BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud disini adalah kajian terhadap hasil-hasil karya tulis yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut akan diuraikan secara singkat dan selanjutnya penjelasanpenjelasan tersebut akan dijadikan rujukan guna melengkapi penelitian ini. Telaah sebelumnya yang terkait dengan tingkat hunian kamar melalui ecommerce adalah “Strategi Komunikasi Pemasaran dalam Meningkatkan Hunian Kamar Melalui Online Travel Agent di Hotel Santika Premiere Jakarta” oleh Anja (2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi pemasaran dan bagaimana proses penyebaran informasi dalam meningkatkan hunian kamar. Metode yang digunakan adalah studi kasus di Hotel Santika Premiere Jakarta dengan pendekatan kualitatif deskriptif melalui wawancara mendalam dan juga observasi, dengan simpulan bahwa penggunaan Online Travel Agent di Hotel Santika Premiere Jakarta sangat efektif dalam meningkatkan jumlah hunian kamar. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, jenis atau tipe promo yang digunakan dalam OTA yang digunakan Hotel Santika Premiere Jakarta adalah berupa diskon serta penambahan fasilitas untuk tipe kamar tertentu. Penggunaan OTA dalam meningkatkan jumlah hunian kamar sangat efektif jika dibandingkan dengan travel perjalanan offline, hal tersebut dapat dilihat dari total Room Revenue dari waktu ke waktu. Penelitian yang terkait dengan e-commerce terhadap tingkat hunian kamar adalah “Pengaruh E-Commerce Terhadap Tingkat Hunian Kamar di Prama Sanur Beach Bali” oleh Pradana (2014). Pada penelitian ini masalah yang diangkat adalah mengenai sistem distribusi dan pengaruh E-Commerce terhadap pemesanan kamar di Prama Sanur Beach Bali. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berstruktur, observasi dan studi kepustakaan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, korelasi berganda, uji Ftest, uji t-test, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan, ternyata ada pengaruh yang signifikan antara e-commerce one way dan two ways terhadap tingkat hunian kamar pada Prama Sanur Beach Bali. Secara parsial variabel e-commerce one way berpengaruh nyata terhadap tingkat hunian kamar, sedangkan e-commerce two ways juga berpengaruh kuat terhadap tingkat hunian kamar. Hasil analisis determinasi berganda diperoleh nilai 𝑅2 sebesar 0,876 yang berarti sebesar 87,6 Persen tingkat hunian kamar ditentukan oleh variabel e-commerce one way dan two ways dan sisanya sebesar 12,4 Persen ditentukan oleh variabel lain. Suriyasa (2013) meneliti mengenai “Strategi E-Commerce untuk Meningkatkan Volume Penjualan Kamar di InterContinental Bali Resort”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan strategi ecommerce untuk meningkatkan volume penjualan kamar di InterContinental Bali Resort, dengan teknik penentuan sampel menggunakan sampling aksidential dan jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa penilaian responden berdasarkan benua asal, jenis kelamin, usia dan sumber pemesanan memiliki penilaian positif dan negatif dengan ratarata nilai 3.14 atau cukup. Adapun persamaan dalam ketiga penelitian tersebut adalah membahas mengenai penerapan e-commerce, dan Suriyasa (2013) memiliki kesamaan dalam membahas mengenai strategi e-commerce. Sedangkan untuk perbedaannya ada pada teknik analisis data yang digunakan oleh Anja (2014), Suriyasa (2013) dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan Pradana (2014) menggunakan teknik analisis regresi, analisis korelasi, uji T, uji F dan koefisien determinasi. Perbedaan selanjutnya juga terdapat pada lokasi penelitian serta masalah yang diteliti, untuk penelitian yang dilakukan oleh Anja (2014) membahas tentang strategi pemasaran dalam meningkatkan hunian kamar melalui OTA‟s, selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Pradana (2014) membahas tentang pengaruh dan sistem distribusi e-commerce terhadap tingkat hunian kamar dengan lokasi di Prama Sanur Beach Bali, dan Suriyasa (2013) membahas mengenai penilaian terhadap media e-commerce oleh para responden di InterContinental Bali Resort. Manfaat ketiga penelitian sebelumnya adalah untuk menjadikan acuan dalam penelitian yang berkaitan dengan e-commerce serta untuk memperjelas variabel yang diperlukan dalam penelitian ini. 2.2. Tinjauan Konsep 2.2.1. Tinjauan Tentang Peran Menurut Friedman peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut. Sedangkan menurut Soekanto, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran (dalam jurnal e-commercecollege.com). Dalam pengertian peran menurut definisi para ahli menyatakan bahwa pengertian peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Seseorang melaksanakan hak dan kewajiban, berarti telah menjalankan suatu peran. Peran biasa juga disandingkan dengan fungsi. Peran dan status tidak dapat dipisahkan, tidak ada peran tanpa kedudukan atau status, begitu pula tidak ada status tanpa peran. Setiap orang mempunyai bermacam-macam peran yang dijalankan dalam pergaulan hidupnya di masyarakat. Peran menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi masyarakat. Peran juga menentukan kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Peran diatur oleh norma-norma yang berlaku. Peran lebih menunjukkan pada fungsi penyesuaian diri, dan sebagai sebuah proses. Peran yang dimiliki oleh seseorang mencakup tiga hal antara lain: 1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang di dalam masyarakat. Jadi peran disini bisa berarti peraturan yang membimbing seseorang dalam masyarakat. 2) Peran adalah sesuatu yang dilakukan seseorang dalam masyarakat. 3) Peran juga merupakan perilaku seseorang yang penting bagi struktur sosial masyarakat. 