BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Bahan Tekstil Kain merupakan jenis bahan tekstil yang diolah dengan cara menyilangkan benang lusi dan benang pakan. Serat tekstil dapat dikelompokkan atas serat alam dan serat buatan (Goet Poespo, 2005: 9). Menurut Noerati dkk. (2013: 1 dan 2) katun merupakan kain yang berasal dari serat alam, sedangkan nilon, poliester dan spandek merupakan kain yang berasal dari serat buatan. Jenis kain berdasarkan jenis serat dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kain berdasarkan Jenis Serat dan Sumbernya Jenis Kain Katun Nilon Poliester Spandek Jenis Serat Selulosa Polimer sintetik Polimer sintetik Polimer sintetik Sumber Serat Kapas Poliamida Ester Poliuretan a. Kain Katun Katun merupakan salah satu jenis serat alam yang berasal dari tumbuhan digunakan sebagai bahan baku industri tekstil. Katun bersumber dari serat kapas, di mana kandungan utamanya adalah selulosa. Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Selulosa (Manurang, 2012: 188). 10 Sifat kimia katun mirip sifat selulosa. Serat katun akan menggembung dalam larutan alkali kuat. Komposisi kimia kain katun disajikan pada Tabel 2. Kain katun sangat populer karena memiliki sifat menguntungkan seperti kuat dalam keadaan basah, dapat menyerap air (higroskopis), tahan panas, dan lembut. Karakteristik kimia kain katun dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Komposisi Kimia Kain Katun (Noerati dkk., 2013: 7). Senyawa Selulosa Protein Kandungan (%) 94 1,3 Pektin Lilin Abu Pigmen dan zat lain 1,2 0,6 1,2 1,7 Tabel 3. Karakteristik Kain Katun (Noerati dkk., 2013: 8). Daya serap Elastisitas Sifat kimia Kemuluran Hidrofilik, moisture regain: 8,5% Kurang baik Tidak tahan terhadap asam yang kuat, alkali, dan bahan kimia yang berlebihan Mulur serat kapas rata-rata sekitar 7% Berdasarkan permukaan yang besar dan kemampuannya menjaga kelembutan, menjadikan kain katun sebagai media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme (Agus Haryono dan Sri Budi Amami, 2010: 5). Morfologi serat kapas jika dilihat di bawah mikroskop mempunyai penampang membujur dan melintang dapat dilihat pada Gambar 2. penampang membujur seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti ginjal dengan lubang ditengah yang disebut lumen. 11 Gambar 2. Penampang membujur dan melintang serat kapas pada perbesaran 1000x (Noerati dkk., 2013: 7). b. Kain Nilon Nilon adalah serat sintetik hasil kopolimerasi dari asam adipat dan heksametildaniamin membentuk polimer dengan struktur supermolekuler kristalin (Zubaidi A. Kailani, 2005: 510). Struktur kimia nilon dapat dilihat pada Gambar 3. berupa rantai senyawa yang panjang dari poliamida sintetik dengan gugus berulang -CONH, sebagai suatu bagian terpadu dari rantai polimernya. Nilon juga mempunyai komponen gugus fungsi berupa amina (NH2) dan karboksilat (COOH) (Kuntari dan Gde P. Astawa, 2007: 164). Gambar 3. Struktur Kain Nilon (Noerati dkk., 2013: 18). Poliamida dibuat dari hasil reaksi senyawa diamina dan dikarboksilat. Karakteristik serat poliamida dapat dilihat pada Tabel 4. Serat poliamida memiliki ketahanan kimia yang baik sehingga penggunaannya cukup luas, seperti bahan pakaian dalam, baju olah raga, benang penguat ban, terpal, dan sabuk penarik (Noerati dkk., 2013: 19). Serat poliamida mempunyai penampang melintang bermacam macam, tetapi yang paling umum adalah 12 bentuk trilobal dan bulat. Kenampakan morfologi serat poliamida secara membujur dan melintang dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 4. Karakteristik Serat Poliamida (Noerati dkk., 2013: 19). Daya serap Elastisitas Hidrofobik, moisture regain sekitar 4% Cukup baik, pada penarikan 16% masih kembali ke semula sebesar 97% Sangat tahan basa, rusak oleh asam kuat 18-40% Sifat kimia Kemuluran Gambar 4. Penampang membujur dan melintang serat poliamida pada perbesaran 1000x (Noerati dkk., 2013: 19). c. Kain Poliester Poliester merupakan serat yang tersusun atas senyawa ester sebagai unit ulang. Serat poliester dibuat dari hasil reaksi antara asam terftalat dengan etilena glikol menjadi ester etilenaglikol tereftalat, selanjutnya dipolimerisasikan secara kondensasi menjadi poliester (Noerati dkk., 2013: 15, dan 16). Struktur poliester dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur Poliester (Noerati dkk., 2013: 16). 