Edisi XXII/2014 Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, Robert Pakpahan: “Pembiayaan Negara: Menuju Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif” Menilik Hasil Reviu Kontrak Kinerja Tahun 2014 Foto: Alfan AS Rekomendasi Menuju Hall Of Fame Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 1 Editorial Edisi XXII/2014 Redaksi Sinkronisasi Diterbitkan Oleh: Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan PEMBACA setia Buletin Kinerja, sejalan dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang cukup pesat dalam dekade terakhir, maka kebutuhan pembiayaan APBN pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peran pembiayaan negara menjadi semakin penting karena sumber keuangan negara tidak selalu dapat dipenuhi oleh penerimaan negara saja. Oleh karena itu, dalam edisi XXII ini tim buletin mencoba mengulas bagaimana upaya yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam pembiayaan negara, melalui wawancara dengan “nakhoda” Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Penanggung Jawab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Supendi, Herry Siswanto, Dianita Suliastuti, Eka Saputra, Herry Hernawan, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan Penyunting/Editor I Made Edi Juliana, Agus Dwiatmoko, Susmianti, Misnilawaty Sidabutar, Azharuddin, Eman Adhi Patra, Wardah Adina Kontributor Tetap Manajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai Desain Grafis & Fotografer Bagus Wijaya, Loka Yoga Hapsara, Tri Mundi Atmoko, Nico Ady Hasiholan Rajagukguk Pencetakan dan Distribusi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Alamat Redaksi: Gedung Djuanda I Lt. 5 Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6139 Fax. 021 3517020 Website: www.kemenkeu.go.id Email: [email protected]; [email protected] Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/mengedit setiap tulisan yang dimuat. Terkait dengan agenda pengelolaan kinerja Kemenkeu, pada semester 1 tahun 2014 telah dilakukan reviu Kontrak Kinerja dalam rangka menjaga kualitas penetapan kontrak kinerja pegawai Kemenkeu. Diharapkan ke depan kita dapat memiliki kualitas ukuran kinerja yang lebih baik dan semakin selaras dengan upaya pencapaian tujuan organisasi. Upaya penyelarasan sistem pengelolaan kinerja Kemenkeu juga dilakukan melalui sinkronisasi dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Peraturan pemerintah (PP) ini mencabut PP Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, dimana sejak tahun 2015 metode penilaian kerja PNS berubah, yang sebelumnya dikenal dengan “DP3” menjadi format baru yaitu “Penilaian Prestasi Kerja PNS”. Sinkronisasi dilakukan dengan menyempurnakan sistem pengelolaan kinerja Kemenkeu melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 467/KMK.01/2014 tentang pengelolaan kinerja di lingkungan Kemenkeu yang menggantikan KMK Nomor 454/KMK.01/2011. Penetapan kebijakan pengelolaan kinerja ini semakin mengokohkan integrasi sistem pengelolaan kinerja pegawai di lingkungan Kemenkeu dengan sistem penilaian prestasi kerja PNS secara nasional. Dengan ditetapkannya KMK ini, diharapkan penilaian prestasi kerja pegawai Kemenkeu menjadi lebih sempurna karena dilakukan berdasarkan penilaian atas pencapaian IKU berbasis balanced scorecard dan penilaian perilaku kerja dengan metode 3600. Sinkronisasi menjadi lebih nyata setelah kita mengintegrasikan sistem penilaian kinerja pegawai dengan sistem penilaian kinerja organisasi dan perencanaan strategis. Terlebih apabila Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah telah selaras dengan sistem perencanaan, penganggaran, perbendaharaan dan penilaian prestasi kerja PNS sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, dan PP Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. Semoga. [Muhammad] 2 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 Laporan Utama Menilik Hasil Reviu Kontrak Kinerja Tahun 2014 Pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memasuki tahun ketujuh. Berbagai program dan kegiatan telah dijalankan demi perbaikan yang berkesinambungan. Hal yang paling berat dalam mengelola kinerja organisasi adalah menjaga dan meningkatkan kualitas kinerja baik organisasi maupun pegawai. Salah satu kegiatan yang dilakukan Pushaka sebagai pengelola kinerja Kemenkeu adalah reviu kontrak kinerja (KK) pada seluruh unit eselon I secara sampling mulai dari level Kemenkeu-One s.d. Kemenkeu-Five. Jumlah unit kerja yang dipilih sebagai sampel dari seluruh unit eselon I adalah sebanyak 26 unit, meliputi dua unit eselon II di kantor pusat pada masing-masing unit eselon I dan beberapa unit vertikal (kanwil) DJP, DJBC, DJPB, dan DJKN baik di Jakarta maupun di daerah, dimana masing-masing kota dipilih satu kantor wilayah (unit eselon II). Hasil reviu kontrak kinerja diberikan penilaian berdasarkan komponen yang direviu meliputi peta strategi, cascading dan alignment, rumusan dan parameter IKU, serta inisiatif strategis. Untuk mendapatkan penilaian ini, tim reviu menggunakan kertas kerja pendukung dalam bentuk file Microsoft Excel. Penilaian menggunakan skala likert 1 sampai dengan 6 pada masingmasing sub komponen, dengan range skor di samping. Secara keseluruhan, hasil reviu Kontrak Kinerja Tahun 2014 menunjukkan hasil yang Foto: Alfan AS SEJAK bulan Maret – Juni tahun 2014, kegiatan ini kembali dilakukan untuk ketiga kalinya. Kegiatan reviu ini tidak terbatas pada reviu KK saja tetapi juga reviu terhadap dokumen perencanaan atau informasi pendukungnya, seperti Rencana Strategis (Renstra) yang memuat pernyataan visi dan misi organisasi, uraian jabatan, tugas dan fungsi, manual IKU, matriks cascading, serta data pendukung laporan capaian kinerja tahun 2013. Reviu dilakukan secara sampling terhadap KK tahun 2014 dari suatu satuan kerja (satker). Skor Keterangan 5<x≤6 4<x≤5 3<x≤4 2<x≤3 1<x≤2 1 Sangat sesuai Sesuai Cukup sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai Sangat tidak sesuai cukup memuaskan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Beberapa peningkatan terlihat pada komponen peta strategi dan inisiatif strategis, walaupun mengalami sedikit penurunan kualitas pada komponen proses cascading dan alignment serta komponen rumusan dan parameter IKU. Grafik berikut menjelaskan perbandingan penilaian komponen kontrak kinerja Tahun 2013 dan 2014, yang merupakan agregat kontrak kinerja Kemenkeu-Two s.d. Kemenkeu-Five, kecuali komponen peta strategi yang diperoleh dari reviu KK KemenkeuOne. Berdasarkan reviu yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka perbaikan ke depan. Kelengkapan dokumen pendukung pengelolaan kinerja secara umum dinilai sudah cukup baik. Namun, masih terdapat beberapa unit eselon II yang belum menyusun dokumen Renstra sebagaimana telah diamanatBuletin Kinerja - Edisi XXII/2014 3 Laporan Utama kan dalam KMK Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014. Sampel kantor/unit yang tidak memiliki renstra antara lain: BKF (seluruh sampel), DJP (seluruh sampel), dan sebagian sampel pada DJPB, DJBC, DJKN dan Itjen. Renstra ini menjadi salah satu acuan dalam penyusunan peta strategi unit. Selain dokumen Renstra, dokumen yang dipakai dalam reviu KK adalah manual IKU dan matriks cascading. Hampir semua unit/ kantor yang direviu telah menyusun manual IKU. Namun demikian, masih terdapat unit yang belum melengkapi manual IKU pada level Kemenkeu-Three s.d. KemenkeuFive, dimana hanya beberapa pegawai pada level tersebut yang telah menyusun manual IKU. Selain itu, masih terdapat beberapa parameter dalam manual IKU yang perlu diperbaiki atau belum diisi secara lengkap. 