16 Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Kumo no Ito Dalam Cerpen

advertisement
Bab 3
Analisis Data
3.1 Analisis Kumo no Ito Dalam Cerpen Akutagawa Ryūnosuke dan Lirik Lagu
Mika Nakashima
Kumo no Ito merupakan unsur penting dalam cerpen karya Akutagawa
Ryūnosuke dan lirik lagu karya Mika Nakashima. Berikut ini adalah analisis Kumo no
Ito dalam kedua karya ini.
3.1.1 Kumo no Ito Dalam Cerpen Akutagawa Ryūnosuke
Untuk mengetahui garis besar cerita Kumo no Ito, sebelum memulai analisis,
terlebih dahulu saya akan mengetengahkan ringkasan cerpen ini. Berikut ini adalah
ringkasannya:
Suatu hari ketika sedang berjalan-jalan di surga, Sang Buddha melihat keadaan
di neraka dari sela-sela teratai yang tumbuh di kolam surga. Sang Buddha melihat
seorang pendosa yang bernama Kandata sedang berada di Chi no Ike (Kolam Darah)
bersama para pendosa yang lain. Semasa hidupnya, Kandata adalah seorang penjahat
besar. Namun, Sang Buddha ingat bahwa Kandata pernah melakukan sebuah kebaikan,
yaitu tidak membunuh seekor laba-laba yang melintas di depannya ketika dia sedang
berjalan. Sang Buddha pun berkehendak untuk menolong Kandata keluar dari neraka
dengan cara menurunkan Kumo no Ito (benang laba-laba) kepadanya. Ketika Kandata
melihat benang laba-laba yang menjuntai dari langit-langit Chi no Ike, dia lalu
memanjatnya dengan sekuat tenaga, tetapi para pendosa yang lainpun berusaha untuk
ikut memanjat benang laba-laba tersebut. Kandata marah dan mencegah mereka agar
16
tidak ikut memanjat. Akibat perbuatannya tersebut, benang laba-laba itupun putus dan
menjatuhkan mereka semua kembali ke neraka.
Kumo no Ito ditulis oleh Akutagawa Ryūnosuke berdasarkan tiga buah cerita
yang pernah dibacanya. Ketiga cerita yang menjadi sumber inspirasinya tersebut adalah:
1. Sebuah dongeng yang terdapat dalam cerita The Brothers Karamazov karya Fyodor
Dostoevsky
(1821-1881) dari Rusia yang dibacanya pada bulan Oktober 1916
sampai Juli 1917, yang isinya sebagai berikut:
Suatu ketika hiduplah seorang wanita yang sangat jahat. Ketika dia
meninggal, dia tidak membawa perbuatan baik sedikitpun. Setan menangkapnya dan
memasukkannya ke dalam Danau Api di neraka. Kemudian Malaikat Pelindungnya
mengingat sebuah kebaikan yang pernah dilakukan oleh wanita itu dan
mengatakannya kepada Tuhan: “Suatu ketika dia pernah mencabut bawang di
kebunnya,” katanya, “dan memberikannya kepada seorang pengemis wanita.” Lalu
Tuhan menjawab: “Cabutlah bawang yang sama, berikan padanya di danau dan tarik
dia keluar. Jika kamu dapat menariknya keluar, biarkan dia masuk surga , tetapi jika
bawang itu putus, wanita itu harus tetap tinggal di neraka.” Sang Malaikat segera
pergi dan mengulurkan bawang kepadanya. “Ayo,” katanya, “pegang ini dan aku
akan menarikmu keluar.” Lalu diapun menariknya. Sang malaikat hampir berhasil
menarik wanita itu keluar ketika pendosa lain di danau mulai berpegangan padanya
agar dapat ikut keluar bersamanya. Karena pada dasarnya wanita itu jahat, dia mulai
menendang-nendang mereka. “Aku yang akan keluar, bukan kalian. Ini bawang
milikku, bukan milik kalian.” Seketika dia mengatakan itu, bawang itupun putus dan
menjatuhkan wanita itu ke dalam danau yang membakarnya hingga saat ini. Sang
Malaikat pun menangis dan berlalu dari situ (Pevear dan Volokhonsky, 1991: 352).
17
2. Ilustrasi yang terdapat di dalam Sejarah Tentang Iblis dan Kejahatan dari Zaman
Dahulu Hingga Zaman Sekarang (Konjaku Monogatari):
Menceritakan tentang kebaikan seorang miskin yang di kehidupan
sebelumnya pernah menolong seekor laba-laba. Kebaikannya ini menyebabkan
Buddha berkehendak membawanya keluar dari neraka (Wibawarta, 2005: 207).
3. Sebuah cerita yang berjudul Jaring Laba-Laba di dalam Karma: Kisah Awal
Buddha:
Diceritakan sebuah kisah tentang pencuri ulung bernama Kandata, yang
meninggal tanpa sempat bertobat dan terlahir kembali menjadi setan di neraka, di
mana dia menderita karena perbuatan jahatnya, penderitaan yang tidak terperikan.
Dia telah berada di neraka selama beberapa Kalpa dan tidak dapat bangkit dari
kondisinya yang lemah ketika Sang Buddha datang ke bumi dan mencapai
penerangan. Pada saat itu, secercah cahaya jatuh ke neraka dan memberikan
kehidupan dan harapan kepada semua setan yang ada. Kandata pun berteriak: “Oh
Buddha yang agung, kasihanilah aku! Aku sangat menderita, dan meskipun aku
melakukan kejahatan, aku menginginkan berjalan dalam jalan kebenaran yang mulia.
Aku tidak dapat membebaskan diriku dari penyesalan. Tolong aku, Tuhanku;
kasihanilah aku!”
Adalah hukum karma di mana perbuatan jahat membawa menuju kehancuran
dan perbuatan baik membawa kehidupan. Selain itu ada akhir untuk setiap perbuatan
yang dilakukan, tetapi tidak ada akhir untuk perbuatan baik. Perbuatan baik sekecil
apapun akan menghasilkan buah yang mengandung benih kebaikan yang baru dan
akan terus tumbuh, mereka terpelihara (jiwa dalam perpindahannya yang
melelahkan) (makhluk-makhluk yang menderita dalam lingkar abadi Samsāra18
kelahiran kembali) sampai (mereka mencapai) pembebasan akhir dari semua
kejahatan di Nirvāna. Ketika Sang Buddha mendengar doa setan yang menderita di
neraka, Dia berkata, “Kandata, apakah kamu pernah melakukan sebuah perbuatan
baik? Aku akan datang kepadamu dan membantumu. Tetapi kamu tidak akan
selamat kecuali penderitaan yang kamu alami sebagai konsekuensi dari perbuatan
jahatmu telah mengikis keegoisanmu dan telah memurnikan jiwamu dari
kesombongan, nafsu, dan iri.”
Dari ketiga cerita di atas Akutagawa mengambil nama tokoh utama (Kandata),
pekerjaannya di masa lalu (penjahat, pencuri), tempat dia berada sekarang (neraka) dan
keadaannya (menderita) dari cerita Karma. Motif penyelamatan, termasuk kegagalannya,
diambil dari The Brothers Karamazov, lalu peran laba-laba berasal dari ilustrasi yang
terdapat dalam Konjaku Monogatari (Kelly, 1999).
