BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Saluran Transmisi
Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu
tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation ( gardu
induk). Pemakaian sistem transmisi didasarkan atas besarnya daya yang harus
disalurkan daripusat - pusat
pembangkit ke pusat beban dan jarak penyaluran
yang cukup jauh antara sistem sistem pembangkit dengan pusat beban
tersebut.Sistem transmisi menyalurkan daya dengan tegangn tinggi yang
digunakan untuk mengurangi adanya rugi – rugi akibat jatuh tegangan.
Sistem transmisi dapat dibedakan menjadi sistem transmisi tegangan tinggi ( high
voltage, HV ), sistem transmisi tegangan ekstra tinggi ( extra high voltage ),dan
sistem transmisi ultra tinggi ( Ultra high voltage, UHV ). Besaran tegangan
nominal saluran transmisi tegangan tinggi ataupun ekstra tinggi berbeda – beda
untuk setiap negara atau perusahaan listrik di negara tersebut, tergantung kepada
kemajuan tekniknya masing – masing. Di Indonesia tegangan tinggi yang
digunakan adalah 150 kV dan tegangan ekstra tinggi adalah tegangan 500 kV
yang terinterkoneksi antara Jawa dan Bali. Sistem interkoneksi ekstra tinggi ini
merupakan bagian terpenting dari penyaluran daya di Indonesia sehingga
kelangsungan dan keandalan sistem ini harus selalu dijaga.
5
Proses penyaluran energi listrik dari pusat listrik ke pusat beban disalurkan
melalui saluran transmisi tegangan tinggi 150 kV atau tegangan 500 kV,
kemudian di gardu induk, tegangan diturunkan menjadi tegangan distribusi primer
20 kV. Pada gardu induk distribusi yang tersebar di pusat – pusat beban tegangan
diubah oleh transformator distribusi, menjadi tegangan rendah 380 V, untuk fasa –
fasa dan 220 V untuk fasa – netral. Proses penyaluran energi listrik ditunjukan
pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Proses penyaluran energi listrik
6
2.2
Fungsi Saluran Transmisi
Proses penyediaan tenaga listrik secara garis besar terdiri dari pusat
pembangkit, jaringan transmisi ( gardu induk dan jaringan ) dan jaringan distribusi
seperti pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Sistem Tenaga Listrik
Dalam suatu sistem tenaga listrik dibangkitkan dalam pusat – pusat listrik, yang
kemudian disalurkan melalui saluran transmisi, setelah terlebih dahulu dinaikan
tegangannya oleh transformator penaik tenaga ( step up transformator ) yang ada
di pusat listrik. Saluran transmisi bisa merupakan saluran udara dan ada pula yang
berupa saluran kabel tanah, maka saluran transmisi di pusat – pusat listrik lebih
banyak berupa saluran udara.
Fungsi dari saluran transmisi itu adalah untuk memindahkan energi listrik dalam
jumlah yang cukup besar, bisa mencapai ratusan mega watt ( MW ) dan dalam
jarak yang cukup jauh, bias mencapai ratusan kilometer, maka digunakan saluran
tegangan tinggi. Standar yang biasa digunakan di PT.PLN ( Persero ) ini adalah
70 kV , 150 kV , 275 kV , 500 kV.
7
2.3
Peralatan Proteksi
Jaringan tenaga listrik secara garis besar terdiri dari pusat pembangkit,
jaringan transmisi ( gardu induk dan jaringan ) dan jaringan distribusi. Jaringan
tenaga listrik terdiri dari banyak peralatan yang berbeda jenis dan secara fisik
dipisahkan oleh pemutus tenaga ( PMT ).
PMT berfungsi untuk memisahkan / menghubungkan satu bagian jaringan dengan
bagian lain, baik jaringan dalam keadaan normal maupun dalam keadaan
terganggu. Bagian – bagian jaringan tersebut dapat terdiri dari satu PMT atau
lebih. Dalam usaha untuk meningkatkan keandalan penyediaan energi listrik,
kebutuhan sistem proteksi terdiri dari peralatan CT , PT , PMT , Catu daya, relai
proteksi. Disamping itu diperlukan juga peralatan pendukung untuk kemudahan
operasi dan evaluasi seperti sistem recorder, sistem scada dan indikasi relai.
Secara sederhana salah satu contoh sistem proteksi untuk jaringan seperti
ditunjukan pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Sistem Proteksi Jaringan
8
Fungsi peralatan proteksi adalah untuk mengidentifikasi gangguan dan
memisahkan bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain yang masih sehat
serta sekaligus mengamankan bagian yang masih sehat dari kerusakan atau
kerugian yang lebih besar.
