Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Patin (Pangasius pangasius) Effect of stocking density on the growth rate patin fish (Pangasius pangasius) Andreas H. Marpaung(1), Syammaun Usman(2), Indra Lesmana(2) (1) Mahasiswa program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (E-mail : [email protected]) (2) Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara ABSTRACT Patin fish is one of cultivication fish which familiar and have high economical price in Indonesia. Intensive cultivication can be done bya optimizing the stocking density. This research aims to determine optimum stocking density with an average length is 10 cm and weight is 5 gr. Patins are use as much as 324 fishes and maintenance container use are 9 aquariums with size 40 cm x 20 cm x 20 cm and the volume water are 12 liters each aquarium. The method use is Completly Randomize Design with the treatment of stocking density 1 fish/liter (P1); 3 fish/liter (P2); 5 fish/liter(P3). Ended treatment showed length P1 12,34 cm; P2 12,01 cm; P3 11,76 cm and weight P1 7,49 gr; ; P2 7,08 gr; P3 6,71 gr. Stocking density significantly affected on the length and weight growth rate. Keywords : Pangasius pangasius, patin, stocking density, growth rate PENDAHULUAN Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan, hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Menurut Mandiri Tani (2009) ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat digemari masyarakat karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dibutuhkan oleh manusia untuk pertumbuhan. Subsektor perikanan merupakan pemegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan kebutuhan protein bagi rakyat Indonesia. Produksi ikan mencapai kurang lebih 2 juta ton per tahun, sebagian besar 74% yaitu berasal dari laut dan sisanya 26% dari perairan tawar (Mariyono dan Sundana, 2002). Usaha perbaikan kualitas ikan sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi dan keuntungan pembudidaya ikan. Induk dan benih yang memiliki mutu tinggi mutlak diperlukan dalam kegiatan budidaya karena dari induk unggul diharapkan didapatkan benih yang berkualitas pula. Benih berkualitas dapat dilihat dari tingkat pertumbuhannya yang cepat, FCR rendah, tahan terhadap penyakit sehingga nantinya dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan pembudidaya (Setiyono dkk, 2012). Menurut Hepher dan Pruginin (1981), peningkatan kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical santding crop) sehingga pada kepadatan tertentu pertumbuhan akan terhenti karena telah mencapai titik carrying capacity (daya dukung lingkungan). Untuk memperoleh hasil yang optimal, peningkatan kepadatan harus juga diikuti dengan peningkatan carrying capacity. Salah satu cara meningkatkan carrying capacity yaitu dengan pengelolaan lingkungan budidaya melalui sistem resirkulasi. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2016 – November 2016, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium untuk pemeliharaan ikan patin dengan ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm sebanyak 9 buah, pompa air, pH meter, DO meter, termometer, ammoniak tes kit, kertas milimeter, timbangan digital dan rak kayu. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain ikan patin dengan ukuran panjang rata-rata 10 cm/ekor dan bobot rata-rata 5 gram/ekor sebanyak 324 ekor. Prosedur Penelitian Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali yang disusun secara acak dengan perlakuan sebagai berikut: Perlakuan 1 dengan padat tebar 1 ekor/liter (P1) Perlakuan 2 dengan padat tebar 3 ekor/liter (P2) Perlakuan 3 dengan padat tebar 5 ekor/liter (P3) Rancangan ini digunakan karena keragaman kondisi lingkungan, alat, bahan dan media yang digunakan adalah homogen atau letak/posisi masing-masing unit tidak mempengaruhi hasil-hasil percobaan, dan percobaan ini dilakukan pada kondisi terkendali atau setiap unit percobaan secara keseluruhan memiliki peluang yang sama besar untuk menempati akuarium percobaan. Persiapan Alat dan Bahan Akuarium yang akan digunakan dicuci menggunakan larutan detergen kemudian dibilas dengan bersih dan di isi air bersih dan diaerasi selama 24 jam. Kemudian media filter disusun didalam bak filter dan dilakukan pengisian ulang air ke dalam akuarium, bak penampungan, dan bak filter. Sebelum ikan ditebar, sistem sirkulasi yang telah disusun dijalankan terlebih dahulu selama 7 hari agar debit dari air inlet dan outlet sama atau stabil dan kandungan kaporit dalam air yang digunakan menurun, karena sumber air yang digunakan berasal dari air PAM. Selama penelitian atau 40 hari akan dilakukan pergantian air setinggi 3 cm dari tinggi air di akuarium atau 20% dari volume air pemeliharaan di akuarium atau sebanyak 2,4 liter setiap 4 hari sekali untuk membersihkan bak filter, bak penampungan serta mengurangi kotoran dan menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap sesuai dengan kualitas air yang dibutuhkan oleh ikan patin dan membersihkan bak filter. Penebaran Ikan Uji Ikan yang digunakan adalah ikan patin. Sebelum ditebar, ikan disterilisasi dengan cara direndam dalam larutan blue copper sebanyak 5 ml dalam 20 liter air selama 3 detik dilakukan pengukuran kualitas air pemeliharaan dan kemudian aklimatisasi terlebih dahulu terhadap media dan lingkungan pemeliharaan. Setelah proses adaptasi maka ikan ditebar kedalam 9 akuarium, dengan kepadatan masing-masing 1 ekor/liter, 3 ekor/liter dan 5 ekor/liter dengan bobot 5 gr/ekor. Pemberian Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan komersil dengan kandungan protein 30% dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali dalam satu hari yaitu pukul 09.00, 13.00 dan 18.00 WIB dengan jumlah pemberian pakan 5% dari bobot ikan per hari. Kualitas Air Parameter kualitas air pemeliharaan ditentukan dengan mengukur parameter kualitas air selama penelitian yang terdiri dari parameter fisika dan kimia yang telah ditentukan yaitu pH, ammonia, DO, suhu. Data ini digunakan untuk menentukan kelayakan kualitas air media pemeliharaan selama penelitian apakah masih memenuhi baku kelayakan hidup ikan patin. Pengukuran suhu dan DO dilakukan setiap hari sedangkan pengukuran kandungan Ammonia dan pH dilakukan setiap 10 hari sekali dengan menggunakan Ammonia testkit dan pH meter. Pengukuran ammonia dilakukan dengan mengambil sampel dari setiap perlakuan sebelum dilakukan pergantian air. Pengumpulan Data Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup (SR) adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Untuk menghitung kelangsungan hidup (SR) digunakan rumus dari Goddard (1996): 𝑁𝑡 SR = x 100 % 𝑁0 Keterangan : SR : kelangsungan hidup benih (%) Nt : jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor) N0 : Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor) Pengukuran Pertumbuhan Bobot Laju pertumbuhan bobot menjadi parameter utama dalam budidaya ikan patin. Pengukuran pertumbuhan bobot dilakukan setiap 10 hari dan dengan pengambilan contoh ikan sampel sebanyak 50 % dari jumlah ikan uji pada setiap wadah percobaan. Laju pertumbuhan bobot (ΔW) dihitung dengan rumus (Effendie, 1997): ΔW= Wt – W0 Keterangan: ΔW = Laju pertumbuhan bobot harian (%) Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) W0 = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur suhu, pH, amoniak dan DO. Pengukuran suhu diukur dengan menggunakan thermometer pada pagi, siang, dan sore hari. PH diukur