1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik
dan mental yang kuat dan kesehatan yang prima. Gizi mempunyai peran yang
besar pada setiap daur kehidupan manusia sehingga dapat menghasilkan SDM
yang berkualitas. Kekurangan salah satu atau lebih zat gizi dapat menurunkan
kualitas dan produktivitas SDM. Salah satu masalah gizi yang berdampak
terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian
ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), menurunnya prestasi belajar anak
sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terbesar di
dunia terutama bagi kelompok wanita usia subur (WUS). Anemia pada umumnya
terjadi di seluruh dunia, terutama di negara sedang berkembang. Secara
keseluruhan anemia terjadi pada 45% wanita di negara berkembang dan 13% di
negara maju (Fatmah, 2010).
Anemia gizi karena defisiensi besi adalah yang paling umum terjadi di
masyarakat. Meskipun demikian, pada situasi tertentu misalnya pada wanita hamil
trimester ketiga dan bayi prematur kekurangan asam folat dapat menyebabkan
anemia. Kekurangan vitamin B12 dapat pula terjadi pada orang-orang yang sering
mengalami malabsorpsi, tetapi jarang pada masyarakat biasa. Pada penelitian di
1
2
masyarakat penentuan asam folat dan vitamin B12 dalam darah kurang penting
dilakukan, kecuali ada indikator sebelumnya bahwa di daerah tersebut banyak
ditemukan defisiensi asam folat atau vitamin B12. Karena itu dipandang dari segi
kesehatan masayarakat praktis, anemia gizi selalu diasosiasikan sebagai anemia
defisiensi besi. (Husaini, 1989).
Pertumbuhan yang cepat pada remaja memberikan konsekuensi terjadinya
peningkatan kebutuhan zat gizi sebagai upaya mengimbangi pertumbuhan
tersebut. Namun data menunjukkan bahwa asupan makanan para remaja putri
tidak dapat menyediakan cukup zat gizi untuk memenuhi kebutuhan mereka dan
lebih dari lima puluh persen anemia yang tersebar di seluruh dunia secara
langsung disebabkan oleh kurangnya masukan (intake) zat besi (Dillon, 2005).
Hal ini tercermin pula pada hasil penelitian Raharjo (2003), diketahui bahwa
risiko responden dengan asupan zat besi tidak mencukupi sesuai AKG (Angka
Kecukupan Gizi) adalah sebesar 7 kali lebih tinggi untuk menderita anemia
dibandingkan dengan yang asupan zat besinya sesuai AKG (CI=1,44-36,02).
Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam membantu
meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Absorpsi besi yang efektif dan
efisien memerlukan suasana asam dan adanya reduktor, seperti vitamin C. Sifat
yang dimiliki vitamin C adalah sebagai promotor terhadap absorpsi besi dengan
cara mereduksi besi ferri menjadi ferro (Gallagher, 2008). Vitamin A memiliki
peran dalam hematopoiesis dimana defisiensi vitamin A menyebabkan mobilisasi
besi terganggu dan simpanan besi tidak dapat dimanfaatkan untuk eritropoesis
(Subagio, 2008). Penelitian di Makasar (Syatriani & Aryani, 2010) menyatakan
3
bahwa ada hubungan asupan protein dengan kejadian anemia, dimana responden
dengan asupan protein kurang berisiko 3,48 kali lebih besar untuk menderita
anemia daripada yang tidak mengalami asupan protein kurang. Faktor lain yang
ikut berperan sebagai penyebab anemia adalah absorbsi zat besi dari makanan
yang rendah. Penyerapan zat besi non hem juga dipengaruhi oleh adanya faktor
penghambat dan pemicu penyerapan zat besi. Polifenol (tannin) yang terdapat
pada kopi dan teh, kalsium merupakan faktor penghambat.
Penyebab anemia lainnya adalah pengetahuan tentang anemia.
Hasil
penelitian Rahardjo (2003), pengetahuan rendah mempunyai risiko 4 kali lebih
tinggi menderita anemia dibanding pekerja wanita dengan pengetahuan tentang
anemia tinggi. Menurut Krummer, dkk (2006), kehilangan zat besi di atas rata-rata
dapat terjadi pada remaja putri dengan pola menstruasi yang lebih banyak dan
waktunya lebih panjang. Meningkatnya kebutuhan zat besi, bila diiringi dengan
kurangnya asupan zat besi
dapat berakibat remaja putri rawan terhadap
rendahnya kadar hemoglobin akibat defisiensi besi. Indeks massa tubuh (IMT)
juga mempunyai korelasi positif denagn konsentrasi haemoglobin (Thompson,
2007). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Permaesih dan Herman (2005) yang
menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai IMT kurang atau tubuh kurus
mempunyai risiko 1,5 kali untuk menjadi anemia.
Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia,
karena menyebabkan anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia. Spesies cacing
tambang yang banyak ditemukan di Indonesia ialah necator americanus (Manula
dan Biran, 2006). Berdasarkan hasil penelitian di desa-desa pada Provinsi
4
Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Bali, 50% penduduk yang menderita anemia
disebabkan oleh defisiensi besi dan 40% anemia defisiensi besi disertai dengan
investasi cacing tambang (Handayani, 2008).
Dampak anemia pada remaja putri yaitu pertumbuhan terhambat, mudah
terinfeksi/daya tahan tubuh menurun, kebugaran/kesegaran tubuh berkurang,
semangat belajar/prestasi menurun, dan akan menjadi calon ibu yang berisiko
tinggi saat hamil atau melahirkan nantinya. Dampak anemia pada ibu hamil
diantaranya perdarahan waktu melahirkan sehingga dapat menyebabkan kematian
ibu (Badriah, 2011).
