DAFTAR ISI HALAMAN Gambaran Suspek

advertisement
DAFTAR ISI
HALAMAN
Gambaran Suspek Tuberculosis Pada Pasien Dengan Diagnosa
Ispa (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) Positif Di Wilayah Kerja
Puskesmas Karang Taliwang Periode Januari S/D Juni 2012
(Eri Fitrianingsih Ramadhanti)
1–7
Identifikasi Pewarna Rhodamin B Pada Cendol Yang Beredar Di
Pasar Kediri Lombok Barat Dengan Metode Kromatografi Kertas
(Kk) Pada Tahun 2012
(Mariatun)
8 – 13
Persepsi Pasien Yang Berkunjung Di Puskesmas Kuripan
Terhadap Mutu Obat Dalam Kemasan (Blister Atau Strip) Dan
Mutu Obat Di Luar Kemasan (Lepasan)
(Wiwin Trisnawati)
14 – 18
Analisa Kuantitatif Dan Kualitatif Pengelolaan Berkas Rekam
Medis Lembar Masuk Dan Keluar Pasien Rawat Inap Tahun 2012
Di Rsu Provinsi NTB
(Syamsuriansyah)
19 – 24
Studi Nilai Konversi Hasil Mikroskopis Bta (+) Pada Sputum
Metode Langsung Dengan Homogenisasi Naoh 4% Di Puskesmas
Karang Taliwang
Tahun 2013
(Ilman)
25 – 31
Identifikasi Pewarna Rhodamin B Pada Saus Tomat Bakso Cilok
Di SDN 1 Ampenan Tahun 2012
(Ni Ketut Suly Sembada)
32 – 36
Studi Nematoda Usus Golongan Soil Transmitted Helminths (Sth)
Pada Feces Balita Di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi
Kabupaten Lombok Barat
(Yuliana Astuti)
37 – 40
Uji Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali Di Dusun Jerneng
Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat
(Fitriah Nurul Hikmah)
41 – 44
Identifikasi Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik Yang
Beredar Di Pasar Pagesangan Kota Mataram Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
(Oktarena Widiastuti)
45 – 50
GAMBARAN SUSPEK TUBERCULOSIS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ISPA (INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN ATAS) POSITIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG TALIWANG PERIODE
JANUARI S/D JUNI 2012
Eri Fitrianingsih Ramadhanti
Alumni Analis Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram
ABSTRAK
Penyakit tuberculosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.
WHO memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosisi dan
Indonesia adalah penyumbang kasus penderita tuberculosis terbesar ketiga di dunia, setelah Cina dan India. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran suspek tuberculosis pada pasien dengan diagnose ISPA (infeksi
saluran pernafasan atas) positif di wilayah kerja Puskesmas Karang Taliwang. Manfaat penelitian ini adalah agar dapat
memberi pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, memberikan informasi yang akurat dan adekuat tentang
gambaran suspek tuberculosis pada pasien dengan diagnosa ISPA positif. Penelitian ini menggunakan observational
deskriptif, dan penderita ISPA yang berobat ke puskesmas karang taliwang periode januari s/d juni 2012. Data yang
diambil merupakan data sekunder. Dari 200 sampel, suspek tuberculosis pada pasien dengan diagnose ISPA yang
menderita TB BTA (+) yaitu 5.5%, yaitu sebanyak 11 orang dan yang tidak menderita TB adalah 94.5%, yaitu sebanyak
189 orang.
Kata Kunci : TB, Penderita ISPA
kasus, namun pada tahun 2008 cakupan penemuan
PENDAHULUAN
Gangguan
sistem
pernafasan
merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi
saluran
pernafasan
jauh
lebih
sering
terjadi
dibandingkan dengan infeksi sistem organ tubuh lain
yang berkisar dari flu biasa dengan gejala serta
gangguan yang relatif ringan sampai pneumonia berat..
kasus baru mencapai 18,81% (Depkes RI, 2008).
Penyakit tuberculosis (TB) merupakan salah satu
penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. WHO memperkirakan sepertiga dari
populasi
berpengaruh terhadap masyarakat secara keseluruhan
(dalam hal fisik, sosial maupun ekonomi, sehingga
pencegahan, diagnosis, dan pengobatan gangguan
pernafasan ini mempunyai makna yang penting
sekali(Sylvia, 2005). Penyakit ISPA adalah penyakit
infeksi yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah ). Program
pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus
yang ditemukan harus mendapat tata laksana sesuai
standar, dengan demikian penemuan angka kasus ISPA
juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA.
Jumlah kasus ISPA di masyarakat diperkirakan
sebanyak 10% dari populasi. Target cakupan program
ISPA nasional sebesar 76% dari perkiraan jumlah
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
telah
terinfeksi
oleh
bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Wirawan, 2006).
Penderita tuberkulosis BTA (+) merupakan
Pada tahun 1999, sekitar 158.900 orang meninggal
dunia karena kanker paru. Penyakit pernafasan sangat
dunia
jenis tuberkulosis yang paling berbahaya karena dapat
menularkan kepada 10 sampai 15 orang disekitarnya
setiap tahun (Kartasasmita,2002). Menurut Dinas
Kesehatan Provinsi NTB, jumlah penduduk Nusa
Tenggara
Barat
yang
terdiagnosis
menderita
tuberkulosis dengan BTA (+) pada tahun 2007
sebanyak 3003 orang. Dari jumlah tersebut, penderita
tuberkulosis BTA (+) di wilayah mataram sejumlah
295 orang (Dikes Provinsi NTB, 2007). Angka
penderita TBC di Puskesmas Karang Taliwang Kota
Mataram dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Buktinya pada tahun 2009, dengan jumlah penderita
ISPA 506 orang dan yang terjangkit TB BTA (+)
sebanyak 24 orang. Di tahun 2010 penderita ISPA 471
orang dengan TB BTA (+) sebanyak 35 orang. Namun
tahun
2011 penderita ISPA 514 orang dengan TB
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
1
BTA (+) sebanyak 28 orang (Puskesmas
di wilayah kerja puskesmas karang taliwang kota
Karang Taliwang, 2012). Berdasarkan data kasus ISPA
mataram
tahun 2009 sampai 2011 di atas, dapat diketahui bahwa
pelaksanaan penelitian dilakukan selama 1minggu, data
terjadi peningkatan sebesar 87 kasus. Peningkatan ini
yang diambil dari bulan januari s/d juli 2012. Lokasi
menunjukan bahwa penyakit ISPA masih belum
penelitian
teratasi dan merupakan kasus yang perlu mendapat
Taliwang Kota Mataram.
perhatian khusus.
periode
januari
dilaksanakan
s/d
di
juli
2012.Waktu
Puskesmas
Karang
Populasi dari penelitian adalah pasien yang
Berdasarkan
permasalahan
tersebut,
berobat ke puskesmas karang taliwang periode januari
mendorong peneliti untuk Mengetahui Gambaran
s/d juli 2012. Sampel dalam penelitian ini adalah
suspek TBC pada pasien dengan diagnosa ISPA
penderita ISPA yang berobat ke puskesmas karang
(infeksi saluran pernafasan atas) positif di wilayah
taliwang periode januari s/d juli 2012. Besar sampel
kerja puskesmas karang taliwang kota mataram periode
yang digunakan adalah sampel penuh. Sampel diambil
bulan Januari – Juli 2012.
dengan
menggunakan
Non
random,
porposive
sampling. Data penelitian diperoleh dari data penderita
yang berobat di Puskesmas Karang Taliwang Periode
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional
Januari-Juli dan telah dilakukan pemeriksaan BTA
deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan memperoleh
dengan
metode
gambaran penderita suspek TBC pada pasien dengan
pengecatan
mikroskopik
dengan
yaitu
menggunakan
dilakukan
Ziel-Neelson.
diagnosa ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) positif
Laki-laki
n
105
HASIL PENELITIAN
1. Gambaran umum sampel
a. Jenis kelamin
Tabel 1.Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Perempuan
%
n
%
52.5
95
47.5
Ket : n = jumlah sampel keseluruhan
Frekuensi
200
Gambar 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
52.50%
47.50%
Laki-laki
Perempuan
Tabel 1 dan gambar 1 menunjukkan bahwa dari 200 sampel dari bulan Januari-Juli 2012 yang diteliti terdiri dari 105
orang (52.5%) perempuan dan 95 orang (47.5%) laki-laki.
b.
Umur
Distribusi umur suspek TB dengan diagnosa ISPA dari 200 sampel dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 2 di
bawah ini.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
2
Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur
<20 th
20-29 th
30-39 th
40-49 th
50-59 th
>60 th
keatas
Jumlah
Umur
Frekuensi
15
34
33
60
37
%
7.5
17
16.5
30
18.5
21
10.5
200
100
Gambar 2. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur
10.50%
<20
7.50%
20-29
17%
18.50%
30-39
16.50%
30%
40-49
50-59
>60
Tabel 2 dan gambar 2 terlihat bahwa jumlah sampel
(18.50%) dan kelompok umur 60 tahun keatas yaitu
terbanyak secara keseluruhan terdapat pada kelompok
sebanyak 21 orang (10.50%). Dari data yang diperolah,
umur 40-49 tahun yaitu 60 orang (30%) disusul oleh
umur sampel yang terkecil adalah kurang dari 20
kelompok umur 50-59 tahun yaitu sebanyak 37 orang
tahun, yaitu sebanyak 15 orang (7.5%).
c.
Tingkat Keparahan Penyakit Penderita Tuberculosis
Distribusi sampel berdasarkan hasil pemeriksaan BTA penderita TB dengan diagnosa ISPA dari 200 sampel dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Tingkat Keparahan Penyakit Penderita
Subjek
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Frekuensi
95
105
200
BTA (-)
Frekuensi
109
80
189
%
54.5
40
94.5
1+
Frekuensi
2
2
4
Hasil Pemeriksaan Sputum SPS
BTA (+)
2+
3+
%
Frekuensi
%
Frekuensi
4.8
0
0
3
4.8
1
2.4
3
9.6
1
2.4
6
%
1.5
1.5
3
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dilakukan
a) Tidak ditemukan BTA per 100 lapang pandang =
dengan
negatif.
menggunakan skala International Union
Againt Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) dan
b) Ditemukan 1-9 BTA per 100 lapang pandang =
diperiksa paling sedikit 100 lapang pandang atau dalam
ditulis jumlah kuman yang ditemukan.
waktu kurang lebih 10 menit sebagai berikut :
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
3
c) Ditemukan 10-99BTA per 100 lapang pandang = +
e) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang =
atau 1+.
+++ atau 3+. (WHO, 1996)
d) Ditemukan 1-10 BTA per 1 lapang pandang = ++
atau 2+
Gambar 3. Distribusi Tingkat Keparahan Penyakit Penderita
13.50%
BTA BTA +
94.50%
Tabel 3 dan gambar 3 menunjukkan bahwa sampel
memperlihatkan
hasil
negatif
pada
pemeriksaan
dengan hasil pemeriksaan sputum menunjukan BTA
sputum mereka. Hal tersebut tidak berarti mereka
positif adalah sebanyak 11 orang, yaitu sebesar 13.5 %
menderita TB dengan BTA negatif. Namun sebenarnya
yang terdiri dari 4 orang sampel dengan BTA 1+
mereka tidak menderita TB, karena melalui anamnesis
(9.6%), 1 orang sampel dengan BTA 2+ (2.4%) dan 6
ISPA dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit TB.
orang sampel dengan BTA 3+ (3%). 189 sampel
d.
Hasil Subjek yang Menderita Tuberculosis
Tabel 4. Hasil subjek yang menderita Tuberculosis
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Subjek
Frekuensi
95
105
200
Positif TB
5
6
11
Hasil Pemeriksaan secara Keseluruhan
%
Negatif TB
%
2.50
90
45
3
99
49.5
5.50
189
94.5
Gambar 4. Hasil subjek yang menderita Tuberculosis
5.50%
Positif TB
Negatif TB
94.50%
Tabel 4. dan gambar 4. menunjukkan bahwa hanya 11
Dari 11 subjek yang juga terkena tuberculosis
subjek TBC dari penderita ISPA yang menderita
diperoleh data riwayat penyakitnya dapat dilihat pada
tuberculosis, yaitu sebanyak 5.50% yang terdiri dari 5
tabel 5 sebagai berikut :
orang laki-laki (2.50%) dan 6 orang perempuan (3%).
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
4
Tabel 5. Riwayat Subjek yang Juga Menderita Tuberculosis
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Jenis Kelamin (P/L)
L
L
L
L
L
P
P
P
P
P
P
Usia
70
70
65
60
48
46
65
72
62
60
49
Hasil BTA Suspek TB
2+
2+
3+
3+
3+
2+
2+
1+
3+
3+
3+
Tabel 5 terlihat bahwa dari 11 sampel yang menderita
menderita TB paru. Selain itu, penelitian yang
Tuberculosis, 8 orang berusia 60 tahun keatas dan
dilakukan oleh Borgdoff (2001) juga menemukan
hanya 3 orang yang berusia diantara 40-49 tahun, yaitu
bahwa proporsi penderita TB paru lebih tinggi
46, 48, 49 tahun. Ditinjau dari hasil BTA suspek TB, 6
didapatkan
orang sampel suspek TB memiliki hasil pemeriksaan
perempuan. Pada penelitian tersebut terbukti adanya
BTA 3+, 4 orang sampel suspek TB BTA 2+, dan 1
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
orang sampel suspek TB dengan BTA 1+.
kejadian TB paru. Hasil penelitian ini menunjukan
pada
laki-laki
dibandingkan
dengan
bahwa jenis kelamin perempuan lebih berpeluang
untuk menderita TB paru dibandingkan dengan jenis
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui gambaran suspek TB pada
pasien dengan diagnosa
kelamin laki-laki, sebab perempuan lebih banyak
ISPA (Infeksi Saluran
melakukan aktivitas diluar rumah dan lebih mudah
Pernafasan Atas) positif, maka dilakukan penelitian
terpapar bakteri penyebab penyakit TB dengan asumsi
dengan metode observasional deskriptif pada 200
mereka adalah yang berhubungan dekat dengan
suspek TB dengan diagnosa ISPA positif di Puskesmas
penderita tuberkulosis.
Karang Taliwang Kota Mataram periode Januari-Juli
Frekuensi penderita TBC dari suspek TB yang
2012.
didiagnosa dari pandemik ISPA bahwa dari 200 orang
Berdasarkan tabel 1 dan gambar 1 dapat dilihat
sampel terbanyak terdapat pada kelompok usia 40-49
bahwa jumlah sampel perempuan lebih besar daripada
tahun, yaitu 60 orang (30%), sedangkan kelompok usia
jumlah sampel laki-laki. Sampel merupakan suspek TB
terkecil adalah 20 tahun, yaitu sebanyak 15 orang
diagnosa ISPA dengan menderita TB paru BTA (+),
(7.50%). Umur sampel dari penelitian ini juga tidak
sehingga data tersebut menandakan bahwa penderita
jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Arlina
TB perempuan lebih banyak daripada penderita TB
Gusti (2003) di Kota Medan. Dari 86 sampel, 39 orang
laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Heny
(45.4%) berusia antara 39-48 tahun karena pada usia
(2008) pada 17 orang responden, yang menunjukan
40-49 tahun sudah mulai rentan terhadap penyakit.
bahwa pada kelompok responden dengan jenis kelamin
Berdasarkan
tabel 3 dapat dilihat bahwa 5
perempuan lebih banyak daripada laki-laki, yaitu
orang sampel yang menderita TB adalah laki-laki dan
sebanyak 11 orang (64.7%) responden perempuan
6 orang sampel adalah perempuan. Hal ini menunjukan
menderita TB paru, sedangkan kelompok responden
bahwa perempuan lebih mudah terkena penyakit
dengan jenis kelamin laki-laki terdapat 6 orang (35.3)
tuberculosis dari pada laki-laki, jadi kesempatan untuk
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
5
terpapar penyakit ini juga lebih banyak. Selain itu, dari
11 sampel tersebut, sebanyak 8 orang berusia 60 tahun
SARAN
1.
Pada penelitian berikutnya diperlukan metode lain
keatas dan hanya 3 orang yang berusia diantara 40-49
dan jumlah sampel yang lebih banyak agar
tahun. Kemungkinan pada kasus ini faktor respon imun
mendapatkan hasil yang lebih akurat dan dapat
tubuh yang mempengaruhinya. Menurut Subagyo
diketahui apakah suspek TB diagnosa ISPA denga
(2004) kompetensi imun pada usia lanjut mulai
penderita TB BTA (+) memegang peranan
mengalami
penting dalam terjadinya tuberculosis.
penurunan,
sehingga
mudah
untuk
terinfeksi penyakit ini. Ikeu Nurhidayati (2007)
mengatakan bahwa lingkungan rumah juga merupakan
2.
Dijadikan sebagai bahan referensi bagi instansi
terkait dan penelitian selanjutnya.
salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran
kuman tuberculosis. Kuman tuberculosis dapat hidup
selama 1-2 jam bahkan hingga beberapa hari sampai
berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembapan, suhu
Hasil pemeriksaan keseluruhan diperoleh bahwa
persentase suspek TB diagnosa ISPA dengan BTA (+)
adalah 5.5%, dan yang tidak sakit TB adalah 94.5%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan bahwa
pada
orang
dewasa
Alcais, Alexandre. (2005). Tuberculosis In Children
and Adults: Two Distrinct Genetic Desease, Am
J Epidemol, Vol 202 No. 12, pp 1617-1621.
Alsagaf, Hood. (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.
rumah dan kepadatan penghuni rumah.
tuberculosis
DAFTAR PUSTAKA
lebih
sering
disebabkan karena reaktivasi infeksi sebelumnya,
sementara tuberculosis pada anak-anak lebih sering
terjadi karena penularan aktif M. Tuberculosis. Dari
semua orang dewasa yang terinfeksi penyakit ini,
hanya 10 % yang memperlihatkan gejala (Borgdoff,
2001). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Arlina Gusti (2003) di RSUP H.
Adam Malik Medan. Dari 86 sampel hanya ada 1 orang
sampel (1,16%) yang juga menderita tuberculosis.
Surabaya : Gramik FK Unair.
Anggraeny, Lenap. (2009). Pengukuran Laju Endap
Darah (LED) Sebagai Parameter Kesembuhan
Pasien Dengan Terapi Tuberkulosis. Mataram.
Universitas Mataram.
Anonim. (2008). “Kamus Besar Bahasa Indonesia”,
Available
from
:
http://www.sms-
anda.com/indonesia/kamus/indonesiagratislengkap. (Accesed : 2012, 15 July).
Arsunan, Arsin. (2006). “Beberapa Kejadian yang
Berhubungan dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Kassi-Kassi”.
from
:
Available
http://med.unhas.ac.id/index2.php?option=com
_content&do_pdf=1&id+167. (Accesed :2012,
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1.
2.
16 July).
Bahdadi, Jamila El. (2006). An Autosomal Dominant
Major
Gene
Confers
Predisposition
to
Pasien dengan diagnosa ISPA yang datang
Pulmonary Tuberculosis In Adults, Am J
berobat di Puskesmas Karang Taliwang periode
Epidemol, Vol 203 No. 7, pp 1679-1684.
Januari-Juli 2012 adalah sebanyak 200 orang
Beaglehole. (1997), cyt Nurhidayah, Ikeu. “Hubungan
penderita.
Antara
Suspek TB diagnosa ISPA dengan penderita TB
dengan Kejadian Tuberkulosis Pada Anak di
paru BTA (+) yang sakit TB paru adalah 5.5%
Kecamatan
dan yang tidak menderita TB adalah 94.5%.
Available
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Karakteristik
Paseh
Lingkungan
Kabupaten
Rumah
Sumedang”,
from
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
:
6
http://www.tbcindonesia.or.id/pdf/tbday2007/fa
Isselbacher. (1995). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
_leaf02.jpg.(Acessed:2012,12 Agustus.
Dalam. Jakarta. : EGC.
Borgdoof, Martien W. (2001). Transmission of
Kartasasmita. (2012). “Tuberculosis”. Available from:
Mycobacterium Tuberculosis Depending on the
http:///www.depkes.com. (Acessed: 2012, 11
Age and Sex of Source Cases, Am J Epidemol,
Juli).
Vol. 154, No. 10, pp 943.
Kassim, S., P Zuber S.Z. Wiktor. (2000), cyt Alcais,
Brooks, Geo F. (2005). Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta : Salemba Medika.
PT. Widya Medika.
Halim.
Provinsi
(2002).
NTB.
Tuberkulosis
di
Buku
Saku
Ilmu
M.E.
Children
and
Epidemol,Vol 202 No. 12, pp 1617-1621.
(2007).
NTB.
Hasil
Penelitian
Mataram
(2005).
Indonesia. Vol 3, No 2. Edisi September.
Kurniawati, Endang. (2008). Hubunbgan Antara
:
Dinas
Kesehatan Provinsi NTB.
Doengoes,
In
Kenyorini. (2004). Uji Tuberkulin. Jurnal Tuberkulosis
Penyakit Paru. Jakarta : PT. Hipokrates.
