Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 ISSN 0853-7127 Prof. Dr. Komaruddin Hidayat: Kinerja Berbuah Rahmat bagi Bangsa Wawancara: Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi Eselon II DITJENBIMAS Katolik: Menggaungkan Budaya Kerja, Meningkatkan Kinerja PROFICIAT atas Promosi Doktor Bidang Antropologi Bapak Aloma Sarumaha Universitas Indonesia, 7 Juli 2015 Salam Redaksi Pelindung: Direktur Jenderal Bimas Katolik Merdeka! Penasihat: Sekretaris DITJENBIMAS Katolik Penanggungjawab: Yohanes Dwimbo Kamil Ketua: Yohan Koesmantoro Dewan Redaksi: Sumardiyono Alexander Joko Kurnianto Pormadi Simbolon Seven Simbolon Maria Loek Nama Masang Marcus Supriyanto Bhethania Bahar Barani Albertus Nugroho Budi Pranoto Yosephina S. Djeer Alamat Redaksi: Jln. MH. Thamrin No. 6, Jakarta Pusat Majalah Bimas Katolik hadir lagi menyapa pembaca, menyajikan berbagai informasi seputar program dan kegiatan di lingkungan DITJENBIMAS Katolik. Harapannya, berbagai program dan kegiatan ini tersampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk sosialisasi melalui media ini. Dengan memadukan tema besar INPRINTAK dengan berbagai momen penting sepanjang bulan Mei sampai dengan Agustus 2015, Ma ja l a h B i ma s Ka tol i k sema kin b er wa rna . Menampilkan beberapa Tokoh penting yang bicara lugas tentang INPRINTAK, juga beberapa sajian liputan Pusat dan Daerah, serta rubrik lainnya yang menarik untuk dibaca. Redaksi mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah menyumbang artikel sehingga memperkaya isi Majalah Bimas Katolik. Ada beberapa artikel yang belum sempat dimasukkan pada edisi ini, dan akan coba diramu untuk edisi berikutnya. Semoga ini menjadi motivasi bagi kita semua untuk berkarya melalui pengembangan bakat ilmiah dalam bentuk tulisan. Akhirnya, Redaksi mengucapkan selamat membaca, semoga informasi yang disajikan bisa menambah wawasan, dan terutama informasi program dan kegiatan dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat sebagai bentuk pelayanan Bimas Katolik kepada masyarakat Katolik dan kepada Negara. Pro Ecclesia et Patria! e-Mail: [email protected] Keterangan foto cover: Mgr. P.C. Mandagi, MSC menyambut Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin pada pembukaan Rapat Pleno Nasional Komisi HAK KWI Majalah Bimas Katolik menerima tulisan berupa: liputan berita/opini/artikel lainnya yang sesuai dengan visi dan misi DITJENBIMAS Katolik. Kriteria tulisan: asli, bukan plagiasi, bukan rangkuman pendapat/buku orang lain, tidak menyinggung Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain termasuk blog, dan tidak bisa dikirim bersamaan ke media/ majalah lain. Setiap tulisan disertai identitas lengkap (nama, pekerjan, alamat, nomor kontak), foto penulis, dan foto-foto penunjang tulisan. Tulisan diketik dengan spasi satu setengah, font times new roman, size 12, maksimal 3 (tiga) halaman, ukuran kertas A4. Tulisan yang dimuat akan mendapat 1 (satu) eksemplar Majalah Bimas Katolik. Tulisan yang tidak dimuat akan dikembalikan. Tulisan dikirim ke Redaksi Majalah Bimas Katolik melalui e-Mail [email protected] Daftar Isi Serambi .......................................................................................................................................................................... 1 Fokus-1: Prof. Dr. Komaruddin Hidayat ............................................................................................................ Fokus-2: Menggaungkan Budaya Kerja, Meningkatkan Kinerja .............................................................. 2 4 Fokus-3: Laporan Evaluasi Capaian Kinerja Triwulan I dan II ................................................................. Wawancara: Dirjen Bimas Katolik ...................................................................................................................... 7 9 Sorotan: Forum Konsultasi Pejabat Pusat dan Daerah ........................................................................................... 12 Laporan Penyerapan Anggaran TA 2014 Daerah ................................................................................... 14 Rekomendasi ......................................................................................................................................................... Kebijakan: e-MPA ...................................................................................................................................................... 20 21 Liputan Kegiatan: Kegiatan DAPODIK SMAK ................................................................................................................................ 23 Tata Persuratan ................................................................................................................................................... RU APTAK ............................................................................................................................................................... 24 25 Kongres Nasional XVI Pemuda Katolik ....................................................................................................... 25 Pelatihan Katekese di Era Digital .................................................................................................................. 26 Rapat Pleno Nasional Komisi HAK KWI ...................................................................................................... 27 MoU DMS dan Sertifikasi .................................................................................................................................. Bimtek e-MPA ....................................................................................................................................................... 28 30 Profil: Seminari Menengah St. Thomas Rasul, Medan .................................................................................. Dinamika Daerah: 31 Penyusunan Proker Pendidikan Agam dan Pendidikan Keagamaan Prov. NTT ........................ 33 Sinode II Keuskupan Sibolga ........................................................................................................................... 34 Varia: Gembala Baru, Harapan Baru .................................................................................................................... Rakernas Kemenag 2015 ............................................................................................................................ 35 36 Selayang Pandang: SMAK St. Fransiskus Asisi, Larantuka ............................................................ Mimbar: Pesan Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi ............................................................................. 41 43 Opini: Sakit dan Berdoa oleh Bartholomeus Arosi ........................................................................................ 45 Oase: Wanita dan Multi Perannya oleh Irmina Roni Kurniastuti ............................................................. 50 Pojok ................................................................................................................................................................................ 51 Galeri Foto .................................................................................................................................................................... 52 Serambi P ada Hari Amal Bhakti Kementerian Agama RI ke-69 tanggal 3 Januari 2015 lalu, Menteri Agama menyampaikan bahwa Kementerian Agama berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai integritas, profesionalitas, inovatif, tanggung jawab, dan keteladanan sebagai ruh budaya kerja kementerian. Menteri Agama juga mengajak agar nilainilai tersebut diimplementasikan sehingga membawa dampak bagi perubahan mental birokrasi dan mewarnai wajah organisasi kementerian. Amanat Menag ini, kembali ditempatkan Majalah Bimas Katolik sebagai Fokus penyajian edisi ini. Diawali dengan harapan dari seorang cendekiawan muslim, tokoh nasional, dan Guru Besar Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, menjadi inspirasi para apatur negara dalam menjalani tugas dan tanggungjawabnya sebagai PNS. Komaruddin menegaskan bahwa jabatan dalam kepemerintahan, mulai dari tingkat Pimpinan hingga jajaran dibawahnya, merupakan anugerah karena tidak setiap orang menerima amanat khusus ini. Maka ia pun berharap agar kinerja tiap pegawai, menjadi rahmat pula bagi bangsa. Dan harapan ini diwujudkan dalam program layanan dan bimbingan masyarakat Katolik melalui kegiatan dan bantuan. Penjelasan yang disampaikan oleh para Pejabat Eselon II, yakni Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Direktur Urusan Agama Katolik, dan Direktur Pendidikan Katolik, memberikan gambaran tentang implementasi ke-lima budaya kerja tersebut. Di Bidang Sekretariat, berkomitmen menjalankan Tusi sesuai dengan delapan area yang disasar Reformasi Birokrasi, sebagai pelayanan yang berdaya guna dan tepat sasaran. Sebagai Pimpinan di unit Eselon II, Direktur Urusan Agama Katolik pun berupaya melakukan koordinasi tugas minimal sebulan sekali, untuk menggaungkan nilai-nilai budaya kerja ini. Misalnya, dalam rapat-rapat pimpinan dengan seluruh pejabat dan staf di Direktorat tersebut. Forum ini juga sebagai media evaluasi kinerja atas apa yang telah dihasilkan tiap pegawai. Pendekatan personal pun, kerap dilakukannya dengan memantau kehadiran dan kinerja para stafnya. Menurutnya, salah satu fungsi manajemen adalah kontrol atau pengawasan. Dan itu dilakukannya setiap hari sebagai salah satu upaya menanamkan budaya kerja. Inovasi yang dilakukan adalah, persiapan pembentukan Badan Amal Katolik yang rencananya bakal menggandeng pihak Gereja dan kaum profesional untuk urun rembuk dan mendukung pendiriannya. Sedangkan pada tingkat pendidikan dasar, seperti yang disampaikan Direktur Pendidikan Katolik, tengah dilakukan sosialisasi Pedoman PAUD Taman Seminari kepada masyarakat sehingga semakin banyak PAUD Taman Seminari dibuka di berbagai Provinsi di seluruh Indonesia. Pendidikan menengah diupayakan sosialisasi PMA tentang Pendirian SMAK serta pembenahan dan peningkatan jumlah SMAK yang saat ini sudah mendapat Ijin Operasional. Kinerja keseluruhan selama pertengahan tahun berjalan ini pun, dilengkapi dengan Laporan Evaluasi Capaian Kinerja Triwulan I dan II Ditjen Bimas Katolik – Kementerian Agama RI. Selama pertengahan tahun anggaran berjalan, Ditjen Bimas Katolik telah mencapai kinerja dengan penilaian persentase sebesar 26,21%. Penilaian itu mengacu kepada program sasaran strategis dalam hal Peningkatan Kualitas Kehidupan Umat Beragama Katolik, Peningkatan Kualitas Kelembagaan Agama Katolik, Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat Beragama Katolik, Peningkatan Kualitas Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik, serta Meningkatnya Akuntabilitas Tata Kelola. (MM) Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 1 Fokus-1 Prof. Dr. Komaruddin Hidayat: Kinerja Berbuah Rahmat bagi Bangsa Gagasan untuk mengembangkan lima budaya kerja lewat INPRINTAK melalui iklim kerja di Lingkungan Kementerian Agama, harus memberi nilai pula dalam pelayanan dan prestasi kerja tiap aparatur. Kementerian Agama pun, harus menjadi Rahmat Bagi Indonesia. D alam sebuah kesempatan, cendekiawan muslim, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat pernah mengungkapkan bahwa di tengah situasi ekonomi dan politik bangsa saat ini, agama harus tampil sebagai ajaran moral, yang memberikan pencerahan bagi umat beragama. Sebagai institusi Pemerintah yang bertanggung jawab dalam memupuk dan menumbuhkan kaidah-kaidah ajaran agama tersebut, Kementerian Agama memiliki kewenangan mengembangkan nilainilai agama tadi. Salah satunya, pembinaan akhlak umat melalui berbagai kegiatan dan program bantuan, maupun upaya-upaya kerukunan lainnya. Peran mulia ini harus didukung pula oleh para aparatur penggeraknya yang memiliki integritas dan profesional, seperti yang tertuang dalam lima nilai budaya kerja kementerian. Menanggapi hal ini, Prof. Komaruddin menekankan bahwa pembinaan internal pegawai, sangat dipengaruhi oleh keteladanan pimpinananya. “Pimpinan, baik di tingkat Eselon I, Eselon II, maupun Eselon III harus bisa menginspirasi stafnya dan diterima oleh semua masyarakat,” ungkap Prof. Komaruddin kepada tim Majalah Bimas Katolik (Maria Masang dan Joice), yang menemuinya di ruang kerja beli au di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif H i d a y a t ul l a h — J a k a r ta , beberapa waktu lalu. 2 Selama ini, menurut Rektor UIN yang telah menjabat selama dua periode 2006–2010 dan 2010–2015 ini, upaya Kementerian di bawah kepemimpinan Menag Lukman Hakim Saifuddin, telah menumbuhkan s uasana kerukunan yang Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 kondusif. “Beliau mampu memberikan perlindungan terhadap kehidupan peribadatan umat, dan memiliki komunikasi politik yang bagus sehingga bisa diterima masyarakat,” papar Prof. Komaruddin. Kini tinggal bagaimana kinerja para staf di bawahnya untuk mempertahankan kebijakan Pimpinan tersebut melalui komitmen lima nilai budaya kerja atau visi yang diemban. Apakah bawahannya bisa menjabarkan dan melaksanakan visi Menteri atau tidak?” tandasnya. Secara dogma, beribadah adalah tanggung jawab pribadi seseorang dengan Sang Khalik. Namun upaya menumbuhkan kehidupan peribadatan di tengah masyarakat yang plural dan Pancasilais, menjadi amanah Negara kepada Kementerian Agama, termasuk Ditjen Bimas Katolik. “Nah, bagaimana akuntabilitas kerja kita, itulah yang dilihat oleh masyarakat. Sebab menurut saya, kita perlu menjadi Rahmat Bagi Indonesia. Itulah nilai pelayanan kita. Itulah yang dituntut masyarakat juga, hasilnya apa? Kinerjanya bagaimana? Prestasinya apa?” tegas Doktor di Bidang Filsafat Barat di Middle East Technical University—Ankara, Turki, 1990, ini. Ia pun mengusulkan perlu dilakukannya survey terhadap kinerja Kementerian Agama, terutama untuk mengetahui pengendapan lima nilai budaya kerja tersebut kaitannya dalam kualitas pelayanan. “Perlu ada penelitian tentang akuntabilitas kementerian. Maka harus didukung dengan data-data yang akurat juga. Bagaimana programnya, apakah sampai kepada target sasaran? Bagaimana pula dengan kebijakan yang telah dihasilkan? Jalan atau tidak? Apa dampaknya bagi kualitas hidup keagamaan dalam masyarakat? Ini harus diteliti sebagai bahan evaluasi dan laporan kepada Menteri. Jangan hanya berkisah pada opini, namun harus ada survey yang obyektif dan transparan,” tutur Guru Besar Filsafat Agama UIN Jakarta sejak 2001 ini. Dalam pengamatan narasumber dan penulis di berbagai media nasional ini, kerukunan yang kerap digaungkan kementerian, telah mencapai hasil yang signifikan. Hal ini terlihat dari komunikasi (dialog) lintas agama yang berlangsung baik. Kehadiran Pemerintah, lewat komunikasi dakwah, juga berpengaruh terhadap hubungan Negara dengan institusi agama. Fakta menyejukkan semacam inilah, yang seharusnya didukung lewat profesionalitas kerja para stafnya. “Bagaimana dengan kualitas pelayanan pendidikan, misalnya? Birokrasi di tingkat Dirjen pun, harus diteliti untuk mengetahui kinerjanya,” ungkap Dosen Pascasarjana UIN Jakarta, Universitas Indonesia, STF Driyarkara, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Bankir Indonesia ini. Menurut Chairman pada Indonesia Procurement Watch dan Dewan Pertimbangan Pendidikan DKI Jakarta ini, agama memiliki peran yang amat vital dalam pembangunan bangsa. Hal itu lantaran, pertama Kementerian Agama bersama dengan Kementerian Luar Negeri, bermitra dalam hal menakar konflik keagamaan yang ada di Timur Tengah. “Jangan sampai kemudian merembet ke dalam negeri. Itu kan konflik kepentingan politik bernuansa agama. Negara harus meresponnya melalui dua institusi itu,” tutur penulis buku Memahami Bahasa Agama dan Masa Depan Agama, ini. Kedua, kemitraan yang dibangun antara Kemenag dan Kementerian Dalam Negeri juga Kepolisian RI, sebagai upaya memelihara kerukunan internal bangsa. Profil Kemenag yang unik, di satu sisi membuat regulasi dan di sisi lain menjaga moral agama, menempatkan lembaga ini bekerja secara ikhlas, profesional, dan bersih. Ikhlas, karena pelayanan yang dilakukan tidak hanya menyangkut materi duniawi semata, namun juga memotivasi umat untuk beribadah dan menjalankan nilai-nilai agamanya itu, demi pembangungan bangsa. Maka, di akhir wawancara, peraih Post Doctorate Research Program di Harford Seminary, Connecticut AS dan International Visitor Program (IVP) ke Amerika Serikat ini, berpesan kepada jajaran Kementerian Agama. “Jabatan itu kan, peluang untuk melakukan hal besar bagi Negara, jangan disia-siakan. Hanya segelintir orang yang punya peluang untuk duduk di jabatan tertentu, Kalau mereka diberi kesempatan untuk membuat kebijakan bagi kemajuan bangsa, manfaatkan dengan baik. Itu adalah kesempatan Anda untuk mengabdi pada bangsa. Hilangkan keinginan untuk hanya mencari popularitas atau uang. Itu nggak usah dicari, sudah ada. Yang dicari inovasi membuat sesuatu yang baik dengan jabatan yang ada,” ungkap penulis buku Tragedi Raja Midas, Tuhan Begitu Dekat, Wahyu di Langit dan Wahyu di Bumi, Menafsirkan Kehendak Tuhan, serta Psikologi Kematian, ini. “Nah, bagaimana akuntabilitas kerja kita, itulah yang dilihat oleh masyarakat. Sebab menurut saya, kita perlu menjadi Rahmat Bagi Indonesia. Itulah nilai pelayanan kita. Itulah yang dituntut masyarakat juga, hasilnya apa? Kinerjanya bagaimana? Prestasinya apa?” ~Prof. Dr. Komaruddin Hidayat~ Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 3 Fokus-2 Menggaungkan Budaya Kerja Meningkatkan Kinerja Sejak Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menggaungkan lima nilai budaya kerja (Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung jawab, Keteladanan) di Lingkungan Kementerian Agama RI, seluruh jajaran kementerian, sigap berbenah menanggapi seruan Pimpinan tersebut. Ditjen Bimas Katolik pun, mengimplementasikan lima nilai tersebut melalui program layanan Bimbingan Masyarakat Katolik. Berikut ini rangkuman wawancara tim Majalah Bimas Katolik, seputar pelaksanaan INPRINTAK di Sekretariat dan Direktorat Urusan Agama Katolik, serta Direktorat Pendidikan Katolik. Sekretaris Ditjen Bimas Katolik Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Agustinus Tungga Gempa, memaknai budaya kerja sebagai keyakinan dan nilai bersama yang menjadi pedoman dalam sebuah organisasi, bahkan mempengaruhi perilaku kerja karyawan. “Perilaku yang membudaya inilah, yang mendongkrak kinerja organisasi,” papar Sekretaris. Menurutnya, membangun perilaku kerja, terutama diteladankan oleh Pimpinan. Maka untuk meng implementasikan lima budaya kerja sebagai komitmen bersama, pimpinan perlu memotivasi diri dan lingkungan kerjanya, sehingga pelayanan tugas yang dilakukan dapat bermakna bagi perkembangan institusi maupun umat Katolik. Misalnya, menjalankan program pembinaan umat yang tepat sasaran dan berdaya guna, sesuai yang diamanatkan dalam kesepahaman Reformasi Birokrasi. Dalam hal peningkatan kualitas aparatur, kebijakan Sekretariat telah menetapkan empat yang menjadi pedoman. Pertama, pembinaan dan pengembangan pegawai melalui kegiatan penyediaan data pegawai Bimas Katolik Pusat dan Daerah serta kegiatan pembinaan lainnya. Kedua, rencana pengembangan organisasi, disusun berdasarkan analisa beban kerja tiap pegawai sehingga hasil kerja dapat terukur dan berkualitas sesuai dengan porsi tugasnya. Ketiga, mengadakan Pertemuan Konsultasi Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah, sebagai forum evaluasi kinerja dan perencanaan program Bimas Katolik. Keempat, mengamalkan delapan area Reformasi Birokasi yang terimplementasi dalam SPIP, SOP, dan Renstra 2015–2019. “Untuk melakukan langkah-langkah ini diperlukan koordinasi berkesinambungan di tingkat Eselon II, III, IV dan rapat-rapat umum yang dipimpin Bapak Dirjen,” ungkap Sekretaris. Sebagai pelaksana di Dukungan Manajemen, Sekretariat berkewajiban memfasilitasi kegiatan-kegiatan teknis pada Direktorat Urusan Agama Katolik dan Direktorat Pendidikan Katolik. Seiring perkembangan dinamika umat, maka program teknis pun disesuaikan untuk menjawab kebutuhan umat tersebut. “Disinilah nilai inovasi itu diperlukan, mindset kita perlu menyesuaikan perkembangan itu, kita berpikir dengan konsep out of the box. Hal-hal baru yang bermanfaat bagi umat Katolik,” papar Sekretaris. Misalnya, kegiatan kemitraan Pemerintah (Ditjen) dengan Gereja (KWI) dalam hal penyelenggaraan Pesparani yang nantinya dilembagakan secara legal melalui SK Dirjen. Kebijakan yang memungkinkan adanya kemitraan dengan stakeholder semacam ini, menurut Sekretaris harus terus dikembangkan, sehingga keberadaan dan fungsi kita juga dapat dirasakan oleh umat Katolik dan Gereja. Bila kebijakan berikut implementasi berbuah manfaat, maka sikap dan perilaku individu pun, harus mencerminkan kesesuaian dengan apa yang dilakukan. Nilai integritas, menjadi hal utama dalam membangun birokrasi yang sehat. Hal ini demi mendukung berbagai program kemitraan di bidang agama maupun pendidikan yang selama ini telah dibangun. 4 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 “Birokrasi yang sehat artinya birokrasi yang melaksanakan tugas-tugas sesuai yang digariskan, melalui visi misi dan program. Selanjutnya, bersama-sama sebagai intitusi, berupaya mendaratkan visi misi Ditjen, dengan memberikan pelayanan kepada umat Katolik,” ungkap Sekretaris. Sekretaris pun memberikan penegasan, bahwa komitmen bersama melalui lima budaya tersebut serta tujuan bernegara, harus menjadi semangat pelayanan dalam menjalankan tugas dan fungsi seorang aparatur negara. “Artinya, umat dan Gereja yang kita layani menjadi mitra dalam program-program kegiatan kita, merasakan kehadiran negara melalui kinerja kita sebagai pegawai Ditjen Bimas Katolik,” ungkapnya. Direktur Urusan Agama Katolik Komitmen dalam melaksanakan budaya kerja pun, diungkap Direktur Urusan Agama Katolik, Sihar Petrus Simbolon, harus menjadi kebiasaan yang terinternalisasi dalam diri seseorang tanpa paksaan, karena yakin bahwa apa yang dibuat adalah untuk mencapai tujuan yang baik. “Apakah itu tujuan sendiri atau tujuan bersama di tempat lembaga dia bekerja,” ungkap Direktur Urusan. Dan untuk membudayakan komitmen tersebut, menurutnya, disiplin adalah yang utama. Disiplin dalam hal ketepatam waktu, maupun kesanggupan untuk mengerjakan tugas yang telah diamanatkan pimpinan. Sebagai Pimpinan di unit Eselon II, Direktur berupaya melakukan koordinasi tugas minimal sebulan sekali, untuk menggaungkan nilai-nilai budaya kerja ini. misalnya, dalam rapat-rapat pimpinan dengan seluruh pejabat dan staf di Direktorat tersebut. Forum ini juga sebagai media evaluasi kinerja atas apa yang telah dihasilkan tiap pegawai. Pendekatan personal pun, kerap dilakukannya dengan memantau kehadiran dan kinerja para stafnya. Menurutnya, salah satu fungsi manajemen adalah kontrol atau pengawasan. Dan itu dilakukannya setiap hari sebagai salah satu upaya menanamkan budaya kerja. Dengan pendekatan humanis ini, diharapkan tiap karyawan mampu berinovasi lewat bidang pekerjaanya. “Pemahamannya, the man behind the gun. Sebuah institusi itu maju kalau, orang di dalamnya itu terus berinovasi,” tandas Direktur. Makna inovasi dimaksudkan, menyempurnakan yang sudah ada dan mengkreasi atau menciptakan hal baru yang belum ada. Inovasi yang dibuat Diretorat Urusan saat ini, adalah menyusun pemberian nomor registrasi rumah ibadat sesuai by name dan by address, dan mengupayakan pembentukan Badan Amal Katolik Nasional dengan dukungan Gereja (KWI) serta pengusaha Katolik. Menurut Direktur, inovasi yang dibuat sebuah institusi, menunjukan profesionalitas karyawan atau timnya bekerja. Seorang pegawai harus memahami job desk pekerjaan dan mengaktualisasikan tugasnya itu. Dicontohkan Direktur, tiap pagi bila tiba di kantor, ia terbiasa mengawali tugasnya dengan berdoa, memantau staf dan berdikusi tentang tugas berikut regulasi yang terkait dengan tugas-tugasnya. “Sesuai dengan tugas saya adalah merumuskan kebijakan, melaksanakan kebijakan, membuat standarisasi, memberikan bimbingan teknis, dan mengadakan evaluasi. Maka saya pun mengonsepkan pedoman-pedoman yang berkaitan dengan pelayanan di Direktorat Urusan ini, untuk selanjutnya diproses menjadi regulasi Ditjen Bimas Katolik,” papar Direktur. Sebagai aparatur negara, setiap pegawai memiliki tanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan Nawa Cita Presiden. Salah satunya menekankan pelaksanaan tugas sebagai cerminan kehadiran negara di tiap lini pembangunan bangsa, khususnya pembangunan di bidang agama. Dan upaya membiasakan budaya tanggung jawab itu pun menjadi tugas pimpinan. Khususnya, di era asessment ini, penilaian dilandasi pula dengan kemampuan seseorang menjalankan tanggung jawab jabatannya. “Dan bila pimpinan agak keras dalam hal ini, jangan lalu dibilang menekan. Daripada diaudit lalu diminta keluar, lebih baik Pimpinan ‘menyelamatkan’ terlebih dahulu,” tandas Direktur. Nilai lain yang juga penting adalah keteladanan. Seorang Pimpinan harus mampu menjadi teladan bagi pegawai dan masyarakat yang ia layani. “Bila mau menerapkan kedisiplinan, dia pun harus disiplin. Ini berkaitan juga dengan integritas, artinya keselarasan antara hati, pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan benar,” urai Direktur. Sikap ini pun tergambar manakala Ditjen Bimas Katolik menggelar kegiatan dengan mengundang pihak di luar Ditjen. Menurutnya, kesan pertama menjadi sangat penting dalam penilaian para peserta. “Sebaiknya, seorang Pimpinan ketika dia diminta untuk membuka kegiatan, usahakan tidak terlambat. Proses kegiatan pun, dikoordinir sedemikian rupa, sehingga kita tidak dinilai negatif oleh pihak lain,” ungkap Direktur. Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 5 Menurutnya, sudah seharusnya keberadaan Ditjen Bimas Katolik memberi warna dan manfaat kepada masyarakat dan Gereja Katolik secara konkrit, tidak hanya dalam hal fasilitator penyaluran anggaran. Penyusunan data keagamaan berikut nomor registrasi rumah ibadah, merupakan salah satu inovasi yang dilakukan Direktorat bagi kepentingan Gereja dan Negara. Saat ini, Direktorat tengah membuat pedoman sebagai dasar regulasi, dan selanjutnya ditetapkan Dirjen melalui SK. Kerja profesional ini, tidak hanya melibatkan pegawai Pusat, namun Kabid/Pembimas Katolik diharapkan proaktif untuk menuntaskan program yang pengerjaannya telah mencapai 70 persen. Hal lainnya, menyangkut legalitas kegiatan Pesparani yang akan melibatkan KWI dalam penyelenggaraannya. Disampaikan Direktur, saat ini pihaknya tengah mengumpulkan informasi dan akan mengkomunikasikannya pada Gereja (KWI). Bila disetujui, maka langkah selanjutnya lembaga ini akan ditetapkan dengan SK Dirjen dan dikerjakan secara bersinergi dengan Gereja. Sedangkan pendirian Badan Amal Katolik Nasional, juga diupayakan dapat membantu perekonomian umat serta pembangunan agama Katolik kepada umat, karena fungsi lembaga ini adalah menerima dan mengelola dana sumbangan umat. “Saat ini sedang dipersiapakan forum pembicaraan dengan pihak KWI dan pihak-pihak terkait lainnya. Kalau lembaga ini terwujud, maka akan sangat membantu Gereja dan anak-anak kita di masa depan,” tandas Direktur Urusan Agama Katolik. Direktur Pendidikan Katolik Membangun niat untuk melakukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi orang lain, diartikan Direktur Pendidikan Katolik, Fransiskus Endang, sebagai manfaat dari internalisasi lima budaya kerja yang melahirkan kinerja institusi. Utamanya, kinerja dalam merencanakan programprogram bimbingan bagi kesejahteraan—kemaslahatan umat. “Ini erat kaitannya dengan apa yang dia pikirkan, direncanakan, dan dilakukan. Itulah integritas,” ungkap Direktur Pendidikan. Nilai lain yang dianggapnya penting adalah inovasi. Tiap karyawan, menurutnya, harus memiliki kreativitas dalam menjalankan tugas. Dan kreativitas itupun harus dapat dipertanggungjawabkan, tidak hanya mengkreasi hal baru tapi melanggar prosedur atau regulasi. Ketaatan pada regulasi, menjadi acuan pengembangan Direktorat Pendidikan Katolik, misalnya di tingkat Pendidikan Tinggi. Diungkap Direktur, dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan dan pengelolaan PTAKS ada beberapa hal yang menjadi arah kebijakan dalam pelayanan pembinaan PTAKS yaitu, pertama, perluasan dan pemerataan akses memperoleh Pendidikan Tinggi Keagamaan Katolik. Kedua, peningkatan kualitas, daya saing, relevansi Pendidikan Tinggi Keagamaan Katolik melalui penguatan sepuluh Standar Nasional Pendidikan, Tridharma PerguruanTinggi. Pengabdian Kepada Masyarakat dan Penelitian. Ketiga, peningkatan Kelembagaan melalui alih status/Negeri. Keempat, penguatan Tata Kelola dengan prinsip akuntabilitas, pelayanan prima, efisiensi, dan efektivitas. Kelima, penguatan regulasi terkait dengan pendidikan sesuai perkembangan. Kebijakan ini, diharapkan mampu meningkatkan pelayanan Ditjen di bidang Pendidikan. Misalnya, pada tingkat pendidikan dasar akan dilakukan sosialisasi Pedoman PAUD Taman Seminari kepada masyarakat sehingga semakin banyak PAUD Taman Seminari dibuka di berbagai Provinsi di seluruh Indonesia. Pendidikan menengah diupayakan sosialisasi PMA tentang Pendirian SMAK serta pembenahan dan peningkatan jumlah SMAK yang saat ini sudah mendapat Ijin Operasional. Sedangkan di pendidikan tinggi, antara lain dilakukan pembenahan manajemen menyangkut tata kelola, keuangan dan laporan, serta memaksimalkan fungsi APTAK—PTAKS. Hal lain yang masih menjadi fokus pengelolaan pada fungsi pendidikan adalah, usulan penegerian sekolah keagamaan di bawah pembinaan Ditjen Bimas Katolik, dari tingkat dasar sampai tingkat menengah. “Pada tingkat perguruan tinggi sudah ada yang diproses dan sekarang sudah sampai di Kemenpan dan RB,” ungkap Direktur. Menurutnya, pada prinsipnya Ditjen Bimas Katolik tentunya menyambut baik usulan masyarakat Katolik tersebut, namun yang harus dipikirkan adalah kemampuan dasar dan skill guru, dosen, dan tenaga kependidikan. Berbagai upaya inilah, yang dipahami Direktur Pendidikan sebagai sikap kerja profesionalitas dalam mewujudkan lima budaya kerja. “Budaya kerja yang ideal bisa menyatukan budaya kerja yang pertama sampai kelima, tidak boleh ada satu yang tertinggal. Integritas tanpa profesional tidak mungkin, profesional tanpa tanggung jawab tidak mungkin, makanya satu sampai lima harus ada, baru itu bagus ideal untuk diterapkan,” papar Direktur. (Tim Wawancara : Yohan Koesmantoro, Pormadi, Maria, Seven, Joice, Budi, Bhetania) 6 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Fokus-3 Laporan Evaluasi Capaian Kinerja Triwulan I dan II Ditjen Bimas Katolik – Kementerian Agama RI Tahun Anggaran 2015 ini, Ditjen Bimas Katolik mendapatkan alokasi sebesar Rp. 914.764.143.000. Dari jumlah tersebut, selama semester satu atau pertengahan tahun anggaran berjalan, realisasi anggaran yang terserap sebesar Rp. 186.740.479.205 atau 20,41%. Bila diukur dalam perhitungan capaian kinerja, maka selama enam bulan ini, persentase penilaian Ditjen adalah 26,21%. (Lihat gambaran melalui matriks di bawah tentang capaian kinerja tersebut). Sehubungan dengan pelaksanaan program kegiatan dan bantuan tersebut, berbagai kendala yang dihadapi adalah; Pertama, Selama kurun waktu bulan Januari sampai dengan bulan Maret, RKA-K/L Ditjen Bimas Katolik masih dalam proses revisi, sudah dua kali revisi. Kegiatan bisa dilaksanakan setelah RKA-K/L selesai direvisi. Surat edaran MENPAN-RB Nomor 6 Tahun 2015 tentang pedoman pembatasan pertemuan/rapat di luar kantor dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja aparatur. Kebijakan pembatasan kegiatan di hotel mengakibatkan antrian penggunaan fasilitas kantor yang terbatas. Kedua, terlambatnya anggaran turun/cair. Ketiga, kebijakan nasional yang berubah-ubah. Keempat, pelaksanaan bantuan yang sulit dilaksanakan. Kelima, perubahan Akun Bantuan dari 57 ke 52 membutuhkan Juknis di tingkat Kementerian. Keenam, jenis-jenis barang yang ada di e-katalog LKPP wajib diadakan melalui e-purchasing. Ketujuh, realisasi Tunjangan Profesi Guru (TPG) dilaksanakan per semester, sehingga realisasi semester 1 pada bulan Juli 2015. Matriks capaian kinerja Target No Sasaran Strategis 1 Peningkatan Kualitas Kehidupan Umat Beragama Katolik Indikator Kinerja 1 Tahun 1 Presentase paroki memiliki buku perpustakaan paroki 3% Triwulan Triwulan I II 0 0 Realisasi Triwulan III Triwulan IV 1 Tahun 21.200 0 3% (21.200 Eks) Triwulan Triwulan I II 0 0 0 (21.200 Eks) 2 Presentasepastor/imam yang memiliki peralatan misa 14 % (195 unit) 0 0 175 20 14 % (195 unit) 0 3 Presentase rumah Ibadah yang baik 65 gereja 0 11 34 20 65 gereja 0 Presentase Penyuluh Agama Katolik PNS berkualitas 17,8 % (170 orang) 0 5 Presentase Pembina OMK berkualitas 5 % (70 orang) 0 0 70 6 Presentase pembina keluarga terstandar 5 % (142 orang) 0 0 7 Presentase Bina Iman Anak terstandar 5 % (50 orang) 0 8 Jumlah Kelompok 26 Kelompok Kategorial Agama Katolik terstandar 9 Jumlah Tokoh Agama/ rohaniawan berkualitas 10 Jumlah Tokoh Masyarakat Berkualitas 4 16,92% (11 gereja) 17,8 % (170 orang) 0 0 5 % (70 orang) 0 0 71 71 5 % (142 orang) 0 0 0 50 0 5 % (50 orang) 0 0 0 0 18 8 26 Kelompok 0 0 120 orang 0 0 60 60 120 orang 0 0 173 orang 0 43 130 0 173 orang 0 170 60 0 64,71% (110 orang) 24,85% (43 orang) Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 7 No Sasaran Strategis Target Indikator Kinerja 1 Tahun 2 Peningkatan Kualitas Kelembagaan Agama Katolik 1 Persentase lembaga/ lembaga sosial keagamaan Katolik terstandar 6% Realisasi Triwulan Triwulan Triwulan I II III 0 0% Triwulan IV 50 lembaga 36 lembaga (86 lembaga) 3 Peningkatan Kualitas kerukunan umat beragama Katolik 1 Jumlah pembina Kerukunan Intern Umat beragama Terstandar 4 Peningkatan Kualitas Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik 1 Prosentase peserta didik yang terbina (Prosentase siswa SMAK penerima KIP) 2 Jumlah Tenaga Pendidik dan Kependidikan Agama yang Terbina 3 Prosentase Bantuan Pembinaan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Keagamaan Katolik yang berstandar 4 5 Meningkatnya Akuntabilitas Tata Kelola Prosentase Penunjang Sarana dan Prasarana Pendidikan Agama Katolik yang memadai 1 Tahun 6% Triwulan Triwulan I II 0 0 (86 lembaga) 120 orang 0 120 0rang 0 0 120 orang 0 100% (120 orang) 85% 0 0,00% 600 orang 490 orang 85% 0 600 orang (1.090 orang) (1.090 orang) 3.243 orang 0 329 orang 2.185 orang 729 orang 3.243 orang 0 329 orang (10,14%) 75% 0 0,00% 2.000 orang 661 orang 75% 0 0 0 0,00% 0 83,33% (2.661 orang) 85% (2.661 orang) 0 0,00% 40 Lokasi 20 Lokasi (60 Lokasi) 85% (60 Lokasi) Informasi kebijakan disampaikan secara terbuka 12 dokumen 2 LAKIP dengan kualitas penilaian B 1 dokumen 0 0,00% 1 dokumen 0 1 dokumen 0 0 3 Pengelolaan mutasi pegawai tepat jumlah dan tepat waktu 64 Orang 0 10 orang 20 orang 34 orang 64 orang 0 15,63% Peningkatan kualitas kompetensi pegawai 116 Orang 1 4 0 10 2 dokumen dokumen 0 12 dokumen (10 dokumen) (10 orang) 111 orang 162 orang 0 0 Jumlah Realisasi Kinerja 116 Orang 95,69% 139,66% (111 orang) (162 orang) 26,21% Dari beragam kendala yang dihadapi, Ditjen Bimas Katolik melakukan berbagai solusi penanganannya. Yaitu, selama RKA-K/L belum selesai direvisi, Bimas Katolik menyusun beberapa Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama Katolik. Ditjen juga berupaya membuat Juknis Pelaksanaan Pemberian Bantuan pada Subdit Kelembagaan, Penyuluhan dan pada Subdit Perberdayaan. Upaya lain yang dilakukan adalah, mensosialisasikan perubahan tata cara pencairan anggaran tentang bantuan kepada para calon penerima bantuan dengan adanya perubahan akun. Dalam hal anggaran, setelah RKA-K/L selesai direvisi dan Anggaran tersedia maka Bimas Katolik langsung melaksanakan program-program sesuai dengan apa yang telah direncanakan dalam RKA-K/L secara berkesinambungan. Ditjen pun melakukan sosialisasi Pengadaan barang dengan Mekanisme E-Purchasing. Selain itu, mendorong pelaksanaan Bantuan yang nilainya sama dengan 50 Juta perlokasi untuk dibayar melalui UP/TUP. Di atas 50 Juta menggunakan LS (KPPN/Kementerian Keuangan). Dan hal penting lain yang tengah dilakukan adalah, menyiapkan bahan-bahan pendukung pencairan TPG. (MM/Sumber: Subbag ORTALA—Bagian ORTALA dan Kepegawaian Ditjen Bimas Katolik) 8 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Drs. Eusabius Binsasi Amanat Dirjen Bimas Katolik dalam setiap kegiatan pertemuan adalah, agar kinerja dan pelayanan tugas karyawan di lingkup Bimas Katolik bisa dirasakan oleh masyarakat Katolik. Pesan ini pun mendorong terbangunnya birokrasi dan iklim kerja yang sehat, sesuai amanah yang disampaikan Bapak Menteri Agama, melalui lima nilai budaya kerja (Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung jawab, Keteladanan). Program kemitraan antara Pemerintah dan Gereja yang terbangun secara sinergis dengan saling memahami kewenangannya masing-masing, juga menjadi panduan aparatur Bimas Katolik dalam memainkan tugas dan fungsinya. Kepada tim Majalah Bimas Katolik (Johan Koesmantoro, Maria, Seven, dan Joice), Dirjen menyampaikan amanatnya seputar budaya kerja, kemitraan Pemerintah dan Gereja, serta program Bimas Katolik di periode lima tahun berjalan. Berikut rangkuman wawancara tersebut yang berlangsung di ruang kerja beliau. Di Tahun 2015 ini, Kementerian Agama telah menetapkan lima nilai budaya kerja sebagai komitmen dalam mengemban tugas pelayanan kepada masyarakat/umat. Bagaimana Bapak Dirjen mengimplementasikan hal ini ? Bila kita menelaah ke-lima komitmen Bapak Menteri, maka yang kita pahami tentang integritas adalah keselarasan antara hati, pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan benar. Konkritnya, setiap aturan yang telah disepakati bersama, menjadi komitmen bersama, itulah yang dilaksanakan. Koordinasi dari awal pun, harus jelas seperti apa. Demikian dengan profesionalitas kerja. Pekerjaan yang dibuat harus terukur, ada pedomannya, ada juknisnya. Lalu kita dengan disiplin bersungguh-sungguh mengerjakannya. Berikut, inovasi yang berarti menyempurnakan yang sudah ada dan mengkreasi hal baru yang lebih baik. Kita perlu menciptakan suasana kerja dimana setiap pegawai merasa termotivasi untuk berkreasi, melakukan penyempurnaan dan perbaikan. Kita pun harus terbuka dalam menerima ide-ide baru yang konstruktif tersebut. Terkait profesionalitas dan Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 9 inovasi ini, Ditjen Bimas Katolik telah melakukan terobosan, dengan membuat aturan seperti pedoman atau Juknis dengan melibatkan para stakeholder. Misalnya pedoman pendirian SMAK. Kita mengundang lembaga, pakar pendidikan, dan pihak-pihak terkait, dan berbicara bersama, urun rembuk bersama, apa yang menjadi kebutuhan kita hingga akhirnya melahirkan kesepahaman atau regulasi sebagai hasil keputusan bersama. Dengan demikian, kehadiran kita dapat dirasakan oleh umat Katolik dan Gereja. Komitmen lainnya, adalah tanggungjawab. Nilai ini mewajibkan setiap pegawai menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu, bersedia menerima konsekuensi dan melakukan langkah -langkah perbaikan. Dan nilai yang penting adalah keteladanan. Ia mampu menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Selain lima budaya kerja tersebut, dalam pelaksanaan tugas dan fungsi itu, Kementerian Agama telah mencanangkan program wilayah bebas korupsi (WBK), dan wilayah birokrasi yang bersih dan melayani (WBBM). Ini mengindikasikan tekad kementerian agama, dan tentu saja tekad kita juga di lingkup Ditjen Bimas Katolik ini, bahwa mentalitas kita harus diperbaharui. Bebas dari praktik korupsi, dan menjadi wilayah birokrasi bersih dan melayani. Selain itu, kita juga tetap berupaya untuk mencapai nilai WTP. Untuk ini, Bimas Katolik Pusat dan Daerah, agar lebih proaktif melakukan diskusi dan konsultasi terhadap pelaksanaan anggaran Program Bimas Katolik. Silahkan menafsirkan sesuatu tetapi jangan melanggar atau bertentangan dengan aturan yang digariskan. Setiap usulan atau rencana relokasi harus disertai dengan alasan yang jelas dalam bentuk tertulis dan libatkan orang-orang yang kompeten sesuai dengan tugas dan fungsi. Bagaimana dengan program-program kemitraan bersama Gereja ? Kelihatannya akhir-akhir ini, Gereja ingin sekali mensinergikan antara program Gereja dengan program Ditjen Bimas Katolik. Beberapa waktu lalu juga saya hadir dalam Sidang Sinode Keuskupan Sibolga, dengan pembahasan tentang program Keuskupan lima tahun ke depan. Kita hadir memberikan pikiran Pemerintah. Bimas Katolik juga memberi perhatian besar pada anak-anak, orang muda, keluarga, dan lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya. Kita tidak hanya membantu memfasilitasi bantuan, tetapi banyak hal bisa kita sinkronkan. Dan Gereja sangat terbuka dengan pemahaman ini. Dan yang terbaru ini, untuk pertama kalinya Dirjen Bimas Katolik, membuka dan memberi sambutan dalam kegiatan Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) – Komisi Pendidikan KWI, di Batam. Saat itu saya diminta memberi ceramah di hadapan para insan pendidikan Katolik. Saya bicara tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dan ternyata banyak orang yang tidak tahu. Beberapa waktu lalu Sekretaris Ditjen Bimas Katolik juga ikut dalam pertemuan di Keuskupan Weetebula, membicarakan soal program kemitraan 10 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 itu. Begitu pun Direktur Pendidikan Katolik dan Kepala Subdit Pendidikan Dasar, telah melakukan komunikasi dengan pihak Keuskupan Purwokerto. Semuanya dalam rangka mensinergikan program. Di tingkat Daerah, teman-teman juga melakukan konsolidasi intens dengan Gereja Lokal, misalnya dengan melakukan pertemuan dialog kerukunan maupun dialog Toga/Toma yang menghadirkan Gereja setempat. Program berikutnya yang akan dibangun bersama Gereja adalah kegiatan Pesparani Tingkat Nasional. Ke depan, kegiatan ini akan dibuat secara kontinyu dalam skala nasional. Rencana ini pun sudah dibicarakan dengan Gereja, termasuk legalitasnya. Dan kini tengah dibentuk Lembaga Pesparani, kemitraan antara Pemerintah (Ditjen Bimas Katolik) dengan Gereja (KWI). Terkait dengan kemitraan di bidang Pendidikan Katolik, bagaimana sikap kita terhadap satuan pendidikan keagamaan dibawah pembinaan Ditjen Bimas Katolik? Beberapa pihak juga mempertanyakan hal ini. Dan kepada Ombudsman maupun media, saya menyatakan bahwa terhadap penegerian, sikap kita berbeda dengan Bimas atau Unit lainnya di Lingkungan Kementerian Agama ini. Penegasan saya adalah, yang berhak untuk membuka sekolah itu hanya gereja. Ini harus diketahui oleh masyarakat umum. Bahkan di setiap kesempatan pun saya selalu katakan, bila pemerintah ‘masuk’ maka Gereja juga ‘masuk’. Alasan utamanya adalah, bahwa kuasa mengajar agama itu ada di gereja, karena itu yang berhak mendirikan sekolah keagamaan adalah Gereja, atau berada di bawah keuskupan. Dalam hal penegerian satuan pendidikan ini, Ditjen Bimas Katolik hanya berupaya mensosialisasikan peraturan atau kebijakan Pemerintah yang memungkinkan dibukanya ruang penegerian itu. Dan yang memutuskan adalah Uskup atau Gereja setempat. Bila Bapa Uskup menyetujui, barulah kita memfasilitasi proses penegerian tersebut berdasarkan aturan-aturan yang ada. PP Nomor 55 Tahun 2007 sudah memberikan peluang untuk mencerdaskan umatnya dan menciptakan ahli-ahli di bidang agama lewat pendidikan keagamaan. Itikad baik inilah, yang mendasari proses itu. Tinggal kita sampaikan peluang ini kepada Gereja Katolik apakah mau diambil atau tidak. Kalau iya, kita fasilitasi. Sesungguhnya, pemahaman seperti apa yang harus dibangun antara Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik dengan Gereja? Di tingkat Ditjen, kita telah memiliki visi dimana pemahaman itulah yang mendasari seluruh program kegiatan dan program bantuan kita. Yakni, menjadi seratus persen Katolik dan seratus persen warga negara. Gereja Katolik Indonesia pun, demikian. Maka pemahaman yang dikembangkan adalah KEMITRAAN—kemitraan yang sangat sinergis. Meski bermitra, tetapi harus saling menghormati otonomitas masing-masing. Sebagai pejabat atau staf di Bimas Katolik, kita harus meyadari keberadaan kita. Kita pejabat Pemerintah, tetapi kita juga mewakili Gereja dan umat Katolik. Gereja tidak memperlakukan kita sebagai karyawannya, tetapi Pemerintah juga melihat kita sebagai orang Gereja. Dan ini artinya, sebagai orang Katolik, kita harus tahu betul tentang Gereja Katolik, seluk beluk aturan yang berhubungan dengan Gereja Katolik, tentang otoritas Gereja Katolik, tentang perkawinan, sakramen, ajaran, dogma dan lainnya. Beberapa waktu lalu mengemuka tentang hukuman mati. Kita dalam posisi dilematis. Gereja menolak hukuman mati, tetapi Pemerintah menyetujui hukuman mati. Dan posisi kita adalah umat Gereja Katolik yang bekerja di pemerintahan. Maka sebagai pejabat Pemerintah mengikuti aturan Pemerintah karena otonom, tetapi sebagai orang Katolik kita menolak hukuman mati. Inilah pentingnya forumforum dialog yang difasilitasi oleh media. Dengan publikasi yang tersebar luas dan akurat, umat atau masyarakat Indonesia, bahkan Gereja Katolik, diharapkan memahami posisi kita sebagai pegawai Pemerintah, sekaligus umat Gereja. Bimas Katolik pun harus memanfaatkan kekuatan dan pengaruh media ini, sebagai upaya sosialisasi pandangan, sikap, dan kebijakan di tingkat Ditjen. Menyangkut kebijakan di tingkat Ditjen ini, apa saja penekanan Rencara Strategis (Renstra) Ditjen Bimas Katolik lima tahun ke depan? Seperti yang telah kita sepakati pada Pertemuan Penyusunan Renstra di Bali, penekanan kebijakan Ditjen berjalan sesuai Tusi, yakni Tusi Pendidikan dan Urusan Agama. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, selama ini kita hanya memberikan perhatian pada Pendidikan Keagamaan. Dalam hal ini PAUD, SMAK, dan STP. Begitu kuat perhatian itu, sampai kita lupa memfasilitasi pendidikan agama di sekolah umum. Kita bisa berikan TPG, tetapi kegiatan-kegiatan yang berhubungan den gan pendidikan keagamaan jarang kita lakukan. Jadi, selain pendidikan keagamaan, kita juga perlu memperhatikan pendidikan nilainilai agama di lingkungan kita. Nilai-nilai agama ini tidak bisa hanya melalui SMAK, karena sebagian umat kita ada yang mengenyam pendidikan di sekolah umum. Kita juga berusaha untuk menghidupkan dan mengajak seluruh masyarakat kita untuk mengembalikan, menghidupkan tradisi Katolik di lingkungan keluarga. Banyak tradisi Katolik hilang seiring perkembangan zaman. Selain itu, aspek program berupa bimbingan nilai katolik formal dan non formal, juga menjadi perhatian. Di Urusan Agama Katolik, pemberdayaan lembaga dari berbagai aspek, yang utama aspek religiositasnya. Pengembangan ekonomi umat belum terpikirkan, tetapi Direktur Urusan Agama, sedang merancang dan akan ada diskusi ke dalam. Ada wacana badan amal, untuk menghimpun dana bagi pemberdayaan ekonomi umat. Sedangkan dalam bimbingan dan pengajaran di tingkat SMAK dan STP, kita arahkan kegiatan eksternalnya di bidang kewirausahaan. Karena ke depan kita berusaha lahirkan katekis yang bisa mandiri. Sebab tidak semua yang tamat STP itu berniat untuk menjadi guru agama PNS. Misalnya, lulusan STP yang juga memiliki peminatan di bidang entrepreneur. Pernah satu kali ketika bertandang ke Toraja, kami tiba di sebuah rumah makan yang pemiliknya atau dikelola oleh seorang ibu, dan beliau adalah alumni STP. Rupanya setelah lulus, ibu ini tidak berniat jadi PNS tapi memilih berwirausaha sambil aktif di lingkungan Gereja dengan menggerakkan kegiatan-kegiatan Pastoral. Ini bisa jadi contoh. Ia membiayai diri sendiri tetapi juga aktif untuk gereja. Hal-hal apalagi yang menjadi perhatian dalam Renstra? Isu kerukunan masih menjadi perhatian utama, baik di tingkat kementerian maupun tingkat Ditjen. Kita perlu mewaspadai kemungkinan munculnya ajaran-ajaran sempalan. Dalam agama Katolik, lebih tegas karena struktur kita yang sudah jelas, Hirarki Gereja Katolik. Taat pada Paus. Penegasan inilah yang juga harus terus kita gaungkan, baik di tingkat Paroki maupun Keuskupan, melalui kegiatan-kegiatan Dialog internal Gereja. Kita perlu menguatkan militansi umat Katolik terutama kaum muda kita. Maka untuk program-program pembinaan, khususnya kaum muda, ke depan juga penting program militansi Katolik. Kita perlu melihat masalah ya n g u rge n d i m as ya rak at dan k ita pe rlu menanggapinya. Di Gereja Katolik sendiri banyak juga organisasi dan kelompok-kelompok doa. Tidak jarang ada konflik. Maka, baik internal maupun eksternal perlu dialog. Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 11 Sorotan Forum Konsultasi Pejabat Pusat dan Daerah DITJENBIMAS Katolik – Kementerian Agama RI Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Nur Syam, menegaskan kembali fokus layanan Pemerintah, yang diemban oleh Kemenag adalah berupaya meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama. Core ini pun, harus menjadi inspirasi dalam pelaksanaan tugas di tiap unit, termasuk Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik. Penegasan tersebut disampaikan Sekjen saat membuka kegiatan Forum Konsultasi Pejabat Pusat dan Daerah Ditjen Bimas Katolik, di Wisma Universitas Terbuka – Banten, tanggal 27 April – 1 Mei 2015 lalu. Persoalan mendasar, diungkap Sekjen adanya gap antara pemahaman dengan pengamalan agama yang dihayati. “Yang kita harapkan adalah orang yang saleh ritual dan saleh sosialnya, kemudian saleh terhadap alam sekitar,” paparnya. Merujuk pada hal tersebut, dalam sebuah Forum Dialog Kerukunan, kebijakan ini pun ditekankan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Menag bahkan menegaskan bahwa forum-forum serupa merupakan tindakan antisipatif dalam menangkal radikalisme sekaligus menjadi media solutif dalam penanganan isu-isu kerukunan. Selain kerukunan, Sekjen juga menyinggung persoalan Reformasi Birokrasi terkait transparansi dan akuntabilitas kinerja kementerian. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB telah menetapkan bahwa sebuah kementerian dianggap ‘berhasil’ bila tidak ditemukannya unsur-unsur KKN alias Zero KKN. Selain itu, program kerja yang ditetapkan semakin relevan dengan sasaran. “Penilaian laporan kinerja pun, menjadi ukuran penilaian, dengan melihat performa penganggaran dan pelaporan yang semakin baik,” tandas Sekjen. Meskipun selama tiga tahun berturut Kemenag memperoleh penilaian WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), namun kementerian perlu meningkatkan mutu dalam hal pelaporan. Karena menurut penilaian Kemenpan dan RB, Kemenag masih berada di kategori CC. Hal ini lantaran adanya ketidaksesuaian antara visi dan misi yang diemban, dengan Renstra yang dijabarkan melalui program kegiatan. “Maka dalam menetapkan kebijakan, mohon hal ini diperhatikan agar antara RPJMN-RenstraProgram Kerja Eselon I-II, ada kesesuain atau linier,” tandas Sekjen. Menjaga Akuntabilitas Pemerintah yang Bersih dan Melayani Pada kesempatan itu, Dirjen Bimas Katolik, Eusabius Binsasi menegaskan pula bahwa kehadiran para Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah sebagai peneguhan kehadiran Negara di setiap lini kehidupan masyarakat. Salah satunya penggunaan anggaran Negara yang diberikan bagi pembangunan iman 12 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 umat Katolik secara efektif dan efisien, dengan mengedepankan sikap kehati-hatian dan akuntabilitas kinerja yang tetap terjaga. “Ini untuk menunjukkan kepada Gereja dan umat Katolik, bahwa Negara hadir dan tidak absen sehingga kehadiran kita harus benar-benar dirasakan umat Katolik, karena menjawabi kebutuhan umat. Kita juga harus mengedepankan pemerintahan yang bersih dan melayani,” ungkap Dirjen. Tahun ini, lanjut Dirjen, Negara menganggarkan dana sebesar Rp.877.888.570.000 dengan tambahan Rp.36.875.573.000 sehingga total dana berjumlah R p . 9 1 4 .7 6 4 . 14 3 . 0 0 0. Pe m b a g i a n d a na t e r s eb u t dia l ok a sik a n u n tu k fu n gsi P e nd i dik a n s e b e sa r Rp.644.410.358.000 atau 70,45 % dari anggaran, fungsi Agama Rp.62.505.000.000 (6,83%) dan sisanya bagi k eberl a ngsunga n dukunga n manajemen dengan prosentasi 22,72 persen. Dalam penyerapan anggaran itu nantinya, Dirjen mengingatkan agar program kegiatan juga mengacu kepada kebijakan Dirjen Bimas Katolik tahun 2015. Yaitu; Pertama, meningkatkan kualitas kehidupan beragama melalui usaha pemberian bimbingan kepada masyarakat Katolik dalam berbagai modus: pertemuan, pemberian bantuan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Kedua, meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama melalui serangkaian aktivitas seperti dialog dan konsultasi, pemberian bantuan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Ketiga, meningkatkan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan melalui usaha pemberian bantuan kepada tenaga pendidik, lembaga pendidikan keagamaan termasuk di dalamnya pertemuan pembinaan. Keempat, meningkatkan kualitas SDM Aparatur Sipil Negara di lingkungan Bimas Katolik Pusat dan Daerah, termasuk PTAKS dan SMAK. Kelima, meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana program bimbingan masyarakat Katolik, termasuk pengelolaanya. Dalam forum yang sama, Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI, Dr. Moch. Jassin yang berbicara tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual, menyampaikan bahwa untuk mendukung tata kepemerintahan yang baik, dilakukan melalui SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah). Sistem ini dimaksudkan sebagai proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Kekurangan TPG menjadi Prioritas Tahun Anggaran 2016 Program Bimas Katolik Di tingkat Eselon II, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Agustinus Tungga Gempa menyampaikan bahwa pelaksanaan program kerja maupun fungsi Ditjen bersifat sentral yakni Program Bimas Katolik. Dengan pelaksanaan menyangkut; Distribusi Anggaran, Perencanaan, serta Program Kegiatan dan Bantuan. Secara umum, perbandingan anggaran Pusat dan Daerah adalah 15 persen untuk Pusat dan 85 persen untuk Daerah. Berdasarkan laporan tahun berjalan, Sekretaris memaparkan permasalahan dan rencana tindak lanjut program. Persoalan utama adalah perihal kekurangan bayar TPG dari Tahun 2008 s.d. 2015. Data terakhir per Januari 2015 terungkap bahwa nilai kekurangan TPG sebesar Rp. 89.567.076.523 dengan rincian; Kekurangan TPG PNS On Going Tahun 2014 yaitu: Rp. 52.028.327.923 di 15 provinsi. Untuk kekurangan TPG PNS Tahun 2015 sebesar yaitu: Rp. 28.574.559.000 di lima provinsi. Sedangkan kekurangan TPG Inpassing Tahun 2015 sebesar Rp. 8.964.600 yang terdapat di 17 provinsi. Menanggapi persoalan ini, Ditjen Bimas Katolik telah menetapkan solusi kekurangan TPG tersebut, yakni; pertama, Pemanfaatan hasil penghematan perjalanan dinas pada fungsi pendidikan berdasarkan Surat Dirjen No. DJ/Set.IV/KU.00.2/458/2015 tanggal 20 Februari 2015. Kedua, melakukan revisi RKA-K/L tahun 2015 yang tidak mendesak dilakukan, dan dialihkan ke TPG. Ketiga, TPG kekurangan menjadi Prioritas Tahun 2016 Program Bimas Katolik. Di wilayah pendidikan, selain persoalan TPG, Direktur Pendidikan Katolik, Fransiskus Endang menyampaikan bahwa masalah penegerian sekolah keagamaan Katolik dan PTAKS, menjadi perhatian utama. Saat ini, usulan penegerian sekolah keagamaan di bawah pembinaan Ditjen Bimas Katolik di tingkat dasar dan menengah banyak mengemuka. Pada tingkat perguruan tinggi, bahkan sudah dalam tahap proses di tingkat Kemenpan dan RB. Pada prinsipnya, lanjut Direktur, Ditjen Bimas Katolik menyambut baik usulan tersebut. Namun yang harus dipikirkan adalah kemampuan dasar dan skill guru, dosen, dan tenaga kependidikan. “Jadi mungkin ini forum yang baik untuk membicarakan hal ini sebagai langkah antisipasi ke depan karena bawasannya saat ini guru, dosen dan tenaga kependidikan yang ada pada sekolah keagamaan baik pada tingkat dasar, menengah maupun tinggi semuanya non PNS atau swasta,” ungkap Direktur. Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 13 Dalam kesempatan itu, Direktur Urusan Agama Katolik, Sihar Petrus Simbolon, menelurkan gagasan pengelolaan dana sumbangan umat bertajuk Lembaga Amal Nasional Katolik. Sejauh ini Direktorat Urusan telah melakukan pendekatan intens dengan beberapa Imam dan Uskup di KWI. “Dan tanggapannya positif, mereka setuju untuk membentuk lembaga dengan SK Dirjen dan SK Dirjen Pajak Kementerian Keuangan,” ungkap Direktur Urusan Agama Katolik. Rencananya, para pengusaha Katolik pun akan dilibatkan dalam lembaga ini. Program lain yang akan dikembangkan di TA 2015 ini adalah pengukuhan lembaga gereja Katolik secara legal. Sebelumnya, menurut SK Menteri Agama dalam KMA Nomor 66 Tahun 2006 ditetapkan Susunan Hirarki Gereja Katolik Indonesia. Selanjutnya akan dirumuskan secara legal pengertian Paroki, Stasi, Wilayah, Lingkungan, Dekenat, BIA/BIR, dan Tarekat, sebagai lembaga yang punya hak milik. Kegiatan prioritas lainnya adalah pelaksanaan Festival Paduan Suara Gerejani (PESPARANI) yang akan dilaksanakan di Maluku. “Persiapan yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi, kemudian mengkomunikasikannya kepada KWI, lalu membentuk lembaga sesuai SK Dirjen sehingga kemitraan antara Gereja dan Pemerintah dapat berjalan dalam persiapan even besar ini,” papar Direktur Urusan Agama Katolik. Catatan kegiatan yang dikemukakan Direktur juga menyangkut rencana pertemuan yang bakal digelar tahun ini. Misalnya, Pertemuan Pembinaan Penyuluh Agama Katolik PNS Provinsi NTT di Kupang, Diklat Fungsional Penyuluh Agama di Jakarta, Pertemuan pembinaan Penyuluh Agama Katolik Non PNS di Pontianak Kalbar, Pembinaan Tenaga Pembina OMK Keuskupan Agung Ende—Maumere dan Larantuka di Maumere, Pertemuan Pembina Keluarga Bahagia Katolik Keuskupan Samarinda di Nunukan, Pertemuan Pembina Tenaga Pembina Keluarga Bahagia KeuskupanKeuskupan Wilayah Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Dialog Kerukunan Keuskupan Agung Semarang di Semarang, Pertemuan pemimpin Lembaga/Gereja Katolik Keuskupan Agung Medan di Medan, Pertemuan pemimpin lembaga/Gereja Katolik Keuskupan Agung Palembang di Palembang, Lokakarya Musik Liturgi Provinsi Gerejawi Keuskupan-Keuskupan Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat di Bogor, serta Pagelaran Musik Liturgi Provinsi Gerejawi Keuskupan-Keuskupan Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat di Bogor, Pertemuan Pembinaan Pembina BIA Provinsi Jawa Barat di Bandung, Pertemuan Dialog Kerukunan Internal Umat Beragama di Bali, serta Pembinaan mental/Rohani Pegawai Ditjen Bimas katolik. Terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama, Direktur Urusan Agama Katolik mengungkapkan bahwa kehidupan peribadatan umat dilindungi UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Karenanya Negara wajib menjamin kebebasan beragama dan beribadah umat beragama. Dalam pemahaman agama Katolik, lanjut Direktur, lingkungan keluarga pun menjalankan ibadat sesuai tata ibadat Katolik. Itu pun harus dilindungi Negara. “RUU PUB diharapkan menjabarkan secara lurus, Pasal 29 Ayat 2 tersebut, soal jaminan Negara dalam hal memeluk agama dan beribadat menurut ketetapan agama yang dianutnya. (Maria Masang) Laporan Penyerapan Anggaran TA 2014 Tingkat Daerah Salah satu indikator keberhasilan good governance adalah penerapan sistem akuntabilitas yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate. Oleh karena itu, dalam rangka implementasi berbagai Peraturan Perundang-undangan terkait akuntabilitas kinerja, Bimas Katolik wajib mempertanggungjawabkan seluruh pelaksanaan tugas dan fungsinya itu, melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja setiap tahun anggaran, khususnya Tahun Anggaran 2014. Dalam rangkaian kegiatan Forum Konsultasi itu pun, tiap provinsi mempresentasikan kinerjanya yang disusun dalam berbagai bentuk, yakni; (1) berbentuk laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rencana kerja dan anggaran atau RKAKL yang menurut ketentuan terdiri dari Laporan Kegiatan dan Laporan Keuangannya dengan dokumen secara komprehensif, (2) berbentuk LAKIP yang merupakan rangkuman dari seluruh proses pelaksanaan RKAKL 14 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 yang disertai proses analisis dan evaluasi (tanpa dokumen transaksi dan bukti), serta (3) berbentuk Evaluasi Pelaksanaan Program Kerja Tahun 2014. Diawali Provinsi Aceh, yang telah menyelenggarakan pertemuan pembinaan Kerohanian Tenaga Pendidik Agama Katolik Formal, Non Formal dan Informal se-Provinsi Aceh sebanyak 30 orang dengan capaian target 97,31 %. Serta penyaluran Bantuan Sosial GAK Non PNS se-Provinsi Aceh sebanyak 12 orang dengan capaian target 100 %. Di Bidang Urusan Agama Katolik, Pembimas Katolik Aceh, Baron F. Pandiangan S.Ag. M. Th. melaporkan kegiatan Pertemuan Orientasi Pembinaan bagi tokoh/ Pemuka Agama Katolik se-Provinsi Aceh serta pelaksanaan bantuan kegiatan lembaga Keagamaan Katolik sebanyak empat lembaga dan rehab rumah ibadah di dua lokasi dengan capaian target 100%. Penyuluh non PNS juga menjadi perhatian, dengan merealisasikan dana bantuan kepada 21 orang dengan capaian target 100 %. Disamping itu juga perlu ditingkatkan besaran operasional tunjangan Fungsional Guru Non PNS untuk menjangkau para Guru Non PNS yang perlu perhatian. Provinsi Sumatera Utara melaporkan bahwa terjadi perubahan akun (Tunjangan Profesi Guru Non PNS) di akhir-akhir tahun anggaran. “Tapi TPG tetap dibayarkan dengan segala resiko,” tandas Dra. Yulia Sinurat, M. Pd. Pembimas Katolik Sumut. Meski begitu, ia berharap bila ada perubahan terkait akun maupun aturan lain, segera diinformasikan ke daerah. Ia juga menyoroti soal pendistribusian anggaran yang proporsional berdasarkan data sasaran pelayanan. Menurutnya, pendistribusian anggaran yang diterima masih kurang proporsinal, mengingat Provinsi Sumatera Urara adalah salah satu Provinsi terbesar setelah NTT. Menurut data, jumlah umat Katolik, Guru Agama Katolik, luas pelayanan pendidikan, serta keagamaan dan pelayanan yang lain, yang meningkat setiap tahunnya. Adapun Pembimas Katolik Provinsi Sumatera Selatan, Drs. Alphonsus Supardi, MM menekankan pada persoalan penguatan koordinasi perencanaan di tingkat Pusat, Kanwil, dan APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah). Menurutnya, koordinasi perencanaan dan penganggaran dengan Pusat, Kanwil dan APIP sudah berjalan dengan intensif dan baik. Permasalahan bertumpu pada pendistribusian anggaran yang belum proporsional berdasarkan data sasaran pelayanan. Selama ini diketahui bahwa masih ada kecenderungan tersentralisasi di tingkat Provinsi. Di sisi lain, Sumsel tetap mengupayakan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana baik di bidang Urusan, Pendidikan maupun Pelayanan Umum. Usulan lainnya, datang dari Provinsi Sumatera Barat. Menurut Pembimas Katolik, Hendrikus Jomi, S. Ag. yang perlu menjadi perhatian utama untuk daerah ini di masa mendatang adalah, digelarnya even keagamaan atau budaya keagamaan Katolik baik secara nasional, regional maupun tingkat provinsi. Demikian pula di bidang Pendidikan, dilaporkan bahwa selama ini, belum tersedia anggaran untuk penambahan atau pengadaan sarana dan prasana Pendidikan Agama Katolik baik itu buku pelajaran agama Katolik Kurikulum 2013 maupun penunjang lainya seperti buku penunjang/suplemen, buku perpustakaan rohani, bantuan bagi GAKTT, bantuan kegiatan rohani pendidikan, bahan ajar dan alat peraga bagi Pembina PAUD. Dengan demikian, untuk anggaran mendatang diharapkam tersedia dana untuk kegiatan sosialisasi bahan ajar ataupun kurikulum bagi Pendamping PAUD. Dalam kesempatan itu, Pembimas Katolik Provinsi Riau, Yuliana br. Ginting S. Ag. melaporkan bahwa Peng el oa a n da n Pemb ina a n Institu si/ L embaga Keagamaan Katolik yang terbina terdiri dari tujuh subsub kegiatan dengan pagu Rp. 674.000.000 dan telah terealisasi sebesar Rp. 673.820.000. Sedangkan dalam Pengelolaan dan Pendidikan Katolik antara lain, telah dilaksanan Pembinaan tenaga Pendidik dan Kependidikan Agama Katolik yang terdiri dari lima sub-sub kegiatan pagu yakni Rp. 280.000.000 dengan realisasi Rp. 279.700.000. Selain itu, Pembinaan KKG Pendidikan Agama Katolik dengan Pagu Rp.30.040..000, dan realisasi Rp. 30.040.000. Pencapaian ini telah sesuai dengan serapan rencana anggaran untu Koordinasi, Konsultasi dan Pembinaan Agama Katolik dengan Pagu Rp. 73.440.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 73.440.000. Untuk Provinsi Jambi, dilaporkan oleh Pembimas Katolik, Drs. Gunawan, terdapat kendala dalam pencairan bantuan rehab rumah ibadah/gereja pada tahun anggaran 2014 dikarenakan permasalahan akun yang tarik-menarik antara akun 52 dan 57 dan juga tidak adanya juknis tentang pencairan anggaran bantuan. Sementara untuk Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Katolik, kendala yang dihadapi adalah kurangnya tenaga pendidikan baik tingkat dasar dan menengah. Dan berkaitan dengan pengelolaan dan pembayaran Tunjangan Fungsional Guru Non PNS, maka perlu diberikan juknis pembayarannya. Laporan berikutnya, disampaikan Pembimas Katolik Provinsi Bengkulu, B. Riyanto S. Ag. Tahun Anggaran 2014, provinsi ini menerima anggaran sebesar Rp. 811.775.000 untuk pengelolaan di fungsi Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama. Dengan kegiatan yang terbagi dalam; satu kegiatan Orientasi Public Speaking, lima lokasi bantuan Sarana Ibadah/Liturgi, tiga lokasi Bantuan Operasional Gereja, pembayaran Honor Penyuluh Agama Honorer untuk 87 orang, rehabilitasi rumah ibadah sebanyak 2 unit, dan pengadaan kendaraan bermotor roda empat satu unit. Sedangkan fungsi Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Katolik memiliki anggaran sebesar Rp. 1.992.640.000. Anggaran tersebut terdiri atas; dua kegiatan Orientasi, satu pembinaan, lima lokasi bantuan sosial, satu orang Tunjangan Profesi Guru Non PNS, satu orang Tunjangan Profesi Guru Non PNS On Going, satu orang Tunjangan Profesi Guru PNS terhutang, Perjalanan Dinas Biasa, Operasional Perkantoran dan Pengadaan Alat Pengolah Data sebanyak satu unit. Pembimas Katolik Provinsi Lampung, Drs. Matheus Yarkoni juga melaporkan layanan Keagamaan yang terdiri dari bantuan berupa Tunjangan Penyuluh Non PNS dan Pembinaan Lembaga Keagamaan Katolik serta kegiatan workshop lainnya. Untuk pengelolaan dan pembinaan pendidikan Katolik, terdiri dari bantuan-bantuan yang meliputi: honor guru agama Katolik Tidak tetap, kegiatan keagamaan Katolik Sekolah Dasar, kegiatan keagamaan Katolik SLTP, kegiatan keagamaan Katolik SLTA, kegiatan Organisasi MGMP, dan bantuan Tunjangan Profesi Guru Agama Katolik Non PNS. Sedangkan kegiatan workshop berupa Pembinaan Katolisitas Guru Agama Katolik, Pembinaan Organisasi MGMP, Penilaian Kinerja Guru dan Pengembangan Keprofesionalan, Sosialisasi Pengembangan Kompetensi Pendidikan Kurikulum 2013 2 kegiatan, serta workshop Pembelajaran PAK Guru Agama Tidak Tetap. Semua bantuan dan kegiatan telah diperiksa oleh Itjen dan telah diaudit oleh BPK. Kesempatan selanjutnya adalah, penyajian dari Provinsi Bangka Belitung yang disampaikan Drs. Yohanes Bosco Otto, M. Pd, hal penting yang terungkap adalah, capaian target guru penerima tunjangan profesi semakin bermutu yakni sebesar 100% dari target kinerja yang telah ditetapkan (untuk 3 orang guru). Meskipun dalam DIPA-RKAKL Program Bimbingan Masyarakat Katolik Tahun 2014 teralokasi 5 orang sebagai RKP, namun sesungguhnya tidak diusulkan dalam rencana, karena Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 15 yang sebenarnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung hanya ada 3 orang guru PAKat Non PNS yang telah lulus sertifikasi dan berhak mendapat tunjangan profesi. Agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama, maka RKP pada tahun-tahun mendatang seharusnya disesuaikan dengan usulan daerah. Dibandingkan tahun 2013 sebesar 81,25%, capaian target indikator kinerja ini mengalami peningkatan sebesar 18,75%. Selain itu, dalam indikator kinerja ini juga ditetapkan pembayaran kekurangan TPG on going sejumlah 3 orang dan TPG terhutang tahun 2013 sejumlah 4 orang dengan capaian kinerja 100%. Sedangkan indikator meningkatnya kualitas institusi/ lembaga keagamaan Katolik melalui bantuan mencapai 100%. ”Termasuk dua kegiatan dialog yang sudah terlaksana dengan baik,” ungkap Pembimas Bangka Belitung. Sementara penekanan Provinsi Kepulauan Riau pada bidang Bidang Pendidikan, yang antara lain telah melaksanakan Sosialisasi Kurikulum 2013 Pendidikan Agama Katolik yang dibuka langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau. Menurut Pembimas Katolik Yuniadi, Kegiatan sosialisasi ini merupakan langkah nyata yang dilakukan Kementerian Agama dalam mensosialisasikan Kurikulum 2013, khususnya Pendidikan Agama Katolik. Dengan demikian diharapkan, Kementerian Agama memiliki guru -guru yang memahami Kurikulum 2013 Pendidikan Agama Katolik. Prioritas lainnya, pencairan Tunjangan Profesi Guru Non PNS yang telah dilaksanakan pada Bulan Juli 2014 untuk Bulan Januari s.d. Juni 2014, Bulan November 2014 untuk Bulan Juli s.d. Oktober 2014, dan Bulan Desember 2014 untuk Bulan November s.d Desember 2014. Besar anggaran yang terserap adalah Rp.18.000.000, atau sebesar 100%. Laporan pelaksanaan program dan kegiatan di Tahun 2014 untuk Provinvi DKI Jakarta, di Bidang Urusan Agama Katolik, diungkap Pembimas Katolik, Normal Ginting SH, juga telah mencapai target keberhasilan 100%. Misalnya, dalam hal peningkatan mutu agama dan Lembaga Keagamaan Katolik, telah direalisasikan kegiatan berupa Pembinaan Pembina Anak Usia Dini dan Bina Iman Anak, Orang Muda Katolik, dan Keluarga Katolik Bahagia Sejahtera. Untuk bantuan, terserap dana bagi bantuan kegiatan lembaga sosial keagamaan, bantuan Penyuluh Agama Katolik Non PNS, sera Bantuan Pembangunan/Rehab Rumah Ibadah. Di fungsi Pendidikan, provinsi ini telah melaksanakan kegiatan Pembinaan Mental Guru Pendidikan Agama Katolik Prov. DKI Jakarta, Pembinaan Profesi Guru Pendidikan Agama Katolik Prov. DKI Jakarta, bantuan Tunjangan Profesi Guru Non PNS Katolik, Tunjangan Fungsional Guru Non PNS, serta Pembayaran Gaji dan Tunjangan TPG Terhutang Reviu BPKP. Kegiatan tersebu telah dilaksanakan dengan baik dan capaian 100% pada persentase rencana tingkat capaian 80% . Dalam menjalankan tugas melakukan pembinaan di bidang Pendidikan Agama, Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat menghadapi berbagai masalah. Misalnya, soal Implementasi Kurikulum 2013; Dilanjutkan atau dihentikan? Selain itu, Sertifikasi Guru: pemberian TPG tidak berbanding lurus dengan peningkatan kompetensi Guru. Tingkat akuntabilitas 16 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 pembayaran TPG perlu ditingkatkan. Juga persoalan penilaian kinerja guru (PKG) menyangkut SOP, serta kebijakan di bidang pendidikan yang berubah-ubah. Di bidang agama, ditemukan juga beberapa persoalan. Yaitu, nilai-nilai dan ajaran agama yang tidak terintegrasi dan mengejewantah dalam hidup keseharian: apa yang diketahui tidak diamalkan dan dihayati dalam hidup sehari-hari (beriman di altar dan dipasar) akibatnya terdapat disparitas (kesenjangan), discrevansi, antara pemahaman ajaran dan hidup. Persoalan lain, Peraturan Bersama Menteri Agama No 8 dan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2005 belum tersosialisasi dan terimplementasikan di lapangan akibatnya sulit memperoleh izin pendirian rumah ibadah di Gedebage, Kopo, Purwakarta, Parung Bogor dan Kota Bekasi, serta persoalan belum terjalinnya relasi kemitraan simbiose mutualis yang ideal antara Bimas Katolik dengan Gereja Katolik; Bimas Katolik dipandang sebelah mata, di bawah Gereja (subordinasi). Senada dengan Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, juga menyampaikan rangkaian persoalan di bidang Pendidikan Katolik. Diungkap Pembimas Katolik, Paulinus Sulardi, S. Ag. persoalan yang dihadapi seputar kekurangan Guru Agama Katolik dan Pengawas Pendidikan Agama karena memasuki masa purna tugas (pensiun). Misalnya, kurangnya minat menjadi Guru Agama Tidak Tetap di seluruh jenjang pendidikan mengingat sangat kecilnya honorarium, belum ada bantuan honorarium bagi Guru Agama Katolik dari Pemerintah di Sekolah-sekolah, serta kurangnya tenaga pengawas pendidikan agama Katolik dari tingkat Dasar sampai dengan Menengah. Upaya mengatasi permasalahan tersebut, dengan mengusulkan tambahan formasi Guru Agama Katolik setiap ada penerimaan CPNS, mengadakan test calon Pengawas Pendidikan Agama Katolik bagi setiap jenjang pendidikan, mengefektifkan Guru Agama untuk mengajar di beberapa sekolah dengan harapan untuk memenuhi jumlah jam m e n g a j a r s e b a ga i p e r s y a ra t a n a n g k a k r e d it , menyelenggarakan penataran tenaga teknis pendidikan/ bimtek (Guru/Dosen) dengan menggunakan dana dari Daerah maupun Pusat, serta menyalurkan bantuan dana dan paket buku pegangan Guru/Dosen kepada lembaga pendidikan agama Katolik. Laporan selanjutnya, disampaikan oleh Pembimas Katolik Provinsi Yogyakarta, Suharto Yohanes S. Ag. Menurutnya, penyerapan anggaran tahun 2014, mencapai angka 98,30% dengan pagu sebesar Rp. 2.077.133.000,-. Sisa anggaran yang tidak terserap yaitu sebesar 1,7% senilai Rp. 35.308.256,-. Rincian sisa anggaran yang tidak terserap yaitu berasal dari Belanja Gaji Pegawai dan Dukungan Manajemen sebesar Rp. 12.158.256,-, kemudian dari Belanja Modal Peralatan dan Mesin sebesar Rp. 5.150.000,- dan yang terakhir dari Tunjangan Profesi Guru Non PNS untuk 1 orang sebesar Rp. 18.000.000,-. Pada Belanja Modal Peralatan dan Mesin tidak terserap sepenuhnya karena adanya penurunan harga dari pihak penyedia. Sedangkan untuk Tunjangan Profesi Guru Non PNS tidak terbayar 1 orang karena yang bersangkutan pindah tugas keluar DIY. Disampaikan pula bahwa, pemberian Tunjangan Profesi Guru Non PNS Katolik dicairkan dalam 2 tahap. Tahap I bulan Januari-Agustus 2014, tahap II September– Desember 2014 dengan pihak penerima adalah guru Agama Katolik Non PNS (Yayasan) yang ada di Kabupaten Bantul sejumlah 1 orang. Pada TA 2014 lalu, Bimas Katolik Provinsi Jawa Timur secara umum sudah melaksanakan programprogram kegiatan sesuai dengan Tugas Fungsi dan Visi Misi yang telah tercermin dalam Penetapan Kinerja dan Rencana Kinerja Tahunan. Hal ini bisa dilihat dari ketercapaian sasaran strategis dan indikator kinerja serta kenaikan anggaran hampir dua kali lipat lebih dari tahun 2013 yang hanya Rp. 12.059.995.000 menjadi Rp. 26.548.386.000. Kenaikan cukup besar ada pada anggaran Tunjangan Profesi Guru baik PNS maupun Non PNS dan tunjangan profesi guru terhutang hasil reviu BPKP. Seperti yang dipaparkan bahwa pembayaran Tunjangan Profesi Guru PAK Non PNS sejumlah 100 orang, terealisasi 74 orang dengan capaian target 74 %. Selanjutnya, Pembayaran tunjangan fungsional guru non PNS, sejumlah 20 orang dengan capaian target 100%. serta Tunjangan Profesi Guru Non PNS terhutang hasil reviu BPKP sejumlah 75 orang, tetapi hanya terealisasi 72 orang dengan capaian target 96%. Sepanjang TA 2014 lalu pun, Bimas Katolik Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali telah melaksanakan tugas pelayanan, bimbingan, pembinaan, dan pengelolaan sistem informasi di bidang Bimbingan masyarakat Katolik berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama. Seperti yang diungkapkan Pembimas Katolik, Drs. Lodovikus Lena MM, provinsi telah mengadakan kegiatan pembinaan urusan agama Katolik antara lain, Pembinaan Orang Muda Katolik, Pembinaan Rohani Gender Katolik, Konsultasi Program Urusan Agama Katolik, Tunjanan Penyuluh Agama Katolik Non PNS, serta Bantuan Lembaga Sosial Keagamaan dan Rumah Ibadat. Di bidang Pendidikan misalnya, Pembinaan Guru Aga ma Katol ik Tingka t Dasa r da n M enenga h, Pembayaran Tunjangan Profesi Guru PAK Non PNS, serta Pembayaran TPG Non PNS terhutang reviu BPKP. Dalam rangka mewujudkan rencana strategik Pemerintah di Bidang Agama dan Bidang Pendidikan. Pembimas Katolik Provinsi Nusa Tenggara Barat, Drs. Benediktus Haro M. Pd. juga melaporkan pertanggungjawaban kegiatan untuk TA 2014 lalu. Anggaran yang dilaporkan berdasarkan program pengelolaan dan pembinaan pendidikan agama Katolik serta pembinaan urusan agama Katolik. Bidang Pendidikan telah dilaksanakan Workshop Penyusunan Naskah soal UASBN Pendidikan Agama Katolik SD/SMP/SMA/K, Pembinaan Siswa/siswi SMA/SMK Katolik se-NTB, Sosialisasi Kurikulum PAK 2013, Bantuan sosial untuk pemberdayaan sosial dalam bentuk uang. Bantuan ini tidak dapat direalisasikan karena pemahaman yang berbeda tentang peraturan Menteri Keuangan dalam kaitan dengan Bansos, dan Tunjangan Proefesi Guru Agama Katolik Non PNS. Dan bidang agama antara lain, kegiatan Pertemuan Intern Tokoh Agama Katolik, Orientasi Petugas Liturgi se-Provinsi NTB, Bantuan dalam bentuk uang untuk lembaga ME Dekenat NTB dan Lembaga Keagamaan Dekenat. Kedua jenis bantuan ini tidak dapat dicairkan karena pemahaman yang berbeda tentang peraturan Menteri Keuangan dalam kaitan dengan Bansos, serta Tunjangan bagi penyuluh agama katolik non PNS. U n t u k Provinsi Nusa Tenggara Timur, dilaporkan oleh Kepala Bidang Pendidikan Katolik Drs. Dominikus Djata M. Si. dan Kepala Bidang Drs. Yakobus B. Kleden,MM., sebagai berikut; Pengelolaan dan pembinaan pendidikan katolik meliputi 10 kegiatan dengan total peserta 410 orang. Kegiatankegiatan itu antara lain penyusunan program pendidikan agama dan keagamaan katolik; pembinaan microteaching bagi guru agama tingkat dasar dan menengah; pembinaan ICT bagi guru tingkat dasar dan menengah; pembinaan penulisan karya ilmiah bagi guru agama tingkat dasar dan menengah; orientasi pemanfaatan TIK bagi pejabat pendidikan katolik dengan total dana sebesar Rp. 1.397.896.314; realisasi Rp. 1.343.397.628 dan dana yang dikembalikan ke kas negara sebesar Rp.53.498.686, dengan prosentase:96%. Kegiatan lain,monitoring, pejalanan dinas dan konsultasi serta pendataan pendidikan katolik dengan total dana Rp. 306.030.000; realisasi Rp. 304.173.798 dan dana yang dikembalikan ke kas negara sebesar Rp. 1.856.202, persentase 99 %. Dan di bidang Urusan, terealisasi kegiatan antara lain, Lomba Baca dan Kuis Kitab Suci (Bidang Urusan Agama Katolik dan 18 Satker Kab/Kota). Kegiatan ini dilaksanakan dalam kerjasama dengan Delegatus Kitab Suci Regio Gerejawi Nusa Tenggara (di tingkat Kanwil) dan Komisi Kitab Suci Keuskupan/Paroki (di tingkat Kab/Kota). Lomba dilaksanakan dalam dua sesi. Pertama, dilaksana-kan di tingkat Kab/Kota, dan kedua, dilaksanakan di tingkat Kanwil. Di tingkat Kab/ Kota lomba ini dijadikan sebagai ajang untuk mencari para juara yang selanjutnya akan diutus untuk mengikuti lomba di tingkat Kanwil. Selanjutnya, Pertemuan Penyuluh (Bidang Urusan Agama Katolik). Pertemuan ini menghadirkan para Penyuluh Agama Katolik se-Provinsi NTT bersama para Kepala Seksi sebagai atasan langsung. Pertemuan ini dimaksud-kan untuk meningkatkan Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 17 koordinasi kerja antara para penyuluh dan Kepala Seksi sebagai atasan langsung. Dalam pertemuan ini dibahas aneka persoalan yang dihadapi penyuluh dalam pelaksanaan tugas penyuluhan sekaligus aneka solusi yang perlu untuk meningkatkan kinerja penyuluhan. Serta bantuan pengembangan mutu lembaga keagamaan (Bidang Urusan Agama Katolik), dan Subsidi Tunjangan Penyuluh Non PNS (Bidang Urusan Agama Katolik dan 19 Satker Kab/Kota). B e r i k u t n ya , P r ov i n si K a l i ma n ta n Ba r a t , melaporkan kegiatan menyangkut pengelolaan dan pembinaan Urusan Agama Katolik. Menurut Pembimas Katolik, Drs. Yosef, provinsi ini telah mengadakan beberapa program yaitu; Pembinaan Penyuluh untuk 55 orang, pembinaan Pemimpin Ibadat untuk 55 orang, Pembinaan Orang Muda Katolik untuk 55 orang, Koordinasi Bimas Katolik yang dihadiri 50 orang peserta, Pengadaan Buku Keagamaan Katolik (Alkitab) sejumlah 800 exemplar, Pengadaan Kalender 1000 exemplar, Keyboard/Orgen, Peralatan Misa masing-masing 12 set, Pengadaan Mebeler, Bantuan Lembaga di dua lokasi, Bantuan penyuluh Non PNS bagi 40 orang, Bantuan rumah ibadah di dua lokasi, serta kegiatan koordinasi dan konsultasi. Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama Katolik untuk TA 2014 ini, Provinsi Kalimantan Tengah berhasil menyentuh capaian realisasi anggaran 94,66%. Program ini terlaksana dengan baik berkat kerja sama pihak masyarakat dan Gereja Keuskupan/KWI, dan instansi-instansi terkait secara hirarki. Meski begitu, Pembimas Katolik, Drs. Wilhelmus Y. Ndoa, M.Pd. memberikan catatan bahwa anggaran yang diberikan masih sangat kecil. “Anggaran tersebut tidak sebanding dengan jumlah umat yang menjadi obyek layanan Bimas Katolik. Selain itu, ada begitu banyak aspek kehidupan menggereja yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Dengan terbatas-nya anggaran, kebutuhan umat pun tidak terpenuhi. Usulan-usulan atau masukan ini sebagai bahan per-timbangan bagi kami dalam menyusun anggaran dalam tahun anggaran berikutnya,” paparnya. Sedangkan untuk program pengelolaan dan pembinaan Pendidikan Katolik, provinsi mencapai realisasi hingga 97,33%. Berdasarkan Alokasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Bimbingan Masyarakat Katolik Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2014 meliputi unsur yang terdiri dari 19 Sasaran. Disampaikan Pembimas Katolik, Drs. Andreas Nua, pada pengelolaan dan pembinaan urusan agama Katolik terealisasi dua kegiatan pembinaan dan dua kegiatan pengkoordinasian/pertemuan. Sedangkan untuk bantuan, telah disalurkan bantuan perasional di 10 Komisi Keuskupan Banjarmasin, T u n j a n g a n P e n y u l uh N o n P N S , d a n b a n tu a n Pembangunan/Rehabilitasi Rumah Ibadah untuk 2 Lokasi. Di bidang agama terserap dana untuk kegiatan pembinaan, sosialisasi kurikulum 2013, sosialisasi pendidikan nilai religiositas GAK Dasar dan Menengah, serta kegiatan penyusunan Soal UAS Pendidikan Agama Katolik. Sementara pada bantuan, disalurkan bagi bantuan Kelompok Kerja Guru Agama Katolik untuk 2 Lembaga, serta Tunjangan Profesi Guru Agama Katolik Non PNS untuk 2 Orang. 18 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Penjabaran Pembimas Katolik Provinsi Kalimantan Timur, Drs. Joko Harjono PN, M. Ap. tercatat bahwa dari alokasi anggaran sebesar Rp. 898.000.000, dana telah terserap sebesar Rp. 856.664.685 atau 95.40% dengan penyaluran bagi beberapa kegiatan. Yaitu, Workshop Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Dasar dan Menengah, Rapat Koordinasi Pejabat Bimas Katolik se-Kalimantan Timur dengan membahas tentang menghimpun kebutuhan dan solusi masalah dalam Pendidikan Agama Katolik, bantuan pengembangan bagi 6 Lembaga Pendidikan Agama dan Keagamaan Katolik, serta bantuan Tunjangan Provinsi Guru Agama Katolik non PNS sebanyak 9 orang. Di bidang agama terserap anggaran bantuan Pembangunan Renovasi Gereja Katolik, Bantuan Pengembangan Lembaga Keagamaan Katolik, Bantuan Organisasi Kemasyarakatan Katolik, Monitoring, Koordinasi dan Evaluasi Program Urusan Agama Katolik Se-Kalimantan Timur, Tunjangan Penyuluh Agama Katolik Non PNS, Orientasi Tokohtokoh Agama Katolik dengan Tema : Peran Tokoh Agama Katolik dalam Kehidupan Multikultural, Pembinaan Orang Muda Katolik dengan Tema : Orang Muda Katolik Berperan Aktif Menjaga dan Melaksanakan Tri Kerukunan Umat Beragama. Pada tahun anggaran 2014, Satker Pembimas Katolik Provinsi Sulawesi Barat, Petrus Tandilodang SS, mengelola anggaran berdasarkan pagu sebesar Rp 1.880.199.000. Jumlah anggaran itu terdistribusi dalam 4 (empat) kegiatan yakni : pertama, kegiatan pengelolaan dan pembinaan pendidikan Agama Katolik. Kedua, pengelolaan dan pembinaan urusan Agama Katolik. Ketiga, kegiatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Bimas Katolik. Keempat, penyelenggaraan administrasi perkantoran pendidikan Bimas Katolik. Persentase realisasi anggaran pada tahun 2014 yang dapat dicapai secara keseluruhan program Bimbingan Masyarakat Katolik pada Satker Pembimas Katolik Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Barat adalah 97,85 %. Serapan anggaran itu terbagi dalam program kegiatan bidang urusan yaitu pembinaan kerukunan umat beragama, pembinaan penyuluh Agama Katolik Non PNS, pembinaan motivator kelompok kaum ibu Katolik, peningkatan pelayanan publik dan bantuan kelompok kategorial/kevikepan di 3 lokasi, bantuan lembaga keagamaan untuk 4 lembaga keagamaan, bantuan penyuluh agama Non PNS, dan bantuan rehab sarana peribadatan di 2 lokasi. Pada pengelolaan dan pembinaan Pendidikan Agama Katolik, anggaran terdistribusi dalam yakni pertama, dokumen layanan pendidikan yang terdiri dari komponen administrasi kegiatan dan bantuan insentif guru Agama Katolik Tidak Tetap dan bantuan lembaga pendidikan keagamaan Katolik. Kedua, bantuan tunjangan profesi guru Agama Katolik Non PNS. Kegiatan Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama Katolik pada Tahun Anggaran 2014 Bimas Katolik Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara, disampaikan Pembimas Katolik, Dra. Joula Petronela Makarawung, sebesar 2.792.400.000 dari Pagu Anggaran keseluruha n 12.360.677.000, denga n realisasi Rp. 2.723.459.000 atau 97.53 %. Realisasi anggaran ini adalah hasil pemanfaatan dari komponen-komponen kegiatan antara lain, Pertemuan Pembinaan Orang Muda Katolik, PembinaanPenyuluh Agama Katolik Non PNS, Pembinaan Mental Spiritual Pegawai Bimas Katolik, Pertemuan Tokoh-Tokoh Umat Katolik, Pembinaan/ Siaran Keagamaan Katolik di TVRI dan RRI, dan Pembinaan Pimpinan Umat Katolik. Sedangkan di bidang Pendidikan, terserap anggaran sebesar Rp. 1.361.794.600 atau 96.31 % dari dana yang diberikan. Selain kegiatan, anggaran juga dimanfaatkan untuk bantuan-bantuan dalam bentuk Tunjangan Profesi Guru Non PNS, serta bantuan Kegiatan Keagamaan Sekolah Katolik. “Untuk pembayaran TunjanganProfesi Guru Non PNS tidak mengalami persoalan dalam hal pembayaran TPG. Pembayaran TPG sampai Kelulusan Tahun 2013 semuanya telah terbayarkan tidak ada yang terhutang,” paparnya. Sementara laporan yang disampaikan Pembimas Katolik Provinsi Sulawesi Selatan, Drs. A.Y. Untung Nugroho, M. Ap. menyebutkan bahwa Penguatan koordinasi perencanaan di tingkat Pusat, Kanwil dan APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah), perlu terus ditingkatkan terutama mulai dari penyusunan perencanaan program/kegiatan. Pendistribusian anggaran pun, perlu proposional berdasarkan data sasaran Pelayanan. Selain itu, mengupayakan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana baik di