4 Skor Reviu Kontrak Kinerja 5.02 5.33 5.60 5.33 Peta Strategi Cascading & Alignment 5.54 5.33 2014 5.50 4.08 Rumusan & Parameter IKU Inisiatif Strategis *) Nilai reviu Peta Strategi menggunakan nilai eselon I internal process pada peta strategi level Kemenkeu-Two, perlu dievaluasi kembali agar menggambarkan proses bisnis yang sesuai. Dokumen matriks cascading telah disusun dengan baik. Namun, pada beberapa unit/ kantor yang direviu, matriks cascading hanya tersedia pada level Kemenkeu-One s.d. Kemenkeu-Three, sedangkan untuk tingkat yang lebih rendah belum ada. Selain itu, beberapa matriks cascading belum dapat memberikan informasi yang memadai. Sebaiknya penyusunan matriks cascading dimulai dari level atas ke satu level di bawahnya yang berisikan penurunan atau penyebaran SS atau IKU dan demikian seterusnya secara berjenjang. Terkait dengan proses cascading dan alignment, masih terdapat beberapa IKU yang belum di-cascade secara tepat dengan memperhatikan batasan level tanggung jawab pegawai. Sebagai contoh, pada level Kemenkeu-Four dan Kemenkeu-Five masih terdapat beberapa IKU cascading yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawab pegawai yang bersangkutan. Terkait hal tersebut, sebaiknya dapat dibuatkan IKU pendukung untuk mencapai IKU level di atasnya, yang sifatnya mengukur pelaksanaan tugas/wewenang pegawai yang bersangkutan. Hal lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam proses cascading adalah ketepatan dalam distribusi target IKU cascading dari atasan kepada bawahan, sehingga akumulasi target IKU di level bawahan sama dengan target IKU atasannya. Berdasarkan hasil reviu peta strategi, dapat disimpulkan bahwa secara umum penyusunan peta strategi beserta komponennya sudah dilakukan dengan baik. Beberapa hal yang masih perlu diperbaiki adalah terkait penggambaran fungsi kantor dalam SS peta strategi pada level Kemenkeu-Two, dimana beberapa tugas dan fungsi unit belum tergambar dalam peta strategi. Selain itu, penempatan SS pada perspektif di beberapa peta strategi baik level Kemenkeu-One maupun Kemenkeu-Two masih perlu disesuaikan. Selanjutnya, hubungan sebab-akibat antar SS, khususnya perspektif Selanjutnya, hasil reviu atas perumusan dan penentuan parameter IKU menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa hal yang perlu perbaikan. Misalnya terkait penamaan IKU dan penentuan formula IKU. Penamaan IKU masih belum definitif dan spesifik menggambarkan ukuran kuantitatif atas kinerja dari suatu jabatan. Selain itu, penamaan IKU juga perlu disesuaikan kembali terhadap definisi dan tujuan IKU. Sedangkan dalam hal penetapan formula IKU, masih terdapat formula yang tidak relevan dengan definisi IKU, sehingga perlu disesuaikan kembali agar kualitas IKU dapat Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 2013 ditingkatkan. Penetapan controllability, validity, polarisasi, jenis konsolidasi baik periode maupun lokasi atas beberapa IKU juga perlu diperhatikan kembali dan diperbaiki, sehingga kualitas pengukuran kinerja di masa mendatang menjadi lebih baik. Pada reviu Inisiatif Strategis (IS), sebagian besar unit Eselon II baik kantor pusat maupun vertikal belum menyusun IS. Selain itu, beberapa IS yang disusun di level Eselon I maupun Eselon II masih merupakan kegiatan yang bersifat rutin. Sebaiknya IS disusun khususnya untuk mendukung pencapaian IKU yang memiliki target menantang pada perspektif Internal Proses dan Learning and Growth. IS yang disusun sebaiknya bukan merupakan kegiatan rutin, memiliki periode waktu penyelesaian yang jelas, memiliki penanggung jawab utama (koordinator), dan memiliki output/outcome yang jelas. Menilik hasil reviu di atas, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat beberapa pekerjaan rumah yang perlu segera ditindaklanjuti. Hal yang terpenting adalah pemberian pemahaman secara berkesinambungan kepada seluruh pegawai (minimal eselon IV) mengenai sistem pengelolaan kinerja ini. Selain itu, peran aktif dan komitmen pimpinan juga tidak kalah penting dalam menentukan keberhasilan pengelolaan kinerja. Selanjutnya, penguatan dan dukungan pimpinan atas peran pengelola kinerja selama ini juga perlu dipertegas sehingga pengelola kinerja dapat bekerja secara optimal, yang pada akhirnya dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja Kemenkeu di masa mendatang. [Azharuddin] Laporan Khusus Sumber Data: Bloomberg semakin terbatasnya sumber pembiayaan dari utang yang bersifat lunak, sehingga Indonesia dipaksa mengandalkan sumber-sumber yang mengikuti kondisi pasar keuangan domestik dan internasional. Strategi Pembiayaan Tahunan KEBUTUHAN pembiayaan APBN semakin meningkat dari tahun ke tahun, sejalan dengan perekonomian Indonesia yang tumbuh cukup pesat dalam dekade terakhir. Besaran APBN yang tumbuh empat kali lipat dalam periode 2004 sampai dengan 2014 memberikan konsekuensi yang sangat besar dalam pemenuhan pembiayaannya. Pemenuhan pembiayaan melalui utang selain untuk memenuhi kebutuhan defisit APBN juga untuk kebutuhan pelunasan dan pembiayaan kembali utang, serta investasi Pemerintah. Di sisi lain, peningkatan status Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah berdampak Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah Medium Term Budget Framework Strategi Pembiayaan Tahunan APBN Secara bruto jumlah pembiayaan melalui utang yang harus disediakan pada tahun 2014 mendekati angka Rp500 triliun. Besarnya kebutuhan pembiayaan APBN yang harus dipenuhi dan keterbatasan sumber utang yang tersedia membuat Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) harus semakin pruden dalam operasinya. Agar pemenuhan pembiayaan dapat terlaksana dengan baik, diperlukan suatu dokumen Strategi Pembiayaan Tahunan melalui Utang yang cukup rinci dan dapat dioperasionalkan. Dokumen Strategi Pembiayaan Tahunan Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang atau lebih dikenal dengan Strategi Pembiayaan Tahunan adalah dokumen perencanaan utang yang bersifat tahunan dan berfungsi sebagai pedoman bagi pengelola utang dalam operasi pengadaan pemenuhan pembiayaan melalui utang. Dalam Penyusunan Dokumen Strategi Pembiayaan Tahunan selain mengacu kepada APBN juga mengacu kepada Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah. Strategi Pembiayaan Tahunan memuat tujuan pengelolaan utang yaitu memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN pada tingkat harga yang paling efisien dan tingkat risiko yang terkendali serta tetap menjaga kesinambungan utang. Cakupan dari Strategi Pembiayaan Tahunan meliputi (1) strategi pembiayaan tunai yang bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Pinjaman tunai, dan (2) strategi pembiayaan proyek atau kegiatan yang berasal dari Pinjaman Luar Negeri, Pinjaman Dalam Negeri, dan Sukuk Pembiayaan Proyek. Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 5 Laporan Khusus Penyusunan dokumen strategi pembiayaan oleh middle office DJPU mempertimbangkan antara lain sumber dan kapasitas lender, potensi daya serap pasar domestik dan proyeksi kondisi pasar global. Dokumen ini telah menyeimbangkan antara kebutuhan Front Office untuk adanya acuan dalam melakukan operasi penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman, namun tidak secara rigid mengatur operasional Front Office, dimana terdapat flexibilitas terkait target, komposisi, dan jumlah yang diperlukan dalam rangka menghadapi perubahan pasar yang dinamis. Dokumen Strategi Pembiayaan Tahunan didiseminasikan kepada investor dan publik secara keseluruhan sebagai perwujudan good governance DJPU dalam operasinya terkait pemenuhan target pembiayaan APBN. Kendala dan tantangan Beberapa hal yang selama ini menjadi kendala utama dalam penyusunan strategi pembiayaan tahunan antara lain (1) Kondisi pasar yang sangat dinamis. Pasar SBN domestik dan Internasional sangat dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi Indonesia antara lain defisit neraca pembayaran, inflasi, nilai tukar Rupiah, kebijakan moneter domestik dan internasional seperti Amerika Serikat, Euro Zone, Jepang dan Tiongkok, serta kebijakan perpajakan, menyebabkan sulitnya dalam melakukan proyeksi besaran maupun jadwal penerbitan SBN. (2) Kapasitas penyerapan pasar SBN yang terbatas dan fluktuatif. Besarnya target pembiayaan tidak dapat diraih hanya dalam satu dua kali penerbitan. Diperlukan suatu jadwal penerbitan yang transparan dan predictable. Penerbitan SBN yang tidak teratur dan hanya menyesuaikan kebutuhan likuiditas akan meningkatkan biaya secara signifikan. (3) Besarnya ketergantungan penyerapan penerbitan SBN kepada kepemilikan asing meningkatkan risiko sudden reversal. Keterbatasan daya serap 6 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 “Strategi Pembiayaan Tahunan memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN pada tingkat harga yang paling efisien, tingkat risiko yang terkendali, serta tetap menjaga kesinambungan utang.” domestik menyebabkan masih dibutuhkannya dana asing dalam lelang SBN. Selain kendala tersebut, tantangan yang dihadapi dalam penyusunan strategi pembiayaan adalah (1) Menyeimbangkan antara biaya pinjaman (borrowing cost), biaya memelihara saldo kas (carrying cost) dan risiko ketersediaan financing (funding risk). Hal ini merupakan pekerjaan yang sulit dan kompleks, ditengah pola belanja/defisit yang terkonsentrasi di akhir tahun. (2) Sebagian besar pengamat melakukan kritik dengan hanya mempertimbangkan carrying cost, namun tidak memperhatikan biaya tambahan akibat cornering dan risiko ketersediaan dana yang mutlak harus tersedia. Monitoring dan Evaluasi Kinerja Pembiayaan Pelaksanaan Strategi Pembiayaan Tahunan yang optimal menunjukkan kinerja pengelola utang yang baik. Keberhasilan memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang sebagaimana yang tertera pada Strategi Pembiayaan menunjukkan pengelola utang telah berhasil memenuhi targetnya. Selain target jumlah pembiayaan, kinerja lain yang dapat dilihat antara lain capaian reali-sasi dari tingkat biaya dan risiko. Realisasi penerbitan SBN dan pengadaan utang yang sejalan dengan strategi merefleksikan tingkat biaya yang optimal pada tingkat risiko yang terkendali. Pelaksanaan strategi pembiayaan juga menunjukkan terjadinya koordinasi yang cukup baik antar stakeholder baik di internal Kementerian Keuangan maupun dengan pihak eksternal seperti Bank Indonesia, Bappenas, Kementerian/Lembaga, investor dan stakeholder lainnya. Pelaksanaan strategi pembiayaan selalu dimonitor secara harian, mingguan, bulanan dan triwulanan. Monitoring harian untuk melihat apakah terdapat perubahan asumsi yang cukup besar misalnya data ekonomi domestik dan internasional. Perubahan yang terjadi di negara tertentu seperti Amerika Serikat dapat berisiko menyebabkan adanya masalah di penerbitan SBN ataupun potensi terjadinya sudden reversal. Monitoring mingguan yang dilakukan bersamaan dengan dilakukannya lelang SBN atau pengadaan pinjaman, ditujukan untuk melihat pemenuhan target yang terdapat pada strategi pembiayaan, dan besaran likuiditas pemerintah. Monitoring bulanan dilakukan untuk melihat apakah terjadi penyimpangan yang signifikan antara rencana dan realisasi penerbitan, kondisi biaya penerbitan dan indikator risiko portfolio utang. Evaluasi dilakukan tiap triwulan untuk melihat apakah strategi pembiayaan tahunan masih dapat dijalankan berdasarkan realisasi penerbitan SBN dan penarikan pinjaman. Evaluasi triwulanan tersebut mempertimbangkan berbagai asumsi seperti kondisi pasar domestik dan internasional, kondisi makro ekonomi, dan kondisi likuiditas Pemerintah. Berdasarkan hasil evaluasi triwulanan tersebut maka akan diputuskan perlu tidaknya strategi pembiayaan tahunan direvisi atau masih dapat dilanjutkan. Heri Setiawan Kasubdit Portofolio dan Risiko Utang,DJPU Profil Totalitas dalam Bekerja, Keceriaan dalam Berkeluarga Kombinasi nada-nada dapat menjadi sebuah alunan lagu yang indah. Musik juga dapat digunakan untuk mengekspresikan pribadi dan menjadi sebuah hobi. Buletin Kinerja edisi kali ini akan mengupas sosok pegawai yang memiliki hobi menikmati musik. Harmonisasi alunan musik dijadikan sebagai inspirasi untuk merangkai sinergi para pegawai di lingkungan kerjanya. Beliau adalah Syafriadi, yang sejak bulan Januari 2014 menjabat sebagai Kepala Bagian Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat DJPB sekaligus Manajer Kinerja Organisasi DJPB. DHONI, nama panggilan Syafriadi, masih tergolong baru dalam dunia pengelola kinerja. Namun, dengan waktu yang singkat ini ia sudah banyak mendapatkan pembelajaran. Pada saat ditunjuk sebagai pengelola kinerja, target penandatanganan kontrak kinerja sangat ketat, yaitu tanggal 31 Januari 2014 bagi seluruh pegawai. Berkat kerja sama yang baik dari rekan-rekan pengelola kinerja, semua dapat diselesaikan sesuai jadwal kemudian dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi. Untuk meningkatkan kapasitas di bidang pengelolaan kinerja, ia juga telah mengikuti OrganizationStrategy Management (OSM) workshop dan cascading training yang difasilitasi oleh Tim Konsultan Palladium Group. Pengelolaan kinerja di DJPB dapat dikatakan berhasil, dibuktikan dengan mendapat nilai survei Strategy Focused Organization (SFO) tertinggi di lingkungan Kementerian Keuangan. “Keberhasilan ini didukung dengan sistem yang sudah berjalan dengan baik, dari level Kemenkeu-One sampai dengan level yang paling bawah, komitmen Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 7 Profil si vertikal Ditjen Perbendaharaan, telah dibentuk unit khusus setingkat eselon IV yang mengelola kinerja lingkup Kanwil, yaitu Subbagian Penilaian Kinerja di Bagian Umum. Foto: Alfan AS Dalam rangka mendorong komitmen pimpinan dan seluruh pegawai terhadap pengelolaan kinerja pada masingmasing unit, telah diterbitkan panduan langkah-langkah peningkatan kualitas pengelolaan kinerja, yang berisi action plan implementatif berdasarkan prinsipprinsip Strategy Focused Organization (SFO). “Saya berharap kedepan BSC dapat digunakan pimpinan untuk melakukan lompatan-lompatan pencapaian yang lebih dahsyat.” dari top management di DJPB sangat luar biasa, benar-benar memahami hal tersebut”, terang Bapak kelahiran Pontianak ini. Selanjutnya, Bapak yang mempunyai empat anak ini menjelaskan beberapa upaya-upaya secara masif yang telah dilaksanakan dalam rangka internalisasi implementasi BSC di lingkungan DJPB. Dari segi legal formal, telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-107/PB/2012 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Ditjen Perbendaharaan. Peraturan tersebut merupakan pedoman sekaligus payung hukum pelaksanaan pengelolaan kinerja di DJPB. Dari segi kelembagaan, telah dibentuk unit pengelola kinerja di