Keberlanjutan Arsitektur Kolonial Bangunan Gereja Di Malang

advertisement
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
Keberlanjutan Arsitektur Kolonial Bangunan Gereja
Di Malang Sebagai Pembentuk Landmark Kawasan
1)Staf
Nur Fauziah1
Pengajar Program Studi Teknik Arsitektur, Universitas Muhammadiyah Surabaya
e-mail: 2) [email protected]
ABSTRAK
Bangunan kolonial menyimpan begitu banyak kearifan desain yang menciptakan kenyamanan dan
keindahan visual dalam skala tapak maupun kawasan, sebagaimana yang terdapat di Kota Malang.
Malang sebagai salah satu kota hasil rancangan Belanda, memiliki banyak bangunan kolonial dengan
berbagai gaya bangunan dan jenis fungsi bangunan, termasuk bangunan peribadatan berupa gereja
kolonial. Kajian ini bertujuan untuk mengupas aspek desain arsitektural, aspek peran bangunan
terhadap kawasan kota Malang, serta aspek regulasi Peraturan Daerah Malang yang mendukung upaya
pelestarian bangunan gereja kolonial. Hasil dari kajian ini dapat bermanfaat untuk mempertahankan
dan mengapresiasi keberadaan bangunan gereja kolonial di Malang, dalam konteks keberlanjutannya di
masa depan. Kajian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi langsung di lokasi
studi dan metode kualitatif berupa wawancara dan survey literatur terkait. Adapun proses analisis
menggunakan metode deskriptif evaluatif, yaitu untuk mengolah dan menganalisis data-data primer dan
sekunder yang berupa kebijakan Pemerintah Kota Malang sehubungan dengan upaya pelestarian
bangunan gereja kolonial di Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek desain arsitektural
bangunan amatan mencirikan bangunan bergaya gotik dan neo-gotik yang tanggap terhadap iklim tropis
Kota Malang. Kondisi bangunan gereja masih terawat dan terpelihara dengan mengalami beberapa
tahap peremajaan. Peran bangunan terhadap kawasan adalah sebagai landmark yang secara visual
memberikan ciri khas terhadap identitas kawasan.Bangunan gereja kolonial yang ada di Malang telah
dilindungi oleh Ranperda Kota Malang Tahun 2011 tentang RDTRK Malang Tengah, sehingga (jika telah
di-Perda-kan), maka pada implementasinya seharusnya mendapatkan budget dari Pemkot Malang untuk
perawatan dan pemeliharaan, serta langkah pengembangan dan pelestariannya harus melalui suatu
kajian khusus oleh tim ahli, sehingga sesuai dan selaras dengan desain dan gaya arsitektural aslinya.
Kata kunci: Arsitektur kolonial, bangunan gereja, Kota Malang
ABSTRACT
Dutch colonial buildings represent various wisdom design creating comfort and visual aesthetic of the
site and regional scale, as found in Malang. Malang, as one of the cities designed by the Dutch, has many
colonial buildings with a variety of building styles and types of building functions, including religious
buildings in the form of colonial churches. This study aims to analyze aspects of architectural design, the
role of buildings on regional scope, and regulatory aspects of the Regional Regulation of Malang supporting
conservation of colonial churches. The results of this study can be useful to maintain and appreciate the
existence of colonial churches in Malang, in the context of sustainability in the future. This study uses data
collection methods such as direct observation in the study area and qualitative method such as interviews
and related literature surveys. The process of analysis uses descriptive evaluative method to process and
analyze primary and secondary data of architectural aspects, the role of church buildings in Malang, and
government policy related to the preservation of colonial churches in Malang. The results showed that the
building architecturalaspects of building observed characterize gothic and neo-gothic styles with tropical
climate responsive design. The condition of the church buildings are well maintained and preserved
through several stages of rejuvenation. Each building has played prominent role in regional scale as a
landmark that visually shape and strengthen a characteristic of the region's identity. Colonial churches in
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
923
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
Malang has been protected by Ranperda Malang 2011 on RDTRK Central Malang, so (if already
regulated), then the City Government should provide budget in implementation, as well as the development
and conservation strategies must go through a special assessment counducted by the experts, so that will be
appropriate with the original design and architectural style.
