BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Keterampilan Menulis Pantun a. Pengertian Keterampilan Setiap orang memiliki keterampilan yang merupakan suatu talenta dari Yang Maha Kuasa. Sukmadinata dan Syaodih (2012: 184) mengemukakan kemampuan seseorang dalam menerapkan atau menggunakan pengetahuan yang dikuasainya dalam sesuatu bidang kehidupan disebut kecakapan atau keterampilan (skill). Adapun Syah (2010: 117) mengemukakan pendapatnya bahwa: Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah, seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil. Gordon dalam Sanjaya (2009: 52) juga mengemukakan pendapatnya bahwa keterampilan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas yang dibebankan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan keterampilan seseorang dapat melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dengan baik. Selain itu Kaptan dalam Hotaman (2008: 41) berpendapat “the skill is explained as proficiency, ability, and the proficiency of doing something or the capability of doing a work or activity appropriately”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keterampilan adalah kecakapan, kemampuan, dan kepandaian melakukan sesuatu atau kemampuan melakukan pekerjaan atau kegiatan secara tepat. Berdasarkan beberapa pendapat ahli yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah kemampuan dalam menggunakan pengetahuan dan nalar untuk melakukan pola-pola tingkah laku yang 9 10 berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan cepat dan benar. b. Pengertian Menulis Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu tulisan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menurut Santosa (2009: 6.14) menulis merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan. Rukayah (2013: 6) mengemukakan menulis adalah kecakapan seseorang dalam menyampaikan pesan melalui lambanglambang grafik baik dalam bentuk formal maupun non formal, sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti maksud dan maknanya. Sedangkan menurut Slamet, Waluyo, dan Suyanto (2014: 3) menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk memberi tahu, meyakinkan, dan menghibur. Jadi untuk menghasilkan tulisan yang baik, penulis dituntut memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Lebih lanjut Abidin (2013: 181) mengungkapkan menulis adalah sebuah proses berkomunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembacanya. Menulis merupakan sebuah proses melalui berbagai tahapan. Tahapan itu terbentang dari tahap pemerolehan ide, pengolahan ide hingga pemroduksian ide. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kemampuan seseorang menuangkan gagasannya dalam bentuk bahasa tulis melalui lambang-lambang grafik baik dalam bentuk formal maupun informal sehingga dapat digunakan untuk berkomunikasi antara penulis dengan pembacanya secara tidak langsung. Untuk menghasilkan sebuah tulisan, tahapan yang harus dilalui penulis adalah dari tahap pemerolehan ide, pengolahan ide, hingga pemroduksian ide. c. Tujuan Menulis Menulis merupakan kegiatan yang sangat penting bagi kehidupan. Hal ini tidak terlepas dari tujuan menulis itu sendiri. Menurut Abidin (2012: 187) 11 mengemukakan tiga tujuan utama pembelajaran menulis yang dilaksanakan oleh guru. Ketiga tujuan tersebut adalah (1) menumbuhkan kecintaan menulis pada diri siswa; (2) mengembangkan kemampuan menulis, dan (3) membina jiwa kreativitas para siswa untuk menulis. Ketiga tujuan tersebut merupakan tujuan minimal yang harus dicapai siswa melalui proses pembelajaran menulis yang dialaminya. Sedangkan tujuan penulisan sesuatu tulisan Hartig dalam Tarigan (2008: 25) merangkumnya sebagai berikut: (1) assignment purpose (tujuan penugasan), penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri; (2) altruistic purpose (tujuan altrulistik), tujuan penulisan untuk menyenangkan pembaca, menghilangkan kedukaan pembaca, menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan tulisan itu; (3) persuasive purpose (tujuan persuasif), tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan; (4) informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada pembaca; (5) self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri), tulisan yang bertujuan atau memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca; (6) creative purpose (tujuan kreatif), tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian, dan (7) problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah), dalam tulisan seperti ini, penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah memberikan informasi, memperkenalkan diri, mempengaruhi, memecahkan masalah, mengembangkan kreativitas bahkan menumbuhkan kecintaan menulis pada diri seseorang tersebut. d. Manfaat Menulis Dari menulis banyak manfaat yang bisa diambil. Menurut Tarigan dalam Rukayah (2013: 8) mengemukakan salah satu manfaat menulis adalah penemuan diri. Tulisan membuat seseorang sadar akan kehidupan sebab 12 manakala menaruh pikiran-pikiran mengenai kehidupan dalam kata-kata maka akan lebih sadar tentang kehidupan itu sendiri. Selanjutnya Slamet, Waluyo, dan Suyanto (2014: 7) mengemukakan banyak manfaat yang dapat dipetik dari menulis seperti (1) peningkatan kecerdasan; (2) pengembangan daya inisiatif dan kreativitas; (3) penumbuhan keberanian, dan (4) pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Sedangkan menurut Sabarti Akhaidah, dkk dalam Saddhono dan Slamet (2013: 157) mendeskripsikan manfaat dari kegiatan menulis yaitu (1) dapat mengenali kemampuan dan potensi pribadi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang ditulis; (2) dapat mengembangkan dan menghubung-hubungkan beberapa gagasan atau pemikiran; (3) dapat memperluas wawasan dan kemampuan berpikir baik dalam bentuk teoritis maupun dalam bentuk pikiran terapan; (4) dapat menjelaskan dan mempertegas permasalahan yang kabur; (5) dapat menilai gagasan sendiri secara objektif; (6) dapat memotivasi diri untuk belajar dan membaca lebih giat, dan (7) dapat membiasakan diri untuk berpikir dan berbahasa secara tertib. Berdasarkan pendapat beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disintesiskan bahwa manfaat dari menulis adalah sebagai alat penemuan diri, dapat mengembangkan kreativitas, memperluas wawasan, dan dapat memotivasi diri untuk belajar, berpikir, dan berbahasa secara tertib. e. Pengertian Pantun Pantun merupakan jenis puisi lama asli Indonesia. Pantun di berbagai daerah ada dengan sebutan/istilah yang berbeda. Menurut Sunarti dalam Maulina (2012: 3), orang Jawa menyebut pantun dengan sebutan parikan, orang Sunda menyebutnya sisindiran atau susualan, orang Mandailing menyebutnya ende-ende, orang Aceh menyebutnya rejong atau boligoni, sementara orang Melayu, Minang, dan Banjar menyebutnya pantun. Pantun tersebar di seluruh daerah Indonesia meskipun setiap daerah memiliki nama sebutan masing-masing. Pantun adalah salah satu jenis puisi lama dan salah 13 satu kebudayaan khas masyarakat Melayu. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarni (2014: 10) bahwa pantun merupakan puisi asli Indonesia (Melayu). Sejalan dengan hal tersebut, Fatih (2008: 19) juga mengemukakan bahwa pantun termasuk karya sastra lisan sebelum bangsa Indonesia menerima pengaruh kesusastraan asing. Bertolak belakang dengan pendapat di atas, Kosasih (2012: 15) mengemukakan bahwa pantun merupakan sajak percintaan yang sering dibacakan pada waktu perayaan pernikahan. Sedangkan Emzir dan Rohman (2015: 238) berpendapat pantun adalah puisi lama yang terikat oleh syaratsyarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, persajakan, dan isi). Hassan, Che Mat, dan Ali (2012: 503) mengemukakan “pantuns, this term refers to an epigrammatic stanza or a poetic sentence, consisting of four short lines rhyming alternately, in which the thought is expressed by comparison or allusion”. Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pengertian pantun mengacu pada bait pendek atau kalimat puitis, yang terdiri dari empat baris pendek berirama silang yang mengungkapkan perbandingan atau kiasan. Pantun memiliki beberapa ciri struktur yang khas yaitu: (1) setiap untai terdiri dari empat baris; (2) larik pertama dan kedua tidak ada hubungannya dengan larik ketiga dan keempat; (3) larik pertama dan kedua disebut sampiran yang fungsinya sebagai pemadan belaka bagi larik ketiga dan keempat. Larik sampiran ini mengandung tenaga penghimbau bagi pendengar atau pembaca untuk segera mendengar atau membaca larik ketiga dan keempat. Pada larik ketiga dan keempat tersirat makna, tujuan, dan tema pantun; (4) suku kata setiap larik terdiri dari sembilan sampai sepuluh suku kata, dan (5) memiliki sajak akhir dengan sajak silang (Fatih, 2008: 20). Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pantun adalah puisi lama asli Indonesia yang terdiri dari empat baris, bersajak silang, larik pertama dan kedua adalah sampiran sedangkan larik ketiga dan keempat adalah isi, dan setiap larik terdiri dari 8-12 suku kata. 14 f. Jenis-jenis Pantun Winarni (2014: 11) membedakan jenis pantun menjadi 3 jenis, yaitu: menurut isinya pantun dibedakan: (1) pantun bersuka cita, berduka cita; (2) pantun dagang/nasib, jenaka, teka-teki; (3) pantun berkenalan, berkasihan, perceraian; (4) pantun beriba hati, agama, dan nasihat, serta (5) pantun adat. Menurut bentuknya, pantun dibedakan menjadi pantun kilat, biasa atau empat seuntai, pantun enam seuntai atau lebih, pantun berkait, pantun modern. Sedangkan menurut pemakainya, pantun dibedakan menjadi pantun anakanak, pantun orang muda, dan pantun orang tua. Menurut Emzir dan Rohman (2015: 239) membagi pantun berdasarkan bentuk atau jumlah-jumlah tiap baris, yaitu: (1) pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait; (2) pantun kilat/karmina, yaitu pantun yang hanya tersusun dari dua baris; (3) pantun berkait, yaitu pantun yang tersusun secara berangkai dan saling mengait antara bait pertama dan berikutnya; (4) talibun, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, dan (5) seloka, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tetapi persajakannya datar (a-a-a-a). Fatih (2008: 20) juga mengemukakan bahwa menurut tipe bentuknya pantun dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu; (1) karmina atau pantun dua larik; (2) pantun atau pantun empat larik, dan (3) talibun atau pantun yang berlarik lebih dari empat tetapi selalu dalam jumlah genap. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pantun dapat dibedakan berdasarkan isinya: (1) pantun bersuka cita, berduka cita; (2) pantun dagang/nasib, jenaka, teka-teki; (3) pantun berkenalan, berkasihan, perceraian; (4) pantun beriba hati, agama, dan nasihat, serta (5) pantun adat; menurut bentuknya, pantun dibedakan menjadi pantun kilat, biasa atau empat seuntai, pantun enam seuntai atau lebih, pantun berkait, pantun modern; dan menurut pemakainya, pantun dibedakan menjadi pantun anak-anak, pantun orang muda, dan pantun orang tua. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah pantun anak-anak yang merupakan pantun biasa atau empat seuntai. 15 g. Keterampilan Menulis Pantun Berdasarkan pengertian tentang keterampilan, pengertian tentang menulis, dan pengertian tentang pantun maka dapat ditarik benang merah yang menghubungkan keterampilan ketiganya, menulis sehingga pantun. diperoleh Keterampilan pengertian menulis pantun tentang adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dan nalar dan menuangkan gagasannya dalam bentuk bahasa tulis sesuai dengan syaratsyarat pantun. Syarat-syarat menulis pantun tersebut adalah 1) terdiri dari empat baris; 2) setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata; 3) baris pertama dan kedua disebut sampiran; 4) baris ketiga dan keempat disebut isi, dan 5) bersajak silang. h. Pembelajaran Menulis Pantun Di Kelas IV Sekolah Dasar Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat penting. Pembelajaran bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai keterampilan berbahasa