Kinerja Berbuah Rahmat bagi Bangsa Eselon II DITJEN

advertisement
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
ISSN 0853-7127
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat:
Kinerja Berbuah Rahmat bagi Bangsa
Wawancara:
Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi
Eselon II DITJENBIMAS Katolik:
Menggaungkan Budaya Kerja, Meningkatkan Kinerja
PROFICIAT
atas
Promosi Doktor Bidang Antropologi
Bapak Aloma Sarumaha
Universitas Indonesia, 7 Juli 2015
Salam Redaksi
Pelindung:
Direktur Jenderal Bimas Katolik
Merdeka!
Penasihat:
Sekretaris DITJENBIMAS Katolik
Penanggungjawab:
Yohanes Dwimbo Kamil
Ketua:
Yohan Koesmantoro
Dewan Redaksi:
Sumardiyono
Alexander Joko Kurnianto
Pormadi Simbolon
Seven Simbolon
Maria Loek Nama Masang
Marcus Supriyanto
Bhethania Bahar Barani
Albertus Nugroho Budi Pranoto
Yosephina S. Djeer
Alamat Redaksi:
Jln. MH. Thamrin No. 6, Jakarta Pusat
Majalah Bimas Katolik hadir lagi menyapa
pembaca, menyajikan berbagai informasi seputar
program dan kegiatan di lingkungan
DITJENBIMAS Katolik. Harapannya, berbagai
program dan kegiatan ini tersampaikan kepada
masyarakat sebagai bentuk sosialisasi melalui media
ini.
Dengan memadukan tema besar
INPRINTAK dengan berbagai momen penting
sepanjang bulan Mei sampai dengan Agustus 2015,
Ma ja l a h B i ma s Ka tol i k sema kin b er wa rna .
Menampilkan beberapa Tokoh penting yang bicara
lugas tentang INPRINTAK, juga beberapa sajian
liputan Pusat dan Daerah, serta rubrik lainnya yang
menarik untuk dibaca.
Redaksi mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah menyumbang artikel sehingga
memperkaya isi Majalah Bimas Katolik. Ada
beberapa artikel yang belum sempat dimasukkan
pada edisi ini, dan akan coba diramu untuk edisi
berikutnya. Semoga ini menjadi motivasi bagi kita
semua untuk berkarya melalui pengembangan bakat
ilmiah dalam bentuk tulisan.
Akhirnya, Redaksi mengucapkan selamat
membaca, semoga informasi yang disajikan bisa
menambah wawasan, dan terutama informasi
program dan kegiatan dapat tersampaikan dengan
baik kepada masyarakat sebagai bentuk pelayanan
Bimas Katolik kepada masyarakat Katolik dan
kepada Negara.
Pro Ecclesia et Patria!
e-Mail:
[email protected]
Keterangan foto cover: Mgr. P.C. Mandagi, MSC menyambut
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin pada pembukaan Rapat
Pleno Nasional Komisi HAK KWI
Majalah Bimas Katolik menerima tulisan berupa: liputan berita/opini/artikel lainnya yang sesuai dengan visi dan misi DITJENBIMAS
Katolik. Kriteria tulisan: asli, bukan plagiasi, bukan rangkuman pendapat/buku orang lain, tidak menyinggung Suku, Agama, Ras, dan
Antargolongan (SARA), belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain termasuk blog, dan tidak bisa dikirim bersamaan ke media/
majalah lain. Setiap tulisan disertai identitas lengkap (nama, pekerjan, alamat, nomor kontak), foto penulis, dan foto-foto penunjang
tulisan. Tulisan diketik dengan spasi satu setengah, font times new roman, size 12, maksimal 3 (tiga) halaman, ukuran kertas A4. Tulisan
yang dimuat akan mendapat 1 (satu) eksemplar Majalah Bimas Katolik. Tulisan yang tidak dimuat akan dikembalikan. Tulisan dikirim ke
Redaksi Majalah Bimas Katolik melalui e-Mail [email protected]
Daftar Isi
Serambi ..........................................................................................................................................................................
1
Fokus-1: Prof. Dr. Komaruddin Hidayat ............................................................................................................
Fokus-2: Menggaungkan Budaya Kerja, Meningkatkan Kinerja ..............................................................
2
4
Fokus-3: Laporan Evaluasi Capaian Kinerja Triwulan I dan II .................................................................
Wawancara: Dirjen Bimas Katolik ......................................................................................................................
7
9
Sorotan:

Forum Konsultasi Pejabat Pusat dan Daerah ...........................................................................................
12

Laporan Penyerapan Anggaran TA 2014 Daerah ...................................................................................
14
Rekomendasi .........................................................................................................................................................
Kebijakan: e-MPA ......................................................................................................................................................
20
21
Liputan Kegiatan:

Kegiatan DAPODIK SMAK ................................................................................................................................
23



Tata Persuratan ...................................................................................................................................................
RU APTAK ...............................................................................................................................................................
24
25

Kongres Nasional XVI Pemuda Katolik .......................................................................................................
25

Pelatihan Katekese di Era Digital ..................................................................................................................
26

Rapat Pleno Nasional Komisi HAK KWI ......................................................................................................
27

MoU DMS dan Sertifikasi ..................................................................................................................................
Bimtek e-MPA .......................................................................................................................................................
28
30
Profil: Seminari Menengah St. Thomas Rasul, Medan ..................................................................................
Dinamika Daerah:
31

Penyusunan Proker Pendidikan Agam dan Pendidikan Keagamaan Prov. NTT ........................
33

Sinode II Keuskupan Sibolga ...........................................................................................................................
34

Varia:

Gembala Baru, Harapan Baru ....................................................................................................................
Rakernas Kemenag 2015 ............................................................................................................................
35
36

Selayang Pandang: SMAK St. Fransiskus Asisi, Larantuka ............................................................
Mimbar: Pesan Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi .............................................................................
41
43
Opini: Sakit dan Berdoa oleh Bartholomeus Arosi ........................................................................................
45
Oase: Wanita dan Multi Perannya oleh Irmina Roni Kurniastuti .............................................................
50
Pojok ................................................................................................................................................................................
51
Galeri Foto ....................................................................................................................................................................
52