bidang Urusan, Pendidikan maupun Pelayanan Umum, serta perlu adanya pengadaan kendaaraan roda dua bagi penyuluh guna menunjang kegiatan di lapangan. TA 2014 lalu, provinsi ini pun telah melakukan empat kali pertemuan pada pengelolaan dan pembinaan urusan agama Katolik. Di samping penyerapan anggaran untuk bantuan Sosial Keagamaan Katolik, Tunjangan Penyuluh Non PNS, serta bantuan Pembangunan/Rehab Rumah Ibadah di 2 Lokasi. Pada pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Agama Katolik, terserap untuk dua kegiatan pertemuan dan enam buah bantuan kegiatan serta bantuan, yakni Tunjangan GAK dan Tunjangan Profesi GAK non PNS untuk 7 orang. Dalam hal perencanaan dan penganggaran, Provinsi Sulawesi Tenggara menyampaikan bahwa koordinasi yang terbangun di tingkat Pusat, Kanwil, dan APIP berjalan baik tanpa masalah. Pendistribusian anggaran pun, dilaporkan Pembimas Katolik, Leonardus Latu S.Ag., M. Pd, berjalan proposional sesuai data yang berlaku. Di bidang Urusan Agama telah dilaksanakan Pembinaan Pasutri Agama Katolik, Pembinaan Orang Muda Katolik (OMK), Pembinaan bagi pemimpin Ibadat Sabda dan Pembinaan bagi pendamping SEKAMI. Selain itu, bantuan untuk kelompok kategorial, bantuan lembaga sosial keagamaan, bantuan rehap Gereja untuk 2 lokasi, dan bantuan Penyuluh Non PNS. Sedangkan di bidang Pendidikan, kegiatan Orientasi Pembinaan Guru Agama Katolik tingkat Dasar dan Menengah, bantuan KKG dan MGMP, serta bantuan GAK tingkat Dasar dan Menengah untuk 15 orang. Di kegiatan tingkat nasional itupun, Pembimas Katolik Provinsi Maluku, Drs. Silvanus Duarmas M.Si., menyampaikan beragama persoalan yang dihadapi provinsi di wilayah timur Indonesia ini. Misalnya, wawasan pengetahuan yang dimiliki rata-rata penduduk masih relatif rendah, sarana parasarana dalam menunjang pelayanan keagamaan juga masih menjadi kendala, di samping kondisi geografis yang masih sulit terjangkau sehingga sangat mempengaruhi anggaran pembiayaan operasional. Meski dengan kondisi terbatas, toh kegiatan dan bantuan keagamaan tetap berjalan. Pembimas pun giat melakukan kordinasi Dengan Balai Diklat Keagamaan Ambon dalam hal Diklat Penyuluh dan PIM IV, demi menunjang profesionalitas pelayanan. “Terkait NUPTK, NRG, dan Data Dapodik, kami telah melakukan koordinasi lintas instansi denga Ditjen, LPMP dan sekolah,” ungkap Pembimas. Selanjutnya, Pembimas Katolik Provinsi Maluku Utara, FX Belekubun S.Sos M.Si. menyampaikan bahwa alokasi anggaran untuk provinsi ini telah terealisasi se-besar Rp. 1.126.550.000 untuk TA 2014 lalu. Dana tersebut disalurkan untuk bantuan Pembangunan/Rehab Rumah Ibadah, Pemberian Bantuan Pembangunan Gereja Katolik untuk 2 lokasi, bantuan Sosia kepada Panti Asuhan Elisa Tobelo, bantuan bagi Seminari Tobelo, serta empat buah kegiatan pertemuan yaitu Pembinaan Rohani Pembina Agama Katolik, Pembinaan Guru PAK, Pembinaan Rohani Pembina Sekami, dan Pembinaan Rohani Pembina OMK. Sedangkan untuk pengelolaan dan pembinaan pendidikan dialokasikan anggaran untuk kegiatan koordinasi, konsultasi, survei, monitoring, dan pembinaan serta bantuan bagi lembaga pendidikan agama Katolik. Peningkatan pelayanan di bidang keagamaan daerah, juga disampaikan Pembimas Katolik Provinsi Gorontalo, Reinne Febriana Koraag SS. Menurutnya, umat dan pejabat Gereja setempat sangat mengapresiasi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebagai simbol kemitraan antara Pemerintah dan Gereja, serta sebagai ruang konsolidasi di tingkat Paroki dan Stasi. “Kegiatan ini sebagai sarana pertemuan keakraban dan saling memberi suport satu sama lain dan tentunya memperkokoh persatuan dan persaudaraan sebagai umat Katolik,” ungkapnya. Dilaporkan pula bahwa Gorontalo telah menyalurkan bantuan kepada 2 lembaga keagamaan, yaitu Lembaga Pembinaan Musik Liturgi Katolik dan Lembaga Pengembangan Katekese Katolik. Untuk tunjangan penyuluh non PNS telah direalisasikan kepada 21 (dua puluh satu) orang Penyuluh Agama Katolik Non PNS. Tahun lalu, anggaran pun diberikan bagi pembangunan/rehab gereja. Hal ini cukup menjawab keluhan umat, khususnya daerah terpencil yang selama ini ber-ibadat dengan sarana gereja seadanya. “Oleh karena itu mereka merasa sangat berterima kasih kepada pemerintah yang sudah membantu pembenahan rumah ibadah sehingga menjadi layak dan terhormat, sambil mereka harapkan supaya program inipun tetap ada sehingga setiap rumah ibadah boleh mendapatkan bantuan yang sama,” ungkap Pembimas. Demikian pula untuk menunjang pembinaan Pendidikan Katolik, telah disalurkan bantuan kepada siswa miskin dan bantuan insentif guru agama Katolik tidak tetap. Berikutnya, Provinsi Papua Barat melaporkan bahwa koordinasi di tingkat Pusat, Kanwil, dan APIP sudah berjalan dengan baik. Anggaran yang dialokasikan Negara pun, telah terserap sesuai data dan sasaran pelayanan secara proposional. Sedangkan menyangkut pemenuhan kebutuhan, selama ini sarana dan prasarana diupayakan semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan, baik di bidang urusan, pendidikan maupun pelayanan umum. (MM/Sumber: Laporan Kanwil Provinsi) Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 19 REKOMENDASI KONSULTASI TAHUN 2015 Berdasarkan masukan dari para narasumber dan hasil diskusi kelompok, maka dihasilkan rekomendasi kerja forum Konsultasi Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah Tahun 2015 di Wisma Universitas Terbuka, Pondok Cabe, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten tanggal 27 April s.d. 1 Mei 2015, sebagai berikut: BIDANG SEKRETARIAT 1. Struktur: Mengharmonisasikan PMA Nomor 10/2010 dan PMA 13/2012 dengan melengkapi data/dokumen dan analisis pendukung 2. SDM dan DIKLAT: A. Memperjuangkan peningkatan formasi pegawai untuk Pusat dan Daerah, baik jabatan fungsional umum (JFU) maupun jabatan fungsional tertentu (Guru, Penyuluh dan Pengawas). B. Mengusahakan pengangkatan Pegawai Kontrak/tenaga honorer (pramubakti, sopir) untuk menunjang pelaksanaan tugas Bimas Katolik. C. Menyelenggarakan Bimtek secara berkelanjutan berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara antara lain: SAIBA, e-MPA, e-MONEV, SIMAK BMN, SAKPA, Sistem Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Monitoring dan Pelaporan. D. Melaksanakan Diklat Fungsional (bagi para guru, pengawas, penyuluh) bekerjasama dengan Balai Diklat (Daerah) dan dengan PUSDIKLAT (Pusat). 3. Regulasi: A. Segera merevisi SK Inpassing Tahun 2012. B. Segera menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) tentang Mekanisme Pencairan Bantuan. C. Segera merevisi Pedoman Kerja Guru dan Pengawas. D. Segera menyusun Pedoman/Juknis pencairan Tunjangan Profesi Guru. E. Segera menerbitkan Surat Edaran tentang Pengaturan Jam Kerja Penyuluh Agama Katolik 4. Perencanaan dan Sistem Informasi: A. Pemantapan restrukturisasi program dan kegiatan Pusat dan Daerah. B. Mengupayakan pengadaan kendaraan operasional dan sarana prasarana lain yang dibutuhkan untuk mendukung tugas dan fungsi. C. Meningkatkan honorarium Guru Agama Katolik Tidak Tetap (GAKTT). D. Komitmen penyelesaian hutang/kekurangan Tunjangan Profesi Guru. BIDANG URUSAN AGAMA KATOLIK 1. Meningkatkan kualitas kemitraan secara komprehensif dengan Lembaga Agama/Lembaga Keagamaan Katolik, antara lain: A. KWI, Keuskupan, Paroki B. Organisasi Keagamaan Katolik/Lembaga Sosial/Kelompok Kategorial. 2. Memberdayakan dan mengutamakan lulusan SMAK dan PTAKS sebagai Penyuluh Agama Katolik Non PNS. 3. Mengupayakan Pembentukan Lembaga Amal Nasional Katolik. 4. Mengupayakan sistem registrasi gereja Katolik. 5. Melakukan koordinasi, komunikasi dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan FKUB dalam hal pembangunan rumah ibadah dan dialog kerukunan. BIDANG PENDIDIKAN KATOLIK 1. Sertifikasi: A. Terus memonitor dan membimbing para Guru Pendidikan Agama Katolik untuk mengupdate Data Diri pada DAPODIK dan PADAMU NEGERI. B. Merancang program Sertifikasi Guru melalui pola Pendididikan Profesi Guru dalam Jabatan (PPGJ) bagi Guru yang telah melaksanakan tugas Terhitung Mulai Tahun 2006. 2. Pengangkatan Guru: A. Perlu melakukan koordinasi, komunikasi, dan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota terkait dengan pengangkatan Guru Pendidikan Agama Katolik. B. Melakukan koordinasi pengangkatan Guru PAK di sekolah umum melalui Kementerian Agama. 3. Mensosialisasikan PMA No. 54/2014 tentang Pendirian Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK). 4. Mensosialisasikan Keputusan Dirjen Nomor: 23 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pendirian Taman Seminari di Lingkungan Ditjen Bimas Katolik. 5. Memperkuat Keputusan Dirjen Nomor: 23 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pendirian Taman Seminari di Lingkungan Ditjen Bimas Katolik dengan Peraturan Menteri Agama (setelah poin 4, terlaksana). 20 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Kebijakan elektronik-Monitoring Pelaksanaan Anggaran, (e-MPA) T erselenggaranya pemerintahan yang baik menjadi tuntutan masyarakat dewasa ini, maka good governance menjadi isu penting pada tataran pengelolaan pelayanan publik. Good governance menjadi syarat mutlak untuk menjawab keinginan masyarakat dan tentu saja untuk mencapai cita-cita bangsa. Syarat bagi tercapainya good governance itu adalah adanya transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Untuk itu perlu Pelaporan dan Evaluasi Program yang baik. Pelaporan dan Evaluasi Program yang dilakukan dengan baik berimplikasi pada berbagai kebijakan sehingga dapat diambil langkah yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan pelaporan dan evaluasi program di lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik terintegrasi dalam tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, secara khusus pada Subbagian Pelaporan dan Evaluasi Program Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi. Tata kelola sistem pelaporan dan evaluasi program yang baik akan berimplikasi pada efektifitas dan efisiensi proses pengendalian, pemantauan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program/kegiatan di lingkungan Ditjen Bimas Katolik sehingga harapan tercapainya akuntabilitas dan transparansi kinerja program bisa lebih maksimal. Informasi yang disampaikan pun juga lebih akurat sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Informasi Publik, bahwa informasi adalah kebutuhan pokok setiap orang dan bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting Negara demokratis. Salah satu cara menyediakan informasi yang akurat adalah melalui aplikasi e-MPA. Sistem terintegrasi ini mampu memberikan solusi sekaligus menjawab tantangan yang dihadapi oleh Kementerian Agama. e-MPA atau elektronik-Monitoring Pelaksanaan Anggaran yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 47 Tahun 2014 merupakan aplikasi yang mengintegrasikan proses pengumpulan data, penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program dan anggaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Aplikasi ini dibangun oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Agama. e-MPA bertujuan untuk menyediakan data dan informasi sebagai bahan penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program dan anggaran dalam rangka mewujudkan kinerja pelaksanaan program dan anggaran yang transparan, efisien, efektif, dan akuntabel. Pelaksanaan e-MPA menjunjung tinggi prinsip partisipatif, efisien, efektif, mudah, handal, akurat, cepat, dan aman. Ruang lingkupnya mencakup pengumpulan data, penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program dan anggaran pada seluruh satker Kementerian Agama. Pengelola e-MPA terdiri dari penanggung jawab, koordinator dan operator. Untuk tingk a t Kemente ria n A ga ma , pena nggungjawa b pengelolaan e-MPA adalah Sekretaris Jenderal, untuk Unit Eselon I Pusat adalah Pimpinan Unit Eselon I Pusat, untuk tingkat Kanwil Kemenag Provinsi adalah Kakanwil Kemenag Provinsi, dan untuk tingkat Kankemenag Kabupaten/Kota adalah Kakankemenag Kabupaten/Kota. Koordinator mempunyai tugas mengkoordinasikan pengelolaan e-MPA pada satker masing-masing, sedangkan operator mempunyai tugas melakukan entri data ke dalam aplikasi e-MPA. Aplikasi ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan pimpinan Kementerian Agama dalam melaporkan pelaksanaan anggaran dan program di lingkungan Kementerian Agama kepada Presiden, DPR, Internal dan masyarakat terutama terkait dengan pelaksanaan kunci yang terdiri dari Rencana Kegiatan Pemerintah (RKP), Instruksi Presiden dan kegiatan prioritas Kementerian Agama. Dalam rangka memudahkan, aplikasi ini dikembangkan dalam bentuk online berbasis web dan terintegrasi dengan website Kementerian Agama dengan alamat http://e-mpa.kemenag.go.id. Aplikasi e-MPA berisi gambaran secara umum DIPA, perencanaan dan realisasi anggaran satker, sehingga laporannya akan secara mudah diakses oleh Kemenag Pusat. Dokumen yang diunggah di aplikasi ini adalah dokumen pencairan anggaran berupa SPM, SP2D, SPP, SPTB dan kwitansi. Semua dokumen tersebut harus berbentuk PDF. Aplikasi e-MPA wajib diisi oleh seluruh satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama, baik satuan kerja tingkat eselon I Pusat (Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat-Direktorat Jenderal, dan Badan Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 21 Litbang Diklat), Kanwil Kemenag Provinsi, Kantor Kemenag Kab/Kota, Perguruan Tinggi Agama Negeri, Balai Litbang, Balai Diklat, Lajnah Pentashih Alqur'an, dan Madrasah Negeri. Agar setiap satuan kerja dapat mengisi aplikasi e-MPA dengan baik, maka setiap satuan kerja wajib menunjuk seorang penanggungjawab (PIC) yang menjadi penghubung antara satuan kerja bersangkutan dengan anggota Tim e-MPA Pusat. PIC akan menjadi penanggungjawab dalam proses pengumpulan data pada satuan kerjanya dan pengisian informasi yang terdapat dalam aplikasi e-MPA. PIC dapat merangkap juga sebagai operator atau didampingi operator dalam pengisian aplikasi e-MPA. PIC bertanggungjawab terhadap validitas data yang diinput dalam sistem dan keamanan dari data yang telah diinput pada tingkat Satuan Kerja. Setiap Satuan Kerja harus melakukan persiapan mulai dari aspek infrastruktur, penyusunan laporan, dan penggunaan sistem. g. Tren rencana dan realisasi fisik pelaksanaan kegiatan per bulan; h. Daftar nama pelaksanaan kegiatan RKP; i. Rencana target dan realisasi pelaksanaan RKP per bulan; j. Tingkat penyerapan anggaran RKP; k. Tingkat realisasi volume kegiatan RKP; l. Daftar nama pengadaan barang dan jasa yang mencakup volume, pagu, jenis pelaksanaan, HPS (Harga Perkiraan Sendiri), nilai kontrak, tanggal pengumuman, dan tanggal kontrak; Output data aplikasi e-MPA diharapkan dapat memenuhi kebutuhan laporan kepada: Mekanisme pelaporan e-MPA a. Laporan Akhir Tahun Capaian Kinerja Kabinet ke Presiden; b. Laporan Akhir Tahun Capaian Kinerja Tahunan Anggaran; c. Rencana dan Realisasi Fisik Pelaksanaan Kegiatan; d. Pelaksanaan Kegiatan RKP, meliputi target dan realisasi pelaksanaan bulanan dan realisasi volume; e. Laporan Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa. Modul yang terdapat dalam aplikasi e-MPA adalah: a. Data Umum Satker; b. Identitas Pengelola Anggaran; c. Data DIPA (Kode Satker DIPA, Nama Satker DIPA, Nomor DIPA, Tanggal DIPA, Pagu DIPA, File DIPA dalam format PDF); d. Rencana dan Realisasi Anggaran. Informasi yang dapat diperoleh dari aplikasi e-MPA dari setiap satker dan program adalah: a. Alamat dan posisi satker dalam peta; b. Daftar nama pengelola anggaran; c. Pagu Anggaran; d. Dokumen DIPA; e. Anggaran menurut jenis belanja; f. 22 Tren rencana dan realisasi serapan anggaran per bulan; Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 m. Daftar tingkat keaktifan dan kelengkapan pelaporan. Aplikasi ini secara umum akan membantu proses laporan dan evaluasi program karena dapat menyediakan informasi, laporan, dan capaian pelaksanaan program/ kegiatan secara akurat, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tim pengelola e-MPA Tingkat Kementerian melaporkan pelaksanaan tugas kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Agama. Sedangkan Tim pengelola e-MPA Tingkat Eselon I, Tingkat Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Tingkat Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Tingkat Perguruan Tinggi Agama Negeri, Tingkat Balai, Lajnah, dan Kantor Urusan Haji Indonesia, dan Tingkat Madrasah berkoordinasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Satker masing-masing. Dan untuk Kepala Satker berkoordinasi dan melaporkan pelaksanaan e-MPA kepada satker satu tingkat diatasnya. Pelaksanaan e-MPA di lingkungan DITJENBIMAS Katolik Di Lingkungan DITJENBIMAS Katolik, aplikasi e-MPA dikerjakan oleh tim yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Dirjen sejak tahun 2012 dan menunjuk seorang PIC (Person in Charge). Tugas tim secara keseluruhan adalah mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk input realisasi anggaran selama tahun berjalan berdasarkan serapan anggaran sehingga realisasi anggaran tahun berjalan dapat dipantau perkem bangannya. Pelaksanaan aplikasi e-MPA ini bukannya tanpa persoalan. Persoalan yang paling umum adalah adanya revisi RKA-K/L, realisasi per bulan yang belum selesai, dan scan item-item pendukung e-MPA yang banyak dan membutuhkan waktu yang banyak. Liputan Dirjen: SMAK melahirkan generasi muda yang mandiri dan cerdas berdasarkan ajaran agama Katolik “Sejak awal kemerdekaannya, Negara Indonesia sudah menetapkan tujuan yang hendak dicapai, yaitu mencerdaskan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan ini terasa sangat mendesak untuk diwujudkan. Hal ini didasarkan pada sebuah pemikiran yang juga menjadi sebuah fakta bahwa hanya Negara cerdas yang dapat mengalami kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan warganya. Kecerdasan tidak hanya menjadi faktor penting penentu tingkat k esejahteraan masyarakat sebuah bangsa melainkan juga menjadi tolok ukur kemajuan sebuah bangsa. Kecerdasan ini hanya bisa di-capai melalui upaya pendidikan, karena tanpa pendidikan yang memadai maka kecerdasan tidak akan ada. Yang ada hanyalah masyarakat yang terus menerus terpuruk karena kebodohan. Kebodohan inilah yang menjadi pangkal dari berbagai situasi/keadaan memprihatinkan sebuah bangsa atau negara. Untuk itu Pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap dunia pendidikan yang menjadi sarana utama memberantas kebodohan.” D e m i k i a n a ra h a n D i rje n B i m a s K a t ol ik , Drs. Eusabius Binsasi pada Rapat Koordinasi dalam rangka Bimbingan Teknis Operator Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Sekolah Menengah Agama Katolik. Bimbingan Teknis yang diikuti Operator DAPODIK dari Sekolah Menengah Agama Katolik se-Indonesia ini dilaksanakan di Jakarta, 14-16 Juni2015 dengan agenda utama Bimbingan/Latihan Teknis pengoperasian DAPODIK oleh Tim dari PDSP (Pusat Data dan Statistik Pendidikan) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan berpedoman pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, maka Kementerian Agama diberi peluang dan ruang yang sangat besar untuk ikut mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan bangsa melalui pendidikan agama dan pendidikan keagamaan yang saat ini terwujud dalam lembaga pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik. Tahun 2013 merupakan tonggak sejarah bagi keberadaan Sekolah Menengah Agama Katolik di Indonesia dengan terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2013 tentang Sekolah Menengah Agama Katolik tanggal 29 Januari 2013 yang telah direvisi dan diubah dengan PMA Nomor 54 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas PMA Nomor 1 Tahun 2013 tentang Sekolah Menengah Agama Katolik. Dengan munculnya perubahan PMA ini maka kita semakin leluasa mengelola lembaga pendidikan SMAK sesuai dengan kebutuhan masyarakat Katolik. Dirjen menambahkan, hingga akhir tahun 2013, sudah ada 13 SMAK yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Bimas Katolik, sedangkan saat ini jumlah seluruhnya sebanyak 19 buah, 17 buah sudah beroperasi dan 2 lainnya akan mulai beroperasi pada Tahun Pelajaran 2015/2016. Dengan melihat antusiasme masyarakat Katolik maka sudah dapat diprediksi bahwa kedepannya SMAK akan bertambah banyak. Di tengah semaraknya semangat masyarakat Katolik untuk mendirikan SMAK, satu hal yang perlu diingat yakni Direktorat Jenderal Bimas Katolik tidak serta merta menerbitkan Izin Pendirian ataupun Izin Operasional Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 23 SMAK begitu menerima proposal. Dengan terbitnya PMA Nomor 1 Tahun 2013 yang telah diubah dengan PMA Nomor 54 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas PMA Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Sekolah Menengah Agama Katolik dan juga berbagai produk turunannya berupa pedoman maupun petunjuk teknis pendirian SMAK, maka semua proposal harus ditelaah dengan teliti, kemudian dilakukan survey lapangan untuk membuktikan apakah proposal yang diajukan sudah sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal ini bertujuan untuk memastikan apakah pihak pemohon sudah memenuhi berbagai ketentuan yang disyaratkan oleh PMA, Pedoman Pendirian SMAK, maupun Petunjuk Teknis Pendirian SMAK. Dengan demikian maka Izin Operasional hanya bisa diberikan kepada pemohon yang sudah memenuhi persyaratan dan yang sudah benar-benar siap untuk menyelenggarakan pendidikan SMAK. Hal ini tidak bermaksud untuk mempersulit pihak masyarakat ataupun Keuskupan yang berniat mendirikan SMAK melainkan agar SMAK yang sudah didirikan itu bisa berjalan lancar di kemudian hari. Seiring dengan terus bertambahnya jumlah SMAK yang diikuti dengan bertambahnya jumlah peserta didik, maka diperlukan sebuah upaya pendataan melalui sistem pendataan yang akurat. Untuk maksud ini maka Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik terus menerus berkoordinasi dengan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai “leading sector” di bidang pendidikan termasuk Data Pokok Pendidikan (DAPODIK). DAPODIK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah tertata dengan baik melalui sebuah sistem/aplikasi yang cukup handal. Sistem/aplikasi seperti inilah yang kita harapkan untuk bisa digunakan dalam upaya pendataan bagi Sekolah Menengah Agama Katolik di Lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik. Kita berharap bahwa melalui koordinasi yang intens, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa berbagi pengalaman, bahkan lebih dari itu bisa membantu pihak Ditjen Bimas Katolik terkait pendataan Sekolah Menengah Agama Katolik melalui sistem/aplikasi pendataan yang mereka miliki. Kitapun berharap di tahun-tahun mendatang kita akan memiliki sebuah sistem pendataan yang akurat terkait data pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, serta data lembaga pendidikan SMAK secara keseluruhan. Untuk itu Dirjen berpesan agar para tenaga operator sekolah yang mengikuti kegiatan ini memberikan perhatian yang serius agar bisa memahami dengan baik pengoperasian Data Pokok Pendidikan, dan setelah kembali ke tempat tugas, bisa melakukan tugas pendataan dengan baik. “Kita mendirikan SMAK tidak untuk menyiapkan tenaga siap pakai, melainkan menciptakan generasi muda yang cerdas berdasarkan ajaran Agama Katolik, melahirkan ahli agama yang baik, yang kecerdasannya membebaskan dirinya dari kebodohan, ketertinggalan dan kemiskinan. Banyak orang sekolah untuk cari makan bukan untuk menjadi pintar. Karena itu lulusan SMAK adalah lulusan yang mandiri dan cerdas berdasarkan ajaran Agama Katolik.” Hal pokok yang tidak lupa disampaikan Dirjen adalah data yang diinput harus valid. Data yang valid berimplikasi pada informasi yang benar, yang berujung pada pengambilan keputusan yang bijak oleh pimpinan. (Joice) Pembinaan Tata Persuratan Ditjen Bimas Katolik B agian dari kepemerintahan yang baik salah satunya adalah Ketatalaksanaan Pemerintah yang merupakan area perubahan dalam reformasi birokrasi. Ketatalaksanaan pemerintah merupakan pengaturan tentang cara melaksanakan tugas dan fungsi dalam berbagai bidang kegiatan pemerintahan di lingkungan instansi pemerintah. Salah satu komponen penting dalam ketatalaksanaan pemerintah adalah administrasi umum. Administrasi umum meliputi tata naskah dinas, penamaan lembaga, singkatan dan akronim, kearsipan, serta tata ruang perkantoran. Tata naskah dinas di Lingkungan Kementerian Agama diatur dalam PMA No.16 Tahun 2006 tentang Tata Persuratan dan aturan tentang Kearsipan yang diatur dalam KMA No. 44 Tahun 2010. Permasalahan yang ada, banyak ditemukan kesalahankesalahan dalam pembuatan surat baik statuter maupun non statuter, format surat, dan peng-urusan surat yang masih belum sesuai dari peraturan tersebut. Ada juga kasus kesalahan tata persuratan yang tidak disengaja, karena memang petugas pelaksana betul-betul tidak mengerti mengenai tata persuratan. Model yang begini, cukup mengikuti arahan dari atasan langsungnya yang kebetulan tidak memiliki kompetensi di bidang tata persuratan, atau melakukan copy paste dari file yang sudah tersedia dalam komputer kantor/ arsip surat yang dibuat oleh petugas pendahulunya. Begitu pula dalam hal kearsipan, masih sering terjadi ketika arsip surat yang dibutuhkan kembali sulit ditemukan padahal arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. 24 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Maka dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas pegawa i, Ditjen B imas Katolik menyelenggarakan kegiatan Pembinaan Tata Persuratan pada tanggal 12 – 15 Juni 2015 lalu, di Wisma Tugu Kementerian Agama. Kegiatan ini pun dalam upaya meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan pegawai tentang Tata Persuratan dan Kearsipan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya. Menurut Ketua Panitia kegiatan, Sri Wahyuni, S.Sos.M.Si, kegiatan pembinaan semacam ini juga dalam rangka meningkatkan pelayanan aparatur di lingkup Ditjen, kepada umat Katolik. Sehingga peserta yang terlibat sebanyak 30 orang tersebut pun, seusai kegiatan pembinaan ini digelar, diharapkan dapat memahami tata persuratan dan kearsipan dalam rangka pertanggungjawaban organisasi dalam pelaksanaan tugas. Dalam sambutan Pembukaan kegiatan tersebut, Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi, mengungkapkan bahwa penyelenggaraan kegiatan pembinaan ini juga sebagai upaya mendukung terlaksana misi reformasi birokrasi Indonesia, yang salah satunya menekankan penyempurnaan peraturan perundangundangan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. “Pembinaan ini pun dalam rangka penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mindset, cultural set, dan heart set,” ungkap Dirjen. Sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi pelayanan keagamaan Pemerintah, Ditjen Bimas Katolik juga harus meningkatkan kemampuan administrasinya sebagai tuntutan profesional sebagai abdi negara. Penekanan ini pun sebagai amanat percepatan iklim reformasi birokrasi. “Karena organisasi dengan hasil yang ingin dicapai adalah organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran,” tandas Dirjen. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, hadir pula sebagai pembicara Emida Suparti SH, MAP; Nur Mas Intan BM,SAP,MAP; Drs. Helmi Hazin, MM dan Herniaty, S.Kom. Seluruh pembicara adalah para ‘pakar’ kearsipan dan persuratan di tingkat kepemerintahan yang mengawali karir di bidang administrasi negara. (Maria Masang) Arah Kebijakan Pendidikan Katolik “Saat ini ada sebelas Program Studi Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta yang sudah posisi aman sesuai surat Edaran Kemenristek Dikti, sedangkan ada dua belas Prodi yang masih diberi kesempatan sampai Januari 2016 untuk lanjutan melakukan pengimputan data pada PDDIKTI,” ungkap Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi, dalam Rapat Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Agama Katolik (APTAK), pada 5 Agustus 2015 lalu. Di hadapan para peserta pertemuan, Dirjen menegaskan komitmen Pemerintah terhadap pengelolaan Pendidikan Tinggi, yaitu perluasan dan pemerataan akses memperoleh Pendidikan Tinggi Keagamaan Katolik. Persoalan peningkatan kualitas, daya saing, relevansi Pendidikan Tinggi Keagamaan Katolik melalui penguatan sepuluh Standar Nasional Pendidikan, Tridharma Perguruan Tinggi, juga menjadi perhatian Pemerintah. Hal ini dalam rangka pengabdian kepada masyarakat melalui penelitian yang dilakukan. “Peningkatan Kelembagaan melalui alih status, serta penguatan tata kelola dengan prinsip akuntabilitas, pelayanan prima, efisiensi, efektivitas, juga menjadi perhatian kami. Berikut masalah Penguatan Regulasi terkait dengan pendidikan sesuai perkembangan,” papar Dirjen. Lebih lanjut Dirjen mengatakan, untuk mengaktualisasikan semua arah kebijakan tersebut, Bimas Katolik sebagai Unit Teknis di lingkungan Kementerian Agama RI, diberikan kewenangan sesuai amanat KMA Nomor 325 Tahun 2002, KMA Nomor 439 Tahun 2003, dan KMA Nomor 34 Tahun 2004. Kewenangan tersebut adalah Izin Pendirian dan Penutupan Lembaga PTAKS, Izin Pembukaan Program Studi, Perubahan Bentuk; Pembinaan Pengawasan atau Evaluasi, dan Penetapan jabatan akademik dosen asisten— lektor. Berkaitan dengan kurikulum, Dirjen menjelaskan tentang bahan ajar dan keterampilan yang harus menjadi materi dalam pembelajaran. Menurutnya, Konstruksi Kurikulum PTAKS yang diterapkan adalah Rumpun Ilmu Agama dengan gelar akademik Sarjana Agama (S. Ag). “Karena itu hendaknya dalam upaya pengembangan prodi harus tetap menjaga kekhasan PTAKS. Jika ada usul pembukaan prodi maka perlu ada pembicaraan bersama: PTAKS, Gereja (Uskup), Bimas Katolik, dan Para Pakar atau Pemerhati Pendidikan Katolik dengan didukung studi kelayakan. Konstruksi kurikulum PTAKS perlu dievaluasi, dan dibenahi bilamana sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan dan kebutuhan masyarakat dengan tetap mengikuti regulasi. Dan melihat kenyataan saat ini bahwa kurikulum kita belum sesuai dengan standar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, maka perlu disusun kurikulum berstandar KKNI,” ungkap Dirjen. (Bethania) Dirjen Hadiri Kongres Nasional XVI Pemuda Katolik Pengurus Pusat Pemuda Katolik Periode 2012-2015, menggelar Kongres Nasional XVI Pemuda Katolik pada tanggal 21-23 Agustus 2015 lalu, di Batam—Kepulauan Riau. Tujuan utama kongres ini adalah melakukan evaluasi program kepengurusan periode sebelumnya dan memilih Ketua Umum serta menetapkan kebijakan umum strategis Pemuda Katolik, tiga tahun mendatang. Berbicara di hadapan 1000 orang peserta kongres yang berasal dari seluruh Indonesia, Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi menghantarkan topik tentang “Internalisasi Nilai dan Spiritualitas Iman Katolik Dalam Diri Pemuda Katolik.” Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 25 merupakan Gereja saat ini. Begitu pentingnya kedudukan orang muda dalam gereja Katolik sehingga gereja merangkul kaum muda dalam berbagai wadah perhimpunan kaum muda Katolik, mulai dari Mudika, OMK, PMKRI, Pemuda Katolik (PK) dan lain sebagainya. Berbagai kegiatan dilakukan baik level nasional (Indonesian Youth Day; IYD) international (World Youth Day,) Regional: ( Asian Youth Day) dan level diosesan (Diocese Youth Day). Konsili Vatikan II melalui dekrit APOSTOLICAM ACTUOSITATEM tentang Kerasulan Awam, menegaskan: kaum muda merupakan kekuatan amat penting dalam masyarakat zaman sekarang, bila kekuatan dan gairah tersebut diresapi oleh semangat Kristus dan sikap patuh dan cinta terhadap gembala gereja, maka boleh diharapkan akan membuahkan hasil melimpah (AA;12). “Semangat Kristus dan sikap patuh serta cinta akan tercapai jika kaum muda Katolik dibekali spiritualitas kekatolikan yang memadai agar mampu dan berani menghadapi pelbagai problem sosial dalam terang injil,” ungkap Dirjen. Dalam hal peran serta Pemuda Katolik bagi masa depan bangsa, Dirjen mengamanatkan agar kaum muda mampu memberikan andil untuk negara dengan semangat kristiani, seperti yang pernah dilakukan oleh para pendahulu bangsa seperti Mgr. Soegijapranata, IJ Kasimo, Frans Seda, dan lainnya. “Pemuda Katolik harus sungguh seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia, artinya Pemuda Katolik, karena imannya, bergerak melibatkan diri dalam kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat Indonesia khususnya yang kecil lemah miskin, tersingkir dan difabel. Adik-adik pemuda Katolik mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk membangun gereja Katolik dan membawa bangsa Indonesia menghayati nilai “bonum commune”, “non violent“, pro rakyat miskin, damai, makmur dan sejahtera. Pemuda katolik tidak boleh duduk santai dan acuh tak acuh, bahkan melarikan diri dari permasalahan jalannya ketatanegaraan yang melenceng dan mengakibatkan masyarakat menderita,” papar Dirjen. Untuk itu pulalah, Dirjen berharap ada kader-kader dari Pemuda Katolik yang menjadi pemimpin bangsa masa depan dengan membawa nilai dan ajaran Kristus. Paling tidak, menjadi teladan bagi para kaum muda Katolik lainnya. “Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hendaklah menjadi teladan bagi kaum muda Indonesia. Bangsa ini merindukan munculnya tokoh-tokoh Katolik di tingkat nasional yang sekaliber mereka. Di tangan adik adik lah kami titipkan gereja dan bangsa ini. Kalian harus membuktikan bahwa kalian sungguh harapan Gereja dan Negara, (Spes Ecclesia et Patria), bukan mimpi, slogan dan omong doang,” demikian Dirjen. Selain Dirjen, hadir pula sebagai narasumber pihak Gereja Katolik (KWI), Pimpinan DPR-MPR-DPD, tokoh politik, Pimpinan Partai Politik, Akademisi, dan para Pengamat lainnya. (MM) Pelatihan Katekese di Era Digital Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Eusabius Binsasi, membuka dan memberikan sambutan pada acara Pelatihan Katekese di Era Digital, yang diadakan oleh Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia pada tanggal 24 Agustus 2015 lalu. Di a wal ma terinya , Dirjen menga presia si pelaksanaan kegiatan ini. “Ini pertanda bahwa kita semua merasa kegiatan pelatihan Ketekese ini penting untuk kita dan penting juga untuk umat yang akan kita layani. Berbagai upaya harus terus kita galakan, salah satunya adalah kegiatan ini yang dilaksanakan mulai 24 hingga 27 Agustus 2015 ini,” tandas Dirjen. Menurut Dirjen, berkatekese diera digital berarti para pewarta sadar —siap—yakin memanfaatkan kecanggihan teknologi dapat meningkatkan kemampuan dan kualitas berkatekese kepada umat yang dilayani. Kesadaran ini lantaran sebagian besar masyarakat pada saat ini menggunakan sistem digital dalam kehidupan sehari-harinya. Baik dalam urusan rumah tangga, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Sehingga pewartaan yang dilakukan pun harus menyesuaikan perkembangan situasi zaman modern ini. Kenyataan lain, gaya hidup moving online, menandakan bahwa setiap orang dapat berkomunikasi dengan siapapun tanpa batasan ruang dan waktu. Fenomena ini pun menunjukan bahwa bahwa revolusi digital adalah suatu situasi yang tak terelakan lagi. Masyarakat juga menyadari bahwa revolusi digital ini telah mengubah cara pandang seseorang dalam menjalani kehidupan yang sangat canggih saat ini, mulai dari 26 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 membantu mempermudah segala urusan sampai membuat masalah. Menangga pi k emajua n teknologi ini maka kemampuan untuk mengenal teknologi digital dengan baik. Fasilitator Katekese Umat yang handal di Era Digital adalah berjuang agar iman yang tumbuh dalam hati umat tidak disesatkan oleh era digital. Menjadi masalah jika para fasilitator katekese sama sekali tidak paham teknologi alias “GAPTEK”. Hal lain adalah soal sarana dan prasarana. Artinya berbagai akses dan kemudahan harus disiapkan. Kenyataan menunjukan bahwa umat yang dilayani banyak tersebar di pelosok-pelosok atau di kampung-kampung. Umat dapat menimba kekayaan rohani dari katekese dengan menggunakan sarana teknologi mengandaikan adanya akses informasi dan teknologi yang merata sampai kedesa desa. Selain itu, menurut Dirjen, Katekese harus memperhitungkan situasi umat (latar belakang, psikologi, minat, kebutuhannya). Jika media katekese yang digunakan adalah media teknologi digital maka perlu dipastikan apakah umat paham teknologi. Sebagian umat mungkin tidak masalah dengan teknologi ini tapi untuk umat tertentu seperti umat yang berada di pelosok atau pedalaman belum tentu paham. “Bisa saja umat merasa kehadiran barang barang digital sebagai “barang baru” yang membuat bingung. Belum lagi kesadaran untuk menggunakannya. Umat perlu dibimbing agar selektif dan sadar dalam bermedia agar tidak masuk dalam percobaan tapi dibebaskan dari yang jahat dan tersesat oleh media,” ungkap Dirjen. (Bethania) RAPAT PLENO NASIONAL KOMISI HAK KWI Indonesia adalah Negara yang majemuk, beragam, yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan golongan. Hal ini sudah ada sejak beratus tahun lalu. Inilah ungkapan awal Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, saat pembukaan Rapat Pleno Nasional Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan (HAK) KWI pada hari Kamis, 6 Agustus 2015 yang dilaksanakan di Wisma Samadi Klender, Jakarta Timur. Beliau menambahkan, keberagaman adalah keniscayaan yang merupakan rahmat Ilahi dan sudah given. Masyarakat yang beragam ini merupakan kekayaan Indonesia yang sangat berharga, sehingga semua umat beragama terutama tokoh-tokoh agama dalam hal ini yang hadir disini mewakili tokoh-tokoh Katolik yang berasal dari semua Keuskupan di Indonesia. Ini adalah tugas bersama meningkatkan hubungan yang lebih baik dalam menjalin kebersamaan antaragama dimana para perwakilan HAK dari keuskupan ini berasal, kata Menteri. Beliau menekankan agama mengajarkan kebajikan yang membuat peradaban umat Indonesia semakin baik. Apalagi tema dari pertemuan ini: “Gereja Katolik sebagai Pewarta Kabar Gembira dalam Membangun HAK di Indonesia”. Lebih lanjut beliau mengatakan persoalan agama yang muncul lebih karena 2 (dua) hal saja, yaitu: 1. Pemahaman ajaran agama yang keliru Boleh jadi umat beragama memahami agama dalam konteks yang menyimpang dari arti sebenarnya atau esensi dari agama itu sendiri sehingga menimbulkan gesekan-gesekan. 2. Persoalan lain yang membawa agama Ada pihak-pihak yang penuh kesadaran dengan berbagai kepentingan (politik, ekonomi, sosial dan budaya) yang ada di tengah-tengah masyarakat sering menjadikan agama sebagai faktor pembenaran demi tercapainya tujuan atau kepentingan itu tercapai. Menteri Agama membuka pertemuan ini dengan memukul gong sebanyak lima kali sejumlah lambang dari Pancasila. Hadir mendampingi Bapak Menteri, Uskup Amboina Mgr. P.C. Mandagi, MSC yang merupakan Ketua Komisi HAK KWI. Hadir pula Dirjen Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi; Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama, Mubarok; Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Drs. Agustinus Tungga Gempa, MM; dan Sekretaris Eksekutif KWI, Rm. Edy Purwanto. Pada sesi sore hari sebelum pembukaan, Dirjen Bimas Katolik memberikan sambutan yang menekankan pentingnya hubungan antaragama berdasarkan kualitas bukan kuantitas; sejauh mana sikap hati untuk menjalankan hubungan antaragama dan kepercayaan menjadi lebih baik. Hubungan antaragama dan kepercayaan menyentuh hakikat kemanusiaan, dimana manusia selalu membutuhkan “yang lain” untuk saling mengisi dan melengkapi. Yang lain itu hadir dalam keberagaman (pluralitas). Hubungan antaragama dan kepercayaan membutuhkan dialog dan persahabatan dan akan mencapai kualitas terbaik apabila orang saling memahami eksistensi manusia yang selalu membutuhkan orang lain dalam keberagaman, serta juga didukung oleh adanya sinergitas peran antara Pemerintah dengan lembaga-lembaga agama, dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik dengan Gereja sebagai mitra untuk membina dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama. Tetap menjalin dialog dan persahabatan dalam cinta kasih, dan jangan lupa mewaspadai pihak ketiga yang ingin membenturkan sesama umat beragama dengan menggunakan sentimen agama, demikian kata penutup Bapak Dirjen. Pertemuan ini berlangsung atas kerja sama Komisi HAK KWI dan Ditjen Bimas Katolik. Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 27 MoU Dual Mode System dan Sertifikasi Guru Pendidikan Agama Katolik Dalam Jabatan Menyediakan tenaga pendidik yang mampu memberikan pengajaran berkualitas tinggi bagi pelajar di seluruh negeri merupakan tantangan besar Bangsa Indonesia. Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Pendidikan Katolik – DITJENBIMAS Katolik Kementerian Agama RI, menanggapi tantangan ini secara serius dan telah memperkenalkan sejumlah kebijakan strategis untuk meningkatkan status dan kualitas guru. Guru yang dipersiapkan dengan baik serta sistem pengajaran yang lebih baik, akan mendukung proses pembelajaran siswa yang lebih baik pula. Hal ini juga yang mendasari kegiatan penandatanganan MoU Sertifikasi dan MoU Dual Mode System (DMS) antara Ditjen Bimas Katolik dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta (PTAKS), pada tanggal 21 – 23 Agustus 2015 di Jakarta. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memperkenalkan perubahan-perubahan penting dalam hal kondisi kepegawaian dan persyaratan untuk sertifikasi guru, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Undang-Undang tersebut mengharuskan semua guru memiliki gelar Sarjana (S-1) atau Diploma (D-IV), dan memperoleh sertifikat. UndangUndang ini juga mengatur standar kompetensi minimum dan memperkenalkan tunjangan profesional yang baru yakni insentif bagi guru yang menyelesaikan sertifikasi dan peningkatan kompetensi para pendidik. Regulasi tersebut mengamanatkan beberapa hal diantaranya, 28 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 mewajibkan guru untuk memenuhi standar minimal pendidikan kesarjanaan selama empat tahun sebelum mengikuti sertifikasi. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang peningkatan kualifikasi dan peningkatan profesionalitas guru agama dalam jabatan dengan program DMS dan Sertifikasi. Program ini telah berjalan sejak tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2015. Agar pelaksanaan keduanya berjalan secara optimal, perlu dilakukan koordinasi antar pihak, yaitu LPTK dan DITJENBIMAS Katolik. Sebelum melaksanakan Program DMS bagi Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) yang belum berkualifikasi S1, dilaksanakan terlebih dahulu pertemuan koordinasi melalui MoU kedua belah pihak, yang memuat soal kuota peserta, waktu pelaksanaan (PLPG) berikut perkuliahan, pembiayaan, pelaporan, dan monitoring kegiatan pelaksanaan program DMS dan Sertifikasi. Di awal kegiatan, Dirjen mengingatkan bahwa, tahun 2015 adalah batas akhir penyelenggaraan sertifikasi guru. Maka perlu upaya antisipasi dan cermatan terhadap tenaga-tenaga pendidik yang belum berkualifikasi Sarjana (S1). “Tingkatkan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan melalui usaha pemberian bantuan kepada tenaga pendidik, lembaga pendidikan keagamaan termasuk didalamnya Program Sertifikasi dan DMS,” tandas Dirjen. Menurutnya, pengetahuan seorang guru dan pengajaran yang dilakukan, memberikan pengaruh besar terhadap pembelajaran siswa. Guru perlu membekali diri dengan kemampuan mengajar dan kualifikasi pendidikan yang baik. “Untuk itulah, maka kemitraan yang terbangun antara Ditjen Bimas Katolik dan PTAKS juga dalam rangka membangun kualitas pembelajaran bagi para siswa,” ungkap Dirjen. Pemaparan berikutnya disampaikan Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Agustinus Tungga Gempa, yang membahas tentang mekanisme pelaksanaan anggaran/bantuan untuk bidang pendidikan. Dijelaskannya, hasil pemetaan dana Bansos 2014 menurut Surat Dirjen Perbendaharaan No. S-8245/PB/2014, disebutkan bahwa alokasi dana pada Kementerian Agama untuk Beasiswa Berprestasi, Tunjangan Guru, Dana Operasional Lembaga/Adminstrasi (BOS/BOP), dan Pengadaan Fisik tidak terhitung dalam dana Bansos. Hal ini lantaran adanya perubahan Mata Anggaran Keluaran (MAK) bantuan yang berakibat pada cara penyaluran bantuan untuk akun 526xxx, 521xxx, 57xxx. Akibat dari hal ini adalah pengendalian panyaluran bantuan menjadi lebih tidak mudah dan mekanisme penyaluran menjadi berubah. Menanggapi hal itu, solusi yang dilakukan adalah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait dalam penyaluran bantuan, melalui rapat-rapat eksternal dan internal, menyusun petunjuk teknis penyaluran bantuan, serta sosialisasi kepada masyarakat Katolik terkait penyaluran bantuan. Sedangkan Direktur Pendidikan Katolik menegaskan tujuan Program Sertifikasi dan DMS. Menurutnya, program ini sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas penyelenggaran pendidikan demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. “Selama ini telah tersertifikasi 8880 Guru Pendidikan Agama Katolik dan 8358 guru yang lulus memiliki Sertifikat Pendidik,” ungkap Direktur Pendidikan Katolik. Dijelaska n Direktu r, dalam Da podik Bada n Pengembangan SDMPK-PMP pertanggal 13 Juni 2015 masih 40% dari 1.6 juta Guru yang belum S1 atau sekitar 640.000 Guru. Padahal UU Guru dan Dosen No. 14/2005 menyebutkan bahwa guru wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama sepuluh tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini (ps. 82 ay. 2). Aturan lainnya menurut PP 74/2008 tentang Guru Pasal 63 (1) menyatakan, Guru yang tidak dapat memenuhi Kualifikasi Akademik, kompetensi, dan Sertifikat Pendidik, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk memenuhinya, kehilangan hak untuk mendapat tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan. “Solusinya adalah Kuliah Sistem Reguler,” tandas Direktur. Lebih lanjut, Kepala Subdirektorat Pendidikan Tinggi, Aloma Sarumaha menambahkan, kewenangan untuk melaksanakan Program Sertifikasi maupun DMS adalah LPTK yang telah diberikan mandat oleh Pemerintah melalui SK Dirjen Bimas Katolik. Lembaga tersebut adalah STIPAR Ende—ketua Dr. Dominikus Nong Pr., STIPAS St. Sirilus Ruteng—ketua P. Drs. Alfons Segar, MS.PS., STP St. Petrus Keuskupan Atambua—ketua Drs. Yanuarius Seran Pr., M.Hum., STP Reinha Waibalun, Larantuka— ketua Sr. Maria Goreti Leto Weking, S.Fil., M.Th, CIJ, STIKPAR Toraja—ketua Dr. Petrus Bine Saramae, Pr, STK St. Yakobus Merauke—ketua P. Donatus Wea, Pr, Lic. Iur., STPK St. Yohanes Rasul Jayapura—ketua P. Aloysius Gonzaga Rusmadji, M.Th., STP St. Agustinus Pontianak—ketua Dr. Drs. Andreas Muhrotien, M.Si., STP Tahasak Danum Pambelum Palangkaraya—ketua P. Fransiskus Janu Hamu Pr., SS., M.Sc.Ed., STPAK St. Yohanes Penginjil Ambon—ketua Bernard Antonius Rahawarin, SS., Lic.Lit., STPKat St. Fransiskus Asisi Semarang—ketua Sr. M. Bertha, OSF, S.Pd, M.Sc.Ed, STP Dian Mandala Gunung Sitoli Nias—ketua Fransiskus T. Sinaga, S.Ag, Lic, M.Th, STP St. Bonaventura, serta Delitua Medan—ketua Fr. Tugas Ginting OFMConv.SPd,MA.Pas. Dalam materi MoU tersebut, terdapat dua hal signifikan. Yakni penjelasan pelaksanaan kerjasama serta alokasi anggaran APBN yang mendukung pelaksanaan Program Sertifikasi maupun DMS. “Untuk kepentingan itu, maka diperlukan pemahaman yang sama terutama persoalan anggaran,” ungkap Kasubdit Pendidikan Tinggi. Selain anggaran, materi Kurikulum menjadi perhatian penting sebagai standar kualitas program. Untuk hal ini, peran Asesor pun menjadi fokus pelaksanaan program. Direncanakan, dalam waktu dekat Ditjen Bimas Katolik akan melakukan pembekalan terhadap para Asesor sebagai penentu kualifikasi para pendidik nanti. Alasannya, “Pendidikan itu sangat dinamis, dari segi pembinaan maupun informasi-informasi regulasi yang menyertainya. Para Asesor perlu memahami hal-hal menyangkut perubahan-perubahan informasi tadi,” ungkap Kasubdit. Selain itu, lanjut Kasubdit Pendidikan Tinggi, di tahun mendatang, kemitraan semacam ini diharapkan dapat melahirkan program-program kegiatan Pendidikan sebagai acuan fungsi bidang ini untuk 5 hingga 10 tahun ke depan. Misalnya, program pertukaran dosen antar PTAKS atau penelitian ilmiah para dosen agama Katolik menyangkut isu pendidikan. Kegiatan Pagelaran PTAKS yang rencananya bakal dilakukan secara berkesinambungan, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaannya. “Maka pertemuan semacam ini, sangat diperlukan untuk membahas program-program pendidikan apa yang direncanakan dan akan dilakukan, serta masukan untuk Pemerintah melalui Ditjen Bimas Katolik, support apa yang dapat diberikan untuk mendukung kegiatan tersebut,” ungkap Kasubdit, sebelum mengakhiri kegiatan MoU tersebut. (Maria Masang) Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 29 Bimtek Aplikasi e-MPA dan e-MONEV Program Bimbingan Masyarakat Katolik Dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai dalam hal aplikasi e-MPA dan e-MONEV serta mengembangkan peningkatan pembinaan penguasaan komputer khususnya aplikasi e-MPA dan e-MONEV yang efektif dan efisien, Ditjen Bimas Katolik mengadakan kegiatan Bimbingan Teknis Aplikasi e-MPA dan e-MONEV Program Bimbingan Masyarakat Katolik, pada tanggal 25 hingga 28 Agustus 2015. Kegiatan ini pun sebagai upaya untuk menyajikan data dan informasi pelaksanaan program dan anggaran secara online. Kegiatan yang dibuka oleh Sekretaris Ditjen Bimas Katolik itu, diikuti oleh 50 orang terdiri dari para operator Kanwil dan Pembimas Katolik sebanyak 34 orang dari 34 provinsi serta peserta pusat sebanyak 16 orang. Dalam pemaparannya, Sekretaris menegaskan soal prinsip pelaksanaan e-MPA yaitu dilakukan secara partisipatif, efisien, efektif, mudah, handal, akurat, cepat, dan e-MPA aman. Sedangkan pengelolaan e-MPA terdiri dari Penanggungjawab, Koordinator, dan Operator. “Persoalaan koordinasi pengelolaan ini ada pada pengendalian ketiga peran tersebut,” ungkap Sekretaris. Para pengelola ini, ditegaskannya, memiliki peran vital karena menyangkut penjaminan ketersediaan data e-MPA, verifikasi dan laporan e-MPA, serta evaluasi e-MPA. Khususnya peran operator yang memiliki tugas menghimpun, memperbaharui, menyajikan, dan mendokumentasikan data secara online. Sekretaris pun menjabarkan persoalan yang ada dalam pelaksanaan e-MPA. Misalnya, sarana dan prasarana yang kurang memadai, kualifikasi Sumber Daya Manusia (pengelola), dan sistem pengendalian yang belum optimal. Meski demikian, ia berharap agar pengelolaan e-MPA melalui website dapat berjalan dengan baik. Karenanya, perlu ada pemberdayaan operator e-MPA secara maksimal, sistem pengendalian dilaksanakan secara optimal, penyediaan data secara akurat, serta sarana-prasarana yang menunjang pelaksanaan harus lebih optimal dengan memperhatikan kecanggihan teknologi. 30 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Selanjutnya, berbicara tentang pelaksanaan e-MPA dan e-MONEV, Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi, Yohanes Dwimbo menjelaskan tentangf cara kerja e-MPA yang menggunakan sarana informasi komunikasi secara online melalui website. Karena bermuatan jaringan, maka pelaksanaan tugas Pusat hingga Daerah pun, harus saling terkoneksi dan bersinergi. Lebih lanjut Kabag Perencanaan, bahwa fungsi e-MPA juga dalam rangka melakukan proses identifikasi dan telaah atas pelaksanaan kegiatan yang telah tertuang dalam dokumen RKA-K/L yang mencakup anggaran dan sasaran. “Dalam hal pengelolaan e-MPA tersebut, maka pelaksanaan Program Bimas Katolik pun, mengacu kepada tahapan-tahapan seperti yang tercantum dalam PMA nomor 47 Tahun 2014,” ungkap Kabag. Mekanisme yang dilakukan adalah menelaah materi DIPA /RKA-KL Ditjen Bimas Katolik. Data tersebut diproses menggunakan instrumen manual, kemudian dilakukan proses lanjutan yaitu aplikasi e-Monev. Hasil dari keseluruhan proses ini, menghasilkan laporan pelaksanaan Program Bimas Katolik yang menyangkut capaian fisik kegiatan dan serapan anggaran. Selain materi, para peserta pun melakukan praktek tentang pengoperasian aplikasi secara online untuk menyusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran serta penyajian data dan informasi melalui website. (MM) Profil Sekolah Menengah Agama Katolik St. Thomas Rasul Medan D idorong oleh keinginan yang luhur, atas rahmat dan anugerah Allah, untuk terwujudnya keselamatan, dan semakin meluasnya Kerajaan Allah di dunia, maka tercetuslah gagasan pendirian lembaga pendidikan yang secara mendalam menggumuli kehidupan rohani, sebagaimana diajarkan dalam iman dan tradisi ke-Katolikan, yang diselaraskan dengan kehidupan dunia umum, bagi pembinaan generasi muda Bangsa dan Negara, sehingga terc ipta la h G enera si mu da ya ng seja ti, moda l pembangunan Bangsa dan Negara yang maju, sejahtera dan damai. Wilayah Kabupaten Samosir, yang menjadi satu Kevikepan Pangururan-Samosir, dengan empat Parokinya, menurut data terakhir tahun 2011 dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Samosir, memiliki jumlah umat Katolik sebanyak 62.394 orang dengan presentase 41,83 % dari jumlah penduduk Kabupaten Samosir. Sesuai dengan presentase tersebut, maka Kabupaten Samosir dengan satu Kevikepan, merupakan Kabupaten yang presentase umat Katoliknya tertinggi di Provinsi Sumatera Utara. Maka sudah sewajarnyalah Hirarkhi Gereja Katolik di Keuskupan Agung Medan memberikan perhatian yang lebih serius dalam pembinaan dan pengembangan kehidupan keagamaan Katolik di Kabupaten Samosir. Memperhatikan keberadaan umat Katolik di Kabupaten Samosir, sebagaimana dipaparkan di atas dilihat dari segi kuantitasnya cukup memberikan harapan yang menggembirakan bagi perkembangan kehidupan Gereja Katolik yang adalah Agama Katolik. Akan tetapi diperhatikan dari segi kualitasnya dalam kehidupan sehari hari, sungguh memprihatinkan dan dapat menciptakan masa depan yang suram bagi perkembangan kehidupan umat Katolik di Kabupaten Samosir. Sehubungan dengan gambaran tersebut di atas, maka keberadaan Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) St. Thomas Rasul, Pangururan Samosir Keuskupan Agung Medan di Kabupaten Samosir, merupakan salah satu harapan yang akan membawa terang kepada umat Katolik di Kabupaten Samosir secara khusus dan di Keuskupan Agung Medan pada umumnya, untuk Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 31 semakin menjadi umat Katolik yang sejati dan militan dalam kehidupan iman dan dalam kehidupan bermasyara -kat membangun Kabupaten Samosir dan Sumatera Utara yang maju dan jaya di hadapan Tuhan. Menurut Akta Pendirian Yayasan Pendidikan Kevikepan St. Thomas Rasul Samosir Ke usk upa n A gun g M e da n, satuan pendidikan ini berdiri sejak tanggal tanggal 25 September 2012. Selanjutnya, sesuai Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama RI Nomor:DJ.IV/HK.00.5/168/ 2012, tentang pemberian Izin Operasional Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) Seminari St. Thomas Rasul Samosir Keuskupan Agung Medan lembaga ini pun berada di bawah naungan Ditjen Bimas Katolik - Kementerian Agama RI. Menurut Dirman Nainggolan, S.Ag, selaku Kepala Sekolah, SMAK ini memiliki beberapa kekhususan. Diantaranya, Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) St. Thomas Rasul Samosir menerima Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang beragama Katolik, para siswa memperoleh pendidikan agama Katolik yang lebih detail, serta mewajibkan para siswa tinggal di asrama sehingga mendapatkan pendidikan karakter yang baik menurut ajaran Katolik. “Selain itu, SMAK St. Thomas Rasul Samosir menyediakan Jurusan Keagamaan mulai kelas XI selain jurusan IPA dan IPS,” papar Dirman, menjawab pertanyaan tim Majalah Bimas Katolik. 32 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Diakuinya, selama menjabat sebagai Kepala Sekolah, ia mengapresasi keberhasilan yang diraih oleh lembaga yang memiliki visi “Terbentuknya siswa-siswi yang beriman, cerdas, terampil, profesional, dan mandiri serta dapat mempertanggungjawabkan dan mengemban iman, pengetahuan, dan keterampilannya di tengah-tengah masyarakat” ini. Misalnya, Sekolah Menengah Agama Katolik St. Thomas Rasul Samosir yang baru lahir ini, sudah bisa menunjukkan jati dirinya, ambil bagian dalam ajang penting yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir yaitu Juara I Bidang Studi Geografi dan Juara II Bidang Studi Fisika dalam kegiatan Olimpiade Science Nasional (OSN) dan berperan serta dalam lomba Kitab Suci se-Sumatera Utara dan memperoleh Juara III. “Kami pun mengadakan pentas seni ke beberapa Paroki di wilayah Keuskupan Agung Medan dan mendapat sambutan hangat dari Paroki yang kami datangi,” ungkap Dirman. Dinamika Daerah Rapat Koordinasi Penyusunan Program Kerja Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik Provinsi NTT Tahun Anggaran 2015 B ertempat di Asrama Haji Transit Kupang, Bidang Pendidikan Katolik Kanwil Kemenag Provinsi NTT melakukan kegiatan Rapat Koordinasi Penyusunan Program Kerja Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik Provinsi NTT Tahun Anggaran 2015. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 31 Mei s.d 4 Juni 2015 dan dihadiri oleh 50 orang peserta yang terdiri dari para Kepala Seksi/Bimas/Gara dan Operator Pendidikan Katolik serta Kepala Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) se-Provinsi NTT. Kegiatan yang mengusung tema “Melalui Rapat Koordinasi Penyusunan Program Kerja Pendidikan Katolik, Kita Tingkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat Nusa Tenggara Timur” ini, mengagendakan paparan materi dari narasumber, yakni Dirjen Bimas Katolik, Kabag TU Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Kabid Pendidikan Katolik Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Kabid Urusan Agama Katolik Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Instansi DJPBN, Kasubbag Perencanaan Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Dosen Manajemen SDM UNWIRA, dan Kasi Pendidikan Agama Katolik pada PAUD dan Dasar. Selain paparan narsumber, agenda kegiatan ini melakukan tanya jawab/diskusi terkait sinkronisasi program bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Katolik, dan pada hari terakhir akan dilakukan pleno. Pada saat bersamaan, Tim Verifikasi Tunjangan Profesi Guru Terhutang yang bertugas melakukan verifikasi data di Provinsi NTT ikut mendengarkan presentasi data dari Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi NTT dan data dari hasil presentasi tersebut dipakai untuk mengisi blanko Tunjangan Profesi Guru PNS yang Terhutang DITJENBIMAS Katolik. Blanko ini kemudian akan diserahkan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Ketika ditanya terkait harapan dan kendala yang dihadapi pada kegiatan ini, Kabid Pendidikan Katolik Kanwil Kemenag Provinsi NTT, Drs. Djata Dominikus, M.Si mengungkapkan Pertemuan Penyusunan Program Kerja Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik Tahun Anggaran 2015 Provinsi NTT diharapkan bisa menghasilkan perencanaan akurat berbasis data. Perencanaan akurat berbasis data ini sangat membantu menyelesaikan beberapa persoalan, diantaranya persoalan TPG yang selalu kurang pada setiap tahun, mengingat NTT adalah salah satu Provinsi dengan jumlah penerima TPG terbesar di Indonesia. Dengan kegiatan ini, sinkronisasi dataantara Bidang Pendidikan Katolik Provinsi NTT dengan DITJENBIMAS Katolik khususnya terkait data kekurangan TPG bisa terpenuhi. Kabid juga berharap, Pejabat Bimas Katolik Daerah semakin cerdas merespons segala permintaan terkait anggaran. Sementara kendala yang dihadapi adalah data yang masuk masih bervariasi, respons Pejabat Daerah juga masih berbeda satu dengan yang lain (Joice) Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 33 DIRJEN BIMAS KATOLIK MENGHADIRI PEMBUKAAN SINODE II KEUSKUPAN SIBOLGA Uskup Keuskupan Sibolga memanggil umatnya untuk mengadakan Sinode Keuskupan yang Kedua. Sinode kedua ini merupakan tindak lanjut atau evaluasi bersama atas program kerja Keuskupan yang diputuskan di Sinode Pertama pada tahun 2009 lima tahun yang lalu. Pada Sinode pertama Keuskupan Sibolga menetapkan Visi Keuskupan yaitu: “Gereja Keuskupan Sibolga yang Mandiri, Solider dan Membebaskan”. Visi ini dijabarkan dalam delapan misi untuk sampai pada tujuan itu, yaitu: satu Pemberdayaan Para Petugas Pastoral, kedua Pemberdayaan Ekonomi Umat, ketiga Pemberdayaan Politik Warga, keempat Pemberdayaan Keluarga Katolik, kelima Pengembangan Solidaritas Warga, keenam Pengembangan Tata Nilai Baru, ketujuh Pengembangan Iman yang Berkelanjutan dan kedelapan adalah Pemberdayaan Organisasi Pastoral. Sinode ke dua Keuskupan Sibolga ini ditetapkan pada tanggal 16 sampai 21 Juli 2015 yang dipusatkan di Gereja Katolik Kon Katedral Kota Gunungsitoli Nias Sumatera Utara. Tema Sinode II ini adalah: “JADILAH BATU HIDUP UNTUK BANGUNAN ROHANI” (1Pet 2:5). Sub tema: “Marilah Membangun Komunitas Basis Gerejani Sebagai Bangunan Rohani di Tengah Masyarakat”. Peserta adalah seluruh Imam yang berkarya di Keuskupan Sibolga, Utusan Kaum Religius (Frater, Bruder dan para Suster dari berbagai kongregasi dan Terkat yang juga berkarya di Keuskupan Sibolga), utusan Umat dari 27 Paroki, Utusan dari kelompok Kategorial dan Unsur pemerintahan secara khusus Bimas Katolik Kabupaten/Kota yang ada di Wilayah Keuskupan Sibolga. Maka seluruh peserta Sinode keduan ini berjumlah 200 orang lebih banyak dari peserta pada Sinode pertama lima tahun yang lalu. Sinode ke dua ini lebih istimewa dari Sinode pertama, karena pembukaannya langsung dihadiri oleh Uskup Agung Antonio Guido Filipazzi sebagai Duta Besar Vatikan untuk Negara Republik Indonesia. Kehadiran Uskup Agung ini semakin istimewa karena sudah hadir satu hari sebelum pembukaan resmi Sinode kedua. Maka pada malam sebelum pembukaan resmi, diadakan tatap muka khusus selain dengan peserta Sinode juga dihadiri umat sekitar Gereja Paroki Kon Katedral. Ada dua poin yang mendapat penekanan dalam pertemuan ini, yaitu pertama kehadiran umat katolik di tengah masyarakat adalah berdialog untuk mencari kebenaran. Kebenaran yang berasal dari sebuah dialog lebih diterima oleh masyarakat luas. Kedua, kehadiran umat Katolik adalah mengevangelisasi Injil ke dalam budaya setempat. Artinya injil yang harus meresapi budaya dan bukan sebaliknya bukan budaya yang memasuki atau mempengaruhi Injil. Lebih tegas dikatakan oleh Nuntius, sebagai umat yang sudah beriman akan Yesus Kristus harus lebih mengutamakan iman daripada budaya. Sinode ke dua ini diawali dengan Misa Pembukaan yang dipimpin langsung oleh Uskup Agung Antonio Guido Filipazzi, Duta Vatikan untuk Indonesia. Dalam konteks Sinode II, Uskup mengamatkan bahwa melalui Misa Pembukaan ini kita mengundang Roh Kudus yang selalu menyertai dan mendampingi seluruh perjalanan Sinode II Keuskupan Sibolga. Selesai Misa Pembukaan, Sinode II ini dibuka secara seremonial, yang dihadiri peserta Sinode II dan undangan lainnya. Undangan-undangan yang hadir dalam pembukaan Sinode II ini antara lain: Duta Vatikan untuk Indonesia (Uskup Agung Antonio Guido Filipazzi), Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama (Bpk. Eusabius Binsasi), Bimas Katolik Kantor Wilayah Sumatera Utara (Ibu Yulia Sinurat), DPD RI Sumatera Utara (Parlindungan Purba), Walikota Gunung Sitoli, Bupati Kabupaten Nias, Bupati Nias Barat, Bupati Nias Selatan, Kapolres Nias Selatan, Perwakilan PGI wilayah Nias. Pada bagian pembukaan ini dirangkai dengan kata-kata sambutan, yang pertama kata sambutan dari Ketua Panitia Lokal Sinode II Keuskupan Sibolga di Gunungsitoli, Dandim Kepulauan Nias. Dalam kata sambutannya, beliau menyebut sebuah kehormatan yang tidak ternilai harganya atas terpilihya awam menjadi Ketua Panitia Lokal Sinode II yang sangat mulia. Maka semoga Sinode II ini membawa perubahan dan perkembangan kemajuan baru dalam karya pastoral. Panitia akan tetap bekerja keras dengan sepenuh hati dari awal sampai akhir Sinode II. Hal senada disampaikan oleh Dirjen Bimas Katolik: “Adalah sebuah kehormatan yang tidak ternilai harganya Keuskupan Sibolga mengundang Pemerintah dalam hal ini Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI. Kami menilai bahwa Gereja Katolik seluruh Indonesia khususnya Keuskupan Sibolga adalah mitra Pemerintah dalam membangun dan mengembangkan kebaikan hidup bersama. Kami yakin Gereja Katolik akan selalu hadir dalam seluruh persoalan bangsa menuju kehidupan yang lebih baik. Semoga Sinode II Keuskupan Sibolga ini membawa kemajuan yang lebih baik lagi. Kami dari Pemerintah sangat mengapresiasi keterlibatan Gereja Katolik”. Laporan: Tota Manombaktua Situmeang, S. Ag (Penyelenggara Bimas Katolik Tapanuli Selatan sekaligus Peserta Sinode II Keuskupan Sibolga) dan Hadamean Tumanggor Staf Puspas KS Sibolga. 34 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Varia Gembala Baru, Harapan Baru K erinduan umat Katolik Keuskupan Agung Samarinda sudah terjawab dengan kehadiran seorang Gembala di tengah-tengah mereka. Bapa Suci Paus Fransiskus pada hari Senin, 16 Februari 2015 telah menunjuk dan mengangkat seorang Gembala yang baru bagi umat Katolik Keuskupan Samarinda: Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF. Beliau sebelumnya menjabat sebagi Uskup Sufragan Keuskupan Tanjung Selor. Rangkaian acara dimulai dengan upacara adat penyambutan Duta Besar Vatikan dan Uskup Agung Samarinda dilanjutkan dengan ramah tamah bersama Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Dan acara puncak tanggal 15 Mei 2015 pukul 09:00 WITA bertempat di GOR Palaran Samarinda adalah Perayaan Ekaristi Pengukuhan Uskup Agung Samarinda dan Syukur 60 Tahun Keuskupan Agung Samarinda sebagi Gereja Lokal. Ditutup dengan ramah tamah para Uskup se-Indonesia dan Umat Katolik di kota Samarinda bersama Uskup Agung Samarinda. Melalui sambutannya, Dirjen Bimas Katolik menyampaikan bahwa fokus karya Gereja tidak lagi hanya berpusat pada altar dan berorientasi ke dalam (inte rnal Gereja Katolik) teta pi bagaima na membangun budaya kasih (persaudaraan sejati) yang membela kehidupan bersama orang lain. Oleh karena itu Dirjen mengajak semua pihak (masyarakat K a to l i k ) u n t u k m e m b a n g u n bu d a y a k a s ih (persaudaraan sejati), yaitu kerjasama dan komitmen untuk mengambil peran sebagai “problem solver”. Perayaan iman ini dapat dimaknai sebagi usaha untuk berproses menuju langkah-langkah sistematis bagi penguatan Gereja Katolik Universal yang berwajah Lokal. Ini adalah peluang, harapan sekaligus tantangan kontemporer bagi kita semua. Sebagai awam Katolik yang taat dengan otoritas Gereja Lokal (uskup, imam) dan di sisi lain adalah warga negara yang memegang otoritas pemerintahan baik pusat juga daerah, seyogyanya kita kaum awam memberikan contoh dan stimulasi kerjasama yang makin erat antara dua otoritas ini. Pada akhir sambutannya, Dirjen menyampaikan selamat dan proficiat kepada segenap umat Keuskupan Agung Samarinda yang telah memiliki Gembala. Fiat Voluntas Tua, Terjadilah Kehendak-Mu (Mat 10:6) menjadi pedoman kita untuk bergerak, maju bersama. (Bhethania) Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 35 RAPAT KERJA NASIONAL KEMENTERIAN AGAMA RI TAHUN 2015 " Menghadirkan Pelayanan Masyarakat Berbasis Lima Nilai Budaya Kerja" D engan disambut tari zapin yang ditampilkan siswi-siswi MAN Insan Cendekia Tangerang, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agama (Kemenag) RI dimulai, kegiatan ini berlangsung di Hotel Mercure Convention Ancol dari tanggal 19 s.d. 22 Mei 2015. Dalam sambutannya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menekankan Lima Nilai Budaya Kerja (Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung Jawab, dan Keteladanan) harus menjadi energi perubahan yang menjangkau segala sisi organisasi sejalan dengan reformasi birokrasi. Rakernas yang rutin dilaksanakan setiap tahun diharapkan memuat nuansa baru sebagai inisiatif bersama untuk mencapai target kinerja tahunan Kemenag. Disamping itu, Kemenag dituntut memiliki daya responsibilitas terhadap isu-isu aktual keagamaan baik intern maupun antarumat beragama yang muncul dalam skala lokal maupun nasional yang diakomodir dalam program dan kegiatan. Menag dalam sambutannya kembali menekankan komitmen bersama untuk meningkatkan tata kelola organisasi, transparansi dan akuntabilitas di bidang manajemen, sumber daya manusia, pengelolaan keuangan negara serta implementasi program kerja tahun 2015. Semua unit Pusat dan Daerah harus memiliki persepsi, komitmen dan cara kerja yang sama dalam pengelolaan keuangan negara dan penyajian informasi akuntansi melalui akuntansi berbasis akrual yang direalisasikan pada Tahun Anggaran 2015. Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja harus menjadi perhatian, maka setiap program yang dilaksanakan harus mampu menjawab kebutuhan dan tuntutan masyarakat, terutama menyangkut bimbingan, pelayanan, pemberdayaan dan perlindungan umat beragama secara berkualitas dan akuntabel sesuai dengan prinsipprinsip good governance, " untuk itu, OUTPUT dari setiap 36 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 program harus menjadi fokus utama setiap satuan kerja," kata Menag. Peningkatan akuntabilitas tata kelola organisasi, pengelolaan keuangan negara dan kinerja kementerian diharapkan tercermin antara lain dari berkurangnya temuan hasil pemeriksaan BPK. Kemenag bahkan telah menetapkan target dan sasaran kinerja pada tahun 2015, antara lain tercapainya Laporan Keuangan dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan kualitas yang lebih baik, inventarisasi dan penilaian aset yang semakin tertib dengan tidak adanya selisih nilai aset antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Agama. Predikat WTP bukan tujuan akhir, kata Menag. WTP hanyalah pengukur sejauh mana kita mampu menyajikan laporan yang akuntabel, transparan dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Rakernas kali ini menjadi sarana dalam menciptakan langkah-langkah strategis untuk mewujudkan perencanaan program kerja secara komprehensif dan terintegrasi antara satker Pusat dan Daerah, serta peningkatan kualitas keuangan tahunan yang disajikan kepada publik. Dalam pelaksanaan anggaran 2015 Menag minta perhatian seluruh pimpinan Kemenag Pusat dan Daerah untuk mencermati dan mengantisipasi masalahmasalah pokok yang masih dihadapi dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan Negara, seperti Belanja Bantuan Sosial Pendidikan yang memerlukan perbaikan terutama menyangkut ketepatan sasaran, laporan dan pertanggungjawabannya. Dalam kesempatan ini Menag kembali menegaskan bahwa reformasi birokrasi Kemenag telah melahirkan aturan mengenai penataan organisasi pusat dan instansi vertikal, penataan tata laksana, SOP dan peningkatan pelayanan publik, analisis dan evaluasi jabatan serta manajemen SDM, berupa penerapan pelaksanaan sistem assesmen dan rekrutmen CPNS melalui Computer Assisted Test (CAT) di lingkungan Kemenag dimana setelah tes, CPNS sudah mengetahui lulus atau tidak. Di akhir pengarahannya, Menag menyatakan mulai tahun 2015 diberlakukan kewajiban Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) di lingkungan Kemenag. Hal ini merupakan peran dan andil Kemenag dalam mewujudkan reformasi birokrasi serta pemberantasan korupsi. Pada hari kedua Rakernas diawali dengan materi Peningkatan Kinerja ASN dalam perspektif UUASN yang disampaikan oleh Dr.Ir.Setiawan Wangsaatmaja, Dipl.SE,M.Eng - Deputi SDM Aparatur Kementerian PAN dan RB yang hadir mewakili Menteri PAN dan RB. Dalam paparannya ada 3 (tiga) pesan reformasi birokrasi ASN, yaitu revolusi mental, stop pemborosan, dan moratorium (penerimaan PNS). Untuk mencapai ketiga hal tersebut, langkah yang dilakukan adalah membuat roadmap manajemen ASN yang menggambarkan transformasi birokrasi dan pengelolaan SDM aparatur yang dimulai tahun 2013 dengan penataan administrasi kepegawaian, tahun 2018 masuk tahap manajemen SDM, dan pada tahun 2025 sudah memasuki pengembangan potensi human capital. Diselingi dengan coffee break, sesi kedua disampaikan Dirjen PBN Kementerian Keuangan Marwanto Harjowiryono dengan materi Implementasi Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual pada Kemenag. Beliau mengatakan yang menjadi tantangan Implementasi Akuntansi Akrual pada Kemenag terletak pada 3 hal: 1. Kemenag adalah kementerian dengan jumlah satuan kerja terbanyak di seluruh K/L yaitu sekitar 6900 satker, 2. Kompetensi SDM yang bervariasi, 3. Satuan kerja yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. menjadi prioritas demi mewujudkan stabilitas dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk menjaga stabilitas politik, hukum, politik, keamanan, dan ketertiban, stabilitas nasional merupakan prioritas yang harus diwujudkan sebagai prasyarat esensial untuk menjamin penyelenggaraan pembangunan agar berjalan baik dan sesuai target. Dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), negara-negara ASEAN menempatkan peningkatan kualitas SDM, khususnya pembangunan pendidikan sebagai prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, ungkap Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP— Plt. Dirjen PAUDNI yang mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Beliau menambahkan Pemerintah memperluas akses persediaan khususnya bagi keluarga yang berpenghasilan rendah. Hari kedua ditutup dengan materi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015—2019 dan relevansinya dengan Renstra Kemenag tahun 2015—2019 yang dibawakan Deputi Menteri Perencana Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang SDM dan Kebudayaan. Inti materinya mencakup Tri Sakti, Visi Misi, Nawacita, dan strategi pembangunan. Strategi pembangunan nasional kabinet kerja, yaitu: 1) membangun untuk manusia dan masyarakat; 2) upaya peningkatan kesejahteraan, kemakmuran, produktivitas tidak boleh menciptakan ketimpangan yang makin melebar. Peningkatan khusus bagi masyarakat menengah bawah; 3) aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menemukan daya dukung lingkungan, dan keseimbangan ekosistem. Dalam mewujudkannya dilaksanakan dengan tiga dimensi pembangunan, yakni: 1) dimensi pembangunan manusia (pendidikan, kesehatan, perumahan, mental/karakter); 2) dimensi pembangunan sektor unggulan (kedaulatan pangan, energi dan ketenagalistrikan, kemaritiman dan kelautan, pariwisata dan industri); 3) dimensi pemerataan kewilayahan (antarkelompok pendapatan, antarwilayah: desa, pinggiran, luar Jawa dan Kawasan Timur). Bertumbuhnya kebebasan dan penghorma ta n t e rha da p HA M harus dikelola bersama agar terdapat keseimbangan antara kebebesan dalam berdemokrasi dengan kesetaraan dan kepatuhan terhadap pranata sosial dan hukum, demikian kata Tejo Edy P u r d i j a t n o — M e nk o p ol huk a m y a ng mendapat kesempatan ketiga pada hari ketiga. Kemudian beliau menekankan, perubahan paradigma sistem politik menjadi prosperity approach d en ga n m e n e m pa tk a n pengelolaan keamanan dan ketertiban masyarakat Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 37 Pada hari ketiga, Rakernas dibuka dengan materi Strategi, Pemberantasan Korupsi yang diuraikan Roni Dwi Susanto dari Kedeputian Bidang Pencegahan KPK . Berikut Grand Strategi KPK : 1. Pencegahan Terintegrasi Pencegahan dilakukan secara terintegrasi dalam "satu paket pencegahan KPK", yakni dalam rangka membangun Sistem Integritas Nasional (SIN) sesuai dengan fokus area pada masing-masing fase. 2. Penindakan Terintegrasi Penindakan yang dilakukan terhadap Grand Corruption sesuai dengan fokus area pada masingmasing fase, dengan pembangunan kasus (case building). 3. Pencegahan dan Penindakan yang Terintegrasi Terhadap fokus area yang telah dilakukan penindakan a ka n dila kuka n improve (recovery) mel alui pencegahan. Atau sebaliknya, penindakan akan dilakukan apabila pencegahan yang dilakukan terhadap fokus area tidak efektif (belum berhasil). Sedangkan Pencegahan Anti Korupsi dilakukan melalui Pendidikan Anti Korupsi, sebagai berikut: 1. Focus Group Discussion (FGD): PAUD, Sekolah, dan Universitas 2. Training dan Workshop: PAUD, Sekolah, dan Universitas 3. Monitoring Hasil Penelitian: PAUD, Sekolah, dan Universitas 4. Modul Pendidikan Integritas: panduan implementasi 5. Kampanye anti-korupsi FGD masyarakat umum, pengemba nga n k omunitas mul tistak eholder, kampanye media (placement media elektronik), placement print add, talkshow, event-event kampanye (pameran, integrity fair, youth campaign, penggalangan tekad anti korupsi), pemutaran film K vs K. 6. Sosialisasi zona anti-korupsi: FGD pendampingan implementasi ZAK, seminar ZAK. Sore harinya semua peserta Rakernas dibagi menjadi empat komisi. Komisi A dengan materi Layanan Pencatatan Nikah dan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah berbasis Lima Nilai Budaya Kerja; Komisi B: Layanan Bimbingan Agama dan Kerukunan Umat Beragama berbasis Lima Nilai Budaya Kerja; Komisi C: Layanan Pendidikan Agama dan Keagamaan berbasis Lima Nilai Budaya Kerja; Komisi D: Layanan Pengelolaan Administrasi berbasis Lima Nilai Budaya Kerja. Pejabat eselon I dan II Ditjen Bimas Katolik tergabung dalam Komisi B dan C. Rapat komisi berlangsung sangat alot dan penuh dengan kekeluargaan hingga pukul 23.30 WIB. Hari terakhir diawali dengan penyampaian hasil sidang komisi, masing-masing komisi menyampaikan hasil akhir dari tiap-tiap komisi. Dilanjutkan dengan masukan-masukan/koreksi peserta Rakernas. Rapat Pleno Pembahasan Hasil Sidang Komisi dipimpin Sekjen Kemenag didampingi Ketua Komisi A,B, C, dan D. Hasil Sidang Komisi disampaikan masing-masing ketua. Berikut hasil sidang Komisi B dan C dimana pejabat eselon I dan II Ditjen Bimas Katolik menjadi peserta. Hasil Sidang Komisi B Tema: Layanan Bimbingan Agama dan Kerukunan Umat Beragama berbasis Lima Nilai Budaya Kerja No UNSUR LAYANAN LIMA NILAI BUDAYA KERJA KEMENTERIAN AGAMA INTEGRITAS PROFESIONALITAS INOVASI TANGGUNG JAWAB KETELADANAN 1 P e l a y a n a n p e m b e r i a n gratis, waspada, cepat, tepat waktu, mudah, perbaikan tuntas dan r a ma h, s o p a n rekomendasi penyelengga- taat azas, dan teliti, tepat sasaran, secara berkala dan komitmen. dan santun. raan kegiatan keagamaan. jujur. dan pelayanan prima. berkelanjutan, ide baru yang konstruktif, dan online. 2 Pelayanan pemberian rekomendasi penugasan tenaga kerja warga negara asing di bidang keagamaan. 3 Layanan penataan lembaga tepat sasaran, cepat, tepat waktu, p e n a t a a n l o k a s i , monitoring, r a ma h, s o p a n keagamaan. adil, dan taat teliti, tepat sasaran, pengorganisasian, dan evaluasi, dan dan santun hukum dan pelayanan prima b i m b i n g a n koordinasi manajemen 4 Layanan pemberdayaan jujur, amanah, sesuai kompetensi, penguasaan peta komitmen, ramah, sopan peran tenaga penyuluh t a a t h uk u m , dan diklat. ( m a p i n g ) , d a n t e p a t dan santun. agama. dan adil. penguasaan IT. waktu, dan bermutu. 38 jujur, amanah, taat hukum, adil, d an wa w as a n kebangsaan (nasionalis). Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 cepat, tepat waktu, screening (uji kompe- monitoring, r a ma h, s o p a n teliti, tepat sasaran, tensi), dan verifikasi. evaluasi, dan dan santun. pelayanan prima , koordinasi. dan kode etik. 5 L a y a n a n b i m b i n g a n ikhlas, obyektif, cerdas, dan tepat m o d i s , k o m u n i - k o m i t m e n , r a m a h , s o p a n kehidupan beragama. dan adil. sasaran. katif, dan up to tepat waktu, dan santun. date. dan bermutu. 6 L a y a n a n p e m b e r i a n tepat sasaran, selektif, cerdas, tepat online, dan sesuai tepat waktu, r a m a h , s o p a n b a n t u a n s a r a n a d a n t a a t a t u r a n , s a s a r a n , d a n kebutuhan. t e p a t g u n a , dan santun. prasarana keagamaan. t e p a t j u m l a h , prosedural. proporsional, dan tepat fungsi. bergilir, dan adil. 7 L a y a n a n b i m b i n g a n ikhlas, obyektif, selektif, cerdas, tepat responsif, publik k e l u a r g a s e j a h t e r a / dan adil. sasaran, prosedural, figur, dan pemilibahagia. dan konseling. han keluarga teladan. 8 L a y a n a n p e m b e r i a n s e l e k t i f , d a n cerdas, tepat sasaran, online, dan sesuai tepat waktu, r a m a h , s o p a n b a n t u a n o p e r a s i o n a l proporsional. dan prosedural. kebutuhan. t e p a t g u n a , dan santun. kepada lembaga-lembaga bergilir, dan keagamaan. adil. 9 P e l a y a n a n r o h a n i w a n penampilan, dan percaya diri, dan p e n d a m p i n g s u m p a h kharismatik. kompetensi. jabatan. tepat waktu, komitmen. dan sesuai protokoler. 10 L a y a n a n p e m b e r i a n taat hukum, adil, m e n g e d e p a n k a n transparan, online, rekomendasi pendirian s e l e k t i f , d a n d i a l o g , s e s u a i dan koordinatif. rumah ibadah. koordinatif. prosedur, dan komunikatif. tepat waktu, r a m a h , s o p a n t e p a t g u n a , dan santun. proporsional, dan adil. 11 Layanan pencegahan dan bijaksana, adil, menguasai masalah, dialog antartokoh, penyelesaian konflik keaga- o b y e k t i f d a n dan menyelesaikan k o o r d i n a t i f , maan. sabar. masalah. informatif, dan dialog antarumat beragama. W i n w i n kharismatik, dan solution, ter- persaudaraan. buka, dan bimbingan berkala. 12 Layanan optimalisasi peran rajin, partisipasi kredibel. Forum Kerukunan Umat a k t i f , d a n Beragama (FKUB). disiplin. p e ma n ta u an , ramah, sopan, monev, dan s a n t u n , d a n p e m b i n a a n regenerasi. berkelanjutan. diklat, jadual kerja, s u p p o r t i n g , persaudaraan. evaluasi, pening- d a n k o o r d i katan sarpras, dan natif. pembentukan komunitas FKUB. Hasil Sidang Komisi C Tema: Strategi Penerapan Lima Nilai Budaya Kerja dalam Layanan Pendidikan Keagamaan No 1 UNSUR LAYANAN LIMA NILAI BUDAYA KERJA KEMENTERIAN AGAMA INTEGRITAS PROFESIONALITAS TANGGUNG JAWAB INOVASI KETELADANAN P e l a k s a n a a n K e g i a t a n p e n i n g k a t a n workshop/upgrading peningkatan mutu Sistem Pengen- menjadi model Akademik kualitas akredi- strategi dan metode p e m b e l a j a r a n dalian Internal p e m b e l a j a r a n tasi institusi dan pembelajaran secara berkelan- (SPI) yang berprogram studi jutan melalui karakter SWOT analysis m e la k sa na ka n sesuai dengan SOP layanan sesuai dengan regulasi yang ada pembelajaran berbasis e-learning p e l a k s a n a a n pembelajaran Kerangka Kualifikasi b e r b a s i s Nasional Indonesia boarding school (KKNI) Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 39 2 Kualitas/kompetensi Dosen pemenuhan UU Sertifikasi Guru dan P e n g e m b a n g a n p e n j a m i n a n menjadi model dan Tenaga Kependidikan N o 1 4 t a h u n Dosen Keprofesian Ber- standar mutu SDM unggul 2005 kelanjutan (PKB) pengembangan Lesson Study (LS) 3 Kualitas lulusan P e n g u a t a n P e l a k s a n a a n Penguatan penguap e n d i d i k a n Kerangka Kualifikasi saan bahasa asing karakter Nasional Indonesia (KKNI) 4 Diklat Fungsional dan P e n g u a t a n P e n g e m b a n g a n struktural k o m p e t e n s i medotologis dan emosional dan substantif spiritual Pembangunan mindset dan kurikulum budaya kerja Pengembangan Menjadi contoh sistem evaluasi yang baik bagi pembelajaran yang lain yang integratif Pengembangan Menjadi contoh sistem evaluasi yang baik bagi d i k l a t y a n g yang lain integratif Semua Pimpinan Kemenag adalah Public Relation (PR) Kemenag Tepat pukul 09.00 WIB Rakernas ditutup oleh Menag Lukman Hakim Saifuddin. Dalam sambutannya, Menag menekankan bahwa semua aparatur Kemenag khususnya pimpinan pada hakikatnya adalah "public relation" Kemenag di bidangnya masing-masing. Humas berarti menjadi etalase terdepan bagaimana orang melihat Kemenag dan kita (pimpinan) dijadikan rujukan orang bertanya, ini membawa konsekuensinya untuk memberikan informasi hal ihwal Kemenag. Menag menegaskan tidak ada orang yang tahu semua urusan di Kemenag, untuk itu harus punya kiat kepada siapa memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diberikan masyarakat. Jadi apabila ada pertanyaan jangan mengatakan "tidak tahu" tetapi cari jawaban kepada orang yang tepat dan kemudian berikan jawaban itu kepada orang yang bertanya, ujar Menag. "Organisasi itu adalah satu kesatuan, meski menduduki posisi tertentu tapi kita harus mengerti bidang lain, minimal prinsip-prinsip umumnya," tegas Menag. Menag berharap banyak yang bisa ditindaklanjuti dari Rakernas, namun ada baiknya masing-masing satker memilih satu dua isu penting yang jadi andalan yang dikelola lalu kemudian bisa menjadi "sesuatu" yang memiliki makna di bidang masing-masing. Untuk itu Menag menggarisbawahi jangan terlalu banyak hal yang ditangani karena akan memecah konsentrasi yang berujung pada hal yang tidak cukup baik, maka perencanaan pada unit eselon I jangan lagi bertumpu dan terpukau pada masa lalu saat membuat perencanaan program atau kegiatan, tapi selalu berangkat dari kebutuhan. Dalam pandangannya, pemimpin itu hakikatnya belajar, belajar memahami apa masalahnya, mengidentifikasi masalah, mencari alternatif jalan keluar atas masalah yang diidentifikasi, memilih opsi mana yang memungkinkan untuk ditindaklanjuti. Saya ingin pemimpin itu tahu bagaimana memotivasi untuk bekerja, bekerja, dan bekerja dengan basis lima nilai budaya kerja, yaitu integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan," ujar Menag sembari menutup Rakernas Kemenag 2015. (A. Joko Kurnianto dan Seven Simbolon) 40 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Selayang Pandang SMAK St. Fransiskus Asisi Oleh: Rm. Sebastian Uran, Pr. Biodata Kepala SMAK St. Fransiskus Asisi, Larantuka Nama: Rm. Sebastianus Uran Bala, PR TTL: Waiteba, 20 Januari 1973 Pendidikan: SDK Waiwejak (1978—1984), SMPK Santo Pius X Lewoleba (1984—1987), SMA Seminari San Dominggo Hokeng (1987—1991), STFK Ledalero (1992—2000), UNIKA Wiidya Mandira Kupang (2002—2006). Karya: 1996—1998: Menjalankan Tahun Orientasi Pastoral pada SMA Seminari San Dominggo Hokeng, 20 Agustus 2000: Ditahbiskan menjadi Imam, 2000—2002: Menjadi Staf Pengajar pada Seminari San Dominggo Hokeng, 2006—2014: Menjadi Kepala Sekolah pada SMAS St. Darius Larantuka dan Pastor Pembantu pada Paroki Katedral Renya Rosari Larantuka ( 2006—2008 ) serta Pastor Pembantu pada Paroki San Juan Lebao Tengah (2010—sekarang), 2014—sekarang: menjadi Kepala Sekolah pada SMAK Santo Fransiskus Asisi, Larantuka. PADA MULANYA Pada Bulan Oktober 2012, Keuskupan Larantuka mengadakan sebuah Sinode untuk mengevaluasi geliat Gereja Keuskupan Larantuka serta merumuskan arah perkembangan selanjutnya. Dalam pertemuan, yang dikenal dengan nama Pertemuan Umat Katolik Keuskupan Larantuka (PUKKEL) itu, terbentang berbagai tantangan yang sedang dialami dalam kehidupan menggereja di Keuskupan ini. Salah satu tantangan yang muncul adalah yang berhubungan