Meskipun The Brothers Karamazov mengandung unsur agama Kristen,
Akutagawa mengubah cerita ini menjadi bernafaskan agama Buddha dengan adanya
unsur tokoh Buddha, bunga teratai di surga, Sanzu no Kawa (Sungai Tiga Aliran), Chi
no Ike (Kolam Darah), dan Hari no Yama (Gunung Jarum) yang terdapat dalam ajaran
Buddha. Namun, pada bagian imbalan atas perbuatan baik Kandata memungkinkan
dirinya mendapat kesempatan keluar dari neraka dengan usahanya sendiri (Jiriki), yaitu
memanjat naik ke atas, justru bertentangan dengan ajaran agama Buddha. Buddha
mengajarkan bahwa keselamatan tidak dapat diraih dengan usaha sendiri (Wibawarta,
2005: 207-208).
Dalam ajaran Buddha, keselamatan melalui usaha sendiri (Jiriki) bertentangan
dengan ajaran yang tertulis dalam Hukum Akhir Zaman (Mappō) (Kelly, 1999). Pada
bagian ini tampak ada unsur agama Kristen dalam esensi cerita (Wibawarta, 2005: 208).
19
Dalam cerpen, bagian yang menggambarkan tentang jiriki tersebut dilukiskan
Akutagawa (1918) seperti dalam kutipan berikut ini:
ところがある時の事でございます。何気なくカン陀多が頭を挙げて、
血の池の空を眺めますと、そのひっそりとした暗の中を、遠い遠い天
上から、銀色の蜘蛛の糸が、まるで人目にかかるのを恐れるように、
一すじ細く光りながら、するすると自分の上へ垂れて参るのではござ
いませんか。カン陀多はこれを見ると、思わず手を拍って喜びました。
この糸に縋りついて、どこまでものぼって行けば、きっと地獄からぬ
け出せるのに相違ございません。いや、うまく行くと、極楽へはいる
事さえも出来ましょう。そうすれば、もう針の山へ追い上げられる事
もなくなれば、血の池に沈められる事もある筈はございません。
こう思いましたからカン陀多は、早速その蜘蛛の糸を両手でしっかり
とつかみながら、一生懸命に上へ上へとたぐりのぼり始めました。
Terjemahan:
Sementara itu, ketika Kandata mengangkat kepala dan menatap langit Kolam
Darah, di luar dugaannya, di tengah kegelapan yang senyap itu, jauh dari
langit di atas perlahan-lahan sehelai benang laba-laba berwarna perak turun
ke arah Kandata. Benang itu bersinar temaram, seperti takut terlihat oleh
mata manusia. Melihat hal itu, tanpa sadar, Kandata langsung bertepuk
tangan dengan gembira. Jika dia bergelayut dan memanjat benang itu hingga
jauh ke atas, pasti bisa keluar dari neraka, dan kalau semua berjalan lancar,
mungkin saja dia bisa memasuki surga; tidak perlu melewati Bukit Jarum
maupun tenggelam di Kolam Darah.
Sambil berpikir seperti itu, Kandata segera berpegangan erat pada benang
laba-laba tersebut dengan kedua tangannya dan dengan mengerahkan seluruh
tenaga, dia mulai memanjat ke atas.
Untuk memahami mengapa cerita ini memiliki dua pemikiran agama yang
berbeda, kita harus melihat kembali sejarah dan konsep agama dalam masyarakat Jepang.
Menurut Andreasen (1993: 33-34), hal yang menarik perhatian bangsa Barat ketika
mempelajari konsep keagamaan di Jepang adalah fakta bahwa setiap orang Jepang pada
umumnya menganut lebih dari satu agama.
20
Masyarakat Jepang modern tidak pernah mengatakan bahwa mereka religius
ketika ditanya, tetapi agama di Jepang lebih kepada partisipasi dalam ritual keagamaan
daripada memiliki suatu kepercayaan. Ritual berhubungan dengan agama, baik pribadi
maupun umum, dan sedikit sekali masyarakat Jepang yang tidak ikut dalam ritual-ritual
keagamaan yang diselenggarakan hampir setiap hari tersebut.
Satu contoh nyata tentang konsep keagamaan masyarakat Jepang adalah
bagaimana Kristen dapat diterima di Jepang pada dekade awal kesuksesannya sekitar
pertengahan abad ketujuh belas. Masyarakat Jepang mampu menyesuaikan Kristen ke
dalam agama-agama Jepang dengan pengertian bahwa kepercayaan baru ini tidak lain
adalah aliran lain agama Buddha dari benua Asia. Istilah juru selamat dihormati sebagai
juru selamat dalam agama Buddha, bodhisattva, dan Bunda Maria diperkenalkan sebagai
bodhisattva wanita yang murah hati, Kannon (Andreasen, 1993: 43).
Secara keseluruhan, pandangan tentang kehidupan keagamaan di Jepang dapat
diketahui dari ciri-ciri umum yang terjadi dalam kehidupan keagamaan mereka. Salah
satu ciri itu adalah interaksi yang saling menguntungkan, yang berarti bukan hanya
agama yang bercampur baur, tetapi juga masyarakat Jepang dan keluarganya ikut
berpartisipasi dalam tradisi keagamaan (Andreasen, 1993: 40).
Menurut analisis saya, apa yang Akutagawa lakukan dalam cerpen ini sesuai
dengan
konsep
keagamaan
di
Jepang,
yaitu
memungkinkan
mereka
untuk
mencampurbaurkan ajaran agama yang berbeda.
Ide cerita ini berpusat pada Kumo no Ito (benang laba-laba), yang berperan
sebagai alat yang digunakan Kandata untuk keluar dari neraka, seperti bawang dalam
cerita The Brothers Karamazov. Kandata memperoleh Kumo no Ito dari Sang Buddha
21
sebagai balasan atas perbuatan baik yang pernah dilakukannya, yaitu menahan
keinginannya untuk membunuh seekor laba-laba yang sedang merayap di tepi jalan.
Dalam cerpen, hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
と申しますのは、ある時この男が深い林の中を通りますと、小さな蜘蛛
が一匹、路ばたを這って行くのが見えました。そこでカン陀多は早速足
を挙げて、踏み殺そうと致しましたが、「いや、いや、これも小さいな
がら、命のあるものに違いない。その命を無暗にとると云う事は、いく
ら何でも可哀そうだ。」と、こう急に思い返して、とうとうその蜘蛛を
殺さずに助けてやったからでございます。
御釈迦様は地獄の容子を御覧になりながら、このカン陀多には蜘蛛を助
けた事があるのを御思い出しになりました。そうしてそれだけの善い事
をした報には、出来るなら、この男を地獄から救い出してやろうと御考
えになりました。幸い、側を見ますと、翡翠のような色をした蓮の葉の
上に、極楽の蜘蛛が一匹、美しい銀色の糸をかけて居ります。御釈迦様
はその蜘蛛の糸をそっと御手に御取りになって、玉のような白蓮(しら
はす)の間から、遥か下にある地獄の底へ、まっすぐにそれを御下しな
さいました。
Terjemahan:
Ketika itu pemuda ini sedang melintasi hutan lebat dan melihat seekor laba-laba
kecil yang sedang merayap di tepi jalan. Dia segera mengangkat kakinya dan
berniat menginjak laba-laba itu hingga mati, tetapi, tiba-tiba Kandata berpikir,
“Tidak. Tidak. Meski sekecil ini laba-laba tentu juga punya nyawa. Kasihan
sekali kalau nyawanya hilang begitu saja.” Akhirnya Kandata menolong labalaba itu dengan tidak membunuhnya.