Serambi
P
ada Hari Amal Bhakti Kementerian Agama RI ke-69 tanggal 3 Januari 2015 lalu, Menteri Agama
menyampaikan bahwa Kementerian Agama berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai integritas, profesionalitas,
inovatif, tanggung jawab, dan keteladanan sebagai ruh budaya kerja kementerian. Menteri Agama juga mengajak agar nilainilai tersebut diimplementasikan sehingga membawa dampak bagi perubahan mental
birokrasi dan mewarnai wajah organisasi kementerian.
Amanat Menag ini, kembali ditempatkan Majalah Bimas Katolik sebagai Fokus
penyajian edisi ini. Diawali dengan harapan dari seorang cendekiawan muslim, tokoh
nasional, dan Guru Besar Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, menjadi inspirasi para apatur
negara dalam menjalani tugas dan tanggungjawabnya sebagai PNS. Komaruddin menegaskan
bahwa jabatan dalam kepemerintahan, mulai dari tingkat
Pimpinan hingga jajaran dibawahnya, merupakan anugerah
karena tidak setiap orang menerima amanat khusus ini. Maka ia
pun berharap agar kinerja tiap pegawai, menjadi rahmat pula bagi bangsa.
Dan harapan ini diwujudkan dalam program layanan dan bimbingan masyarakat Katolik
melalui kegiatan dan bantuan. Penjelasan yang disampaikan oleh para Pejabat Eselon II, yakni
Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Direktur Urusan Agama Katolik, dan Direktur Pendidikan Katolik,
memberikan gambaran tentang implementasi ke-lima budaya kerja tersebut. Di Bidang
Sekretariat, berkomitmen menjalankan Tusi sesuai dengan delapan area yang disasar Reformasi
Birokrasi, sebagai pelayanan yang berdaya guna dan tepat sasaran.
Sebagai Pimpinan di unit Eselon II, Direktur Urusan Agama Katolik pun berupaya
melakukan koordinasi tugas minimal sebulan sekali, untuk menggaungkan nilai-nilai budaya
kerja ini. Misalnya, dalam rapat-rapat pimpinan dengan seluruh pejabat dan staf di
Direktorat tersebut. Forum ini juga sebagai media evaluasi kinerja atas apa yang telah
dihasilkan tiap pegawai. Pendekatan personal pun, kerap dilakukannya dengan memantau
kehadiran dan kinerja para stafnya. Menurutnya, salah satu fungsi manajemen adalah
kontrol atau pengawasan. Dan itu dilakukannya setiap hari
sebagai salah satu upaya menanamkan budaya kerja. Inovasi yang dilakukan adalah, persiapan
pembentukan Badan Amal Katolik yang rencananya bakal menggandeng pihak Gereja dan kaum
profesional untuk urun rembuk dan mendukung pendiriannya.
Sedangkan pada tingkat pendidikan dasar, seperti yang disampaikan Direktur Pendidikan
Katolik, tengah dilakukan sosialisasi Pedoman PAUD Taman Seminari kepada masyarakat sehingga
semakin banyak PAUD Taman Seminari dibuka di berbagai Provinsi di seluruh Indonesia.
Pendidikan menengah diupayakan sosialisasi PMA tentang Pendirian SMAK serta pembenahan dan
peningkatan jumlah SMAK yang saat ini sudah mendapat Ijin Operasional.
Kinerja keseluruhan selama pertengahan tahun berjalan ini pun, dilengkapi dengan Laporan Evaluasi Capaian Kinerja
Triwulan I dan II Ditjen Bimas Katolik – Kementerian Agama RI. Selama pertengahan tahun anggaran berjalan, Ditjen Bimas
Katolik telah mencapai kinerja dengan penilaian persentase sebesar 26,21%. Penilaian itu mengacu kepada program
sasaran strategis dalam hal Peningkatan Kualitas Kehidupan Umat Beragama Katolik, Peningkatan Kualitas Kelembagaan
Agama Katolik, Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat Beragama Katolik, Peningkatan Kualitas Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan Katolik, serta Meningkatnya Akuntabilitas Tata Kelola. (MM)
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
1
Fokus-1
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat:
Kinerja Berbuah Rahmat bagi Bangsa
Gagasan untuk mengembangkan lima budaya kerja lewat INPRINTAK melalui iklim kerja di Lingkungan
Kementerian Agama, harus memberi nilai pula dalam pelayanan dan prestasi kerja tiap aparatur.
Kementerian Agama pun, harus menjadi Rahmat Bagi Indonesia.
D
alam sebuah kesempatan, cendekiawan
muslim, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
pernah mengungkapkan bahwa di tengah situasi
ekonomi dan politik bangsa saat ini, agama harus
tampil sebagai ajaran moral, yang memberikan
pencerahan bagi umat beragama.
Sebagai institusi Pemerintah yang bertanggung
jawab dalam memupuk dan menumbuhkan
kaidah-kaidah ajaran agama tersebut, Kementerian
Agama memiliki kewenangan mengembangkan nilainilai agama tadi.
Salah satunya,
pembinaan akhlak umat
melalui berbagai kegiatan
dan program bantuan,
maupun upaya-upaya
kerukunan lainnya. Peran
mulia ini harus didukung
pula oleh para aparatur
penggeraknya yang
memiliki integritas dan
profesional, seperti yang
tertuang dalam lima nilai
budaya kerja kementerian.
Menanggapi hal ini,
Prof. Komaruddin
menekankan bahwa
pembinaan internal
pegawai, sangat dipengaruhi oleh keteladanan
pimpinananya. “Pimpinan,
baik di tingkat Eselon I,
Eselon II, maupun Eselon
III harus bisa menginspirasi
stafnya dan diterima oleh
semua masyarakat,”
ungkap Prof. Komaruddin
kepada tim Majalah Bimas
Katolik (Maria Masang dan
Joice), yang menemuinya di
ruang kerja beli au di
Kampus Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif
H i d a y a t ul l a h — J a k a r ta ,
beberapa waktu lalu.
2
Selama ini, menurut Rektor
UIN yang telah menjabat selama dua
periode 2006–2010 dan 2010–2015
ini, upaya Kementerian di bawah
kepemimpinan Menag Lukman
Hakim Saifuddin, telah menumbuhkan s uasana kerukunan yang
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
kondusif. “Beliau mampu memberikan
perlindungan terhadap kehidupan
peribadatan umat, dan memiliki
komunikasi politik yang bagus sehingga
bisa diterima masyarakat,” papar Prof.
Komaruddin.
Kini tinggal bagaimana kinerja para staf di bawahnya
untuk mempertahankan kebijakan Pimpinan tersebut
melalui komitmen lima nilai budaya kerja atau visi
yang diemban. Apakah bawahannya bisa menjabarkan dan melaksanakan visi Menteri atau tidak?”
tandasnya.
Secara dogma, beribadah adalah tanggung
jawab pribadi seseorang dengan Sang Khalik. Namun
upaya menumbuhkan kehidupan peribadatan di
tengah masyarakat yang plural dan Pancasilais,
menjadi amanah Negara kepada Kementerian Agama,
termasuk Ditjen Bimas Katolik. “Nah, bagaimana
akuntabilitas kerja kita, itulah yang dilihat oleh
masyarakat. Sebab menurut saya, kita perlu menjadi
Rahmat Bagi Indonesia. Itulah nilai pelayanan kita.
Itulah yang dituntut masyarakat juga, hasilnya apa?
Kinerjanya bagaimana? Prestasinya apa?” tegas
Doktor di Bidang Filsafat Barat di Middle East
Technical University—Ankara, Turki, 1990, ini.
Ia pun mengusulkan perlu dilakukannya survey
terhadap kinerja Kementerian Agama, terutama
untuk mengetahui pengendapan lima nilai budaya
kerja tersebut kaitannya dalam kualitas pelayanan.
“Perlu ada penelitian tentang akuntabilitas
kementerian. Maka harus didukung dengan data-data
yang akurat juga. Bagaimana programnya, apakah
sampai kepada target sasaran? Bagaimana pula
dengan kebijakan yang telah dihasilkan? Jalan atau
tidak? Apa dampaknya bagi kualitas hidup
keagamaan dalam masyarakat? Ini harus diteliti
sebagai bahan evaluasi dan laporan kepada Menteri.
Jangan hanya berkisah pada opini, namun harus ada
survey yang obyektif dan transparan,” tutur Guru
Besar Filsafat Agama UIN Jakarta sejak 2001 ini.
Dalam pengamatan narasumber dan penulis di
berbagai media nasional ini, kerukunan yang kerap
digaungkan kementerian, telah mencapai hasil yang
signifikan. Hal ini terlihat dari komunikasi (dialog)
lintas agama yang berlangsung baik. Kehadiran
Pemerintah, lewat komunikasi dakwah, juga
berpengaruh terhadap hubungan Negara dengan
institusi agama. Fakta menyejukkan semacam inilah,
yang seharusnya didukung lewat profesionalitas kerja
para stafnya. “Bagaimana dengan kualitas pelayanan
pendidikan, misalnya? Birokrasi di tingkat Dirjen pun,
harus diteliti untuk mengetahui kinerjanya,” ungkap
Dosen Pascasarjana UIN Jakarta, Universitas
Indonesia, STF Driyarkara, Universitas Gadjah Mada,
dan Institut Bankir Indonesia ini.
Menurut Chairman pada Indonesia
Procurement Watch dan Dewan Pertimbangan
Pendidikan DKI Jakarta ini, agama memiliki peran
yang amat vital dalam pembangunan bangsa. Hal itu
lantaran, pertama Kementerian Agama bersama
dengan Kementerian Luar Negeri, bermitra dalam hal
menakar konflik keagamaan yang ada di Timur
Tengah. “Jangan sampai kemudian merembet ke
dalam negeri. Itu kan konflik kepentingan politik
bernuansa agama. Negara harus meresponnya
melalui dua institusi itu,” tutur penulis buku
Memahami Bahasa Agama dan Masa Depan Agama,
ini. Kedua, kemitraan yang dibangun antara Kemenag
dan Kementerian Dalam Negeri juga Kepolisian RI,
sebagai upaya memelihara kerukunan internal
bangsa.
Profil Kemenag yang unik, di satu sisi membuat
regulasi dan di sisi lain menjaga moral agama,
menempatkan lembaga ini bekerja secara ikhlas,
profesional, dan bersih. Ikhlas, karena pelayanan
yang dilakukan tidak hanya menyangkut materi
duniawi semata, namun juga memotivasi umat untuk
beribadah dan menjalankan nilai-nilai agamanya itu,
demi pembangungan bangsa.
Maka, di akhir wawancara, peraih Post
Doctorate Research Program di Harford Seminary,
Connecticut AS dan International Visitor Program
(IVP) ke Amerika Serikat ini, berpesan kepada
jajaran Kementerian Agama. “Jabatan itu kan,
peluang untuk melakukan hal besar bagi Negara,
jangan disia-siakan. Hanya segelintir orang yang
punya peluang untuk duduk di jabatan tertentu,
Kalau mereka diberi kesempatan untuk membuat
kebijakan bagi kemajuan bangsa, manfaatkan dengan
baik. Itu adalah kesempatan Anda untuk mengabdi
pada bangsa. Hilangkan keinginan untuk hanya
mencari popularitas atau uang. Itu nggak usah dicari,
sudah ada. Yang dicari inovasi membuat sesuatu
yang baik dengan jabatan yang ada,” ungkap penulis
buku Tragedi Raja Midas, Tuhan Begitu Dekat,
Wahyu di Langit dan Wahyu di Bumi, Menafsirkan
Kehendak Tuhan, serta Psikologi Kematian, ini.
“Nah, bagaimana akuntabilitas kerja kita, itulah yang dilihat oleh masyarakat.
Sebab menurut saya, kita perlu menjadi Rahmat Bagi Indonesia. Itulah nilai pelayanan kita.
Itulah yang dituntut masyarakat juga, hasilnya apa? Kinerjanya bagaimana? Prestasinya apa?”
~Prof. Dr. Komaruddin Hidayat~
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
3
Fokus-2
Menggaungkan Budaya Kerja
Meningkatkan Kinerja
Sejak Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menggaungkan lima nilai budaya kerja (Integritas, Profesionalitas,
Inovasi, Tanggung jawab, Keteladanan) di Lingkungan Kementerian Agama RI, seluruh jajaran kementerian, sigap
berbenah menanggapi seruan Pimpinan tersebut. Ditjen Bimas Katolik pun, mengimplementasikan lima nilai tersebut
melalui program layanan Bimbingan Masyarakat Katolik. Berikut ini rangkuman wawancara tim Majalah Bimas
Katolik, seputar pelaksanaan INPRINTAK di Sekretariat dan Direktorat Urusan Agama Katolik, serta Direktorat
Pendidikan Katolik.
Sekretaris Ditjen Bimas Katolik
Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Agustinus Tungga
Gempa, memaknai budaya kerja sebagai keyakinan dan
nilai bersama yang menjadi pedoman dalam sebuah
organisasi, bahkan mempengaruhi perilaku kerja
karyawan. “Perilaku yang membudaya inilah, yang
mendongkrak kinerja organisasi,” papar Sekretaris.
Menurutnya, membangun perilaku kerja, terutama
diteladankan oleh Pimpinan. Maka untuk meng implementasikan lima budaya kerja sebagai komitmen
bersama, pimpinan perlu memotivasi diri dan lingkungan
kerjanya, sehingga pelayanan tugas yang dilakukan dapat
bermakna bagi perkembangan institusi maupun umat
Katolik. Misalnya, menjalankan program pembinaan
umat yang tepat sasaran dan berdaya guna, sesuai yang
diamanatkan dalam kesepahaman Reformasi Birokrasi.
Dalam hal peningkatan kualitas aparatur, kebijakan
Sekretariat telah menetapkan empat yang menjadi
pedoman. Pertama, pembinaan dan pengembangan
pegawai melalui kegiatan penyediaan data pegawai
Bimas Katolik Pusat dan Daerah serta kegiatan
pembinaan lainnya. Kedua, rencana pengembangan
organisasi, disusun berdasarkan analisa beban kerja tiap
pegawai sehingga hasil kerja dapat terukur dan
berkualitas sesuai dengan porsi tugasnya. Ketiga,
mengadakan Pertemuan Konsultasi Pejabat Bimas
Katolik Pusat dan Daerah, sebagai forum evaluasi kinerja
dan perencanaan program Bimas Katolik. Keempat, mengamalkan delapan area Reformasi Birokasi yang
terimplementasi dalam SPIP, SOP, dan Renstra 2015–2019. “Untuk melakukan langkah-langkah ini diperlukan koordinasi
berkesinambungan di tingkat Eselon II, III, IV dan rapat-rapat umum yang dipimpin Bapak Dirjen,” ungkap Sekretaris.
Sebagai pelaksana di Dukungan Manajemen, Sekretariat berkewajiban memfasilitasi kegiatan-kegiatan teknis pada
Direktorat Urusan Agama Katolik dan Direktorat Pendidikan Katolik. Seiring perkembangan dinamika umat, maka
program teknis pun disesuaikan untuk menjawab kebutuhan umat tersebut. “Disinilah nilai inovasi itu diperlukan,
mindset kita perlu menyesuaikan perkembangan itu, kita berpikir dengan konsep out of the box. Hal-hal baru yang
bermanfaat bagi umat Katolik,” papar Sekretaris. Misalnya, kegiatan kemitraan Pemerintah (Ditjen) dengan Gereja (KWI)
dalam hal penyelenggaraan Pesparani yang nantinya dilembagakan secara legal melalui SK Dirjen. Kebijakan yang
memungkinkan adanya kemitraan dengan stakeholder semacam ini, menurut Sekretaris harus terus dikembangkan,
sehingga keberadaan dan fungsi kita juga dapat dirasakan oleh umat Katolik dan Gereja.
Bila kebijakan berikut implementasi berbuah manfaat, maka sikap dan perilaku individu pun, harus
mencerminkan kesesuaian dengan apa yang dilakukan. Nilai integritas, menjadi hal utama dalam membangun birokrasi
yang sehat. Hal ini demi mendukung berbagai program kemitraan di bidang agama maupun pendidikan yang selama ini
telah dibangun.
4
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
“Birokrasi yang sehat artinya birokrasi yang melaksanakan tugas-tugas sesuai yang digariskan, melalui visi misi dan
program. Selanjutnya, bersama-sama sebagai intitusi, berupaya mendaratkan visi misi Ditjen, dengan memberikan
pelayanan kepada umat Katolik,” ungkap Sekretaris.
Sekretaris pun memberikan penegasan, bahwa komitmen bersama melalui lima budaya tersebut serta tujuan
bernegara, harus menjadi semangat pelayanan dalam menjalankan tugas dan fungsi seorang aparatur negara. “Artinya,
umat dan Gereja yang kita layani menjadi mitra dalam program-program kegiatan kita, merasakan kehadiran negara
melalui kinerja kita sebagai pegawai Ditjen Bimas Katolik,” ungkapnya.
Direktur Urusan Agama Katolik
Komitmen dalam melaksanakan budaya kerja pun,
diungkap Direktur Urusan Agama Katolik, Sihar Petrus
Simbolon, harus menjadi kebiasaan yang terinternalisasi
dalam diri seseorang tanpa paksaan, karena yakin bahwa
apa yang dibuat adalah untuk mencapai tujuan yang baik.
“Apakah itu tujuan sendiri atau tujuan bersama di tempat
lembaga dia bekerja,” ungkap Direktur Urusan. Dan untuk
membudayakan komitmen tersebut, menurutnya, disiplin
adalah yang utama. Disiplin dalam hal ketepatam waktu,
maupun kesanggupan untuk mengerjakan tugas yang
telah diamanatkan pimpinan.
Sebagai Pimpinan di unit Eselon II, Direktur
berupaya melakukan koordinasi tugas minimal sebulan
sekali, untuk menggaungkan nilai-nilai budaya kerja ini.
misalnya, dalam rapat-rapat pimpinan dengan seluruh
pejabat dan staf di Direktorat tersebut. Forum ini juga
sebagai media evaluasi kinerja atas apa yang telah
dihasilkan tiap pegawai. Pendekatan personal pun, kerap
dilakukannya dengan memantau kehadiran dan kinerja
para stafnya. Menurutnya, salah satu fungsi manajemen
adalah kontrol atau pengawasan. Dan itu dilakukannya
setiap hari sebagai salah satu upaya menanamkan budaya
kerja.
Dengan pendekatan humanis ini, diharapkan tiap
karyawan mampu berinovasi lewat bidang pekerjaanya. “Pemahamannya, the man behind the gun. Sebuah institusi itu
maju kalau, orang di dalamnya itu terus berinovasi,” tandas Direktur. Makna inovasi dimaksudkan, menyempurnakan
yang sudah ada dan mengkreasi atau menciptakan hal baru yang belum ada. Inovasi yang dibuat Diretorat Urusan saat
ini, adalah menyusun pemberian nomor registrasi rumah ibadat sesuai by name dan by address, dan mengupayakan
pembentukan Badan Amal Katolik Nasional dengan dukungan Gereja (KWI) serta pengusaha Katolik.
Menurut Direktur, inovasi yang dibuat sebuah institusi, menunjukan profesionalitas karyawan atau timnya
bekerja. Seorang pegawai harus memahami job desk pekerjaan dan mengaktualisasikan tugasnya itu. Dicontohkan
Direktur, tiap pagi bila tiba di kantor, ia terbiasa mengawali tugasnya dengan berdoa, memantau staf dan berdikusi
tentang tugas berikut regulasi yang terkait dengan tugas-tugasnya. “Sesuai dengan tugas saya adalah merumuskan
kebijakan, melaksanakan kebijakan, membuat standarisasi, memberikan bimbingan teknis, dan mengadakan evaluasi.
Maka saya pun mengonsepkan pedoman-pedoman yang berkaitan dengan pelayanan di Direktorat Urusan ini, untuk
selanjutnya diproses menjadi regulasi Ditjen Bimas Katolik,” papar Direktur.
Sebagai aparatur negara, setiap pegawai memiliki tanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan Nawa
Cita Presiden. Salah satunya menekankan pelaksanaan tugas sebagai cerminan kehadiran negara di tiap lini
pembangunan bangsa, khususnya pembangunan di bidang agama. Dan upaya membiasakan budaya tanggung jawab itu
pun menjadi tugas pimpinan. Khususnya, di era asessment ini, penilaian dilandasi pula dengan kemampuan seseorang
menjalankan tanggung jawab jabatannya. “Dan bila pimpinan agak keras dalam hal ini, jangan lalu dibilang menekan.
Daripada diaudit lalu diminta keluar, lebih baik Pimpinan ‘menyelamatkan’ terlebih dahulu,” tandas Direktur.
Nilai lain yang juga penting adalah keteladanan. Seorang Pimpinan harus mampu menjadi teladan bagi pegawai
dan masyarakat yang ia layani. “Bila mau menerapkan kedisiplinan, dia pun harus disiplin. Ini berkaitan juga dengan
integritas, artinya keselarasan antara hati, pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan benar,” urai Direktur. Sikap
ini pun tergambar manakala Ditjen Bimas Katolik menggelar kegiatan dengan mengundang pihak di luar Ditjen.
Menurutnya, kesan pertama menjadi sangat penting dalam penilaian para peserta. “Sebaiknya, seorang Pimpinan ketika
dia diminta untuk membuka kegiatan, usahakan tidak terlambat. Proses kegiatan pun, dikoordinir sedemikian rupa,
sehingga kita tidak dinilai negatif oleh pihak lain,” ungkap Direktur.
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
5
Menurutnya, sudah seharusnya keberadaan Ditjen Bimas Katolik memberi warna dan manfaat kepada masyarakat dan
Gereja Katolik secara konkrit, tidak hanya dalam hal fasilitator penyaluran anggaran. Penyusunan data keagamaan
berikut nomor registrasi rumah ibadah, merupakan salah satu inovasi yang dilakukan Direktorat bagi kepentingan Gereja
dan Negara. Saat ini, Direktorat tengah membuat pedoman sebagai dasar regulasi, dan selanjutnya ditetapkan Dirjen
melalui SK. Kerja profesional ini, tidak hanya melibatkan pegawai Pusat, namun Kabid/Pembimas Katolik diharapkan
proaktif untuk menuntaskan program yang pengerjaannya telah mencapai 70 persen. Hal lainnya, menyangkut legalitas
kegiatan Pesparani yang akan melibatkan KWI dalam penyelenggaraannya. Disampaikan Direktur, saat ini pihaknya
tengah mengumpulkan informasi dan akan mengkomunikasikannya pada Gereja (KWI). Bila disetujui, maka langkah
selanjutnya lembaga ini akan ditetapkan dengan SK Dirjen dan dikerjakan secara bersinergi dengan Gereja. Sedangkan
pendirian Badan Amal Katolik Nasional, juga diupayakan dapat membantu perekonomian umat serta pembangunan
agama Katolik kepada umat, karena fungsi lembaga ini adalah menerima dan mengelola dana sumbangan umat. “Saat ini
sedang dipersiapakan forum pembicaraan dengan pihak KWI dan pihak-pihak terkait lainnya. Kalau lembaga ini
terwujud, maka akan sangat membantu Gereja dan anak-anak kita di masa depan,” tandas Direktur Urusan Agama
Katolik.
Direktur Pendidikan Katolik
Membangun niat untuk melakukan sesuatu yang baru
dan bermanfaat bagi orang lain, diartikan Direktur
Pendidikan Katolik, Fransiskus Endang, sebagai manfaat dari
internalisasi lima budaya kerja yang melahirkan kinerja
institusi. Utamanya, kinerja dalam merencanakan programprogram bimbingan bagi kesejahteraan—kemaslahatan umat.
“Ini erat kaitannya dengan apa yang dia pikirkan,
direncanakan, dan dilakukan. Itulah integritas,” ungkap
Direktur Pendidikan.
Nilai lain yang dianggapnya penting adalah inovasi.
Tiap karyawan, menurutnya, harus memiliki kreativitas dalam
menjalankan tugas. Dan kreativitas itupun harus dapat
dipertanggungjawabkan, tidak hanya mengkreasi hal baru
tapi melanggar prosedur atau regulasi.
Ketaatan pada regulasi, menjadi acuan pengembangan
Direktorat Pendidikan Katolik, misalnya di tingkat Pendidikan
Tinggi. Diungkap Direktur, dalam rangka meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan pengelolaan PTAKS ada beberapa hal
yang menjadi arah kebijakan dalam pelayanan pembinaan
PTAKS yaitu, pertama, perluasan dan pemerataan akses
memperoleh Pendidikan Tinggi Keagamaan Katolik. Kedua,
peningkatan kualitas, daya saing, relevansi Pendidikan Tinggi
Keagamaan Katolik melalui penguatan sepuluh Standar
Nasional Pendidikan, Tridharma PerguruanTinggi.
Pengabdian Kepada Masyarakat dan Penelitian. Ketiga,
peningkatan Kelembagaan melalui alih status/Negeri. Keempat, penguatan Tata Kelola dengan prinsip akuntabilitas,
pelayanan prima, efisiensi, dan efektivitas. Kelima, penguatan regulasi terkait dengan pendidikan sesuai perkembangan.
Kebijakan ini, diharapkan mampu meningkatkan pelayanan Ditjen di bidang Pendidikan. Misalnya, pada tingkat
pendidikan dasar akan dilakukan sosialisasi Pedoman PAUD Taman Seminari kepada masyarakat sehingga semakin
banyak PAUD Taman Seminari dibuka di berbagai Provinsi di seluruh Indonesia. Pendidikan menengah diupayakan
sosialisasi PMA tentang Pendirian SMAK serta pembenahan dan peningkatan jumlah SMAK yang saat ini sudah mendapat
Ijin Operasional. Sedangkan di pendidikan tinggi, antara lain dilakukan pembenahan manajemen menyangkut tata kelola,
keuangan dan laporan, serta memaksimalkan fungsi APTAK—PTAKS.
Hal lain yang masih menjadi fokus pengelolaan pada fungsi pendidikan adalah, usulan penegerian sekolah
keagamaan di bawah pembinaan Ditjen Bimas Katolik, dari tingkat dasar sampai tingkat menengah. “Pada tingkat
perguruan tinggi sudah ada yang diproses dan sekarang sudah sampai di Kemenpan dan RB,” ungkap Direktur.
Menurutnya, pada prinsipnya Ditjen Bimas Katolik tentunya menyambut baik usulan masyarakat Katolik tersebut,
namun yang harus dipikirkan adalah kemampuan dasar dan skill guru, dosen, dan tenaga kependidikan.
Berbagai upaya inilah, yang dipahami Direktur Pendidikan sebagai sikap kerja profesionalitas dalam mewujudkan
lima budaya kerja. “Budaya kerja yang ideal bisa menyatukan budaya kerja yang pertama sampai kelima, tidak boleh ada
satu yang tertinggal. Integritas tanpa profesional tidak mungkin, profesional tanpa tanggung jawab tidak mungkin,
makanya satu sampai lima harus ada, baru itu bagus ideal untuk diterapkan,” papar Direktur.
(Tim Wawancara : Yohan Koesmantoro, Pormadi, Maria, Seven, Joice, Budi, Bhetania)
6
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Fokus-3
Laporan Evaluasi Capaian Kinerja Triwulan I dan II
Ditjen Bimas Katolik – Kementerian Agama RI
Tahun Anggaran 2015 ini, Ditjen Bimas Katolik mendapatkan alokasi sebesar Rp. 914.764.143.000. Dari jumlah
tersebut, selama semester satu atau pertengahan tahun anggaran berjalan, realisasi anggaran yang terserap sebesar
Rp. 186.740.479.205 atau 20,41%. Bila diukur dalam perhitungan capaian kinerja, maka selama enam bulan ini, persentase penilaian Ditjen adalah 26,21%. (Lihat gambaran melalui matriks di bawah tentang capaian kinerja tersebut).
Sehubungan dengan pelaksanaan program kegiatan dan bantuan tersebut, berbagai kendala yang dihadapi adalah;
Pertama, Selama kurun waktu bulan Januari sampai dengan bulan Maret, RKA-K/L Ditjen Bimas Katolik masih
dalam proses revisi, sudah dua kali revisi. Kegiatan bisa dilaksanakan setelah RKA-K/L selesai direvisi. Surat
edaran MENPAN-RB Nomor 6 Tahun 2015 tentang pedoman pembatasan pertemuan/rapat di luar kantor dalam rangka
peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja aparatur. Kebijakan pembatasan kegiatan di hotel mengakibatkan antrian
penggunaan fasilitas kantor yang terbatas. Kedua, terlambatnya anggaran turun/cair. Ketiga, kebijakan nasional yang
berubah-ubah. Keempat, pelaksanaan bantuan yang sulit dilaksanakan. Kelima, perubahan Akun Bantuan dari 57 ke 52
membutuhkan Juknis di tingkat Kementerian. Keenam, jenis-jenis barang yang ada di e-katalog LKPP wajib diadakan
melalui e-purchasing. Ketujuh, realisasi Tunjangan Profesi Guru (TPG) dilaksanakan per semester, sehingga realisasi
semester 1 pada bulan Juli 2015.
Matriks capaian kinerja
Target
No
Sasaran
Strategis
1 Peningkatan
Kualitas
Kehidupan
Umat
Beragama
Katolik
Indikator Kinerja
1 Tahun
1
Presentase paroki
memiliki buku
perpustakaan paroki
3%
Triwulan Triwulan
I
II
0
0
Realisasi
Triwulan
III
Triwulan
IV
1 Tahun
21.200
0
3%
(21.200 Eks)
Triwulan Triwulan
I
II
0
0
0
(21.200 Eks)
2
Presentasepastor/imam
yang memiliki peralatan
misa
14 % (195
unit)
0
0
175
20
14 % (195
unit)
0
3
Presentase rumah
Ibadah yang baik
65 gereja
0
11
34
20
65 gereja
0
Presentase Penyuluh
Agama Katolik PNS
berkualitas
17,8 %
(170 orang)
0
5
Presentase Pembina
OMK berkualitas
5 % (70
orang)
0
0
70
6
Presentase pembina
keluarga terstandar
5 % (142
orang)
0
0
7
Presentase Bina Iman
Anak terstandar
5 % (50
orang)
0
8
Jumlah Kelompok
26 Kelompok
Kategorial Agama Katolik
terstandar
9
Jumlah Tokoh Agama/
rohaniawan berkualitas
10 Jumlah Tokoh
Masyarakat Berkualitas
4
16,92%
(11 gereja)
17,8 %
(170 orang)
0
0
5 % (70
orang)
0
0
71
71
5 % (142
orang)
0
0
0
50
0
5 % (50
orang)
0
0
0
0
18
8
26 Kelompok
0
0
120 orang
0
0
60
60
120 orang
0
0
173 orang
0
43
130
0
173 orang
0
170
60
0
64,71%
(110 orang)
24,85%
(43 orang)
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
7
No
Sasaran
Strategis
Target
Indikator Kinerja
1 Tahun
2 Peningkatan
Kualitas
Kelembagaan
Agama Katolik
1
Persentase lembaga/
lembaga sosial
keagamaan Katolik
terstandar
6%
Realisasi
Triwulan Triwulan Triwulan
I
II
III
0
0%
Triwulan
IV
50 lembaga 36 lembaga
(86
lembaga)
3 Peningkatan
Kualitas
kerukunan
umat
beragama
Katolik
1
Jumlah pembina
Kerukunan Intern Umat
beragama Terstandar
4 Peningkatan
Kualitas
Pendidikan
Agama dan
Pendidikan
Keagamaan
Katolik
1
Prosentase peserta
didik yang terbina
(Prosentase siswa
SMAK penerima KIP)
2
Jumlah Tenaga
Pendidik dan
Kependidikan Agama
yang Terbina
3
Prosentase Bantuan
Pembinaan dan
Peningkatan Mutu
Pendidikan Keagamaan
Katolik yang berstandar
4
5 Meningkatnya
Akuntabilitas
Tata Kelola
Prosentase Penunjang
Sarana dan Prasarana
Pendidikan Agama
Katolik yang memadai
1 Tahun
6%
Triwulan Triwulan
I
II
0
0
(86
lembaga)
120 orang
0
120 0rang
0
0
120 orang
0
100%
(120
orang)
85%
0
0,00%
600 orang
490 orang
85%
0
600 orang
(1.090
orang)
(1.090
orang)
3.243 orang
0
329 orang
2.185
orang
729 orang
3.243 orang
0
329 orang
(10,14%)
75%
0
0,00%
2.000
orang
661 orang
75%
0
0
0
0,00%
0
83,33%
(2.661
orang)
85%
(2.661
orang)
0
0,00%
40 Lokasi
20 Lokasi
(60 Lokasi)
85%
(60 Lokasi)
Informasi kebijakan
disampaikan secara
terbuka
12 dokumen
2
LAKIP dengan kualitas
penilaian B
1 dokumen
0
0,00%
1 dokumen
0
1 dokumen
0
0
3
Pengelolaan mutasi
pegawai tepat jumlah
dan tepat waktu
64 Orang
0
10 orang
20 orang
34 orang
64 orang
0
15,63%
Peningkatan kualitas
kompetensi pegawai
116 Orang
1
4
0
10
2 dokumen
dokumen
0
12 dokumen
(10
dokumen)
(10
orang)
111 orang 162 orang
0
0
Jumlah Realisasi
Kinerja
116 Orang
95,69%
139,66%
(111
orang)
(162
orang)
26,21%
Dari beragam kendala yang dihadapi, Ditjen Bimas Katolik melakukan berbagai solusi penanganannya. Yaitu,
selama RKA-K/L belum selesai direvisi, Bimas Katolik menyusun beberapa Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan dan
Pembinaan Urusan Agama Katolik. Ditjen juga berupaya membuat Juknis Pelaksanaan Pemberian Bantuan pada Subdit
Kelembagaan, Penyuluhan dan pada Subdit Perberdayaan. Upaya lain yang dilakukan adalah, mensosialisasikan perubahan tata cara pencairan anggaran tentang bantuan kepada para calon penerima bantuan dengan adanya perubahan
akun. Dalam hal anggaran, setelah RKA-K/L selesai direvisi dan Anggaran tersedia maka Bimas Katolik langsung melaksanakan program-program sesuai dengan apa yang telah direncanakan dalam RKA-K/L secara berkesinambungan.
Ditjen pun melakukan sosialisasi Pengadaan barang dengan Mekanisme E-Purchasing. Selain itu, mendorong pelaksanaan Bantuan yang nilainya sama dengan 50 Juta perlokasi untuk dibayar melalui UP/TUP. Di atas 50 Juta menggunakan
LS (KPPN/Kementerian Keuangan). Dan hal penting lain yang tengah dilakukan adalah, menyiapkan bahan-bahan
pendukung pencairan TPG.
(MM/Sumber: Subbag ORTALA—Bagian ORTALA dan Kepegawaian Ditjen Bimas Katolik)
8
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik
Drs. Eusabius Binsasi
Amanat Dirjen Bimas Katolik dalam setiap kegiatan pertemuan adalah, agar kinerja dan pelayanan tugas
karyawan di lingkup Bimas Katolik bisa dirasakan oleh masyarakat Katolik. Pesan ini pun mendorong terbangunnya
birokrasi dan iklim kerja yang sehat, sesuai amanah yang disampaikan Bapak Menteri Agama, melalui lima nilai
budaya kerja (Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung jawab, Keteladanan). Program kemitraan antara
Pemerintah dan Gereja yang terbangun secara sinergis dengan saling memahami kewenangannya masing-masing,
juga menjadi panduan aparatur Bimas Katolik dalam memainkan tugas dan fungsinya. Kepada tim Majalah Bimas
Katolik (Johan Koesmantoro, Maria, Seven, dan Joice), Dirjen menyampaikan amanatnya seputar budaya kerja,
kemitraan Pemerintah dan Gereja, serta program Bimas Katolik di periode lima tahun berjalan. Berikut rangkuman
wawancara tersebut yang berlangsung di ruang kerja beliau.
Di Tahun 2015 ini, Kementerian Agama telah
menetapkan lima nilai budaya kerja sebagai komitmen
dalam mengemban tugas pelayanan kepada
masyarakat/umat. Bagaimana Bapak Dirjen
mengimplementasikan hal ini ?
Bila kita menelaah ke-lima komitmen Bapak
Menteri, maka yang kita pahami tentang integritas
adalah keselarasan antara hati, pikiran, perkataan dan
perbuatan yang baik dan benar. Konkritnya, setiap
aturan yang telah disepakati bersama, menjadi
komitmen bersama, itulah yang dilaksanakan.
Koordinasi dari awal pun, harus jelas seperti apa.
Demikian dengan profesionalitas kerja. Pekerjaan yang
dibuat harus terukur, ada pedomannya, ada juknisnya.
Lalu kita dengan disiplin bersungguh-sungguh
mengerjakannya. Berikut, inovasi yang berarti
menyempurnakan yang sudah ada dan mengkreasi hal
baru yang lebih baik. Kita perlu menciptakan suasana
kerja dimana setiap pegawai merasa termotivasi untuk
berkreasi, melakukan penyempurnaan dan perbaikan.
Kita pun harus terbuka dalam menerima ide-ide baru
yang konstruktif tersebut. Terkait profesionalitas dan
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
9
inovasi ini, Ditjen Bimas Katolik telah melakukan
terobosan, dengan membuat aturan seperti pedoman
atau Juknis dengan melibatkan para stakeholder.
Misalnya pedoman pendirian SMAK. Kita mengundang
lembaga, pakar pendidikan, dan pihak-pihak terkait,
dan berbicara bersama, urun rembuk bersama, apa
yang menjadi kebutuhan kita hingga akhirnya
melahirkan kesepahaman atau regulasi sebagai hasil
keputusan bersama. Dengan demikian, kehadiran kita
dapat dirasakan oleh umat Katolik dan Gereja.
Komitmen lainnya, adalah tanggungjawab. Nilai ini
mewajibkan setiap pegawai menyelesaikan pekerjaan
dengan baik dan tepat waktu, bersedia menerima
konsekuensi dan melakukan langkah -langkah
perbaikan. Dan nilai yang penting adalah keteladanan.
Ia mampu menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Selain lima budaya kerja tersebut, dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi itu, Kementerian Agama telah
