Konsep Dasar dan Ruang Lingkup Proteksi Sistem Distribusi 1

advertisement
Konsep Dasar dan Ruang Lingkup Proteksi Sistem Distribusi
1. Konsep Dasar Proteksi
Kehandalan suatu sistem tenaga listrik antara lain ditentukan oleh
frekuensi pemadaman yang terjadi dalam sistem tersebut. Semakin sering frekuensi
pemadaman dan semakin lama waktu pemadaman, semakin rendah tingkat
kehandalan sistem tersebut. Pemadaman yang terjadi pada sistem tenaga listrik
biasanya disebabkan oleh gangguan, sehingga untuk mengatasi gangguan dan
meningkatkan kehandalan sistem diperlukan sebuah mekanisme yang dapat
menghindari frekuensi pemadaman yang terlalu sering dalam jangka waktu yang
lama. Mekanisme ini dalam sistem kelistrikan dikenal dengan istilah sistem proteksi
(pengaman sistem).
Gangguan Pada Sistem Distribusi
Gangguan yang terjadi pada sistem distribusi biasanya merupakan
gangguan – gangguan yang terkait dengan saluran penghantar dan peralatan –
peralatan gardu distribusi seperti trafo distribusi, kawat pentanahan dan sebagainya.
Seperti pada sistem tenaga umumnya, maka gangguan yang terjadi pada sistem
distribusi dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Gangguan hubung singkat
Gangguan hubung singkat dapat terjadi antar fase (3 fase atau 2 fase) atau 1 fase
ketanah dan sifatnya bisa temporer atau permanen.
Gangguan permanen
: Hubung singkat pada kabel, belitan trafo, generator,
(tembusnya isolasi).
Gangguan temporer
: Flashover karena sambaran petir, flashover dengan
pohon, tertiup angin.
b. Gangguan beban lebih
Gangguan beban lebih terjadi karena pembebanan sistem distribusi yang melebihi
kapasitas sistem terpasang. Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni,
tetapi bila dibiarkan terus-menerus berlangsung dapat merusak peralatan.
c. Gangguan tegangan lebih
Gangguan tegangan lebih termasuk gangguan yang sering terjadi pada saluran
distribusi. Berdasarkan penyebabnya maka gangguan tegangan lebih ini dapat
dikelompokkan atas 2 hal:
-
Tegangan lebih power frekwensi.
Pada sistem distribusi hal ini biasanya disebabkan oleh kesalahan pada AVR
atau pengatur tap pada trafo distribusi.
-
Tegangan lebih surja
Gangguan ini biasanya disebabkan oleh surja hubung atau surja petir.
Dari ketiga jenis gangguan tersebut, gangguan yang lebih sering terjadi dan
berdampak sangat besar bagi sistem distribusi adalah gangguan hubung singkat.
Sehingga istilah gangguan pada sistem distribusi lazim mengacu kepada gangguan
hubung singkat dan peralatan proteksi yang dipasang cenderung mengatasi gangguan
hubung singkat ini.
Tujuan perlindungan sistem terhadap gangguan:
•
Menghindari penurunan tegangan pada sisi pelanggan
•
Menghindari hilangnya keuntungan perusahaan
•
Mencegah dan meminimalisir kerusakan pada komponen sistem
•
Menjaga kestabilan sistem tenaga
•
Melindungi keselamatan personil dan masyarakat umum.
•
Menghindari kecenderungan gangguan yang tidak dapat hilang dengan
sendirinya.
Fungsi proteksi
Mengurangi risiko yang ditimbulkan ke level yang aman dengan menghilangkan
gangguan atau abnormalitas sistem sesegera mungkin dan meminimalkan pemutusan
operasi pada sistem tenaga.
Karakteristik Sistem Proteksi
Beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh sebuah sistem proteksi yang baik dan
handal antara lain:
Reliabilitas (Reliability)
Relai dapat beroperasi seketika diperlukan dan tidak beroperasi jika tidak diperlukan.
Reliabilitas terbagi atas 2 karakteristik:
o Dependabilitas: Kemampuan beroperasi sesuai kebutuhan (tidak gagal beroperasi
jika terjadi gangguan).
o Security: Tetap dalam kondisi tidak beroperasi ketika tidak ada gangguan yang
terkait dengan sistem yang diproteksi (tidak salah kerja).
Selectivitas ( Selectivity )
Kemampuan mengisolasi bagian sistem yang mengalami gangguan, yang tidak
mengalami gangguan tetap beroperasi. Mekanisme ini dicapai dengan pengaturan
daerah proteksi (zona proteksi).
Kecepatan operasi ( Speed of Operation )
Relai harus beroperasi secepat mungkin sehingga:
o Waktu penghilangan gangguan (fault clearance time) tidak berlebihan.
o Kerusakan peralatan sistem (akibat pemanasan berlebih/efek thermal
gangguan) dapat dihindari.
o Resiko penurunan tegangan dikurangi
o Risiko keselamatan berkurang
o Ketidakstabilan sistem berkurang.
