DAFTAR ISI HALAMAN Gambaran Suspek Tuberculosis Pada Pasien Dengan Diagnosa Ispa (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) Positif Di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Taliwang Periode Januari S/D Juni 2012 (Eri Fitrianingsih Ramadhanti) 1–7 Identifikasi Pewarna Rhodamin B Pada Cendol Yang Beredar Di Pasar Kediri Lombok Barat Dengan Metode Kromatografi Kertas (Kk) Pada Tahun 2012 (Mariatun) 8 – 13 Persepsi Pasien Yang Berkunjung Di Puskesmas Kuripan Terhadap Mutu Obat Dalam Kemasan (Blister Atau Strip) Dan Mutu Obat Di Luar Kemasan (Lepasan) (Wiwin Trisnawati) 14 – 18 Analisa Kuantitatif Dan Kualitatif Pengelolaan Berkas Rekam Medis Lembar Masuk Dan Keluar Pasien Rawat Inap Tahun 2012 Di Rsu Provinsi NTB (Syamsuriansyah) 19 – 24 Studi Nilai Konversi Hasil Mikroskopis Bta (+) Pada Sputum Metode Langsung Dengan Homogenisasi Naoh 4% Di Puskesmas Karang Taliwang Tahun 2013 (Ilman) 25 – 31 Identifikasi Pewarna Rhodamin B Pada Saus Tomat Bakso Cilok Di SDN 1 Ampenan Tahun 2012 (Ni Ketut Suly Sembada) 32 – 36 Studi Nematoda Usus Golongan Soil Transmitted Helminths (Sth) Pada Feces Balita Di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat (Yuliana Astuti) 37 – 40 Uji Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali Di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat (Fitriah Nurul Hikmah) 41 – 44 Identifikasi Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik Yang Beredar Di Pasar Pagesangan Kota Mataram Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Oktarena Widiastuti) 45 – 50 GAMBARAN SUSPEK TUBERCULOSIS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS) POSITIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG TALIWANG PERIODE JANUARI S/D JUNI 2012 Eri Fitrianingsih Ramadhanti Alumni Analis Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK Penyakit tuberculosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. WHO memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosisi dan Indonesia adalah penyumbang kasus penderita tuberculosis terbesar ketiga di dunia, setelah Cina dan India. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran suspek tuberculosis pada pasien dengan diagnose ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) positif di wilayah kerja Puskesmas Karang Taliwang. Manfaat penelitian ini adalah agar dapat memberi pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, memberikan informasi yang akurat dan adekuat tentang gambaran suspek tuberculosis pada pasien dengan diagnosa ISPA positif. Penelitian ini menggunakan observational deskriptif, dan penderita ISPA yang berobat ke puskesmas karang taliwang periode januari s/d juni 2012. Data yang diambil merupakan data sekunder. Dari 200 sampel, suspek tuberculosis pada pasien dengan diagnose ISPA yang menderita TB BTA (+) yaitu 5.5%, yaitu sebanyak 11 orang dan yang tidak menderita TB adalah 94.5%, yaitu sebanyak 189 orang. Kata Kunci : TB, Penderita ISPA kasus, namun pada tahun 2008 cakupan penemuan PENDAHULUAN Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi sistem organ tubuh lain yang berkisar dari flu biasa dengan gejala serta gangguan yang relatif ringan sampai pneumonia berat.. kasus baru mencapai 18,81% (Depkes RI, 2008). Penyakit tuberculosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. WHO memperkirakan sepertiga dari populasi berpengaruh terhadap masyarakat secara keseluruhan (dalam hal fisik, sosial maupun ekonomi, sehingga pencegahan, diagnosis, dan pengobatan gangguan pernafasan ini mempunyai makna yang penting sekali(Sylvia, 2005). Penyakit ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah ). Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang ditemukan harus mendapat tata laksana sesuai standar, dengan demikian penemuan angka kasus ISPA juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA. Jumlah kasus ISPA di masyarakat diperkirakan sebanyak 10% dari populasi. Target cakupan program ISPA nasional sebesar 76% dari perkiraan jumlah Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 telah terinfeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Wirawan, 2006). Penderita tuberkulosis BTA (+) merupakan Pada tahun 1999, sekitar 158.900 orang meninggal dunia karena kanker paru. Penyakit pernafasan sangat dunia jenis tuberkulosis yang paling berbahaya karena dapat menularkan kepada 10 sampai 15 orang disekitarnya setiap tahun (Kartasasmita,2002). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi NTB, jumlah penduduk Nusa Tenggara Barat yang terdiagnosis menderita tuberkulosis dengan BTA (+) pada tahun 2007 sebanyak 3003 orang. Dari jumlah tersebut, penderita tuberkulosis BTA (+) di wilayah mataram sejumlah 295 orang (Dikes Provinsi NTB, 2007). Angka penderita TBC di Puskesmas Karang Taliwang Kota Mataram dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Buktinya pada tahun 2009, dengan jumlah penderita ISPA 506 orang dan yang terjangkit TB BTA (+) sebanyak 24 orang. Di tahun 2010 penderita ISPA 471 orang dengan TB BTA (+) sebanyak 35 orang. Namun tahun 2011 penderita ISPA 514 orang dengan TB Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 1 BTA (+) sebanyak 28 orang (Puskesmas di wilayah kerja puskesmas karang taliwang kota Karang Taliwang, 2012). Berdasarkan data kasus ISPA mataram tahun 2009 sampai 2011 di atas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan penelitian dilakukan selama 1minggu, data terjadi peningkatan sebesar 87 kasus. Peningkatan ini yang diambil dari bulan januari s/d juli 2012. Lokasi menunjukan bahwa penyakit ISPA masih belum penelitian teratasi dan merupakan kasus yang perlu mendapat Taliwang Kota Mataram. perhatian khusus. periode januari dilaksanakan s/d di juli 2012.Waktu Puskesmas Karang Populasi dari penelitian adalah pasien yang Berdasarkan permasalahan tersebut, berobat ke puskesmas karang taliwang periode januari mendorong peneliti untuk Mengetahui Gambaran s/d juli 2012. Sampel dalam penelitian ini adalah suspek TBC pada pasien dengan diagnosa ISPA penderita ISPA yang berobat ke puskesmas karang (infeksi saluran pernafasan atas) positif di wilayah taliwang periode januari s/d juli 2012. Besar sampel kerja puskesmas karang taliwang kota mataram periode yang digunakan adalah sampel penuh. Sampel diambil bulan Januari – Juli 2012. dengan menggunakan Non random, porposive sampling. Data penelitian diperoleh dari data penderita yang berobat di Puskesmas Karang Taliwang Periode METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional Januari-Juli dan telah dilakukan pemeriksaan BTA deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan memperoleh dengan metode gambaran penderita suspek TBC pada pasien dengan pengecatan mikroskopik dengan yaitu menggunakan dilakukan Ziel-Neelson. diagnosa ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) positif Laki-laki n 105 HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum sampel a. Jenis kelamin Tabel 1.Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Perempuan % n % 52.5 95 47.5 Ket : n = jumlah sampel keseluruhan Frekuensi 200 Gambar 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 52.50% 47.50% Laki-laki Perempuan Tabel 1 dan gambar 1 menunjukkan bahwa dari 200 sampel dari bulan Januari-Juli 2012 yang diteliti terdiri dari 105 orang (52.5%) perempuan dan 95 orang (47.5%) laki-laki. b. Umur Distribusi umur suspek TB dengan diagnosa ISPA dari 200 sampel dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 2 di bawah ini. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 2 Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur <20 th 20-29 th 30-39 th 40-49 th 50-59 th >60 th keatas Jumlah Umur Frekuensi 15 34 33 60 37 % 7.5 17 16.5 30 18.5 21 10.5 200 100 Gambar 2. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur 10.50% <20 7.50% 20-29 17% 18.50% 30-39 16.50% 30% 40-49 50-59 >60 Tabel 2 dan gambar 2 terlihat bahwa jumlah sampel (18.50%) dan kelompok umur 60 tahun keatas yaitu terbanyak secara keseluruhan terdapat pada kelompok sebanyak 21 orang (10.50%). Dari data yang diperolah, umur 40-49 tahun yaitu 60 orang (30%) disusul oleh umur sampel yang terkecil adalah kurang dari 20 kelompok umur 50-59 tahun yaitu sebanyak 37 orang tahun, yaitu sebanyak 15 orang (7.5%). c. Tingkat Keparahan Penyakit Penderita Tuberculosis Distribusi sampel berdasarkan hasil pemeriksaan BTA penderita TB dengan diagnosa ISPA dari 200 sampel dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Tingkat Keparahan Penyakit Penderita Subjek Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Frekuensi 95 105 200 BTA (-) Frekuensi 109 80 189 % 54.5 40 94.5 1+ Frekuensi 2 2 4 Hasil Pemeriksaan Sputum SPS BTA (+) 2+ 3+ % Frekuensi % Frekuensi 4.8 0 0 3 4.8 1 2.4 3 9.6 1 2.4 6 % 1.5 1.5 3 Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dilakukan a) Tidak ditemukan BTA per 100 lapang pandang = dengan negatif. menggunakan skala International Union Againt Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) dan b) Ditemukan 1-9 BTA per 100 lapang pandang = diperiksa paling sedikit 100 lapang pandang atau dalam ditulis jumlah kuman yang ditemukan. waktu kurang lebih 10 menit sebagai berikut : Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 3 c) Ditemukan 10-99BTA per 100 lapang pandang = + e) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang = atau 1+. +++ atau 3+. (WHO, 1996) d) Ditemukan 1-10 BTA per 1 lapang pandang = ++ atau 2+ Gambar 3. Distribusi Tingkat Keparahan Penyakit Penderita 13.50% BTA BTA + 94.50% Tabel 3 dan gambar 3 menunjukkan bahwa sampel memperlihatkan hasil negatif pada pemeriksaan dengan hasil pemeriksaan sputum menunjukan BTA sputum mereka. Hal tersebut tidak berarti mereka positif adalah sebanyak 11 orang, yaitu sebesar 13.5 % menderita TB dengan BTA negatif. Namun sebenarnya yang terdiri dari 4 orang sampel dengan BTA 1+ mereka tidak menderita TB, karena melalui anamnesis (9.6%), 1 orang sampel dengan BTA 2+ (2.4%) dan 6 ISPA dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit TB. orang sampel dengan BTA 3+ (3%). 189 sampel d. Hasil Subjek yang Menderita Tuberculosis Tabel 4. Hasil subjek yang menderita Tuberculosis Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Subjek Frekuensi 95 105 200 Positif TB 5 6 11 Hasil Pemeriksaan secara Keseluruhan % Negatif TB % 2.50 90 45 3 99 49.5 5.50 189 94.5 Gambar 4. Hasil subjek yang menderita Tuberculosis 5.50% Positif TB Negatif TB 94.50% Tabel 4. dan gambar 4. menunjukkan bahwa hanya 11 Dari 11 subjek yang juga terkena tuberculosis subjek TBC dari penderita ISPA yang menderita diperoleh data riwayat penyakitnya dapat dilihat pada tuberculosis, yaitu sebanyak 5.50% yang terdiri dari 5 tabel 5 sebagai berikut : orang laki-laki (2.50%) dan 6 orang perempuan (3%). Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 4 Tabel 5. Riwayat Subjek yang Juga Menderita Tuberculosis No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jenis Kelamin (P/L) L L L L L P P P P P P Usia 70 70 65 60 48 46 65 72 62 60 49 Hasil BTA Suspek TB 2+ 2+ 3+ 3+ 3+ 2+ 2+ 1+ 3+ 3+ 3+ Tabel 5 terlihat bahwa dari 11 sampel yang menderita menderita TB paru. Selain itu, penelitian yang Tuberculosis, 8 orang berusia 60 tahun keatas dan dilakukan oleh Borgdoff (2001) juga menemukan hanya 3 orang yang berusia diantara 40-49 tahun, yaitu bahwa proporsi penderita TB paru lebih tinggi 46, 48, 49 tahun. Ditinjau dari hasil BTA suspek TB, 6 didapatkan orang sampel suspek TB memiliki hasil pemeriksaan perempuan. Pada penelitian tersebut terbukti adanya BTA 3+, 4 orang sampel suspek TB BTA 2+, dan 1 hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan orang sampel suspek TB dengan BTA 1+. kejadian TB paru. Hasil penelitian ini menunjukan pada laki-laki dibandingkan dengan bahwa jenis kelamin perempuan lebih berpeluang untuk menderita TB paru dibandingkan dengan jenis PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran suspek TB pada pasien dengan diagnosa kelamin laki-laki, sebab perempuan lebih banyak ISPA (Infeksi Saluran melakukan aktivitas diluar rumah dan lebih mudah Pernafasan Atas) positif, maka dilakukan penelitian terpapar bakteri penyebab penyakit TB dengan asumsi dengan metode observasional deskriptif pada 200 mereka adalah yang berhubungan dekat dengan suspek TB dengan diagnosa ISPA positif di Puskesmas penderita tuberkulosis. Karang Taliwang Kota Mataram periode Januari-Juli Frekuensi penderita TBC dari suspek TB yang 2012. didiagnosa dari pandemik ISPA bahwa dari 200 orang Berdasarkan tabel 1 dan gambar 1 dapat dilihat sampel terbanyak terdapat pada kelompok usia 40-49 bahwa jumlah sampel perempuan lebih besar daripada tahun, yaitu 60 orang (30%), sedangkan kelompok usia jumlah sampel laki-laki. Sampel merupakan suspek TB terkecil adalah 20 tahun, yaitu sebanyak 15 orang diagnosa ISPA dengan menderita TB paru BTA (+), (7.50%). Umur sampel dari penelitian ini juga tidak sehingga data tersebut menandakan bahwa penderita jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Arlina TB perempuan lebih banyak daripada penderita TB Gusti (2003) di Kota Medan. Dari 86 sampel, 39 orang laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Heny (45.4%) berusia antara 39-48 tahun karena pada usia (2008) pada 17 orang responden, yang menunjukan 40-49 tahun sudah mulai rentan terhadap penyakit. bahwa pada kelompok responden dengan jenis kelamin Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa 5 perempuan lebih banyak daripada laki-laki, yaitu orang sampel yang menderita TB adalah laki-laki dan sebanyak 11 orang (64.7%) responden perempuan 6 orang sampel adalah perempuan. Hal ini menunjukan menderita TB paru, sedangkan kelompok responden bahwa perempuan lebih mudah terkena penyakit dengan jenis kelamin laki-laki terdapat 6 orang (35.3) tuberculosis dari pada laki-laki, jadi kesempatan untuk Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 5 terpapar penyakit ini juga lebih banyak. Selain itu, dari 11 sampel tersebut, sebanyak 8 orang berusia 60 tahun SARAN 1. Pada penelitian berikutnya diperlukan metode lain keatas dan hanya 3 orang yang berusia diantara 40-49 dan jumlah sampel yang lebih banyak agar tahun. Kemungkinan pada kasus ini faktor respon imun mendapatkan hasil yang lebih akurat dan dapat tubuh yang mempengaruhinya. Menurut Subagyo diketahui apakah suspek TB diagnosa ISPA denga (2004) kompetensi imun pada usia lanjut mulai penderita TB BTA (+) memegang peranan mengalami penting dalam terjadinya tuberculosis. penurunan, sehingga mudah untuk terinfeksi penyakit ini. Ikeu Nurhidayati (2007) mengatakan bahwa lingkungan rumah juga merupakan 2. Dijadikan sebagai bahan referensi bagi instansi terkait dan penelitian selanjutnya. salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberculosis. Kuman tuberculosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan hingga beberapa hari sampai berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembapan, suhu Hasil pemeriksaan keseluruhan diperoleh bahwa persentase suspek TB diagnosa ISPA dengan BTA (+) adalah 5.5%, dan yang tidak sakit TB adalah 94.5%. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan bahwa pada orang dewasa Alcais, Alexandre. (2005). Tuberculosis In Children and Adults: Two Distrinct Genetic Desease, Am J Epidemol, Vol 202 No. 12, pp 1617-1621. Alsagaf, Hood. (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. rumah dan kepadatan penghuni rumah. tuberculosis DAFTAR PUSTAKA lebih sering disebabkan karena reaktivasi infeksi sebelumnya, sementara tuberculosis pada anak-anak lebih sering terjadi karena penularan aktif M. Tuberculosis. Dari semua orang dewasa yang terinfeksi penyakit ini, hanya 10 % yang memperlihatkan gejala (Borgdoff, 2001). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arlina Gusti (2003) di RSUP H. Adam Malik Medan. Dari 86 sampel hanya ada 1 orang sampel (1,16%) yang juga menderita tuberculosis. Surabaya : Gramik FK Unair. Anggraeny, Lenap. (2009). Pengukuran Laju Endap Darah (LED) Sebagai Parameter Kesembuhan Pasien Dengan Terapi Tuberkulosis. Mataram. Universitas Mataram. Anonim. (2008). “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Available from : http://www.sms- anda.com/indonesia/kamus/indonesiagratislengkap. (Accesed : 2012, 15 July). Arsunan, Arsin. (2006). “Beberapa Kejadian yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi”. from : Available http://med.unhas.ac.id/index2.php?option=com _content&do_pdf=1&id+167. (Accesed :2012, KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. 2. 16 July). Bahdadi, Jamila El. (2006). An Autosomal Dominant Major Gene Confers Predisposition to Pasien dengan diagnosa ISPA yang datang Pulmonary Tuberculosis In Adults, Am J berobat di Puskesmas Karang Taliwang periode Epidemol, Vol 203 No. 7, pp 1679-1684. Januari-Juli 2012 adalah sebanyak 200 orang Beaglehole. (1997), cyt Nurhidayah, Ikeu. “Hubungan penderita. Antara Suspek TB diagnosa ISPA dengan penderita TB dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak di paru BTA (+) yang sakit TB paru adalah 5.5% Kecamatan dan yang tidak menderita TB adalah 94.5%. Available Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Karakteristik Paseh Lingkungan Kabupaten Rumah Sumedang”, from Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram : 6 http://www.tbcindonesia.or.id/pdf/tbday2007/fa Isselbacher. (1995). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit _leaf02.jpg.(Acessed:2012,12 Agustus. Dalam. Jakarta. : EGC. Borgdoof, Martien W. (2001). Transmission of Kartasasmita. (2012). “Tuberculosis”. Available from: Mycobacterium Tuberculosis Depending on the http:///www.depkes.com. (Acessed: 2012, 11 Age and Sex of Source Cases, Am J Epidemol, Juli). Vol. 154, No. 10, pp 943. Kassim, S., P Zuber S.Z. Wiktor. (2000), cyt Alcais, Brooks, Geo F. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Salemba Medika. PT. Widya Medika. Halim. Provinsi (2002). NTB. Tuberkulosis di Buku Saku Ilmu M.E. Children and Epidemol,Vol 202 No. 12, pp 1617-1621. (2007). NTB. Hasil Penelitian Mataram (2005). Indonesia. Vol 3, No 2. Edisi September. Kurniawati, Endang. (2008). Hubunbgan Antara : Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Doengoes, In Kenyorini. (2004). Uji Tuberkulin. Jurnal Tuberkulosis Penyakit Paru. Jakarta : PT. Hipokrates. Dikes Tuberculosis Adults: Two Distrinct Genetic Desease, Am J Crofton, Jhon. (2002). Tuberculosis Klinis. Jakarta : Danusantosos, Alexander. Merokok Dengan Tingkat Kepadatan Kuman Berdasarkan Bakteri Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta. Hasil Tahan Pemeriksaan Asam Pada Sputum Penderita Tuberculosis Paru di Kota Mataram. Mataram: Universitas Mataram. Embran, D. (1999). Cyt Gusti, Arlina. “ Kekerapan Murray CJL, Stydlo K, Rouillon A. (1990). Cyt Tuberkulosis Paru pada Pasangan Suami Istri Bellamy, Richard. Variation In The NRAMPI Tuberkulosis Paru yang berobat di bagian gene and Suspectibility to Tuberculosis In West Paru”. Africans. N ENGL J MED. Available from : Nainggolan, Nancy. (2004). “Antara Kemiskinan dan http://library.usu.ac.id/download/fk/paruarline%20gusti.pdf. (Acessed : 2012, 12 July). Fitriani. (2006). “Tuberkulosis”. Available from http://fkuii.org/tikiindex.php?Page=tuberculosis3. Kasus TB”. 2012, 18 September). Horsburgh. (2004). Cyt Diel, R. Costr-optimisation of screening for latent tuberculosis in clllose from: http://www.freelist.org/archives/ppi/032004/msg00262.html. (Acessed: Available (Acessed: 2008, September 18). Wirawan, Adi. (2006). Profil Penderita Tuberkulosis Anak di Puskesmas Darek. Jurnal Kedokteran Mataram. No. 1. contacts, ERS Journals, Vol 28, pp 35-44. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 7 IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN B PADA CENDOL YANG BEREDAR DI PASAR KEDIRI LOMBOK BARAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI KERTAS (KK) PADA TAHUN 2012 Mariatun Alumni Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK Zat pewarna sintetik Rhodamin B masih menjadi masalah yang membahayakan kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa negara di dunia terutama negara berkembang karena biasa di gunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat pewarna sintesis ini sangat membahayakan bagi manusia bila di komsumsi karena dapat menyebapkan iritasi, saluran pernafasan, keracunan, dan gangguan hati dan dalam jangka panjang menyebapkan kanker dan tumor.Dari segi usia dapat mengenai semua golongan umur tetapi prevalensi tinggi terutama pada golongan anak usia sekolah dasar karena umumnya anak-anak lebih suka membeli makanan yang cendrung dengan warna yang lebih mencolok. Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165 derajat celcius. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kromatografi kertas salah satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana suatu campuran senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai analisis kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti kolom. Kromatografi kertas adalah salah satu pengembangan dari kromatografi partisi yang menggunakan kertas sebagai padatan pendukung fasa diam. Oleh karena itu disebut kromatografi kertas. Sebagai fasa diam adalah air yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan pengembang biasanya pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan air sampel yang di peroleh dari pasar selanjut nya di bawa ke BB POM, untuk mengetahui kandungan Rhodamin B pada cendol. Kata Kunci: Kromatografi kertas, Cendol, Rhodamin B street food menurut Food and Agriculture Organization PENDAHULUAN Makanan diperlukan untuk kehidupan karena (FAO) didefisinikan sebagai makanan dan minuman makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima kehidupan untuk di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki rusak, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas lima dapat menjawab tantangan masyarakat terhadap sehari-hari, dan berbagai makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, Karena pengolahannya yang praktis dan hemat waktu juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh maka makanan jajanan sangat digemari (Februhartanty terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003). dan Iswarawanti, 2004). Istilah hygiene dan sanitasi Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena dibutuhkan setiap saat dan dimanapun ia berada serta sangat erat kaitannya. Tetapi bila kita kaji lebih memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar mendalam bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan mempunyai perbedaan, yaitu hygiene lebih mengarah minuman, melangsungkan pada kebersihan individu, sedangkan sanitasi lebih hidupnya. Pengertian makanan menurut WHO (World mengarah pada kebersihan faktor-faktor lingkungannya Health Organization) yaitu semua substansi yang di (Azwar, perlukan oleh tubuh. Makanan yang dijual oleh lingkungan istilah hygiene dan sanitasi mempunyai pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut perbedaan. Yang dimaksud dengan hygiene adalah manusia. mengatur manusia Makanan berfungsi metabolisme tidak dapat Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 pengertian 1990). hygiene Ditinjau dari dan sanitasi ilmu Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram ini kesehatan 8 usaha kesehatan masyarakat mempelajari makanan selain berfungsi sebagai sumber energi zat pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan pembangun dan zat pengatur juga mempunyai peran manusia sehingga timbul upaya mencegah timbulnya dalam penyabaran penyakit. Oleh karena itu, prinsip penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang dasar hygiene sanitasi tempat pengelolaan makanan buruk dan membuat kondisi lingkungan yang baik agar diperlukan terjamin Sedangkan kesehatannya dari bahaya kontaminasi makanan dan Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang organisme penyakit menular. Makanan yang aman dari difokuskan terhadap pengawasan terhadap berbagai mikroorganisme tidak terlepas dari pemeliharaan faktor derajat hygiene sanitasi makanan yang baik, karena hygiene kesehatan manusia (Azwar, 1990). Pengertian hygiene sanitasi merupakan salah satu pemecahan untuk adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi makanan dari kontaminasi (Djajadiningrat, melindungi kebersihan individu. Misalnya mencuci 1989). Bahan makanan yang baik kadang kala tidak tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan bagian melindungi yang begitu luas. Salah satu upaya mendapatkan bahan keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedangkan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu (liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan untuk membebaskan makanan dan minuman dari secara kualitasnya. Sumber bahan makanan yang baik segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak adalah: (Depkes RI,2004). kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem selama penyimpanan, pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi minuman tersebut siap untuk dikonsumsi masyarakat oleh pemerintah daerah dengan baik. Kualitas bahan atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik menjamin keamanan dan kemurnian makanan, dan mutunya yaitu dari bentuk, warna, kesegaran, bau, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh mengurangi kerusakan ataupun pemborosan makanan. bahan kimia seperti pestisida dan penggunaan zat Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan pewarna makanan Rhodamin B (Kusmayadi, 2008). mencuci, menyediakan untuk Sehingga penggunaan bahan tambahan atau zat aditif mewadahi sampah dibuang pada makanan masih menjadi masalah masyarakat sembarangan dan berceceran di tempatnya berjualan Indonesia khususnya pada pedagang jajanan di sekolah (Depkes RI, 2004). Hygiene sanitasi adalah upaya dasar. Terutama setelah adanya penemuan-penemuan, untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat termaksud keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan diperoleh. Penambahan bahan tambahan atau zat aditif (Depkes RI, 2003). Makanan merupakan salah satu ke dalam makanan merupakan hal yang di pandang kebutuhan perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga pemeliharaan lingkungan makanan dalam dari kesehatannya. yang yang proses yang mempengaruhi rusak untuk pengolahan, agar tempat sampah manusia sampah tidak untuk menunjang kehidupannya. Jika ditinjau dari segi kesehatan, Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 mampu agar bersaing konsumen di pasaran. dapat dilindungi Seiring Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram dengan 9 perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam mengatasi masalah ini. Informasi yang memadai beberapa zat pewarna telah mengalami perkembangan tentang zat pewarna Rhodamin B akan membantu anda seperti halnya zat pewarna hasil rekayasa teknologi berfikir lebih jernih. Selain itu, bertindak lebih akurat yang ikut berkembang. Warna merupakan salah satu untuk mengatasi agar setiap makanan yang beredar di faktor penentu yang dilihat oleh masyarakat sebelum setiap sekolah dasar bebas dari kandungan yang memutuskan untuk memilih suatu barang termaksud di membahayakan tubuh pada manusia saat di komsumsi. dalamnya adalah makanan dan minuman. Makanan Karya tulis ilmiah ini menyajikan informasi tentang zat yang memiliki warna cendrung lebih menarik untuk pewarna Rhodamin B pada makanan dalam bahasa dipilih konsumen dari pada makanan yang tidak yang mudah di pahami. berwarna. Pemakaian zat pengawet, pemanis dan pewarna sintetik pada makanan dan minuman telah METODE PENELITAN banyak digunakan khususnya zat pewarna masih Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui banyak di temukan. Akhir-akhir ini sering terdengar apakah ada zat pewarna sintetik yang terkandung bahwa telah banyak beredar zat pewarna sintesis pada dalam cendol. Penelitian ini merupakan Penelitian makanan di lingkungan sekolah. Yang terdapat pada yang bersifat uji Kualitatif. Dalam melaksanakan makanan, yang warnanya sangat menarik. Banyak penelitian dibagi dalam tiga tahap kerja. Tahap pertama pedagang yang menggunakan zat pewarna sintetis persiapan,mempersiapkan alat, bahan, dan sampel. tambahan pada Zat pewarna ini di sebut dengan Tahap kedua pelaksanaan pada tahap ini dilakukan Rhodamin B yaitu salah satu pewarna sintesis yang pengujian sintetik pada cendol. Tahap ketiga yaitu biasa di gunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat tahap pewarna sintesis ini sangat membahayakan bagi perhitungan, dan analisis data serta pembahasan dan manusia bila di komsumsi karena diduga dapat pengambilan menyebapkan iritasi, saluran pernafasan, kulit, mata, penelitian yang digunakan adalah penelitian yang saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati serta bersifat uji kualitatif .yaitu analisis terhadap komponen dalam jangka panjang menyebapkan kanker dan tumor. utama pada cendol dengan metode uji yaitu metode Karena itu, zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang kromatografi kertas untuk uji pewarnaan sintetik yang penggunaanya pada makanan oleh Menteri Kesehatan terlebih (Permenkes organoleptik terhadap warna cendol, rasa, bau/aroma No.239/MenKes/Per/V/85). Hal yang sangat lumrah banyak orang yang khawatir membeli makanan yang mengandung pewarna sintetik karena akan membahayakan meliputi kesimpulan dahulu dilakukan hasil uji pengolahan penelitian. kualitatif data, Jenis secara dari cendol. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desembar 2012. Tempat penelitian dilakukan di BBPOM (Balai Biasanya makanan yang mengandung pewarna sintetik Besar Pengawasan Obat dan Makanan) Kota Mataram ini beredar di lingkungan sekolah. Makanan yang Propinsi Nusa Tenggara Barat. Populasi penelitian ini mengandung adalah pembeli yang ada di Pasar Kediri sintetik. anak-anak yang mereka. bahan untuk akhir penambahan bahan Lombok pangan lain dan bahan tambahan pangan yang Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel yang diijinkan. Tapi banyak pedangang yang memanfaatkan digunakan pada penelitian ini adalah Pedagang Cendol. bahan yang lebih murah dengan menggunakan bahan Sampel cendol A, Sampel cendol B, dan Sampel tambahan pewarna sintetik cendol C yang berjumlah 3 orang dan diduga pada cendol sehingga menjadikan warna pada cendol lebih menarik. mengandung zat pewarna makanan sintetik Rhodamin Kecemasan semata tentu bukan cara yang bijaksana B. Besar sampel yang di ambil sebanyak 3 bungkus Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 10 dari 3 pedagang, masing-masing 1 bungkus tiap A,cendol B, cendol C. pedagang dengan berat 30 gr pada pedagang cendol HASIL PENELITIAN 1. Organoleptis Tabel 1. Hasil pengujian secara organoleptis pada cendol yang bredar di Pasar Kediri Lombok Barat No 1 2 3 Sampel Cendol (A) Cendol (B) Cendol (C) Bentuk Semi padat Semi padat Semi padat Warna Merah Merah Merah Bau Khas Khas Khas 2. Hasil Pengamatan Tabel 2. Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas Cendol A. No 1. Uji yang di lakukan Hasil Uji Syarat Identifikasi Pewarna Sintetik: Metode Kromatografi Kertas - Ponceau 4R CI 16255 - Carmoisin CI 14720 - Rhodamin B CI 45170 Positif Positif Negatif Negatif Gambar 1. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel cendol A. Tabel 3. Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas Cendol B. No 1 Uji yang di lakukan Identifikasi Pewarna Sintetik: - Ponceau 4R CI 16255 - Carmoisin CI 14720 - Rhodamin B CI 45170 Hasil Uji Syarat Positif Positif Negatif Negatif Metode Kromatografi kertas Gambar 2. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel cendol B Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 11 Tabel 4. Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas Cendol C. No 1 Uji yang di lakukan Identifikasi Pewarna Sintetik: - Ponceau 4R CI 16255 - Carmoisin CI 14720 - Rhodamin B CI 45170 Hasil uji Syarat Positif Positif Negatif Negatif Metode Kromatografi kertas Gambar 3: Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel cendol C Eluen tersebut terlebih dahulu dijenuhkan, disini PEMBAHASAN Pada penelitian kali ini kami melakukan cember ditutup rapat dengan tujuan agar meyakinkan kromatografi mengetahui bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan denga makanan cendol. uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia Pertama-tama kami mencampurkan sampel makanan dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama dengan benang wol dan asam asetat glasial, disini asam halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. Karena astat glasial akan menarik zat pewarna dan kemudian pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen- akann telah komponen yang berbeda dari campuran zat warna akan dicampurkan. Benang wol yang memiliki serat akan bergerak pada laju yang berbeda dan campuran menangkap zat pewarna yang telah terpisah dari dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna. makanan cendol tersebut dengan bantuan dari asam Karena tidak adanya bercak warna seperti pada zat asetat dengan pembanding Rhodamin B maka dapat diartikan kalau pemanasan yang mengakibatkan semakin cepatnya sampel yang diteliti tidak mengandung zat warna pelepasan ikatan senyawa pewarna dengan senyawa tersebut. Pada saat terjadinya pergerakan kenaikan makanan. Benang wol yang telah mengandung zat noda disini terjadi proses kompleksitas atau terjadinya pewarna itu kemudian ditambahkan dengan amoniak interaksi antara air di atmosper chamber dengan encer, hal ini bertujuan agar amoniak melarutkan zat selulosa (penyusun kertas saring). Interaksi ini lah yang pewarna yang telah berada dibenang wol. Zat pewarna menjadi hal yang sangat penting dalam pengerjaan telah larut ditunjukan dengan berubahnya warna kromatografi kertas. proses kertas kandungan zat pewarna diserap glasial. oleh untuk pada benang Pemisahan wol ini yang dibantu benang wol dari berwarna merah menjadi putih. Dalam penarikan zat warna ini dilakukan pemanasan diatas KESIMPULAN DAN SARAN penangas hal ini bertujuan agar komponen zat warna Kesimpulan tidak rusak akibat panas yang berlebihan. Di dalam Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh dan chamber yang telah disi eluen, yang merupakan pembahasan yang terbatas pada ruang Lingkup campuran ini,maka dapat di kemukakan kesimpulan: antara Larutan elusi , campuran perbandingan volume etil metal keton:aseton:air=7:3:3. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 12 1. 2. Rhodamin B adalah pewarna sintetik yang Cahyo S. 2006. “Bahan Tambahan Pangan”. Penerbit: digunakan pada industri tekstil dan kertas. Kanisius. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal merah Depkes. RI. 2003. “Buku Kesehatan Ibu dan Anak”. keunguan dan dalam larutan akan berwarna merah Jakarta. terang berpendar. Zat itu sangat berbahaya jika Depkes. RI. 2004. “Buku Pedoman Kesehatan Mata terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan dan Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas”. tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi Februhartanty dan Iswarawanti. 2004. “Amankah pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi Makanan Jajanan Anak Sekolah Di Indonesia”. pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya Haliday, David dan Resnick, Robert. 1990. “Fisika kanker hati. Modern (Terjemahan)”. Jakarta: Erlangga. Uji Kualitatif terhadap sampel Cendol A, Sampel Hidayat, Nur dan elfi Anis Saati. 2006. ”Membuat Cendol B, Sampel Cendol C Memenuhi syarat Pewarna Alami”. Surabaya: Trubus Agrisarana. terhadap uji yang telah di lakukan. Irwanto, 2008. “Kembang Sepatu, Pewarna Alami Pengganti Rhodamin B”. Kusmayadi, 2008. “Hygene Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta dan Sanitasi”. kesimpulan maka dapat dikemukakan saran-saran Lee. 2005. “Zat Pewarna Sintetis pada Makanan”. sebaga berikut : Notoatmodjo, S. 2003. “Pengetahuan dan Prilaku 1. 2. 3. 4. Bagi konsumen yang mengkonsumsi Cendol Kesehatan”. PT. Rineka Cipta. Jakarta. hendaklah Prof. Dr. Ibnu Gholib Gandjar, DEA., Apt. 2009. berhati-hati dalam memilih makanan jajanan yang beredar dipasaran dan “Buku Kimia Farmasi Analis”. sebaiknya mengkomsumsi makanan Permenkes yang No. 239/Menkes/per/V/1985. sudah terdaftar di Departemen Kesehatan Pewarna dalam Produk Makanan”. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang Permenkes analisa zat warna makanan Rhodamin B pada Tekstil Rhodamin B dalam Makanan”. makanan yang beredar di pasaran Peraturan No. 239/Menkes/per/V/85. Menteri Kesehatan RI “Bahan “Pewarna Nomor Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai 722/Menkes/per/IX/1988. “Bahan Tambahan Bahayanya Rhodamin B pada setiap makanan Makanan yang Diizinkan dan Digunakan pada yang dijual di pasar Makanan”. Di harapkan penelitian ini dapat di jadikan Sudjadi. ”Metode Penulisan”. Yogyakarta Kanisius sebagai tambahan kepustakaan dan informasi (Anggota IKAPI). untuk mahasiswa D3 Farmasi Politeknik Subandi. 1999. “Medica Farma Huasda” Mataram walaupun Makanan”. masih banyak kekurangan. Tippler, Paul A, Prasetio, Rahmat W. 1998. “Fisika “Bahaya Bahan Kimia dalam untuk Sains dan Teknik, Alih Bahasa Lea”. Jakarta Adi, Penerbit: Erlangga. DAFTAR PUSTAKA Yuliarti, Nurhati. 2007. “Awas! Bahaya di Balik Anonim, 2012. “Kromatografi Kertas” Lezatnya Makanan”. Yogjakarta: Andi Anonim, 2012. “Pengertian Rhodamin B” Azwar, 1990. “Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan”. Jakarta. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 13 PERSEPSI PASIEN YANG BERKUNJUNG DI PUSKESMAS KURIPAN TERHADAP MUTU OBAT DALAM KEMASAN (BLISTER ATAU STRIP) DAN MUTU OBAT DI LUAR KEMASAN (LEPASAN) Wiwin Trisnawati Alumni Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK Obat-obat yang tersedia sangat bervariasi baik dari segi bentuk, kemasan maupun jenis penggunaannya. Seperti halnya obat yang tersedia di puskesmas adalah sebagian besar obat generik yang tersedia dalam bentuk kalengan. Hal ini menimbulkan persepsi masyarakat yang berkunjung di puskesmas bahwa mutu obat tersebut kurang baik sehingga timbul kekhawatiran masyarakat terhadap khasiat obat tersebut, seperti halnya yang terjadi di puskesmas Kuripan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pasien yang berkunjung di Puskesmas Kuripan terhadap mutu obat dalam kemasan (blister/strip) dan mutu obat diluar kemasan (lepasan). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk menggambarkan persepsi yang ada pada setiap pasien yang mengisi kuesioner dengan jumlah populasi sebanyak 3254 responden dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 responden. Dari hasil penelitan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 100 responden dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap persepsi antara mutu obat dalam kemasan (blister / strip) dengan mutu obat di luar kemasan (lepasan) yaitu sebanyak 49% yang menyatakan obat dalam kemasan lebih baik dari pada obat di luar kemasan dan sebanyak 51% menyatakan obat tersebut sama saja mutunya, tanpa terpengaruh adanya kemasan. Pasien lebih mengutamakan kesembuhan penyakitnya dari pada penampilan obat yang dikonsumsi, walaupun obat tersebut di luar kemasan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap persepsi tentang mutu obat didalam kemasan dan mutu obat diluar kemasan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada para petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan keterampilan petugas dalam pemberian obat dan memberikan informasi yang jelas tentang mutu obat dalam kemasan dan mutu obat di luar kemasan di Puskesmas Kuripan Lombok Barat. Kata Kunci : Persepsi pasien, Obat Dalam Kemasan dan Obat Luar Kemasan, Kuesioner kekhawatiran PENDAHULUAN Obat merupakan bahan atau paduan dari masyarakat terhadap khasiat obat tersebut, seperti halnya yang terjadi di puskesmas bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan Kuripan. dalam mencegah, masyarakat, puskesmas saat ini senantiasa berupaya menyembuhkan untuk meningkatkan mutu pelayanan salah satunya penyakit atau gejala luka atau kelainan badaniah dan adalah pelayanan kefarmasian. Untuk meningkatkan rohaniah pada manusia dan hewan, atau untuk mutu pelayanan dalam kefarmasian tentu harus memperelok badan/bagian badan manusia (Peraturan memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan Menteri kebutuhan dengan pemberian obat kepada masyarakat, sehingga masyarakat terhadap obat semakin meningkat.Seiring dapat mengurangi persepsi masyarakat tentang mutu dengan peningkatan kebutuhan tersebut, produksi obat obat tanpa kemasan. Berdasarkan latar belakang, maka pun semakin banyak dan bervariasi demikian juga rumusan halnya dengan obat-obat yang tersedia di pusat bagaimana persepsi pasien yang berkunjung di pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas Kuripan menetapkan mengurangkan, diagnosis, menghilangkan, Kesehatan,1993). Saat ini Obat-obat yang tersedia sangat bervariasi baik dari segi bentuk, kemasan maupun jenis Sebagai masalah sarana dalam pelayanan penelitian terhadap kesehatan ini mutu obat adalah dalam kemasan (blister / strip) dan mutu obat di luar kemasan (lepasan). penggunaannya. Seperti halnya obat yang tersedia di puskesmas adalah sebagian besar obat generik yang tersedia dalam bentuk kalengan. Hal ini menimbulkan persepsi masyarakat yang berkunjung di puskesmas bahwa mutu obat tersebut kurang baik sehingga timbul Metode Penelitian Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama), sementara data sekunder adalah data yang Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 14 diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Contoh kuesioner untuk diisi oleh pasien terpilih yang data primer adalah data yang diperoleh dari responden berkunjung di Puskesmas Kuripan pada bulan Oktober- melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau November 2012 selanjutnya melakukan tanya jawab juga data hasil wawancara peneliti dengan nara langsung dengan pasien. Data yang diperoleh dari hasil sumber. pengisian Kuesioner dan pengamatan kemudian Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk dihitung masing – masing jumlah jawaban sesuai persentase, kemudian dianalisis secara deskriptif. dengan jenis pertanyaan yang ada di dalam kuesioner Dimana terdapat 8 pertanyaan yang diajukan kepada tersebut. responden dan di antara pertanyaan tersebut terdapat 4 pertanyaan pembuka yaitu nomor 1– 4 dan 4 HASIL PENELITIAN pertanyaan inti yaitu nomor 5 - 8. Dalam penelitian, Hasil penelitian tentang persepsi pasien yang teknik pengumpulan data merupakan faktor penting berkunjung di Puskesmas Kuripan terhadap mutu obat demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan dalam kemasan dan mutu obat di luar kemasan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, diperlihatkan pada tabel sebagai berikut. dan apa alat yang digunakan. Jenis sumber data adalah Tabel 1. Frekuensi kunjungan pasien yang sering mengenai dari mana data diperoleh.Apakah data berkunjung ke Puskesmas Kuripan. diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder). Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara No 1 2 3 yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya pengamatan, melalui tes, angket, dkoumentasi dan wawancara, Frekuensi Sering Baru pertama kali Kadang-kadang Total Jumlah 61 Orang 7 Orang 32 Orang 100 Orang Persentase 61 % 7% 32 % 100 % Gambar 1. Diagram Frekuensi kunjungan pasien yang sering berobat ke puskesmas kuripan. sebagainya. 80% Sedangkan Instrumen Pengumpul Data merupakan alat 61% 60% yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena 32% 40% berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar cek 20% list, kuesioner (angket terbuka / tertutup), pedoman 0% 7% 1 wawancara, camera photo dan lainnya. Adapun tiga 2 3 teknik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah Series1 angket, observasi dan wawancara Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Oktober –25 November 2012 di Puskesmas Kuripan Lombok barat. Populasi penelitian adalah seluruhpasien yang berkunjung di puskesmas Kuripan pada bulan Oktober - November 2012. Sampel yang digunakan dalam ` Tabel 2. Frekuensi status kunjungan pasien No 1 2 3 Status kunjungan pasien Umum Askes Jamkesmas Total Jumlah Persentase 11 Orang 18 Orang 71 Orang 100 Orang 11% 18 % 71 % 100 % penelitian ini adalah sebagian pasien yang berkunjung di puskesmas Kuripan pada bulan oktober - november 2012. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sekitar 100 responden. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 15 Gambar 2. Diagram Frekuensi status kunjungan pasien 80% 71% Gambar 4. Diagram Persepsi pasien terhadap cara pemberian obat Umum 11 Orang 70% Baik 92 Orang 100% 60% 18% 20% 40% Jamkesmas 71 Orang 11% kurang Baik 3 Orang 60% 40% 30% 92% 80% Askes 18 Orang 50% 20% 10% 3% 0% 0% Tabel 3. Pasien yang mendapatkan resep obat No 1 2 3 Bentuk Sediaan Jumlah Persentase Mendapatkan resep Tidak mendapatkan resep Kadang- kadang Total 98 Orang 98 % 0 Orang 0% 2 Orang 100 Orang 2% 100 % Gambar 3. Diagram Pasien yang mendapatkan resep obat 98% Tabel 5. Penilaian pasien terhadap kemasan obat yang diberikan oleh petugas Puskesmas Kuripan 1 Kemasan yang digunakan Memadai 2 Tidak Memadai No Total Persentase 92 Orang 92 % 8 Orang 8% 100 Orang 100 % Gambar 5. Diagram Penilaian pasien terhadap kemasan obat 100% Memadai 92 Orang 92% Tidak Memadai 8 Orang 80% Mendapatkan resep 98 Orang 100% Jumlah 60% 80% Tidak mendapatkan resep 0 Orang 60% 20% 8% 0% 0% 2% 0% Tabel 6. Persepsi pasien terhadap perbandingan mutu obat di dalam kemasan dengan mutu obat di luar kemasan Tabel 4. Persepsi pasien terhadap cara pemberian obat di Puskesmas 1 2 20% Kadangkadang 2 Orang 40% No 40% Cara Pemberian Obat Baik kurang Baik Total Jumlah Persentase 92 Orang 3 Orang 92 % 3% 100 Orang 100 % Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 No 1. 2 Mutu obat dalam kemasan Baik Sama Saja Total Jumlah 49 Orang 51 Orang 100 Orang Persentase 49 % 51 % 100 % Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 16 Gambar 6. Diagram Persepsi pasien terhadap perbandingan mutu obat sedangkan yang menyatakan tidak baik memiliki alasan tertentu seperti ketidak puasan pasien terhadap penjelasan yang diberikan oleh petugas. Demikian juga Baik 49 Orang 51% Sama Saja 51 Orang 51% dari segi pengemasan obat lepas atau tanpa kemasan yang diberikan kepada pasien oleh petugas puskesmas 92 % menyatakan kemasan yang digunakan sudah memadai karena menggunakan kemasan yang sesuai 50% dengan standar seperti klip plastik dan 8 % menyatakan 50% kurang memadai (tidak memadai) karna dari klip obat 49% yang di gunakan tidak terdapat sablon etiket obat (klip 49% polos) sehingga etiket obat kurang lengkap. Persepsi 48% pasien terhadap mutu obat dari segi pengemasan sebanyak 49% dari sampel menyatakan bahwa mutu obat dalam kemasan lebih baik jika dibandingkan PEMBAHASAN Hasil data di atas menunjukan bahwa dari 100 dengan obat tanpa kemasan. merekaberalasan bahwa obat yang didalam kemasan tersebut lebih higenis, responden, 61 % menyatakan sering berobat, 7 % mudah di simpan, jelas dosis dan tanggal menyatakan baru pertama kali berobat dan 32 % kadarluasanya serta tidak cepat mengalami kerusakan menyatakan kadang-kadang berobat dengan suatu dan yang menyatakan mutu obat yang tidak dalam alasan bahwa mereka datang berobat pada saat sakit kemasan baik adalah 51 % dengan alasan bahwa pada dan juga berada di wilayah dekat dengan puskesmas dasarnya obat tersebut sama, baik dalam kemasan tersebut, sedangkan untuk pasien yang sering berobat maupun di luar kemasan. Selain itu 100 % pasien tidak ke puskesmas merupakan pasien rutin dengan diagnosa beranggapan bahwa obat yang baik adalah obat yang kronis seperti pasien TBC, Hipertensi dan Diabetes Mahal harganya, obat generic dalam kemasan, obat Melitus. Status pasien umum yang berkunjung tanpa kemasan, dan semua obat dalam kemasan. sebanyak 11 % Askes 18 % dan pasien Jamkesmas Semua pasien beranggapan obat yang bermutu baik sebanyak 71 %. Pasien yang menyatakan selalu adalah obat yang bias menyembuhkan penyakit dengan mendapat resep obat setiap kali berobat sebanyak 98 segera. Sehingga pasien berasumsi mutu obat tidak %, 0 % menyatakan tidak pernah mendapatkan resep bergantung pada kemasan obat. Persentase pasien yang obat, sedangkan 2 % menyatakan kadang- kadang tidak ragu akan khasiat obat sebanyak 11 %, mereka mendapatkan resep obat. Hal ini disebabkan karena beranggapan khasiat obat yang tidak dalam kemasan pasien tersebut hanya meminta konsultasi dengan dianggap mudah rusak dan kurang higienis. Sedangkan dokter atau petugas kesehatan puskesmas lainnya dan 89% tidak meragukan khasiatnya karna obat tersebut hanya periksa laboratorium. Persepsi pasien terhadap sudah di rekomendasikan oleh dokter dan petugas cara pemberian obat di puskesmas adalah 92 % kesehatan.Dan yang paling penting bagi pasien menyatakan baik, sedangkan 3 % menyatakan kurang penyakit mereka bisa sembuh. baik, karena pada saat pemberian obat petugas memberikan penjelasan kepada pasien tentang cara Keterbatasan Penelitian penggunaan obat tersebut dan pasien yang berobat Waktu yang terbatas merasa sudah cocok dengan obat yang diberikan, Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 17 Pasien yang tidak bersedia untuk di wawancara dan Filedman, mengisi kuesioner. Robert S. 1999. Understanding Psychology.Singapore: McGrow Hill College. Howard C. Ansel, Ph.D. Pengantar Bentuk Sediaan PENUTUP Farmasi; Kesimpulan pendamping Asmanizar, Iis Aisyah-Cet. I.- Ed.4 Berdasarkan hasil analisis data di atas Notoatmodjo, S. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Rakhmat, obat di luar kemasan dan 51% menyatakan obat tersebut sama saja mutunya, tanpa terpengaruh adanya kemasan. dari pada penampilan obat yang Jalaluddin. 1996. PsikologiKomunikasi. Edisi Kesepuluh. Bandung: Rosdakarya. Robbins, Stephen P. 2007. Perilaku Organisasi Buku 1, Pasien lebih mengutamakan kesembuhan penyakitnya Ibrahim; Press), 1989. mutu obatdi luar kemasan (lepasan). Yaitu, 49 % menyatakan obat dalam kemasan lebih baik dari pada Farida Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI- menunjukan tidak signifikannya perbedaan persepsi antara mutu obat dalam kemasan (blister / strip) dengan Penerjemah Jakarta: Salemba Empat, hal. 174-184. Sarwono, Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umum. dikonsumsi, Walaupun obat tersebut di luar kemasan. Jakarta: Rajawali Press. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap persepsi Soekidjo Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian tentang mutu obat didalam kemasan dan mutu obat Kesehatan Ed. Rev. Jakarta : Rhineka Cipta. diluar kemasan. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Saran Setia. Bagi Lahan Penelitian Shaleh, Abdul Rahman & Wahab, Muhbib Abdul. Bagi lahan penelitian diharpkan untuk mampu mengembangkan keterampilan petugas dalam pemberian obat dan memberikan informasi yang jelas 2004. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Persfektif Islam. Jakarta: Kencana. Shaleh, Abdul Rahman. 2009. Psikologi Suatu tentang mutu obat dalam kemasan dan mutu obat di Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: luar kemasan. Kencana. Stenberg, J Robert. 2008. Psikologi Kognitif. DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Anonim. 2011. Profil Puskesmas Kuripan. Puskesmas Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Kuripan. Lombok Barat. Bisnis. Jakarta : Salemba Empat. Chaplin,J. P. 2008. Kamus Psikologi Lengkap. Jakarta: Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta: PT Raja Grafindo. C.V Andi Offset. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 18 ANALISA KUANTITATIF DAN KUALITATIF PENGELOLAAN BERKAS REKAM MEDIS LEMBAR MASUK DAN KELUAR PASIEN RAWAT INAP TAHUN 2012 DI RSU PROVINSI NTB Syamsuriansyah Dosen Program Studi Rekam Medis & Informasi Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK Rumah Sakit adalah suatu sistem, dalam pengelolaannya menggunakan Sumber Daya yang di Transformasikan dalam beberapa proses untuk memperoleh Hasil yang diharapkan. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem yang mengorganisasikan formulir catatan, yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk menyediakan Dokumen yang dibutuhkan Manajemen Rumah Sakit dan dilaksanakan untuk pasien yang dipndang sebagai manusia seutuhnya, dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Analisa Kuantitatif Berkas Rekam Medis Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar yang terdiri dari identitas pasien, tanggal masuk dan keluar, diagnosis utama, dan tanda tangan Dokter, dari hasil persentasi angka tertinggi lembar ringkasan masuk dan keluar adalah pada diagnosis pasien yaitu , dan hasil Persentasi terendah terendah , maka kualitas rekam medis dikatakan baik, yang masing-masing petugas mengisi lembar ringkasan masuk dan keluar, nama, alamat, pekerjaan, nomor rekam medis petugas rawat inap (admisi) yang mengisi, sedangkan tanggal masuk dan keluar perawat yang mengisi, dan diagnosis utama dan tanda tangan dokter yang mengisi di lembar ringkasan masuk dan keluar. Analisa pengelola kualitatif berkas rekam medis lembar ringkasan masuk dan keluar ada dua pencatatan yaitu bekas tipx dan coretan, dari hasil persentasi tabel 2 angka lembar bringkasan masuk dan keluar bekas tipx dan yang tidak ada , sedangkan yang ada coretan dan tidak ada coretan , maka kualitas rekam medis dikatakan baik dalam pelayanan pengelolaan rekam medis di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Kualitas Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB berperan penting dalam menentukan mutu pelayanan, hal ini mengingat rekam medis merupakan salah satu standar yang harus dipenuhi oleh instansi atau rumah sakit untuk mendapatkan predikat akrditasi, serta perlu adanya kebijakan dari Rumah Sakit untuk memenuhi standar pelayanan terhadap pasien yang di rawat inap. Kata Kunci : Pengelolaan, Lembar Ringkasan Masuk, Keluar Menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai suatu sistem, dalam pengelolaannya menggunakan sumber daya yang ditransformasikan dalam beberapa proses untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Adapun sistem dan sumber daya tersebut adalah 5 M ( Method, Mechine, Man, Money, Material ). Keberhasilan diukur dari sumber daya yang menghasilkan produk pelayanan dengan efisien dan efektif. Kemampuan sumber daya untuk melakukan pengembangan organisasi, kemampuan sumber daya untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan kemmpuan sumber daya untuk memberikan kepuasan bagi customers internal maupun eksternal. Untuk itu, maka mengambil keputusan dalam organisasi rumah sakit memerlukan informasi yang akurat, tepat waktu, dapat dipercaya, masuk akal, mudah dimengerti dan seterusnya guna sebagai keperluan pengelolaan rumah sakit. Oleh karena itu laporan yang dibaca, dilihat dipelajarinya haruslah informative (Dewi 2007). dan tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat inap, dan gawat darurat. Dalam undang-undang No. 44 tahun 2009 rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan untuk semua bidang dan jenis penyakit. Sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya (Jhon 2002). Berdasarkan Permenkes N0 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis, setiap pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit diwajibkan untuk menyelenggarakan rekam medis. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem yang mengorganisasikan formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 19 menyediakan dokumen yang dibutuhkan manajemen dokter yang menerima dan atau merawat pasien, dan rumah sakit dan dilaksanakan untuk pasien yang pengisian lembar ringkasan masuk dan keluar yang dipandang sebagai manusia seutuhnya. Dalam rekam tidak lengkap. Peneliti mendapatkan data dari bagian medis yang lengkap, dapat diperoleh informasi – assembling unit Rekam Medis, rata-rata jumlah berkas informasi yang dapat digunakan untuk berbagai rekam medis dari triwulan pertama tahun 2012 keperluan. Keperluan tersebut diantaranya adalah berjumlah 808 berkas rekam medis pasien rawat inap, sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum, dari data yang peneliti peroleh di Rumah Sakit Umum bahan penelitian dan pendidikan, serta dapat digunakan Provinsi NTB selama triwulan pertama tahun 2012. sebagai alat untuk analisis dan evaluasi terhadap mutu Pengisian formulir lembar ringkasan masuk dan keluar pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit (jhon, Rawat Ianp dilakukan oleh seorang dokter yang telah 2002). Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan, memeriksa pasien. Dalam pengisian formulir lembar serta mengingat pentingnya rekam medis untuk rumah ringkasan masuk dan keluar rawat ianp yang ditulis sakit, maka diperlukan adanya pengendalian terhadap harus lengkap dan dapat dipahami oleh orang lain. pengisian rekam medis. Pada dasarnya rekam medis Dalam ketentuan pengisian rekam medis dibuat dan merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan segera dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan. kesehatan di rumah sakit. Kualitas rekam medis di Pengisian Rekam Medis langsung ditulis dalam rumah sakit ikut menentukan mutu pelayanannya. Hal lembaran rekam medis, jika tidak lengkap dilengkapi ini, mengingat rekam medis merupakan salah satu dalam waktu 2 X 24 jam. standar yang harus dipenuhi oleh instansi atau rumah Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ sakit untuk mendapatkan predikat akreditasi. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti Analisa Kuantitatif dan kualitatif Berkas Rekam Medis lakukan dengan observasi pada bulan Juli dirumah Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Rawat Inap Sakit Umum Provinsi NTB , kelengkapan pengisian Triwulan pertama tahun 2012 di Rumah Sakit Umum formulir lembar ringkasan masuk dan keluar rawat inap Provinsi NTB”. di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB masih terdapat formulir lembaran ringkasan masuk dan keluar yang METODE PENELITIAN kurang lengkap seperti data sosial pasien, diagnosa, Penelitian rancangan yang deskriptif penelitian tangan dokter dan nama dokter dalam pengisiannya menganalisa kuantitatif dan kualitatif pengelolaan sehingga sangat berpengaruh terhadap informasi yang berkas rekam medis lembar ringkasan masuk dan dibutuhkan pasien dan dalam laporan yang dibuat oleh keluar rawat inap di Rumah Sakit Umum Provinsi rumah sakit tersebut, yang paling berpengaruh lembar NTB. Penelitian ini dilakukan di bagian Asembling ringkasan masuk dan keluar yang tidak lengkap yang Rekam Medis Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. peneliti temukan pada saat peraktek pada bulan juni Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini 2012. Agar rekam medis terisi dengan tepat dan sesuai adalah pengambilan secara acak sederhana (Simple dengan kewenangan dan keakuratan data, perlu adanya Random Sampling). kebijakan dari instansi atau pihak Rumah Sakit yang Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan bersangkutan tentang kewenangan pengisian rekam instrument pengumpulan data dalam bentuk kuesioner. medis, Untuk observasi dan kuesioner ini ditunjukkan kepada berisi tentang riwayat penyakit, kasus menggunakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, tanda yang studi ini bersifat pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit, tanda tangan Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 20 bagian staf rekam medis. Teknik pengumpulan data Inap yang lengkap dengan angka tertinggi 51, dan ada dua yaitu Tanggal Masuk dan Keluar yang tidak lengkap 21 pada Wawancara & Observasi. Teknik Analisis Data yang pencatatan tanggal keluar pasien, maka kualitas Rekam digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teknik Medis dikatakan baik dilihat dari hasil angka analisis deskriptif yaitu dengan cara mendeskripsikan persentasi. Berdasarkan dari hasil persentasi lengkap data yang telah dikumpulkan dan diolah menjadi hasil- dan tidak lengkap Lembar Ringkasan Masuk dan hasil tinjauan untuk membuat gambaran tentang Keluar Pasien Rawat Inap, pada Analisa Kuantitatif kelengkapan pengisian lembar ringkasan masuk dan Diagnosis yang lengkap angka tertinggi mencapai 63, keluar Rawat Inap dan menghitung berapa angka yang dan yang tidak lengkap 9 pada diagnosis utama. lengkap yang Berdasarkan dari hasil persentasi lengkap dan tidak diperoleh sesuai hasil pengamatan dan disajikan dalam lengkap Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien bentuk tabular yaitu berupa tabel angka-angka dari Rawat Inap, pada Analisa Kuantitatif Tanda Tangan hasil kelengkapan pengisian formulir lembar ringkasan Dokter yang merawat yang lengkap mencapai angka masuk dan keluar pasien rawat inap. 61, dan yang tidak lengkap 11 pada tanda tangan dan tidak lengkap. Kelengkapan dokter penanggung jawab. Menganalisis deskriftif kualitatif pengelola HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Analisa Kuantitatif Lembar Ringkasan Masuk berkas rekam medis lembar ringkasan masuk dan Dan Keluar Pasien Rawat Inap Kualitas Berkas Rekam keluar pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Medis di RSUP NTB Provinsi NTB. Analisa kuantitatif Lengkap Tidak lengkap Jumlah (∑) n n n % % % Identitas 63 87,5 9 12,5 72 100 pasien Tanggal masuk dan 51 70,8 21 29,1 72 100 keluar Diagnose 63 87,5 9 12,5 72 100 Tanda tangan 61 84,7 11 15,2 72 100 Dokter Sumber :Data primer Rumah Sakit Umum Provinsi NTB Berdasarkan dari hasil persentasi lengkap Analisa Kualitatif adalah Suatu peninjauan terhadap masukan Rekam Medis yang concuren, kurang dari apa yang diharapakan sehingga mencerminkan suatu Rekam Medis yang tidak memadai atau tidak lengkap. Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) dan wawancara diruang keperawatn, bahwa pengisian Berkas Rekam Medis formulir Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar oleh Petugas Medis (Perawat) diruang keperawatan tidak teliti dan tidak lengkap pengisian identitas pasien yang masalah pencatatan (bekas tipx, coretan). dan tidak lengkap Lembar Ringkasan Masuk dan Yang disebabkan karena Kurangnya pengetahuan Keluar Pasien Rawat Inap, pada Analisa Kuantitatif Petugas Medis(perawat) tentang pengisian Lembar identitas pasien lengkap dengan angka tertinggi 63, dan Ringkasan Masuk dan Keluar yang lengkap. Tanda identitas pencatatan Tangan Dokter yang tidak terisi disebabkan karena pekerjaan pasien dengan angka 9, karena dari hasil pada saat berkas dikembalikan keruang Rekam Medis penelitian bahwa identitas pasien yang lengkap lebih bagian Assembling Dokter ada hambatan atau sibuk. banyak dibandingkan yang tidak lengkap, maka Kurang mengetahui akan pentingnya pengisian Lembar Kualitas Rekam Medis dikatakan baik dari hasil angka Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien Rawat Inap. persentasi tabel 1. Berdasarkan dari hasil persentasi Tabel 2 Analisa Kualitatif Lembar Ringkasan Masuk lengkap dan tidak lengkap Lembar Ringkasan Masuk Dan Keluar Pasien Rawat Inap Kualitas Berkas Rekam dan Keluar Medis di RSUP NTB pasien tidak Pasien lengkap pada Rawat Inap, pada Analisa Kuantitatif Tanggal Masuk dan Keluar Pasien Rawat Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 21 Alamat, Pekerjaan, Pendidikan Terakhir, Nomor Rekam Medis, Ruang, Kelas, SMF, Bangsa, Suku, dan Analisa kualitatif Bekas tipx Ada n 16 Tidak ada n % 56 77,7 % 22,2 ∑ Status Perkawinan. Petugas Perawat mengisi Ringkasan Masuk dan 72 Keluar, jam, Keluhan Utama, Pemeriksaan Fisik, Coretan 6 8,3 66 91,6 72 Sumber data primer Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Diagnosis sementara, Ringkasan keluar tanggal, jam Baik = Tidak Ada Bekas Tipx dan Coretan. dan pemeriksaan penunjang Dokter mengisi Diagnosis, Tidak Baik = Apabila Ada Bekas Tipx dan Coretan. Diagnosis utama, Diagnosis komplikasi, Diagnosis Berdasarkan dari hasil pesentasi ada dan penyakit lain, Therapy/Operasi/Tindakan, Dokter yang tidak ada Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien merawat dan Dokter penanggung jawab.. Rawat Inap, pada Analisa Kualitatif Bekas Tipx Dari beberapa pertanyaan tampaknya muncul berbagai dengan angka 16 dan yang tidak ada 56, maka Kualitas macam pengelolaan pengisian lembar ringkasan masuk Rekam Medis dikatakan baik dilihat dari hasil angka dan keluar di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. persentasi tabel 2. Berdasarkan dari hasil pesentasi ada Kesadaran Petugas Medis akan pentingnya pengisian dan tidak ada Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar untuk aktif Pasien Rawat Inap, pada Analisa Kualitatif Coretan dalam menjalankan tugas. Dari jawaban yang peneliti dengan angka 6, dan angka tidak ada coretan 66, maka bacakan dapat disimpulkan bahwa harapan Rumah Kualitas Rekam Medis dikatakan baik dilihat dari Sakit Umum Provinsi NTB khusunya dibagian perawat angka presentasi biasanya tabel 2. Pengelola Rekam Medis Dokter-dokter, cepat pulang atau ada Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien Rawat hambatan sehingga Diagnosisnya tidak terisi, maka Inap di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Di Rumah dari itu Berkas Rekam Medis yang belum lengkap Sakit Umum Provinsi NTB Pengelola Rekam Medis dikembalikan lagi keruang perawatan agar dokter bisa Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar dimana yang melengkapinya. mengisi adalah Petugas Rekam Medis, Petugas Admisi, Perawat dan Dokter yang bertanggung jawab. Kualitas Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Berdasarkan pengamatan (observasi) di Berdasarkan pengamatan (observasi) lembar ringkasan Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, dalam Pengelola masuk dan keluar merupakan berisikan informasi Berkas Rekam Medis Lembar Ringkasan Masuk dan tentang identitas pasien, dan riwayat penyakit pasien Keluar Pasien Rawat Inap terdapat Petugas Rekam selama dirawat.Lembaran ringkasan masuk dan keluar Medis ditempat penerimaan pasien rawat inap mencatat merupakan sumber informasai untuk pengindekan dan atau code penyakit pasien rawat inap, serta menyiapkan mengisi dan memberikan informasi yang menyangkut Identitas dan prosedur pada Lembar laporan Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien Rawat Inap. Ringkasan Masuk dan Keluar yang terdiri dari Nama, Sedangkan informasi yang diperoleh selama pasien Umur, Alamat, Pekerjaan, Pendidikan terakhir, Nomor dirawat sampai keluar dari ruangan rawat inap, Rekam Medis, Ruang, Kelas, SMF, Bangsa, Suku, dan pencatatan Status Perkawinan, Ringkasan Masuk dan Keluar, Jam, dilakukan oleh Perawat dibagian Rumah Sakit. Item-item pada Lembar Keperawatan atau diruang Perawat, dan Dokter Keluhan menandatangani bukti bahwa sudah merawat pasien. sementara, Ringkkasan Keluar Tanggal, Jam dan Pengelola Berkas Rekam Medis mengisi Lembar Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis Utama, Diagnosis Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien Rawat Inap yang komplikasi, Utama, Pemeriksaan Diagnosis Fisik, Diagnosis penyakit lain, terdiri dari: Petugas Admisi, mengisi Nama, Umur, Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 22 Therapy/Oprasi/Tindakan, Dokter yang merawat dan 2. Analisa Kuantitatif Rekam Medis lembar Dokter penanggung jawab, yang diisi masing-masing ringkasan masuk dan keluar di Rumah Sakit Petugas Medis yang bersangkutan. Untuk lebih jelas Umum Provinsi NTB masih terdapat formuir kualitas hasil lembar ringkasan masuk dan keluar dapat lembar ringkasan masuk dan keluar pada identitas dilihat pada tabel 3 dan 4. pasien yang kebanyakan pada pekerjaan pasien Tabel 3 Kualitas Kuantitatif Lembar Ringkasan Masuk dengan jumlah 9 dari sampel 72 berkas rekam Dan Keluar medis, dan yang lengkap 63, sedangkan tanggal masuk dan keluar yang tidak lengkap 21 yang No Katagori n % 1 Baik 61 84,7% 2 Kurang Baik 11 15,2% Jumlah (∑) 72 99,9% Sumber data primer Rumah Sakit Umum Provinsi NTB terdapat pada tanggal keluar pasien dan yang lengkap 51. Selanjutnya Diagnosis pasien yang tidak lengkap 9 pada Diagnosis utama dan yang Dari Tabel 3 dapat diketahui Kualitas lengkap 63, tanda tangan dokter dengan hasil Berkas Rekam Medis Lembar Ringkasan Masuk dan persentasi yang tidak lengkap 11 dan yang Keluar di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, dilihat lengkap 61, sudah tercapai kelengkapan isi dari dari Hsil Rekapitulasi Data, yang dikatagorikan Baik pada Formulir Lembar Ringkasan Masuk dan dan Kurang, jadi Kualitas Berkas Rekam Medis Keluar. dikatakan kurang Baik karena ada yang terdapat berkas 3. Analisa Kualitatif Pengelola Berkas Rekam rekam medis yang tidak lengkap pengisian lembar Medis Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar di ringkasan masuk dan keluar. Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, Petugas Tabel 4 Kualitas Kualitatif pengelola Lembar Medis (Perawat) masih kurang paham akan Ringkasan Masuk Dan Keluar pentingnya mengisi Riwayat Pasien yang di No 1 Katagori Baik n % Rawat, sehingga menyebabkan berkas rekam 53 73,6% medis menjadi tidak lengkap, dilihat dari hasil 2 Kurang Baik 19 26,3% Jumlah (∑) 72 99,9% Sumber data primer Rumah Sakit Umum Provinsi NTB persentasi pada tabel 2, dengan kesimpulan berkas rekam medis yang ada bekas tipx dengan Dari Tabel 3 dapat diketahui Kualitas hasil 16, dan tidak ada bekas tipx 56, analisa Berkas Rekam Medis Lembar Ringkasan Masuk dan kualitatif berkas rekam medis lembar ringkasan Keluar di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, dilihat masuk dan keluar yang ada coretan 6 dan tidak dari Hsil Rekapitulasi Data, yang dikatagorikan Baik ada coretan 66. dan Kurang, jadi Kualitas Berkas Rekam Medis Saran dikatakan kurang Baik karena ada yang terdapat berkas rekam medis yang tidak lengkap pengisian lembar 1. Selain tugas perawat merawat pasien, perawat juga mempunyai tugas untuk mengecek dan ringkasan masuk dan keluar. mengisi lembar ringkasan masuk dan keluar pasien rawat ianap yang dirawat untuk mengisi KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan selengkap-lengkapnya untuk mewujudkan mutu Dari Hasil dan Pembahasan penelitian dapat pelayanan yang baik, dan perlu bersosialisai ditarik kesimpulan sebagai berikut: kepada petugas. Assembling di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB cukup berjalan dengan baik sesuai dengan SOP. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 2. Tanda tangan dokter, nama jelas yang bertanggung jawab dan dokter yang merawat Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 23 banayak 2. yang tidak tercantum, sehingga Anonim: Rustiyanto, 2009. kegunaan rekam medis diharapkan kepada dokter untuk mengisi dengan (http//blog advertsing.com, diakses 26 juni 2012, jam lengkap lembar ringkasan masuk dan keluar 15.00 WITA. untuk mengetahui perkembangan pasien. Anonim: Etika-Ppenelitian.(www.secrib.com), diakses Sebaiknya dalam pengelola berkas rekam medis 11 juli 2012, jam 10.30 WITA. petugas medis, perawat dan Dokter memiliki Anonim: Rawimiharti’s, formulir rekam medis (blog at pengetahuan akan pentingnya pengisian terhadap wordPress.com), diakses 11 juli 2012, jam 12.02 formulir lembar ringkasan masuk dan keluar bagi WITA. pasien yang bersangkutan, agar tidak terjadi Clark, Jean S. (technical ed). Documentation for Acute kesalahan pencatatan dan lembar ringkasan Care, Chicago:AHIMA,2004. masuk dan kleuar yang tidak lengkap. Hatta,Gemala, Determinan dan Pengembangan Model Rekam Kesehatan Antental Informatif, disertasi program pascasarjana, Ilmu DAFTAR PUSTAKA Kesehatan Definisi Dan Isi Rekam Medis Sesuai Permenkes No: 269/ MENKES/ PER /III/2008 (http:|//rekamkesehatan.wordpress.com /2009/02/25/definisi-dan-isi-rekammedis-sesuai-permenkes-no269menkesperii2008), diakses 10 juni 2012, jam 14:25 WITA. keluar pasien rawat inap (www googel://.com, diakses 10 juni 2012, jam 14:59 WITA. Universitas Indonesia 2002. Notoatmodjo S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan : Jakarta. Johns, Merida L (Ed.). 2002. Healt Information Management Technology. An Applied Approach, Chicago: AHIM.,. Anonim: Anonim: Meeya,2011. Lembar ringkasan masuk dan Masyarakat Dewi 2007, Rumah Sakit blog at wordPress.com), diakses 12 agustus 20012. Anonim: Astaqauliyah 2005. Mutu Pelayanan (www Googel;//.com) diaksess 13 mei 2012. Jam 20:50. Anonim: Sugianto, 2006, Analisa Kuantitatif (blog at wordPress.com), diakses 22 juli 2012. Jam 11.00 WITA. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 24 STUDI NILAI KONVERSI HASIL MIKROSKOPIS BTA (+) PADA SPUTUM METODE LANGSUNG DENGAN HOMOGENISASI NaOH 4% DI PUSKESMAS KARANG TALIWANG TAHUN 2013 Ilman Alumni Analis Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK Kasus TB di Indonesia merupakan masalah utama bagi kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Pemeriksaan sputum langsung atau tanpa pengolahan banyak dilakukan di Puskesmas, kelemahan cara ini karena masih banyak jaringan, lendir yang akan dapat memperbesar volume sampel, sehingga akan memperkecil kemungkinan untuk dapat mengambil sampel yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosa. Oleh karena itu untuk mengatasi kelemahan tersebut serta meningkatkan efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum dapat dilakukan pengolahan sputum dengan metode homogenisasi, yaitu dengan larutan NaOH 4% yang akan menghilangkan materi-materi pengganggu dalam sampel sehingga bakteri yang ada di dalamnya dapat keluar dan diendapkan. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui nilai konversi hasil mikroskopis BTA (+) pada sputum metode langsung dengan homogenisasi NaOH 4%. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, Dalam penelitian ini diamati dan dianalisa nilai konversi hasil mikroskopis BTA (+) pada sputum metode langsung dengan homogenisasi NaOH 4%. Untuk mengetahui studi nilai konversi hasil mikroskopis BTA (+) pada sputum metode langsung dengan homogenisasi NaOH 4% dilakukan dengan uji statistic, yaitu uji beda non parametric Fisher Exact Test menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% (P = 0,05) dengan bantuan program SPSS versi 16. Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa hasil pemeriksaan BTA positif dari 12 sampel sputum terdapat nilai konversi/perubahan nilai dari hasil BTA (+) secara langsung dengan hasil BTA (+) dengan sampel homogenisasi. Kata Kunci : Infeksi TB, Pemeriksaan Sputum, Metode langsung, Metode homogenisasi PENDAHULUAN setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran Latar Belakang pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah dari golongan penyakit infeksi, oleh karena itu prinsip kesehatan utama di seluruh dunia. Diperkirakan pemberantasan tuberkulosis ini terdiri dari menemukan sepertiga penduduk di dunia telah terinfeksi oleh penderita yang BTA positif sebanyak mungkin karena bakteri Mycobacterium tuberculosa. Pada tahun 1995, hanya mereka yang BTA positif saja yang dapat diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta menularkan penyakit (Depkes RI, 2002). kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan Diagnosis tuberkulosis ditegakkan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia berdasarkan adanya keluhan, gejala klinis, pemeriksaan terjadi pada negara-negara berkembang. demikian juga fisik dan penunjang, radiologi, pewarnaan sediaan kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada langsung dan kultur. Diagnosis pasti ditegakkan bila kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. ditemukan bakteri Mycobacterium tuberculosa pada Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang pemeriksaan mikroskopis secara langsung atau biakan paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun) sputum. Identifikasi bakteri ini sangat penting untuk (Depkes RI, 2008). pengobatan dan mengetahui status penularan penderita Kasus TB di Indonesia merupakan masalah (Bahar A, 1994, Wardle, EN., 1995). utama bagi kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Berbagai masalah dihadapi sehingga belum Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah tuntasnya pemberantasan tuberculosis paru, seperti India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari masalah total jumlah pasien TB di dunia. Hasil Survei Kesehatan Mycobacterium tuberculosa baik pada pemeriksaan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa sputum secara langsung maupun kultur; di samping penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga pemeriksaan biakan memerlukan waktu yang lama Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 diagnostik karena sulitnya Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram menemukan 25 sehingga penderita sering terlambat mendapat pengobatan (Crofton J,dkk, 1992) Berdasarkan hal dan dianalisa nilai konversi hasil mikroskopis BTA (+) pada sputum metode langsung dengan homogenisasi tersebut diatas maka NaOH 4%. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien perhatian perlu lebih ditingkatkan untuk penyakit ini yang berobat ke Puskesmas Karang Taliwang dari bulan baik dalam diagnosis, pengobatan, pencegahan maupun Juli sampai dengan bulan September tahun 2013 dan penemuan kasus sedini mungkin. Pemeriksaan sputum Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang dengan mikroskopis langsung mempunyai banyak menunjukkan kelemahan karena harus terkandung minimal 5.000 memeriksakan sputumnya di laboratorium Puskesmas bakteri/ml sputum untuk mendapatkan hasil positif, Karang Taliwang dari bulan Juli sampai dengan bulan sehingga hasil negatif belum tentu berarti tidak ada September tahun 2013. bakteri. Pemeriksaan ini merupakan sarana diagnostik yang termudah, tercepat dan termurah (Assani, 1994) Pemeriksaan sputum langsung atau tanpa pengolahan dan Teknik pengambilan sampel dengan teknik Non Random Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan-pertimbangan atau kelemahan cara ini karena masih banyak jaringan, dalam hal ini pasien dengan kriteria yang mengalami lendir yang akan dapat memperbesar volume sampel, gejala-gejala suspek TB dan memeriksakan sputumnya sehingga akan memperkecil kemungkinan untuk dapat di laboratorium Puskesmas Karang Taliwang. yang di TB kriteria-kriteria tertentu yang ditentukan oleh peneliti, sampel dilakukan suspek Puskesmas, mengambil banyak gejala-gejala mengandung bakteri Prosedur Pengolahan sampel sputum dengan cara Mycobacterium tuberculosa. Oleh karena itu untuk Homogenisasi dengan larutan NaOH 4% adalah mengatasi kelemahan tersebut serta meningkatkan sebagai berikut (Soemarno, 2000) : efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum dapat dilakukan pengolahan sputum dengan a) metode masukkan 1 bagian sampel dan 1 bagian homogenisasi, yaitu dengan larutan NaOH 4% yang akan menghilangkan materi-materi pengganggu dalam Kedalam tabung vacutainer/pemusing steril, NaOH 4%, tutup rapat dengan tutup karet b) Kocok dengan Kahn shaker 210 sampel sehingga bakteri yang ada di dalamnya dapat kocokan/menit selama 10 menit (sampai keluar dan diendapkan dengan pemutaran pada 3000 homogen) rpm sehingga bakteri BTA yang ada di dalam sampel c) dapat dikumpulkan ke dalam volume yang lebih kecil daripada volume sampelnya sendiri yang akan Dicentrifuge pada 3000 RPM selama 5 menit d) Supernatan dibuang, sedimen/endapannya memperbesar kemungkinan untuk dapat mengambil digunakan untuk membuat sediaan hapus sampel yang mengandung bakteri tahan asam. Sesuai Proses pembuatan sediaan hapus sputum sebagai hasil pembaca pada sampel yang sudah homogenisasi berikut : dengan skala IUAT bisa mempengaruhi hasil yang lebih besar dibandingkan dengan cara langsung. a. Pembuatan sediaan hapus dari sputum Tanpa Pengolahan 1) Mengambil pot sputum dan kaca sediaan yang beridentitas sama dengan pot METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Puskesmas Karang Taliwang kota Mataram pada bulan september 2013. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, Dalam penelitian ini diamati Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 sputum. 2) Membuka pot sputum dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya droplet (percikan sputum). Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 26 3) Memanaskan bunsen Ose sampai diatas merah nyala dan api 4) Lidi yang telah dipakai dimasukkan biarkan kedalam wadah yang telah berisi sampai dingin. larutan desinfektan. 4) Mengambil sedikit sputum dari bagian yang kental dan kuning 5) Dikeringkan sediaan lalu difiksasi kehijauan diatas api lampu bunsen sebanyak (purulen) menggunakan ose yang telah disterilkan. 3x, sediaan siap untuk diwarnai. Pewarnaan dengan metode Ziehl Nielsen 5) Dioleskan sputum secara merata jangan terlalu tebal dan jangan terlalu tipis) pada sebagai berikut : a) permukaan kaca sediaan dengan ukuran difiksasi 2x3 cm. sputum menghadap keatas. pada rak dengan hapusan 6) Memasukkan ose kedalam botol yang b) Diteteskan larutan Carbol Fuchsin 0,3% berisi pasir dan alkohol 70% kemudian pada hapusan sputum sampai menutupi digoyang-goyangkan untuk melepaskan seluruh permukaan sediaan. partikel yang melekat pada ose. c) 7) Setelah itu didekatkan ose tersebut pada dibakar pada api bunsen tersebut sampai Dipanaskan dengan nyala api bunsen sampai keluar uap lalu diamkan selama 5 api spiritus sampai kering, kemudian menit. d) Dibilas sediaan dengan air mengalir pelan membara. sampai zat warna yang bebas terbuang. 8) Dikeringkan sediaan di udara terbuka, e) Diteteskan sediaan dengan asam alkohol jangan terkena sinar matahari langsung (HCI alkohol 3%) sampai warna merah atau diatas api (dibakar). Fuchsin hilang. 9) Digunakan pinset untuk mengambil f) sediaan yang sudah kering pada sisi yang berlabel dengan hapusan sputum Dibilas dengan air mengalir g) Diteteskan larutan Methylen Blue 0,3% pada sediaan sampai menutupi seluruh 10) Dilewatkan diatas api lampu spiritus permukaan. sebanyak 3 kali untuk fiksasi, sediaan h) Didiamkan selama 10 detik siap untuk dilakukan tahap pewarnaan. i) Pembuatan sediaan hapus dari sampel sputum dengan Pengolahan secara proses dengan air mengalir secara j) Dikeringkan sediaan diatas rak pengering di udara terbuka (jangan dibawah sinar sedimen dari endapan pengolahan hasil matahari langsung). sampel sputum 2) Dengan Dibilas perlahan. homogenisasi : 1) Siapkan secara perlahan. menghadap keatas. b. Meletakkan sediaan sputum yang telah Sediaan yang telah diwarnai dan sudah kering diperiksa dibawah mikroskop menggunakan lidi yang ujungnya telah dipipihkan diambil sampel sputum secukupnya 3) Dioleskan pada kaca sediaan secara merata dengan ukuran 2x3 cm. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 binokuler dengan tahapan sebagai berikut : a) Mencari terlebih dahulu lapang pandang dengan objektif 10x b) Meneteskan satu tetes minyak emersi diatas hapusan sputum Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 27 c) Diperiksa dengan menggunakan lensa d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang okuler 10x dan objektif 100x pandang, ditulis 2+. d) Mencari Basil Tahan Asam (BTA) yang e) f) e) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang berbentuk batang berwarna merah pandang, ditulis 3+. Penulisan gradasi Diperiksa paling sedikit 100 lapang hasil bacaan penting untuk menujukkan pandang atau dalam waktu kurang lebih keparahan penyakit dan tingkat penularan 10 menit penderita tersebut. Sediaan sputum yang telah diperiksa ANALISIS DATA kemudian direndam dalam xylol selam 15 mengetahui studi nilai menit, lalu disimpan dalam kotak sediaan. konversi hasil mikroskopis BTA (+) pada Bila menggunakan anisol, sediaan sputum sputum tidak perlu direndam dalam xylol. homogenisasi NaOH 4% dilakukan dengan uji Interpretasi hasil metode langsung dengan pembacaan statistic, yaitu uji beda non parametric Fisher mikroskopis sediaan hapus sputum dilakukan Exact Test menggunakan uji Chi-Square dengan menggunakan skala International dengan tingkat kepercayaan 95% (P = 0,05) Union Against Tuberculosis and Lung Diseases dengan bantuan program SPSS versi 16. (IUATLD) sebagai berikut : a) HASIL PENELITIAN Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif. Penelian ini di laksanakan di laboratorium Puskesmas Karang Taliwang dari b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang bulan Juli sampai dengan bulan September 2013. pandang, ditulis jumlah kuman yang Berdasarkan hasil penelitian studi nilai konversi ditemukan. hasil mikroskopis BTA (+) pada sputum metode Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang langsug dengan homogenisasi NaOH 4% di pandang ditulis 1+. peroleh hasil sebagai berikut c) Tabel.1 Untuk Hasil pemeriksaan BTA dalam sampel sputum metode langsung dan dengan pengolahan secara homogenisasi. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah Hasil Pemeriksaan BTA Metode Langsung (+) Homogenisasi 63 kuman ( 100 LP ) 46 kuman ( 100 LP ) 48 kuman (100 LP ) 121 kuman ( 100 LP ) 8 kuman (100 LP ) 67 kuman ( 100 LP ) 113 kuman ( 100 LP ) 169 kuman ( 100 LP ) 76 kuman (100 LP ) 143 kuman ( 100 LP ) 24 kuman ( 100 LP ) 92 kuman ( 100 LP ) 38 kuman ( 100 LP ) 116 kuman ( 100 LP ) 6 kuman ( 100 LP ) 28 kuman ( 100 LP ) 9 kuman ( 100 LP ) 21 kuman ( 100 LP ) 31 kuman ( 100 LP ) 112 kuman ( 100 LP ) 6 kuman ( 100 LP ) 72 kuman ( 100 LP ) 87 kuman ( 100 LP ) 126 kuman ( 100 LP ) 509 kuman ( 100 LP ) 1114 kuman ( 100 LP ) Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 28 Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa sama/homogen, konsentrasi/pengendapan adalah hasil pemeriksaan BTA positif dari 12 sampel sputum mengumpulkan bakteri yang ada didalam sampel terdapat nilai konversi/perubahan nilai dari hasil BTA kedalam volume yang lebih kecil dari pada volume (+) secara langsung dengan hasil BTA (+) dengan sampelnya sendiri, dekontaminasi adalah mematikan sampel homogenisasi. semua bakteri yang ada di dalam sampel kecuali bakteri yang tahan asam (Soemarno, 2000), sehingga dengan adanya proses-proses tersebut peluang untuk PEMBAHASAN Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi menemukan bakteri Mycobakterium tuberculosa dalam yang di sebabkan oleh bakteri berbentuk basil yang di sampel sputum menjadi lebih besar. Pada penelitian ini kenal dengan nama Micobakterium tuberculosa dan menggunakan lidi/tusuk sate yang salah satu ujungnya dapat menyerang semua golongan umur. Penyebaran dipipihkan menyerupai kuas untuk mengambil sputum TB paru melalui perantara ludah atau sputum penderita yang telah mengalami pengolahan, sampel sputum yang mengandung bakteri TB, oleh karena itu prinsip yang telah diolah agak sulit untuk diambil bila pemberantasan penyakit TB terdiri dari menemukan menggunakan ose karena sampel sputum akan menjadi penderita yang BTA positif sebanyak mungkin karena agak licin. Pada pengamatan sediaan apus dengan mereka yang BTA positif saja yang dapat menularkan mikroskop penyakit (Depkes RI, 2002). Diagnosis pasti dari lekosit/makrofag karena telah hancur akibat dari proses tuberculosis temukan pengolahan sputum sehingga mempermudah untuk pemeriksaan melihat adanya bakteri TB. Pemeriksaan BTA dengan mikroskopis secara langsung atau biakan sputum pengolahan sampel sputum ini memerlukanwaktu yang (Bahar A, 1994). lebih lama, peralatan yang lebih lengkap dan tentunya di Mycobakterium tegakan bila tuberculosa di pada Berdasarkan penelitian dengan sampel BTA dihomogenisasi adnya sel-sel Hasil uji statistik Chi-Square Fisher Exact test nilai diperoleh hasil yang signifikan yaitu P hitung (0,05) konversi/perubahan nilai bakteri berwarna merah yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai bertambah. Pemeriksaan mikroskopis BTA dari sampel konversi pemeriksaan BTA dalam sampel sputum sputum memiliki dengan metode langsung dan dengan pengolahan kelemahan karena untuk memberikan hasil positif secara homogenisasi. Pada table 4.3 menunjukan harus terkandung minimal 5.000 bakteri/ml sputum dan presentase tingkat positivitas pemeriksaan BTA dengan adanya materi-materi pengganggu pada sampel sputum pengolahan sputum adalah 33,3% yang berarti lebih dapat memperbesar volume sampel sputum sehingga tinggi sebesar 10% dari pada hasil pemeriksaan BTA mempersulit untuk menemukan bakteri TB, sehingga tanpa pengolahan sputum yang hanya sebesar 23,3%. hasil 1+ belum tentu benar (Assani, 1994). Dengan langsung tampa diperoleh dijumpai biaya yang lebih mahal. (+) pada sputum metode langsung dan dilanjutkan dengan tidak pengolahan adanya pengolahan sputum secara Penelitian dalam sampel sputum dengan homogenisasi materi-materi pengganggu dalam sampel pengolahan secara homogenisasi dengan larutan NaOH sputum dapat dihilangkan dan bakteri yang terdapat 4% di peroleh hasil. dalam pengolahan sampel sputum dalam sampel sputum dapat dikumpulkan sehingga ini terdapat beberapa proses yaitu; homogenisasi memperbesar kemungkinan untuk mengambil sampel adalah menghilangkan materi-materi pengganggu pada yang lebih banyak mengandung bakteri TB, terlihat sampel sputum sehingga bakteri yang ada didalamnya pada hasil penelitian BTA pada sampel sputum tanpa dapat pengolahan setelah dilakukan pengolahan sputum hasil keluar dan menjadi tercampur serba Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 29 pemeriksaan BTA menjadi 1+ yang berarti ada peningkatan jumlah bakteri akibat 3. proses Bagi mahasiswa dan peneliti berikutnya, agar melanjutkan penelitian ini dengan konsentrasi/pengendapan dan homogenisasi dalam menggunakan larutan yang bersifat asam dan pengolahan sampel sputum. Berdasarkan penelitian ini membandingkannya dengan hasil kultur. maka pengolahan sampel sputum perlu dilakukan untuk mendapat hasil yang lebih baik 4. guna Bagi instansi terkait, diharapkan untuk menyediakan bahan laboratorium pendukung mempercepat pemberantasan penyakit tuberculosis. agar proses pengolahan sampel sputum secara KESIMPULAN DAN SARAN homogenisasi dapat dilakukan. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan hasil maka dapat penelitian ditarik dan kesimpulan sebagai berikut : 1. 3. Anonim, 1989. Bakteriologi Klinik. Depkes RI, Jakarta Anonim, 2001. Tuberculosislosis Multi Disiplin. Pusat Dari 12 sampel yang menggunakan metode Study langsung ditemukan jumlah kuman sebanyak ( Banjarmasin. 509 kuman ) pada perbesaran 100x. 2. DAFTAR PUSTAKA FK Universitas Anonim,2012.http://www.google.com.my/imgres?img Dari 12 sampel yang menggunakan cara url=http://upload.wikipedia.org/Wikipedia/co hamogenisasi mmons/9/9b/Mycobacterium_tuberculosis_Zi ditemukan jumlah kuman sebanyak ( 1114 kuman ) pada perbesaran ehlNeelsen_stain_640.jpg. senin, 2 oktober 100x. 2012, pukul 09.00 pm. Terdapat perbedaan tingkat degradasi hasil Assani. FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran edisi positif pada pemeriksaan nilai konversi BTA (+) dalam sampel sputum metode langsung Revisi. Binarupa NaOH 4% Aksara. Jakarta. Bahar A, 1994. Tatalaksana Baru Tuberkulosis Paru. dengan metode langsung dengan homogenisai 4. Tuberkulosis Acta Medica Indonesia. Crofton J, Horne N, Miller F. 1992. Pulmonary Uji statistic dengan uji Chi-Square Fisher Tuberculosis In Adult Clinical Tuberculosis. Exast Test menghasilkan nilai yang signifikan Hongkong. The Macmillan press LTD. yaitu 0,00 ( P ά 0,05 ). Depkes RI, 2002. Pedoman Penanggulangan Tuberksulosis. Jakarta. Depkes SARAN 1. (+) sebaiknya melakukan pengolahan sampel sputum secara homogenisasi untuk Bagi pendidikan, agar menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam hal identifikasi tuberculosa bakteri serta Mycobacterium memperlengkap sarana penunjang praktikum di laboratorium. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Pedoman Penanggulangan Depkes RI, 2008. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakrta. Jawetz , Melnicks dan Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.Salemba Medika. Jakrta. mendapatkan hasil yang lebih baik. 2. 2005. Tuberkulosis. Jakarta. Bagi petugas laboratorium, jika menemukan pasien suspek TB bila hasil pemeriksaan BTA RI, Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Ratna J A dan Yohanis Ngili, 2005. Lewat Riset Melawan Tuberkulosis, Alumni kimia ITB dan Magister Biokimia ITB. Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 30 Soermarno, 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik.Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta Depkes RI, Yogyakarta. Stark John E, Sheneerson Jhon M, Higenbottam Tim, Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung 2005. Wardle,EN. 1995. Immunopathology of Tuberculosis. Medicine digest. Flower Christoper D.R,1996. Manual Ilmu Penyakit Paru. Binarupa Aksara. Jakarta. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 31 IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN B PADA SAUS TOMAT BAKSO CILOK DI SDN 1 AMPENAN TAHUN 2012 Ni Ketut Suly Sembada Alumni Analis Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Matram ABSTRAK Zat pewarna sintetik rhodamin B masih menjadi masalah yang membahayakan kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa negara di dunia terutama negara berkembang karena biasa di gunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat pewarna sintesis ini sangat membahayakan bagi manusia bila di komsumsi karena dapat menyebapkan iritasi, saluran pernafasan, keracunan, dan gangguan hati dan dalam jangka panjang menyebapkan kanker dan tumor.Dari segi usia dapat mengenai semua golongan umur tetapi prevalensi tinggi terutama pada golongan anak usia sekolah dasar karena umumnya anak-anak lebih suka membeli makanan yang cendrung dengan warna yang lebih mencolok. Rumus molekul dari rhodamin B adalah C 28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat.Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165 derajat celcius. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kromatografi kertas yaitu pemisahkan komponenkomponen atas perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fasa diam yang berupa kertas dibawah gerakan fasa gerak. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda. Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Sampel yang diperoleh dari SD 1 Ampenan selanjutnya di bawa ke Balai POM, untuk mengetahui kandungan rhodamin B pada saus tomat. Kata Kunci : Kromatografi Lapis Kertas, Saus Tomat, Rhodamin B Sanitasi PENDAHULUAN makanan ini bertujuan untuk Pengertian makanan menurut WHO (World menjamin keamanan dan kemurnian makanan, Health Organization) yaitu semua substansi yang di mencegah konsumen dari penyakit, mencegah perlukan oleh tubuh. Makanan yang dijual oleh penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut mengurangi kerusakan ataupun pemborosan makanan street Agriculture (DepKes RI, 2004). Kualitas bahan makanan yang baik Organization (FAO) didefisinikan sebagai makanan dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya yaitu dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh dari bentuk, warna, kesegaran, bau, dan lainnya. Bahan pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan keramaian umum lain yang langsung dimakan atau pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih seperti pestisida dan penggunaan zat pewarna makanan lanjut. Karena pengolahannya yang praktis dan hemat Rhodamin B (Kusmayadi, 2008). waktu food maka menurut makanan Food jajanan and sangat digemari Akhir-akhir ini sering terdengar bahwa telah (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004). Bila kita kaji banyak beredar zat pewarna sintesis pada makanan di lebih mendalam pengertian hygiene dan sanitasi ini lingkungan sekolah. mempunyai perbedaan, yaitu hygiene lebih mengarah bakso cilok.Cilok (singkatan dari aci di colok) yang pada kebersihan individu, sedangkan sanitasi lebih terbuat dari tepung kanji mengarah pada kebersihan faktor-faktor lingkungannya tambahkan bumbu pelengkap seperti saus tomat dan (Azwar, 1990). kecap. Zat pewarna sintesis ini sangat membahayakan Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Yang terdapat pada makanan yang kenyal dengan di Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 32 bagi manusia bila di komsumsi karena diduga dapat diketahui ciri-cirinya sebagai mana yang terlihat pada menyebapkan iritasi, saluran pernafasan, kulit, mata, tabel di bawah ini : No 1 Sampel Saus (A) Karena itu zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang 2 Saus (B) penggunaanya pada makanan oleh Mentri Kesehatan 3 Saus (C) saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati serta dalam jangka panjang menyebapkan kanker dan tumor. (Permenkes) No.239/Menkes /Per/V/85. Dari uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui adanya zat pewarna tambahan (Rhodamin B) pada saos tomat Bau Khas Merah Khas Merah Khas Hasil Pegamatan a. Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas saus A METODE PENELITIAN apakah ada zat pewarna sintetik yang terkandung Warna Merah 2. bakso cilok di SDN 1 Ampenan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bentuk Cairan kental Cairan kental Cairan kental No 1 dalam saus tomat bakso cilok. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik kuantitatif. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desembar 2012. Tempat penelitian dilakukan di BBPOM ( balai besar pegawasan obat dan makanan ) kota Mataram Propinsi Nusa Tenggara Barat. Populasi penelitian ini adalah Uji yang dilakukan identifikasi pewarna sintetik 1 Carmoisin Cl 14720 2 Ponceau 4R Cl 16255 3 Sunset yellow Cl 15985 4 Rhodamin B Cl 45170 5 Methanil Hasil uji Syarat Metode kromatografi kertas positif - positif - positif - negatif negatif negatif negatif anak laki-laki dan perempuan di Sekolah Dasar Negeri 01 Ampenan Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah saus tomat pada bakso cilok. Pedagang saus tomat bakso cilok A, pedagang saus tomat bakso cilok B, pedagang saus tomat bakso cilok C yang berjumlah 3 orang. Diduga pedagang saus tomat bakso cilok mengandung kadungan zat pewarna makanan sintetik Rhodamin B. Gambar : hasil penelitian kandungan rhodamin b pada sampel saus A HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN b. Sekolah dasar 1 Ampenan terletak di kota Ampenan Provinsi Nusa Tenggara Barat NTB. No Tempatnya tepat di jantung kota Ampenan. Dengan 1 jumlah siswa kelas 1 sampai dengan kelas 6 sebanyak 185 ( seratus delapan puluh lima ) siswa laki-laki dan perempuan tahun 2012. 1. Organoleptis Hasil pengujian secara organoleptis pada saus tomat yang bredar di sekolah dasar 1 Ampenan Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas saus B Uji yang dilakukan Hasil uji Syarat identifikasi pewarna sintetik : 1. Carmoisin Cl 14720 2. Ponceau 4R Cl 16255 3. Sunset yellow Cl 15985 4. Rhodamin B Cl 45170 5. Methanil yellow Metode Kromatografi kertas Positif _ Positif _ Positif _ Negatif Negatif Negatif Negatif Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 33 Amonia ini berfungsi sebagai pengikat sekaligus pelarut rhodamin B dalam benang wool. Saat proses eluasi digunakan eluen campuran perbandingan volume etil metil keton : aseton : air = 7 : 3 : 3. Penggunaakn eluen ini berkaitan dengan sifat kebanyakan zat warna yang bersifat polar, termasuk Rhodamin B, juga kemudahannya untuk larut dalam alkohol dan air. Oleh karenanya digunakan eluen ini agar dapat mengeluasi Rhodamin B dengan baik. Apabila yang digunakan berupa eluen non polar, Gambar : hasil penelitian kandungan rhodamin b pada sampel saus B seperti kloroform, maka Rhodamin B tidak akan c. tereluasi. Sebelum mempartisi sampel, awalnya eluen Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas saus C No Uji yang dilakukan 1 identifikasi pewarna sintetik : 1. Carmoisin Cl 14720 2. Ponceau 4R Cl 16255 3. Sunset yellow Cl 15985 4. Rhodamin B Cl 45170 5. Methanil yellow Hasil uji Syarat Metode Kromatografi kertas Positif _ Positif _ Positif _ dijenuhkan bertujuan menggunakan untuk kertas membuat (memudahkan saat mengetahui jarak eluasi saring. eluen makin jenuh juga untuk sampel), maksimal Selain bagi eluen untuk merambat. Lalu dilakukan eluasi hingga masingmasing totolan terpisah. Akan tetapi pada sampel A, Negatif Negatif sampel B, sampel C memberikan hasil negatif. Sebab Negatif Negatif selain warnanya yang cenderung agak pudar, juga nilai Rf-nya yang berbeda jauh, dari nilai Rf yang mengandung kandungan Rhodamin B. Sedangkan nilai Rf yang mengandung zat warna rhodamin B adalah Rf = 1 Selain itu, pengaruh lebar kertas saring terhadap chamber memberikan pengaruh besar. Sebab kertas Gambar : hasil penelitian kandungan rhodamin b pada sampel saus C Pembahasan Pada penelitian Rhodamin B dalam saus tomat ini akan memberikan hasil yang maksimal dalam analisis pengujian menggunakan metode kromatografi saring yang menempel dengan dinding chamber menyebabkan eluen juga terserap melalui sisi samping kertas saring. Hal ini akan menyebabkan proses eluasi terganggu. Itulah sebabnya kromatogram sampel A, sampel B, sampel C agak berbelok. kertas. Hal ini berkaitan dengan kemudahannya dalam mempartisi sampel sehingga dilakukan analisis warna KESIMPULAN DAN SARAN saus diekstraksi menggunakan benang wool bebas Kesimpulan lemak dengan bantuan asam asetat glasial. Fungsi benang wool ini adalah sebagai adsorben warna saus sedangkan asam asetat glasial berfungsi sebagai Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di simpulkan sebagai berikut : 1. Hasil pengujian secara organoleptis sampel saus pemberi suasana asam dimana pada suasana ini tomat A, sapel saus tomat B, sampel saus tomat C rhodamin B akan tertarik oleh asam dan selanjutnya memiliki bentuk cairan yang kental, warna merah akan diadsorbsi oleh benang wool. Lalu warna pada dan bau yang khas. benang wool itu diekstraksi lagi menggunakan amonia encer. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 34 2. Hasil uji kualitatif dengan kromatografi kertas Bresnick, S.M.D. 2004. Intisari Kimia Organik. Jakarta sampel saus tomat A, sampel saus tomat B, sampel saus tomat C tidak mengandung : Penerbit Hipokrates. Bungin,Burhan.2005.”Analisis Data Penelitian Rhodamin B hal ini dapat dibuktikan melalui Kualitatif”.Jakarta : PT Raja Grafindo warna sampel dan nilai Rf. Pada sampel saus A, Persada. sampel saus B, sampel saus C berwarna merah agak memudar. Nilai Rf BSN, SNI 06;6989.15;2004, Air dan Air Limbah zat warna rhodamin Bagian 15 : Cara Uji Kebutuhan Oksigen adalah Rf =1, sedangkan pada sampel saus A, Kimiawi (KOK) Refluks Terbuka Dengan saus B, saus C tidak mendekati nilai Rf. Refluks Terbuka Secara Titrimetri, Badan Standarisasi Nasional (BSN). Departemen Kesehatan Republik Indanesia, 1979. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Peraturan Menteri Kesehatan serta kesimpulan maka dapat dikemukakan saran-saran sebaga berikut : 1. 235/Men.Kes/PerNU1979. Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Bagi konsumen yang mengkomsumsi saus tomat Pedoman Penetapan. Indikator Provinsi bakso cilok hendaklah berhati-hati dalam memilih Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta. makanan jajanan yang beredar disekolah yang ada Depkes RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. di kota Ampenan dan sebaiknya mengkomsumsi Djajadiningrat, Surna T, Melia Famiola, Kawasan makanan yang sudah terdaftar di Departemen Kesehatan. 2. PJ. Nomor Industri. University Press, Yogyakarta, Dwiyono Agus. 2008. Kewarganegaraan. Jakarta: Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang analisa zat warna makanan Rhodamin B pada Ghalia Indonesia. Februhartanty makanan yang beredar di pasaran. dan Makanan Iswarawanti. Jajanan 2004. Anak Amankan Sekolah di. Indonesia http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.co DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2009. Kepuasan Kerja. URL:http://id.wikipedia.org/wiki/ m Haryoto .1998. Membuat Saus Tomat. Kanisius. Kepuasan_Kerja. Jakarta. Astawan, Made. 2008. Bahaya Logam Berat Dalam Makanan, diakses dari http://www.hayati- ipb.com/users/rudyct/PPs702/DEDIN_FR.ht Azwar, http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/30 /jenis-dan-penyebap kebisingan. Kusmayadi, A. 2008. Cara Memilih dan Mengolah m. Tanggal akses 02 Februari 2011. Makanan A, 1990, Masyarakat. Jakarta. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara,. Jakarta., Menuju ke Penyedia Kerangka Layanan Pemersatu Besar Perilaku Ilmu Pemasaran. Gizi Tomat. Laporan Akhir Penelitian Balai Baru: Konsumen 'Switching". Jurnal dari Akademi Perbaikan Krupadanam et al., 2001. Teknologi Pengolahan Pasta Bansal, HS, Taylor SF, dan St James, Y. 2005. "Migrasi Untuk Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Luthana, Y. K. 2008. Yoghurt. www.yoghurt«yis’sfoodentertaining.htm. (diakses tanggal 01 Januari 2011) Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 35 Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. SNI. 2004.Saus Tomat.badan standarisasi nasional.Jakarta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Sumar Hendayana.2006.”kimia Pemisahan Metode Nomor : 239/Men.Kes/Per/V/85. Tentang Kromatografi Dan Elektroforesis Moderen”. zat Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Warna Tertentu Sebagai Bahan Berbahaya Subandi. 1999. Penelitian kadar arsen dan timbal Peraturan Mente Nomor 1168/MENKES/PER/X/1999 dalam pewarna rhodamine B dan auramine Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri secara spektrofotometri: Suatu penelitian Kesehatan pendahuluan. Nomor 722/MENKES/PER/IX/1988 Tentang Bahan http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/ Tambahan Makanan. 1999a.htm. [30 September 2006 ] Prawirosentono, S. 1997. Manajemen Produksi dan Sudjadi: “ Metode Pemisahan “ . Yogjakarta: Kanisius Operasi. Bumi aksara.Jakarta. ( anggota IKAPI ). Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis. Suprapti, L. 2000. Membuat Saus Tomat. Trubus Edisi Ke I. Cetakan I. Graha Ilmu. Hal. 217. Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Edisi I. Agrisana. Surabaya. Tarwiyah, Cetakan I. Yogyakarta : Liberty. Tomat.http//www.iptek.net.id/ind/warintek/ S.M.Khopkar,Penerjemah Diakses Tanggal 01 Desember 2009. A.Saptorahardjo.Pendamping Nurhadi.1990. K.2001.Saus “Konsep Dasar Agus Kimia Analitik” . Jakarta :Universitas Indonesia ( UI- press ). SNI.1996.Konsentrat Buah Tomat. badan standarisasi nasional.Jakarta Trisnawati, Y.1993. Tomat: Pembudidayaan Secara Komersial. Penebar swadaya. Jakarta. Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.235/Men.Kes/PerNU1979. Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta. Winarno, F.G., 1994. Bahan Tambahan Makanan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 36 STUDI NEMATODA USUS GOLONGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA FECES BALITA DI DUSUN JERNENG KECAMATAN LABUAPI KABUPATEN LOMBOK BARAT Yuliana Astuti Alumni Analis KesehatanPoliteknik Medica Farma Husada Mataram Abstrak Penyakit kecacingan merupakan masalah kesehatan, terutama infeksi pada feces balita yang sanggat sering terkontaminasi karena sanitasi lingkungan yang buruk, kebersihan pribadi yang tidak terjaga, mengkonsumsi makanan yang di duga terkontaminasi dengan telur cacing, tingkat pengetahuan dan aspek sosial ekonomi yang masih rendah, serta kontak dengan tanah yang diduga terkontaminasi dengan telur cacing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya telur Nematoda usus golongan Soil Tranmitted Helminths (STH) pada feses balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Penelitian ini merupakan penelitian Observasional Deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah feses balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Pengambilan sampel dilakukan secara non random accidentally sampling. Besar Sampel dalam penelitian ini sampel jenuh. Data yang dikumpulkan di analisa secara deskriptif. Hasil penelitian identifikasi telur nematoda usus golongan Soil Transmitted Helminths pada feces Balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat didapatkan hasil sampel yang positif sebanyak 2 dengan prosentase 7% yang terdiri dari Ascaris lumbricoides sebesar 3,5%, Trichuris trichiura sebesar 3,5% dan cacing tambang sebesar 0% sedangkan sampel yang negatif sebanyak 28 dengan buang air besar di kali dan di kebun. Warga Dusun Jerneng rata – rata memakai lantai mengunakan semen, dan keramik, dari hasil yang telah disurvei (Profile Dususn jerneng, 2010 Gandahusada 1998). Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Studi nematoda Usus Golongan Soil Transmitted Helminths (STH) pada feces balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat ”. Kata kunci : Nematoda Usus , Soil Transmitted Helminths (STH) terkontaminasi dengan telur cacing (Onggowaluyo, PENDAHULUAN 2000). Salah yang Penyebaran penyakit ini adalah kontaminasi mempengaruhi derajat kesehatan adalah penyakit – tanah dengan tinja, telur tumbuh di tanah liat tempat penyakit infeksi, diantaranya adalah penyakit cacing lembab dan teduh dengan suhu optimum kira - kira usus yang merupakan salah satu masalah utama 300 C(Gandahusada, 2004). Secara keseluruh gejala – kesehatan masyarakat. Menurut WHO memperkirakan gejala kecacingan adalah badan kurus dan masa lebih dari 1 milyar penduduk dunia menderita penyakit pertumbuhan tergangu, kurang darah dan daya tahan cacingan terutama yang penularan melalui tanah. tubuh rendah dan sering sakit. Cara penularan Penyakit kecacingan tersebar luas baik di pedesaan Nematoda yang paling banyak adalah penularan maupun perkotaan. Hasil survei Dapartemen Kesehatan melalui aspek Soil Transmitted Helminths yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat prevalensi kecacingan terjadinya penularan cacing melalui media tanah dari jenis cacing Ascaris Lumbricoides, sebesar (Onggowaluyu,2000). Cacing Nematode usus yang 63,57%, cacing Trichuris trichiura sebesar 33,98%, paling banyak menginfeksi yaitu dari gologan STH dan (Dikes yang terdiri dari (Ascaris lumbricoides), (Trichuris Prov.NTB,2009). Penyakit kecacingan berkaitan erat trichiura), dan (cacing tambang) (Gandahusada, 2004). dengan sanitasi lingkungan yang buruk, kebersihan Balita di Dusun Jerneng biasa bermain dengan tidak pribadi yang tidak terjaga, mengkonsumsi makanan menggunakan alas kaki maupun pelindung tangan yang di duga terkontaminasi dengan telur cacing, sehingga terjadi kontak langsung dengan tanah. Tanah tingkat pengetahuan dan aspek sosial ekonomi yang mengandung humus, terlindung dari sinar matahari masih rendah serta kontak dengan tanah yang diduga merupakan habitat yang baik untuk pertumbuhan telur cacing satu kesehatan tambang sebesar masyarakat 7,71% cacing terutama telur cacing tambang. Dari hasil Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 37 survey diperoleh kepemilikan jamban di dusun Jerneng sebanyak 50%, yang tidak memiliki jamban 50%, dan c. Tidak dalam keadaan sakit PEMBAHASAN kebanyakan dari warga masyarakat dusun Jerneng Kecacingan masih menjadi masalah yang sulit kebiasaan kebiasaan buang air besar di kali dan di untuk diatasi mengingat tidak adanya gejala yang di kebun. Warga Dusun Jerneng rata – rata memakai timbulkan jika belum mencapai tahapan infeksi berat, lantai mengunakan semen, dan keramik, dari hasil yang terutama untuk balita. Kesadaran dari orang tua balita telah yang kurang memperhatikan kebersihan diri maupun disurvei (Profile Dususn jerneng, 2010 Gandahusada 1998). lingkungan sekitar yang Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti dapat berdampak negatif terhadap orang lain. Kecacingan dapat menyebabkan melakukan penelitian dengan judul “Studi nematoda kondisi kesehatan yang menurun, Usus Golongan Soil Transmitted Helminths (STH) kecerdasan dan produktifitas penderitanya berkurang, pada feces balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi kehilangan darah, dan menurunkan sumber daya Kabupaten Lombok Barat ”. manusia (Kemenkes RI,2006). gizi kurang, Menurut data WHO kecacingan tidak hanya METODE PENELITIAN Tempat penelitian dan pengambilan sempel di dapat terjadi pada anak–anak tapi juga pada orang Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten dewasa, yang membedakan adalah anak – anak masih Lombok Barat. Tempat pemeriksaan sampel di tumbuh dan berkembang sementara orang dewasa tidak Laboratorium lagi. Orang dewasa dapat melindungi diri dengan Labuapi Puskesmas Kabupaten Labuapi Lombok Kecamatan Barat. Waktu kebersihan tubuhnya, di mana kurva intensitas penelitian ini dilaksanakan pada bulan September kecacingan menurun sejalan dengan pertambahan usia. 2012. Jenis penelitian ini menggunakan metode Kecacingan dapat menyebabkan badan lemah sehingga Observasional deskriptif yaitu penelitian yang dapat menurunkan produktifitas (kemampuan kerja) dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat sehingga efektifitas juga menurun, dapat merusak alat gambaran deskriptif tentang suatu keadaan secara – alat tubuh sehingga menimbulkan penyakit lain. objektif (Notoadmodjo, 2005). Populasi dalam Pada penelitian identifikasi telur Nematoda penelitian ini adalah Balita yang terdapat di Dususn usus golongan Soil Transmitted Hemminths (STH) Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok pada feces Balita di Dusun Jerneng Kecamatan Barat. Labuapi Kabupaten Lombok Barat di dapatkan sampel Sampel dalam penelitian ini adalah feces Balita di sejumlah 30 balita, dan hasil pemeriksaan terdapat 2 Dususn Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten orang balita positif terinfeksi telur cacing yang terdiri Lombok Barat yang memenuhi kriteria dari dari jenis Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura peneliti. hal ini disebabkan karena keadaan dari lingkungan Pengambilan sampel dalam penelitian ini sekitar rumah dan kebersihan diri yang kurang di adalah non random purposive pengambilan sampel perhatikan sehingga dapat menimbulkan terjadinya dilakukan dengan mengambil kasus atau responden infeksi oleh telur cacing seperti tidak mencuci tangan yang memenuhi persyaratan atau kriteria yang di dengan sabun. Keadaan tanah yan merupakan tanah buat oleh peneliti. lembab Kriteria dari Sampel adalah : a. Balita yang bertempat tinggal di dusun jerneng yang terdapat di sekitar rumah mendukung untuk pertumbuhan dari telur cacing menjadi bentuk infektif terutama pada kedua dan jenis b. Bersedia untuk diambil fecesnya Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 yang Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 38 telur cacing yaitu suhu optimum Ascari lumbricoides Labuapi Kabupaten Lombok Barat, sebanyak 25 – 30 C dan Trichuris trichiura 30 C. 1 (3.5%) orang. Menurut laporan pembangunan Bank Dunia di 3. Tidak terdapat telur cacing tambang pada feces Negara berkembang diperkirakan infeksi kecacingan Balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi menyumbangkan angka kesakitan sebesar 12% untuk Kabupaten Lombok Barat. perempuan dan 11% untuk laki – laki. Hal ini 4. Terdapat 2 balita (7%) terinfeksi telur cacing menunjukan tidak ada perbedaan infeksi kecacingan Ascaris yang terjadi pada balita perempuan maupun balita laki Trichuris trichiura pada feces Balita di Dusun - laki tergantung dari kebersihan diri serta lingkungan Jerneng dan seberapa sering kontak langsung terhadap tanah Lombok Barat. yang terkontaminasi. Prevalensi lumbricoides Kecamatan dan telur Labuapi cacing Kabupaten Saran dan kecacingan yang sering 1. Bagi Pemerintah berhubungan dengan tanah seperti balita bermain di Khususnya kepada Dinas Kesehatan kabupaten tanah tanpa mengunakan alas kaki, tidak mencuci Lombok Barat agar lebih intensif memberikan tangan sebelum makan, dan selesai bermain, dan penyuluhan dan sosialisasi masalah kesehatan biasanya terkena kecacingan mencapai 80 – 90% terutama tentang pentingnya hygiene dan (respiratory USU, diambil pada tahun 2011). Upaya sanitasi lingkungan dalam pemberantasan menekan infeksi kecacingan terutama pada orang tua kecacingan. balita sebelum maupun setelah bekerja agar lebih 2. Bagi Masyarakat memperhatikan kebersihan diri seperti defekasi di Terutama orang tua balita diharapkan lebih jamban, mandi, dan mencuci tangan dengan air bersih, teliti menjaga kebersihan diri dan kebersihan mengalir, itu balita, terutama setelah selesai bermain. memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar sehingga Menjaga kebersihan lingkungan sekitar agar tidak terjadi kontaminasi oleh telur cacing dan terhindar mengurangi pengunaan sungai untuk defekasi (buang terutama golongan STH. serta mengunakan sabun. Selain dari infeksi Nematoda Usus air besar) supaya terhindar dari berbagai jenis macam penyakit terutama penyakit kecacingan. Pencegahan DAFTAR PUSTAKA infeksi cacing mencegah tambang kontak dilakukan manusia dengan dengan cara Anonim.2012.ProfilDusun Jerneng tanah yang Anonim,http://www.google.co.id/images?hl=id&biw= mengandung bentuk infektif yaitu dengan memakai 1280&bih=620&q=telur+ascaris+lumbri alas kaki jika keluar rumah, dan saat balita bermain. coides&gbq=2&aq=0&aql=&oq= KESIMPULAN DAN SARAN tanggal 5 April 2011 jam 13.01 WITA Kesimpulan Anonim,http://www.google.co.id/images?hl=id&biw=1 Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Terdapat telur cacing Ascaris lumbricoides Diambil pada 280&bih=620&gbv=2&tbm=isch&aq=o&aqi =&oq=&g=telur%20trichuris%20trichiura. pada feces Balita di Dusun Jerneng Diambil pada tanggal 5 April 2012 jam 13.01 Kecamatan Lombok WITA Labuapi Kabupaten Barat, sebanyak 1 (3,5%) orang. 2. Terdapat telur cacing Trichuris trichiura pada feces Balita di Dusun Jerneng Kecamatan Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Anonim,http://medicastore.com/rssartikel.php,2009. Diambil pada tanggal 5 April 2011 jam 13.01 WITA Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 39 Anonim,http://google.co.id/image/telurcacingtambang/. Irianto, Kus. 2009. Patologi ( berbagai penyakit yang jpg. Diambil pada tanggal 5 April 2011 jam mempengaruhi kesehatan manusia ) untuk 13.01 WITA Paramedis dan Non Paramedis. Yama Widya : Anonim,http://www.google.com/KMK%20No.%20424 %20ttg%20pedoman%20pengendalian%20ca Bandung. Ismid, Is Suhariah, Rawina Winita, Inge Sutanto, cingan. Diambil pada tanggal 5 April 2011 Zulhasril, Pudji K.Sjarifuddin.2000. Penuntun jam 13.01 WITA. Praktikum Parasitologi Kedokteran. FKUI: Anonim,http://www.google.comTanah%20%20Wikipe dia%20bahasa%20Indonesia,%20Ensiklopedi Jakarta. Notoadmodjo,soekidjo,2005. Metodologi Penelitian a%20bebas.html, 2010. Diambil pada tanggal 5 April 2011 jam 13.01 WITA Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. Onggowaluyo, Anonim,http://www.respiratory.usu.ac.id/chapter 13.01 WITA. Menteri Pengendalian Parasitologi Medik ( Helminthologi) Pendekatan Aspek Identifikasi II.pdf. Diambil pada tanggal 5 April 2011 jam Keputusan JS.2009. Diagnostic Dan Klinik. EGC : Jakarta. Prianto L.A.,Juni, Tjahaya L.A., dan Darwanto. 2008. Kesehatan.2006.Pedoman Kecacingan.Diambil Atlas Parasitologi Kedokteran. PT. Gramedia pada tanggal 20 April 2012 jam 13.01 WITA. Pustaka Utama : Jakarta. Slamet, Juli Soemirat. 2002. Kesehatan Lingkungan, Entjang,Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Yusra, Nurul Tenaga Kesehatan yang Sederajat. PT. Citra Hayati.http://aiiahaibara.blogspot.com/2010/1 Aditya Bakteri : Bandung. 0/12/proses-terjadinya-penyakit- Gandahusada, srisari, herry D. llahude da Wita Pribadi.2004. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.FKUI: Jakarta. Garcia, Lyne S. and A. Bruckner. 1996. Diagnostik cacingan.html. Diambil pada tanggal 11 april 2012 jam 15.45 WITA Zaman, Vigar. 1997. Atlas Parasitologi Kedokteran edisi II. Hipocrates : Jakarta. Parasitologi Kedokteran. ECG : Jakarta. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 40 UJI KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI DI DUSUN JERNENG KECAMATAN LABUAPI KABUPATEN LOMBOK BARAT Fitriah Nurul Hikmah Alumni Analis Kesehatan Politeknik Medica farma Husada Mataram Abstrak Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air di Indonesia meliputi kuantitas maupun tata letak sumur terhadap sumber pencemar yang dapat menyebabkan tercemarnya air sumur terutama air sumur gali oleh bakteri golongan Coliform yang diakibatkan dari buruknya sistem pembuangan limbah masyarakat, pembuatan WC, Septik Tank dan sumur yang kurang memenuhi persyaratan (jaraknya minimal 10 meter dari septik tank). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sumur gali yang ada di wilayah dusun Jerneng sehingga aman untuk dikonsumsi. penelitian ini bersifat Observasional Analitik yang mempunyai tujuan untuk mengetahui kontribusi faktor resiko tertentu terhadap adanya suatu kejadian tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sumur gali yang ada di lingkungan Dusun Jerneng yang mempunyai septik tank dengan jarak < 10 meter dan > 10 meter yang memiliki dinding sumur yang bersemen dan mempunyai lantai kedap. Dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria dalam penelitian berdasarkan survey lapangan adalah 20 sumur yang terdiri dari jaraknya < 10 meter dari septic tank berjumlah 16 sumur gali dan sumur yang jaraknya > 10 meter dari septic tank berjumlah 4 sumur. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan cara Non Random Sampling. Data hasil penelitian berupa jarak septic tank terhadap nilai Most Probable Number (MPN) pada air sumur di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat dianalisa secara Deskriptif dengan hasil penelitian pada tabel 1.2 dan tabel 1.3 yang menunjukkan bahwa terdapat nilai indeks MPN Coliform pada air sumur yang berada di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Semakin dekat jarak sumur dengan Septic Tank maka nilai MPN Coliform semakin tinggi, dan sebaliknya jika semakin jauh jarak sumur dengan Septic Tank maka nilai MPN Coliform semakin rendah. Kata Kunci : Air sumur, MPN Coliform, Jarak sumur terhadap Septic tank Salmonella parathypi, Salmonella thypi. Untuk bakteri PENDAHULUAN Air merupakan suatu sarana utama untuk non-patogen terdiri atas golongan bakteri Coliform, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air Coliform fecal, streptococci, merupakan salah satu media dari berbagai macam Actinomycetes. penularan penyakit (Kusnaedi, 2004). Air yang bersih kontaminasi air di Dusun Jerneng, yaitu penyakit diare adalah air yang jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak pada tahun 2011 mencapai 4,79% terdiri dari anak berbau (Untung, 2004). Masalah utama yang dihadapi balita sebanyak 141 orang, sedangkan untuk angka oleh sumber daya air di Indonesia meliputi kuantitas kematian tidak ada (Data Profil Dusun Jerneng, 2012). Data penyakit iron bakteri, disebabkan oleh maupun tata letak sumur terhadap sumber pencemar Berdasarkan latar belakang masalah di yang dapat menyebabkan tercemarnya air sumur atas, maka penelitian tentang uji bakteriologis air terutama air sumur gali oleh bakteri golongan Coliform sumur gali di Dusun Jerneng perlu dilakukan untuk yang diakibatkan dari buruknya sistem pembuangan mengetahui bagaimana kualitas air sumur gali yang ada limbah masyarakat, pembuatan WC, Septik Tank dan di wilayah dusun tersebut sehingga aman untuk sumur yang kurang memenuhi persyaratan (jaraknya dikonsumsi. minimal 10 meter dari septik tank). Air sumur gali adalah air permukaan tanah METODELOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium atau air tanah dangkal, umumnya dengan ke dalaman lebih dari 15 meter. Pada dasarnya bakteri yang hidup Mikrobiologi di dalam air dibedakan atas bakteri pathogen dan non- Masyarakat Pulau Lombok di Mataram pada bulan patogen. Bakteri patogen yang hidup di dalam air ini September dapat gangguan Observasional Analitik yang mempunyai tujuan untuk kesehatan, beberapa contohnya adalah Salmonella mengetahui kontribusi faktor resiko tertentu terhadap thyposa, adanya menyebabkan Shigella penyakit dysenteriae, atau Vibrio cholera, Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Balai 2012. suatu Laboratorium Jenis kejadian penelitian tertentu. Kesehatan ini bersifat Berdasarkan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 41 pendekatan waktu, jenis penelitian ini adalah cross- Tabel 1.2 Hasil Perhitungan MPN Coliform dan E sectional yaitu suatu penelitian yang berdasarkan pada Coli pada air smur yang jaraknya < 10 meter dari pengamatan fakta dengan pengukuran dalam waktu Septic Tank yang bersamaan (Notoadmojo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah No Sampel seluruh sumur gali yang ada di lingkungan Dusun Jerneng yang mempunyai septik tank dengan jarak < 10 meter dan > 10 meter yang memiliki dinding sumur yang bersemen dan mempunyai lantai kedap. Dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria dalam penelitian berdasarkan survey lapangan adalah 20 sumur yang terdiri dari jaraknya < 10 meter dari septic tank berjumlah 16 sumur gali dan sumur yang jaraknya > 10 meter dari septic tank berjumlah 4 sumur. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan cara Non Random Sampling yaitu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Jarak Sumur dengan ST (m) 1,4 2,4 3,2 5,1 5,1 6,3 7,1 7,3 8,0 8,1 8,2 8,2 8,6 9,0 9,0 9,2 Rata-rata didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang MPN Coliform/ 100 ml 294 190 166 130 130 111 89 84 78 67 60 58 45 38 35 33 98 dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya Tabel 1.3 Hasil Perhitungan MPN Coliform pada air sumur yang jaraknya > 10 meter dari Septik Tank (Notoatmojo, 2002). No Sampel HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian sampel air sumur di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat yang jaraknya < 10 meter 1 2 3 4 dan > 10 meter dari septic tank menggunakan Metode II (5 5 5) dapat diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : Jarak Sumur dengan ST (m) 10,1 10,4 10,4 13,0 Rata-rata MPN Coliform/ 100 ml 31 20 24 14 22 ANALISIS DATA Data hasil penelitian berupa jarak septic tank terhadap nilai Most Probable Number (MPN) pada air sumur di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat dianalisa secara Deskriptif dengan hasil penelitian pada tabel 1.2 dan tabel 1.3 yang menunjukkan bahwa terdapat nilai indeks MPN Coliform pada air sumur yang berada di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Semakin dekat jarak sumur dengan Septic Tank maka nilai MPN Coliform semakin tinggi, dan sebaliknya jika semakin jauh jarak sumur dengan Septic Tank maka nilai MPN Coliform semakin rendah. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 42 SK JUKLAK PKA TAHUN 1991 /1992 kualitas air PEMBAHASAN dalam bersih dibedakan dalam 5 kategori yaitu : Air bersih kehidupan. Hampir seluruh kehidupan di dunia ini kelas A kategori baik mengadung total coliform tidak terlepas dari adanya unsur air. Sumber utama air kurang dari 50, Air bersih kelas B mengandung total yang mendukung kehidupan di bumi ini adalah laut, coliform 51-100, Air bersih kelas C jelek mengandung dan semua air akhirnya akan kembali ke laut total coliform kategori 101-1000, Air bersih kelas D yangbertindak sebagai “resevoir” atau penampung. Air amat jelek mengadung total coliform 1001-2400, Air dapat mengalami daur hidrologi. Selama menjalani bersih kelas E amat sangat jelek mengadung total daur itu air selalu menyerap zat-zat yang menyebabkan coliform lebih 2400 (Pitojo, S, 2002). Air merupakan unsur penting air itu tidak lagi murni. Bakteri, virus, parasit, dan KESIMPULAN DAN SARAN mikroorganisme lainnya terkadang di temukan dalam air baik karena pencemaran alami maupun karena hasil perbuatan manusia. Sumur gali, yang airnya dekat dengan permukaan tanah adalah yang paling berisiko. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisa data yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: Aliran, atau air yang mengalir di atas permukaan tanah, 1. Nilai indeks MPN coliform pada air sumur gali mungkin membawa pencemaran ini dari kotoran hewan yang berada di Dusun Jerneng Kecamatan atau tanah dan sering terjadi apabila ada banjir, yang Labuapi Kabupaten Lombok Barat ditemukan bisa menyebabkan berbagai penyakit, misalnya gejala adanya bakteri coliform yang mencemari air mual dan diare bisa terjadi dalam waktu singkat setelah sumur gali. meminum air yang terkontaminasi. Efeknya bisa dalam 2. jangka pendek dan berbahaya atau mungkin sering Kualitas sumur gali di Dusun Jerneng kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat dikategorikan berulang dan berkembang secara perlahan. kedalam kategori kelas A yaitu baik, kelas B Pada penelitian Uji Kualitas Bakteriologis kurang baik, kategori kelas C yaitu jelek. Air Sumur gali di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat dengan menggunakan Saran metode MPN ragam 5 5 5 dapat diperoleh hasil penelitian seperti yang terlihat pada tabel 1.2 dan Dari hasil kesimpulan penelitian diatas, maka diberikan saran-saran sebagai berikut : tabel 1.3 dimana nilai MPN coliform air sumur yang memiliki jarak paling dekat dengan septik tank (1,4 1. Sumur merupakan salah satu penampungan air m) memiliki nilai MPN paling tinggi yaitu 294 / 100 yang utama bagi penduduk perkampungan. sampel air , jika dibandingkan dengan air sumur yang Dengan demikian air dalam sumur gali tersebut memiliki jarak paling jauh dengan septik tank (13,0) harus memiliki nilai MPN Coliform hanya 14 / 100 ml dikonsumsi. Agar air dalam sumur tersebut sampel air, hal tersebut menunjukan bahwa kualitas berkualitas baik maka sebaiknya jarak antara air sumur gali yang berada di Dusun Jerneng sumur gali dengan septic tank lebih kurang 10 Kecamatan meter. ditinjau Labuapi dari Kabupaten kualitas Lombok bakteriologis, Barat umumnya 2. memenuhi syarat yang baik untuk Kandungan bakteri yang terdapat dalam air termasuk dalam kategori kelas A, kategori kelas B, sumur, aktivitas domestik sekitar sumur, cara kategori kelas C. Sedangkan jika didasarkan pada SK penggunaan, DIRJEN PPM & PLP NO. 1/ PO. 03. 04. PA. 91 dan Berdasarkan hal tersebut lokasi dan konstruksi Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 dan pemeliharaan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram sumur. 43 sumur harus dibangun sesuai dengan standar kesehatan . 3. Untuk Dirjen P2M & PLP., 1995., Pelatihan Penyehatan Air. Depkes RI . Direktorat PPM& PLP. Jakarta. instasi terkait, perlu melakukan penyuluhan dan pengawasan terhadap sumur yang jaraknya kurang dari 10 meter dengan septic tank. Kusnaedi., 2004., Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum, Jakarta : Puspa Swara. Pitojo., S. 2002. Deteksi Pencemaran Air Minum. Aneka ilmu. Semarang. DAFTAR PUSTAKA Notoatmojo S, 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Anonim., 2010. Sumur gali. PT. Rineka Cipta, Jakarta. http://abahjack.com/sumurgali/.html%23/more159. diakses tanggal 20 Untung., 2004. Menjernihkan Air Kotor, Jakarta : mei 2012, jam 14.50 wib. Puspa Swara Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 44 IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI PASAR PAGESANGAN KOTA MATARAM DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) Oktarena Widiastuti Alumni Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK Zat pewarna sintetik Rhodamin B masih menjadi masalah yang membahayakan kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa negara di dunia terutama negara berkembang karena biasa di gunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat pewarna sintesis ini sangat membahayakan bagi manusia bila di komsumsi karena dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, keracunan, dan gangguan hati dan dalam jangka panjang menyebabkan kanker dan tumor. Dari segi usia dapat mengenai semua golongan umur. Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam kosmetik ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165 derajat celcius. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kromatografi lapis tipis salah satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahan sederhana suatu campuran senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis, prosesnya dikenal sebagai analisis kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti kolom. Kromatografi lapis tipis adalah salah satu pengembangan dari kromatografi partisi padatan pendukung fase diam. Oleh karena itu disebut kromatografi lapis tipis. Sebagai fase diam adalah air yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan pengembang biasanya pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan air sampel yang di peroleh dari pasar selanjutnya di bawa ke BBPOM, untuk mengetahui kandungan Rhodamin B pada lipstik. Kata Kunci: Lipstik, Rhodamin B, dan Kromatografi Lapis Tipis badan PENDAHULUAN dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau merubah rupa Dewasa ini, masyarakat terutama wanita dituntut untuk lebih menarik dan sehat terutama dari segi penampilan dialokasikan untuk bahkan, tidak pembelian sedikit produk dana kosmetik maupun perawatan kulit, salah satunya adalah lipstik. Untuk produk lipstik, semua wanita mengenalnya, tak ada wanita yang tak pernah memakainya. Bahkan ada beberapa wanita memandangnya sebagai sebuah kebutuhan dan tidak akan nyaman kalau tidak memakainya (Depkes RI dalam Tranggono, 1992). wanita yang tak pernah memakainya. Setiap wanita dimanapun berada, mempunyai kecenderungan serupa, yaitu ingin terlihat cantik dan menyenangkan untuk dipandang, sehingga produk perawatan dan kosmetik merupakan kebutuhan mutlak bagi dirinya. Kosmetik adalah bahan-bahan atau campuran bahan untuk dilekatkan, dipercikkan, Tranggono, 1992). Lipstik termasuk produk kosmetik wajah yang sudah menjadi identitas bagi wanita pada zaman modern ini, tanpa polesan pewarna bibir ini banyak diantara wanita merasa kurang tampil percaya diri di depan umum. Kebutuhan terhadap lipstik terus meningkat seiring dengan munculnya produk lipstik baru baik dalam negeri maupun merk global yang terus mengikuti kebutuhan konsumennya. Lipstik digunakan Lipstik, semua wanita mengenalnya, tak ada digosokkan, dan tidak termasuk golongan obat (Depkes RI dalam atau terutama oleh para wanita untuk menambah warna pada wajah sehingga tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi bibir lebih kecil atau besar tergantung warna yang digunakan. Selain itu lipstik memiliki manfaat lain, selain sebagai pewarna bibir, lipstik juga berfungsi sebagai pelembab/perlindungan bibir bahkan sebagai perawatan untuk mengurangi kerutan pada bibir. Lipstik dewasa ini dikemas dengan disemprotkan, dituangkan pada badan atau bagian Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 45 iklan dan kemasan yang sangat menarik disamping untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit pilihan warnanya yang semakin banyak. Beraneka (Ditjen POM RI, 2004). lipstik ditawarkan, bermacam merk, jenis dan warna. Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) Ternyata dibalik keindahan warna dan manfaat lipstik, yang berarti ”berhias”. Bahan yang dipakai dalam banyak juga produsen yang melakukan kecurangan usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari dalam memproduksi lipstik. Untuk manghasilkan bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. produk yang murah, banyak diantaranya yang sengaja Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari menambahkan kandungan zat-zat kimia yang ternyata bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud berbahaya pada tubuh (Depkes RI dalam Tranggono, meningkatkan 1992). Menurut Wall dan Jellinek, 1970, kosmetik dikenal kecantikan (Wasitaatmadja, 1997). Lipstik digunakan oleh para wanita untuk manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke- menambah warna pada bibir sehingga tampak lebih 19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, segar. Hal tersebut menjadikan industri kosmetik yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. berlomba-lomba Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru membuat produk yang banyak diminati kaum hawa. Beraneka lipstik ditawarkan, dimulai secara besar-besaran bermacam merk, jenis dan warna. Biasanya wanita (Tranggono, 2007). pada abad ke-20 memilih lipstik terutama karna warnanya, dimana Sejak semula kosmetik merupakan salah satu dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. segi ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga Kini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar teknologi, telah ditemukan zat warna sintetik, sehingga kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat produsen kosmetik lebih memilih zat warna sintetik keluarga istana. Dalam perkembangannya kemudian, (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004). terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik dalam Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997). mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih besar, lebih Rhodamin B merupakan salah satu zat warna seragam, lebih stabil, penggunaanya lebih praktis dan yang biasa dipergunakan dalam bidang industri kertas biasanya disamping dan tekstil. Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi pada keuntungannya itu semua, pewarna sintetik dapat kulit dan saluran pernafasan serta merupakan zat yang memberikan efek yang tidak baik pada kesehatan bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004). dalam lebih Menurut murah. Namun, peraturan menteri kesehatan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati (Azwar, 1990). Republik Indonesia nomor 445/menkes/per/V/1998 Di Indonesia, peraturan mengenai pelarangan bahwa kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan dan pembatasan zat warna yang digunakan dalam yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan kosmetika diatur melalui peraturan menteri kesehatan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin Republik Indonesia Nomor 239/Men/Kes/per/V/1985 luar). Gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, mengenai bahan kosmetika dan zat warna kosmetika, menambah daya yang meliputi zat warna tertentu yang dinyatakan melindungi supaya tarik, tetap mengubah dalam penampakan, keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan sebagai bahan berbahaya (Azwar, 1990). Meskipun telah dilarang oleh pemerintah, penggunaan zat warna sintetik berbahaya masih belum Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 46 terkendali. Hal ini disebabkan karena kurangnya beredar di Pasar Pagesangan kota Mataram Propinsi pengetahuan masyarakat akan akibat penggunaan zat Nusa Tenggara Barat. warna sintetik tersebut. Ketertarikan akan harga yang ANALISIS DATA sangat terjangkau dari warna lipstik yang terlihat Sebelum memulai kegiatan penelitian, terlebih tampak cerah. Pemeriksaan Rhodamin B dapat dahulu dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi Pengumpulan lapis tipis (KLT). Identifikasi dengan KLT dapat mendapatkan informasi keadaan sebelum penelitian dilakukan untuk menentukan zat yang tunggal maupun dimulai. Metode pengumpulan data dasar dilakukan campuran, dimana suatu campuran yang dipisahkan dengan survei. Dalam pengumpulan data dasar akan terdistribusi sendiri diantara fase-fase gerak dan beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: tetap dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda a. Bagaimana keadaan infrastruktur pedagang yang dari satu senyawa dengan senyawa yang lain. Rhodamin B akan memberikan fluoresensi kuning jika beberapa metode, antara lain dengan d. Tersedianya fasilitas pemeriksaan seperti alat dan bahan penelitian reagen e. Kesiapan petugas, pedagang untuk mendukung pengumpulan data dasar. Kromatografi Lapis tipis karena metode tersebut sederhana dan juga memiliki ketelitian yang baik. Selain hal tersebut perlu juga dipertimbangkan data tentang lokasi, situasi dan kondisi antara lain: Bedasarkan hasil survey yang dilakukan ditemukan untuk pemeriksaan penelitian ini digunakan pemeriksaan dengan metode mataram, diperlukan c. Keterampilan petugas dalam menganalisa hasil kinerja tinggi dan spektofotometri sinar tampak. Dalam pagesangan ini dasar. laboratorium kromatografi preparative, dengan kromatografi cair dipasar dasar data b. Bagaimana kesiapan dan kemampuan petugas Penentuan kadar Rhodamin B dapat dilakukan dengan data pengumpulan ada pasar pagesangan kota mataram dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan berwarna merah muda jika dilihat secara visual (Ditjen POM, 2001). dilakukan a. Rhodamin masih terdapat lipstik yang dijual dengan harga yang sangat B: Prevalensi, intensitas dan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku pedagang b. Pedagang: murah dimana pada kemasannya mengenai data diatas, Mampu, sedang, miskin (secara ekonomi) maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian c. Lokasi: Pasar Pagesangan kota Mataram terhadap d. Laboratorium: Baik, sederhana, tidak ada (tidak keberadaan zat pewarna sintetik dan dikhawatirkan produk tersebut mengandung zat warna berbahaya yang digunakan, khususnya Rhodamin B berfungsi) e. Dana: Mandiri (swadana), bantuan, atau tidak ada. dalam lipstik yang beredar dimasyarakat khususnya di pasar pagesangan Mataram. Penelitian ini bertujuan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN untuk mengidentifikasi kandungan Rhodamin B dalam A. Hasil Penelitian lipstik secara KLT yang beredar di tengah-tengah 1. masyarakat. METODE PENELITAN Penelitian ini bersifat uji kualitatif , yaitu analisis terhadap komponen utama pada lipstik dengan Organoleptis Hasil pengujian secara organoleptis pada lipstik yang beredar di Pasar Pagesangan kota mataram diketahui ciri-cirinya sebagaimana yang terlihat pada tabel di bawah ini : metode uji yaitu metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Populasi penelitian ini adalah lipstick yang Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 47 N o Sampel Bentuk Warna Bau Semi padat Merah Harum Semi padat Merah Harum Semi padat Merah Harum Sampel A (Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick 03 Sampel B (Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick 13 Sampel (C) Mirabella Chic Colormoist Lipstick 03 1 2 3 Gambar 2. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel Lipstik B (Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick 13) b. Kromatografi Lapis Tipis lipstik C, (Mirabella Dari hasil pengujian secara organoleptik dimana dari ketiga sampel yang diuji memiliki bentuk, warna dan bau yang sama, dimana berbau harum. 2. Hasil Pengamatan Hasil uji kualitatif Chic Colormoist Lipstick 03). No ketiga sampel tersebut berbentuk semi padat, warnanya merah dan menggunakan cara Kromatografi Lapis Tipis lipstik A (Pakalolo Fruit Hasil uji kualitatif menggunakan cara 1. Uji yang di Hasil lakukan Uji Identifikasi Negatif Syarat Metode Negatif Kromatografi Pewarna Lapis Tipis Sintetik (KLT) Rhodamin B (CI 45170) Fragrance & moist Lipstick 03) No Uji yang di lakukan Hasil Uji Syarat Metode 1 Identifikasi Pewarna Sintetik Rhodamin B (CI 45170) Negatif Negatif Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Gambar 3. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel Lipstik C (Mirabella Chic Colormoist Lipstick 03). Dari hasil pengamatan uji kualitatif yang sudah dilakukan menggunakan cara Kromatografi Lapis Tipis, sampel Lipstik A (Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick 03) Sampel Lipstik B (Pakalolo Fruit Gambar 1. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel Lipstik A (Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick 03) Fragrance & moist Lipstick 13), Sampel Lipstik C (Mirabella Chic Colormoist Lipstick 03) tidak Hasil uji kualitatif menggunakan cara mengandung Rhodamin B dengan hasil (negatif). Hal Kromatografi Lapis Tipis lipstick B ini dapat dibuktikan melalui warna sampel dan nilai Rf. (Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick 13) Pada sampel Lipstik A, B dan C berwarna merah agak a. No 1 Uji yang di lakukan Identifikasi Pewarna Sintetik Rhodamin B (CI 45170) Hasil Uji Syarat Negatif Negatif Metode memudar, sesuai dengan syarat bahwa dalam identifikasi pewarna sintetik harus negatif. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 B. Pembahasan Pada penelitian kali ini kami melakukan proses Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui kandungan zat pewarna pada lipstik. Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 48 Metode pengerjaan untuk penelitian ini adalah keunguan dan dalam larutan akan berwarna dimana penotolan dilakukan sebanyak 2 kali dengan merah terang berpendar. Zat ini sangat chamber yang telah diisi larutan eluen yang merupakan berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, campuran perbandingan volume pada lempeng pertama mengenai mata dan tertelan. Dampak yang etil asetat, methanol dan amoniak (75 : 15 : 5). terjadi dapat berupa iritasi pada saluran Sedangkan pada lempeng kedua adalah campuran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, isopropanolol dan amoniak (100 : 25). Eluen tersebut iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker terlebih dahulu dijenuhkan, disini chamber ditutup hati. rapat dengan tujuan agar meyakinkan bahwa astmosfer 2. Uji Kualitatif terhadap sampel Lipstik A dalam gelas kimia terjenuhkan dengan uap pelarut. (Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap 03) Sampel Lipstik B (Pakalolo menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan Fragrance & moist Lipstick 13), Sampel pergerakan pelarut pada kertas. Karena pelarut Lipstik C (Mirabella Chic Colormoist Lipstick bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen 03), Memenuhi syarat terhadap uji yang telah yang berbeda dari campuran zat warna akan bergerak di lakukan artinya sampel tersebut tidak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan mengandung pewarna sintetik Rhodamin B. Fruit berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Karena tidak adanya bercak warna seperti pada zat B. Saran Berdasarkan pembanding Rhodamin B maka dapat diartikan kalau sampel yang kami pakai tidak mengandung zat warna pembahasan serta hasil penelitian kesimpulan maka dan dapat dikemukakan saran-saran sebaga berikut : tersebut. Pada saat terjadinya pergerakan kenaikan 1. Bagi konsumen yang menggunakan produk sediaan kosmetik Lipstik hendaklah berhati- noda disini terjadi proses kompleksitas atau terjadinya hati dalam memilih kosmetik yang beredar interaksi antara air di atmosfer chamber dengan dipasaran dan sebaiknya memilih sediaan selulosa (penyusun kertas saring). Interaksi inilah yang kosmetik yang sudah terdaftar di Balai Besar menjadi hal yang sangat penting dalam pengerjaan pengawasan obat dan makanan. Kromatografi Lapis Tipis. Organoleptis adalah kegiatan yang dilakukan 2. analisa zat warna Rhodamin B pada sediaan untuk mengetahui rasa dan bau (kadang-kadang Lipstik yang beredar di pasaran. termasuk penampakan) dari suatu produk kosmetik 3. makanan/ minuman, obat dan produk lain. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai Bahaya Rhodamin B pada setiap kosmetik yang dijual bebas di pasaran. KESIMPULAN DAN SARAN 4. A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan, maka hasil penelitian dapat di dan kemukakan kesimpulan: 1. Rhodamin B adalah pewarna sintetik yang digunakan pada industri tekstil dan kertas. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal merah Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Di harapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan kepustakaan dan informasi untuk mahasiswa D3 Farmasi Politeknik “Medica Farma Huasda” Mataram walaupun masih banyak kekurangan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012. “Kromatografi lapis tipis” Anonim, 2012. “Pengertian Rhodamin B” Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 49 Azwar A, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara, Jakarta, 1990. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan. PJ. Nomor 235/Men.Kes/Per.NU1979, 1979. Departemen Kesehatan RI, Farmakope Indonesia hal 1002 – 1004, edisi IV 1992. Ditjen POM Republik Indonesia, 2004 Februhartanty dan Iswarawanti, Sistem Pengamanan Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan hal 302, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2002 Notoatmodjo, S. 2003. “Pengetahuan dan Prilaku Kesehatan”. PT. Rineka Cipta. Jakarta Prof. Dr. Ibnu Gholib Gandjar, DEA.,Apt, Abdul Rahman, M.SI.,Apt. Kimia Farmasi Analisis hal 535. Pengantar Prof. Dr. Sudjadi, M.S.,Apt, 2009 Roy J. Gritter, James M. Bobbitt, Arthur E. Bahan Berbahaya, http://www. Kosmetik net/ Schawarting, Kromatografi hal. 34, edisi II, 2004. 1991 Id. Wikipedia.org/ wiki/Lipstik 2011 Kusmayadi A, Cara Memilih Bahan Pengawet yang Aman Bagi Masyarakat, Jakarta. 2008 Sastrohamidjojo, H. Kromatografi Edisi I. Cetakan I. Yogyakarta: Liberty, 1985. Sudjadi. ”Metode Penulisan”. Yogyakarta Kanisius Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan hal 115 – 205, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2002. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Volume 1. No. 1 – April 2015 Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 50 SUSUNAN PENGELOLA Penanggung Jawab: Direktur Politeknik Medica Farma Husada Mataram Pimpinan Redaksi: Edy Kurniawan, S.Si. Dewan Redaksi : 1. Syamsuriansyah S.Pd., M.M Kes 2. Ikhwan MM 3. Handa Muliasari S.Si., M.Si Redaktur Pelaksana: 1. Akhmad Zainuddin S.Farm ., M.Si., Apt 2. Uswatun Khasanah S.Kep.,Ners 3. Yan Reiza Permana S.Pd Editor : 1. Edy Kurniawan S.Si 2. Wirdullutfi S.ST Staf Redaksi : 1. Eri Fitrianingsih R A.Md.,AK 2. Baiq Suharti A.Md.,RMIK 3. Alpi Sahrin S.ST.,MIK Pemasaran & Sirkulasi : 1. Zulkarnaen 2. Abdul Rendi A.Md Perp Alamat Redaksi Alamat : Jl Medica Farma No 01 Baturinggit Selatan Tanjung Karang Sekarbela Mataram Telp. : (0370) 7100264 E-Mail: [email protected] Desain Grafis : 1. Kusuma Wijaya S.Kom 2. Beny Binarto Budi Susilo, SKM PERSYARATAN NASKAH 1. Artikel merupakan/diangkat dari hasil penelitian dan atau kajian analitis-kritis dibidang kependidikan, kesehatan, penelitian, olah raga, teknologi dan seni 2. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia/Inggris sepanjang lebih kurang 10 halaman kuarto spasi satu setengah dilengkapi dengan abstrak (50-75 kata spasi 1) dan kata-kata kunci. Jenis huruf times new roman dengan ukuran font 10 pt. 3. Setelah judul ditulis nama penulis dan lembaga penulis. Artikel dikirim melalui CD dengan file Microsoft Word. 4. Artikel hasil memuat : Judul Nama penulis Abstrak (dalam bahasa indonesia jika artikel dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris jika dalam bahasa inggris) Kata kunci Pendahuluan (tanpa sub judul, memuat latar belakang masalah, dan tujuan penelitian) Metode Hasil Pembahasan Simpulan dan saran Daftar pustaka 5. Naskah artikel dalam bentuk (hard copy) dan CD (soft copy) dikirim paling lambat 1 (satu) bulan sebelum bulan penerbitan kepada : POLITEKNIK “MEDICA FARMA HUSADA” MATARAM Alamat : Jl Medica Farma No 01 Baturinggit Selatan Tanjung Karang Sekarbela Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat Telp. (0370) 7100264 6. Kepastian pemuatan, revisi atau penolakan naskah artikel akan diberitahukan secara tertulis, penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat imbalan berupa 2 (dua) ekslemplar 7. Kontribusi pemuatan untuk setiap topik/judul adalah Rp. 150.000 8. Artikel yang tidak dimuat, tidak akan dikembalikan. 9. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram diterbitkan pada tahun 2015 dengan frekuensi terbitan 2 kali setahun (April dan Oktober).