Sambil mengamati keadaan neraka, Sang Buddha teringat bahwa Kandata pernah
menolong seekor laba-laba itu. Sebagai imbalan dari perbuatan baik yang pernah
dilakukannya, Sang Buddha memutuskan, kalau bisa Dia akan menyelamatkan
Kandata keluar dari neraka. Suatu kebetulan, ketika Dia menoleh ke samping ada
seekor laba-laba surga sedang menjulurkan benang keperakan yang indah di atas
daun teratai berwarna hijau seperti batu giok. Sang Buddha dengan perlahan
mengambil benang laba-laba itu dan memindahkan ke tangannya lalu
menurunkannya dari celah di antara bunga-bunga teratai yang seputih mutiara, ke
dasar neraka nun jauh di bawah (Akutagawa, 1918).
22
Dalam agama Buddha terdapat ajaran kasih sayang terhadap sesama makhluk
hidup dan penghormatan terhadap kehidupan. Seseorang seharusnya menjauhi
pembunuhan, menyingkirkan tongkat dan pisau, hidup dengan damai, ramah, dan penuh
welas asih terhadap semua makhluk hidup (Dhammika, 2006: 57). Ajaran Buddha juga
mengenal karma, yaitu konsekuensi yang kita terima atas apa yang kita perbuat. Secara
garis besar, karma menyatakan bahwa setiap perbuatan baik, sekecil apapun pasti akan
mendapat balasan yang baik, begitu pula dengan perbuatan jahat. Setiap makhluk
mewarisi karma mereka sendiri. Pilihan yang akan menjadikan mereka bahagia, atau
terbebas dari penderitaan, atau tidak akan jatuh dari keberhasilan yang telah mereka
peroleh (Dhammika, 2006: 190). Menurut analisis saya, bagian ini menunjukkan konsep
karma tersebut, karma yang berwujud Kumo no Ito. Meskipun Kandata adalah orang
jahat, namun pada akhirnya dia tidak membunuh laba-laba tersebut. Hal ini
menyelamatkannya dari satu perbuatan tercela sehingga Sang Buddha menurunkan
benang laba-laba (Kumo no Ito) agar dapat dipergunakannya sebagai alat untuk keluar
dari neraka. Sebaliknya, karmanya kemudian menjatuhkannya dari keberhasilan yang
telah dia peroleh ketika dia menunjukkan keegoisannya pada pertengahan cerita, yaitu
pada saat dia tidak rela melihat para pendosa lain ikut memanjat di belakangnya karena
dia merasa hanya dia sendirilah pemilik benang laba-laba tersebut. Pada bagian ini,
Kandata tidak menunjukkan sifat welas asih, oleh karena itu benang laba-laba yang
tadinya baik-baik saja akhirnya putus dan menjatuhkannya kembali ke neraka. Ini
menjelaskan kenapa Akutagawa Ryūnosuke tidak menggunakan bawang seperti yang
terdapat dalam cerita The Brothers Karamazov.
Selain itu, dalam kehidupannya, masyarakat Jepang percaya pada mitos yang
mengatakan bahwa membunuh laba-laba di pagi hari akan mendatangkan nasib buruk.
23
Hal ini berkaitan dengan apa yang tertulis dalam catatan mitos sejarah Jepang yang
disebut Nihon Shoki dan Kojiki, di mana laba-laba dikaitkan dengan asal usul
masyarakat Jepang. Disebutkan Koropokguru, yaitu sebuah kata dalam bahasa Ainu
yang mengacu kepada manusia purba yang hidup di pulau-pulau Jepang. Secara teoretis,
orang-orang ini adalah nenek moyang suku Ainu (penduduk asli Jepang). Kata
Koropokguru, yang berarti “manusia laba-laba”, sama artinya dengan kata Tsucigumo
(laba-laba tanah) yang juga mengacu kepada suku bangsa asli (Fr„d„ric, 2002: 562).
Legenda tentang laba-laba yang lain adalah tentang Yoritomo, seorang ksatria
dalam mitologi Jepang. Delapan ratus tahun yang lalu, ketika sedang dalam pelarian
setelah mengalami kekalahan dalam sebuah pertarungan, Yoritomo bersembunyi di
dalam sebuah ceruk pohon besar. Sementara dia berada di dalam, seekor laba-laba
menutup ceruk tersebut dengan jaringnya. Karena adanya jaring laba-laba tersebut,
ketika musuh-musuhnya menemukan ceruk pohon itu, mereka berpikir Yoritomo tidak
mungkin berada di dalamnya. Yoritomo pun bebas dan akhirnya menjadi Shogun
(Lindemans, 1997).
Menurut analisis saya, mitos-mitos dan legenda seperti yang tertulis di atas juga
melatarbelakangi Akutagawa Ryūnosuke dalam pemilihan peran laba-laba (bukan
bawang atau yang lainnya) dalam cerpen Kumo no Ito, selain yang terdapat dalam salah
satu cerita di Konjaku Monogatari (800-1300 M), di mana peran laba-laba tersebut
berasal. Hal ini sesuai dengan latar belakang Akutagawa Ryūnosuke yang sangat
menyukai kesusastraan lama Jepang dan legenda-legenda kuno seperti yang telah saya
kemukakan sebelumnya di dalam bab satu.
24
3.1.2 Kumo no Ito Dalam Lirik Lagu Mika Nakashima
Kumo no Ito merupakan track keempat dari tiga belas lagu yang terdapat dalam
album Mika Nakashima yang berjudul MUSIC. Lagu ini dibuat oleh Gotō Yoshiko
dengan lirik yang ditulis oleh Mika Nakashima sendiri (Ohno, 2005: 173). Berikut ini
adalah lirik lagu Kumo no Ito karya Mika Nakashima (2005) tersebut:
影が揺れる 乱れぬ力
雲が落ちる 吸い込まれてく
涙の海 星の近い海
鎖纏い 底を這ってゆく
探しても探しても
見付からない…
削っても削っても
無くならない…!
晴れないままのこの空で 共に宴を
掴んでは消える
蜘蛛の糸
選ばれし者が辿るの
争い合えば
切って落とされ
誰しもが持つ
蜘蛛の糸
惜しまずに紡いで垂らせ
気付いてほしい
あの叫びに。
色が消えた 言葉も消えた
形もない さぁ戻りましょう
呼ばれても呼ばれても
振り向けない…!
歩いても歩いても
追い付けない…!
悲しいままのこの胸で 共に宴を
25
見えそうで見えぬ
蜘蛛の糸
選ばれし者が見えるの
編み上げながら 大きく育つ
強そうで弱い
蜘蛛の糸
確な力が欲しいの
感じるままに
生きるように。
Terjemahan:
Bayangan bergoyang Kekuatan yang stabil
Awan runtuh Terhisap
Laut airmata Laut dekat bintang
Terbelenggu Merangkak di dasar
Meskipun dicari dan terus dicari
Tidak dapat ditemukan…
Meskipun dikikis dan terus dikikis
Tidak dapat hilang...
Di langit yang tidak akan cerah Pesta makan bersama-sama
Benang laba-laba yang hilang bila dipegang
Hanya orang yang terpilih yang dapat mengikutinya
Kalau terjadi pertengkaran
Akan putus dan jatuh
Setiap orang mempunyai benang laba-laba
Memintal dan terjuntai tanpa penyesalan
Sadarlah dengan teriakan ini.
Warna menghilang Kata-katapun menghilang
Bentukpun tidak ada Mari kembali
Meskipun dipanggil dan terus dipanggil
Tidak dapat berpaling
Meskipun berjalan dan terus berjalan
Tidak dapat menyusul
Dengan hati yang sedih Pesta makan bersama-sama
Benang laba-laba sepertinya terlihat tapi tidak terlihat
Hanya orang yang terpilih yang dapat melihatnya
Jika seraya dirajut, akan tumbuh besar
Benang laba-laba, kuat namun lemah
26
Menginginkan kekuatan yang pasti
Hiduplah seperti yang kamu rasakan.