Fleksibel ( Flexibility )
Kemampuan untuk mengakomodasi kondisi sistem yang berbeda dan kemungkinan
perluasan sistem yang ada.
Sensitivitas ( Sensitivity )
Sistem pengaman harus peka dan mampu beroperasi pada kondisi gangguan
minimum sekalipun.
Diskriminasi ( Discrimination )
Relai mampu membedakan kondisi operasi ketika gangguan minimal pada daerah
proteksinya dan tidak beroperasi ketika pembebanan maksimum dan gangguan diluar
daerahnya.
Dicapai melalui beberapa cara:
o Time grading: cepat untuk daerah dalam zona, lambat diluar zona
o Sensitivity grading: sensitif untuk daerah dalam zona, kurang sensitive
untuk luar zona
o Unit Protection: Zona didefinisikan per unit
o Kombinasi metoda diatas
Zona Proteksi
Untuk memperoleh tingkat selektifitas yang tinggi, dimana hanya bagian sistem yang
terganggu saja yang diisolasi (mengalami pemutusan), maka pada sistem proteksi
dibentuk daerah – daerah proteksi yang dinamakan zona proteksi. Zona – zona
proteksi ini biasanya dibatasi dengan PMT (CB) yang dapat memutuskan dan
menghubungkan antar zona proteksi yang mengalami ganguan jika menerima
instruksi dari relai.
ZONA PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
ZONA PROTEKSI
GENERATOR
ZONA PROTEKSI
GENERATOR -TRAFO
ZONA PROTEKSI
BUSBAR
ZONA PROTEKSI
TRANSMISI
ZONA PROTEKSI
TRAFO TENAGA
ZONA PROTEKSI
BUSBAR
ZONA PROTEKSI
BUSBAR TM
ZONA PROTEKSI
JARINGAN TM
Zona Proteksi Utama (Main Protection)
o Zona utama yang terdiri atas peralatan pengaman utmana yang harus
beroperasi untuk zona yang diproteksinya.
Zona Proteksi Pendukung (Backup Protection)
o Zona pendukung (cadangan) yang diperlukan untuk mengantisipasi kegagalan
peralatan pada zona proteksi utama.
o Dipergunakan untuk meningkatkan kehandalan sistem proteksi
(dependabilitas).
o Terdiri atas:
-
Lokal Backup, dimana peralatan pendukung berada pada zona yang sama
dengan peralatan proteksi utama.
-
Remote Backup, dimana peralatan pendukung berada pada zona yang
bersebelahan dengan peralatan proteksi utama.
Kawasan Pengaman Utama
Busbar 150 kV
Kawasan Pengaman
Busbar 150 kV
Kawasan Pengaman Utama
Saluran A-B
B
A
Kawasan Pengaman Utama
(O.C) Saluran 20 kV dan
Cadangan seksi selanjutnya
C
20 kV
150 kV
Kawasan Pengaman
Utama Gen.- Trafo
Overlapping
Kawasan Pengaman
Cadangan Lokal
Saluran A-B yang
berfungsi pula
sebagai Cadangan
jauh bagi Bus 150 kV
Kawasan Pengaman
Utama (Diferensial
Trafo)
Kawasan Pengaman Cadangan Lokal Trafo
yang berfungsi pula sebagai Cadangan Jauh
Bus 20 kV
D
Kawasan Pengamanan Utama
Bus 20 kV yang berfungsi pula
sebagai pengaman cadangan
Jauh saluran 20 kV
Skema Proteksi Sistem
Skema proteksi sistem merupakan mekanisme (metoda) pengamanan yang akan
dipilih untuk diterapkan pada suatu sistem proteksi. Pada dasarnya, skema proteksi
sitem tenaga dapat dikelompokkan atas 2 yaitu:
a. Proteksi Unit
Pada skema proteksi ini, zona kerja peralatan proteksi memiliki batasan yang jelas
yang biasanya didefinisikan menurut lokasi CT, peralatan hanya beroperasi untuk unit
yang diproteksi.
E
Keuntungan:
•
Sensitifitas tinggi.
•
Kecepatan operasional tinggi .
•
Prinsip operasi sederhana.
•
Tidak dipengaruhi power swing dan arus pembebanan .
Kekurangan :
•
Membutuhkan komunikasi antara batasan unit yang diproteksi..
•
Tidak memiliki skema proteksi backup.
Contoh: proteksi differential, phase comparison dan directional comparison.
b. Proteksi Non Unit
Pada skema proteksi ini tidak ada batasan operasi yang didefinisikan secara jelas,
peralatan proteksi pada zona lain dapat beroperasi untuk memberikan proteksi
cadangan bagi zona utama. Agar peralatan proteksi bekerja sebagaimana mestinya,
diterapkan diskriminasi gangguan untuk menentukan urutan peralatan proteksi yang
harus bekerja terlebih dahulu. Diskriminasi gangguan dicapai melalui pembedaan
waktu operasi (time grading) dan pengukuran arus serta impedansi.