2.2.2. Tinjauan Tentang Strategi Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani strategos atau strategus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti jendral tetapi dalam bahasa Yunani Kuno sering diartikan sebagai perwira negara (state officer) dengan fungsi yang luas. Pada abad ke 5 SM sudah dikenal adanya Broad of Strategy di Athena, mewakili 10 suku di Yunani. Hingga abad ke 5, kekuasaan politik luar negeri dari kelompok strategi itu semakin luas. Lama kelamaan strategi memperoleh pengertian baru. Dalam arti yang sempit, menurut Matloff (dalam Purwanto, 2012:77), strategi berarti the art of the general (seni jendral). Dalam zaman Yunani Kuno jendral dianggap bertanggung jawab dalam suatu peperangan, kalah atau menang. Ia menguasai logistik dan sumber daya militer. Oleh sebab itu pada akhir abad ke 18, penggunaan istilah strategi ini lebih memperoleh tempat di kalangan militer terutama di kalangan perwira. Namun pada dekade sesudahnya pada abad ke 19 dan 20 faktor militer telah bercampur dengan faktor politik, ekonomi, teknologi dan psikologis. Istilah strategi lalu muncul dengan nama baru grand strategy atau strategi tingkat tinggi, yang berarti seni memanfaatkan semua sumber daya suatu bangsa atau kelompok bangsa untuk mencapai sasaran perang dan damai. Menurut Lawrence R. Jauch & W.F Glueck (dalam Purwanto, 2012:78), strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Merujuk pada definisi tersebut, Salusu (dalam Purwanto, 2012:78) berpendapat bahwa strategi memiliki determinan-determinan umum yang terdiri dari komponen-komponen yang dibahas, yaitu: 1. Tujuan dan sasaran. Perlu dipahami bahwa tujuan berbeda dengan sasaran. Harvey mencoba menjelaskan keduanya: (a) organizational goals adalah keinginan yang hendak dicapai di waktu yang akan datang, yang digambarkan secara umum dan relatif tidak mengenal batas waktu, sedangkan (b) organizational objectives adalah pernyataan yang sudah mengarah pada kegiatan untuk mencapai goals: lebih terikat waktu, dapat diukur dan dapat dijumlah atau dihitung. 2. Lingkungan. Harus disadari bahwa organisasi tidak hidup dalam isolasi. Seperti halnya manusia, organisasi juga digerakkan oleh manusia yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya, dalam arti saling mempengaruhi. 3. Kemampuan internal. Kemampuan internal oleh Shirley digambarkan sebagai apa yang dapat dibuat (can do) karena kegiatan akan terpusat pada kekuatan. 4. Kompetisi. Kompetisi ini tidak dapat diabaikan dalam merumuskan strategi. 5. Pembuat strategi. Ini juga penting karena menunjuk siapa yang kompeten membuat strategi. 6. Komunikasi, para penulis secara implisit menyadari bahwa melalui komunikasi yang baik, strategi bisa berhasil. Para pengambil kebijakan strategi perlu menjamin strategi yang mereka tetapkan dapat berhasil dengan baik, bukan saja hanya dalam tatanan konseptual, tetapi juga dapat dilaksanakan. Dengan itu Hatten (dalam Purwanto, 2012:80) memberi beberapa petunjuk mengenai cara pembuatan strategi sehingga berhasil, diantaranya yaitu: 1. Strategi haruslah konsisten dengan lingkungannya. Ikutilah arus perkembangan yang bergerak di masyarakat (jangan melawan arus), dalam lingkungan yang memberi peluang untuk bergerak maju. 2. Setiap strategi tidak hanya membuat satu strategi. Tergantung pada ruang lingkup kegiatannya. Apabila banyak strategi yang dibuat, maka strategi yang satu haruslah konsisten dengan strategi lainnya. 3. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua sumber daya dan tidak mencerai beraikan satu dengan yang lainnya. 4. Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru pada kelemahannya. Selain itu, hendaknya juga memanfaatkan kelemahan persaingan dan membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempati posisi kompetitif yang lebih kuat. 5. Sumber daya adalah suatu yang kritis. Mengingat strategi adalah suatu yang mungkin, maka harus membuat sesuatu yang layak dan dapat dilaksanakan. 6. Strategi hendaknya memperhitungkan risiko yang tidak terlalu besar. Memang setiap strategi mengandung risiko, tetapi haruslah berhati-hati sehingga tidak menjerumuskan organisasi ke dalam lobang yang besar. Oleh sebab itu, suatu strategi harusnya dapat dikontrol. 7. Strategi hendaknya disusun di atas landasan keberhasilan yang telah dicapai. Jangan menyusun strategi di atas kegagalan. 8. Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait, terutama dari para eksekutif, dari semua pimpinan unit kerja dalam oranisasi. Jadi strategi adalah satu rencana perusahaan yang cermat terhadap segalah bentuk kegiatan atau tindakan yang dilakukan untuk mencapai sasaran, tujuan terhadap segala aspek persaingan dan pengaruh faktor lingkungan dari sebuah perusahaan. 2.2.3. Tinjauan Tentang E-Commerce Definisi e-commerce menurut Wikipedia (dalam Sunarto, 2009:26) adalah perdagangan elektronik atau e-dagang (bahasa Inggris: electronic commerce) yaitu penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, world wide web dan jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventaris otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. Menurut Mariza Arfina dan Robert Marpaung (dalam Sunarto, 2009:27) ecommerce atau yang lebih dikenal dengan e-com dapat diartikan sebagai cara berbelanja atau berdagang secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas Internet dimana terdapat website yang dapat menyediakan layanan “get and deliver”. Menurut Shim, Qureshi, Siegel, Siegel (dalam Suyanto, 2003:11) Electronic Commerce (e-commerce) merupakan konsep yang bisa digambarkan sebagai proses jual beli barang atau jasa pada World Wide Web Internet atau proses jual beli atau pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan informasi termasuk internet. Sedangkan menurut Kalakota dan Whinston (dalam Suyanto, 2003:11) mendefinisikan e-commerce dari beberapa perspektif berikut : 1. Perspektif Komunikasi: e-commerce merupakan pengiriman informasi, produk/layanan, atau pembayaran melalui lini telepon, jaringan komputer atau sarana eletronik lainnya. 2. Perspektif Proses Bisnis: e-commerce merupakan aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi dan aliran kerja perusahaan. 3. Perspektif Layanan: e-commerce merupakan salah satu alat yang memenuhi keinginan perusahaan, konsumen dan manajemen dalam memangkas service cost ketika meningkatkan mutu barang dan kecepatan pelayanan. 4. Perspektif Online: e-commerce berkaitan dengan kapasitas jual beli produk dan informasi di internet dan jasa online lainnya. Definisi e-commerce yang sudah distandarkan dan disepakati bersama menurut David Baum (dalam Sunarto, 2009:27) adalah “E-commerce is a dynamic set of technologies, applications, and business process that link enterprise, consumers, and communities through electronic transactions and the electronic exchange of goods, services, and information”. E-commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa e-commerce merupakan proses pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet (commerce net) dan sejenis mekanisme bisnis elektronik dengan fokus pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai media pertukaran barang atau jasa baik antar instansi atau individu dengan instansi. Perkembangan E-Commerce Tahun 1962, Licklider (dalam Sunarto, 2009:33) melakukan penelitian mengenai konsep networking. Pada tahun 1969 dari MIT dan riset, Lawrence G Robert juga melakukan penelitian mengenai internet yang dilahirkan dari riset pemerintah