mencanangkan program wilayah bebas korupsi
(WBK), dan wilayah birokrasi yang bersih dan
melayani (WBBM). Ini mengindikasikan tekad
kementerian agama, dan tentu saja tekad kita juga di
lingkup Ditjen Bimas Katolik ini, bahwa mentalitas kita
harus diperbaharui. Bebas dari praktik korupsi, dan
menjadi wilayah birokrasi bersih dan melayani. Selain
itu, kita juga tetap berupaya untuk mencapai nilai
WTP. Untuk ini, Bimas Katolik Pusat dan Daerah, agar
lebih proaktif melakukan diskusi dan konsultasi
terhadap pelaksanaan anggaran Program Bimas
Katolik. Silahkan menafsirkan sesuatu tetapi jangan
melanggar atau bertentangan dengan aturan yang
digariskan. Setiap usulan atau rencana relokasi harus
disertai dengan alasan yang jelas dalam bentuk tertulis
dan libatkan orang-orang yang kompeten sesuai
dengan tugas dan fungsi.
Bagaimana dengan program-program kemitraan
bersama Gereja ?
Kelihatannya akhir-akhir ini, Gereja ingin sekali
mensinergikan antara program Gereja dengan
program Ditjen Bimas Katolik. Beberapa waktu lalu
juga saya hadir dalam Sidang Sinode Keuskupan
Sibolga, dengan pembahasan tentang program
Keuskupan lima tahun ke depan. Kita hadir
memberikan pikiran Pemerintah. Bimas Katolik juga
memberi perhatian besar pada anak-anak, orang
muda, keluarga, dan lembaga-lembaga sosial
keagamaan lainnya. Kita tidak hanya membantu
memfasilitasi bantuan, tetapi banyak hal bisa kita
sinkronkan. Dan Gereja sangat terbuka dengan
pemahaman ini. Dan yang terbaru ini, untuk pertama
kalinya Dirjen Bimas Katolik, membuka dan memberi
sambutan dalam kegiatan Majelis Nasional Pendidikan
Katolik (MNPK) – Komisi Pendidikan KWI, di Batam.
Saat itu saya diminta memberi ceramah di hadapan
para insan pendidikan Katolik. Saya bicara tentang
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dan
ternyata banyak orang yang tidak tahu.
Beberapa waktu lalu Sekretaris Ditjen Bimas
Katolik juga ikut dalam pertemuan di Keuskupan
Weetebula, membicarakan soal program kemitraan
10
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
itu. Begitu pun Direktur Pendidikan Katolik dan Kepala
Subdit Pendidikan Dasar, telah melakukan komunikasi
dengan pihak Keuskupan Purwokerto. Semuanya
dalam rangka mensinergikan program. Di tingkat
Daerah, teman-teman juga melakukan konsolidasi
intens dengan Gereja Lokal, misalnya dengan
melakukan pertemuan dialog kerukunan maupun
dialog Toga/Toma yang menghadirkan Gereja
setempat.
Program berikutnya yang akan dibangun
bersama Gereja adalah kegiatan Pesparani Tingkat
Nasional. Ke depan, kegiatan ini akan dibuat secara
kontinyu dalam skala nasional. Rencana ini pun sudah
dibicarakan dengan Gereja, termasuk legalitasnya. Dan
kini tengah dibentuk Lembaga Pesparani, kemitraan
antara Pemerintah (Ditjen Bimas Katolik) dengan
Gereja (KWI).
Terkait dengan kemitraan di bidang Pendidikan Katolik,
bagaimana sikap kita terhadap satuan pendidikan
keagamaan dibawah pembinaan Ditjen Bimas Katolik?
Beberapa pihak juga mempertanyakan hal ini.
Dan kepada Ombudsman maupun media, saya
menyatakan bahwa terhadap penegerian, sikap kita
berbeda dengan Bimas atau Unit lainnya di
Lingkungan Kementerian Agama ini. Penegasan saya
adalah, yang berhak untuk membuka sekolah itu
hanya gereja. Ini harus diketahui oleh masyarakat
umum. Bahkan di setiap kesempatan pun saya selalu
katakan, bila pemerintah ‘masuk’ maka Gereja juga
‘masuk’.
Alasan utamanya adalah, bahwa kuasa mengajar
agama itu ada di gereja, karena itu yang berhak
mendirikan sekolah keagamaan adalah Gereja, atau
berada di bawah keuskupan. Dalam hal penegerian
satuan pendidikan ini, Ditjen Bimas Katolik hanya
berupaya mensosialisasikan peraturan atau kebijakan
Pemerintah yang memungkinkan dibukanya ruang
penegerian itu. Dan yang memutuskan adalah Uskup
atau Gereja setempat. Bila Bapa Uskup menyetujui,
barulah kita memfasilitasi proses penegerian tersebut
berdasarkan aturan-aturan yang ada. PP Nomor 55
Tahun 2007 sudah memberikan peluang untuk
mencerdaskan umatnya dan menciptakan ahli-ahli di
bidang agama lewat pendidikan keagamaan. Itikad
baik inilah, yang mendasari proses itu. Tinggal kita
sampaikan peluang ini kepada Gereja Katolik apakah
mau diambil atau tidak. Kalau iya, kita fasilitasi.
Sesungguhnya, pemahaman seperti apa yang harus
dibangun antara Pemerintah, dalam hal ini Ditjen
Bimas Katolik dengan Gereja?
Di tingkat Ditjen, kita telah memiliki visi dimana
pemahaman itulah yang mendasari seluruh program
kegiatan dan program bantuan kita. Yakni, menjadi
seratus persen Katolik dan seratus persen warga
negara. Gereja Katolik Indonesia pun, demikian. Maka
pemahaman yang dikembangkan adalah
KEMITRAAN—kemitraan yang sangat sinergis. Meski
bermitra, tetapi harus saling menghormati
otonomitas masing-masing. Sebagai pejabat atau staf
di Bimas Katolik, kita harus meyadari keberadaan kita.
Kita pejabat Pemerintah, tetapi kita juga mewakili
Gereja dan umat Katolik. Gereja tidak memperlakukan
kita sebagai karyawannya, tetapi Pemerintah juga
melihat kita sebagai orang Gereja. Dan ini artinya,
sebagai orang Katolik, kita harus tahu betul tentang
Gereja Katolik, seluk beluk aturan yang berhubungan
dengan Gereja Katolik, tentang otoritas Gereja Katolik,
tentang perkawinan, sakramen, ajaran, dogma dan
lainnya.
Beberapa waktu lalu mengemuka tentang
hukuman mati. Kita dalam posisi dilematis. Gereja
menolak hukuman mati, tetapi Pemerintah menyetujui
hukuman mati. Dan posisi kita adalah umat Gereja
Katolik yang bekerja di pemerintahan. Maka sebagai
pejabat Pemerintah mengikuti aturan Pemerintah
karena otonom, tetapi sebagai orang Katolik kita
menolak hukuman mati. Inilah pentingnya forumforum dialog yang difasilitasi oleh media. Dengan
publikasi yang tersebar luas dan akurat, umat atau
masyarakat Indonesia, bahkan Gereja Katolik,
diharapkan memahami posisi kita sebagai pegawai
Pemerintah, sekaligus umat Gereja. Bimas Katolik pun
harus memanfaatkan kekuatan dan pengaruh media
ini, sebagai upaya sosialisasi pandangan, sikap, dan
kebijakan di tingkat Ditjen.
Menyangkut kebijakan di tingkat Ditjen ini, apa saja
penekanan Rencara Strategis (Renstra) Ditjen Bimas
Katolik lima tahun ke depan?
Seperti yang telah kita sepakati pada Pertemuan
Penyusunan Renstra di Bali, penekanan kebijakan
Ditjen berjalan sesuai Tusi, yakni Tusi Pendidikan dan
Urusan Agama. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan,
selama ini kita hanya memberikan perhatian pada
Pendidikan Keagamaan. Dalam hal ini PAUD, SMAK,
dan STP. Begitu kuat perhatian itu, sampai kita lupa
memfasilitasi pendidikan agama di sekolah umum.
Kita bisa berikan TPG, tetapi kegiatan-kegiatan yang
berhubungan den gan pendidikan
keagamaan jarang kita lakukan. Jadi,
selain pendidikan keagamaan, kita juga
perlu memperhatikan pendidikan nilainilai agama di lingkungan kita. Nilai-nilai
agama ini tidak bisa hanya melalui
SMAK, karena sebagian umat kita ada
yang mengenyam pendidikan di sekolah
umum. Kita juga berusaha untuk
menghidupkan dan mengajak seluruh
masyarakat kita untuk mengembalikan,
menghidupkan tradisi Katolik di
lingkungan keluarga. Banyak tradisi
Katolik hilang seiring perkembangan
zaman. Selain itu, aspek program berupa
bimbingan nilai katolik formal dan non
formal, juga menjadi perhatian. Di
Urusan Agama Katolik, pemberdayaan
lembaga dari berbagai aspek, yang utama
aspek religiositasnya.
Pengembangan ekonomi umat belum terpikirkan,
tetapi Direktur Urusan Agama, sedang merancang dan
akan ada diskusi ke dalam. Ada wacana badan amal,
untuk menghimpun dana bagi pemberdayaan
ekonomi umat. Sedangkan dalam bimbingan dan
pengajaran di tingkat SMAK dan STP, kita arahkan
kegiatan eksternalnya di bidang kewirausahaan.
Karena ke depan kita berusaha lahirkan katekis yang
bisa mandiri. Sebab tidak semua yang tamat STP itu
berniat untuk menjadi guru agama PNS. Misalnya,
lulusan STP yang juga memiliki peminatan di bidang
entrepreneur. Pernah satu kali ketika bertandang ke
Toraja, kami tiba di sebuah rumah makan yang
pemiliknya atau dikelola oleh seorang ibu, dan beliau
adalah alumni STP. Rupanya setelah lulus, ibu ini tidak
berniat jadi PNS tapi memilih berwirausaha sambil
aktif di lingkungan Gereja dengan menggerakkan
kegiatan-kegiatan Pastoral. Ini bisa jadi contoh. Ia
membiayai diri sendiri tetapi juga aktif untuk gereja.
Hal-hal apalagi yang menjadi perhatian dalam
Renstra?
Isu kerukunan masih menjadi perhatian utama,
baik di tingkat kementerian maupun tingkat Ditjen.
Kita perlu mewaspadai kemungkinan munculnya
ajaran-ajaran sempalan. Dalam agama Katolik, lebih
tegas karena struktur kita yang sudah jelas, Hirarki
Gereja Katolik. Taat pada Paus. Penegasan inilah yang
juga harus terus kita gaungkan, baik di tingkat Paroki
maupun Keuskupan, melalui kegiatan-kegiatan Dialog
internal Gereja. Kita perlu menguatkan militansi umat
Katolik terutama kaum muda kita.
Maka untuk program-program pembinaan,
khususnya kaum muda, ke depan juga penting
program militansi Katolik. Kita perlu melihat masalah
ya n g u rge n d i m as ya rak at dan k ita pe rlu
menanggapinya. Di Gereja Katolik sendiri banyak juga
organisasi dan kelompok-kelompok doa. Tidak jarang
ada konflik. Maka, baik internal maupun eksternal
perlu dialog.
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
11
Sorotan
Forum Konsultasi Pejabat Pusat dan Daerah
DITJENBIMAS Katolik – Kementerian Agama RI
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Nur Syam,
menegaskan kembali fokus layanan Pemerintah, yang diemban oleh
Kemenag adalah berupaya meningkatkan kualitas kehidupan umat
beragama. Core ini pun, harus menjadi inspirasi dalam pelaksanaan
tugas di tiap unit, termasuk Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik. Penegasan tersebut disampaikan Sekjen saat membuka
kegiatan Forum Konsultasi Pejabat Pusat dan Daerah Ditjen Bimas
Katolik, di Wisma Universitas Terbuka – Banten, tanggal 27 April –
1 Mei 2015 lalu.
Persoalan mendasar, diungkap Sekjen adanya gap antara
pemahaman dengan pengamalan agama yang dihayati. “Yang kita
harapkan adalah orang yang saleh ritual dan saleh sosialnya, kemudian
saleh terhadap alam sekitar,” paparnya. Merujuk pada hal tersebut,
dalam sebuah Forum Dialog Kerukunan, kebijakan ini pun ditekankan
oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Menag bahkan
menegaskan bahwa forum-forum serupa merupakan tindakan
antisipatif dalam menangkal radikalisme sekaligus menjadi media
solutif dalam penanganan isu-isu kerukunan.
Selain kerukunan, Sekjen juga menyinggung persoalan Reformasi
Birokrasi terkait transparansi dan akuntabilitas kinerja kementerian.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB telah
menetapkan bahwa sebuah kementerian dianggap ‘berhasil’ bila tidak
ditemukannya unsur-unsur KKN alias Zero KKN.
Selain itu, program kerja yang ditetapkan semakin
relevan dengan sasaran. “Penilaian laporan kinerja pun,
menjadi ukuran penilaian, dengan melihat performa
penganggaran dan pelaporan yang semakin baik,” tandas
Sekjen. Meskipun selama tiga tahun berturut Kemenag
memperoleh penilaian WTP (Wajar Tanpa Pengecualian),
namun kementerian perlu meningkatkan mutu dalam hal
pelaporan. Karena menurut penilaian Kemenpan dan RB,
Kemenag masih berada di kategori CC. Hal ini lantaran
adanya ketidaksesuaian antara visi dan misi yang
diemban, dengan Renstra yang dijabarkan melalui
program kegiatan. “Maka dalam menetapkan kebijakan,
mohon hal ini diperhatikan agar antara RPJMN-RenstraProgram Kerja Eselon I-II, ada kesesuain atau linier,”
tandas Sekjen.
Menjaga Akuntabilitas Pemerintah
yang Bersih dan Melayani
Pada kesempatan itu, Dirjen
Bimas Katolik, Eusabius Binsasi
menegaskan pula bahwa kehadiran
para Pejabat Bimas Katolik Pusat dan
Daerah sebagai peneguhan kehadiran
Negara di setiap lini kehidupan
masyarakat. Salah satunya
penggunaan anggaran Negara yang
diberikan bagi pembangunan iman
12
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
umat Katolik secara efektif dan efisien, dengan
mengedepankan sikap kehati-hatian dan akuntabilitas
kinerja yang tetap terjaga. “Ini untuk menunjukkan kepada
Gereja dan umat Katolik, bahwa Negara hadir dan tidak
absen sehingga kehadiran kita harus benar-benar
dirasakan umat Katolik, karena menjawabi kebutuhan
umat. Kita juga harus mengedepankan pemerintahan yang
bersih dan melayani,” ungkap Dirjen.
Tahun ini, lanjut Dirjen, Negara menganggarkan
dana sebesar Rp.877.888.570.000 dengan tambahan
Rp.36.875.573.000 sehingga total dana berjumlah
R p . 9 1 4 .7 6 4 . 14 3 . 0 0 0. Pe m b a g i a n d a na t e r s eb u t
dia l ok a sik a n u n tu k fu n gsi P e nd i dik a n s e b e sa r
Rp.644.410.358.000 atau 70,45 % dari anggaran, fungsi
Agama Rp.62.505.000.000 (6,83%) dan sisanya bagi
k eberl a ngsunga n dukunga n
manajemen dengan prosentasi
22,72 persen. Dalam penyerapan
anggaran itu nantinya, Dirjen
mengingatkan agar program
kegiatan juga mengacu kepada
kebijakan Dirjen Bimas Katolik
tahun 2015. Yaitu; Pertama,
meningkatkan kualitas
kehidupan beragama melalui
usaha pemberian bimbingan
kepada masyarakat Katolik dalam
berbagai modus: pertemuan,
pemberian bantuan sesuai dengan
sasaran yang ditetapkan. Kedua,
meningkatkan kualitas kerukunan
umat beragama melalui serangkaian
aktivitas seperti dialog dan konsultasi,
pemberian bantuan sesuai dengan
sasaran yang telah ditetapkan. Ketiga,
meningkatkan kualitas pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan
melalui usaha pemberian bantuan
kepada tenaga pendidik, lembaga
pendidikan keagamaan termasuk di
dalamnya pertemuan pembinaan.
Keempat, meningkatkan kualitas SDM
Aparatur Sipil Negara di lingkungan
Bimas Katolik Pusat dan Daerah,
termasuk PTAKS dan SMAK. Kelima,
meningkatkan kuantitas dan kualitas
sarana dan prasarana program bimbingan masyarakat Katolik, termasuk pengelolaanya.
Dalam forum yang sama, Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI, Dr. Moch. Jassin yang berbicara tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual, menyampaikan bahwa untuk
mendukung tata kepemerintahan yang baik, dilakukan melalui SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah). Sistem ini
dimaksudkan sebagai proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan
dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
Kekurangan TPG menjadi Prioritas Tahun Anggaran 2016 Program Bimas Katolik
Di tingkat Eselon II, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Agustinus Tungga Gempa menyampaikan bahwa pelaksanaan
program kerja maupun fungsi Ditjen bersifat sentral yakni Program
Bimas Katolik. Dengan pelaksanaan menyangkut; Distribusi
Anggaran, Perencanaan, serta Program Kegiatan dan Bantuan. Secara
umum, perbandingan anggaran Pusat dan Daerah adalah 15 persen
untuk Pusat dan 85 persen untuk Daerah. Berdasarkan laporan tahun
berjalan, Sekretaris memaparkan permasalahan dan rencana tindak
lanjut program. Persoalan utama adalah perihal kekurangan bayar
TPG dari Tahun 2008 s.d. 2015. Data terakhir per Januari 2015
terungkap bahwa nilai kekurangan TPG sebesar Rp. 89.567.076.523
dengan rincian; Kekurangan TPG PNS On Going Tahun 2014 yaitu:
Rp. 52.028.327.923 di 15 provinsi. Untuk kekurangan TPG PNS Tahun
2015 sebesar yaitu: Rp. 28.574.559.000 di lima provinsi. Sedangkan
kekurangan TPG Inpassing Tahun 2015 sebesar Rp. 8.964.600 yang
terdapat di 17 provinsi.
Menanggapi persoalan ini, Ditjen Bimas Katolik telah
menetapkan solusi kekurangan TPG tersebut, yakni; pertama, Pemanfaatan hasil penghematan perjalanan dinas pada
fungsi pendidikan berdasarkan Surat Dirjen No. DJ/Set.IV/KU.00.2/458/2015 tanggal 20 Februari 2015. Kedua,
melakukan revisi RKA-K/L tahun 2015 yang tidak mendesak dilakukan, dan dialihkan ke TPG. Ketiga, TPG kekurangan
menjadi Prioritas Tahun 2016 Program Bimas Katolik.
Di wilayah pendidikan, selain persoalan TPG, Direktur Pendidikan Katolik, Fransiskus Endang menyampaikan
bahwa masalah penegerian sekolah keagamaan Katolik dan PTAKS,
menjadi perhatian utama. Saat ini, usulan penegerian sekolah
keagamaan di bawah pembinaan Ditjen Bimas Katolik di tingkat
dasar dan menengah banyak mengemuka. Pada tingkat perguruan
tinggi, bahkan sudah dalam tahap proses di tingkat Kemenpan dan
RB. Pada prinsipnya, lanjut Direktur, Ditjen Bimas Katolik
menyambut baik usulan tersebut. Namun yang harus dipikirkan
adalah kemampuan dasar dan skill guru, dosen, dan tenaga
kependidikan. “Jadi mungkin ini forum yang baik untuk
membicarakan hal ini sebagai langkah antisipasi ke depan karena
bawasannya saat ini guru, dosen dan tenaga kependidikan yang ada
pada sekolah keagamaan baik pada tingkat dasar, menengah
maupun tinggi semuanya non PNS atau swasta,” ungkap Direktur.
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
13
Dalam kesempatan itu, Direktur
Urusan Agama Katolik, Sihar Petrus
Simbolon, menelurkan gagasan pengelolaan
dana sumbangan umat bertajuk Lembaga
Amal Nasional Katolik. Sejauh ini Direktorat
Urusan telah melakukan pendekatan intens
dengan beberapa Imam dan Uskup di KWI.
“Dan tanggapannya positif, mereka setuju
untuk membentuk lembaga dengan SK
Dirjen dan SK Dirjen Pajak Kementerian
Keuangan,” ungkap Direktur Urusan Agama
Katolik. Rencananya, para pengusaha
Katolik pun akan dilibatkan dalam lembaga
ini.
Program lain yang akan
dikembangkan di TA 2015 ini adalah
pengukuhan lembaga gereja Katolik secara legal. Sebelumnya, menurut SK Menteri Agama dalam KMA Nomor 66 Tahun
2006 ditetapkan Susunan Hirarki Gereja Katolik Indonesia. Selanjutnya akan dirumuskan secara legal pengertian Paroki,
Stasi, Wilayah, Lingkungan, Dekenat, BIA/BIR, dan Tarekat, sebagai lembaga yang punya hak milik. Kegiatan prioritas
lainnya adalah pelaksanaan Festival Paduan Suara Gerejani (PESPARANI) yang akan dilaksanakan di Maluku. “Persiapan
yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi, kemudian mengkomunikasikannya kepada KWI, lalu membentuk
lembaga sesuai SK Dirjen sehingga kemitraan antara Gereja dan Pemerintah dapat berjalan dalam persiapan even besar
ini,” papar Direktur Urusan Agama Katolik.
Catatan kegiatan yang dikemukakan Direktur juga menyangkut rencana pertemuan yang bakal digelar tahun ini.
Misalnya, Pertemuan Pembinaan Penyuluh Agama Katolik PNS Provinsi NTT di Kupang, Diklat Fungsional Penyuluh
Agama di Jakarta, Pertemuan pembinaan Penyuluh Agama Katolik Non PNS di Pontianak Kalbar, Pembinaan Tenaga
Pembina OMK Keuskupan Agung Ende—Maumere dan Larantuka di Maumere, Pertemuan Pembina Keluarga Bahagia
Katolik Keuskupan Samarinda di Nunukan, Pertemuan Pembina Tenaga Pembina Keluarga Bahagia KeuskupanKeuskupan Wilayah Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Dialog Kerukunan Keuskupan Agung Semarang di
Semarang, Pertemuan pemimpin Lembaga/Gereja Katolik Keuskupan Agung Medan di Medan, Pertemuan pemimpin
lembaga/Gereja Katolik Keuskupan Agung Palembang di Palembang, Lokakarya Musik Liturgi Provinsi Gerejawi
Keuskupan-Keuskupan Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat di Bogor, serta Pagelaran Musik Liturgi Provinsi Gerejawi
Keuskupan-Keuskupan Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat di Bogor, Pertemuan Pembinaan Pembina BIA Provinsi Jawa
Barat di Bandung, Pertemuan Dialog Kerukunan Internal Umat Beragama di Bali, serta Pembinaan mental/Rohani
Pegawai Ditjen Bimas katolik.
Terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama, Direktur Urusan Agama Katolik
mengungkapkan bahwa kehidupan peribadatan umat dilindungi UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Karenanya Negara wajib
menjamin kebebasan beragama dan beribadah umat beragama. Dalam pemahaman agama Katolik, lanjut Direktur,
lingkungan keluarga pun menjalankan ibadat sesuai tata ibadat Katolik. Itu pun harus dilindungi Negara. “RUU PUB
diharapkan menjabarkan secara lurus, Pasal 29 Ayat 2 tersebut, soal jaminan Negara dalam hal memeluk agama dan
beribadat menurut ketetapan agama yang dianutnya. (Maria Masang)
Laporan Penyerapan Anggaran TA 2014
Tingkat Daerah
Salah satu indikator keberhasilan good governance
adalah penerapan sistem akuntabilitas yang tepat, jelas,
terukur, dan legitimate. Oleh karena itu, dalam rangka
implementasi berbagai Peraturan Perundang-undangan
terkait akuntabilitas kinerja, Bimas Katolik wajib mempertanggungjawabkan seluruh pelaksanaan tugas dan
fungsinya itu, melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja setiap
tahun anggaran, khususnya Tahun Anggaran 2014. Dalam
rangkaian kegiatan Forum Konsultasi itu pun, tiap provinsi
mempresentasikan kinerjanya yang disusun dalam berbagai bentuk, yakni; (1) berbentuk laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rencana kerja dan anggaran atau
RKAKL yang menurut ketentuan terdiri dari Laporan
Kegiatan dan Laporan Keuangannya dengan dokumen
secara komprehensif, (2) berbentuk LAKIP yang merupakan rangkuman dari seluruh proses pelaksanaan RKAKL
14
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
yang disertai proses analisis dan evaluasi (tanpa dokumen
transaksi dan bukti), serta (3) berbentuk Evaluasi
Pelaksanaan Program Kerja Tahun 2014.
Diawali Provinsi Aceh, yang telah menyelenggarakan pertemuan pembinaan Kerohanian Tenaga Pendidik
Agama Katolik Formal, Non Formal dan Informal
se-Provinsi Aceh sebanyak 30 orang dengan capaian
target 97,31 %. Serta penyaluran Bantuan Sosial GAK Non
PNS se-Provinsi Aceh sebanyak 12 orang dengan capaian
target 100 %. Di Bidang Urusan Agama Katolik, Pembimas
Katolik Aceh, Baron F. Pandiangan S.Ag. M. Th. melaporkan
kegiatan Pertemuan Orientasi Pembinaan bagi tokoh/
Pemuka Agama Katolik se-Provinsi Aceh serta pelaksanaan bantuan kegiatan lembaga Keagamaan Katolik
sebanyak empat lembaga dan rehab rumah ibadah
di dua lokasi dengan capaian target 100%. Penyuluh non
PNS juga menjadi perhatian, dengan merealisasikan dana
bantuan kepada 21 orang dengan capaian target 100 %.
Disamping itu juga perlu ditingkatkan besaran operasional tunjangan Fungsional Guru Non PNS untuk
menjangkau para Guru Non PNS yang perlu perhatian.
Provinsi Sumatera Utara melaporkan bahwa terjadi
perubahan akun (Tunjangan Profesi Guru Non PNS) di
akhir-akhir tahun anggaran. “Tapi TPG tetap dibayarkan
dengan segala resiko,” tandas Dra. Yulia Sinurat, M. Pd.
Pembimas Katolik Sumut. Meski begitu, ia berharap bila
ada perubahan terkait akun maupun aturan lain, segera
diinformasikan ke daerah. Ia juga menyoroti soal
pendistribusian anggaran yang proporsional berdasarkan
data sasaran pelayanan. Menurutnya, pendistribusian
anggaran yang diterima masih kurang proporsinal,
mengingat Provinsi Sumatera Urara adalah salah satu
Provinsi terbesar setelah NTT. Menurut data, jumlah umat
Katolik, Guru Agama Katolik, luas pelayanan pendidikan,
serta keagamaan dan pelayanan yang lain, yang meningkat setiap tahunnya.
Adapun Pembimas Katolik Provinsi Sumatera
Selatan, Drs. Alphonsus Supardi, MM menekankan pada
persoalan penguatan koordinasi perencanaan di tingkat
Pusat, Kanwil, dan APIP (Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah). Menurutnya, koordinasi perencanaan dan
penganggaran dengan Pusat, Kanwil dan APIP sudah berjalan dengan intensif dan baik. Permasalahan bertumpu
pada pendistribusian anggaran yang belum proporsional
berdasarkan data sasaran pelayanan. Selama ini diketahui
bahwa masih ada kecenderungan tersentralisasi di tingkat
Provinsi. Di sisi lain, Sumsel tetap mengupayakan
pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana baik di
bidang Urusan, Pendidikan maupun Pelayanan Umum.
Usulan lainnya, datang dari Provinsi Sumatera
Barat. Menurut Pembimas Katolik, Hendrikus Jomi, S. Ag.
yang perlu menjadi perhatian utama untuk daerah ini di
masa mendatang adalah, digelarnya even keagamaan atau
budaya keagamaan Katolik baik secara nasional, regional
maupun tingkat provinsi. Demikian pula di bidang
Pendidikan, dilaporkan bahwa selama ini, belum tersedia
anggaran untuk penambahan atau pengadaan sarana dan
prasana Pendidikan Agama Katolik baik itu buku
pelajaran agama Katolik Kurikulum 2013 maupun penunjang lainya seperti buku penunjang/suplemen, buku perpustakaan rohani, bantuan bagi GAKTT, bantuan kegiatan
rohani pendidikan, bahan ajar dan alat peraga bagi
Pembina PAUD. Dengan demikian, untuk anggaran mendatang diharapkam tersedia dana untuk kegiatan
sosialisasi bahan ajar ataupun kurikulum bagi
Pendamping PAUD.
Dalam kesempatan itu, Pembimas Katolik Provinsi
Riau, Yuliana br. Ginting S. Ag. melaporkan bahwa
Peng el oa a n da n Pemb ina a n Institu si/ L embaga
Keagamaan Katolik yang terbina terdiri dari tujuh subsub kegiatan dengan pagu Rp. 674.000.000 dan telah
terealisasi sebesar Rp. 673.820.000. Sedangkan dalam
Pengelolaan dan Pendidikan Katolik antara lain, telah
dilaksanan Pembinaan tenaga Pendidik dan Kependidikan
Agama Katolik yang terdiri dari lima sub-sub kegiatan
pagu yakni Rp. 280.000.000 dengan realisasi Rp.
279.700.000. Selain itu, Pembinaan KKG Pendidikan
Agama Katolik dengan Pagu Rp.30.040..000, dan realisasi
Rp. 30.040.000. Pencapaian ini telah sesuai dengan
serapan rencana anggaran untu Koordinasi, Konsultasi
dan Pembinaan Agama Katolik dengan Pagu
Rp. 73.440.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 73.440.000.
Untuk Provinsi Jambi, dilaporkan oleh Pembimas
Katolik, Drs. Gunawan, terdapat kendala dalam pencairan
bantuan rehab rumah ibadah/gereja pada tahun anggaran
2014 dikarenakan permasalahan akun yang tarik-menarik
antara akun 52 dan 57 dan juga tidak adanya juknis
tentang pencairan anggaran bantuan. Sementara untuk
Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Katolik, kendala
yang dihadapi adalah kurangnya tenaga pendidikan baik
tingkat dasar dan menengah. Dan berkaitan dengan
pengelolaan dan pembayaran Tunjangan Fungsional Guru
Non PNS, maka perlu diberikan juknis pembayarannya.
Laporan berikutnya, disampaikan Pembimas
Katolik Provinsi Bengkulu, B. Riyanto S. Ag. Tahun
Anggaran 2014, provinsi ini menerima anggaran sebesar
Rp. 811.775.000 untuk pengelolaan di fungsi Pengelolaan
dan Pembinaan Urusan Agama. Dengan kegiatan yang terbagi dalam; satu kegiatan Orientasi Public Speaking, lima
lokasi bantuan Sarana Ibadah/Liturgi, tiga lokasi Bantuan
Operasional Gereja, pembayaran Honor Penyuluh Agama
Honorer untuk 87 orang, rehabilitasi rumah ibadah sebanyak 2 unit, dan pengadaan kendaraan bermotor roda
empat satu unit. Sedangkan fungsi Pengelolaan dan
Pembinaan Pendidikan Katolik memiliki anggaran sebesar
Rp. 1.992.640.000. Anggaran tersebut terdiri atas; dua
kegiatan Orientasi, satu pembinaan, lima lokasi bantuan
sosial, satu orang Tunjangan Profesi Guru Non PNS, satu
orang Tunjangan Profesi Guru Non PNS On Going, satu
orang Tunjangan Profesi Guru PNS terhutang, Perjalanan
Dinas Biasa, Operasional Perkantoran dan Pengadaan Alat
Pengolah Data sebanyak satu unit.
Pembimas Katolik Provinsi Lampung, Drs. Matheus
Yarkoni juga melaporkan layanan Keagamaan yang terdiri
dari bantuan berupa Tunjangan Penyuluh Non PNS dan
Pembinaan Lembaga Keagamaan Katolik serta kegiatan
workshop lainnya. Untuk pengelolaan dan pembinaan
pendidikan Katolik, terdiri dari bantuan-bantuan yang
meliputi: honor guru agama Katolik Tidak tetap, kegiatan
keagamaan Katolik Sekolah Dasar, kegiatan keagamaan
Katolik SLTP, kegiatan keagamaan Katolik SLTA, kegiatan
Organisasi MGMP, dan bantuan Tunjangan Profesi Guru
Agama Katolik Non PNS. Sedangkan kegiatan workshop
berupa Pembinaan Katolisitas Guru Agama Katolik,
Pembinaan Organisasi MGMP, Penilaian Kinerja Guru dan
Pengembangan Keprofesionalan, Sosialisasi Pengembangan Kompetensi Pendidikan Kurikulum 2013 2
kegiatan, serta workshop Pembelajaran PAK Guru Agama
Tidak Tetap. Semua bantuan dan kegiatan telah diperiksa
oleh Itjen dan telah diaudit oleh BPK.
Kesempatan selanjutnya adalah, penyajian dari
Provinsi Bangka Belitung yang disampaikan Drs. Yohanes
Bosco Otto, M. Pd, hal penting yang terungkap adalah,
capaian target guru penerima tunjangan profesi semakin
bermutu yakni sebesar 100% dari target kinerja yang
telah ditetapkan (untuk 3 orang guru). Meskipun dalam
DIPA-RKAKL Program Bimbingan Masyarakat Katolik
Tahun 2014 teralokasi 5 orang sebagai RKP, namun
sesungguhnya tidak diusulkan dalam rencana, karena
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
15
yang sebenarnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
hanya ada 3 orang guru PAKat Non PNS yang telah lulus
sertifikasi dan berhak mendapat tunjangan profesi. Agar
tidak terulang kembali kesalahan yang sama, maka RKP
pada tahun-tahun mendatang seharusnya disesuaikan
dengan usulan daerah. Dibandingkan tahun 2013 sebesar
81,25%, capaian target indikator kinerja ini mengalami
peningkatan sebesar 18,75%. Selain itu, dalam indikator
kinerja ini juga ditetapkan pembayaran kekurangan TPG
on going sejumlah 3 orang dan TPG terhutang tahun
2013 sejumlah 4 orang dengan capaian kinerja 100%.
Sedangkan indikator meningkatnya kualitas institusi/
lembaga keagamaan Katolik melalui bantuan mencapai
100%. ”Termasuk dua kegiatan dialog yang sudah terlaksana dengan baik,” ungkap Pembimas Bangka
Belitung.
Sementara penekanan Provinsi Kepulauan Riau
pada bidang Bidang Pendidikan, yang antara lain telah
melaksanakan Sosialisasi Kurikulum 2013 Pendidikan
Agama Katolik yang dibuka langsung oleh Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau.
Menurut Pembimas Katolik Yuniadi, Kegiatan sosialisasi
ini merupakan langkah nyata yang dilakukan
Kementerian Agama dalam mensosialisasikan Kurikulum
2013, khususnya Pendidikan Agama Katolik. Dengan
demikian diharapkan, Kementerian Agama memiliki guru
-guru yang memahami Kurikulum 2013 Pendidikan
Agama Katolik. Prioritas lainnya, pencairan Tunjangan
Profesi Guru Non PNS yang telah dilaksanakan pada
Bulan Juli 2014 untuk Bulan Januari s.d. Juni 2014, Bulan
November 2014 untuk Bulan Juli s.d. Oktober 2014, dan
Bulan Desember 2014 untuk Bulan November s.d
Desember 2014. Besar anggaran yang terserap adalah
Rp.18.000.000, atau sebesar 100%.
Laporan pelaksanaan program dan kegiatan di
Tahun 2014 untuk Provinvi DKI Jakarta, di Bidang
Urusan Agama Katolik, diungkap Pembimas Katolik,
Normal Ginting SH, juga telah mencapai target
keberhasilan 100%. Misalnya, dalam hal peningkatan
mutu agama dan Lembaga Keagamaan Katolik, telah direalisasikan kegiatan berupa Pembinaan Pembina Anak
Usia Dini dan Bina Iman Anak, Orang Muda Katolik, dan
Keluarga Katolik Bahagia Sejahtera. Untuk bantuan,
terserap dana bagi bantuan kegiatan lembaga sosial keagamaan, bantuan Penyuluh Agama Katolik Non PNS,
sera Bantuan Pembangunan/Rehab Rumah Ibadah. Di
fungsi Pendidikan, provinsi ini telah melaksanakan
kegiatan Pembinaan Mental Guru Pendidikan Agama
Katolik Prov. DKI Jakarta, Pembinaan Profesi Guru
Pendidikan Agama Katolik Prov. DKI Jakarta, bantuan
Tunjangan Profesi Guru Non PNS Katolik, Tunjangan
Fungsional Guru Non PNS, serta Pembayaran Gaji dan
Tunjangan TPG Terhutang Reviu BPKP. Kegiatan tersebu
telah dilaksanakan dengan baik dan capaian 100% pada
persentase rencana tingkat capaian 80% .
Dalam menjalankan tugas melakukan pembinaan
di bidang Pendidikan Agama, Bimbingan Masyarakat
Katolik Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi
Jawa Barat menghadapi berbagai masalah. Misalnya, soal
Implementasi Kurikulum 2013; Dilanjutkan atau
dihentikan? Selain itu, Sertifikasi Guru: pemberian
TPG tidak berbanding lurus dengan peningkatan
kompetensi Guru. Tingkat akuntabilitas
16
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
pembayaran TPG perlu ditingkatkan. Juga persoalan
penilaian kinerja guru (PKG) menyangkut SOP, serta
kebijakan di bidang pendidikan yang berubah-ubah. Di
bidang agama, ditemukan juga beberapa persoalan.
Yaitu, nilai-nilai dan ajaran agama yang tidak terintegrasi
dan mengejewantah dalam hidup keseharian: apa yang
diketahui tidak diamalkan dan dihayati dalam hidup
sehari-hari (beriman di altar dan dipasar) akibatnya
terdapat disparitas (kesenjangan), discrevansi, antara
pemahaman ajaran dan hidup. Persoalan lain, Peraturan
Bersama Menteri Agama No 8 dan Menteri Dalam Negeri
No 9 Tahun 2005 belum tersosialisasi dan terimplementasikan di lapangan akibatnya sulit memperoleh izin