Keuntungan:
•
Tidak membutuhkan jalur komunikasi khusus
•
Menyediakan backup proteksi pada sisi system yang berdekatan.
•
Lebih sederhana terutama untuk proteksi arus lebih.
Kerugian:
•
Sensistivitas dipengaruhi arus beban.
•
Terpengaruh oleh power swing.
•
Waktu operasi bertambah untuk mencapai koordinasi.
•
Relatif rumit untuk proteksi jarak.
•
Memerlukan komponen tambahan untuk kondisi tertentu (VT untuk relai jarak
dan direksional).
Contoh: Proteksi arus lebih, proteksi gangguan tanah and proteksi jarak.
Penentuan skema proteksi dipengaruhi oleh:
•
Parameter pembangkit.
•
Detil konstruksi saluran.
•
Level tegangan.
•
Kebutuhan sistem
•
Waktu kritis penghilangan gangguan.
•
Pengaturan pembumian
•
Tingkat gangguan.
•
Tingkat pembebanan.
•
Konfigurasi sistem
•
Sistem proteksi yang telah tersedia.
•
Fasilitas komunikasi yang telah ada.
Peralatan Sistem Proteksi
1. Peralatan Utama Sistem Proteksi
Sistem proteksi pada jaringan distribusi didukung oleh beberapa peralatan
utama. Peralatan utama ini lah yang berfungsi langsung mengatasi gangguan dan
mengisolasi bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain yang masih dapat
beroperasi dengan baik. Peralatan utama sistem proteksi ini terdiri atas:
a. Instrumen Pengukuran
Instrumen pengukuran adalah peralatan proteksi yang berfungsi melakukan
pembacaan besaran arus dan tegangan dan meneruskan informasi ini ke relai
proteksi. Jika besaran arus dan tegangan pada jaringan melewati setelan yang
telah dipasang pada relai dimana menandakan terjadinya gangguan, maka
relai atau circuit breaker akan segera memutus dan mengisolasi jaringan yang
mengalami gangguan tersebut. Instrumen pengukuran ini dapat berupa trafo
arus (current transformer / CT) dan trafo tegangan (voltage transformer / VT).
b. Peralatan Pemutus Rangkaian
Peralatan pemutus rangkaian adalah peralatan proteksi yang berfungsi
mengisolasi jaringan yang mengalami gangguan. Relai proteksi, circuit
breaker dan fuse termasuk dalam kategori ini.
1.1. Instrumen Pengukuran
a. Trafo Arus (CT)
Trafo
arus
merupakan
trafo
yang
dipergunakan
untuk
mentransformasikan arus atau menurunkan arus besar pada tegangan tinggi
menjadi arus kecil pada tegangan rendah untuk keperluan pengukuran dan
pengamanan.. Kumparan primernya dihubungkan secara seri dengan beban
yang akan diukur atau dikendalikan. Beban inilah yang menentukan besarnya
arus yang mengalir ke trafo tersebut. Kumparan sekundernya dibebani
impedansi konstan dengan syarat tertentu. Fluks inti dan arus yang mengalir
pada rangkaian sekunder akan tergantung pada arus primer. Trafo ini disebut
juga dengan trafo seri.
Trafo arus terdiri atas 2 tipe:
1. Tipe wound primary
2. Tipe bar primary
Perbedaan kedua jenis tipe ini dapat dilihat pada gambar berikut:
a. Tipe wound primary
b. Tipe bar primary
Rangkaian dan simbol CT diperlihatkan pada gambar berikut:
a. rangkaian CT
b. Simbol CT
Klasifikasi CT (Berdasarkan IEC 44-1):
Class 0.2 S and 0.2 digunakan untuk pengukuran dengan presisi tinggi
Class 0.5 and 0.5 S digunakan untuk pengukuran normal
Class 1.0 and 3 digunakan untuk pengukuran instrument dan statistik
Class 5P and 10P digunakan pada relai proteksi, contoh spesifikasi penulisan:
5P20 (20 menyatakan faktor limit akurasi terhadap arus rating)
Class TPX, TPY and TPZ digunakan untuk kondisi transient dimana TPY and
TPZ dilengkapi dengan celah udara dan inti yang besar.
b. Trafo Tegangan (VT)
Trafo tegangan dalam sistem tiga fasa mengukur tegangan antara dua
konduktor atau tegangan antara satu konduktor dengan tanah. Menurut
standar, trafo tegangan mensuplai tegangan 100 V, atau juga 100 V/ 3 pada
sisi sekunder dalam kondisi operasi teraan (rating operation). Rasio
transformasi teraan KN = U1N / U2N diberikan dalam bentuk fraksi (misalnya
200000 V / 100 V), seperti pada trafo arus. Trafo tegangan didesain untuk
pemakaian pada beban resistansi tinggi karena itu tidak pernah dihubung
singkat pada sisi sekundernya. Tidak seperti pada trafo arus, sisi sekunder
trafo tegangan dapat diproteksi dengan fuse.