2.4
Gangguan Pada Saluran Transmisi
Gangguan yang terjadi pada saluran transmisi ini merupakan suatu
peristiwa yang menyebabkan bekerjanya relai akibat pemutus tenaga ( PMT ) atau
circuit breaker ( CB ) trip tetapi bukan kehendak operator, sehingga menyebabkan
putusnya aliran daya yang melalui PMT tersebut.
Jaringan listrik yang terganggu harus dapat segera diketahui dan dipisahkan dari
bagian jaringan lainnya secepat mungkin dengan maksud agar kerugian yang lebih
besar dapat dihidarkan.Gangguan pada sistem tenaga listrik dapat terjadi di sisi
pembangkit, jaringan, dan distribusi.
Gangguan pada saluran transmisi dapat berupa gangguan sistem dan gangguan
non sistem.
2.4.1
Gangguan Sistem
Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga listrik (
sisi primer ) seperti pada generator, transformator, SUTT dan lain sebagainya.
9
Gangguan sistem dapat dikelompokan sebagai gangguan permanen dan gangguan
temporer.
Gangguan temporer adalah ganguan yang hilang dengan sendirinya bila PMT
terbuka, misalnya sambaran petir yang menybabkan flash over pada isolator
SUTT.Pada keadaan ini PMT dapat segera dimasukan kembali, secara manual
atau otomatis dengan Auto Recloser.
Gangguan permanen adalah gangguan yang tidak hilang dengan sendirinya,
sedangkan untuk pemulihan diperlukan perbaikan, misalnya kawat SUTT putus.
2.4.2
Gangguan Non Sistem
PMT terbuka tidak selalu disebabkan oleh terjadinya gangguan pada
sistem, dapat saja PMT terbuka oleh karena relai yang bekerja sendiri atau kabel
control yang terbuka. Gangguan seperti ini disebut gangguan bukan pada sistem,
selanjutnya disebut gangguan non-sistem ( sisi sekunder ).
2.5
Kontruksi Saluran Transmisi
Jenis – jenis konstruksi saluran transmisi yang paling utama terdiri dari :
1. Menara transmisi beserta pondasinya
Menara atau tiang transmisi adalah suatu bangunan penopang saluran
transmisi yang biasa berupa menara baja, tiang baja, tiang beton bertulang,
10
dan tiang kayu.Untuk saluran tegangan tinggi atau ekstra tinggi digunakan
tiang besi.
2. Isolator
Isolator yang digunakan pada saluran transmisi adalah isolator porselin
atau isolator gelas. Dalam penggunann dan fungsinya dikenal tiga jenis
isolator yaitu : isolator jenis pasak ( pin type ) , isolator jenis pos saluran(
line pos ), dan isolator gantung / batang panjang ( long load ). Seperti pada
gambar 2.4
a. Isolator Gantung
b. Isolator Pasak
c. Isolator Line Pos
Gambar 2.4 Isolator
Gandengan isolator gantung pada umumnya dipakai pada pada saluran
transmisi tegangan tinggi , sedangkan isolator jenis pasak dan pos saluran
dipakai pada saluran transmisi tegangan rendah dengan tegangan relatif
rendah ( 20 kV ).
3. Kawat penghantar ( conductor )
Jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran transmisi
adalah tembaga dengan konduktivitas 100% ( CU 100% ) dan 97,5 % atau
11
alumunium dengan konduktivitas 61% ( Al 61% ). Kawat penghantar
tembaga mempunya bebeapa kelebihan dibandingkan dengan kawat
penghantar alumunium karena konduktivitas dan dan kuat tariknya lebih
tinggi, tetapi kelemahannya adalah untuk besar tahanan yang sama,
tembaga lebih berat dari alumunium dan juga lebih mahal. Oleh karena itu
kawat penghantar alumunium telah menggantikan kedudukan tembaga.
Untuk memperbesar kuat tarik dari alumunium digunakan campuran
alumunium ( allumunium alloy ). Untuk saluran transmisi tegangan tinggi
dimana antara dua tiang / menara jauh ( ratusan kilo meter ) dibutuhkan
kuat tarik yang lebih tinggi, untuk itu digunakan kawat penghantar ASCR
( Alumunium Conductor, Steel – Reinforced ), yaitu kawat penghantar
alumunium berinti kawat baja. Seperti pada gambar 2.5
Gambar 2.5 Kabel ASCR
4. Kawat tanah ( ground wires )
Kawat tanah biasa disebut sebagai kawat pelindung ( shield wires ) atau
kawat petir yang berguna untuk melindungi kawat penghantar atau kawat
fasa terhadap sambaran petir. Selain itu kawat petir juga dengan efektif
12
dipakai untuk melindungi gardu induk dengan segala perangkat yang ada
didalamnya, termasuk transformator daya terhadap petir.
