Hak Politik Bagi Perempuan dalam Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qardhawi Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar S.Sy Oleh : ARISTA APRILIA NIM : 1111045200005 KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M ABSTRAK Arista Aprilia, NIM: 1111045200005 dengan judul Hak Politik Bagi Perempuan Dalam Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Konsentrasi Ketatanegaraan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, MA. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Hak Politik Perempuan, karena perbincangan mengenai keterlibatan perempuan dalam wilayah politik merupakan topic hangat di masa lalu, sekarang, dan mungkin akan terus diperdebatkan pada masa yang akan datang oleh mereka yang sampai saat ini belum puas dengan kondisi yang saat ini sedang berjalan. Dunia politik sekarang ini menjadi perebutan bagi seluruh masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali kaum perempuan yang berlombalomba untuk mendapatkan tempat di parlemen. Penelitian dilakukan studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dilakukan dengan menelusuri berbagai literatur, baik berupa Al-Qur’an dan Hadits, buku-buku, jurnal, serta website yang berhubungan dengan tema penelitian. Skripsi ini menyimpulkan bahwa setiap masyarakat mempunyai hak yang sama untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, tidak terkecuali perempuan. Dalam konteks Hak Politik Perempuan, yang mana terdapat kesesuaian antara pemikiran Dr. Yusuf al-Qardhawi dengan Perspektif Fiqh Siyasah (Politik Islam) yang memberikan peluang bagi kaum perempuan untuk berkecimpung di dunia politik. Dalam fatwanya al-Qardhawi “memperbolehkan kaum perempuan untuk ikut memilih dalam pemilihan umum, dan bahkan boleh ikut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif”. Kata kunci :Hak Politik bagi Perempuan Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, MA Daftar pustaka :Buku : Tahun 1989 s/d Tahun 2014 Website : Tahun 2015 & 2016 i بسم اهلل الرحمن الرحيم KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, serta petunjuk kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hak Politik Bagi Perempuan Dalam Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qardlawi”, sebagai pelengkap syarat guna mencapai gelar sarjana pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, para keluarga, sahabat, serta para pengikutnya. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan dan kesabaran, serta do’a dan dorongan dari berbagai pihak, keluarga, para sahabat, bapak dan ibu dosen, dan khususnya ibu dosen pembimbing, hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi dengan baik. Karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik berupa pemikiran, saran, dukungan, serta do’a. Terutama kepada: 1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Dra. Hj. Maskufa, M.Ag., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan dukungan, do’a, serta bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. ii 3. Ibu Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, dosen pembimbing skripsi, yang begitu sabar telah meluangkan waktunya ditengah kesibukannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak penulis ucapkan atas waktu dan tenaga ibu yang telah diluangkan selama bimbingan. 4. Kepada seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum, khususnya kepada Dosen Program Studi Jinayah Siyasah yang telah mengajarkan penulis selama perkuliahan berlangsung dengan sabar dan ikhlas. Terima kasih banyak dan maaf sedalam-dalamnya atas segala kekurangan dari penulis selama perkuliahan berlangsung. 5. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, dosen Pembimbing Akademik, yang selama ini telah memberikan semangat, dan pemikirannya terhadap mahasiswa/mahasiswi, khususnyadi Jurusan Siyasah Syariah Prodi Jinayah Siyasah. 6. Bapak dan Ibunda tercinta, bapak Wasadi dan Ibu Ellis yang telah mencurahkan segala usaha dan do’a untuk kesuksesan dan kelancaran penulis dalam menyelesaikan studi ini. Dan adikku (Nabila, Hilmi, dan Hilda) yang telah memberi warna dan semangat dalam proses studi ini. Terima kasih banyak, skripsi ini penulis persembahkan untuk Bapak, Ibu, dan Adik tercinta. 7. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan Fakultas Syari’ah dan Hukum, dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Keluarga besar SS (Siyasah Syari’ah, 2011), yang selalu memberi warna di dalam kelas saat jam perkuliahan berlangsung. Semoga kebersamaan kita yang kurang lebih 3 tahun menjadi penyemangat untuk terus melaju kedepan, menggapai cita-cita. Dan semoga kesuksesan selalu menyertai kita semua, Amin iii 9. Dan untuk sahabat-sahabatku (Dwi, Melly, Maryam, Ameliani, Lidya, Fuji dan Khoerunnisa), terima kasih atas support dan doa’nya. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada semuapihak, yang turut membantu penulisb aik yang terlibat langsung maupun tidak, baik berupa semangat atau pun pemikiran dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah Swt membalas kebaikan untuk semuanya dan semoga langkah kita semua selalu di ridha’I dan diberkahi oleh Allah Swt. Akhir kalimat, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Jakarta, 04 Januari2016 M 23 Rabi’ulAwal 1437 H Penulis iv DAFTAR ISI ABSTRAK ………………………………………………………………………… i KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. ii DAFTAR ISI …………………………………………………..……………….…. v BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………... 1 A. Latar Belakang Masalah …..……………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………………….. 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………………….. 9 D. Tinjauan Pustaka …………………………………………………………… 10 E. Metode Penelitian ………………………………………………………….. 12 F. Sistematika Pembahasan ………………………………………………….... 14 BAB II. SKETSA KEHIDUPAN DR. YUSUF AL-QARDHAWI…………… 16 A. Riwayat Hidup Dr. Yusuf Al-Qardhawi ………………...........……………. 16 B. Aktifitas …………………………………...…………………....……….…. 22 C. Karya-karya ………………………….…………………………………….. 26 BAB III. ANALISIS HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM FIQH SIYASAH ……………………………………………………………... 30 A. Pengertian Hak Politik ………………………...……………………..…….. 30 B. Politik Perempuan dan Permasalahannya ………………………………….. 32 v C. Hak Politik Perempuan ……………………………….………………….. 40 D. Pandangan Ulama Terhadap Hak Politik Perempuan…………..………… 42 E. Beberapa Contoh di Negara ……………………………………………... 44 a. Arab Saudi………………………………………..……………… 44 b. Mesir……………………………………………..………………. 46 c. Qatar ….…………………………………………………………. 47 BAB IV.HAK POLITIK BAGI PEREMPUAN MENURUT DR. YUSUF AL-QARDHAWI …………………………………………………... 51 A. Hak Memilih dan Dipilih …...……………………………….................... 55 B. Hak Perempuan Menjadi Kepala Negara ……………..…………………. 57 C. Hak Perempuan Menjadi Hakim ………………………………………… 58 BAB V. PENUTUP ………………………………………………………….… 65 A. Kesimpulan………………………………………………………….…… 65 B. Saran ……………………………………………………………….……. 66 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….…… 67 vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sangat memuliakan perempuan.Al-Qur’an dan Sunnah memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada perempuan, baik sebagai anak, istri, ibu, saudara maupun peran lainnya. Begitu pentingnya hal tersebut, Allah mewahyukan sebuah surat alam Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad yaitu Surat An-Nisa’ yang sebagian besar ayat dalam surat ini membicarakan persoalan yang berhubungan dengan kedudukan, peranan dan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan. Yang dimaksud dengan hak politik adalah hak-hak yang ditetapkan dan diakui oleh undang-undang bagi seseorang. Hak itu biasanya didasarkan atas status kebangsaan, dan pada umumnya, undang-undang senantiasa mensyaratkan status warga negara bagi pemilik hak. Dengan kata lain, hak tersebut hanya berlaku bagi warga negara, bukan orang asing. 1Istilah hak politik sudah praktis merangkum pengertian hak dan sekaligus kewajiban.Hak politik, sejauh sebagai hak individu, sesungguhya merupakan kewajiban bagi kolektifitas individu-individu. Sementara itu hak politik, jika oleh seorang warga tidak digunakan, maka dalam hampir semua aturan 1 perundang-undangan orang itu Muhammad Anas Qasim Ja’far, Mengembalikan Hak-hak Politik Perempuan: sebuah perspektif Islam, (Jakarta: Azan, 2001), hlm. 29 1 2 akanmendapat sanksi.Lebih dari itu, hak politik hanya dipegang oleh seseorang yang memenuhi syarat-syarat tertentu selain syarat kewarganegaraan. Hak politik ini memuat keterlibatan individu dalam membentuk kehendak umum, baik berupa hak untuk memilih wakil-wakilnya di majelis dan lembaga-lembaga perwakilan lainnya, maupun hak untuk mencalonkan diri. Hak-hak ini mencakup:2 a) Hak mengemukakan pendapat/suara dalam pemilihan umum dan pemungutan suara dengan berbagai aneka macamnya. b) Hak pencalonan menjadi anggota lembaga perwakilan maupun lembagalembaga lokal. c) Hak pencalonan menjadi kepala negara, dan seterusnya meliputi partisipasi dan pengutaraan pendapat dalam masalah-masalah yang memiliki ciri politik. Politik menurut Imam Al Ghozali, merupakan satu dari dua penopang tujuan manusia dalam kehidupan, sebagaimana yang dikutip Dr. Hasan Muhammad at Thahir Muhammad: “Semua tujuan manusia, hakikatnya, terdapat dalam dua penyangga; agama dan negara. Tercapainya tujuan agama tergantung pada negara, karena keduanya menyempurnakan satu sama lain. Ajaran agama tidak mungkin terwujud tanpa sistem duniawi. Kehidupan seorang muslim tidak bisa dipisahkan dari persoalan berpolitik karena politik merupakan sarana efektif untuk merealisasikan kesempurnaan Islam. Setiap muslim yang mengaku beribadah kepada Allah 2 Muhammad Anis Qasim Ja’far, Ibid, hlm. 30 3 SWT mempunyai hak untuk berpolitik, bahkan seorang muslim berkewajiban untuk mengaplikasikan politik secara islami guna merealisasikan islam secara kaffah. Berdasarkan atas mafhum istikhlaf inilah dasar diwajibkannya politik bagi umat Islam. Pada dasarnya Islam menempatkan perempuan di tempat yang sesuai pada tiga bidang,3 yaitu Pertama, Bidang Kemanusiaan, Islam mengakui bahwa hak perempuan dengan laki-laki adalah sama. Kedua, Bidang Sosial, dalam hal ini kesempatan terbuka lebar bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan kesempatan untuk menempati jabatan-jabatan penting dan terhormat dalam masyarakat.Ketiga, Bidang Hukum, Islam memberikan pada perempuan hak memiliki harta dengan sempurna dalam mempergunakannya tatkala sudah mencapai usia dewasa dan tidak ada seorang pun yang berkuasa atasnya baik ayah, suami, atau kepala keluarga. Salah satu alasan penulis memilih pemikiran Dr Yusuf Al-Qardhawi, karena beliau seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir. Ia dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era modern ini. Didalam sebuah buku Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa agama Islam adalah sebuah sistem hidup pertama yang membebaskan kaum perempuan dari perbudakan masa lalu; sebuah agama pertama yang bersikap obyektif terhadap kaum perempuan dan memuliakan mereka, baik dalam kapasitas mereka sebagai seorang manusia, seorang perempuan, seorang putri (anak perempuan), juga sebagai 3 Cahayatheprinces.blogspot.com/2012/01/emansipasi-wanita.html, diakses pada hari Kamis, 29 januari 2015, jam 14:19 wib. 4 seorang istri dan anggota masyarakat.4 Dan Dr. Yusuf al-Qardhawi juga telah mengeluarkan sebuah fatwa, yang mana dalam fatwanya tersebut Yusuf alQardhawi memperbolehkan seorang perempuan untuk memilih di dalam pemilihan umum atau mencalonkan dirinya sebagai anggota legislatif, dan lain sebagainya. Bagi kita, ini merupakan bukti nyata bahwa Islam sudah menyeratakan kaum perempuan dengan kaum laki-laki dalam tugas-tugas agama yang bersifat ritual. Allah s.w.t. berfirman; “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab: 35) 4 Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm. 220 5 Allah juga menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam urusan sosial-politik.5Allah s.w.t. berfirman; “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah: 71) Ayat ini menjelaskan secara spesifik dengan penyebutan laki-laki Mukmin dan perempuan Mukminatuntuk melakukan salah satu bentuk aktifitas politik, yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Ayat ini lebih mempertegas lagi bahwa sebagai bagian dari masyarakat, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban untuk berpolitik. Tidak bisa dipungkiri dan bahkan harus dipahami oleh seluruh kaum Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, keduanya memiliki tanggungjawab yang sama untuk ikut menentukan arah,warna, dan pola generasi kini dan masa depan. Di dalam bukunya Yusuf al-Qaradhawi “Meluruskan dikotomi Agama dan Politik” Imam Abu Hanifah membolehkan seorang perempuan untuk menjadi hakim dalam semua persoalan selain hukum pidana.Sementara Imam 5 Yusuf Al-Qardhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm. 221 6 Ath-Thabari membolehkan seorang perempuan menjadi hakim dalam semua bidang perkara, sebagaimana mereka membolehkan kaum perempuan untuk menduduki semua jabatan pemerintahan selain puncak kepemimpinan negara. Dalam sejarah Islam juga terlihat bahwa kaum perempuan juga bisa menyampaikan aspirasinya kepada pihak yang berwenang, dengan sebuah pendapat yang tidak bisa mereka tinggalkan, sebagaimana dilakukan oleh Ummu Salamah (istri Rasulullah Saw) dalam peristiwa Hudaibiyah (saat memberikan sarannya kepada Rasulullah Saw untuk menyelesaikan masalah yang muncul pada saat itu berupa keberatan sebagian sahabat terhadap perintah Rasulullah s.a.w.). 