Dikes
Tuberculosis
Adults: Two Distrinct Genetic Desease, Am J
Crofton, Jhon. (2002). Tuberculosis Klinis. Jakarta :
Danusantosos,
Alexander.
Merokok Dengan Tingkat Kepadatan Kuman
Berdasarkan
Bakteri
Rencana
Asuhan
Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Hasil
Tahan
Pemeriksaan
Asam
Pada
Sputum
Penderita
Tuberculosis Paru di Kota Mataram. Mataram:
Universitas Mataram.
Embran, D. (1999). Cyt Gusti, Arlina. “ Kekerapan
Murray CJL, Stydlo K, Rouillon A. (1990). Cyt
Tuberkulosis Paru pada Pasangan Suami Istri
Bellamy, Richard. Variation In The NRAMPI
Tuberkulosis Paru yang berobat di bagian
gene and Suspectibility to Tuberculosis In West
Paru”.
Africans. N ENGL J MED.
Available
from
:
Nainggolan, Nancy. (2004). “Antara Kemiskinan dan
http://library.usu.ac.id/download/fk/paruarline%20gusti.pdf. (Acessed : 2012, 12 July).
Fitriani.
(2006).
“Tuberkulosis”.
Available
from
http://fkuii.org/tikiindex.php?Page=tuberculosis3.
Kasus
TB”.
2012, 18 September).
Horsburgh. (2004). Cyt Diel, R. Costr-optimisation of
screening for latent tuberculosis in clllose
from:
http://www.freelist.org/archives/ppi/032004/msg00262.html.
(Acessed:
Available
(Acessed:
2008,
September 18).
Wirawan, Adi. (2006). Profil Penderita Tuberkulosis
Anak di Puskesmas Darek. Jurnal Kedokteran
Mataram. No. 1.
contacts, ERS Journals, Vol 28, pp 35-44.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
7
IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN B PADA CENDOL YANG BEREDAR DI PASAR KEDIRI
LOMBOK BARAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI KERTAS (KK)
PADA TAHUN 2012
Mariatun
Alumni Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram
ABSTRAK
Zat pewarna sintetik Rhodamin B masih menjadi masalah yang membahayakan kesehatan masyarakat di
Indonesia dan beberapa negara di dunia terutama negara berkembang karena biasa di gunakan pada industri tekstil dan
kertas. Zat pewarna sintesis ini sangat membahayakan bagi manusia bila di komsumsi karena dapat menyebapkan
iritasi, saluran pernafasan, keracunan, dan gangguan hati dan dalam jangka panjang menyebapkan kanker dan
tumor.Dari segi usia dapat mengenai semua golongan umur tetapi prevalensi tinggi terutama pada golongan anak usia
sekolah dasar karena umumnya anak-anak lebih suka membeli makanan yang cendrung dengan warna yang lebih
mencolok. Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang
sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat
larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan
zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai
pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165 derajat celcius. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kromatografi kertas salah satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu
senyawa pada dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana suatu campuran senyawa dapat dilakukan
dengan kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai analisis kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai
pengganti kolom. Kromatografi kertas adalah salah satu pengembangan dari kromatografi partisi yang menggunakan
kertas sebagai padatan pendukung fasa diam. Oleh karena itu disebut kromatografi kertas. Sebagai fasa diam adalah air
yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan pengembang biasanya pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan
air sampel yang di peroleh dari pasar selanjut nya di bawa ke BB POM, untuk mengetahui kandungan Rhodamin B
pada cendol.
Kata Kunci: Kromatografi kertas, Cendol, Rhodamin B
street food menurut Food and Agriculture Organization
PENDAHULUAN
Makanan diperlukan untuk kehidupan karena
(FAO) didefisinikan sebagai makanan dan minuman
makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi
yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima
kehidupan
untuk
di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain
memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau
yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa
perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang
pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki
rusak, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas
lima dapat menjawab tantangan masyarakat terhadap
sehari-hari,
dan berbagai
makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi.
keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain,
Karena pengolahannya yang praktis dan hemat waktu
juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh
maka makanan jajanan sangat digemari (Februhartanty
terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003).
dan Iswarawanti, 2004). Istilah hygiene dan sanitasi
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena
dibutuhkan setiap saat dan dimanapun ia berada serta
sangat erat kaitannya. Tetapi bila kita kaji lebih
memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar
mendalam
bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan
mempunyai perbedaan, yaitu hygiene lebih mengarah
minuman,
melangsungkan
pada kebersihan individu, sedangkan sanitasi lebih
hidupnya. Pengertian makanan menurut WHO (World
mengarah pada kebersihan faktor-faktor lingkungannya
Health Organization) yaitu semua substansi yang di
(Azwar,
perlukan oleh tubuh. Makanan
yang dijual oleh
lingkungan istilah hygiene dan sanitasi mempunyai
pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut
perbedaan. Yang dimaksud dengan hygiene adalah
manusia.
mengatur
manusia
Makanan
berfungsi
metabolisme
tidak
dapat
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
pengertian
1990).
hygiene
Ditinjau
dari
dan
sanitasi
ilmu
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
ini
kesehatan
8
usaha
kesehatan
masyarakat
mempelajari
makanan selain berfungsi sebagai sumber energi zat
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan
pembangun dan zat pengatur juga mempunyai peran
manusia sehingga timbul upaya mencegah timbulnya
dalam penyabaran penyakit. Oleh karena itu, prinsip
penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang
dasar hygiene sanitasi tempat pengelolaan makanan
buruk dan membuat kondisi lingkungan yang baik agar
diperlukan
terjamin
Sedangkan
kesehatannya dari bahaya kontaminasi makanan dan
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang
organisme penyakit menular. Makanan yang aman dari
difokuskan terhadap pengawasan terhadap berbagai
mikroorganisme tidak terlepas dari pemeliharaan
faktor
derajat
hygiene sanitasi makanan yang baik, karena hygiene
kesehatan manusia (Azwar, 1990). Pengertian hygiene
sanitasi merupakan salah satu pemecahan untuk
adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi makanan dari kontaminasi (Djajadiningrat,
melindungi kebersihan individu. Misalnya mencuci
1989). Bahan makanan yang baik kadang kala tidak
tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci
mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan
piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang
yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan
bagian
melindungi
yang begitu luas. Salah satu upaya mendapatkan bahan
keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedangkan
makanan yang baik adalah menghindari penggunaan
sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan
bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas
yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu
(liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan
untuk membebaskan makanan dan minuman dari
secara kualitasnya. Sumber bahan makanan yang baik
segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak
adalah: (Depkes RI,2004).
kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi,
Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem
selama
penyimpanan,
pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik
pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan
Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi
minuman tersebut siap untuk dikonsumsi masyarakat
oleh pemerintah daerah dengan baik. Kualitas bahan
atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk
makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik
menjamin
keamanan
dan
kemurnian
makanan,
dan mutunya yaitu dari bentuk, warna, kesegaran, bau,
mencegah
konsumen
dari
penyakit,
mencegah
dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari
penjualan makanan yang akan merugikan pembeli,
kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh
mengurangi kerusakan ataupun pemborosan makanan.
bahan kimia seperti pestisida dan penggunaan zat
Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan
pewarna makanan Rhodamin B (Kusmayadi, 2008).
mencuci,
menyediakan
untuk
Sehingga penggunaan bahan tambahan atau zat aditif
mewadahi
sampah
dibuang
pada makanan masih menjadi masalah masyarakat
sembarangan dan berceceran di tempatnya berjualan
Indonesia khususnya pada pedagang jajanan di sekolah
(Depkes RI, 2004). Hygiene sanitasi adalah upaya
dasar. Terutama setelah adanya penemuan-penemuan,
untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat
termaksud keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia
dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan
diperoleh. Penambahan bahan tambahan atau zat aditif
(Depkes RI, 2003). Makanan merupakan salah satu
ke dalam makanan merupakan hal yang di pandang
kebutuhan
perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga
pemeliharaan
lingkungan
makanan
dalam
dari
kesehatannya.
yang
yang
proses
yang
mempengaruhi
rusak
untuk
pengolahan,
agar
tempat
sampah
manusia
sampah
tidak
untuk
menunjang
kehidupannya. Jika ditinjau dari segi kesehatan,
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
mampu
agar
bersaing
konsumen
di
pasaran.
dapat
dilindungi
Seiring
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
dengan
9
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
dalam mengatasi masalah ini. Informasi yang memadai
beberapa zat pewarna telah mengalami perkembangan
tentang zat pewarna Rhodamin B akan membantu anda
seperti halnya zat pewarna hasil rekayasa teknologi
berfikir lebih jernih. Selain itu, bertindak lebih akurat
yang ikut berkembang. Warna merupakan salah satu
untuk mengatasi agar setiap makanan yang beredar di
faktor penentu yang dilihat oleh masyarakat sebelum
setiap sekolah dasar bebas dari kandungan yang
memutuskan untuk memilih suatu barang termaksud di
membahayakan tubuh pada manusia saat di komsumsi.
dalamnya adalah makanan dan minuman. Makanan
Karya tulis ilmiah ini menyajikan informasi tentang zat
yang memiliki warna cendrung lebih menarik untuk
pewarna Rhodamin B pada makanan dalam bahasa
dipilih konsumen dari pada makanan yang tidak
yang mudah di pahami.
berwarna. Pemakaian zat pengawet, pemanis dan
pewarna sintetik pada makanan dan minuman telah
METODE PENELITAN
banyak digunakan khususnya zat pewarna masih
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
banyak di temukan. Akhir-akhir ini sering terdengar
apakah ada zat pewarna sintetik yang terkandung
bahwa telah banyak beredar zat pewarna sintesis pada
dalam cendol. Penelitian ini merupakan Penelitian
makanan di lingkungan sekolah. Yang terdapat pada
yang bersifat uji Kualitatif. Dalam melaksanakan
makanan, yang warnanya sangat menarik. Banyak
penelitian dibagi dalam tiga tahap kerja. Tahap pertama
pedagang yang menggunakan zat pewarna sintetis
persiapan,mempersiapkan alat, bahan, dan sampel.
tambahan pada Zat pewarna ini di sebut dengan
Tahap kedua pelaksanaan pada tahap ini dilakukan
Rhodamin B yaitu salah satu pewarna sintesis yang
pengujian sintetik pada cendol. Tahap ketiga yaitu
biasa di gunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat
tahap
pewarna sintesis ini sangat membahayakan bagi
perhitungan, dan analisis data serta pembahasan dan
manusia bila di komsumsi karena diduga dapat
pengambilan
menyebapkan iritasi, saluran pernafasan, kulit, mata,
penelitian yang digunakan adalah penelitian yang
saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati serta
bersifat uji kualitatif .yaitu analisis terhadap komponen
dalam jangka panjang menyebapkan kanker dan tumor.
utama pada cendol dengan metode uji yaitu metode
Karena itu, zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang
kromatografi kertas untuk uji pewarnaan sintetik yang
penggunaanya pada makanan oleh Menteri Kesehatan
terlebih
(Permenkes
organoleptik terhadap warna cendol, rasa, bau/aroma
No.239/MenKes/Per/V/85).
Hal
yang
sangat lumrah banyak orang yang khawatir membeli
makanan yang mengandung pewarna sintetik karena
akan
membahayakan
meliputi
kesimpulan
dahulu
dilakukan
hasil
uji
pengolahan
penelitian.
kualitatif
data,
Jenis
secara
dari cendol.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desembar
2012. Tempat penelitian dilakukan di BBPOM (Balai
Biasanya makanan yang mengandung pewarna sintetik
Besar Pengawasan Obat dan Makanan) Kota Mataram
ini beredar di lingkungan sekolah. Makanan yang
Propinsi Nusa Tenggara Barat. Populasi penelitian ini
mengandung
adalah pembeli yang ada di Pasar Kediri
sintetik.
anak-anak
yang
mereka.
bahan
untuk
akhir
penambahan
bahan
Lombok
pangan lain dan bahan tambahan pangan yang
Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel yang
diijinkan. Tapi banyak pedangang yang memanfaatkan
digunakan pada penelitian ini adalah Pedagang Cendol.
bahan yang lebih murah dengan menggunakan bahan
Sampel cendol A, Sampel cendol B, dan Sampel
tambahan pewarna sintetik
cendol C yang berjumlah 3 orang dan diduga
pada cendol sehingga
menjadikan warna pada cendol
lebih menarik.
mengandung zat pewarna makanan sintetik Rhodamin
Kecemasan semata tentu bukan cara yang bijaksana
B. Besar sampel yang di ambil sebanyak 3 bungkus
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
10
dari 3 pedagang, masing-masing 1 bungkus tiap
A,cendol B, cendol C.
pedagang dengan berat 30 gr pada pedagang cendol
HASIL PENELITIAN
1. Organoleptis
Tabel 1. Hasil pengujian secara organoleptis pada cendol yang bredar di Pasar Kediri Lombok Barat
No
1
2
3
Sampel
Cendol (A)
Cendol (B)
Cendol (C)
Bentuk
Semi padat
Semi padat
Semi padat
Warna
Merah
Merah
Merah
Bau
Khas
Khas
Khas
2. Hasil Pengamatan
Tabel 2. Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas Cendol A.
No
1.
Uji yang di lakukan
Hasil Uji
Syarat
Identifikasi Pewarna Sintetik:
Metode
Kromatografi Kertas
- Ponceau 4R CI 16255
- Carmoisin CI 14720
- Rhodamin B CI 45170
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Gambar 1. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel cendol A.
Tabel 3. Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas Cendol B.
No
1
Uji yang di lakukan
Identifikasi Pewarna Sintetik:
- Ponceau 4R CI 16255
- Carmoisin CI 14720
- Rhodamin B CI 45170
Hasil Uji
Syarat
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Metode
Kromatografi kertas
Gambar 2. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel cendol B
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
11
Tabel 4. Hasil uji kualitatif menggunakan cara kromatografi kertas Cendol C.
No
1
Uji yang di lakukan
Identifikasi Pewarna Sintetik:
- Ponceau 4R CI 16255
- Carmoisin CI 14720
- Rhodamin B CI 45170
Hasil uji
Syarat
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Metode
Kromatografi kertas
Gambar 3: Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel cendol C
Eluen tersebut terlebih dahulu dijenuhkan, disini
PEMBAHASAN
Pada penelitian kali ini kami melakukan
cember ditutup rapat dengan tujuan agar meyakinkan
kromatografi
mengetahui
bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan denga
makanan cendol.
uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia
Pertama-tama kami mencampurkan sampel makanan
dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama
dengan benang wol dan asam asetat glasial, disini asam
halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. Karena
astat glasial akan menarik zat pewarna dan kemudian
pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-
akann
telah
komponen yang berbeda dari campuran zat warna akan
dicampurkan. Benang wol yang memiliki serat akan
bergerak pada laju yang berbeda dan campuran
menangkap zat pewarna yang telah terpisah dari
dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
makanan cendol tersebut dengan bantuan dari asam
Karena tidak adanya bercak warna seperti pada zat
asetat
dengan
pembanding Rhodamin B maka dapat diartikan kalau
pemanasan yang mengakibatkan semakin cepatnya
sampel yang diteliti tidak mengandung zat warna
pelepasan ikatan senyawa pewarna dengan senyawa
tersebut. Pada saat terjadinya pergerakan kenaikan
makanan. Benang wol yang telah mengandung zat
noda disini terjadi proses kompleksitas atau terjadinya
pewarna itu kemudian ditambahkan dengan amoniak
interaksi antara air di atmosper chamber dengan
encer, hal ini bertujuan agar amoniak melarutkan zat
selulosa (penyusun kertas saring). Interaksi ini lah yang
pewarna yang telah berada dibenang wol. Zat pewarna
menjadi hal yang sangat penting dalam pengerjaan
telah larut ditunjukan dengan berubahnya warna
kromatografi kertas.
proses
kertas
kandungan zat pewarna
diserap
glasial.
oleh
untuk
pada
benang
Pemisahan
wol
ini
yang
dibantu
benang wol dari berwarna merah menjadi putih. Dalam
penarikan zat warna ini dilakukan pemanasan diatas
KESIMPULAN DAN SARAN
penangas hal ini bertujuan agar komponen zat warna
Kesimpulan
tidak rusak akibat panas yang berlebihan. Di dalam
Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh dan
chamber yang telah disi eluen, yang merupakan
pembahasan yang terbatas pada ruang Lingkup
campuran
ini,maka dapat di kemukakan kesimpulan:
antara
Larutan
elusi
,
campuran
perbandingan volume etil metal keton:aseton:air=7:3:3.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
12
1.
2.
Rhodamin B
adalah pewarna sintetik yang
Cahyo S. 2006. “Bahan Tambahan Pangan”. Penerbit:
digunakan pada industri tekstil dan kertas.
Kanisius.
Rhodamin B berbentuk serbuk kristal merah
Depkes. RI. 2003. “Buku Kesehatan Ibu dan Anak”.
keunguan dan dalam larutan akan berwarna merah
Jakarta.
terang berpendar. Zat itu sangat berbahaya jika
Depkes. RI. 2004. “Buku Pedoman Kesehatan Mata
terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan
dan Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas”.
tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi
Februhartanty dan Iswarawanti. 2004. “Amankah
pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi
Makanan Jajanan Anak Sekolah Di Indonesia”.
pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya
Haliday, David dan Resnick, Robert. 1990. “Fisika
kanker hati.
Modern (Terjemahan)”. Jakarta: Erlangga.
Uji Kualitatif terhadap sampel Cendol A, Sampel
Hidayat, Nur dan elfi Anis Saati. 2006. ”Membuat
Cendol B, Sampel Cendol C Memenuhi syarat
Pewarna Alami”. Surabaya: Trubus Agrisarana.
terhadap uji yang telah di lakukan.
Irwanto, 2008. “Kembang Sepatu, Pewarna Alami
Pengganti Rhodamin B”. Kusmayadi, 2008. “Hygene
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta
dan Sanitasi”.
kesimpulan maka dapat dikemukakan saran-saran
Lee. 2005. “Zat Pewarna Sintetis pada Makanan”.
sebaga berikut :
Notoatmodjo, S. 2003. “Pengetahuan dan Prilaku
1.
2.
3.
4.
Bagi konsumen yang mengkonsumsi Cendol
Kesehatan”. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
hendaklah
Prof. Dr. Ibnu Gholib Gandjar, DEA., Apt. 2009.
berhati-hati
dalam
memilih
makanan jajanan yang beredar dipasaran dan
“Buku Kimia Farmasi Analis”.
sebaiknya mengkomsumsi makanan
Permenkes
yang
No.
239/Menkes/per/V/1985.
sudah terdaftar di Departemen Kesehatan
Pewarna dalam Produk Makanan”.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang
Permenkes
analisa zat warna makanan Rhodamin B pada
Tekstil Rhodamin B dalam Makanan”.
makanan yang beredar di pasaran
Peraturan
No.
239/Menkes/per/V/85.
Menteri
Kesehatan
RI
“Bahan
“Pewarna
Nomor
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
722/Menkes/per/IX/1988. “Bahan Tambahan
Bahayanya Rhodamin B pada setiap makanan
Makanan yang Diizinkan dan Digunakan pada
yang dijual di pasar
Makanan”.
Di harapkan penelitian ini dapat di jadikan
Sudjadi. ”Metode Penulisan”. Yogyakarta Kanisius
sebagai tambahan kepustakaan dan informasi
(Anggota IKAPI).
untuk mahasiswa D3 Farmasi Politeknik
Subandi. 1999.
“Medica Farma Huasda” Mataram walaupun
Makanan”.
masih banyak kekurangan.
Tippler, Paul A, Prasetio, Rahmat W. 1998. “Fisika
“Bahaya Bahan Kimia dalam
untuk Sains dan Teknik, Alih Bahasa Lea”.
Jakarta Adi, Penerbit: Erlangga.
DAFTAR PUSTAKA
Yuliarti, Nurhati. 2007. “Awas! Bahaya di Balik
Anonim, 2012. “Kromatografi Kertas”
Lezatnya Makanan”. Yogjakarta: Andi
Anonim, 2012. “Pengertian Rhodamin B”
Azwar,
1990.
