BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak

advertisement
 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anak
merupakan
anugerah
dalam
keluarga.Anak
sudah
selayaknyadilindungi serta diperhatikan hak-haknya. Negarapun dalam hal ini
sudah sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial,
politik, budaya dan ekonomi. Pada kenyataannya, keluarga bahkan negara belum
mampu memberikan kesejahteraan yang layak bagi anak. Salah satu permasalahan
yang masih terjadi adalah keberadaan pekerja anak. Tidak hanya melanggar hakhak anak, dengan bekerja juga membawa dampak buruk bagi anak-anak baik
secara fisik maupun psikis. Bahkan dampak yang lebih jauh lagi, dengan bekerja
dikhawatirkan akan mengganggu masa depan anak untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik, terlebih anak merupakan generasi penerus bangsa. Anak-anak
yang bekerja di usia dini, biasanya berasal dari keluarga miskin, yang terjebak
dalam pekerjaan yang tak terlatih dengan upah sangat buruk. Mereka hidup
dibawah tekanan orang tua yang mengandalkan mereka untuk bekerja agar dapat
memberikan kontribusi berupa materi kepada keluarga atau bahkan untuk biaya
mereka bersekolah.
Setiap insan manusia pasti pernah mengalami suatu fase hidup sebagai
anak. Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial, sejak
dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka
serta mendapat perlindungan baik dari orangtua, keluarga, masyarakat, bangsa dan
1 2 Negara. Oleh karena itu tidak ada setiap manusia atau pihak lain yang boleh
merampas hak atas hidup dan merdeka tersebut. Anak bukanlah manusia dalam
bentuk kecil, tetapi ia dipandang sebagai manusia yang
membutuhkan
perlindungan dan penanganan khusus (special safeguard and care), termasuk
perlindungan hukum (legal protection), baik setelah maupun sebelum dilahirkan.
Jika melihat hal tersebut diatas, maka anak merupakan aset penting bagi
pihak-pihak tertentu.Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kasus eksploitasi
terhadap anak, baik oleh orang tua maupun oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab, dalam hal ini adalah pemilik usaha.Eksploitasi anak
menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap
anak yang dilakukan oleh keluarga atau masyarakat.Memaksa anak untuk
melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial maupun politik tanpa
memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan
perkembangan fisik, psikis & status sosialnya.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak-hak anak, melalui Keputusan
Presiden (Keppres) no. 36/0 tanggal 25 Agustus 1990.Dengan adanya konvensi
tersebut, berarti secara hukum Negara berkewajiban menjamin dan melindungi
hak anak-anak, baik sosial, politik, budaya, dan ekonomi. 1
1
Usman, H., Nachrowi, N.2004. Pekerja Anak di Indonesia (Kondisi, Determinan & Eksploitasi).
Jakarta: Grasindo.
3 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa ketentuan pidana
yang termuat di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Kitab UndangUndang Hukum Pidana bahkan di dalamnya sudah memuat pengaturan tentang
korporasi. Namun demikian pengaturan ini masih bersifat umum dan belum
mencakup hal-hal seperti residive, penggabungan dan sebagainya. Selain itu
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juga memuat
tentang masalah eksploitasi anak yang mana berdasarkan unsur-unsur yang telah
diuraikan dari pengertian eksploitasi anak.
Pada kenyataannya, negara masih belum mampu memenuhi kewajibannya
untuk melindungi hak-hak anak.Salah satu permasalahan yang masih terjadi
adalah keberadaan pekerja anak.Tidak hanya melanggar hak-hak anak, dengan
bekerja juga membawa dampak buruk bagi anak-anak, baik secara fisik maupun
psikis. Bahkan dampak yang lebih jauh lagi, dengan bekerja dikhawatirkan akan
mengganggu masa depan anak-anak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih
baik, terlebih anak-anak merupakan generasi penerus bangsa.
Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskrimatif atau perlakuan
sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun
masyarakat.Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi,
sosial, ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan
perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis & status sosialnya. 2
2
Suharto,K.2005.Eksploitasi Terhadap Anak & Wanita. Jakarta: CV. Intermedia.
4 Pengertian lain dari eksploitasi anak adalah memanfaatkan anak secara tidak etis
demi kebaikan ataupun keuntungan orang tua maupun orang lain. 3
Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masihlah belum
menggembirakan. Nasib mereka belumlah seindah ungkapan verbal yang kerap
kali memposisikan anak bernilai penting, penerus masa depan bangsa dan
sejumlah simbolik lainnya. Pada tataran hukum, hak-hak yang diberikan hukum
kepada anak belum sepenuhnya bisa ditegakkan. Hak-hak anak sebagaimana
dimaksud dalam dokumen hukum mengenai perlindungan hak-hak anak masih
belum cukup ampuh bisa menyingkirkan keadaan yang buruk bagi anak. Pada
kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku kehidupan masyarakat masih
menyimpan masalah anak. Bahkan keadaan seperti ini melanda hampir seluruh
dunia. 4
Hak asasi anak diperlakukan berbeda dari orang dewasa tersebut, karena
anak sejak masih dalam kandung, melahirkan, tumbuh dan berkembang sampai
menjadi orang dewasa, masih dalam keadaan tergantung belum mandiri dan
memerlukan perlakuan khusus baik dalam gizi, kesehatan, pendidikan,
pengetahuan, agama dan keterampilan, pekerjaan, keamanan, bebas dari rasa
ketakutan, bebas dari rasa kekhawatiran maupun kesejahterannya. Perlakuan
khusus tersebut berupa mendapatkan perlindungan hukum dan mendapatkan hak
sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial maupun hak budaya yang lebih baik.