pendirian rumah ibadah di Gedebage, Kopo, Purwakarta,
Parung Bogor dan Kota Bekasi, serta persoalan belum
terjalinnya relasi kemitraan simbiose mutualis yang ideal
antara Bimas Katolik dengan Gereja Katolik; Bimas
Katolik dipandang sebelah mata, di bawah Gereja
(subordinasi).
Senada dengan Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah,
juga menyampaikan rangkaian persoalan di bidang
Pendidikan Katolik. Diungkap Pembimas Katolik,
Paulinus Sulardi, S. Ag. persoalan yang dihadapi seputar
kekurangan Guru Agama Katolik dan Pengawas
Pendidikan Agama karena memasuki masa purna tugas
(pensiun). Misalnya, kurangnya minat menjadi Guru
Agama Tidak Tetap di seluruh jenjang pendidikan
mengingat sangat kecilnya honorarium, belum ada
bantuan honorarium bagi Guru Agama Katolik dari
Pemerintah di Sekolah-sekolah, serta kurangnya tenaga
pengawas pendidikan agama Katolik dari tingkat Dasar
sampai dengan Menengah. Upaya mengatasi
permasalahan tersebut, dengan mengusulkan tambahan
formasi Guru Agama Katolik setiap ada penerimaan
CPNS, mengadakan test calon Pengawas Pendidikan
Agama Katolik bagi setiap jenjang pendidikan,
mengefektifkan Guru Agama untuk mengajar di beberapa
sekolah dengan harapan untuk memenuhi jumlah jam
m e n g a j a r s e b a ga i p e r s y a ra t a n a n g k a k r e d it ,
menyelenggarakan penataran tenaga teknis pendidikan/
bimtek (Guru/Dosen) dengan menggunakan dana dari
Daerah maupun Pusat, serta menyalurkan bantuan dana
dan paket buku pegangan Guru/Dosen kepada lembaga
pendidikan agama Katolik.
Laporan selanjutnya, disampaikan oleh Pembimas
Katolik Provinsi Yogyakarta, Suharto Yohanes S. Ag.
Menurutnya, penyerapan anggaran tahun 2014,
mencapai angka 98,30% dengan pagu sebesar
Rp. 2.077.133.000,-. Sisa anggaran yang tidak terserap
yaitu sebesar 1,7% senilai Rp. 35.308.256,-. Rincian sisa
anggaran yang tidak terserap yaitu berasal dari Belanja
Gaji Pegawai dan Dukungan Manajemen sebesar
Rp. 12.158.256,-, kemudian dari Belanja Modal Peralatan
dan Mesin sebesar Rp. 5.150.000,- dan yang terakhir dari
Tunjangan Profesi Guru Non PNS untuk 1 orang sebesar
Rp. 18.000.000,-. Pada Belanja Modal Peralatan dan
Mesin tidak terserap sepenuhnya karena adanya
penurunan harga dari pihak penyedia. Sedangkan untuk
Tunjangan Profesi Guru Non PNS tidak terbayar 1 orang
karena yang bersangkutan pindah tugas keluar DIY.
Disampaikan pula bahwa, pemberian Tunjangan Profesi
Guru Non PNS Katolik dicairkan dalam 2 tahap. Tahap I
bulan Januari-Agustus 2014, tahap II September–
Desember 2014 dengan pihak penerima adalah guru
Agama Katolik Non PNS (Yayasan) yang ada di Kabupaten
Bantul sejumlah 1 orang.
Pada TA 2014 lalu, Bimas Katolik Provinsi Jawa
Timur secara umum sudah melaksanakan programprogram kegiatan sesuai dengan Tugas Fungsi dan Visi
Misi yang telah tercermin dalam Penetapan Kinerja dan
Rencana Kinerja Tahunan. Hal ini bisa dilihat dari ketercapaian sasaran strategis dan indikator kinerja serta
kenaikan anggaran hampir dua kali lipat lebih dari tahun
2013 yang hanya Rp. 12.059.995.000 menjadi
Rp. 26.548.386.000. Kenaikan cukup besar ada pada
anggaran Tunjangan Profesi Guru baik PNS maupun Non
PNS dan tunjangan profesi guru terhutang hasil reviu
BPKP. Seperti yang dipaparkan bahwa pembayaran
Tunjangan Profesi Guru PAK Non PNS sejumlah 100
orang, terealisasi 74 orang dengan capaian target 74 %.
Selanjutnya, Pembayaran tunjangan fungsional guru non
PNS, sejumlah 20 orang dengan capaian target 100%.
serta Tunjangan Profesi Guru Non PNS terhutang hasil
reviu BPKP sejumlah 75 orang, tetapi hanya terealisasi 72
orang dengan capaian target 96%.
Sepanjang TA 2014 lalu pun, Bimas Katolik Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali telah melaksanakan tugas pelayanan, bimbingan, pembinaan, dan
pengelolaan sistem informasi di bidang Bimbingan
masyarakat Katolik berdasarkan kebijakan teknis yang
ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama. Seperti yang diungkapkan Pembimas Katolik,
Drs. Lodovikus Lena MM, provinsi telah mengadakan
kegiatan pembinaan urusan agama Katolik antara lain,
Pembinaan Orang Muda Katolik, Pembinaan Rohani
Gender Katolik, Konsultasi Program Urusan Agama
Katolik, Tunjanan Penyuluh Agama Katolik Non PNS,
serta Bantuan Lembaga Sosial Keagamaan dan Rumah
Ibadat. Di bidang Pendidikan misalnya, Pembinaan Guru
Aga ma Katol ik Tingka t Dasa r da n M enenga h,
Pembayaran Tunjangan Profesi Guru PAK Non PNS, serta
Pembayaran TPG Non PNS terhutang reviu BPKP.
Dalam rangka mewujudkan rencana strategik
Pemerintah di Bidang Agama dan Bidang Pendidikan.
Pembimas Katolik Provinsi Nusa Tenggara Barat, Drs.
Benediktus Haro M. Pd. juga melaporkan pertanggungjawaban kegiatan untuk TA 2014 lalu. Anggaran yang
dilaporkan berdasarkan program pengelolaan dan
pembinaan pendidikan agama Katolik serta pembinaan
urusan agama Katolik. Bidang Pendidikan telah
dilaksanakan Workshop Penyusunan Naskah soal UASBN
Pendidikan Agama Katolik SD/SMP/SMA/K, Pembinaan
Siswa/siswi SMA/SMK Katolik se-NTB, Sosialisasi
Kurikulum PAK 2013, Bantuan sosial untuk pemberdayaan sosial dalam bentuk uang. Bantuan ini tidak dapat
direalisasikan karena pemahaman yang berbeda tentang
peraturan Menteri Keuangan dalam kaitan dengan
Bansos, dan Tunjangan Proefesi Guru Agama Katolik Non
PNS. Dan bidang agama antara lain, kegiatan Pertemuan
Intern Tokoh Agama Katolik, Orientasi Petugas Liturgi
se-Provinsi NTB, Bantuan dalam bentuk uang untuk
lembaga ME Dekenat NTB dan Lembaga Keagamaan
Dekenat. Kedua jenis bantuan ini tidak dapat dicairkan
karena pemahaman yang berbeda tentang peraturan
Menteri Keuangan dalam kaitan dengan Bansos, serta
Tunjangan bagi penyuluh agama katolik non PNS.
U n t u k
Provinsi Nusa
Tenggara Timur,
dilaporkan oleh
Kepala Bidang
Pendidikan
Katolik Drs.
Dominikus Djata
M. Si. dan Kepala
Bidang Drs.
Yakobus B.
Kleden,MM.,
sebagai berikut;
Pengelolaan dan
pembinaan
pendidikan
katolik meliputi
10 kegiatan dengan total peserta 410 orang. Kegiatankegiatan itu antara lain penyusunan program pendidikan
agama dan keagamaan katolik; pembinaan microteaching
bagi guru agama tingkat dasar dan menengah;
pembinaan ICT bagi guru tingkat dasar dan menengah;
pembinaan penulisan karya ilmiah bagi guru agama
tingkat dasar dan menengah; orientasi pemanfaatan TIK
bagi pejabat pendidikan katolik dengan total dana
sebesar Rp. 1.397.896.314; realisasi Rp. 1.343.397.628
dan dana yang dikembalikan ke kas negara sebesar
Rp.53.498.686, dengan prosentase:96%. Kegiatan
lain,monitoring, pejalanan dinas dan konsultasi serta
pendataan pendidikan katolik dengan total dana
Rp. 306.030.000; realisasi Rp. 304.173.798 dan dana
yang dikembalikan ke kas negara sebesar Rp. 1.856.202,
persentase 99 %. Dan di bidang Urusan, terealisasi
kegiatan antara lain, Lomba Baca dan Kuis Kitab Suci
(Bidang Urusan Agama Katolik dan 18 Satker Kab/Kota).
Kegiatan ini dilaksanakan dalam kerjasama dengan
Delegatus Kitab Suci Regio Gerejawi Nusa Tenggara (di
tingkat Kanwil) dan Komisi Kitab Suci Keuskupan/Paroki
(di tingkat Kab/Kota). Lomba dilaksanakan dalam dua
sesi. Pertama, dilaksana-kan di tingkat Kab/Kota, dan
kedua, dilaksanakan di tingkat Kanwil. Di tingkat Kab/
Kota lomba ini dijadikan sebagai ajang untuk mencari
para juara yang selanjutnya akan diutus untuk mengikuti
lomba di tingkat Kanwil. Selanjutnya, Pertemuan
Penyuluh (Bidang Urusan Agama Katolik). Pertemuan ini
menghadirkan para Penyuluh Agama Katolik se-Provinsi
NTT bersama para Kepala Seksi sebagai atasan langsung.
Pertemuan ini dimaksud-kan untuk meningkatkan
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
17
koordinasi kerja antara para penyuluh dan Kepala Seksi
sebagai atasan langsung. Dalam pertemuan ini dibahas
aneka persoalan yang dihadapi penyuluh dalam
pelaksanaan tugas penyuluhan sekaligus aneka solusi
yang perlu untuk meningkatkan kinerja penyuluhan.
Serta bantuan pengembangan mutu lembaga keagamaan
(Bidang Urusan Agama Katolik), dan Subsidi Tunjangan
Penyuluh Non PNS (Bidang Urusan Agama Katolik dan 19
Satker Kab/Kota).
B e r i k u t n ya , P r ov i n si K a l i ma n ta n Ba r a t ,
melaporkan kegiatan menyangkut pengelolaan dan
pembinaan Urusan Agama Katolik. Menurut Pembimas
Katolik, Drs. Yosef, provinsi ini telah mengadakan
beberapa program yaitu; Pembinaan Penyuluh untuk 55
orang, pembinaan Pemimpin Ibadat untuk 55 orang,
Pembinaan Orang Muda Katolik untuk 55 orang,
Koordinasi Bimas Katolik yang dihadiri 50 orang peserta,
Pengadaan Buku Keagamaan Katolik (Alkitab) sejumlah
800 exemplar, Pengadaan Kalender 1000 exemplar,
Keyboard/Orgen, Peralatan Misa masing-masing 12 set,
Pengadaan Mebeler, Bantuan Lembaga di dua lokasi,
Bantuan penyuluh Non PNS bagi 40 orang, Bantuan
rumah ibadah di dua lokasi, serta kegiatan koordinasi
dan konsultasi.
Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama
Katolik untuk TA 2014 ini, Provinsi Kalimantan Tengah
berhasil menyentuh capaian realisasi anggaran 94,66%.
Program ini terlaksana dengan baik berkat kerja sama
pihak masyarakat dan Gereja Keuskupan/KWI, dan
instansi-instansi terkait secara hirarki. Meski begitu,
Pembimas Katolik, Drs. Wilhelmus Y. Ndoa, M.Pd.
memberikan catatan bahwa anggaran yang diberikan
masih sangat kecil. “Anggaran tersebut tidak sebanding
dengan jumlah umat yang menjadi obyek layanan Bimas
Katolik. Selain itu, ada begitu banyak aspek kehidupan
menggereja yang perlu mendapat perhatian pemerintah.
Dengan terbatas-nya anggaran, kebutuhan umat pun
tidak terpenuhi. Usulan-usulan atau masukan ini sebagai
bahan per-timbangan bagi kami dalam menyusun
anggaran dalam tahun anggaran berikutnya,” paparnya.
Sedangkan untuk program pengelolaan dan pembinaan
Pendidikan Katolik, provinsi mencapai realisasi hingga
97,33%.
Berdasarkan Alokasi Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) Bimbingan Masyarakat Katolik Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun Anggaran 2014 meliputi unsur yang terdiri dari 19 Sasaran. Disampaikan Pembimas Katolik,
Drs. Andreas Nua, pada pengelolaan dan pembinaan
urusan agama Katolik terealisasi dua kegiatan pembinaan dan dua kegiatan pengkoordinasian/pertemuan.
Sedangkan untuk bantuan, telah disalurkan bantuan
perasional di 10 Komisi Keuskupan Banjarmasin,
T u n j a n g a n P e n y u l uh N o n P N S , d a n b a n tu a n
Pembangunan/Rehabilitasi Rumah Ibadah untuk 2
Lokasi. Di bidang agama terserap dana untuk kegiatan
pembinaan, sosialisasi kurikulum 2013, sosialisasi
pendidikan nilai religiositas GAK Dasar dan Menengah,
serta kegiatan penyusunan Soal UAS Pendidikan Agama
Katolik. Sementara pada bantuan, disalurkan bagi
bantuan Kelompok Kerja Guru Agama Katolik untuk 2
Lembaga, serta Tunjangan Profesi Guru Agama Katolik
Non PNS untuk 2 Orang.
18
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Penjabaran Pembimas Katolik Provinsi Kalimantan
Timur, Drs. Joko Harjono PN, M. Ap. tercatat bahwa dari
alokasi anggaran sebesar Rp. 898.000.000, dana telah
terserap sebesar Rp. 856.664.685 atau 95.40% dengan
penyaluran bagi beberapa kegiatan. Yaitu, Workshop
Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Dasar dan
Menengah, Rapat Koordinasi Pejabat Bimas Katolik
se-Kalimantan Timur dengan membahas tentang
menghimpun kebutuhan dan solusi masalah dalam
Pendidikan Agama Katolik, bantuan pengembangan bagi
6 Lembaga Pendidikan Agama dan Keagamaan Katolik,
serta bantuan Tunjangan Provinsi Guru Agama Katolik
non PNS sebanyak 9 orang. Di bidang agama terserap
anggaran bantuan Pembangunan Renovasi Gereja
Katolik, Bantuan Pengembangan Lembaga Keagamaan
Katolik, Bantuan Organisasi Kemasyarakatan Katolik,
Monitoring, Koordinasi dan Evaluasi Program Urusan
Agama Katolik Se-Kalimantan Timur, Tunjangan
Penyuluh Agama Katolik Non PNS, Orientasi Tokohtokoh Agama Katolik dengan Tema : Peran Tokoh Agama
Katolik dalam Kehidupan Multikultural, Pembinaan
Orang Muda Katolik dengan Tema : Orang Muda Katolik
Berperan Aktif Menjaga dan Melaksanakan Tri
Kerukunan Umat Beragama.
Pada tahun anggaran 2014, Satker Pembimas
Katolik Provinsi Sulawesi Barat, Petrus Tandilodang SS,
mengelola anggaran berdasarkan pagu sebesar
Rp 1.880.199.000. Jumlah anggaran itu terdistribusi
dalam 4 (empat) kegiatan yakni : pertama, kegiatan
pengelolaan dan pembinaan pendidikan Agama Katolik.
Kedua, pengelolaan dan pembinaan urusan Agama
Katolik. Ketiga, kegiatan dukungan manajemen dan
pelaksanaan tugas teknis lainnya Bimas Katolik.
Keempat, penyelenggaraan administrasi perkantoran
pendidikan Bimas Katolik. Persentase realisasi anggaran
pada tahun 2014 yang dapat dicapai secara keseluruhan
program Bimbingan Masyarakat Katolik pada Satker
Pembimas Katolik Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Sulawesi Barat adalah 97,85 %. Serapan anggaran itu
terbagi dalam program kegiatan bidang urusan yaitu
pembinaan kerukunan umat beragama, pembinaan
penyuluh Agama Katolik Non PNS, pembinaan motivator
kelompok kaum ibu Katolik, peningkatan pelayanan
publik dan bantuan kelompok kategorial/kevikepan di 3
lokasi, bantuan lembaga keagamaan untuk 4 lembaga
keagamaan, bantuan penyuluh agama Non PNS, dan
bantuan rehab sarana peribadatan di 2 lokasi. Pada
pengelolaan dan pembinaan Pendidikan Agama Katolik,
anggaran terdistribusi dalam yakni pertama, dokumen
layanan pendidikan yang terdiri dari komponen
administrasi kegiatan dan bantuan insentif guru Agama
Katolik Tidak Tetap dan bantuan lembaga pendidikan
keagamaan Katolik. Kedua, bantuan tunjangan profesi
guru Agama Katolik Non PNS.
Kegiatan Pengelolaan dan Pembinaan Urusan
Agama Katolik pada Tahun Anggaran 2014 Bimas
Katolik Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara,
disampaikan Pembimas Katolik, Dra. Joula Petronela
Makarawung, sebesar 2.792.400.000 dari Pagu Anggaran
keseluruha n 12.360.677.000, denga n realisasi
Rp. 2.723.459.000 atau 97.53 %. Realisasi anggaran ini
adalah hasil pemanfaatan dari komponen-komponen
kegiatan antara lain, Pertemuan Pembinaan Orang Muda
Katolik, PembinaanPenyuluh Agama Katolik Non PNS,
Pembinaan Mental Spiritual Pegawai Bimas Katolik,
Pertemuan Tokoh-Tokoh Umat Katolik, Pembinaan/
Siaran Keagamaan Katolik di TVRI dan RRI, dan
Pembinaan Pimpinan Umat Katolik. Sedangkan di bidang
Pendidikan, terserap anggaran sebesar Rp. 1.361.794.600
atau 96.31 % dari dana yang diberikan. Selain kegiatan,
anggaran juga dimanfaatkan untuk bantuan-bantuan
dalam bentuk Tunjangan Profesi Guru Non PNS, serta
bantuan Kegiatan Keagamaan Sekolah Katolik. “Untuk
pembayaran TunjanganProfesi Guru Non PNS tidak
mengalami persoalan dalam hal pembayaran TPG.
Pembayaran TPG sampai Kelulusan Tahun 2013
semuanya telah terbayarkan tidak ada yang terhutang,”
paparnya.
Sementara laporan yang disampaikan Pembimas
Katolik Provinsi Sulawesi Selatan, Drs. A.Y. Untung
Nugroho, M. Ap. menyebutkan bahwa Penguatan koordinasi perencanaan di tingkat Pusat, Kanwil dan APIP
(Aparat Pengawasan Intern Pemerintah), perlu terus
ditingkatkan terutama mulai dari penyusunan
perencanaan program/kegiatan. Pendistribusian
anggaran pun, perlu proposional berdasarkan data
sasaran Pelayanan. Selain itu, mengupayakan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana baik di bidang
Urusan, Pendidikan maupun Pelayanan Umum, serta
perlu adanya pengadaan kendaaraan roda dua bagi
penyuluh guna menunjang kegiatan di lapangan. TA 2014
lalu, provinsi ini pun telah melakukan empat kali
pertemuan pada pengelolaan dan pembinaan urusan
agama Katolik. Di samping penyerapan anggaran untuk
bantuan Sosial Keagamaan Katolik, Tunjangan Penyuluh
Non PNS, serta bantuan Pembangunan/Rehab Rumah
Ibadah di 2 Lokasi. Pada pengelolaan dan Pembinaan
Pendidikan Agama Katolik, terserap untuk dua kegiatan
pertemuan dan enam buah bantuan kegiatan serta
bantuan, yakni Tunjangan GAK dan Tunjangan Profesi
GAK non PNS untuk 7 orang.
Dalam hal perencanaan dan penganggaran, Provinsi
Sulawesi Tenggara menyampaikan bahwa koordinasi
yang terbangun di tingkat Pusat, Kanwil, dan APIP
berjalan baik tanpa masalah. Pendistribusian anggaran
pun, dilaporkan Pembimas Katolik, Leonardus Latu S.Ag.,
M. Pd, berjalan proposional sesuai data yang berlaku. Di
bidang Urusan Agama telah dilaksanakan Pembinaan
Pasutri Agama Katolik, Pembinaan Orang Muda Katolik
(OMK), Pembinaan bagi pemimpin Ibadat Sabda dan
Pembinaan bagi pendamping SEKAMI. Selain itu, bantuan
untuk kelompok kategorial, bantuan lembaga sosial
keagamaan, bantuan rehap Gereja untuk 2 lokasi, dan
bantuan Penyuluh Non PNS. Sedangkan di bidang
Pendidikan, kegiatan Orientasi Pembinaan Guru Agama
Katolik tingkat Dasar dan Menengah, bantuan KKG dan
MGMP, serta bantuan GAK tingkat Dasar dan Menengah
untuk 15 orang.
Di kegiatan tingkat nasional itupun, Pembimas
Katolik Provinsi Maluku, Drs. Silvanus Duarmas M.Si.,
menyampaikan beragama persoalan yang dihadapi
provinsi di wilayah timur Indonesia ini. Misalnya,
wawasan pengetahuan yang dimiliki rata-rata penduduk
masih relatif rendah, sarana parasarana dalam
menunjang pelayanan keagamaan juga masih menjadi
kendala, di samping kondisi geografis yang masih sulit
terjangkau sehingga sangat mempengaruhi anggaran
pembiayaan operasional. Meski dengan kondisi terbatas,
toh kegiatan dan bantuan keagamaan tetap berjalan.
Pembimas pun giat melakukan kordinasi Dengan Balai
Diklat Keagamaan Ambon dalam hal Diklat Penyuluh dan
PIM IV, demi menunjang profesionalitas pelayanan.
“Terkait NUPTK, NRG, dan Data Dapodik, kami telah melakukan koordinasi lintas instansi denga Ditjen, LPMP
dan sekolah,” ungkap Pembimas.
Selanjutnya, Pembimas Katolik Provinsi Maluku
Utara, FX Belekubun S.Sos M.Si. menyampaikan bahwa
alokasi anggaran untuk provinsi ini telah terealisasi
se-besar Rp. 1.126.550.000 untuk TA 2014 lalu. Dana tersebut disalurkan untuk bantuan Pembangunan/Rehab
Rumah Ibadah, Pemberian Bantuan Pembangunan Gereja
Katolik untuk 2 lokasi, bantuan Sosia kepada Panti
Asuhan Elisa Tobelo, bantuan bagi Seminari Tobelo, serta
empat buah kegiatan pertemuan yaitu Pembinaan Rohani
Pembina Agama Katolik, Pembinaan Guru PAK,
Pembinaan Rohani Pembina Sekami, dan Pembinaan
Rohani Pembina OMK. Sedangkan untuk pengelolaan dan
pembinaan pendidikan dialokasikan anggaran untuk
kegiatan koordinasi, konsultasi, survei, monitoring, dan
pembinaan serta bantuan bagi lembaga pendidikan
agama Katolik.
Peningkatan pelayanan di bidang keagamaan
daerah, juga disampaikan Pembimas Katolik Provinsi
Gorontalo, Reinne Febriana Koraag SS. Menurutnya, umat
dan pejabat Gereja setempat sangat mengapresiasi
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebagai simbol
kemitraan antara Pemerintah dan Gereja, serta sebagai
ruang konsolidasi di tingkat Paroki dan Stasi. “Kegiatan
ini sebagai sarana pertemuan keakraban dan saling memberi suport satu sama lain dan tentunya memperkokoh
persatuan dan persaudaraan sebagai umat Katolik,”
ungkapnya. Dilaporkan pula bahwa Gorontalo telah
menyalurkan bantuan kepada 2 lembaga keagamaan,
yaitu Lembaga Pembinaan Musik Liturgi Katolik dan
Lembaga Pengembangan Katekese Katolik. Untuk
tunjangan penyuluh non PNS telah direalisasikan kepada
21 (dua puluh satu) orang Penyuluh Agama Katolik Non
PNS. Tahun lalu, anggaran pun diberikan bagi
pembangunan/rehab gereja. Hal ini cukup menjawab
keluhan umat, khususnya daerah terpencil yang selama
ini ber-ibadat dengan sarana gereja seadanya. “Oleh
karena itu mereka merasa sangat berterima kasih kepada
pemerintah yang sudah membantu pembenahan rumah
ibadah sehingga menjadi layak dan terhormat, sambil
mereka harapkan supaya program inipun tetap ada
sehingga setiap rumah ibadah boleh mendapatkan
bantuan yang sama,” ungkap Pembimas. Demikian pula
untuk menunjang pembinaan Pendidikan Katolik, telah
disalurkan bantuan kepada siswa miskin dan bantuan
insentif guru agama Katolik tidak tetap.
Berikutnya, Provinsi Papua Barat melaporkan
bahwa koordinasi di tingkat Pusat, Kanwil, dan APIP
sudah berjalan dengan baik. Anggaran yang dialokasikan
Negara pun, telah terserap sesuai data dan sasaran
pelayanan secara proposional. Sedangkan menyangkut
pemenuhan kebutuhan, selama ini sarana dan prasarana
diupayakan semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi
yang ada di lapangan, baik di bidang urusan, pendidikan
maupun pelayanan umum. (MM/Sumber: Laporan
Kanwil Provinsi)
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
19
REKOMENDASI
KONSULTASI TAHUN 2015
Berdasarkan masukan dari para narasumber dan hasil diskusi kelompok, maka dihasilkan rekomendasi kerja forum Konsultasi
Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah Tahun 2015 di Wisma Universitas Terbuka, Pondok Cabe, Pamulang, Kota Tangerang
Selatan, Provinsi Banten tanggal 27 April s.d. 1 Mei 2015, sebagai berikut:
BIDANG SEKRETARIAT
1.
Struktur:
Mengharmonisasikan PMA Nomor 10/2010 dan PMA 13/2012 dengan melengkapi data/dokumen dan analisis pendukung
2. SDM dan DIKLAT:
A. Memperjuangkan peningkatan formasi pegawai untuk Pusat dan Daerah, baik jabatan fungsional umum (JFU) maupun
jabatan fungsional tertentu (Guru, Penyuluh dan Pengawas).
B. Mengusahakan pengangkatan Pegawai Kontrak/tenaga honorer (pramubakti, sopir) untuk menunjang pelaksanaan tugas
Bimas Katolik.
C. Menyelenggarakan Bimtek secara berkelanjutan berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara antara lain: SAIBA,
e-MPA, e-MONEV, SIMAK BMN, SAKPA, Sistem Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Monitoring dan Pelaporan.
D. Melaksanakan Diklat Fungsional (bagi para guru, pengawas, penyuluh) bekerjasama dengan Balai Diklat (Daerah) dan
dengan PUSDIKLAT (Pusat).
3.
Regulasi:
A. Segera merevisi SK Inpassing Tahun 2012.
B. Segera menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) tentang Mekanisme Pencairan Bantuan.
C. Segera merevisi Pedoman Kerja Guru dan Pengawas.
D. Segera menyusun Pedoman/Juknis pencairan Tunjangan Profesi Guru.
E. Segera menerbitkan Surat Edaran tentang Pengaturan Jam Kerja Penyuluh Agama Katolik
4. Perencanaan dan Sistem Informasi:
A. Pemantapan restrukturisasi program dan kegiatan Pusat dan Daerah.
B. Mengupayakan pengadaan kendaraan operasional dan sarana prasarana lain yang dibutuhkan untuk mendukung tugas
dan fungsi.
C. Meningkatkan honorarium Guru Agama Katolik Tidak Tetap (GAKTT).
D. Komitmen penyelesaian hutang/kekurangan Tunjangan Profesi Guru.
BIDANG URUSAN AGAMA KATOLIK
1.
Meningkatkan kualitas kemitraan secara komprehensif dengan Lembaga Agama/Lembaga Keagamaan Katolik, antara lain:
A. KWI, Keuskupan, Paroki
B. Organisasi Keagamaan Katolik/Lembaga Sosial/Kelompok Kategorial.
2.
Memberdayakan dan mengutamakan lulusan SMAK dan PTAKS sebagai Penyuluh Agama Katolik Non PNS.
3.
Mengupayakan Pembentukan Lembaga Amal Nasional Katolik.
4.
Mengupayakan sistem registrasi gereja Katolik.
5.
Melakukan koordinasi, komunikasi dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan FKUB dalam hal pembangunan rumah
ibadah dan dialog kerukunan.
BIDANG PENDIDIKAN KATOLIK
1.
Sertifikasi:
A. Terus memonitor dan membimbing para Guru Pendidikan Agama Katolik untuk mengupdate Data Diri pada DAPODIK
dan PADAMU NEGERI.
B. Merancang program Sertifikasi Guru melalui pola Pendididikan Profesi Guru dalam Jabatan (PPGJ) bagi Guru yang telah
melaksanakan tugas Terhitung Mulai Tahun 2006.
2.
Pengangkatan Guru:
A. Perlu melakukan koordinasi, komunikasi, dan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota terkait
dengan pengangkatan Guru Pendidikan Agama Katolik.
B. Melakukan koordinasi pengangkatan Guru PAK di sekolah umum melalui Kementerian Agama.
3.
Mensosialisasikan PMA No. 54/2014 tentang Pendirian Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK).
4.
Mensosialisasikan Keputusan Dirjen Nomor: 23 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pendirian Taman Seminari di
Lingkungan Ditjen Bimas Katolik.
5.
Memperkuat Keputusan Dirjen Nomor: 23 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pendirian Taman Seminari di Lingkungan
Ditjen Bimas Katolik dengan Peraturan Menteri Agama (setelah poin 4, terlaksana).
20
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Kebijakan
elektronik-Monitoring Pelaksanaan Anggaran,
(e-MPA)
T
erselenggaranya pemerintahan yang baik
menjadi tuntutan masyarakat dewasa ini,
maka good governance menjadi isu penting pada tataran
pengelolaan pelayanan publik. Good governance menjadi
syarat mutlak untuk menjawab keinginan masyarakat dan
tentu saja untuk mencapai cita-cita bangsa. Syarat bagi
tercapainya good governance itu adalah adanya
transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Untuk
itu perlu Pelaporan dan Evaluasi Program yang baik.
Pelaporan dan Evaluasi Program yang dilakukan dengan
baik berimplikasi pada berbagai kebijakan sehingga dapat
diambil langkah yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Kegiatan pelaporan dan evaluasi program di
lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik terintegrasi dalam tugas dan fungsi Sekretariat
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, secara
khusus pada Subbagian Pelaporan dan Evaluasi Program
Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi. Tata kelola
sistem pelaporan dan evaluasi program yang baik akan
berimplikasi pada efektifitas dan efisiensi proses pengendalian, pemantauan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan
program/kegiatan di lingkungan Ditjen Bimas Katolik
sehingga harapan tercapainya akuntabilitas dan transparansi kinerja program bisa lebih maksimal. Informasi
yang disampaikan pun juga lebih akurat sebagaimana yang
tertuang dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Informasi
Publik, bahwa informasi adalah kebutuhan pokok setiap
orang dan bahwa hak memperoleh informasi merupakan
hak asasi manusia. Keterbukaan informasi publik
merupakan salah satu ciri penting Negara demokratis.
Salah satu cara menyediakan informasi yang akurat adalah
melalui aplikasi e-MPA. Sistem terintegrasi ini mampu
memberikan solusi sekaligus menjawab tantangan yang
dihadapi oleh Kementerian Agama.
e-MPA atau elektronik-Monitoring Pelaksanaan
Anggaran yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI
Nomor 47 Tahun 2014 merupakan aplikasi yang mengintegrasikan proses pengumpulan data, penyusunan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan program dan anggaran berbasis
teknologi informasi dan komunikasi. Aplikasi ini dibangun
oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Agama.
e-MPA bertujuan untuk menyediakan data dan
informasi sebagai bahan penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi
pelaksanaan program dan anggaran dalam rangka mewujudkan kinerja pelaksanaan program dan anggaran yang
transparan, efisien, efektif, dan akuntabel. Pelaksanaan
e-MPA menjunjung tinggi prinsip partisipatif, efisien,
efektif, mudah, handal, akurat, cepat, dan aman. Ruang
lingkupnya mencakup pengumpulan data, penyusunan
rencana, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan program dan anggaran pada seluruh
satker Kementerian Agama. Pengelola e-MPA terdiri dari
penanggung jawab, koordinator dan operator. Untuk
tingk a t Kemente ria n A ga ma , pena nggungjawa b
pengelolaan e-MPA adalah Sekretaris Jenderal, untuk Unit
Eselon I Pusat adalah Pimpinan Unit Eselon I Pusat, untuk
tingkat Kanwil Kemenag Provinsi adalah Kakanwil
Kemenag Provinsi, dan untuk tingkat Kankemenag
Kabupaten/Kota adalah Kakankemenag Kabupaten/Kota.
Koordinator mempunyai tugas mengkoordinasikan
pengelolaan e-MPA pada satker masing-masing, sedangkan
operator mempunyai tugas melakukan entri data ke dalam
aplikasi e-MPA.
Aplikasi ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan
pimpinan Kementerian Agama dalam melaporkan
pelaksanaan anggaran dan program di lingkungan
Kementerian Agama kepada Presiden, DPR, Internal dan
masyarakat terutama terkait dengan pelaksanaan kunci
yang terdiri dari Rencana Kegiatan Pemerintah (RKP),
Instruksi Presiden dan kegiatan prioritas Kementerian
Agama. Dalam rangka memudahkan, aplikasi ini dikembangkan dalam bentuk online berbasis web dan
terintegrasi dengan website Kementerian Agama dengan
alamat http://e-mpa.kemenag.go.id. Aplikasi e-MPA berisi
gambaran secara umum DIPA, perencanaan dan realisasi
anggaran satker, sehingga laporannya akan secara mudah
diakses oleh Kemenag Pusat. Dokumen yang diunggah di
aplikasi ini adalah dokumen pencairan anggaran berupa
SPM, SP2D, SPP, SPTB dan kwitansi. Semua dokumen
tersebut harus berbentuk PDF.
Aplikasi e-MPA wajib diisi oleh seluruh satuan kerja
di lingkungan Kementerian Agama, baik satuan kerja
tingkat eselon I Pusat (Sekretariat Jenderal, Inspektorat
Jenderal, Direktorat-Direktorat Jenderal, dan Badan
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
21
Litbang Diklat), Kanwil Kemenag Provinsi, Kantor
Kemenag Kab/Kota, Perguruan Tinggi Agama Negeri, Balai
Litbang, Balai Diklat, Lajnah Pentashih Alqur'an, dan
Madrasah Negeri. Agar setiap satuan kerja dapat mengisi
aplikasi e-MPA dengan baik, maka setiap satuan kerja
wajib menunjuk seorang penanggungjawab (PIC) yang
menjadi penghubung antara satuan kerja bersangkutan
dengan anggota Tim e-MPA Pusat. PIC akan menjadi
penanggungjawab dalam proses pengumpulan data pada
satuan kerjanya dan pengisian informasi yang terdapat
dalam aplikasi e-MPA. PIC dapat merangkap juga sebagai
operator atau didampingi operator dalam pengisian
aplikasi e-MPA. PIC bertanggungjawab terhadap validitas
data yang diinput dalam sistem dan keamanan dari data
yang telah diinput pada tingkat Satuan Kerja. Setiap Satuan
Kerja harus melakukan persiapan mulai dari aspek
infrastruktur, penyusunan laporan, dan penggunaan
sistem.
g.
Tren rencana dan realisasi fisik pelaksanaan kegiatan
per bulan;
h.
Daftar nama pelaksanaan kegiatan RKP;
i.
Rencana target dan realisasi pelaksanaan RKP per
bulan;
j.
Tingkat penyerapan anggaran RKP;
k.
Tingkat realisasi volume kegiatan RKP;
l.
Daftar nama pengadaan barang dan jasa yang
mencakup volume, pagu, jenis pelaksanaan, HPS
(Harga Perkiraan Sendiri), nilai kontrak, tanggal
pengumuman, dan tanggal kontrak;
Output data aplikasi e-MPA diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan laporan kepada:
Mekanisme pelaporan e-MPA
a.
Laporan Akhir Tahun Capaian Kinerja Kabinet ke
Presiden;
b.
Laporan Akhir Tahun Capaian Kinerja Tahunan
Anggaran;
c.
Rencana dan Realisasi Fisik Pelaksanaan Kegiatan;
d.
Pelaksanaan Kegiatan RKP, meliputi target dan
realisasi pelaksanaan bulanan dan realisasi volume;
e.
Laporan Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa.
Modul yang terdapat dalam aplikasi e-MPA adalah:
a.
Data Umum Satker;
b.
Identitas Pengelola Anggaran;
c.
Data DIPA (Kode Satker DIPA, Nama Satker DIPA,
Nomor DIPA, Tanggal DIPA, Pagu DIPA, File DIPA
dalam format PDF);
d.
Rencana dan Realisasi Anggaran.
Informasi yang dapat diperoleh dari aplikasi e-MPA dari
setiap satker dan program adalah:
a.
Alamat dan posisi satker dalam peta;
b.
Daftar nama pengelola anggaran;
c.
Pagu Anggaran;
d. Dokumen DIPA;
e. Anggaran menurut jenis belanja;
f.
22
Tren rencana dan realisasi serapan anggaran per
bulan;
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
m. Daftar tingkat keaktifan dan kelengkapan pelaporan.
Aplikasi ini secara umum akan membantu proses
laporan dan evaluasi program karena dapat menyediakan
informasi, laporan, dan capaian pelaksanaan program/
kegiatan secara akurat, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tim pengelola e-MPA Tingkat Kementerian
melaporkan pelaksanaan tugas kepada Sekretaris Jenderal
Kementerian Agama. Sedangkan Tim pengelola e-MPA
Tingkat Eselon I, Tingkat Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi, Tingkat Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota, Tingkat Perguruan Tinggi Agama Negeri,
Tingkat Balai, Lajnah, dan Kantor Urusan Haji Indonesia,
dan Tingkat Madrasah berkoordinasi dan melaporkan
pelaksanaan tugas kepada Kepala Satker masing-masing.
Dan untuk Kepala Satker berkoordinasi dan melaporkan
pelaksanaan e-MPA kepada satker satu tingkat diatasnya.
Pelaksanaan e-MPA di lingkungan DITJENBIMAS
Katolik
Di Lingkungan DITJENBIMAS Katolik, aplikasi
e-MPA dikerjakan oleh tim yang dibentuk berdasarkan