tertentu. Pembelajaran sastra pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar adalah pembelajaran sastra anak. Rukayah (2012: 3) berpendapat bahwa sastra anak adalah karya yang menggunakan media bahasa baik lisan maupun tertulis, yang berbentuk puisi, prosa maupun drama, yang ditulis oleh orang dewasa, remaja, maupun anakanak, yang secara khusus diperuntukkan pada anak-anak sehingga dapat dipahami anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak. Jadi dapat disimpulkan dari pendapat di atas, bahwa isi sastra anak sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik anak. Seperti menggambarkan pengalaman, pemahaman, dan perasaan anak yang khas anak-anak. Jadi pembuatan sastra anak tersebut memang sengaja ditujukan untuk anak-anak. Pantun adalah salah satu jenis sastra yang diajarkan pada jenjang sekolah dasar yaitu kelas IV semester 2. Hal tersebut tercantum dalam silabus bahasa Indonesia kelas IV sekolah dasar. Berikut ini adalah rincian materi pantun yang diajarkan di kelas IV semester 2: 16 Tabel 2. 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV Semester 2 Standar Kompetensi Kompensi Dasar 8. Mengungkapkan pikiran, 8.3 Membuat pantun anak yang menarik perasaan dan informasi secara tentang berbagai tema (persahabatan, tertulis dalam bentuk karangan, ketekunan, kepatuhan, dan lain-lain) pengumuman dan pantun anak. sesuai dengan ciri-ciri pantun. (Silabus Bahasa Indonesia Kelas IV Sekolah Dasar) Sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, maka indikator yang dicapai dalam penelitian ini antara lain adalah: 1) mendeskripsikan ciri-ciri pantun; 2) menyusun pantun acak; 3) melengkapi pantun rumpang; 4) membuat sampiran atau isi pantun; 5) membuat pantun dengan bantuan gambar, dan 6) membuat pantun sesuai tema yang telah ditentukan. i. Penilaian Keterampilan Menulis Pantun Penilaian merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan pembelajaran. Tanpa mengadakan suatu penilaian berarti tidak mungkin dapat menilai dan melaporkan hasil pembelajaran peserta didik secara objektif. Menurut Rukayah (2012: 120) kriteria menulis pantun dibagi menjadi 3 kategori, yaitu skor soal A, skor soal B, dan skor soal C. Skor soal A merupakan penilaian untuk baris 1 dan baris 2 pantun atau biasa disebut dengan sampiran. Aspek yang diamati dalam penilaian ini yaitu: (1) keterkaiatan antara baris 1 dan 2 dengan skor maksimal 10; (2) kesesuaian sajak/irama dengan skor maksimal 5; (3) gaya bahasa dengan skor maksimal 15, dan (4) kesesuaian tulisan dengan syarat-syarat menulis pantun dengan skor maksimal 10. Total skor maksimal pada skor soal A adalah 40. Skor soal B merupakan penilaian untuk baris 3 dan 4 atau isi pantun. Aspek yang diamati dalam penilaian ini adalah (1) keterkaitan antara baris 3 dan 4 dengan skor maksimal 10; (2) kesesuaian sajak/irama dengan skor maksimal 5; (3) isi pantun dengan skor maksimal 20; (4) gaya bahasa dengan skor maksimal 15, dan (5) kesesuaian tulisan dengan syarat-syarat menulis pantun dengan skor maksimal 10. Total skor maksimal pada skor soal B adalah 60. 17 Skor soal C merupakan evaluasi membuat pantun dengan penilaian untuk keseluruhan bait pantun yang aspek-aspeknya adalah gabungan dari skor soal A dan skor soal B. Aspek yang diamati pada penilaian ini meliputi: (1) jumlah baris sesuai syarat pantun dengan skor maksimal 5; (2) jumlah suku kata tiap baris 8-12 suku kata dengan skor maksimal 5; (3) keterkaitan baris 1 dan 2 pada bagian sampiran dengan skor maksimal 15; (4) keterkaitan baris 3 dan 4 pada bagian isi dengan skor maksimal 15; (5) pola irama atau sajak silang dengan skor maksimal 10; (6) isi pantun dengan skor maksimal 25, dan (7) gaya bahasa dengan skor maksimal 25. Total skor maksimal pada skor soal C adalah 100. Dalam penelitian ini, penilaian dalam menulis pantun juga terdapat tujuh aspek. Aspek yang diamati pada penilaian dalam penelitian ini adalah (1) jumlah baris sesuai syarat pantun dengan skor maksimal 5; (2) jumlah suku kata tiap baris 8-12 suku kata dengan skor maksimal 15; (3) katerkaitan baris 1 dan 2 pada bagian sampiran dengan skor maksimal 15; (4) keterkaitan baris 3 dan 4 pada bagian isi dengan skor maksimal 15; (5) pola irama atau sajak silang dengan skor maksimal 15; (6) isi pantun dengan skor maksimal 20, dan (7) gaya bahasa dengan skor maksimal 15. Total skor maksimal dalam penilaian ini adalah 100. Skor tertinggi dari ketujuh aspek yang dinilai tersebut adalah menulis isi pantun, karena dalam menulis pantun siswa dituntut kreativitasnya dalam membuat pantun dari berbagai tema. 2. Hakikat Model Pembelajaran Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009: 3) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar 18 tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Menurut Suyadi (2013: 14) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran. Berbeda dengan hal tersebut, Hanafiah dan Suhana (2012: 41) mengemukakan model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dengan adanya model pembelajaran, guru mempunyai pendekatan kepada siswa guna mensiasati perubahan perilaku peserta didik dalam pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut, Suprijono (2014: 45) mengemukakan model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Joyce dan Weill dalam Huda (2014: 73) mendeskripsikan model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional dan memadu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda. Models of Teaching are really models of learning. As we helps students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn. In fact the most important long term outcome of instruction may be the students’ increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and skills they have acquired and because they have mastered learning processed (Joyce dan Weill dalam Huda, 2014: 73) Model-model pengajaran dirancang untuk tujuan-tujuan tertentu, pengajaran konsep-konsep informasi, cara-cara berpikir, studi nilai-nilai sosial, dan sebagainya dengan meminta siswa untuk terlibat aktif dalam tugastugas kognitif dan sosial tertentu. 