13 Poliester dibuat dalam bentuk chips kemudian dipintal dengan metode pemintalan leleh menjadi benang filamen poliester (Delima Suardiningsih, 2013:11). Karakteristik serat poliester dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Serat Poliester (Noerati dkk., 2013: 17). Daya serap Elastisitas Sifat kimia Kemuluran Hidrofobik, Moisture regain : 0,4% Pada penarikan 8% dapat kembali kebentuk semula sampai 80% Tidak tahan terhadap alkali kuat, tahan terhadap asam 25% sampai 11% Secara umum serat poliester berbentuk silinder lurus untuk penampang membujur dan bulat untuk penampang melintangnya yang menyebabkan serat lebih nyaman dipakai karena banyak menyimpan udara di sela-sela permukaannya, seperti yang disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Penampang membujur dan melintang serat poliester pada perbesaran 1000x (Noerati dkk., 2013: 17). d. Kain Spandek Spandek merupakan serat polimer yang mempunyai ciri adanya gugus fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utama polimer. Gugus fungsi uretan dihasilkan dari reaksi antara senyawa yang mengandung gugus hidroksil (-OH) dengan senyawa yang mengandung gugus isosianat (-NCO-) (Noerati dkk., 2013: 23). Struktur poliuretan dapan dilihat pada Gambar 7. 14 Gambar 7. Struktur Poliuretan (Noerati dkk., 2013: 23). Spandek mirip dengan karet alam, tetapi serat spandek berwarna putih dan dapat dicelup serta tahan terhadap minyak. Elastisitas yang dimiliki serat spandek lebih kecil dari karet, spandek hanya kembali 93% setelah ditarik sebesar 50%, sedangkan karet dapat kembali 100% meskipun ditarik sampai 100%. Karakteristik Spandek dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Kain Spandek (Noerati dkk., 2013: 24). Daya serap Elastisitas Sifat kimia Kemuluran Hidrofobik, Moisture regain : 0,5-1,5% Sangat baik, dapat ditarik sampai 500% Tahan terhadap zat kimia kecuali hipoklorit 400%-600% Spandek digunakan sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, dan kain pelapis. Spandek mempunyai penampang memanjang silinder lurus dan penampang melintang berbentuk tulang anjing, ketika dibuat benang, permukaan antar serat cenderung menempel satu sama lain, seperti terlihat pada Gambar 8. Gambar 8. Penampang membujur dan melintang Serat Spandek pada perbesaran 100x (Noerati dkk., 2013: 23). 15 2. Nanopartikel Perak Perak adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik memiliki lambang Ag (Argentum) dan nomor atom 47 (Sugiarto, 1998: 75). Perak merupakan sebuah logam transisi lunak yang berwarna putih mengkilap, memiliki konduktivitas listrik dan panas tertinggi di antara logam lain (Morones et al., 2005: 16). Unsur ini sangat lunak sehingga mudah dibentuk, sangat stabil di udara murni dan air (Agus Haryono dan Sri Budi Amami, 2010: 34). Perak dapat diaplikasikan dalam bidang nanoteknologi. Nanoteknologi adalah teknologi rekayasa material dalam skala nanometer dari atom-atom atau partikel-partikel untuk mendapatkan sifat-sifat yang dapat dikontrol sesuai keinginan (Morones, 2005: 203–204). Nanopartikel merupakan dispersi partikulat dengan ukuran 10-100 nm. Nanopartikel memiliki sifat fisik dan kimia unik karena ukurannya kecil, sifat tersebut berbeda dengan partikel berukuran makro. Ukuran partikel dan distribusinya merupakan karakteristik penting dari sistem nanopartikel (Darwis, 2008: 133). Prekursor yang umum digunakan dalam pembentukan nanopartikel perak adalah AgNO3 (perak nitrat) (Elumalai et al., 2011: 88). Sintesis nanopartikel perak menggunakan bahan ramah lingkungan menawarkan banyak manfaat dalam aplikasi farmasi dan biomedis lainnya, karena tidak menggunakan bahan kimia beracun untuk protokol sintesis. Green chemistry adalah penerapan prinsip penghilangan dan pengurangan senyawa berbahaya dalam aplikasi produk kimia. Aspek Green Chemistry adalah meminimalisasi zat berbahaya pada penggunaan katalis reaksi, penggunaan reagen tidak beracun, penggunaan 