“Pengantar
Ilmu
Kesehatan
Lingkungan”. Jakarta.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
13
PERSEPSI PASIEN YANG BERKUNJUNG DI PUSKESMAS KURIPAN TERHADAP MUTU OBAT DALAM
KEMASAN (BLISTER ATAU STRIP) DAN MUTU OBAT DI LUAR KEMASAN (LEPASAN)
Wiwin Trisnawati
Alumni Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram
ABSTRAK
Obat-obat yang tersedia sangat bervariasi baik dari segi bentuk, kemasan maupun jenis penggunaannya. Seperti
halnya obat yang tersedia di puskesmas adalah sebagian besar obat generik yang tersedia dalam bentuk kalengan. Hal
ini menimbulkan persepsi masyarakat yang berkunjung di puskesmas bahwa mutu obat tersebut kurang baik sehingga
timbul kekhawatiran masyarakat terhadap khasiat obat tersebut, seperti halnya yang terjadi di puskesmas Kuripan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pasien yang berkunjung di Puskesmas Kuripan terhadap mutu
obat dalam kemasan (blister/strip) dan mutu obat diluar kemasan (lepasan). Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif untuk menggambarkan persepsi yang ada pada setiap pasien yang mengisi
kuesioner dengan jumlah populasi sebanyak 3254 responden dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak
100 responden. Dari hasil penelitan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 100 responden dapat diketahui bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap persepsi antara mutu obat dalam kemasan (blister / strip) dengan
mutu obat di luar kemasan (lepasan) yaitu sebanyak 49% yang menyatakan obat dalam kemasan lebih baik dari pada
obat di luar kemasan dan sebanyak 51% menyatakan obat tersebut sama saja mutunya, tanpa terpengaruh adanya
kemasan. Pasien lebih mengutamakan kesembuhan penyakitnya dari pada penampilan obat yang dikonsumsi, walaupun
obat tersebut di luar kemasan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap persepsi tentang mutu obat didalam kemasan
dan mutu obat diluar kemasan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada para petugas kesehatan untuk
lebih meningkatkan dan mengembangkan keterampilan petugas dalam pemberian obat dan memberikan informasi yang
jelas tentang mutu obat dalam kemasan dan mutu obat di luar kemasan di Puskesmas Kuripan Lombok Barat.
Kata Kunci : Persepsi pasien, Obat Dalam Kemasan dan Obat Luar Kemasan, Kuesioner
kekhawatiran
PENDAHULUAN
Obat merupakan bahan atau paduan dari
masyarakat
terhadap
khasiat
obat
tersebut, seperti halnya yang terjadi di puskesmas
bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
Kuripan.
dalam
mencegah,
masyarakat, puskesmas saat ini senantiasa berupaya
menyembuhkan
untuk meningkatkan mutu pelayanan salah satunya
penyakit atau gejala luka atau kelainan badaniah dan
adalah pelayanan kefarmasian. Untuk meningkatkan
rohaniah pada manusia dan hewan, atau untuk
mutu pelayanan dalam kefarmasian tentu harus
memperelok badan/bagian badan manusia (Peraturan
memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan
Menteri
kebutuhan
dengan pemberian obat kepada masyarakat, sehingga
masyarakat terhadap obat semakin meningkat.Seiring
dapat mengurangi persepsi masyarakat tentang mutu
dengan peningkatan kebutuhan tersebut, produksi obat
obat tanpa kemasan. Berdasarkan latar belakang, maka
pun semakin banyak dan bervariasi demikian juga
rumusan
halnya dengan obat-obat yang tersedia di pusat
bagaimana persepsi pasien yang berkunjung di
pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
Puskesmas Kuripan
menetapkan
mengurangkan,
diagnosis,
menghilangkan,
Kesehatan,1993).
Saat
ini
Obat-obat yang tersedia sangat bervariasi baik
dari
segi
bentuk,
kemasan
maupun
jenis
Sebagai
masalah
sarana
dalam
pelayanan
penelitian
terhadap
kesehatan
ini
mutu obat
adalah
dalam
kemasan (blister / strip) dan mutu obat di luar kemasan
(lepasan).
penggunaannya. Seperti halnya obat yang tersedia di
puskesmas adalah sebagian besar obat generik yang
tersedia dalam bentuk kalengan. Hal ini menimbulkan
persepsi masyarakat yang berkunjung di puskesmas
bahwa mutu obat tersebut kurang baik sehingga timbul
Metode Penelitian
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan
pertama), sementara data sekunder adalah data yang
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
14
diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Contoh
kuesioner untuk diisi oleh pasien terpilih yang
data primer adalah data yang diperoleh dari responden
berkunjung di Puskesmas Kuripan pada bulan Oktober-
melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau
November 2012 selanjutnya melakukan tanya jawab
juga data hasil wawancara peneliti dengan nara
langsung dengan pasien. Data yang diperoleh dari hasil
sumber.
pengisian
Kuesioner
dan
pengamatan
kemudian
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
dihitung masing – masing jumlah jawaban sesuai
persentase, kemudian dianalisis secara deskriptif.
dengan jenis pertanyaan yang ada di dalam kuesioner
Dimana terdapat 8 pertanyaan yang diajukan kepada
tersebut.
responden dan di antara pertanyaan tersebut terdapat 4
pertanyaan pembuka yaitu nomor 1– 4
dan 4
HASIL PENELITIAN
pertanyaan inti yaitu nomor 5 - 8. Dalam penelitian,
Hasil penelitian tentang persepsi pasien yang
teknik pengumpulan data merupakan faktor penting
berkunjung di Puskesmas Kuripan terhadap mutu obat
demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan
dalam kemasan dan mutu obat di luar kemasan
bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya,
diperlihatkan pada tabel sebagai berikut.
dan apa alat yang digunakan. Jenis sumber data adalah
Tabel 1. Frekuensi kunjungan pasien yang sering
mengenai dari mana data diperoleh.Apakah data
berkunjung ke Puskesmas Kuripan.
diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data
diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder).
Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara
No
1
2
3
yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode
menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan
penggunaannya
pengamatan,
melalui
tes,
angket,
dkoumentasi
dan
wawancara,
Frekuensi
Sering
Baru pertama kali
Kadang-kadang
Total
Jumlah
61 Orang
7 Orang
32 Orang
100 Orang
Persentase
61 %
7%
32 %
100 %
Gambar 1. Diagram Frekuensi kunjungan pasien yang
sering berobat ke puskesmas kuripan.
sebagainya.
80%
Sedangkan Instrumen Pengumpul Data merupakan alat
61%
60%
yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena
32%
40%
berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar cek
20%
list, kuesioner (angket terbuka / tertutup), pedoman
0%
7%
1
wawancara, camera photo dan lainnya. Adapun tiga
2
3
teknik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah
Series1
angket, observasi dan wawancara
Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Oktober –25
November 2012 di Puskesmas Kuripan Lombok barat.
Populasi penelitian adalah seluruhpasien yang
berkunjung di puskesmas Kuripan pada bulan Oktober
- November 2012. Sampel yang digunakan dalam
`
Tabel 2. Frekuensi status kunjungan pasien
No
1
2
3
Status kunjungan
pasien
Umum
Askes
Jamkesmas
Total
Jumlah
Persentase
11 Orang
18 Orang
71 Orang
100 Orang
11%
18 %
71 %
100 %
penelitian ini adalah sebagian pasien yang berkunjung
di puskesmas Kuripan pada bulan oktober - november
2012. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam
penelitian
ini
adalah
sekitar
100
responden.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
15
Gambar 2. Diagram Frekuensi status kunjungan pasien
80%
71%
Gambar 4. Diagram Persepsi pasien terhadap cara
pemberian obat
Umum 11
Orang
70%
Baik 92
Orang
100%
60%
18%
20%
40%
Jamkesmas
71 Orang
11%
kurang
Baik 3
Orang
60%
40%
30%
92%
80%
Askes 18
Orang
50%
20%
10%
3%
0%
0%
Tabel 3. Pasien yang mendapatkan resep obat
No
1
2
3
Bentuk Sediaan
Jumlah
Persentase
Mendapatkan
resep
Tidak
mendapatkan
resep
Kadang- kadang
Total
98 Orang
98 %
0 Orang
0%
2 Orang
100 Orang
2%
100 %
Gambar 3. Diagram Pasien yang mendapatkan resep
obat
98%
Tabel 5. Penilaian pasien terhadap kemasan obat
yang diberikan oleh petugas Puskesmas Kuripan
1
Kemasan yang
digunakan
Memadai
2
Tidak Memadai
No
Total
Persentase
92 Orang
92 %
8 Orang
8%
100 Orang
100 %
Gambar 5. Diagram Penilaian pasien terhadap
kemasan obat
100%
Memadai 92
Orang
92%
Tidak
Memadai 8
Orang
80%
Mendapatkan
resep 98 Orang
100%
Jumlah
60%
80%
Tidak
mendapatkan
resep 0 Orang
60%
20%
8%
0%
0% 2%
0%
Tabel 6. Persepsi pasien terhadap perbandingan
mutu obat di dalam kemasan dengan mutu obat di luar
kemasan
Tabel 4. Persepsi pasien terhadap cara pemberian
obat di Puskesmas
1
2
20%
Kadangkadang 2
Orang
40%
No
40%
Cara Pemberian
Obat
Baik
kurang Baik
Total
Jumlah
Persentase
92 Orang
3 Orang
92 %
3%
100
Orang
100 %
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
No
1.
2
Mutu obat
dalam kemasan
Baik
Sama Saja
Total
Jumlah
49 Orang
51 Orang
100 Orang
Persentase
49 %
51 %
100 %
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
16
Gambar 6. Diagram Persepsi pasien terhadap
perbandingan mutu obat
sedangkan yang menyatakan tidak baik memiliki
alasan tertentu seperti ketidak puasan pasien terhadap
penjelasan yang diberikan oleh petugas. Demikian juga
Baik 49
Orang
51%
Sama Saja 51
Orang
51%
dari segi pengemasan obat lepas atau tanpa kemasan
yang diberikan kepada pasien oleh petugas puskesmas
92 % menyatakan kemasan yang digunakan sudah
memadai karena menggunakan kemasan yang sesuai
50%
dengan standar seperti klip plastik dan 8 % menyatakan
50%
kurang memadai (tidak memadai) karna dari klip obat
49%
yang di gunakan tidak terdapat sablon etiket obat (klip
49%
polos) sehingga etiket obat kurang lengkap. Persepsi
48%
pasien terhadap mutu obat
dari segi pengemasan
sebanyak 49% dari sampel menyatakan bahwa mutu
obat dalam kemasan lebih baik jika dibandingkan
PEMBAHASAN
Hasil data di atas menunjukan bahwa dari 100
dengan obat tanpa kemasan. merekaberalasan bahwa
obat yang didalam kemasan tersebut lebih higenis,
responden, 61 % menyatakan sering berobat, 7 %
mudah
di
simpan,
jelas
dosis
dan
tanggal
menyatakan baru pertama kali berobat dan 32 %
kadarluasanya serta tidak cepat mengalami kerusakan
menyatakan kadang-kadang berobat dengan suatu
dan yang menyatakan mutu obat yang tidak dalam
alasan bahwa mereka datang berobat pada saat sakit
kemasan baik adalah 51 % dengan alasan bahwa pada
dan juga berada di wilayah dekat dengan puskesmas
dasarnya obat tersebut sama, baik dalam kemasan
tersebut, sedangkan untuk pasien yang sering berobat
maupun di luar kemasan. Selain itu 100 % pasien tidak
ke puskesmas merupakan pasien rutin dengan diagnosa
beranggapan bahwa obat yang baik adalah obat yang
kronis seperti pasien TBC, Hipertensi dan Diabetes
Mahal harganya, obat generic dalam kemasan, obat
Melitus. Status pasien umum yang berkunjung
tanpa kemasan, dan semua obat dalam kemasan.
sebanyak 11 % Askes 18 % dan pasien Jamkesmas
Semua pasien beranggapan obat yang bermutu baik
sebanyak 71 %. Pasien yang menyatakan selalu
adalah obat yang bias menyembuhkan penyakit dengan
mendapat resep obat setiap kali berobat sebanyak 98
segera. Sehingga pasien berasumsi mutu obat tidak
%, 0 % menyatakan tidak pernah mendapatkan resep
bergantung pada kemasan obat. Persentase pasien yang
obat, sedangkan 2 % menyatakan kadang- kadang tidak
ragu akan khasiat obat sebanyak 11 %, mereka
mendapatkan resep obat. Hal ini disebabkan karena
beranggapan khasiat obat yang tidak dalam kemasan
pasien tersebut hanya meminta konsultasi dengan
dianggap mudah rusak dan kurang higienis. Sedangkan
dokter atau petugas kesehatan puskesmas lainnya dan
89% tidak meragukan khasiatnya karna obat tersebut
hanya periksa laboratorium. Persepsi pasien terhadap
sudah di rekomendasikan oleh dokter dan petugas
cara pemberian obat di puskesmas adalah 92 %
kesehatan.Dan yang paling penting bagi pasien
menyatakan baik, sedangkan 3 % menyatakan kurang
penyakit mereka bisa sembuh.
baik, karena pada saat pemberian obat petugas
memberikan penjelasan kepada pasien tentang cara
Keterbatasan Penelitian
penggunaan obat tersebut dan pasien yang berobat
Waktu yang terbatas
merasa sudah cocok dengan obat yang diberikan,
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
17
Pasien yang tidak bersedia untuk di wawancara dan
Filedman,
mengisi kuesioner.
Robert
S.
1999.
Understanding
Psychology.Singapore: McGrow Hill College.
Howard C. Ansel, Ph.D. Pengantar Bentuk Sediaan
PENUTUP
Farmasi;
Kesimpulan
pendamping Asmanizar, Iis Aisyah-Cet. I.- Ed.4
Berdasarkan hasil analisis data di atas
Notoatmodjo, S. 2002. Metode Penelitian Kesehatan.
Rineka Cipta : Jakarta.
Rakhmat,
obat di luar kemasan dan 51% menyatakan obat
tersebut sama saja mutunya, tanpa terpengaruh adanya
kemasan.
dari
pada
penampilan
obat
yang
Jalaluddin.
1996.
PsikologiKomunikasi.
Edisi Kesepuluh. Bandung: Rosdakarya.
Robbins, Stephen P. 2007. Perilaku Organisasi Buku 1,
Pasien lebih mengutamakan kesembuhan
penyakitnya
Ibrahim;
Press), 1989.
mutu obatdi luar kemasan (lepasan). Yaitu, 49 %
menyatakan obat dalam kemasan lebih baik dari pada
Farida
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-
menunjukan tidak signifikannya perbedaan persepsi
antara mutu obat dalam kemasan (blister / strip) dengan
Penerjemah
Jakarta: Salemba Empat, hal. 174-184.
Sarwono, Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umum.
dikonsumsi, Walaupun obat tersebut di luar kemasan.
Jakarta: Rajawali Press.
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap persepsi
Soekidjo Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian
tentang mutu obat didalam kemasan dan mutu obat
Kesehatan Ed. Rev. Jakarta : Rhineka Cipta.
diluar kemasan.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka
Saran
Setia.
Bagi Lahan Penelitian
Shaleh, Abdul Rahman & Wahab, Muhbib Abdul.
Bagi lahan penelitian diharpkan untuk mampu
mengembangkan
keterampilan
petugas
dalam
pemberian obat dan memberikan informasi yang jelas
2004.
Psikologi
Suatu
Pengantar
Dalam
Persfektif Islam. Jakarta: Kencana.
Shaleh,
Abdul Rahman.
2009.
Psikologi Suatu
tentang mutu obat dalam kemasan dan mutu obat di
Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta:
luar kemasan.
Kencana.
Stenberg,
J
Robert.
2008.
Psikologi
Kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anonim. 2011. Profil Puskesmas Kuripan. Puskesmas
Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk
Kuripan. Lombok Barat.
Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
Chaplin,J. P. 2008. Kamus Psikologi Lengkap. Jakarta:
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta:
PT Raja Grafindo.
C.V Andi Offset.
Departemen
Kesehatan
RI.
1979.
Farmakope
Indonesia Edisi III. Jakarta.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
18
ANALISA KUANTITATIF DAN KUALITATIF PENGELOLAAN BERKAS REKAM MEDIS LEMBAR
MASUK DAN KELUAR PASIEN RAWAT INAP TAHUN 2012 DI RSU PROVINSI NTB
Syamsuriansyah
Dosen Program Studi Rekam Medis & Informasi Kesehatan
Politeknik Medica Farma Husada Mataram
ABSTRAK
Rumah Sakit adalah suatu sistem, dalam pengelolaannya menggunakan Sumber Daya yang di Transformasikan
dalam beberapa proses untuk memperoleh Hasil yang diharapkan. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem
yang mengorganisasikan formulir catatan, yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk menyediakan Dokumen yang
dibutuhkan Manajemen Rumah Sakit dan dilaksanakan untuk pasien yang dipndang sebagai manusia seutuhnya, dapat
digunakan untuk berbagai keperluan. Analisa Kuantitatif Berkas Rekam Medis Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar
yang terdiri dari identitas pasien, tanggal masuk dan keluar, diagnosis utama, dan tanda tangan Dokter, dari hasil
persentasi angka tertinggi lembar ringkasan masuk dan keluar adalah pada diagnosis pasien yaitu , dan hasil Persentasi
terendah terendah , maka kualitas rekam medis dikatakan baik, yang masing-masing petugas mengisi lembar ringkasan
masuk dan keluar, nama, alamat, pekerjaan, nomor rekam medis petugas rawat inap (admisi) yang mengisi, sedangkan
tanggal masuk dan keluar perawat yang mengisi, dan diagnosis utama dan tanda tangan dokter yang mengisi di lembar
ringkasan masuk dan keluar. Analisa pengelola kualitatif berkas rekam medis lembar ringkasan masuk dan keluar ada
dua pencatatan yaitu bekas tipx dan coretan, dari hasil persentasi tabel 2 angka lembar bringkasan masuk dan keluar
bekas tipx dan yang tidak ada , sedangkan yang ada coretan dan tidak ada coretan , maka kualitas rekam medis
dikatakan baik dalam pelayanan pengelolaan rekam medis di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Kualitas Rekam
Medis di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB berperan penting dalam menentukan mutu pelayanan, hal ini mengingat
rekam medis merupakan salah satu standar yang harus dipenuhi oleh instansi atau rumah sakit untuk mendapatkan
predikat akrditasi, serta perlu adanya kebijakan dari Rumah Sakit untuk memenuhi standar pelayanan terhadap pasien
yang di rawat inap.
Kata Kunci : Pengelolaan, Lembar Ringkasan Masuk, Keluar
Menurut undang-undang No. 44 tahun 2009
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai suatu sistem, dalam
pengelolaannya menggunakan sumber daya yang
ditransformasikan
dalam
beberapa
proses
untuk
memperoleh hasil yang diharapkan. Adapun sistem dan
sumber daya tersebut adalah 5 M ( Method, Mechine,
Man, Money, Material ). Keberhasilan diukur dari
sumber daya yang menghasilkan produk pelayanan
dengan efisien dan efektif. Kemampuan sumber daya
untuk
melakukan
pengembangan
organisasi,
kemampuan sumber daya untuk melakukan adaptasi
terhadap perubahan lingkungan dan kemmpuan sumber
daya untuk memberikan kepuasan bagi customers
internal maupun eksternal. Untuk itu, maka mengambil
keputusan dalam organisasi rumah sakit memerlukan
informasi yang akurat, tepat waktu, dapat dipercaya,
masuk akal, mudah dimengerti dan seterusnya guna
sebagai keperluan pengelolaan rumah sakit. Oleh
karena
itu
laporan
yang
dibaca,
dilihat
dipelajarinya haruslah informative (Dewi 2007).
dan
tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit
adalah
institusi
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitative dengan menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat inap, dan gawat darurat.
Dalam
undang-undang No. 44 tahun 2009 rumah sakit umum
adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan untuk semua bidang dan jenis penyakit.
Sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit
yang memberikan pelayanan utama pada suatu bidang
atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya (Jhon 2002). Berdasarkan Permenkes N0
749a/Menkes/Per/XII/1989
tentang
rekam
medis,
setiap pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit
diwajibkan untuk menyelenggarakan rekam medis.
Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu
sistem yang mengorganisasikan formulir, catatan, dan
laporan yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
19
menyediakan dokumen yang dibutuhkan manajemen
dokter yang menerima dan atau merawat pasien, dan
rumah sakit dan dilaksanakan untuk pasien yang
pengisian lembar ringkasan masuk dan keluar yang
dipandang sebagai manusia seutuhnya. Dalam rekam
tidak lengkap. Peneliti mendapatkan data dari bagian
medis yang lengkap, dapat diperoleh informasi –
assembling unit Rekam Medis, rata-rata jumlah berkas
informasi yang dapat digunakan untuk berbagai
rekam medis dari triwulan pertama tahun 2012
keperluan. Keperluan tersebut diantaranya adalah
berjumlah 808 berkas rekam medis pasien rawat inap,
sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum,
dari data yang peneliti peroleh di Rumah Sakit Umum
bahan penelitian dan pendidikan, serta dapat digunakan
Provinsi NTB selama triwulan pertama tahun 2012.
sebagai alat untuk analisis dan evaluasi terhadap mutu
Pengisian formulir lembar ringkasan masuk dan keluar
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit (jhon,
Rawat Ianp dilakukan oleh seorang dokter yang telah
2002). Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan,
memeriksa pasien. Dalam pengisian formulir lembar
serta mengingat pentingnya rekam medis untuk rumah
ringkasan masuk dan keluar rawat ianp yang ditulis
sakit, maka diperlukan adanya pengendalian terhadap
harus lengkap dan dapat dipahami oleh orang lain.
pengisian rekam medis. Pada dasarnya rekam medis
Dalam ketentuan pengisian rekam medis dibuat dan
merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan
segera dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.
kesehatan di rumah sakit. Kualitas rekam medis di
Pengisian Rekam Medis langsung ditulis dalam
rumah sakit ikut menentukan mutu pelayanannya. Hal
lembaran rekam medis, jika tidak lengkap dilengkapi
ini, mengingat rekam medis merupakan salah satu
dalam waktu 2 X 24 jam.
standar yang harus dipenuhi oleh instansi atau rumah
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “
sakit untuk mendapatkan predikat akreditasi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti
Analisa Kuantitatif dan kualitatif Berkas Rekam Medis
lakukan dengan observasi pada bulan Juli dirumah
Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Rawat Inap
Sakit Umum Provinsi NTB , kelengkapan pengisian
Triwulan pertama tahun 2012 di Rumah Sakit Umum
formulir lembar ringkasan masuk dan keluar rawat inap
Provinsi NTB”.
di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB masih terdapat
formulir lembaran ringkasan masuk dan keluar yang
METODE PENELITIAN
kurang lengkap seperti data sosial pasien, diagnosa,
Penelitian
rancangan
yang
deskriptif
penelitian
tangan dokter dan nama dokter dalam pengisiannya
menganalisa kuantitatif dan kualitatif pengelolaan
sehingga sangat berpengaruh terhadap informasi yang
berkas rekam medis lembar ringkasan masuk dan
dibutuhkan pasien dan dalam laporan yang dibuat oleh
keluar rawat inap di Rumah Sakit Umum Provinsi
rumah sakit tersebut, yang paling berpengaruh lembar
NTB. Penelitian ini dilakukan di bagian Asembling
ringkasan masuk dan keluar yang tidak lengkap yang
Rekam Medis Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.
peneliti temukan pada saat peraktek pada bulan juni
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
2012. Agar rekam medis terisi dengan tepat dan sesuai
adalah pengambilan secara acak sederhana (Simple
dengan kewenangan dan keakuratan data, perlu adanya
Random Sampling).
kebijakan dari instansi atau pihak Rumah Sakit yang
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan
bersangkutan tentang kewenangan pengisian rekam
instrument pengumpulan data dalam bentuk kuesioner.
medis,
Untuk observasi dan kuesioner ini ditunjukkan kepada
berisi
tentang
riwayat
penyakit,
kasus
menggunakan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, tanda
yang
studi
ini
bersifat
pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit, tanda tangan
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
20
bagian staf rekam medis. Teknik pengumpulan data
Inap yang lengkap dengan angka tertinggi 51, dan
ada dua yaitu
Tanggal Masuk dan Keluar yang tidak lengkap 21 pada
Wawancara & Observasi. Teknik Analisis Data yang
pencatatan tanggal keluar pasien, maka kualitas Rekam
digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teknik
Medis dikatakan baik dilihat dari hasil angka
analisis deskriptif yaitu dengan cara mendeskripsikan
persentasi. Berdasarkan dari hasil persentasi lengkap
data yang telah dikumpulkan dan diolah menjadi hasil-
dan tidak lengkap Lembar Ringkasan Masuk dan
hasil tinjauan untuk membuat gambaran tentang
Keluar Pasien Rawat Inap, pada Analisa Kuantitatif
kelengkapan pengisian lembar ringkasan masuk dan
Diagnosis yang lengkap angka tertinggi mencapai 63,
keluar Rawat Inap dan menghitung berapa angka yang
dan yang tidak lengkap 9 pada diagnosis utama.
lengkap
yang
Berdasarkan dari hasil persentasi lengkap dan tidak
diperoleh sesuai hasil pengamatan dan disajikan dalam
lengkap Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien
bentuk tabular yaitu berupa tabel angka-angka dari
Rawat Inap, pada Analisa Kuantitatif Tanda Tangan
hasil kelengkapan pengisian formulir lembar ringkasan
Dokter yang merawat yang lengkap mencapai angka
masuk dan keluar pasien rawat inap.
61, dan yang tidak lengkap 11 pada tanda tangan
dan
tidak
lengkap.
Kelengkapan
dokter penanggung jawab.
Menganalisis deskriftif kualitatif pengelola
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 Analisa Kuantitatif Lembar Ringkasan Masuk
berkas rekam medis lembar ringkasan masuk dan
Dan Keluar Pasien Rawat Inap Kualitas Berkas Rekam
keluar pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum
Medis di RSUP NTB
Provinsi NTB.
Analisa
kuantitatif
Lengkap
Tidak
lengkap
Jumlah (∑)
n
n
n
%
%
%
Identitas
63
87,5
9
12,5 72
100
pasien
Tanggal
masuk dan
51
70,8 21 29,1 72
100
keluar
Diagnose
63
87,5
9
12,5 72
100
Tanda
tangan
61
84,7 11 15,2 72
100
Dokter
Sumber :Data primer Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
Berdasarkan dari hasil persentasi lengkap
Analisa
Kualitatif adalah Suatu
peninjauan terhadap masukan Rekam Medis yang
concuren, kurang dari apa yang diharapakan sehingga
mencerminkan suatu Rekam Medis
yang tidak
memadai atau tidak lengkap. Berdasarkan hasil
pengamatan
(observasi)
dan
wawancara
diruang
keperawatn, bahwa pengisian Berkas Rekam Medis
formulir Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar oleh
Petugas Medis (Perawat) diruang keperawatan tidak
teliti dan tidak lengkap pengisian identitas pasien yang
masalah pencatatan (bekas tipx, coretan).
dan tidak lengkap Lembar Ringkasan Masuk dan
Yang disebabkan karena Kurangnya pengetahuan
Keluar Pasien Rawat Inap, pada Analisa Kuantitatif
Petugas Medis(perawat) tentang pengisian Lembar
identitas pasien lengkap dengan angka tertinggi 63, dan
Ringkasan Masuk dan Keluar yang lengkap. Tanda
identitas
pencatatan
Tangan Dokter yang tidak terisi disebabkan karena
pekerjaan pasien dengan angka 9, karena dari hasil
pada saat berkas dikembalikan keruang Rekam Medis
penelitian bahwa identitas pasien yang lengkap lebih
bagian Assembling Dokter ada hambatan atau sibuk.
banyak dibandingkan yang tidak lengkap, maka
Kurang mengetahui akan pentingnya pengisian Lembar
Kualitas Rekam Medis dikatakan baik dari hasil angka
Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien Rawat Inap.
persentasi tabel 1. Berdasarkan dari hasil persentasi
Tabel 2 Analisa Kualitatif Lembar Ringkasan Masuk
lengkap dan tidak lengkap Lembar Ringkasan Masuk
Dan Keluar Pasien Rawat Inap Kualitas Berkas Rekam
dan Keluar
Medis di RSUP NTB
pasien
tidak
Pasien
lengkap
pada
Rawat Inap,
pada
Analisa
Kuantitatif Tanggal Masuk dan Keluar Pasien Rawat
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
21
Alamat, Pekerjaan, Pendidikan Terakhir, Nomor
Rekam Medis, Ruang, Kelas, SMF, Bangsa, Suku, dan
Analisa kualitatif
Bekas tipx
Ada
n
16
Tidak ada
n
%
56
77,7
%
22,2
∑
Status Perkawinan.
Petugas Perawat mengisi Ringkasan Masuk dan
72
Keluar, jam, Keluhan Utama, Pemeriksaan Fisik,
Coretan
6
8,3
66
91,6
72
Sumber data primer Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.
Diagnosis sementara, Ringkasan keluar tanggal, jam
Baik = Tidak Ada Bekas Tipx dan Coretan.
dan pemeriksaan penunjang Dokter mengisi Diagnosis,
Tidak Baik = Apabila Ada Bekas Tipx dan Coretan.
Diagnosis utama, Diagnosis komplikasi, Diagnosis
Berdasarkan dari hasil pesentasi ada dan
penyakit lain, Therapy/Operasi/Tindakan, Dokter yang
tidak ada Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien
merawat dan Dokter penanggung jawab..
Rawat Inap, pada Analisa Kualitatif Bekas Tipx
Dari beberapa pertanyaan tampaknya muncul berbagai
dengan angka 16 dan yang tidak ada 56, maka Kualitas
macam pengelolaan pengisian lembar ringkasan masuk
Rekam Medis dikatakan baik dilihat dari hasil angka
dan keluar di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.
persentasi tabel 2. Berdasarkan dari hasil pesentasi ada
Kesadaran Petugas Medis akan pentingnya pengisian
dan tidak ada Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar
Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar untuk aktif
Pasien Rawat Inap, pada Analisa Kualitatif Coretan
dalam menjalankan tugas. Dari jawaban yang peneliti
dengan angka 6, dan angka tidak ada coretan 66, maka
bacakan dapat disimpulkan bahwa harapan Rumah
Kualitas Rekam Medis dikatakan baik dilihat dari
Sakit Umum Provinsi NTB khusunya dibagian perawat
angka presentasi
biasanya
tabel 2. Pengelola Rekam Medis
Dokter-dokter,
cepat
pulang atau ada
Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien Rawat
hambatan sehingga Diagnosisnya tidak terisi, maka
Inap di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Di Rumah
dari itu Berkas Rekam Medis yang belum lengkap
Sakit Umum Provinsi NTB Pengelola Rekam Medis
dikembalikan lagi keruang perawatan agar dokter bisa
Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar dimana yang
melengkapinya.
mengisi adalah Petugas Rekam Medis, Petugas Admisi,
Perawat dan Dokter yang bertanggung jawab.
Kualitas Lembar Ringkasan Masuk dan
Keluar di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.
Berdasarkan pengamatan (observasi)
di
Berdasarkan pengamatan (observasi) lembar ringkasan
Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, dalam Pengelola
masuk dan keluar merupakan berisikan informasi
Berkas Rekam Medis Lembar Ringkasan Masuk dan
tentang identitas pasien, dan riwayat penyakit pasien
Keluar Pasien Rawat Inap terdapat Petugas Rekam
selama dirawat.Lembaran ringkasan masuk dan keluar
Medis ditempat penerimaan pasien rawat inap mencatat
merupakan sumber informasai untuk pengindekan dan
atau
code penyakit pasien rawat inap, serta menyiapkan
mengisi
dan
memberikan
informasi
yang
menyangkut Identitas dan prosedur pada Lembar
laporan
Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien Rawat Inap.
Ringkasan Masuk dan Keluar yang terdiri dari Nama,
Sedangkan informasi yang diperoleh selama pasien
Umur, Alamat, Pekerjaan, Pendidikan terakhir, Nomor
dirawat sampai keluar dari ruangan rawat inap,
Rekam Medis, Ruang, Kelas, SMF, Bangsa, Suku, dan
pencatatan
Status Perkawinan, Ringkasan Masuk dan Keluar, Jam,
dilakukan
oleh
Perawat
dibagian
Rumah
Sakit.
Item-item
pada
Lembar
Keperawatan atau diruang Perawat, dan Dokter
Keluhan
menandatangani bukti bahwa sudah merawat pasien.
sementara, Ringkkasan Keluar Tanggal, Jam dan
Pengelola Berkas Rekam Medis mengisi Lembar
Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis Utama, Diagnosis
Ringkasan Masuk dan Keluar Pasien Rawat Inap yang
komplikasi,
Utama,
Pemeriksaan
Diagnosis
Fisik,
Diagnosis
penyakit
lain,
terdiri dari: Petugas Admisi, mengisi Nama, Umur,
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
22
Therapy/Oprasi/Tindakan, Dokter yang merawat dan
2.
Analisa
Kuantitatif
Rekam
Medis
lembar
Dokter penanggung jawab, yang diisi masing-masing
ringkasan masuk dan keluar di Rumah Sakit
Petugas Medis yang bersangkutan. Untuk lebih jelas
Umum Provinsi NTB masih terdapat formuir
kualitas hasil lembar ringkasan masuk dan keluar dapat
lembar ringkasan masuk dan keluar pada identitas
dilihat pada tabel 3 dan 4.
pasien yang kebanyakan pada pekerjaan pasien
Tabel 3 Kualitas Kuantitatif Lembar Ringkasan Masuk
dengan jumlah 9 dari sampel 72 berkas rekam
Dan Keluar
medis, dan yang lengkap 63, sedangkan tanggal
masuk dan keluar yang tidak lengkap 21 yang
No
Katagori
n
%
1
Baik
61
84,7%
2
Kurang Baik
11
15,2%
Jumlah (∑)
72
99,9%
Sumber data primer Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
terdapat pada tanggal keluar pasien dan yang
lengkap 51. Selanjutnya Diagnosis pasien yang
tidak lengkap 9 pada Diagnosis utama dan yang
Dari Tabel 3 dapat diketahui Kualitas
lengkap 63, tanda tangan dokter dengan hasil
Berkas Rekam Medis Lembar Ringkasan Masuk dan
persentasi yang tidak lengkap 11 dan yang
Keluar di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, dilihat
lengkap 61, sudah tercapai kelengkapan isi dari
dari Hsil Rekapitulasi Data, yang dikatagorikan Baik
pada Formulir Lembar Ringkasan Masuk dan
dan Kurang, jadi Kualitas Berkas Rekam Medis
Keluar.
dikatakan kurang Baik karena ada yang terdapat berkas
3.
Analisa Kualitatif Pengelola Berkas Rekam
rekam medis yang tidak lengkap pengisian lembar
Medis Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar di
ringkasan masuk dan keluar.
Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, Petugas
Tabel 4 Kualitas Kualitatif pengelola Lembar
Medis (Perawat) masih kurang paham akan
Ringkasan Masuk Dan Keluar
pentingnya mengisi Riwayat Pasien yang di
No
1
Katagori
Baik
n
%
Rawat, sehingga menyebabkan berkas rekam
53
73,6%
medis menjadi tidak lengkap, dilihat dari hasil
2
Kurang Baik
19
26,3%
Jumlah (∑)
72
99,9%
Sumber data primer Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
persentasi pada tabel 2, dengan kesimpulan
berkas rekam medis yang ada bekas tipx dengan
Dari Tabel 3 dapat diketahui Kualitas
hasil 16, dan tidak ada bekas tipx 56, analisa
Berkas Rekam Medis Lembar Ringkasan Masuk dan
kualitatif berkas rekam medis lembar ringkasan
Keluar di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, dilihat
masuk dan keluar yang ada coretan 6 dan tidak
dari Hsil Rekapitulasi Data, yang dikatagorikan Baik
ada coretan 66.
dan Kurang, jadi Kualitas Berkas Rekam Medis
Saran
dikatakan kurang Baik karena ada yang terdapat berkas
rekam medis yang tidak lengkap pengisian lembar
1. Selain tugas perawat merawat pasien, perawat
juga mempunyai tugas untuk mengecek dan
ringkasan masuk dan keluar.
mengisi lembar ringkasan masuk dan keluar
pasien rawat ianap yang dirawat untuk mengisi
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
selengkap-lengkapnya untuk mewujudkan mutu
Dari Hasil dan Pembahasan penelitian dapat
pelayanan yang baik, dan perlu bersosialisai
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
kepada petugas.
Assembling di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
cukup berjalan dengan baik sesuai dengan SOP.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
2.
Tanda
tangan
dokter,
nama
jelas
yang
bertanggung jawab dan dokter yang merawat
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
23
banayak
2.
yang
tidak
tercantum,
sehingga
Anonim: Rustiyanto, 2009. kegunaan rekam medis
diharapkan kepada dokter untuk mengisi dengan
(http//blog advertsing.com, diakses 26 juni 2012, jam
lengkap lembar ringkasan masuk dan keluar
15.00 WITA.
untuk mengetahui perkembangan pasien.
Anonim: Etika-Ppenelitian.(www.secrib.com), diakses
Sebaiknya dalam pengelola berkas rekam medis
11 juli 2012, jam 10.30 WITA.
petugas medis, perawat dan Dokter memiliki
Anonim: Rawimiharti’s, formulir rekam medis (blog at
pengetahuan akan pentingnya pengisian terhadap
wordPress.com), diakses 11 juli 2012, jam 12.02
formulir lembar ringkasan masuk dan keluar bagi
WITA.
pasien yang bersangkutan, agar tidak terjadi
Clark, Jean S. (technical ed). Documentation for Acute
kesalahan pencatatan dan lembar ringkasan
Care, Chicago:AHIMA,2004.
masuk dan kleuar yang tidak lengkap.
Hatta,Gemala, Determinan dan Pengembangan Model
Rekam Kesehatan Antental Informatif,
disertasi program pascasarjana, Ilmu
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan
Definisi Dan Isi Rekam Medis Sesuai Permenkes No:
269/
MENKES/
PER
/III/2008
(http:|//rekamkesehatan.wordpress.com
/2009/02/25/definisi-dan-isi-rekammedis-sesuai-permenkes-no269menkesperii2008), diakses 10 juni
2012, jam 14:25 WITA.
keluar pasien rawat
inap (www
googel://.com, diakses 10 juni 2012,
jam 14:59 WITA.
Universitas
Indonesia 2002.
Notoatmodjo S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan :
Jakarta.
Johns, Merida L (Ed.). 2002. Healt Information
Management Technology. An Applied Approach,
Chicago: AHIM.,.
Anonim:
Anonim: Meeya,2011. Lembar ringkasan masuk dan
Masyarakat
Dewi
2007,
Rumah
Sakit
blog
at
wordPress.com), diakses 12 agustus 20012.
Anonim: Astaqauliyah 2005. Mutu Pelayanan (www
Googel;//.com) diaksess 13 mei 2012. Jam 20:50.
Anonim: Sugianto, 2006, Analisa Kuantitatif (blog at
wordPress.com), diakses 22 juli 2012. Jam 11.00
WITA.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
24
STUDI NILAI KONVERSI HASIL MIKROSKOPIS BTA (+) PADA SPUTUM METODE LANGSUNG
DENGAN HOMOGENISASI NaOH 4% DI PUSKESMAS KARANG TALIWANG
TAHUN 2013
Ilman
Alumni Analis Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram
ABSTRAK
Kasus TB di Indonesia merupakan masalah utama bagi kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia
merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di
dunia. Pemeriksaan sputum langsung atau tanpa pengolahan banyak dilakukan di Puskesmas, kelemahan cara ini karena
masih banyak jaringan, lendir yang akan dapat memperbesar volume sampel, sehingga akan memperkecil kemungkinan
untuk dapat mengambil sampel yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosa. Oleh karena itu untuk mengatasi
kelemahan tersebut serta meningkatkan efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum dapat dilakukan pengolahan sputum
dengan metode homogenisasi, yaitu dengan larutan NaOH 4% yang akan menghilangkan materi-materi pengganggu dalam
sampel sehingga bakteri yang ada di dalamnya dapat keluar dan diendapkan. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui
nilai konversi hasil mikroskopis BTA (+) pada sputum metode langsung dengan homogenisasi NaOH 4%. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik, Dalam penelitian ini diamati dan dianalisa nilai konversi hasil
mikroskopis BTA (+) pada sputum metode langsung dengan homogenisasi NaOH 4%. Untuk mengetahui studi nilai
konversi hasil mikroskopis BTA (+) pada sputum metode langsung dengan homogenisasi NaOH 4% dilakukan dengan
uji statistic, yaitu uji beda non parametric Fisher Exact Test menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan
95% (P  = 0,05) dengan bantuan program SPSS versi 16. Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa hasil
pemeriksaan BTA positif dari 12 sampel sputum terdapat nilai konversi/perubahan nilai dari hasil BTA (+) secara
langsung dengan hasil BTA (+) dengan sampel homogenisasi.
