10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Bahan Tekstil

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Bahan Tekstil
Kain merupakan jenis bahan tekstil yang diolah dengan cara menyilangkan
benang lusi dan benang pakan. Serat tekstil dapat dikelompokkan atas serat
alam dan serat buatan (Goet Poespo, 2005: 9). Menurut Noerati dkk. (2013: 1
dan 2) katun merupakan kain yang berasal dari serat alam, sedangkan nilon,
poliester dan spandek merupakan kain yang berasal dari serat buatan. Jenis kain
berdasarkan jenis serat dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kain berdasarkan Jenis Serat dan Sumbernya
Jenis Kain
Katun
Nilon
Poliester
Spandek
Jenis Serat
Selulosa
Polimer sintetik
Polimer sintetik
Polimer sintetik
Sumber Serat
Kapas
Poliamida
Ester
Poliuretan
a. Kain Katun
Katun merupakan salah satu jenis serat alam yang berasal dari tumbuhan
digunakan sebagai bahan baku industri tekstil. Katun bersumber dari serat
kapas, di mana kandungan utamanya adalah selulosa. Struktur selulosa dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Selulosa (Manurang, 2012: 188).
10
Sifat kimia katun mirip sifat selulosa. Serat katun akan menggembung
dalam larutan alkali kuat. Komposisi kimia kain katun disajikan pada Tabel 2.
Kain katun sangat populer karena memiliki sifat menguntungkan seperti kuat
dalam keadaan basah, dapat menyerap air (higroskopis), tahan panas, dan
lembut. Karakteristik kimia kain katun dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi Kimia Kain Katun (Noerati dkk., 2013: 7).
Senyawa
Selulosa
Protein
Kandungan (%)
94
1,3
Pektin
Lilin
Abu
Pigmen dan zat lain
1,2
0,6
1,2
1,7
Tabel 3. Karakteristik Kain Katun (Noerati dkk., 2013: 8).
Daya serap
Elastisitas
Sifat kimia
Kemuluran
Hidrofilik, moisture regain: 8,5%
Kurang baik
Tidak tahan terhadap asam yang kuat, alkali, dan bahan
kimia yang berlebihan
Mulur serat kapas rata-rata sekitar 7%
Berdasarkan permukaan yang besar dan kemampuannya menjaga
kelembutan, menjadikan kain katun sebagai media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme (Agus Haryono dan Sri Budi Amami, 2010: 5).
Morfologi serat kapas jika dilihat di bawah mikroskop mempunyai penampang
membujur dan melintang dapat dilihat pada Gambar 2. penampang membujur
seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti ginjal dengan
lubang ditengah yang disebut lumen.
11
Gambar 2. Penampang membujur dan melintang serat kapas pada
perbesaran 1000x (Noerati dkk., 2013: 7).
b. Kain Nilon
Nilon adalah serat sintetik hasil kopolimerasi dari asam adipat dan
heksametildaniamin membentuk polimer dengan struktur supermolekuler
kristalin (Zubaidi A. Kailani, 2005: 510). Struktur kimia nilon dapat dilihat
pada Gambar 3. berupa rantai senyawa yang panjang dari poliamida sintetik
dengan gugus berulang -CONH, sebagai suatu bagian terpadu dari rantai
polimernya. Nilon juga mempunyai komponen gugus fungsi berupa amina
(NH2) dan karboksilat (COOH) (Kuntari dan Gde P. Astawa, 2007: 164).
Gambar 3. Struktur Kain Nilon (Noerati dkk., 2013: 18).
Poliamida dibuat dari hasil reaksi senyawa diamina dan dikarboksilat.
Karakteristik serat poliamida dapat dilihat pada Tabel 4. Serat poliamida
memiliki ketahanan kimia yang baik sehingga penggunaannya cukup luas,
seperti bahan pakaian dalam, baju olah raga, benang penguat ban, terpal, dan
sabuk penarik (Noerati dkk., 2013: 19). Serat poliamida mempunyai
penampang melintang bermacam macam, tetapi yang paling umum adalah
12
bentuk trilobal dan bulat. Kenampakan morfologi serat poliamida secara
membujur dan melintang dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 4. Karakteristik Serat Poliamida (Noerati dkk., 2013: 19).