Surat Keputusan Dirjen sejak tahun 2012 dan menunjuk
seorang PIC (Person in Charge). Tugas tim secara
keseluruhan adalah mengumpulkan bahan-bahan yang
diperlukan untuk input realisasi anggaran selama tahun
berjalan berdasarkan serapan anggaran sehingga realisasi
anggaran tahun berjalan dapat dipantau perkem bangannya.
Pelaksanaan aplikasi e-MPA ini bukannya tanpa
persoalan. Persoalan yang paling umum adalah adanya
revisi RKA-K/L, realisasi per bulan yang belum selesai,
dan scan item-item pendukung e-MPA yang banyak dan
membutuhkan waktu yang banyak.
Liputan
Dirjen:
SMAK melahirkan generasi muda
yang mandiri dan cerdas
berdasarkan ajaran agama Katolik
“Sejak awal kemerdekaannya, Negara
Indonesia sudah menetapkan tujuan yang
hendak dicapai, yaitu mencerdaskan bangsa,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Tujuan ini terasa
sangat mendesak untuk diwujudkan. Hal ini
didasarkan pada sebuah pemikiran yang
juga menjadi sebuah fakta bahwa hanya
Negara cerdas yang dapat mengalami kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan
warganya. Kecerdasan tidak hanya menjadi
faktor penting penentu tingkat k esejahteraan masyarakat sebuah bangsa
melainkan juga menjadi tolok ukur
kemajuan sebuah bangsa. Kecerdasan ini
hanya bisa di-capai melalui upaya pendidikan, karena
tanpa pendidikan yang memadai maka kecerdasan tidak
akan ada. Yang ada hanyalah masyarakat yang terus
menerus terpuruk karena kebodohan. Kebodohan inilah
yang menjadi pangkal dari berbagai situasi/keadaan
memprihatinkan sebuah bangsa atau negara. Untuk itu
Pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar
terhadap dunia pendidikan yang menjadi sarana utama
memberantas kebodohan.”
D e m i k i a n a ra h a n D i rje n B i m a s K a t ol ik ,
Drs. Eusabius Binsasi pada Rapat Koordinasi dalam
rangka Bimbingan Teknis Operator Data Pokok
Pendidikan (DAPODIK) Sekolah Menengah Agama
Katolik. Bimbingan Teknis yang diikuti Operator
DAPODIK dari Sekolah Menengah Agama Katolik
se-Indonesia ini dilaksanakan di Jakarta, 14-16 Juni2015
dengan agenda utama Bimbingan/Latihan Teknis
pengoperasian DAPODIK oleh Tim dari PDSP (Pusat Data
dan Statistik Pendidikan) Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Dengan berpedoman pada Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
maupun Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007
Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan,
maka Kementerian Agama diberi peluang dan ruang yang
sangat besar untuk ikut mengambil bagian dalam upaya
mencerdaskan bangsa melalui pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan yang saat ini terwujud dalam
lembaga pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik.
Tahun 2013 merupakan tonggak sejarah bagi
keberadaan Sekolah Menengah Agama Katolik di Indonesia
dengan terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 1
Tahun 2013 tentang Sekolah Menengah Agama Katolik
tanggal 29 Januari 2013 yang telah direvisi dan diubah
dengan PMA Nomor 54 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas PMA Nomor 1 Tahun 2013 tentang Sekolah
Menengah Agama Katolik. Dengan munculnya perubahan
PMA ini maka kita semakin leluasa mengelola lembaga
pendidikan SMAK sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Katolik.
Dirjen menambahkan, hingga akhir tahun 2013,
sudah ada 13 SMAK yang berada di bawah naungan
Direktorat Jenderal Bimas Katolik, sedangkan saat ini
jumlah seluruhnya sebanyak 19 buah, 17 buah sudah
beroperasi dan 2 lainnya akan mulai beroperasi pada
Tahun Pelajaran 2015/2016. Dengan melihat antusiasme
masyarakat Katolik maka sudah dapat diprediksi bahwa
kedepannya SMAK akan bertambah banyak. Di tengah
semaraknya semangat masyarakat Katolik untuk
mendirikan SMAK, satu hal yang perlu diingat yakni
Direktorat Jenderal Bimas Katolik tidak serta merta
menerbitkan Izin Pendirian ataupun Izin Operasional
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
23
SMAK begitu menerima proposal. Dengan terbitnya PMA
Nomor 1 Tahun 2013 yang telah diubah dengan PMA
Nomor 54 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas PMA
Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Sekolah Menengah Agama
Katolik dan juga berbagai produk turunannya berupa
pedoman maupun petunjuk teknis pendirian SMAK, maka
semua proposal harus ditelaah dengan teliti, kemudian
dilakukan survey lapangan untuk membuktikan apakah
proposal yang diajukan sudah sesuai dengan kenyataan di
lapangan. Hal ini bertujuan untuk memastikan apakah
pihak pemohon sudah memenuhi berbagai ketentuan
yang disyaratkan oleh PMA, Pedoman Pendirian SMAK,
maupun Petunjuk Teknis Pendirian SMAK. Dengan
demikian maka Izin Operasional hanya bisa diberikan
kepada pemohon yang sudah memenuhi persyaratan dan
yang sudah benar-benar siap untuk menyelenggarakan
pendidikan SMAK. Hal ini tidak bermaksud untuk mempersulit pihak masyarakat ataupun Keuskupan yang berniat mendirikan SMAK melainkan agar SMAK yang sudah
didirikan itu bisa berjalan lancar di kemudian hari.
Seiring dengan terus bertambahnya jumlah SMAK
yang diikuti dengan bertambahnya jumlah peserta didik,
maka diperlukan sebuah upaya pendataan melalui sistem
pendataan yang akurat. Untuk maksud ini maka
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik terus
menerus berkoordinasi dengan pihak Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sebagai “leading sector” di
bidang pendidikan termasuk Data Pokok Pendidikan
(DAPODIK). DAPODIK Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan sudah tertata dengan baik melalui sebuah
sistem/aplikasi yang cukup handal. Sistem/aplikasi
seperti inilah yang kita harapkan untuk bisa digunakan
dalam upaya pendataan bagi Sekolah Menengah Agama
Katolik di Lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Katolik. Kita berharap bahwa melalui
koordinasi yang intens, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan bisa berbagi pengalaman, bahkan lebih dari
itu bisa membantu pihak Ditjen Bimas Katolik terkait
pendataan Sekolah Menengah Agama Katolik melalui
sistem/aplikasi pendataan yang mereka miliki. Kitapun
berharap di tahun-tahun mendatang kita akan memiliki
sebuah sistem pendataan yang akurat terkait data
pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, serta
data lembaga pendidikan SMAK secara keseluruhan.
Untuk itu Dirjen berpesan agar para tenaga
operator sekolah yang mengikuti kegiatan ini memberikan perhatian yang serius agar bisa memahami
dengan baik pengoperasian Data Pokok Pendidikan, dan
setelah kembali ke tempat tugas, bisa melakukan tugas
pendataan dengan baik.
“Kita mendirikan SMAK tidak untuk menyiapkan tenaga
siap pakai, melainkan menciptakan generasi muda yang
cerdas berdasarkan ajaran Agama Katolik, melahirkan ahli
agama yang baik, yang kecerdasannya membebaskan
dirinya dari kebodohan, ketertinggalan dan kemiskinan.
Banyak orang sekolah untuk cari makan bukan untuk
menjadi pintar. Karena itu lulusan SMAK adalah lulusan
yang mandiri dan cerdas berdasarkan ajaran Agama
Katolik.”
Hal pokok yang tidak lupa disampaikan Dirjen
adalah data yang diinput harus valid. Data yang valid berimplikasi pada informasi yang benar, yang berujung pada
pengambilan keputusan yang bijak oleh pimpinan. (Joice)
Pembinaan Tata Persuratan Ditjen Bimas Katolik
B
agian dari kepemerintahan yang baik salah satunya adalah
Ketatalaksanaan Pemerintah yang merupakan area perubahan dalam reformasi birokrasi. Ketatalaksanaan pemerintah
merupakan pengaturan tentang cara melaksanakan tugas dan
fungsi dalam berbagai bidang kegiatan pemerintahan di
lingkungan instansi pemerintah. Salah satu komponen penting
dalam ketatalaksanaan pemerintah adalah administrasi umum.
Administrasi umum meliputi tata naskah dinas, penamaan
lembaga, singkatan dan akronim, kearsipan, serta tata ruang
perkantoran. Tata naskah dinas di Lingkungan Kementerian
Agama diatur dalam PMA No.16 Tahun 2006 tentang Tata
Persuratan dan aturan tentang Kearsipan yang diatur dalam KMA
No. 44 Tahun 2010.
Permasalahan yang ada, banyak ditemukan kesalahankesalahan dalam pembuatan surat baik statuter maupun non
statuter, format surat, dan peng-urusan surat yang masih belum sesuai dari peraturan tersebut. Ada juga kasus
kesalahan tata persuratan yang tidak disengaja, karena memang petugas pelaksana betul-betul tidak mengerti mengenai
tata persuratan. Model yang begini, cukup mengikuti arahan dari atasan langsungnya yang kebetulan tidak memiliki
kompetensi di bidang tata persuratan, atau melakukan copy paste dari file yang sudah tersedia dalam komputer kantor/
arsip surat yang dibuat oleh petugas pendahulunya. Begitu pula dalam hal kearsipan, masih sering terjadi ketika arsip
surat yang dibutuhkan kembali sulit ditemukan padahal arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai
bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
24
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Maka dengan tujuan untuk meningkatkan
profesionalitas pegawa i, Ditjen B imas Katolik
menyelenggarakan kegiatan Pembinaan Tata Persuratan
pada tanggal 12 – 15 Juni 2015 lalu, di Wisma Tugu
Kementerian Agama. Kegiatan ini pun dalam upaya
meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan
pegawai tentang Tata Persuratan dan Kearsipan dalam
rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Menurut Ketua Panitia kegiatan, Sri Wahyuni,
S.Sos.M.Si, kegiatan pembinaan semacam ini juga dalam
rangka meningkatkan pelayanan aparatur di lingkup
Ditjen, kepada umat Katolik. Sehingga peserta yang
terlibat sebanyak 30 orang tersebut pun, seusai kegiatan
pembinaan ini digelar, diharapkan dapat memahami tata
persuratan dan kearsipan dalam rangka pertanggungjawaban organisasi dalam pelaksanaan tugas.
Dalam sambutan Pembukaan kegiatan tersebut,
Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi, mengungkapkan bahwa penyelenggaraan kegiatan pembinaan
ini juga sebagai upaya mendukung terlaksana misi
reformasi birokrasi Indonesia, yang salah satunya
menekankan penyempurnaan peraturan perundangundangan dalam rangka mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik. “Pembinaan ini pun dalam
rangka penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana,
manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan,
akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mindset, cultural
set, dan heart set,” ungkap Dirjen.
Sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi pelayanan
keagamaan Pemerintah, Ditjen Bimas Katolik juga harus
meningkatkan kemampuan administrasinya sebagai
tuntutan profesional sebagai abdi negara. Penekanan ini
pun sebagai amanat percepatan iklim reformasi
birokrasi. “Karena organisasi dengan hasil yang ingin
dicapai adalah organisasi yang tepat fungsi dan tepat
ukuran,” tandas Dirjen.
Dalam rangkaian kegiatan tersebut, hadir pula
sebagai pembicara Emida Suparti SH, MAP; Nur Mas
Intan BM,SAP,MAP; Drs. Helmi Hazin, MM dan Herniaty,
S.Kom. Seluruh pembicara adalah para ‘pakar’ kearsipan
dan persuratan di tingkat kepemerintahan yang mengawali karir di bidang administrasi negara. (Maria Masang)
Arah Kebijakan Pendidikan Katolik
“Saat ini ada sebelas Program Studi Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta yang sudah posisi aman sesuai surat
Edaran Kemenristek Dikti, sedangkan ada dua belas Prodi yang masih diberi kesempatan sampai Januari 2016 untuk
lanjutan melakukan pengimputan data pada PDDIKTI,” ungkap Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi, dalam Rapat
Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Agama Katolik (APTAK), pada 5 Agustus 2015 lalu.
Di hadapan para peserta pertemuan, Dirjen menegaskan komitmen Pemerintah terhadap pengelolaan Pendidikan
Tinggi, yaitu perluasan dan pemerataan akses memperoleh Pendidikan Tinggi Keagamaan Katolik. Persoalan
peningkatan kualitas, daya saing, relevansi Pendidikan Tinggi Keagamaan Katolik melalui penguatan sepuluh Standar
Nasional Pendidikan, Tridharma Perguruan Tinggi, juga menjadi perhatian Pemerintah. Hal ini dalam rangka pengabdian
kepada masyarakat melalui penelitian yang dilakukan. “Peningkatan Kelembagaan melalui alih status, serta penguatan
tata kelola dengan prinsip akuntabilitas, pelayanan prima, efisiensi, efektivitas, juga menjadi perhatian kami. Berikut
masalah Penguatan Regulasi terkait dengan pendidikan sesuai perkembangan,” papar Dirjen.
Lebih lanjut Dirjen mengatakan, untuk mengaktualisasikan semua arah kebijakan tersebut, Bimas Katolik sebagai
Unit Teknis di lingkungan Kementerian Agama RI, diberikan kewenangan sesuai amanat KMA Nomor 325 Tahun 2002,
KMA Nomor 439 Tahun 2003, dan KMA Nomor 34 Tahun 2004. Kewenangan tersebut adalah Izin Pendirian dan
Penutupan Lembaga PTAKS, Izin Pembukaan Program Studi, Perubahan Bentuk; Pembinaan Pengawasan atau Evaluasi,
dan Penetapan jabatan akademik dosen asisten— lektor.
Berkaitan dengan kurikulum, Dirjen menjelaskan tentang bahan ajar dan keterampilan yang harus menjadi materi
dalam pembelajaran. Menurutnya, Konstruksi Kurikulum PTAKS yang diterapkan adalah Rumpun Ilmu Agama dengan
gelar akademik Sarjana Agama (S. Ag). “Karena itu hendaknya dalam upaya pengembangan prodi harus tetap menjaga
kekhasan PTAKS. Jika ada usul pembukaan prodi maka perlu ada pembicaraan bersama: PTAKS, Gereja (Uskup), Bimas
Katolik, dan Para Pakar atau Pemerhati Pendidikan Katolik dengan didukung studi kelayakan. Konstruksi kurikulum
PTAKS perlu dievaluasi, dan dibenahi bilamana sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan dan
kebutuhan masyarakat dengan tetap mengikuti regulasi. Dan melihat kenyataan saat ini bahwa kurikulum kita belum
sesuai dengan standar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, maka perlu disusun kurikulum berstandar KKNI,”
ungkap Dirjen. (Bethania)
Dirjen Hadiri Kongres Nasional XVI
Pemuda Katolik
Pengurus Pusat Pemuda Katolik Periode 2012-2015, menggelar Kongres Nasional XVI Pemuda Katolik pada
tanggal 21-23 Agustus 2015 lalu, di Batam—Kepulauan Riau. Tujuan utama kongres ini adalah melakukan evaluasi
program kepengurusan periode sebelumnya dan memilih Ketua Umum serta menetapkan kebijakan umum strategis
Pemuda Katolik, tiga tahun mendatang. Berbicara di hadapan 1000 orang peserta kongres yang berasal dari seluruh
Indonesia, Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi menghantarkan topik tentang “Internalisasi Nilai dan Spiritualitas
Iman Katolik Dalam Diri Pemuda Katolik.”
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
25
merupakan Gereja saat ini. Begitu pentingnya kedudukan orang muda dalam gereja Katolik sehingga gereja merangkul
kaum muda dalam berbagai wadah perhimpunan kaum muda Katolik, mulai dari Mudika, OMK, PMKRI, Pemuda
Katolik (PK) dan lain sebagainya. Berbagai kegiatan dilakukan baik level nasional (Indonesian Youth Day; IYD)
international (World Youth Day,) Regional: ( Asian Youth Day) dan level diosesan (Diocese Youth Day). Konsili Vatikan II
melalui dekrit APOSTOLICAM ACTUOSITATEM tentang Kerasulan Awam, menegaskan: kaum muda merupakan
kekuatan amat penting dalam masyarakat zaman sekarang, bila kekuatan dan gairah tersebut diresapi oleh semangat
Kristus dan sikap patuh dan cinta terhadap gembala gereja, maka boleh diharapkan akan membuahkan hasil melimpah
(AA;12). “Semangat Kristus dan sikap patuh serta cinta akan tercapai jika kaum muda Katolik dibekali spiritualitas
kekatolikan yang memadai agar mampu dan berani menghadapi pelbagai problem sosial dalam terang injil,” ungkap
Dirjen.
Dalam hal peran serta Pemuda Katolik bagi masa depan bangsa, Dirjen mengamanatkan agar kaum muda
mampu memberikan andil untuk negara dengan semangat kristiani, seperti yang pernah dilakukan oleh para
pendahulu bangsa seperti Mgr. Soegijapranata, IJ Kasimo, Frans Seda, dan lainnya. “Pemuda Katolik harus sungguh
seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia, artinya Pemuda Katolik, karena imannya, bergerak melibatkan diri
dalam kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat Indonesia khususnya yang kecil lemah miskin,
tersingkir dan difabel. Adik-adik pemuda Katolik mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk membangun gereja
Katolik dan membawa bangsa Indonesia menghayati nilai “bonum commune”, “non violent“, pro rakyat miskin, damai,
makmur dan sejahtera. Pemuda katolik tidak boleh duduk santai dan acuh tak acuh, bahkan melarikan diri dari
permasalahan jalannya ketatanegaraan yang melenceng dan mengakibatkan masyarakat menderita,” papar Dirjen.
Untuk itu pulalah, Dirjen berharap ada kader-kader dari Pemuda Katolik yang menjadi pemimpin bangsa masa
depan dengan membawa nilai dan ajaran Kristus. Paling tidak, menjadi teladan bagi para kaum muda Katolik lainnya.
“Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hendaklah menjadi teladan bagi kaum muda Indonesia. Bangsa ini
merindukan munculnya tokoh-tokoh Katolik di tingkat nasional yang sekaliber mereka. Di tangan adik adik lah kami
titipkan gereja dan bangsa ini. Kalian harus membuktikan bahwa kalian sungguh harapan Gereja dan Negara,
(Spes Ecclesia et Patria), bukan mimpi, slogan dan omong doang,” demikian Dirjen. Selain Dirjen, hadir pula sebagai
narasumber pihak Gereja Katolik (KWI), Pimpinan DPR-MPR-DPD, tokoh politik, Pimpinan Partai Politik, Akademisi, dan
para Pengamat lainnya. (MM)
Pelatihan Katekese di Era Digital
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik,
Drs. Eusabius Binsasi, membuka dan memberikan
sambutan pada acara Pelatihan Katekese di Era Digital,
yang diadakan oleh Komisi Kateketik Konferensi
Waligereja Indonesia pada tanggal 24 Agustus 2015 lalu.
Di a wal ma terinya , Dirjen menga presia si
pelaksanaan kegiatan ini. “Ini pertanda bahwa kita semua
merasa kegiatan pelatihan Ketekese ini penting untuk kita
dan penting juga untuk umat yang akan kita layani.
Berbagai upaya harus terus kita galakan, salah satunya
adalah kegiatan ini yang dilaksanakan mulai 24 hingga 27
Agustus 2015 ini,” tandas Dirjen.
Menurut Dirjen, berkatekese diera digital berarti
para pewarta sadar —siap—yakin memanfaatkan
kecanggihan teknologi dapat meningkatkan kemampuan
dan kualitas berkatekese kepada umat yang dilayani.
Kesadaran ini lantaran sebagian besar masyarakat pada
saat ini menggunakan sistem digital dalam kehidupan
sehari-harinya. Baik dalam urusan rumah tangga, ekonomi,
politik dan lain sebagainya. Sehingga pewartaan yang
dilakukan pun harus menyesuaikan perkembangan situasi
zaman modern ini.
Kenyataan lain, gaya hidup moving online,
menandakan bahwa setiap orang dapat berkomunikasi
dengan siapapun tanpa batasan ruang dan waktu.
Fenomena ini pun menunjukan bahwa bahwa revolusi
digital adalah suatu situasi yang tak terelakan lagi.
Masyarakat juga menyadari bahwa revolusi digital ini telah
mengubah cara pandang seseorang dalam menjalani
kehidupan yang sangat canggih saat ini, mulai dari
26
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
membantu mempermudah segala urusan sampai membuat
masalah.
Menangga pi k emajua n teknologi ini maka
kemampuan untuk mengenal teknologi digital dengan baik.
Fasilitator Katekese Umat yang handal di Era Digital adalah
berjuang agar iman yang tumbuh dalam hati umat tidak
disesatkan oleh era digital. Menjadi masalah jika para
fasilitator katekese sama sekali tidak paham teknologi alias
“GAPTEK”. Hal lain adalah soal sarana dan prasarana.
Artinya berbagai akses dan kemudahan harus disiapkan.
Kenyataan menunjukan bahwa umat yang dilayani banyak
tersebar di pelosok-pelosok atau di kampung-kampung.
Umat dapat menimba kekayaan rohani dari katekese
dengan menggunakan sarana teknologi mengandaikan
adanya akses informasi dan teknologi yang merata sampai
kedesa desa.
Selain itu, menurut Dirjen, Katekese harus
memperhitungkan situasi umat (latar belakang, psikologi,
minat, kebutuhannya). Jika media katekese yang digunakan
adalah media teknologi digital maka perlu dipastikan
apakah umat paham teknologi. Sebagian umat mungkin
tidak masalah dengan teknologi ini tapi untuk umat
tertentu seperti umat yang berada di pelosok atau
pedalaman belum tentu paham. “Bisa saja umat merasa
kehadiran barang barang digital sebagai “barang baru”
yang membuat bingung. Belum lagi kesadaran untuk
menggunakannya. Umat perlu dibimbing agar selektif dan
sadar dalam bermedia agar tidak masuk dalam percobaan
tapi dibebaskan dari yang jahat dan tersesat oleh media,”
ungkap Dirjen. (Bethania)
RAPAT PLENO NASIONAL KOMISI HAK KWI
Indonesia adalah Negara yang majemuk,
beragam, yang terdiri dari berbagai suku,
agama, dan golongan. Hal ini sudah ada sejak
beratus tahun lalu. Inilah ungkapan awal
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, saat
pembukaan Rapat Pleno Nasional Komisi
Hubungan Agama dan Kepercayaan
(HAK) KWI pada hari Kamis, 6 Agustus 2015
yang dilaksanakan di Wisma Samadi Klender,
Jakarta Timur. Beliau menambahkan, keberagaman adalah keniscayaan yang merupakan
rahmat Ilahi dan sudah given. Masyarakat yang
beragam ini merupakan kekayaan Indonesia
yang sangat berharga, sehingga semua umat
beragama terutama tokoh-tokoh agama dalam
hal ini yang hadir disini mewakili tokoh-tokoh
Katolik yang berasal dari semua Keuskupan di
Indonesia. Ini adalah tugas bersama meningkatkan hubungan yang lebih baik dalam menjalin
kebersamaan antaragama dimana para perwakilan HAK dari keuskupan ini berasal, kata
Menteri. Beliau menekankan agama mengajarkan kebajikan yang membuat peradaban umat
Indonesia semakin baik. Apalagi tema dari
pertemuan ini: “Gereja Katolik sebagai Pewarta
Kabar Gembira dalam Membangun HAK di Indonesia”. Lebih lanjut beliau mengatakan persoalan agama yang muncul
lebih karena 2 (dua) hal saja, yaitu:
1. Pemahaman ajaran agama yang keliru
Boleh jadi umat beragama memahami agama dalam konteks yang menyimpang dari arti sebenarnya atau esensi dari
agama itu sendiri sehingga menimbulkan gesekan-gesekan.
2. Persoalan lain yang membawa agama
Ada pihak-pihak yang penuh kesadaran dengan berbagai kepentingan (politik, ekonomi, sosial dan budaya) yang ada
di tengah-tengah masyarakat sering menjadikan agama sebagai faktor pembenaran demi tercapainya tujuan atau
kepentingan itu tercapai.
Menteri Agama membuka pertemuan ini dengan memukul gong sebanyak lima kali sejumlah lambang dari
Pancasila. Hadir mendampingi Bapak Menteri, Uskup Amboina Mgr. P.C. Mandagi, MSC yang merupakan Ketua
Komisi HAK KWI. Hadir pula Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi; Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama
Kementerian Agama, Mubarok; Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Drs. Agustinus Tungga Gempa, MM; dan Sekretaris
Eksekutif KWI, Rm. Edy Purwanto.
Pada sesi sore hari sebelum pembukaan, Dirjen Bimas Katolik memberikan sambutan yang menekankan
pentingnya hubungan antaragama berdasarkan kualitas bukan kuantitas; sejauh mana sikap hati untuk menjalankan
hubungan antaragama dan kepercayaan menjadi lebih baik. Hubungan antaragama dan kepercayaan menyentuh hakikat
kemanusiaan, dimana manusia selalu membutuhkan “yang lain” untuk saling mengisi dan melengkapi. Yang lain itu hadir
dalam keberagaman (pluralitas). Hubungan antaragama dan kepercayaan membutuhkan dialog dan persahabatan dan
akan mencapai kualitas terbaik apabila orang saling memahami eksistensi manusia yang selalu membutuhkan orang lain
dalam keberagaman, serta juga didukung oleh adanya sinergitas peran antara Pemerintah dengan lembaga-lembaga
agama, dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik dengan Gereja sebagai mitra untuk membina dan meningkatkan kualitas
kehidupan beragama. Tetap menjalin dialog dan persahabatan dalam cinta kasih, dan jangan lupa mewaspadai pihak
ketiga yang ingin membenturkan sesama umat beragama dengan menggunakan sentimen agama, demikian kata penutup
Bapak Dirjen. Pertemuan ini berlangsung atas kerja sama Komisi HAK KWI dan Ditjen Bimas Katolik.
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
27
MoU Dual Mode System dan Sertifikasi
Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan
Menyediakan tenaga pendidik yang mampu
memberikan pengajaran berkualitas tinggi bagi pelajar di
seluruh negeri merupakan tantangan besar Bangsa
Indonesia. Pemerintah, dalam hal ini Direktorat
Pendidikan Katolik – DITJENBIMAS Katolik Kementerian
Agama RI, menanggapi tantangan ini secara serius dan
telah memperkenalkan sejumlah kebijakan strategis untuk
meningkatkan status dan kualitas guru. Guru yang
dipersiapkan dengan baik serta sistem pengajaran yang
lebih baik, akan mendukung proses pembelajaran siswa
yang lebih baik pula. Hal ini juga yang mendasari kegiatan
penandatanganan MoU Sertifikasi dan MoU Dual Mode
System (DMS) antara Ditjen Bimas Katolik dengan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau
Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta (PTAKS), pada
tanggal 21 – 23 Agustus 2015 di Jakarta.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen memperkenalkan perubahan-perubahan
penting dalam hal kondisi kepegawaian dan persyaratan
untuk sertifikasi guru, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Undang-Undang tersebut
mengharuskan semua guru memiliki gelar Sarjana (S-1)
atau Diploma (D-IV), dan memperoleh sertifikat. UndangUndang ini juga mengatur standar kompetensi minimum
dan memperkenalkan tunjangan profesional yang baru
yakni insentif bagi guru yang menyelesaikan sertifikasi
dan peningkatan kompetensi para pendidik. Regulasi
tersebut mengamanatkan beberapa hal diantaranya,
28
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
mewajibkan guru untuk memenuhi standar minimal
pendidikan kesarjanaan selama empat tahun sebelum
mengikuti sertifikasi.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan tentang peningkatan kualifikasi
dan peningkatan profesionalitas guru agama dalam
jabatan dengan program DMS dan Sertifikasi. Program ini
telah berjalan sejak tahun 2005 dan berakhir pada tahun
2015. Agar pelaksanaan keduanya berjalan secara optimal,
perlu dilakukan koordinasi antar pihak, yaitu LPTK dan
DITJENBIMAS Katolik. Sebelum melaksanakan Program
DMS bagi Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) yang
belum berkualifikasi S1, dilaksanakan terlebih dahulu
pertemuan koordinasi melalui MoU kedua belah pihak,
yang memuat soal kuota peserta, waktu pelaksanaan
(PLPG) berikut perkuliahan, pembiayaan, pelaporan, dan
monitoring kegiatan pelaksanaan program DMS dan
Sertifikasi.
Di awal kegiatan, Dirjen mengingatkan bahwa, tahun
2015 adalah batas akhir penyelenggaraan sertifikasi guru.
Maka perlu upaya antisipasi dan cermatan terhadap
tenaga-tenaga pendidik yang belum berkualifikasi Sarjana
(S1). “Tingkatkan kualitas pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan melalui usaha pemberian bantuan
kepada tenaga pendidik, lembaga pendidikan keagamaan
termasuk didalamnya Program Sertifikasi dan DMS,”
tandas Dirjen. Menurutnya, pengetahuan seorang guru dan
pengajaran yang dilakukan, memberikan pengaruh besar
terhadap pembelajaran siswa. Guru perlu membekali diri
dengan kemampuan mengajar dan kualifikasi pendidikan
yang baik. “Untuk itulah, maka kemitraan yang terbangun
antara Ditjen Bimas Katolik dan PTAKS juga dalam rangka
membangun kualitas pembelajaran bagi para siswa,”
ungkap Dirjen.
Pemaparan berikutnya disampaikan Sekretaris Ditjen
Bimas Katolik, Agustinus Tungga Gempa, yang membahas
tentang mekanisme pelaksanaan anggaran/bantuan untuk
bidang pendidikan. Dijelaskannya, hasil pemetaan dana
Bansos 2014 menurut Surat Dirjen Perbendaharaan
No. S-8245/PB/2014, disebutkan bahwa alokasi dana pada
Kementerian Agama untuk Beasiswa Berprestasi,
Tunjangan Guru, Dana Operasional Lembaga/Adminstrasi
(BOS/BOP), dan Pengadaan Fisik tidak terhitung dalam
dana Bansos. Hal ini lantaran adanya perubahan Mata
Anggaran Keluaran (MAK) bantuan yang berakibat pada
cara penyaluran bantuan untuk akun 526xxx, 521xxx,
57xxx. Akibat dari hal ini adalah pengendalian panyaluran
bantuan menjadi lebih tidak mudah dan mekanisme
penyaluran menjadi berubah. Menanggapi hal itu, solusi
yang dilakukan adalah berkoordinasi dengan Kementerian
Keuangan terkait dalam penyaluran bantuan, melalui
rapat-rapat eksternal dan internal, menyusun petunjuk
teknis penyaluran bantuan, serta sosialisasi kepada
masyarakat Katolik terkait penyaluran bantuan.
Sedangkan Direktur Pendidikan Katolik menegaskan
tujuan Program Sertifikasi dan DMS. Menurutnya, program
ini sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas penyelenggaran pendidikan demi terwujudnya tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. “Selama ini telah
tersertifikasi 8880 Guru Pendidikan Agama Katolik dan
8358 guru yang lulus memiliki Sertifikat Pendidik,” ungkap
Direktur Pendidikan Katolik.
Dijelaska n Direktu r, dalam Da podik Bada n
Pengembangan SDMPK-PMP pertanggal 13 Juni 2015
masih 40% dari 1.6 juta Guru yang belum S1 atau sekitar
640.000 Guru. Padahal UU Guru dan Dosen No. 14/2005
menyebutkan bahwa guru wajib memenuhi kualifikasi
akademik dan sertifikat pendidik paling lama sepuluh
tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini (ps. 82 ay. 2).
Aturan lainnya menurut PP 74/2008 tentang Guru Pasal
63 (1) menyatakan, Guru yang tidak dapat memenuhi
Kualifikasi Akademik, kompetensi, dan Sertifikat Pendidik,
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
memenuhinya, kehilangan hak untuk mendapat tunjangan
fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat
tambahan. “Solusinya adalah Kuliah Sistem Reguler,”
tandas Direktur.
Lebih lanjut, Kepala Subdirektorat Pendidikan Tinggi,
Aloma Sarumaha menambahkan, kewenangan untuk
melaksanakan Program Sertifikasi maupun DMS adalah
LPTK yang telah diberikan mandat oleh Pemerintah
melalui SK Dirjen Bimas Katolik. Lembaga tersebut adalah
STIPAR Ende—ketua Dr. Dominikus Nong Pr., STIPAS
St. Sirilus Ruteng—ketua P. Drs. Alfons Segar, MS.PS., STP
St. Petrus Keuskupan Atambua—ketua Drs. Yanuarius
Seran Pr., M.Hum., STP Reinha Waibalun, Larantuka—
ketua Sr. Maria Goreti Leto Weking, S.Fil., M.Th, CIJ,
STIKPAR Toraja—ketua Dr. Petrus Bine Saramae, Pr,
STK St. Yakobus Merauke—ketua P. Donatus Wea, Pr,
Lic. Iur., STPK St. Yohanes Rasul Jayapura—ketua
P. Aloysius Gonzaga Rusmadji, M.Th., STP St. Agustinus
Pontianak—ketua Dr. Drs. Andreas Muhrotien, M.Si.,
STP Tahasak Danum Pambelum Palangkaraya—ketua
P. Fransiskus Janu Hamu Pr., SS., M.Sc.Ed., STPAK
St. Yohanes Penginjil Ambon—ketua Bernard Antonius
Rahawarin, SS., Lic.Lit., STPKat St. Fransiskus Asisi
Semarang—ketua Sr. M. Bertha, OSF, S.Pd, M.Sc.Ed, STP
Dian Mandala Gunung Sitoli Nias—ketua Fransiskus T.
Sinaga, S.Ag, Lic, M.Th, STP St. Bonaventura, serta Delitua
Medan—ketua Fr. Tugas Ginting OFMConv.SPd,MA.Pas.
Dalam materi MoU tersebut, terdapat dua hal
signifikan. Yakni penjelasan pelaksanaan kerjasama serta
alokasi anggaran APBN yang mendukung pelaksanaan
Program Sertifikasi maupun DMS. “Untuk kepentingan itu,
maka diperlukan pemahaman yang sama terutama
persoalan anggaran,” ungkap Kasubdit Pendidikan Tinggi.
Selain anggaran, materi Kurikulum menjadi perhatian
penting sebagai standar kualitas program. Untuk hal ini,
peran Asesor pun menjadi fokus pelaksanaan program.
Direncanakan, dalam waktu dekat Ditjen Bimas
Katolik akan melakukan pembekalan terhadap para Asesor
sebagai penentu kualifikasi para pendidik nanti.
Alasannya, “Pendidikan itu sangat dinamis, dari segi
pembinaan maupun informasi-informasi regulasi yang
menyertainya. Para Asesor perlu memahami hal-hal
menyangkut perubahan-perubahan informasi tadi,”
ungkap Kasubdit. Selain itu, lanjut Kasubdit Pendidikan
Tinggi, di tahun mendatang, kemitraan semacam ini
diharapkan dapat melahirkan program-program kegiatan
Pendidikan sebagai acuan fungsi bidang ini untuk 5 hingga
10 tahun ke depan. Misalnya, program pertukaran dosen
antar PTAKS atau penelitian ilmiah para dosen agama
Katolik menyangkut isu pendidikan. Kegiatan Pagelaran
PTAKS yang rencananya bakal dilakukan secara
berkesinambungan, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaannya. “Maka pertemuan
semacam ini, sangat diperlukan
untuk membahas program-program
