BAB IV PEMBAHASAN IV.I Perubahan Peraturan Pajak Penghasilan Untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya disektor pajak, pemerintah melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan tersebut dilakukan untuk menghadapi tantangan dalam peningkatan pelayanan kepada wajib pajak. Kebijakan perpajakan, tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam kebijakan tersebut. Adanya faktor penguatan daya saing dan insentif perpajakan yang lebih dapat menarik bagi investor domestik maupun investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kesejahteraan dan keadilan bersama. Selain mempunyai tujuan diatas, perubahan dilakukan juga bertujuan untuk memberikan fasilitas perpajakan yang memadai, dan menyempurnakan, serta memperbaharui kebijakan-kebijakan perpajakan yang ada (grey area), agar tidak disalahgunakan oleh wajib pajak sebagai penghindaran pajak. Perubahan kebijakan tersebut tentunya harus memperhatikan asas-asas perpajakan yang berlaku sehingga kebijakan itu tidak mejadi timpang. Karena ketimpangan tersebut dapat merugikan pihak-pihak tertentu yang terkait dengan perubahan kebijakan itu sendiri. Tetapi sebaiksebaiknya kebijakan perpajakan yang dibuat akan memperoleh hasil yang nihil, jika tidak didukung dengan pengolahan pemasukan pajak yang baik pula (pemerataan pembangunan). Dari pengertian pajak yang menyebutkan bahwa tidak adanya jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung, dapat dilihat berhasilnya sektor 100 pemasukan pajak, tergantung dari kepercayaan wajib pajak atas tanggungan penghasilan yang seharusnya menjadi miliknya dipotong dengan secara sukarela. Tentu akan terjadi kesinambungan jika kebijakan perpajakan yang baik diikuti dengan pengelolaan pemasukan pajak yang adil. Nantinya wajib pajak dengan senang hati dalam membayar pajak sebagai kewajibannya dan tidak perlu melakukan pengindaran pajak atau penggelapan pajak. Dalam perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tentunya dipengaruhi dengan faktor-faktor internal maupun eksternal. Faktor internal dipengaruhi lebih kepada kondisi keuangan yang ada di perusahaan sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh kebijakan perpajakan yang dibuat oleh pemerintah, salah satunya yaitu perubahan peraturan pajak. Untuk itu mengetahui pasal-pasal mana saja yang berubah merupakan suatu hal yang wajib untuk diketahui oleh wajib pajak berhubungan dengan dunia perpajakan agar dapat dilakukan tax planning. Berikut ini, penulis akan menjabarkan perubahan Pajak Penghasilan dari Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 menjadi Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 yang akan disesuaikan dengan ruang lingkup objek penelitian sebagai berikut. Tabel IV.8 Biaya Pengurang Penghasil Bruto No. Keterangan 2. Biaya Promosi dan Penjualan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan Biaya Promosi dan Penjualan dapat dijadikan sebagai biaya. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah 49 Perubahan ini dimaksudkan bahwa biaya promosi dan penjualan dapat muncul dalam berbagai bentuk yang tergantung dengan usaha wajib pajak. Dapat diakui sebagai biaya fiskal jika wajib pajak menyertakan daftar nominatif yang telah ditentukan dan dilampirkan saat penyampaian SPT. Ketentuan ini diatur dengan PMK No. 104/PMK.03/2009 dan diperbaharui dengan PMK No. 2/PMK.03/2010 dan SE No. 9/PJ/2010. Yang dicantumkan pada Pasal 6 (1) huruf a angka 7. Tabel IV.9 Penghasilan Tidak Kena Pajak No. Keterangan 3. Perubahan PTKP Sebelum Perubahan Diri Sendiri Rp.13,2 juta Tambahan WP Kawin Rp. 1,2 juta Tambahan Istri Bekerja Rp.13,2 juta Tambahan Tanggungan Rp. 1,2 juta (Maksimal 3 orang) Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Sesudah Perubahan Diri Sendiri Rp.15,84 juta Tambahan WP Kawin Rp. 1,32 juta Tambahan Istri Bekerja Rp.15,84 juta Tambahan Tanggungan Rp. 1,32 juta (Maksimal 3 orang Perubahan PTKP tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan adanya perkembangan ekonomi di Indonesia. Perubahan ini juga bertujuan untuk mengangkat pengaturan PTKP dari KMK No. 137/PMK.03/2005 menjadi UU No. 36/2008 pada Pasal 7 (1). Tabel IV.10 Perubahan Tarif Pajak penghasilan No. Keterangan 4. Perubahan Tarif Pajak pada Wajib Pajak Orang Pribadi Sebelum Perubahan -S.d 25jt. ->25jt.-50jt ->50jt.-100jt ->100jt.-200jt. 5% 10% 15% 25% Sesudah Perubahan S.d 50jt. ->50jt.-250jt. ->250-500jt. ->500jt. 5% 15% 25% 30% 50 ->200jt 35% Tarif tertinggi PPh OP sebesar 35% turun menjadi 30% pada tahun pajak 2009. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan tarif WP OP ini dimaksudkan untuk menurunkan tarif tertinggi PPh WP OP dapat diturunkan, yang disesuaikan dengan adanya penurunan tarif PPh Badan. Diharpakan dengan adanya penurunan tarif PPh ini akan lebih dapat meningkatkan daya saing negara Indonesia terhadap negara-negara lain dalam menari investor asing. Yang dicantumkan dalam Pasal 17 (1) huruf a. Tabel IV.11 Perubahan tarif Pajak Penghasilan No. Keterangan 4. Perubahan Tarif Pajak pada Wajib Pajak Badan Sebelum Perubahan -S.d 50jt. 10% ->50jt.-100jt. 15% ->100jt. 30% Sesudah Perubahan -Tarif Tunggal 30% -Diturunkan menjadi 28% pada tahun 2009, dan menjadi 25% pada tahun 2010. -Untuk WP Badan Masuk Bursa diberikan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku. -WP badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka memperoleh penurunan tarif sebesar 5% dari tarif WP badan yang berlaku sepanjang memenuhi syarat. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan tarif PPh Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal dimaksudkan untuk menerapkan prinsip netralitas dan prinsip kesederhanaan serta mengikuti pekembangan perubahan tarif PPh negara lain. 51 Perubahan tarif ini diharapkan akan lebih meningkatkan daya saing negara Indonesia terhadap negara-negara lain dalam menarik investor asing dan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa, sehingga akan meningkatkan good corporate covernance. Sedangkan penurunan tarif sebesar 5% pada WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang memenuhi syarat paling sedikit 40% kepemilikan saham disetor dan diperdagangkan di BEI. Penurunan tarif PPh ini diharapkan akan lebih meningkatkan jumlah perseroan terbuka yang ikut serta aktif dalam kegiatan Bursa Efek Indonesia sehingga meningkatkan peranan pasar modal Indonesia sebagai sumber pembiayaan usaha. Tabel IV.12 Pembedaan Tarif Pemotongan/Pemungutan No. Keterangan 5. Tarif Pemotongan/ Pemungutan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan Jenis Pot/Put (Non NPWP) PPh 21 20% lebih tinggi PPh 22 100% lebih tinggi PPh 23 100% lebih tinggi Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan ini dimaksudkan dengan adanya pengenaan tarif PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak ber-NPWP bertujuan untuk mendorong WP tersebut mendaftarkan dan memiliki NPWP. 52 Tabel IV.13 Pembedaan Tarif Pemotongan/Pemungutan No. Keterangan 5. Ketentuan Saat Terutang PPh Pasal 23/26 Sebelum Perubahan -Ketentuan Saat Terutang PPh Pasal 23/26 pada saat dibebankan dalam pembukan. Sesudah Perubahan -Ketentuan Sat Terutang PPh Pasal 23/26 menjadi saat dibayarkan, serta saat pembayaran telah jatuh tempo. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan ini dimaksudkan bahwa pengakuan beban biaya dalam pembukuan, tidak menjadikan timbulnya kewajiban pembayaran atau hak atas suatu penghasilan. Tabel IV.14 Pembedaan Tarif Pemotongan/Pemungutan No. Keterangan 5. Perluasan Objek PPh Pasal 22 Sebelum Perubahan -Bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang; -Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Sesudah Perubahan Diusulkan Tambahan: -Wajib Pajak tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. -Besarnya batasan barang tergolong sangat mewah dan tarif PPh Pasal 22 sedang dalam proses pembahasan. Perubahan ini dimaksudkan bahwa pembelian barang yang tergolong sangat mewah, mencerminkan potensi kemampuan ekonomis yang sangat besar. Besarnya batasan barang tergolong sangat mewah dan tarif PPh Pasal 22 sedang dalam proses pembahasan. Ketentuan ini diatur dalam PMK No. 253/PMK.03/2008. 53 Tabel IV.15 Pembedaan Tarif Pemotongan/Pemungutan No. Keterangan 5. Perubahan Tarif PPh Pasal 23 Sebelum Perubahan Semula semua tarif disamaratakan hanya 15%. Sesudah Perubahan Diubah menjadi sebagai berikut: -15% dari peredaran bruto atas dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya; -2% dari peredaran bruto atas jasa-jasa seperti sewa, jasa manajemen, jasa. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan keseragaman, dan kesederhanaan dalam pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto, dan sebagian didasarkan pada penghasilan neto. Diharapkan dengan berlakunya tarif PPh yang lebih rendah akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Ketentuan ini diatur dengan PMK No. 244/PMK.03/2008. Tabel IV.16 Fasilitas Perpajakan Bagi UMKM No. Keterangan 6. Fasilitas Perpajakan Bagi UMKM Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan -WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. (Pasal 31E) Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah 54 Perubahan ini dimaksudkan bahwa fasilitas ini diberikan untuk mendukung progam pemerintah dalam pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) , yang diharapkan dapat bersaing di pasar global. Kebijakan ini juga untuk mengurangi beban pajak bagi Wajib Pajak Badan Berbasis UMKM akibat dari penerapan tarif tunggal Badan. IV.2 Analisis Dampak Perubahan Peraturan Pajak Penghasilan Dalam Perencanaan Pajak Pada Periode Tahun 2008, 2009, 2010 Dalam penelitian, penulis memilih objek keuangan perusahaan pada periode 2008, 2009, 2010 karena melihat pada periode tersebut terdapat pergantian peraturan pajak, khususnya pajak penghasilan yaitu perubahan pajak penghasilan dari Peraturan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 menjadi Peraturan Undangundang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008. Antara lain yaitu perubahan tarif pajak. Dengan perubahan Undang-undang Pajak penghasilan dari tarif PPh Badan progresif menjadi tarif tunggal. Tarif tunggal tersebut dimaksudkan sebagai fasilitas kesederhanaan tarif bagi wajib pajak Badan. Kebijakan ini tentu menguntungkan sebagian wajib pajak Badan, tetapi sekaligus juga dirasakan kurang adil bagi sebagian wajib pajak Badan lainnya, utamanya kepada wajib pajak Badan skala kecil. Oleh karena itu, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan bagi wajib Badan berskala kecil, yaitu UMKM dengan pemberian fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal untuk peredaran bruto samapai dengan Rp. 4,8 miliar. Pengenaan tarif pajak akan sangat berpengaruh pada jumlah pajak terutang yang didapat oleh wajib pajak. 55 Pada perubahan peraturan tersebut dapat dilihat terjadi perubahan tarif pajak penghasilan Badan dari pengenaan Tarif Progresif menjadi pengenaan Tarif Tunggal (tarif berlaku surut). Penulis membandingkan keuangan perusahaan selama tiga tahun berturut-turut, untuk melihat seberapa besar dampak yang terjadi, kaitannya dengan adanya perubahan peraturan pajak yang terjadi pada periode tahun tersebut. Perbandingan jumlah pajak terutang pada periode tahun 2008-2010, penulis jabarkan sebagai berikut. Tabel IV.17 Perbandingan Laporan Laba Rugi 2008 Tahun 2009 2010 Total Penjualan Bersih 4.620.819.160 4.853.292.444 8.923.884.767 Total Harga Pokok Penjualan 3.840.856.795 3.836.208.538 7.671.383.272 Laba (Rugi) Kotor 779.962.365 1.017.083.906 1.252.501.495 Total Beban Operasional 632.619.185 729.663.448 872.026.752 Laba (Rugi) Usaha 147.343.180 287.420.458 380.474.743 7.553.637 8.743.070 7.503.863 Laba (Rugi) Sebelum Pajak 154.896.817 Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah 296.163.528 387.978.606 Keterangan Total Pendapatan Lain Atas kebijakan perubahan tarif PPh Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal yang diikuti dengan pemberian fasilitas berupa pengurangan tarif PPh atas peredaran bruto sebesar 50% dari tarif normal, berdampak positif bagi PT. BNU sebagai perusahaan skala menengah yang memanfaatkan pemberian fasilitas tersebut dengan meningkatnya peredaran bruto perusahaan 2x lipat dari tahun sebelumnya. 56 IV.2.1 Analisis Perubahan Tarif Pajak Tahun 2008 dan 2009 Tabel IV.18 Analisis Perbandingan Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Tahun Keterangan 2008 Laba/Rugi Komersial 2009 154.896.817 296.163.528 Total Fikal Positif 36.841.650 14.859.500 Total Fiskal Negatif (7.553.637) (8.743.070) 184.184.830 302.279.958 Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang (Tarif) 10%,15%,30% 28% 10% x 50.000.000 I.4.800.000.000: 4.853.292.444 15% x 50.000.000 x 302.279.000 = 298.959.771 30% x 84.184.000 II. 302.279.000-298.959.000 = 3.320.000 (50% x 28%) x 298.959.000 28% x 3.320.000 Jumlah Pajak Terutang Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah 37.755.200 42.783.860 Dari data diatas, dapat dikatakan bahwa perubahan tarif pajak Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal sangat berpengaruh pada jumlah pajak terutang yang diperoleh perusahaan pada periode tahun 2008 ke tahun 2009. Perubahan tersebut juga dikarenakan adanya pengenaan fasilitas perpajakan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang diatur dalam undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 31E. 57 Jika pada tahun 2009 dikenakan tarif progresif, maka pajak terutang yang didapat pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: PKP: Rp. 302.279.000 10% x Rp. 50.000.000 15% x Rp. 50.000.000 30% x Rp. 202.279.000 Rp. 73.183.700 Berdasarkan perhitungan diatas, tentu jumlah pajak terutang angka lebih tinggi (tarif progresif) bila dibandingkan dengan pengenaan tarif pajak tunggal dan fasilitas perpajakan pengurangan tarif 50% dari tarif normal bagi UMKM. Dengan perubahan kebijakan diatas, perusahaan dapat memperoleh penurunan jumlah pajak yaitu, Rp. 73.183.700 – Rp. 42.783.860 = Rp. 30.399.840,-. Artinya perusahaan dapat tax saving hampir sekitar 50% dari pengenaan tarif PPh sebelumnya. Sehingga berdampak positif pada perolehan bruto usaha ditahun berikutnya. Perubahan tarif PPh yang disertai dengan penurunan tarif PPh secara bertahap, membuat PT. BNU melakukan perencanaan laporan keuangannya ulang, yaitu dengan melakukan pengakuan pendapatan peredaran bruto usaha diakhir tahun 2009 dipindahkan pengakuan pendapatannya ke awal tahun 2010. Hal ini untuk melakukan tax saving atas penurunan tarif PPh secara bertahap, 28% menjadi 25%. Artinya perusahaan dapat meminimalkan beban pajak sebesar 3% yang dapat membantu cash flow perusahaan nantinya. 