Dalam lirik, kata Kumo no Ito terdapat pada bait ketiga dan keenam. Untuk
memahami makna yang berhubungan dengan Kumo no Ito dalam lirik ini, maka pada
pembahasan ini saya hanya akan menganalisis kedua bait tersebut.
Bait ketiga:
掴んでは消える
蜘蛛の糸
選ばれし者が辿るの
争い合えば
切って落とされ
誰しもが持つ
蜘蛛の糸
惜しまずに紡いで垂らせ
気付いてほしい
あの叫びに。
Tsukande wa kieru
Kumo no Ito
Erabareshi mono ga tadoru no
Arasoi aeba
Kitte otosare
Dareshimo ga motsu
Kumo no Ito
Oshimazu ni tsumuida tarase
Kizuite hoshii
Ano sakebi ni.
Arti:
Benang laba-laba yang hilang bila dipegang
Hanya orang yang terpilih yang dapat mengikutinya
Kalau terjadi pertengkaran
Akan putus dan jatuh
Setiap orang mempunyai benang laba-laba
Memintal dan terjuntai tanpa penyesalan
Sadarlah dengan teriakan ini.
27
Seperti yang telah dikemukakan dalam bab dua, Kumo no Ito dalam lirik ini
adalah perwakilan dari sifat tenggang rasa yang ada pada manusia. Hal ini digambarkan
dalam frase《掴んでは消える/蜘蛛の糸/選ばれし者が辿るの/争い合えば/切
って落とされ》di atas yang menyatakan bahwa semua peristiwa-peristiwa yang terjadi
di dunia sebenarnya disebabkan oleh sifat tenggang rasa yang dimiliki manusia telah
mengalami dekadensi (kemerosotan/kemunduran). Hal ini mengacu pada perasaan Mika
Nakashima ketika menulis lagu ini. Dalam wawancaranya di majalah Newsmaker (2005:
173), Mika Nakashima menyatakan bahwa lirik ini dilatarbelakangi oleh peristiwaperistiwa aneh yang terjadi belakangan ini dan mempengaruhinya. Selain itu, dalam
wawancaranya pada kesempatan lain di Gakkyoku ‘Kumo no Ito’ Intabyū Kiji dalam
Mika Nakashima Media (2005), menurut Mika Nakashima, sudah terlalu banyak
peristiwa yang terjadi di dunia karena manusia tidak lagi memiliki sifat tenggang rasa
terhadap sesamanya, salah satunya adalah perang.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa frase 掴んでは消える 蜘蛛の糸
menggambarkan bahwa sifat tenggang rasa yang dimiliki manusia telah mengalami
dekadensi. Tenggang rasa digambarkan Mika Nakashima sebagai benang laba-laba (蜘
蛛の糸), dan frase hilang bila dipegang (掴んでは消える) diartikan sebagai dekadensi.
Sedangkan frase hanya orang yang terpilih yang dapat mengikutinya ‘選ばれし
者が辿るの) dapat diartikan bahwa masih ada orang yang membawa sifat tenggang rasa
dalam kehidupannya, namun dalam frase selanjutnya, yaitu benang laba-laba yang akan
putus dan jatuh jika terjadi pertengkaran (争い合えば 切って落とされ–!menyatakan
bahwa bila di dunia ini terjadi perang, sifat tenggang rasa itu dapat hilang seketika dan
membawa kehancuran bagi kehidupan manusia itu sendiri.
28
Frase berikutnya, yaitu《誰しもが持つ/蜘蛛の糸/惜しまずに紡いで垂ら
せ》menyatakan bahwa sifat tenggang rasa yang pada dasarnya ada dalam diri setiap
manusia seharusnya dipelihara/dipupuk dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini diperkuat dengan ucapan Mika Nakashima yang mengatakan bahwa jika setiap
orang hidup dengan membawa sifat tenggang rasa yang lebih, keadaan dunia tentu tidak
akan menjadi seperti saat ini (Ohno, 2005: 173). Berdasarkan penjelasan tersebut,
menurut analisis saya, frase setiap orang mempunyai benang laba-laba (誰しもが持つ
蜘蛛の糸) mewakili sifat tenggang rasa yang pada dasarnya ada dalam diri setiap
manusia, sedangkan frase memintal dan terjuntai tanpa penyesalan (惜しまずに紡いで
垂らせ) mewakili sifat tenggang rasa yang seharusnya dipelihara/dipupuk oleh manusia
di dalam kehidupannya.
Frase berikutnya, yaitu《気付いてほしい/あの叫びに。》menggambarkan
keinginan Mika Nakashima agar ada yang menyadari pesan yang ingin disampaikannya
melalui lirik lagu ini. Masih berdasarkan wawancaranya di Gakkyoku ‘Kumo no Ito’
Intabyū Kiji dalam Mika Nakashima Media (2005), Mika Nakashima menyatakan bahwa
dirinya bukanlah jenis orang yang berani menyuarakan hal-hal yang besar, karena masih
ada banyak hal yang belum dimengerti olehnya. Seperti ketika ditanyakan pendapatnya
mengenai perang, dia tidak akan pernah mengatakan “Hentikan!” secara langsung,
karena tidak banyak yang diketahuinya tentang hal itu. Dia juga tidak akan langsung
menyanyikan “Perang itu buruk!” atau “Hubungan baik antar sesama sangat penting”
dan sebagainya. Selain itu, dalam wawancaranya di majalah Newsmaker (2005: 173),
Mika Nakashima menyatakan:
29
自分の、その世界にいない、というか。遠くから見ているような感じ、
というか。ちょっと神様みたいなポジションに自分はいるんです。そこ
から全部を見ているイメージ。空の上なのか海の底なのかわかんないけ
ど、とにかく、どこか別の場所から全部を見てる感じですね。
Terjemahan:
Saya sendiri tidak berada di dunia itu. Rasanya seperti melihat dari kejauhan.
Posisi saya sedikit mirip Tuhan. Dari sana saya melihat semuanya. Apakah dari
atas langit atau dari dasar laut, saya tidak tahu, rasanya seperti melihat semuanya
dari suatu tempat yang berbeda.
Menurut analisis saya, karena tidak dapat mengutarakan pendapat atau pesannya
secara langsung, maka Mika Nakashima menggunakan lirik lagu Kumo no Ito sebagai
media untuk menyampaikan pesan-pesan tersembunyinya. Kemudian, pada frase ini,
Mika Nakashima dalam posisinya sebagai Tuhan berharap agar orang-orang menyadari
pesan sebenarnya yang terkandung dalam lirik lagu ini.
Secara keseluruhan, lirik ini menyatakan bahwa Mika Nakashima berperan
sebagai Tuhan yang menyaksikan seluruh kejadian di dunia ini. Dia berharap agar
manusia memelihara/memupuk kembali sifat tenggang rasa yang pada dasarnya ada
pada diri mereka dan sebaiknya dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari agar
peristiwa-peristiwa buruk yang merusak kehidupan manusia seperti perang tidak akan
terjadi.
Bait keenam:
見えそうで見えぬ
蜘蛛の糸
選ばれし者が見えるの
編み上げながら 大きく育つ
強そうで弱い
蜘蛛の糸
30
確な力が欲しいの
感じるままに
生きるように。
Miesou de mienu
Kumo no Ito
Erabareshi mono ga mieru no
Amiagenagara ookiku sodatsu
Tsuyosou de yowai
Kumo no Ito
Tashikana chikara ga hoshii no
Kanjiru mama ni
Ikiru youni.
