Hubungan Antara

advertisement
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seksualitas dan manusia adalah dua hal yang sulit untuk dipisahkan,
karena seksualitas melibatkan keadaan jasmani dan perilaku manusia yang
berkaitan dengan seks (Kamus Lengkap Psikologi). Penelitian-penelitian terhadap
perilaku seksual manusia sendiri telah mulai dilakukan pada awal abad ke 20,
puncaknya yakni ketika Alfred C. Kinsey (1894-1956) mengadakan penelitian
terhadap perilaku seksual manusia. Hingga kini penelitian terhadap perilaku
seksual manusia masih terus dilakukan, walaupun demikian pemahaman
masyarakat awam terhadap perilaku seksual masih sangatlah dangkal. Perilaku
seksual seringkali diartikan hanya sebagai hubungan seksual berupa penetrasi dan
ejakulasi (Wahyudi, 2000).
Menurut Sarwono (2001), perilaku seksual merupakan segala bentuk
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun
dengan sesama jenis, bentuk-bentuk tingkah laku dapat bermacam-macam, mulai
dari berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Duvall dan Miller (1985) sendiri
membagi perilaku seksual ke dalam empat tahap, yakni bersentuhan, berciuman,
bercumbu, dan hubungan seksual. Pemahaman perilaku seksual dalam kaitannya
dengan masalah sosial juga dikemukakan oleh Gagnon dan Simon (dalam
Ilhaminingsih, 2004), dengan membagi perilaku seksual ke dalam tiga tipe, yakni:
tolerated sex variance (kontak anal-oral genital pasangan heteroseksual,
masturbasi, dan premarital-extramarital intercourse), asocial sex variance
(incest, child molestation, pemerkosaan, exhibitionism, dan voyeurism), dan
structured sex variance (homoseksualitas, prostitusi, dan pornografi). Melihat
beragamnya perilaku seksual yang ada, peneliti hanya memfokuskan kepada
hubungan seksual, masturbasi, pornografi, dan homoseksual. Perilaku seksual
tersebut dipilih oleh peneliti berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia,
dimana perilaku seksual tersebut masih dipandang tabu, namun pada prakteknya
telah cukup banyak dilakukan. Berikut ini dapat disimak mengenai fenomena
hubungan seksual, masturbasi, pornografi, dan homoseksual yang terjadi di
Indonesia.
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
2
Hubungan seksual merupakan suatu kegiatan seksual yang dilakukan
secara berpasangan, tidak hanya berupa penetrasi penis ke dalam vagina (vaginal
sexual intercourse) tapi juga bisa berupa hubungan oral ataupun hubungan anal.
Dalam penelitian ini hubungan seksual yang akan diangkat ialah vaginal sexual
intercourse, karena menurut data statistik National Health and Social Life Survey
(NHSLS) di Amerika Serikat, vaginal sexual intercourse merupakan salah satu
perilaku seksual berpasangan yang paling umum dilakukan (Kelly, 2001).
Hubungan seksual di Indonesia sendiri telah sedemikian maraknya dilakukan,
khususnya perilaku seksual pra-nikah. Dalam Harian Republika terbitan 1 Maret
2007, dikatakan bahwa 50% perempuan Indonesia mengaku pernah melakukan
hubungan seks di luar nikah. Hasil survei sebuah perusahaan kondom pada tahun
2005 menyebutkan bahwa sekitar 40% - 45% remaja berusia 14 – 24 tahun di
kota-kota besar di Indonesia, mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah
(Sindo, 2007).
Hubungan seksual seperti yang telah dibahas sebelumnya, memiliki tujuan
untuk mencapai kepuasan orgasme bagi setiap pelakunya. Selain dengan
melakukan hubungan seksual, orgasme juga dapat diraih dengan cara masturbasi.
Masturbasi merupakan salah satu perilaku seksual yang dapat dilakukan secara
individual atau tidak dibutuhkan adanya kehadiran pasangan untuk dapat
mencapai orgasme. Dalam sebuah rubrik konsultasi kesehatan, Prof. Dr. dr
Wimpie Pangkahila Sp. And. mengatakan banyak penelitian menyatakan hampir
semua pria pernah melakukan masturbasi secara aktif, sedangkan pada wanita
sedikitnya 70%-80% juga melakukan masturbasi secara sadar dan direncanakan
(Pangkahila, W 2005).