dengan menggunakan pH meter dalam rentang waktu 10 hari sekali. Ammonia diukur dengan menggunakan ammonia testkit. DO diukur dengan menggunakan DO meter. Analisis Data Untuk mengetahui apakah pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati berpengaruh nyata atau tidak kemudian dilakukan uji analisis ragam (ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan 95%. Jika ada perbedaan nyata, maka akan diuji lanjut dengan menggunakan BNJ (Beda Nyata Jujur) pada selang kepercayaan 95% dan selanjutnya data akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data berupa pertumbuhan panjang (cm), pertumbuhan berat (gr), kelangsungan hidup (%) dan data hasil pengamatan kualitas air selama penelitian. Pertumbuhan Panjang Ikan Patin Laju pertumbuhan ikan patin yang diperlihara selama 40 hari pada setiap perlakuan P1, P2 dan P3 berturut – turut adalah 2,32 cm, 2 cm dan 1,74 cm. Laju pertumbuhan panjang tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yakni sebesar 2,32 cm sedangkan laju pertumbuhan panjang terkecil terdapat pada P3 1,74 cm yakni sebesar seperti pada Gambar 1. 3 Panjjang Rata-Rata (cm) Pengukuran Pertumbuhan Panjang Pengukuran panjang dilakukan setiap 10 hari. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kertas milimeter. Dengan pengambilan contoh ikan sampel sebanyak 50 % dari jumlah ikan uji pada setiap wadah percobaan. Laju pertumbuhan panjang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie, 1997) : ΔL = Lt – L0 Keterangan: ΔL = Pertumbuhan panjang (cm) Lt = Panjang rata-rata akhir (cm) L0 = Panjang rata-rata awal (cm) 2,32 2 1.74 2 1 0 P1 Perlakuan P2 P3 Berdasarkan pengamatan peningkatan padat tebar yang diberikan terhadap ikan patin juga mempengaruhi laju pertumbuhan Tabel 1. Panjang Perlakuan Rata-rata P1 P2 P3 Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata 0 10.02 10.01 10.01 (cm) 2,45 Bobot Rata - Rata (gr) 2,05 Ikan Patin Panjang Hari Ke- (cm) 10 20 30 10.72 11.10 11.91 10.47 10.95 11.44 10.32 10.65 11.11 Pertumbuhan Bobot Ikan Patin Laju pertumbuhan bobot yang dipelihara pada tingkat kepadatan P1, P2 dan P3 berturut – turut adalah 2,45 gr, 2,05 gr dan 1,68 gr. Laju pertumbuhan bobot tertinggi ada pada perlakuan P1 yaitu 2,45 gr sedangkan laju pertumbuhan bobot terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu 1,68 gr. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5. 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 panjang ikan patin selama pemeliharaan 40 hari. Selama 40 12.34 12.01 11.76 Penelitian ΔL 2.32 2.00 1.74 Berdasarkan pengamatan dan sampling yang dilakukan, peningkatan padat penebaran yang diberikan terhadap ikan patin mempengaruhi laju bobot ikan patin selama masa pemeliharaan 40 hari (Lampiran 3) seperti pada Gambar 6. Grafik menunjukkan pada setiap sampling dilakukan nilai pertambahan bobot tertinggi diperoleh pada P1 kemudian diikuti perlakuan P2 dan perlakuan P3 memiliki nilai bobot terendah. 1,68 P1 P2 Perlakuan P3 Tabel 2. Bobot Rata-rata (gr) Ikan Patin Selama Penelitian Perlakuan Rata-rata P1 P2 P3 Rata-rata Rata-rata Rata-rata 0 5.04 5.03 5.02 masa Bobot Hari Ke- (gr) 10 20 30 5.65 6.49 7.07 5.41 6.2 6.65 5.35 5.68 6.2 40 7.49 7.08 6.71 ΔW 2.45 2.05 1.68 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup ikan patin yang dipelihara dengan tingkat kepadatan 1 ekor/liter (P1), 3 ekor/liter (P2), dan 5 ekor/liter (P3) selama 40 hari berkisar 88,89% – 80,56%. Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan P1 sebesar 88,89% dan nilai terendah pada perlakuan P3 sebesar 80,56% atau untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7. 