Daya serap
Elastisitas
Hidrofobik, moisture regain sekitar 4%
Cukup baik, pada penarikan 16% masih kembali
ke semula sebesar 97%
Sangat tahan basa, rusak oleh asam kuat
18-40%
Sifat kimia
Kemuluran
Gambar 4. Penampang membujur dan melintang serat poliamida pada
perbesaran 1000x (Noerati dkk., 2013: 19).
c. Kain Poliester
Poliester merupakan serat yang tersusun atas senyawa ester sebagai unit
ulang. Serat poliester dibuat dari hasil reaksi antara asam terftalat dengan
etilena
glikol
menjadi
ester
etilenaglikol
tereftalat,
selanjutnya
dipolimerisasikan secara kondensasi menjadi poliester (Noerati dkk., 2013: 15,
dan 16). Struktur poliester dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur Poliester (Noerati dkk., 2013: 16).
13
Poliester dibuat dalam bentuk chips kemudian dipintal dengan metode
pemintalan leleh menjadi benang filamen poliester (Delima Suardiningsih,
2013:11). Karakteristik serat poliester dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Serat Poliester (Noerati dkk., 2013: 17).
Daya serap
Elastisitas
Sifat kimia
Kemuluran
Hidrofobik, Moisture regain : 0,4%
Pada penarikan 8% dapat kembali kebentuk semula
sampai 80%
Tidak tahan terhadap alkali kuat, tahan terhadap asam
25% sampai 11%
Secara umum serat poliester berbentuk silinder lurus untuk penampang
membujur dan bulat untuk penampang melintangnya yang menyebabkan serat
lebih nyaman dipakai karena banyak menyimpan udara di sela-sela
permukaannya, seperti yang disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Penampang membujur dan melintang serat poliester pada
perbesaran 1000x (Noerati dkk., 2013: 17).
d. Kain Spandek
Spandek merupakan serat polimer yang mempunyai ciri adanya gugus
fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utama polimer. Gugus fungsi uretan
dihasilkan dari reaksi antara senyawa yang mengandung gugus hidroksil (-OH)
dengan senyawa yang mengandung gugus isosianat (-NCO-) (Noerati dkk.,
2013: 23). Struktur poliuretan dapan dilihat pada Gambar 7.
14
Gambar 7. Struktur Poliuretan (Noerati dkk., 2013: 23).
Spandek mirip dengan karet alam, tetapi serat spandek berwarna putih dan
dapat dicelup serta tahan terhadap minyak. Elastisitas yang dimiliki serat
spandek lebih kecil dari karet, spandek hanya kembali 93% setelah ditarik
sebesar 50%, sedangkan karet dapat kembali 100% meskipun ditarik sampai
100%. Karakteristik Spandek dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik Kain Spandek (Noerati dkk., 2013: 24).
Daya serap
Elastisitas
Sifat kimia
Kemuluran
Hidrofobik, Moisture regain : 0,5-1,5%
Sangat baik, dapat ditarik sampai 500%
Tahan terhadap zat kimia kecuali hipoklorit
400%-600%
Spandek digunakan sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil
untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, dan kain pelapis.
Spandek mempunyai penampang memanjang silinder lurus dan penampang
melintang berbentuk tulang anjing, ketika dibuat benang, permukaan antar
serat cenderung menempel satu sama lain, seperti terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Penampang membujur dan melintang Serat Spandek pada
perbesaran 100x (Noerati dkk., 2013: 23).
15
2. Nanopartikel Perak
Perak adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik memiliki lambang Ag
(Argentum) dan nomor atom 47 (Sugiarto, 1998: 75). Perak merupakan sebuah
logam transisi lunak yang berwarna putih mengkilap, memiliki konduktivitas
listrik dan panas tertinggi di antara logam lain (Morones et al., 2005: 16).
Unsur ini sangat lunak sehingga mudah dibentuk, sangat stabil di udara murni
dan air (Agus Haryono dan Sri Budi Amami, 2010: 34).