Kata Kunci : Infeksi TB, Pemeriksaan Sputum, Metode langsung, Metode homogenisasi
PENDAHULUAN
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
Latar Belakang
pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah
dari golongan penyakit infeksi, oleh karena itu prinsip
kesehatan utama di seluruh dunia. Diperkirakan
pemberantasan tuberkulosis ini terdiri dari menemukan
sepertiga penduduk di dunia telah terinfeksi oleh
penderita yang BTA positif sebanyak mungkin karena
bakteri Mycobacterium tuberculosa. Pada tahun 1995,
hanya mereka yang BTA positif saja yang dapat
diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta
menularkan penyakit (Depkes RI, 2002).
kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan
Diagnosis
tuberkulosis
ditegakkan
95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia
berdasarkan adanya keluhan, gejala klinis, pemeriksaan
terjadi pada negara-negara berkembang. demikian juga
fisik dan penunjang, radiologi, pewarnaan sediaan
kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada
langsung dan kultur. Diagnosis pasti ditegakkan bila
kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
ditemukan bakteri Mycobacterium tuberculosa pada
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang
pemeriksaan mikroskopis secara langsung atau biakan
paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun)
sputum. Identifikasi bakteri ini sangat penting untuk
(Depkes RI, 2008).
pengobatan dan mengetahui status penularan penderita
Kasus TB di Indonesia merupakan masalah
(Bahar A, 1994, Wardle, EN., 1995).
utama bagi kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Berbagai masalah dihadapi sehingga belum
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
tuntasnya pemberantasan tuberculosis paru, seperti
India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari
masalah
total jumlah pasien TB di dunia. Hasil Survei Kesehatan
Mycobacterium tuberculosa baik pada pemeriksaan
Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa
sputum secara langsung maupun kultur; di samping
penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga
pemeriksaan biakan memerlukan waktu yang lama
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
diagnostik
karena
sulitnya
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
menemukan
25
sehingga
penderita
sering
terlambat
mendapat
pengobatan (Crofton J,dkk, 1992)
Berdasarkan
hal
dan dianalisa nilai konversi hasil mikroskopis BTA (+)
pada sputum metode langsung dengan homogenisasi
tersebut
diatas
maka
NaOH 4%. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
perhatian perlu lebih ditingkatkan untuk penyakit ini
yang berobat ke Puskesmas Karang Taliwang dari bulan
baik dalam diagnosis, pengobatan, pencegahan maupun
Juli sampai dengan bulan September tahun 2013 dan
penemuan kasus sedini mungkin. Pemeriksaan sputum
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang
dengan mikroskopis langsung mempunyai banyak
menunjukkan
kelemahan karena harus terkandung minimal 5.000
memeriksakan sputumnya di laboratorium Puskesmas
bakteri/ml sputum untuk mendapatkan hasil positif,
Karang Taliwang dari bulan Juli sampai dengan bulan
sehingga hasil negatif belum tentu berarti tidak ada
September tahun 2013.
bakteri. Pemeriksaan ini merupakan sarana diagnostik
yang termudah, tercepat dan termurah (Assani, 1994)
Pemeriksaan sputum langsung atau tanpa
pengolahan
dan
Teknik pengambilan sampel dengan teknik Non
Random Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan
sampel
dengan
pertimbangan-pertimbangan
atau
kelemahan cara ini karena masih banyak jaringan,
dalam hal ini pasien dengan kriteria yang mengalami
lendir yang akan dapat memperbesar volume sampel,
gejala-gejala suspek TB dan memeriksakan sputumnya
sehingga akan memperkecil kemungkinan untuk dapat
di laboratorium Puskesmas Karang Taliwang.
yang
di
TB
kriteria-kriteria tertentu yang ditentukan oleh peneliti,
sampel
dilakukan
suspek
Puskesmas,
mengambil
banyak
gejala-gejala
mengandung
bakteri
Prosedur Pengolahan sampel sputum dengan cara
Mycobacterium tuberculosa. Oleh karena itu untuk
Homogenisasi dengan larutan NaOH 4% adalah
mengatasi kelemahan tersebut serta meningkatkan
sebagai berikut (Soemarno, 2000) :
efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum dapat
dilakukan
pengolahan
sputum
dengan
a)
metode
masukkan 1 bagian sampel dan 1 bagian
homogenisasi, yaitu dengan larutan NaOH 4% yang
akan menghilangkan materi-materi pengganggu dalam
Kedalam tabung vacutainer/pemusing steril,
NaOH 4%, tutup rapat dengan tutup karet
b) Kocok
dengan
Kahn
shaker
210
sampel sehingga bakteri yang ada di dalamnya dapat
kocokan/menit selama 10 menit (sampai
keluar dan diendapkan dengan pemutaran pada 3000
homogen)
rpm sehingga bakteri BTA yang ada di dalam sampel
c)
dapat dikumpulkan ke dalam volume yang lebih kecil
daripada
volume
sampelnya
sendiri
yang
akan
Dicentrifuge pada 3000 RPM selama 5
menit
d) Supernatan dibuang, sedimen/endapannya
memperbesar kemungkinan untuk dapat mengambil
digunakan untuk membuat sediaan hapus
sampel yang mengandung bakteri tahan asam. Sesuai
Proses pembuatan sediaan hapus sputum sebagai
hasil pembaca pada sampel yang sudah homogenisasi
berikut :
dengan skala IUAT bisa mempengaruhi
hasil yang
lebih besar dibandingkan dengan cara langsung.
a.
Pembuatan sediaan hapus dari sputum Tanpa
Pengolahan
1) Mengambil pot sputum dan kaca sediaan
yang beridentitas sama dengan pot
METODE PENELITIAN
Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium
Puskesmas Karang Taliwang kota Mataram pada bulan
september 2013. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional analitik, Dalam penelitian ini diamati
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
sputum.
2) Membuka pot sputum dengan hati-hati
untuk menghindari terjadinya droplet
(percikan sputum).
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
26
3) Memanaskan
bunsen
Ose
sampai
diatas
merah
nyala
dan
api
4) Lidi yang telah dipakai dimasukkan
biarkan
kedalam wadah yang telah berisi
sampai dingin.
larutan desinfektan.
4) Mengambil sedikit sputum dari bagian
yang
kental
dan
kuning
5) Dikeringkan sediaan lalu difiksasi
kehijauan
diatas api lampu bunsen sebanyak
(purulen) menggunakan ose yang telah
disterilkan.
3x, sediaan siap untuk diwarnai.
Pewarnaan dengan metode Ziehl Nielsen
5) Dioleskan sputum secara merata jangan
terlalu tebal dan jangan terlalu tipis) pada
sebagai berikut :
a)
permukaan kaca sediaan dengan ukuran
difiksasi
2x3 cm.
sputum menghadap keatas.
pada
rak
dengan
hapusan
6) Memasukkan ose kedalam botol yang
b) Diteteskan larutan Carbol Fuchsin 0,3%
berisi pasir dan alkohol 70% kemudian
pada hapusan sputum sampai menutupi
digoyang-goyangkan untuk melepaskan
seluruh permukaan sediaan.
partikel yang melekat pada ose.
c)
7) Setelah itu didekatkan ose tersebut pada
dibakar pada api bunsen tersebut sampai
Dipanaskan dengan nyala api bunsen
sampai keluar uap lalu diamkan selama 5
api spiritus sampai kering, kemudian
menit.
d) Dibilas sediaan dengan air mengalir pelan
membara.
sampai zat warna yang bebas terbuang.
8) Dikeringkan sediaan di udara terbuka,
e)
Diteteskan sediaan dengan asam alkohol
jangan terkena sinar matahari langsung
(HCI alkohol 3%) sampai warna merah
atau diatas api (dibakar).
Fuchsin hilang.
9) Digunakan
pinset
untuk
mengambil
f)
sediaan yang sudah kering pada sisi yang
berlabel
dengan
hapusan
sputum
Dibilas
dengan
air
mengalir
g) Diteteskan larutan Methylen Blue 0,3%
pada sediaan sampai menutupi seluruh
10) Dilewatkan diatas api lampu spiritus
permukaan.
sebanyak 3 kali untuk fiksasi, sediaan
h) Didiamkan selama 10 detik
siap untuk dilakukan tahap pewarnaan.
i)
Pembuatan sediaan hapus dari sampel
sputum
dengan
Pengolahan
secara
proses
dengan
air
mengalir
secara
j)
Dikeringkan sediaan diatas rak pengering
di udara terbuka (jangan dibawah sinar
sedimen
dari
endapan
pengolahan
hasil
matahari langsung).
sampel
sputum
2) Dengan
Dibilas
perlahan.
homogenisasi :
1) Siapkan
secara
perlahan.
menghadap keatas.
b.
Meletakkan sediaan sputum yang telah
Sediaan yang telah diwarnai dan
sudah kering diperiksa dibawah mikroskop
menggunakan
lidi
yang
ujungnya telah dipipihkan diambil
sampel sputum secukupnya
3) Dioleskan pada kaca sediaan secara
merata dengan ukuran 2x3 cm.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
binokuler dengan tahapan sebagai berikut :
a)
Mencari terlebih dahulu lapang pandang
dengan objektif 10x
b) Meneteskan satu tetes minyak emersi
diatas hapusan sputum
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
27
c)
Diperiksa dengan menggunakan lensa
d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang
okuler 10x dan objektif 100x
pandang, ditulis 2+.
d) Mencari Basil Tahan Asam (BTA) yang
e)
f)
e)
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang
berbentuk batang berwarna merah
pandang, ditulis 3+. Penulisan gradasi
Diperiksa paling sedikit 100 lapang
hasil bacaan penting untuk menujukkan
pandang atau dalam waktu kurang lebih
keparahan penyakit dan tingkat penularan
10 menit
penderita tersebut.
Sediaan sputum yang telah diperiksa
ANALISIS DATA
kemudian direndam dalam xylol selam 15
mengetahui
studi
nilai
menit, lalu disimpan dalam kotak sediaan.
konversi hasil mikroskopis BTA (+) pada
Bila menggunakan anisol, sediaan sputum
sputum
tidak perlu direndam dalam xylol.
homogenisasi NaOH 4% dilakukan dengan uji
Interpretasi
hasil
metode
langsung
dengan
pembacaan
statistic, yaitu uji beda non parametric Fisher
mikroskopis sediaan hapus sputum dilakukan
Exact Test menggunakan uji Chi-Square
dengan menggunakan skala International
dengan tingkat kepercayaan 95% (P  = 0,05)
Union Against Tuberculosis and Lung Diseases
dengan bantuan program SPSS versi 16.
(IUATLD) sebagai berikut :
a)
HASIL PENELITIAN
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang
pandang, disebut negatif.
Penelian
ini
di
laksanakan
di
laboratorium Puskesmas Karang Taliwang dari
b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang
bulan Juli sampai dengan bulan September 2013.
pandang, ditulis jumlah kuman yang
Berdasarkan hasil penelitian studi nilai konversi
ditemukan.
hasil mikroskopis BTA (+) pada sputum metode
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang
langsug dengan homogenisasi NaOH 4% di
pandang ditulis 1+.
peroleh hasil sebagai berikut
c)
Tabel.1
Untuk
Hasil pemeriksaan BTA dalam sampel sputum metode langsung dan dengan pengolahan secara
homogenisasi.
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah
Hasil Pemeriksaan BTA
Metode Langsung (+)
Homogenisasi
63 kuman ( 100 LP )
46 kuman ( 100 LP )
48 kuman (100 LP )
121 kuman ( 100 LP )
8 kuman (100 LP )
67 kuman ( 100 LP )
113 kuman ( 100 LP )
169 kuman ( 100 LP )
76 kuman (100 LP )
143 kuman ( 100 LP )
24 kuman ( 100 LP )
92 kuman ( 100 LP )
38 kuman ( 100 LP )
116 kuman ( 100 LP )
6 kuman ( 100 LP )
28 kuman ( 100 LP )
9 kuman ( 100 LP )
21 kuman ( 100 LP )
31 kuman ( 100 LP )
112 kuman ( 100 LP )
6 kuman ( 100 LP )
72 kuman ( 100 LP )
87 kuman ( 100 LP )
126 kuman ( 100 LP )
509 kuman ( 100 LP )
1114 kuman ( 100 LP )
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
28
Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa
sama/homogen,
konsentrasi/pengendapan
adalah
hasil pemeriksaan BTA positif dari 12 sampel sputum
mengumpulkan bakteri yang ada didalam sampel
terdapat nilai konversi/perubahan nilai dari hasil BTA
kedalam volume yang lebih kecil dari pada volume
(+) secara langsung dengan hasil BTA (+) dengan
sampelnya sendiri, dekontaminasi adalah mematikan
sampel homogenisasi.
semua bakteri yang ada di dalam sampel kecuali
bakteri yang tahan asam (Soemarno, 2000), sehingga
dengan adanya proses-proses tersebut peluang untuk
PEMBAHASAN
Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi
menemukan bakteri Mycobakterium tuberculosa dalam
yang di sebabkan oleh bakteri berbentuk basil yang di
sampel sputum menjadi lebih besar. Pada penelitian ini
kenal dengan nama Micobakterium tuberculosa dan
menggunakan lidi/tusuk sate yang salah satu ujungnya
dapat menyerang semua golongan umur. Penyebaran
dipipihkan menyerupai kuas untuk mengambil sputum
TB paru melalui perantara ludah atau sputum penderita
yang telah mengalami pengolahan, sampel sputum
yang mengandung bakteri TB, oleh karena itu prinsip
yang telah diolah agak sulit untuk diambil bila
pemberantasan penyakit TB terdiri dari menemukan
menggunakan ose karena sampel sputum akan menjadi
penderita yang BTA positif sebanyak mungkin karena
agak licin. Pada pengamatan sediaan apus dengan
mereka yang BTA positif saja yang dapat menularkan
mikroskop
penyakit (Depkes RI, 2002). Diagnosis pasti dari
lekosit/makrofag karena telah hancur akibat dari proses
tuberculosis
temukan
pengolahan sputum sehingga mempermudah untuk
pemeriksaan
melihat adanya bakteri TB. Pemeriksaan BTA dengan
mikroskopis secara langsung atau biakan sputum
pengolahan sampel sputum ini memerlukanwaktu yang
(Bahar A, 1994).
lebih lama, peralatan yang lebih lengkap dan tentunya
di
Mycobakterium
tegakan
bila
tuberculosa
di
pada
Berdasarkan penelitian dengan sampel BTA
dihomogenisasi
adnya
sel-sel
Hasil uji statistik Chi-Square Fisher Exact test
nilai
diperoleh hasil yang signifikan yaitu P hitung (0,05)
konversi/perubahan nilai bakteri berwarna merah
yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai
bertambah. Pemeriksaan mikroskopis BTA dari sampel
konversi pemeriksaan BTA dalam sampel sputum
sputum
memiliki
dengan metode langsung dan dengan pengolahan
kelemahan karena untuk memberikan hasil positif
secara homogenisasi. Pada table 4.3 menunjukan
harus terkandung minimal 5.000 bakteri/ml sputum dan
presentase tingkat positivitas pemeriksaan BTA dengan
adanya materi-materi pengganggu pada sampel sputum
pengolahan sputum adalah 33,3% yang berarti lebih
dapat memperbesar volume sampel sputum sehingga
tinggi sebesar 10% dari pada hasil pemeriksaan BTA
mempersulit untuk menemukan bakteri TB, sehingga
tanpa pengolahan sputum yang hanya sebesar 23,3%.
hasil 1+ belum tentu benar (Assani, 1994).
Dengan
langsung
tampa
diperoleh
dijumpai
biaya yang lebih mahal.
(+) pada sputum metode langsung dan dilanjutkan
dengan
tidak
pengolahan
adanya
pengolahan
sputum
secara
Penelitian dalam sampel sputum dengan
homogenisasi materi-materi pengganggu dalam sampel
pengolahan secara homogenisasi dengan larutan NaOH
sputum dapat dihilangkan dan bakteri yang terdapat
4% di peroleh hasil. dalam pengolahan sampel sputum
dalam sampel sputum dapat dikumpulkan sehingga
ini terdapat beberapa proses yaitu; homogenisasi
memperbesar kemungkinan untuk mengambil sampel
adalah menghilangkan materi-materi pengganggu pada
yang lebih banyak mengandung bakteri TB, terlihat
sampel sputum sehingga bakteri yang ada didalamnya
pada hasil penelitian BTA pada sampel sputum tanpa
dapat
pengolahan setelah dilakukan pengolahan sputum hasil
keluar
dan
menjadi
tercampur
serba
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
29
pemeriksaan BTA menjadi 1+ yang berarti ada
peningkatan
jumlah
bakteri
akibat
3.
proses
Bagi mahasiswa dan peneliti berikutnya, agar
melanjutkan
penelitian
ini
dengan
konsentrasi/pengendapan dan homogenisasi dalam
menggunakan larutan yang bersifat asam dan
pengolahan sampel sputum. Berdasarkan penelitian ini
membandingkannya dengan hasil kultur.
maka pengolahan sampel sputum perlu dilakukan
untuk
mendapat
hasil
yang
lebih
baik
4.
guna
Bagi
instansi
terkait,
diharapkan
untuk
menyediakan bahan laboratorium pendukung
mempercepat pemberantasan penyakit tuberculosis.
agar proses pengolahan sampel sputum secara
KESIMPULAN DAN SARAN
homogenisasi dapat dilakukan.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan
hasil
maka
dapat
penelitian
ditarik
dan
kesimpulan
sebagai berikut :
1.
3.
Anonim, 1989. Bakteriologi Klinik. Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2001. Tuberculosislosis Multi Disiplin. Pusat
Dari 12 sampel yang menggunakan metode
Study
langsung ditemukan jumlah kuman sebanyak (
Banjarmasin.
509 kuman ) pada perbesaran 100x.
2.
DAFTAR PUSTAKA
FK
Universitas
Anonim,2012.http://www.google.com.my/imgres?img
Dari 12 sampel yang menggunakan cara
url=http://upload.wikipedia.org/Wikipedia/co
hamogenisasi
mmons/9/9b/Mycobacterium_tuberculosis_Zi
ditemukan
jumlah
kuman
sebanyak ( 1114 kuman ) pada perbesaran
ehlNeelsen_stain_640.jpg. senin, 2 oktober
100x.
2012, pukul 09.00 pm.
Terdapat perbedaan tingkat degradasi hasil
Assani. FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran edisi
positif pada pemeriksaan nilai konversi BTA
(+) dalam sampel sputum metode langsung
Revisi. Binarupa
NaOH 4%
Aksara. Jakarta.
Bahar A, 1994. Tatalaksana Baru Tuberkulosis Paru.
dengan metode langsung dengan homogenisai
4.
Tuberkulosis
Acta Medica Indonesia.
Crofton J, Horne N, Miller F. 1992. Pulmonary
Uji statistic dengan uji Chi-Square Fisher
Tuberculosis In Adult Clinical Tuberculosis.
Exast Test menghasilkan nilai yang signifikan
Hongkong. The Macmillan press LTD.
yaitu 0,00 ( P ά 0,05 ).
Depkes
RI,
2002.
Pedoman
Penanggulangan
Tuberksulosis. Jakarta.
Depkes
SARAN
1.
(+) sebaiknya melakukan pengolahan sampel
sputum
secara
homogenisasi
untuk
Bagi pendidikan, agar menambah ilmu dan
pengetahuan bagi mahasiswa dalam hal
identifikasi
tuberculosa
bakteri
serta
Mycobacterium
memperlengkap
sarana
penunjang praktikum di laboratorium.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Pedoman
Penanggulangan
Depkes
RI,
2008.
Pedoman
Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakrta.
Jawetz , Melnicks dan Adelberg. 2005. Mikrobiologi
Kedokteran.Salemba Medika. Jakrta.
mendapatkan hasil yang lebih baik.
2.
2005.
Tuberkulosis. Jakarta.
Bagi petugas laboratorium, jika menemukan
pasien suspek TB bila hasil pemeriksaan BTA
RI,
Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Rineka Cipta. Jakarta.
Ratna J A dan Yohanis Ngili, 2005. Lewat Riset
Melawan Tuberkulosis, Alumni kimia ITB
dan Magister Biokimia ITB.
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
30
Soermarno, 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Klinik.Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta
Depkes RI, Yogyakarta.
Stark John E, Sheneerson Jhon M, Higenbottam Tim,
Sugiyono,
2005. Metode Penelitian Kuantitatif dan
R&D. Alfabeta, Bandung 2005.
Wardle,EN. 1995. Immunopathology of Tuberculosis.
Medicine digest.
Flower Christoper D.R,1996. Manual Ilmu
Penyakit Paru. Binarupa Aksara. Jakarta.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
31
IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN B PADA SAUS TOMAT BAKSO CILOK DI SDN 1 AMPENAN
TAHUN 2012
Ni Ketut Suly Sembada
Alumni Analis Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Matram
ABSTRAK
Zat pewarna sintetik rhodamin B masih menjadi masalah yang membahayakan kesehatan masyarakat di
Indonesia dan beberapa negara di dunia terutama negara berkembang karena biasa di gunakan pada industri tekstil
dan kertas. Zat pewarna sintesis ini sangat membahayakan bagi manusia bila di komsumsi karena dapat menyebapkan
iritasi, saluran pernafasan, keracunan, dan gangguan hati dan dalam jangka panjang menyebapkan kanker dan
tumor.Dari segi usia dapat mengenai semua golongan umur tetapi prevalensi tinggi terutama pada golongan anak usia
sekolah dasar karena umumnya anak-anak lebih suka membeli makanan yang cendrung dengan warna yang lebih
mencolok. Rumus molekul dari rhodamin B adalah C 28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang
sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan,
sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat.Rhodamin B juga
merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut
digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165 derajat
celcius. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kromatografi kertas yaitu pemisahkan komponenkomponen atas perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fasa diam yang berupa kertas dibawah gerakan fasa gerak.
Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase
gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran
bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda. Dalam kromatografi
kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang
sesuai. Sampel yang diperoleh dari SD 1 Ampenan selanjutnya di bawa ke Balai POM, untuk mengetahui kandungan
rhodamin B pada saus tomat.
