Hak Politik Bagi Perempuan dalam Pemikiran Dr. Yusuf Al

advertisement
Hak Politik Bagi Perempuan dalam Pemikiran
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar S.Sy
Oleh :
ARISTA APRILIA
NIM : 1111045200005
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/2016 M
ABSTRAK
Arista Aprilia, NIM: 1111045200005 dengan judul Hak Politik Bagi Perempuan
Dalam Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Konsentrasi Ketatanegaraan Islam,
Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, MA.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Hak Politik Perempuan, karena
perbincangan mengenai keterlibatan perempuan dalam wilayah politik merupakan
topic hangat di masa lalu, sekarang, dan mungkin akan terus diperdebatkan pada
masa yang akan datang oleh mereka yang sampai saat ini belum puas dengan kondisi
yang saat ini sedang berjalan. Dunia politik sekarang ini menjadi perebutan bagi
seluruh masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali kaum perempuan yang berlombalomba untuk mendapatkan tempat di parlemen.
Penelitian dilakukan studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan
dilakukan dengan menelusuri berbagai literatur, baik berupa Al-Qur’an dan Hadits,
buku-buku, jurnal, serta website yang berhubungan dengan tema penelitian.
Skripsi ini menyimpulkan bahwa setiap masyarakat mempunyai hak yang
sama untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, tidak terkecuali perempuan.
Dalam konteks Hak Politik Perempuan, yang mana terdapat kesesuaian antara
pemikiran Dr. Yusuf al-Qardhawi dengan Perspektif Fiqh Siyasah (Politik Islam)
yang memberikan peluang bagi kaum perempuan untuk berkecimpung di dunia
politik. Dalam fatwanya al-Qardhawi “memperbolehkan kaum perempuan untuk ikut
memilih dalam pemilihan umum, dan bahkan boleh ikut mencalonkan diri sebagai
anggota legislatif”.
Kata kunci
:Hak Politik bagi Perempuan
Pembimbing
: Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, MA
Daftar pustaka
:Buku
: Tahun 1989 s/d Tahun 2014
Website
: Tahun 2015 & 2016
i
‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan
kesehatan, kekuatan, serta petunjuk kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hak Politik Bagi Perempuan Dalam Pemikiran
Dr. Yusuf Al-Qardlawi”, sebagai pelengkap syarat guna mencapai gelar sarjana pada
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, para
keluarga, sahabat, serta para pengikutnya.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak sedikit
hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan dan
kesabaran, serta do’a dan dorongan dari berbagai pihak, keluarga, para sahabat, bapak
dan ibu dosen, dan khususnya ibu dosen pembimbing, hambatan dan kesulitan
tersebut dapat diatasi dengan baik. Karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik berupa pemikiran, saran, dukungan, serta
do’a. Terutama kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dra. Hj. Maskufa, M.Ag., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Ketua dan
Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan dukungan, do’a, serta bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
ii
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, dosen pembimbing skripsi, yang begitu
sabar telah meluangkan waktunya
ditengah kesibukannya untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
banyak penulis ucapkan atas waktu dan tenaga ibu yang telah diluangkan
selama bimbingan.
4. Kepada seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum, khususnya kepada
Dosen Program Studi Jinayah Siyasah yang telah mengajarkan penulis
selama perkuliahan berlangsung dengan sabar dan ikhlas. Terima kasih
banyak dan maaf sedalam-dalamnya atas segala kekurangan dari penulis
selama perkuliahan berlangsung.
5. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, dosen Pembimbing Akademik, yang
selama ini telah memberikan semangat, dan pemikirannya terhadap
mahasiswa/mahasiswi, khususnyadi Jurusan Siyasah Syariah Prodi
Jinayah Siyasah.
6. Bapak dan Ibunda tercinta,
bapak Wasadi dan Ibu Ellis yang telah
mencurahkan segala usaha dan do’a untuk kesuksesan dan kelancaran
penulis dalam menyelesaikan studi ini. Dan adikku (Nabila, Hilmi, dan
Hilda) yang telah memberi warna dan semangat dalam proses studi ini.
Terima kasih banyak, skripsi ini penulis persembahkan untuk Bapak, Ibu,
dan Adik tercinta.
7. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan Fakultas
Syari’ah dan Hukum, dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Keluarga besar SS (Siyasah Syari’ah, 2011), yang selalu memberi warna
di dalam kelas saat jam perkuliahan berlangsung. Semoga kebersamaan
kita yang kurang lebih 3 tahun menjadi penyemangat untuk terus melaju
kedepan, menggapai cita-cita. Dan semoga kesuksesan selalu menyertai
kita semua, Amin
iii
9. Dan untuk sahabat-sahabatku (Dwi, Melly, Maryam, Ameliani, Lidya,
Fuji dan Khoerunnisa), terima kasih atas support dan doa’nya.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada semuapihak,
yang turut membantu penulisb aik yang terlibat langsung maupun tidak, baik berupa
semangat atau pun pemikiran dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah Swt
membalas kebaikan untuk semuanya dan semoga langkah kita semua selalu di ridha’I
dan diberkahi oleh Allah Swt. Akhir kalimat, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak. Amin.
Jakarta, 04 Januari2016 M
23 Rabi’ulAwal 1437 H
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………..……………….…. v
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………... 1
A. Latar Belakang Masalah …..……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………….. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………………….. 9
D. Tinjauan Pustaka …………………………………………………………… 10
E. Metode Penelitian ………………………………………………………….. 12
F. Sistematika Pembahasan ………………………………………………….... 14
BAB II. SKETSA KEHIDUPAN DR. YUSUF AL-QARDHAWI…………… 16
A. Riwayat Hidup Dr. Yusuf Al-Qardhawi ………………...........……………. 16
B. Aktifitas …………………………………...…………………....……….…. 22
C. Karya-karya ………………………….…………………………………….. 26
BAB III. ANALISIS HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM FIQH
SIYASAH ……………………………………………………………... 30
A. Pengertian Hak Politik ………………………...……………………..…….. 30
B. Politik Perempuan dan Permasalahannya ………………………………….. 32
v
C. Hak Politik Perempuan ……………………………….………………….. 40
D. Pandangan Ulama Terhadap Hak Politik Perempuan…………..………… 42
E. Beberapa Contoh di Negara ……………………………………………... 44
a. Arab Saudi………………………………………..……………… 44
b. Mesir……………………………………………..………………. 46
c. Qatar ….…………………………………………………………. 47
BAB IV.HAK POLITIK BAGI PEREMPUAN MENURUT DR. YUSUF
AL-QARDHAWI …………………………………………………... 51
A. Hak Memilih dan Dipilih …...……………………………….................... 55
B. Hak Perempuan Menjadi Kepala Negara ……………..…………………. 57
C. Hak Perempuan Menjadi Hakim ………………………………………… 58
BAB V. PENUTUP ………………………………………………………….… 65
A. Kesimpulan………………………………………………………….…… 65
B. Saran ……………………………………………………………….……. 66
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….…… 67
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam
sangat
memuliakan
perempuan.Al-Qur’an
dan
Sunnah
memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat
kepada perempuan, baik sebagai anak, istri, ibu, saudara maupun peran
lainnya. Begitu pentingnya hal tersebut, Allah mewahyukan sebuah surat alam
Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad yaitu Surat An-Nisa’ yang sebagian besar
ayat dalam surat ini membicarakan persoalan yang berhubungan dengan
kedudukan, peranan dan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan.
Yang dimaksud dengan hak politik adalah hak-hak yang ditetapkan
dan diakui oleh undang-undang bagi seseorang. Hak itu biasanya didasarkan
atas status kebangsaan, dan pada umumnya, undang-undang senantiasa
mensyaratkan status warga negara bagi pemilik hak. Dengan kata lain, hak
tersebut hanya berlaku bagi warga negara, bukan orang asing. 1Istilah hak
politik sudah praktis merangkum pengertian hak dan sekaligus kewajiban.Hak
politik, sejauh sebagai hak individu, sesungguhya merupakan kewajiban bagi
kolektifitas individu-individu.
Sementara itu hak politik, jika oleh seorang warga tidak digunakan,
maka
dalam
hampir
semua
aturan
1
perundang-undangan
orang
itu
Muhammad Anas Qasim Ja’far, Mengembalikan Hak-hak Politik Perempuan:
sebuah perspektif Islam, (Jakarta: Azan, 2001), hlm. 29
1
2
akanmendapat sanksi.Lebih dari itu, hak politik hanya dipegang oleh
seseorang
yang
memenuhi
syarat-syarat
tertentu
selain
syarat
kewarganegaraan. Hak politik ini memuat keterlibatan individu dalam
membentuk kehendak umum, baik berupa hak untuk memilih wakil-wakilnya
di majelis dan lembaga-lembaga perwakilan lainnya, maupun hak untuk
mencalonkan diri.
Hak-hak ini mencakup:2
a) Hak mengemukakan pendapat/suara dalam pemilihan umum dan
pemungutan suara dengan berbagai aneka macamnya.
b) Hak pencalonan menjadi anggota lembaga perwakilan maupun lembagalembaga lokal.
c) Hak pencalonan menjadi kepala negara, dan seterusnya meliputi partisipasi
dan pengutaraan pendapat dalam masalah-masalah yang memiliki ciri politik.
Politik menurut Imam Al Ghozali, merupakan satu dari dua penopang
tujuan manusia dalam kehidupan, sebagaimana yang dikutip Dr. Hasan
Muhammad at Thahir Muhammad: “Semua tujuan manusia, hakikatnya,
terdapat dalam dua penyangga; agama dan negara. Tercapainya tujuan agama
tergantung pada negara, karena keduanya menyempurnakan satu sama lain.
Ajaran agama tidak mungkin terwujud tanpa sistem duniawi.
Kehidupan seorang muslim tidak bisa dipisahkan dari persoalan
berpolitik karena politik merupakan sarana efektif untuk merealisasikan
kesempurnaan Islam. Setiap muslim yang mengaku beribadah kepada Allah
2
Muhammad Anis Qasim Ja’far, Ibid, hlm. 30
3
SWT mempunyai hak untuk berpolitik, bahkan seorang muslim berkewajiban
untuk mengaplikasikan politik secara islami guna merealisasikan islam secara
kaffah. Berdasarkan atas mafhum istikhlaf inilah dasar diwajibkannya politik
bagi umat Islam.
Pada dasarnya Islam menempatkan perempuan di tempat yang sesuai
pada tiga bidang,3 yaitu Pertama, Bidang Kemanusiaan, Islam mengakui
bahwa hak perempuan dengan laki-laki adalah sama. Kedua, Bidang Sosial,
dalam hal ini kesempatan terbuka lebar bagi perempuan untuk mendapatkan
pendidikan dan kesempatan untuk menempati jabatan-jabatan penting dan
terhormat dalam masyarakat.Ketiga, Bidang Hukum, Islam memberikan pada
perempuan hak memiliki harta dengan sempurna dalam mempergunakannya
tatkala sudah mencapai usia dewasa dan tidak ada seorang pun yang berkuasa
atasnya baik ayah, suami, atau kepala keluarga.
Salah satu alasan penulis memilih pemikiran Dr Yusuf Al-Qardhawi,
karena beliau seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir. Ia
dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era modern ini. Didalam sebuah buku
Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa agama Islam adalah sebuah sistem
hidup pertama yang membebaskan kaum perempuan dari perbudakan masa
lalu; sebuah agama pertama yang bersikap obyektif terhadap kaum perempuan
dan memuliakan mereka, baik dalam kapasitas mereka sebagai seorang
manusia, seorang perempuan, seorang putri (anak perempuan), juga sebagai
3
Cahayatheprinces.blogspot.com/2012/01/emansipasi-wanita.html, diakses pada hari
Kamis, 29 januari 2015, jam 14:19 wib.
4
seorang istri dan anggota masyarakat.4 Dan Dr. Yusuf al-Qardhawi juga telah
mengeluarkan sebuah fatwa, yang mana dalam fatwanya tersebut Yusuf alQardhawi memperbolehkan seorang perempuan untuk memilih di dalam
pemilihan umum atau mencalonkan dirinya sebagai anggota legislatif, dan lain
sebagainya.
Bagi kita, ini merupakan bukti nyata bahwa Islam sudah menyeratakan
kaum perempuan dengan kaum laki-laki dalam tugas-tugas agama yang
bersifat ritual. Allah s.w.t. berfirman;



 

   
 
    
   

 
  
  
  
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab: 35)
4
Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2008), hlm. 220
5
Allah juga menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam
urusan sosial-politik.5Allah s.w.t. berfirman;



 
 

   