Keywords: Dutch architecture, church buildings, Malang
Pendahuluan
Bangunan kolonial merupakan artefak peninggalan pemerintahan Belanda semasa berkuasa di
Indonesia. Jika dilihat dari aspek kearifan desain arsitekturalnya, maka bangunan kolonial menyimpan
begitu banyak prinsip-prinsip desain yang berdaptasi dengan kondisi iklim tropis Indonesia, yang
menciptakan kenyamanan thermal bagi penggunanya dan keindahan pandang secara visual, baik dalam
skala tapak, maupun dalam skala kawasan.
Kota Malang merupakan salah satu kota di Indonesia yang dirancang oleh arsitek Belanda, yaitu
Herman Thomas Karsten. Tidak heran jika Kota Malang memiliki begitu banyak bangunan kolonial yang
sampai saat ini masih difungsikan dan terpelihara dengan baik, yang menjadi landmark dan focal point
dalam konteks visual townscapes Kota Malang. Adapun bangunan kolonial di Malang terdiri dari
berbagai gaya arsitektural dan berbagai jenis fungsi bangunan, yang salah satunya adalah jenis
bangunan peribadatan.
Bangunan peribadatan di Kota Malang yaitu berupa bangunan gereja kolonial, baik gereja Kristen
Protestan maupun gereja Katolik, yang diantaranya adalah tiga buah gereja terbesar di Malang yaitu
GPIB Immanuel di Jalan Merdeka Barat, Gereja Katolik Hati Kudus Yesus di Jalan Basuki Rahmat,
serta Gereja Katedral Santa Maria Bunda Karmel di Jalan Buring. Pada saat ini, keberadaan bangunan
gereja tersebut memerlukan kajian tersendiri dalam konteks desain, peran keberadaan bangunan
terhadap kawasan kota, serta aspek kebijakan yang menunjang upaya pelestarian bangunan tersebut.
Kajian ini bertujuan untuk mengupas aspek desain arsitektural, aspek peran bangunan terhadap
kawasan kota Malang, serta aspek regulasi Peraturan Daerah Malang yang mendukung upaya
pelestarian bangunan gereja kolonial. Hasil dari kajian ini dapat bermanfaat untuk mempertahankan
dan mengapresiasi keberadaan bangunan gereja kolonial di Malang, dalam konteks keberlanjutannya di
masa depan.
Metode Penelitian/Pengabdian Kepada Masyarakat
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi langsung ke wilayah studi,
wawancara dengan pengurus gereja, serta penelursuran literatur terkait. Observasi ke lapangan
bertujuan untuk mengamati dan mendokumentasikan aspek arsitektural bangunan dengan
menggunakan kamera saku (pocket camera). Wawancara dengan pengurus gereja bertujuan untuk
menggali informasi tentang sejarah pembangunan gereja serta tahap renovasi yang telah dilakukan
selama ini. Adapun penelusuran literatur terkait bertujuan untuk mendapatkan data-data pendukung
lainnya serta data-data tentang regulasi setempat yang mengatur tentang pelestarian bangunan gereja
kolonial di Malang.
Tahap analisis dan sintesis menggunakan metode deskriptif evaluatif, yaitu untuk mengolah dan
menganalisis data-data primer dan sekunder yang berupa aspek arsitektural dan peran bangunan gereja
kolonial di Malang, serta berupa kebijakan Pemerintah Kota Malang sehubungan dengan upaya
pelestarian bangunan gereja kolonial di Malang.
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
924
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
Hasil dan Pembahasan
Arsitektur Kolonial Bangunan GPIB Immanuel Malang
Latar belakang berdirinya bangunan GPIB Immanuel di Jalan Merdeka Barat yaitu karena adanya
kebutuhan bagi orang-orang Belanda yang ada di Malang akan sarana peribadatan, sehingga sekitar
tahun 1860 dibangunlah gereja tersebut. Dari aspek arsitektural, gereja ini telah beradaptasi dengan
iklim tropis di Kota Malang, yaitu dengan memaksimalkan bukaan-bukaan berupa jendela yang sangat
tinggi dan lebar yang terdapat di sepanjang dinding samping gereja, sehingga dapat memaksimalkan
penghawaan dan pencahayaan alami. Adapun bentuk atap bangunan gereja adalah pelana, dengan detail
plafond yang terbuat dari kayu dan bergaya klasik yang unik. Adapun kondisi gereja pada saat ini masih
terawat dan terpelihara dengan baik, dengan secara berkala melakukan beberapa renovasi dan
maintenance baik berupa pengecatan dinding eksterior maupun interior, serta melakukan renovasi
perbaikan konstruksi menara gereja.
