i. pendahuluan

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri tekstil dan produk tekstil (IPT) merupakan salah satu industri yang sangat
berkembang di Indonesia. Perkembangan ini terlihat dari ekspor IPT sebagai komoditas
yang terus meningkat. Seiring dengan meningkatnya IPT, limbah tekstil yang dihasilkan
juga meningkat salah satunya adalah pewarna. Menurut Selvam et al. (2003), sekitar
10.000 jenis pewarna digunakan pada industri tekstil dan lebih dari 7 x 105 ton bahan
pewarna diproduksi setiap tahunnya. Selama proses pewarnaan, 10-15% dari zat warna
tekstil yang digunakan akan terbuang bersama limbah industri. Menurut Zubaidi & Mutia
(2002), zat pewarna yang terkandung dalam effluen limbah sekitar 60-70 mg/l. Mathur et
al. (2005) menyatakan bahwa selain mencemari lingkungan, zat warna tersebut juga dapat
membahayakan keanekaragaman hayati dan mengganggu kesehatan, misalnya iritasi
kulit, mata, serta menyebabkan kanker dan mutasi.
Proses pengolahan limbah industri termasuk limbah pewarna tekstil dapat dilakukan
melalui proses kimia, fisika dan biologi. Masing-masing proses memiliki kelebihan dan
kekurangan. Proses biologi akhir-akhir ini dipandang sebagai metode yang cukup efektif,
murah dan ramah lingkungan dalam pengolahan limbah yang dikenal dengan
bioremediasi. Menurut Juliani & Rahman (2011), bioremediasi merupakan teknologi
yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk mengolah limbah berbahaya
menjadi lebih rendah bahayanya atau bahkan tidak berbahaya sama sekali. Alexander
(1994) mengungkapkan bahwa peranan mikroorganisme dalam bioremediasi yaitu
menguraikan atau mengubah struktur kimia dari senyawa yang bersifat toksik, sehingga
toksisitasnya berkurang dan tidak lagi berbahaya bagi organisme lain. Beberapa jenis
mikroorganisme mampu mengubah senyawa toksik menjadi metabolit yang dapat
digunakan baik oleh mikroorganisme tersebut sebagai sumber karbon dan sumber energi.
Proses bioremediasi oleh bakteri maupun jamur terhadap polutan termasuk limbah
pewarna tekstil dikarenakan mikroorganisme mampu menghasilkan enzim, seperti lakase,
lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), dehidrogenase dan hidroksilase.
Enzim tersebut dapat mengubah struktur kimia polutan menjadi lebih sederhana dan
menurunkan tingkat toksisitas polutan, sehingga menjadi senyawa atau bahan yang tidak
berbahaya (Hasnan, 2014).
1
Dalam aplikasinya, degradasi suatu senyawa dapat berjalan lebih baik apabila
mikroorganisme membentuk suatu konsorsium. Menurut Novotny et al. (2011), proses
pengolahan limbah pewarna tekstil menggunakan isolat bakteri efisiensinya lebih rendah,
sedangkan pada jamur efisiensi dalam dekolorisasi lebih tinggi, sehingga penggunaan
keduanya dimungkinkan dapat meningkatkan proses pengolahan limbah pewarna tekstil.
Salah satu bentuk konsorsium antara bakteri dan dan jamur adalah biofilm. Menurut
Sutherland (2001), biofilm merupakan kumpulan dari satu atau beberapa populasi yang
melekat pada permukaan substrat abiotik atau biotik melalui senyawa polimer
ekstraseluler. Biofilm dapat dibentuk oleh satu spesies bakteri dan juga dapat terdiri dari
banyak spesies bakteri, jamur, ganggang dan protozoa.
Decho (2000) menyatakan bahwa biofilm menjadi salah satu alternatif yang
dianggap lebih aman untuk bioremediasi dibanding dengan mikroorganisme planktonik,
karena sel-sel dalam biofilm dilindungi dalam matriks, sehingga mereka memiliki tingkat
adaptasi dan kelangsungan hidup yang baik (terutama selama periode stres). Interaksi erat
antar mikroorganisme yang saling menguntungkan secara fisik dan fisiologis dalam
biofilm inilah yang membuat penggunaan atau degradasi terhadap senyawa xenobiotik
terjadi secara cepat, sehingga biofilm beberapa tahun terakhir digunakan dalam pabrikpabrik industri untuk membantu dalam imobilisasi dan degradasi polutan. Konsorsium
jamur dan bakteri dalam bentuk biofilm dimungkinkan dapat meningkatkan degradasi
senyawa rekalsitran karena terjadi interaksi dan produksi senyawa kompleks dalam
proses metabolik.
Dalam penelitian ini dilakukan pembentukan konsorsium bakteri dan jamur unggul
pendekolorisasi pewarna tekstil. Isolat bakteri dan jamur unggul diperoleh dari penelitian
terdahulu. Pembentukan konsorsium unggul yang diperoleh (tidak saling menghambat),
selanjutnya digunakan untuk membentuk biofilm pada permukaan material plastik.
Biofilm konsorsium bakteri dan jamur yang terbentuk diharapkan dapat mendekolorisasi
pewarna Vat Violet 1 dalam limbah cair industri tekstil dengan tingkat efisiensi yang lebih
tinggi.
2
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Memperoleh konsorsium bakteri dan jamur yang bersifat unggul dalam
mendekolorisasi limbah pewarna tekstil Vat Violet 1.
2. Memperoleh konsorsium bakteri dan jamur unggul dalam bentuk biofilm pada
permukaan material plastik.
3. Mengetahui kemampuan biofilm konsorsium bakteri dan jamur untuk
mendekolorisasi limbah pewarna tekstil Vat Violet 1 dengan kombinasi pH.
C. Kegunaan
1. Untuk peneliti
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman tentang pembuatan dan pengaplikasian biofilm dari konsorsium
bakteri dan jamur pada limbah pewarna industri tekstil.
2. Untuk Industri Tekstil
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai teknik
pengolahan limbah industri tekstil dengan menggunakan bakteri dan jamur dalam
bentuk biofilm, sehingga diharapkan limbah pewarna dari industri dapat diolah
dengan lebih efektif, efisien dan tidak merugikan lingkungan.
3. Untuk masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai pentingnya pengolahan limbah industri terutama industri tekstil untuk
kesehatan masyarakat dan lingkungan, serta masyarakat dapat mengetahui peran
penting mikroorganisme dalam mendukung pengolahan limbah dari industri
tekstil yang efektif dan ramah lingkungan.
3
Download