   
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah: 71)
Ayat ini menjelaskan secara spesifik dengan penyebutan laki-laki
Mukmin dan perempuan Mukminatuntuk
melakukan salah satu bentuk
aktifitas politik, yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Ayat ini lebih mempertegas
lagi bahwa sebagai bagian dari masyarakat, laki-laki dan perempuan memiliki
kewajiban untuk berpolitik. Tidak bisa dipungkiri dan bahkan harus dipahami
oleh seluruh kaum Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, keduanya
memiliki tanggungjawab yang sama untuk ikut menentukan arah,warna, dan
pola generasi kini dan masa depan.
Di dalam bukunya Yusuf al-Qaradhawi “Meluruskan dikotomi Agama
dan Politik” Imam Abu Hanifah membolehkan seorang perempuan untuk
menjadi hakim dalam semua persoalan selain hukum pidana.Sementara Imam
5
Yusuf Al-Qardhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2008), hlm. 221
6
Ath-Thabari membolehkan seorang perempuan menjadi hakim dalam semua
bidang perkara, sebagaimana mereka membolehkan kaum perempuan untuk
menduduki semua jabatan pemerintahan selain puncak kepemimpinan negara.
Dalam sejarah Islam juga terlihat bahwa kaum perempuan juga bisa
menyampaikan aspirasinya kepada pihak yang berwenang, dengan sebuah
pendapat yang tidak bisa mereka tinggalkan, sebagaimana dilakukan oleh
Ummu Salamah (istri Rasulullah Saw) dalam peristiwa Hudaibiyah (saat
memberikan sarannya kepada Rasulullah Saw untuk menyelesaikan masalah
yang muncul pada saat itu berupa keberatan sebagian sahabat terhadap
perintah Rasulullah s.a.w.). 6
Sebagai contoh, pada masa Nabi dan para sahabat, kaum perempuan
sudah diberi kesempatan untuk bekerja sebagai akuntan pengawas di pasar,
seperti yang dilakukan oleh Asy-Syifa binti Abdillah Al-Adawiyah pada
jaman pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khathab yang ditugaskan untuk
6
Hal ini merujuk kepada sebuah kisah yang menceritakan tentang saran Ummu
Salamah kepada Rasulullah
s.a.w. pada waktu terjadi Perdamaian Hudaibiyah. Al-Bukhari
meriwayatkan kisah ini dari Al-Miswar bin Makhramah. Rasulullah s.a.w. berkata kepada
para sahabatnya, “Berdirilah kalian semua, kemudian sembelihlah hewan untuk membayar
dam setelah itu cukurlah rambut kalian!”Al-Miswar berkata, “Demi Allah, tidak ada seorang
pun yang bangkit dan melaksanakan perintah Rasulullah s.a.w. sampai beliau mengatakan
yang ketiga kalinya.”Setelah tidak ada sahabat yang berdiri, beliau masuk mendatangi Ummu
Salamah dan menceritakan peristiwa yang baru saja beliau alami.Ummu Salamah pun
bertanya kepada Rasulullah, “Apakah engkau ingin mereka melaksanakan perintah engkau,
wahai Rasulullah?Keluarlah, jangan keluarkan sepatah kata pun sebelum engkau
menyembelih hewan untuk membayar dam dan memanggil tukang cukur untuk memotong
rambutmu.”Rasulullah pun keluar dan tidak berkata kepada para sahabat sepatah kata pun
sampai melaksanakan semuanya, menyembelih hewan dam dan memanggil tukang cukur
untuk memotong rambut beliau.Ketika para sahabat melihatnya, mereka pun berdiri,
menyembelih hewan dan saling mencukur rambut sesama mereka sampai ada beberapa
sahabat yang hampir berhasil membunuh kesedihannya (karena tidak berhasil naik haji pada
tahun itu).Mengutip dari Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, ibid, hlm. 222dari sebuah Hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Kitab Asy-Syuruth, no. 2732 dan Abu Dawud dalam Bab
Al-Jihad, no. 2765.
7
menjaga para pedagang dan pembeli, baik laki-laki maupun perempuan, agar
mereka berkomitmen pada ajaran syariat dalam perdagangan.7
Telah kita pahami bersama bahwa perempuan disamping sebagai
hamba Allah, ibu dari anak-anaknya, istri dari seorang suami, serta anak dari
ayah-bundanya adalah bagian dari masyarakat sebagaimana halnya laki-laki.
Keberadaan keduanya tidak dapat dipisahkan, karena sudah menjadi satu
kesatuan yang utuh, keduanya bertanggung jawab mengantarkan kaum muslim
untuk menjadi umat terbaik di dunia.
Selama ini terdapat kesalahpahaman terhadap aktivitas politik
perempuan.Sebagian memandang bahwa keterlibatan perempuan dalam dunia
politik dianggap tidak layak dan melanggar fitrah, seakan-akan politik bukan
milik dan bagian dari perempuan.8Pasalnya, menurut mereka, politik identik
dengan kekerasan, kekuasaan, kelicikan, atau tipudaya yang hanya pantas
menjadi milik laki-laki atau bahkan dianggap tidak ada hubungannya dengan
Islam. Sebaliknya, di sisi lain sebagian berpendapat bahwa perempuan harus
berkiprah dan berperan aktif di segala bidang, sama dengan laki-laki tanpa
pengecualian, termasuk dalam bidang politik.
Mansour Fakih mengungkapkan, dengan analisis gender, banyak
ditemukan berbagai manifestasi ketidakadilan.9Pertama, terjadi marginalisasi
(pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan.Kedua, subordinasi pada
7
Yusuf Al-Qaradhawi, Ibid, hlm. 222
8
Najmah Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, (Bogor: CV
IDeA Pustaka Utama, 2003), hlm. 133
9
Jurnal: Studi Gender dan Islam, (Ahmad Suhendra, Rekonstruksi Peran dan Hak
Perempuan dalam Organisasi Masyarakat Islam), hlm 46
8
salah satu jenis kelamin (seks), umumnya terjadi pada perempuan.Banyak
kebijakan dalam keluarga maupun masyarakat tertentu yang dibuat tanpa
menganggap penting perempuan.
Lagi-lagi, persepsi yang diskriminatif dan tidak adil yang ditujukan
kepada perempuan.Misalnya, perempuan hanya mengurusi dapur, sumur, dan
kasur, sehingga tidak perlu sekolah tinggi-tinggi.Ketiga, pelabelan negatif
(stereotype) terhadap jenis kelamin tertentu, dan akibat dari stereotype itu
terjadi diskriminasi serta berbagai tumbuh ketidakadilan lainnya.Banyak
sekali stereotype dalam masyarakat yang ditunjukkan kepada perempuan,
yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan, dan merugikan
perempuan.Keempat, kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu,
umumnya perempuan, yang disebabkan perbedaan gender.Bentuk kekerasan
banyak sekali modelnya, dan setiap waktu pasti berkembang, mulai dari yang
kasar sampai kekerasan yang lebih halus.
Negara Arab Saudi yang seluruh masyarakatnya adalah muslim dan
muslimat, memberikan kaum perempuan kebebasan berpolitik. Pada awalnya
perempuan tidak diberikan haknya untuk berpartisipasi di dalam wilayah
politik, namun seiring berjalannya waktu dan kemampuan perempuan dalam
wilayah politik, akhirnya Raja Arab Saudi menyatakan bahwa perempuan
boleh menggunakan haknya yaitu memilih atau dipilih. Begitu pun di Qatar
yang
juga
memperbolehkan
perempuan
untuk
berpartisipasi
dalam
perpolitikan. Tetapi tidak demikian di Mesir, perempuan Mesir tidak
diperbolehkan untuk ikut serta didalam wilayah politik.
9
Berdasarkan penjelasan di atas, secara garis besar penulis memahami
bahwa dunia politik sekarang ini menjadi pasar politik hebat didalam sebuah
negara. Terbukti bahwa persaingan politik disebuah negara tidak hanya
kaumlaki-laki yang terlibat di dalamnya, tetapi kaum perempuan pun ikut
andil dalam dunia politik, seolah-olah perempuan tidak mau kalah dengan
laki-laki.
Bagi mereka (perempuan) bukan hanya laki-laki saja yang
mempunyai hak dalam berpolitik, perempuan juga mempunyai hak yang sama.
Oleh
karena
itu
disini
penulis
akan
mencoba
menjabarkan
atau
menginformasikan terkait dengan permasalahan yang ada. Dengan demikian
penulis memberikan judul skripsi mengenai “Hak Politik bagi Perempuan
Menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi latar belakang di atas, maka rumusan masalah
yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Hak-hak politik apa saja yang diperbolehkan bagi perempuan dalam
politik Islam?
2. Bagaimana pandangan Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengenai hak politik bagi
perempuan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah
1. Menjelaskan pandangan Yusuf Al-Qardhawi mengenai hak politik bagi
perempuan.
10
2. Menjelaskan hak politik apa saja yang diperbolehkan untuk perempuan
Manfaat dari penyusunan skripsi ini adalah:
1. Kalangan akademik, untuk memberikan khazanah keilmuan serta
menambah perbendaharaan keilmuan dalam bidang hukum, khususnya
kajian tentang hak politik perempuan yang sering kali dipertanyakan para
akademisi, khususnya bagi perempuan. Dan dapat sebagai rujukan, acuan,
bagi akademisi di bidang hukum.
2. Kalangan politik, diharapkan dapat memberi kontribusi positif kepada
semua pihak untuk saling menghormati hak masing-masing individu,
khususnya perempuan. Terkadang perempuan dianggap tak mempunyai
hak untuk terjun langsung dalam dunia perpolitikan, karena sifatnya yang
sangat sensitif, dan lain-lain.
3. Kalangan praktisi, semoga mampu menjadi alternatif referensi, pedoman
bagi para peneliti lain. Memberikan jawaban terhadap masalah yang
diteliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan meberi
masukan kepada semua pihak terkait masalah yang diteliti.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam kajian terdahulu, penulis telah mendata dan membaca beberapa
skripsi yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, agar tidak
terjadinya plagiasi/penjiplakan terhadap karya tulis milik orang lain,
diantaranya:
Skripsi karya Nor Najihah binti Ismail yang berjudul “Hak Politik
Perempuan menurut Pemikiran Musthafa Al-Siba’i”.Adapun dalam skripsi ini
11
mengemukakan bahwa Islam telah memberikan hak politik kepada
perempuan, yaitu hak memilih dipilih.Tapi terdapat posisi yang tidak
diperbolehkan untuk diduduki oleh perempuan yaitu perempuan menjadi
kepala pemerintah dilarang tegas oleh Islam.Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi pemikiran Musthafa Al-Siba’I tentang partisipasi politik
perempuan, yaitu faktor sosial.Sehingga penulis mengkaji pemikiran Musthafa
Al-Siba’I terhadap hak politik perempuan.
Skripsi karya Ahmad Mahfudin yang berjudul “Peranan Politisi
Perempuan terhadap Legislasi Hukum Islam di Indonesia periode 2000-2010”.
Adapun dalam skripsi ini penulis berpendapat Islam tidak membedakan antara
laki-laki dan perempuan dalam bidang social dan politik, mereka mendapatkan
kedudukan yang sama dan seimbang. Dengan begitu mereka dibebaskan untuk
mempunyai pilihan yang berbeda dengan pandangan kelompok-kelompok lain
dalam masyarakat, bahkan terkadang berbeda dengan pandangan suami dan
ayah mereka sendiri.Sehingga penulis mengkaji peranan politisi perempuan
terhadap terhadap legislasi hukum Islam di Indonesia periode 2000-2010. Dan
terbukti bahwa sedikit ada peningkatan kedudukan peran wanita berpolitik di
Indonesia dari tahun 2000-2010, yang menduduki di DPR RI yakni ± 7,6 %.
Dalam kajian terdahulu ditemukan adanya kesamaan dalam materi
penelitian pada judul yang penulis angkat, namun dalam kajian yang penulis
teliti berbeda subjek/tokoh.Dalam penelitian ini penulis memfokuskan
pembahasannya pada pandangan Dr. Yusuf Al-Qardhawi terhadap hak politik
bagi perempuan
12
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Library Research, dengan metode deskriptif
kualitatif, artinya jawaban dan analisis terhadap pokok permasalahan
penelitian
digambarkan
secara
deskriptif,
kemudian
dianalisis
guna
memperoleh gambaran utuh tentang permasalahan-permasalahan yang
diteliti.10Sehingga dengan jenis penelitian ini, studi kasus yang penyusun
ambil dalam upaya lebih memfokuskan kajian penelitian tidak mengurangi
nilai atau kualitas dalam upaya pengembangan dari suatu jawaban sekaligus
pengembangan teori pada saat mengambil kesimpulan di akhir penelitian.
2. Sumber Data
Dalam mengkaji dan menganalisa skripsi ini dengan menggunakan
berbagai sumber pustaka diantaranya, sebagai sumber data primer adalah Hak
politik perempuan dalam pandangan Yusuf Al-Qardhawi, politik Islam
maupun konvensional, politik dan perempuan, dan data-data sekundernya
adalah Fiqh perempuan kontemporer, kebebasan perempuan, partisipasi politik
perempuan dan tata pemerintahan yang baik, perempuan dan politik dalam
Islam, dan beberapa jenis buku mendukung serta terkait dengan tema yang
dibahas dalam kajian ini. Dan beberapa Jurnal, salah satunya Jurnal dari UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Artikel-artikel, serta buku Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, sebagai rujukan dalam penulisan skripsi
10
hlm. 86
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), cet. II,
13
ini dan buku metode penelitian lain, juga data-data lain yang sekiranya
membantu dan berkaitan dengan judul penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam
penulisan
skripsi
ini,
penyusun
menggunakan
teknik
pengumpulan data atau library research (studi pustaka).Data yang digunakan
dalam penelitian adalah terdiri atas bahan-bahan pustaka yang bisa di dapat di
perpustakaan-perpustakaan seperti buku, artikel, jurnal, dan lain-lain yang
berisikan tulisan atau pendapat para pakar dan hal-hal yang memiliki