pendidikan apa yang direncanakan
dan akan dilakukan, serta masukan
untuk Pemerintah melalui Ditjen
Bimas Katolik, support apa yang
dapat diberikan untuk mendukung
kegiatan tersebut,” ungkap
Kasubdit, sebelum mengakhiri
kegiatan MoU tersebut.
(Maria Masang)
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
29
Bimtek Aplikasi e-MPA dan e-MONEV
Program Bimbingan Masyarakat Katolik
Dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai
dalam hal aplikasi e-MPA dan e-MONEV serta mengembangkan peningkatan pembinaan penguasaan komputer
khususnya aplikasi e-MPA dan e-MONEV yang efektif dan
efisien, Ditjen Bimas Katolik mengadakan kegiatan
Bimbingan Teknis Aplikasi e-MPA dan e-MONEV Program
Bimbingan Masyarakat Katolik, pada tanggal 25 hingga 28
Agustus 2015. Kegiatan ini pun sebagai upaya untuk
menyajikan data dan informasi pelaksanaan program dan
anggaran secara online. Kegiatan yang dibuka oleh
Sekretaris Ditjen Bimas Katolik itu, diikuti oleh 50 orang
terdiri dari para operator Kanwil dan Pembimas Katolik
sebanyak 34 orang dari 34 provinsi serta peserta pusat
sebanyak 16 orang.
Dalam pemaparannya, Sekretaris menegaskan soal
prinsip pelaksanaan e-MPA yaitu dilakukan secara
partisipatif, efisien, efektif, mudah, handal, akurat, cepat,
dan e-MPA aman. Sedangkan pengelolaan e-MPA terdiri
dari Penanggungjawab, Koordinator, dan Operator.
“Persoalaan koordinasi pengelolaan ini ada pada pengendalian ketiga peran tersebut,” ungkap Sekretaris. Para
pengelola ini, ditegaskannya, memiliki peran vital karena
menyangkut penjaminan ketersediaan data e-MPA,
verifikasi dan laporan e-MPA, serta evaluasi e-MPA.
Khususnya peran operator yang memiliki tugas menghimpun, memperbaharui, menyajikan, dan mendokumentasikan data secara online.
Sekretaris pun menjabarkan persoalan yang ada
dalam pelaksanaan e-MPA. Misalnya, sarana dan
prasarana yang kurang memadai, kualifikasi Sumber Daya
Manusia (pengelola), dan sistem pengendalian yang belum
optimal. Meski demikian, ia berharap agar pengelolaan
e-MPA melalui website dapat berjalan dengan baik.
Karenanya, perlu ada pemberdayaan operator e-MPA
secara maksimal, sistem pengendalian dilaksanakan
secara optimal, penyediaan data secara akurat, serta
sarana-prasarana yang menunjang pelaksanaan harus
lebih optimal dengan memperhatikan kecanggihan
teknologi.
30
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Selanjutnya, berbicara tentang pelaksanaan e-MPA
dan e-MONEV, Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem
Informasi, Yohanes Dwimbo menjelaskan tentangf cara
kerja e-MPA yang menggunakan sarana informasi
komunikasi secara online melalui website. Karena
bermuatan jaringan, maka pelaksanaan tugas Pusat
hingga Daerah pun, harus saling terkoneksi dan bersinergi.
Lebih lanjut Kabag Perencanaan, bahwa fungsi
e-MPA juga dalam rangka melakukan proses identifikasi
dan telaah atas pelaksanaan kegiatan yang telah tertuang
dalam dokumen RKA-K/L yang mencakup anggaran dan
sasaran. “Dalam hal pengelolaan e-MPA tersebut, maka
pelaksanaan Program Bimas Katolik pun, mengacu
kepada tahapan-tahapan seperti yang tercantum dalam
PMA nomor 47 Tahun 2014,” ungkap Kabag. Mekanisme
yang dilakukan adalah menelaah materi DIPA /RKA-KL
Ditjen Bimas Katolik. Data tersebut diproses menggunakan instrumen manual, kemudian dilakukan proses
lanjutan yaitu aplikasi e-Monev. Hasil dari keseluruhan
proses ini, menghasilkan laporan pelaksanaan Program
Bimas Katolik yang menyangkut capaian fisik kegiatan
dan serapan anggaran.
Selain materi, para peserta pun melakukan praktek
tentang pengoperasian aplikasi secara online untuk
menyusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran serta
penyajian data dan informasi melalui website. (MM)
Profil
Sekolah Menengah Agama Katolik
St. Thomas Rasul Medan
D
idorong oleh keinginan yang luhur, atas
rahmat dan anugerah Allah, untuk
terwujudnya keselamatan, dan semakin
meluasnya Kerajaan Allah di dunia, maka tercetuslah
gagasan pendirian lembaga pendidikan yang secara
mendalam menggumuli kehidupan rohani, sebagaimana
diajarkan dalam iman dan tradisi ke-Katolikan, yang
diselaraskan dengan kehidupan dunia umum, bagi
pembinaan generasi muda Bangsa dan Negara, sehingga
terc ipta la h G enera si mu da ya ng seja ti, moda l
pembangunan Bangsa dan Negara yang maju, sejahtera
dan damai.
Wilayah Kabupaten Samosir, yang menjadi satu
Kevikepan Pangururan-Samosir, dengan empat Parokinya,
menurut data terakhir tahun 2011 dari Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Samosir, memiliki jumlah
umat Katolik sebanyak 62.394 orang dengan presentase
41,83 % dari jumlah penduduk Kabupaten Samosir. Sesuai
dengan presentase tersebut, maka Kabupaten Samosir
dengan satu Kevikepan, merupakan Kabupaten yang
presentase umat Katoliknya tertinggi di Provinsi Sumatera
Utara. Maka sudah sewajarnyalah Hirarkhi Gereja Katolik
di Keuskupan Agung Medan memberikan perhatian yang
lebih serius dalam pembinaan dan pengembangan
kehidupan keagamaan Katolik di Kabupaten Samosir.
Memperhatikan keberadaan umat Katolik di
Kabupaten Samosir, sebagaimana dipaparkan di atas
dilihat dari segi kuantitasnya cukup memberikan harapan
yang menggembirakan bagi perkembangan kehidupan
Gereja Katolik yang adalah Agama Katolik. Akan tetapi
diperhatikan dari segi kualitasnya dalam kehidupan sehari
hari, sungguh memprihatinkan dan dapat menciptakan
masa depan yang suram bagi perkembangan kehidupan
umat Katolik di Kabupaten Samosir.
Sehubungan dengan gambaran tersebut di atas,
maka keberadaan Sekolah Menengah Agama Katolik
(SMAK) St. Thomas Rasul, Pangururan Samosir Keuskupan
Agung Medan di Kabupaten Samosir, merupakan salah
satu harapan yang akan membawa terang kepada umat
Katolik di Kabupaten Samosir secara khusus dan di
Keuskupan Agung Medan pada umumnya, untuk
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
31
semakin menjadi umat Katolik
yang sejati dan militan dalam
kehidupan iman dan dalam
kehidupan bermasyara -kat
membangun Kabupaten
Samosir dan Sumatera Utara
yang maju dan jaya di hadapan
Tuhan.
Menurut Akta Pendirian
Yayasan Pendidikan Kevikepan
St. Thomas Rasul Samosir
Ke usk upa n A gun g M e da n,
satuan pendidikan ini berdiri
sejak tanggal tanggal 25
September 2012. Selanjutnya,
sesuai Keputusan Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik Kementerian Agama RI
Nomor:DJ.IV/HK.00.5/168/
2012, tentang pemberian Izin
Operasional Sekolah Menengah
Agama Katolik (SMAK) Seminari St. Thomas Rasul Samosir
Keuskupan Agung Medan lembaga ini pun berada di bawah
naungan Ditjen Bimas Katolik - Kementerian Agama RI.
Menurut Dirman Nainggolan, S.Ag, selaku Kepala
Sekolah, SMAK ini memiliki beberapa kekhususan.
Diantaranya, Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK)
St. Thomas Rasul Samosir menerima Pendidik dan Tenaga
Kependidikan yang beragama Katolik, para siswa
memperoleh pendidikan agama Katolik yang lebih detail,
serta mewajibkan para siswa tinggal di asrama sehingga
mendapatkan pendidikan karakter yang baik menurut
ajaran Katolik. “Selain itu, SMAK St. Thomas Rasul Samosir
menyediakan Jurusan Keagamaan mulai kelas XI selain
jurusan IPA dan IPS,” papar Dirman, menjawab pertanyaan
tim Majalah Bimas Katolik.
32
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Diakuinya, selama menjabat sebagai Kepala Sekolah,
ia mengapresasi keberhasilan yang diraih oleh lembaga
yang memiliki visi “Terbentuknya siswa-siswi yang
beriman, cerdas, terampil, profesional, dan mandiri serta
dapat mempertanggungjawabkan dan mengemban iman,
pengetahuan, dan keterampilannya di tengah-tengah
masyarakat” ini. Misalnya, Sekolah Menengah Agama
Katolik St. Thomas Rasul Samosir yang baru lahir ini,
sudah bisa menunjukkan jati dirinya, ambil bagian dalam
ajang penting yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten Samosir yaitu Juara I Bidang Studi Geografi dan
Juara II Bidang Studi Fisika dalam kegiatan Olimpiade
Science Nasional (OSN) dan berperan serta dalam lomba
Kitab Suci se-Sumatera Utara dan memperoleh Juara III.
“Kami pun mengadakan pentas seni ke beberapa Paroki di
wilayah Keuskupan Agung Medan dan mendapat sambutan
hangat dari Paroki yang kami datangi,” ungkap Dirman.
Dinamika Daerah
Rapat Koordinasi Penyusunan Program Kerja
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik
Provinsi NTT Tahun Anggaran 2015
B
ertempat di Asrama Haji Transit Kupang, Bidang
Pendidikan Katolik Kanwil Kemenag Provinsi
NTT melakukan kegiatan Rapat Koordinasi Penyusunan
Program Kerja Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan Katolik Provinsi NTT Tahun Anggaran 2015.
Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 31 Mei s.d 4 Juni
2015 dan dihadiri oleh 50 orang peserta yang terdiri dari
para Kepala Seksi/Bimas/Gara dan Operator Pendidikan
Katolik serta Kepala Sekolah Menengah Atas Katolik
(SMAK) se-Provinsi NTT.
Kegiatan yang mengusung tema “Melalui Rapat
Koordinasi Penyusunan Program Kerja Pendidikan
Katolik, Kita Tingkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat
Nusa Tenggara Timur” ini, mengagendakan paparan
materi dari narasumber, yakni Dirjen Bimas Katolik, Kabag
TU Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Kabid Pendidikan
Katolik Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Kabid Urusan
Agama Katolik Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Instansi
DJPBN, Kasubbag Perencanaan Kanwil Kemenag Provinsi
NTT, Dosen Manajemen SDM UNWIRA, dan Kasi
Pendidikan Agama Katolik pada PAUD dan Dasar.
Selain paparan narsumber, agenda kegiatan ini
melakukan tanya jawab/diskusi terkait sinkronisasi
program bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Katolik, dan pada hari terakhir akan dilakukan pleno.
Pada saat bersamaan, Tim Verifikasi Tunjangan Profesi
Guru Terhutang yang bertugas melakukan verifikasi data di
Provinsi NTT ikut mendengarkan presentasi data dari
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi NTT dan data dari
hasil presentasi tersebut dipakai untuk mengisi blanko
Tunjangan Profesi Guru PNS yang Terhutang DITJENBIMAS
Katolik. Blanko ini kemudian akan diserahkan ke
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama.
Ketika ditanya terkait harapan dan kendala yang
dihadapi pada kegiatan ini, Kabid Pendidikan Katolik
Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Drs. Djata Dominikus, M.Si
mengungkapkan Pertemuan Penyusunan Program Kerja
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik
Tahun Anggaran 2015 Provinsi NTT diharapkan bisa
menghasilkan perencanaan akurat berbasis data.
Perencanaan akurat berbasis data ini sangat membantu
menyelesaikan beberapa persoalan, diantaranya persoalan
TPG yang selalu kurang pada setiap tahun, mengingat NTT
adalah salah satu Provinsi dengan jumlah penerima TPG
terbesar di Indonesia. Dengan kegiatan ini, sinkronisasi
dataantara Bidang Pendidikan Katolik Provinsi NTT dengan
DITJENBIMAS Katolik khususnya terkait data kekurangan
TPG bisa terpenuhi. Kabid juga berharap, Pejabat Bimas
Katolik Daerah semakin cerdas merespons segala
permintaan terkait anggaran. Sementara kendala yang
dihadapi adalah data yang masuk masih bervariasi, respons
Pejabat Daerah juga masih berbeda satu dengan yang lain
(Joice)
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
33
DIRJEN BIMAS KATOLIK MENGHADIRI PEMBUKAAN
SINODE II KEUSKUPAN SIBOLGA
Uskup Keuskupan Sibolga memanggil umatnya untuk mengadakan Sinode
Keuskupan yang Kedua. Sinode kedua ini merupakan tindak lanjut atau
evaluasi bersama atas program kerja Keuskupan yang diputuskan di
Sinode Pertama pada tahun 2009 lima tahun yang lalu. Pada Sinode
pertama Keuskupan Sibolga menetapkan Visi Keuskupan yaitu: “Gereja
Keuskupan Sibolga yang Mandiri, Solider dan Membebaskan”. Visi ini
dijabarkan dalam delapan misi untuk sampai pada tujuan itu, yaitu: satu
Pemberdayaan Para Petugas Pastoral, kedua Pemberdayaan Ekonomi
Umat, ketiga Pemberdayaan Politik Warga, keempat Pemberdayaan
Keluarga Katolik, kelima Pengembangan Solidaritas Warga, keenam
Pengembangan Tata Nilai Baru, ketujuh Pengembangan Iman yang
Berkelanjutan dan kedelapan adalah Pemberdayaan Organisasi Pastoral.
Sinode ke dua Keuskupan Sibolga ini ditetapkan pada tanggal 16
sampai 21 Juli 2015 yang dipusatkan di Gereja Katolik Kon Katedral Kota
Gunungsitoli Nias Sumatera Utara. Tema Sinode II ini adalah: “JADILAH
BATU HIDUP UNTUK BANGUNAN ROHANI” (1Pet 2:5). Sub tema: “Marilah
Membangun Komunitas Basis Gerejani Sebagai Bangunan Rohani di
Tengah Masyarakat”. Peserta adalah seluruh Imam yang berkarya di
Keuskupan Sibolga, Utusan Kaum Religius (Frater, Bruder dan para Suster
dari berbagai kongregasi dan Terkat yang juga berkarya di Keuskupan
Sibolga), utusan Umat dari 27 Paroki, Utusan dari kelompok Kategorial
dan Unsur pemerintahan secara khusus Bimas Katolik Kabupaten/Kota yang ada di Wilayah Keuskupan Sibolga. Maka
seluruh peserta Sinode keduan ini berjumlah 200 orang lebih banyak dari peserta pada Sinode pertama lima tahun yang
lalu.
Sinode ke dua ini lebih istimewa dari Sinode pertama, karena pembukaannya langsung dihadiri oleh Uskup Agung
Antonio Guido Filipazzi sebagai Duta Besar Vatikan untuk Negara Republik Indonesia. Kehadiran Uskup Agung ini
semakin istimewa karena sudah hadir satu hari sebelum pembukaan resmi Sinode kedua. Maka pada malam sebelum
pembukaan resmi, diadakan tatap muka khusus selain dengan peserta Sinode juga dihadiri umat sekitar Gereja Paroki
Kon Katedral. Ada dua poin yang mendapat penekanan dalam pertemuan ini, yaitu pertama kehadiran umat katolik di
tengah masyarakat adalah berdialog untuk mencari kebenaran. Kebenaran yang berasal dari sebuah dialog lebih diterima
oleh masyarakat luas. Kedua, kehadiran umat Katolik adalah mengevangelisasi Injil ke dalam budaya setempat. Artinya
injil yang harus meresapi budaya dan bukan sebaliknya bukan budaya yang memasuki atau mempengaruhi Injil. Lebih
tegas dikatakan oleh Nuntius, sebagai umat yang sudah beriman akan Yesus Kristus harus lebih mengutamakan iman
daripada budaya.
Sinode ke dua ini diawali dengan Misa Pembukaan yang dipimpin langsung oleh Uskup Agung Antonio Guido
Filipazzi, Duta Vatikan untuk Indonesia. Dalam konteks Sinode II, Uskup mengamatkan bahwa melalui Misa Pembukaan
ini kita mengundang Roh Kudus yang selalu menyertai dan mendampingi seluruh perjalanan Sinode II Keuskupan
Sibolga.
Selesai Misa Pembukaan, Sinode II ini dibuka secara seremonial, yang dihadiri peserta Sinode II dan undangan
lainnya. Undangan-undangan yang hadir dalam pembukaan Sinode II ini antara lain: Duta Vatikan untuk Indonesia
(Uskup Agung Antonio Guido Filipazzi), Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama (Bpk. Eusabius Binsasi), Bimas Katolik
Kantor Wilayah Sumatera Utara (Ibu Yulia Sinurat), DPD RI Sumatera Utara (Parlindungan Purba), Walikota Gunung
Sitoli, Bupati Kabupaten Nias, Bupati Nias Barat, Bupati Nias Selatan, Kapolres Nias Selatan, Perwakilan PGI wilayah Nias.
Pada bagian pembukaan ini dirangkai dengan kata-kata sambutan, yang pertama kata sambutan dari Ketua Panitia
Lokal Sinode II Keuskupan Sibolga di Gunungsitoli, Dandim Kepulauan Nias. Dalam kata sambutannya, beliau menyebut
sebuah kehormatan yang tidak ternilai harganya atas terpilihya awam menjadi Ketua Panitia Lokal Sinode II yang sangat
mulia. Maka semoga Sinode II ini membawa perubahan dan perkembangan kemajuan baru dalam karya pastoral. Panitia
akan tetap bekerja keras dengan sepenuh hati dari awal sampai akhir Sinode II. Hal senada disampaikan oleh Dirjen
Bimas Katolik: “Adalah sebuah kehormatan yang tidak ternilai harganya Keuskupan Sibolga mengundang Pemerintah
dalam hal ini Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI. Kami menilai bahwa Gereja Katolik seluruh Indonesia
khususnya Keuskupan Sibolga adalah mitra Pemerintah dalam membangun dan mengembangkan kebaikan hidup
bersama. Kami yakin Gereja Katolik akan selalu hadir dalam seluruh persoalan bangsa menuju kehidupan yang lebih
baik. Semoga Sinode II Keuskupan Sibolga ini membawa kemajuan yang lebih baik lagi. Kami dari Pemerintah sangat
mengapresiasi keterlibatan Gereja Katolik”.
Laporan: Tota Manombaktua Situmeang, S. Ag (Penyelenggara Bimas Katolik Tapanuli Selatan sekaligus Peserta Sinode II Keuskupan Sibolga) dan
Hadamean Tumanggor Staf Puspas KS Sibolga.
34
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Varia
Gembala Baru, Harapan Baru
K
erinduan umat Katolik Keuskupan
Agung Samarinda sudah terjawab
dengan kehadiran seorang Gembala di
tengah-tengah mereka. Bapa Suci Paus Fransiskus
pada hari Senin, 16 Februari 2015 telah menunjuk
dan mengangkat seorang Gembala yang baru bagi
umat Katolik Keuskupan Samarinda: Mgr. Yustinus
Harjosusanto, MSF. Beliau sebelumnya menjabat
sebagi Uskup Sufragan Keuskupan Tanjung Selor.
Rangkaian acara dimulai dengan upacara adat
penyambutan Duta Besar Vatikan dan Uskup Agung
Samarinda dilanjutkan dengan ramah tamah bersama
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Dan
acara puncak tanggal 15 Mei 2015 pukul 09:00 WITA
bertempat di GOR Palaran Samarinda adalah Perayaan
Ekaristi Pengukuhan Uskup Agung Samarinda dan
Syukur 60 Tahun Keuskupan Agung Samarinda sebagi
Gereja Lokal. Ditutup dengan ramah tamah para
Uskup se-Indonesia dan Umat Katolik di kota
Samarinda bersama Uskup Agung Samarinda.
Melalui sambutannya, Dirjen Bimas Katolik
menyampaikan bahwa fokus karya Gereja tidak lagi
hanya berpusat pada altar dan berorientasi ke dalam
(inte rnal Gereja Katolik) teta pi bagaima na
membangun budaya kasih (persaudaraan sejati) yang
membela kehidupan bersama orang lain. Oleh karena
itu Dirjen mengajak semua pihak (masyarakat
K a to l i k ) u n t u k m e m b a n g u n bu d a y a k a s ih
(persaudaraan sejati), yaitu kerjasama dan komitmen
untuk mengambil peran sebagai “problem solver”.
Perayaan iman ini dapat dimaknai sebagi usaha untuk
berproses menuju langkah-langkah sistematis bagi
penguatan Gereja Katolik Universal yang berwajah
Lokal. Ini adalah peluang, harapan sekaligus
tantangan kontemporer bagi kita semua. Sebagai
awam Katolik yang taat dengan otoritas Gereja Lokal
(uskup, imam) dan di sisi lain adalah warga negara
yang memegang otoritas pemerintahan baik pusat
juga daerah, seyogyanya kita kaum awam memberikan contoh dan stimulasi kerjasama yang makin erat
antara dua otoritas ini.
Pada akhir sambutannya, Dirjen menyampaikan selamat dan proficiat kepada segenap umat
Keuskupan Agung Samarinda yang telah memiliki
Gembala. Fiat Voluntas Tua, Terjadilah Kehendak-Mu
(Mat 10:6) menjadi pedoman kita untuk bergerak,
maju bersama.
(Bhethania)
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
35
RAPAT KERJA NASIONAL KEMENTERIAN AGAMA RI
TAHUN 2015
" Menghadirkan Pelayanan Masyarakat Berbasis Lima Nilai Budaya Kerja"
D
engan disambut tari zapin yang ditampilkan
siswi-siswi MAN Insan Cendekia Tangerang,
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agama
(Kemenag) RI dimulai, kegiatan ini berlangsung di Hotel
Mercure Convention Ancol dari tanggal 19 s.d. 22 Mei
2015. Dalam sambutannya, Menteri Agama Lukman
Hakim Saifuddin menekankan Lima Nilai Budaya Kerja
(Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung Jawab, dan
Keteladanan) harus menjadi energi perubahan yang menjangkau segala sisi organisasi sejalan dengan reformasi
birokrasi. Rakernas yang rutin dilaksanakan setiap tahun
diharapkan memuat nuansa baru sebagai inisiatif bersama untuk mencapai target kinerja tahunan Kemenag.
Disamping itu, Kemenag dituntut memiliki daya
responsibilitas terhadap isu-isu aktual keagamaan baik
intern maupun antarumat beragama yang muncul dalam
skala lokal maupun nasional yang diakomodir dalam
program dan kegiatan. Menag dalam sambutannya
kembali menekankan komitmen bersama untuk meningkatkan tata kelola organisasi, transparansi dan
akuntabilitas di bidang manajemen, sumber daya
manusia, pengelolaan keuangan negara serta implementasi program kerja tahun 2015. Semua unit Pusat dan
Daerah harus memiliki persepsi, komitmen dan cara
kerja yang sama dalam pengelolaan keuangan negara dan
penyajian informasi akuntansi melalui akuntansi berbasis
akrual yang direalisasikan pada Tahun Anggaran 2015.
Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja harus menjadi perhatian, maka setiap program yang dilaksanakan
harus mampu menjawab kebutuhan dan tuntutan
masyarakat, terutama menyangkut bimbingan, pelayanan, pemberdayaan dan perlindungan umat beragama
secara berkualitas dan akuntabel sesuai dengan prinsipprinsip good governance, " untuk itu, OUTPUT dari setiap
36
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
program harus menjadi fokus utama setiap satuan kerja,"
kata Menag.
Peningkatan akuntabilitas tata kelola organisasi,
pengelolaan keuangan negara dan kinerja kementerian
diharapkan tercermin antara lain dari berkurangnya
temuan hasil pemeriksaan BPK. Kemenag bahkan telah
menetapkan target dan sasaran kinerja pada tahun 2015,
antara lain tercapainya Laporan Keuangan dengan opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan kualitas yang
lebih baik, inventarisasi dan penilaian aset yang semakin
tertib dengan tidak adanya selisih nilai aset antara
Kementerian Keuangan dan Kementerian Agama.
Predikat WTP bukan tujuan akhir, kata Menag. WTP
hanyalah pengukur sejauh mana kita mampu menyajikan
laporan yang akuntabel, transparan dan kepatuhan
terhadap regulasi yang berlaku.
Rakernas kali ini menjadi sarana dalam menciptakan langkah-langkah strategis untuk mewujudkan
perencanaan program kerja secara komprehensif dan
terintegrasi antara satker Pusat dan Daerah, serta peningkatan kualitas keuangan tahunan yang disajikan
kepada publik. Dalam pelaksanaan anggaran 2015 Menag
minta perhatian seluruh pimpinan Kemenag Pusat dan
Daerah untuk mencermati dan mengantisipasi masalahmasalah pokok yang masih dihadapi dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan Negara,
seperti Belanja Bantuan Sosial Pendidikan yang memerlukan perbaikan terutama menyangkut ketepatan
sasaran, laporan dan pertanggungjawabannya.
Dalam kesempatan ini Menag kembali menegaskan
bahwa reformasi birokrasi Kemenag telah melahirkan
aturan mengenai penataan organisasi pusat dan instansi
vertikal, penataan tata laksana, SOP dan peningkatan
pelayanan publik, analisis dan evaluasi jabatan serta
manajemen SDM, berupa penerapan pelaksanaan sistem
assesmen dan rekrutmen CPNS melalui Computer
Assisted Test (CAT) di lingkungan Kemenag dimana
setelah tes, CPNS sudah mengetahui lulus atau tidak.
Di akhir pengarahannya, Menag menyatakan mulai
tahun 2015 diberlakukan kewajiban Laporan Harta
Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) di lingkungan
Kemenag. Hal ini merupakan peran dan andil Kemenag
dalam mewujudkan reformasi birokrasi serta pemberantasan korupsi.
Pada hari kedua Rakernas diawali dengan materi
Peningkatan Kinerja ASN dalam perspektif UUASN yang
disampaikan oleh Dr.Ir.Setiawan Wangsaatmaja,
Dipl.SE,M.Eng - Deputi SDM Aparatur Kementerian PAN
dan RB yang hadir mewakili Menteri PAN dan RB. Dalam
paparannya ada 3 (tiga) pesan reformasi birokrasi ASN,
yaitu revolusi mental, stop pemborosan, dan moratorium
(penerimaan PNS). Untuk mencapai ketiga hal tersebut,
langkah yang dilakukan adalah membuat roadmap
manajemen ASN yang menggambarkan transformasi
birokrasi dan pengelolaan SDM aparatur yang dimulai
tahun 2013 dengan penataan administrasi kepegawaian,
tahun 2018 masuk tahap manajemen SDM, dan pada
tahun 2025 sudah memasuki pengembangan potensi
human capital.
Diselingi dengan coffee break, sesi kedua disampaikan Dirjen PBN Kementerian Keuangan Marwanto
Harjowiryono dengan materi Implementasi Akuntansi
Pemerintah Berbasis Akrual pada Kemenag. Beliau
mengatakan yang menjadi tantangan Implementasi
Akuntansi Akrual pada Kemenag terletak pada 3 hal:
1. Kemenag adalah kementerian dengan jumlah satuan
kerja terbanyak di seluruh K/L yaitu sekitar 6900
satker,
2. Kompetensi SDM yang bervariasi,
3. Satuan kerja yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.
menjadi prioritas demi mewujudkan stabilitas dalam
dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk
menjaga stabilitas politik, hukum, politik, keamanan, dan
ketertiban, stabilitas nasional merupakan prioritas yang
harus diwujudkan sebagai prasyarat esensial untuk menjamin penyelenggaraan pembangunan agar berjalan baik
dan sesuai target.
Dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), negara-negara ASEAN menempatkan peningkatan kualitas SDM, khususnya pembangunan pendidikan
sebagai prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah, ungkap Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP—
Plt. Dirjen PAUDNI yang mewakili Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan. Beliau menambahkan Pemerintah
memperluas akses persediaan khususnya bagi keluarga
yang berpenghasilan rendah.
Hari kedua ditutup dengan materi Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2015—2019 dan relevansinya dengan Renstra Kemenag
tahun 2015—2019 yang dibawakan Deputi Menteri
Perencana Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
Bidang SDM dan Kebudayaan. Inti materinya mencakup
Tri Sakti, Visi Misi, Nawacita, dan strategi pembangunan.
Strategi pembangunan nasional kabinet kerja, yaitu: 1)
membangun untuk manusia dan masyarakat; 2) upaya
peningkatan kesejahteraan, kemakmuran, produktivitas
tidak boleh menciptakan ketimpangan yang makin
melebar. Peningkatan khusus bagi masyarakat menengah
bawah; 3) aktivitas pembangunan tidak boleh merusak,
menemukan daya dukung lingkungan, dan keseimbangan
ekosistem. Dalam mewujudkannya dilaksanakan dengan
tiga dimensi pembangunan, yakni: 1) dimensi pembangunan manusia (pendidikan, kesehatan, perumahan,
mental/karakter); 2) dimensi pembangunan sektor
unggulan (kedaulatan pangan, energi dan ketenagalistrikan, kemaritiman dan kelautan, pariwisata dan industri);
3) dimensi pemerataan kewilayahan (antarkelompok
pendapatan, antarwilayah: desa, pinggiran, luar Jawa dan
Kawasan Timur).
Bertumbuhnya
kebebasan dan penghorma ta n t e rha da p HA M
harus dikelola bersama
agar terdapat keseimbangan antara kebebesan
dalam berdemokrasi
dengan kesetaraan dan
kepatuhan terhadap pranata sosial dan hukum,
demikian kata Tejo Edy
P u r d i j a t n o —
M e nk o p ol huk a m y a ng
mendapat kesempatan
ketiga pada hari ketiga.
Kemudian beliau menekankan, perubahan paradigma sistem politik menjadi prosperity approach
d en ga n m e n e m pa tk a n
pengelolaan keamanan
dan ketertiban masyarakat
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
37
Pada hari ketiga, Rakernas dibuka dengan materi
Strategi, Pemberantasan Korupsi yang diuraikan Roni
Dwi Susanto dari Kedeputian Bidang Pencegahan KPK .
Berikut Grand Strategi KPK :
1. Pencegahan Terintegrasi
Pencegahan dilakukan secara terintegrasi dalam "satu
paket pencegahan KPK", yakni dalam rangka membangun Sistem Integritas Nasional (SIN) sesuai
dengan fokus area pada masing-masing fase.
2. Penindakan Terintegrasi
Penindakan yang dilakukan terhadap Grand
Corruption sesuai dengan fokus area pada masingmasing fase, dengan pembangunan kasus (case
building).
3. Pencegahan dan Penindakan yang Terintegrasi
Terhadap fokus area yang telah dilakukan penindakan
a ka n dila kuka n improve (recovery) mel alui
pencegahan. Atau sebaliknya, penindakan akan dilakukan apabila pencegahan yang dilakukan terhadap
fokus area tidak efektif (belum berhasil).
Sedangkan Pencegahan Anti Korupsi dilakukan melalui
Pendidikan Anti Korupsi, sebagai berikut:
1. Focus Group Discussion (FGD): PAUD, Sekolah, dan
Universitas
2. Training dan Workshop: PAUD, Sekolah, dan
Universitas
3. Monitoring Hasil Penelitian: PAUD, Sekolah, dan
Universitas
4. Modul Pendidikan Integritas: panduan implementasi
5. Kampanye anti-korupsi FGD masyarakat umum,
pengemba nga n k omunitas mul tistak eholder,
kampanye media (placement media elektronik),
placement print add, talkshow, event-event kampanye
(pameran, integrity fair, youth campaign, penggalangan tekad anti korupsi), pemutaran film K vs K.
6. Sosialisasi zona anti-korupsi: FGD pendampingan
implementasi ZAK, seminar ZAK.
Sore harinya semua peserta Rakernas dibagi menjadi empat komisi. Komisi A dengan materi Layanan
Pencatatan Nikah dan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah berbasis Lima Nilai Budaya Kerja; Komisi B:
Layanan Bimbingan Agama dan Kerukunan Umat
Beragama berbasis Lima Nilai Budaya Kerja; Komisi C:
Layanan Pendidikan Agama dan Keagamaan berbasis
Lima Nilai Budaya Kerja; Komisi D: Layanan Pengelolaan
Administrasi berbasis Lima Nilai Budaya Kerja. Pejabat
eselon I dan II Ditjen Bimas Katolik tergabung dalam
Komisi B dan C. Rapat komisi berlangsung sangat alot dan
penuh dengan kekeluargaan hingga pukul 23.30 WIB.
Hari terakhir diawali dengan penyampaian hasil
sidang komisi, masing-masing komisi menyampaikan
hasil akhir dari tiap-tiap komisi. Dilanjutkan dengan
masukan-masukan/koreksi peserta Rakernas. Rapat
Pleno Pembahasan Hasil Sidang Komisi dipimpin Sekjen
Kemenag didampingi Ketua Komisi A,B, C, dan D.
Hasil Sidang Komisi disampaikan masing-masing
ketua. Berikut hasil sidang Komisi B dan C dimana
pejabat eselon I dan II Ditjen Bimas Katolik menjadi
peserta.
Hasil Sidang Komisi B
Tema: Layanan Bimbingan Agama dan Kerukunan Umat Beragama berbasis Lima Nilai Budaya Kerja
No
UNSUR
LAYANAN
LIMA NILAI BUDAYA KERJA KEMENTERIAN AGAMA
INTEGRITAS
PROFESIONALITAS
INOVASI
TANGGUNG
JAWAB
KETELADANAN
1
P e l a y a n a n p e m b e r i a n gratis, waspada, cepat, tepat waktu, mudah, perbaikan tuntas dan r a ma h, s o p a n
rekomendasi penyelengga- taat azas, dan teliti, tepat sasaran, secara berkala dan komitmen.
dan santun.
raan kegiatan keagamaan.
jujur.
dan pelayanan prima. berkelanjutan, ide
baru yang konstruktif,
dan online.
2
Pelayanan pemberian rekomendasi penugasan tenaga
kerja warga negara asing di
bidang keagamaan.
3
Layanan penataan lembaga tepat sasaran, cepat, tepat waktu, p e n a t a a n l o k a s i , monitoring, r a ma h, s o p a n
keagamaan.
adil, dan taat teliti, tepat sasaran, pengorganisasian, dan evaluasi, dan dan santun
hukum
dan pelayanan prima b i m b i n g a n koordinasi
manajemen
4
Layanan pemberdayaan jujur, amanah, sesuai kompetensi, penguasaan peta komitmen, ramah, sopan
peran tenaga penyuluh t a a t h uk u m , dan diklat.
( m a p i n g ) , d a n t e p a t dan santun.
agama.
dan adil.
penguasaan IT.
waktu, dan
bermutu.
38
jujur, amanah,
taat hukum, adil,
d an wa w as a n
kebangsaan
(nasionalis).
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
cepat, tepat waktu, screening (uji kompe- monitoring, r a ma h, s o p a n
teliti, tepat sasaran, tensi), dan verifikasi. evaluasi, dan dan santun.
pelayanan prima ,
koordinasi.
dan kode etik.
5
L a y a n a n b i m b i n g a n ikhlas, obyektif, cerdas, dan tepat m o d i s , k o m u n i - k o m i t m e n , r a m a h , s o p a n
kehidupan beragama.
dan adil.
sasaran.
katif, dan up to tepat waktu, dan santun.
date.
dan bermutu.
6
L a y a n a n p e m b e r i a n tepat sasaran, selektif, cerdas, tepat online, dan sesuai tepat waktu, r a m a h , s o p a n
b a n t u a n s a r a n a d a n t a a t a t u r a n , s a s a r a n , d a n kebutuhan.
t e p a t g u n a , dan santun.
prasarana keagamaan.
t e p a t j u m l a h , prosedural.
proporsional,
dan tepat fungsi.
bergilir, dan
adil.
7
L a y a n a n b i m b i n g a n ikhlas, obyektif, selektif, cerdas, tepat responsif, publik
k e l u a r g a s e j a h t e r a / dan adil.
sasaran, prosedural, figur, dan pemilibahagia.
dan konseling.
han keluarga
teladan.
8
L a y a n a n p e m b e r i a n s e l e k t i f , d a n cerdas, tepat sasaran, online, dan sesuai tepat waktu, r a m a h , s o p a n
b a n t u a n o p e r a s i o n a l proporsional.
dan prosedural.
kebutuhan.
t e p a t g u n a , dan santun.
kepada lembaga-lembaga
bergilir, dan
keagamaan.
adil.
9
P e l a y a n a n r o h a n i w a n penampilan, dan percaya diri, dan
p e n d a m p i n g s u m p a h kharismatik.
kompetensi.
jabatan.
tepat waktu, komitmen.
dan sesuai
protokoler.
10
L a y a n a n p e m b e r i a n taat hukum, adil, m e n g e d e p a n k a n transparan, online,
