9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Keterampilan Menulis Pantun
a. Pengertian Keterampilan
Setiap orang memiliki keterampilan yang merupakan suatu talenta dari
Yang Maha Kuasa. Sukmadinata dan Syaodih (2012: 184) mengemukakan
kemampuan seseorang dalam menerapkan atau menggunakan pengetahuan
yang dikuasainya dalam sesuatu bidang kehidupan disebut kecakapan atau
keterampilan (skill).
Adapun Syah (2010: 117) mengemukakan pendapatnya bahwa:
Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat syaraf dan
otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan
jasmaniah, seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya.
Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan
koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan
demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi
dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.
Gordon dalam Sanjaya (2009: 52) juga mengemukakan pendapatnya
bahwa keterampilan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk
melakukan tugas yang dibebankan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
dijelaskan bahwa dengan keterampilan seseorang dapat melaksanakan tugas
yang diberikan kepadanya dengan baik.
Selain itu Kaptan dalam Hotaman (2008: 41) berpendapat “the skill is
explained as proficiency, ability, and the proficiency of doing something or the
capability of doing a work or activity appropriately”. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa keterampilan adalah kecakapan, kemampuan,
dan kepandaian melakukan sesuatu atau kemampuan melakukan pekerjaan
atau kegiatan secara tepat.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa keterampilan adalah kemampuan
dalam
menggunakan
pengetahuan dan nalar untuk melakukan pola-pola tingkah laku yang
9
10
berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot sehingga dapat melakukan
pekerjaan dengan cepat dan benar.
b. Pengertian Menulis
Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu tulisan atau
informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menurut Santosa
(2009: 6.14) menulis merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
menghasilkan sebuah tulisan. Rukayah (2013: 6) mengemukakan menulis
adalah kecakapan seseorang dalam menyampaikan pesan melalui lambanglambang grafik baik dalam bentuk formal maupun non formal, sehingga pesan
yang disampaikan dapat dimengerti maksud dan maknanya.
Sedangkan menurut Slamet, Waluyo, dan Suyanto (2014: 3) menulis
merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa
tulis untuk memberi tahu, meyakinkan, dan menghibur. Jadi untuk
menghasilkan tulisan yang baik, penulis dituntut memiliki kemampuan
berbahasa yang baik.
Lebih lanjut Abidin (2013: 181) mengungkapkan menulis adalah sebuah
proses berkomunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan
pembacanya. Menulis merupakan sebuah proses melalui berbagai tahapan.
Tahapan itu terbentang dari tahap pemerolehan ide, pengolahan ide hingga
pemroduksian ide.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan
kemampuan seseorang menuangkan gagasannya dalam bentuk bahasa tulis
melalui lambang-lambang grafik baik dalam bentuk formal maupun informal
sehingga dapat digunakan untuk berkomunikasi antara penulis dengan
pembacanya secara tidak langsung. Untuk menghasilkan sebuah tulisan,
tahapan yang harus dilalui penulis adalah dari tahap pemerolehan ide,
pengolahan ide, hingga pemroduksian ide.
c. Tujuan Menulis
Menulis merupakan kegiatan yang sangat penting bagi kehidupan. Hal
ini tidak terlepas dari tujuan menulis itu sendiri. Menurut Abidin (2012: 187)
11
mengemukakan tiga tujuan utama pembelajaran menulis yang dilaksanakan
oleh guru. Ketiga tujuan tersebut adalah (1) menumbuhkan kecintaan menulis
pada diri siswa; (2) mengembangkan kemampuan menulis, dan (3) membina
jiwa kreativitas para siswa untuk menulis. Ketiga tujuan tersebut merupakan
tujuan minimal yang harus dicapai siswa melalui proses pembelajaran menulis
yang dialaminya.
Sedangkan tujuan penulisan sesuatu tulisan Hartig dalam Tarigan (2008:
25) merangkumnya sebagai berikut: (1) assignment purpose (tujuan
penugasan), penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan
sendiri; (2) altruistic purpose (tujuan altrulistik), tujuan penulisan untuk
menyenangkan pembaca, menghilangkan kedukaan pembaca, menolong
pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat
hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan tulisan itu; (3)
persuasive purpose (tujuan persuasif), tulisan yang bertujuan meyakinkan para
pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan; (4) informational purpose
(tujuan informasional, tujuan penerangan), tulisan yang bertujuan memberi
informasi atau keterangan/penerangan kepada pembaca; (5) self-expressive
purpose (tujuan pernyataan diri), tulisan yang bertujuan atau memperkenalkan
atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca; (6) creative purpose
(tujuan kreatif), tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai
kesenian, dan (7) problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah),
dalam tulisan seperti ini, penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
menulis adalah memberikan informasi, memperkenalkan diri, mempengaruhi,
memecahkan masalah, mengembangkan kreativitas bahkan menumbuhkan
kecintaan menulis pada diri seseorang tersebut.
d. Manfaat Menulis
Dari menulis banyak manfaat yang bisa diambil. Menurut Tarigan dalam
Rukayah (2013: 8) mengemukakan salah satu manfaat menulis adalah
penemuan diri. Tulisan membuat seseorang sadar akan kehidupan sebab
12
manakala menaruh pikiran-pikiran mengenai kehidupan dalam kata-kata maka
akan lebih sadar tentang kehidupan itu sendiri. Selanjutnya Slamet, Waluyo,
dan Suyanto (2014: 7) mengemukakan banyak manfaat yang dapat dipetik dari
menulis seperti (1) peningkatan kecerdasan; (2) pengembangan daya inisiatif
dan kreativitas; (3) penumbuhan keberanian, dan (4) pendorong kemauan dan
kemampuan mengumpulkan informasi.
Sedangkan menurut Sabarti Akhaidah, dkk dalam Saddhono dan Slamet
(2013: 157) mendeskripsikan manfaat dari kegiatan menulis yaitu (1) dapat
mengenali kemampuan dan potensi pribadi yang berkaitan dengan
permasalahan
yang sedang ditulis;
(2) dapat
mengembangkan
dan
menghubung-hubungkan beberapa gagasan atau pemikiran; (3) dapat
memperluas wawasan dan kemampuan berpikir baik dalam bentuk teoritis
maupun dalam bentuk pikiran terapan; (4) dapat menjelaskan dan
mempertegas permasalahan yang kabur; (5) dapat menilai gagasan sendiri
secara objektif; (6) dapat memotivasi diri untuk belajar dan membaca lebih
giat, dan (7) dapat membiasakan diri untuk berpikir dan berbahasa secara
tertib.
