BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan merupakan suatu kunci pokok untuk mencapai cita-cita suatu bangsa.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi pengembangan siswa
agar kelak menjadi sumber daya manusia berkualitas yang mampu mengantar
Indonesia ke posisi terkemuka, paling tidak sejajar dengan negara-negara lain,
baik dalam pembangunan ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Pendidikan
diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon
sumber daya yang handal untuk dapat bersikap kritis, logis, dan inovatif dalam
menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.
Pendidikan pada dasarnya merupakan tolok ukur dari kualitas suatu
bangsa. Keberhasilan dalam bidang pendidikan, akan membuat kualitas suatu
bangsa mendapat pengakuan di seluruh dunia. Namun, pada kenyataannya
kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Driana, (2013)
menyatakan hasil Trends in International Mathematics and Science Studies
(TIMSS) 2011, yang baru dipublikasikan, semakin menegaskan kondisi
pendidikan di tanah air sangat memprihatinkan hasil sains tak kalah
mengecewakan. Indonesia di urutan ke 40 dari 42 negara dengan nilai rata-rata
406 di bawah Indonesia ada Maroko dan Ghana. Yang paling mengherankan nilai
1
2
matematika dan sains siswa kelas VIII Indonesia bahkan berada di bawah
Palestina yang negaranya didera konflik berkepanjangan.
Rendahnya kemampuan siswa-siswi Indonesia di matematika, sains, dan
membaca juga tercermin dalam Programme for International Student Assessment
(PISA) Kemdhy (2013) menyatakan kemampuan anak Indonesia usia 15 tahun di
bidang matematika, sains, dan membaca dibandingkan dengan anak-anak lain di
dunia masih rendah. Hasil Programme for International Student Assessment 2012,
Indonesia berada di peringkat ke 64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes.
Indonesia telah ikut serta dalam siklus tiga tahunan penilaian tersebut yaitu 2003,
2006, dan 2009 hasilnya sangat memprihatinkan. Siswa-siswi Indonesia secara
konsisten terpuruk di peringkat bawah. Benar bahwa ada anak-anak yang meraih
medali dalam berbagai olimpiade sains. Namun, jumlah mereka tak sebanding
total populasi anak-anak di Indonesia.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan antara lain dengan melengkapi sarana dan prasarana, meningkatkan
kualitas pendidik, serta penyempurnaan kurikulum yang menekankan pada aspekaspek yang bermuara pada peningkatkan dan pengembangan kecakapan hidup
yang diwujudkan melalui pencapaian kompetisi peserta didik untuk dapat
menyesuaikan diri dan berhasil dimasa yang akan datang.
Pengkajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi mutu hasil belajar
merupakan usaha awal yang seharusnya dilakukan agar dapat menetapkan langkah
dan cara-cara yang tepat dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu hasil
belajar. kualitas lulusan sekolah juga harus diperhatikan, karena banyak sekali
3
faktor yang mempengaruhinya, ditinjau dari unsur siswa masih banyak faktor
yang mempengaruhi baik faktor yang ada dalam diri siswa maupun dari luar diri
siswa. Faktor yang ada dalam diri anak didik adalah faktor fisiologis dan
psikologis. Misalnya: persepsi, minat, sikap, motivasi, bakat, IQ. Sedangkan
faktor yang berada di luar diri anak didik misalnya lingkungan tempat tinggal,
keadaan sosial ekonomi orang tua.
Fisika merupakan ilmu sains yang diajarkan di sekolah dan salah satu
pelajaran yang dinilai dalam PISA. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah
satu guru di SMA Kalam Kudus Medan menyatakan pelajaran fisika sering kali
dianggap siswa merupakan pelajaran yang sulit dan sangat membosankan, tidak
mengherankan nilai pelajaran fisika lebih rendah dibandingkan pelajaran lain.
Terlihat dari nilai rata-rata hasil ulangan harian fisika siswa di SMA Kalam
Kudus Medan masih banyak di bawah Kriteria ketuntasan Minimal (KKM).
