dapat mendorong siswa
untuk
saling
membantu
dan
menumbuhkan tanggung jawab
individual dan kesadaran akan
kesempatan yang sama untuk
berhasil; 5) Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC),
model
CIRC
efektif
untuk
mengembangkan nilai persaudaraan,
saling menghargai, kerjasama dan
tanggung jawab
Kualitas pembelajaran khususnya pada mata pelajaran yang
bercorak afektif dirasa masih perlu
perbaikan. Kekurangan utama dalam
proses pembelajaran yang sekarang
ini adalah belum mampu hasil
pembelajaran memberikan outcome
yang
berdimensi
knowledge,
sekaligus afektif dan sekaligus juga
psikomotorik (Supriyanto, 2009:19).
Pembelajaran masih terbatas pada
interaksi material semata.
Sikap sangat dipengaruhi oleh
faktor perasaan atau emosi serta
reaksi atau kecenderungan untuk
bereaksi. Sikap merupakan penentu
yang penting dalam tingkah laku
manusia. Tiap orang mempunyai
sikap yang berbeda-beda terhadap
sesuatu
perangsang,
hal
ini
disebabkan oleh berbagai faktor yang
ada dalam individu masing-masing
misalnya disebabkan perbedaan
bakat,
minat,
pengalaman,
pengetahuan, intensitas perasaan dan
juga situasi lingkungan.
Sikap merupakan kemampuan
internal yang berperan sekali dalam
mengambil tindakan, lebih-lebih bila
terbuka berbagai kemungkinan untuk
bertindak.
Mengambil
sikap,
bertahan dalam sikap tertentu atau
berubah sikap, semuanya memegang
peranan penting dalam kehidupan
manusia dan merupakan sumber
energi mental (Winkel, 2007:118).
Pendidikan budi pekerti dalam
rangka membentuk sikap positif
siswa di sekolah dapat dilakukan
melalui dua pendekatan (Suwandi,
dalam Suyanto dan Abbas, 2001:45)
yaitu pendekatan pengintegrasian
dan pendekatan role-modelling dan
imitasi. Pendekatan integratif ke
dalam mata pelajaran yang memiliki
pokok bahasan yang sesuai dapat
dilakukan
melalui
penambahan
materi pada mata pelajaran yang
dititipi dan atau melalui metode
mengajar yang akan digunakan guru.
Sedang
pendekatan
kedua
menekankan pada aspek keteladanan
para guru, hal ini dikarenakan tugas
guru bukan hanya pengajar tapi juga
pendidik.
Nilai-nilai demokrasi menurut
Cipto (dalam Taniredja, 2009: 59)
meliputi: 1) Kebebasan menyatakan
pendapat;
2)
Kebebasan
berkelompok;
3)
Kebebasan
berpartisipasi; 4) Kesetaraan antar
warga; 5) Rasa percaya; 6)
Kerjasama.
Di
sekolah
pendidikan
demokrasi bisa diaktualisasikan
melalui organisasi-organisasi yang
ada di sekolah. Di sekolah demokrasi
bisa diajarkan melalui PKn yaitu
mata pelajaran yang digunakan
sebagai
wahana
untuk
mengembangkan dan melestarikan
nilai luhur yang berakar pada budaya
bangsa Indonesia yang diharapkan
dapat diwujudkan dalam bentuk
perilaku dalam kehidupan sehari-hari
para siswa.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
24
Tony
Fitzpatrick,
2008
menyimpulkan bahwa pendidikan
merupakan tempat pelatihan untuk
membina warganegara yang baik
dengan
membina
kematangan
emosional, keterampilan sosial,
kemampuan
komunikatif
dan
kompetensi
kewarganegaraan.
Pendidikan
dalam
mendidik
demokrasi
melalui
proses
pembelajaran
yang
mendorong
keberanian berbicara, membuat
keputusan dan saling menghargai,
sikap rasional dalam forum debat dan
berlatih dengan debat interaktif.