Berdasarkan
pendapat
beberapa
pendapat
ahli
tersebut,
dapat
disintesiskan bahwa manfaat dari menulis adalah sebagai alat penemuan diri,
dapat mengembangkan kreativitas, memperluas wawasan, dan dapat
memotivasi diri untuk belajar, berpikir, dan berbahasa secara tertib.
e. Pengertian Pantun
Pantun merupakan jenis puisi lama asli Indonesia. Pantun di berbagai
daerah ada dengan sebutan/istilah yang berbeda. Menurut Sunarti dalam
Maulina (2012: 3), orang Jawa menyebut pantun dengan sebutan parikan,
orang Sunda menyebutnya sisindiran atau susualan, orang Mandailing
menyebutnya ende-ende, orang Aceh menyebutnya rejong atau boligoni,
sementara orang Melayu, Minang, dan Banjar menyebutnya pantun. Pantun
tersebar di seluruh daerah Indonesia meskipun setiap daerah memiliki nama
sebutan masing-masing. Pantun adalah salah satu jenis puisi lama dan salah
13
satu kebudayaan khas masyarakat Melayu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Winarni (2014: 10) bahwa pantun merupakan puisi asli Indonesia (Melayu).
Sejalan dengan hal tersebut, Fatih (2008: 19) juga mengemukakan bahwa
pantun termasuk karya sastra lisan sebelum bangsa Indonesia menerima
pengaruh kesusastraan asing.
Bertolak belakang dengan pendapat di atas, Kosasih (2012: 15)
mengemukakan bahwa pantun merupakan sajak percintaan yang sering
dibacakan pada waktu perayaan pernikahan. Sedangkan Emzir dan Rohman
(2015: 238) berpendapat pantun adalah puisi lama yang terikat oleh syaratsyarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, persajakan, dan isi).
Hassan, Che Mat, dan Ali (2012: 503) mengemukakan “pantuns, this
term refers to an epigrammatic stanza or a poetic sentence, consisting of four
short lines rhyming alternately, in which the thought is expressed by
comparison or allusion”. Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa
pengertian pantun mengacu pada bait pendek atau kalimat puitis, yang terdiri
dari empat baris pendek berirama silang yang mengungkapkan perbandingan
atau kiasan.
Pantun memiliki beberapa ciri struktur yang khas yaitu: (1) setiap untai
terdiri dari empat baris; (2) larik pertama dan kedua tidak ada hubungannya
dengan larik ketiga dan keempat; (3) larik pertama dan kedua disebut
sampiran yang fungsinya sebagai pemadan belaka bagi larik ketiga dan
keempat. Larik sampiran ini mengandung tenaga penghimbau bagi pendengar
atau pembaca untuk segera mendengar atau membaca larik ketiga dan
keempat. Pada larik ketiga dan keempat tersirat makna, tujuan, dan tema
pantun; (4) suku kata setiap larik terdiri dari sembilan sampai sepuluh suku
kata, dan (5) memiliki sajak akhir dengan sajak silang (Fatih, 2008: 20).
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pantun
adalah puisi lama asli Indonesia yang terdiri dari empat baris, bersajak silang,
larik pertama dan kedua adalah sampiran sedangkan larik ketiga dan keempat
adalah isi, dan setiap larik terdiri dari 8-12 suku kata.
14
f. Jenis-jenis Pantun
Winarni (2014: 11) membedakan jenis pantun menjadi 3 jenis, yaitu:
menurut isinya pantun dibedakan: (1) pantun bersuka cita, berduka cita; (2)
pantun dagang/nasib, jenaka, teka-teki; (3) pantun berkenalan, berkasihan,
perceraian; (4) pantun beriba hati, agama, dan nasihat, serta (5) pantun adat.
Menurut bentuknya, pantun dibedakan menjadi pantun kilat, biasa atau empat
seuntai, pantun enam seuntai atau lebih, pantun berkait, pantun modern.
Sedangkan menurut pemakainya, pantun dibedakan menjadi pantun anakanak, pantun orang muda, dan pantun orang tua.
Menurut Emzir dan Rohman (2015: 239) membagi pantun berdasarkan
bentuk atau jumlah-jumlah tiap baris, yaitu: (1) pantun biasa, yaitu pantun
yang terdiri dari empat baris tiap bait; (2) pantun kilat/karmina, yaitu pantun
yang hanya tersusun dari dua baris; (3) pantun berkait, yaitu pantun yang
tersusun secara berangkai dan saling mengait antara bait pertama dan
berikutnya; (4) talibun, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tetapi selalu
genap jumlahnya, dan (5) seloka, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris
tetapi persajakannya datar (a-a-a-a).
Fatih (2008: 20) juga mengemukakan bahwa menurut tipe bentuknya
pantun dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu; (1) karmina atau pantun dua
larik; (2) pantun atau pantun empat larik, dan (3) talibun atau pantun yang
berlarik lebih dari empat tetapi selalu dalam jumlah genap.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pantun dapat
dibedakan berdasarkan isinya: (1) pantun bersuka cita, berduka cita; (2)
pantun dagang/nasib, jenaka, teka-teki; (3) pantun berkenalan, berkasihan,
perceraian; (4) pantun beriba hati, agama, dan nasihat, serta (5) pantun adat;
menurut bentuknya, pantun dibedakan menjadi pantun kilat, biasa atau empat
seuntai, pantun enam seuntai atau lebih, pantun berkait, pantun modern; dan
menurut pemakainya, pantun dibedakan menjadi pantun anak-anak, pantun
orang muda, dan pantun orang tua. Yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pantun anak-anak yang merupakan pantun biasa atau empat seuntai.