kesesuaian dengan permasalahan yang menjadi obyek kajian penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Dalam analisis
semacam ini, wacana tidak hanya dipahami sebagai studi bahasa.
Metode analisis wacana ini dipilih dalam upaya menganalisis dan
mengolah data yang ada, terutama tulisan-tulisan yang terkait dengan
pemikiran Dr. Yusuf Al-Qardlawi. Dengan analisis semacam ini
diharapkan penyusun dapat memilah dan memilih data dari berbagai
bahan pustaka yang ada dan searah dengan permasalahan yang
dimaksud dan dapat menghasilkan analisis yang lebih obyektif dan
sistematis dalam mengkaji pemikiran Dr. Yusuf Al-Qardlawi tentang
hak politik bagi perempuan.
14
2. Langkah berikutnya adalah interpretasi atau langkah penyimpulan data
yang telah diuji kebenarannya atau data yang telah dianalisis kemudian
disimpulkan sesuai dengan pokok permasalahan dan tema kajiannya.
5. Teknik Penulisan
Dari segi penulisan, penulis berpedoman pada buku pedoman
penulisan skripsi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum 2011/2012.
F. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini akan dibangun secara sistematis, yang terdiri dari
lima bab termasuk
di
dalamnya
pendahuluan. Adapun sistematika
penulisannya sebagai berikut:
BAB I membahas pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan maslah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Membahas tentang sketsa kehidupan Dr. Yusuf alQardhawi.Yang meliputi riwayat hidup, aktifitas beliau sebagai guru,
pendakwah, dan lain-lain, dan karya-karyanya yang sangat banyak baik dalam
bidang agama maupun umum.
BAB III Membahas mengenai analisis hak politik perempuan dalam
Fiqh Siyasah. Yang meliputi pengertian hak politik, politik perempuan dan
permasalahannya, hak politik perempuan, pandangan ulama terhadap hak
15
politik perempuan, dan beberapa contoh di negara muslim (Arab Saudi, Mesir,
dan Qatar).
BAB IV Membahas tentang hak politik perempuan menurut Dr. Yusuf
Al-Qardhawi.Yang meliputi perempuan menjadi kepala negara, perempuan
menjadi hakim, dan perempuan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
BAB V Penutup yang meliputi, kesimpulan sebagai jawaban atas
rumusan masalah penelitian sekaligus rekomendasi atau saran penyusun yang
didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
SKETSA KEHIDUPAN DR. YUSUF AL-QARDHAWI
A. Riwayat Hidup Dr. Yusuf Al-Qardawi
Dr. Yusuf al-Qardhawi nama lengkapnya adalah Yusuf bin Abdullah
al-Qardhawi dilahirkan pada 9 September 1926 M di sebuah desa bernama
Shafth At-Turab,1 daerah pertanian yang subur di wilayah propinsi Barat
Mesir dan hidup di tengah-tengah keluarga agamis yang hidup sederhana dan
lingkungan yang agamis dan berperadaban. Mata pencaharian penduduk pada
umumnya adalah bercocok tanam.Orangtuanya bekerja sebagai petani di desa
Shifth Turab Markaz Al-Mahallah Al-Kubra, provinsi Al-Gharbiyyah, salah
satu provinsi yang berada di tepi laut Republik Arab Mesir.
Keluarga al-Qardhawi yang berprofesi sebagai petani, pedagang dan
banyak memiliki besan dari keluarga yang terpandang, tidak sedikit pun
memiliki lahan tanah.Oleh sebab itu, al-Qardhawi yang sehari-hari melakukan
pekerjaan bertani, terpaksa harus menyewa tanah.Tanah yang telah disewanya
ditanami berbagai umbi-umbian, sayur-sayuran, dan lain-lain.al-Qardhawi dan
keluarganya memetik hasilnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk
membiayai sewa tanah.Hal inilah yang menuntut seluruh anggota keluarga al-
1
Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), hlm. 1448
16
17
Qardhawi untuk bekerja keras dan membanting tulang sampai batas maksimal,
tidak mengenal istirahat dan tidak mengenal waktu hura-hura.2
Al-Qardhawi, orangtuanya meninggal dunia ketika ia masih berusia
dua tahun. Ayah al-Qardhawi, menurut pamannya yang bernama Ahmad
adalah seorang petani dan pedagang.3Saat al-Qardhawi berusia 2 tahun,
ayahnya terserang penyakit Bilharsia yaitu penyakit yang menyerang saluran
air kecil.Keterbatasan dokter dan orang-orang yang dapat mengobati menjadi
penghalang kesembuhan ayah al-Qardhawi, dan akhirnya ayahnya pun
meninggal dunia.
Sepeninggal ayahnya, al-Qardhawi pun diasuh oleh pamannya, ia
mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup besar layaknya anak
sendiri (kandung) dari pamannya. Paman al-Qardhawi juga merupakan orang
yang taat beragama, sehingga al-Qardhawi lebih terdidik dan dibekali dengan
berbagai ilmu pengetahuan agama dan syari’at Islam.4Ibu al-Qardhawi berasal
dari keluarga al-Hajar, keluarga yang bermata pencaharian sebagai pedagang
dan sangat terkenal dengan kecerdasannya. Ibu dan bibi al-Qardhawi, Fatimah
al-Hajar (saudara sepupu ibunya) adalah orang yang sangat pandai dalam
berhitung, meskipun tidak menggunakan alat bantu hitung atau pun catatan
dalam waktu singkat.
2
Salman Al-Farisi, “Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak kritik rakyat dalam
pemerintahan Negara Islam” (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sayrif
Hidayatullah Jakarta), hlm. 14
3
Salman Al-Farisi, “Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak kritik rakyat dalam
pemerintahan Negara Islam”, hlm. 16
4
Salman Al-Farisi, “Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak kritik rakyat dalam
pemerintahan Negara Islam”, hlm. 17
18
Di bawah asuhan ibu dan pamannya, pada usia dini al-Qardhawi telah
mulai belajar ke Kuttab, sebuah tempat khusus untuk belajar dan menghafal
al-Qur’an. Untuk pertama kali, beliau belajar pada Kuttab Syaikh Yamani. Di
Kuttab ini beliau hanya bertahan satu hari, karena tidak setuju dengan metode
pengajian Syaikh Yamani yang sering memberikan hukuman kepada
muridnya tanpa sebab yang jelas, termasuk kepada dirinya.Terlebih apabila
hukuman yang diberikan itu di rasakan sebagai kezaliman.Sejak saat itu, alQardhawi memutuskan untuk tidak datang lagi ke Syaikh mana pun untuk
belajar al-Qur’an.
Namun sang ibu tak putus asa untuk membujuk anaknya, al-Qardhawi
agar kembali belajar dan menghafal al-Qur’an. Sampai akhirnya, sang ibu
meminta agar beliau bersedia untuk belajar di Kuttab Syaikh Hamid. Ibunya
berjanji akan menitipkannya kepada Syaikh Hamid dengan baik. Akhirnya
beliau bersedia dan diantar oleh ibunya ke Kuttab Syaikh hamid. Di bawah
asuhan Syaikh Hamid, al-Qardhawi berhasil menghafal seluruh al-Qur’an
pada usia 9 tahun, semenjak itulah masyarakat menjuluki al-Qardhawi kecil
dengan julukan Syaikh.
Kakek al-Qardhawi (dari pihak ibu) meninggal dunia saat al-Qardhawi
berusia tujuh tahun, beliau menyaksikan pengurusan jenazah kakeknya.Saat
itu al-Qardhawi mendengar pembicaraan masyarakat tentang kakeknya yang
disanjung bahkan dipuji, karena kakeknya adalah seorang ulama yang
sederhana, namun keilmuannya sangat tinggi.5
5
Salman Al-Farisi, hlm. 18
19
Ketika berusia tujuh tahun al-Qardhawi disekolahkan oleh pamannya
di Madrasah Ilzamiyyah. Beliau tercatat sebagai murid yang berprestasi tinggi,
sehingga sebelum usianya genap sepuluh tahun, ia berhasil menghafal alQur’an al-karim. Setelah selesai dari Madrasah Ilzamiyah, beliau melanjutkan
sekolahnya ke Madrasah Ibtidaiyah “Thantha” dan menyelesaikannya hanya
dalam kurun waktu 4 tahun.Kemudian dilanjutkan ke Tsanawiyah dan dapat
diselesaikan sebelum waktunya.
Namun di saat al-Qardhawi menempuh pendidikan sekolah menengah
pertamanya, terjadi musibah pada tahun 1948 yang mana pemerintah mesir
saat itu mengeluarkan keputusan pembubaran Jama’ah Ikhwanul Muslimin,
kekayaan Ikhwan dirampas, pengikut-pengikutnya disiksa dan sebagian
besarnya dipenjara, tak terkecuali al-Qardhawi, yang pada saat itu masih
tercatat sebagai siswa. Al-qardhawi ditahan disebuah penjara militer kelas 1 di
Thantha. Kemudian al-Qardhawi dipindahkan ke penjara Haikastib, lalu ke
penjara At-Thur di Sinai.Ia satu penjara bersama al-Gazali al-Kulli pengarang
kitab Tadzkiratud Dua’t dan beberapa buku orisinil lainnya, maka dari
merekalah al-Qardhawi banyak belajar atau berguru tentang sesuatu.
Setelah menyelesaikan pendidikan Tsanawiyah di Ma’had Al-Azhar
Thantha, Yusuf al-Qardhawi pergi ke Kairo untuk melanjutkan studinya di
perguruan tinggi, Universitas al-Azhar di Fakultas Ushuluddin. Pada tahun
1952 beliau memperoleh ijazah S-1, kemudian melanjutkan S-2 Jurusan
Bahasa Arab dengan konsentrasi pada pendidikan dan pengajaran, dan
berhasil memperoleh ijazah S-2. Yusuf al-Qardhawi lebih mengutamakan
20
kecintaannya kepada Bahasa Arab, sebab Bahasa Arab merupakan bahasa
Islam dan pintu gerbang untuk memahami al-Qur’an dan Hadits.
Kemudian
beliau masuk ke Lembaga Kajian dan
Pengembangan
Bahasa Arab Internasional, dan berhasil memperoleh gelar Diploma pada
Jurusan
Bahasa
dan
Adab.
Pada tahun
yang sama
juga,
beliau masuk pendidikan tinggi (S-3) “qismud dirasah” bidang al-Qur’an dan
al-Sunnah
di
Fakultas
Ushuluddin
dan
berhasil
menyelesaikannya
pada tahun 1960M. Dari sana beliau menyiapkan disertasinya tentang zakat
untuk memperoleh gelar Doktor. Disertasi tersebut seharusnya diselesaikan
dua tahun. Namun, karena situasi yang dialami gerakan Ikhwanul Muslimin di
Mesir pada saat itu, beliau tidak berhasil menyelesaikan target tersebut dan
baru berhasil menyelesaikannya pada tahun 1973 M. Di semua jenjang
pendidikan tersebut ia memperoleh prestasi teratas dengan cumlaude. Dengan
prestasi akademis yang membanggakan itu, telah mengantarkan Yusuf alQardhawi menjadi seorang intelektual yang handal.
Ketika masih duduk di bangku kuliah, al-Qardhawi sibuk mengurus
kegiatan mahasiswa Ikhwanul Muslimin di Al-Azhar yang tersebar di tiga
fakultas.Kegiatannya terbagi antara bagian kemahasiswaan, bagian dakwah,
dan bagian penanganan tawanan.
Pada bulan Desember 1958, Syaikh Al-Qardhawi menikah dengan
seorang muslimah yang dijodohkan oleh Ummu Muhammad, pahlawan tanpa
tanda jasa yang wafat dalam pertempuran Ma’rakah Asy-Syaikh Al-
21
Kubra.6Dari pernikahannya itu al-Qardhawi di karuniai tujuh anak.Empat
putri; Ilham, Siham, Ula, Asma’, dan tiga putra; Muhammad, Abdurrahman,
dan Usmah. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan
anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat
serta kecenderungan masing-masing.
Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus
ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.Salah seorang
putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris.Putri
keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris,
sedangkan yang ketiga masih menempuh S3.Adapun yang keempat telah
menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.
Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik
elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum
Mesir.Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas
teknik jurusan listrik.
Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, orang-orang bisa
membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern.Dari
tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan
menempuh
pendidikan
agama.Sedangkan
yang
lainnya,
mengambil
pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri.Sebabnya ialah,
karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu
secara dikotomis.Semua ilmu bisa Islami dan tidak islami, tergantung kepada
6
Amru Abdul Karim Sa’dawi, Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2009), cet. pertama, hlm. 8
22
orang yang memandang dan mempergunakannya.Pemisahan ilmu secara
dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.
B. Aktivitas
Pada tanggal 2 Januari 1954, al-Qardhawi ditahan selama dua bulan
setengah. Lalu pada bulan November di tahun yang sama beliau kembali
ditahan selama dua puluh bulan,7 Yusuf al-Qardhawi terlibat dalam
pergerakan Ikhwanul Muslimin hingga ia harus masuk penjara. Setelah Syaikh
Al-Qardhawi keluar dari tahanan pada tahun 1956 M, beliau dipanggil oleh
Kementrian Wakaf.Ketika itu yang menjabat menteri adalah Syaikh Ahmad
Hasan Al-Baquri, setelah berakhirnya perang Zues, agar dia menyampaikan
khutbah jum’at di Zamalik Kairo.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, al-Qardhawi bekerja di
berbagai instansi-instansi pemerintah setempat dan menjabat sebagai Direktur
di lembaga-lembaga pendidikan agama miliknya. Ia juga seorang orator ulung,
penulis yang handal, dan seorang yang mendalam ilmunya. Bahkan tulisantulisannya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.Ia pakar sebagai
ilmuan keislaman dan sastrawan.
Pada tahun 1956 M, Syaikh Al-Qardlawi diminta bekerja di Badan
Pengawas Keagamaan di Kementrian Wakaf Mesir untuk mengawasi khutbah
dan pengajian yang disampaikan di masjid-masjid. Kemudian setelah itu, dia
menjadi pengawas di ma’had para imam masjid. Kemudian pada tahun 1959,
beliau dipindahkan ke kantor administrasi umum untuk kebudayaan Islam di
7