Pembelajaran demokrasi di sekolah
perlu ditingkatkan melalui praktek
demokrasi dalam pemilihan dan
komite
sekolah
agar
dapat
menghasilkan anak didik yang
demokratis serta berpikiran kritis.
Serta perlunya kesadaran akan
persamaan gender dengan gerakan
perempuan dengan lebih banyak lagi
keterlibatannya dalam kegiatan baik
dalam politik dan sosial. Maka tugas
pendidikan adalah untuk memperluas
dan
melestarikan
kemampuan
berpikir kritis para siswa sehingga
dapat tumbuh menjadi orang dewasa
yang
sadar
akan
hak
dan
kewajibannya.
Eikenberry, dkk, 2009 dalam
penelitiannya
yang
berjudul
Improving Quality and Creating
Democracy in the Classroom
menyimpulkan
bahwa
gagasan
demokrasi dalam praktek di kelas,
diharapkan akan dapat dilakukannya
pula di luar kelas. Untuk mendorong
partisipasi sebagai warganegara perlu
model pembelajaran demokrasi
dengan partisipasi aktif di dalam
kelas. Di dalam kelas guru harus
menetapkan perbedaan pendapat
merupakan cerminan kondisi dalam
masyarakat yang memerlukan nilainilai
demokrasi
untuk
dapat
menyatukan pikiran. Guru harus
dapat menciptakan kelas yang
demokratis dengan mengungkapkan
dinamika
kekuasaan
dan
memberdayakan
siswa
untuk
memiliki kontrak lebih atas kelas dan
belajar mandiri. Cara yang dapat
dilakukan dengan secara teratur
meminta siswa untuk memberi
masukan pada guru terhadap proses
pembelajaran dan meminta siswa
untuk mengambil keputusan bersama
yang berkaitan dengan problem
kelas.
Yilmaz,
(2009)
dalam
penelitiannya menjelaskan tentang
hubungan demokrasi dan pendidikan
menyimpulkan
bahwa
sekolah
diharapkan untuk memainkan peran
sentral
dalam
mewujudkan
demokrasi dan memungkinkan guru
untuk terlibat tidak hanya dalam
pelatihan individu, tapi dalam
pembentukan kehidupan sosial yang
tepat. Seorang guru didedikasikan
untuk
pendidikan
demokratis
mencoba untuk membuka jalan bagi
pemberdayaan warga yang bebas dan
setara, orang-orang yang bersedia
dan mampu berbagi bersama untuk
membentuk masyarakat mereka
sendiri.
Upaya
guru
untuk
meningkatkan warga yang baik dapat
terwujud di sekolah yang demokratis
yang mendukung kebebasan berpikir,
berpendapat dan mendorong berpikir
kritis dan refleksi pada berbagai ide,
pendapat, dan kebijakan. Siswa
diharapkan untuk mengembangkan
sikap positif terhadap demokrasi,
berpartisipasi aktif dan menjadi
warga negara yang kritis, bijaksana
dan reflektif yang terlibat aktif dalam
isu-isu publik untuk perbaikan
bersama.
Tantangan
dan
hambatan
dalam
pendidikan
demokrasi
menurut (Zamroni, 2001:22) adalah
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
25
pendidikan politik yang bersifat
indontrinatif, para siswa mengikuti
kegiatan seremonial dalam bentuk
upacara dengan penuh keterpaksaan.
Pelajaran yang diterima di kelas
tidak cocok dengan realitas yang ada
di
masyarakat.
Pendidikan
kewarganegaraan dipenuhi dengan
doktrin dan berbagai informasi yang
tidak diperlukan, yang harus dihafal
tanpa memahami makna sebenarnya.
Sebab, apabila siswa memahami
doktrin yang dipelajari maka akan
diketemukan bahwa apa yang
dipelajari berbeda dengan apa yang
ada di masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan tentang nilai-nilai
demokrasi siswa yang dikembangkan
di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura,
mendeskripsikan
strategi
pembelajaran sikap demokratis di
SMP Muhammadiyah 1 Kartasura
dan mendeskripsikan faktor-faktor
yang menjadi kendala dalam
pembelajaran sikap demokratis di
SMP Muhammadiyah 1 Kartasura.