15
g. Keterampilan Menulis Pantun
Berdasarkan pengertian tentang keterampilan, pengertian tentang
menulis, dan pengertian tentang pantun maka dapat ditarik benang merah yang
menghubungkan
keterampilan
ketiganya,
menulis
sehingga
pantun.
diperoleh
Keterampilan
pengertian
menulis
pantun
tentang
adalah
kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dan nalar dan
menuangkan gagasannya dalam bentuk bahasa tulis sesuai dengan syaratsyarat pantun. Syarat-syarat menulis pantun tersebut adalah 1) terdiri dari
empat baris; 2) setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata; 3) baris pertama dan
kedua disebut sampiran; 4) baris ketiga dan keempat disebut isi, dan 5)
bersajak silang.
h. Pembelajaran Menulis Pantun Di Kelas IV Sekolah Dasar
Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat penting.
Pembelajaran bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas
yang dilakukan siswa untuk mencapai keterampilan berbahasa tertentu.
Pembelajaran sastra pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar
adalah pembelajaran sastra anak.
Rukayah (2012: 3) berpendapat bahwa sastra anak adalah karya yang
menggunakan media bahasa baik lisan maupun tertulis, yang berbentuk puisi,
prosa maupun drama, yang ditulis oleh orang dewasa, remaja, maupun anakanak, yang secara khusus diperuntukkan pada anak-anak sehingga dapat
dipahami anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak.
Jadi dapat disimpulkan dari pendapat di atas, bahwa isi sastra anak
sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik anak. Seperti menggambarkan
pengalaman, pemahaman, dan perasaan anak yang khas anak-anak. Jadi
pembuatan sastra anak tersebut memang sengaja ditujukan untuk anak-anak.
Pantun adalah salah satu jenis sastra yang diajarkan pada jenjang
sekolah dasar yaitu kelas IV semester 2. Hal tersebut tercantum dalam silabus
bahasa Indonesia kelas IV sekolah dasar. Berikut ini adalah rincian materi
pantun yang diajarkan di kelas IV semester 2:
16
Tabel 2. 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV Semester 2
Standar Kompetensi
Kompensi Dasar
8.
Mengungkapkan
pikiran, 8.3 Membuat pantun anak yang menarik
perasaan dan informasi secara tentang berbagai tema (persahabatan,
tertulis dalam bentuk karangan, ketekunan, kepatuhan, dan lain-lain)
pengumuman dan pantun anak.
sesuai dengan ciri-ciri pantun.
(Silabus Bahasa Indonesia Kelas IV Sekolah Dasar)
Sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, maka
indikator yang dicapai dalam penelitian ini antara lain adalah: 1)
mendeskripsikan ciri-ciri pantun; 2) menyusun pantun acak; 3) melengkapi
pantun rumpang; 4) membuat sampiran atau isi pantun; 5) membuat pantun
dengan bantuan gambar, dan 6) membuat pantun sesuai tema yang telah
ditentukan.
i. Penilaian Keterampilan Menulis Pantun
Penilaian merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari
kegiatan pembelajaran. Tanpa mengadakan suatu penilaian berarti tidak
mungkin dapat menilai dan melaporkan hasil pembelajaran peserta didik
secara objektif. Menurut Rukayah (2012: 120) kriteria menulis pantun dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu skor soal A, skor soal B, dan skor soal C.
Skor soal A merupakan penilaian untuk baris 1 dan baris 2 pantun atau
biasa disebut dengan sampiran. Aspek yang diamati dalam penilaian ini yaitu:
(1) keterkaiatan antara baris 1 dan 2 dengan skor maksimal 10; (2) kesesuaian
sajak/irama dengan skor maksimal 5; (3) gaya bahasa dengan skor maksimal
15, dan (4) kesesuaian tulisan dengan syarat-syarat menulis pantun dengan
skor maksimal 10. Total skor maksimal pada skor soal A adalah 40.
Skor soal B merupakan penilaian untuk baris 3 dan 4 atau isi pantun.
Aspek yang diamati dalam penilaian ini adalah (1) keterkaitan antara baris 3
dan 4 dengan skor maksimal 10; (2) kesesuaian sajak/irama dengan skor
maksimal 5; (3) isi pantun dengan skor maksimal 20; (4) gaya bahasa dengan
skor maksimal 15, dan (5) kesesuaian tulisan dengan syarat-syarat menulis
pantun dengan skor maksimal 10. Total skor maksimal pada skor soal B
adalah 60.
17
Skor soal C merupakan evaluasi membuat pantun dengan penilaian
untuk keseluruhan bait pantun yang aspek-aspeknya adalah gabungan dari
skor soal A dan skor soal B. Aspek yang diamati pada penilaian ini meliputi:
(1) jumlah baris sesuai syarat pantun dengan skor maksimal 5; (2) jumlah suku
kata tiap baris 8-12 suku kata dengan skor maksimal 5; (3) keterkaitan baris 1
dan 2 pada bagian sampiran dengan skor maksimal 15; (4) keterkaitan baris 3
dan 4 pada bagian isi dengan skor maksimal 15; (5) pola irama atau sajak
silang dengan skor maksimal 10; (6) isi pantun dengan skor maksimal 25, dan
(7) gaya bahasa dengan skor maksimal 25. Total skor maksimal pada skor soal
C adalah 100.
Dalam penelitian ini, penilaian dalam menulis pantun juga terdapat tujuh
aspek. Aspek yang diamati pada penilaian dalam penelitian ini adalah (1)
jumlah baris sesuai syarat pantun dengan skor maksimal 5; (2) jumlah suku
kata tiap baris 8-12 suku kata dengan skor maksimal 15; (3) katerkaitan baris 1
dan 2 pada bagian sampiran dengan skor maksimal 15; (4) keterkaitan baris 3
dan 4 pada bagian isi dengan skor maksimal 15; (5) pola irama atau sajak
silang dengan skor maksimal 15; (6) isi pantun dengan skor maksimal 20, dan
(7) gaya bahasa dengan skor maksimal 15. Total skor maksimal dalam
penilaian ini adalah 100. Skor tertinggi dari ketujuh aspek yang dinilai
tersebut adalah menulis isi pantun, karena dalam menulis pantun siswa
dituntut kreativitasnya dalam membuat pantun dari berbagai tema.
2. Hakikat Model Pembelajaran Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading
and Composition)
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Winataputra dalam
Sugiyanto (2009: 3) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
18
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran.