2
1
3
Gambar 1. Eksterior gereja dengan deret jendela di bagian samping; Gambar 2. Detail fasade
menara; Gambar 3. Detail pintu utama gereja
4
5
Gambar 4. Interior ruang jemaat
Gambar 5. Detail langit-langit
Dari aspek townscape, keberadaan bangunan ini secara visual memberikan ke-khas-an tertentu di
kawasan alun-alun Merdeka, karena bangunan GPIB ini terletak di posisi sudut persimpangan antara
Jalan Meredeka Barat dan Jalan. A.R. Hakim, sehingga sosok anggun gereja ini dapat terlihat dengan
sudut visual yang tepat jika dilihat dari arah Jalan Basuk Rahmat yang menuju ke persimpangan Jalan
Merdeka Barat.
6
Gambar 6. Posisi gereja di sudut persimpangan jalan
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
925
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
Arsitektur Kolonial Bangunan Gereja Hati Kudus Yesus Malang
Latar belakang berdirinya gereja ini yaitu didorong oleh kebutuhan orang-orang Belanda yang
beragama Katolik untuk memiliki tempat ibadah. Pada awalnya, sejak tahun 1880, umat Katolik dan
Protestan melakukan ibadah di GPIB Jl. Merdeka Barat secara bergiliran, sesuai jadwal yang telah
disepakati. Namun, menjelang perayaan Paskah tahun 1896, terjadilah suatu peristiwa yang
menyebabkan umat Katolik merayakan Paskah di pendopo Kabupaten. Hal ini menjadi tonggak
berdirinya gereja Katolik di Malang. Setelah itu pada tanggal 18 November 1896, dibangunlah gereja
darurat di Jalan Merdeka Utara yang sekarang menjadi lokasi Bank Indonesia.
8
7
Gambar 7. Gereja Darurat tahun 1896-1905; dan Gambar 8. Interior Gereja Darurat tahun 1896-1905
Sumber: Indrakusuma & Dewanto, 1997Gereja sementara
Pada tahun 1900, dibelilah tanah di Jalan Basuk Rahmat yang menjadi lokasi berdirinya Gereja
Hati Kudus Yesus saat ini. Pada bulan Maret 1905 dibangun terlebih dahulu gedung pastoran dengan
arsitek bernama Ir. Marius J. Hullswit. Kemudian pada tanggal 11 Mei 1905 dibangunlah gedung Gereja
HKY dengan arsitek Ir. Hullswit. Adapun menara gereja dibangun kemudian pada tahun 1930.
Secara desain arsitektural, gereja ini bergaya neo-gotik dengan langit-langit berbentuk runcing yang
ditopang oleh struktur besi. Gereja ini dipenuhi oleh ornamen kaca patri yang sangat indah yang sampai
sekarang masih terjaga keasliannya. Adapun gereja ini telah mengalami dua kali renovasi pada menara,
karena salib besi yang berat di puncak menara jatuh menimpa atap. Selain itu, terjadi juga perbaikan
pada material penutup atap di bangunan utama gereja, yaitu terjadi pergantian material dari sirap
menjadi genting, karena bahan sirap yang asli sudah dimakan usia. Selain itu, perawatan berkala juga
selalu dilakukan, seperti pengecatan dinding dan perawatan bangku-bangku gereja.
10
9
11
12
Gambar 9. Eksterior Gereja HKY; Gambar 10. Detail pintu utama; Gambar 11. Detail rose window di
atas main entrance; Gambar 12. Detail rose window di atas daun pintu utama
13
14
15
Gambar 13. Detail fasade gereja; Gambar 14. Tampak samping gereja dengan dormer di bagian
samping atap; Gambar 15. Detail kaca patri pada jendela samping
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
926
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
16
18
17
Gambar 16. Altar gereja dan kubahnya; Gambar 17. Motif lantai dan bangku jemaat yang
masih asli; Gambar 18. Detail kaca patri di atas pintu yang menuju ke ruang jemaat.
19
20
Gambar 19. Ruang pertemuan di Gedung Pastoran; Gambar 20. Selasar di Gedung Pastoran
Dari aspek townscape, Gereja Katolik HKY ini menjadi salah satu landmark kawasan Kayutangan.