Amru Abdul Karim Sa’dawi, Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2009), cet. pertama, hlm. 6
23
Al-Azhar dengan tugas mengawasi percetakan. Setelah itu, beliau bekerja di
kantor tekhnis administrasi dakwah dan bimbingan, ikut berperan memberikan
masukan ke kantornya, dan menjawab tuduhan-tuduhan yang dilontarkan
kepada Islam melalui koran dan majalah.
Yusuf al-Qardhawi mendapatkan beberapa penghargaan di tahun 1990an, diantaranya tahun 1991 mendapat penghargaan dari IDB (Islamic
Developmen Bank) atas jasa-jasanya di bidang perbankan, tahun 1992 bersama
temannya Sayyid Sabiq mendapatkan penghargaan dari King Faisal Award
karena jasa-jasanya dalam bidang ke Islaman, tahun 1996 mendapat
penghargaan dari Internasional Islamic University Malaysia atas jasa-jasanya
dalam ilmu pengetahuan, dan pada tahun 1997 mendapat penghargaan dari
Sultan Hasan al-Bolkiah Brunei Darussalam atas jasa-jasanya dalam bidang
fiqh. 8
Kegiatan dakwah Syaikh Al-Qardhawi di media cetak sangat banyak.
Makalah dan artikelnya dimuat di beberapa majalah Islam, diantaranya,
majalah Al-Azhar, majalah Nurul Islam, majalah Ad-Dakwah, harian AsySya’ab, harian Al-Ahram, harian Afaq Al-Arabiyah, koran Al-I’thisham, dan
berbagai media lainnya di Mesir. Lalu di Kuwait artikelnya dimuat di majalah
Hadharatul Islam,
majalahAl-Wa’yul Islami, majalah Al-Mujtama’, dan
majalah Al-Arabi. Sedangkan di Berut, artikelnya dimuat di majalah AsySyihab, dan majalah Al-Aman. Dan, di India, artikelnya dimuat di majalah AlBa’tsu Al-Islami. Di Riyadh, Arab Saudi, artikelnya dimuat di majalah Ad-
8
Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, hlm. 131
24
Dakwah. Di Qatar, artikelnya dimuat di majalah Ad-Dauhah, dan majalah AlUmmah. Di Abu Dhabby, artikelnya dimuat di majalah Manarul Islam, dan
majalah Al-Muslim Al-Mu’ashir di Lebanon, masih banyak lagi yang lainnya.
Selain yang bersifat bulanan,artikel dan makalah Syaikh Al-Qardhawi
juga dimuat harian dan mingguan di berbagai koran dan tabloid. Artikel dan
makalah ini adakalanya berupa tulisan beliau langsung, ceramahnya, fatwafatwanya dan tanya jawab seputar Islam, akidah, syariah, peradaban, dan
masalah lain yang berhubungan dengan umat Islam.
Adapun aktivitas keilmuannya, menurut catatan Isham Talimah,
sebagaimana di kutip dalam buku “Otoritas Sunnah Non Tasyri’iyyah menurut
Yusuf al-Qardhawi” karya Dr. Tarmizi M. Jakfar, MA, bahwa ada beberapa
lembaga yang mana al-Qardhawi menjadi anggotanya, 9 diantaranya;
1. Anggota pada Majelis Tinggi Pendidikan di Qatar dalam masa
beberapa tahun.
2. Anggota Majelis Pusat Riset Kontribusi Kaum Muslimin dalam
peradaban yang berpusat di Qatar.
3. Anggota Lembaga Fiqh Islam, yang berafiliasi pada Liga Muslim
Dunia yang berpusat di Makkah.
4. Tenaga Ahli Lembaga Riset Fiqh yang berada dibawah naungan
Organisasi Konferensi Islam (OKI).
5. Anggota Lembaga Riset Maliki untuk peradaban Islam “Yayasan Ahli
Bait” di Yordania.
9
Tarmizi M. Jakfar, MA, Otoritas Sunnah Non Tasyri’iyyah Menurut Yusuf alQaradhawi, (Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2012), cet. 1, hlm. 83-84
25
6. Anggota Dewan Penyantun Internasional Islamic University Islamabad
Pakistan.
7. Anggota Dewan Penyantun pada Pusat Studi Keislaman di Universitas
Oxford.
8. Anggota Persatuan Sastra Islam.
9. Anggota pendiri Organisasi Ekonomi Islam di Kairo.
10. Anggota bantuan Islam Internasional yang berpusat di Kuwait.
11. Anggota Dewan Pengawas Internasional untuk masalah Zakat di
Kuwait.
12. Anggota Dewan Penyantun Organisasi Dakwah Islam di Afrika yang
berpusat di Khurthoum, Sudan.
13. Anggota Majelis Dana Islam untuk Zakat dan Sedekah di Qatar.
14. Anggota Dewan Penyantun Wakaf Islam untuk Majalah al-Muslim alMu’ashir.
15. Ketua Majelis Keilmuan pada sekolah Tinggi Eropa untuk studi Islam
di Prancis.
16. Anggota Dewan Pengawas pada Perusahaan al-Rajhi untuk investasi
yang berpusat di Arab Saudi.
17. Ketua Dewan Pengawas Bank Islam di Qatar.
18. Ketua Dewan Pengawas Bank Islam di Qatar Internasional.
19. Ketua Dewan Pengawas Bank Takwa di Swiss.
20. Anggota Yayasan Media Islam Internasional di Islamabad, Pakistan.
26
21. Ketua Majelis Organisasi Budaya al-Balagh untuk pengabdian
terhadap Islam melalui internet.
22. Ketua Majelis Fatwa dan Riset untuk Eropa.
C. Karya-karya
Dr. Yusuf al-Qardhawi merupakan seorang ulama, ilmuan, dan
cendikiawan yang mumpuni, berwawasan luas dan memiliki produktivitas
yang tinggi dalam menulis melalui artikel-dalam majalah, bulletin maupun
dalam bentuk buku.
Dr. Yusuf al-Qardhawi memiliki karya tulis yang jumlahnya lebih dari
tujuh puluh buah. Jumlah tersebut sangat besar jika dilihat dari waktu luang
yang dimilikinya untuk menulis.Dalam sepanjang hidupnya al-Qardhawi,
tidak pernah kenal lelah dan tidak pula merasa jenuh untuk menuangkan buah
pikirannya. Disamping sibuk menulis, beliau juga cukup di sibukkan dengan
mengajar di berbagai Perguruan Tinggi, beliau menyampaikan buah
pemikirannya dalam seminar, diskusi, wawancara, dialog, dan berbagai
ceramah umum. Perlu digarisbawahi bahwa sejak awal pemikiran-pemikiran
al-Qardhawi terkenal dengan sikapnya yang moderat (sikap pertengahan).
Meskipun aktivitasnya sangat padat, tapi beliau selalu memanfaatkan
waktunya untuk menulis artikel, makalah, dan buku dalam jumlah yang cukup
banyak. Dalam hal ini penulis akan memaparkan sebagian dari karya-karya
Dr. Yusuf al-Qardhawi, yang terbagi dalam berbagai bidang.
a) Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh
1. Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam;
27
2. Fatawa Mu’ashirah ;
3. Taysir al-Fiqh: Fiqh al-Shiyam;
4. Al-Fatawa bayn al-Indibath wa al-Tasayyub;
5. Al-Ijtihad al-Mu’ashirah bayna al-Indhibath wa al-Infirath;
6. Al-Ghina wa al-Musiqi fi Dhaw’I al-Kitab wa al-Sunnah.
b) Bidang Ekonomi Islam
1. Fiqh al-Zakah;
2. Bai’ al-Murabahah li al-Amir wa al-Syira’.
c) Bidang Ulum Al-Qur’an dan Sunnah
1. Al-Shabr wa al-Ilm fi Al-Qur’an al-Karim;
2. Tafsir Surah al-Ra’d;
3. Al-Muntaqa fi al-Taghrib wa al-Tarhib;
4. Nahw al-Mausu’ah li al-Hadits al-Nabawi.
d) Bidang Akidah
1. Al-Iman wa al-Hayyah;
2. Al-Iman bi al-Qadr;
3. Wujudullah.
e) Bidang Fiqh Perilaku
1. Al-Hayah al-Rabbaniyah wa al-Ilm;
2. Al-Niyyah wa al-Ikhlas.
f) Bidang Dakwah dan Tarbiyah
1. Tsaqafah al-Da’iyyah;
2. Al-Rasul wa al-Ilm.
28
g) Bidang Gerakan dan Kebangkitan Islam
1. Al-Syahwah al-Islamiyah baina al-Juhud wa al- Tatharruf;
2. Ainal Halal;
3. Fi Fiqh al-Aulawiyah.
h) Bidang Penyatuan Pemikiran Islam
1. Syumul al-Islam;
2. Al-Siyasah al-Syar’iyyah fi Dhau’I al-Nushush al-Syar’iyyah
wamaqashidina.
i) Bidang Pengetahuan Islam yang Umum
1. Al-Ibadah fi al-Islam;
2. Al-Khashais al-Ammah li al-Islam.
j) Tentang Tokoh-tokoh Islam
1. Al-Imam al-Ghazali bain Madihin wa Naqidih;
2. Nisa’ Mu’minat.
k) Bidang Sastra
1. Yusuf Al-Siddiq;
2. Alim wa Thaghiyah.
l) Buku-buku Kecil tentang Kebangkitan Islam
1. Al-Din fi ‘Ashr al-Ilm;
2. Al-Islam wa al-Fann.
m) Bidang Politik
1. Min fiqh al-Dawlah al-islamiah (fiqh kenegaraan);
29
2. Qadhaya Al-Mar’ah Wal Usrah (Problematika Wanita dan
Keluarga;
3. Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik;
Dr. Yusuf al-Qardhawi memang terkenal sebagai ulama yang cukup
terbuka dan moderat.Selain beliau sebagai ahli tafsir dan hadits, beliau juga
ahli di bidang fiqh, ushul fiqh, dan qowaid fiqh.
BAB III
HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM FIQH SIYASAH
A. Pengertian Hak Politik
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang
yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa
Indonesia, hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik,
kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah
ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas
sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Istilah hak dapat
pula mengacu kepada kenyataan itu sendiri, dengan pengertian bahwa ia benar
atau pasti ada, baik ada selamanya, atau ada sementara, baik ada di masa lalu,
atau ada di masa sekarang.
Dalam lapangan teoritis, term hak dapat mengacu kepada ide,
keterangan, berita, atau pernyataan tentang sesuatu yang benar, yakni yang
sesuai dengan kenyataan. Sedangkan dalam lapangan praktis, istilah hak
mengacu kepada yang utama, apa yang baik, dan apa saja yang dibutuhkan
oleh manusia. Dengan demikian hak itu banyak sekali, ada yang sangat
mendesak, yang tidak dapat tidak harus dinikmati atau diterima oleh setiap
manusia, demi menjaga kelangsungan hidupnya, seperti udara, air, makanan
dan lain sebagainya yang dinamakan kebutuhan primer atau hak primer. Dan
ada pula hak yang perlu diterima atau dinikmati oleh setiap manusia, agar
30
31
iamenjadi manusia yang utama seperti pendidikan yang baik, pengetahuan
yang banyak, penghargaan, dan lain-lain.
Politik adalah sebuah “kekuasaan” dan pengambilan keputusan, yang
kiprahnya bisa dalam lingkup keluarga sampai institusi politik praktis.1 Politik
diartikan antara lain sebagai urusan dan tindakan atau kebijakan mengenai
pemerintahan negara atau negara lain. Politik juga berarti kebijakan dan cara
bertindak dalam mengahadapi dan menangani suatu masalah baik yang
berkaitan dengan masyarakat maupun lainnya.
Prof. Miriam Budiarjo berpendapat bahwa, politik adalah bermacammacam kegiatan dalam suatu system politik (atau negara) yang menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuantujuan tersebut. Dalam hal ini, menurut beliau, politik selalu menyangkut
tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi
seseorang (private goals).Lagi pula politik menyangkut kegiatan berbagai
kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan individu.2
Dalam pengertian Islam, secara bahasa (lughah), politik (as-siyasah)
sebenarnya berasal dari kata sasa-yasusu-siyasatan, yang berarti mengurus
kepentingan
seseorang.
Menurut
Hasan
al-Banna,
politik
adalah
memperhatikan urusan umat, luar dan dalam negeri , intern dan ekstern,
secara individu dan masyarakat keseluruhannya, bukan terbatas pada
1
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi,
2008), hlm. 109
2
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:Gramedia, 2007), cet. ketiga
puluh, hlm. 8
32
kepentingan golongan semata. Beliau juga berpendapat, bahwa politik tidak
hanya menyangkut penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga mencakup
upaya menciptakan sistem bersih dan berkeadilan, di mana mekanisme kontrol
berperan besar.3
Bertolak dari pengertian bahwa politik adalah tanggungjawab dalam
mengelola dan mengatur urusan umat atau masyarakat secara keseluruhan,
maka dalam Islam tidak ada unsur perebutan kekuasaan, kekejaman,
ketidakadilan, dan sebagainya.Jadi hak berpolitik artinya hak untuk
berpendapat, hak untuk menjadi anggota lembaga perwakilan.4
Dengan demikian jelas bahwa, hak politik itu adalah hak setiap
individu untuk berpartisipasi dalam wilayah perpolitikan, dengan menjadi
atau melibatkan diri dalam partai-partai politik, hak memilih dalam pemilu,
hak menjadi wakil dalam DPR, dan sebagainya yang terkait dengan urusanurusan negara dan pemerintahan.
B. Politik Perempuan dan Permasalahannya
Pada
awal
lahirnya
agama
Islam,
perempuan
tidak
begitu
mementingkan masalah-masalah politik, walaupun agama Islam sudah
memberikan hak yang sama untuk perempuan. Yang mana perempuan
mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki, walaupun ada perbedaan,
maka itu adalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan oleh
3
Hasan al-Banna sebagimana dikutip oleh Najmah dan Husnul, Revisi Politik
Perempuan, (Bogor: CV Idea Pustaka Utama, 2003), cet. pertama, hlm. 134
4
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi,
2008), hlm. 113
33
agama kepada masing-masing jenis kelamin sehingga perbedaan yang ada
tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain,
melainkan mereka saling melengkapi dan bantu-membantu.
Islam memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk
berkecimpung dalam kegiatan politik, ini bisa terlihat pada banyaknya ayat alQur’an yang memerintahkan amar ma’ruf dan nahi munkar.5Ini berlaku untuk
segala
macam
kegiatan,
tidak
terkecuali
bidang
politik
dan
kenegaraan.Menurut suatu riwayat,6 pernah terjadi pada kaum perempuan
menetapkan mahar yang cukup tinggi untuk suatu pernikahan, yang mana
pada saat itu kondisi ekonomi mereka sudah cukup. Melihat hal tersebut,
Umar ibn Khattab sangat khawatir jika gejala ini akan terus berlanjut, maka
dengan cepat Umar menetapkan batas mahar itu maksimal 400 dirham. Tapi
pernyataan Umar ditentang oleh seorang perempuan dari bangsa Quraisy,
yang mengatakan “Tidakkah tuan telah mendengar bahwa Allah swt.telah
berfirman dalam al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 20. Mendengar hal itu, Umar
menjawab, “Ibu benar dan Umar yang salah”.Kemudian Umar naik mimbar
dan menarik kembali keputusannya.
 