6 Sebagai contoh, pada masa Nabi dan para sahabat, kaum perempuan sudah diberi kesempatan untuk bekerja sebagai akuntan pengawas di pasar, seperti yang dilakukan oleh Asy-Syifa binti Abdillah Al-Adawiyah pada jaman pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khathab yang ditugaskan untuk 6 Hal ini merujuk kepada sebuah kisah yang menceritakan tentang saran Ummu Salamah kepada Rasulullah s.a.w. pada waktu terjadi Perdamaian Hudaibiyah. Al-Bukhari meriwayatkan kisah ini dari Al-Miswar bin Makhramah. Rasulullah s.a.w. berkata kepada para sahabatnya, “Berdirilah kalian semua, kemudian sembelihlah hewan untuk membayar dam setelah itu cukurlah rambut kalian!”Al-Miswar berkata, “Demi Allah, tidak ada seorang pun yang bangkit dan melaksanakan perintah Rasulullah s.a.w. sampai beliau mengatakan yang ketiga kalinya.”Setelah tidak ada sahabat yang berdiri, beliau masuk mendatangi Ummu Salamah dan menceritakan peristiwa yang baru saja beliau alami.Ummu Salamah pun bertanya kepada Rasulullah, “Apakah engkau ingin mereka melaksanakan perintah engkau, wahai Rasulullah?Keluarlah, jangan keluarkan sepatah kata pun sebelum engkau menyembelih hewan untuk membayar dam dan memanggil tukang cukur untuk memotong rambutmu.”Rasulullah pun keluar dan tidak berkata kepada para sahabat sepatah kata pun sampai melaksanakan semuanya, menyembelih hewan dam dan memanggil tukang cukur untuk memotong rambut beliau.Ketika para sahabat melihatnya, mereka pun berdiri, menyembelih hewan dan saling mencukur rambut sesama mereka sampai ada beberapa sahabat yang hampir berhasil membunuh kesedihannya (karena tidak berhasil naik haji pada tahun itu).Mengutip dari Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, ibid, hlm. 222dari sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Kitab Asy-Syuruth, no. 2732 dan Abu Dawud dalam Bab Al-Jihad, no. 2765. 7 menjaga para pedagang dan pembeli, baik laki-laki maupun perempuan, agar mereka berkomitmen pada ajaran syariat dalam perdagangan.7 Telah kita pahami bersama bahwa perempuan disamping sebagai hamba Allah, ibu dari anak-anaknya, istri dari seorang suami, serta anak dari ayah-bundanya adalah bagian dari masyarakat sebagaimana halnya laki-laki. Keberadaan keduanya tidak dapat dipisahkan, karena sudah menjadi satu kesatuan yang utuh, keduanya bertanggung jawab mengantarkan kaum muslim untuk menjadi umat terbaik di dunia. Selama ini terdapat kesalahpahaman terhadap aktivitas politik perempuan.Sebagian memandang bahwa keterlibatan perempuan dalam dunia politik dianggap tidak layak dan melanggar fitrah, seakan-akan politik bukan milik dan bagian dari perempuan.8Pasalnya, menurut mereka, politik identik dengan kekerasan, kekuasaan, kelicikan, atau tipudaya yang hanya pantas menjadi milik laki-laki atau bahkan dianggap tidak ada hubungannya dengan Islam. Sebaliknya, di sisi lain sebagian berpendapat bahwa perempuan harus berkiprah dan berperan aktif di segala bidang, sama dengan laki-laki tanpa pengecualian, termasuk dalam bidang politik. Mansour Fakih mengungkapkan, dengan analisis gender, banyak ditemukan berbagai manifestasi ketidakadilan.9Pertama, terjadi marginalisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan.Kedua, subordinasi pada 7 Yusuf Al-Qaradhawi, Ibid, hlm. 222 8 Najmah Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, (Bogor: CV IDeA Pustaka Utama, 2003), hlm. 133 9 Jurnal: Studi Gender dan Islam, (Ahmad Suhendra, Rekonstruksi Peran dan Hak Perempuan dalam Organisasi Masyarakat Islam), hlm 46 8 salah satu jenis kelamin (seks), umumnya terjadi pada perempuan.Banyak kebijakan dalam keluarga maupun masyarakat tertentu yang dibuat tanpa menganggap penting perempuan. Lagi-lagi, persepsi yang diskriminatif dan tidak adil yang ditujukan kepada perempuan.Misalnya, perempuan hanya mengurusi dapur, sumur, dan kasur, sehingga tidak perlu sekolah tinggi-tinggi.Ketiga, pelabelan negatif (stereotype) terhadap jenis kelamin tertentu, dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai tumbuh ketidakadilan lainnya.Banyak sekali stereotype dalam masyarakat yang ditunjukkan kepada perempuan, yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan, dan merugikan perempuan.Keempat, kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang disebabkan perbedaan gender.Bentuk kekerasan banyak sekali modelnya, dan setiap waktu pasti berkembang, mulai dari yang kasar sampai kekerasan yang lebih halus. Negara Arab Saudi yang seluruh masyarakatnya adalah muslim dan muslimat, memberikan kaum perempuan kebebasan berpolitik. Pada awalnya perempuan tidak diberikan haknya untuk berpartisipasi di dalam wilayah politik, namun seiring berjalannya waktu dan kemampuan perempuan dalam wilayah politik, akhirnya Raja Arab Saudi menyatakan bahwa perempuan boleh menggunakan haknya yaitu memilih atau dipilih. Begitu pun di Qatar yang juga memperbolehkan perempuan untuk berpartisipasi dalam perpolitikan. Tetapi tidak demikian di Mesir, perempuan Mesir tidak diperbolehkan untuk ikut serta didalam wilayah politik. 9 Berdasarkan penjelasan di atas, secara garis besar penulis memahami bahwa dunia politik sekarang ini menjadi pasar politik hebat didalam sebuah negara. Terbukti bahwa persaingan politik disebuah negara tidak hanya kaumlaki-laki yang terlibat di dalamnya, tetapi kaum perempuan pun ikut andil dalam dunia politik, seolah-olah perempuan tidak mau kalah dengan laki-laki. Bagi mereka (perempuan) bukan hanya laki-laki saja yang mempunyai hak dalam berpolitik, perempuan juga mempunyai hak yang sama. Oleh karena itu disini penulis akan mencoba menjabarkan atau menginformasikan terkait dengan permasalahan yang ada. Dengan demikian penulis memberikan judul skripsi mengenai “Hak Politik bagi Perempuan Menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan deskripsi latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Hak-hak politik apa saja yang diperbolehkan bagi perempuan dalam politik Islam? 2. Bagaimana pandangan Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengenai hak politik bagi perempuan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah 1. Menjelaskan pandangan Yusuf Al-Qardhawi mengenai hak politik bagi perempuan. 10 2. Menjelaskan hak politik apa saja yang diperbolehkan untuk perempuan Manfaat dari penyusunan skripsi ini adalah: 1. Kalangan akademik, untuk memberikan khazanah keilmuan serta menambah perbendaharaan keilmuan dalam bidang hukum, khususnya kajian tentang hak politik perempuan yang sering kali dipertanyakan para akademisi, khususnya bagi perempuan. Dan dapat sebagai rujukan, acuan, bagi akademisi di bidang hukum. 2. Kalangan politik, diharapkan dapat memberi kontribusi positif kepada semua pihak untuk saling menghormati hak masing-masing individu, khususnya perempuan. Terkadang perempuan dianggap tak mempunyai hak untuk terjun langsung dalam dunia perpolitikan, karena sifatnya yang sangat sensitif, dan lain-lain. 3. Kalangan praktisi, semoga mampu menjadi alternatif referensi, pedoman bagi para peneliti lain. Memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan meberi masukan kepada semua pihak terkait masalah yang diteliti. D. Tinjauan Pustaka Dalam kajian terdahulu, penulis telah mendata dan membaca beberapa skripsi yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, agar tidak terjadinya plagiasi/penjiplakan terhadap karya tulis milik orang lain, diantaranya: Skripsi karya Nor Najihah binti Ismail yang berjudul “Hak Politik Perempuan menurut Pemikiran Musthafa Al-Siba’i”.Adapun dalam skripsi ini 11 mengemukakan bahwa Islam telah memberikan hak politik kepada perempuan, yaitu hak memilih dipilih.Tapi terdapat posisi yang tidak diperbolehkan untuk diduduki oleh perempuan yaitu perempuan menjadi kepala pemerintah dilarang tegas oleh Islam.Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Musthafa Al-Siba’I tentang partisipasi politik perempuan, yaitu faktor sosial.Sehingga penulis mengkaji pemikiran Musthafa Al-Siba’I terhadap hak politik perempuan. Skripsi karya Ahmad Mahfudin yang berjudul “Peranan Politisi Perempuan terhadap Legislasi Hukum Islam di Indonesia periode 2000-2010”. Adapun dalam skripsi ini penulis berpendapat Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang social dan politik, mereka mendapatkan kedudukan yang sama dan seimbang. Dengan begitu mereka dibebaskan untuk mempunyai pilihan yang berbeda dengan pandangan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, bahkan terkadang berbeda dengan pandangan suami dan ayah mereka sendiri.Sehingga penulis mengkaji peranan politisi perempuan terhadap terhadap legislasi hukum Islam di Indonesia periode 2000-2010. Dan terbukti bahwa sedikit ada peningkatan kedudukan peran wanita berpolitik di Indonesia dari tahun 2000-2010, yang menduduki di DPR RI yakni ± 7,6 %. Dalam kajian terdahulu ditemukan adanya kesamaan dalam materi penelitian pada judul yang penulis angkat, namun dalam kajian yang penulis teliti berbeda subjek/tokoh.Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pembahasannya pada pandangan Dr. Yusuf Al-Qardhawi terhadap hak politik bagi perempuan 12 E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan Library Research, dengan metode deskriptif kualitatif, artinya jawaban dan analisis terhadap pokok permasalahan penelitian digambarkan secara deskriptif, kemudian dianalisis guna memperoleh gambaran utuh tentang permasalahan-permasalahan yang diteliti.10Sehingga dengan jenis penelitian ini, studi kasus yang penyusun ambil dalam upaya lebih memfokuskan kajian penelitian tidak mengurangi nilai atau kualitas dalam upaya pengembangan dari suatu jawaban sekaligus pengembangan teori pada saat mengambil kesimpulan di akhir penelitian. 2. Sumber Data Dalam mengkaji dan menganalisa skripsi ini dengan menggunakan berbagai sumber pustaka diantaranya, sebagai sumber data primer adalah Hak politik perempuan dalam pandangan Yusuf Al-Qardhawi, politik Islam maupun konvensional, politik dan perempuan, dan data-data sekundernya adalah Fiqh perempuan kontemporer, kebebasan perempuan, partisipasi politik perempuan dan tata pemerintahan yang baik, perempuan dan politik dalam Islam, dan beberapa jenis buku mendukung serta terkait dengan tema yang dibahas dalam kajian ini. Dan beberapa Jurnal, salah satunya Jurnal dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Artikel-artikel, serta buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, sebagai rujukan dalam penulisan skripsi 10 hlm. 86 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), cet. II, 13 ini dan buku metode penelitian lain, juga data-data lain yang sekiranya membantu dan berkaitan dengan judul penelitian ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, penyusun menggunakan teknik pengumpulan data atau library research (studi pustaka).Data yang digunakan dalam penelitian adalah terdiri atas bahan-bahan pustaka yang bisa di dapat di perpustakaan-perpustakaan seperti buku, artikel, jurnal, dan lain-lain yang berisikan tulisan atau pendapat para pakar dan hal-hal yang memiliki kesesuaian dengan permasalahan yang menjadi obyek kajian penelitian. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Dalam analisis semacam ini, wacana tidak hanya dipahami sebagai studi bahasa. Metode analisis wacana ini dipilih dalam upaya menganalisis dan mengolah data yang ada, terutama tulisan-tulisan yang terkait dengan pemikiran Dr. Yusuf Al-Qardlawi. Dengan analisis semacam ini diharapkan penyusun dapat memilah dan memilih data dari berbagai bahan pustaka yang ada dan searah dengan permasalahan yang dimaksud dan dapat menghasilkan analisis yang lebih obyektif dan sistematis dalam mengkaji pemikiran Dr. Yusuf Al-Qardlawi tentang hak politik bagi perempuan. 14 2. Langkah berikutnya adalah interpretasi atau langkah penyimpulan data yang telah diuji kebenarannya atau data yang telah dianalisis kemudian disimpulkan sesuai dengan pokok permasalahan dan tema kajiannya. 5. Teknik Penulisan Dari segi penulisan, penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum 2011/2012. F. Sistematika Pembahasan Penulisan skripsi ini akan dibangun secara sistematis, yang terdiri dari lima bab termasuk di dalamnya pendahuluan. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut: BAB I membahas pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan maslah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Membahas tentang sketsa kehidupan Dr. Yusuf alQardhawi.Yang meliputi riwayat hidup, aktifitas beliau sebagai guru, pendakwah, dan lain-lain, dan karya-karyanya yang sangat banyak baik dalam bidang agama maupun umum. BAB III Membahas mengenai analisis hak politik perempuan dalam Fiqh Siyasah. Yang meliputi pengertian hak politik, politik perempuan dan permasalahannya, hak politik perempuan, pandangan ulama terhadap hak 15 politik perempuan, dan beberapa contoh di negara muslim (Arab Saudi, Mesir, dan Qatar). BAB IV Membahas tentang hak politik perempuan menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi.Yang meliputi perempuan menjadi kepala negara, perempuan menjadi hakim, dan perempuan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. BAB V Penutup yang meliputi, kesimpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah penelitian sekaligus rekomendasi atau saran penyusun yang didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan. BAB II SKETSA KEHIDUPAN DR. YUSUF AL-QARDHAWI A. Riwayat Hidup Dr. Yusuf Al-Qardawi Dr. Yusuf al-Qardhawi nama lengkapnya adalah Yusuf bin Abdullah al-Qardhawi dilahirkan pada 9 September 1926 M di sebuah desa bernama Shafth At-Turab,1 daerah pertanian yang subur di wilayah propinsi Barat Mesir dan hidup di tengah-tengah keluarga agamis yang hidup sederhana dan lingkungan yang agamis dan berperadaban. Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah bercocok tanam.Orangtuanya bekerja sebagai petani di desa Shifth Turab Markaz Al-Mahallah Al-Kubra, provinsi Al-Gharbiyyah, salah satu provinsi yang berada di tepi laut Republik Arab Mesir. Keluarga al-Qardhawi yang berprofesi sebagai petani, pedagang dan banyak memiliki besan dari keluarga yang terpandang, tidak sedikit pun memiliki lahan tanah.Oleh sebab itu, al-Qardhawi yang sehari-hari melakukan pekerjaan bertani, terpaksa harus menyewa tanah.Tanah yang telah disewanya ditanami berbagai umbi-umbian, sayur-sayuran, dan lain-lain.al-Qardhawi dan keluarganya memetik hasilnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk membiayai sewa tanah.Hal inilah yang menuntut seluruh anggota keluarga al- 1 Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), hlm. 1448 16 17 Qardhawi untuk bekerja keras dan membanting tulang sampai batas maksimal, tidak mengenal istirahat dan tidak mengenal waktu hura-hura.2 Al-Qardhawi, orangtuanya meninggal dunia ketika ia masih berusia dua tahun. Ayah al-Qardhawi, menurut pamannya yang bernama Ahmad adalah seorang petani dan pedagang.3Saat al-Qardhawi berusia 2 tahun, ayahnya terserang penyakit Bilharsia yaitu penyakit yang menyerang saluran air kecil.Keterbatasan dokter dan orang-orang yang dapat mengobati menjadi penghalang kesembuhan ayah al-Qardhawi, dan akhirnya ayahnya pun meninggal dunia. Sepeninggal ayahnya, al-Qardhawi pun diasuh oleh pamannya, ia mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup besar layaknya anak sendiri (kandung) dari pamannya. Paman al-Qardhawi juga merupakan orang yang taat beragama, sehingga al-Qardhawi lebih terdidik dan dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan agama dan syari’at Islam.4Ibu al-Qardhawi berasal dari keluarga al-Hajar, keluarga yang bermata pencaharian sebagai pedagang dan sangat terkenal dengan kecerdasannya. Ibu dan bibi al-Qardhawi, Fatimah al-Hajar (saudara sepupu ibunya) adalah orang yang sangat pandai dalam berhitung, meskipun tidak menggunakan alat bantu hitung atau pun catatan dalam waktu singkat. 2 Salman Al-Farisi, “Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak kritik rakyat dalam pemerintahan Negara Islam” (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta), hlm. 14 3 Salman Al-Farisi, “Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak kritik rakyat dalam pemerintahan Negara Islam”, hlm. 16 4 Salman Al-Farisi, “Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak kritik rakyat dalam pemerintahan Negara Islam”, hlm. 17 18 Di bawah asuhan ibu dan pamannya, pada usia dini al-Qardhawi telah mulai belajar ke Kuttab, sebuah tempat khusus untuk belajar dan menghafal al-Qur’an. Untuk pertama kali, beliau belajar pada Kuttab Syaikh Yamani. Di Kuttab ini beliau hanya bertahan satu hari, karena tidak setuju dengan metode pengajian Syaikh Yamani yang sering memberikan hukuman kepada muridnya tanpa sebab yang jelas, termasuk kepada dirinya.Terlebih apabila hukuman yang diberikan itu di rasakan sebagai kezaliman.Sejak saat itu, alQardhawi memutuskan untuk tidak datang lagi ke Syaikh mana pun untuk belajar al-Qur’an. Namun sang ibu tak putus asa untuk membujuk anaknya, al-Qardhawi agar kembali belajar dan menghafal al-Qur’an. Sampai akhirnya, sang ibu meminta agar beliau bersedia untuk belajar di Kuttab Syaikh Hamid. Ibunya berjanji akan menitipkannya kepada Syaikh Hamid dengan baik. Akhirnya beliau bersedia dan diantar oleh ibunya ke Kuttab Syaikh hamid. Di bawah asuhan Syaikh Hamid, al-Qardhawi berhasil menghafal seluruh al-Qur’an pada usia 9 tahun, semenjak itulah masyarakat menjuluki al-Qardhawi kecil dengan julukan Syaikh. Kakek al-Qardhawi (dari pihak ibu) meninggal dunia saat al-Qardhawi berusia tujuh tahun, beliau menyaksikan pengurusan jenazah kakeknya.Saat itu al-Qardhawi mendengar pembicaraan masyarakat tentang kakeknya yang disanjung bahkan dipuji, karena kakeknya adalah seorang ulama yang sederhana, namun keilmuannya sangat tinggi.5 5 Salman Al-Farisi, hlm. 18 19 Ketika berusia tujuh tahun al-Qardhawi disekolahkan oleh pamannya di Madrasah Ilzamiyyah. Beliau tercatat sebagai murid yang berprestasi tinggi, sehingga sebelum usianya genap sepuluh tahun, ia berhasil menghafal alQur’an al-karim. Setelah selesai dari Madrasah Ilzamiyah, beliau melanjutkan sekolahnya ke Madrasah Ibtidaiyah “Thantha” dan menyelesaikannya hanya dalam kurun waktu 4 tahun.Kemudian dilanjutkan ke Tsanawiyah dan dapat diselesaikan sebelum waktunya. Namun di saat al-Qardhawi menempuh pendidikan sekolah menengah pertamanya, terjadi musibah pada tahun 1948 yang mana pemerintah mesir saat itu mengeluarkan keputusan pembubaran Jama’ah Ikhwanul Muslimin, kekayaan Ikhwan dirampas, pengikut-pengikutnya disiksa dan sebagian besarnya dipenjara, tak terkecuali al-Qardhawi, yang pada saat itu masih tercatat sebagai siswa. Al-qardhawi ditahan disebuah penjara militer kelas 1 di Thantha. Kemudian al-Qardhawi dipindahkan ke penjara Haikastib, lalu ke penjara At-Thur di Sinai.Ia satu penjara bersama al-Gazali al-Kulli pengarang kitab Tadzkiratud Dua’t dan beberapa buku orisinil lainnya, maka dari merekalah al-Qardhawi banyak belajar atau berguru tentang sesuatu. Setelah menyelesaikan pendidikan Tsanawiyah di Ma’had Al-Azhar Thantha, Yusuf al-Qardhawi pergi ke Kairo untuk melanjutkan studinya di perguruan tinggi, Universitas al-Azhar di Fakultas Ushuluddin. Pada tahun 1952 beliau memperoleh ijazah S-1, kemudian melanjutkan S-2 Jurusan Bahasa Arab dengan konsentrasi pada pendidikan dan pengajaran, dan berhasil memperoleh ijazah S-2. Yusuf al-Qardhawi lebih mengutamakan 20 kecintaannya kepada Bahasa Arab, sebab Bahasa Arab merupakan bahasa Islam dan pintu gerbang untuk memahami al-Qur’an dan Hadits. Kemudian beliau masuk ke Lembaga Kajian dan Pengembangan Bahasa Arab Internasional, dan berhasil memperoleh gelar Diploma pada Jurusan Bahasa dan Adab. Pada tahun yang sama juga, beliau masuk pendidikan tinggi (S-3) “qismud dirasah” bidang al-Qur’an dan al-Sunnah di Fakultas Ushuluddin dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1960M. Dari sana beliau menyiapkan disertasinya tentang zakat untuk memperoleh gelar Doktor. Disertasi tersebut seharusnya diselesaikan dua tahun. Namun, karena situasi yang dialami gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir pada saat itu, beliau tidak berhasil menyelesaikan target tersebut dan baru berhasil menyelesaikannya pada tahun 1973 M. Di semua jenjang pendidikan tersebut ia memperoleh prestasi teratas dengan cumlaude. Dengan prestasi akademis yang membanggakan itu, telah mengantarkan Yusuf alQardhawi menjadi seorang intelektual yang handal. Ketika masih duduk di bangku kuliah, al-Qardhawi sibuk mengurus kegiatan mahasiswa Ikhwanul Muslimin di Al-Azhar yang tersebar di tiga fakultas.Kegiatannya terbagi antara bagian kemahasiswaan, bagian dakwah, dan bagian penanganan tawanan. Pada bulan Desember 1958, Syaikh Al-Qardhawi menikah dengan seorang muslimah yang dijodohkan oleh Ummu Muhammad, pahlawan tanpa tanda jasa yang wafat dalam pertempuran Ma’rakah Asy-Syaikh Al- 21 Kubra.6Dari pernikahannya itu al-Qardhawi di karuniai tujuh anak.Empat putri; Ilham, Siham, Ula, Asma’, dan tiga putra; Muhammad, Abdurrahman, dan Usmah. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris.Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3.Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir.Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik. Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, orang-orang bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern.Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama.Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri.Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis.Semua ilmu bisa Islami dan tidak islami, tergantung kepada 6 Amru Abdul Karim Sa’dawi, Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), cet. pertama, hlm. 8 22 orang yang memandang dan mempergunakannya.Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam. B. Aktivitas Pada tanggal 2 Januari 1954, al-Qardhawi ditahan selama dua bulan setengah. Lalu pada bulan November di tahun yang sama beliau kembali ditahan selama dua puluh bulan,7 Yusuf al-Qardhawi terlibat dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin hingga ia harus masuk penjara. Setelah Syaikh Al-Qardhawi keluar dari tahanan pada tahun 1956 M, beliau dipanggil oleh Kementrian Wakaf.Ketika itu yang menjabat menteri adalah Syaikh Ahmad Hasan Al-Baquri, setelah berakhirnya perang Zues, agar dia menyampaikan khutbah jum’at di Zamalik Kairo. Setelah menyelesaikan pendidikannya, al-Qardhawi bekerja di berbagai instansi-instansi pemerintah setempat dan menjabat sebagai Direktur di lembaga-lembaga pendidikan agama miliknya. Ia juga seorang orator ulung, penulis yang handal, dan seorang yang mendalam ilmunya. Bahkan tulisantulisannya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.Ia pakar sebagai ilmuan keislaman dan sastrawan. Pada tahun 1956 M, Syaikh Al-Qardlawi diminta bekerja di Badan Pengawas Keagamaan di Kementrian Wakaf Mesir untuk mengawasi khutbah dan pengajian yang disampaikan di masjid-masjid. Kemudian setelah itu, dia menjadi pengawas di ma’had para imam masjid. Kemudian pada tahun 1959, beliau dipindahkan ke kantor administrasi umum untuk kebudayaan Islam di 7 Amru Abdul Karim Sa’dawi, Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), cet. pertama, hlm. 6 23 Al-Azhar dengan tugas mengawasi percetakan. Setelah itu, beliau bekerja di kantor tekhnis administrasi dakwah dan bimbingan, ikut berperan memberikan masukan ke kantornya, dan menjawab tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Islam melalui koran dan majalah. Yusuf al-Qardhawi mendapatkan beberapa penghargaan di tahun 1990an, diantaranya tahun 1991 mendapat penghargaan dari IDB (Islamic Developmen Bank) atas jasa-jasanya di bidang perbankan, tahun 1992 bersama temannya Sayyid Sabiq mendapatkan penghargaan dari King Faisal Award karena jasa-jasanya dalam bidang ke Islaman, tahun 1996 mendapat penghargaan dari Internasional Islamic University Malaysia atas jasa-jasanya dalam ilmu pengetahuan, dan pada tahun 1997 mendapat penghargaan dari Sultan Hasan al-Bolkiah Brunei Darussalam atas jasa-jasanya dalam bidang fiqh. 8 Kegiatan dakwah Syaikh Al-Qardhawi di media cetak sangat banyak. Makalah dan artikelnya dimuat di beberapa majalah Islam, diantaranya, majalah Al-Azhar, majalah Nurul Islam, majalah Ad-Dakwah, harian AsySya’ab, harian Al-Ahram, harian Afaq Al-Arabiyah, koran Al-I’thisham, dan berbagai media lainnya di Mesir. Lalu di Kuwait artikelnya dimuat di majalah Hadharatul Islam, majalahAl-Wa’yul Islami, majalah Al-Mujtama’, dan majalah Al-Arabi. Sedangkan di Berut, artikelnya dimuat di majalah AsySyihab, dan majalah Al-Aman. Dan, di India, artikelnya dimuat di majalah AlBa’tsu Al-Islami. Di Riyadh, Arab Saudi, artikelnya dimuat di majalah Ad- 8 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, hlm. 131 24 Dakwah. Di Qatar, artikelnya dimuat di majalah Ad-Dauhah, dan majalah AlUmmah. Di Abu Dhabby, artikelnya dimuat di majalah Manarul Islam, dan majalah Al-Muslim Al-Mu’ashir di Lebanon, masih banyak lagi yang lainnya. Selain yang bersifat bulanan,artikel dan makalah Syaikh Al-Qardhawi juga dimuat harian dan mingguan di berbagai koran dan tabloid. Artikel dan makalah ini adakalanya berupa tulisan beliau langsung, ceramahnya, fatwafatwanya dan tanya jawab seputar Islam, akidah, syariah, peradaban, dan masalah lain yang berhubungan dengan umat Islam. Adapun aktivitas keilmuannya, menurut catatan Isham Talimah, sebagaimana di kutip dalam buku “Otoritas Sunnah Non Tasyri’iyyah menurut Yusuf al-Qardhawi” karya Dr. Tarmizi M. Jakfar, MA, bahwa ada beberapa lembaga yang mana al-Qardhawi menjadi anggotanya, 9 diantaranya; 1. Anggota pada Majelis Tinggi Pendidikan di Qatar dalam masa beberapa tahun. 2. Anggota Majelis Pusat Riset Kontribusi Kaum Muslimin dalam peradaban yang berpusat di Qatar. 3. Anggota Lembaga Fiqh Islam, yang berafiliasi pada Liga Muslim Dunia yang berpusat di Makkah. 4. Tenaga Ahli Lembaga Riset Fiqh yang berada dibawah naungan Organisasi Konferensi Islam (OKI). 5. Anggota Lembaga Riset Maliki untuk peradaban Islam “Yayasan Ahli Bait” di Yordania. 9 Tarmizi M. Jakfar, MA, Otoritas Sunnah Non Tasyri’iyyah Menurut Yusuf alQaradhawi, (Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2012), cet. 1, hlm. 83-84 25 6. Anggota Dewan Penyantun Internasional Islamic University Islamabad Pakistan. 7. Anggota Dewan Penyantun pada Pusat Studi Keislaman di Universitas Oxford. 8. Anggota Persatuan Sastra Islam. 9. Anggota pendiri Organisasi Ekonomi Islam di Kairo. 10. Anggota bantuan Islam Internasional yang berpusat di Kuwait. 11. Anggota Dewan Pengawas Internasional untuk masalah Zakat di Kuwait. 12. Anggota Dewan Penyantun Organisasi Dakwah Islam di Afrika yang berpusat di Khurthoum, Sudan. 13. Anggota Majelis Dana Islam untuk Zakat dan Sedekah di Qatar. 14. Anggota Dewan Penyantun Wakaf Islam untuk Majalah al-Muslim alMu’ashir. 15. Ketua Majelis Keilmuan pada sekolah Tinggi Eropa untuk studi Islam di Prancis. 16. Anggota Dewan Pengawas pada Perusahaan al-Rajhi untuk investasi yang berpusat di Arab Saudi. 17. Ketua Dewan Pengawas Bank Islam di Qatar. 18. Ketua Dewan Pengawas Bank Islam di Qatar Internasional. 19. Ketua Dewan Pengawas Bank Takwa di Swiss. 20. Anggota Yayasan Media Islam Internasional di Islamabad, Pakistan. 26 21. Ketua Majelis Organisasi Budaya al-Balagh untuk pengabdian terhadap Islam melalui internet. 22. Ketua Majelis Fatwa dan Riset untuk Eropa. C. Karya-karya Dr. Yusuf al-Qardhawi merupakan seorang ulama, ilmuan, dan cendikiawan yang mumpuni, berwawasan luas dan memiliki produktivitas yang tinggi dalam menulis melalui artikel-dalam majalah, bulletin maupun dalam bentuk buku. Dr. Yusuf al-Qardhawi memiliki karya tulis yang jumlahnya lebih dari tujuh puluh buah. Jumlah tersebut sangat besar jika dilihat dari waktu luang yang dimilikinya untuk menulis.Dalam sepanjang hidupnya al-Qardhawi, tidak pernah kenal lelah dan tidak pula merasa jenuh untuk menuangkan buah pikirannya. Disamping sibuk menulis, beliau juga cukup di sibukkan dengan mengajar di berbagai Perguruan Tinggi, beliau menyampaikan buah pemikirannya dalam seminar, diskusi, wawancara, dialog, dan berbagai ceramah umum. Perlu digarisbawahi bahwa sejak awal pemikiran-pemikiran al-Qardhawi terkenal dengan sikapnya yang moderat (sikap pertengahan). Meskipun aktivitasnya sangat padat, tapi beliau selalu memanfaatkan waktunya untuk menulis artikel, makalah, dan buku dalam jumlah yang cukup banyak. Dalam hal ini penulis akan memaparkan sebagian dari karya-karya Dr. Yusuf al-Qardhawi, yang terbagi dalam berbagai bidang. a) Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh 1. Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam; 27 2. Fatawa Mu’ashirah ; 3. Taysir al-Fiqh: Fiqh al-Shiyam; 4. Al-Fatawa bayn al-Indibath wa al-Tasayyub; 5. Al-Ijtihad al-Mu’ashirah bayna al-Indhibath wa al-Infirath; 6. Al-Ghina wa al-Musiqi fi Dhaw’I al-Kitab wa al-Sunnah. b) Bidang Ekonomi Islam 1. Fiqh al-Zakah; 2. Bai’ al-Murabahah li al-Amir wa al-Syira’. c) Bidang Ulum Al-Qur’an dan Sunnah 1. Al-Shabr wa al-Ilm fi Al-Qur’an al-Karim; 2. Tafsir Surah al-Ra’d; 3. Al-Muntaqa fi al-Taghrib wa al-Tarhib; 4. Nahw al-Mausu’ah li al-Hadits al-Nabawi. d) Bidang Akidah 1. Al-Iman wa al-Hayyah; 2. Al-Iman bi al-Qadr; 3. Wujudullah. e) Bidang Fiqh Perilaku 1. Al-Hayah al-Rabbaniyah wa al-Ilm; 2. Al-Niyyah wa al-Ikhlas. f) Bidang Dakwah dan Tarbiyah 1. Tsaqafah al-Da’iyyah; 2. Al-Rasul wa al-Ilm. 28 g) Bidang Gerakan dan Kebangkitan Islam 1. Al-Syahwah al-Islamiyah baina al-Juhud wa al- Tatharruf; 2. Ainal Halal; 3. Fi Fiqh al-Aulawiyah. h) Bidang Penyatuan Pemikiran Islam 1. Syumul al-Islam; 2. Al-Siyasah al-Syar’iyyah fi Dhau’I al-Nushush al-Syar’iyyah wamaqashidina. i) Bidang Pengetahuan Islam yang Umum 1. Al-Ibadah fi al-Islam; 2. Al-Khashais al-Ammah li al-Islam. j) Tentang Tokoh-tokoh Islam 1. Al-Imam al-Ghazali bain Madihin wa Naqidih; 2. Nisa’ Mu’minat. k) Bidang Sastra 1. Yusuf Al-Siddiq; 2. Alim wa Thaghiyah. l) Buku-buku Kecil tentang Kebangkitan Islam 1. Al-Din fi ‘Ashr al-Ilm; 2. Al-Islam wa al-Fann. m) Bidang Politik 1. Min fiqh al-Dawlah al-islamiah (fiqh kenegaraan); 29 2. Qadhaya Al-Mar’ah Wal Usrah (Problematika Wanita dan Keluarga; 3. Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik; Dr. Yusuf al-Qardhawi memang terkenal sebagai ulama yang cukup terbuka dan moderat.Selain beliau sebagai ahli tafsir dan hadits, beliau juga ahli di bidang fiqh, ushul fiqh, dan qowaid fiqh. BAB III HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM FIQH SIYASAH A. Pengertian Hak Politik Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Istilah hak dapat pula mengacu kepada kenyataan itu sendiri, dengan pengertian bahwa ia benar atau pasti ada, baik ada selamanya, atau ada sementara, baik ada di masa lalu, atau ada di masa sekarang. Dalam lapangan teoritis, term hak dapat mengacu kepada ide, keterangan, berita, atau pernyataan tentang sesuatu yang benar, yakni yang sesuai dengan kenyataan. Sedangkan dalam lapangan praktis, istilah hak mengacu kepada yang utama, apa yang baik, dan apa saja yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan demikian hak itu banyak sekali, ada yang sangat mendesak, yang tidak dapat tidak harus dinikmati atau diterima oleh setiap manusia, demi menjaga kelangsungan hidupnya, seperti udara, air, makanan dan lain sebagainya yang dinamakan kebutuhan primer atau hak primer. Dan ada pula hak yang perlu diterima atau dinikmati oleh setiap manusia, agar 30 31 iamenjadi manusia yang utama seperti pendidikan yang baik, pengetahuan yang banyak, penghargaan, dan lain-lain. Politik adalah sebuah “kekuasaan” dan pengambilan keputusan, yang kiprahnya bisa dalam lingkup keluarga sampai institusi politik praktis.1 Politik diartikan antara lain sebagai urusan dan tindakan atau kebijakan mengenai pemerintahan negara atau negara lain. Politik juga berarti kebijakan dan cara bertindak dalam mengahadapi dan menangani suatu masalah baik yang berkaitan dengan masyarakat maupun lainnya. Prof. Miriam Budiarjo berpendapat bahwa, politik adalah bermacammacam kegiatan dalam suatu system politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuantujuan tersebut. Dalam hal ini, menurut beliau, politik selalu menyangkut tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals).Lagi pula politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan individu.2 Dalam pengertian Islam, secara bahasa (lughah), politik (as-siyasah) sebenarnya berasal dari kata sasa-yasusu-siyasatan, yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Menurut Hasan al-Banna, politik adalah memperhatikan urusan umat, luar dan dalam negeri , intern dan ekstern, secara individu dan masyarakat keseluruhannya, bukan terbatas pada 1 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi, 2008), hlm. 109 2 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:Gramedia, 2007), cet. ketiga puluh, hlm. 8 32 kepentingan golongan semata. Beliau juga berpendapat, bahwa politik tidak hanya menyangkut penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga mencakup upaya menciptakan sistem bersih dan berkeadilan, di mana mekanisme kontrol berperan besar.3 Bertolak dari pengertian bahwa politik adalah tanggungjawab dalam mengelola dan mengatur urusan umat atau masyarakat secara keseluruhan, maka dalam Islam tidak ada unsur perebutan kekuasaan, kekejaman, ketidakadilan, dan sebagainya.Jadi hak berpolitik artinya hak untuk berpendapat, hak untuk menjadi anggota lembaga perwakilan.4 Dengan demikian jelas bahwa, hak politik itu adalah hak setiap individu untuk berpartisipasi dalam wilayah perpolitikan, dengan menjadi atau melibatkan diri dalam partai-partai politik, hak memilih dalam pemilu, hak menjadi wakil dalam DPR, dan sebagainya yang terkait dengan urusanurusan negara dan pemerintahan. B. Politik Perempuan dan Permasalahannya Pada awal lahirnya agama Islam, perempuan tidak begitu mementingkan masalah-masalah politik, walaupun agama Islam sudah memberikan hak yang sama untuk perempuan. Yang mana perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki, walaupun ada perbedaan, maka itu adalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan oleh 3 Hasan al-Banna sebagimana dikutip oleh Najmah dan Husnul, Revisi Politik Perempuan, (Bogor: CV Idea Pustaka Utama, 2003), cet. pertama, hlm. 134 4 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi, 2008), hlm. 113 33 agama kepada masing-masing jenis kelamin sehingga perbedaan yang ada tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain, melainkan mereka saling melengkapi dan bantu-membantu. Islam memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk berkecimpung dalam kegiatan politik, ini bisa terlihat pada banyaknya ayat alQur’an yang memerintahkan amar ma’ruf dan nahi munkar.5Ini berlaku untuk segala macam kegiatan, tidak terkecuali bidang politik dan kenegaraan.Menurut suatu riwayat,6 pernah terjadi pada kaum perempuan menetapkan mahar yang cukup tinggi untuk suatu pernikahan, yang mana pada saat itu kondisi ekonomi mereka sudah cukup. Melihat hal tersebut, Umar ibn Khattab sangat khawatir jika gejala ini akan terus berlanjut, maka dengan cepat Umar menetapkan batas mahar itu maksimal 400 dirham. Tapi pernyataan Umar ditentang oleh seorang perempuan dari bangsa Quraisy, yang mengatakan “Tidakkah tuan telah mendengar bahwa Allah swt.telah berfirman dalam al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 20. Mendengar hal itu, Umar menjawab, “Ibu benar dan Umar yang salah”.Kemudian Umar naik mimbar dan menarik kembali keputusannya. (٢٠: النسا ء) 5 Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqh Perempuan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 100 6 Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqh Perempuan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 101 34 “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?.”