58 IV.2.2 Analisis Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Tahun 2009 dan 2010 Tabel IV.19 Analisis Perbandingan Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Tahun Keterangan 2009 296.163.528 2010 387.978.606 Total Fikal Positif 14.859.500 32.191.200 Total Fiskal Negatif (8.743.070) (7.503.863) 302.279.958 412.665.943 Laba/Rugi Komersial Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang (Tarif) 28% 25% I.4.800.000.000:4.853.292.444 I.4.800.000.000:8.923.884.77 x 302.279.000 = 298.959.771 x 412.665.943 = 221.965.722 II. 302.279.000 - 298.959.000 II. 412.665.943 - 221.965.722 = 3.320.000 = 190.700.220 (50% x 28%) x 298.959.000 28% x 3.320.000 (50% x 25%) x 221.965.722 25% x 190.700.200 Jumlah Pajak Terutang Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah 42.783.860 75.420.625 Perubahan peraturan perpajakan atas tarif pajak Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, melalui dua tahap penurunan yaitu pada tahun 2009 pengenaan tarif pajak berlaku diberlakukan tarif tunggal sebesar 28%, sedangkan pada tahun 2010 sampai tahun ini turun menjadi 25%. Perubahan tarif pajak tunggal diseimbangkan dengan pemberian fasilitas perpajakan sebesar 50% dari tarif normal bagi UMKM. 59 Meskipun terjadi penurunan tarif tunggal pada tahun 2009 ke tahun 2010, jumlah pajak terutang antara tahun 2009 dengan 2010 terdapat perbedaan jumlah yang sangat jauh yang disebabkan oleh adanya kenaikan penghasilan bruto pada tahun 2010 yaitu kenaikannya hampir sebesar 50% dari tahun 2009. Jika pada tahun 2010 pengenaan tarif tunggal sebesar 28%, maka jumlah pajak terutang akan sedikit lebih besar, yaitu: PKP I (RP. 4.800.000.000 : Rp. 8.923.884.767) x Rp. 412.665.943= Rp. 221.965.722 PKP II Rp. 412.665.943 – Rp. 221.665.772 = Rp. 190.700.220 Tarif Pajak: I. (28% x 50%) x Rp. 221.965.000 = Rp. 31.075.100 II. 28% x Rp. 190.700.000 = Rp. 53.396.000 = Rp. 84.471.100 Dari perhitungan diatas, jumlah pajak terutang tahun 2010 lebih tinggi jika dikenakan tarif tarif tunggal sebesar 28%, dibandingkan pengenaan tarif tunggal sebesar 25%. Terlebih melihat dari kenaikan penghasilan bruto pada tahun 2010, di pihak perusahaan diuntungkan atas penurunan tarif PPh badan. Penurunan tarif PPh Badan, yaitu Rp. 84.471.100 – Rp. 75.420.625 = Rp. 9.050.475,-. Sehingga perusahaan masih dapat tax saving. Maka dapat disimpulkan atas perbandingan perubahan tarif diatas, mempunyai dampak positif dan negatif bagi Pemerintah dan Perusahaan yaitu: 1. Pihak Pemerintah Meskipun kebijakan Pemerintah yang menurunkan tarif pajak penghasilan dari tarif progresif ke tarif tunggal berdampak pada penurunan pendapatan negara atas pajak, tetapi kebijakan ini di respon dengan baik oleh wajib pajak Badan 60 yang dikuti dengan naiknya penghasilan bruto yang dapat meningkatkan daya saing sektor ekonomi yang sehat bagi perusahaan, khususnya bagi UMKM. 2. Pihak Perusahaan Kebijakan Pemerintah yang merubah tarif pajak penghasilan Badan dari tarif pajak progresif menjadi tarif tunggal, sangat membantu perekonomian perusahaan untuk mengembangkan kegiatan usahanya dan berdampak pada adanya peningkatan pendapatan perusahaan. Tarif tunggal pajak penghasilan Badan terbukti sangat efektif diterapkan untuk menghemat jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak, bila dibandingkan pengenaan tarif progresif yang akan menyebabkan jumlah pajak terutang akan lebih besar. Pengenaan perubahan tarif tunggal ini akan dirasakan tidak adil bagi perusahaan yang berskala menengah apabila tidak diberikan fasilitas perpajakan sebesar 50% dari tarif normal yang betujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi, sehingga secara garis besar penerimaan negara dari sektor pajak pada akhirnya akan meningkat. Tetapi perubahan tarif tunggal yang disertai fasilitas perpajakan tersebut tidak berpengaruh positif dan dirasakan kurang adil bila kebijakan ini diterapkan kepada perusahaan kecil (WPOP). Hal ini dapat dilihat dari analisa sederhana dibawah ini. Perusahaan Skala Kecil : PKP < Rp. 100.000.000,- yang sebelumnya bila dikenakan tari PPh tarif progresif hanya sekitar 7,5%, ((5%+15%)/2) tetapi bila diterapkan ke tarif tunggal akan meningkat sekitar 12,5%. 61 IV.3 Evaluasi Rekonsiliasi Fiskal PT. BNU Tahun 2008, 2009, 2010 Tabel IV.20 Rekonsiliasi Fiskal Wajib Pajak Keterangan Tahun 2008 Koreksi Penjualan Retur Penjualan Penjualan Bersih Komersial 4.636.319.160 15.500.000 4.620.819.160 Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan 854.255.896 4.070.759.496 4.925.015.392 1.084.158.598 3.840.856.795 854.255.896 4.070.759.496 4.925.015.392 1.084.158.598 3.840.856.795 Laba (Rugi) Kotor 779.962.365 779.962.365 Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet Biaya Transportasi Biaya Keperluan Kantor Biaya ATK Biaya Pos & Materai Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan dan Minuman Biaya Jamuan Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya PPh Pasal 21 Biaya Lain-Lain Biaya PBB & Asuransi 412.228.900 20.000.000 8.608.181 7.065.281 2.340.000 68.107.750 23.207.200 4.482.300 3.022.500 89.700 8.457.000 6.027.000 1.417.000 8.172.000 3.460.000 26.155.650 1.242.000 2.579.838 412.228.900 20.000.000 8.608.181 7.065.281 2.340.000 68.107.750 23.207.200 4.482.300 3.022.500 89.700 8.457.000 8.172.000 3.460.000 2.579.838 (6.027.000) (1.417.000) (26.155.650) (1.242.000) Fiskal 4.636.319.160 15.500.000 4.620.819.160 62 Biaya Perijinan Biaya Administrasi Bank Biaya PPh Pasal 4 Ayat 2 Biaya Depresiasi Total Beban Operasional 9.500.000 870.000 2.000.000 13.586.885 632.619.185 Laba (Rugi) Usaha 147.343.180 Pendapatan (Beban) Lain-lain: Pendapatan Bunga Bank Pajak Bunga Bank Total Pendapatan Lain 9.442.047 1.888.409 7.553.637 (2.000.000) 9.500.000 870.000 13.586.885 595.777.535 184.184.830 (9.442.047) (1.888.409) (7.553.637) Laba (Rugi) Sebelum Pajak 154.896.817 Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah 184.184.830 Tabel IV.21 Rekonsiliasi Fiskal Wajib Pajak Keterangan Tahun 2009 Koreksi Penjualan Komersial 4.853.292.444 Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan 1.084.158.598 4.090.707.856 5.174.866.454 1.338.657.915 3.836.208.538 1.084.158.598 4.090.707.856 5.174.866.454 1.338.657.915 3.836.208.538 Laba (Rugi) Kotor 1.017.083.906 1.017.083.906 562.700.000 22.000.000 8.526.789 5.841.524 2.400.000 562.700.000 22.000.000 8.526.789 5.841.524 2.400.000 Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet Fiskal 4.853.292.444 63 Beban Transportasi Biaya Keperluan Kantor Biaya ATK Biaya Pos & Materai Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan dan Minuman Biaya Jamuan Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya Kuli Biaya Lain-Lain Biaya PBB Biaya Administrasi Bank Biaya PPh Pasal 4 Ayat 2 Biaya Depresiasi Total Beban Operasional 58.610.600 23.844.750 5.127.325 2.199.500 750.100 1.507.400 8.126.000 2.542.500 8.353.000 1.692.500 971.500 1.991.000 405.306 1.101.500 2.200.000 8.772.154 729.663.448 Laba (Rugi) Usaha 287.420.458 Pendapatan (Beban) Lain-lain: Pendapatan Bunga Bank Pajak Bunga Bank Total Pendapatan Lain 10.928.837 2.185.767 8.743.070 Laba (Rugi) Sebelum Pajak 296.163.528 Sumber: Bagian Keuangan PT.BNU, diolah (8.126.000) (2.542.500) (1.991.000) (2.200.000) 58.610.600 23.844.750 5.127.325 2.199.500 750.100 1.507.400 8.353.000 1.692.500 971.500 405.306 1.101.500 8.772.154 714.803.948 302.279.958 (10.928.837) (2.185.767) (8.743.070) 302.279.958 64 Tabel IV.22 Rekonsiliasi Fiskal Wajib Pajak Keterangan Akun Tahun 2010 Koreksi Penjualan Komersial 8.923.884.767 Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan 1.338.657.915 8.156.732.633 9.495.390.548 1.824.007.277 7.671.383.272 1.338.657.915 8.156.732.633 9.495.390.548 1.824.007.277 7.671.383.272 Laba (Rugi) Kotor 1.252.501.495 1.252.501.495 646.100.000 22.000.000 10.466.364 5.836.058 2.700.000 20.000.000 65.913.200 33.869.300 4.387.745 3.892.300 453.600 2.225.500 9.397.700 18.677.000 9.725.000 3.206.500 988.000 1.916.500 402.500 1.602.500 2.200.000 6.066.985 646.100.000 22.000.000 10.466.364 5.836.058 2.700.000 20.000.000 65.913.200 33.869.300 4.387.745 3.892.300 453.600 2.225.500 9.725.000 3.206.500 988.000 402.500 1.602.500 6.066.985 Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet Biaya Konsultan Biaya Transportasi Biaya Keperluan Kantor Biaya ATK Biaya Pos & Materai Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan dan Minuman Biaya Jamuan Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya Kuli Biaya Lain-Lain Biaya PBB Biaya Administrasi Bank Biaya PPh Pasal 4 Ayat 2 Beban Depresiasi (9.397.700) (18.677.000) (1.916.500) (2.200.000) Fiskal 8.923.884.767 65 Total Beban Operasional 872.026.752 839.835.552 Laba (Rugi) Usaha 380.474.743 412.665.943 Pendapatan (Beban) Lain-lain Pendapatan Jasa Giro Pajak Jasa Giro Total Pendapatan Lain 9.379.829 1.875.966 7.503.863 Laba (Rugi) Sebelum Pajak 387.978.606 Sumber: Bagian Keuangan PT.BNU, diolah (9.379.829) (1.875.966) (7.503.863) 412.665.943 Berdasarkan rekonsiliasi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan atas laporan laba rugi yang dikenakan koreksi fiskal, baik koreksi fiskal positif maupun fiskal negatif, penulis jelaskan sebagai berikut: a. Koreksi Fiskal Positif 1. Biaya PPh 21 Sesuai dengan Peraturan Perpajakan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 bahwa Pajak Penghasilan tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto kecuali Pajak Bumi dan Bangunan. PT. BNU mengalokasikan biaya PPh Pasal 21 ke beban perusahaan pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp.26.155.650,-. Oleh karena itu biaya PPh Pasal 21 harus dikoreksi fiskal positif. 2. Biaya PPh Pasal 4 (2) Atas penyewaan tempat, PT.BNU dikenakan pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Sesuai dengan Peraturan Pajak Penghasilan Undang-undang No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 2 huruf d, bahwa persewaan tanah dan/atau 66 bangunan dikenakan pajak besrsifat final. Rincian jumlah pemungutan pajak adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp. 2.000.000,- Tahun 2009 : Rp. 2.200.000,- Tahun 2010 : Rp. 2.200.000,Beban ini dikoreksi fiskal positif karena beban pajak penghasilan kecuali Pajak Bumi dan Bangunan tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto. 3. Biaya Makanan dan Minuman PT. BNU melakukan koreksi fiskal positif pada beban makanan dan minuman sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp. 6.027.000,- Tahun 2009 : Rp. 8.126.000,- Tahun 2010 : Rp. 9.397.700,Peusahaan perlu melakukan koreksi positif karena pengeluaran biaya ini jika dilihat dari sisi perpajakan, biaya ini tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto karena jika tidak disertai bukti berupa daftar nominatif dikoreksi sebagai pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan oleh pemberi kerja. Sesuai dengan Peraturan Pajak Penghasilan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 huruf e, Menurut penulis biaya, ini tidak perlu dilakukan koreksi fiskal positif karena penyedian makanan dan minuman bagi seluruh pegawai dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto jika disertai dengan daftar nominatifnya. 67 4. Biaya Jamuan Biaya Entertaiment berupa biaya jamuan makan yang diberikan kepada para mitra kerja dan klien-klien perusahaan. Perusahaan perlu melakukan koreksi positif karena perusahan tidak menyertakan bukti berupa daftar nominatif, sehingga biaya ini tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto. Adapun rincian jumlah biaya jamuan periode tahun 2008-2010 adalah sebagi berikut: - Tahun 2008 : Rp. 1.417.000,- Tahun 2009 : Rp. 2.542.500,- Tahun 2010 : Rp. 18.667.000,5. Biaya Lain-lain PT. BNU melakukan koreksi fiskal positif atas biaya lain-lain dengan jumlah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp. 1.242.000,- Tahun 2009 : Rp. 1.991.000,- Tahun 2010 : Rp. 1.916.500,Biaya lain-lain perlu dilakukan koreksi positif karena pengeluaran biaya ini merupakan biaya non-operasional perusahaan. Biaya dapat dijadikan biaya fiskal (deductible expense), apabila biaya tersebut jika didukung dengan bukti yang kuat yaitu berupa daftar nominatifnya. Maka agar biaya lain-lain tidak masuk ke koreksi fiskal positif, PT. BNU harus menyertakan buktibukti secara formal atas biaya tersebut sehingga biaya lain-lain dapat dijadikan sebagai beban fiskal. 68 b. Koreksi Fiskal Negatif 1. Pendapatan Bunga Bank/Jasa Giro Pendapatan lain-lain yaitu yang berupa pendapatan bunga bank ataupun pendapatan jasa giro, harus dilakukan koreksi fiskal negatif karena pendapatan tersebut merupakan objek pajak penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 4 (2) yang bersifat final dengan tarif sebesar 20% yang dipotong langsung oleh bank. Sesuai dengan Peraturan Undang-undang Perpajakan No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 2 Huruf a bahwa pendapatan berupa bunga bank dan jasa giro merupakan pendapatan pajak final. Pengenaan koreksi negatif ini dimaksudkan agar tidak terjadi pengenaan pajak secara berganda. Adapun koreksi fiskal negatif pada pendapatan lain-lain periode tahun 20082010 adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp. 7.553.637,- Tahun 2009 : Rp. 8.743.070,- Tahun 2010 : Rp. 7.503.863,Secara keseluruhan Koreksi Positif dan Koreksi Negatif yang dilakukan oleh perusahaan dalam rekonsiliasi fiskal sudah sesuai dengan Peraturan Pajak Penghasilan Undang-undang No.36 Tahun 2008. Tetapi setelah penulis melakukan evaluasi kembali terhadap rekonsiliasi fiskal perusahaan, penulis menemukan koreksi lebih dalam rekonsiliasi fiskal tersebut sebagai berikut. 69 a. Koreksi Positif 1. Biaya Pemeliharan Aktiva Biaya ini dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai perbaikan aktiva perusahaan seperti Komputer, mesin Tik dan lain-lain serta pembelian suku cadang kendaraan perusahaan. Penulis melakukan koreksi pada biaya perbaikan dan pembelian suku cadang kendaraan motor perusahaan pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp.8.457.000. Karena biaya pemeliharaan ini, pengakuan biayanya dicampur dengan perbaikan kendaraan motor yang dimiliki oleh salah satu karyawan tertentu, atas jasanya. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 220/PJ/2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas kendaraan perusahaan yang dikeluarkan untuk pegawai tertentu karena pekerjaan atau jabatannya hanya dapat diakui pengeluaran perbaikan hanya sebesar 50%. Biaya ini harus dipisahkan dan dikoreksi sebesar 50% pada pengeluaran perbaikan kendaraan motor. Karena keterbatasan penulis dalam memperoleh data yang akurat dalam pengeluaran biaya ini (etika dalam melampirkan bukti transaksi tersebut), maka penulis tidak dapat menjabarkan berapa besar biaya tersebut di koreksi sebesar 50%. 2. Biaya Rekening Telepon Atas evaluasi ini, penulis melihat selisih antara jumlah angka yang tertera di rekening telepon dengan jumlah angka yang dimasukkan ke dalam laporan laba rugi. Penulis melakukan wawancara dengan pihak manajemen tetapi 70 pihak manajemen tidak memberi jawaban yang relevan tentang selisih angka tersebut. Disini penulis mengasumsikan bahwa selisih angka tersebut dikarenakan jumlah biaya rekening telepon digabungkan dengan biaya pulsa telepon salah satu pihak karyawan yaitu bagian salesman. Bagian penjualan menggunakan biaya pulsa telepon ini digunakan untuk komunikasi dengan para klien/mitra perusahaan jika tidak sedang dikantor. Biaya pulsa telepon ini termasuk deductable expense tetapi perlakuan pengeluaran biaya ini hanya sebesar 50% saja. Selisih biaya rekening dengan biaya pulsa telepon adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp. 1.320.000,- Tahun 2009 : Rp. 1.020.000,- Tahun 2010 : Rp. 1.200.000,Biaya pulsa telepon selular tersebut harus dikoreksi sebesar 50%. Ketentuan biaya ini diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 220/PJ/2002 tentang perlakuan PPh atas biaya pemakaian pulsa telepon selular. 