19 Berdasarkan beberapa pengertian tentang model pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Dengan model pembelajaran yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Sugiyanto (2009: 37) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sejalan dengan pendapat diatas, Hartono (2013: 100) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah bentuk pengajaran yang membagi siswa dalam beberapa kelompok yang bekerja sama antara satu siswa dengan lainnya untuk memecahkan masalah. Model pembelajaran tersebut lebih akrab disebut belajar kelompok. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diuraikan bahwasanya model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil yang saling berinteraksi dan bertukar pikiran untuk memecahkan suatu masalah. Rukayah (2012: 15) menyatakan bahwa cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan secara bersama-sama dan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Jadi pembelajaran kooperatif didasarkan pada keyakinan bahwa belajar akan lebih efektif jika siswa aktif terlibat dalam berbagai ide dan bekerja kooperatif untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu cooperative learning merupakan kelompok kecil dalam pembelajaran yang saling menguntungkan antar anggotanya pada saat pembelajaran berlangsung. Karena dengan pembelajaran secara berkelompok tersebut akan lebih efektif 20 dengan peran aktif siswa terlibat dalam menuangkan idenya dan bekerja bersama kelompoknya menyelesaikan tugas-tugas akademik. Isjoni (2014: 16) berpendapat bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli dengan orang lain. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif dibentuk kelompok-kelompok yang heterogen guna belajar bersama dan menumbuhkan jiwa sosial siswa. Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Menurut Shoimin (2014: 45) model pembelajaran cooperative learning adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan. Agar kelompok kohesif (kompak partisipatif), tiap anggota terdiri dari 4-5 orang, heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sujarwo (2011: 101) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling berkomunikasi dan bekerjasama serta berinteraksi dengan susunan dan rancangan tugas yang dibuat oleh pendidik, sehingga tercipta kesempatan munculnya aktivitas berupa kerjasama. Adapun Felder dan Brent dalam Laguador (2014: 46) menyatakan “The term cooperative learning (CL) refers to students working in teams on an assignment or project under conditions in which certain criteria are satisfied, including that the team members be held individually accountable for the complete content of the assignment or project”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu pada siswa untuk bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas atau proyek dan bertanggung jawab secara individu atas tugas yang diberikan kepadanya. 21 Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan cara berkelompok dan bekerjasama serta berinteraksi dengan kelompoknya untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan bersama. Jadi dengan adanya model pembelajaran tersebut secara tidak langsung siswa dapat belajar bekerjasama dengan anggota kelompok serta bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan kepadanya dalam kelompok tersebut. c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak perbedaan dengan model pembelajaran yang lainnya. Pembelajaran kooperatif tidak hanya memacu siswa mempunyai kemampuan dalam bidang akademik, tetapi secara lebih jauh telah mengajarkan siswa bagaimana cara bekerjasama dengan siswa yang lain, menerima kekurangan dan menimba kelebihan siswa yang lainnya. Hartono (2013: 104-106) menyebutkan beberapa karakteristik mendasar dari model pembelajaran kooperatif yaitu (1) pembelajaran secara tim; (2) berlandaskan manajemen kooperatif; (3) hasrat bekerja sama, dan (4) keterampilan bekerja sama. Sujarwo (2011: 108) juga menyebutkan empat karakteristik dari pembelajaran kooperatif yaitu (1) peserta didik bekera dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, (3) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, (4) penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu. Lie dalam Sugiyanto (2009: 40) menyebutkan elemen-elemen dalam pembelajaran kooperatif yaitu (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan. Beberapa ciri cooperative learning juga disebutkan oleh Isjoni (2014: 20) yaitu (1) setiap anggota memiliki peran; (2) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa; (3) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas 22 atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya; (4) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Stahl dalam Taniredja, Faridli, dan Harmianto (2014: 59) juga menyebutkan ciri-ciri dari model pembelajaran kooperatif sabagai berikut: (1) belajar dengan teman; (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman; (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok; (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok; (5) belajar dalam kelompok kecil; (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat; (7) keputusan tergantung dari mahasiswa sendiri, dan (8) mahasiswa aktif. Tampubolon (2014: 92) mengemukakan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu (1) mendorong peserta didik unruk membangun pengetahuannya secara bersama-sama di dalam kelompok; (2) mendorong menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui diskusi, eksperimen, dan observasi; (3) menafsirkan secara bersama-sama untuk menemukan pengetahuan yang baru; (4) pengetahuan dibentuk bersama dalam kelompok berdasarkan pengalaman belajar dan interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok belajar; (5) mendorong memunculkan berbagai sudut pandang terhadap materi atau masalah yang sama untuk dikonstruksi pengetahuannya secara bersama, dan (6) model pembelajaran kooperatif merupakan bagian dari model pembelajaran inovatif. Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan karakteristik dari pembelajaran kooperatif adalah belajar secara tim, membangun pengetahuan bersama kelompok, medorong menemukan dan mengonstruksi materi yang dipelajari melalui diskusi, eksperimen, dan observasi; bekerjasama dan tanggung jawab terhadap teman-teman sekelompok, dan saling berinteraksi antaranggota kelompok. d. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif Tidak semua model pembelajaran kerja kelompok dapat dianggap sebagai model pembelajaran kooperatif. Terdapat unsur-unsur dalam model 23 pembelajaran kooperatif supaya dalam pembelajaran mencapai hasil yang maksimal. Suyadi (2013: 71) menyebutkan 7 unsur dalam model pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut: (1) siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berengang bersama”; (2) siswa harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan anggota kelompoknya dalam mempelajari materi yang dihadapi; (3) memiliki tujuan yang sama; (4) siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara anggota kelompok; (5) siswa diberikan satu evaluasi/penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok; (6)siswa berbagi kepemimpinan dan memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar, dan (7) setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Adapun Fathurrohman (2015: 49) berpendapat bahwa unsur-unsur pembelajaran kooperatif saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya, sebagai berikut: (1) saling ketergantungan positif (positive interdependence), setiap siswa dalam kelompok mempunyai perasaan saling membutuhkan dalam memecahkan masalah pada pembelajaran yang sedang dipelajari; (2) akuntabilitas individual (individual accountability), setiap siswa bertanggung jawab akan tugas yang diembannya, (3) interaksi promotif (promotive interaction), menuntut semua anggota kelompok belajar bertatap muka sehingga dapat berdialog untuk memudahkan dalam belajar bersama, (4) keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small group skill), setiap siswa dibekali berbagai keterampilan seperti kepemimpinan, membangun kepercayaan, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan manajemen konflik, dan (5) proses kelompok (group processing), tiap anggota kelompok mengevaluasi sejauhmana mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama. Sependapat dengan pendapat di atas, Roger dan Johnson dalam Suprijono (2012: 58) juga menyebutkan lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yaitu (1) positive interdependence (saling ketergantungan); (2) personal responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face 24 promotive interaction (interaksi promotif); (4) interpersonal skill (komunikasi antaranggota), dan (5) group processing (pemrosesan kelompok). Menurut Sujarwo terdapat tujuh unsur-usur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut (1) peserta didik dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama; (2) peserta didik bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya; (3) peserta didik haruslah melihat semua anggoa di dalam kelompoknya memiliki tujaun yang sama; (4) peserta didik haruslah membagi tugas dan tanggunng jawab yang sama di antara kelompoknya; (5) peserta didik akan diberikan hadiah/evaluasi yang dikenakan pada anggota kelompok; (6) peserta didik berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan (7) peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsurunsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) setiap siswa bertanggung jawab secara perseorangan dan kelompok; (2) setiap anggota kelompok memiliki tujuan yang sama; (3) memperoleh berbagai keterampilan seperti kerja sama, kepemimpinan, berkomunikasi, dll; (4) saling memiliki ketergantungan yang positif, dan (5) pemrosesan kelompok. e. Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif memiliki langkah-langkah yang sistematis. Sugiyanto (2009: 6) menyebutkan ada lima tahapan dalam pembelajaran kooperatif yaitu (1) mengklarifikasi tujuan dan estlablishing set; (2) mempresentasikan informasi atau mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar; (3) membantu kerja kelompok belajar; (4) mengujikan berbagai materi, dan (6) memberikan pengakuan. Sedangkan menurut Hartono (2013: 110) ada beberapa langkah untuk memulai proses pemebelajaran kooperatif, mulai dari menjelaskan materi, 25 membuat siswa belajar dalam kelompok, membuat penilaian, dan memberikan penghargaan. Berbeda dengan Suyadi (2013: 70) yang mengungkapkan tahapan pelaksanaan cooperative learning yaitu (1) menyampaikan tujuan dan motivasi peserta didik; (2) menyajikan informasi; (3) mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar; (4) membimbing kelompok bekerja dan belajar; (5) evaluasi, dan (6) memberikan penghargaan. Shoimin (2014: 46) menyebutkan tahapan pembelajaran kooperatif yang tersaji dalam tabel 2.2 sebagai berikut: Tabel. 2.2 Tahapan Pembelajaran Kooperatif FASE-FASE AKTIVITAS GURU Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin Menyampaikan tujuan dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi dan memotivasi siswa siswa belajar Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan Menyajikan informasi jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Mengorgnisasikan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana siswa ke dalam caranya membentuk kelompok belajar dan kelompok-kelompok membantu setiap kelompok agar melakukan belajar transisi secara efisien Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar belajar dan bekerja pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik Memberikan upaya maupun hasil belajar individu dan penghargaan kelompok (Sumber Shoimin, 2014: 46) Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model kooperatif terdiri dari 6 tahapan yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan motivasi peserta didik; (2) menyajikan informasi; (3) mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar; (4) membimbing kelompok bekerja dan belajar; (5) evaluasi, dan (6) memberikan penghargaan. 