Posisi bangunan yang tepat berada di suatu titik persimpangan jalan, menghadirkan suatu kualitas
visual yang sangat indah dan menguatkan karakter kawasan bahkan karakter Kota Malang, terutama
jika dilihat dari arah barat Jalan Basuki Rahmat. Namun sangat disayangkan, bahwa artefak megah
peninggalan masa kolonial tersebut sekarang terhalang oleh keberadaan jembatan penyeberangan dan
papan reklame. Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus Pemkot Malang, mengingat bahwa
kawasan Kayutangan merupakan salah satu kawasan konservasi di Malang, dan bangunan gereja ini
juga merupakan salah satu bangunan cagar budaya di Malang. Terhalangnya kualitas visual kawasan
Kayutangan secara keseluruhan. pandangan ke arah sosok bangunan Gereja Hati Kudus Yesus telah
menurunkan
21
22
Gambar 21. Jembatan penyeberangan dan media reklame yang menghalangi kontak visual ke arah
Gereja HKY; Gambar 22. Posisi Gereja HKY yang menciptakan sudut visual yang indah pada posisi
pandang tertentu.
C. Arsitektur Kolonial Bangunan Gereja Katedral Santa Maria Bunda Karmel
Malang
Gereja Santa Maria Bunda Karmel berlokasi di Jalan Guntur No. 2 Ijen Boulevard, Malang. Gereja
ini merupakan Gereja Katedral di Kota Malang, yang dibangun pada tanggal 11 Februari 1934 pada
masa pemerintahan Belanda. Perancangnya adalah Biro Arsitek Rijksen en Estorgie.
Dari aspek arsitekturalnya, gereja ini dibangun dengan gaya klasik, dengan desain atap berbentuk
gotik. Renovasi yang pernah dilakukan yaitu berupa penggantian penutup atap sirap menjadi genting,
serta pengecatan dinding luar dan dalam gereja. Adapun bangku-bangku jemaat masih asli dan secara
berkala selalu dirawat, dibersihkan dan dilapisi ulang dengan politur.
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
927
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
23
24
25
Gambar 23. Fasade Gereja Katedral; Gambar 24. Detail ornamen pada fasade; Gambar 25.
Kaca patri pada rose window di fasade (dilihat dari dalam)
26
27
28
Gambar 26. Kubah altar; Gambar 27. Ruang jemaat; Gambar 28. Detail langit-langit
29
31
30
Gambar 29. Jendela kaca patri pada ruang persiapan ibadah; Gambar 30. Deretan jendela
kaca patri di dinding samping ruang jemaat; Gambar 31.Detail jendela kaca patri di ruang
jemaat
32
34
33
Gambar 32. Motif lantai di ruang transisi sebelum memasuki ruang jemaat; Gambar 33. Motif lantai
di ruang jemaat; Gambar 34. Detail ornamen di dinding pembatas antara ruang transisi dan ruang
jemaat
35
36
37
Gambar 35. Detail tangga menuju menara; Gambar 36. Detail pintu utama gereja;
Gambar 37. Detail pintu samping gereja
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
928
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
40
38
39
Gambar 38. Eksterior gereja; Gambar 39 & 40. Penambahan gedung kantor dengan desain yang
selaras dengan desain asli.
Letak Gereja Katedral Bunda Karmel tersebut yaitu di suatu jalan simpang lima di kawasan Jalan
Ijen yang merupakan kawasan konservasi. Keberadaan bangunan gereja ini menjadi salah satu
landmark kawasan Ijen Boulevard. Secara visual, kehadiran bangunan ini memperkuat karakter khas
kawasan Ijen Boulevard, bahkan memperkuat karakter khas Kota Malang.
Gambar 41. Sosok megah Gereja Katedral sebagai landmark kawasan Ijen
Sumber: http://fotodedi.wordpress.com/2010/07/15/
D. Kebijakan Pemerintah Kota Malang
Aspek kebijakan yang mendukung pelestarian bangunan gereja kolonial di Kota Malang
diantaranya adalah sebagaimana tercantum di dalam RANPERDA Kota Malang Tahun 2011 tentang
RDTRK Malang Tengah, yaitu pada pasal berikut:
 Pasal 37
1) Kawasan cagar budaya di Malang Tengah terdiri dari lingkungan cagar budaya dan
bangunan cagar budaya.