88,89 Kelangsungan Hidup (%) 90 84,26 85 80,56 80 75 P1 P2 Perlakuan P3 Pembahasan Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang, berat maupun volume dalam waktu tertentu (Susanto, 1997). Laju pertumbuhan panjang tertinggi dan pertumbuhan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu berturut – turut 2,32 cm dan 2,45 gr sedangkan laju pertumbuhan panjang dan pertumbuhan bobot terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu 1,743 cm dan 1,68 gr. Berdasarkan uji lanjut (BNJ) menunjukkan bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P3. Pertambahan panjang pada ikan patin diiringi dengan pertambahan bobot ikan tersebut atau laju pertumbuhan panjang berbanding lurus dengan pertumbuhan bobot ikan patin hal ini dapat dilihat pada lampiran 2 dan lampiran 3. Semakin besar nilai koefisien keragaman panjang maka dalam populasi tersebut ukuran antar individu akan semakin beragam. Keseragaman ukuran ikan dalam suatu populasi sangat penting karena apabila terjadi keragaman yang tinggi maka kompetisi yang terjadi didalamnya semakin tinggi pula dalam hal ini adalah kompetisi perebutan ruang gerak. Penurunan nilai laju pertumbuhan panjang, pertumbuhan panjang mutlak dan nilai koefisien keragaman ikan yang tinggi diduga karena ruang gerak ikan yang semakin sempit dengan meningkatnya padat penebaran. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wedemeyer (1996) bahwa peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Rata – rata ikan yang mati adalah ikan yang berukuran kecil karena adanya kompetisi dengan ikan yang berukuran lebih besar dalam perebutan ruang gerak. Sehingga ikan yang berukuran lebih besar mendominasi ruang gerak. Hal ini yang menyebabkan ikan yang berukuran kecil menjadi terhambat pertumbuhannya sehingga pertumbuhan panjang mutlak ikan menurun dan koefisien keragamannya tinggi. Kualitas air juga menjadi salah satu faktor pendukung pada pertumbuhan ikan patin, dimana pada penelitian diperoleh kualitas air antara lain suhu 28oC - 30 oC, pH 6,5 – 7,3 , DO 5,2 – 7,0 dan amoniak 0 – 0,1. Sedangkan menurut Kordi (2005) ikan patin hidup pada pH 6,5 – 9,0 dan suhu berkisar 25 oC – 33 oC. Jumlah pakan yang diberikan pada setiap perlakuan adalah sama yakni sebesar 5 % daari bobot tubuh ikan patin setiap harinya. Pertumbuhan akan semakin cepat jika makanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ikan, sedangkan jika pakan diberikan secara berlebih kedalam wadah pemeliharaan maka mengakibatkan penurunan kualitas air. Kandungan gizi dalam pakan juga mempengaruhi pertumbuhan ikan. Dalam penelitian ini pakan yang digunakan adalah pakan buatan jenis FF999 yang biasa digunakan oleh pembudidaya. Pemeliharaan pada penelitian ini menggunakan pakan pellet ikan, sedangkan pada habitat aslinya patin termasuk hewan omnivora. Kualitas air media budidaya dipengaruhi oleh kandungan amoniak didalamnya. Penurunan kualitas air dapat menyebabkan ikan stres yang kemudian dapat mengganggu laju pertumbuhan ikan. Penurunan kualitas air juga dapat disebabkan karena pemberian jumlah pakan yang berlebih sehingga menyebabkan pakan tersisa dan tidak termakan oleh ikan. Pakan yang tersisa akan terakumulasi menjadi racun dan toksik bagi ikan budidaya karena adanya proses penguraian bahan organik dimana proses tersebut dilakukan oleh bakteri anerob yang menggunakan oksigen terlarut dalam air untuk membantu proses dekomposisi. Sumpono (2005) menyatakan bahwa meningkatnya konsentrasi amoniak selain disebabkan oleh semakin tingginya padat penebaran juga dipengaruhi oleh waktu pemeliharaan. Kematian ikan terjadi akibat dari persaingan yang timbul dari tingkat kepadatan yang tinggi sehingga kepadatan menjadi salah satu faktor pembatas terhadap kelangsungan hidup ikan. Hal ini dapat juga terjadi karena perlakuan pada padat tebar tertinggi