(Q.S. An-Nisa’ [4]: 20) Riwayat ini menunjukkan bahwa bagaimana sikap seorang perempuan Islam terhadap Khalifahnya yang terkenal cakap dan adil.Dia menyampaikan kebenaran dengan tidak ada rasa takut dan gentar, untuk kepentingan umum dan kepentingan pemerintahnya sendiri. Pada awal Islam, kiprah politik perempuan tidak asing lagi bagi kita, setidaknya dipahami bahwa peran politik para sahabat perempuan adalah merupakan langkah positif, dibolehkan oleh ajaran Islam; artinya tidak diharamkan.7 Beberapa nama-nama sahabat perempuan yang ikut berkiprah dalam membangun civil society pada masa Nabi Muhammad saw. yaitu: Khadijah bint Khuwailid ra, Ummu Salamah ra, Fathimah saudari Umar bin Khattab, Asma’ saudari Aisyah bint Abu Bakar, dan masih banyak lagi para sahabat perempuan yang mempunyai peran politik di masa Nabi Muhammad Saw. Ketika perempuan memasuki dunia politik, maka ia harus memiliki wewenang dan mempengaruhi kebijakan untuk kehidupan yang mengambil melingkupi bermasyarakat.8 Para pelopor perempuan keputusan dimensi yang bisa kehidupan yang telah membela dan 7 Zaitunah Subhan, Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi, 2008), hlm. 110 8 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-Kahfi, 2008), hlm. 112 35 memperjuangkan kemerdekaan negara ini hampir ada di setiap kota di negeri ini, seperti RA Kartini, Dewi Sartika, Ny. Ahmad Dahlan, Rohana Kudus, Maria Walanda, Rasuna Said, Cut Nya’ Din, dan masih banyak nama lainnya, yang merupakan tokoh perempuan dari kalangan elit modern. Dalam diskursus feminisme dikenal istilah peran domestik dan publik.Yang pertama berarti peran perempuan dalam rumah tangga, baik sebagai istri maupun ibu.9Peran ini biasa disebut dengan sebutan ibu rumah tangga.Sedangkan yang kedua berarti peran perempuan di masyarakat, baik dalam rangka mencari nafkah maupun untuk aktualisasi diri dalam berbagai aspek kehidupan; sosial-politik-ekonomi-pendidikan-dakwah dan lain sebagainya. Didalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang dapat dijadikan dalil bahwa perempuan memiliki peluang yang sama dengan laki-laki untuk berperan dalam sektor publik, sebagimana halnya mereka berperan dalam sektor domestik.10Surat An-Naml ayat 20-44 menceritakan tentang Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis, seorang perempuan yang memimpin Kerajaan Saba’. 9 Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-qur’an, (Yogyakarta: Labda Press, 2006), cet. pertama, hlm. 172 10 Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-qur’an, (Yogyakarta: Labda Press, 2006), cet. pertama, hlm. 173 36 “Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar”.(Q.S. An-Naml [27]: 22-23) “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?" kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". (Q.S. Al-Qashash [28]: 23) Dalam surat al-Qashash mengisahkan tentang Nabi Musa dengan dua orang puteri Nabi Syu’aib di Madyan. Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi Musa menyaksikan dua orang puteri Nabi Syu’aib menunggu giliran untuk menimba air untuk minuman ternak mereka.Memelihara dan memberi minum ternak termasuk pekerjaan publik dalam rangka mencari nafkah. Perempuan mengalami ketidakadilan dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik yang telah berlangsung sepanjang sejarah peradaban manusia. 37 Ketidakadilan yang dialami perempuan khususnya di politik dipandang oleh kaum feminis dan pejuang kesetaraan dan keadilan gender sebagai persoalan yang krusial, dan disadari hal itu mengakibatkan kaum perempuan hingga abad millennium ini masih mengalami ketertindasan baik di bidang public maupun domestik. Dominasi yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan berlangsung sepanjang waktu, dalam beragam sektor kehidupan baik publik maupun domestik.Dominasi dalam kehidupan publik seperti politik yang dilakukan negara dan partai politik adalah bentuk kekerasan negara terhadap perempuan di politik. Dengan mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi dalam upaya meningkatkan representasi politik perempuan di Indonesia terdapat 3 (tiga) jenis kendala utama yaitu11kendala struktur sosial, institusional dan budaya. Kendala struktur sosial adalah yang inheren berkaitan langsung dengan kondisi struktur sosial masyarakat Indonesia yang mencakup: (1) strata sosial dan kelas sosial seorang perempuan mempengaruhi pilihannya yang turut berperan serta secara aktif di dalam meningkatkan representasi politik perempuan, termasuk turut serta di dalam pemilu untuk memilih atau dipilih, (2) status sosial ekonomi perempuan mempengaruhi sejauh mana ia bersedia untuk turut secara aktif di dalam pemilu, (3) status pekerjaan yang dimiliki seorang perempuan, dan (4) status pendidikan yang telah dicapai oleh 11 Francisia SSE Seda, Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pemilu 2014: Permasalahan dalam Representasi Politik Perempuan di Indonesia, (Jakarta: Mei 2014), Jurnal Perempuan no. 79, hlm. 74 38 perempuan. Keempat faktor ini turut berpengaruh kepada partisipasi atau keikutsertaan perempuan Indonesia dalam pemilu, baik itu untuk memilih atau dipilih. Selanjutnya kendala Institusional, yang mempengaruhi peningkatan representasi politik perempuan Indonesia termasuk pemilu. Ada 6 (enam) kendala Institusional, yaitu: (1) sistem politik yang berlaku di suatu negara berpengaruh terhadap peningkatan representasi politik perempuan termasuk Indonesia. Sistem politik yang demokratis cenderung lebih bisa meningkatkan partisipasi perempuan di dalam pemilu, (2) aturan-aturan struktural politik yakni merujuk pada hukum yang berlaku, (3) level dari proses demokratisasi yaitu sejauh mana hak warga negara untuk memilih dan hak warga negara untuk dipilih? Apakah sebagai warga negara Indonesia, terdapat hak yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki untuk memilih dan dipilih dalam pemilu?, (4) jenis system pemilu yang diterapkan di suatu negara sangatlah signifikan mempengaruhi atau menentukan sejauh mana peningkatan representasi politik perempuan, (5) level dari persaingan partai politik. Sejauh mana tingkatan persaingan partai politik turut berpengaruh terhadap peningkatan representasi perempuan termasuk di dalamnya pemilu, (6) cakupan besaran daerah pemilihan (DaPil) di dalam pemilu juga berpengaruh terhadap representasi politik perempuan. Keenam faktor ini berpengaruh terhadap peningkatan representasi politik perempuan termasuk Indonesia, semakin rendah kendala institusional, semakin tinggi representasi politik perempuan di dalam pemilu. 39 Dan yang terakhir adalah kendala budaya, yang mana juga dapat mempengaruhi peningkatan representasi politik perempuan di Indonesia. Pertama, berbagai nilai dan norma budaya, seperti pembagian yang tepat antara ranah publik dengan ranah privat. Kedua, sikap-sikap budaya manakah yang cenderung dominan di masyarakat terhadap kaum perempuan.Apakah sikap budaya yang cenderung tradisional ataukah yang cenderung egaliter?Sikap budaya terhadap kaum perempuan ini berpengaruh dalam meningkatan representasi politik perempuan termasuk partisipasinya di pemilu. Ketiga, budaya politik.Budaya politik apakah yang cenderung dominan di dalam masyarakat?Budaya politik yang cenderung konservatif ataukah yang cenderung progresif, sangatlah berpengaruh di dalam peningkatan representasi politik perempuan Indonesia. Dengan demikian, perempuan seringkali mengalami ketidakadilan di dunia politik.Perempuan dianggap tidak mampu untuk mengurus negara dan pemerintahan.Dunia politik sekarang ini lebih di dominasi laki-laki, jadi peluang bagi perempuan sangat sedikit untuk mendapatkan kesempatan ikut serta dalam politik. Walaupun begitu para perempuan tetap gigih memperjuangkan haknya untuk bisa masuk dalam dunia politik. 40 C. Hak Politik Perempuan Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang perempuan terkadang mendapatkan diskriminasi dan anggapan sebelah mata atas dirinya. Diskriminasi dapat terjadi baik dalam kehidupan pekerjaan, keluarga (antara suami dan istri), hingga kehidupan yang dilaluinya dalam masyarakat. Dengan adanya diskriminasi inilah maka kemudian banyak pihak terutama perempuan sendiri menyadari pentingnya mengangkat isu hak perempuan sebagai salah satu jenis hak asasi manusia yang harus dapat diakui dan dijamin perlindungannya. Adanya kesadaran ini maka kemudian perlu diketahui terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan. Hak asasi perempuan, adalah hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum hak asasi manusia dapat ditemui pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi manusia. Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pengaturan mengenai pengakuan atas hak seorang perempuan terdapat dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi manusia. Sistem hukum tentang hak asasi manusia yang dimaksud adalah sistem hukum hak asasi manusia baik yang terdapat dalam ranah internasional maupun nasional. Khusus mengenai hak-hak perempuan yang terdapat dalam system hukum tentang hak asasi manusia dapat ditemukan baik secara eksplisit maupun implisit. Dengan penggunaan kata-kata yang umum terkadang membuat pengaturan tersebut menjadi berlaku pula untuk 41 kepentingan perempuan. Dalam hal ini dapat dijadikan dasar sebagai perlindungan dan pengakuan atas hak-hak perempuan. Kehidupan seorang muslim tidak bisa dipisahkan dari persoalan berpolitik karena politik merupakan sarana efektif untuk merealisasikan kesempurnaan Islam. Setiap muslim yang mengaku beribadah kepada Allah SWT mempunyai hak untuk berpolitik, bahkan seorang muslim berkewajiban untuk mengaplikasikan politik secara Islami guna merealisasikan Islam secara kaffah. Berdasarkan atas mafhum istikhlaf inilah dasar diwajibkannya politik bagi umat Islam. Menurut Islam, perempuan mempunyai hak dalam berpolitik. Laki-laki dan perempuan berkewajiban untuk amar ma’ruf nahi munkar melalui beberapa cara yang termasuk diantaranya dengan media politik. Islam tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam hak-hak individu dan hak-hak kemasyarakatan. Namun demikian, bahwa semua hak tersebut harus diletakkan dalam batas-batas kodrati perempuan. Sama halnya dengan seorang pria, seorang perempuan juga mempunyai hak yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan. Hak-hak perempuan yang diakui dan dilakukan perlindungan terhadapnya terkait dengan hak-hak perempuan di bidang politik, antara lain :12 1. Hak untuk Memilih dan Dipilih; 2. Hak Musyawarah dan Mengemukakan Pendapat; 12 Fatimah Umar Nasir, Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Islam, (Jakarta:CV. Cendekla Sentra Muslim, 2003), cet. pertama, hlm. 167 42 3. Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut serta dalam perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaan kebijakan; 4. Hak untuk ambil bagian dalam organisasi-organisasi pemerintah dan non-pemerintah dan himpunan-himpunan yang berkaitan dengan kehidupan pemerintah dan politik negara tersebut; 5. Hak Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar (Pengawasan dan Evaluasi). Dengan demikian hak politik perempuan dalam pandangan fiqh siyasah maupun Islam telah mengangkat martabat dan kehormatan perempuan dengan memberikan dan menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka dalam berbagai aspek dunia bangsa mereka. D. Pandangan Ulama Terhadap Hak Politik Perempuan Seluruh ulama sepakat bahwa perempuan haram menduduki jabatan kekhalifaan.Jadi masalah haramnya perempuan menjadi pemimpin Negara bukanlah masalah khilafiyah. Imam Al-Qurthubiy, menyatakan dalam tafsirnya Al-Jaami’li Ahkam Al-Qur’an, Juz 1. hal. 270, menyatakan bahwa: “Khalifah haruslah seorang laki-laki dan mereka (para fuqaha) telah bersepakat bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam (khalifah). Namun mereka berselisih tentang bolehnya perempuan menjadi qadhi berdasarkan diterimanya kesaksian perempuan dalam pengadilan”.Namun ath-Thabari dan Ibnu Hazm masih membolehkan jika perempuan menjadi perdana Menteri atau Hakim.13 13 https://Kajian-islah.blogspot.co.id/2009/02/perempuan-dan-hak-politik-dalam- 06.html 43 Faktor-faktor tabiat perempuan, orang-orang yang melarang pencalonan perempuan juga mengemukakan alasan bahwa perempuan itu juga menghadapi kendala yang sudah merupakan tabiat atau pembawaan mereka, seperti menstruasi setiap bulan beserta keluh-keluhnya, mengandung dengan segala penderitaannya, melahirkan dengan segala resikonya, menyusui dengan segala penderitaannya melahirkan dengan segala resiko, menyusui dengan seala bebannya, dan sebagai ibu dengan segala tugasnya. Semua itu menjadikan mereka secara piskis, fisik, dan pemikiran tidak mampu mengemban tugas sebagai pemimpin ataupun anggota Dewan yang bertugas mengawasi pemerintah dan membuat Undang-Undang. Hal diatas memang benar.perempuan yang sibuk sebagai ibu dan dengan segala tugasnya tidak akan menceburkan dirinya mengemban tugastugas penting itu. Dan jika ikut maka anak-anak dan urusannya tidak ada yang memperhatikan. Yang dimaksud dalam konteks ini ialah perempuan yang memiliki kelebihan yang berupa kecerdasan, kemampuan, kesempatan, ilmu, serta kecerdasan dan tidak direpotkan oleh urusan diatas. Para Ulama telah sepakat akan terlarangnya perempuan memegang kekuasaan tertinggi atau al-imamah al-Uzhma. Ketentuan ini berlaku bagi perempuan bila ia menjadi raja atau kepala Negara yang mempunyai kekuasaan mutlak terhadap kaumnya, yang segala kehendaknya harus dijalankan, semua hukum dan perintahnya tidak boleh ditolak dan dikukuhkan. 44 Namun dalam hak politiknya untuk memilih (pemilu), Dr. Mushthafa as-Siba’i berpendapat bahwa Islam tidak melarang perempuan menggunakan hak pilihnya.14Pemilu adalah pemilihan rakyat terhadap wakil-wakil yang menggantikan mereka dalam membuat undang-undang dan mengawasi pemerintah. Dan dalam hak politiknya untuk dipilih/dicalonkan pun sama halnya dengan hak memilih, yaitu boleh seorang perempuan untuk mencalonkan dirinya sebagi anggota Dewan Legislatif. Selama perempuan berhak memberikan nasihat, mengemukakan mana pendapat yang benar menurutnya, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan mengatakan: ini benar dan ini salah, maka tidak ada alasan melarang keanggotaannya di DPR guna melaksanakan tugasnya.15 Dengan demikian, pro-kontra antara ulama pun tidak terelakkan mengenai hak politik perempuan.Ada yang melarang, ada juga yang menyetujui.Tetapi dari semua pendapat itu penulis setuju dengan ulama yang membolehkan atau memberikan peluang bagi perempuan untuk menggunakan hak politiknya, baik itu memilih atau dipilih. E. Beberapa Contoh di Negara Muslim a. Arab Saudi Hak perempuan dalam masyarakat Arab Saudi adalah berlandaskan hukum Islam dan budaya kesukuan.Semenanjung Arab merupakan tempat asal suku nomaden serta berlandaskan patrilineal, dimana pemisahan antara laki14 Abdul Halim Abu Syuqqah; penerjemah, chairul Halim,Kebebasan Wanita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), jilid 2, hlm. 536 15 Abdul Halim Abu Syuqqah; penerjemah, chairul Halim,Kebebasan Wanita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), jilid 2, hlm. 541 45 laki dan perempuan (purdah) serta pembatasan gerak perempuan serta kehormatan perempuan dianggap sesuatu yang amat penting oleh masayarakat di Arab Saudi.Perempuan disana apabila bepergian tidak boleh sendirian, serta perempuan di Arab Saudi dilarang untuk menyetir mobil. Dampak positif akan adanya pembatasan ini adalah perempuan Arab Saudi adalah perempuan yang paling sedikit melakukan kejahatan dibanding perempuan negara lain di dunia. Tapi Pada tahun belakangan ini perempuan sedikit diberi kebebasan peranannya setelah Pada Februari 2009, Raja Abdullah menunjuk seorang perempuan untuk menjadi Wakil Menteri Pendidikan, jabatan publik tertinggi yang pernah diduduki perempuan hingga saat ini. Tumbuhnya aktivisme perempuan di Saudi dipicu di antaranya oleh kesadaran mereka akan semakin besarnya keterlibatan perempuan di ruang publik di negara-negara tetangga mereka seperti Bahrain dan Kuwait dan juga karena perhatian dari tokohtokoh internasional seperti Yakin Ertürk, Wakil Khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk Kekerasan terhadap Perempuan. Pada bulan September2011 Raja Abdullah dari Arab Saudi menyatakan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk memilih dan dipilih dalam pemilu kota pada 2015 nanti. Hal ini berarti sebuah upaya untuk kesetaraan perempuan di Saudi.16 16 https://id.wikipedia.org/wiki/hak-perempuan-di-Arab-Saudi.html 46 Dengan demikian Arab Saudi yang pada awalnya hak memilih dan dipilih bagi perempuan belum disetujui17, kini telah disetujui yang telah dinyatakan oleh Raja Abdullah dari Arab Saudi. b. Mesir Mesir tergolong negara paling buruk dalam hal penerapan hak asasi perempuan di negara-negara Arab menurut suatu survei. Di Negeri Firaun ini, banyak dijumpai pelecehan seksual dan praktek sunat terhadap perempuan. Survei dilakukan Thomson Reuters Foundation terhadap lebih dari 330 ahli gender di 21 negara Liga Arab, termasuk Suriah, selama tiga tahun sejak Arab Spring pada 2011. Hasilnya, penerapan terbaik ada di Kepulauan Komoros. Negeri kepulauan ini menempatkan 20 persen kaum perempuannya pada kursi menteri--menempati urutan pertama terbaik diikuti oleh Oman, Kuwait, Yordania, dan Qatar.Adapun posisi kedua terburuk setelah Mesir diduduki oleh Irak, disusul Arab Saudi, Suriah, dan Yaman. Jajak pendapat itu dilakukan dengan cara bertanya kepada para ahli untuk mengetahui tentang kekerasan terhadap kaum perempuan, hak-hak melahirkan, pengobatan, serta peran perempuan dalam politik dan ekonomi. Hasil survei itu menemukan fakta bahwa diskriminasi dan perdagangan perempuan merupakan faktor utama yang menyebabkan Mesir menempati urutan paling buncit di antara 22 negara Arab."Di seluruh desa di pinggiran Kairo dan sejumlah tempat, roda ekonominya digerakkan oleh 17 M. Quraish Shihab, Perempuan: dari cinta sampai seks, dari nikah mut’ah sampai nikah sunnah, dari bias lama sampai bias baru, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet.ke empat, hlm. 344 47 perdagangan perempuan dan kawin paksa," kata Zahra Radwan, dari Global Fund for Women, organisasi yang berbasis di Amerika Serikat. Sebuah laporan yang dilansir PBB pada April 2013 juga menyebutkan 99,3 persen perempuan di Mesir telah menjadi korban pelecehan seksual. "Penerimaan masyarakat terhadap pelecehan seksual yang terjadi sehari-hari berdampak pada perempuan di Mesir tanpa memandang latar belakang usia, profesi atau tingkat sosial-ekonomi, status perkawinan, pakaian, atau perilaku," kata Noora Flinkman, dari kelompok Harass Map di Mesir. Survei juga menemukan fakta lain di Irak. Nasib perempuan di Negeri 1001 Malam ini kini lebih buruk jika dibandingkan dengan nasib mereka di masa pemerintahan Saddam Hussein.Arab Saudi dinilai paling buruk dalam kaitan dengan pelibatan perempuan dalam urusan politik, diskriminasi di tempat kerja, kebebasan beraktivitas, dan hak-hak kepemilikan. Dengan demikian di Mesir, perempuan tidak diberikan kesempatan dalam hal memberikan pendapat, apalagi dalam hal berpolitik.Perempuan di Mesir sangat tidak dihargai saat itu, mereka (perempuan) diperdagangkan, pelecehan seksual, diskriminasi, dan sebagainya. c. Qatar Islam menjadi agama resmi Saudi Arabia. Seluruh legislasi diambil secara eksklusif berdasarkan Syariah. Anggota pemerintahan dari kalangan Wahabi yang sangat puritan. Legitimasi agama keseharian kerajaan dibuat oleh Dewan Agama Tertinggi, yang ditunjuk oleh raja. Rakyat Qatar merasa bangga atas sistem politik mereka di mana pemilu lokal pertama diadakan 48 pada Maret 1999; perempuan Qatar memiliki hak pilih yang sama dengan kaum lelaki.18 Sebagaimana Saudi Arabia, keluarga kerajaan Qatar adalah Wahabi. Syariah Islam juga menjadi sumber utama perundang-undangan. Namun demikian, Qatar memiliki sistem politik yang relatif demokratis. Konstitusi membentuk Parlemen yang beranggotakan 45 orang yang disebut Dewan Penasihat (DP), dengan 30 anggota diangkat berdasarkan pemilu. DP memiliki otoritas untuk menyetujui APBN dan memonitor otoritas eksekutif yakni penguasa yang disebut amir. Penghargaan harus diberikan kepada Sheikha Mozah atas kehadirannya yang karismatis dan semangatnya untuk mewakili negaranya dengan cara yang positif. Ketika ditanya tentang keadaan kaum perempuan di Qatar, ia sekedar menjawab dengan menunjuk dua orang perempuan muda yang duduk di barisan depan dan berkata, "Kedua perempuan ini menduduki jabatan menteri di Qatar. Saya tidak perlu berkata apa-apa lagi." Emansipasi dan pemberdayaan perempuan di Qatar tidak akan pernah tercapai tanpa;19 pertama, peran filantropis dan efektif Sheikha Mozah dalam mendorong kaum perempuan Qatar maju, dan kedua, kesiapan rakyat Qatar dan kerelaan mereka mengikuti berbagai perubahan ini. Contoh Qatar belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut mengingat waktu dan skala perubahan yang begitu mendalam dan keberhasilan terbesarnya terletak 18 19 www.fatihsyuhud.net/2004/04/arab-dan-demokrasi/ www.commongroundnews.org/article/politik-perempuan-di-qatar.html 49 terutama dalam pencapaian sebuah keseimbangan antara perlindungan terhadap identitas Muslimnya dan penerapan kebijakan yang progresif, sebuah kebijakan yang menjamin kesetaraan hak sebagai warga negara bagi kaum perempuan. Seperti yang sering diberitakan, agama mendominasi hampir segala aspek kehidupan di Arab Saudi, yang menyulitkan bagi perempuan untuk menanyakan hak-hak mereka karena takut dicap, diasingkan, dan "dituduh" liberal dan sekuler. Namun, kita dapat mempertanyakan sebagian representasirepresentasi Islam yang keliru dan praktik sosial umum yang telah diserap seluruh masyarakat, seperti kawin paksa, cerai paksa, kekerasan terhadap perempuan, perwalian (seorang perempuan harus didampingi seorang kerabat laki-laki dan memperlihatkan izin yang ditandatangani walinya di setiap pelabuhan), serta undang-undangan perceraian dan perwalian anak yang berat sebelah. Penting artinya untuk mengubah pola-pola sosial dan budaya dengan cara menarik sebuah garis pembatas antara praktik-praktik agama dan sosial; antara suatu penafsiran Islam yang meningkatkan kedudukan perempuan dalam masyarakat dan praktik-praktik sosial yang membatasi dan menindas. Apa yang dituntut kaum perempuan di kebanyakan negara Muslim adalah pemikiran kembali tentang kedudukan mereka dalam masyarakat dan pelaksanaan hak maupun kewajiban laki-laki dan perempuan dalam Islam secara tepat. 50 Hasil-hasil sederhana telah dicapai oleh Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi, dalam sebuah upaya untuk menegosiasikan ruang-ruang baru bagi kaum perempuan di negara tersebut, seperti mengizinkan pengacara-pengacara perempuan untuk bekerja di kantor-kantor hukum.Pembaruan di Arab Saudi mungkin sedang berlangsung, dan kecaman keras terhadap perempuan telah berkurang dalam beberapa hal, tetapi sisa-sisa radikalisme masih ngotot bertahan. Kerajaan Saudi harus menginternalisasikan kemoderatan dan menormalkan kehidupan bagi generasi sekarang dan masa depan dengan mencurahkan lebih banyak energi mewujudkan pembaruan nyata dan penting. Dengan demikian di Qatar, perempuan diberikan kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam wilayah politk. Pemerintah dan masyarakat (khususnya perempuan) Qatar yang rela mengikuti perubahan demi mendapatkan hak politik perempuan dan demi kemajuan kaum perempuan di Qatar. BAB IV HAK POLITIK BAGI PEREMPUAN MENURUT DR. YUSUF AL-QARDHAWI Berpolitik adalah sebuah kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh setiap manusia; apakah berupa kewajiban utama (fardhu ain) atau kewajiban tambahan (fardhu kifayah). Berpolitik bukanlah pekerjaan yang dianjurkan, atau dianggap baik mengerjakannya, atau tidak mengapa meninggalkannya. Akan tetapi, berpolitik adalah wajib hukumnya berdasarkan pemahaman pengambilalihan kekuasaan, yang mana pengambilalihan kekuasaan adalah sebuah kelaziman yang diwajibkan dan dipaksakan kepada setiap muslim lakilaki dan perempuan. Hak-hak berpolitik adalah hak-hak yang diusahakan seseorang sebagai individu yang merupakan bagian dari warga negara.seperti hak menduduki jabatan publik, hak pemilihan umum, hak pecalonan, atau hak–hak yang mana dengan perantara hak-hak tersebut seseorang mendapatkan bagiannya dalam urusan pemerintahan. Jika ulama telah menetapkan kemampuan perempuan dalam mengatur kepentingan pribadinya dalam bidang keuangan dan kemampuan mengatur kepentingan orang lain berupa mengasuh anak serta member wasiat, maka aktifitas politik tidak mengecualikan kemampuan tersebut, seperti kemampuan perempuan dalam perwalian dan pembebasan, perintah berbuat kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, serta persaksian. 51 52 Al-Qur‟an, Sunnah Nabawi dan sejarah orang-orang shaleh terdahulu menetapkan adanya hak berpolitik bagi perempuan; baik secara teori maupun praktik, dan tidak ada keraguan dalam hal ini. Allah SWT berfirman; “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah [9]: 71) Di dalam ayat ini Allah SWT menetapkan bagi perempuan beriman hak mutlak memerintah sebagaimana laki-laki.Termasuk didalamnya memerintah dalam urusan persaudaraan dan persahabatan, bantuan keuangan dan urusan masyarakat, dan memerintah dalam urusan membantu peperangan dan dalam urusan politik. Hak untuk berpolitik artinya hak untuk berpendapat, untuk menjadi anggota lembaga perwakilan,1 dan untuk memperoleh kekuasaan, seperti memimpin lembaga formal, organisasi, partai, dan presiden.Dalam pembahasan politik, nilai yang paling dominan adalah nilai kekuasaan. Orang atau kelompok yang ingin mencapai kekuasaan mutlak setidaknya harus 1 Muhammad Anis Qasim, Perempuan dan Kekuasaan: Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam, (Bandung: Zaman, 1998), hlm. 36 53 memenuhi ketentuan dan penguasaan atas kemampuan (ability), kecakapan (capacity), dan kepandaian (skill). Di dalam buku yang berjudul “Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik” karya Dr. Yusuf al-Qardlawi, yang mana dalam sub bab buku tersebut terdapat pembahasan mengenai Hak-hak kaum perempuan. Menurut beliau agama Islam adalah sebuah sistem hidup pertama yang membebaskan kaum perempuan dari perbudakan masa lalu, sebuah agama pertama yang bersikap obyektif terhadap kaum perempuan dan memuliakan mereka, baik dalam kapasitas mereka sebagai seorang manusia, seorang perempuan, seorang putri (anak perempuan), juga sebagai seorang istri dan anggota masyarakat. Dalam buku tersebut Yusuf al-Qardhawi tidak menjelaskan secara detail apa saja hak-hak perempuan, namun dari penjelasannya beliau sangat konsern terhadap hak politik perempuan. Dan Yusuf al-Qardhawi juga pernah mengeluarkan sebuah fatwa dengan menyatakan bahwa seorang perempuan mempunyai hak untuk ikut memilih di dalam pemilihan umum.Dan fatwa yang lainnya yaitu membolehkan seorang perempuan untuk mencalonkan dirinya sebagai anggota parlemen dan dewan permusyawaratan apabila dia mempunyai kualifikasi untuk itu. Dr. Yusuf al-Qardhawi pernah mengeluarkan sebuah fatwa, yang menyatakan bahwa seorang perempuan mempunyai hak untuk ikut memilih di dalam pemilihan umum, karena pemilihan umum seperti ini merupakan bentuk kesaksian.Dan al-Qardhawi juga pernah berfatwa yang menyatakan bahwa membolehkan seorang perempuan untuk mencalonkan dirinya sebagai 54 anggota parlemen dan dewan permusyawaratan apabila dia mempunyai kualifikasi untuk itu. Dalam fatwanya, al-Qardhawi menyatakan jika seorang perempuan memiliki hak untuk menduduki pelbagai jabatan kenegaraan semisal anggota parlemen, menteri, bahkan menjadi presiden, dan juga jabatan pada dewan fatwa. "Logika Islam dalam kasus ini berdiri di atas prinsip jika perempuan adalah entitas masyarakat yang juga paripurna, mereka memiliki hak sebagaimana lelaki," terang Qardhawi. "Tapi tentu saja ada syarat-syarat kapabilitas yang ketat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh perempuan tersebut, tidak sembarangan," terang alQardlawi. Ditambahkan oleh Qardhawi, benar bahwa mayoritas ulama fikih tidak membolehkan perempuan untuk menduduki jabatan khalifah besar atau khalifah „ammah, atau imamah uzhma, yaitu jabatan tertinggi kekhalifahan umat Muslim. "Tetapi, masalahnya, apakah jawatan presiden yang hanya memerintah dan menguasai sebuah negara termasuk pada pembahasan khilafah?Atau, apakah hal ini bisa diqiyaskan sebagai pemimpin iqlim (wilayah bagian) pada zaman 55 dulu?Saya katakan, ya, tidak ada penghalang dalam agama bagi seorang perempuan yang mampu untuk menduduki jabatan presiden," jelas Qardhawi.2 A. Hak Memilih dan Dipilih Yusuf al-Qardhawi menyejajarkan kedudukan perempuan dengan lakilaki dalam peranannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau pun sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sepenuhnya memiliki hak memilihdan hak dipilih. Ia beralasan bahwa perempuan dewasa adalahmanusia mukallaf (diberi tanggung jawab) secara utuh, yang dituntut untuk beribadat kepada Allah, menegakkan agama, melaksanakan kewajiban, menjauhi larangan-Nya, berdakwah untuk agama-Nya, dan kewajiban melakukan Amar Ma‟ruf dan Nahi Munkar seperti halnya lakilaki.3 Beliau menegaskan bahwa seluruh seruan dan himbauan Allah didalam al-Qur‟an mencakup kaum wanita, kecuali dalam hal-hal tertentu yang dikhususkan untuk kaum pria. Manakala Allah berfirman: “Hai manusia”, atau “Hai orang-orang yang beriman”, maka menurut salaf al-shalih bahwa itu termasuk kaum perempuan. Pendapat ini dapat diterima semua pihak tanpa diragukan.Dalam suatu riwayat disebutkan ketika istri Nabi Saw. Ummu Salamah, mendengar seruannya: “Hai manusia”, padahal saat itu dia sedang 2 www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/fatwa-aneh-qardhawi-perempuan-bolehjadi-presiden-dan mufti.htm 3 Yusuf al-Qardhawi, Min Fiqh al-Daulah al-Islam, (Cairo: Maktabah Wahbah, 1998), hlm. 207 56 sibuk mengerjakan sesuatu, tapi dia tinggalkan pekerjaannya dan segera memenuhi himbauan itu. Akibatnya, sebagian orang heran atas kesigapannya memenuhi himbauan Rasulullah Saw. Ketika ditanya orang, maka dia menjawab dengan tegas: “Saya termasuk manusia”.4 Kesejajaran perempuan dan laki-laki dalam hal menyuarakan haknya di lembaga DPR atau pun MPR adalah sesuatu yang sangat biasa dan wajar, bahkan dalam hal-hal tertentu yang menyangkut persoalan perempuan, merekalahyang lebih dominan dalam membahas dan memecahkannya. Al-Qardhawi menegaskan, yang dimaksud dalam Q.S. An-Nisa‟: 34, tersebut bahwa dengan kehidupan laki-laki adalah suami-isteri, pemimpin bukan perempuan dalam berkaitan urusan pemerintahan.Menurutnya, Firman Allah yang mengatakan “Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” menunjukkan bahwa maksud kepemimpinan disini adalah kepemimpinan atas keluarga. Dengan demikian,Yusuf al-Qardhawi pun membolehkan seorang perempuan untuk mencalonkan dirinya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sama halnya dengan membolehkannya sebagai kepala negara, dan hakim. Tentu hal tersebut tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. 4 Yusuf al-Qardhawi, Min Fiqh al-Daulah al-Islam, (Cairo: Maktabah Wahbah, 1998), hlm. 209-212 57 B. Hak Perempuan Menjadi Kepala Negara Dr. Yusuf Al-Qardlawi berkata: “Larangan perempuan menduduki jabatan presiden (khalifah) atau jabatan kepala negara dan sejenisnya adalah dikarenakan pada umumnya kemampuan fisik perempuan tidak sanggup untuk menanggung beban tersebut.”Tapi ada pula beberapa perempuan yang mempunyai kemampuan lebih dari laki-laki.Contohnya seperti Ratu Balqis yang memerintah kerajaan Sabaiyah di zaman Nabi Sulaiman, yang kisahnya disebutkan di dalam AlQur‟an pada Surah An-Naml.Ratu Balqis telah berhasil dan sukses memimpin kaumnya meraih keuntungan dunia dan akhirat. “Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan Dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” Hukum dilahirkan dari kejadian yang umum dan banyak berlaku, dan bukan dari kejadian yang jarang berlaku. Oleh sebab itu ulama melahirkan kaedah: Sesuatu yang jarang tidak mempunyai hukumnya.5 Dengan demikian, hak politik perempuan untuk menjadi kepala negara Yusuf al-Qardhawi membolehkannya, adapun dalampernyataannya yang diatas Yusuf al-Qardhawi hanya mengambil sebuah kesimpulan yang pada umumnya melarang perempuan untuk menjadi kepala negara, yang 5 Yusuf Al-Qaradhawi, Markaz Al-Mar‟ah fi Al-Hayah Al-Islamiyah, (cairo: Maktabah Wahbah, 1416 H/1996 M), hlm. 19-23 58 dikarenakan fisik perempuan tidak sanggup untuk menanggung beban tersebut. Namun tidak semua perempuan mempunyai fisik yang lemah. Yusuf al-Qardhawi mengambil contoh Ratu Balqis, yang mana ia adalah seorang perempuan yang mana pada saat itu memerintah sebuah kerajaan yang cukup besar di zaman Nabi Sulaiman As. C. Perempuan Menjadi Hakim Dr. Yusuf Al-Qardhawi berbicara panjang lebar tentang jabatan hakim bagi perempuan yang disiarkan oleh Televisi Al-Jazirah Qatar. Di antara yang Syaikh Al-Qardhawi katakan adalah: “Masalah perempuan menjadi hakim adalah masalah yang telah lama diperbincangkan ulama fiqh Islam dari zaman dahulu.Mayoritas ulama melarang jabatan hakim bagi perempuan. Bahkan mereka menetapkan dalam kitab-kitab fiqh, 10 syarat menjadi hakim: Islam, baligh, merdeka, berakal, adil, sehat rohani, tidak tuli, tidak buta, tidak bisu, dan laki-laki. Imam Abu Hanifah memperbolehkan jabatan hakim bagi perempuan pada urusan persaksian, urusan tata kota, keuangan, dan pada urusan status sosial sebuah individu dalam masyarakat dan bukan pada urusan tindak pidana. Dan Imam Abu Ja‟far Ath-Thabari berpendapat, di antara hak seorang perempuan adalah menduduki jabatan hakim, bahkan pada urusan tindak pidana sekali pun. 59 Menurut Al-Qardhawi ada beberapa ketentuan, batasan, dan syarat bagi perempuan untuk menduduki jabatan hakim, yakni:6 Pertama, mencapai usia yang pantas untuk menduduki jabatan hakim tersebut, yang mana jabatan tersebut terbilang jabatan yang cukup berat dan perlu tanggung jawab yang sangat besar. Kemudian perempuan tersebut tidak dalam keadaan yang sedang hamil, ketika menjalankan tugasnya, tidak dalam masa siklus bulanannya, tidak dalam masa training, dan yang terpenting sehat jasmani serta mempunyai pengalaman sebelumnya. Dengan demikian, usia pantas yang dimaksud adalah usia matang. Kedua, ahli, maksudnya ialah memiliki kemampuan diri, kemampuan keilmuan, dan berakhlak baik.Ulama besar pada masa awal Islam banyak yang menolak jabatan hakim yang ditawarkan kepadanya.Jabatan hakim adalah jabatan “panas”. Hadits riwayat Buraidah menyebutkan; : قال رسٌل اهلل صهى اهلل عهٍو ًسهى { انقضا ة ثال ثت: عٍ بز ٌدة ر ضً اهلل عنو قال ًرجم. فيٌ فً انجنت, فقضى بو, رجم عزف انحق. ًًاحد فً انجنت,اثناٌ فً اننار فقضى, ًرجم نى ٌعزف انحق. فيٌ فً اننار, ًجار فً انحكى, فهى ٌقض بو,عزف انحق } . فيٌ فً اننار,نهناس عهى جيم “Dari Buraidah Radliyallaahu „anhu, bahwa Rasulullah Shallahu‟alaihi wa Sallam bersabda: Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan dengannya maka ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia tidak memutuskan dengannya, maka ia di neraka; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan ia memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan, maka ia di neraka.”7 6 Yusuf Al-Qaradhawi, Markaz Al-Mar‟ah fi Al-Hayah Al-Islamiyah, (cairo: Maktabah Wahbah, 1416 H/1996 M), hlm. 244 7 ( كتا ب انقضا ءKitab Memutuskan Perkara), Hadits No. 1412 60 Jabatan hakim adalah jabatan cukup berat dan menyulitkan.Jabatan hakim itu bukan hanya sekedar teori, namun praktek di lapangan yang cukup berat.Bahkan terkadang seorang hakim terpaksa melawan kata hatinya sendiri, dan mereka terjungkal dari kebenaran yang harus dijunjungnya. Ketiga, keberadaan perempuan sebagai hakim tersebut memang atas dasar permintaan masyarakat, yakni demi kemajuan masyarakat itu sendiri bukan untuk kepentingan pribadi perempuan. Dalam keadaan, apabila laki-laki tidak mampu mengambil peran ini (hakim), maka tidak ada hukum yang melarang perempuan untuk menjadi hakim.Syarat-syarat, ketentuan, dan batasan tersebut bukanlah ringan, dan hanya yang mampu saja yang dapat melakukannya.8 Dr. Yusuf Al-Qardlawi berkata: “Perempuan adalah makhluk yang menerima perintah syariat sebagaimana laki-laki.Dia diperintahkan untuk menyembah Allah, menegakkan agamanya, menjalankan yang wajib dan meninggalkan yang diharamkan, menjaga batasan-batasan syariat dan mendakwahkannya, mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar”. Sedikitnya ada tiga dalil yang dijadikan sebagai sumber rujukan:9Pertama, QS. al-Ahzab [33]: 33 yang menegaskan bahwa yang 8 http://www.qaradawi.net/site/topics/article.asp., diakses pada tanggal 19 Oktober 2015, jam 10;13 9 Zaitunah Subhan, Perempuan dan Politik dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Pesantren, 2004), cet. pertama, hlm. 43 61 paling cocok bagi perempuan adalah di rumah. Pandangan ini diperkuat oleh hadits yang menyebutkan bahwa Allah telah menetapkan empat rumah bagi seorang perempuan: rahim ibu, rumah orang tua (sampai ia menikah), rumah keluarga (bersama suami dan anak), dan kubur. Kedua, QS. an-Nisa‟ [4]: 34: Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian yang lain (lakilaki), dan karena mereka (kaum laki-laki) telah menafkahkan harta mereka … Ketiga, riwayat dari Abu Bakrah yang menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: نٍ ٌفهح قٌ و ً نٌا ايز ىى ايز ا ة { رً ا ه انبخزي ً احًد ًا ننسا ئ ًانتز يذ 10 }ي “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita.” (HR. Bukhari, Ahmad Ibnu Hanbal, an-Nasa‟I, dan at-Tirmidzi) Pada dasarnya bukan ayat-ayat al-Qur‟an yang membatasi kaum perempuan, namun penafsiran atas nashsh tersebut yang menyebabkan munculnya pemahaman sempit terhadap hak-hak kaum perempuan.11 Dr. Amru Abdul Karim Sa‟dawi menjelaskan dua hal, yakni: Pertama, jumlah perempuan yang dicalonkan sebagai anggota dewan terbatas.Jumlah laki-laki yang menjadi anggota dewan jumlahnya mayoritas, dan suara milik mayoritas.Kedua, ayat yang berisi tentang kepemimpinan lakilaki atas perempuan tersebut ditetapkan dalam kehidupan suami istri; laki-laki 10 11 HR. Al-Bukhari, Kitab Maghozi, bab.82 No. hadits 4425. Amina Wadud Muhsin, Wanita dalam Al-Qur‟an, (Bandung: Pustaka, 1994), hlm. 118 62 sebagai kepala rumah tangga dan bertanggung jawab didalamnya. Dalam firman Allah s.w.t.; “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.(Q.S. An-Nisaa‟4: 34) Kalimat awal dari Q.S. a-Nisa‟ ayat 34; ar-rijal qawwamun „ala annisa‟ selalu menjadi salah satu alasan superioritas laki-laki atas perempuan. Kalimat ini sering diartikan dengan kewajiban laki-laki (suami) sebagai satusatunya pemimpin. Karena menurut sebagian mufassir, kaum laki-laki mempunyai kelebihan (fisik dan psikis).12 12 Zaitunnah Subhan, Perempuan dan Politik dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Pesantren, 2004), cet. pertama, hlm. 26 63 Berdasarkan susunannya, kalimat ayat ini bukanlah kalimat perintah yang menyatakan: Wahai kaum laki-laki, kalian wajib menjadi pemimpin, atau sebaliknya, Wahai kaum perempuan, kalian mesti dipimpin. Argumen yang dimunculkan dalam ayat ini, mengapa kaum laki-laki menjadi pemimpin kaum perempuan, adalah karena dua hal, yaitu: pertama, ketentuan Allah yang telah melebihkan sebagiam dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan). Kedua, karena kaum laki-laki (suami) memberi nafkah kepada istri. Islam telah menetapkan batasan kekuasaan laki-laki dalam institusi keluarga dengan kata quwwamun yang merupakan kata kunci dalam melaksanakan kepemimpinan sebuah rumah tangga. Didalam sebuah keluarga sangat diperlukan adanya seorang pemimpin untuk menyelesaikan perselisihan dalam keluarga atau penyelesaian pilihan alternatif mana yang akan ditetapkan atau diputuskan. Sehingga, kepemimpinan dalam instansi keluarga merupakan kepemimpinan berdasarkan musyawarah, bukan kesewenangan. Kepemimpinan ini dipergunakan sesuai dengan beberapa syarat berikut:13 Pertama: Untuk ketaatan kepada Allah. Karena itu, tidak ada ketaatan kepada makhluk untuk berbuat maksiat kepada sang khaliq. Apabila suami menyuruh istri untuk berbuat maksiat kepada-Nya, maka dia tidak boleh menaatinya dan kepemimpinannya tidak berlaku di sini. 13 Amru Abdul Karim Sa‟dawi, Wanita dalamFikih Al-Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), hlm. 110 64 Kedua: Kepemimpinan bukan digunakan untuk melakukan tindakan semena-mena. Karena setiap hak dalam Islam dijamin dengan tidak disalahgunakan, seperti untuk menyakiti orang lain dan melakukan tindakan semena-mena. Ketiga: Mempergunakan kepemimpinan untuk bermusyawarah. Musyawarah dalam masyarakat Islam merupakan suatu metode dalam kehidupan, mulai dari urusan yang besar dalam memilih pemimpin negara hingga urusan terkecil seperti menyapih bayi dari susuannya. Peran suami memberi nafkah kepada istri bukan merupakan keadaan “hakiki”, melainkan hanya perbedaan “fungsional” saja.Dalam realitas sosial, banyak kaum perempuan yang mandiri secara ekonomi, bahkan menjadi tulang punggung keluarga.Meski demikian, masih ada pandangan sebagian masyarakat dan bahkan pengakuan yuridis, yang menganggap kerja atau penghasilan mereka sebagai penghasilan tambahan belaka. Dengan demikian, hak politik perempuan untuk menjadi hakim sama halnya dengan menjadi kepala negara, yang mana Yusuf al-Qardhawi membolehkannya. Dan tentu saja itu tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis bahas secara jelas pada bab-bab terdahulu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Di dalam fatwanya Dr. Yusuf al-Qardhawi memberikan kebebasan kepada perempuan untuk berkecimpung di dunia politik. Dan Dr. Yusuf alQardhawi juga mengemukakan bahwa berpolitik adalah sebuah kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Oleh karena itu Dr. Yusuf al-Qardhawi memberikan kesempatan kepada perempuan untuk ikut serta dalam dunia politik, baik itu menjadi Kepala Negara, menjadi Hakim, dan bahkan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jadi, Dr. Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa perempuan mempunyai hak politik sama halnya dengan laki-laki, karena di mata Islam baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama. 2. Hak-hak politik perempuan dalam Fiqh Siyasah tidak jauh berbeda dengan pendapat Yusuf al-Qardhawi. Dalam Fiqh Siyasah perempuan diberikan hak-haknya sebagai warga negara, seperti; Hak untuk Memilih dan Dipilih, Hak Musyawarah dan Mengemukakan Pendapat, Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut serta dalam perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaan kebijakan, HakAmar Ma’ruf dan Nahi Mungkar (Pengawasan dan Evaluasi). Hanya saja dalam hal ini ada 65 66 beberapa ulama yang berbeda pendapat, seperti Imam Al-Qurthubi, bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam (khalifah), sedangkan pendapat lain dari Dr. Musthafa as-Siba’i yang membolehkan seorang perempuan untuk mencalonkan dirinya sebagai anggota Dewan Legislatif. B. Saran 1. Kepada kaum perempuan khususnya, politik dan kenegaraan adalah sebagian dari sistem Islam dan menjadi kewajiban kepada kita untuk sama-sama berpartisipasi demi mengemban amanah sebagai insan Mukallaf yaitu yang diberi pertanggung jawaban sama seperti laki-laki. Peranan perempuan dalam sektor politik yang hangat di kalangan ulama baik yang pro maupun kontra. Hal itu berpangkal dari perbedaan dalam memahami dan menafsirkan nash. Dr. Yusuf Al-Qardhawi merupakan ulama yang kontra terhadap hak politik perempuan, bahkan Islam juga mengharuskan perempuan untuk memiliki kesadaran politik serta membolehkan untuk berkiprah dalam politik tanpa melupakan tabiat aslinya dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkannya. 2. Kepada semua masyarakat Islam, khususnya di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah Muslim agar mengoptimalkan segala usaha supaya kaum perempuan semuanya sadar dan faham tentang hak-hak dan kewajiban mereka yang telah diberikan oleh Islam. DAFTAR PUSTAKA Buku Al-Qur’an al-Karim Ensiklopedi Hukum Islam Abu Syuqqah, Abdul Halim; penerjemah, Chairul Halim, Kebebasan Wanita, Jakarta: Gema Insani Press, 1997. __________, penerjemah, Chairul Halim, Kebebasan Wanita, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, jilid 2 Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2007. Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya Ilyas, Yunahar ,Kesetaraan Gender dalam Al-qur’an, Yogyakarta: LABDA PRESS, 2006. Jakfar, Tarmizi M., Otoritas Sunnah Non Tasyri’iyyah Menurut Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2012. Ja’far, Muhammad Anas Qasim, Mengembalikan Hak-hak Politik Perempuan: sebuah perspektif Islam, Jakarta: AZAN, 2001. Muhsin, Amina Wadud, Wanita dalam Al-Qur’an, Bandung: Pustaka, 1994. Nasir, Fatimah Umar, Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Islam, Jakarta: CV. Cendekla Sentra Muslim, 2003 Qardhawi, al, Yusuf, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2008. __________, al, Yusuf, Markaz Al-Mar’ah fi Al-Hayah Al-Islamiyah, cairo: Maktabah Wahbah, 1416 H/1996 M. __________, al, Yusuf, As-Siyasah Asy-Syar’iyah Fi Dhau’ NushushAsy-Syari’ah Wa Maqashidina, Cairo: Maktabah Wahbah, 1419 H/ 1989 M. __________, al, Yusuf, Perjalanan Hidupku, hlm. 131 67 68 __________, al, Yusuf, Min Fiqh al-Daulah al-Islam, Cairo: Maktabah Wahbah, 1998 Qasim, Muhammad Anis, Perempuandan Kekuasaan: Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam, Bandung: Zaman, 1998. Sa’dawi, Amru Abdul Karim, Wanita dalamFikih Al-Qaradhawi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009. Sa’idah, Najmah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, Bogor: CV IDeA Pustaka Utama, 2003. Shihab, M. Quraish, Perempuan: dari cinta sampai seks, dari nikah mut’ah sampai nikah sunnah, dari bias lama sampai bias baru, Jakarta: Lentera Hati, 2007 Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: el-Kahfi, 2008. __________ ,Perempuan dan Politik dalam Islam, Jakarta: Pustaka Pesantren, 2004. Tahido Yanggo, Huzaemah, Fiqh Perempuan Kontemporer, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Jurnal Seda, Francisia SSE, Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pemilu 2014: Permasalahan dalam Representasi Politik Perempuan di Indonesia, Jurnal Perempuan: No. 79 (Mei 2014), hlm. 74. Suhendra, Ahmad, Rekonstruksi Peran dan Hak Perempuan dalam Organisasi Masyarakat Islam, Studi Gender dan Islam. Lain-lain ( كتا ب القضا ءKitab Memutuskan Perkara), Hadits No. 1412. HR. Al-Bukhari, Kitab Maghozi, bab.82 No. hadits 4425. HR. At-Tirmidzi, Kitab Fitan, bab.75 No. hadits 2262. HR. An-Nasa’I, Kitab Qudhot, bab.8 No. hadits 5388. 69 https://Cahayatheprinces.blogspot.com/2012/01/emansipasi-wanita.html,diakses pada tanggal 29 Januari 2015, jam 14:19 wib. Al-Farisi, Salman, “Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak kritik rakyat dalam pemerintahan Negara Islam”, Skripsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta, 2010. Sumber dari Media Elektronik http://www.qaradawi.net/site/topics/article.asp diakses pada tanggal 19 Oktober 2015, jam 10:13 WIB. www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/fatwa-aneh-qardhawi-perempuan-boleh-jadi presiden-dan mufti.htm, diakses pada tanggal 14 Desember 2015, jam 16:40 WIB. http://migodhog.blogspot.com/2012/03/hadits-hadits-kepemimpinan-wanita.html, diakses pada tanggal 09 Januari 2016, jam 15:46 WIB. https://id.wikipedia.org/wiki/hak-perempuan-di-Arab-Saudi.html, tanggal 10 Januari 2016, jam 14:16 WIB. diakses pada https://dunia.tempo.co/read/news/2013/11/12/soal-perempuan-mesir-paling-buruk-dinegara-arab.html, diakses pada tanggal 10 Januari 2016, jam 14:39 WIB. www.commongroundnews.org/article/politik-perempuan-di-qatar.html, diakses pada tanggal 10 Januari 2016, jam 14:57 WIB https://Kajian-islah.blogspot.co.id/2009/02/perempuan-dan-hak-politik-dalam06.html, diakses pada tanggal 10 Januari 2016, jam 13:06 WIB. www.fatihsyuhud.net/2004/04/arab-dan-demokrasi/, diakses pada tanggal 13 Januari 2016, jam 12:15 WIB