3
Martaja. 2005. Strategi Gebrakan Atasi Kemiskinan
(http://www.perpustakaan.bappenas.go.id)
4
Muhammad Joni Aspek Hukum Perlindungan anak, Bandung, PT Citra Aditya bakti,1999, hal.1
5 Sehingga begitu anak tersebut meningkat menjadi dewasa tidak akan ragu-ragu
lagi dalam mengaplikasikan dan menerapkan hak sipil, hak politik, hak ekonomi,
hak sosial dan hak budaya yang bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
hukum yang telah ditetapkan.
Apabila anak sejak masih dalam kandungan sampai melahirkan tumbuh
dan
berkembang
menjadi
dewasa
kurang
mendapatkan
perhatian
dan
perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat dan bangsa, maka anak yang
menjadi orang dewasa melalui proses tersebut, yang bersangkutan tidak akan
dapat mengerti dan memahami hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan
hak budaya sesuai dengan apa yang diharapkan dalam ketentuan hukum yang
telah ditetapkan. 5
Pembahasan masalah eksploitasi anak sudah banyak disinggung oleh
beberapa media, terutama berita baik melalui Televis, Koran, maupun
Internet.Meskipun demikian, tetap saja tindakan eksploitasi anak masih banyak
terjadi disekitar kita. Hampir disetiap sektor industri di negeri ini melakukan hal
tersebut, alasannya tidak lain adalah demi meraup keuntungan dari meminimalisir
upah ‘buruh cilk’ tersebut.
Film merupakan bentuk dominan dari komunikasi massa visual dibelahan
dunia ini dan lebih dari ratusan juta orang menonton film. 6 Dan dalam UU
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1992 BAB III yang menjelaskan akan fungsi
5
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007, hal.2
6
Elvinaro ardianto dan Lukiati Komala. komunikasi massa suatu pengantar. Bandung : Simbiosa
rekatama media. 2005, hal 134
6 film dalam pasal 5 adalah “ Film sebagai media komunikasi massa pandangdengar mempunyai fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya
bangsa, hiburan, dan ekonomi. 7
Tujuan khalayak menonton film pada dasarnya adalah ingin memperoleh
hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun
edukatif , bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional
sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat
digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka
nation and character building. Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional
memproduksi film-film sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang
diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang. 8
Graeme Turner dalam Sobur (2004: 127) mengatakan bahwa film
‘memindah’ realitas ke layar tanpa mengubah realitas tersebut, sementara sebagai
reprentasi dari realitas, film membentuk dan ‘menghadirkan kembali’ realitas
berdasarkan kode-kode, konvensi dan ideologi dari kebudayaannya, dan semua itu
merupakan konstruksi dari sebuah film. 9
Dalam sudut pandang penulis, film dapat digunakan sebagai media untuk
mencoba membangun konstruksi apa saja dari kehidupan nyata termasuk realitas
sosial mengenai kehidupan rakyat Indonesia yang masih berada dibawah garis
kemiskinan maupun ketidak tahuan mengenai syarat orang yang boleh
7
Heru Effendy. Industri Perfilman Indonesia. Jakarta : Erlangga. 2008, hal 65
8
Elvinaro ardianto dan Lukiati Komala. Op. Cit, hal 136
9
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya . 2004, hal 34
7 dipekerjakan, sehingga harus mempekerjakan anak dibawah umur. Oleh karena itu
penulis berpendapat bahwa film merupakan salah satu media yang efektif yang
dapat menyampaikan pesannya secara langsung kepada penontonnya.
Dalam satu dekade kebangkitan film Indonesia di tanah air, banyak sekali
film yang dihasilkan oleh para sineas kita. Dari berbagai macam film yang telah
diproduksi tersebut, hanya beberapa film nasional yang mengangkat tema tentang
kesejahteraan sosial, atau relita kehidupan kaum marjinal.
Seiring dengan perkembangan zaman, film merupakan salah satu media
massa yang sering digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan. Selain itu, film
juga menjadi wadah berkarya bagi para sineas baik yang masih pemula maupun
yang sudah professional dalam mengeksplor kemampuan membuat sebuah karya
yang tidak hanya berfungsi menghibur, tetapi juga mampu menginformasikan,
mendidik dan/atau bahkan memotifasi masyarakat dengan film yang berkualitas.
Film dapat juga dikatakan sebagai sebuah komoditi industri, dimana
mengutamakan eksistensi, ketertarikan masyarakat melalui jalan cerita, tokoh,
lokasi, fenomena, maupun permasalahan yang sedang berkembang dan mampu
mengajak banyak orang terlibat didalamnya.