Menurut Suyadi (2013: 14) model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran. Berbeda dengan hal tersebut, Hanafiah dan Suhana (2012: 41)
mengemukakan model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam
rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun
generatif. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dengan adanya model
pembelajaran, guru mempunyai pendekatan kepada siswa guna mensiasati
perubahan perilaku peserta didik dalam pembelajaran.
Sejalan dengan hal tersebut, Suprijono (2014: 45) mengemukakan model
pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori
psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis
terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional
di kelas.
Joyce dan Weill dalam Huda (2014: 73) mendeskripsikan model
pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
kurikulum, mendesain materi-materi instruksional dan memadu proses
pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda.
Models of Teaching are really models of learning. As we helps students
acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means
of expressing themselves, we are also teaching them how to learn. In
fact the most important long term outcome of instruction may be the
students’ increased capabilities to learn more easily and effectively in
the future, both because of the knowledge and skills they have acquired
and because they have mastered learning processed (Joyce dan Weill
dalam Huda, 2014: 73)
Model-model pengajaran dirancang untuk tujuan-tujuan tertentu,
pengajaran konsep-konsep informasi, cara-cara berpikir, studi nilai-nilai
sosial, dan sebagainya dengan meminta siswa untuk terlibat aktif dalam tugastugas kognitif dan sosial tertentu.
19
Berdasarkan beberapa pengertian tentang model pembelajaran, dapat
disimpulkan
bahwa
model
pembelajaran
adalah
pedoman
dalam
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Dengan model
pembelajaran yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
akan dicapai.
b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Sugiyanto (2009: 37) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif
(Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sejalan dengan pendapat diatas,
Hartono (2013: 100) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran kooperatif
(Cooperative learning) adalah bentuk pengajaran yang membagi siswa dalam
beberapa kelompok yang bekerja sama antara satu siswa dengan lainnya untuk
memecahkan masalah. Model pembelajaran tersebut lebih akrab disebut
belajar kelompok. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diuraikan bahwasanya
model
pembelajaran
kooperatif
yaitu
model
pembelajaran
dengan
menggunakan kelompok kecil yang saling berinteraksi dan bertukar pikiran
untuk memecahkan suatu masalah.
Rukayah (2012: 15) menyatakan bahwa cooperative learning berasal
dari kata cooperative yang artinya mengerjakan secara bersama-sama dan
saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi
seluruh anggota kelompok. Jadi pembelajaran kooperatif didasarkan pada
keyakinan bahwa belajar akan lebih efektif jika siswa aktif terlibat dalam
berbagai ide dan bekerja kooperatif untuk menyelesaikan tugas-tugas
akademik. Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu
cooperative learning merupakan kelompok kecil dalam pembelajaran yang
saling menguntungkan antar anggotanya pada saat pembelajaran berlangsung.
Karena dengan pembelajaran secara berkelompok tersebut akan lebih efektif
20
dengan peran aktif siswa terlibat dalam menuangkan idenya dan bekerja
bersama kelompoknya menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Isjoni (2014: 16) berpendapat bahwa cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan
kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented),
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa
yang agresif dan tidak peduli dengan orang lain. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif dibentuk
kelompok-kelompok yang heterogen guna belajar bersama dan menumbuhkan
jiwa sosial siswa. Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Menurut Shoimin (2014: 45) model pembelajaran cooperative learning
adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama
saling membantu mengonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan. Agar
kelompok kohesif (kompak partisipatif), tiap anggota terdiri dari 4-5 orang,
heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan
meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sujarwo (2011: 101) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling
berkomunikasi dan bekerjasama serta berinteraksi dengan susunan dan
rancangan tugas yang dibuat oleh pendidik, sehingga tercipta kesempatan
munculnya aktivitas berupa kerjasama.
Adapun Felder dan Brent dalam Laguador (2014: 46) menyatakan “The
term cooperative learning (CL) refers to students working in teams on an
assignment or project under conditions in which certain criteria are satisfied,
including that the team members be held individually accountable for the
complete content of the assignment or project”. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu pada siswa
untuk bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas atau proyek dan
bertanggung jawab secara individu atas tugas yang diberikan kepadanya.
21
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan cara berkelompok dan
bekerjasama serta berinteraksi dengan kelompoknya untuk memecahkan
masalah dan mencapai tujuan bersama. Jadi dengan adanya model
pembelajaran tersebut secara tidak langsung siswa dapat belajar bekerjasama
dengan anggota kelompok serta bertanggung jawab dengan tugas yang
diberikan kepadanya dalam kelompok tersebut.
c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak perbedaan dengan model
pembelajaran yang lainnya. Pembelajaran kooperatif tidak hanya memacu
siswa mempunyai kemampuan dalam bidang akademik, tetapi secara lebih
jauh telah mengajarkan siswa bagaimana cara bekerjasama dengan siswa yang
lain, menerima kekurangan dan menimba kelebihan siswa yang lainnya.
Hartono (2013: 104-106) menyebutkan beberapa karakteristik mendasar
dari model pembelajaran kooperatif yaitu (1) pembelajaran secara tim; (2)
berlandaskan manajemen kooperatif; (3) hasrat bekerja sama, dan (4)
keterampilan bekerja sama. Sujarwo (2011: 108) juga menyebutkan empat
karakteristik dari pembelajaran kooperatif yaitu (1) peserta didik bekera dalam
kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2)
kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah, (3) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, (4) penghargaan lebih berorientasi
kelompok daripada individu.
Lie dalam Sugiyanto (2009: 40) menyebutkan elemen-elemen dalam
pembelajaran kooperatif yaitu (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi
tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin
hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan.
Beberapa ciri cooperative learning juga disebutkan oleh Isjoni (2014:
20) yaitu (1) setiap anggota memiliki peran; (2) terjadi hubungan interaksi
langsung diantara siswa; (3) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas
22
atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya; (4) guru membantu
mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (5)
guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Stahl dalam Taniredja, Faridli, dan Harmianto (2014: 59) juga
menyebutkan ciri-ciri dari model pembelajaran kooperatif sabagai berikut: (1)
belajar dengan teman; (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar
teman; (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok; (4)
belajar dari teman sendiri dalam kelompok; (5) belajar dalam kelompok kecil;
(6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat; (7) keputusan
tergantung dari mahasiswa sendiri, dan (8) mahasiswa aktif.