16 sumber daya dapat diperbaharui, peningkatan efisiensi atom, penggunaan pelarut ramah lingkungan. Preparasi nanopartikel perak dapat diperoleh secara Green chemistry dengan sintesis biologis. Sintesis biologis memberikan kemajuan atas metode kimia dan fisika karena biaya yang murah, ramah lingkungan, dapat digunakan dalam sintesis skala besar sebagaimana diungkap oleh Maria Ulfa, Praptining Rahayu, Lussana Rossita Dewi (2013: 1). Sintesis biologi dapat dilakukan menggunakan mikroorganisme, salah-satunya bakteri. Zhang et al. (2005: 285) menyatakan bahwa Corynebacterium dapat mengabsorpsi dan mereduksi perak. Hasil preparasi nanopartikel perak berupa koloid. Koloid nanopartikel perak mempunyai warna kuning, transparan, krem, hitam, abu-abu, dan ragam warna lainnya (Zielinska et al., 2009: 1566). Warna muncul tergantung pada bentuk dan ukuran dari nanopartikel serta konstanta dielektrik dari media (Sneha et al., 2010: 993). Nanopartikel perak dapat dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Agus Haryono dkk, 2008: 158). Spektroskopi UV-Vis merupakan metode analisis kimia berdasarkan interaksi antar zat kimia dengan energi berupa penyerapan sinar tampak atau cahaya ultra violet (Baker, 2005: 155). Radiasi sinar ultraviolet (UV) atau cahaya tampak (Visible = Vis) menyebabkan elektron dalam suatu molekul organik tereksitasi dan terjadi transisi elektron. Penyerapan senyawa organik pada spektrokopis didasarkan pada transisi. Transisi ini terjadi pada daerah spektrum (200 - 700 nm) yang cocok digunakan dalam eksperimen. Analisis absorbansi dapat sekaligus 17 menunjukkan sifat optis dari suatu material. Selain itu, analisis absorbansi ini juga merupakan jenis analisis tercepat dan termudah untuk mengetahui keberhasilan terbentuknya nanopartikel (Chong et al., 2004: 300). Menurut Sileikaite et al. (2006: 289) menyatakan bahwa koloid nanopartikel perak memiliki panjang gelombang dengan rentang 350-550 nm pada analisis spektrofotometer cahaya tampak. Menurut Allen, D.T., (2008: 13) panjang gelombang dari absorbansi maksimum digunakan untuk memprediksi ukuran partikel. Semakin besar ukuran partikel maka puncak serapan akan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih besar seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Ukuran dan Karakteristik Spektrum Nanopartikel Perak (Solomon et al. (2007: 322). λ max (nm) 395-405 420 438 Ukuran partikel (nm) 10-14 35-50 60-80 3. Corynebacterium glutamicum Kedudukan Corynebacterium glutamicum dalam taksonomi menurut Willey et al., (2008: 496, 592, 596), sebagai berikut: Domain : Bacteria Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Ordo : Actinomycetales Sub ordo : Corynebacterineae Family : Corynebacteriaceae 18 Genus : Corynebacterium Species : Corynebacterium glutamicum (a) (b) Gambar 9. (a) Koloni C. glutamicum pada pengamatan SEM, dan (b) Koloni C. glutamicum pada pengamatan mikroskopik (Federal Agriculture Research Centre, 2007) C. glutamicum merupakan bakteri gram positif yang tidak bergerak, bersifat anaerob fakultatif, berbentuk batang, tidak membentuk endospora, dan irregular seperti yang terlihat pada Gambar 9 (a) dan (b). C. glutamicum mengandung katalase dan menggunakan metabolisme fermentasi untuk memecah karbohidrat, seperti glukosa, fruktosa, mannosa, maltosa, sukrosa, trehalosa, selain itu bakteri ini juga positif terhadap uji urea. C. glutamicum mampu mensintesis produk seperti serin, glutamat, dan lisin (asam amino) (Holt et al., 1994: 576). C. glutamicum adalah bakteri non-patogen yang banyak berkontribusi untuk lingkungan. C. glutamicum sering digunakan untuk mereduksi nitrat (Holt et al., 1994: 576). Li et al. (2011: 4) menyatakan bahwa C. glutamicum dapat mereduksi Ag+ menjadi Ag0 secara ekstraseluler dengan produk berupa nanopartikel perak berukuran 5 nm sampai 50 nm. Dinding sel C. glutamicum terdiri dari karboksil, fosfat dan kelompok amida, di mana kelompok 19 bermuatan negatif dapat dengan mudah menyerap ion yang bermuatan positif seperti ion Ag+ (Sneha et al., 2010: 990). 