26 f. Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif Slavin dalam Sujarwo (2011: 102) menyebutkan lima model pembelajaran kooperatif yaitu 1) Student Teams-Achievement Divisions (STAD); 2) Team Game Tournaments (TGT); 3) Jigsaw; 4) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), dan 5) Team Accelerated Instruction (TAI). Dalam penelitian ini, peneliti membatasi diri pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) untuk menerapkan keterampilan menulis pantun. g. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Pembelajaran CIRC dikembangkan pertama kali oleh Stevens, dkk pada tahun 1987. Model pembelajaran ini dirancang khusus untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa khususnya pembelajaran membaca dan menulis. Dari dahulu hingga sekarang model pembelajaran CIRC terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga sekolah menengah. 1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Menurut Slavin dalam Rukayah (2012: 23) model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah sebuah program yang komprehensif untuk mengajarkan pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar. Dalam pembelajaran CIRC, setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas, sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar yang lama (Huda, 2014: 221). Berdasarkan pendapat di atas dapat diuraikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) merupakan suatu pembelajaran secara berkelompok yang 27 mana mengajarkan pembelajaran yang terpadu antara pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa. Durukan (2011: 103) memaparkan bahwa “Cooperative integrated reading and composition (CIRC) technique, one of the learning techniques based on cooperation, is designed to develop reading, writing and other language skills in the upper grades of primary education”. Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) merupakan salah satu teknik pembelajaran berbasis kerjasama yang dirancang untuk mengembangkan membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya pada kelas tinggi di sekolah dasar. Sujarwo (2011: 107) mengemukakan bahwa membaca dan menyusun kalimat terpadu adalah program pembelajaran lengkap untuk membaca dan menulis pada tataran kelas atas di lembaga pendidikan dasar maupun lembaga pendidikan menengah pertama (SMP). Shoimin (2014: 51) mengemukakan terjemahan bebas dari CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara kelompok. Model CIRC merupakan model pembelajaran khusus mata pelajaran bahasa dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran, atau tema sebuah wacana. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting. Senada dengan hal tersebut, Steven dan Slavin dalam Tampubolon (2014: 104) mengungkapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah metode kooperatif terpadu yang membaca dan menulis wacana atau topik pembelajaran. 28 Fathurrohman (2015: 79) juga mengemukakan pendapatnya tentang model pembelajaran CIRC sebagai berikut: Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya, baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar. CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut kelompok membaca berbasis keterampilan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model CIRC adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang merupakan komposisi terpadu antara membaca, menulis, dan seni berbahasa secara berkelompok guna memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas sehingga terbentuk pemahaman dan penngalaman belajar yang lama. 2) Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Menurut Shoimin (2014: 52) langkah-langkah model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen; (2) guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas; (4) mempresentasikan/membacakan hasil kelompok; (5) guru dan siswa membuat kesimpulan bersama, dan (6) penutup. Senada dengan pendapat di atas, Stevens, dkk dalam Huda (2014: 222) mengemukakan langkah-langkah model CIRC sebagai berikut: (1) guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 siswa; (2) guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran; (3) siswa saling bekerja sama membacakan dan menemukan ide pokok kemudian memberikan tanggapan terhadap wacana yang ditulis pada lembar kertas; (4) siswa mempresentasikan/membacakan hasil diskusi 29 kelompok; (5) guru memberikan penguatan (reinforcement), dan (6) guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan Adapun Rukayah (2012: 23-25) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) yaitu (1) guru bersama siswa membahas secara singkat langkah kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, kemudian guru bersama siswa membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan empat siswa; (2) guru memberikan wacana dengan lembar kerja sebagai topik pembelajaran; (3) siswa dalam kelompok saling bekerja sama menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana dalam bentuk tertulis, usaha untuk memecahkan masalah, akhir dari pemecahan masalah, sesuai lembar kerja yang diberikan guru; (4) siswa melalui perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya; (5) guru bersama siswa membuat kesimpulan; (6) evaluasi (hasil pekerjaan siswa diedit silang antaranggota tim kooperatif), dan (7) penutup. Tampubolon (2014: 104) juga menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) sebagai berikut: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang heterogen; (2) pendidik memberikan wacana/klipping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) peserta didik saling bekerja sama membacakan dan menemukan ide pokok serta memberi tanggapan terhadap wacana/klipping dan ditulis pada lembar kertas (4) mempresentasikan/membacakan hasil kelompok, dan (5) pendidik bersama peserta didik membuat kesimpulan dan penutup. Sedangkan Sujarwo menyebutkan enam langkah-langkah pda model CIRC yaitu (1) pemilihan topik; (2) perencanaan kerjasama, (3) implementasi; (4) analisis dan sintesis; (5) presentasi hasil akhir, dan (6) evaluasi. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pada pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah (1) 30 membentuk kelompok yang anggotanya 4 siswa yang heterogen; (2) guru memberikan wacana atau materi sesuai pembelajaran yang diajarkan; (3) siswa bekerja sama menemukan ide dan memecahkan masalah yang ditemui dalam pembelajaran tersebut; (4) siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya; (5) guru bersama siswa membuat kesimpulan; (6) evaluasi, dan (7) penutup. 3) Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) a) Kelebihan Setiap model pembelajaran tentu ada kelemahan dan kelebihannya. Shoimin (2014: 54) mengemukakan enam kelebihan dari model kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) yaitu: (1) CIRC sangat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah; (2) dominasi guru dalam pembelajaran berkurang; (3) siswa termotivasi pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok; (4) siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya; (5) membantu siswa yang lemah, dan (6) meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah. Menurut Saifulloh dalam Huda (2014: 221) kelebihan dari model CIRC antara lain: 1) pengalaman dan kegiatan belajar siswa akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak; 2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) seluruh kegiatan lebih bermakna bagi siswa sehingga hasil belajar siswa akan dapat bertahan lebih lama; 4) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan siswa; 6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa ke 31 arah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna; 7) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkembangkan interaksi sosial siswa, dan 8) membangkitkan motivasi belajar serta memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah 1) motivasi siswa dalam pembelajaran menjadi meningkat; 2) pembelajaran menjadi bermakna dan hasil belajar siswa dapat bertahan lama; 3) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa; 4) siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya, dan 5) membantu siswa yang lemah. b) Kelemahan Shoimin (2014 : 54) mengemukakan bahwa model pembelajaran CIRC hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa sehingga tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran, seperti matematika, fisika, kimia, dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung. 4) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Pantun Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan menulis pantun. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah model pembelajaran yang dirancang khusus untuk pembelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC mengintegrasikan antara pembelajaran membaca dan menulis menjadi pembelajaran yang terpadu sehingga tepat digunakan dalam pembelajaran menulis pantun. Selain itu 32 siswa juga diajak belajar bersama dan berdiskusi dengan kelompok. Dengan berkelompok, maka siswa dapat saling memberikan ide dan mengemukakan pendapatnya dalam kelompok dan saling mengoreksi pekerjaan antaranggota kelompoknya. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dalam pembelajaran menulis pantun adalah sebagai berikut: (1) guru membentuk kelompok secara heterogen dengan jumlah 4-5 siswa; (2) guru memberikan teks bacaan sesuai topik pembelajaran; (3) siswa belajar bersama dan bekerjasama dalam kegiatan kelompok; (4) siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok; (5) guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS); (6) siswa mengerjakan LKS secara individu; (7) hasil pekerjaan siswa diedit silang antaranggota kelompoknya; (8) guru memberikan penguatan dan membuat kesimpulan bersama siswa, dan (9) guru menutup pembelajaran. 3. Penelitian yang Relevan Adapun penelitian yang relevan yang dapat dijadikan dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yaitu: 1. Penelitian Rahmatyas Reana Mardiningsih (2013) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk Meningkatkan Kemampuan Menemukan Kalimat Utama dalam Paragraf (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV SD Negeri 02 Paseban Jumapolo Karanganyar). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dalam pembelajaran menemukan kalimat utama dalam paragraf dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase keberhasilan ketuntasan klasikal pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II dari 17 siswa. Adanya persentase peningkatan ketuntasan belajar pada kemampuan menemukan kalimat utama dalam paragraf dari 40,06% pada kondisi awal menjadi 70,59% pada siklus I dan 100% pada siklus II. Persamaan penelitian ini dengan penelitian milik Rahmatyas Reana 33 Mardiningsih adalah pada variabel bebasnya yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Perbedaannya terletak pada variabel terikat yaitu kemampuan menemukan kalimat utama dalam paragraf pada penelitian Rahmatyas, sedangkan dalam penelitian ini yaitu keterampilan menulis pantun. 2. Novita Nurcahyati (2014), dengan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Pantun (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2013/ 2014)”. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2013/ 2014. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2013/ 2014 yang berjumlah 24 siswa.pada kegiatan prasiklus hanya 37,5% atau 9 siswa yang nilainya di atas KKM, selebihnya 62,5% belum mencapai KKM yang ditetapkan. Hasil kemampuan menulis pantun siklus I diperoleh rerata kelas sebesar 71,5 dengan persentase ketuntasan sebesar 66,67% atau sebanyak 15 siswa. Pada siklus II diperoleh rerata kelas sebesar 86,58 dengan persentase ketuntasan sebesar 95,8% atau sebanyak 23 siswa. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang akan penulis laksanakan yaitu sama-sama meningkatkan keterampilan menulis pantun. Hanya saja perbedaannya terdapat pada tindakannya yaitu penulis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV SDN I Jatimulyo tahun ajaran 2015/2016. 3. Putri Dyah Wulandari (2015) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Menulis Pantun melalui Model Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray pada Siswa Kelas IV SD Negeri Pajang II No. 117 Laweyan Tahun Ajaran 2014/2015”. Hasil penelitian Putri menyimpulkan bahwa model kooperatif 34 tipe two stay two stray dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan kualitas hasil pembelajaran menulis pantun. Hal ini dapat dilihat pada rerata kelas dan ketuntasan belajar klasikal dalam setiap siklusnya. Dari 32 siswa, pada kegiatan prasiklus hanya 31,25% yang nilainya di atas KKM, selebihnya sebesar 68,75% belum mencapai KKM yang ditetapkan. Hasil kemampuan menulis pantun siklus I ditunjukkan dengan persentase ketuntasan sebesar 75% dan pada siklus II sebesar 93,75%. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang menulis pantun. Namun perbedaannya yaitu penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran kooperati tipe two stay two stray sedangkan penelitian penulis menggunakan modelpembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). 4. Penelitian Laela Rahmawati (2015) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dalam Peningkatan Keterampilan Membaca Siswa Kelas IV SDN 2 Ngasinan Tahun Ajaran 2014/2015”. Dalam penelitian Laela disimpulkan bahwa adanya peningkatan keterampilan membaca melalui model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan rata-rata kelas pada siklus I 74,56% dan pada siklus II 75,83 serta pada siklus III 82,00. Adanya persentase peningkatan ketuntasan belajar pada keterampilan membaca dari 84,62% pada siklus I menjadi 87,99% pada siklus II dan 92,16% pada siklus III. Persamaan penelitian ini dengan penelitian milik Laela adalah pada variabel bebasnya yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Perbedaannya terletak pada variabel terikat yaitu keterampilan membaca pada penelitian Laela, sedangkan dalam penelitian ini yaitu keterampilan menulis pantun. B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan sintesis tentang hubungan antarvariabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Suwandi, 2009: 52). 35 Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antarvariabel yang akan diteliti. Pada kondisi awal, keterampilan menulis pantun siswa kelas IV SDN I Jatimulyo masih rendah, terbukti hanya 18,18 % atau 4 siswa dari 22 siswa yang nilainya tuntas dengan KKM yaitu 70. Hal tersebut disebabkan karena siswa menganggap menulis pantun adalah pelajaran yang sulit dikarenakan siswa harus membuat sampiran kemudian isi yang tidak berkaitan, siswa juga belum paham perbedaan antara puisi dengan pantun, penguasaan kosa kata yang dimiliki siswa kurang dikarenakan siswa tidak suka membaca, saat menulis pantun siswa hanya mencontoh dari buku, metode yang digunakan guru adalah model pembelajaran konvensional sehingga siswa merasa jenuh dan tidak tertarik terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna. Berdasarkan kondisi awal tersebut, maka tindakan yang diperlukan adalah mencari alternatif yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya adalah penggunaan model pembelajaran inovatif yang akan membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Model kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) sesuai diterapkan untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV. Proses pembelajaran keterampilan menulis pantun menggunakan model kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) pada siswa kelas IV bertujuan untuk mengajarkan siswa memahami konsep menulis pantun dengan membaca dan belajar bersama dengan kelompoknya sehingga nantinya siswa dapat menulis pantun dengan baik dan benar. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: (1) guru membentuk kelompok secara heterogen dengan jumlah 4-5 siswa; (2) guru memberikan teks bacaan sesuai topik pembelajaran; (3) siswa belajar bersama dan bekerjasama dalam kegiatan kelompok; (4) siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok; (5) guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS); (6) siswa mengerjakan LKS secara individu; (7) hasil pekerjaan siswa diedit silang antaranggota kelompoknya; (8) 36 guru memberikan penguatan dan membuat kesimpulan bersama siswa; (9) guru menutup pembelajaran Pada penelitian ini dilaksanakan 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Adapun materi yang akan diajarkan pada penelitian ini berkaitan dengan materi menulis pantun siswa kelas IV SD semester 2. Untuk memperjelas kerangka berpikir di atas, berikut peneliti gambarkan skema pada gambar 2.1 di bawah ini: 37 Keterampilan menulis Kondisi awal Guru menggunakan pantun siswa SDN I model pembelajaran Jatimulyo tahhun ajaran konvensional dalam 2015/2016 rendah dan pembelajaran menulis pembelajaran menjadi pantun kurang bermakna Siklus I Tindakan Menggunakan model 1. Perencanaan pembelajaran 2. Pelaksanaan kooperatif tipe CIRC 3. Pengamatan (Cooperative 4. Refleksi Integrated Reading Siklus II and Composition) 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Pengamatan Melalui model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dapat meningkatkan Kondisi akhir keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV SDN I Jatimulyo Klaten Tahun Ajaran 2015/2016 Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 4. Refleksi 38 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian yang peneliti rumuskan adalah 1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dengan langkah-langkah yang dapat meningkatkan kualitas proses keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV SDN 1 Jatimulyo Klaten Tahun Ajaran 2015/2016. 2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dapat meningkatkan keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV SDN 1 Jatimulyo Klaten Tahun Ajaran 2015/2016.