Arti:
Benang laba-laba sepertinya terlihat tapi tidak terlihat
Hanya orang yang terpilih yang dapat melihatnya
Jika seraya dirajut, akan tumbuh besar
Benang laba-laba, kuat namun lemah
Menginginkan kekuatan yang pasti
Hiduplah seperti yang kamu rasakan.
Frase 《見えそうで見えぬ/蜘蛛の糸》menyatakan sifat tenggang rasa yang
sebenarnya ada, tetapi jika melihat keadaan yang terjadi di dunia (peristiwa-peristiwa
yang merusak kehidupan manusia seperti perang), sifat tenggang rasa itu seakan-akan
tidak ada. Seperti yang digambarkan dalam lirik ini, yaitu benang laba-laba (蜘蛛の糸)
sepertinya terlihat, tapi tidak terlihat (見えそうで見えぬ). Sedangkan frase 《選ばれ
し者が見えるの》menggambarkan bahwa sifat itu masih tampak pada beberapa orang,
jika dilanjutkan dengan frase 《編み上げながら/大きく育つ》berarti jika sifat
tenggang rasa disebarkan, maka akan berkembang semakin luas. Menurut Mika
Nakashima dalam wawancaranya di Gakkyoku ‘Kumo no Ito’ Intabyū Kiji dalam Mika
Nakashima Media (2005), untuk mengembalikan sifat tenggang rasa yang semakin
hilang dari diri manusia, sebaiknya dimulai dari orang terdekat kita. Berdasarkan
31
wawancara tersebut, menurut analisis saya, sehelai benang laba-laba jika seraya dirajut
( 編み上 げな がら) maka akan menjadi jaring yang besar ( 大き く育 つ), hal ini
mewakili sifat tenggang rasa yang jika disebarkan dari lingkungan terdekat kita, lamakelamaan akan berkembang dan meluas sehingga kehidupan manusia pun akan menjadi
lebih baik.
Frase berikutnya, yaitu 《強そうで弱い/蜘蛛の糸》 berarti sifat tenggang
rasa adalah sifat yang kokoh sekaligus rapuh. Hal ini berkaitan dengan frase yang
terdapat dalam bait ketiga, yaitu 《掴んでは消える/蜘蛛の糸/誰しもが持つ/蜘
蛛の糸》 yang berarti meskipun pada dasarnya setiap manusia memiliki sifat tenggang
rasa, namun sifat tenggang rasa tersebut telah mengalami dekadensi, dan frase
sebelumnya, yaitu 《見えそうで見えぬ/蜘蛛の糸》 yang berarti sifat tenggang rasa
yang sebenarnya ada, tetapi jika melihat keadaan yang terjadi di dunia, sifat itu seakanakan tidak ada. Jadi, kokoh di sini mengacu pada keberadaan sifat tenggang rasa tersebut,
yaitu ada dalam diri setiap manusia. Sedangkan rapuh mengacu pada pelaksanaan sifat
tenggang rasa dalam kehidupan manusia saat ini, yaitu mengalami dekadensi. Frase ini,
jika dilanjutkan dengan frase 《確な力が欲しいの》berarti sifat ini membutuhkan
kekuatan, dalam hal ini manusia, yang dapat menumbuhkan kembali sifat tenggang rasa
dalam kehidupannya.
Sedangkan frase 《感じるままに/生きるように。》 merupakan pesan
Mika Nakashima sebagai Tuhan agar manusia hidup seperti yang dirasakannya.
Maksudnya adalah, hidup dengan bercermin kepada diri sendiri. Secara pribadi, manusia
pasti menginginkan hidup yang bahagia, begitu pula keinginan semua manusia pada
umumnya. Dengan berpikir seperti itu, secara tidak sadar manusia akan lebih
32
memperhatikan sesamanya (tenggang rasa) dan dapat mencoba hidup dengan
memandang dari sudut pandang orang lain, tidak hanya egois memandang dari sisinya,
sehingga dunia pun akan menjadi lebih baik. Seperti kutipan wawancara Mika
Nakashima berikut ini:
最近、変な事件とかが多いじゃないですか。そういうところから感じた
気持ちが込められてるからかもしれない。とは言っても決してネガティ
ヴなことを歌ってるわけではないんですよ。一人一人がもっと思いやり
を持って生きていけば、こういう世の中にはならないんじゃないかなっ
ていうような想いを描いてるんで。
Terjemahan:
Belakangan ini banyak peristiwa yang aneh terjadi. Hal ini mungkin
mempengaruhi perasaan saya. Meskipun demikian, tidak berarti saya
menyanyikan lagu mengenai hal yang negatif. Kalau setiap orang hidup dengan
lebih bertenggang rasa, saya membayangkan peristiwa-peristiwa seperti itu tidak
akan terjadi dalam dunia ini (Ohno, 2005: 173).
Secara keseluruhan, bait keenam ini menyatakan agar manusia hidup dengan
membawa dan mengembangkan sifat tenggang rasa sehingga sifat ini menjadi kuat dan
keadaan dunia menjadi lebih baik.
3.2 Analisis Makna Dalam Lirik Lagu Kumo no Ito Karya Mika Nakashima dan
Hubungan Intertekstualnya dengan Cerpen Kumo no Ito Karya Akutagawa
Ryūnosuke
Seperti yang telah dikemukakan dalam bab dua, Kristeva menyatakan bahwa
setiap teks adalah mozaik kutipan-kutipan, penyerapan, dan transformasi dari teks lain.
Hal ini dapat dilihat dalam lirik Kumo no Ito yang ditulis oleh Mika Nakashima dan
cerpen Kumo no Ito karya Akutagawa Ryūnosuke.
33
Lirik lagu Kumo no Ito ditulis Mika Nakashima berdasarkan sebuah cerita yang
selalu diingatnya dan kesukaannya terhadap laba-laba. Seperti yang dinyatakan dalam
wawancaranya di Gakkyoku ‘Kumo no Ito’ Intabyū Kiji dalam Mika Nakashima Media
(2005) berikut ini:
―それを(蜘蛛の糸)っていう言葉で表したのは、どういう思いからだっ
たんですか。
美嘉:昔から蜘蛛の糸が有り難いものっていう物語(芥川龍之介「蜘蛛
の糸」)日本昔話のなかでも、蜘蛛の糸が人を救ったり、でもまあ結局
ダメになっちゃったっていう話ですけど、なんかそういうのが頭にあっ
て、それでかな? あと、単純に私が蜘蛛が好きっていうのと。
Terjemahan:
—Ini mengenai kata "Kumo no Ito", hal ini berasal dari pemikiran yang
bagaimana?
Mika: Sejak dahulu, Kumo no Ito adalah cerita tentang tenggang rasa
(Akutagawa Ryūnosuke "Kumo no Ito"). Dalam dongeng Jepang pun, Kumo no
Ito menyelamatkan manusia meskipun diceritakan bahwa pada akhirnya tidak
berhasil. Hal ini selalu terbayang dalam kepala, mungkin karena itu ya? Selain
itu, sederhananya, saya suka laba-laba.
Selain itu, pada tahun 2005, sebuah website resmi terbatas yang diluncurkan
sehubungan
dengan
penjualan
merchandise
konsernya
yaitu
www.mikanakashima2005.com, tampilannya berhiaskan seekor laba-laba yang perlahanlahan mengeluarkan benangnya membentang secara vertikal pada layar, seperti
gambaran dalam cerpen Kumo no Ito karya Akutagawa Ryūnosuke. Bahkan judul lirik
lagu inipun telah menunjukkan kesamaan yang berarti dengan cerpen karya Akutagawa
Ryūnosuke tersebut.