2) Lingkungan cagar budaya sebagaimana yang dimaksud Ayat (1) yang harus dilindungi dan
dilestarikan meliputi:
a. kawasan Kayutangan yang terdiri dari kompleks pertokoan di sepanjang koridor
Kajoetangan straat, dan pertokoan di perempatan Kajoetangan straat-Semeru straat.
b. kawasan Alun-alun Tugu yang terdiri dari Stasiun Kereta Api Malang, Gedung
HBS/AMS di JP. Coen Plein (Alun-Alun Bunder), dan Balai Kota, dan;
c. koridor Jalan Semeru-Jalan Ijen yang terdiri dari gedung Sekolah Menengah Kristen
(Christ MULO School), dan Komplek Stadion Gajayana.
3) Bangunan Cagar Budaya sebagaimana yang dimaksud Ayat (1) yang harus dilindungi dan
dilestarikan meliputi Gereja Kathedral Hati Kudus, Sekolah Cor-Jessu, Gedung PLN,
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
929
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534

Toko Oen, bangunan rumah tinggal dan bangunan fasilitas umum lainnya dengan karakter
gaya arsitektural kolonial indische dan kolonial modern.
4) Benda Cagar Budaya wajib dipertahankan keberadaannya dengan tidak mengalihkan
dan/atau merubah fungsi dan desain dan/atau gaya arsitekturalnya.
5) Terkait dengan BCB untuk pengembangan lebih lanjut mengenai keberadan BCB di Kota
Malang mengenai perlindungan dan pelestariannya dilakukan terutama pada 3 tahapan (1)
eksporasi atau penelitian, (2) upaya pelestarian melalui preservasi dan konservasi, dan
restorasi/rehabilitas/rekonstruksi, renovasi, adaptasi, addisi, gentrifikasi dan demolisi (3)
pemanfaatan BCB atau situs yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa lepas.
Pasal 47
Pengembangan kawasan peribadatan dilakukan dengan:
1) mempertahankan fasilitas peribadatan yang sudah ada terutama untuk skala kota meliputi
Masjid Jami’ Kota Malang di Jalan Merdeka Barat, GPIB Jemaat “IMMANUEL” di
Jalan Arif Rahman Hakim, Gereja Katolik “Paroki Hati Kudus Yesus” di Jalan
Jenderal Basuki Rahmat dan Gereja Katolik Kathedral “Santa Perawan Maria
Dari Gunung Karmel” di Jl. Buring;
2) pengembangan fasilitas peribadatan skala lingkungan berupa musholla secara merata
sesuai kebutuhan dengan lokasi menyatu dengan kawasan permukiman.
Kesimpulan
Beberapa aspek yang telah melatarbelakangi berdirinya gereja kolonial di Malang, merupakan suatu
rentetan kejadian yang saling berhubungan satu dengan yang lain, serta merupakan cikal bakal
berkembangnya agama Kristen dan Katolik di kota Malang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek desain arsitektural bangunan amatan mencirikan
bangunan bergaya gotik dan neo-gotik yang tanggap terhadap iklim tropis Kota Malang. Kondisi
bangunan gereja masih terawat dan terpelihara dengan mengalami beberapa tahap peremajaan. Peran
bangunan terhadap kawasan adalah sebagai landmark yang secara visual memberikan ciri khas
terhadap identitas kawasan.
Bangunan gereja kolonial yang ada di Malang telah dilindungi oleh Ranperda Kota Malang Tahun
2011 tentang RDTRK Malang Tengah, sehingga (jika telah di-Perda-kan), maka pada implementasinya
seharusnya mendapatkan budget dari Pemkot Malang untuk perawatan dan pemeliharaan, serta
langkah pengembangan dan pelestariannya harus melalui suatu kajian khusus oleh tim ahli, sehingga
sesuai dan selaras dengan desain dan gaya arsitektural aslinya.
Daftar Pustaka
1. Dwitagama, Dedi. 2010. Santa Maria Bunda Karmel Cathedral, SOLDIER & Becak MALANG.
http://fotodedi.wordpress.com/2010/07/15/santa-maria-bunda-karmel-cathedral-soldier-becak-malang/
(31 Desember 2011).
2. Indrakusuma, F.X. Y. Wijaya & Dewanto, Fred. (1997). Buku Kenangan Perayaan 100 Tahun
Paroki Hati Kudus Yesus Kayutangan Malang. Malang: Paroki Hati Kudus Yesus Malang.
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
930
Download