Pengaman yang utama yang diperoleh adalah terhadap sambaran langsung
yang terjadi berdekatan dengan transformator.
Ada 2 unsur penting yang harus diperhatikan :

Jumlah kawat yang dipakai, panjangnya, serta letaknya untuk
memperoleh daya lindung yang baik

Langkah – langkah yang harus diambil agar energy petir dengan cepat
mengalir ke bumi. Sebagai kawat tanah umumnya dipakai kawat baja (
steel wires ) yang lebih murah, tetapi tidaklah jarang digunakan ASCR.
2.6
Pungsi Proteksi Pada Saluran Transmisi
Seperti diketahui sistem tenaga listrik adalah merupakan kesatuan dari
beberapa komponen yang terhubung menjadi satu dengan yang lainnya, antara
lain turbin, generator, transmisi dan transformator yang tentu saja investasinya
sangat besar.
Oleh karena itu, untuk menghindarkan peralatan tersebut dari kerusakan akibat
gangguan atau hubung singkat maka diperlukan suatu alat pengaman yang
berfungsi untuk :
a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta
memisahkan secepatnya, sehingga sistem lainnya yang tidak terganggu
dapat beroperasi secara normal.
13
b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang terganggu.
c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain, yang
tidak terganggu didalam sistem tersebut. Disamping itu, mencegah
meluasnya gangguan.
d. Memperkecil bahaya bagi manusia.
Maka untuk memenuhi kriteria tersebut diatas, alat pengaman harus dapat bekerja
dengan cepat, agar pengaruh gangguan atau hubung singkat dapat segera
dihilangkan, sehingga sistem dapat bekerja seperti yang diharapkan.
Relai ini adalah suatu alat pengaman yang memiliki kontaktor – kontaktor, yang
apabila kepadanya diberikan suatu besaran listrik tertentu, alat tersebut akan
menutup atau membuka kontak tripnya.
2.6.1
Pertimbangan Mengenai Kemampuan Proteksi
Dalam pemilihan relai dari segi kemampuannya untuk mengamankan saluran
transmisi, beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Dapat diandalkan ( realible )
Dalam keadaan normal, jika tidak ada gangguan, relai tidak bekerja
mungkin berbulan – bulan atau bertahun – tahun. Tetapi bila suatu saat
terjadi gangguan yang mengharuskan relay bekerja, maka dalam hal ini
relai tidak boleh gagal bekerja dalam mengatasi gangguan tersebut.
Kegagalan relai bekerja dapat mengakibatkan kerusakan yang berat bagi
alat yang diamankan, atau gangguan menjadi meluas, sehingga daerah
14
yang mengalami gangguan meluas. Disamping itu, relai tidak boleh salah
kerja, yaitu yang seharusnya tidak boleh bekerja tetapi bekerja, sehingga
timbul pemadaman yang tidak seharusnya ataupun menyulitkan analisa
gangguan yang terjadi. Dalam hal ini harus dapat diandalkan, tidak hanya
relainya sendiri, tetapi mulai dari trafo arus, trafo tegangan, serta
rangkaiannya, baterai serta pemutus bebannya.Keandalan relai pengaman
ditentukan mulai dari rancangan, rangkaian, bahan yang digunakan dan
perawatannya.
Oleh karena itu, setelah operasi untuk mendapatkan keandalan yang tinggi,
diperlukan perawatan. Dalam hal ini, perlu adanya pengujian secara
periodik, untuk menentukan apakah karakteristik relai masih tetap atau
memerlukan penyetelan kembali.Catatan tentang hasil pengujian pada saat
ini, perlu dibandingkan dengan hasil pengujian periode yang lalu, hal ini
untuk menentukan karakteristik relai apakah stabil atau tidak, sehingga
dapat menentukan keandalan relai.