Untuk membantu pencapaian orgasme, para pelaku masturbasi biasanya
menggunakan berbagai macam alat bantu, salah satunya yakni dengan melihat
majalah atau film yang mengandung unsur pornografi. Istilah pornografi sendiri
tidak mudah untuk didefinisikan, hal ini disebabkan oleh beragamnya pemahaman
individu terhadap hal tersebut, dan dipengaruhi oleh pertimbangan individu
terhadap perilaku seksual dalam kehidupan, kepekaan terhadap beragamnya
perilaku seksual, serta apresiasi terhadap seksualitas yang terdapat dalam konteks
seni sastra dan artistik (Miracle et al., 2003). Dalam Kelly (2001) pornografi
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
3
diartikan sebagai segala bentuk gambaran visual ataupun tulisan yang mungkin
secara seksual dapat merangsang penggunanya. Menurut data statistik Top Ten
Reviews yang dikutip oleh detiknet (Ilma, 2007), Indonesia menempati posisi
ketujuh untuk negara dengan pencarian kata kunci ’sex’ terbanyak di dunia.
Ditambahkan pula setiap detiknya 28.258 pengguna internet di dunia mengakses
konten pornografi, dengan 80% user-nya berasal dari Indonesia. Selain itu,
majalah-majalah yang bertemakan seksual juga dapat dengan mudah ditemui di
Indonesia, seperti misalnya: majalah Playboy, FHM, Ehm, Popular, dll. VCDVCD porno juga dapat dengan mudah ditemukan di setiap pusat-pusat grosir di
Indonesia, VCD-VCD tersebut dijual dengan harga yang relatif murah dan dijual
bebas, sehingga siapapun bisa untuk membelinya, termasuk anak di bawah umur.
Berikutnya, mengenai isu tentang homoseksual. Penggunaan kata
homoseksual biasa digunakan untuk menggambarkan perilaku berkasih-kasihan
dan ketertarikan serta aktivitas seksual yang dilakukan antara individu sesama
jenis (Kelly, 2001). Dalam isu homoseksual, dikenal istilah gay dan lesbian. Gay
merupakan sebutan untuk individu yang orientasi seksual dan identitasnya
mengacu pada sesama jenis, biasanya istilah ini dipergunakan untuk kaum pria,
sedangkan lesbian mengacu pada kaum wanita yang memiliki orientasi seksual
dan identitasnya sesama jenis (Kelly, 2001). Di Indonesia, data statistik
menunjukkan 8-10 juta populasi laki-laki Indonesia pada suatu waktu terlibat
pengalaman dengan kaum gay, dan sebagian besar dari mereka masih terus
melakukannya
(http://villageoflost.blogspot.com/).
Sedangkan
untuk
kaum
lesbian, tidak ditemukannya data-data statistik yang berkaitan dengan populasi
kaum ini di Indonesia. Di Indonesia juga dapat dijumpai komunitas-komunitas
yang menaungi kaum homoseksual, di antaranya yakni GAYa Nusantara untuk
kaum gay dan Pelangi untuk kaum lesbian.
Demikianlah sedikit gambaran mengenai fenomena perilaku hubungan
seksual, masturbasi, pornografi, dan homoseksual yang terjadi di Indonesia.
Peneliti tidak mengangkat topik perilaku seksual yang lain dikarenakan sebagian
dari perilaku seksual tersebut sudah cukup dianggap biasa dan tidak menimbulkan
kontroversi dalam masyarakat, seperti misalnya perilaku berkencan, bersentuhan,
dan berciuman. Sedangkan sebagian yang lain dikategorikan sebagai perilaku
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
4
abnormal dan bersinggungan dengan hukum, seperti misalnya prostitusi,
pemerkosaan, exibitionism, voyeurism, incest,dll.
Di Indonesia, penelitian-penelitian mengenai perilaku seksual dapat
dengan mudah kita temukan, dan sering kali dilakukan, namun penelitian
mengenai sikap terhadap perilaku seksual masih sulit dijumpai dan jarang sekali
dilakukan. Sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat topik mengenai sikap
masyarakat terhadap perilaku seksual yang saat ini sedang berkembang. Sikap
menurut Myers (dalam Sarwono, 2002), merupakan suatu bentuk reaksi evaluatif
dalam kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap sesuatu atau seseorang, yang
ditunjukan dengan keyakinan (belief) seseorang, perasaan atau perilaku yang telah
direncanakan. Dalam Baron dan Byrne (1997) sikap terhadap perilaku seksual
dibedakan mulai dari sikap sangat positif dan permisif hingga pada sikap sangat
negatif dan membatasi.