3. Biaya Promosi Untuk Memperkenalkan dan memperlancar setiap penjualan produk-produk mesinnya, PT.BNU setiap tahunnya mengeluarkan biaya penjualan seperti, biaya pemasangan iklan, potongan harga-harga produk tertentu, serta pemberian sampel produk uji coba. Sesuai dengan Peraturan Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 bahwa biaya pengeluaran biaya promosi tidak dapat dijadikan biaya fiskal (tidak tercantum pada Pasal 6). 71 Tetapi mulai tahun 2009 biaya fiskal ini dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto bila pengeluarannya disertai bukti daftar nominatif. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan, PMK-104/PMK.03/2009 tentang biaya promosi yang dapat dijadikan biaya fiskal. Peraturan ini diperkuat dengan penambahan Pasal 6 (1) huruf a angka 7 dalam Peraturan UU No. 36 Tahun 2008. Tetapi Pada biaya ini, penulis melihat grey area pada peraturan UU PPh. Biaya promosi dan penjualam dapat dikategorikan dalam 3M (Mendapatkan, Menagih , dan Memelihara Penghasilan) jadi biaya penjualan dan promosi itu artinya deductable expense. Pada perubahan peraturan diatas, penulis mengartikan itu sebagai pemerjelas aturan yang ada sebelumnya, yang pengeluaran biaya promosi dan penjualan harus disertai dengan bukti daftar nominatif. Karena pengeluaran biaya ini berbentuk tidak sama, tergantung dengan suatu bidang usaha perusahaan. Jadi untuk tahun berikutnya perusahaan harus menyertakan daftar nominatif dalam pengeluaran biaya ini. Rincian jumlah biaya promosi periode tahun 2008-2010 adalah sebagai berikut: - Tahun 2008: Rp. 8.172.000,- Tahun 2009: Rp. 8.353.000,- Tahun 2010: Rp. 9.725.000,4. Biaya Gaji Pegawai Pada biaya gaji pegawai untuk tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 412.228.900,merupakan biaya gaji yang sudah ditambahkan dengan tunjangan pajak 72 sebesar Rp. 21.578.900,-. Tetapi setelah dilakukan evaluasi kembali, perhitungan tunjangan pajak tersebut salah hitung. Disini penulis terlebih dahulu akan memisahkan perhitungan gaji pegawai sebelum ditambah tunjangan pajak yaitu sebesar Rp. 390.650.000,-. Pada subbab selanjutnya penulis akan menghitung jumlah tunjangan pajak menggunakan metode gross up yang benar. Atas evaluasi kembali yang dilakukan oleh penulis pada rekonsiliasi fiskal PT. BNU, maka penulis akan membandingkan rekonsiliasi fiskal yang telah dilakukan koreksi kembali yang akan dijabarkan sebagai berikut. Tabel IV.23 Perbandingan Rekonsiliasi Fiskal yang Telah Dikoreksi Keterangan Rekonsiliasi Wajib Pajak Sebelum Dikoreksi Rekonsiliasi Wajib Pajak Sesudah Dikoreksi 2008 Tahun 2009 2010 184.184.830 302.279.958 412.665.943 206.423.730 Naik Dampak Yang Terjadi 22.238.900 Sumber: Rekonsiliasi Fiskal PT.BNU, diolah 302.789.958 Naik 510.000 413.265.943 Naik 600.000 Dari tabel diatas dapat disimpulkan, bahwa terdapat penambahan Penghasilan Neto Fiskal akibat dari adanya penambahan koreksi fiskal positif pada periode 20082010. Dengan adanya peningkatan laba fiskal tersebut maka secara langsung akan menambah perolehan jumlah pajak. 73 IV.4 Penerapan Perencanaan Pajak Yang Dapat Dilakukan Untuk Meminimalkan Beban Pajak Atas evaluasi yang dilakukan oleh penulis, penerapan perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT. BNU belum dilakukan secara maksimal. Hal ini diantara lain dapat dilihat dari rekonsiliasi fiskal atas laporan laba ruginya. Penulis akan membuat perencanaan pajak yang baru dan memberikan alternatif-alternatif perencanaan pajak yang dapat diterapkan oleh perusahaan sehingga beban pajak dapat diminimalkan. Misalnya untuk meminimalkan beban pajak dapat dilakukan dengan menerapkan peraturan pajak penghasilan yang terbaru, yang dapat menguntungkan perusahaan yaitu dari beban yang tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto (non deductible expense), dialihkan atau dialokasikan untuk pembayaran lain yang lebih bermanfaat bagi perusahaan dan dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto (deductible expense). Banyak alternatif cara untuk merencanakan pajak secara maksimal, tentunya cara yang dilakukan tidak melanggar Undang-undang perpajakan. Dalam memberikan alternatif perencanaan pajak, penulis sesuaikan dengan keadaan keuangan serta ruang lingkup perusahaan yang akan dijabarkan pada subbab-subbab berikut ini. IV.4.1 Perencanaan Pajak Atas Pajak Penghasilan karyawan PPh Pasal 21 Perencanaan pajak yang dimaksudkan adalah dengan memberikan tunjangan pajak di mana perusahaan tidak dalam kondisi rugi. Karena meskipun tunjangan pajak tersebut dapat dibiayakan (deductible) dalam perhitungan laba rugi fiskal, tetapi penambahan biaya deductible tersebut hanya akan memperbesar kerugian perusahaan saja. 74 Sebelumnya, PT. BNU dalam perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode gross, jika metode perhitungannya berubah menjadi metode gross up, maka dampaknya bagi peningkatan motivasi kerja karyawan sangat positif, karena dengan perubahan kebijakan ini, perusahaan akan memberikan tunjangan beban pajak penghasilan karyawan dan secara tidak langsung perusahaan telah menaikkan gaji karyawan. Dari uraian diatas, maka akan terciptalah suatu win-win solution atas perubahan kebijakan antara pihak perusahaan dengan pihak karyawan. Bagi perusahaan beban pajak keseluruhannya akan turun, sedangkan bagi karyawan take home pay akan lebih besar. Untuk memberikan penjelasan bagaimana perhitungan metode gross up diatas dalam perencanaan pajak PPh Pasal 21, dibawah ini penulis akan membuat perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan rumus gross up pada penghasilan kena pajak karyawan untuk menghitung berapa jumlah tunjangan pajak yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto. Pada subbab ini, penulis juga akan membandingkan rekapitulasi perhitungan PPh Pasal 21 PT. BNU menggunakan rumus gross up. Setelah dilakukan evaluasi oleh penulis, untuk perhitungan PPh Pasal 21 pada tahun 2008, PT. BNU salah dalam menghitung biaya gaji pegawai yang disajikan dalam laporan keuangan. Hal ini berdampak juga dalam melaporkan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Perusahaan membebankan biaya gaji pegawai sebesar Rp. 412.228.900,- diperoleh dari biaya gaji pegawai yang ditambah dengan tunjangan pajak. Tetapi perhitungan jumlah tunjangan pajak yang dilakukan oleh perusahaan salah sehingga mengakibatkan pada pemotongan PPh Pasal 21 pada tahun 2008 tidak tepat. 75 Penulis memisahkan terlebih dahulu penghasilan kena pajak pegawai sebelum ditambah tunjangan pajak dan menghitung ulang tunjangan pajak yang sesuau metode gross up yang benar. Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2008, Metode Gross Up: 1) *H.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 8.241.882 2) *H.Y, Tunjangan Pajak Pasa PPh 21: = 8.241.882 3) *R.M, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 = 8.453.647 4) *A.H, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 76 = 758.105 5) *N.A, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 475.263 6) *R.K, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 377.789 7) *Y.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 247.763 8) *U.P, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 77 = 125.131 *Inisial Nama Pegawai Tabel IV.24 Rekapitulasi Analisis Perbandingan PPh Pasal 21 Pada PT. BNU Tahun 2008 Uraian Ditanggung Pegawai (Metode Gross)** Gaji & Tunjangan Lainnya 390.650.000 Tunjangan PPh Jumlah Penghasilan Bruto 390.650.000 -/- Biaya Jabatan 9.441.000 Penghasilan Neto Setahun 381.209.000 -/- PTKP 127.200.000 Penghasilan Kena Pajak 254.009.000 PPh Pasal 21 Terutang 19.766.050 Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 Yang Dipotong dari Penghasilan Karyawan 19.766.050 Sumber: PPh Pasal 21 PT. BNU, diolah **Hasil Jumlah Perhitungan Seluruh Pegawai Ditanggung Pemberi Kerja (Metode Net)** Metode Gross Up** 390.650.000 390.650.000 9.441.000 381.209.000 127.200.000 254.009.000 19.766.050 - 390.650.000 26.921.462 390.650.000 9.441.000 381.209.000 127.200.000 254.009.000 26.921.462 26.921.462 - - Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009, Metode Gross Up: 1) *H.