Manfaat yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah diperolehnya
diskripsi nyata di lapangan tentang
pengelolaan pembelajaran sikap
demokratis di SMP Muhammadiyah
1 Kartasura.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh
gambaran
secara
mendalam tentang pembelajaran
sikap demokratis di sekolah dengan
penelitian
studi
kasus
yang
menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan
kualitatif
dianggap
sesuai untuk mengkaji permasalahan
dalam penelitian ini karena hal-hal
yang
diamati
langsung
pada
permasalahan aktual yang dihadapi
saat ini. Teknik pengumpulan data
yang dipergunakan adalah observasi,
wawancara dan studi dokumentasi.
Analisis data menggunakan
analisis data interaktif yang meliputi
tiga komponen yaitu reduksi data,
sajian data dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi untuk memperoleh
gambaran yang jelas tentang
pengelolaan pembelajaran sikap
demokratis di SMP Muhammadiyah
1 Kartasura. Teknik keabsahan data
meliputi perpanjangan keikutsertaan,
triangulasi data, audit trail dan
member check.
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Sikap demokratis merupakan
salah satu aspek psikologis yang
merupakan hal penting dalam
perbuatan siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Sikap demokratis yang
dimiliki siswa akan memberi arah
pada tindakannya dalam berinteraksi
di
lingkungannya,
bagaimana
mengambil
tindakan
terhadap
masalah yang dihadapinya.
Pembelajaran sikap demokrasi
yang
dilaksanakan
di
SMP
Muhammadiyah 1 Kartasura untuk
mengembangkan nilai keterbukaan,
nilai persamaan dan nilai kerjasama
yang dilandasi prinsip saling
menghargai. Nilai keterbukaan yang
dikembangkan antara lain dengan
melatih siswa untuk bebas berbicara,
mengemukakan pendapat. Nilai
persamaan dikembangkan dengan
melatih
siswa
untuk
mampu
memperlakukan orang lain sebagai
manusia yang mempunyai manfaat
yang sama, serta menghargai
perbedaan.
Sedangkan
nilai
kerjasama dikembangkan melatih
sikap
toleran
dan
mampu
menghargai orang lain.
Yang
terpenting
dalam
penanaman sikap demokratis adalah
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
26
siswa tidak menganggap dirinya
yang paling benar serta berani
menerima kenyataan apabila kalah
dalam
persaingan.
Permusuhan
terjadi karena nilai demokrasi
tersebut tidak ada dalam diri siswa,
egoisme
dalam
berpikir
dan
berperilaku harus diarahkan agar
kelak siswa tidak menjadi orang
yang liar, brutal serta bertindak yang
anarkis.
Nilai demokrasi akan terbentuk
dalam sikap perilaku apabila guru
memberi kesempatan kepada para
siswanya
untuk
bebas
menyampaikan
pendapat
tanpa
tekanan dan kebebasan untuk
berkelompok dan berpartisipasi aktif
dalam kegiatan sekolah baik intra
maupun ekstrakurikuler. Kebebasan
yang bertanggung jawab adalah nilai
demokrasi yang utama, serta
kemampuan bekerjasama dalam
suatu tim, sikap menghormati
perbedaan dengan penuh toleransi.
Sikap demokrasi akan terlihat dari
perilaku siswa yang menghormati
pendapat orang lain, tidak berburuk
sangka, tidak menghina pendapat
lain serta kemampuan siswa untuk
berbuat baik kepada orang lain.