34
Disinilah petunjuk yang menyatakan bahwa lirik ini merupakan interpretasi dari
cerpen Kumo no Ito. Untuk menemukan hubungan intertekstualnya dengan cerpen Kumo
no Ito tersebut, saya akan membagi analisisnya berdasarkan bait lagu.
Bait kesatu:
影が揺れる 乱れぬ力
雲が落ちる 吸い込まれてく
涙の海 星の近い海
鎖纏い 底を這ってゆく
Kage ga yureru Midarenu chikara
Kumo ga ochiru Suikomareteku
Namida no umi Hoshi no chikai umi
Kusari matoi Soko wo hatteyuku
Arti:
Bayangan bergoyang Kekuatan yang stabil
Awan runtuh Terhisap
Laut airmata Laut dekat bintang
Terbelenggu Merangkak di dasar
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam penulisan lirik ini Mika
Nakashima dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia ini. Peristiwaperistiwa yang menimbulkan kehancuran, kesedihan, dan keputusasaan yang semuanya
disebabkan oleh manusia. Namun, seperti yang diungkapkannya dalam Gakkyoku ‘Kumo
no Ito’ Intabyū Kiji dalam Mika Nakashima Media (2005), dibalik peristiwa-peristiwa
yang menimbulkan kehancuran, kesedihan, dan keputusasaan itu, terdapat sedikit
harapan.
Menurut analisis saya, hal inilah yang tergambar dalam frase tersebut, dimana
frase 《影が揺れる/乱れぬ力》 menggambarkan kekuatan manusia yang menjadi
penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa buruk yang menimbulkan kehancuran,
35
kesedihan, dan keputusasaan. Bayangan yang bergoyang (影が揺れる) melambangkan
peristiwa-peristiwa buruk, karena berdasarkan artikel berjudul Metaphors of/for
Language in Popular Culture dalam Language and Popular Culture (2003), bayangan
yang bergoyang biasanya menandakan munculnya sesuatu yang buruk. Sedangkan
kekuatan yang stabil (乱れぬ力) melambangkan kekuatan manusia. Hal ini mengacu
kepada sifat manusia yang menjadi penyebab utama kekacauan di dunia, seperti kutipan
wawancara Mika Nakashima dalam Gakkyoku ‘Kumo no Ito’ Intabyū Kiji dalam Mika
Nakashima Media (2005) berikut ini:
これは最近みんなそういう曲を結構うたってらっしゃるんですけど、も
ういろんなことがあり過ぎて、世界とか日本もそうだし、自然で起こっ
たことはもう、まぁ1番最初の原因というのは多分人間だと思うんです。
Terjemahan:
Belakangan ini semua orang menyanyikan jenis lagu yang seperti itu, tetapi
sudah terlalu banyak hal yang terjadi, baik di dunia maupun di Jepang, hal-hal
yang terjadi di alampun, saya pikir mungkin penyebab utamanya adalah manusia.
Berikutnya adalah frase 《 雲 が 落 ち る / 吸 い 込 ま れ て く 》 yang
menggambarkan kehancuran. Dalam frase ini dikatakan bahwa awan jatuh terhisap yang
menurut analisis saya melambangkan kehancuran.
Sedangkan frase 《涙の海/星の近い海 》 melambangkan harapan yang
terdapat dibalik kesedihan. Lautan airmata (涙の海) yang berarti kesedihan, namun
dekat bintang (星) yang melambangkan cahaya atau harapan (Spivey, 2004).
Terakhir, frase 《鎖纏い/底を這ってゆく》 yang berarti ketidakberdayaan
dan keputusasaan. Jika seseorang dalam keadaan terbelenggu (鎖纏い) dapat dikatakan
36
bahwa dirinya tidak bebas untuk melakukan sesuatu, dengan kata lain tidak berdaya, dan
satu-satunya yang dapat dilakukannya hanyalah merangkak di dasar (底を這ってゆく)
yang melambangkan keputusasaan.
Secara keseluruhan, bait ini menceritakan tentang kesedihan dan kehancuran di
dunia yang disebabkan oleh kekuatan manusia itu sendiri. Namun, dibalik kesedihan itu
sebenarnya ada harapan yang tidak disadari manusia karena mereka sedang berada
dalam ketidakberdayaan dan keputusasaan dalam kehidupannya di dunia ini.
Sedangkan dalam cerpen Kumo no Ito karya Akutagawa Ryūnosuke, tempat
yang mengerikan, penuh penderitaan, dan penghuninya berada dalam perasaan
keputusasaan dan kesedihan adalah neraka. Seperti yang dilukiskan dalam kutipan
berikut ini:
こちらは地獄の底の血の池で、ほかの罪人と一しょに、浮いたり沈んだ
りしていたカン陀多でございます。何しろどちらを見ても、まっ暗で、
たまにそのくら暗 からぼんやり浮き上っているものがあると思いますと、
それは恐しい針の山の針が光るのでございますから、その心細さと云っ
たらございません。その上あたりは墓の中のようにしんと静まり返って、
たまに聞えるものと云っては、ただ罪人がつく微な嘆息ばかりでござい
ます。これはここへ落ちて来るほどの人間は、もうさまざまな地獄の責
苦に疲れはてて、泣声を出す力さえなくなっているのでございましょう。
ですからさすが大泥坊のカン陀多も、やはり血の池の血に咽びながら、
まるで死にかかった蛙のように、ただもがいてばかり居りました。
Terjemahan:
Ini adalah Kolam Darah di dasar neraka, tempat timbul tenggelamnya Kandata
bersama para pendosa lain. Dilihat dari sudut manapun tempat ini gelap pekat.
Terkadang, dari balik kegelapan, samar-samar terlihat kilauan jarum-jarum dari
Bukit Jarum yang mengerikan. Kengerian yang muncul tidak terbayangkan.
Selain itu, suasananya senyap bagai di dalam kuburan, seringkali sayup-sayup
hanya terdengar suara lenguhan nafas para pendosa. Orang-orang yang jatuh ke
tempat ini begitu kelelahan oleh berbagai macam siksaan neraka sehingga tidak
mempunyai tenaga lagi untuk mengeluarkan rintihan derita. Oleh karena itu,
Kandata, sang penjahat pun menangis terisak-isak di kubangan darah dalam
37
kolam dan tidak dapat berbuat apa-apa seperti katak yang hampir mati
(Akutagawa, 1918).
Namun, dibalik semua penderitaan, keputusasaan dan kesedihan tersebut, sebuah
harapan yang berupa benang laba-laba (Kumo no Ito) perlahan-lahan turun dari langit
Kolam Darah sehingga dapat digunakan oleh Kandata sebagai alat untuk naik dan
menuju kebahagiaan di surga.
Menurut analisis saya, pada bait ini, Mika Nakashima melakukan sedikit
transformasi terhadap cerpen karya Akutagawa Ryūnosuke tersebut. Transformasi
tersebut terletak pada latar belakang cerita. Di mana latar belakang lirik lagu Mika
Nakashima adalah keadaan dunia pada masa sekarang, sedangkan cerpen Kumo no Ito
berlatar belakang di neraka.
Transformasi berikutnya terletak pada keadaan manusia di dalamnya. Manusia di
dalam lirik lagu Mika Nakashima diceritakan berada dalam kesedihan dan keputusasaan
karena peristiwa-peristiwa yang diakibatkan oleh perbuatan mereka sendiri. Sedangkan
di dalam cerpen, kesedihan dan keputusasaan adalah keadaan yang dialami manusia
sebagai konsekuensi atas dosa-dosa yang telah mereka perbuat di dunia.