Trafo tegangan terdiri dari dua type yaitu magnetik dan kapasitor yang
masing-masingnya punya karakteristik yang berbeda. Magnetik PT dibedakan
dari trafo daya dalam pendinginan dan ukuran konduktor, outputnya
ditetapkan dengan ketepatan peralatan yang lebih baik dari pada dengan limit
pengoperasian temprature. Sejak isolasi peralatan disamakan untuk power
trafo harga magnetik PT untuk circuit 100 KV menjadi dilarang. Sekarang
dalam prakteknya untuk menurunkan VL , tegangan kapasitansi dibagi
sebelum digunakan untuk trafo tegangan . Rating tegangan bagan primer PT
bisa demikian setelah diturunkan menjadi 110 VL . Kapasitor PT biasanya
dipilih untuk stasiun indoor untuk menghindari bahaya api. Berikut gambar
rangkaian magnetik dan kapasitor PT:
a. Magnetik PT
b. Kapasitor PT
1.2. Peralatan Pemutus Rangkaian
a. Relai
Relai adalah alat yang memproteksi sistem tenaga listrik dengan cara
mendeteksi gangguan yang terjadi pada saluran, jika terjadi gangguan maka
relai akan memberikan suplay daya kepada rangkaian proteksi untuk
memutuskan arus yang menyebabkan gangguan tersebut.
Klasifikasi relai
Berdasarkan besaran input:
1. Arus [ I ] : Relai Arus lebih [ OCR ], Relai Arus kurang [UCR]
2. Tegangan [V] :
Relai tegangan lebih [OVR], Relai tegangan kurang
[UVR]
3. Frekuensi [f]
:
Relai frekuensi lebih {OFR], Relai frekuensi kurang
[UFR]
4. Daya [P;Q]
: Relai daya Max / Min, Relai arah / Directional, Relai
Daya balik.
5. Impedansi [Z] : Relai jarak [Distance]
6. Beda arus
: Relai diferensial
Berdasarkan karakteristik waktu kerja:
1. Seketika [Relai instant / Moment /high speed ]
2. Penundaan waktu [ time delay ]
Definite time relai
Inverse time relai
3. Kombinasi instant dengan tundaan waktu
Berdasarkan jenis kontak:
1
Relai dengan kontak dalam keadaan normal terbuka [ normally open
contact]
2. Relai dengan kontak dalam keadaan normal tertutup [ normally close
contact]
Berdasarkan fungsi:
1. Relai Proteksi
2. Relai Monitor
3. Relai programming ; Reclosing relai, synchro check relai
4. Relai pengaturan {regulating relai}
5. Relai bantu: sealing unit, lock out relai, closing relai dan tripping relai
Berdasarkan prinsip kerja:
1. Tipe Elektromekanis
a. Tarikan
magnit ;
tipe plunger, tipe
hinged armature, tipe
tuas
seimbang
b. Induksi
: tipe shaded pole, tipe KWH, tipe mangkok { Cup }
2. Tipe Thermis
3. Tipe gas ; relai buccholz
4. Tipe Tekanan ; pressure relai
5. Tipe Statik (Elektronik)
b. Circuit Breaker (CB)
Circuit breaker merupakan perangkat pengaman arus lebih yang
bekerja membuka dan memutus rangkaian secara non-otomatis dan memutus
rangkaian secara otomatis ketika arus yang mengalir dirangkaian melebihi
rating arus yang telah ditentukan tanpa menimbulkan kerusakan pada
peralatan (CB dan rangkaian) pada saat terjadi gangguan.
Klasifikasi circuit breaker
Berdasarkan Pemakaian:
1. LVCB (Low Voltage Circuit Breaker, < 600 V)
2. MVCB (Medium Voltage Circuit Breaker, 600 V – 1000 V)
3. HVCB (High Voltage Circuit Breaker, > 1000 V )
Berdasarkan Konstruksi:
1. MCCB (Molded Case Circuit Breaker)
2. ICCB (Insulated Case Circuit Breaker)
Berdasarkan Medium:
1. Air : Medium pemutus udara.
2. Oil : Medium pemutus minyak
3. Gas : Medium pemutus gas (SF6)
4. Vacuum : Medium pemutus hampa udara.
c. Fuse ( Pelebur )
Fuse adalah alat yang memproteksi sistem tenaga listrik dengan cara
mendeteksi gangguan yang terjadi pada saluran berdasarkan seting nilai
tertentu, jika terjadi gangguan yang melewati batas seting yang ditentukan
maka fuse akan secara langsung memutuskan arus yang menyebabkan
gangguan tersebut dengan mekanisme meleburnya elemen fuse yang
menghubungkan sistem tersebut.
Klasifikasi Fuse
Berdasarkan konstruksi:
Klasifikasi fuse menurut konstruksi fisiknya diperlihatkan pada gambar
berikut:
b. semi-enclosed fuse
a. cartridge fuse
c. Expulsion fuse
d. Liquid fuse
Berdasarkan rating (kapasitas pemutusan):
Berdasarkan ratingnya, standard EEI-NEMA mengelompokkan fuse kedalam
3 tipe yaitu:
1. Tipe E : merupakan fuse dengan rating tegangan 2.4 kV – 161 kV,
biasanya digunakan sebagai pengaman pada trafo maupun pengaman back
up CB.