4. Bahan Tekstil Antibakteri Aplikasi perak pada serat kain untuk mendapatkan sifat antimikroba telah dilakukan beberapa waktu lalu. Beberapa bakteri menunjukkan meningkat daya tahannya terhadap antibiotik, sehingga aplikasi perak sebagai antibakteri semakin banyak dipelajari (Agus Haryono dan Sri Budi Amami, 2010: 2) Nanopartikel perak telah banyak digunakan karena memiliki spektrum luas aktivitas antibakteri dan menunjukkan toksisitas rendah terhadap sel mamalia (Agus Haryono dan Sri Budi Harmami, 2010: 1). Berlawanan dengan efek bakteri partikel perak, antimikroba partikel perak dipengaruhi oleh ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel semakin besar efek antimikroba (Cheng, Karim, dan Seow, 2003: 666). Sifat unik tersebut menyebabkan aplikasi nanopartikel sangat luas seperti untuk bahan tekstil antibakteri (Zielinska et al., 2009: 1566). Durat et al. (2007: 203 dan 205) melakukan pelapisan nanopartikel perak pada bahan tekstil katun dengan cara mencelupkan kain pada koloid nanopartikel perak, dimana sebelum dicelupkan kain terlebih dahulu di cuci, disterilkan, dan dikeringkan. Proses pencelupan dilakukan selama 24 jam dan dalam kondisi digojok menggunakan shaker. Setelah 24 jam kain dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70 °C. Hasil penelitian Durat, et al. adalah kain katun dilapisi nanopartikel perak menunjukkan aktivitas antibakteri yang signifikan terhadap S. aureus. 20 Antibakteri adalah zat yang dapat menggangu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara menggangu metabolisme bakteri merugikan (Michael et al., 2009: 786). Antibakteri hanya dapat digunakan jika mempunyai sifat toksik selektif (Rhoades, Murray, dan Myllarinen, 2007: 3538) artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan penyakit tetapi tidak beracun bagi penderitanya. Menurut Sylvia T. Pratiwi (2008: 154) berdasarkan spektrum atau kisaran kerja, antibakteri dibedakan menjadi: 1. Antibakteri berspektrum sempit, yaitu antibakteri hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja. Contohnya hanya mampu membunuh bakteri gram positif atau gram negatif saja. 2. Antibakteri berspektrum luas, yaitu antibakteri dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun gram negatif. Brooks, Janet, dan Stephen (2005: 79-80), berdasarkan mode aksinya, antibakteri dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu: 1. Merusak DNA, perusakan DNA tersebut akan mengganggu replikasi sehingga sel dapat terbunuh. 2. Denaturasi protein, perusakan protein tersebut mudah terjadi terutama pada struktur protein tersier. Struktur protein ini dapat diganggu dengan cepat oleh sejumlah agen fisik atau kimia menyebabkan protein menjadi tidak berfungsi. 1. Gangguan membran atau dinding sel, substansi yang terkonsentrasi pada permukaan sel menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi membran, 21 sehingga mencegah fungsi normalnya dan membunuh atau menghambat sel. 2. Pemindahan kelompok sulfhidril bebas, enzim dan koenzim yang mengandung gugus sulfhidril bebas seperti koenzim-A dan dihidrolipoat tidak dapat berfungsi apabila gugus sulfhidril tidak dalam keadaan bebas. Gangguan fungsi enzim dan koenzim dapat diakibatkan keberadaan agen pengoksida dan logam yang berikatan dengan gugus sulfhidril pada rantai disulfida. Aktivitas antibakteri dibagi menjadi tiga (Michael et al., 2009: 786), yaitu: 1. Aktivitas bakteriostatik Menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh patogen 2. Aktivitas bakteriosidal Membunuh patogen dalam kisaran luas. 3. Aktivitas bakteriolitik Menghambat sintesis dinding sel, sehingga kemungkinan isi sel (sitoplasma) akan keluar (lisis). Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode in vivo dan in vitro. Metode-metode tersebut memiliki prinsip kerja yang sama nanum berbeda dalam penggunaan jenis bahan. Metode in vitro paling sering digunakan karena relatif mudah dalam pengerjaannya dan hanya membutuhkan isolat bakteri sedikit. Metode ini meliputi MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau TDT (Tube Dilution Technique) dan metode Kirby Bauer atau DDT (Disk Difution Technique) (Michael et al., 2009: 786). 