Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Histopatologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Asal Loa Kulu Kutai Kartanegara Kalimantan Timur yang diinjeksi Produk Ekstraselular (ECP) dan Intrasellular (ICP) Bakteri Aeromonas hydrophila Esti Handayani Hardi, Catur Agus Pebrianto dan Agustina Laboratorium Mikrobiologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman email : [email protected] Abstract Esti Handayani Hardi, Catur Agus Pebrianto dan Agustina. 2013. Histopathology of The Tilapia (Oreochromis niloticus) from Kutai Loa Kulu in Kartanegara of East Kalimantan Injected Extracellular (ECP) and Intracellular (ICP) Products of Bacteria of Aeromonas hydrophila. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. The aim of the research is to know about the nila tilapia histopathology which injected with ECP and ICP Aeromonas hydrophila. Product of ECP was get from A. hydrophila bacteria culture on TSA and TSB ware incubated 24, 48 hour, slurry was centrifuge with 10000 g, 30 minuts on 4oC and room temperature for ICP. The supernatant was filter with filter paper 0.45 µm and than nila tilapia ware injected on intraperitoneal with 0.2 mL/fish of ECP and ICP. fish histopathology (ayes, brain and spleen) was observed on day 2, 4 and 6 after injected. The fish brain showed abnormality on day 2 after injected with ECP and the same histopathology on ICP injected showed on day 4. The conclusion is ECP of A. hydrophila caused damage on brain and spleen nila tilapia faster than ICP and time incubation effluence of ECP and ICP production. Keywords: A. hydrophila; ECP; Histopathology; ICP; Oreochromis niloticus Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerusakan jaringan organ mata, hati dan ginjal ikan nila yang dinjeksi dengan produk ekstraselular (ECP) dan produk intraselular (ICP) A. hydrophila. Produk ekstrasellular dan ICP diperoleh dengan menumbuhkan bakteri A. hydrophila pada media padat TSA dan cair TSB yang diinkubasi 24 dan 48 jam pada suhu 30 oC. Produk ekstraseluller diperoleh dengan menyentrifuse suspense bakteri dari kedua media dan lama inkubasi yang berbeda menggunakan sentrifuse dengan suhu 4 oC selama 30 menit, sedangkan ICP menggunakan sentrifuse dengan kecepatan dan lama yang sama hanya sentrifuse yang digunakan pada suhu ruang. Supernatan bakteri di saring menggunakan kertas saring 0,45 μm kemudian diinjeksikan melalui intraperitonial sebanyak 0,2 mL/ekor. Pengamatan yang dilakukan berupa histopatologi organ mata, ginjal dan otak pada hari 2, 4 dan 6 pasca injeksi. Hasil pengujian menunjukkan, ikan yang diinjeksi dengan ECP lebih cepat menunjukkan perubahan pada organ otak pada hari ke-2 pasca injeksi dan perubahan yang sama baru muncul pada hari ke-4 pada penginjeksian dengan ICP. Lama waktu inkubasi berpengaruh terhadap produk ECP dan ICP yang dihasilkan. Kesimpulannya adalah ECP menyebabkan ikan nila sakit lebih cepat dilihat dari histopatologi organ ginjal dan otak dibandingkan ICP, lama inkubasi berpengaruh terhadap produk ECP dan ICP yang dihasilkan. Kata kunci: A. hydrophila; ECP; Histopatologi; ICP; Oreochromis niloticus Pendahuluan Budidaya ikan nila banyak dilakukan oleh masyarakat di Kutai Kartanegara dengan memanfaatkan aliran Sungai Mahakam. Produksi budidaya ikan nila dari daerah ini mampu memenuhi konsumsi ikan nila untuk daerah Kutai Kartanegara, Samarinda bahkan Balikpapan. Serangan penyakit sering terjadi pada sistem budidaya yang dilakukan di Karamba Jaring Apung (KJA) karena sistem budidaya ini benar-benar memanfaatkan sumber air tanpa melakukan pengolahan air terlebih dahulu. Lokasi budidaya yang berada di dekat conveyor batu bara menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas air di Sungai Mahakam. Penyakit bakterial yang sering ditemukan menginfeksi ikan nila yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Pada awal infeksi ikan tampak berenang lemah, nafsu makan berkurang dan terkadang ikan berenang gasping dan hasil pengamatan dilapangan, 153 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 ikan yang terinfeksi menunjukkan gejala eksoptalmia, warna tubuh menjadi pucat, sirip gripis dan ditemukan adanya luka pada daerah terinfeksi (Hardi dan Pebrianto, 2012). Bahkan kematian benih mencapai 80% dengan kerugian mencapai Rp 15.000.000,-. Bakteri ini muncul sepanjang waktu terutama musim kemarau saat air sungai surut. Menurut Angka (2005), bakteri A. hydrophila merupakan bakteri patogen yang menyebabkan kematian pada budidaya air