telah melampaui daya dukung perairan. Daya dukung merupakan salah satu kemampuan suatu perairan untuk dapat mendukung kehidupan biota dalam perairan tanpa menambah atau mengurangi biomasssanya. Peningkatan padat penebaran akan mengganggu tingkah laku ikan ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Selama pemeliharaan terjadi kematian ikan pada beberapa perlakuan. Hal ini terjadi pada hari pertama penelitan hingga hari ke empat puluh. Persaingan ruang gerak mengakibatkan banyak ikan patin mati terutama pada perllakuan 5 ekor/liter. Nilai kelangsungan hidup ikan patin pada akhir penelitian berkisar antara 88,89% - 80,56%, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa padat tebar ikan patin P1, P2 dan P3 yang dipelihara selama 40 hari. Pada pemeliharaan ini tingkat kelangsungan hidup menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar ikan hingga 5 ekor/liter menunjukkan tingkat kematian yang paling banyak. Nilai kualitas air juga mempengaruhi terhadap kematian ikan, menurut Kordi (2005) ikan patin hidup pada pH 6,5 – 9,0 dan suhu berkisar 25 oC – 33 oC, dari hasil penelitian yang telah dilakukan nilai kualitas air yang didapat yaitu pH 5,1 – 7,3, suhu 28 oC – 30 oC. Penurunan pH disebabkan oleh peningkatan CO2 akibat respirasi sedangkan jumlah O2 berkurang akibat respirasi dan perombakan zat organik melalui proses oksidasi yang memerlukan oksigen. Sebagaimana makhluk hidup lainnya, ikan membutuhkan linngkungan yang nyaman agar dapat hidup. Berdasarkan pengukuran kualitas air media pemeliharaan, nilai DO selama masa pemeliharaan berkisar antara 4,7 – 7,0 mg/L. nilai DO 7 mg/L hanya terdapat pada awal pemeliharaan yang kemudian terus menerus turun hingga diakhir pemeliharan terdapat nilai 4,7 mg/L yang terdapat pada P3. Pada pengukuran DO dan pH terjadi penurunan sedangkan pada amoniak terjadi peningkatan di setiap perlakuan yang diberikan hal ini disebabkan karena akuarium sebagai wadah pemeliharaan terhubung antara satu sama lain. Pada parameter ammonia terjadi peningkatan nilai. Nilai terendah hanya terdapat pada awal pemeliharaan kemudian terus mengalami peningkatan hingga hari ke empat puluh pemeliharaan sebesar 0,01 mg/L. hasil dari pengukuran amoniak juga menunjukkan kadar dari setiap perlakuan adalah sama. Sedangkan hasil pengukuran suhu selama pemiliharaan berkisar 28 oC – 30 oC. Pada parameter suhu mengalami fluktuasi sesuai dengan kondisi lingkungan dan cuaca, namun tidak terjadi perubahan suhu drastis selama pemeliharaan karena dilakukan pada lingkungan yang terkontrol. Hasil pengukuran suhu juga menunjukkan nilai yang sama pada setiap perlakuan. Suhu juga merupakan salah satu parameter yang menentukan keberhasilan budidaya. Suhu merupakan faktor penting yaitu sebagai controlling factor yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Ikan merupakan hewan berdarah dingin yang berarti suhu tubuh dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 o C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebesar 2 – 3 kali lipat. Menurut Goddard (1996) menyebutkan bahwa kualitas air menurun seiring peningkatan padat tebar yang diikuti oleh penurunan tingkat pertumbuhan. Namun jika kondisi lingkungan dapat dipertahankan dengan baik dan pemberian pakan yang cukup, kepadatan ikan yang tinggi akan meningkatan produksi. Padat penebaran dan pertukaran air akan sangat mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup dan efisensi pakan. Oksigen yang semakin berkurang dapat ditingkatkan dengan pergantian air dan pemberian aerasi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1. Padat penebararan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang dan bobot ikan patin yang dipelihara selama 40 hari