Tampubolon (2014: 92) mengemukakan beberapa ciri-ciri pembelajaran
kooperatif
yaitu
(1)
mendorong
peserta
didik
unruk
membangun
pengetahuannya secara bersama-sama di dalam kelompok; (2) mendorong
menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui
diskusi, eksperimen, dan observasi; (3) menafsirkan secara bersama-sama
untuk menemukan pengetahuan yang baru; (4) pengetahuan dibentuk bersama
dalam kelompok berdasarkan pengalaman belajar dan interaksinya dengan
lingkungan di dalam kelompok belajar; (5) mendorong memunculkan berbagai
sudut pandang terhadap materi atau masalah yang sama untuk dikonstruksi
pengetahuannya secara bersama, dan (6) model pembelajaran kooperatif
merupakan bagian dari model pembelajaran inovatif.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan karakteristik
dari pembelajaran kooperatif adalah belajar secara tim, membangun
pengetahuan bersama kelompok, medorong menemukan dan mengonstruksi
materi yang dipelajari melalui diskusi, eksperimen, dan observasi;
bekerjasama dan tanggung jawab terhadap teman-teman sekelompok, dan
saling berinteraksi antaranggota kelompok.
d. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif
Tidak semua model pembelajaran kerja kelompok dapat dianggap
sebagai model pembelajaran kooperatif. Terdapat unsur-unsur dalam model
23
pembelajaran kooperatif supaya dalam pembelajaran mencapai hasil yang
maksimal. Suyadi (2013: 71) menyebutkan 7 unsur dalam model pembelajaran
kooperatif yaitu sebagai berikut: (1) siswa harus memiliki persepsi bahwa
mereka “tenggelam atau berengang bersama”; (2) siswa harus bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri dan anggota kelompoknya dalam mempelajari
materi yang dihadapi; (3) memiliki tujuan yang sama; (4) siswa membagi
tugas dan berbagi tanggung jawab di antara anggota kelompok; (5) siswa
diberikan satu evaluasi/penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap
evaluasi kelompok; (6)siswa berbagi kepemimpinan dan memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar, dan (7) setiap siswa akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Adapun Fathurrohman (2015: 49) berpendapat bahwa unsur-unsur
pembelajaran kooperatif saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya,
sebagai berikut: (1) saling ketergantungan positif (positive interdependence),
setiap siswa dalam kelompok mempunyai perasaan saling membutuhkan
dalam memecahkan masalah pada pembelajaran yang sedang dipelajari; (2)
akuntabilitas individual (individual accountability), setiap siswa bertanggung
jawab akan tugas yang diembannya, (3) interaksi promotif (promotive
interaction), menuntut semua anggota kelompok belajar bertatap muka
sehingga dapat berdialog untuk memudahkan dalam belajar bersama, (4)
keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small
group
skill),
setiap
siswa
dibekali
berbagai
keterampilan
seperti
kepemimpinan, membangun kepercayaan, kemampuan berkomunikasi, dan
kemampuan manajemen konflik, dan (5) proses kelompok (group processing),
tiap anggota kelompok mengevaluasi sejauhmana mereka berinteraksi secara
efektif untuk mencapai tujuan bersama.
Sependapat dengan pendapat di atas, Roger dan Johnson dalam
Suprijono (2012: 58) juga menyebutkan lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif yaitu (1) positive interdependence (saling ketergantungan); (2)
personal responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face
24
promotive interaction (interaksi promotif); (4) interpersonal skill (komunikasi
antaranggota), dan (5) group processing (pemrosesan kelompok).
Menurut Sujarwo terdapat tujuh unsur-usur dasar pembelajaran
kooperatif sebagai berikut (1) peserta didik dalam kelompoknya haruslah
beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama; (2) peserta
didik bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya; (3)
peserta didik haruslah melihat semua anggoa di dalam kelompoknya memiliki
tujaun yang sama; (4) peserta didik haruslah membagi tugas dan tanggunng
jawab yang sama di antara kelompoknya; (5) peserta didik akan diberikan
hadiah/evaluasi yang dikenakan pada anggota kelompok; (6) peserta didik
berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama selama proses belajarnya, dan (7) peserta didik akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsurunsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) setiap siswa
bertanggung jawab secara perseorangan dan kelompok; (2) setiap anggota
kelompok memiliki tujuan yang sama; (3) memperoleh berbagai keterampilan
seperti kerja sama, kepemimpinan, berkomunikasi, dll; (4) saling memiliki
ketergantungan yang positif, dan (5) pemrosesan kelompok.
e. Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif memiliki langkah-langkah yang
sistematis. Sugiyanto (2009: 6) menyebutkan ada lima tahapan dalam
pembelajaran kooperatif yaitu (1) mengklarifikasi tujuan dan estlablishing set;
(2) mempresentasikan informasi atau mengorganisasikan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar; (3) membantu kerja kelompok belajar; (4)
mengujikan berbagai materi, dan (6) memberikan pengakuan.
Sedangkan menurut Hartono (2013: 110) ada beberapa langkah untuk
memulai proses pemebelajaran kooperatif, mulai dari menjelaskan materi,
25
membuat siswa belajar dalam kelompok, membuat penilaian, dan memberikan
penghargaan.
Berbeda dengan Suyadi (2013: 70) yang mengungkapkan tahapan
pelaksanaan cooperative learning yaitu (1) menyampaikan tujuan dan
motivasi peserta didik; (2) menyajikan informasi; (3) mengorganisasikan
peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar; (4) membimbing
kelompok bekerja dan belajar; (5) evaluasi, dan (6) memberikan penghargaan.
Shoimin (2014: 46) menyebutkan tahapan pembelajaran kooperatif yang
tersaji dalam tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel. 2.2 Tahapan Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE
AKTIVITAS GURU
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin
Menyampaikan tujuan
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
dan memotivasi siswa
siswa belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
Menyajikan informasi
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Mengorgnisasikan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
siswa
ke
dalam caranya membentuk kelompok belajar dan
kelompok-kelompok
membantu setiap kelompok agar melakukan
belajar
transisi secara efisien
Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
belajar dan bekerja
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Evaluasi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik
Memberikan
upaya maupun hasil belajar individu dan
penghargaan
kelompok
(Sumber Shoimin, 2014: 46)
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah model kooperatif terdiri dari 6 tahapan yaitu: (1)
menyampaikan tujuan dan motivasi peserta didik; (2) menyajikan informasi;
(3) mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar;
(4) membimbing kelompok bekerja dan belajar; (5) evaluasi, dan (6)
memberikan penghargaan.