Perak dapat diaplikasikan dalam bidang nanoteknologi. Nanoteknologi
adalah teknologi rekayasa material dalam skala nanometer dari atom-atom atau
partikel-partikel untuk mendapatkan sifat-sifat yang dapat dikontrol sesuai
keinginan (Morones, 2005: 203–204). Nanopartikel merupakan dispersi
partikulat dengan ukuran 10-100 nm. Nanopartikel memiliki sifat fisik dan
kimia unik karena ukurannya kecil, sifat tersebut berbeda dengan partikel
berukuran makro. Ukuran partikel dan distribusinya merupakan karakteristik
penting dari sistem nanopartikel (Darwis, 2008: 133).
Prekursor yang umum digunakan dalam pembentukan nanopartikel perak
adalah AgNO3 (perak nitrat) (Elumalai et al., 2011: 88). Sintesis nanopartikel
perak menggunakan bahan ramah lingkungan menawarkan banyak manfaat
dalam aplikasi farmasi dan biomedis lainnya, karena tidak menggunakan bahan
kimia beracun untuk protokol sintesis. Green chemistry adalah penerapan
prinsip penghilangan dan pengurangan senyawa berbahaya dalam aplikasi
produk kimia. Aspek Green Chemistry adalah meminimalisasi zat berbahaya
pada penggunaan katalis reaksi, penggunaan reagen tidak beracun, penggunaan
16
sumber daya dapat diperbaharui, peningkatan efisiensi atom, penggunaan
pelarut ramah lingkungan. Preparasi nanopartikel perak dapat diperoleh secara
Green chemistry dengan sintesis biologis. Sintesis biologis memberikan
kemajuan atas metode kimia dan fisika karena biaya yang murah, ramah
lingkungan, dapat digunakan dalam sintesis skala besar sebagaimana diungkap
oleh Maria Ulfa, Praptining Rahayu, Lussana Rossita Dewi (2013: 1). Sintesis
biologi dapat dilakukan menggunakan mikroorganisme, salah-satunya bakteri.
Zhang et al. (2005: 285) menyatakan bahwa Corynebacterium dapat
mengabsorpsi dan mereduksi perak.
Hasil preparasi nanopartikel perak berupa koloid. Koloid nanopartikel
perak mempunyai warna kuning, transparan, krem, hitam, abu-abu, dan ragam
warna lainnya (Zielinska et al., 2009: 1566). Warna muncul tergantung pada
bentuk dan ukuran dari nanopartikel serta konstanta dielektrik dari media
(Sneha et al., 2010: 993).
Nanopartikel perak dapat dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer
UV-Vis (Agus Haryono dkk, 2008: 158). Spektroskopi UV-Vis merupakan
metode analisis kimia berdasarkan interaksi antar zat kimia dengan energi
berupa penyerapan sinar tampak atau cahaya ultra violet (Baker, 2005: 155).
Radiasi sinar ultraviolet (UV) atau cahaya tampak (Visible = Vis)
menyebabkan elektron dalam suatu molekul organik tereksitasi dan terjadi
transisi elektron. Penyerapan senyawa organik pada spektrokopis didasarkan
pada transisi. Transisi ini terjadi pada daerah spektrum (200 - 700 nm) yang
cocok digunakan dalam eksperimen. Analisis absorbansi dapat sekaligus
17
menunjukkan sifat optis dari suatu material. Selain itu, analisis absorbansi ini
juga merupakan jenis analisis tercepat dan termudah untuk mengetahui
keberhasilan terbentuknya nanopartikel (Chong et al., 2004: 300). Menurut
Sileikaite et al. (2006: 289) menyatakan bahwa koloid nanopartikel perak
memiliki panjang gelombang dengan rentang 350-550 nm pada analisis
spektrofotometer cahaya tampak.
Menurut Allen, D.T., (2008: 13) panjang gelombang dari absorbansi
maksimum digunakan untuk memprediksi ukuran partikel. Semakin besar
ukuran partikel maka puncak serapan akan bergeser ke arah panjang
gelombang yang lebih besar seperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Ukuran dan Karakteristik Spektrum Nanopartikel Perak (Solomon et
al. (2007: 322).