masa penelitian 2. Berdasarkan hasil uji lanjut perlakuan P1 berbeda sangat nyata dengan P2 dan P3 sehingga diperoleh perlakuan terbaik adalah perlakuan P1. Jadi padat tebar optimal pada pemeliharaan ikan Patin adalah 1 ekor/liter Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan ukuran benih ikan patin yang lebih kecil atau dengan perlakuan di bawah 1 ekor/liter untuk mengetahui apakah pada tingkat padat penebaran yang lebih kecil masih memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ikan patin. DAFTAR PUSTAKA Achyar, M. 1979. Perikanan Darat. Indonesia Membangun. V. Mosa. Bandung Affiatti, N.A, Lim. 1986. Pengaruh Saat Awal Pemberian Pakan Alami Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Bull. Penel. Perik. Darat. 5(1): hlm 66 - 69 Anggorodi. 1990. Ilmu dan Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta. Bardach J.E, J.H Ryther dan W.O McLarney. 1972. Aquaculture : The Farming and Husbandry of Fresh Water and Marine Organism. John Wiley and Sons. New York Effendie, M.I. 1985. Biologi Perikanan. Bagian I : Study Natural History. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 163 hal. Effendie, M.I. 1997. Metode Perancangan Percobaan. CV. Amrico. Bandung. Effendie, M.I. 2002. Perikanan. Yayasan Nusantara. Yogyakarta. Biologi Pustaka Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta. Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall. New York. Hatimah, S.W. 1992. Penelitian Pendahuluan Budidaya. Buletin Penelitian Perikanan Darat, Vol. 8 Nomor 1. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor. Hepper, B dan Y. Pruginin. 1981. Commercial Fish Farming : with Special Reference to Fish Culture in Israel. John Wiley and Sons. New York. Kordi, M. Ghufran. 2005. Budidaya Perairan. Citra Aditya Bakti. Yogyakarta. Mariono dan A. Sundana. 2002. Teknik Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Bercak Merah Pada Ikan Air Tawar yang Disebabkan Oleh Bakteri Aeromonas hydropilia. Buletin Teknik Pertanian Vol. 7 Nomor 1 Hal 33. Santoso, Budi. 1996. Budidaya Ikan Nila. Kanisius. Yogyakarta. Serdiati. 1988. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang dipelihara dalam Keramba pada Kolam dengan Input Air Limbah Rumah Tangga. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hassanudin. Ujung Pandang. Setiawan, D.H. 2009. Petunjuk Lengkap Budidaya Ikan Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta. Setiyono, D.J dan Maria Ulfah. 2011. Pembenihan Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta. Sugianto. 2007. Metode Pengolahan Data. Bandung Sumpomo. 2005. Pengelolaan Pakan, Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit. Litkayasa Balai Budidaya Air Tawar Situbondo. Situbondo. Suresh, A.V., dan Lin, C.K. 1992. Effect of Stocking Density on Water Quality and Production of Red Tilapia in a Recirculated Water System. Aquacultural Engineering. Susanto, Heru dan Khairul Amri. 1997. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutikno, E. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Jurnal Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Tim . Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidroponik. CV Nuansa Alia. Bandung Timmons, M.B., dan Losordo, T.M. 1994. Aquaculture Water Resue System : Engineering Design and Management. Elsevier Science. Amsterdam Netherland. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Vesilind, P., A., J., J Pierce dan R.F. Weiner. 1993. Environtment Engineering. Butterworth-Heineman. New York Wedemeyer, G.A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Aquaculture Systems. Chapman and Hall. New York. Zonneveld, N. E. A., Huisman dan J.H. Boon. 1991. Prinsip – Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.