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 12.272.941 2) *H.Y, Tunjangan Pajak Pasa PPh 21: 78 = 12.272.941 3) *R.M, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 = 12.505.882 4) *A.H, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 2.207.895 5) *N.A, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 336.316 6) *R.K, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 79 = 271.316 7) *Y.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 271.316 *Inisial Nama Pegawai Tabel IV.25 Rekapitulasi Analisis Perbandingan PPh Pasal 21 Pada PT. BNU Tahun 2009 Uraian Ditanggung Pegawai (Metode Gross)** Gaji & Tunjangan Lainnya 562.700.000 Tunjangan PPh Jumlah Penghasilan Bruto 562.700.000 _Biaya Jabatan 26.635.000 Penghasilan Neto Setahun 536.065.000 _PTKP 171.600.000 Penghasilan Kena Pajak 364.465.000 PPh Pasal 21 Terutang 34.426.500 Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 Yang Dipotong dari Penghasilan Karyawan 34.426.500 Sumber: PPh Pasal 21 PT BNU, diolah **Hasil Perhitungan Jumlah Seluruh Pegawai Ditanggung Pemberi Kerja (Metode Net)** Metode Gross Up** 562.700.000 562.700.000 26.635.000 536.065.000 171.600.000 364.465.000 34.426.500 - 562.700.000 40.138.607 562.700.000 26.635.000 536.065.000 171.600.000 364.465.000 40.138.607 40.138.607 - - Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2010, Metode Gross Up: 1) *H.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 80 = 17.177.765 2) *H.Y, Tunjangan Pajak Pasa PPh 21: = 17.177.765 3) *R.M, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 = 17.410.706 4) *A.H, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 2.207.895 5) *N.A, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 81 = 336.316 6) *R.K, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 271.316 7) *Y.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = 271.316 Tabel IV.26 Rekapitulasi Analisis Perbandingan PPh Pasal 21 Pada PT. BNU Tahun 2010 Uraian Ditanggung Pegawai (Metode Gross)** Gaji & Tunjangan Lainnya 646.100.000 Tunjangan PPh Jumlah Penghasilan Bruto 646.100.000 _Biaya Jabatan 26.635.000 Penghasilan Neto Setahun 619.465.000 _PTKP 171.600.000 Penghasilan Kena Pajak 451.992 PPh Pasal 21 Terutang 46.933.800 Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 Yang Dipotong dari Penghasilan Karyawan 46.933.800 Sumber: PPh Pasal 21 PT. BNU, diolah Ditanggung Pemberi Kerja (Metode Net)** Metode Gross Up** 646.100.000 646.100.000 26.635.000 619.465.000 171.600.000 451.992 46.933.800 - 646.100.000 54.853.079 646.100.000 26.635.000 619.465.000 171.600.000 451.992 54.853.079 646.100.000 82 *Inisial Nama Pegawai **Hasil Perhitungan Jumlah Seluruh Pegawai Dari analisis diatas pada periode tahun 2008-2010, memang metode gross up akan memberikan dampak PPh Pasal 21 yang lebih besar bila dibandingkan dengan 2 metode lainnya. Hal ini dapat dilihat dimana perusahan harus memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp. 26.921.462,- (2008), Rp. 40.138.607,- (2009), Rp. 54.853.079,- (2010) dibandingkan metode lainnya (net/gross) yaitu sebesar Rp. 19.766.050,- (2008), Rp. 34.426.500,- (2009), Rp. 46.933.800,-. Tetapi bila dilihat dari segi laporan laba rugi fiskal, perusahaan akan mendapatkan keuntungan dalam pembebanan biaya gaji pegawai karena biaya gaji pegawai yang dihitung dengan menggunakan metode gross up diatas akan lebih besar bila dibandingkan dengan perhitungan metode net/gross. Hal ini secara tidak langsung, perusahaan akan mendapatkan tax saving dimana PPh Badan sekitar 25%, di split ke gaji pegawai dengan tarif pajak pada umunya sekitar 5%. IV.4.2 Perencanaan Pajak Atas PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 1. PPh Pasal 22 Sebagai distributor, PT. BNU mengimpor sendiri kebutuhan barang purna jualnya. Sesuai Peraturan Undang-undang Perpajakan No.36 Tahun 2008 Pasal 22 Impor Barang merupakan objek PPh Pasal 22. Pengenaan Impor juga diatur dalam KMK-254/KMK/.03/2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No. 08/PMK/2008. 83 Karena PT. BNU tidak mempunyai API (angka pengenal impor), maka dalam melakukan impor barang perusahaan menjalin kerjasama dengan perusahaan lain yang mempunyai fasilitas API ini. Hal ini dapat menekan beban PPh Pasal 22 ini sebesar 5% yang tadinya 7,5% (tanpa adanya API) menjadi 2,5%. 2. PPh Pasal 23 PT. BNU melayani jasa pemasangan dan perawatan dari seluruh produkproduknya. Tetapi dalam pelaporan keuangannya perusahaan masih menggabungkan antara penjualan produk, jasa pemasangan, dan jasa perawatan menjadi satu bagian. Yang seharusnya transaksi tersebut dapat dijadikan PT. BNU sebagai kredit pajak PPh Pasal 23 (karena transaksi tersebut akan dipungut pajaknya oleh PKP lain atas kewajiban dalam memotong PPh). Sebagai contoh untuk membuat perencanaan pajak pada PPh Pasal 23, penulis hanya dapat membuat perhitungan pada biaya jasa konsultan pada periode tahun 2010 yaitu sebesar Rp.20.000.000,-. Karena dalam perjanjian nilai transaksi Rp. 20.000.000,- sudah termasuk pajak dan atas transaksi ini perusahaan harus memotong PPh Pasal 23 maka perusahaan dapat menaikkan harga perolehan transaksi tersebut dengan menggunakan metode gross up sebagai berikut. a. Nilai Transaksi pada jasa konsultan Rp. 20.000.000 (20.512.821 – 20.000.000) = Rp. 512.821,- (angka ini dapat dibiayakan sebagai pengurang bruto). Jadi perusahaan membebankan biaya jasa konsultan sebesar Rp. 20.512.821,- sudah termasuk pajak. Keuntungannya bagi perusahaan 84 dapat menjalankan kewajibannya sebagai pemotong pajak dengan benar, sehingga terhindar dari sanksi perpajakan serta membiayakan jumlah biaya yang di mark up itu sebagai deductible expense. Perhitungan gross up pada PPh Pasal 23 sebesar 97,5% diperoleh dari tarif jasa profesional orang pribadi yaitu 50% x 5% (5% merupakan tarif progresif PPh Pasal 21 dari pengenaan Dasar Pengenaan Pajak atas transaksi sebesar Rp. 20.000.000,-), sedangkan 50% merupakan tarif jasa profesional orang pribadi. IV.4.3 Maksimalkan Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan Dengan Penghasilan Bruto dan Percepat Pembebanan Biaya Dalam pembukuan perusahaan, seringkali menggunakan istilah-istilah yang kurang tepat untuk biaya-biaya tertentu sehingga pada waktu dilakukan oleh pemeriksaan oleh fiskus biaya-biaya tersebut dapat dikoreksi positif dan tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto. Disamping itu perusahaan juga kurang cermat dengan tidak mencantumkan bukti formal berupa daftar nominatifnya saat penyampaian SPT, sehingga biaya-biaya tersebut tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto. Selanjutnya wajib pajak Badan, pada akhir tahun fiskal harus melakukan evaluasi untuk melihat apakah ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Dengan cara-cara diatas secara langsung akan dapat meminimalkan beban pajak tahun berjalan. Dibawah ini adalah biaya-biaya pada PT.BNU yang dapat dimaksimalkan dalam perencanaan pajaknya. 