AS yang pada awalnya hanya untuk kalangan teknis di lembaga pemerintah, ilmuwan, dan penelitian akademis. Lalu pada tahun 1970-an muncul Electronic Fund Transfer (EFT) yang aplikasinya saat itu terbatas hanya pada perusahaan-perusahaan besar. Selanjutnya Electronic Data Interchange (EDI) berkembang dari transaksi keuangan ke pemrosesan transaksi lain serta jumlah perusahaan yang berperan bertambah. Perkembangan teknologi yang sangat pesat pada tahun 1990-an, memunculkan aplikasi e-commerce dari berbagai perusahaan sehingga terjadi komersialisasi internet dan pertumbuhan perusahaan dot-coms, atau internet start-ups yang semakin menjamur. Awalnya perdagangan elektronik merupakan aktivitas perdagangan yang hanya memanfaatkan transaksi komersial saja, misalnya mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian secara elektronik. Kemudian berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunyai istilah yang lebih tepat yaitu “perdagangan web” (pembelian barang dan jasa melalui World Wide Web). Pada awalnya ketika web mulai terkenal di masyarakat pada 1994, banyak jurnalis memperkirakan bahwa e-commerce akan menjadi sebuah sektor ekonomi baru sehingga pada era 1998 dan 2000-an, banyak bisnis di AS dan Eropa mengembangkan situs web perdagangan ini. Perkembangan e-commerce di Indonesia sendiri telah ada sejak tahun 1996, dengan berdirinya Dyviacom Intrabumi atau D-Net (www.dnet.net.id) sebagai perintis transaksi online. Wahana transaksi berupa mall online yang disebut D-Mall (diakses lewat D-Net) ini telah menampung sekitar 33 toko online/merchant. Produk yang dijual bermacam-macam, mulai dari makanan, aksesori, pakaian, produk perkantoran sampai furniture. Selain itu, berdiri pula http://www.ecommerce-indonesia.com/ tempat penjualan online berbasis internet yang memiliki fasilitas lengkap seperti bagian depan toko (storefront) dan shopping cart (keranjang belanja). Selain itu, ada juga Commerce Net Indonesia yang beralamat di http://isp.commerce.net.id/. sebagai Commerce Service Provider (CSP) pertama di Indonesia, Commerce Net Indonesia menawarkan kemudahan dalam melakukan jual beli di internet. Indonesia sendiri telah bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang membutuhkan e-commerce, untuk melayani konsumen seperti PT Telkom dan Bank Internasional Indonesia. Selain itu, terdapat pula tujuh situs yang menjadi anggota Commerce Net Indonesia, yaitu Plasa.com, Interactive Mall 2000, Officeland, Kompas Cyber Media, Mizan Online Telecommunication Mall dan Trikomsel. Kehadiran e-commerce sebagai media transaksi baru ini tentunya menguntungkan banyak pihak baik pihak konsumen, maupun pihak produsen dan penjual (retailer). Dengan menggunakan internet, proses perniagaan dapat dilakukan dengan menghemat biaya dan waktu. Menurut Kotler (2005:45) e-business menggambarkan penggunaan sarana dan platform elektronik untuk melakukan bisnis perusahaan. Munculnya internet telah sangat meningkatkan kemampuan perusahaan menjalankan bisnis dengan lebih cepat, lebih akurat, mencakup kisaran waktu dan ruang yang lebih luas, dengan biaya yang lebih sedikit, dan dengan kemampuan menyesuaikan tawaran dengan kebutuhan pelanggan dan membuat tawaran menjadi lebih pribadi. Banyak sekali perusahaan yang telah menciptakan situs web untuk menginformasikan dan mempromosikan produk dan layanan mereka. Mereka telah menciptakan Intranet untuk memudahkan karyawan untuk saling berkomunikasi dan memudahkan untuk melakukan download dan upload informasi ke dan dari komputer induk milik perusahaan. Perusahaan juga membuat Extranet dengan pemasok dan distributor utama guna memudahkan pertukaran informasi, pemesanan, transaksi dan pembayaran. Bill Gates dari Microsoft mengklaim bahwa Microsoft hampir seluruhnya dikelola secara elektronik. Hampir tidak ada kertas yang mengalir di perusahaan karena segala sesuatu berada pada layar komputer. E-commerce lebih spesifik dari e-business, artinya selain memberikan informasi kepada pengunjung tentang perusahaan, sejarahnya, kebijakan, produk, dan peluang kerjanya, perusahaan atau situs itu menawarkan untuk melakukan transaksi atau mempermudah penjualan produk dan jasa online. Kebanyakan situs perusahaan masih sekedar memberikan informasi, bukan menjalankan e-commerce. Amazon.com, CDNNow, eToys, eSteel, e-Plasticsnet merupakan contoh situs e-commerce. Menurut Kotler dan Keller (2009:71), e-business menggambarkan penggunaan alat dan kerangka dasar elektronik untuk melaksanakan bisnis perusahaan. E-commerce berarti bahwa perusahaan atau situs menawarkan untuk bertransaksi atau memfasilitasi penjualan produk dan jasa secara online. Ecommerce pada gilirannya memberikan peluang bag i munculnya e-purchasing dan e-marketing. E-purchasing berarti perusahaan memutuskan untuk membeli barang, jasa dan informasi dari berbagai pemasok online. E-purchasing yang cerdas sudah membuat perusahaan mampu menghemat jutaan dolar. E-marketing menggambarkan upaya perusahaan untuk memberikan informasi, berkomunikasi, berpromosi, dan menjual produk dan jasanya melalui internet. Istilah e juga digunakan dalam pengertian-pengertian seperti e-finance, e-learning dan eservice. Namun seperti hasil observasi oleh seseorang, istilah e akhirnya akan dibuang ketika kebanyakan praktik bisnis adalah online. E-bussines dan ecommerce terjadi pada empat rana (domain) utama internet: B2C (business to consumer), B2B (business to business), C2C (consumers to consumers), dan C2B (consumer to business). Penggolongan e-commerce yang lazim dilakukan orang ialah berdasarkan sifat transaksinya. Menurut Suyanto (2003:45) tipe-tipe berikut dapat dibedakan: 1) Business to business (B2B) Business-to-Business merupakan model perusahaan yang menjual barang atau jasa pada perusahaan-perusahaan lain. Model Business-to-Business ini menawarkan penjualan atau pembelian dalam bentuk maya tetapi oleh satu perusahaan pada perusahaan lain saja. Model B2B ini tidak terbuka untuk banyak perusahaan agar dapat ikut. 2) Business to Consumer (B2C) Business-to-Consumer merupakan model perusahaan yang menjual barang atau jasa pada pasar atau public. Contoh dari Business-to-Consumer yaitu www.amazon.com. Dimana perusahaan ini menjual buku yang mempunyai koleksi tidak kurang dari 4,5 juta judul buku. 3) Consumer to Consumer (C2C) Consumer-to-Consumer adalah merupakan model perorangan yang menjual barang atau jasa kepada perorangan juga. Contoh dari Consumer-toConsumer yaitu www.ebay.com. Dimana merupakan suatu perusahaan yang menyelenggarakan lelang melalui internet. Melalui perusahaan ini, perorangan dapat menjual atau membeli dari perorangan lain melalui internet. 