Berikut ini merupakan hasil penelitian terkait dengan sikap individu
terhadap hubungan seksual, masturbasi, pornografi dan homoseksual. Dalam
Papalia et al., (2003) disebutkan bahwa 30% dari penduduk Amerika memiliki
sikap traditional terhadap hubungan seksual—yakni menyatakan bahwa hubungan
seksual hanya boleh dilakukan sebagai tujuan dari reproduksi dalam perkawinan,
25% lainnya menyatakan hubungan seksual boleh dilakukan selama tidak
merugikan kedua belah pihak dan dilakukan atas dasar suka sama suka, sedangkan
sisanya, yakni 45% mengatakan bahwa hubungan seksual harus disertai dengan
perasaan cinta atau afeksi namun tidak perlu adanya ikatan perkawinan. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa walaupun sebagian besar penduduk
Amerika bersikap permisif terhadap perilaku premarital sex namun sebagian
penduduk masih bersikap sebaliknya. Di Indonesia sendiri ternyata hubungan
seksual pranikah sudah dianggap bukan hal yang baru lagi, menurut penelitian
yang dilakukan oleh Simon Simon dan Susan J Paxton (2001)—psikolog dari
Universitas Melbourne—menemukan bahwa dikalangan dewasa muda Indonesia,
hubungan seksual sebelum menikah dipandang menjadi semakin biasa dan dapat
diterima, namun dalam penelitian ini tidak menyebutkan data angka yang pasti.
Masturbasi sendiri, walaupun telah dianggap sebagai salah satu cara yang
paling umum dilakukan untuk mendapatkan kepuasan seksual masih sering
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
5
disalahartikan
oleh
mitos-mitos,
nilai-nilai
agama,
analisa
moral,
dan
ketidaktahuan masyarakat (Kelly, 2001). Mitos-mitos mengenai masturbasi yang
berkembang di masyarakat Indonesia di antaranya ialah masturbasi dapat
membuat sperma mengering, dapat mengakibatkan berkurangnya pelumas pada
persendian atau yang lebih dikenal dengan istilah ”dengkul kopong”, bisa
menyebabkan kebutaan, bisa mengakibatkan tertularnya penyakit seksual bahkan
diduga dapat mengakibatkan munculnya jerawat diwajah. Individu yang
menganggap masturbasi tidak benar, berbahaya atau suatu perbuatan dosa, akan
merasakan kecemasan atau perasaan bersalah apabila mereka melakukan
masturbasi ataupun ada dorongan untuk melakukannya. Emosi-emosi negatif
(contoh: perasaaan bersalah, kecemasan, dll) tersebut berkaitan dengan sikap
mereka terhadap masturbasi bukan pada masturbasi itu sendiri (Ilhaminingsih,
2004).
Pornografi juga tak kalah mendapat sorotan dikalangan masyarakat. Untuk
sejumlah orang, pornografi dapat mendatangkan efek yang negatif seperti
misalnya perasaan bersalah, malu, ketagihan, menurunkan tingkat kepercayaan
diri, penilaian yang negatif terhadap kaum wanita, dll. Sedangkan untuk beberapa
orang, pornografi dapat memberikan kepuasan orgasme yang sebelumnya jarang
didapatkan, mencegah perselingkuhan, memberikan pendidikan seks, dan dapat
membuat individu menjadi lebih terbuka terhadap perilaku seksual yang ada
(Hawkes & Scott, 2005). Perbedaan reaksi emosi (contoh: perasaan malu,
perasaan bersalah, dan perasaan lebih terbuka) dapat mempengaruhi sikap
individu terhadap suatu hal. Suatu hal yang dapat menimbulkan emosi positif
(contoh: terangsang, terpuaskan, dll) biasanya akan menimbulkan reaksi yang juga
positif terhadap hal tersebut (Kelly, 2001). Sehingga dapat dikatakan, individu
yang menganggap pornografi dapat menghasilkan efek yang menguntungkan
(emosi positif), akan cenderung bersikap lebih positif terhadap pornografi.
Di Indonesia sendiri, isu pornografi ditanggapi dengan cukup serius.