22 Metode difusi (Tes Kirby dan Bauer) merupakan metode pengujian antimikroba yang menggunakan piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar seperti Gambar 10 (Sylvia T. Pratiwi, 2005: 188). Gambar 10. Metode Disc Diffusion (Uji Kirby & Bauer) (Kronvall, http://ki.se/en/labmed/christian-giske-group). 5. Bakteri Uji Bakteri merupakan sel prokariotik yang memiliki informasi genetik berupa DNA, tetapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler dan panjang yang disebut nukleoid. Bakteri memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid berukuran kecil (Koes Irianto, 2013 34). Sel bakteri dikelilingi oleh membran sitoplasma, berfungsi untuk mengendalikan keluar masuknya suatu bahan ke dalam sel. Bagian luar sitoplasma dikelilingi oleh dinding sel yang mengandung peptidoglikan yang bersifat kaku (Brooks, Janet, dan Stephen, 2005: 6). 23 Bakteri dibedakan menjadi dua jenis yaitu, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Pelczar dan Chan (2008: 116) menjelaskan, bahwa pengelompokkan bakteri tersebut didasarkan pada respon terhadap pewarnaan gram. Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif akan memberikan respon berbeda pada proses pewarnaan gram. Perbedaan warna pada pengecatan gram dipengaruhi oleh struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif memiliki komponen khusus pada dinding selnya masing-masing. Peptidoglikan bakteri gram negatif hanya 1% hingga 2% dari berat kering sel sedangkan bakteri gram positif mencapai 20 % dari berat kering sel. Perbedaan struktur dinding sel bakteri gram negatif dan gram positif mempengaruhi daya hambat suatu antibakteri. Peptidoglikan terdiri dari disakarida berulang-ulang melekat pada polipeptida dan membentuk suatu pola dari molekul-molekul kecil mengelilingi seluruh sel disebut dengan NAsetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat Pelczar dan Chan (2008: 117). 24 Gambar 11. Skema Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif (Kane dan Kandel, 2006: 411 dan 507). Dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks dan tipis dibandingkan dengan struktur dinding sel bakteri gram positif (Gambar 11). Dinding sel bakteri gram negatif mengandung tiga komponen khusus yang terletak pada lapisan luar peptidoglikan yaitu: lipoprotein, membran luar dan lipopolisakarida. Dinding sel bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang besar dibandingkan dengan bakteri gram negatif (Gambar 11). Bakteri gram positif memiliki asam teikoat, polimer yang bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat bermuatan negatif, sehingga mengakibatkan muatan negatif pada permukaan sel bakteri Gram positif (Brooks, Janet, dan Stephen, 2005: 33). 25 a. Staphylococcus aureus Kedudukan Staphylococcus aureus dalam taksonomi menurut Willey et al. (2008: 496, 573), sebagai berikut : Domain : Bacteria Kingdom : Eubacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Ordo : Bacillales Family : Staphylococcae Genus : Staphylococcus Species : Staphylococcus aureus S. aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk kokus dengan tipe seperti anggur (staphylo) seperti pada Gambar 12 (a) dan (b), koloni bakterinya berwarna kuning keemasan. Bakteri ini bersifat non motil, tidak berspora, mampu membentuk kapsul, dan bersifat aerob dan anaerobik fakultatif (Jawets, Gerard, dan Rudd, 1996: 37-38). S. aureus merupakan bakteri yang tahan pada pemanasan 60oC selama 30 menit. Bakteri ini memproduksi enterotoksin yang stabil terhadap pemanasan (termostabil), tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan, dan relatif resisten terhadap pengeringan serta radiasi (Sylvia T. Pratiwi, 2008: 204). 