2. Tipe K : merupakan fuse dengan kecepatan lebur tinggi dengan rating arus
6 – 200 A, biasanya digunakan pada percabangan sistem distribusi.
3. Tipe T : merupakan fuse dengan kecepatan lebur rendah dengan rating
arus 6 – 200 A, digunakan pada percabangan yang mensuplai motor yang
membutuhkan waktu tunda untuk arus starting.
Masing – masing perusahaan produsen fuse memiliki tingkatan rating
tersendiri yang mengacu kepada ketiga tipe fuse diatas, sehingga untuk
keperluan proteksi dibutuhkan katalog khusus yang memuat informasi rating,
rasio koordinasi dan jenis fuse yang sesuai untuk aplikasi proteksi tertentu.
2. Peralatan Penunjang Sistem Proteksi
Peralatan penunjang merupakan komponen tambahan yang tidak terkait langsung
dengan pemutusan (perlindungan) terhadap sistem yang diproteksi. Namun
demikian, peralatan penunjang ini berperanan untuk menjamin bahwa peralatan
proteksi terpasang dapat beroperasi dengan baik dalam kondisi gangguan seperti
apapun. Peralatan penunjang pada sistem proteksi dapat berupa: suplay DC,
saluran telekomunikasi dan arester.
2.1. Suplay DC
Suplay DC merupakan peralatan penunjang yang memberikan suplay daya ke
sistem relai yang pada umumnya memerlukan input daya DC. Penggunaan sistem
suplay daya DC ini bertujuan untuk menjaga kontinuitas perlindungan dari
peralatan proteksi terhadap sistem meskipun suplay utama terputus. Suplay DC
ini biasanya berupa baterai yang terhubung ke perangkat relai melalui rangkaian
suplay daya. Jenis baterai yang biasa digunakan ada 2 tipe:
1. Lead acid type
Tipe ini berupa baterai elemen basah, dimana zat elektrolit baterainya
merupakan cairan. Baterai ini membutuhkan perawatan lebih intensif.
2. Nickel cadmium type.
Berupa baterai elemen kering, dimana zat elektrolitnya berupa pasta kering
sehingga tidak dibutuhkan perawatan intensif.
2.2. Saluran Telekomunikasi
Saluran telekomunikasi merupakan peralatan penunjang yang menyediakan
fasilitas telekomunikasi pada sistem proteksi. Saluran ini dapat dipergunakan
untuk monitoring keadaan sistem dan dapat dikembangkan untuk pengendalian
jarak jauh. Komponen utamanya terdiri atas:
-
RTU (Remote Terminal Unit)
-
Interfacing card
-
Modem
-
CPU
-
Perangkat lunak sistem
Berbagai sistem telah dikembangkan untuk pemanfaatan saluran telekomunikasi
untuk keperluan monitoring dan pengendalian jarak jauh, salah satunya yang
umum digunakan pada sistem distribusi di PLN adalah SCADA (Supervisory
Control and Data Acquisition).
2.3. Arester
Arester petir disingkat arester, atau sering juga disebut penangkap petir, adalah
alat pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap, surja petir. la berlaku
sebagai jalan pintas sekitar isolasi. Arester membentuk jalan yang mudah dilalui
oleh arus kilat atau petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada
peralatan. Jalan pintas itu harus sedemikian rupa sehingga tidak menganggu aliran
arus daya sistem 50 Hz.
Klasifikasi Arester
1. Arrester dengan celah udara (Gapped Type Surge Arrester)
Merupakan tipe konvensional dimana arrester memiliki celah untuk mencegah
terbentuknya busur api pada saat operasi normal, terdiri atas beberapa tipe: tipe
expulsion, tipe spark gap dan tipe katup.
2. Arrester tanpa celah (Gappless Type Surge Arrester)
Merupakan tipe yang banyak digunakan sampai sekarang, dikembangkan dari
material semikonduktor seperti ZnO yang berfungsi sebagai pengganti celah.
Fungsi dan Prinsip Kerja Peralatan Proteksi
1. Current Transformer (CT)
Fungsi CT
•
Memberikan sinyal ke relai yang proporsional dengan besar arus yang
mengalir pada peralatan yang dilindungi.
•
Mengurangi besar arus terukur ke level yang dapat ditangani peralatan
proteksi
•
Mengisolasi sisi tegangan rendah peralatan proteksi dari sisi tegangan tinggi
Prinsip Kerja
Transformator arus (current transformer=CT) dibuat seperti trafo satu
fasa; arus secara langsung akan mengalir melalui sisi primer. Menurut standar,
arus teraan pada sisi sekunder adalah 1 A atau juga 5 A. Sedangkan rasio
transformasi teraan K N =
I1N
I2N
diberikan dalam bentuk fraksi, misalnya 1000
A / 5 A.
Pada saat memasang trafo arus, harus memperhatikan arah arus. Untuk
maksud ini, terminal sisi primer yang ditandai “K” (ke sisi pusat pembangkit)
dan yang ditandai dengan “L” (ke sisi saluran). Berkaitan dengan sisi primer,
terminal pada sisi sekunder ditandai “k” dan “l”.
Trafo arus didesain untuk pemakaian pada beban dengan resistansi yang
sangat rendah, dan tidak pernah dioperasikan dengan kondisi rangkaian terbuka
pada sisi sekundernya. Dalam pemakaiannya, dikenal trafo arus untuk instrumen/
pengukuran (dilabelkan dengan M) dan trafo arus untuk keperluan proteksi
(diberi label P).
Deviasi arus sekunder CT dari nilai setnya dalam persen disebut
kesalahan arus FI , yang didefinisikan sebagai berikut:
FI =
I 2 .K N − I1
×100%
I1
I1 = arus primer dalam A,
I 2 = arus sekunder dalam A,
K N = rasio teraan transformasi dari CT.
Sebagai catatan yaitu, karena hambatan ammeter sangat rendah, maka trafo arus
secara normalnya bekerja short circuit. Jadi perlu diingat bahwa trafo arus tidak
boleh dioperasikan dalam kondisi rangkaian terbuka (open circuit) pada sisi
sekundernya. Jika ini terjadi, maka akan terjadi fluks abnormal yang sangat besar
pada si si primer yang menghasilkan rugi inti yang berlebihan yang diikuti
dengan pemanasan dan tegangan yang tinggi melewati terminal sekunder.
Spesifikasi CT:
•
Rating arus primer
•
Rating arus sekunder
o 5A: biasanya digunakan pada relai elektromekanis.
o 1A: digunakan pada relai statis yang lebih sensitif terhadap arus kecil.
•
Rasio transformasi, eg 400/200/1 or 800/5
•
Kelas akurasi
Berdasarkan spesifikasi diatas, terdapat 2 tipe CT:
•
P class CT: biasanya digunakan pada peralatan proteksi dengan respon
waktu tidak terlalu kritikal .
Contoh spesifikasi CT: 5P 100 F20
Maksudnya untuk 20 kali arus nominal output ke beban,
menghasilkan
100V, pada sisi sekunder trafo , error yang dihasilkan tidak lebih dari 5%.
•
PL class CT: digunakan untuk peralatan proteksi dengan kecepatan operasi
tinggi dengan memperhitungkan aspek transient. :
Contoh spesifikasi : 0.1PL200R3.0:
Tahanan sekunder kurang dari 3.0 ohms pada 75°C, tegangan knee point
200V dan arus magnetisasi pada tegangan knee point voltage adalah 0.1 A.
Tegangan knee point adalah tegangan dimana kenaikan 10% pada tegangan
magnetisasi menyebabkan kenaikan 50% pada arus magnetisasi.
300
250
+10%
Voltage (V)
200
150
100
50
0
0.00
0.10
+50%
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
Magnetising Current (Amps)
CT Magnetising Characteristic for 0.1PL200R2.0
Rangkaian ekuivalen CT
Perbedaan karakterisitik CT Pengukuran dan CT Proteksi
CT pengukuran dipergunakan untuk memperoleh transformasi pengukuran yang
presisi dengan besar arus sekunder CT sebanding dengan rasio transformasinya.
Sedangkan CT proteksi dipergunakan untuk melindungi peralatan proteksi yang
hanya mampu bekerja dengan arus rendah. Oleh karena itu maka kurva saturasi
arus magnetisasi pada CT pengukuran akan memiliki daerah knee point yang
lebih tajam daripada CT proteksi. Hal ini diperlihatkan pada gambar berikut:
2. Voltage Transformer (VT/PT)
Fungsi VT
•
Mentransformasikan tegangan tinggi ke rendah yang sesuai kebutuhan relai.
•
Mengisolasi peralatan proteksi dari system tegangan tinggi.
•
Menetukan rating tegangan untuk relai.
Prinsip Kerja
Transformator tegangan digunakan untuk merubah besar tegangan primer
menjadi tegangan sekunder yang lebih kecil sesuai dengan perbandingan
lilitannya. Dengan mengetahui N1 dan N2, membaca tegangan V2 serta
menganggap transformator ini ideal maka tegangan V1 adalah :
V1 =
N1
V2
N2
Deviasi tegangan sekunder trafo dari nilai settingnya (set value) dalam persen
disebut kesalahan tegangan (voltage errors) FU. Fu =
U 2 . K N −U1
. 100 %
U1
U1 = tegangan primer dalam V
U2 = tegangan sekunder dalam V
KN = rasio transformasi teraan trafo tegangan
Rangkaian Ekuivalen
3. Relai
Fungsi Relai
•
Secara umum relai berfungsi memberikan instruksi kepada rangkaian pemutus
(circuit breaker/CB) untuk mengisolasi sistem yang mengalami gangguan.
•
Secara khusus, fungsi masing – masing relai tergantung kepada karakteristik
dan besaran input yang mempengaruhi kerja relai misalnya:
- Relai arus lebih (Over Current Relai/OCR) berfungsi melindungi sistem dari
gangguan arus lebih.
- Relai impedansi berfungsi melindungi sistem dari gangguan yang terkait
dengan perubahan impedansi saluran.
- Relai jarak berfungsi melindungi sistem dari gangguan berdasarkan besaran
jarak tertentu yang disetting pada relay.
- dsb.
Prinsip Kerja Relai Elektro mekanik
Prinsip Kerja Relai Statik / Elektronik
Relai jenis ini bekerja dengan menggunakan prinsip dasar rangkaian elektronik
tertentu yang dapat dipergunakan sebagai penghasil sinyal yang mentriger bagian
elektronik relai bekerja. Komponen dasar rangkaian elektronik (unit dasar) dari relai
statik ini adalah:
1. Sirkuit input [ biasanya intermediate ct ]
2. Rectifier / penyearah
3. Level detector
4. Timer / integrator
5. Polarity detector
6. Comparator
Prinsip Kerja Relai Arus Lebih (OCR)
Relai arus lebih ( over current relay / OCR ) adalah relai yang melindungi sistem
dari gangguan arus lebih. Relai ini bekerja berdasarkan perbandingan arus seting
pada relai terhadap arus primer pada saluran. Jika I primer < I set maka relai
tidak beroperasi, jika I primer > I set barulah relai beroperasi. Berdasarkan
karakteristiknya relai arus lebih terdiri atas beberapa jenis sebagai berikut:
a. Instantaneous Overcurrent Relay ( rele arus lebih tanpa waktu tunda )
adalah rele arus lebih yang bekerja tanpa seting waktu tunda, waktu
operasinya tetap yaitu sekitar 0,1 detik.
b. Time Delay Overcurrent Relay
Rele ini terbagi atas :
1. Definite Time Delay Relay
Rele ini mempunyai tundaan waktu tertentu tanpa dipengaruhi oleh
besarnya nilai dari besaran penggerak rele tersebut atau dengan kata lain
tanpa tergantung dari seting arus yang menggerakkan relai tersebut.
2. Inverse Time Relay
Pada rele ini karakteristik waktu operasi berbanding terbalik dengan
besaran
penggerak
(
seting
arus
).
karakteristiknya, secara garis besar dibagi atas:
• standard inverse
• very inverse
• extremely inverse
Berdasarkan
kecuraman
Directional Overcurrent Relays (Relay Arus Lebih Berarah)
Overview:
•
Terdiri atas 2 unit; directional unit dan non-directional atau IDMT unit.
•
Directional unit terdiri atas empat kutub induction cup, dua kutub yang
berlawanan disuplai oleh tegangan (polarizing quantity = reference quantity),
kutub yang lain disuplai dengan arus.
•
Non directional unit tidak akan bekerja (energised) jika kontak directional unit
tidak menutup (closed).
•
Torka yang menggerakan relay dinyatakan:
T = VI cos (θ-τ) – K
dimana phi : sudut antara tegangan dan arus,
K : torka lawan (pegas dan gesekan).
Persamaan Torka Universal
T = K1I2 + K2V2 + K3VIcos(θ-τ) + K
•
Persamaan ini dapat digunakan untuk menentukan karakteristik operasi semua
tipe relay.
o OCR jika K2 = K3 = 0
o Directional jika K1 = K2 = 0
Relay Jarak (Distance Relays)
Terdiri atas 3 tipe:
•
Impedance
•
Reactance
•
mho
Impedance
•
K3 = 0, sehingga T = K1I2 + K2V2, K diabaikan
•
Torka bekerja berdasarkan arus, daya lawan berdasarkan tegangan.
•
Relay beroperasi jika: K1I2 > K2V2, sehingga V2/I2 < K1/K2 atau Z < √ K1/K2
•
Non directional
Reaktansi
•
K2 = 0, sehingga T = K1I2 + K3VIcos(θ-τ), abaikan K
•
Torka bekerja berdasarkan arus, dengan daya lawan (restraint) bekerja
berdasarkan arah arus-tegangan. Max restraint pada 90 deg.
•
relay beroperasi jika: K1I2 > K3VIsin(θ), sehingga Vsin(θ)/I < K1/K3 atau X <
K1/K3
•
Merupakan Overcurrent relay dengan directional restraint.
Mho
•
K1 = 0, K2 negatif, sehingga T = K3VIcos(θ-τ) - K2V2 , K diabaikan
•
Torka kerja didasarkan kepada elemen V-I, daya lawan dipengaruhi oleh
tegangan.
•
Relay beroperasi jika: K2V2 < K3VIcos(θ-τ), sehingga Z < K3 cos(θ-τ)/K2
Differential Relays
•
Bekerja jika perbedaan vektor antara 2 atau lebih besaran elektrik yang sama
melebihi nilai yang telah ditentukan (misalnya dua besaran dengan pergeseran
fasa)
•
Current Differential type (current balance)
•
Stabil untuk gangguan eksternal (tidak ada perbedaan), beroperasi untuk
inzone fault (karena terdapat perbedaan).
•
Jika operating coil tidak dirangkai pada titik dengan potensial yang sama atau
terdapat perbedaan pada CT, akan terdapat arus diferensial yang
menyebabkan relay tidak bekerja semestinya. Solusi: tambahkan restraining
coil untuk menambah stabilitas.
I1-I2
Operation
No operation
(I1+I2)/2
•
Voltage Differential Type (Balanced Voltage): Polaritas CT menyebabkan
tidak terdapat arus yang mengalir di rangkaian pilot.
4. Circuit Breaker
Fungsi:
•
Memutus rangkaian jika terjadi gangguan pada saluran yang diproteksi
•
Mencegah terjadinya busur api atau flashover pada saat pemutusan rangkaian
•
Dapat berfungsi sebagai sakelar sekaligus pengaman arus lebih dan overload
Prinsip Kerja:
Prinsip kerja dari circuit breaker tergantung kepada jenis penggerak yang mengatur
membuka dan menutupnya kontak. Pada dasarnya terdapat dua tipe kontak yaitu
thermal dan magnetik kontak.
Thermal kontak digerakkan oleh bimetal yang sensitif terhadap panas. Pada saat
arus gangguan yang melewati kontak melebihi arus rating CB maka bimetal akan
memuai dan melengkung sehingga menggerakan trip bar dan menarik tuas
pengunci (latch) pada kontak. Dengan demikian kontak akan terlepas dan saluran
yang terganggu akan diputus dari jaringan. Thermal kontak biasanya bekerja jika
terjadi gangguan overload, karena karakteristiknya yang membutuhkan waktu
tunda untuk bekerja.
Magnetik kontak digerakkan oleh elemen magnetis yang dipengaruhi besar arus
yang mengalir. Pada saat besar arus yang mengalir pada CB melebihi arus rating
maka elemen magnetik akan terinduksi dan menghasilkan gaya magnetik yang
menggerakkan trip bar dan menarik tuas pengunci pada kontak dan saluran akan
terputus. Magnetik kontak bekerja jika terjadi gangguan hubungan singkat,
disebabkan oleh responnya yang cepat dan instantenous.
Kelemahan dari CB adalah kemungkinan terjadinya bunga api saat kontak
melepaskan saluran yang terganggu. Untuk meghindari hal ini maka CB dirancang
dengan menggunakan medium pemutus dari bahan isolator yang memiliki
kemampuan pemutusan berbeda – beda. Kemampuan pemutusan medium pemutus
akan semakin tinggi jika bahan isolatornya semakin baik. Bahan isolator yang
digunakan mulai dari kemampun rendah ke tinggi antara lain: medium udara (air),
minyak (oil), gas SF6 dan vakum.
Karakteristik Kerja CB
Karakteristik kerja CB digambarkan dengan kurva arus dan response waktu. Sesuai
dengan fungsinya maka karakteristik CB ini dapat dinyatakan sebagai karakteristik
overload dan hubung singkat. Untuk karakteristik overload maka CB akan bekerja
pada tundaan waktu tertentu untuk rating arus overload. Untuk arus gangguan
hubung singkat yang biasanya lebih besar beberapa kali dari arus overload maka
karakteristik CB harus dapat merespon dengan waktu tunda yang lebih singkat
daripada kondisi overload bahkan instantenous untuk arus yang sangat besar.
Karakteristik ini diperlihatkan pada gambar berikut:
5. Fuse
Fungsi
•
Memutus rangkaian jika terjadi gangguan hubung singkat pada saluran yang
diproteksi.
•
Mengisolasi saluran yang mengalami gangguan dari saluran yang beroperasi
normal.
•
Tidak dapat berfungsi sebagai sakelar maupun pengaman overload kecuali
didesain khusus (tipe dual element).
Prinsip Kerja:
•
Non time delay fuse
Non time delay fuse digunakan untuk pengaman arus hubung singkat tanpa
tundaan waktu sehingga waktu kerjanya instantenous. Fuse ini terdiri atas satu
elemen yang akan melebur jika dilewati arus yang melebihi ratingnya, dengan
meleburnya elemen ini maka arus hubung singkat ke saluran yang terganggu
akan terputus. Prinsip kerja ini diperlihatkan pada gambar berikut:
•
Dual element fuse
Dual element fuse didesain khusus untuk dapat beroperasi pada kondisi
hubung singkat maupun kondisi overload. Fuse ini memiliki satu elemen yang
bekerja pada saat hubung singkat dan elemen lainnya bekerja pada saat
overload terjadi. Meleburnya elemen overload terjadi dengan tundaan waktu
pada saat arus overload mengalir pada saluran. Sedangkan elemen hubung
singkat akan melebur tanpa tundaan waktu (instantaneous) untuk arus yang
sangat besar. Prinsip kerjanya diperlihatkan pada gambar berikut:
Karakteristik Fuse:
Download