masing-masing unit, baik di kantor pusat maupun unit vertikal. Untuk Kanwil, berdasarkan PMK Nomor 169/PMK.1/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instan- 8 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 Capacity building dan sosialisasi terkait pengelolaan kinerja juga telah dilakukan secara berkesinambungan kepada para pengelola kinerja dan pegawai. Sebagai contoh, pada bulan September ini telah dilaksanakan rapat koordinasi pengelolaan kinerja dengan seluruh pengelola kinerja baik di kantor pusat maupun di kantor wilayah untuk menyongsong pelaksanaan penilaian kinerja tahun 2014 dan refinement peta strategi dan IKU tahun 2015. Sesuai dengan program Transformasi Kelembagaan, DJPB mencoba untuk meningkatkan performance dialogue di masing-masing unit. Begitu pentingnya, Pria yang berbadan tinggi ini menekankan performance dialogue harus dipimpin secara langsung oleh pimpinan puncak dan dilaksanakan minimal satu bulan sekali untuk menggerakkan sumber daya yang ada dan memonitoring kinerja unit dari waktu ke waktu. Harapan “Saya berharap pada masa yang akan datang, BSC dapat digunakan pimpinan untuk melakukan lompatan-lompatan pencapaian yang lebih dahsyat.”, ungkap pria yang juga gemar fotografi ini. Lompatan tersebut sebaiknya lebih komprehensif dan bisa menjamin bahwa hasil penilaian kinerja pegawai benar-benar mencerminkan kinerja pegawai sesung- guhnya. Pendekatan bisa dilakukan melalui regulasi yang disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Dalam prinsip SFO ada beberapa poin yang perlu di-highlight, agar disadari dan benar-benar dirasakan oleh pegawai. Dampak pengelolaan kinerja terhadap individu salah satunya adalah terkait jenjang karir, reward dan kesempatan peningkatan kompetensi. “Kesempatan peningkatan jenjang karir harus terbuka, agar bisa meningkatkan suatu kompetisi yang sehat untuk mencapai tujuan individu.”, ujar Pria yang pada tahun 2010 berhasil menyelesaikan program S3 di Saga University Japan. Antara keluarga dan pekerjaan DJPB memiliki tipikal militansi yang luar biasa, tidak hanya di kantor pusat namun juga di kantor vertikal. Hal ini merupakan nilai tambah, namun juga harus tetap seimbang dengan kehidupan pribadi. “Kita harus fokus dalam bekerja, namun harus meluangkan waktu untuk keluarga”, pesannya pada kami. “Pada hari kerja fokus dengan pekerjaan, di hari yang lain total bersama keluarga. Pemahaman ini yang harus diberikan kepada keluarga, alhamdulillah sampai saat ini belum ada komplain. Cut off antara urusan pekerjaan dan keluarga harus ada. Suasana rumah harus tetap diisi dengan keceriaan rumah sedangkan di kantor diisi dengan keceriaan kantor”, lanjutnya. Menutup perjumpaan dengan tim buletin, ia mengungkapkan bahwa ada kalimat yang diungkapkan oleh Kahlil Gibran yang sangat mempengaruhinya dalam menjalani hidup yaitu “It is well to give when asked, but it is better to give unasked, through understanding”, Memang baik memberi apa yang diminta, tapi akan lebih baik jika kita juga memberi yang belum diminta melalui sebuah pengertian, dalam artian kita harus memahami kondisi lingkungan kita. [Herry H, Susmianti] Rapat monitoring capaian kinerja DJP periode s.d. Semester I tahun 2014 Klinik Kinerja Foto: Dok. DJP lain adalah membangun budaya kebersamaan dalam mencapai strategi organisasi. Semua peserta rapat dapat memberikan pendapat dan masukan terhadap suatu kendala yang dihadapi dalam pencapaian strategi dan kinerja unit atau pejabat terkait. Frequently Asked Questions Efektivitas Rapat Monitoring Capaian Kinerja 1 2 Rapat monitoring capaian kinerja merupakan forum yang diselenggarakan untuk memantau pelaksanaan capaian kinerja pada suatu unit. Monitoring adalah aktivitas berkala untuk melihat kemajuan pencapaian kinerja dalam periode tertentu. Hasil monitoring digunakan untuk melakukan tindakan korektif dalam pencapaian kinerja. Periode monitoring kinerja disesuaikan dengan level unit organisasi sebagaimana tercantum pada Revisi KMK-454 Tahun 2011 berikut ini: Rapat monitoring capaian kinerja mempunyai banyak manfaat bagi unit kerja. Selain untuk memantau pencapaian strategi dan kinerja unit, juga dapat membangun awareness kolektif terhadap semua pegawai yang berada di unit tersebut. Hal ini mendorong semua pihak berusaha melaksanakan IKU dan target dengan baik serta memberikan laporan secara berkala. Dengan demikian diharapkan kendala yang ditemui dalam pencapaian strategi dan kinerja dapat diantisipasi lebih awal. Manfaat Apa yang dimaksud dengan rapat monitoring capaian kinerja? No. Level Apa saja manfaat yang didapat dengan adanya rapat monitoring capaian kinerja? 3 Bagaimana pelaksanaan rapat monitoring capaian kinerja yang efektif ? Pelaksanaan rapat monitoring capaian kinerja yang efektif dapat dimulai melalui tiga tahap meliputi persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Pada tahap persiapan, sebaiknya disusun agenda yang terstruktur, penentuan tema apa yang menjadi pokok pembahasan dengan mempertimbangkan tindak lanjut rapat sebelumnya. Pada tahap pelaksanaan, idealnya rapat tidak sebatas membicarakan ‘merah atau hijau’ suatu capaian IKU, namun lebih banyak membahas strategi ke depan sebagai tindak lanjut dari evaluasi kinerja yang telah dilaksanakan. Proporsi pembahasan strategi (masa depan) seharusnya lebih banyak dari pada pembahasan capaian-capaian IKU (masa lalu). Alokasi waktu dalam pelaksanaan rapat ini juga sangat mempengaruhi efektivitas rapat. Sebaiknya alokasi waktu disesuaikan dengan agenda yang menjadi pokok pembahasan. Pada tahap tindak lanjut, hasil rapat yang telah disepakati didistribusikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. [Hening Indreswari] Periode Monitoring Peserta Rapat Pimpinan Kinerja Penanggung Jawab 1. Kemenkeu-Wide Triwulanan Menteri Keuangan dan Pejabat Eselon I Kepala Pushaka 2. Kemenkeu-One Triwulanan/Bulanan Manajer Kinerja Organisasi 3. Kemenkeu-Two Triwulanan/Bulanan 4. Kemenkeu-Three Triwulanan/Bulanan 5. Kemenkeu-Four Masing-masing Pimpinan Unit Eselon I dan Pejabat Eselon II Masing-masing Pimpinan Unit Eselon II dan Pejabat Eselon III Masing-masing Pimpinan Unit Eselon III dengan Pejabat Eselon IV Masing-masing Pimpinan Unit Eselon IV dengan Pelaksana Triwulanan/Bulanan Sub Manajer Kinerja Organisasi Mitra Manajer Kinerja Organisasi Pejabat Eselon IV / Eselon V Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 9 Wawancara Foto: Alfan AS “Tiga strategi pembiayaan Negara yaitu sumber pembiayaan, pengembangan pasar domestik, dan pengembangan instrumen & perluasan basis investor.” 