Pembelajaran sikap demokratis
dilaksanakan untuk mengembangkan
nilai keterbukaan, nilai persamaan
dan nilai kerjasama yang dilandasi
prinsip saling menghargai. Nilai-nilai
demokrasi
lebih
efektif
dikembangkan dengan dukungan
situasi belajar yang demokratis. Guru
perlu
menghayati
nilai-nilai
demokrasi yang akan dikembangkan
dan melaksanakan sikap demokratis
dalam menjalankan tugasnya. Nilainilai demokrasi yang dikembangkan
dalam pembelajaran di SMP
Muhammadiyah 1 Kartasura meliputi
tiga nilai perilaku yaitu nilai
keterbukaan, nilai pelaksanaan serta
nilai kerjasama. Nilai keterbukaan
dikembangkan dengan melatih siswa
untuk menghargai pendapat orang
lain serta tidak menganggap dirinya
yang paling benar, memandang
positif sikap orang lain dan
menerima perbedaan pendapat. Nilai
persamaan dikembangkan dengan
melatih
siswa
untuk
bisa
bertoleransi, tidak menghindari mau
menang sendiri serta menghargai hak
orang
lain.
Sedangkan
nilai
kerjasama dikembangkan dengan
kegiatan
kelompok
dalam
menyelesaikan tugas dari guru.
Hal
ini
sesuai
dengan
penelitian yang dilaksanakan oleh
Tony Fitzpatrick, 2008 yang
mengatakan
bahwa
sekolah
merupakan tempat pelatihan untuk
membina warga negara yang baik
dengan
membina
kematangan
emosional, keterampilan sosial,
kemampuan
komunikatif
dan
kompetensi
kewarganegaraan.
Pendidikan
dalam
mendidik
demokrasi
melalui
proses
pembelajaran
yang
mendorong
keberanian berbicara, membuat
keputusan dan saling menghargai,
sikap rasional dalam forum debat dan
berlatih debat interaktif.
Pembelajaran
nilai-nilai
demokrasi di dalam kelas yang
paling ditekankan adalah bagaimana
menghormati orang lain dengan
berbagai perbedaan, sikap menjauhi
kekerasan dan tanggung jawab
terhadap
tugas
yang
harus
dilaksanakan. Bagaimana sikap guru
dalam menghargai orang lain akan
menjadi contoh bagi siswanya.
Pergaulan guru di luar kelas yang
didasari penghormatan dan sikap
saling menghargai juga akan
membawa pengaruh pada siswa.
Nilai keterbukaan dikembangkan dengan melibatkan semua pihak
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
27
dalam
pengambilan
keputusan,
keterbukaan
dalam
menerima
masukan, kritik dan saran baik itu
dari siswa, guru maupun pihak yang
berkepentingan sangat diperhatikan.
Nilai persamaan dikembangkan
dengan melatih siswa menyelesaikan
tugas-tugas
kelompok
agar
membiasakan
siswa
untuk
bekerjasama, gotong royong tanpa
memandang
perbedaan
serta
mendidik sikap tanggung jawab.
Sedangkan
nilai
kerjasama
ditanamkan melalui pembelajaran
kooperatif dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas serta berbagai
kegiatan
ekstrakurikuler
yang
melatih kebersamaan dan kerjasama
di antara siswa.
Pelaksanaan belajar mengajar
di kelas dapat terarah terlebih dahulu
guru
menuliskan
tujuan
pembelajaran dengan nilai-nilai
karakter bangsa yang sesuai. Dengan
kejelasan dalam menentukan nilai
karakter yang ingin dicapai akan
mempermudah dalam menyusun
langkah-langkah dalam menanamkan
nilai tersebut, sehingga tidak
mengambang
terhindar
dari
keraguan.
Strategi pembelajaran yang
dilaksanakan
di
SMP
Muhammadiyah 1 Kartasura antara
lain:
strategi
pembelajaran
kontekstual, pembelajaran inkuiri
dan strategi pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kontekstual adalah
suatu strategi pembelajaran yang
menekankan pada proses keterlibatan
peserta didik secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata,
sehingga mendorong peserta didik
untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan
mereka.
Strategi
pembelajaran
inkuiri
adalah
rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses
berpikir secara kritis dan analisis
untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah
yang
dipertanyakan.