dengan Agen Pastoral. Ada kesulitan tentang susahnya mendapatkan orang yang mau dengan rela hati memberi diri untuk menjadi pengurus dalam kehidupan menggereja. Kekurangan fasilitator katekese, dirigen dan organis gereja, pemimpin pendalaman Kitab Suci, Pemimpin Ibadat dan Koster adalah beberapa hal yang menjadi keprihatinan bersama. Hal-hal itu ditambah lagi dengan susahnya mendapatkan orang untuk menjadi pengurus paroki, stasi, lingkungan, dan Kelompok Umat Basis. Lantas, apa yang harus dilakukan agar kita bisa mendapatkan agenagen pastoral awam yang handal, yang dengan rela hati memberi diri untuk pelayanan dalam Gereja? Sekolah menjadi sebuah pilihan strategis untuk mengatasi kesulitan ini. Akan tetapi melihat keberadaan sekolah-sekolah pada umumnya dan sekolah-sekolah Katolik pada khususnya sekarang ini, apa yang kita harapkan sepertinya jauh panggang dari api. Sekolahsekolah Katolik saja sedang kehilangan identitas kekatolikannya. Katolisitas tinggal nama saja. Isinya adalah milik negara. Para siswa disiapkan untuk menjadi warga negara dan bukan mejadi 100 persen Katolik dan 100 persen warga negara Indonesia. Kita memang pernah memiliki sekolah-sekolah yang telah menghasilkan agen-agen pastoral yang handal yang sekarang ini berada di sekolah-sekolah sebagai guru-guru agama Katolik, yaitu SPG Podor dan SGA Waibalun. Akan tetapi kedua sekolah itu tinggal menjadi sejarah masa lalu. Di tengah situasi seperti ini, Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur yang sebagian besarnya adalah para agen pastoral yang aktif di tingkat keuskupan, paroki, stasi, lingkungan dan KBG, melempar gagasan tentang Sekolah Menengah Agama Katolik yang bertujuan untuk menghasilkan Kader Awam Katolik yang handal dan militan. Gayung bersambut. Pembicaraanpembicaraan bersama antara Bapa Uskup, Yayasan Persekolahan Umat Katolik Keuskupan Larantuka dan Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur lantas bersimpul pada sebuah kemauan bersama yang sangat kuat untuk mendirikan sebuah Sekolah Menengah Agama Katolik di Keuskupan Larantuka. Dan akhirnya, setelah sebuah supervisi dari Direktur Pendidikan Katolik Bimas Katolik Kementerian Agama RI, pada tanggal 24 Juni 2014, Surat Keputusan Direktur Jendral Bimas Katolik, dengan nomor DJ.IV/Hk.00.5/69/2014 tentang Ijin Operasional Sekolah Menengah Agama Katolik Santo Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 41 Fransiskus Asisi Larantuka. Proses Kegiatan Belajar Mengajar dimulai secara resmi pada tahun pelajaran 2014/2015 dengan menggunakan untuk sementara ruang belajar pada SMPK Santo Yusuf Larantuka. Siswa yang terdaftar pertama adalah delapan orang. Tetapi jumlah ini berkembang sejalan dengan waktu hingga mencapai 25 orang. Ke-25 siswa ini masih tetap bertahan sampai sekarang. ARTI SEBUAH NAMA Tidak ada yang istimewa sebetulnya dalam hal pemilihan nama untuk SMAK Perdana di Kabupaten Flores Timur ini. Bahwa kemudian dipilih Santo Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah itu sematamata dalam rangka mengingat Paus Fransikus, yang menjadi Paus pada saat didirikannya SMAK ini dan Uskup Fransiskus Kopong Kung, Pr, Uskup Keuskupan Larantuka pada saat ini. Akan tetapi pesan Yesus kepada Santo Fransikus Asisi, “Fransiskus, perbaikilah gereja-Ku!” rasa-rasanya cocok dengan semangat awal pendirian SMAK. Gereja sedang mengalami kelesuan dalam hubungan dengan Agen Pastoral yang handal dan militan. Kehadiran SMAK Santo Fransiskus Asisi diharapakn menjawabi kelesuan ini. Dari spiritualitas Santo Fransiskus Asisi, yang mengusahakan harmoni dengan Tuhan, alam dan sesama manusia, dan dengan mempertimbangkan maksud pendirian SMAK oleh Bimas Katolik Kementerian Agama RI serta memperhatikan keprihatinan Keuskupan Larantuka dalam hubungan dengan Agen Pastoral yang handal dan militan, dirumuskanlah visi, misi dan motto SMAK Santo Fransiskus Asisi Larantuka. Visinya adalah: “Terwujudnya Komunitas/Persekutuan Murid-murid Yesus yang Berilmu, Beriman, Partisipatif, dan Liberatif transformatif sebagai Upaya untuk Mencapai Pembaharuan dan Pembebasan Kristiani.” Visi ini kemudian dirumuskan dalam lima buah Misi, yaitu (1) Membangun Persekutuan Hidup sebagai muridmurid Yesus dalam ikatan kasih dan saling melayani, (2) Mengembangkan Aspek Intelektual Siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa, (3) Menanamkan nilai-nilai moral dan iman Kristiani sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi tantangan hidup, (4) Melibatkan diri dalam kegiatankegiatan sosial kemasyarakatan sebagai bentuk partisipasi dan interaksi saling menerima dan memberi antara sekolah dan masyarakat, (5) Merintis dan memprakarsai pembebasan dan perubahan terhadap sekolah, kondisi kehidupan kita dan lingkungan menuju habitus baru. Sedangkan Motto yang menggerakkan seluruh upaya untuk mewujudkan Visi dan Misi tersebut di atas adalah “PAX ET BONUM” (Perdamaian dan Kebaikan). DEMI PERDAMAIAN DAN KEBAIKAN Untuk mewujudkan Visi dan Misi tersebut di atas, pelbagai kegiatan sudah dilaksanakan dalam tahun pelajaran 2014/2015 ini. Kegiatan-kegiatan itu antara lain: Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas, Penegakkan Disiplin dalam seluruh aspek kehidupan, Saling menyapa sebagai saudaraku dan saudariku di antara para siswa dan ayah dan bunda untuk para guru, Misa Mingguan, Meditasi Kitab Suci Dua Mingguan, Sekami di Paroki San Juan Lebao Tengah Setiap Hari Sabtu sore, Pembentukan Kelompok Minat Paduan Suara dan Pencinta Alam, 42 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Tanggungan Liturgi di Paroki San Juan Lebao dan Paroki Weri, Perlombaan Hari Amal Bhakti, Perlombaan Bulan Kitab Suci, Live In di Paroki Lato. Semua kegiatan itu dapat terlaksana sepanjang tahun pelajaran 2014/2015 oleh karena keterlibatan yang sangat aktif dari para guru dan pegawai. Dalam tahun pelajaran ini SMAK Santo Fransiskus Asisi Larantuka memiliki 16 orang guru dan seorang pegawai. Di antara mereka ada enam orang imam keuskupan Larantuka yang diperbantukan sebagai guru tidak tetap. Sedangkan dari pihak awam, direkrut para awam yang terlibat aktif dalam kegiatan menggeraja. Diharapkan dari aspek ketenagaan ini, mimpi tentang menghasilkan kader awam yang militan dapat terwujud. Selain dari segi ketenagaan, SMAK Santo Fransiskus Asisi memiliki beberapa sarana dan prasaran yang membantu untuk penyelenggaraan pendidikan di tahun perdananya ini antara lain: tiga buah ruang kelas, 29 mebeler untuk siswa, sebuah ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah dan tata usaha, lima buah notebook untuk pembelajaran TIK dan 11 buah keyboard untuk pelatihan musik liturgi. Terdapat juga buku-buku sumber belajar dan buku-buku referensi lain, dan seperangkat peralatan misa. Dari segi sarana prasarana harus diakui betapa masih kurang. Akan tetapi Bapak Uskup Larantuka telah menghibahkan sebuah lahan dengan ukuran 1 Ha untuk pendirian gedung SMAK Santo Fransiskus Asisi Larantuka di Paroki San Juan Lebao Tengah dan tentu saja dengan bantuan dari Bimas Katolik Kementerian Agama RI segala sarana prasarana untuk menunjang segala kegiatan pembelajaran akan dipenuhi pada waktunya. Ke depan selain gedung sekolah, akan didirikan juga asrama yang letaknya berdampingan dengan sekolah. Kemitraan dengan Keuskupan dan Pemerintah Daerah, khususnya Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur, merupakan kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan pembelajaran pada tahun pertama ini. Perhatian yang sangat intens dari Keuskupan, yang nampak dalam diri Yayasan Persekolahan Umat Katolik Keuskupan Larantuka sebagai pemilik SMAK ini, dan dari Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur, khususnya Kepala Seksi Pendidikan Katolik, menjadi kekuatan untuk bergerak maju dengan segala apa yang ada pada SMAK Santo Fransiskus Asisi. AKHIR KATA Langkah pertama sudah diayunkan. Tahun perdana sudah dijalani. L a n g k a h berikutnya s u d a h diayunkan d e n g a n gerakan yang lebih pasti. Penerimaan siswa baru untuk tahun kedua sudah dijalankan dan ternyata animo masyarakat sangat luar biasa. Syukur kepada Tuhan! Berkat doa Santo Fransiskus Asisi, SMAK Santo Fransiskus Asisi Larantuka menatap masa depannya dengan sukacita injili. Mimbar PESAN PAUS FRANSISKUS PADA HARI KOMUNIKASI DUNIA KE 49 Mengkomunikasikan Keluarga – Tempat Perjumpaan Istimewa dengan Karunia Cinta Keluarga adalah subjek refleksi mendalam oleh Gereja dan proses yang melibatkan dua Sinode: yang luar biasa yang terjadi baru-baru ini dan yang biasa yang dijadwalkan Oktober mendatang. Maka, saya pikir tepatlah kalau tema Hari Komunikasi se-Dunia berikutnya mengangkat keluarga sebagai titik acuan. Lagi pula, dalam konteks keluargalah kita pertama-tama mempelajari cara berkomunikasi. Fokus pada konteks ini bisa membantu membuat komunikasi kita lebih otentik dan manusiawi, sambil membantu kita melihat keluarga dalam perspektif baru. Kita bisa menarik inspirasi dari bagian Injil yang berkaitan dengan kunjungan Maria kepada Elisabet (Luk 1: 39-56). “Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (ayat 41-42). Episode ini pertama-tama menunjukkan kepada kita bagaimana komunikasi merupakan dialog yang terkait dengan bahasa tubuh. Tanggapan pertama terhadap sapaan salam dari Maria diberikan oleh sang anak, yang melompat kegirangan dalam rahim Elisabet. Dari satu sisi, sukacita saat bertemu orang lain, yang kita pelajari bahkan sebelum lahir, merupakan pola dasar dan simbol setiap bentuk komunikasi lainnya. Rahim yang menjadi tempat tinggal kita adalah “sekolah” komunikasi pertama, tempat kita mendengarkan dan melakukan kontak fisik agar terbiasa dengan dunia luar dalam lingkungan yang dilindungi, dengan suara detak jantung ibu yang menenangkan. Perjumpaan dua orang yang terkait begitu erat meski tetap saling berbeda ini, perjumpaan yang begitu dipenuhi janji ini, adalah pengalaman komunikasi pertama. Inilah pengalaman yang kita semua alami bersama, karena kita semua lahir dari seorang ibu. Bahkan setelah datang ke dunia, bisa juga berarti kita masih di dalam “rahim”, yakni keluarga. Rahim terdiri dari beberapa orang yang saling terkait: keluarga adalah “tempat kita belajar untuk hidup dengan orang lain meskipun berbeda” (Evangelii Gaudium, 66). Tanpa melihat perbedaan jenis kelamin dan usia di antara mereka, anggota-anggota keluarga saling menerima karena ada ikatan di antara mereka. Semakin lebar kisaran hubungan-hubungan ini dan semakin besar perbedaan usia, semakin kayalah lingkungan hidup kita. Ikatan ini berada pada akar bahasa, yang pada gilirannya memperkuat ikatan itu. Kita tidak menciptakan bahasa. Bahasa dapat digunakan karena kita sudah menerimanya. Dalam keluargalah kita belajar berbicara “bahasa ibu”, bahasa dari orang-orang yang mendahului kita (lih 2Makabe 7: 25,27). Dalam keluarga kita menyadari bahwa orang lain telah mendahului kita, mereka membuat kita bisa eksis dan pada gilirannya hidup serta melakukan sesuatu yang baik dan indah. Kita bisa memberi karena kita telah menerima. Lingkaran luhur ini merupakan inti dari kemampuan keluarga untuk berkomunikasi di antara para anggotanya dan dengan orang lain. Dalam bahasa yang lebih awam dikatakan bahwa itulah model semua komunikasi. Pengalaman hubungan yang “lebih dahulu ini” memungkinkan keluarga menjadi lingkungan tempat diturunkannya bentuk komunikasi paling dasar, yaitu doa. Ketika orang tua menidurkan anak-anaknya yang baru lahir, mereka sering mempercayakan anak-anaknya kepada Tuhan, seraya meminta agar Tuhan menjaga mereka. Saat anak-anak sudah lebih besar, orang tua membantu mereka mengucapkan beberapa doa sederhana, mendoakan orang lain, seperti kakek-nenek, sanaksaudara, orang sakit dan orang menderita, serta semua orang yang membutuhkan pertolongan Allah. sederhana, mendoakan orang lain, seperti kakek-nenek, sanaksaudara, orang sakit dan orang menderita, serta semua orang yang membutuhkan pertolongan Allah. Dalam keluargalah sebagian besar dari kita mempelajari dimensi religius komunikasi, yang dalam kekristenan diresapi dengan cinta, cinta yang Allah limpahkan kepada kita dan yang kemudian kita berikan kepada sesama. Dalam keluarga, kita belajar saling merangkul dan mendukung, memahami arti dari ungkapan wajah dan saat saat hening. Tertawa dan menangis bersama-sama orangorang yang belum saling memilih itu penting. Ini sangat membantu kita memahami makna komunikasi seraya menyadari dan menciptakan kedekatan. Saat mengurangi jarak dengan semakin mendekat dan saling menerima, kita mengalami rasa syukur dan sukacita. Salam yang disampaikan Maria dan gerakan anaknya adalah anugerah bagi Elisabeth. Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 43 Itu dilanjuti dengan kidung yang indah, Magnificat. Dalam kidung itu Maria memuji rencana kasih Allah bagi dirinya dan bagi umatnya. “Ya” yang diucapkan dengan iman bisa berdampak jauh melampaui diri dan tempat kita di dunia. “Mengunjungi” berarti membuka pintu, tidak membiarkan tertutup dalam dunia yang kecil, melainkan bergaul dengan orang lain. Demikian juga keluarga menjadi hidup kalau keluar dari dirinya sendiri. Keluargakeluarga yang demikian mengkomunikasikan pesan kehidupan dan persekutuan mereka, seraya memberikan hiburan dan pengharapan untuk keluarga-keluarga yang lebih rapuh, dan dengan demikian membangun Gerejanya sendiri, yakni keluarga dari keluarga-keluarga. Melebihi tempat mana pun, keluarga adalah tempat kita setiap hari mengalami batas-batas diri kita dan batasbatas orang lain, persoalan-persoalan besar dan kecil yang ada dalam kehidupan yang damai bersama orang lain. Tidak ada keluarga yang sempurna. Janganlah takut akan ketidaksempurnaan, kelemahan atau bahkan konflik, melainkan belajarlah cara mengatasinya secara konstruktif. Keluarga, tempat kita terus saling mencintai di tengah keterbatasan dan dosa-dosa kita, lalu menjadi sekolah pengampunan. Pengampunan itu sendiri merupakan proses komunikasi. Saat penyesalan diungkapkan dan diterima, maka ada kemungkinan untuk memulihkan dan membangun kembali komunikasi yang rusak. Seorang anak lelaki atau perempuan yang dalam keluarga telah belajar mendengarkan orang lain, berbicara dengan hormat dan mengungkapkan pandangannya tanpa mengingkari pandangan orang lain, akan menjadi kekuatan dialog dan rekonsiliasi di masyarakat. Ketika menghadapi tantangan -tantangan komunikasi, ada banyak hal bisa dipelajari dari keluargakeluarga yang anak-anaknya memiliki ketidakmampuan. Keterbatasan motorik, sensorik atau mental dapat menjadi alasan untuk menutup diri sendiri. Namun, berkat cinta orang tua, saudara, dan teman-teman, keterbatasan itu bisa juga menjadi insentif untuk keterbukaan, berbagi dan komunikasi dengan semua orang. Keterbatasan itu juga bisa membantu sekolah-sekolah, paroki-paroki, dan lembaga-lembaga untuk lebih menerima dengan senang hati serta inklusif terhadap setiap orang. Dalam dunia di mana orang sering memaki, menggunakan bahasa kotor, menjelekkan orang lain, menabur perselisihan dan meracuni lingkungan manusia dengan gosip, keluarga bisa mengajarkan kita untuk memahami komunikasi sebagai berkah. Dalam situasisituasi yang tampaknya didominasi oleh kebencian dan kekerasan, di mana keluarga-keluarga terpisahkan oleh dinding-dinding batu atau dinding-dinding prasangka dan kebencian yang kurang bisa ditembus, di mana rasanya tempat itu menjadi alasan-alasan yang baik untuk mengatakan ‘cukup sudah’, hanyalah berkat bukan caci maki, kunjungan bukan penolakan, dan penerimaan bukan perkelahian, yang mematahkan spiral kejahatan, menunjukkan bahwa kebaikan selalu mungkin, dan mendidik anak-anak kita menuju persahabatan. Saat ini, media modern, yang merupakan bagian penting kehidupan, khususnya bagi orang muda, bisa menjadi bantuan dan gangguan bagi komunikasi di dalam keluarga-keluarga dan di antara keluarga-keluarga. Media bisa mengganggu kalau menjadi cara untuk tidak mendengarkan orang lain, untuk menghindari kontak fisik, 44 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 untuk mengisi setiap saat hening dan istirahat, sehingga kita lupa bahwa “keheningan adalah bagian integral dari komunikasi; tanpa keheningan, tidak akan ada kata-kata yang kaya isinya.” (BENEDIKTUS XVI, Pesan untuk Hari Komunikasi se-Dunia 2012). Media dapat membantu komunikasi kalau media bisa membuat manusia berbagi cerita, tetap berhubungan dengan teman-teman yang jauh, be rt eri ma k a sih k epa da sesa ma a ta u me nc a ri pengampunan mereka, serta membuka pintu untuk perjumpaan-perjumpaan baru. Dengan setiap hari mengembangkan kesadaran akan pentingnya menjumpai orang lain, “kemungkinankemungkinan baru” ini, kita akan menggunakan teknologi dengan bijaksana, bukan membiarkan diri kita dikuasai oleh teknologi itu. Orang tua adalah juga pendidik utama dalam hal ini. Namun, mereka tidak dapat dibiarkan sendiri. Umat Kristen dipanggil untuk membantu mereka mengajar anak -anak menyesuaikan diri dengan lingkungan media dengan cara yang sesuai dengan martabat manusia dan demi kebaikan bersama. Tantangan besar saat ini adalah mempelajari sekali lagi cara berbicara satu dengan yang lain, bukan sekedar cara mendapatkan dan menerima informasi. Yang terakhir ini adalah kecenderungan yang bisa didorong oleh media komunikasi modern kita yang penting dan berpengaruh. Informasi itu penting, tetapi itu tidak cukup. Terlalu sering semua hal disederhanakan, pendirian-pendirian dan sudut pandang-sudut pandang berbeda saling diadu, dan orang diajak untuk berpihak, bukan melihatnya secara keseluruhan. Kesimpulannya, keluarga bukan subjek perdebatan atau medan pertempuran ideologis. Sebaliknya, keluarga adalah lingkungan tempat kita belajar berkomunikasi dalam pengalaman kedekatan, tempat komunikasi berlangsung. Keluarga adalah “komunitas berkomunikasi.” Keluarga adalah komunitas yang memberi bantuan, yang merayakan kehidupan dan berbuah. Setelah menyadari hal ini, kita akan sekali lagi melihat bagaimana keluarga terus menerus menjadi sumber daya manusia yang kaya, bukan menjadi masalah atau lembaga yang mengalami krisis. Kadang-kadang, media cenderung menampilkan keluarga semacam model abstrak yang harus diterima atau ditolak, dibela atau diserang, bukan sebagai realitas kehidupan. Atau juga sebagai pekarangan untuk bentrokan ideologis bukan sebagai tempat bagi kita semua untuk bisa belajar artinya berkomunikasi dengan saling mencintai. Mengaitkan pengalaman berarti menyadari bahwa hidup kita saling terikat sebagai satu realitas, bahwa suara kita banyak, dan bahwa masingmasing suara itu unik. Keluarga-keluarga harus dilihat sebagai sumber daya bukan sebagai persoalan bagi masyarakat. Keluargakeluarga sudah sebaik mungkin berkomunikasi secara aktif lewat kesaksian akan keindahan dan kekayaan hubungan antara pria dan wanita, dan antara orang tua dan anak-anak. Kita tidak berupaya membela masa lalu. Namun, dengan kesabaran dan kepercayaan, kita berupaya membangun masa depan yang lebih baik bagi dunia tempat kita hidup. Dari Vatikan, 23 Januari 2015 Di hari menjelang Peringatan Santo Fransiskus dari Sales FRANSISKUS Opini SAKIT DAN BERDOSA: “Beberapa Gagasan Biblis dan Teologis tentang Sakit dan Berdosa untuk Pendampingan Pastoral Orang Sakit” Oleh: Bartholomeus Arosi A. Pengantar Peristiwa sakit yang dialami oleh manusia adalah realitas manusiawi yang sulit dihindari dan dilupakan. Selagi manusia masih berada di dunia, ia akan mengalami dan berhadapan dengan peristiwa ini. Setiap orang bisa saja mengalami sakit; terlepas dari setuju atau tidak, beragama atau tidak, saleh atau jahat. Singkatnya, peristiwa sakit adalah bagian dari kehidupan manusia. Seperti halnya sakit, dosa merupakan realitas yang tidak lepas dari hidup manusia. Setiap orang pernah berbuat dosa. Peristiwa sakit dan dosa bisa menimbulkan problem yang tidak kecil. Berbagai perasaan muncul manakala seorang mengalami sakit dan berdosa. Perasaan -perasaan itu kerap mempengaruhi bahkan mengubah pandangan mereka tentang diri mereka sendiri, sesama dan Tuhan. Seseorang bisa mengalami hidupnya sebagai kehampaan. Dia putusa asa, merasa kesepian, tak berdaya, menolak penderitaan, ketakutan, merasa malu, terisolir, merasa dikejar-kejar oleh dosa dan marah atas siapa saja. Penghayatan religusnyapun bisa terganggu.Pandangannya tentang Allah bisa berubah. Fakta adanya sakit dan dosa menunjukkan sisi kelemahan dan kerapuhan manusia, yang tidak dapat ditolak. Hal ini mau menyatakan bahwa manusia tergantung dari Allah. Kenyataan itu juga mengatakan bahwa manusia membutuhkan penyembuhan dari Tuhan. B. Paham Tentang Sakit dalam Kitab Suci Gagasan sakit dan menderita dalam Kitab Suci bukan melulu soal duniawi, tetapi juga dipandang dari sisi religus. Sakit dan penderitaan tidak dikehendaki oleh Allah. Kisah penciptaan dalam Kej 1:1-2: 4a dan 2: 4b-25 maupun Kej 3:1-24 mengungkapkan hal itu. Allah menciptakan semua dengan baik. Penderitaan tidak diciptakan oleh Allah. Penderitaan dan Sakit dalam Perjanjian Lama (PL) kerap dihubungkan dengan perbuatan negatif manusia dan reaksi dari Allah. Penderitaan dipandang sebagai hukuman Allah atas dosa manusia. Pandangan ini erat kaitannya dengan kepercayaan akan keadilan Allah dan paham “pembalasan di bumi”. Keadilan Allah itu berhubungan erat dengan tindakan-Nya mengganjar perbuatan baik dan menghukum perbuatan jahat. Tindakan Allah itu harus terjadi di bumi sebelum manusia mati dan masuk kedalan Sheol. Satu-satunya tempat pembalasan adalah bumi. Orang baik akan diganjari dan orang jahat akan dihukum. Berdasarkan gagasan ini, sakit/penderitaan dipandang sebagai hukuman atas dosa seseorang dan berkat dilihat sebagai ganjaran atas kebaikan seseorang. Pandangan ini bisa ditemukan dalam Kitab Amsal, Yesus bin Sirakh dan sebagian kitab para nabi, misalnya Amos 1-2. Gema ini pun masih bisa ditemukan dalam PB seperti dalam Luk 1:20 dan Kis 12:23; 13:10-11. Dalam Perjanjian Baru, hubungan kausal antara penyakit dan dosa tersebut ditolak oleh Yesus (Luk 13:1 dst, Yoh 9:1 dst). Yesus berkeliling untuk mewartakan Kerajaan Allah sambil berbuat baik. Sabda dan karya-Nya diresapi oleh cintakasih akan manusia terutama mereka yang lemah dan tak berdaya karena penyakit dan penderitaan. Yesus sungguh menaruh belas kasih terhadap mereka yang menderita (Mat 8:2), bahkan Ia sendiri turut menderita dengan kematian-Nya di kayu salib. Yesus menyembuhkan mereka yang menderita. Pernyembuhan itu merupakan bukti bahwa Tuhan tidak menghendaki penderitaan, tanda datangnya Kerajaan Allah (Mat 11:5; Luk 7:22) dan perhatian-Nya yang khusus bagi mereka yang menderita. Tema lain yang berbicara tentang sakit dalam Kitab Suci adalah tema tentang penderitaan karena dan demi orang lain. Musa kerap digambarkan sebagai tokoh yang menderita karena kejahatan bangsa Israel dan pemimpin yang rela menderita demi bangsa itu (UI 1:37; 4:21, Bil 11:11-15). Para nabi pun masuk dalam golongan ini. Mereka harus menderita karena pewartaan mereka, misalnya Yehezkiel (Yeh 3:4-11) dan Yeremia (Yer 5:10-21, 20:7-9; 32-44). Penderitaan para nabi demi orang lain itu men-dapat arti yang baru dalam profil hamba Tuhan (Yes 52: 13-53: 12). Hamba Tuhan, seorang yang benar, harus men-derita walaupun tidak ada alasan untuk itu. Ia menderita demi pembenaran dan penyelamatan orang lain dan sebagai silih atas kesalahan orang lain. Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 45 Gelar Hamba Tuhan dan penderitaannya kemudian dikenakan kepada Yesus (Kis 3:1; 4:27, 1Pet 2:21-25). Walau pun tidak berdosa, Yesus menderita. Ia menanggung segala luka manusia dan mengambil bagian dalam setiap penderitaan manusia. Di samping tema di atas, tema lain lagi yang muncul dalam Kitab Suci adalah tentang nilai positif penderitaan. Penderitaan dilihat sebagai sarana yang dipakai oleh Allah untuk “mendidik” umat-Nya. Penderitaan dapat menuntun manusia kembali kepada kesetiaan (Ams 3:11-12, Ayb 33:19-22, 1 Kor 11:32, Ibr 12:4-11). Penderitaan dipakai Oleh Allah sebagai batu uji untuk semakin memurnikan manusia dan mendekatkan manusia dengan diri-Nya (Mzm 16:8-12, Rom 5:3-5, Yak 1:12). C. Paham Tentang Dosa 1. Gagasan Biblis Ide tentang dosa dalam Kitab Suci merupakan ide sekunder. Walaupun demikian, Kitab Suci memuat banyak ide mengenai dosa. a. Perjanjian Lama (PL) Gagasan dosa dalam Perjanjian Lama (PL) dianggap rumit dan dilukiskan secara berbeda-beda. Secara dasariah, dosa dalam PL dapat digambarkan dengan tiga uraian ini. Pertama, dosa adalah pemutusan hubungan dengan Tuhan. Bagi Amos, Dosa adalah tindakan yang bertentangan dengan keadilan Allah. Bagi Hosea, Dosa adalah tindakan kejahatan mela wan cinta Allah (Hos 2:1-3). Yesaya melukiskan dosa kurangnya iman dan ketidaksetiaan (Yes 9:9, 29:9). Yeremia menggambarkannya sebagai tindakan melupakan Allah persekutuan (Yer 2:23, 4:22, 5:21). Kedua, dosa dilukiskan sebagai sikap tidak berterima kasih atas anugerah Allah. Ketiga, dosa digambarkan sebagai tindakan yang ingin menyamakan diri dengan Allah. Kejadian bab 3 dipandang sebagai sintesa dari selu ruh ajaran tentang dosa dalam PL. Kejatuhan Adam dan Hawa merupakan potret dramatik perjanjian dengan Allah. Mereka sengaja memberontak dan tidak mau lagi berada dalam perjanjian dengan Allah dan berada di bawah perintah-Nya. Mereka mau menjarah dan menguasai segalanya bahkan menjarah posisi Allah. Akibat perbuatan itu, mereka terasing dari Allah, satu sama lain dan diri mereka sendiri (Kej 3:8-24). Mereka kehilangan martabatnya. b. Perjanjian Baru (PB) Paham tentang dosa dalam PB sudah mengalami kemajuan yang pesat dibandingkan dengan PL. Ditekankan bahwa tempat dan sumber dosa adalah kedalaman diri manusia. sementara kodrat dosa adalah tindakan melawan kehendak Bapa (Luk 15). Dalam PB, sikap Yesus terhadap dosa dan kaum pendosa dapat dipahami dalam dua pandangan, yakni: Pertama, Yesus dengan tegas mengatakan dosa-dosa seperti kesombongan, keterikatan pada kekayaan, tindakan kejahatan dan pembunuhan (Mrk 23:1-36; Mrk 7:20 dst). Yesus tidak pernah berkompromin dengan dosa. Kedua, Yesus menun jukan sikap yang baik kepada kaum pendosa dan bersahabat dengan mereka. Ia memanggil mereka untuk bertobat. 46 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Salah satu lukisan mengenai dosa dan pengam puna n dala m PB da pa t ditemuka n dalam “perumpamaan anak yang hilang” (Luk 11:32). Si bungsu menolak status anak, tidak mau terikat den gan hidup bersama dan akhirnya ia memutuskan relasinya dengan Bapa. Akan tetapi cinta Allah lebih besar dari pada dosa manusia. bapa mau menerima anak itu kembali dan mengampuni segala dosanya. 2. Menggali Makna Teologis Dosa Dosa berakar dalam diri manusia dan kebe basannya. Oleh karena itu, dosa selalu berhubungan dengan perbuatan manusia. manusia tidak dapat berdalih dengan menyalahkan lingkungan, sesamanya dan alam. Dosa timbul dari manusia itu sendiri. Pada hakikatnya, dosa adalah penolakan terhadap Tuhan dan rencana ilahi-Nya. Senada dengan itu, KGK No. 1850 merumuskan dosa sebagai penghinaan terhadap Allah. Manusia dikatakan berdosa apabila manusia memberontak terhada p kasih Allah kepadanya dan membalikkan hati dari Dia. Pandangan di atas perlu mendapat perhatian utama dalam lingkungan Gereja atau masyarakat luas. Hal ini penting karena dunia secara umum mulai kehilangan kepekaan akan dimensi rohani dari dosa dan cenderung meniadakan dosa. Pendangan dunia tentang dosa sangat dangkal dan tidak lengkap. Sejumlah orang cenderung hanya membatasi dosa pada pelanggaran-pelanggaran sosial saja. Penolakan terhadap Tuhan dan rencananya itu mengganggu dan menghancurkan suatu hubungan dasariah. Dengan dosa, manusia menolak untuk menerima ketergantungan pada Allah. Dia menolak untuk taat kepada Bapa. Manusia ingin lepas sama sekali dari Allah. Fokusnya hidupnya beralih dari Bapa kepada dirinya sendiri. Dengan demikian manusia sebenarnya seudah mati secara rohani. Dosa menimbulkan problem yang serius dalam diri manusia. Berbagai perasaan muncul jika manusia jatuh dalam dosa. Mereka merasa dikucilkan, malu, dikejarkejar merasa bersalah, merasa gelisah, tidak tenang dan bergairah. Dalam keadaan seperti itu mereka membutuhkan penyembuhan. Mereka membutuhkan perdamaian dengan Tuhan dan sesama. Sebab, kehidupan yang damai, membahagiakan dan adil adalah dambaan semua orang. Situasi ini sebagai syalom atau secara lebih mendalam dengan nama Kerajaan Allah. Injil sinoptik menyebut penyembuhan ini sebagai realized The Kingdom of God, dimana “orang sakit disembuhkan; orang lumpuh berjalan; orang buta melihat; bahkan orang mati dibangkitkan. Akan tetapi, situasi syalom semacam itu akan dapat manusia alami manakala manusia mau bertobat. Dalam hal ini, Gereja menyediakan sarana untuk itu yakni Sakramen Tobat. D. Hubungan antara Sakit dan Dosa Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostolik Salvifici Doloris no. 18 menyatakan bahwa peristiwa sakit bisa menjadi pertanyaan besar kalau dihubungkan dengan kebaikan Allah yang menciptkan segalanya dengan baik. Dalam Kitab Amsal, sakit dilihat sebagai reaksi keadilan Allah terhadap manusia yang berdosa. Sakit yang dialami seseorang dipandang sebagai hukuman Allah atas dosa orang tersebut. Jadi sakit dilihat sebagai tanda bahwa seseorang itu berdosa. Sementara itu, kekayaan dan kesejahteraan dilihat sebagai berkat dan ganjaran dari Allah atas perbuatan baik seseorang. Selanjutnya, Paus berpendapat kalau hukum kausal antara sakit dan dosa di atas ditolak oleh Yesus. Yesus berkeliling untuk menyembuhkan berbagai penyakit seraya mewartakan Kerajaan Allah. Dia menolak pan dangan bahwa penyakit adalah akibat dari dosa seseo rang atau dosa orang tuanya. Penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus merupakan tanda datangnya Kerajaan Allah. Dengan demikian, sakit merupakan situasi manusia yang membutuhkan penebusan dan kasih sayang yang lebih besar. Gereja pun menolak hubungan kausal di atas. Akan tetapi Gereja tetap melihat ada hubungan antara sakit dan dosa. Hal ini terungkap dalam Liturgi Orang Sakit, jilid II, no. 194: “Penderitaan memang ada sangkut pautnya dengan dosa manusia. tetapi tidak bisa dikatakan bahwa setiap orang sakit menderita karena dosanya, atau setimpal dengan dosanya (bdk. Yoh 9:3). Sebab Kristus sendiri, yang tidak mempunyai dosa, menderita sengsara amat berat; Ia me-nangung setiap luka kita dan mengambil bagian dalam setiap penderitaan manusia (bdk. Yes 53: 4-5)...