λ max (nm)
395-405
420
438
Ukuran partikel (nm)
10-14
35-50
60-80
3. Corynebacterium glutamicum
Kedudukan Corynebacterium glutamicum dalam taksonomi menurut
Willey et al., (2008: 496, 592, 596), sebagai berikut:
Domain
: Bacteria
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Ordo
: Actinomycetales
Sub ordo
: Corynebacterineae
Family
: Corynebacteriaceae
18
Genus
: Corynebacterium
Species
: Corynebacterium glutamicum
(a)
(b)
Gambar 9. (a) Koloni C. glutamicum pada pengamatan SEM, dan (b)
Koloni C. glutamicum pada pengamatan mikroskopik (Federal Agriculture
Research Centre, 2007)
C. glutamicum merupakan bakteri gram positif yang tidak bergerak,
bersifat anaerob fakultatif, berbentuk batang, tidak membentuk endospora, dan
irregular seperti yang terlihat pada Gambar 9 (a) dan (b). C. glutamicum
mengandung katalase dan menggunakan metabolisme fermentasi untuk
memecah karbohidrat, seperti glukosa, fruktosa, mannosa, maltosa, sukrosa,
trehalosa, selain itu bakteri ini juga positif terhadap uji urea. C. glutamicum
mampu mensintesis produk seperti serin, glutamat, dan lisin (asam amino)
(Holt et al., 1994: 576).
C. glutamicum adalah bakteri non-patogen yang banyak berkontribusi
untuk lingkungan. C. glutamicum sering digunakan untuk mereduksi nitrat
(Holt et al., 1994: 576). Li et al. (2011: 4) menyatakan bahwa C. glutamicum
dapat mereduksi Ag+ menjadi Ag0 secara ekstraseluler dengan produk berupa
nanopartikel perak berukuran 5 nm sampai 50 nm. Dinding sel C. glutamicum
terdiri dari karboksil, fosfat dan kelompok amida, di mana kelompok
19
bermuatan negatif dapat dengan mudah menyerap ion yang bermuatan positif
seperti ion Ag+ (Sneha et al., 2010: 990).
4. Bahan Tekstil Antibakteri
Aplikasi perak pada serat kain untuk mendapatkan sifat antimikroba telah
dilakukan beberapa waktu lalu. Beberapa bakteri menunjukkan meningkat
daya tahannya terhadap antibiotik, sehingga aplikasi perak sebagai antibakteri
semakin banyak dipelajari (Agus Haryono dan Sri Budi Amami, 2010: 2)
Nanopartikel perak telah banyak digunakan karena memiliki spektrum
luas aktivitas antibakteri dan menunjukkan toksisitas rendah terhadap sel
mamalia (Agus Haryono dan Sri Budi Harmami, 2010: 1). Berlawanan dengan
efek bakteri partikel perak, antimikroba partikel perak dipengaruhi oleh ukuran
partikel, semakin kecil ukuran partikel semakin besar efek antimikroba
(Cheng, Karim, dan Seow, 2003: 666). Sifat unik tersebut menyebabkan
aplikasi nanopartikel sangat luas seperti untuk bahan tekstil antibakteri
(Zielinska et al., 2009: 1566).
Durat et al. (2007: 203 dan 205) melakukan pelapisan nanopartikel perak
pada bahan tekstil katun dengan cara mencelupkan kain pada koloid
nanopartikel perak, dimana sebelum dicelupkan kain terlebih dahulu di cuci,
disterilkan, dan dikeringkan. Proses pencelupan dilakukan selama 24 jam dan
dalam kondisi digojok menggunakan shaker. Setelah 24 jam kain dikeringkan
menggunakan oven dengan suhu 70 °C. Hasil penelitian Durat, et al. adalah
kain katun dilapisi nanopartikel perak menunjukkan aktivitas antibakteri yang
signifikan terhadap S. aureus.
20
Antibakteri adalah zat yang dapat menggangu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara menggangu metabolisme bakteri merugikan
(Michael et al., 2009: 786). Antibakteri hanya dapat digunakan jika
mempunyai sifat toksik selektif (Rhoades, Murray, dan Myllarinen, 2007: 3538) artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan penyakit tetapi tidak
beracun bagi penderitanya.