Strategi
pembelajaran
berbasis
masalah
adalah strategi pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk merumuskan dan
memilih topik masalah yang ingin
dijawab terkait dengan materi
pembelajaran tertentu. Peserta didik
diarahkan
pada
aktivitas
pembelajaran yang mengarah pada
penyelesaian
masalah
secara
sistematis dan
logis, strategi
pembelajaran kooperatif adalah
rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh peserta didik dalam
kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan.
Media yang dipergunakan dalam
mengembangkan nilai demokrasi
antara lain berupa tayangan melalui
LCD, media koran ataupun artikel
internet yang memuat kasus-kasus
yang berkaitan dengan demokrasi.
Dalam mengajarkan
dan
melatih demokrasi memerlukan
kondisi belajar yang demokratis pula.
Guru bertugas untuk mendidik,
melatih siswa untuk menghayati dan
mampu
menerapkan
nilai-nilai
kehidupan
yang
baik.
Sikap
demokratis terbentuk karena guru
yang mengajarkan nilai tersebut
mampu bersikap demokratis dalam
menjalankan
tugasnya,
dengan
menghayati
sendiri
nilai-nilai
demokrasi baru akan dapat mendidik
siswanya sebagaimana nilai-nilai
tersebut.
Penerapan PAKEM, proses
belajar mengajar diarahkan agar
peserta didik lebih memahami dan
kreatif, proses belajar mengajar
berlangsung menyenangkan. Dalam
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
28
proses belajar mengajar guru harus
mengembangkan suasana bebas bagi
siswa untuk mengkaji apa yang
menarik, mengeksplorasikan ide-ide
dan kreativitasnya. Guru berperan
sebagai model bagi para siswa.
Menciptakan situasi demokratis di
kelas. Salah satu kondisi pelaksanaan
pembelajaran
demokratis
ialah
menciptakan situasi dimana perilaku
tersebut dapat terwujud, yaitu situasi
demokratis. Di dalam situasi
demokratis pengenalan tidak terjadi
secara indoktrinasi, tetapi melalui
proses inkuiri dan penghayatan yang
intensif tentang nilai-nilai tersebut.
Guru mengajarkan bagaimana
siswa bisa berhubungan dengan
masalah
yang
dihadapi
dan
mengatasi persoalan yang muncul di
masyarakat. Antara lain dengan cara
memberi tantangan yang berupa
kasus-kasus yang sering terjadi di
masyarakat yang terkait dengan
bidang studi. Strategi pembelajaran
berbasis masalah dilakukan untuk
melatih sikap di atas karena strategi
tersebut memberikan kesempatan
kepada
peserta
didik
untuk
merumuskan dan memilih topik
masalah yang ingin dijawab terkait
dengan materi pembelajaran tertentu.
Peserta didik diarahkan pada
aktivitas
pembelajaran
yang
mengarah pada penyelesaian masalah
secara sistematis dan logis.
Siswa dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki dan sebagai
bekal
kemandirian
dalam
menghadapi
tantangan
di
masyarakat. Hal ini sesuai dengan
penelitian Francine Menashy (2007)
tentang
implikasi
pendidikan
demokrasi dengan menuntut guru
untuk mengajarkan siswa tentang
mekanisme proses, tetapi juga
menumbuhkan di dalam diri siswa
kesadaran tentang prinsip-prinsip
demokrasi, kelas harus menjadi
tempat yang demokratis.
Siswa harus terlibat aktif dalam
pembelajaran
mereka,
dengan
demikian sekolah dapat menciptakan
warganegara
yang
memiliki
kapasitas dan dorongan untuk
bertindak terhadap perubahan sosial.
Pendidikan demokrasi menggabungkan unsur-unsur seperti dialog yang
dilandasi pemikiran kritis, diskusi,
toleransi, kebebasan memilih dan
partisipasi
politik.
Sekolah
demokratis
dimaksudkan untuk
memungkinkan partisipasi siswa
tentang bagaimana mereka dibekali
untuk berpartisipasi dalam perubahan
sosial menuju masyarakat yang lebih
demokratis.