10 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 Wawancara Pembiayaan Negara: Menuju Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif PEMBIAYAAN negara semakin penting perannya karena sumber keuangan negara tidak selalu dapat dipenuhi oleh penerimaan negara saja. Instrumen pembiayaan pun menjadi semakin beragam dengan diterbitkannya Surat Berharga Negara (SBN) sebagai upaya peningkatan pembiayaan dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada instrumen pembiayaan luar negeri. Terkait strategi pembiayaan negara, tim buletin kinerja berkesempatan mewawancarai pimpinan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), Dr. Robert Pakpahan, Ak, pria dengan gelar Philosoply of Doctor (PhD) in Economics dari Unversity of North Carolina at Chapel Hill, USA. Berikut petikan wawancaranya. dari luar negeri sebagai pelengkap. Hal ini ditujukan untuk mendorong pengembangan pasar domestik, agar tercipta pasar SBN yang deep, aktif dan likuid. Strategi yang ketiga adalah melakukan pengembangan instrumen dan perluasan basis investor utang baik di dalam negeri mapun di luar negeri sehingga tercipta fleksibilitas dalam memilih sumber utang yang lebih sesuai kebutuhan dengan biaya yang minimal dan risiko terkendali. Ketiga strategi umum tersebut selanjutnya dijabarkan dalam strategi pembiayaan tahunan melalui utang yang disesuaikan dengan kondisi pasar keuangan, kebutuhan pembiayaan defisit tahun berjalan, dan portofolio utang pemerintah. Bagaimana Strategi Pembiayaan Untuk Memenuhi Kebutuhan Pembiayaan Negara? Bagaimana best practice kinerja pengelolaan utang dan posisi Indonesia dibandingkan dengan peer countries? Terdapat tiga strategi umum pembiayaan negara yang dilaksanakan. Strategi yang pertama adalah dari segi sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan akan tetap mengandalkan sumber pembiayaan dari dalam negeri/domestik. Saat ini, skema pembiayaan kita adalah 80% dalam negeri dan 20% luar negeri, dengan tujuan untuk mendorong pengembangan pembiayaan domestik yang sustainable dan tidak terlalu bergantung pada luar negeri. Strategi yang kedua adalah pengembangan pasar domestik, dengan mengoptimalkan potensi pendanaan utang utama dari sumber dalam negeri dan lebih memanfaatkan sumber utang Best practice kinerja pengelolaan utang pada umumnya mengaitkan level utang yang aman dengan PDB suatu negara. Salah satu level yang dijadikan acuan adalah Maastricht Treaty, yaitu rasio utang terhadap PDB tidak boleh melampaui angka 60%. Standar ini juga diadopsi Indonesia dengan memasukkannya dalam UU Keuangan Negara. Merujuk ukuran ini, boleh dikatakan level utang pemerintah masih cukup aman. Rasio utang terhadap PDB Indonesia bulan Juli 2014 adalah sebesar 25,6 %. Rasio utang pemerintah dibandingkan dengan emerging market seperti Thailand, Filipina, dan Turki relatif lebih rendah. Berdasarkan posisi akhir tahun “Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin mengakar, semakin merata, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas” 2013, rasio utang Thailand, Filipina, dan Turki masing-masing sekitar 47%, 57%, dan 36%. Demikian pula apabila dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat yang memiliki besaran rasio utang terhadap PDB sekitar 243% dan 106%. Bagaimana kondisi struktur portofolio utang Indonesia saat ini? Struktur portofolio utang yang aman (biaya efisien dan tingkat risiko terkendali) dapat dilihat dari beberapa indikator utang. Indikator yang umum digunakan adalah rasio utang terhadap PDB. Selain itu, struktur portofolio utang yang aman dicerminkan oleh komposisi portofolio utang yang memiliki risiko yang terkendali dan biaya yang paling optimal. Saat ini, risiko utang pemerintah yang disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar dan tingkat bunga semakin membaik seiring dengan menurunnya porsi utang dalam bentuk valuta asing (valas) dan porsi utang dengan tingkat bunga mengambang. Porsi utang valas mengalami penurunan dari 47,4% pada tahun 2009 menjadi 44,0% pada bulan Juni 2014. Porsi utang dengan tingkat bunga mengambang juga mengalami penurunan dari 22,1% pada tahun 2009 menjadi 15,1% pada bulan Juni 2014. Melalui pengembangan pasar pembiayaan domestik, risiko utang Pemerintah tergolong jauh lebih aman dibandingkan pada saat terjadi krisis moneter di tahun 1998 karena pada saat itu utang Pemerintah dapat dikatakan 100% dalam mata uang asing. Untuk ratarata utang jatuh tempo (maturity profile) Pemerintah sendiri pada saat ini adalah 9.9 tahun, sehingga dapat dikategorikan aman. Upaya terobosan apa yang dilakukan DJPU? Secara umum, upaya untuk meningkatkan daya serap pasar SBN domestik dilakukan melalui pengembangan pasar Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 Foto: Edi Juliana Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, Robert Pakpahan 11 Wawancara Pengembangan pasar SBN domestik dapat dikatakan berhasil meskipun pengembangannya masih akan terus berlanjut. Adapun keberhasilan pengembangan pasar SBN domestik antara lain dapat dilihat pada tren meningkatnya kemampuan penerbitan SBN di pasar domestik dari tahun ke tahun serta semakin bertambahnya jumlah investor domestik, baik individu maupun institusi. Hal ini terlihat bila dibandingkan tahun 2009 penerbitan SBN domestik hanya sebesar Rp 97,8 triliun, namun pada tahun 2013 telah meningkat drastis menjadi sebesar Rp 266,3 triliun. Apa yang diharapkan dari keterbukaan informasi pembiayaan negara? Publikasi pada intinya adalah untuk menyebarkan informasi tentang pengelolaan utang kepada seluruh stakeholder. Publikasi juga dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan utang kepada publik. Tujuan utama dari publikasi strategi ini adalah memberikan informasi kepada publik terkait dengan kebijakan apa saja yang 12 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 dengan utang sehingga semakin hatihati dalam mengelola belanja di institusinya masing-masing. Apa saja prestasi pengelolaan utang yang paling menonjol? Foto: Alfan AS perdana dan pasar sekunder SBN. Upaya terobosan yang dilakukan oleh DJPU adalah melalui pengembangan instrumen dan perluasan basis investor, serta peningkatan awareness masyarakat. Dalam dua tahun terakhir, Pemerintah telah menerbitkan beberapa instrumen baru yaitu, Surat Utang Negara (SUN) denominasi valas di pasar domestik, saving bond ritel, dan project based (surat berharga syariah) SUKUK. SUN valas domestik bertujuan untuk menampung investor domestik yang memiliki kelebihan likuiditas dalam bentuk valas dan menambah instrumen pasar uang domestik. Sedangkan saving bond ritel bertujuan untuk memperluas basis investor ritel, karena memberikan alternatif tabungan sekaligus investasi bagi individu yang memiliki behaviour sebagai penabung. “Prestasi pembiayaan baik dari segi domestik dan global menunjukkan bahwa investor baik domestik maupun global memiliki kepercayaan tinggi terhadap SBN Indonesia.” akan dilakukan DJPU dalam satu tahun ke depan, termasuk jumlah pengadaan/ penerbitan utang baru dalam satu tahun dan laporan perkembangan risiko dan biaya pengelolaan utang serta target portofolio pada akhir tahun. Dengan adanya keterbukaan informasi ini diharapkan investor, baik dalam maupun luar negeri, dapat mengatur strategi investasi agar sesuai dengan pengelolaan portofolionya. Masyarakat sendiri pun dapat mengetahui secara transparan kebutuhan pembiayaan utang dan penggunaannya untuk membiayai belanja negara. Disisi lain, DPR, Kementerian/Lembaga dan Pemda semakin menyadari bahwa sebagian besar pemenuhan defisit APBN dilakukan Prestasi Kementerian Keuangan dalam pengelolaan utang cukup signifikan. Data historis nilai gross penerbitan SBN baik domestik maupun luar negeri pada tahun 2010 senilai Rp 162 T, tahun 2011 senilai Rp 205 T, tahun 2012 senilai Rp 269 T, tahun 2013 senilai Rp 328 T dan di tahun 2014 diproyeksikan menjadi Rp 433 T. Pada tahun 2013 sendiri, pembiayaan dari domestik menyumbang Rp 266 T dari total Rp 328 T. Di tahun 2014 ditargetkan pembiayaan domestik senilai Rp 344 T dari total Rp 433 T. Prestasi dalam penerbitan valas di luar negeri sendiri juga cukup menonjol. Penerbitan global bond di Januari 2014 yang pada awalnya ditargetkan sebesar 3 Miliar US Dollar memperoleh respon penawaran hingga 17 Miliar US Dollar sehingga penerbitan dinaikkan