I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pesatnya perkembangan industri, limbah-limbah industri semakin bertambah, baik volum maupun jenisnya. Akibatnya beban pencemaran lingkungan semakin berat, sedangkan kemampuan alam untuk menerima beban limbah terbatas. Jenis limbah industri banyak macamnya, tergantung bahan baku dan proses yang digunakan masing-masing industri (Pratiwi, 2010). Industri tekstil adalah salah satu jenis industri di Indonesia. Limbah cair industri tekstil terutama dihasilkan dari proses pewarnaan (dyeing) sehingga mengandung berbagai jenis pewarna. Zat pewarna yang sering digunakan dalam industri tektil antara lain Orange G, Rhodamine B, dan Methylene Blue. Limbah cair yang dihasilkan dari proses ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan bila dibuang ke badan perairan tanpa pengolahan yang tepat. Dalam beberapa kasus, badan perairan tidak mampu mendegradasi zat warna tersebut sehingga daerah aliran sungai menjadi berwarna dan tidak dapat mendukung sistem kehidupan perairan (Suyata, 2012). Limbah cair industri tekstil berwarna gelap dan keruh tergantung pada jenis zat warna dan pencelup yang digunakan dalam proses produksinya, misalnya berwarna biru bila pewarna dan pencelup yang dominan digunakan berwarna biru. Selain mengganggu estetika, warna gelap limbah berhubungan dengan peningkatan beban biochemical oxygen demand (BOD) atau chemical oxygen demand (COD) badan air penerima limbah karena tingginya kandungan bahan organik dalam limbah tersebut. Beban pencemar ini dapat diturunkan melalui pengolahan limbah yang tepat. Pengolahan limbah cair industri pada prinsipnya dapat dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu secara fisik, kimia, dan biologi. Sistem pengolahan limbah fisik dan kimia pada dasarnya mengendapkan pencemar dengan penambahan senyawa koagulan. Koagulan ini sering menimbulkan pencemaran baru melalui limbah padatnya sehingga diperlukan alternatif lain yang lebih aman dan ramah lingkungan, yaitu pengolahan limbah secara biologis. 1 Pewarna yang terdapat pada limbah cair industri dapat didegradasi dan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi mikrobia, antara lain jamur dan bakteri, melalui indikator terjadinya dekolorisasi. Sani dan Banerjee (1999) mengemukakan bahwa penggunaan bakteri memiliki kelemahan yaitu semakin tinggi konsentrasi azo maka daya pendekolorisasian warna oleh bakteri semakin rendah. Bakteri yang mempunyai kemampuan dalam mendegradasi zat warna tekstil dari lumpur limbah tekstil antara lain yaitu Aeromonas sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp (Sastrawidana et al., 2008). Pada umumnya jamur memiliki aktivitas enzimatik lebih besar dibandingkan bakteri dan aktinomisetes sehingga mampu mendegradasi pewarna lebih tinggi dibandingkan dengan mikrobia lain. Beberapa genus jamur pendegradasi pewarna yaitu : Pleurotus, Phanerochaete, Penicillium, Coreolus, dan Cyanthus. Jamur mampu mensintesis berbagai enzim seperti katalase, lakase, oksidase, dan peroksidase yang berperan penting dalam degradasi zat warna. B. Tujuan Penelitian 1. Menguji kemampuan isolat jamur unggul dalam mendekolorisasi zat pewarna orange-G 2. Menguji kemampuan isolat bakteri unggul dalam mendekolorisasi zat pewarna methylen blue dan rhodamin B. C. Manfaat Penelitian Isolat jamur dan bakteri unggul yang mampu mendekolorisasi orange-G, methylen blue dan rhodamin B (zat pewarna tekstil), diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai agensia bioremediator untuk pengolahan limbah industri. 2