Cara pandang guru terhadap
siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi
sebagai obyek pengajaran, tetapi
siswa sebagai pelaku aktif dalam
proses
pembelajaran.
Dalam
pembelajaran
guru
diharapkan
mampu memberi dorongan kepada
siswa untuk mengembangkan diri
sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Peran
guru
dalam
konteks
pembelajaran menuntut perubahan
antara lain: peranan guru sebagai
penyebar informasi semakin kecil,
tetapi lebih banyak berfungsi sebagai
pembimbing, penasehat, pendorong
dan proses belajar mengajar lebih
ditekankan pada belajar dan pada
mengajar.
Menanamkan
kebiasaan
berfikir kreatif dan terbuka serta
keberanian berpendapat merupakan
hal penting dalam pengembangan
sikap demokratis dan guru melatih
sikap tersebut dengan menggunakan
pembelajaran aktif. Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual akan
dapat memberi wawasan contohcontoh perilaku yang harus dihayati
anak didik. Pelaksanaan strategi
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
29
pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan peserta
didik secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong peserta didik dapat
menerapkannya dalam kehidupan
mereka.
Strategi
pengembangan
pendidikan
demokrasi
dimulai
berlakunya demokrasi di sekolah,
kegiatan pembelajaran dilaksanakan
dengan cara yang demokratis.
Pengalaman-pengalaman
emosi
siswa merupakan hasil tambahan dari
situasi belajar mengajar, hal tersebut
menunjukkan bahwa pengaruh guru
sebagai seorang pribadi. Guru
ditantang untuk dapat membantu
siswa dengan tetap menjaga jati
dirinya sebagai sosok yang patut
ditiru dan mengembangkan budaya
demokratis di lingkungan belajarnya.
Strategi pembelajaran yang
dilaksanakan tersebut sejalan dengan
penelitian Eikenberry, (2009) tentang
upaya mengembangkan nilai-nilai
demokrasi
dengan
model
pembelajaran yang merangsang
partisipasi aktif peserta didik di
dalam
kelas.
Guru
dapat
mengembangkan
nilai-nilai
demokrasi dengan menciptakan
suasana kelas yang demokratis. Nilai
keterbukaan ditanamkan dengan
melatih siswa untuk memberi
masukan
terhadap
proses
pembelajaran serta melatih siswa
untuk mengambil keputusan bersama
dalam memecahkan problem di
kelas. Nilai kerjasama dikembangkan
dengan
peningkatan
kerjasama
kelompok,
hal
ini
akan
memungkinkan siswa untuk melatih
ketrampilan
dalam
menjalin
kemitraan dan membuka saluran
informasi.
Pembelajaran sikap demokratis dilaksanakan baik di dalam
maupun di luar kelas. Di dalam kelas
siswa
diberi
materi
tentang
demokrasi, sedangkan pelaksanaan
nilai-nilai demokrasi dikembangkan
dalam semua mata pelajaran tidak
hanya moralplan saja. Pembelajaran
di luar kelas melalui kegiatankegiatan
ekstrakurikuler
dan
interaksi pergaulan antar siswa dan
antara siswa dengan guru. Guru akan
menjadi contoh bagi siswanya dalam
melaksanakan prinsip demokrasi
yang sudah diajarkan di kelas.
Pendidikan nilai demokrasi
antara lain bagaimana bersikap yang
berlandaskan saling menghormati
dilaksanakan melalui pembiasaan
baik pada waktu KBM berlangsung
maupun di luar KBM. Pembiasaan
berjabat tangan dengan orang yang
lebih tua saat bertemu, masuk
sekolah, atau saat meninggalkan
sekolah diharapkan membelajarkan
nilai kasih sayang dan menghormati
orang lain.
Pembelajaran sikap demokratis di SMP Muhammadiyah 1
Kartasura dilaksanakan
dengan
pendekatan integrasi ke dalam semua
mata pelajaran, setiap mata pelajaran
menerapkan nilai demokrasi dalam
kegiatan
belajarnya.