Menurut Sylvia T. Pratiwi (2008: 154) berdasarkan spektrum atau kisaran
kerja, antibakteri dibedakan menjadi:
1. Antibakteri berspektrum sempit, yaitu antibakteri hanya mampu menghambat
segolongan jenis bakteri saja. Contohnya hanya mampu membunuh bakteri
gram positif atau gram negatif saja.
2.
Antibakteri berspektrum luas, yaitu antibakteri dapat menghambat atau
membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun gram negatif.
Brooks, Janet, dan Stephen (2005: 79-80), berdasarkan mode aksinya,
antibakteri dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu:
1.
Merusak DNA, perusakan DNA tersebut akan mengganggu replikasi
sehingga sel dapat terbunuh.
2. Denaturasi protein, perusakan protein tersebut mudah terjadi terutama pada
struktur protein tersier. Struktur protein ini dapat diganggu dengan cepat
oleh sejumlah agen fisik atau kimia menyebabkan protein menjadi tidak
berfungsi.
1.
Gangguan membran atau dinding sel, substansi yang terkonsentrasi pada
permukaan sel menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi membran,
21
sehingga mencegah fungsi normalnya dan membunuh atau menghambat
sel.
2.
Pemindahan kelompok sulfhidril bebas, enzim dan koenzim yang
mengandung gugus sulfhidril bebas seperti koenzim-A dan dihidrolipoat
tidak dapat berfungsi apabila gugus sulfhidril tidak dalam keadaan bebas.
Gangguan fungsi enzim dan koenzim dapat diakibatkan keberadaan agen
pengoksida dan logam yang berikatan dengan gugus sulfhidril pada rantai
disulfida.
Aktivitas antibakteri dibagi menjadi tiga (Michael et al., 2009: 786), yaitu:
1.
Aktivitas bakteriostatik
Menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh patogen
2.
Aktivitas bakteriosidal
Membunuh patogen dalam kisaran luas.
3.
Aktivitas bakteriolitik
Menghambat sintesis dinding sel, sehingga kemungkinan isi sel
(sitoplasma) akan keluar (lisis).
Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode in vivo dan
in vitro. Metode-metode tersebut memiliki prinsip kerja yang sama nanum
berbeda dalam penggunaan jenis bahan. Metode in vitro paling sering
digunakan karena relatif mudah dalam pengerjaannya dan hanya membutuhkan
isolat bakteri sedikit. Metode ini meliputi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau TDT (Tube Dilution Technique) dan metode Kirby Bauer
atau DDT (Disk Difution Technique) (Michael et al., 2009: 786).
22
Metode difusi (Tes Kirby dan Bauer) merupakan metode pengujian
antimikroba yang menggunakan piringan yang berisi agen antimikroba
diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen
antimikroba pada permukaan media agar seperti Gambar 10 (Sylvia T. Pratiwi,
2005: 188).
Gambar 10. Metode Disc Diffusion (Uji Kirby & Bauer) (Kronvall,
http://ki.se/en/labmed/christian-giske-group).
5. Bakteri Uji
Bakteri merupakan sel prokariotik yang memiliki informasi genetik berupa
DNA, tetapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada
membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler dan panjang yang disebut
nukleoid. Bakteri memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi
plasmid berukuran kecil (Koes Irianto, 2013 34). Sel bakteri dikelilingi oleh
membran sitoplasma, berfungsi untuk mengendalikan keluar masuknya suatu
bahan ke dalam sel. Bagian luar sitoplasma dikelilingi oleh dinding sel yang
mengandung peptidoglikan yang bersifat kaku (Brooks, Janet, dan Stephen,
2005: 6).
23
Bakteri dibedakan menjadi dua jenis yaitu, bakteri gram positif dan bakteri
gram negatif. Pelczar dan Chan (2008: 116) menjelaskan, bahwa
pengelompokkan bakteri tersebut didasarkan pada respon terhadap pewarnaan
gram. Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif akan memberikan respon
berbeda pada proses pewarnaan gram. Perbedaan warna pada pengecatan gram
dipengaruhi oleh struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif memiliki komponen khusus pada dinding
selnya masing-masing.