2. Selektif
Relai bertugas mengamankan peralatanatau bagian sistem dalam daerah
pengamanannya. Letak pemutus beban sedemikian rupa, sehingga setiap
bagian dari sistem dapat dipisahkan.Maka tugas relai adalah mendeteksi
adanya gangguan yang terjadi pada daerah pengamanannya dan memberi
perintah membuka pemutus beban, untuk memisahakan bagian sistem
yang terganggu. Dengan demikian, bagian sistem lainnya yang tidak
terganggu jangan sampai dilepas dan masih beroperasi secara normal,
15
sehingga
tidak
terjadi
pemutus
pelayanan
atau
jika
terjadi
pemutusan/pemadaman terbatas.
Dengan kata lain, pengaman dinyatakan selektif bila relai dan PMT yang
bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja.
3. Waktu kerjanya cepat
Relai pengaman harus dapat bekerja dengan cepat, karena kerusakan
peralatan, yaitu tembusnya isolasi, disebabkan karena terjadinya tegangan
lebih terlalu lama ataupun rusak terbakar karena dialiri arus gangguan
yang terlalu lama.Dengan demikian, relai pengaman harus bekerja dengan
cepat.
4. Peka ( Sensitive )
Relai dikatakan peka apabila dapat bekerja dengan masukan dari besaran
yang dideteksi kecil. Jadi rela dapat bekerja pada awal kejadian gangguan
atau dengan kata lain, gangguan dapat diatasi pada awal kejadian. Hal ini
memberi keuntungan dimana kerusakan peralatan yang diamankan akibat
gangguan menjadi kecil.
5. Ekonomis dan sederhana
Dalam penentuan relai pengaman yang akan digunakan harus di tinjau
tekno-ekonominya,misalnya untuk sistem distribusi tegangan menengah
tidak diperlukan relai yang rumit
namum misalnya pengaman untuk
sistem tegangan extra tinggi tidak boleh hanya dengan pengaman yang
16
sederhana,misalnya hanya dengan relai arus lebih saja, tetapi harus
menggunakan relai jarak.
Dari sisi letaknya ada empat macam kategori pengamanan, yaitu :
a. Pengaman generator
b. Pengaman saluran transmisi
c. Pengaman transformator dan gardu induk
d. Pengaman sistem distribusi
Sehingga bila terjadi gangguan dalam sistem tenaga listrik, dapat di cegah
meluasnya akibat gangguan yang terjadi
2.7
Penarapan Sistem Proteksi
Penerapan sistem proteksi pada saluran transmisi antara lain :
1. Sistem relai arus lebih
Relai arus lebih adalah relai yang peka terhadap arus lebih. Ia akan
bekerja ( menutup kontaknya ) bila arus yang mengalir melebihi nilai
settingannya ( Iset ). Relai arus lebih biasanya menjangkau beberapa
seksi pada saluran transmisi.
2. Sistem relai jarak
Sistem ini mengamankan transmisi terhadap hubung singkat antar fasa
ke tanah.Kelebihin sistem ini dibandingkan dengan sistem arus lebih
terletak pada kemampuannya bekerja pada kecepatan tinggi karena
17
relai jarak bekerja hanya untuk daerah yang dilindunginya saja,
sehingga sesuai untuk melindungi saluran – saluran transmisi.
2.8
Penyebab Terjadinya Kegagalan Proteksi
Jika proteksi bekerja sebagaimana mestinya, maka kerusakan yang parah
akibat gangguan mestinya dapat dihindari / dicegah sama sekali, atau jika
gangguan itu disebabkan sudah adanya kerusakan ( insulation break down di
dalam peralatan ), maka kerusakan dapat dibatasi sekecilnya.
Proteksi yang benar harus dapat bekerja cukup cepat, selektif dan andal sehingga
kerusakan peralatan yang mungkin timbul pada bagian sistem / peralatan yang
dilalui arus gangguan dapat dihindari dan kstabilan sistem dapat terjaga.
Sebaliknya jika proteksi gagal bekerja atau terlalu lambat bekerja, maka arus
gangguan ini berlangsung lebih lama, sehingga panas yang ditimbulkan dapat
mengakibatkan kebakaran yang hebat, kerusakan yang parah pada peralatan
instalasi dan ketidakstabilan sistem.
Kegagalan atau kelambatan kerja proteksi dapat disebabkan antara lain
oleh :

Relai telah rusak atau tidak konsisten bekerjanya.

Setelan ( setting ) relai tidak benar ( kurang sensitive atau kurang cepat ).

Baterainya lemah atau kegagalan sistem supply DC sehingga tidak mampu
mengetripkan PMT.

Hubungan kotak kurang baik pada sirkit tripping atau terputus.
18
Download