Nilai-nilai
demokrasi disisipkan pada materi
pelajaran tidak hanya PKn, guru
dapat memberi wawasan dan nasehat
untuk bersikap demokratis dalam
KBM.
Guru seharusnya setiap hari
mengevaluasi perubahan tingkah
laku yang dicapai murid-muridnya.
Setiap pertanyaan yang diberikan di
kelas, setiap tugas yang diberikan
dan setiap pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar seharusnya menjadi
peluang untuk mengevaluasi tingkah
laku apakah sudah sesuai dengan
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
30
nilai keterbukaan, persamaan dan
kerjasama.
Bentuk
evaluasi
melalui
pengamatan perilaku anak didik,
melalui pertanyaan langsung tentang
tanggapan siswa terhadap suatu
kasus atau tata tertib baru serta tugas
membuat laporan pribadi. Proses
penilaian selanjutnya dilakukan
analisis
hasil
belajar
untuk
mengetahui perubahan sikap anak
didik dengan memberi tes hasil
belajar baik aspek kognitif afektif
maupun psikomotor.
Aspek yang dinilai antara lain
keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran, sikap penghargaan
kepada teman dan keberanian dalam
mengemukakan
pendapat.
Hal
tersebut untuk mengetahui perubahan
tingkah laku siswa dan melihat
sejauh mana nilai-nilai keterbukaan,
persamaan dan kerjasama tersebut
telah dipahami dan dilaksanakan
anak didik. Penilaian sikap siswa
dilaksanakan dengan ketelitian dan
observasi yang intensif. Dalam
menilai keberhasilan pengembangan
nilai demokrasi, guru membuat alat
pengukur seperti lembar observasi,
skala
sikap
ataupun
lembar
portofolio.
Contoh
rumusan
penilaian terhadap nilai demokrasi
yang dikembangkan:
1. Siswa mau mendengar pendapat
teman dalam diskusi;
2. Siswa
tidak
tergesa-gesa
memberi komentar mengenai
pendapat teman;
3. Siswa memberi tanggapan yang
tidak menyinggung orang lain.
Hasil penilaian dari nilai-nilai
demokrasi
yang
dikembangkan
diwujudkan dalam bentuk penyajian
yang berupa penilaian kuantitatif
yaitu menggunakan skor angka atau
berupa hasil penilaian kualitatif yang
berbentuk
pernyataan
verbal,
misalnya: baik sekali, baik, sedang,
kurang, kurang sekali. Penilaian
kualitatif bersifat deskriptif terhadap
perilaku
anak
didik
yang
mencerminkan pelaksanaan nilainilai
demokrasi
yang
telah
dikembangkan.
Penilaian pada aspek afektif
siswa sudah terkoordinasi dengan
baik. Dalam menangani kasus-kasus
pelanggaran yang dilakukan anak
didik, guru sudah melakukan
kerjasama terpadu dengan beberapa
guru bahkan semua guru sudah
terbiasa melakukan penanganan
segera bila terjadi pelanggaran tanpa
memandang guru mata pelajaran
apapun.
Selain dari beban materi
kurikulum yang sangat padat
sedangkan jam pelajaran tatap muka
di kelas terbatas kendala non
akademis yang berupa sarana
prasarana sekolah yang kurang
memadai. Dalam pembelajaran sikap
demokratis guru harus menguasai
berbagai pendekatan dan metode
dalam mengajar yang sesuai dengan
nilai yang akan diajarkan. Selain itu
guru dituntut untuk terampil
mendesain kegiatan belajar mengajar
di kelas, sehingga dalam proses
pembelajaran
tidak semata-mata
diarahkan siswa untuk mampu
menguasai
sejumlah
materi
pelajaran, tetapi sungguh-sungguh
diarahkan agar siswa mampu
memahami dan melaksanakan nilainilai
demokrasi
sesuai
yang
diharapkan.