Perkembangan film saat ini sangat pesat, dan mudah menjadi bisnis yang
menguntungkan. Bagaimanakah melihat perfilman dalam konteks (kebijakan)
Negara berdasarkan fungsi film. Film dipandang sebagai komoditas industri oleh
Hollywood, Bollywood, dan Hongkong. Disisi dunia lain, film dipakai sebagai
media penyampai dan produk kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dinegara Prancis
8 (sebelum 1995), Belanda, Jerman, dan Inggris. Dampak dari pembagian ini, film
akan dilihat sebagai artefak budaya yang harus dikembangkan, kajian film
membesar, eksperimen-eksperimen pun didukung oleh Negara.
Kelompok
terakhir menempatkan film sebagai asset politik guna media propaganda
Negara.Hal ini sering dijumpai di negara-negara otorier, seperti Rusia, Cina,
Indonesia, Afganistan, dll.
Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama
adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung
fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan
misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan,
film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi
muda dalam rangka national and character building. 10
Film umumnya di bangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk
berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek
yang di harapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara: kata
yang di ucapakan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi
gambar-gambar dan music film. 11
Mengacu pada fungsi film (edukasi, dan informasi) dan tujuan perfilman
nasional
yakni selain untuk memberikan hiburan, film juga harus mampu
10
Drs. Elvino Ardianto, M.Si. Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media.
Bandung, 2009, hlm. 145
11
Drs. Alex Sobur, M.Si. Semiotika Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, bandung, 2009, hlm.
128
9 menampilkan sisi mendidik. Banyak film nasional yang mampu merangkap dan
menyajikan suatu kemasan fungsi film dan tujuan perfilman nasional secara baik,
salah satunya adalah ‘JERMAL’. Film ‘JERMAL’ dinilai penulis cukup kompleks
memuat permasalahan realitas sosial. Itulah yang mendasari penulis untuk
melakukan studi analisis semiotika dengan media film.
JERMAL, adalah perangkap pasang surut (tidal trap) berbentuk rumah
yang merupakan ciri khas alat penangkapan yang terdapat di perairan Sumatera
bagian Utara. Pada prinsipnya, jermal ini terdiri dari jajaran tiang-tiang pancang
yang merupakan sayap, jaring jermal dan rumah jermal.
Didalam film, Jermal menggambarkan tentang anak bernama jaya yang
berumur 12 yang kehilangan ibunya karena meninggal dunia. Satu-satunya yang
tersisa dari keluarganya adalah ayahnya yang bernama Johar.Jaya mengikuti
Bandi, seorang juru masak disebuah Jermal yaitu tempat penjaringan ikan yang
didirikan di atas tonggak-tonggak penyangga dari kayu yang terdapat di tempat
yang sangat terpencil di tengah lautan.
Bandi sudah tahu bahwa sebenarnya Jaya adalah anak dari pengawas
jermal tempat Bandi bekerja bernama Johar yang diperankan oleh Didi Petet, oleh
karena itu Bandi berusaha mempertemukan ayah dan anak itu baik secara fisik
maupun psikhis.Jermal itu sebetulnya merupakan tempat bagi Johar untuk
melarikan diri dari kenyataan.Dia kabur dari polisi karena perbuatan kelam 12
tahun yang lalu yaitu membunuh seorang laki-laki kekasih gelap istrinya, atau ibu
dari Jaya.
10 Johar tidak tahu bahwa ia kini sudah mempunyai seorang putra, sebab
dalam benaknya, istrinya tidak setia dengan berselingkuh dengan lelaki lain ketika
ia tugas diluar kota, sehingga mungkin sebenarnya Jaya adalah anak dari laki-laki
kekasih gelapnya. Oleh sebab itulah ketika Jaya tiba di jermal bersama bandi,
Johar langsung menolaknya, tapi karena tidak mungkin dirinya kembali ke
daratan untuk mengantar Jaya, Johar pun terpaksa menerima Jaya bekerja dijermal
tersebut
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah ‘Bagaimana Representasi Eksploitasi Anak
Dibawah Umur dalam Film JERMAL’.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk
mengetahui dan menganalisis bagaimana Representasi Eksploitasi Anak Dibawah
Umur dalam Film JERMAL.
1.3.2 Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis
Secara akademis, penelitian ini bertujuan untuk memberikan sumbangan
bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya bagi pengembangan penelitian
yang berbasis kualitatif.
11 b.
Manfaat Sosial
Dari sudut pandang sosial, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat agar masyarakat dapat menyadari bahwa eksploitasi anak dengan alasan
apapun tidak dibenarkan, sehingga mampu menekan angka eksploitasi anak yang
kini makin marak.
c.
Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana
representasi eksploitasi anak dalam film
‘JERMAL’.. Lebih khusus penulis
bermaksud agar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang mempunyai
ketertarikan dan hubungan dekat dengan dunia film dapat mengetahui bahwa film
dapat dikaji dalam berbagai ilmu. Penelitian ini juga sebagai salah satu syarat
meraih gelar kesarjanaan pada fakultas ilmu komunikasi jurusan broadcasting.
Download