4) Consumer to Business (C2B) Consumer-to-Business merupakan model perorangan yang menjual barang atau jasa kepada perusahaan. Contoh dari Consumer-to-Business yaitu www.priceline.com dimana dalam model ini konsumen menawarkan harga tertentu, dan ia menginginkan membeli berbagai barang dan jasa, termasuk tiket pesawat terbang dan hotel. 5) Non-Bussines Electronic Commerce Non-Bussines Electronic Commerce meliputi kegiatan non bisnis seperti kegiatan lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, keagamaan dan lain-lain. 6) Intrabussines (Organizational) Electronic Commerce Kegiatan ini meliputi semua aktivitas internal organisasi melalui internet untuk melakukan pertukaran barang, jasa dan informasi serta menjual produk perusahaan kepada karyawan, dan lain-lain. Menurut Suyanto (2003:49) dalam sejarah peradaban manusia, hanya sedikit inovasi yang memiliki banyak keuntungan potensial sebagaimana e-commerce. Sifat global teknologi tersebut, biaya rendah, peluang menjangkau ratusan juta orang (diproyeksikan dalam 10 tahun), sifat interaktif, keragaman kemungkinan, dan berbagai kemungkinan serta perkembangan pesat infrastruktur pendukungnya (khususnya Web) telah menghasilkan banyak keuntungan potensial bagi organisasi, perorangan, dan masyarakat. Ini hanya beberapa manfaat yang bisa disebutkan dan akan meningkat secara signifikan seiring berkembangnya ecommerce. Maka tidak mengejutkan Clinton dan Gore (dalam Suyanto, 2003:50) berpendapat bahwa revolusi e-commerce “sama besarnya dengan perubahan yang dibawa oleh revolusi industri”. Manfaat E-Commerce Manfaat yang dapat diperoleh dari e-commerce bagi organisasi menurut Suyanto (2003:50) adalah: 1. Memperluas market place hingga ke pasar nasional dan international. 2. Menurunkan biaya pembuatan, pemrosesan, pendistribusian, penyimpanan dan pencarian informasi yang menggunakan kertas. 3. Memungkinkan pengurangan inventory dan over menyederhanakan supply chain dan management tipe “pull”. head dengan 4. Mengurangi waktu antara outlay modal dan penerimaan produk dan jasa. 5. Mendukung upaya-upaya business process reengineering. 6. Memperkecil biaya telekomunikasi internet lebih murah dibanding VAN. 7. Akses informasi lebih cepat. 8. Keuntungan lain meliputi, layanan konsumen dan citra perusahaan menjadi lebih baik, menemukan partner bisnis baru, proses menjadi sederhana, waktu bisa dipadatkan, produktivitas meningkat, kertas bisa dihindari, akses informasi menjadi cepat, biaya transportasi berkurang, dan fleksibilitas bertambah. Selain mempunyai manfaat bagi perusahaan, menurut Suyanto (2003:51) e- commerce juga mempunyai manfaat bagi konsumen, yaitu: 1) Memungkinkan pelanggan untuk berbelanja atau melakukan transaksi lain selama 24 jam sehari sepanjang tahun dari hampir setiap lokasi dengan menggunakan fasilitas Wi-Fi. 2) Memberikan lebih banyak pilihan kepada pelanggan. 3) Pengiriman menjadi sangat cepat. 4) Pelanggan bisa menerima informasi yang relevan secara detail dalam hitungan detik, bukan lagi hari atau minggu. 5) Memungkinkan partisipasi dalam pelelangan maya. 6) Memberi tempat bagi para pelanggan lain di electronic community dan bertukar pikiran serta pengalaman. 7) Memudahkan persaingan yang ada pada akhirnya akan menghasilkan diskon secara substansial. Menurut Suyanto (2003:52) selain manfaat terhadap organisasi dan konsumen, ecommerce juga mempunyai manfaat bagi masyarakat antara lain: 1. Memungkinkan orang untuk bekerja di dalam rumah dan tidak harus keluar rumah untuk berbelanja. Ini berakibat menurunkan arus kepadatan lalu lintas di jalan serta mengurangi polusi udara. 2. Memungkinkan sejumlah barang dagangan dijual dengan harga lebih rendah, sehingga orang yang kurang mampu bisa membeli lebih banyak yang pada gilirannya akan meningkatkan taraf hidup mereka. 3. Memungkinkan orang di negara-negara dunia ketiga dan wilayah pedesaan untuk menikmati aneka produk dan jasa yang akan susah mereka dapatkan tanpa e-commerce. 4. Memfasilitasi layanan publik, seperti perawatan kesehatan, pendidikan dan pemerataan layanan sosial yang dilaksanakan pemerintah dengan biaya yang lebih rendah atau dengan kualitas yang lebih baik. Perbedaan yang mendasar antara e-commerce dan e-business adalah bahwa tujuan e-commerce memang benar-benar money oriented (berorientasi pada perolehan uang), sedangkan e-business berorientasi pada kepentingan jangka panjang yang sifatnya abstrak seperti kepercayaan konsumen, pelayanan terhadap konsumen, peraturan kerja, relasi antar mitra bisnis, dan penanganan masalah sosial lainnya. Selain perbedaan seperti yang telah disebutkan e-commerce dan ebusiness juga memiliki kesamaan tujuan utama yaitu memajukan perusahaan menjadi perusahaan yang lebih besar dari sebelumnya. E-commerce dan ebusiness merupakan terobosan yang dapat mendongkrak penjualan melalui online marketing dan sebagai sarana mempromosikan produk melalui media Internet. 2.2.4. Tinjauan Tentang Peran E-Commerce Electronic Commerce atau E-Commerce berperan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan suatu perusahaan. Dengan adanya ecommerce dapat meningkatkan dan mendukung manajemen pemasaran perusahaan guna mencapai target yang ditentukan. E-commerce merupakan penerapan bisnis melalui pelayanan online karena jika perusahaan ingin cepat berkembang harus mengikuti arus globalisasi seperti yang dikatakan oleh Bill Gates bahwa perusahaan dalam berkompetensi pada era digital bukan sekedar pada produk dan jasa melainkan model bisnis perusahaan (Ahmadi, 2013:93). E-commerce memiliki pengaruh yang besar bagi peningkatan proses penjualan dan proses bisnis suatu perusahaan. Dengan e-commerce juga dapat menjadikan pelanggan lebih leluasa karena dapat melihat segala aktifitas yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk memasarkan produknya. Pemasaran terbentuk karena adanya asset yang unik sehingga menjadi sebuah jaringan pemasaran yang terdiri dari perusahaan dan pemercaya (stake holder) pendukung, karyawan, pemasok, distribusi, pengecer, agen periklanan dan sebagainya seiring dengan langkah perusahaan membangun hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Disini e-commerce berperan sebagai sarana pemasaran untuk menyampaikam informasi demi mencapai tujuan suatu perusahaan (dalam jurnal e-commercecollege.com). 2.2.5. Tinjauan Tentang Strategi E-Commerce E-commerce sama halnya seperti bisnis biasa namun dengan memanfaatkan media elektronik. E-commerce membutuhkan strategi untuk berjalan sesuai dengan tujuan perusahaan. Dalam menyusun strategi e-commerce menurut Ahmadi dan Hermawan (2013:95) harus memperhatikan prilaku konsumen, yaitu: 1. Keingintahuan terhadap perkembangan atau tren baru 2. Keinginan untuk melakukan perbandingan 3. Keinginan untuk meneliti 4. Keinginan untuk menggunakan teknologi dalam memperoleh informasi produk dan melakukan transaksi secara efektif Tabel 2.1. Variabel dan Indikator Strategi E-Commerce No Ahli Variabel 1. Alison & Richard (dalam Suriyasa 2013) Online Segment Market 2. Alison & Richard (dalam Suriyasa 2013) Persepsi Pelanggan 3. Alison & Richard (dalam Suriyasa 2013) Manajemen Persediaan Kamar 4. Ahmadi & Hermawan (2013) Harga 5. Ahmadi & Hermawan (2013) Promosi 6. Alison & Richard (dalam Suriyasa 2013) Kualitas Website Data Modifikasi, 2015 Indikator 1. Kecepatan pelayanan reservasi 2. Jaminan keamanan menggunakan credit card 1. Komentar tamu setelah menggunakan fasilitas akomodasi baik melalui direct maupun portal website 1. Memperbaharui room allotment dan rate 1. Forecasting Market Demand (trend) 2. Early bid, bonus night and last minute pricing 3. Analisa Pesaing 1. Advertising 2. Special Package 3. Add Benefit 1. Informasi Fasilitas 2. Informasi Customer Contact 3. Informasi Reservasi 4. Informasi Area 1) Online Segment Market: Alison & Richard (dalam Suriyasa 2013) - Kecepatan Pelayanan Reservasi Jangan biarkan pelanggan menunggu jawaban, karena kecepatan respon menunjukkan mutu pelayanan yang diberikan. Menurut penelitian Jupiter Communication „lebih dari 40% situs-situs terkenal memberikan respon lambat kepada pengunjung yang menyurati. Padahal, lebih dari 5 hari saja email tidak dijawab, orang akan malas mengirim lagi‟. - Jaminan keamanan menggunakan credit card Faktor utama keberhasilan penjualan lewat internet adalah kepercayaan. Baik kepercayaan dalam hal pelayanan maupun keamanan. Faktor terakhir yang sangat penting karena orang tidak akan mudah mengeluarkan uangnya begitu saja tanpa percaya bahwa uang yang dikirim lewat internet aman dari gangguan hacker. Salah satu lembaga yang memberikan sertifikat keamanan bagi situs e-commerce adalah VeriSign, berpusat di Mountain View, California. Bagi pemilik situs yang mendapatkan sertifikasi dari lembaga ini, harus menampakkan pada situs web-nya agar konsumen dapat mengetahuinya. 2) Persepsi Pelanggan: Alison & Richard (dalam Suriyasa 2013) - Pada agoda.com persepsi tamu terhadap sebuah hotel juga ditentukan oleh 6 faktor, yaitu harga berbanding mutu, lokasi, tingkat pelayanan, kondisi atau kebersihan hotel, standar atau kenyamanan kamar, dan kualitas makanan atau sarapan. Sedangkan pada Booking.com persepsi pelanggan terhadap suatu hotel ditentukan oleh 6 unsur yang terdiri dari kebersihan, kenyamanan, lokasi, pelayanan, kualitas staff, dan manfaat produk terhadap harga. 3) Manajemen Persediaan Kamar: Alison & Richard (dalam Suriyasa 2013) - Sedapat mungkin jangan biarkan pengunjung mendatangi situs tanpa membeli satupun barang maupun jasa yang ditawarkan. Pengunjung situs pada umumnya akan pergi meninggalkan situs suatu toko begitu pengunjung merasa kesulitan untuk melakukan deal pembelian. Dengan mudahnya seorang berpindah dari satu situs toko ke situs toko lain di internet, maka harus diberi cara termudah bagi pengunjung situs dalam melakukan transaksi. Banyak orang membeli barang atau jasa secara online bukan karena faktor keamanan, tetapi karena melalui media online para pelanggan dapat membandingkan harga dengan mudah tanpa harus bertanya dan mengunjungi hotel tersebut secara langsung. Jadi harga yang ditawarkan harus lebih rendah dari harga rata-rata yang ditawarkan pada pesaing. 4) Harga: Ahmadi & Hermawan (2013) - Harga merupakan sejumlah uang yang dikorbankan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi produk serta pelayanan yang menyertainya. Harga merupakan suatu strategi bagi seorang penjual untuk mengadakan pembedaan penawaran produknya dari pesaing sehingga penetapan harga adalah salah satu bagian penting dalam pemasaran. 5) Promosi: Ahmadi & Hermawan (2013) - Promosi merupakan kegiatan pemasaran yang ditujukan untuk mendorong adanya permintaan konsumen. Promosi juga mempunyai hubungan yang erat sekali dengan fungsi penjualan yang merupakan bagian dari pemindahan kepemilikan barang atau jasa. Promosi adalah kegiatan untuk menciptakan atau mendorong permintaan dan mencari pembeli. Promosi dilakukan dengan pendekatan komunikasi yang bersifat persuasi atau membujuk. 6) Kualitas Website: Alison & Richard (dalam Suriyasa 2013) - Website yang berkualitas haruslah memiliki unsur-unsur seperti informasi fasilitas, informasi customer contact, informasi reservasi, informasi area sekeliling dan manajemen website. 2.2.6. Tinjauan Tentang Tingkat Hunian Kamar Produk utama dari sebuah hotel adalah jasa penyewaan kamar. Kodya memberikan definisi tentang tingkat hunian kamar yang berarti tingkat kepadatan hotel yang dinyatakan dalam presentase (Kodya, 2000:45). Menurut Damardjati (2001:30) tingkat hunian adalah presentase dari kamar-kamar hotel yang bisa terisi atau disewakan kepada tamu dibandingkan dengan jumlah seluruh kamar yang dapat disewakan diperhitungkan dalam jangka waktu tertentu, misalnya perbulan, pertahun dan sebagainya. Adapun cara untuk memperoleh presentase tingkat hunian kamar adalah sebagai berikut: Jumlah kamar yang dihuni × 100% Jumlah kamar yang tersedia Tingkat hunian kamar yang tinggi dari sebuah hotel akan memberikan keuntungan dan penghasilan yang tinggi bagi hotel tersebut. Hal ini dikarenakan kamar sebagai produk utama yang memberikan profit margin yang paling tinggi dibandingkan dengan produk-produk hotel lainnya seperti laundry, bar, restoran, room service dan sebagainya. Pada dasarnya suatu industri wisata yang bergerak di bidang bisnis khususnya hotel terdapat istilah yang disebut dengan room occupancy yang berarti tingkat hunian kamar pada suatu hotel. Tingkat hunian kamar yang dinyatakan dalam presentase dari perbandingan kamar yang telah dijual karena terkadang terdapat kamar pada hotel yang memiliki status out of order atau kamar yang sedang dalam perbaikan ataupun karena alasan lainnya. Dari definisi yang telah diuraikan tersebut maka dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa tingkat hunian kamar adalah jumlah seluruh kamar yang terjual atau disewakan kepada tamu atau langganan dibandingkan dengan jumlah seluruh kamar hotel yang tersedia dalam satu periode atau dalam jangka waktu tertentu baik dalam jangka waktu satu hari, satu minggu, satu bulan ataupun satu tahun yang dinyatakan dalam presentase. Menurut Yoeti (2000:20), dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat hunian kamar adalah harga dan persaingan sangat mempengaruhi penjualan kamar. Selain itu lokasi hotel, fasilitas hotel, pelayanan kamar dan promosi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat hunian kamar. 2.2.7. Tinjauan Tentang Hotel Menurut Sambodo dan Bagyono (2006:1-2) perhotelan merupakan bidang usaha yang berkembang seiring dengan kemajuan sektor pariwisata. Tuntutan para pelancong yang ingin mendapatkan layanan akomodasi yang sesuai mendorong usaha perhotelan untuk terus meluas, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kondisi ini tidak lepas dari mobilisasi perjalanan umat manusia di seluruh dunia yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Perhotelan bukan lagi sebuah bisnis tradisional melainkan telah berubah menjadi industri yang memiliki peran yang sangat menentukan bagi internasionalisasi usaha perjalanan, kesejahteraan ekonomi, dan juga peningkatan transportasi, baik darat, laut, maupun udara. Oleh karenanya penurunan jumlah kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, di suatu daerah tujuan wisata akan langsung mempengaruhi occupancy (tingkat hunian kamar) hotel. Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No KM 94 /HK/103/MPP/ 89 memberikan batasan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan layanan penginapan, makanan, dan minuman serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial (dalam Sambodo dan Bagyono, 2006:2). Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan Republik Indonesia pada pasal 61 dinyatakan bahwa “Pelayanan pokok usaha hotel yang harus disediakan sekurang-kurangnya harus meliputi penyediaan kamar tempat menginap, penyediaan tempat dan pelayanan makan dan minum, penyediaan pelayanan pencucian pakaian/binatu dan penyediaan fasilitas lainnya”. Peraturan pemerintah tersebut secara implisit memberikan definisi mengenai kata hostel (dalam Sambodo dan Bagyono, 2006:2). Dennis L. Foster (dalam Sambodo dan Bagyono, 2006:3) mengungkapkan bahwa dalam arti luas, hotel merujuk pada segala jenis penginapan. Sedangkan dalam artian sempit, hotel adalah sebuah bangunan yang dibangun khusus untuk menyediakan penginapan bagi para pejalan, dengan pelayanan makanan dan minuman. Dalam bahasa Perancis, hotel (mansion) mengimplikasikan sebuah tingkat kenyamanan yang tinggi, kemewahan, dan pelayanan personal. Pelayanan pribadi di sini adalah adanya pelayanan makanan dan minuman. Hotel atau Inn merupakan jenis akomodasi tertua yang oleh bangsa Inggris di definisikan sebagai tempat dimana para pelancong berkelas mendapatkan jasa penginapan dan makanan dengan cara menyewa dan penyewa dalam keadaan yang memungkinkan untuk memperoleh jasa tersebut. Konsep tersebut menegaskan bahwa sebuah hotel harus menyediakan makanan, selain produk utamanya, yaitu kamar. Selain itu, hotel juga berhak sepenuhnya untuk menerima ataupun menolak tamu yang hendak menyewa. Jadi dapat disimpulkan bahwa hotel tidak hanya memberikan produk dan pelayanan seperti yang telah disebutkan, melainkan telah meluas pada penyediaan fasilitas lain seperti rekreasi, laundry, dry cleaning, kebugaran, dan lain-lain. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hotel termasuk jenis akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi seseorang atau sekelompok orang, menyediakan pelayanan penginapan, makanan, dan minuman serta layanan lain sesuai perkembangan kebutuhan dan teknologi. Menurut Suwithi dan Erwin (2008:40) hotel mulai dikenal sejak permulaan abad masehi, dengan adanya usaha penyewaan kamar untuk orang yang melakukan perjalanan. Hotel sebagaimana jenis akomodasi lain berasal dari kata „Inn‟ yang dapat diartikan sebagai usaha menyewakan sebagian dari rumahnya kepada orang lain yang memerlukan kamar untuk menginap. Pada umumnya kamar yang disewakan dihuni oleh beberapa orang secara bersamasama. Pada mulanya inn, sering juga disebut dengan lodge yang hanya menyediakan tempat beristirahat bagi mereka yang melakukan perjalanan, karena sudah larut malam terpaksa tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Kemudian peradaban semakin maju maka terdapat berbagai peningkatan dengan menambahkan fasilitas penyediaan bak air untuk mandi yang kemudian disusul dengan penyediaan makanan dan minuman walaupun masih dalam tahap yang sangat sederhana. Pada abad ke enam masehi, mulai diperkenalkan uang sebagai alat penukar yang sah, maka jenis usaha penginapan ini semakin berkembang dan mencapai puncaknya pada masa Revolusi Industri di Inggris pada tahun 1750 hingga tahun 1790. Revolusi ini mengakibatkan perubahan sistem perdagangan dan ekonomi dunia secara drastis dan menyeluruh, dengan ditemukannya mesin-mesin yang mengubah sistem produksi rumah tangga ke produksi pabrikan. Hal ini pula yang menyebabkan terdorongnya dunia usaha untuk berlomba-lomba untuk menjual hasil produksinya. Dampak dari situasi ini maka lebih banyak lagi orang melakukan perjalanan dari satu tempat ketempat lainnya. Walaupun pada zaman itu ketertiban dan keamanan belum sebaik dan setertib saat ini, hal tersebut ditandai dengan banyaknya perampokan dan penjagalan terhadap para pejalan kaki sehingga mereka memilih untuk beristirahat di penginapan yang dianggap dapat memberikan rasa aman kepada mereka yang bermalam, untuk keesokan harinya melanjutkan perjalanannya. Pada tahun 1129 telah tercatat adanya inn di Kota Canterburry, Inggris, sedangkan di Amerika Serikat inn tertua dibangun pada tahun 1607. Pada tahun 1794 di Kota New York dibangun sebuah hotel yang diberi nama City Hotel yang mempunyai kamar sebanyak 73 kamar. Walaupun pada awalnya dirasa janggal dengan dioperasikannya Hotel City tersebut namun akhirnya dengan cepat menjadi buah bibir yang pada gilirannya menjadi pusat kegiatan segala acara di kota tersebut. Selanjutnya disusul di Kota Boston Amerika Serikat. Sedangkan pada tahun 1829 dibangun Hotel dengan nama ‟The Tremont House' yang kemudian oleh sebagian para ahli dianggap sebagai cikal bakalnya Perhotelan modern. Hotel tersebutlah yang pertama kali memperkenalkan jenis-jenis kamar single dan double, yang pada setiap kamar dilengkapi kunci masing-masing, air minum di setiap kamar, pelayanan oleh bellboy serta memperkenalkan masakan Perancis ke dunia perhotelan. Hotel inipun menjadi sangat terkenal dan menjadi tempat persinggahan yang sangat ramai. Hal terpenting yang mulai disadari bahwa industri hotel adalah industri penjualan jasa. Produk bisnis perhotelan mempunyai empat karakteristik khusus, yaitu produk nyata (tangible), tidak nyata (intangible), bersifat „perishable‟ dan „non perishable‟. Produk yang bersifat nyata antara lain kamar, makanan, minuman, kolam renang dan sebagainya. Produk yang bersifat tidak nyata, antara lain keramah-tamahan, kenyamanan, keindahan, keamanan dan sebagainya. Produk bersifat perishable artinya bahwa produk tersebut hanya bisa dijual saat ini adalah produk tidak tahan lama yang dapat disimpan di gudang. Contohnya kamar hotel, bahan makanan segar yang tidak dapat disimpan seperti sayur-mayur. Produk yang bersifat non perishable misalnya minuman keras, soft drink, perlengkapan tamu (guest supply and amenities). Bisnis hotel mempunyai tujuan yaitu mendapatkan pendapatan seoptimal mungkin melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan tamu (guest need & wants). Kepuasan tamu menjadi sasaran pelayanan untuk membentuk citra hotel yang baik dan sekaligus menjamin keberadaan hotel dalam jangka panjang. Tipe Hotel Berdasarkan tipenya hotel dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu berdasarkan kelas, plan, ukuran, lokasi, area, maksud kunjungan tamu, lamanya tamu menginap, aspek bentu bangunan dan wujud fisik menurut Suwithi dan Erwin (2008:46) yaitu: 1. Tipe hotel berdasarkan kelas Tingkatan atau kelas hotel dibedakan atas tanda bintang (*). Semakin banyak jumlah bintang, maka persyaratan, fasilitas, dan pelayanan yang dituntut semakin banyak dan baik. Kriteria klasifikasi hotel berdasarkan bintang adalah sebagai berikut: 1) Bintang * -Jumlah kamar standar, minimum 15 kamar -Kamar mandi di dalam -Luas kamar standar, minimum 20 m2 2) Bintang ** -Jumlah kamar standar, minimum 20 kamar -Kamar suite minimum 1 kamar -Kamar mandi di dalam -Luas kamar standar, minimum 22 m2 -Luas kamar suite, minimum 44 m2 3) Bintang *** -Jumlah kamar standar, minimum 30 kamar -Kamar suite minimum 2 kamar -Kamar mandi di dalam -Luas kamar standar, minimum 24 m2 -Luas kamar suite, minimum 48 m2 4) Bintang **** -Jumlah kamar standar, minimum 50 kamar -Kamar suite minimum 3 kamar -Kamar mandi di dalam -Luas kamar standar, minimum 24 m2 -Luas kamar suite, minimum 48 m2 5) Bintang ***** -Jumlah kamar standar, minimum 100 kamar -Kamar suite minimum 4 kamar -Kamar mandi di dalam -Luas kamar standar, minimum 26 m2 -Luas kamar suite, minimum 52 m2 2. Tipe hotel berdasarkan plan Beberapa macam hotel Plan Usage, antara lain: 1. American Plan Sistem perencanaan harga kamar di mana harga yang dibayarkan sudah termasuk harga kamar itu sendiri ditambah dengan harga makan (meals). American Plan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Full American Plan (FAP) Harga kamar sudah termasuk tiga kali makan (pagi, siang dan malam) 2) Modified American Plan (MAP) Harga kamar sudah termasuk dengan dua kali makan, dimana salah satu di antaranya harus makan pagi (breakfast), seperti: - Kamar + makan pagi + makan siang - Kamar + makan pagi + makan malam 2. Continental Plan/Bermuda Plan Adalah perencanaan harga kamar di mana harga kamar tersebut sudah termasuk dengan kontinental breakfast. 3. European Plan Tamu yang menginap hanya membayar untuk kamar saja. Keistimewaannya adalah praktis, banyak digunakan oleh hotel-hotel dan memudahkan system billing (pembayaraan saat check out). 3. Tipe hotel berdasarkan ukuran Klasifikasi hotel berdasarkan ukurannya dapat ditentukan berdasarkan jumlah kamar yang ada. Ukuran hotel diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Small hotel Small hotel adalah hotel kecil dengan jumlah kamar di bawah 150 kamar. 2. Medium hotel Adalah hotel dengan ukuran sedang, dimana dalam medium hotel ini dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu: 1) Average hotel : jumlah kamar antara 150 hingga 299 kamar. 2) Above average hotel : jumlah kamar antara 300 hingga 600 kamar. 3. Large Hotel Large hotel adalah hotel dengan klasifikasi sebagai hotel besar dengan jumlah kamar diatas 600 (enam ratus) kamar. 4. Tipe hotel berdasarkan lokasi Klasifikasi hotel berdasarkan faktor lokasi dapat dibagi menjadi: 1) City hotel Hotel yang terletak di dalam kota, dimana sebagaian besar tamunya yang menginap adalah memiliki kegiatan berbisnis. 2) Resort Hotel Adalah hotel yang terletak di kawasan wisata, di mana sebagian besar tamunya tidak melakukan kegiatan bisnis, tetapi lebih banyak rekreasi. Macam-macam resort berdasarkan lokasi: 1) Mountain Hotel (hotel yang berada di pegunungan). 2) Beach Hotel (hotel yang berada di daerah pantai). 3) Lake Hotel (hotel yang berada di pinggir danau). 4) Hill Hotel (hotel yang berada di puncak bukit). 5) Forest Hotel (hotel yang berada di kawasan hutan lindung). 5. Tipe hotel berdasarkan area 1) Suburb Hotel Hotel yang berlokasi di pinggiran kota, yang merupakan kota satelit yaitu pertemuan antara dua kota madya. 2) Airport Hotel Adalah hotel yang berada dalam satu kompleks bangunan atau area pelabuhan udara atau sekitar bandar udara. 3) Urban Hotel Adalah hotel yang berlokasi di pedesaan dan jauh dari kota besar atau hotel yang terletak di daerah perkotaan yang baru, yang tadinya masih berupa desa. 6. Tipe hotel berdasarkan maksud kunjungan Klasifikasi hotel berdasarkan maksud kunjungan selama menginap, adalah sebagai berikut: 1) Business hotel Hotel yang tamunya sebagain besar berbisnis, di sini biasanya menyediakan ruang-ruang meeting dan konvensi. 2) Resort/Tourism Hotel Hotel yang kebanyakan tamunya adalah para wisatawan, baik domestik maupun manca negara. 3) Casino hotel Adalah hotel yang sebagian tempatnya berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan berjudi. 4) Pilgrim hotel Hotel yang sebagian tempatnya berfungsi sebagai fasilitas beribadah. Seperti hotel-hotel di Arab (pada saat musim haji) dan Lourdes di Perancis. 5) Cure Hotel Adalah hotel yang tamu-tamunya adalah tamu yang sedang dalam proses pengobatan atau penyembuhan dari suatu penyakit. 7. Tipe hotel berdasarkan faktor lamanya tamu menginap 1) Transit hotel Tamu yang menginap di hotel ini biasanya dalam waktu yang singkat, ratarata satu malam. 2) Semi residential hotel Tamu yang menginap di hotel ini biasanya lebih dari satu malam, tetapi jangka waktu menginap tetap singkat, berkisar antara 1 minggu hingga 1 bulan. 3) Residential hotel Tamu yang menginap di hotel ini cukup lama, paling sedikit satu bulan. 8. Tipe hotel berdasarkan aspek bentuk bangunan Akan terlihat jelas, dengan melihat bentuk bangunan saja orang akan dapat menebak jenis akomodasi sesuai dari bentuk bangunan tersebut. Untuk lebih jelasnya jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa macam: 1) Pondok Wisata Merupakan suatu usaha perseorangan dengan mempergunakan sebagian dari rumah tinggalnya untuk inapan bagi setiap orang dengan perhitungan pembayaran harian. 2) Cottage Adalah suatu bentuk bangunan yang dipergunakan untuk usaha pelayanan akomodasi dengan fasilitas-fasilitas tambahan lainnya. Fasilitas tambahan yang dimaksud bisa berupa peminjaman sepeda secara gratis, atau fasilitas dayung apabila cottage terletak di tepi danau. 3) Motel (motor hotel) Adalah suatu bentuk bangunan yang digunakan untuk usaha perhotelan dengan sarana tambahan adanya garasi disetiap kamarnya. Biasanya motel ini bertingkat dua, bagian atas sebagai kamar, dan di bagian bawah berupa garasi mobil. 9. Tipe hotel berdasarkan wujud fisik Produk nyata (tangible) 1) Lokasi Lokasi yang yang dibutuhkan oleh wisatawan adalah lokasi yang strategis dan memiliki nilai-nilai ekonomis yang tinggi, seperti lokasi yang dekat dengan bandar udara, stasiun kereta api, pelabuhan, pusat bisnis, atraksi wisata sehingga memberikan kemudahan tamu untuk mengakses aktivitas lain di luar hotel. 2) Fasilitas Fasilitas adalah penyediaan perlengkapan fisik yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan tamu serta dapat mempermudah tamu melaksanakan aktivitas selama tinggal di hotel. Fasilitas itu dapat berupa: - Kamar dengan perlengkapannya seperti air conditioning, TV kabel dengan in house movie dan chanel international, safe deposit box, air dingin dan panas, minibar, international direct dialing telephone, kamar mandi pribadi dengan bathtub dan shower, fasilitas pembuat teh dan kopi, hair dryer. - Kamar untuk orang cacat atau disable room - Kamar bebas asap rokok dengan kelengkapannya - Restoran dan bar dengan berbagai jenis produk makanan dan minuman - Pelayanan makan dan minuman di dalam kamar - Pusat bisnis dan sekretaris - Pusat kebugaran - Kolam renang - Ballroom/aula - Safe deposit box/brankas - Laundry dan dry cleaning/binatu - Fasilitas hiburan, seperti musik, karaoke - Fasilitas taman bermain untuk anak-anak (children play ground) - Baby sitting (layanan pengasuhan anak) - Hotel transportation (kendaraan antar jemput) - Valet parking service (pelayanan memarkirkan kendaraan) - Area parkir yang luas - Foreign exchange facilities (fasilitas penukaran mata uang asing) - Beauty salon atau salon - Drug store (toko yang menjual kebutuan sehari-hari) - House clinic (klinik kesehatan) Produk tidak nyata (intangible) Produk tidak nyata adalah segala sesuatu yang berkaitan pelayanan dan pembentukan citra suatu produk dan hotel. Di dalam bisnis perhotelan intangible diberikan bersamaan dengan penjualan produk tangible. Rasa bersahabat, sopan santun, keramahtamahan dan rasa hormat dari seluruh karyawan merupakan salah satu contoh produk intangible yang sederhana tetapi sangat berdampak pada pembentukan citra hotel. Agar fasilitas yang disediakan oleh hotel dapat berfungsi, maka disertai dengan pelayanan, adapun pelayanan tersebut dapat berupa corak atau gaya pelayanan yang diberikan oleh para karyawan, pelayanan dapat juga berupa waktu buka restoran, pelayanan kebersihan kamar, pelayanan dan penyajian makanan dan minuman di restoran. Pada era ini persaingan bisnis perhotelan yang paling ketat adalah kemampuan hotel untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Status Hotel Berdasarkan Kepemilikan Pada saat ini terdapat dua kepemilikan hotel yang dihubungkan dengan pengelolaannya menurut Suwithi dan Erwin (2008:58) yaitu: 1. Independent Hotels (hotel yang berdiri sendiri) Hotel jenis ini pada umumnya tidak mempunyai hubungan kepemilikan atau pada pengelolaannya tidak berinduk pada perusahaan lain, yang biasanya hotel-hotel kecil milik keluarga dan dikelola tanpa mengikuti prosedur maupun pengoperasian tertentu dari orang lain. Walaupun kebanyakannya hotel jenis ini adalah hotel-hotel kecil tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat hotel besar dan sangat terkenal dengan berbagai predikat yang disandangnya baik secara nasional dan internasional. Hotel jenis ini biasanya merupakan salah satu bidang usaha lain yang sedang dikembangkan dalam perusahaan yang besar dengan core bisnis yang berbeda biasanya dikelola secara profesional. Contohnya hotel-hotel non bintang dan lainnya, Hotel Cipayung, Hotel Purnama Wisma Abdi, berlokasi di kawasan Puncak Kab. Bogor dan masih banyak hotel jenis ini tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan jenis hotel independen yang besar seperti Hotel Mulia Senayan Jakarta yang memiliki kamar lebih dari 1000 kamar berbintang lima Diamond, Hotel Red Top memiliki lebih dari 300 kamar dan berbintang empat. Dan masih banyak hotel sejenis ini di Indonesia. Hotel-hotel yang tidak berdiri sendiri yang tergolong dalam jaringan hotel atau lebih dikenal dengan Chain Hotel. Hotel-hotel yang tidak berdiri sendiri ciri-ciri khasnya adalah bahwa hotel ini mempunyai hubungan dalam kepemilikan dan cara pengelolaannya dengan perusahaan lainnya. Bentuk hubungan kerja sama ini ada 4 macam chain, yaitu: 1) Perusahaan Induk (Parent Company) Yaitu hotel-hotel yang berada di bawah kepemilikan perusahaan lain atau merupakan unit perusahaan tersebut. Induk perusahaan akan memberikan patokan cara-cara mengelola dan kebijakan-kebijakan atas hotel-hotel yang dimilikinya. Perusahaan Chain Hotels yang terkenal di dunia adalah Hilton Intercontinental Inc, Intercontinental Hotels, Hyatt Intercontinental, The Ritz Carlton, Four Seasons, dan lain-lain. 2) Kontrak Manajemen (Management Contract) Yaitu hotel-hotel yang memisahkan antara kepemilikan dengan pengelolaannya. Pemilik hotel membeli jasa pengelolaan dari perusahaan lain dengan membayar sejumlah uang sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Contoh: Hilton dan Sheraton yang menawarkan jasa demikian berdasarkan kemampuan pengalaman mereka dalam industri. 3) Waralaba (Franchise) Suatu bentuk kerjasama dalam hal pengelolaan, yang mana pemilik hotel mengelola hotelnya dengan memakai cara atau pola yang diciptakan serta dikembangkan oleh perusahaan atau hotel-hotel lainnya, atau dengan kata lain pemilik membeli cara-cara atau resep pengoperasian dari perusahaan lain misalnya Nikko Jakarta, Hotel Ciputra. 4) Kelompok Referal (Referal Group) Suatu bentuk gabungan hotel yang berdiri sendiri (independent) untuk tujuan bersama seperti dalam hal pemasaran, sistem pemesanan kamar dan lain-lain yang dianggap akan lebih menguntungkan apabila hal ini dilakukan bersama-sama tanpa harus mengubah sifat kepemilikannya. Kelompok yang sejenis ini dan terbesar di dunia adalah Best Western International di Amerika Serikat.