Mungkin masih segar dalam ingatan kita ketika pemerintah membuat Rancangan
Undang-undang Anti Pornografi dan Anti Pornoaksi (RUU APP), reaksi dari
kalangan masyarakat bermacam-macam, ada yang menyetujui dan mendukung
penuh RUU APP tersebut, namun ada juga yang menolak disusunnya RUU APP.
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
6
Seperti yang telah kita ketahui, pihak-pihak yang mendukung penyusunan RUU
APP sebagian besar merupakan individu-individu yang berasal dari komunitas
yang berbasis agama, sedangkan pihak yang menolak atau yang meminta
peninjauan kembali penyusunan RUU APP datang dari komunitas yang bergerak
dalam bidang kebudayaan, seni, dan para aktivis.
Perbedaan pendapat juga turut menyertai isu homoseksualitas, dalam jajak
pendapat yang dilakukan oleh Newsweek di Amerika, hampir dari setengah jumlah
populasi survei menyatakan bahwa homoseksual adalah suatu perbuatan dosa, dan
sepertiga dari hasil polling yang lain menyatakan bahwa homoseksual merupakan
penyakit (Papalia et al., 2003). Hal ini juga sejalan dengan hasil data survei di
Australia pada tahun 2003, yang menyatakan bahwa 25% subjek tidak dapat
membenarkan perilaku para kaum homoseksual ( Rissell et al., dalam Hawkes &
Scott, 2005). Namun Smith et al., (dalam Hawkes & Scott, 2005) mengungkapkan
hal yang sebaliknya, dimana kaum muda di Australia secara umum menunjukan
sikap yang positif terhadap persahabatan yang terjalin dengan teman sebayanya
yang notabene homoseksual. Di Indonesia, kaum homoseksual masih menjadi
polemik dikalangan masyarakat, banyak yang bersikap antipati terhadap kaum ini,
seperti yang terungkap dalam rubrik konsultasi Kompas. Seseorang menceritakan
pengalaman pahitnya menjadi homoseksual di Indonesia, dimana ia merasa seperti
hidup dalam penjajahan moral dan tradisi. Sikap antipati juga ditunjukkan dalam
tulisan-tulisan elektronik (blog-blog) yang dapat dilihat di dunia maya, blog-blog
tersebut cenderung bersikap menghakimi kaum homoseksual. Seperti salah
satunya, blog yang dibuat oleh Syaikh Nabil Muhammad Mahmud yang berjudul
”Peringatan kepada kaum Gay, Lesbian, (Homoseksual)”, didalamnya berisikan
kutipan-kutipan ayat al-Quran mengenai larangan perilaku homoseksual, serta
hukuman-hukuman yang akan didapatkan kaum homoseksual (Mahmud, 2006).
Namun, tak sedikit pula yang mendukung komunitas homoseksual seperti GAYa
Nusantara, Pelangi, Swara Srikandi ataupun tulisan-tulisan yang disertai dengan
kutipan penelitian-penelitian terkini, sebagai usaha agar kaum homoseksual bisa
lebih
diterima ditengah masyarakat Indonesia. Seperti salah satu tulisan
elektronik yang dibuat oleh Tatamos (2007):
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
7
”...apakah kau pernah diam dan berpikir, mungkinkah kita
yang tidak memberikan kondisi yang baik untuk mereka? banyak
dari kita (seperti yang kau lihat di sinetron2 hidayah) mengucilkan,
mengasingkan dan menganggap mereka 'najis' karena perbedaan ini.
Tapi, kataku tetap! Apa salah mereka? apakah mereka bisa memilih
untuk dilahirkan menjadi apa?”
Hasil temuan yang telah diuraikan sebelumnya, memberikan gambaran
mengenai beragamnya cara pandang individu dalam menyikapi beberapa perilaku
seksual yang berkembang di masyarakat saat ini. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
sikap yang dianut dalam keluarga, agama, dan kultur mengenai perilaku seksual
(Rollins, 1996). Agama dianggap sebagai pedoman hidup atau pegangan hidup
individu dalam menjalani kehidupannya sehari-hari (Jalaludin, 2000). Agama
yang kemudian sudah diyakini oleh individu disebut dengan keberagamaan atau
religiusitas. Dalam Miracle et al., (2003) religiusitas diartikan sebagai kualitas
religius, kesalehan yang lebih dari biasanya, ditambahkan pula religiusitas ialah
kepercayaan yang kuat serta kehadiran individu di acara-acara keagamaan.