Peptidoglikan bakteri gram negatif hanya 1% hingga 2% dari berat kering
sel sedangkan bakteri gram positif mencapai 20 % dari berat kering sel.
Perbedaan struktur dinding sel bakteri gram negatif dan gram positif
mempengaruhi daya hambat suatu antibakteri. Peptidoglikan terdiri dari
disakarida berulang-ulang melekat pada polipeptida dan membentuk suatu pola
dari molekul-molekul kecil mengelilingi seluruh sel disebut dengan NAsetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat Pelczar dan Chan (2008: 117).
24
Gambar 11. Skema Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram
Negatif (Kane dan Kandel, 2006: 411 dan 507).
Dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks dan tipis dibandingkan
dengan struktur dinding sel bakteri gram positif (Gambar 11). Dinding sel
bakteri gram negatif mengandung tiga komponen khusus yang terletak pada
lapisan
luar
peptidoglikan
yaitu:
lipoprotein,
membran
luar
dan
lipopolisakarida. Dinding sel bakteri gram positif memiliki kandungan
peptidoglikan yang besar dibandingkan dengan bakteri gram negatif (Gambar
11). Bakteri gram positif memiliki asam teikoat, polimer yang bersifat asam
yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat bermuatan
negatif, sehingga mengakibatkan muatan negatif pada permukaan sel bakteri
Gram positif (Brooks, Janet, dan Stephen, 2005: 33).
25
a. Staphylococcus aureus
Kedudukan Staphylococcus aureus dalam taksonomi menurut Willey et
al. (2008: 496, 573), sebagai berikut :
Domain
: Bacteria
Kingdom
: Eubacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Family
: Staphylococcae
Genus
: Staphylococcus
Species
: Staphylococcus aureus
S. aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk kokus dengan
tipe seperti anggur (staphylo) seperti pada Gambar 12 (a) dan (b), koloni
bakterinya berwarna kuning keemasan. Bakteri ini bersifat non motil, tidak
berspora, mampu membentuk kapsul, dan bersifat aerob dan anaerobik
fakultatif (Jawets, Gerard, dan Rudd, 1996: 37-38). S. aureus merupakan
bakteri yang tahan pada pemanasan 60oC selama 30 menit. Bakteri ini
memproduksi enterotoksin yang stabil terhadap pemanasan (termostabil),
tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan, dan relatif
resisten terhadap pengeringan serta radiasi (Sylvia T. Pratiwi, 2008: 204).
26
(a)
(b)
Gambar 12. (a) Koloni S. aureus pada Pengamatan Mikroskopik (Ted
dan Cristine, 2010 : 44), dan (b) Koloni S. aureus pada beberapa perbesaran
(Michael et al., 2009 : 566 dan 588)
Dinding sel S. aureus terdiri dari sebagian besar peptidoglikan dan asam
teikoat yang dihubungkan unit-unit gugus -CH2OH- sebagai molekul pengikat
(Jawets, Gerard, dan Rudd, 1996: 51-52). Membran sel bakteri tersusun oleh
asam lipoteikoat merupakan polimer gliserol fosfat berakhir pada glikolipid
yang menembus membran sitoplasma. Glikan S. aureus menyimpan semua
unit tetrapeptidanya (Rhoades, Murray, dan Myllarinen, 2007: 344). Suatu sel
gram positif, dapat mengandung peptidoglikan 20 kali, cukup untuk 40 lapisan
atau lebih (Fardiaz, 1992: 83).
S. aureus mampu bertahan hidup pada media mengandung NaCl dengan
kadar lebih dari 10%. Hal tersebut menjelaskan bagaimana S. aureus dapat
bersifat toleran terhadap kandungan garam pada kulit manusia yang dihasilkan
oleh kelenjar keringat (Bauman, Elisabeth, dan Ian, 2007: 530).
Staphylococcus aureus sering ditemukan sebagai penyebab infeksi kulit dan
selaput lendir pada manusia. Infeksi kulit pada manusia oleh bakteri ini dapat
menyebabkan bisul, borok, serta nanah pada luka (Brooks, Janet, dan Stephen,
2005: 317-322).