26
f. Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif
Slavin dalam Sujarwo (2011: 102) menyebutkan lima model
pembelajaran kooperatif yaitu 1) Student Teams-Achievement Divisions
(STAD); 2) Team Game Tournaments (TGT); 3) Jigsaw; 4) Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC), dan 5) Team Accelerated
Instruction (TAI). Dalam penelitian ini, peneliti membatasi diri pada
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated
Reading and Composition) untuk menerapkan keterampilan menulis pantun.
g. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated
Reading and Composition)
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition).
Pembelajaran CIRC dikembangkan pertama kali oleh Stevens, dkk pada tahun
1987. Model pembelajaran ini dirancang khusus untuk diterapkan dalam
pembelajaran bahasa khususnya pembelajaran membaca dan menulis. Dari
dahulu hingga sekarang model pembelajaran CIRC terus mengalami
perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga sekolah menengah.
1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition)
Menurut Slavin dalam Rukayah (2012: 23) model pembelajaran
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah sebuah
program yang komprehensif untuk mengajarkan pelajaran membaca,
menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar.
Dalam pembelajaran CIRC, setiap siswa bertanggung jawab terhadap
tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide
untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas, sehingga
terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar yang lama (Huda, 2014:
221). Berdasarkan pendapat di atas dapat diuraikan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) merupakan suatu pembelajaran secara berkelompok yang
27
mana mengajarkan pembelajaran yang terpadu antara pelajaran membaca,
menulis, dan seni berbahasa.
Durukan (2011: 103) memaparkan bahwa “Cooperative integrated
reading and composition (CIRC) technique, one of the learning
techniques based on cooperation, is designed to develop reading,
writing and other language skills in the upper grades of primary
education”. Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa model
pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
merupakan salah satu teknik pembelajaran berbasis kerjasama yang
dirancang untuk mengembangkan membaca, menulis, dan keterampilan
bahasa lainnya pada kelas tinggi di sekolah dasar. Sujarwo (2011: 107)
mengemukakan bahwa membaca dan menyusun kalimat terpadu adalah
program pembelajaran lengkap untuk membaca dan menulis pada tataran
kelas atas di lembaga pendidikan dasar maupun lembaga pendidikan
menengah pertama (SMP).
Shoimin (2014: 51) mengemukakan terjemahan bebas dari CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah komposisi
terpadu membaca dan menulis secara kelompok. Model CIRC merupakan
model pembelajaran khusus mata pelajaran bahasa dalam rangka membaca
dan menemukan ide pokok, pokok pikiran, atau tema sebuah wacana.
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model
pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara
menyeluruh kemudian mengomposisikannya menjadi bagian-bagian yang
penting. Senada dengan hal tersebut, Steven dan Slavin dalam
Tampubolon (2014: 104) mengungkapkan model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC adalah metode kooperatif terpadu yang membaca dan menulis
wacana atau topik pembelajaran.
28
Fathurrohman (2015: 79) juga mengemukakan pendapatnya tentang
model pembelajaran CIRC sebagai berikut:
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated
Reading and Composition) adalah sebuah model pembelajaran yang
sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca,
menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya, baik
pada jenjang pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar. CIRC
dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran
tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut kelompok
membaca berbasis keterampilan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
model CIRC adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang merupakan
komposisi terpadu antara membaca, menulis, dan seni berbahasa secara
berkelompok guna memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas
sehingga terbentuk pemahaman dan penngalaman belajar yang lama.
2) Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition)
Menurut Shoimin (2014: 52) langkah-langkah model pembelajaran
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) adalah (1)
membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen;
(2) guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran;
(3) siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar
kertas; (4) mempresentasikan/membacakan hasil kelompok; (5) guru dan
siswa membuat kesimpulan bersama, dan (6) penutup.
Senada dengan pendapat di atas, Stevens, dkk dalam Huda (2014:
222) mengemukakan langkah-langkah model CIRC sebagai berikut: (1)
guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 4
siswa; (2) guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran; (3)
siswa saling bekerja sama membacakan dan menemukan ide pokok
kemudian memberikan tanggapan terhadap wacana yang ditulis pada
lembar kertas; (4) siswa mempresentasikan/membacakan hasil diskusi
29
kelompok; (5) guru memberikan penguatan (reinforcement), dan (6) guru
dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan
Adapun Rukayah (2012: 23-25) menyebutkan langkah-langkah
model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) yaitu (1) guru bersama siswa membahas secara singkat
langkah kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang akan dicapai
dalam pembelajaran, kemudian guru bersama siswa membentuk kelompok
heterogen yang beranggotakan empat siswa; (2) guru memberikan wacana
dengan lembar kerja sebagai topik pembelajaran; (3) siswa dalam
kelompok saling bekerja sama menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana dalam bentuk tertulis, usaha untuk
memecahkan masalah, akhir dari pemecahan masalah, sesuai lembar kerja
yang
diberikan
guru;
(4)
siswa
melalui
perwakilan
kelompok
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya; (5) guru bersama siswa
membuat kesimpulan; (6) evaluasi (hasil pekerjaan siswa diedit silang
antaranggota tim kooperatif), dan (7) penutup.
Tampubolon (2014: 104) juga menyebutkan langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) sebagai berikut: (1) membentuk kelompok yang anggotanya
4 orang yang heterogen; (2) pendidik memberikan wacana/klipping sesuai
dengan topik pembelajaran; (3) peserta didik saling bekerja sama
membacakan dan menemukan ide pokok serta memberi tanggapan
terhadap
wacana/klipping
dan
ditulis
pada
lembar
kertas
(4)
mempresentasikan/membacakan hasil kelompok, dan (5) pendidik
bersama peserta didik membuat kesimpulan dan penutup. Sedangkan
Sujarwo menyebutkan enam langkah-langkah pda model CIRC yaitu (1)
pemilihan topik; (2) perencanaan kerjasama, (3) implementasi; (4) analisis
dan sintesis; (5) presentasi hasil akhir, dan (6) evaluasi.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa langkah-langkah pada pembelajaran kooperatif tipe CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition)
adalah (1)
30
membentuk kelompok yang anggotanya 4 siswa yang heterogen; (2) guru
memberikan wacana atau materi sesuai pembelajaran yang diajarkan; (3)
siswa bekerja sama menemukan ide dan memecahkan masalah yang
ditemui dalam pembelajaran tersebut; (4) siswa mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya; (5) guru bersama siswa membuat kesimpulan; (6)
evaluasi, dan (7) penutup.
3) Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
a) Kelebihan
Setiap
model
pembelajaran
tentu
ada
kelemahan
dan
kelebihannya. Shoimin (2014: 54) mengemukakan enam kelebihan
dari model kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition)
yaitu: (1) CIRC sangat tepat untuk meningkatkan
keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah; (2)
dominasi guru dalam pembelajaran berkurang; (3) siswa termotivasi
pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok; (4) siswa dapat
memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya; (5)
membantu siswa yang lemah, dan (6) meningkatkan hasil belajar
khususnya dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan
masalah.
Menurut Saifulloh dalam Huda (2014: 221) kelebihan dari model
CIRC antara lain: 1) pengalaman dan kegiatan belajar siswa akan
selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak; 2) kegiatan yang
dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3)
seluruh kegiatan lebih bermakna bagi siswa sehingga hasil belajar
siswa akan dapat bertahan lebih lama; 4) pembelajaran terpadu dapat
menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) pembelajaran
terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan siswa; 6)
pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa ke
31
arah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna; 7) pembelajaran
terpadu dapat menumbuhkembangkan interaksi sosial siswa, dan 8)
membangkitkan motivasi belajar serta memperluas wawasan dan
aspirasi guru dalam mengajar.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading
and Composition) adalah 1) motivasi siswa dalam pembelajaran
menjadi meningkat; 2) pembelajaran menjadi bermakna dan hasil
belajar siswa dapat bertahan lama; 3) pembelajaran terpadu dapat
menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa; 4) siswa dapat
memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya, dan 5)
membantu siswa yang lemah.
b) Kelemahan
Shoimin (2014 : 54) mengemukakan bahwa model pembelajaran
CIRC hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan
bahasa sehingga tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran, seperti
matematika, fisika, kimia, dan mata pelajaran lain yang menggunakan
prinsip menghitung.
4) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative
Integrated
Reading
and
Composition)
dalam
Pembelajaran
Keterampilan Menulis Pantun
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated
Reading and Composition) merupakan salah satu alternatif yang dapat
membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan menulis pantun.
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah model pembelajaran
yang dirancang khusus untuk pembelajaran membaca, menulis, dan seni
berbahasa.
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC mengintegrasikan antara
pembelajaran membaca dan menulis menjadi pembelajaran yang terpadu
sehingga tepat digunakan dalam pembelajaran menulis pantun. Selain itu
32
siswa juga diajak belajar bersama dan berdiskusi dengan kelompok.
Dengan berkelompok, maka siswa dapat saling memberikan ide dan
mengemukakan pendapatnya dalam kelompok dan saling mengoreksi
pekerjaan antaranggota kelompoknya. Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
dalam pembelajaran menulis pantun adalah sebagai berikut: (1) guru
membentuk kelompok secara heterogen dengan jumlah 4-5 siswa; (2) guru
memberikan teks bacaan sesuai topik pembelajaran; (3) siswa belajar
bersama dan bekerjasama dalam kegiatan kelompok; (4) siswa
mempresentasikan hasil diskusi kelompok; (5) guru membagikan Lembar
Kerja Siswa (LKS); (6) siswa mengerjakan LKS secara individu; (7) hasil
pekerjaan siswa diedit silang antaranggota kelompoknya; (8) guru
memberikan penguatan dan membuat kesimpulan bersama siswa, dan (9)
guru menutup pembelajaran.
3. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan yang dapat dijadikan dasar dalam
melaksanakan penelitian lebih lanjut yaitu:
1. Penelitian Rahmatyas Reana Mardiningsih (2013) dengan judul “Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) untuk Meningkatkan Kemampuan Menemukan Kalimat
Utama dalam Paragraf (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV SD
Negeri 02 Paseban Jumapolo Karanganyar). Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC) dalam pembelajaran menemukan kalimat
utama dalam paragraf dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari persentase keberhasilan ketuntasan klasikal pada kondisi awal,
siklus I, dan siklus II dari 17 siswa. Adanya persentase peningkatan ketuntasan
belajar pada kemampuan menemukan kalimat utama dalam paragraf dari
40,06% pada kondisi awal menjadi 70,59% pada siklus I dan 100% pada
siklus II. Persamaan penelitian ini dengan penelitian milik Rahmatyas Reana
33
Mardiningsih adalah pada variabel bebasnya yaitu penerapan model
pembelajaran kooperatif
tipe
Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC). Perbedaannya terletak pada variabel terikat yaitu
kemampuan menemukan kalimat utama dalam paragraf pada penelitian
Rahmatyas, sedangkan dalam penelitian ini yaitu keterampilan menulis
pantun.
2. Novita Nurcahyati (2014), dengan penelitian yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan
Keterampilan Menulis Pantun (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas
IV SD Negeri Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran
2013/ 2014)”. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan
keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2013/ 2014. Subjek
penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2013/ 2014 yang berjumlah 24 siswa.pada
kegiatan prasiklus hanya 37,5% atau 9 siswa yang nilainya di atas KKM,
selebihnya 62,5% belum mencapai KKM yang ditetapkan. Hasil kemampuan
menulis pantun siklus I diperoleh rerata kelas sebesar 71,5 dengan persentase
ketuntasan sebesar 66,67% atau sebanyak 15 siswa. Pada siklus II diperoleh
rerata kelas sebesar 86,58 dengan persentase ketuntasan sebesar 95,8% atau
sebanyak 23 siswa. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang akan
penulis laksanakan yaitu sama-sama meningkatkan keterampilan menulis
pantun. Hanya saja perbedaannya terdapat pada tindakannya yaitu penulis
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) untuk meningkatkan keterampilan
menulis pantun pada siswa kelas IV SDN I Jatimulyo tahun ajaran 2015/2016.
