Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 21-24 PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) Meici Masita 1), Edwin Musdi 2), Muhammad Subhan 3) 1) FMIPA Universitas Negeri Padang : email [email protected] 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang Abstract Mathematics as an adaptive subject in vocational high school is needed to encourage their vocational, then support the student to solve problems during process in their vocational. But in reality, learning process is still teacher centered. Almost all of the students are passive and have difficulties in implementing mathematics with the contexts of their daily life. Therefore, this research wants to know the implementation of Contextual Teaching and Learning (CTL) for student’s activities. The research use the descriptive reseach method. The result of the research describe that the implementation of the Contextual Teaching and Learning makes learning process more enjoyable and improve student’s learning activity. Keywords Mathematics Learning, Contextual Teaching and Learning, student’s activity PENDAHULUAN Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa belajar. Dalam pembelajaran, siswalah yang menjadi subjek atau pelaku kegiatan belajar [3]. Agar siswa berperan sebagai pelaku belajar, maka guru hendaknya merencanakan kegiatan pembelajaran yang menuntut siswa banyak melakukan aktivitas belajar. Penggunaan aktivitas besar nilainya dalam pembelajaran, dengan melakukan aktivitas pada proses pembelajaran, siswa dapat mencari pengalaman sendiri, memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa, bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri, mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta dapat mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa, sehingga kegiatan yang dilakukan selama pembelajaran menjadi lebih menyenangkan [3]. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak paham menjadi paham tentang segala sesuatu hal. Siswa dapat dikatakan belajar apabila terdapat perubahan dalam dirinya yang merupakan akhir dari periode yang cukup panjang. Perubahan ini tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan yang diperoleh melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, dan penyesuaian diri [1]. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai aktivitas dalam kegiatan pembelajaran diharapkan siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri tentang konsep-konsep matematika dengan bantuan guru. Matematika sebagai mata pelajaran adaptif di SMK diperlukan untuk menunjang pengetahuan kejuruan, sehingga memudahkan siswa menyelesaikan permasalahan dalam proses pembelajaran di bidang kejuruannya. Hal ini dapat terjadi jika perlaksanaan pembelajaran matematika di kelas berlangsung secara aktif dan menarik. Untuk itu, tugas guru temasuk guru matematika SMK adalah membantu siswanya mendapatkan informasi, ide ide, keterampilan keterampilan, nilai nilai, dan cara-cara berpikir serta mengemukakan pendapat. Berkaitan dengan hal di atas, pembelajaran matematika yang dilaksanakan hendaknya mampu membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas belajar. Pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa, lebih memudahkan mereka memahami materi pelajaran. Jadi pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang diingat siswa, tetapi siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata [7]. Berdasarkan hasil observasi pada kelas X SMKN 1 Ampek Angkek, ditemukan bahwa proses pembelajaran matematika masih secara konvensional. Awal pembelajaran guru menyampaikan materi yang akan dipelajari, kemudian menjelaskan materi tersebut, selanjutnya memberikan contoh soal dan beberapa soal latihan. Guru cenderung memakai seluruh waktu untuk memberikan penjelasan materi matematika secara abstrak dan hanya menekankan pencapaian tuntutan kurikulum daripada mengembangkan suasana yang mendukung dalam meningkatkan aktivitas siswa serta pembelajaran masih kurang terkait dengan kehidupan sehari hari. Akibatnya, siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran, siswa hanya menunggu penyajian guru ketimbang mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan atau sikap yang mereka butuhkan, jarang mengajukan pertanyaan, kurangnya interaksi antar siswa, serta kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari hari. 21 Guru hanya menyajikan rumus dan tidak mengaitkan materi dengan kehidupan sehari hari, sehingga proses pembelajaran tidak melibatkan siswa secara aktif . Jika keadaan ini dibiarkan, maka minat siswa terhadap pelajaran akan berkurang dan tujuan pembelajaran matematika tidak akan tercapai. Untuk mengatasi keadaan tersebut, perlu dilakukan perubahan mendasar dalam pembelajaran matematika. Guru hendaknya mampu menciptakan proses pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan membantu siswa mengaitkan materi matematika dengan kehidupan sehari hari, sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu pendekatan yang dapat memecahkan masalah ini adalah dengan menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari [4]. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan suatu pembelajaran yang direkomendasikan dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) untuk diterapkan di sekolah. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat [4]. Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan kontekstual di kelas yaitu komponen kontruktivisme (Contructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Ingkuiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan komponen komponen tersebut dalam pembelajarannya [2]. Dalam penelitian ini, kajian utama difokuskan pada aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Aktivitas yang diteliti dibatasi pada materi matematika yang diajarkan dengan menerapkan pendekatan kontekstual METODE PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan penelitian deskriptif untuk melihat aktivitas siswa berdasarkan penerapan pembelajaran kontekstual. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1) Variabel bebas yaitu penerapan pendekatan kontekstual, 2) Variabel terikat adalah aktivitas belajar siswa. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yaitu: 1) Data primer yaitu hasil lembar observasi aktivitas belajar siswa 2) Data sekunder yaitu jumlah siswa kelas X Tata Busana SMKN 1 Ampek Angkek pada kelas X semester II tahun pelajaran 2011/2012. Lembar observasi disusun dengan melalui tahap tahap sebagai berikut: 1) Menentukan komponen-komponen aktivitas yang akan diamati, 2) Merancang lembar observasi, 3) Memvalidasi lembar observasi yang akan digunakan. Validasi dilakukan kepada dua orang dosen matematika dan guru matematika SMK Negeri 1 Ampek Angkek. Prosedur dalam penelitian ini adalah melakukan skenario pembelajaran yang telah dibuat pada kelas X Tata Busana. Setelah itu dilakukan analisis terhadap hasil yang diperoleh dari lembar observasi aktivitas belajar siswa. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data mengenai aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika. Pengamatan dilakukan pada setiap pertemuan dengan cara mengamati, mencatat, dan mendaftarkan siswa yang melakukan aktivitas sesuai dengan indikator yang telah ada. Setiap siswa yang melakukan aktivitas tertentu dihitung satu kali setiap pertemuan. Apabila dalam satu pertemuan terdapat siswa yang melakukan aktivitas yang sama maka dihitung hanya satu kali. Dari data yang diperoleh melalui lembar observasi, dihitung persentase aktivitas belajar siswa dalam setiap kali pertemuan, kemudian dapat ditentukan kriteria pada setiap aktivitas siswa [2], [6] HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Data hasil observasi aktivitas belajar siswa selama enam kali pertemuan pada proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual dapat dilihat pada Tabel1: TABEL 1: JUMLAH, PRESENTASE, DAN KRITERIA AKTIVITAS SISWA SELAMA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Aktivitas Belajar Siswa 1 2 3 4 5 6 Jumlah Siswa Pertemuan keI II III IV Jml % Krt Jml % Krt Jml % Krt Jml % 2 8 SS 4 16 SS 3 12 SS 5 20 22 88 BS 23 92 BS 21 84 BS 23 92 25 100 BS 25 100 BS 25 100 BS 25 100 5 20 SS 6 24 SS 4 16 SS 8 32 3 12 SS 2 8 SS 3 12 SS 4 16 8 32 S 10 40 S 13 52 B 7 28 25 25 25 25 Krt Jml SS 5 BS 22 BS 25 S 5 SS 2 S 12 V % 20 88 100 20 8 48 25 Krt Jml SS 6 BS 22 BS 25 SS 7 SS 4 S 11 VI % Krt 24 SS 88 BS 100 BS 28 S 16 SS 44 S 25 2 Keterangan: Aktivitas 1 :Siswa mengajukan pertanyaan terhadap materi yang diajarkan. Aktivitas 2: Siswa berdiskusi di dalam kelompok. Aktivitas 3: Siswa mengerjakan LKS. Aktivitas 4: Siswa mempresentasikan hasil diskusi ke depan kelas. Aktivitas 5: Siswa menanggapi hasil presentasi kelompok yang tampil Aktivitas 6:Siswa dapat menyebutkan kembali langkah langlah yang telah dilakukan dalam mendapatkan rumus yang telah dipelajari Krt: kriteria, BS: Banyak Sekali, B: Banyak, S: Sedikit, SS: Sedikit Sekali Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mendorong siswa untuk belajar aktif, sebagian besar melalui keterlibatan mereka sendiri dalm menemukan konsep konsep materi ajar. Dengan pendekatan kontekstual, siswa dapat membangun konsep baru, mengembangkan pengetahuan mereka serta membangun kreativitas dan meningkatkan aktivitas belajar siswa. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa persentase aktivitas siswa selama pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kontekstual untuk setiap pertemuan cenderung mengalami peningkatan. Aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah mengerjakan LKS yaitu 100 siswa mengerjakan LKS pada setiap pertemuannya dan aktivitas yang lebih rendah persentasenya dari semua indikator aktivitas siswa adalah menanggapi hasil presentasi kelompok yang tampil yang berkisar antara 3% - 16%. Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase aktivitas siswa dalam proses pembelajaran secara umum adanya peningkatan dari pertemuan pertama sampai pertemuan keenam. Terlihat bahwa siswa lebih bersemangat dan merasa senang selama proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan kontekstual, sehingga adanya peningkatan pada aktivitas siswa seperti siswa mengajukan pertanyaan terhadap materi yang diajarkan, berdiskusi di dalam kelompok, mengerjakan LKS, mepresentasikan hasil diskusi ke depan kelas, menanggapi hasil presentasi kelompok yang tampil, dan dapat menyebutkan kembali langkah langkah yang telah dilakukan dalam mendapatkan rumus yang telah dipelajari. Meningkatnya aktivitas selama proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan kontekstual, berdampak pada lebih baiknya hasil belajar matematika siswa terhadap materi yang dipelajari. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, beberapa siswa yang pada mulanya malas belajar menjadi bersungguh sungguh dalam menemukan konsep pada materi yang sedang dipelajari. Terlihat pada aktivitas kedua yaitu siswa berdiskusi di dalam kelompok dan aktivitas ketiga yaitu mengerjakan LKS. Komponen CTL yang dapat diintegrasikan pada aktivitas ini yaitu pelaksanaan komponen menemukan dan komponen masyarakat belajar. Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri pengetahuan yang dibutuhkan. Siswa dituntun dan diajak untuk menemukan sendiri konsep berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Sehingga konsep atau rumus yang diperoleh merupakan suatu pemahaman, bukanlah sesuatu yang dihafalkan oleh siswa. Pada saat siswa berdiskusi dalam kelompok dan mengerjakan LKS, siswa dituntun untuk menemukan konsep melalui contoh dalam kehidupan sehari hari melalui pertanyaan yang disusun sedemikian rupa. Sehingga aktivitas belajar siswa akan lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang diperoleh [4]. Dalam kelas CTL, aktivitas masyarakat belajar dikemas dengan menggunakan pembelajaran kelompok atau diskusi, sehingga tercipta hubungan antar personal siswa dalam kelompok dan terjalin kerjasama yang baik. Pelaksanaan diskusi yang dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran yaitu siswa menganalisis beberapa masalah matematika dalam kehidupan sehari hari. Dalam kondisi pembelajaran yang kondusif dan melibatkan siswa secara aktif dalam mengamati, melalui diskusi diharapkan siswa untuk berfikir, menganalisis data, menjelaskan ide, bertanya, berdiskusi, dan menulis apa yang dipikirkan sehingga memberi kesempatan siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Kemudian siswa diberikan kebebasan untuk menyampaikan gagasannya sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman awal yang dimiliki siswa [4]. Sehingga siswa yang pada awalnya hanya menerima sajian materi dari guru menjadi lebih bersemangat dan lebih aktif dalam proses pembelajaran. Dengan adanya keterlibatan siswa belajar secara langsung akan meningkatkan interaksi siswa dalam mempelajari materi dan memahami materi ajar. Kondisi ini dapat meningkatkan semangat siswa dalam mengemukakan pendapat atau berbicara. Hal ini dapat dilihat pada aktivitas keempat yaitu siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok ke depan kelas dan aktivitas kelima yaitu siswa lain menanggapi presentasi kelompok yang tampil tersebut. Komponen CTL lainnya yaitu komponen bertanya. Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya [4]. Kegiatan bertanya berguna untuk, (1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademi, (2) mengecek pemahaman siswa, (3) membangkitkan respons kepada siswa, (4) mengetahui keinginan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa dan (8) menyegarkan kembali pengetahuan siswa [8]. Selain hal diatas, kegiatan bertanya juga dilakukan oleh guru dan siswa dalam bentuk diskusi kelas. Hal ini dapat dilihat pada aktivitas pertama yaitu siswa mengajukan pertanyaan terhadap materi yang diajarkan. Dalam aktivitas tersebut, siswa diberi kesempatan berpartisipasi untuk 23 melakukan tanya jawab dan mengomentari pendapat dari siswa lain mengenai permasalahan yang sedang dikaji. Konsep pemodelan (modeling) menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran seperti ini, akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukan model atau contohnya [4]. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, akan tetapi model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau juga dapat didatangkan dari luar [8]. Salah satu prinsip komponen pemodelan yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah pengetahuan dan keterampilan akan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru [4]. Selain itu, dengan menggunakan permodelan, siswa lebih antusias dan bersemangat dalam melakukan berbagai aktivitas dalam proses pembelajaran. Salah satunya pada materi kesamaan dua matriks yaitu menggunakan domino untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa dalam aktivitas diskusi kelompok tentang transpos matriks dan kesamaan dua matriks. Pada aktivitas keenam yaitu siswa menyebutkan kembali langah langkah yang telah dilakukan dalam mendapatkan rumus yang telah dipelajari. Refleksi diperlukan karena pengetahuan harus dikontekstualkan agar sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara luas [5]. Pada akhir pembelajaran guru menyiapkan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi sebagai hasil renungan tentang pemahaman materi yang telah dipelajari. Realisasi dari refleksi dapat berupa pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya pada hari itu, sehingga menuntut siswa untuk selalu aktif dalam menjawab persoalan-persoalan matematika melalui idenya sendiri. Sehingga guru dapat mengetahui tentang apa-apa yang menjadi hasil renungan dalam kemampuan tentang konsep matematika siswanya, antara lain adalah: 1) Siswa dapat menuliskan kembali hasil pemikiran yang diperolehnya berdasarkan idenya sendiri, 2) Siswa dapat menyatakan dengan jelas tentang materi yang dipelajarinya hari ini, apa saja yang telah didapatkan dari pembelajaran hari ini [5]. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ini dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau alamiah. Sehingga dengan bimbingan guru, siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan selama proses pembelajaran, apabila dilakukan ujian pada akhir pembelajaran, maka siswa akan mampu menyelesaikannya dengan baik. Hasil belajar yang diperoleh siswa pun memuaskan. KESIMPULAN DAN SARAN Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika selama diterapkan pembelajaran kontekstual dapat disimpulkan cenderung mengalami peningkatan dari pertemuan pertama sampai pertemuan keenam. Terlihat bahwa siswa lebih bersemangat dan merasa senang dalam proses pembelajaran, sehingga adanya peningkatan pada aktivitas siswa seperti siswa mengajukan pertanyaan terhadap materi yang diajarkan, berdiskusi di dalam kelompok, mengerjakan LKS, mepresentasikan hasil diskusi ke depan kelas, menanggapi hasil presentasi kelompok yang tampil, dan dapat menyebutkan kembali langkah langkah yang telah dilakukan dalam mendapatkan rumus yang telah dipelajari. Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan kepada guru agar dapat menggunakan pembelajaran kontekstual pada materi matematika. Selain itu, guru diharapkan dapat menjadikan pembelajaran kontekstual ini sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa REFERENSI [1] Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta : Balitbang Depdikbud. [2] Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. [3] Hamalik,Oemar. 2004. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. [4] Muslich, Masnur. 2008. KTSP (Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara [5] Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press. [6] Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya. [7] Suherman, Erman dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI JICA. [8] Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Edisi Pertama. 24