menjadi 4 Miliar US Dollar. Penawaran atau permintaan dari global investor hingga 17 Miliar US Dollar ini adalah penawaran paling tinggi dalam sejarah Indonesia. Kementerian Keuangan melalui DJPU di bulan Juli tahun 2014 ini juga menambah alternatif sumber pembiayaan dengan penerbitan instrumen baru melalui obligasi internasional Euro (Euro Bond) untuk pertama kalinya dengan hasil yang menggembirakan, dimana target 1 Miliar Euro mendapatkan penawaran 6.7 Miliar Euro. Di bulan September 2014 diterbitkan juga global SUKUK dengan target 1.5 Miliar US Dollar didapatkan penawaran 6.8 Miliar US Dollar, dan merupakan the largest ever incoming bid for SUKUK in South East Asia. Prestasi pembiayaan baik dari segi domestik dan global menunjukkan bahwa investor baik domestik maupun global memiliki kepercayaan tinggi terhadap SBN Indonesia. [Wempi S, Andi RS] Potret Kawah Candradimuka di Tanah Pasundan Pagi hari, udara pagi menemani perjalanan kami menuju kawah candradimuka Balai Diklat Keuangan (BDK) Kementerian Keuangan yang terletak di Kabupaten Cimahi tepatnya di Jl. Gadobangkong nomor 111 Cimahi, Bandung, Jawa Barat. TUJUAN kami adalah mewawancarai Kepala BDK Cimahi, Sri Rahayu Tresnawati, untuk menggali informasi seputar prestasi kantor ini dalam mencapai target kinerja. Penghematan anggaran Gaung penghematan anggaran juga terasa hingga BDK Cimahi, yang mendapat pemangkasan anggaran sekitar tiga miliar rupiah. Dampaknya, diklat yang rencananya dilaksanakan bulan Juni hingga November tahun ini pun terpaksa dibatalkan. Hebatnya, hal ini tidak mempengaruhi pencapaian target IKU persentase jam pelatihan terhadap jam kantor (jamlator) di BDK Cimahi. Mengapa? Strategi optimalisasi diterapkan khususnya pada pospos pengeluaran tertentu guna mendukung penyelenggaraan diklat dan pencapaian target jamlator.Belajar dari pengalaman, mulai tahun 2014, BDK membuat kebijakan internal untuk mengejar target penyelenggaraan diklat dan penyerapan anggaran sebesar kurang lebih 70 persen di semester pertama, sehingga ketika ada kebijakan penghematan anggaran di pertengahan tahun, tidak berpengaruh signifikan terhadap pencapaian target jam diklat dan penyerapan anggaran BDK. Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 13 Potret “Dengan penghematan yang ada saat ini, kami bisa memenuhi target yang diberikan oleh BPPK. Namun seandainya penghematan anggaran tersebut tidak ada tentunya capaian kami akan dua kali dari apa yang kami capai sekarang,” ujar ibu yang biasa disapa Bu Yayuk ini. Meski demikian, beberapa target IKU lain belum tercapai, seperti IKU mengenai target output peserta diklat. Target yang ingin dicapai oleh adalah sebanyak 1598 orang, sementara capaiannya sebanyak 1089 orang. Menyikapi kekurangan capaian tersebut, maka BDK Cimahi mengambil strategi memperbanyak kegiatan seminar bagi pegawai Kementerian Keuangan untuk mengoptimalkan output dari dana yang tersedia. Mencetak pengelola keuangan negara terbaik Dalam upayanya mewujudkan visi BPPK untuk menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan pengelola keuangan negara yang terbaik, BDK Cimahi melakukan identifikasi kebutuhan diklat (IKD) terhadap 91 satuan kerja (Satker) di wilayah provinsi Jawa Barat dan Banten. Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan diklat setiap satker untuk tahun mendatang, baik program diklat reguler maupun program diklat baru. Apabila di tengah perjalanan tahun anggaran yang berjalan muncul kebutuhan diklat baru yang dirasa urgent oleh satker, maka dalam hal ini BDK akan berkoordinasi dengan pusdiklat terkait, baik untuk masalah kurikulum, silabus, maupun pendanaannya. Di antara pengajar diklat berasal dari kanwil, khususnya untuk diklat teknis substantif dasar (DTSD), diklat teknis substantif spesialisasi (DTSS), dan diklat teknis umum. Sedangkan diklat soft skill, pengajar merupakan tenaga professional dan pengajar dari pusdiklat PPSDM. 14 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 Suasana nyaman di ruang kelas BDK Cimahi “Harapan ke depan dalam rangka meningkatkan peran strategis BDK Cimahi adalah melaksanakan diklat di lokasi satker berada, sehingga kehadiran BDK Cimahi lebih terasa.” “Terkait dengan tenaga professional, kami sangat terbantu dengan adanya keluwesan anggaran, dimana kita bisa menggunakan harga pasar yang kami rasa sangat membantu karena apabila kita paksakan dengan harga kita tentu tidak akan ada yang menerima,” demikian penjelasan Kepala BDK Cimahi. Sarana dan prasarana diklat pun ditambah dan ditingkatkan kenyamanannya, terbukti dengan hadirnya dua ruang kuliah baru yang lebih nyaman untuk kegiatan belajar. Fasilitas asrama pun tersedia, baik untuk diklat yang diasramakan maupun yang tidak diasramakan, menimbang banyak peserta diklat yang berasal dari luar kota dan keterbatasan penginapan di kota Cimahi. Lebih dari itu, peserta diklat juga dimanjakan dengan berbagai sarana olahraga seperti tenis meja dan beberapa fasilitas olahraga lainnya. Semua itu disediakan agar para peserta diklat merasa nyaman dan tetap sehat selama mengikuti kegiatan diklat. Pengelolaan kinerja BDK Cimahi “Pengelolaan kinerja yang diimplementasikan di BDK Cimahi tidak terlepas dari apa yang sudah diamanatkan oleh BPPK, dimana BPPK sudah membagi semuanya ke dalam IKU-IKU tersebut kami kerjakan. Tapi kami berusaha untuk melampaui standar minimalnya atau targetnya yang sudah ditetapkan, misalnya target untuk penyerapan dana itu kan 95 persen, maka kami usahakan hingga 99 persen,” imbuhnya lagi. Harapan ke depan Harapan ke depan adalah meningkatkan peran strategis BPPK dengan melaksanakan diklat di lokasi satker berada, sehingga kehadiran BDK Cimahi lebih dirasakan. Hal tersebut sudah mulai dirintis pada beberapa diklat, seperti di Kanwil DJBC Jawa Barat untuk kegiatan Workshop Custom Narcotic Team (CNT), di KPKNL Bandung untuk Workshop Public Speaking, dan di Kanwil DJKN Banten untuk Workshop Effective Meeting. [Alfan AS, Andi RS] Foto: Dok. DJBC Ragam Kinerja MINILAB PADA Buletin Kinerja edisi XX telah dikupas secara khusus tentang transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Program ini dilakukan melalui dua fase, fase diagnosis dan fase desain. Fokus pada fase diagnosis adalah identifikasi, analisis, pemetaan dan pemahaman tentang isu-isu penting yang berpotensi menghambat tugas, fungsi dan misi Kemenkeu. Pada fase Desain, dilakukan penyusunan cetak biru dengan melibatkan lebih dari 60 sesi kerja dan beberapa minilab untuk memecahkan masalah. Fase ini setidaknya melibatkan 300 orang pegawai Kemenkeu dan 30 orang pakar bidang studi terkait. Kita tidak akan mengupas isi cetak biru transformasi kelembagaan. Ada sisi lain, Minilab sebagai warisan berharga dalam proses penyusunan cetak biru trans- formasi kelembagaan. Minilab terbukti sangat efektif, melibatkan seluruh stakeholder utama dalam menyelesaikan isu/ masalah. Minilab berasal dari dua kata “Mini” dan “Lab”. Mini yang berarti kecil atau sedikit, dimana isu/permasalahan yang besar dipecah menjadi tema-tema yang lebih kecil dengan melibatkan beberapa orang agar diskusi menjadi lebih efektif. Sedangkan lab atau laboratorium memiliki makna satu tempat dengan fasilitas/peralatan yang cukup untuk simulasi/diskusi pemecahan masalah. Minilab melibatkan stakeholder. Minilab biasanyanya dilakukan dalam satu hari yang didahului oleh arahan pimpinan tertinggi dalam suatu unit/institusi terkait gambaran umum isu/permasalahan yang