26 (a) (b) Gambar 12. (a) Koloni S. aureus pada Pengamatan Mikroskopik (Ted dan Cristine, 2010 : 44), dan (b) Koloni S. aureus pada beberapa perbesaran (Michael et al., 2009 : 566 dan 588) Dinding sel S. aureus terdiri dari sebagian besar peptidoglikan dan asam teikoat yang dihubungkan unit-unit gugus -CH2OH- sebagai molekul pengikat (Jawets, Gerard, dan Rudd, 1996: 51-52). Membran sel bakteri tersusun oleh asam lipoteikoat merupakan polimer gliserol fosfat berakhir pada glikolipid yang menembus membran sitoplasma. Glikan S. aureus menyimpan semua unit tetrapeptidanya (Rhoades, Murray, dan Myllarinen, 2007: 344). Suatu sel gram positif, dapat mengandung peptidoglikan 20 kali, cukup untuk 40 lapisan atau lebih (Fardiaz, 1992: 83). S. aureus mampu bertahan hidup pada media mengandung NaCl dengan kadar lebih dari 10%. Hal tersebut menjelaskan bagaimana S. aureus dapat bersifat toleran terhadap kandungan garam pada kulit manusia yang dihasilkan oleh kelenjar keringat (Bauman, Elisabeth, dan Ian, 2007: 530). Staphylococcus aureus sering ditemukan sebagai penyebab infeksi kulit dan selaput lendir pada manusia. Infeksi kulit pada manusia oleh bakteri ini dapat menyebabkan bisul, borok, serta nanah pada luka (Brooks, Janet, dan Stephen, 2005: 317-322). 27 b. Escherichia coli Kedudukan Escherichia coli dalam taksonomi menurut Willey et al., (2008: 496, 552), sebagai berikut : Domain : Bacteria Kingdom : Eubacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Species : Escherichia coli (a) (b) Gambar 13. E. coli pada Pengamatan Mikroskopik (a) (Ted dan Cristine, 2010 : 44) dan (b) (Michael et al. 2009: 866-867). E. coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang seperti terlihat pada Gambar 13 (a) dan (b), bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan bersifat anaerobik fakultatif. Kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 oC dengan suhu optimum 37 oC. Nilai pH medium optimum pertumbuhannya 7,0 – 7,5 (Jawets, Gerard, dan Rudd, 1996: 305-306). Setengah atau lebih rantai glikan E. coli tidak berikatan dan dapat bebas dari bagian atau semua unit tetrapeptida. Oleh karena itu, ikatan peptidoglikan 28 pada mikroba tersebut hanya sekitar 30 – 70 %. E. coli mengandung 106 pengulangan unit tetrapeptida disakarida, atau cukup untuk dua atau tiga lapisan peptidoglikan. Lipoprotein E. coli berbentuk bola lonjong dan menghasilkan peptidoglikan serupa (Fardiaz, 1992: 83). E. coli dapat tumbuh di media nutrien sederhana dan dapat memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas (Pelczar dan Chan, 2005: 169). E. coli adalah bakteri normal di dalam usus. Bakteri ini menjadi patogen ketika mereka mencapai jaringan di luar keadaan normal. Kecepatan berkembang biaknya pada interval ±20 menit jika faktor media, derajat keasaman dan suhu tetap sesuai. E. coli tersebar di banyak tempat dan kondisi, oleh karena itu bakteri ini dapat hidup pada tubuh manusia dan vertebrata lainnya sebagai bakteri patogen (Dwidjoseputro, 2008: 82-83). Penelitian di bidang biokimia dan biologi molekuler sering menggunakan bakteri Escherichia coli, karena bakteri ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain: memiliki struktur sederhana, kecepatan dan kemudahan pertumbuhan sel tinggi, mekanisme sederhana dalam produksi dan transmisi informasi genetik, memiliki kemampuan tinggi menyesuaikan diri terhadap lingkungan, serta menunjukkan resistensi dan kekebalan terhadap beberapa zat antibakteri (M. H. Anshari, 2011: 27). 29 B. Kerangka berfikir Berdasarkan latar belakang dapat disusun suatu kerangka pemikiran yang disajikan dalam Gambar 14. Bahan tekstil umum di pasaran katun, nilon, poliester, dan spandek Tidak bersifat antibakteri Nanopartikel perak dideteksi dengan spertrofotometer UVVis Sifat antibakteri dapat dikembangkan malalui pelapisan nanopartikel perak pada bahan tekstil Nanopartikel perak bersifat antibakteri Bahan tekstil dilapisi nanopartikel perak Metode sintesis kimia memiliki efek negatif berupa sifat toksik pada produk dan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, sehingga digunakan metode green chemistry dengan menggunakan Corynebacterium glutamicum FHCC-0062 Uji sifat antibakteri pada bahan tekstil diuji dengan Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25924 Gambar 14. Skema Kerangka Berfikir C. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah Corynebacterium glutamicum FHCC-0062 mampu mereduksi larutan AgNO3 menjadi nanopartikel perak. Bahan tekstil (katun, nilon, poliester, dan spandek) yang dilapisi nanopartikel perak memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda. 30