Tingkat religiusitas seseorang memang tidak dapat dinilai hanya berdasarkan
kuantitas kehadiran di tempat-tempat ibadah, atau kuantitas individu berdoa setiap
harinya. Menurut C. Y. Glock dan R. Stark (dalam Robertson, 1988) kereligiusan
dapat dilihat dari keterkaitan antara individu dengan agamanya. Masih menurut
Glock, religiusitas terdiri dari lima dimensi, yakni kepercayaan (contoh: individu
percaya akan hari akhir, sorga dan neraka, dll), praktek ritual (contoh: individu
menjalankan ibadah shalat, beribadat, dll), pengalaman (contoh: perasaan takut
akan dosa, dll), intelektual (contoh: individu menggemari buku-buku agama,
membaca kitab suci, dll) dan konsekuensi (contoh: bersikap jujur, berzakat,dll).
Sebagai ilustrasi, dapat disimak sebuah adegan dalam film “XL: Extra
Large” yang telah beredar di bioskop-bioskop Jakarta pada pertengahan bulan
Februari 2008. Dalam adegan tersebut diceritakan tokoh utama dan kedua orang
temannya sedang terlibat pembicaraan yang seru mengenai hubungan seksual,
tiba-tiba dari arah yang berlawanan datanglah seorang perempuan mengenakan
jilbab. Setelah secara tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka, perempuan
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
8
tersebut terlihat kaget dan langsung mengucapkan “astagfirullah” sambil berjalan
cepat menjauh dari ketiga lelaki tadi.
Dalam ilustrasi di atas, tergambarkan reaksi menjauh si wanita berjilbab
setelah dirinya mendengar isi pembicaraan seputar perilaku seksual. Pengenaan
jilbab pada wanita merupakan salah satu aturan yang terdapat dalam ajaran
Agama Islam. Ketika seorang wanita telah menutup auratnya dengan mengenakan
jilbab,ada asumsi tingkat kereligiusannya lebih tinggi daripada wanita yang tidak
mengenakan jilbab. Adegan tersebut menunjukan bahwa ada asumsi, individu
yang religius bersikap menarik diri terhadap permasalahan seputar perilaku
seksual. Ilustrasi di atas juga sependapat dengan Kraaykamp (dalam Papalia et al.,
2003) yang mengungkapkan bahwa sikap yang liberal terhadap perilaku seksual
dimiliki oleh individu yang kurang religius. Hal ini juga diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Donnelly (dalam Miracle et al., 2003) kepada 800
orang siswa sekolah, dengan hasil sebagai berikut, siswa yang kurang religius
menganggap hubungan seksual adalah hal yang normal dan wajar dilakukan oleh
pasangan yang saling mencintai, sedangkan siswa yang religius menyatakan
penolakannya terhadap hubungan seksual sebelum menikah. Hubungan antara
perilaku seksual dengan religiusitas dapat disimak pada penelitian berikut, dimana
menyatakan bahwa individu yang lebih religius kurang suka melakukan hubungan
oral, hubungan anal, menjadi homoseksual atau menjadi biseksual bila
dibandingkan individu yang tidak religius. Juga ditambahkan, individu yang
religius tidak pernah melakukan maturbasi, dan kalaupun melakukan, mereka
tidak pernah mencapai orgasme (Miracle et al., 2003).
Data yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa ada hubungan
yang cukup berarti antara tingkat kereligiusan individu dengan sikapnya terhadap
perilaku seksual yang sedang marak. Hal inilah yang menjadi alasan peneliti ingin
melihat hubungan tersebut di Indonesia, khususnya di kota Jakarta. Untuk
menunjang keberhasilannya, maka penelitian ini memerlukan karakteristik
responden yang sesuai dengan kedua variabel yang ingin diteliti. Dimana
responden yang dibutuhkan telah berada pada tahap perkembangan diri yang
cukup matang dan stabil, baik dalam perkembangan perilaku seksual maupun
dalam perkembangan keyakinannya (faith).
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
9
Karakteristik tersebut dapat dijumpai pada individu yang berada pada
tahap usia dewasa muda, karena pada masa dewasa muda biasanya seseorang
sudah memiliki sifat kepribadian yang stabil (Jalaludin, 2000). Stabilitas sifat-sifat
kepribadian ini antara lain terlihat dari cara bertindak dan bertingkah laku yang
agak bersifat tetap (tidak mudah berubah-ubah) dan selalu berulang kembali
(Buchori dalam Jalaludin, 2000). Kemantapan jiwa orang dewasa ini setidaknya
memberikan gambaran tentang sikapnya terhadap perilaku seksual dan
kereligiusan. Hal tersebut juga didukung oleh kenyataan bahwa pada masa dewasa
muda, terjadi perkembangan secara khusus di aspek kereligiusan dan perilaku
seksual (Arnett dalam Lefkowitz et al., 2004). Pada masa transisi dari masa
remaja menuju masa dewasa muda, individu lebih berkomitmen dalam beragama
dan kepercayaannya terhadap nilai-nilai religius lebih bersifat intrinsik, serta
terjadi peningkatan dalam kunjungan ke tempat-tempat pelayanan agama (De
Haan & Schulenberg dalam Lefkowitz et al., 2004). Hal tersebut sejalan dengan
tahapan perkembangan keyakinan menurut Fowler (dalam Papalia et al., 2003),
yang menyatakan bahwa pada masa dewasa muda, individu berada pada tahap
individuating-reflective faith, dimana mereka sudah mulai bertanggung jawab
terhadap kepercayaan, sikap, komitmen, dan gaya hidupnya sendiri.
Sedangkan dalam berperilaku seksual, dikatakan bahwa individu yang
berada pada tahap awal dewasa telah memiliki kemampuan dalam membuat
keputusan terkait dengan perilaku seksual yang dipilihnya (Papalia et al., 2003).
Seperti misalnya, individu dihadapkan pada pilihan pernikahan, tidak menikah,
hubungan homoseksual, memiliki atau tidak memiliki anak (Lambeth & Hallett
dalam Papalia et al., 2003).
Dalam penelitian ini subjek yang dipilih ialah dewasa muda yang
menganut ajaran agama Islam. Hal ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan
yakni, untuk menyamakan pemahaman terhadap suatu ajaran agama, doktrindoktrin, serta tata nilai yang terdapat dalam suatu ajaran agama. Seperti yang
dapat dilihat dalam penjelasan salah satu dimensi religiusitas, yakni dimensi
ideologis/kepercayaan. Pertimbangan lainnya yakni karena agama Islam
merupakan agama mayoritas di Indonesia, sehingga subjek penelitian akan lebih
mudah ditemukan.
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
10
1.2
Masalah Penelitian
Masalah yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. ”Apakah ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap hubungan
seksual dangan dimensi-dimensi religiusitas pada dewasa muda muslim?”
2. ”Apakah ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap masturbasi
dengan dimensi-dimensi religiusitas pada dewasa muda muslim?”
3. ”Apakah ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap pornografi
dengan dimensi-dimensi religiusitas pada dewasa muda muslim?”
4. ”Apakah ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap homoseksual
dengan dimensi-dimensi religiusitas pada dewasa muda muslim?”
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara sikap
terhadap perilaku hubungan seksual, masturbasi, pornografi, dan homoseksual
dengan dimensi-dimensi religiusitas pada kaum dewasa muda yang beragama
Islam.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu
Psikologi, khususnya Psikologi Perilaku Seksual, yaitu dengan melihat hubungan
antara sikap terhadap hubungan seksual, masturbasi, pornografi dan homoseksual
dengan religiusitas. Sehingga dapat dilakukan intervensi yang lebih tepat untuk
klien yang mengalami masalah terkait sikap terhadap perilaku seksual, dengan
melihat latar belakang kehidupan religiusnya.
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
sikap seseorang dalam memandang perilaku seksual di Indonesia, khususnya
Kota Jakarta. Dan untuk melakukan intervensi munculnya perilaku-perilaku
seksual yang beresiko. Serta untuk memberi pengetahuan kepada para pemerhati
masalah seputar perilaku seksual, agar dapat dilakukan tindakan pencegahan
terhadap efek-efek negatif dari sikap terhadap perilaku seksual.
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
11
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I berisi latar belakang dari masalah penelitian, permasalahan
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II berisi tinjauan pustaka yang menjadi landasan teori dari masalah
penelitian yang akan diteliti.
Bab III berisi metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dan
mencakup tipe penelitian, metode pengambilan data, karakteristik responden, cara
pengambilan sampel, alat yang digunakan, prosedur penelitian dan prosedur
pengolahan data.
Bab IV berisi analisis dan interpretasi hasil dari permasalahan penelitian
dan terakhir Bab V mencakup kesimpulan dari hasil permasalahan penelitian.
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
Download