akan dibahas. Selanjutnya, peserta dipecah menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 10-15 orang, terdiri dari satu orang Fasilitator, satu orang Asisten, dan sisanya menjadi peserta tim.Tugas fasilitator adalah mengarahkan diskusi dan menggali informasi mendalam sesuai topik. Peserta diatur sedemikian rupa sehingga terdiri dari berbagai jejang jabatan dan unit/institusi yang berbeda. Dalam diskusi, semua peserta memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam memberikan pendapat, melepaskan kepentingan unit, serta tidak dibatasi oleh jabatan. Ketika dalam satu kelompok terdapat atasan dan bawahan yang berbeda pendapat, atasan tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada bawahan. Setelah penggalian permasalahan, disepakati konsep initiative charter, yang dituangkan dalam satu halaman untuk memudahkan pembaca dalam meBuletin Kinerja - Edisi XXII/2014 15 Ragam Kinerja mahami konteks permasalahan dan solusinya. Konsep initiative charter ini paling tidak memuat tujuan/sasaran utama dari tema yang dibahas; faktor keberhasilan baik data, resource, maupun komitmen semua pihak yang mendukung agar program dapat berjalan dengan baik; latar belakang permasalahan kenapa isu ini muncul, biasanya 3-5 poin; perubahan dalam model operasional yang akan terjadi saat implementasi; ringkasan tindakan yang diajukan baik sebelum, saat implementasi, maupun setelah dilaksanakan kegiatan/program; outcomes utama yang merupakan hasil dari kegiatan dalam tema; dampak dan IKU untuk mengukur keberhasilan kegiatan/ program; dan struktur tata kelola, yang memuat siapa champion atau yang paling memiliki kepentingan atas program ini, siapa owner sebagai pemilik sekaligus koordinator yang melaksanakan program, dan 4-10 orang Anggota. Kegiatan berikutnya yang juga menarik adalah Gallery walk. Kelompok kerja yang sebelumnya fokus mengerjakan tema tertentu selanjutnya diminta untuk menunjuk seorang narasumber untuk menjelaskan tema yang telah dikerjakan kepada kelompok lain. Sementara anggota yang lain akan mendatangi tema/ kelompok lain untuk mendengarkan pemaparan kelompok yang lain. Anggota tim ini kemudian memberikan komentar/saran kepada tema yang didatangi. Proses ini terus berlanjut secara paralel, sehingga setiap kelompok dapat saling mengomentari hasil kerja kelompok lainnya. Ini membuat minilab lebih fokus pada permasalahan, membangun komitmen serta sinergi antar pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Setelah gallery walk pekerjaan belum selesai, para fasilitator dan asistennya kemudian berkumpul dalam satu meja 16 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 Minilab membangun lingkungan kolaboratif karena membangun kebersamaan, meninggalkan ego sektoral, dan fokus pada kepentingan yang lebih besar. untuk mendiskusikan dan menyusun lebih detail rencana kerja dan trajectory kegiatan. Konsultan mengatakan bahwa minilab terbukti mampu menghasilkan initiative charter yang memenuhi hukum pareto 20/80, yang bermakna 20% effort namun 80% impact. Salah satu minilab adalah topik diskusi dalam rangka penurunan dwelling time nasional yang melibatkan stakeholder lintas Kementerian/Lembaga (K/L), LAPI ITB, UI, pengamat, dan unsur sektor privat (Asosiasi Pengusaha Jalur Prioritas, dll). Minilab diawali dengan diagnostik permasalahan. Hasil diagnostik tersebut selanjutnya diselaraskan dengan inisiatif yang sedang berjalan di masing-masing K/L dengan 5 Tema yang menjadi fokus rencana aksi penyusunan initiative charter penurunan dwelling time: Optimalisasi layanan 24/7; Efisiensi perijinan komoditi pangan impor; Efisiensi perijinan komoditi non-pangan impor; Sinkronisasi manajemen risiko; dan Standardisasi penghitungan dwelling time. Hal mendasar yang dibangun dalam minilab ini adalah budaya kebersamaan, sehingga semua pihak melihat masalah dwelling time bukan sebagai masalah di unit masing-masing tetapi sebagai masalah bersama yang dihadapi pemerintahan dan bangsa ini. Dengan semangat kebersamaan dan kesetaraan, setiap peserta dapat saling mengisi dan memberdayakan untuk menyusun rencana aksi yang akan dilaksanakan bersama untuk menghasilkan solusi penurunan dwelling time. [Edi Juliana] Rujukan Rekomendasi Menuju Hall Of Fame SALAH satu inisiatif dari Program Transformasi Kelembagaan adalah revitalisasi manajemen kinerja. Untuk mendukung inisiatif tersebut, Kementerian Keuangan telah melaksanakan program “Enhancing Balanced Scorecard-Based Performance Management System Implementation in MOF Workshops” selama periode Maret-Juni 2014. Palladium Group, sebuah institusi internasional di bidang jasa konsultansi eksekusi strategi, bertindak sebagai fasilitator pelaksanaan program tersebut. Selain kegiatan workshop secara berseri, Tim Konsultan bersama Tim Kementerian Keuangan juga telah menyelenggarakan survey Strategy Focused Organisation (SFO) dan berbagai diskusi mendalam untuk meningkatkan kualitas sistem pengelolaan kinerja. Hasil kajian menunjukkan bahwa saat ini Kementerian Keuangan berada pada maturing stage dalam hal pengelolaan kinerja. Selanjutnya, Kementerian Keuangan perlu berupaya agar dapat ‘naik kelas’ menuju advanced stage dan menjadi bagian dari organisasi yang telah masuk dalam Balanced Scorecard Hall of Fame for Executing Strategy. Rekomendasi untuk mencapai level tersebut adalah sebagai berikut: Rekomendasi Tahap I (dilaksanakan selama 6 bulan) 1.Meningkatkan sistem manajemen strategi saat ini dengan: a.mengevaluasi/validasi visi, misi dan nilai-nilai Kemenkeu. b.Meningkatkan kualitas strategi Kemenkeu melalui scenario planning, winning strategy dan validasi strategic risks, danalignment dengan semua stakeholders. c.Menyempurnakan dan validasi strategy map dan BSC. d.Pastikan accountability untuk tiap objective dan theme. e. Buat rencana perubahan/komunikasi yang efektif. 2. Menyelaraskan Organisasi a. Cascade sasaran strategis terlebih dahulu ke level organisasi, baru kemudian meng-cascade IKU. Begitu pula dilanjutkan ke level individu dengan menurunkan sasaran-sasaran baru IKU nya. b.Memastikan adanya keselarasan (alignment) dengan: • melakukan sesi alignment menggunakan alignment ma- trix di Kemenkeu, juga dengan pihak luar. • menyusun sasaran strategis yang di share untuk menciptakan sinergi; • menyempurnakan kontrak kinerja dengan metode best practices untuk memastikan goal individu, insentif, dan pengembangan kompetensi selaras dengan strategi. • Menyusun ulang, prioritaskan dan kelola inisiatif strategis. • • Rekomendasi Tahap II (dilaksanakan pada 6 bulan berikutnya) • 3.Menyempurnakan tata kelola dan kembangkan potensi kepemimpinan di Kementerian Keuangan dengan: • Meningkatkan skill Office of Strategy Management (OSM) dan letakkan struktur yang tepat serta sentralisasi 9 peran OSM dibawah satu koordinasi. • Mengurangi jumlah meeting dan menyiapkan kalender tata kelola meeting. • melakukan strategy review meeting • di tingkat Kemenkeu tiap kuartal sesuai best practice. Pastikan porsi diskusi 90% membahas masa depan dan bukan hanya pencapaian IKU di masa lalu. melakukan strategy review meeting di tingkat unit eselon I sesuai best practice. menggunakan laporan satu halaman IIAA (Issue, Implication, Action, Accountability) untuk sasaran strategis dan satu halaman untuk inisiatif untuk kedua meeting di- atas. Mengembangkan kapabilitas para pimpinan kementerian untuk eksekusi strategi yang lebih baik. Memastikan unit pendukung, perbaikan proses operasional dan knowledge sharing mendukung strategi. 