tawar, strain dari bakteri tersebut sangat beragam yang berpengaruh terhadap tingakat potegenisitasnya pada inang. Ada sekitar delapan galur dari A. hydropila yang dikelompokkan dalam galur virulen dan non virulen. Ikan yang terinfeksi bakteri A. hydrophila di lokasi budidaya di Loa Kulu Kutai Kartanegara menunjukkan gejala klinis yang berbeda, untuk itu penting untuk dilakukan penelitian ini agar kerusakan organ yang disebabkan oleh bakteri ini dapat diketahui agar nantinya dapat digunakan sebagai acuan untuk penanggulangan infeksi bakteri A. hydrophila secara tepat. Penelitian ini akan mengkaji histopatologi organ mata, otak dan ginjal ikan nila yang diinjeksi dengan ECP dan ICP A. hydrophila yang ditumbuhkan pada media yang berbeda dan lama inkubasi yang berbeda. Materi dan Metode Ikan uji dan bakteri A. hydrophila Ikan nila (Oreochromis niloticus) berasal dari Loa Kulu Kutai Kartanegara, Samarinda berukuran 10-15 g. Sebelum digunakan, ikan dikarantina dalam akuarium uji selama 7 hari sebelum digunakan untuk memastikan tidak ada gejala penyakit seperti mata menonjol, luka dipermukaan tubuh dan sirip gripis. Bakteri A. hydrophila berasal dari Laboratorium Mikrobiologi perairan FPIK UNMUL yang telah diidentifikasi, uji karakteristik dan postulat Koch (Hardi dan Pebrianto, 2012). Isolasi ECP dan ICP Isolasi ECP dan ICP mengikuti prosedur Suprapto et al. (1997) yang dimodifikasi. Bakteri dikultur dalam media cair (TSB) dan media padat (TSA) dan diinkubasi selama 24 dan 48 jam pada suhu 30oC. Bakteri yang tumbuh pada media TSB dan bakteri yang tumbuh dalam media TSA (terlebih dahulu ditambahkan PBS sebanyak 5 mL) kemudian dipanen. Slurry berupa suspensi bakteri kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 10000 g selama 30 menit, untuk mendapatkan ECP sentrifuse dilakukan pada suhu 4oC dan untuk ICP sentrifuse dilakukan pada suhu 40-50oC. Supernatan yang dihasilkan disaring dengan filter paper 0,45 µm dan selanjutnya hasil filtrasi digunakan untuk pengujian toksisitas ECP dan ICP terhadap ikan nila. Toksisitas total ECP dan ICP terhadap ikan nila Uji ini dilakukan untuk mengetahui biakan bakteri pada media dan lama kultur yang menghasilkan ECP dan ICP yang menyebabkan perubahan pada organ mata, otak dan ginjal ikan. Produk ECP dan ICP dinjeksikan secara IP pada 10 ekor ikan, sebanyak 0,2 mL/ekor. Ikan dipelihara selama 6 hari dan dilakukan pengamatan histopatologi pada hari ke-2, 4 dan 6. Parameter penelitian dan analisis data Parameter yang diamati berupa histopatologi organ mata, otak, ginjal dan hati ikan nila dan data yang diperoleh, dianalisis secara deskriptif. Hasil dan pembahasan Ikan nila yang diinjeksi dengan ECP dan ICP bakteri A. hydrophila menunjukkan perubahan secara mikroskopis pada organ mata, otak dan ginjal. Secara terperinci perubahan yang terjadi dijabarkan pada Tabel 1. 154 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Tabel 1 Perubahan pola renang ikan nila pada uji toksisitas ECP bakteri A. hydrophila yang ditumbuhkan pada media TSA dan TSB. Histopatologi Kontrol Waktu terjadinya perubahan (hari ke-) ECP ICP TSA TSA TSB TSB TSA TSA TSB TSB 24 48 24 48 24 48 24 48 Organ Otak Hipertropi 2 4 Hiperemi 2 4 2 4 4 4 6 4 Nekrosa 6 6 Organ Ginjal Hipertropi 2 2 2 2 4 2 4 2 Nekrosa 2 4 2 4 4 Organ Mata Hiperemia dan congesti 6 6 - Ikan yang diinjeksi ECP dan ICP dari bakteri A. hydrophila yang ditumbuhkan di media TSA dan TSB dengan lama inkubasi 24 jam menunjukkan histopatologi pada organ otak dan ginjal lebih cepat dibandingkan dengan ECP dan ICP lama inkubasi 48 jam. Beberapa perubahan yang tampak pada kedua organ tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Setelah diinjeksi dengan A. hydrophila, ikan menunjukkan gejala berenang lemah, diam didasar dan sesekali gasping atau mengambil oksigen tepat di bawah permukaan air. Ikan yang menunjukkan abnormalitas berenang secara histopatologi pada organ otak cerebellum ditemukan nekrosa di bagian kranial, ini biasanya yang menyebabkan meningitis dan encephalitis pada infeksi Edwardsiella ictaluri pada channel catfish dan infeksi Streptococcus iniae pada ikan yellowtails (Ferguson, 1989). Hipertropi juga terjadi pada neuron yaitu adanya peningkatan komponen sel neuron. H Hp N B A D C Gambar 1. Organ otak ikan nila yang diinjeksi dengan ECP dan ICP A. hydrophila. Hp. Hiperemi. H. hipertropi. N. nekrosa. 