 
  
 
(٢٠: ‫النسا ء‬)
5
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqh Perempuan Kontemporer, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm. 100
6
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqh Perempuan Kontemporer, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm. 101
34
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang
kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang
sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan
yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?.”(Q.S. An-Nisa’ [4]:
20)
Riwayat ini menunjukkan bahwa bagaimana sikap seorang perempuan
Islam terhadap Khalifahnya yang terkenal cakap dan adil.Dia menyampaikan
kebenaran dengan tidak ada rasa takut dan gentar, untuk kepentingan umum
dan kepentingan pemerintahnya sendiri.
Pada awal Islam, kiprah politik perempuan tidak asing lagi bagi kita,
setidaknya dipahami bahwa peran politik para sahabat perempuan adalah
merupakan langkah positif, dibolehkan oleh ajaran Islam; artinya tidak
diharamkan.7 Beberapa nama-nama sahabat perempuan yang ikut berkiprah
dalam membangun civil society pada masa Nabi Muhammad saw. yaitu:
Khadijah bint Khuwailid ra, Ummu Salamah ra, Fathimah saudari Umar bin
Khattab, Asma’ saudari Aisyah bint Abu Bakar, dan masih banyak lagi para
sahabat perempuan yang mempunyai peran politik di masa Nabi Muhammad
Saw.
Ketika perempuan memasuki dunia politik, maka ia harus memiliki
wewenang
dan
mempengaruhi
kebijakan
untuk
kehidupan
yang
mengambil
melingkupi
bermasyarakat.8 Para pelopor perempuan
keputusan
dimensi
yang
bisa
kehidupan
yang telah membela dan
7
Zaitunah Subhan, Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan,
(Jakarta: el-Kahfi, 2008), hlm. 110
8
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi,
2008), hlm. 112
35
memperjuangkan kemerdekaan negara ini hampir ada di setiap kota di negeri
ini, seperti RA Kartini, Dewi Sartika, Ny. Ahmad Dahlan, Rohana Kudus,
Maria Walanda, Rasuna Said, Cut Nya’ Din, dan masih banyak nama lainnya,
yang merupakan tokoh perempuan dari kalangan elit modern.
Dalam diskursus feminisme dikenal istilah peran domestik dan
publik.Yang pertama berarti peran perempuan dalam rumah tangga, baik
sebagai istri maupun ibu.9Peran ini biasa disebut dengan sebutan ibu rumah
tangga.Sedangkan yang kedua berarti peran perempuan di masyarakat, baik
dalam rangka mencari nafkah maupun untuk aktualisasi diri dalam berbagai
aspek
kehidupan;
sosial-politik-ekonomi-pendidikan-dakwah
dan
lain
sebagainya.
Didalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang dapat dijadikan dalil bahwa
perempuan memiliki peluang yang sama dengan laki-laki untuk berperan
dalam sektor publik, sebagimana halnya mereka berperan dalam sektor
domestik.10Surat An-Naml ayat 20-44 menceritakan tentang Nabi Sulaiman
dan Ratu Balqis, seorang perempuan yang memimpin Kerajaan Saba’.
      