Terakhir adalah transformasi yang dilakukan oleh Mika Nakashima terhadap
harapan yang terlihat dalam cerpen karya Akutagawa Ryūnosuke. Dalam cerpen,
diceritakan bahwa ditengah penderitaan, kesedihan dan keputusasaan yang dialami para
penghuni neraka, salah satu dari penghuni neraka tersebut melihat sebuah harapan yang
dapat membawanya menuju kebahagiaan di surga dalam bentuk sehelai benang labalaba. Sedangkan dalam lirik lagunya, Mika Nakashima membuat harapan yang terlihat
dalam cerpen tersebut menjadi tidak disadari oleh manusia karena ketidakberdayaan dan
keputusasaan yang mereka alami.
38
Bait kedua:
探しても探しても
見付からない…
削っても削っても
無くならない…â
晴れないままのこの空で 共に宴を
Sagashitemo Sagashitemo
Mitsukaranai...
Kezuttemo Kezuttemo
Nakunaranai...
Harenai mama no kono sora de Tomo ni utage wo
Arti:
Meskipun dicari dan terus dicari
Tidak dapat ditemukan…
Meskipun dikikis dan terus dikikis
Tidak dapat hilang...
Di langit yang tidak akan cerah Pesta makan bersama-sama
Frase 《探しても探しても/見付からない…》 menggambarkan harapan
yang dicari-cari, namun tidak dapat ditemukan. Hal ini berhubungan dengan bait
pertama, di mana harapan itu sebenarnya ada, namun karena manusia berada dalam
keadaan ketidakberdayaan dan keputusasaan, mereka jadi tidak menyadarinya.
Frase berikutnya, yaitu 《 削 っ て も 削 っ て も / 無 く な ら な い … 》
menggambarkan peristiwa-peristiwa buruk yang menjadi penyebab kehancuran,
kesedihan, ketidakberdayaan dan keputusasaan (pertentangan-pertentangan yang terjadi
di dunia) yang tidak dapat dihilangkan dari dunia, meskipun terus dicoba.
Sedangkan frase 《晴れないままのこの空で/共に宴を》 yang berarti
meskipun dalam kesedihan, namun manusia sebaiknya tetap berbagi dengan sesama.
Jika berbicara mengenai suasana langit yang tidak cerah (晴れない空) berarti berbicara
39
mengenai suasana mendung atau kelabu, yang berarti kesedihan (VandeCreek, 1985).
Sedangkan dalam kebudayaan Jepang, 宴 (utage, pesta makan) adalah sebuah perayaan
berbagi perasaan dan tawa serta melibatkan sejumlah orang yang berkumpul dalam
kegembiraan (Ooka, 2000). Sehingga (共に宴を) dalam lirik ini dapat diartikan berbagi
dengan sesama. Inilah harapan yang dicari-cari oleh manusia namun tidak disadari
keberadaannya tersebut, seperti yang terdapat dalam bait kesatu dan kedua, karena
menurut Mika Nakashima sendiri, berbagi dengan sesama adalah harapan yang dapat
mengubah keadaan dunia (Ohno, 2005: 173).
Secara keseluruhan lirik ini berarti, meskipun dalam kesedihan dan sepertinya
tanpa harapan, manusia sebaiknya tetap berbagi dengan sesamanya.
Menurut analisis saya, pada bait inipun Mika Nakashima melakukan
transformasi terhadap cerpen Kumo no Ito. Dalam cerpen diceritakan bahwa Kandata
tidak menunjukkan keinginan untuk berbagi dengan sesama, yaitu pada saat dia tidak
mengizinkan para penghuni neraka yang lain ikut memanjat benang laba-laba
bersamanya. Sedangkan dalam lirik lagunya, Mika Nakashima menekankan agar
manusia tetap berbagi, meskipun dalam keadaan sulit sekalipun, satu hal yang tidak
terdapat dalam cerpen Akutagawa Ryūnosuke tersebut.
Bait ketiga:
掴んでは消える
蜘蛛の糸
選ばれし者が辿るの
争い合えば
切って落とされ
誰しもが持つ
蜘蛛の糸
惜しまずに紡いで垂らせ
40
気付いてほしい
あの叫びに。
Tsukande wa kieru
Kumo no Ito
Erabareshi mono ga tadoru no
Arasoi aeba
Kitte otosare
Dareshimo ga motsu
Kumo no Ito
Oshimazu ni tsumuida tarase
Kizuite hoshii
Ano sakebi ni.
Arti:
Benang laba-laba yang hilang bila dipegang
Hanya orang yang terpilih yang dapat mengikutinya
Kalau terjadi pertengkaran
Akan putus dan jatuh
Setiap orang mempunyai benang laba-laba
Memintal dan terjuntai tanpa penyesalan
Sadarlah dengan teriakan ini.
Seperti yang telah dijelaskan dalam sub-bab Kumo no Ito Dalam Lirik Lagu
Mika Nakashima, secara keseluruhan lirik ini menyatakan bahwa Mika Nakashima
berperan sebagai Tuhan yang menyaksikan seluruh kejadian di dunia ini. Dia berharap
agar manusia memelihara/memupuk kembali sifat tenggang rasa yang pada dasarnya ada
pada diri mereka dan sebaiknya dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari agar
peristiwa-peristiwa buruk seperti perang tidak akan terjadi.
Jika dihubungkan dengan cerpen, bait ketiga ini akan langsung dikenali dalam
adegan berikut ini:
…何気なくカン陀多が頭を挙げて、血の池の空を眺めますと、そのひっ
そりとした暗の中を、遠い遠い天上から、銀色の蜘蛛の糸するすると自
分の上へ垂れて参るのではございませんか。
…カン陀多は、早速その蜘蛛の糸を両手でしっかりとつかみながら、一
生懸命に上へ上へとたぐりのぼり始めました。
41
…ところがふと気がつきますと、蜘蛛の糸の下の方には、数限もない罪
人たちが、自分ののぼった後をつけて、まるで蟻の行列のように、やは
り上へ上へ一心によじのぼって来るではございませんか。
…今の中にどうかしなければ、糸はまん中から二つに断れて、落ちてし
まうのに違いありません。そこでカン陀多は大きな声を出して、「こら、
罪人ども。この蜘蛛の糸は己のものだぞ。お前たちは一体誰に尋いて、
のぼって来た。下りろ。下りろ。」と喚きました。
…その途端でございます。今まで何ともなかった蜘蛛の糸が、急にカン
陀多のぶら下っている所から、ぷつりと音を立てて断れました。まっさ
かさまに落ちてしまいました。
Terjemahan:
…Ketika Kandata mengangkat kepala dan menatap langit Kolam Darah, di luar
dugaannya, di tengah kegelapan, jauh dari langit di atas, perlahan-lahan sehelai
benang laba-laba berwarna perak turun kearahnya.
…Kandata segera berpegangan erat pada benang laba-laba tersebut dengan kedua
tangannya dan dengan seluruh tenaganya, dia mulai memanjat ke atas.
…Tiba-tiba dia menyadari, di bagian bawah benang laba-laba itu, para penghuni
neraka yang tidak terhitung jumlahnya, sedang berbaris bagaikan semut.
…Jika dia tidak segera berbuat sesuatu, benang ini pasti akan putus di tengah,
menjadi dua bagian dan dia pasti akan jatuh. Kandata lalu berteriak dengan suara
yang keras, “Hei, pendosa! Benang laba-laba ini milikku! Siapa yang
mengizinkan kalian memanjatnya? Turun! Turun!”