rekomendasi pendirian s e l e k t i f , d a n d i a l o g , s e s u a i dan koordinatif.
rumah ibadah.
koordinatif.
prosedur, dan
komunikatif.
tepat waktu, r a m a h , s o p a n
t e p a t g u n a , dan santun.
proporsional,
dan adil.
11
Layanan pencegahan dan bijaksana, adil, menguasai masalah, dialog antartokoh,
penyelesaian konflik keaga- o b y e k t i f d a n dan menyelesaikan k o o r d i n a t i f ,
maan.
sabar.
masalah.
informatif, dan
dialog antarumat
beragama.
W i n w i n kharismatik, dan
solution, ter- persaudaraan.
buka, dan
bimbingan
berkala.
12
Layanan optimalisasi peran rajin, partisipasi kredibel.
Forum Kerukunan Umat a k t i f , d a n
Beragama (FKUB).
disiplin.
p e ma n ta u an , ramah, sopan,
monev, dan s a n t u n , d a n
p e m b i n a a n regenerasi.
berkelanjutan.
diklat, jadual kerja, s u p p o r t i n g , persaudaraan.
evaluasi, pening- d a n k o o r d i katan sarpras, dan natif.
pembentukan
komunitas FKUB.
Hasil Sidang Komisi C
Tema: Strategi Penerapan Lima Nilai Budaya Kerja dalam Layanan Pendidikan Keagamaan
No
1
UNSUR
LAYANAN
LIMA NILAI BUDAYA KERJA KEMENTERIAN AGAMA
INTEGRITAS
PROFESIONALITAS
TANGGUNG
JAWAB
INOVASI
KETELADANAN
P e l a k s a n a a n K e g i a t a n p e n i n g k a t a n workshop/upgrading peningkatan mutu Sistem Pengen- menjadi model
Akademik
kualitas akredi- strategi dan metode p e m b e l a j a r a n dalian Internal p e m b e l a j a r a n
tasi institusi dan pembelajaran
secara berkelan- (SPI)
yang berprogram studi
jutan melalui
karakter
SWOT analysis
m e la k sa na ka n sesuai dengan SOP
layanan sesuai
dengan regulasi
yang ada
pembelajaran
berbasis e-learning
p e l a k s a n a a n pembelajaran
Kerangka Kualifikasi b e r b a s i s
Nasional Indonesia boarding school
(KKNI)
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
39
2
Kualitas/kompetensi Dosen pemenuhan UU Sertifikasi Guru dan P e n g e m b a n g a n p e n j a m i n a n menjadi model
dan Tenaga Kependidikan
N o 1 4 t a h u n Dosen
Keprofesian Ber- standar mutu
SDM unggul
2005
kelanjutan (PKB)
pengembangan
Lesson Study (LS)
3
Kualitas lulusan
P e n g u a t a n P e l a k s a n a a n Penguatan penguap e n d i d i k a n Kerangka Kualifikasi saan bahasa asing
karakter
Nasional Indonesia
(KKNI)
4
Diklat Fungsional dan P e n g u a t a n P e n g e m b a n g a n
struktural
k o m p e t e n s i medotologis dan
emosional dan substantif
spiritual
Pembangunan
mindset dan
kurikulum budaya
kerja
Pengembangan Menjadi contoh
sistem evaluasi yang baik bagi
pembelajaran yang lain
yang integratif
Pengembangan Menjadi contoh
sistem evaluasi yang baik bagi
d i k l a t y a n g yang lain
integratif
Semua Pimpinan Kemenag adalah Public Relation (PR) Kemenag
Tepat pukul 09.00 WIB Rakernas ditutup oleh Menag Lukman Hakim Saifuddin. Dalam sambutannya, Menag
menekankan bahwa semua aparatur Kemenag khususnya pimpinan pada hakikatnya adalah "public relation" Kemenag di
bidangnya masing-masing. Humas berarti menjadi etalase terdepan bagaimana orang melihat Kemenag dan kita
(pimpinan) dijadikan rujukan orang bertanya, ini membawa konsekuensinya untuk memberikan informasi hal ihwal
Kemenag. Menag menegaskan tidak ada orang yang tahu semua urusan di Kemenag, untuk itu harus punya kiat kepada
siapa memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diberikan masyarakat. Jadi apabila ada pertanyaan jangan mengatakan
"tidak tahu" tetapi cari jawaban kepada orang yang tepat dan kemudian berikan jawaban itu kepada orang yang
bertanya, ujar Menag.
"Organisasi itu adalah satu kesatuan, meski menduduki posisi tertentu tapi kita harus mengerti bidang lain,
minimal prinsip-prinsip umumnya," tegas Menag. Menag berharap banyak yang bisa ditindaklanjuti dari Rakernas,
namun ada baiknya masing-masing satker memilih satu dua isu penting yang jadi andalan yang dikelola lalu kemudian
bisa menjadi "sesuatu" yang memiliki makna di bidang masing-masing.
Untuk itu Menag menggarisbawahi jangan terlalu banyak hal yang ditangani karena akan memecah konsentrasi
yang berujung pada hal yang tidak cukup baik, maka perencanaan pada unit eselon I jangan lagi bertumpu dan terpukau
pada masa lalu saat membuat perencanaan program atau kegiatan, tapi selalu berangkat dari kebutuhan.
Dalam pandangannya, pemimpin itu hakikatnya belajar, belajar memahami apa masalahnya, mengidentifikasi
masalah, mencari alternatif jalan keluar atas masalah yang diidentifikasi, memilih opsi mana yang memungkinkan untuk
ditindaklanjuti. Saya ingin pemimpin itu tahu bagaimana memotivasi untuk bekerja, bekerja, dan bekerja dengan basis
lima nilai budaya kerja, yaitu integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan," ujar Menag sembari
menutup Rakernas Kemenag 2015. (A. Joko Kurnianto dan Seven Simbolon)
40
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Selayang Pandang
SMAK St. Fransiskus Asisi
Oleh: Rm. Sebastian Uran, Pr.
Biodata Kepala SMAK St. Fransiskus Asisi, Larantuka
Nama: Rm. Sebastianus Uran Bala, PR
TTL: Waiteba, 20 Januari 1973
Pendidikan:
SDK Waiwejak (1978—1984), SMPK Santo Pius X Lewoleba (1984—1987), SMA Seminari San Dominggo
Hokeng (1987—1991), STFK Ledalero (1992—2000), UNIKA Wiidya Mandira Kupang (2002—2006).
Karya:
1996—1998: Menjalankan Tahun Orientasi Pastoral pada SMA Seminari San Dominggo Hokeng, 20
Agustus 2000: Ditahbiskan menjadi Imam, 2000—2002: Menjadi Staf Pengajar pada Seminari San
Dominggo Hokeng, 2006—2014: Menjadi Kepala Sekolah pada SMAS St. Darius Larantuka dan Pastor
Pembantu pada Paroki Katedral Renya Rosari Larantuka ( 2006—2008 ) serta Pastor Pembantu pada
Paroki San Juan Lebao Tengah (2010—sekarang), 2014—sekarang: menjadi Kepala Sekolah pada SMAK
Santo Fransiskus Asisi, Larantuka.
PADA MULANYA
Pada Bulan Oktober 2012, Keuskupan Larantuka
mengadakan sebuah Sinode untuk mengevaluasi geliat
Gereja Keuskupan Larantuka serta merumuskan arah
perkembangan selanjutnya. Dalam pertemuan, yang
dikenal dengan nama Pertemuan Umat Katolik
Keuskupan Larantuka (PUKKEL) itu, terbentang berbagai
tantangan yang sedang dialami dalam kehidupan
menggereja di Keuskupan ini. Salah satu tantangan yang
muncul adalah yang berhubungan dengan Agen Pastoral.
Ada kesulitan tentang susahnya mendapatkan orang
yang mau dengan rela hati memberi diri untuk menjadi
pengurus dalam kehidupan menggereja. Kekurangan
fasilitator katekese, dirigen dan organis gereja,
pemimpin pendalaman Kitab Suci, Pemimpin Ibadat dan
Koster adalah beberapa hal yang menjadi keprihatinan
bersama. Hal-hal itu ditambah lagi dengan susahnya
mendapatkan orang untuk menjadi pengurus paroki,
stasi, lingkungan, dan Kelompok Umat Basis. Lantas, apa
yang harus dilakukan agar kita bisa mendapatkan agenagen pastoral awam yang handal, yang dengan rela hati
memberi diri untuk pelayanan dalam Gereja?
Sekolah menjadi sebuah pilihan strategis untuk
mengatasi kesulitan ini. Akan tetapi melihat keberadaan
sekolah-sekolah pada umumnya dan sekolah-sekolah
Katolik pada khususnya sekarang ini, apa yang kita
harapkan sepertinya jauh panggang dari api. Sekolahsekolah Katolik saja sedang kehilangan identitas
kekatolikannya. Katolisitas tinggal nama saja. Isinya
adalah milik negara. Para siswa disiapkan untuk menjadi
warga negara dan bukan mejadi 100 persen Katolik dan
100 persen warga negara Indonesia. Kita memang
pernah memiliki sekolah-sekolah yang telah menghasilkan agen-agen pastoral yang handal yang sekarang ini
berada di sekolah-sekolah sebagai guru-guru agama
Katolik, yaitu SPG Podor dan SGA Waibalun. Akan tetapi
kedua sekolah itu tinggal menjadi sejarah masa lalu.
Di tengah situasi seperti ini, Kementerian Agama
Kabupaten Flores Timur yang sebagian besarnya adalah
para agen pastoral yang aktif di tingkat keuskupan,
paroki, stasi, lingkungan dan KBG, melempar gagasan
tentang Sekolah Menengah Agama Katolik yang
bertujuan untuk menghasilkan Kader Awam Katolik yang
handal dan militan. Gayung bersambut. Pembicaraanpembicaraan bersama antara Bapa Uskup, Yayasan
Persekolahan Umat Katolik Keuskupan Larantuka dan
Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur lantas
bersimpul pada sebuah kemauan bersama yang sangat
kuat untuk mendirikan sebuah Sekolah Menengah Agama
Katolik di Keuskupan Larantuka. Dan akhirnya, setelah
sebuah supervisi dari Direktur Pendidikan Katolik Bimas
Katolik Kementerian Agama RI, pada tanggal 24 Juni
2014, Surat Keputusan Direktur Jendral Bimas Katolik,
dengan nomor DJ.IV/Hk.00.5/69/2014 tentang Ijin
Operasional Sekolah Menengah Agama Katolik Santo
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
41
Fransiskus Asisi Larantuka. Proses Kegiatan Belajar
Mengajar dimulai secara resmi pada tahun
pelajaran 2014/2015 dengan menggunakan untuk
sementara ruang belajar pada SMPK Santo Yusuf
Larantuka. Siswa yang terdaftar pertama adalah delapan
orang. Tetapi jumlah ini berkembang sejalan dengan
waktu hingga mencapai 25 orang. Ke-25 siswa ini masih
tetap bertahan sampai sekarang.
ARTI SEBUAH NAMA
Tidak ada yang istimewa sebetulnya dalam hal
pemilihan nama untuk SMAK Perdana di Kabupaten
Flores Timur ini. Bahwa kemudian dipilih Santo
Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah itu sematamata dalam rangka mengingat Paus Fransikus, yang
menjadi Paus pada saat didirikannya SMAK ini dan Uskup
Fransiskus Kopong Kung, Pr, Uskup Keuskupan
Larantuka pada saat ini. Akan tetapi pesan Yesus kepada
Santo Fransikus Asisi, “Fransiskus, perbaikilah
gereja-Ku!” rasa-rasanya cocok dengan semangat awal
pendirian SMAK. Gereja sedang mengalami kelesuan
dalam hubungan dengan Agen Pastoral yang handal dan
militan. Kehadiran SMAK Santo Fransiskus Asisi
diharapakn menjawabi kelesuan ini.
Dari spiritualitas Santo Fransiskus Asisi, yang
mengusahakan harmoni dengan Tuhan, alam dan sesama
manusia, dan dengan mempertimbangkan maksud
pendirian SMAK oleh Bimas Katolik Kementerian Agama
RI serta memperhatikan keprihatinan Keuskupan
Larantuka dalam hubungan dengan Agen Pastoral yang
handal dan militan, dirumuskanlah visi, misi dan motto
SMAK Santo Fransiskus Asisi Larantuka. Visinya adalah:
“Terwujudnya Komunitas/Persekutuan Murid-murid
Yesus yang Berilmu, Beriman, Partisipatif, dan
Liberatif transformatif sebagai Upaya untuk Mencapai
Pembaharuan dan Pembebasan Kristiani.” Visi ini
kemudian dirumuskan dalam lima buah Misi, yaitu
(1) Membangun Persekutuan Hidup sebagai muridmurid Yesus dalam ikatan kasih dan saling melayani,
(2) Mengembangkan Aspek Intelektual Siswa melalui
kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa,
(3) Menanamkan nilai-nilai moral dan iman Kristiani
sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi
tantangan hidup, (4) Melibatkan diri dalam kegiatankegiatan sosial kemasyarakatan sebagai bentuk
partisipasi dan interaksi saling menerima dan
memberi antara sekolah dan masyarakat, (5) Merintis
dan memprakarsai pembebasan dan perubahan
terhadap sekolah, kondisi kehidupan kita dan
lingkungan menuju habitus baru. Sedangkan Motto
yang menggerakkan seluruh upaya untuk mewujudkan
Visi dan Misi tersebut di atas adalah “PAX ET
BONUM” (Perdamaian dan Kebaikan).
DEMI PERDAMAIAN DAN KEBAIKAN
Untuk mewujudkan Visi dan Misi tersebut di atas,
pelbagai kegiatan sudah dilaksanakan dalam tahun
pelajaran 2014/2015 ini. Kegiatan-kegiatan itu antara
lain: Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas, Penegakkan
Disiplin dalam seluruh aspek kehidupan, Saling menyapa
sebagai saudaraku dan saudariku di antara para siswa
dan ayah dan bunda untuk para guru, Misa Mingguan,
Meditasi Kitab Suci Dua Mingguan, Sekami di Paroki San
Juan Lebao Tengah Setiap Hari Sabtu sore, Pembentukan
Kelompok Minat Paduan Suara dan Pencinta Alam,
42
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Tanggungan Liturgi di Paroki San Juan Lebao dan Paroki
Weri, Perlombaan Hari Amal Bhakti, Perlombaan Bulan
Kitab Suci, Live In di Paroki Lato.
Semua kegiatan itu dapat terlaksana sepanjang
tahun pelajaran 2014/2015 oleh karena keterlibatan yang
sangat aktif dari para guru dan pegawai. Dalam tahun
pelajaran ini SMAK Santo Fransiskus Asisi Larantuka
memiliki 16 orang guru dan seorang pegawai. Di antara
mereka ada enam orang imam keuskupan Larantuka yang
diperbantukan sebagai guru tidak tetap. Sedangkan dari
pihak awam, direkrut para awam yang terlibat aktif dalam
kegiatan menggeraja. Diharapkan dari aspek ketenagaan
ini, mimpi tentang menghasilkan kader awam yang militan
dapat terwujud.
Selain dari segi ketenagaan, SMAK Santo Fransiskus
Asisi memiliki beberapa sarana dan prasaran yang
membantu untuk penyelenggaraan pendidikan di tahun
perdananya ini antara lain: tiga buah ruang kelas, 29
mebeler untuk siswa, sebuah ruang guru sekaligus ruang
kepala sekolah dan tata usaha, lima buah notebook untuk
pembelajaran TIK dan 11 buah keyboard untuk pelatihan
musik liturgi. Terdapat juga buku-buku sumber belajar dan
buku-buku referensi lain, dan seperangkat peralatan misa.
Dari segi sarana prasarana harus diakui betapa masih
kurang. Akan tetapi Bapak Uskup Larantuka telah
menghibahkan sebuah lahan dengan ukuran 1 Ha untuk
pendirian gedung SMAK Santo Fransiskus Asisi Larantuka
di Paroki San Juan Lebao Tengah dan tentu saja dengan
bantuan dari Bimas Katolik Kementerian Agama RI segala
sarana prasarana untuk menunjang segala kegiatan pembelajaran akan dipenuhi pada waktunya. Ke depan selain
gedung sekolah, akan didirikan juga asrama yang letaknya
berdampingan dengan sekolah.
Kemitraan dengan Keuskupan dan Pemerintah
Daerah, khususnya Kementerian Agama Kabupaten Flores
Timur, merupakan kunci keberhasilan dalam
penyelenggaraan pembelajaran pada tahun pertama ini.
Perhatian yang sangat intens dari Keuskupan, yang
nampak dalam diri Yayasan Persekolahan Umat Katolik
Keuskupan Larantuka sebagai pemilik SMAK ini, dan dari
Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur, khususnya
Kepala Seksi Pendidikan Katolik, menjadi kekuatan untuk
bergerak maju dengan segala apa yang ada pada SMAK
Santo Fransiskus Asisi.
AKHIR KATA
Langkah pertama sudah diayunkan. Tahun perdana
sudah dijalani.
L a n g k a h
berikutnya
s u d a h
diayunkan
d e n g a n
gerakan yang
lebih pasti.
Penerimaan
siswa baru
untuk tahun
kedua sudah
dijalankan dan
ternyata animo masyarakat sangat luar biasa. Syukur
kepada Tuhan! Berkat doa Santo Fransiskus Asisi, SMAK
Santo Fransiskus Asisi Larantuka menatap masa depannya
dengan sukacita injili.
Mimbar
PESAN PAUS FRANSISKUS
PADA HARI KOMUNIKASI DUNIA KE 49
Mengkomunikasikan Keluarga – Tempat Perjumpaan Istimewa
dengan Karunia Cinta
Keluarga adalah subjek refleksi mendalam oleh Gereja dan proses yang
melibatkan dua Sinode: yang luar biasa yang terjadi baru-baru ini dan yang
biasa yang dijadwalkan Oktober mendatang. Maka, saya pikir tepatlah kalau
tema Hari Komunikasi se-Dunia berikutnya mengangkat keluarga sebagai
titik acuan. Lagi pula, dalam konteks keluargalah kita pertama-tama mempelajari cara berkomunikasi. Fokus pada konteks ini bisa membantu membuat
komunikasi kita lebih otentik dan manusiawi, sambil membantu kita melihat
keluarga dalam perspektif baru.
Kita bisa menarik inspirasi dari bagian Injil yang berkaitan dengan
kunjungan Maria kepada Elisabet (Luk 1: 39-56). “Ketika Elisabet
mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan
Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring:
“Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah
rahimmu” (ayat 41-42).
Episode ini pertama-tama menunjukkan kepada kita bagaimana
komunikasi merupakan dialog yang terkait dengan bahasa tubuh. Tanggapan pertama terhadap sapaan salam dari Maria
diberikan oleh sang anak, yang melompat kegirangan dalam rahim Elisabet. Dari satu sisi, sukacita saat bertemu orang
lain, yang kita pelajari bahkan sebelum lahir, merupakan pola dasar dan simbol setiap bentuk komunikasi lainnya. Rahim
yang menjadi tempat tinggal kita adalah “sekolah” komunikasi pertama, tempat kita mendengarkan dan melakukan
kontak fisik agar terbiasa dengan dunia luar dalam lingkungan yang dilindungi, dengan suara detak jantung ibu yang
menenangkan. Perjumpaan dua orang yang terkait begitu erat meski tetap saling berbeda ini, perjumpaan yang begitu
dipenuhi janji ini, adalah pengalaman komunikasi pertama. Inilah pengalaman yang kita semua alami bersama, karena
kita semua lahir dari seorang ibu.
Bahkan setelah datang ke dunia, bisa juga berarti
kita masih di dalam “rahim”, yakni keluarga. Rahim terdiri
dari beberapa orang yang saling terkait: keluarga adalah
“tempat kita belajar untuk hidup dengan orang lain
meskipun berbeda” (Evangelii Gaudium, 66). Tanpa
melihat perbedaan jenis kelamin dan usia di antara
mereka, anggota-anggota keluarga saling menerima karena
ada ikatan di antara mereka. Semakin lebar kisaran
hubungan-hubungan ini dan semakin besar perbedaan
usia, semakin kayalah lingkungan hidup kita. Ikatan ini
berada pada akar bahasa, yang pada gilirannya
memperkuat ikatan itu. Kita tidak menciptakan bahasa.
Bahasa dapat digunakan karena kita sudah menerimanya.
Dalam keluargalah kita belajar berbicara “bahasa ibu”,
bahasa dari orang-orang yang mendahului kita
(lih 2Makabe 7: 25,27). Dalam keluarga kita menyadari
bahwa orang lain telah mendahului kita, mereka membuat
kita bisa eksis dan pada gilirannya hidup serta melakukan
sesuatu yang baik dan indah. Kita bisa memberi karena
kita telah menerima. Lingkaran luhur ini merupakan inti
dari kemampuan keluarga untuk berkomunikasi di antara
para anggotanya dan dengan orang lain. Dalam bahasa
yang lebih awam dikatakan bahwa itulah model semua
komunikasi.
Pengalaman hubungan yang “lebih dahulu ini”
memungkinkan keluarga menjadi lingkungan tempat
diturunkannya bentuk komunikasi paling dasar, yaitu doa.
Ketika orang tua menidurkan anak-anaknya yang baru
lahir, mereka sering mempercayakan anak-anaknya
kepada Tuhan, seraya meminta agar Tuhan menjaga
mereka. Saat anak-anak sudah lebih besar, orang tua membantu mereka mengucapkan beberapa doa sederhana,
mendoakan orang lain, seperti kakek-nenek, sanaksaudara, orang sakit dan orang menderita, serta semua
orang yang membutuhkan pertolongan Allah. sederhana,
mendoakan orang lain, seperti kakek-nenek, sanaksaudara, orang sakit dan orang menderita, serta semua
orang yang membutuhkan pertolongan Allah. Dalam
keluargalah sebagian besar dari kita mempelajari dimensi
religius komunikasi, yang dalam kekristenan diresapi
dengan cinta, cinta yang Allah limpahkan kepada kita dan
yang kemudian kita berikan kepada sesama.
Dalam keluarga, kita belajar saling merangkul dan
mendukung, memahami arti dari ungkapan wajah dan saat
saat hening. Tertawa dan menangis bersama-sama orangorang yang belum saling memilih itu penting. Ini sangat
membantu kita memahami makna komunikasi seraya
menyadari dan menciptakan kedekatan. Saat mengurangi
jarak dengan semakin mendekat dan saling menerima, kita
mengalami rasa syukur dan sukacita. Salam yang disampaikan Maria dan gerakan anaknya adalah anugerah
bagi Elisabeth.
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
43
Itu dilanjuti dengan kidung yang indah, Magnificat.
Dalam kidung itu Maria memuji rencana kasih Allah bagi
dirinya dan bagi umatnya. “Ya” yang diucapkan dengan
iman bisa berdampak jauh melampaui diri dan tempat kita
di dunia. “Mengunjungi” berarti membuka pintu, tidak
membiarkan tertutup dalam dunia yang kecil, melainkan
bergaul dengan orang lain. Demikian juga keluarga menjadi hidup kalau keluar dari dirinya sendiri. Keluargakeluarga yang demikian mengkomunikasikan pesan
kehidupan dan persekutuan mereka, seraya memberikan
hiburan dan pengharapan untuk keluarga-keluarga yang
lebih rapuh, dan dengan demikian membangun Gerejanya
sendiri, yakni keluarga dari keluarga-keluarga.
Melebihi tempat mana pun, keluarga adalah tempat
kita setiap hari mengalami batas-batas diri kita dan batasbatas orang lain, persoalan-persoalan besar dan kecil yang
ada dalam kehidupan yang damai bersama orang lain.
Tidak ada keluarga yang sempurna. Janganlah takut akan
ketidaksempurnaan, kelemahan atau bahkan konflik,
melainkan belajarlah cara mengatasinya secara
konstruktif. Keluarga, tempat kita terus saling mencintai di
tengah keterbatasan dan dosa-dosa kita, lalu menjadi
sekolah pengampunan. Pengampunan itu sendiri merupakan proses komunikasi. Saat penyesalan diungkapkan
dan diterima, maka ada kemungkinan untuk memulihkan
dan membangun kembali komunikasi yang rusak. Seorang
anak lelaki atau perempuan yang dalam keluarga telah
belajar mendengarkan orang lain, berbicara dengan
hormat dan mengungkapkan pandangannya tanpa
mengingkari pandangan orang lain, akan menjadi kekuatan dialog dan rekonsiliasi di masyarakat.
Ketika menghadapi tantangan -tantangan
komunikasi, ada banyak hal bisa dipelajari dari keluargakeluarga yang anak-anaknya memiliki ketidakmampuan.
Keterbatasan motorik, sensorik atau mental dapat menjadi
alasan untuk menutup diri sendiri. Namun, berkat cinta
orang tua, saudara, dan teman-teman, keterbatasan itu
bisa juga menjadi insentif untuk keterbukaan, berbagi dan
komunikasi dengan semua orang. Keterbatasan itu juga
bisa membantu sekolah-sekolah, paroki-paroki, dan
lembaga-lembaga untuk lebih menerima dengan senang
hati serta inklusif terhadap setiap orang.
Dalam dunia di mana orang sering memaki,
menggunakan bahasa kotor, menjelekkan orang lain,
menabur perselisihan dan meracuni lingkungan manusia
dengan gosip, keluarga bisa mengajarkan kita untuk
memahami komunikasi sebagai berkah. Dalam situasisituasi yang tampaknya didominasi oleh kebencian dan
kekerasan, di mana keluarga-keluarga terpisahkan oleh
dinding-dinding batu atau dinding-dinding prasangka dan
kebencian yang kurang bisa ditembus, di mana rasanya
tempat itu menjadi alasan-alasan yang baik untuk
mengatakan ‘cukup sudah’, hanyalah berkat bukan caci
maki, kunjungan bukan penolakan, dan penerimaan bukan
perkelahian, yang mematahkan spiral kejahatan,
menunjukkan bahwa kebaikan selalu mungkin, dan
mendidik anak-anak kita menuju persahabatan.
Saat ini, media modern, yang merupakan bagian
penting kehidupan, khususnya bagi orang muda, bisa menjadi bantuan dan gangguan bagi komunikasi di dalam
keluarga-keluarga dan di antara keluarga-keluarga. Media
bisa mengganggu kalau menjadi cara untuk tidak mendengarkan orang lain, untuk menghindari kontak fisik,
44
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
untuk mengisi setiap saat hening dan istirahat, sehingga
kita lupa bahwa “keheningan adalah bagian integral dari
komunikasi; tanpa keheningan, tidak akan ada kata-kata
yang kaya isinya.” (BENEDIKTUS XVI, Pesan untuk Hari
Komunikasi se-Dunia 2012). Media dapat membantu
komunikasi kalau media bisa membuat manusia berbagi
cerita, tetap berhubungan dengan teman-teman yang jauh,
be rt eri ma k a sih k epa da sesa ma a ta u me nc a ri
pengampunan mereka, serta membuka pintu untuk
perjumpaan-perjumpaan baru.
Dengan setiap hari mengembangkan kesadaran
akan pentingnya menjumpai orang lain, “kemungkinankemungkinan baru” ini, kita akan menggunakan teknologi
dengan bijaksana, bukan membiarkan diri kita dikuasai
oleh teknologi itu. Orang tua adalah juga pendidik utama
dalam hal ini. Namun, mereka tidak dapat dibiarkan
sendiri. Umat Kristen dipanggil untuk membantu mereka
mengajar anak -anak menyesuaikan diri dengan
lingkungan media dengan cara yang sesuai dengan
martabat manusia dan demi kebaikan bersama.
Tantangan besar saat ini adalah mempelajari sekali
lagi cara berbicara satu dengan yang lain, bukan sekedar
cara mendapatkan dan menerima informasi. Yang terakhir
ini adalah kecenderungan yang bisa didorong oleh media
komunikasi modern kita yang penting dan berpengaruh.
Informasi itu penting, tetapi itu tidak cukup. Terlalu sering
semua hal disederhanakan, pendirian-pendirian dan sudut
pandang-sudut pandang berbeda saling diadu, dan orang
diajak untuk berpihak, bukan melihatnya secara
keseluruhan.
Kesimpulannya, keluarga bukan subjek perdebatan
atau medan pertempuran ideologis. Sebaliknya, keluarga
adalah lingkungan tempat kita belajar berkomunikasi
dalam pengalaman kedekatan, tempat komunikasi
berlangsung. Keluarga adalah “komunitas berkomunikasi.”
Keluarga adalah komunitas yang memberi bantuan,
yang merayakan kehidupan dan berbuah. Setelah
menyadari hal ini, kita akan sekali lagi melihat bagaimana
keluarga terus menerus menjadi sumber daya manusia
yang kaya, bukan menjadi masalah atau lembaga yang
mengalami krisis. Kadang-kadang, media cenderung
menampilkan keluarga semacam model abstrak yang
harus diterima atau ditolak, dibela atau diserang, bukan
sebagai realitas kehidupan. Atau juga sebagai pekarangan
untuk bentrokan ideologis bukan sebagai tempat bagi kita
semua untuk bisa belajar artinya berkomunikasi dengan
saling mencintai. Mengaitkan pengalaman berarti
menyadari bahwa hidup kita saling terikat sebagai satu
realitas, bahwa suara kita banyak, dan bahwa masingmasing suara itu unik.
Keluarga-keluarga harus dilihat sebagai sumber
daya bukan sebagai persoalan bagi masyarakat. Keluargakeluarga sudah sebaik mungkin berkomunikasi secara
aktif lewat kesaksian akan keindahan dan kekayaan
hubungan antara pria dan wanita, dan antara orang tua
dan anak-anak. Kita tidak berupaya membela masa lalu.
Namun, dengan kesabaran dan kepercayaan, kita berupaya
membangun masa depan yang lebih baik bagi dunia
tempat kita hidup.
Dari Vatikan, 23 Januari 2015
Di hari menjelang Peringatan Santo Fransiskus dari Sales
FRANSISKUS
Opini
SAKIT DAN BERDOSA:
“Beberapa Gagasan Biblis dan Teologis tentang Sakit dan Berdosa
untuk Pendampingan Pastoral Orang Sakit”
Oleh: Bartholomeus Arosi
A. Pengantar
Peristiwa sakit yang dialami oleh manusia adalah
realitas manusiawi yang sulit dihindari dan dilupakan.
Selagi manusia masih berada di dunia, ia akan mengalami
dan berhadapan dengan peristiwa ini. Setiap orang bisa
saja mengalami sakit; terlepas dari setuju atau tidak, beragama atau tidak, saleh atau jahat. Singkatnya, peristiwa
sakit adalah bagian dari kehidupan manusia. Seperti halnya sakit, dosa merupakan realitas yang tidak lepas dari
hidup manusia. Setiap orang pernah berbuat dosa.
Peristiwa sakit dan dosa bisa menimbulkan
problem yang tidak kecil. Berbagai perasaan muncul
manakala seorang mengalami sakit dan berdosa. Perasaan
-perasaan itu kerap mempengaruhi bahkan mengubah
pandangan mereka tentang diri mereka sendiri, sesama
dan Tuhan. Seseorang bisa mengalami hidupnya sebagai
kehampaan. Dia putusa asa, merasa kesepian, tak berdaya,
menolak penderitaan, ketakutan, merasa malu, terisolir,
merasa dikejar-kejar oleh dosa dan marah atas siapa saja.
Penghayatan religusnyapun bisa terganggu.Pandangannya
tentang Allah bisa berubah.
Fakta adanya sakit dan dosa menunjukkan sisi kelemahan dan kerapuhan manusia, yang tidak dapat ditolak.
Hal ini mau menyatakan bahwa manusia tergantung dari
Allah. Kenyataan itu juga mengatakan bahwa manusia
membutuhkan penyembuhan dari Tuhan.
B. Paham Tentang Sakit dalam Kitab Suci
Gagasan sakit dan menderita dalam Kitab Suci
bukan melulu soal duniawi, tetapi juga dipandang dari sisi
religus. Sakit dan penderitaan tidak dikehendaki oleh
Allah. Kisah penciptaan dalam Kej 1:1-2: 4a dan 2: 4b-25
maupun Kej 3:1-24 mengungkapkan hal itu. Allah menciptakan semua dengan baik. Penderitaan tidak diciptakan
oleh Allah.
Penderitaan dan Sakit dalam Perjanjian Lama (PL)
kerap dihubungkan dengan perbuatan negatif manusia
dan reaksi dari Allah. Penderitaan dipandang sebagai
hukuman Allah atas dosa manusia. Pandangan ini erat
kaitannya dengan kepercayaan akan keadilan Allah dan
paham “pembalasan di bumi”. Keadilan Allah itu berhubungan erat dengan tindakan-Nya mengganjar perbuatan baik dan menghukum perbuatan jahat. Tindakan Allah
itu harus terjadi di bumi sebelum manusia mati dan masuk
kedalan Sheol. Satu-satunya tempat pembalasan adalah
bumi. Orang baik akan diganjari dan orang jahat akan dihukum. Berdasarkan gagasan ini, sakit/penderitaan dipandang sebagai hukuman atas dosa seseorang dan berkat
dilihat sebagai ganjaran atas kebaikan seseorang. Pandangan ini bisa ditemukan dalam Kitab Amsal, Yesus bin
Sirakh dan sebagian kitab para nabi, misalnya Amos 1-2.
Gema ini pun masih bisa ditemukan dalam PB seperti
dalam Luk 1:20 dan Kis 12:23; 13:10-11.
Dalam Perjanjian Baru, hubungan kausal antara
penyakit dan dosa tersebut ditolak oleh Yesus (Luk 13:1
dst, Yoh 9:1 dst). Yesus berkeliling untuk mewartakan
Kerajaan Allah sambil berbuat baik. Sabda dan karya-Nya
diresapi oleh cintakasih akan manusia terutama mereka
yang lemah dan tak berdaya karena penyakit dan penderitaan. Yesus sungguh menaruh belas kasih terhadap
mereka yang menderita (Mat 8:2), bahkan Ia sendiri turut
menderita dengan kematian-Nya di kayu salib. Yesus
menyembuhkan mereka yang menderita. Pernyembuhan
itu merupakan bukti bahwa Tuhan tidak menghendaki
penderitaan, tanda datangnya Kerajaan Allah (Mat 11:5;
Luk 7:22) dan perhatian-Nya yang khusus bagi mereka
yang menderita.
Tema lain yang berbicara tentang sakit dalam Kitab
Suci adalah tema tentang penderitaan karena dan demi
orang lain. Musa kerap digambarkan sebagai tokoh yang
menderita karena kejahatan bangsa Israel dan pemimpin
yang rela menderita demi bangsa itu (UI 1:37; 4:21, Bil
11:11-15). Para nabi pun masuk dalam golongan ini.
Mereka harus menderita karena pewartaan mereka, misalnya Yehezkiel (Yeh 3:4-11) dan Yeremia (Yer 5:10-21,
20:7-9; 32-44). Penderitaan para nabi demi orang lain itu
men-dapat arti yang baru dalam profil hamba Tuhan (Yes
52: 13-53: 12). Hamba Tuhan, seorang yang benar, harus
men-derita walaupun tidak ada alasan untuk itu. Ia
menderita demi pembenaran dan penyelamatan orang lain
dan sebagai silih atas kesalahan orang lain.
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
45
Gelar Hamba Tuhan dan penderitaannya kemudian dikenakan kepada Yesus (Kis 3:1; 4:27, 1Pet 2:21-25). Walau pun
tidak berdosa, Yesus menderita. Ia menanggung segala
luka manusia dan mengambil bagian dalam setiap penderitaan manusia.
Di samping tema di atas, tema lain lagi yang muncul
dalam Kitab Suci adalah tentang nilai positif penderitaan.
Penderitaan dilihat sebagai sarana yang dipakai oleh Allah
untuk “mendidik” umat-Nya. Penderitaan dapat menuntun
manusia kembali kepada kesetiaan (Ams 3:11-12, Ayb
33:19-22, 1 Kor 11:32, Ibr 12:4-11). Penderitaan dipakai
Oleh Allah sebagai batu uji untuk semakin memurnikan
manusia dan mendekatkan manusia dengan diri-Nya (Mzm
16:8-12, Rom 5:3-5, Yak 1:12).
C. Paham Tentang Dosa
1. Gagasan Biblis
Ide tentang dosa dalam Kitab Suci merupakan ide
sekunder. Walaupun demikian, Kitab Suci memuat
banyak ide mengenai dosa.
a. Perjanjian Lama (PL)
Gagasan dosa dalam Perjanjian Lama (PL) dianggap
rumit dan dilukiskan secara berbeda-beda. Secara
dasariah, dosa dalam PL dapat digambarkan dengan
tiga uraian ini. Pertama, dosa adalah pemutusan
hubungan dengan Tuhan. Bagi Amos, Dosa adalah
tindakan yang bertentangan dengan keadilan Allah.
Bagi Hosea, Dosa adalah tindakan kejahatan mela
wan cinta Allah (Hos 2:1-3). Yesaya melukiskan
dosa kurangnya iman dan ketidaksetiaan (Yes 9:9,
29:9). Yeremia menggambarkannya sebagai
tindakan melupakan Allah persekutuan (Yer 2:23,
4:22, 5:21). Kedua, dosa dilukiskan sebagai sikap
tidak berterima kasih atas anugerah Allah. Ketiga,
dosa digambarkan sebagai tindakan yang ingin
menyamakan diri dengan Allah.
Kejadian bab 3 dipandang sebagai sintesa dari selu
ruh ajaran tentang dosa dalam PL. Kejatuhan Adam
dan Hawa merupakan potret dramatik perjanjian
dengan Allah. Mereka sengaja memberontak dan
tidak mau lagi berada dalam perjanjian dengan
Allah dan berada di bawah perintah-Nya. Mereka
mau menjarah dan menguasai segalanya bahkan
menjarah posisi Allah. Akibat perbuatan itu,
mereka terasing dari Allah, satu sama lain dan
diri mereka sendiri (Kej 3:8-24). Mereka kehilangan martabatnya.
b. Perjanjian Baru (PB)
Paham tentang dosa dalam PB sudah mengalami
kemajuan yang pesat dibandingkan dengan PL. Ditekankan bahwa tempat dan sumber dosa adalah kedalaman diri manusia. sementara kodrat dosa
adalah tindakan melawan kehendak Bapa (Luk 15).
Dalam PB, sikap Yesus terhadap dosa dan kaum
pendosa dapat dipahami dalam dua pandangan,
yakni: Pertama, Yesus dengan tegas mengatakan
dosa-dosa seperti kesombongan, keterikatan pada
kekayaan, tindakan kejahatan dan pembunuhan
(Mrk 23:1-36; Mrk 7:20 dst). Yesus tidak pernah
berkompromin dengan dosa. Kedua, Yesus menun
jukan sikap yang baik kepada kaum pendosa dan
bersahabat dengan mereka. Ia memanggil mereka
untuk bertobat.
46
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Salah satu lukisan mengenai dosa dan pengam
puna n dala m PB da pa t ditemuka n dalam
“perumpamaan anak yang hilang” (Luk 11:32). Si
bungsu menolak status anak, tidak mau terikat den
gan hidup bersama dan akhirnya ia memutuskan
relasinya dengan Bapa. Akan tetapi cinta Allah lebih
besar dari pada dosa manusia. bapa mau menerima
anak itu kembali dan mengampuni segala dosanya.
2. Menggali Makna Teologis Dosa
Dosa berakar dalam diri manusia dan kebe basannya. Oleh karena itu, dosa selalu berhubungan
dengan perbuatan manusia. manusia tidak dapat berdalih dengan menyalahkan lingkungan, sesamanya
dan alam. Dosa timbul dari manusia itu sendiri.
Pada hakikatnya, dosa adalah penolakan terhadap
Tuhan dan rencana ilahi-Nya. Senada dengan itu, KGK
No. 1850 merumuskan dosa sebagai penghinaan terhadap Allah. Manusia dikatakan berdosa apabila
manusia memberontak terhada p kasih Allah
kepadanya dan membalikkan hati dari Dia.
Pandangan di atas perlu mendapat perhatian utama
dalam lingkungan Gereja atau masyarakat luas. Hal
ini penting karena dunia secara umum mulai kehilangan kepekaan akan dimensi rohani dari dosa dan
cenderung meniadakan dosa. Pendangan dunia tentang dosa sangat dangkal dan tidak lengkap. Sejumlah orang cenderung hanya membatasi dosa pada
pelanggaran-pelanggaran sosial saja.
Penolakan terhadap Tuhan dan rencananya itu mengganggu dan menghancurkan suatu hubungan dasariah.
Dengan dosa, manusia menolak untuk menerima ketergantungan pada Allah. Dia menolak untuk taat kepada
Bapa. Manusia ingin lepas sama sekali dari Allah.
Fokusnya hidupnya beralih dari Bapa kepada dirinya
sendiri. Dengan demikian manusia sebenarnya seudah
mati secara rohani.
Dosa menimbulkan problem yang serius dalam diri
manusia. Berbagai perasaan muncul jika manusia jatuh
dalam dosa. Mereka merasa dikucilkan, malu, dikejarkejar merasa bersalah, merasa gelisah, tidak tenang
dan bergairah. Dalam keadaan seperti itu mereka membutuhkan penyembuhan. Mereka membutuhkan perdamaian dengan Tuhan dan sesama. Sebab, kehidupan
yang damai, membahagiakan dan adil adalah dambaan
semua orang. Situasi ini sebagai syalom atau secara
lebih mendalam dengan nama Kerajaan Allah. Injil
sinoptik menyebut penyembuhan ini sebagai realized
The Kingdom of God, dimana “orang sakit disembuhkan;
orang lumpuh berjalan; orang buta melihat; bahkan
orang mati dibangkitkan. Akan tetapi, situasi syalom
semacam itu akan dapat manusia alami manakala
manusia mau bertobat. Dalam hal ini, Gereja
menyediakan sarana untuk itu yakni Sakramen Tobat.
D. Hubungan antara Sakit dan Dosa
Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostolik Salvifici
Doloris no. 18 menyatakan bahwa peristiwa sakit bisa
menjadi pertanyaan besar kalau dihubungkan dengan
kebaikan Allah yang menciptkan segalanya dengan
baik. Dalam Kitab Amsal, sakit dilihat sebagai reaksi
keadilan Allah terhadap manusia yang berdosa. Sakit
yang dialami seseorang dipandang sebagai hukuman
Allah atas dosa orang tersebut. Jadi sakit dilihat sebagai
tanda bahwa seseorang itu berdosa. Sementara itu,
kekayaan dan kesejahteraan dilihat sebagai berkat dan
ganjaran dari Allah atas perbuatan baik seseorang.
Selanjutnya, Paus berpendapat kalau hukum kausal
antara sakit dan dosa di atas ditolak oleh Yesus. Yesus
berkeliling untuk menyembuhkan berbagai penyakit
seraya mewartakan Kerajaan Allah. Dia menolak pan
dangan bahwa penyakit adalah akibat dari dosa seseo
rang atau dosa orang tuanya. Penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus merupakan tanda datangnya
Kerajaan Allah. Dengan demikian, sakit merupakan
situasi manusia yang membutuhkan penebusan dan
kasih sayang yang lebih besar.
Gereja pun menolak hubungan kausal di atas. Akan
tetapi Gereja tetap melihat ada hubungan antara sakit
dan dosa. Hal ini terungkap dalam Liturgi Orang Sakit,
jilid II, no. 194:
“Penderitaan memang ada sangkut pautnya dengan
dosa manusia. tetapi tidak bisa dikatakan bahwa
setiap orang sakit menderita karena dosanya, atau
setimpal dengan dosanya (bdk. Yoh 9:3). Sebab
Kristus sendiri, yang tidak mempunyai dosa, menderita sengsara amat berat; Ia me-nangung setiap luka
kita dan mengambil bagian dalam setiap penderitaan manusia (bdk. Yes 53: 4-5)...|”
Pendapat orang sekarang tentang hubungan sakit dan
dosa beraneka ragam. Sebagian orang melihat bahwa
sakit tertentu merupakan hukuman atas dosa seseorang. Sebagian lagi menolak anggapan bahwa sakit sebagai akibat dari dosa. Walaupun demikian sakit dan
dosa dilihat punya kaitan satu sama lain. Sakit bisa jadi
menyebabkan orang berdosa manakala seseorang terus
menerus menolak sakitnya dan meragukan kebaikan
Tuhan bahkan tidak percaya lagi kepada Tuhan.
Tindakan dosa semacam itu sebagai “pemberontakan
melawan Tuhan”. Sementara itu, dosa bisa pula menim
bul kan penyakit pada diri seseorang jika dosa itu dibiarkan bercokol dalam diri.
sakit dihantar untuk tetap optimis dan memiliki
harapan dalam perjuangannya.
b. Mendampingi dengan Empati dan Afeksi
Orang yang menderita sakit sangat membutuhkan teman seperjalanan dan pendampingan
pada saat yang sulit itu. Mereka membutuhkan
teman yang bisa diajak berbicara dari hati ke
hati. Mereka membutuhkan teman untuk berke
luh kesah dan merasakan apa yang mereka
derita. Dalam keadaan seperti inilah dibutuhkan
peran seorang pendamping. Pendamping mesti
dapat merasakan apa yang dialami, dirasakan
dan dipikirkan oleh si sakit tanpa larut di dalam
nya. Dengan kata lain, pendamping harus memberikan perhatian secara utuh dan hadir dengan
sepenuh hati serta menganggap bahwa penderitaan orang tersebut sebagai penderitaannya
pula. Dengan demikian si sakit diharapkan
menerima kenyataan yang dialaminya.
Orang sakit kerap mengalami kehampaan cinta.
Kehampaan cinta yang dialami oleh si penderita
bisa diminimalisir oleh perhatian penuh cinta
dari pendamping. Sikap afektif bisa menghantar
si penderita untuk mensyukuri hidupnya walau
pun ia menderita. Perhatian yang penuh cinta
dan tulus bisa meneguhkan dan memberi
semangat baru kepada si penderita.
c. Mendampingi sebagai Sahabat
Seorang pendamping seharusnya menjadi saha
bat bagi si penderita. Seorang sahabat akan
berusaha mendengarkan dan memberi rasa
aman.
1) Mendengarkan secara Aktif
Seorang pendamping perlu mendengarkan
secara aktif agar terjalin relasi dengan komu
nikasi dengan pasien. Mendengarkan secara
aktif berati hadir dan memberikan perhatian
yang utuh kepada pasien saat ia berbicara,
mendengarkan kata-katanya, juga memperhatikan bahasa non-verbalnya, nada dan
tekanan suaranya serta bobot rasa dalam
kata-katanya. Di sini, seorang pendamping
dituntut untuk hadir dengan penuh perhatian
dan seluruh dirinya, misalnya kontak mata,
ekspresi wajah, gerak-gerik, kecondongan
tubuh, volume suara dan anggukan. Singkatnya, pendamping harus mengerti perasaanperasaan orang sakit. Mendengar dan mem
perhatikan sangat dibutuhkan dalam pendampingan. Pendamping harus tahu (peka
dan jeli) pada saat mana harus bertanya,
diam mendengarkan atau berhenti berbicara.
Dalam hal ini, pendamping dituntut agar
mengerti situasi si sakit beserta dengan
sikap-sikapnya. Sikap mendengarkan dan
memperhatikan mengandaikan ketulusan
hati, keterlibatan pribadi dan pratisipasi
dalam keadaan si sakit.
E. Beberapa Gagasan untuk Pastoral Orang Sakit
1. Sikap-Sikap dalam Pendampingan Pastoral Orang
Sakit
a. Mendampingi dengan Iman dan Cinta
Cinta dan iman merupakan sikap dasar yang ha
rus dimiliki oleh seorang pendamping. Seorang
pendamping mesti hadir dengan penuh iman
dan cinta. Seseorang pendamping harus
memiliki keyakinan bahwa sakit dan penderi
taan dari perspektif iman bisa berperan dalam
transformasi diri menuju keutuhan hidup.
Penderitaan lebih merupakan misteri yang harus
dihidupi daripada dipecahkan. Penderitaan tidak
pernah dipilih. Akan tetapi jika penderitaan
diterima, maka penderitaan akan menjadi kekuatan. Dalam konteks ini, pendamping harus
ingat akan penderitaan dan wafat Kristus yang
menjadi saluran cinta yang membebaskan.
Iman dan cinta sangat perlu dimiliki oleh seorang pendamping agar ia bisa mengarahkan
dan menuntun orang sakit untuk sampai pada
sikap menerima kenyataan. Dengan demikian, si
2)
Memberi Rasa Aman
Orang sakit sering merasa dirinya terisolir,
kesepian tanpa relasi dan merasa
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
47
ditinggalkan oleh sesamanya dan Allah.
Dalam keadaan seperti itu, mereka mendambakan kehadiran seorang saha bat. Si
penderita membutuhkan teman sebagai
tempat curahan hati, dimana ia bisa lebih
terbuka tentang banyak hal. Ia membu
tuhkan sahabat yang mau mengerti akan
situasi dirinya, sehingga ia merasa aman
untuk mengata kan sesuatu yang ada
dalam hatinya. Rasa aman ini dapat m e m
bantu si penderita untuk menerima
situasinya dan merasa dikasihi oleh
Tuhan.
2. Bentuk-bentuk Pelayanan Pastoral
a. Kunjungan Orang Sakit
Kunjungan yang dimaksudkan bukan hanya sekadar
pergi melihat orang sakit dan kemudian pulang
tanpa memberikan suatu kesan apapun. Kunjungan
di sini berarti pendampingan. Tugas merawat, memperhatikan dan mendampingi orang sakit bukan
tugas yang hanya diemban oleh seorang dokter atau
perawat, melainkan tanggungjawab setiap orang.
Pendampingan dan perhatian manusiawi yang
diberikan merupakan wujud solidaritas dan ungka
pan panggilan hidup kita. Penderitaan si sakit merupakan penderitaan pendamping, karena pada suatu
saat setiap orang pernah atau akan mengalami sakit.
Pendampingan juga merupakan wujud keikutsertaan Gereja dalam keprihatinan dan kasih Kristus
kepada orang sakit dan berdosa (Pedoman Umum
Liturgi Orang Sakit” no. 4).
Pendampingan pastoral terhadap mereka yang
menderita pertama-tama berarti terlibat secara pribadi, memperhatikan dan menghadirkan Allah
kepada mereka. Dalam hal ini pendamping perlu
menyadari bahwa dia tidak berusaha melepaskan
dan menjatuhkan orang dari penderitaannya. Pendampingan dimaksudkan untuk meringankan
penderitaan si sakit dan membebaskannya dari
belenggu keputusasaan dan penolakan. Pendampin
gan juga dimaksud untuk menumbuhkan kembali
semangat mereka, memberikan pengharapan baru
dan membuatnya sadar kembali bahwa kehidupan
di dunia ini sementara. Pendampingan mesti memberdayakan keinginan si pasien untuk sembuh,
menguatkan kekuatan untuk perjuangan hidup yang
sudah (Melemah) atau mengantarnya untuk pasrah
dalam iman menerima kematian. Pendamping harus
secara bertahap mengantar si sakit untuk menerima
kenyataan sakitnya dan menerima hidupnya sebagai
anugerah. Ia diharapkan bisa membawanya pada
keterbukaan dan kebesaran hati untuk menerima
kehendak Sang Pencipta.
b. Pelayanan Liturgi Sakramental
1) Sakramen Tobat
Hidup manusia rapuh sehingga manusia kadang
jatuh ke dalam dosa dan jauh dari kehendak
Allah. Dalam keadaan seperti itu, Yesus datang
mengulur kan tangan agar manusia bangkit dan
kembali berada di jalan yang benar. Yesus lebih
banyak berbicara tentang pengampunan dari
pada tentang dosa. Ia memaklumkan
48
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
pengampunan dosa dan pewartaan-Nya, mengu
raikannya dengan perumpamaan–perumpamaan
dan membuat orang mampu mengalaminya
dalamperjamuan makan bersama dengan Dia
(Mrk 2:5). Ia ke mudian mengajak para muridNya untuk mela kukan hal yang sama. Perintah
Yesus untuk memaklumkan pengampunan dosa
merupakan bagian dari pesta Paskah (Yoh
20:23). Dengan demikian, Yesus menghendaki
supaya Gereja melanjutkan karya penyembuhan
dan penyelamatan itu (KGK no. 1421).
Sakramen Tobat memberikan rahmat perdamaian dengan Allah. Sakramen ini member
kan kepada kita rahmat Allah dan menyatukan
kita dengan Dia dalam persahabatan yang erat.
Dengan demikian, kita memperoleh kembali
martabat dan kekayaan kehidupan anak-anak
Allah yakni persahabatan dengan Allah. Perdamaian dengan Allah menuntut pula per
damaian dengan diri kita sendiri, sesama dan
seluruh ciptaan. Oleh sebab itu, tobat selalu
mengandaikan rekonsiliasi dengan mereka yang
terluka karena dosa-dosanya (KGK no. 1421).
Sakramen ini juga mendamaikan seseorang
dengan Gereja. Buah yang satu ini erat kaitannya dengan aspek sosial dosa. Dosa seseorang
memperlemah atau memutuskan persekutuan
sebagai anggota Gereja. Dosa satu orang meno
dai yang lain. Dengan sakramen ini, persauda
raan diperbarui dan diikat kembali. Pendosa
diterima kembali ke dalam persekutuan Gereja
(KGK no. 1469).
Selain menuntut rekonsiliasi dengan Tuhan dan
sesama, KGK no. 1469 menyatakan bahwa sakramen ini juga memuat panggilan berhadapan
dengan kenyataan kejahatan. Panggilan dari
orang yang telah dibebaskan dari dosa itu
adalah melawan setiap kejahatan dan sekaligus
selalu mengusahakan kebenaran dan ke damaian di permukaan bumi ini. Orang beriman
yang telah disembuhkan harus saling membantu
dalam mengamalkan pertobatan dan beker
jasama dengan semua orang yang berkehandak
baik demi terciptanya tatanan dunia yang adil,
benar, damai dan penuh cinta.
2) Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Orang sakit, terutama yang sakit parah, memerlukan bantu rahmat agar ia tidak jatuh ke
dalam kehampaan, keputusasaandan godaan.
Kristus melalui gereja dengan Sakramen Pengurapan Orang Sakit menguatkan mereka yang
sakit (Pedoman Umum Liturgi, no. 5). Dalam Injil
diungkapkan bahwa Yesus berulang kali
menaruh belas kasih kepada orang sakit,
menghibur dan menyembuhkan mereka. Juga
diceritakan Bahwa Yesus pun menaruh harapan
agar para murid-Nya berbuat demikian. Harapan
Yesus itu terwujud dalam Sakramen Pengurapan
Orang Sakit. Dalam sakramen ini, Gereja mendoakan warganya yang sakit dan mengurapinya
dengan minyak. Gereja mempercayakan dia
kepada Kristus dan mengajak orang sakit untuk
menggabungkan diri dengan sengsara dan wafat
Kristus (Pedoman U m u m L i t u r g i t e n t a n g
orang sakit, no. 198).
penebusan dan penyelamatan dari Tuhan. Manusia
membutuhkan penyembuhan dan pendamaian
dengan Allah.
Sakramen Pengurapan Orang Sakit memberikan
pertama-tama rahmat Roh Kudus. Oleh rahmat itu,
orang sakit dibentuk untuk memperoleh keselamatan, diperkuat dalam kepercayaan kepada Allah,
hatinya ditabahkan dan ia diperkuat untuk melawan godaan-godaan dan rasa takut akan kematian.
Dengan kata lain, orang sakit memperoleh kekuatan, ketenangan dan kebesaran hati untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh
penyakitnya berkat sakramen ini. rahmat itu juga
membawa kesembuhan. Bantuan Tuhan melalui
kekuatan Roh-Nya membawa orang sakit menuju
kesem buhan jiwa dan juga kesembuhan badan jika
sesuai dengan kehendak Allah (KGK no. 1520).
d. Peristiwa sakit dan berdosa dapat menggoncangkan
kehidupan manusia, baik kehidupan pribadinya,
relasinya dengan orang lain maupun kehidupan
religiusnya. Dalam keadaan seperti itu, manusia
mendambakan kesembuhan dan pemulihan.
Dambaan itu terpenuhi dalam Kristus yang lewat
Gerejanya mempercayakan Sakramen Tobat dan
Sakramen Pengurapan Orang Sakit.
Selanjutnya, KGK menyatakan, rahmat lain yang
diberikan oleh sakramen ini adalah pengampunan
dosa. Berkat sakramen ini, orang sakit memperoleh
pengampunan dosa. Surat Yakobus melukiskan hal
ini demikan, “Jika ia berbuat dosa, maka dosanya itu
akan diampuni” (Yak 5:51).
Sakramen ini juga memberikan kekuatan kepada
orang sakit untuk mampu menyatukan dirinya
dengan penderitaan Kristus. Dengan kata lain,
orang sakit menerima kekuatan dan anugerah
untuk mampu mempersatukan diri lebih erat lagi
dengan sengsara Kristus. Dengan sakramen ini,
Gereja mempercayakan orang sakit kepada Tuhan
yang telah sengsara, wafat dan dimuliakan dengan
kayak inan dan harapan bahwa Tuhan akan mem
berikan ketabahan dan keselamatan kepadanya.
Dengan demikian, Gereja mengajak orang sakit
untuk rela menggabungkan diri dengan sengsara
dan wafat Kristus (KGK no. 1521).
F. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan beberapa hal berikut:
a. Sakit dan dosa adalah realitas hidup manusia.
Realitas ini juga menimpa orang beriman.
Walaupun setiap orang akan mengalaminya,
namun tanggapan dan reaksi orang bisa bermacam-macam. Tanggapan dan reaksi seorang
terhadap sakit dan dosa sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan, agama, iman dan disposisi batin
nya.
b. Hubungan sakit dan dosa merupakan suatu
soal rumit dan sulit. Pandangan bahwa dosa
adalah penyebab penyakit dan sakit adalah
tanda berdosa masih tertanam dalam segelintir
umat Katolik. Mareka beranggapan bahwa
penyakit tertentu adalah hukuman Tuhan atas
dosa seseorang. Di pihak lain, sebagian lagi tidak
menerima pendapat itu. Gereja tampaknya
masih melihat ada kaitan antara keduanya.
c. Kenyataan sakit dan dosa menunjukkan sisi
kelemahan dan kerapuhan manusia. Manusia
tergantung dari Allah. Kenyataan itu juga
mengatakan bahwa manusia membutuhkan
e. Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang
Sakit ternyata memberikan buah-buah yang sangat
bernilai dan berharga bagi hidup seorang Katolik.
Kedua sakramen ini memberikan kesembuhan
dalam artian luas, bukan hanya sebatas fisik saja.
Keduanya merupakan suatu kekayaan dalam Gereja
Katolik. Namun yang lebih penting adalah bagaimana mempromosikan kedua sakramen ini; terlebih-lebih Sakramen Tobat yang semakin kurang
diminati oleh umat Katolik dan mungkin juga kaum
religius.
2. Saran
a. Perlu memberikan pemahaman yang tepat kepada
umat perihal kaitan antara sakit dan berdosa.
Tetapi segera diawaskan bahwa tidak bisa dikatakan setiap orang sakit menderita karena dosanya
atau setimpal dengan dosanya (sebagai hukuman
dari Allah).
b. Perlu mempromosikan Sakramen Tobat dan
Sakramen Pengurapan Orang Sakit; terlebih-lebih
Sakramen Tobat. Untuk itu, katekese yang tepatguna perlu dipikirkan dengan lebih serius.
Referensi
Ardhi, FX. Wibowo. (1994). Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Yogyakarta:
Kanisius.
Banawiratma, J.B. (1998). ”Kerajaan Allah”, dalam Frans Harjawiyata, (ed.) Yesus
dan Situasi ZamanNya. Yogyakarta: Kanisius.
Chang, William. (2001). Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Dokumen Konsili Vatikan II. (1993). Diterjemahkan oleh R. Hardawirya. Jakarta:
Obor.
Go, Piet. Hidup dan Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius, 1984.
Jacobs, Tom. (2007). Syalom Salam Selamat. Yogyakarta: Kanisius.
Kieser, B. (ed.). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit. Yogyakarta dan
Ende: Kanisius dan Nusa Indah, 1984.
Katekismus Gereja Katolik (KGK). Ende: Arnoldus, 1998.
Kusmas (2002). Dari Sakit dan Berdosa kepada Kesembuhan: Beberapa Gagasan
tentang Sakit dan Berdosa untuk Pendampingan Pastoral [paper] tanpa tempat
penerbit.
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). (1974). Alkitab, Ende: Arnoldus.
Maas, Kees. (2013). Teologi Moral Tobat. Ende: Nusa Indah.
Mariyanto, Ernest. (2004). Kamus Liturgi Sederhana, Yogyakarta: Kanisius.
Martasudjita, E. (2001). Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi. Revisi
untuk Pengantar Liturgi. Yogyakarta: Kanisius.
---------. (2003). Sakramen-sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis,
dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.
“Pedoman Umum Liturgi Orang Sakit. ( 1990). Dalam Bina Liturgia. Jilid 2 H. Jakarta:
Komisi Liturgi KWI-Obor.
“Pedoman Umum Tata Cara Tobat” (1990). Dalam Bina Liturgia. Jilid 2 H. Jakarta:
Komisi Liturgi KWI-Obor.
Paulus II, Paus Yohanes. Surat Apostolik Salvifici Doloris (Penderitaan yang
Menyelamatkan). Seri Dokumen Gerejawi no. 29. Diterjemahkan oleh J. Hadiwikarta.
Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1993.
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
49
Oase
Wanita dan Multi Perannya
Oleh : Irmina Roni Kurniastuti, S.PD
(Sekretaris Pimpinan Direktur Pendidikan Katolik)
B
erbicara tentang wanita tentu tidak akan lepas akan perannya entah itu di dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat dan juga bernegara. Namun sebelum kita melangkah lebih jauh, penulis mengajak bersama
untuk mengenal lebih siapa yang disebut” wanita atau “ibu” adalah sosok yang tidak akan lepas dari kehidupan kita di
waktu kita masih kecil hingga menjelang dewasa bahkan sampai kita tua akan selalu mengingatnya. Tanpa sosok seorang
ibu kita tidak akan pernah bisa hadir di muka bumi ini. Bahkan banyak orang-orang hebat yang lahir berkat mendapat
dukungan dari sosok ini. Sosok ini sangat lembut, penuh kasih-sayang dan perhatian bahkan nilai perjuangannnya
sungguh mulia. Dialah seorang wanita atau bisa kita memanggil ibu, mama bahkan simbok (dalam bahasa jawa) atau
istilah lain yang sesuai dengan panggilan masing-masing daerah. Dalam arus globalisasi ini seorang perempuan dituntut
untuk mampu mempunyai peranan, yang tidak hanya sebagai ibu di dalam kehidupan rumah tangga, dalam kehidupan
rumah tangga, dalam kehidupan menggereja namun juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perubahan alam yang begitu panjang ini menuntut wanita sebagai wanita yang modern, yang mampu berkiprah dalam
pembangunan bangsanya. Peranan wanita sangat strategis dalam mensukseskan pembangunan bangsa, diantaranya:
1. Peran wanita dalam kehidupan berkeluarga
Wa nita merupak an benteng uta ma di dalam
keluarga, peningkatan kualitas sumber daya manusia
dimulai dari peran wanita itu dalam membimbing,
mengarahkan, mendidik anak-anaknya sebagai generasi
bangsa dan juga seluruh anggota keluarga lainnya.
Pendidikan iman dimulai dari keluarga, namun yang
utama peran seorang ibu, bagaimana ibu mengajarkan
anaknya cara berdoa, mengajak anak-anaknya untuk
mengikuti perayaan ekaristi di gereja dsbnya. Hal-hal
yang sederhana mulai ditanamkan sejak dini wanita di
dalam keluarganya.
2. Peran wanita dalam bidang Pendidikan
Hal yang tak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan data
statistik kependudukan bahwa wanita lebih banyak
daripada laki-laki dan hal ini tentu saja menimbulkan
problematika khususnya dalam hal ketenagakerjaan,
maka perlu adanya pengembangan potensi yang ada
pada diri wanita tersebut melalui pendidikan dan
pelatihan yang berlanjutan sehingga diharapkan wanita
mampu menumbuhkan rasa percaya diri untuk
mengembangkan bakat-bakat atau potensi yanga ada
didalamnya, sebuah pemikiran yang penuh inovasi dan
mampu bekerja secara profesional dan penuh
tanggungjawab diharapkan wanita semakin menempati
posisi yang lebih terhormat dalam mengangkat derajat
bangsa.
3. Peran wanita dalam bidang perekonomian
Pertumbuhan ekonomi pasti akan memacu
perindustrian dan peningkatan pemenuhan kebutuhan
akan kualitas dalam meningkatkan taraf hidup dan di
sektor ini perempuan pegang peranan penting
didalamnya yakni melalui berbagai jalur
kewirausahaan, wanita bisa berkarya menciptakan
sebuah karya dan kreasi yang penuh inovatif, kreatif
dan modern yang mampu menghasilkan dan
meningkatkan taraf hidupnya bersama keluarga.
50
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Peran wanita dalam Kehidupan rohani Katolik;
sejarah tokoh wanita pemberi konstribusi
Dalam Kitab suci Perjanjian lama, apakah wanita
mempunyai peranan yang sama seperti kehidupan wanita
pada zaman globalisasi? Sebuah pertanyaan yang
mendasar, bahwa pada awal mulanya, menurut adat
Yahudi wanita belum begitu tampak perannya, khususnya
dalam hal kehidupan beragama, kaum laki-laki lebih diberi
tempat dan pengharagaan yang baik pada zaman Yahudi.
Namun denga n k ehadiran Yesus Kristus untuk
mewartakan karya keselamatan bagi umat manusia, Yesus
memulai karya-Nya dengan memperkenalkan sosok Bunda
Maria, Yesus pertama kali memperkenalkan Bunda Maria
dalam banyak peristiwa, waktu perjamuan di Kana, waktu
Yesus Kecil sampai memanggul salib di Golgota, Bunda
Maria sebagai Ibu-Nya, namun juga mewakili semua
Wanita, sebagai ibu semua bangsa (Yoh. 19: 26-27) dstnya.
Dalam doktrin Katolik, peran dan keterlibatan
seorang wanita terwujud dalam diri Bunda Maria, Yesus
hendak menunjukkan kepada wanita bahwa mereka punya
peranan yang penting, kita tahu dalam banyak pertistiwa
kita bisa melihat bagaimana wanita mempunyai peranan
dengan Yesus menunjukkan bahwa melalui wanitalah
maka kehidupan ada, bagaimana Yesus menunjukkan
dalam banyak peristiwa penting dalam melibatkan wanita
yaitu Malaikat Gabriel memberi kabar kepada Bunda
Maria, Waktu Yesus berumur 12 tahun, peristiwa di Kana
sampai Yesus disalibkan. Peristiwa-peritiwa itu menjadi
sebuah pembelajaran bagi kaum wanita bahwa kaum
wanita mulai mendapat tempat dan penghargaan pada
masyarakat Yahudi pada waktu itu. Dalam Perjanjian Baru,
banyak hal Yesus melibatkan Wanita, orang yang diberi
pesan adalah seorang wanita, pada saat Yesus di dera dan
dalam perjalanan ke bukit Golgota, Veronikalah yang
mengusap wajah Yesus dengan sepotong kain. Demikian
kita juga dipanggil Tuhan sebagai perpanjangan tanganNya untuk mengajak kaum wanita terlibat dan bergerak
untuk memajukan bangsa dan Negaralah. sebab pada
wanitalah tumpuan bangsa ini tegak berdiri. Semoga kita
mampu menjadi wanita-wanita yang tangguh dan
mempunyai dediaksi yang tinggi untuk kemakmuran
bangsa dan negara. Semoga
Pojok
Ini Indonesia, bukan Endonesia:
Sudah 70 Tahun,
Mari Perjuangkan Toleransi dan Kerukunan!
“Mengembara ke Tuban, Mencari Angsa;
Negaraku sudah 70 Tahun, Pertanda sudah Dewasa.”
Tidak terasa, Indonesia memasuki usia 70 tahun. Usia
kemerdekaan yang sudah dewasa. Usia matang yang menjadikannya berdiri
dengan tiupan angin kencang; berbagai persoalan silih berganti menarinari mencari tempat nyamannya sendiri-sendiri. Masalah-masalah itu, tidak
jarang membuat bangsa yang besar ini terombang-ambing. Jangankan dari
luar, di dalam pun kita bertengkar, berselisih. Pertengkaran dan perselisihan
itu kalau dimaknai dalam seni, maka ia menjadi warna nada kehidupan
yang membuat kita menyadari betapa Tuhan memberi semua itu tentu ada
maksudnya. Maksud apa? Tentu maksud baik, dong!
Beberapa waktu lalu, kita mendengar lagu “Kebyar-Kebyar” (yang aslinya dinyanyikan Alm. Gombloh) di-recycle oleh Arkarna,
sebuah band besar dari negeri seberang. Sempat menjadi obrolan ringan di Subbag Sistem Informasi, ketika menyadari bahwa vokalis
Arkarna menyebut kata Indonesia dengan benar. I-N-D-O-N-E-S-I-A. Banyak lho warga Negara kita sendiri dengan lantang dan
tanpa beban menyebut Indonesia dengan Endonesia (hayo, ngaku, apakah kamu termasuk?) Nggak enak banget dengarnya. Sama
juga, kalau kita menyebut Inggris dengan Enggris, atau Irlandia dengan Erlandia, India menjadi Endia. Kalau bisa punya nama panggilan,
mereka (Negara-Negara itu) mungkin saja -oleh kita- bisa disapa dengan Irlan, atau Erlan, atau Endi? Tidak elok untuk nama sebuah
Negara, bukan? Bukan itu saja, Negara-negara itu bisa marah besar, lho. Ini juga yang sering dingatkan oleh Pemimpin Paduan Suara
Bimas Katolik, Yohanes Sutarto, ketika menyanyikan Indonesia Raya: Bukan Endonesia, tetapi Indonesia. Ingat, “I” bukan “E”,
Indonesia! Lucu juga, ya. Padahal, huruf E dan I, kan, diantarai oleh tiga huruf lain. Jauh banget. Atau mungkin karena dalam bahasa
Inggris, E itu dibaca i? Tapi, kita kan orang Indonesia. Jelas pakai bahasa Indonesia, dong. Nggak usah berdebat soal ini, apalagi
bergaya pakai bahasa Inggris, deh. Yang benar pakai I :)
Indonesia, dengan ribuan pulau dan suku bangsa beragam, sebuah Negara besar dengan jumlah penduduk terbilang besar di
antara Negara-negara lain di belahan bumi ini. Negara yang dijuluki Negara Demokratis dan Negara Toleran. Hah? Toleran? Konflikkonflik itu? Tidak ada konflik murni karena agama. Begitu kata Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, saat kami mewawancarainya beberapa
waktu lalu. Beliau mengatakan banyak konflik yang terjadi mengatasnamakan agama. Isu agama adalah yang paling “enak” dipakai.
Mengelolanya menjadi sebuah konflik tidaklah susah. Sekarang, tinggal bagaimana kita memberi ruang kepada hati kita untuk tetap
melihat perbedaan sebagai sebuah keindahan. Soal memberi ruang kepada hati, itulah yang disebut Dirjen Bimas Katolik, Bapak
Eusabius Binsasi dengan heart set. Tidak cukup mind set atau culture set. Keren, kan? Masih ingat sepuluh RACUN yang oleh Bapak
Dirjen kita diminta untuk menjauhinya? Atau KOMPAK-nya Pak Sekretaris? Jangan-jangan sudah lupa. Hayo, buka Buletin yang
lama! Ini juga mengapa Majalah Bimas Katolik penting untuk dibaca, karena informatif dan edukatif.
Indonesia, usianya kini sudah 70 tahun. Namun, sedih juga sih, dulu saja Gombloh sudah bercerita tentang negeri ini yang
sudah rawan (dalam lagunya: Berita Cuaca). Dan hari ini, masih juga rawan. Bukit-bukit pun telanjang berdiri. Gombloh bahkan telah
lama berceritera kisah ia didongengkan ibunya tentang jaya nusantara lama, tentang (Tata Tentrem) Kerta Raharja. Untuk diingat saja,
konsep Tata Tentrem Kerta Raharja ini berawal dari konsep Prabu Wastu Kencana atau Prabu Siliwangi ke-2 dalam prasastinya, yang
intinya berisi, “bila ingin jaya bernegara, harus mampu membangun kekuatan dengan kedamaian, dan dengan kerendahan hati.”
Bagaimana kita bangun Negara ini dengan damai dan dengan rendah hati? Kabarnya, sih, sederhana saja. Bisa saja salah
satunya dengan membangun refleksi atas lagu ini: Berita Cuaca, dan kemudian membuat catatan, apa saja yang sudah kita lakukan
untuk bangsa ini, juga apa yang mau kita lakukan. Lagu ini sungguh menyayat hati, bisa nangis saat mendengarnya. Swear, nggak
lebay. Merenungkan kebesaran tanah air, tetapi menghadapi kenyataan anak bangsa sendiri saat ini suka berkelahi. Entah, apa yang
dicari, entah apa yang dituju. Konflik sosial terjadi dimana-mana.
Pada acara Seleksi Tilawatil Qur’an di Asrama Haji, Pondok Gede, Paduan Suara Bimas Katolik menyanyikan dengan indah
Mars MTQ. (Atas inisiatif sendiri) dengan berbalut busana muslim, kopiah dan hijab, Paduan Suara ini memberi penampilan terbaiknya
di depan Menteri. Yang serunya, ketika MC (Master of Ceremony) memperkenalkan Paduan Suara yang membawakan Mars MTQ ini
adalah Paduan Suara dari Ditjen Bimas Katolik, sontak para hadirin memberikan applause. Bangga, dong! Betapa toleransi ini kita bisa
gaungkan dengan cara apa saja. Juga dengan bernyanyi. Orang Katolik bahkan percaya, qui bene cantat bis orat: Menyanyi dengan
baik, sama dengan dua kali berdoa. Kemenag boleh jadi motornya. Motor penggerak toleransi dan kerukunan. Kita sudah
melakukannya dengan baik. Demi Negara yang sudah 70 tahun, ini, mari kita berikan yang terbaik. Di rumah, sebagai orangtua, kita
bisa mendongengkan anak kita tentang perjuangan para Pahlawan agar mereka tidak kehilangan jejak sejarah bangsa karena terbawa
arus globalisasi.
Akhirnya, dengan semangat “45”, tetapi juga tidak terlampau serius, mari, bersemangat memberikan apa yang bisa kita berikan
untuk Bangsa ini. Jangan biarkan pohon dan rumput enggan bersemi dan burung pun malu bernyanyi kembali di Negeri tercinta ini.
Merdeka!
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
51
Galeri
Perayaan 70 Tahun Kemerdekaan RI
Mereka yang menerima Satya Lencana 10, 20, dan 30 Tahun Berkarya.
Selamat!
52
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
53
54
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
Audiensi Anggota DPRD Kab. Sekadau , Kalimantan
Barat, 8 Mei 2015
Rapat Pengembangan Struktur, 6 Juni 2015
Raker Kemenag dengan Komisi VIII DPR RI, 10 Juni 2015
Rapat Konsinyering dengan DPD RI, 22 Juni 2015
Halal bi Halal Menag dengan PNS Kemenag, 23 Juli 2015
Rapat Pengadaan Barang dan Jasa, 23 Juli 2015
Audiensi Pemuda Katolik dengan Dirjen Bimas Katolik,
7 Agustus 2015
Rapat dengan Auditor BPKP, 11 Agustus 2015
Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015
55
Foto Atas
Foto Bawah
:
:
Upacara Perayaan HUT Kemerdekaan RI, Senin, 17 Agustus 2015
Penerima Satya Lencana 10, 20 dan 30 Tahun Mengabdi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik,
Senin, 17 Agustus 2015
Download