Khumaidi (2009) mengemukakan faktor yang melatarbelakangi tingginya
prevalensi anemia di negara berkembang adalah keadaan sosial dan pengetahuan
tentang anemia. Pengetahuan seseorang akan berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku dalam pemilihan makanan dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap
keadaan gizi individu yang bersangkutan termasuk status anemia. Upaya
penanggulangan masalah anemia pada remaja berkaitan dengan faktor-faktor
risiko yang dapat menyebabkan terjadinya anemia. Oleh karena itu diperlukan
informasi masalah gizi pada remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Informasi ini sangat berguna sebagai bahan penetapan strategi program perbaikan
kesehatan dan gizi pada kelompok remaja.
Sampai saat ini masih sedikit data mengenai anemia beserta faktor risikonya
pada remaja putri di Provinsi Bali khususnya di Kota Denpasar, sementara jumlah
remaja di kota ini paling tinggi dibandingkan Kabupaten lainnya yaitu sebesar
18,4% (Dinkes Provinsi Bali, 2011).
5
Setelah dilakukan pemeriksaan hemoglobin pada pra penelitian diperoleh
prevalensi anemia yang cukup tinggi yaitu sebesar 22,3%. Dari hasil observasi
dan wawancara juga diketahui bahwa sebagian remaja putri di SMP tersebut
mempunyai kebiasaan makan dua kali sehari dan hanya sebagian kecil yang
memiliki kebiasaan minum teh/kopi. Ada juga yang sering mengeluh pusing,
lemah atau lesu sehingga mereka merasa terganggu dengan munculnya gejala
tersebut saat proses belajar di kelas. Setelah
dilakukan penelusuran lebih
mendalam ternyata pengetahuan remaja putri tentang anemia masih kurang dan
ada yang tidak tahu apa itu anemia atau kurang darah. Di samping itu, para remaja
putri lebih bersikap tidak peduli terhadap gejala yang muncul.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian
tentang “Faktor Risiko Anemia pada Remaja Putri SMP di Kota Denpasar”.Gizi
mempunyai peran yang besar pada setiap daur kehidupan manusia sehingga dapat
menghasilkan SDM yang berkualitas. Kekurangan salah satu atau lebih zat gizi
dapat menurunkan kualitas dan produktivitas SDM. Salah satu masalah gizi yang
berdampak terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), menurunnya prestasi belajar
anak sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian tersebut di atas rumusan masalahnya adalah, apakah :
1. Pengetahuan tentang anemia merupakan faktor risiko terhadap kejadian
anemia defisiensi besi pada remaja putri?
6
2. Sikap tentang anemia merupakan faktor risiko terhadap kejadian anemia
defisiensi besi pada remaja putri?
3. Asupan zat gizi (protein, vitamin A, vitamin C, Fe dan kalsium) merupakan
faktor risiko kejadian anemia defisiensi besi pada remaja putri?
4. Status gizi merupakan faktor risiko terhadap kejadian anemia defisiensi besi
besi pada remaja putri?
5. Pola menstruasi (umur pertama menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi
dan jumlah pemakaian pembalut) merupakan faktor risiko terhadap kejadian
anemia defisiensi besi pada remaja putri?
6. Infeksi cacing tambang merupakan faktor risiko terhadap kejadian anemia
defisiensi besi pada remaja putri?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum:
Mengetahui faktor risiko kejadian anemia defisiensi besi pada remaja putri.
1.3.2 Tujuan Khusus:
Untuk membuktikan bahwa :
1. Pengetahuan tentang anemia merupakan faktor risiko kejadian anemia
defisiensi besi pada remaja putri.
2. Sikap tentang anemia merupakan faktor risiko kejadian anemia defisiensi besi
pada remaja putri.
3. Asupan konsumsi gizi (protein, vitamin A, vitamin C, Fe dan kalsium)
merupakan faktor risiko kejadian anemia defisiensi besi pada remaja.
7
4. Status gizi merupakan faktor risiko kejadian anemia defisiensi besi pada
remaja putri.
5. Pola menstruasi (umur pertama menstruasi, siklus menstruasi, lama menstruasi
dan jumlah pemakaian pembalut) merupakan faktor risiko kejadian anemia
defisiensi besi pada remaja putri.
6. Infeksi cacing tambang merupakan faktor risiko kejadian anemia defisiensi
besi pada remaja putri.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dari penelitian ini diperoleh informasi tentang faktor risiko yang
berperan terhadap kejadian anemia defisiensi besi pada remaja, sehingga
upaya pencegahan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
2. Manfaat praktis
a. Bagi remaja
Dapat memberikan masukan kepada kelompok usia remaja tentang faktor
rsiko yang memberikan kontribusi terhadap kejadian anemia defisiensi
besi.
b. Bagi sekolah
Dapat memberikan informasi yang penting bagi pihak sekolah tentang
faktor risiko kejadian anemia defisiensi besi pada remaja putri, sehingga
dalam proses pembelajaran informasi ini dapat disosialisasikan pada siswi
secara berkesinambungan.
8
c. Pemegang program
Diharapkan
dapat
dijadikan
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
penyusunan program kesehatan ibu dan anak khususnya tentang Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) dalam upaya pencegahan kejadian anemia
defisiensi besi pada remaja putri.
Download