       
           

9
Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-qur’an, (Yogyakarta: Labda Press,
2006), cet. pertama, hlm. 172
10
Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-qur’an, (Yogyakarta: Labda Press,
2006), cet. pertama, hlm. 173
36
“Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "Aku telah
mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu
dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.Sesungguhnya aku
menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi
segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar”.(Q.S. An-Naml
[27]: 22-23)
   
       
    
               
 

  
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai
di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat
(ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?"
kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami),
sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang
bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". (Q.S. Al-Qashash
[28]: 23)
Dalam surat al-Qashash mengisahkan tentang Nabi Musa dengan dua
orang puteri Nabi Syu’aib di Madyan. Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi
Musa menyaksikan dua orang puteri Nabi Syu’aib menunggu giliran untuk
menimba air untuk minuman ternak mereka.Memelihara dan memberi minum
ternak termasuk pekerjaan publik dalam rangka mencari nafkah.
Perempuan mengalami ketidakadilan dalam bidang sosial, ekonomi,
dan politik yang telah berlangsung sepanjang sejarah peradaban manusia.
37
Ketidakadilan yang dialami perempuan khususnya di politik dipandang oleh
kaum feminis dan pejuang kesetaraan dan keadilan gender sebagai persoalan
yang krusial, dan disadari hal itu mengakibatkan kaum perempuan hingga
abad millennium ini masih mengalami ketertindasan baik di bidang public
maupun domestik.
Dominasi yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan berlangsung
sepanjang waktu, dalam beragam sektor kehidupan baik publik maupun
domestik.Dominasi dalam kehidupan publik seperti politik yang dilakukan
negara dan partai politik adalah bentuk kekerasan negara terhadap perempuan
di politik.
Dengan mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi dalam upaya
meningkatkan representasi politik perempuan di Indonesia terdapat 3 (tiga)
jenis kendala utama yaitu11kendala struktur sosial, institusional dan budaya.
Kendala struktur sosial adalah yang inheren berkaitan langsung dengan
kondisi struktur sosial masyarakat Indonesia yang mencakup: (1) strata sosial
dan kelas sosial seorang perempuan mempengaruhi pilihannya yang turut
berperan serta secara aktif di dalam meningkatkan representasi politik
perempuan, termasuk turut serta di dalam pemilu untuk memilih atau dipilih,
(2) status sosial ekonomi perempuan mempengaruhi sejauh mana ia bersedia
untuk turut secara aktif di dalam pemilu, (3) status pekerjaan yang dimiliki
seorang perempuan, dan (4) status pendidikan yang telah dicapai oleh
11
Francisia SSE Seda, Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pemilu 2014:
Permasalahan dalam Representasi Politik Perempuan di Indonesia, (Jakarta: Mei 2014),
Jurnal Perempuan no. 79, hlm. 74
38
perempuan. Keempat faktor ini turut berpengaruh kepada partisipasi atau
keikutsertaan perempuan Indonesia dalam pemilu, baik itu untuk memilih atau
dipilih.
Selanjutnya kendala Institusional, yang mempengaruhi peningkatan
representasi politik perempuan Indonesia termasuk pemilu. Ada 6 (enam)
kendala Institusional, yaitu: (1) sistem politik yang berlaku di suatu negara
berpengaruh terhadap peningkatan representasi politik perempuan termasuk
Indonesia. Sistem politik yang demokratis cenderung lebih bisa meningkatkan
partisipasi perempuan di dalam pemilu, (2) aturan-aturan struktural politik
yakni merujuk pada hukum yang berlaku, (3) level dari proses demokratisasi
yaitu sejauh mana hak warga negara untuk memilih dan hak warga negara
untuk dipilih? Apakah sebagai warga negara Indonesia, terdapat hak yang adil
dan setara antara perempuan dan laki-laki untuk memilih dan dipilih dalam
pemilu?, (4) jenis system pemilu yang diterapkan di suatu negara sangatlah
signifikan mempengaruhi atau menentukan sejauh mana peningkatan
representasi politik perempuan, (5) level dari persaingan partai politik. Sejauh
mana tingkatan persaingan partai politik turut berpengaruh terhadap
peningkatan representasi perempuan termasuk di dalamnya pemilu, (6)
cakupan besaran daerah pemilihan (DaPil) di dalam pemilu juga berpengaruh
terhadap representasi politik perempuan. Keenam faktor ini berpengaruh
terhadap peningkatan representasi politik perempuan termasuk
Indonesia,
semakin rendah kendala institusional, semakin tinggi representasi politik
perempuan di dalam pemilu.
39
Dan yang terakhir adalah kendala budaya, yang mana juga dapat
mempengaruhi peningkatan representasi politik perempuan di Indonesia.
Pertama, berbagai nilai dan norma budaya, seperti pembagian yang tepat
antara ranah publik dengan ranah privat. Kedua, sikap-sikap budaya manakah
yang cenderung dominan di masyarakat terhadap kaum perempuan.Apakah
sikap budaya
yang
cenderung tradisional
ataukah
yang cenderung
egaliter?Sikap budaya terhadap kaum perempuan ini berpengaruh dalam
meningkatan representasi politik perempuan termasuk partisipasinya di
pemilu.
Ketiga, budaya politik.Budaya politik apakah yang cenderung dominan
di dalam masyarakat?Budaya politik yang cenderung konservatif ataukah yang
cenderung progresif, sangatlah berpengaruh di dalam peningkatan representasi
politik perempuan Indonesia.
Dengan demikian, perempuan seringkali mengalami ketidakadilan di
dunia politik.Perempuan dianggap tidak mampu untuk mengurus negara dan
pemerintahan.Dunia politik sekarang ini lebih di dominasi laki-laki, jadi
peluang bagi perempuan sangat sedikit untuk mendapatkan kesempatan ikut
serta dalam politik. Walaupun begitu para perempuan tetap gigih
memperjuangkan haknya untuk bisa masuk dalam dunia politik.
40
C. Hak Politik Perempuan
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang perempuan terkadang
mendapatkan diskriminasi dan anggapan sebelah mata atas dirinya.
Diskriminasi dapat terjadi baik dalam kehidupan pekerjaan, keluarga (antara
suami dan istri), hingga kehidupan yang dilaluinya dalam masyarakat. Dengan
adanya diskriminasi inilah maka kemudian banyak pihak terutama perempuan
sendiri menyadari pentingnya mengangkat isu hak perempuan sebagai salah
satu jenis hak asasi manusia yang harus dapat diakui dan dijamin
perlindungannya. Adanya kesadaran ini maka kemudian perlu diketahui
terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan.
Hak asasi perempuan, adalah hak yang dimiliki oleh seorang
perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang
perempuan, dalam khasanah hukum hak asasi manusia dapat ditemui
pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi manusia.
Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pengaturan mengenai pengakuan
atas hak seorang perempuan terdapat dalam berbagai sistem hukum tentang
hak asasi manusia.
Sistem hukum tentang hak asasi manusia yang dimaksud adalah sistem
hukum hak asasi manusia baik yang terdapat dalam ranah internasional
maupun nasional. Khusus mengenai hak-hak perempuan yang terdapat dalam
system hukum tentang hak asasi manusia dapat ditemukan baik secara
eksplisit maupun implisit. Dengan penggunaan kata-kata yang umum
terkadang membuat pengaturan tersebut menjadi berlaku pula untuk
41
kepentingan perempuan. Dalam hal ini dapat dijadikan dasar sebagai
perlindungan dan pengakuan atas hak-hak perempuan.
Kehidupan seorang muslim tidak bisa dipisahkan dari persoalan
berpolitik karena politik merupakan sarana efektif untuk merealisasikan
kesempurnaan Islam. Setiap muslim yang mengaku beribadah kepada Allah
SWT mempunyai hak untuk berpolitik, bahkan seorang muslim berkewajiban
untuk mengaplikasikan politik secara Islami guna merealisasikan Islam secara
kaffah. Berdasarkan atas mafhum istikhlaf inilah dasar diwajibkannya politik
bagi umat Islam.
Menurut Islam, perempuan mempunyai hak dalam berpolitik. Laki-laki
dan perempuan berkewajiban untuk amar ma’ruf nahi munkar melalui
beberapa cara yang termasuk diantaranya dengan media politik. Islam tidak
membedakan laki-laki dan perempuan dalam hak-hak individu dan hak-hak
kemasyarakatan. Namun demikian, bahwa semua hak tersebut harus
diletakkan dalam batas-batas kodrati perempuan.
Sama halnya dengan seorang pria, seorang perempuan juga
mempunyai hak yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan. Hak-hak
perempuan yang diakui dan dilakukan perlindungan terhadapnya terkait
dengan hak-hak perempuan di bidang politik, antara lain :12
1. Hak untuk Memilih dan Dipilih;
2. Hak Musyawarah dan Mengemukakan Pendapat;
12
Fatimah Umar Nasir, Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Islam, (Jakarta:CV.
Cendekla Sentra Muslim, 2003), cet. pertama, hlm. 167
42
3. Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut serta dalam
perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaan kebijakan;
4. Hak untuk ambil bagian dalam organisasi-organisasi pemerintah dan
non-pemerintah dan himpunan-himpunan yang berkaitan dengan
kehidupan pemerintah dan politik negara tersebut;
5. Hak Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar (Pengawasan dan Evaluasi).
Dengan demikian hak politik perempuan dalam pandangan fiqh
siyasah maupun Islam telah mengangkat martabat dan kehormatan perempuan
dengan memberikan dan menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
mereka dalam berbagai aspek dunia bangsa mereka.
D. Pandangan Ulama Terhadap Hak Politik Perempuan
Seluruh ulama sepakat bahwa perempuan haram menduduki jabatan
kekhalifaan.Jadi masalah haramnya perempuan menjadi pemimpin Negara
bukanlah masalah khilafiyah. Imam Al-Qurthubiy, menyatakan dalam
tafsirnya Al-Jaami’li Ahkam Al-Qur’an, Juz 1. hal. 270, menyatakan bahwa:
“Khalifah haruslah seorang laki-laki dan mereka (para fuqaha) telah
bersepakat bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam (khalifah). Namun
mereka berselisih tentang bolehnya perempuan menjadi qadhi berdasarkan
diterimanya kesaksian perempuan dalam pengadilan”.Namun ath-Thabari dan
Ibnu Hazm masih membolehkan jika perempuan menjadi perdana Menteri
atau Hakim.13
13
https://Kajian-islah.blogspot.co.id/2009/02/perempuan-dan-hak-politik-dalam-
06.html
43
Faktor-faktor
tabiat
perempuan,
orang-orang
yang
melarang
pencalonan perempuan juga mengemukakan alasan bahwa perempuan itu juga
menghadapi kendala yang sudah merupakan tabiat atau pembawaan mereka,
seperti menstruasi setiap bulan beserta keluh-keluhnya, mengandung dengan
segala penderitaannya, melahirkan dengan segala resikonya, menyusui dengan
segala penderitaannya melahirkan dengan segala resiko, menyusui dengan
seala bebannya, dan sebagai ibu dengan segala tugasnya. Semua itu
menjadikan mereka secara piskis, fisik, dan pemikiran tidak mampu
mengemban tugas sebagai pemimpin ataupun anggota Dewan yang bertugas
mengawasi pemerintah dan membuat Undang-Undang.
Hal diatas memang benar.perempuan yang sibuk sebagai ibu dan
dengan segala tugasnya tidak akan menceburkan dirinya mengemban tugastugas penting itu. Dan jika ikut maka anak-anak dan urusannya tidak ada yang
memperhatikan. Yang dimaksud dalam konteks ini ialah perempuan yang
memiliki kelebihan yang berupa kecerdasan, kemampuan, kesempatan, ilmu,
serta kecerdasan dan tidak direpotkan oleh urusan diatas.
Para Ulama telah sepakat akan terlarangnya perempuan memegang
kekuasaan tertinggi atau al-imamah al-Uzhma. Ketentuan ini berlaku bagi
perempuan bila ia menjadi raja atau kepala Negara yang mempunyai
kekuasaan mutlak terhadap kaumnya, yang segala kehendaknya harus
dijalankan, semua hukum dan perintahnya tidak boleh ditolak dan
dikukuhkan.
44
Namun dalam hak politiknya untuk memilih (pemilu), Dr. Mushthafa
as-Siba’i berpendapat bahwa Islam tidak melarang perempuan menggunakan
hak pilihnya.14Pemilu adalah pemilihan rakyat terhadap wakil-wakil yang
menggantikan mereka dalam membuat undang-undang dan mengawasi
pemerintah. Dan dalam hak politiknya untuk dipilih/dicalonkan pun sama
halnya dengan hak memilih, yaitu boleh seorang perempuan untuk
mencalonkan dirinya sebagi anggota Dewan Legislatif.
Selama perempuan berhak memberikan nasihat, mengemukakan mana
pendapat yang benar menurutnya, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar
dengan mengatakan: ini benar dan ini salah, maka tidak ada alasan melarang
keanggotaannya di DPR guna melaksanakan tugasnya.15
Dengan demikian, pro-kontra antara ulama pun tidak terelakkan
mengenai hak politik perempuan.Ada yang melarang, ada juga yang
menyetujui.Tetapi dari semua pendapat itu penulis setuju dengan ulama yang
membolehkan atau memberikan peluang bagi perempuan untuk menggunakan
hak politiknya, baik itu memilih atau dipilih.
E. Beberapa Contoh di Negara Muslim
a. Arab Saudi
Hak perempuan dalam masyarakat Arab Saudi adalah berlandaskan
hukum Islam dan budaya kesukuan.Semenanjung Arab merupakan tempat asal
suku nomaden serta berlandaskan patrilineal, dimana pemisahan antara laki14
Abdul Halim Abu Syuqqah; penerjemah, chairul Halim,Kebebasan Wanita,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), jilid 2, hlm. 536
15
Abdul Halim Abu Syuqqah; penerjemah, chairul Halim,Kebebasan Wanita,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), jilid 2, hlm. 541
45
laki dan perempuan (purdah) serta pembatasan gerak perempuan serta
kehormatan perempuan dianggap sesuatu yang amat penting oleh masayarakat
di Arab Saudi.Perempuan disana apabila bepergian tidak boleh sendirian, serta
perempuan di Arab Saudi dilarang untuk menyetir mobil. Dampak positif akan
adanya pembatasan ini adalah perempuan Arab Saudi adalah perempuan yang
paling sedikit melakukan kejahatan dibanding perempuan negara lain di dunia.
Tapi Pada tahun belakangan ini perempuan sedikit diberi kebebasan
peranannya setelah Pada Februari 2009, Raja Abdullah menunjuk seorang
perempuan untuk menjadi Wakil Menteri Pendidikan, jabatan publik tertinggi
yang pernah diduduki perempuan hingga saat ini. Tumbuhnya aktivisme
perempuan di Saudi dipicu di antaranya oleh kesadaran mereka akan semakin
besarnya keterlibatan perempuan di ruang publik di negara-negara tetangga
mereka seperti Bahrain dan Kuwait dan juga karena perhatian dari tokohtokoh internasional seperti Yakin Ertürk, Wakil Khusus Dewan Hak Asasi
Manusia PBB untuk Kekerasan terhadap Perempuan.
Pada bulan September2011 Raja Abdullah dari Arab Saudi
menyatakan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk memilih dan
dipilih dalam pemilu kota pada 2015 nanti. Hal ini berarti sebuah upaya untuk
kesetaraan perempuan di Saudi.16
16
https://id.wikipedia.org/wiki/hak-perempuan-di-Arab-Saudi.html
46
Dengan demikian Arab Saudi yang pada awalnya hak memilih dan
dipilih bagi perempuan belum disetujui17, kini telah disetujui yang telah
dinyatakan oleh Raja Abdullah dari Arab Saudi.
b. Mesir
Mesir tergolong negara paling buruk dalam hal penerapan hak asasi
perempuan di negara-negara Arab menurut suatu survei. Di Negeri Firaun ini,
banyak dijumpai pelecehan seksual dan praktek sunat terhadap perempuan.
Survei dilakukan Thomson Reuters Foundation terhadap lebih dari 330 ahli
gender di 21 negara Liga Arab, termasuk Suriah, selama tiga tahun sejak Arab
Spring pada 2011. Hasilnya, penerapan terbaik ada di Kepulauan Komoros.
Negeri kepulauan ini menempatkan 20 persen kaum perempuannya
pada kursi menteri--menempati urutan pertama terbaik diikuti oleh Oman,
Kuwait, Yordania, dan Qatar.Adapun posisi kedua terburuk setelah Mesir
diduduki oleh Irak, disusul Arab Saudi, Suriah, dan Yaman. Jajak pendapat itu
dilakukan dengan cara bertanya kepada para ahli untuk mengetahui tentang
kekerasan terhadap kaum perempuan, hak-hak melahirkan, pengobatan, serta
peran perempuan dalam politik dan ekonomi.
Hasil
survei
itu
menemukan
fakta
bahwa
diskriminasi
dan
perdagangan perempuan merupakan faktor utama yang menyebabkan Mesir
menempati urutan paling buncit di antara 22 negara Arab."Di seluruh desa di
pinggiran Kairo dan sejumlah tempat, roda ekonominya digerakkan oleh
17
M. Quraish Shihab, Perempuan: dari cinta sampai seks, dari nikah mut’ah sampai
nikah sunnah, dari bias lama sampai bias baru, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet.ke empat,
hlm. 344
47
perdagangan perempuan dan kawin paksa," kata Zahra Radwan, dari Global
Fund for Women, organisasi yang berbasis di Amerika Serikat.
Sebuah
laporan yang dilansir PBB pada April 2013 juga menyebutkan 99,3 persen
perempuan di Mesir telah menjadi korban pelecehan seksual.
"Penerimaan masyarakat terhadap pelecehan seksual yang terjadi
sehari-hari berdampak pada perempuan di Mesir tanpa memandang latar
belakang usia, profesi atau tingkat sosial-ekonomi, status perkawinan,
pakaian, atau perilaku," kata Noora Flinkman, dari kelompok Harass Map di
Mesir. Survei juga menemukan fakta lain di Irak. Nasib perempuan di Negeri
1001 Malam ini kini lebih buruk jika dibandingkan dengan nasib mereka di
masa pemerintahan Saddam Hussein.Arab Saudi dinilai paling buruk dalam
kaitan dengan pelibatan perempuan dalam urusan politik, diskriminasi di
tempat kerja, kebebasan beraktivitas, dan hak-hak kepemilikan.
Dengan demikian di Mesir, perempuan tidak diberikan kesempatan
dalam hal memberikan pendapat, apalagi dalam hal berpolitik.Perempuan di
Mesir sangat tidak dihargai saat itu, mereka (perempuan) diperdagangkan,
pelecehan seksual, diskriminasi, dan sebagainya.
c. Qatar
Islam menjadi agama resmi Saudi Arabia. Seluruh legislasi diambil
secara eksklusif berdasarkan Syariah. Anggota pemerintahan dari kalangan
Wahabi yang sangat puritan. Legitimasi agama keseharian kerajaan dibuat
oleh Dewan Agama Tertinggi, yang ditunjuk oleh raja. Rakyat Qatar merasa
bangga atas sistem politik mereka di mana pemilu lokal pertama diadakan
48
pada Maret 1999; perempuan Qatar memiliki hak pilih yang sama dengan
kaum lelaki.18
Sebagaimana Saudi Arabia, keluarga kerajaan Qatar adalah Wahabi.
Syariah Islam juga menjadi sumber utama perundang-undangan. Namun
demikian, Qatar memiliki sistem politik yang relatif demokratis. Konstitusi
membentuk Parlemen yang beranggotakan 45 orang yang disebut Dewan
Penasihat (DP), dengan 30 anggota diangkat berdasarkan pemilu. DP memiliki
otoritas untuk menyetujui APBN dan memonitor otoritas eksekutif yakni
penguasa yang disebut amir.
Penghargaan
harus
diberikan
kepada
Sheikha
Mozah
atas
kehadirannya yang karismatis dan semangatnya untuk mewakili negaranya
dengan cara yang positif. Ketika ditanya tentang keadaan kaum perempuan di
Qatar, ia sekedar menjawab dengan menunjuk dua orang perempuan muda
yang duduk di barisan depan dan berkata, "Kedua perempuan ini menduduki
jabatan menteri di Qatar. Saya tidak perlu berkata apa-apa lagi."
Emansipasi dan pemberdayaan perempuan di Qatar tidak akan pernah
tercapai tanpa;19 pertama, peran filantropis dan efektif Sheikha Mozah dalam
mendorong kaum perempuan Qatar maju, dan kedua, kesiapan rakyat Qatar
dan kerelaan mereka mengikuti berbagai perubahan ini. Contoh Qatar belum
pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut mengingat waktu dan skala
perubahan yang begitu mendalam dan keberhasilan terbesarnya terletak
18
19
www.fatihsyuhud.net/2004/04/arab-dan-demokrasi/
www.commongroundnews.org/article/politik-perempuan-di-qatar.html
49
terutama dalam pencapaian sebuah keseimbangan antara perlindungan
terhadap identitas Muslimnya dan penerapan kebijakan yang progresif, sebuah
kebijakan yang menjamin kesetaraan hak sebagai warga negara bagi kaum
perempuan.
Seperti yang sering diberitakan, agama mendominasi hampir segala
aspek kehidupan di Arab Saudi, yang menyulitkan bagi perempuan untuk
menanyakan hak-hak mereka karena takut dicap, diasingkan, dan "dituduh"
liberal dan sekuler. Namun, kita dapat mempertanyakan sebagian representasirepresentasi Islam yang keliru dan praktik sosial umum yang telah diserap
seluruh masyarakat, seperti kawin paksa, cerai paksa, kekerasan terhadap
perempuan, perwalian (seorang perempuan harus didampingi seorang kerabat
laki-laki dan memperlihatkan izin yang ditandatangani walinya di setiap
pelabuhan), serta undang-undangan perceraian dan perwalian anak yang berat
sebelah.
Penting artinya untuk mengubah pola-pola sosial dan budaya dengan
cara menarik sebuah garis pembatas antara praktik-praktik agama dan sosial;
antara suatu penafsiran Islam yang meningkatkan kedudukan perempuan
dalam masyarakat dan praktik-praktik sosial yang membatasi dan menindas.
Apa yang dituntut kaum perempuan di kebanyakan negara Muslim adalah
pemikiran kembali tentang kedudukan mereka dalam masyarakat dan
pelaksanaan hak maupun kewajiban laki-laki dan perempuan dalam Islam
secara tepat.
50
Hasil-hasil sederhana telah dicapai oleh Kementerian Tenaga Kerja
Arab Saudi, dalam sebuah upaya untuk menegosiasikan ruang-ruang baru bagi
kaum perempuan di negara tersebut, seperti mengizinkan pengacara-pengacara
perempuan untuk bekerja di kantor-kantor hukum.Pembaruan di Arab Saudi
mungkin sedang berlangsung, dan kecaman keras terhadap perempuan telah
berkurang dalam beberapa hal, tetapi sisa-sisa radikalisme masih ngotot
bertahan.
Kerajaan
Saudi
harus
menginternalisasikan
kemoderatan
dan
menormalkan kehidupan bagi generasi sekarang dan masa depan dengan
mencurahkan lebih banyak energi mewujudkan pembaruan nyata dan penting.
Dengan demikian di Qatar, perempuan diberikan kesempatan untuk
dapat berpartisipasi dalam wilayah politk. Pemerintah dan masyarakat
(khususnya perempuan) Qatar yang rela mengikuti perubahan demi
mendapatkan hak politik perempuan dan demi kemajuan kaum perempuan di
Qatar.
BAB IV
HAK POLITIK BAGI PEREMPUAN MENURUT
DR. YUSUF AL-QARDHAWI
Berpolitik adalah sebuah kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh
setiap manusia; apakah berupa kewajiban utama (fardhu ain) atau kewajiban
tambahan (fardhu kifayah). Berpolitik bukanlah pekerjaan yang dianjurkan,
atau dianggap baik mengerjakannya, atau tidak mengapa meninggalkannya.
Akan tetapi, berpolitik adalah wajib hukumnya berdasarkan pemahaman
pengambilalihan kekuasaan, yang mana pengambilalihan kekuasaan adalah
sebuah kelaziman yang diwajibkan dan dipaksakan kepada setiap muslim lakilaki dan perempuan.
Hak-hak berpolitik adalah hak-hak yang diusahakan seseorang sebagai
individu yang merupakan bagian dari warga negara.seperti hak menduduki
jabatan publik, hak pemilihan umum, hak pecalonan, atau hak–hak yang
mana dengan perantara hak-hak tersebut seseorang mendapatkan bagiannya
dalam urusan pemerintahan.
Jika ulama telah menetapkan kemampuan perempuan dalam mengatur
kepentingan pribadinya dalam bidang keuangan dan kemampuan mengatur
kepentingan orang lain berupa mengasuh anak serta member wasiat, maka
aktifitas politik tidak mengecualikan kemampuan tersebut, seperti kemampuan
perempuan dalam perwalian dan pembebasan, perintah berbuat kebajikan dan
melarang perbuatan mungkar, serta persaksian.
51
52
Al-Qur‟an, Sunnah Nabawi dan sejarah orang-orang shaleh terdahulu
menetapkan adanya hak berpolitik bagi perempuan; baik secara teori maupun
praktik, dan tidak ada keraguan dalam hal ini. Allah SWT berfirman;
 
 
  


 
 

   

   
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah [9]: 71)
Di dalam ayat ini Allah SWT menetapkan bagi perempuan beriman
hak
mutlak
memerintah
sebagaimana
laki-laki.Termasuk
didalamnya
memerintah dalam urusan persaudaraan dan persahabatan, bantuan keuangan
dan urusan masyarakat, dan memerintah dalam urusan membantu peperangan
dan dalam urusan politik.
Hak untuk berpolitik artinya hak untuk berpendapat, untuk menjadi
anggota lembaga perwakilan,1 dan untuk memperoleh kekuasaan, seperti
memimpin
lembaga
formal,
organisasi,
partai,
dan
presiden.Dalam
pembahasan politik, nilai yang paling dominan adalah nilai kekuasaan. Orang
atau kelompok yang ingin mencapai kekuasaan mutlak setidaknya harus
1
Muhammad Anis Qasim, Perempuan dan Kekuasaan: Menelusuri Hak Politik dan
Persoalan Gender dalam Islam, (Bandung: Zaman, 1998), hlm. 36
53
memenuhi ketentuan dan penguasaan atas kemampuan (ability), kecakapan
(capacity), dan kepandaian (skill).
Di dalam buku yang berjudul “Meluruskan Dikotomi Agama dan
Politik” karya Dr. Yusuf al-Qardlawi, yang mana dalam sub bab buku tersebut
terdapat pembahasan mengenai Hak-hak kaum perempuan. Menurut beliau
agama Islam adalah sebuah sistem hidup pertama yang membebaskan kaum
perempuan dari perbudakan masa lalu, sebuah agama pertama yang bersikap
obyektif terhadap kaum perempuan dan memuliakan mereka, baik dalam
kapasitas mereka sebagai seorang manusia, seorang perempuan, seorang putri
(anak perempuan), juga sebagai seorang istri dan anggota masyarakat.
Dalam buku tersebut Yusuf al-Qardhawi tidak menjelaskan secara
detail apa saja hak-hak perempuan, namun dari penjelasannya beliau sangat
konsern terhadap hak politik perempuan. Dan Yusuf al-Qardhawi juga pernah
mengeluarkan sebuah fatwa dengan menyatakan bahwa seorang perempuan
mempunyai hak untuk ikut memilih di dalam pemilihan umum.Dan fatwa
yang lainnya yaitu membolehkan seorang perempuan untuk mencalonkan
dirinya sebagai anggota parlemen dan dewan permusyawaratan apabila dia
mempunyai kualifikasi untuk itu.
Dr. Yusuf al-Qardhawi pernah mengeluarkan sebuah fatwa, yang
menyatakan bahwa seorang perempuan mempunyai hak untuk ikut memilih di
dalam pemilihan umum, karena pemilihan umum seperti ini merupakan
bentuk kesaksian.Dan al-Qardhawi juga pernah berfatwa yang menyatakan
bahwa membolehkan seorang perempuan untuk mencalonkan dirinya sebagai
54
anggota parlemen dan dewan permusyawaratan apabila dia mempunyai
kualifikasi untuk itu.
Dalam fatwanya, al-Qardhawi menyatakan jika seorang perempuan memiliki
hak untuk menduduki pelbagai jabatan kenegaraan semisal anggota parlemen,
menteri, bahkan menjadi presiden, dan juga jabatan pada dewan fatwa.
"Logika Islam dalam kasus ini berdiri di atas prinsip jika perempuan adalah
entitas masyarakat yang juga paripurna, mereka memiliki hak sebagaimana
lelaki," terang Qardhawi.
"Tapi tentu saja ada syarat-syarat kapabilitas yang ketat yang harus dipenuhi
terlebih dahulu oleh perempuan tersebut, tidak sembarangan," terang alQardlawi.
Ditambahkan oleh Qardhawi, benar bahwa mayoritas ulama fikih tidak
membolehkan perempuan untuk menduduki jabatan khalifah besar atau
khalifah „ammah, atau imamah uzhma, yaitu jabatan tertinggi kekhalifahan
umat Muslim.
"Tetapi, masalahnya, apakah jawatan presiden yang hanya memerintah dan
menguasai sebuah negara termasuk pada pembahasan khilafah?Atau, apakah
hal ini bisa diqiyaskan sebagai pemimpin iqlim (wilayah bagian) pada zaman
55
dulu?Saya katakan, ya, tidak ada penghalang dalam agama bagi seorang
perempuan yang mampu untuk menduduki jabatan presiden," jelas Qardhawi.2
A. Hak Memilih dan Dipilih
Yusuf al-Qardhawi menyejajarkan kedudukan perempuan dengan lakilaki dalam peranannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau
pun sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sepenuhnya
memiliki hak memilihdan hak dipilih. Ia beralasan bahwa perempuan
dewasa adalahmanusia mukallaf (diberi tanggung jawab) secara utuh, yang
dituntut untuk beribadat kepada Allah, menegakkan agama, melaksanakan
kewajiban, menjauhi larangan-Nya, berdakwah untuk agama-Nya, dan
kewajiban melakukan Amar Ma‟ruf dan Nahi Munkar seperti halnya lakilaki.3
Beliau menegaskan bahwa seluruh seruan dan himbauan Allah didalam
al-Qur‟an mencakup kaum wanita, kecuali dalam hal-hal tertentu yang
dikhususkan untuk kaum pria. Manakala Allah berfirman: “Hai manusia”, atau
“Hai orang-orang yang beriman”, maka menurut salaf al-shalih bahwa itu
termasuk kaum perempuan. Pendapat ini dapat diterima semua pihak tanpa
diragukan.Dalam suatu riwayat disebutkan ketika istri Nabi Saw. Ummu
Salamah, mendengar seruannya: “Hai manusia”, padahal saat itu dia sedang
2
www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/fatwa-aneh-qardhawi-perempuan-bolehjadi-presiden-dan mufti.htm
3
Yusuf al-Qardhawi, Min Fiqh al-Daulah al-Islam, (Cairo: Maktabah Wahbah,
1998), hlm. 207
56
sibuk mengerjakan sesuatu, tapi dia tinggalkan pekerjaannya dan segera
memenuhi himbauan itu. Akibatnya, sebagian orang heran atas kesigapannya
memenuhi himbauan Rasulullah Saw. Ketika ditanya orang, maka dia
menjawab dengan tegas: “Saya termasuk manusia”.4
Kesejajaran perempuan dan laki-laki dalam hal menyuarakan haknya
di lembaga DPR atau pun MPR adalah sesuatu yang sangat biasa dan wajar,
bahkan dalam hal-hal tertentu yang menyangkut persoalan perempuan,
merekalahyang lebih dominan dalam membahas dan memecahkannya.
Al-Qardhawi menegaskan, yang dimaksud dalam Q.S. An-Nisa‟: 34,
tersebut
bahwa
dengan kehidupan
laki-laki
adalah
suami-isteri,
pemimpin
bukan
perempuan
dalam
berkaitan
urusan
pemerintahan.Menurutnya, Firman Allah yang mengatakan “Karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” menunjukkan
bahwa maksud kepemimpinan disini adalah kepemimpinan atas keluarga.
Dengan demikian,Yusuf al-Qardhawi pun membolehkan seorang
perempuan untuk mencalonkan dirinya sebagai anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, sama halnya dengan membolehkannya sebagai kepala negara, dan
hakim. Tentu hal tersebut tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
4
Yusuf al-Qardhawi, Min Fiqh al-Daulah al-Islam, (Cairo: Maktabah Wahbah,
1998), hlm. 209-212
57
B. Hak Perempuan Menjadi Kepala Negara
Dr. Yusuf Al-Qardlawi berkata:
“Larangan perempuan menduduki jabatan presiden (khalifah) atau
jabatan kepala negara dan sejenisnya adalah dikarenakan pada umumnya
kemampuan fisik perempuan tidak sanggup untuk menanggung beban
tersebut.”Tapi ada pula beberapa perempuan yang mempunyai kemampuan
lebih dari laki-laki.Contohnya seperti Ratu Balqis yang memerintah kerajaan
Sabaiyah di zaman Nabi Sulaiman, yang kisahnya disebutkan di dalam AlQur‟an pada Surah An-Naml.Ratu Balqis telah berhasil dan sukses memimpin
kaumnya meraih keuntungan dunia dan akhirat.
  
  
“Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka,
dan Dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang
besar.”
Hukum dilahirkan dari kejadian yang umum dan banyak berlaku, dan
bukan dari kejadian yang jarang berlaku. Oleh sebab itu ulama melahirkan
kaedah: Sesuatu yang jarang tidak mempunyai hukumnya.5
Dengan demikian, hak politik perempuan untuk menjadi kepala negara
Yusuf al-Qardhawi membolehkannya, adapun dalampernyataannya yang
diatas Yusuf al-Qardhawi hanya mengambil sebuah kesimpulan yang pada
umumnya melarang perempuan untuk menjadi kepala negara, yang
5
Yusuf Al-Qaradhawi, Markaz Al-Mar‟ah fi Al-Hayah Al-Islamiyah, (cairo:
Maktabah Wahbah, 1416 H/1996 M), hlm. 19-23
58
dikarenakan fisik perempuan tidak sanggup untuk menanggung beban
tersebut. Namun tidak semua perempuan mempunyai fisik yang lemah. Yusuf
al-Qardhawi mengambil contoh Ratu Balqis, yang mana ia adalah seorang
perempuan yang mana pada saat itu memerintah sebuah kerajaan yang cukup
besar di zaman Nabi Sulaiman As.
C. Perempuan Menjadi Hakim
Dr. Yusuf Al-Qardhawi berbicara panjang lebar tentang jabatan hakim
bagi perempuan yang disiarkan oleh Televisi Al-Jazirah Qatar. Di antara yang
Syaikh Al-Qardhawi katakan adalah:
“Masalah perempuan menjadi hakim adalah masalah yang telah lama
diperbincangkan ulama fiqh Islam dari zaman dahulu.Mayoritas ulama
melarang jabatan hakim bagi perempuan. Bahkan mereka menetapkan dalam
kitab-kitab fiqh, 10 syarat menjadi hakim: Islam, baligh, merdeka, berakal,
adil, sehat rohani, tidak tuli, tidak buta, tidak bisu, dan laki-laki.
Imam Abu Hanifah memperbolehkan jabatan hakim bagi perempuan
pada urusan persaksian, urusan tata kota, keuangan, dan pada urusan status
sosial sebuah individu dalam masyarakat dan bukan pada urusan tindak
pidana. Dan Imam Abu Ja‟far Ath-Thabari berpendapat, di antara hak seorang
perempuan adalah menduduki jabatan hakim, bahkan pada urusan tindak
pidana sekali pun.
59
Menurut Al-Qardhawi ada beberapa ketentuan, batasan, dan syarat
bagi perempuan untuk menduduki jabatan hakim, yakni:6
Pertama, mencapai usia yang pantas untuk menduduki jabatan hakim
tersebut, yang mana jabatan tersebut terbilang jabatan yang cukup berat dan
perlu tanggung jawab yang sangat besar. Kemudian perempuan tersebut tidak
dalam keadaan yang sedang hamil, ketika menjalankan tugasnya, tidak dalam
masa siklus bulanannya, tidak dalam masa training, dan yang terpenting sehat
jasmani serta mempunyai pengalaman sebelumnya. Dengan demikian, usia
pantas yang dimaksud adalah usia matang.
Kedua, ahli, maksudnya ialah memiliki kemampuan diri, kemampuan
keilmuan, dan berakhlak baik.Ulama besar pada masa awal Islam banyak yang
menolak jabatan hakim yang ditawarkan kepadanya.Jabatan hakim adalah
jabatan “panas”. Hadits riwayat Buraidah menyebutkan;
: ‫ قال رسٌل اهلل صهى اهلل عهٍو ًسهى { انقضا ة ثال ثت‬: ‫عٍ بز ٌدة ر ضً اهلل عنو قال‬
‫ ًرجم‬.‫ فيٌ فً انجنت‬,‫ فقضى بو‬,‫ رجم عزف انحق‬.‫ ًًاحد فً انجنت‬,‫اثناٌ فً اننار‬
‫ فقضى‬,‫ ًرجم نى ٌعزف انحق‬.‫ فيٌ فً اننار‬,‫ ًجار فً انحكى‬,‫ فهى ٌقض بو‬,‫عزف انحق‬
} .‫ فيٌ فً اننار‬,‫نهناس عهى جيم‬
“Dari Buraidah Radliyallaahu „anhu, bahwa Rasulullah Shallahu‟alaihi wa
Sallam bersabda: Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi di
surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan dengannya maka ia
di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia tidak memutuskan
dengannya, maka ia di neraka; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan
ia memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan, maka ia di neraka.”7
6
Yusuf Al-Qaradhawi, Markaz Al-Mar‟ah fi Al-Hayah Al-Islamiyah, (cairo:
Maktabah Wahbah, 1416 H/1996 M), hlm. 244
7
‫( كتا ب انقضا ء‬Kitab Memutuskan Perkara), Hadits No. 1412
60
Jabatan hakim adalah jabatan cukup berat dan menyulitkan.Jabatan
hakim itu bukan hanya sekedar teori, namun praktek di lapangan yang cukup
berat.Bahkan terkadang seorang hakim terpaksa melawan kata hatinya sendiri,
dan mereka terjungkal dari kebenaran yang harus dijunjungnya.
Ketiga, keberadaan perempuan sebagai hakim tersebut memang atas
dasar permintaan masyarakat, yakni demi kemajuan masyarakat itu sendiri
bukan untuk kepentingan pribadi perempuan.
Dalam keadaan, apabila laki-laki tidak mampu mengambil peran ini
(hakim), maka tidak ada hukum yang melarang perempuan untuk menjadi
hakim.Syarat-syarat, ketentuan, dan batasan tersebut bukanlah ringan, dan
hanya yang mampu saja yang dapat melakukannya.8
Dr. Yusuf Al-Qardlawi berkata:
“Perempuan adalah makhluk yang menerima perintah syariat
sebagaimana
laki-laki.Dia
diperintahkan
untuk
menyembah
Allah,
menegakkan agamanya, menjalankan yang wajib dan meninggalkan yang
diharamkan, menjaga batasan-batasan syariat dan mendakwahkannya,
mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah manusia dari perbuatan
keji dan munkar”.
Sedikitnya
ada
tiga
dalil
yang
dijadikan
sebagai
sumber
rujukan:9Pertama, QS. al-Ahzab [33]: 33 yang menegaskan bahwa yang
8
http://www.qaradawi.net/site/topics/article.asp., diakses pada tanggal 19 Oktober
2015, jam 10;13
9
Zaitunah Subhan, Perempuan dan Politik dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Pesantren,
2004), cet. pertama, hlm. 43
61
paling cocok bagi perempuan adalah di rumah. Pandangan ini diperkuat oleh
hadits yang menyebutkan bahwa Allah telah menetapkan empat rumah bagi
seorang perempuan: rahim ibu, rumah orang tua (sampai ia menikah), rumah
keluarga (bersama suami dan anak), dan kubur.
Kedua, QS. an-Nisa‟ [4]: 34: Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum
perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian yang lain (lakilaki), dan karena mereka (kaum laki-laki) telah menafkahkan harta mereka …
Ketiga, riwayat dari Abu Bakrah yang menyatakan bahwa Rasulullah
s.a.w. bersabda:
‫نٍ ٌفهح قٌ و ً نٌا ايز ىى ايز ا ة { رً ا ه انبخزي ً احًد ًا ننسا ئ ًانتز يذ‬
10
}‫ي‬
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan
(pemerintahan) mereka kepada seorang wanita.” (HR. Bukhari, Ahmad Ibnu
Hanbal, an-Nasa‟I, dan at-Tirmidzi)
Pada dasarnya bukan ayat-ayat al-Qur‟an yang membatasi kaum
perempuan, namun penafsiran atas nashsh tersebut yang menyebabkan
munculnya pemahaman sempit terhadap hak-hak kaum perempuan.11
Dr. Amru Abdul Karim Sa‟dawi menjelaskan dua hal, yakni:
Pertama, jumlah perempuan yang dicalonkan sebagai anggota dewan
terbatas.Jumlah laki-laki yang menjadi anggota dewan jumlahnya mayoritas,
dan suara milik mayoritas.Kedua, ayat yang berisi tentang kepemimpinan lakilaki atas perempuan tersebut ditetapkan dalam kehidupan suami istri; laki-laki
10
11
HR. Al-Bukhari, Kitab Maghozi, bab.82 No. hadits 4425.
Amina Wadud Muhsin, Wanita dalam Al-Qur‟an, (Bandung: Pustaka, 1994), hlm.
118
62
sebagai kepala rumah tangga dan bertanggung jawab didalamnya. Dalam
firman Allah s.w.t.;

 


 
  
 
    
 
 
 
  
      
 

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka.sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka).wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar”.(Q.S. An-Nisaa‟4: 34)
Kalimat awal dari Q.S. a-Nisa‟ ayat 34; ar-rijal qawwamun „ala annisa‟ selalu menjadi salah satu alasan superioritas laki-laki atas perempuan.
Kalimat ini sering diartikan dengan kewajiban laki-laki (suami) sebagai satusatunya pemimpin. Karena menurut sebagian mufassir, kaum laki-laki
mempunyai kelebihan (fisik dan psikis).12
12
Zaitunnah Subhan, Perempuan dan Politik dalam Islam, (Jakarta: Pustaka
Pesantren, 2004), cet. pertama, hlm. 26
63
Berdasarkan susunannya, kalimat ayat ini bukanlah kalimat perintah
yang menyatakan: Wahai kaum laki-laki, kalian wajib menjadi pemimpin, atau
sebaliknya, Wahai kaum perempuan, kalian mesti dipimpin. Argumen yang
dimunculkan dalam ayat ini, mengapa kaum laki-laki menjadi pemimpin kaum
perempuan, adalah karena dua hal, yaitu: pertama, ketentuan Allah yang telah
melebihkan sebagiam dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan). Kedua, karena kaum laki-laki (suami) memberi nafkah kepada
istri.
Islam telah menetapkan batasan kekuasaan laki-laki dalam institusi
keluarga dengan kata quwwamun yang merupakan kata kunci dalam
melaksanakan kepemimpinan sebuah rumah tangga. Didalam sebuah keluarga
sangat diperlukan adanya seorang pemimpin untuk menyelesaikan perselisihan
dalam keluarga atau penyelesaian pilihan alternatif mana yang akan ditetapkan
atau diputuskan. Sehingga, kepemimpinan dalam instansi keluarga merupakan
kepemimpinan berdasarkan musyawarah, bukan kesewenangan.
Kepemimpinan ini dipergunakan sesuai dengan beberapa syarat
berikut:13
Pertama: Untuk ketaatan kepada Allah. Karena itu, tidak ada ketaatan
kepada makhluk untuk berbuat maksiat kepada sang khaliq. Apabila suami
menyuruh istri untuk berbuat maksiat kepada-Nya, maka dia tidak boleh
menaatinya dan kepemimpinannya tidak berlaku di sini.
13
Amru Abdul Karim Sa‟dawi, Wanita dalamFikih Al-Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2009), hlm. 110
64
Kedua: Kepemimpinan bukan digunakan untuk melakukan tindakan
semena-mena. Karena setiap hak dalam Islam dijamin dengan tidak
disalahgunakan, seperti untuk menyakiti orang lain dan melakukan tindakan
semena-mena.
Ketiga:
Mempergunakan kepemimpinan untuk
bermusyawarah.
Musyawarah dalam masyarakat Islam merupakan suatu metode dalam
kehidupan, mulai dari urusan yang besar dalam memilih pemimpin negara
hingga urusan terkecil seperti menyapih bayi dari susuannya.
Peran suami memberi nafkah kepada istri bukan merupakan keadaan
“hakiki”, melainkan hanya perbedaan “fungsional” saja.Dalam realitas sosial,
banyak kaum perempuan yang mandiri secara ekonomi, bahkan menjadi
tulang punggung keluarga.Meski demikian, masih ada pandangan sebagian
masyarakat dan bahkan pengakuan yuridis, yang menganggap kerja atau
penghasilan mereka sebagai penghasilan tambahan belaka.
Dengan demikian, hak politik perempuan untuk menjadi hakim sama
halnya dengan menjadi kepala negara, yang mana Yusuf al-Qardhawi
membolehkannya. Dan tentu saja itu tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis bahas secara jelas pada
bab-bab terdahulu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Di dalam fatwanya Dr. Yusuf al-Qardhawi memberikan kebebasan kepada
perempuan untuk berkecimpung di dunia politik. Dan Dr. Yusuf alQardhawi juga mengemukakan bahwa berpolitik adalah sebuah kewajiban
hukum yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Oleh karena itu Dr.
Yusuf al-Qardhawi memberikan kesempatan kepada perempuan untuk ikut
serta dalam dunia politik, baik itu menjadi Kepala Negara, menjadi Hakim,
dan bahkan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Jadi, Dr. Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa
perempuan mempunyai hak politik sama halnya dengan laki-laki, karena
di mata Islam baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang
sama.
2. Hak-hak politik perempuan dalam Fiqh Siyasah tidak jauh berbeda dengan
pendapat Yusuf al-Qardhawi. Dalam Fiqh Siyasah perempuan diberikan
hak-haknya sebagai warga negara, seperti; Hak untuk Memilih dan
Dipilih, Hak Musyawarah dan Mengemukakan Pendapat, Hak untuk
berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut serta dalam perumusan
kebijakan pemerintah dan pelaksanaan kebijakan, HakAmar Ma’ruf dan
Nahi Mungkar (Pengawasan dan Evaluasi). Hanya saja dalam hal ini ada
65
66
beberapa ulama yang berbeda pendapat, seperti Imam Al-Qurthubi, bahwa
perempuan tidak boleh menjadi imam (khalifah), sedangkan pendapat lain
dari Dr. Musthafa as-Siba’i yang membolehkan seorang perempuan untuk
mencalonkan dirinya sebagai anggota Dewan Legislatif.
B. Saran
1. Kepada kaum perempuan khususnya, politik dan kenegaraan adalah
sebagian dari sistem Islam dan menjadi kewajiban kepada kita untuk
sama-sama berpartisipasi demi mengemban amanah sebagai insan
Mukallaf yaitu yang diberi pertanggung jawaban sama seperti laki-laki.
Peranan perempuan dalam sektor politik yang hangat di kalangan ulama
baik yang pro maupun kontra. Hal itu berpangkal dari perbedaan dalam
memahami dan menafsirkan nash. Dr. Yusuf Al-Qardhawi merupakan
ulama yang kontra terhadap hak politik perempuan, bahkan Islam juga
mengharuskan perempuan untuk memiliki kesadaran politik serta
membolehkan untuk berkiprah dalam politik tanpa melupakan tabiat
aslinya dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkannya.
2. Kepada semua masyarakat Islam, khususnya di Indonesia yang mayoritas
masyarakatnya adalah Muslim agar mengoptimalkan segala usaha supaya
kaum perempuan semuanya sadar dan faham tentang hak-hak dan
kewajiban mereka yang telah diberikan oleh Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Al-Qur’an al-Karim
Ensiklopedi Hukum Islam
Abu Syuqqah, Abdul Halim; penerjemah, Chairul Halim, Kebebasan Wanita, Jakarta:
Gema Insani Press, 1997.
__________, penerjemah, Chairul Halim, Kebebasan Wanita, Jakarta: Gema Insani
Press, 1997, jilid 2
Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2007.
Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya
Ilyas, Yunahar ,Kesetaraan Gender dalam Al-qur’an, Yogyakarta: LABDA PRESS,
2006.
Jakfar, Tarmizi M., Otoritas Sunnah Non Tasyri’iyyah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,
Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2012.
Ja’far, Muhammad Anas Qasim, Mengembalikan Hak-hak Politik Perempuan:
sebuah perspektif Islam, Jakarta: AZAN, 2001.
Muhsin, Amina Wadud, Wanita dalam Al-Qur’an, Bandung: Pustaka, 1994.
Nasir, Fatimah Umar, Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Islam, Jakarta: CV.
Cendekla Sentra Muslim, 2003
Qardhawi, al, Yusuf, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2008.
__________, al, Yusuf, Markaz Al-Mar’ah fi Al-Hayah Al-Islamiyah, cairo:
Maktabah Wahbah, 1416 H/1996 M.
__________, al, Yusuf, As-Siyasah Asy-Syar’iyah Fi Dhau’ NushushAsy-Syari’ah
Wa Maqashidina, Cairo: Maktabah Wahbah, 1419 H/ 1989 M.
__________, al, Yusuf, Perjalanan Hidupku, hlm. 131
67
68
__________, al, Yusuf, Min Fiqh al-Daulah al-Islam, Cairo: Maktabah Wahbah,
1998
Qasim, Muhammad Anis, Perempuandan Kekuasaan: Menelusuri Hak Politik dan
Persoalan Gender dalam Islam, Bandung: Zaman, 1998.
Sa’dawi, Amru Abdul Karim, Wanita dalamFikih Al-Qaradhawi, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2009.
Sa’idah, Najmah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, Bogor: CV IDeA
Pustaka Utama, 2003.
Shihab, M. Quraish, Perempuan: dari cinta sampai seks, dari nikah mut’ah sampai
nikah sunnah, dari bias lama sampai bias baru, Jakarta: Lentera Hati, 2007
Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: el-Kahfi,
2008.
__________ ,Perempuan dan Politik dalam Islam, Jakarta: Pustaka Pesantren, 2004.
Tahido Yanggo, Huzaemah, Fiqh Perempuan Kontemporer, Bogor: Ghalia Indonesia,
2010.
Jurnal
Seda, Francisia SSE, Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pemilu 2014:
Permasalahan dalam Representasi Politik Perempuan di Indonesia, Jurnal
Perempuan: No. 79 (Mei 2014), hlm. 74.
Suhendra, Ahmad, Rekonstruksi Peran dan Hak Perempuan dalam Organisasi
Masyarakat Islam, Studi Gender dan Islam.
Lain-lain
‫( كتا ب القضا ء‬Kitab Memutuskan Perkara), Hadits No. 1412.
HR. Al-Bukhari, Kitab Maghozi, bab.82 No. hadits 4425.
HR. At-Tirmidzi, Kitab Fitan, bab.75 No. hadits 2262.
HR. An-Nasa’I, Kitab Qudhot, bab.8 No. hadits 5388.
69
https://Cahayatheprinces.blogspot.com/2012/01/emansipasi-wanita.html,diakses pada
tanggal 29 Januari 2015, jam 14:19 wib.
Al-Farisi, Salman, “Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak kritik rakyat dalam
pemerintahan Negara Islam”, Skripsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN
Sayrif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Sumber dari Media Elektronik
http://www.qaradawi.net/site/topics/article.asp diakses pada tanggal 19 Oktober 2015,
jam 10:13 WIB.
www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/fatwa-aneh-qardhawi-perempuan-boleh-jadi
presiden-dan mufti.htm, diakses pada tanggal 14 Desember 2015, jam 16:40
WIB.
http://migodhog.blogspot.com/2012/03/hadits-hadits-kepemimpinan-wanita.html,
diakses pada tanggal 09 Januari 2016, jam 15:46 WIB.
https://id.wikipedia.org/wiki/hak-perempuan-di-Arab-Saudi.html,
tanggal 10 Januari 2016, jam 14:16 WIB.
diakses
pada
https://dunia.tempo.co/read/news/2013/11/12/soal-perempuan-mesir-paling-buruk-dinegara-arab.html, diakses pada tanggal 10 Januari 2016, jam 14:39 WIB.
www.commongroundnews.org/article/politik-perempuan-di-qatar.html, diakses pada
tanggal 10 Januari 2016, jam 14:57 WIB
https://Kajian-islah.blogspot.co.id/2009/02/perempuan-dan-hak-politik-dalam06.html, diakses pada tanggal 10 Januari 2016, jam 13:06 WIB.
www.fatihsyuhud.net/2004/04/arab-dan-demokrasi/, diakses pada tanggal 13 Januari
2016, jam 12:15 WIB
Download