…Tepat pada saat itu, benang laba-laba yang sejak tadi baik-baik saja, tiba-tiba
putus tepat pada bagian Kandata bergantung. Kandata pun jatuh tersungkur
(Akutagawa, 1918).
Namun, sekali lagi Mika Nakashima melakukan transformasi terhadap cerpen ini.
Transformasi tersebut terletak pada makna Kumo no Ito. Seperti yang telah
dikemukakan dalam bab dua, Kumo no Ito dalam cerpen karya Akutagawa Ryūnosuke
adalah imbalan yang diberikan oleh Sang Buddha atas perbuatan baik yang pernah
dilakukannya oleh Kandata dan dapat dipergunakannya sebagai alat untuk keluar dari
neraka (Kelly, 1999). Sedangkan dalam lirik lagu yang ditulisnya, Mika Nakashima
menyatakan bahwa Kumo no Ito mewakili sifat tenggang rasa yang ada pada diri
manusia (Ohno, 2005: 173).
42
Sedangkan transformasi berikutnya terletak pada kejadian yang menyebabkan
putusnya benang laba-laba. Dalam cerpen, putusnya benang disebabkan oleh keegoisan
Kandata yang melarang penghuni neraka yang lain untuk ikut memanjat benang tersebut
bersamanya. Sedangkan dalam lirik lagu Mika Nakashima, putusnya benang, atau dalam
hal ini, hilangnya sifat tenggang rasa, disebabkan oleh peperangan.
Transformasi berikutnya terletak pada posisi penulis. Seperti yang telah
dikemukakan pada sub-bab Kumo no Ito Dalam Lirik Lagu Mika Nakashima, dalam lirik
lagu ini Mika Nakashima berperan sebagai Tuhan yang melihat semua kejadian di dunia
dari suatu tempat yang tidak diketahui secara pasti. Sedangkan dalam cerpen,
Akutagawa tidak menempatkan dirinya dalam posisi apapun, karena wujud Tuhan
adalah salah satu tokoh yang terdapat dalam cerpen ini, yaitu Sang Buddha.
Bait keempat:
色が消えた 言葉も消えた
形もない さぁ戻りましょう
Iro ga kieta Kotoba mo kieta
Katachi mo nai Saa modorimashou
Arti:
Warna menghilang Kata-kata pun menghilang
Bentukpun tidak ada Mari kembali
Frase 《色が消えた/ 言葉も消えた /形もない》 mengacu pada bait-bait
sebelumnya, yaitu peristiwa-peristiwa buruk penyebab kehancuran dan peperangan yang
terjadi di dunia. Semua hal tersebut membuat kebahagiaan menghilang, kata-kata
menjadi tidak berguna dan ketidakjelasan. Warna (色) adalah sesuatu yang indah dan
dapat mewakili berbagai macam suasana. Sedangkan warna yang menghilang mewakili
43
suasana yang suram, tidak bahagia (Smith, 2002). Sehingga frase ( 色 が 消 え た )
mewakili ketidakbahagiaan. Frase selanjutnya, yaitu bentuk pun tidak ada (形もない)
mewakili sesuatu yang abstrak atau ketidakjelasan. Hal-hal yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa buruk penyebab kehancuran dan peperangan tersebut pada dasarnya
adalah hal-hal yang bermuara dan berdampak pada ketidakjelasan. Apapun hasilnya,
kehancuran dan perang tidak lain hanya pertunjukan keegoisan manusia yang menjadi
musuh terhadap manusia lainnya, namun tidak pernah membawa kebaikan dalam
kehidupan umat manusia.
Sedangkan frase 《さぁ戻りましょう》berarti ajakan untuk kembali memulai
dari awal agar dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik.
Secara keseluruhan, lirik ini berarti ajakan untuk memulai kembali dari awal
karena dunia telah menjadi tempat yang penuh dengan ketidakbahagiaan, kata-kata
bermakna yang tidak berguna lagi, serta ketidakjelasan dalam kehidupan manusia.
Hal ini merupakan sesuatu yang tidak terdapat dalam cerpen, karena Kandata
tidak dapat mengulang kembali kesempatannya untuk dapat keluar dari neraka. Sehingga
bait ini merupakan penyimpangan Mika Nakashima atas cerpen karya Akutagawa
Ryūnosuke tersebut.
Bait kelima:
呼ばれても呼ばれても
振り向けない…Î
歩いても歩いても
追い付けない…Î
悲しいままのこの胸で 共に宴を
44
Yobarete mo yobarete mo
Furimukenai…
Aruitemo aruitemo
Oitsukenai
Kanashii mama no kono mune de Tomo ni utage wo
Arti:
Meskipun dipanggil dan terus dipanggil
Tidak dapat berpaling
Meskipun berjalan dan terus berjalan
Tidak dapat menyusul
Dengan hati yang sedih Pesta makan bersama-sama
Frase 《呼ばれても呼ばれても/振り向けない…/歩いても歩いても/追
い付けない…》 di atas berarti manusia tidak dapat menoleh ke masa lalu, karena kita
tidak dapat mengubah sesuatu yang telah terjadi. Sedangkan frase 《悲しいままのこの
胸で/共に宴を》 berarti meskipun sedang bersedih, tetap berbagi dengan sesama.
Secara keseluruhan, frase ini berarti meskipun kita tidak dapat kembali ke masa
lalu dan mengubah sesuatu yang telah terjadi, namun kita masih dapat berbagi dengan
sesama.
Bait inipun merupakan penyimpangan Mika Nakashima terhadap cerpen Kumo
no Ito. Suatu bentuk ketidakpuasan terhadap cerpen yang menceritakan bagaimana
Kandata tidak mau berbagi dengan sesamanya.
Bait keenam:
見えそうで見えぬ
蜘蛛の糸
選ばれし者が見えるの
編み上げながら 大きく育つ
強そうで弱い
蜘蛛の糸
45
確な力が欲しいの
感じるままに
生きるように。
Miesou de mienu
Kumo no Ito
Erabareshi mono ga mieru no
Amiagenagara ookiku sodatsu
Tsuyosou de yowai
Kumo no Ito
Tashikana chikara ga hoshii no
Kanjiru mama ni
Ikiru youni.
Arti:
Benang laba-laba sepertinya terlihat tapi tidak terlihat
Hanya orang yang terpilih yang dapat melihatnya
Jika seraya dirajut, akan tumbuh besar
Benang laba-laba, kuat namun lemah
Menginginkan kekuatan yang pasti
Hiduplah seperti yang kamu rasakan.
Seperti yang telah dijelaskan dalam sub-bab Kumo no Ito Dalam Lirik Lagu
Karya Mika Nakashima, secara keseluruhan bait ini menyatakan agar manusia hidup
dengan membawa dan mengembangkan sifat tenggang rasa sehingga sifat ini menjadi
kuat dan keadaan dunia menjadi lebih baik.
Jika dihubungkan dengan cerpen, frase hanya orang yang terpilih yang dapat
melihat Kumo no Ito ( 選 ば れ し 者 が 見 え る の ) mewakili Kandata, satu-satunya
penghuni neraka yang melihat benang laba-laba bergantung dari atas langit Kolam
Darah. Namun, bait selanjutnya yaitu 《編み上げながら 大きく育つ/強そうで弱
い/蜘蛛の糸/確な力が欲しいの/感じるままに/生きるように。 》 adalah
bait-bait gubahan Mika Nakashima, yang melewati batas cerpen Akutagawa. Mika
Nakashima mengambil beberapa bagian dari cerpen Kumo no Ito dan menuliskan
46
kembali dalam bentuk sebuah lirik yang meskipun sedih, namun terdapat harapan di
dalamnya.
47
Download