4.Melakukan SFO Assessment secara berkala (1x/Tahun) untuk mengevaluasi penerapan kelima prinsip SFO dalam eksekusi strategi, untuk kemudian membandingkan hasilnya dengan hasil asesment sebelumnya. [Eman Adi Patra] Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 17 Selingan Teka-Teki Silang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 14 11 12 13 15 16 keberhasilan pencapaian SS. 25 Tanda berbentuk medali dipasang di dada sebagai tanda anggota suatu perkumpulan, panitia, dsb. 27 Tidak sebentar 28 Rentang waktu 29 Disingkat, Jenis analisa dalam manajemen strategik 31 Kemerosotan nilai uang karena banyaknya dan cepatnya uang beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang. 35 Cincin (English) 36 Cantik, elok, enak dipandang 37 Keinginan, impian, cita-cita 17 Menurun: 18 19 20 21 25 22 23 24 26 27 28 34 29 30 31 32 33 35 36 37 Mendatar: 1 Rapat triwulanan pimpinan kementerian keuangan untuk membahas kinerja 4 Gembira, Riang 6 Lega, kenyang 8 Serasi, sepadan, seimbang 9 Pas, tidak kurang, tidak lebih 10 Format, model, corak 11 Proses penyelarasan SS, IKU, dan target IKU secara horizontal antar unit/pegawai yang selevel 16 Dampak, Efek 18 Jabatan terendah di lingkungan kementerian/PNS 21 Level validitas IKU yang mengukur secara tidak langsung "Dapatkan bingkisan menarik bagi 5 pemenang dengan mengirimkan jawaban yang benar beserta identitas (nama, jabatan, unit kerja, alamat kantor) ke [email protected] dengan subject/perihal email “Jawaban Quiz Buletin Kinerja XXII” atau dikirim ke: Bidang Program dan Kegiatan IV Pushaka d/a: Gedung Djuanda I Lantai 5, Jl. Wahidin Raya No.1 Jakarta 10710. Jawaban dapat kami terima paling lambat tanggal 10 Januari 2015. 18 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 1 2 3 4 Rencana strategis Tidak lupa Andai, bila Proses penjabaran dan penyelarasan SS, IKU, dan target IKU secara vertikal ke level unit/pegawai yang lebih rendah. 5 Menyesuaikan/penyesuaian dengan lingkungan sekitar 7 Nilai keseluruhan capaian IKU suatu organisasi. 10 Pekan Olahraga Nasional 12 Layanan Pengadaan Secara Elektronik 13 Gaung, resonansi 14 Disingkat, sebutan bagi unit pengelola sistem pengelolaan kinerja (English) 15 Fase, babak 17 Bantuan Operasional Sekolah 18 Ekspektasi arah nilai aktual/realisasi dari IKU dibandingkan relatif terhadap nilai target. 19 Disingkat, Local Area Network 20 Beberapa unit/individu bekerja sama demi hasil yang lebih baik (salah satu nilai kementerian keuangan) 22 Aturan, Tata tertib (English) 23 Tahun (English) 24 Penghasilan PNS selain gaji 26 Disingkat, nilai capaian IKU pada kontrak kinerja dari tiap-tiap pegawai. 30 Datang, sampai 32 Tinggi rendahnya bunyi 33 Kantor berita resmi negara Italia 34 Hilang, lenyap Daftar Pembaca Setia Buletin Kinerja Edisi XXI 2014 yang Beruntung: 1) Adhi Tiya Tri Prabowo, Pelaksana Seksi Perancangan Sistem dan Prosedur Perpajakan Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi; 2) Ignatius Amarta Murti, Direktorat KITSDA, DJP; 3) Ali Miftahudin, Pelaksana Seksi Pemeriksaan da Kepatuhan Internal KPP Pratama Pandeglang; 4) Aldo Jeremi Putra, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan KPP Pratama Natar; 5) Seto Hernawan, Pelaksana Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP), Sekretariat Jenderal; 6) Ervan Budi Wiranto, Pelaksana PPAJP; 7) Agnes Liony, Pelaksana Administrasi Balai Pengujian Dan Identifikasi Barang Tipe A Jakarta. Lensa Peristiwa Foto: Edi Juliana Foto: Edi Juliana Foto: Edi Juliana Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 19 Kata Mereka Efektivitas Edukasi Balanced Scorecard (BSC) IMPLEMENTASI Sistem Manajemen Kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC) di lingkungan Kementerian Keuangan menunjukan perkembangan yang sangat signifikan. Sejalan dengan hal tersebut, maka program edukasi dan BSC Campaign harus terus digalakkan dan dilaksanakan secara intensif baik melalui sosialisasi, program diklat, maupun media komunikasi lainnya. Benny Hari Kusuma, Pelaksana KPPN Banda Aceh Sejak diterapkannya Sistem Pengelolaan Kinerja Kementerian Keuangan berbasis BSC pada seluruh pegawai Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) baik Kantor Pusat maupun Kanwil sering mengadakan sosialisasi dalam rangka meningkatkan pemahaman dan awareness pegawai terhadap BSC. Tidak hanya kegiatan sosialisasi, proses edukasi juga dilakukan melalui konsultasi dan asistensi yang dilakukan oleh pengelola kinerja di masing-masing unit yaitu pada saat penyusunan kontrak kinerja, penghitungan maupun pelaporan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU). Hal ini sangat membantu pegawai agar lebih mudah dalam mengimplementasikan sistem pengelolaan kinerja ini, mengingat pekerjaan di Kantor Pelayanan Perbendaraan (KPPN) yang sangat beragam. Diharapkan ke depannya, seluruh pegawai semakin merasakan manfaatnya dari penerapan sistem ini, sehingga budaya kerja seluruh pegawai menjadi lebih baik lagi dan berdampak terhadap pencapaian visi DJPB. Harli Tjandra, Kepala Seksi Bimbingan Konsultasi, Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau Sistem pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berbasis Balanced Scorecard (BSC) mulai diterapkan kepada seluruh pegawai Kemenkeu sejak tahun 2012, bahkan beberapa unit di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun sudah melaksanakan sistem ini sebagai piloting sejak tahun 2010. Agar dapat berjalan optimal maka diperlukan pemahaman dan awareness seluruh pegawai terhadap penerapan sistem ini. Upaya peningkatan pengetahuan BSC dan membangun 20 Buletin Kinerja - Edisi XXII/2014 kepedulian pegawai terhadap strategi organisasi perlu terus dilakukan baik melalui sosialisasi maupun media komunikasi lainnya. Edukasi BSC di Direktorat Jenderal Pajak saat ini dilakukan secara berjenjang, dimana beberapa pegawai Kantor Pusat maupun Kanwil diberikan training dan diwajibkan untuk melatih kembali rekan-rekannya di unit masing-masing. Proses edukasi perlu terus digalakkan dan disempurnakan metodenya mengingat saat ini masih banyak pegawai yang belum memahami dengan baik konsep BSC tersebut. Peran Balai Diklat Keuangan (BDK) perlu ditingkatkan lagi dengan menetapkan program-program diklat terkait pengelolaan kinerja di seluruh BDK agar kesempatan pegawai untuk mendapatkan pelatihan BSC dapat semakin luas. Diyah Ayu Kusumawardani, Pelaksana BDK Cimahi IKU yang dikontrak kinerjakan pada masing-masing pegawai di BDK cimahi sudah ditentukan oleh kantor pusat. Namun demikian, pegawai BDK diberi keleluasaan untuk menetapkan target IKU yang disesuaikan dengan tantangan dan kondisi lingkungan kerja yang dihadapi. Diharapkan pada level pelaksana tidak lagi ditetapkan IKU yang kendalinya rendah, mengingat lingkup wewenang pelaksana yang juga terbatas. Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai sistem pengelolaan kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC), maka edukasi mengenai sistem ini perlu terus ditingkatkan dan diperluas jangkauannya baik melalui sosialisasi maupun diklat, supaya informasi mengenai BSC dapat sampai ke seluruh pegawai Kementerian Keuangan. Diharapkan ke depannya BPPK dapat terus meningkatkan pelaksanaan program diklat terkait pengelolaan kinerja baik kapasitas peserta maupun frekuensinya,khususnya bagi para pengelola kinerja baru agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal.