THERMAL PROCESSING 1. Blanching Blanching merupakan suatu proses yang dilakukan pada bahan pangan sebelum dilakukan pengeringan pengalengan atau pembekuan. Blanching merupakan suatu proses pemanasan pada bahan pangan dengan menggunakan suhu dibawah 100oC. Blanching dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemanasan secara langsung dengan air panas (Hot Water Blancing) atau dengan menggunakan uap (Steam Blanching). Kedua proses tersebut mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri tergantung dari bahan dibalnching.blanching bertujuan untuk menginaktifkan yang akan enzim yang memungkinkan perubahan warna, tekstur, citta rasa bahan pangan. Namun tujuan blanching juga bermacam-macam tergantung dari bahan yang akan digunakan serta tujuan proses selanjutnya (Muchtadi, Tien R. 1997). Menurut Winarno (1980), blanching adalah pemanasan pendahuluan dalam pengolahan pangan. Blancing merupakan tahap pra proses pengolahan bahan pangan yang biasa diakukan dalam proses pengalengan, pengeringan sayuran dan buah-buahan. Blancing merupakan salah satu tehnik pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi (thermal prossecing) untuk meningkatkan masa simpan bahan pangan tersebut. Namun blancing tidak dapat dilakukan pada semua jenis bahan pangan. Kondisi bahan pangan itu sendiri harus diperhatikan sebelum melakukan blancing. Pada praktikum ini digunakan sampel sayur dan buah yaitu wortel dan apel untuk dilakukan proses blanching. Kedua bahan tersebut dipilih sebagai sampel untuk proses blanching karena kondisi bahan pangan tersebut memenuhi. Testurnya yang cenderung keras akan merupakan salah satu alasan kenapa bahan ini dipilih sebagai sampel untuk proses blancing. Blanching bertujuan untuk meningkatkan masa simpan bahan pangan. Namaun selain itu, menurut Praptiningsih (1999) blancing bertujuan untuk inaktivasi enzim, pembersihan bahan-bahan mentah dan mengurangi kadar bakterinya, membuat jaringan berkerut sehingga membuat pengisian bahan mentah menjadi mudah, mempertahankan dan memperbaiki warnadan memprbaiki tekstur. Pada praktikum ini dilakukan 3 jenis perlakukan kepada setiap sampel wortel (A, B, C) dan apel (A, B, C). Dimana sampel wortel A dan apel A diberi perlakuan blanching steaming, sampel wortel B dan apel B diberi perlakuan blanching boiling, serta sampel wortel C dan apel C tidak diberi perlakuan apapun. Hal yang membedakan blanching steaming dan blancing boiling adalah perlakuan yang diberikan serta waktu yang digunakan. Blanching steaming dilakukan dengan mengukus bahan selama 10 menit dengan suhu 90-100oC. Sementara blancing boiling dilakukan dengan merebus bahan dengan suhu 90100oC selama 5 menit. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, blanching sebaiknya dilakukan pada suhu dan waktu yang terkontrol, pendinginan dengan segera tanpa menunda prosesisng. Perlakuan blanching yang tepat dapat mendatangkan banyak manfaat antara lain dapat menghindari perubahan yang tidak diinginkan, mengurangi kandungan mikroba, dapat mempertahankan warna, memperlunak jaringan, membantu pengeluaran gas-gas selulerpada jaringan sehingga mencegah terjadinya korosidan memperbaiki tekstur pada bahan pangan yang dikeringkan (Winarno, F.G. 2002). Dari data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa terjadi susut bobot pada setiap sampel yang telah diberi perlakuan blanching, baik itu blancing steaming maupun blanching boiling. Sampel wortel A dan B mengalami susut bobot sebesar 1 gram dari berat awal, namun pada sampel C tidak terjadi perubahan bobot karena sampel C tidak diberi perlakuan apapun. Hal yang sama terjadi juga pada sampel A dan B yang diberi perlakuan blanching steaming dan blancing boiling. Keduanya mengalami susut bobot, dimana sampel apel A mengalami susut bobot sebesar 4 gram dari berat awal dan sampel B 3 gram dari berat awal. Terjadinya susut bobot pada setiap sampel yang diberi perlakuan blanching disebabkan karena adanya sebaian air dalam bahan yang menghilang atau menguap karena danya panas selama proses blanching tersebut berlangsung. Pada hari ke-7 setelah penyimpanan bahan dalam rak kulkas, terjadi juga perubahan berat pada setiap sampel. Dimana sampel wortel A mengalami susut bobot sebanyak 2 gram dari berat awal setelah blanching. Namun hal berbanding terbalik dengan sampel wortel B dan C. Sampel wortel B tidak mengalami perubahan berat, sementara sampel wortel C mengalami kenaikan berat sebanyak 1 gram. Blanching yang dilakukan pada sampel bahan juga mempengaruhi tektur bahan itu sendiri. Tekstur sampel wortel A dan wortel B yaitu kelas (+), berbeda dengan sampel C yang tidak diberi perlakuan blanching teksturnya eras (+++). Hal yang sama terjadi pada sampel apel A (blanching steaming) bertesktur lembek (+), sampel apel B (blanching boiling) lembek (++), dan sampel apel C yang tidak diberi perlakuan apapun teksturnya keras (++). Hal tersebut dikarenakan sebagaian besar air masuk kedalam bahan yang akan menyebabkan ikatan-ikatan antar partikel bahan menjadi semakin renggang sehingga daya tarik antar partikel akan lemah dan mengakibatkan tekstur menjadi lunak. Sekian lama pemanasan maka bahan semakin lunak sehingga terjadi over cooking maka dapat menyebabkan kerusakan pada tekstur. Dengan kata lain, lamanya waktu blanching akan mempengaruhi tekstur bahan. Selain mempengaruhi tekstur, blancing juga mempengaruhri warna bahan. Sampel wortel A dan B memiliki warna orange yang lebih cerah jika dibandingkan dengan wortel C yang tidak diblanching. Kemudian warna sampel apel A dan B berwarna kuning cerah, berbeda dengan sampel apel C yang berwarna putih gading. Oleh karena itu, blanching cenderung memperbaiki warna bahan itu sendiri. Setelah disimpan di dalam kulkas selama 7 hari, tidak terjadi perubahan warna pada setiap sampel yang diberi perlakuan blanching. Berbeda dengan sampel wortel dan apel yang tidak diberi perlakuan blancing. Dimana sampel wortel C orange pucat dan sampel apel C berwarna kuning kecoklatan. Hal tersebut terjadi karena pada sampel bahan yang tidak diblancing terajadi proses enzimatis yang menyebabkan perubahan warna. Sementara pada sampel wortel dan apel yang diberi perlakuan blanching tidak mengalami perubahan karena aktivitas enzimatis pada bahan telah diinaktifkan pada proses blanching karena adanya panas. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa waktu sangat diperhatikan dalam proses blanching. Karena lamanya waktu yang digunakan dapat mempengaruhi tekstur dan warna bahan itu sendiri. 2. Pasteurisasi Louis Pasteur menemukan bahwa susu terasa asam karena terkontaminasi organisme hidup yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata. Untuk mematikan organisme ini tanpa mengubah rasa atau nilai gizi makanan, Pasteur menemukan satu cara, yaitu dengan memanaskan susu tersebut secara perlahan-lahan. Proses ini, diberi nama pasteurisasi. Tujuan pasteurisasi adalah membunuh semua bakteri patogen yang terdapat pada bahan makanan, memperpanjang umur simpan makanan dengan mematikan bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim. Makanan yang dipasteurisasi masih mengandung mikroorganisme kira-kira beberapa sel per ml. oleh karena itu daya tahan simpannya juga tidak sepanjang makanan yang steril komersial. Jadi makanan yang dipasteurisasi harus selalu diikuti dengan penyimpanan suhu rendah (Tjahjadi, 2009). Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dibawah suhu didih dengan tujuan hanya membunuh bakteri patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup. Pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh seluruh mikroba dalam makanan. Pasteurisasi bertujuan untuk mecapai “pengurangan log” dalam jumlah mikroorganisme sehingga tidak lagi bisa menyebabkan penyakit dengan syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum tanggal kadaluarsa (Effendi, 2012). Menurut Effendi (2012) pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: 1. Pasteurisasi lama atau dikenal dengan low temperature long time (LTLT) yaitu pemanasan dilakukan pada suhu yang tidak begitu tinggidengan waktu yang relative lama. Pasteurisasi susu dilakukan dengan suhu 62-65oC selama 30 menit sampai 1 jam. 2. Pasteurisasi singkat atau high temperature short time (HTST) yaitu pemanasan yang dilakukan pada suhu yang tinggi dengan waktu yang relatif singkat. Pasteurisasi ini dilakukan pada suhu 65-95oC selama 1-2 menit. 3. Ultra High Tempeature (UHT) yaitu pemanasan dengan suhu tinggi yang segera didinginkan pada suhu 10oC dan merupakan suhu normal untuk pertumbuhan bakteri susu. Pada praktikum kali ini pasteurisasi dilakukan dengan 2 cra, yaitu dengan metode LTLT dan HTST. Diaman setiap sampel ada yang disimpan di dalam kulkas dan ada yang disimpan di suhu ruang. Setiap sampel yang diberi perlakuan husus memiliki perbedaan hasil yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Sampel A (tanpa sterilisasi) Tidak terjadi perubahan pada sampel susu A baik itu dihari ke-3 stelah disimpan di kulkas maupun di hari ke 7 pengamatan. Hanya aja viskositas sampel susu ini pada hari ke-0 terlihat menggumpal namun pada hari ke 3 dan hari ke 7 jadi mengental. 2. Sampel B (LTLT) Pada sampel susu B1 (di suhu ruang) perubahan yang sangat terlihat pada pengamatan hari ke 3 adalah kondisi susu yang menggumpa (+++). Kemudian pada hari ke 7 kekentalan suhu menjadi ener dan kondisinya menggumpal. Hal tersebut terjadi karena susu mulai rusak sehingga globula lemak pada susu terpisah dari air menjadi menggumpal disertai bau asam. Sampel susu B2 (di kulkas) sama halnya dengan sampel susu B1 yaitu kondisi susu menggumpal. Namun, perbedaanya pada sampel susu B2 memiliki bau kahs susu. 3. Sampel C (HTST) Sampel susu C1 (di suhu ruang) susu menggumpal dan terlihat perbedaan yang jelas antara air pada susu dengan globula lemaknya disertai dengan bau asam. Sementara itu sampel susu C2 (di kulkas) juga mengalami hal yang sama yaitu menggumpal, aroma sumpel susu C3 Beraroma kurang sedap. Hal tersebut menandakan susu sudah kadaluarsa dan tidak layak dikonsumsi. KESIMPULAN 1. Blanching merupakan salah satu metode pengawetan makanan dengan suhu tinggi dan waktu tertentu. Dengan tujuan untuk meningkatkan masa simpan suatu bahan pangan. 2. Blanching dapat dilakukan dengan cara blanching steaming dan blanching boiling adalah waktu pengerjaan. 3. Blanching dapat mempengaruhi kadar air suatu bahan pangan, tekstur dan juga dapat memperbaiki warna bahan pangan itu sendiri, dengan memperhatikan waktu. 4. Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan makanan dibawah suhu didihnya yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen tanpa menghilangkan kandungan gizi bahan itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Muchtadi, Tien R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Pratiningsih, Y. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember: Universitas Jember. Winarno, F. G. 1980. Pengantar Teknologi Pengolahan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung: Universitas Padjajaran