|” Pendapat orang sekarang tentang hubungan sakit dan dosa beraneka ragam. Sebagian orang melihat bahwa sakit tertentu merupakan hukuman atas dosa seseorang. Sebagian lagi menolak anggapan bahwa sakit sebagai akibat dari dosa. Walaupun demikian sakit dan dosa dilihat punya kaitan satu sama lain. Sakit bisa jadi menyebabkan orang berdosa manakala seseorang terus menerus menolak sakitnya dan meragukan kebaikan Tuhan bahkan tidak percaya lagi kepada Tuhan. Tindakan dosa semacam itu sebagai “pemberontakan melawan Tuhan”. Sementara itu, dosa bisa pula menim bul kan penyakit pada diri seseorang jika dosa itu dibiarkan bercokol dalam diri. sakit dihantar untuk tetap optimis dan memiliki harapan dalam perjuangannya. b. Mendampingi dengan Empati dan Afeksi Orang yang menderita sakit sangat membutuhkan teman seperjalanan dan pendampingan pada saat yang sulit itu. Mereka membutuhkan teman yang bisa diajak berbicara dari hati ke hati. Mereka membutuhkan teman untuk berke luh kesah dan merasakan apa yang mereka derita. Dalam keadaan seperti inilah dibutuhkan peran seorang pendamping. Pendamping mesti dapat merasakan apa yang dialami, dirasakan dan dipikirkan oleh si sakit tanpa larut di dalam nya. Dengan kata lain, pendamping harus memberikan perhatian secara utuh dan hadir dengan sepenuh hati serta menganggap bahwa penderitaan orang tersebut sebagai penderitaannya pula. Dengan demikian si sakit diharapkan menerima kenyataan yang dialaminya. Orang sakit kerap mengalami kehampaan cinta. Kehampaan cinta yang dialami oleh si penderita bisa diminimalisir oleh perhatian penuh cinta dari pendamping. Sikap afektif bisa menghantar si penderita untuk mensyukuri hidupnya walau pun ia menderita. Perhatian yang penuh cinta dan tulus bisa meneguhkan dan memberi semangat baru kepada si penderita. c. Mendampingi sebagai Sahabat Seorang pendamping seharusnya menjadi saha bat bagi si penderita. Seorang sahabat akan berusaha mendengarkan dan memberi rasa aman. 1) Mendengarkan secara Aktif Seorang pendamping perlu mendengarkan secara aktif agar terjalin relasi dengan komu nikasi dengan pasien. Mendengarkan secara aktif berati hadir dan memberikan perhatian yang utuh kepada pasien saat ia berbicara, mendengarkan kata-katanya, juga memperhatikan bahasa non-verbalnya, nada dan tekanan suaranya serta bobot rasa dalam kata-katanya. Di sini, seorang pendamping dituntut untuk hadir dengan penuh perhatian dan seluruh dirinya, misalnya kontak mata, ekspresi wajah, gerak-gerik, kecondongan tubuh, volume suara dan anggukan. Singkatnya, pendamping harus mengerti perasaanperasaan orang sakit. Mendengar dan mem perhatikan sangat dibutuhkan dalam pendampingan. Pendamping harus tahu (peka dan jeli) pada saat mana harus bertanya, diam mendengarkan atau berhenti berbicara. Dalam hal ini, pendamping dituntut agar mengerti situasi si sakit beserta dengan sikap-sikapnya. Sikap mendengarkan dan memperhatikan mengandaikan ketulusan hati, keterlibatan pribadi dan pratisipasi dalam keadaan si sakit. E. Beberapa Gagasan untuk Pastoral Orang Sakit 1. Sikap-Sikap dalam Pendampingan Pastoral Orang Sakit a. Mendampingi dengan Iman dan Cinta Cinta dan iman merupakan sikap dasar yang ha rus dimiliki oleh seorang pendamping. Seorang pendamping mesti hadir dengan penuh iman dan cinta. Seseorang pendamping harus memiliki keyakinan bahwa sakit dan penderi taan dari perspektif iman bisa berperan dalam transformasi diri menuju keutuhan hidup. Penderitaan lebih merupakan misteri yang harus dihidupi daripada dipecahkan. Penderitaan tidak pernah dipilih. Akan tetapi jika penderitaan diterima, maka penderitaan akan menjadi kekuatan. Dalam konteks ini, pendamping harus ingat akan penderitaan dan wafat Kristus yang menjadi saluran cinta yang membebaskan. Iman dan cinta sangat perlu dimiliki oleh seorang pendamping agar ia bisa mengarahkan dan menuntun orang sakit untuk sampai pada sikap menerima kenyataan. Dengan demikian, si 2) Memberi Rasa Aman Orang sakit sering merasa dirinya terisolir, kesepian tanpa relasi dan merasa Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 47 ditinggalkan oleh sesamanya dan Allah. Dalam keadaan seperti itu, mereka mendambakan kehadiran seorang saha bat. Si penderita membutuhkan teman sebagai tempat curahan hati, dimana ia bisa lebih terbuka tentang banyak hal. Ia membu tuhkan sahabat yang mau mengerti akan situasi dirinya, sehingga ia merasa aman untuk mengata kan sesuatu yang ada dalam hatinya. Rasa aman ini dapat m e m bantu si penderita untuk menerima situasinya dan merasa dikasihi oleh Tuhan. 2. Bentuk-bentuk Pelayanan Pastoral a. Kunjungan Orang Sakit Kunjungan yang dimaksudkan bukan hanya sekadar pergi melihat orang sakit dan kemudian pulang tanpa memberikan suatu kesan apapun. Kunjungan di sini berarti pendampingan. Tugas merawat, memperhatikan dan mendampingi orang sakit bukan tugas yang hanya diemban oleh seorang dokter atau perawat, melainkan tanggungjawab setiap orang. Pendampingan dan perhatian manusiawi yang diberikan merupakan wujud solidaritas dan ungka pan panggilan hidup kita. Penderitaan si sakit merupakan penderitaan pendamping, karena pada suatu saat setiap orang pernah atau akan mengalami sakit. Pendampingan juga merupakan wujud keikutsertaan Gereja dalam keprihatinan dan kasih Kristus kepada orang sakit dan berdosa (Pedoman Umum Liturgi Orang Sakit” no. 4). Pendampingan pastoral terhadap mereka yang menderita pertama-tama berarti terlibat secara pribadi, memperhatikan dan menghadirkan Allah kepada mereka. Dalam hal ini pendamping perlu menyadari bahwa dia tidak berusaha melepaskan dan menjatuhkan orang dari penderitaannya. Pendampingan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan si sakit dan membebaskannya dari belenggu keputusasaan dan penolakan. Pendampin gan juga dimaksud untuk menumbuhkan kembali semangat mereka, memberikan pengharapan baru dan membuatnya sadar kembali bahwa kehidupan di dunia ini sementara. Pendampingan mesti memberdayakan keinginan si pasien untuk sembuh, menguatkan kekuatan untuk perjuangan hidup yang sudah (Melemah) atau mengantarnya untuk pasrah dalam iman menerima kematian. Pendamping harus secara bertahap mengantar si sakit untuk menerima kenyataan sakitnya dan menerima hidupnya sebagai anugerah. Ia diharapkan bisa membawanya pada keterbukaan dan kebesaran hati untuk menerima kehendak Sang Pencipta. b. Pelayanan Liturgi Sakramental 1) Sakramen Tobat Hidup manusia rapuh sehingga manusia kadang jatuh ke dalam dosa dan jauh dari kehendak Allah. Dalam keadaan seperti itu, Yesus datang mengulur kan tangan agar manusia bangkit dan kembali berada di jalan yang benar. Yesus lebih banyak berbicara tentang pengampunan dari pada tentang dosa. Ia memaklumkan 48 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 pengampunan dosa dan pewartaan-Nya, mengu raikannya dengan perumpamaan–perumpamaan dan membuat orang mampu mengalaminya dalamperjamuan makan bersama dengan Dia (Mrk 2:5). Ia ke mudian mengajak para muridNya untuk mela kukan hal yang sama. Perintah Yesus untuk memaklumkan pengampunan dosa merupakan bagian dari pesta Paskah (Yoh 20:23). Dengan demikian, Yesus menghendaki supaya Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan penyelamatan itu (KGK no. 1421). Sakramen Tobat memberikan rahmat perdamaian dengan Allah. Sakramen ini member kan kepada kita rahmat Allah dan menyatukan kita dengan Dia dalam persahabatan yang erat. Dengan demikian, kita memperoleh kembali martabat dan kekayaan kehidupan anak-anak Allah yakni persahabatan dengan Allah. Perdamaian dengan Allah menuntut pula per damaian dengan diri kita sendiri, sesama dan seluruh ciptaan. Oleh sebab itu, tobat selalu mengandaikan rekonsiliasi dengan mereka yang terluka karena dosa-dosanya (KGK no. 1421). Sakramen ini juga mendamaikan seseorang dengan Gereja. Buah yang satu ini erat kaitannya dengan aspek sosial dosa. Dosa seseorang memperlemah atau memutuskan persekutuan sebagai anggota Gereja. Dosa satu orang meno dai yang lain. Dengan sakramen ini, persauda raan diperbarui dan diikat kembali. Pendosa diterima kembali ke dalam persekutuan Gereja (KGK no. 1469). Selain menuntut rekonsiliasi dengan Tuhan dan sesama, KGK no. 1469 menyatakan bahwa sakramen ini juga memuat panggilan berhadapan dengan kenyataan kejahatan. Panggilan dari orang yang telah dibebaskan dari dosa itu adalah melawan setiap kejahatan dan sekaligus selalu mengusahakan kebenaran dan ke damaian di permukaan bumi ini. Orang beriman yang telah disembuhkan harus saling membantu dalam mengamalkan pertobatan dan beker jasama dengan semua orang yang berkehandak baik demi terciptanya tatanan dunia yang adil, benar, damai dan penuh cinta. 2) Sakramen Pengurapan Orang Sakit Orang sakit, terutama yang sakit parah, memerlukan bantu rahmat agar ia tidak jatuh ke dalam kehampaan, keputusasaandan godaan. Kristus melalui gereja dengan Sakramen Pengurapan Orang Sakit menguatkan mereka yang sakit (Pedoman Umum Liturgi, no. 5). Dalam Injil diungkapkan bahwa Yesus berulang kali menaruh belas kasih kepada orang sakit, menghibur dan menyembuhkan mereka. Juga diceritakan Bahwa Yesus pun menaruh harapan agar para murid-Nya berbuat demikian. Harapan Yesus itu terwujud dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Dalam sakramen ini, Gereja mendoakan warganya yang sakit dan mengurapinya dengan minyak. Gereja mempercayakan dia kepada Kristus dan mengajak orang sakit untuk menggabungkan diri dengan sengsara dan wafat Kristus (Pedoman U m u m L i t u r g i t e n t a n g orang sakit, no. 198). penebusan dan penyelamatan dari Tuhan. Manusia membutuhkan penyembuhan dan pendamaian dengan Allah. Sakramen Pengurapan Orang Sakit memberikan pertama-tama rahmat Roh Kudus. Oleh rahmat itu, orang sakit dibentuk untuk memperoleh keselamatan, diperkuat dalam kepercayaan kepada Allah, hatinya ditabahkan dan ia diperkuat untuk melawan godaan-godaan dan rasa takut akan kematian. Dengan kata lain, orang sakit memperoleh kekuatan, ketenangan dan kebesaran hati untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh penyakitnya berkat sakramen ini. rahmat itu juga membawa kesembuhan. Bantuan Tuhan melalui kekuatan Roh-Nya membawa orang sakit menuju kesem buhan jiwa dan juga kesembuhan badan jika sesuai dengan kehendak Allah (KGK no. 1520). d. Peristiwa sakit dan berdosa dapat menggoncangkan kehidupan manusia, baik kehidupan pribadinya, relasinya dengan orang lain maupun kehidupan religiusnya. Dalam keadaan seperti itu, manusia mendambakan kesembuhan dan pemulihan. Dambaan itu terpenuhi dalam Kristus yang lewat Gerejanya mempercayakan Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Selanjutnya, KGK menyatakan, rahmat lain yang diberikan oleh sakramen ini adalah pengampunan dosa. Berkat sakramen ini, orang sakit memperoleh pengampunan dosa. Surat Yakobus melukiskan hal ini demikan, “Jika ia berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Yak 5:51). Sakramen ini juga memberikan kekuatan kepada orang sakit untuk mampu menyatukan dirinya dengan penderitaan Kristus. Dengan kata lain, orang sakit menerima kekuatan dan anugerah untuk mampu mempersatukan diri lebih erat lagi dengan sengsara Kristus. Dengan sakramen ini, Gereja mempercayakan orang sakit kepada Tuhan yang telah sengsara, wafat dan dimuliakan dengan kayak inan dan harapan bahwa Tuhan akan mem berikan ketabahan dan keselamatan kepadanya. Dengan demikian, Gereja mengajak orang sakit untuk rela menggabungkan diri dengan sengsara dan wafat Kristus (KGK no. 1521). F. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan beberapa hal berikut: a. Sakit dan dosa adalah realitas hidup manusia. Realitas ini juga menimpa orang beriman. Walaupun setiap orang akan mengalaminya, namun tanggapan dan reaksi orang bisa bermacam-macam. Tanggapan dan reaksi seorang terhadap sakit dan dosa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, agama, iman dan disposisi batin nya. b. Hubungan sakit dan dosa merupakan suatu soal rumit dan sulit. Pandangan bahwa dosa adalah penyebab penyakit dan sakit adalah tanda berdosa masih tertanam dalam segelintir umat Katolik. Mareka beranggapan bahwa penyakit tertentu adalah hukuman Tuhan atas dosa seseorang. Di pihak lain, sebagian lagi tidak menerima pendapat itu. Gereja tampaknya masih melihat ada kaitan antara keduanya. c. Kenyataan sakit dan dosa menunjukkan sisi kelemahan dan kerapuhan manusia. Manusia tergantung dari Allah. Kenyataan itu juga mengatakan bahwa manusia membutuhkan e. Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit ternyata memberikan buah-buah yang sangat bernilai dan berharga bagi hidup seorang Katolik. Kedua sakramen ini memberikan kesembuhan dalam artian luas, bukan hanya sebatas fisik saja. Keduanya merupakan suatu kekayaan dalam Gereja Katolik. Namun yang lebih penting adalah bagaimana mempromosikan kedua sakramen ini; terlebih-lebih Sakramen Tobat yang semakin kurang diminati oleh umat Katolik dan mungkin juga kaum religius. 2. Saran a. Perlu memberikan pemahaman yang tepat kepada umat perihal kaitan antara sakit dan berdosa. Tetapi segera diawaskan bahwa tidak bisa dikatakan setiap orang sakit menderita karena dosanya atau setimpal dengan dosanya (sebagai hukuman dari Allah). b. Perlu mempromosikan Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit; terlebih-lebih Sakramen Tobat. Untuk itu, katekese yang tepatguna perlu dipikirkan dengan lebih serius. Referensi Ardhi, FX. Wibowo. (1994). Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Yogyakarta: Kanisius. Banawiratma, J.B. (1998). ”Kerajaan Allah”, dalam Frans Harjawiyata, (ed.) Yesus dan Situasi ZamanNya. Yogyakarta: Kanisius. Chang, William. (2001). Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: Kanisius. Dokumen Konsili Vatikan II. (1993). Diterjemahkan oleh R. Hardawirya. Jakarta: Obor. Go, Piet. Hidup dan Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius, 1984. Jacobs, Tom. (2007). Syalom Salam Selamat. Yogyakarta: Kanisius. Kieser, B. (ed.). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit. Yogyakarta dan Ende: Kanisius dan Nusa Indah, 1984. Katekismus Gereja Katolik (KGK). Ende: Arnoldus, 1998. Kusmas (2002). Dari Sakit dan Berdosa kepada Kesembuhan: Beberapa Gagasan tentang Sakit dan Berdosa untuk Pendampingan Pastoral [paper] tanpa tempat penerbit. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). (1974). Alkitab, Ende: Arnoldus. Maas, Kees. (2013). Teologi Moral Tobat. Ende: Nusa Indah. Mariyanto, Ernest. (2004). Kamus Liturgi Sederhana, Yogyakarta: Kanisius. Martasudjita, E. (2001). Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi. Revisi untuk Pengantar Liturgi. Yogyakarta: Kanisius. ---------. (2003). Sakramen-sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius. “Pedoman Umum Liturgi Orang Sakit. ( 1990). Dalam Bina Liturgia. Jilid 2 H. Jakarta: Komisi Liturgi KWI-Obor. “Pedoman Umum Tata Cara Tobat” (1990). Dalam Bina Liturgia. Jilid 2 H. Jakarta: Komisi Liturgi KWI-Obor. Paulus II, Paus Yohanes. Surat Apostolik Salvifici Doloris (Penderitaan yang Menyelamatkan). Seri Dokumen Gerejawi no. 29. Diterjemahkan oleh J. Hadiwikarta. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1993. Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 49 Oase Wanita dan Multi Perannya Oleh : Irmina Roni Kurniastuti, S.PD (Sekretaris Pimpinan Direktur Pendidikan Katolik) B erbicara tentang wanita tentu tidak akan lepas akan perannya entah itu di dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan juga bernegara. Namun sebelum kita melangkah lebih jauh, penulis mengajak bersama untuk mengenal lebih siapa yang disebut” wanita atau “ibu” adalah sosok yang tidak akan lepas dari kehidupan kita di waktu kita masih kecil hingga menjelang dewasa bahkan sampai kita tua akan selalu mengingatnya. Tanpa sosok seorang ibu kita tidak akan pernah bisa hadir di muka bumi ini. Bahkan banyak orang-orang hebat yang lahir berkat mendapat dukungan dari sosok ini. Sosok ini sangat lembut, penuh kasih-sayang dan perhatian bahkan nilai perjuangannnya sungguh mulia. Dialah seorang wanita atau bisa kita memanggil ibu, mama bahkan simbok (dalam bahasa jawa) atau istilah lain yang sesuai dengan panggilan masing-masing daerah. Dalam arus globalisasi ini seorang perempuan dituntut untuk mampu mempunyai peranan, yang tidak hanya sebagai ibu di dalam kehidupan rumah tangga, dalam kehidupan rumah tangga, dalam kehidupan menggereja namun juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perubahan alam yang begitu panjang ini menuntut wanita sebagai wanita yang modern, yang mampu berkiprah dalam pembangunan bangsanya. Peranan wanita sangat strategis dalam mensukseskan pembangunan bangsa, diantaranya: 1. Peran wanita dalam kehidupan berkeluarga Wa nita merupak an benteng uta ma di dalam keluarga, peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dari peran wanita itu dalam membimbing, mengarahkan, mendidik anak-anaknya sebagai generasi bangsa dan juga seluruh anggota keluarga lainnya. Pendidikan iman dimulai dari keluarga, namun yang utama peran seorang ibu, bagaimana ibu mengajarkan anaknya cara berdoa, mengajak anak-anaknya untuk mengikuti perayaan ekaristi di gereja dsbnya. Hal-hal yang sederhana mulai ditanamkan sejak dini wanita di dalam keluarganya. 2. Peran wanita dalam bidang Pendidikan Hal yang tak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan data statistik kependudukan bahwa wanita lebih banyak daripada laki-laki dan hal ini tentu saja menimbulkan problematika khususnya dalam hal ketenagakerjaan, maka perlu adanya pengembangan potensi yang ada pada diri wanita tersebut melalui pendidikan dan pelatihan yang berlanjutan sehingga diharapkan wanita mampu menumbuhkan rasa percaya diri untuk mengembangkan bakat-bakat atau potensi yanga ada didalamnya, sebuah pemikiran yang penuh inovasi dan mampu bekerja secara profesional dan penuh tanggungjawab diharapkan wanita semakin menempati posisi yang lebih terhormat dalam mengangkat derajat bangsa. 3. Peran wanita dalam bidang perekonomian Pertumbuhan ekonomi pasti akan memacu perindustrian dan peningkatan pemenuhan kebutuhan akan kualitas dalam meningkatkan taraf hidup dan di sektor ini perempuan pegang peranan penting didalamnya yakni melalui berbagai jalur kewirausahaan, wanita bisa berkarya menciptakan sebuah karya dan kreasi yang penuh inovatif, kreatif dan modern yang mampu menghasilkan dan meningkatkan taraf hidupnya bersama keluarga. 50 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Peran wanita dalam Kehidupan rohani Katolik; sejarah tokoh wanita pemberi konstribusi Dalam Kitab suci Perjanjian lama, apakah wanita mempunyai peranan yang sama seperti kehidupan wanita pada zaman globalisasi? Sebuah pertanyaan yang mendasar, bahwa pada awal mulanya, menurut adat Yahudi wanita belum begitu tampak perannya, khususnya dalam hal kehidupan beragama, kaum laki-laki lebih diberi tempat dan pengharagaan yang baik pada zaman Yahudi. Namun denga n k ehadiran Yesus Kristus untuk mewartakan karya keselamatan bagi umat manusia, Yesus memulai karya-Nya dengan memperkenalkan sosok Bunda Maria, Yesus pertama kali memperkenalkan Bunda Maria dalam banyak peristiwa, waktu perjamuan di Kana, waktu Yesus Kecil sampai memanggul salib di Golgota, Bunda Maria sebagai Ibu-Nya, namun juga mewakili semua Wanita, sebagai ibu semua bangsa (Yoh. 19: 26-27) dstnya. Dalam doktrin Katolik, peran dan keterlibatan seorang wanita terwujud dalam diri Bunda Maria, Yesus hendak menunjukkan kepada wanita bahwa mereka punya peranan yang penting, kita tahu dalam banyak pertistiwa kita bisa melihat bagaimana wanita mempunyai peranan dengan Yesus menunjukkan bahwa melalui wanitalah maka kehidupan ada, bagaimana Yesus menunjukkan dalam banyak peristiwa penting dalam melibatkan wanita yaitu Malaikat Gabriel memberi kabar kepada Bunda Maria, Waktu Yesus berumur 12 tahun, peristiwa di Kana sampai Yesus disalibkan. Peristiwa-peritiwa itu menjadi sebuah pembelajaran bagi kaum wanita bahwa kaum wanita mulai mendapat tempat dan penghargaan pada masyarakat Yahudi pada waktu itu. Dalam Perjanjian Baru, banyak hal Yesus melibatkan Wanita, orang yang diberi pesan adalah seorang wanita, pada saat Yesus di dera dan dalam perjalanan ke bukit Golgota, Veronikalah yang mengusap wajah Yesus dengan sepotong kain. Demikian kita juga dipanggil Tuhan sebagai perpanjangan tanganNya untuk mengajak kaum wanita terlibat dan bergerak untuk memajukan bangsa dan Negaralah. sebab pada wanitalah tumpuan bangsa ini tegak berdiri. Semoga kita mampu menjadi wanita-wanita yang tangguh dan mempunyai dediaksi yang tinggi untuk kemakmuran bangsa dan negara. Semoga Pojok Ini Indonesia, bukan Endonesia: Sudah 70 Tahun, Mari Perjuangkan Toleransi dan Kerukunan! “Mengembara ke Tuban, Mencari Angsa; Negaraku sudah 70 Tahun, Pertanda sudah Dewasa.” Tidak terasa, Indonesia memasuki usia 70 tahun. Usia kemerdekaan yang sudah dewasa. Usia matang yang menjadikannya berdiri dengan tiupan angin kencang; berbagai persoalan silih berganti menarinari mencari tempat nyamannya sendiri-sendiri. Masalah-masalah itu, tidak jarang membuat bangsa yang besar ini terombang-ambing. Jangankan dari luar, di dalam pun kita bertengkar, berselisih. Pertengkaran dan perselisihan itu kalau dimaknai dalam seni, maka ia menjadi warna nada kehidupan yang membuat kita menyadari betapa Tuhan memberi semua itu tentu ada maksudnya. Maksud apa? Tentu maksud baik, dong! Beberapa waktu lalu, kita mendengar lagu “Kebyar-Kebyar” (yang aslinya dinyanyikan Alm. Gombloh) di-recycle oleh Arkarna, sebuah band besar dari negeri seberang. Sempat menjadi obrolan ringan di Subbag Sistem Informasi, ketika menyadari bahwa vokalis Arkarna menyebut kata Indonesia dengan benar. I-N-D-O-N-E-S-I-A. Banyak lho warga Negara kita sendiri dengan lantang dan tanpa beban menyebut Indonesia dengan Endonesia (hayo, ngaku, apakah kamu termasuk?) Nggak enak banget dengarnya. Sama juga, kalau kita menyebut Inggris dengan Enggris, atau Irlandia dengan Erlandia, India menjadi Endia. Kalau bisa punya nama panggilan, mereka (Negara-Negara itu) mungkin saja -oleh kita- bisa disapa dengan Irlan, atau Erlan, atau Endi? Tidak elok untuk nama sebuah Negara, bukan? Bukan itu saja, Negara-negara itu bisa marah besar, lho. Ini juga yang sering dingatkan oleh Pemimpin Paduan Suara Bimas Katolik, Yohanes Sutarto, ketika menyanyikan Indonesia Raya: Bukan Endonesia, tetapi Indonesia. Ingat, “I” bukan “E”, Indonesia! Lucu juga, ya. Padahal, huruf E dan I, kan, diantarai oleh tiga huruf lain. Jauh banget. Atau mungkin karena dalam bahasa Inggris, E itu dibaca i? Tapi, kita kan orang Indonesia. Jelas pakai bahasa Indonesia, dong. Nggak usah berdebat soal ini, apalagi bergaya pakai bahasa Inggris, deh. Yang benar pakai I :) Indonesia, dengan ribuan pulau dan suku bangsa beragam, sebuah Negara besar dengan jumlah penduduk terbilang besar di antara Negara-negara lain di belahan bumi ini. Negara yang dijuluki Negara Demokratis dan Negara Toleran. Hah? Toleran? Konflikkonflik itu? Tidak ada konflik murni karena agama. Begitu kata Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, saat kami mewawancarainya beberapa waktu lalu. Beliau mengatakan banyak konflik yang terjadi mengatasnamakan agama. Isu agama adalah yang paling “enak” dipakai. Mengelolanya menjadi sebuah konflik tidaklah susah. Sekarang, tinggal bagaimana kita memberi ruang kepada hati kita untuk tetap melihat perbedaan sebagai sebuah keindahan. Soal memberi ruang kepada hati, itulah yang disebut Dirjen Bimas Katolik, Bapak Eusabius Binsasi dengan heart set. Tidak cukup mind set atau culture set. Keren, kan? Masih ingat sepuluh RACUN yang oleh Bapak Dirjen kita diminta untuk menjauhinya? Atau KOMPAK-nya Pak Sekretaris? Jangan-jangan sudah lupa. Hayo, buka Buletin yang lama! Ini juga mengapa Majalah Bimas Katolik penting untuk dibaca, karena informatif dan edukatif. Indonesia, usianya kini sudah 70 tahun. Namun, sedih juga sih, dulu saja Gombloh sudah bercerita tentang negeri ini yang sudah rawan (dalam lagunya: Berita Cuaca). Dan hari ini, masih juga rawan. Bukit-bukit pun telanjang berdiri. Gombloh bahkan telah lama berceritera kisah ia didongengkan ibunya tentang jaya nusantara lama, tentang (Tata Tentrem) Kerta Raharja. Untuk diingat saja, konsep Tata Tentrem Kerta Raharja ini berawal dari konsep Prabu Wastu Kencana atau Prabu Siliwangi ke-2 dalam prasastinya, yang intinya berisi, “bila ingin jaya bernegara, harus mampu membangun kekuatan dengan kedamaian, dan dengan kerendahan hati.” Bagaimana kita bangun Negara ini dengan damai dan dengan rendah hati? Kabarnya, sih, sederhana saja. Bisa saja salah satunya dengan membangun refleksi atas lagu ini: Berita Cuaca, dan kemudian membuat catatan, apa saja yang sudah kita lakukan untuk bangsa ini, juga apa yang mau kita lakukan. Lagu ini sungguh menyayat hati, bisa nangis saat mendengarnya. Swear, nggak lebay. Merenungkan kebesaran tanah air, tetapi menghadapi kenyataan anak bangsa sendiri saat ini suka berkelahi. Entah, apa yang dicari, entah apa yang dituju. Konflik sosial terjadi dimana-mana. Pada acara Seleksi Tilawatil Qur’an di Asrama Haji, Pondok Gede, Paduan Suara Bimas Katolik menyanyikan dengan indah Mars MTQ. (Atas inisiatif sendiri) dengan berbalut busana muslim, kopiah dan hijab, Paduan Suara ini memberi penampilan terbaiknya di depan Menteri. Yang serunya, ketika MC (Master of Ceremony) memperkenalkan Paduan Suara yang membawakan Mars MTQ ini adalah Paduan Suara dari Ditjen Bimas Katolik, sontak para hadirin memberikan applause. Bangga, dong! Betapa toleransi ini kita bisa gaungkan dengan cara apa saja. Juga dengan bernyanyi. Orang Katolik bahkan percaya, qui bene cantat bis orat: Menyanyi dengan baik, sama dengan dua kali berdoa. Kemenag boleh jadi motornya. Motor penggerak toleransi dan kerukunan. Kita sudah melakukannya dengan baik. Demi Negara yang sudah 70 tahun, ini, mari kita berikan yang terbaik. Di rumah, sebagai orangtua, kita bisa mendongengkan anak kita tentang perjuangan para Pahlawan agar mereka tidak kehilangan jejak sejarah bangsa karena terbawa arus globalisasi. Akhirnya, dengan semangat “45”, tetapi juga tidak terlampau serius, mari, bersemangat memberikan apa yang bisa kita berikan untuk Bangsa ini. Jangan biarkan pohon dan rumput enggan bersemi dan burung pun malu bernyanyi kembali di Negeri tercinta ini. Merdeka! Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 51 Galeri Perayaan 70 Tahun Kemerdekaan RI Mereka yang menerima Satya Lencana 10, 20, dan 30 Tahun Berkarya. Selamat! 52 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 53 54 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 Audiensi Anggota DPRD Kab. Sekadau , Kalimantan Barat, 8 Mei 2015 Rapat Pengembangan Struktur, 6 Juni 2015 Raker Kemenag dengan Komisi VIII DPR RI, 10 Juni 2015 Rapat Konsinyering dengan DPD RI, 22 Juni 2015 Halal bi Halal Menag dengan PNS Kemenag, 23 Juli 2015 Rapat Pengadaan Barang dan Jasa, 23 Juli 2015 Audiensi Pemuda Katolik dengan Dirjen Bimas Katolik, 7 Agustus 2015 Rapat dengan Auditor BPKP, 11 Agustus 2015 Vol. 25 No. 2, Mei-Agustus 2015 55 Foto Atas Foto Bawah : : Upacara Perayaan HUT Kemerdekaan RI, Senin, 17 Agustus 2015 Penerima Satya Lencana 10, 20 dan 30 Tahun Mengabdi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Senin, 17 Agustus 2015