27
b.
Escherichia coli
Kedudukan Escherichia coli dalam taksonomi menurut Willey et al.,
(2008: 496, 552), sebagai berikut :
Domain
: Bacteria
Kingdom
: Eubacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Species
: Escherichia coli
(a)
(b)
Gambar 13. E. coli pada Pengamatan Mikroskopik (a) (Ted dan Cristine,
2010 : 44) dan (b) (Michael et al. 2009: 866-867).
E. coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang seperti terlihat
pada Gambar 13 (a) dan (b), bersifat motil atau non motil dengan flagella
peritrikat dan bersifat anaerobik fakultatif. Kisaran suhu pertumbuhannya
adalah 10-40 oC dengan suhu optimum 37 oC. Nilai pH medium optimum
pertumbuhannya 7,0 – 7,5 (Jawets, Gerard, dan Rudd, 1996: 305-306).
Setengah atau lebih rantai glikan E. coli tidak berikatan dan dapat bebas
dari bagian atau semua unit tetrapeptida. Oleh karena itu, ikatan peptidoglikan
28
pada mikroba tersebut hanya sekitar 30 – 70 %. E. coli mengandung 106
pengulangan unit tetrapeptida disakarida, atau cukup untuk dua atau tiga
lapisan peptidoglikan. Lipoprotein E. coli berbentuk bola lonjong dan
menghasilkan peptidoglikan serupa (Fardiaz, 1992: 83).
E. coli dapat tumbuh di media nutrien sederhana dan dapat
memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas (Pelczar dan
Chan, 2005: 169). E. coli adalah bakteri normal di dalam usus. Bakteri ini
menjadi patogen ketika mereka mencapai jaringan di luar keadaan normal.
Kecepatan berkembang biaknya pada interval ±20 menit jika faktor media,
derajat keasaman dan suhu tetap sesuai. E. coli tersebar di banyak tempat dan
kondisi, oleh karena itu bakteri ini dapat hidup pada tubuh manusia dan
vertebrata lainnya sebagai bakteri patogen (Dwidjoseputro, 2008: 82-83).
Penelitian di bidang biokimia dan biologi molekuler sering menggunakan
bakteri Escherichia coli, karena bakteri ini memiliki beberapa kelebihan,
antara lain: memiliki struktur sederhana, kecepatan dan kemudahan
pertumbuhan sel tinggi, mekanisme sederhana dalam produksi dan transmisi
informasi genetik, memiliki kemampuan tinggi menyesuaikan diri terhadap
lingkungan, serta menunjukkan resistensi dan kekebalan terhadap beberapa zat
antibakteri (M. H. Anshari, 2011: 27).
29
B. Kerangka berfikir
Berdasarkan latar belakang dapat disusun suatu kerangka pemikiran yang
disajikan dalam Gambar 14.
Bahan tekstil umum di pasaran katun,
nilon, poliester, dan spandek
Tidak bersifat antibakteri
Nanopartikel
perak
dideteksi
dengan
spertrofotometer UVVis
Sifat antibakteri dapat dikembangkan
malalui pelapisan nanopartikel perak
pada bahan tekstil
Nanopartikel perak bersifat antibakteri
Bahan
tekstil
dilapisi
nanopartikel perak
Metode sintesis kimia memiliki efek negatif
berupa sifat toksik pada produk dan
menyebabkan
terjadinya
pencemaran
lingkungan, sehingga digunakan metode
green chemistry dengan menggunakan
Corynebacterium glutamicum FHCC-0062
Uji sifat antibakteri pada
bahan tekstil diuji dengan
Escherichia coli ATCC
35218 dan Staphylococcus
aureus ATCC 25924
Gambar 14. Skema Kerangka Berfikir
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah Corynebacterium glutamicum FHCC-0062
mampu mereduksi larutan AgNO3 menjadi nanopartikel perak. Bahan tekstil
(katun, nilon, poliester, dan spandek) yang dilapisi nanopartikel perak memiliki
aktivitas antibakteri yang berbeda.
30
Download
Study collections