155 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Ginjal ikan nila yang diinjeksi dengan ECP dan ICP A. hydrophila menunjukkan adanya kerusakan struktural, berupa hipertropi dan nekrosa. Hipertropi disebabkan karena ECP dan ICP masuk ke dalam ginjal melalui aliran darah dan masuk ke tubulus ginjal. Keberadaan ECP dan ICP A. hydrophila juga mempengaruhi metabolisme dan proses-proses enzimatis dalam sel, yang dapat menyebabkan terjadinya degenerasi dan nekrosa pada tubulus ginjal. Kondisi ini merusak struktur dan fungsi ginjal, yang mengakibatkan terganggunya proses-proses fisiologik di dalam tubuh ikan bahkan dapat menyebabkan kematian. Nekrosis juga terjadi pada kapsul bowman yang diduga sebagai akibat toksin dari ECP dan ICP dapat merusak sel-sel ginjal. Dengan rusaknya ginjal, akan memudahkan bakteri masuk ke dalam jaringan ginjal dan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Sama halnya dengan ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) yang terinfeksi bakteri Vibrio alginolyticus pada organ ginjalnya ditemukan adanya nekrosa dan pendarahan, yang diduga akibat toksin yang dikeluarkan bakteri (Murdjani, 2002). N H N N H A B C Gambar 2. Organ ginjal ikan nila yang diinjeksi dengan ECP dan ICP A. hydrophila. A. ikan nila yang diinjeksi ICP dan B,C ikan nila yang diinjeksi ECP. H. hipertropi. N. nekrosa. Kerusakan pada organ mata ikan nila yang diinjeksi dengan ICP dari media TSA dan TSB dengan lama inkubasi 24 jam menyebabkan adanya hiperemi dan congesti pada bagian choroid mata, yaitu adanya penambahan jumlah sel dalam jaringan dan adanya pembendungan sel darah. Hiperemi ini tampak pada ikan yang mengalami eksoptalmia secara makroskopis. Penginjeksian dengan ICP A. hydropilla yang diduga mengandung eksotoksin (salah satunya hemolisin) langsung menyebar melalui darah dan merusak bagian choroid mata sehingga menyebabkan mata mengalami perubahan-perubahan tersebut. Adanya hiperemi pada bagian choroid menyebabkan ikan mengalami eksoptalmia yang dapat tampak secara makroskopis pada mata ikan. Gambar 3 Organ mata ikan nila yang diinjeksi dengan ECP dan ICP A. hydrophila. Tanda panah menunjukkan hiperemi dan congesti. 156 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Kesimpulan Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kerusakan organ ginjal dan otak ikan nila yang diinjeksi dengan ECP dan ICP dengan lama inkubasi 24 jam lebih cepat terjadi dibandingkan dengan lama inkubasi 48 jam namun penginjeksian dengan ECP lebih cepat dibandingkan dengan ICP. Umumnya penginjeksian dengan ECP dan ICP dari media TSA dan TSB kerusakan pada organ otak dan ginjal menyebabkan kerusakan pada waktu yang hampir sama. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan berupa dana penelitian melalui penelitian desentralisasi (Fundamental) tahun anggaran 2013/2014. Juga kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah mendampingi selama di lapangan. Daftar pustaka Angka, S.L. 2005. Kajian penyakit Motile Aeromonad Septicemia (MAS) pada ikan lele dumbo (Clarias sp.): patologi, pencegahan dan pengobatannya dengan fitofarmaka. Doctoral Disertasi. Program pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Austin, B. and D.A. Austin. 2007. Bacterial fish pathogens. Fourth Edition. New York: Praxis Publishing Ltd. Hardi, E.H., Sukenda, E. Harris and A.M. Lusiastuti. 2011. Toksisitas Produk Ekstraselular (ECP) Streptococcus agalactiae pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Jurnal Natur Indonesia,13.3:187-199 Hardi, E.H. 2012. Bacteria Levels Difference Pathogenecity Aeromonas sp and Pseudomonas sp. On Tilapia. Proceeding The international Symposium on Human Development and Sustainable Utilization on Natural reseources in asian countries (ISBN : 978-602-98400-1-8) Balikpapan, 912 Juli 2012. Hardi, E.H. dan C.A. Pebrianto. 2012. Isolasi dan Uji Postulat Koch Aeromonas sp dan Pseudomonas sp pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Sentra Budidaya Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis, 16 (2):35-39. Ferguson, H.W. 1989. Systemic pathology of fish. Lowa State University Press: Ames. pp 263 Karunakaran, T. and B.G. Devi. 1994. Characterisation of haemolytic activity from Aeromonas caviae. Epidemiol Infect. 112:291-298. Murdjani, M. 2002. Identifikasi dan patologi bakteri Vibrio alginolyticus pada ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) [Desertasi]. Malang: Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya. Suprapto, H., T. Nakai and K. Muroga. 1995. Toxicity of Extracellular Product and Intracellular Components of Edwardsiella tarda in Japanese Eel and Flounder. J. Aquatic Animals Health, 7 (4): 292-297. 157