Kata Kunci : Kromatografi Lapis Kertas, Saus Tomat, Rhodamin B
Sanitasi
PENDAHULUAN
makanan
ini
bertujuan
untuk
Pengertian makanan menurut WHO (World
menjamin
keamanan
dan
kemurnian
makanan,
Health Organization) yaitu semua substansi yang di
mencegah
konsumen
dari
penyakit,
mencegah
perlukan oleh tubuh. Makanan
yang dijual oleh
penjualan makanan yang akan merugikan pembeli,
pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut
mengurangi kerusakan ataupun pemborosan makanan
street
Agriculture
(DepKes RI, 2004). Kualitas bahan makanan yang baik
Organization (FAO) didefisinikan sebagai makanan
dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya yaitu
dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh
dari bentuk, warna, kesegaran, bau, dan lainnya. Bahan
pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat
makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan
keramaian umum lain yang langsung dimakan atau
pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia
dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih
seperti pestisida dan penggunaan zat pewarna makanan
lanjut. Karena pengolahannya yang praktis dan hemat
Rhodamin B (Kusmayadi, 2008).
waktu
food
maka
menurut
makanan
Food
jajanan
and
sangat
digemari
Akhir-akhir ini sering terdengar bahwa telah
(Februhartanty dan Iswarawanti, 2004). Bila kita kaji
banyak beredar zat pewarna sintesis pada makanan di
lebih mendalam pengertian hygiene dan sanitasi ini
lingkungan sekolah.
mempunyai perbedaan, yaitu hygiene lebih mengarah
bakso cilok.Cilok (singkatan dari aci di colok) yang
pada kebersihan individu, sedangkan sanitasi lebih
terbuat dari tepung kanji
mengarah pada kebersihan faktor-faktor lingkungannya
tambahkan bumbu pelengkap seperti saus tomat dan
(Azwar, 1990).
kecap. Zat pewarna sintesis ini sangat membahayakan
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Yang terdapat pada makanan
yang kenyal dengan di
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
32
bagi manusia bila di komsumsi karena diduga dapat
diketahui ciri-cirinya sebagai mana yang terlihat pada
menyebapkan iritasi, saluran pernafasan, kulit, mata,
tabel di bawah ini :
No
1
Sampel
Saus (A)
Karena itu zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang
2
Saus (B)
penggunaanya pada makanan oleh Mentri Kesehatan
3
Saus (C)
saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati serta
dalam jangka panjang menyebapkan kanker dan tumor.
(Permenkes) No.239/Menkes /Per/V/85. Dari uraian
diatas maka peneliti ingin mengetahui adanya zat
pewarna tambahan (Rhodamin B) pada saos tomat
Bau
Khas
Merah
Khas
Merah
Khas
Hasil Pegamatan
a.
Hasil uji kualitatif menggunakan cara
kromatografi kertas saus A
METODE PENELITIAN
apakah ada zat pewarna sintetik yang terkandung
Warna
Merah
2.
bakso cilok di SDN 1 Ampenan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Bentuk
Cairan
kental
Cairan
kental
Cairan
kental
No
1
dalam saus tomat bakso cilok. Penelitian ini merupakan
penelitian yang bersifat analitik kuantitatif. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Desembar 2012. Tempat
penelitian dilakukan di BBPOM ( balai besar
pegawasan obat dan makanan ) kota Mataram Propinsi
Nusa Tenggara Barat. Populasi penelitian ini adalah
Uji yang
dilakukan
identifikasi
pewarna sintetik
1 Carmoisin
Cl 14720
2
Ponceau
4R Cl 16255
3 Sunset
yellow Cl
15985
4 Rhodamin B
Cl 45170
5 Methanil
Hasil
uji
Syarat
Metode
kromatografi
kertas
positif
-
positif
-
positif
-
negatif
negatif
negatif
negatif
anak laki-laki dan perempuan di Sekolah Dasar Negeri
01 Ampenan Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara
Barat.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah saus tomat pada bakso cilok. Pedagang saus
tomat bakso cilok A, pedagang saus tomat bakso cilok
B, pedagang saus tomat bakso cilok C yang berjumlah
3 orang. Diduga pedagang saus tomat bakso cilok
mengandung kadungan zat pewarna makanan sintetik
Rhodamin B.
Gambar : hasil penelitian kandungan rhodamin b pada sampel saus A
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
b.
Sekolah dasar 1 Ampenan terletak di kota
Ampenan Provinsi Nusa Tenggara Barat NTB.
No
Tempatnya tepat di jantung kota Ampenan. Dengan
1
jumlah siswa kelas 1 sampai dengan kelas 6 sebanyak
185 ( seratus delapan puluh lima ) siswa laki-laki dan
perempuan tahun 2012.
1.
Organoleptis
Hasil pengujian secara organoleptis pada saus
tomat yang bredar di sekolah dasar 1 Ampenan
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Hasil uji kualitatif menggunakan cara
kromatografi kertas saus B
Uji yang dilakukan Hasil uji Syarat
identifikasi pewarna
sintetik :
1. Carmoisin Cl
14720
2. Ponceau 4R Cl
16255
3. Sunset yellow Cl
15985
4. Rhodamin B Cl
45170
5. Methanil yellow
Metode
Kromatografi
kertas
Positif
_
Positif
_
Positif
_
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
33
Amonia
ini
berfungsi
sebagai
pengikat
sekaligus pelarut rhodamin B dalam benang wool. Saat
proses eluasi digunakan eluen campuran perbandingan
volume etil metil keton : aseton : air = 7 : 3 : 3.
Penggunaakn
eluen
ini
berkaitan
dengan
sifat
kebanyakan zat warna yang bersifat polar, termasuk
Rhodamin B, juga kemudahannya untuk larut dalam
alkohol dan air. Oleh karenanya digunakan eluen ini
agar dapat mengeluasi Rhodamin B dengan baik.
Apabila yang digunakan berupa eluen non polar,
Gambar : hasil penelitian kandungan rhodamin b pada sampel saus B
seperti kloroform, maka Rhodamin B tidak akan
c.
tereluasi. Sebelum mempartisi sampel, awalnya eluen
Hasil uji kualitatif menggunakan cara
kromatografi kertas saus C
No
Uji yang dilakukan
1 identifikasi pewarna
sintetik :
1. Carmoisin Cl 14720
2. Ponceau 4R Cl
16255
3. Sunset yellow Cl
15985
4. Rhodamin B Cl
45170
5. Methanil yellow
Hasil uji Syarat
Metode
Kromatografi
kertas
Positif
_
Positif
_
Positif
_
dijenuhkan
bertujuan
menggunakan
untuk
kertas
membuat
(memudahkan
saat
mengetahui
jarak
eluasi
saring.
eluen
makin
jenuh
juga
untuk
sampel),
maksimal
Selain
bagi
eluen
untuk merambat. Lalu dilakukan eluasi hingga masingmasing totolan terpisah. Akan tetapi pada sampel A,
Negatif Negatif
sampel B, sampel C memberikan hasil negatif. Sebab
Negatif Negatif
selain warnanya yang cenderung agak pudar, juga nilai
Rf-nya yang berbeda jauh, dari nilai Rf yang
mengandung kandungan Rhodamin B. Sedangkan nilai
Rf yang mengandung zat warna rhodamin B adalah Rf
= 1 Selain itu, pengaruh lebar kertas saring terhadap
chamber memberikan pengaruh besar. Sebab kertas
Gambar : hasil penelitian kandungan rhodamin b pada sampel saus C
Pembahasan
Pada penelitian Rhodamin B dalam saus tomat
ini
akan memberikan hasil yang maksimal dalam
analisis pengujian menggunakan metode kromatografi
saring yang menempel dengan dinding chamber
menyebabkan eluen juga terserap melalui sisi samping
kertas saring. Hal ini akan menyebabkan proses eluasi
terganggu. Itulah sebabnya kromatogram sampel A,
sampel B, sampel C agak berbelok.
kertas. Hal ini berkaitan dengan kemudahannya dalam
mempartisi sampel sehingga dilakukan analisis warna
KESIMPULAN DAN SARAN
saus diekstraksi menggunakan benang wool bebas
Kesimpulan
lemak dengan bantuan asam asetat glasial. Fungsi
benang wool ini adalah sebagai adsorben warna saus
sedangkan
asam
asetat
glasial berfungsi
sebagai
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
maka dapat di simpulkan sebagai berikut :
1.
Hasil pengujian secara organoleptis sampel saus
pemberi suasana asam dimana pada suasana ini
tomat A, sapel saus tomat B, sampel saus tomat C
rhodamin B akan tertarik oleh asam dan selanjutnya
memiliki bentuk cairan yang kental, warna merah
akan diadsorbsi oleh benang wool. Lalu warna pada
dan bau yang khas.
benang wool itu diekstraksi lagi menggunakan amonia
encer.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
34
2.
Hasil uji kualitatif dengan kromatografi kertas
Bresnick, S.M.D. 2004. Intisari Kimia Organik. Jakarta
sampel saus tomat A, sampel saus tomat B,
sampel saus tomat C
tidak mengandung
: Penerbit Hipokrates.
Bungin,Burhan.2005.”Analisis
Data
Penelitian
Rhodamin B hal ini dapat dibuktikan melalui
Kualitatif”.Jakarta : PT Raja Grafindo
warna sampel dan nilai Rf. Pada sampel saus A,
Persada.
sampel saus B, sampel saus C berwarna merah
agak memudar. Nilai Rf
BSN, SNI 06;6989.15;2004, Air dan Air Limbah
zat warna rhodamin
Bagian 15 : Cara Uji Kebutuhan Oksigen
adalah Rf =1, sedangkan pada sampel saus A,
Kimiawi (KOK) Refluks Terbuka Dengan
saus B, saus C tidak mendekati nilai Rf.
Refluks Terbuka Secara Titrimetri, Badan
Standarisasi Nasional (BSN).
Departemen Kesehatan Republik Indanesia, 1979.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
Peraturan Menteri Kesehatan
serta kesimpulan maka dapat dikemukakan saran-saran
sebaga berikut :
1.
235/Men.Kes/PerNU1979.
Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan
Bagi konsumen yang mengkomsumsi saus tomat
Pedoman Penetapan. Indikator Provinsi
bakso cilok hendaklah berhati-hati dalam memilih
Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
makanan jajanan yang beredar disekolah yang ada
Depkes RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
di kota Ampenan dan sebaiknya mengkomsumsi
Djajadiningrat, Surna T, Melia Famiola, Kawasan
makanan
yang sudah terdaftar di Departemen
Kesehatan.
2.
PJ. Nomor
Industri. University Press, Yogyakarta,
Dwiyono Agus. 2008. Kewarganegaraan. Jakarta:
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang
analisa zat warna makanan Rhodamin B pada
Ghalia Indonesia.
Februhartanty
makanan yang beredar di pasaran.
dan
Makanan
Iswarawanti.
Jajanan
2004.
Anak
Amankan
Sekolah
di.
Indonesia
http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.co
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
2009.
Kepuasan
Kerja.
URL:http://id.wikipedia.org/wiki/
m
Haryoto .1998. Membuat Saus Tomat. Kanisius.
Kepuasan_Kerja.
Jakarta.
Astawan, Made. 2008. Bahaya Logam Berat Dalam
Makanan, diakses dari
http://www.hayati-
ipb.com/users/rudyct/PPs702/DEDIN_FR.ht
Azwar,
http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/30
/jenis-dan-penyebap kebisingan.
Kusmayadi, A. 2008. Cara Memilih dan Mengolah
m.
Tanggal akses 02 Februari 2011.
Makanan
A,
1990,
Masyarakat. Jakarta.
Pengantar
Ilmu
Kesehatan
Lingkungan. Penerbit Mutiara,. Jakarta.,
Menuju
ke
Penyedia
Kerangka
Layanan
Pemersatu
Besar
Perilaku
Ilmu Pemasaran.
Gizi
Tomat. Laporan Akhir Penelitian Balai
Baru:
Konsumen 'Switching". Jurnal dari Akademi
Perbaikan
Krupadanam et al., 2001. Teknologi Pengolahan Pasta
Bansal, HS, Taylor SF, dan St James, Y. 2005.
"Migrasi
Untuk
Penelitian
dan
Pengembangan
Pascapanen Pertanian.
Luthana,
Y.
K.
2008.
Yoghurt.
www.yoghurt«yis’sfoodentertaining.htm.
(diakses tanggal 01 Januari 2011)
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
35
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
SNI.
2004.Saus
Tomat.badan
standarisasi
nasional.Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Sumar Hendayana.2006.”kimia Pemisahan Metode
Nomor : 239/Men.Kes/Per/V/85. Tentang
Kromatografi Dan Elektroforesis Moderen”.
zat
Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Warna
Tertentu
Sebagai
Bahan
Berbahaya
Subandi. 1999. Penelitian kadar arsen dan timbal
Peraturan Mente Nomor 1168/MENKES/PER/X/1999
dalam pewarna rhodamine B dan auramine
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
secara spektrofotometri: Suatu penelitian
Kesehatan
pendahuluan.
Nomor
722/MENKES/PER/IX/1988 Tentang Bahan
http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/
Tambahan Makanan.
1999a.htm. [30 September 2006 ]
Prawirosentono, S. 1997. Manajemen Produksi dan
Sudjadi: “ Metode Pemisahan “ . Yogjakarta: Kanisius
Operasi. Bumi aksara.Jakarta.
( anggota IKAPI ).
Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis.
Suprapti, L. 2000. Membuat Saus Tomat. Trubus
Edisi Ke I. Cetakan I. Graha Ilmu. Hal. 217.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Edisi I.
Agrisana. Surabaya.
Tarwiyah,
Cetakan I. Yogyakarta : Liberty.
Tomat.http//www.iptek.net.id/ind/warintek/
S.M.Khopkar,Penerjemah
Diakses Tanggal 01 Desember 2009.
A.Saptorahardjo.Pendamping
Nurhadi.1990.
K.2001.Saus
“Konsep
Dasar
Agus
Kimia
Analitik” . Jakarta :Universitas Indonesia (
UI- press ).
SNI.1996.Konsentrat Buah Tomat. badan standarisasi
nasional.Jakarta
Trisnawati, Y.1993. Tomat: Pembudidayaan Secara
Komersial. Penebar swadaya. Jakarta.
Tentang
Bahan
Tambahan
Makanan,
Jakarta.235/Men.Kes/PerNU1979. Tentang
Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.
Winarno, F.G., 1994. Bahan Tambahan Makanan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
36
STUDI NEMATODA USUS GOLONGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA FECES BALITA
DI DUSUN JERNENG KECAMATAN LABUAPI KABUPATEN LOMBOK BARAT
Yuliana Astuti
Alumni Analis KesehatanPoliteknik Medica Farma Husada Mataram
Abstrak
Penyakit kecacingan merupakan masalah kesehatan, terutama infeksi pada feces balita yang sanggat sering
terkontaminasi karena sanitasi lingkungan yang buruk, kebersihan pribadi yang tidak terjaga, mengkonsumsi makanan
yang di duga terkontaminasi dengan telur cacing, tingkat pengetahuan dan aspek sosial ekonomi yang masih rendah,
serta kontak dengan tanah yang diduga terkontaminasi dengan telur cacing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
adanya telur Nematoda usus golongan Soil Tranmitted Helminths (STH) pada feses balita di Dusun Jerneng Kecamatan
Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Penelitian ini merupakan penelitian Observasional Deskriptif. Populasi dalam
penelitian ini adalah feses balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Pengambilan sampel
dilakukan secara non random accidentally sampling. Besar Sampel dalam penelitian ini sampel jenuh. Data yang
dikumpulkan di analisa secara deskriptif. Hasil penelitian identifikasi telur nematoda usus golongan Soil Transmitted
Helminths pada feces Balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat didapatkan hasil sampel
yang positif sebanyak 2 dengan prosentase 7% yang terdiri dari Ascaris lumbricoides sebesar 3,5%, Trichuris trichiura
sebesar 3,5% dan cacing tambang sebesar 0% sedangkan sampel yang negatif sebanyak 28 dengan buang air besar di
kali dan di kebun. Warga Dusun Jerneng rata – rata memakai lantai mengunakan semen, dan keramik, dari hasil yang
telah disurvei (Profile Dususn jerneng, 2010 Gandahusada 1998). Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti melakukan
penelitian dengan judul “Studi nematoda Usus Golongan Soil Transmitted Helminths (STH) pada feces balita di Dusun
Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat ”.
Kata kunci : Nematoda Usus , Soil Transmitted Helminths (STH)
terkontaminasi dengan telur cacing (Onggowaluyo,
PENDAHULUAN
2000).
Salah
yang
Penyebaran penyakit ini adalah kontaminasi
mempengaruhi derajat kesehatan adalah penyakit –
tanah dengan tinja, telur tumbuh di tanah liat tempat
penyakit infeksi, diantaranya adalah penyakit cacing
lembab dan teduh dengan suhu optimum kira - kira
usus yang merupakan salah satu masalah utama
300 C(Gandahusada, 2004). Secara keseluruh gejala –
kesehatan masyarakat. Menurut WHO memperkirakan
gejala kecacingan adalah badan kurus dan masa
lebih dari 1 milyar penduduk dunia menderita penyakit
pertumbuhan tergangu, kurang darah dan daya tahan
cacingan terutama yang penularan melalui tanah.
tubuh rendah dan sering sakit. Cara penularan
Penyakit kecacingan tersebar luas baik di pedesaan
Nematoda yang paling banyak adalah penularan
maupun perkotaan. Hasil survei Dapartemen Kesehatan
melalui aspek Soil Transmitted Helminths yaitu
Provinsi Nusa Tenggara Barat prevalensi kecacingan
terjadinya penularan cacing melalui media tanah
dari jenis cacing Ascaris Lumbricoides, sebesar
(Onggowaluyu,2000). Cacing Nematode usus yang
63,57%, cacing Trichuris trichiura sebesar 33,98%,
paling banyak menginfeksi yaitu dari gologan STH
dan
(Dikes
yang terdiri dari (Ascaris lumbricoides), (Trichuris
Prov.NTB,2009). Penyakit kecacingan berkaitan erat
trichiura), dan (cacing tambang) (Gandahusada, 2004).
dengan sanitasi lingkungan yang buruk, kebersihan
Balita di Dusun Jerneng biasa bermain dengan tidak
pribadi yang tidak terjaga, mengkonsumsi makanan
menggunakan alas kaki maupun pelindung tangan
yang di duga terkontaminasi dengan telur cacing,
sehingga terjadi kontak langsung dengan tanah. Tanah
tingkat pengetahuan dan aspek sosial ekonomi yang
mengandung humus, terlindung dari sinar matahari
masih rendah serta kontak dengan tanah yang diduga
merupakan habitat yang baik untuk pertumbuhan telur
cacing
satu
kesehatan
tambang
sebesar
masyarakat
7,71%
cacing terutama telur cacing tambang. Dari hasil
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
37
survey diperoleh kepemilikan jamban di dusun Jerneng
sebanyak 50%, yang tidak memiliki jamban 50%, dan
c. Tidak dalam keadaan sakit
PEMBAHASAN
kebanyakan dari warga masyarakat dusun Jerneng
Kecacingan masih menjadi masalah yang sulit
kebiasaan kebiasaan buang air besar di kali dan di
untuk diatasi mengingat tidak adanya gejala yang di
kebun. Warga Dusun Jerneng rata – rata memakai
timbulkan jika belum mencapai tahapan infeksi berat,
lantai mengunakan semen, dan keramik, dari hasil yang
terutama untuk balita. Kesadaran dari orang tua balita
telah
yang kurang memperhatikan kebersihan diri maupun
disurvei
(Profile
Dususn
jerneng,
2010
Gandahusada 1998).
lingkungan sekitar yang
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti
dapat berdampak negatif
terhadap orang lain. Kecacingan dapat menyebabkan
melakukan penelitian dengan judul “Studi nematoda
kondisi kesehatan yang menurun,
Usus Golongan Soil Transmitted Helminths (STH)
kecerdasan dan produktifitas penderitanya berkurang,
pada feces balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi
kehilangan darah, dan menurunkan sumber daya
Kabupaten Lombok Barat ”.
manusia (Kemenkes RI,2006).
gizi kurang,
Menurut data WHO kecacingan tidak hanya
METODE PENELITIAN
Tempat penelitian dan pengambilan sempel di
dapat terjadi
pada anak–anak tapi juga pada orang
Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten
dewasa, yang membedakan adalah anak – anak masih
Lombok Barat. Tempat pemeriksaan sampel di
tumbuh dan berkembang sementara orang dewasa tidak
Laboratorium
lagi. Orang dewasa dapat melindungi diri dengan
Labuapi
Puskesmas
Kabupaten
Labuapi
Lombok
Kecamatan
Barat.
Waktu
kebersihan tubuhnya,
di
mana
kurva
intensitas
penelitian ini dilaksanakan pada bulan September
kecacingan menurun sejalan dengan pertambahan usia.
2012. Jenis penelitian ini menggunakan metode
Kecacingan dapat menyebabkan badan lemah sehingga
Observasional deskriptif yaitu penelitian yang
dapat menurunkan produktifitas (kemampuan kerja)
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
sehingga efektifitas juga menurun, dapat merusak alat
gambaran deskriptif tentang suatu keadaan secara
– alat tubuh sehingga menimbulkan penyakit lain.
objektif (Notoadmodjo, 2005). Populasi dalam
Pada penelitian identifikasi telur Nematoda
penelitian ini adalah Balita yang terdapat di Dususn
usus golongan Soil Transmitted Hemminths (STH)
Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok
pada feces Balita di Dusun Jerneng Kecamatan
Barat.
Labuapi Kabupaten Lombok Barat di dapatkan sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah feces Balita di
sejumlah 30 balita, dan hasil pemeriksaan terdapat 2
Dususn Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten
orang balita positif terinfeksi telur cacing yang terdiri
Lombok Barat yang memenuhi kriteria dari
dari jenis Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura
peneliti.
hal ini disebabkan karena keadaan dari lingkungan
Pengambilan sampel dalam penelitian ini
sekitar rumah dan kebersihan diri yang kurang di
adalah non random purposive pengambilan sampel
perhatikan sehingga dapat menimbulkan terjadinya
dilakukan dengan mengambil kasus atau responden
infeksi oleh telur cacing seperti tidak mencuci tangan
yang memenuhi persyaratan atau kriteria yang di
dengan sabun. Keadaan tanah yan merupakan tanah
buat oleh peneliti.
lembab
Kriteria dari Sampel adalah :
a. Balita yang bertempat tinggal di dusun jerneng
yang
terdapat
di
sekitar
rumah
mendukung untuk pertumbuhan dari telur cacing
menjadi bentuk infektif terutama pada kedua dan jenis
b. Bersedia untuk diambil fecesnya
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
yang
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
38
telur cacing yaitu suhu optimum Ascari lumbricoides
Labuapi Kabupaten Lombok Barat, sebanyak
25 – 30 C dan Trichuris trichiura 30 C.
1 (3.5%) orang.
Menurut laporan pembangunan Bank Dunia di
3. Tidak terdapat telur cacing tambang pada feces
Negara berkembang diperkirakan infeksi kecacingan
Balita di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi
menyumbangkan angka kesakitan sebesar 12% untuk
Kabupaten Lombok Barat.
perempuan dan 11% untuk laki – laki. Hal ini
4. Terdapat 2 balita (7%) terinfeksi telur cacing
menunjukan tidak ada perbedaan infeksi kecacingan
Ascaris
yang terjadi pada balita perempuan maupun balita laki
Trichuris trichiura pada feces Balita di Dusun
- laki tergantung dari kebersihan diri serta lingkungan
Jerneng
dan seberapa sering kontak langsung terhadap tanah
Lombok Barat.
yang terkontaminasi.
Prevalensi
lumbricoides
Kecamatan
dan
telur
Labuapi
cacing
Kabupaten
Saran
dan
kecacingan
yang
sering
1.
Bagi Pemerintah
berhubungan dengan tanah seperti balita bermain di
Khususnya kepada Dinas Kesehatan kabupaten
tanah tanpa mengunakan alas kaki, tidak mencuci
Lombok Barat agar lebih intensif memberikan
tangan sebelum makan, dan selesai bermain, dan
penyuluhan dan sosialisasi masalah kesehatan
biasanya terkena kecacingan mencapai 80 – 90%
terutama tentang pentingnya hygiene dan
(respiratory USU, diambil pada tahun 2011). Upaya
sanitasi lingkungan dalam pemberantasan
menekan infeksi kecacingan terutama pada orang tua
kecacingan.
balita sebelum maupun setelah bekerja agar lebih
2.
Bagi Masyarakat
memperhatikan kebersihan diri seperti defekasi di
Terutama orang tua balita diharapkan lebih
jamban, mandi, dan mencuci tangan dengan air bersih,
teliti menjaga kebersihan diri dan kebersihan
mengalir,
itu
balita, terutama setelah selesai bermain.
memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar sehingga
Menjaga kebersihan lingkungan sekitar agar
tidak terjadi kontaminasi oleh telur cacing dan
terhindar
mengurangi pengunaan sungai untuk defekasi (buang
terutama golongan STH.
serta
mengunakan
sabun.
Selain
dari
infeksi
Nematoda
Usus
air besar) supaya terhindar dari berbagai jenis macam
penyakit terutama penyakit kecacingan. Pencegahan
DAFTAR PUSTAKA
infeksi
cacing
mencegah
tambang
kontak
dilakukan
manusia
dengan
dengan
cara
Anonim.2012.ProfilDusun Jerneng
tanah
yang
Anonim,http://www.google.co.id/images?hl=id&biw=
mengandung bentuk infektif yaitu dengan memakai
1280&bih=620&q=telur+ascaris+lumbri
alas kaki jika keluar rumah, dan saat balita bermain.
coides&gbq=2&aq=0&aql=&oq=
KESIMPULAN DAN SARAN
tanggal 5 April 2011 jam 13.01 WITA
Kesimpulan
Anonim,http://www.google.co.id/images?hl=id&biw=1
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Terdapat telur cacing Ascaris lumbricoides
Diambil
pada
280&bih=620&gbv=2&tbm=isch&aq=o&aqi
=&oq=&g=telur%20trichuris%20trichiura.
pada feces Balita di Dusun
Jerneng
Diambil pada tanggal 5 April 2012 jam 13.01
Kecamatan
Lombok
WITA
Labuapi
Kabupaten
Barat, sebanyak 1 (3,5%) orang.
2. Terdapat telur cacing Trichuris trichiura pada
feces Balita di Dusun
Jerneng Kecamatan
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Anonim,http://medicastore.com/rssartikel.php,2009.
Diambil pada tanggal 5 April 2011 jam 13.01
WITA
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
39
Anonim,http://google.co.id/image/telurcacingtambang/.
Irianto, Kus. 2009. Patologi ( berbagai penyakit yang
jpg. Diambil pada tanggal 5 April 2011 jam
mempengaruhi kesehatan manusia ) untuk
13.01 WITA
Paramedis dan Non Paramedis. Yama Widya :
Anonim,http://www.google.com/KMK%20No.%20424
%20ttg%20pedoman%20pengendalian%20ca
Bandung.
Ismid, Is Suhariah, Rawina Winita, Inge Sutanto,
cingan. Diambil pada tanggal 5 April 2011
Zulhasril, Pudji K.Sjarifuddin.2000. Penuntun
jam 13.01 WITA.
Praktikum Parasitologi Kedokteran. FKUI:
Anonim,http://www.google.comTanah%20%20Wikipe
dia%20bahasa%20Indonesia,%20Ensiklopedi
Jakarta.
Notoadmodjo,soekidjo,2005. Metodologi Penelitian
a%20bebas.html, 2010. Diambil pada tanggal
5 April 2011 jam 13.01 WITA
Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
Onggowaluyo,
Anonim,http://www.respiratory.usu.ac.id/chapter
13.01 WITA.
Menteri
Pengendalian
Parasitologi
Medik
(
Helminthologi) Pendekatan Aspek Identifikasi
II.pdf. Diambil pada tanggal 5 April 2011 jam
Keputusan
JS.2009.
Diagnostic Dan Klinik. EGC : Jakarta.
Prianto L.A.,Juni, Tjahaya L.A., dan Darwanto. 2008.
Kesehatan.2006.Pedoman
Kecacingan.Diambil
Atlas Parasitologi Kedokteran. PT. Gramedia
pada
tanggal 20 April 2012 jam 13.01 WITA.
Pustaka Utama : Jakarta.
Slamet, Juli Soemirat. 2002. Kesehatan Lingkungan,
Entjang,Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi
Untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Yusra,
Nurul
Tenaga Kesehatan yang Sederajat. PT. Citra
Hayati.http://aiiahaibara.blogspot.com/2010/1
Aditya Bakteri : Bandung.
0/12/proses-terjadinya-penyakit-
Gandahusada,
srisari, herry D. llahude da Wita
Pribadi.2004. Parasitologi Kedokteran Edisi
Ketiga.FKUI: Jakarta.
Garcia, Lyne S. and A. Bruckner. 1996. Diagnostik
cacingan.html. Diambil pada tanggal 11 april
2012 jam 15.45 WITA
Zaman, Vigar. 1997. Atlas Parasitologi Kedokteran
edisi II. Hipocrates : Jakarta.
Parasitologi Kedokteran. ECG : Jakarta.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
40
UJI KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI DI DUSUN JERNENG KECAMATAN LABUAPI
KABUPATEN LOMBOK BARAT
Fitriah Nurul Hikmah
Alumni Analis Kesehatan Politeknik Medica farma Husada Mataram
Abstrak
Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air di Indonesia meliputi kuantitas maupun tata letak
sumur terhadap sumber pencemar yang dapat menyebabkan tercemarnya air sumur terutama air sumur gali oleh bakteri
golongan Coliform yang diakibatkan dari buruknya sistem pembuangan limbah masyarakat, pembuatan WC, Septik
Tank dan sumur yang kurang memenuhi persyaratan (jaraknya minimal 10 meter dari septik tank). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kualitas air sumur gali yang ada di wilayah dusun Jerneng sehingga aman untuk
dikonsumsi. penelitian ini bersifat Observasional Analitik yang mempunyai tujuan untuk mengetahui kontribusi faktor
resiko tertentu terhadap adanya suatu kejadian tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sumur gali yang
ada di lingkungan Dusun Jerneng yang mempunyai septik tank dengan jarak < 10 meter dan > 10 meter yang memiliki
dinding sumur yang bersemen dan mempunyai lantai kedap. Dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria dalam
penelitian berdasarkan survey lapangan adalah 20 sumur yang terdiri dari jaraknya < 10 meter dari septic tank
berjumlah 16 sumur gali dan sumur yang jaraknya > 10 meter dari septic tank berjumlah 4 sumur. Tehnik pengambilan
sampel penelitian ini adalah dengan cara Non Random Sampling. Data hasil penelitian berupa jarak septic tank
terhadap nilai Most Probable Number (MPN) pada air sumur di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten
Lombok Barat dianalisa secara Deskriptif dengan hasil penelitian pada tabel 1.2 dan tabel 1.3 yang menunjukkan
bahwa terdapat nilai indeks MPN Coliform pada air sumur yang berada di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi
Kabupaten Lombok Barat. Semakin dekat jarak sumur dengan Septic Tank maka nilai MPN Coliform semakin tinggi,
dan sebaliknya jika semakin jauh jarak sumur dengan Septic Tank maka nilai MPN Coliform semakin rendah.
Kata Kunci : Air sumur, MPN Coliform, Jarak sumur terhadap Septic tank
Salmonella parathypi, Salmonella thypi. Untuk bakteri
PENDAHULUAN
Air merupakan suatu sarana utama untuk
non-patogen terdiri atas golongan bakteri Coliform,
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air
Coliform
fecal,
streptococci,
merupakan salah satu media dari berbagai macam
Actinomycetes.
penularan penyakit (Kusnaedi, 2004). Air yang bersih
kontaminasi air di Dusun Jerneng, yaitu penyakit diare
adalah air yang jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak
pada tahun 2011 mencapai 4,79% terdiri dari anak
berbau (Untung, 2004). Masalah utama yang dihadapi
balita sebanyak 141 orang, sedangkan untuk angka
oleh sumber daya air di Indonesia meliputi kuantitas
kematian tidak ada (Data Profil Dusun Jerneng, 2012).
Data
penyakit
iron
bakteri,
disebabkan
oleh
maupun tata letak sumur terhadap sumber pencemar
Berdasarkan latar belakang masalah di
yang dapat menyebabkan tercemarnya air sumur
atas, maka penelitian tentang uji bakteriologis air
terutama air sumur gali oleh bakteri golongan Coliform
sumur gali di Dusun Jerneng perlu dilakukan untuk
yang diakibatkan dari buruknya sistem pembuangan
mengetahui bagaimana kualitas air sumur gali yang ada
limbah masyarakat, pembuatan WC, Septik Tank dan
di wilayah dusun tersebut sehingga aman untuk
sumur yang kurang memenuhi persyaratan (jaraknya
dikonsumsi.
minimal 10 meter dari septik tank).
Air sumur gali adalah air permukaan tanah
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
atau air tanah dangkal, umumnya dengan ke dalaman
lebih dari 15 meter. Pada dasarnya bakteri yang hidup
Mikrobiologi
di dalam air dibedakan atas bakteri pathogen dan non-
Masyarakat Pulau Lombok di Mataram pada bulan
patogen. Bakteri patogen yang hidup di dalam air ini
September
dapat
gangguan
Observasional Analitik yang mempunyai tujuan untuk
kesehatan, beberapa contohnya adalah Salmonella
mengetahui kontribusi faktor resiko tertentu terhadap
thyposa,
adanya
menyebabkan
Shigella
penyakit
dysenteriae,
atau
Vibrio
cholera,
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Balai
2012.
suatu
Laboratorium
Jenis
kejadian
penelitian
tertentu.
Kesehatan
ini
bersifat
Berdasarkan
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
41
pendekatan waktu, jenis penelitian ini adalah cross-
Tabel 1.2 Hasil Perhitungan MPN Coliform dan E
sectional yaitu suatu penelitian yang berdasarkan pada
Coli pada air smur yang jaraknya < 10 meter dari
pengamatan fakta dengan pengukuran dalam waktu
Septic Tank
yang bersamaan (Notoadmojo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah
No
Sampel
seluruh sumur gali yang ada di lingkungan Dusun
Jerneng yang mempunyai septik tank dengan jarak <
10 meter dan > 10 meter yang memiliki dinding
sumur yang bersemen dan mempunyai lantai kedap.
Dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria dalam
penelitian berdasarkan survey lapangan adalah 20
sumur yang terdiri dari jaraknya < 10 meter dari
septic tank berjumlah 16 sumur gali dan sumur yang
jaraknya > 10 meter dari septic tank berjumlah 4
sumur. Tehnik pengambilan sampel penelitian ini
adalah dengan cara Non Random Sampling yaitu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Jarak
Sumur
dengan
ST (m)
1,4
2,4
3,2
5,1
5,1
6,3
7,1
7,3
8,0
8,1
8,2
8,2
8,6
9,0
9,0
9,2
Rata-rata
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang
MPN
Coliform/
100 ml
294
190
166
130
130
111
89
84
78
67
60
58
45
38
35
33
98
dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat
populasi
yang
sudah
diketahui
sebelumnya
Tabel 1.3 Hasil Perhitungan MPN Coliform pada air
sumur yang jaraknya > 10 meter dari Septik Tank
(Notoatmojo, 2002).
No
Sampel
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian sampel air
sumur
di
Dusun
Jerneng
Kecamatan
Labuapi
Kabupaten Lombok Barat yang jaraknya < 10 meter
1
2
3
4
dan > 10 meter dari septic tank menggunakan Metode
II (5 5 5) dapat diperoleh hasil penelitian sebagai
berikut :
Jarak Sumur
dengan
ST (m)
10,1
10,4
10,4
13,0
Rata-rata
MPN Coliform/
100 ml
31
20
24
14
22
ANALISIS DATA
Data hasil penelitian berupa jarak septic
tank terhadap nilai Most Probable Number (MPN)
pada air sumur di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi
Kabupaten Lombok Barat dianalisa secara Deskriptif
dengan hasil penelitian pada tabel 1.2 dan tabel 1.3
yang menunjukkan bahwa terdapat nilai indeks MPN
Coliform pada air sumur yang berada di Dusun Jerneng
Kecamatan
Labuapi
Kabupaten
Lombok
Barat.
Semakin dekat jarak sumur dengan Septic Tank maka
nilai MPN Coliform semakin tinggi, dan sebaliknya
jika semakin jauh jarak sumur dengan Septic Tank
maka nilai MPN Coliform semakin rendah.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
42
SK JUKLAK PKA TAHUN 1991 /1992 kualitas air
PEMBAHASAN
dalam
bersih dibedakan dalam 5 kategori yaitu : Air bersih
kehidupan. Hampir seluruh kehidupan di dunia ini
kelas A kategori baik mengadung total coliform
tidak terlepas dari adanya unsur air. Sumber utama air
kurang dari 50, Air bersih kelas B mengandung total
yang mendukung kehidupan di bumi ini adalah laut,
coliform 51-100, Air bersih kelas C jelek mengandung
dan semua air akhirnya akan kembali ke laut
total coliform kategori 101-1000, Air bersih kelas D
yangbertindak sebagai “resevoir” atau penampung. Air
amat jelek mengadung total coliform 1001-2400, Air
dapat mengalami daur hidrologi. Selama menjalani
bersih kelas E amat sangat jelek mengadung total
daur itu air selalu menyerap zat-zat yang menyebabkan
coliform lebih 2400 (Pitojo, S, 2002).
Air
merupakan
unsur
penting
air itu tidak lagi murni. Bakteri, virus, parasit, dan
KESIMPULAN DAN SARAN
mikroorganisme lainnya terkadang di temukan dalam
air baik karena pencemaran alami maupun karena hasil
perbuatan manusia. Sumur gali, yang airnya dekat
dengan permukaan tanah adalah yang paling berisiko.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisa data yang dilakukan,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Aliran, atau air yang mengalir di atas permukaan tanah,
1. Nilai indeks MPN coliform pada air sumur gali
mungkin membawa pencemaran ini dari kotoran hewan
yang berada di Dusun Jerneng Kecamatan
atau tanah dan sering terjadi apabila ada banjir, yang
Labuapi Kabupaten Lombok Barat ditemukan
bisa menyebabkan berbagai penyakit, misalnya gejala
adanya bakteri coliform yang mencemari air
mual dan diare bisa terjadi dalam waktu singkat setelah
sumur gali.
meminum air yang terkontaminasi. Efeknya bisa dalam
2.
jangka pendek dan berbahaya atau mungkin sering
Kualitas sumur gali di Dusun Jerneng kecamatan
Labuapi Kabupaten Lombok Barat dikategorikan
berulang dan berkembang secara perlahan.
kedalam kategori kelas A yaitu baik, kelas B
Pada penelitian Uji Kualitas Bakteriologis
kurang baik, kategori kelas C yaitu jelek.
Air Sumur gali di Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi
Kabupaten Lombok Barat dengan menggunakan
Saran
metode MPN ragam 5 5 5 dapat diperoleh hasil
penelitian seperti yang terlihat pada tabel 1.2 dan
Dari hasil kesimpulan penelitian diatas, maka diberikan
saran-saran sebagai berikut :
tabel 1.3 dimana nilai MPN coliform air sumur yang
memiliki jarak paling dekat dengan septik tank (1,4
1.
Sumur merupakan salah satu penampungan air
m) memiliki nilai MPN paling tinggi yaitu 294 / 100
yang utama bagi penduduk perkampungan.
sampel air , jika dibandingkan dengan air sumur yang
Dengan demikian air dalam sumur gali tersebut
memiliki jarak paling jauh dengan septik tank (13,0)
harus
memiliki nilai MPN Coliform hanya 14 / 100 ml
dikonsumsi. Agar air dalam sumur tersebut
sampel air, hal tersebut menunjukan bahwa kualitas
berkualitas baik maka sebaiknya jarak antara
air sumur gali yang berada di Dusun Jerneng
sumur gali dengan septic tank lebih kurang 10
Kecamatan
meter.
ditinjau
Labuapi
dari
Kabupaten
kualitas
Lombok
bakteriologis,
Barat
umumnya
2.
memenuhi
syarat
yang
baik
untuk
Kandungan bakteri yang terdapat dalam air
termasuk dalam kategori kelas A, kategori kelas B,
sumur, aktivitas domestik sekitar sumur, cara
kategori kelas C. Sedangkan jika didasarkan pada SK
penggunaan,
DIRJEN PPM & PLP NO. 1/ PO. 03. 04. PA. 91 dan
Berdasarkan hal tersebut lokasi dan konstruksi
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
dan
pemeliharaan
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
sumur.
43
sumur harus dibangun sesuai dengan standar
kesehatan .
3.
Untuk
Dirjen P2M & PLP., 1995., Pelatihan Penyehatan Air.
Depkes RI . Direktorat PPM& PLP. Jakarta.
instasi
terkait,
perlu
melakukan
penyuluhan dan pengawasan terhadap sumur
yang jaraknya kurang dari 10 meter dengan septic
tank.
Kusnaedi., 2004., Mengolah Air Gambut dan Air Kotor
untuk Air Minum, Jakarta : Puspa Swara.
Pitojo., S. 2002. Deteksi Pencemaran Air Minum.
Aneka ilmu. Semarang.
DAFTAR PUSTAKA
Notoatmojo S, 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan.
Anonim.,
2010.
Sumur
gali.
PT. Rineka Cipta, Jakarta.
http://abahjack.com/sumurgali/.html%23/more159. diakses tanggal 20
Untung., 2004. Menjernihkan Air Kotor, Jakarta :
mei 2012, jam 14.50 wib.
Puspa Swara
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
44
IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG
BEREDAR DI PASAR PAGESANGAN KOTA MATARAM DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS
TIPIS (KLT)
Oktarena Widiastuti
Alumni Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram
ABSTRAK
Zat pewarna sintetik Rhodamin B masih menjadi masalah yang membahayakan kesehatan masyarakat di
Indonesia dan beberapa negara di dunia terutama negara berkembang karena biasa di gunakan pada industri tekstil dan
kertas. Zat pewarna sintesis ini sangat membahayakan bagi manusia bila di komsumsi karena dapat menyebabkan iritasi
saluran pernafasan, keracunan, dan gangguan hati dan dalam jangka panjang menyebabkan kanker dan tumor. Dari segi
usia dapat mengenai semua golongan umur. Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat
molekul sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam kosmetik ini berbentuk kristal hijau atau
serbuk ungu kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan
berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di
dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik
leburnya pada suhu 165 derajat celcius. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kromatografi lapis tipis salah
satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahan
sederhana suatu campuran senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis, prosesnya dikenal sebagai analisis
kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti kolom. Kromatografi lapis tipis adalah salah satu
pengembangan dari kromatografi partisi padatan pendukung fase diam. Oleh karena itu disebut kromatografi lapis tipis.
Sebagai fase diam adalah air yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan pengembang biasanya pelarut organik
yang telah dijenuhkan dengan air sampel yang di peroleh dari pasar selanjutnya di bawa ke BBPOM, untuk mengetahui
kandungan Rhodamin B pada lipstik.
Kata Kunci: Lipstik, Rhodamin B, dan Kromatografi Lapis Tipis
badan
PENDAHULUAN
dengan
maksud
untuk
membersihkan,
memelihara, menambah daya tarik atau merubah rupa
Dewasa ini, masyarakat terutama wanita
dituntut untuk lebih menarik dan sehat terutama dari
segi
penampilan
dialokasikan
untuk
bahkan,
tidak
pembelian
sedikit
produk
dana
kosmetik
maupun perawatan kulit, salah satunya adalah lipstik.
Untuk produk lipstik, semua wanita mengenalnya, tak
ada wanita yang tak pernah memakainya. Bahkan ada
beberapa wanita memandangnya sebagai sebuah
kebutuhan dan tidak akan nyaman kalau tidak
memakainya (Depkes RI dalam Tranggono, 1992).
wanita yang tak pernah memakainya. Setiap wanita
dimanapun berada, mempunyai kecenderungan serupa,
yaitu ingin terlihat cantik dan menyenangkan untuk
dipandang, sehingga produk perawatan dan kosmetik
merupakan kebutuhan mutlak bagi dirinya. Kosmetik
adalah bahan-bahan atau campuran bahan untuk
dilekatkan,
dipercikkan,
Tranggono, 1992).
Lipstik termasuk produk kosmetik wajah yang
sudah menjadi identitas bagi wanita pada zaman
modern ini, tanpa polesan pewarna bibir ini banyak
diantara wanita merasa kurang tampil percaya diri di
depan umum. Kebutuhan terhadap lipstik terus
meningkat seiring dengan munculnya produk lipstik
baru baik dalam negeri maupun merk global yang terus
mengikuti kebutuhan konsumennya. Lipstik digunakan
Lipstik, semua wanita mengenalnya, tak ada
digosokkan,
dan tidak termasuk golongan obat (Depkes RI dalam
atau
terutama oleh para wanita untuk menambah warna
pada wajah sehingga tampak lebih segar, membentuk
bibir, serta memberi ilusi bibir lebih kecil atau besar
tergantung warna yang digunakan. Selain itu lipstik
memiliki manfaat lain, selain sebagai pewarna bibir,
lipstik juga berfungsi sebagai pelembab/perlindungan
bibir bahkan sebagai perawatan untuk mengurangi
kerutan pada bibir. Lipstik dewasa ini dikemas dengan
disemprotkan, dituangkan pada badan atau bagian
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
45
iklan dan kemasan yang sangat menarik disamping
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit
pilihan warnanya yang semakin banyak. Beraneka
(Ditjen POM RI, 2004).
lipstik ditawarkan, bermacam merk, jenis dan warna.
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani)
Ternyata dibalik keindahan warna dan manfaat lipstik,
yang berarti ”berhias”. Bahan yang dipakai dalam
banyak juga produsen yang melakukan kecurangan
usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari
dalam memproduksi lipstik. Untuk manghasilkan
bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya.
produk yang murah, banyak diantaranya yang sengaja
Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari
menambahkan kandungan zat-zat kimia yang ternyata
bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud
berbahaya pada tubuh (Depkes RI dalam Tranggono,
meningkatkan
1992).
Menurut Wall dan Jellinek, 1970, kosmetik dikenal
kecantikan
(Wasitaatmadja,
1997).
Lipstik digunakan oleh para wanita untuk
manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-
menambah warna pada bibir sehingga tampak lebih
19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian,
segar. Hal tersebut menjadikan industri kosmetik
yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan.
berlomba-lomba
Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru
membuat
produk
yang
banyak
diminati kaum hawa. Beraneka lipstik ditawarkan,
dimulai
secara
besar-besaran
bermacam merk, jenis dan warna. Biasanya wanita
(Tranggono, 2007).
pada
abad
ke-20
memilih lipstik terutama karna warnanya, dimana
Sejak semula kosmetik merupakan salah satu
dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah.
segi ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga
Kini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar
teknologi, telah ditemukan zat warna sintetik, sehingga
kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat
produsen kosmetik lebih memilih zat warna sintetik
keluarga istana. Dalam perkembangannya kemudian,
(Februhartanty dan Iswarawanti, 2004).
terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik dalam
Pewarna sintetik mempunyai keuntungan
yang nyata dibandingkan pewarna alami,
yaitu
hal
jenis,
efek,
efek
samping,
dan
lainnya
(Wasitaatmadja, 1997).
mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih besar, lebih
Rhodamin B merupakan salah satu zat warna
seragam, lebih stabil, penggunaanya lebih praktis dan
yang biasa dipergunakan dalam bidang industri kertas
biasanya
disamping
dan tekstil. Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi pada
keuntungannya itu semua, pewarna sintetik dapat
kulit dan saluran pernafasan serta merupakan zat yang
memberikan efek yang tidak baik pada kesehatan
bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan
(Februhartanty dan Iswarawanti, 2004).
dalam
lebih
Menurut
murah.
Namun,
peraturan
menteri
kesehatan
konsentrasi
tinggi
dapat
menyebabkan
kerusakan hati (Azwar, 1990).
Republik Indonesia nomor 445/menkes/per/V/1998
Di Indonesia, peraturan mengenai pelarangan
bahwa kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan
dan pembatasan zat warna yang digunakan dalam
yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan
kosmetika diatur melalui peraturan menteri kesehatan
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin
Republik Indonesia Nomor 239/Men/Kes/per/V/1985
luar). Gigi dan rongga mulut untuk membersihkan,
mengenai bahan kosmetika dan zat warna kosmetika,
menambah
daya
yang meliputi zat warna tertentu yang dinyatakan
melindungi
supaya
tarik,
tetap
mengubah
dalam
penampakan,
keadaan
baik,
memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
sebagai bahan berbahaya (Azwar, 1990).
Meskipun telah dilarang oleh pemerintah,
penggunaan zat warna sintetik berbahaya masih belum
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
46
terkendali. Hal ini disebabkan karena kurangnya
beredar di Pasar Pagesangan kota Mataram Propinsi
pengetahuan masyarakat akan akibat penggunaan zat
Nusa Tenggara Barat.
warna sintetik tersebut. Ketertarikan akan harga yang
ANALISIS DATA
sangat terjangkau dari warna lipstik yang terlihat
Sebelum memulai kegiatan penelitian, terlebih
tampak cerah. Pemeriksaan Rhodamin B dapat
dahulu
dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi
Pengumpulan
lapis tipis (KLT). Identifikasi dengan KLT dapat
mendapatkan informasi keadaan sebelum penelitian
dilakukan untuk menentukan zat yang tunggal maupun
dimulai. Metode pengumpulan data dasar dilakukan
campuran, dimana suatu campuran yang dipisahkan
dengan survei. Dalam pengumpulan data dasar
akan terdistribusi sendiri diantara fase-fase gerak dan
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
tetap dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda
a. Bagaimana keadaan infrastruktur pedagang yang
dari satu senyawa dengan senyawa yang lain.
Rhodamin B akan memberikan fluoresensi kuning jika
beberapa
metode,
antara
lain
dengan
d. Tersedianya fasilitas pemeriksaan seperti alat dan
bahan penelitian reagen
e. Kesiapan petugas, pedagang untuk mendukung
pengumpulan data dasar.
Kromatografi Lapis tipis karena metode tersebut
sederhana dan juga memiliki ketelitian yang baik.
Selain hal tersebut perlu juga dipertimbangkan
data tentang lokasi, situasi dan kondisi antara lain:
Bedasarkan hasil survey yang dilakukan
ditemukan
untuk
pemeriksaan
penelitian ini digunakan pemeriksaan dengan metode
mataram,
diperlukan
c. Keterampilan petugas dalam menganalisa hasil
kinerja tinggi dan spektofotometri sinar tampak. Dalam
pagesangan
ini
dasar.
laboratorium
kromatografi preparative, dengan kromatografi cair
dipasar
dasar
data
b. Bagaimana kesiapan dan kemampuan petugas
Penentuan kadar Rhodamin B dapat dilakukan
dengan
data
pengumpulan
ada pasar pagesangan kota mataram
dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan berwarna merah
muda jika dilihat secara visual (Ditjen POM, 2001).
dilakukan
a. Rhodamin
masih
terdapat lipstik yang dijual dengan harga yang sangat
B:
Prevalensi,
intensitas
dan
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku pedagang
b. Pedagang:
murah dimana pada kemasannya mengenai data diatas,
Mampu,
sedang,
miskin
(secara
ekonomi)
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
c. Lokasi: Pasar Pagesangan kota Mataram
terhadap
d. Laboratorium: Baik, sederhana, tidak ada (tidak
keberadaan
zat
pewarna
sintetik
dan
dikhawatirkan produk tersebut mengandung zat warna
berbahaya yang digunakan, khususnya Rhodamin B
berfungsi)
e. Dana: Mandiri (swadana), bantuan, atau tidak ada.
dalam lipstik yang beredar dimasyarakat khususnya di
pasar pagesangan Mataram. Penelitian ini bertujuan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
untuk mengidentifikasi kandungan Rhodamin B dalam
A. Hasil Penelitian
lipstik secara KLT yang beredar di tengah-tengah
1.
masyarakat.
METODE PENELITAN
Penelitian ini bersifat uji kualitatif , yaitu
analisis terhadap komponen utama pada lipstik dengan
Organoleptis
Hasil pengujian secara organoleptis pada lipstik
yang beredar di Pasar Pagesangan kota mataram
diketahui ciri-cirinya sebagaimana yang terlihat pada
tabel di bawah ini :
metode uji yaitu metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT). Populasi penelitian ini adalah lipstick yang
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
47
N
o
Sampel
Bentuk
Warna
Bau
Semi
padat
Merah
Harum
Semi
padat
Merah
Harum
Semi
padat
Merah
Harum
Sampel A
(Pakalolo Fruit
Fragrance & moist
Lipstick 03
Sampel B
(Pakalolo Fruit
Fragrance & moist
Lipstick 13
Sampel (C)
Mirabella Chic
Colormoist Lipstick 03
1
2
3
Gambar 2. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel Lipstik B (Pakalolo Fruit
Fragrance & moist Lipstick 13)
b.
Kromatografi Lapis Tipis lipstik C, (Mirabella
Dari hasil pengujian secara organoleptik
dimana dari ketiga sampel yang diuji memiliki bentuk,
warna dan bau yang sama, dimana
berbau harum.
2.
Hasil Pengamatan
Hasil
uji
kualitatif
Chic Colormoist Lipstick 03).
No
ketiga sampel
tersebut berbentuk semi padat, warnanya merah dan
menggunakan
cara
Kromatografi Lapis Tipis lipstik A (Pakalolo
Fruit
Hasil uji kualitatif menggunakan cara
1.
Uji yang di
Hasil
lakukan
Uji
Identifikasi
Negatif
Syarat
Metode
Negatif
Kromatografi
Pewarna
Lapis Tipis
Sintetik
(KLT)
Rhodamin
B (CI
45170)
Fragrance & moist Lipstick 03)
No
Uji yang di
lakukan
Hasil
Uji
Syarat
Metode
1
Identifikasi
Pewarna
Sintetik
Rhodamin B
(CI 45170)
Negatif
Negatif
Kromatografi
Lapis Tipis
(KLT)
Gambar 3. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel Lipstik C (Mirabella Chic
Colormoist Lipstick 03).
Dari hasil pengamatan uji kualitatif yang sudah
dilakukan menggunakan cara Kromatografi Lapis
Tipis, sampel Lipstik A (Pakalolo Fruit Fragrance &
moist Lipstick 03) Sampel Lipstik B (Pakalolo Fruit
Gambar 1. Hasil penelitian Rhodamin B pada sampel Lipstik A (Pakalolo Fruit
Fragrance & moist Lipstick 03)
Fragrance & moist Lipstick 13), Sampel Lipstik C
(Mirabella Chic Colormoist Lipstick 03)
tidak
Hasil uji kualitatif menggunakan cara
mengandung Rhodamin B dengan hasil (negatif). Hal
Kromatografi Lapis Tipis lipstick B
ini dapat dibuktikan melalui warna sampel dan nilai Rf.
(Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick 13)
Pada sampel Lipstik A, B dan C berwarna merah agak
a.
No
1
Uji yang
di
lakukan
Identifikasi
Pewarna
Sintetik
Rhodamin
B (CI
45170)
Hasil
Uji
Syarat
Negatif
Negatif
Metode
memudar,
sesuai
dengan
syarat
bahwa
dalam
identifikasi pewarna sintetik harus negatif.
Kromatografi
Lapis Tipis
(KLT)
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
B. Pembahasan
Pada penelitian kali ini kami melakukan
proses Kromatografi Lapis Tipis
untuk mengetahui
kandungan zat pewarna pada lipstik.
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
48
Metode pengerjaan untuk penelitian ini adalah
keunguan dan dalam larutan akan berwarna
dimana penotolan dilakukan sebanyak 2 kali dengan
merah terang berpendar. Zat ini sangat
chamber yang telah diisi larutan eluen yang merupakan
berbahaya jika terhirup, mengenai kulit,
campuran perbandingan volume pada lempeng pertama
mengenai mata dan tertelan. Dampak yang
etil asetat, methanol dan amoniak (75 : 15 : 5).
terjadi dapat berupa iritasi pada saluran
Sedangkan pada lempeng kedua adalah campuran
pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata,
isopropanolol dan amoniak (100 : 25). Eluen tersebut
iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker
terlebih dahulu dijenuhkan, disini chamber ditutup
hati.
rapat dengan tujuan agar meyakinkan bahwa astmosfer
2.
Uji Kualitatif terhadap sampel Lipstik A
dalam gelas kimia terjenuhkan dengan uap pelarut.
(Pakalolo Fruit Fragrance & moist Lipstick
Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap
03) Sampel Lipstik B (Pakalolo
menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan
Fragrance & moist Lipstick 13), Sampel
pergerakan pelarut pada kertas. Karena pelarut
Lipstik C (Mirabella Chic Colormoist Lipstick
bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen
03), Memenuhi syarat terhadap uji yang telah
yang berbeda dari campuran zat warna akan bergerak
di lakukan artinya sampel tersebut tidak
pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan
mengandung pewarna sintetik Rhodamin B.
Fruit
berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Karena
tidak
adanya
bercak
warna
seperti
pada
zat
B. Saran
Berdasarkan
pembanding Rhodamin B maka dapat diartikan kalau
sampel yang kami pakai tidak mengandung zat warna
pembahasan
serta
hasil
penelitian
kesimpulan
maka
dan
dapat
dikemukakan saran-saran sebaga berikut :
tersebut.
Pada saat terjadinya pergerakan kenaikan
1.
Bagi konsumen yang menggunakan produk
sediaan kosmetik Lipstik hendaklah berhati-
noda disini terjadi proses kompleksitas atau terjadinya
hati dalam memilih kosmetik yang beredar
interaksi antara air di atmosfer chamber dengan
dipasaran dan sebaiknya memilih sediaan
selulosa (penyusun kertas saring). Interaksi inilah yang
kosmetik yang sudah terdaftar di Balai Besar
menjadi hal yang sangat penting dalam pengerjaan
pengawasan obat dan makanan.
Kromatografi Lapis Tipis.
Organoleptis adalah kegiatan yang dilakukan
2.
analisa zat warna Rhodamin B pada sediaan
untuk mengetahui rasa dan bau (kadang-kadang
Lipstik yang beredar di pasaran.
termasuk penampakan) dari suatu produk kosmetik
3.
makanan/ minuman, obat dan produk lain.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
Bahaya Rhodamin B pada setiap kosmetik
yang dijual bebas di pasaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan,
maka
hasil
penelitian
dapat
di
dan
kemukakan
kesimpulan:
1.
Rhodamin B adalah pewarna sintetik yang
digunakan pada industri tekstil dan kertas.
Rhodamin B berbentuk serbuk kristal merah
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Di harapkan penelitian ini dapat dijadikan
sebagai tambahan kepustakaan dan informasi
untuk mahasiswa D3 Farmasi Politeknik
“Medica Farma Huasda” Mataram walaupun
masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. “Kromatografi lapis tipis”
Anonim, 2012. “Pengertian Rhodamin B”
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
49
Azwar A, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan.
Penerbit Mutiara, Jakarta, 1990.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan
Menteri Kesehatan. PJ. Nomor
235/Men.Kes/Per.NU1979, 1979.
Departemen Kesehatan RI, Farmakope Indonesia hal
1002 – 1004, edisi IV 1992.
Ditjen POM Republik Indonesia, 2004
Februhartanty dan Iswarawanti, Sistem Pengamanan
Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan hal
302, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2002
Notoatmodjo, S. 2003. “Pengetahuan dan Prilaku
Kesehatan”. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Prof. Dr. Ibnu Gholib Gandjar, DEA.,Apt, Abdul
Rahman, M.SI.,Apt. Kimia Farmasi Analisis
hal 535. Pengantar Prof. Dr. Sudjadi,
M.S.,Apt, 2009
Roy J. Gritter, James M. Bobbitt, Arthur E.
Bahan Berbahaya, http://www. Kosmetik net/
Schawarting, Kromatografi hal. 34, edisi II,
2004.
1991
Id. Wikipedia.org/ wiki/Lipstik 2011
Kusmayadi A, Cara Memilih Bahan Pengawet yang
Aman Bagi Masyarakat, Jakarta. 2008
Sastrohamidjojo, H. Kromatografi Edisi I. Cetakan I.
Yogyakarta: Liberty, 1985.
Sudjadi. ”Metode Penulisan”. Yogyakarta Kanisius
Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan hal
115 – 205, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2002.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan
Volume 1. No. 1 – April 2015
Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram
50
SUSUNAN PENGELOLA
Penanggung Jawab:
Direktur Politeknik Medica Farma Husada Mataram
Pimpinan Redaksi:
Edy Kurniawan, S.Si.
Dewan Redaksi :
1. Syamsuriansyah S.Pd., M.M Kes
2. Ikhwan MM
3. Handa Muliasari S.Si., M.Si
Redaktur Pelaksana:
1. Akhmad Zainuddin S.Farm ., M.Si., Apt
2. Uswatun Khasanah S.Kep.,Ners
3. Yan Reiza Permana S.Pd
Editor :
1. Edy Kurniawan S.Si
2. Wirdullutfi S.ST
Staf Redaksi :
1. Eri Fitrianingsih R A.Md.,AK
2. Baiq Suharti A.Md.,RMIK
3. Alpi Sahrin S.ST.,MIK
Pemasaran & Sirkulasi :
1. Zulkarnaen
2. Abdul Rendi A.Md Perp
Alamat Redaksi
Alamat : Jl Medica Farma No 01 Baturinggit Selatan Tanjung Karang Sekarbela Mataram
Telp. : (0370) 7100264
E-Mail: [email protected]
Desain Grafis :
1. Kusuma Wijaya S.Kom
2. Beny Binarto Budi Susilo, SKM
PERSYARATAN NASKAH
1. Artikel merupakan/diangkat dari hasil penelitian dan atau kajian analitis-kritis dibidang
kependidikan, kesehatan, penelitian, olah raga, teknologi dan seni
2. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia/Inggris sepanjang lebih kurang 10 halaman kuarto spasi
satu setengah dilengkapi dengan abstrak (50-75 kata spasi 1) dan kata-kata kunci. Jenis huruf
times new roman dengan ukuran font 10 pt.
3. Setelah judul ditulis nama penulis dan lembaga penulis. Artikel dikirim melalui CD dengan file
Microsoft Word.
4. Artikel hasil memuat :
 Judul
 Nama penulis
 Abstrak (dalam bahasa indonesia jika artikel dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris
jika dalam bahasa inggris)
 Kata kunci
 Pendahuluan (tanpa sub judul, memuat latar belakang masalah, dan tujuan penelitian)
 Metode
 Hasil
 Pembahasan
 Simpulan dan saran
 Daftar pustaka
5. Naskah artikel dalam bentuk (hard copy) dan CD (soft copy) dikirim paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum bulan penerbitan kepada :
POLITEKNIK
“MEDICA FARMA HUSADA” MATARAM
Alamat : Jl Medica Farma No 01 Baturinggit Selatan Tanjung Karang Sekarbela Mataram
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Telp. (0370) 7100264
6. Kepastian pemuatan, revisi atau penolakan naskah artikel akan diberitahukan secara tertulis,
penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat imbalan berupa 2 (dua) ekslemplar
7. Kontribusi pemuatan untuk setiap topik/judul adalah Rp. 150.000
8. Artikel yang tidak dimuat, tidak akan dikembalikan.
9. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram
diterbitkan pada tahun 2015 dengan frekuensi terbitan 2 kali setahun (April dan Oktober).
Download