3. Putri Dyah Wulandari (2015) dengan judul “Peningkatan Keterampilan
Menulis Pantun melalui Model Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray pada
Siswa Kelas IV SD Negeri Pajang II No. 117 Laweyan Tahun Ajaran
2014/2015”. Hasil penelitian Putri menyimpulkan bahwa model kooperatif
34
tipe two stay two stray dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan
kualitas hasil pembelajaran menulis pantun. Hal ini dapat dilihat pada rerata
kelas dan ketuntasan belajar klasikal dalam setiap siklusnya. Dari 32 siswa,
pada kegiatan prasiklus hanya 31,25% yang nilainya di atas KKM, selebihnya
sebesar 68,75% belum mencapai KKM yang ditetapkan. Hasil kemampuan
menulis pantun siklus I ditunjukkan dengan persentase ketuntasan sebesar
75% dan pada siklus II sebesar 93,75%. Persamaan dengan penelitian ini
adalah sama-sama membahas tentang menulis pantun. Namun perbedaannya
yaitu penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran kooperati tipe two
stay two stray sedangkan penelitian penulis menggunakan modelpembelajaran
kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition).
4. Penelitian Laela Rahmawati (2015) dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe
Cooperative
Integrated
Reading
and
Composition (CIRC) dalam Peningkatan Keterampilan Membaca Siswa Kelas
IV SDN 2 Ngasinan Tahun Ajaran 2014/2015”. Dalam penelitian Laela
disimpulkan bahwa adanya peningkatan keterampilan membaca melalui model
pembelajaran
kooperatif
tipe
Cooperative
Integrated
Reading
and
Composition (CIRC) dengan rata-rata kelas pada siklus I 74,56% dan pada
siklus II 75,83 serta pada siklus III 82,00. Adanya persentase peningkatan
ketuntasan belajar pada keterampilan membaca dari 84,62% pada siklus I
menjadi 87,99% pada siklus II dan 92,16% pada siklus III. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian milik Laela adalah pada variabel bebasnya
yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition). Perbedaannya terletak pada variabel
terikat yaitu keterampilan membaca pada penelitian Laela, sedangkan dalam
penelitian ini yaitu keterampilan menulis pantun.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan sintesis tentang hubungan antarvariabel yang
disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Suwandi, 2009: 52).
35
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan
antarvariabel yang akan diteliti.
Pada kondisi awal, keterampilan menulis pantun siswa kelas IV SDN I
Jatimulyo masih rendah, terbukti hanya 18,18 % atau 4 siswa dari 22 siswa yang
nilainya tuntas dengan KKM yaitu 70. Hal tersebut disebabkan karena siswa
menganggap menulis pantun adalah pelajaran yang sulit dikarenakan siswa harus
membuat sampiran kemudian isi yang tidak berkaitan, siswa juga belum paham
perbedaan antara puisi dengan pantun, penguasaan kosa kata yang dimiliki siswa
kurang dikarenakan siswa tidak suka membaca, saat menulis pantun siswa hanya
mencontoh dari buku, metode yang digunakan guru adalah model pembelajaran
konvensional sehingga siswa merasa jenuh dan tidak tertarik terhadap
pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga pembelajaran menjadi kurang
bermakna.
Berdasarkan kondisi awal tersebut, maka tindakan yang diperlukan adalah
mencari alternatif yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah
satunya adalah penggunaan model pembelajaran inovatif yang akan membuat
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Model kooperatif tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) sesuai diterapkan untuk meningkatkan
keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV.
Proses pembelajaran keterampilan menulis pantun menggunakan model
kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) pada
siswa kelas IV bertujuan untuk mengajarkan siswa memahami konsep menulis
pantun dengan membaca dan belajar bersama dengan kelompoknya sehingga
nantinya siswa dapat menulis pantun dengan baik dan benar. Langkah-langkah
pembelajarannya adalah sebagai berikut: (1) guru membentuk kelompok secara
heterogen dengan jumlah 4-5 siswa; (2) guru memberikan teks bacaan sesuai
topik pembelajaran; (3) siswa belajar bersama dan bekerjasama dalam kegiatan
kelompok; (4) siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok; (5) guru
membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS); (6) siswa mengerjakan LKS secara
individu; (7) hasil pekerjaan siswa diedit silang antaranggota kelompoknya; (8)
36
guru memberikan penguatan dan membuat kesimpulan bersama siswa; (9) guru
menutup pembelajaran
Pada penelitian ini dilaksanakan 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2
pertemuan. Adapun materi yang akan diajarkan pada penelitian ini berkaitan
dengan materi menulis pantun siswa kelas IV SD semester 2. Untuk memperjelas
kerangka berpikir di atas, berikut peneliti gambarkan skema pada gambar 2.1 di
bawah ini:
37
Keterampilan menulis
Kondisi awal
Guru menggunakan
pantun siswa SDN I
model pembelajaran
Jatimulyo tahhun ajaran
konvensional dalam
2015/2016 rendah dan
pembelajaran menulis
pembelajaran menjadi
pantun
kurang bermakna
Siklus I
Tindakan
Menggunakan model
1. Perencanaan
pembelajaran
2. Pelaksanaan
kooperatif tipe CIRC
3. Pengamatan
(Cooperative
4. Refleksi
Integrated
Reading
Siklus II
and Composition)
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengamatan
Melalui
model
pembelajaran
kooperatif tipe CIRC (Cooperative
Integrated
Reading
and
Composition) dapat meningkatkan
Kondisi akhir
keterampilan menulis pantun pada
siswa kelas IV SDN I Jatimulyo
Klaten Tahun Ajaran 2015/2016
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
4. Refleksi
38
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di
atas, maka hipotesis penelitian yang peneliti rumuskan adalah
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated
Reading and Composition) dengan langkah-langkah yang dapat meningkatkan
kualitas proses keterampilan menulis pantun pada siswa kelas IV SDN 1
Jatimulyo Klaten Tahun Ajaran 2015/2016.
2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) dapat meningkatkan keterampilan
menulis pantun pada siswa kelas IV SDN 1 Jatimulyo Klaten Tahun Ajaran
2015/2016.
Download