85 1. Biaya Makanan dan Minuman Dari evaluasi yang telah penulis lakukan sebelumnya, perusahaan memasukkan biaya makanan dan minuman yang diberikan untuk karyawan ke dalam koreksi fiskal positif. Menurut penulis hal ini perusahaan tidak perlu memasukkan biaya tersebut kedalam koreksi fiskal positif karena sesuai dengan Peraturan Undangundang Perpajakan No.36 Tahun 2008 Pasal 9 Ayat 1 Huruf biaya makanan dan minuman yang diberikan untuk seluruh karyawan dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto. Dengan ketentuan perusahaan harus menyertakan bukti nominatif untuk keperluan biaya tersebut. Maka untuk meminimalkan beban pajak yang diperoleh dan memaksimalkan perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk tahun berikutnya pada biaya ini, perusahaan tidak perlu melakukan koreksi fiskal. Dengan menggunakan jasa catering, merupakan cara untuk menyakinkan fiskus dalam pembebanan biaya ini sebagai biaya fiskal. Adapun rincian jumlah biaya makanan dan minuman pada periode tahun 2008-2010 adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp. 6.027.000,- Tahun 2009 : Rp. 8.126.000,- Tahun 2010 : Rp. 9.397.700,2. Biaya Penyusutan Adanya perbedaan timing different antara menurut akuntansi (PSAK) dan menurut Perpajakan (Fiskal) menyebabkan perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban. Salah satunya pengakuan beban penyusutan. Perbedaan ini pula menyebabkan perhitungan beban penyusutan antara keduanya 86 mempunyai perbedaan metode Sehingga perusahaan harus tepat dalam memilih metode mana yang akan digunakan nantinya digunakan untuk menghitung beban penyusutan. PT. BNU menggunakan metode penyusutan saldo menurun. Dengan asumsi perusahaan sedang mengalami kenaikan laba yang menghasilkan penghasilan kena pajak tinggi. Dengan begitu menggunakan metode saldo menurun lebih efektif. 3. Biaya Jamuan Biaya ini dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto dan tidak dikoreksi positif apabila pengeluaran biaya ini didukung dengan daftar nominatif sesuai format perpajakan. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 tentang biaya Entertaiment dan Sejenisnya. Ditegaskan bahwa biaya entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Tentu perusahaan wajib membuat bukti berupa daftar nominatif yang nantinya dilampirkan wajib pajak dalam penyampaian SPTnya. Untuk Rincian jumlah biaya inipada periode tahun 20082010 adalah sebagai berikut: - Tahun 2008: Rp. 1.417.000,- Tahun 2009: Rp. 2.542.500,- Tahun 2010: Rp. 18.677.000,Dibawah ini merupakan contoh lampiran format daftar nominatif untuk biaya entertaiment berisi sebagai berikut: a. Nomor urut. 87 b. Tanggal "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. c. Nama tempat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. - Alamat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. - Jenis "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. - Jumlah (Rp) "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. d. Relasi usaha yang diberikan "entertainment" dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas berisi : - Nama - Posisi - Nama perusahaan - Jenis usaha 4. Biaya Promosi Untuk menghindari biaya ini dikoreksi positif oleh fiskus dalam setiap pengeluaran biaya ini harus dibuat bukti formal berupa daftar nominatif agar pengeluaran biaya ini dapat menyakinkan fiskus sebagai biaya fiskal. Biaya ini dapat dibiayakan, dengan syarat disertai lampiran daftar nominatif. Berikut ini adalah contoh lampiran daftar nominatif biaya promsi yang harus dipenuhi perusahaan yang berisi: a. Dalam hal promosi diberikan dalam bentuk sample produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok. 88 b. Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan besarnya biaya yang dikeluarkan. 5. Biaya Lain-lain Biaya lain-lain dikoreksi fiskal positif karena biaya ini merupakan biaya nonoperasional perusahaan dan dapat dianggap merupakan pengeluaran perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham atau anggota perusahaan lainnya. Menurut penulis, untuk menghindari biaya ini dikoreksi positif dan supaya biaya ini dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto, jika perusahaan dapat menyertakan bukti formal berupa daftar nomintif biaya-biaya tersebut. Perusahaan harus mengklasifikasikan secara rinci biaya lain-lain ini, dialokasikan ke dalam biaya yang memenuhi ketentuan dengan 3M (mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan). Sehingga biaya lain-lain ini selain dapat bermanfaat bagi perusahaan juga sudah sesuai dengan biaya fiskal yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto (deductible expense). Pada periode tahun 2008-2010 biaya lain-lain adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp. 1.242.000,- Tahun 2009 : Rp. 1.991.000,- Tahun 2010 : Rp. 1.916,500,6. Biaya Konsultan Pajak PT. BNU belum konsisten dalam perencanaan pajaknya, ini dapat dilihat dari penggunaan jasa konsultan pajak profesional. Pada periode tahun 2008-2010 saja, PT. BNU hanya menggunakan jasa konsultan pajak di tahun 2010 yaitu 89 sebesar Rp. 20.000.000,-. Penggunaan jasa konsultan pajak pada wajib pajak sangat penting karena berfungsi sebagai penyuluh antara wajib pajak dengan fiskus. Biaya ini dapat dipercepat pembebanan biayanya pada akhir tahun fiskal. Jasa konsultan merupakan objek PPh Pasal 23, dimana perusahaan mempunyai kewajiban untuk memotong dan melaporkan PPh tersebut pada waktunya. IV.4.4 Penundaan Pengakuan Penghasilan Perencanaan ini dimaksudkan adalah dengan cara menunda beberapa penghasilan dan penghasilan jangka panjang lainnya yang bertujuan untuk mencegah adanya pengakuan penghasilan dari kemungkinan perubahan tarif pajak dan penundaan pembayaran pajak. Sebagai contoh, dengan perubahan UU PPh No. 36 Tahun 2008, ditetapkan tarif PPh sebesar 25% yang berlaku mulai tahun 2010, Sedangkan untuk tahun 2009 tarif PPh Badan adalah sebesar 28%. Hal ini dapat dimaksimalkan perencanaan pajaknya dengan melihat transaksi-transaksi penghasilan apa saja dipenghujung tahun 2009 yang dapat digeser perlakuannya ke tahun 2010 untuk dapat menghemat selisih tarif PPh sebesar 3% yang akan mengurangi beban pajak Badan secara keseluruhan. Pada perencanaan pajak ini, perusahaan telah merencanakan pengenaan pajaknya secara efektif. Hal ini dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang jumlah pengakuan pendapatan tahun 2010, 2x lebih besar daripada pendapatan 2009. 90 IV.4.5 Melakukan dan Melaporkan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Kegiatan Transaksi Perusahaan Secara Benar Dari evaluasi yang dilakukan penulis, perusahaan belum sepenuhnya melakukan kewajibannya untuk memotong dan melaporkan pemotongan pajak penghasilan atas kegiatan usahanya. Jika perusahaan membiarkan kewajiban tersebut, nantinya saat dilakukannya pemeriksaan pajak oleh fiskus, perusahaan akan mendapatkan sanksi administrasi sebesar 2% dari harga perolehan transaksi dan akan dikenakan secara kumulatif tiap bulannya dengan maksimal selama 24 bulan. Sedangkan jika perusahaan terlambat melaporkan pemotongan tersebut, maka akan terkena sanksi sebesar Rp. 50.000,- peraturan ini sesuai dengan Undang-undang KUP No. 16 Pasal 7 Tahun 2008. Tentu sanksi ini akan menjadi beban tambahan bagi perusahaan yang secara langsung akan menurunkan perolehan laba perusahaan. Kewajiban untuk memotong pajak penghasilan atas transaksi usaha yang dilakukan oleh perusahaan akan penulis jabarkan sebagai berikut. 1. Jasa Konsultan Tahun 2010, sebesar Rp.20.000.000,2. Jasa legal/perijinan Tahun 2008, sebesar Rp.9.500.000,3. Jasa Ekspedisi Untuk biaya jasa ekspedisi, perusahaan belum memotong PPh yang merupakan objek pajak PPh Pasal 23 atas jasa pengiriman. 