Masalah penanaman nilai
sebenarnya telah dimulai dan
dilakukan
dalam
lingkungan
keluarga. Melalui kebiasaan disadari
atau tidak terjadi proses penanaman
nilai. Tetapi kenyataan yang ada,
perkembangan kemajuan jaman yang
semakin kompleks dan global
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
31
menyebabkan
keluarga
kurang
mampu dalam penanaman nilai-nilai
demokrasi. Hal ini akibat kurangnya
waktu kebersamaan anak dengan
orang tuanya, serta adanya kemajuan
teknologi yang memberi pengaruh
pada tatanan nilai yang kurang sesuai
dengan nilai demokrasi.
KESIMPULAN
Pembelajaran sikap demokratis menjadi wahana efektif
menanamkan nilai-nilai demokrasi
antara lain nilai keterbukaan, nilai
persamaan dan nilai kerjasama
dengan prinsip saling menghargai.
Kenyataan menunjukkan masih
kurangnya
kesadaran
bersikap
demokratis dikalangan peserta didik
karena guru belum sepenuhnya
mengimplementasikan model dan
strategi pembelajaran nilai-nilai
demokrasi di sekolah. Masih
perlunya peningkatan sumber daya
manusia bagi pengelola dan semua
pihak
yang
terlibat
untuk
mengembangkan sikap demokratis
dengan menciptakan situasi yang
mendukung. Kompetensi guru sangat
diperlukan
khususnya
dalam
pengembangan dan pelaksanaan
pembelajaran afektif yang meliputi,
strategi pembelajaran, bentuk-bentuk
penilaian yang harus dilakukan
dalam menilai perubahan sikap yang
terjadi pada anak didik.
Untuk mengembangkan nilainilai
demokrasi
di
dalam
pembelajaran
dibutuhkan
peningkatan profesionalisme guru
dalam merencanakan, melaksanakan
dan evaluasi pembelajaran sikap
demokratis. Maka disarankan agar
lembaga
terkait
meningkatkan
program pelatihan dan sosialisasi
dalam keterampilan pengembangan
nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa
termasuk
nilai-nilai
demokratis.
Pembelajaran sikap demokratis merupakan upaya yang harus
melibatkan semua pihak baik
sekolah, keluarga dan masyarakat
luas. Maka perlu menyambung
kembali hubungan ketiga komponen
tersebut agar upaya penanaman nilainilai demokrasi dapat berjalan
dengan
berkesinambungan
dan
harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo, J.R. 2012. Pembelajaran Nilai-nilai Karakter. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Eikenberry, Angela M., Buettner, Shelby L., Redden, R.J. 2009. Improving
Quality and Creating Democracy in the Classroom. Student Management
Teams. Publik Administration Theory Network.
Fitzpatrick, Tony. 2008. Deliberative Democracy, Critical Rationality and Social
Memory: Theoretical Resources of an Education for Discorse. Spinger
Science + Business Media B. V.
Nur, Muhammad. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains
dan Matematika Sekolah. UNESA.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
32
Sagala, Syaiful, 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu
Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: CV.
Alfabeta.
Sagala, 2010. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Suparno, Paul, dkk, 2002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah. Suatu Tinjauan
Umum. Yogyakarta: Kanisius.
Supriyanto, Eko, dkk, 2009. Inovasi Pendidikan, Isu-Isu Pembelajaran,
Manajemen, dan Sistem Pendidikan di Indonesia. Surakarta:
Muhammadiyah University Press Universitas Muhammadiyah Indonesia.
Suyanto dan Abbas. 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Anak Bangsa.
Taniredja, Tukiran, 2009. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Muhammadiyah. Bandung: CV. Alfabeta.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010.
Manajemen Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.
Winarno, 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Winkel, W.S, 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi.
Yilmaz, Kaya. 2008. Democracy through Learner – Centered Education: A
Turkish Perspective. International Review of Education. Spinger.
Zaini, dkk, 2007. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD Institut Agama
Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Zamroni, 2001. Pendidikan Untuk Demokrasi. Yogyakarta: BIGRAF Publising.
Zuriah, Nurul, 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
33
Download