Seperti pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Hasil belajar fisika siswa SMA Kalam Kudus Medan dalam dua
tahun terakhir
Tahun Pelajaran
2011/2012
Kelas
KKM
X-1
70
X-2
70
X-3
70
2012/2013
X-1
72
X-2
72
X-3
72
Sumber : Arsip tata usaha SMA Kalam Kudus Medan
Rata-rata nilai
siswa
68
65
66
69
66
68
Konsep fisika yang bersifat abstrak yang harus diserap siswa dalam waktu
yang relatif terbatas menjadikan ilmu fisika menjadi salah satu mata pelajaran
4
yang paling sulit bagi siswa sehingga banyak siswa yang gagal dalam belajar.
Pada umumnya siswa cenderung dengan menghapal rumus dari pada secara aktif
membangun pemahaman mereka sendiri terhadap konsep fisika. Hal inilah yang
terjadi di sekolah SMA Kalam Kudus Medan. Proses pembelajaran yang masih
tecaher centered tidak memberikan keleluasaan kepada siswa untuk berkembang
secara mandiri, dimana guru hanya menekankan pada pemahaman konsep melalui
hafalan-hafalan.
Guru harus mampu memperbaiki hasil belajar fisika siswa yang rendah
dengan memilih model pembelajaran yang sesuai, dan untuk mengatasi hal
tersebut salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
adalah
menggunakan
model
pembelajaran
yang
tepat
sasaran
ketika
menyampaikan materi pembelajaran. Belajar harus sesuatu yang menyenangkan,
simpel, menyenangkan dan efektif bagi diri siswa. Dengan begitu hasil belajar
siswa akan meningkat, dan akan semakin memberikan kontribusi yang besar baik
kegiatan proses belajar mengajar. Pemberian motivasi yang tinggi kepada anak
dibandingkan dengan pemberian motivasi yang rendah pada anak pasti sangat
mempengaruhi hasil belajar siswa.
Salah satu model pembelajaran yang tepat dan sesuai dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan model inquiry training Joyce, dkk, (2009)
menyatakan model pembelajaran inquiry training dirancang untuk membawa
siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan-latihan yang dapat
memadatkan proses ilmiah tersebut ke dalam periode waktu yang singkat,
tujuannya adalah membantu siswa mengembangkan disiplin dan mengembangkan
5
keterampilan intelektual yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan dan
menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin tahu.
Perolehan pengetahuan akan diperoleh melalui pengalaman secara inkuiri
dan tidak cukup hanya diamati, mendengarkan penjelasan atau melihat
demonstrasi. Siswa mampu memperoleh pengetahuan melalui kegiatan inkuiri,
pembelajaran inkuiri juga menumbuhkan kemampuan berpikir, dan bekerja.
Melalui model pembelajaran inquiry training siswa diharapkan aktif
mengajukan pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan
mengumpulkan
serta
memproses
data
secara
logis
untuk
selanjutnya
mengembangkan strategi intelek yang dapat digunakan untuk dapat menemukan
jawaban atas pertanyaan tersebut. Model pembelajaran inquiry training dimulai
dengan mengajukan peristiwa yang mengandung teka-teki kepada siswa. Siswa
siswi yang menghadapi situasi tersebut akan termotivasi menemukan jawaban
masalah masalah yang masih menjadi teka-teki tersebut. Guru dapat
menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan prosedur pengkajian sesuai
dengan langkah langkah model pembelajaran inquiry training.
Hasil penelitian Pandey (2011) menyatakan model inquiry training lebih
baik digunakan dalam mengajar fisika karena memberikan efek yang sangat baik
jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Calik (2013) menyatakan
bahwa guru harus memiliki keyakinan bahwa memberikan model pembelajaran
yang mampu membuat siswa menyelidiki dan memecahkan masalah harus
diberikan diterapkan dalam pengajaran.
6
Penelitian Setiawati & Juwaedah (2012) diperoleh dengan menggunakan
model inquiry training hampir seluruh mahasiswa meningkat prestasinya.
Penelitian lainnya menyimpulkan bahwa model inquiry training secara signifikan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan model pembelajaran
konvensional (Damanik, 2013), (Hakim, 2012), (Hayati, 2013), (Mustachfidoh,
dkk, 2013), (Sirait, 2010), (Sani, 2011), (Setiawati, 2013).
Motivasi merupakan salah satu faktor yang diduga besar pengaruhnya
terhadap hasil belajar. Siswa yang motivasinya tinggi diduga akan memperoleh
hasil belajar yang baik. Pentingnya motivasi belajar siswa terbentuk antara lain
agar terjadi perubahan belajar kearah yang lebih positif. Tella (2007) menyatakan
siswa yang memiliki motivasi tinggi dan rendah akan memiliki prestasi belajar
yang berbeda pula. Siswa yang dimotivasi cenderung memiliki prestasi belajar
yang lebih baik. Dev (1997) meyatakan bahwa kurangnya keterlibatan siswa
dalam belajar karena kurangnya motivasi di dalam diri siswa, motivasi harus
dimiliki siswa karena motivasi merupakan kebutuhan, keinginan dan paksaan
untuk berpatisipasi dalam proses pembelajaran. Hal yang sama juga disimpulkan
Peklaj (2010 menyatakan bahwa motivasi intrinsik berhubungan positif dengan
prestasi belajar siswa. Hamdu & Agustina (2011) menyatakan motivasi belajar
siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti berkeinginan untuk mengatasi
permasalahan rendahnya hasil belajar fisika siswa dengan mengadakan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Motivasi
Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa di SMA Kalam Kudus Medan.”
7
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Hasil belajar fisika siswa masih rendah.
2. Pelaksanaan pembelajaran fisika sebagian besar dilakukan melalui hafalan dan
ceramah, pembelajaran berpusat pada guru.
3. Kurangnya motivasi belajar siswa, karena kurangnya dorongan belajar yang
diberikan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar.
1.3. Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan masalah yang akan diatasi, maka dibuat
batasan-batasan masalahnya. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:
1.
Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran inquiry
training.
2.
Penelitian memfokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa.
3.
Subjek Penelitian adalah siswa kelas X SMA Kalam Kudus Medan pada
materi pokok listrik dinamis.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, maka dapat
dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran inquiry
training lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional?
2. Apakah hasil belajar siswa yang memiliki motivasi tinggi lebih baik
dibandingkan siswa yang memiliki motivasi rendah?
8
3. apakah ada interaksi model pembelajaran inquiry training dan motivasi dalam
meningkatkan hasil belajar siswa?
1.5. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1.
Perbedaan hasil belajar fisika siswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran menggunakan inquiry training dengan model konvensional.
2.
Perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki motivasi yang tinggi dan
motivasi yang rendah.
3.
Interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi dalam mempengaruhi
hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis.
1.6. Manfaat Penelitian
1.
Bahan informasi bagi guru fisika bahwa di dalam proses belajar mengajar
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
inquiry
training
dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
2.
Sebagai bahan masukan bagi guru dan calon guru tentang pelaksanaan model
pembelajaran inquiry training dalam proses belajar mengajar di kelas.
3.
Sebagai bahan masukan yang bermamfaat bagi peneliti.
1.7. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam pengertian
yang dikehendaki pada penelitian ini, maka penulis membuat defenisi operasional
sebagai berikut:
9
1.
Motivasi merupakan suatu energi dalam diri manusia yang mendorong untuk
melakukan aktivitas tertentu dan tujuan tertentu (Sani, 2013). Motivasi belajar
adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kekonvensionalan kegiatan belajar dan yang
memberikan arah kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2011).
2.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar (Sudjana, 2010). Hasil belajar merupakan tujuan akhir
dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat
ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah
kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar.
Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa.
3.
Model inquiry training adalah model yang dirancang berdasarkan konfrontasi
intelektual, yang di dalamnya siswa dibawa pada situasi teka-teki pada suatu
permasalahan untuk diselesaikan atau dicari solusinya (Joyce, dkk, 2009).
Download