91 IV.5 Perbandingan Rekonsiliasi Fiskal (dikoreksi) Sebelum dan Setelah Perencanaan Pajak Tabel IV.27 Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak Tahun 2008 Keterangan Penjualan Retur Penjualan Penjualan Bersih Sebelum Perencanaan Pajak Komersial Koreksi 4.636.319.160 15.500.000 4.620.819.160 Fiskal 4.636.319.160 15.500.000 4.620.819.160 Sesudah Perencanaan Pajak Usulan Fiskal 4.636.319.160 15.500.000 4.620.819.160 Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan 854.255.896 4.070.759.496 4.925.015.392 1.084.158.598 3.840.856.795 854.255.896 4.070.759.496 4.925.015.392 1.084.158.598 3.840.856.795 854.255.896 4.070.759.496 4.925.015.392 1.084.158.598 3.840.856.795 Laba (Rugi) Kotor 779.962.365 779.962.365 779.962.365 Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet Biaya Transportasi 412.228.900 20.000.000 8.608.181 7.065.281 2.340.000 68.107.750 (21.578.900) (660.000) 390.650.000 20.000.000 8.608.181 6.405.281 2.340.000 68.107.750 26.921.462 417.571.462 20.000.000 8.608.181 6.405.281 2.340.000 68.107.750 100 Biaya Keperluan Kantor Biaya Alat Tulis Kantor Biaya Pos & Materai Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan & Minuman Biaya Jamuan Makan Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya Perijinan Biaya PPh Pasal 21 Biaya PBB & Asuransi Biaya PPh Pasal 4 Ayat 2 Biaya Administrasi Bank Biaya Depresiasi Biaya Lain-Lain Total Beban Operasional 23.207.200 4.482.300 3.022.500 89.700 8.457.000 6.027.000 1.417.000 8.172.000 3.460.000 9.500.000 26.155.650 2.579.838 2.000.000 870.000 13.586.885 1.242.000 632.619.185 Laba (Rugi) Usaha 147.343.180 (6.027.000) (1.417.000) (26.155.650) (2.000.000) (1.242.000) 23.207.200 4.482.300 3.022.500 89.700 8.457.000 8.172.000 3.460.000 9.500.000 2.579.838 870.000 13.586.885 573.538.635 6.027.000 1.417.000 - 1.242.000 23.207.200 4.482.300 3.022.500 89.700 8.457.000 6.027.000 1.417.000 8.172.000 3.460.000 9.500.000 2.579.838 870.000 13.586.885 1.242.000 609.146.097 206.423.730 170.816.268 - - 206.423.730 170.816.268 Pendapatan (Beban) Lain-lain: Total Pendapatan Lain 7.553.637 Laba (Rugi) Sebelum Pajak 154.896.817 Sumber: Rekonsilasi Fiskal PT.BNU, diolah (7.553.637) 93 Tabel IV.28 Perhitungan PPh Badan Keterangan Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang (Tarif) Tahun 2008 170.816.268 Tarif Progesif 10%,15%,30% Jumlah Pajak Terutang Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah 10% x 50.000.000 15% x 50.000.000 30% x 70.816.268 33.744.800 Tabel IV.29 Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak Tahun 2009 Keterangan Penjualan Sebelum Perencanaan Pajak Komersial Koreksi 4.853.292.444 Fiskal 4.853.292.444 Sesudah Perencanaan Pajak Usulan Fiskal 4.853.292.444 Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan 1.084.158.598 4.090.707.856 5.174.866.454 1.338.657.915 3.836.208.538 1.084.158.598 4.090.707.856 5.174.866.454 1.338.657.915 3.836.208.538 1.084.158.598 4.090.707.856 5.174.866.454 1.338.657.915 3.836.208.538 94 Laba (Rugi) Kotor Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet Beban Transportasi Biaya Keperluan Kantor Biaya Alat Tulis Kantor Biaya Pos & Materai Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan & Minuman Biaya Jamuan Makan Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya Kuli Biaya PBB Biaya PPh Pasal 4 Ayat 2 Biaya Administrasi Bank Biaya Depresiasi Biaya Lain-Lain Total Beban Operasional 1.017.083.906 1.017.083.906 562.700.000 22.000.000 8.526.789 5.841.524 2.400.000 58.610.600 23.844.750 5.127.325 2.199.500 750.100 1.507.400 8.126.000 2.542.500 8.353.000 1.692.500 971.500 405.306 2.200.000 1.101.500 8.772.154 1.991.000 729.663.448 562.700.000 22.000.000 8.526.789 5.331.524 2.400.000 58.610.600 23.844.750 5.127.325 2.199.500 750.100 1.507.400 8.353.000 1.692.500 971.500 405.306 1.101.500 8.772.154 714.293.948 287.420.458 (510.000) (8.126.000) (2.542.500) (2.200.000) (1.991.000) 302.789.958 1.017.083.906 40.138.607 8.126.000 2.542.500 1.991.000 602.838.607 22.000.000 8.526.789 5.331.524 2.400.000 58.610.600 23.844.750 5.127.325 2.199.500 750.100 1.507.400 8.126.000 2.542.500 8.353.000 1.692.500 971.500 405.306 1.101.500 8.772.154 1.991.000 767.092.055 249.991.851 Laba (Rugi) Usaha 95 Pendapatan (Beban) Lain-lain: Pendapatan Bunga Bank 8.743.070 - - 302.789.958 249.991.851 (8.743.070) Laba (Rugi) Sebelum Pajak 296.163.528 Sumber: Rekonsiliasi Fiskal PT.BNU, diolah Tabel IV.30 Perhitungan PPh Badan Keterangan Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang (Tarif) Tahun 2009 249.991.851 Pasal 31E I. (4.800.000.000 : 4.853.292.444) x 249.991.851 = 247.246.771 II. 249.991.851 - 247.246.771 = 2.745.080 I. (50% x 28%) x 247.246.771 II. 28% x 2.745.080 Jumlah Pajak Terutang Sumber: Bagian Keuangan PT.BNU, diolah 35.383.100 96 Tabel IV.31 Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak Tahun 2010 Keterangan Akun Penjualan Sebelum Perencanaan Pajak Komersial Koreksi 8.923.884.767 Fiskal 8.923.884.767 Sesudah Perencanaan Pajak Usulan Fiskal 8.923.884.767 Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan 1.338.657.915 8.156.732.633 9.495.390.548 1.824.007.277 7.671.383.272 1.338.657.915 8.156.732.633 9.495.390.548 1.824.007.277 7.671.383.272 1.338.657.915 8.156.732.633 9.495.390.548 1.824.007.277 7.671.383.272 Laba (Rugi) Kotor 1.252.501.495 1.252.501.495 1.252.501.495 646.100.000 22.000.000 10.466.364 5.836.058 2.700.000 20.000.000 65.913.200 33.869.300 4.387.745 3.892.300 646.100.000 22.000.000 10.466.364 5.236.058 2.700.000 20.000.000 65.913.200 33.869.300 4.387.745 3.892.300 Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet Biaya Konsultan Biaya Transportasi Biaya Keperluan Kantor Biaya Alat Tulis kantor Biaya Pos & Materai (600.000) 54.853.079 512.821 700.953.079 22.000.000 10.466.364 5.236.058 2.700.000 20.512.821 65.913.200 33.869.300 4.387.745 3.892.300 97 Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan & Minuman Biaya Jamuan Makan Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya Kuli Biaya PBB Biaya PPh Pasal 4 Ayat 2 Biaya Administrasi Bank Beban Depresiasi Biaya Lain-Lain Total Beban Operasional 453.600 2.225.500 9.397.700 18.677.000 9.725.000 3.206.500 988.000 402.500 2.200.000 1.602.500 6.066.985 1.916.500 872.026.752 Laba (Rugi) Usaha 380.474.743 (9.397.700) (18.677.000) (2.200.000) (1.916.500) 453.600 2.225.500 9.725.000 3.206.500 988.000 402.500 1.602.500 6.066.985 839.235.552 9.397.700 18.677.000 (2.200.000) 1.916.500 453.600 2.225.500 9.397.700 18.677.000 9.725.000 3.206.500 988.000 402.500 1.602.500 6.066.985 1.916.500 924.592.652 413.265.943 327.908.843 - - 413.265.943 327.908.843 Pendapatan (Beban) Lain-lain: Pendapatan Jasa Giro 7.503.863 Laba (Rugi) Sebelum Pajak 387.978.606 Sumber: Rekonsiliasi Fiskal PT.BNU, diolah (7.503.863) 98 Tabel IV.32 Perhitungan PPh Badan Keterangan Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang (Tarif) Tahun 2010 327.908.843 Pasal 31E I. (4.800.000.000 : 8.923.884.767) x 327.908.843 = 189.773.850 II. 327.908.843 - 189.773.850 = 138.134.993 I. (50% x 25%) x 189.773.850 II. 25% x 138.134.993 Jumlah Pajak Terutang Sumber: Bagian Keuaangan PT.BNU, diolah 58.255.400 99 Berdasarkan Rekonsiliasi yang tertera pada tabel diatas, dapat dibandingkan antara rekonsiliasi yang belum dimaksimalkan perencanaan pajaknya dengan rekonsiliasi fiskal yang telah dimaksimalkan perencanaan pajaknya, memperoleh selisih hasil beban pajak yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat karena adanya usulan perencanaan pajak pajak yang telah dibuat penulis sebelumnya. Yang akhirnya perusahaan dapat melakukan penghematan beban pajak seperti dibawah ini. - Tahun 2008 : *Rp. 44.427.100 – Rp. **33.744.800 = Rp. 10.682.300,- Tahun 2009 : *Rp. 42.856.000 – Rp. **35.383.100 = Rp. 7.472.900,- Tahun 2010 : *Rp. 75.450.400 – Rp. **58.255.400 = Rp. 17.195.000,*Beban Pajak perusahaan yang rekonsiliasi fiskalnya dikoreksi kembali. **Beban Pajak perusahaan yang telah dimaksimalkan perencanaan pajaknya. 100